peningkatan kasus dbd

14
Pendahuluan Indonesia merupakan salah satu negara beriklim tropis di dunia. Perubahan iklim yang terjadi di Indonesia menimbulkan dampak buruk berupa penyebaran penyakit, salah satunya yaitu DBD atau demam berdarah dengue. Penyebab dari penyakit ini adalah nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk ini sangat peka dengan perubahan iklim yang dipengaruhi oleh faktor suhu, curah hujan dan kelembaban. Kasus DBD di Indonesia, pertama kali dilaporkan pada tahun 1968 di Surabaya. Sejak saat itu, penyakit DBD terus menyebar dan menjangkit hampir di seluruh wilayah Indonesia hingga saat ini. Angka penularan penyakit DBD terus meningkat setiap tahun dan ratusan orang meninggal karenanya. Kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia dapat menjadi salah satu penyebab dari peningkatan kasus DBD tersebut.

Upload: js

Post on 16-Dec-2015

3 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

.

TRANSCRIPT

PendahuluanIndonesia merupakan salah satu negara beriklim tropis di dunia. Perubahan iklim yang terjadi di Indonesia menimbulkan dampak buruk berupa penyebaran penyakit, salah satunya yaitu DBD atau demam berdarah dengue. Penyebab dari penyakit ini adalah nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk ini sangat peka dengan perubahan iklim yang dipengaruhi oleh faktor suhu, curah hujan dan kelembaban. Kasus DBD di Indonesia, pertama kali dilaporkan pada tahun 1968 di Surabaya. Sejak saat itu, penyakit DBD terus menyebar dan menjangkit hampir di seluruh wilayah Indonesia hingga saat ini. Angka penularan penyakit DBD terus meningkat setiap tahun dan ratusan orang meninggal karenanya. Kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia dapat menjadi salah satu penyebab dari peningkatan kasus DBD tersebut.

PembahasanDefinisi Demam Berdarah Dengue (DBD) Penyakit deman berdarah dengue atau yang disingkat dengan DBD merupakan penyakit infeksi yang dapat berakibat fatal dalam waktu yang relatif singkat. Penyakit ini dapat menyerang semua umur baik anak-anak maupun dewasa. Penyebab penyakit ini adalah virus dengue, sejenis virus yang tergolong albovirus yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina.Demam berdarah dengue tidak menular melalui kontak manusia secara langsung, tetapi dapat ditularkan melalui nyamuk. Nyamuk Aedes aegypti betina menyimpan virus dengue pada telurnya, selanjutnya akan menularkan virus dengue pada telurnya, selanjutnya akan menularkan virus tersebut ke manusia melalui gigitan. Sekali menggigit, nyamuk ini akan berulang menggigit orang lain sehingga dengan mudah darah seseorang yang mengandung virus dengue dapat cepat dipindahkan ke orang lain.1Faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit DBDProses terjadinya penyakit disebabkan adanya interaksi antara pejamu atau host, faktor penyebab penyakit atau agent, dan faktor lingkungan. Ketiga faktor tersebut dinamakan Trias Penyebab Penyakit. Proses interaksi ini disebabkan adanya agen atau penyebab penyakit kontak dengan manusia sebagai pejamu yang rentan dan didukung oleh keadaan lingkungan.21. Pejamu atau host Pejamu ialah keadaan manusia yang sedemikian rupa sehingga menjadi faktor resiko untuk terjadinya penyakit. Faktor ini disebut faktor intrinsik. Faktor pejamu utama yang merupakan faktor risiko untuk timbulnya penyakit DBD adalah sebagai berikut:a. Imunitas atau kekebalan tubuhBeberapa faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan penjamu untuk melawan infeksi termasuk faktor inhern atau nonspesifik, kekebalan perolehan dan faktor resistensi sekunder.3,4

Faktor inhern. Faktor atau nonspesifik adalah faktor yang merupakan sifat dasar manusia, antara lain: Penghalang alami seperti kulit, rambut dalam rongga hidung, silia pada sistem pernapasan, asam lambung, dan reaksi reflex seperti batuk bersin, dan penelanan. Mekanisme khusus seperti liver, limpa, dan nodus limfatik, yang dapat menyaring organisme dari aliran darah. Aktivitas hormonal seperti estrogen, yang melindungi wanita premenopouse dari penyakit arteri coroner.Kekebalan perolehan. Kekebalan perolehan mengacu pada antibodi protektif yang ditujukan untuk melawan agen yang spesifik. Ada dua tipe kekebalan, yaitu kekebalan aktif dan pasif. Kekebalan aktif terjadi ketika pejamu mempunyai antibodi sebagai respon terhadap suatu antigen yang dapat diperoleh secara alami atau secara buatan. Kekebalan dapat diperoleh secara alami pada saat penjamu membuat antibodi sebagai respons terhadap suatu infeksi. Untuk beberapa penyakit, kekebalan ini akan tahan seumur hidup (contohnya campak dan cacar air). Kekebalan aktif yang diperoleh secara buatan pada saat penjamu membuat antibodi sebagai respons terhadap suatu vaksin. Kekebalan pasif dihasilkan dari antibodi yang dipinjam, bisa diperoleh secara alami maupun buatan. Kekebalan pasif alami diperoleh melalui transfer dari seorang ibu ke fetusnya, kekebalan ini selalu berakhir pada umur 6-9 tahun. Kekebalan yang diperoleh secara buatan melalui imunisasi, proteksi ini akan habis masanya hanya pada 4 sampai 6 minggu. Faktor resistensi sekunder. Faktor resistensi sekunder adalah faktor yang memengaruhi kemampuan pejamu untuk terpajan pada suatu agen infeksius. Hal ini termasuk faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor ekstrinsik meliputi kekurangan makanan, air minum dan istirahat yang bisa dikategorikan sebagai asupan gizi. Interaksi antara infeksi dan gizi di dalam tubuh seseorang dikemukakan sebagai suatu peristiwa sinergistik; selama terjadinya infeksi, status gizi akan menurun dan dengan menurunnya status gizi, orang tersebut menjadi kurang resisten terhadap infeksi. Respon imun menjadi kurang efektif dan tidak kuat ketika seseorang mengalami gizi kurang. Karena asupan gizi berupa protein, menjadi komponen penting dalam pembuatan imun di dalam tubuh.b. Kebiasaan hidup Kebiasaan hidup sehat dapat dikaitkan dengan sikap, pengetahuan, dan perilaku dari masyarakat mengenai kesehatan. Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Respon atau reaksi manusia, baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi dan sikap), maupun bersifat aktif (tindakan yang nyata atau praktis). Hal yang penting dalam perilaku kesehatan adalah masalah pembentukan dan perubahan perilaku.5

Kepadatan populasi dari suatu agen seperti nyamuk Aedes Aegypti sangat tergantung dari pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan. Sikap masyarakat yang kurang peduli dengan lingkungan sekitarnya yang ditunjukkan dari sikap masyarakat yang lebih individual (kurang peduli dengan sekitarnya) dapat menjadi salah satu contoh penyebab kepadatan populasi nyamuk Aedes Aegypti. Selain itu, pengetahuan dan sikap yang masih kurang mendukung tersebut diduga ikut berperan terhadap terjadinya DBD. 6,7

2. Penyebab penyakit atau agentPenyebab penyakit atau agent adalah faktor penyebab penyakit yang dapat berupa unsur hidup atau mati yang terdapat dalam jumlah yang berlebih atau kekurangan.2 Agen ini dapat menyebabkan penyakit menular dan tidak menular. Penyakit DBD merupakan penyakit menular yang ditularkan melalui media vektor penyakit berupa serangga atau yang sering disebut dengan istilah anthropode-bonre. Di Indonesia, penyakit-penyakit yang ditularkan melalui serangga merupakan penyakit endemis. Anthropoda merupakan vektor atau media yang bertanggung jawab untuk terjadinya penularan penyakit dari satu penjamu ke penjamu lain.8 Pada kasus DBD , vektor penyebaran dilakukan oleh nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk tersebut pada umumnya menyerang pada permulaan musim panas dan saat musim hujan. Nyamuk Aedes aegypti mempunyai bintik-bintik putih di tubuh dan kakinya sehingga mudah dikenali. Nyamuk ini berkembang biak di air yang jernih dan hanya mampu terbang sejauh 100-200 meter. Kebanyakan nyamuk Aedes Aegypti hidup di dalam rumah, di kloset dan di tempat-tempat yang gelap.Di luar rumah, nyamuk tersebut hidup di tempat yang dingin dan terlindungi matahari. Nyamuk betina akan bertelur di dalam air yang tergenang di dalam dan di sekitar rumah, Telur-telur ini akan berkembang menjadi larva dan kemudian berubah menjadi nyamuk dewasa dalam waktu kurang lebih 8-10 hari.Karena nyamuk dengue berkembang biak dalam air yang tergenang dan terbuka, maka tempat yang cocok untuk berkembang biak adalh tong, drum, pot, baskom, ember, vas bunga, batang atau daun tanaman, bekas piring, tangki, botol, kaleng, ban bekas, dan air pendingin. Nyamuk dengue biasa menggigit manusia pada pagi sampai sore hari, biasanya pukul 08.00-12.00 dan 15.00-17.00. Seekor nyamuk biasa akan mendapatkan virus dengue setelah menggigit orang yang terinfeksi dengue. Virus dengue pada pejamu dapat menyebabkan gangguan pada pembuluh darah, sehingga mengakibatkan pendarahan.9

3. Lingkungan Lingkungan merupakan faktor ketiga sebagai penunjang terjadinya penyakit. Faktor ini disebut faktor ekstrinsik. Faktor lingkungan dapat berupa lingkungan fisik, lingkungan biologis atau lingkungan sosial ekonomi. 2

a. Lingkungan fisikYang termasuk lingkungan fisik antara lain geografik dan keadaan musim. Misalnya, negara yang beriklim tropis mempunyai pola penyakit yang berbeda dengan negara yang beriklim dingin atau subtropis. Dengan demikian pula antara negara maju dengan negara berkembang. Dalam suatu negara pun dapat terjadi perbedaan pola penyakit, misalnya antara daerah pantai dan daerah pegunungan atau antara kota dan desa.

b. Lingkungan biologisLingkungan biologis ialah semua makhluk hidup yang berada di sekitar manusia yaitu flora dan fauna, termasuk manusia. Misalnya, wilayah dengan flora yang berbeda akan mempunyai pola penyakit yang berbeda. Faktor lingkungan biologis ini selain bakteri dan virus pantogen, ulah manusia juga mempunyai peran yang penting dalam terjadinya penyakit, bahkan dapat dikatakan penyakit timbul karena ulah manusia.

c. Lingkungan sosial ekonomiYang termasuk dalam faktor sosial ekonomi adalah pekerjaa, ubarnisasi, perkembangan ekonomi, dan becanda alam. PekerjaanPerkerjaan yang berhubungan dengan zat kimia seperti pestisida atau zat fisika seperti zat radioaktif atau zat yang bersifat karsinogen seperti asbes akan memudahkan terkena penyakit akibat pemaparan terhadap zat-zat tersebut. UrbanisasiUrbanisasi dapt menimbulakan berbagai masalah sosial seperti kepadatan penduduk dan timbulnya daerah kumuh, perumahan, pendidikan, dan sampah dan tinja yang akan mencemari air minum dan lingkungan. Lingkungan demikian merupakan penunjang terjadinya berbagai macam penyakit infeksi. Perkembangan ekonomiPeningkatan ekonomi rakyat akan mengubah pola konsumsi yang cenderung memakan makanan yang mengandung banyak kolestrol. Keadaan ini memudahkn timbulnya penyakit hipertensi dan penyakit jantung sehingga akibat kadar kolestrol darah meningkat. Sebaliknya, bila tingkat ekonomi rakyat yang rendah akan timbul masalah perumahan yang tidak sehat, kurang gizi, dan lain-lain yang memudahkan timbulnya penyakit infeksi. Bencana alamTerjadinya bencana alam akan mengubah sistem ekologi yang tidak dapat diramalkan sebelumnya. Misalnya, gempa bumi, banjir, meletusnya gunung berapi, dan perang yang akan menyebabkan kehidupan penduduk yang terkena bencana menjadi tidak teratur. Keadaan ini memudahkan timbulnya berbagai penyakit infeksi.Penanganan Kasus DBDBelum ada vaksin yang dapat menyembihkan DBD secara langsung meskipun saat ini sedang dikembangkan penelitian untuk menemukan vaksin tersebut. Oleh karena itu, pencegahan terhadap virus dengue lebih diutamakan dengan membasmi vektor pembawa virus, yaitu nyamuk Aedes aegypti. Cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut yaitu dengan melakukan fogging, abatisasi, dan 3M.101. Fogging atau pengasapanFogging atau pengasapan merupakan suatu upaya untuk mengatasi atau membunuh nyamuk dewasa. Karakteristik utama dari fogging adalah ukuran butirannya yang dihasilkan sangat halus. Oleh karena halusnya, butiran semprot memberntuk semacam kabut asap (fog) yang bisa melayang lama di udara serta sanggup menyusup ke seluruh ruangan atau bidang sasaran dengan baik, bahkan ke dalam lubang. Dalam melakukan pengasapan, harus dilakukan perhitungan dosis yang cermat agar tidak membahayakan kesehatan manusia, apalagi anak/bayi.

2. AbatisasiTeknik abatisasi ini lebih mudah dilaksanakan dari fogging. Tujuannya agar kalau sampia telur nyamuk menetas, jentik nyamuk tidak akan menjadi nyamuk dewasa. Semua TPA (tempat penampungan air) yang ditemukan jentik Aedes aegypti ditaburi bubuk abate sesuai dengan dosis 10 gram abate untuk 100 liter air. Bubuk abate juga diberikan pada bak mandi. Meskipun abatisasi bisa dilakukan pada semua tempat penampungan air, namun secara bijaksana kita bisa melakukan abatisasi pada tempat-tempat yang potensi nyamuk bersarang dan bertelur besar yaitu pada tempat-tempat yang jarang digunakan atau diganti airnya.

3. 3M (menguras, menutup, mengubur)PSN atau pemberantasan sarang nyamuk yang merupakan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dalam membasmi jentik nyamuk penular demam berdarah dengan cara 3M, yaitu :a. Menguras secara teratus, terus-menerus seminggu sekali, mengganti air secara teratus tiap kurang dari 1 minggu pada vas bunga, tempat minum burung, atau menaburkan abate ke TPA.b. Menutup rapat-rapat TPA.c. Mengubur atau menyingkirkan kaleng-kaleng bekas, plastik dan barang-barang lainnya yang dapat menampung air hujan, sehingga tidak menjadi sarang nyamuk.

PenutupPenyebaran penyakit demam berdarah dengue menjadi masalah yang cukup serius di Indonesia karena angka penyebaran terus meningkat setiap tahunnya. Meningkatnya kasus tersebut diakibatkan karena adanya ketidakseimbangan antara pejamu atau host, penyebab penyakit atau agent dan lingkungan . Untuk mengatasi peningkatan kasus tersebut, dibutuhkan suatu upaya yang dapat dilakukan baik oleh organisasi pelayanan kesehatan maupun oleh masyarakat sendiri. Upaya-upaya tersebut antara lain dengan melakukan fogging, abatisasi, dan program 3M. Dengan ketiga hal tersebut diharapkan peningkatan kasus DBD dapat teratasi.

Daftar Pustaka1. Hastuti O. Demam berdarah dengue. Yogyakarta: Kanisius, 2008. 2. Budiarto E, Anggraeni E. Pengantar Epidemiologi. 2nd ed. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2001.3. Arias KH. Investigasi dan pengendalian wabah di fasilitas pelayanan kesehatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2009.4. Ekawati RS. Staying young: jurus menyiasati kerja gen agar muda sepanjang hidup. 2nd. Bandung: Penerbit Qanita, 2009.5. Arifah S. Hubungan pengetahuan dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk dalam upaya pencegahan penyakit demam berdarah di Desa Kliwonan Masaran Sragen. Laporan akhir. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2008.6. Widiyani A, Yudhastuti R. Hubungan kondisi lingkungan, kontainer dan perilaku masyarakat dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes Aegypti. FKM Airlangga, 2004.7. Prihatinigsih. Hubungan faktor perilaku dengan kejadian demam berdarah dengue di wilayah kerja Puskesmas Boyolali I. Laporan akhir. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2009.8. Chandra B. Ilmu kedokteran pencegahan & komunitas. Jakarta: RGC, 2009.9. Suharmiati, Handayati L. Tanaman obat & ramuan tradisional untuk mengatasi demam berdarah dengue. Jakarta : AgroMedia Pustaka, 2007.10. Tapan E. Flu, HFMD, diare pada pelancong, malaria, demam berdarah, dan tifus. Jakarta: Pustaka Populer Obor, 2004.