proposal tbc
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang optimal. (UU No. 23 th. 1992). Menurut HL. Blum
(Azwar, 1996) derajat kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
adalah faktor lingkungan. Kesehatan perumahan adalah kondisi fisik, kimia dan
biologik di dalam rumah di lingkungan rumah dan perumahan sehingga
memungkinkan penghuni atau masyarakat memperoleh derajat kesehatan yang
optimal (Dinas Perumahan DKI, 2006).
Di Indonesia 400 orang meninggal setiap hari karena TBC Paru, sehingga
penanganan masalah TBC Paru perlu mendapat perhatian serius. Hal ini
berhubungan dengan fakta bahwa incident penyakit ini lebih tinggi pada rumah
tangga miskin. Perhitungan dampak ekonomi akibat penyakit TBC Paru meliputi
2 hal, yaitu hilangnya waktu produktif karena sakit dan hilangnya waktu produktif
karena mati (Bakri, 2006). Dengan demikian, masalah penyakit TBC Paru secara
potensial akan menyebabkan terjadinya kemiskinan dan sekaligus memperdalam
tingkat kemiskinan.(Pikas, 2006)
Rumah merupakan salah satu tempat tinggal secara permanen dan
merupakan lingkungan yang paling dekat dengan kehidupan kita sehari-hari.
Rumah yang baik yaitu rumah yang dihuni tidak terlalu banyak penghuni, dapat
mencegah penyebaran-penyebaran penyakit menular. Oleh karena itu, rumah
harus memenuhi syarat kesehatan, karena rumah dan lingkungan yang tidak sehat
2
akan menimbulkan kesehatan, salah satunya sebagai tempat penularan penyakit
baik antara anggota keluarga maupun kepada orang lain.
Hasil Reskesdas tahun 2010 menyatakan bahwa presentase rumah tangga
secara nasional yang mempunyai rumah sehat hanya 24 %, yaitu rumah sehat
tertinggi adalah Kalimantan Timur (43,6%), Kepulauan Riau (42,7%). Dan
provinsi dengan presentase rumah sehat terendah adalah Nusa Tenggara Timur
(7,5%), Lampung (14,1%) dan Selawesi Tengah (16,1%). Lampung merupakan
provinsi kedua yang ada di Indonesia yang memiliki presentase rumah sehat yang
rendah.
Berdasarkan P2 (Pencegahan Penyakit) Tuberkulosis (TBC) Provinsi
Lampung tahun 2007 merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh kuman TBC (Mycobacterium tuberculosis) , sebagian besar kuman
menyerang ke paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lainnya. penyakit
TBC masih merupakan masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia,
menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995,
menunjukkan bahwa penyakit TBC merupakan penyebab kematian nomor tiga
setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua
kelompok usia serta merupakan penyakit nomor satu dari golongan penyakit
infeksi. Penanggulangan TB Paru dilaksanakan dengan Strategi DOTS. sesuai
dengan rekomendasi WHO yang terdiri atas 5 komponen yaitu Komitmen politis,
diagnosis TB dengan mikroskopis, PMO, kesinambungan ketersediaan AOT dan
Pencatatan pelaporan yang baik dan benar . Dengan adanya program Strategi
DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse ) dalam penanggulangan TB
Paru maka pengembangan Unit Pelayanan Kesehatan telah mulai ditingkatkan
3
jumlahnya. Diketahui bahwa angka BTA positif pada tahun 2003-2007 cenderung
berfluktuatif naik turun, sedangkan angka konversi dan kesembuhan nampak
berfluktuatif naik turun. Untuk mencapai target perlu dilakukan berbagai upaya.
Upaya yang dilakukan harus terus diperbaiki dan ditingkatkan karena angka
kesembuhan TB Paru BTA + ini belum mencapai target ≥ 85%. Jika jumlah TB
paru klinis dibandingkan antara kabupaten/kota maka Kota Bandar Lampung
dengan kasus terbesar dan Kota Metro dengan kasus terkecil, sedangkan BTA
positifnya terbesar adalah Kota Bandar Lampung dan terkecil adalah Kota Metro.
Penemuan suspek TB Paru di Kota Bandar Lampung cukup tinggi, yakni
pada tahun 2005 suspek yang ditemukan 6.301 orang suspek dari target 12.860
orang suspek (48.9 %), tahun 2006 suspek yang ditemukan 1.666 suspek dari
target 12.998 orang suspek (12.8%), tahun 2007 suspek yang ditemukan 2.823
Suspek dari target 13.510 orang suspek (20.9%), tahun 2008 suspek yang
ditemukan 10.659 Suspek dari target 13.723 orang suspek (77.7%), tahun 2009
suspek yang ditemukan 9.460 Suspek dari target 13.344 orang suspek (70.9%)
Berdasarkan tempat, di tahun 2009 TB Paru tertinggi di Kecamatan Teluk betung
Selatan yaitu untuk puskesmas Sukaraja (97 kasus), Puskesmas Pasar Ambon (83
kasus). Sementara itu, penemuan penderita TB Paru BTA (+) (CDR) ada di
puskesmas Pinang Jaya (139.2%), Kupang Kota (131.8%), Kedaton (132.3%),
Gedong Air (128.8%), Satelit (116.7%), Panjang (100.7%), Kemiling (100.1%),
Sukamaju (94.7%), Sukaraja (85.8%), Way Laga (79.4%) Sumur Batu (70.8%).
Target yang direkomendasikan 70% untuk penemuan penderita dengan BTA (+).
Menurut umur, di tahun 2009 kasus TB Paru BTA (+) tertinggi pada kelompok
umur 25-34 tahun : 26,46%, umur 35-44 tahun : 21.34%, umur 45 - 54 tahun :
4
17.78%, umur 15-24 tahun : 16,21%, umur 55-65 tahun : 10.15%, umur > 65 h :
6.90%, TB Paru BTA (+) pada anak umur 0-14 tahun 1.15%. Pada tahun 2009
tidak ada penderita TB Paru BTA (+) yang meninggal dunia. Indikator adalah
variabel yang menunjukkan/menggambarkan keadaan dan dapat untuk mengukur
terjadinya perubahan. Indikator dikembangkan disemua tingkat administrasi,
sesuai dengan maksud dan tujuan penggunaan indikator tersebut. Dalam program
P2TB indikator yang digunakan untuk memantau pencapaian target program
adalah sebagai berikut :
1. Angka penemuan penderita (case Detection Rate /CDR)
2. Angka kesembuhan (Cure Rate)
3. Angka Konversi (Convertion Rate)
Dari data Dinas Kesehatan di atas penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian mengenai Hubungan Kondisi Fisik Rumah Dengan Kejadian TB
(Tuberkulosis) Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Sukaraja Kecamatan Teluk
Betung Selatan 2012.
B. Rumusan Masalah
Dengan latar belakang di atas, peneliti ingin mengetahui Hubungan Kondisi
Fisik Rumah Dengan Kejadian TB Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Sukaraja
Kecamatan Teluk Betung Selatan Tahun 2012.
5
C.Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Ingin Mengetahui Hubungan Kondisi Fisik Rumah Dengan Kejadian TB
Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Sukaraja Kecamatan Teluk Betung
Selatan Tahun 2012.
2. Tujuan Khusus
1. Diketahuinya besar risiko dinding rumah dengan penyakit TBC Paru.
2. Diketahuinya besar risiko lantai rumah dengan penyakit TBC Paru.
3. Diketahuinya besar risiko ventilasi dengan penyakit TBC Paru.
4. Diketahuinya besar risiko pencahayaan dengan penyakit TBC Paru.
5. Diketahuinya besar risiko kepadatan penghuni dengan penyakit TBC Paru.
6. Diketahuinya besar risiko kelembapan kamar tidur dengan penyakit TBC
Paru.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini di harapkan dapat menerapkan ilmu yang diperoleh
dan menambah wawasan dan pengetahuan di bidang kesehatan lingkungan
khususnya mengenai hubungan Kondisi Fisik Rumah Dengan Kejadian TB Paru.
2. Bagi Institusi Jurusan Kesehatan Lingkungan
Untuk menambah informasi khususnya mengenai hubungan kondisi fisik
rumah dengan kejadian TB Paru dan sebagai acuan dan sumber data untuk
penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan TB Paru.
6
3. Bagi Puskesmas Sukaraja Teluk Betung Selatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan
masukan upaya oprasional penanggulangan TB paru di wilayahnya.
E. Ruang Lingkup
Dalam penelitian ini penulis membatasi masalah yang di bahas adalah
Kondisi fisik rumah meliputi ( ventilasi, pencahayaan, kepadatan hunian,
kelembapan kamar tidur, lantai dan dinding ) yang dihubungkan dengan kejadian
TB Paru BTA Positif di wilayah Kerja Puskesmas Sukaraja Teluk Betung Selatan
tahun 2012.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tuberkulosis
1. Definisi Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang sebagian besar
disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberkulosis, kuman tersebut biasanya
masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara pernafasan ke dalam paru.
Kemudian kuman tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lain, melalui
sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, melalui saluran nafas (broncus) atau
penyebaran langsung kebagian tubuh lainnya (Depkes RI, 1997).
Sedangkan menurut Mahdiana (2010), Tuberkulosis ialah suatu infeksi
menular dan bisa berakibat fatal, yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis, Mycobacterium bovis atau Mycrobacterium africanum.
2. Etiologi
Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculose, sejenis kuman
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/Um dan tebal 0,3-0,6/Um (Suyono,
2001). Bakteri tuberkulosis pertama kali ditemukan oleh Robert Kock pada
tanggal 24 maret 1887, sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi
nama asli basil Koch. Bahkan, penyakit TBC pada paru-paru kadang disebut juga
sebagai Koch Pulmonum(KP).
8
Yang tergolong dalam kuman Mycobacterium tuberculose complex adalah
M. tuberculose, Varian Asian, Varian African I, Varian African II, dan M. bovis.
Kelompok kuman M. tuberculose dan Mycobacteria Other Than Tb (MOTT,
atypical) adalah M. kansasi, M. avium, M. intracellulare, M. scrofulaceum, M.
malmacerse. dan M. xenopi (Suyono, 2001).
3. Faktor Determinan
a. Faktor Agent
Agent merupakan sesuatu hal yang dapat menyebabkan penyakit
Tuberkulosis atau TBC.
Ø Jenis
Klasifikasi Mikobakterium tuberkulosa
Kerajaan : Bacteria
Fillum : Actinobacteria
Ordo : Actinomycetales
Family : Mycobacteriaceae
Genus : Micobacterium
Spesies : M. Tubercolusis
Ø Karateristik
Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang atau basil dan bersifat
tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri ini
pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga
9
untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan,
penyakit TBC pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP).
b. Faktor Daya Infeksi
Penyakit TBC yang terjadi karena bakteri Mikobakterium tuberkulosa
merupakan factor daya infeksi Virulensi. Virulensi adalah derajat patogenesis
Agent infecius dengan Indikasi dan kemampuan invasi dan merusak jaringan host.
Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri
Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan
pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa.
Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang
biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah),
dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh
sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti:
paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan
lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-
paru.
c. Faktor Host
Kekebalan atau imuns manusia sangat berpengaruh terhadap kemampuan
menolak penyakit TBC. Tubuh manusia mempunyai suatu sistem imun yaitu
antigen yang bertujuan melindungi tubuh dari serangan benda asing seperti
kuman, virus dan jamur.
Secara imunologis, sel makrofag dibedakan menjadi makrofag normal dan
makrofag teraktivasi. Makrofag normal berperan pada pembangkitan daya tahan
10
imunologis nonspesifik, dilengkapi dengan kemampuan bakterisidal atau
bakteriostatik terbatas.
Makrofag ini berperanan pada daya tahan imunologis bawaan (innate
resistance). Sedang makrofag teraktivasi mempunyai kemampuan bakterisidal
atau bakteriostatik sangat kuat yang merupakan hasil aktivasi sel T sebagai bagian
dari respons imun spesifik (acquired resistance) Sel T adalah mediator utama
pertahanan imun melawan mikrobacterium tubercolus.
4. Pengaruh Lingkungan
Lingkungan sangat berpengaruh besar terhadap penyebaran penyakit TBC.
Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin,
pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet
nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya
penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang
lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari
langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam
dalam keadaan yang gelap dan lembab. Daya penularan seorang pasien ditentukan
oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat
kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor yang
memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi
percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
5. Gejala Penyakit TB Paru
Menurut Laban (2008) untuk penyakit TBC paru, gejala-gejala muncul
dapat dibedakan pada orang dewasa dan anak-anak .
a. Gejala pada orang dewasa
11
1. Batuk terud-menerus dengan dahak selama tiga minggu atau lebih.
2. Kadang-kadang dahak yang keluar bercampur dengan darah.
3. Sesak napas dan rasa nyeri di dada.
4. Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun.
5. Berkeringat malam walau tanpa aktivitas.
6. Demam meriang (demam rigan) lebih dari sebulan.
b. Gejala pada anak-anak
1. Berat badan turun selama tiga bulan berturu-turut tanpa sebab yang jelas.
2. Berat badan anak tidak bertambah (anak kecil/kurus terus).
3. Tidak ada nafsu makan.
4. Demam lama dan berulang.
5. Muncul benjolan di daerah leher, ketiak, dan lipat paha.
6. Batuk lama lebih dari dua bulan dan nyeri dada.
7. Diare berulang yang tidak sembuh dengan pengobatan diare biasa.
Sedangkan menurut Mahdiana (2010) gejala awal TB paru yakni penderita
merasakan tidak sehat atau batuk. Pada pagi hari. batuk disertai sedikit dahak
berwarna hijau atau kuning. Jumlah dahak biasanya akan bertambah banyak,
sejalan dengan perkembangan penyakit. Pada akhirnya dahak akan berwarna
kemerahan karena mengandung darah. Sesak nafas merupakan pertanda adanya
udara (pneumotoraks atau cairan (efusi pleura) di dalam rongga pleura. Sekitar
sepertiga infeksi ditemukan dalam bentuk efusi pleura.
12
6. Jenis Tuberculosis
a. Tuberculosis Primer
Tuberculosis primer adalah infeksi bakteri TB dari penderita yang belum
mempunyai reaksi spesifik terhadap bakteri TB. Bila bakteri TB terhirup dari
udara melalui dari udara melalui saluran pernapasan dan mencapai alveoli atau
bagian terminal saluran pernapasan, maka bakteri akan ditangkap dan dihancurkan
oleh makrofag yang berada di alveoli. Jika pada proses ini, bakteri ditangkap oleh
makrofag yang lemah maka bakteri akan berkembang biak dalam tubuh, makrofag
yang lemah itu dan menghancurkan makrofag. Dari proses ini, dihasilkan bahan
kemotaksik yang menarik monosit (makrofag) dari aliran darah membentuk
tuberkel. Sebelum menghancurkan bakteri, makrofag harus diaktifkan terlebih
dahulu oleh limfokin yang dihasilkan limfosit T.
Tidak semua makroag pada granula TB mempunyai fungsi sama,]. Ada
makrofag yang berfungsi sebagai pembunuh, pencerna bakteri, dan perangsang
bakteri. Beberapa makrofag menghasilkan protalase, elastase, kolagenase, serta
colony stimulating faktor untuk merangsang produksi monosit dan granulit pada
sumsung tulang belakang. Bakteri TB menyebar melalui saluran pernapasan ke
kelanjar getah bening regional (hilus) membentuk epiteloid granula. Granula
mengalami nekrosis sentral sebagai akibat timbulnya hipersensitivitas seluler
terhadap bakteri TB. Hal ini terjadi sekitar 2-4 minggu dan akan terlihat ter
tuberculin. Hipersensitivitas seluler terlihat sebagai akumulasi luka dari limfosit
dan makrofag.
13
Bakteri TB berada di alveoli akan membentuk fokus lokal, sedangkan
focus inisial bersama-sama dengan limfadenopati berempat di hilus dan disebut
juga primer. Focus primer paru biasanya bersifat unilateral dengan subpleura
terletak di atas atau di bawah fisura interlobaris, atau di bagian basal dari lobus
inferior. Bakteri menyebar lebih lanjut melalui saluran limfe atau aliran darah dan
akan tersangkut pada bagian organ. TB primer merupakan infeksi yang bersifat
sistematis (Muttaqin, 2007).
b. Tuberculosis Sekunder
Setelah terjadi resolusi dari infeksi primer, sejumalah kecil bakteri masih
hidup dalam keadaan dorman di jaringan pusat. Sebanyak 90% diantaranya tidak
mengalami kekambuhan. Reaktivitasi penyakit TB (TB pasca primer/TB
sekunder) terjadi bila daya tahan tubuh menurun, alkoholisme,keganasan,
silikosis, diabeter mellitus, dan AIDS.Berbeda dengan TB primer, pada TB
sekunder kelenjar limfe regional danorgan lainnya jarang terkena, lebih terbatas
dan terolakasi. Reaksi imunologis terjadi dengan adanya pembentukan granuloma,
mirip dengan yeng terjadi pada TB primer. Tetapi, nekrosis jaringan lebih
menyolok dan menghasilkan lesi kaseosa yang luas dan disebut tuberkuloma.
Protease yang dikeluarkan oleh makrofag aktif akan menyebabkan pelunakan
bahan kaseosa. Secara umum, dapat dikatakan bahwa terbentuknya kavitas dan
manifestasi lainnyadari TB sekunder adalah akibat dari reaksi nekrotik yang
dikenal sebagai hipersensitivitas seluler.TB paru pasca primer dapat disebabkan
oleh infeksi lanjutan dari sumber eksogen, terutama pada usia tua dengan riwayat
semasa muda pernah terinfeksi TB. Biasanya, hal ini terjadi pada daerah apical
14
atau segmen posterior lobus superior, 10-20 mm dari pleura, dan sehingga
menguntungkan untuk pertumbuhan bakteri TB (Arif:2007)
7. Pemeriksaan Tuberculosis
a. Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan fisis pertama terhdapa keadaan umum pasien
mungkinditentukan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia,
suhudemam (subfebris), berat badan kurus atau berat badan menurun.Pada
pemiksaan khusus fisis pasien sering tidak menunjukan suatu kelainan pun
terutama pada kasus-ksus dini atau yang sudah terinfeksi secara asimtomatik.
Demikian juga bila sarang penyakit terletak di dalam, akan sulit menumakan
kelainan pada pemeriksaan fisis, karena hantaran getaran/suarayang lebih dari 4
cm ke dalam paru-paru sulit dinilai secara patesi, perkusi, danau fkultasi. Secara
anamnesis dan pemeriksaan fisis, TB Paru sulit dibedakan dengan pneumonia
biasa.Tempat kelaimam lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagianapekspar.
Bila dicurigai adanya infiltrate yang agak luas, maka didapatkan perkusi yang
redup dan auskultasi sduara napas bronchial. Akan didapkan juga suara napas
tambahan berupa ronki basah, kasar dan nyaring. Tetapi bilainfiltrate ini diliputi
oleh penebalan pleura, suara napasnya menjadi vesicular melemah,. Bila terdapat
kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suarahipersonor atau timpani dan
auskultasi memeberikan suara amforik.Pada tuberculosis paru yang lanjut dengan
fibrosis yang luas sering ditemukan atrofil dan retraksi otot-otot interkostal.
Bagian paru yang sakit jadi menciut dan menarik isi mediatrium atau paru lainnya.
Bila jaringan fibrotik amat luas yakni lebih dari setengah jumlah jaringan paru-
paru, akan terjadi pengecilan daerah aliran darah paru dan selnjutnya
15
meningkatkan tekanan arteri pulmonaris (hipertensi pulmonal) diikuti terjadinya
kopulmonal dangagal jantung kanan. Disina akan didapatkan tanda-tanda kor
pulmonal dengan gagal jantung kanan seperti takipnea, takikardial, sianosis, right
ventricular lift,right atrial gallop, murmur Graham-Steel, bunyi P2 yang
mengeras, tekanan vena jugalaris yang meningkat, hepatogalima, astesis, dan
endema..Dalam pemeriksaan klinis, Tb paru sering asimtomatik dan penyakit
barudicurigai dengan didapatkan kelainan radiologis dada pada permukaan rutin
atau uji tuberculin yang positif.
b.Pemeriksaan Radiologis
Pada saat ini pemeriksaan radiologist dada merupakan cara yang
praktisuntuk menemukan lesi tuberculin. Pemeiksaan ini memang
membutuhkan biaya alebih dibandingkan pemeriksaan sputum, tetapi dalam
beberapa hal iamemberikan keuntungan seperti pada tuberculosis anak-anak dan
tuberculosis milier. Pada keduanya pemeriksaan radiologist dada, sedangkan
pemeriksaan sputum hampir selalu negative. Lokasi lesi tuberculosis umumnya di
daerah apeks paru (segmen apicallobus atas atau segmen apical lobus bawah),
tetapi dapat juga mengenai lobus bawah ( bagian inferior) atau di daerah hilus
menyerupai tumor paru )missal pada tuberculosis endobronkial). Pada awal
penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia,gambaran radiologist
berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas- batasa yang tidak tegas. Bila lesi
sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas
yang tegas. Lesi ini dikenal sebagai tuberkuloma.
16
Pada kavis bayangan berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis.
Lama-lama dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis
terlihat bayangan yang bergaris-garis. Pada klasifikasi bayangan tampak sebagai
bercak-bercak pada dengan densitas tinggi. Pada atelektasis terlihat seperti
fibrosis yang luas disertai penciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau satu
lobus maupun pada satu bagian paru.
Gambaran tuberculosis milier terlihat berupa bercak-bercak halus yang
umumnya tersebar pada seluruh lapangan paru. Gambaran radiology lain
yangsering menyertai tuberculosis paru adalah penebalan pleura
(pleuritis),massacairan di bagian bawah paru (efusi pleura/empiema), bayangan
hitam radiolesun di pinggir paru/pleura (Pneumotoraks).
Pada satu foto dada sering didapatkan bermacam-macam bayangan
sekaligus (pada tuberculosis yang sudah lanjut) seperti infiltrate, garis-garis
fibrotik, klasifikasi, kavitas (non sklerotik/sklerotik) maupun atelektasis
danemfisema. Tuberculosis sering memberikan gambaran yang aneh-aneh,
terutamagambaran radiologist, sehingga dikatakan tuberculosis is the greatest
imitator. Gambaran infiltasi dan tuberkuloma sering diartikan sebagai
pneumonia,mikosis paru, karsinoma bronkus, atau karsinoma metastasis.
Gambarankavitas sering sering diartikanm sebagai abses paru. Di samping itu
perludiingat juga factor kesalahan dalam membaca foto. Factor kesalahan
dapatmencapai 25%. Oleh sebab itu untuk diagnostic radiology sering
dilakukan juga foto lateral, top lordotik, oblik, tomografi dan foto dengan
proyeksi densitas keras.
17
Pemeriksaan khusus yang kadang-kadang juga diperlukan
adalah bronkografi, yakni untuk melihat kerusakan bronkus atau paru
yangdisebabkan oleh tuberculosis. Pemeriksaan ini umumnya dilakukan bila
pasienakan menjalani pembedahan paru.Pemeriksaan radiologist dada yang lebih
canggih dan saat ini sudah banyak dipakai si rumah sakit rujukan adalah
Computed Tomography Scanning ( C T Scan ). Pemeriksaan ini lebih superior
dibandingkan jaringan terlihat lebih jelas dan sayatan dapat dibuat transversal.
Pemeriksaan lain yang lebih canggih lagi adalah MRI
(MagneticResonance Imaging). Pemeriksaan MRI ini tidak sebaik CT Scan, tetapi
dapat mengevakuasi proses-proses dekat apeks paru, tulang belakang, perbatasan
dada perut. Sayatan bias dibuat transnersal, sagital, dan koronal.
c. Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-
kadang meragukan, hasilnya tidak sensitive dan juga tidak spesifik. Pada saat
tuberculosis baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit
meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah
normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit
kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun kea rah
normal lagi. Hasil pemeriksaan darah lain didapkan juga:1. Anemia ringan dengan
gambaran normokrom dan normositer.2. Gama globulin meningkat.3. Kadar natrium darah
menurun.Pemeriksaan tersebut di atas nilainya juga tidak spesifik. Pemeriksaan
seriologis yang pernah dipakai adalah reaksi Taka hasil. Pemeriksaan ini dapat
menunjukan proses tuberculosis masih aktif atau tidak. Criteria positif yang
18
dipakai di Indonesia adalah titer 1/128. pemeriksaan ini juga kurang mendapat
perhatian karena angka-angka poditif palsu dan negative palsunya masih besar.
Belakangan ini terdapat pemeriksaan serologis yang banyak juga dipakai yakni
Peroksidase Anti Peroksida (PAP-Tb) yang oleh beberapa peneliti mendapatkan
nilai sensitivitas dan spesifisitasnya cukup tinggi (85-95%), tetapi beberapa
peneliti lain meragukannya karena mendapatkan angka-angka yang lebih rendah.
Sungguhpun begitu PAP-TB ini masih dapat dipakai, tetapi kurang bermanfaat
bila digunakan sebagai saran tunggal untuk diagnosis Tb.
2. Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannyakuman
BTA, diagnosis tuberculosis sudah dapat dipastikan. Di sampingitu pemeriksaan
sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah
diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan murahsehingga dapat dikerjakan di
lapangan (puskesmas). Tetapi kadang-kadangtidak mudah untuk mendapat
sputum, terutama pasien yang tidak batuk atau batuk yang non produktif. Dalam
hal ini dianjurkan satu hari sebelum pemeriksaan sputum, pasien dianjurkan
minum sebanyak ±2 liter dandiajarkan melakukan reflek batuk. Dapat juga
memberikan tambahan obat-obat mukolitik ekspektoran atau dengan inhalasi
larutan garam hipertonik selama 20-30 menit.Bila masih sulit, sputum dapat
diperoleh dengan cara bronkoskopidiambil dengan brusing atau bronchial washing
atau BAL (bronco alveolar lavage). BTA dari sputum bias juga didapat dengan
cara bilasan lambung.Hal ini sering dikerjakan pada anak-anak karena merka sulit
mengeluarkan dahaknya. Sputum yang hendak diperiksa hendaknya sesegar
mungkin. Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan
19
3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman
dalam 1 mL sputum . Cara pemeriksaan sediaan sputum yang dilakukan adalah:
a. Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop biasa
b. Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop flouresens(pewarnaan
khusus).
c. Pemeriksaan dengan biakan (Kultur).
d. Pemeriksaan terhadap resistensi obat.
3. Tes Tuberkulin
Pemeriksaan ini dipakai untuk menegakkan diagnosis tuberculosisterutama
pada anak-anak. Biasanya dipakai tes Mantoux yakni denganmenyuntikkan 0,11
cc tuberculin berkekuatan 5 T.U (intermediatestrength). Tes tuberculin hanya
menyatakan apakah seseorang individusedang atau pernah mengalami infeksi M.
tuberculosae, M. bovis,vaksinasi BCG dan Mycrobacteriae pathogen lainnya.
Dasar tes tuberculinini adalah reaksi alergik tipe lambat.Biasanya hampir seluruh
pasien tuberculosis memberikan reaksiMantoux yang positif (99,8). Kelemahan
tes ini juga terdapat positif palsuyakni pada pemberiaan BCG atau teribfeksi
dengan Mycobacterium lain. Negative palsu lebih banyak ditemukan daripada
positif palsu.
8. Faktor Resiko Penyebab Tuberkulosis Paru
a. Faktor Umur
Beberapa faktor resiko penularan penyakit tuberkulosis di Amerika yaitu
umur, jenis kelamin, ras, asal negara bagian, serta infeksi AIDS. Dari hasil
penelitian yang dilaksanakan di New York pada panti penampungan orang-orang
gelandangan menunjukkan bahwa kemungkinan mendapat infeksi
20
tuberkulosisaktif meningkat secara bermakna sesuai dengan umur. Insiden
tertinggituberkulosis paru biasanya mengenai usia dewasa muda. Di Indonesia
diperkirakan 75% penderita TB Paru adalah kelompok usia produktif yaitu 15-
50tahun.
2.Faktor Jenis Kelamin
Dibenua Afrika banyak tuberkulosis terutama menyerang laki-laki. Pada tahun 1996
jumlah penderita TB Paru laki-laki hampir dua kali lipat dibandingkan jumlah
penderita TB Paru pada wanita, yaitu 42,34% pada laki-laki dan 28,9 % pada
wanita. Antara tahun 1985-1987 penderita TB paru laki-laki cenderung meningkat
sebanyak 2,5%, sedangkan penderita TB Paru pada wanita menurun0,7%. TB
paru Iebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita karena laki-
laki sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok sehingga memudahkan
terjangkitnya TB paru.
3.Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap pengetahuan
seseorang diantaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan
dan pengetahuan penyakit TB Paru, sehingga dengan pengetahuan yang cukup
maka seseorang akan mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersin dan
sehat.Selain itu tingkat pedidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap
jenis pekerjaannya.
21
4.Pekerjaan
Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi setiap
individu. Bila pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu paparan partikel debudi daerah
terpapar akan mempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran pernafasan.
Paparan kronis udara yang tercemar dapat meningkatkan morbiditas,terutama
terjadinya gejala penyakit saluran pernafasan dan umumnya TB Paru.Jenis
pekerjaan seseorang juga mempengaruhi terhadap pendapatan keluarga yang akan
mempunyai dampak terhadap pola hidup sehari-hari diantarakonsumsi makanan,
pemeliharaan kesehatan selain itu juga akan mempengaruhi terhadap kepemilikan
rumah (kontruksi rumah). Kepala keluarga yangmempunyai pendapatan dibawah
UMR akan mengkonsumsi makanan dengankadar gizi yang tidak sesuai dengan
kebutuhan bagi setiap anggota keluarga sehingga mempunyai status gizi yang
kurang dan akan memudahkan untuk terkena penyakit infeksi diantaranya TB
Paru. Dalam hal jenis kontruksi rumah dengan mempunyai pendapatan yang
kurang maka kontruksi rumah yang dimiliki tidak memenuhi syarat kesehatan
sehingga akan mempermudah terjadinya penularan penyakit TB Paru.
5.Kebiasaan Merokok
Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan resiko
untuk mendapatkan kanker paru-paru, penyakit jantung koroner, bronchitiskronik
dan kanker kandung kemih. Kebiasaan merokok meningkatkan resiko untuk
terkena TB paru sebanyak 2,2 kali. Pada tahun 1973 konsumsi rokok diIndonesia
per orang per tahun adalah 230 batang, relatif lebih rendah dengan 430 batang/orang/tahun di
Sierra Leon, 480 batang/orang/tahun di Ghana dan 760 Batang/orang/tahun di
Pakistan (Achmadi, 2005). Prevalensi merokok pada hampir semua Negara
22
berkembang lebih dari 50% terjadi pada laki-laki dewasa, sedangkan wanita perokok
kurang dari 5%. Dengan adanya kebiasaan merokok akan mempermudah untuk
terjadinya infeksi TB Paru.
6. Kepadatan hunian kamar tidur
Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni
didalamnya, artinya luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan
dengan jumlah penghuninya agar tidak menyebabkan overload. Hal ini tidak sehat,
sebab disamping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen juga bila salah satu
anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga
yang lain.Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah biasanya dinyatakan
dalam m2 /orang. Luas minimum per orang sangat relatif tergantung dari
kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia. Jarak antara tempat tidur minimal
90 cm untuk menjamin keluasan bergerak, bernafas dan untuk memudahkan
membersihkan lantai. Ukuran ruang tidur anak yang berumur kurang 5 tahun
sebanyak 4 ½ m3 , dan yang berumur lebih dari 5 tahun adalah 9 m3, artinya dalam
satu ruangan anak yang berumur 5 tahun ke bawah diberi kebebasan
menggunakan volume ruangan 4 ½ m3 (1 ½ x 1 x 3 m3 ), dan di atas 5 tahun
menggunkan ruangan 9 m 3 ( 3 x 1 x 3m3 ) (Sukini dkk, 1989).
7. Pencahayaan
Untuk memperoleh cahaya cukup pada siang hari, diperlukan luas jendela
kaca minimum 20% luas lantai. Jika peletakan jendela kurang baik atau
kurangleluasa maka dapat dipasang genteng kaca. Cahaya ini sangat penting
karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah, misalnya basil
TB, karena itu rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup.
23
Intensitas pencahayaan minimum yang diperlukan 10 kali lilin atau kurang lebih
60 lux., kecuali untuk kamar tidur diperlukan cahaya yang lebih redup. Semua
jenis cahaya dapat mematikan kuman hanya berbeda dari segi lamanya proses
mematikan kuman untuk setiap jenisnya. Cahaya yang sama apabila dipancarkan
melalui kaca tidak berwarna dapat membunuh kuman dalam waktu yang lebih
cepat dari pada yang melalui kaca berwama Penularan kumanTB Paru relatif tidak
tahan pada sinar matahari. Bila sinar matahari dapat masuk dalam rumah serta
sirkulasi udara diatur maka resiko penularan antar penghuniakan sangat
berkurang.
8. Ventilasi
Ventilasi mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah
untuk menjaga agar aliran udara didalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini
berarti keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap
terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen di dalam
rumah, disamping itu kurangnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udaradi
dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit
dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik
untuk pertumbuhan bakteri-bakteri patogen/ bakteri penyebab penyakit, misalnya
kumanTB. Fungsi kedua dari ventilasi itu adalah untuk membebaskan udara
ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena di situ selalu terjadi
aliran udara yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu
mengalir Fungsi lainnya adalah untuk menjaga agar ruangan kamar tidur selalu
tetap didalam kelembaban (humiditiy) yang optimum.Untuk sirkulasi yang baik
diperlukan paling sedikit luas lubang ventilasi sebesar 10% dari luas lantai. Untuk
24
luas ventilasi permanen minimal 5% dari luas lantai dan luas ventilasi insidentil
(dapat dibuka tutup) 5% dari luas lantai. Udara segar juga diperlukan untuk
menjaga temperatur dan kelembaban udara dalam ruangan. Umumnya temperatur
kamar 22° 30°C dari kelembaban udara optimum kurang lebih 60% (Sukini dkk,
1989).9.
9. Kondisi rumah
Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko penularan penyakit
TBC. Atap, dinding dan lantai dapat menjadi tempat perkembang biakan kuman.
Lantai dan dinding yag sulit dibersihkan akan menyebabkan penumpukan debu, sehingga
akan dijadikan sebagai media yang baik bagi berkembangbiaknya kuman
Mycrobacterium tuberculosis.
10. Kelembaban udara
Kelembaban udara dalam ruangan untuk memperoleh kenyamanan,
dimana kelembaban yang optimum berkisar 60% dengan temperatur kamar 22° 30°C (Sukini
dkk, 1989). Kuman TB Paru akan cepat mati bila terkena sinar matahari langsung,
tetapi dapat bertahan hidup selama beberapa jam di tempat yang gelap dan
lembab.
11. Status Gizi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang dengan status gizi kurang
mempunyai resiko 3,7 kali untuk menderita TB Paru berat dibandingkan dengan
orang yang status gizinya cukup atau lebih. Kekurangan gizi pada seseorang akan
berpengaruh terhadap kekuatan daya tahan tubuh dan respon
immunologik terhadap penyakit.
25
12.Keadaan Sosial Ekonomi
Keadaan sosial ekonomi berkaitan erat dengan pendidikan, keadaan
sanitasi lingkungan, gizi dan akses terhadap pelayanan kesehatan.
Penurunan pendapatan dapat menyebabkan kurangnya kemampuan daya beli
dalam memenuhi konsumsi makanan sehingga akan berpengaruh terhadap status
gizi. Apabila status gizi buruk maka akan menyebabkan kekebalan tubuh yang
menurun sehingga memudahkan terkena infeksi TB Paru.
13. Perilaku
Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan.
Pengetahuan penderita TB Paru yang kurang tentang cara penularan, bahaya dan
cara pengobatan akan berpengaruh terhadap sikap dan prilaku sebagai orang sakit
danakhinya berakibat menjadi sumber penular bagi orang disekelilingnya.
B. KONDISI RUMAH
1. Kriteria Rumah Sehat Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 829/Menkes/SK/VII/1999
Ketentuan Kriteria Rumah Sehat adalah sebagai berikut:
1. Bahan bahan bangunan.
Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan zat yang dapat
membahayakan kesehatan, antara lain:
26
Debu total kurang dari 150 mg per meter persegi;
Asbestos kurang dari 0,5 serat per kubik, per 24 jam;
Timbal (Pb) kurang dari 300 mg per kg bahan;
Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan berkembangnya
mikroorganisme patogen.
Komponen dan penataan ruangan.
Lantai kedap air dan mudah dibersihkan
Dinding rumah memiliki ventilasi, di kamar mandi dan kamar cuci kedap
air dan mudah dibersihkan
Langit-langit rumah mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan
Bumbungan rumah 10 m dan ada penangkal petir
Ruang ditata sesuai dengan fungsi dan peruntukannya
Dapur harus memiliki sarana pembuangan asap
2. Pencahayaan
Pencahayaan alam dan/atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat
menerangi seluruh ruangan dengan intensitas penerangan minimal 60 lux
dan tidak menyilaukan mata.
3. Kualitas udara
Suhu udara nyaman, antara 18 – 30 oC;
Kelembaban udara, antara 40 – 70 %;
Gas SO2 kurang dari 0,10 ppm per 24 jam;
Pertukaran udara 5 kali 3 per menit untuk setiap penghuni;
27
Gas CO kurang dari 100 ppm per 8 jam;
Gas formaldehid kurang dari 120 mg per meter kubik.
4. Ventilasi
Luas lubang ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% luas lantai.
5. Vektor penyakit
Tidak ada lalat, nyamuk ataupun tikus yang bersarang di dalam rumah.
6. Penyediaan air
Tersedia sarana penyediaan air bersih dengan kapasitas minimal 60 liter
per orang setiap hari;
Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan/atau air
minum menurut Permenkes 416 tahun 1990 dan Kepmenkes 907 tahun
2002.
7. Pembuangan Limbah
Limbah cair yang berasal rumah tangga tidak mencemari sumber air, tidak
menimbulkan bau, dan tidak mencemari permukaan tanah;
Limbah padat harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan bau,
tidak mencemari permukaan tanah dan air tanah.
28
8. Kepadatan hunian
Luas kamar tidur minimal 8 meter persegi, dan dianjurkan tidak untuk
lebih dari 2 orang tidur.
C. Kerangka Teori
Kerangka Teoritis TBC
v
Sumber : Vinata 2004
Lingkungan Rumah :
a. Angka Kumanb. Pencahayaan rumahc. Ventilatord. Kelembaban Rumahe. Kepadatan
Karakteristik Individu :
a. Umurb. Jenis Kelaminc. Pendidikand. Pekerjaane. Status Gizi
Perilaku :
a. kebiasaan Merokokb. Kebiasaan
membuang dahak sembarangan
c. kebiasaan tidur sekamar dengan penderita.
d. kebiasaan tidak menutup mulut bila batuk
e. kebiasaan menggunakan alat makan
Genetik dan Imonologi
Penjamu yang rentan
Terjadinya Penderita TBC BTA ( + )
29
D. Kerangka Konsep
E. Definisi Operasional
1. Ventilasi
Variable : Independent
Definis Oprasional : merupakan lubang angin untuk proses pergantian
udara segar ke dalam dan mengeluarkan udara kotor dari suatu ruangan
tertutup secara alamiah maupun buatan.
Cara Ukur : Pengamatan
Alat ukur : Check list
Hasil ukur : 1. Baik ( ≥ 10 % dari luas lantai )
2. Tidak baik ( < 10 % dari luas lantai).
Skala ukur : Nominal
2. Pencahayaan
Variabel : Independent
Kondisi Fisik Rumah :
a. Ventilasi
b. Pencahayaan
c. Kepadatan Hunian
d. Kelembapan
e. Lantai
f. Dinding
TB PARU
30
Definis Oprasional : merupakan penerangan rumah secara alami oleh
sinar matahari untuk menerangi kelembaban dan membunuh bakteri
penyebab TB paru.
Cara Pengukuran : Pengamatan
Alat ukur : Check list
Hasil ukur : 1. Baik (60-120 lux)
2.Tidak baik ( <60 lux atau >120 lux)
Skala ukur :Nominal
3. Kepadatan Hunian
Variabel : Independent
Definisi oprasional : Jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam 1
rumah.
Cara Pengukuran : Wawancara
Alat ukur : Check list
Hasil ukur : 1. Padat ( < 10m2/orang)
2. Tidak padat ( >10 m2.orang)
Skala pengukuran : Ordinal
4. Kelembapan kamar tidur
Variabel : Independent
Definis Oprasional : Persentase jumlah kandungan air dalam udara di
kamar tidur responden.
Cara ukur : Pengukuran
Alat ukur : Higrometer
31
Hasil Pengukuran : 1. Memenuhi syarat, jika nilai kelembaban 40 % -
70 %.
2. Tidak memenuhi syarat, jika nilai kelembaban
<40% atau >70%.
Skala ukur : Ordinal
5. Lantai
Variabel : independent
Definis Oprasional : merupakan salah satu bahan bangunan rumah
untuk melengkapi sebuah rumah.
Cara pengukuran : Pengamatan
Alat ukur : Check list
Hasil ukur : 1. Kedap air dan tidak lembab.
2. Tidak baik menghasilkan debu dan lembab.
Skala Ukur : Nominal
6. Dinding
Variabel :Independent
Definisi Oprasional : merupakan salah satu bahan bangunan untuk
mendirikan sebuah rumah.
Cara pengukuran : Pengamatan
Alat ukur : Check list
Hasil ukur : 1. Baik Permanen atau tembok
2. Tidak baik : semi permanen, bambu dan kayu
atau papan.
skala : Nominal
32
7. Penyakit TB paru
Variabel : Dependent
Definisi oprasional : Kejadian penyakit menular yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium Tuberculosis yang telah ditetapkan oleh tenaga medis.
Cara ukur : Wawancara
Alat ukur : Check list
Hasil ukur : 1. Menderita penyakit TB paru.
2. Tidak menderita penyakit TB paru
Skala ukur : Nominal
i.
33
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian survei analitik. Rancangan
penelitian yang digunakan adalah penelitian case control yatu survei analitik yang
menyangkut bagaimana faktor resiko dipelajari dengan menggunakan pendekatan
retrospektif (Notoadmojo,2005), atau dengan membandingkan antara sekelompok
orang yang menderita penyakit (kasus) dengan sekelompok lainnya yang tidak
menderita penyakit (kontrol), kemudian dicari faktor penyebab timbulnya
penyakit tersebut.
Dalam penelitian ini kelompok kasus yakni yang menderita penyakit TB
paru yang telah ditetapkan oleh tenaga medis di wilayah kerja Puskesmas
Sukaraja kecamatan Teluk Betung Selatan. Sedangakan kelompok kontrol yakni
tetangga penderita yang tidak menderita TB paru dan tidak pernah terdiagnosa
menderita TB paru serta memiliki kesamaan karakteristik usia, jenis kelamin,
wilayah tempat tinggal dengan kelompok kasus. Sedangkan faktor resiko yakni
tentang kondisi fisik rumah responden.
B. Subjek Penelitian
1. Populasi
Arikunto (2006) mengemukakan populasi adalah keseluruhan dari objek
yang diteliti. Dimana yang menjadi populasi kasus penelitian ialah penderita TB
paru yang berada di wilayah kerja Puskesmas Sukaraja Kecamatan Teluk Betung
34
Selatan pada tahun 2012 sebanyak 92 penderita. Sedangkan populasi control
adalah tetangga penderita yang tidak menderita TB paru dan tidak pernah
terdiagnosa menderita TB paru serta memiliki kesamaan karakteristik usia, jenis
kelamin, wilayah tempat tinggal dengan populasi kasus.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti
(Arikunto,2006). Sampel kasus diambil dari populasi kasus sebanyak 92 penderita
TB paru sehingga seluruh populasi kasus dijadikan sebagai sampel kasus.
Sedangkan sampel kontrol diambil dari populasi control yakni tetangga penderita
TB paru yang tidak menderita TB paru dan tidak pernah terdiagnosa menderita
TB paru serta mempunyai kesamaan karakteristik usia, jenis kelamin, wilayah
tempat tinggal dengan populasi kasus dengan menggunakan pembanding 1:1.
C. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Sukaraja
Kecamatan Teluk Betung Selatan dan dilaksanakan pada tahun 2012.
D. Pengupulan Data
1. Data primer
Data primer diperoleh dengan cara wawacara dan observasi/pengamatan
langsung kepada responden yakni meliputi kondisi rumah responden. Sedangkan
alat yang digunakan dalam wawancara ialah check list untuk mengukur (ventilasi,
pencahayaan, kepadatan hunian, lantai dan dinding) dan alat yang diganakan
untuk mengukur kelembapan berupa higrometer.
35
2. Data sekunder
Data sekunder diperoleh dari data Puskesmas Sukaraja Kecamatan Teluk
Betung Selatam tahun 2012.
E. Pengolahan dan Analis Data
1. Pengolahan data
Editing
Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian formulir atau
kuisoner apakah jawaban yang ada di check list telah lengkap, jelas,
relevan, dan konsisten.
Koding
Merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data
berbentuk angka/bilangin.
Proccessing
Pemrosesan data dilakukan dengan cara mengentri data dari check list ke
paket program komputer.
Cleaning
Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di entry
apakah ada kesalahan atau tidak. Kesalahan tersebut dimungkinkan
terjadi pada saat mengentri komputer.
36
2. Analisis data
b. Analisis univariat digunakan untuk menjelaskan hubungan masing-
masing variable yang dieteliti dan disajikan dalam bentuk tabel
frekuensi dan proporsi.
c. Analisis bivariat digunakan untuk menjelaskan hubungan kondisi
fisik rumah dengan penyakit TB paru dengan menggunakan
program komputerisasi. Uji statistik yang digunakan yaitu Chi-
square (X2) dengan rumus sebagai berikut :
X2 = ( O – E ) 2
E
df = (k-1)(b-1)
Keterangan :
O : Nilai observasi, frekuensi yang dieproleh dari hasil pengamatan.
E : Nilai ekspetasi, frekuensi yang diharapkan dalam sampel sebagai
pencerminan dan frekuensi yang diharapkan dari populasi.
df : Degree of freedom (derajat kebebasan)
k : Jumlah kolom
b : Jumlah baris
Setelah didapatkan pengujiann hipotesis, maka untuk menentukan
kemungkinan kejadian pada kondisi tertentu digunakan nilai odds ratio.
F. Variable penelitian
37
Variabel adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian
suatu penelitian (Arikunto,2006). Variabel penelitian dalam penelitian ini dibagi
menjadi dua yakni sebagai berikut :
1. Variabel independent yaitu kondisi fisik rumah yang meliputi ventilasi,
pencahayaan, kepadatann hunian, kelembapan kamar tidur, lantai dan
dinding.
2. Variabel dependent yaitu kejadian TB paru di wilayah kerja Puskesmas
Sukaraja tahun 2012.
G. Hipotesis
Hipotesis ialah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap
permasalaham penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul
(Arikunto,2006).
Hipotesis dalam penelitian ini terbagi menjadi dua yakni sebagai berikut :
1. Ada hubungan antara kondisi fisik rumah dengan kejadian TB paru di
wilayah kerja Puskesmas Sukaraja.