pengembangan lkpd menulis teks cerita ...digilib.unila.ac.id/54621/2/tesis tanpa bab...
TRANSCRIPT
PENGEMBANGAN LKPD MENULIS TEKS CERITA FANTASI
BERBASIS METAKOGNITIF UNTUK PESERTA DIDIK SMP/MTs
KELAS VII
(Tesis)
Oleh
MERINA TRI RAHMA OKTA
MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
i
ABSTRAK
PENGEMBANGAN LKPD MENULIS TEKS CERITA FANTASI
BERBASIS METAKOGNITIF UNTUK PESERTA DIDIK SMP/MTs
KELAS VII
Oleh
MERINA TRI RAHMA OKTA
Penelitian ini didasari oleh kondisi pembelajaran menulis teks cerita fantasi yang
belum optimal. Bahan ajar yang digunakan belum membantu peserta didik untuk
belajar secara mandiri dan menerapkan aspek metakognitif. Penelitian ini
bertujuan (1) menghasilkan LKPD Menulis Teks Cerita Fantasi Berbasis
Metakognitif, (2) mendeskripsikan kelayakan bahan ajar LKPD Menulis Teks
Cerita Fantasi Berbasis Metakognitif yang dikembangkan berdasarkan ahli
materi, ahli media, praktisi, guru, dan siswa.
Prosedur penelitian ini mengadaptasi penelitian pengembangan menurut Brog
and Gall dari sepuluh menjadi tujuh langkah sehingga menghasilkan produk
oprasional berupa “LKPD Menulis Teks Cerita Fantasi Berbasis Metakognitif”.
Penelitian ini dilaksanakan melalui observasi, wawancara, dan penyebaran angket
pada tiga sekolah meliputi SMP Global Madani Bandar Lampung, SMP Negeri
13 Bandar Lampung, dan SMP IT Baitul Jannah Bandar Lampung pada tahun
ajaran 2017/2018.
Aspek metakognitif yang terdapat dalam bahan ajar ini adalah keterampilan
perencanaan (planning skills), keterampilan pemantauan (monitoring skills), dan
keterampilan penilaian (evaluation skills). Hasil penelitian ini (1) menghasilkan
“LKPD Menulis Teks Cerita Fantasi Berbasis Metakognitif, (2) bahan ajar secara
keseluruhan dinyatakan “Sangat Baik atau Sangat Layak” berdasarkan penilaian
dari ahli materi, ahli media, praktisi, guru bahasa Indonesia, dan siswa.
Kata Kunci: LKPD, Menulis Teks Cerita Fantasi, Metakognitif.
ii
ABSTRACT
LKPD DEVELOPMENT WRITE TEXT-BASED FANTASY STORY
METACOGNITIVE FOR JUNIOR HIGH SCHOOL STUDENTS IN
CLASS VII
By
MERINA TRI RAHMA OKTA
This research was based on the condition of learning to write the fantasy story
text has not been optimal. The materials used have not helped students to learn
independently and apply aspects of metacognitive. This research aims (1) to
produce LKPD write text-based Fantasy Story Metacognitive, (2) to describe
eligibility of materials LKPD write text-based Fantasy Story Metacognitive
developed based on material experts, media experts, practitioners, teachers and
students of Junior High School.
This research procedure adapts development research according to Brog and Gall
from ten to seven steps so as to produce an operational product " LKPD write
text-based Fantasy Story Metacognitive”. This research was conducted through
observation, interview and questionnaire in three schools, including Junior High
School of Global Madani Bandar Lampung, Junior High School of 13 Bandar
Lampung, and Junior High School of IT Baitul Jannah Bandar Lampung in the
academic year 2017/2018.
Metacognitive aspects contained in these materials include planning skills,
monitoring skills, and evaluation skills. The results of this research resulted (1)
"LKPD write text-based Fantasy Story Metacognitive", (2) the learning materials
overall expressed "very good or very decent" based on the assessment of material
experts, media experts, practitioners, Indonesia language teachers, and students.
Keywords: LKPD, Write Text-Based Fantasy Story, Metacognitive.
PENGEMBANGAN LKPD MENULIS TEKS CERITA FANTASI
BERBASIS METAKOGNITIF UNTUK PESERTA DIDIK SMP/MTs
KELAS VII
Oleh
MERINA TRI RAHMA OKTA
TESIS
SebagaiSalah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
MAGISTER PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDARLAMPUNG
2018
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Bandar Lampung pada tanggal 6 Oktober
1991. Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara, dari
pasangan Bapak Drs. H. Maryan Husin (Alm) dan Ibu Hj.
Siti Zahra, S.Pd. Pendidikan yang telah ditempuh penulis
adalah TK Melati Puspa Tanjung Senang Bandar Lampung
diselesaikan pada tahun 1997.
Pendidikan di SD Negeri 2 Tanjung Senang Bandar Lampung diselesaikan pada
tahun 2003. Pendidikan di SMP Negeri 29 Bandar Lampung diselesaikan pada
tahun 2006. Pendidikan di SMA Negeri 9 Bandar Lampung diselesaikan pada
tahun 2009.Tahun 2009 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Pendidikan
(Tadris) Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta melalui jalur SNMPTN, dan
menyelesaikan strata 1 pada tahun 2013. Pada tahun 2015 penulis menjadi
mahasiswi Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas
Lampung.
viii
MOTO
“Sesunggguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.”
(Q.S. Al-Insyirah : 6)
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-
orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”
(Q.S. Al Mujadalah: 11)
“Barangsiapa belum merasakan pahitnya menuntut ilmu walau sesaat, ia akan
merasakan hinanya kebodohan sepanjang hidupnya”
(Imam Syafi’i)
“Jangan pernah berhenti mengejar yang kamu impikan meski apa yang didamba
belum ada di depan mata”.
(BJ Habibie)
ix
PERSEMBAHAN
Teriring doa dan rasa syukur ke hadirat Allah SWT, kupersembahkan tesis ini
untuk orang-orang yang paling berharga dalam hidupku.
1. Kedua orang tua, uwanku Drs. H. Maryan Husin (Alm) yang telah
mendukung dalam melanjutkan kuliah walaupun tidak hingga titik akhir
perjalananku meraih gelar magister dan umiku Hj. Siti Zahara, S.Pd. yang tak
henti-hentinya mencurahkan kasih sayang, mendidik dengan penuh cinta, dan
berdoa dengan keikhlasan hati untuk keberhasilanku menggapai cita-cita.
2. Suamiku tercinta, Ahmad Syapri Zahab, S.S.T.Pel. yang senantiasa
memotivasi dan dengan sabar menanti dalam menyelesaikan pendidikan, serta
calon buah hatiku yang dengan kuat menemani dalam perjuangan
menyelesaikan tesis.
3. Kedua Kakakku, Mira Anita Shofia, S.E. dan Maya Dwi Lestari, S.P. dan
adikku Muthia Yuli Astuti, S.Pi, yang telah menyemangati dalam
menyelesaikan pendidikan.
4. Keluarga besarku yang selalu memberikan doa dan dukungan untuk
keberhasilan.
5. Almamater tercinta, Universitas Lampung yang telah mendewasakan pribadi
dan pemikiranku.
x
SANWACANA
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengembangan LKPD
Menulis Teks Cerita Fantasi Berbasis Metakognitif untuk Peserta Didik
SMP/MTs Kelas VII ” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Lampung.
Dalam proses penyusunan tesis ini, penulis tentu telah banyak menerima
masukan, arahan, bimbingan, motivasi, dan bantuan dari berbagai pihak.
Sehubungan dengan hal itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada
1. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas
Lampung;
2. Prof. Mustofa, M.A.,Ph.D., selaku Direktur Pascasarjana Universitas
Lampung;
3. Prof. Dr. Patuan Raja, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Lampung;
4. Dr. Mulyanto Widodo, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa
dan Seni, Universitas Lampung sekaligus dosen penguji tamu yang telah
memberikan arahan, motivasi, kritik dalam menyelesaikan tesisi ini;
5. Dr. Edi Suyanto, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Magister Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Lampung sekaligus Pembimbing
Akademik yang memberi motivasi dalam menyelesaikan pendidikan;
6. Dr. Nurlaksana Eko Rusminto, M.Pd., selaku Pembimbing 1 atas
kesediaan dan keikhlasannya dengan sabar memberikan bimbingan, saran,
arahan, dan motivasi yang diberikan selama penyusunan tesis ini;
7. Dr. Munaris, M.Pd., selaku pembimbing II atas kesediaan dan keikhlasan
dalam membimbing, menasihat, dan memotivasi kepada penulis;
8. Dr. Muhammad Fuad, M.Hum., selaku dosen pembahas I yang telah
memberikan bimbingan, arahan, motivasi, dan kritik dalam tesis ini;
9. Dr. Herpratiwi, M.Pd., selaku validator untuk bahan ajar dari unsur media
pembelajaran;
10. Dr. Yuli Yanti, M.Pd., selaku validator untuk bahan ajar dari praktisi
pendidikan.
11. Bapak dan Ibu dosen serta staf Program Studi Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia dan Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni.
12. Ibu Dr. Meliyanti, S.Pd., M.M., dan Ibu Pilu Minasari, S.Pd., selaku Guru
SMP Negeri 13 Bandar Lampung. Ibu Ririn Tria Prianti, S.Pd., selaku
Guru SMP Global Madani Bandar Lampung, dan Ibu Sulistyaningsih, S.T.
M.Pd., selaku Guru SMP IT Baitul Jannah Bandar Lampung yang telah
membantu penulis selama proses penelitian di sekolah;
13. Teman-teman seperjuangan Era Octafiona, Yunita Handiawati, Heriza
Nevisi, Mami Meliza, dan Nila Chandra yang menjadi teman belajar
bersama dalam menyelesaikan tesis ini;
14. Teman-teman Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Angkatan
2015 yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas
persahabatan, kekeluargaan, dan kebersamaan yang telah diberikan selama
ini.
15. Kepada semua pihak yang ikut berperan dan membantu penulis dalam
menyelesaikan pendidikan.
Semoga Allah SWT membalas segala keikhlasan, amal, dan bantuan semua pihak
yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Harapan penulis
semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua, terutama bagi dunia pendidikan,
khususnya Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Aamiin.
Bandar Lampung, Oktober 2018
Merina Tri Rahma Okta
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ....................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ...................................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................ v
SURAT PERNYATAAN ................................................................ vi
RIWAYAT HIDUP ......................................................................... vii
MOTTO ........................................................................................... viii
PERSEMBAHAN ............................................................................ ix
SANWACANA ................................................................................ x
DAFTAR ISI .................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ........................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................... xix
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................. 14
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................. 14
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................ 15
II. LANDASAN TEORI
2 LANDASAN TEORI 2.1 Hakikat Bahan Ajar .............................................................. 16
2.1.1 Pengertian Bahan Ajar .............................................. 16
2.1.2 Fungsi Bahan Ajar ................................................... 18
2.1.3 Tujuan dan Manfaat Bahan Ajar ............................... 20
2.1.4 Unsur-Unsur Bahan Ajar........................................... 22
2.1.5 Klasifikasi Bahan Ajar .............................................. 23
2.2 Pengembangan Bahan Ajar .................................................. 26
2.2.1 Tujuan dan Manfaat Pengembangan Bahan Ajar...... 28
2.2.2 Prinsip Pengembangan Bahan Ajar ........................... 29
2.3 Pedoman Penyusunan Bahan Ajar ....................................... 30
2.3.1 Analisis Kebutuhan Bahan Ajar ................................ 30
2.3.2 Penyusunan Peta Bahan Ajar .................................... 33
2.3.3 Struktur Bahan Ajar .................................................. 34
2.4 Hakikat Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD) ................ 35
2.4.1 Pengertian Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD) 36
xiv
2.4.2 Fungsi dan Tujuan Lembar Kegiatan Peserta Didik
(LKPD) ...................................................................... 37
2.4.3 Jenis-Jenis Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD) 37
2.4.4 Langkah-Langkah Aplikatif Membuat Lembar Kegiatan
Peserta Didik (LKPD) ............................................... 39
2.5 Hakikat Menulis ................................................................... 42
2.5.1 Pengertian Menulis.................................................... 42
2.5.2 Tujuan Menulis ......................................................... 43
2.5.3 Menulis Kreatif ......................................................... 44
2.5.4 Tahapan Menulis Kreatif........................................... 47
2.5.5 Konsep Pembelajaran Menulis .................................. 51
2.5.6 Karakteristik Pembelajaran Menulis ......................... 52
2.6 Hakikat Cerita Fantasi ........................................................... 52
2.6.1 Fantasi ....................................................................... 52
2.6.2 Pengertian dan Ciri-Ciri Cerita Fantasi ..................... 60
2.6.3 Jenis-Jenis Cerita Fantasi .......................................... 64
2.6.4 Struktur Cerita Fantasi .............................................. 65
2.6.5 Unsur-Unsur Intrinsik Cerita Fantasi ........................ 67
2.6.6 Unsur-Unsur Kebahasaan Cerita Fantasi .................. 70
2.6.7 Langkah-Langkah Menyusun Cerita Fantasi ............ 71
2.7 Metakognitif ......................................................................... 72
2.7.1 Pengertian Metakognitif ............................................ 72
2.7.2 Komponen Metakognitif ......................................... 74
2.7.3 Strategi Metakognitif ................................................ 79
2.7.4 Kelebihan dan Kekurangan Metakognitif ................. 82
III. METODE PENELITIAN
3 METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian ........................................................... 84
3.2 Tempat Penelitian................................................................. 85
3.3 Spesifikasi Produk Pegembangan ........................................ 85
3.4 Langkah Penelitian Pengembangan ..................................... 86
3.4.1 Studi Pendahuluan .................................................... 89
3.4.2 Perancangan dan PengembanganProduk .................. 90
3.4.3 Evaluasi Produk ....................................................... 90
3.5 Teknik Pengumpulan Data .................................................... 92
3.6 Instrumen ............................................................................. 93
3.7 Subjek Penelitian ................................................................. 95
3.8 Analisis Data ........................................................................ 96
3.9 Teknik Analisis Data ............................................................ 97
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian ................................................................... 100
4.1.1 Proses Pengembangan Bahan Ajar .......................... 100
4.1.2 Kelayakan Bahan Ajar LKPD Menulis Teks Cerita
Fantasi Berbasis Metakognitif ................................. 141
xv
4.1.2.1 Penilaian Ahli Materi atas Kelayakan Bahan
Ajar LKPD Menulis Teks Cerita Fantasi
Berbasis Metakognitif ................................. 141
4.1.2.2 Penilaian Ahli Media atas Kelayakan Bahan
Ajar LKPD Menulis Teks Cerita Fantasi
Berbasis Metakognitif ................................. 144
4.1.2.3 Penilaian Validator Praktisi atas Kelayakan
Bahan Ajar LKPD Menulis Teks Cerita
Fantasi Berbasis Metakognitif .................... 147
4.1.2.4 Penilaian Guru SMP Global Madani Bandar
Lampung, SMP Negeri 13 Bandar Lampung,
SMP IT Baitul Jannah Bandar Lampung atas
Kelayakan Bahan Ajar LKPD Menulis Teks
Cerita Fantasi Berbasis Metakognitif ......... 150
4.1.2.5 Penilaian Siswa SMP Global Madani Bandar
Lampung, SMP Negeri 13 Bandar Lampung,
SMP IT Baitul Jannah Bandar Lampung atas
Kelayakan Bahan Ajar LKPD Menulis Teks
Cerita Fantasi Berbasis Metakognitif ......... 158
4.2 Pembahasan ......................................................................... 164
4.2.1 Proses Pengembangan Produk ................................. 164
4.2.2 Analisis Kelayakan Produk ....................................... 168
V. PENUTUP
5 PENUTUP
5.1 Simpulan .............................................................................. 172
5.2 Keterbatasan Penelitian ........................................................ 173
5.3 Saran ...................................................................................... 174
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 175
LAMPIRAN
xvi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel
Tabel 2.1 Struktur Bahan Ajar ........................................................... 35
Tabel 2.2 Aktivitas Strategi Metakognitif (Brown 2007:154) ........... 81
Tabel 3.1 Subjek Penelitian ................................................................ 95
Tabel 3.2 Aturan Pemberian Skor Angket Kebutuhan ...................... 97
Tabel 3.3. Aturan Pemberian Skor untuk Ahli/Pakar Materi, Media,
Praktisi, dan Guru Bahasa Indonesia ................................. 97
Tabel 3.4 Aturan Pemerian Skor Penilaian Siswa ............................. 98
Tabel 3.5 Konversi Data Kuantitatif ke Data Kualitatif .................... 99
Tabel 4.1 Analisis Hasil Wawancara Guru tentang Kebutuhan
Bahan Ajar ......................................................................... 102
Tabel 4.2 Hasil Wawancara Siswa pada Aspek Ketersediaan
Bahan Ajar ........................................................................ 108
Tabel 4.3 Hasil Wawancara Siswa pada Aspek Kesesuaian
dengan Tujuan Pembelajaran .............................................. 109
Tabel 4.4 Hasil Wawancara Siswa pada Aspek Penyajian ............... 110
Tabel 4.5 Hasil Wawancara Siswa pada Aspek Pengayaan Materi ... 111
Tabel 4.6 Hasil Wawancara Siswa pada Aspek Penambahan
Basis Metakognitif ............................................................. 112
Tabel 4.7 Hasil Validasi Ahli Materi ................................................ 119
Tabel 4.8 Saran Perbaikan Ahli Materi .............................................. 120
Tabel 4.9 Hasil Validasi Ahli Media.................................................. 120
Tabel 4.10 Saran Perbaikan Ahli Media ............................................. 121
Tabel 4.11 Hasil Validasi Praktisi ....................................................... 122
Tabel 4.12 Saran Perbaikan Praktisi .................................................... 122
xvii
Tabel 4.13 Hasil Revisi Ahli Materi ................................................... 124
Tabel 4.14 Hasil Revisi Ahli Media .................................................... 127
Tabel 4.15 Hasil Revisi Praktisi .......................................................... 137
Tabel 4.16 Konversi Data Kuantitatif ke Data Kualitatif ................... 141
Tabel 4.17 Tingkat Kriteria Kelayakan oleh Ahli Materi ................... 142
Tabel 4.18 Tingkat Kriteria Kelayakan oleh Ahli Media ................... 144
Tabel 4.19 Tingkat Kriteria Kelayakan oleh Praktisi .......................... 147
Tabel 4.20 Tingkat Kriteria Kelayakan oleh Guru .............................. 150
Tabel 4.21 Tingkat Kriteria Kelayakan oleh Siswa ............................ 158
xviii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Peta Bahan Ajar ............................................................... 34
Gambar 2.2 Diagram Todorov ............................................................ 55
Gambar 2.3 Diagram Jackson ............................................................. 57
Gambar 2.4 Rumus Piramida Cerita ................................................... 66
Gambar 3.1 Tahap Penilaian Brog & Gall dalam Emzir (2015:275).. 83
Gambar 3.2 Tahapan-Tahapan Penelitian Pengembangan LKPD
Menulis Teks Cerita Fantasi Berbasis Metakognitif ...... 88
Gambar 4. 1 Peta Bahan Ajar pada Strandar Kompetensi Menulis
Teks Cerita Fantasi .......................................................... 115
xix
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat Penelitian
2. Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian
3. Surat Permohonan Uji Ahli
4. Angket Kebutuhan Bahan Ajar oleh Guru
5. Hasil Angket Analisis Kebutuhan Bahan Ajar oleh Guru
6. Angket Kebutuhan Bahan Ajar oleh Peserta Didik
7. Hasil Angket Analisis Kebutuhan Bahan Ajar oleh Peserta Didik
8. Hasil Perhitungan Angket Analisis Kebutuhan Bahan Ajar
9. Lembar Penilaian LKPD oleh Ahli Materi
10. Tabel Perhitungan Penilaian LKPD oleh Ahli Materi
11. Lembar Penilaian LKPD oleh Ahli Media
12. Tabel Perhitungan Penilaian LKPD oleh Ahli Media
13. Lembar Penilaian LKPD oleh Praktisi
14. Tabel Perhitungan Penilaian LKPD oleh Praktisi
15. Lembar Penilaian LKPD oleh Guru
16. Tabel Perhitungan Penilaian LKPD oleh Guru
17. Lembar Penilaian LKPD oleh Siswa
18. Tabel Perhitungan Angket Penilaian oleh Peserta Didik
19. Perhitungan Kelayakan Bahan Ajar (LKPD)
20. Hasil Kerja Siswa Menulis Teks Cerita Fantasi
21. LKPD Menulis Teks Cerita Fantasi Berbasis Metakognitif
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Materi pembelajaran merupakan komponen terpenting dalam kurikulum dalam
melaksanakan pembelajaran. Materi pembelajaran dirancang oleh guru agar
pembelajaran sesuai dengan sasaran. Sasaran yang akan dicapai siswa memiliki
kesesuaian dengan kompetensi inti dan kompetensi dasar. Pentingnya peran
materi pembelajaran dalam pelaksanaan proses belajar siswa. Hal ini berarti
bahwa materi yang akan diberikan kepada siswa dapat menunjang ketercapaian
indikator pembelajaran.
Keberhasilan pembelajaran secara keseluruhan bergantung pada guru dalam
merancang materi pembelajaran. Guru dituntut untuk kreatif dalam menyusun
materi ajar. Materi pembelajaran dirancang seoptimal mungkin untuk membantu
siswa mencapai tujuan pembelajarannya. Dalam merancang hal tersebut guru
harus memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan pemilihan materi
pembelajaran, yakni jenis, cakupan, urutan, dan perlakuan terhadap materi
tersebut. Terkait dengan hal itu, apabila guru memiliki kepiawaian dalam
menyusun materi pembelajarannya, akan membantu munculnya potensi dan
meningkatnya kemampuan siswa.
2
Bahan ajar atau materi ajar merupakan seperangkat materi atau subtansi
pembelajaran (teaching material) yang disusun secara sistematis, digunakan guru
dan peserta didik dalam proses pembelajaran (Prastowo, 2015:17). Keberhasilan
pembelajaran secara keseluruhan bergantung pada guru dalam merancang
jalannya pembelajaran yang menarik dan menyenangkan. Hal tersebut menuntut
guru untuk kreatif dalam membuat bahan ajar yang inovatif. Bahan ajar
merupakan segala bahan (baik informasi, alat, maupun teks) yang disusun secara
sistematis, menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai peserta
didik dalam proses pembelajaran dengan tujuan perencanaan dan penelaahan
implementasi pembelajaran (Prastowo, 2015:17). Bahan ajar dirancang secara
optimal untuk membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajarannya.
Materi pembelajaran bahasa Indonesia mencakup kemampuan berbahasa dan
bersastra yang meliputi empat aspek keterampilan mendengar, berbicara,
membaca, dan menulis. Aspek keterampilan menulis merupakan keterampilan
yang tidak terlepas dari peran aspek-aspek keterampilan lainnya, yakni
mendengar, berbicara, dan membaca. Seseorang dapat menulis apa saja yang ada
dalam pikirannya melalui pengalaman-pengalaman yang mungkin sebelumnya
pernah didengar dan dari pengalamannya membaca. Hal itu membuat aspek
menulis menjadi erat kaitannya dengan aspek keterampilan kebahasaan lainya dan
membuat keterampilan menulis menjadi keterampilan kebahasaan tingkat tinggi.
Peran keterampilan menulis dalam kehidupan menjadi landasan dalam
pengembangan kurikulum 2013 yang berbasis teks. Jika dibandingkan dengan
3
kurikulum sebelumnya, kurikulum 2013 menekankan pada kemampuan peserta
didik dalam mengenali hingga menciptakan berbagai jenis teks sastra maupun
nonsastra. Sebagai contoh, di tingkat SMP kelasVII terdapat beberapa jenis teks
yang dipelajari peserta didik, yaitu teks deskripsi, teks cerita fantasi, teks
prosedur, teks laporan observasi, dan teks cerita rakyat. Dalam kegiatan
pembelajaran, peserta didik akan mengamati hingga menuliskan teks tersebut
secara mandiri. Oleh karena itu, keterampilan menulis sangat penting untuk
ditingkatkan.
Perlunya mengembangkan potensi peserta didik agar terampil menulis. Menulis
merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif (Tarigan, 2013:3). Tidak
hanya secara produktif menciptakan tulisan dan menuangkan perasaan,
keterampilan menulis melibatkan kreativitas dan pemikiran. Dengan menulis,
seseorang akan dapat menyuarakan apa saja yang diinginkan ide, gagasan, laporan
peristiwa, persoalannya masyarakat, keadaan ekonomi, sosial, budaya, dan juga
politik. Menulis adalah kegiatan yang kompleks, karena dengan menulis,
seseorang akan dituntut untuk mengorganisasikan pemikiran dan perasaannya
melalui tulisan. Kegiatan yang kompleks tersebut sangat bermanfaat bagi
pengembangan intelektual, mental, dan sosial peserta didik. Kemahiran dalam
keterampilan menulis yang dimiliki peserta didik akan mengantarkan dirinya
menuju masa depan yang lebih baik.
Kurikulum 2013 edisi revisi mata pelajaran bahasa Indonesia secara umum
bertujuan agar peserta didik mampu menyimak, mewicara, membaca, dan
4
menulis. Kompetensi dasar yang dikembangkan berdasarkan keempat
keterampilan tersebut saling berhubungan mendukung dalam pengembangan tiga
ranah, yakni pembelajaran berbahasa, bersastra, dan pengembangan literasi.
Pembelajaran bersastra dalam konteks kurikulum 2013 edisi revisi inilah yang
dianggap menarik untuk diteliti, ditambah dengan peran kompetensi pengetahuan
dan kompetensi keterampilan yang diutamakan dalam kurikulum 2013,
menjadikan pembelajaran bersastra yang tidak hanya tahu secara teoritis namun
peserta didik diberi peluang untuk menciptakan karyanya sendiri.
Pendidikan kreatif sastra mencoba mengajarkan peserta didik untuk mau dan
mampu menulis karya sastra. Salah satu materi baru dalam ranah sastra yang
mulai diajarkan dalam kurikulum 2013 edisi revisi 2016 kelas VII semester ganjil
adalah teks cerita fantasi. Cerita fantasi merupakan pengembangan dari teks narasi
yang dapat dijadikan sebuah cerita fiktif. Cerita fantasi menjadi salah satu genre
sastra yang sangat digemari saat ini. Tidak hanya sekedar ceritanya yang tidak
masuk akal, tetapi tokoh-tokoh dengan krakteristik unik yang diciptakan dalam
cerita fantasi menjadi alasan mengapa banyak orang menyukainya.
Penelitian ini berfokus pada pembelajaran menulis teks cerita fantasi karena teks
cerita fantasi merupakan salah satu materi baru pada pembelajaran bahasa
Indonesia. Cerita fantasi termasuk pada bagian dari creative writing fiksi (Pranoto,
201:135). Cerita fantasi sangat berbeda dengan cerpen, novelet, maupun novel
karena ditulis berdasarkan fantasi atau rekaan belaka, baik objek cerita, peristiwa
yang terjadi, tokoh-tokohnya, maupun setting-nya. Cerita fantasi merupakan cerita
5
khayalan, bayangan,rekaan, yang berdasarkan bukan kejadian yang
sesungguhnya.
Cerita fantasi menghadirkan tokoh khayal, penokohan yang tidak masuk akal,
seperti adanya tokoh dewa, peri, naga, garuda, atau hal-hal lain yang dapat saja
bersifat supernatural dan penuh fantasi. Hal-hal supernatural yang biasanya
terdapat di dalam jenis cerita ini sebagai contoh, cerita mengenai sapu ajaib,
cincin atau cermin yang memiliki kekuatan gaib, lahirnya tokoh – tokoh imajinatif
yang menggambarkan pahlawan pembela kebenaran di era modern, dan hal
imajinatif lainnya, sehingga cerita menarik dan menjadi hiburan tersendiri dalam
dunia anak-anak (Hasanuddin, 2015:7).
Cerita fantasi merupakan salah satu genre cerita yang dapat melatih kreativitas.
Melatih kreativitas dapat dilakukan dengan berfantasi secara akif dengan
menuangkan melalui cerita. Cerita fantasi merupakan cerita khayalan yang
mewujudkan imajinasi anak. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara
memberikan ruang imajinatif dalam pikiran peserta didik kelas VII, dengan
harapan akan adanya cerita-cerita menarik yang dapat menambah khazanah
kepengarangan sastra anak Indonesia. Menulis cerita dapat dijadikan salah satu
sarana bagi peserta didik untuk berkesempatan menuangkan imajinasi-imajinasi
yang berkembang di pikiran mereka.
Upaya dalam meningkatkan keterampilan menulis peserta didik khususnya pada
materi menulis teks cerita fantasi tidaklah mudah. Adanya kendala yang ditemui
6
di lapangan sehingga hasil yang diharapkan belum tercapai. Berdasarkan hasil
studi pendahuluan bahwa pada dasarnya kegiatan pembelajaran menulis teks
cerita fantasi cenderung disampaikan tidak menarik dan kurang kreatif. Para guru
hanya menggunakan bahan ajar buku teks saja tanpa menggunakan bahkan
mengembangkan bahan ajar lain yang secara khusus dapat mengembangkan
keterampilan menulis peserta didik khususnya pada materi cerita fantasi.
Hasil observasi dan wawancara yang dilakukan pada guru dan siswa menunjukkan
bahwa belum adanya penggunaaan bahan ajar selain buku teks yang digunakan di
masing-masing sekolah. Selain itu, pembelajaran dalam buku teks masih bersifat
umum dibutuhkan bahan ajar penunjang untuk membantu pembelajaran agar lebih
efektif. Dalam pembelajaran menulis teks cerita fantasi, peserta didik belum
secara optimal melatih proses berpikirnya dalam berfantasi secara aktif, dan
belum percaya diri menuliskan ceritanya berdasarkan imajinasi yang dimiliki.
Upaya yang dapat dilakukan dalam mencapai keberhasilan belajar peserta didik
membutuhkan bimbingan berdasarkan materi dan strategi belajar, oleh karena itu
dibutuhkan bahan ajar yang mengintegrasikan antara pemahaman materi dan
strategi belajarnya sekaligus yaitu dengan bahan ajar berbasis metakognitif yang
khususnya digunakan dalam materi menulis teks cerita fantasi.
Pembelajaran masa kini menuntut tingginya partisipasi peserta didik
(Iskandarwassid dan Sunendar, 2011:158). Peserta didik diharapkan berperan aktif
dalam kegiatan pembelajaran. Adapun, peran guru sebagai pendidik dituntut
untuk menjadi fasilitator yang mampu membangkitkan potensi dan meningkatkan
7
motivasi peserta didik. Guru diharapkan mengembangkan kemampuan berpikir
peserta didik dalam mengatasi permasalahan secara mandiri. Peserta didik
diharapkan mampu menyadari kemampuannya, menentukan strategi, dan
memutuskan langkah yang tepat untuk menyelesaikan masalah secara mandiri.
Pada tahap ini guru tidak hanya berupaya meningkatkan kemampuan kognitif,
namun dalam tahap lanjut juga meliputi kemampuan metakognitif (Gumilar,
2016:3).
Metakognitif terbagi atas dua komponen, yaitu pengetahuan kognisi dan
pengaturan kognisi, dimana para peneliti mengarahkan kedua komponen tersebut
sebagai pengetahuan metakognitif dan keterampilan metakognitif. Metakognitif
memberikan pengaruh besar dalam proses belajar peserta didik. Kemampuan
metakognitif memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan
belajar (Levingston dalam Gumilar, 2016:3). Peserta didik secara sadar
mengendalikan proses berpikir sendiri dan menentukan strategi belajar yang
terbaik untuk menyelesaikan tujuan yang diinginkan. Metakognitif adalah salah
satu cara berpikir yang lebih mendalam dengan memfokuskan diri pada kontrol
dan kesadaran diri siswa. Aktivitas metakognitif terjadi pada saat peserta didik
secara sadar mengelola pemikiran untuk memikirkan suatu tujuan (Santrock
dalam Barata, 2014:701). Ketika siswa secara sadar dengan tujuannya, dalam hal
ini mampu menciptakan teks cerita fantasi, siswa akan berusaha mengelola diri,
pengetahuan, dan pengalaman yang dimiliki.
8
Metakognitif merupakan proses individu dalam menilai kemampuan diri mereka
dalam belajar dengan gayanya tersendiri dan setiap individu akan belajar efektif
dengan memperdayakan modalitas belajar yang dimilikinya sendiri yang unik dan
tak terbandingkan. Hal ini dapat menjadi modal peserta didik dalam membuat
cerita fantasi, yang mana setiap individu memiliki ide, penafsiran, khayalan, dan
imajinasi yang masing-masing berbeda-beda. Namun, perhatian guru terhadap
kemampuan metakognitif khususnya dalam pembelajaran menulis yang masih
minim.
Metakognitif mengacu pada kesadaran tentang apa yang diketahui. Strategi
metakognitif merujuk pada cara untuk meningkatkan kesadaran mengenai proses
berpikir dan pembelajaran yang berlaku sehingga bila kesadaran ini terwujud
maka seseorang biasa mengawali pikirannya dengan merancang, memantau, dan
menilai apa yang telah dipelajarinya. Metakognitif memiliki peranan penting
dalam mengatur dan mengontrol proses-proses kognitif seseorang dalam belajar
dan berpikir, sehingga belajar dan berpikir yang dilakukan oleh seseorang menjadi
lebih efektif dan efisien. Metakognitif sebagai pengetahuan dan keterampilan
dapat diajarkan, dilatihkan, atau dikembangkan. Siswa dapat menggunakan
strategi metakognitif dalam pembelajaran meliputi tiga tahap, yaitu merancang
apa yang hendak dipelajari, memantau perkembangan diri dalam belajar, dan
menilai apa yang dipelajari.
Penelitian mengenai pengembangan bahan ajar berbasis metakognitif, pernah
dilakukan oleh Selfi Indra Gumilar dengan judul Pengembangan Modul Menulis
9
Teks Diskusi Berbasis Strategi Metakognitif Untuk Siswa SMP kelas VIII. Dalam
penelitian ini dikembangkan sebuah bahan ajar menulis teks diskusi dan produk
bahan ajar yang dihasilkan berupa modul yang mampu mengoptimalkan proses
pembelajaran khususnya pada materi teks diskusi yang mengaktifkan kemampuan
metakognitif peserta didik. Aspek metakognitif yang terdapat pada modul, yaitu
tahap perencanaan, tahap pemantauan, dan tahap penilaian. Penelitian Gumilar
(2016:7) mengembangkan bentuk bahan ajar berupa modul dan terbatas pada
materi teks diskusi di ranah teks nonsastra.
Penelitian berbasis metakognitif yang penerapannya dalam bentuk yang berbeda
adalah penelitian Indah, dkk (2015), “Validitas LKS Berbasis Strategi
Metakognitif Pada Materi Sistem Pernapasan Kelas XI SMA.” Penelitian ini
mengembangkan LKS berbasis metakognitif yang layak secara teoritis maupun
empiris untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik pada materi sistem
pernapasan. Selain itu, penelitian ini mengembangkan pengembangan LKS yang
mengacu pada model pengembangan 4D (define, design, develop, dan
disseminate), akan tetapi pengembangannya terbatas hanya sampai tahap develop
saja.
Penelitian mengenai hubungan antara metakognitif dan kemampuan menulis
karangan telah dilakukan oleh Brata yang berjudul “Hubungan Strategi
Metakognitif dengan Kemampuan Menulis Karangan Sugestif dan Ekspositoris
Siswa Kelas X SMK Minhajut Thullab Banyuwangi Semeser Genap Tahun
2013/2014.” Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dalam menguji
10
adanya hubungan antarastrategi metakognitif dengan kemampuan menulis
karangan sugestif dan ekspositoris (Brata, 2014:700). Selain itu pada penelitian ini
menghasilkan bahwa adanya hubungan signifikan antara penggunaan strategi
metakognitif dengan kemampuan menulis karangan sugestif dan kemampuan
menulis karangan ekspositoris, yang menunjukan semakin baik penerapan strategi
metakognitif dalam media pembelajaran dan metode guru, khususnya pada aspek
menulis maka semakin baik hasil belajar peserta didik.
Penelitian mengenai strategi metakognitif juga telah dilakukan oleh Mursinah
(2013:326) dengan judul “Model Penerapan Strategi Metakognitif dalam
Pembelajaran Menulis Narasi Siswa Kelas VI”. Hasil penelitian menjelaskan
bahwa pembelajaran yang menerapkan model strategi metakognitif terbukti
efektif dalam meningkatkan kemampuan menulis narasi siswa. Penelitian
Mursinah (2013: 327) menggunakan strategi metakognitif hanya sebagai model
pembelajaran dalam materi menulis narasi untuk siswa SD kelas VI dan belum
menerapkan dalam bentuk bahan ajar secara mandiri.
Penelitian jurnal selanjutnya ditulis oleh Ruba Monem dari Florida Internasional
University dengan judul “Metakognitif Functions, Inters, and Student Engagement
in The Writing: A Review of the Literature.” Penelitian tentang fungsi
metakognitif dalam proses penelitian ini difokuskan pada tiga hal. Pertama,
menulis adalah proses kompleks yang memerlukan upaya sadar dan pengaturan
diri. Kedua, siswa yang tertarik dengan kegiatan menulis akan lebih termotivasi
untuk menulis dan cenderung lebih berkomitmen pada proses penulisannya.
11
Ketiga, siswa yang memegang keyakinan positif tentang tulisan mereka lebih
cenderung tetap pada tugas dan bertahan melalui penyelesaian tugas. Tujuan
penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana kegiatan menulis dapat
dipahami sebagai suatu proses dan minat dalam merangsang fungsi metakognitif.
Metakognitif menfasilitasi proses penulisan sebagai kontrol metakognitif untuk
meningkatkan pengembangan keterampilan menulis. Melalui upaya sadar dan
keinginan intrinsik dari siswa adar dapat menghasilkan tulisan yang berkualitas
dan mencapai keberhasilan akademis.
Penelitian sejenis mengenai strategi metakognitif ditulis oleh Ramazan Goctu
pada Journal of Education in Black Sea Region (2017), dalam penelitiannya yang
berjudul “Metacognitive Strategies in Academic Writing.” Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui apakah mahasiswa baru di Fakultas Teknologi dan Teknik
Komputer di International Black Sea University (Tbilisi, Georgia) secara sadar
mengunakan strategi pembelajaran metakognitif dalam penulisan akademik
mereka, dan apakah dosen mereka menyediakan pengembangan strategi
pembelajaran metakognitif. Adapun, hasil yang didapatkan adalah 15 dari 20
responden menyatakan bahwa mereka menyadari dan menggunakan strategi
pembelajaran metakognitif yang dapat meningkatkan kinerja menulis. Dosen juga
memperkenalkan dan mengintruksikan metakognitif di kelas, yaitu keterampilan
esekutif tingkat tinggi yang berisi perencanaan, pemantaan dan evaluasi.
Penelitian sejenis mengenai cerita fantasi, Laksmana (2017) dalam penelitiannya
yang berjudul “Kemampuan Menulis Cerita Fantasi Siswa Kelas VII C MTs
12
Negeri Talang Bakung Kota Jambi Tahun 2016/2017.” Penelitian ini
menghasilkan penilaian kemampuan menulis peserta didik yang bervariasi, baik
dalam bagian komplikasi, orientasi, resolusi, dan ciri kebahasaan. Selain itu,
dalam penelitian ini disarankan kepada guru bahasa Indonesia harus
memperhatikan waktu menjelaskan bagian-bagian dalam cerita fantasi.
Penelitian lain oleh Fajria (2017) dalam penelitiannya yang berjudul
“Pelaksanaan Pembelajaran Teks Cerita Fantsi di Kelas VII F SMP Negeri 8
Yogyakarta.” Penelitian ini mendeskripsikan bagaimana perencanaan,
pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran dalam materi teks cerita fantasi yang
dilakukan oleh guru dan peserta didik ditinjau dari materi, metode, dan media
pembelajaran. Kedua penelitian tersebut sangat perlu dalam memberikan
gambaran pelaksanaan pembelajaran menulis cerita fantasi untuk dijadikan acuan.
Penelitian yang akan dikembangkan oleh peneliti adalah penelitian yang berbeda
dari apa yang telah dijelaskan di atas. Penelitian ini berupaya untuk membuat
pengembangan bahan ajar menulis teks cerita fantasi yang diintegrasikan dengan
keterampilan metakognitif. Aspek metakognitif yang terdapat dalam bahan ajar
ini, antara lain keterampilan perencanaan (planning skills), keterampilan
pemantauan (monitoring skills), dan keterampilan penilaian (evaluation skills).
Pengembangan bahan ajar ini akan dikemas dalam bentuk Lembar Kegiatan
Peserta Didik (LKPD) yang dapat digunakan peserta didik belajar secara mandiri
dengan atau tanpa bimbingan guru.
13
Pengembangan LKPD yang dilengkapi dengan penggunaan basis metakognitif
sesuai dengan kebutuhan karakteristik peserta didik yang dibutuhkan pada
kurikulum 2013, yaitu seorang peserta didik diharapkan mampu bersikap mandiri,
dan tahu apa yang telah dipelajari, apa yang sedang dipelajari, dan apa yang harus
dipelajari. Peserta didik akan berlatih untuk menyusun perencanaan keberhasilan
belajarnya, memantau perkembangan diri dalam proses belajar yang sedang
berlangsung, dan menilai proses dan hasil belajarnya sendiri.
Pengembangan bahan ajar menulis teks cerita fantasi berbasis metakognitif
dilengkapi dengan piramida cerita mempermudah peserta didik untuk
mengkontruksikan pengetahuannya, diharapkan dapat meningkatkan minat dan
kreativitas siswa dalam kemampuan menulis kreatif, berfantasi aktif dalam
menulis teks cerita fantasi. Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD) diharapkan
dapat menjadi alternatif bahan ajar berbasis metakognitif yang dapat membantu
guru untuk menerapkan keterampilan metakognitif pada kegiatan menulis teks
cerita fantasi, membantu guru dalam mengelola pembelajaran yang efektif,
membantu siswa mengasah kemampuan metakognitif sesuai dengan modalitas
pengentahuan dan pengalaman yang dimiliki, serta dapat digunakan sebagai
referensi pembelajaran menulis teks cerita fantasi.
Berdasarkan latar belakang dan rincian di atas penulis merasa perlu untuk meneliti
pengembangan bahan ajar yang menerapkan strategi metakognitif khususnya pada
materi menulis teks cerita fantasi. Penelitian pengembangan bahan ajar ini dapat
memenuhi kelayakan untuk digunakan pada siswa tingkat SMP/MTs kelas VII,
14
sebagai penelitian baru yang dikembangkan oleh peneliti, sebagai penyempurna
dari penelitian sebelumnya. Adapun, judul penelitian adalah “Pengembangan
LKPD Menulis Teks Cerita Fantasi Berbasis Metakognitif Untuk Peserta
Didik SMP/MTs Kelas VII.”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan peneliti dapat dirumuskan
sebagai berikut.
1. Bagaimanakah pengembangan “LKPD Menulis Teks Cerita Fantasi
Berbasis Metakognitif untuk Peserta Didik SMP/MTs Kelas VII”?
2. Bagaimanakah kelayakan bahan ajar “LKPD Menulis Teks Cerita
Fantasi Berbasis Metakognitif untuk Peserta Didik SMP/MTs Kelas VII”
yang dikembangkan berdasarkan ahli materi, ahli media, praktisi, guru
dan siswa?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian pengembangan ini sebagai
berikut.
1. Menghasilkan “LKPD Menulis Teks Cerita Fantasi Berbasis
Metakognitif untuk Peserta Didik SMP/MTs kelas VII”.
2. Mendeskripsikan kelayakan bahan ajar “LKPD Menulis Teks Cerita
Fantasi Berbasis Metakognitif untuk Peserta Didik SMP/MTs Kelas VII
yang dikembangkan berdasarkan ahli materi, ahli media, praktisi, guru
dan siswa.
15
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah tersedianya produk pengembangan bahan ajar
menulis teks cerita fantasi berupa Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD)
berbasis Metakognitif untuk Peserta Didik Kelas VII. Adapun, beberapa manfaat
penelitian ini, yaitu
1. bagi peserta didik, sebagai alternatif sumber belajar mandiri yang dapat
meningkatkan penguasaan materi menulis teks cerita fantasi dan sarana
pembelajaran yang dapat membantu melatih keterampilan metakognitif;
2. bagi guru, sebagai sarana pengoptimalan proses pembelajaran, khususnya
pada materi menulis teks cerita fantasi, sebagai referensi pilihan berbentuk
LKPD yang dapat mengakomodasi keterampilan metakognitif peserta
didik, dan sebagai bahan rujukan untuk pengembangan bahan ajar sejenis;
3. bagi sekolah, produk hasil pengembangan penelitian ini dapat berguna
sebagai bahan peningkatan kualitas pembelajaran bahasa Indonesia di
sekolah;
4. bagi peneliti lain, dapat menambah literatur penelitian mengenai LKPD
menulis teks cerita fantasi dan strategi metakognitif dan juga dapat
menjadi acuan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut.
16
II. LANDASAN TEORI
2.1 Bahan Ajar
Secara teori terdapat beberapa yang harus dipahami dalam menyusun bahan ajar
agar nantinya menjadi bahan ajar yang berkualitas dan sesuai dengan tujuan
pengembangan. Hal tersebut meliputi pengertian bahan ajar, fungsi bahan ajar,
tujuan dan manfaat pembuatan bahan ajar, unsur-unsur bahan ajar, dan klasifikasi
bahan ajar.
2.1.1 Pengertian Bahan ajar
Bahan ajar atau materi pembelajaran (instructional materials) secara garis beras
terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari peserta
didik dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan. Secara
lebih sempit bahan ajar biasanya disebut sebagai materi pembelajaran. Materi
pembelajaran yang dapat dikatakan sebagai program yang disusun guru untuk
mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap positif terhadap
pembelajaran yang diturunkan dari kurikulum yang berlaku (Abidin, 2014:263).
Bahan ajar adalah bahan-bahan atau materi pelajaran yang disusun secara
sistematis, yang digunakan guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran
17
(Panen dalam Prastowo, 2015:17). Definisi bahan ajar dapat dijabarkan sebagai
berikut (Depdiknas, 2008: 6-7).
1. Bahan ajar merupakan informasi, alat, dan teks yang diperlukan
guru/instruktur untuk perencanaan dan penelaahan implementasi
pembelajaran.
2. Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu
guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas.
3. Bahan yang dimaksud baik berupa tertulis maupun tidak tertulis.
4. Bahan ajar adalah seperangkat materi yang disusun sistematis baik tertulis
maupun tidak tertulis sehingga tercipta lingkungan/suasana yang
memungkinan peserta didik untuk belajar.
Menurut National Centre For Comperency Based Training bahwa segala bentuk
bahan yang digunakan untuk membantu guru atau instruktur dalam melaksanakan
proses pembelajaran dikelas. Bahan tersebut baik bersifat tertulis maupun tidak
tertulis (Prastowo, 2015:16). Pendapat lain menyatakan bahwa bahan ajar adalah
segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru dan peserta didik
dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Bahan ajar sangat menentukan
dalam keberhasilan suatu pembelajaran. Bahan ajar harus dikuasai dan dipahami
oleh peserta didik, karena membantu dalam pencapaian pembelajaran (Astrini,
2013:19). Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa bahan ajar
adalah seperangkat bahan-bahan baik tertulis maupun tidak tertulis yang tersusun
berdasarkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, yang digunakan oleh guru
dan peserta didik dalam menguasai kompetensi pembelajaran.
18
2.1.2 Fungsi Bahan Ajar
Beberapa klasifikasi utama fungsi bahan ajar sebagaimana diuraikan sebagai
berikut.
1. Fungsi bahan ajar menurut pihak yang memanfaatkan bahan ajar.
Berdasarkan pihak-pihak yang menggunakan bahan ajar, fungsi bahan ajar
dibedakan menjadi dua macam, yakni fungsi bagi pendidik dan fungsi bagi
peserta didik. Fungsi bahan ajar bagi pendidik, yaitu
a. menghemat waktu pendidik dalam mengajar;
b. mengubah peran pendidik dari seorang pengajar menjadi fasilitator;
c. meningkatkan proses pembelajaran menjadi lebih efektif dan interaktif;
d. sebagai pedoman bagi pendidik yang akan mengarahkan semua
aktivitas dalam proses pembelajaran dan merupakan substansi
kompetansi yang semestinya diajarkan kepada peserta didik;
e. sebagai alat evaluasi pencapaian atau penguasaan hasil pembelajaran.
Adapun, fungsi bahan ajar bagi peserta didik, yaitu
a. peserta didik dapat belajar tanpa harus ada pendidik atau teman peserta
didik yang lain;
b. peserta didik dapat belajar kapan saja dan dimana saja ia kehendaki;
c. peserta didik dapat belajar menurut urutan yang dipilihnya sendiri;
d. membantu potensi peserta didik untuk menjadi pelajar/mahasiswa yang
mandiri;
19
e. sebagai pedoman bagi peserta didik yang akan mengarahkan semua
aktivitasnya dalam proses pembelajaran dan merupakan substansi
kompetensi yang seharusnya dipelajari atau dikuasainya.
2. Fungsi bahan ajar menurut strategi pembelajaran yang digunakan.
Berdasarkan strategi pembelajaran yang digunakan, fungsi bahan ajar dapat
dibedakan menjadi tiga macam, antara lain fungsi dalam pembelajaran klasikal,
fungsi dalam pembelajaran individual, dan fungsi dalam pembelajaran kelompok.
Fungsi bahan ajar dalam pembelajaran klasikal, yaitu
a. sebagai satu-satunya sumber informasi serta pengawas dan pengendali
proses pembelajaran (dalam hal ini peran peserta didik bersifat pasif
dan belajar sesuai kecepatan pendidik dalam mengajar);
b. sebagai bahan pendukung proses pembelajaran yang diselenggarakan.
Fungsi bahan ajar dalam pembelajaran individual, yaitu
a. sebagi media utama dalam proses pembelajaran;
b. sebagai alat yang digunakan untuk memperoleh informasi;
c. sebagai penunjang media pembelajaran individual lainnya.
Fungsi bahan ajar dalam pembelajaran kelompok, yaitu
a. sebagai bahan yang terintegrasi dengan proses belajar kelompok,
dengan cara memberikan informasi tentang latar belakang materi,
informasi tentang peran orang-orang yang terlibat dalam belajar
kelompok, serta petunjuk tentang proses pembelajaran kelompoknya
sendiri;
20
b. sebagai bahan pendukung bahan belajar utama, apabila dirancang
sedemikian rupa, dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik.
2.1.3 Tujuan dan Manfaat Bahan Ajar
Dalam pembuatan bahan ajar terdapat empat hal pokok yang melingkupinya
menjadi pembuatan bahan ajar (Prastowo, 2015:24), yaitu
1. membantu peserta didik dalam mempelajari sesuatu;
2. menyediakan berbagai jenis pilihan bahan ajar, sehingga mencegah
timbulnya rasa bosan pada peserta didik;
3. memudahkan peserta didik dalam melaksanakan pembelajaran;
4. agar kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik.
Adapun, tujuan penyusunan bahan ajar (Depdiknas, 2008:9) sebagai berikut.
1. Menyediakan bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum
dengan mempertimbangkan kebutuhan peserta didik, yakni bahan ajar
yang sesuai dengan karakteristik dan setting atau lingkungan sosial
peserta didik.
2. Membantu peserta didik dalam memperoleh alternatif bahan ajar di
samping buku-buku teks yang terkadang sulit diperoleh.
3. Memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran.
Manfaat yang dapat diperoleh apabila seorang guru mengembangkan bahan ajar
sendiri, yaitu
21
1. diperoleh bahan ajar yang sesuai tuntutan kurikulum dan sesuai dengan
kebutuhan belajar peserta didik;
2. tidak lagi tergantung kepada buku teks yang terkadang sulit untuk
diperoleh;
3. bahan ajar menjadi lebih kaya karena dikembangkan dengan
menggunakan berbagai referensi;
4. menambah khasanah pengetahuan dan pengalaman guru dalam
menulis bahan ajar;
5. bahan ajar akan mampu membangun komunikasi pembelajaran yang
efektif antara guru dan peserta didik, karena peserta didik akan merasa
lebih percaya kepada gurunya;
6. bahan ajar dapat diajukan sebagai karya yang dinilai untuk menambah
angka kredit pendidik guna keperluan kenaikan pangkat.
Manfaat lain yang diperoleh peserta didik, apabila tersedianya bahan ajar yang
bervariasi, inovatif, dan menarik, yaitu
1. kegiatan pembelajaran menjadi lebih menyenangkan;
2. peserta didik lebih banyak mendapatkan kesempatan untuk belajar secara
mandiri dengan bimbingan pendidik;
3. peserta didik mendapatkan kemudahan dalam mempelajari setiap
kompetensi yang harus dikuasainya.
22
2.1.4 Unsur-unsur Bahan Ajar
Bahan ajar merupakan sebuah susunan atas bahan-bahan yang berhasil
dikumpulkan dari berbagai sumber belajar yang terpat secara sistematis, oleh
karena itu bahan ajar mengandung unsur-unsur tertentu. Terdapat enam komponen
yang berkaitan dengan unsur-unsur penyusun bahan ajar (Prastowo, 2015:28)
dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Petunjuk belajar
Komponen pertama ini meliputi petunjuk bagi pendidik maupun peserta didik. Di
dalamnya dijelaskan tentang bagaimana pendidik sebaiknya mengajarkan materi
kepada peserta didik dan bagaimana pula peserta didik sebaiknya mempelajari
materi yang ada dalam bahan ajar.
2. Kompetensi yang akan dicapai
Komponen yang kedua adalah kompetensi yang akan dicapai oleh peserta didik
sebagai pendidik, harus menjelaskan dan mencantumkan dalam bahan ajar yang
tersusun tersebut dengan dengan kompetensi inti, kompetensi dasar dan indikator
pencapaian hasil belajar yang ingin dikuasai peserta didik.
3. Informasi pendukung
Komponen ketiga adalah informasi pendukung yang merupakan berbagai
informasi tambahan yang dapat melengkapi bahan ajar sehingga peserta didik
akan semakin mudah dan semakin komprehensif untuk menguasai pengetahuan
yang akan mereka peroleh.
4. Latihan-latihan
Komponen keempat ini merupakan suatu bentuk tugas yang diberikan kepada
peserta didik untuk melatih kemampuan mereka setelah mempelajari bahan ajar.
23
Dengan demikian, kemampuan yang sering mereka pelajari akan semakin terarah
dan terkuasai secara matang.
5. Petunjuk kerja atau lembar kerja
Petunjuk kerja atau lembar kerja adalah suatu lembar atau beberapa lembar kertas
yang berisi sejumlah langkah-langkah prosedural cara pelaksanaan aktivitas atau
kegiatan tertentu yang harus dilakukan oleh peserta didik berkaitan dengan praktik
dan lainya.
6. Evaluasi
Komponen terakhir ini merupakan salah satu bagian dari proses penilaian. Dalam
komponen evaluasi terdapat sejumlah pertanyaan yang ditujukan kepada peserta
didik untuk mengukur seberapa jauh penguasaan kompetensi yang berhasil
mereka kuasai setelah mengikuti proses pembelajaran.
2.1.5 Klasifikasi Bahan Ajar
Klasifikasi bahan ajar dapat dijelaskan berdasarkan beberapa klasifikasi, yaitu
bahan ajar menurut bentuknya, bahan ajar menurut cara kerjanya, dan bahan ajar
menurut sifatnya. Klasifikasi ini diuraikan (Diknas dalam Prastowo, 2015:40-43)
sebagai berikut.
1. Bahan Ajar Menurut Bentuknya
Menurut bentuknya, bahan ajar dibedakan menjadi empat macam, antara lain
bahan ajar cetak, bahan ajar dengar, bahan ajar pandang dengar, dan bahan ajar
interaktif.
a. Bahan cetak (printed), yakni sejumlah bahan yang disiapkan dalam kertas,
yang dapat berfungsi untuk keperluan pembelajaran atau penyampaian
24
informasi. Contohnya: handout, buku, modul, lembar kerja peserta didik,
brosur, leflet, wallchart, foto atau gambar, dan model atau maket.
b. Bahan ajar dengan program audio, yakni semua sistem yang menggunakan
sinyal radio secara langsung dapat didengar oleh seseorang maupun
sekelompok orang. Contohnya: kaset, radio, piringan hitam, dan compact
disk audio.
c. Bahan ajar pandang dengar (audiovisual), yakni segala sesuatu yang
memungkinkan sinyal audio dapat dikombinasikan dengan gambar
bergerak secara sekuensial. Contohnya: video compact disk dan film.
d. Bahan ajar interaktif (interactive teaching materials), yakni kombinasi
dari dua atau lebih media (audio, teks, grafik, animasi, video) yang
dimanipulasi atau diberi perlakuan untuk mengendalikan suatu perintah
dan/atau perilaku alami dari suatu presenasi. Contohnya: compact disk
interactive.
2. Bahan Ajar Menurut Cara Kerjanya
Menurut cara kerjanya bahan ajar dibedakan menjadi lima macam, antara lain
bahan ajar yang tidak diproyeksikan, bahan ajar yang diproyeksikan, bahan ajar
audio, bahan ajar audio, dan bahan ajar media (komputer).
a. Bahan ajar yang tidak diproyeksikan, yakni bahan ajar yang tidak
memerlukan perangkat proyektor untuk memproyeksikan isi di dalamnya,
sehingga peserta didik bisa langsung mempergunakan (membaca, melihat,
dan mengamati) bahan ajar tersebut. Contoh: foto, diagram, display,
model, dan lain sebagainya.
25
b. Bahan ajar yang diproyeksikan, yakni bahan ajar yang memerlukan
proyektor agar bisa dimanfaatkan dan/atau dipelajari peserta didik.
Contoh: slide, filmstrips, overhead transparencies,dan proyeksi komputer.
c. Bahan ajar audio, yakni bahan ajar yang berupa sinyal audio yang direkam
dalam suatu media rekam. Untuk menggunakannya, memerlukan alam
pemain (player) media rekam tersebut, seperti tape compo, CD player,
VCD player, multimedia player, dan lain sebagainya. Contoh bahan ajar
seperti ini adalah kaset, CD, flash disk, dan lain-lain.
d. Bahan ajar video, yakni bahan ajar yang memerlukan alat pemutar yang
biasanya berbentuk video, video tape player, VCD player, DVD player,
dan sebagainya. Bahan ajar ini dilengkapi dengan gambar yang disajikan
secara bersamaan dengan suara. Contoh: video, film, dan lain sebagainya.
e. Bahan ajar (media) komputer, yakni berbagai jenis bahan ajar mencetak
yang membutuhkan komputer untuk menayangkan sesuatu untuk belajar.
Contoh: computer medicated instruction, dan computer based multimedia
atau hypermedia.
3. Bahan Ajar Menurut Sifatnya
Berdasarkan sifat bahan ajar dibagi menjadi empat macam sebagai berikut.
a. Bahan ajar yang berbasiskan cetak, misalnya: buku, pamflet, panduan
belajar peserta didik, bahan tutorial buku kerja peserta didik, peta, charts,
foto bahan dari majalah serta koran, dan lain sebagainya.
b. Bahan ajar yang berbasiskan teknologi, misalnya: audio cassette, siaran
radio, slide, film strips, film, video cassettes, siaran televise,
videointeraktif, computer based tutorial, dan multimedia.
26
c. Bahan ajar yang digunakan untuk praktik atau proyek, misalnya: kit sains,
lembar observasi, lembar wawancara, dan lain sebagainya.
d. Bahan ajar yang dibutuhkan untuk keperluan interaksi manusia (terutama
untuk keperluan pendidikan jarak jauh), misalnya: telepon, handphone,
video conferencing, dan lain sebagainya.
2.2 Pengembangan Bahan Ajar
Terdapat sejumlah alasan, mengapa guru perlu untuk mengembangkan bahan ajar,
yakni ketersediaan bahan sesuai tuntutan kurikulum, karakteristik sasaran, dan
tuntutan pemecahan masalah belajar. Pengembangan bahan ajar harus
memperhatikan tuntutan kurikulum, artinya bahan belajar yang akan
dikembangkan harus sesuai dengan kurikulum. Dalam hal ini, guru dituntut untuk
mempunyai kemampuan mengembangkan bahan ajar sendiri. Sebuah bahan ajar
bisa saja menempati posisi sebagai bahan ajar pokok ataupun suplemen untuk
mendukung kurikulum.
Bahan ajar pokok adalah bahan ajar yang memenuhi tuntutan kurikulum,
sedangkan bahan ajar suplemen adalah bahan ajar yang dimaksudkan untuk
memperkaya, menambah, ataupun memperdalam isi kurikulum. Apabila bahan
ajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum tidak ada ataupun sulit diperoleh,
dengan membuat bahan belajar sendiri adalah suatu keputusan yang bijak.
Mengembangkan bahan ajar, referensi dapat diperoleh dari berbagai sumber baik
itu berupa pengalaman maupun pengetahuan sendiri, ataupun penggalian
informasi dari narasumber baik orang ahli ataupun teman sejawat. Demikian pula
27
referensi dapat kita peroleh dari buku-buku, media masa, dan internet. Namun
demikian, kalaupun bahan yang sesuai dengan kurikulum cukup melimpah bukan
berarti kita tidak perlu mengembangkan bahan sendiri. Bagi peserta didik,
seringkali bahan yang terlalu banyak membuat mereka bingung, untuk itu guru
perlu membuat bahan ajar untuk menjadi pedoman bagi peserta didik.
Pertimbangan lain adalah karakteristik sasaran. Bahan ajar yang dikembangkan
orang lain seringkali tidak cocok untuk peserta didik kita. Ada sejumlah alasan
ketidakcocokan, misalnya lingkungan sosial, geografis, budaya, dan lain-lain.
Bahan ajar yang dikembangkan sendiri dapat disesuaikan dengan
karakteristik sasaran. Selain lingkungan sosial, budaya, dan geografis,
karakteristik sasaran juga mencakup tahapan perkembangan peserta didik,
kemampuan awal yang telah dikuasai, minat, dan latar belakang keluarga. Bahan
ajar yang dikembangkan sendiri dapat disesuaikan dengan karakteristik peserta
didik sebagai sasaran.
Pengembangan bahan ajar harus dapat menjawab atau memberikan solusi
kesulitan dalam belajar. Terdapat sejumlah materi pembelajaran yang seringkali
peserta didik sulit untuk memahaminya ataupun guru sulit untuk menjelaskannya.
Kesulitan tersebut dapat saja terjadi karena materi tersebut abstrak, rumit, asing,
dan banyak penyebab lainnya, untuk mengatasi kesulitan ini perlu dikembangkan
bahan ajar yang tepat. Jika materi pembelajaran yang akan disampaikan bersifat
abstrak, bahan ajar harus mampu membantu peserta didik menggambarkan
sesuatu yang abstrak tersebut, misalnya dengan penggunaan gambar, foto, bagan,
28
dan skema. Demikian pula materi yang rumit, harus dapat dijelaskan dengan cara
yang sederhana, sesuai dengan tingkat berpikir peserta didik, sehingga menjadi
lebih mudah dipahami.
2.2.1 Tujuan dan Manfaat Pengembangan Bahan Ajar
Tujuan disusunnya bahan ajar sebagai berikut.
1. Menyediakan bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum dengan
mempertimbangkan kebutuhan peserta didik, yakni bahan ajar yang sesuai
dengan karakteristik dan lingkungan sosial peserta didik.
2. Membantu peserta didik dalam memperoleh alternatif bahan ajar di
samping buku-buku teks yang terkadang sulit diperoleh.
3. Memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran.
Adapun, manfaat yang dapat diperoleh apabila seorang guru mengembangkan
bahan ajar sebagai berikut.
1. Diperoleh bahan ajar yang sesuai tuntutan kurikulum dan sesuai dengan
kebutuhan belajar peserta didik.
2. Tidak lagi bergantung kepada buku teks yang terkadang sulit untuk
diperoleh.
3. Bahan ajar menjadi lebih kaya karena dikembangkan dengan
menggunakan berbagai referensi.
4. Menambah khasanah pengetahuan dan pengalaman guru dalam menulis
bahan ajar.
29
5. Bahan ajar akan mampu membangun komunikasi pembelajaran yang
efektif antara guru dengan peserta didik karena peserta didik akan merasa
lebih percaya kepada gurunya.
Di samping itu, guru juga dapat memperoleh manfaat lain misalnya: tulisan
tersebut dapat diajukan untuk menambah angka kredit saat kenaikan pangkat
ataupun dikumpulkan menjadi buku dan diterbitkan.
2.2.2 Prinsip Pengembangan Bahan Ajar
Pengembangan bahan ajar hendaklah memperhatikan prinsip-prinsip
pembelajaran. Di antara prinsip pembelajaran tersebut sebagai berikut (Diknas,
2008 :10).
1. Mulai dari yang mudah untuk memahami yang sulit, dari yang kongkret
untuk memahami yang abstrak. Peserta didik akan lebih mudah memahami
suatu konsep tertentu apabila penjelasan dimulai dari yang mudah atau
sesuatu yang kongkret, sesuatu yang nyata ada di lingkungan mereka.
2. Pengulangan akan memperkuat pemahaman. Dalam pembelajaran,
pengulangan sangat diperlukan agar peserta didik lebih memahami suatu
konsep.
3. Umpan balik positif akan memberikan penguatan terhadap pemahaman
peserta didik. Seringkali kita menganggap enteng dengan memberikan
respon yang sekedarnya atas hasil kerja peserta didik. Padahal respon yang
diberikan oleh guru terhadap peserta didik akan menjadi penguatan pada
diri peserta didik.
30
4. Motivasi belajar yang tinggi merupakan salah satu faktor penentu
keberhasilan belajar. Seorang peserta didik yang memiliki motivasi belajar
tinggi akan lebih berhasil dalam belajar, untuk itu salah satu tugas guru
dalam melaksanakan pembelajaran adalah memberikan dorongan
(motivasi) agar peserta didik mau belajar.
5. Mencapai tujuan ibarat naik tangga, setahap demi setahap, akhirnya akan
mencapai ketinggian tertentu.
6. Pembelajaran adalah suatu proses yang bertahap dan berkelanjutan, dalam
proses pembelajaran, guru ibarat pemandu perjalanan. Pemandu perjalanan
yang baik, akan memberitahukan kota tujuan akhir yang ingin dicapai,
bagaimana cara mencapainya, kota-kota apa saja yang akan dilewati, dan
memberitahukan pula sudah sampai di mana dan berapa jauh lagi
perjalanan. Dalam pembelajaran, setiap anak akan mencapai tujuan tersebut
dengan kecepatannya sendiri, namun mereka semua akan sampai kepada
tujuannya dengan waktu yang berbeda-beda. Inilah sebagian dari prinsip
belajar tuntas.
2.3 Pedoman Penyusunan Bahan Ajar
Pedoman penyusunan bahan ajar, yaitu analisis kebutuhan bahan ajar dan
penyusunan peta bahan ajar.
2.3.1 Analisis Kebutuhan Bahan Ajar
Bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kompetensi yang harus dikuasai oleh
peserta didik, diperlukan analisis terhadap KI dan KD, analisis sumber belajar,
31
dan penentuan jenis serta judul bahan ajar. Analisis yang dimaksud dijelaskan
sebagai berikut.
1. Analisis KI dan KD
Analisis KI dan KD dilakukan untuk menentukan kompetensi-kompetensi mana
yang memerlukan bahan ajar. Dari hasil analisis ini akan dapat diketahui berapa
banyak bahan ajar yang harus disiapkan dalam satu semester tertentu dan jenis
bahan ajar mana yang dipilih. Berikut diberikan contoh analisis KI dan KD untuk
menentukan jenis bahan ajar.
Contoh analisis KI-KD
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas : VII
Semester : 1
Kompetensi Dasar : Menyajikan gagasan kreatif dalam bentuk cerita fantasi
secara lisan dan tulis dengan memperhatikan struktur dan
penggunaan bahasa.
Kompetensi
Dasar
Indikator Materi
pembelajaran
Kegiatan
Pembelajaran
Jenis
Bahan
Ajar
Menyajikan
gagasan
kreatif
dalam
bentuk
cerita
fantasi
secara lisan
dan tulis
dengan
memperhati
kan struktur
dan
penggunaan
Merencanakan
pengembangan
cerita fantasi
Menulis cerita
fantasi dengan
memperhati-
kan pilihan
kata,
kelengkapan
struktur,
kaidah
penggunaan
kata/kalimat/ta
nda baca/ejaan
Langkah
penyusunan
cerita fantasi
Mengamati
judul,
kerangka,
dan
langkah
Mengem-
bangkan
cerita
fantasi
Memperta-
nyakan
langkah
membuat
cerita
Buku
teks,
LKPD
32
bahasa fantasi
Menggali
informasi
dari
berbagai
sumber
langkah
menulis
cerita
fantasi
Menggali
informasi
untuk
mengem-
bangkan
kerangka
cerita
fantasi
menjadi
cerita utuh.
Kebutuhan bahan ajar dapat dilihat dari analisis di atas, jenis bahan ajar dapat
diturunkan dari pengalaman belajarnya. Semakin jelas pengalaman belajar
diuraikan akan semakin mudah guru menentukan jenis bahan ajarnya. Jika analisis
dilakukan terhadap seluruh KI maka akan diketahui berapa banyak bahan ajar
yang harus disiapkan oleh guru.
2. Analisis Sumber Belajar
Sumber belajar yang akan digunakan sebagai bahan penyusunan bahan ajar perlu
dilakukan analisis. Analisis dilakukan terhadap ketersediaan, kesesuaian, dan
kemudahan dalam memanfaatkannya. Analisis ini dilakukan dengan cara
menginventarisasi ketersediaan sumber belajar yang dikaitkan dengan kebutuhan.
3. Pemilihan dan Penentuan Bahan Ajar
Pemilihan dan penentuan bahan ajar dimaksudkan untuk memenuhi salah satu
kriteria bahwa bahan ajar harus menarik dan dapat membantu peserta didik untuk
33
mencapai kompetensi. Dengan demikian, bahan ajar dibuat sesuai dengan
kebutuhan dan kecocokan dengan KD yang akan diraih oleh peserta didik. Jenis
dan bentuk bahan ajar ditetapkan atas dasar analisis kurikulum dan analisis
sumber bahan sebelumnya.
2.3.2 Penyusunan Peta Bahan Ajar
Peta kebutuhan bahan ajar disusun setelah diketahui berapa banyak bahan ajar
yang harus disiapkan melalui analisis kebutuhan bahan ajar. Peta kebutuhan bahan
ajar sangat diperlukan guna mengetahui jumlah bahan ajar yang harus ditulis dan
sekuensi atau urutan bahan ajarnya seperti apa. Sekuensi bahan ajar ini sangat
diperlukan dalam menentukan prioritas penulisan. Di samping itu peta dapat
digunakan untuk menentukan sifat bahan ajar, apakah dependen (tergantung) atau
independen (berdiri sendiri). Bahan ajar dependen adalah bahan ajar yang ada
kaitannya antara bahan ajar yang satu dengan bahan ajar yang lain sehingga dalam
penulisannya perlu memperhatikan bahan ajar lainnya apalagi kalau saling
mempersyaratkan. Bahan ajar independen adalah bahan ajar yang berdiri sendiri
atau dalam penyusunannya tidak harus memperhatikan atau terikat dengan bahan
ajar yang lain. Contoh peta bahan ajar sebagai berikut.
34
Gambar 2.1 Peta Bahan Ajar
2.3.3 Struktur Bahan Ajar
Penyusunan bahan ajar terdapat perbedaan dalam strukturnya antara bahan ajar
yang satu dengan bahan ajar yang lain. Guna mengetahui perbedaan-perbedaan
dimaksud dapat dilihat pada matrik berikut ini.
KI4
Mencoba,
mengolah, dan
menyaji dalam
ranah konkret
(menggunakan,
mengurai,
merangkai,memo-
difikasi,dan
membuat) dan
ranah abstrak
(menulis,
membaca,
menghitung,
menggambar,
mengarang) sesuai
dengan yang
dipelajari di
sekolah dan
sumber lain yang
sama dalam sudut
pandang/teori.
Kompetensi
Dasar (KD)
Menyajikan
gagasan kreatif
dalam bentuk
cerita fantasi
secara lisan dan
tulis dengan
memperhatikan
struktur dan
penggunaan
bahasa
Merencanakan
pengembangan
cerita fantasi
Menulis teks
cerita fantasi
35
Tabel 2.1 Struktur Bahan Ajar Cetak (Printed)
No. Komponen Ht Bu Ml LKPD Bro Lf Wch F/Gb Mo/M
1. Judul √ √ √ √ √ √ √ √ √
2. Petunjuk
belajar
- √ √ - - - - -
3. KD/MP - √ √ √ √ √ ** ** **
4. Informasi
pendukung
√ √ √ √ √ ** ** **
5. Latihan - √ √ - - - - - -
6. Tugas/L.kerja - √ √ - - - ** **
7. Penilaian - √ √ √ √ √ ** ** **
Keterangan:
Ht: handout, Bu:Buku, Ml:Modul, LKPD:Lembar Kegiatan Peserta didik,
Bro:Brosur, Lf: Leaflet, Wch: Wallchart, F/Gb: Foto/ Gambar,
Mo/M: Model/Maket (Depdiknas, 2008:18)
2.4. Hakikat Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD)
LKPD merupakan Lembar Kegiatan Peserta Didik. LKPD adalah materi ajar
yang sudah dikemas sedemikian rupa sehingga peserta didik dapat mempelajari
secara mandiri. Dalam LKPD, peserta didik akan mendapatkan materi dan tugas.
Selain itu LKPD dapat menemukan arah yang terstruktur untuk memahami materi
yang diberikan.
36
2.4.1 Pengertian Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD)
Penelitian ini akan membahas tentang bahan ajar cetak, yakni Lembar Kegiatan
Peserta Didik (LKPD). Lembar kegiatan peserta didik (student work sheet) adalah
lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik
(Depdiknas, 2008:23-24). LKPD didefnisikan sebagai bahan ajar cetak berupa
lembaran-lembaran kertas yang berisi materi, ringkasan, dan petunjuk-petunjuk
pelaksanaan tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik, mengacu pada
kompetensi dasar yang dicapai (Prastowo, 2015:204).
Lembar kegiatan dapat digunakan untuk mata pelajaran apa saja. Tugas-tugas
sebuah lembar kegiatan tidak akan dapat dikerjakan oleh peserta didik secara baik
apabila tidak dilengkapi dengan buku lain atau referensi lain yang terkait dengan
materi tugasnya. Tugas-tugas yang diberikan kepada peserta didik dapat berupa
teoretis dan/atau tugas-tugas praktis.
Dari penjelasan tersebut bahwa LKPD merupakan suatu bahan ajar cetak yang
berupa lembar-lembar kertas yang berisi materi, ringkasan, dan petunjuk
pelaksanaan tugas pembelajaran yang harus dikerjakan peserta didik, baik bersifat
teoretis dan/atau praktis, yang mengacu kepada kompetensi dasar yang harus
dicapai peserta didik dan penggunaanya tergantung dengan bahan ajar lain.
37
2.4.2 Fungsi dan Tujuan Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD)
LKPD berfungsi sebagai panduan belajar peserta didik dan juga memudahkan
peserta didik dan guru melakukan kegiatan belajar mengajar. Secara lebih rinci
LKPD mempunyai empat fungsi, yaitu Pertama, LKPD sebagai bahan ajar yang
bias meminimalkan peran pendidik, tetapi lebih mengaktifkan peserta didik.
Kedua, LKPD sebagai bahan ajar yang mempermudah peserta didik untuk
memahami materi yang diberikan. Ketiga, LKPD sebagai bahan yang ringkas dan
kaya tugas untuk berlatih. Dan keempat, LKPD memudahkan pelaksanaan
pengajaran kepada peserta didik.
Paling tidak terdapat empat poin penting yang menjadi tujuan penyusunan LKPD,
yaitu pertama, menyajikan bahan ajar yang memudahkan peserta didik untuk
berinteraksi dengan materi yang diberikan; kedua, menyajikan tugas-tugas yang
meningkatkan penguasaan peserta didik terhadap materi yang diberikan; ketiga,
melatih kemandirian belajar peserta didik; dan keempat, memudahkan pendidik
dalam memberikan tugas kepada peserta didik (Andrani dalam Prastowo,
2015:270).
2.4.3 Jenis-jenis Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD)
Setiap LKPD disusun dengan materi dan tugas-tugas tertentu yang dikemas
sedemikian rupa untuk tujuan tertentu. Adanya perbedaan maksud dan tujuan
pengemasan materi pada tiap-tiap LKPD tersebut, hal ini berakibat pada jenis
LKPD yang bermacam-macam. Jika ditelusuri lebih lanjut, kita dapat menemukan
lima jenis LKPD yang umum digunakan oleh peserta didik.
38
1. LKPD penemuan (membantu peserta didik menemukan suatu konsep).
Sesuai dengan prinsip konstruktivisme, seseorang akan belajar jika ia aktif
mengkonstruksi pengetahuan di dalam otaknya. Ini merupakan salah satu
karakteristik pembelajaran tematik. Salah satu cara mengimplementasikannya
di kelas, yakni dengan cara mengemas materi pembelajaran dalam bentuk
LKPD. Terutama LKPD yang memiliki karakteristik mengetengahkan terlebih
dahulu suatu fenomena yang bersifat konkret, sederhana, dan berkaitan
dengan konsep yang akan dipelajari. Berdasarkan pengamatan, selanjutnya
peserta didik diajak untuk mengonstruksi pengetahuan yang didapatnya
tersebut.
LKPD jenis ini memuat apa yang mengamati, dan menganalisis. Rumuskan
langkah-langkah yang harus dilakukan peserta didik kemudian mintalah
peserta didik untuk mengamati fenomena hasil kegiatannya, dan berilah
pertanyaan analisis yang membantu peserta didik mengaitkan fenomena yang
diamati dengan konsep yang akan dibangun peserta didik dalam benaknya.
Dalam penggunaannya tentu saja LKPD ini didampingi oleh sumber belajar
lain, misalnya buku, sebagai bahan verifikasi bagi peserta didik.
2. LKPD aplikatif-integratif (membantu peserta didik dalam menerapkan dan
mengintegrasikan berbagai konsep yang telah ditemukan).
Dalam sebuah pembelajaran, setelah peserta didik berhasil menemukan
konsep, peserta didik selanjutnya kita latih untuk menerapkan konsep yang
telah dipelajari tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
39
3. LKPD penuntun (berfungsi sebagai penuntun belajar)
LKPD penuntun berisi pertanyaan atau isian yang jawabannya ada di dalam
buku. Peserta didik dapat mengerjakan LKPD tersebut jika ia membaca buku
sehingga fungsi utama LKPD ini ialah membantu peserta didik mencari,
menghafal, dan memahami materi pembelajaran yang terdapat di dalam buku.
LKPD ini juga cocok untuk keperluan remedial.
4. LKPD penguatan (berfungsi sebagai penguat)
LKPD penguatan diberikan setelah peserta didik selesai mempelajari topik
tertentu. Materi pembelajaran yang dikemas di dalam LKPD penguatan lebih
menekankan dan mengarahkan kepada pendalaman dan penerapan materi
pembelajaran yang terdapat di dalam buku ajar. LKPD ini juga cocok untuk
pengayaan.
5. LKPD praktikum (berfungsi sebagai petunjuk pratikum)
Alih-alih memisahkan petunjuk praktikum ke dalam buku tersendiri, kita
dapat menggabungkan petunjuk praktikum ke dalam kumpulan LKPD.
Dengan demikian, dalam bentuk LKPD ini, petunjuk praktikum merupakan
salah satu konten dari LKPD (Prastowo 2015:211).
2.4.4 Langkah-langkah Aplikatif Membuat Lembar Kegiatan Peserta Didik
(LKPD)
LKPD adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta
didik. Lembar kegiatan peserta didik memuat paling tidak judul, KD yang akan
dicapai, waktu penyelesaian, peralatan atau bahan yang diperlukan untuk
menyelesaikan tugas, informasi singkat, langkah kerja, tugas yang harus
40
dilakukan. Keberadaan LKPD yang inovatif dan kreatif menjadi harapan semua
peserta didik. LKPD yang inovatif dan kreatif akan menciptakan proses
pembelajaran menjadi lebih menyenangkan. Dengan demikian, menjadi keharusan
bahwa setiap pendidik ataupun calon pendidik mampu menyiapkan dan membuat
bahan ajar yang inovatif.
Terdapat empat langkah penyusunan LKPD, yaitu 1) analisis kurikulum, 2)
menyusun peta kebutuhan LKPD, 3) menentukan judul LKPD, 4) menulis LKPD.
Selanjutnya, tahap menulis LKPD didasarkan pada struktur LKPD yang terdiri
dari enam komponen, yaitu judul, petunjuk belajar (petunjuk siswa), kompetensi
yang akan dicapai, informasi pendukung, tugas dan langkah-langkah kerja, dan
Penilaian (Prastowo, 2015:215).
Langkah-langkah penyusunan LKPD akan diuraikan secara rinci sebagai berikut.
1. Melakukan Analisis Kurikulum
Analisis kurikulum merupakan langkah pertama dalam penyusunan
LKPD. Langkah ini dimaksud untuk menentukan materi-materi mana yang
memerlukan bahan ajar LKPD. Pada umumnya, dalam menentukan
materi, langkah analisisnya dilakukan dengan cara melihat materi pokok,
pengalaman belajar, serta materi yang akan diajarkan.
2. Menyusun peta kebutuhan LKPD
Peta kebutuhan LKPD sangat diperlukan guna mengetahui jumlah LKPD
yang harus ditulis dan sekuensi atau urutan LKPD-nya juga dapat dilihat.
Sekuensi LKPD ini sangat diperlukan dalam menentukan prioritas
penulisan. Diawali dengan analisis kurikulum dan analisis sumber belajar.
41
3. Menentukan judul-judul LKPD
Judul LKPD ditentukan atas dasar SK-KD, materi-materi pokok, atau
pengalaman belajar yang terdapat dalam kurikulum. Satu KD dapat
dijadikan sebagai judul modul apabila kompetensi itu tidak terlalu besar,
sedangkan besarnya KD dapat dideteksi dengan cara tertentu. Apabila
diuraikan ke dalam materi pokok dapat dijadikan sebagai satu judul
LKPD. Apabila diuraikan menjadi lebih dari 4 MP, kompetensi itu perlu
dipecah misalnya menjadi 2 judul LKPD.
4. Penulisan LKPD
Penulisan LKPD dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.
a. Perumusan Kompetensi Dasar
Rumusan KD pada LKPD langsung diturunkan dari Kompetensi Inti.
b. Menentukan Alat Penilaian
Penilaian dilakukan terhadap proses kerja dan hasil peserta didik.
Karena pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah kompetensi,
penilaiannya berdasarkan pada penguasaan kompetensi. Alat penilaian
yang cocok adalah menggunakan pendekatan Panilaian Acuan Patokan
atau Criterion Referenced Assesment. Dengan demikian guru dapat
menilainya melalui proses dan hasil kerjanya
c. Penyusunan materi
Materi LKPD sangat tergantung pada KD yang akan dicapai. Materi
LKPD dapat berupa informasi pendukung, yaitu gambaran umum atau
ruang lingkup substansi yang akan dipelajari. Materi dapat diambil dari
berbagai sumber seperti buku, majalah, internet, jurnal hasil penelitian.
42
Agar pemahaman peserta didik terhadap materi lebih kuat, dapat saja
dalam LKPD ditunjukkan referensi yang digunakan agar peserta didik
membaca lebih jauh tentang materi itu. Tugas-tugas harus ditulis
secara jelas guna mengurangi pertanyaan dari peserta didik tentang
hal-hal yang seharusnya peserta didik dapat melakukannya.
d. Struktur LKPD
Struktur LKPD secara umum terdiri dari: 1) judul, 2) petunjuk belajar
(petunjuk siswa), 3) kompetensi yang akan dicapai, 4) informasi
pendukung, 5) tugas-tugas dan langkah-langkah kerja, dan 6)
penilaian.
2.5 Hakikat Menulis
Landasan teoretis yang akan dijelaskan dalam subbab ini akan membahas
mengenai pengertian menulis, tujuan menulis, menulis kreatif, dan pembelajaran
menulis.
2.5.1 Pengertian Menulis
Menulis adalah salah satu dari empat komponen dalam keterampilan berbahasa.
Komponen-komponen tersebut adalah menyimak (listening skills), berbicara
(speaking skills), membaca (reading skills) dan menulis (writing skills) (Tarigan,
2013:1). Menurut Doon Byner menulis bukan sesuatu yang diperoleh secara
spontan, tetapi memerlukan usaha sadar “menuliskan” kalimat dan
mempertimbangkan cara mengkomunikasikan dan mengatur. Menurut Lado
menulis adalah menempatkan simbol-simbol grafis yang menggambarkan suatu
bahasa yang dimengerti oleh seseorang kemudian dapat dibaca oleh orang lain
43
yang memahami bahasa tersebut beserta simbol-simbol grafisnya (Diknas,
2009:5).
Menulis adalah kegiatan melahirkan pikiran dan perasaan dengan tulisan. Dapat
juga diartikan bahwa menulis adalah berkomunikasi mengungkapkan pikiran,
perasaan, dan kehendak kepada orang lain secara tertulis Dengan demikian,
keterampilan menulis menjadi salah satu cara berkomunikasi karena dalam
pengertian tersebut muncul kesan adanya pengirim dan penerima pesan
(Suriamiharja dalam Astrini 2013: 44). Pendapat lain dari Gere menulis ialah
menyampaikan pengetahuan atau informasi tentang subjek, dan menulis berarti
mendukung ide (Diknas, 2009:5).
Berdasarkan uraian pengertian menulis di atas, menulis merupakan salah satu
keterampilan berbahasa yang dipergunakan dalam komunikasi secara tidak
langsung. Keterampilan menulis didapatkan melalui proses belajar dan berlatih.
Seseorang yang tidak pernah berlatih menulis akan mengalami kesulitan dalam
menuangkan ide atau gagasan ke dalam tulisan. Di dalam kegiatan menulis
memerlukan kemampuan yang bersifat kompleks. Kemampuan yang diperlukan,
antara lain kemampuan berpikir secara teratur dan logis, kemampuan
pengungkapkan pikiran atau gagasan secara jelas dengan menggunakan bahasa
yang efektif sesuai dengan kaidah tulis menulis dengan baik.
2.5.2 Tujuan Menulis
Tujuan menulis adalah memproyeksikan sesuatu mengenai diri seseorang. Tulisan
mengandung nada yang serasi dengan maksud dan tujuannya. Menulis tidak
44
mengharuskan memilih suatu pokok pembicaraan yang cocok dan sesuai, tetapi
harus menentukan siapa yang akan membaca tulisan tersebut dan apa maksud dan
tujuannya mengemukakan bahwa setiap jenis tulisan mengandung beberapa jenis
tujuan, tetapi karena tujuan itu sangat beraneka ragam, maka bagi penulis yang
belum berpengalaman ada baiknya memperhatikan kategori berikut ini.
1. Memberitahu atau mengajar.
2. Meyakinkan atau mendesak.
3. Menghibur atau menyenangkan.
4. Mengutarakan atau mengekspresikan perasaan dan emosi yang berapi-api
(Tarigan 2008: 23).
Menurut Hartig, tujuan menulis, antara lain (a) assigment purpose (tujuan
penugasan), (b) altruistic purpose (tujuan altruistik), (c) persuasive purpose
(tujuan persuasi), (d) information purpose (tujuan penerangan atau tujuan
informasional), (e) self-exprtessive purpose (tujuan pernyataan diri), (f) creative
purpose (tujuan kreatif), dan (g) problem-solving purpose (tujuan pemecahan
masalah), (Tarigan 2013: 24). Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan
bahwa menulis mempunyai tujuan untuk memberitahukan, meyakinkan,
menghibur, memperkenalkan diri, membuat tugas, dan mengekspresikan perasaan
agar dipahami oleh orang lain. Tujuan menulis dalam penelitian ini mengacu pada
tujuan menulis creative purpose (tujuan kreatif), yaitu menuangkan ide, pikiran
dan imajinasi seseorang dalam bentuk tulisan cerita fantasi.
2.5.3 Menulis Kreatif
Menulis dalam arti sesungguhnya adalah menggoreskan alat tulis untuk
menuliskan huruf dan angka. Menuliskan buah pikiran atau mengungkapkan
45
perasaan yang menjadi keahlian (skill). Menulis kreatif bukan semata-mata karena
adanya faktor bakat, namun menulis dapat dilakukan siapa saja yang mau
melakukan latihan dan mengembangkan kreativitasnya. Kemampuan menulis
cerita menyangkut bagaimana seseorang menyusun karangan atau tulisan dan
kemampuannya menulis paragraf. Hal tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Kemampuan menyusun isi karangan
Kalimat dalam karangan harus jelas dan terang. Sehingga isi karangan mudah
dipahami oleh pembaca. Syarat utama bagi penuturan atau menyusun kalimat
dalam karangan adalah jelas dan terang. Penuturan yang jelas adalah penuturan
yang tidak samar-samar sehingga segala sesuatu yang dituturkan tidak samar-
samar sehingga segala sesuatu yang dituturkan seakan-akan tampak nyata oleh
pembaca. Selain jelas, terang juga tidak meragukan, tidak mendua arti serta tidak
pula menimbulkan salah paham dalam memahaminya. Berikut beberapa hal yang
menyebabkan samar-samarnya isi karangan.
a. Menyalahi tata tertib dan tata bahasa; pelanggaran tata bahasa yang
sekecil-kecilnya mungkin hanya menimbulkan keraguan tetapi
pelanggaran yang besar akan melenyapkan maksud isi karangan.
b. Memakai ungkapan yang kurang tepat; penggunaan yang tidak tepat,
tidak pada tempatnya, tidak lazim, atau tidak sewajarnya sudah tentu akan
menimbulkan kesamaran maksud atau isi sekurang-kurangnya terasa
aneh.
c. Penghematan penuturan atau kalimat secara berlebihan.
d. Kurang dan lebihnya apabila penuturan jadi samar atau gelap karena
kurang lengkap.
46
e. Terlampau banyak kata.
2. Kemampuan menyusun paragraf
Menurut A. Widyamartaya (Laksmana, 2017: 15) menyatakan bahwa asas-asas
paragraf yang baik sebagai berikut.
a. Kejelasan berarti sifat tidak samar-samar sehingga tiap butir fakta atau
pendapatan yang dikemukakan seakan-akan tampak nyata oleh pembaca
dan kejelasan tidaklah hanya dapat dipahami saja, akan tetapi bahwa
tulisan harus tidak menimbulkan kesalahtafsiran.
b. Keringkasan bukan berarti tulisan harus singkat, melainkan tulisan tidak
memiliki pemborosan kata, tidak berlebihan dengan tidak mengulang-
ulang dengan butir ide yang sama, dan tidak berputar-putar dalam
menyampaikan gagasan.
c. Ketepatan, yang berarti ketepatan dalam menaati tata bahasa, ejaan, tanda
baca, peristilahan, dan kelaziman bahasa.
d. Kesatupaduan, berarti segala sesuatu yang tersajikan dalam tulisan harus
berkisar kepada suatu gagasan pokok atau pikiran utama dan segala yang
disajikan harus bergayutan dan relevan dengan gagasan pokok atau
pikiran utama.
e. Harkat adalah asas yang menghendaki agar tulisan benar-benar berbobot
dan berisi.
Modal yang diperlukan untuk menulis khususnya penulisan kreatif, sebagai
berikut (Pranoto, 2009:2).
47
1. Penguasaan bahasa dan cara menulisnya. Maksudnya bahasa yang
dipergunakan dalam menulis.
2. Memiliki kosakata yang memadai.
3. Memiliki akar dan wawasan lingkungan serta kebudayaan dari objek yang
tertulis.
4. Kepekaan terhadap lingkungan sekitar untuk memahami segala yang ada.
5. Ada daya imajinasi untuk berkreasi (mencipta).
6. Berkonsentrasi untuk menulis.
7. Menyediakan waktu khusus untuk menulis.
8. Serius dalam menulis.
9. Disiplin berlatih menulis.
Kesembilan butir modal untuk menulis diatas, bagi peserta didik merupakan paket
materi yang belum dimiliki sepenuhnya. Namun proses belajar dan modalitas
yang dimiliki peserta didik dapat membuat modal tersebut menjadi hasil yang
maksimal.
2.5.4 Tahapan Menulis Kreatif
Menurut Graves kegiatan menulis dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu tahapan
pramenulis, tahapan menulis, dan tahapan pasca menulis (Mursinah 2013:328).
Pertama, tahapan pramenulis adalah tahapan yang dilakukan sebelum kegiatan
menulis. Tahapan ini yang berupa pemilihan topik, mengorganisasikan ide dengan
pemetaan konsep yang akan ditulis, dan pembuatan draft atau kerangka tulisan.
Kedua, tahapan menulis adalah tahapan menyusun konsep, merangkum ide-ide
yang ada relevansinya dengan kegiatan yang disusun sebelumnya. Pada tahapan
48
ini penulis dapat mengungkapkan isi, gagasan, menyusun kalimat, menggunakan
kosa kata menggunakan ejaan, dan menggunakan tanda baca. Ketiga, tahapan
pasca menulis meliputi perbaikan, penyuntingan, dan publikasi. Tahapan ini
penulis dapat memperbaiki, mengganti, serta menyusun konsep tulisan sesuai
dengan yang diharapkan.
Sastrawan dalam menulis karya sastra melewati proses kreatif. Wallek dan
Warren menerangkan bahwa proses kreatif adalah keseluruhan tahapan, mulai dari
dorongan bawah sadar yang melahirkan karya sastra sampai pada perbaikan
perbaikan yang dilakukan pengarang (Siswanto 2008:25). Menurut Jakop
Sumardjo, proses kreatif pengarang dipetakan menjadi lima tahap (Lilis, 2009:18),
yaitu
1) tahap persiapan, tahap ini pengarang/penulis dengan kesiapan jiwa dan
keakifannya mengamati dan menghayati berbagai hal yang ada di
lingkungan diri dan sekitarnya (realitas), melakukan pencarian ide/bahan
yang akan ditulisnya, dan menemukan masalah yang layak untuk
dituliskan, inilah yang disebut ilham/inspirasi;
2) tahap inkubasi, pada tahap ini pengarang/penulis memikirkan dengan
matang inspirasi yang telah didapatkan, mulai memikirkan pemilihan kata-
kata, merencanakan struktur, menentukan gagasan dasar dan tujuan
kepenulisan;
3) tahap inspirasi, pada tahap ini desakan untuk segera menuliskan cerita
semakin kuat, pengarang/penulis membuat mind mapping ada yang
49
dituliskan berupa kerangka cerita, merencanakan cerita secara tertulis
terkait dengan tokoh, latar, plot, penceritaan, dan bahasa;
4) tahap penulisan, pada tahap ini pengarang/penulis menyusun cerita mulai
dari permulaan, tengah dan akhir;
5) tahap revisi, pada tahap ini pengarang/penulis meninjau kembali isi dan
bentuk tulisan yang telah dibuat, mulai memperbaiki kata/kalimatnya,
ejaanya, serta pemotongan dan penambahan gagasan.
Kegiatan-kegiatan yang dilalui oleh sastrawan dalam kegiatan pramenulis,
kegiatan saat menulis, dan kegiatan pasca menulis beragam. Kegiatan yang
pramenulis yang dilakukan sastrawan dengan berjalan-jalan, membaca,
mendengarkan dan memperoleh pengalaman. Selanjutnya, kegiatan saat menulis
para sastrawan memiliki kebiasaan- kebiasaan yang berbeda-beda dan ada juga
sastrawan juga memperhatikan dan membayangkan bagaimana respon pembaca.
Kegiatan terakhir, yakni kegiatan setelah menulis. Kegiatan yang dilakukan
sastrawan setelah menulis karya sastra bisa berupa merevisi, melakukan
perenungan, dan ada pula yang mengambil keputusan akan menulis atau berhenti
menulis (Siswanto 2013:41).
Dalam kegiatan menulis, daya pikir sangat diperlukan agar kegiatan menulis
menjadi lancar. Oleh karena itu kegiatan menulis merupakan proses berpikir.
Peserta didik khususnya kelas VII merupakan individu yang masih pemula,
sehingga biarkan pemikiran dan imajnasi mereka lepas dan mengalir. Hal tersebut
berbeda dengan penulis dewasa, seperti sastrawan yang akan menuliskan hal-hal
50
yang ada dalam pikirannya melalui pengendapan atau kristalisasi. Peserta didik
khususnya kelas VII belum mampu untuk melakukan hal demikian. Perlu digiring
untuk mau berlatih mengungkapkan pikiran yang ada dalam dirinya.
Hal-hal yang perlu diarahkan, yaitu
1. penggunaan bahasa yang benar (bahasa baku, tetapi menggunakan
kosakata yang mudah dimengerti dan akrab);
2. cara penulisan yang benar (diarahkan menaati gramatika dan
penggunaan tanda-tanda baca secara benar);
3. format tulisan (judul, isi tulisan,dan penutup, yang ditulis berdasarkan
tatanan paragraph sederhana);
4. bentuk tulisan (prosa atau puisi, fiksi atau nonfiksi).
Selain yang disampaikan di atas, mengajarkan anak-anak menulis hendaknya
disertai dengan ketulusan, bukan sekedar kewajiban semata. Mengajarkan peserta
didik menulis kreatif juga bukan sekedar mengajak menggoreskan huruf dan
angka dengan pena, melainkan mengajak peserta didik menulis untuk:
1. berkomunikasi secara tertulis (communication);
2. menggunakan gelombang dan gejolak perasaan (emotion);
3. menggunakan kekuatan berpikir kreatif (power of creativity);
(Pranoto, 2009:18).
51
2.5.5 Konsep Pembelajaran Menulis
Peserta didik diarahkan untuk pengembangan potensi diri sendiri dalam
pembelajaran menulis. Segala masalah kebahasaan yang perlu dijadikan
pembelajaran harus disesuaikan dengan zamannya. Kata, kalimat, paragraf,
bahkan tulisan harus bernuansa kekinian. Sumber bahasa yang digunakan oleh
guru mengacu kepada minat dan harapan para peserta didik. Dengan demikian
peserta didik tertarik untuk mempelajari bahasa Indonesia.
Peserta didik sudah semestinya dapat berpikir, berkreasi, dan berkomunikasi, baik
lisan maupun tulisan dengan bahasa Indonesia secara logis, langsung, dan lancar.
Dengan begitu peserta didik akan mampu menghasilkan karya-karya besar, dan
hal ini harusnya menjadi obsesi setiap guru bahasa Indonesia. Guru berperan
dalam menentukan pembelajaran bahasa Indonesia. Oleh karena itu, guru dituntut
untuk menguasai bahasa Indonesia dan pembelajarannya sehingga menjadi mata
pelajaran yang menarik bagi peserta didik.
Kemenarikan ini akhirnya membawa peserta didik ke tingkat komunikasi secara
lancar. Komunikasi yang didasari minat yang kuat dari peserta didik. Kuatnya
peran dulu dalam hal ini. Peran tersebut didasari oleh kekuatan konsep dan
kekuatan mengembangkan strategi pembelajaran. Banyaknya strategi
pembelajaran yang dapat digunakan. Guru diharapkan dapat memvariasikan
strategi pembelajaran bahasa Indonesia agar pembelajaran terkelola dengan baik.
52
2.5.5 Karakteristik Pembelajaran Menulis
Setiap guru keterampilan menulis harus memahami karakteristik keterampilan
menulis karena sangat menentukan dalam ketepatan penyusunan perencanaan,
pelaksanaan, maupun penilaian keterampilan menulis. Tanpa memahami
karakteristik keterampilan menulis guru yang bersangkutan tak mungkin
menyusun perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran menulis yang
akurat, bervariasi, dan menarik. Ada empat karakteristik keterampilan menulis
yang sangat menonjol (Diknas, 2009:14), yaitu
1. keterampilan menulis merupakan kemampuan yang komplek;
2. keterampilan menulis condong kearah skill atau praktik;
3. keterampilan menulis bersifat mekanistik;
4. penguasaam keterampilan menulis harus melalui kegiatan yang bertahap
atau akumulatif.
2.6 Hakikat Cerita Fantasi
Pembahasan mengenai teori cerita fantasi, akan diulas satu persatu, dimulai dari
pembahasan mengenai fantasi, pengertian dan ciri cerita fantasi, jenis-jenis cerita
fantasi, struktur teks cerita fantasi, unsur-unsur intrinsik cerita fantasi, unsur-unsur
kebahasaan cerita fantasi, dan langkah-langkah menyusun cerita fantasi.
2.6.1 Fantasi
Kemunculan literatur fantasi sudah diyakini ada sejak zaman manusia mulai
mencoba menjawab fenomena-fenomena alam sekitarnya. Berbagai jawaban yang
mereka dapatkan, menjadi cikal bakal kemunculan literatur fantasi, sehingga
dapat dikatakan bahwa genre fantasi sebagai genre tertua. Karya-karya fantasi
53
awal ini dikenal dengan nama mitologi dan folklore. Selanjutnya, perkembangan
literatur fantasi terus berkembang dalam sepanjang peradaban. Dimulai dari
bangsa Yunani, bangsa Romawi, dan Inggris. Tak hanya sampai di Inggris, karya-
karya fantasi sebenarnya bermunculan di berbagai negara lain seperti Perancis,
Portugis, dan Italia. Karya-karya masing-masing di wilayah ini menjadi sangat
dalam pembentukan karya-karya fantasi selanjutnya.
Orang pertama yang mengekploitasi elemen-elemen fantasi dalam karyanya
adalah William Morris. Morris memberikan setting imajiner pada karyanya seperti
The House of Wolfings (1889), The Wood Beyound the World (1895),The Well at
the Word‟s End (1860), dan The Water of the Wondrous Isles (1897) (Hamzah,
2008:3).
Mengulas tentang pemahaman mengenai fantasi, mencoba mengutip esai yang
berjudul The Subjuncitivity of Science Fiction bahwa:
Fantasy embodies a „negative subjunctivity‟- that is,fantasy is fantasy
because contravenes the real and violates it. The actual word is
constantly present in fantasy, by negation…. Fantasy is what could not
have happened; ie. What cannot happen, what cannot exist.. the negative
subjunctivity, the cannot or could not,constitutes in fact the chief
pleasuare of fantasy. Fantasy violates the real, contravenes it, denies it,
and insists in this denial throughout. (Jackson dalam Hamzah, 2008:5)
Meninjau kutipan diatas bahwa fantasi mewujudkan subjektivitas negatif,
maksudnya fantasi adalah khayalan yang bertentangan dengan keadaan yang
sebenarnya atau melanggar. Apa yang tidak terjadi atau terjadi merupakan
kesenangan fantasi. Fantasi melanggar kontradiksi nyata yang menolaknya dan
menegaskan penolakan secara keseluruhan.
54
Penelitian mengenai fantasi masih sangat minim di Indonesia, sebaliknya dalam
dunia kritik sastra barat sudah banyak penelitian mengenai jenis sastra tersebut.
Istilah fantasi mempunyai dua pengertian: umum dan khusus. Pengertian umum,
menurut Rosemary Jockson semua aktivitas imajiner adalah fantasi, semua karya
sastra adalah fantasi. Tetapi dalam pengertian khusus, seperti yang juga
dinyatakan oleh Jackson, dalam dunia kritik istilah ini diterapkan tanpa ada
pandang bulu kepada segala sastra yang tidak disajikan secara realistis, yaitu mite,
legenda, dongeng rakyat atau dongeng peri, alegori-alegori khayal, rekaan-rekaan
impian, teks –teks surealis, cerita-cerita yang berdasarkan pada kemungkinan
penemuan-penemuan baru dalam bidang ilmu, cerita-cerita yang mengerikan,
yang kesemuanya menyajikan bidang-bidang yang “lain” dari yang dikenal
manusia. Pengertian khusus ini pun masih terlalu umum karena tidak semua fiksi
nonrealis adalah fantasi walaupun fantasi termasuk dalam kelas besar fiksi
nonrealis, karna fantasi masih ada hubungannya dengan yang nyata (Prihatmi,
1993:39).
Menurut Irwin dalam Prihatmi (1993:40) menyatakan bahwa fantasi adalah
sebuah cerita yang berdasarkan atas dan kontrol oleh satu pelanggaran terang-
terangan terhadap apa yang umumnya diterima sebagai kemungkinan.
Selanjutnya, pencirian fantasi, yaitu
1. penulis fantasi dengan sengaja melangar norma-norma dan fakta-fakta
nyata agar menimbulkan suatu gambaran lawan struktur atau lawan
norma;
55
2. antireal, menunjukan bahwa hal-hal yang tidak mungkin tersebut
disuguhkan dalam konteks melawan kepada yang nyata atau melanggar
pada yang nyata.
Pada tahun 1978 Fredircks (Prihatmi, 1999:5) melakukan survey para kritisi
tentang sastra yang berkisar pada hal-hal yang tidak mungkin, yang mereka
disebut fantasi. Menurut Todorov (Prihatmi, 1999:5) mengemukakan bahwa
fantasi adalah sastra yang penyajikan peristiwa-peristiwa yang berada di antara
dua kutub: natural dan supranatural. Peristiwa –peristiwa dapat diterangkan secara
natural atau secara supernatural, sehingga ceritanya tidak digolongkan kedalam
jenis “uncanny” atau “marvelous”.
“Uncanny” merupakan hal-hal yang tidak dapat dipahami sebenarnya merupakan
peristiwa lampau yang pernah terjadi, misalnya ilusi dari peristiwa yang pernah
dialaminya, yang membentuk peristiwa baru. Dengan demikian hukum-hukum
realita tetap utuh/lengkap karena hukum-hukum tersebut memungkinkan untuk
menerangkan gejala yang dilukiskan (natural). Sedangkan dalam “marvelous”
memang melibatkan gejala yang tidak atau belum pernah diketahui atau dilihat,
sehingga hukum alam yang baru harus dibuat untuk memperhitungkan gejala
tersebut, “realitas baru” harus diperhitungkan (supernatural). “Marvelous”
mengarah pada waktu yang akan datang (barangkali dalam arti imajinasi).
Pembaca tidak dapat memutuskan apakah peristiwa-peristiwa tersebut dapat
diterangkan secara natural atau supranatural. Sebab secara natural maka akan
termasuk subgenre fantastic-uncanny, sedangkan apabila secara supranatural akan
56
termasuk subgenre fantastic marvelous. Diagram Todorov dapat digambarkan
sebagai berikut.
(pure)
uncanny
Fantastic -
Uncanny
Fantastic -
Marvelous
(pure)
Marvelous
Gambar 2.2 Diagram Todorov (Prihatmi, 199:7)
Rosemary Jackson menyambut pendapat diatas dengan melakukan pergeseran.
Alasannya marvelous adalah istilah sastra, sedangkan uncanny bukan. Oleh
karena itu ia berkeyakinan bahwa mendefinisikan fantasi sebagai “modus” dalam
pengertian Frederic Jameston digunakan untuk mengidentifikasi ciri-ciri struktural
dari tipe khusus wacana sastra, tidak terikat kepada konvensi-konvensi tertentu;
model ekspresi yang melewati secaga mazhab dan zaman yang dapat diulang dan
diperbaharui. Menurut Jackson terdapat tiga cara pengungkapan cerita rekaan,
yaitu marvelous, mimetik, dan fantastic.
Marvelous menyajikan tiruan sebuah dunia lain. Dongeng, hikayat, cerita peri,
cerita-cerita magis dan supranatural termasuk modus marvelous. Sebagai tanda
bahwa yang diceritakan adalah sebuah dunia lain, yang kadang-kadang disebut
dengan dunia kedua (secoundary world), pencerita menggunakan “kata tumpuan”
hatta, arkian, alkisah, syahdan, dan semacam dengan itu. Dengan demikian
pembaca disiapkan untuk masuk ke dalam sebuah dunia lain, yang berbeda
dengan dunia kita. Oleh karena itu seandainya ada peristiwa-peristiwa yang tidak
mungkin, pembaca tidak heran, ragu-ragu atau terkejut. Sebab mereka sadar
57
bahwa mereka menghadapi sebuah dunia yang berbeda dengan hukum-hukum
yang berbeda.
Modus mimetik meniru realitas sehari-hari yang kadang-kadang disebut “dunia
pertama” (primary world). Mode mimetik meniru realitas lahiriah, realitas dunia
nyata sehari-hari. Ia juga meniru pengalaman-pengalaman manusia, walaupun
dalam peniruan terjadi jarak antara peristiwa yang sebenarnya dengan peristiwa
yang dilukiskan dalam cerita. Sedangkan modus fantastik berada di antara kedua
modus yang sudah disebut, meramu elemen-eleman marvelous dan mimetik.
Tidak hanya ada kata-kata tumpuan, sehingga pembaca seperti diajak masuk ke
dalam tiruan dunia nyata sehari-hari, dan sesudah kita yakin berada dalam dunia
kita tiba-tiba kita diseret kedalam tiruan sebuah dunia yang lebih dekat dengan
dunia yang tersaji dalam marvelous. Fantasi berdialog langsung dengan yang rill.
Berdialog dengan yang nyata, yang nyata itu sendiri juga dihadirkan, akan tetapi
dengan maksud untuk diserang atau dipatahkan.berikut diagram Jackson, yang
mengalami pergeseran dari pendapat Todorov sebagai berikut.
Marvelous Fantastic Mimetic
Gambar 2.3. Diagram Jackson (Prihatmi, 1999:9)
Berdasarkan konsep yang diberikan oleh Todorov, terdapat tiga ketentuan sebuah
karya fiksi disebut fantasi (Prihatmi, 1993:45), yaitu
1. mengharuskan pembaca mempertimbangkan dunia karakter-karakter
tersebut sebagai dunia orang-orang yang hidup dan meragukan apakah
58
peristiwa-peristiwa yang dilukiskan dapat diterangkan secara natural atau
supranatural;
2. keraguan tersebut mungkin juga dialami seorang tokoh-dengan peranan
pembaca dipercayakan kepada seseorang tokoh, keraguan tersebut
dilukiskan sebagai sari tema karya itu;
3. pembaca harus mengambil satu sikap terhadap teks; ia akan menolak
interpretasi alegoris maupun yang bersifat puisi.
Fantasi juga merupakan salah satu genre dari sastra anak. Menurut Lukens genre
sastra anak dikelompokkan menjadi enam macam, yaitu realisme, fiksi formula,
fantasi, sastra tradisional, puisi dan nonfiksi dengan masing-masing mempunyai
beberapa jenis lagi. Berbeda dengan genre sastra dewasa yang dibagi menjadi tiga
besar genre, yaitu puisi, prosa, dan drama, namun sastra anak faktanya tidak
sesederhana itu dan perbedaan genre kedalam tiga macam tersebut tidak dilakukan
(Nurgiyantoro, 2005:14). Genre drama sengaja tidak dimasukkan karena menurut
Lukens, drama baru lengkap setelah pertunjukan dan ditonon, dan bukan semata-
mata urusan bahasa-sastra.
Fantasi dapat dipahami sebagai “The willing suspension of disbelief”. Cerita yang
menawarkan sesuatu yang sulit diterima (Coleridge dalam Nurgiyantoro 2005:20).
Fantasi sering disebut juga dengan cerita fantasi (literary fantasy) dan perlu
dibedakan dengan cerita rakyat fantasi (folk fantasy) yang tidak pernah dikenal
siapa penulisnya, mencoba menghadirkan sebuah dunia lain (other word) di
samping dunia realitas. Fantasi dikembangkan lewat imajinasi yang lazim dan
59
dapat diterima sehingga sebagai sebuah cerita dapat diterima oleh pembaca. Jenis
sastra anak yang dapat dikelompokan ke dalam fantasi adalah cerita fantasi,
fantasi tingkat tinggi, dan fiksi sain (Lukens dalam Nurgiyantoro, 2005:297).
Adapun, pemaparan dari masing-masing ketiga subgenre fantasi, sebagai berikut.
1. Cerita Fantasi (fantastic stories)
Cerita Fantasi (fantastic stories) dapat dipahami sebagai cerita yang menampilkan
tokoh, alur, atau tema yang derajat kebenarannya diragukan, baik menyangkut
(hampir) seluruh maupun hanya impian cerita. Cerita fantasi sebenarnya juga
menampilkan berbagai peristiwa dan aksi yang realistik sebagaimana halnya
dalam cerita realistik. Tetapi di dalamnya juga terdapat sesuatu yang sulit
diterima. Contoh cerita tentang kehidupan manusia mini yang memiliki kebiasaan
kehidupan seperti kebutuhan manusia sebagaimana mestinya baik dalam
kebutuhan fisik, batin, maupun spiritual dan kebenaran cerita pun tetap diragukan.
Cerita fantasi menampilkan tokoh-tokoh yang derajat kebenarannya
dipertanyakan, atau gabungan antara unsur realistik dengan fantastik.
2. Cerita Fantasi Tinggi
Cerita fantasi tinggi (high fantasy) dimaksudkan sebagai cerita yang pertama-tama
ditandai oleh adanya fokus konflik antara yang baik (good) dan yang jahat (evil),
antara kebaikan dengan kejahatan. Konflik semacam ini sebenarnya merupakan
tema umum yang telah mentradisi. Kebanyakan cerita selalu memenangkan yang
baik. Cara dan pemilihan sudut pandang pengisahan akan mempengaruhi
penerimaan terhadap tokoh dan pengalamanya. Latar dapat bervariasi, biasanya
masa lampau, namun sering berbeda dengan latar belakang kehidupan kita.
60
3. Fiksi Sain
Fiksi sain adalah fiksi spekulatif yang pengarangnya mengambil postulat dari
dunia nyata sebagaimana yang kita ketahui dan mengaitkan fakta dengan hukum
alam. Cerita fiksi tentulah dikembangkan di sekitar kehidupan manusia,
permasalahan manusia, dan dengan penyelesaian manusia, tetapi semuanya
berlangsung dalam lingkup ilmiah. Cerita ini biasanya lebih mengutamakan
konflik, misalnya konflik kepentingan, dan nilai-nilai kemanusiaan, daripada
unsur penokohan. Secara tradisional fiksi sain lebih dikaitkan dengan kehidupan
masa depan (future worlds), atau sebagai variasi ditampilkan tokoh dari masa
lampau atau masa mendatang. Fiksi sain dapat juga berkaitan dengan tokoh
manusia robot atau robot manusia.
2.6.2 Pengertian dan Ciri-Ciri Cerita Fantasi
Cerita fantasi adalah salah satu jenis teks narasi. Narasi merupakan cerita fiksi
yang berisi perkembangan kejadian atau peristiwa. Menurut Nurgiyantoro, fiksi
sering digunakan dengan realitas, sehingga kebenarannya dapat dibuktikan
dengan data empiris (Fajria, 2017:8). Fiksi bergenre fantasi merupakan dunia
khayal yang tidak mungkin dijadikan biasa. Fiksi fantasi (fantastic fiction) dapat
dipahami sebagai “the willing suspension of disbelief”(Coleridge, Lukens,
Nurgiyantoro, 2012:295), cerita yang menawarkan sesuatu yang sulit diterima.
Cerita fantasi dikembangkan lewat imajinasi yang lazim dan dapat diterima
sehingga sebagai sebuah cerita dapat diterima oleh pembaca.
61
Cerita fantasi adalah cerita yang menampilkan tokoh, alur, latar, atau tema yang
derajat kebenarannya diragunakan, baik menyangkut (hampir) seluruh maupun
hanya sebagian cerita (Nurgiyantoro, 2012:295). Dalam sumber yang sama, cerita
fantasi menurut Huck dkk adalah cerita yang memiliki makna lebih dari sekedar
yang dikisahkan. Cerita fantasi bukan hanya cerita yang berkisah dengan tokoh-
tokoh supranatural yang lazim muncul pada cerita masa lalu pada cerita masa lalu,
tetapi juga dapat melibatkan tokoh dan kehidupan modern. Cerita fantasi
menciptakan dunia imajinatif yang diciptakan sendiri oleh pengarang cerita.
Cerita fantasi juga merupakan salah satu ragam sastra anak yang membahas
persoalan-persoalan yang dipahami oleh anak. Tingkat intelektual peserta didik
berkonsentrasi pada bagian isi cerita yang dapat diterima oleh logika peserta
didik. Hal yang tidak mungkin dapat menjadi mungkin dan dapat diterima dalam
penciptaan cerita fantasi. Cerita fantasi menjadi genre yang dapat dijadikan lahan
untuk mengembangkan kreativitas bagi peserta didik dalam menciptakan karya
sastranya sendiri. Menulis cerita fantasi dapat menjadikan peserta didik
menuangkan imajinasinya, karena fantasi sangat berkaitan dengan unsur imajiner.
Yang mana peserta didik dapat menuangkan ide kreatif dan khayalannya sesuai
dengan logika usia peserta didik.
Menulis cerita fantasi dapat membantu mengembangkan daya fantasi. Menurut
Huck dkk, hal tersebut merupakan sumbangan yang paling penting walau juga
tidak berarti menisbikan adanya berbagai kemanfaatan yang lain. Lewat berbagai
kisah fantastik itu, lewat daya imajinasinya, anak dapat mengembangkan berbagai
potensi kediriannya. Orang yang tidak memiliki imjinasi, kata Paul Fenimmore
62
adalah ibarat orang hidup, tetapi hanya separu hidup, orang hidup membutuhkan
visi, dan imajinasi akan memberikan visi yang diperlukan (dalam Huck,
Nurgiyantoro, 2012:297).
Ciri umum cerita fantasi sebagai salah satu jenis teks narasi sebagai berikut.
1. Ada keajaiban/keanehan/kemisteriusan
Cerita mengungkapkan hal-hal supranatural/kemisteriusan/keghaiban yang
ditemui dalam dunia nyata. Pada cerita fantasi hal yang tidak mungkin menjadi
biasa. Tokoh dan latar diciptakan penulis tidak ada di dunia nyata atau modifikasi
dunia nyata. Tema fantasi adalah majic, supernatural atau futuristik.
2. Ide cerita.
Ide cerita terbuka terhadap khayalan penulis, tidak dibatasi oleh realitas atau
kehidupan nyata. Ide juga berupa irisan dunia nyatadan dunia khayal yang
diciptakan pengarang. Ide cerita terkadang sederhana tetapi mampu menyimpan
pesan yang menarik.
3. Menggunakan berbagai latar (lintas ruang dan waktu)
Peristiwa yang dialami tokoh terjadi pada dua latar, yaitu latar yang masih ada
dalam kehidupan sehari-hari dan latar yang tidak ada pada kehidupan sehari-hari.
Alur dan latar cerita fantasi memiliki kekhasan. Rangkaian peristiwa cerita fantasi
menggunakan berbagai latar yang menerobos ruang dan waktu.
4. Tokoh unik
Tokoh dalam cerita fantasi bisa diberi watak dan ciri yang unik yang tidak ada
dalam kehidupan sehari-hari. Tokoh memiliki kesaktian-kesaktian tertentu. Tokoh
mengalami kejadian misterius yang tidak terjadi pada kehidupan sehari-hari.
63
Tokoh mengalami kejadian dalam berbagai latar waktu dan tempat yang berbeda
zaman (bisa waktu lampau atau waktu yang akan datang).
5. Bersifat fiksi
Cerita fantasi bersifat fiktif (bukan kejadian nyata). Cerita fantasi bisa diilhami
oleh latar nyata atau objek nyata dalam kehidupan tetapi diberi fantasi. Contoh
Ugi Agustono diilhami hasil observasi penulis terhadap Pulau Komodo, sehingga
latar dan tokoh difantasikan dari hasil observasinya di Pulau Komodo.
6. Bahasa,
Penggunaan sinonim dengan emosi yang kuat dan variasi kata cukup menonjol.
Bahasa yang digunakan variatif, ekspresif, dan menggunakan ragam percakapan
(bukan bahasa formal).
Beberapa ciri karangan fantasi yang membedakan dengan karangan lain dengan
ciri-ciri sebagai berikut.
1. Berdasarkan tujuan, karangan fantasi bertujuan memperluas wawasan
pengetahuan orang dan karangan fantasi dapat menyampaikan maksud
terselubung kepada pembaca atau pendengar.
2. Berdasarkan pembentukan, karangan fantasi sama akan karangan narasi,
yang mana dasar pembentukannya adalah perbuatan atau tindakan yang
terjadi dalam suatu rangkaian waktu,dan dapat merangsang daya khayal
para pembaca.
3. Berdasarkan penggunaan bahasa, dalam karangan fantasi menggunakan
tulisan yang bersifat subjektif. Kata-kata yang digunakan dipengaruhi oleh
jiwa pengarangnya.
64
4. Berdasarkan isi, isi karangan fantasi memaparkan suatu peristiwa rekaan
maupun kenyataan. Cerita tersebut dirangkai dengan gaya
kefantasiannya/khayalannya sehingga cerita tersebut menarik minat
pembaca.
2.6.3 Jenis-jenis Cerita Fantasi
Jenis-jenis cerita fantasi akan dijelaskan sebagai berikut.
1. Cerita Fantasi Total dan Sebagian (Irisan)
Jenis cerita fantasi berdasarkan kesesuaiannya dalam kehidupan nyata, terdapat
dua kategori, yakni fantasi total dan fantasi sebagian (irisan). Pertama, dalam
kategori fantasi total berisi fantasi pengarang terhadap objek/tertentu.pada cerita
kategori ini semua yang terdapat dalam cerita, tidak terjadi dalam dunia nyata.
Kedua, cerita fantasi irisan, yaitu cerita fantasi yang mengungkapkan fantasi tetapi
masih menggunakan nama-nama kehidupan dalam kehidupan nyata,
menggunakan nama tempat yang ada dalam kehidupan nyata, atau peristiwa-
peristiwa yang pernah terjadi pada dunia nyata.
2. Cerita Fantasi Sezaman dan Lintas Waktu
Jenis cerita fantasi berdasarkan kesesuainya dibedakan menjadi dua kategori,
yaitu latar lintas waktu dan latar waktu sezaman. Latar sezaman berarti latar yang
digunakan satu masa (fantasi masa kini, fantasi masa lampau, atau fantasi masa
yang akan datang/futuristik). Latar lintas waktu berarti cerita fantasi
menggunakan dua latar watu yang berbeda (misalnya masa kini, dengan zaman
prasejarah, masa kini, dan 40 tahun mendatang/futuristik).
65
2.6.4 Struktur Teks Cerita Fantasi
Struktur teks yang terdapat dalam cerita fantasi diantaranya sebagai berikut.
1. Orientasi
Orientasi adalah bagian awal cerita yang berisikan tentang pengenalan
tokoh, latar tempat dan waktu, dan bagian awal yang mengantarkan
untuk masuk ke bagian komplikasi.
2. Komplikasi
Komplikasi adalah bagian pertengahan dalam suatu cerita yang bertugas
mengembangkan konflik. Dalam komplikasi antarlakon antara tokoh dan
kejadian yang membangun atau menumbuhkan suatu ketegangan serta
mengemangkan suatu masalah yang muncul dari situasi yang orisinil
yang disajikan dalam cerita. Komplikasi berisikan rangkaian kejadian
yang berhubungan sebab dan akibat kejadian sebua cerita.
3. Resolusi
Resolusi adalah bagian akhir atau bagian penutup dalam sebuah cerita.
Dalam resolusi, pengarang akan memberikan pemecahan masalah dari
konflik yang telah dikembangkan sebelumnya. Resolusi berkaitan
dengan penyelesaian dari evaluasi.
Dalam membangun struktur cerita untuk menghindari terjadinya muddle and
jumble (cerita campur aduk tidak terstruktur), Laurie E. Rozakis, Ph.D, penulis
buku Creative Writing menyarankan agar sebelum menulis cerita hendaknya
membuat diagram terlebih dahulu, yang disebut dengan Story Triangle (Piramida
Cerita) dengan rumus sebagai berikut (Pranoto, 2015:30).
66
1) Tulis nama pelaku utama: 1(satu) kata
2) Lukiskan karakter pelaku tersebut : 2 (dua) kata
3) Lukiskan setting di mana tejadinya cerita : 3(tiga) kata
4) Ceritakan pokok permasalahan dari cerita yang disajikan: 4(empat) kata
5) Ceritakan masalah pertama dari butir 4: 5 (lima) kata
6) Ceritakan masalah kedua dari butir 4 : 6 (enam) kata
7) Ceritakan masalah ketiga dari butir 4: 7 (tujuh) kata
8) Ceritakan resolusi/penyelesaian masalah yang ada: 8 (delapan) kata
Pengembangan LKPD menulis teks cerita fantasi ini menggunakan rumus
piramida cerita agar membantu peserta didik dalam mengonstruksikan ide
ceritanya, sehingga cerita menjadi terstruktur. Hal ini dilakukan pada tahap
perencanaan untuk melatih keterampilan perencanaan (planning skills), Rumus
tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
_(1)_
_ _ (2)_ _
_ _ _ (3) _ _ _
_ _ _ _ (4) _ _ _ _
_ _ _ _ _ (5) _ _ _ _ _
_ _ _ _ _ _ (6) _ _ _ _ _ _
_ _ _ _ _ _ _ (7) _ _ _ _ _ _ _
_ _ _ _ _ _ _ _ (8) _ _ _ _ _ _ _ _
Gambar 2.4 Rumus Piramida Cerita
Dari rumus tersebut dapat disimpulkan dengan rangkaian sebagai berikut.
Sumber: Creative Writing (2004.Alpha-USA dalam Pranoto 2015: 31)
Pelaku Pelaku Pelaku Pelaku
67
2.6.5 Unsur-unsur Intrinsik Cerita Fantasi
Unsur intrinsik merupakan unsur yang terdapat di dalam sebuah cerita dan
menjadi bagian untuk membentuk cerita. Unsur-unsur intrinsik dalam cerita
fantasi sebagai berikut.
1. Tema
Tema disebut juga sebagai ide sentral atau makna sentral suatu cerita. Tema
merupakan jiwa cerita dalam karya fiksi (Priyatni, 2010:119). Tema adalah pokok
pembicaraan yang menjadi dasar penceritaan penulis. Tema adalah sesuatu yang
menjiwai cerita atau sesuatu yang menjadi pokok masalah dalam cerita. Dalam
tema tersirat amanat atau tujuan pengarang menulis cerita. Tema merupakan
gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di
dalam teks sebagai struktur semantis dan yang menyangkut persamaan-persamaan
atau perbedaan-perbedaan (Hartoko dalam Nurgiyantoro, 2012:68). Pada cerita
fantasi biasanya tema yang digunakan bersifat fantasi, berhubungan dengan majic,
supranatural atau futuristik.
2. Alur (plot)
Plot merupakan hubungan antarperistiwa yang bersifat sebab akibat, tidak hanya
jalinan secara kronologis. Alur ini erat hubungannya dengan tokoh-tokoh yang
berperan dalam sebuah cerita, karena melukiskan peristiwa yang dialami oleh
tokoh-tokoh cerita atau aktivitas dari tokoh cerita yang melahirkan konfliks
(Nurgiyantoro, 2012:112). Alur adalah rangkaian peristiwa yang berarti bahwa
peristiwa menjadi unsur dari alur. Keterampilan pengarang dalam menggarap
peristiwa menjadi jalinan cerita yang menarik ikut menentukan kualitas cerita
yang ditampilkan pengarang (Priyatni, 2010:112).
68
3. Penokohan
Penokohan adalah teknik bagaimana pengarang menampilkan tokoh-tokoh dalam
cerita sehingga dapat diketahui karakter atau sifat para tokoh. Tokoh cerita adalah
orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama yang oleh
pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti
yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Tokoh
dalam cerita fantasi bisa diberi watak dan ciri yang unik yang tidak ada dalam
kehidupan sehari-hari. Tokoh memiliki kesaktian kesaktian tertentu. Tokoh
mengalami peristiwa misterius yang tidak terjadi pada kehidupan sehari-hari.
Tokoh mengalami kejadian dalam berbagai latar waktu. Tokok dapat ada pada
seting waktu dan tempat yang berbeda zaman (bisa waktu lampau atau waktu
yang akan datang/futuristik).
4. Watak
Watak atau karakter berhubungan dengan perangai si pelaku dengan perangai si
pelaku atau tokoh dalam suatu narasi.
5. Latar (setting)
Latar atau setting yang disebut sebagai landasan tumpu, menyarankan pada
pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Latar memberikan pijakan cerita secara
konkret dan jelas. Unsur latar dapat dibedakan kedalam tiga unsur pokok, yaitu
tempat, waktu, dan sosial. Berikut ini, ketiga unsur itu walau masing-masing
menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan secara sendiri,
pada kenyataannya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang
lainnya.
69
a. Latar Tempat
Latar tempat adalah lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam
sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa
tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi
tertentu tanpa nama jelas.
b. Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-
peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi masalah “kapan”
tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang
kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah.
c. Latar Sosial
Latar sosial berhubungan pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku
kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya
fiksi.
6. Sudut Pandang
Sudut pandang berhubungan dengan dari mana penulis memandang suatu
peristiwa. Ada sudut pandang orang pertama atau orang ketiga. Menurut
Nurgiyantoro (2009: 256) dapat dibedakan dua, yaitu sudut pandang persona
ketiga: dia, mereka, dan kalian. Sudut pandang persona pertama : aku. Sudut
pandang campuran adalah sudut pandang yang menggabungkan antara sudut
pandang orang ketiga “dia” dan sudut pandang orang pertama “aku”. Pengarang
melakukan kreativitas dalam penceritaan dengan mencampurkan sudut pandang
tersebut. Menurut Nurgiyantoro (2009: 267) tidak semua penceritaan
70
menggunakan sudut pandang ini, namun tergantung dengan efek yang diinginkan
oleh pengarang saja.
2.6.6 Unsur-unsur Kebahasaan Cerita Fantasi
Terdapat enam ciri-ciri kebahasaan dalam cerita fantasi, yaitu
1. penggunaan kata ganti dan nama orang sebagai sudut pandang penceritaan.
(contoh: aku, mereka, dia, dikau, engkau, Quen, Angel Biru);
2. penggunaan kata yang mencerap panca indera dalam diskripsi latar (tempat,
waktu, dan suasana), contohnya dalam beberapa teks berikut.
a. Latar tempat
Tiga pohon berjajar rapih berdiri dengan kokoh. Sayap-sayap burung yang
mulai mengepak, menggoyangkan daun-daun dalam dahan. Hembusan
angin yang tak biasa. Mengemparkan kota Zaitun di sore ini.
b. Latar suasana
Air mata pun jatuh di pipi Pangeran Xin. Sepucuk surat dari Sang Nenek
menjadi saksi kepiluannya. Tawa canda pangeran sirna.
c. Latar Waktu
Pagi hari seperti biasa para agent mempersiapkan diri. Matahari bersinar
terang membawa hawa semangat. Kokok jago bersautan menyambut hari
telah datang.
3. Menggunakan pilihan kata dengan makna kias dan makna khusus.
Contoh: Monster itu bekaki empat. Langkah seribunya penuh dengan keberanian.
Semakin mendekat semakin melawan.
4. Kata sambung penanda urutan waktu
71
Kata sambung urutan waktu itu, sementara itu, bersamaan dengan itu, tiba-tiba,
ketika, sebelum, dan sebagainya. Penggunaan kata sambung uruan waktu untuk
menandakan datangnya tokoh lain atau perubahan latar, baik latar suasana, waktu,
dan tempat.
Contoh:
1. Sebelum Alien itu datang langit mendung
2. Tiga tahun yang lalu, gunung itu memuntahkan lahar dingin
3. Akhirnya, Raja Zahab berkuasa kembali di kerajaan Saturnus.
5. Penggunaan kata/ungkapan keterkejutan.
Penggunaan kata/ungkapan keterkejutan berfungsi untuk menggerakan cerita
(memulai masalah). Contoh:
1. Tiba-tiba pesawat tempur melepaskan tembakan petamanya.
2. Ditengah pesta datanglah pereman-pereman itu.
3. Tanpa ku duga, Cermin Ajaib berpindah tempat.
6. Penggunaan dialog/kalimat langsung dalam cerita.
Contoh: “Berlarilah Natakoo! Monster itu mengejarmu.” teriak ninja Kusuke
dengan kecemasan. Natakoo pun berlari sekuat tenaganya.
2.6.7 Langkah-Langkah Menyusun Cerita Fantasi
Cerita fantasi dapat disusun dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut.
1. Memilih topik atau menjadi dasar penceritaan, yaitu menentukan ide awal.
2. Mengumpulkan materi sebagai bahan uraian dengan melakukan riset.
3. Menentukan pola pengembangan bahan uraian. Pengarang dapat
melakukan pembuatan detail-detail ide awal cerita.
72
4. Menyusun kerangka paragraf berupa gagasan dan gagasan penjelas
lainnya.
5. Mengembangkan kerangka paragraf menjadi kalimat yang padu sehingga
tersusun sebuah cerita.
2.7 Metakognitif
Penambahan basis metakognitif pada penelitian pengembangan LKPD menulis
teks cerita fantasi berdasarkan teori yang mendukung dan menjadi acuan dalam
pengembangan bahan ajar. Adapun, landasan teori metakognitif meliputi
pengertian metakognitif, komponen metakognitif, strategi metakognitif, dan
kelebihan dan kekurangan metakognitif. Hal-hal tersebut akan dijabarkan sebagai
berikut.
2.7.1 Pengertian Metakognitif
Metakognitif atau metakognisi adalah sesuatu yang berhubungan dengan berpikir
peserta didik tentang cara berpikir mereka sendiri dan kemampuan mereka
menggunakan strategi belajar tertentu dengan tepat (Agustina, 2011: 322).
Metakogntif adalah salah satu cara berpikir yang mendalam dengan memfokuskan
diri pada kontrol dan kesadaran diri peserta didik. Aktivitas metakognitif terjadi
saat peserta didik secara sadar menyesuaikan dan mengelola strategi pemikiran
mereka pada saat memecahkan masalah dan memikirkan tujuan Santrock (Al-
Qibtia, 2013:5).
Metakognitif sebagai kesadaran seseorang tentang bagaimana ia belajar,
kemampuan untuk menilai kesukaran suatu masalah, kemampuan untuk
73
mengamati tingkat pemahaman dirinya, kemampuan menggunakan berbagai
informasi untuk mencapai tujuan, kemampuan untuk menilai kemajuan belajar
sendiri (Flavel, 1979: 901). Metakognitif adalah salah satu kata yang berkaitan
dengan apa yang diketahui tentang dirinya sebagai individu yang belajar dan
bagaimana ia mengontrol serta menyesuaikan perilakunya.seseorang perlu
menyadari kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya (Suherman dalam
Anggraini, 2015:13).
Metakognitif merupakan istilah umum yang berarti “berpikir tentang berpikir”.
Strategi ini membuat peserta didik menyadari bahwa proses pemecahan masalah.
Mereka akan lebih menyadari keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk
memenuhi situasi belajar tertentu. Metakognitif berkaitan dengan diri seseorang
dalam mengetahui apa yang telah diketahui , mengontrol diri, dan menyesuaikan
perilaku. Setiap individu perlu mempelajari kekurangan dan kelebihan yang
dimiliki diri sendiri, dengan begitu indvidu akan menilai kemampuan yang
dimilikinya. Dengan kemampuan ini seorang individu akan timbul pertanyaan
pada dirinya “Apa yang saya kerjakan?, Mengapa saya mengerjakan ini?, Untuk
apa saya mengerjakan ini?, dan Bagaimana saya bisa menyelesaikan ini?”
Metakognitif adalah kesadaran berpikir tentang apa yang diketahui. Dalam
konteks pembelajaran peserta didik mengetahui bagaimana untuk belajar,
mengetahui kemampuan dan modalitas belajar yang dimiliki dan mengetahui
strategi belajar terbaik untuk belajar efektif (Suyantoro dalam Mursinah
2013:328). Strategi metakognitif berhubungan dengan berpikir peserta didik
74
tentang cara berpikir mereka sendiri dan kemampuan menggunakan strategi
belajar dengan tepat.
Metakognitif merupakan suatu kemahiran tersendiri. Orang yang mempunyai
metakognitif yang tinggi maka ia akan mampu mengontrol dan menyalurkan
aktivitas kognitif yang berlangsung dalam dirinya sendiri. Bagaimana ia
memutuskan perhatian, bagaimana ia belajar, bagaimana ia menggali ingatan,
bagaimana ia menggunakan pengetahuan yang dimiliki, bagaimana ia berpikir
menggunakan konsep, kaidah pengetahuan yang dimiliki, yang terorganisasikan
dengan baik dalam menghadapi sebuah masalah. Secara ringkas metakognitif
dapat diistilahkan “thinking about thinking”.
Jadi metakognitif adalah suatu kesadaran tentang proses berpikir seseorang, yang
dapat membantu memecahkan permasalahan dalam proses belajar dengan
meyadari kemampuan dan modalitas belajar yang dimiliki. Pada peserta didik,
kesadaran dalam belajar tidak akan muncul dengan sendirinya, sangat diperlukan
pelatihan dan pengarahan sehingga muncul menjadi kebiasaan. Peran gurulah
yang mendampingi peserta didik dalam pemantauan (monitoring), penilaian, dan
pemantapan diri.
2.7.2 Komponen Metakognitif
Metakognitif mementingkan how to learn, yaitu belajar bagaimana seharusnya
belajar. Metakognitif terbagi atas dua komponen, yaitu pengetahuan kognisi dan
pengaturan kognisi, para peneliti mengarahkan kedua komponen tersebut sebagai
75
pengetahuan metakognitif dan keterampilan metakognitif. Flevell dan Brown
menyatakan bahwa metakognisi atau metakognitif adalah pengetahuan
(knowledge) dan regulasi (regulation) pada suatu aktivitas kognitif seseorang
dalam proses belajarnya. Pengetahuan-kognitif adalah kesadaran seseorang
tentang apa yang sesungguhnya diketahui dan regulasi-kognitif adalah bagaimana
seseorang mengatur aktivitas kognitifnya secara efektif. Pengetahuan-kognitif
memuat pengetahuan deklaratif, prosedural, dan kondisional, sedangkan regulasi-
kognitif mencakup kegiatan perencanaan, pemantauan, dan evaluasi.
Pendapat berikutnya menurut Desoete (2001) menyatakan bahwa metakognisi
memiliki dua komponen pada penyelesaian masalah dalam pembelajaran, yaitu (a)
pengetahuan metakognitif, (b) keterampilan metakognitif. Pengetahuan
metakognitif mengacu kepada pengetahuan deklaratif, pengetahuan prosedural,
dan pengetahuan kondisional seseorang pada penyelesaian masalah. Keterampilan
metakognitif mengacu kepada keterampilan perencanaan, keterampilan
monitoring, dan keterampilan evaluasi (Syaiful, 2011).
Adapun, yang akan dijabarkan dalam penelitian ini adalah keterampilan
metakognitif. Keterampilan metakognitif dapat dilihat sebagai pengontrolan
orang-orang yang memiliki lebih dari proses kognitif mereka sendiri (Brown
dalam Sarnubi, 2016:27). Hal tersebut mengacu pada tiga keterampilan
metakognitif, yaitu perencanaan, pemantauan, dan evaluasi.
1. Keterampilan Perencanaan (Planning Skills)
76
Perencanaan merupakan keterampilan yang mengutamakan proses sistematis
dan berpikir dalam pemecahan masalah, yang bertujuan adanya solusi dalam
suatu pilihan. Keterampilan perencanaan tidak hanya membantu untuk
menciptakan solusi tapi juga membantu untuk lebih memahami permasalahan
itu sendiri.
Proses perencanaan menggiring untuk berpikir kembali atau merangkai
masalah kembali. Apabila perencanaan suatu kegiatan dirancang dengan
baik, kegiatan akan mudah dilaksanakan, terarah, serta terkendali. Demikian
pula halnya dengan proses belajar mengajar, agar pelaksanaan proses tersebut
berjalan dengan baik maka diperlukan perencanaan pembelajaran yang baik
pula. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dengan adanya keterampilan
perencanaan maka suatu proses pemecahan masalah akan mendapatkan hasil
yang lebih baik.
Pada tahap perencanaan dalam pembelajaran melalui “LKPD Menulis Teks
Cerita Fantasi Berbasis Metakognitif”, peserta didik akan membangun ide
menjadi sebuah konsep tulisan. Dengan berbantu piramida cerita peserta
didik akan belajar menyusun rencana penulisan cerita fantasinya berdasarkan
konsep yang telah dibuat sendiri. Hal ini akan melatih keterampilan
perencanaan (planning skills) peserta didik dalam pembelajaran menulis.
2. Keterampilan Monitoring (Monitoring Skill)
Monitoring merupakan pemantauan yang dapat dijelaskan sebagai kesadaran
(awareness) tentang apa yang ingin diketahui. Monitoring menyediakan data
dasar untuk menjawab permasalahan. Keterampilan monitoring adalah
77
keterampilan dalam proses pengumpulan dan analisis informasi (berdasarkan
indikator yang ditetapkan) secara sistematis dan berkelanjut tentang kegiatan
belajar sehingga dapat dilakukan tindakan koreksi untuk penyempurnaan
kegiatan selanjutnya.
Monitoring melibatkan pemantauan kondisi saat ini atau keadaan yang
sedang berlangsung pada pembelajaran. Tujuan monitoring, yaitu (1)
mengkaji apakah kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan telah sesuai dengan
rencana;(2) mengidentifikasi masalah yang timbul agar langsung dapat
diatasi; (3) melakukan penilaian apakah pola yang digunakan sudah tepat
untuk mencapai tujuan pembelajaran; (4) mengetahui kaitan antara kegiatan
dengan tujuan untuk memperoleh ukuran kemajuan; (5) menyesuaikan
kegiatan berkelanjut tentang kegiatan belajar sehingga dapat dilakukan
tindakan koreksi untuk penyempurnaan kegiatan selanjutnya (Mulyasa dan
Sanubri, 2016:28). Monitoring merupakan proses yang memungkinkan
seseorang untuk mengamati, merenungkan, dan mengalami kognitif sendiri.
Dengan demikian seseorang akan mengetahui secara sadar apa yang telah ia
pahami atau kuasai.
Pada tahap pemantauan dalam pembelajaran melalui “LKPD Menulis Teks
Cerita Fantasi Berbasis Metakognitif”, peserta didik akan melangsungkan
kegiatan yang telah konsep pada tahap sebelumnya. Berkaitan dengan materi
menulis teks cerita fantasi, peserta didik akan mengamati piramida cerita
yang telah disusun dan merenungkan judul yang tepat untuk membuat
78
ceritanya mejadi menarik. Selanjutnya, peserta didik dengan kognitifnya
menyusun cerita berdasarkan struktur cerita fantasi sesuai dengan rencana
cerita yang telah dibentuk pada piramida cerita. Pada tahapan inilah peserta
didik akan melakukan penyempurnaan mengenai karya yang dibuat serta
keterampilan pemantauan (monitoring skills) pun terlatih.
3. Keterampilan Evaluasi (Evaluation Skills)
Evaluating meliputi kondisi yang terjadi sepanjang proses pengerjaan tugas.
Evaluasi berkaitan dengan refleksi diri, tugas, dan konteks seperti penilaian
kognitif atau kinerja (Ana Zohar dalam Safitri, 2015:32). Keterampilan
evaluasi sangat diperlukan oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran.
Adapun, tujuan dari keterampilan evaluasi adalah untuk mendapatkan
informasi dan menarik pelajaran dari pengalaman dari kegiatan yang baru
selesai dilaksanakan, maupun yang sudah berfungsi sebagai umpan balik
bagi pengambilan keputusan dalam rangka perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan dan pengendalian pembelajaran selanjutnya (Sukmadinata
dalam Syaiful, 2011).
Keterampilan penilaian (evaluation skill) yang diterapkan dalam
pembelajaran melalui “LKPD Menulis Teks Cerita Fantasi Berbasis
Metakognitif” sebagai berikut.
a. Evaluasi terhadap hasil (produk teks cerita yang telah dibuat). Peserta
didik akan mengevaluasi dengan dua cara, yaitu perbaikan dan
penyuntingan. Melalui perbaikan peserta didik akan melihat kembali
79
atau menghaluskan kembali ide-ide tulisan dengan cara menambah,
mengurangi, mengganti, menghilangkan, atau menyusun kembali
konsep ceritanya. Melalui penyuntingan peserta didik akan memeriksa
kembali kesalahan menggunaan ejaan, tanda baca, kosakata dan
kalimat.
b. Evaluasi proses belajar atau unjuk kerja . Peserta didik merefleksikan
diri untuk mendapatkan informasi yang menarik dari pengalaman
belajar dan mendapatkan umpan balik untuk kemajuan belajar. Peserta
didik akan mendeskripsikan penilaiannya mengenai hasil cerita fantasi
yang telah dibuat, menuliskan pengalaman yang membantu dalam
menyelesaikan cerita, dan manfaat yangdidapat selama proses belajar
menulis teks cerita. Refleksi diri, yaitu peserta didik akan menuliskan
pengalaman/pengetahuan apa saja yang membantu menyelesaikan
karya teks cerita fantasi.
2.7.3 Strategi Metakognitif
Metakognitif adalah strategi yang melibatkan perencanaan belajar, pemikiran
tentang proses pembelajaran yang sedang berlangsung, pemantauan produksi dan
pemahaman seseorang, dan evaluasi pembelajaran setelah aktivitas selesai (Brown
(2007:143). Huda berpendapat bahwa strategi metakognitif adalah langkah yang
dipakai untuk mempertimbangkan proses kognitif, seperti pemantauan
(monitoring) diri sendiri, penilaian diri sendiri, dan pemantapan diri sendiri
(Iskandarwassid , 2016:15).
Strategi metakognitif merujuk kepada cara untuk meningkatkan kesadaran
80
mengenai proses berpikir dan pembelajaran yang berlaku. Mewujudkan
kesadaran tersebut, seseorang dapat mengawali pikirannya dengan merancang,
memantau, dan menilai apa yang dipelajari. Bila dikaitkan dengan pembelajaran,
metakognitif tidak perlu diajarkan sebagai bagian terpisah dengan mata pelajaran.
Metakognitif perlu disampaikan secara terintegrasi, yaitu dengan menerapkan
metakognitif dalam prinsip-prinsip pembelajaran. Dengan penerapan ini,
kemampuan metakognitif dalam setiap tahapan pembelajaran akan terjadi secara
spontan dan tanpa disadari dapat dikembangkan.
Strategi metakognitif merujuk kepada cara untuk meningkatkan kesadaran
mengenai proses berpikir dan pembelajaran yang berlaku. Apabila kesadaran ini
terwujud, seseorang dapat mengawal pikirannya dengan merancang, memantau
(memonitor) dan menilai apa yang dipelajarinya (mengevaluasi). Menurut Oxford
(Mursinah, 2013:327), dengan strategi metakognitif setiap individu peserta didik
dapat menilai kemampuan diri mereka masing-masing dalam belajar, setiap
peserta didik dapat menentukan kesuksesan belajar dengan menggunakan gaya
belajar mereka sendiri. Dengan strategi metakognitif ini pula setiap peserta didik
dapat belajar efektif dengan memberdayakan modalitas belajar dirinya sendiri
yang unik dan tak terbandingkan.
Strategi metakognitif adalah strategi yang melibatkan perencanaan belajar,
pemikiran tentang pemrosesan pembelajaran secara langsung, pemantauan
produksi dan pemahaman seseorang, dan evaluasi pembelajaran setelah sebuah
aktivitas selesai (Brown 2007:143). Dapat dikatakan bahwa pernyataan Brown
81
adalah proses feed back dari aktivitas yang akan, sedang, dan telah berlangsung.
Adapun, aktivitas strategi metaognitif menurut Brown sebagai berikut.
Tabel 2.2 Aktivitas Strategi Metakognitif (Brown 2007:154)
1. Merangkum dan
mengaitkan dengan
materi yang sudah
diketahui
1. Merangkum dan mengaitkan dengan materi
yang sudah diketahui
2. Memperhatikan
3. Menunda produksi wicara untuk fokus
mendengar
2. Mengatur dan menata
pembelajaran
1. Mencari tahu tentang pembelajaran bahasa
2. Mengorganisir
3. Menetapkan maksud dan tujuan
4. Mengidentifikasi maksud sebuah tugas bahasa
(menyimak, berbicara, membaca dan menulis
penuh arti)
5. Merencanakan sebuah tugas bahasa
6. Mencari kesempatan berlatih.
3. Mengevaluasi
pembelajaran
1. Memantau diri
2. Mengevaluasi Diri
Sedikit berbeda dengan pendapat diatas, menurut Flavel dalam Anggraini
(2015:17) strategi metakognitif dapat dilaksanakan melalui beberapa tahapan,
yaitu
1. tahap proses sadar belajar;
2. tahap proses merencanakan dan memantau belajar;
3. tahap refleksi mengevaluasi belajar.
Menurut Oxford yang termasuk ke dalam strategi metakognitif, yaitu
1. memperoritaskan kegiatan belajar;
2. mengatur dan merencanakan kegiatan belajar;
3. melakukan kegiatan evaluasi belajar.
Metakognisi memiliki peranan penting dalam mengatur dan mengontrol proses-
proses kognitif seseorang dalam belajar dan berpikir, sehingga belajar dan
82
berpikir yang dilakukan oleh seseorang menjadi lebih efektif dan efisien.
Metakognisi sebagai pengetahuan dan keterampilan dapat diajarkan, dilatihkan,
atau dikembangkan. Siswa dapat menggunakan strategi metakognitif dalam
pembelajaran meliputi tiga tahap berikut (Syafitri, 2015:958), yaitu
1. merancang apa yang hendak dipelajari;
2. memantau perkembangan diri dalam belajar; dan
3. menilai apa yang dipelajari.
Strategi belajar metakognitif dapat diajarkan menggunakan berbagai macam
metode, salah satunya dengan penggunaan bahan ajar pelajaran atau bahan
ajar berbasis metakognitif. Penggunaan bahan ajar metakognitif akan
mengorganisasikan strategi belajar metakognitif dan materi pembelajaran menjadi
suatu integrasi yang utuh, sehingga siswa dapat memahami materi dan strategi
belajarnya sekaligus.
2.7.4 Kelebihan dan Kurangan Metakognitif
Adapun, kelebihan dalam penerapan strategi metakognitif, yaitu
1. dapat merubah peserta didik pasif menjadi peserta didik aktif dalam proses
pembelajaran;
2. peserta didik lebih mudah memahami materi dan bebas mengeluarkan
pendapat;
3. menambah wawasan guru dengan menggunakan berbagai macam metode
pembelajaran;
4. adanya praktik langsung membuat peserta didik mudah memahami materi;
83
5. merangsang peserta didik untuk berpikir kritis (tingkat tinggi) terhadap
suatu permasalahan.
Adapun, kekurangan dalam penerapan strategi metakognitif, yaitu
1. guru butuh kesiapan dalam proses pembelajaran;
2. manajemen waktu;
3. kondisi dan situasi tempat pelaksanaan harus kondusif;
4. tidak dapat berjalan dengan baik tanpa adanya motivasi peserta didik.
84
III. METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian dan pengembangan. Metode
penelitian ini mengacu pada istilah yang digunakan oleh Borg and Gall, yaitu
research and development (R&D). Borg & Gall menyatakan bahwa “what is
research and development? It is a process used to develop and validate
educational product.” bahwa metode penelitian dan pengembangan dapat
diartikan sebagai cara ilmiah untuk meneliti, merancang, memproduksi, dan
menguji validitas produk yang telah dihasilkan (Sugiyono, 2015:30). Penelitian
ini dapat digolongkan dalam jenis penelitian pengembangan atau
menyempurnakan produk yang sudah ada. Prosedur penelitian dilaksanakan
mengikuti prosedur penelitian dan pengembangan menurut Borg & Gall yang
terdiri dari sepuluh tahap.
Gambar 3.1 Tahap Penelitian Borg & Gall dalam Emzir (2015:275)
Potensi dan
Masalah
Pengumpulan
Data Desain
Produk
Validasi
Desain
Revisi
Desain
Uji Coba
Produk
Revisi
Produk
Uji Coba
Pemakaian
Revisi
Produk
Produksi
Masal
85
3.2 Tempat Penelitian
Penelitian pengembangan ini dilaksanakan pada tiga sekolah di Kota Bandar
Lampung yang meliputi SMP Global Madani Bandar Lampung, SMP Negeri 13
Bandar Lampung, dan SMP IT Baitul Jannah Bandar Lampung. Alasan sekolah-
sekolah tersebut dipilih sebagai tempat penelitian, yaitu
1. pertimbangan efisiensi waktu, tenaga, dan biaya;
2. sekolah-sekolah tersebut telah menggunakan kurikulum 13, bahkan SMP
IT Baitul Jannah baru menggunakan kurikulum 2013 pada tahun ajaran
2017/2018 sehingga sangat membutuhkan adanya bahan ajar yang
mengimplementasikan kurikulum tersebut;
3. sekolah-sekolah tersebut memiliki budaya belajar yang berbeda-beda,
diharapkan dengan adanya pengembangan LKPD dapat membantu
meningkatkan pengalaman belajar yang disesuaikan dengan budaya
belajar dimasing-masing sekolah.
3.3 Spesifikasi Produk Pengembangan
Produk yang dihasilkan dalam penelitian pengembangan ini berupa LKPD
menulis teks cerita fantasi berbasis metakognitif untuk peserta didik SMP/MTs
dengan spesifikasi sebagai berikut.
1. Lembar Kegiatan Peserta Didik adalah lembaran-lembaran yang berisikan
rangkaian kegiatan belajar yang dikerjakan peserta didik kelas VII
SMP/Mts.
86
2. Lembar kegiatan ini berisi petunjuk dan langkah-langkah untuk
menyelesaikan tugas sesuai dengan kompetensi dasar menulis teks cerita
fantasi kelasVII. Kompetensi dasar tersebut adalah 4.4.menyajikan
gagasan kreatif dalam bentuk cerita fantasi secara lisan dan tulis dengan
memperhatikan struktur dan penggunaan bahasa.
3. Lembar kegiatan ini digunakan untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia
untuk kelas VII selama dua jam pelajaran dalam dua pertemuan. Lembar
kegiatan ini digunakan sebagai pendamping buku paket yang digunakan
dalam pembelajaran terkait materi menulis teks cerita fantasi.
4. Lembar kegiatan ini tersusun dengan struktur judul, kata pengantar, daftar
isi, sistematika LKPD, petunjuk penggunaan LKPD, peta konsep
pengembangan LKPD, materi dan latihan menulis teks cerita fantasi,
evaluasi, kunci jawaban, daftar pustaka, dan glosarium.
3.4 Langkah Penelitian Pengembangan
Borg & Gall menyatakan ada sepuluh langkah pelaksanaan strategi penelitian dan
pengembangan (Emzir, 2015:271) sebagai berikut.
1) Penelitian dan pengumpulan informasi (research and information
collecting).
2) Perencanaan (planning).
3) Pengembangan draf produk (develop preliminary form of product).
4) Uji coba lapangan awal (preliminary field testing).
5) Merevisi hasil uji coba (main product revision).
6) Uji coba lapangan (main field testing).
87
7) Penyempurnaan produk hasil uji lapangan (operational product revision).
8) Uji pelaksanaan lapangan (operational field testing).
9) Penyempurnaan produk akhir (final product revision).
10) Diseminasi dan implementasi (dissemination and implementation).
Berdasarkan kesepuluh langkah menurut Borg & Gall diatas, disederhanakan
menjadi tiga tahap untuk mengembangkan LKPD pembelajaran menulis teks
cerita fantasi. Penyederhanaan langkah-langkah pengembangan produk
disebabkan karena keterbatasan waktu dan biaya. Tahap-tahap tersebut meliputi
1. studi pendahuluan;
2. pengembangan produk;
3. evaluasi produk.
Tahapan-tahapan penelitian pengembangan LKPD tersebut kemudian diuraikan
dalam langkah-langkah berupa 1) potensi dan masalah; 2) pengumpulan data
kebutuhan bahan ajar; 3 ) pengembangan bahan ajar melalui perancangan (desain)
produk dan mengembangkan bentuk produk awal; 4) evaluasi produk melalui
validasi oleh ahli/pakar yang relevan; 5) revisi rancangan produk hasil validasi;
6) uji coba produk pada teman sejawat dan uji coba kelas kecil dan revisi produk
hasil uji coba dilanjutkan dengan uji coba lebih luas dengan kelas sesungguhnya
(20—40 siswa); 7) melakukan revisi menjadi produk operasional berupa LKPD
yang siap diuji efektivitas penggunaannya.
88
Gambar 3.2 Tahapan-Tahapan Penelitian Pengembangan LKPD
Menulis Teks Cerita Fantasi Berbasis Metakognitif
Produk Pengembangan LKPD Menulis Teks Cerita Fantasi
Berbasis Metakognitif Pada Peserta SMP/MTs Kelas VII
Revisi
Perancangan dan Pengembangan Bahan Ajar
Validasi ahli/pakar
Revisi
Uji coba produk
Uji teman sejawat/praktisi
Revisi
Studi Pendahuluan melalui kajian potensi, masalah dan
pengumpulan data
89
3.4.1 Studi Pendahuluan
Penelitian dan pengembangan bahan ajar dimulai dengan melaksanakan analisis
kebutuhan. Analisis kebutuhan dilakukan berdasarkan potensi dan masalah yang
ada dalam pembelajaran menulis teks cerita fantasi dan pengumpulan data yang
digunakan untuk mengembangkan Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD) untuk
peserta didik kelas VII SMP/MTs. Analisis potensi dan masalah pembelajaran
diamati berdasarkan pelaksanan pembelajaran, angket pengalaman siswa, dan
wawancara kepada guru dan siswa mengenai penggunaan LKPD saat ini dan
pengembangan yang diharapkan.
Hal terpenting yang menjadi fokus dalam studi pendahuluan ini adalah
didapatkannya deskripsi kebutuhan mengenai Lembar Kegiatan Peserta Didik
mengenai menulis teks cerita fantasi. Dasar deskripsi kebutuhan ini adalah hasil
wawancara kebutuhan tentang perlunya LKPD menulis teks cerita fantasi.
Wawancara ditujukan kepada guru bahasa Indonesia dan siswa dalam
mempelajari materi teks cerita fantasi sekaligus penilaian mengenai materi teks
cerita fantasi yang telah ada pada buku teks pelajaran bahasa Indonesia yang
digunakan.
Hasil observasi dan wawancara dianalisis untuk mendapatkan deskripsi yang
dapat menginformasikan kondisi pembelajaran, bahan ajar, Lembar Kegiatan
Peserta Didik dan penggunaan pendekatan dalam pembelajaran. Hasil analisis
kebutuhan bahan ajar yang diperlukan, yaitu LKPD yang disesuaikan dengan
kebutuhan dan karakteristik SMP/MTs.
90
3.4.2 Perancangan dan Pengembangan Produk
Berdasarkan analisis kebutuhan, setelah mendapatkan masukan dari siswa dan
guru terkait pengalaman awal membaca, menulis, pembelajaran menulis teks
cerita fantasi, dan manfaat buku teks pelajaran bahasa, maka langkah selanjutnya
adalah membuat desain atau produk yang akan dikembangkan. Pada tahap ini
mulai mendesain LKPD. Penyusunan produk berupa LKPD yang disesuaikan
dengan aspek isi/materi, penyajian, bahasa, dan kegrafikan. Langkah awal
mendesain LKPD adalah menentukan judul, tujuan, pemilihan bahan, penyusunan
kerangka, dan pengumpulan bahan.
Pada tahap ini pula mengumpulkan referensi-referensi serta teks bacaan yang
sesuai dengan teori menulis teks cerita fantasi serta keterampilan metakognitif.
Setelah referensi terkumpul, langkah selanjutnya menyusun LKPD.Penyusunan
ini berdasarkan kerangka yang sudah dibuat sebelumnya. Desain LKPD yang
dikembangkan, dilengkapi dengan halaman judul, kata pengantar, daftar isi,
sistematika LKPD, petunjuk penggunaan LKPD, peta konsep pengembangan
LKPD, evaluasi, kunci jawaban, daftar pusaka, daftar pustaka dan glosarium.
Revisi rancangan awal LKPD ini ketika ketidaksesuaian rancangan dengan
kelayakan pembelajaran.
3.4.3 Evaluasi Produk
Evaluasi pengembangan LKPD ini dilakukan dalam empat tahap meliputi: (1) uji
ahli/pakar yang relevan dengan bidang kajian dan uji praktisi, (2) uji teman
sejawat, yaitu guru bidang studi bahasa Indonesia di SMP/MTs, (3) uji coba
91
lapangan kelompok kecil yang melibatkan 10 siswa, dan (4) uji coba lapangan
kelompok besar .
1. Penilaian LKPD oleh ahli/pakar dan praktisi
Pelaksanaan uji ahli atau pakar dimaksudkan untuk memperoleh masukan dari
ahli atau pakar yang memiliki kompetensi pada bidang kajian yang relevan.
Dalam konteks ini uji ahli atau pakar dilakukan kepada ahli materi atau isi
pembelajaran sastra dan ahli teknologi pembelajaran. Hasil uji ahli atau pakar juga
berupa komentar, kritik, saran, koreksi, dan penilaian terhadap produk
pengembangan. Uji ahli atau pakar dilakukan dengan teknik wawancara, diskusi,
dan angket penilaian produk. Hasil uji praktisi dan uji ahli atau pakar
dimanfaatkan untuk merevisi desain produk sampai diperoleh desain produk yang
layak.
2. Penilaian LKPD oleh teman sejawat
Penilaian teman sejawat untuk memperoleh masukan sebanyak mungkin dari
guru-guru Bahasa Indonesia di SMP/MTs. Pengujian ini bertujuan untuk
mendapatkan respon guru terhadap produk yang dikembangkan.penilaian
meliputi kelayakan isi, kelayakan penyajian, kelayakan bahasa, dan kelayakan
kegrafikan yang diukur menggunakan angket.
3. Uji coba lapangan kelompok kecil
Uji coba lapangan kelompok kecil (10 siswa) dilakukan untuk mengetahui respon
siswa mengenai respon pengunaan LKPD melalui angket. Uji coba lapangan
dalam kelompok kecil ini dilakukan dengan mengujicobakan produk bahan ajar
kepada guru dan siswa sebagai calon pengguna produk. Hasil uji lapangan
kelompok kecil dimanfaatkan untuk merevisi produk sehingga dihasilkan produk
92
yang berkualitas. Uji coba lapangan kelompok kecil dan revisi produk dilakukan
dengan kolaborasi antara peneliti dan guru dengan berbekal saran dan komentar
dari siswa sebagai pengguna bahan ajar.
4. Uji coba lapangan kelompok besar
Uji coba lapangan dalam kelompok besar dilakukan pada tiga sekolah yang
berbeda. Uji coba lapangan dalam kelompok besar dilakukan dengan
mengujicobakan produk pengembangan kepada guru dan siswa sebagai calon
pengguna produk. Hasil uji lapangan dalam kelompok besar juga dimanfaatkan
untuk merevisi produk. Uji coba lapangan dalam kelompok besar dan revisi
produk dilakukan secara berkolaborasi antara guru, peneliti. Uji coba lapangan
dalam kelompok besar dilakukan sampai diperoleh produk yang siap untuk
digunakan sebagai bahan ajar. LKPD pada uji skala luas ini melibatkan tiga
sekolah, yakni SMP Global Madani Bandar Lampung, SMP Neger 13 Bandar
Lampung, dan SMP IT Baitul Jannah Bandar Lampung.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1. Dokumentasi
Dokumentasi dilakukan dengan menelaah dokumen-dokumen yang berkaitan
dengan bahan ajar menulis puisi. Dokumentasi dilakukan pada perangkat
pembelajaran berupa silabus, RPP, bahan ajar, media, evaluasi, dan kondisi guru
serta siswa.
93
2. Observasi
Teknik observasi lapangan dilakukan dengan pengamatan secara langsung proses
pembelajaran di kelas. Tujuannya untuk memperoleh deskripsi kegiatan guru
dalam menerapkan pendekatan (metode atau teknik) dalam pembelajaran, bahan
ajar, media, evaluasi, dan perilaku siswa dalam mengikuti pembelajaran.
3. Angket
Pemberian angket ditujukan kepada ahli/pakar yang memiliki kompetensi pada
bidang kajian yang relevan, guru-guru mata pelajaran Bahasa Indonesia
SMP/MTs dan siswa kelas VII yang menerima materi teks cerita fantasi. Tujuan
penyebaran angket ini adalah untuk mendapatkan deskripsi objektif tentang
kelayakan LKPD yang dikembangkan dan daya tarik penggunaannya sehingga
dapat memotivasi siswa untuk belajar
4. Wawancara
Wawancara dan diskusi dilakukan dengan guru dan siswa, untuk mengetahui
secara langsung kondisi pembelajaran yang dilakukan berkaitan dengan
kebutuhan penggunaan LKPD menulis teks cerita fantasi berbasis metakognitif.
3.6 Instrumen
Instrumen penelitian digunakan untuk menilai kelayakan LKPD menulis teks
cerita fantasi berbasis metakognitif. Instrumen yang digunakan berbentuk
kuesioner/angket. Penilaian ini menggunakan lembar angket tentang kelayakan
LKPD menulis teks cerita fantasi berbasis metakognitif yang telah disusun.
Penelitian ini menggunakan Skala Guttman dan Skala Likert untuk mengetahui
kebutuhan bahan ajar dan penilaian ahli materi, ahli media, praktidi, guru dan
94
siswa terhadap kelayakan LKPD menulis teks cerita fantasi. Angket berbentuk
Skala Guttman digunakan untuk mendapatkan jawaban yang tegas ―ya‖atau
―tidak‖. Pada skala ini hanya ada dua interval, yaitu ―setuju‖ dan ―tidak setuju‖.
Jawaban dapat dibuat skor tertinggi satu dan terendah nol. Misalnya untuk
jawaban ―ya: diberi nilai ―1‖ dan untuk jawaban tidak diberi nilai ―0‖. Skala
Likert menggunakan 5 dan 4 kategori penilaian. Skala Likert untuk penilaian
ahli/pakar, praktisi, dan guru menggunakan 4 kategori, sedangkan untuk siswa
menggunakan Skala Likert dengan 5 kategori.
Lembar angket yang diberikan kepada ahli/pakar, praktisi, guru, dan siswa
berbeda. Perbedaan terletak pada butir penilaiannya saja. Penilaian dilakukan
terhadap empat aspek kriteria, yaitu aspek kelayakan isi, aspek kelayakan
penyajian, aspek kelayakan kebahasaan, dan aspek kelayakan kegrafikan. Aspek
kriteria kelayakan bahan ajar menulis teks cerita fantasi berbasis metakognitif
yang dikembangkan menggunakan penilaian kelayakan yang dikembangkan
berdasarkan kriteria penilaian buku teks Pusat Kurikulum dan Perbukuan
(Puskurbuk) Kemendikbud (Nurwanti:2015) dan instrumen penilaian buku teks
BNSP tahun 2014.
3.7 Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini dikelompokkan berdasarkan tiga tahap pokok
penelitian, yaitu subjek penelitian pada tahap studi pendahuluan, tahap proses
pengembangan produk, dan evaluasi produk. Untuk lebih jelas, dapat dicermati
dalam tabel berikut.
95
Tabel 3.1 Subjek Penelitian
Tahapan Pokok
Penelitian Subjek Keterangan
Studi Pendahuluan
(Potensi, masalah dan
pengumpulan
informasi)
75 siswa dari 3 sekolah
(1kelas: 20 – 32 siswa)
6 Guru Mata Pelajaran
Bahasa Indonesia
SMP Global Madani
Bandar Lampung
SMPN 13 Bandar
Lampung
SMP IT Baitul Jannah
Bandar Lampung
Pengembangan dan
Evaluasi Produk
Bahan Ajar
1. Uji Ahli/Pakar
Dr. Edi Suyanto,M.Pd.
Dr. Herpratiwi, M.Pd.
Validator Ahli/Pakar
Materi
Validator Ahli/Pakar
Media
2. Uji teman sejawat/
Uji Praktisi
Dr. Yuli Yanti, M.Pd. Validator Praktisi
Dr. Meliyanti, S.Pd.
M.M.
Guru SMP N 13 Bandar
Lampung
Pilu Minasari,S.Pd.
Sulistianingsih,
S.T.M.Pd.
Guru SMP IT Baitul
Jannah Bandar Lampung
Ririn Tria Piani, S.Pd Guru SMP Global Madani
Bandar Lampung
Uji coba lapangan
kelompok kecil Guru dan 10 Siswa
SMP Global Madani
Bandar Lampung
Uji coba lapangan
kelompok besar Guru dan Siswa
SMP Global Madani
Bandar Lampung
SMP N 13 Bandar
Lampung
SMP IT Baitul Jannah
Bandar Lampung
96
3.8 Analisis data
Kegiatan analisis data dalam penelitian ini, yaitu (1) analisis data angket
kebutuhan bahan ajar, (2) analisis data dari praktisi dan ahli/pakar, dan (3) analisis
data saat uji coba produk. Kegiatan analisis data akan dijelaskan sebagai berikut.
1. Analisis Data Angket Kebutuhan Bahan Ajar
Kegiatan analisis data angket kebutuhan bahan ajar dalam pembelajaran dan
materi cerita fantasi dilakukan saat studi pendahuluan. Peneliti menyebarkan
angket mengenai kebutuhan bahan ajar dalam pembelajaran menulis teks cerita
fantasi. Secara umum penyebaran angket dilakukan untuk mengetahui bagaimana
ketersediaan bahan ajar yang ada di sekolah tempat penelitian dan bagaimana
harapan bahan ajar yang dikembangkan. Angket kebutuhan bahan ajar meliputi 5
aspek, yaitu (1) ketersedian bahan ajar, (2) kesesuaian dengan tujuan
pembelajaran, (3) penyajian, (4) pengayaan materi, (5) penambahan basis
metakognitif.
2. Analisis Data dari Ahli/Pakar dan Teman Sejawat
Dalam tahapan analisis data dari hasil angket dilakukan dengan mencari rata-rata
skor Skala Likert berdasarkan masing-masing aspek atau domain. Hasil angket ini
dianalisis dengan tringulasi dengan data hasil wawancara dan masukan-masukan
lain sebaginya. Kesimpulan terhadap hasil analisis ini dimanfaatkan untuk
melakukan revisi terhadap bahan ajar yang akan dikembangkan.
97
3. Analisis Data Hasil Uji Coba Produk
Kegiatan analisis data saat uji coba produk terhadap hasil kerja siswa. Hasil uji
coba ini dimanfaatkan untuk revisi terhadap produk secara berkelanjutan hingga
diperoleh pengembangan bahan ajar yang optimal.
3.9 Teknik Analisis Data
Setelah semua data terkumpul, tahap terakhir adalah analisis data, yakni dengan
mengunakan deskriptif kualitatif. Analisis data yang dilakukan sebagai berikut.
a. Analisis Lembar Angket Kebutuhan Bahan Ajar
Tabel 3.2 Aturan Pemberian Skor Angket Kebutuhan Bahan Ajar
Kategori Skor
Setuju / ya 1
Tidak Setuju / tidak 0
b. Analisis Lembar Angket Ahli Materi, Ahli Media, Praktisi, dan reviewer
(Guru Bahasa Indonesia)
Pada tahap ini hasil lembar angket diubah dari bentuk kualitatif menjadi
kuantitatif dengan ketentuan sebagai berikut.
Tabel 3.3 Aturan Pemberian Skor untuk Ahli/Pakar Materi, Media, Praktisi,
dan Reviewer (guru bahasa Indonesia)
Kategori Skor
Sangat Baik 4
Baik 3
Cukup 2
Kurang 1
98
Tabel 3.4 Aturan Pemberian Skor untuk Penilaian Siswa
Kategori Skor
Sangat Baik 5
Baik 4
Cukup Baik 3
Kurang Baik 2
Tidak Baik 1
c. Setelah data terkumpul, kemudian dihitung skor rata-rata setiap aspek kriteria
yang dinilai dengan menggunakan rumus berikut
Keterangan rumus :
: Skor rata-rata
∑ : Jumlah Skor
n : Jumlah subjek penilai
d. Setelah menggunakan skor rata-rata seluruh kriteria penilaian. Kemudian
diubah kedalam hasil persentase/proporsi. Skor persentase diperoleh dengan
cara menghitung rata-rata jawaban berdasarkan instrument penilaian menurut
1 ahli materi, 1 ahli media, praktisi, guru Bahasa Indonesia,
dan siswa SMP kelasVII. Rumus menghitung persentase
kelayakan bahan ajar, yaitu
Skor dari perhitungan tersebut akan menunjukan tingkat kelayakan bahan ajar
―LKPD Menulis Teks cerita Fantasi Berbasis Metakognitif ‖ dari ahli materi,
Persentase =
X 100 %
99
media, praktisi, guru bahasa Indonesia dan 3 sekolah, yaitu kelas VII SMP Global
Madani Bandar Lampung, SMP Negeri 13 Bandar Lampung, dan SMP IT Baitul
Jannah Bandar Lampung. Hasil pesentase skor tersebut kemudian diubah ke data
kualitatif dengan menggunakan interpretasi skor menurut pandangan Sukardjo
(dalam Prasaja, 2016: 48). Konversi tersebut adalah sebagai berikut.
Tabel 3.5 Konversi Data Kuntitatif ke Data Kualitatif
Rentang Skor Rata-Rata Persentase Data Kualitatif
>4,2 85% - 100 % Sangat Baik
3,4 < 4,2 69% - 84 % Baik
2,6 3,4 53 % - 68 % Cukup
1,8 37 % - 52 % Kurang Baik
0 % - 36 % Sangat Tidak Baik
172
V. PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang pengembangan Lembar
Kegiatan Peserta Didik (LKPD) Menulis Teks Cerita Fantasi Berbasis
Metakognitif untuk Peserta Didik SMP/MTs Kelas VII diperoleh kesimpulan
sebagai berikut.
1. Penelitian ini menghasilkan LKPD Menulis Teks Cerita Fantasi Berbasis
Metakognitif untuk Peserta Didik SMP/MTs Kelas VII. Pengembangan
LKPD mengadaptasi penelitian pengembangan menurut Borg and Gall
dari sepuluh menjadi tujuh langkah. Pengembangan LKPD ini
menambahkan basis metakognitif yang berintegrasi dengan materi menulis
teks cerita fantasi sebagai bahan ajar pembelajaran menulis di kelas VII
SMP/MTs. Pengembangan LKPD ini tidak hanya memberikan peserta
didik paham akan materi yang dipelajari tetapi juga paham bagaimana
strategi belajarnya sendiri. Penambahan basis metakognitif ini digunakan
untuk melatih mengoptimalkan proses berpikir peserta didik dalam
meningkatkan belajar mandiri dan berfantasi secara aktif hingga mampu
menulis teks cerita fantasi. Peserta didik merancang apa yang hendak
173
dipelajari, memantau perkembangan diri dalam belajar, dan menilai apa
yang dipelajari.
2. Hasil uji validasi yang dilakukan oleh ahli materi pembelajaran diperoleh
nilai 89% dinyatakan “sangat baik atau sangat layak” dan ahli media
pembelajaran diperoleh nilai 85% dinyatakan “sangat baik atau sangat
layak”. Adapun, uji coba lapangan kelompok kecil dan uji coba lapangan
pada kelompok besar dilakukan sebagai evaluasi produk LKPD.
Berdasarkan hasil penilaian oleh guru dan siswa dari tiga sekolah, yaitu
SMP Global Madani Bandar Lampung, SMP Negeri 13 Bandar Lampung,
dan SMP IT Baitul Jannah Bandar Lampung menyatakan bahwa LKPD ini
“sangat baik atau sangat layak” untuk digunakan dalam kegiatan
pembelajaran menulis teks cerita fantasi.
5.2 Keterbatasan Penelitian
Penelitian pengembangan produk ini mempunyai beberapa keterbatasan sebagai
berikut.
1. Penelitian ini mengembangkan keterampilan metakognitif (planning,
monitoring, dan evaluating) dalam bahan ajar menulis cerita fantasi berupa
LKPD.
2. Aktivitas strategi metakognitif yang dikembangkan adalah merancang apa
yang hendak dipelajari, memantau perkembangan diri dalam belajar, dan
menilai apa yang dipelajari.
3. Penelitian dikembangkan tujuh tahap dari sepuluh tahap model
pengambangan Borg and Gall.
174
4. LKPD menulis teks cerita fantasi berbasis metakognitif terfokus pada
rangkaian kegiatan menulis, tidak banyak memberikan uraian materi.
5.3 Saran
Saran yang dapat disampaikan dalam penelitian ini sebagai berikut.
1. Pembelajaran berbasis metakognitif guru harus siap menjadi fasilitator
yang menjembatani proses berpikir dan latihan dalam proses belajar serta
menyiasati manajemen waktu yang ada terhadap cepat lambatnya
kemampuan belajar peserta didik yang beragam.
2. LKPD ini merupakan alternatif sumber belajar mandiri yang dapat
meningkatkan penguasaan materi menulis teks cerita fantasi dan sarana
pembelajaran yang dapat membantu melatih keterampilan metakognitif.
3. LKPD ini dapat dijadikan sarana pengoptimalan proses pembelajaran,
khususnya pada materi menulis teks cerita fantasi, sebagai referensi
pilihan yang dapat mengakomodasi keterampilan metakognitif peserta
didik, dan sebagai bahan rujukan untuk pengembangan bahan ajar sejenis.
4. LKPD dapat berguna sebagai bahan peningkatan kualitas pembelajaran
bahasa Indonesia di sekolah.
5. Penelitian ini menambah literatur penelitian mengenai LKPD menulis teks
cerita fantasi dan strategi metakognitif dan juga dapat menjadi acuan untuk
mengadakan penelitian lebih lanjut.
174
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Yunus. 2014. Desain Sistem Pembelajaran dalam Konteks 2013.
Bandung: PT Refika Aditama.
Agustina, Lucky. 2011. Penerapan Strategi Belajar Metakognitif dalam
Meningatkan Kualitas Belajar Siswa Pada Materi Cahaya di KelasVIII
SMP Negeri 1 Mojokerto. Jurnal UNESA.
Al-Qibtia, Mariah. 2013. Hubungan Kemampuan Metakognisi dengan
Kemampuan Menulis Paragraf Deskripsi Siswa Kelas X SMA Negeri 2
Perbaungan Tahun Pelajaran 2012/2013 (Artikel Ilmiah). Medan:
Universitas Negeri Medan.
Anggraini, Reni. 2015. Metakognitif Siswa dalam Pembelajaran Pendidikan
Agama Islam. Jakarta:UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Astrini, Linda. 2013. Pengembangan Bahan Ajar Menulis Teks Petunjuk Bagi
Pembelajar dengan Pendekatan Kontekstual Pada Siswa SMP. Semarang:
UNNES.
Barata, Mahendra AS. 2014. Hubungan strategi Metakognitif dengan
Kemampuan Menulis Karangan Sugestif dan Ekspositoris Siswa Kelas X
SMK Minhajut Thullab Banyuwangi Semester Genap Tahun Pembelajaran
2013/2014. Jurnal NOSI Volume 2, No.7.
Brown, H. Douglas. 2008. Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa Edisi
Kelima. Jakarta: Kedutaan besar Amerika Serika.
Depdiknas. 2006. Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Dirjendikdasmen.
_____. 2008. Panduan Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: Dirjendikdasmen.
Emzir. 2015. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung. PT Raja Grafindo
Persada.
Fajria, Najmi. 2017. Pelaksanaan Pembelajaran Teks Cerita Fantasi di Kelas VII
F SMP Negeri 8Yogyakrta. Yogyakarta:Universitas Negeri Yogyakarta.
Flavell, John H. 1979. Metacognition and Cognition Monitoring:A New Area
Cognitive-Development Inquiry. American Psychological Association, Inc.
Vol 304 No.10 906-911.
Gumilar, Selfi Indra. 2016. Pengembangan Modul Menulis Teks Diskusi Berbasis
Strategi Metakognitif untuk Siswa Kelas VIII. Bandung: Universitas
Pendidikan Indonesia.
Goctu, Ramazan. 2017. Metacognitive Strategies in Academic Writing. Tbilisi:
Ph.D. International Black Sea University Georgia.
Hamzah, Yeni Imaniar. 2008. Dibalik Fantasi. Jakarta: FIB Universitas Indonesia.
Hasanuddin. 2015. Sastra Anak: Kajian Tema, Amanat, dan Teknik Pengampaian
Cerita Anak Terbitan Surat Kabar. Bandung: Angkasa.
Indah, Dewi Anggraini. 2015. Validitas LKS Berbasis Strategi Metakognitif Pada
Materi Sistem Pernapasan KelasXI SMA. Surabaya: FMIPA Universitas
Surabaya.
Iskandarwassid, dkk. 2016. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: PT.
Rosdakarya dan UPI.
Laksmana, Yana Bella. 2017. Kemampuan Menulis Cerita Fantasi Siswa Kelas
VIIC MTs Negeri Talang Bakung Kota Jambi Tahun Pelajaran 2016/2017.
Jambi: FKIP Universitas Jambi.
Laras. Klara Ken. 2018. Pengembangan LKPD Menulis Teks Eksplanasi Berbasi
Model Pembelajaran Koperatif Tipe STAD untuk Siswa SMP kelas VIII.
Bandar Lampung: Pascasarjana Universitas Lampung.
Lilis A, Nenden. 2009. Tips Peraktis Menulis Kreatif. Rumput Merah.
Mulyatiningsih, Endang. 2014. Metode Penelitian Terapan Bidang Pendidikan.
Bandung. Alfabeta.
Mursinah 2013. Model Penerapan Strategi Metakognitif dalam Pembelajaran
Menulis Narasi Siswa Kelas IV A SDN Sukun 1 Kota Malang Tahun
Pelajaran 2012/2013. Jurnal NOSI Volume 1.
Monem, R. 2010. Metacognitive functions, interest, and student engagement in
the writing process: A review of the literature. Miami: Florida International
University, USA.
Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Sastra Anak. Yogyakarta. Gajamada University
Press.
---------------------------. 2012. Penilaian Pembelajaran Bahasa Berbasis
176
Kompetensi. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
---------------------------. 2013. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press..
Nurwanti. 2015. Pengembangan Modul Bahasa Indonesia Berbasis Life Skills
Untuk Kelas X SMK. Bandar Lampung: Pascasarjana FKIP Universitas
Lampung.
Pranoto, Naning. 2009. Penulisan Kreatif Untuk Anak. Solo: Tiga Serangkai.
---------------------. 2015. Seni Menulis Cerita Pendek. Jakarta: Opuss.
Prasaja, FX Dalu.2016. Pengembangan Bahan Ajar Modul Menulis Teks Cerpen
Berdasarkan Teknik Storyboard Untuk Siswa SMA/MAKelas XI.
Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Prastowo, Andi. 2015. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif.
Yogyakarta: DIVA PRESS.
Prihatmi, Th. Sri Rahayu. 1993. Fantasi Dalam Kumpulan Cerpen
Danarto:Dialog Antara Dunia Nyata dan Tidak Nyata. Jakarta: Balai
Pustaka.
------------------------------- 1999. Cerkan Yang Merongrong Tradisi Realisme:
Makna dan Fungsinya (Pidato Pengukuhan). Semarang: Universitas
Diponogoro.
Priyatni, Endah Tri. 2010. Membaca Sastra dengan Ancangan Literasi Kritis.
Jakarta: Bumi Aksara.
Sarnubi, Ahmad Ahsan. 2016. Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa Berbasis
Metakognitif Pada Materi Bangun Sisi Ruang Lengkung untuk SMP Kelas
IX. FKIP Universitas Jambi.
Syafitri.Sundaniawati. 2015. Pengembangan LKS Berbasis Metakognitif Pada
Materi Laju Reaksi. Jakarta: FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Siswanto, Wahyudi. 2008. Pengantar Teori Sastra. Jakarta. Grasindo.
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian dan Pengembangan: Research and
Development. Bandung: CV Alfabeta.
------------. 2016. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: CV. Alfabeta.
Syaiful. 2011.Metakognisi Siswa dalam Pembelajaran Matematika Realistik di
Sekolah Menengah Pertama. Jurnal Edumatica:Universitas Jambi
177
Tarigan, Henry Guntur. 2008. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.
Bandung: Angkasa.
Zaidan. Dkk. 2007. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Balai Pustaka.
178