documentpk

16
BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 1. Perilaku Kekerasan 1.1 Definisi Perilaku kekerasan sukar diprediksi. Setiap orang dapat bertindak keras tetapi ada kelompok tertentu yang memiliki resiko tinggi yaitu pria berusia 15-25 tahun, orang kota, kulit hitam, atau subgroup dengan budaya kekerasan, peminum alkohol (Tomb, 2003 dalam Purba, dkk, 2008). Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008). Menurut Stuart dan Sundeen (1995), perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif. Perasaan marah normal bagi tiap individu. Namun, pada pasien perilaku kekerasan mengungkapkan rasa kemarahan secara fluktuasi sepanjang rentang adaptif dan maladaptif. Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan/kebutuhan yang tidak terpenuhi yang tidak dirasakan sebagai ancaman (Stuart & Sundeen, 1995). Marah merupakan emosi yang memiliki ciri-ciri aktivitas sistem saraf parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang sangat kuat biasanya ada kesalahan, yang mungkin nyata-nyata kesalahannya atau mungkin juga tidak. Pada saat marah ada perasaan Universitas Sumatera Utara

Upload: rheza-hakviasyah

Post on 08-Aug-2015

26 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: DocumentPK

BAB 2

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

1. Perilaku Kekerasan

1.1 Definisi

Perilaku kekerasan sukar diprediksi. Setiap orang dapat bertindak keras

tetapi ada kelompok tertentu yang memiliki resiko tinggi yaitu pria berusia 15-25

tahun, orang kota, kulit hitam, atau subgroup dengan budaya kekerasan, peminum

alkohol (Tomb, 2003 dalam Purba, dkk, 2008).

Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk

melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya

tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008). Menurut Stuart dan Sundeen (1995),

perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan

yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain

maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal

atau marah yang tidak konstruktif.

Perasaan marah normal bagi tiap individu. Namun, pada pasien perilaku

kekerasan mengungkapkan rasa kemarahan secara fluktuasi sepanjang rentang

adaptif dan maladaptif. Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai

respons terhadap kecemasan/kebutuhan yang tidak terpenuhi yang tidak dirasakan

sebagai ancaman (Stuart & Sundeen, 1995). Marah merupakan emosi yang

memiliki ciri-ciri aktivitas sistem saraf parasimpatik yang tinggi dan adanya

perasaan tidak suka yang sangat kuat biasanya ada kesalahan, yang mungkin

nyata-nyata kesalahannya atau mungkin juga tidak. Pada saat marah ada perasaan

Universitas Sumatera Utara

Page 2: DocumentPK

ingin menyerang, meninju, menghancurkan atau melempar sesuatu dan biasanya

timbul pikiran yang kejam. Bila hal ini disalurkan maka akan terjadi perilaku

agresif (Purba dkk, 2008).

Keberhasilan individu dalam berespon terhadap kemarahan dapat

menimbulkan respon asertif yang merupakan kemarahan yang diungkapkan tanpa

menyakiti orang lain dan akan memberikan kelegaan pada individu serta tidak

akan menimbulkan masalah. Kegagalan yang menimbulkan frustasi dapat

menimbulkan respon pasif dan melarikan diri atau respon melawan dan

menentang. Respon melawan dan menentang merupakan respon yang maladaptif

yaitu agresi-kekerasan (Purba dkk, 2008).

Frustasi adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan. Pasif

merupakan respons lanjutan dari frustasi dimana individu tidak mampu

mengungkapkan perasaan yang sedang dialami untuk menghindari suatu tuntutan

nyata. Agresif adalah perilaku menyertai marah dan merupakan dorongan untuk

bertindak dalam bentuk destruktif dan masih dapat terkontrol. Perilaku yang

tampak dapat berupa muka masam, bicara kasar, menuntut, dan kasar disertai

kekerasan. Amuk atau kekerasan adalah perasaan marah dan bermusuhan yang

kuat disertai kehilangan kontrol diri. Individu dapat merusak diri sendiri, orang

lain, dan lingkungan. Apabila marah tidak terkontrol sampai respons maladaptif

(kekerasan) maka individu dapat menggunakan perilaku kekerasan (Purba dkk,

2008).

Universitas Sumatera Utara

Page 3: DocumentPK

1.2 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Perilaku Kekerasan pada Pasien Gangguan

Jiwa

1.2.1 Faktor Predisposisi

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan

menurut teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan

oleh Towsend (1996 dalam Purba dkk, 2008) adalah:

1. Teori Biologik

Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap

perilaku:

a. Neurobiologik

Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls

agresif: sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter

juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi atau menghambat proses

impuls agresif. Sistem limbik merupakan sistem informasi, ekspresi,

perilaku, dan memori. Apabila ada gangguan pada sistem ini maka akan

meningkatkan atau menurunkan potensial perilaku kekerasan. Adanya

gangguan pada lobus frontal maka individu tidak mampu membuat

keputusan, kerusakan pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan agresif.

Beragam komponen dari sistem neurologis mempunyai implikasi

memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem limbik terlambat

dalam menstimulasi timbulnya perilaku agresif. Pusat otak atas secara

konstan berinteraksi dengan pusat agresif.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: DocumentPK

b. Biokimia

Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine,

asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau

menghambat impuls agresif. Teori ini sangat konsisten dengan fight atau

flight yang dikenalkan oleh Selye dalam teorinya tentang respons terhadap

stress.

c. Genetik

Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara

perilaku agresif dengan genetik karyotype XYY.

d. Gangguan Otak

Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku

agresif dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang menyerang

sistem limbik dan lobus temporal; trauma otak, yang menimbulkan

perubahan serebral; dan penyakit seperti ensefalitis, dan epilepsy,

khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif

dan tindak kekerasan.

2. Teori Psikologik

a. Teori Psikoanalitik

Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk

mendapatkan kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak

berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah. Agresi dan tindak

kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan

citra diri dan memberikan arti dalam kehidupannya. Perilaku agresif dan

Universitas Sumatera Utara

Page 5: DocumentPK

perilaku kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa

ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri.

b. Teori Pembelajaran

Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka,

biasanya orang tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena

dipersepsikan sebagai prestise atau berpengaruh, atau jika perilaku

tersebut diikuti dengan pujian yang positif. Anak memiliki persepsi ideal

tentang orang tua mereka selama tahap perkembangan awal. Namun,

dengan perkembangan yang dialaminya, mereka mulai meniru pola

perilaku guru, teman, dan orang lain. Individu yang dianiaya ketika masih

kanak-kanak atau mempunyai orang tua yang mendisiplinkan anak mereka

dengan hukuman fisik akan cenderung untuk berperilaku kekerasan setelah

dewasa.

3. Teori Sosiokultural

Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur

sosial terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum

menerima perilaku kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan masalahnya.

Masyarakat juga berpengaruh pada perilaku tindak kekerasan, apabila individu

menyadari bahwa kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara

konstruktif. Penduduk yang ramai /padat dan lingkungan yang ribut dapat berisiko

untuk perilaku kekerasan. Adanya keterbatasan sosial dapat menimbulkan

kekerasan dalam hidup individu.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: DocumentPK

1.2.2 Faktor Presipitasi

Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan

dengan (Yosep, 2009):

1. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas

seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,

perkelahian masal dan sebagainya.

2. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial

ekonomi.

3. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak

membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan

kekerasan dalam menyelesaikan konflik.

4. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan

dirinya sebagai seorang yang dewasa.

5. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan

alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat

menghadapi rasa frustasi.

6. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,

perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan

keluarga.

1.3 Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan

Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan

adalah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

Page 7: DocumentPK

1. Fisik

a. Muka merah dan tegang

b. Mata melotot/ pandangan tajam

c. Tangan mengepal

d. Rahang mengatup

e. Postur tubuh kaku

f. Jalan mondar-mandir

2. Verbal

a. Bicara kasar

b. Suara tinggi, membentak atau berteriak

c. Mengancam secara verbal atau fisik

d. Mengumpat dengan kata-kata kotor

e. Suara keras

f. Ketus

3. Perilaku

a. Melempar atau memukul benda/orang lain

b. Menyerang orang lain

c. Melukai diri sendiri/orang lain

d. Merusak lingkungan

e. Amuk/agresif

4. Emosi

Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan

jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan

dan menuntut.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: DocumentPK

5. Intelektual

Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.

6. Spiritual

Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,

menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.

7. Sosial

Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.

8. Perhatian

Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

1.4 Mekanisme Koping

Perawat perlu mengidentifikasi mekanime koping pasien, sehingga dapat

membantu pasien untuk mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif

dalam mengekspresikan masalahnya. Mekanisme koping yang umum digunakan

adalah mekanisme pertahanan ego seperti displacement (dapat menggungkapkan

kemarahan pada objek yang salah, misalnya pada saat marah pada dosen,

mahasiswa mengungkapkan kemarahan dengan memukul tembok). Proyeksi yaitu

kemarahan dimana secara verbal mengalihkan kesalahan diri sendiri pada orang

lain yang dianggap berkaitan, misalnya pada saat nilai buruk seorang mahasiswa

menyalahkan dosennya atau menyalahkan sarana kampus atau menyalahkan

administrasi yang tidak becus mengurus nilai. Mekanisme koping yang lainnya

adalah represi, dimana individu merasa seolah-olah tidak marah atau tidak kesal,

ia tidak mencoba menyampaikannnya kepada orang terdekat atau ekpress feeling,

sehingga rasa marahnya tidak terungkap dan ditekan sampai ia melupakannya.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: DocumentPK

Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang

berkepanjangan dari seseorang karena ditinggal oleh seseorang yang dianggap

sangat berpengaruh dalam hidupnya. Bila kondisi tersebut tidak berakhir dapat

menyebabkan perasaan harga diri rendah sehingga sulit untuk bergaul dengan

orang lain.

Bila ketidakmampuan bergaul dengan orang lain ini tidak diatasi akan

timbul halusinasi yang menyuruh untuk melakukan tindakan kekerasan dan ini

berdampak terhadap resiko tinggi menciderai diri, orang lain, dan lingkungan.

Selain diakibatkan oleh berduka yang berkepanjangan, dukungan keluarga

yang kurang baik untuk menghadapi keadaan pasien mempengaruhi

perkembangan pasien (koping keluarga tidak efektif), hal ini tentunya

menyebabkan pasien akan sering keluar masuk rumah sakit dan timbulnya

kekambuhan pasien karena dukungan keluarga tidak maksimal (Fitria, 2009).

2. Perilaku Pasien

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup)

yang bersangkutan. (Skiner, 1939 dalam Notoatmodjo, 2007) dirumuskan bahwa

perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan

dari luar). Blom (1908 dalam Notoatmodjo, 2007) membagi perilaku manusia ke

dalam tiga domain, ranah atau kawasa, yaitu kognitif, afektif, psikomotor.

Selanjutnya ketiga ranah tersebut dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan

kesehatan yang lebih dikenal sebagai pengetahuan, sikap, dan praktek atau

tindakan.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: DocumentPK

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan akan terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar

pengetahuan diperoleh manusia melalui mata dan telinga. Perilaku yang didasari

oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada pengerahuan yang tidak didasari

oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007)

Sikap atau afektif merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari

seseorang terhadap suatu stimulas atau objek. Sikap itu merupakan kesiapan atau

kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu

(Notoatmodjo, 2007).

Perilaku yang dipelajari oleh pasien untuk mengendalikan perilaku

kekerasan dengan memberikan pengetahuan tentang perilaku kekerasan (pasien

mengenal perilaku kekerasan), meliputi penyebab, tanda dan gejala, akibat

perilaku kekerasan. Selain itu pasien diajarkan mengontrol perilaku kekerasan

dengan cara latihan fisik (tarik nafas dalam), latihan fisik II (pukul kasur &

bantal), cara verbal, cara spiritual, dan patuh minum obat. Agar pasien mampu

mengendalikan perilaku kekerasannya secara mandiri perlu dilakukan latihan

setiap hari secara terjadwal sehingga tindakan yang dilakukan menjadi budaya

pasien untuk mengendalikan perilaku kekerasan disaat perilaku kekerasan

muncul. Jadwal yang telah ditetapkan bersama pasien akan dievaluasi oleh

perawat secara terus menerus hingga pasien mampu melakukan secara mandiri

(Keliat, 2001).

Perubahan perilaku yang diharapkan pada pasien perilaku kekerasan

adalah pasien mampu melakukan apa yang diajarkan untuk mengendalikan

perilaku kekerasannya. Pembelajaran tentang perilaku sehat pasien tentang cara

Universitas Sumatera Utara

Page 11: DocumentPK

mengendalikan perilaku kekerasan dilakukan perawat melalui asuhan keperawatan

yang diberikan. Asuhan akan diberikan dalam lima kali pertemuan dan pada setiap

pertemuan pasien akan memasukkan kegiatan yang telah dilatih kedalam jadwal

kegiatan harian pasien. Diharapkan pasien melatih kegiatan yang telah diajarkan

untuk mengatasi masalah sebanyak 2-3 kali sehari. Jadwal kegiatan akan

dievaluasi oleh perawat pada pertemuan selanjutnya. Melalui jadwal yang telah

dibuat akan dievaluasi tingkat kemampuan pasien mengatasi masalahnya. Tingkat

kemampuan pasien akan dikelompokkan menjadi 3 yaitu mandiri, jika pasien

melaksanakan kegiatan tanpa dibimbing dan disuruh; bantuan, jika pasien

mengetahui dan melaksanakan kegiatan tapi belum sempurna atau melaksanakan

kegiatan dengan diingatkan; dan tergantung, jika pasien tidak mengetahui dan

tidak melaksanakan kegiatan (Keliat, 2001).

Pasien dikatakan telah memiliki kemampuan mengendalikan perilaku

kekerasan bila telah memiliki kemampuan psikomotor. Pasien dikatakan mampu

mengontrol perilaku kekerasan jika pasien telah mengenal perilaku kekerasan

yang dialaminya, mampu menyebutkan kelima cara mengendalikan perilaku

kekerasan, mampu mempraktekkan kelima cara yang telah diajarkan, dan

melakukan latihan sesuai jadwal (Keliat, 2001).

Universitas Sumatera Utara

Page 12: DocumentPK

3. Strategi Pertemuan Perilaku Kekerasan

3.1 Definisi

Strategi pertemuan adalah pelaksanaan standar asuhan keperawatan terjadwal

yang diterapkan pada pasien dan keluarga pasien yang bertujuan untuk

mengurangi masalah keperawatan jiwa yang ditangani (Purba dkk, 2008).

3.2 Tujuan

1. Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan

2. Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan

3. Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah

dilakukannya.

4. Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang

dilakukannya

5. Pasien dapat menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasannya.

6. Pasien dapat mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik, spiritual,

sosial, dan dengan terapi psikofarmaka.

3.3 Tindakan

1. Bina hubungan saling percaya

a. Mengucapkan salam terapeutik

b. Berjabat tangan

c. Menjelaskan tujuan interaksi

d. Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu pasien

2. Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan yang

lalu.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: DocumentPK

3. Diskusikan perasaan paien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan

a. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik

b. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis

c. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial

d. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual

e. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual

4. Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada

saat marah secara:

a. Sosial/verbal

b. Terhadap orang lain

c. Terhadap diri sendiri

d. Terhadap lingkungan

5. Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya

6. Diskusikkan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara:

a. Fisik: pukul kasur dan bantal, tarik napaas dalam

b. Obat

c. Sosial/verbal: menyatakan secara asertif rasa marahnya

d. Spiritual: sholat/berdoa sesuai keyakinan pasien

7. Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik

a. Latihan napas dalam dan pukul kasur-bantal

b. Susun jadwal latihan napas dalam dan pukul kasur bantal

8. Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal

a. Diskusikan hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik

Universitas Sumatera Utara

Page 14: DocumentPK

b. Latihan mengungkapan rasa marah secara verbal: menolak dengan baik,

meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik

c. Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal

9. Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual

a. Diskusikan hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik dan

sosial/verbal

b. Latihan sholat dan berdoa

c. Buat jadwal latihan sholat/berdoa

10. Latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan patuh minum obat:

a. Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar

(benar nama pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar

dosis obat) disertai penjelasan guna obat dan akibat berhenti minum

obat.

b. Susun jadwal minum obat secara teratur

11. Ikut sertakan pasien dalam TAK stimulasi persepsi untuk mengendalikan

perilaku kekerasan (Keliat & Akemat, 2009).

3.4 Pembagian Strategi Pertemuan Perilaku Kekerasan

SP 1 pasien: membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi penyebab

marah, tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan,

akibat, dan cara mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik I (latihan

napas dalam).

SP 2 pasien: membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan

cara fisik II (evaluasi latihan napas dalam, latihan mengendalikan perilaku

Universitas Sumatera Utara

Page 15: DocumentPK

kekerasan dengan cara fisik II [pukul kasur dan bantal], menyusun jadwal

kegiatan harian cara kedua).

SP 3 pasien: membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara

sosial/verbal (evaluasi jadwal kegiatan harian tentang kedua cara fisik

mengendalikan perilaku kekerasan, latihan mengungkapkan rasa marah secara

verbal [menolak dengan baik, meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan

dengan baik], susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal).

SP 4 pasien: Bantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara

spiritual (diskusikan hasil latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara fisik

dan sosial/ verbal, latihan beribadah dan berdoa, buat jadwal latihan ibadah/

berdoa).

SP 5 pasien: Membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan

obat (bantu pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar [benar

nama pasien/ pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu

minum obat, dan benar dosis obat] disertai penjelasan guna obat dan akibat

berhenti minum obat, susun jadwal minum obat secara teratur).

Tabel 1. Strategi Pertemuan Pada Pasien Perilaku Kekerasan

No. Kemampuan/Kompetensi A Kemampuan Merawat Pasien 1.

(SP1) 1. Mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan 2. Mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan 3. Mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan pasien 4. Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan 5. Menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan 6. Membantu pasien mempraktekkan latihan cara mengontrol fisik I 7. Menganjurkan pasien memasukkan kedalam jadwal kegiatan

harian

Universitas Sumatera Utara

Page 16: DocumentPK

No. Kemampuan/Kompetensi A Kemampuan Merawat Pasien 2.

(SP2) 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien. 2. Melatih pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik II 3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.

3 (SP3)

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien. 2. Melatih pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara

verbal 3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan

harian. 4

(SP4) 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien. 2. Melatih pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara

spiritual 3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

5 (SP5)

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien 2. Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat

secara teratur 3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

3.5 Evaluasi

1. Pasien mampu menyebutkan penyebab, tanda dan gejala perilaku

kekerasaan, perilaku kekerasan yang biasa dilakukan, dan akibat dari perilaku

kekerasan yang dilakukan.

2. Pasien mampu menggunakan cara mengontrol perilaku kekerasan secara

teratur sesuai jadwal:

a. Secara fisik

b. Secara sosial/verbal

c. Secara spiritual

d. Dengan terapi psikofarmaka (penggunaan obat).

Universitas Sumatera Utara