perbedaan rerata nilai volume ekspirasi paksa detik ...eprints.ums.ac.id/58205/25/naskah...
TRANSCRIPT
PERBEDAAN RERATA NILAI VOLUME EKSPIRASI PAKSA DETIK PERTAMA
(VEP1) TERHADAP KEBIASAAN MEROKOK DAN OLAHRAGA MAHASISWA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
HALAMAN JUDUL
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada Jurusan
Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
Oleh :
ERRA IRHAMNI
J500140050
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
i
HALAMAN PERSETUJUAN
PERBEDAAN RERATA NILAI VOLUME EKSPIRASI PAKSA DETIK PERTAMA
(VEP1) TERHADAP KEBIASAAN MEROKOK DAN OLAHRAGA MAHASISWA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
PUBLIKASI ILMIAH
oleh :
ERRA IRHAMNI
J500140050
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh :
Dosen Pembimbing
dr. Sri Wahyu Basuki, M.Kes
NIK: 1093
ii
HALAMAN PENGESAHAN
PERBEDAAN RERATA NILAI VOLUME EKSPIRASI PAKSA DETIK PERTAMA
(VEP1) TERHADAP KEBIASAAN MEROKOK DAN OLAHRAGA MAHASISWA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
OLEH :
ERRA IRHAMNI
J500140050
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari………………………….2018
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Dewan Penguji :
1. dr. Budi Hernawan, M.Sc (……………………….)
(Ketua Dewan Penguji)
2. dr. Erika Diana Risanti, M.Sc (……………………….)
(Anggota 1 Dewan Penguji)
3. dr. Sri Wahyu Basuki, M.Kes (……………………….)
(Anggota 2 Dewan Penguji)
Dekan FK UMS
Prof. Dr. dr. EM Sutrisna, M.Kes
NIK : 91
iii
PERNYATAAN
Dengan ini penulis menyatakan bahwa dalam naskah publikasi ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi manapun.
Sepanjang pengetahuan penulis, tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain yang tertulis dalam naskah ini, kecuali disebutkan dalam daftar
pustaka.
Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaraan dalam pernyataan saya di atas, maka akan
saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.
Surakarta, 13 Januari 2018
Penulis
Erra Irhamni
J50014005
1
PERBEDAAN RERATA NILAI VOLUME EKSPIRASI PAKSA DETIK PERTAMA
(VEP1) TERHADAP KEBIASAAN MEROKOK DAN OLAHRAGA
MAHASISWA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
Abstrak
Nilai VEP1 merupakan indeks yang paling sering digunakan untuk menilai kelainan fungsi
pernapasan dengan mudah dan efektif secara klinis. Kebiasaan merokok dan olahraga termasuk
faktor yang mempengaruhi fungsi pernapasan. Kandungan asap rokok menyebabkan iritasi
saluran napas, sedangkan olahraga teratur akan meningkatkan otot-otot pernapasan. Tujuan
penelitan ini untuk mengetahui adanya perbedaan rerata nilai VEP1 terhadap kebiasaan
merokok dan olahraga mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta. Jenis penelitian ini
adalah analitik observasional melalui pendekatan cross sectional dengan teknik purposive
sampling. Besar sampel adalah 31 atlet perokok, 31 atlet bukan perokok, 31 non atlet perokok
dan 31 non atlet bukan perokok yang memenuhi kriteria restriksi. Alat ukur yang digunakan
adalah spirometri. Analisis data menggunakan two way anova dengan software komputer.
Berdasarkan analisa data terdapat perbedaan yang signifikan rerata nilai VEP1 terhadap
kebiasaan merokok (p = 0,000) dan rerata nilai VEP1 terhadap olahraga (p=0,002). Tidak ada
interaksi antara kebiasaan olahraga dan merokok terhadap rerata nilai VEP1 (p=0,365).
Kelompok yang memiliki perbedaan paling signifikan secara statistik yaitu atlet bukan perokok
dengan non atlet perokok (p=0,000).
Kata kunci : Kebiasaan merokok, Olahraga, VEP1
Abstract
Value of FEV1 is the most commonly used index to examine respiratory dysfunctions, as it is
easy and effective clinically. Smoking habits and exercise include factors that affect respiratory
functions. Substances of cigarrete smoke can cause irritation of respiratory tract, while regular
exercise can increases respiratory muscles. The purpose of this research is to understand
difference mean value of FEV1 to smoking habits and exercise in students of Muhammadiyah
Surakarta University. The study design was an observational analytical study with a cross-
sectional approach and purposive sampling technique. The sample size consists of 31 smoker
athletes, 31 non-smoker athletes, 31 smoker non-athletes and 31 non-smoker non-athletes; all
of whom qualified restriction criteria. Measurement performed using spirometry. Data analysis
was performed by two way anova using a computer software. Based on data analysis, there
were significant difference mean value of FEV1 to smoking habits (p=0.000) and mean value
of FEV1 to excercise (p=0.002). There were no interaction between smoking habits and
excercise to mean value of FEV1 (p=0.365). The most statistically significant difference are
non-smoker athlete and smoker non-athlete (p=0.000).
Keywords: Smoking habits, Exercise, FEV1
1. PENDAHULUAN
Uji faal paru dapat memberikan gambaran fungsi pernapasan secara keseluruhan.
Pemeriksaan faal paru dilakukan dengan menggunakan alat spirometri. Hal ini dapat dilihat
dari beberapa komponen seperti VEP1 atau volume ekspirasi paksa detik pertama (Patriana,
et al., 2014). Nilai VEP1 merupakan indeks yang paling sering digunakan untuk menilai
2
obstruksi jalan napas, bronkokonstriksi dan bronkodilatasi. Pengukuran VEP1 penting untuk
mendeteksi perubahan paru dengan mudah dan efektif secara klinis (Astell-Burt, et al.,
2013). Nilai normal VEP1 rata-rata 3,2 L (Molenaar, et al., 2014).
Penurunan nilai VEP1 berhubungan erat dengan gangguan obstruksi paru (Sherwood,
2014). Pola obstruksi pada penyakit paru mencakup gangguan konduksi jalan napas yang
disebabkan oleh inflamasi seperti PPOK (Kumar, et al., 2015). Penyakit Paru Obstruktif
Kronis (PPOK) merupakan penyebab kematian keempat tertinggi di dunia dan diperkirakan
menjadi penyebab kematian ke-3 di dunia pada tahun 2020, peningkatan angka kematian
tersebut disebabkan meluasnya kebiasaan merokok (GOLD, 2016). Prevalensi kejadian
PPOK di Indonesia sebanyak 3,7% (Balitbang Kemenkes RI, 2013). Prevalensi PPOK
meningkat di Provinsi Jawa Tengah dengan angka kejadian pada tahun 2014 rata-rata
sebesar 2,14% menjadi 2,27% pada tahun 2015. Prevalensi di wilayah Surakarta juga
meningkat dengan jumlah penderita PPOK pada tahun 2014 sebanyak 52 kasus dan pada
tahun 2015 menjadi 204 kasus (Dinkes Jateng, 2015).
Penyebab penurunan nilai VEP1 sebagian besar karena kelainan paru obstruktif,
restriktif maupun kombinasi (Harahap & Aryastuti, 2012). Salah satu faktor yang
menyebabkan penyakit paru obstruktif maupun restriktif sehingga menurunkan nilai VEP1
adalah kebiasaan merokok. Kebiasaan merokok merupakan faktor risiko utama terjadinya
penyakit paru obstruksi kronis (PPOK). Bahan kimia yang terkandung dalam rokok
menyebabkan inflamasi pada saluran pernapasan (Alexis, et al., 2016). Fungsi pernapasan
juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti aktivitas fisik, usia, jenis kelamin, tinggi dan
berat badan serta ras. Olahraga menyebabkan daya tahan dan kekuatan otot pernapasan
meningkat sehingga kemampuan paru-paru mengembang bertambah. Olahraga juga
meningkatkan kemampuan otot pernapasan untuk mengatasi resistensi aliran udara
pernapasan sehingga terjadi peningkatan nilai VEP1, tetapi apabila seseorang jarang
melakukan olahraga akan terjadi penurunan fungsi pernapasan dengan bertambahnya usia
seseorang (Guyton & Hall, 2014).
Penelitian Chaabane et al. (2016) melaporkan bahwa VEP1 secara signifikan menurun
pada kelompok atlet perokok dibandingkan atlet bukan perokok (𝑝 = 0,001). Penelitian lain
yang dilakukan oleh Vedala et al. (2013) mengenai perbedaan uji fungsi paru antara atlet
dan populasi sedentary juga menunjukan perbedaan nilai VEP1 yang bermakna antara atlet
dan non-atlet (𝑝 < 0,01).
3
Beberapa penelitian mengatakan bahwa faal paru pada perokok akan mengalami
penurunan oleh adanya zat oksidan yang masuk ke saluran pernapasan dengan cara
partikulat dalam asap rokok, kemudian mengendap di lapisan mukus yang melapisi mukosa
bronkus, sehingga menghambat aktivitas silia yang berakibat iritasi jalan napas, hal ini akan
menyebabkan paralisis silia, bronkospasme, hiperplasia, dan hipertropi kelenjar mukosa
maupun goblet. Semua ini akan menimbulkan penebalan dinding jalan napas, sekresi lendir
meningkat disertai bronkospasme sehingga menyebabkan terjadinya sumbatan mukus yang
menyumbat jalan napas. Apabila lendir dalam saluran napas ini tidak dikeluarkan secara
efektif oleh mukosiliar, maka lendir tersebut merupakan media tempat berkumpulnya kuman
yang memudahkan infeksi bakterial, pada proses selanjutnya terjadi erosi epitel serta
pembentukan jaringan parut, kemudian terjadi juga metaplasia skuamosa dan penebalan
lapisan skuamosa. Hal ini akan menimbulkan stenosis dan obstruksi saluran napas yang
bersifat irreversible (Susanti, 2015).
Faal paru dan olahraga mempunyai hubungan timbal balik, gangguan faal paru dapat
mempengaruhi kemampuan olahraga dan sebaliknya olahraga juga dapat meningkatkan faal
paru. (Hutapea & Angladi, 2013). Olahraga yang dilakukan secara rutin dapat menyebabkan
fungsi kerja paru meningkat karena terjadi peningkatan penggunaan oksigen dalam darah.
Olahraga yang rutin dan teratur dapat meningkatkan kekuatan otot terutama otot
pernapasaan yang menghasilkan intensitas yang cukup pada saat inspirasi sehingga terjadi
peningkatan pada fungsi otot pernapasan (Dumat, et al., 2016). Peningkatan otot pernapasan
mengakibatkan terjadinya peningakatan elastisitas paru sehingga volume udara paru
meningkat (Anggriawan, 2015).
2. METODE PENELITIAN
Desain penelitian ini menggunakan metode penelitian analitik observasional dengan
rancangan cross sectional, yaitu peneliti melakukan pengukuran secara langsung dan
mempelajari hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Penelitian ini dilaksanakan
bulan November hingga Desember 2017. Lokasi penelitian berada di Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Sampel penelitian atlet perokok dan bukan perokok
dari Unit Kegiatan Mahasiswa bidang olahraga di Universitas Muhammadiyah Surakarta,
sedangkan sampel non atlet perokok dan bukan perokok dari beberapa fakultas di
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Pengambilan sampel penelitian ini dilakukan dengan teknik purposive sampling,
yakni pengambilan sampel dengan dasar pertimbangan tertentu sesuai dengan kriteria yang
4
telah ditetapkan sebelumnya. Besar sampel penelitian yang memenuhi kriteria restriksi
sebanyak 124 orang yang dibagi menjadi empat kelompok yaitu atlet perokok, atlet bukan
perokok, non atlet perokok, dan non atlet bukan perokok. Analisis data penelitian ini
menggunakan uji two way anova dengan software komputer, dengan syarat distribusi data
normal (p>0,05).
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Penelitian
Penelitian dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Surakarta. Sampel yang diambil adalah mahasiswa atlet yang telah mengikuti Unit
Kegiatan Mahasiswa bidang olahraga minimal 2 bulan dan non atlet, selain itu sampel
juga merupakan perokok aktif setidaknya telah merokok 100 batang selama hidupnya
dan bukan perokok. Berdasarkan data yang diperoleh, berikut karakteristik subjek
penelitian :
Tabel 1. Sebaran Responden Penelitian
Responden Frekuensi Presentase (%)
Atlet perokok 31 25 %
Atlet bukan perokok 31 25 %
Non atlet perokok 31 25 %
Non atlet bukan perokok 31 25 %
Total 124 100%
Sumber : Data Penelitian Diolah, 2017
Berdasarkan tabel 1 didapatkan besar sampel dari setiap kelompok adalah 31
responden. Total sampel keempat kelompok adalah 124 responden. Besar sampel
tersebut telah memenuhi syarat minimal uji hipotesis analisis varians (ANOVA) dengan
memperhatikan effect size, sehingga besar sampel tersebut telah mewakili setiap
populasi untuk dilakukan penelitian (Dahlan, 2015).
Tabel 2. Distribusi Subjek Penelitian berdasarkan Usia, Tinggi Badan, dan IMT
Karakteristik
Atlet
perokok
Atlet bukan
perokok
Non atlet
perokok
Non atlet bukan
perokok
Frekuensi % Frekuensi % Frekuensi % Frekuensi %
Usia
20-22 29 93,5 31 100 24 77,4 27 87,1
23-24 2 6,5 0 0 7 22,6 4 12,9
Tinggi Badan
150-159 0 0 1 3,2 0 0 2 6,5
160-169 10 32,3 12 38,7 15 48,4 15 48,4
170-179 19 61,3 16 51,6 16 51,6 14 45,2
180-189 2 6,5 2 6,5 0 0 0 0
IMT
< 18,5 3 6,5 3 9,7 3 9,7 2 6,5
18,5-25 29 93,5 28 90,3 28 90,3 29 93,5
Sumber : Data Penelitian Diolah, 2017
5
Tabel 2 menunjukkan distribusi subjek penelitian berdasarkan usia, tinggi badan
dan IMT. Frekuensi usia terbanyak pada keempat kelompok yaitu 20-22 tahun.
Frekuensi terbanyak pada kelompok atlet perokok, atlet bukan perokok dan non atlet
perokok dengan tinggi 170 – 179 cm, sedangkan frekuensi terbanyak pada kelompok
non atlet bukan perokok dengan tinggi 160 – 169 cm. Tinggi minimal kelompok atlet
perokok dan non atlet perokok yaitu 160-169 cm, sedangkan kelompok atlet bukan
perokok dan non atlet bukan perokok pada rentang 150-159 cm. Tinggi maksimal
kelompok atlet perokok dan atlet bukan perokok yaitu 180-189 cm, sedangakan
kelompok non atlet perokok dan non atlet bukan perokok pada rentang 170-179 cm.
Frekuensi IMT terbanyak pada keempat kelompok yaitu 18,5 – 25 kg/m2.
Tabel 3. Karakteristik Subjek Penelitian terhadap Rerata Nilai VEP1
Karakteristik n Rata-rata±SD p
Usia (tahun)
20-22 111 20,73±0,82 0,127*
23-24 13 23±0,28
IMT (kg/m2)
<18,5 11 17,5±1,02 0,232**
18,5-25 113 22,3±1,95
Sumber : Data Penelitian Diolah, 2017
Keterangan :
* Uji t tidak berpasangan; ** Uji Mann-Whitney
Berdasarkan tabel 3 tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0,05) usia dan
IMT terhadap rerata nilai VEP1 pada subjek penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa usia
dan IMT bukan variabel perancu dalam penelitian ini.
Tabel 4. Distribusi Nilai VEP1 berdasarkan Kelompok Sampel
Kategori N Nilai Rerata VEP1 (L)
Min. Max. Mean Std. Deviasi
Atlet perokok 31 1,37 3,49 2,54 0,53
Atlet bukan perokok 31 2,04 3,79 2,90 0,47
Non atlet perokok 31 1,23 3,12 2,21 0,47
Non atlet bukan perokok 31 2,12 3,43 2,72 0,36
Sumber : Data Penelitian Diolah, 2017
Berdasararkan tabel 4 menunjukan bahwa rerata nilai VEP1 tertinggi sampai
terendah pada kelompok atlet bukan perokok (2,90±0,47), non atlet bukan perokok
(2,72±0,36), atlet perokok (2,54±0,53), dan non atlet perokok (2,21±0,47).
Tabel 5. Hasil Uji Shapiro-Wilk
Kelompok Sampel Shapiro-Wilk
Statistic df Sig.
Nilai
Rerata
VEP1
Atlet perokok 0,960 31 0,297
Atlet bukan perokok 0,974 31 0,628
Non atlet perokok 0,975 31 0,676
Non atlet bukan perokok 0,938 31 0,074
Sumber : Data Penelitian Diolah, 2017
6
Berdasarakan tabel 5 hasil uji normalitas di atas pada keempat kelompok memiliki
distribusi data normal dengan nilai p > 0,05.
Tabel 6. Hasil Uji Levene’s Test
Levene’s test of Equality of Error Variances
Sig.
Rerata VEP1 0,133
Sumber : Data Penelitian Diolah, 2017
Berdasarkan tabel 6 hasil uji homogenitas diperoleh nilai signifikansi sebesar
0,133. Hal ini menunjukkan bahwa nilai signifikansi rerata VEP1 lebih besar dari 0,05,
sehingga dapat disimpulkan bahwa variansi data tersebut bersifat homogen.
Tabel 7. Hasil Analisis Uji Two Way Anova
Test of Between-Subject Effects
Sig.
Rerata Nilai VEP1
Kebiasaan merokok 0,000*
Olahraga 0,002*
Kebiasaan merokok ↔ Olahraga 0,365
Sumber : Data Penelitian Diolah, 2017
Keterangan :
* : signifikan (p < 0,05)
↔ : interaksi
Berdasarkan hasil uji two way anova tabel 7 terdapat perbedaan yang signifikan
rerata nilai VEP1 terhadap kebiasaan merokok (p = 0,000) dan rerata nilai VEP1
terhadap olahraga (p=0,002), tetapi tidak ada interaksi antara kebiasaan olahraga dan
merokok terhadap rerata nilai VEP1 (p=0,365).
Tabel 8. Hasil Uji Post Hoc Tukey
Kelompok Nilai p
Atlet perokok – atlet bukan perokok 0,014*
Atlet perokok – non atlet bukan perokok 0,439
Atlet perokok – non atlet perokok 0,026*
Atlet bukan perokok – non atlet perokok 0,000*
Atlet bukan perokok – non atlet bukan perokok 0,405
Non atlet perokok – non atlet bukan perokok 0,000*
Sumber : Data Penelitian Diolah, 2017
Keterangan
* : berbeda bermakna (p<0,05)
Berdasarkan uji post hoc Tukey pada tabel 8 terdapat perbedaan yang signifikan
rerata nilai VEP1 (p<0,05) antara non atlet perokok dengan non atlet bukan perokok
(p=0,000), atlet perokok (p=0,026) dan atlet bukan perokok (p=0,000), serta atlet
perokok dengan atlet bukan perokok (p=0,014).
7
3.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil uji two way anova pada tabel 8 dapat disimpulkan bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan antara rerata nilai VEP1 terhadap kebiasaan merokok
dengan nilai p = 0,000 (p <0,05). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Nawafleh et al. (2012) menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan rerata nilai VEP1 antara perokok dan bukan perokok dengan nilai p<0,05.
Kebiasaan merokok mempercepat penurunaan faal paru. Beberapa penelitian
menyatakan bahwa faal paru pada perokok akan mengalami penurunan oleh adanya zat
oksidan yang masuk ke saluran pernapasan, kemudian mengendap di lapisan mukus yang
melapisi mukosa bronkus, sehingga menghambat aktivitas silia (Saminan, 2016).
Apabila lendir dalam saluran napas ini tidak dikeluarkan secara efektif oleh mukosiliar,
maka lendir tersebut merupakan media tempat berkumpulnya kuman yang memudahkan
infeksi bakterial, pada proses selanjutnya terjadi inflamasi dan hiperaktivitas bronkus.
Hal ini akan menimbulkan penyempitan saluran napas sehingga nilai VEP1 rendah
(Susanti, 2015; Nawafleh, et al., 2012).
Hasil pada tabel 8 juga menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
antara rerata nilai VEP1 terhadap olahraga dengan nilai p = 0,002 (p<0,05). Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hutapea dan Angladi (2013)
menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai rata-rata VEP1 pada
subjek yang aktif dan tidak aktif berolahraga (P = 0,00 ; < 0,05), nilai VEP1 pada
mahasiswa pria yang aktif berolahraga lebih tinggi dibandingkan yang tidak aktif
berolahraga. Olahraga yang dilakukan secara teratur akan meningkatkan daya tahan serta
kekuatan otot pernapasan, sehingga kemampuan mengembang paru-paru akan
bertambah dan peningkatan kemampuan otot pernafasan untuk mengatasi resistensi
aliran udara pernafasan. Hal ini mengakibatkan peningkatan volume udara paru
(Anggriawan, 2015; Hutapea & Angladi, 2013).
Berdasarkan pada tabel 8 tidak terdapat interaksi antara kebiasaan merokok dan
olahraga terhadap rerata nilai VEP1 (p = 0,365). Hal ini menunjukkan bahwa efek
merokok dan olahraga tidak berpengaruh secara bersama, tetapi masing-masing faktor
tersebut mempengaruhi perbedaan yang signifikan terhadap rerata nilai VEP1, sehingga
dilakukan post hoc. Hasil uji post hoc dengan Tukey menyatakan bahwa terdapat
perbedaan yang bermakna rerata nilai VEP1 antara non atlet perokok dengan non atlet
bukan perokok (p=0,000), atlet perokok (p=0,026) dan atlet bukan perokok (p=0,000),
serta atlet perokok dengan atlet bukan perokok (p = 0,014). Zat dalam asap rokok
8
menyebabkan ketidaknormalan pada saluran pernapasan, sedangkan olahraga secara
rutin dapat menyebabkan peningkatan fungsi kerja paru (Sukmawati & Amin, 2016).
Hasil rerata nilai VEP1 pada empat kelompok dari tertinggi sampai terendah yaitu
atlet bukan perokok, non atlet bukan perokok, atlet perokok dan non atlet perokok. Hasil
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Jenkins et al. (2014) yang dilakukan
pada empat kelompok juga untuk mengetahui pengaruh dari aktivitas fisik dan merokok.
Berdasarkan penelitian ini didapatkan kelompok non atlet bukan perokok mempunyai
VEP1 yang lebih besar dibandingkan atlet perokok, hal ini membuktikan bahwa dampak
merokok lebih besar terhadap penurunan nilai VEP1 meskipun olahraga mempunyai
pengaruh dalam meningkatkan fungsi paru (Jenkins, et al., 2014).
4. PENUTUP
Terdapat perbedaan yang signifikan rerata nilai VEP1 terhadap kebiasaan merokok
dan olahraga antara kelompok non atlet perokok dengan non atlet bukan perokok, atlet bukan
perokok, atlet perokok, dan atlet perokok dengan atlet bukan perokok.
PERSANTUNAN
Penulis ucapkan terima kasih kepada anggota Unit Kegiatan Mahasiswa bidang olahraga
dan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta yang bersedia menjadi responden dan
berpartisipasi dalam penelitian ini sehingga dapat berjalan lancar. Terima kasih juga kepada dr.
Budi Hernawan, M.Sc, dr. Erika Diana Risanti, M.Sc, dr. Sri Wahyu Basuki, M.Kes yang telah
meluangkan waktunya dan memberikan kritik serta saran dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Alexis, N.E., Wells, H., Siperly, E., Goldstein, B., Henderson, A.G., Penden, D.B., 2016.
Baseline Sputum Parameters in Normals, Asthmatics, COPD, Atopics, Smokers and Ex-
Smokers. The Journal of Allergy and Clinical Immunology. 137(2):676-8.
Anggriawan, N., 2015. Peran Fisiologi Olahraga dalam Menunjang Prestasi. Jurnal Olahraga
Prestasi. 11(2):8-18.
Astell-Burt, T., Maynard, M.J., Lenquerrand, E., Whitrow, M.J., Molaodi, O.R., Harding, S.,
2013. Effect of Air Pollution and Racism on Ethnic Differences in Respiratory Health
among Adolescents Living in an Urban Environment. Journal of Health and Place.
23(100):171-8.
Balitbang Kemenkes RI, 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kemenkes RI.
Chaabane, Z., Murlasits, Z., Mahfoud, Z., Goebel, R., 2016. Tobacco Use and Its Health Effects
among Professional Athletes in Qatar. Canadian Respiratory Journal. 1-5.
Dahlan, S., 2015. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. 12th ed. Jakarta: Epidemiologi
Indonesia.
9
Dumat, G.N., Engka, J.N.A., Sapulete, I.M., 2016. Pengaruh latihan fisik akut terhadap FEV1
(Forced Expiratory Volume in One Second) pada Pemain Basket Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Unsrat. Jurnal e-Biomedik. 6(2):1-6.
Guyton, A.C., Hall, J.E., 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 12th ed. Singapura: Elsevier.
Harahap, F., Aryastuti, E., 2012. Uji Fungsi Paru. Cermin Dunia Kedokteran. 39(4):305-7.
Hutapea, M., Angladi, E., 2013. Perbandingan FEV1 (Forced Expiratory Volume in One
Second) pada Mahasiswa yang Aktif dan yang Tidak Aktif Berolahraga. Ejournal. 1(1):1-
6.
Jenkins, B.W.C., Sarpong, D.F., Addison, C.,White, M.S., Hirckson, D.A., White, W.,
Burchfiel, C., 2014. Joint Effects of Smoking and Sedentary Lifestyle on Lung Function in
African Americans: The Jackson Heart Study Cohort. International Journal of
Environmental Research and Public Health. 11(1):1500-19.
Nawafleh, H. A., Zead, S. A. A., Al-Maghaireh, D. F., 2012. Pulmonary Function Test : The
Value among Smokers and Nonsmokers. Health Science Journal. 6(4):703-13.
Saminan, S., 2016. Efek Perilaku Merokok terhadap Saluran Pernfasan. Jurnal Kedokteran
Syiah Kuala. 26(3):1-4.
Sukmawati, A., Amin, M., 2016. Perbandingan Nilai Forced Expiratory Flow (FEF)25-75%
pada Perokok dan Bukan Perokok. Jurnal Respirologi Indonesia. 36(3):167-74.
Susanti, P.F.E., 2015. Influence of Smoking on Chronic Obstructive Pulmonary Disease
(COPD). Journal Majority. 6(5):67-75.
Vedala, S., Paul, N., Mane, A.B., 2013. Differences in Pulmonary Function Test among the
Athletic and Sedentary Population. National Journal of Physiology, Pharmacy and
Pharmacology. 3(2):118-23.