peran pemerintah daerah terhadap masa depansitedi.uho.ac.id/uploads_sitedi/c1b112054_sitedi_skripsi...
TRANSCRIPT
PERAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP MASA DEPAN
ANAK JALANAN DI KOTA KENDARI
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memporeleh Gelar Sarjana
Sosial (S1) Pada Program Studi Sosiologi Jurusan Sosiologi
OLEH
LA ODE NDOENGE
C1B1 12 054
JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2016
ii
iii
iv
v
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillahi rabbilalamin puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkah dan
rahmat-Nya, tanpa-Nya tidak ada suatu hajatpun dapat terlaksana. Akhirnya
penulis dapat menyelesaikan skripsi sebagai persyaratan memperoleh gelar
Sarjana Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Halu
Oleo dengan judul tentang “Peran Pemerintah Daerah Terhadap Masa Depan
Anak Jalanan Di Kota Kendari” Penghargaan terbesar kepada Ayahanda La Tohiti
dan Ibu Wa Ode Puuno sebagai motivator terbesar dalam hidup saya. Terima
kasih atas pengorbanan selama ini yang senantiasa meberiku restu, dukungan,
nasehat, kasih sayang yang tiada henti.
Dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan banyak terima kasih
dan penghormatan kepada Bapak Drs Muh. Arsyad, M.S.i selaku pembimbing I
sekaligus Penasehat Akademik dan Bapak Dr Peribadi, M.S.i selaku pembimbing
II yang telah bersedia memberikan bimbingan penyusunan skripsi ini. Semoga
rezeki, kesehatan dan keselamatan senantiasa bersama mereka. Selanjutnya
ucapan terima kasih pula penulis sampaikan kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Usman Rianse, M.S selaku Rektor Universitas Halu
Oleo.
vi
2. Bapak Dr. Bahtiar, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Halu Oleo.
3. Bapak Drs. Juhaepa, M.Si selaku Ketua Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Halu Oleo.
4. Bapak Bakri Yusuf, S.Sos, M.Si selaku sekretaris Jurusan Sosiologi Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Halu Oleo.
5. Ibu Dra. Hj. Suharty Roslan, M.Si selaku Koordinator Program Studi
Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Halu Oleo.
6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Sosiologi serta seluruh staf di lingkup Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Halu Oleo.
7. Buat saudaraku tercinta Wa Ode Muliati T, Wa Ode Hamlia, La Ode
Maimoni, Wa Ode Hamlino, La Ode Saban, S.Pd dan adik tercinta Wa Ode
Safitri Maharani serta para kemanakan tersayang yang selalu memberikan
dukungan agar dapat menyelesaikan studi dengan baik.
8. Buat kawan kawan di asrama Macesana, teman-teman seperjuangan
Himpunan Mahasiswa Napano Kusambi, Gerakan Anti Narkoba dan
Seperjuangan Dihimpunan Mahasiswa Islam atas segala perhatian yang telah
kalian berikan sampai pada akhir studi.
9. Buat teman-teman seangkatan jurusan sosiologi 012 : Darwin, S.Sos,
Tahabudin, Laode Muh. Nasrul, Aswan, Mahmudin, Yuyun, Samsul, Jasman,
Suplin, Sumarlin, yang telah menyelesaikan studi dengan gelar Sarjana Sosial
vii
serta teman-teman lainnya yang tidak sempat disebutkan satu persatu canda
tawa kalian selama di bangku kuliah tidak terlupakan.
Dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih dan
penghormatan kepada sang Motivator Khandra Wijaya, S.Pd. atas segala
perhatian, dukungan serta bimbingannya selama ini telah banyak membantu
penulis sampai pada akhir studi, Semoga rezeki, kesehatan dan keselamatan
senantiasa menyertai. Amiinn.....!!!
Penulis menyadari penyusunan skripsi ini masih banyak terdapat
kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun sehingga kedepannya penulisan karya ini menjadi lebih baik.
Wassalamualikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Kendari, 2016
Penulis
La Ode Ndoenge
viii
ABSTRAK
La Ode Ndoenge stambuk C1B1 12 054 dengan judul “Peran PemerintahTerhadap Masa Depan Anak Jalanan di Kota Kendari” Dibawah bimbingan bapakDrs. Muh. Arsyad, M.Si sebagai pembimbing I dan Dr. Peribadi, M.Si, sebagaipembibing II.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1.) Faktor-faktor PenyebabMunculnya Anak Jalanan di Kota Kendari? 2.) Peran Pemerintah Terhadap MasaDepan Anak Jalanan di Kota Kendari ? Tujuan penelitian ini adalah : 1.) Untukmengetahui Faktor-faktor Penyebab Muculnya Anak Jalanan di Kota Kendari. 2.)Untuk mengetahui Peran Pemerintah Terhadap Masa Depan Anak Jalanan di KotaKendari
Penelitian ini dilaksanakan di Kota Kendari. Strategi penentuan informandengan cara purposive sampling yaitu suatu bentuk penentuan informan secarasengaja yang berjumlah 19 orang. Teknik pengumpulan data yaitu observasi,wawancara dan dokumentasi. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatifberupa narasi.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa peran pemerintahterhadap anak jalanan telah mendapatkan perhatian penuh oleh dinas sosial bidangPemberdayaan dan rehabilitasi Sosial dengan mengadakan pembinaan yangsifatnya sementara akan tetapi telah mendapatkan perubahan yang poitif walaupunmasih banyak kendala yang dihadapi seperti kurangnya sarana dan prasaranasebagai fasilitas pembinaan. Adapun yang menjadi faktor-faktor penyebabmunculnya anak jalanan di Kota Kendari yaitu kemiskinan, keluaga yang tidakharmonis, keinginan untuk memiliki uang sendiri, pengaruh teman, modernisasi,migrasi, dan urbanisasi, orang tua mengkaryakan anaknya sebagai sumberekonomi keluarga, keinginan untuk bebas dan peran lembaga sosialkemasyarakatan yang belum maksimal. Kemudian berikut beberapa bentuk peranpemerintah terhadap anak jalanan yaitu pembinaan pencegahan, pembinaanlanjutan dan usaha rehabilitasi sosial yang dilakukan sebagai langkah-langkahuntuk mencegah perkembangan munculnya anak jalanan yang semakin meningkatdi kota Kendari yang bekerja sama dengan pihak-pihak yang mempunyaitanggung jawab bersama dalam penanganan anak jalaanan.
KATA KUNCI: Peran, Pemerintah, Anak jalanan
ix
DAFTAR ISI
Halaman Judul ............................................................................................................. i
Halaman Persetujuan .................................................................................................. ii
Kata Pengatar............................................................................................................... iii
Surat Pernyataan Keaslian Karya Ilmia.................................................................... iv
Kata Pengantar ............................................................................................................ v
Abstrak.......................................................................................................................... viii
Daftar Isi ....................................................................................................................... ix
Daftae Tabel.................................................................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang...................................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah................................................................................................. 3
1.3. Tujuan Penelitian .................................................................................................. 4
1.4. Manfaat Penelitian ................................................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Anak Jalanan .......................................................................................... 5
2.1.1. pengertian anak jalanan ........................................................................... 5
2.1.2. Kalasifikasi Anak Jalanan ........................................................................ 6
2.1.3. Ciri-Ciri Anak Jalanan .............................................................................. 9
2.1.4. Faktor Penyebab Munculnya Anak Jalanan.............................................. 11
2.2. Konsep Peran ........................................................................................................ 14
2.2.1. Pengertian Peran ....................................................................................... 14
2.2.2. Peran Pemerintah Daerah Terhadap Masa Depan Anak Jalanan
x
di Kota Kendari .................................................................................................... 15
2.3. Konsep Pemberdayaan ........................................................................................... 19
2.3.1. Pengertian Pemberdayaan......................................................................... 19
2.3.2. Indikator Keberdayaan Masyarakat .......................................................... 21
2.3.3. Strategi Pemberdayaan Anak Jalanan....................................................... 22
2.4. Teori Struktural Fungsional ................................................................................. 25
2.5. Kerangka Pikir ..................................................................................................... 27
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi Penelitian ................................................................................................. 28
3.2. Tipe Penelitian ..................................................................................................... 28
3.3. Informan Penelitian ............................................................................................. 28
3.4. Jenis Data ............................................................................................................. 39
3.5. Sumber Data ........................................................................................................ 39
3.6. Teknik Pengumpulan Data .................................................................................. 39
3.7. Teknik Analisis Data ........................................................................................... 31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .................................................................... 32
4.1.1. Sejarah Kota Kendari ............................................................................... 32
4.1.2. Keadaan Geografis ................................................................................... 34
1. Letak dan Luas Wilayah ...................................................................................... 34
2. Keadaan Iklim....................................................................................................... 35
4.1.3. Demografi ................................................................................................. 36
1. Komposisi Penduduk Berdasarkan Kecamatan dan Jenis Kelamin ..................... 36
xi
2. Komposisi Penduduk Menurut Umur dan Jenais Kelamin .................................. 37
3. Deskripsi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan......................................... 38
4.1.4. Karakteristik Informan ............................................................................. 38
1. Deskripsi Status Informan ................................................................................... 38
2. Deskripsi Usia Informan....................................................................................... 39
4.2. Faktor Penyebab Munculnya Anak Jalanan di Kota Kendari............................... 40
4.2.1. Kemiskinan ............................................................................................... 40
4.2.2. Keluarga yang Tidak Harmonis ................................................................ 42
4.2.3. Pengaruh Teman ....................................................................................... 45
4.2.4. Keinginan Untuk Memiliki Uang Sendiri................................................. 46
4.2.5. Modernisasi, Migrasi dan Urbanisasi ....................................................... 47
4.2.6. Orang Tua Menkaryakan Anaknya Sebagai Sumber Ekonomi Keluarga 47
4.2.7. Keinginan Untuk Bebas ............................................................................ 50
4.2.8. Peran Lembaga Sosial Kemasyarakatan Belum Maksimal ...................... 51
4.3. Peran Pemerintah Daerah Terhadap Masa Depan Anaak Jalanan
di Kota Kendari.................................................................................................... 53
4.3.1. Pembinan Pencegahan .............................................................................. 53
1. Pendataan.............................................................................................................. 55
2. Pemantauan........................................................................................................... 56
3. Pengendalian Sosial .............................................................................................. 58
4. Pengawasan........................................................................................................... 60
5. Sosialisasi ............................................................................................................. 61
4.3.2. Pembinaan Lanjutan ................................................................................... 63
xii
1. Pendekatan Aawal ................................................................................................ 64
2. Pendampingan Sosial............................................................................................ 65
3.Perlindungan ............................................................................................................... 66
4.3.3. Usaha Rehabilitasi .................................................................................... 67
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpilan .............................................................................................................. 71
5.2. Saran........................................................................................................................ 73
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Komposisi Jumlah penduduk Berdasarkan kecamatan
dan jenis kelamin.............................................................................................. 36
Tabel 2. Komposisi jumlah penduduk berdasarkan umur dan jenis kelamin 37
Tabel 1.1. Komposisi Karakteristik Informan................................................ 39
Tabel 1.4. Deskripsi Usia atau Umur Informan ............................................ 40
Tabel 1.6. Deskripsi Status Informan ............................................................ 40
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Fenomena kemiskinan di daerah perkotaan adalah dampak dari urbanisasi
dan kekeliruan dalam menangani ledakan jumlah penduduk. Ketersediaan
lapangan kerja yang terbatas tidak mampu menyerap besarnya jumlah angkatan
kerja yang ada. Konsekuensi logis dari hal tersebut adalah meningkatnya jumlah
pengangguran dan banyaknya pencari kerja memilih bekerja di sektor-sektor
marginal yang kurang memberikan penghasilan yang cukup. Permasalahan
kemiskinan di perkotaan berdampak pada munculnya permasalahan sosial yang
lain. Salah satunya adalah anak jalanan. Anak jalanan atau street children
menurut definisi Departemen Sosial Republik Indonesia adalah anak yang
menggunakan sebagian waktunya di jalanan baik untuk bekerja maupun tidak, yang
terdiri dari anak-anak yang masih mempunyai hubungan dengan keluarga atau
putus hubungan dengan keluarga dan anak-anak yang hidup mandiri sejak masa
kecil karena kehilangan keluarga atau orang tua.
Berdasarkan data BPS tahun 2009 jumlah anak jalanan di Indonesia,
tercatat sebanyak 7,4 juta anak berasal dari rumah tangga sangat miskin, termasuk
di antaranya 1,2 juta anak balita terlantar, 3,2 juta anak terlantar, 230.000 anak
jalanan, 5.952 anak yang berhadapan dengan hukum dan ribuan anak-anak
yang sampai saat ini hak- hak dasarnya masih belum terpenuhi (BPS: 2009).
Jumlah tersebut cenderung mengalami peningkatan dan tersebar di kota-kota
2
besar seperti Medan, Palembang, Batam, Serang, Jakarta, Bandung, Yogyakarta,
Malang, Semarang, dan Makassar.
Daata dinas sosial Jumlah anak jalanan kota kendari dari data terbaru pada
tahun 2015 sebesar 90 orang, dimana terdiri dari 16 orang perempuan dan 74
laki-laki berada di bawah wilayah kota kendari, (Dinas Sosial Kota Kendari)
Kehadiran anak jalanan sering sangat pengganggu keindahan kota dan
ketertiban jalan raya, sehingga menyebabkan rawan kecelakaan, dan memberikan
perasaan tidak nyaman bagi orang lain karena perilaku dan perkataannya yang
tidak sopan, seperti, memaki, merusak bodi mobil dengan menggores dan lain-lain
apabila tidak diberi uang. Oleh karena itu sering kali mereka dirazia dan
dikembalikan kepada orang tuanya. Namun hal tersebut terbukti tidak efektif
karena anak jalanan selalu kembali ke jalan.
Beberapa waktu lalu banyak ditemukan spanduk dan poster yang berisi
himbauan untuk tidak memberikan uang kepada anak jalanan sebagai salah satu
cara untuk mendidik agar tidak lagi meminta-minta. Namun hal ini juga tidak
efektif, karena justru meningkatkan jumlah kejahatan yang dilakukan oleh anak
jalanan. Tidak mendapatkan uang dengan meminta-minta, alternatif lain yang
dilakukan adalah dengan mencopet, mencuri, dan memalak. Permasalahan anak
jalanan di Kota Kendari memerlukan penanganan yang cepat dan tepat, oleh
karena itu perlu rumusan solutif yang mengarahkan pengambilan kebijakan yang
mampu melahirkan penyelesaian yang tidak menimbulkan masalah baru.
Utamanya dalam mengeliminir pihak-pihak yang akan memanfaatkan anak
jalanan. Jika tidak cepat ditangani, permasalahan anak jalanan akan semakin
3
berkembang. Dalam beberapa tipologinya, premanisme perkotaan tumbuh dari
anak-anak jalanan. Artinya, kebanyakan orang-orang yang kemudian menjadi
preman adalah mereka yang dulunya merupakan anak-anak yang tumbuh dan
banyak beraktivitas di jalanan. Jumlah anak jalanan yang semakin banyak dapat
meningkatkan jumlah kejahatan yang terjadi, hal ini tentu juga akan menjadi
beban kota yang semakin sulit dipecahkan ke depannya.
Undang-undang telah mengamanahkan kepada negara untuk memelihara
fakir miskin dan anak terlantar. Itu artinya, negara dituntut melalui pemerintah
untuk mengambil langkah-langkah solutif dalam mengatasi anak jalanan.
Pembangunan tentu bukan hanya sebatas mengurusi persoalan fisik semata, bukan
hanya mengatur tambang tetapi juga mengatasi persoalan yang dihadapi
masyarakat miskin. Anak-anak jalanan tidak hanya sebatas dirazia tetapi juga
perlu dibimbing dan diarahkan. Pembinaan anak jalanan haruslah diikuti dengan
pemberian sanksi yang tegas dan berat, sehingga menimbulkan efek jera kepada
para pihak yang ingin mengeksploitasi mereka.
Berangkat dari latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk
melakukkan penelitian tentang “Peran Pemerintah Daerah Terhadap Masa Depan
Anak Jalanan di kota kendari”.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:
1.2.1. Apa faktor penyebab munculnya anak jalanan di kota Kendari?
1.2.2. Bagaimana peran pemerintah daerah terhadap masa depan anak jalanan di
kota Kendari?
4
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Untuk mengetahuai faktor penyebab munculnya anak jalanan di kota
Kendari.
1.3.2. Untuk mengetahui peran pemerintah daerah dalam pembinaan masa depan
anak jalanan di kota Kendari
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1.4.1. Manfaat praktis, sebagai bahan masukan dan informasi bagi para pembaca
dalam mengetahui faktor-faktor penyebab munculnya anak jalanan di kota
Lendari dan peranan pemerinta daerah terhadap masa depan anak jalanan
di kota Kendari,
1.4.2. Manfaat teoritis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
perkembangan disiplin ilmu sosiologi terutama kajian sosiologi bidang
kesejahteraan sosial.
1.4.3. Manfaat akademik, penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan
ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi mahasiswa jurusan sosiologi
maupun pembaca lainnya.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Anak Jalanan
2.1.1. Pengertian Anak Jalanan
Anak jalanan merupakan anak yang kehidupanya selalu diidentik dengan
melakukan aktifitas hari-hari di jalanan. Kadhusin (2009), mengutarakan bahwa
istilah anak jalanan, sering kita dengar dalam kehidupan yang sangat
menyedihkan ini. Kehidupan anak jalanan biasanya paling identik dengan
jalanan. Tetapi, sekarang ini di jalan-jalan raya, terminal, stasiun, bahkan tempat-
tempat wisata, tempat-tempat ibadah selalu kita lihat disana. Mereka mengamen,
meminta-minta, mencopet dompet-dompet orang yang bukan hak milik mereka.
Di berbagai sudut kota, sering terjadi, anak jalanan harus bertahan hidup dengan
cara-cara yang secara sosial kurang atau bahkan tidak dapat diterima masyarakat
umum_sekedar untuk menghilangkan rasa lapar dan keterpaksaan untuk
membantu keluarganya. Tidak jarang juga mereka dicap sebagai pengganggu
ketertiban dan membuat kota menjadi kotor, sehingga yang namanya razia dan
penggarukan bukan lagi hal yang mengagetkan mereka. Sirait dalam Ranesi
(2006) mengemukakan bahwa anak jalanan adalah anak yang sebagian besar
menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan atau
tempat-tempat umum lainnya. Selanjutnya Waloyu (2008) menjelaskan anak
jalanan adalah anak-anak yang berusia 7–15 tahun, bekerja di jalanan dan tempat
umum yang dapat membahayakan keselamatan dirinya. Kemudian Purnama
(2005) berpendapat bahwa anak jalanan adalah anak-anak yang berusia dibawah
6
21 tahun yang berada di jalanan untuk mencari nafkah dengan berbagai cara (tidak
termasuk pengemis, gelandangan dan bekerja di toko atau kios).
Anak jalanan harus bertahan hidup dengan cara-cara sosial kurang atau
bahkan tidak dapat diterima masyarakat umum sekedar untuk menghilangkan rasa
lapar dan keterpaksaan untuk membantu keluarganya. Tidak jarang pula mereka
dicap sebagai pengganggu ketertiban dan membuat kota menjadi kotor, sehingga
yang namanya razia bukan lagi hal yang mengagetkan. Marginal, rentan dan
eksploitatif adalah istilah-istilah yang tepat menggambarkan kondisi dan
kehidupan anak jalanan. Marginal karena mereka melakukan jenis pekerjaan yang
tidak jelas jenjang karirnya, kurang dihargai, dan umumnya juga tidak
menjanjikan prospek apapun di masa depan. Rentan karena resiko yang
ditanggung akibat jam kerja yang sangat panjang benar-benar dari segi kesehatan
maupun sosial sangat rawan. Adapun disebut eksploitatif karena mereka biasanya
memiliki posisi tawar menawar (bargaining position) yang sangat lemah,
tersubordinasi,dan cenderung menjadi objek perlakuan yang sewenag-wenang dari
ulah preman atau oknum aparat yang tidak bertanggung jawab. Sebagai bagian
dari pekerja anak (child labour), anak jalanan sendiri sebernya bukanlah
kelompok yang homogen. Mereka cukup beragam, dan dapat dibedakan atas
dasar pekerjaannya, hubungannya dengan orang tua atau orang dewasa terdekat,
waktu dan jenis kegiatannya di jalanan, serta jenis kelaminnya Suyanto, (2010).
2.1.2. Klasifikasi Anak Jalanan
Ertanto (2009), mengemukakan secara garis besar anak jalanan dapat
dibagi dalam beberapa kelompok yaitu :
7
1. Children of the street, yakni anak-anak berpartisipasi penuh di jalanan
baik secara sosial maupun ekonomi. Beberapa diantara mereka masih
mempunyai hubungan dengan orang tuanya, tetapi frekuensi
pertemuan mereka tidak menentu. Mereka tinggal 24 jam di jalanan
dan menggunakan semua fasilitas jalan sebagai ruang hidupnya.
Hubungan dengan keluarga sudah terputus.
2. Children on the street, yaitu anak-anak yang mempunyai kegiatan
ekonomi sebagai pekerja anak di jalan, tetapi masih mempunyai
hubungan yang kuat dengan orang tua mereka. Sebagian penghasilan
mereka dijalankan pada kategori ini adalah untuk membantu
memperkuat penyangga ekonomi keluarganya karena beban atau
tekanan kemiskinan yang mesti ditanggung tidak dapat diselesaikan
sendiri oleh kedua orang tuanya.
3. Children from families of the street, yaitu anak-anak yang berasal dari
keluarga yang hidup di jalanan. Meskipun anak-anak ini mempunyai
hubungan kekeluargaan yang cukup kuat, tetapi hidup mereka
terombang-ambing dari satu tempat ketempat yang lain dengan segala
resikonya.
4. Anak-anak yang berhubungan teratur dengan orang tuanya, yaitu
mereka tinggal dengan orang tuanya, beberapa jam di jalanan sebelum
atau sesudah sekolah. Motifasi mereka ke jalan karena terbawah
teman, belajar mandiri, membantu orang tua dan disuruh oleh orang
8
tua. Aktivitas usaha mereka yang paling mencolok adalah berjualan
Koran.
5. Anak-anak jalanan yang berusia di atas 16 tahun, yaitu mereka berada
di jalan untuk mencari kerja. Umumnya mereka turun di jalan karena
mengikuti orang dewasa.
Selain itu juga berdasarkan hasil kajian lapangan Surbakti dalam Suyanto
(2010) menjelaskan secara garis besar anak jalanan dibedakan dalam tiga
kelompok. Pertama, children on the street, yakni anak-anak yang mempunyai
kegiatan ekonomi sebagai pekerja anak di jalan, namun masih mempunyai
hubungan yang erat dengan orang tua mereka. Sebagian penghasilan mereka di
jalan di berikan kepada orang tuanya. Fungsi anak jalan pada kategori ini adalah
untuk membantu memperkuat penyangga ekonomi keluarganya karena beban atau
tekanan kemiskinan yang mesti di tanggung tidak dapat di selesaikan sendiri oleh
kedua orang tuanya.
Kedua, children of the street, yakni anak-anak yang berpartisipasi penuh di jalan,
baik secara sosial maupun ekonomi. Beberapa diantara mereka masih mempunyai
hubungan dengan orang tuanya, tetapi frekuensi pertemuan mereka tidak menentu.
Banyak di antara mereka adalah anak-anak karena suatu sebab biasanya kekerasan
baha pada anak-anak pada kategori ini sangat rawan terhadap perlakuan yang
salah, baik secara sosial_emosional, fisik maupun seksual. Ketiga, children from
families of the street, yakni anak-anak yang berasal dari keluarga yang hidup di
jalanan. Walaupun anak-anak ini masih mempunyai hubungan kekeluargaan yang
9
cukup kuat, tetapi hidup mereka terombang ambing dari suatu tempat ketempat
yang lain dengan segala resikonya.
2.1.3. Cirri-Ciri Anak Jalanan
Ciri-ciri anak jalanan dapat dilihat dari fisiknya yaitu mereka memiliki
kulit yang kotor, klihatan dekil, dan kumuh karena jarang mandi, juga nampak
rambutnya kotor kemerah-merahan, bau kurang sedap, pakaian tampak kumuh
karena jarang di cuci, sedangkan dilihat dari psikisnya mereka bertempramen
tinggi, suka marah, emosional, pemurung, jarang tersenyum, dan mudah
tersinggung, kepribadian labil, cuek dan sulit diatur, berkemauan keras, pemberani
dan mandiri. ciri-anak jalanan secara global, dilihat dari psikisnya mereka
mempunyai tempramen yang tinggi mudah tersinggung suliut untuk di ajak
berkomunikasi, keadaanya masih sangat labil, melamun sedangkan dilihat dari
fisiknya mereka biasanya berpakaian dan berpenampilan yang kumuh karena
kurangnya memperhatikan penamoilan sehingga keluhuran tidak dihiraukan
Astutik, (2003).
Menurut Astutik (2003) yang menjadi karakteristik atau ciri dari anak
jalanan adalah:
1. Berada di tempat umum (jalanan, pasar, pertokoan dan tempat
hiburan) selama 3-24 jam sehari.
2. Mencari nafkah untuk membantu orang tuanya.
3. Bersekolah atau tidak sekolah.
4. Keluarganya tidak mampu.
10
5. Tinggal dengan orang tua atau melarikan diri dari rumah, tinggal di
jalanan sendiri maupun dengan teman-teman, seperti di emperan toko,
terminal dan sebagainya.
6. Berkeliaran tidak menentu dan sebagainya.
7. Berpendidikan rendah (kebanyakan putus sekolah dan sedikit sekali
yang tamat SD)
8. Berasal dari keluarga-keluarga yang tidak mampu (kebanyakan kaum
urban, dan beberapa diantaranya tidak jelas keluarganya).
9. Melakukan aktifitas ekonomi (melakukan pekerjaan pada sektor
informal).
10. Anak-anak ini mudah tersinggung perasaanya.
11. Anaak-anak ini mudah putus asa dan cepat murung, dan nekat tanpa
dapat dipengaruhi secara mudah olehorang lain yang ingin
membantunya.
12. Tidak berbeda dengan anak-anak yang lainnya yang selalu
menginginkan kasih sayang.
13. Anak ini biasanya tidak mau bertatap muka dalam arti bila mereka
diajak bicara, mereka tidak melihat orang lain secara terbuka.
14. Selalu dengan taraf perkembangannya yang masih kanak-kanak
sangatlah labil, tetapi keadaan ini sulit berubah walaupun mereka telah
di beri arahan yang positif.
11
15. Mereka memiliki suatu keterampilan, namun keterampilan ini tidak
selalu sesuai bila di ukur dengan ukuran normatif masyarakat
umumnya.
2.1.4. Faktor Penyebab Munculnya Anak Jalanan
Sandyawan (2007) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan
anak pergi kejalanan berdasarkan alasan dan penuturan mereka yaitu sebagai
berikut:
1. Kemiskinan
Sebagian besar masyarakat Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan.
Padahal kemiskinan merupakan salah satu faktor penybab meningkatnya anak
jalanan di kota besar. Karena hidup dalam kemisikinan, anak-anak harusnya
mengenyam pendidikan di bangku sekolah terpaksa putus sekolah. Orang tua
mereka tidak sanggup memenuhi kebutuhan makan sehari-hari apalgi untuk
membiaya anak sekolah. Anak-anaknya terpaksa turun kejalan, u ntuk membantu
orang tuanya. Mereka berprofesi sebagai sebaga pengamen, loper, pemulung,
pengemis maupun pencopet.
2. Keluarga yang tidak harmonis
Keluarga adalah media sosialisasi primer atau yang utama. Peran keluarga
sangatlah penting bagi pola pikir dan prilaku anak. Keluarga yang harmonis
menghasilakn anak dengan kepribadian yang baik sebaliknya dengan keluarga
yang tidak harmonis, tentu saja menghasilkan anak yang tidak baik. Anak yang
sudah tidak nyaman tinggal di rumahnya sendiri, nekat kabur dari rumah. Karena
12
mereka di luar tidak mempunyai tujuan yang jelas, mau tidak mau anak tersebut
berprofesi sebagai anak jalanan untuk menyambung hidupnya.
3. Pengaruh teman
Selain di rumah, kita juga bersosialisasi dengan teman kita, di sekolah
maupun di luar sekolah. Teman mempunyai andil yang sangat terhadap
kepribadian kita jika kita berteman dengasn orsng ysng mabuk-mabukan,
mengkonsumsi narkotika, dengan mudah kita bisa terpengaruh untuk melakukan
hal tersebut
4. Keinginan untuk memiliki uang sendiri
Di dunia ini tidak ada orang yang tidak membutuhkan uang. Uang
merupakan alat pembayaran yang sah untuk membeli sesuatu. Orang bekerja
demi mencari uang, dan uang itu mereka gunakan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya dan keluarganya. Faktor inilah yang menyebabkan banyak anak yang
tertarik untuk mempunyai uang sendiri.
5. Modernisasi, industrialisasi, migrasi dan urbanisasi
Hal-hal semacam inilah yang menyebabkan anak-anak turun ke jalanan,
seperti adanya kegiatan urbanisasi yang dilakukan oleh orang-orang desa yang
pergi ke kota. Mereka menganggap hidup di kota mudah untuk mendapatkan
pekerjaan dan dapat hidup dengan banyak fasilitas. Namun tanpa dibekali dengan
keahlian khusus hanya menjadikan mereka tersisih di kota yang megah dan hidup
ditempat tinggal yang tidak layak untuk di tinggali. Untuk menyambung
hidupnya mereka bekerja seadanya di jalanan yang panas dan berdebu.
6. Orang tua mengkaryakan anaknya sebagai sumber ekonomi keluarga.
13
Orang tua mengkaryakan anaknya sebagai sumber ekonomi keluarga
maksudnya orang tua yang seharusnya sebagai tulang punggung keluarga dan
sekaligus contoh bagi anaknya, malah berlaku semena-mena terhadap anaknya.
Mereka tidak disuruh untuk bersekolah melainkan disuruh orang tuanya untuk
bekerja di jalanan. Orang tua mereka beranggapan bahwa sekolah itu tidak
penting dan tidak menghasilkan uang. Hal semacam inilah yang menyebabkan
adanya anak jalanan di kota besar.
7. Keinginan untuk bebas
Hidup bebas merupakan hal yang diinginkan oleh banyak anak remaja.
Mereka tidak mau dikekang dan hidup dalam aturan yang berlebihan oleh orang
tuanya. Anak yang tidak mau hidupnya dikekang maka mereka mencari cara agar
bisa keluar dari rumah. Prinsip yang tidak baik inilah yang dapat menyebabkan
mereka hidup dijalanan.
8. Peran lembaga sosial kemasyarakatan belum maksimal
Lembaga kemasyarakatan juga ikut andil berperan dalam mensejahterakan
anak jalanan. Untuk menopang kesejahteraan mereka dilakukan dengan
memberiakan bantuan secara langsung maupun pendidikan dan keahlian bagi anak
jalanan. Namun pada kenyataanya masih banyak anak jalanan yang tidak
mendapatkan hak yang sama seperti pendidikan sehingga menjadikan anak turun
di jalanan.
14
2.2. Konsep Peran
2.2.1. Pengertian Peran
Membahas tentang peran, maka kita akan membicarakan kemampuan
seseorang atau lembaga dalam memberikan fungsinya secara maksimal kepada
suatu objek yang menjadi sasaran, berkaitan dengan hal itu kita dapat memberikan
banyak pengertian peran, baik dari para ahli maupun dalam literatur yang dikutip.
Siagian (2010) berpendapat bahwa peran adalah suatu kelakuan yang
diharapkan oleh oknum dalam hubungan sosial. Peran merupakan aspek dinamis
dari kedudukan (status) apabila seseorang yang melakukan hak dan kewajibannya
sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peranan Soekanto
(2006) peranan mencakup beberapa hal anatara lain:
a. Peranan meliputi norma–norma yang dihubungkan posisi dengan
tempat kedudukan seseorang dalam masyarakat atau serangkaian
aturan yang membimbing seseorang dalam masyarakat.
b. Peranan sebagai konsep perihal yang dilakulan individu dalam
masyarakat sebagai perilaku organisasi.
c. Peranan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial
yang pokok.
Sedangkan menurut Kontjaraningrat (2009) berpendapat bahwa peranan
berhubungan dengan status sosial sebagai bentuk pola perilaku yang diharapkan
dari seseorang yang memiliki posisi dalam organisasi atau masyarakat. Peranan
adalah tempat tertentu yang ditentukan untuk diduduki oleh serang dalam proses
pencapaian tertentu. Siagian (2010).
15
2.2.2. Peran Pemerintah Daerah Terhadap Masa Depan Anak Jalanan Di Kota
Kendari
1. Pembinaan
Peraturan daerah kota kendari Nomor 9 tahun 2014 tentang pembinaan
anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen telah mendefinisikan dalam
ketentuan umum bahwa pembinaan adalah segala upaya atau kegiatan yang
dilakukan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat untuk mengatasi masalah anak
jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen dan keluarganya supaya dapat
hidup dan mencari nafkah dengan tetap mengutamakan hak-hak dasar
kemanusiaan.
Dalam bab III Pasal 5 menjabarkan masalah perumusan pembinaan anak
jalanan sebagai berikut:
a. Dalam mewujudkan tujuan pembinaan sebagaimana dimaksud pada Pasal
3 diselenggarakan program yang terencana dan terorganisir.
b. Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini dilakukan
melalui pembinaan pencegahan, pembinaan lanjutan dan rehabilitasi
sosial.
c. Pembinaan pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi :
1) Pendataan;
2) Pemantauan, pengendalian dan pengawasan;
3) Sosialisasi;
4) Kampanye.
16
d. Pembinaan lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
dengan cara :
1) Pendekatan awal;
2) Pengungkapan dan permasalahan maslah (assessmenet);
3) Pendampingan sosial dan penjangkauan;
4) Perlindungan;
5) Penampungan sementara;
6) Rujukan;
7) Pengendalian sewaktu-sewaktu.
e. Usaha rehabilitasi social sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
dengan sistem panti dan/atau diluar panti.
f. Diluar panti sebagaimana dimaksud pada ayat (5) adalah pembinaan
terhadap keluarga.
2. Asas, Tujuan dan Sasaran Pembinaan
a. Dalam penjabaran Pasal 2 Tentang Pembinaan anak jalanan,
gelandangan, pengemis dan pengamen dilakukan berdasarkan :
1) Azas pengayoman;
2) Azas kemanusiaan;
3) Azas kekeluargaan;
4) Azas keadilan;
5) Azas ketertiban dan kepastian hukum;
6) Azas keseimbangan, keserasian dan keselarasan.
17
b. Dalam penjabaran Pasal 3 Pembinaan terhadap anak jalanan, gelandangan,
pengemis dan pengamen dilakukan dengan tujuan :
1) Memberikan perlindungan dan menciptakan ketertiban serta
ketentraman masyarakat;
2) Menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia serta harkat dan
martabat sebagai warga Negara yang harus dihormati;
3) Menjaga sifat-sifat kekeluargaan melalui upaya musyawarah damai
mewujudkan kehidupan bersama yang tertib dan bermartabat;
4) Menciptakan perlakuan yang adil dalam mewujudkan kehidupan
bermasyarakat;
5) Meningkatkan ketertiban dalam masyarakat melalui kepastian hukum
yang dapat melindungi warga masyarakat agar dapat hidup tenang dan
damai;
6) Mewujudkan keseimbangan, keselarasan, keserasian antara
kepentingan individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan
Negara.
c. Pasal 4 menjabatkan Sasaran pembinaan anak jalanan, gelandangan
pengemis dan pengamen meliputi :
1) Anak yang berada dijalanan yang berperilaku sebagai pengemis,
pemulung dan pedagang asongan yang dapat mengganggu ketertiban
umum, keamanan dan kelancaran lalu lintas termasuk anak yang
beraktifitas atas nama organisasi sosial, yayasan, lembaga swadaya
masyarakat (LSM) dan panti asuhan;
18
2) Pengamen yang melakukan aktifitas dijalan berperilaku sebagai
pengemis yang dapat membahayakan dirinya atau orang lain,
keamanan dan kenyamanan lalu lintas;
3) Gelandangan, pengemis termasuk pengemis eks kusta, gelandangan
psikotik dan penyandang cacat yang mengemis dijalanan;
4) Orang tua dan/atau keluarga anak jalanan, gelandangan, pengemis
dan pengamen;
5) Keluarga pengemis eks kusta dan penyandang cacat;
6) Pelaku eksploitasi baik orang tuanya sendiri maupun orang lain
yang dengan sengaja menyuruh orang lain, keluarga dan
mempekerjakan anak dibawah umur untuk turun ke jalan sebagai
pengemis.
3. Pembiayaan
Sebagaimana penjabaran dalam Peraturan daerah kota kendari Nomor 9
tahun 2014 tentang pembinaan anak jalanan, gelandangan, pengemis dan
pengamen, bahwa dalam pasal 13 dan pasal 14 nejelakan:
1. Pasal 13
a. Pengemis eks kusta yang karena kondisi fisiknya tidak bisa bekerja,
diberikan bantuan sosial atau kompensasi dengan memperhatikan
kemampuan keuangan daerah.
b. Bantuan sosial atau kompensasi bagi pengemis eks kusta
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Walikota.
19
2. Pasal 14
Dalam menyelenggarakan pembinaan anak jalanan, gelandangan pengemis dan
pengamen, pemerintahan daerah wajib menyiapkan sarana dan prasanana :
a. Panti sosial;
b. Rumah singgah;
c. Rumah perlindungan;
d. Pusat rehabilitasi sosial;
e. Pusat pendidikan dan pelatihan;
f. Pusat kesejahteraan social.
Pengadaan sarana dan prasarana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
selambat lambatnya Tahun 2017.
c. Sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memiliki standar minimum yang ditetapkan oleh Pemerintah.
d. Ketentuan lebih lanjut mengenai standar minimum saranan dan
prasarana sebagiamana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
2.3. Konsep Pemberdayaan
2.3.1. Pengertian Pemberdayaan
Pemberdayaan masyarakat dapat didefinisikan sebagai tindakan sosial
dimana penduduk sebuah komunitas mengorganisasikan diri dalam membuat
perencanaan dan tindakan kolektif untuk memecahkan masalah sosial atau
memenuhi kebutuhan sosial sesuai dengan kemampuan dan sumberdaya yang
dimilikinya Suharto, (2006). Pemberdayaan sebagai proses mengembangkan,
20
memandirikan, menswadayakan, memperkuat posisi tawar menawar masyarakat
lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan sektor
kehidupan. Pemberdayaan adalah proses memfasilitasi warga masyarakat secara
bersama-sama pada sebuah kepentingan bersama atau urusan yang secara kolektif
dapat mengidentifikasi sasaran, mengumpulkan sumber daya, mengerahkan suatu
kampanye aksi dan oleh karena itu membantu menyusun kembali kekuatan dalam
komunitas. Sutoro Eko (2002) menyimpulkan dari berbagai sumber, bahwa
pemberdayaan terbentang dari level psikologis-personal (anggota masyarakat)
sampai ke level struktural masyarakat secara kolektif. Pemberdayaan psikologis-
personal berarti mengembangkan pengetahuan, wawasan, harga diri, kemampuan,
kompetensi, motivasi, kreasi, dan kontrol diri individu. Pemberdayaan struktural-
personal berarti membangkitkan kesadaran kritis individu terhadap struktur sosial-
politik yang timpang serta kapasitas individu untuk menganalisis lingkungan
kehidupan yang mempengaruhi dirinya. Pemberdayaan psikologis-masyarakat
berarti menumbuhkan rasa memiliki, gotong rotong, mutual trust, kemitraan,
kebersamaan, solidaritas sosial dan visi kolektif masyarakat. Sedangkan
pemberdayaan struktural-masyarakat berarti mengorganisir masyarakat untuk
tindakan kolektif serta penguatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan dan
pemerintahan. Pemberdayaan dari sisi struktural-masyarakat merupakan arena
pemberdayaan yang paling krusial karena pemberdayaan tidak bisa hanya
diletakkan pada kemampuan dan mental diri individu, tetapi harus diletakkan pada
konteks relasi kekuasaan yang lebih besar, dimana setiap individu berada di
dalamnya. Realitas obyektif pemberdayaan merujuk pada kondisi struktural yang
21
mempengaruhi alokasi kekuasaan dan pembagian akses sumber daya di dalam
masyarakat. Dia juga mengatakan bahwa realitas subyektif perubahan pada level
individu (persepsi, kesadaran dan pencerahan), memang penting, tetapi sangat
berbeda dengan hasil-hasil obyektif pemberdayaan: perubahan kondisi sosial.
2.3.2. Indikator Keberdayaan Masyarakat
Sebagaimana Suharto (2006), pemberdayaan mencakup tiga dimensi yang
meliputi kompetensi kerakyatan, kemampuan sosiopolotik, dan kompetensi
partisipatif. Selanjutnya, Parsons juga mengajukan tiga dimensi pemberdayaan
yang merujuk pada :
1. Sebuah proses pembangunan yang bermula dari pertumbuhan individual
berkembang menjadi sebuah perubahan sosial yang lebih besar.
2. Sebuah keadaan psikologis yang ditandai oleh rasa percaya diri, berguna
dan mampu mengendalikan diri dan orang lain.
3. Pembebasan yang dihasilkan dari sebuah gerakan sosial, yang dimulai dari
pendidikan dan politisasi orang-orang lemah dan kemudian melibatkan
upaya-upaya kolektif dari orang-orang lemah tersebut untuk memperoleh
kekuasaan dan mengubah struktur-struktur yang masih menekan.
Paparan tersebut menekankan bahwa, pemberdayaan adalah sebuah proses
dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk
memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat.
Hal ini tidak terkecuali bagi kelompok lemah dalam masyarakat adalah pengrajin
miskin yang mengalami keterbatasan kemampuan dalam mengakses sumber-
sumber kekuasaan sosial. Suatu proses pemberdayaan (empowerment) pada
22
intinya ditujukan guna membantu klien memperoleh daya untuk mengambil
keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan diri
mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan
tindakan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil
yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial.
2.3.3. Srategi Pemberdayaan Anak Jalanan
Dalam penanganan anak jalanan, Lusk dalam bukunya Novrizal (2009),
mengemukakan empat pendekatan atau strategi dalam menginterfensi kasus anak
jalanan. strategi atau pendekatan tersebut sebagai berikut:
1. Pendekatan koreksional (corectional). Fenomena anak jalanan dalam
pandangan ini didominasi oleh pemikiraan sebagian besar aparat
pemerintahan dan pengadilan anak yang berurusan dengan anak-anak
jalanan. Pemikiran inilah yang mempengaruhi pandangan masyarakat
untuk melihat anak jalanan sebagai perilaku kenakalan. Sebab itu
intervensi yang cocok adalah dengan memindahkan anak dari jalanan
dan memperbaiki perilaku mereka. Pendekatan ini menempatkan
pentingnya mendidik kembali agar sesuai dengan norma yang berlaku di
masyarakat. Kelemahan pendekatan ini adalah adanya kenyataan bahwa
petugas dipandang oleh anak sebagai musuh ketimbang mitra, juga tindak
kekerasan terhadap anak kerap terjadi. Penanganan yang dilaksanakan
yang berpijak pada pendekatan ini adalah melaksanakan razia atau
garukan oleh Satpol PP.
23
2. Pendekatan rehabilitasi (rehabilitatif). Para pembela anak jalanan
bukanlah perilaku menyimpang karena banyak dari mereka justru
merupakan korban penganiayaan dan penelantaran, dampak kemiskinan,
dan kondisi rumah yang tidak tetap. Anak jalanan dilihat sebagai anak
yang dirugikan oleh lingkungan sehingga mengakibatkan banyak
program-program untuk mereka muncul. Pendekatan rehabilitatif
memandang anak jalanan sebagai anak yang berada dalam kondisi tidak
mampu, membutuhkan, diterlantarkan, dirugikan, sehingga intervensi
yang dilakukan adalah dengan melindungi dan merehabilitasi. Pada saat
ini kegiatan dari pendekatan rehabilitatif ini lebih dikenal dengan
centre based program. Penanganan yang berpijak pada pendekatan ini
antara lain adalah penanganan melalui model panti atau RS atau
sekarang dinamakan RPSA.
3. Pendidikan yang dilakukan di jalan (street education). Pendekatan
ini mengasumsikan bahwa cara terbaik menanggulangi masalah anak
jalanan adalah dengan mendidik dan memberdayakan anak. Para
pendidik jalanan yakin kesenjangan struktur sosial merupakan penyebab
dari masalah ini. Pandangan ini menganggap anak merupakan individu
normal yang didorong oleh kesenjangan kondisi masyarakat yang hidup
dibawah keadaan yang sulit. Dengan melibatkan partisipasi anak, maka
dapat dipelajari tentang situasi mereka dan mengikutsertakan dalam aksi
bersama. Bentuk kegiatan dari pandangan pendidikan jalanan saat ini
lebih dikenal dengan nama program yang berpusat di jalanan atau street
24
based program. Model yang mengacu pada pendekatan ini adalah dengan
adanya para pekerja sosial yang terjun dan memberikan pelatihan di
kantong-kantong di jalanan tempat anak jalanan biasa beraktifitas.
4. Pencegahan (preventif). Pendekatan ini memandang penyebab dari
masalah anak jalanan adalah dorongan dari masyarakat. Strategi
pencegahan berusaha memberikan pendidikan dan pembekalan serta
mencoba menemukan penyelesaian dari apa yang diperkirakan
menjadi penyebab permasalahan, yaitu dengan cara berusaha
menghentikan kemunculan anak jalanan. mengatasi masalah anak jalanan,
bukan hanya anak di jalanan yang dijadikan fokus untuk dapat
menyesuaikan diri dalam masyarakat, mengingat masyarakat sendiri
terus mengalami perubahan sesuai dengan pembanguanyang berlangsung.
Bentuk kegiatan dari pandangan preventif dikenal dengan community
based program. Berdasarkan metode ini, dilaksanakan penyuluhan kepada
masyarakat, dan pernah pula diupayakan program pemberian modal
kepada keluarga anak jalanan. Secara umum terdapat dua tujuan dalam
penanganan anak jalanan yaitu yang pertama, adalah penanganan
rehabilitatif yakni mengarahkan anak jalanan untuk dikembalikan kepada
keluarga asli, keluarga pengganti, ataupun panti. Yang kedua, yakni
pembinaan anak dengan memberikan alternatif pekerjaan dan
keterampilan. Novrizal (2009).
25
2.4. Teori Fungsional Struktural
Pembahasan teori fungsional struktural Parson diawali dengan empat
skema penting mengenai fungsi untuk semua system tindakan, skema tersebut
dikenal dengan sebutan skema AGIL. Sebelumnya kita harus tahu terlebih dahulu
apa itu fungsi yang sedang dibicarakan disini, fungsi adalah kumpulan kegiatan
yang ditujukan kearah pemenuhan kebutuhan system.
Menurut parson ada empat fungsi penting yang mutlak dibutuhkan bagi
semua system social, meliputi adaptasi (A), pencapaian tujuan atau goal
attainment (G), integrasi (I), dan Latensi (L). empat fungsi tersebut wajib dimiliki
oleh semua system agar tetap bertahan (survive), penjelasannya sebagai berikut:
Adaptation : fungsi yang amat penting disini system harus dapat beradaptasi
dengan cara menanggulangi situasi eksternal yang gawat, dan system harus bisa
menyesuaikan diri dengan lingkungan juga dapat menyesuaikan lingkungan untuk
kebutuhannnya.
Goal attainment ; pencapainan tujuan sangat penting, dimana system harus bisa
mendifinisikan dan mencapai tujuan utamanya.
Integrastion : artinya sebuah system harus mampu mengatur dan menjaga antar
hubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya, selain itu mengatur dan
mengelola ketiga fungsi (AGL).
Latency :laten berarti system harus mampu berfungsi sebagai pemelihara pola,
sebuah system harus memelihara dan memperbaiki motivasi pola-pola individu
dan cultural . Lalu bagaimanakah Parson menggunakan empat skema diatas, mari
kita pelajari bersama. Pertama adaptasi dilaksanakan oleh organisme prilaku
26
dengan cara melaksanakan fungsi adaptasi dengan cara menyesuaikan diri dan
mengubah lingkungan eksternal. Sedangkan fungsi pencapaian tujuan atau Goal
attainment difungsikan oleh system kepribadian dengan menetapkan tujuan
system dan memolbilisai sumber daya untuk mencapainya. Fungsi integrasi di
lakukan oleh system social, dan laten difungsikan system cultural. Bagaimana
system cultural bekerja? Jawabannya adalah dengan menyediakan aktor
seperangkat norma dan nilai yang memotivasi actor untuk bertindak.
Tingkat integrasi terjadi dengan dua cara, pertama : masing-masing tingkat yang
paling bawah menyediakan kebutuhan kondisi maupun kekuatan yang dibutuhkan
untuk tingkat atas. Sedangkan tingkat yang diatasnya berfungsi mengawasi dan
mengendalikan tingkat yang ada dibawahnya.
Talckoc Parson memberikan jawaban atas masalah yang ada pada
fungsionalisme struktural dengan menjelaskan beberapa asumsi sebagai berikut;
1. system mempunyai property keteraturan dan bagian-bagian yang
saling tergantung.
2. system cenderung bergerak ke arah mempertahankan keteraturan diri
atau keseimbangan.
3. system bergerak statis, artinya ia akan bergerak pada proses perubahan
yang teratur.
4. sifat dasar bagian suatu system akan mempengaruhi bagian-bagian
lainnya.
5. system akam memelihara batas-batas dengan lingkungannya.
27
6. alokasi dan integrasi merupakan dua hal penting yang dibutuhkan
untuk memelihara keseimbangan system.
7. system cenderung menuju ke arah pemeliharaan keseimbangan diri
yang meliputi pemeliharaan batas dan pemeliharaan hubungan antara
bagian-bagian dengan keseluruhan sistem, mengendalikan lingkungan
yang berbeda dan mengendalikan kecendrungan untuk merubah
system dari dalam.
2.5. Kerangka Pikir
Anak Jalanan Kota Kendari
1. Kemiskinan
2. Keluarga yang tidak harmonis
3. Keinginan untuk memiliki uang
sendiri
4. Pengaruh teman
5. Modernisasi, migrasi dan urbanisasi
6. Orang tua mengkaryakan anaknya
sebagai sumber ekonomi keluarga.
7. Keinginan untuk bebas
8. Peran lembaga sosial
kemasyarakatan belum maksimal
1. Pembinaan pencegahan
2. Pembinaan lanjutan
3. Usaha rehabilitasi
Faktor penyebab munculnya anakjalanan (Sandyawan 2007)
Peran Pemerintah daerah TerhadapMasa Depan Anak Jalanan di KotaKendari
28
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kota Kendari dengan pertimbangan bahwa
lokasi tersebut memiliki banyaknya anak jalanan yang masih beraktivitas di
tempat-tempat umum dan melihat peran pemerintah setempat terkait masalah ini.
Kondisi tersebut memudahkan peneliti sehingga dapat memperoleh data
sehubungan dengan permasalahan tentang Peran Pemerintah Terhadap Masa
Depan Anak Jalanan Di Kota Kendari
3.2. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
kualitatif yaitu tipe penelitian yang menggunakan pemaparan data pada umumnya
dan menjawab pertanyaan-pertanyaan mengapa dan bagaimana suatu fenomena
terjadi. Untuk itu peneliti memahami dan menguasai bidang ilmu yang ditelitinya
sehingga dapat memberikan jastifikasi mengenai konsep dan makna yang
terkandung dalam data yang telah diteliti.
3.3. Informan Penelitian
Pemilihan informan dalam penelitian adaah menggunakan teknik secara
sengaja (purposive sampling), dengan pertimbangan bahwa yang bersangkutan
bersedia dimintai keterangan atau informasi sehubungan dengan penelitian.
Informan dalam penelitian ini adalah Pemerintah Dinas Sosial Ketenaga Kerjaan
dan Transmigrasi kota Kendari yaitu Bidang Pemberdayaan dan Rehabilitasi
Sosial yang terdiri dari Kepala Bidang, Kepala Seksi Pemberdayaan, Kepala Seksi
29
29
Rehabilitasi, Staf berjumlah 2 orang, Kepala Satuan Polisi Pamongpraja serta
anak jalanan sebanyak 11 dan masyarakat 1 orang. Jadi total keseluruhan dari
informan dalam penelitian ini adalah sebanyak 19 orang.
3.4. Jenis Data
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan
interpretative. Data penelitian ini adalah data kualitatif (data yang bersifat tanpa
angka-angka dan bilangan), sehingga data lebih bersifat kategori substantif yang
kemudian diinterpretasikan dengan rujukan, acuan dan referensi-referensi ilmiah.
3.5. Sumber Data
Dalam penelitian ini sumber data yang akan digunakan adalah :
3.5.1. Sumber Data Primer
Yaitu data yang diperoleh secara langsung dari lapangan dengan cara
observasi, wawancara mendalam dengan informan selama penelitian berlangsung,
dan data yang diperoleh dari hasil dokumentasi di tempat penelitian
3.5.2. Sumber Data Sekunder
Yaitu data yang diperoleh melalui dokumen baik literatur, laporan-laporan,
arsip, yang berkenaan dengan penelitian ini.
3.6. Teknik Pengumpulan Data
Sehubungan dengan bentuk penelitian kualitatif dan juga jenis sumber data
yang dimanfaatkan maka teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam
penelitian ini adalah :
30
30
3.6.1. Observasi
Teknik observasi digunakan sebagai data awal untuk data pendukung dan
penguatan dari teknik wawancara
3.6.2. Wawancara Secara Mendalam ( Indepth Interview)
Teknik wawancara yang dilakukan secara mendalam ini tidak dilakukan
dengan struktur yang ketat dan formal, hal ini dimaksudkan supaya informasi
yang dikumpulkan memiliki kedalaman yang cukup. Kelonggaran yang didapat
dengan cara ini akan mampu lebih banyak mengorek keterangan tentang apa yang
dijadikan kajian dalam penelitian ini dengan menggunakan tingkat kejujuran
informan. Wawancara mendalam ini berlangsung secara simultan, yang
merupakan proses yang berkesinambungan atau bersifat interaktif dan siklus.
Berkesinambungan maksudnya, peneliti tidak hanya sekali melakukan wawancara
tetapi bisa dilakukan lebih dari satu kali guna memperoleh keabsahan data, selain
itu dalam pelaksanaanya peneliti juga bisa mengajukan pertanyaan secara
berulang-ulang guna mendapatkan keterangan yang sejelas-jelasnya. Peneliti
untuk memperoleh data sesuai yang diharapkan mendatangi informan ditempat
bekerja maupun dirumah sehingga wawancara dapat dilakukan secara lebih santai.
3.6.3. Dokumentasi
Penelitian ini juga mengunakan dokumentasi yang berasal dari data
penelitian terdahulu atau dari data sumber-sumber pustaka yang lain yang relevan
dengan masalah yang diteliti sehingga data yang diperoleh sesuai dengan yang
diinginkan.
31
31
3.7. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data merupakan langkah yang digunakan untuk menjawab
rumusan masalah dalam penelitian. Tujuannya adalah untuk mendapatkan
kesimpulan dari hasil penelitian. Data yang diperoleh dari penelitian dilapangan
dan data dari kepustakaan selanjutnya dianalisis secara deskriptif kualitatif yaitu
hannya mengambil data yang bersifat khusus dan berkaitan dengan permasalahan
yang sedang diteliti atau dibahas dan diuraikan dalam kalimat secara logis dan
sistematis untuk menjawab rumusan masalah yang ada dalam penelitian. Dengan
demikian menghasilkan kesimpulan yang dapat dipertanggung jawabkan secara
ilmiah berdasarkan data yang diperoleh.
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1. Sejarah Kota Kendari
Terbentuknya Kota Kendari diawali dengan terbukanya Teluk Kendari
menjadi pelabuhan bagi para pedagang, khususnya pedagang Bajo dan Bugis yang
datang berdagang sekaligus bermukim disekitar Teluk Kendari. Fenomena ini
juga didukung oleh kondisi social politik dan keamanan di daerah asal kedua suku
bangsa tersebut di Kerajaan Luwu dan Kerajaan Bone. Pada awal abad ke -19
sampai dengan kunjungan Vosmaer (seorang Belanda) 1831, Kendari merupakan
tempat penimbunan barang (pelabuhan transito). Kegiatan perdagangan
kebanyakan dilakukan oleh orang Bajo dan Bugis yang menampung hasil bumi
dari pedalaman dan dari sekitar Teluk Tolo (Sulawesi Tengah). Barang-barang
tersebut selanjutnya dikirim Ke Makassar atau kawasan Barat Nusantara sampai
ke Singapura.
Berita tertulis pertama Kota Kendari diperoleh dari tulisan Vosmaer
(1839) yang mengunjungi Teluk Kendari untuk pertama kalinya pada tanggal 9
mei 1831 dan membuat peta Teluk Kendari. Sejak itu Teluk Kendari dikenal
dengan nama Vosmaer’s Baai (Teluk Vosmaer). Vosmaer kemudian mendirikan
lodge (loji = kantor dagang) di sisi utara Teluk Kendari. Pada Tahun 1832
Vosmaer mendirikan rumah untuk Raja Laiwoi bernama Tebau, yang sebelumnya
bermukim di Lepo-lepo. Mengacu pada informasi tersebut, maka Kota Kendari
telah ada pada awal ke-19 dan secara resmi menjadi ibu kota Kerajaan Laiwoi
33
pada tahun 1832, ditandai dengan pindahnya istana Kerajaan Laiwoi disekitar
Teluk Kendari.
Kota Kendari dalam berbagai dimensi dapat dikatakan sudah cukup tua
berdasarkan pengakuan baik secara lisan maupun dokumentasi. Jika dilihat dari
fungsinya maka Kota Kendari dapat dikatakan sebagai kota Dagang, Kota
Pelabuhan dan Kota Pusat Kerajaan. Kota Kendari sebagai kota dagang
merupakan fungsi yang tertua baik sumber lisan dari pelayar Bugis dan Bajo
maupun dalam Lontara’ Bajo, dan sumber penulis Belanda (Vosmaer, 1839) dan
Inggris (Heeren, 1972) menyatakan bahwa para pelayar Busgis dan Bajo telah
melakukan aktivitas perdagangan di Teluk Kendari pada akhir abad ke-18
ditunjukkan adanya pemukiman kedua etnis tersebut di sekitar Teluk Kendari
pada awal ke-19, menyusul fungsi Kota Kendari sebagai kota Pusat Kerajaan
Laiwoi pada tahun 1832 ketika dibangunnya istana raja di sekitar Teluk Kendari.
Pada waktu Mokole Konawe Lakidende mangkat maka Tebau Sapati
Ranomeeto sudah menganggap diri sebagai kerajaan sendiri lepas dari Konawe,
dan sejak itu pula Tebau Sapati Ranomeeto mengadakan hubungan dengan pihak
Belanda yang kemudian pada waktu Belanda datang di wilayah Ranomeeto
diadakanlah perjanjian dengan Belanda di Tahun 1858 yang ditanda tangani oleh
“Lamanggu raja Laiwoi dan di Pihak Belanda ditandatangani oleh A.A Devries
atas nama Gubernur Jenderal Hindia Belanda dan di tahun 1906 pelabuhan
Kendari yang dulunya dikenal dengan nama “Kampung Bajo” dibuka untuk
kapal-kapal Belanda dengan demikian mengalirlah pedagang-pedagang Tiong
Hoa datang ke Kendari. Perhubungan Jalan mulai dibangun sampai kepedalaman.
34
Raja diberi gelar Raja Van Laiwoi dan Rakyat mulai diresetle membuat
perkampungan dipinggir jalan raya. Kendari Berangsu-angsur dibangun jadi kota
dan tempat- tempat kedudukan district Hoofd. Kota Kendari dimasa Pemerintahan
Kolonial Belanda merupakan ibukota kewedanaan dan ibukota onder Afdeling
Laiwoi yang luas wilayahnya pada masa itu kurang lebih 31, 420 Km2. Sejalan
dengan dinamika perkembangan sebagai pusat perdagangan dan pelabuhan laut
antar pulau, maka kendari terus tumbuh menjadi ibukota kabupaten dan masuk
dalam wilayah propinsi Sulawesi Tenggara
4.1.2. Keadaan Geografis
1. Letak dan Luas Wilayah
Kota Kendari terletak di jazirah Tenggara Pulau Sulawesi. Wilayah
daratannya sebagian besar terdapat di daratan, mengelilingi Teluk Kendari dan
terdapat satu pulau, yaitu Pulau Bungkutoko, secara geografis terletak di bagian
selatan garis khatulistiwa, berada di antara 3º54’30” - 4º3’11” Lintang Selatan dan
122º23’ - 122º39’ Bujur Timur. Posisi geografis, kota kendari memiliki batas-
batas sebagai berikut:
a. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Soropia Kabupaten
Konawe Selatan
b. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Konda dan Ranomeero,
Kabupatenn Konawe Selatan
c. Sebelah timur berbatasab dengan Kecamatan Moramo, Kabupaten
Konawe Selatan dan Laut Banda
35
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Sampara, Kabupaten
Konawe Selatan.
Wilayah kota Kendari terletak disebelah Tenggara Pulau Sulawesi.
Wilayah daratannya, terdapat didaratan Pulau Sulawesi mengelilingi Teluk
Kendari. Terdapat satu Pulau pada wilaya Kota Kendari yang dikenal sebagai
Pulau Bungkutoko. Luas wilayah daratan Kota Kendari 295,89 km² atau 0,70 %
dari luas daratan Provinsi Sulawesi Tenggara. Kota Kendari terbentuk dengan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1995, yang disahkan pada
tanggal 3 Agustus 1995 dengan status Kotamadya Daerah Tingkat II Kendari.
2. Keadaan Iklim
Pada umumnya wilayah kota Kendari beriklim tropis, selain itu kota
Kendari dikenal dengan dua musim yakni musim kemarau dan musim hujan.
Keadan iklim sangat dipengaruhi oleh arus angin yang bertiup keatas wilayahnya.
Sekitar bulan April, arus angin selalu tidak menentu dengan curah hujan yang
tidak merata. Musim ini dikenal sebagai musim pancoran atau musim peralihan
dari musim hujan kemusim kemarau. Perbedaan ketinggian dari permukaan laut,
daerah pegunungan dan daerah pesisir mengakibatkan keadaan suhu yang sedikit
beda untuk masing-masing tempat dan suatu wilayah. Sekitar bulan April arus
angin selalu tidak menentu dengan curah hujan yang tidak merata. Musim ini
dikenal sebagai musim pancaroba atau peralihan antara musim hujan dan musim
kemarau. Pada bulan Mei sampai dengan bulan Agustus, angin bertiup dari arah
timur berasal dari benua Australia yang kurang mengandung uap air. Hal ini
mengakibatkan kurangnya curah hujan di daerah ini, sehingga terjadi musim
36
kemarau. Pada bulan November sampai dengan bulan Maret, angin bertiup
banyak mengandung uap air yang berasal dari benua Asia dan Samuderah Pasifik,
setelah melewati beberapa lautan. Pada bulan-bulan tersebut wilayah Kota
Kendari dan sekitarnya terjadi musim hujan.
4.1.3. Keadaan Demografi
1. Komposisi Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan Dan Jenis Kelamin
Tabel 4.1.3. Komposisi Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan Dan Jenis
Kelamin
No KecamatanJenis kelamin jumlah
Laki-laki perempuan1. Mandonga 20.596 20.935 41.8912. Baruga 11.258 11.179 22.4373. Puwatu 16.517 15.626 32.1434. Kadia 22.613 22.847 45.4605. Wua-wua 14.369 13.903 28.2726. Poasia 14.739 14.193 28.9327. Abeli 13.278 12.713 25.9918. Kambu 15.866 15.567 31.4339. Kendari 14.871 14.734 29.60510. Kendari Barat 24.904 24.821 49.725
Kendari 169.371 166.518 335.889
Sumber data sekunder ; BPS Kota kendari
Penduduk Kota Kendari pada tahun 2014 sebesar 335.889 jiwa terdiri dari
169.371 jiwa yang berjenis kelamin laki-laki dan 166.518 jiwa perempuan.
Sementara itu susunan jumlah penduduk terbesar menurut tingkat kecamatan
yaitu: Kendari Barat, Kadia, Mandonga, Puwatu, Kambu, Kendari, Poasia, Wua-
wua, Abeli, Baruga.
37
2. Komposisi Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur Dan Jenis Kelamin, 2014
Tabel 4.1.3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Umur Dan Jenis Kelamin
No Kelompok umurJenis Kelamin
JumlahLaki-laki Perempuan
1. 0 – 4 18.906 18.339 37.2452. 5 – 9 17.009 15.855 32.8643. 10 – 14 14.884 14.247 29.1314. 15 – 19 18.497 19.634 38.131
5. 20 – 24 22.465 22.133 44.5986. 25 – 29 15.676 15.653 31.3297. 30 – 34 13.750 13.934 27.6848. 35 – 39 11.565 11.774 23.339
9. 40 – 44 10.712 10.705 21.41710. 45 – 49 9.028 8.063 17.09111. 50 – 54 `6.413 5.752 12.16512. 55 – 59 4.632 4.129 8.761
13. 60 – 64 2.727 2.393 5.12014. 65 – 69 1.488 1.686 3.17415. 70 – 74 869 1.094 1.96316. 75+ 750 1.127 1.877
Jumlah 169.371 166.518 335.889
Sumber data sekunder ; BPS Kota kendari
Penduduk Kota Kendari pada tahun 2014 sebesar 335.889 jiwa terdiri dari
169.371 jiwa yang berjenis kelamin laki-laki dan 166.518 jiwa perempuan.
Jumlah penduduk terbesar menurut tungkat umur yaitu: 20-24, 15-19, 0-4, 5-9,
25-29, 10-14, 35-39, 40-44, 45-49, 50-54, 55-59, 60-64, 65-69, 70-74, 75+.
Sementara itu berdasarkan berdasarkan klasifikasi usia anak, remaja (dewasa)
orang tua, dan lanjut usia, maka urutan jumlah penduduk terbesar adalah: 0-19,
20-39, 40-59, 60-75+. Struktur umur penduduk pada suatu daerah sangat
ditentukan oleh perkembangan tingkat kelahiran, kematian dan migrasi. Oleh
karena itu jika angka kelahiran pada suatu daerah cukup tinggi maka dapat
38
mengakibatkan daerah tersebut tergolong sebagai daerah yang berpenduduk usia
muda.
3. Deskripsi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Pendididkan dianggap mempunyai hubungan langsung dengan
masyarakat, karenahb pendidikan dapat mempengaruhi kehidupan manusia itu
sendiri khususnya dalam menerima berbagai informasi juga teknologi sejauh ini
makin meningkat dalam sejarah manusia untuk meningkatkan kestabilan
masyarakat. Tingkat pendidikan masyarakat Kota Kendari tergolong sudah
dangat maju hal ini dapat kita lihat banyaknya masyarakat Kota Kendari yang
memiliki jenjang kehidupan yang lebih baik.
Pembangunan pendidikan dititik beratkan pada peningkatan mutu dan
perluasan kesempatan belajar disemua jenjang pendidikan mulai dari Taman
Kanak-Kanak sampai pada perguruan tinggi. Upaya peningkatan pendidikan yang
ingin dicapai tersebut dimaksudkan agar menghasilkan manusia yang
berkompetesi sedangkan perluasan kesempatan belajar dimaksudkan agar
penduduk sekolah yang setiap tahunnya mengalami peningkatan sejalan dengan
laju pertumbuhan pendudukdapat memperoleh kesempatan pendidikan yang
seluas-luasnya secara merata. Pelaksanaan pendidikan di Kota Kendari selama ini
mengalami peningkatan dari tahun ketahun.
4.1.4. Komposisi Karakteristik Informan
1. Deskripsi status informan
Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini terdiri dari anak
jalanan beserta keluarganya, Kepala bidang Rehabilitasi Sosial, Satpol PP dan
39
masyarakat.yang diperoleh pada saat proses pelaksanaan pengambilan data
penelitian dimana sebagai subyek atau pelaku yang telah memberikan informasi
mengenai data-data yang dibutuhkan dalam hal penyusunan hasil penelitian.
Tabel 4.1.4 Karakteristik Informan
N0. Status Jumlah Informan Persentase (%)1.2.3.4.
Dins SosialAnak JalananMsyarakatSatpol. PP
51122
26,3157,8910,5210,52
Total 19 100 %Sumber: Data Primer, Diolah Februari 2016
Tabel diatas menunjukan bahwa jumlah informan dari Dinas Sosial
sebanyak 5 orang yang nilai persentase mencapai 26,31 % anak jalanan
sebanyak 11 orang dengan persentase 57,89 %, selanjutnya informan dari
masyarakat sebanyak 2 orang dengan persentase 10,52 % dan dari satpol PP
yaitu sebnyak 2 orang dengan persentase 10,52 %.
2. Deskripsi Usia Informan
Usia merupakan kategori satuan waktu yang mengukur keberadaan suatu
makhluk, sebagai contoh usia manusia dikatakan lima belas tahun diukur sejak dia
lahir hingga waktu umur itu dihitung. Penelitian yang dilakukan bagian ini
menjabarkan karakteristik usia informan dimana secara terperinci dapat dilihat
pada tabel berikut.
40
Tabel 1.4 Deskripsi Usia atau Umur Informan
N0. Kelompok Usia (Tahun) Jumlah Informan Persentase (%)1.2.3..
6 – 1743 – 4550 keatas
1153
57,8926,3115,78
Total 19 100 %Sumber: Data Primer, Diolah Februari 2016
Berdasarkan penjabaran data dari tabel ini menunjukan bahwa informan
yang terbanyak adalah kategori usia 6 – 17 tahun dengan jumlah 11 orang dengan
persentase 57,89 %, selanjutnya informan paling sedikit adalah kategori usia 50
keatas dengan jumlah 3 orang dengan persentase 15,78 %. Dan kategori usia 43-
45 sebanyak 5 orang dengan persentase 26,31 % Dengan demikian kategori usia
informan dalam penelitian ini adalah usia.
4.2. Faktor Penyebab Munculnya Anak Jalanan Di Kota Kendari
Sandyawan (2007) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan
anak pergi kejalanan berdasarkan alasan dan penuturan mereka yaitu Kemiskinan,
keluarga yang tidak harmonis, keinginan untuk memiliki uang sendiri, pengaruh
teman, migrasi dan urbanisasi, orang tua mengkaryakan anaknya sebagai sumber
ekonomi keluarga, keinginan untuk bebas, peran lembaga sosial kemasyarakatan
yang belum maksimal.
4.2.1. Kemiskinan
Sebagian besar masyarakat Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan.
Padahal kemiskinan merupakan salah satu faktor penyebab meningkatnya anak
jalanan di kota besar. Karena hidup dalam kemisikinan, anak-anak harusnya
mengenyam pendidikan di bangku sekolah terpaksa putus sekolah. Orang tua
41
mereka tidak sanggup memenuhi kebutuhan makan sehari-hari apalagi untuk
membiaya anak sekolah. Anak-anaknya terpaksa turun kejalan, untuk membantu
orang tuanya. Mereka berprofesi sebagai pengamen, loper, pemulung, pengemis
maupun pencopet.
Usman (2003) mengatakan bahwa kemiskinan adalah kondisi kehilangan
(deprivation) terhadap sumber-sumber pemenuh kebutuhan dasar yang berupa
pangan, sandang, papan, pendidikan dan kesehatan serta hidupnya serba
kekurangan. Seperti yang diungkapkan oleh informan saudara Muh. Fatir umur 17
tahun mengatakan bahwa:
“Sekarang saya sudah tidak sekolah karena dulu setelah tamat SD orangtua saya bilang sudah tidak sanggup lagi biayai untuk masuk SMPakhirnya saya berhenti pada waktu itu. kami hidup serba kekuranganbahkan untuk makan sehari-hari saja setengah mati jadi saya mulai cari-cari kerja untuk dapat uang akhirnya pada saat itu saya turun dijalandengan cara meminta-minta sampai sekarang.” (Wawancara Juli 2016).
Berdasarkan hasil wawancara diatas menunjukan bahwa tidak
terpenuhinya kebutuhan seseorang akan berdampak pada pendidikan dan keluarga
yang hidup dalam kekurangan akan mengakibatkan anaknya mencari pekerjaan
untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Hal yang sama juga di jelaskan oleh
informan saudara Aldo Hamka umur 16 tahun mengatakan bahwa:
“Saya putus sekolah sejak kelas lima SD karena pada saat itu orang tuakutidak lagi memberikan tanggungan untuk sekolahku katanya merka tidakpunya uang jangankan untuk uang sekolah uang makan saja katanyasetenga mati makanya pada saat itu saya dengan teman-teman salingmengajak untuk turun meminta-minta dan hasilnya juga lumayan untuksetiap hari.”(Wawancara Juli 2016).
Berdasarkan hasil keterangan informan menunjukan bahwa keterbatsan
ekonomi keluarga menjadikan salah satu kendala seorang anak untuk melanjutkan
pendidikan dan anak yang sudah putus sekolah lebih memilih turun dijalanan
42
untuk mencari uang. Lebih jelasnya lagi seperti yang diungkapkan oleh Wa Ode
yang mengatakan bahwa:
“Setiap kami turun melakukan razia dijalan memang banyak kita temukananak-anak yang putus sekolah yang beraktivitas di badan jalan denganalasan mereka turun kejalan karena kebutuhan ekonominya tidak tercukupidan kami juga dari dinas sosial bidang rehabilitasi sosial pernahmemberikan bantuan (dana tabungan) kepada keluarga mereka. Programini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka.” (Wawancara,Juli 216).Berdasarkan hasil keterangan informan menunjukan bahwa tidak
terpenuhinya kebutuhan dalam sebuah keluarga akan mengakibatkan anak-anak
untuk tidak melanjutkan pendidikan dan mencari alternatif-alternatif yang tidak
layak dijalani oleh seorang anak. Sehingga dengan keterbatasan ekonomi akan
mendorong seseorang untuk turun dijalan dalam upaya memenuhi kebutuhan
hidupnya.
4.2.2. Keluarga yang tidak harmonis (Broken Home)
Broken home adalah kurangnya perhatian dari keluarga atau kurangnya
kasih sayang dari orang tua sehingga membuat mental seorang anak menjadi
frustasi, brutal dan susah diatur Munir, (2011). Broken home dapat juga diartikan
dengan kondisi keluarga yang tidak harmonis dan tidak berjalan layaknya
keluarga yang rukun, damai, dan sejahtera karena sering terjadi keributan serta
perselisihan yang menyebabkan pertengkaran dan berakhir pada perceraian.
Kondisi ini menimbulkan dampak yang sangat besar terutama bagi anak-anak.
Bisa saja anak jadi murung, sedih yang berkepanjangan, dan malu. Selain itu,
anak juga kehilangan pegangan serta panutan dalam masa transisi menuju
kedewasaan sebab keluarga adalah media sosialisasi primer yang paling
diutamakan. Peran keluarga sangatlah penting bagi pola pikir dan prilaku anak.
43
Keluarga yang harmonis menghasilkan keluarga yang bahagia sebaliknya dengan
keluarga yang tidak harmonis, menjadikan kehidupan dalam berkeluarga menjadi
ambur raduk. Anak yang sudah tidak nyaman tinggal di rumahnya sendiri
menjadikan seorang anak nekat keluar dari rumah tanpa memberitahukan kepada
kedua orang tuanya, karena mereka di luar tidak mempunyai tujuan yang jelas dan
keadaan anak yang tidak mempunyai kemampuan yang lebih menjadikan anak
tersebut berprofesi sebagai anak jalanan untuk menyambung hidupnya, seperti
yang diungkapkan oleh saudara Awaludin umur 15 tahun yang mengatakan
bahwa:
“Orang tua saya itu kerjanya kalau dalam rumah bertengkar terus, sampai-sampai saya juga jadi sasarannya yang dimarahi. Saya tidak suka padakeadaan yang seperti itu jadi saya itu hari kabur dari rumah tanpadiketahui sama kedua orang tua saya, karena saya juga belum mempunyaikemampuan yang lebih mencari uang untuk biaya kehidupan sehari-hari,maka saya itu turun dijalanan. Saya senang juga turun di jalanan karenapekerjaannya itu tidak sulit.” (Wawancara Juli 2016).
Berdasarkan hal yang diungkapka pada pernyataan tersebut menunjukan
bahwa keluarga yang tidak harmonis menjadikan seorang anak nekat keluar dari
rumah tanpa memberitahukan kepada kedua orang tuanya. Pada saat anak keluar
dari rumah dan belum mempunyai keahlian yang lebih menjadikan seorang anak
turun di jalanan untuk mendapatkan uang. Persoalan keluarga yang tidak
harmonis atau broken home menjadikan seorang anak turun dijalan untuk
mendapatkan uang seperti halnya juga diungkapkan oleh saudara Adriansyah
umur 12 tahun, mengatakan bahwa:
“Dirumah saya hanya tinggal berdua dengan nenek karena, orang tua sayaberpisah waktu saya masi kecil dan sampai sekarang keduanya belumpernah pulang. Saya mulai meminta-minta sejak kelas dua SD karena padawaktu itu nenek saya sakit dan tidak bisa lagi kerja berat akhirnya sayaturun kejalan mencari uang dan hasilnya sebagian saya kasi neneku untuk
44
beli makanan dan pembayaran disekolah dan sisanya sebagian saya pegangsendiri buat jajan.” (Wawancara Juli 2016).
Dari pernyataan diatas menunjukan bahwa anak yang berada dalam
keluarga yang tidak harmonis dan tidak mendapatkan perhatian dari orang tua
akan menjadikan seorang anak untuk tinggal dengan keluarganya yang lain
sehingga mendorong anak turun kejalan dalam memenuhi kebutuhannya. Hal
yang sama juga diungkapkapkan oleh saudara Herman lili umur 15 tahun,
mengatakan bahwa:
“Dari kecil saya sudah lama ditinggalkan sama orang tua saya. Keduanyapergi katanya neneku itu hari, orang tua saya berkelahi kemudianmeninggalkan saya. Jadi saya sekarang tinggal bersama nenek dan neneksaya itu sudah tua kasian tidak bisa lagi mencari uang jadinya saya yangmencari uang dengan turun dijalan karena belum ada juga kemampuansaya yang lainnya. Saya senang turun di jalan karena saya rasa pekerjaanini sangat gampang sekali untuk mendapatkan uang .” (Wawancara Juli2016).
Dari pernyataan diatas menunjukan bahwa seorang anak yang berada pada
keluarga yang tidak harmonis atau broken home dan meninggalkan anaknya
menjadikan seorang anak tinggal bersama dengan keluarga lain seperti nenek
dimana kondisi nenek yang memiliki kemampuan fisik yang lemah menjadikan
seorang anak turun dijalanan untuk mendapatkan uang sebagai sumber kehidupan
dan biaya pendidikan. Selain itu mencari uang di jalan dianggap sebagai pekerjaan
yang menyenangkan karena sangatlah mudah untuk mendapatkan uang. Dengan
demikian bahwa gambaran keluarga yang tidak harmonis menjadikan seorang
anak turun di jalanan untuk mencari uang sebagai sumber kehidupan
45
4.2.3. Pengaruh teman
Pergaulan teman sebaya adalah kontak langsung yang terjadi antar
individu maupun individu dengan kelompok. Kontak tersebut melibatkan anak-
anak yang memiliki kesamaan ciri dan berada pada tingkat usia yang sama
dan biasanya berasal dari ras, asal etnis, status ekonomi dan tempat yang sama.
Selain di rumah, kita juga bersosialisasi dengan teman kita, di sekolah maupun di
luar sekolah. Teman mempunyai andil yang sangat kuat terhadap kepribadian
kita jika kita berteman dengan orang yang mabuk-mabukan, mengkonsumsi
narkotika, dengan mudah kita bisa terpengaruh untuk melakukan hal tersebut
Seperti yang diungkapkan oleh saudari Salsabilah umur 6 tahun dalam
pernyataannya bahwa:
“Saya turun mengamen itu dipanggil sama teman satu kelasku saat pulangdari sekolah di lampu merah MTQ itu hari saya belum tau bagaiamanacaranya mengamen tapi saya diajar sama teman katanya gampang kitatinggal minta saja uang trus kita pura-pura bilang saja untuk uang makan.”(Wawancara Juli 2016).
Berdasarkan wawancara diatas menunjukan bahwa pada usia yang masih
labil kondisi lingkungan pergaulan anak mempengaruhi sikap dan prilaku
terhadap masing-masing individu sehingga akan berdampak fatal ketika anak
berhadapan dengan lingungan yang tidak kondusif. Selanjutnya juga diungkapkan
oleh Jumadi umur 17 tahun yang mengatakan bahwa:
“Setiap saya pulang sekolah saya dirumah selalu sendiri soalnya teman-teman saya turun dilampu merah sini dan itu hari ada teman saya yang ajakkatanya kalau mau jajan tambahan ikutan dengan kita turun dilampu merahpenghasilannya bisa buat tambah-tambahnya jajan. Jadi dari ajakan itusaya ikut turun dijalan untuk mencari uang dengan meminta-minta”(Wawancara Juli 2016).
46
Dari pernyataan ini menjelaskan dari ajakan teman membuat seseorang
terpengaruh untuk mengikuti kebiasaan meminta-minta uang dijalanan. Dengan
demikian anak-anak turun di jalan untuk meminta-minta karenah pengaruh teman.
4.2.4. Keinginan untuk memiliki uang sendiri
Di dunia ini tidak ada orang yang tidak membutuhkan uang. Uang
merupakan alat pembayaran yang sah untuk membeli sesuatu. Orang bekerja
demi mencari uang, dan uang itu mereka gunakan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya dan keluarganya. Faktor inilah yang menyebabkan banyak anak yang
tertarik untuk mempunyai uang sendiri, seperti penyataan yang diungkapkan oleh
saudari Indayani umur 14 tahun yang mengatakan bahwa:
“Dirumah saya hanya tinggal dengan tanteku dan setiap saya minta uangjajan tanteku selalu marah-marah katanya cari uang itu tidak gampangsehingga itu hari saya milih turun dijalanan supaya saya juga bisa punyauang sendiri untuk bisa beli jajan dan tidak minta-mintah lagi samatanteku.” (Wawancara Juli 2016).
Pernyataan ini menjelaskan seorang anak turun di jalanan karena
keinginan memiliki uang sendiri untuk kebutuhan jajan sehari harinya. Hal yang
sama seorang anak turun di jalanan karena ingin memiliki uang sendiri juga
diungkapkan oleh saudaran Sitti Fatimah umur 15 Tahun yang mengatakan
bahwa:
“Saya bosan mintah teruas uang sama orang tuaku dan saya ini belummempunyai kemampuan yang lebih tapi kebetulan saya bisa sedikit pukul-pukul gitar makanya saya turun ngamen saja biar tidak minta lagi uangsama orang tua untuk penuhi kebutuhan sendiri.” (Wawancara Juli 2016).
Dari pernyataan ini menjelaskan rasa bosan yang melekat pada diri anak
akibat terus meminta uang kepada orang tua dan tidak memiliki kemampuan yang
47
lebih menjadikan seorang anak turun dijalanan dengan bermain gitar untuk
mengamen salah satunya keperluan akan kebutuhan untuk jajan. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa seorang anak turun di jalanan karena ingin memiliki
uang sendiri sebagai pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
4.2.5. Modernisasi, migrasi dan urbanisasi
Hal-hal semacam inilah yang menyebabkan anak-anak turun ke jalanan,
seperti adanya modernisasi, migrasi ataupun urbanisasi. Modernisasi merupakan
proses pergeseran sikap dan melintas sebagai warga masyarakat untuk dapat hidup
sesuai dengan tuntutan masa kini. Dengan perkembangan teknologi menjadikan
daya tarik seseorang untuk memilikinya, seperti yang diungkapkan oleh saudara
Awaludin umur 15 tahun yang mengatakan bahwa:
“Di sekolah saya memiliki banyak teman dan mereka memiliki banyakmainan game yang sangat bagus. Saya pengen juga punya mainan sepertimereka tapi saya tidak memiliki uang untuk membelinya, akhirnya sayamencari uang dengan turun di jalan hasilnya saya tabung untuk belimainan itu.” (Wawancara Juli 2016).
Selanjutnya modernisasi juga mempengaruhi gaya hidup seseorang dengan
menganggap tinggal di daerah perkotaan merupakan hal yang dibilang keren,
namun karena keterbatasan kemampuan menjadikan seseorang bekerja seadanya
dan bahkan menjadikan seorang anak turut membantu mencari perekonomian
dengan bekerja di lingkup yang termarginalkan seperti mengamen di jalanan. Hal
seperti ini di ungkapkan oleh saudara Jurman, umur 17 tahun yang mengatakan
bahwa:
“Orang tua saya itu lebih memilih tinggal di kota untuk mencari pekerjaan,anggapanya daerah kota itu adalah daerah yang sangat keren, bagus danlebih maju tanpa berpikir kalau di daerah perkotaan memiliki saingan yangbanyak. Orang tua saya tidak mampu bersaing karena tidak memilikikemampuan yang lebih sehingga orang tua saya itu bekerja sebagai
48
pemulung saja, hasilnya juga sedikit akhirnya saya ikut juga membantukeluarga untuk mencari uang dengan cara turun di jalanan.” (WawancaraJuli 2016).
Migrasi dan urbanisasi merupakan salah satu unsur penyebab seseorang
turun di jalanan untuk mencari sumber ekonomi. Migrasi merupakan perpindahan
dari kota ke kota sedangkan urbanisasi merupakan perpindahan dari desa ke kota.
Perpindahan yang dilakukan di daerah perkotaan dengan anggapan hidup di
daerah perkotaan sangat mudah untuk mendapatkan pekerjaan dan dapat hidup
dengan menikmati banyak fasilitas, namun tanpa dibekali dengan keahlian khusus
hanya menjadikan mereka tersisih di daerah perkotaan yang megah dan hidup di
tempat tinggal yang tidak layak untuk di tinggali. Untuk menyambung hidup
mereka bekerja seadanya di jalanan yang panas dan berdebu dan bahkan menjadi
sasaran adalah anaknya sendiri untuk ikut mencari uang di jalanan, seperti yang di
ungkapkan oleh Kepala Seksi bidang rehabilitasi sosial bahwa:
“Pada saat kami mengumpulkan anak-anak jalanan yang dirazia banyakdiantara mereka yang tidak berdomisili di kendari, mereka biasanyaberasal dari daerah perkotaan seperti Makasar, Tator, Sulawesi Tengah dandaerah-daerah pedesaan, jadi kami berikan pemahaman kepada merekabahwa turun di jalanan itu sangat membahayakan dirinya dan kami jugaputuskan untuk mengembalikan mereka di daerahnya masing-masingselanjutnya kami buatkan surat pernyataan kepada mereka untuk tidakkembali lagi turun ke jalanan akan tetapi mereka selalunya pulang kembalidikendari dan melakukan hal yang sama lagi.” (Wawancara Syahruddin,S.Sos. Juli 2016).
Dari pernyataan ini menjelaskan keberadaan anak jalanan berasal dari
berbagai daerah yang terbukti pada saat petugas melakukan razia atau turun
lansung di lapangan banyak menemukan anak jalanan yang tidak berdomisili di
daerah kota Kendari melainkan berasal daerah lain seperti Makasar,Tator,
Sulawesi Tengah bahkan di jumpai berasal dari daerah pedesaan. Gambaran ini
49
terjadi karena pengaruh dari proses migrasi ataupun urbanisasi yang menjadi
pilihannya dengan niat untuk mencari sumber ekonomi, namun karena
keterbatasan kemampuan yang dimiliki menjadikan seseorang memilih untuk
turun di jalanan dalam mencari sumber pendapatan.
4.2.6. Orang tua mengkaryakan anaknya sebagai sumber ekonomi keluarga
Orang tua mengkaryakan anaknya sebagai sumber ekonomi keluarga
maksudnya orang tua yang seharusnya sebagai tulang punggung keluarga dan
sekaligus contoh bagi anaknya, malah berlaku semena-mena terhadap anaknya.
Mereka tidak disuruh untuk bersekolah melainkan disuruh orang tuanya untuk
bekerja di jalanan. Keadaan ini, seperti halnya diungkapkan oleh saudara Rian
unur 13 tahun yang mengatakan bahwa :
“Saya itu turun di jalanan dengan meminta-minta kadang mulai siang harisampai malam hari karena sebenarnya disuruh orang tua katanya biarnambah penghasilan juga dari pada duduk-duduk di rumah katanyamending bantu dia saja.” (Wawancara Juli 2016).
Berdasarkan wawancara diatas menunjukan bahwa orang tua yang
mendorong anaknya mencari pekerjaan untuk pemenuhan kebutuhan akan
berdampak pada karakter, mental dan sikap seorang anak hidup dijalanan
Selanjutnya juga diungkapkan oleh saudara Galung umur 9 tahun yang
mengatakan bahwa:
“Sepulang dari sekolah saya itu disuruh orang tua saya turun di jalananuntuk mengamen biar namba-namba penghasilan karena lumayan juga ituyang didapatkan dari mengamen itu.” (Wawancara Juli 2016).
Dari penyataan kedua informan ini menjelaskan seorang anak turun di
jalanan karena pengaruh dorongan dari orang tua dengan tujuan untuk menambah
sumber penghasilan. Hal serupa juga adanya realita gambaran seorang anak turun
50
di jalanan karena dorongan orang tua. Orang tua beranggapan bahwa sekolah itu
tidaklah penting dan tidak menghasilkan uang, seperti yang diungkapkan oleh
saudara Adriansyah umur 12 tahubyang mengatakan bahwa:
“Orang tua saya penghasilannya pas-pasaan saja, niatnya cuman mencariuang saja dan orang tua saya tidak mau menyekolahkan saya katanyauntuk apa sekolah juga tidak ada penghasilan yang didapatkan dari sekolahmending katanya bantu dia mencari uang saja dengan turun di jalananuntuk mangamen pekerjaannya juga sangat mudah. Jadi sekarang sayamengamen saja dari pagi hari sampai malam hari untuk menambahpenghasilan orang tua.” (Wawancara Juli 2016).
Dari pernyataan ini jelas bahwa orang tua lebih mengarahkan anak untuk
membantuh dalam hal mencari sumber ekonomi dari pada menyekolahkan anak.
Anggapan diri orang tua mengenai pendidikan tidaklah penting karena pendidikan
tidaklah menghasilkan apa-apa dalam hal ini sebagai sumber ekonomi dan lebih
mengarahkan anak turun di jalanan untuk mengamen karena pekerjaannya sangat
mudah dalam menambah penghasilan dari orang tua.
4.2.7. Keinginan untuk bebas
Kebebasan secara umum dimasukan dalam konsep dari filosofi politik dan
mengenali kondisi di mana individu memiliki kemampuan untuk bertindak sesuai
dengan keinginannya. Hidup bebas merupakan hal yang diinginkan oleh banyak
anak remaja. Mereka tidak mau dikekang dan hidup dalam aturan yang
berlebihan oleh orang tuanya. Anak yang tidak mau hidupnya dikekang maka
mereka mencari cara agar bisa keluar dari rumah. Prinsip yang tidak baik inilah
yang dapat menyebabkan mereka hidup dijalanan. Seperti yang di ungkapkan oleh
informan Rahmat umur 17 tahun mengatakan bahwa:
“Orang tua saya sering marah-marah dulu kalau saya pergi lamadirumahnya teman, apalagi kalau sudah malam saya dilarang keluar jadisaya biasa pergi diam-diam tidak ditau sama mereka. Saya keluar begituketemu sama teman main game di rental terus kalau sudah tidak ada uang
51
untuk main kita pergi minta-minta dijalan, biasa kita keliling dilampumerah mandiri sini.” (Wawancara Juli 2016).Dari wawancara diatas menunjukan bahwa orang tua yang memberikan
pengawasan yang ketat terhadap anaknya akan menjadikan seorang anak untuk
menghindar dari rumaan dan lebih senang mencari kebebaasan diluar sehingga
memicu anak turun dijalanan ketika kehabisan uang belanjaannya. Hal yang sama
juga diungkapkan oleh pihak Kepala Seksi bidang rehabilitasi sosial H.
Jamaluddin, SE., M.Si bahwa:
“Pada tahun 2015 lalu, kami pernah melakukan razia anak jalanan dan adasalah seorang anak yang kita bawa dikantor sini. Setelah kita tanya-tanyaternyata dia turun kejalan bukan karena faktor ekonomi melainkan diahanya ingin bebas dari tekanan dari orang tuanya yang katanya dirumahselalu dibatasi kalau bergaul dengan teman-temannya.” (wawancara Juli2016).
Berdasarkan penjelasan informan diatas menunjukan bahwa pengawasan
yang terlalu berlebihan yang dilakukan oleh orang tua akan mempengaruhi
psikologi anak dimana mereka merasa tidak diberikan kelonggaran untuk bergaul
pada lingkunagan sekitarnya sehingga mereka berusaha untuk keluar dari tekanan
yang ada tanpa memikirkan dampak yang akan terjadi terhadap tindakan yang dia
lakukan. Maka dari itu peluang mereka untuk hidup dijalan semakin besar.
4.2.8. Peran lembaga sosial kemasyarakatan belum maksimal
Lembaga kemasyarakatan juga ikut andil berperan dalam upaya
mensejahterakan anak jalanan. Untuk menopang kesejahteraan mereka dilakukan
dengan memberiakan bantuan secara langsung maupun pendidikan dan keahlian
bagi anak jalanan. Namun pada kenyataanya masih banyak anak jalanan yang
tidak mendapatkan hak yang sama seperti pendidikan sehingga menjadikan anak
52
turun di jalanan. Seperti pernyataan informan staf bidang rehabilitasi sosial yang
mengatakan bahwa:
“Kami dari pihak rehabilitasi sosial sebenarnya sudah meberikan bantuandana pendidikan kepada anak-anak yang kurang mampu akan tetapimereka masih turun kejalan dan bantuan itu mereka tidak digunakanuntuk biaya sekolah dan kemudian kami juga masih kurang fasilitasseperti rumah singgah untuk menampung anak-anak karena kamin tidakbisa memberikan pembinaan kalau tidak ada gedung, sebenarnya dulu adahanya sekarang sudah tidak layak digunakan.” (Wawancara Juli 2016).
Berdasarkan hasil wawancara diatas menunjukan bahwa bantuan dana
pendidikan yang diturunkan kepada anak jalanan tidak mempengaruhi kesadaran
mereka untuk turun kejalanan tampa ada sarana seperti rumsh singga untuk
tempat pembinaan karrater, mental, sikap mereka dan mensosialisasikan tentang
bahaya turun dijalan. Sejalan dengan pernyataan diatas dimana informan
Saharuddin, S.Sos berikut menyatakan bahwa :
“Kami dari pihak rehabilitasi sosial sendiri sebenarnya sudah melakukanrazia berkali-kali dan kemudian kami melakukan pembinaan hanya sajatidak berlangsung lama paling satu hari terus kami kembalikan merekakarna, belum ada tempat khusus yang bisa digunakan untuk melakukanpembinaan secara mandalam.” (Wawancara Juli 2016).Dari pernyataan diatas menunjukan bahwa dari pihak rehabilitasi sosial
selalu melakukan penertiban hanya saja blom ada sarana untuk penampungan
anak jalanan. Selanjutnya diungkapkan juga oleh saudara Awaludinn umur 15
tahun yang mengatakanm bahwa:
“Saya pernah ditangkap sama polisi pamong praja pada saat sayameminta-minta dilampu merah dengan teman-teman saya dan dibawadikantor kemudian kami hanya sebatas ditanya-tanya kemudiandipulangkan kembali”. (Wawancara juli 2016).
Berdasarkan hasil wawancara informan tersebut menunjukan bahwa anak
jalanan membutuhkan pelayanan yang memadai seperti pembinaan yang intensif
53
agar mereka menyadari bahwa kehidupan dijalan banyak berdampak buruk
terhadap diri mereka dan tidak menjaminkan masa depan yang baik. Akan tetapi
kurangnya sarana untuk memfasilitasi anak jalanan di Kota kendari menjadikan
mereka selalu kembali melakukan aktivitasnya di jalan.
4.3. Peran Pemerintah Daerah Terhadap Masa Depan Anak Jalanan
4.3.1. Pembinaan pencegahan
Pembinaan anak jalanan di Kota Kendari memiliki landasan filosofis
sekaligus prinsip pembinaan yang merujuk pada peraturan daerah Kota Kendari
No.9 tahun 2014. Perda tersebut dirumuskan dengan tujuan untuk dijadikan aturan
hukum dalam mengatasi permasalahan anak jalanan di Kota Kendari dengan
Perda itu pula diketahui berbagai langkah strategis yang diupayakan pemerintah
dalam memberikan perlindungan dan menciptakan ketertiban maupun
ketentraman masyarakat dalam mengatasi anak jalanan. Sehingga dengan upaya
itu meningkatkan ketertiban dalam masyarakat melalui kepastian hukum yang
dapat melindungi masyarakat agar hidup dengan tentram dan damai.
Dengan demikian secara filosofis penanganan anak jalan di Kota Kendari
pada hakikatnya dalam rangka menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian agar
tercipta ketertiban dan ketentraman juga menjunjung tinggi harkat dan martabat
setiap masyarakat tanpa membedakan satu dengan yang lainnya terutama anak
jalanan diupayakan adanya pembinaan khusus dengan menggunkan prinsip-
prinsip hukum yang digunakan.
Anak jalanan di Kota Kendari kian hari semakin bertambah, mereka
berada di tempat-tempat umum yang berperilaku sebagai pengemis,
54
pemulung, pengamen, yang dapat mengganggu ketertiban umum. Keberadaan
mereka kelihatannya terorganisir, ada yang mem back-up dari belakang, mereka
turun kejalan untuk mencari uang dengan berbagai caranya baik dengan cara
menjual jasa seperti mengamen maupun sekedar meminta-minta, dan jika mereka
tidak diberi uang sebagai upahnya mereka tinggal terus mengadu dan bisa fatal
karna mengganggu kepentingan umum. Pengguna jalan yang memberi uang
atau baang kepada anak jalanan dengan rasa ikhlas beramal dan rasa belas
kasihan merupakan sesuatu yang wajar, tetap disisi lain perilaku seperti ini
membahayakan bagi dirinya dan orang lain terutama terhadap anak jalanan. Hal
seperti ini seharusnya ditangani dengan baik sesuai aturan yang berlaku dan
memiliki landasan filosofis degan merujuk pada Perda Kota Kendari no.9 tahun
2014 tentang pembinaan anak jalanan, gelandangan, pengemis, dan pengamen.
Dengan penanganan yang baik maka ketertiban kota dan keamanan dijalan dapat
terjamin.
Peraturan daerah kota kendari Nomor 9 tahun 2014 tentang pembinaan
anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen telah mendefinisikan dalam
ketentuan umum bahwa pembinaan adalah segala upaya atau kegiatan yang
dilakukan oleh Pemerintah dan atau masyarakat untuk mengatasi masalah anak
jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen dan keluarganya supaya dapat
hidup dan mencari nafkah dengan tetap mengutamakan hak-hak dasar
kemanusiaan. Sebagaimana bab III pasal 5 ayat 2 menjabarkan pembinaan
pencegahan anak jalanan sebagai berikut; pendataan, pemantauan, pengendalian,
pengawasan dan sosialisasi.
55
1. Pendataan
Pendataan merupakan salah satu langkah awal Pemerintah dinas sosial
ketenaga kerjaan dan transmigrasi kota kendari untuk mengetahui jumlah anak
jalanan yang ada di kota kendari dan kondisi ekonomi keluarga. Badan
rehabilitasi sosial merupakan bagian darai dinas sosial ketenaga kerjaan dan
transmigrasi yang memiliki peran untuk menyelasaikan masalah-masalah sosial
seperti masalah anak jalanan di kota kendari. Seperti yang di ungkapkan kepala
seksi rehabilitasi sosial bapak Saharuddin, S.Sos bahwa:
“Dalam upaya penanganan masalah anak jalanan di kota kendari kamidari pihak dinas sosial sebelumnya melakukan razia di tempat-tempatkeramaian yang banyak ditemukan pengemis. kemudian, kami melakukanpendataan dan sekaligus kami meminta orang tua atau keluarganya untukmengambil keterangan”. (Wawancara Juli 2016).
Berdasarkan hasil wawancara diatas menunjukan bahwa dalam
penanganan anak jalanan mereka lakukan dengan cara mendatangi ditempat-
tempat keramaian yang banyak ditemukan anak jalanan sekaligus menemui
keluarga anak jalanan untuk mendatanya. Hal yang sama juga diungkapkan oleh
keluarga anak jalanan ibu Erniawati JL. Imam Bonjol RT/RW 002/002
mengatakan bahwa:
“Saya pernah dipanggil dari pihak Dinas Sosial, Tenaga Kerjaan danTransmigrasi kota Kendari bidang pemberdayaan dan rehabilitasi sosialdan pada saat itu saya ditanya-tanya masalah nama, pekerjaan, tempattinggal, umur, jumlah tanggungan, dan kemudian kami dikumpul dalamruangan bersama dengan anak-anak untuk mengikuti arahan-arahan darimereka”. (Wawancara juli 2016).
Dari wawancara ini menunjukan bahwa Dinas Sosial, Tenaga Kerjaan dan
Transmigrasi kota Kendari bidang pemberdayaan dan rehabilitasi pernah
melakukan pendataan terhadap keluarga anak jalanan dan selanjutnya mereka
56
diberikan arahan agar anak-anaknya tidak lagi melakukan aktifitas di jalanan
untuk mencari memintah-mintah. Diunkapkan juga salah satu informan dari anak
jalanan indayani umur 14 tahun mengatakan bahwa:
“Saya pernah ditangkap sama polisi pamong praja pada saat saya meminta-minta dilampu merah dengan teman-teman saya dan dibawa dikantorkemudian kami ditanya-tanya”. (Wawancara juli 2016).
Berdasarkan hasil wawancara diatas menunjukan bahwa masalah anak
jalanan di kota Kendari merupakan salah satu tugas dan tanggung jawab
pemerintah Dinas Sosial, Tenaga Kerjaan dan Transmigrasi kota Kendari untuk
mewujudkan pencegahan adanya anak-anak jalanandengan dan bekerja sama
dengan Satuan Polisi Pamongpraja. Dimana bukan hanya anak jalanan yang
menjadi sasaran utama mereka tetapi, orang tua maupun keluarga turut diajak
untuk bekerja sama dalam mencegah peluang-peluang angota keluarga mereka
untuk turun kejalan.
2. Pemantauan
Pemantauan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengamati
perkembangan dan mengidentifikasi masalah-masalah yang melatar belakangi
adanya fenomena sosial anak jalanan yang ada dikota kendari. Mengenali
berbagai macam aktifitas sosial yang dilakukan anak jalanan menjadi faktor
terpenting oleh pemerintah dalam menyikapi pencegahan dini maupun secara
lanjut atas peningkatan jumlah anak-anak yang menghabiskan waktunya di
tempat-tempat umum. Wolman, (2003) mengungkapkan bahwa pemantauan
adalah prosedur penilayan yang secara deskriptif dimaksudkan untuk
mengidentifikasi dan atau mengukur pengaruh dari kegiatan yang sedang
57
berjalan tampa mempertanyakan hubungan kausalitas. Seperti yang diungkapkan
oleh pihak Dinas Sosial, Tenaga Kerjaan dan Transmigrasi kota Kendari yaitu
kepala bidang pemberdayaan dan rehabilitasi sosial Bapak H. Jamaluddin,SE.,
M.Si beliau mengatakan bahwa:
“Kami melakukan pemantauan ditempat-tempat keramayan yang seringdijumpai oleh anak jalanan sehingga dengan mudah melihat aktivitas yangmereka lakukan. Dari beberapa hasil pengamatan yang kami temuidilapangan kemudian kami mengevaluasi kembali masalah-masalah untukditindak lanjuti”. (Wawancara juli 2016).
Dari wawancara diatas menunjukan bahwa usaha pemantauan yang
dilakukan oleh pemerintah daerah dari pihak Dinas Sosial, Tenaga Kerjaan dan
Transmigrasi kota Kendari bidang pemberdayaan dan rehabilitasi sosial dengan
cara mengamati aktifitas anak jalanan dengan mengumpulkan masalah-masalah
yang untuk ditindak lanjutui. Hal yang sama juga diungkapkan staf bidang
pemberdayaan mengatakan bahwa:
“Menurut saya memang manusiawi kalau kita berempati terhadap anakjalanan akan tetapi jika kita terus memberikan perhatian dalam bentukmemberikan uang justru ini akan membukakan peluang terhadap anak-anak untuk terus meminta-minta bahkan sangat berdapak negatif dimanamereka menaruh harapan besar dengan mendapatkan uang lebih banyaktanpa harus bekerja keras. Dan kemudian akan mempengaruhi anank-anakyang lain untuk ikut bergabung bersama anak-anak jalanan yang sudahada. Jadi kalau saya mengharapkan pemerintah membuat perda tentangsanksi hukum kepada masyarakat yang memberikan sumbangan kepadaanak jalanan selain daripada sumbangan sosial melalui organisasi formal”.(Wawancara juli 2016).
Berdasarka beberapa hasil penjelasan informan diatas menunjukan bahwa
bentuk perhatian pemerintah dalam melakukan pemantauan terhadap anak jalanan
di kota kendari ternyata salah satu faktor yang mempengaruhi keberadaannya
yaitu kurangnya perhatian orangtua dalam mendidik anak-anaknya dalam usia
58
yang masih labil sehingga dengan gampang terpengaruh dari lingkungan
pergaulannya. Serta dari anak jalanan sendiri tidak pernah sadar bahwa tindakan
yang dia lakukan akan berdampak buruk terhadap masa depannya dengan
berhimpun sebagai pengemis sampai dengan meninggalkan sekolahnya.
Kemudian perlunya pehatian lebih khusus lagi oleh pemerintah kota kendari untuk
membuat perda mengenai efek jera bagi masyarakat yang selalu memberikan
sumbangan terhadap anak jalanan dalam konteks yang tidak wajar.
3. Pengendalian Sosial
Pengendalian sosial merupakan cara atau metode yang digunakan untuk
mendorong seseorang agar berperilaku selaras dengan kehendak kelompok atau
masyarakat luas tertentu yang mengarah pada konteks kebaikan. Pengendalian
sosial yang terfokus pada fenomona anak jalanan merupakan metode yang
dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi ataupun mengatasi keberadaannya.
Keberadaan anak jalanan perlu diatasi karena merupakan gambaran salah satu
bentuk patologi sosial yang sifatnya dapat meresakan masyarakat. Bentuk
pengendalian sosial yang dilakukan pihak pemerintah daerah terdiri atas berbagai
model yakni memberikan teguran, akses pendidikan dan penerapan model
fraudalens yaitu dengan meminta bantuan kepada pihak lain yang dianggap dapat
mengatasi masalah. Seperti yang diungkapkan oleh pihak Dinas Sosial, Tenaga
Kerjaan dan Transmigrasi kota Kendari yaitu H. Jamaluddin, SE., M.Si Beliau
mengatakan bahwa:
“Pengendalian sosial yang diterapkan untuk menangani anak jalananbiasanya kami melakukan razia kepada anak jalanan selanjutnya kamikumpulkan anak jalanan satu tempat kemudian kami beri teguran motivasiuntuk kebaikan diri mereka dan kami bukakan peluang kepada merekauntuk mendapatkan akses pendidikan bagi mereka yang berhenti sekolah
59
seperti dengan mengikutkan ujian paket untuk melanjutkan pendidikanbukan hanya itu penanganan anak jalanan kami juga buatkan himbauansecara tulis kepada seluruh masyarakat untuk tidak memberikan uangkepada anak-anak yang meminta uang di jalanan. Cara ini berlangsungdengan baik karena keterlibatan pihak lain salah satunya keterlibatanmasyarakat itu sendiri .” (Wawancara Juli 2016).
Berdasarkan hasil wawancara diatas menunjukan bahwa bentuk
pengendalian yang dilakukan oleh Dinas Sosial, Tenaga Kerjaan dan Transmigrasi
kota Kendari bidang pemberdayaan dan rehabilitasi sosial yaitu dengan
melakukan penjaringan sselanjutnya memberikan arahan kepada anak jalanan agar
mendapatkan akses pendidikan bagi mereka yang berhenti sekolah selai itu juga
memberikan himbauan kepada masyarakat untuk tidak membrikan uang kepada
anak jalanan. Selanjutnya juga diperjelas oleh Kepala seksi pemberdayaan beliau
mengatakan bahwa:
“Model pengendalian sosial yang dilakukan dalam menangani anakjalanan yakni dengan memberikan teguran kepada anak jalanan yangtegurannya itu mengandung motivasi untuk kebaikan mereka bukan hanyaitu kami memberikan akses lanjutan pendidikan bagi anak-anak yangberhenti sekolah. Penerapan lainnya yakni perlu bantuan dari masyarakatitu sendiri salah satunya dengan tidak memberikan uang kepada anak-anakyang meminta uang di jalanan, bukan hanya itu pengendalian sosial dalammenangani anak jalanan pernah kami meminta bantuan pihak lain yang ituhari para mahasiswa dari STAIN dan dinas pemerintah lainnya untukmemberikan arahan-arahan kepada para anak jalanan.” (Wawancara Juli2016).
Dari pernyataan informan tersebut menjelaskan bentuk pengendalian sosial
yang diterapkan pemerintah dinas sosial adalah dengan memberikan teguran yang
mengandung unsur motivasi dan membukakan akses pendidikan bagi anak yang
berhenti sekolah serta adanya penerapan model fraudalens dalam menangani anak
jalanan yakni dengan meminta bantuan kepada pihak lain yang dianggap dapat
mengatasi masalah seperti keterlibatan masyarakat itu sendiri dalam menjalankan
himbauan tertulis yang dilakukan oleh pihak pemerintah untuk tidak memberikan
60
uang kepada anak-anak yang beraktivitas di jalanan dan adanya partisipasi
mahasiswa serta pemerintah setempat dalam menangani keberadaan dari anak
jalanan.
4. Pengawasan
Pengawasan merupakan tindakan yang sifatnya menyeluruh atau terpadu
dan integratif dimana dilakukan untuk menjaga terbinahnya pola-pola kelakuan
dan kaida-kaida sosial dalam berkehidupan. Pengawasan yang dilakukan dalam
mengatasi fenomena dari anak jalanan dapat dilakukan dengan turun langsung di
lapangan seperti yang diungkapkan dari pihak Dinas Sosial, Tenaga Kerjaan dan
Transmigrasi kota Kendari H. Jamaluddin, SE., M.Si beliau mengatakan sebagai
berikut:
“Bentuk pengawasan yang kami lakukan itu dengan turun langsung dilapangan. Kami turun di tempat-tempat keramaian dan pada saat kamimenemukan anak jalanan yang sedang beraktifitas meminta-minta uanglangsung kami tangkap kemudian kami berikan arahan untuk kebaikanmereka sendiri.” (Wawancara juli 2016).
Berdasarkan hasil wawancara diatas menunjukan bahwa bentuk
pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah Dinas Sosial, Tenaga Kerjaan dan
Transmigrasi kota Kendari dengan turun ditempat-tempat keramayan untuk
melakukan penjaringan dan sekaligus memberikan pemahaman kepada mereka
tentang bahaya hidup dijalnan. Hal yang sama juga diungkapkan oleh ibu staf
bidang pemberdayaan dan rehabilitasi yang mengatakan bahwa:
“Pengawasan yang kami lakukan dalam menangani anak jalanan itudengan turun di lapangan langsung, sehingga kita bisa melihat aktivitasdari anak jalanan itu sendiri. Apabila kami melihat anak jalanan yangsedang meminta-minta langsung kami bawah kemudian kami berikanarahan untuk kebaikan masa depan mereka” (Wawancara Juli 2016).
61
Berdasarkan informan tersebut menunjukan bahwa bentuk pengawasan
yang dilakukan pemerintah dalam hal ini pihak Dinas Sosial, Tenaga Kerjaan dan
Transmigrasi kota Kendari terhadap anak jalanan yaitu dengan turun langsung
dilapangan. selanjutnya juga diungkapkan oleh informan staf bidang Resos Muh.
Syaiful yang mengatakan bahwa:
“Kami turun langsung di lapangan biasanya itu di tempat-tempatkeramaian seperti lokasi MTQ untuk mengawasi aktivitas dari anakjalanan itu sendiri. Apabila kami menemukan anak jalanan yang sedangmeminta-minta uang di jalanan langsung kami tangkap kemudian kamiberikan arahan, semua itu demi kebaikan mereka sendiri karena kitaberpikir bahwa anak-anak yang selalu beraktivitas di jalanan itu akanmembahayakan keselamatan diri mereka sendiri.” (Wawancara Juli 2016).
Berdasarkan wawancara diatas menjukan bahwa penerapan dalam
pengawasan anak jalanan yang ada di kota Kendari dilakukan dengan cara turun
langsung ditempat-tempat umum guna mengontrol aktivitas dari anak jalanan. Hal
yang sama juga diungkapkan oleh sadara adriansyah umur 12 Tahun yang
mengungkapkan bahwa:
“Setiap kami turun mengamen kami selalu dijagai dan diawasi oleh SatpolPP dan setiap mereka lewat kami selalu ditangkap dan dibawa dikantorDinas Sosial Ketenaga Kerjaan dan Transmigrasi Kota Kendari.”(Wawancara Juli 2016).
Berdasarkan hasil wawancara diatas menunjukan bahwa dari satuan polisi
pamongpraja melakukan pengawasa terhadap masalah anak jalanan dan
menyerahkan kepada pihak yang berwewenang agar memberikan arahan-arahan
untuk menindaklanjuti apa yang sudah dikerjakan yang sesuai dengan proporsinya
5. Sosialisasi
Sosialisasi merupakan suatu proses dimana setiap individu mempelajari
cara-cara hidup sesuai dengan nilai-nilai, norma-norma yang berlaku dalam
62
kehidupan bermasyarakat. Penerapan sosialisasi dalam kehidupan masyarakat
khususnya penanganan pada anak jalanan dapat dijadikan media pembelajaran
untuk mengurangi ataupun mengatasi keberadaannya. Sosialisasi dapat dilakukan
melalui media tulisan maupun lisan. Sosialisasi melalui tulisan seperti yang
diungkapkan dalam wawancara Saharuddin S.Sos. yang mengatakan bahwa:
“Sosialisasi yang kami lakukan untuk menangani anak jalanan itu pernahkami memasangan spanduk atau baliho mengenai larangan memberikanuang kepada anak jalanan yang suka meminta-minta, melalui cara inialhamdulillah mengurangi dari perkembangan fenomena anak jalananyang tadinya banyak sekarang agak berkurang.” (Wawancara Juli 2016).
Dari pernyataan ini menjelaskan sosialisasi yang diterapkan dalam
menangani anak jalanan dapat dilakukan melalui informasi media cetak dengan
memasang spanduk atau baliho mengenai himbauan untuk tidak memberikan
uang kepada anak yang meminta-minta di jalan. Penerapan sosialisasi dalam
mengurangi atau mengatasi fenomena keberadaan dari anak jalanan dapat juga
dilakukan melalui penyampaian secara lisan dengan memberikan arahan yang
bernuansa positif seperti yang diungkapkan dalam wawancara staf bidang
pemberdayaan dan rehabilitasi sosial yang mengatakan sebagai berikut:
“Kami berikan pemahaman secara langsung kepada anak-anak yangmelakukan aktivitas di jalanan untuk tidak melakukannya lagi karenadampak yang diperoleh itu sangat buruk, bisa membahasakan keselamatanmereka. Pemberian pemahaman ini sebagai sosialisasi yang mengandungnilai-nilai sosial sebagai pembelajaran kepada mereka.” (Wawancara Juli2016).
Selanjutnya hal yang sama mengenai sosialisasi yang diberikan dalam
menangani persoalan anak jalanan juga diungkapkan oleh kepala bidang Resos H.
Jamaluddin, SE., M.Si Beliau mengatakan bahwa:
“Penanganan dari anak jalanan itu biasanya kami memberikan sosialisasisecara langsung sebagai masukan pembelajaran bagi mereka. Pernah kami
63
bekerjasama dengan para mahasiswa dari STAIN dan pemerintah setempatseperti dinas pendidikan, BNN departemen agama, dinas kesehatan, satuanpolisi pamong praja untuk memberikan sosialisasi mengenai dampak yangdiperoleh anak jalanan dari aktivitas meminta-minta di jalanan. Manfaatdalam sosialisasi itu untuk mengurangi ataupun mangatasi persoalan anakyang suka meminta-minta di jalanan, selain itu manfaat dari sosialisasi ituakan menambah semangat belajar anak dan fokus menempuh pendidikankarena biasanya anak jalanan semangat belajarnya sangatlah kurang danbanyak anak yang putus sekolah gara-gara itu.” (Wawancara Juli 2016).
Dari pernyataan yang diungkapkan oleh informan tersebut menunjukan
jelaslah sosialisasi yang diberikan kepada anak jalanan dapat dilakukan dengan
cara penyampaian secara langsung melalui lisan. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa sosialisasi yang dilakukan dalam mengatasi persoalan anak
jalanan dapat dilakukan secara lisan dan tulisan sebagai pembelajaran membentuk
kepribadian dari anak.
4.3.1. Pembinaan Lanjutan
Peraturan daerah kota kendari Nomor 9 tahun 2014 tentang pembinaan
anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen telah mendefinisikan dalam
ketentuan umum bahwa pembinaan lanjutan adalah kegiatan yang dilakukan
secara terencana dan terorganisir dengan maksud menekan, meniadakan
mengurangi dan mencegah meluasnya anak jalanan, gelandangan, pengemis dan
pengamen untuk mewujudkan ketertiban ditempat umum. Pembinaan lanjutan
sebagaimana dimaksud pada peraturan daerah bab III pasal 5 ayat (2) dilakukan
dengan cara: pendekatan awal, pendampingan sosial, pengumpulan sementaran,
perlindungan, rujukan, pengendalian sewaktu-sewaktu.
64
1. Pendekatan Awal
Proses pendekatan ini dilakukan oleh pihak Dinas Sosial, Tenaga Kerjaan
dan Transmigrasi kota Kendari yang bekerja sama dengan lembaga-lembaga
sosial dengan melaksanakan penertiban dan selanjutnya di data kemudian
didentifisaki untuk menentukan langkah selanjutnya apakah akan dikembalikan
kekeluarga atau akan dilakukan rehabilitasi. Seperti yang diungkapkan oleh
kepala bidang pemberdayaan dan rehabilitasi sosial bahwa:
“Pendekatan awal yang kami lakukan kepada mereka yang terjaring rasiahitu berbeda-beda. Sesuai dengan kebutuhannya masing-masing tentunya.Contohnya untuk anak jalan usia sekolah selain kami lakukan bimbingansecara umum seperti bimbingan spiritual, fisik, dan bimbingan sosial, kamijuga memberikan bantuan seperti dana sekolah, agar menambah motivasibelajar mereka”. (Wawancara juli 2016).
Model pendekatan yang dilakukan oleh pihak pemerintah Dinas Sosial,
Tenaga Kerjaan dan Transmigrasi kota Kendari yaitu juga cukup berfariasi yaitu
melakukan pendekatan dengan berbasis anak jalan yaitu merupakan pendekatan
dijalanan untuk menjangkau dan mendampingi anak di jalanan. Pendekatan yang
berbasis masyarakat Community Based Strategy adalah pendekatan yang
melibatkan keluarga dan masyarakat tempat tinggal anak jalanan, pemberdayaan
keluarga dan sosialisasi kepada masyarakat. Central Based Strategy adalah
pendekatan penangan anak jalanan oleh lembaga yang memusatkan usaha dan
pelayanan, tempat belindung “drop in” (Rumah singgah) yang menyediakan
fasilitas asrama bagi anak terlantar dan anak jalanan.
Selanjutnya diungkapkan oleh saudara Awaludin umur 15 tahun yang
mengatakan bahwa:
“sekarang kami selalu serba hati-hati karena ada selalu yang memata-mataikita untuk turun beraktivitas di jalan dan banyak dan yang menangkap kita
65
bukan saja dari Satpol PP, tetapi ada juga dari dinas sosial ketenagakerjaan dan transmigrasi yang melakukan razia dijalanan.” (wawancara2016)
Dari hasil wawancara diatas menunjukan bahwa pemerintah daerah kota
kendari selalu melakukan kegiatan penertiban dijalan dengan menggerakan
lembaga-lembaga yang berwewenang dalam menangani persoalan anak jalanan
dan menjadikan keinginan mereka turun dijalanan menjadi berkurang.
2. Pendampingan sosial
Anak jalanan merupakan kelompok yang tidak berdaya baik karena
hambatan internal dari dalam dirinya maupun tekanan eksternal dari
lingkungannya. Pendamping sosial kemudian hadir sebagai agen perubah yang
turut terlibat membantu memecahkan persoalan yang mereka hadapi.
Pendampingan sosial dengan demikian dapat diartikan sebagai interaksi dinamis
antara anak jalanan dan pekerja sosial untuk secara bersama-sama menghadapi
permasalahan. Seperti yang diungkapkan oleh Dinas Sosial, Tenaga Kerjaan dan
Transmigrasi kota Kendari yaitu kepala bidang pemberdayaan dan rehabilitasi
sosial Bapak H. Jamaluddin, SE., M.Si mengatakan bahwa:
“Pendampingan sosial yang diberiakan yaitu bertujuan agar anak-anaktersebut termotivasi dan dapat menumbuhkan kesadaran dan tanggungjawabanya sebagai anggota masyarakat disamping itu, pendampingansosial dapat memecahkan permasalahan sosial yang dihadapi oleh anak-anak jalanan tesebut baik itu yang sifatnya perorangan maupun dalambentuk kelompok. Kegiatan pendampingan sosial mengarah pada aspekkerukunan dan kebersamaan hidup bermasyarakat, sehingga dapatmenimbulkan kesadaran dan tanggung jawab sosial baik di lingkunganmasyarakat maupun di lingkungan kerja.” (Wawancara juli 2016).Pernyataan ini menjelaskan pendampingan sosial yang diterapkan oleh
pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Sosial, Tenaga Kerjaan dan Transmigrasi
kota Kendari merupakan salah satu cara untuk menumbuh kembangkan
kesadaran dan tanggung jawab sosial serta kemampuan menyesuaikan diri
66
dengan lingkungan sosial tatanan kehidupan masyarakat. Pendampingan sosial ini
dapat mengembangkan dan meningkatkan secara maksimal kesadran tanggung
jawab sosial untuk berintegrasi dalam kehidupan dan penghidupan
masyarakat secara normatif.
3. Perlindungan
Setiap anak tentu memiliki hak dan kewajiban yang sama tanpa
memandang latar belakang dari anak tersebut. Dalam UUD 1945 pasal 28 ayat 2
menyatakan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan
berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Terkait dengan permasalahan sosial mengenai fenomena anak jalanan yang ada di
Kota Kendari pemerintah telah mengeluarkan perda No 9 Tahun 2014 tentang
pembinaan anak jalanan Seperti yang diungkapkan oleh kepala satuan polisi
pamong praja nama Bapak Heriyanto Sada, SP., M.Si mengatakan bahwa:
“Kami dari satuan polisi pamong praja sebagai salah satu penegak perdamamiliki tugas pokok salah satunya sebagai perlindungan masyarakatterkait dengan anak jalanan. Adapun bentuk perlindungan yang kamilakukan itu seperti mencegah mereka untuk melakukan aktivitas dijalanyang membahayakan bagi keselamatan dirinya. Bentuk razia yang kamilakukan terhadap anak jalanan selama ini itu merupakan salah satuperlindungan sosial.(Wawancara Juli 2016).
Berdasarkan hasil wawancara diatas menunjukan bahwa satuan polisi
pamongpraja juga memilki tugas untuk melindungi anak jalanan dengan carah
mencegah untuk berada dijalanan yang membahayakan bagi diri mereka. Hal yang
sama juga diungkapkan Kepala Seksi oleh Bapak Syaharuddin, S.Sos mengatakan
bahwa:
67
“Mereka yang telah mengikuti pembinaan kami selalu mengawasiperkembangan aktivitas mereka setelah dikembalikan pada pihakkeluarganya dan memang kebanyakan dari mereka sdah tidak turun lagidijalan adapun kalau kami temukan salah satunya langsung kami ambilkembali untuk kami lakukan pembinaan lanjutan”. (Wawancara juli 2016)
Berdasrkan hasil wawancara tersebut diatas menggambarkan bahwa
bentuk perlindungan yang dilakukan oleh pemerintah Satpol PP saat ini tehadap
anak jalanan dengan terus mengadakan razia terus dibawah di Dinas Sosial,
Tenaga Kerjaan dan Transmigrasi kota Kendari untuk dilakukan pembinaan. Dan
kemudian pihak Dinas Sosial, Tenaga Kerjaan dan Transmigrasi kota Kendari
terus melakuka pengawasan tehap anak-anak terkait dengan bagaimana
perkembangan aktivitas mereka ketika kembali dimasyarakat.
4.3.2. Usaha rehabilitasi sosial
Dalam usaha rehabilitasi social yang dilaksanakan oleh Dinas Sosial,
Tenaga Kerjaan dan Transmigrasi kota Kendari bidang pemberdayaan dan
rehabilitasi sosial melakukan penjaringan kepada anak-anak yang berusia dibawah
umur 16 tahun yang bekerja di jalanan dan tempat umum yang dapat
membahayakan keselamatan dirinya. Hal yang sesuai dengan definisi anak
jalanan yang diungkapkan oleh Waloyu (2008) menjelaskan anak jalanan adalah
anak-anak yang berusia 7–15 tahun, bekerja di jalanan dan tempat umum yang
dapat membahayakan keselamatan dirinya. Usaha rehabilitasi sosial adalah
proses refunsionalisasi dan pemantauan taraf kesejahteraan sosial untuk
memungkinkan para penyandang masalah kesejahteraan sosial maupun
melaksanakan fungsi sosialnya dan tantangan kehidupan dan penghidupan
masyarakat dan bernegara. Usaha rehabilitasi yang dilakukan Dinas Sosial,
68
Tenaga Kerjaan dan Transmigrasi kota Kendari bidang pemberdayaan dan
rehabilitasi sosial mengacu pada peraturan daerah nomor 9 tahun 2014 bab III
pasal 5 ayat (2) yaitu denga sistem panti dan diluar panti.
1. Luar panti
Pelaksanaan kegiatan rehabilitasi sosial diliar Panti yang dilaksanakan
oleh Dinas Sosial, Tenaga Kerjaan dan Transmigrasi kota Kendari yang bekerja
sama dengan lembaga-lembaga pusat rehabilitasi untuk anak jalanan dilakukan
dalam kurung waktu tertentu, sesuai dengan perkembangan selama mengikuti
program. Adapun proses yang dilakukan oleh pemerintah Dinas Sosial, Tenaga
Kerjaan dan Transmigrasi kota Kendari bidang rehabilitasi sosial dalam
erehabilitasi para anak jalanan yaitu bimbingan mental dan spiritual dan
bimbingan fisik. Seperti yang diungkapkan oleh informan Bapak Syaharuddin,
S.Sos beliau mengatakan bahwa:
“Pembinaan bimibingan mental dan spiritual yang kami lakukan yaitu,dengan pembentuakan sikap serta prilaku, dimana pembentukan sikapdan prilaku tersebut diharapkan dapat memberikan efek positif kepadamereka yang terjaring ketika dikembalikan dalam lingkungan masyarakat.Dalam pemberian bimbingan mental spiritual ada hal-hal yang dilakukandidalamnya yaitu dengan memberikan bimbingan secara keagamaan,bimbingan terhadap budi pekerti serta bimbingan akan norma-normadalam kehidupan”. (Wawancara juli 2016)
Berdasrkan penjelasan informan bidang rehabilitas sosial tersebut bahwa
bentuk pembinaan yang dilakukan diluar panti seperti pendidikan secara mental
dengan tujuan untuk membentuk karakter sehingga mereka memiliki pemehaman
dasar akan bahaya aktifitas yang dilakukan dijalan ketika mereka dikembalikan
dirumahnya atau pada lingkungan sosialnya. Selain itu dalam rangka bimbingan
kepribadian mental, peran moral sangatlah menentukan kepribadian yang
69
terjaring sebagai bentuk pengendalian dalam bertindak ketika menghadapi
segala keinginan dan dorongan untuk berbuat,dan akan mengatur sikap dan
tingkah laku secara moral.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh kepala Bidang pemberdayaan dan
rehabilitasi sosial oleh Bapak H. Jamaluddin SE., M.Si beliau mengatakan
bahwa:
“Dalam Proses pelaksanaan rehabilitasi diluar panti ada tim-tim mobilisasianak jalanan yang menjemput langsung dirumahnya kemudian kami bawaditempat yang sudah disediakan. Pada tahun 2014 pelaksanaannyadigedung aula UMK dan tahun 2015 kemarin bertempat di SKBAnduonohu dan kami bekerja sama dengan BNN, SATPOL PP, DinasPendidikan, Dinas Kesehatan dan Departemen Agama sebagai instrukturdalam kegiatan penyuluhan yang berlangsung selama 28 hari”.(Wawancara juli 2016).
Berdasarkan penjelasan tersebut bahwa Dinas Sosial, Tenaga Kerjaan dan
Transmigrasi kota Kendari bidang rehabilitasi bekerjasama dengan beberapa
instansi (BNN, Satpol PP,Dinas Pendidikan dan Depag kota Kendari) telah
mengadakan kegiatan pembinaan terhadap anak jalanan dalam bentuk penyuluhan
yang diadakan satu kali setahun selama dua tahun terakhir.
Hal seperti ini di ungkapkan oleh saudara Jurman, umur 17 tahun yang
mengatakan bahwa:
“Kami pernah mengikuti kegiatan pembinaan yang dilakukan oleh DinasSosial, Tenaga Kerjaan dan Transmigrasi kota Kendari pada saat itukegiatannya dilaksanakan di SKB dan ada juga dilakukan di aula UMKdan kegiatan itu cukup berjalan lama dan banyak materi yang kami terimapada saat kegiatan berjalan, seperti arahan-aran unutk tidak turun dijalananpada saat itu kami diantar jemput oleh panitia kegiatan.” (Wawancara juli2016).
Berdasarkan hasil wawancara diatas menunjukan bahwa Dinas Sosial,
Tenaga Kerjaan dan Transmigrasi kota Kendari pernah melakukan kegiatan
70
usaha rehabilitasi yang dilaksanakan dibeberapa tempat dengan cara menjemput
langsung di Rumahnya masing-masing dan memberikan arahan-arahan kepada
para anak jalanan tentang bahaya dan konsekuensi ketika turun di Jalan.
71
BAB VPENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah di jabarkan dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Faktor-faktor penyebap munculnya anak jalanan di kota Kendari sebagai
berikut:
a. Kemiskinan dimana tidak terpenuhinya kebutuhan dalam sebuah
keluarga sehingga mendorong seorang anak untuk turun dijalanan.
b. Keluarga yang tidak harmonis (Broken Home) menjadikan seorang anak
turun dijalanan karena kurangnya perhatian dan bimbingan yang
diberikan oleh orang tua.
c. Pengaruh teman dimana mempunyai andil yang sangat kuat terhadap
kepribadian seorang anak sehingga akan berdamapak fatal ketika anak
berhadapan dengan lingungan yang tidak kondusif.
d. Keinginan untuk memiliki uang sendiri dimana orang bekerja demi
mencari uang, dan uang itu mereka gunakan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya dan keluarganya. Faktor inilah yang menyebabkan banyak
anak yang tertarik untuk mempunyai uang sendiri.
e. Modernisasi, migrasi dan urbanisasi merupakan salah satu unsur
penyebab seorang anak turun di jalanan untuk mencari sumber ekonomi.
72
f. Orang tua mengkaryakan anaknya sebagai sumber ekonomi keluarga
dimana seorang anak dipaksakan turun dijalan untuk memenuhi
kebutuhan keluarga
g. Keinginan untuk bebas merupakan dampak dari pengawasan yang terlalu
berlebihan yang dilakukan oleh orang tua sehingga mempengaruhi
psikologi anak dimana mereka merasa tidak diberikan kelonggaran untuk
bergaul pada lingkunagan sekitarnya.
h. Lembaga kemasyarakatan anak jalanan membutuhkan pelayanan yang
memadai seperti pembinaan yang intensif akan tetapi kurangnya sarana
untuk memfasilitasi anak jalanan di Kota kendari menjadikan mereka
selalu kembali melakukan aktivitasnya di jalan.
2. Peran pemerintah daerah terhadap masa depan anak jalanan meliputi:
a. Pembinaan pencegahan merupakan bentuk pembinaan yang dilakukan
oleh pemerintah dinas sosial terdiri atas pendataan, pemantauan,
pengendalian, pengawasan dan sosialisasi.
b. Pembinaan lanjutan meliputi pendekatan awal, pendampingan sosial dan
perlindungan.
c. Usaha rehabilitasi dilakukan diluar panti seperti pendidikan secara
mental dengan tujuan untuk membentuk karakter sehingga mereka
memiliki pemahaman dasar akan bahaya aktifitas yang dilakukan dijalan
ketika mereka dikembalikan dirumahnya atau pada lingkungan
sosialnya.
73
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian tersebut penulis mengajukan beberapa saran
yaitu:
1. Diharapkan kepada pemerintah kota kendari agar memahami permasalahan
faktor penyebab munculnya anak jalanan dengan melakukan pendekatan-
pendekatan agar dapat memahami potensi dan kekurangan pada masing-
masing individu, sehingga ketika memberikan bantuan dapat dengan tepat
sasaran, dan berguna bagi mereka. Diharapkan juga kepada pemerintah Kota
Kendari agar menyediakan sarana dan prasarana sebagai tempat
penampungan dalam melakukan pembinaan pencegahan, pembinaan
lanjutan, maupun usaha rehabilirasi untuk menjalankan program-program
yang mereka rencanakan seperti pembinaan mental, spirit, keterampilan dan
pembinaan fisik.
2. Diaharapkan kepada seluruh masyarakat kota kendari untuk selalu
memperhattikan, membimbing dan membentuk karakter anak-anak yang
sifatnya positif agar tidak terjerumus pada hal-hal yang akan merusak masa
depannya.
3. Bagi mahasiswa yang akan melakukan penelitian selanjutnya hendaknya
lebih mengembangkan pembahasan yang diteliti dan menncari referensi yang
lebih lengkap untuk memudahkan dalam mendapatkan data yang lebih baik
dan akurat serta dapat menjadi rujukan dalam penelitian yang serupa dengan
penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Astutik, Dwi. 2003. Pola Bertahan Hidup Anak Jalanan. Karya Nusantara.Bandung.
BPS Kota Kendari. (2015) angka kependudukan kota Kendari
Kadhusin, Alfred. 2009. Profil Kehidupan Anak Jalanan. Rineka Cipta. Jakarta.
Kontjaraninggrat. 2009. Pengantar Ilmu Antroologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Novrizal, Muhammad. 2009. „Peranan Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA)dalam penanganan anak jalanan di Kota Semarang‟. Skripsi.Semarang: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang
Purnama, Yoga. 2005. Pemberdayaan Anak Jalanan. Bumi Aksara. Jakarta.
Peraturan wali kota kendari Nomor 9 (2014). Tentang pembinaan anakjalanan,gelandangan,pengemis dan pengamen.
Sandyawan. 2007. Pendekatan Terhadap Anak Jalanan. Bumi Aksara. Jakarta.
Siagian, Sondang P. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: bumiAksara
Suyanto, Bagong. Dr. 2010. Masalah-Masalah Sosial Anak. Kencana PrenadaMedia Group. Jakarta.
Suharto, Edi.(2005).Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat.Bandung: PT. Refika Aditama.
Soekanto, Soerjon. (2006). Sosiologi Suatu Pengantar, PT. Raja GrafindoPersada, Jakarta
Usman, (2003) Kemiskinan Di Perkotaan, Jakarta; Yayasan obor Indonesia
Waloyu, Dwi Eko. 2008. Karakteristik Sosial Ekonomi dan Demografi AnakJalanan. Universitas Muhammadiyah. Malang.
Wolman, (2003) Studi Kebijakan Pemerintahan, PT Reflika Aditama , Bandung
Sumber Internet:
Eko,Sutoro. (2002). Pemberdayaan masyarakat desa. 24 Desember darihttp://ireyogya.org/sutoro/pemberdayaan masyarakat desa.
Ertanto. 2009. Anak Jalanan dan Subkultur Sebuah Pemikiran awal. (Online)Pada http://www.kunci.co.id. Diakses Hari Rabu, 13 Januari 2016.
Munir, (2011) implementasi kebijakan peraturan daerah no 2 tahun 2008 Tentangpembinaan anak jalanan, gelandagan, pengemis, dan pengamen di kotaMakasar http://id.wikipedia.org/wiki/skripsi
Ranesi, 2006. Anak Jalanan. (Online) Pada http://www.anjal.ranesi.co.id. DiaksesHari Rabu, 13 Januari 2016.
http://mahaneni.blogspot.co.id/2013/09/tinjauan-tentang-pemberdayaan-sosial.html
http://wishowirayangcorp.blogspot.co.id/2010/12/pemberdayaan-masyarakat.html
Daftar Nama Informan Penelitian
1. Nama : JurmanStatus : Anak JalananUmur : 17 TahunPendidikan : SMP
2. Nama : Muh. FatirStatus : Anak JalananUmur : 17 TahunPendidikan : SMP
3. Nama : Aldo HamkaStatus : Anak JalananUmur : 16 TahunPendidikan : SD
4. Nama : AwaludiStatus : Anak JalananUmur : 15 TahunPendidikan : Tamat SLTP
5. Nama : Herman LiliStatus : Anak JalananUmur : 43 TahunPendidikan : Tamat SD
6. Nama : Siti FatimaStatus : Anak JalananUmur : 15 TahunPendidikan : SD
7. Nama : IndayaniStatus : Anak JalananUmur : 14 TahunPendidikan : SD
8. Nama : JumadiStatus : Anak JalananUmur : 17 TahunPendidikan : Tamat SD
9. Nama : AdrianysahStatus : Anak JalananUmur : 12 TahunPendidikan : SD
10. Nama : Angreyani. RStatus : Anak JalananUmur : 10 TahunPendidikan : SD
11. Nama : SalsabilahStatus : Anak JalananUmur : 6 TahunPendidikan : -
12. Nama : ErniawatiPekerjaan : Ibu RTUmur : 41 TahunPendidikan : SD
13. Nama : H. Jamaluddin,SE., M.SiPekerjaan : Kepala Bidang Pemberdayaan dan Rehabilitasi SosialUmur : 46 TahunPendidikan : S2
14. Nama : Syaharuddin, S.SosPekerjaan : Kepala Seksi Rehabilitasi SosialUmur : 43 TahunPendidikan : S1
15. Nama : Wa Ode Zsartina, SPPekerjaan : Pekerja SosialUmur : 37 tahunPendidikan : S1
16. Nama : Muh. Syarif, S.SosPekerjaan : Pekerja SosialUmur : 39 tahunPendidikan : S1
17. Nama : Siti SartinaPekerjaan : Kepala Seksi Pemberdayaan SosialUmur : 45 tahunPendidikan : S1
18. Nama : Heriyanto Sada, SP., MsiPekerjaan : Kepala Satpol PPUmur : 53 TahunPendidikan : S2
19. Nama : Aris Manda, S.IPPekerjaan : Kepala Seksi Operasi & PengendalianUmur : 34 TahunPendidikan : S1