perbedaan kedalaman poket dan resesi gingiva pasien

16
PERBEDAAN KEDALAMAN POKET DAN RESESI GINGIVA PASIEN PERIODONTITIS KRONIS PEROKOK DAN BUKAN PEROKOK Ferinda Putri 1 , Robert Lessang 1 , Yuniarti Soeroso 1 1. Department of Periodontics, Faculty of Dentistry, Universitas Indonesia, Jalan Salemba Raya No.4, Jakarta Pusat, 10430, Indonesia Email: [email protected] Abstrak Latar belakang: Kebiasaan merokok merupakan faktor risiko periodontitis kronis. Penelitian mengenai perbedaan kedalaman poket dan resesi gingiva pasien periodontitis kronis perokok dan bukan perokok belum banyak dilakukan. Tujuan penelitian: Mengetahui perbedaan kedalaman poket dan resesi gingiva pasien periodontitis kronis perokok dan bukan perokok. Metode: Penelitian potong lintang pada masing-masing 101 subjek periodontitis kronis perokok dan bukan perokok yang diambil dari rekam medik klinik integrasi RSKGM FKG UI tahun kunjungan 2010-2015. Hasil: Berdasarkan uji Mann-Whitney terdapat perbedaan bermakna (p < 0,05) rerata kedalaman poket dan resesi gingiva antara perokok dan bukan perokok. Kesimpulan: Rerata kedalaman poket dan resesi gingiva perokok lebih besar daripada bukan perokok. The Difference of Pocket Depth and Gingival Recession between Smokers and Nonsmokers Chronic Periodontitis Patient Abstract Background: Smoking is one of the risk factors of chronic periodontitis. Studies that shows the difference of pocket depth and gingival recession of chronic periodontitis patient between smokers and nonsmokers are still rare. Objective: Knowing the difference of pocket depth and gingival recession between smokers and nonsmokers chronic periodontitis patient. Methods: A cross-sectional study was conducted using medical records of 101 smokers and 101 nonsmokers who suffered chronic periodontitis in integration clinic RSKGM FKG UI during 2010-2015. Results: Mann-Whitney test showed that there were significant differences in the average of pocket depth and gingival recession (p<0,05) between smokers and nonsmokers. Conclusions: The average of pocket depth and gingival recession in smokers is higher than nonsmokers. Keywords : periodontitis; smokers; gingival recession; pocket depth Pendahuluan Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit gigi dan mulut dengan prevalensi tertinggi kedua di dunia setelah karies. Dua bentuk utama dari penyakit inflamasi yang mempengaruhi jaringan periodontal adalah gingivitis dan periodontitis. World Health Organization melaporkan 10-15% populasi dunia menderita periodontitis (Petersen, 2005). Periodontitis merupakan infeksi bakteri yang mempengaruhi seluruh bagian dari jaringan periodontal dan merupakan hasil dari interaksi kompleks antara plak yang berakumulasi dan usaha pejamu untuk melawan infeksi ini. Periodontitis telah dibagi kedalam Perbedaan kedalaman ..., Ferinda Putri Utami, FKG UI, 2016

Upload: others

Post on 01-Oct-2021

16 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERBEDAAN KEDALAMAN POKET DAN RESESI GINGIVA PASIEN

PERBEDAAN KEDALAMAN POKET DAN RESESI GINGIVA PASIEN PERIODONTITIS KRONIS PEROKOK DAN BUKAN PEROKOK

Ferinda Putri1, Robert Lessang1, Yuniarti Soeroso1

1. Department of Periodontics, Faculty of Dentistry, Universitas Indonesia, Jalan Salemba Raya No.4,Jakarta Pusat, 10430, Indonesia

Email: [email protected]

Abstrak

Latar belakang: Kebiasaan merokok merupakan faktor risiko periodontitis kronis. Penelitian mengenai perbedaan kedalaman poket dan resesi gingiva pasien periodontitis kronis perokok dan bukan perokok belum banyak dilakukan. Tujuan penelitian: Mengetahui perbedaan kedalaman poket dan resesi gingiva pasien periodontitis kronis perokok dan bukan perokok. Metode: Penelitian potong lintang pada masing-masing 101 subjek periodontitis kronis perokok dan bukan perokok yang diambil dari rekam medik klinik integrasi RSKGM FKG UI tahun kunjungan 2010-2015. Hasil: Berdasarkan uji Mann-Whitney terdapat perbedaan bermakna (p < 0,05) rerata kedalaman poket dan resesi gingiva antara perokok dan bukan perokok. Kesimpulan: Rerata kedalaman poket dan resesi gingiva perokok lebih besar daripada bukan perokok.

The Difference of Pocket Depth and Gingival Recession between Smokers and Nonsmokers Chronic Periodontitis Patient

Abstract

Background: Smoking is one of the risk factors of chronic periodontitis. Studies that shows the difference of pocket depth and gingival recession of chronic periodontitis patient between smokers and nonsmokers are still rare. Objective: Knowing the difference of pocket depth and gingival recession between smokers and nonsmokers chronic periodontitis patient. Methods: A cross-sectional study was conducted using medical records of 101 smokers and 101 nonsmokers who suffered chronic periodontitis in integration clinic RSKGM FKG UI during 2010-2015. Results: Mann-Whitney test showed that there were significant differences in the average of pocket depth and gingival recession (p<0,05) between smokers and nonsmokers. Conclusions: The average of pocket depth and gingival recession in smokers is higher than nonsmokers.

Keywords : periodontitis; smokers; gingival recession; pocket depth

Pendahuluan

Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit gigi dan mulut dengan prevalensi

tertinggi kedua di dunia setelah karies. Dua bentuk utama dari penyakit inflamasi yang

mempengaruhi jaringan periodontal adalah gingivitis dan periodontitis. World Health

Organization melaporkan 10-15% populasi dunia menderita periodontitis (Petersen, 2005).

Periodontitis merupakan infeksi bakteri yang mempengaruhi seluruh bagian dari

jaringan periodontal dan merupakan hasil dari interaksi kompleks antara plak yang

berakumulasi dan usaha pejamu untuk melawan infeksi ini. Periodontitis telah dibagi kedalam

Perbedaan kedalaman ..., Ferinda Putri Utami, FKG UI, 2016

Page 2: PERBEDAAN KEDALAMAN POKET DAN RESESI GINGIVA PASIEN

tiga kategori utama salah satunya adalah periodontitis kronis. Periodontitis kronis merupakan

jenis periodontitis yang paling sering terjadi (Nield-Gehrig, 2008). Penelitian menyatakan

bahwa 40% dari penduduk dewasa pada negara berkembang mengalami periodontitis kronis

(Kian, 2005).

Periodontitis kronis atau sebelumnya disebut adult periodontitis atau chronic adult

periodontitis merupakan penyakit peradangan pada jaringan periodontal yang dapat

menimbulkan respon terhadap gingiva dan berlanjut ke sementum, ligamen periodontal dan

tulang alveolar. Gambaran klinis dari periodontitis kronis adalah adanya inflamasi

periodontal, bleeding on probing, pembentukan poket, kegoyangan gigi, supurasi dan resesi

gingiva. Poket periodontal dan resesi gingiva merupakan salah satu gambaran klinis

periodontitis kronis yang dapat digunakan untuk mendiagnosis adanya periodontitis kronis

(Novak, 2012). Poket periodontal dapat didefiniskan sebagai penambahan patologis

kedalaman sulkus gingiva (Fermin, 2012). Sementara itu resesi gingiva didefinisikan sebagai

terpaparnya permukaan akar gigi karena adanya migrasi apikal gingiva (Fiorelini, 2012).

Periodontitis kronis memiliki beberapa faktor risiko antara lain faktor lokal, faktor

sistemik, faktor lingkungan dan kebiasaan, serta faktor genetik. Salah satu kebiasaan yang

dapat menambah keparahan periodontitis kronis adalah kebiasaan merokok (Novak, 2012).

Kebiasaan merokok merupakan masalah kesehatan dunia karena dapat menyebabkan berbagai

penyakit dan bahkan kematian. World Health Organization memperkirakan kebiasaan

merokok menjadi penyebab kematian sekitar enam juta orang di seluruh dunia setiap

tahunnya (WHO, 2015). Menurut World Health Organization pada tahun 2012 Indonesia

menduduki peringkat ketiga dengan jumlah perokok terbesar di dunia setelah China dan India

(Asiking, 2016). Secara nasional prevalensi perokok pada tahun 2013 sebesar 36,3% dengan

prevalensi tertinggi berada pada provinsi Nusa Tenggara Timur (55,6%) (Depkes, 2013).

Kebiasaan merokok dapat dihubungkan dengan sejumlah penyakit, baik lokal maupun

sistemik. Penyakit sistemik yang dapat terjadi karena kebiasaan merokok antara lain penyakit

kardiovaskular, penyakit paru, serta penyakit yang berhubungan dengan fertilitas

(Mallampalli, 2006). Penelitian menyatakan bahwa perokok memiliki risiko tinggi penyakit

periodontal dan lesi mukosa mulut serta penyakit rongga mulut lainnya (Warnakulasuriya,

2010).

Beberapa penelitian telah menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara kebiasaan

merokok dengan kedalaman poket periodontal dan resesi gingiva pada pasien. Haber & Kent

pada penelitiannya menyatakan bahwa secara umum perokok memiliki poket periodontal

pada daerah anterior lebih dalam dibanding dengan yang tidak pernah merokok. Penelitian

Perbedaan kedalaman ..., Ferinda Putri Utami, FKG UI, 2016

Page 3: PERBEDAAN KEDALAMAN POKET DAN RESESI GINGIVA PASIEN

lain yang dilakukan oleh Van der Weijden GA dkk. menunjukkan bahwa perokok memiliki

poket yang lebih dalam pada permukaan bukal dan lingual dibandingkan dengan yang tidak

pernah merokok (Weijden, 2001). Penelitian yang dilakukan oleh Kamma dkk., Calsina dkk.,

dan Gunsolley dkk. mengatakan bahwa terjadi peningkatan resesi gingiva pada perokok

dibandingkan dengan bukan perokok (Sreedevi, 2012).

Berdasarkan penelusuran literatur yang telah dilakukan ditemukan bahwa beberapa

penelitian telah menyatakan adanya hubungan antara kebiasaan merokok dengan kedalaman

poket periodontal dan resesi gingiva. Namun, belum banyak penelitian yang secara spesifik

meneliti perbedaan kedalaman poket periodontal dan resesi gingiva pada pasien periodontitis

kronis yang merokok dan tidak merokok terutama di Indonesia. Maka dari itu peneliti akan

melakukan penelitian mengenai perbedaan kedalaman poket periodontal dan resesi gingiva

pada pasien periodontitis kronis perokok dan bukan perokok melalui studi retrospektif di

Klinik Integrasi RSKGM Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia periode 2010-2015.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran perbedaan kedalaman poket

periodontal dan resesi gingiva pada pasien periodontitis kronis perokok dan bukan perokok.

Tinjauan Teoritis Periodontitis kronis atau sebelumnya dikenal dengan nama adult periodontitis atau

chronic adult periodontitis merupakan jenis periodontitis yang paling sering terjadi.

Periodontitis kronis paling sering terjadi pada orang dewasa, namun dapat terjadi pada anak

dan remaja sebagai respons dari adanya akumulasi plak dan kalkulus. Periodontitis kronis

telah didefinisikan sebagai penyakit infeksi yang menghasilkan inflamasi didalam jaringan

pendukung gigi, hilangnya perlekatan progresif dan kehilangan tulang. Gambaran klinis

pasien dengan periodontitis kronis yang tidak terawat dapat berupa akumulasi plak

supragingiva dan subgingiva biasanya diasosiasikan dengan pembentukan kalkulus, inflamasi

gingiva, pembentukan poket, kehilangan perlekatan periodontal, kehilangan tulang alveolar,

resesi gingiva dan terkadang terdapat supurasi.

Periodontitis kronis dianggap sebagai penyakit dengan lokasi spesifik. Gambaran

klinis dari periodontitis kronis dipercaya disebabkan karena efek spesifik dari akumulasi plak

subgingiva di lokasi tertentu. Adanya efek lokal ini menyebabkan pembentukan poket,

kehilangan perlekatan dan tulang dapat terjadi pada satu permukaan gigi, sedangkan

permukaan lainnya berada pada keadaan normal. Secara umum periodontitis kronis memiliki

progres penyakit yang lambat. Namun, perkembangannya dapat dimodifikasi oleh faktor

Perbedaan kedalaman ..., Ferinda Putri Utami, FKG UI, 2016

Page 4: PERBEDAAN KEDALAMAN POKET DAN RESESI GINGIVA PASIEN

sistemik, lingkungan dan tingah laku seperti merokok, diabetes, dan stress yang dapat

menyebabkan perubahan respon pejamu hingga menyebabkan progress penyakit yang

menjadi agresif. Salah satu bentuk faktor tingkah laku yang memperparah periodontitis

kronis adalah merokok. Ketika dikombinasikan dengan plak yang menyebabkan periodontitis

kronis, dapat terjadi peningkatan kerusakan periodontal yang dapat diobservasi pada pasien

merokok yang memiliki periodontitis kronis. Hasilnya pasien yang merokok dengan

periodontitis kronis memiliki kehilangan perlekatan dan kerusakan tulang yang lebih banyak,

adanya keterlibatan furkasi dan poket yang lebih dalam serta penurunan bleeding on probing.

Efek klinis, mikrobiologi dan imunologi merokok dapat mempengaruhi respon terhadap

terapi dan frekuensi penyakit rekuren.

Periodontitis kronis berdasarkan luas lokasi pada rongga mulut yang terinfeksi dapat

dibagi menjadi Localized Periodontitis dan Generalized Periodontitis. Periodontitis

diklasifikasikan sebagai localized jika kurang dari 30 % lokasi rongga mulut yang terdeteksi

mengalami kehilangan perlekatan dan kehilangan tulang, Periodontitis diklasifikasikan

sebagai generalized jika terdapat 30% atau lebih daerah yang mengalami kehilangan

perlekatan dan kehilangan tulang. Periodontitis dapat diklasifikasikan berdasarkan

keparahannya menjadi Slight (Mild) Periodontitis, Moderate Periodontitis,dan Severe

Periodontitis. Kerusakan periodontal dianggap mild apabila perlekatan klinis tidak hilang

lebih dari 1 sampai 2 mm. Kerusakan periodontal dianggap moderate ketika kehilangan

perlekatan terjadi sebesar 3 sampai 4 mm. Kerusakan periodontal diangap severe jika terjadi

kehilangan perlekatan 5 mm atau lebih (Novak, 2012).

Poket periodontal merupakan gambaran klinis paling utama yang menandakan adanya

penyakit periodontal. Poket periodontal dapat didefinisikan sebagai penambahan patologis

kedalaman sulkus gingiva. Penambahan kedalaman sulkus gingiva dapat disebabkan karena

pergerakan koronal margin gingiva, pergeseran apikal perlekatan gingiva atau kombinasi dari

kedua proses tersebut serta destruksi tulang alveolar. Poket periodontal dapat menyebabkan

terjadinya kegoyangan gigi dan eksfoliasi. Poket periodontal terdiri dari dua jenis yaitu poket

suprabony (supracrestal atau supraalveolar) yang memiliki gambaran klinis dasar, poket

berada lebih koronal dari tulang alveolar dibawahnya dan memiliki pola kehilangan tulang

horizontal. Jenis poket yang kedua adalah poket intrabony (infrabony, subcrestal,

intraalveolar) yaitu ketika dasar poket berada lebih apikal dari tulang alveolar dan memiliki

pola kehilangan tulang yang vertikal (Fermin, 2012).

Pengukuran kedalaman poket periodontal dilakukan dengan cara mengukur jarak dari

margin marginal gingiva ke dasar poket periodontal. Kedalaman poket diukur ke milimeter

Perbedaan kedalaman ..., Ferinda Putri Utami, FKG UI, 2016

Page 5: PERBEDAAN KEDALAMAN POKET DAN RESESI GINGIVA PASIEN

penuh terdekat. Pengukuran dilakukan ke angka bulat yang lebih tinggi. Contohnya terlihat di

probe periodontal 3,5 mm maka kedalaman poket yang dihitung adalah 4 mm. Kedalaman

poket yang dihitung berada pada enam lokasi spesifik pada setiap gigi yaitu distofasial, fasial,

mesiofasial, distolingual, lingual, dan mesiolingual (Nield-Gehrig, 2008). Pengukuran poket

dilakukan dengan memasukan probe periodontal dengan gaya yang terbatas (0.2-0.3 N) ke

arah apikal paralel dengan aksis gigi diantara gingiva dan permukaan gigi hingga tekanan dan

perlawanan jaringan seimbang. Kedalaman poket periodontal dilihat dari hubungan margin

gingiva ke penanda pada periodontal probe (Eickholz, 2004).

Resesi gingiva merupakan salah satu gambaran klinis periodontitis kronis yang

memiliki arti terpaparnya permukaan akar karena adanya pergeseran apikal posisi margin

gingiva. Resesi gingiva merujuk kepada lokasi gingiva bukan pada kondisinya. Gingiva yang

mengalami resesi bisa berada dalam keadaan terinflamasi atau dalam keadaan normal kecuali

lokasinya. Resesi gingiva dapat terjadi terlokalisir pada satu gigi atau beberapa gigi, atau

dapat tegeneralisasi di seluruh rongga mulut. Resesi gingiva dapat menyebabkan terbukanya

sementum dibawahnya dan menyebabkan hipersensitifitas, retensi plak, karies akar dan

penurunan estetis. Hiperemia pulpa dapat terjadi karena terpaparnya permukaan akar. Pasien

biasanya datang ke dokter gigi dengan keluhan hipersensitifitas dan estetik. Pergeseran apikal

gingiva biasanya merupakan hasil akumulasi dari efek keterlibatan patologis minor dan

trauma minor berulang pada gingiva. Resesi gingiva memiliki berbagai etiologi termasuk

diantaranya kesalahan metode menyikat gigi (abrasi gingiva), malposisi gigi, gesekan

abnormal jaringan lunak (ablasi gingiva), inflamasi gingiva, perlekatan frenulum yang

abnormal dan iatrogenik. Merokok dan adanya kalkulus supragingival merupakan faktor

paling signifikan yang diasosiasikan dengan resesi gingiva terlokalisasi dan tergeneralisasi.

Hubungan merokok dengan resesi gingiva dapat berasal dari penurunan aliran darah ke

gingiva dan perubahan respon imun, namun hal ini masih belum dapat dibuktikan (Fiorellini,

2012).

Miller dalam penelitiannya pada tahun 1985 membuat klasifikasi dan sampai sekarang

menjadi klasifikasi yang paling sering digunakan untuk mendeskripsikan resesi gingiva. Pada

klasifikasi yang diajukan oleh Miller terdapat empat kategori, yaitu: Kelas I: ketika resesi

gingiva belum meluas ke batas mucogingival junction dan belum terjadi kehilangan tulang

atau jaringan lunak di daerah interdental, Kelas II: ketika resesi gingiva telah meluas ke batas

mucogingival junction atau melebihi batas mucogingival junction, namun belum terjadi

kehilangan tulang dan jaringan lunak pada daerah interdental, Kelas III: ketika resesi gingiva

telah meluas ke batas mucogingival junction atau melebihi batas mucogingival junction, dan

Perbedaan kedalaman ..., Ferinda Putri Utami, FKG UI, 2016

Page 6: PERBEDAAN KEDALAMAN POKET DAN RESESI GINGIVA PASIEN

telah terjadi kehilangan tulang dan jaringan lunak pada daerah interdental apikal dari CEJ

namun koronal dari resesi gingiva, Kelas IV: ketika resesi gingiva telah meluas ke batas

mucogingival junction atau melebihi batas mucogingival junction, dan telah terjadi

kehilangan tulang dan jaringan lunak pada daerah interdental apikal dari margin resesi

gingiva. Marini dkk. dalam penelitiannya membagi resesi gingiva menjadi tiga kategori

berdasarkan dimensi apiko-korona permukaan akar yang terpapar karena resesi gingiva, yaitu

resesi gingiva ringan jika kurang dari 3 mm permukaan akar yang terpapar, resesi gingiva

sedang jika 3-4 mm permukaan akar terpapar dan resesi gingiva berat jika lebih dari 4 mm

permukaan akar terpapar (Chrysanthakopoulos, 2010).

Menurut peraturan pemerintah No 19 tahun 2003 pasal 1 dikatakan rokok merupakan

hasil olahan tembakau yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica

dan spesies lainnya atau sintesisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa

bahan tambahan. Rokok biasanya berbentuk silinder dari kertas berukuran panjang antara 70-

120 mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm dan berisi daun

tembakau yang telah dicacah. Definisi dari merokok adalah tindakan menghisap dan

mengepulkan asap rokok yang berasal dari rokok dan cerutu (Aula, 2010). Perokok menurut

World Health Organization merupakan seseorang yang pada saat dilakukannya survei

menghisap jenis produk tembakau apapun baik setiap harinya maupun sekali-sekali,

sedangkan sesorang dikatakan bukan perokok (non-smokers) jika pada saat dilakukan survei

tidak merokok sama sekali (WHO, 1998).

Rokok diperkirakan mengandung lebih dari 4000 kandungan yang aktif secara

farmakologi, beracun, mutagenik dan karsinogenik. Rokok mengandung 43 zat karsinogenik.

Rokok terdiri dari fase gas yang memiliki komposisi karbon monoksida, nitrogen, oksigen,

dan karbon dioksida serta fase partikel yang terdiri dari nikotin, tar dan hidrokarbon polisiklin

aromatik. Komposisi rokok bervariasi tergantung dari tipe tembakau dan cara rokok dihisap

(Singh, 2013). Nikotin merupakan agen farmakologi pada rokok yang menyebabkan

ketagihan. Efek adiktif dari nikotin dikaitkan dengan kemampuannya untuk melepaskan

dopamine. The Royal College of Physicians menyatakan bahwa nikotin menyebabkan

ketagihan seperti heroine dan cocaine. Nikotin akan diabsorbsi oleh tubuh dengan cepat dan

mencapai otak dalam 10-19 detik. Nikotin dapat menyebabkan peningkatan pada tekanan

darah, peningkatan denyut jantung dan laju pernapasan, dan dapat menyebabkan

vasokonstriksi periferal. Tar merupakan zat yang berwarna cokelat yang lengket yang dapat

menyebabkan stain berwarna cokelat atau kuning pada jari dan gigi. Hubungan antara tar tiap

Perbedaan kedalaman ..., Ferinda Putri Utami, FKG UI, 2016

Page 7: PERBEDAAN KEDALAMAN POKET DAN RESESI GINGIVA PASIEN

batang rokok dengan risiko kesehatan masih belum jelas. Tar diduga menjadi penyebab

kanker paru pada perokok (Novak, 2012).

Peningkatan prevalensi dan keparahan kerusakan jaringan periodontal diasosiasikan

dengan interaksi bakteri dengan pejamu yang berubah. Interaksi yang tidak seimbang antara

pejamu dengan bakteri dapat disebabkan oleh perubahan komposisi plak subgingiva, dengan

peningkatan jumlah dan virulensi organisme patogenik, perubahan respon pejamu terhadap

bakteri atau kombinasi keduanya. Penelitian menunjukkan bahwa perokok memiliki

penurunan ekspresi inflamasi karena akumulasi plak dibandingkan pasien yang bukan

perokok. Oleh karena itu perokok memiliki gambaran inflamasi gingiva yang lebih ringan

serta aliran GCF, bleeding on probing, dan pembuluh darah gingiva yang lebih sedikit

dibanding bukan perokok. Walaupun inflamasi gingiva pada perokok terlihat lebih berkurang

dibanding bukan perokok, terdapat peningkatan prevalensi dan keparahan kerusakan

periodontal pada perokok. Penelitian membuktikan bahwa kedalaman poket, kehilangan

perlekatan, dan kehilangan tulang alveolar terlihat lebih jelas pada pasien perokok dibanding

bukan perokok. Perokok berisiko empat kali lebih besar terkena periodontitis dibandingkan

dengan bukan perokok. Jumlah rokok yang dihisap setiap harinya memiliki hubungan dengan

kemungkinan pasien mengalami periodontitis (Novak, 2012).

Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian studi retrospektif dan analitik dari data sekunder

dengan pendekatan potong lintang.

2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di RSKGM FKG UI pada bulan Juni hingga September 2016

3. Subjek Penelitian

Subjek penelitian yang diambil dari rekam medik periodontal adalah pasien penderita

periodontitis kronis yang merokok ataupun tidak merokok pada tahun kunjungan 2010-

2015.

Perbedaan kedalaman ..., Ferinda Putri Utami, FKG UI, 2016

Page 8: PERBEDAAN KEDALAMAN POKET DAN RESESI GINGIVA PASIEN

4. Alir Kerja Penelitian

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian

5. Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan aplikasi pengolahan data statistik SPSS.

Analisis diawali dengan analisis univariat untuk melihat distribusi subjek penelitian

kemudian dilakukan uji normalitas. Setelah itu dilanjutkan dengan analisis bivariat untuk

menganalisis perbedaan kedalaman poket dan resesi gingiva pada perokok dan bukan

perokok. Apabila distribusi data normal, digunakan uji independent t-test dengan nilai

signifikansi sebesar 5%. Namun, apabila distribusi data tidak normal, dapat digunakan uji

Mann-Whitney dengan nilai signifikansi sebesar 5%. Hasil dikatakan berbeda bermakna

jika p ≤ 0,05 dan dikatakan tidak berbeda bermakna jika p ≥ 0,05.

Perbedaan kedalaman ..., Ferinda Putri Utami, FKG UI, 2016

Page 9: PERBEDAAN KEDALAMAN POKET DAN RESESI GINGIVA PASIEN

Hasil Penelitian

Pengambilan data dilakukan pada bulan Agustus-September 2016. Data penelitian

diambil dari rekam medik pasien Klinik Integrasi RSKGM FKG UI tahun kunjungan 2010-

2015. Jumlah rekam medik yang memiliki data yang lengkap terkumpul sebanyak 538 rekam

medik, dari 538 rekam medik yang diperoleh, terdapat 138 perokok dan 400 bukan perokok.

Kelompok pada penelitian ini dibagi menjadi subjek perokok dan bukan perokok. Teknik

purposive sampling dilakukan pada 138 subjek perokok, sehingga didapatkan 101 subjek

perokok dengan periodontitis kronis yang sesuai dengan kriteria inklusi.

Pengambilan sampel untuk kelompok subjek bukan perokok dilakukan dengan

menggunakan teknik purposive sampling sehingga didapatkan 231 subjek bukan perokok

sesuai dengan kriteria inklusi. Pengambilan sampel dilanjutkan dengan menggunakan teknik

blind sampling untuk mendapatkan 101 subjek bukan perokok dari 231 subjek yang sesuai

dengan kriteria inklusi.

Tabel 1. Distribusi Variabel Demografi dan Status Klinis Subjek Penelitian

Variabel Frekuensi Persentase Kumulatif

Kebiasaan Merokok Perokok 101 50,0 50,0 Bukan Perokok 101 50,0 100,0 Jenis Kelamin Laki-Laki 141 69,8 69,8 Perempuan 61 30,2 100,0 Usia 17-25 tahun 34 16,8 16,8 26-35 tahun 29 14,4 31,2 36-45 tahun 55 27,2 58,4 46-55 tahun 51 25,2 83,6 56-65 tahun 28 13,9 97,5 >65 tahun 5 2,5 100,0 Status Kebersihan Mulut Baik 6 3,0 3,0 Sedang 63 31,2 34,2 Buruk 133 65,8 100,0

Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa mayoritas subjek penelitian ini adalah laki-

laki (69,8 %). Selain itu, diketahui bahwa mayoritas subjek memiliki status kebersihan mulut

yang buruk (65,8%).

Perbedaan kedalaman ..., Ferinda Putri Utami, FKG UI, 2016

Page 10: PERBEDAAN KEDALAMAN POKET DAN RESESI GINGIVA PASIEN

Tabel 2. Distribusi Subjek Berdasarkan Kelompok Usia

Kebiasaan Merokok (N) Usia Perokok (N = 101) Bukan Perokok (N = 101) 17 – 25 Tahun 13 (6,44 %) 21 (10,40 %) 26 – 35 Tahun 15 (7,43 %) 14 (6,93 %) 36 – 45 Tahun 32 (15,84 %) 23 (11,39 %) 46 – 55 Tahun 22 (10,89 %) 29 (14,35 %) 56 – 65 Tahun 16 (7,92 %) 12 (5,94 % ) >65 Tahun 3 (1,48 %) 2 (0,99 %)

Berdasarkan tabel 2, subjek pada penelitian ini terbagi menjadi enam kelompok usia.

Kelompok usia 17-25 tahun memiliki jumlah subjek 13 orang pada kelompok perokok dan 21

orang pada kelompok bukan perokok. Kelompok usia 26-35 tahun memiliki jumlah subjek 15

orang pada kelompok perokok dan 14 orang pada kelompok bukan perokok. Kelompok usia

36-45 tahun memiliki jumlah subjek 32 orang pada kelompok perokok dan 23 orang pada

kelompok bukan perokok. Kelompok usia 46-55 tahun memiliki jumlah subjek 22 orang pada

kelompok perokok dan 29 orang pada kelompok bukan perokok. Kelompok usia 56-65 tahun

memiliki jumlah subjek 16 orang pada kelompok perokok dan 12 orang pada kelompok bukan

perokok. Kelompok usia >65 tahun memiliki jumlah subjek 3 orang pada kelompok perokok

dan 2 orang pada kelompok bukan perokok. Tabel 3. Nilai Rerata, Minimum, Maksimum Poket Periodontal Subjek Periodontitis Kronis Perokok dan

Bukan Perokok

Rerata Poket ± SD (mm) Min- Max (mm) 95% CI Perokok 3,96 ± 0,119 2-7 3,72-4,20 Bukan Perokok 2,93 ± 0,049 2-4 2,83-3,03

Tabel 4. Distribusi Poket Periodontal Subjek Periodontitis Kronis Perokok dan Bukan Perokok

Kebiasaan Merokok (N) Perokok (N = 101) Bukan Perokok (N = 101) Kedalaman Poket 1-3 mm

45 (44,55 %)

92 (91,09 %)

4-6 mm 52 (51,49 %) 9 (8,91 %) ≥ 7 mm 4 (3,96 %) 0 (0 %)

Tabel 3 dan 4 menunjukkan terdapat perbedaan rerata dan distribusi poket periodontal

antara kelompok subjek perokok dan bukan perokok. Distribusi pada kelompok poket 1-3 mm

pada kelompok perokok sebesar 45 subjek, sedangkan pada kelompok bukan perokok sebesar

92 subjek. Kelompok poket 4-6 mm memiliki jumlah subjek sebesar 52 subjek pada

kelompok perokok dan 9 subjek pada kelompok bukan perokok. Kelompok poket ≥7 mm

Perbedaan kedalaman ..., Ferinda Putri Utami, FKG UI, 2016

Page 11: PERBEDAAN KEDALAMAN POKET DAN RESESI GINGIVA PASIEN

memiliki jumlah subjek sebesar 4 orang pada kelompok perokok dan tidak ada subjek pada

kelompok bukan perokok.

Tabel 5. Nilai Rerata, Minimum, Maksimum Resesi Gingiva Subjek Periodontitis Kronis Perokok dan Bukan Perokok

Rerata Resesi

Gingiva ± SD (mm) Min- Max(mm) 95% CI

Perokok 2,19 ± 0,132 0 – 6 1,93 – 2,45 Bukan Perokok 1,52 ± 0,098 0 – 4 1,33 – 1,72

Tabel 6. Distribusi Resesi Gingiva Subjek Periodontitis Kronis Perokok dan Bukan Perokok

Kebiasaan Merokok (N) Perokok (N = 101) Bukan Perokok (N = 101) Resesi Gingiva 0 - 2 mm

73 (36,14 %)

86 (42,57 %)

3 – 4 mm 18 (8,91 %) 15 (7,43 %) > 4 mm 10 (4,95 %) 0 (0 %)

Berdasarkan tabel 5 dan tabel 6 terdapat perbedaan rerata dan distribusi resesi gingiva

antara kelompok subjek perokok dan bukan perokok. Distribusi subjek dengan resesi gingiva

0 – 2 mm sebanyak 73 subjek pada kelompok perokok dan 86 subjek pada kelompok bukan

perokok. Subjek dengan resesi gingiva 3 - 4 mm sebanyak 18 subjek pada kelompok perokok

dan 15 subjek pada kelompok bukan perokok. Subjek dengan resesi gingiva lebih dari 4 mm

sebanyak 10 subjek pada kelompok perokok dan tidak ada subjek pada kelompok bukan

perokok.

Tabel 7. Rerata Poket Periodontal Pasien Periodontitis Kronis Perokok dan Bukan Perokok Berdasarkan Kelompok Usia

Rerata Kedalaman Poket ± SD (mm)

Usia Perokok Bukan Perokok

17 – 25 Tahun 3,54 ± 0,243 2,90 ± 0,095 26 – 35 Tahun 4,00 ± 0,258 3,00 ± 0,105 36 – 45 Tahun 3,59 ± 0,210 2,91 ± 0,087 46 – 55 Tahun 4,45 ± 0,292 3,00 ± 0,111 56 – 65 Tahun 4,25 ± 0,310 2,75 ± 0,179 >65 Tahun 4,33 ± 0,333 3,00 ± 0

Tabel 8. Rerata Resesi Gingiva Pasien Periodontitis Kronis Perokok dan Bukan Perokok Berdasarkan Kelompok Usia

Rerata Resesi Gingiva ± SD (mm) Usia Perokok Bukan Perokok

17 – 25 Tahun 1,92 ± 0,400 1,76 ± 0,217

Perbedaan kedalaman ..., Ferinda Putri Utami, FKG UI, 2016

Page 12: PERBEDAAN KEDALAMAN POKET DAN RESESI GINGIVA PASIEN

26 – 35 Tahun 2,13 ± 0,336 1,29 ± 0,286 36 – 45 Tahun 2,16 ± 0,186 1,61 ± 0,224 46 – 55 Tahun 2,64 ± 0,298 1,55 ± 0,161 56 – 65 Tahun 2,00 ± 0,408 1,17 ± 0,297 >65 Tahun 1,67 ± 0,882 1,50 ± 0,500

Tabel 7 menunjukkan bahwa rerata poket periodontal terbesar pada subjek perokok

dan bukan perokok berada pada kelompok usia 45-55 tahun. Tabel 8 menunjukan bahwa

rerata resesi gingiva terbesar pada subjek perokok berada pada kelompok usia 46-55 tahun,

sedangkan pada subjek bukan perokok berada pada kelompok usia 17-25 tahun.

Analisis bivariat pada penelitian ini terdiri analisis perbedaan rerata kedalaman poket

periodontal dan resesi gingiva pada subjek perokok dan bukan perokok yang terlibat

periodontitis kronis. Sebelum dilakukan analisis bivariat, dilakukan uji normalitas data. Uji

normalitas data yang digunakan adalah uji Kolmogorof-Smirnof karena besar sampel

penelitian lebih dari 50. Jika hasil uji normalitas data menunjukan hasil distribusi data yang

normal atau nilai p>0,05, maka uji yang akan digunakan selanjutnya adalah uji parametrik.

Sebaliknya, jika hasil distribusi data tidak normal, maka dilakukan uji-nonparametrik.

Tabel 9. Uji Normalitas Kolmogorof-Smirnov

Variabel Nilai p Kedalaman Poket Perokok 0,000 Bukan Perokok 0,000 Resesi Gingiva Perokok 0,000 Bukan Perokok 0,000

Keterangan : Uji Normalitas Kolmogorof-Smirnov, p> 0,05 = distribusi normal

Berdasarkan hasil uji normalitas Kolmogorof-Smirnof pada tabel 9 terlihat bahwa

variabel tidak terdistribusi normal. Oleh karena itu, untuk maka uji hipotesis yang digunakan

adalah uji non parametrik Mann-Whitney.

Tabel 10. Hasil Uji Kemaknaan Perbedaan Rerata Kedalaman Poket dan Resesi Gingiva antara Perokok dan Bukan Perokok

Nilai Rerata ± SD (mm) Nilai p Perokok Bukan Perokok Poket Periodontal 3,96 ± 0,119 2,93 ± 0,049 0,000 Resesi Gingiva 2,19 ± 0,132 1,52 ± 0,098 0,001

Berdasarkan hasil uji nonparametrik Mann-Whitney pada tabel 10 menunjukan bahwa

rerata kedalaman poket antara subjek perokok dan bukan perokok adalah 0,000 (p<0,05). Hal

ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna rerata kedalaman poket antara perokok

Perbedaan kedalaman ..., Ferinda Putri Utami, FKG UI, 2016

Page 13: PERBEDAAN KEDALAMAN POKET DAN RESESI GINGIVA PASIEN

dan bukan perokok. Tabel 5.9 juga menunjukan bahwa rerata resesi gingiva antara subjek

perokok dan bukan perokok adalah 0,001 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan bermakna rerata resesi gingiva antara perokok dan bukan perokok. Dengan

demikian hipotesis yang menyatakan terdapat perbedaan kedalaman poket periodontal dan

resesi gingiva pada pasien periodontitis kronis perokok dan bukan perokok diterima.

Pembahasan Berdasarkan hasil pengumpulan dan pemilihan rekam medik, didapatkan sebanyak

538 rekam medik yang dapat digunakan dalam penelitian ini. Berdasarkan seluruh data rekam

medik tersebut diambil 202 subjek yang dibagi ke dalam 2 kelompok yaitu 101 subjek

perokok dan 101 subjek bukan perokok dengan periodontitis kronis yang memenuhi kriteria

inklusi. Pemilihan data tidak mempertimbangkan usia dan jenis kelamin subjek. Data yang

telah dikumpulkan kemudian diolah menggunakan aplikasi SPSS (Statistical Product and

Service Solution) dan dianalisis menggunakan uji hipotesis nonparametrik Mann Whitney

karena distribusi data yang tidak normal.

Hasil uji statistik pada penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan

bermakna (p<0,05) rerata poket periodontal pada perokok dan bukan perokok. Rerata poket

periodontal pada perokok adalah 3,96 ± 0,119, sedangkan rerata poket periodontal pada bukan

perokok adalah 2,93 ± 0,049. Hal ini menunjukkan bahwa perokok memiliki rerata poket

periodontal yang lebih besar dibandingkan dengan bukan perokok. Hasil penelitian ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan oleh Feldman dkk., dan Ismail dkk., yang mengatakan

bahwa perokok memiliki rerata poket periodontal yang secara signifikan lebih besar

dibandingkan dengan bukan perokok (Razali, 2005).

Hasil uji statistik pada penelitian ini juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan

bermakna (p<0,05) rerata resesi gingiva pada perokok dan bukan perokok. Rerata resesi

gingiva pada perokok adalah 2,19 ± 0,132, sedangkan rerata resesi gingiva pada bukan

perokok adalah 1,52 ± 0,098. Hal ini menunjukkan bahwa perokok memiliki rerata resesi

gingiva yang lebih besar dibandingkan dengan bukan perokok. Hasil penelitian ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan oleh Kamma dkk., Calsina dkk., Gunsolley dkk., dan

Chrysanthakopoulos yang menyatakan adanya resesi gingiva yang lebih besar pada perokok.

Walaupun begitu hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang di lakukan oleh

Muller dkk., yang tidak mendukung hipotesis bahwa perokok memiliki resesi gingiva yang

lebih besar dibanding bukan perokok (Sreedevi, 2012).

Perbedaan kedalaman ..., Ferinda Putri Utami, FKG UI, 2016

Page 14: PERBEDAAN KEDALAMAN POKET DAN RESESI GINGIVA PASIEN

Faktor lain dapat mempengaruhi terjadinya resesi gingiva seperti kebiasaan

membersihkan gigi yang terlalu keras, tekanan frenulum, trauma oklusal, serta faktor

iatrogenik. Kebiasaan merokok dan adanya kalkulus supragingiva menjadi faktor yang paling

signifikan yang diasosiasikan dengan resesi gingiva. Walaupun jumlah plak yang sama

ditemukan pada perokok dan bukan perokok, namun perokok memiliki kalkulus supragingiva

yang lebih banyak dibandingkan dengan bukan perokok (Chrysanthakopoulos, 2010).

Penelitian ini tidak terlepas dari sejumlah kekurangan, yaitu data diambil dari rekam

medik yang menyebabkan adanya keterbatasan informasi yang diperoleh jika dibandingkan

dengan dilakukan pengambilan data langsung. Data yang tidak lengkap salah satunya adalah

data mengenai berapa banyak jumlah rokok yang dikonsumsi pasien setiap harinya dan sudah

berapa lama pasien tersebut merokok. Hal ini menjadi masalah mengingat semakin banyak

jumlah rokok yang dikonsumsi setiap harinya dan semakin lama kebiasaan merokok pasien

konsisten dengan peningkatan kedalaman poket periodontal dan resesi gingiva

(Chrysanthakopoulos, 2010). Penulisan pada rekam medik juga terkadang ambigu dan tidak

terbaca yang dapat menyebabkan terjadinya interpretasi yang berbeda dari seharusnya.

Kekurangan lain pada penelitian ini adalah tidak adanya kontrol terhadap faktor-faktor lain

yang dapat mempengaruhi kedalaman poket dan resesi gingiva pada pasien periodontitis

kronis. Hal ini dikarenakan kedalaman poket periodontal dan resesi gingiva seseorang tidak

hanya dipengaruhi oleh kebiasaan merokok saja, tetapi juga oleh faktor lain seperti usia, jenis

kelamin, kebiasaan menyikat gigi dan trauma oklusi.

Kesimpulan

Rerata kedalaman poket periodontal dan rerata resesi gingiva pada subjek perokok

lebih besar jika dibandingkan dengan subjek bukan perokok yang mana berdasarkan analisis

statistik, hal tersebut berbeda bermakna secara signifikan.

Saran

1. Untuk institusi Kedokteran Gigi, sebaiknya dilakukan proses kalibrasi dalam pengisian

rekam medik agar didapatkan keseragaman dalam pengisian rekam medik. 2. Untuk pengisian data rekam medik selanjutnya, sebaiknya mencantumkan riwayat

merokok dan jumlah rokok yang dikonsumsi pasien setiap harinya.

Perbedaan kedalaman ..., Ferinda Putri Utami, FKG UI, 2016

Page 15: PERBEDAAN KEDALAMAN POKET DAN RESESI GINGIVA PASIEN

3. Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya mengontrol faktor-faktor lain yang dapat

mempengaruhi kondisi jaringan periodontal.

Daftar Referensi 1. Almeida, P. (2008). Saliva Compositions and Functions: A Comprehensive Review. The

Journal Of Contemporary Dental Practice, 9(3), 1-11.

2. PE Petersen, Ogawa H. (2005). Strengthening The Prevention of Periodontal Disease: the

WHO Approach. J Periodontol, 76(12), 2187–92.

3. Nield-Gehrig J, William D. (2008). Foundations of Periodontics for the Dental Hygienist.

2nd ed. Philadelphia: Lipincott Williams & Wilkins.

4. Kian CY, Asari A. (2005). Clinical Practice Guidelines, Management of Chronic

Periodontitis. Minist Health Malays, 1.

5. Novak M, Novak KF. (2012). Chronic Periodontitis. In Newman M, Carranza F, Takei H,

(eds.), Carranza’s Clinical Periodontology. 11th ed. Philadelphia: W.B Saunders Co.

6. Fermin A, Carranza, Camargo P. (2012). The Periodontal Pocket. In Newman M,

Carranza F, Takei H, (eds.), Carranza’s Clinical Periodontology. 11th ed. Philadelphia:

W.B Saunders Co.

7. Fiorelini J, Kao DW, Kim DM et al. (2012). Anatomy of the Periodontium. In Newman

M, Carranza F, Takei H, (eds.), Carranza’s Clinical Periodontology. 11th ed.

Philadelphia: W.B Saunders Co.

8. World Health Organization. (2015). WHO Global Report on Trends in Prevalence of

Tobacco Smoking 2015. Geneva: World Health Organization.

9. Asiking W, Rottue J, Malara R. (2016). Hubungan Merokok dengan Kesehatan Gigi dan

Mulut pada Pria Dewasa di Desa Poyowa Kecil Kecamatan Kotamobagu Selatan Kota

Kotamobagu. Ejournal Keperawatal E-Kp, 4(1), 1-5.

10. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, (2013). Kementerian Kesehatan RI.

RISKESDAS 2013. Kementerian Kesehatan RI, 12-13.

11. Mallampalli A, Guntupalli KK. (2006). Smoking and Systemic Disease. Clin Occup

Environ Med, 5(1), 173-92.

12. Warnakulasuriya S, Dietrich T, Bornstein M. (2010). Oral health risks of tobacco use

and effects of cessation. Int Dent J, 60, 7–30.

13. Weijden V der, Slegate D, Tunnerman M. (2001). Periodontitis in Smokers and Non-

smokers : Intra-Oral Distribution of Pockets. J Clin Periodontol, 28, 955–60.

Perbedaan kedalaman ..., Ferinda Putri Utami, FKG UI, 2016

Page 16: PERBEDAAN KEDALAMAN POKET DAN RESESI GINGIVA PASIEN

14. Sreedevi M, Ramesh A, Dwarakanath Ch. (2012). Periodontal Status in Smokers and

Nonsmokers: A Clinical, Microbiological, and Histopathological Study. Int J Dent, (10),

7-8.

15. Eickholz P. (2004). Clinical Periodontal Diagnosis: Probing Pocket Depth, Vertical

Attachment Level and Bleeding on Probing. Perio, 1(1), 75–80.

16. Fiorellini J, Kim DM, Uzel N. (2012). Clinical Features of Gingivitis. In Newman M,

Carranza F, Takei H, (eds.), Carranza’s Clinical Periodontology. 11th ed. Philadelphia:

W.B Saunders Co.

17. Chrysanthakopoulos N. (2010). Occurrence, Extension and Severity of the Gingival

Recession in a Greek Adult Population Sample. J Periodontol Implant Dent, 2(1), 37–42.

18. Aula LE. (2010). Stop Merokok! Jogjakarta: Garailmu.

19. World Health Organization. (1998). Guidelines for Controlling and Monitoring the

Tobacco Epidemic. Geneva: World Health Organization, 1-190.

20. Singh G, Amit B, Yaswin S. (2013). Smoking and Periodontal Diease. J Pharm Sci

Innov, 2(2), 7–13.

21. Razali M, Palmer RM. (2005). A Retrospective Study of Periodontal Disease Severity in

Smokers and Non-Smokers. Br Dent J, 196(8), 495-8.

22. Chrysanthakopoulos N. (2010). Gingival Recession and Smoking in Young Adults: A

Cross-sectional Survey. J Periodontol Implant Dent, 2(2), 77–82.

Perbedaan kedalaman ..., Ferinda Putri Utami, FKG UI, 2016