penyusunan program tbc di kabupaten jember ck

47
BAB 1. LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit pernafasan menular yang banyak terjadi di negara berkembang termasuk di Indonesia. Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB didunia, terjadi pada negara-negara berkembang. WHO memperkirakan bahwa di Indonesia setiap tahunnya setiap 100.000 penduduk terdapat 115 penderita baru TB paru dengan BTA positif. Penyakit TB menyerang sebagian besar kelompok usia produktif. Di provinsi Jawa Timur sendiri penyebaran penyakit TBC sangat memprihatinkan. Data yang didapat di Departemen Kesehatan, penderita penyakit TBC di Jawa Timur menempati urutan ke-3 setelah Jakarta. Didapatkan untuk jumlah penderita TBC baru di Jatim tahun 2010 kemarin mencapai 23.146 penderita. Sedangkan Case Detection Rate (CDR) pada tahun 2011 adalah 65%, dengan jumlah kasus TB BTA positif sebanyak 21.477 penderita. Sementara daerah yang terbanyak menderita penyakit TBC di daerah Jawa Timur adalah Madura dan Jember. Di Kabupaten Jember, terdapat 2.591 orang yang diperiksa untuk mengetahui status TB parunya. Dari jumlah itu terdapat 1

Upload: retno-utami

Post on 18-Feb-2015

194 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

program tbc

TRANSCRIPT

Page 1: Penyusunan Program Tbc Di Kabupaten Jember Ck

BAB 1. LATAR BELAKANG

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit pernafasan menular yang banyak

terjadi di negara berkembang termasuk di Indonesia. Diperkirakan sekitar

sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis.

Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB didunia, terjadi pada

negara-negara berkembang. WHO memperkirakan bahwa di Indonesia setiap

tahunnya setiap 100.000 penduduk terdapat  115 penderita baru TB paru dengan

BTA positif. Penyakit TB menyerang sebagian besar kelompok usia produktif. Di

provinsi Jawa Timur sendiri penyebaran penyakit TBC sangat memprihatinkan.

Data yang didapat di Departemen Kesehatan, penderita penyakit TBC di Jawa

Timur menempati urutan ke-3 setelah Jakarta. Didapatkan untuk jumlah penderita

TBC baru di Jatim tahun 2010 kemarin mencapai 23.146 penderita. Sedangkan

Case Detection Rate (CDR) pada tahun 2011 adalah 65%, dengan jumlah kasus

TB BTA positif sebanyak 21.477 penderita. Sementara daerah yang terbanyak

menderita penyakit TBC di daerah Jawa Timur adalah Madura dan Jember. Di

Kabupaten Jember, terdapat 2.591 orang yang diperiksa untuk mengetahui status

TB parunya. Dari jumlah itu terdapat 1.815 orang yang positif TB paru.

Sedangkan yang sembuh mencapai 1.627 orang. Pada tahun 2010, ada

peningkatan jumlah orang yang diduga menderita TB paru yaitu sebanyak 2.662

orang. Dari hasil pemeriksaan diketahui jumlah orang yang positif menderita TB

paru sebanyak 1.943 orang. Untuk tahun 2011 hingga bulan April, sudah ada 736

orang yang diduga menderita TB paru. Dengan hasil positif pada 543 orang.

Angka DO di Jember mencapai 2 sampai 2,5 persen dari total penderita TB paru.

Angka DO yang terbilang cukup tinggi (Dinas Kesehatan Kabupaten Jember,

2010).

Dengan semakin meningkatnya angka kejadian TBC di Indonesia, maka

untuk menekan angka kejadian TBC di Indonesia dibuatlah Strategi Nasional

Program Penanggulangan TBC tahun 2010-2014 yang terdiri dari 7 strategi, 4

1

Page 2: Penyusunan Program Tbc Di Kabupaten Jember Ck

strategi umum yang didukung oleh 3 strategi fungsional. Ketujuh strategi ini

merupakan upaya yang berkesinambungan dari strategi nasional sebelumnya,

dengan rumusan strategi yang mempertajam respons terhadap tantangan pada saat

ini. Strategi umum yang dikembangkan adalah :

1. memperluas dan meningkatkan pelayanan DOTS yang bermutu;

2. menghadapi tantangan TB/HIV (human immunodeficiency virus), multi

drugs resistence (MDR)-TB, TB Anak dan kebutuhan masyarakat miskin

serta rentan lainnya;

3. melibatkan seluruh penyedia layanan pemerintah, masyarakat (sukarela),

perusahaan dan swasta, melalui pendekatan Public–Private Mix (PPM)

dan menjamin kepatuhan terhadap International Standard for TB Care;

4. memberdayakan masyarakat dan pasien TB;

Pencapaian keempat strategi umum di atas harus didukung oleh strategii

fungsional untuk memperkuat fungsi-fungsi managerial dalam program

penanggulangan TB. Strategi fungsional tersebut adalah:

5. memberikan kontribusi dalam penguatan sistem kesehatan dan manajemen

program pengendalian TB;

6. mendorong komitmen pemerintah pusat dan daerah terhadap program TB;

7. mendorong penelitian, pengembangan dan pemanfaatan informasi strategis

(www.perdhaki.org, 2012).

Dari tujuh strategi yang telah disusun oleh Kemenkes, penulis ingin

mengimplementasikan strategi nomor empat yaitu memberdayakan masyarakat

dan pasien TB. Strategi tersebut akan dilaksanakan dengan memanfaatkan peran

kearifan lokal melalui kelompok Mepet di Jember.

1.2 Tujuan

a. Tujuan Umum

Membangun kemitraan dengan masyarakat Kelurahan X dengan

mengoptimalkan kearifan lokal.

b. Tujuan Khusus

1. Melakukan pelatihan Toga dan Toma sebagai sumber kearifan lokal

2

Page 3: Penyusunan Program Tbc Di Kabupaten Jember Ck

2. Membentuk jejaring TB on call

3. Membentuk kelompok pasien TB

1.3 Manfaat

a. Untuk Mahasiswa

Untuk mengaplikasikan kompetensi keilmuan analisis manajemen layanan

kesehatan

b. Untuk masyarakat

1. Menciptakan derajat kesehatan komunitas yang setinggi-tingginya

2. Membantu masyarakat untuk memanfaatkan kearifan lokal wilayah

setempat dalam program manajemen pelayanan kesehatan

c. Untuk pemerintah

1. Membantu pemerintah melakukan strategi pemberdayaan masyarakat

dan pasien TB

2. Membantu pemerintah untuk melakukan deteksi, pencatatan, dan

pelaporan kasus TB.

3

Page 4: Penyusunan Program Tbc Di Kabupaten Jember Ck

BAB 2. PENGKAJIAN

2.1 Gambaran umum dan perilaku penduduk

1. Keadaan pendudukJember berpenduduk 2.329.929 jiwa (JDA, BPS 2011) dengan kepadatan

rata-rata 707,47 jiwa/km2. Kepadatan penduduk Kabupaten Jember pada tahun

2000 adalah 664 jiwa/km2. Kemudian meningkat menjadi 707 jiwa/km pada

tahun 2010. Kepadatan penduduk Kabupaten Jember melebihi garis normatif,

namun pola distribusinya tidak berubah dari tahun ke tahun. Kecamatan dengan

penduduk terjarang adalah Kecamatan Tempurejo dengan tingkat kepadatan 135

jiwa/km2 dan kecamatan terpadat penduduknya adalah Kecamatan Kaliwates

yaitu mencapai 4480 jiwa/Km2. Range yang sangat jauh ini menunjukkan bahwa

masih ada ketimpangan persebaran penduduk antar kecamatan di Kabupaten

Jember. Kepadatan penduduk berada di 3 kecamatan kota yaitu Kecamatan

kaliwates, Sumbersari dan Kecamatan Patrang, karena di Kecamatan tersebut

banyak pengembangan areal perumahan dan dekat dengan kampus Universitas

Jember (Unej) sehingga banyak penduduk pendatang yang indekost. Adapun

Kecamatan yang masih jarang penduduknya di kecamatan Tempurejo disusul

Kecamatan Silo karena wilayah kecamatan tersebut sebagian besar terdiri dari

Hutan dan areal perkebunan (Badan Pusat Statistik, 2010). Mayoritas penduduk

Kabupaten Jember terdiri atas Suku Jawa dan Suku Madura, dan sebagian besar

beragama Islam. Selain itu terdapat warga Tionghoa dan Suku Osing. Rata rata

penduduk jember adalah masyarakat pendatang, Suku Madura dominan di Jember

bertempat tinggal di daerah utara dan Suku Jawa bertempat tinggal di daerah

selatan dan pesisir pantai.

2. Keadaan ekonomiKegiatan ekonomi ini secara langsung maupun tidak langsung dapat

memperlihatkan cepat dan lambatnya proses perkembangan kota. Selain itu dapat

juga memperlihatkan kecenderungan perkembangan ekonomi kota. Bagi kota-kota

4

Page 5: Penyusunan Program Tbc Di Kabupaten Jember Ck

kecamatan di Indonesia, kehidupan ekonomi kotanya masih lebih banyak

ditunjang oleh kegiatan pertanian. Kondisi ini juga terjadi pada kota Jember

dimana sektor pertanian baik pertanian tanaman pangan maupun holtikultura

(www.ciptakarya.pu.go.id, tanpa tahun). Dengan sebagian besar penduduk masih

bekerja sebagai petani, perekonomian Jember masih banyak ditunjang dari sektor

pertanian. Di Jember terdapat banyak area perkebunan, sebagian besar

peninggalan Belanda. Perkebunan yang ada dikelola oleh Perusahaan nasional

PTP Nusantara, Tarutama Nusantara (TTN), dan Perusahaan daerah yaitu PDP

(Perusahaan Daerah Perkebunan). Jember terkenal sebagai salah satu daerah

penghasil tembakau utama di Indonesia. Tembakau Jember adalah tembakau yang

digunakan sebagai lapisan luar atau kulit cerutu. Di pasaran dunia tembakau

Jember sangat dikenal di Brehmen, Jerman dan Belanda.

3. Keadaan pendidikanFasilitas pendidikan di Kota Jember meliputi TK, SD, SLTP, SLTA dan

PT/Akademi. Fasilitas-fasilitas pendidikan ini telah tersebar secara merata di

wilayah Kota Jember. Dan jumlah fasilitas ini semakin mengecil sejalan dengan

semakin tingginya tingkat pendidikan (www.ciptakarya.pu.go.id, tanpa tahun).

Ketersediaan sarana dan prasarana bidang pendidikan tahun 2004 sebagai berikut:

Taman Kanak-kanak 676 buah, SD/sederajat 1.168 buah, SMP/sederajat 143

buah, SMA/sederajat 140 buah dan Perguruan Tinggi 11 buah. Khusus SD Negeri

terjadi penurunan sebagai akibat kebijakan regrouping, dari 1.211 pada tahun

2000 menjadi 1.112 pada tahun 2004, atau turun sebesar 8,18%.

Beberapa perguruan tinggi yang ada di wilayah Jember seperti Universitas

Jember, STAIN Jember, dan Politeknik Negeri Jember. Selain itu terdapat

beberapa perguruan tinggi swasta yaitu, Universitas Muhammadiyah Jember,

Universitas Islam Jember, Universitas Moch. Seroedji, STIE Kosgoro, IKIP PGRI

Jember, dan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Mandala Jember, Sekolah

Tinggi Assuniyah Alfalah (Staifas) Kencong dan masih banyak perguruan tinggi

lainnya. PPKIA (Pusat Pendidikan Komputer Indonesia Amerika) salah satu

lembaga pendidikan luar sekolah, ada juga PIKMI (Pusat Pendidkan Program

Satu Tahun) yang berbasis komputer, (MAGISTRA UTAMA).

5

Page 6: Penyusunan Program Tbc Di Kabupaten Jember Ck

4. Keadaan kesehatan lingkunganPengelolaan sumber air bersih di Kota Jember dilakukan oleh PDAM

Kabupaten Jember. Sumber yang digunakan adalah sungai, mata air, sumur dalam

dan sumber air permukaan dengan kapasitas 239 lt/dt dengan kondisi baik. Debit

sumber air baku mengalami penurunan karena penebangan pohon-pohon di daerah

resapan air. Pemenuhan kebutuhan air bersih di kota Jember masih sangat kurang

karena air bersih yang tersedia dan air bersih yang dibutuhkan tidak seimbang.

Untuk masalah pengelolaan sampah, Sampah di kota Jember dikelola oleh DKP

Kabupaten Jember, dan kemudian diolah di TPA Kertosari dengan sistem

controlled landfill. Dengan asumsi timbulan sampah untuk kota sedang sebesar 3

liter/orang/hari, maka diasumsikan jumlah sampah yang perlu dikelola di kota

Jember adalah sebesar 733,02 m3/hari. Pengelolaan air limbah/air buangan di kota

Jember dilakukan secara on-site, yaitu secara individual pada masing-masing

rumah tangga dan komunal dengan memanfaatkan fasilitas umum seperti jamban

umum, MCK dengan tangki septik dan cubluk serta saluran lainnya seperti sungai

dan kolam. Perkiraan produksi limbah di Kota Jember adalah 48.868 lt/org/hr.

Jumlah truk tinja di Kota Jember adalah 2 buah dengan keadaan yang baik.

5. Keadaan perilaku masyarakatMasyarakat di Kabupaten Jember masih memiliki kebiasaan buruk yang

berkaitan dengan kesehatan, contohnya adalah, pola makan terbalik, saat bayi dan

anak-anak, warga Jember tidak cukup diberi makan protein. Sementara, justru di

masa dewasa, warga makan makanan berprotein tinggi dan berlemak. Kedua,

pengetahuan mengenai air susu ibu yang keliru. Ketiga, persiapan kehamilan yang

salah. Keempat, gemar minum obat sembarangan. Kelima, gemar merokok.

Keenam, banyak warga yang malas untuk berolahraga, dan ketujuh, kesadaran

terhadap kebersihan lingkungan yang masih rendah. Masyarakat di daerah

pedesaan juga masih banyak yang melakukan buang air besar di sungai yang

menyebabkan persebaran penyakit semakin mudah.

Hasil survei prevalensi TB (2004) mengenai pengetahuan, sikap dan

perilaku menunjukkan bahwa 96% keluarga merawat anggota keluarga yang

menderita TB dan hanya 13% yang menyembunyikan keberadaan mereka.

6

Page 7: Penyusunan Program Tbc Di Kabupaten Jember Ck

Meskipun 76% keluarga pernah mendengar tentang TB dan 85% mengetahui

bahwa TB dapat disembuhkan, akan tetapi hanya 26% yang dapat menyebutkan

dua tanda dan gejala utama TB. Cara penularan TB dipahami oleh 51% keluarga

dan hanya 19% yang mengetahui bahwa tersedia obat TB gratis (Stranas TB,

2011).

Mitos yang terkait dengan penularan TB masih dijumpai di masyarakat.

Sebagai contoh, studi mengenai perjalanan pasien TB dalam mencari pelayanan di

Yogyakarta telah mengidentifikasi berbagai penyebab TB yang tidak infeksius,

misalnya merokok, alkohol, stres, kelelahan, makanan gorengan, tidur di lantai,

dan tidur larut malam. Stigma TB di masyarakat terutama dapat dikurangi dengan

meningkatkan pengetahuan dan persepsi masyarakat mengenai TB, mengurangi

mitos-mitos TB melalui kampanye pada kelompok tertentu dan membuat materi

penyuluhan yang sesuai dengan budaya setempat (Stranas TB, 2011).

Survei pada tahun 2004 tersebut juga mengungkapkan pola pencarian

pelayanan kesehatan. Apabila terdapat anggota keluarga yang mempunyai gejala

TB, 66% akan memilih berkunjung ke Puskesmas, 49% ke dokter praktik swasta,

42% ke rumah sakit pemerintah, 14% ke rumah sakit swasta dan sebesar 11% ke

bidan atau perawat praktik swasta. Namun pada responden yang pernah

menjalani pengobatan TB, tiga FPK utama yang digunakan adalah rumah sakit,

Puskesmas dan praktik dokter swasta. Analisis lebih lanjut di tingkat regional

menunjukkan bahwa Puskesmas merupakan FPK utama di KTI, sedangkan untuk

wilayah lain rumah sakit merupakan fasilitas yang utama. Keterlambatan dalam

mengakses fasilitas DOTS untuk diagnosis dan pengobatan TB merupakan

tantangan utama di Indonesia dengan wilayah geografis yang sangat luas (Stranas

TB, 2011)

Masyarakat Jember masih belum memiliki pengetahuan yang cukup tentang

TB. Masyarakat masih belum mengetahui bagaimana kondisi lingkungan yang

dapat menyebabkan TB. Selain itu, kegagalan pengobatan yang terjadi sampai

saat ini dikarenakan kurangnya kesadaran penderita TB untuk minum obat secara

teratur (drop out). Hal ini juga diperparah dengan kurang optimalnya peran

pengawas minum obat. Masyarakat Jember juga masih belum sadar akan manfaat

7

Page 8: Penyusunan Program Tbc Di Kabupaten Jember Ck

dan efektivitas BCG. Hal ini dibuktkan dengan cakupan imunisasi BCG yang

masih rendah.

Munculnya adaptasi maladaptif berupa isolasi sosial pada penderita TB

diakibatkan oleh stigma masyarakat yang masih memandang penderita TB untuk

dikucilkan. Hal ini bahwa masyarakat takut akan tertular sehingga penderita TB

harus dihindari.

2.2 Situasi derajat kesehatan

1. Mortalitas

Kabupaten Jember menempati rangking kedua terbanyak jumlah Angka

Kematian bayi (AKB) dan ibu (AKI) di Jawa Timur setelah Probolinggo. Angka

Kematian Ibu di Jember mengalami peningkatan dari tahun ketahun yang mana

pada tahun 2008 yaitu 103/100.000 KH dan pada tahun 2009 AKI sebesar

134/100.000 KH. Tercatat angka kematian ibu melahirkan pada tahun 2011 lalu

tercatat 54 kasus, sedangkan angka kematian ibu melahirkan di tahun 2012 dari

rentang Januari-Oktober kemarin mencapai 420 kasus kematian ibu melahirkan.

Padahal, dana Jampersal telah digelontorkan bagi ibu hamil yang hendak

melahirkan hingga masa nifas (www. jaringnews.com, 2012). Pada tahun 2008

dan tahun 2009 kematian ibu banyak disebabkan oleh perdarahan, dan pada tahun

2010 kematian ibu banyak disebabkan oleh eklampsi meskipun masih banyak

yang disebabkan oleh perdarahan. Selain disebabkan akibat langsung kehamilan,

komplikasi kehamilan dan persalinan kematian ibu disebabkan oleh penyakit lain

yang semakin memburuk dengan terjadinya kehamilan dan persalinan yaitu

penyakit TBC, Ginjal, Enchepalitis, Chirosis, dan Pneumoniae. Menurut Humas

Dinas Kesehatan Jember angka kematian bayi yang tinggi ini disebabkan oleh

rendahnya kesadaran ibu untuk melahirkan di bidan atau puskesmas. Sebagian ibu

masih memilih menggunakan jasa dukun bayi. Jumlah dukun bayi di Jember

cukup banyak mencapai 1.200 orang, sedangkan jumlah bidan hanya 420 orang

yang tersebar di 49 puskesmas dan praktik swasta (www.seputar-indonesia.com,

2013).

8

Page 9: Penyusunan Program Tbc Di Kabupaten Jember Ck

2. MorbiditasJumlah warga yang sakit di Jember cukup tinggi. Data di RS Daerah dr.

Soebandi membenarkan pernyataan tersebut. Sepanjang tahun 2011, ada 152.172

orang pasien yang berobat di rumah sakit terbesar di kawasan timur Jawa Timur

itu. Ini berarti setiap bulan, RS dr. Soebandi menerima 12.681 orang pasien.

Kalau dirata-rata lagi, maka ada 422 orang pasien setiap hari di RSD dr. Soebandi.

Jika dilihat dari SPM Kabupaten Jember tahun 2012 triwulan III didapatkan

penemuan dan penanganan pasien baru TB BTA positif adalah sebesar 1.606

temuan.

3. Dampak kesehatan akibat penyakit

Dengan semakin meningkatnya angka kejadian TBC di daerah Jember,

maka kualitas kesehatan di daerah Jember semakin menurun, yang nantinya juga

berisiko untuk menurunkan angka kualitas hidup di Kabupaten Jember.

2.3 Situasi upaya kesehatan

1. Pelayanan kesehatan dasarKabupaten Jember memiliki 49 puskesmas, 28 puskesmas perawatan, dan

133 puskesmas pembantu. Tahun 2011, cakupan pasien rawat jalan di puskesmas

sekitar 20,2 persen dari jumlah penduduk, yakni 474.246 orang. Jumlah ini lebih

kecil dibandingkan tahun 2010, di mana cakupan pasien rawat jalan mencapai

63,43 persen dari jumlah penduduk, yakni 1,519 juta orang. Sementara itu

cakupan pelayanan rawat inap di puskesmas lebih kecil lagi, dan mengalami

penurunan. Tahun 2010, cakupan pelayanan rawat inap sekitar 4 persen dari

jumlah warga Jember atau sekitar 95.843 orang. Tahun 2011 terjadi penurunan

tinggal 1,6 persen, atau sekitar 39.323 orang.

Puskesmas di Jember juga baru bisa mencakup 34,69 persen warga miskin

pada tahun 2011. Jumlah total warga miskin di Jember adalah 695.360 orang.

Namun puskesmas baru bisa melayani 241.225 orang miskin (beritajatim.com,

2012). Pada tahun 2010, tercatat juga Kabupaten Jember memiliki 2.819

posyandu yang tersebar di setiap desa/kelurahan (bpp.depdagri.go.id, tanpa

tahun).

9

Page 10: Penyusunan Program Tbc Di Kabupaten Jember Ck

2. Pelayanan kesehatan rujukan

Kabupaten Jember memiliki RSD dr. Soebandi Jember yang merupakan

rumah sakit terbesar di Jawa Timur bagian timur, yang merupakan tempat rujukan

dari rumah sakit-rumah sakit maupun puskesmas-puskesmas di wilayah timur

Jawa Timur. RSD dr. Soebandi mempunyai peranan yang semakin besar dan

menjadi sentral kesehatan wilayah eks Karesidenan Besuki. Namun proses

rujukan di kabupaten Jember antara pelayanan tingkat dasar dan tingkat lanjut di

daerah pedesaan masih sering ditemukan masalah yang kompleks. Macintyre dan

Hotchkiss (1999) menguraikan bahwa masalah dalam proses rujukan meliputi

mutu pelayanan yang kurang baik, ketersediaan tenaga terampil yang rendah

begitu juga suplai obat dan peralatan diagnose medis yang tidak cukup serta

infrastruktur komunikasi dan transportasi yang kurang memadai.

3. Pelayanan jaminan kesehatan masyarakat

Bantuan dana Jampersal (Jaminan Persalinan) bagi ibu-ibu hamil dari

golongan non Askes (Asuransi Kesehatan), belum mampu menurunkan angka

kematian ibu melahirkan di Kabupaten Jember, Jawa Timur. Meski Jampersal

memberikan layanan gratis bagi ibu melahirkan di bidan, rumah sakit hingga

melahirkan lewat operasi cesar, namun tetap saja angka kematian ibu melahirkan

terbilang tinggi (www. jaringnews.com, 2012). Pemkab Jember sejak 1 Januari

2006 lalu yakni menggratiskan rawat jalan bagi masyarakat di puskesmas,

kebijakan tersebut mungkin baru ada di Kabupaten Jember dan hal tersebut belum

pernah ada. Berobat gratis di puskesmas tersebut bukan hanya untuk masyarakat

miskin tapi juga untuk semua kalangan , sehingga tidak alasan bagi masyarakat

untuk tidak ada alasan untuk berobat ke puskesmas. Kebijakan rawat jalan gratis

tersebut juga ditunjang dengan peningkatan dan pemeliharaan mutu lembaga

pelayanan kesehatan, baik melalui pemberdayaan sumber daya manusia (SDM)

secara berkelanjutan dan pemeliharaan sarana medis, termasuk ketersediaan obat

yang dapat dijangkau oleh masyarakat (Jemberpost.com, tanpa tahun).

4. Pencegahan dan pemberantasan penyakit

10

Page 11: Penyusunan Program Tbc Di Kabupaten Jember Ck

Dalam hal pencegahan dan pemberantasan penyakit, kabupaten Jember

telah berupaya dengan sangat keras untuk meminimalkan persebaran penyakit,

terutama penyakit TBC. Salah satunya dengan memberikan suatu jaminan

pelayanan kesehatan gratis agar para masyarakat mengakses pelayanan kesehatan

ketika mereka mengalami sakit.

2.4 Situasi sumber daya kesehatan

1. Sarana kesehatanUntuk melayani kesehatan masyarakat di Kota Jember telah dipenuhi oleh

Rumah Sakit Umum, RS Khusus, RS Bersalin, Puskesmas, Puskesmas pembantu,

Posyandu dan Puskesmas keliling. Persebaran fasilitas kesehatan tersebut

berdasarkan data tahun 1990 telah mencukupi untuk skala pelayanan kota.

Kabupaten Jember memiliki RSD dr. Soebandi Jember yang merupakan rumah

sakit terbesar di Jawa Timur bagian timur, yang merupakan tempat rujukan dari

rumah sakit-rumah sakit maupun puskesmas-puskesmas di wilayah timur Jawa

Timur. Ketersediaan sarana dan prasarana di bidang kesehatan tahun 2004 antara

lain Rumah Sakit Umum 7 buah, Rumah Sakit Khusus Paru-Paru 1 buah, Rumah

Sakit Bersalin 6 buah, Puskesmas 49 buah, Puskesmas Pembantu 131 buah,

Puskesmas Keliling 28 buah, dan didukung oleh keberadaan Laboratorium 6 buah,

Posyandu 2.755 buah. Puskesmas dan Puskesmas Pembantu sebagai Upaya

Kesehatan Masyarakat yang tersebar di seluruh kecamatan, kondisi fisik perlu

mendapat perhatian karena dari 49 Puskesmas yang ada, 3 Puskesmas (7%) rusak

berat, 27 Puskesmas (55%) rusak ringan dan 19 Puskesmas (38%) dalam kondisi

baik. Kondisi Puskesmas Pembantu dari sejumlah 131 buah, terdapat 45 buah

(34%) dalam kondisi baik, 56 buah (43%) rusak ringan, dan 30 buah (23%) rusak

berat (www.suwitogeografi.blogspot.com, 2010).

2. Tenaga kesehatanTercatat data di BKD Jember jumlah pegawai negeri sipil (PNS) tenaga

medis di Kabupaten Jember sebanyak 1.703 orang, di antaranya bidan sebanyak

357 orang, perawat sebanyak 1.018 orang, dan dokter umum sebanyak 89 orang.

Kabupaten Jember juga belum memiliki PNS dokter spesialis gigi dan spesialis

forensik. Serta masih memerlukan sebanyak 234 bidan dan 602 perawat untuk

11

Page 12: Penyusunan Program Tbc Di Kabupaten Jember Ck

ditempatkan di puskesmas-puskesmas. Di Kabupaten Jember tidak sedikit ibu

melahirkan memilih memanfaatkan jasa dukun beranak. Pasalnya, keberadaan

dukun beranak ini lebih mudah dijangkau oleh warga terdekat. Berdasarkan data

yang dicatat Dinas Kesehatan Jember, di Kabupaten Jember terdapat 1.100 dukun

beranak. Sedangkan jumlah bidan hanya 357 orang.

3. Pembiayaan kesehatanMasyarakat di Kabupaten Jember banyak yang menggunakan jaminan

kesehatan atau asuransi kesehatan saat mengunjungi pelayanan kesehatan.

Dikarenakan garis kemiskinan yang masih tinggi di daerah Jember, biasanya saat

pergi ke pelayanan kesehatan, banyak warga yang menggunakan surat keterangan

miskin untuk mengakses pelayanan kesehatan.

2.5 Perbandingan Indonesia dengan negara anggota ASEAN dan SEARO

1. KependudukanMenururt World Populations Data Sheet 2008, pada pertengahan tahun

2008, Indonesia adalah Negara dengan penduduk terbanyak di antara Negara

ASEAN lainnya d engan jumlah penduduk 239,9 juta jiwa. Dengan wilayah

terluas, Indonesia selalu menempati peringkat satu Negara dengan jumlah

penduduk tertinggi di ASEAN. Di SEARO, Indonesia menampati peringkat kedua

setelah India dengan jumlah penduduk 1.149,3 juta jiwa. Jika ditinjau dari

kepadatan penduduk, Singapura tercatat sebagai Negara yang paling padat di

kawasan ASEAN yaitu 7.013 penduduk per km2. Di kawasan SEARO, Maladewa

merupakan Negara dengan kepadatan penduduk tertinggi yaitu 1.040 jiwa per

km2. Kepadatan penduduk Inonesia sebesar 126 jiwa per km2 dan terus meningkat

tiap tahunnya (Profil Kesehatan Indonesia 2008, 2009).

Indeks Pembangunan Manusia Negara ASEAN dengan kategori sangat

tinggi adalah Singapura. Indonesia berada pada kategori sedang dengan Indeks

sebesar 0,729.

2. Derajat kesehatanIndonesia dengan angka kematian kasar 6 kematian per 1.000 berada pada

peringkat ke-5 tertinggi di ASEAN. Di kawasan SEARO, Indonesia menduduki

peringkat ke 2 terendah. Di kawasan ASEAN, Indonnesia dengan harapan hidup

12

Page 13: Penyusunan Program Tbc Di Kabupaten Jember Ck

waktu lahir 70 tahun menempati peringkat ke-6 tertinggi, sedangkan kaasan

SEARO menempati peringkat ke-5 tertinggi. Prevalensi TB di Indonesia

mencapai 326 per 100.000 penduduk berada pada urutan 6 tertinggi. Sementara

Singapura berada pada peringkat paling bawah dengan 27 kasus per 100.000

penduduk.

3. Upaya kesehatan

Di Indonesia dibuat suatu Strategi Nasional Program Penanggulangan

TBC tahun 2010-2014 yang terdiri dari 7 strategi, 4 strategi umum yang didukung

oleh 3 strategi fungsional. Ketujuh strategi ini merupakan upaya yang

berkesinambungan dari strategi nasional sebelumnya, dengan rumusan strategi

yang mempertajam respons terhadap tantangan pada saat ini. Strategi umum yang

dikembangkan adalah :

1. Memperluas dan meningkatkan pelayanan DOTS yang bermutu;

2. Menghadapi tantangan TB/HIV (human immunodeficiency virus),

multi drugs resistence (MDR)-TB, TB Anak dan kebutuhan

masyarakat miskin serta rentan lainnya;

3. Melibatkan seluruh penyedia layanan pemerintah, masyarakat

(sukarela), perusahaan dan swasta, melalui pendekatan Public–

Private Mix (PPM) dan menjamin kepatuhan terhadap International

Standard for TB Care;

4. Memberdayakan masyarakat dan pasien TB;

Pencapaian keempat strategi umum di atas harus didukung oleh strategii

fungsional untuk memperkuat fungsi-fungsi managerial dalam program

penanggulangan TB. Strategi fungsional tersebut adalah :

5. Memberikan kontribusi dalam penguatan sistem kesehatan dan

manajemen program pengendalian TB;

6. Mendorong komitmen pemerintah pusat dan daerah terhadap

program TB;

7. Mendorong penelitian, pengembangan dan pemanfaatan informasi

strategis (www.perdhaki.org, 2012).

13

Page 14: Penyusunan Program Tbc Di Kabupaten Jember Ck

Rencana strategis regional Asia Tenggara untuk Pengendalian TB 2006 –

2010 disusun berdasarkan rencana global, pencapaian dan tantangan di Asia

Tenggara serta prioritas utama di masa depan. Negara-negara di kawasan ini

didorong untuk memfokuskan kegiatannya dengan strategi sebagai berikut:

1. Meningkatkan dan memperluas pelayanan DOTS yang berkualitas agar

dapat menjangkau seluruh pasien TB, meningkatkan tingkat penemuan

kasus dan keberhasilan pengobatan;

2. Menetapkan intervensi untuk menghadapi tantangan TB/HIV dan MDR-

TB;

3. Memperkuat kemitraan dalam menyediakan akses dan standar pelayanan

yangdiperlukan bagi seluruh pasien TB; dan

4. Berkontribusi dalam penguatan sistem kesehatan (Kemenkes, 2011).

Pada tahun 2007, cakupan imunisasi BCG tertinggi di antara Negara

anggota ASEAN dicapai oleh Thailand dan Malaysia dengan cakupan mencapai

99 %. Sedangkan Indonesia berhasil mencapai cakupan 91% untuk imunisasi

BCG. Pada tahun 2007, 80% Negara ASEAN telah mencapai target penemuan

kasus TB yang ditetapkan WHO sebesar 70%. Myanmar telah mencapai angka

penemuan sebesar 100%. Sednagkan Indonesia masih belum mencapai target

WHO yaitu 68%. Namun, Indonesia sudah mencapai target angka kesembuhan

sesuai target yaitu 91%.

2.6 Analisis situasi

1. Perencanaan

Rencana strategi nasional Pengendalian TB disusun pertama kali pada

periode 2010-2014 sebagai pedoman bagi provinsi dan kabupaten/kota untuk

merencanakan dan melaksanakan program pengendalian TB. Pencapaian utama

selama periode ini adalah: (1) Pengembangan rencana strategis 2002-2006; (2)

Penguatan kapasitas manajerial dengan penambahan staf di tingkat pusat dan

provinsi; (3) Pelatihan berjenjang dan berkelanjutan sebagai bagian dari

pengembangan sumberdaya manusia; (4) Kerja sama internasional dalam

memberikan dukungan teknis dan pendanaan (pemerintah Belanda, WHO,

14

Page 15: Penyusunan Program Tbc Di Kabupaten Jember Ck

TBCTA-CIDA, USAID, GDF, GFATM, KNCV, UAB, IUATLD, dll); (5)

Pelatihan perencanaan dan anggaran di tingkat daerah; (6) Perbaikan supervisi

dan monitoring dari tingkat pusat dan provinsi; dan (7) Keterlibatan BP4 dan

rumah sakit pemerintah dan swasta dalam melaksanakan strategi DOTS melalui

uji coba HDL di Jogjakarta (Stranas TB, 2011).

Keadaan yang terjadi di Jember bahwa maslaah yang masih terjad yaitu

kurangya pendanaan dan blum adanya kader khusus kasus TB. Hal ini diakibatkan

oleh kurangnya kemitraan yang dibangun dengan masyarakat lokal. Program yang

selama ini disusun masih belum berorientasi pada pemberdayaan masyarakat.

2. Pengorganisasian

Pada saat ini, pelaksanaan upaya pengendalian TB di Indonesia secara

administratif berada di bawah dua Direktorat Jenderal Kementerian Kesehatan,

yaitu Bina Upaya Kesehatan, dan P2PL (Subdit Tuberkulosis yang bernaung di

bawah Ditjen P2PL). Pembinaan Puskesmas berada di bawah Ditjen Bina Upaya

Kesehatan dan merupakan tulang punggung layanan TB dengan arahan dari

subdit Tuberkulosis, sedangkan pembinaan rumah sakit berada di bawah Ditjen

Bina Upaya Kesehatan. Pelayanan TB juga diselenggarakan di praktik swasta,

rutan/lapas, militer dan perusahaan, yang seperti halnya rumah sakit, tidak berada

di dalam koordinasi Subdit Tuberkulosis. Dengan demikian kerja sama antar

Ditjen dan koordinasi yang efektif oleh subdit TB sangat diperlukan dalam

menerapkan program pengendalian TB yang terpadu.

Pelayanan kesehatan di tingkat kabupaten/kota merupakan tulang

punggung dalam program pengendalian TB. Setiap kabupaten/kota memiliki

sejumlah FPK primer berbentuk Puskesmas, terdiri dari Puskesmas Rujukan

Mikroskopis (PRM), Puskesmas Satelit (PS) dan Puskesmas Pelaksana Mandiri

(PPM).

Pada tingkat Kabupaten/kota, Kepala Dinas Kesehatan bertanggung jawab

terhadap pelaksanaan program kesehatan, termasuk perencanaan, pembiayaan dan

pemantauan pelayanannya. Di seki P2M Wakil supervisor (wasor) TB

bertanggung jawab atas pemantauan program, register dan ketersediaan obat.

Pemantauan pengobatan di bawah tanggung jawab tenaga di FPK dan pada

15

Page 16: Penyusunan Program Tbc Di Kabupaten Jember Ck

umumnya peran Pengawasan Minum Obat (PMO) dilakukan oleh anggota

keluarga. Di tingkat Provinsi, telah dibentuk tim inti DOTS yang terdiri dari

Provincial Project Officer (PPO) serta staf Dinas Kesehatan, khususnya di

provinsi dengan beban TB yang tinggi. Di beberapa provinsi dengan wilayah

geografis yang luas dan jumlah FPK yang besar, telah mulai dikembangkan sistem

klaster kabupaten/kota yang bertujuan utama untuk meningkatkan mutu

implementasi strategi DOTS di rumah sakit. Rutan, lapas serta tempat kerja telah

terlibat pula dalam program pengendalian TB melalui jejaring dengan

Kabupaten/kota dan Puskesmas.

Di kabupaten Jember, program yang dibangun kurang menjalin kemitraan

dengan pihak terkait baik itu Toga atau Toma. Peran Toga dan Toma dapat

menjadi sebagai motivator untuk kelompok penderita dan kelompok risiko untuk

tetap berkomitmn terhadap pengobatan atau utnuk melakukan penmeriksaan dini

ketika dicurigai adanya TB. Sistem pelaporan kasus baru Tb juga masih belum

ada alur pelaporan yang jelas. Pemerintah belum mengoptimalkan peran pihak

swasta untuk program penanggulangan TB. Pihak swasta dapat berperan penting

dalam upaya pencegahan, pengobatan, dan pelaporan kasus TB.

3. Pengarahan

Desentralisasi pelayanan kesehatan berpengaruh negatif terhadap kapasitas

sumber daya manusia dan pengembangan program pengendalian TB. Meskipun

dilaporkan bahwa 98% staf di Puskesmas dan lebih kurang 24% staf TB di rumah

sakit telah dilatih, program TB harus tetap melakukan pengembangan sumber

daya manusia mengingat tingkat mutasi staf yang cukup tinggi faktor keterbatasan

jumlah staf, rotasi staf di fasilitas pelayanan kesehatan dan dinas kesehatan serta

kesinambungan antar pelatihan juga menjadi tantangan dalam pengembangan

sumber daya manusia di era desentralisasi. Konsekuensi dari kebutuhan pelatihan

yang tinggi adalah kebutuhan ketersediaan fasilitator tambahan dengan jumlah,

keterampilan dan keahlian spesifik yang memadai (Stranas TB, 2011).

4. Pengawasan

Supervisi sebagai salah satu metode untuk peningkatan kinerja sumber

daya manusia belum dioptimalkan. Dengan lemahnya sistem informasi sumber

16

Page 17: Penyusunan Program Tbc Di Kabupaten Jember Ck

daya manusia dalam program pengendalian TB serta praktik supervisi pada saat

ini, maka ketergantungan program pada pelatihan tetap tinggi. Konsekuensi yang

ditimbulkan adalah penilaian kebutuhan pelatihan, pengembangan metode

pelatihan yang tepat, serta evaluasi efektivitas dan efektivitas biaya pelatihan

merupakan prioritas untuk riset operasional.

Monitoring dan evaluasi seharusnya dilakukan melalui kegiatan supervisi

(on the job training) dan pertemuan triwulanan di berbagai tingkat. Akibat

kekurangan sumber daya (SDM, dana dan logistik) supervisi di provinsi dan

kabupaten/kota tidak dilaksanakan secara rutin, sementara tantangan dalam

program TB semakin kompleks. Pengembangan sistem informasi elektronik dan

sistem informasi geografis direncanakan untuk meningkatkan kualitas

perencanaan dan penanganan penderita yang lebih baik. Selain itu, pertemuan

monitoring dan evaluasi triwulanan juga dilaksanakan di tingkat Puskesmas,

sebagai upaya untuk meningkatkan mutu laboratorium, memvalidasi data dan

mengoptimalkan jejaring TB.

17

Page 18: Penyusunan Program Tbc Di Kabupaten Jember Ck

BAB 3. MASALAH PROGRAM MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN

3.1 Analisis Masalah Fish Bone

18

Planning

ActuatingControlling

Organizing

Belum ada kader khusus pengendalian TB

Program yang ada belum bersifat pemberdayaan

masyarakat

Sarana untuk sosialisasi TB masih kurang

Rendahnya cakupan angka penemuan kasus TB

Belum optimalnya kegiatan penawas minum

obat

Kurangnya anggaran khusus untuk kegiatan

pengendalian TBC

Masyarakat masih kesulitan untuk

mendapatkan pelayanan dasar TB

Tingkat pengetahuan masyarakat yang masoh

kurang

Ada sebagian masyarakat yang mengannggap obat TB tidak gratis

Kurangnya kegiatan supervise dari pemerintah

Penyusunan program belum berdasarkan

kebutuhan masyarakat

Tidak adanya pendataan dan pencatatan pasien positif TB yang memeriksakan diri ke pelyanan kesehatan swasta

Sulitnya menggerakkan masyarakat berisiko untuk melaukukan pemeriksaaan

Kurangnya perhatian pemerintah terhadap penanggulangan TB

Belum ada pemanfaatan tokoh masyarakat dan

tokoh agama untuk mendukung kegiatan penanggulangan TB

Kurangnya kerja sama dengan pihak swasta dan

lintas sektor

Belum ada alur yang jelas tentang pelaporan kasus

TB

Kurangnya kemitraan yang dijalin untuk

penanggulangan Tb

Masalah Manajemen:1. Belum adanya kader khusus TB2. Belum optimalnya program

pengendalian TB berbasis masyarakat

3. Terbatasnya sumber daya dan sarana untuk sosialisasi penyakit TB

4. Belum optimalnya kemitraan yang dibangun untuk penanggulangan TB

5. Kurang optimalnya kerja sama lintas sector

6. Sulitnya mengeerakkan masyarakat yang berisiko untuk melakukan pemeriksaan

7. Kurang optimalnya kegiatan pengawas minum obat

8. Rendahnya cakupan penemuan kasus TB

9. Kurang optimalnya perhatian dan kegiatan supervise pemerintah

10. Belum adanya sistem pelaporan yang jelas

11. Tidak adanya pendataan dan pencatatan pasien yang memeriksakan diri ke pelayanan swasta

Page 19: Penyusunan Program Tbc Di Kabupaten Jember Ck

3.2 Daftar Masalah Manajemen Pelayanan Kesehatan

Rumusan masalah manajemen pelayanan kesehatan antara lain:

1. Belum optimalnya kemitraan yang dibentuk berhubungan dengan belum

adanya program pemerintah yang bersumberdaya masyarakat dalam

penanggulangan TB

2. Rendahnya cakupan penemuan kasus baru TB berhubungan dengan tidak

adanya alur pelaporan yang jelas; tidak adanya pendataan dan pencatatan

pasien yang positif TB yang memeriksakan diri ke palayanan kesehatan

swasta.

3.3 Prioritas Masalah

Penentuan Peringkat Masalah

No Masal

ah

Besarnya

Masalah

Tingkat

Kegawata

n Masalah

Kemudahan

Penanggulang

an Masalah

P E A R L

0-10 0-10 0,5-1,5 0/1 0/1 0/1 0/1 0/1

1 1 8 7 1,3 1 1 1 1 1

2 2 7 6 0,7 1 0 1 0 1

Tabel 1.1 Penentuan Peringkat Masalah

19

Page 20: Penyusunan Program Tbc Di Kabupaten Jember Ck

BAB 4. PERENCANAAN

4.1 Perencanaan

No Diagnosa Tujuan Rencana Kegiatan Aktivitas Evaluasi

Indikator Evaluator

1 Belum optimalnya

kemitraan yang dibentuk

berhubungan dengan

belum adanya program

pemerintah yang

bersumberdaya

masyarakat dalam

penanggulangan TB

TUM:

kemitraan

antara

pemerintah

dengan pihak

swasta atau

masyarakat di

kelurahan X

dapat optimal

setelah

dilakukan

pembinaan

selama 1

minggu

1. Pemberdayaan

masyarakat

melalui pelatihan

Toga dan Toma,

dan TB on call,

dan pembentukan

komunitas TB.

1.1 memberikan

pengarahan

kepada Toga

dan Toma

tentang

penanggulan

gan TB

melalui

pembentuka

n kelompok

komunitas

TB

1.2 Pelayanan

1.1.1 terlaksananya

pengarahan Toga

dan Toma untuk

program

penanggulangan TB

1.1.2 terbentuknya

kelompok penderita

TB beserta struktur

organisasinya

1.1.3 terbinanya

individu yang

berisiko/bermsalah

dengan TB

1.2.1 terbentuknya

Mahasiswa

Masyarakat

Kader

Mahasiswa

20

Page 21: Penyusunan Program Tbc Di Kabupaten Jember Ck

TUK:

terbentuknya

kader dan

sarana TB on

call dengan

difasilitasi oleh

Tokoh agama

dan tokoh

masyarakat

TB on call jaringan TB on call

1.2.2 terbentuknya

alur pelaporan TB

yang jelas melalui

TB on call

1.2.3

Terselenggaranya

pelayanan yang rutin

melalui TB on call

1.2.4 terbentuknya

kerjasama antara

masyarakat dengan

Puskesmas melalui

TB on call

Masyarakat

Kader

2. Rendahnya cakupan

penemuan kasus baru TB

berhubungan dengan

tidak adanya alur

TUM:

Cakupan

penemuan

Kasus baru TB

1. Menjalin

kerjasama

dengan pihak

swasta (praktek

1.1 melakukan

pertemuan

dengan seluruh

pihak swasta

1.1.1

terselenggaranya

pertemuan yang

dihadiri oleh

Mahasiswa

Masyarakat

kader

21

Page 22: Penyusunan Program Tbc Di Kabupaten Jember Ck

pelaporan yang jelas; tidak

adanya pendataan dan

pencatatan pasien yang

positif TB yang

memeriksakan diri ke

palayanan kesehatan

swasta

dalam angka

100%

TUK:

tersedianya

sistem

pelaporan

kasus baru

yang jelas dan

terkoordinasi

dokter, bidan,

perawat, dan

LSM)

yang ada di

kelurahan X

minimal 80% pihak

swasta yang ada di

kelurahan X

1.1.2 terdapatnya

kerjasama tentang

pelaporan pasien TB

ke pihak Puskesmas

Tabel 1.2 Perencanaan

4.2 POA (Plan of Action)

No Rencana Kegiatan Tujuan Kegiatan Sumberdaya

Penanggung Jawab Waktu

Pelaksanaan

Alokasi Dana Tempat

Pelaksanaan

1 Pemberdayaan masyarakat

melalui pembentukan

kader, pelatihan Toga dan

Toma, dan TB on call

1. Terbentuknya kader TB

2. Melaksanakan pelatihan

kader dan pengarahan

Toga dan Toma

3. Terbentuknya sistem

Mahasiswa

Masyarakat

Pihak Puskesmas

Pengurus Kelompok

TB

Minggu I-II Swadana

Masyarakat

Donatur

Kelurahan X

22

Page 23: Penyusunan Program Tbc Di Kabupaten Jember Ck

pelaporan yang jelas

melalui TB on call

4. Terbentuknya kelompok

TB beserta dengan

struktur organisasinya

2. Menjalin kerjasama

dengan pihak swasta

(praktek dokter, bidan,

perawat, dan LSM)

1. Terselenggaranya

pertemuan pihak Swasta

(Bidan, Perawat, Dokter,

dan LSM)

2. Tingkat penemuan kasus

TB mencapai angka

100%

Mahasiswa

Masyarakat

Pihak swasta

Puskesmas

Minggu I-II Swadana

masyarakat

Donatur

Kelurahan X

Tabel 1.3 POA (Plan of Action)

23

Page 24: Penyusunan Program Tbc Di Kabupaten Jember Ck

BAB 5. IMPLEMENTASI

5.1 Pilot Project

a. Judul Program: Pemberdayaan Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat

sebagai wujud kemitraan.

b. Desripsi Komunitas:

Komunitas di Kelurahan X masih memiliki pengetahuan yang kurang

terkait TB. Masyarakat masih belum banyak mengetahui tentang

pengobatn, pencegahan, lingkungan yang baik agar tidak terjadi TB.

Selama ini, pemerintah masih belum membangun kemitraan sebagai

tunggak utama dalam pengendalian TB di Kelurahan X.

c. Diagnosis Manajemen Pelayanan Kesehatan Komunitas:

Belum optimalnya kemitraan yang dibentuk berhubungan dengan belum

adanya program pemerintah yang bersumberdaya masyarakat dalam

penanggulangan TB

d. Deskripsi Populasi Target

Masyarakat kelurahan X belum menyadari pentingnya pergerakan

mnasyarakat untuk penanggulangan TB. Sulitnya menggerakkan

masyarakat untuk berobat dan melakukan pemeriksaan merupakan

masalah besar yang ada pada komunitas X.

e. Model Program Perencanaan

Gambar 1.2 Model Program Perencanaan

24

Puskesmas

Kelompok

Berisiko/Kasus

Toga/Toma

Mahasiswa

Kearifan Lokal

Page 25: Penyusunan Program Tbc Di Kabupaten Jember Ck

f. Deskripsi Program

Program ini dilaksanakan sebagai bentuk strategi pemerintah untuk

penanggulangan TB berbasis pada penberdayaan masyarakan dan pasien

TB sesuai dengan Strategi Nasional Penanggulangan TB. Kemitraan ini

dibangun antara pihak pemerintah dalam hal ini adalah Puskesmas dengan

anggota masyarakat yang terdiri dari kelompok Toga atau Toma, Kader

Tb, dan kelompok berisiko atau bermasalah TB. Mahasiswa bertindak

sebagai pengampu program dengan menjadi fasilitator antara Pemerintah

dengan masyarakat.

Alur koordinasi dapat digambarkan dengan gambar di atas.

Mahasiswa berkoordinasi dengan puskesmas tentang akan

terselenggaranya program ini. Kemudian mahasiswa dan Puskesmas akan

memberikan pengarahan terhadap Toga dan Toma yang ada di Kelurahan

X. Pengarahan yang diberikan terkait dengan pembentukan kelompok TB

dan program TB on Call. Toga dan Toma juga berperan dalam pemberian

motivasi dan pembentukan kelompok TB. Toga dan Toma menjalankan

fungsinya sesuai dengan kerifan lokal daerah tersebut.

Toga dan Toma beserta kelompok TB diberikan pelatihan tentang

screening awal individu diduga TB dan menjadi pengawas minum obat

untuk penderita TB yang sedang menjalani pengobatan TB. Dalam

pelaksanaannya akan difasilitasi untuk pembentukan jadwal rutin

kunjungan ke wilayah di Kelurahannya. Toga dan Toma berperan sebagai

pengampu kegiatan TB on Call. Pelayanan TB on Call ditujukan apabila

ada individu yang dicurigai terkena TB, ada kondisi gawat terkait TB, dan

koordinasi jadwal kunjungan Puskesmas.

Kelompok penderita TB akan dibentuk kelompok yang akan dibina

agar tetap produktif. Selain itu, kelompok TB juga memiliki tugas untuk

memberikan penguatan kepada penderita TB yang mengalami depresi atau

kecemasan dan yang sedang menjalani program pengobatan

g. Tujuan Program

25

Page 26: Penyusunan Program Tbc Di Kabupaten Jember Ck

Untuk meningkatkan peran serta masyarakat terhadap

penanggulangan TB sesuai dengan kearifan lokal daerah tersebut.

h. Kriteria Evaluasi Program

Kriteria evaluasi yang dapat disusun adalah:

1. terlaksananya pengarahan Toga dan Toma untuk program

penanggulangan TB

2. terbentuknya kelompok penderita TB beserta struktur organisasinya

3. terbinanya individu yang berisiko/bermsalah dengan TB

4. terbentuknya jaringan TB on call

5. terbentuknya alur pelaporan TB yang jelas melalui TB on call

6. Terselenggaranya pelayanan yang rutin melalui TB on call

7. terbentuknya kerjasama antara masyarakat dengan Puskesmas melalui

TB on call

i. Aktivitas Intervensi Program

Aktivitas yang dilakukan untuk mencapai tujuan program adalah

memberikan pengarahan kepada Toga dan Toma tentang penanggulangan

TB melalui pembentukan kelompok komunitas TB dan pembentukan

jejaring pelayanan TB on call

j. Sumber-sumber dan Keterbatasan

Keterbatasan yang mungkin dapat diidentifikasi adalah kurangnya jumlah

Toga/Toma untuk mencakup wilayah yang luas. Apabila daerah tersebut

terpencil, maka pelayanan Tb on call mungkin dapat terganggu.

Sumber-sumber yang dapat mendukung program ini adalah kegiatan

keagamaan yang beragam di daerah tersebut dapat digunakan sebagai

sarana sosialisasi program tanpa memerlukan tempat dan waktu khusus.

k. Rencana Dana

Poster sosialisasi 10 buah = Rp. 100.000

Konsumsi acara pengarahan Toga dan Toma

Sebanyak 20 orang = Rp. 200.000

= Rp. 300.000

26

Page 27: Penyusunan Program Tbc Di Kabupaten Jember Ck

5.2 Tingkat Kegiatan Implementasi di Komunitas

No Level Target Intervensi

1 Downstream Individu Pendidikan kesehatan

Konseling

2 Midstream Komunitas Kemitraan dengan

masyarakat

TB on Call

3 Upstream Pemerintah Koordinasi dengan

Puskesmas terkait

keberlangsungan

Program

Tabel 1.4 Tingkat Kegiatan Implementasi di Komunitas

27

Page 28: Penyusunan Program Tbc Di Kabupaten Jember Ck

BAB 6. EVALUASI

Kriteria evaluasi yang dapat disusun adalah:

1. terlaksananya pengarahan Toga dan Toma untuk program penanggulangan

TB

2. terbentuknya kelompok penderita TB beserta struktur organisasinya

3. terbinanya individu yang berisiko/bermsalah dengan TB

4. terbentuknya jaringan TB on call

5. terbentuknya alur pelaporan TB yang jelas melalui TB on call

6. Terselenggaranya pelayanan yang rutin melalui TB on call

7. terbentuknya kerjasama antara masyarakat dengan Puskesmas melalui TB

on call

6.1 Evaluasi Formatif

Program ini dikembangkan berdasarkan strategi pendekatan berbasis

masyarakat. Apa yang ada di masyarakat akan dimanfaatkan sebagai sumber daya

demi terlaksananya program. Pengkajian ke komunitas dilakukan berdasarkan

data statistic dan wawancara ke pihak Puskesmas, Kecamatan, Desa, dan beberapa

Toga/Toma. Hasil yang diharapkan adalah Terbentuknya kemitraan yang efektif

antara pemerintah dan masyarakat. Kemitraan tersebut akan mendukung untuk

cakupan penemuan kasus baru, pengawasan minum obat, pemberdayaan

masyarakat yang terkena TB, dan terbentuknya alur sistem pelaporan yang jelas.

6.2 Evaluasi Proses

Aktivitas program yang akan dijalankan adalah melakukan pengarahan

kepada Toga/Toma, membentuk kelompok komunitas TB, dan pelayanan TB on

Call. Pengarahan Toga/Toma berisi tentang peran dan tugas Toga/Toma sebagai

Pengawas Minum Obat, coordinator kasus, dan motivator untuk seluruh kalangan.

Pembentukan kelompok TB adalah sebagai wadah lembaga kepedulian sosisl

terhadap penderita TB yang berfungsi sebagai support sistem untuk penderita.

28

Page 29: Penyusunan Program Tbc Di Kabupaten Jember Ck

Layanan TB on call digunakan sebagai alur pelaporan melalui telepon yang dinilai

akan lebih efektif.

6.3 Evaluasi Sumatif

Peran dari Toga/Toma untuk memberikan motivasi untuk seluruh kalangan

dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat. Dari kesadaran ini, diharapkan

masyarakat dapat menunjukkan perubahan perilaku yang adaptif. Kelompok

komunitas TB juga akan memberikan peranan yang sama sebagai agen perubahan

di dalam komunitas. Selain itu, adanya leyanan TB on Call juga akan memebrikan

manfaat tentang sistem pelaporan yang praktis dan cepat kepada pihak yang

berwenang untuk melakukan tindak lanjut kasus.

29

Page 30: Penyusunan Program Tbc Di Kabupaten Jember Ck

BAB 7. PENUTUP

7.1 Kesimpulan

7.2 Saran

30

Page 31: Penyusunan Program Tbc Di Kabupaten Jember Ck

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Indonesia. 2009. Profil Kesehatan Indonesia 2008.

Jakarta:Dapkes RI.

Kementerian Kesehatan RI. 2011. Rencana Aksi Nasional TB-HIV PEngendalian

Tuberkulosis 2011-2014. Jakarta: Kemenkes RI.

Kementerian KesehatanRI. 2011. Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia

2010-2014. Jakarta: Kemenkes RI.

Fahrudda, Ansarul, et al. tanpa tahun. Pendekatan Kemitraan Berbasis Masyarakat

dalam Program Penanggulangan Tuberkulosis. Kebijakan Kemitraan pada

Impelemantasi DOTS di Jawa Timur.

31