resesi flap

15
Jurnal International Academy of Periodontology 2006 8 / 1: 00-00 © International Academy of Periodontology Coronally Positioned Flap dengan Graft Jaringan Penghubung Subepitelial untuk Penutupan Akar: Berbagai Indikasi Dan Desain Flap Antonio Fernando Martorelli de Lima1,2, Robert Carvalho da Silva, PhD student1, Julio Cesar Joly, PhD1 and Dimitris N.Tatakis, DDS, PhD1 1Department of Prosthodontics and Periodontics, Dental School, Unicamp, Piracicaba, SP, Brazil; 2Section of Periodontology, College of Dentistry, The Ohio State University, Columbus, OH, USA Abstrak Keluhan Estetis dan abnormallitas fungsi, seperti hipersensitivitas dentin, sering dikaitkan dengan resesi gingiva. Prosedur penutupan akar bertujuan untuk mengembalikan fungsi dan estetika pada resesi gingiva. Coronally positioned flap dikombinasikan dengan graft jaringan penghubung subepithelial merupakan salah satu metode penutupan akar yang paling sering dilakukan .Laporan ini menggambarkan empat Jenis indikasi di mana prosedur ini telah berhasil dilakukan. Resesi Miller kelas II terisolir yang berhubungan dengan tarikan frenulum, resesi Miller kelas I multiple pada gigi yang berdekatan dalam zona estetis, resesi Miller kelas I terisolir yang berhubungan dengan hipersensitivitas dentin, resesi Miller kelas II terisolir pada gigi desidui yang masih ada, merupakan empat macam kondisi yang dirawat dengan operasi plastik. Berbagai pendekatan yang dilakukan pada coronally positioned flap. Perawatan yang berhasil menunjukkan adanya penutupan akar, berkurangnya hipersensitivitas, dan kepuasan pasien terhadap estetikanya. Perawatan yang efektif dan dapat terprediksi seperti metode coronally positioned flap yang dikombinasikan dengan graft jaringan penghubung subepitelial, harus dipertimbangkan dalam menyusun rencana perawatan pada pasien dengan resesi gingiva. Kata kunci: Gingival resesi / terapi, resesi gingival / operasi, coronally position flap, connective tissue graft, hipersensitivitas dentin, estetika Pendahuluan

Upload: dewi-nofina

Post on 26-Jun-2015

848 views

Category:

Documents


30 download

TRANSCRIPT

Page 1: Resesi Flap

Jurnal International Academy of Periodontology 2006 8 / 1: 00-00

© International Academy of Periodontology

Coronally Positioned Flap dengan Graft Jaringan Penghubung Subepitelial untuk Penutupan Akar: Berbagai Indikasi Dan Desain Flap

Antonio Fernando Martorelli de Lima1,2, Robert Carvalho da Silva, PhD student1, Julio Cesar Joly, PhD1 and Dimitris N.Tatakis, DDS, PhD11Department of Prosthodontics and Periodontics, Dental School,Unicamp, Piracicaba, SP, Brazil; 2Section of Periodontology,College of Dentistry, The Ohio State University, Columbus, OH,USA Abstrak

Keluhan Estetis dan abnormallitas fungsi, seperti hipersensitivitas dentin, sering dikaitkan dengan resesi gingiva. Prosedur penutupan akar bertujuan untuk mengembalikan fungsi dan estetika pada resesi gingiva. Coronally positioned flap dikombinasikan dengan graft jaringan penghubung subepithelial merupakan salah satu metode penutupan akar yang paling sering dilakukan .Laporan ini menggambarkan empat Jenis indikasi di mana prosedur ini telah berhasil dilakukan. Resesi Miller kelas II terisolir yang berhubungan dengan tarikan frenulum, resesi Miller kelas I multiple pada gigi yang berdekatan dalam zona estetis, resesi Miller kelas I terisolir yang berhubungan dengan hipersensitivitas dentin, resesi Miller kelas II terisolir pada gigi desidui yang masih ada, merupakan empat macam kondisi yang dirawat dengan operasi plastik. Berbagai pendekatan yang dilakukan pada coronally positioned flap. Perawatan yang berhasil menunjukkan adanya penutupan akar, berkurangnya hipersensitivitas, dan kepuasan pasien terhadap estetikanya. Perawatan yang efektif dan dapat terprediksi seperti metode coronally positioned flap yang dikombinasikan dengan graft jaringan penghubung subepitelial, harus dipertimbangkan dalam menyusun rencana perawatan pada pasien dengan resesi gingiva.

Kata kunci: Gingival resesi / terapi, resesi gingival / operasi, coronally position flap, connective tissue graft, hipersensitivitas dentin, estetika

Pendahuluan

Resesi gingiva, merupakan apical displacement margin gingiva ke arah cemento-enamel junction (Glossary of Periodontal Terms, 2001), dapat menimbulkan keluhan pada pasien berupa estetika, hipersensitivitas dentin, ketidakmampuan untuk melakukan prosedur oral higiene yang baik. Selain itu, terbukanyar akar, cementum dan / atau dentin dapat menyebabkan gigi lebih rentan terhadap karies akar, abrasi, erosi (Seichter, 1987; Canadian Advisory Board on Dentin Hypersensitivity,2003). Untuk itu, beberapa prosedur bedah periodontal telah dikembangkan selama bertahun-tahun untuk merawat resesi gingiva (Wennström, 1996). Meskipun

Page 2: Resesi Flap

prognosis beberapa metode bedah bervariasi, pada sebagian besar persentase kasus telah terlihat penutupan akar yang sempurna (Wennström, 1996).

Faktor yang paling penting dalam menentukan suksesnya perawatan adalah adalah karakteristik anatomis resesi (Wennström, 1996; Miller,1985). Miller (1985) mengklasifikasikan resesi gingiva, klasifikasi berdasarkan ketinggian papilla interproksimal terdekat dari area resesi, dan hubungan gingival margin dengan mucogingival junction (MGJ). Keempat kategori tersebut yaitu: kelas I = tepi resesi jaringan belum meluas ke MGJ dan tidak ada kehilangan tulang ataupun jaringan lunak interdental; kelas II:= resesi meluas atau melewati MGJ dan tidak ada kehilangan tulang ataupun jaringan lunak interdental; kelas III= resesi meluas atau melewati MGJ dengan adanya kehilangan tulang atau jaringan lunak apikal ke arah cemento enamel junction(CEJ) tetapi paling banyak bagian koronal ke arah apikal resesi. Kelas IV= resesi meluas atau melewati MGJ dengan adanya kehilangan tulang atau jaringan lunak interdental ke arah apikal CEJ dan mencapai bagian apikal resesi. Berdasarkan kalasifikasi ini, penutupan akar 100% dapat dicapai pada resesi kelas I dan II, sedangkan pada kelas III kurang dari 100%, dan tidak terjadi penutupan akar pada resesi kelas IV (Miller,1985). Beberapa hasil penelitian sebelumnya juga mendukung prognosis terhadap klasifikasi miller. Di antara berbagai pendekatan bedah yang digunakan untuk merawat resesi, subepithelial connective tissue graft (SCTG) yang dikombinasikan dengan coronally positioned flap telah menunjukkan prognosis yang sangat baik (Wennström, 1996). Metode SCTG (Raetzke,1985; Langer and Langer, 1985) merupakan gold standard untuk merawat resesi gingiva (Bouchard et al.,2001). Karena keberhasilan teknik ini berdasarkan penutupan graft dengan jaringan di atasnya.(Raetzke, 1985; Langer and Langer, 1985; Bouchardet al., 2001), beberapa jenis teknik telah dikembangkan untuk menutupi graft (Raetzke, 1985; Langer and Langer, 1985; Bouchard et al., 2001; Nelson, 1987;Harris, 1992). Metode coronally positioned flap merupakan teknik yang paling banyak digunakan (Langer andLanger, 1985;Sbordone et al., 1988; Bouchard et al., 1994; Wennströmand Zucchelli, 1996; Paolantonio et al., 1997; Trombelliet al., 1998; Tatakis and Trombelli, 2000; da Silva et al.,2004). Tujuan studi kasus ini adalah untuk menggambarkan kegunaan coronally positioned flaps dengan berbagai desain yang dikombinasikan dengan SCTG untuk perawatan lesi resesi gingiva.

Laporan Klinis Kasus

Pertimbangan UmumKeempat pasien secara sistemik sehat, bukan perokok dan telah dirawat di

Piracicaba Dental School. Semua pasien telah diberikan informed consent, setelah menerima informasi yang cukup tentang kegunaan, dan kerugian, resiko, dan komplikasi potensial dari terapi yang akan dilakukan. Bila diperlukan, pasien akan menerima terapi periodontal awal paling tidak dua minggu menjelang prosedur bedah plastik periodontal. Terapi awal meliputi instruksi untuk menjaga kebersihan mulut dan instrumentasi akar. Instruksi menjaga oral hygiene dijelaskan kepasda setiap pasien, dengan penekanan terhadap cara menggunakan sikat gigi dan dental floss yang benar. Instrumentasi akar dilakukan dengan menggunakan alat manual maupun

Page 3: Resesi Flap

ultrasonik. Agar bisa dilakukan bedah, plak indeks keseluruhan rongga mulut pasien harus kurang dari 20%, dan tidak ada plak pada gigi yang bersangkutan. untuk menghindari nyeri postoperatif dan pembengkakan,

Satu jam sebelum operasi plastik periodontal, setiap pasien diberikan medikasi berupa satu dosis 4 mg betametason dan 750 mg acetaminophen. Ditambahkan 5 mg diazepam pada pasien yang memiliki riwayat ancietas. Antisepsis ekstraoral 2.0% larutan klorheksidin, dikumur selama satu menit. Infiltrasi lokal lidokain 2.0% dengan 1:100.000 epinephrine, untuk anastesi.

Untuk kontrol nyeri postoperatif, diberikan acetaminophen 750mg q.i.d prn. Pasien diinstruksikan untuk berhenti menyikat gigi, flossing, dan semua prosedur oral hygiene mekanis, dan untuk menghindari trauma apapun pada daerah operasi sampai jahitan dibuka. Pasien juga diinstruksikan untuk berkumur dengan larutan klorheksidin 0.12% selama satu menit dan membersihkan dengan perlahan-lahan area luka dengan cotton pellet yang dibasahi dengan larutan yang sama dua kali sehari selama empat minggu. Periodontal dressing tidak digunakan dalam prosedur ini baik pada area donor maupun resipien. Pasien diperiksa plak kontrolnya setiap minggu pada empat minggu pertama, dan setiap bulan selama tiga bulan.

Kasus I :resesi miller kelas ll terisolir , yang berhubungan dengan adanya tarikan dari frenulum.

Wanita 26 tahun mengalami resesi gingiva kelas II miller yang luas, terisolir pada gigi 31 dengan frenulum tinggi. Kedalaman resesi 4 mm, menyebabkan inflamasi dan hilangnya attached gingival (gambar I A). Keluhan utama pasien berupa tenderness pada saat menyikat gigi dan pasien khawatir akan kemungkinan kehilangan giginya.. Pasien telah diyakinkan tentang prognosis jangka panjang gigi tersebut. Pilihan perawatannya berupa frenectomy, yang didikuti dengan coronally position flap dengan SCTG. Prosedur frenectomy (gambar IB) dilakukan untuk mengurangi perlekatan otot pada margin gingiva untuk mengurangi frenumassociated mobility selama penyembuhan graft. Tiga minggu setelah frenectomi (gambar !C), jaringan gingiva yang terdekat dengan resesi telah benar-benar pulih untuk dilakukan prosedur penutupan akar.

Flap dengan ketebalan setengah , berbentuk trapesium dibuka, berdasarkan prosedur yang dijelaskan oleh Allen dan Miller (1989). SCTG diambil dari area palatal antara kaninus dan molar pertama, berdasarkan prosedur yang dijelaskan oleh Langer dan Langer (1985). Graft dibentuk dan dikurangi untuk menyesuaikan dengan area resipien pada CEJ, sehingga dapat menutupi secara sempurna area resesi dan jaringan penghubung yang terdekat pada area resipien. Kemudian dilakukan penjahitan dengan benang yang dapat di absorpsi untuk imobilisasi graft pada tempatnya (gambar 1D).

Page 4: Resesi Flap

Pada kasus ini, seperti ketiga kasus lainnya, SCTG dikunci pada tempatnya dengan jahitan pada tepinya. Flap ditarik ke arah korona pada CEJ, dan menutupi keseluruhan SCTG. Kemudian dilakukan penjahitan dengan benang non absorbable 6.0 pada interproksimal dan pada insisi vertikal untuk mengunci flap (gambar 1E). Baik daerah donor maupun resipien sembuh. Tiga bulan postoperatif, terjadi penutupan akar yang sempurna (gambar 1F) dengan kedalaman sulkus yang normal (kedalaman probing 2mm)

Page 5: Resesi Flap

Kasus II: multiple resesi kelas I miller pada zona estetik

Wanita berusia 45 tahun menderita resesi multiple kelas I miller pada gigi yang berdekatan pada gigi 11,12, dan 13 (gambar 2A). Keluhan utama pasien berupa gangguan estetik, yang menunjukkan salah satu indikasi untuk perawatan. Kedalaman resesi sekitar 2 sampai 4 mm. Pilihan perawatan adalah coronally position flap dengan SCTG. Flap berbentuk envelope dengan ketebalan setengah dibuka berdasarkan teknik yang dijelaskan oleh Bruno (1994) dengan deepitelisasi papilla interdental (gambar 2B). SCTG diperoleh dan difiksasi pada tempatnya untuk menutupi cacat, seperti yang telah dijelaskan di atas. Flap diposisikan ke arah koronal dan diimobilisasi dengan penjahitan interrupted (gambar 2C). tiga bulan postoperasi, terjadi penutupan akar yang sempurna (gambar 2D) dengan kedalaman sulkus yang normal. Hasilnya benar-benar memenuhi harapan estetik pasien.

Kasus III: resesi kelas I miller terisolir yang berhubungan dengan hipersensitivitas dentin.

Wanita 26 tahun, mengeluh gangguan estetik dan hipersensitivitas pada gigi 14. gigi tersebut berada lebih ke posisi bukal, dan resesi kelas I miller dengan kedalaman 4 mm berhubungan dengan adanya abrasi akar (gambar 3A). Pada kasus ini, berbeda dengan desain flap Bruno (1994) yang digunakan pada kasus ke dua, flap envelope dengan ketebalan separuh di buka dengan insisi intrasulcular termasuk papilla interdental terdekat dengan daerah resesi. Insisi dilakukan baik secara horizontal maupun vertikal. Diseksi tajam digunakan untuk mengangkat flap

Page 6: Resesi Flap

melewati MGJ sampai tidak ada tegangan yang dirasakan pada waktu penempatan flap ke arah koronal (gambar 3 b). SCTG diambil seperti yang dijelaskan sebelumnya, kemudian ditempatkan pada resesi dan dijahit interproksimal (gambar 3C). Flap ditempatkan ke arah koronal dan dijahit dengan dua jahitan interrupted pada proksimalnya dan satu jahitan midbuccal suspensory, sebagian SCTG tidak tertutup. Tiga bulan postoperatif, terjadi penutupan akar yang sempurna (gambar 3E), dengan kedalaman sulcus yang normal, berkurangnya hipersensitivitas, dan pasien merasa puas dengan estetikanya.

Page 7: Resesi Flap

Kasus IV: resesi kelas II miller terisolir pada gigi decidui.

Wanita usia 26 tahun (pasien yang berbeda dengan kasus sebelumnya), masih memiliki gigi molar desidui yang tertinggal (gigi 85) yang disebabkan karena agenesis gigi 45. Pasien dikirim ke bagian periodontologi oleh klinik dokter gigi umum karena terdapat keluhan adanya resesi serta pasien ingin giginya dipertahankan. Resesi hampir lebih dari 3mm pada akar mesial dan 1 mm pada akar distal, serta tidak ada perlekatan gingiva pada akar mesial (gambar 4A). kemudian dilakukan prosedur coronally reposition flap dengan SCTG seperti ketiga kasus sebelumnya. Graft dipertahankan pada posisinya dengan jahitan pada proksimal (gambar 4B), yang diikuti dengan penempatan flap berbentuk envelope ke arah koronal setinggi CEJ (gambar 4C). penyembuhan terjadi, menghasilkan penutupan akar yang sempurna pada tiga bulan postoperasi. (gambar 4 D)

Diskusi

Laporan kasus ini menggambarkan penggunaan metode coronally reposition flap dengn SCTG pada perawatan resesi gingiva kelas I dan II miller yang berbeda. Kasus ini menunjukkan bahwa pendekatan bedah ini dapat berhasil mengatasi berbagai jenis, ukuran dan lokasi resesi.

Pada perawatan resesi gingiva, seperti perawatan kondisi lainnya, faktor etiologi harus dikenali dan dikontrol sebelum dilakukan bedah korektif. Etiologi resesi gingival antara lain beberapa faktor, seperti plak bakteri yang menyebabkan

Page 8: Resesi Flap

terjadinya inflamasi, cara menjaga oral hygiene yang tidak benar, trauma mekanis yang lain dan faktor anatomis, seperti posisi gigi, frenulum tinggi, dan dimensi gingival (Wennström, 1996; Gorman, 1967; Tugnait and Clerehugh, 2001). Jika faktor etiologi telah dikenali dan ditangani dengan benar, kemudian prosedur bedah plastik periodontal dapat dilanjutkan.

Jenis prosedur bedah dipilih berdasarkan beberapa faktor, seperti anatomis area, dan adanya kepentingan estetik, hasil yang diharapkan dan prediksi berbagai prosedur sebelumnya. Sejak pertengahan 1980an, ketika SCTG pertama kali diperkenalkan, beberapa penelitian telah melaporkan tentang prediksi yang sangat baik terhadap teknik bedah ini.(Wennström, 1996, Bouchard et al., 2001, Wennströmand Zucchelli, 1996; Paolantonio et al., 1997; Trombelliet al., 1998; Tatakis and Trombelli, 2000, Da Silva et al.,2004). Karena dapat terprediksi dan estetik yang memuaskan, prosedur SCTG dipilih menjadi procedure of choice untuk kebanyakan kasus resesi (Bouchard et al., 2001), dengan pengecualian pada resesi miller kelas I yang dangkal (2mm atau kurang) dengan ketebalan jaringan buccolingual yang cukup atau lebih, dimana coronally advanced flap itu sendiri dapat menjadi pilihan. (Bouchard et al., 2001, Allen and Miller,1989; Harris and Harris, 1994).

Pada kasus pertama, terdapat resesi yang dalam yang berhubungan dengan tarikan frenulum. Pada kasus inii dilakukan frenectomy terlebih dahulu sebelum prosedur SCTG, untuk mengurangi tarikan frenulum dan tegangan pada flap selama penyembuhan. (Pini Prato, 2000). Desain flap yang dipilih, menggunakan insisi vertikal dengan tujuan agar flap dapat menutupi SCTG secara adekuat. Hasil akhirnya anatomis ginggiva membaik dan kondisinya memungkinkan untuk kontrol plak yang optimal.

Pada kasus kedua, resesi multipel yang berdekatan pada zona estetik yang dirawat dengan flap berbentuk envelope. Menghindari bentuk insisi vertical yang dapat mninggalkan bekas luka (Kon et al., 1984),yang merupakan efek yang tidak diharapkan terjadi pada zona estetik. Pada kasus ketiga memerlukan pertimbangan estetik yang sama, dengan tambahan adanya keluhan hipersensitif dentin. Perbedaan desain flap antara kasus 2 (teknik Bruno) dan kasus 3 ( insisi intrasulkular pada papilla) tidak menimbulkan hasil yang berbeda. Desain flap pada kasus 3 (insisi intrasulkular mengangkat papilla) memudahkan penjahitan. Bagaimanapun, batasan lebar mesidistal flap envelope pada kasus 3 (kasus pada gigi tunggal), dibandingkan dengan kasus 2 (tiga resesi yang berdekatan), memungkinkan untuk berkurangnya mobilitas flap, menyebabkan graft lebih terbuka (bandingkan gambar 2C dan 3D). pengalaman klinis menunjukkan terbukanya bagian margin SCTG tidak berpengaruh pada penutupan akar, selama ukuran permukaan SCTG yang terbuka masih dalam proporsi tertentu dari total permukaan graft. (Yotnuengnit et al., 2004).

Pada kasus resesi yang berhubungan dengan hipersensitivitas, sangatlah penting untuk mempertimbangkan pendekatan bedah yang dapat menghasilkan penutupan akar yang sempurna. Jika operasi gagal mengurangi resesi, hipersensitivitas pasien tidak akan berkurang dan paling tidak akan menyebar selama masa periode postoperatif. Hal ini dapat terjadi jika akar mengalami biomodification, seperti pada penggunaan asam sitrat (Vanuspong et al., 2002) pada prosedur perawatan. Kasus terakhir merupakan kasus yang jarang terjadi pada gigi desidui

Page 9: Resesi Flap

yang masih tertinggal. Resesi gingiva pada gigi desidui merupakan hal yang jarang terjadi, biasanya berhubungan self-inflicted injury pada anak-anak (Tatakis and Milledge, 2000). Seperti yang telah diketahui, laporan kasus ini menggambarkan manajemen bedah yang pertama kali dilakukan terhadap resesi gingiva pada gigi desidui. Meskipun penutupan akar terjadi secara singkat 3 bulan), stabilitas SCTG jangka panjang dapat terjadi secara optimal, non-traumatic plaque control tetap dipertahankan (Bouchard et al., 2001; Harris,2002). Kesimpulannya coronally positioned flap dengan SCTG dapat memperbaiki masalah estetik dan fungsi pada berbagai kasus resesi

Page 10: Resesi Flap

Jurnal International Academy of Periodontology 2006 8 / 1: 00-00

© International Academy of Periodontology

Coronally Positioned Flap dengan Graft Jaringan Penghubung Subepitelial untuk Penutupan Akar:Berbagai Indikasi Dan Desain Flap

Judul asli: “Coronally Positioned Flap with SubepithelialConnective Tissue Graft for Root Coverage:Various Indications and Flap Designs”

Antonio Fernando Martorelli de Lima1,2, Robert Carvalho da Silva, PhD student1, Julio Cesar Joly, PhD1 and Dimitris N.Tatakis, DDS, PhDDepartment of Prosthodontics and Periodontics, Dental School,Unicamp, Piracicaba, SP, Brazil; 2Section of Periodontology,College of Dentistry, The Ohio State University, Columbus, OH,USA

Diterjemahkan oleh : Dewi Nofinawati (04080507018)