peningkatan kemampuan berdiskusi melalui …...bentuk penelitian ini adalah penelitian tindakan...

89
i PENINGKATAN KEMAMPUAN BERDISKUSI MELALUI PENERAPAN PRINSIP KERJA SAMA GRICE PADA SISWA KELAS VIII D SMP NEGERI 10 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2009/2010 SKRIPSI Oleh: SUSENO FITRI HANDOKO K1206039 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

Upload: vuongdan

Post on 11-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

i

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERDISKUSI

MELALUI PENERAPAN PRINSIP KERJA SAMA GRICE

PADA SISWA KELAS VIII D SMP NEGERI 10 SURAKARTA

TAHUN PELAJARAN 2009/2010

SKRIPSI

Oleh:

SUSENO FITRI HANDOKO

K1206039

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

ii

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERDISKUSI

MELALUI PENERAPAN PRINSIP KERJA SAMA GRICE

PADA SISWA KELAS VIII D SMP NEGERI 10 SURAKARTA

TAHUN PELAJARAN 2009/2010

Oleh

SUSENO FITRI HANDOKO

K1206039

SKRIPSI Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana

Pendidikan Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

iii

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Budhi Setiawan, M.Pd. Dra. Sumarwati, M.Pd.

NIP 19610524 198901 1 001 NIP 19600413 198702 2 001

iv

PENGESAHAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji

Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

dan diterima untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana

Pendidikan.

Pada hari :

Tanggal :

Tim Penguji Skripsi:

Nama Terang Tanda tangan

Ketua : Drs. Slamet Mulyono, M. Pd.

Sekretaris : Kundharu Saddhono, S.S., M. Hum

Anggota I : Dr. Budhi Setiawan, M.Pd.

Anggota II : Dra. Sumarwati, M. Pd.

Disahkan Oleh

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Dekan,

Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd.

NIP 19600727 198702 1 001

v

ABSTRAK

Suseno Fitri Handoko. K1206039. PENINGKATAN KEMAMPUAN BERDISKUSI MELALUI PENERAPAN PRINSIP KERJA SAMA GRICE PADA SISWA KELAS VIII D SMP NEGERI 10 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2009/2010. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret, Juni 2010.

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan: 1) proses pembelajaran berdiskusi; dan 2) kemampuan berdiskusi siswa kelas VIII D SMP Negeri 10 tahun pelajaran 2009/2010 dengan penerapan prinsip kerja sama Grice dalam pembelajaran berdiskusi. Bentuk penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Subjek penelitian ini adalah siswa siswa kelas VIII D SMP Negeri 10 Surakarta yang berjumlah 39 siswa (21 putra dan 18 putri). Sumber data yang digunakan yaitu: peristiwa, informan, dan dokumen. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara mendalam. Teknis analisis data yang digunakan yaitu teknik analisis deskripsi komparatif dan analisis interaktif. Prosedur penelitian meliputi tahap: identifikasi masalah, analisis masalah, penyusunan rencana tindakan, implementasi tindakan, pengamatan, dan penyusunan laporan. Pelaksanaan penelitian dimulai dari survei awal, siklus I, sampai dengan siklus II. Setiap siklus terdiri dari empat tahap, yakni: (1) perencanaan tindakan; (2) pelaksanaan tindakan; (3) observasi dan interpretasi; dan (4) analisis dan refleksi. Dalam penelitian ini guru kelas bertindak sebagai fasilitator pembelajaran dan peran peneliti sebagai pengamat. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan: 1) proses pembelajaran berdiskusi; dan 2) kemampuan berdiskusi siswa kelas VIII D SMP Negeri 10 Surakarta dalam pembelajaran berdiskusi melalui penerapan prinsip kerja sama Grice. Peningkatan proses berdiskusi terlihat dari meningkatnya kualitas aktivitas siswa selama pembelajaran berdiskusi, yakni: (1) siswa yang terlibat aktif dalam diskusi, sebesar 74% pada siklus I dan 100% pada siklus II; (2) penyampaian sesuatu dengan argumen yang benar dan jelas, sebesar 64% pada siklus I dan 87% pada siklus II (3) penyampaian sesuatu secara efektif, sebesar 59% pada siklus I dan 74% pada siklus II (4) penyampaian sesuatu berhubungan dengan topik, sebesar 67% pada siklus I dan 77% pada siklus II (5) penyampaian sesuatu menggunakan etika yang benar, sebesar 67% pada siklus I dan 79% pada siklus II; dan (6) kemampuan mempertahankan pendapat dengan argumen yang dapat diterima, sebesar 31% pada siklus I dan 72% pada siklus II. Peningkatan kemampuan berdiskusi siswa dapat dilihat dari nilai berdiskusi siswa yang diambil oleh guru pada saat pembelajaran yang selalu meningkat pada setiap siklusnya. Pada siklus I persentase ketuntasan hasil belajar siswa dalam pembelajaran sebesar 64% atau sebanyak 25 siswa dan pada siklus II sebesar 95% atau sebanyak 37 siswa. Hal ini membuktikan bahwa dengan penerapan prinsip kerja sama Grice mampu meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan sekaligus mampu meningkatkan kemampuan berdiskusi siswa.

vi

MOTTO

“Ketika kita menjadi tua, waktu akan membuat kita dikelilingi oleh orang-orang

yang mencintai kita, sebagai ganti dari orang-orang yang kita cintai.”

(J. Petit Senn)

“Kegagalan biasanya merupakan langkah awal menuju sukses, tapi sukses itu sendiri

sesungguhnya baru merupakan jalan tak berketentuan menuju puncak sukses.”

(Lambert Jeffries)

“Sumber kekuatan baru bukanlah uang yang berada dalam genggaman tangan

beberapa orang, namun informasi di tangan orang banyak.”

(John Naisbitt)

Sedikit pengetahuan yang diterapkan jauh lebih berharga ketimbang banyak

pengetahuan yang tak dimanfaatkan.

(Khahlil Gibran)

vii

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini sebagai rasa cinta,

kasih sayang, dan terima kasihku kepada:

1. Kedua orang tuaku, Joko Supomo dan

Sumirah yang tak putus-putusnya mendoakan

siang dan malam dengan segenap cinta, kasih

sayang, dan perhatian yang tak ternilai

harganya dari apapun jua;

2. Kakakku tersayang, Mukharom Heri Prasetyo

yang memberikan motivasi dalm hidupku dan

senantiasa mendukung setiap langkah yang

kulalui dalam hidup ini;

3. Keluarga besar Bastind yang selalu memberi

motivasi buatku.

viii

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT yang telah

memberikan nikmat dan karuniaNya kepada kita semua. Atas kehendak-Nya pula

skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik sebagai persyaratan mendapatkan gelar

Sarjana Pendidikan.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, dukungan, dan bimbingan

dari berbagai pihak. Untuk itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin

penyusunan skripsi;

2. Drs. Suparno, M. Pd. , Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang

memberikan persetujuan dalam skripsi ini;

3. Drs. Slamet Mulyono, M. Pd., Ketua Program Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Surakarta yang memberikan persetujuan juga dalam skripsi ini;

4. Dr. Budhi Setiawan, M.Pd., selaku pembimbing I yang telah memberikan

pengarahan dengan begitu sabar, saran, dan semangat pada penulis serta masukan

yang tak ternilai harganya;

5. Dra. Sumarwati, M. Pd., selaku pembimbing II yang dengan sabar membimbing

penulis dengan sebaik-baiknya serta memberikan dorongan dan selalu

meluangkan waktu bagi penulis sehingga menjadikan penulis semangat dalam

menyelesaikan skripsi;

6. Drs. Purwadi, selaku Penasehat Akademik yang telah banyak memberikan solusi

mengenai persoalan akademik serta banyak memberikan bantuan dan masukan

pada peneliti dalam menyelesaikan revisi skripsi ini.

ix

7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Sebelas Maret Surakarta, khususnya Program Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia yang dengan tulus ikhlas memberikan ilmu yang bermanfaat pada

penulis;

8. Haryono, S.Pd. selaku Kepala Sekolah SMP Negeri 10 Surakarta yang telah

memberikan izin peneliti terkait dengan penelitian yang dilaksanakan;

9. Dra. Sri Mulyani Dwi Hastuti, M.Pd. selaku guru pengampu pelajaran Bahasa

Indonesia kelas VIII D SMP Negeri 10 Surakarta sekaligus sebagai kolaborator

yang dengan senang hati membantu peneliti dalam melaksanakan penelitiannya;

10. Semua pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini yang tidak dapat

penulis sebutkan satu per satu.

Semoga kebaikan dan bantuan dari semua pihak tersebut di atas mendapat

pahala dan imbalan dari Allah Swt, amiin. Penulis berharap semoga karya ini dapat

bermanfaat bagi para pembaca dan menambah khasanah keilmuan dalam pelajaran

Bahasa Indonesia.

Surakarta, Juni 2010

Penulis

x

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL................................................................................................................... i

PENGAJUAN ........................................................................................................ ii

PERSETUJUAN .................................................................................................... iii

PENGESAHAN..................................................................................................... iv

ABSTRAK............................................................................................................. v

MOTTO ................................................................................................................. vi

PERSEMBAHAN.................................................................................................. vii

KATA PENGANTAR. .......................................................................................... viii

DAFTAR ISI.......................................................................................................... x

DAFTAR TABEL.................................................................................................. xii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xii

DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................... xiv

BAB I. PENDAHULUAN..................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah............................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 6

C. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 6

D. Manfaat Hasil Penelitian............................................................................ 6

BAB II. KAJIAN PUSTAKA................................................................................ 8

A. Kajian Teoretik .......................................................................................... 8

1. Hakikat Berdiskusi ............................................................................... 8

a. Berdiskusi..................................................... …………………….. 9

b. Teknik-teknik Berdiskusi ............................................................... 11

c. Kemampuan Berdiskusi ................................................................. 14

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Berdiskusi......... 18

2. Hakikat Prinsip Kerja Sama Grice ....................................................... 25

a. Quality-Kualitas ............................................................................. 26

b. Quantity-Kuantitas ......................................................................... 27

c. Relation-Hubungan ........................................................................ 27

d. Manner-Sikap................................................................................. 27

xi

e. Pelanggaran Maksim...................................................................... 28

3. Hakikat Pembelajaran Berdiskusi ........................................................ 29

4. Implementasi Prinsip Kerja Sama Grice dalam Pembelajaran Berdiskusi

........................................................................................................ 31

B. Penelitian yang Relevan............................................................................. 33

C. Kerangka Berpikir...................................................................................... 35

D. Hipotesis..................................................................................................... 36

BAB III. METODE PENELITIAN ....................................................................... 37

A. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................... 37

B. Subjek dan Objek Penelitian ...................................................................... 38

C. Bentuk Penelitian ....................................................................................... 39

D. Sumber Data Penelitian.............................................................................. 39

E. Teknik Pengumpulan Data......................................................................... 40

F. Teknik Validitas Data ................................................................................ 41

G. Teknik Analisis Data.................................................................................. 42

H. Indikator Ketercapaian Tujuan................................................................... 43

I. Prosedur Penelitian .................................................................................... 44

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...................................... 48

A. Deskripsi Survei Sebelum Penelitiaan ....................................................... 48

B. Deskripsi Hasil Penelitian.......................................................................... 50

1. Siklus I ................................................................................................. 50

2. Siklus II ............................................................................................... 56

C. Pembahasan ............................................................................................... 62

BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN.............................................. 70

A. Simpulan .................................................................................................... 70

B. Implikasi..................................................................................................... 71

C. Saran........................................................................................................... 73

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 75

LAMPIRAN........................................................................................................... 77

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Rincian Kegiatan Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian......................... 38

Tabel 2. Indikator Ketercapaian Tujuan ................................................................ 43

Tabel 3. Persentase Capaian Indikator pada siklus I dan II. .................................. 62

Tabel 4. Silabus Pelajaran Bahasa Indonesia......................................................... 78

Tabel 5. Pedoman Penilaian Keaktifan Siswa ....................................................... 92

Tabel 6. Observasi Pembelajaran Sebelum Tindakan............................................ 93

Tabel 7. Daftar Nilai Observasi ............................................................................. 100

Tabel 8. Pedoman Penilaian Aktivitas Siswa Siklus I ........................................... 116

Tabel 9. Observasi Pembelajaran Siswa Siklus I ................................................... 123

Tabel 10. Daftar Nilai Siklus I ............................................................................... 134

Tabel 11. Pedoman Penilaian Aktivitas Siswa Siklus II........................................ 143

Tabel 12. Observasi Pembelajaran Siswa Siklus II................................................ 145

Tabel 13. Daftar Nilai Siklus II.............................................................................. 151

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Bagan Prinsip Kerja Sama Grice.......................................................... 26

Gambar 2. Kerangka berpikir................................................................................. 36

Gambar 3. Analisis Interaktif................................................................................. 42

Gambar 4. Foto Observasi Survei Awal ................................................................ 99

Gambar 5. Foto Siklus I ......................................................................................... 133

Gambar 6. Foto Siklus II........................................................................................ 150

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Silabus Mata Pelajaran Bahasa Indonesia ......................................... 78

LAMPIRAN SURVEI AWAL .............................................................................. 89

Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ....................................... 90

Lampiran 3. Observasi Pembelajaran Sebelum Tindakan ..................................... 93

Lampiran 4. Catatan Lapangan Survei Awal ......................................................... 95

Lampiran 5. Foto Observasi Survei Awal.............................................................. 99

Lampiran 6. Daftar Nilai Observasi ....................................................................... 100

Lampiran 7. Hasil Wawancara dengan Guru Sebelum Tindakan.......................... 102

Lampiran 8. Hasil Wawancara dengan Siswa I Sebelum Tindakan .................... 106

Lampiran 9. Hasil Wawancara dengan Siswa II Sebelum Tindakan ................... 109

LAMPIRAN SIKLUS I ......................................................................................... 112

Lampiran 10. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I........................ 113

Lampiran 11. Observasi Pembelajaran Siklus I ..................................................... 123

Lampiran 12. Catatan Lapangan Hasil Observasi Pembelajaran Siklus I.............. 124

Lampiran 13. Foto Siklus I .................................................................................... 133

Lampiran 14. Daftar Nilai Siklus I......................................................................... 134

Lampiran 16. Contoh Catatan Berdiskusi Siswa Siklus I ...................................... 136

LAMPIRAN SIKLUS II ........................................................................................ 140

Lampiran 17. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus II ...................... 141

Lampiran 18. Observasi Pembelajaran Siklus II.................................................... 145

Lampiran 19. Catatan Lapangan Hasil Observasi Pembelajaran Siklus II ............ 146

Lampiran 20. Foto Siklus II ................................................................................... 150

Lampiran 21. Daftar Nilai Siklus II ....................................................................... 151

Lampiran 22. Contoh Catatan Berdiskusi Siswa Siklus II..................................... 153

Lampiran 23. Hasil Wawancara dengan Guru Setelah Tindakan .......................... 159

LAMPIRAN PERIZINAN..................................................................................... 162

Lampiran 24. Surat Permohonan Izin Penelitian untuk Dekan.............................. 163

Lampiran 25. Surat Putusan Izin Penyusunan Skripsi oleh Dekan FKIP .............. 164

Lampiran 26. Surat Permohonan Izin Penelitian untuk Rektor ............................. 165

xv

Lampiran 42. Surat Permohonan Izin Penelitian untuk Kepala SMP Negeri 10 Surakarta......................................................................................... 166

Lampiran 43. Surat Keterangan Penelitian dari Kepala SMP Negeri 10 Surakarta ........................................................................................................ 167

xvi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu aspek keterampilan berbahasa yang sangat penting peranannya

dalam usaha melahirkan generasi penerus bangsa yang cerdas, kritis, kreatif, dan

berbudaya adalah keterampilan berbicara. Dengan menguasai keterampilan

berbicara, seorang peserta didik akan mampu mengekspresikan pikiran dan

perasaannya secara cerdas sesuai konteks dan situasi pada saat dia sedang berbicara.

Keterampilan berbicara juga dapat membentuk generasi masa depan yang kreatif

yang tercermin dari tuturan atau ujaran yang komunikatif, jelas, runtut, dan mudah

dipahami. Selain itu, dengan menguasai keterampilan berbicara seseorang akan

mampu bersifat kritis karena orang tersebut memiliki kemampuan untuk

mengekspresikan gagasan, pikiran, dan perasaan kepada orang lain secara runtut dan

sistematis. Bahkan, dengan menguasai kemampuan berbicara seseorang dapat

menjadi sosok yang berbudaya karena mereka sudah terbiasa dan terlatih untuk

berkomunikasi dengan pihak lain sesuai dengan konteks dan situasi tutur pada saat

berbicara.

Kemampuan berdiskusi merupakan bagian dari kemampuan berkomunikasi

khususnya berbicara berbicara, maka dari itu faktor-faktor yang mempengaruhi

kemampuan berdiskusi sama dengan kemampuan berbicara. Dalam suatu diskusi

seseorang dituntut untuk aktif mengungkapkan pikirannya dalam bentuk pernyataan,

pertanyaan, kritikan, dan sanggahan. Pernyataan yang merupakan suatu ujaran yang

disampaikan oleh seseorang kepada orang lain dalam mengungkapkan sesuatu.

Pertanyaan merupakan ujaran yang bersifat untuk mendapatkan informasi secara

lebih dalam dari suatu hal. Kritikan merupakan ujaran yang bersifat mengungkapkan

kesalahan-kesalahan dari suatu pernyataan atau ujaran lainnya. Sanggahan

merupakan suatu ujaran yang sifatnya adalah menyalahkan suatu pernyataan atau

ujaran yang diungkapkan oleh orang lain. Dalam mengungkapkan pikiran tersebut

terdapat suatu aturan-aturan agar suatu diskusi dapat berjalan dengan baik dan semua

peserta diskusi dapat menangkap suatu ujaran yang disampaikan. Kalimat yang

1

xvii

dipergunakan harus efektif, teratur, dan jauh dari sifat ambigu. Informasi yang

diungkapkan juga harus berdasarkan kebenaran, tidak berlebihan, dan sesuai dengan

topik yang didiskusikan sehingga proses berjalannya diskusi akan efektif dan hasil

akhirnya pun dapat dipertanggungjawabkan.

Dari hal di atas, paling tidak ada dua faktor yang menyebabkan rendahnya

tingkat keterampilan siswa dalam berdiskusi, yaitu faktor eksternal dan faktor

internal. Yang termasuk faktor eksternal, di antaranya pengaruh penggunaan bahasa

Indonesia di lingkungan keluarga dan masyarakat. Dalam proses komunikasi sehari-

hari, banyak keluarga yang menggunakan bahasa ibu (bahasa daerah) sebagai bahasa

percakapan di lingkungan keluarga. Demikian juga halnya dengan penggunaan

bahasa Indonesia di tengah-tengah masyarakat. Rata-rata bahasa ibulah yang

digunakan sebagai sarana komunikasi. Kalau ada tokoh masyarakat yang

menggunakan bahasa Indonesia, pada umumnya belum memperhatikan kaidah-

kaidah berbahasa secara baik dan benar. Akibatnya, siswa tidak terbiasa untuk

berbahasa Indonesia sesuai dengan konteks dan situasi tutur.

Dari faktor internal, pendekatan pembelajaran, metode, media, atau sumber

pembelajaran yang digunakan oleh guru memiliki pengaruh yang cukup signifikan

terhadap tingkat keterampilan berdiskusi siswa SMP. Pada umumnya, guru bahasa

Indonesia cenderung menggunakan pendekatan yang konvensional dan miskin

inovasi sehingga kegiatan pembelajaran keterampilan berbicara berlangsung

monoton dan membosankan. Para peserta tidak diajak untuk belajar berbahasa, tetapi

cenderung diajak belajar tentang bahasa. Artinya, apa yang disajikan oleh guru di

kelas bukan bagaimana siswa berbicara sesuai konteks dan situasi tutur, melainkan

diajak untuk mempelajari teori tentang berbicara. Akibatnya, keterampilan berbicara

hanya sekadar melekat pada diri siswa sebagai sesuatu yang rasional dan kognitif

belaka, belum manunggal secara emosional dan afektif. Ini artinya, rendahnya

keterampilan berbicara bisa menjadi hambatan serius bagi siswa untuk menjadi siswa

yang cerdas, kritis, kreatif, dan berbudaya.

Dalam beberapa penelitian ditemukan bahwa pengajaran bahasa Indonesia

telah menyimpang jauh dari misi sejenis. Guru lebih banyak berbicara tentang bahasa

(talk about the language) daripada melatih menggunakan bahasa (using language).

xviii

Dengan kata lain, yang ditekankan adalah penguasaan tentang bahasa (form-focus).

Guru bahasa Indonesia lebih banyak berkutat dengan pengajaran tata bahasa,

dibandingkan mengajarkan kemampuan berbahasa Indonesia secara nyata (Nurhadi,

2000:10).

Jika kondisi pembelajaran semacam itu dibiarkan berlarut-larut, bukan tidak

mungkin keterampilan berdiskusi di kalangan siswa SMP akan terus berada pada aras

yang rendah. Para siswa akan terus-menerus mengalami kesulitan dalam

mengekspresikan pikiran dan perasaannya secara lancar, memilih kata (diksi) yang

tepat, menyusun struktur kalimat yang efektif, membangun pola penalaran yang

masuk akal, dan menjalin kontak mata dengan pihak lain secara komunikatif dan

interaktif pada saat berdiskusi.

Kondisi semacam ini juga terjadi pada keterampilan berdiskusi pada siswa

kelas VIII D SMP Negeri 10 Surakarta, yang belum mencapai target yang diharapkan

dan jika dibandingkan dengan kelas lain paling rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari

hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti. Indikator yang digunakan untuk

mengukur pada saat observasi yang telah dilakukan di antaranya adalah porsi

pembicaraan, kebenaran yang dikatakan, kesesuaian dengan hal yang didiskusikan,

dan sikap peserta diskusi. Berdasarkan observasi yang telah dilakukan, peneliti

menemukan sejumlah kekurangan. Hasil observasi awal ini menunjukkan sebagian

besar siswa dalam menyampaikan dan menanggapi pendapat, (1) terlalu banyak

menyampaikan latar belakang permasalahannya sehingga inti dari masalah yang

ingin disampaikan tidak tampak, (2) tidak disertai alasan-alasan atau materi yang

benar, jelas, dan logis; (3) tidak berhubungan dengan topik diskusi yang dibicarakan;

(4) sering menguasai waktu pembicaraan dengan tidak mentaati kesempatan

berbicara dan tidak melalui moderator.

Rendahnya kualitas pelaksanaan kegiatan berdiskusi tersebut dikarenakan

kurangnya pembimbingan berdiskusi yang dilakukan oleh guru. Guru kurang

memberikan contoh-contoh kegiatan berdiskusi yang baik. Siswa kurang

diberdayakan untuk lebih aktif dalam pembelajaran berdiskusi sehingga keaktifan

siswa pun rendah. Penentuan tema yang akan didiskusikan dilakukan pada saat

pembelajaran sehingga kurangnya persiapan dari siswa. Siswa kurang mengerti dan

xix

mematuhi peraturan-peraturan dalam berdiskusi seperti tata cara dalam berpendapat,

menyanggah pendapat, dan bertanya. Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh

peneliti terhadap guru pengampu, ternyata dari guru juga belum begitu ahli tentang

kegiatan berdiskusi, khususnya dalam menumbuhkan keaktifan siswa.

Dalam konteks demikian, diperlukan suatu pendekatan pembelajaran

keterampilan berdiskusi yang inovatif dan kreatif, sehingga proses pembelajaran bisa

berlangsung aktif, efektif, dan menyenangkan. Siswa perlu dibiasakan untuk lebih

aktif dalam pembelajaran, yaitu dalam proses tanya jawab. Kebiasaan siswa dalam

menyampaikan pendapat, bertanya, dan menanggapi pendapat dari teman akan dapat

meningkatkan kepercayaan diri dari siswa. Untuk mewujudkan pembelajaran

berdiskusi tersebut peneliti akan menerapan prinsip kerja sama Grice dalam

berdiskusi. Pembelajaran berdiskusi dengan penerapan prinsip kerja sama Grice akan

membiasakan siswa berbicara sesuai dengan konteks dan situasi tutur yang

sesungguhnya dalam suasana yang dialogis, interaktif, menarik, dan menyenangkan.

Dengan cara demikian, siswa tidak akan terpasung dalam suasana pembelajaran yang

kaku, monoton, dan membosankan. Pembelajaran keterampilan berbicara khususnya

berdiskusi pun akan menjadi pembelajaran yang selalu dirindukan dan dinantikan

oleh siswa.

Prinsip kerja sama Grice merupakan salah satu teori pragmatik yang

mengatur tata cara berbicara yang menyesuaiakan konteks dan situasi pembicaraan

sehingga proses berbicara akan berjalan lebih efektif. Menurut Levinson (dalam

Henry Guntur Tarigan, 1987:33), pragmatik merupakan telaah mengenai relasi antara

bahasa dengan konteks yang merupakan dasar bagi suatu catatan atau laporan

pemahaman bahasa. Dengan kata lain, pragmatik adalah telaah mengenai

kemampuan pemakai bahasa menghubungkan serta menyerasikan kalimat-kalimat

dan konteks-konteks secara tepat. Pendapat lain dikemukakan oleh Wijana (1996:14)

yang mengatakan bahwa pragmatik menganalisis tuturan, baik tuturan panjang, satu

kata atau injeksi. Ia juga mengatakan bahwa pragmatik sebagai cabang ilmu bahasa

yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana suatu

kebahasaan itu digunakan dalam komunikasi.

xx

Dalam pendekatan pragmatik, guru berusaha memberikan kesempatan kepada

siswa untuk mengembangkan keterampilan berbahasa di dalam konteks nyata dan

situasi yang kompleks. Guru juga memberikan pengalaman kepada siswa melalui

pembelajaran terpadu dengan menggunakan proses yang saling berkaitan dalam

situasi dan konteks komunikasi alamiah sebenarnya. Melalui, pendekatan pragmatik

dalam pembelajaran keterampilan berbicara diharapkan mampu membawa siswa ke

dalam situasi dan konteks berbahasa yang sesungguhnya sehingga keterampilan

berbicara mampu melekat pada diri siswa sebagai sesuatu yang rasional, kognitif,

emosional, dan afektif.

Grice (1991:309) menyatakan bahwa percakapan akan mengarah pada

penyamaan unsur-unsur pada transaksi kerjasama yang semula berbeda. Penyamaan

tersebut dilakukan dengan jalan: (1) menyamakan jangka tujuan pendek, meskipun

tujuan akhirnya berbeda atau bahkan bertentangan, (2) menyatukan sumbangan

partisipasi sehingga penutur dan mitra tutur saling membutuhkan, dan (3)

mengusahan agar penutur dan mitra tutur memunyai pengertian bahwa transaksi

berlangsung dengan suatu pola tertentu yang cocok, kecuali bila bermaksud hendak

mengakhiri kerjasama. Aturan-aturan tersebut terangkum dalam prinsip kerja sama

yang sama meliputi, (1) kuantitas, (2) kualitas, (3) hubungan, (4) cara. Dalam

kemampuan berdiskusi, prinsip kerja sama ini mengungkapkan bagaimana seseorang

berinteraksi dengan orang lain. H. Paul Grice, adalah orang yang pertama kali

memperkenalkan prinsip ini, beliau mengatakan bahwa, buatlah kontribusi yang

diperlukan dalam percakapan anda, pada tahap dimana diperlukan, dengan tujuan

yang dapat diterima atau arahan percakapan yang dimaksudkan.

Prinsip kerja sama Grice tersebut apabila diterapkan dalam memecahkan

masalah yang terjadi pada siswa kelas VIII D SMP Negeri 10 Surakarta dapat

dijabarkan sebagai berikut: 1) prinsip kuantitas mengatur porsi pembicaraan sesuai

dengan kebutuhan; 2) prinsip kualitas mengkondisikan siswa untuk pengungkapan

sesuatu dalam berdiskusi disertai dengan alasan yang benar, jelas, dan logis; 3)

prinsip hubungan akan membiasakan siswa untuk mengungkapakan sesuatu dalam

berdiskusi sesuai dengan tema; 4) prinsip cara akan mengatur agar penyampaian

sesuatu dalam berdiskusi sesuai dengan tata tertib berdiskusi yang baik.

xxi

Berdasarkan uraian di atas, mendorong peneliti untuk melakukan suatu

penelitian tindakan kelas dengan topik “Peningkatan Kemampuan Berdiskusi dengan

Menerapkan prinsip kerja sama Grice”. Di sini peneliti akan mencoba melakukan

penelitian yang tujuannya adalah untuk meningkatkan kemampuan berdiskusi siswa

di kelas yang menjadi objek penelitian.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana penerapan prinsip kerja sama Grice yang dapat meningkatkan

kualitas pelaksanaan pembelajaran berdiskusi pada siswa kelas VIII D SMP

Negeri 10 Surakarta tahun pelajaran 2009/2010?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan pembelajaran berdiskusi pada siswa

kelas VIII D SMP Negeri 10 Surakarta tahun pelajaran 2009/2010 dengan

penerapan prinsip kerja sama Grice dalam pembelajaran.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

a. Penelitian ini memberikan gambaran tentang pendekatan kerja sama Grice

yang diterapkan dalam pembelajaran berdiskusi.

b. Sebagai bahan untuk menambah khasanah pustaka dan sebagai salah satu

sumber bagi penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti

Peneliti dapat mengetahui metode pembelajaran yang sesuai dengan objek

penelitian yang dapat digunakan sebagai masukan salah satu metode

pembelajaran bersdiskusi.

xxii

b. Bagi Siswa

Sebagai pemicu siswa agar lebih tertarik dalam dalam berdiskusi

sehingga juga akan meningkatkan kemampuan siswa dalam berdiskusi.

c. Bagi Guru

Sebagai bahan masukan dalam pembelajaran berdiskusi di sekolah

sehingga dalam pelaksanaan pembelajaran dapat menggunakan

pendekatan ini.

d. Bagi Pengambil Kebijakan

Sebagai acuan dalam menentukan kebijakan dalam menyusun kurikulum

agar menjadi lebih baik dan sesuai dengan keadaan yang dibutuhkan

siswa pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.

xxiii

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Teoretik

1. Hakikat Berdiskusi

a. Berdiskusi

1) Pengertian Diskusi

Kata diskusi, “berasal dari kata latin, “discustio” atau “discusum”

yang artinya sama dengan bertukar pikiran.” (Asul Wiyanto, 1992:104)

Menurut Mansyur MPA, (1981:97) “diskusi adalah percakapan

ilmiah yang berisikan pertukaran pendapat, memecahkan ide-ide dan

pengujian pendapat yang dilakukan oleh orang yang tergabung dalam

kelompok untuk mencari kebenaran.”

Menurut Samidjo dan Sri Mardiani (1985:85) menyebutkan,

“pengertian diskusi berasal dari kata “discuiti”, “discusum” yang berarti

pertukaran pikiran”.

Dari beberapa pendapat di atas, dapatlah diambil suatu kesimpulan

bahwa yang dimaksud dengan diskusi itu adalah pembahasan tentang suatu

masalah, dengan cara bertukar pikiran yang dilakukan secara bersama-sama,

dalam mencari suatu kebenaran.

2) Maksud dan Tujuan Diskusi.

Suatu diskusi kelompok belajar yang bebas dan teratur akan

menumbuhkan kemampuan semua anggota kelompok untuk mengerti dan

menerima gagasan dan teknik baru yang lebih baik. Perdy Karuru (2005:

793) menjelaskan suatu kelompok tersebut tersusun dari berbagai

keterampilan siswa, jenis kelamin dan suku. Perbedaan tersebut bermanfaat

untuk melatih siswa menerima perbedaan pendapat dan bekerja dengan

teman yang berbeda latar belakangnya. Beberapa siswa mungkin belum

8

xxiv

mampu memahami cara menghargai gagasan orang lain. Hal ini terlihat

sewaktu mereka bekerja dalam kelompok. Adapun maksud diskusi menurut

Samidjo & Sri Mardiani (1985:85) dalam garis besarnya, sebagai berikut :

a) Memudahkan penerimaan (learning) bahan pelajaran baik dari hasil

kuliah maupun rangkuman buku dan meningkatkan kemampuan

berpikir serta memecahkan problem.

b) Memungkinkan tiap anggota kelompok belajar yang memiliki

pengalaman masing-masing, dapat menyumbangkan dan mengutarakan

pengetahuan dan pengalamannya dalam forum diskusi, sehingga

bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan para anggota kelompok

Adapun tujuan dari diskusi tersebut, sebagai berikut :

a) Tiap anggota dapat melaksanakan tukar menukar informasi yang

menyangkut pengetahuan dan pengalaman belajar, sehingga dapat

menciptakan implikasibaru dalam kelompok.

b) Setiap anggota kelompok dapat memetik keuntungan dari hasil diskusi

kelompok yang tidak mungkin didapat dari membaca buku atau hasil

mendengarkan kuliah. Dalam diskusi tersebut tiap anggota banyak

belajar dari anggota lainnya, umpamanya soal teknik berpikir, cara

konsentrasi belajar dan lain-lain.

c) Suatu ide atau gagasan yang baik dan positif yang hanya dimiliki oleh

seseorang dapat diutarakan dalam kelompok belajar (diskusi), sehingga

gagasan yang baik itu dapat dimiliki oleh kelompok (Samidjo & Sri

Mardiani, 1985:85).

Menurut Ny. N.K. Roestiyah (1991: 6-7)

- Dengan diskusi siswa didorong menggunakan pengetahuan dan pengalamannya untuk memecahkan masalah, tanpa selalu tergantung pada pendapat orang lain. Mungkin ada perbedaan segi pandangan, sehingga memberikan jawaban yang berbeda. Hal itu tidak menjadi soal, asal pendapat itu logis dan mendekati kebenaran. Jadi siswa dilatih berpikir dan memcahkan masalah sendiri.

- Siswa mampu menyatakan pendapatnya secara lisan, karena hal itu perlu untuk melatih kehidupan yang demokratis. Dengan

xxv

demikian, siswa melatih diri untuk menyatakan pendapat secara lisan tentang sesuatu hal.

- Diskusi memberikan kemungkinan kepada siswa untuk belajar berpartisipasi dalam pembicaraan untuk memcahkan suatu masalah bersama.

Menurut Heinz Kock (1992:109), “tujuan diskusi adalah siswa harus

belajar untuk mengembangkan anggapan atau pendapatnya sendiri.”

3) Faedah Berdisikusi

Faedah diskusi kelompok adalah untuk membentuk seorang siswa

yang demokratis, kiranya perlu melaksanakan prinsif kerja sama

(cooperation) atau group work, karena menurut para ahli psikologi

pendidikan, prinsif kerja sama (cooperation) itu lebih besar manfaatnya dari

pada sistem persaingan (competition).

Agar semua siswa dapat mengambil manfaat dari aktivitas kerja

kelompok yang kooperatif, mereka hendaknya diberi kesempatan untuk

mengembangkan berbagai keterampilan.

Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran yang penting, yakni prestasi akademik, penerimaan akan penghargaan dan pengembangan ketrampilan sosial. Belajar kooperatif saling menguntungkan bagi siswa yang berprestasi rendah dan siswa yang berprestasi tinggi. Siswa yang berkemampuan lebih tinggi dapat menjadi tutor bagi siswa yang berkemampuan rendah. Dalam proses ini siswa berkemampuan lebih tinggi secara akademik mendapat keuntungan, karena pemikiran yang lebih mendalam. Belajar kooperatif juga menyajikan peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi, untuk bekerja dan saling bergantung pada tugas-tugas rutin. Belajar kooperatif mengajarkan pada siswa ketrampilan-ketrampilan kerjasama dan kolaborasi. Ini adalah ketrampilan-ketrampilan yang penting dipunyai dalam suatu masyarakat. (Johan Yunus, 2005: 4).

Adapun faedah dan keuntungan yang dapat dirasakan dari berdiskusi

dan kerja sama menurut Abu Ahmadi (1993:72), sebagai berikut :

a) Siswa mendapat motivasi belajar yang lebih besar karena rasa tanggung

jawab bersama.

b) Dalam kelompok belajar lebih sanggup melihat kekurangan-kekurangan.

c) Dalam kelompok belajar lebih banyak yang turut memikirkannya.

xxvi

d) Implikasi, keputusan keompok lebih dapat diterima oleh semua anggota

kelompok belajar, karena merupakan hasil pemikiran bersama

e) Keuntungan diskusi kelompok tersebut akan memberikan kepada semua

anggota kelompok untuk berbuat konstruktif, berpikir kreatif terhadap

pokok masalahnya yang sedang dibicarakan, dan menyumbangkan

pengalamannya dan pengetahuannya untuk kepentingan bersama.

4) Jenis – jenis Diskusi.

Jenis-jenis diskusi menurut Sardiman (2001:152) sebagai berikut :

a) diskusi kuliah b) diskusi kelas c) diskusi kelompok kecil d) simposium e) loka karya f) seminar g) diskusi panel h) sumbang saran (branstorming)

Jenis-jenis diskusi menurut Asul Wiyanto (1992:136), sebagai berikut

:

a) whole group b) diskusi berkelompok – kelompok c) diskusi panel d) seminar e) simposium f) kolokium g) loka karya h) konferensi i) fish bowl j) debat.

Dari jenis-jenis diskusi tersebut, yang biasa digunakan antar siswa di

dalam lokal adalah diskusi kelompok kecil. Jadi, yang dimaksud dengan

diskusi kelompok kecil adalah suatu diskusi yang dilakukan dengan membagi

para siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil, yang terdiri dari 3 – 7 orang.

Pelaksanaannya adalah, guru membagi atau memberikan permasalahan

kepada setiap kelompok. Kemudian, setiap kelompok membahas permasalah

tersebut, yang tertuang dalam bentuk paper atau makalah. Diskusi kecil ini,

xxvii

dapat diikuti dengan diskusi panel, jika wakil-wakil kelompok kecil tersebut

menjadi pembicara.

b. Teknik-teknik Berdiskusi

Diskusi yang dilaksanakan di dalam lokal pada saat proses pembelajaran

berlangsung, biasanya dipimpin oleh seorang guru atau salah seorang dari siswa.

Akan tetapi tidak semua guru atau siswa mampu membimbing atau memimpin

diskusi secara baik, tanpa mengalami latihan. Begitu juga, tidak semua siswa

mampu berdiskusi dengan baik, tanpa adanya latihan dan persiapan yang matang

terlebih dahulu.

Agar diskusi dapat berjalan dengan lancar, paling tidak sesuai dengan apa

yang diharapkan, maka dalam pembahsan selanjutnya akan diketengahkan

tentang teknik-teknik berdiskusi, namun sebelum membicarakan tentang hal itu,

ada baiknya peneliti ketengahkan beberapa prosedur dan prinsip pokok metode

diskusi terlebih dahulu.

Secara umum menurut Thomas F Statom (1978:111) prosedur dan

prinsip pokok metode diskusi tersebut, sebagai berikut :

1) Bacakanlah subyek (materi) yang akan didiskusikan itu

Pertama-tama bacakanlah subyek yang akan didiskusikan itu

seluruhnya sesuai dengan keadaan dan waktu yang tersedia.

Tambahkanlah dalam bacaan ini dengan mendiskusikan topiknya kepada

para peserta. Khusus bagi siswa, biasanya hal seperti ini dilakukan

dengan memberikan tema/topik diskusi oleh guru terlebih dahulu,

kemudian mereka membuat paper / makalah, untuk kemudian

didiskusikan.

2) Pisahkanlah murid-murid (siswa) anda kedalam kelompok yang sama.

Bagilah kelompok tersebut ke dalam ke lompok yang sama

kekuatannya sedapat mungkin. Salah satu criteria sukses tidaknya suati

diskusi adalah sejauhmana setiap anggota/peserta berpartisipasi. Seorang

guru tidak akan mendapat kelancaran siswanya dalam berdiskusi jika

dalam kelompok tersebut tidak ada pembagian kelompok yang seimbang.

xxviii

Untuk menjamin agar diskusi tetap berjalan lancer, maka sebaiknya harus

diperhatikan perbedaan-perbedaan siswa, seperti : perbedaan tingkatan,

kepintaran, dan sebagainya. Sehingga dalam diskusi, tidak dimonopoli

oleh mereka (kelompok) yang pintar saja, melainkan oleh seluruh siswa

(kelompok) tersebut.

3) Rumuskan tujuan diskusi itu

Sebelum diskusi dimulai, sebaiknya dirumuskan tujuan diskusi

terlebih dahulu, sehingga para peserta / pendiskusi menjadi jelas kemana

arah dan maksud dari suatu pembicaraan.

4) Sebutkan satu persatu dengan jelas hasil-hasil belajar yang hendak

dicapai.

Buatlah daftar jawaban terhadap semua pertanyaan-pertanyaan

ini, “Apakah yang harus diketahui oleh siswa, agar sanggup mengerjakan

hal-hal yang telah disebutkan satu persatu dalam tujuan diskusi ? Yang

mana hal-hal ini yang harus diajarkan kepada mereka pada saat diskusi

berlangsung.

5) Rumuskan subyek yang dianggap tepat dari diskusi ini.

Dalam hal ini, para peserta diskusi diberikan tema atau topik dari

diskusi, masing-masing tema atau topik yang diberikan tersebut, telah

dirumuskan dengan sebaik mungkin, sehingga mampu menjawab tujuan

dari suatu diskusi yang telah dirumuskan sebelumya.

6) Berikan penjelasan-penjelasan yang cocok sebelumnya.

Sebelum diskusi dimulai, hendaknya terlebih dahulu diberikan

penjelasan kepada masing-masing peserta, agar mereka dapat

mempelajari dan memikirkan materi yang akan dibahas nantinya,

sehingga mereka dapat mempersiapkan diri dengan semaksimal

mungkin.

7) Siapkan sebuah agenda

xxix

Agenda adalah nama khusus bagi lesson plan yang biasanya

digunakan dalam hubungannya dalam diskusi keompok. Lesson plan ini

terdir dari standar lesson plan ditambah dengan outline dari

subyek/materi yang akan dibicarakan dan sebuah petunjuk mengenai sub

point-point yang harus dibicarakan untuk mencapai hasil-hasil belajar

yang diinginkan. Ia juga harus diperkuat dengan sejumlah pertanyaan

yang mendorong pikiran, atau sub problem-problem yang diberikan pada

permulaan diskusi dan sewaktu-waktu nantinya bisa ditanyakan, untuk

mengingatkan kepada para peserta bila terjadi penyimpangan dalam

pembahasan, juga dapat mengalihkan perhatian mereka kepada

permasalahan/problem baru, jika permasalahan/ problem yang dibahas

mulai membosankan untuk didiskusikan.

8) Persiapkan sebuah lesson plan dari agenda anda

Seorang pimpinan diskusi yang berpengalaman berkata, bahwa

sukses tidaknya suatu periode diskusi telah ditentukan sebelmnya oleh

pengajar ketika ia memasuki ruangan diskusi dengan sejumlah kualitas

persiapan yang telah disediakan sebelumnya. Kelimat tersebut memang

ada benarnya, tetapi diskusi yang direncanakan dengan baik dapat

dirusak oleh salah satu atau sejumlah factor lain, tetapi yang

dipentingkan adalah pentingnya cara mengajar memasuki periode diskusi

dengan membawa lesson plan yang sempurna.

9) Bereskanlah tempat untuk diskusi.

Susunan perabot dalam ruangan dapat memberikan pengaruh bagi

suksesnya periode diskusi. Susunan yang diharapkan adalah agar para

peserta duduk saling memandang, membentuk suatu lingkaran. Dan

usahakan para peserta duduk dalam suatu lingkaran yang kosong tanpa

ada meja di tengah. Mungkin diskusi itu dapat lebih memuaskan, apabila

para peserta duduk saling berdekatan seperti ketika mengikuti kuliah.

Disamping itu pula, selain pentingnya para peserta bisa berhadap-

hadapan, juga persyaratan untuk sebuah ruang diskusi, tidak berbeda

xxx

dengan ruangan kelas/lokal, yaitu sebuah papan tulis, cahaya ventilasi,

kursi-kursi yang menyenangkan dan sebagainya.

c. Kemampuan Berdiskusi

Untuk melihat apakah seseorang itu mampu atau tidak dalam berdiskusi,

maka ada beberapa kemampuan yang harus dimiliki menurut Materka (1991:60)

antara lain :

1) Kemampuan memberikan tanggapan

Adapun yang dimaksud dengan kemampuan memberikan

tanggapan disini adalah : kemampuan memberikan pertanyaan,

kemampuan memberikan jawaban, dan kemampuan memberikan

pendapat atau saran. Kemudian, untuk melihat apakah seseorang itu

mampu atau tidak dalam memberikan tanggapan, maka diukur melalui

beberapa indikator, seperti yang dikemukakan oleh Materka, “mudah

dimengerti, merangsang/menarik, relevan (sesuai dengan pembahasan),

mengguankan bahasa yang jelas, (baik dan benar) .” Di samping itu pula,

tanggapan tersebut harus memunyai ‘nilai ilmiah”. Adapun kemampuan

memberikan tanggapan sebagai berikut.

a) Kemampuan memberikan pertanyaan, yaitu sebagai berikut.

(1) Pertanyaan mudah dimengerti

Setiap pertanyaan yang disampaikan mudah untuk dipahami

atau dimengerti, sehingga peserta diskusi mudah pula untuk

mencernanya, serta tidak perlu mengulang-ulang pertayaan

tersebut.

(2) Pertayaan merangsang / menarik

Setiap pertayaan yang disampaikan dapat menggugah

semangat para peserta untuk mengomentari pertayaan tersebut.

(3) Pertayaan relevan (sesuai dengan pembahasan)

Pertanyaan uang disampaikan tersebut tidak keluar atau

menyimpang dari pokok pembahasan, dan berfokus dari konteks

permasalahan yang dibahas.

xxxi

(4) Pertayaan menggunakan bahasa yang jelas (baik dan benar).

Pertayaan harus menggunakan bahasa Indonesia yang baik

dan benar, tidak menggunakan bahasa daerah, apalagi bahasa yang

tidak dimengerti oleh para peserta diskusi.

(5) Pertayaan bernilai ilmiah

Pertanyaan yang disampiakan tersebut ada rujukan atau

sumber pengambilannya, sehingga ada kejelasan argumentasi yang

disampaikan.

b) Kemampuan memberikan jawaban, yakni :

(1) Jawaban medah dimengerti

Setiap memberikan jawaban mudah untuk disimak,

sehingga seluruh peserta mudah pula untuk mencernanya, serta

tidak perlu mengulang isi pertayaan tersebut.

(2) Jawaban merangsang / menarik

Setiap jawaban yang disampaikan mendapat perhatian

secara serius oleh para peserta, di samping dapat menggugah

semangat para peserta untuk meminta informasi lebih lanjut.

(3) Jawaban relevan (sesuai dengan pembahasan )

Setiap jawaban yang diberikan sesuai dengan pertayaan

yang disampaikan, sertab tidak lepas dari sasaran yang

dikehendaki.

(4) Jawaban menggunakan bahasa yang jelas( baik dan benar)

Setiap jawaban yang diberikan / disampaikan, hendaknya

mengguankan bahasa Indonesia dan tidak menggunakan daerah,

apalagi menggunakan bahasa daerah, apalagi menggunakan bahasa

yang tidak dimengerti oleh para peserta diskusi.

(5) Jawaban bernilai ilmiah

Setiap jawaban yang disampaikan harus berdasarkan fakta-

fakta yang jelas, seperti buku, kitab, majalah, surat kabar, dan

sebagainya.

c) Kemampuan memberikan pendapat atau saran

xxxii

(1) Pendapat atau saran mudah dimengerti

Setiap memberikan pendapat atau saran, mudah untuk

dipahami dan dimengerti, sehingga disamping mudah untuk

dicerna, mudah pula untuk ditanggapi.

(2) Pendapat atau saran merangsang / menarik

Setiap pendapat atau saran yang disampaikan dapat

membuat peserta betul-betul memperhatikan apa yang

disampaikan tersebut, ditambah gaya dan bahasa yang memukau.

(3) Pendapat atau saran relevan (sesuai dengan pembahasan )

Setiap pendapat atau saran yang disampaikan harus sesuai

dengan pembahasan atau permasalahan yang sedang dibahas, tidak

melincing dari sasaran yang dikehendaki.

(4) Pendapat atau saran menggunakan bahasa yang jelas (baik dan

benar)

Setiap pendapat atau saran yang disampaikan harus

menggunkan bahasa Indonesia yang baik dan benar, dan tidak

menggunakan bahasa lain yang tidak dimengerti oleh peserta. (5).

Pendapat atau saran bernilai ilmiah Artinya setiap pendapat atau

saran yang disampaikan tidak asalasalan saja, melainkan

berdasarkan konsep-konsep yang telah diambil dari beberapa

literatur atau pendapat para ahli.

2) Kemampuan beraktivitas

Adapun yang dimaksud dengan kemampuan beraktivitas di sini

adalah aktivitas memberikan pertanyaan, aktivitas memberikan jawaban,

dan aktivitas memberikan pendapat atau saran. Adapun yang termasuk

dalam kemampuan beraktivitas sebagai berikut:

a) Aktivitas memberikan pertanyaan

Aktivitas seorang siswa dalam hal sering atau tidak dalam

memberikan pertayaan pada saat proses diskusi berlangsung.

xxxiii

Keaktifannya dalam memberikan pertayaan, akan memberikan

pengaruh terhadap suasana diskusi tersebut.

b) Aktivitas memberikan jawaban

Aktivitas seorang siswa dalam hal sering atau tidak dalam

memberikan jawaban pada saat proses diskusi berlangsung. Hal ini,

bisa terlihat manakala posisinya sebagai pemakalah/ penyaji.

c) Aktivitas memberikan pendapat atau saran

Aktivitas seorang siswa dalam hal sering atau tidak dalam

memberikan pendapat atau saran pada saat proses diskusi berlansung.

Keaktifannya dalam memberikan saran tersebut, dikarenakan ia

memilki pengetahuan tentang sesuatu yang menjadi pokok

pembicaraan.

d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Berdiskusi

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan seseorang dalam

berdiskusi. Faktor-faktor tersebut sebagai berikut.

1) Faktor Intern

a) Minat dan motivasi

Kecenderungan seseorang untuk beraktivitas tidak terlepas dari

tiga hal, yaitu : motif, minat dan motivasi. Ketiga unsur tersebut saling

berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya. Kalau saja ketiga

unsur tersebut tidak ada, maka suatu aktivitas tidak akan berjalan.

Drs. Ngalim Purwanto (1984: 71) dalam bukunya, Psikologi

pendidikan, menyebutkan, “bahwa motif menunjukkan suatu

dorongan dari dalam diri yang menyababkan seseorang itu mau

bertindak melakukan sesuatu.”

Motif-motif objektif menyatakan diri dalam kecenderungan

umum untuk menyelidiki (to explore) dan mempergunakan (to

manipulate) lingkungan. Dalam kenyataan sehari-hari, motif

mempergunakan lingkungan dan motif menyelidiki sering terjadi

sesuatu. Dari eksplorasi dan manipulasi yang dilakukan, timbullah

xxxiv

minat terhadp sesuatu. Dari pengalaman itu berkembang ke arah

berminat atau lahirlah motivasi. Motivasi adalah, “pendorong, suatu

usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar

tergerak hatinya untuk bertindak malakukan sesuatu sehingga

mencapai hasil atau tujuan tertentu.” (Sardiman, 2001:39)

Seseorang akan berhasil dalam melakukan sesuatu, manakala

pada dirinya ada keinginan untuk melakukannya. Inilah keterkaitan

antara motif, minat dan motivasi. Sebagai contoh,: “diskusi atau

berdiskusi,”seseorang yang memunyai keinginan untuk berdiskusi,

maka realisasinya ia banyak membaca buku-buku berkenaan dengan

masalah yang akan didiskusikan itu, dan pada saat diskusi

berlangsung, semakin tinggi pula aktivitasnya terhadap kegiatan

diskusi tersebut, begitu juga sebaliknya.

b) Kondisi mental

Kondisi mental merupakan faktor yang sangat vital sekali dalam

kegiatan diskusi ini, sebab, meskipun seseorang itu memunyai

pengetahuan yang banyak, minat dan motivasi yang tinggi untuk

berdiskusi, serta berbagai hal lain yang mendukungnya, namun

apabila mentalnya lemah, ia tidak akan mampu berbicara dalam forum

diskusi tersebut.salah satu hal yang menyebabkan seseorang tidak

berani berbicara dihadapan orang lain, adalah karena ia merasa tidak

percaya pada diri sendiri. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Prof.

Dr. Hj. Zakiah Daradjat (1975:55), dalam bukunya, “Problematika

Remaja di Indonesia”. Dalam buku tersebut, beliau mengemukakan

tentang, “masalah pertumbuhan pribadi sosial remaja,” yakni :

Bahwa 41,76 % awal remaja mereka tidak berani berbicara dihadapan orang lain, karena tidak percaya pada diri sendir, dan 33,92 % pada akhirnya remaja yang menyatakan tidak berani berbicara di hadapan orang lain, karena tidak percaya pada diri sendiri tersebut.

Salah satu penyebab mengapa seseorang itu merasa tidak

percaya pada diri sendiri adalah disebabkan oleh faktor sikap yang

xxxv

disertai emosi yang berlebihlebihan, yang disebut, “kompleka”. Hal

ini sebagaimana dikemukakan oleh Sarlito W.S. (1976:55) dalam

bukunya, “Pengantar Umum Psikologi”, disebutkan :

Bahwa sikap disertai emosi yang berlebih-lebihan disebut kompleks, misalnya kompleks rendah diri, yaitu sikap negatif terhadap diri sendiri yang disertai perasan malu, takut, tidak berdaya, segan bertemu orang lain dan sebagainya.

c) Pengetahuan yang dimiliki.

Dalam forum diskusi, sebaiknya sebelum tampil, harus

mempelajari materi yang akan didiskusikan itu sebelumnya, agar

dapat mengusai, minimal pengetahuan terhadap permasalahan yang

terdapat dalam materi tersebut. Penguasaan terhadap materi diskusi,

sangat menentukan terhadap kelancaran jalannya diskusi.

Drs. Syaiful Bahri Jamarah, dalam bukunya, “Prestasi Belajar

dan Kompetensi Guru,” menyebutkan:

Dalam teori komunikasi, bahan/massage adalah salah satu komponen yang menentukan proses komunikasi antara komunikator dan komunikan. Umpan balik/feed back dari komunikan berlangsung bila ada bahan sebagai mediumnya. Dengan demikian, semakin banyak pengetahuan seseorang,

maka semakin kelihatan pula kompetensinya dalam forum diskusi

tersebut. Sehingga tidak berlebihan kalau dikatakan, “The Knowledge

is Power”

d) Kesehatan Dalam kehidupan sehari-hari, kesehatan selalu didambakan oleh

setiap orang. Seseorang tidak akan mampu beraktivitas dengan baik,

tanpa didukung oleh kesehatan. Seseorang tidak akan mampu belajar

dengan baik, tanpa didukung oleh kesehatan pula. Abu Ahmadi

(1993:76), mengemukakan :

Kesehatan adalah faktor penting dalam belajar atau siswa yang tidak sehat badannya tentu tidak dapat belajar dengan baik. Konsentrasinya terganggu, dan pelajaran sukar masuk. Begitu juga dengan anak yang badannya lemah, sering pusing dan sebagainya tidak akan tahan lama dan lekas capai, dalam

xxxvi

keadaan seperti ini apabila kita memaksa anak untuk belajar giat, kita akan bersalah sebab bagaimanapun juga anak tetap tidak dapat belajar dengan baik. Dengan demikian, aplikasi dan realisasinya dalam kegiatan

diskusi, maka seseorang yang terganggu kesehatannya tidak mustahil

akan teranggu pula terhadap kemampuannya dalam berdiskusi.

2) Faktor Ekstern :

a) Guru.

Sebenarnya, keterampilan seseorang guru dalam membimbing

kegiatan diskusi sangat besar pengaruhnya terhadap aktivitas siswa

untuk berdiskusi. Hal tersebut mempengaruhi agar keterampilan

tersebut selaras dengan maksud dan tujuan diskusi, maka tidak

salahnya kalau penulis mengetengahkan beberapa keterampilan

tersebut, sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Moh. Uzer

Usman (2005: 94-95), yaitu sebagai berikut:

(1) Memusatkan perhatian siswa pada tujuan dan topik diskusi.

Dalam kegiatan diskusi, pemusatan perhatian ini sangat

besar artinya terhadap aktivitas siswa dalam berdiskusi. Dengan

adanya pemusatan perhatian ini pula, siswa merasa tertarik

hatinya untuk turut serta mengaktifkan diri dalam kegiatan diskusi

tersebut.

Dalam pemusatan perhatian ini pula, perlu kiranya

merumuskan tujuan dan topik dari setiap materi diskusi. Topik

yang dirumuskan itu dibuat sebaik mungkin, supaya siswa merasa

tertarik untuk berdiskusi. Disamping itu, perlu juga merumuskan

maslah-masalah khusus dari setiap topik atau tema diskusi, dan

yang tidak kalah pentingnya adalah memotivasi mereka untuk

aktif berdiskusi dengan cara memberikan nilai atau bonus bagi

mereka yang aktif tersebut.

(2) Memperluas masalah atau urunan pendapat.

xxxvii

Selama diskusi berlangsung sering terjadi penyampaian

ide yang kurang jelas, sehingga sukar dimengerti / dipahami oleh

peserta diskusi, yang akhirnya dapat menimbulkan

kesalahpahaman, sehingga keadaan menjadi tegang. Dalam

keadaan demikian, maka tugas seorang gurulah yang akan

memperjelasnya.

(3) Menganalisis pandangan siswa.

Dalam diskusi sering terjadi perbedaan pendapat,

perbedaan tersebut bisa disebabkan oleh perbedaan pengetahuan,

serta perbedaan pengalaman yang mereka miliki. Karena itulah

seorang guru mampu menganalisis perbedaan tersebut, mana

diantara perbedaan itu yang memunyai dasar yang kuat, mana

yang disepakati, dan mana yang tidak disepakati.

(4) Meningkatkan urunan siswa.

Beberapa cara untuk meningkatkan urunan pikir siswa

antara lain :

(a) mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menentang siswa,

untuk berpikir,

(b) memberikan contoh-contoh verbal atau nonverbal yang sesuai

dan tepat,

(c) memberikan waktu untuk berpikir,

(d) memberikan dukungan terhadap urunan pendapat siswa

dengan penuh perhatian.

(5) Menyebarkan kesempatan berpartisipasi.

Penyebaran kesempatan berpartisipasi dapat dilakukan

dengan cara :

(a) mencoba memancing urunan siswa yang enggan berpartisipasi

dengan mengarahkan pertanyaan langsung secara bijaksana,

(b) mencegah terjadinya pembicaraaan serentak dengan memberi

giliran kepada siswa yang pendiam terlebih dahulu,

xxxviii

(c) mendorong siswa untuk mengomentari urunan temannya

hingga interaksi antar siswa dapat ditingkatkan,

(d) mencegah secara bijaksanan siswa yang suka memonopoli

pembicaraan.

(6) Menutup diskusi.

Keterampilan akhir yang harus dikuasai oleh pengajar

(guru) adalah menutup diskusi. Hal ini dapat dilakukan dengan

cara sebagai berikut :

(a) membuat rangkuman hasil diskusi dengan bantuan siswa. Ini

lebih efektif dari pada bila rangkumannya dibuat sendiri oleh

guru,

(b) memberi gambaran tentang tindak lanjut hasil diskusi atau

tentang topik diskusi yang akan datang.

(c) mengajak siswa untuk menilai proses maupun hasil diskusi

yang telah dicapai.

Demikianlah, beberapa komponen keterampilan dalam

membimbing jalannya diskusi. Hal ini perlu kiranya mendapat

perhatian kepada yang bersangkutan, agar proses diskusi yang

dilaksanakan dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

b) Moderator.

Disamping beberapa teknik sebagai seorang moderator atau

pimpinan diskusi yang telah penulis paparkan pada pembahasan

terdahulu, maka pada bagian ini, akan penulis paparkan pula tentang

peranan seorang moderator/pimpinan diskusi, demi lancarnya proses

diskusi yang dilaksanakan.

Adapun peranan tersebut menurut Surakhmad (1998:84), antara

lain :

(1) sebagai pengatur jalannya lalu lintas,

(2) sebagai dinding penangkis, dan

(3) sebagai menunjuk jalan.

xxxix

Disamping itu, mengingat betapa beratnya tugas seorang

pimpinan diskusi/moderator, maka ia harus memiliki beberapa

persyaratan, yaitu, “(1) lebih memahami masalah yang akan

dibicarakan, (2) berwibawa dan disenangi oleh teman temannya,

(3) lancar berbicara, dan (4) dapat bertindak tegas, adil dan

demokratis.”

c) Materi diskusi

Setiap manusia memunyai bakat dan karakter yang berbeda-

beda. Karena itulah, berbeda pula dalam hal kesenangan atau

kegemaran.seperti halnya pelajaran atau mata perkuliahan, ada yang

senang mempelajari filsafat, tetapi kurang senang mempelajari

psikologi, ada yang senang mempelajari psikologi, tetapi kurang

senang mempelajari filsafat, dan sebagainya. Sehingga korelasi dan

implikasinya terhadap mata kuliah yang memang mata kuliah

kegemaran mereka saja. Apabila materi tersebut didiskusikan,

mereka kelihatan selalu aktif memberikan komentar, namun

sebaliknya, apabila mata pelajaran yang bukan kegemaran mereka,

mereka kelihatan seakan pasif dalam kegiatan diskusi tersebut. Hal

ini, disebabkan kurangnya pengetahuan mereka terhadap mata kuliah

yang di diskusikan itu.

Namun demikian, walaupun mereka kurang senang

terhadap materi tersebut, tetapi kamampuan guru merumuskan topik

atau tema yang cukup aktual, barangkali dapat membuat mereka

tertarik terhadap diskusi tersebut.

d) Lingkungan

Dalam kegiatan diskusi, faktor lingkunagan cukup

berpengaruh terhadap kegiatan tersebut. Lingkungan yang baik dan

suasananya agak santai, akan memberikan kenyamanan serta

kegairahan bagi para peserta untuk berdiskusi. Menurut Pat Roessle

Materka (1991:58) dalam bukunya, “Loka Karya & Seminar,”

mengatakan,”bahwa yang membuat diskusi itu menarik adalah

xl

suasananya santai dan tidak mencekam (nonthreatening). Tak

seorang pun yang takut mengeluarkan pendapat takut kedengarannya

bodoh.”

2. Hakikat Prinsip Kerja Sama Grice

Dalam ilmu sosial secara umum dan linguistik secara khusus, prinsip kerja

sama mengungkapkan bagaimana seseorang berinteraksi dengan orang lain dengan

berdasarkan implikatur-implikatur percakapan yang ada. Menurut Nunn (2003: 1)

untuk dapat memunculkan implikatur percakapan tertentu, lawan tutur harus

mengetahui hal-hal berikut: (1) makna konvensional kata-kata yang digunakan,

bersama dengan identitas dari setiap referensi yang mungkin berhubungan, (2)

prinsip kerja sama dan maksim-maksimnya, (3) konteks linguistik dari ucapan

tersebut (4) latar belakang pengetahuan, dan (5) semua fakta yang relevan.

H. Paul Grice, adalah orang yang pertama kali memperkenalkan prinsip ini,

beliau mengatakan bahwa, buatlah kontribusi yang diperlukan dalam percakapan

anda, pada tahap dimana diperlukan, dengan tujuan yang dapat diterima atau arahan

percakapan yang dimaksudkan. Sesuai dengan pengungkapan Grice di atas, dalam

sebuah percakapan, seorang komunikator harus dapat mentransfer informasi dari

dirinya kepada komunikan. Untuk mentransfer informasi tersebut komunikator harus

dapat memberikan kontribusi yang sesuai dengan informasi tersebut sehingga

informasi dapat diterima dengan baik oleh komunikan.

Menurut Grice (dalam Leech, 1993:12) bahwa usahakan sumbangan

informasi Anda sebatas yang diperlukan oleh mitra tutur Anda. Sumbangan

informasi tersebut harus sesuai dengan konteks tempat terjadinya percakapan, tujuan

percakapan, dan giliran percakapan yang terjadi. Grice memperkenalkan ada empat

maksim (pembahasa) dalam prinsip kerja sama. Dari empat maksim tersebut 3

maksim mengacu pada isi dari ucapan, dan satu maksim dari bentuk ucapan.

Keempat maksim tersebut adalah Quality, Quantity, Relation, dan terakhir adalah

Manner. Jika digambarkan dalam sebuah bagan maka akan seperti di bawah ini:

Keempat macam maksim tuturan Grice tersebut adalah sebagai berikut.

xli

Gambar 1. Bagan Prinsip Kerja Sama Grice

a. Quality – Kualitas

Mutu dalam kerja sama berarti harus memperhatikan ketiga hal dibawah

ini:

1) Mengatakan hal yang benar.

2) Tidak mengatakan yang yang tidak benar atau memiliki kemungkinan tidak

benar.

3) Tidak mengatakan yang tidak beralasan.

b. Quantity – Kuantitas

Jumlah dalam kerja sama berarti memperhatikan kedua hal di bawah ini:

1) Usahakan sumbangan informasi Anda sesuai dengan kebutuhan mitra tutur.

2) Usahakan sumbangan informasi Anda tidak melebihi kebutuhan mitra tutur.

c. Relation – Hubungan

Kalimat-kalimat yang diungkapkan bila memperhatikan prinsip ini adalah

harus relevan dengan tujuan pembicaraan. Pembicaraan yang dilakukan harus

tetap pada subjek pembicaraan, tidak terbawa kepada subjek-subjek yang lain,

atau fokus pada topik pembicaraan.

1) Berbicaralah dengan jelas. Hindari ketidakjelasan pengungkapan. Hindari

ambiguitas.

2) Berbicaralah dengan singkat dan tepat, serta teratur.

xlii

d. Manner – Sikap/cara

Beberapa sikap atau cara dalam prinsip kerja sama komunikasi adalah

informasi yang diberikan tersebut mudah dimengerti, dalam arti:

1) hindari ketidakjelasan/keterbelit-belitan,

2) hindari ambiguitas (makna mendua),

3) harus singkat, dan

4) harus teratur atau sistematis.

Keempat maksim dari Grice itulah yang mendasari prinsip kerja sama dalam

komunikasi. Akan tetepi, perlu diperhatikan bahwa Maksim Grice ini bukanlah suatu

kewajiban atau panduan dalam bertindak. Maksim-maksim tersebut hanya refleksi

dari keseharian setiap orang dalam komunikasi. Jadi maksim-maksim tersebut hanya

mendiskripsikan keseharian dalam komunikasi, bukan preskriptif (yang

disarankan/diharuskan) dalam komunikasi. Namun demikian maksim-maksim

tersebut adalah dasar dari setiap macam interaksi manusia.

Bekerja sama dalam komunikasi tetap mengedepankan pemahaman

terhadap arti yang sebenarnya yang diucapkan oleh pembicara. Dengan

mengasumsikan kerja sama yang minimum, jangan pernah menyerah

mengasumsikan kebenaran dari maksim-maksim tersebut, walaupun bentuk dan isi

dari ucapan berbeda. Yang menjadi titik utama dalam maksim-maksim tersebut

adalah maksim relation, yaitu sepanjang ucapan yang diutarakan masih relevan

dengan konteks pembicaraan, kita harus memberikan intepretasi/pemahaman yang

sesuai dengan konteks.

Penggunaan maksim tutur di atas penting dalam sebuah percakapan agar

tujuan penutur melakukan komunikasi atau percakapan dengan mitra tutur, yaitu

untuk (1) menyampaikan informasi, (2) meminta informasi, (3) memerintah, (4)

menolak, (5) mengekspresikan, (6) menyangkal, (7) meminta perhatian, (8)

menyampaikan permintaan, (9) meminta penegasan, (10) menunjukkan rasa

solidaritas, dan (11) mengucapkan terima kasih, dapat lebih efektif dan efisien,

rasional, dan terjadi kerja sama. Untuk itu, penutur dan mitra tutur dituntut untuk

berbicara dengan sungguh-sungguh, benar, cukup, relevan, dan jelas pada saat

memberikan informasi.

xliii

e. Pelanggaran Maksim

Dalam sebuah interaksi, pelanggaran maksim tutur sering tak terelakkan.

Pelanggaran tersebut ada yang tidak sengaja dan ada yang disengaja. Grice

(1975: 49) membedakan pelanggaran maksim tutur menjadi empat jenis, yaitu

(1) violasi, (2) pengabaian, (3) perbenturan, dan (4) permainan. Violasi maksim

tutur merupakan pelanggaran yang terjadi karena penutur tidak mampu

menggunakan maksim tutur dengan benar. Pengabaian maksim tutur terjadi

karena penutur enggan bekerja sama dengan mitra tutur. Perbenturan terjadi jika

penutur berhadapan dengan pilihan penggunaan maksim tutur yang saling

bertentangan, misalnya maksim kuantitas dengan maksim kesantuan. Permainan

terjadi jika penutur sengaja melanggar maksim tutur dengan maksud agar

tuturannya dipahami dengan lebih baik. Tiga jenis pelanggaran pertama disebut

sebagai kegagalan dalam penggunaan maksim tutur (unintentional failure),

sedangkan pelanggaran jenis keempat disebut pengintensifan (intention

nonfulfilment).

Realisasi prinsip kerja sama memiliki dua bentuk, yakni bentuk menaati

maksim prinsip kerja sama dan bentuk melanggar maksim prinsip kerja sama.

Realisasi prinsip kerja sama memiliki fungsi beragam sesuai konteks

penggunaannya. Misalnya, realisasi prinsip kerja sama dalam berdiskusi

memiliki fungsi yang berbeda dengan realisasi prinsip kerja sama dalam

interaksi kelas atau interaksi keluarga. Hal ini senada dengan pendapat Leech

(1993:12) bahwa maksim-maksim prinsip kerja sama (1) berlaku secara berbeda

dalam konteks penggunaan yang berbeda, (2) berlaku dalam tindakan yang

berbeda; tidak ada prinsip yang berlaku secara mutlak, atau tidak berlaku sama

sekali, (3) dapat berlawanan satu dengan yang lain, dan (4) dapat dilanggar tanpa

meniadakan jenis tindakan yang dikendalikannya

3. Hakikat Pembelajaran Berdiskusi

Istilah “pembelajaran sama dengan “instruction” atau pengajaran.

Pengajaran memunyai arti: cara (perbuatan) mangajar atau mengajarkan

(Purwadarminta, 1976:22) dalam Gino, dkk (2000:32). Bila pengajaran diartikan

xliv

sebagai perbuatan mengajar “tentunya ada yang mengajar yaitu guru, dan ada yang

diajar atau yang belajar yaitu siswa. Dengan demikian pengajaran sama dengan

perbuatan belajar (oleh siswa), mengajar (oleh guru). Kegiatan belajar mengajar

merupakan satu kesatuan dari dua kegiatan yang searah. Kegiatan belajar adalah

kegiatan primer dalam kegiatan belajar mengajar tersebut, sedangkan mengajar

merupakan kegiatan sekunder yang dimaksudkan untuk dapat terjadinya kegiatan

belajar yang optimal.

Pembelajaran, Menurut Usman (2000:4) “… proses pembelajaran

merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa

atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk

mencapai tujuan tertentu” Proses pembelajaran merupakan interaksi semua

komponen atau unsur yang terdapat dalam pembelajaran yang satu sama lain saling

berhubungan dalam sebuah rangkaian untuk mencapai tujuan.

Pembelajaran merupakan suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-

unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling

memengaruhi mancapai tujuan pembelajaran (Oemar Hamalik, 2003:57). Lebih

lanjut Oemar mengungkapkan bahwa material meliputi buku-buku, papan tulis dan

kapur, fotografi, slide dan film, audio dan video tape. Fasilitas dan perlengakapan

terdiri dari ruangan kelas, perlengkapan audio visual, dan komputer. Prosedur

meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi, praktik, belajar, ujian, dan

sebagainya.

Hasibuan J.J. (1992:3) dalam Gino, dkk (2000:38) memberikan batasan

mengajar adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses

belajar. Sistem lingkungan ini terdiri dari komponen-komponen yang saling

mempengaruhi, yakni tujuan yang ingin dicapai, materi yang diajaran, guru dan

siswa yang harus memainkan peranan serta dalam hubungan sosial tertentu, jenis

kegiatan yang dilakukan, serta sarana dan prasarana belajar mengajar.

Berdiskusi termasuk dalam pembelajaran kooperatif. Ibrahim dkk, (2000: 6-

9) mengemukakan bahwa unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif yaitu:

(1) siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup

sepenanggungan bersama; (2) siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam

xlv

kelompoknya memiliki tujuan yang sama; (3) siswa haruslah membagi tugas dan

tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya; (4) siswa akan dikenakan

evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua

anggota kelompok; (5) siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan

keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya; (6) siswa akan diminta

pertanggung jawaban secara individu materi yang ditangani dalam kelompok

kooperatif.

Sejalan dengan hal tersebut, Anita Lie (2008: 12) juga menjelaskan bahwa

untuk mencapai hasil yang maksimal, ada lima unsur pembelajaran gotong royong

yang harus diterapkan, yaitu: (1) saling ketergantungan positif; (2) tanggung jawab

perseorangan; (3) tatap muka; (4) komunikasi antar anggota; dan (5) evaluasi proses

kelompok.

Iskandarwassid dan Dadang Sunendar (2008:286-287) menjelaskan bahwa

pembelajaran keterampilan berbicara memiliki beberapa tujuan, bergantung pada

tingkatannya masing-masing. Untuk tingkat menengah tujuan keterampilan berbicara

dapat dirumuskan bahwa peserta didik dapat: (1) menyampaikan informasi; (2)

berpasrtisipasi dalam percakapan; (3) menjelaskan identitas diri; (4) menjelaskan

kembali hasil simakan atau bacaan; (5) melakukan wawancara; (6) bermain peran;

dan (7) menyampaikan gagasan dalam diskusi atau pidato.

Dalam lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia

Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan

Menengah, khususnya tentang standar kompetensi dan kompetensi dasar mata

pelajaran Bahasa Indonesia SMP/MTs secara eksplisit dinyatakan bahwa bahasa

memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional

peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua

bidang studi. Pembelajaran bahasa diharapkan membantu peserta didik mengenal

dirinya, budayanya, dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan,

berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, dan

menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imaginatif yang ada dalam

dirinya baik secara lisan (berbicara) maupun tulisan (menulis).

xlvi

4. Implementasi Prinsip Kerja Sama Grice dalam Pembelajaran Berdiskusi

Dalam berdiskusi terjadi suatu proses komunikasi antara dua pihak. Suatu

komunikasi ada suatu proses menyampaikan informasi dari komunikator/pembicara

ke komunikan/pendengar. Dalam proses ini terjadi suatu hubungan di antara

komunikator dan komunikan. Hubungan inilah yang menunjukan adanya kerja sama

antara komunikator dan komunikan. Kedua belah pihak dalam suatu komunikasi,

harus ada keinginan untuk bekerja sama atau komunikasi tidak akan efektif

(informasi tidak dapat disampaikan). Jadi komunikasi pada dasarnya adalah tindakan

bekerja sama.

Prinsip kerja sama Grice membahas tentang empat aspek yang penting

dalam berinteraksi dengan orang lain maupun suatu kelompok. Keempat prinsip

tersebut adalah kualitas (kebanaran), kuantitas (banyak atau sedikit), relevansi

(hubungan), dan cara. Dalam pembelaran berdiskusi prinsip-prinsip tersebut

dibutuhkan untuk memperbaiki kualitas proses.

Mansyur (1981:97) berpendapat “diskusi adalah percakapan ilmiah yang

berisikan pertukaran pendapat, memecahkan ide-ide dan pengujian pendapat yang

dilakukan oleh orang yang tergabung dalam kelompok untuk mencari kebenaran.”.

Dalam hal ini, proses berdiskusi pun juga memerlukan suatu kebenaran dalam hal

materi, pengungkapan pendapat, jawaban pertanyaan, dan penarikan simpulan. Yusuf

Djajadisastra (1992:79) mengungkapkan pendapatnya untuk lebih mengkondisikan

hal itu yaitu dengan membagi kelompok kecil dan menyiapkan materi diskusi. Hal

tersebut sesuai dengan prinsip kualitas.

Materka (1991:60) menambahkan bahwa dalam memberikan tanggapan

dalam berdiskusi harus mudah dimengerti, merangsang/menarik, relevan (sesuai

dengan pembahasan), menggunakan bahasa yang jelas, (baik dan benar).” Di

samping itu pula, tanggapan tersebut harus memunyai ‘nilai ilmiah”. Pendapat

tersebut dapat dianalogikan dengan prinsip kerja sama Grice yaitu prinsip relevansi.

Beraktivitas dalam berdiskusi yang meliputi pengungkapan materi,

berpendapat, dan memberikan tanggapan harus mudah dimengerti, yaitu suatu hal

yang diungkapan tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit, tetapi sesuai

kebutuhan. Hal tersebut sesuai dengan prinsip kuantitas. Selain itu prinsip relevansi

xlvii

juga diperlukan untuk mengefektifkan pembahasan suatu materi diskusi. Cara

penyampaian sesuatu dalam kegiatan berdiskusi juga harus menggunakan bahasa

yang mudah dimengerti, hal ini sesuai dengan prinsip cara. Sehingga dapat ditarik

suatu kesimpulan bahwa prinsip kerja sama Grice akan memperbaiki proses diskusi

jika diterapkan dengan tepat.

Prinsip kerja sama Grice juga dapat ditambahkan dalam evaluasi

pembelajaran diskusi. Unsur-unsur tersebut berasal dari prinsip-prinsip yang ada.

Evaluasi pembelaran diskusi pun juga dapat disusun berdasarkan prinsip kerja sama

Grice. Unsur-unsur yang dapat diukur diantaranya.

a. Penyampaian materi diskusi, tanggapan, maupun pertanyaan dengan argumen

yang benar dan jelas (prinsip kualitas).

b. Penyampaian materi diskusi, tanggapan, maupun pertanyaan secara efektif

(prinsip kuantitas).

c. Penyampaian sesuatu dalam diskusi berhubungan dengan topik yang dibahas

(prinsip hubungan).

d. Dalam menyampaikan sesuatu dalam diskusi menggunakan etika yang benar

(prinsip sikap).

B. Penelitian yang Relevan

Keterampilan berbicara sering menjadi sorotan dalam pembelajaran bahasa

Indonesia karen keterampilan ini cukup sulit jika dibandingkan dengan yang lain.

Penelitian ini merupakan salah satu dari bagian ketrampilan berbicara, yaitu

keterampilan berdiskusi sehingga aspek-aspek yang menjadi objek kajiannya pun

hampir sama. Secara lebih khusus, dalam keterampilan berdiskusi terdapat aspek-

aspek kerja sama yang mendukung jalannya berdiskusi dengan baik. Walaupun

demikian, peneliti memakai beberapa penelitian yang relevan yang berhubungan

dengan objek maupun subjek penelitian ini. Beberapa penelitian yang relevan

tersebut sebagai berikut.

1. Skripsi yang berjudul “PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR TOKOH IDOLA

UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA

KELAS VII 6 SMP NEGERI 1 JUMAPOLO” yang dilakukan oleh Awin

xlviii

Susilowati tahun 2008 mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini mempunyai objek yang berbuhubungan dengan keterampilan

berdiskusi yaitu keterampilan berbicara. Penelitian ini menggambarkan

kurangnya keterampilan berbicara karena kurang adanya batasan yang jelas

tentang topik pembicaraan. Ada perbedaan cara mengatasi yang dilakukan oleh

Awin Susilowati dengan peneliti, peneliti menggunakan prinsip kuantitas dan

relevansi yang terdapat pada prinsip kerja sama Grice, tetapi Awin Susilowati

menggunakan media gambar tokoh. Jadi penelitian ini dijadikan penelitiaan

yang relevan oleh peneliti.

2. Tesis yang berjudul “PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA

DENGAN PENDEKATAN PRAGMATIK PADA SISWA KELAS VI SD

NEGERI SIKAMPUH 02 KECAMATAN KROYA KABUPATEN CILACAP

TAHUN PELAJARAN 2009/2010” yang dilakukan oleh Paryono tahun 2010,

mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Program Pascasarjana

Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitiann ini dijadikan penelitian yang

relevan bagi penulis karena objek penelitian yang sama yaitu tentang

keterampilan berbicara. Selain itu tindakan yang dilakukannya pun juga dengan

pendekatan pragmatik, hanya saja penelitian yang dilakukan peneliti lebih

dikhususkan ke prinsip kerja sama. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya

peningkatan keberanian siswa untuk mengungkapkan gagasanya didepan siswa

yang lain. Perolehan nilai yang dicapai oleh 24 siswa adalah 50% atau 12 orang

siswa memperoleh nilai di atas 60, 25% atau 6 orang siswa memperoleh nilai

sama dengan 60, sedangkan sisanya 25% atau 6 orang siswa memperoleh nilai di

bawah 60. Pada Siklus II meningkat nilai rata-rata keterampilan berbicaranya

menjadi 72, dan pada akhir pembelajaran siklus III menjadi 79.

3. Tesis yang berjudul “PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA

MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

(PENELITIAN TINDAKAN KELAS PADA SISWA KELAS VIII G SMP

NEGERI 1 KARANGMALANG, SRAGEN TAHUN PELAJARAN

2009/2010)” yang dilakukan oleh Tri Priyadi tahun 2010, mahasiswa Program

xlix

Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Program Pascasarjana Universitas Sebelas

Maret Surakarta. Stategi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

pembelajaran berbasis masalah yang membutuhkan kerja sama antar siswa. Hal

ini juga dapat dilihat dari langkah-langkah yang ada, siswa disusruh untuk

berkelompok dan mendiskusikan suatu masalah. Dengan kekompakan siswa

dalam kelompok tersebut secara tidak langsung dapat meningkatkan

keterampilan berbicara siswa dengan dibuktikan siswa yang mencapai batas

tuntas 44% pada siklus I, 66% pada siklus II, dan 78% pada siklus III. Hal itu

menunjukkan kenaikan pada setiap siklusnya dengan penguatan kerja sama

anatar siswa. Berdasarkan hal tersebut peneliti menjadikan penelitian ini sebagai

salah satu acuan dalam penelitian.

C. Kerangka Berpikir

Keterampilan berbicara di kalangan siswa SMP, khususnya keterampilan

berdiskusi, belum seperti yang diharapkan. Hal tersebut juga dapat dilihat dari hasil

pengamatan peneliti di SMP Negeri 10 Surakarta. Berdasarkan observasi yang telah

dilakukan oleh peneliti di SMP Negeri 10 Surakarta khususnya di kelas yang menjadi

objek penelitian yaitu kelas VIII D, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa

kemampuan berdiskusi di kelas tersebut masih kurang mencapai target yang

diharapkan. Indikator yang digunakan mengukur pada saat observasi yang telah

dilakukan diantaranya adalah kebenaran yang dikatakan, kesesuaian dengan hal yang

didiskusikan, kejelasan bicara, porsi pembicaraan, dan sikap.

Dalam konteks demikian, diperlukan pendekatan pembelajaran keterampilan

berdiskusi yang inovatif dan kreatif, sehingga proses pembelajaran bisa berlangsung

aktif, efektif, dan menyenangkan. Salah satu pendekatan pembelajaran yang diduga

mampu mewujudkan situasi pembelajaran yang kondusif; aktif, kreatif, efektif, dan

menyenangkan adalah pendekatan pragmatik. Dari berbagai pendekatan pragmatik

yang ada, peneliti akan mencoba memfokuskan dengan menggunakan pendekatan

prinsip kerja sama yang dikemukakan oleh H. Paul Grice.

Dari sinilah penulis akan mencoba untuk menerapkan suatu teori yang

dikemukakan oleh H. Paul Grice, yaitu tentang Prinsip Kerja sama untuk mengatasi

l

permasalahan yang terjadi pada pembelajaran berdiskusi. Pelaksanaan pembelajaran

tersebut meliputi observasi, analisis hasil, refleksi, dan perencanaan ulang

berdasarkan refleksi yang dilakukan hingga pada akhirnya kemampuan berdiskusi

siswa yang menjadi objek penelitian mengalami peningkatan. Untuk lebih

memperjelas penjabaran tersebut, berikut ini akan peneliti gambarkan dalam sebuah

bagan berikut.

Gambar 2. Kerangka berpikir

D. Hipotesis

Berdasarkan kerangka berpikir tersebut, dapat ditarik suatu hipotesis sebagai

berikut.

1. Penerapan prinsip kerja sama Grice dalam pembelajaran berdiskusi dapat

meningkatkan kualitas pelaksanaan pembelajaran berdiskusi siswa kelas VIII D

SMP Negeri 10 Surakarta.

Observasi Pembelajaran

Analisis Hasil Pembelajaran

Refleksi Hasil Analisis

1 Kondisi pembelajaran diskusi pada saat observasi

1. Penyampaian sesuatu dalam diskusi tidak sesuai porsi. 2. Pendapat yang diutarakan kurang berdasarkan meteri. 3. Penyampaian sesuatu kurang berhubungan dengan tema. 4. Tata tertib berdiskusi masih kurang dipatuhi. 5. Kemampuan berdiskusi siswa rendah.

Perencanaan Tindakan

2 Pembelajaran diskusi dengan penerepan prinsip kerja sama

Grice

3 Proses dan hasil pembelajaran berdiskusi meningkat.

1. Penyampian sesuatu dalam diskusi sesuai porsi yang dibutuhkan. 2. Pendapat diutarakan dengan argumen yang benar dan jelas. 3. Penyampaian sesuatau berhubungan dengan tema. 4. Tata tertib berdiskusi dipatuhi oleh setiap elemen. 5. Nilai siswa meningkat.

li

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 10 Surakarta yang beralamat di Jalan

Kartini 12 Surakarta, yaitu di daerah Mangkunegaran. Sekolah ini berdiri di bawah

UPT Dinas Pendidikan Kota Surakarta.

Terdapat beberapa alasan pemilihan sekolah tersebut pertama, peneliti

memiliki hubungan baik dengan Dra. Sri Mulyani M.Pd. selaku salah satu guru

bidang studi bahasa Indonesia kelas VIII di sekolah tersebut. Beliau merupakan guru

pamong pada saat peneliti melakukan PPL di sekolah tersebut. Kedua, sekolah ini

belum pernah menjadi tempat penelitian sejenis karena objek penelitian tergolong

baru, sehingga terhindar dari penelitian ulang. Ketiga, kemampuan berbicara siswa

kelas VIII khususnya berdiskusi masih rendah.

Tindakan penelitian ini dilakukan di kelas VIII D. Hal tersebut dikarenakan

menurut hasil survei awal peneliti dan guru mata pelajaran bahasa Indonesia,

permasalahan pembelajaran berdiskusi yang paling besar terjadi di kelas VIII D.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama tujuh bulan yaitu mulai bulan Desember

2009 sampai dengan Juni 2010. Waktu penelitian tersebut mulai dari observasi

lapangan, penyusunan proposal, pengajuan proposal, proses penelitian, dan

penyusunan laporan. Waktu yang direncanakan tersebut dapat mengalami perubahan

tergantung lamanya penelitian yang dilakukan hingga tercapainya tujuan yang

diharapkan.

lii

Tabel 1. Rincian Kegiatan Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian

Bulan No Kegiatan

Des. Jan. Feb. Mar. Apr. Mei Juni 1. Penyusunan proposal

2. Penyusunan pedoman observasi, persiapan dan meyiapkan perangkat pembelajaran

2. Pelaksanaan observasi pratindakan dan analisis

Pelaksanaan Siklus I a. Perencanaan menyusun skenario menyiapkan media b. Pelaksanaan tindakan c. Observasi d. Analisis dan refleksi

3.

Pelaksanaan Siklus II a. Perencanaan menyusun skenario menyiapkan media b. Pelaksanaan tindakan c. Observasi

d. Analisis dan refleksi

4 Analisis data

5 Penyusunan laporan

37

liii

B. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah para siswa kelas VIII D SMP Negeri 10

Surakarta tahun pelajaran 2009/2010 yang berjumlah 39 siswa. Adapun objek

penelitian ini adalah pembelajaran keterampilan berdiskusi di kelas VIII D SMP

Negeri 10 Surakarta.

C. Bentuk dan Strategi Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (classroom action

research) dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian tindakan kelas ini

berfokus pada upaya untuk mengubah kondisi riil sekarang ke arah kondisi yang

diharapkan (improvemen oriented). Dalam kajian ini, penelitian tindakan dilakukan

untuk meningkatkan keterampilan berdiskusi siswa melalui penerapan prinsip kerja

sama Grice. Peningkatan pada aspek proses yang berimbas juga pada peningkatan

kemampuan berdiskusi siswa. Peningkatan kemampuan berdiskusi siswa diharapkan

terjadi setalah dilakukan pembelajaran berdiskusi dengan menerapkan prinsip kerja

sama Grice. Peningkatan tersebut dilihat dari hasil penilaian proses dan hasil evaluasi

yang dilakukan siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan kualitas

proses dan hasil pembelajaran keterampilan berbicara pada siswa kelas VIII D SMP

Negeri 10 Surakarta Tahun Pelajaran 2009/2010 dengan menerapkan prinsip kerja

sama Grice. Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.

Strategi ini bertujuan untuk menggambarkan serta menjelaskan kenyataan di

lapangan. Kenyataan yang dimaksud adalah proses pembelajaran berdiskusi di kelas

VIII D SMP Negeri 10 Surakarta sebelum dan sesudah diberi tindakan berupa

penerapan prinsip kerja sama Grice.

liv

D. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam karya tulis ini meliputi:

1. Peristiwa

Data yang dikumpulkan yaitu data tentang proses pembelajaran

keterampilan berdiskusi kelas VIII D SMP Negeri 10 Surakarta.

2. Informan

Informan dalam penelitian ini adalah guru Bahasa Indonesia dan siswa kelas

VIII D SMP Negeri 10 Surakarta yang berjumlah 39 siswa.

3. Dokumen

Dokumen yang dijadikan sumber data berupa catatan ujaran pembicaraan

guru dan murid dalam proses pembelajaran berbicara dalam bentuk catatan hasil

observasi, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dibuat guru dan peneliti,

silabus yang ditentukan pihak sekolah, catatan hasil wawancara yang ditranskrip, dan

foto kegiatan pembelajaran.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Observasi

Kegiatan ini dilakukan dengan cara melakukan pengamatan di kelas pada

saat pembelajaran diskusi berlangsung, baik sebelum penerapan prinsip kerja sama

maupun sudah. Dengan hal tersebut, peneliti akan dapat mengetahui perkembangan

proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan siswa sejak sebelum pelaksanaan

tindakan, saat pelaksanaan, dan sesudah pelaksanaan.

Dalam observasi ini, peneliti tidak melakukan tindakan yang dapat

mempengaruhi peristiwa yang sedang berlangsung atau juga dapat dikatakan peneliti

sebagai partisipasi pasif. Peneliti. Peneliti hanya bertindak sebagai partisipan yang

mengamati jalannya pembelajaran di kelas yang dipimpin oleh guru. Peneliti

mengambil posisi tempat duduk di bagian paling belakang, mengamati jalannya

proses pembelajaran sambil mencatat segala sesuatu yang terjadi selama proses

lv

pembelajaran berlangsung. Dengan demikian, peneliti dapat mengamati seluruh

peristiwa yang terjadi di dalam kelas.

Observasi terhadap siswa difokuskan pada kemampuan guru dalam

mengelola kelas serta memancing keaktifan siswa dalam pembelajaran. Selanjutnya,

observasi dilakukan terhadap siswa difokuskan pada keaktifan siswa dalam

mengikuti pembelajaran dan minat siswa terhadap pembelajaran yang sedang

berlangsung terutama pembelajaran diskusi setelah penerapan prinsip kerja sama

Grice.

Hasil observasi peneliti diskusikan dengan guru yang bersangkutan

kemudian dianalisis untuk mengetahui kelemahan-kelemahan yang ada dan mencari

solusinya. Solusi dari hasil diskusi tersebut kemudian diterapkan dalam siklus.

2. Wawancara Mendalam (in dept interview)

Wawancara bertujuan untuk memperoleh data dari informan tentang

pelaksanaan pembelajaran berbicara khususnya berdiskusi yang dilakukan oleh guru

mata pelajaran bahasa Indonesia di kelas VIII D SMP Negeri 10 Surakarta.

Wawancara dilakukan untuk menggali informasi guna memperoleh data yang

berkenaan dengan aspek permasalahan pembelajaran berbicara, penentuan tindakan,

dan respon yang timbul sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan. Wawancara

dilakukan kepada guru bahasa Indonesia kelas VIII D dan siswa kelas VIII D.

F. Teknik Validitas Data

Dalam penelitian ini peneliti melakukan uji validitas data dengan

menggunakan teknik trianggulasi. Teknik trianggulasi yang digunakan dalam

penelitian ini adalah trianggulasi metode dan trianggulasi sumber. Triangglasi

metode dilakukan dengan cara membandingkan data yang diperoleh dari hasil

observasi, wawancara, dan angket. Trianggulasi sumber atau data dilakukan dengan

cara membandingkan hasil wawancara yang dilakukan dengan guru dan siswa. Data

yang merupakan dokumen akan lebih memiliki tingkat kebenaran yang tinggi jika

didukung dengan tindakan observasi dan wawancara dengan informan sebagai

sumber lain.

lvi

Dengan demikian, trianggulasi data menekankan pada peneliti untuk

mengumpulkan data dari berbagai sumber yang ada, misalnya dengan

membandingkan antara data yang diperoleh dari guru dan siswa. Selain itu juga

digunakan review informan yaitu dengan menunjukkan hasil data yang telah ditulis

kepada informan agar terjadi kevalidan data.

G. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan teknik analisis deskripsi komparatif dan analisis

interaktif. Teknik analisis deskripsi komparatif mencakup analisis kritis terhadap

kelebihan dan kelemahan kinerja guru dan siswa dalam prose pembelajaran yang

terjadi di dalam kelas selama penelitian berlangsung, membandingkan nilai

antarsiklus maupun indikator kinerja. Hasil analisis tersebut kemudian dijadikan

dasar untuk menyusun tindakan selanjutnya sesuai dengan siklus yang ada. Analisis

data dilakukan bersama oleh guru dan peneliti.

Dalam analisis model ini, peneliti akan mencoba untuk mengatasi

kekurangan atau kelemahan yang terjadi akibat tindakan yang dilakukan. Hal ini

dilakukan agar menemukan cara atau strategi yang tepat untuk rencana pelaksanaan

tindakan yang berikutnya. Analisis ini bertujuan untuk memperbaiki siklus yang

sebelumnya agar dapat diperoleh pencapaian indikator yang telah direncanakan.

Adapun perbaikan siklus disusun berdasarkan hasil reflleksi dari siklus sebelumnya.

Analisis model interatif merupakan interaksi dari empat komponen, yaitu:

pengumpulan data, penyajian data, reduksi data, dan penarikan simpulan (ferifikasi).

Pada saat melakukan tahap pengumpulan data, peneliti sudah melakukan reduksi dan

display data sekaligus sesuai kemunculan data yang diperlukan. Teknik analisis

interaktif yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman (1994: 50) tersebut dapat

digambarkan sebagai berikut:

Pengumpulan Data

Sajian Data

Penarikan simpulan

Reduksi Data

lvii

Gambar 3. Analisis Interaktif (Miles dan Huberman, 1994:50)

H. Indikator Ketercapaian Tujuan

Secara garis besar, indikator keberhasilan penelitian adalah meningkatnya

kualitas proses diskusi dan kemampuan berdiskusi pada siswa kelas VIII D SMP

Negeri 10 Surakarta tahun pelajaran 2009/2010. Untuk mengukur ketercapaian

tujuan penelitian di atas, dirumuskan indikator sebagai berikut ini.

Tabel 2. Indikator Ketercapaian Tujuan

Aspek yang diukur Persentase target

capaian

Cara Mengukur

1. Kemampuan menyampaikan materi diskusi, tanggapan, maupun pertanyaan sesuai dengan porsi yang dibutuhkan.

70 % Diamati pada saat proses pembelajaran berdiskusi dan dihitung persentase jumlah siswa yang sesuai dengan kebutuhan mitra tutur.

2. Kemampuan menyampaikan materi diskusi, tanggapan, maupun pertanyaan dengan argumen yang benar dan jelas.

70 % Diamati pada saat proses pembelajaran berdiskusi dan dihitung persentase jumlah siswa yang menyampaikan pendapatnya dengan argumen yang benar dan jelas.

3. Kemampuan menyampaikan sesuatu dalam diskusi berhubungan dengan topik yang dibahas.

70 % Diamati pada saat proses pembelajaran berdiskusi dan dihitung persentase jumlah siswa yang menyampaikan sesuatu sesuai dengan topik yang dibahas.

4. Kemampuan menyampaikan sesuatu dalam diskusi dengan mematuhi tata tertib berdiskusi.

70 % Diamati pada saat proses pembelajaran berdiskusi dan dihitung persentase jumlah siswa yang menyampaikan sesuatu dengan mematuhi tata tertib.

5. Kemampuan mempertahankan pendapat dengan argumen yang dapat diterima.

70 % Diamati pada saat proses pembelajaran berdiskusi dan dihitung jumlah persentase siswa yang dapat mempertahankan

lviii

pendapatnya.

I. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian merupakan rangkaian tahapan penelitian dari awal

hingga akhir penelitian. Prosedur penelitian ini akan melalui tahap-tahap sebagai

berikut.

1. Tahap Persiapan

a. Peneliti melakukan observasi pembelajaran di kelas untuk mengetahui

kekurangan-kekurangan dalam pembelajaran.

b. Peneliti melakukan diskusi dengan guru pengampu mata pelajaran mengenai

permasalahan yang dilihat setelah melakukan observasi kelas dan menetapkan

solusi dari permasalahan tersebut.

c. Peneliti berserta guru menyiapkan berbagai sarana pendukung kelancaran proses

belajar mengajar dan penelitian yang akan dilakukan.

2. Tahap Aplikasi Tindakan

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang akan dilaksanakan

dalam siklus-siklus. Setiap siklus dalam penelitian ini mencakup 4 kegiatan, yaitu:

(1) perencanaan tindakan (planning); (2) pelaksanaan tindakan (acting); (3)

pengamatan (observing); dan (4) refleksi (reflecting) (Suharsimi Arikunto,

Suhardjono, dan Sapardi (2007: 104) .

a. Rancangan siklus I

1) Tahap Perencanaan Tindakan, meliputi kegiatan sebagai berikut.

a) Peneliti berkonsultasi dengan guru mengenai langkah–langkah yang

digunakan dalam melakukan penerapan prinsip kerja sama Grice dalam

berdiskusi. Sebelumnya peneliti telah menyusun beberapa langkah,

peneliti hanya berkonsultasi dengan guru mengenai tepat tidaknya

diterapkan di kelas. Pada tahap ini guru banyak memberikan masukan

lix

mengenai langkah-langkah yang akan dijalanya tanpa mengubah inti dari

pembelajaran yaitu penerapan prinsip kerja sama Grice.

b) Peneliti bersama guru berdiskusi untuk menyusun rencana pelaksanaan

pembelajaran (RPP) berdiskusi untuk dua kali tatap muka (2 x 2 x 40

menit).

c) guru bersama peneliti merancang skenario pembelajaran berdiskusi

dengan penerapan prineip kerja sama dengan langkah-langkah sebagai

berikut: (1) guru melakukan apersepsi terhadap siswa mengenai kegiatan

berdiskusi dalam kegiatan sehari-hari, (2) guru mulai menjelaskan

tentang keefektifan dalam berdiskusi yaitu jika mengutarakan sesuatu

dalam berdiskusi langsung pada pokoknya beserta contohnya, (3) guru

menjelaskan jika mengutarakan sesuatu dalam berdiskusi harus disertai

dengan alasan yang jelas atau memunyai dasar beserta contohnya, (4)

guru menjelaskan kepada siswa jika megutarakan sesuatu dalam

berdiskusi harus berhubungan dengan tema yang dibahas beserta

contohnya, (5) guru menjelaskan cara mengungkapkan sesuatu dalam

berdiskusi harus dengan mematuhi tata tertib berdiskusi, (6) guru

mengadakan diskusi dengan diawali menentukan tema yang akan

dibahas, membentuk kelompok, menujuk moderator dan notulis, serta

melakukan penilaian, (7) guru bersama siswa mengevaluasi kegiatan

berdiskusi yang telah dilakukan.

d) Peneliti menyusun pedoman penilaian yang dialakukan oleh guru,

menyiapkan perangkat yang diperlukan selama pembelajaran, dan

menyiapkan perangkat yang diperlukan untuk observasi seperti lembar

observasi, angket, dan dokumentasi.

2) Pelaksanaan

Tahap ini dilakukan dengan melaksanakan skenario pembelajaran

yang telah disusun dalam rencana pelaksanaan pembelajaran. Pada

pertemuan sebelumnya siswa telah disuruh untuk mempelajari topik yang

ingin dibahas dalam diskusi. Pembelajaran dimulai dengan apersepsi tentang

lx

kegiatan berdiskusi. Kemudian guru menjelaskan contoh-contoh penerapan

prinsip kerja sama dalam kegiatan berdiskusi. Selanjutnya diadakan suatu

diskusi yang membahas tentang topik yang telah disuruh mempelajari

sebelumnya. Dalam proses diskusi harus berdasarkan penerapan prinsip

kerja sama yang telah dijelaskan, jika terjadi penyimpangan guru bertugas

mengingatkan. Setelah diskusi selesai, kemudian dilakukan evaluasi

berjalannya diskusi yang telah dilakukan.

3) Observasi dan Interpretasi

Observasi dilakukan peneliti saat pembelajaran diskusi

berlangsung. Observasi berupa kegiatan pemantauan, pencatatan, serta

pendokumentasian segala kegiatan selama pelaksanaan pembelajaran. Data

yang diperoleh dari observasi kemudian diinterpretasi guna mengetahui

kelebihan dan kekurangan dari tindakan yang dilakukan. Selain itu,

observasi juga dilakukan pada hasil pembelajaran berdiskusi yang telah

dilaksanakan guna memperoleh data mengenai kekurangan ataupun

kelebihan tindakan yang telah dilaksanakan saat pelaksanaan tindakan.

Observasi diarahkan pada indikator-indikator yang telah ditentukan atau

dipersiapkan sebelumnya sebagai pedoman saat mengamati berlangsungnya

pembelajaran. Pada saat observasi ini, peneliti bertindak sebagai pengamat

yang melakukan observasi dari tempat duduk paling belakang dan

mengamati melalui pedoman observasi yang telah dibuat sebelumnya.

Sesekali peneliti berada di depan, di belakang atau di samping kelas untuk

mengambil gambar sebagai dokumentasi.

4) Analisis dan refleksi

Pada tahap ini, peneliti menganalisis data yang telah terkumpul dari

hasil observasi kemudian menyajikannya pada guru pengampu. Dari hasil

analisis berupa kelemahan-kelemahan dalam pembelajaran, peneliti dan

guru berdiskusi untuk mengidentifikasi penyebab, dan langkah-langkah

perbaikan yang perlu dilakukan pada siklus berikutnya. Analisis dilakukan

dengan meninjau kembali hasil observasi dan interpretasi terhadap tindakan

lxi

yang telah dilakukan. Selanjutnya dilakukan refleksi guna mengetahui

beberapa kelemahan yang terdapat dalam pelaksanaan tindakan. Kemudian

guru dan peneliti berdiskusi untuk menentukan tindakan yang harus

dilakukan untuk mengatasi kelemahan yang muncul pada siklus sebelumnya

sekaligus sebagai langkah perbaikan pada pembelajaran berikutnya. Atau

dengan kata lain, hasil refleksi digunakan sebagai masukan untuk perbaikan

pada siklus II.

5) Rancangan siklus II

Pada siklus kedua dilakukan tahapan-tahapan seperti pada siklus

pertama, yakni tahap pelaksanaan, observasi (pengamatan) serta analisis dan

refleksi. Akan tetapi, didahului dengan perencanaan ulang berdasarkan hasil-

hasil yang diperoleh pada siklus pertama (refleksi), sehingga kelemahan-

kelemahan atau kekurangan yang terjadi pada siklus pertama tidak terjadi

pada siklus kedua.

lxii

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Survei Sebelum Penelitian

Survei sebelum melakukan tindakan merupakan bagian dari persiapan

melakukan penelitian. Survei ini dilakuakan untuk mengatahui keadaan yang

sebenarnya di lapangan sebelum peneliti memberikan tindakan. Survei ini dilakukan

dengan cara observasi pembelajaran, wawancara dengan guru dan dan siswa, serta

angket yang diisi oleh siswa. Survei dilaksanakan pada hari Selasa, 16 Februari 2010

untuk melihat proses pembelajaran berdiskusi serta wawancara dengan guru

pengampu mata pelajaran bahasa Indonesia yang melakukan pembelajaran. Pengisian

angket dilakukan untuk mengetahui kondisi siswa yang meliputi minat dan motivasi

siswa terhadap pembelajaran berbicara khususnya berdiskusi. Hasil survei yang telah

dilakukan menunjukkan keadaan sebagai berikut.

1. Sebagian besar siswa mau berbicara di depan kelas jika disuruh guru.

Berdasarakan pengamtan selama pembelajaran, siswa yang ditunjuk oleh

guru untuk berbicara selalu mau untuk berbicara walaupun hanya sedikit. Bahkan

hal ini juga terjadi pada saat guru menyuruh siswa yang menjadi moderator

secara acak, siswa tersebut sebelumnya tidak begitu memperhatikan, tetapi

setelah disuruh oleh guru siswa tersebut mau menjadi moderator dan memimpin

berdiskusi.

2. Siswa dalam menyampaikan dan menanggapi pendapat sering terlalu banyak

menyampaiakan latar belakang permasalahan sehingga inti yang akan

disampaiakan tidak tampak.

Pada saat kegiatan berdiskusi berlangsung siswa belum banyak yang mau

menyampaikan pendapatnya. Dalam menyampaikan pendapat tersebut,

kebanyakan masih menyampaikan latar belakang yang terlalu panjang sebelum

mengungkapkan inti pembicaraannya baik pada saat berpendapat maupun

memberikan tanggapan. Siswa terlalu banyak menyampaikan kalimat-kalimat

yang tidak perlu sehingga pembicaraannya memerlukan waktu lama.

48

lxiii

3. Siswa dalam menyampaikan dan menanggapi pendapatnya tidak disertai alasan-

alasan yang benar dan jelas.

Dalam menyampaikan pendapatnya, siswa sering tidak memberikan

alasan-alasan yang benar dan jelas, kebanyakan hanya sesuai pendapat mereka

tanpa didasari dengan materi. Begitu juga pada saat siswa dalam menanggapi

suatu pendapat, siswa sering tidak menyertai dengan alasan-alasan yang logis dan

bisa diterima oleh forum. Hal ini terjadi kemungkinan karena tidak adanya

persiapan materi sebelumnya. Guru tidak memberikan kesempatan siswa untuk

mencari materi terlebih dahulu karena tema yang akan didiskusikan ditentukan

pada saat mau dilaksnakannya berdiskusi.

4. Siswa dalam menyampaikan dan menanggapi pendapatnya tidak berhubungan

dengan topik diskusi yang dibicarakan.

Pada saat observasi dilakukan, peneliti banyak mendengarkan

pembicaraan siswa yang tidak sesuai dengan topik yang dibicarakan. Sebagian

besar siswa masih belum bisa fokus dengan topik yang dibicaran karena mereka

kurang menguasai materi dengan baik. Peneliti masih banyak mendengarkan

siswa yang berbicara tidak sesuai dengan topik yang didiskusikan sehingga topik

yang didiskusikan akan menjadi melebar.

5. Siswa dalam menyampaikan dan menanggapi pendapatnya sering menguasai

waktu pembicaraan dengan tidak mentaati kesempatan berbicara dan tidak

melalui moderator.

Dalam menyampaikan pendapatnya, siswa sering terlalu lama dalam

berbicara, menguasai waktu berbicara, dan menjawab tanggapan yang

disampaikan peserta lain tanpa melalui moderator. Banyak siswa yang langsung

menjawab ketika ditanya oleh siswa lain. Kebanyakan siswa belum bisa

mematuhi tata tertib berdiskusi yang ada karena tidak adanya penjelasan

mengenai tata tertib diskusi yang seharusnya dibaca oleh moderator sehingga

kegiatan berdiskusi pun berjalan tidak tertib.

6. Sebagian besar siswa mengalami kesulitan mengungkapkan pendapatnya di

depan kelas

lxiv

Pada saat proses pembelajaran, siswa kelihatan kurang berpartisipasi

aktif. Ketika guru mengajukan pertanyaan, meminta pendapat serta

menyampiakan kembali isi bacaan yang telah mereka baca, sebagian besar siswa

tampak bingung, kesulitan, dan takut untuk menjawab pertanyaan dan

mengungkapkan pendapat dengan bahasa yang baik dan benar. Terbukti dengan

penilaian yang dilakukan oleh guru pada saat proses pembelajaran berlangsung

menunjukkan hanya sebagian kecil, kurang lebih 46% siswa yang memperoleh

nilai di atas 65 yang menjadi batas tuntas siswa di sekolah tersebut (data nilai ada

dalam lampiran).

Berdasarkan hasil survei tersebut, dicapailah kesepakatan bahwa

penelitian mengenai pembelajaran berdiskui penerapan prinsip kerja sama Grice

sebagai solusi permasalahan yang dihadapi guru perlu dilakukan dan dimulai

pada hari Sabtu, tanggal 20 Februari 2010.

B. Deskripsi Hasil Penelitian

1. Siklus I

a. Perencanaan

Pada tahap ini peneliti berkonsultasi dengan guru mengenai langkah–

langkah yang digunakan dalam melakukan penerapan prinsip kerja sama

Grice dalam berdiskusi. Sebelumnya peneliti telah menyusun beberapa

langkah, peneliti hanya berkonsultasi dengan guru mengenai tepat tidaknya

diterapkan di kelas. Pada tahap ini guru banyak memberikan masukan

mengenai langkah-langkah yang akan dijalanya tanpa mengubah inti dari

pembelajaran yaitu penerapan prinsip kerja sama Grice.

Proses pembelajaran pada siklus I ini dengan menggunakan metode

pembelajaran gabugan yang berupa ceramah, tanya jawab, inkuiri, dan

berdiskusi. Metode ceramah digunakan guru dalam menjelaskan penerapan

prinsip Kerja Sama Grice dalam berdiskusi. Metode tanya jawab digunakan

untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran. Metode inkuiri

dimaksudkan agar siswa dapat mencari contoh-contoh lain penerepan prinsip

lxv

Kerja Sama Grice dalam berdiskusi. Berdiskusi digunakan sebagai aplikasi

tindakan dan sekaligus mengevaluasi kemampuan siswa.

Skenario pembelajaran yang dihasilkan bersama guru yaitu dengan

langkah-langkah sebagai berikut: (1) guru melakukan apersepsi terhadap

siswa mengenai kegiatan berdiskusi dalam kegiatan sehari-hari, (2) guru

mulai menjelaskan tentang keefektifan dalam berdiskusi yaitu jika

mengutarakan sesuatu dalam berdiskusi langsung pada pokoknya beserta

contohnya, (3) guru menjelaskan jika mengutarakan sesuatu dalam berdiskusi

harus disertai dengan alasan yang jelas atau memunyai dasar materi yang

jelas beserta contohnya, (4) guru menjelaskan kepada siswa jika megutarakan

sesuatu dalam berdiskusi harus berhubungan dengan tema yang dibahas

beserta contohnya, (5) guru menjelaskan cara mengungkapkan sesuatau

dalam berdiskusi harus dengan mematuhi tata tertib berdiskusi, (6) guru

mengadakan diskusi dengan sebelumnya menentukan tema yang akan

dibahas, membentuk kelompok, menujuk moderator dan notulis, serta

melakukan penilaian pada saat berlangsungnya berdiskusi, (7) guru bersama

siswa mengevaluasi kegiatan berdiskusi yang telah dilakukan.

Peneliti juga menyiapkan perangkat yang diperlukan selama

pembelajaran. Menyusun pedoman penilaian yang dialakukan oleh guru.

Selain itu juga menyiapkan perangkat yang diperlukan untuk observasi seperti

lembar observasi, angket, dan dokumentasi.

b. Pelaksanaan

Tahap ini dilakukan dengan melaksanakan skenario pembelajaran

yang telah direncanakan. Pada pertemuan sebelumnya siswa telah disuruh

untuk mempelajari topik yang ingin dibahas dalam diskusi. Pembelajaran

berdiskusi dilakukan 2 kali pertemuan yang terdiri dari 2 x 40 menit.

Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Sabtu, 20 Februari 2010

selama dua jam pelajaran yaitu pukul 08.00 s.d. 10.20 WIB. Pembelajaran

memang dimulai 1 jam lebih lambat dari biasanya karena sebelumnya sekolah

mengadakan uji coba UAN. Urutan pelaksanaan tindakan dalam

lxvi

pembelajaran berdiskusi pada siklus I selengkapnya dapat dilihat pada

lampiran siklus I. Secara rinci urutan pelaksanaan tindakan I pada pertemuan

pertama ini meliputi langkah-langkah sebagai berikut.

1) Guru membuka pelajaran dengan memberikan salam pada siswa kemudian

dilanjutkan dengan pemberian apersepsi. Pemberian apersepsi ini

dilakukan guru dengan menanyakan pada siswa tentang kegiatan

berdiskusi yang pernah mereka lihat atau bahkan mereka lakukan

pengalaman, pada saat itu guru memberikan contoh kegiatan berdiskusi

yang mungkin telah siswa lakukan adalah rapat OSIS.

2) Guru melakukan tanya jawab dengan siswa tentang hal-hal yang

berhubungan dengan kegiatan berdiskusi. Tanya jawab tersebut dilakukan

secara lesan yang diutarakan guru kepada siswa. ”Apa saja unsur-unsur

diskusi”, tanya guru kepada seluruh siswa. Siswa pun menjawab serentak

dengan suara yang tidak begitu jelas. Kemudian guru menenangkan

suasana dan menyuruh siswa untuk tunjuk tangan jika akan menjawab

pertanyaan.

3) Guru menanyakan kepada siswa yang dimaksud dengan materi diskusi,

tugas peserta diskusi, tugas moderator, dan tugas notulis.

4) Guru menjelaskan tentang penerapan prinsip kerja sama Grice dalam

berdiskusi dengan poin-poin sebagai berikut:

a) keefektifan dalam berdiskusi yaitu jika mengutarakan sesuatu dalam

berdiskusi langsung pada pokoknya;

b) penyampaian sesuatu dalam berdiskusi harus disertai dengan alasan

yang jelas;

c) penyampaian sesuatu dalam berdiskusi harus berhubungan dengan

tema yang dibahas;

d) penyampaian sesuatu dalam berdiskusi harus dengan mematuhi tata

tertib berdiskusi.

5) Guru menjelaskan kepada siswa bahwa pada pertemuan selanjutkan akan

diadakan diskusi. Guru membagi siswa menjadi 7 kelompok dan

membagikan materi yang akan dibahas dalam berdiskusi.

lxvii

6) Pada akhir pembelajaran guru melakukan refleksi dan mengingatkan

kembali siswa tentang hal yang telah dipelajari.

Pembelajaran berdiskusi dilanjutkan pada pertemuan kedua.

Pertemuan kedua tersebut dilaksanakan pada hari Selasa, 23 Februari 2010

selama dua jam pelajaran yaitu pukul 09.15 s.d. 10.35 WIB. Adapun urutan

pelaksanaan tindakan I pada pertemuan kedua ini meliputi langkah-langkah

sebagai berikut.

1) Guru mengingatkan kembali kepada siswa tentang materi yang dijelaskan

tentang penerapan prinsip kerja sama dalam berdiskusi yang telah

dijelaskan pada pertemuan sebelumnya.

2) Guru memberikan penekanan kepada siswa tentang tugas-tugas peserta

disusi, moderator, dan notulis.

3) Siswa disuruh untuk mengelompok sesuai dengan kelompok yang telah

dibentuk pada pertemuan sebelumnya guna melakukan diskusi kelompok.

4) Setelah diskusi kelompok selesai, guru menyuruh siswa untuk

mempersiapkan diskusi kelas. Diskusi kelas pun dibuka oleh moderator

yang telah ditunuk guru sebelumnya sehingga lebih siap.

5) Moderator membacakan tata tertib berdiskusi agar berdiskusi berjalan

dengan lancar. Setiap kelompok pun dipersilahkan moderator untuk

membacakan hasil diskusi yang telah dilakukan di depan peserta diskusi

lainnya.

6) Setelah pembacaan hasil diskusi dari satu kelompok, moderator langsung

memberikan kesempatan bertanya kepada peserta diskusi. Pada saat ada

peserta diskusi yang bertanya, moderator menjembatani tanya jawab yang

terjadi.

7) Setelah semua kelompok membacakan hasil diskusinya, moderator pun

menyampaikan simpulan diskusi yang telah dilakukan.

8) Guru bersama siswa kemudian melakukan evaluasi kegiatan berdiskusi

yang telah dilakukan. Guru kemudian mengajak siswa untuk menentukan

tema dan pokok-pokok yang akan dibahas dalam diskusi selanjutnya, dan

lxviii

guru memberi tugas siswa untuk mencari sumber-sumbernya. Guru pun

menutup pembelajaran diskusi.

c. Observasi dan Interpretasi

Observasi dilakukan peneliti saat pembelajaran diskusi berlangsung.

Observasi berupa kegiatan pemantauan, pencatatan, serta pendokumentasian

segala kegiatan selama pelaksanaan pembelajaran. Data yang diperoleh dari

observasi kemudian diinterpretasi guna mengetahui kelebihan dan

kekurangan dari tindakan yang dilakukan.

Pada tahap ini peneliti dapat mengemukakan beberapa hal berikut ini.

1) 59% siswa menyampaian materi diskusi, tanggapan, maupun pertanyaan

sesuai dengan porsi yang dibutuhkan (sesuai porsi yang dimaksud adalah

tidak membuang banyak waktu dengan menyampaikan hal-hal yang

dianggap tidak perlu).

2) 64% siswa dalam menyampaian materi diskusi, tanggapan, maupun

pertanyaan dengan argumen yang benar dan jelas (argumen yang benar

dan jelas biasanya disertai dengan sumber dan materi yang

berhubungan).

3) 67% siswa yang menyampaikan sesuatu dalam berdiskusi berhubungan

dengan topik yang dibahas (ada sebagian siswa yang dalam penyampaian

sesuatu masih jauh dari materi yang didiskusikan).

4) 67% siswa menyampaikan sesuatu dalam diskusi dengan mematuhi tata

tertib berdiskusi, hal ini di lihat pada saat siswa berdiskusi yaitu ketika

mau berbicara baik pada saat diskusi dengan kelompoknya atau diskusi

kelas.

5) 31% siswa mampu mempertahankan pendapat dengan argumen yang

dapat diterima (kebanyakan siswa masih belum dapat mempertahankan

pendapatnya jika ditanya oleh siswa lainnya).

6) 64% siswa nilainya mencapai batas tuntas yang telah ditentukan. Rata-

rata kemampuan berdiskusi siswa belum mengalami peningkatan secara

lxix

maksimal. Baru beberapa siswa saja yang banyak mengalami

meningkatan kemampuan berdiskusinya.

d. Analisis dan refleksi

Pada tahap ini, peneliti menganalisis data yang telah terkumpul dari

hasil observasi kemudian menyajikannya pada guru pengampu. Dari hasil

analisis berupa kelemahan-kelemahan dalam pembelajaran, peneliti dan guru

berdiskusi untuk menentukan langkah-langkah perbaikan yang akan

dilakukan pada siklus berikutnya. Dari tahapan inilah diketahui berhasil

tidaknya tindakan yang telah diberikan.

Adapun hasil refleksi yang dilakukan dengan guru menghasilkan hal-

hal sebagai berikut.

1) Masih banyak siswa yang dalam penyampaian materi diskusi, tanggapan,

maupun pertanyaan dengan didahului kalimat-kalimat yang kurang

berhubngan dengan maksud yang ingin disampaiakan. Hal ini disebabkan

kurang adanya pembatasan waktu yang dilakukan oleh moderator. Untuk

mengurangi hal tersebut, pada pembelajaran selanjutnya akan dipilih

moderator yang lebih tegas dan dapat membagi waktu dengan baik.

2) Siswa yang dalam menyampaian materi diskusi, tanggapan, maupun

pertanyaan dengan argumen yang benar dan jelas masih kurang mencapai

target. Hal ini disebabkan siswa sebelumnya telah diberi materi

berdiskusi yang cukup lengkap sehingga siswa merasa telah mempunyai

materi, tetapi meteri tersebut kurang dibaca. Hal yang perlu diterapkan

pada pembelajaran berdiskusi berikutnya yaitu siswa hanya diberi poin-

poin permasalahan yang akan didiskusikan sehingga siswa lah yang akan

aktif mencari materi yang akan didiskusikan.

3) Siswa yang menyampaikan sesuatu dalam berdiskusi berhubungan

dengan topik yang dibahas masih perlu ditingkatkan karena kurang

mencapai target. Hal ini disebabkan kurang tegasnya moderator dalam

menegur peserta diskusi pada saat menyampaikan sesuatu yang tidak

lxx

berhubungan dengan topik. Untuk mengurangi hal tersebut, pada

pembelajaran selanjutnya akan dipilih moderator yang lebih tegas.

4) Siswa yang dalam penyampaian sesuatu dalam diskusi dengan mematuhi

tata tertib berdiskusi jumlahnya masih kurang mencapai target. Hal ini

disebabkan kurangnya kepatuhan siswa terhadap tata tertib berdiskusi.

Untuk mengatasi hal tersebut pada pembelajaran berdiskusi selanjutnya

akan ditekankan kembali tata tertib berdiskusi dengan cara moderator

membacakan tata tertib diskusi dan lebih tegas dalam memimpin

jalannya diskusi.

5) Sebagian besar siswa belum mampu mempertahankan pendapat dengan

argumen yang dapat diterima. Hal ini disebabkan siswa telah diberi

materi diskusi yang cukup lengkap sehingga membuat malas siswa untuk

mencari materi tambahan lainnya, tetapi sebagian siswa tersebut tidak

membaca matreri yang telah diberikan. Untuk meningkatkan kemampuan

ini, pada pembelajaran berdiskusi selanjutnya siswa hanya akan diberi

pokok-pokok permasalahan dan siswa disuruh mencari sumber-sumber

materi.

2. Siklus II

a. Perencanaan

Pada tahap ini peneliti bersama guru menyusun langkah-langkah guna

meningkatkan proses dan hasil pembelajaran yang akan dilaksanakan pada

siklus II berdasarkan refleksi yang telah dilakukan. Peneliti dibantuoleh guru

menyusun kembali langkah-langkah pembelajaran yang akan dilaksanakan.

Pada tahap ini guru banyak memberikan masukan mengenai langkah-langkah

yang akan seharusnya dilakukan dan yang tidak perlu dilakukan tanpa

mengubah inti dari pembelajaran yaitu penerapan prinsip kerja sama Grice

dalam berdiskusi.

Dalam siklus II ini peneliti kembali menyusun proses pembelajaran

menggunakan metode pembelajaran tanya jawab, ceramah, inkuiri, dan

berdiskusi. Metode tanya jawab digunakan untuk meningkatkan keaktifan

lxxi

siswa dalam pembelajaran dan sekaligus mengetahui kemampuan siswa

dalam memahami materi yang telah dijelaskan pada siklus sebelumnya.

Metode ceramah digunakan guru untuk mengingatkan kembali materi dan

menekankan tugas-tugas peserta diskusi dan moderator. Metode inkuiri

dimaksudkan agar siswa dapat mengetahui materi-materi yang akan

didiskusikan dengan mencari sendiri sumber-sumber dan membacanya

sebelum kegiatan berdiskusi dilaksanakan. Kegiatan berdiskusi digunakan

sebagai aplikasi tindakan dan sekaligus mengevaluasi kemampuan siswa.

Skenario pembelajaran yang dihasilkan bersama guru yaitu dengan

langkah-langkah sebagai berikut: (1) melakukan apersepsi terhadap siswa

tentang berdiskusi dan menanyakan tugas pada pertemuan sebelumnya, (2)

guru menanyakan kembali kepada siswa tentang materi yang telah dipelajari

pada pertemuan sebelumnya, (3) guru menekankan kembali kepada siswa

tentang tugas-tugas peserta diskusi dan moderator, (4) guru menyuruh siswa

untuk berkelompok dan menempatkan diri seperti pada kegiatan berdiskusi

sebelumnya, (5) masing-masing kelompok mendiskusikan tema yang telah

diberikan pada pertemuan sebelumnya, (6) siswa melakukan kegiatan

berdiskusi kelas dengan dipandu moderator yang telah ditunjuk sebelumnya,

(7) guru bersama siswa melakukan refleksi dari pembelajaran diskusi yang

dialakukan.

Peneliti juga menyiapkan perangkat yang diperlukan selama

pembelajaran berdiskusi yang direncanakan. Peneliti menyusun pedoman

penilaian yang dialakukan oleh guru. Selain itu, peneliti juga menyiapkan

perangkat yang diperlukan untuk observasi seperti lembar observasi, angket,

dan dokumentasi.

b. Pelaksanaan

Tahap ini dilakukan dengan melaksanakan skenario pembelajaran

yang telah direncanakan. Pada pertemuan sebelumnya siswa telah disuruh

untuk mencari materi-materi yang akan didiskusikan dalam diskusi.

lxxii

Pembelajaran siklus II ini dilakukan 1 kali pertemuan yang terdiri dari 2 x 40

menit.

Pembelajaran dilaksanakan pada hari Selasa, 2 Maret 2010 selama dua

jam pelajaran yaitu pukul 09.15 s.d. 10.35 WIB (jam 4 dan 5). Urutan

pelaksanaan tindakan dalam pembelajaran berdiskusi pada siklus II

selengkapnya dapat dilihat pada lampiran siklus II. Secara rinci urutan

pelaksanaan tindakan II ini meliputi langkah-langkah sebagai berikut.

1) Guru melakukan apersepsi mengenai diskusi dan menanyakan tugas yang

telah diberikan pada pertemuan sebelumnya yaitu mencari dan

mempelajari materi yang akan didiskusikan.

2) Guru menanyakan kembali tentang materi aturan-aturan dalam berdiskusi

yang telah dijelaskan sebelumnya, siswa yang bisa menjawab disuruh

menyampaikan pendapatnya.

3) Guru menekankan kembali tugas-tugas peserta diskusi dan moderator

kepada siswa yaitu dengan tanya jawab mengenai hal tersebut dan

sudahkan diterapkan dalam kegiatan berdiskusi sebelumnya.

4) Guru kemudian menyuruh siswa untuk berkelompok seperti pada saat

kegiatan berdiskusi sebelumnya.

5) Guru memberikan waktu 20 menit kepada siswa untuk mendiskusikan

pokok diskusi dalam kelompoknya masing-masing yang hasilnya akan

dibaca di dalam diskusi kelas.

6) Guru melakukan pengamatan dari kelompok satu ke kelompok yang lain.

7) Setelah diskusi kelompok selesai, guru menyuruh siswa untuk

mempersiapkan diskusi kelas. Kemudian diskusi kelas dibuka oleh

moderator. Pada saat diskusi kelas guru kembali melakukan pengamatan

terhadap aktivitas siswa untuk melakukan penilaian.

8) Moderator mempersilahkan satu per satu kelompok menyampaikan hasil

diskusi kelompoknya.

9) Setelah semua pembacaan hasil diskusi kelompok selesai semua,

moderator memberikan kesempatan bertanya untuk peserta diskusi.

lxxiii

Moderator memberikan kesempatan bertanya yang terbagi dalam 3

termin.

10) Moderator menjembatani alur tanya jawab antara peserta diskusi dan

kelompok yang ditanya.

11) Pada akhir kegiatan berdiskusi moderator menyampaikan simpulan

diskusi yang telah dilakukan dan menutup kegiatan berdiskusi.

12) Guru mengajak siswa untuk melakukan evaluasi kegiatan berdiskusi yang

telah dilakukan. Menurut guru, kegiatan berdiskusi yang dilakukan sudah

baik, peserta diskusi maupun moderator telah melakukan tugasnya

masing-masing, kegiatan berdiskusi pun berjalan lebih efektif. Kemudian

guru menutup pembelajaran diskusi.

c. Observasi dan Interpretasi

Observasi dilakukan oleh peneliti pada saat pembelajaran diskusi

siklus II berlangsung. Observasi merupakan kegiatan pemantauan,

pencatatan, serta pendokumentasian segala kegiatan selama pelaksanaan

pembelajaran. Data yang diperoleh dari observasi kemudian diinterpretasi

guna mengetahui kelebihan dan kekurangan dari tindakan yang dilakukan.

Setelah melakukan observasi peneliti dapat mengemukakan beberapa

hal berikut ini.

1) 74% siswa menyampaian materi diskusi, tanggapan, maupun pertanyaan

sesuai dengan porsi pembicaraan (yang dimaksud sesuai dengan porsi

adalah tidak membuang banyak waktu dengan menyampaikan hal-hal yang

dianggap tidak perlu).

2) 87% siswa dalam menyampaian materi diskusi, tanggapan, maupun

pertanyaan dengan argumen yang benar dan jelas (argumen yang benar

dan jelas biasanya disertai dengan sumber dan materi yang berhubungan).

3) 77% siswa yang menyampaikan sesuatu dalam berdiskusi berhubungan

dengan topik yang dibahas (hanya sebagian siswa yang dalam

penyampaian sesuatu masih jauh dari materi yang didiskusikan).

lxxiv

4) 79%, siswa menyampaikan sesuatu dalam diskusi dengan mematuhi tata

tertib berdiskusi, hal ini di lihat pada saat siswa berdiskusi yaitu ketika

mau berbicara baik pada saat diskusi dengan kelompoknya atau diskusi

kelas.

5) 72% siswa mampu mempertahankan pendapat dengan argumen yang dapat

diterima, argumen yang disampaikan siswa kebanyakan sudah bisa

diterima oleh peserta diskusi lainnya.

6) 95% siswa nilainya mencapai batas tuntas yang telah ditentukan Rata-rata

kemampuan berdiskusi siswa telah mengalami banyak peningkatan. Siswa

yang tidak tuntas pun hanya tinggal dua orang. Hal ini dapat dilihat pada

daftar nilai yang penilaiannnya dilakukan oleh guru pada saat

berlangsungnya diskusi, baik diskusi kelompok maupun diskusi kelas.

d. Analisis dan refleksi

Pada tahap ini, peneliti menganalisis data yang telah terkumpul dari

hasil observasi yang telah dilakukan kemudian menyajikannya pada guru

pengampu. Dari hasil analisis yang dilakukan peneliti bersama guru

berdiskusi untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya yang akan

dilakukan. Dari tahapan inilah diketahui keberhasilan tindakan yang telah

diberikan.

Adapun hasil refleksi yang dilakukan dengan guru menghasilkan hal-

hal sebagai berikut.

1) Sebagian besar siswa telah dapat menyampaikan materi diskusi,

tanggapan, maupun pertanyaan sesesuai dengan porsi pembicaraan. Peran

dari moderator yang tegas dan dapat membagi waktu dengan baik akan

lebih meningkatkan lagi.

2) Siswa yang dalam menyampaian materi diskusi, tanggapan, maupun

pertanyaan dengan argumen yang benar dan jelas telah mencapai target

yang telah ditetapkan sebelumnya.

3) Siswa yang menyampaikan sesuatu dalam berdiskusi berhubungan

dengan topik yang dibahas telah mencapai target. Moderator yang tegas

lxxv

berperan penting dalam mengatur penyampaian sesuatu dalam

berdiskusi.

4) Siswa yang dalam penyampaian sesuatu dalam diskusi dengan mematuhi

tata tertib berdiskusi telah mencapai target. Dengan hal ini dapat

disimpulkan bahwa peserta diskusi perlu memahami tata tertib diskusi

dengan baik.

5) Sebagian besar siswa telah mampu mempertahankan pendapat dengan

argumen yang dapat diterima. Hal ini dapat disimpulkan bahwa siswa

perlu didorong untuk mencari materi diskusi sendiri sebelum melakukan

berdiskusi dengan memberikan suatu permasalahan atau pokok-pokok

diskusi terlebih dahulu.

Mengingat capaian pada siklus II yang telah sesuai dengan indikator

yang dirumuskan, penelitian ini pun diakhiri. Akan tetapi, karena masih terdapat

beberapa hal yang perlu untuk ditingkatkan lagi dalam proses berdiskusi, prinsip

kerja sama ini akan terus dipakai pada saat ada kesempatan melakukan kegiatan

berdiskusi sehingga kemampuan siswa dalam berdiskusi akan terus meningkat.

Hasil pelaksanaan tindakan pada siklus I dan siklus II di atas dapat dibuat

tabel rekapitulasi seperti berikut ini.

Tabel 3. Persentase Capaian Indikator pada siklus I dan II.

Persentase Pencapaian NO Indikator

Siklus I Siklus II

1 Menyampaikan materi diskusi, tanggapan, maupun pertanyaan sesuai porsi yang dibutuhkan.

59% 74%

2 Menyampaikan materi diskusi, tanggapan, maupun pertanyaan dengan argumen yang benar dan jelas.

64% 87%

3 Penyampaian sesuatu dalam diskusi berhubungan dengan topik yang dibahas.

67% 77%

4 Dalam menyampaikan sesuatu dalam diskusi dengan mematuhi tata tertib berdiskusi

67% 79%

5 Kemampuan mempertahankan pendapat dengan argumen yang dapat diterima.

31% 72%

lxxvi

6 Siswa mencapai ketuntasan belajar (nilai minimal 65)

64% 95%

Perbandingan persentase yang dicapai pada siklus I dan siklus II

menunjukkan adanya peningkatan pada ketujuh aspek proses berdiskusi dan

kemampuan berdiskusi siswa yang dilihat dari nilai siswa. Peningkatan yang

paling banyak terdapat pada indikator keenam, yaitu kemampuan siswa dalam

mempertahankan pebdapatnya dengan argumen yang dapat diterima dari 31%

pada siklus I menjadi 72% pada siklus II. Peningkatan yang cukup tinggi juga

trejadi pada indikator pertama, yaitu jumlah siswa yang terlibat aktif dalam

berdiskusi dari 74% pada siklus I menjadi 100% pada siklus II. Secara umum

dapat dinyatakan bahwa semua indikator mangalami peningkatan dari siklus I ke

siklus II.

C. Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan tindakan dan melihat ketercapaian indikator

dapat dinyatakan bahwa terjadi peningkatan kualitas pembelajaran, baik proses

maupun hasil keterampilan berdiskusi siswa kelas VIII D SMP Negeri 10 Surakarta

dengan menggunakan penerapan prinsip kerja sama Grice pada saat pembelajaran

berdiskusi dari siklus I dan siklus II. Secara garis besar penelitian ini telah berhasil

menjawab rumusan masalah yang telah dikemukakan peneliti, yaitu sebagai berikut.

1. Bagaimana penerapan prinsip kerja sama Grice yang dapat meningkatkan

kualitas pelaksanaan pembelajaran berdiskusi pada siswa kelas VIII D SMP

Negeri 10 Surakarta tahun pelajaran 2009/2010?

Jawaban untuk rumusan masalah di atas dapat penulis paparkan sebagai

berikut.

Penelitian tindakan kelas (classroom action research) terhadap peningkatan

keterampilan berberdiskusi dengan penerapan prinsip kerja sama Grice pada siswa

kelas VIII D SMP Negeri 10 Surakarta tahun 2009/2010 dilaksanakan dalam dua

siklus. Setiap siklus dilaksanakan dalam empat tahap, yakni: (1) tahap perencanaan

tindakan, (2) tahap pelaksanaan tindakan, (3) tahap observasi dan interpretasi dan (4)

tahap analisis dan refleksi.

lxxvii

Sebelum melaksanakan siklus I, peneliti melakukan survei awal untuk

mengetahui permasalahan yang terjadi dan kondisi yang ada di lapangan.

Berdasarkan hasil kegiatan survei awal ini peneliti menemukan bahwa kualitas

proses dan hasil keterampilan berdiskusi dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di

siswa kelas VIII D SMP Negeri 10 Surakarta masih tergolong rendah. Oleh karena

itu, peneliti membuat kesepakatan untuk berkolaborasi dengan guru kelas sekaligus

guru bidang studi bahasa Indonesia yang bersangkutan, berupaya untuk mengatasi

masalah tersebut dengan menerapkan penggunaan penerepan prinsip kerja sama

Grice dalam pembelajaran berdiskusi.

Peneliti bersama guru kelas menyusun rencana guna melaksanakan siklus I.

Siklus I merupakan tindakan awal dan utama untuk mengatasi permasalahan-

permasalahan di dalam pembelajaran berdiskusi. Pada siklus pertama guru telah

menerapkan prinsip kerja sama Grice dalam pembelajaran berdiskusi yaitu dengan

menjelaskan penerapan-penerapan prinsip kerja sama dalam melakukan aktivitas

berdiskusi. Diskusi yang dilakukan pada siklus I mengambil tema “Tren Pakaian

Remaja Sekarang”.

Berdasarkan siklus pertama tersebut diperoleh deskripsi hasil pembelajaran

berdiskusi dengan menerapkan prinsip kerja sama Grice. Dari deskripsi tersebut

ternyata masih terdapat beberapa kekurangan atau kelemahan di dalam pelaksanaan

tindakan. Kekurangan tersebut berasal dari guru, siswa, media, dan langkah

pembelajaran yang disusun oleh peneliti. Kelemahan dari pihak guru yaitu guru

kurang menekankan tugas-tugas masing-masing elemen dalam berdiskusi yang

terdiri dari peserta diskusi, moderator dan notulis. Kelemahan dari pihak siswa yaitu

hanya sedikit siswa yang mau mencari informasi tambahan mengenai tema yang

akan dibahas dalam diskusi padahal tema tersebut diberikan pada pertemuan

sebelumnya. Kelemahan pada media, yaitu media yang berupa materi diskusi

diberikan kepada siswa dalam bentuk deskripsi yang lumayan lengkap sehingga

siswa malas untuk mencari info tambahan. Kelemahan pada langkah pembelajaran

yaitu langkah pada saat berlangsungnya diskusi yang terjadi pada saat pemberian

kesempatan menanggapi hasil diskusi kelompok ke peserta diskusi lainnya.

Kelemahan atau kekurangan tersebut dapat dipahami karena siklus ini merupakan

lxxviii

siklus pertama penelitian ini. Selama proses pembelajaran, siswa masih terlihat

canggung dengan kehadiran peneliti meskipun peneliti sudah pernah mengikuti

proses pembelajaran ketika melakukan survei awal. Guru dan peneliti menetapkan

batas minimal kelulusan dalam siklus I sebesar 65. Dari 39 siswa, siswa yang

melampaui batasan minimal tersebut ada 25 siswa atau 64% dari jumlah siswa.

Siklus II merupakan siklus untuk memberikan solusi yang dilaksanakan untuk

mengatasi kekurangan/kelemahan yang terjadi selama proses pembelajaran

berdiskusi dengan penerapan prinsip kerja sama Grice pada siklus I. Solusi yang

disepakati peneliti dan guru berupa guru akan lebih menekankan lagi kepada siswa

mengenai tugas-tugas peserta diskusi maupun moderator. Hal ini berdampak pada

tingkat keaktifan siswa yang semakin meningkat karena lebih mengetahui tugasnya

masing-masing dalam berdiskusi. Selain itu, kesepakatan lain adalah dalam

memberikan tema diskusi yang akan dilakukan, siswa hanya diberi tema dan pokok-

pokok yang sumbernya harus dicari siswa sendiri. Dengan hal ini, siswa akan lebih

merasa belum punya bahan yang akan digunkan dalam berdiskusi dan selanjutnya

siswa akan mencari sendiri bahan tersebut, sehingga materi tersebut akan lebih

dipahaminya. Dalam mengefektifkan waktu berdiskusi, peneliti dan guru membuat

kesepakatan bahwa moderator sebaiknya memberikan kesempatan bertanya kepada

peserta diskusi setelah semua pembacaan hasil diskusi kelompok selesai sehingga

peserta yang mau bertanya dan yang menjawab pun akan lebih siap.

Berdasarkan pelaksanaan siklus II terbukti bahwa terjadi peningkatan proses

dan hasil pembelajaran berdiskusi jika dibandingkan dengan siklus I. Pada siklus I,

jumlah siswa yang dinyatakan lulus adalah 25 siswa, maka pada siklus II terjadi

peningkatan menjadi 37 siswa. Standar kelulusan pada siklus II tetap 65 sesuai batas

minimal ketuntasan belajar siswa yang ditentukan sekolah. Pada siklus II ini,

indikator-indikator yang ditentukan oleh peneliti sebelumnya telah semuanya dicapai

sehingga peneliti menghentikan penelitiannya.

Berdasarkan tindakan-tindakan yang telah dilakukan guru dan peneliti, guru

berhasil melaksanakan pembelajaran yang mampu menarik minat siswa, yang

berakibat pada meningkatnya keaktifan siswa dalam berdiskusi. Selain itu, penelitian

ini juga bermanfaat dalam menemukam penerapan prinsip kerja sama dalam

lxxix

berdiskusi yang dapat dipakai dalam kegiatan berdiskusi lainya sehingga kegiatan

berdiskusi dapat berjalan secara efektif. Keberhasilan penerapan prinsip kerja sama

Grice dalam upaya meningkatkan proses berdiskusi dan kemampuan berdiskusi

siswa dapat dilihat dari indikator-indikator sebagai berikut.

1. Proses pembelajaran berdiskusi

Sebelum tindakan penelitian ini dilaksanakan, siswa terlihat kurang

berminat dan termotivasi mengikuti proses pembelajaran berdiskusi. Padahal,

motivasi merupakan dorongan dalam melakukan sesuatu, dalam hal ini adalah

mengikuti proses pembelajaran. Hal ini sejalan dengan pendapat Drs. Ngalim

Purwanto (1984: 71) yaitu “bahwa motif menunjukkan suatu dorongan dari

dalam diri yang menyebabkan seseorang itu mau bertindak melakukan sesuatu.”

Ketidakadanya motivasi tersebut disebabkan siswa merasa malu dalam berbicara

di depan umum, misalnya di depan kelas. Siswa merasa malu karena kurang

mengerti dan memahami yang akan dibicarakan. Berdasarkan survei yang

dilakukan pun siswa mersa kurang memunyai rasa percaya diri dalam berbicara

di depan umum. Hal tersebut terlihat dari suasana kelas pada saat proses

pembelajaran berlangsung, siswa tidak begitu aktif dalam tanya jawab yang

dilakukan oleh guru dan dalam proses berlangsungnya diskusi. Perhatian siswa

tidak terfokus untuk proses pembelajaran, sebagian besar siswa tidak merespons

ketika guru memberi pertanyaan, serta berbicara dengan teman yang lain.

Setelah tindakan dilakukan, yaitu dengan penerapan prinsip kerja sama

Grice dalam pembelajaran berdiskusi, siswa terlihat lebih tertarik untuk

mengikuti pembelajaran berdiskusi. Minat siswa terhadap pembelajaran

berdiskusi dapat dikatakan mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari

sikap siswa saat mengikuti kegiatan belajar mengajar. Siswa terlihat antusias dan

semangat. Misalnya, hampir seluruh siswa terlibat dalam diskusi kelompok

maupun diskusi kelas yang dipimpin oleh moderator dan aktif dalam proses tanya

jawab. Hal ini terjadi karena diskusi yang dilakukan dengan menerapkan prinsip

kerja sama memudahkan siswa dalam memahami materi dan menyampaikan

pendapat dalam berdiskusi. Selain itu, siswa diberitahu guru bahwa nilai

pembelajaran diskusi merupakan nilai dari hasil pengamatan yang dilakukan pada

lxxx

saat berlangsungnya diskusi. Selain penilaian yang dilakukan guru, peneliti juga

melakukan pengamatan proses diskusi sebagai tolak ukur untuk menilai

peningkatan keaktifan siswa selama proses pembelajaran. Peningkatan proses

pembelajaran berdiskusi dapat dilihat dari indikator berikut.

a. Meningkatnya jumlah siswa yang dalam penyampaian materi diskusi,

tanggapan, maupun pertanyaan sesuai dengan porsi yang dibutuhkan. Jumlah

tersebut selalu mengalami peningkatan pada setiap siklus. Keefektifan

penyampaian sesuatu dalam berdiskusi juga mempengaruhi keefektifan dalam

kegiatan berdiskusi. Pada siklus I sejumlah 23 siswa atau 59% siswa telah

menyampaikan sesuatu dengan efektif. Pada siklus II jumlah itu meningkat

menjadi 29 siswa atau sekitar 74%.

b. Meningkatnya jumlah siswa yang dalam menyampaian materi diskusi,

tanggapan, maupun pertanyaan dengan argumen yang benar dan jelas.

Penyampaian sesuatu dalam berdiskusi haruslah dengan argumen yang benar

dan jelas sehingga dapat dipertanggungjawabkan. Hal tersebut selalu

mengalami peningkatan dari siklus ke siklus. Sejumlah 25 siswa atau sekitar

64% siswa telah melakukan hal tersebut pada siklus I dan 34 siswa atau

sekitar 87% pada siklus II.

c. Meningkatnya jumlah siswa yang dalam penyampaian sesuatu dalam diskusi

berhubungan dengan topik yang dibahas pada setiap siklusnya. Siswa yang

menyampaikan sesuatu dlam berdiskusi sesuai dengan topik sejumlah 26

siswa atau 67% pada siklus I. Pada siklus II jumlah tersebut menjadi 30 siswa

atau 77%.

d. Meningkatnya jumlah siswa yang dalam penyampaian sesuatu dalam diskusi

menggunakan etika yang benar. Penggunaan etika yang baik dapat

memperlancar jalannya proses berdiskusi karena dapat membuat proses lebih

tertib. Hal tersebut telah dilakukan siswa pada saat diskusi dengan

kelompoknya atau diskusi kelas. Pada siklus I sejumlah 26 siswa atau sekitar

67% telah menggunakan etika dengan baik dan mengalami peningkatan pada

siklus II menjadi 31 siswa atau sekitar 79%., hal ini di lihat pada saat siswa

berdiskusi yaitu ketika mau berbicara baik pada saat.

lxxxi

e. Meningkatnya jumlah siswa yang mampu mempertahankan pendapat dengan

argumen yang dapat diterima apada setiap siklusnya. Pada siklus I sejumlah

12 siswa atau hanya sekitar 31% dan mengalami peningkatan menjadi28

siswa atau 72% pada siklus II.

2. Kemampuan siswa dalam pembelajaran berdiskusi.

Sebelum diadakan tindakan, siswa sudah terlihat diam pada saat awal guru

melakukan proses pembelajaran. Hanya beberapa siswa saja yang terlahat aktif

dalam tanya jawab yang dilakukan oleh guru. Guru sering kali menunjuk siswa

untuk aktif dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh guru,

bukan dari inisiatif siswa. Hal ini juga terlihat pada saat dilangsungkannya

diskusi, pada saat moderator memberikan kesempatan peserta diskusi untuk

berpendapat, memberikan tanggapan, dan bertanya sering kali terjadi kevakuman.

Hanya beberapa siswa saja yang memberikan pendapat, menanggapi, bertanya,

dan melakukan sanggahan dalam diskusi tersebut. Kebanyakan siswa yang

merasa kurang mampu hanya berbicara dengan temannya satu meja, tidak berani

mengungkapkan di depan teman-teman yang lain dan guru.

Setelah diadakan tindakan penelitian, keterampilan berbicara siswa

mengalami peningkatan. Hal tersebut terlihat jelas pada saat berlangsungnya

diskusi yang terlihat hidup. Peningkatan kemampuan siswa tersebut dapat dilihat

dari beberpa indikator berikut.

a. Kemampuan siswa dalam berpendapat

Siswa telah mampu dalam menyampaikan pendapatnya di hadapan

teman-temannya satu kelompok maupun di depan kelas. Hasil diskusi satu

kelompok pun telah dibacakan kepada teman-teman yang lain untuk

ditanggapi. Diskusi kelompok pun menghasilkan hasil yang dapat

dipertanggungjawabkan karena berdasarkan sumber-sumber yang cukup jelas.

Setiap kelompok dapat menyampaikan hasilnya di depan kelas.

b. Kemampuan siswa dalam menanggapi dan bertanya

Pada saat moderator memberikan kesempatan bertanya, banyak

peserta diskusi yang ingin mengungkapkan tanggapannya mengenai hasil

diskusi kelompok yang telah dibacakan dan kelompok yang diberi pertanyaan

lxxxii

pun dapat menjawab dengan baik. Jumlah peserta diskusi yang ingin

mengungkapkan pikirannya pun dari setiap siklus meningkat.

Berdasarkan hasil observasi diatas, dapat dikatakan siswa-siswa telah

memunyai kemampuan berdiskusi yang baik. Hal ini sejalan dengan pendapat Pat

Roessele Materka (1991: 60) yaitu kemampuan berdiskusi antara lain

kemampuan beraktivitas yaitu kemampuan memberikan pendapat, bertanya, dan

memberikan jawaban.

3. Peningkatan nilai yang diperoleh siswa pada setiap siklus

Proses penilaian di dalam penelitian ini menekankan pada pengetahuan,

pemahaman, serta sikap siswa terhadap cerita yang mereka baca. Penilaian pada

siklus I, peneliti dan guru menetapkan batas minimal kelulusan sebesar 65, dari

batasan tersebut diperoleh 25 orang siswa yang melampaui standar kelulusan.

Penilaian pada siklus II dilakukan dengan tes tertulis dan unjuk kerja, peneliti dan

guru menetapkan batas minimal kelulusan sebesar 65, dari batasan tersebut

diperoleh 37 siswa yang mampu melampaui standar kelulusan yang ditetapkan

dan dinyatakan lulus.

lxxxiii

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Simpulan

Secara singkat simpulan hasil penelitian ini adalah terdapat peningkatan

kualitas pembelajaran berdiskusi pada siswa kelas VIII D SMP Negeri 10 Surakarta,

baik berupa peningkatan proses pembelajaran berdiskusi maupun kemampuan siswa

dalam berdiskusi. Peningkatan kualitas pembelajaran tersebut terjadi setelah guru

dan peneliti melakukan beberapa upaya peningkatan pembelajaran berdiskusi

menggunakan penerapan prinsip kerja sama Grice. Simpulan hasil penelitian adalah

sebagai berikut.

1. Peningkatan Proses Pembelajaran Berdiskusi

Peningkatan proses pembelajaran tampak dalam aktivitas siswa selama

berlangsungnya proses pembelajaran berdiskusi dengan penerapan prinsip kerja sama

Grice. Aktivitas siswa tersebut dapat diindentifikasi dari beberapa hal, antara lain:

a. jumlah siswa yang menyampaikan materi diskusi, tanggapan, maupun pertanyaan

sesuai dengan porsi pembicaraan mengalami peningkatan, yaitu pada siklus I

sebesar 59% dan 74% pada siklus II;

b. jumlah siswa yang menyampaikan materi diskusi, tanggapan, maupun pertanyaan

dengan argumen yang benar dan jelas mengalami peningkatan, yakni 64% pada

siklus I dan 87% pada siklus II;

c. jumlah siswa yang menyampaikan sesuatu dalam diskusi berhubungan dengan

topik yang dibahas meningkat, yakni 67% pada siklus I dan 77% pada siklus II;

d. jumlah siswa yang menyampaikan sesuatu dalam diskusi dengan mematuhi tata

tertib berdiskusi mengalami peningkatan, yaitu 67% pada siklus I dan 79% pada

siklus II;

e. jumlah siswa yang mampu mempertahankan pendapat dengan argumen yang

dapat diterima mengalami peningkatan, yaitu 31% pada siklus I dan 72% pada

siklus II;

2. Peningkatan Kemampuan Berdiskusi Siswa

70

lxxxiv

Dalam hal ini, penerapan prinsip kerja sama Grice juga dapat meningkatkan

kualitas hasil pembelajaran berdiskusi. Peningkatan ini dilihat dari beberapa

penerepan prinsip kerja sama dalam diskusi yang berhubungan dengan keterampilan

berdiskusi, yaitu menyampaikan pendapat, bertanya, dan menanggapi pendapat orang

lain. Hal tersebut juga dapat dilihat dari nilai rata-rata berdiskusi siswa yang

mengalami peningkatan. Pada siklus I, nilai rata-rata siswa mencapai 67,20 dan

siklus II mencapai 73,18. Selain itu siswa yang mencapai nilai ketuntasan meninkat,

yaitu 64% pada siklus I dan 96% pada siklus II.

Penerapan prinsip kerja sama Grice dalam berdiskusi yang dapat

meningkatkan kemampuan berdiskusi siswa adalah melalui prosedur sebagai berikut:

(1) guru menjelaskan tentang keefektifan dalam berdiskusi yaitu jika mengutarakan

sesuatu dalam berdiskusi langsung pada pokoknya beserta contohnya, (2) guru

menjelaskan jika mengutarakan sesuatu dalam berdiskusi harus disertai dengan

alasan yang jelas atau memunyai dasar beserta contohnya, (3) guru menjelaskan

kepada siswa jika megutarakan sesuatu dalam berdiskusi harus berhubungan dengan

tema yang dibahas beserta contohnya, (5) guru menjelaskan cara mengungkapkan

sesuatau dalam berdiskusi harus jelas dan menghindari keambiguan, (6) guru

mengadakan diskusi dengan diawali menentukan tema yang akan dibahas,

membentuk kelompok, menujuk moderator dan notulis.

B. Implikasi

Penelitian ini memberikan gambaran nyata bahwa keberhasilan proses dan

peningkatan hasil pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor

tersebut berasal dari guru maupun siswa. Di samping itu juga dipengaruhi oleh

metode dan teknik pembelajaran, media pembelajaran, serta sumber belajar. Faktor

dari guru meliputi kemampuan guru dalam mengembangkan dan menyampaikan

materi, keterampilan guru dalam mengelola kelas, penggunaan metode dalam proses

pembelajaran, dan penerapan teknik sebagai sarana dalam menyampaikan materi.

Faktor dari siswa meliputi minat, motivasi, dan keaktifan siswa dalam mengikuti

proses pembelajaran.

lxxxv

Faktor-faktor tersebut di atas saling mendukung satu sama lain, sehingga

harus diupayakan secara maksimal agar semua faktor dapat dimiliki oleh guru dan

siswa dalam proses pembelajaran yang berlangsung di kelas. Apabila guru memiliki

kemampuan yang baik dalam mengelola kelas serta didukung penerapan teknik yang

sesuai dengan sarana dan prasarana yang menunjang, maka guru akan mampu

menyampaikan materi dengan baik. Materi itu pun akan dapat diterima baik oleh

siswa apabila siswa juga memiliki minat dan motivasi yang tinggi agar selalu aktif

dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, kegiatan belajar mengajar dapat

berjalan lancar, kondusif, efektif, dan efisien.

Penelitian ini membuktikan bahwa keaktifan dan kemampuan berdiskusi

siswa dalam pembelajaran berdiskusi meningkat setelah diterapkan prinsip kerja

sama Grice. Oleh karena itu, penerapan prinsip kerja sama ini dapat digunakan dalam

kegiatan berdiskusi lainnya. Di samping itu, hasil penelitian ini dapat digunakan guru

sebagai teknik alternatif yang menyenangkan dalam melaksanakan proses

pembelajaran dan meningkatkan kualitas keterampilan berbahasa siswa, serta dapat

membuat siswa menjadi lebih tertarik mengikuti proses pembelajaran.

Penerapan prinsip kerja sama dapat meningkatkan kemampuan berdiskusi

siswa. Dengan penerapan tersebut, siswa dapat melakukan kegiatan berdiskusi lebih

baik dan efektif. Siswa mencari terlebih dahulu materi yang akan didiskusikan

sehingga lebih memahaminya sebelum melakukan kegiatan berdiskusi. Pemahaman

tersebut membuat siswa lebih percaya diri dalam menyampaikan sesuatu dalam

berdiskusi sehingga kegiatan berdiskusi pun akan lebih hidup. Diskusi yang

dilakukan siswa pun akan dapat berjalan efektif dan menghasilkan simpulan yang

berbobot.

Pemberian tindakan dari siklus I memberikan deskripsi bahwa masih terdapat

kekurangan selama proses pembelajaran berdiskusi. Namun, kekurangan-kekurangan

tersebut dapat diatasi pada pelaksanaan tindakan pada siklus berikutnya. Dari

pelaksanaan tindakan yang kemudian dilakukan refleksi terhadap proses

pembelajaran, dapat dideskripsikan terdapatnya peningkatan baik kualitas proses

maupun hasil berupa kemampuan siswa dalam berdiskusi. Dari segi proses, terdapat

lxxxvi

peningkatan keaktifan siswa selama pembelajaran. Adapun dari segi hasil, terdapat

peningkatan nilai rata-rata berdiskusi siswa dari siklus I ke siklus II.

Adanya 2 siswa yang belum mencapai batas minimal ketuntasan hasil belajar

berdiskusi pada siklus II mencerminkan bahwa penerapan prinsi kerja sama ini tidak

sepenuhnya efektif jika diterapkan pada siswa dengan kondisi tertentu. Siswa yang

tergolong tidak berkesulitan belajar akan mudah menerapkan teknik tersebut. Akan

tetapi, bagi siswa yang berkesulitan belajar, teknik tersebut akan mempersulit

kegiatan berdiskusi. Di samping itu, penerapan prinsi kerja sama ini juga perlu

memperhatikan minat dan keaktifan siswa dalam berbicara. Minat dan keaktifan

yang tinggi akan mempermudah siswa menyampaiakan sesuatu dalam berdiskusi.

C. Saran

Berdasarkan simpulan dan implikasi penelitian di atas, peneliti mengajukan

saran sebagai berikut.

1. Bagi Siswa

a. Siswa hendaknya sebelum melakukan kegiatan berdiskusi mencari dan

mempelajari materi-materi yang akan didiskusikan berdasarkan pokok-pokok

yang diberikan oleh guru.

b. Siswa hendaknya dapat berkerja sama dengan kelompoknya dalam berdiskusi

kelompok dan mendukung hasil diskusi kelompoknya.

c. Siswa hendaknya mematuhi peraturan dalam berdiskusi pada saat

berlangsungnya kegiatan berdiskusi dan mematuhi moderator.

2. Bagi Guru

a. Hendaknya guru menerapkan prinsip kerja sama dalam kegiatan berdiskusi

yang dilakukan dalam pembelajaran.

b. Hendaknya guru melakukan pemantauan, memberikan umpan balik, dan

mengevaluasi kegiatan berdiskusi yang dilakukan siswa.

3. Bagi Pengambil Kebijakan

lxxxvii

a. Hendaknya dapat menyediakan sarana prasarana yang dapat mendukung

kegiatan pembelajaran berdiskusi sehingga pembelajaran dapat berlangsung

dengan aktif, kreatif, inovatif dan dapat berjalan secara optimal.

b. Hendaknya memotivasi guru agar senantiasa melakukan pembaharuan dalam

dunia pengajaran dan pendidikan dengan hasil-hasil penelitian yang telah

dilakukan oleh seorang peneliti. Selain itu, juga harus selalu memonitor

kinerja guru pada saat menyampaikan pelajaran dan memotivasi guru untuk

selalu melakukan evaluasi atas kinerjanya;

c. Hendaknya memberi kesempatan bagi guru untuk melakukan penelitian dan

mengikutsertakan guru dalam forum-forum ilmiah, seperti seminar

pendidikan, lokakarya, diskusi ilmiah, diklat, ataupun penataran-penataran

agar wawasan guru mengenai tugas utamanya dalam mengajar dan mendidik

bertambah luas.

DAFTAR PUSTAKA

Abu Ahmadi. 1993. Cara Belajar Yang Mandiri dan Sukses. Solo: C.V. Aneka.

lxxxviii

Anita Lie. 2008. Cooperatif Learning Mempraktikan Cooperatif Learning Di Ruang-ruang Kelas . Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

Asul Wiyanto. 1992. Pidato Ceramah dan Diskusi. Gresik: CV. Bintang Pelajar.

Gino, dkk. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Grice, H. Paul. 1975. Logic and conversation. Dalam P. Cole dan J.L. Morgan (ed). Syntax and semantics 3: speech acts. NY: Academic Press.

Ibrahim, dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: UNESA University Press.

Henry Guntur Tarigan. 1986. Pengajaran Bahasa. Bandung: Angkasa.

Iskandarwassid dan Danang Sunendar. 2008. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: Rosda.

Johan Yunus. 2005. ”Efekifitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dalam Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa di SLTP”. Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial Bidang Pendidikan Vol.7, No. 1, Maret 2005, 1-12.

Kock, Heinz. 1992. Saya Guru Yang Baik. Yogyakarta: Kanisius.

Leech, Geoffrey. 1993. The Principles of Pragmatics. New York: Longman Group Limited.

Mansyur MPA. 1981. Metodologi Pendidikan Agama. Bandung: CV. Forum

Materka, Pat Roessle. 2001. Loka Karya & Seminar: Perencanaan, Pelaksanaan, Pemanfaatan. Yogyakarta: Kanisius.

Milles, Matthew B. Dan Huberman, A. Michael. 1994. Analisis Data Kualitatif (edisi terjemahan oleh Tjeptjep Rohendi Rohidi). Jakarta: UI Press.

Muhammad Rohmadi. 2004. Pragmatik Teori dan Analisis. Yogyakarta: Lingkar Media.

Ngalim Purwanto, M. 1984. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Roesdakarya.

Nunn, Roger. 2003. “Intercultural Communication & Grice's Principle”. Asian EFL Journal Volume 5, Isuue 1. http://www.asian-efl-journal.com/march03.sub3.php. diakses pada tanggal 15 Juni 2010 pukul 13.15 WIB.

Nurhadi. 1995. Tata Bahasa Pendidikan: Landasan Penyusunan Buku Pelajaran Bahasa. Semarang: IKIP Semarang Press.

Oemar Hamalik. 2001. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

lxxxix

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah.

Perdy Karuru. 2003. “Penerapan Pendekatan Keterampilan Proses dalam Seting Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk Meningkatkan Kualitas Belajar IPA Siswa SLTP.” Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Tahun ke-9, No. 045: 789-805.

Roestiyah, N.K. 1991. Strategi Belajar Mengajar Jakarta: Rineka Cipta.

Samidjo & Sri Mardiani. 1985. Bimbingan Belajar Dalam Rangka Penerapan Sistem SKS dan Pola Belajar yang Efisien. Bandung: CV. Armico.

Sarlito Wirawan. 1976. Pengantar Umum Psikologi. Jakarta: Bulan Bintang.

Statom, Thomas F. 1978. Cara Mengajar Dengan Hasil Yang Baik (diterjemahkan oleh Prof. Tahalele MA.). Bandung : CV. Diponegoro.

Sardiman A.M. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers.

Suharsimi Arikunto, Suhardjono, dan Supardi. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Akasara.

Surakhmad.1998. Pengantar Interaksi Belajar Mengajar: Dasar dan Teknik Metodologi Pengajaran. Bandung: Tarsito.

Syaiful Bahri Djamarah. 1994. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya: Usaha Nasional.

Uzer Usman, Moh. 2005. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Roesdakarya.

Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi Offset.

Yusuf Djajadisatra. 1992. Metode Mengajar Jilid I. Bandung: Angkasa.

Zakiah Daradjat. 1975. Problem Remaja di Indonesia. Jakarta: Bulan Bintang.