proposal tbc

55
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. (UU No. 23 th. 1992). Menurut HL. Blum (Azwar, 1996) derajat kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah faktor lingkungan. Kesehatan perumahan adalah kondisi fisik, kimia dan biologik di dalam rumah di lingkungan rumah dan perumahan sehingga memungkinkan penghuni atau masyarakat memperoleh derajat kesehatan yang optimal (Dinas Perumahan DKI, 2006). Di Indonesia 400 orang meninggal setiap hari karena TBC Paru, sehingga penanganan masalah TBC Paru perlu mendapat perhatian serius. Hal ini berhubungan dengan fakta bahwa incident penyakit ini lebih tinggi pada rumah tangga miskin. Perhitungan dampak ekonomi akibat penyakit TBC Paru meliputi 2 hal, yaitu

Upload: igie-gigih

Post on 03-Aug-2015

1.095 views

Category:

Documents


34 download

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal TBC

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,

kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat

kesehatan masyarakat yang optimal. (UU No. 23 th. 1992). Menurut HL. Blum

(Azwar, 1996) derajat kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya

adalah faktor lingkungan. Kesehatan perumahan adalah kondisi fisik, kimia dan

biologik di dalam rumah di lingkungan rumah dan perumahan sehingga

memungkinkan penghuni atau masyarakat memperoleh derajat kesehatan yang

optimal (Dinas Perumahan DKI, 2006).

Di Indonesia 400 orang meninggal setiap hari karena TBC Paru, sehingga

penanganan masalah TBC Paru perlu mendapat perhatian serius. Hal ini

berhubungan dengan fakta bahwa incident penyakit ini lebih tinggi pada rumah

tangga miskin. Perhitungan dampak ekonomi akibat penyakit TBC Paru meliputi

2 hal, yaitu hilangnya waktu produktif karena sakit dan hilangnya waktu produktif

karena mati (Bakri, 2006). Dengan demikian, masalah penyakit TBC Paru secara

potensial akan menyebabkan terjadinya kemiskinan dan sekaligus memperdalam

tingkat kemiskinan.(Pikas, 2006)

Rumah merupakan salah satu tempat tinggal secara permanen dan

merupakan lingkungan yang paling dekat dengan kehidupan kita sehari-hari.

Rumah yang baik yaitu rumah yang dihuni tidak terlalu banyak penghuni, dapat

mencegah penyebaran-penyebaran penyakit menular. Oleh karena itu, rumah

harus memenuhi syarat kesehatan, karena rumah dan lingkungan yang tidak sehat

Page 2: Proposal TBC

2

akan menimbulkan kesehatan, salah satunya sebagai tempat penularan penyakit

baik antara anggota keluarga maupun kepada orang lain.

Hasil Reskesdas tahun 2010 menyatakan bahwa presentase rumah tangga

secara nasional yang mempunyai rumah sehat hanya 24 %, yaitu rumah sehat

tertinggi adalah Kalimantan Timur (43,6%), Kepulauan Riau (42,7%). Dan

provinsi dengan presentase rumah sehat terendah adalah Nusa Tenggara Timur

(7,5%), Lampung (14,1%) dan Selawesi Tengah (16,1%). Lampung merupakan

provinsi kedua yang ada di Indonesia yang memiliki presentase rumah sehat yang

rendah.

Berdasarkan P2 (Pencegahan Penyakit) Tuberkulosis (TBC) Provinsi

Lampung tahun 2007 merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan

oleh kuman TBC (Mycobacterium tuberculosis) , sebagian besar kuman

menyerang ke paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lainnya. penyakit

TBC masih merupakan masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia,

menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995,

menunjukkan bahwa penyakit TBC merupakan penyebab kematian nomor tiga

setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua

kelompok usia serta merupakan penyakit nomor satu dari golongan penyakit

infeksi. Penanggulangan TB Paru dilaksanakan dengan Strategi DOTS. sesuai

dengan rekomendasi WHO yang terdiri atas 5 komponen yaitu Komitmen politis,

diagnosis TB dengan mikroskopis, PMO, kesinambungan ketersediaan AOT dan

Pencatatan pelaporan yang baik dan benar . Dengan adanya program Strategi

DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse ) dalam penanggulangan TB

Paru maka pengembangan Unit Pelayanan Kesehatan telah mulai ditingkatkan

Page 3: Proposal TBC

3

jumlahnya. Diketahui bahwa angka BTA positif pada tahun 2003-2007 cenderung

berfluktuatif naik turun, sedangkan angka konversi dan kesembuhan nampak

berfluktuatif naik turun. Untuk mencapai target perlu dilakukan berbagai upaya.

Upaya yang dilakukan harus terus diperbaiki dan ditingkatkan karena angka

kesembuhan TB Paru BTA + ini belum mencapai target ≥ 85%. Jika jumlah TB

paru klinis dibandingkan antara kabupaten/kota maka Kota Bandar Lampung

dengan kasus terbesar dan Kota Metro dengan kasus terkecil, sedangkan BTA

positifnya terbesar adalah Kota Bandar Lampung dan terkecil adalah Kota Metro.

Penemuan suspek TB Paru di Kota Bandar Lampung cukup tinggi, yakni

pada tahun 2005 suspek yang ditemukan 6.301 orang suspek dari target 12.860

orang suspek (48.9 %), tahun 2006 suspek yang ditemukan 1.666 suspek dari

target 12.998 orang suspek (12.8%), tahun 2007 suspek yang ditemukan 2.823

Suspek dari target 13.510 orang suspek (20.9%), tahun 2008 suspek yang

ditemukan 10.659 Suspek dari target 13.723 orang suspek (77.7%), tahun 2009

suspek yang ditemukan 9.460 Suspek dari target 13.344 orang suspek (70.9%)

Berdasarkan tempat, di tahun 2009 TB Paru tertinggi di Kecamatan Teluk betung

Selatan yaitu untuk puskesmas Sukaraja (97 kasus), Puskesmas Pasar Ambon (83

kasus). Sementara itu, penemuan penderita TB Paru BTA (+) (CDR) ada di

puskesmas Pinang Jaya (139.2%), Kupang Kota (131.8%), Kedaton (132.3%),

Gedong Air (128.8%), Satelit (116.7%), Panjang (100.7%), Kemiling (100.1%),

Sukamaju (94.7%), Sukaraja (85.8%), Way Laga (79.4%) Sumur Batu (70.8%).

Target yang direkomendasikan 70% untuk penemuan penderita dengan BTA (+).

Menurut umur, di tahun 2009 kasus TB Paru BTA (+) tertinggi pada kelompok

umur 25-34 tahun : 26,46%, umur 35-44 tahun : 21.34%, umur 45 - 54 tahun :

Page 4: Proposal TBC

4

17.78%, umur 15-24 tahun : 16,21%, umur 55-65 tahun : 10.15%, umur > 65 h :

6.90%, TB Paru BTA (+) pada anak umur 0-14 tahun 1.15%. Pada tahun 2009

tidak ada penderita TB Paru BTA (+) yang meninggal dunia. Indikator adalah

variabel yang menunjukkan/menggambarkan keadaan dan dapat untuk mengukur

terjadinya perubahan. Indikator dikembangkan disemua tingkat administrasi,

sesuai dengan maksud dan tujuan penggunaan indikator tersebut. Dalam program

P2TB indikator yang digunakan untuk memantau pencapaian target program

adalah sebagai berikut :

1. Angka penemuan penderita (case Detection Rate /CDR)

2. Angka kesembuhan (Cure Rate)

3. Angka Konversi (Convertion Rate)

Dari data Dinas Kesehatan di atas penulis tertarik untuk mengadakan

penelitian mengenai Hubungan Kondisi Fisik Rumah Dengan Kejadian TB

(Tuberkulosis) Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Sukaraja Kecamatan Teluk

Betung Selatan 2012.

B. Rumusan Masalah

Dengan latar belakang di atas, peneliti ingin mengetahui Hubungan Kondisi

Fisik Rumah Dengan Kejadian TB Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Sukaraja

Kecamatan Teluk Betung Selatan Tahun 2012.

Page 5: Proposal TBC

5

C.Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Ingin Mengetahui Hubungan Kondisi Fisik Rumah Dengan Kejadian TB

Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Sukaraja Kecamatan Teluk Betung

Selatan Tahun 2012.

2. Tujuan Khusus

1. Diketahuinya besar risiko dinding rumah dengan penyakit TBC Paru.

2. Diketahuinya besar risiko lantai rumah dengan penyakit TBC Paru.

3. Diketahuinya besar risiko ventilasi dengan penyakit TBC Paru.

4. Diketahuinya besar risiko pencahayaan dengan penyakit TBC Paru.

5. Diketahuinya besar risiko kepadatan penghuni dengan penyakit TBC Paru.

6. Diketahuinya besar risiko kelembapan kamar tidur dengan penyakit TBC

Paru.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini di harapkan dapat menerapkan ilmu yang diperoleh

dan menambah wawasan dan pengetahuan di bidang kesehatan lingkungan

khususnya mengenai hubungan Kondisi Fisik Rumah Dengan Kejadian TB Paru.

2. Bagi Institusi Jurusan Kesehatan Lingkungan

Untuk menambah informasi khususnya mengenai hubungan kondisi fisik

rumah dengan kejadian TB Paru dan sebagai acuan dan sumber data untuk

penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan TB Paru.

Page 6: Proposal TBC

6

3. Bagi Puskesmas Sukaraja Teluk Betung Selatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan

masukan upaya oprasional penanggulangan TB paru di wilayahnya.

E. Ruang Lingkup

Dalam penelitian ini penulis membatasi masalah yang di bahas adalah

Kondisi fisik rumah meliputi ( ventilasi, pencahayaan, kepadatan hunian,

kelembapan kamar tidur, lantai dan dinding ) yang dihubungkan dengan kejadian

TB Paru BTA Positif di wilayah Kerja Puskesmas Sukaraja Teluk Betung Selatan

tahun 2012.

Page 7: Proposal TBC

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tuberkulosis

1. Definisi Tuberkulosis

Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang sebagian besar

disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberkulosis, kuman tersebut biasanya

masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara pernafasan ke dalam paru.

Kemudian kuman tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lain, melalui

sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, melalui saluran nafas (broncus) atau

penyebaran langsung kebagian tubuh lainnya (Depkes RI, 1997).

Sedangkan menurut Mahdiana (2010), Tuberkulosis ialah suatu infeksi

menular dan bisa berakibat fatal, yang disebabkan oleh Mycobacterium

tuberculosis, Mycobacterium bovis atau Mycrobacterium africanum.

2. Etiologi

Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculose, sejenis kuman

berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/Um dan tebal 0,3-0,6/Um (Suyono,

2001). Bakteri tuberkulosis pertama kali ditemukan oleh Robert Kock pada

tanggal 24 maret 1887, sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi

nama asli basil Koch. Bahkan, penyakit TBC pada paru-paru kadang disebut juga

sebagai Koch Pulmonum(KP).

Page 8: Proposal TBC

8

Yang tergolong dalam kuman Mycobacterium tuberculose complex adalah

M. tuberculose, Varian Asian, Varian African I, Varian African II, dan M. bovis.

Kelompok kuman M. tuberculose dan Mycobacteria Other Than Tb (MOTT,

atypical) adalah M. kansasi, M. avium, M. intracellulare, M. scrofulaceum, M.

malmacerse. dan M. xenopi (Suyono, 2001).

3. Faktor Determinan

a. Faktor Agent

Agent merupakan sesuatu hal yang dapat menyebabkan penyakit

Tuberkulosis atau TBC.

Ø Jenis

Klasifikasi Mikobakterium tuberkulosa

Kerajaan : Bacteria

Fillum : Actinobacteria

Ordo : Actinomycetales

Family : Mycobacteriaceae

Genus : Micobacterium

Spesies : M. Tubercolusis

Ø Karateristik

Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri

Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang atau basil dan bersifat

tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri ini

pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga

Page 9: Proposal TBC

9

untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan,

penyakit TBC pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP).

b. Faktor Daya Infeksi

Penyakit TBC yang terjadi karena bakteri Mikobakterium tuberkulosa

merupakan factor daya infeksi Virulensi. Virulensi adalah derajat patogenesis

Agent infecius dengan Indikasi dan kemampuan invasi dan merusak jaringan host.

Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri

Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan

pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa.

Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang

biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah),

dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh

sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti:

paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan

lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-

paru.

c. Faktor Host

Kekebalan atau imuns manusia sangat berpengaruh terhadap kemampuan

menolak penyakit TBC. Tubuh manusia mempunyai suatu sistem imun yaitu

antigen yang bertujuan melindungi tubuh dari serangan benda asing seperti

kuman, virus dan jamur.

Secara imunologis, sel makrofag dibedakan menjadi makrofag normal dan

makrofag teraktivasi. Makrofag normal berperan pada pembangkitan daya tahan

Page 10: Proposal TBC

10

imunologis nonspesifik, dilengkapi dengan kemampuan bakterisidal atau

bakteriostatik terbatas.

Makrofag ini berperanan pada daya tahan imunologis bawaan (innate

resistance). Sedang makrofag teraktivasi mempunyai kemampuan bakterisidal

atau bakteriostatik sangat kuat yang merupakan hasil aktivasi sel T sebagai bagian

dari respons imun spesifik (acquired resistance) Sel T adalah mediator utama

pertahanan imun melawan mikrobacterium tubercolus.

4. Pengaruh Lingkungan

Lingkungan sangat berpengaruh besar terhadap penyebaran penyakit TBC.

Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin,

pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet

nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya

penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang

lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari

langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam

dalam keadaan yang gelap dan lembab. Daya penularan seorang pasien ditentukan

oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat

kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor yang

memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi

percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

5. Gejala Penyakit TB Paru

Menurut Laban (2008) untuk penyakit TBC paru, gejala-gejala muncul

dapat dibedakan pada orang dewasa dan anak-anak .

a. Gejala pada orang dewasa

Page 11: Proposal TBC

11

1. Batuk terud-menerus dengan dahak selama tiga minggu atau lebih.

2. Kadang-kadang dahak yang keluar bercampur dengan darah.

3. Sesak napas dan rasa nyeri di dada.

4. Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun.

5. Berkeringat malam walau tanpa aktivitas.

6. Demam meriang (demam rigan) lebih dari sebulan.

b. Gejala pada anak-anak

1. Berat badan turun selama tiga bulan berturu-turut tanpa sebab yang jelas.

2. Berat badan anak tidak bertambah (anak kecil/kurus terus).

3. Tidak ada nafsu makan.

4. Demam lama dan berulang.

5. Muncul benjolan di daerah leher, ketiak, dan lipat paha.

6. Batuk lama lebih dari dua bulan dan nyeri dada.

7. Diare berulang yang tidak sembuh dengan pengobatan diare biasa.

Sedangkan menurut Mahdiana (2010) gejala awal TB paru yakni penderita

merasakan tidak sehat atau batuk. Pada pagi hari. batuk disertai sedikit dahak

berwarna hijau atau kuning. Jumlah dahak biasanya akan bertambah banyak,

sejalan dengan perkembangan penyakit. Pada akhirnya dahak akan berwarna

kemerahan karena mengandung darah. Sesak nafas merupakan pertanda adanya

udara (pneumotoraks atau cairan (efusi pleura) di dalam rongga pleura. Sekitar

sepertiga infeksi ditemukan dalam bentuk efusi pleura.

Page 12: Proposal TBC

12

6. Jenis Tuberculosis

a. Tuberculosis Primer

Tuberculosis primer adalah infeksi bakteri TB dari penderita yang belum

mempunyai reaksi spesifik terhadap bakteri TB. Bila bakteri TB terhirup dari

udara melalui dari udara melalui saluran pernapasan dan mencapai alveoli atau

bagian terminal saluran pernapasan, maka bakteri akan ditangkap dan dihancurkan

oleh makrofag yang berada di alveoli. Jika pada proses ini, bakteri ditangkap oleh

makrofag yang lemah maka bakteri akan berkembang biak dalam tubuh, makrofag

yang lemah itu dan menghancurkan makrofag. Dari proses ini, dihasilkan bahan

kemotaksik yang menarik monosit (makrofag) dari aliran darah membentuk

tuberkel. Sebelum menghancurkan bakteri, makrofag harus diaktifkan terlebih

dahulu oleh limfokin yang dihasilkan limfosit T.

Tidak semua makroag pada granula TB mempunyai fungsi sama,]. Ada

makrofag yang berfungsi sebagai pembunuh, pencerna bakteri, dan perangsang

bakteri. Beberapa makrofag menghasilkan protalase, elastase, kolagenase, serta

colony stimulating faktor untuk merangsang produksi monosit dan granulit pada

sumsung tulang belakang. Bakteri TB menyebar melalui saluran pernapasan ke

kelanjar getah bening regional (hilus) membentuk epiteloid granula. Granula

mengalami nekrosis sentral sebagai akibat timbulnya hipersensitivitas seluler

terhadap bakteri TB. Hal ini terjadi sekitar 2-4 minggu dan akan terlihat ter

tuberculin. Hipersensitivitas seluler terlihat sebagai akumulasi luka dari limfosit

dan makrofag.

Page 13: Proposal TBC

13

Bakteri TB berada di alveoli akan membentuk fokus lokal, sedangkan

focus inisial bersama-sama dengan limfadenopati berempat di hilus dan disebut

juga primer. Focus primer paru biasanya bersifat unilateral dengan subpleura

terletak di atas atau di bawah fisura interlobaris, atau di bagian basal dari lobus

inferior. Bakteri menyebar lebih lanjut melalui saluran limfe atau aliran darah dan

akan tersangkut pada bagian organ. TB primer merupakan infeksi yang bersifat

sistematis (Muttaqin, 2007).

b. Tuberculosis Sekunder

Setelah terjadi resolusi dari infeksi primer, sejumalah kecil bakteri masih

hidup dalam keadaan dorman di jaringan pusat. Sebanyak 90% diantaranya tidak

mengalami kekambuhan. Reaktivitasi penyakit TB (TB pasca primer/TB

sekunder) terjadi bila daya tahan tubuh menurun, alkoholisme,keganasan,

silikosis, diabeter mellitus, dan AIDS.Berbeda dengan TB primer, pada TB

sekunder kelenjar limfe regional danorgan lainnya jarang terkena, lebih terbatas

dan terolakasi. Reaksi imunologis terjadi dengan adanya pembentukan granuloma,

mirip dengan yeng terjadi pada TB primer. Tetapi, nekrosis jaringan lebih

menyolok dan menghasilkan lesi kaseosa yang luas dan disebut tuberkuloma.

Protease yang dikeluarkan oleh makrofag aktif akan menyebabkan pelunakan

bahan kaseosa. Secara umum, dapat dikatakan bahwa terbentuknya kavitas dan

manifestasi lainnyadari TB sekunder adalah akibat dari reaksi nekrotik yang

dikenal sebagai hipersensitivitas seluler.TB paru pasca primer dapat disebabkan

oleh infeksi lanjutan dari sumber eksogen, terutama pada usia tua dengan riwayat

semasa muda pernah terinfeksi TB. Biasanya, hal ini terjadi pada daerah apical

Page 14: Proposal TBC

14

atau segmen posterior lobus superior, 10-20 mm dari pleura, dan sehingga

menguntungkan untuk pertumbuhan bakteri TB (Arif:2007)

7. Pemeriksaan Tuberculosis

a. Pemeriksaan Fisis

Pemeriksaan fisis pertama terhdapa keadaan umum pasien

mungkinditentukan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia,

suhudemam (subfebris), berat badan kurus atau berat badan menurun.Pada

pemiksaan khusus fisis pasien sering tidak menunjukan suatu kelainan pun

terutama pada kasus-ksus dini atau yang sudah terinfeksi secara asimtomatik.

Demikian juga bila sarang penyakit terletak di dalam, akan sulit menumakan

kelainan pada pemeriksaan fisis, karena hantaran getaran/suarayang lebih dari 4

cm ke dalam paru-paru sulit dinilai secara patesi, perkusi, danau fkultasi. Secara

anamnesis dan pemeriksaan fisis, TB Paru sulit dibedakan dengan pneumonia

biasa.Tempat kelaimam lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagianapekspar.

Bila dicurigai adanya infiltrate yang agak luas, maka didapatkan perkusi yang

redup dan auskultasi sduara napas bronchial. Akan didapkan juga suara napas

tambahan berupa ronki basah, kasar dan nyaring. Tetapi bilainfiltrate ini diliputi

oleh penebalan pleura, suara napasnya menjadi vesicular melemah,. Bila terdapat

kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suarahipersonor atau timpani dan

auskultasi memeberikan suara amforik.Pada tuberculosis paru yang lanjut dengan

fibrosis yang luas sering ditemukan atrofil dan retraksi otot-otot interkostal.

Bagian paru yang sakit jadi menciut dan menarik isi mediatrium atau paru lainnya.

Bila jaringan fibrotik amat luas yakni lebih dari setengah jumlah jaringan paru-

paru, akan terjadi pengecilan daerah aliran darah paru dan selnjutnya

Page 15: Proposal TBC

15

meningkatkan tekanan arteri pulmonaris (hipertensi pulmonal) diikuti terjadinya

kopulmonal dangagal jantung kanan. Disina akan didapatkan tanda-tanda kor

pulmonal dengan gagal jantung kanan seperti takipnea, takikardial, sianosis, right

ventricular lift,right atrial gallop, murmur Graham-Steel, bunyi P2 yang

mengeras, tekanan vena jugalaris yang meningkat, hepatogalima, astesis, dan

endema..Dalam pemeriksaan klinis, Tb paru sering asimtomatik dan penyakit

barudicurigai dengan didapatkan kelainan radiologis dada pada permukaan rutin

atau uji tuberculin yang positif.

b.Pemeriksaan Radiologis

Pada saat ini pemeriksaan radiologist dada merupakan cara yang

praktisuntuk menemukan lesi tuberculin. Pemeiksaan ini memang

membutuhkan biaya alebih dibandingkan pemeriksaan sputum, tetapi dalam

beberapa hal iamemberikan keuntungan seperti pada tuberculosis anak-anak dan

tuberculosis milier. Pada keduanya pemeriksaan radiologist dada, sedangkan

pemeriksaan sputum hampir selalu negative. Lokasi lesi tuberculosis umumnya di

daerah apeks paru (segmen apicallobus atas atau segmen apical lobus bawah),

tetapi dapat juga mengenai lobus bawah ( bagian inferior) atau di daerah hilus

menyerupai tumor paru )missal pada tuberculosis endobronkial).  Pada awal

penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia,gambaran radiologist

berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas- batasa yang tidak tegas. Bila lesi

sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas

yang tegas. Lesi ini dikenal sebagai tuberkuloma.

Page 16: Proposal TBC

16

  Pada kavis bayangan berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis.

Lama-lama dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis

terlihat bayangan yang bergaris-garis. Pada klasifikasi bayangan tampak sebagai

bercak-bercak pada dengan densitas tinggi. Pada atelektasis terlihat seperti

fibrosis yang luas disertai penciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau satu

lobus maupun pada satu bagian paru.

  Gambaran tuberculosis milier terlihat berupa bercak-bercak halus yang

umumnya tersebar pada seluruh lapangan paru. Gambaran radiology lain

yangsering menyertai tuberculosis paru adalah penebalan pleura

(pleuritis),massacairan di bagian bawah paru (efusi pleura/empiema), bayangan

hitam radiolesun di pinggir paru/pleura (Pneumotoraks).

  Pada satu foto dada sering didapatkan bermacam-macam bayangan

sekaligus (pada tuberculosis yang sudah lanjut) seperti infiltrate, garis-garis  

fibrotik, klasifikasi, kavitas (non sklerotik/sklerotik) maupun atelektasis

danemfisema. Tuberculosis sering memberikan gambaran yang aneh-aneh,

terutamagambaran radiologist, sehingga dikatakan tuberculosis is the greatest

imitator. Gambaran infiltasi dan tuberkuloma sering diartikan sebagai

pneumonia,mikosis paru, karsinoma bronkus, atau karsinoma metastasis.

Gambarankavitas sering sering diartikanm sebagai abses paru. Di samping itu

perludiingat juga factor kesalahan dalam membaca foto. Factor kesalahan

dapatmencapai 25%. Oleh sebab itu untuk diagnostic radiology sering

dilakukan juga foto lateral, top lordotik, oblik, tomografi dan foto dengan

proyeksi densitas keras.

Page 17: Proposal TBC

17

Pemeriksaan khusus yang kadang-kadang juga diperlukan

adalah bronkografi, yakni untuk melihat kerusakan bronkus atau paru

yangdisebabkan oleh tuberculosis. Pemeriksaan ini umumnya dilakukan bila

pasienakan menjalani pembedahan paru.Pemeriksaan radiologist dada yang lebih

canggih dan saat ini sudah banyak dipakai si rumah sakit rujukan adalah

Computed Tomography Scanning (  C T Scan ). Pemeriksaan ini lebih superior

dibandingkan jaringan terlihat lebih jelas dan sayatan dapat dibuat transversal.

  Pemeriksaan lain yang lebih canggih lagi adalah MRI

(MagneticResonance Imaging). Pemeriksaan MRI ini tidak sebaik CT Scan, tetapi

dapat mengevakuasi proses-proses dekat apeks paru, tulang belakang, perbatasan

dada perut. Sayatan bias dibuat transnersal, sagital, dan koronal.

c. Pemeriksaan Laboratorium

1. Darah

Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-

kadang meragukan, hasilnya tidak sensitive dan juga tidak spesifik. Pada saat

tuberculosis baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit

meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah

normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit

kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun kea rah

normal lagi. Hasil pemeriksaan darah lain didapkan juga:1. Anemia ringan dengan

gambaran normokrom dan normositer.2. Gama globulin meningkat.3. Kadar natrium darah

menurun.Pemeriksaan tersebut di atas nilainya juga tidak spesifik. Pemeriksaan

seriologis yang pernah dipakai adalah reaksi Taka hasil. Pemeriksaan ini dapat

menunjukan proses tuberculosis masih aktif atau tidak. Criteria positif yang

Page 18: Proposal TBC

18

dipakai di Indonesia adalah titer 1/128. pemeriksaan ini juga kurang mendapat

perhatian karena angka-angka poditif palsu dan negative palsunya masih besar.

Belakangan ini terdapat pemeriksaan serologis yang banyak juga dipakai yakni

Peroksidase Anti Peroksida (PAP-Tb) yang oleh beberapa peneliti mendapatkan

nilai sensitivitas dan spesifisitasnya cukup tinggi (85-95%), tetapi beberapa

peneliti lain meragukannya karena mendapatkan angka-angka yang lebih rendah.

Sungguhpun begitu PAP-TB ini masih   dapat dipakai, tetapi kurang bermanfaat

bila digunakan sebagai saran tunggal untuk diagnosis Tb.

2. Sputum

Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannyakuman

BTA, diagnosis tuberculosis sudah dapat dipastikan. Di sampingitu pemeriksaan

sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah

diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan murahsehingga dapat dikerjakan di

lapangan (puskesmas). Tetapi kadang-kadangtidak mudah untuk mendapat

sputum, terutama pasien yang tidak batuk atau batuk yang non produktif. Dalam

hal ini dianjurkan satu hari sebelum pemeriksaan sputum, pasien dianjurkan

minum sebanyak ±2 liter dandiajarkan melakukan reflek batuk. Dapat juga

memberikan tambahan obat-obat mukolitik ekspektoran atau dengan inhalasi

larutan garam hipertonik selama 20-30 menit.Bila masih sulit, sputum dapat

diperoleh dengan cara bronkoskopidiambil dengan brusing atau bronchial washing

atau BAL (bronco alveolar lavage). BTA dari sputum bias juga didapat dengan

cara bilasan lambung.Hal ini sering dikerjakan pada anak-anak karena merka sulit

mengeluarkan dahaknya. Sputum yang hendak diperiksa hendaknya sesegar

mungkin. Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan

Page 19: Proposal TBC

19

3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman

dalam 1 mL sputum . Cara pemeriksaan sediaan sputum yang dilakukan adalah:

a. Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop biasa

b. Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop flouresens(pewarnaan

khusus).

c.  Pemeriksaan dengan biakan (Kultur).

d.  Pemeriksaan terhadap resistensi obat.

3. Tes Tuberkulin

Pemeriksaan ini dipakai untuk menegakkan diagnosis tuberculosisterutama

pada anak-anak. Biasanya dipakai tes Mantoux yakni denganmenyuntikkan 0,11

cc tuberculin berkekuatan 5 T.U (intermediatestrength). Tes tuberculin hanya

menyatakan apakah seseorang individusedang atau pernah mengalami infeksi M.

tuberculosae, M. bovis,vaksinasi BCG dan Mycrobacteriae pathogen lainnya.

Dasar tes tuberculinini adalah reaksi alergik tipe lambat.Biasanya hampir seluruh

pasien tuberculosis memberikan reaksiMantoux yang positif (99,8). Kelemahan

tes ini juga terdapat positif palsuyakni pada pemberiaan BCG atau teribfeksi

dengan Mycobacterium lain. Negative palsu lebih banyak ditemukan daripada

positif palsu.

8. Faktor Resiko Penyebab Tuberkulosis Paru

a. Faktor Umur

Beberapa faktor resiko penularan penyakit tuberkulosis di Amerika yaitu

umur, jenis kelamin, ras, asal negara bagian, serta infeksi AIDS. Dari hasil

penelitian yang dilaksanakan di New York pada panti penampungan orang-orang

gelandangan menunjukkan bahwa kemungkinan mendapat infeksi

Page 20: Proposal TBC

20

tuberkulosisaktif meningkat secara bermakna sesuai dengan umur. Insiden

tertinggituberkulosis paru biasanya mengenai usia dewasa muda. Di Indonesia

diperkirakan 75% penderita TB Paru adalah kelompok usia produktif yaitu 15-

50tahun.

2.Faktor Jenis Kelamin

Dibenua Afrika banyak tuberkulosis terutama menyerang laki-laki. Pada tahun 1996

jumlah penderita TB Paru laki-laki hampir dua kali lipat dibandingkan jumlah

penderita TB Paru pada wanita, yaitu 42,34% pada laki-laki dan 28,9 % pada

wanita. Antara tahun 1985-1987 penderita TB paru laki-laki cenderung meningkat

sebanyak 2,5%, sedangkan penderita TB Paru pada wanita menurun0,7%. TB

paru Iebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita karena laki-

laki sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok sehingga memudahkan

terjangkitnya TB paru.

3.Tingkat Pendidikan

 Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap pengetahuan

seseorang diantaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan

dan pengetahuan penyakit TB Paru, sehingga dengan pengetahuan yang cukup

maka seseorang akan mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersin dan

sehat.Selain itu tingkat pedidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap

jenis pekerjaannya.

Page 21: Proposal TBC

21

4.Pekerjaan

  Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi setiap

individu. Bila pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu paparan partikel debudi daerah

terpapar akan mempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran pernafasan.

Paparan kronis udara yang tercemar dapat meningkatkan morbiditas,terutama

terjadinya gejala penyakit saluran pernafasan dan umumnya TB Paru.Jenis

pekerjaan seseorang juga mempengaruhi terhadap pendapatan keluarga yang akan

mempunyai dampak terhadap pola hidup sehari-hari diantarakonsumsi makanan,

pemeliharaan kesehatan selain itu juga akan mempengaruhi terhadap kepemilikan

rumah (kontruksi rumah). Kepala keluarga yangmempunyai pendapatan dibawah

UMR akan mengkonsumsi makanan dengankadar gizi yang tidak sesuai dengan

kebutuhan bagi setiap anggota keluarga sehingga mempunyai status gizi yang

kurang dan akan memudahkan untuk terkena penyakit infeksi diantaranya TB

Paru. Dalam hal jenis kontruksi rumah dengan mempunyai pendapatan yang

kurang maka kontruksi rumah yang dimiliki tidak memenuhi syarat kesehatan

sehingga akan mempermudah terjadinya penularan penyakit TB Paru.

5.Kebiasaan Merokok 

  Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan resiko

untuk mendapatkan kanker paru-paru, penyakit jantung koroner, bronchitiskronik

dan kanker kandung kemih. Kebiasaan merokok meningkatkan resiko untuk

terkena TB paru sebanyak 2,2 kali. Pada tahun 1973 konsumsi rokok diIndonesia

per orang per tahun adalah 230 batang, relatif lebih rendah dengan 430 batang/orang/tahun di

Sierra Leon, 480 batang/orang/tahun di Ghana dan 760   Batang/orang/tahun di

Pakistan (Achmadi, 2005). Prevalensi merokok pada hampir semua Negara

Page 22: Proposal TBC

22

berkembang lebih dari 50% terjadi pada laki-laki dewasa, sedangkan wanita perokok

kurang dari 5%. Dengan adanya kebiasaan merokok akan mempermudah untuk

terjadinya infeksi TB Paru.

6. Kepadatan hunian kamar tidur

  Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni

didalamnya, artinya luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan

dengan jumlah penghuninya agar tidak menyebabkan overload. Hal ini tidak sehat,

sebab disamping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen juga bila salah satu

anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga

yang lain.Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah biasanya dinyatakan

dalam m2 /orang. Luas minimum per orang sangat relatif tergantung dari

kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia. Jarak antara tempat tidur minimal

90 cm untuk menjamin keluasan bergerak, bernafas dan untuk memudahkan

membersihkan lantai. Ukuran ruang tidur anak yang berumur kurang 5 tahun

sebanyak 4 ½ m3 , dan yang berumur lebih dari 5 tahun adalah 9 m3, artinya dalam

satu ruangan anak yang berumur 5 tahun ke bawah diberi kebebasan

menggunakan volume ruangan 4 ½ m3 (1 ½ x 1 x 3 m3 ), dan di atas 5 tahun

menggunkan ruangan 9 m 3 ( 3 x 1 x 3m3 ) (Sukini dkk, 1989).

7. Pencahayaan

Untuk memperoleh cahaya cukup pada siang hari, diperlukan luas jendela

kaca minimum 20% luas lantai. Jika peletakan jendela kurang baik atau

kurangleluasa maka dapat dipasang genteng kaca. Cahaya ini sangat penting

karena   dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah, misalnya basil

TB, karena itu rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup.

Page 23: Proposal TBC

23

Intensitas pencahayaan minimum yang diperlukan 10 kali lilin atau kurang lebih

60 lux., kecuali untuk kamar tidur diperlukan cahaya yang lebih redup. Semua

jenis cahaya dapat mematikan kuman hanya berbeda dari segi lamanya proses

mematikan kuman untuk setiap jenisnya. Cahaya yang sama apabila dipancarkan

melalui kaca tidak berwarna dapat membunuh kuman dalam waktu yang lebih

cepat dari pada yang melalui kaca berwama Penularan kumanTB Paru relatif tidak

tahan pada sinar matahari. Bila sinar matahari dapat masuk dalam rumah serta

sirkulasi udara diatur maka resiko penularan antar penghuniakan sangat

berkurang.

8. Ventilasi

 Ventilasi mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah

untuk menjaga agar aliran udara didalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini

berarti keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap

terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen di dalam

rumah, disamping itu kurangnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udaradi

dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit

dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik

untuk  pertumbuhan bakteri-bakteri patogen/ bakteri penyebab penyakit, misalnya

kumanTB. Fungsi kedua dari ventilasi itu adalah untuk membebaskan udara

ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena di situ selalu terjadi

aliran udara yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu

mengalir   Fungsi lainnya adalah untuk menjaga agar ruangan kamar tidur selalu

tetap didalam kelembaban (humiditiy) yang optimum.Untuk sirkulasi yang baik

diperlukan paling sedikit luas lubang ventilasi sebesar 10% dari luas lantai. Untuk

Page 24: Proposal TBC

24

luas ventilasi permanen minimal 5% dari luas lantai dan luas ventilasi insidentil

(dapat dibuka tutup) 5% dari luas lantai. Udara segar juga diperlukan untuk

menjaga temperatur dan kelembaban udara dalam ruangan. Umumnya temperatur

kamar 22° 30°C dari kelembaban udara optimum kurang lebih 60% (Sukini dkk,

1989).9.

9. Kondisi rumah

Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko penularan penyakit

TBC. Atap, dinding dan lantai dapat menjadi tempat perkembang biakan kuman.

Lantai dan dinding yag sulit dibersihkan akan menyebabkan penumpukan debu, sehingga

akan dijadikan sebagai media yang baik bagi berkembangbiaknya kuman

Mycrobacterium tuberculosis.

10. Kelembaban udara

 Kelembaban udara dalam ruangan untuk memperoleh kenyamanan,

dimana kelembaban yang optimum berkisar 60% dengan temperatur kamar 22° 30°C (Sukini

dkk, 1989). Kuman TB Paru akan cepat mati bila terkena sinar matahari langsung,

tetapi dapat bertahan hidup selama beberapa jam di tempat yang gelap dan

lembab.

11. Status Gizi

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang dengan status gizi kurang

mempunyai resiko 3,7 kali untuk menderita TB Paru berat dibandingkan dengan

orang yang status gizinya cukup atau lebih. Kekurangan gizi pada seseorang akan

berpengaruh terhadap kekuatan daya tahan tubuh dan respon

immunologik terhadap penyakit.

Page 25: Proposal TBC

25

12.Keadaan Sosial Ekonomi

  Keadaan sosial ekonomi berkaitan erat dengan pendidikan, keadaan

sanitasi lingkungan, gizi dan akses terhadap pelayanan kesehatan.

Penurunan pendapatan dapat menyebabkan kurangnya kemampuan daya beli

dalam memenuhi konsumsi makanan sehingga akan berpengaruh terhadap status

gizi. Apabila status gizi buruk maka akan menyebabkan kekebalan tubuh yang

menurun sehingga memudahkan terkena infeksi TB Paru.

13. Perilaku

Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan.

Pengetahuan penderita TB Paru yang kurang tentang cara penularan, bahaya dan

cara pengobatan akan berpengaruh terhadap sikap dan prilaku sebagai orang sakit

danakhinya berakibat menjadi sumber penular bagi orang disekelilingnya.

B. KONDISI RUMAH

1. Kriteria Rumah Sehat Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia No. 829/Menkes/SK/VII/1999

Ketentuan Kriteria Rumah Sehat adalah sebagai berikut:

1. Bahan bahan bangunan. 

Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan zat yang dapat

membahayakan kesehatan, antara lain:

Page 26: Proposal TBC

26

Debu total kurang dari 150 mg per meter persegi;

Asbestos kurang dari 0,5 serat per kubik, per 24 jam;

Timbal (Pb) kurang dari 300 mg per kg bahan;

Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan berkembangnya

mikroorganisme patogen.

Komponen dan penataan ruangan.

Lantai kedap air dan mudah dibersihkan

Dinding rumah memiliki ventilasi, di kamar mandi dan kamar cuci kedap

air dan mudah dibersihkan

Langit-langit rumah mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan

Bumbungan rumah 10 m dan ada penangkal petir

Ruang ditata sesuai dengan fungsi dan peruntukannya

Dapur harus memiliki sarana pembuangan asap

2. Pencahayaan

Pencahayaan alam dan/atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat

menerangi seluruh ruangan dengan intensitas penerangan minimal 60 lux

dan tidak menyilaukan mata.

3.  Kualitas udara

Suhu udara nyaman, antara 18 – 30 oC;

Kelembaban udara, antara 40 – 70 %;

Gas SO2 kurang dari 0,10 ppm per 24 jam;

Pertukaran udara 5 kali 3 per menit untuk setiap penghuni;

Page 27: Proposal TBC

27

Gas CO kurang dari 100 ppm per 8 jam;

Gas formaldehid kurang dari 120 mg per meter kubik.

4. Ventilasi

Luas lubang ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% luas lantai.

5. Vektor penyakit

Tidak ada lalat, nyamuk ataupun tikus yang bersarang di dalam rumah.

6. Penyediaan air

Tersedia sarana penyediaan air bersih dengan kapasitas minimal 60 liter

per orang setiap hari;

Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan/atau air

minum menurut Permenkes 416 tahun 1990 dan Kepmenkes 907 tahun

2002.

7.  Pembuangan Limbah

Limbah cair yang berasal rumah tangga tidak mencemari sumber air, tidak

menimbulkan bau, dan tidak mencemari permukaan tanah;

Limbah padat harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan bau,

tidak mencemari permukaan tanah dan air tanah.

Page 28: Proposal TBC

28

8. Kepadatan hunian

Luas kamar tidur minimal 8 meter persegi, dan dianjurkan tidak untuk

lebih dari 2 orang tidur.

C. Kerangka Teori

Kerangka Teoritis TBC

v

Sumber : Vinata 2004

Lingkungan Rumah :

a. Angka Kumanb. Pencahayaan rumahc. Ventilatord. Kelembaban Rumahe. Kepadatan

Karakteristik Individu :

a. Umurb. Jenis Kelaminc. Pendidikand. Pekerjaane. Status Gizi

Perilaku :

a. kebiasaan Merokokb. Kebiasaan

membuang dahak sembarangan

c. kebiasaan tidur sekamar dengan penderita.

d. kebiasaan tidak menutup mulut bila batuk

e. kebiasaan menggunakan alat makan

Genetik dan Imonologi

Penjamu yang rentan

Terjadinya Penderita TBC BTA ( + )

Page 29: Proposal TBC

29

D. Kerangka Konsep

E. Definisi Operasional

1. Ventilasi

Variable : Independent

Definis Oprasional : merupakan lubang angin untuk proses pergantian

udara segar ke dalam dan mengeluarkan udara kotor dari suatu ruangan

tertutup secara alamiah maupun buatan.

Cara Ukur : Pengamatan

Alat ukur : Check list

Hasil ukur : 1. Baik ( ≥ 10 % dari luas lantai )

2. Tidak baik ( < 10 % dari luas lantai).

Skala ukur : Nominal

2. Pencahayaan

Variabel : Independent

Kondisi Fisik Rumah :

a. Ventilasi

b. Pencahayaan

c. Kepadatan Hunian

d. Kelembapan

e. Lantai

f. Dinding

TB PARU

Page 30: Proposal TBC

30

Definis Oprasional : merupakan penerangan rumah secara alami oleh

sinar matahari untuk menerangi kelembaban dan membunuh bakteri

penyebab TB paru.

Cara Pengukuran : Pengamatan

Alat ukur : Check list

Hasil ukur : 1. Baik (60-120 lux)

2.Tidak baik ( <60 lux atau >120 lux)

Skala ukur :Nominal

3. Kepadatan Hunian

Variabel : Independent

Definisi oprasional : Jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam 1

rumah.

Cara Pengukuran : Wawancara

Alat ukur : Check list

Hasil ukur : 1. Padat ( < 10m2/orang)

2. Tidak padat ( >10 m2.orang)

Skala pengukuran : Ordinal

4. Kelembapan kamar tidur

Variabel : Independent

Definis Oprasional : Persentase jumlah kandungan air dalam udara di

kamar tidur responden.

Cara ukur : Pengukuran

Alat ukur : Higrometer

Page 31: Proposal TBC

31

Hasil Pengukuran : 1. Memenuhi syarat, jika nilai kelembaban 40 % -

70 %.

2. Tidak memenuhi syarat, jika nilai kelembaban

<40% atau >70%.

Skala ukur : Ordinal

5. Lantai

Variabel : independent

Definis Oprasional : merupakan salah satu bahan bangunan rumah

untuk melengkapi sebuah rumah.

Cara pengukuran : Pengamatan

Alat ukur : Check list

Hasil ukur : 1. Kedap air dan tidak lembab.

2. Tidak baik menghasilkan debu dan lembab.

Skala Ukur : Nominal

6. Dinding

Variabel :Independent

Definisi Oprasional : merupakan salah satu bahan bangunan untuk

mendirikan sebuah rumah.

Cara pengukuran : Pengamatan

Alat ukur : Check list

Hasil ukur : 1. Baik Permanen atau tembok

2. Tidak baik : semi permanen, bambu dan kayu

atau papan.

skala : Nominal

Page 32: Proposal TBC

32

7. Penyakit TB paru

Variabel : Dependent

Definisi oprasional : Kejadian penyakit menular yang disebabkan oleh

bakteri Mycobacterium Tuberculosis yang telah ditetapkan oleh tenaga medis.

Cara ukur : Wawancara

Alat ukur : Check list

Hasil ukur : 1. Menderita penyakit TB paru.

2. Tidak menderita penyakit TB paru

Skala ukur : Nominal

i.

Page 33: Proposal TBC

33

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian survei analitik. Rancangan

penelitian yang digunakan adalah penelitian case control yatu survei analitik yang

menyangkut bagaimana faktor resiko dipelajari dengan menggunakan pendekatan

retrospektif (Notoadmojo,2005), atau dengan membandingkan antara sekelompok

orang yang menderita penyakit (kasus) dengan sekelompok lainnya yang tidak

menderita penyakit (kontrol), kemudian dicari faktor penyebab timbulnya

penyakit tersebut.

Dalam penelitian ini kelompok kasus yakni yang menderita penyakit TB

paru yang telah ditetapkan oleh tenaga medis di wilayah kerja Puskesmas

Sukaraja kecamatan Teluk Betung Selatan. Sedangakan kelompok kontrol yakni

tetangga penderita yang tidak menderita TB paru dan tidak pernah terdiagnosa

menderita TB paru serta memiliki kesamaan karakteristik usia, jenis kelamin,

wilayah tempat tinggal dengan kelompok kasus. Sedangkan faktor resiko yakni

tentang kondisi fisik rumah responden.

B. Subjek Penelitian

1. Populasi

Arikunto (2006) mengemukakan populasi adalah keseluruhan dari objek

yang diteliti. Dimana yang menjadi populasi kasus penelitian ialah penderita TB

paru yang berada di wilayah kerja Puskesmas Sukaraja Kecamatan Teluk Betung

Page 34: Proposal TBC

34

Selatan pada tahun 2012 sebanyak 92 penderita. Sedangkan populasi control

adalah tetangga penderita yang tidak menderita TB paru dan tidak pernah

terdiagnosa menderita TB paru serta memiliki kesamaan karakteristik usia, jenis

kelamin, wilayah tempat tinggal dengan populasi kasus.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti

(Arikunto,2006). Sampel kasus diambil dari populasi kasus sebanyak 92 penderita

TB paru sehingga seluruh populasi kasus dijadikan sebagai sampel kasus.

Sedangkan sampel kontrol diambil dari populasi control yakni tetangga penderita

TB paru yang tidak menderita TB paru dan tidak pernah terdiagnosa menderita

TB paru serta mempunyai kesamaan karakteristik usia, jenis kelamin, wilayah

tempat tinggal dengan populasi kasus dengan menggunakan pembanding 1:1.

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Sukaraja

Kecamatan Teluk Betung Selatan dan dilaksanakan pada tahun 2012.

D. Pengupulan Data

1. Data primer

Data primer diperoleh dengan cara wawacara dan observasi/pengamatan

langsung kepada responden yakni meliputi kondisi rumah responden. Sedangkan

alat yang digunakan dalam wawancara ialah check list untuk mengukur (ventilasi,

pencahayaan, kepadatan hunian, lantai dan dinding) dan alat yang diganakan

untuk mengukur kelembapan berupa higrometer.

Page 35: Proposal TBC

35

2. Data sekunder

Data sekunder diperoleh dari data Puskesmas Sukaraja Kecamatan Teluk

Betung Selatam tahun 2012.

E. Pengolahan dan Analis Data

1. Pengolahan data

Editing

Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian formulir atau

kuisoner apakah jawaban yang ada di check list telah lengkap, jelas,

relevan, dan konsisten.

Koding

Merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data

berbentuk angka/bilangin.

Proccessing

Pemrosesan data dilakukan dengan cara mengentri data dari check list ke

paket program komputer.

Cleaning

Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di entry

apakah ada kesalahan atau tidak. Kesalahan tersebut dimungkinkan

terjadi pada saat mengentri komputer.

Page 36: Proposal TBC

36

2. Analisis data

b. Analisis univariat digunakan untuk menjelaskan hubungan masing-

masing variable yang dieteliti dan disajikan dalam bentuk tabel

frekuensi dan proporsi.

c. Analisis bivariat digunakan untuk menjelaskan hubungan kondisi

fisik rumah dengan penyakit TB paru dengan menggunakan

program komputerisasi. Uji statistik yang digunakan yaitu Chi-

square (X2) dengan rumus sebagai berikut :

X2 = ( O – E ) 2

E

df = (k-1)(b-1)

Keterangan :

O : Nilai observasi, frekuensi yang dieproleh dari hasil pengamatan.

E : Nilai ekspetasi, frekuensi yang diharapkan dalam sampel sebagai

pencerminan dan frekuensi yang diharapkan dari populasi.

df : Degree of freedom (derajat kebebasan)

k : Jumlah kolom

b : Jumlah baris

Setelah didapatkan pengujiann hipotesis, maka untuk menentukan

kemungkinan kejadian pada kondisi tertentu digunakan nilai odds ratio.

F. Variable penelitian

Page 37: Proposal TBC

37

Variabel adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian

suatu penelitian (Arikunto,2006). Variabel penelitian dalam penelitian ini dibagi

menjadi dua yakni sebagai berikut :

1. Variabel independent yaitu kondisi fisik rumah yang meliputi ventilasi,

pencahayaan, kepadatann hunian, kelembapan kamar tidur, lantai dan

dinding.

2. Variabel dependent yaitu kejadian TB paru di wilayah kerja Puskesmas

Sukaraja tahun 2012.

G. Hipotesis

Hipotesis ialah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap

permasalaham penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul

(Arikunto,2006).

Hipotesis dalam penelitian ini terbagi menjadi dua yakni sebagai berikut :

1. Ada hubungan antara kondisi fisik rumah dengan kejadian TB paru di

wilayah kerja Puskesmas Sukaraja.