materi kasar

28
1. SEMENTUM Sementum Sementum adalah jaringan ikat kalsifikasi yang menyelubungi dentin akar dan tempat berinsersinya bundel serabut kolagen. Sementum dapat dianggap sebagai ‘tulang perlekatan’ dan merupakan satu-satunya jaringan gigi khusus dari jaringan periodontal. Hubungannya dengan tepi email bervariasi, dapat terletak atau bersitumpang dengan email tetapi dapat juga terpisah dari email oleh adanya sepotong kecil dentin yang terbuka. Ketebalan sementum bervariasi, pada daerah sepertiga koronal hanya 16-60µm dan sepertiga apikal 200µm. Seperti jaringan kalsifikasi lainnya, tulang dan dentin, sementum terdiri dari serabut kolagen yang tertanam di dalam matriks organik yang terkalsifikasi. Kandungan organiknya, yaitu hidroksiapatit, lebih kecil dari tulang, misalnya hanya sekitar 45% (tulang 65%, dentin 70%, email 97%). Ada dua tipe sementum yaitu selular dan aselular. Sementum selular mengandung sementosit pada lakuna seperti osteosit pada tulang, dan saling berhubungan satu sama lain melalui anyaman kanalikuli. Sementum aselular membentuk lapisan permukaan yang tipis, sering terbatas hanya pada bagian servikal akar. Tidak mengandung sementosit di dalam substansinya, tetapi sementoblas terletak di permukaan sehingga istilah ‘aselular’ sebenarnya kuarng tepat diterapkan disini (Manson, 1993). Dapust : Manson J. D dan B. M. Elley. 1993. Buku Ajar Periodonti Edisi 2. Jakarta : Hipokrates.

Upload: rezabahida

Post on 14-Jan-2016

15 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ok

TRANSCRIPT

Page 1: Materi Kasar

1. SEMENTUM

Sementum

Sementum adalah jaringan ikat kalsifikasi yang menyelubungi dentin akar dan tempat berinsersinya bundel serabut kolagen. Sementum dapat dianggap sebagai ‘tulang perlekatan’ dan merupakan satu-satunya jaringan gigi khusus dari jaringan periodontal. Hubungannya dengan tepi email bervariasi, dapat terletak atau bersitumpang dengan email tetapi dapat juga terpisah dari email oleh adanya sepotong kecil dentin yang terbuka. Ketebalan sementum bervariasi, pada daerah sepertiga koronal hanya 16-60µm dan sepertiga apikal 200µm.

Seperti jaringan kalsifikasi lainnya, tulang dan dentin, sementum terdiri dari serabut kolagen yang tertanam di dalam matriks organik yang terkalsifikasi. Kandungan organiknya, yaitu hidroksiapatit, lebih kecil dari tulang, misalnya hanya sekitar 45% (tulang 65%, dentin 70%, email 97%).

Ada dua tipe sementum yaitu selular dan aselular. Sementum selular mengandung sementosit pada lakuna seperti osteosit pada tulang, dan saling berhubungan satu sama lain melalui anyaman kanalikuli. Sementum aselular membentuk lapisan permukaan yang tipis, sering terbatas hanya pada bagian servikal akar. Tidak mengandung sementosit di dalam substansinya, tetapi sementoblas terletak di permukaan sehingga istilah ‘aselular’ sebenarnya kuarng tepat diterapkan disini (Manson, 1993).

Dapust : Manson J. D dan B. M. Elley. 1993. Buku Ajar Periodonti Edisi 2. Jakarta : Hipokrates.

Page 2: Materi Kasar

Sementum adalah jaringan mengapur menyerupai tulang yang menutup akar gigi.

Sebagai yang telah diuraikan, sementum berasal dari sel mesenkimal folikel gigi yang

berkembang menjadi sementoblas. Sementoblas menimbun suatu matrik, disebut

sementoid, yang mengalami pertambahan pengapuran dan menghasilkan dua jenis

sementum: aselular pertama-tama ditimbun pada dentin membentuk pertemuan

sementum-dentin, dan biasanya, menutupi sepertiga servikal dan sepertiga tengah akar.

Sementum selular biasanya ditumpuk pada sementum aselular pada sepertiga apical akar

dan bergantian dengan lapisan sementum aselular. Sementum selular ditumpuk pada

kecepatan yang lebih besar daripada sementum aselular dan dengan demikian menjebak

sementoblas di dalam matriks. Sel-sel yang terjebak ini disebut sementosit. Sementosit

terletak pada kripta sementum dan dikenal sebagai lacuna. Dari lacuna, kanal-kanal,

disebut kanalikuli, yang berisi perpanjangan protoplasmic sementosit dan berfungsi

sebagai jalan mengangkut nutrient ke sementosit, menjalin dengan kanalikuli lain dari

lakuna lain untuk membentuk suatu sistem yang dapat dipersamakan dengan sistem

Havers (haversian sistem) tulang. Oleh sebab sementum adalah avaskular, nutrisinya

berasal dari ligament periodontal. Karena lapisan incremental sementum ditumpuk,

ligamen periodontal dapat berpindah tempat lebih jauh, dan akibatnya beberapa

sementosit mungkin mati dan meninggalkan lakuna kosong (Grossman, 1995).

Ketebalan sementum menggambarkan salah satu fungsinya. Tebal sementum

sekitar 20 sampai 50 µm pada hubungan sementum-email dan tebal sementum adalah

sekitar akar. Sementum yang lebih tebal pada apeks disebabkan karena penumpukannya

yang terus menerus selama kehidupan eruptif gigi untuk mempertahankan tingginya pada

bidang oklusal. Penumpukan sementum yang terus-menerus juga memberi bentuk pada

foramen apical dewasa. Foramen bila menjadi dewasa, menjadi konis, dengan aspek

kerucut, disebut diameter minor (konstriktur), menghadap pulpa dan dasar, disebut

diameter mayor, menghadap ligament periodontal. Penumpukan sementum yang terus

menerus menaikkan diameter mayor dan menghasilkan suatu deviasi rata-rata foramen

apical sebesar 0,2 sampai 0,5 mm dari pusat apeks akar. Diameter minor menentukan

penghentian apical instrumentasi dan obturasi saluran akar dan rata-rata terletak 0,5 mm

dari permukaan semental pada gigi-gigi muda dan 0,75 mm dari permukaan pada gigi-

gigi dewasa. Meskipun hubungan sementum-sementum bertepatan dengan diameter

Page 3: Materi Kasar

minor, sementum dapat tumbuh tidak rata dan dapat mengubah hubungan ini (Grossman,

1995).

Memperbaiki adalah fungsi lain sementum. Fraktur akar dan resorpsi biasanya

diperbaiki oleh sementum. Penutupan akar yang belum dewasa pada prosedur

apeksifikasi disempurnakan oleh deposisi sementum atau jaringan yang menyerupai

sementum. Sementum juga mempunyai fungsi protektif. Lebih resisten terhadap rasorpsi

daripada tulang. Mungkin disebabkan avaskularitasnya. Akibatnya, gerakan ortodontik

akar biasanya dapat dilakukan dengan kerusakan resorptif minimum. Fungsi-fungsi lain

adalah deposisi sementum yang terus menerus dan penyumbatan foramina aksesori dan

apical setelah perawatan saluran akar (Grossman, 1995).

Grossman, LI. Ilmu Endodontik Dalam Praktek. Edisi 11. 1995. EGC: Jakarta.

2. tulang alveolar

Tulang alveolar adalah bagian dari maxila dan mandibula yang membentuk dan mendukung

soket gigi (alveoli). Tulang alveolar terbentuk pada saat gigi erupsi untuk menyediakan

perlekatan tulang pada ligamen periodontal (Varma &. Nayak,2002).

Tulang alveolar dapat dibagi menjadi daerah yang terpisah dari basis anatomi, tetapi

fungsinya merupakan satu kesatuan dengan semua bagian yang saling berhubungan diantara

jaringan pendukung gigi (Carranza., 2002).

Tulang alveolar terdiri dari :

1. Keping kortikal eksternal yang dibentuk oleh tulang Haver's dan lamella tulang

compact (Carranza, 2002). Keping kortikal eksternal menutupi tulang alveolar dan

lebih tipis pada bagian facial (Zainal & Salmah, 1992). Keping kortikal eksternal

berjalan miring ke arah koronal untuk bergabung dengan tulang alveolar sejati dan

membentuk dinding alveolar dengan ketebalan sekitar 0,1 - 0,4 mm. Dinding alveolar

Page 4: Materi Kasar

dilalui oleh pembuluh darah dan pembuluh lymph serta saraf yang masuk ke dalam

ruang periodontal melalui sejumlah kanal kecil (Kanal Volkmann) (Klaus dkk, 1989).

2. Dinding soket yang tipis pada bagian dalam tulang compact disebut tulang alveolar

sejati yang terlihat seperti lamina dura pada gambaran radiografis (Carranza, 2002).

3. Trabekula cancellous berada diantara lapisan tulang compact dan tulang alveolar

sejati. Septum interdental terdiri dari trabekula cancellous yang mendukung tulang

dan menutupi bagian dalam border tulang compact

komposisi

1. bahan anorganik 2/3 bagian

a) kalsium dan fosfat b) hidroksil, karbonat, c) sitrat, natrium Na+.magnesium Mg+, flour F+d) kristal hidroksiapatit (65=70% dari struktur tulang)

2. Matriks organik 1/3 bagian

a. kolagen tope 1 (90%)b. protein morfogenik tulangc. posfoproteind. proteoglikans

fungsi

Page 5: Materi Kasar

Tulang adalah cadangan kalsium bagi  tubuh, dan tulang alveolar berperan serta dalam

memelihara keseimbangan kalsium dalam tubuh. Kalsium dilepas dari tulang alveolar untuk

memenuhi kebutuhan jaringan lainnya dan untuk memenuhi kadar kalsium dalam darah.

Tulang alveolar berfungsi sebagai pembentuk dan penyokong gigi. Tulang alveolar

merupakan penyangga gigi yang paing utama.

3. GINGIVA

Menurut Itjingningsih wangidjaja harshanur (1991), secara klinis dan mikroskopis gingiva dapat dibagi menjadi :

1. Marginal gingival / unattached gingival yaitu bagian dari free gingival ( bagian dari gingival yang mengelilingi gigi dan tidak melekat pada gigi) yang terletak di labial / bukal dan lingual / palatinal gigi, lebarnya kurang dari satu millimeter.

2. Attached gingival, yaitu bagian dari gingival yang melekat erat dengan jaringan sementum dan tulang alveolar. Gingiva attachment terletak mulai lekukan yang disebut free gingival groove ( batas antara marginal gingival dan gingival attachment) sampai pada mukosa alveolar. Lebarnya berkisar antara satu sampai Sembilan millimeter dan tergantung pada letak gigi individu. Gingival attachment yang melekat pada cement disebut gingival cemental, sedangkan gingival attachment yang melekat pada processus alveolaris disebut gingival alveolar.

3. Interdental papilla, yaitu bagian dari gingival yang mengisi ruang interdental sampai di bawah titik kontak gigi, terdiri dari unattached dan attached gingival, bila ada diastema, interdental papilla melekat erat dengan processus alveolaris disebut gingival alveolar.

Menurut J.D. Manson dan B.M. Eley(1993) dikatakan bahwa region interdental berperan sangat penting karena merupaka daerah stagnasi bakteri yang paling resisten dan strukturnya menyebabkan daeerah ini sangat peka, didaerah ini biasanya timbul lesi awal gingivitis.

Harsanur, Itjingningsih Wangidjaja, 1991. Anatomi Gigi, Jakarta : EGC.

4.INDEKS PENGATURAN KESEHATAN GIGI

Indeks pengukuran kesehatan gigi

Page 6: Materi Kasar

Untuk mengethui prevalensi penyakit, keparahan dan hubungannya tergadap faktor-

faktor lain seperti misalnya usia, kebersihan mulut, nutrisi dst., sudah diperkenalkan

berbagaimacam indeks khusu dalam upaya untuk memberikan ukurna yang objektif atau skor

bagi tanda-tanda khusu yang teridentifikasi sehingga dapat dilakukan perbandungan yang

dapat diandalkan.

Indeks kondisi gingiva ditentukan berdasarkan warna, perubahan kontur, perdarahan

segera pada saat penyondean, waktu perdarahan, pengukuran eksudat cairan gingiva, jumlah

sel darah putih pada cairan gingiva dan histologi gingiva. Beberapa tes memerlukan alat

khusus, sehingga harus menggunakan laboratorium, dilapangan hanya dapat dilakukan tes-tes

yang sederhana.

Beberapa indeks yang sering digunakan adalah, indeks inflamaasi gingiva (indeks

gingiva), indeks periodontal, indeks kebutuhan perawatan periodontal komunitas yang akan

memberikan skor baik atau buruk terhadapa hasil pemeriksaan.

Pemeriksaan ginggiva dan periodontal

A. Indeks Gingiva (GI)

Keparahan kondisi gingiva dinyatakan dalam skala 0 sampai 3:

0: gingiva normal

1: inflamasi ringan, sedikit perubahan warna, sedikit oedema, tidak ada perdarahan

saat penyondean

2: inflamasi sedang, kemerahan oedema dan mengkilat, perdarahan saat penypndean

3: inflamasi parah, kemerahan yang nyata dan oedema, ulserasi. Kecenderungan

perdarah spontan

Unit gingiva mesial, bukal, sital, lingual diberi skor secara terpisah. Indeks ini

terutama sangat sensitif pada tahap gingivitis dini. Indek gingiva umumnya

reversibel karena dapat menjadi nol dengan redanya penyakit, namun untuk indeks

periodontal tidak dapat digunakan untuk mengukur penyakit dalam keadaan aktif

(reversibel).

B. Indeks-indeks Kerusakan Periodontal

Page 7: Materi Kasar

1) Indeks Periodontal (PI)

Semua gigi diperiksa; skore yang digunakan adalah sebagai berikut:

0: Negatif; tidak ada inflamasi pada jaringan pendukung maupun gangguan fungsi

karena kerusakan jaringan pendukung.

1: Gingivitis ringan; terlihat daerah inflamasi ringan pada tepi batas gingiva, tetapi

daerah ini tidak sampai mengelilingi gigi.

2: Gingivitis: inflamasi mengelililngi gigi, tetapi tidak terlihat adanya kerusakan

daerah perlekatan gingiva.

6: Gingivitis denga poket: perlekatan epitelial rusak dan terlihat adanya ppoket

(tidak hanya merupakan pendalaman leher gingiva karena pembengkakan di

daerah gingiva bebas). Tidak terlihat adanya ganngguan fungsi mastikasi

normal; gigi melekat kuat di dalam soketnya dan tidak bergeser.

8: Kerusakan tahap lanjut disertai dengan hilangnya fungsi mastikasi; gigi goyang,

kadang-kadang bergeser, nyeri pada perkusi dengan alat logam, dan dapat

terdepresi ke dalam soktenya.

Peraturan: gunakan skor terrendah bila meragunkan

Indeks ini sudah banyak digunakan dengan sukses untuk kelompok populasi

yang besar. Keterbatasannya adalah bahwa skor untuk kerusakan periodontal

berjarak cukup besar satu dengan yang lain sehingga sulit untuk membedakan

tahap awal dari periodontitis kronis.

2) Indeks Peyakit Periodontal (PDI)

Indeks penyakit periodontal didesain terutama untuk menentukan luas pendalaman

poket dibawah pertautan semento-enamel. Skornya adalah:

0: sehat

1: Perubahan inflamasi ringan sampai sedang yang belum meluas ke sekitqaar

jaringan gigi

2: Perubahan inflamasi ringan sampai sedang yang sudah meluas ke sekitar

jaringan gigi

3: gingivitis yang parah, di tandai dengan kemerahan yang nyata, kecenderungan

perdarahn dan ulserasi

4: perluasan poket sedalam 3 mm apikal dari daerah pertautan semento-enamel

Page 8: Materi Kasar

5: perluasan sedalam 3-6 mm

6: perluasan lebih dari 6 mm.

Yang digunakan untuk diperiksa adalah enam gigi yang mewakili yaitu: 6/14 atas,

41/6 bawah yang digunkan dalam pemeriksaan dan pengukuran.

3) Indeks Kebutuhan Perawatan Periodontal Komunitas

Untuk memberikan pelayanan kesehatan yang adekuat bagi komunitas tertentu,

seringkali perlu ditentukan kebutuhan perawatan. CPITN terbukti merupakan

sistem yang paling sering digunakan untuk tujuan ini dan menggunakan metode

berikut:

a) Sistem pemberian skor (menggunakan probe)

0 : tidak ada poket atau pendarahan gingiva pada saat penyondean

1 : perdarahan gingiva pada saat penyondean

2 : kalkulus supra- sub gingiva

3 : Poket sedalam 3,5-5,5 mm

4 : poket > 6 mm

b) Pembagian gigi menjadi enam sekstan

Gigi geligi di bagi menjadi enam segmen atau sekstan yaitu empat gigi

posterior dan dua gigi anterior dimana pada setiap segmen terdapat satu atau

beberapa gigi yang tidak perlu dicabut.

c) Penggunaan 10 gigi pada pemeriksaan epidemiologi

Biasanya dilakukan terhadap 10 gigi tertentu. Bila digunakan untuk perawatan

enam gigi indeks diperiksa pada anak-anak dan remaja sedangkan untuk

individu dewasa seua gigi diperiksa.

d) Rencana perawatan

Rencana perawatan ditentukan dengan berlandasakan pada:

0 : tidak perlu

1 : Perawatan di rumah

2 dan 3 : skeling dan perbaikan perarawatan gigi di rumah

4 : memerukan perawatan rumit, (skeling operasi dan perawatan di rumah).

Semua sistem pengukuran termasuk CPITN mempunyai keterbatasn. Semua indeks

ini mempunyai keterbatasan dasar sebagai berikut:

Page 9: Materi Kasar

1. Kriteria umumnya subjektif dan terdapat variasi yang cukup besar pada penilainan

oleh pemeriksa dalam derajat inflamasi dan kedalaman poket atqau kerusakan

perlekatan

2. Sistem skor pada dasarnya ditentukan secara acak. Jadi sebenarnya gingivitis dan

periodontitis tidak dapat dibandingkan secara numerik

3. Walaupun gingivitis mengukur adanya inflamasi pada saat itu, pengukuran poket

merupakan cerminan dari penyakit di masa lalu. Bila kita menerima ide bahwa

kerusakan poket bersifat episodik, tentunya kedalaman poket tidak dapat memberikan

indikasi dari aktvitas penyakit pada saat pengukuran. Selain upaya mendefiniskan

kriteria dan laboratoris tentang aktivitas, sejauh ini belum ada pemeriksaan yang dapat

memberikan pedoman yang dapat diandalkan tentang aktivitas

Pemeriksaan kebersihan mulut

Indeks status kebersihan mulut yang sering digunakan adalah indeks kebersihan mulut

dan indeks kebersihan plak.

a) Indeks kebersihan mulut yang di sederhanakan (OHI-S)

Merupakan indeks gabungan yang menentukan skor debris dan deposit kalkulus

baik untuk semua atai hanya untuk permukaan gigi yang terpilih saja (simplifed).

Debris rongga mulut adalah benda asing yang lunak yang melekat pada gigi.

Debris rongga mulut dan kalkulus dapat memberi skor secara terpisah. Skor debris

rongga mulut adalah sebagai berikut:

0 : tidak ada debris atau stain

1 : debris lunak yang menutupi tidak lebih dari sepertiga permukaan gigi

2 : debris lunak yang menutupi lebih dari sepertiga permukaan gigi namun tidak

lebih dari dua pertiga permukaan gigi

3 : debris lunak menutupi lebih dari dua pertiga permukaan gigi

Skor kalkulus ditentukan berdasarkan pada kritera yang sama dengan

penambahan bahwa bercak kalkulus subgingiva diberi skor 2 dan garis

kalkulus yang besar secara kontinu diberi skor 3.

Skor debris dan kalkulus harus ditambah dan dibagi dengan jumlah permukaan

yang di periksa untuk menetukan skor kebersihan mulut.

Page 10: Materi Kasar

b) Plaque indeks

0 : tidak ada plak

1: selapis tipis plak yang hanya dapat dilihat dengan bantuan sonde atau larutan

disklosing

2 : akumulasi plak yang cukuo banyak yang dapat dilihat dengan mata telanjang

3 : akumulasi yang tebal dari bahan lunak yang mengisi celah antara tepi gingiva

dan permukaan gigi. Regio interdental terisi dengan debris

Indeks ini sering digunakan bersama dengan indeks gingiva untuk menentukan

hubungan sebab akibat antara plak dan inflamasi gingiva. Variasi dari indeks ini

dapat menunjukkan pengukuran jumlah kalkulus dan fakor-faktor retensi plak

sperti misalnya tepi tumpatan yang belebihan.

Perawatan gusi yang sehat

Perawatan gusi dan gigi yang sehat dapat dilakukan dengan beberapa cara,

diantaranya dengan menjaga kebersihan rongga mulut termasuk gusi dan gigi dengan cara

pembersihan mekanis secara teratur seperti sikat gigi teratur secara benar minimal 2 kali

sehari atau setiap setelah makan, penggunaan dental flos dan sikat gigi interdental untuk

membersihkan kotoran dan plak yang terdapat pada sela-sela antara gigi, dengan

menggunakan obat kumur. Penjagaan nutrisi yang baik juga merupakan faktor penting yang

harus dipenuhi seperti pemenuhan vitamin c untuk menjaga kesehatan mukosa mulut dan

vitamin d yang berperan untuk gigi. Mengurangi kebiasaan-kebiasan buruk seperti merokok,

dan minum minuman beralkohol. Serta rutin ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali.

5. CAIRAN SULCUS

Peranan Cairan Sulkus Gingiva

Fase transisi dari gingiva yang sehat ke gingivitis tidak mudah dideteksi selama

pemeriksaan klinis. Tanda khas yang mengizinkan klinikan untuk mengenali inflamasi dari

Page 11: Materi Kasar

jaringan gingival adalah kemerahan, pembengkakan, perdarahan pada probing dan

peningkatan aliran CSG (Fabbro MD, Francetti L, Bulfamante G, 2001).

Indikator Penyakit Periodontal

Gejala klinis awal penyakit periodontal yang telah timbul biasanya ditentukan dengan

melihat keadaan gingiva pasien. Penentuan secara klinis ini masih dapat dipengaruhi oleh

subjektifitas pemeriksa, seperti halnya dalam menentukan diagnosa penyakit periodontal.

Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mutakhir, telah ditemukan

cara untuk mengetahui perubahan awal pada jaringan periodontal sebelum gejala klinis

terlihat. Perubahan tersebut dapat diketahui dengan memperhatikan keadaan cairan gingiva

pasien. Ward dab Simring menyatakan cairan gingiva sebagai salah satu materi yang berguna

untuk pemeriksaan periodontal. Cairan gingiva sangat peka terhadap rangsangan kimiawi

maupun mekanis, serta sangat berhubungan dengan mikrosirkulasi jaringan setempat.

Menurut Klavan, Tylman dan Malone, aliran CSG dari sulkus gingiva dapat digunakan

sebagai indicator terhadap respon dini dari aktifitas antigen bakteri (Nurul DMK, 1984).

Kegunaan volume CSG sebagai pembantu dalam mendiagnosis status periodontal

telah diusulkan bertahun-tahun yang lalu. Beberapa penelitian telah menunjukkan hubungan

yang berarti antara volume CSG dan beratnya radang periodontal dihubungkan dengan

periodontitis atau gingivitis (Perinetti G, Spoto G, 2004). Aliran CSG akan bertambah besar

pada keadaan gingiva meradang karena adanya pertambahan permeabilitas pembuluh

vaskuler. Hal ini telah dibuktikan dari banyak penelitian dengan memberikan beberapa

macam rangsangan yang dapat menimbulkan peradangan marginal gingival, didapatkan

adanya atau bertambahnya cairan di sekitar gigi tersebut (Nurul DMK, 1984). Peningkatan

pada filtrasi CSG adalah tanda klinis dari gingivitis awal (Fabbro MD, Francetti L,

Bulfamante G, et al, 2001).

Pencegahan Terhadap Karies

Hancock dkk menemukan bahwa CSG mempunyai aksi mekanis dan pertahankan

terhadap bakteri dan benda-benda asing lainnya. Carranza mendukung teori tersebut dengan

mengatakan bahwa CSG berfungsi untuk membersihkan sulkus dari materi-materi pathogen.

Grant dkk berpendapat bila bakteri atau benda asing tertentu masuk ke sulkus gingiva segera

lenyap dari sulkus sebab disemburkan keluar oleh aliran CSG. Manson menggunakan istilah

pencucian sulkus gingiva untuk hal tersebut. Ramfjord dan Ash menduga bahwa pembersihan

ini disebabkan oleh adanya aliran CSG yang terus-menerus (Nurul DMK, 1984).

Page 12: Materi Kasar

Mc Gehee berpendapat pada gingival sehat CSG bersifat alkali sehingga dapat

mencegah terjadinya karies pada permukaan enamel dan sementum yang halus. Sifat ini

disebabkan oleh daerah mikrosirkulasi setempat bersifat alkali. Mikrosirkulasi adalah

sirkulasi didalam pembuluh darah dengan diameter kurang dari 100 um (Lavelle CLB, 1988).

Dapus

Nurul DMK. Peran gingival crevicular fluid dalam bidang kedokteran gigi. Dalam:

Formu Ilmiah Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti, ed. Buku Kumpulan

Naskah Ilmiah, 1984.

Fabbro MD, Francetti L, Bulfamante G, et al. Fluid dynamics of gingival tissues in

transition from physiological condition to inflammation. J Periodontol 2001.

Perinetti G, Spoto G. The use of iso endodontic paperpoints in determining small fluid

volumes. J of Applied Research in Clinical Dentistry 2004.

Lavelle CLB. Applied oral physiology. 2nd ed. London: Wright, 1988.

6. RESESI

Resesi gingiva adalah terbukanya permukaan akar gigi akibat migrasi tepi gingiva dan junctional-epithelium ke apikal. Secara klinis ditandai dengan tepi gingiva berada apikal dari cemeto-enamel junction. Pada beberapa kasus sering dijumpai attached gingiva yang sempit, dengan kedalaman sulkus bervariasi.

Resesi gingiva dapat menyebabkan beberapa akibat klinis, yaitu: permukaan akar menjadi terbuka sehingga rentan terhadap karies, terkikisnya sementum dan dentin akibat akar yang terbuka menyebabkan gigi menjadi lebih sensitif, bahkan dapat mengakibatkan hyperaemia pulpa(Krismariono, Agung 2009)

PENYEBAB (Bernadeta dan Poernomo Agus, 2010)Resesi gingiva dapat terjadi secara fisiologis maupun patologis.

1. Resesi gingiva secara fisiologis terjadi akibat bertambahnya umur penderita.

Secara klinis resesi gingiva lebih sering terlihat pada permukaan kaninus dan premolar atas. Pada kelompok usia 26-35 tahun, dari 21 wanita dan 20 pria didapatkan 90% resesi gingiva dengan frekuensi perluasan lebih besar pada pria. Ditemukan lebih sering pada permukaan fasial kaninus dan premolar atas. Pada kelompok usia 36- 45 tahun, dari 13 wanita dan 13

Page 13: Materi Kasar

pria didapatkan 92% resesi dengan perluasan resesi pada pria lebih besar, juga sering mengenai permukaan fasial kaninus dan premolar atas.

2. Resesi gingiva secara patologis terjadi antara lain karena: kesalahan menyikat gigi, malposisi gigi, keradangan gingiva, perlekatan frenum yang terlalu koronal, pergerakan gigi dengan alat ortodontik kelabial, restorasi yang tidak baik dan trauma oklusi

Resesi dapat terjadi setelah adanya plak penyebab penyakit periodontal. Jika diawali penyakitperiodontal atau adanya plak , dapat dikatakan bahwa resesi merupakan hasil dari keradangan penyakit periodontal. Faktor lain yang juga dapat menjadi penyebab resesi adalah trauma uklusal yang belebihan, penggunaan sikat gigi secara kuat dalam arah horisontal dengan sikat gigi yang keras sering terjadi pada kaninus kiri dari orang yang menggunakan tangan kanan.Pada gigi yang terletak pada posisi yang benar didapatkan permukaan labial lebih banyak mengalami resesi daripada lingual. Banyak terdapat resesi pada insisif rahang bawah dimana keratinisasi gingiva adalah 1mm atau kurang. Dengan berkurangnya luas keratinisasi resesi gingiva semakin meningkat. Insisif lateral kiri juga mengalami resesi lebih banyak dibanding insisif lateral kanan, sedangkan insisiv sentral lebih sering daripada insisiv lateral.

Sedangkan terhadap macam gigi, tingkat keparahan resesi gingiva dijumpai adanya perbedaan. Pada gigi molar pertama rahang atas mempunyai nilai resesi yang cukup berarti, hal ini kemungkinan karena sering terjadi penumpukan kalkulus terutama pada sisi bukal gigi tersebut. Sesuai dengan pernyataan Grant dkk yang menyatakan bahwa efek tersering dari saliva pada plak adalah mineralisasi pembentukan kalkulus, dimana penumpukan paling cepat dan terbanyak dekat muara kelenjar saliva.Premolar pertama rahang atas juga mempunyai nilai resesi yang cukup berarti, hal ini sesuai dengan pendapat Saul dkk yang menyatakan bahwa premolar pertama sering mempunyai groove pada permukaan akar sebelah mesial yang mempersulit pembersihan plak dan pemeliharaannya sehingga mudah terjadi penyakit periodontal.

PERAWATAN (Krismariono, Agung 2009)Pada mulanya perawatan dengan gingiva tiruan ditujukan untuk mengatasi masalah estetik. Kenyataan klinis membuktikan bahwa manfaat gingiva tiruan ternyata tidak hanya memperbaiki estetik, akan tetapi keluhan hipersensitif dentin yang semula dikeluhkan penderita, berangsurangsur berkurang bahkan hilang. Namun perawatan dengan gingiva tiruan ini tidak dapat diterapkan pada semua penderita yang mengalami resesi gingiva. Perawatan dengan pemakaian gingiva tiruan hanya dapat diterapkan pada penderita resesi yang disertai celah proksimal dengan kelebaran yang cukup. Adanya celah proksimal ini diperlukan, karena perlekatan gingiva tiruan pada gingiva asli diperoleh melalui perlekatan mekanis yang dibuat sedemikian rupa pada celah proksimal, yang berfungsi sebagai retensi gingiva tiruan.

Agar dapat dirawat dengan pemakaian gingiva tiruan, seluruh penderita post-scaling dikontrol

Page 14: Materi Kasar

kesehatan jaringan periodonsiumnya setiap minggu sampai didapatkan kondisi klinis jaringan yang sehat. Apabila dinilai kondisi jaringan telah sehat, maka setiap penderita dibuatkan gingiva tiruan dari bahan soft liner, yang biasanya digunakan untuk melapisi basis akrilik gigi tiruan lepasan. Pembuatan gingiva tiruan dilakukan secara direct pada penderita. Regio gigi yang dibuatkan gingiva tiruan sesuai dengan regio yang mengalami resesi. Gingiva tiruan dibuat menutup seluruh resesi beserta celah proksimal diantara gigi-gigi tersebut. Batas koronal sampai cemento-enamel junction, sedangkan batas apikal sampai muco-gingival junction.

Keunggulan yang lain adalah warna bahan soft liner sedikit transparan, sehingga apabiladiaplikasikan pada regio gingiva yang mengalami resesi, warna gingiva tiruan dapat mirip dengan warna gingiva asli. Segi estetik inilah yang membuat gingiva tiruan dipilih sebagai salah satu perawatan alternatif pada kasus resesi gingiva. Disamping dapat mengatasi masalah estetik,kenyataan klinis membuktikan bahwa gingiva tiruan yang diaplikasikan pada regio gigi-gigi yang mengalami resesi gingiva dapat mengurangi keluhan hipersensitif dentin. Keluhan ini berkurang karena gingiva tiruan menutupi sebagian besar permukaan akar yang semula terbuka akibat resesi. Manfaat ini sesusai dengan yang dikemukakan oleh Thompson,9 bahwa perawatan resesi gingiva idealnya dapat mengatasi keluhan estetik maupun hipersensitif dentin.

Bernadeta dan Poernomo Agus, 2010, Terdapat hubungan keparahan resesi gingiva terhadap tingkat usia dan macam gigi, Periodontic Journal, Vol. 1 No. 2 pp 1-4.

Krismariono, Agung 2009, Gingiva tiruan sebagai perawatan alternatif untuk resesi gingiva, Periodontic Journal, Vol.1 No.1 pp 10-14.

7. FAKTOR PENYERTA SISTEMIK PENYAKIT PERIODONTAL

Faktor penyerta sistemik Penyakit Periodontal:

1.Penuaan

Pertambahan usia termasuk dalam faktor resiko terjadinya penyakit periodontal karena

penuaan dikaitkan dengan perubahan jaringan periodontal yang secara teoritis dapat

mengubah respons hospes.

2.Stres emosional dan psikososial

Beberapa penelitian menunjukkan adanya keterkaitan antara keparahan penyakit periodontal

dengan stres karena pekerjaan atau karena kejadiantertentu dan reaksi psikologis terhadap

terhadap perubahan dalam dalamhidup (khususnya depresi). Kebiasaan memelihara

kesehatan dikalanganorang-orang yang mengalami stres menurun, tercermin dari

meningkatnyakebiasaan merokok, penggunaan alkohol dan obat-obatan terlarang, sulittidur,

gangguan makan, serta kebersihan mulut yang buruk. Faktor-faktor ini memegang peranan

yang penting dalam insidensi dan keparahan penyakit periodontal.

Page 15: Materi Kasar

3.Kelainan genetik Beberapa kelainan genetik yang parah dapat menimbulkan efek

buruk terhadap jaringan mulut dan periodontal. Efek ini biasanya terjadi karenadefisiensi atau

disfungsi sel-sel hematologik yang berkaitan dengan pertahanan hospes. Sindrom Papillon-

Lefevre adalah kelainan autosomalresesif yang ditandai dengan hiperkeratosis telapak tangan

dan telapak kaki serta periodontitis yang berkembang dengan cepat. Kondisi ini

seringdikaitkan dengan dengan defisiensi fagositosis dan kemotaksis neutrofil.Kelainan

herediter lain yang mengakibatkan berkurangnya jumlahneutrofil atau kegagalan fungsi

neutrofil misalnya sindrom Down, neutropenia idiopatik kronis, neutropenia siklik, sindrom

Chediak-Higashi dan sindrom defisiensi adhesi leukosit (LAD).

4.Ketidakseimbangan endokrinBeberapa kelainan endokrin dapat berpengaruh secara

langsung pada jaringan periodontal atau berasal dari disfungsi neutrofil atauterhambatnya

proses penyembuhan luka.

-Diabetes melitus

Kadar gula darah yang tinggi (hiperglikemia) dapat menekanrespons imun hospes dan

menyebabkan penyembuhan luka yangtidak baik serta infeksi kambuhan. Manifestasi dalam

rongga mulutdapat berupa abses periodontal multipel atau selulitis. Pasiendengan diabetes

melitus tidak terkontrol atau tidak terdiagnosalebih rentan terhadap gingivitis, hiperplasia

gingiva dan periodontitis.

-Hormon seks

Ketidakseimbangan hormon seks dapat menimbulkan efek yangmerugikan pada gingiva.

Sebagai contoh adanya hiperplasi gingivainflamatif pada masa pubertas, kehamilan dan

sebagai akibat pemakaian kontrasepsi oral. Perubahan fisiologis terkait hormonseks ini

menyebakan perubahan permeabilitas kapiler danmeningkatkan retensi cairan di jaringan.

Kondisi ini menyebabkanterjadinya gingivitis yang edematous, hemoragik dan

hiperplastik sebagai respon terhadap plak.

5. Penyakit/kelainan darah

Sel darah merah, platelet/keping darah terlibat dalam nutrisi jaringan periodontal, hemostasis

dan penyembuhan luka. Oleh karena itu, kelainandarah sistemik dapat memberikan pengaruh

yang besar terhadap jaringan periodontal. Diskrasia darah seperti polisitemia,

trombositopenia ataukekurangan faktor pembekuan darah dapat menyebabkan

waktu perdarahan yang panjang setelah prosedur perawatan periodontal.Kelainan sel darah

merah seperti anemia aplastik dapat memperburuk hasil perawatan periodontal dan

Page 16: Materi Kasar

menyebabkan komplikasi pasca operasi yang berat. Mieloma multipel adalah malignansi sel

plasma yang seringdikaitkan dengan perdarahan gingiva dan kerusakan tulang alveolar.

6.Defisiensi nutrisi dan gangguan metabolik

Defisiensi vitamin C yang berat (scurvy) diketahui dapat menginduksikerusakan jaringan

periodontal. Perubahan awal dapat bermanifestasisebagai gingivitis ringan hingga sedang

yang diikuti oleh pembesarangingiva yang terinflamasi akut, edematous dan hemoragik. Jika

tidak terdeteksi, scurvy pada akhirnya akan menimbulkan kerusakan jaringan periodontal

yang hebat dan tanggalnya gigi.

7.Obat-obatan dan efeknya terhadap jaringan periodontal

Obat-obatan merupakan faktor etiologi sekunder yang berpotensimenimbulkan penyakit

periodontal. Sebagai contohnya obat-obatan yangmenginduksi xerostomia (kekeringan mulut)

dapat meningkatkanakumulasi plak dan kalkulus. Tidak adanya efek buffer dari saliva

dan berkurangnya imunoglobulin saliva dapat mengubah ketahanan hospesterhadap iritan

lokal. Obat-obatan yang menyebabkan xerostomia antaralain obat diuretik, antipsikotik,

antihipertensi dan antidepresan.

8.Penyakit periodontal pada penderita AIDS

Penyakit AIDS ditandai dengan melemahnya sistem imun pada individuyang terkena. Lesi

periodontal pada penderita AIDS diantaranya eritemagingiva linear (LGE), yaitu gingivitis

yang terlokalisasi, persisten daneritematous yang dapat mengawali terjadinya gingivitis

ulseratif nekrosis(NUG) atau periodontitis ulseratif nekrosis (NUP).

9.Infeksi periodontal dan gangguan sistemik 

(Fedi, dkk., 2005)

Fedi, P. F., Vernino, A. R., Gray, J. L. 2005. Silabus Periodonti, (terj.), PenerbitBuku

Kedokteran EGC: Jakarta

8. PERAWATAN PERIODONTITIS

Perawatan Periodontitis

Perawatan periodontitis dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu:

Fase I : fase terapi inisial, merupakan fase dengan cara menghilangkan beberapa faktor

etiologi yang mungkin terjadi tanpa melakukan tindakan bedah periodontal atau melakukan

perawatan restoratif dan prostetik. Berikut ini adalah beberapa prosedur yang dilakukan pada

fase I :

Page 17: Materi Kasar

1. Memberi pendidikan pada pasien tentang kontrol plak.

2. Scaling dan root planing

3. Perawatan karies dan lesi endodontik

4. Menghilangkan restorasi gigi yang over kontur dan over hanging

5. Penyesuaian oklusal (occlusal ajustment)

6. Splinting temporer pada gigi yang goyah

7. Perawatan ortodontik

8. Analisis diet dan evaluasinya

9. Reevaluasi status periodontal setelah perawatan tersebut diatas

Fase II : fase terapi korektif, termasuk koreksi terhadap deformitas anatomikal seperti

poket periodontal, kehilangan gigi dan disharmoni oklusi yang berkembang sebagai suatu

hasil dari penyakit sebelumnya dan menjadi faktor predisposisi atau rekurensi dari penyakit

periodontal. Berikut ini adalah bebertapa prosedur yang dilakukun pada fase ini:

1. Bedah periodontal, untuk mengeliminasi poket dengan cara antara lain:

kuretase gingiva, gingivektomi, prosedur bedah flap periodontal, rekonturing tulang

(bedah tulang) dan prosedur regenerasi periodontal (bone and tissue graft)

2. Penyesuaian oklusi

3. Pembuatan restorasi tetap dan alat prostetik yang ideal untuk gigi yang hilang

Fase III: fase terapi pemeliharaan, dilakukan untuk mencegah terjadinya kekambuhan

pada penyakit periodontal. Berikut ini adalah beberapa prosedur yang dilakukan pada fase

ini:

1. Riwayat medis dan riwayat gigi pasien

2. Reevalusi kesehatan periodontal setiap 6 bulan dengan mencatat scor plak, ada

tidaknya inflamasi gingiva, kedalaman poket dan mobilitas gigi

3. Melekukan radiografi untuk mengetahui perkembangan periodontal dan tulang

alveolar tiap 3 atau 4 tahun sekali

4. Scalling dan polishing tiap 6 bulan sekali, tergantung dari evektivitas kontrol

plak pasien dan pada kecenderungan pembentukan kalkulus

5. Aplikasi tablet fluoride secara topikal untuk mencegah karies

Page 18: Materi Kasar

Terapi Periodontitis:

Pencegahan penyakit periodontal antara lain dengan cara : 

1. Menyikat gigi setiap habis makan dengan pasta gigi yang mengandung

fluoride 

2. Membersihkan sela-sela antara gigi dengan dental floss, dental floss ini

gunanya untuk mengangkat sisa makanan yang terdapat di leher gigi dan di bawah

gusi 

3. Saat ini sudah banyak di produksi "dental water jet" yang terbukti lebih efektif

menghilangkan perdarahan gusi di bandingkandental floss

4. Makanan bergizi yang seimbang 

5. Mengunjungi dokter gigi secara teratur untuk dilakukan pemeriksaan rutin dan

cleaning 

Evy Indriani V., drg, Sp.BM. 2006. Penyakit Periodontal. Bedah Mulut dan

Maxillofacial

(Informasi dan diskusi mengenai penyakit serta kelainan di dalam Mulut dan Rahang,

perawatan serta rekonstruksinya)