perbedaan derajat keasaman (ph) saliva pada...

84
PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA PEROKOK KRETEK DAN NON KRETEK Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN OLEH: Aprilia Larasati 1113103000065 PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/2016 M

Upload: trantram

Post on 31-May-2019

239 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

i

PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA

PADA PEROKOK KRETEK DAN NON KRETEK

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA KEDOKTERAN

OLEH:

Aprilia Larasati

1113103000065

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1437 H/2016 M

Page 2: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

ii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan

untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I di UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 29 September 2016

Aprilia Larasati

Materai

Rp. 6000,-

Page 3: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

iii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA PEROKOK

KRETEK DAN NON KRETEK

Laporan penelitian

Diajukan kepada Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Kedokteran (S. Ked)

Oleh

Aprilia Larasati

1113103000065

Pembimbing I

drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D

NIP. 19780402 200901 2 003

Pembimbing II

dr. Fikri Mirza Putranto, Sp.THT-KL

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1437 H/ 2016 M

Page 4: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

iv

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH)

SALIVA PADA PEROKOK KRETEK DAN NON KRETEK yang diajukan

oleh Aprilia Larasati (NIM: 1113103000065), telah diujikan dalam sidang di

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada 29 September 2016. Laporan

Penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana

Kedokteran (S.Ked) pada Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter.

Ciputat, 29 September 2016

DEWAN PENGUJI

Ketua Sidang

drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D

NIP. 19780402 200901 2 003

Penguji I

Dr. Endah Wulandari, M.Biomed

NIP.19711009 200501 2 005

Penguji II

dr. Achmad Luthfi, Sp.B, KBD

NIP. 19660420 199412 1 001

PENGESAHAN LAPORAN PENELITIAN

Pembimbing I

drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D

NIP. 19780402 200901 2 003

Pembimbing II

dr. Fikri Mirza Putranto, Sp.THT-KL

PIMPINAN FAKULTAS

Dekan FKIK UIN

Prof. Dr. H. Arif Sumantri, M.Kes

NIP. 19650808 198803 1 002

Kaprodi PSKPD

dr. Achmad Zaki, M.Epid, Sp.OT

NIP. 19780507 200501 1 005

Page 5: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

v

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,

puji dan syukur kehadirat Allah SWT Tuhan semesta alam yang telah

melimpahkan rahmat dan ridho-Nya sehingga Laporan Penelitian berjudul

“Perbedaan Derajat Keasaman (pH) Saliva pada Perokok Kretek dan Non Kretek”

ini dapat terselesaikan. Sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada Nabi

Muhammad SAW yang selalu menjadi panutan kehidupan umat manusia.

Penulis menyadari laporan penelitian ini tidak dapat terselesaikan tanpa

adanya dukungan serta bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. dr. Achmad Zaki, Sp.OT, M.Epid selaku Ketua Program Studi Kedokteran dan

Profesi Dokter yang telah membimbing penulis selama menjalani pendidikan

di Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter FKIK UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. dr. Flori Ratna Sari, Ph.D selaku Penanggung Jawab Riset Program Studi

Kedokteran dan Profesi Dokter angkatan 2013.

4. drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D selaku Pembimbing I yang telah

meluangkan waktu, pikiran, dan tenaganya untuk membimbing penulis baik

dalam pengambilan data, penyusunan laporan, hingga laporan ini dapat

terselesaikan.

5. dr. Fikri Mirza Putranto, Sp.THT-KL selaku Pembimbing II yang terus

memberikan bimbingan, arahan, dan saran-saran yang sangat membangun

dalam pelaksanaan penelitian, termasuk dalam pengolahan statistika penelitian.

6. Ibu Zeti Harriyati, M. Biomed dan Ibu Endah Wulandari, M.Biomed selaku PJ

Laboratorium Biologi dan Biokimia, serta Ibu Lilis dan Ibu Suryani selaku

Laboran, yang turut membantu dalam pengambilan data penelitian.

Page 6: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

vi

7. Bapak dan Ibu yang tercinta, Yunus Runtu S.Kom dan Ida Pangestu Wenny

A.Md, serta kakak kandung penulis, Nia Yunisila S.E., M.M. dan Retna

Lestari, S.Psi dan adik kandung penulis, Anggun Rahmawati, yang senantiasa

memberikan dukungan, semangat, dan lantunan do’a yang tak pernah putus

untuk penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

8. Arwinda Tanti Mendriyani, Ichtiarsyah Suminar, Zata Yuda Amaniko, dan

Arian Aditya Adi Nugroho, teman-teman seperjuangan dalam penelitian ini

yang terus bersemangat bersama dalam menyelesaikan penelitian ini.

9. Tim Riset PSKPD angkatan 2012 M.Reza Syahli, S.Ked, Abqariyatuzzahra,

S.Ked, Faruq Yufarriqu Mufaza, S.Ked, Sari Dewi Apriani, S.Ked dan Nabila

Syifa, S.Ked yang membimbing penulis melaksanakan dan menyelesaikan

penelitian ini

10. Seluruh responden penelitian yang telah bersedia menjadi sampel penelitian

sehingga penulis bisa mendapatkan ilmu yang baru dari hasil penelitian ini.

11. Seluruh pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan baik langsung

maupun tak langsung yang tentunya tidak dapat disebutkan satu persatu

Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari

kesempurnaan. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari

berbagai pihak dalam mewujudkan laporan penelitian yang jauh lebih baik.

Semoga penelitian yang telah dilakukan ini mendapat barokah dan Ridho dari

Allah SWT, serta memberikan manfaat bagi semua orang. Aamiin.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Ciputat, 29 September 2016

Penulis

Page 7: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

vii

ABSTRAK

Aprilia Larasati. Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter. Perbedaan

Derajat Keasaman (pH) Saliva pada Perokok Kretek dan Non Kretek

Latar Belakang: Rokok berdasarkan bahannya dikategorikan menjadi dua

kelompok, yaitu rokok kretek dan non kretek. Rokok kretek merupakan rokok

dengan bahan dasar tembakau dan cengkeh. Merokok dapat menyebabkan

gangguan fisiologis dalam tubuh manusia, termasuk saliva. Rokok dapat

menyebabkan pH saliva menjadi lebih asam dan mempengaruhi kualitas

kesehatan mulut. Studi literatur menunjukkan bahwa pH saliva yang diperiksa

segera setelah orang merokok kretek lebih asam dibandingkan orang yang

mengkonsumsi rokok non kretek. Tujuan: penelitian ini menganalisis perbedaan

derajat keasaman (pH) saliva pada perokok kretek dan non kretek. Metode:

Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dan melibatkan 110 laki-laki

yang terdiri dari 31 perokok kretek, 47 perokok non kretek, dan 32 non perokok

sebagai kontrol. Seluruh subjek penelitian mengisi formulir riwayat merokok, dan

dilakukan pemeriksaan fisik gigi mulut oleh dokter gigi serta dilakukan

pengambilan saliva tidak terstimulasi. Pengukuran pH saliva dilakukan dengan

indikator pH universal. Hasil: Penurunan derajat keasaman (pH) saliva secara

signifikan lebih rendah pada perokok kretek dibandingkan dengan perokok non

kretek (p= 0,004). Parameter klinis dari kesehatan gigi dan mulut (OHIS, DI, CI)

lebih tinggi pada perokok kretek dibandingkan dengan perokok kretek dan non

perokok. Simpulan: penurunan pH saliva terbesar disebabkan oleh merokok

kretek dan mempengaruhi kesehatan gigi mulut.

Kata Kunci: Rokok kretek, rokok non kretek, pH saliva, kesehatan mulut

Page 8: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

viii

ABSTRACT

Aprilia Larasati. Medical Study Program. The Difference of Salivary pH on

Kretek and Non Kretek Smokers.

Background: Cigarette, based on the substance, is categorized into two groups,

kretek and non kretek. Kretek is kind of cigarette which has tobacco and clove as

its basic materials. Smoking cause several physiological disturbances in human

body, including saliva. Smoking can turn salivary pH become more acidic and

affect the quality of oral hygiene. A literature study shows that salivary pH

examined immediately after smoking with kretek is more acidic than those who

smoking non kretek. Objective: The aim of this study is to analyze the difference

of salivary pH on Kretek and Non Kretek Smokers. Methods: This study used

cross sectional method and comprised 110 men which consist of 31 kretek

smokers, 47 non kretek smokers, and 32 non-smokers as a control group. All

participants filled out form of smoking history and completed physical

examination of mouth and teeth by the dentist and performed unstimulated saliva

collection. The measurement of salivary pH was done using universal pH

indicator. Result: Salivary pH was significantly lower between kretek smokers

with non kretek smokers (p=0,004). The clinical parameter of oral health (OHIS,

DI, CI) were higher in kretek smokers than both of non kretek smokers and non-

smokers. Conclusion: The most decreased salivary pH is caused by kretek

smoking and can affect the oral health.

Key: Kreteks, non kreteks, salivary pH, oral health

Page 9: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL .............................................................................................. i

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ......................................... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN ................................................................. iv

KATA PENGANTAR ....................................................................................... v

ABSTRAK ....................................................................................................... vii

ABSTRACT .................................................................................................... viii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xi

DAFTAR TABEL ........................................................................................... xii

DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ xiii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiv

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

1.1.Latar Belakang .............................................................................................. 1

1.2.Rumusan Masalah ......................................................................................... 3

1.3.Hipotesis ........................................................................................................ 3

1.4.Tujuan .......................................................................................................... 3

1.5.Manfaat Penelitian ........................................................................................ 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 5

2.1.Landasan Teori .............................................................................................. 5

2.1.1.Saliva ................................................................................................... 5

2.1.1.1.Definisi Saliva ........................................................................ 5

2.1.1.2.Embriologi Kelenjar Saliva .................................................... 6

2.1.1.3.Anatomi Kelenjar Saliva ........................................................ 7

2.1.1.4.Komposisi dan Fungsi Saliva ................................................. 9

2.1.1.5.Mekanisme Sekresi Saliva .................................................... 11

2.1.1.6. Pengaturan dan Faktor Sekresi Saliva ................................. 14

2.1.1.7. Metode Pengambilan Saliva ................................................ 17

2.1.1.8. Pengaturan & Faktor Pengaruh pH Saliva ........................... 18

2.1.1.9.Metode Pengukuran pH Saliva ............................................. 19

2.1.2.Tembakau/Rokok .............................................................................. 20

2.1.2.1.Definisi Rokok ...................................................................... 20

2.1.2.2.Jenis Rokok .......................................................................... 20

2.1.2.3.Kandungan Rokok ................................................................ 22

2.1.2.4.Rokok Kretek ........................................................................ 23

2.1.2.5. Efek Rokok Terhadap pH Saliva ......................................... 24

2.1.3.Kesehatan Gigi dan Mulut ................................................................ 25

2.1.3.1.Status Kesehatan Gigi dan Mulut ......................................... 25

2.1.3.2.Efek Rokok Terhadap Kesehatan Gigi dan Mulut................ 27

2.2.Kerangka Teori............................................................................................ 29

2.3.Kerangka Konsep ........................................................................................ 30

2.4.Definisi Operasional.................................................................................... 31

Page 10: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

x

BAB III METODE PENELITIAN ................................................................ 34

3.1.Desain Penelitian ......................................................................................... 34

3.2.Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................................... 34

3.3.Kriteria Subjek Penelitian ........................................................................... 34

3.4.Besar Sampel ............................................................................................... 35

3.5.Alat dan Bahan ............................................................................................ 37

3.6.Cara kerja Penelitian ................................................................................... 37

3.7.Alur Penelitian ............................................................................................ 38

3.8.Identifikasi Variabel .................................................................................... 38

3.8.Rencana Manajemen dan Analisis Data ...................................................... 39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 40

4.1.Hasil Penelitian ........................................................................................... 40

4.1.1.Karakteristik Subjek Penelitian ......................................................... 40

4.1.2.Karakteristik Perokok ....................................................................... 41

4.1.3.Status Kesehatan Gigi dan Mulut...................................................... 41

4.1.4. Derajat Keasaman (pH) Saliva Subjek Penelitian ............................ 42

4.1.5. Hubungan Jenis Rokok dan Konsumsi Kopi dengan Derajat Keasaman

(pH) Saliva ................................................................................................. 43

4.2.Pembahasan ................................................................................................. 43

4.3.Aspek Keislaman ........................................................................................ 47

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 50

5.1.Kesimpulan ................................................................................................. 50

5.2.Saran ............................................................................................................ 50

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 51

LAMPIRAN ..................................................................................................... 57

Page 11: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Dua tahap sekresi kelenjar saliva ................................................... 5

Gambar 2.2. Sel asinar kelenjar saliva ................................................................ 7

Gambar 2.3. Kelenjar saliva dan duktusnya........................................................ 8

Gambar 2.4. Mekanisme produksi saliva primer .............................................. 12

Gambar 2.5. Histologi fungsional dari salivon ................................................. 13

Gambar 2.6. Sekresi elektrolit oleh sel asinar dan duktus kelenjar saliva ........ 14

Gambar 2.7. Inervasi kelenjar saliva ................................................................. 15

Gambar 2.8. Pengaruh merokok terhadap jaringan periodontal ....................... 28

Page 12: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Komponen inorganik saliva ............................................................. 10

Tabel 2.2. Interpretasi Nilai DI dan CI ............................................................ 26

Tabel 4.1.Karakteristik subjek penelitian ......................................................... 40

Tabel 4.2.Karakteristik Perokok ....................................................................... 41

Tabel 4.3. Status Kebersihan Mulut Subjek Penelitian ..................................... 41

Tabel 4.4. Status Kesehatan Gigi dan Mulut Subjek Penelitian ....................... 42

Tabel 4.5. Hubungan Jenis Rokok dan Konsumsi Kopi dengan Derajat Keasaman

(pH)

Saliva…………………………………………………………………………..43

Page 13: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

xiii

DAFTAR SINGKATAN

ANUG : Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis

CA : Carbonic Anhydrase

CI : Calculus Index

CO : Carbon monoxide

DI : Debris Index

GATS : Global Adult Tobacco Survey

GI : Gingiva Index

IB : Indeks Brinkman

KBBI : Kamus Besar Bahasa Indonesia

OHIS : Oral Hygiene Index Simplified

pH : power of Hydrogen

SKM : Sigaret Kretek Mesin

SKT : Sigaret Kretek Tangan

WHO : World Health Organization

Page 14: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Formulir Informed Consent dan Data Responden ................................. 57

2. Dokumentasi Penelitian ........................................................................ 68

3. Riwayat Penulis .................................................................................... 70

Page 15: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rokok secara epidemiologi sudah menjadi suatu hal yang bersifat global

terhadap timbulnya penyakit, penurunan produktivitas individu, kecacatan dan

kematian. Hal tersebut yang menyebabkan rokok menjadi salah satu ancaman

besar bagi kesehatan masyarakat dunia.

Berdasarkan data WHO 2013, 6 juta orang meninggal setiap tahun akibat

rokok, dimana 83% di antaranya adalah perokok aktif. 80% perokok di seluruh

dunia berasal dari negara dengan ekonomi rendah, termasuk Indonesia.1 Data

Tobacco Atlas 2015 menunjukkan Indonesia berada di peringkat ke-6 berkaitan

dengan prevalensi konsumsi rokok terbanyak pada usia ≥18 tahun sejak tahun

2008-2013 berturut-turut sebesar 50%; 83%; dan 79%.2

Selain itu, berdasarkan Tobacco Atlas 2015, Indonesia menjadi negara

keempat dengan konsumsi rokok tertinggi di dunia setelah Cina, Rusia, dan

Amerika Serikat. Lebih buruk dari itu, Indonesia menjadi negara ketiga di antara

negara dengan jumlah perokok pria berusia ≥ 18 tahun lebih dari 10 juta, yaitu

sebesar 50,6 juta. Indonesia juga menempati urutan pertama terkait smoking

trends yang cenderung stabil di angka 50-60% di antara negara berkembang lain

nya, Thailand, Mesir, Algeria, Jamaika, dan Kuba, yang berhasil menurunkan tren

menjadi ≤ 40% dalam jangka waktu 1980-2013.2

Menurut data survey Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013,

jumlah perokok di Indonesia yang berusia ≥ 15 tahun adalah sebesar 36,3%. Jika

dibandingkan dengan survey sebelumnya, angka yang diperoleh dari

RISKESDAS terus naik, yaitu dari tahun 2010 sebesar 34,7% dan tahun 2007

sebesar 34,2%.3 Konsumsi rokok tampaknya tidak pernah surut dan masih dapat

Page 16: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

2

ditolerir oleh masyarakat di berbagai penjuru dunia, khususnya di Indonesia,

meskipun mereka mengetahui dampak buruk yang akan timbulkan oleh rokok.

Hal tersebut dapat dilihat secara nyata dalam kehidupan sehari-hari, seperti di

lingkungan rumah, perkantoran, angkutan umum, tempat makan jalanan, bahkan

di lingkungan sosial anak sekolahan. Bila sebelumnya orang mulai berani

merokok sejak SMP, sekarang anak kelas 5 SD sudah banyak yang tertangkap

sedang merokok.4,5

Bahan utama pembuatan rokok adalah tembakau. Nikotin merupakan salah

satu kandungan utama yang terdapat di dalam tembakau yang menimbulkan sifat

adiktif pada perokok. Selain itu, proses pembuatan rokok dilengkapi dengan

beberapa zat lain seperti tar, benzene, formaldehida, dan hidrogen sianida. Zat-zat

tersebut masuk ke dalam lima puluh zat karsinogenik yang akan terhisap setiap

mengkonsumsi satu batang rokok.6

Rokok, berdasarkan jenisnya, terdiri atas rokok kretek, yaitu rokok

campuran tembakau, dan rokok non kretek, yaitu rokok dengan kandungan

tembakau dengan penambah rasa dan aroma tertentu.7,8 Rokok kretek dan non

kretek memiliki kandungan tar dan nikotin yang berbeda. Kadar tar dan nikotin

dua kali lebih banyak terdapat pada rokok kretek dibandingkan kadar tar dan

nikotin pada rokok non kretek.8

Rongga mulut merupakan organ yang pertama kali terpapar oleh rokok,

sehingga terdapat sistem pertahanan pertama yang dimilikinya, salah satunya

adalah saliva. Saliva merupakan produk dari kelenjar eksokrin pada rongga mulut

yang disekresikan oleh ketiga kelenjar saliva utama, yaitu kelenjar parotis,

kelenjar sublingualis, dan kelenjar submandibularis, serta kelenjar saliva kecil

lainnya.9 Saliva mengandung 99,5% air, dan 0,5% komponen lainnya, seperti

elektrolit, mukus, glikoprotein, enzim, serta anti mikroba.10 Saliva berfungsi

dalam melubrikasi dan melindungi mukosa mulut dengan musin, sehingga

mencegah penempelan radikal bebas. Selain itu, saliva juga berfungsi menetralisir

pH mulut dari mikroorganisme yang menghasilkan metabolit yang bersifat asam.9

Page 17: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

3

Tarigan tahun 1993 melaporkan bahwa pH normal saliva berkisar antara

6,2-7,4. pH saliva yang rendah dapat memicu pembentukan karies gigi. Selain itu,

pH saliva yang rendah dapat menyebabkan proses biokimiawi tidak dapat berjalan

dengan optimal, termasuk kerja enzim amilase dalam memecah karbohidrat

kompleks dalam sistem pencernaan. Voelker dkk tahun 2013 melakukan studi

pendahuluan hubungan rokok dengan pH saliva, kapasitas buffer, kualitas saliva,

dan jumlah Streptococcus mutans pada perokok. Kanwar dkk pada tahun yang

sama juga melakukan penelitian mengenai efek jangka panjang merokok terhadap

pH saliva dan kualitas saliva. Prasetyo tahun 2014 dan Syifa tahun 2015 juga

melakukan penelitian dalam mendeteksi pH saliva pada perokok. Hasil dari

penelitian tersebut didapatkan bahwa terjadi penurunan pH saliva antara perokok

dibandingkan dengan non perokok (p =0,01).11-15

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi perubahan pH saliva

yang lebih signifikan pada kelompok perokok dilihat dari jenis rokok yang

dikonsumsi. Selain itu, penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui perbedaan

penurunan derajat keasaman saliva yang ditimbulkan antara perokok yang

mengkonsumsi rokok kretek dan yang mengkonsumsi rokok non kretek.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana peran rokok terhadap derajat keasaman (pH) saliva pada

perokok kretek dan perokok non kretek.

1.3 Hipotesis Penelitian

pH saliva perokok kretek lebih asam daripada pH saliva perokok non kretek.

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui peran rokok terhadap kualitas saliva.

Page 18: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

4

1.4.2. Tujuan Khusus

1.4.2.1. Untuk mengetahui derajat keasaman (pH) saliva pada perokok kretek dan

perokok non kretek.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1. Bagi peneliti

- Merupakan syarat kelulusan preklinik Program Studi Pendidikan Dokter.

- Memperkuat penelitian sebelumnya dengan tema yang sama.

- Menambah pengetahuan mengenai peran rokok terhadap derajat keasaman

(pH) saliva.

- Memberikan informasi mengenai perbandingan derajat keasaman (pH)

saliva pada perokok kretek dan perokok non kretek.

1.5.2. Bagi masyarakat

- Memberikan informasi mengenai perbandingan derajat keasaman (pH)

saliva pada perokok kretek dan perokok non kretek.

1.5.3. Bagi civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

- Memberikan gambaran mengenai perubahan kualitas saliva akibat rokok

yang dapat digunakan sebagai referensi penelitian lebih lanjut.

Page 19: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Saliva

2.1.1.1. Definisi Saliva

Saliva adalah cairan tubuh yang disekresi oleh tiga kelenjar saliva utama

(parotis, submandibularis, dan sublingualis) dan beberapa kelenjar saliva kecil

lainnya.16,17,18 Saliva yang disekresikan oleh kelenjar saliva mayor dibedakan

berdasarkan komposisi nya, tetapi mekanisme bagaimana saliva ini disekresikan

hampir sama antar kelenjar saliva tersebut. Berdasarkan eksperimen mikropunktur

pada kelenjar submandibular tikus, terdapat demonstrasi mengenai proses

pembentukan saliva yang melibatkan dua tahap: tahap pertama sel asinar

memproduksi saliva primer yang berbentuk seperti cairan plasma isotonik. Pada

tahap kedua, cairan kaya NaCl ini selanjutnya dimodifikasi saat saliva sedang

melewati epitel duktus, dimana sebagian besar NaCl diabsorpsi di tempat ini, dan

K+ biasanya disekresikan. Karena epitel duktus sangat sedikit permeabel terhadap

air, hasil saliva akhir biasanya bersifat hipotonik.18

Gambar 2.1. Dua tahap sekresi kelenjar saliva.

(Sumber: Marcelo AC, Tetsuji N, James EM., 2009)

Page 20: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

6

2.1.1.2. Embriologi Kelenjar Saliva

Sistem kelenjar saliva manusia dibedakan menjadi dua grup eksokrin.

Kelenjar saliva mayor terdiri dari kelenjar parotis, kelenjar submandibular, dan

kelenjar sublingual. Sebagai tambahan, mukosa saluran aerodigestif bagian atas

dilapisi oleh ratusan kelenjar saliva minor yang berukuran lebih kecil

dibandingkan kelenjar saliva mayor. Fungsi utama dari kelenjar saliva adalah

untuk mensekresi saliva, yang berperan utama dalam lubrikasi, digesti, imunitas,

dan kontrol keseluruhan homeostasis di dalam tubuh.

Perkembangan saliva secara embriologi dimulai sejak minggu keenam

hingga minggu kedelapan. Perkembangan kelenjar saliva meliputi tiga tahap.

Tahap pertama ditandai dengan adanya primordial anlage (anlage berasal dari

bahasa Jerman yang berarti untuk membentuk atau untuk mempersiapkan) dan

pembentukan tunas duktus (duct buds) yang bercabang. Sel epitel bersilia

membentuk lapisan lumina, dan permukaan eksternal dilapisi oleh sel mioepitel

ektodermal. Munculnya lobulus dan kanalisasi duktus muncul selama tahap

kedua. Asinus primitif dan daerah duktus distal, yang keduanya mengandung

mioepitel, dibentuk saat minggu ketujuh embrionik. Tahap ketiga ditandai dengan

maturasi asinus dan duktus interkalaris, disertai dengan hilangnya tonjolan

jaringan ikat interstisial.19,20

Kelenjar saliva pertama yang muncul pada minggu keenam gestasi adalah

kelenjar parotis, yang selanjutnya diikuti oleh pembentukan kelenjar

submandibular. Selama minggu ke-9 embrionik, proses pembentukan kelenjar

sublingual terjadi. Selanjutnya, selama minggu ke-12 gestasi, kelenjar saliva

minor mulai terbentuk dari unit tubuloasinar yang berasal dari ektoderm saluran

respirasi atas.21,22

Page 21: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

7

Gambar 2.2. Sel asinar kelenjar saliva

(Sumber : http://pocketdentistry.com/15-salivary-glands-and-tonsils/)

2.1.1.3. Anatomi Kelenjar Saliva

A. Kelenjar Parotis

Kelenjar parotis merupakan kelenjar terbesar dengan berat sekitar

15-30 gr untuk setiap kelenjar. Selain kelenjar parotis, terdapat kelenjar parotis

tambahan yang dibedakan secara histologi dari kelenjar parotis dengan ada nya sel

asinar musin sebagai tambahan dari sel asinar serosa.24 Bentuk kelenjar parotis

bervariasi, namun lebih sering ditemukan berbentuk triangular dengan apeks di

bagian inferiornya. Kelenjar ini rata-rata memiliki panjang 6 cm dan lebar 3,3

cm.25 Kelenjar ini berjumlah sepasang dan terletak di inferior dan anterior telinga,

berada di antara kulit dan otot masseter. Duktus parotis (duktus Stensen) masuk

ke rongga mulut menembus otot buccinator dan bermuara dekat gigi molar atas

kedua. Kelenjar parotis tambahan bisa ditemukan di anterior otot masseter di

antara duktus parotid dan zigoma. Duktus parotid berfungsi mensekresikan saliva

serosa ke dalam vestibulum kavitas oral.26,27

B. Kelenjar Sublingualis

Page 22: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

8

Merupakan kelenjar saliva yang berada di atas otot milohioideus

dan ditutupi oleh membran mukosa dari dasar mulut.26 Kelenjar ini terletak di

inferior lidah dan di superior dari kelenjar submandibularis.27 Kelenjar

sublingualis merupakan kelenjar saliva terkecil di antara kelenjar saliva mayor

lainnya, dengan bentuk seperti kacang almond dan berat sekitar 4 gram. Kelenjar

ini memiliki dua duktus, duktus sublingualis mayor (duktus Bartholin) yang

berjalan dari pars inferior kelenjar sublingualis kemudian berakhir bersama duktus

submandibularis pada kurunkula sublingualis, dan duktus sublingualis minor yang

berjalan dari pars superior kelenjar sublingualis kemudian bermuara di plika

sublingualis.25,28,29

C. Kelenjar Submandibularis

Kelenjar submandibularis merupakan kelenjar saliva mayor yang

terletak di dasar mulut; di medial dan sebagian inferior dari mandibular. Kelenjar

ini terdiri dari lobus superfisial berukuran besar yang berada di dalam triangular

digastrik dari leher dan lobus profunda berukuran kecil yang berada di posterior

dasar mulut. Kedua lobus tersebut kemudian bertemu di sekitar batas posterior

dari otot milohioideus. Kelenjar submandibularis memiliki duktus dengan panjang

sekitar 5 cm pada orang dewasa, dengan dinding yang lebih tipis dibandingkan

dengan dinding duktus parotis. Duktus submandibularis (duktus Wharton)

berjalan dari lateral ke medial dan bermuala di kurunkula sublingualis.25,26,28,29

Gambar 2.3. Kelenjar saliva dan duktusnya

(Sumber : Tortora, 2011)

Page 23: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

9

2.1.1.4. Komposisi dan Fungsi Saliva

Fungsi utama kelenjar saliva adalah untuk memproduksi saliva yang

berperan dalam proses digesti, lubrikasi, dan proteksi tubuh. Berdasarkan cara

menghasilkan produk sekretoriknya, kelenjar saliva merupakan kelenjar eksokrin

yang bersifat merokrin, yaitu kelenjar yang melibatkan proses eksositosis tipikal

protein dalam mensekresi produknya. Berdasarkan produk sekretoriknya, kelenjar

saliva dibedakan menjadi kelenjar serosa dan kelenjar mukosa. Kelenjar parotis

memproduksi sekret serosa (encer) yang mengandung enzim amilase saliva dalam

jumlah besar. Kelenjar sublingualis memproduksi sekret mukoserosa (dominan

sekret yang bersifat kental), yang berfungsi sebagai buffer dan lubrikan.

Sedangkan sekret dari kelenjar submandibularis bersifat seromukosa (90% serosa,

10% mukosa), yang mengandung campuran dari buffer, glikoprotein yang disebut

musin, dan amilase saliva.24,26,27,29,30

Secara kimiawi, saliva terdiri atas 99,5% air dan 0,5% larutan. Di antara

larutan tersebut antara lain adalah ion-ion, seperti natrium, kalium, klorida,

bikarbonat, dan fosfat. Selain itu, kandungan saliva lainnya adalah gas terlarut dan

substansi organik yang bervariasi, termasuk urea dan asam urat, mukus, IgA,

enzim bakteriolitik lisozim, dan amilase saliva yang merupakan enzim digestif

untuk memecah karbohidrat.27

Di antara komponen inorganik, air merupakan komponen terbesar. Selain

itu, terdapat bikarbonat yang berkaitan dengan buffer dari saliva, sedangkan

kalsium dan fosfat memiliki peran dalam menjaga integritas mineral gigi. pH

saliva cenderung asam pada saat dalam keadaan istirahat, yaitu sekitar 5,75–7,05

(ada yang menyebutkan 6,35–6,85), dan bisa meningkat hingga 8,0 seiring dengan

peningkatan salivary flow rate. Berikut ini adalah beberapa komponen inorganik

paling penting yang terdapat di saliva:17,27

Page 24: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

10

Tabel 2.1. Komponen inorganik saliva

(Sumber: Fȃbiȃn K, et al., 2007)

Berdasarkan komposisi organik, protein merupakan komponen yang

sangat penting. Jumlah total protein saliva sekitar 0,5 – 3 mg/mL. berbeda dengan

pH saliva, protein saliva cenderung lebih stabil dan independen dari salivary flow

rate. Saliva memiliki protein yang mengandung prolin dengan kadar tinggi (35-

40%), dinamakan PRPs (proline-rich proteins), yang meliputi hampir 70%

kandungan protein total di saliva parotis manusia. Protein paling penting yang

berasal dari glandular salah satunya adalah α-amilase, PRPs, lisozim, histatin atau

horseradish peroxidase enzyme (mencegah degradasi proteolitik enzimatik dari

enamel gigi), dan staterin (mengontrol supersaturasi yang berkaitan dengan

kalsium dan fosfat). Selain itu, protein terpenting yang berasal dari sel-sel imun

adalah mieloperoksidase (MPO), defensin, dan imunoglobulin (90-98% IgA, 1-

10% IgG, dan sedikit IgM, IgD, IgE).31

Secara histologis, sel sekretorik utama dari kelenjar saliva terdiri dari sel

sekretorik mukosa dan sel sekretorik serosa. Sel sekretorik mukosa berbentuk

kuboid sampai silindris dan membentuk susunan yang disebut tubulus mukosa.

Sel sekretorik mukosa banyak terdapat pada kelenjar saliva sublingualis dan

sedikit terdapat pada kelenjar saliva submandibularis. Namun, pada sel sekretorik

mukosa kedua kelenjar tersebut, terdapat tudung sel serosa yang disebut sel

demilun serosa yang memiliki sifat yang sama dengan sel sekretorik mukosa. Sel

demilun ini memproduksi amilase dan lisozim. Di sisi lain, sel sekretorik mukosa

berbentuk segitiga dan bertaut satu sama lain membentuk massa sferis, sehingga

sering disebut dengan asinus serosa. Sel asinar serosa banyak terdapat pada

kelenjar parotis, dan memiliki banyak retikulum endoplasma kasar, kompleks

Komponen Saliva Non Stimulasi Saliva Terstimulasi

Air ~94% ~94%

pH 5,75–7,05 Hingga 8,0

Bikarbonat 5–10 mM/L Hingga 40–60 mM/L

Fosfat 4–5 mM/L 4–5 mM/L

Sodium 1–5 mM/L Hingga 100 mM/L

Klorida 5 mM/L Hingga 70 mM/L

Potasium 15 mM/L 30–40 mM/L

Kalsium 1 mM/L 3–4 mM/L

Page 25: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

11

golgi, dan granula sekretorik, sehingga sel ini banyak menghasilkan protein. Salah

satu produk protein utama yang dihasilkan oleh sel sekretorik adalah enzim

pencernaan amilase.30

Saliva memiliki berbagai macam peran di dalam kavitas oral. Seorang

individu mungkin bisa merasakan tanda dan gejala tertentu akibat kekurangan

produksi saliva, baik pada kondisi istirahat maupun selama makan. Berikut ini

adalah fungsi-fungsi dari saliva:32

Melubrikasi jaringan mulut (untuk berbicara dan menelan)

Menunjang indera pengecap (contohnya melalui protein seperti gustin)

Mengontrol kesehatan mukosa mulut, melalui faktor-faktor pertumbuhan

yang menunjang proses penyembuhan luka, dan sistatin, yang

menghambat enzim destruktif seperti sistein protease

Membantu proses digesti, melalui amilase dan lipase

Membersihkan material yang tertinggal di rongga mulut

Sebagai buffer terhadap asam yang berasal dari plak gigi dan konsumsi

makanan dan minuman tertentu, serta mencegah erosi yang disebabkan

oleh paparan asam lemah dalam jangka waktu lama (contoh: muntah dan

refluks)

Berperan sebagai reservoir untuk ion (Ca, Po, F) dalam remineralisasi

Mengontrol mikroflora di mulut, melalui mediator imunologi, enzimatik,

peptida, dan kimiawi

2.1.1.5. Mekanisme Sekresi Saliva

Pada proses salivasi, tahap pertama adalah sel asinar memproduksi saliva

primer yang bersifat relatif isotonik terhadap plasma. Kanal ion dan transporter

yang diekspresikan di membran apikal dan basolateral sel sekretorik di kelenjar

saliva berperan dalam sekresi saliva, aktivitasnya yang saling terkoordinasi

menimbulkan transport ion dari sisi serosa (basolateral) ke sisi luminal (apikal).

Gradien osmotik yang terbentuk pada saat terjadi sekresi ion, memicu

Page 26: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

12

perpindahan air secara transelular melalui aquaporin 5 (Aqp5), kanal air utama

yang diekspresikan di membran apikal sel sekretorik.33,34

Perpindahan air di kelenjar saliva membutuhkan sekresi Cl-. Cl- disekresi

secara transelular oleh sel asinar. Transpor ion klorida melibatkan Na+K+ATPase

untuk menghasilkan energi, sehingga terjadi influks Cl- melalui kanalnya yang

terdapat di membran basolateral. Konsentrasi ion kalsium intraselular yang

meningkat akan membuka kanal klorida pada membran luminal dan kanal kalium

pada membran basolateral. Pembukaan kanal ini akan menginduksi perpindahan

ion klorida dari dalam sel ke lumen dan perpindahan ion kalium dari dalam sel ke

ruang interstisial. Protein transporter Cl- yang diekspresikan di membran

basolateral harus dapat mengakumulasikan Cl- di atas ambang potensialnya,

sehingga banyaknya klorida di dalam lumen akan menarik natrium melalui

transpor paraseluler dan terbentuklah NaCl. Perbedaan gradien osmotik yang

terbentuk akibat peningkatan NaCl akan menginduksi penarikan air ke dalam

lumen.24,29,35,36

Gambar 2.4. Mekanisme produksi saliva primer

(Sumber: Catalan MA, Nakamoto T, Melvin JE., 2010)

Tahap selanjutnya adalah pembentukan saliva akhir. Komposisi ionik

akhir dari saliva berasal dari proses transpor di sel asinar dan duktus. Secara

umum, terdapat tiga tipe utama duktus di kelenjar saliva: duktus interkalaris,

duktus striata, dan duktus ekskretorik. Duktus interkalaris dan duktus striata

adalah duktus interlobularis, sedangkan duktus ekskretorik adalah duktus

Page 27: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

13

ekstralobularis. Pada saat saliva primer melewati duktus, terjadi reabsorpsi NaCl

dan sekresi K+ dan HCO3- tanpa disertai reabsorpsi air. Hal ini dikarenakan duktus

kelenjar saliva bersifat tidak permeabel terhadap air, sehingga hasil akhir dari

tahap ini berupa saliva yang bersifat hipotonik.29,35

Gambar 2.5. Histologi fungsional dari salivon

(Sumber: Ekstrom J, et al., 2012)

Kanal natrium di epitel, ENaC, yang diekspresikan di membran apikal

duktus kelenjar saliva, berperan dalam reabsorpsi natrium. Selain itu, reabsorpsi

natrium juga dipengaruhi oleh Na+/H+ exchanger yang juga berada di membran

apikal duktus kelenjar saliva. Selain itu, ion klorida juga aktif diabsorpsi di

membran apikal duktus kelenjar saliva melalui kanal klorida dan Cl-/HCO3-

exchanger. Di sisi lain, konsentrasi ion kalium saliva lebih tinggi dibandingkan

konsentrasi kalium di plasma akibat sekresi ion kalium sebagai respon dari duktus

interlobularis dan ekstralobularis. Sekresi ion kalium dikontrol oleh K+/H+

exchanger dan kotransporter K+-HCO3- di membran apikal duktus kelenjar

saliva.18

Page 28: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

14

Gambar 2.6. Sekresi elektrolit oleh sel asinar dan duktus kelenjar saliva

(Sumber: Marcelo AC, et al., 2009)

Selain itu, pengaturan pH saliva juga dipengaruhi oleh enzim, yaitu enzim

carbonic anhydrase (CA). Enzim CA tipe VI merupakan enzim CA spesifik yang

disekresikan oleh sel asinar serosa kelenjar saliva parotis dan submandibular. CA

VI berfungsi untuk mengkatalisis berbagai produk, salah satunya hidrasi

reversibel dari karbon dioksida, sehingga menyebabkan alkalinisasi saliva. Selain

itu, CA VI juga berperan dalam netralisasi plak asam pada permukaan gigi dan

menurunkan risiko demineralisasi enamel. CA VI bekerja di pelikel enamel dan

mencegah karies melalui akselerasi proses pembuangan ion hidrogen dan produk

metabolik yang bersifat asam dari flora di permukaan gigi.67

2.1.1.6. Pengaturan & Faktor Sekresi Saliva

Sekresi, aliran darah, dan pertumbuhan kelenjar saliva sebagian besar

dikontrol oleh cabang sistem saraf otonom. Walaupun sistem saraf parasimpatis

lebih memiliki peran dalam rerata sekresi saliva dibandingkan sistem saraf

simpatis, namun proses sekresi dari kelenjar saliva distimulasi oleh kedua cabang

tersebut.24 Rangsangan dari luar dapat mempengaruhi produksi saliva melalui

jalur aferen dengan cara menerima rangsangan dari reseptor sensori. Aroma yang

terhirup melalui hidung akan diteruskan melewati lamina kribosa kemudian

mencapai reseptor olfaktorius dan akan menstimulasi sekresi saliva oleh kelenjar

submandibular. Namun, aroma yang bersifat iritatif seperti aroma pedas bisa

Page 29: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

15

menstimulasi kelenjar parotis untuk memproduksi saliva. Selain itu, lokasi

rangsangan dilidah oleh rasa seperti asam, manis, pahit, dan asin, bisa

mempengaruhi produksi saliva dari jenis kelenjar saliva yang berbeda.

Rangsangan yang didapat pada bagian anterior lidah akan menyebabkan sekresi

saliva dari kelenjar submandibular, sedangkan rangsangan yang diterima pada

bagian posterior dan lateral lidah akan menginduksi kelenjar parotis untuk

memproduksi saliva. Variasi tersebut terjadi akibat perbedaan inervasi dari

kelenjar saliva, yaitu nervus fasialis yang mempersarafi kelenjar submandibular

dan kelenjar sublingual, dan nervus glosofaringeus yang mempersarafi kelenjar

parotis. Selain rangsangan aroma dan rasa, produksi saliva juga dipengaruhi oleh

aktivasi parasimpatis yang diinduksi oleh mekanoreseptor pada gusi yang aktif

selama mengunyah makanan.37

Gambar 2.7. Inervasi kelenjar saliva

(Sumber: Smith PM, 2004)

Impuls rangsangan akan diteruskan ke tingkat yang lebih tinggi hingga

akhirnya saliva dapat diproduksi. Nervus fasialis dan glosofaringeus berakhir di

nukleus traktus solitarius di medula oblongata. Selanjutnya, jalur eferen nervus

fasialis akan melewati ganglion submandibular untuk mencapai kelenjar

submandibular dan kelenjar sublingual. Di sisi lain, jalur eferen nervus

glosofaringeus akan melewati ganglion otik untuk mencapai kelenjar parotis.38

Inervasi parasimpatis dari kelenjar saliva mayor mengikuti percabangan

nervus kranialis, yaitu nervus fasialis (n.VII) yang menginervasi kelenjar

Page 30: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

16

submandibular dan kelenjar sublingual, dan nervus glosofaringeus (n.IX) yang

menginervasi kelenjar parotis.37 Stimulasi parasimpatis akan mengaktivasi

aktivitas sel asinar dan mekanisme transpor duktus, sehingga terjadi vasodilatasi

glandular dan kontraksi mioepitel. Asetilkolin (ACh) yang berperan sebagai

neurotransmiter parasimpatik beraksi di reseptor muskarinik kelenjar saliva.

Selanjutnya, pembentukan inositol trifosfat akan meningkatkan konsentrasi ion

kalsium di dalam sel, akibat pengeluarannya dari tempat penyimpanan ion

kalsium atau dari plasma. Second messenger inilah yang secara signifikan

memberikan efek terhadap sekresi volume saliva. Sekresi glandular ditingkatkan

oleh enzim asetilkolinesterase, yaitu enzim yang menghambat pemecahan ACh.

Stimulasi saraf parasimpatis menginduksi sekresi saliva yang kaya akan air dan

ion, bukan protein.24,32

Inervasi simpatis untuk kelenjar saliva sebagian besar berasal dari nervus

spinal torakal dari ganglion servikal superior. Ikatan antara neurotransmiter

simpatis, norepinefrin, dengan reseptor α-adrenergik akan menimbulkan

pembentukan cAMP, yang nanti nya akan memicu fosforilasi berbagai macam

protein dan aktivasi enzim. Peningkatan cAMP akan menimbulkan peningkatan

kandungan enzim dan mukus di saliva.37

Selain itu, terdapat berbagai macam faktor lainnya yang mempengaruhi

saliva, terutama dalam hal laju aliran saliva, antara lain sebagai berikut:

1. Hidrasi. Kondisi hiperhidrasi dapat meningkatkan laju aliran saliva dan

sebaliknya.

2. Irama sirkadian. Laju aliran saliva dapat meningkat pada saat akhir siang

hari dan menurun hingga mencapai nol selama tidur.

3. Konsumsi obat. Obat yang bersifat antikolinergik seperti antidepresan,

antipsikotik, antihistamin, dan antihipertensi dapat menurunkan laju aliran

saliva.

4. Konsumsi alkohol. Alkohol dapat menurunkan laju aliran saliva.

5. Penyakit sistemik. Psikoemosional bisa dipengaruhi oleh kondisi penyakit

sistemik dan menyebabkan perubahan komposisi biokimia saliva.

Page 31: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

17

6. Jenis kelamin. Perempuan cenderung memiliki kelenjar saliva yang lebih

kecil dari segi ukuran dibandingkan dengan laki-laki, sehingga laju aliran

saliva pada perempuan lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki.

2.1.1.7. Metode Pengambilan Saliva

Secara umum, pengukuran sekresi saliva dapat dilakukan dengan beberapa

cara, di antaranya dengan menggunakan sekresi saliva tanpa distimulasi dan saliva

dengan stimulasi. Resting saliva atau saliva yang disekresikan tanpa stimulasi

menggambarkan laju aliran saliva basal yang dalam sehari berada di mulut selama

14 jam. Stimulated saliva atau saliva yang distimulasi, disekresikan selama

mengkonsumsi makanan, sehingga berada di dalam mulut selama kurang lebih 2

jam. Teknik pengumpulan saliva tanpa distimulasi bertujuan untuk menilai status

kelenjar saliva dan komponen yang terkandung di dalamnya, sedangkan saliva

yang distimulasi digunakan untuk menilai fungsi cadangan kelenjar saliva.39,40

Pengumpulan saliva harus dilakukan pada waktu yang terstandarisasi,

berdasarkan siklus diurnal. Subjek sebaiknya tidak makan dalam waktu 60 menit

sebelum pengampilan saliva. Saliva tanpa stimulasi dapat diambil jika

sebelumnya subjek menghindari stimulasi kimiawi (contoh: asam), fisik (contoh:

dingin, panas, tekanan), biologis (contoh: rasa, mengunyah), dan fisiologis

(contoh: membayangkan makanan). Sedangkan saliva dengan stimulasi bisa

diperoleh dengan cara stimulasi mengunyah, dan/atau stimulasi rasa (contoh:

permen, lemon).

Terdapat empat cara yang biasa digunakan dalam penelitian untuk

mengumpulkan saliva tanpa stimulasi:40,41

1. Passive Drool

Metode ini sangat direkomendasikan, baik untuk dewasa maupun

anak usia 6 tahun ke atas, karena murah dan bisa digunakan dengan

hampir seluruh alat analisis. Pada metode ini, saliva dikumpulkan secara

pasif tanpa ada rangsangan mekanoreseptor dalam waktu beberapa menit.

Page 32: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

18

2. SalivaBio Oral Swab

Metode ini bisa dijadikan sebagai alternatif selain metode passive

drool karena mudah dilakukan. Metode ini juga membantu dalam

menyaring makromolekul dan partikulat lain yang tidak dibutuhkan namun

terdapat pada saliva, oleh karena itu, metode swab biasa digunakan untuk

mendeteksi komponen saliva. Pada metode ini, alat-alat yang dibutuhkan

adalah sentrifuge untuk pemutaran sampel yang sudah dikumpulkan

dengan meletakkan swab, kapas, atau sponge gauze pada orifisium

kelenjar saliva.

3. Spitting

Saliva dikumpulkan di rongga mulut terlebih dahulu dengan

keadaan mulut tertutup, kemudian setiap satu menit dikeluarkan dan

ditampung di dalam wadah. Metode ini dilakukan selama lima hingga lima

belas menit.

4. Suction

Saliva dikumpulkan dengan menggunakan alat seperti syringe,

micropipette, saliva ejector atau dengan gentle suction. Aspirasi saliva

dapat disesuaikan dengan kelenjar saliva apa yang akan diteliti.

2.1.1.8. Pengaturan & Faktor Pengaruh pH Saliva

Saliva memiliki sistem penyangga atau buffer berupa bikarbonat, fosfat,

dan sistem protein untuk mengontrol keseimbangan ion. Berbeda dengan fosfat,

kadar bikarbonat di dalam saliva sangat dipengaruhi oleh laju aliran saliva.

Konsentrasi bikarbonat pada saliva tanpa stimulasi adalah 5–10 mM/L, dan bisa

meningkat hingga 4–60 mM/L dengan stimulasi, berbeda dengan konsentrasi

fosfat 4–5 mM/L dan tidak dipengaruhi peningkatannya oleh laju aliran saliva.

Perubahan bikarbonat yang dipengaruhi oleh laju aliran saliva dapat mengubah

pH saliva. Pada laju aliran saliva 0,5 ml/menit, didapatkan pH saliva sebesar 7,3

dan pada laju aliran saliva 1,0 ml/menit, terjadi peningkatan pH saliva menjadi

7,5.17,42

Page 33: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

19

Pada keadaan tidak terstimulasi, bikarbonat dan fosfat secara seimbang

berperan dalam menjaga derajat keasaman saliva. Sedangkan saat terstimulasi,

kerja kelenjar parotis akan meningkat, sehingga konsentrasi bikarbonat akan

meningkat dan memegang 90% peranan sebagai penyangga. Selain itu, pada saat

terstimulasi, kadar bikarbonat yang direabsorpsi kemungkinan menjadi lebih

sedikit, sehingga peningkatan kadar bikarbonat di saliva berbanding lurus dengan

peningkatan laju aliran saliva. Sedangkan pada keadaan penurunan laju aliran

saliva, pH saliva dapat turun hingga mencapai angka kritis, yaitu 5,0 dan

penyangga yang lebih berperan adalah protein.42

Jika kadar bikarbonat meningkat, tidak hanya terjadi peningkatan pH

saliva dan kapasitas penyangga, proses remineralisasi akan terfasilitasi, dan juga

akan memberikan efek ekologis pada flora normal di rongga mulut. Secara

spesifik, peningkatan pH saliva akan menekan pertumbuhan mikroorganisme

asidurik (toleran terhadap asam), seperti bakteri kariogenik Streptococcus mutans

dan Candida albicans.32

Karena hubungan antara pH dan laju aliran saliva, maka faktor yang

mempengaruhi laju aliran saliva dapat menyebabkan perubahan pada pH saliva.

Selain itu, asupan makanan tinggi karbohidrat juga dapat menyebabkan penurunan

pH saliva karena sifat karbohidrat yang mudah difermentasi melalui proses

glikolisis oleh bakteri Streptococcus mutans dan Lactobacillus acidophilus.43

2.1.1.9. Metode Pengukuran pH Saliva

Pengukuran pH saliva bisa dilakukan baik secara semikuantitatif maupun

secara kuantitatif. Pengukuran pH saliva dengan menggunakan kertas lakmus dan

indikator pH merupakan cara pengukuran secara semikuantitatif, yaitu dengan

hasil berupa warna yang mengandung makna nilai tertentu. Indikator nilai nya

berupa pH <7 yang berarti asam, dan pH >7 yang mengandung makna basa.

Sedangkan penggunakan alat ukur digital merupakan cara pengukuran yang

bersifat kuantitatif karena menghasilkan angka yang tingkat ketelitiannya lebih

tinggi.

Page 34: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

20

Teknik pengukuran pH saliva sudah dilakukan di beberapa penelitian di

Indonesia. Syifa (2015), melakukan penelitian untuk melihat efek merokok jangka

panjang terhadap pH saliva dengan menggunakan indikator pH. Saliva yang tidak

distimulasi dikumpulkan di dalam tabung, kemudian indikator pH universal

dicelupkan selama 3 detik dan dilakukan pembacaan secara langsung dalam 30

detik setelah strip dicelupkan dengan menyesuaikan warna di papan indikator pH

universal.15

Pada penelitian terhadap pH saliva perokok dan non perokok yang

dilakukan oleh Prasetyo (2014), pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan

pH meter LAQUAtwin Horiba, yang merupakan alat ukur pH digital. Saliva yang

telah dikumpulkan ke dalam tabung diambil dengan menggunakan mikropipet dan

kemudian diteteskan ke alat pH meter yang telah dikalibrasi terlebih dahulu

sebelumnya, kemudian hasilnya akan keluar dalam beberapa saat.14

2.1.2. Tembakau / Rokok

2.1.2.1. Definisi Rokok

Berdasarkan PP No. 81/1999 Pasal 1 Ayat (1), rokok adalah hasil olahan

tembakau terbungkus, termasuk cerutu dan bentuk lainnya, yang dihasilkan dari

tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica, dan spesies lainnya atau

sintetisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan.

Menurut Sitepoe (2000), merokok adalah kegiatan membakar tembakau

kemudian dihisap, baik menggunakan rokok maupun pipa. Temperatur pada

sebatang rokok yang sedang dibakar adalah 90 derajat celcius untuk ujung rokok

yang dibakar dan 30 derajat celcius untuk ujung rokok yang terselip di antara bibir

perokok.44,45

2.1.2.2. Jenis Rokok

Berikut ini adalah pembagian rokok berdasarkan bahan pembungkus

rokok, isi rokok, proses pembuatan rokok, dan penggunaan filter pada rokok:46,47

1. Rokok berdasarkan bahan pembungkus:

Page 35: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

21

a. Klobot : Rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun

jagung

b. Kawung: Rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun

aren

c. Sigaret : Rokok yang bahan pembungkusnya berupa kertas

d. Cerutu : Rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun

tembakau

2. Rokok berdasarkan bahan baku atau isi:

a. Rokok putih : Rokok yang bahan baku atau isinya hanya

daun tembakau dengan penambah rasa dan aroma tertentu

b. Rokok kretek : Rokok yang bahan baku atau isinya berupa

daun tembakau dan cengkeh dengan penambah rasa dan

aroma tertentu

c. Rokok klembak: Rokok yang bahan baku atau isinya

berupa daun tembakau, cengkeh, dan kemenyan dengan

penambah rasa dan aroma tertentu

3. Rokok berdasarkan proses pembuatannya:

a. Sigaret Kretek Tangan (SKT): Rokok yang proses

pembuatannya dilakukan dengan cara digiling atau dilinting

dengan menggunakan tangan atau alat bantu sederhana

b. Sigaret Kretek Mesin (SKM) : Rokok yang proses

pembuatannya dilakukan dengan mesin yang hasil

keluarannya berupa rokok batangan

4. Rokok berdasarkan penggunaan filter:

a. Rokok filter : Rokok yang di bagian pangkalnya

terdapat gabus

b. Rokok non filter : Rokok yang di bagian pangkalnya tidak

terdapat gabus

Beberapa contoh rokok tipe SKM tanpa filter yang dijual di pasaran adalah

Djisamsoe, Sampoerna Hijau, dan Gudang Garam merah. SKM sendiri dibagi

Page 36: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

22

menjadi 2 kategori, yaitu sigaret kretek mesin full flavor (SKM FF) dan sigaret

kretek mesin low tar low nikotin (SKM LTLN). SKM FF yaitu rokok kretek

mesin yang dalam proses pembuatannya ditambahkan aroma rasa yang khas,

seperti Gudang Garam Filter Internasional, Djarum Super. Sedangkan SKM

LTLN merupakan rokok kretek mesin dengan kadar tar dan nikotin yang rendah

serta jarang menggunakan aroma yang khas, seperti A Mild, Star Mild, LA Lights,

dan Surya Slim. Di sisi lain, rokok jenis SPM yang berada di pasaran antara lain

Malboro, Dunhill, Lucky Strike, dan Country.48

2.1.2.3. Kandungan Rokok

Sebatang rokok memiliki kandungan lebih dari 4000 zat kimia, dan 2000

di antaranya memiliki dampak yang tidak baik bagi kesehatan tubuh, diantara nya

adalah bahan radioaktif (polonium-201) dan bahan-bahan yang digunakan di

dalam cat seperti aseton, gas beracun (hidrogen sianida), dan sebagainya.49,50

Terdapat 3 komponen utama pada rokok yaitu: 1) Nikotin, adalah zat yang

bersifat adiktif atau menyebabkan kecanduan; 2) Tar, adalah zat yang bersifat

karsinogenik atau menimbulkan kanker; 3) Karbon Monoksida (CO), adalah gas

beracun yang memiliki afinitas atau kemampuan ikatan dengan hemoglobin di sel

darah merah lebih kuat dibandingkan dengan oksigen. Nikotin pada rokok bekerja

di otak dengan cara menstimulasi pelepasan dopamin yang menimbulkan rasa

nyaman dan ketergantungan. Akibatnya, seseorang yang mencoba untuk berhenti

merokok akan memiliki gejala putus nikotin seperti: rasa tidak nyaman, sulit

konsentrasi, dan mudah marah.60

Amonia, beserta senyawa pembentuknya seperti diamonium fosfat (DAP)

dan urea, merupakan salah satu bahan tambahan yang terdapat di dalam rokok.

Walaupun ditolak oleh sebagian besar perusahaan tembakau di Amerika Serikat,

badan pengawas obat dan makanan di Amerika Serikat, FDA (Food and Drug

Administration), berargumen bahwa penggunaan ammonia bertujuan untuk

meningkatkan dan mengontrol masuknya alkaloid nikotin ke jalur pernapasan

perokok. Hal tersebut diperkuat oleh teori amonium-garam yang menyatakan

bahwa ketika dimasukkan ke dalam campuran tembakau, amonia bereaksi dengan

garam nikotin (indigenous nicotine salts) dan melepaskan nikotin bebas atau basal

Page 37: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

23

(free nicotine) melalui proses peningkatan pH, sehingga mengakibatkan jumlah

nikotin yang masuk ke tubuh menjadi lebih besar.61

2.1.2.4. Rokok Kretek

Rokok kretek mulai terkenal di Indonesia sejak produksinya

dikembangkan di kota Kudus, Jawa Tengah. Pengusaha ras Cina turut berperan

penting dalam sejarah perusahaan kretek besar di Indonesia (Djarum, Bentoel,

Gudang Garam, Sampoerna). Pada awalnya, rokok kretek terdiri atas tembakau

dan cengkeh yang dibungkus oleh daun.56

Kretek yang diproduksi dewasa ini mengandung tembakau, cengkeh yang

dihancurkan, dan saus, yang memberi aroma yang khas. Pencampuran antara

tembakau dan cengkeh ini dianggap mampu mengintensifikasikan rasa dari

produk rokok tersebut.

Berdasarkan tes berbasis mesin (Machine-Based Test), kretek

menimbulkan paparan nikotin, karbon monoksida, dan tar terhadap tubuh yang

lebih besar dibandingkan dengan rokok putih (white cigarettes) atau rokok non

kretek lainnya. Asap yang diinhalasi dari rokok kretek bisa mengandung tiga

bahan kimiawi tambahan yang bersifat toksik: eugenol, anethole, dan coumarin.

Dari 33 merek rokok kretek di Indonesia, semua nya mengandung eugenol, 13 di

antaranya mengandung anethole, dan 19 di antara nya mengandung coumarin.58,62

1. Eugenol

Eugenol yang memiliki sifat anestesi dapat menginhibisi reseptor nyeri di

mulut dan tenggorokan, sehingga menurunkan efek samping yang

dirasakan akibat rokok dan membuat inisiasi rokok lebih mudah.

Eugenol, dalam dosis tinggi, diklasifikasikan sebagai bahan karsinogenik

bagi manusia dan telah diidentifikasi sebagai toksik pada jaringan paru.

Ketika masuk ke tubuh melalui inhalasi, jika dibandingkan masuk melalui

ingesti, eugenol mencapai kadar yang jauh lebih tinggi di dalam tubuh dari

dosis harian yang direkomendasikan.

2. Anethole

Page 38: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

24

Zat ini memberikan rasa manis pada rokok kretek dan ditemukan pada

saus yang merupakan bagian dari rokok.

Anethole telah diteliti bersifat toksik terhadap hepar.

3. Coumarin

Zat ini merupakan agen pemberi rasa yang dapat ditemukan di bahan-

bahan alami seperti kayu manis dan rumput vanilla. Coumarin juga

digunakan sebagai pestisida alami yang telah digunakan secara komersial

untuk membasmi tikus.

Dalam dosis besar, coumarin dapat menyebabkan efek karsinogenik

terhadap manusia.

Coumarin sudah ditarik dari pasaran Amerika Serikat sejak tahun 1954,

namun hingga penelitian tahun 2007 di Indonesia, zat ini masih ditemukan

di 19 dari 33 merek rokok kretek.

2.1.2.5. Efek Rokok Terhadap pH Saliva

Paparan rokok secara terus-menerus tidak hanya membahayakan perokok

itu sendiri (perokok aktif), namun juga orang-orang di sekitarnya (perokok pasif).

Asap rokok arus samping, yang merupakan asap rokok yang dilepaskan ke

lingkungan sekitar, empat hingga enam kali lebih banyak dibandingkan dengan

asap rokok arus utama, yang merupakan asap rokok yang dihisap oleh perokok

aktif. Hal itu menunjukkan bahwa perokok pasif juga berisiko mengalami efek

samping yang tidak kalah beratnya dibandingkan perokok aktif bila terpapar

dalam jangka waktu yang lama. Merokok dalam jangka waktu menahun dapat

mempengaruhi refleks yang berkaitan dengan saliva, yaitu pada taste receptor

sebagai tempat utama sekresi saliva. Pada orang yang baru memulai untuk

merokok, terjadi peningkatan aktivitas kelenjar saliva.51 Selain itu, rokok juga

dapat menurunkan kapasitas buffer pada saliva sehingga bisa menyebabkan

derajat keasaman saliva menjadi rendah atau asam.55 Salah satu contoh kandungan

pada rokok yang menyebabkan penurunan pH saliva menjadi asam adalah karbon

monoksida (CO). CO secara tidak langsung dapat mempengaruhi pH saliva

dengan cara meningkatkan kadar karbon dioksida (CO2) di darah. Ketika

Page 39: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

25

diinhalasi, CO dari asap rokok akan diabsorpsi melalui paru dan masuk ke aliran

darah. Selanjutnya, CO akan berikatan dengan hemoglobin (Hb) membentuk

karboksihemoglobin (COHb). COHb akan menyebabkan penurunan saturasi O2

sehingga menginduksi kondisi hipoksemia. Keadaan hipoksemia ini akan

mengakibatkan penurunan oksigenasi ke jaringan dan sel. Selanjutnya, terjadi

proses glikolisis anaerob di jaringan dan sel sehingga terjadi peningkatan kadar

laktat dan CO2. CO2 akan ditransfer ke saliva pada rerata yang lebih tinggi, diikuti

dengan penurunan pH saliva.65,66

2.1.3. Kesehatan Gigi dan Mulut

2.1.3.1. Status Kesehatan Gigi dan Mulut

Status kesehatan gigi dan mulut menggambarkan kondisi kebersihan gigi

dan mulut yang dikategorikan menjadi kebersihan yang baik, sedang, atau buruk.

OHI-S, Oral Hygiene Index Simplified, merupakan indeks umum yang digunakan

oleh Greene dan Vermilion dengan variabelnya berupa DI (Debris Index) dan CI

(Calculus Index). Berikut ini adalah rumus perhitungan OHI-S:52

OHI-S = DI + CI

Dengan pembagian skor dari hasil perhitungan sebagai berikut:

- Skor 0,0–1,2 : baik

- Skor 1,3–3,0 : sedang

- Skor 3,1–6,0 : buruk

Debris Index adalah penilaian debris yang ada di permukaan gigi, sedangkan

Calculus Index adalah penilaian kalkulus yang ada di permukaan gigi. Jumlah

permukaan gigi yang diperiksa adalah 6 buah, yaitu empat permukaan gigi

posterior dan dua permukaan gigi anterior. Bagian posterior gigi yang diperiksa

merupakan gigi molar satu atau molar dua. Pada molar atas, permukaan gigi yang

diperiksa adalah sisi bukal atau pipi, sedangkan pada molar bawah, permukaan

gigi yang diperiksa adalah sisi lingual atau lidah. Bagian anterior gigi yang

diperiksa permukaan gigi insisor kanan atas dan permukaan gigi insisor kiri

bawah.52

Page 40: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

26

Tabel 2.2. Interpretasi Nilai DI dan CI

Skor Debris Index (DI) Calculus Index (CI)

0 Tidak ada debris Tidak ada kalkulus

1 Terdapat debris menutupi tidak lebih

dari 1/3 permukaan gigi

Kalkulus supragingiva menutupi

tidak lebih dari 1/3 permukaan

gigi

2 Terdapat debris menutupi lebih dari

1/3 sampai 2/3 permukaan gigi

Kalkulus supragingiva menutupi

lebih dari 1/3 sampai 2/3

permukaan gigi

3 Terdapat debris menutupi lebih dari

2/3 permukaan gigi

Kalkulus supragingiva menutupi

lebih dari 2/3 permukaan gigi

(Sumber: Kartiyani, 2010)

Pengukuran status gingiva, menurut Loe dan Silness, menggunakan

parameter dari Gingival Index. Status gingiva menggambarkan kondisi gingiva

dalam keadaan normal atau inflamasi, baik inflamasi ringan, sedang, dan berat.

Gingival Index adalah hasil pembagian skor yang didapatkan dengan jumlah gusi

yang diperiksa. Berikut ini adalah kriteria skor GI:52

- 0 : gingiva normal

- 1 : inflamasi ringan pada gingiva yang ditandai dengan perubahan warna,

sedikit edema, palpasi tidak terjadi perdarahan

- 2 : inflamasi sedang pada gingiva yang ditandai dengan perubahan warna,

edema, mengkilat, palpasi terjadi perdarahan

- 3 : inflamasi berat pada gingiva yang ditandai dengan perubahan warna

menjadi merah terang atau merah menyala, edema terjadi ulserasi,

perdarahan spontan

Penggolongan keparahan inflamasi pada gingiva dapat ditentukan

berdasarkan GI:

- 0,0-1,0 = inflamasi ringan

- 1,1-2,0 = inflamasi sedang

- 2,1-3,0 = inflamasi berat

Page 41: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

27

2.1.3.2. Efek Rokok Terhadap Kesehatan Gigi dan Mulut

Rokok tidak hanya menyebabkan efek ke sistem kardiovaskular dan paru

saja, namum banyak di antara sistem tubuh manusia yang akan terganggu akibat

paparan rokok secara berkepanjangan. Salah satu nya adalah sistem pencernaan,

contohnya di rongga mulut. Kebiasaan merokok berkaitan dengan perubahan

mukosa dan jaringan periodontal.

Menurut Widijanto (2010) dan George (2008), kapasitas dapar dan pH

saliva pada perokok lebih rendah dibandingkan dengan bukan perokok.

Bikarbonat merupakan salah satu komponen penting di dalam saliva yang

berperan dalam pengaturan sistem dapar saliva. Kadar bikarbonat yang menurun

akan menyebabkan kegagalan saliva dalam menetralisasi produk hasil

metabolisme flora di rongga mulut, terutama di plak gigi, dan akhirnya

mengakibatkan demineralisasi enamel dan dentin. Proses itu yang mendasari

penelitian mengenai prevalensi karies gigi lebih tinggi pada perokok

dibandingkan dengan bukan perokok.53,54

Selain itu, merokok juga dapat mengakibatkan penurunan laju aliran saliva

yang pada akhirnya memiliki keterkaitan dengan berkurangnya fungsi saliva

dalam menetralisasi produk asam di rongga mulut. Selain itu, peningkatan

populasi Streptococcus mutans juga terjadi akibat modifikasi fungsi saliva oleh

pengaruh rokok. Enzim glukosiltransferase yang dimiliki oleh mikroorganisme

tersebut mengakibatkan peningkatan produksi glukan adhesif, yang menyebabkan

perlekatan dan akumulasi mikroba pada pelikel saliva di permukaan gigi. Hal

tersebut merupakan salah satu tahap awal patogenesis karies gigi.

Di sisi lain, rokok juga memberikan dampak terhadap jaringan

periodontal. Dampak tersebut berhubungan erat dengan kuantitas konsumsi

merokok per hari dan lamanya merokok. Menurut Bouqot (dalam Debora (2011)),

nikotin yang merupakan salah satu produk yang dihasilkan dari pembakaran rokok

merupakan vasokonstriktor, sehingga menyebabkan gangguan vaskularisasi ke

jaringan periodontal dan menyebabkan nekrosis hingga ulserasi jaringan gingiva,

sehingga meningkatkan risiko terjadinya infeksi gingiva hingga gingivitis kronis,

Page 42: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

28

yang dikenal sebagai acute necrotizing ulcerative gingivitis (ANUG). ANUG

ditandai ditandai dengan nekrosis papil interdental, gingivitis ulceromembranosa,

dan ulkus spesifik pada membran mukosa yang dikenal dengan abklatsch ulcer.

Di sisi lain, hasil pembakaran rokok juga meningkatkan risiko hilangnya

perlekatan membran periodontal yang memicu pembentukan kantung periodontal

dan selanjutnya kerusakan tulang alveolar dan resesi gingiva. Hal tersebut

menyebabkan gigi menjadi goyang dan mudah terlepas.55

Selain itu, penurunan kualitas kesehatan gigi dan mulut, terutama dari nilai

CI dan GI yang tinggi, akan menyebabkan gangguan kerja dari enzim karbonat

anhidrase VI, sehingga terjadi penurunan buffer dari saliva dalam mengontrol pH

di permukaan gigi setelah terpapar oleh hasil fermentasi karbohidrat dan

menyebabkan risiko karies gigi meningkat.67

Gambar 2.8. Pengaruh merokok terhadap jaringan periodontal

(Sumber: Debora, 2011)

Page 43: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

29

2.2. Kerangka Teori

Faktor yang mempengaruhi pH saliva

Rokok Konsumsi

kopi

Paparan bahan

kimia dalam

jangka

panjang

Karies

gigi

Terdapat

karbo-

hidrat

Jenis rokok

Kandungan

kimia lebih

tinggi

Kretek

Nikotin

Produksi

sitokin pro-

inflamatorik

dan mediator

inflamasi

Lama merokok

& jumlah

batang perhari

Radikal bebas

Sisa

makanan

pada gigi

berlubang

Induksi

glikolisis

oleh bakteri

kariogenik

Fermentasi

glukosa

Coumarin Eugenol

Efek anti-

inflamasi

Inhibisi

sintesis

prostaglan

din &

imuno-

globulin

dalam

saliva

Gangguan sistem

buffer di rongga

mulut

Risiko

infeksi

mikroorga

nisme

meningkat

Produksi saliva

menurun

Kadar bikar-bonat

dalam saliva

menurun

Zat toksik

terhadap

kelenjar

saliva

Perlekatan &

akumulasi di

permukaan

gigi

Deminera-

lisasi enamel

& dentin

Penurunan

kesehatan gigi &

mulut pH saliva menurun

Aktivitas kelenjar

saliva menurun Gangguan

penetralisiran

produk

metabolit

flora

Risiko infeksi

bakteri

asidurik

Vasokons

triksi

jaringan

gingiva

Iskemik

gingiva

Instabi-

litas

gingiva

Page 44: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

30

2.3. Kerangka Konsep

= Variabel bebas

= Variabel yang diteliti

= Variabel perancu

Kebiasaan merokok

- Jenis rokok

- Kandungan rokok

dan asap rokok

- Efek panas

pembakaran

Derajat keasaman (pH)

saliva menjadi asam

Kerusakan sel dan jaringan

saliva

- Lama merokok dan

jumlah merokok perhari

- Karies gigi

- Kebiasaan minum kopi

-

Status kesehatan gigi dan

mulut menurun

Page 45: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

31

2.4. Definisi Operasional

No. variabel Definisi Pengukur Alat

Ukur

Cara Ukur Skala

Pengukuran

1. pH saliva Derajat keasaman

yang digunakan

untuk menyatakan

tingkat keasaman

atau kebasaan

suatu cairan

kompleks pada

rongga mulut

yang terdiri atas

campuran hasil

sekresi beberapa

kelenjar saliva

Peneliti Indikator

pH

universal

Strip pH

dicelupkan

ke dalam

tabung ukur

selama 3

detik

kemudian

perubahan

warna

disesuaikan

dengan papan

warna yang

tersedia dari

pabrik

Numerik

2 Status

merokok

Dikatakan

perokok jika saat

pengambilan

sampel telah

menjadi perokok

aktif dan masuk

kriteria inklusi

Peneliti Form

identitas

dan

riwayat

merokok

Melakukan

wawancara

dan pengisian

form data

subjek

penelitian

Kategorik

nominal

3 Derajat

keparahan

merokok

Nilai yang

menunjukkan

derajat keparahan

merokok yang

didapat dari hasil

perkalian jumlah

batang rokok

Peneliti Indeks

Brinkman

Pengisian

form data

subjek

penelitian

Numerik

Page 46: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

32

perhari dengan

lama merokok

dalam tahun

4 Jenis

rokok

kretek

Salah satu jenis

rokok yang terdiri

atas campuran

tembakau dengan

cengkeh

Peneliti Form

data

subjek

penelitian

Pengisian

form data

subjek

penelitian

Kategorik

nominal

5 Jenis

rokok

bukan

kretek

Semua jenis rokok

selain rokok

kretek, seperti

rokok putih,

herbal, dan

lainnya

Peneliti Form

data

subjek

penelitian

Pengisian

form data

subjek

penelitian

Kategorik

nominal

6 Konsumsi

kopi

Kebiasaan

mengkonsumsi

rokok dalam

sehari dengan

jenis kopi apapun

Peneliti Form

data

subjek

penelitian

Pengisian

form data

subjek

penelitian

Numerik

7 OHIS

(Oral

Hygiene

Index

Simplified)

Nilai yang

menunjukkan

status kebersihan

mulut

Dokter

gigi

Indeks

OHIS

Pemeriksaan

gigi dan

mulut

Numerik

8 DI (Debris

Index)

Nilai yang

menunjukkan

ketebalan debris

di permukaan gigi

Dokter

gigi

Indeks DI Pemeriksaan

gigi dan

mulut

Numerik

9 CI

(Calculus

Index)

Nilai yang

menunjukkan

kalkulus pada gigi

Dokter

gigi

Indeks CI Pemeriksaan

gigi dan

mulut

Numerik

10 GI Nilai yang Dokter Indeks GI Pemeriksaan Numerik

Page 47: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

33

(Gingival

Index)

menunjukkan

gingiva, berupa

warna,

konsistensi, dan

kecenderungan

perdarahan

gigi gigi dan

mulut

Page 48: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

34

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini bersifat analitik bivariat tidak berpasangan dengan desain

penelitian berupa studi potong lintang (cross sectional study), dimana

pengumpulan data atau variabel yang akan diteliti dilakukan secara bersamaan

dalam satu waktu.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Tempat

Pengukuran pH pada saliva akan dilakukan di Medical Research

Laboratory dan sekitar kampus Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.2.2 Waktu

Penelitian dilakukan selama bulan Maret – Juni 2016.

3.3 Kriteria Subjek Penelitian

Kriteria inklusi umum:

1. Laki-laki

2. Usia 20-55 tahun

3. Bersedia menyetujui informed consent

4. Kriteria partipisan perokok kretek:

Menjadi perokok aktif dengan mengkonsumsi rokok kretek minimal 5

tahun

5. Kriteria partisipan perokok non kretek:

Menjadi perokok aktif dengan mengkonsumsi rokok non kretek

minimal 5 tahun

Page 49: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

35

Kriteria ekslusi umum:

1. Sedang berpuasa saat pengambilan saliva

2. Tidak dapat berpartisipasi karena kondisi psikologis yang buruk (gaduh

gelisah, agitasi)

3. Memiliki riwayat penyakit sistemik yang berhubungan dengan kelenjar

saliva (DM, tumor)

4. Mengkonsumsi obat-obatan yang dapat mempengaruhi konsentrasi saliva

3.4 Besar Sampel

Besar sampel dalam penelitian ini dihitung dengan rumus besar sampel

penelitian analitik tidak berpasangan dengan variabel numerik yakni sebagai

berikut:

Keterangan:

Zα = kesalahan tipe I sebesar 5% = 1,645

Zβ = kesalahan tipe II sebesar 10% = 1,282

(X1 – X2) = selisih minimal yang dianggap bermakna = 2,00

S = Sg = standar deviasi, diperoleh dengan rumus:

Keterangan:

Sg = standar deviasi gabungan

S1 = standar deviasi kelompok 1 pada penelitian sebelumnya

n1 = besar sampel kelompok 1 pada penelitian sebelumnya

S2 = standar deviasi kelompok 2 pada penelitian sebelumnya

n2 = besar sampel kelompok 2 pada penelitian sebelumnya

Page 50: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

36

Hasil perhitungan berdasarkan penelitian I Putu tahun 2014:

(Sg)2= [0,2522 x (20-1) + 0,2602 x (20-1)]

20+20-2

= 1,206576 + 1,2844

38

Sg = √0,065552

Sg = 0,256

Setelah dimasukkan ke dalam rumus:

N = 2 [(1,645 + 1,645) x 0,256]2

(0,23)2

N = 26,82 (Bulatkan 27)

Berdasarkan kerangka teori didapatkan tiga faktor yang mempengaruhi pH

saliva tetapi tidak dapat dikeluarkan pada penelitian ini, yaitu karies gigi, lama

merokok dan jumlah rokok perhari, dan kebiasaan mengkonsumsi kopi. Dengan

demikian, jika digunakan rumus besar sampel rule of ten, didapatkan perhitungan

sebagai berikut:

N1=N2= confounding factors x 10

= 3 x 10 = 30

Dengan demikian, jumlah sampel yang digunakan untuk penelitian ini diambil

berdasarkan hasil terbesar dari perhitungan sampel, yaitu 30 orang untuk setiap

kelompok.

Page 51: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

37

3.5 Alat dan Bahan

3.5.1 Alat Penelitian

Tabung sampel 15 mL

Corong 40 mL

Indikator pH universal Merck

Rak tabung

Coolbox berisi es batu

3.5.2 Bahan Penelitian

Saliva perokok kretek

Saliva perokok non kretek

3.6 Cara Kerja Penelitian

Menentukan subjek penelitian sesuai dengan kriteria inklusi.

Mendapatkan informed consent dari subjek penelitian, pengisian rekam

medis dan kuesioner serta memberikan penjelasan kepada subjek

mengenai prosedur pengambilan saliva.

Subjek tidak diperbolehkan makan dan minum 1 jam sebelum

pengambilan saliva.

Pemeriksaan gigi dan mulut responden dilakukan oleh dokter gigi, untuk

mengetahui status GI (Gingival Index), CI (Calculus Index), dan OHIS

(Oral Hygiene Index Simplified).

Subjek diminta untuk meludahkan saliva (unstimulated saliva) pada

tabung sampel 15 mL melalui corong setiap 1 menit dengan total 5 kali

pengambilan (5 menit) dan tidak berbicara selama proses tersebut. Waktu

pengambilan saliva antara pukul 09.00 – 11.00 pagi untuk meminimalisir

efek sirkadian.

Tabung berisi saliva dimasukkan ke dalam tempat yang berisi es pendingin

komposisi saliva hingga dibawa ke Laboratorium FKIK UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Page 52: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

38

Pengukuran pH saliva dengan indikator pH universal. Strip dimasukkan ke

dalam tabung hingga terendam selama 3 detik dan dilakukan pembacaan

langsung dalam 30 detik setelah strip dicelupkan.

Strip disesuaikan dengan papan indikator pH universal dan dicatat

perubahan warna yang terjadi.

3.7 Alur Penelitian

3.8 Identifikasi Variabel

Variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain:

Variabel bebas atau independen pada penelitian ini adalah rokok kretek

dan rokok non kretek

Variabel terikat atau dependen pada penelitian ini adalah pH saliva

Variabel perancu pada penelitian ini adalah karies gigi, lama merokok dan

kebiasaan merokok, serta kebiasaan mengkonsumsi kopi

Pembuatan proposal penelitian

Ethical clearance dari komisi etik

Pemilihan subjek penelitian

Pemeriksaan pH saliva sampel

Inform consent kepada subjek

Pengambilan sampel saliva

Pengolahan data

Page 53: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

39

3.9 Rencana Manajemen dan Analisis Data

Data hasil pengukuran pH saliva dan data kuesioner dari subjek penelitian

dikumpulkan kemudian dimasukkan ke dalam komputer dan dianalisis dengan

menggunakan SPSS v22. Data dianalisa secara deskriptif untuk mengetahui

rerata, standar deviasi, median, dan nilai minimum serta maksimum.

Normalitas distribusi data diuji dengan Kolmogorov Smirnov untuk jumlah

sampel lebih dari 50 dan uji Shapiro Wilk untuk jumlah sampel kurang dari

50.

Uji hipotesis untuk membandingkan pH saliva perokok non kretek dan

perokok kretek menggunakan uji unpaired t-test, namun jika distribusi data

tidak normal, uji Mann Whitney bisa digunakan untuk pengujian. Untuk

menganalisis pengaruh variabel rokok kretek, non kretek, dan non perokok

terhadap pH saliva, uji Jonckheere Tepstra Test digunakan karena kelompok

dalam variabel independen bersifat berjenjang. Sedangkan uji hipotesis untuk

membandingkan status kesehatan gigi dan mulut pada perokok kretek, non

kretek, dan non perokok sebagai kontrol, uji one way anova digunakan apabila

distribusi data normal. Selanjutnya, analisis post hoc Tukey HSD dipilih bila

hasil uji homogenesitas menunjukkan nilai normal. menggunakan Dilihat dari

p value, jika nilai p<0,05 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan

antara pH dari perokok kretek dan perokok non kretek.

Page 54: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

40

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian

Penelitian ini menggunakan 110 sampel yang terdiri dari 31 sampel

perokok kretek, 47 sampel perokok non kretek dan 32 sampel non perokok.

Karakteristik 110 sampel tersebut seperti usia, tingkat pendidikan, dan kebiasaan

konsumsi kopi dapat dilihat pada tabel 4.1 di bawah ini.

Tabel 4.1 Karakteristik Subjek Penelitian (n=110)

Karakteristik

Perokok Kretek

n=31

Perokok Non

Kretek

n=47

Non Perokok

n=32

(100%) (100%) (100%)

Usia

20-24 tahun

25-44 tahun

45-64 tahun

Rerata ± SD

0(0)

12(38,8)

19(61,3)

1(2,1)

29(61,7)

17(36,2)

3(9,4)

18(56,3)

11(34,4)

46,07 ± 7,86 39,67 ± 7,66 37,88 ± 10,03

Konsumsi Kopi

0-2 gelas

>2 gelas

Median

16(51,6)

15(48,4)

30(63,8)

17(36,2)

29(90,6)

3(9,4)

2 (0-7)* 2 (0-5)* 2 (0-7)*

*median (minimal-maksimal)

Hasil penelitian menunjukkan usia subjek penelitian berkisar antara 20

hingga di atas usia 55 tahun. Usia 45-64 tahun merupakan kelompok terbanyak

pada kelompok perokok kretek (61,3%), sedangkan usia 25-44 tahun merupakan

kelompok terbanyak pada kelompok perokok non kretek (61,7%). Usia 25-44

tahun juga merupakan kelompok usia dengan jumlah non perokok tertinggi

dibandingkan dengan kelompok usia lainnya (56,3%). Berdasarkan konsumsi

kopi, kelompok perokok kretek yang mengkonsumsi lebih dari 2 gelas kopi per

Page 55: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

41

hari nya lebih besar (48,4%) jumlahnya dibandingkan kelompok non kretek dan

non perokok (36,2% dan 9,4%).

4.1.2 Karakteristik Perokok

Didapatkan karakteristik dari data perokok sebanyak 78 orang berikut ini.

Tabel 4.2 Karakteristik Perokok (n=78)

Jumlah (n) Persentase (%)

Jenis Rokok

Kretek 31 39.7

Non Kretek 47 60.3

Indeks Brinkman

Ringan (≤ 200) 31 39.7

Sedang (201-600) 27 34.6

Berat (>600) 20 25.6

Berdasarkan jenis rokok, rokok non kretek menjadi jenis rokok yang

terbanyak dikonsumsi oleh perokok (60,3%). Berdasarkan indeks Brinkman, hasil

penelitian menunjukkan jumlah terbanyak berada pada kelompok indeks

Brinkman kelompok ringan (39,7%) dan kelompok sedang (34,6%).

4.1.3 Status Kesehatan Gigi dan Mulut Subjek Penelitian

Tabel 4.3 Status Kebersihan Mulut Subjek Penelitian (n=110)

Karakteristik

Perokok Kretek

n=31

Perokok Non Kretek

n=47

Non Perokok

n=32

(100%) (100%) (100%)

OHIS

Baik 0 (0) 0 (0) 4 (12,5)

Sedang 19 (61,3) 38 (80,9) 25 (78,1)

Buruk 12 (38,7) 9 (19,1) 3 (9,4)

Page 56: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

42

Tabel 4.4 Status Kesehatan Gigi dan Mulut Subjek Penelitian (n=110)

Karakteristik

Kretek

n = 31

Non Kretek

n = 47

Non Perokok

n = 32

p value

Debris Index (DI) 1,00 (0,33-2,00)* 1,00 (0,33-1,67)* 0,83 (0,17-1,50)* 0,019**

Calculus Index (CI) 1,83 (1,00-2,83)* 1,67 (0,67-2,67)* 1,67 (0,33-2,33)* 0,018**

Gingiva Index (GI) 1,33 (0,83-6,00)* 1,17 (0,33-2,33)* 1,17 ± 0,50 0,192

OHIS Score 2,81 ± 0,71 2,54 ± 0,59 2,26 ± 0,80 0,009**

*median (minimal-maksimal)

**p <0,05

Berdasarkan status kesehatan gigi dan mulut, kelompok perokok kretek

dengan status kebersihan mulut (OHIS) yang buruk memiliki persentase lebih

besar (38,7%) dibandingkan dengan perokok non kretek dan non perokok (19,1%;

9,4%). Dari hasil uji one way anova, didapatkan perbedaan nilai OHIS perokok

kretek yang secara bermakna lebih tinggi dibandingkan dengan perokok non

kretek dan non perokok (p= 0,009). Selain itu, berdasarkan hasil uji Jonckheere-

Terpstra Test, terdapat perbedaan bermakna pada nilai DI dan CI perokok kretek

(p= 0,019; 0,018) dibandingkan dengan perokok kretek dan non perokok. Dari

analisis post hoc didapatkan perbedaan bermakna OHIS antara perokok kretek

dengan non perokok (p= 0,006; Tukey HSD). Begitu pula dengan analisis antar

kelompok dengan uji Mann Whitney, didapatkan nilai bermakna DI dan CI antara

perokok kretek dengan non perokok (p= 0.031; 0.012). Sehingga dapat

disimpulkan bahwa rokok kretek cenderung dapat menurunkan kualitas kesehatan

gigi dan mulut lebih besar dibanding rokok non kretek dan non perokok.

4.1.4 Derajat Keasaman (pH) Saliva Subjek Penelitian

Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa nilai median derajat keasaman

(pH) saliva pada subjek perokok dengan jenis rokok kretek (6,00 (5,00-7,00))

lebih rendah dibandingkan subjek perokok dengan jenis rokok non kretek (6,00

(5,00-8,00)). Sedangkan derajat keasaman pada subjek non perokok didapatkan

hasil lebih tinggi (7,00 (6,00-8,00)) dibandingkan dengan subjek perokok.

Page 57: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

43

4.1.5 Hubungan Jenis Rokok dan Konsumsi Kopi dengan Derajat Keasaman

(pH) Saliva

Tabel 4.5 Hubungan Jenis Rokok dan Konsumsi Kopi dengan Derajat Keasaman

(pH) Saliva

Karakteristik Jumlah

(n)

pH

median (minimal-

maksimal)

Effect Size p value

Jenis Rokok

0,025*

Kretek 31 6 (5-7)

-0,329 Non Kretek 47 6 (5-8)

Non Perokok 32 7 (6-8)

Konsumsi Kopi

0,000**

>2 gelas 35 6 (5-7)

-0,453 ≤2 gelas 75 6 (5-8)

*p <0,05

**p <0,001

Setelah dilakukan uji statistik Jonckheere-Terpstra Test pada pH perokok

kretek, non kretek, serta pH non perokok sebagai kontrol, didapatkan hasil p value

0.025. Sedangkan dari konsumsi kopi, berdasarkan analisis bivariat dengan uji

Mann Whitney terdapat pula perbedaan signifikan derajat keasaman (pH) saliva

kelompok yang mengkonsumsi lebih dari 2 gelas sehari dengan yang

mengkonsumsi kurang dari atau sama dengan 2 gelas per harinya (p= <0,001).

Selain itu dari hasil perhitungan, jenis rokok (0,329) dan konsumsi kopi (0,453)

sama-sama memiliki effect size yang sedang menurut klasifikasi Cohen.

4.2 Pembahasan

Penelitian dengan 110 sampel perokok yang terdiri dari 31 sampel perokok

kretek dan 47 sampel perokok non kretek ini memiliki karakteristik subjek

penelitian dengan rerata usia 46,07 tahun untuk kelompok perokok kretek dan

39,67 tahun untuk kelompok perokok non kretek. Rentang usia pada perokok

kretek terbanyak adalah usia 45-64 tahun, sedangkan usia 25-44 tahun merupakan

rentang usia terbanyak pada kelompok perokok non kretek. Hal tersebut berbeda

bila dikaitkan dengan hasil Global Adult Tobacco Survey: Indonesia Report 2011

Page 58: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

44

yang menunjukkan bahwa kelompok perokok laki-laki di Indonesia didominasi

oleh kelompok usia 25-44 tahun, dimana dari 29,2 juta perokok, 26,9 juta diantara

nya adalah perokok kretek. Sedangkan usia 45-64 tahun memegang prevalensi

tertinggi kelompok perokok yang mengkonsumsi hand-rolled cigarettes.

Berdasarkan frekuensi merokok pada perokok laki-laki, kelompok usia 25-44

tahun juga memegang persentase tertinggi untuk kelompok perokok kretek harian

(daily kretek smokers), dan diikuti oleh kelompok usia 45-64 tahun. Dalam GATS

2011 disebutkan pula bahwa kelompok usia 25-44 tahun mengkonsumsi rokok

kretek dengan jumlah rerata terbesar (12,1 batang/hari) dan diikuti oleh kelompok

usia 45-64 tahun (11,8 batang/hari).63

Sebagian besar subjek penelitian mengkonsumsi kopi setiap hari nya. Pada

kelompok perokok kretek didapatkan 51,6% mengkonsumsi 0-2 gelas kopi setiap

hari nya. Sedangkan pada kelompok perokok non kretek didapatkan 63,8%

mengkonsumsi 0-2 gelas kopi perhari (Tabel 4.1). Walaupun tidak ada perbedaan

bermakna antara konsumsi kopi perokok kretek dan non kretek, namun kebiasaan

mengkonsumsi kopi ini menyebabkan kemungkinan terjadi perubahan pH saliva.

Seperti penelitian Syifa (2015), yang menyatakan pengaruh kopi terhadap

penurunan pH saliva yang signifikan. Selain itu, terdapat penelitian Andriany dkk

(2012) yang menunjukkan terdapat pengaruh kopi Ulee Kareng (Arabica Coffee)

terhadap penurunan pH saliva.15,57

Peran rokok terhadap pH saliva pada penelitian ini dilihat dari jenis rokok

yang dikonsumsi. Didapatkan jumlah sampel perokok kretek lebih sedikit (39,7%)

dibandingkan perokok non kretek sebesar 60,3% (Tabel 4.2). Setelah dilakukan

uji statistik, pH saliva perokok kretek berbeda bermakna dengan pH saliva

perokok non kretek dan non perokok (p=0,025). Hal ini menunjukkan bahwa pH

saliva perokok kretek lebih asam dibandingkan pH saliva perokok kretek dan non

perokok. Hasil ini sesuai dengan penelitian Arta (2014), bahwa didapatkan

penurunan pH saliva yang lebih signifikan pada perokok kretek dibandingkan

dengan non kretek (p=0,03). Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Syifa

(2015), juga menyatakan hasil bermakna perbedaan pH saliva perokok kretek dan

non kretek (p=0,038). Hasil tersebut terjadi karena perbedaan kandungan antara

Page 59: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

45

rokok kretek dan non kretek. Rokok kretek memiliki kandungan tar lebih tinggi

dibandingkan rokok jenis lainnya. Berdasarkan penelitian Malson (2003), rokok

kretek lebih banyak mengeluarkan tar, nikotin, dan karbon monoksida

dibandingkan dengan rokok non kretek melalui uji coba berbasis mesin.58

Dibandingkan dengan pH saliva non perokok, pada penelitian ini perbedaan

bermakna didapatkan baik dengan pH saliva kelompok perokok kretek (p<0,001)

dan dengan pH saliva kelompok perokok non kretek (p=0,002). Hal tersebut

menunjukkan bahwa kandungan zat kimia pada rokok sangat berperan dalam

menurukan derajat keasaman saliva.

Sampel perokok yang didapatkan pada penelitian ini sebagian besar

mengkonsumsi kopi setiap harinya. Pada penelitian ini didapatkan hasil bermakna

hubungan antara pH saliva dengan konsumsi kopi (p<0,001). Penyebab penurunan

pH saliva menjadi asam adalah kandungan karbohidrat sederhana yang tinggi di

dalam kopi akan menyebabkan tingginya proses fermentasi di dalam mulut oleh

bakteri sehingga asam terbentuk dan menyebabkan penurunan pH saliva tersebut

sampai di bawah 5.5.15,57

Penelitian ini juga melakukan perhitungan effect size untuk menilai

besarnya efek jenis rokok dan konsumsi kopi terhadap pH saliva sebagai

pelengkap informasi hasil analisis bivariat melalui uji signifikansi. Hasil

berdasarkan jenis rokok (0,329) dan konsumsi kopi (0,453) menggambarkan effect

size yang sedang terhadap pH saliva. Hal ini menggambarkan bahwa variabel-

variabel independen dalam penelitian ini memiliki kekuatan perbedaan dengan

tingkat sedang terhadap variabel dependen. Effect size ini dapat dijadikan acuan

bahwa dalam penelitian berikutnya, jumlah sampel yang digunakan sebaiknya

lebih besar dalam rangka meningkatkan power dari analisis, walaupun secara uji

signifikansi sudah memberikan hasil yang bermakna.64

Peran rokok terhadap pH saliva juga dapat dilihat dari kebiasaan merokok

yang dikategorikan dengan indeks Brinkman. Berdasarkan penelitian Amaniko

(2016), pH saliva perokok berat berbeda bermakna dengan dengan perokok

ringan-sedang dan non perokok sebagai kontrol (p<0,001). Hal ini menunjukkan

Page 60: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

46

bahwa semakin lama konsumsi rokok dan semakin banyak jumlah batang rokok

yang dikonsumsi setiap harinya berpengaruh terhadap perubahan pH saliva

menjadi asam yang terjadi pada kelompok perokok. Hal ini sesuai dengan

penelitian Syifa (2015) yang menyatakan perbedaan bermakna pH saliva perokok

indeks Brinkman ringan dengan perokok indeks Brinkman berat (p= 0,027).

Selain itu, pada penelitian ini dilakukan analisis pH saliva kelompok perokok

dengan non perokok. Didapatkan hasil perbedaan bermakna pada pH saliva

kelompok kretek (p=0,004) maupun kelompok non kretek (p<0,001) bila

dibandingkan dengan non perokok. Berdasarkan penelitian Mangoenprasodjo

(2004) dalam Krisna (2011), kandungan rokok kretek yang salah satunya terdiri

atas cengkeh ternyata mengandung bahan eugenol yang jika dihisap saat merokok

dapat masuk melalui lubang mikro bagian organik dari email hingga mampu

mencapai perbatasan email dan dentin, sehingga menyebabkan terbentuknya

karies gigi atau gigi berlubang, dan hal tersebut sangat dipengaruhi oleh lamanya

seseorang merokok atau indeks Brinkman-nya.8,15

Hal ini berkebalikan dengan hasil penelitian Al-Weheb (2005), yang

melihat efek rokok terhadap karies gigi dan pH saliva. Didapatkan pH saliva

perokok (7,32 ± 0,40) lebih tinggi dibandingkan non perokok (7,24 ± 0,42).

Perbedaan ini bisa terjadi akibat beberapa faktor yang memungkinkan, salah

satunya adalah metode pengambilan sampel saliva. Pada penelitian tersebut

digunakan sampel saliva yang distimulasi.19

Selain mempengaruhi pH saliva, rokok juga dapat mempengaruhi

kesehatan gigi dan mulut pada penelitian ini. Hal ini dibuktikan dari nilai OHIS

yang tinggi pada kelompok perokok. Indeks ini diperoleh dari hasil penilaian DI

dan CI. Pada penelitian ini ditemukan perbedaan bermakna pada nilai DI, CI, dan

OHIS perokok kretek (p= 0,019; 0,018; 0,009) dibandingkan dengan perokok non

kretek dan non perokok. Hal ini sejalan dengan penelitian Syifa (2015) yang

meneliti OHIS pada perokok dan non perokok menunjukkan nilai bermakna (p =

0,021). Walaupun tidak ada perbedaan bermakna pada GI score, namun nilai GI

perokok kretek (6,00) lebih tinggi dibandingkan dengan perokok non kretek dan

non perokok (2,33; 0,50). Berdasarkan penelitian Farida (1995), hal tersebut

Page 61: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

47

terjadi karena tinggi nya kadar eugenol di rokok kretek menyebabkan efek toksin

sekaligus efek anti inflamasi yang besar akibat dihambatnya sintesis prostaglandin

dan antibakteri di dalam saliva, sehingga menyebabkan kerusakan pada gigi.

Akibatnya, permukaan gigi menjadi kasar dan mempercepat akumulasi plak pada

gigi. Selain itu, kadar nikotin yang tinggi pada rokok kretek berperan sebagai

vasokonstriktor di jaringan gingiva, sehingga menyebabkan risiko perdarahan

pada gingiva. Nikotin juga berperan sebagai inhibitor produksi antibodi sehingga

meningkatkan risiko infeksi pada gingiva.59 Hal ini sesuai dengan penelitian Dani,

dkk (2012), pada sembilan merek rokok kretek di Indonesia, bahwa kandungan

nikotin 7 dari 9 merk rokok tersebut melebihi standar kadar nikotin di Indonesia

yang ditetapkan sebesar 2%.50 Penelitian dari Anton, dkk (2006), yang mencari

risiko merokok kretek terhadap penyakit periodontium menunjukkan bahwa efek

nikotin menyebabkan risiko infeksi di jaringan gingiva yang seharusnya bisa

dicegah dengan kemotaktik dan fagositik polimorfonukleus.56

pH merupakan salah satu sarana penting dalam menjaga integritas gigi dan

jaringan rongga mulut, terutama dalam pengaturan demineralisasi dan

remineralisasi jaringan keras di gigi. Penurunan pH menjadi asam akan

meningkatkan proses demineralisasi gigi, sehingga karies gigi akan cepat

meningkat frekuensinya dalam suasana asam. Sedangkan kenaikan pH akan

menjadikan suasana rongga mulut basa dan memicu pembentukan kalkulus atau

karang gigi. Kalkulus adalah plak hasil dari kalsifikasi yang bersifat patologis

yang berhubungan dengan penyakit periodontal.20

Dengan bukti-bukti yang ditemukan pada penelitian ini, baik perokok

maupun masyarakat diharapkan dapat mengurangi serta menghindari kebiasaan

merokok.

4.3 Aspek Keislaman

Allah SWT telah memberikan pedoman dan petunjuk hidup secara rinci

dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW, salah satunya adalah dalam hal

Page 62: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

48

menjaga kesehatan tubuh yang merupakan amanah dari-NYA. Allah SWT

berfirman:

Artinya: “….Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam

kebinasaan….” (QS. Al-Baqarah: 195)

Allah juga berfirman:

Artinya: “….Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah Maha

Penyayang kepadamu….” (QS. An-Nisaa: 29).

Dalam Bughyah al-Mustarshidin :

باك ن ت بح من معروف ال حالل أق يه اذ ال حال اذهاب ف مال ال ال وال تار و خ ه ي عمال ت س ال ا أو أك

عوطا س ا أو شرب ه دخان ال رجال من مروءة ذو ب د ال تى وق مه أف تحري مة ب كمال أهل من أئ ال

Tembakau adalah termasuk daripada perkara yang terburuk dalam perkara halal,

karena dalam perbuatan menghisapnya berlakulah kehilangan hal (kerohanian

yang baik yang diamali seseorang ahli rohaninya) dan kehilangan harta, dan orang

yang mempunyai maruah dari kalangan ahli rohani yang baik martabatnya (orang

yang ada maruah dari kalangan lelaki) tidak melakukan perbuatan menggunakan

tembakau itu menyedotnya melalui hidung, atau menghisap asapnya, dan telah

memberi fatwa tentang haramnya imam-imam dari kalangan ahli rohani yang

sempurna (a’immah min ahl al-kamal) (seperti Sayyid ‘Abd Allah al-Haddad dan

seterusnya…).

Baik dalam Al-Qur’an, Hadist, dan pendapat ulama telah dijelaskan bahwa

manusia tidak diperbolehkan melakukan hal yang dapat mengakibatkan

Page 63: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

49

kebinasaan bagi dirinya, apalagi sampai membunuh dirinya sendiri. Merokok

merupakan salah satu kebiasaan hidup yang dapat memicu kerusakan pada tubuh

manusia karena berbagai komponen kimia yang terkandung di dalamnya. Tidak

hanya masalah kesehatan gigi dan mulut, merokok juga dapat menjadi faktor

risiko berbagai macam penyakit, tidak terkecuali penyakit kardiovaskuler, seperti

stroke. Menurut baseline health research tahun 2007, 15,4% kematian di dunia

disebabkan oleh penyakit stroke. Selain itu, tidak hanya perokok aktif yang

mendapatkan kerugian akibat merokok, perokok pasif atau orang yang berada di

sekitar perokok juga berisiko menerima dampak buruk akibat terpapar oleh asap

rokok. Nabi bersabda:

“Tidak ada kemudharatan terhadap diri sendiri dan tidak juga kepada orang

lain” (HR. Ibnu Majah no 2341).

Oleh karena itu, sebaiknya para perokok mulai berusaha untuk mengurangi

konsumsi rokok hingga akhirnya berhenti. Tujuan nya tidak hanya untuk menjaga

kesehatan diri sendiri dan kesehatan orang di sekitarnya, namun dalam rangka

bertakwa kepada Allah SWT dengan menjalankan perintah dan menjauhi

larangan-NYA.

Page 64: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

50

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari penelitian ini dapat disimpulkan:

Didapatkan kecenderungan derajat keasaman (pH) saliva perokok kretek

lebih asam dibandingkan perokok non kretek (p = 0,004) dan memiliki nilai

terendah dibandingkan perokok kretek dan non perokok (p= 0,025).

5.2 Saran

Untuk penelitian selanjutnya, peneliti menyarankan:

1. Dibutuhkan penelitian lanjutan dengan penilaian kadar bikarbonat antara

saliva perokok kretek dan perokok non kretek.

2. Dibutuhkan penelitian lanjutan dengan penilaian pH perokok dengan tipe

rokok batangan dibandingkan dengan rokok tipe elektronik atau vape.

Page 65: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

51

DAFTAR PUSTAKA

1. World Heart Organization: Tobacco: Deadly in Any Form or Disguise.

Switzerland: WHO Press; 2006: 11-27

2. World Lung Foundation. The Tobacco Atlas 5th ed. Atlanta: American Cancer

Society, Inc; 2015: 8-23

3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar

(RISKESDAS) 2013. Jakarta: Kemenkes RI; 2013: 132-38

4. Thamrin AMH. Deteksi Waktu Transportasi Mukosiliar pada Perokok dan Non

Perokok dengan Uji Sakarin. Repository UIN Jakarta; 2014: 1-59

5. Gondodiputro S. Bahaya tembakau dan bentuk-bentuk sediaan tembakau.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat FK UNPAD; 2007: 1-19. [internet].

Available from: http://recources.unpad.ac.id/unpad-content/uploads/publikasi.

Accessed July 23rd, 2016

6. Korsmeyer EP, Kranzler HR. Encyclopedia of Drugs, Alcohol and Addictive

Behaviour Vol.4.3rd ed. Detroit: Macmillan Reference USA; 2009. p.95-130

7. Aula LE. Stop Berhenti Merokok. Yogyakarta: Garailmu;2010: 1-20

8. Arta IPKP. Perbedaan pH Saliva pada Perokok Putih dan Perokok Kretek

Sesaat Setelah Merokok. Jurnal Universitas Mahasaraswati Denpasar; 2013:

12-15

9. Almeida PDV, Grẻgio AMT, Machado MAN, Lima AAS, Azevedo LR. Saliva

composition and functions: a comprehensive reviews. J Contemp Dent Pract.

2008. March; 9(3):72-80

10. Devi TJ. Saliva- a potential diagnostic tool. Journal of Dental and Medical

Sciences. 2014 February; 13(2):52-7

11. Tarigan R. Kesehatan Gigi dan Mulut edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC; 1995: 1-11

12. Voelker MA, Simmer-Beck M, Cole M, Keeven E, Tira D. Preeliminary

Findings on The Correlation of Saliva pH, Buffering Capacity, Flow,

Consistency and Streptococcus mutans in Relation to Cigarette Smoking. J

Dent Hyg. 2013;87(1):30-7

Page 66: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

52

13. Kanwar A, Sah K, Grover N, Chandra S, Singh RR. Long Term Effect of

Tobacco on Resting Whole Mouth Salivary Flow Rate and pH: An

Institutional Based Comparative Study. European Journal of General

Dentistry. 2013;2(3): 296-9

14. Prasetyo BD. Deteksi Derajat Keasaman (pH) Saliva pada Pria Perokok dan

Non Perokok. Repository UIN Jakarta 2014; 6-30

15. Syifa N. Peran Rokok Terhadap Derajat Keasaman (pH) Saliva. Repository

UIN Jakarta 2015; 6-24, 40-44

16. Kidd EAM, Bechal SJ. Dasar-Dasar Karies Gigi dan Penanggulangannya.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1992: 7-28

17. Fȃbiȃn TK, Fȇjerdy P, et al. Saliva in Health and Disease, Chemical Biology

of. Budapest: John Wiley and Sons, Inc; 2007: 1-10

18. Marcelo AC, Tetsuji N, James EM. The Salivary Gland Fluid Secretion

Mechanism. The Journal of Medical Investigation 2009; 56: 24-28

19. Al-Weheb MA. Smoking and Its Relation to Caries Experience and Salivary

Lactobacilli Count. J Coll Dentistry 2005;17(1): 85-92

20. Amerongen AV. Ludah dan Kelenjar Ludah, Ed. ke-2. Yogyakarta: Gajah

Mada Press

21. Harris B. The Intractable Cigarette ‘Filter Problem’. Tobacco Control

2011;20(1): 10-16

22. Myers EN, Ferris RL. Salivary Gland Disorders. Germany: Springer-Verlag

Berlin Heidelberg; 2007: 1-16

23. Mrzezo. Salivary Glands and Tonsils [serial online] 2015: 184-195. Tersedia

dari http://pocketdentistry.com/15-salivary-glands-and-tonsils/ [Diakses pada

20 Maret, 2016].

24. Holsinger FC, Bui DT. Anatomy, Function, and Evaluation of the Salivary

Glands. Berlin: Springer Berlin Heidelberg; 2007: 2-16

25. Carlson ER, Ord RA. Textbook and Color Atlas of Salivary Gland Pathology.

USA: Wiley-Blackwell; 2008: 4-36

26. Martini FH. Fundamentals of Anatomy and Physiology. 9th ed. US: Pearson

Publisher, 2012: 870-873

Page 67: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

53

27. Tortora GJ, Derrickson B. The Digestive System. In Roesch B, editor.

Principles of Anatomy and Physiology. 12th ed. US: John Wiley & Sons, Inc;

2009. p. 929-931

28. Moore KL, Dalley AF. Anatomi Berorientasi Klinis Jilid 3. Edisi 3. Jakarta:

Erlangga, 2013. hal. 124-125

29. Ekstrom J, Khosravani N, Castagnola M, Messana I. Saliva and The Control

of Its Secretion. Berlin: Springer; 2012: 20-30

30. Mescher AL. Organs Associated with The DIgestive Tract. In Mescher AL,

editor. Junqueira's Basic Histology Text & Atlas. 12th ed. US: McGraw-Hill

Companies, Inc; 2010: 276-230

31. Marilia AF, Angȇlicas RH, Melissa TK. Saliva and Dental Erosion. J Appl

Oral Sci 2012;20(5): 493-502

32. Walsh LJ. Clinical Aspects of Salivary Biology for The Dental Clinician.

Journal of The University of Australia 2012: 1-12

33. Krane CM, et al. Salivary Acinar Cells From Aquaporin 5-Deficient Mice

Have Decreased Membrane Water Permeability and Altered Cell Volume

Regulation. In Catalan MA, Nakamoto T, Melvin JE. The Salivary Gland

Fluid Secretion Mechanism. The Journal of Medical Investigation 2009; 56:

24-28

34. Ma T, et al. Defective Secretion of Saliva in Transigenic Mice Lacking

Aquaporin-5 Channels. In Catalan MA, Nakamoto T, Melvin JE. The

Salivary Gland Fluid Secretion Mechanism. The Journal of Medical

Investigation. 2009. December; 56: 24-28

35. Catalan MA, Nakamoto T, Melvin JE. The Salivary Gland Fluid Secretion

Mechanism. The Journal of Medical Investigation 2009; 56: 192-195

36. Zeng W, et al. Membrane Specific Regulation of Cl- Channels by Purinergic

Receptors in Rat Submandibular Gland Acinar and Duct Cells. In Catalan

MA, Nakamoto T, Melvin JE. The Salivary Gland Fluid Secretion

Mechanism. The Journal of Medical Investigation 2009; 56: 24-28

37. Smith PM. Mechanism of Salivary Secretion. In: Edgar WM, O’Mullane DM,

Dawes C, editors. Saliva and Oral Health 3rd ed. London: British Dental

Association; 2004: p. 1-16

Page 68: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

54

38. Petersen P.E. Global Framework Convention on Tobacco Control: The

Implications for Oral Health. Community Dental Health 2003;20: 137-38

39. Palomares CF, Munoz-Montagud JV, Sanchiz V, Herreros B, Hernandez V,

Minguez M, et al. Unstimulated Salivary Flow Rate, pH and Buffer Capacity

of Saliva in Healthy Volunteers. Rev Esp Enferm Dig. 2004; 96(11); p.773-

783

40. Greenberg, Glick, Ship. Burket's Oral Medicine Ed 11. India: BC Decker Inc,

2008: 191-220

41. Saliva Collection and Handling Advice 3rd ed. [Internet] 2013. Available from:

https://salimetrics.com. Accessed March 20th 2016: 1-20

42. Pedersen AML. Saliva. Copenhagen: Institute of Odontology; 2007: 9-17, 79-

94

43. Suryadinata A. Kadar Bikarbonat Saliva Penderita Karies dan Bebas Karies.

Saintis. 2012 September; 1(1): p. 35-36

44. Susana D, Hartono B, Fauzan H. Penentuan Kadar Nikotin dalam Asap

Rokok. Makara Kesehatan 2003;(2): 38-41

45. Iwan T. Fenomena Konsumsi Rokok Era Baru: Perilaku Merokok Terhadap

Citra Simbolisme Personal. Jurnal Universitas Atma Jaya Jogjakarta; 2009:

16-20

46. Susanto A. Pengendalian Kualitas Fisik Perokok di Perusahaan Rokok

Djagung Padi. Jurnal Universitas Brawijaya; 2001: 6-15

47. Anggreani D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Rokok Kretek di

Kota Parepare. Jurnal Universitas Hasanuddin 2013: 5-6

48. Cornelius T, Waluyo DI. Analisis Pola Konsumsi Rokok Sigaret Kretek

Mesin, Sigaret Kretek Tangan, dan Sigaret Putih Mesin. Kajian Ekonomi dan

Keuangan 2003;7(4):1-73

49. Negoro SS. Rokok Kretek. [Internet] 2000. [Diakses pada 17 Mei 2016].

Available from http;//www.joglosemar.com/health/nicotine.htm

50. Kusuma DA, Yuwono SS, Wulan SN. Studi Kadar Nikotin dan Tar Sembilan

Merk Rokok Kretek Filter yang Beredar di Wilayah Kabupaten Nganjuk. J

Tek Per 2012; 5(3): 151-5

Page 69: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

55

51. Susana D, Hartono B, Fauzan H. Penentuan Kadar Nikotin dalam Asap

Rokok. Makara Kesehatan UI 2003;7(2): 38-41

52. Kartiyani I, Santoso O. Paparan Pengaruh Sulfur Terhadap Kejadian

Gingivitis: Studi pada Pekerja Tambang Belerang di Gunung Welirang,

Pasuruan, Jawa Timur. Jurnal PDGI. Januari 2010; 59(1): hlmn. 24-28

53. Widijanto S. Peranan Kebiasaan Merokok Terhadap Insidensi Karies. Jurnal

Kedokteran Gigi Universitas Indonesia 2010;7: 388-94

54. Stookey GK. The Effect of Saliva on Dental Caries. JADA 2008; 139(5): 11-

17

55. Tumilisar DL. Tembakau dan Pengaruhnya Terhadap Kesehatan Mulut. J

Kedokt Meditek. 2011; 17(44): 19-23

56. Rahardjo A, Aristyani D, Djoharnas H. Risiko Merokok Kretek Non Filter dan

Filter Terhadap Penyakit Periodontium pada Buruh Pelabuhan Tanjung Priok,

Jakarta. Indonesian Journal of Dentistry 2006; 16: 321-4

57. Andryani P, Hakim RF, Mahlianur. Pengaruh Konsumsi Kopi Ulee Kareng

(Arabika) terhadap pH Saliva pada Usia Dewasa Muda. Dentika Dental Jurnal

2012;17(2): 151-55

58. Malson JL, Lee EM, Murty R, Moolchan ET, Pickworth WB. Clove cigarette

smoking: biochemical, physiological, and subjective effects. Pharmacol

Biochem Behaviour. 2003 Feb;74(3): 739-45

59. Soetiarto F. Mengenal Lebih Jauh Rokok Kretek. Media Litbangkes

1995;5(4): 31-33

60. Kementerian Kesehatan RI. Data dan Informasi Kesehatan Penyakit Tidak

Menular. Jakarta: Kemenkes RI; 2012: 29-35

61. Geiss O, Kotzias D. Tobacco. European Comission: Cigarettes, and Cigarette

Smoke. Italy: European Communities; 2007: 1-24

62. Tobacco Free Kids. Kreteks In Indonesia. USA: Tobacco Free Center; 2009.

63. World Health Organization. Global Adult Tobacco Survey: Indonesia Report

2011. Jakarta: Institut Penelitian dan Pengembangan Nasional Kemenkes RI;

2011; 15-17, 20,24,36

64. Agung S. Studi Deskriptif Effect Size Penelitian-Penelitian di Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma. Jurnal Penelitian 2010;14(1): 1-17

Page 70: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

56

65. Tanabe M, Takahashi T, Shimoyama K, et al. Effects of Rehydration and

Food Consumption on Salivary Flow, pH, and Buffering Capacity in Young

Adult Volunteers during Ergometer Exercise. Journal of the International

Society of Sports Nutrition 2013;10(49): 1-6

66. Kumar R, Prakash S, Kushwah AS, et al. Breath Carbon Monoxide in

Cigarette and Bidi Smokers in India. Indian J Chest Dis Allied Sci 2010;52:

19-24

67. Arabaci T, Çiçek Y, Beydemir S, et al. Are Increased Salivary Carbonic

Anhydrase VI Levels Related to the Amount of Supragingival Dental

Calculus Formation and Clinical Periodontal Scores? Journal of Dental

Sciences 2015;10: 123-7

Page 71: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

57

LAMPIRAN

Lampiran 1

Formulir Informed Consent dan Data Responden

FORMULIR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

Judul Penelitian:

Peran rokok terhadap skor kualitas hidup.

Peneliti Utama:

drg. Laifa Annisa Hendarmin, PhD

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah, Jl. Kertamukti

Pisangan Ciputat, Jakarta 15419, Telepon: 021-74716718, 021-7401925

Kontak pada keadaan darurat:

Peneliti Utama : drg. Laifa Annisa Hendarmin, PhD (0817-0710263)

Anda diminta untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Partisipasi Anda bersifat

sukarela, dalam arti Anda bebas untuk turut serta atau menolaknya. Anda juga bebas

berbicara karena kerahasiaan Anda terjamin.

Sebelum membuat keputusan, Anda akan diberitahu detail penelitian ini berikut

kemungkinan manfaat dan risikonya, serta apa yang harus Anda kerjakan. Tim peneliti

akan menerangkan tujuan penelitian ini dan memberikan formulir persetujuan untuk

dibaca. Anda tidak harus memberikan keputusan saat ini juga, formulir persetujuan

dapat Anda bawa ke rumah untuk didiskusikan dengan keluarga, sahabat atau dokter

Anda.

Jika Anda tidak memahami apa yang Anda baca, jangan menandatangani formulir

persetujuan ini. Mohon menanyakan kepada dokter atau staf peneliti mengenai apapun

yang tidak Anda pahami, termasuk istilah-istilah medis. Anda dapat meminta formulir ini

dibacakan oleh peneliti. Bila Anda bersedia untuk berpartisipasi, Anda diminta

menandatangani formulir ini dan salinannya akan diberikan kepada Anda.

Page 72: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

58

Apa tujuan penelitian ini?

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui keadaan rongga mulut para pria perokok dan

non-perokok dan mengukur salivary flow rate, derajat keasaman, kadar ion kalsium,

kadar protein total pada salivanya.

Mengapa saya diminta untuk berpartisipasi?

Anda diminta berpartisipasi karena Anda telah merokok rutin selama minimal 5 tahun

dan telah memenuhi kriteria penelitian ini atau sebagai kelompok kontrol yang tidak

pernah merokok sama sekali.

Berapa banyak orang yang mengikuti penelitian ini?

Lima puluh perokok dan lima puluh non-perokok akan mengikuti penelitian ini.

Di mana penelitian akan berlangsung?

Penelitian akan dilakukan di Medical Research Laboratory, Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan UIN SyarifHidayatullah Jakarta.

Apa yang harus saya lakukan?

Jika memenuhi kriteria, Anda akan diikutkan dalam penelitian. Jika Anda setuju untuk

mengikuti penelitian, maka Anda harus mengikuti seluruh prosedur penelitian termasuk

mengisi rekam medis, pemeriksaan fisik, gigi dan mulut, dan pengumpulan saliva.

Pengisian Rekam Medis untuk mengumpulkan informasi

Anda akan mengisi rekam medis dengan sejumlah pertanyaan untuk mengetahui data

pribadi, mengenai kesehatan dan kesejahteraan, jumlah rokok yang dikonsumsi,

kebiasaan mengenai pola makan dan menjaga kebersihan rongga mulut serta, mengenai

keluhan di rongga mulut.

Pemeriksaan fisik dan gigi mulut

Anda akan menjalani pemeriksaan fisik berupa pengukuran berat badan dan tinggi

badan. Untuk pemeriksaan gigi mulut untuk mengetahui adanya kelainan rongga mulut

berupa radang gusi, kerusakan jaringan penyangga gigi, gigi berlubang, infeksi jamur

rongga mulut, sudut bibir pecah-pecah & meradang, sindroma mulut terbakar, serta

pengukuran banyaknya ludah yang dihasilkan dan derajat keasaman saliva (ludah).

Pengumpulan saliva

Page 73: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

59

Anda akan diminta untuk mengumpulkan ludah selama kurang lebih 5 menit didalam

mulut, lalu meludahkannya kedalam tabung steril. Ludah Anda akan dikumpulkan

kurang lebih sebanyak 1 ml.

Pengisian Kuisioner SF-36

Anda akan diminta untuk mengisi kuisioner pengukuran skor kualitas hidup. Di dalam

kuisioner tersebut terdapat 36 poin pertanyaan. Silahkan diisi sesuai dengan keadaan

yang sebenar-benarnya, sesuai dengan keadaan yang dirasakan oleh Anda.

Berapa lama saya harus menjalani penelitian ini? Dapatkah saya berhenti dari

penelitian sebelum waktunya?

Penelitian ini akan memakan waktu maksimal 1.5 jam dengan rincian, 30 menit untuk mengisi rekam medis, 30 menit pemeriksaan fisik dan gigi mulut, dan 15 menit untuk pengumpulan ludah, dan 15 menit untuk Pengisian kuisioner

Akankah saya mendapat kompensasi?

Anda akan menerima souvenir dari Tim Peneliti untuk serangkaian penelitian ini.

Souvenir ini diberikan sebagai tanda terima kasih atas partisipasi Anda dalam penelitian

ini. Anda juga dapat berkonsultasi masalah gigi, mulut dan kesehatan secara umum

kepada dokter dan dokter gigi.

Siapa yang dapat saya hubungi bila mempunyai pertanyaan, keluhan, atau bertanya

tentang hak-hak saya sebagai subyek penelitian?

Jika Anda memiliki pertanyaan maupun keluhan berkaitan dengan partisipasi Anda atau

hak- hak sebagai subyek penelitian, Anda dapat menghubungi Peneliti Utama pada

nomor telepon yang tercantum di halaman pertama formulir ini, jika anggota tim

peneliti tidak dapat dihubungi.

Ketika Anda menandatangani formulir ini, Anda setuju untuk berpartisipasi dalam

penelitian ini. Ini berarti Anda sudah membaca informed consent, pertanyaan Anda

telah dijawab, dan Anda memutuskan untuk berpartisipasi.

Nama Partisipan Tanda tangan Tanggal

Nama Pengumpul data Tanda tangan Tanggal

Jam Pemeriksaan: …………………

Page 74: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

60

DATA PRIBADI

Nama

TTL

:

:

……………………………………...

........................................

Jenis Kelamin : L / P

Alamat : ......................................................................................................................................

Telepon

Berat Badan

Tinggi Badan

IMT

:

:

:

:

........................

................. kg

................. cm

........................

HP

: …………….

Pekerjaan

Penghasilan/

bulan

1. <1.500.000

Pendidikan

Status

:

:

:

:

........................

2. 1.500.000-

2.500.000

SMA/S1/S2/S3/……

Status Marital

Agama

3. 2.500.000-3.500.000

:

:

…………….

…………….

4. >3.500.000

5. …………….

PENYAKIT SISTEMIK : (jawab dengan ADA atau TIDAK ADA dan obat-obatan)

Hepatitis B/C :

HIV :

TBC :

Diabetes Mellitus :

Hipertensi :

Page 75: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

61

FREKUENSI MEROKOK

1. Apakah anda hampir setiap hari merokok:

1) Ya

2) Tidak, berapa hari dalam seminggu anda merokok …………..

2. Berapa rata-rata jumlah batang rokok yang anda habiskan dalam sehari:

………….. batang/hari

3. Jenis rokok yang biasa anda konsumsi:

1) Kretek

2) Filter

3) Membuat sendiri

4) Lainnya: …………..

4. Sudah berapa lama anda mulai merokok: ………….. tahun

5. Apakah alasan anda pertama kali merokok?

1) iseng

2) penasaran/coba-coba

3) diajak/dipaksa teman

4) mencontoh orang tua

5) terlihat dewasa/keren

6) terlihat seperti tokoh idola

7) lainnya....

6. Siapa yang pertama kali memperngaruhi kamu untuk merokok

1) tidak ada

2) orang tua

3) saudara

4) teman

5) iklan

6) lainnya....

Page 76: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

62

7. Dimana biasanya anda merokok

1) di rumah

2) di tempat kerja

3) di tempat teman

4) di tempat umum

5) lainnya....

8. Biasanya anda mendapatkan rokok darimana

1) orang tua

2) teman

3) beli sendiri

4) lainnya

9. Keadaan apa yang membuat anda merokok

1) saat bosan

2) saat stress/kesal/marah

3) merasa gugup/hilangkan ketegangan

4) saat mulut merasa tidak enak

5) saat santai/iseng

6) saat melihat orang merokok

7) lainnya

KEINGINAN BERHENTI MEROKOK

Diadopsi dari WHO

1. Apakah anda pernah mencoba berhenti merokok

1) Ya

2) Tidak (langsung ke pertanyaan No.16)

2. Kapan anda mencoba berhenti merokok: ………….. tahun

3. Berapa kali anda berusaha berhenti merokok?.......... kali

4. Apakah anda sukses dalam berhenti merokok pada saat itu?

1) Ya

2) Tidak

5. Berapa lama anda berhenti merokok pada saat itu?....... hari

Page 77: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

63

6. Apa cara yang anda gunakan untuk berhenti merokok pada saat itu?

1) ke dokter

2) Permen

3) Obat

4) lainnya ....

7. Apakah anda mau berhenti merokok?

1) Ya, karena....

2) Tidak

8. Bagaimana tindakan keluarga saat anda merokok

1) ditegur

2) dibiarkan

3) lainnya....

9. Seberapa besar pengaruh iklan dalam mempengaruhi anda merokok

1) besar sekali

2) besar

3) biasa saja

4) tidak ada pengaruh

5) sangat tidak ada pengaruh

10. Keadaan apa yang anda peroleh dari setelah merokok

1) memberi kenikmatan

2) memberi rasa percaya diri

3) membantu melepaskan rasa tertekan oleh masalah

4) dapat memusatkan konsentrasi

11. Menurut Anda, apakah ada dampak merokok terhadap Anda?

1) Ya, ada. ..........

2) Tidak

12. Menurut Anda, adakah dampak rokok terhadap lingkungan?

1) Ya, ada. ..........

2) Tidak

Page 78: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

64

KETERGANTUNGAN TERHADAP NIKOTIN

Diadopsi dari Fagerstrom Nicotine Dependence

1. Seberapa cepat anda merokok yang pertama kali setelah anda bangun tidur?

Setelah 60 menit (0)

31-60 menit (1)

6-30 menit (2)

dalam 5 menit (3)

2. Apakah anda mengalami kesulitan untuk tidak merokok didaerah yang

terlarang/dilarang merokok

Tidak (0)

Ya (1)

3. Kapan paling sulit bagi anda untuk tidak merokok?

Merokok pertama kali pada pagi hari (1)

Waktu lainnya (0)

4. Berapa batang rokok anda habiskan dalam sehari?

10 atau kurang dari itu (0)

11-20 (1)

21-30 (2)

31 atau lebih (3)

5. Apakah anda lebih sering merokok pada jam-jam pertama bagun tidur

dibandingkan dengan waktu lainnya?

Tidak (0)

Ya (0)

6. Apakah anda merokok walaupun sedang sakit sampai hanya tiduran ditempat

tidur hampir sepanjang hari ?

Tidak (0)

Ya (1)

Page 79: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

65

Kesimpulan:

Jumlah Skor:………………… Intepretasi:…………………….

1-2: Ketergantungan rendah

3-4: Ketergantungan rendah sampai sedang

5-7: Ketergantungan sedang

8 + : Ketergantungan tinggi

RIWAYAT GIGI DAN MULUT

Kunjungan terakhir ke drg. :

Jenis perawatan :

Frekuensi & waktu sikat gigi : Kali/hari; pagi / siang / sore / malam

Penggunaan obat kumur : Ya / Tidak; ........ kali/hari; Merek.............

Keluhan mulut kering : Ya / Tidak; Sejak ............. hari/minggu/bulan/tahun

Asupan air putih/hari : Gelas

SALIVA

Laju aliran saliva tanpa stimulasi : ml/menit

pH :

Ion Ca :

8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8

Debris index Debris index

Calculus index Calculus index

Page 80: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

66

CPITN CPITN

CPITN CPITN

Calculus index Calculus index

Debris index Debris Index

8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8

GI tidak dapat digantikan

6 1 4

4 1 6

DEBRIS INDEX (DI)

0 : Tidak ada debris/stain

1 : Debris lunak yang menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi atau adanya stain ekstrinsik tanpa

adanya debris pada permukaan gigi tersebut

2 : Debris lunak yang menutupi lebih dari 1/3 permukaan gigi namun tidak lebih dari 2/3 permukaan

gigi

3 : Debris lunak yang menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi

GI=

Page 81: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

67

CALCULUS INDEX (CI) pengganti : 21/41

GINGIVA INDEX (GI)

0 : Tidak ada kalkulus

1 : Kalkulus supragingiva menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi

2 : Kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 1/3 permukaan gigi namun tidak lebih dari 2/3 permukaan gigi

dan/atau terdapat sedikit/bercak kalkulus subgingiva di servikal gigi

3 : Kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi dan/atau kalkulus subgingiva yang menutupi

atau melingkari permukaan servikal gigi

0 : Gingiva normal

1 : Inflamasi ringan, sedikit perubahan warna, sedikit edema, tidak ada perdarahan saat probing

2 : Inflamasi sedang, kemerahan, edema & licin mengkilat, perdarahan saat probing

3 : Inflamasi berat, kemerahan & edema yang jelas, ulserasi. Kecenderungan untuk perdarahan spontan

Page 82: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

68

Lampiran 2

Dokumentasi Penelitian

Alat dan Bahan Penelitian

Pengisian Informed Consent

dan Kuesioner

Pemeriksaan Gigi dan Mulut Pengukuran pH saliva

dengan Indikator Universal

Page 83: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

69

Pengambilan Sampel Saliva

Page 84: PERBEDAAN DERAJAT KEASAMAN (pH) SALIVA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36149/1/Aprilia Larasati-FKIK.pdf · Laporan Penelitian berjudul PERBEDAAN DERAJAT

70

Lampiran 3

Riwayat Penulis

Identitas :

Nama : Aprilia Larasati

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 28 April 1995

Agama : Islam

Alamat : Jl. Ibnu Sina 3 No 72, Komplek UIN Ciputat,

Tangerang Selatan

Email : [email protected]

Riwayat Pendidikan:

2001-2007 : SD Bani Saleh 6 Bekasi

2007-2010 : SMP Bani Saleh 2 Bekasi

2010-2013 : SMAN 2 Bekasi

2013-sekarang : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta