pengaruh kecerdasan emosi dan …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41476...pengaruh...
TRANSCRIPT
PENGARUH KECERDASAN EMOSI DAN OPTIMISME TERHADAP
KECEMASAN MENGHADAPI MASA PENSIUN
(Studi Kasus Pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual
Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Di SusunOleh:
DESSY SAYYIDAH AROFAH
NIM: 208070000012
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H / 2015 M
PENGARUH KECERDASAN EMOSI DAN OPTIMISME TERHADAP
KECEMASAN MENGHADAPI MASA PENSIUN
(Studi Kasus Pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual
Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia)
Di Susun Oleh:
DESSY SAYYIDAH AROFAH
NIM: 208070000012
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H / 2015 M
i
PENGARUH KECERDASAN EMOSI DAN OPTIMISME TERHADAP
KECEMASAN MENGHADAPI MASA PENSIUN
(Studi Kasus Pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual
Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk
Meraih Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh:
DESSY SAYYIDAH AROFAH
NIM. 208070000012
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Neneng Tati Sumiati, M.Si., Psi Zulfa Indira Wahyuni, M.Psi
NIP. 1973032820092009 NIP. 198105092009012012
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H / 2015 M
ii
LEMBARAN PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul “Pengaruh Kecerdasan Emosi Dan Optimisme
Terhadap Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun (Studi Kasus Pada
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementrian Hukum dan
Hak Asasi Manusia)” telah diujikan dalam sidang munaqosyah fakultas
Psikologi Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah jakarta pada tanggal
04Agustus 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Psikologi (S1) pada Fakultas Psikologi.
Jakarta, 04 Agustus 2015
SIDANG MUNAQOSAH
Dekan/Ketua Wakil Dekan/Sekretaris
Prof. Dr.Abdul Mujib, M.Ag, M.Si Dr. Abdul Rahman Saleh, M.Si
NIP. 19680614 199704 1 001 NIP.19720823 199903 1 002
Anggota :
Drs. Rachmat Mulyono, M.Si, Psi Layyinah, S. Psi., M.Si
NIP. 19650220 199903 1 003 NIP. 19770101 201101 2004
Neneng Tati Sumiati, M.Si., Psi Zulfa Indira Wahyuni, M.Psi
NIP. 1973032820092009 NIP. 198105092009012012
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah.
Jakarta, 04 Agustus 2015
Dessy Sayyidah Arofah
NIM. 208070000012
iv
MOTTO
Seseorang yang optimis Hanya punya satu kekhawatiran, Yaitu dia tidak cukup menyiapkan diri Bagi tantangan yang lebih besar Di masa depan Sedangkan seseorang yang pesimis Memiliki lebih banyak alasan Untuk berkecil hati, Bahkan mengenal hal-hal Yang berpotensi sangat baik Anda mungkin tidak tahu Apakah Anda optimis atau tidak, Tetapi jika wajah Anda ceria Dan tubuh Anda bersegera, Anda seorang optimis
- Mario Teguh-
v
“Jangan Mengharapkan Orang Lain Punya
Andil Besar Untuk Mampu Memotivasi Kita,
Karena Kekuatan Terbesar Dalam Penanaman
Motivasi Adalah Bagaimana Kita Mampu
Untuk Mengelola Sumber Daya Individu Yang
Kita Miliki Dengan Baik”
(Dessy Sayyidah Arofah)
vi
Persembahan :
Skripsi ini saya persembahkan kepada kedua orang tua
saya...
Ayah dan Mamah tercinta yang bersabar menunggu
kesuksesan anaknya...
Dan segenap kawan-kawan dan teman-teman seangkatan
yang banyak membantu dalam proses penyelesaian skripsi
ini, terima kasih banyak buat kalian semua...
vii
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi
B) Februari 2015
C) Dessy Sayyidah Arofah
D) Pengaruh Kecerdasan Emosi dan Optimisme terhadap Kecemasan menghadapi
masa pensiun(Studi Kasus Pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual
Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia)
E) xivhalaman lampiran
F) Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosi,
optimisme serta faktor demografis terhadap kecemasan dalam menghadapi
masa pensiun. Penulis ingin melihat seberapa besar keterkaitan antara varian
kecerdasan emosi dan optimisme terhadap kecemasan dalam menghadapi
masa pensiun.
G) Penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda. Data yang
digunakan dalam penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dari
jawaban responden pegawai yang disebarkan pada Kantor Hak Kekayaan
Intelektual. Sampel berjumlah 142 orang yang umur 50-58 tahun.
H) Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan
dari kecerdasan emosi, optimisme dan demografi terhadap kecemasan
menghadapi pensiun. Artinya, proporsi varian dari dependent variable
(kecemasan menghadapi pensiun) yang dapat dijelaskan oleh independent
variable (kecerdasan emosi, optimism dan demografi) dalam penelitian ini
sebesar 57,9 % sedangkan sisanya yaitu 42,1% dipengaruhi oleh variable lain
diluar penelitian ini.
I) Bahan bacaan: 42; buku; 22 + Jurnal: 12 + Artikel :5 + Skripsi :3
viii
ABSTRACT
A) Faculty of Psychology
B) February 2015
C) Dessy Sayyidah Arofah
D) The effect of emotional intellegence and optimism to anxiety retirement ( A
case study of intellectual property rights directorate general of the ministry of
law and human rights)
E) xiv pageattachments
F) This study has a view to determine the effect of emotional intelligence,
optimism as well as demographic factors to the anxiety in the face of
retirement. Writers like to see how much linkages between the variant of
emotional intelligence and optimism to the anxiety in the face of retirement.
G) This study uses multiple linear regression analysis. Data used in this research
using primary data collected from respondents employess distributed in
offices of intellectual property rights. The sample totaled 142 persons aged
50-58 years.
H) The results showed that there is a significant influence of emotional
intelligence, optimism and demographic against anxiety face of retirement
means the proportion of variants of the dependent variable (anxiety face of
retirement) which can be explained by independent variable (emotional
intelligence, optimism and demographic) in this study of 57,9% while the rest
is 42,1% influenced by other variable outside this study.
Reading material : 42; books; 22 + Journal: 12 + Article :5 + Skripsi :3
ix
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim
AlhamdulillahiRobbill’Aalamiin, segala puji dan syukur kepada sumber dari
suara-suara hati yang bersifat mulia, sumber ilmu pengetahuan, sumber segala
kebenaran, sang maha cahaya, penabur cahaya ilham, pilar nalar kebenaran dan
kebaikan yang terindah, sang kekasih tercinta yang tak terbatas pencahayaan
cinta-Nya, Allah SWT. Berkat limpahan taufik dan hidayah-Nya maka penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. Shalawat serta salam teruntuk Nabi
akhir zaman baginda Muhammad SAW, yang telah menyampaikan ajaran islam
yang telah terbukti kebenarannya.
Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian syarat-syarat
guna mencapai gelar Sarjana Psikologi di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan
penghargaan yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada:
1. Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag. M.Si Dekan Fakultas Psikologi Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Dr. Abdul Rahman Saleh, M.Si,
Wakil Dekan I, serta seluruh jajaran dekanat lainnya.
2. Neneng Tati Sumiati, M.Si.,Psi Dosen Pembimbing Skripsi I yang telah
bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan,
x
memberikan informasi dan motivasi kepada penulis, sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
3. Zulfa Indira Wahyuni,M.Psi Dosen Pembimbing Skripsi II yang telah bersedia
meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan, memberikan
informasi dan motivasi kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan baik.
4. Rachmat Mulyono, M.Si, Psi. Dosen Penguji I dan Layyinah, S.Psi.,M.Si
Dosen Penguji II yang telah berkenan menguji penelitian penulis dalam sidang
Munaqasyah
5. IkhwanLutfi,M.Psi Dosen Pembimbing Akademik yang telah meluangkan
waktunya untuk membimbing, mengarahkan,memberikan informasi dan
motivasi kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
baik.
6. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah banyak membantu penulis dalam menjalani perkuliahan dan
menyelesaikan skripsi.
7. Seluruh Responden Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Indonesia yang telah
bersedia membantu, meluangkan waktunya,serta memberikan izin kepada
penulis untuk melakukan kegiatan penelitian
8. Kedua orang tua penulis Papa Musta’in Sunan dan Mama Ch Suhartini yang
selalu mencurahkan segala bentuk dukungan dan doa yang tak ternilai,serta
menjadi pengingat dan penguat dikala lelah, sedih dan jenuh. Semoga Allah
senantiasa mencurahkan rahmat dan kasih sayangNya kepada keluarga kami.
xi
Serta kepada kakakku FariedAmrullah, Rikhie dewi rachmawati dan nenekku
terima kasih untuk semangat, perhatian dan dukungan yang kalian berikan,
karena kalianlah penulis menjadi semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Teman-Teman Psikologi 2008 kelas A, terima kasih untuk semangat dan
kebersamaannya selama perkuliahan.
10. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terima kasih
untuk segala bantuan dan dukungan yang telah diberikan dalam proses
penyelesaian skripsi ini.
Semoga kalian semua selalu diberkahi Allah dan jazakumullah
khairan.Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari
sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki
penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta
masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak.
Jakarta, 04 Agustus 2015
(Dessy Sayyidah Arofah)
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN PANITIA UJIAN ......................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................ iii
MOTTO ......................................................................................................... iv
ABSTRAK ...................................................................................................... vi
ABSTRACT ................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................... viii
DAFTAR ISI .................................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xv BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................... 1 1.2 Perumusan dan Pembatasan Masalah ....................................... 12
1.2.1 Perumusan masalah ......................................................... 12 1.2.2 Pembatasan masalah ....................................................... 12
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................. 13 1.4 Sistematika Penulisan ............................................................... 13
BAB II LANDASAN TEORI ..................................................................... 16
2.1 Kecemasan Menghadapi Pensiun ............................................. 16 2.1.1 Pengertian Kecemasan Menghadapi Pensiun ................. 16 2.1.2 Dimensi-Dimensi Kecemasan ......................................... 18 2.1.3 Hal mempengaruhi Kecemasan Pensiun ......................... 18 2.1.4 Gambaran Psikologis Kecemasan Masa Pensiun............ 20 2.1.5 Pengukuran Kecemasan Pensiun .................................... 22
2.2 Kecerdasan Emosi .................................................................... 23 2.2.1 Pengertian Kecerdasan Emosi ......................................... 23 2.2.2 Dimensi-Dimensi Kecerdasan Emosi ............................. 24 2.2.3 Pengukuran Kecerdasan Emosi ....................................... 26
2.3 Optimisme ................................................................................ 27 2.3.1 Pengertian Optimisme ..................................................... 27 2.3.2 Dimensi-Dimensi Optimisme ......................................... 29 2.3.3 Pengukuran Optimisme ................................................... 30
2.4 Faktor Demografis .................................................................... 31 2.5 Kerangka Berpikir .................................................................... 33 2.6 Hipotesis Penelitian .................................................................. 38
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................. 40 3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ................ 40
3.1.1 Populasi .......................................................................... 40
3.1.2 Sampel ............................................................................ 40
xiii
3.1.3 Teknik Pengambilan Sampel .......................................... 40
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional .......................... 41
3.2.1 Variabel Penelitian .......................................................... 41
3.2.2 Definisi Operasional Variabel ......................................... 41
3.3 Instrumen Pengumpulan Data .................................................. 42
3.3.1 Teknik Pengumpulan Data ............................................. 42
3.3.2 Instrumen Pengumpulan Data ........................................ 42
3.4 Uji Validitas Konstruk .............................................................. 46
3.4.1 Uji Validitas Konstruk Kecemasan Menghadapi
Pensiun ............................................................................ 48
3.4.2 Uji Validitas Skala Kecerdasan Emosi ........................... 49
3.4.3 Uji Validitas Skala Optimisme ....................................... 57
3.5 Teknik Analisis Data ................................................................ 60
3.6 Prosedur Penelitian ................................................................... 63
BAB IV HASIL PENELITIAN ................................................................... 64
4.1 Gambaran subjek penelitian ..................................................... 64
4.2 Analisis Deskriptif .................................................................... 65
4.3 Kategorisasi Variabel Penelitian .............................................. 66
4.4 Uji Hipotesis ............................................................................ 69
4.4.1 Analisis Regresi Variabel Penelitian............................... 69
4.4.2 Hasil Uji Koefisien Regresi Berganda ............................ 71
4.4.3 Pengujian Proporsi Dimensi Varian Variabel
Independen ...................................................................... 73
BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN ................................... 76
5.1 Kesimpulan ............................................................................... 76
5.2 Diskusi ...................................................................................... 76
5.3 Saran ......................................................................................... 79
5.3.1. Saran Teoritis ................................................................. 79
5.3.2. Saran Praktis ................................................................... 79
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Bobot Nilai Tiap Item ............................................................. 43
Tabel 3.2 Blue Print Skala Kecemasan Menghadapi Pensiun ................. 43
Tabel 3.3 Blue Print Skala Kecerdasan Emosi ........................................ 44
Tabel 3.4 Blue Print Skala Optimisme..................................................... 45
Tabel 3.5 Muatan Faktor Item Kecemasan Menghadapi Pensiun ............ 49
Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Kesadaran Diri ........................................ 51
Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Pengelolaan Emosi .................................. 52
Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Motivasi Diri ........................................... 54
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Empati ..................................................... 55
Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Hubungan Interpersonal ......................... 57
Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Optimisme ............................................... 59
Tabel 4.1 Sampel Subjek Penelitian ......................................................... 64
Tabel 4.2 Deskripsi Statistik Variabel Penelitian..................................... 66
Tabel 4.3 Norma Skor Kategorisasi ......................................................... 67
Tabel 4.4 Kategorisasi Kecemasan,Kesadaran Diri,Pengelolaan Emosi,
Motivasi Diri,Empati,Hubungan Interpersonal,Optimism
Dan Demografis ....................................................................... 67
Tabel 4.5 Hasil Uji R square .................................................................... 69
Tabel 4.6 Hasil Uji Anova ........................................................................ 70
Tabel 4.7 Hasil Uji Koefisien Regresi Berganda ..................................... 71
Tabel 4.8 Hasil Uji Proporsi Dimensi Varian .......................................... 74
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir ....................................................................... 38
Gambar 3.1 Analisis Faktor Konfirmatorik dari Dimensi Kecemasan
Menghadapi Pensiun ................................................................... 48
Gambar 3.2 Analisis Faktor Konfirmatorik dari Dimensi Kesadaran
Diri .............................................................................................. 50
Gambar 3.3 Analisis Faktor Konfirmatorik dari Dimensi Pengelolaan
Emosi .......................................................................................... 52
Gambar 3.4 Analisis Faktor Konfirmatorik dari Dimensi Motivasi
Diri .............................................................................................. 53
Gambar 3.5 Analisis Faktor Konfirmatorik dari Dimensi Empati .................. 55
Gambar 3.6 Analisis Faktor Konfirmatorik dari Dimensi Hubungan
Interpersonal ............................................................................... 56
Gambar 3.7 Analisis Faktor Konfirmatorik dari Dimensi Optimisme............ 58
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A : SuratKeteranganPenelitian
Lampiran B : Item
Syntax dan Output CFA
Output Regresi
1
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini dijelaskan tentang latar belakang masalah, batasan masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian dan sistematika penulisan.
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam menjalani kehidupan sehari-hari seseorang perlu melakukan usaha untuk
mempertahankan hidup, dengan usaha untuk memenuhi kebutuhan fisiologis yaitu
makan dan minum. Dalam teori Maslow memenuhi kebutuhan fisiologis
merupakan pemenuhan kebutuhan paling dasar yang dilakukan oleh seorang
individu. Setiap individu harus melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan
fisiologis ini. Jika suatu kebutuhan dasar sudah terpenuhi, maka pemenuhan
kebutuhan lain akan meningkat pada hieraki yang lebih tinggi (Imama,2011).
Salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup adalah dengan bekerja.
Dengan bekerja seseorang mendapatkan imbalan yang dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Selain itu bekerja juga berguna untuk memenuhi
kebutuhan akan harga diri. Ada dua macam kebutuhan akan harga diri, yang
pertama yaitu kebutuhan akan kekuatan, penguasaan, kompetensi, percaya diri,
dan kemandirian. Kedua, kebutuhan-kebutuhan akan penghargaan dari orang lain,
status, ketenaran, dominasi, kebanggaan, dianggap penting dan diapresiasi orang
lain (Sarwono, 2002).
Bekerja dalam suatu kantor atau instansi memiliki periode dan waktu
tertentu. Masa pekerjaan formal akan berakhir ketika seseorang memasuki usia 55
sampai dengan 58 tahun, hal ini disebabkan oleh keadaan fisik atau kondisi fisik
2
seseorang. Kondisi fisik manusia untuk bekerja memiliki batasan, semakin tua
seseorang, semakin menurun kondisi fisiknya, maka beriringan dengan hal itu
produktivitas kerja dimiliki pun akan semakin menurun. Pada saat itulah
seseorang akan diminta berhenti dari pekerjaannya atau pensiun dan beristirahat
untuk menikmati hasil yang diperolehnya selama bekerja (Eliana, 2003).
Pensiun merupakan akhir dari seseorang melakukan pekerjaannya. Pensiun
seharusnya membuat orang senang, karena mereka bisa menikmati hari tuanya.
Tetapi sebaliknya Beverly (dalam Hurlock, 1994) berpendapat bahwa pensiun
nampak lebih baik bagi sekelompok orang yang lebih muda daripada mereka yang
sedang memasuki masa pensiun. Ada dua jenis pensiun yang kita ketahui yang
pertama yaitu (Voluntary Retirement) pensiun secara sukarela adalah individu
memutuskan untuk menghabiskan sisa hidupnya untuk melakukan hal-hal yang
lebih berarti buat diri mereka daripada pekerjaanya. Kedua, pensiun berdasarkan
Compulsory Retirement (peraturan atau kewajiban) adalah pensiun dilakukan
berdasarkan peraturan yang mengikat karyawan dimana terdapat batasan usia
tertentu yang menandakan berakhirnya masa kerja individu secara formal.
Saat memasuki masa pensiun seseorang akan mengalami berbagai
masalah, diantaranya mengenai aktifitas (pekerjaan), uang dan kesehatan. Pada
usia dewasa (55-58) seseorang memasuki masa berprestasi dimana selama usia
ini, orang akan menjadi lebih sukses atau sebaliknya, mereka berhenti dan tidak
mengerjakan sesuatu apapun lagi. Apalagi orang berusia dewasa mempunyai
kemauan yang kuat untuk berhasil, mereka akan mencapai puncaknya pada usia
ini dan memungut hasil dari masa-masa persiapan dan kerja keras yang dilakukan
sebelumnya (Handayani,2011).
3
Pada saat seseorang memasuki masa pensiun maka pendapatan akan
berkurang seperti pada pegawai PNS guru. Mereka akan kehilangan tunjangan
seperti, tunjangan anak dan saat ini yang sedang hangatnya adalah sertifikasi guru
dimana pendapatannya adalah satu kali gaji pokok guru sedangkan apabila mereka
sudah pensiun yang diterima hanyalah gaji tidak ada tambahan lainnya. mereka
yang sudah mempersiapkan diri sebelumnya dengan berwiraswasta sehingga uang
tidak menjadi masalah bagi para pensiun.
Dalam aspek kesehatan, pensiun diidentikkan dengan tanda seseorang
memasuki masa tua dimana fisik pun akan makin melemah, makin banyak
penyakit, cepat lupa, penampilan tidak menarik dan makin banyak hambatan lain
yang membuat hidup makin terbatas. Jika mereka menganggap bahwa kondisi
fisik atau penyakitnya sebagai hambatan besar dan bersikap pesimistik terhadap
hidup, sehingga ia akan mengalami masa pensiun dengan penuh kesukaran,
padahal berdasarkan menurut hasil penelitian masa pensiun tidak menyebabkan
orang menjadi cepat tua dan sakit-sakitan, karena justru berpotensi meningkatkan
kesehatan, karena mereka semakin bisa mengatur waktu untuk berolahraga tubuh
dan lebih banyak istirahat dan berkumpul dengan keluarganya (Rini, 2001).
Hal tersebut bisa dilakukan apabila mereka sebelumnya merencanakan
persiapan yang dibuat jauh sebelum pensiun (termasuk pola atau gaya hidup yang
dilakukan) akan memberi kepuasan dan rasa percaya diri pada individu yang
bersangkutan. Ada pula, diantara kita, seseorang yang pensiun tidak memiliki
aktivitas dan rutinitas kegiatan yang harus dilakukan sehari-hari sehingga mereka
cenderung bosan, jenuh dan kesepian. Ada penelitian yang menyebutkan bahwa
sebagian besar pensiunan yaitu sekitar 46,6% mengalami stres kategori tinggi.
4
Kondisi seperti ini muncul ketika seseorang tidak mampu menerima kondisi
pensiun dengan baik, sehingga muncullah gangguan psikologis dan
ketidaksehatan mental seperti cemas, setres dan bahkan mungkin depresi (Risbi
2012)
Seseorang yang memasuki masa pensiun seringkali merasa malu karena
menganggap dirinya sebagai ”pengangguran”, sehingga menimbulkan perasaan-
perasaan minder, rasa tidak berguna, tidak dikehendaki, dilupakan, tersisihkan,
tanpa tempat berpijak dan seperti ”tanpa rumah”. Hal ini berbeda dengan ketika
orang tersebut masih bekerja, dirinya merasa terhormat dan merasa berguna.
Selain itu pada waktu masih bekerja seseorang mendapatkan berrmacam-macam
fasilitas materiil, sedangkan setelah pensiun fasilitas kerja tidak ada lagi. Oleh
karena itulah seseorang yang memasuki masa pensiun mengalami kondisi
”kekosongan”, merasa tanpa arti dan tanpa guna sehingga menjelang masa
pensiun orang tersebut mengalami kecemasan akan bayangan-bayangan yang
dikhayalkannya sendiri. Padahal sebenarnya, yang menjadi kriteria pokok itu
bukan kondisi dan situasi pensiun serta menganggur, akan tetapi bagaimana
caranya seseorang menghayati dan merasakan keadaannya yang baru itu.
Kondisi mental dan tipe kepribadian seseorang sangat menentukan
mekanisme reaktif seseorang menanggapi masa pensiunnya (Oktaviana dan
Kumolohadi, 2008). Kecemasan merupakan gangguan psikologis yang memiliki
ciri-ciri seperti ketegangan motorik (gelisah, tidak relaks), hiperaktivitas (pusing,
jantung berdebar-debar) dan pikiran serta harapan yang mencemaskan (Santrock,
2002).
5
Sue (2014) mendefinisikan: “anxiety a fundamental human emotion that
produce bodility reactions that prepare us for “fight or flight”; anxiety is
anticipatory ; the dreaded event or situation has not yet occurred”.
Dari definisi ini dapat diartikan bahwa kecemasan adalah emosi dasar manusia
yang menghasilkan reaksi tubuh untuk mempersiapkan seseorang untuk “bertahan
atau lari”. Kecemasan juga dapat diartikan sebagai ketakutan atau rasa takut yang
timbul pada situasi yang belum terjadi. Orang cenderung merasa cemas ketika
akan memasuki masa pensiun. Hal ini dikarenakan orang tersebut mempunyai
sudut pandang negatif tentang pensiun. Sebagai contoh ZA merupakan salah satu
pegawai fungsional dari kementerian agama kota Padang. Ketika akan memasuki
masa pensiun dalam jangka panjang yang tidak lama lagi yaitu pada juli 2011
mengaku merasakan cemas semenjak dua tahun yang lalu dan membuatnya
merasa terganggu. ZA mengaku bahwa ia merasa takut kehilangan fasilitas yang
telah dimiliki selama ini. Menurut keluarganya terkadang ia suka melamun
sendiri, mengeluh, merasa sering cepat lelah, dan terkadang sering marah-marah
tanpa alasan yang jelas. Padahal biasanya ia jarang marah dan mengeluh (menurut
Imama hasil wawancara via telepon dengan keluarga ZA, pada 11 mei 2011). Hal
ini disebabkan oleh anggapan bahwa masa pensiun adalah masa yang sangat tidak
menyenangkan, suram, tidak dihormati lagi dan kehilangan semua fasilitas jabatan
yang selama ini dinikmati.
Berdasarkan contoh kasus ini menunjukkan bahwa adanya kecemasan
ketika akan menghadapi pensiun pada salah satu pegawai kementrian agama di
atas. Orang pada usia dewasa ini memiliki tingkat kecemasan yang lebih besar.
Hal ini dapat dijelaskan melalui fakta bahwa terjadi perubahan dalam pola hidup,
6
perubahan peran dan perubahan konsep diri yang disertai dengan adanya
ketegangan yang menganggu dan merangsang emosi (Hurlock, 1994).
Dalam sebuah jurnal penelitian mengenai perbedaan tingkat kecemasan
menghadapi masa pensiun pegawai negeri sipil yang tidak mempunyai pekerjaan
sampingan dan mempunyai pekerjaan sampingan di Badan kepegawaian daerah
Kota Ponorogo oleh Ratnasari (2009) mengungkapkan bahwa seseorang yang
akan menghadapi masa pensiun mengalami hilangnya status, berkurangnya
interaksi sosial dengan teman kerja, serta datangnya masa tua, ada tidaknya
pekerjaan sampingan dan penghasilan berkurang sedikit banyak akan
menimbulkan goncangan mental. Goncangan ini akan terasa terutama bagi mereka
yang mempunyai tanggungan keluarga seperti anak-anak yang masih kecil dan
membutuhkan banyak biaya maka ketika akan pensiun merasakan beban hidup
yang semakin berat. Dengan hal ini dapat disimpulkan bahwa kenyataan yang
dihadapi oleh semua pensiunan pada dasarnya sama, pertama akan menghadapi
masalah salah satunya berkurangnya penghasilan dan ketidakstabilan kerja. Hal
tersebut dapat di atasi dengan memiliki pekerjaan sampingan selain pekerjaan
pokok sehingga penghasilan tidak berkurang dan dapat mengadakan penyesuaian
yang lebih baik terhadap pensiun. Banyaknya waktu luang setelah pensiun pada
pegawai yang tidak mempunyai pekerjaan sampingan sering membuat bingung
karena merasa tidak ada hal lain yang dapat dilakukannya untuk mengganti
aktivitas kerja.
Idealnya masa pensiun tidak perlu ditanggapi dengan kecemasan, artinya
seseorang akan lebih merasa banyak sisi positif yang bisa diambil ketika masa
pensiun tiba. Menurut Santrock (2002) hal-hal yang dapat mempengaruhi
7
seseorang dalam menerima masa pensiun sebenarnya adalah masalah emosi para
pekerja terhadap pensiun itu sendiri. Jika ia mampu mengendalikan dorongan hati
atau emosi dengan baik, maka ia akan menemukakan banyak sisi positif yang bisa
diambil. Disinilah dibutuhkan adanya kecerdasan secara emosional pada diri
individu.
Kecerdasan emosi mencakup pengendalian diri, semangat, ketekunan,
serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi
frustrasi, mampu untuk mengendalikan dorongan hati atau emosi, mengatur
suasana hati, tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan berdoa
(Goleman,1999).
Kecerdasan emosi sangat berperan penting bagi rasionalitas, dalam liku-
liku perasaan dengan pikiran, kemampuan emosional membimbing keputusan kita
dari saat ke saat, bekerja bahu membahu dengan pikiran rasional,
mendayagunakan atau tidak mendayagunakan pikiran itu sendiri, demikian juga
otak nalar memainkan peran eksekutif dalam emosi kita kecuali pada saat-saat
emosi lepas kendali dan otak emosional berjalan tak terkendalikan (Goleman,
1999).
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Oktaviana dan Kumolohadi
(2008) mengenai kecerdasan emosi, menggambarkan bahwa semakin tinggi
kecerdasan emosi maka semakin rendah kecemasan yang menghadapi masa
pensiun. Seseorang yang memiliki kecerdasan emosi yang baik, akan mampu
mengolah emosi yang ada dalam dirinya sehingga menjadi sesuatu kekuatan yang
lebih positif. Ketrampilan dalam mengatur emosi akan membuat seseorang
menjadi terampil dalam melepaskan diri dari perasaan negatif yang ada, sehingga
kecemasan yang muncul pada saat akan menghadapi pensiun dapat diminimalkan.
8
Sehingga kecerdasan emosi yang dimiliki akan membantu seseorang keluar dari
tekanan atau situasi yang tidak menyenangkan.
Banyak bukti memperlihatkan bahwa orang yang cakap secara emosi yang
mengetahui dan menangani perasaan mereka sendiri dengan baik dan yang
mampu membaca dan menghadapi perasaan orang lain dengan efektif memiliki
keuntungan dalam setiap bidang kehidupan. Stenberg dan Salovey telah menganut
pandangan kecerdasan yang lebih luas, berusaha menemukan kembali dalam
kerangka apa yang dibutuhkan manusia untuk meraih sukses dalam kehidupanya
(Goleman, 1999).
Salah satu contoh yang sudah pernah dilakukan riset oleh mahasiswa yang
berasal dari India bernama Sunil (2009). Sunil telah melakukan riset kepada 120
mahasiswa manajemen, dengan variabel Kecerdasan Emosi, Stres Inventarisasi
dan uji Kecemasan Umum. Hasil Korelasi antara semua 3 variabel yang dihitung
dengan metode Product Moment Pearson. Hal itu bertujuan untuk mengetahui
tingkat hubungan antara ukuran Kecemasan, Stres dan Kecerdasan Emosi.
Korelasi antara Kecemasan dan stres adalah 0,710, yang signifikan pada tingkat
probabilitas 0,001. Ini menunjukkan bahwa orang-orang yang mengalami stres
tinggi mengalami lebih banyak kesempatan untuk mengembangkan kecemasan.
Hal itu dapat katakan bahwa stres dapat menjadi penyebab akar yang
mengembangkan Kecemasan dalam diri seseorang. Korelasi antara ukuran
Kecemasan dan Kecerdasan Emosi juga signifikan. Inter - korelasi antara
keduanya adalah - 0,667, yang signifikan pada tingkat probabilitas 0,001. Berikut
korelasi antara keduanya adalah negatif tetapi signifikan yang menunjukkan
bahwa orang-orang dengan EI rendah (Emotional Intelligence) mengalami
kecemasan yang tinggi, sehingga dapat dikatakan bahwa ada hubungan negatif
9
antara keduanya. Korelasi antara stres dan Kecerdasan Emosi (EI) adalah negatif
tetapi signifikan. inter-korelasi antara keduanya adalah - 0,547 yang juga
signifikan pada tingkat probabilitas 0,001. Ini menunjukkan bahwa orang-orang
yang sangat cerdas secara emosional mengalami probabilitas kurang untuk
mendapatkan stres.
Contoh lainnya seperti yang dilakukan oleh peneliti dari Amerika yang
bernama Abraham (2004). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peran
kecerdasan emosi dalam mengelola stres dan kecemasan di tempat kerja. Setelah
menganalisis hasil, dapat dikatakan bahwa hipotesis dari penelitian ini yaitu,
kecerdasan emosi akan berkorelasi negatif dengan stres dan kecemasan,dan
kecerdasan emosi akan memprediksi melalui tingkat Stres dan Kecemasan,
sebagian serupa. Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat rendah
dan tinggi dari Kecerdasan Emosi membangun hubungan sampai batas tertentu
dengan stres dan kecemasan. Korelasi negatif Kecerdasan Emosi dengan stres dan
kecemasan menyoroti bahwa kecerdasan emosi akan terbukti membantu alat
dalam menangani stres dan kecemasan di tempat kerja.
Sering kali beberapa orang pada masa persiapan pensiun mereka
melupakan bahwa sesungguhnya ada faktor lain yang mempengaruhi hal tersebut,
Salah satunya adalah Optimisme. Optimisme, seperti harapan dimana segala
sesuatu dalam kehidupan akan beres, kendati ditimpa kemunduran dan frustrasi.
Individu yang tidak bisa menerima kondisi itu akan merasa kecewa dan pesimis
sehingga akan timbul konflik batin, ketakutan dan rasa rendah diri. Sebaliknya
individu yang siap menerima kondisi ini akan timbul optimisme yang tinggi dan
percaya diri. Individu yang optimis memandang masa pensiun bukanlah akhir dari
10
segalanya, individu akan tetap berpikiran positif sehingga perasaan negatif tidak
akan muncul akibatnya individu akan dapat menjalani masa pensiun dengan
tenang dan bahagia. Dari titik pandang kecerdasan emosional, optimisme
merupakan sikap penyangga orang agar jangan sampai terjatuh kedalam kemasa
bodohan, keputusasaan atau depresi bila dihadang kesulitan. (Goleman,1999).
Menurut Segereston (dalam Ghufron dan Risnawati, 2011) optimisme
adalah cara berpikir yang positif dan realistik dalam memandang suatu masalah.
Berpikir positif adalah berusaha mencapai hal terbaik dari keadaan terburuk. Bagi
para individu dibutuhkan optimisme yang tinggi untuk menjalani masa pensiun.
Rasa optimisme yang tinggi akan membuat individu merasa yakin memiliki
kekuatan untuk menghilangkan pemikiran negatif, berusaha gembira meskipun
tidak dalam kondisi gembira. Optimisme sebenarnya menjaga kesehatan individu
lebih baik daripada pesimis. Individu yang optimis lebih cenderung mencari
informasi mengenai potensi resiko kesehatan dan mengubah perilaku mereka
untuk menghindari risiko tersebut. Optimisme mengacu perasaan pada masa
depan yang positif, serta memiliki kecenderungan untuk menemukan makna
positif dalam pengalaman, dan keyakinan pada kemampuan individu memberikan
dampak positif pada lingkungan dan situasi di sekitar individu. Individu yang
pesimis dalam hidupnya individu akan mudah putus asa, tidak memiliki
kepercayaan diri dan mudah terkena depresi. Akhirnya akan banyak
memunculkan berbagai penyakit fisik maupun psikis (Fandi, 2013).
Robinson dkk (dalam Ghufron dan Risnawati 2011) menyatakan bahwa
individu yang memiliki sikap optimis jarang menderita depresi dan lebih mudah
mencapai kesuksesan dalam hidup, memiliki kepercayaan, dapat berubah kearah
11
yang lebih baik, adanya pemikiran dan kepercayaan mencapai sesuatu yang lebih
dan selalu berjuang dengan kesadaran penuh. Optimisme memiliki banyak
manfaat bagi kesehatan mental, termasuk melindungi terhadap depresi dan
kecemasan juga meningkatkan kemungkinan pemecahan masalah yang efektif.
Optimisme bermanfaat membuat suasana hati yang lebih positif, yang membantu
untuk menangkal depresi dan kecemasan. Optimisme juga mendorong ketekunan
yang lebih besar dalam menghadapi hambatan, yang pada gilirannya
kemungkinan akan menghasilkan kesuksesan yang lebih besar. Individu dikatakan
optimis jika ia memiliki ciri-ciri kehidupannya didominasi oleh pikirannya yang
positif, berani mengambil resiko, setiap mengambil keputusan penuh dengan
keyakinan dan kepercayaan diri yang mantap. Apabila individu yang memasuki
masa pensiun tidak memiliki optimisme maka akan muncul rasa putus asa,
terkucilkan ketegangan, tekanan batin, rasa kecewa dan ketakutan yang
menggangu fungsi-fungsi organik dan psikis, sehingga mengakibatkan macam
macam penyakit salah satu nya Post Power Syndrome (Fandy, 2013).
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Purwanti (2009) yang berjudul
Post Power Syndrome pada Purnawirawan Kepolisian Negara Republik Indonesia
Ditinjau dari Konsep Diri, diketahui bahwa nilai koefisien korelasi sebesar -0,685
yang artinya ada hubungan hubungan negatif antara konsep diri dan post power
syndrom. Individu yang memiliki konsep diri yang positif akan terlihat, optimis,
penuh percaya diri dan selalu bersikap positif terhadap segala sesuatu sehingga
akan terhindar dari post power syndrome. Hal tersebut juga terjadi sebaliknya jika
individu memiliki konsep diri negatif maka akan meningkatkan resiko terkena
post power syndrome.
12
Dari penjelasan dan contoh yang telah dipaparkan sebelumnya maka
peneliti ingin mengetahui bagaimana hubungan kecemasan yang dialami pada usia
dewasa madya saat menghadapi masa pensiun dan bagaimana hubungan
kecemasan tersebut dengan kecerdasan emosi yang dimiliki, dan sikap optimisme
serta bagaimana cara mengurangi kecemasan dalam menghadapi masa pensiun.
Berdasarkan pemikiran tersebut, penulis tertarik untuk melakukan suatu penelitian
dengan judul: “Pengaruh Kecerdasan Emosi dan Optimisme Terhadap
Kecemasan dalam Menghadapi Masa Pensiun”.
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1 Pembatasan Masalah
Untuk membatasi agar permasalahan penelitian tidak meluas, maka masalah
dalam penelitian ini dibatasi pada pengaruh kecerdasan emosi dan optimisme
terhadap kecemasan menghadapi masa pensiun. Adapun batasan konsep variabel
yang menjadi objek penelitian yaitu sebagai berikut:
1. Kecemasan menghadapi masa pensiun yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah suatu keadaan atau perasaan tidak menyenangkan seperti khawatir,
bingung, takut, dan gelisah karena tidak pasti akan masa depannya dan
belum siap menerima kenyataannya akan memasuki masa pensiun dengan
segala akibatnya baik secara sosial, psikologis maupun fisiologis.
2. Kecerdasan emosi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu
kemampuan yang dimiliki oleh seseorang dalam mengenali, mengelola
dan mengekspresikan dengan tepat emosi yang dimiliki serta kemampuan
untuk memotivasi diri sendiri juga membina hubungan dengan orang lain.
13
3. Optimisme yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bahwa kegagalan
hanyalah suatu kemunduran yang bersifat sementara dan penyebabnya pun
terbatas, mereka juga percaya bahwa hal tersebut muncul bukan
diakibatkan oleh faktor dari dalam dirinya, melainkan diakibatkan oleh
faktor luar.
4. Sampel dalam penelitian ini adalah Pegawai Negeri yang memasuki masa
pensiun yaitu: berusia 50 sampai 58 tahun dan berdomisili di Tangerang
1.2.2 Perumusan Masalah
1. Apakah ada pengaruh signifikan kecerdasan emosi dan optimisme terhadap
kecemasan menghadapi masa pensiun?
2. Seberapa besar proporsi varian kecemasan menghadapi masa pensiun yang
dapat dipengaruhi oleh IV secara bersama?
Rumusan detail :
Apakah ada pengaruh signifikan dari masing-masing dimensi kecerdasan
emosi dan optimisme terhadap kecemasan menghadapi masa pensiun.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, adapun tujuan penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk melihat pengaruh kecerdasan emosi dan optimisme terhadap
kecemasan dalam menghadapi masa pensiun.
2. Untuk melihat seberapa besar keterkaitan antara varian kecerdasan emosi,
dan optimisme terhadap kecemasan dalam menghadapi masa pensiun.
14
1.3.2 Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh penulis diharapkan dapat memberikan manfaat,
antara lain:
1. Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya wawasan ilmu pengetahuan
psikologi, khususnya pada bidang psikologi industri dan organisasi serta
bidang psikologi sosial dan psikologi perkembangan.
2. Secara Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan berupa hasil
kajian mengenai kecerdasan emosi, Optimisme terhadap kecemasan pada
pegawai negeri yang mengalami masa pensiun. Serta dapat memberikan
masukan bagi para pensiunan untuk dapat mempersiapkan diri menghadapi
masa pensiunnya, karena semakin cepat mempersiapkan maka hasilnya
akan semakin baik.
1.4 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini mengacu pada pedoman penyusunan
dan penulisan skripsi fakultas Psikologi UIN (Universitas Islam Negeri) Syarif
Hidayatullah Jakarta (2004). Penulisan penelitian ini dibagi menjadi beberapa bab
yang terdiri atas:
BABI : PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan
sistematika penulisan.
15
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Berisi teori-teori dan hal-hal yang berhubungan dengan masalah
yang hendak diteliti. Bab ini terdiri dari 6 sub-bab. Sub-bab
pertama membahas tentang kecemasan (di dalamnya terdapat:
pengertian, dinamika, ciri-ciri, faktor-faktor mempengaruhi
kecemasan). Sub-bab kedua membahas tentang kecerdasan emosi
(di dalamnya terdapat: pengertian, aspek-aspek dinamika, faktor-
faktor yang mempengaruhi, dan pengukuran). Sub-bab ketiga
membahas tentang optimisme (di dalamnya terdapat pengertian,
aspek-aspek, dan pengukuran). Sub-bab keempat, membahas
mengenai pensiun. Sub bab kelima membahas kerangka berfikir
dan sub bab keenam membahas hipotesa penelitian.
BAB III : METODE PENELITIAN
Berisi Jenis penelitian, yang meliputi: Pendekatan dan metode
penelitian, definisi variabel dan operasional variabel. Populasi dan
sampel, yang meliputi: populasi penelitian, sampel penelitian dan
teknik pengambilan sampel. Pengumpulan data, yang meliputi:
instrument penelitian, alat penelitian yang digunakan. Prosedur
penelitian, yang meliputi: tahap perencanaan.
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN
Berisi tentang penguraian hasil uji coba instrumen, pelaksanaan
penelitian, deskripsi data penelitian dan uji hipotesis.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Berisi kesimpulan, diskusi dan saran
16
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
17
BAB II
LANDASAN TEORI
Bab ini terdiri dari tiga sub bab. Sub bab pertama membahas mengenai
kecemasan menghadapi masa pensiun, sub bab kedua kecerdasan emosional, dan
sub bab ketiga optimisme. Terakhir diuraikan mengenai kerangka berpikir serta
hipotesis penelitian.
2.1 Kecemasan Menghadapi Pensiun
2.1.1 Pengertian Kecemasan Menghadapi Pensiun
Ada beberapa ahli yang menjelaskan tentang kecemasan. Menurut Atkinson
(1983) kecemasan diartikan sebagai emosi yang tidak menyenangkan yang
ditandai dengan istilah-istilah seperti kekhawatiran, keprihatinan, dan rasa takut
yang kadang-kadang kita alami dengan tingkat yang berbeda. Sedangkan Kaplan,
Sadock dan Grebb (dalam Fausiah, 2008) kecemasan adalah respons terhadap
situasi tertentu yang mengancam dan merupakan hal yang normal terjadi
menyertai perkembangan, perubahan, pengalaman baru atau yang belum pernah
dilakukan serta dalam menemukan identitas diri dan arti hidup. Berdasarkan dari
beberapa pendapat tentang kecemasan yang telah dikemukakan, maka peneliti
menggunakan definisi yang dipaparkan oleh Atkinson (1983) menyimpulkan
bahwa kecemasan merupakan emosi yang tidak menyenangkan yang ditandai
dengan istilah-istilah seperti kekhawatiran, keprihatinan, dan rasa takut yang
kadang-kadang kita alami dengan tingkat yang berbeda.
Pensiun menurut Undang-Undang nomor 11 tahun 1969 Pemerintah RI
merupakan jaminan hari tua dan sebagai balas jasa terhadap pegawai negeri sipil
18
(PNS) yang telah bertahun-tahun mengabdikan dirinya kepada Negara. Selain itu,
terdapat beberapa ahli yang menjelaskan beberapa pengertian pensiun. Pensiun
merupakan waktu di saat seseorang berhenti bekerja pada sebuah perusahaan atau
instansi karena alasan tertentu. Pada umumnya, pensiun diberlakukan pada
seseorang yang berusia 50–58 tahun karena pada umur tersebut kebanyakan orang
sudah mulai mengalami penurunan kesehatan sehingga produktivitas berkurang.
maka peneliti menyimpulkan bahwa masa pensiun merupakan seseorang yang
sudah tidak bekerja lagi dan mereka memasuki masa transisi kepola hidup
barunya. Biasanya mereka yang memasuki masa pensiun mengalami penurunan
kesehatan sehingga produktivitas berkurang.
Sedangkan pengertian kecemasan menghadapi pensiun menurut Bucklew
(dalam Mu’arifah, 2005), mengatakan bahwa umumnya kecemasan dibagi
menjadi dua tingkat yaitu psikologis dan fisiologis. jadi kecemasan pada orang
yang menghadapi pensiun merupakan keprihatinan atau kekhawatiran pada
sesuatu yang tidak pasti dan tidak dapat diprediksi sebagai akibat datangnya masa
pensiun. Sutrisno (2013) kecemasan menghadapi pensiun merupakan suatu
keadaan atau perasaan tidak menyenangkan yang timbul pada individu karena
khawatir, bingung, tidak pasti akan masa depannya, dan belum siap menerima
kenyataan akan memasuki masa pensiun dengan segala akibatnya baik secara
sosial, psikologis, maupun fisiologis. Sarafino (2002) berpendapat biasanya orang
yang mengalami kecemasan saat menghadapi masa pensiun ketika mereka
berpikir bahwa pekerjaan mereka terancam atau ketika mereka tidak mempunyai
pekerjaan.
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa kecemasan
menghadapi pensiun merupakan suatu keadaan atau perasaan tidak menyenangkan
seperti khawatir, bingung, takut, dan gelisah karena tidak pasti akan masa
19
depannya dan belum siap meneri ma kenyataanya akan memasuki masa pensiun
dengan segala akibatnya baik secara sosial, psikologis, maupun fisiologis.
2.1.2 Dimensi - Dimensi Kecemasan
Kecemasan menurut Haber dan Runyon (1984) dapat dimanifestasikan kedalam
empat dimensi yaitu:
a. Dimensi kognitif yaitu perasaan yang tidak menyenangkan yang muncul dalam
pikiran seseorang sehingga mereka mengalami rasa risau dan khawatir.
Kekhawatiran dapat dimulai dari tingkat khawatir yang ringan sampai panik.
Saat individu mengalami kondisi atau masalah yang mungkin terjadi maka
mereka tidak dapat berkonsentrasi, mengambil keputusan, dan mereka juga
akan mengalami kesulitan tidur.
b. Dimensi motorik yaitu perasaan tidak menyenangkan yang muncul dalam
bentuk tingkah laku seperti mengigit bibir, meremas jari, menggeliat,
menjentikkan kuku, gugup dan tics
c. Dimensi somatik yaitu perasaan yang tidak menyenangkan yang muncul dalam
reaksi fisik biologis seperti kesulitan nafas, berdebar, tangan dan kaki dingin,
pusing seperti hendak pingsan, banyak keringat, tekanan darah naik, otot
tegang terutama kepala, leher, bahu dan dada serta sulit mencerna makanan
d. Dimensi afektif (perasaan) yaitu perasaan tidak menyenangkan yang muncul
dalam bentuk emosi, perasaan tegang karena luapan emosi yang berlebihan
seperti dihadapkan pada suatu terror.
2.1.3 Hal - Hal yang mempengaruhi Kecemasan Pensiun
Menurut Brill dan Hayes (dalam Lesmana, 2014) hal-hal yang mempengaruhi
kecemasan pensiun antara lain:
20
a. Menurunnya pendapatan atau penghasilan, termasuk didalamnya adalah gaji,
tunjangan fasilitas dan masih adanya anak-anak yang belum mandiri yang
masih membutuhkan biaya atau masih adanya tanggungan keluarga
b. Hilangnya status, baik status jabatan seperti pangkat dan golongan maupun
status sosialnya, serta hilangnya wewenang penghormatan orang lain atas
kemampuan pandangan masyarakat atas kesuksessannya.
c. Berkurangnya interaksi sosial dengan teman kerja. Kerja memberikan
kesempatan untuk bertemu orang-orang baru dan mengembangkan
persahabatan, namun dengan tibanya masa pensiun hal ini kurang bisa
dilakukan karena kondisi fisik dan ekonomi yang tidak memungkinkan
sehingga tidak berhubung seperti dulu.
d. Datangnya masa tua, yaitu menurunnya kekuatan fisik dan perubahan pada
sel-sel tubuh karena proses menua yang mempengaruhi turunnya kekuatan dan
tenaga.
Braithwaithe, dkk (dalam Yuliarti dan Mulyana, 2014) mengemukakan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan dalam menghadapi masa pensiun,
yaitu :
a. Kesehatan
b. Pandangan terhadap pensiun
c. Kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan dalam
kehidupannya
d. Penerimaan diri menghadapi masa pensiun
Menurut Palmore (dalam Erna, 2013) faktor-faktor yang mempengaruhi
kecemasan pensiun, yaitu :
21
a. Tidak mempunyai sejumlah aktivitas yang berarti seperti organisasi
keagamaan, politik atau organisasi sosial
b. Kurang menjaga kesehatan seperti berolahraga dan pola makan yang buruk
c. Tidak mempunyai perencanaan keuangan sejak usia 50 tahun
d. Mempunyai sikap pesimis
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi kecemasan menghadapi masa pensiun adalah menurunnya
pendapatan atau penghasilan, hilangnya status atau jabatan, berkurangnya
interaksi sosial dengan teman kerja, datangnya masa tua, kemampuan untuk
menyesuaikan diri terhadap perubahan dalam kehidupannya, penerimaan diri
menghadapi masa pensiun, tidak mempunyai perencanaan keuangan sejak usia 50
tahun, mempunyai sikap pesimis
2.1.4 Gambaran Psikologis kecemasan dalam menghadapi Pensiun
Banyak orang mengalami problem saat memasuki masa pensiun, mulai dari
menurunnya kesehatan, hingga munculnya depresi akibat mental yang tidak stabil.
Pada dasarnya, orang yang mengalami problem saat pensiun adalah mereka yang
memiliki kondisi mental yang tidak stabil, konsep diri yang negatif dan rasa
kurang percaya diri terutama berkaitan dengan kompetensi diri dan penghasilan.
Sementara itu masalah harga diri sering menjadi akar depresi semasa pensiun.
Karena orang-orang dengan harga diri yang rendah semasa produktifnya,
cenderung akan menjadi overachiever, semata-mata untuk membuktikan bahwa
dirinya mampu. Mereka akan habis-habisan dalam bekerja, sehingga mengabaikan
sosialisasi dengan sesamanya. Akibatnya, pada saat pensiun, mereka merasa
kehilangan harga diri dan kesepian, karena tidak lagi memiliki teman-teman.
22
Pada orang dengan kondisi kejiwaan yang stabil, konsep diri positif, rasa
percaya diri yang kuat, serta didukuxng oleh keuangan yang cukup, akan lebih
dapat menyesuaikan diri dengan kondisi pensiun tersebut (Rini, 2001)
Menurut Papalia (2009) menyebutkan bahwa Pensiun merupakan salah
satu diantara persoalan hidup yang paling krusial yang harus dipecahkan
seseorang yang menghadapi masa pensiun. pensiun. Keputusan pensiun akan
mempengaruhi situasi pendapatan, kesehatan, kondisi emosi, cara menghabiskan
waktu luang dan cara mereka berhubungan dengan teman dan keluarga. Kondisi-
kondisi seperti itulah yang menyebabkan timbulnya kecemasan dalam diri
individu yang akan menghadapi masa pensiun.
Atkinson (1983) mengemukakan bahwa ancaman fisik, ancaman terhadap
harga diri, dan tekanan untuk melakukan sesuatu di luar kemampuan dapat
menyebabkan timbulnya kecemasan. Kecemasan sering muncul pada saat
individu akan menghadapi masa pensiun, hal ini disebabkan dalam menghadapi
masa pensiun, dalam diri individu terjadi goncangan perasaan yang begitu hebat
karena individu harus meninggalkan pekerjaannya, teman-temannya dan segala
aktivitas lain yang mereka peroleh selama masih bekerja.
Di samping adanya kecemasan, individu yang akan menghadapi masa
pensiun juga memiliki perasaan khawatir, merasa tidak berguna, putus asa dan
rendah diri. Perasaan-perasaan inilah yang dapat mempengaruhi kondisi fisik
maupun psikologis mereka.
Jika keluarga tidak siap menerima situasi pensiun dikhawatirkan
permasalahan pensiun dapat memicu titik kritis perkawinan, hal ini disebabkan
keluarga tidak siap menerima kondisi tersebut, sehingga dikhawatirkan dapat
menciptakan konflik keluarga. Jika tidak mampu mengendalikan maka kondisi
23
akan semakin parah dan menimbulkan adanya perceraian. Hal-hal yang dapat
terjadi akibat adanya masa pensiun adalah berkurangnya penghasilan keluarga,
rentan konflik, pendidikan anak menjadi terbengkalai, perpecahan keluarga
(Widjajanto, 2009).
2.1.5 Pengukuran Kecemasan Dalam Menghadapi Pensiun
Pada penelitian-penelitian sebelumnya terdapat beberapa alat ukur kecemasan
yang relevan dan telah dikembangkan oleh beberapa para ahli yaitu, pengukuran
kecemasan yang digunakan oleh peneliti sebelumnya menurut Hawari (2001),
Instrumen ini berbentuk Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) dengan
reliabilitas 7.92 (p > 0,05). Alat ukur ini terdiri dari 14 kelompok gejala yang
masing-masing dirinci lagi gejala yang spesifik, 14 komponen kecemasan terdiri
dari :1) perasaan cemas, 2) ketegangan, 3) ketakutan, 4) gangguan tidur, 5)
gangguan kecerdasan, 6) perasaan depresi, 7) gejala somatic, 8) gejala sensori, 9)
gejala kardiovaskuler, 10) gejala pernafasan (respiratori), 11) gejala pencernaaan,
12) gejala urogenital, 13) gejala autonom, 14) tingkah laku \angka (score) antara
0-5, artinya : a) nilai 0 =tidak ada gejala yang muncul, b) nilai 1 = gejala ringan,
c) nilai 2 = gejala sedang, d) nilai 3 = gejala berat, e) nilai 4 = gejala berat sekali /
panic.
Skala ini disusun oleh peneliti berdasarkan faktor-faktor yang dapat
menimbulkan kecemasan pada individu yang menghadapi pensiun yang
dikemukakan oleh Brill dan Hayes (dalam Lesmana,2014) sebagai berikut: a.
Menurunnya pendapatan atau penghasilan, b. Hilangnya status, baik status
jabatan, c. Berkurangnya interaksi sosial dengan teman kerja, d. Datangnya masa
tua, yaitu terutama menurunnya kekuatan fisik dan kesehatan, e. kemampuan
24
untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan dalam kehidupannya, f. mempunyai
sikap pesimis.
Dalam penyusunan skala kecemasan menghadapi pensiun ini menggunakan
skala model Likert dengan pilihan ganda yang berisi empat alternative jawaban
dimana harus dipilih salah satu. Jawaban dari angket tersebut disusundalam empat
skala kontinum dari 1-4 untuk butir favourable dan unfavorable, dengan perincian
sangat setuju (SS) nilai=1, setuju (S) nilai=2, tidaksetuju (TS) nilai=3, dan sangat
tidak setuju (STS) nilai=4.
2.2 Kecerdasan Emosi
2.2.1 Pengertian Kecerdasan Emosi
Istilah kecerdasan emosi memperkenalkan pertama kali oleh Mayor dan Salovey
pada tahun 1990 di University of New Hampshire. Dari tahun 1990 hingga saat
ini, teori ini masih terus-menerus berkembang (Goleman 2005). Akar kata emosi
adalah movere, kata kerja Bahasa Latin yang berarti “menggerakkan, bergerak”,
ditambah awalan “e-“ untuk memberi arti “bergerak menjauh”, menyiratkan
bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Oxford
English Dictionary (dalam Goleman, 1999) mendefinisikan emosi sebagai “setiap
kegiatan atau pergulakan pikiran, perasaan, nafsu, setiap keadaan mental yang
hebat atau meluap-luap”
Salovey (1990) memberikan definisi kecerdasaan emosi sebagai berikut:
“emotional intelligence refers to a set or skills hypothesize to contribute, to
accurate appraisaland expression of emotion in oneself and in others, the effective
regulation of emotion in self and others, and the use of feelings to motivate, plan,
and achieve in one’s life”.
Dari definisi, Salovey mengatakan bahwa kecerdasaan emosi merupakan
serangkaian ketrampilan untuk menilai emosi secara tepat pada diri sendiri dan
25
orang lain, adanya peraturan efektiv dalam emosi pada diri dan lainnya serta
memakai perasaan untuk memotivasi, merencanakan, dan mencapai sesuatu dalam
kehidupan seseorang.
Thorndike (dalam Goleman, 1999) dalam artikelnya “Harper’s Magazine”
menyatakan bahwa salah satu aspek kecerdasan emosi yaitu kecerdasan sosial
yang merupakan kemampuan untuk memahami orang lain dan bertindak bijaksana
dalam hubungan antarmanusia.
Kecerdasan emosi atau yang lebih dikenal dengan istilah emotional
intelligence menurut Goleman (2005) didefinisikan sebagai kemampuan untuk
mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi
diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan
dalam hubungan dengan orang lain. Dengan demikian seseorang yang memiliki
kecerdasan emosi tinggi mampu mengenali perasaanya sendiri dan perasaan orang
lain sehingga mampu memotivasi dirinya sendiri serta mampu mengelola
emosinya secara baik dalam hubungan dengan pihak lain.
Menurut Goleman (1999) Kecerdasan emosi terbentuk karena adanya saling
melengkapi antara system limbic dengan neokortek, amigdala dengan lobus-lobus
prefrontal, antara pikiran dan perasaan. Apabila rangsangan ini berinteraksi
dengan baik, kecerdasan emosi akan meningkat demikian juga kemampuan
intelektual.
Berdasarkan dari beberapa pendapat tentang kecerdasan emosi yang telah
dikemukakan, maka peneliti menggunakan definisi yang dipaparkan oleh
Goleman (1999) menyimpulkan bahwa bahwa kecerdasan emosi adalah suatu
kemampuan yang dimiliki oleh seseorang dalam mengenali, mengelola dan
26
mengekspresikan dengan tepat emosi yang dimiliki, termasuk juga kemampuan
untuk memotivasi diri sendiri serta membina hubungan dengan orang lain.
2.2.2 Dimensi - Dimensi Kecerdasaan Emosi
Menurut Goleman (1999) terdapat lima dimensi kecerdasan emosi, yaitu:
1. Kesadaran Diri (Self - Awareness)
Kemampuan mengenali emosi diri (self awareness) adalah Kemampuan untuk
memantau perasaan dari waktu ke waktu merupakan hal penting bagi wawasan
psikologi dan pemahaman diri. Ketidakmampuan untuk mencermati perasaan
kita yang sesungguhnya membuat kita berada dalam kekuasaan perasaan.
Namun seseorang yang memiliki keyakinan yang lebih tentang perasaanya
adalah pilot yang andal bagi kehidupan mereka, karena mempunyai kepekaan
lebih tinggi akan perasaan mereka sesungguhnya atas pengambilan keputusan-
keputusan masalah pribadi sampai ke pekerjaan apa yang akan diambil.
2. Pengelolaan Emosi (Self - Regulation)
Mengelola emosi (self regulation) adalah Kemampuan untuk menghibur diri
sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan dan akibat-akibat yang timbul
karena gagalnya ketrampilan emosional dasar. Seseorang yang buruk
kemampuannya dalam ketrampilan ini akan terus-menerus bertarung melawan
perasaan murung sementara mereka yang pintar dapat bangkit kembali dengan
jauh lebih cepat dari kemerosotan dan kejatuhan dalam kehidupan
3. Motivasi Diri (Motivation OneSelf)
Memotivasi diri adalah kemampuan untuk memberikan perhatian, untuk
memotivasi diri sendiri dan menguasai diri sendiri, dapat berkreasi serta
mengendalikan diri emosional untuk menahan terhadap kepuasan dan
27
mengendalikan dorongan hati yang merupakan landasan keberhasilan dalam
berbagai bidang.
4. Empati
Empati yaitu kesadaran akan perasaan, kepentingan, dan keprihatinan orang
lain. Ciri yang keempat ini terdiri dari kompetensi kemampuan untuk
mengenali emosi orang lain (Understanding Other) yaitu kemampuan untuk
mengerti perasaan dan kebutuhan orang lain, sehingga orang lain akan merasa
senang dan dimengerti perasaannya, menciptakan kesempatan-kesempatan
melalui pergaulan dalam berbagai macam orang. Mempunyai kesadaran akan
kebutuhan dan kepentingan orang lain. Membina hubungan (Interpersonal
Relationship).
5. Hubungan Interpersonal (Interpersonal Relationship)
Membina hubungan (Interpersonal Relationship) adalah ketrampilan
mengelola emosi orang lain yang ditinjau dari ketrampilan dan
ketidakterampilan sosial yang menunjang pada popularitas, kepemimpianan
dan keberhasilan antrapribadi. Kita bisa mengerti apa yang bisa memotivasi
orang lain, bagaimana mereka bekerja, bagaimana kita bisa bekerja sama
dengan orang lain.
Komponen-komponen yang dikemukakan oleh Goleman (1999) ini adalah
komponen kecerdasan emosi yang digunakan dalam penelitian ini, seperti
kesadaran diri, pengelolaan emosi, motivasi diri, dan hubungan interpersonal.
2.2.3 Pengukuran Kecerdasan Emosi
Pada penelitian-penelitian sebelumnya terdapat beberapa alat ukur kecerdasan
emosi yang relevan dan telah dikembangkan oleh beberapa para ahli yaitu,
pengukuran kecerdasan emosi yang digunakan oleh peneliti sebelumnya
28
berdasarkan atas konsep Bar-on’s EQ-I. Instrument ini berbentuk self-report yang
didesain untuk kualitas personal “emotional well being”. EQ-I telah digunakan
untuk menilai ribuan individu di dalam situasi kerja dengan reliabilitas sebesar
6,21 (p < 0,05). Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini yaitu alat ukur
yang berdasarkan atas teori Goleman (1999). Skala ini disusun berdasarkan
indikator tertentu yang terdapat pada dimensi-dimensi kecerdasan emosi, yaitu. 1)
kesadaran diri, 2) pengelolaan emosi, 3) motivasi diri, 4) empati, 5) hubungan
interpersonal. Menggunakan skala Model Likert dengan rentangan 1 - 4 untuk
setiap item.
2.3 Optimisme
2.3.1 Pengertian Optimisme
Dalam menghadapi permasalahan atau peristiwa yang tidak mengenakkan peran
pola pikir ini sangat penting. Seseorang yang menggunakan pola pikir positif
dalam menghadapi peristiwa yang tidak mengenakkan akan bersikap optimis
sedangkan apabila menggunakan pola berpikir negatif akan menimbulkan sikap
yang pesimis. Menurut Segerestron (dalam Ghufron dan Risnawita, 2011) optimis
adalah cara berpikir yang positif dan realistis dalam memandang suatu masalah.
Optimism dapat membantu meningkatkan kesehatan secara psikologis, memiliki
perasaan baik, melakukan penyelesaian masalah dengan cara yang logis sehingga
hal ini dapat meningkatkan kekebalan tubuh. Selain itu Carver dan Scheier (dalam
Limono,2013) mendefinisikan optimisme sebagai harapan dalam mencapai target
yang diinginkan, dan merupakan kecenderung individu untuk stabil dalam
harapan baik dari pada yang buruk.
Seligman (1995) menyatakan optimisme adalah suatu pandangan secara
menyeluruh, melihat hal yang baik, berpikir positif dan mudah memberikan
29
makna bagi diri. Optimisme yang tinggi yang berasal dari dalam diri individu dan
dukungan yang berupa penghargaan dari orang-orang tertentu membuat individu
merasa dihargai dan berarti. Kebiasaan berpikir optimis itu bisa dipelajari oleh
siapa saja, sebab tidak ada seorang pun yang ingin menjadi pesimis.
Berkaitan dengan pengertian optimisme, Belsky (dalam Ghufron dan
Risnawita, 2011) berpendapat bahwa optimisme adalah menemukan inspirasi
baru. Kekuatan yang dapat diterapkan dalam semua aspek kehidupan sehingga
mencapai keberhasilan. Optimisme membuat individu memiliki energi tinggi,
bekerja keras untuk melakukan hal yang penting. Pemikiran optimisme memberi
dukungan pada individu menuju hidup yang lebih berhasil dalam setiap aktivitas.
Dikarenakan orang yang optimis akan menggunakan semua potensi yang dimiliki.
Menurut Myer (dalam Ghufron dan Risnawita, 2011) optimisme diartikan
sebagai arah dan tujuan hidup yang positif, menyambut datangnya pagi dengan
sukacita, membangkitkan kembali rasa percaya diri kearah yang lebih realistic,
dan menghilangkan rasa takut yang selalu menyertai individu. Pemikiran
optimisme menentukkan individu dalam menjalani kehidupan, memecahkan
masalah dan penerimaan terhadap perubahan baik dalam menghadapi kesuksesaan
maupun kesulitan dalam hidup.
Berdasarkan dari beberapa pendapat tentang optimisme yang telah
dikemukakan, maka peneliti menggunakan definisi yang dipaparkan Menurut
Seligman (1995) menyatakan optimisme adalah suatu pandangan secara
menyeluruh, melihat hal yang baik, berpikir positif dan mudah memberikan
makna bagi diri. Optimisme yang tinggi yang berasal dari dalam diri individu dan
dukungan yang berupa penghargaan dari orang-orang tertentu membuat individu
merasa dihargai dan berarti.
30
2.3.2 Ciri - Ciri Optimisme
Ada beberapa ciri dari optimisme yang diungkapkan oleh para ahli. Martin E.P.
Seligman (1995) mengatakan bahwa orang yang optimis percaya bahwa
kegagalan hanyalah suatu kemunduran yang bersifat sementara dan penyebabnya
pun terbatas, mereka juga percaya bahwa hal tersebut muncul bukan diakibatkan
oleh faktor dari dalam dirinya, melainkan diakibatkan oleh faktor luar.
Menurut Mc.Ginnis (dalam Novia, 2014) mengatakan bahwa ada 12 ciri-ciri
orang yang optimis, yaitu:
a. Mempunyai harapan masa depan
b. Mempunyai keyakinan untuk maju
c. Tidak mudah menyerah
d. Mempunyai semangat untuk berkembang
e. Mampu berpikir rasional
f. Mampu mengelola masalah
g. Mempunyai tujuan hidup
h. Mampu menerima keadaan pensiun
i. Mempunyai penghargaan diri
j. Percaya dengan kemampuan sendiri
k. Menyukai dengan diri sendiri
l. Mampu mengendalikan perasaan
Dari kesimpulan dua belas ciri optimisme di atas, adalah dengan bersikap optimis
seseorang dapat lebih menghargai dan meyakini kemampuan yang dimilikinya.
Tidak hanya itu, seorang optimis lebih bahagia karena mereka dapat menerima
dirinya secara menyeluruh. Setiap individu memiliki kekurangan dan kelebihan.
Sikap individu terhadap dirinya itulah yang dapat membantu menciptakan
individu yang optimis. Sikap optimis mungkin muncul jika individu itu memiliki
31
keyakinan yang kuat atas dirinya. Keyakinan-keyakinan itu dapat muncul melalui
pengalaman atau dipelajari
2.3.3 Dimensi - Dimensi Optimisme
Menurut Seligman (1995) optimis dibagi menjadi tiga dimensi antara lain:
1. Permanence
Gaya penjelasan peristiwa yang menggambarkan bagaimana individu
melihat peristiwa berdasarkan waktu yaitu temporer dan permanen. Orang yang
pesimis akan menjelaskan kejadian yang menekan dengan mengatakan secara
permanen atau menetap.
2. Pervasiveness
Gaya penjelasan peristiwa yang berkaitan dengan dimensi ruang
lingkup, dibedakan menjadi spesifik dan universal. Orang-orang yang pesimis
akan mengungkapkan pola fikir dalam peristiwa yang tidak menyenangkan
dengan cara universal sedangkan orang yang optimis dengan spesifik.
3. Personalization
Gaya penjelasan peristiwa yang berkaitan dengan sumber penyebab
internal dan eksternal. Orang yang optimis memandang penyebab masalah-
masalah yang menekan dari sisi lingkungan (eksternal) sedangkan orang yang
pesimis akan melihat kegagalan dari sisi dirinya (internal). Hal sebaliknya
berlaku dalam memandang peristiwa yang menyenangkan. Orang optimis
menghargai kemampuan dirinya atas keberhasilan yang diraih sedangkan orang
pesimis menganggap keberhasilan sebagai akibat dari situasi diluar dirinya.
Komponen-komponen optimisme yang dikemukakan oleh Seligman adalah
komponen yang digunakan dalam penelitian ini. Komponen tersebut meliputi
permanence, pervasivenes, personalization.
32
2.3.4 Pengukuran Optimisme
Pada penelitian-penelitian sebelumnya terdapat beberapa alat ukur optimisme
yang relevan dan telah dikembangkan oleh beberapa para ahli yaitu, pengukuran
optimisme yang digunakan oleh peneliti sebelumnya berdasarkan atas konsep
Scheier, Carver, & Bridges (1994). LOT-R (Life Orientation Test-Revised)
merupakan pengembangan dari skala sebelumnya, yaitu Life Orientation Test.
LOT-R memiliki konsistensi respon yang baik (α=0,7 – 0,8). Skala ini disusun
berdasarkan indikator pada 12 ciri-ciri orang yang optimis dalam menghadapi
pensiun yang dikemukakan oleh Mc.Ginnis (dalam Novia, 2014) sebagai berikut :
a) mempunyai harapan masa depan, b) mempunyai keyakinan untuk maju, c) tidak
mudah menyerah, d) mempunyai semangat untuk berkembang, e) mampu berpikir
rasional, f) mampu mengelola masalah, g) mempunyai tujuan hidup, h) mampu
menerima keadaan pensiun, i) mempunyai penghargaan diri, j) percaya pada
kemmapuan sendiri, k) menyukai dengan diri sendiri, L) mampu mengendalikan
perasaan. Menggunakan skala model Likert dengan pilihan ganda yang berisi
empat alternative jawaban dimana harus dipilih salah satu. Jawaban dari angket
tersebut disusun dalam empat skala kontinum dengan rentangan 1 - 4 untuk setiap
item.
2.4 Faktor Demografis
Karakteristik kependudukan yang dimiliki oleh pegawai, dengan indikator umur
yang dikonversikan kedalam tingkat harapan hidup, siklus hidup rumah tangga,
tanggungan keluarga, pendapatan, sifat pekerjaan, dan lama bekerja, serta
pendidikan terakhir merupakan karakteristik yang perlu dilihat untuk menilai
tingkat pengendalian diri yang dimiliki pegawai dalam pengelolaan keuangan
untuk menghadapi ketidakpastian di masa pensiun mereka nantinya.Selain
beberapa variabel yang telah dibahas, ada variabel lain yaitu variabel pangkat atau
33
golongan dan penghasilan yang akan ikut diteliti dalam penelitian ini. Pekerjaan
memberi arti yang sangat penting bagi manusia untuk kelangsungan hidupnya dan
keluarganya. Jabatan dalam bekerja dapat menjadi ajang untuk mendapatkan itu
semua yang diinginkan oleh setiap pegawai. Dan para pegawai itu akan
mengeluarkan segala daya dan usaha demi mengejar dan mendapatkan jabatan itu.
Setiap instansi atau kantor pasti mempunyai peraturan masing-masing
untuk mengatur tentang pegawai yang pantas dan cocok untuk menduduki sebuah
jabatan dalam instansi tersebut. Disetiap instansi ada peraturan yang disesuaikan
dengan kebutuhan instansi masing-masing. Golongan kepangkatan yang paling
rendah adalah golongan 2d sampai dengan 3d, jabatan struktural yang
didudukinya adalah esselon 5b, begitu seterusnya sampai pada golongan
kepangkatan yang paling tinggi. Pegawai negeri sipil yang memangku jabatan
akan mendapatkan tunjangan jabatan di luar gaji pokok seperti rumah, mobil dan
lain-lain. Seorang pegawai atau Individu yang memasuki masa pensiun akan
beranggapan bahwa mereka kehilangan jabatan dan semua fasilitas yang selama
ini diperolehnya akan mempengaruhi harga diri dan status sosial yang dimilikinya
sehingga ia tidak rela untuk melepaskan jabatannya itu. Semakin individu tidak
rela untuk melepaskan jabatannya maka rasa cemas itu juga akan semakin besar
untuk mengahadapi masa pensiun itu.
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa jabatan dan golongan kepangkatan
itu secara langsung sangat mempengaruhi kecemasan sesorang dalam menghadapi
masa pensiun. Di mana golongan kepangkatan mempengaruhi jabatan yang boleh
dipangku oleh seorang pegawai negeri sipil dan jabatan itu dianggap sebagai
perantara untuk memperkuat dan mempertahankan harga diri dan status sosial.
Kehilangan jabatan berarti bukan hanya kehilangan uang dan fasilitas tapi juga
kehilangan harga diri dan status sosial dalam masyarakat. Kecemasan pun muncul
34
karena individu bukan hanya takut kehilangan hal-hal tersebut tapi juga karena
individu tidak tahu apa yang akan terjadi pada kehidupannya kelak karena
iabelum pernah mengalaminya dan merasa tidak dapat mengendalikan keadaan
masa yang akan datang itu.
Pada penelitian Lusardi dan Mitchell (2009) menemukan bahwa jenis
kelamin antara laki-laki dan perempuan merupakan salah satu faktor dalam
membuat keputusan keuangan. Dan laki-laki lebih baik dalam pengambilan
keputusan keuangan, karena memiliki pengetahuan keuangan yang lebih tinggi.
Selanjutnya penelitian Khrisna, Sari Rofaidi dan Ida (2010) menyatakan hal yang
berbeda, berdasarkan hasil penelitian yang mereka lakukan mahasiswa laki-laki
memiliki kemungkinan tingkat pengetahuan keuangan yang lebih rendah
dibandingkan perempuan terutama yang berkaitan dengan pengetahuan investasi,
kredit dan asuransi.
Berdasarkan faktor usia pegawai atau pekerja yang mendekati usia pensiun
mereka cenderung lebih memiliki kesadaran dalam investasi untuk kepentingan
masa pensiun. Namun faktor lain seperti, lama bekerja, dan pendapatan tidak
menunjukan kecenderungan kesadaran yang dimiliki untuk melakukan investasi
demi kepentingan masa pensiun. Faktor demografi ini kemudian dikaitkan dengan
life cycle atau siklus hidup dari pegawai untuk melihat perbedaan mendasar dalam
pengambilan keputusan keuangan untuk masa pensiun nantinya (Matrutty &
Gracia 2013).
2.5 Kerangka Berpikir
Setiap individu harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Jika suatu
kebutuhan dasar sudah terpenuhi, maka pemenuhan kebutuhan lain akan
meningkat pada hieraki yang lebih tinggi. Salah satu usaha untuk memenuhi
kebutuhan hidup adalah dengan bekerja. Dengan bekerja seseorang mendapatkan
35
imbalan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Bekerja
dalam suatu kantor atau instansi memiliki periode dan waktu tertentu. Masa
pekerjaan formal akan berakhir ketika seseorang memasuki usia 55 sampai
dengan 58 tahun. Kondisi fisik manusia untuk bekerja memiliki batasan, semakin
tua seseorang, semakin menurun kondisi fisiknya, maka beriringan dengan hal itu
produktivitas kerja dimiliki pun akan semakin menurun. Pada saat itulah
seseorang akan diminta berhenti dari pekerjaannya atau pensiun dan beristirahat
untuk menikmati hasil yang diperolehnya selama bekerja.
Seseorang yang memasuki masa pensiun seringkali merasa malu karena
menganggap dirinya sebagai ”pengangguran”, sehingga menimbulkan perasaan-
perasaan minder, rasa tidak berguna, tidak dikehendaki, dilupakan, tersisihkan,
tanpa tempat berpijak dan seperti ”tanpa rumah”. Hal ini berbeda dengan ketika
orang tersebut masih bekerja, dirinya merasa terhormat dan merasa berguna.
Selain itu pada waktu masih bekerja seseorang mendapatkan berrmacam-macam
fasilitas materiil, sedangkan setelah pensiun fasilitas kerja tidak ada lagi. Oleh
karena itulah seseorang yang memasuki masa pensiun mengalami kondisi
”kekosongan”,merasa tanpa arti dan tanpa guna sehingga menjelang masa pensiun
orang tersebut mengalami kecemasan akan bayangan-bayangan yang
dikhayalkannya sendiri (Oktaviana dan Kumolohadi, 2008).
Menurut Sutrisno (2013) kecemasan menghadapi pensiun adalah suatu
keadaan atau perasaan tidak menyenangkan yang timbul pada individu karena
khawatir, bingung, tidak pasti akan masa depannya, dan belum siap menerima
kenyataan akan memasuki masa pensiun dengan segala akibatnya baik secara
sosial, psikologis, maupun fisiologis. Sedangkan menurut Brill dan Hayes (dalam
Lesmana, 2014) faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pensiun antara lain:
36
a) Menurunnya pendapatan atau penghasilan, b) Hilangnya status, baik status
jabatan, c) Berkurangnya interaksi sosial dengan teman kerja, d) Datangnya masa
tua, e) Kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan dalam
kehidupannya, f) Penerimaan diri menghadapi masa pensiun, g) Mempunyai sikap
pesimis
Menurut Santrock (2002) hal-hal yang dapat mempengaruhi seseorang
dalam menerima masa pensiun sebenarnya adalah masalah emosi para pekerja
terhadap pensiun itu sendiri. Jika ia mampu mengendalikan dorongan hati atau
emosi dengan baik, maka ia akan menemukakan banyak sisi positif yang bisa
diambil. Disinilah dibutuhkan adanya kecerdasan secara emosi pada diri individu.
Orang-orang yang mendapat skor tinggi dalam kecerdasan emosi akan lebih
mampu untuk mengerti dan mengelola reaksi emosi mereka dan dapat membantu
mereka untuk beradaptasi dengan tuntutan hidup yang ada. Thorndike (dalam
goleman, 1999) dalam artikelnya “Harper’s Magazine” menyatakan bahwa salah
satu aspek kecerdasan emosi yaitu kecerdasan sosial yang merupakan kemampuan
untuk memahami orang lain dan bertindak bijaksana dalam hubungan
antarmanusia.
Menurut Goleman (1999) terdapat lima dimensi kecerdasan emosi, yaitu:
Kesadaran Diri (Self - Awareness), Pengelolaan Emosi (Self - Regulation),
Motivasi Diri (Motivation OneSelf), Empati, Hubungan Interpersonal
(Interpersonal Relationship).
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Oktaviana dan Kumolohadi
(2008) mengenai kecerdasan emosi, menggambarkan bahwa semakin tinggi
kecerdasan emosi yang dimiliki oleh seseorang maka kecemasan yang dihadapi
semakin menurun. Seseorang yang memiliki kecerdasan emosi yang baik, akan
37
mampu mengolah emosi yang ada dalam dirinya sehingga menjadi sesuatu
kekuatan yang lebih positif. Ketrampilan dalam mengatur emosi akan membuat
seseorang menjadi terampil dalam melepaskan diri dari perasaan negatif yang ada,
sehingga kecemasan yang muncul pada saat akan mengahadapi pensiun dapat
diminimalkan. Sehingga kecerdasan emosi yang dimiliki akan membantu
seseorang keluar dari tekanan atau situasi yang tidak menyenangkan.
Sering kali beberapa orang pada masa persiapan pensiun mereka
melupakan bahwa sesungguhnya ada faktor lain yang mempengaruhi hal tersebut,
Salah satunya adalah Optimisme. Optimisme, seperti harapan dimana segala
sesuatu dalam kehidupan akan beres, kendati ditimpa kemunduruan dan frustrasi.
Individu yang tidak bisa menerima kondisi itu akan merasa kecewa dan pesimis
sehingga akan timbul konflik batin, ketakutan dan rasa rendah diri. Sebaliknya
individu yang siap menerima kondisi ini akan timbul optimisme yang tinggi dan
percaya diri. Individu yang optimis memandang masa pensiun bukanlah akhir dari
segalanya, individu akan tetap berpikiran positif sehingga perasaan negatif tidak
akan muncul akibatnya individu akan dapat menjalani masa pensiun dengan
tenang dan bahagia. Dari titik pandang kecerdasan emosional, optimisme
merupakan sikap penyangga orang agar jangan sampai terjatuh kedalam
kemasabodohan, keputusasaan atau depresi bila dihadang kesulitan.
(Goleman,1999).
Menurut Segereston (dalam Ghufron dan Risnawati, 2011) optimisme
adalah cara berpikir yang positif dan realistik dalam memandang suatu masalah.
Berpikir positif adalah berusaha mencapai hal terbaik dari keadaan terburuk.
38
Dimensi Optimisme dalam Seligman (1995) dibagi menjadi tiga dimensi antara
lain; permanence, pervasiveness dan personalization.
Robinson dkk (dalam Ghufron dan Risnawati, 2011) menyatakan bahwa
individu yang memiliki sikap optimis jarang menderita depresi. Optimisme
memiliki banyak manfaat bagi kesehatan mental, termasuk melindungi terhadap
depresi dan kecemasan juga meningkatkan kemungkinan pemecahan masalah
yang efektif. Optimisme bermanfaat membuat suasana hati yang lebih positif,
yang membantu untuk menangkal depresi dan kecemasan. Optimisme juga
mendorong ketekunan yang lebih besar dalam menghadapi hambatan, yang pada
gilirannya kemungkinan akan menghasilkan kesuksesan yang lebih besar.
Selain beberapa variabel yang telah dibahas, ada variabel lain yaitu
variabel pangkat atau golongan dan penghasilan yang akan ikut diteliti dalam
penelitian ini. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Lusardi dan Mitchell (2009),
bahwa jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi kecemasan yang dihadapi seseorang dalam membuat
keputusan keuangan. Dan laki-laki lebih baik dalam pengambilan keputusan
keuangan, karena memiliki pengetahuan keuangan yang lebih tinggi. Hal ini
berbeda dengan penelitian Khrisna, Sari Rofaidi dan Ida (2010) menyatakan hasil
penelitian yang mereka lakukan mahasiswa laki-laki memiliki kemungkinan
tingkat pengetahuan keuangan yang lebih rendah dibandingkan perempuan
terutama yang berkaitan dengan pengetahuan investasi, kredit dan asuransi.
Sedangkan untuk penghasilan, berdasarkan penelitian oleh Ratnasari
(2009) mengungkapkan bahwa seseorang yang akan menghadapi masa pensiun
mengalami perubahan dari kesibukan yang teratur, penghasilan yang mencukupi
menjadi keadaan menganggur, penghasilan berkurang sedikit banyak akan
39
menimbulkan goncangan mental. Goncangan ini akan terasa terutama bagi mereka
yang mempunyai tanggungan keluarga seperti anak-anak yang masih kecil dan
membutuhkan banyak biaya, maka ketika akan pensiun merasakan beban hidup
yang semakin berat.
Dari beberapa uraian yang telah dikemukakan, peneliti ingin meneliti apakah
dalam populasi normal yaitu pada pegawai Dirtjen Hak Kekayaan Indonesia,
kecerdasan emosi, optimisme serta adanya faktor demografis seperti usia,
golongan dan penghasilan, memiliki pengaruh dengan kecemasan menghadapi
pensiun. Uraian di atas dapat disimpulkan / digambarkan seperti skema berikut
ini:
Gambar 2.1 Skema Kerangka Berfikir
Demografi :
1. Usia
2. Golongan
3. Penghasilan
Optimisme
KECEMASAN
MENGHADAPI MASA
PENSIUN
Kecerdasan Emosi :
1. Kesadaran Diri
2. Pengelolaan Emosi
3. Motivasi Diri
4. Empati
5. Hubungan
Interpersonal
40
2.6 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir yang telah dikemukakan sebelumnya, maka
peneliti membuat hipotesis penelitian, sebagai berikut:
Adapun hipotesis mayor yang terdapat dalam penelitian ini dari variabel
kecemasan terdapat, diantaranya:
Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan kecerdasan emosi, optimisme dan
demografi terhadap kecemasan dalam menghadapi masa pensiun.
Ha : Ada pengaruh yang signifikan kecerdasan emosi, optimisme dan demografi
terhadap kecemasan dalam menghadapi masa pensiun.
Adapun hipotesis minor yang terdapat dalam penelitian ini dari variabel
kecemasan terdapat, diantaranya:
H1 : Ada pengaruh yang signifikan kesadaran diri terhadap kecemasan masa
pensiun.
H2 : Ada pengaruh yang signifikan pengelolaan emosi terhadap kecemasan masa
pensiun.
H3 : Ada pengaruh yang signifikan motivasi diri terhadap kecemasan masa
pensiun.
H4 : Ada pengaruh yang signifikan empati terhadap kecemasan masa pensiun.
H5 : Ada pengaruh yang signifikan hubungan interpersonal terhadap kecemasan
masa pensiun.
H6 : Ada pengaruh yang signifikan optimisme terhadap kecemasan masa
pensiun.
H7 : Ada pengaruh yang signifikan usia terhadap kecemasan masa pensiun.
H8 : Ada pengaruh yang signifikan golongan terhadap kecemasan masa pensiun.
41
H9 : Ada pengaruh yang signifikan penghasilan terhadap kecemasan masa
pensiun
42
BAB III
METODE PENELITIAN
Pada bab ini akan diuraikan tentang metode penelitian, diantaranya subjek
penelitian (populasi dan sampel, teknik samplimg), variabel penelitian
(identifikasi variabel dan definisi oprasional), pengumpulan data (teknik dan
instrumen penelitian data), uji validitas konstruk, teknik analisis data dan prosedur
penelitian.
3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
3.1.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini pegawai Direktorat Jendral Hak Kekayaan
Intelektual dari keseluruhan divisi (direktorat hak cipta, desain industri, desain
tata letak sirkuit terpadu dan rahasia dagang, direktorat paten, direktorat merek)
sebanyak 258 orang.
3.1.2 Sampel
Pada penelitian ini sampel berjumlah 142 dengan usia 50 sampai 58 tahun pada
pegawai Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual yang menghadapi pensiun.
3.1.3 Teknik Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
metode non probability sampling, yaitu teknik sampling yang tidak memberikan
peluang atau kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk
dipilih menjadi sampel. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan purposive
sampling yang merupakan cara pengambilan sampel dengan pertimbangan tetentu.
43
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
3.2.1 Variabel Penelitian
Variabel Penelitian merupakan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh kecerdasan emosi, optimisme dan demografi terhadap kecemasan
menghadapi masa pensiun. Adapun variabel - variabel dalam penelitian ini adalah:
Variabel bebas : Kecerdasan Emosi, Optimisme dan Demografi (Usia,
Golongan dan Penghasilan)
Variabel terikat : Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun
3.2.2 Definisi Operasional Variabel
Berdasarkan penelitian, adapun definisi operasional dalam penelitian ini,
diantaranya:
1. Kecemasan menghadapi masa pensiun merupakan suatu kekhawatiran pada
sesuatu yang tidak pasti dan tidak dapat diprediksi sebagai akibat datangnya
masa pensiun dengan segala akibatnya baik secara sosial, psikologis, maupun
fisiologis. Yang diukur menggunakan alat ukur kecemasan dari Haber dan
Runyon (1984).
2. Kecerdasan emosi merupakan kemampuan untuk mengenali perasaan kita
sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan
kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam
hubungan dengan orang lain. Yang diukur menggunakan alat ukur kecerdasan
emosi dari Goleman (2005).
3. Optimisme merupakan bahwa kegagalan hanyalah suatu kemunduran yang
bersifat sementara dan penyebabnya pun terbatas, mereka juga percaya bahwa
hal tersebut muncul bukan diakibatkan oleh faktor dari dalam dirinya,
44
melainkan diakibatkan oleh faktor luar. Yang diukur menggunakan alat ukur
optimism dari Mc.Ginnis (dalam Novia, 2014)
4. Untuk variabel demografis berupa usia, golongan dan penghasilan didapat dari
pengisian data responden pada saat mengisi skala
3.3 Instrumen Pengumpulan Data
3.3.1 Teknik Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan data, peneliti menggunakan angket yaitu sejumlah
pernyataan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden
dalam arti pelaporan tentang dirinya. Terdiri dari isian biodata subjek penelitian
skala kecemasan menghadapi pensiun, skala kecerdasan emosi dan skala
optimisme.
3.3.2 Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen yang digunakan untuk melakukan pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah skala kecerdasan emosi, skala optimisme dan skala
kecemasan menghadapi pensiun yang berbentuk skala model Likert. Dalam
mengembangkan skala tersebut, peneliti menggunakan teori Goleman (1999)
untuk mengukur kecerdasan emosi, teori MC.Ginnis (dalam Novia, 2014) untuk
mengukur optimisme dan teori Haber dan Runyon (1984) untuk mengukur
kecemasan menghadapi pensiun.
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data menggunakan pernyataan
tertutup. Dimana pernyataan tertutup merupakan pernyataan yang pilihan
jawabanya tersedia, dengan cara memberikan tanda check list (√).
Pada penelitian ini, skala kecerdasan emosi, optimisme dan kecemasan
45
menghadapi pensiun menggunakan 4 pilihan jawaban yakni sebagai berikut :
1. Sangat Setuju (SS)
2. Setuju (S)
3. Tidak Setuju (TS)
4. Sangat Tidak Setuju (STS)
Adapun perolehan skor dari tem-item berdasarkan dari jawaban yang
dipilih sesuai dengan jenis pernyataan yakni favorable dan unfavorable.Untuk
jawaban favorable skornya bergerak dari kanan ke kiri (SS→S→TS→STS)
dengan nilai (1→2→3→4). Sedangkan untuk unfavorable cara skornya bergerak
sebaliknya dari kiri ke kanan (STS→TS→S→SS) dengan nilai (4→3→2→1).
Jika digambarkan dalam bentuk tabel, maka hasilnya sebagai berikut:
Tabel 3.1
Bobot Nilai Tiap Item
Kode Favorable Unfavorable
STS (sangat setuju) 1 4
TS (tidak setuju) 2 3
S (setuju) 3 2
SS (sangat setuju) 4 1
1. Kecemasan Menghadapi Pensiun
Skala kecemasan menghadapi pensiun ini, terdiri dari pernyataan-pernyataan
yang berkaitan dengan empat dimensi kecemasan menghadapi pensiun yaitu
kognitif, motorik, somatik dan afektif, yang terdiri dari pernyataan-pernyataan
favorable dan unfavorable. Berikut ini disajikan kisi-kisi skala kecemasan
menghadapi pensiun:
46
Tabel 3.2
Blue Print Skala Kecemasan Menghadapi Pensiun
No Dimensi Indikator Item
Jumlah Favo Unfavo
1. Kognitif Individu sulit berkonsentrasi
dalam mengambil keputusan
berbagai masalah yang
mungkin terjadi
1,11 6,14 4
Individu yang menimbulkan
kekhawatiran lebih lanjut
4 8 2
2 Motorik Perasaan individu yang tidak
menyenangkan yang muncul
dalam bentuk tingkah laku
2,12 10 3
3 Somatik Gangguan pada anggota
tubuh baik fisik ataupun
biologis
9,15 5 3
4 Afektif Individu yang mengalami
keadaan gelisah dan khawatir
tentang suatu bahaya yang
akan terjadi
7 3,13 3
Jumlah 8 7 15
Skala kecemasan menghadapi pensiun ini menyediakan empat respon
jawaban dimana masing-masing jawaban menunjukkan kesesuaian pernyataan
yang diberikan dengan keadaan yang dirasakan responden. Pilihan jawaban
tersebut adalah sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju
(STS). Setiap pernyataan jawaban dari pernyataan favorable diberi skor 4 = sangat
setuju, 3 = setuju, 2 = tidak setuju, 1 = sangat tidak setuju. Sementara untuk
pernyataan unfavorable skor jawaban dari pernyataan diberikan skor sebaliknya.
2. Kecerdasan Emosi
Skala kecerdasan emosi, terdiri dari pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan
lima dimensi kecerdasan emosi yaitu kesadaran diri, pengelolaan emosi, motivasi
diri, empati dan hubungan interpersonal. Berikut ini disajikan kisi-kisi skala
kecerdasan emosi.
Tabel 3.3
Blue Print Skala Kecerdasan Emosi
47
No Dimensi Indikator Item Jumlah
Favo Unfavo
1 Kesadaran
Diri
Mengenali emosi diri 1,15 18 3
Mengetahui keterbatasan
diri 6 3 2
Keyakinan akan
kemampuan diri sendiri 11,27 21 3
2 Pengelolaan
Emosi
Menahan emosi terhadap
dorongan negative 2 16
2
Bertanggung jawab atas
kinerja pribadi 24 8,28 3
3 Motivasi Diri
Mempunyai dorongan
untuk berprestasi 4,17 26 3
Memiliki semangat untuk
melakukan suatu aktivitas 22 12 2
Percaya diri 14 19 2
4 Empati
Kemampuan untuk
mengerti perasaan dan
kebutuhan orang lain
25 5,29 3
Mempunyai kesadaran
akan kepentingan orang
lain
7 13 2
5 Hubungan
Interpersonal
Kemampuan memahami
orang lain 20,30 10 3
Memelihara hubungan
kita dengan orang lain 9 23 2
Jumlah 16 14 30
Skala kecerdasan emosi ini menyediakan empat respon jawaban dimana
masing-masing jawaban menunjukkan kesesuaian pernyataan yang diberikan
dengan keadaan yang dirasakan responden. Pilihan jawaban tersebut adalah sangat
setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS). Setiap
pernyataan jawaban dari pernyataan favorable diberi skor 4 = sangat setuju, 3 =
setuju, 2 = tidak setuju, 1 = sangat tidak setuju. Sementara untuk pernyataan
unfavorable skor jawaban dari pernyataan diberikan skor sebaliknya.
3. Optimisme
Skala optimisme ini, terdiri dari pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan
dimensi optimisme. Berikut ini disajikan kisi-kisi skala optimisme.
48
Tabel 3.4
Blue print skala Optimisme
No Dimensi Indikator Item
Jumlah Favo Unfavo
Optimisme
Mempunyai harapan masa depan
1 16 2
Mempunyai keyakinan untuk maju
13 4 2
Tidak mudah menyerah
7 24 2
Mempunyai semangat untuk berkembang
15 9 2
Mampu berpikir rasional
19 2 2
Mampu mengelola masalah
5 21 2
Mempunyai tujuan hidup
17 11 2
Mampu menerima keadaan pensiun
23 14 2
Mempunyai penghargaan diri
3 20 2
Percaya dengan kemampuan sendiri
12 22 2
Menyukai dengan diri sendiri
10 6 2
Mampu mengendalikan perasaan
8 18 2
Jumlah 12 12 24
Skala optimisme ini menyediakan empat respon jawaban dimana masing-
masing jawaban menunjukkan kesesuaian pernyataan yang diberikan dengan
keadaan yang dirasakan responden. Pilihan jawaban tersebut adalah sangat setuju
(SS), setuju (S), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS). Setiap pernyataan
jawaban dari pernyataan favorable diberi skor 4 = sangat setuju, 3 = setuju, 2 =
tidak setuju, 1 = sangat tidak setuju. Sementara untuk pernyataan unfavorable
skor jawaban dari pernyataan diberikan skor sebaliknya.
49
3.4 Uji Validitas Konstruk
Untuk menguji validitas konstruk tiap item dalam penelitian ini, digunakan
Pearson Product Moment dengan software SPSS 20.0 dan Confirmatory Factor
Analysis (CFA) dengan software Lisrel 8.70. Adapun langkah yang dilakukan
sebgai berikut Umar (2010):
1. Dilakukan uji CFA dengan model undimensional (satu faktor) dan dlihat nilai
Chi-Square yang dihaslkan. Jika nilai Chi-Square tidak signifikan (sig>0.05)
berarti semua item telah mengukur sesuai dengan yang diteorikan, yaitu hanya
mengukur satu faktor saja. Jika ini terjadi maka analisis dilanjutkan ke
langkah ketiga, yaitu melihat muatan faktor pada masing-masing item. Namun
jika nila Chi-Square signifikan (sig < 0.05), maka diperlukan modifikasi
terhadap model pengukuran yang diuji langkah kedua ini.
2. Jika nilai Chi-Square signifikan, maka dilakukan modifikasi model
pengukuran dengan cara mangestimasi antar kesalah pengukuran pada
beberapa item yang mungkin bersifat multidimensional. Ini berarti bahwa
selain suatu item mengukur konstruk yang seharusnya diukur (sesuai teori),
juga dapat dilihat apakah item tersebut mengukur hal yang lain (mengukur
lebih dari satu hal). Jika setelah beberapa kesalahan pengukuran dibebaskan
untuk saling berkorelasi dan akhirnya diperoleh model fit, maka model
terakhir inilah yang digunakan pada langkah selanjutnya.
3. Setelah diperoleh model pengukuran yang fit (undimensional) maka dilihat
apakah ada item yang muatan faktornya negative. Jika ada, item tersebut harus
di buang atau tidak diikutsertakan dalam analisis perhitungan faktor skor.
4. Dengan menggunakan SPSS dan model undimensional (satu faktor) kemudian
dihitung (destimasi) nilai skor faktor (true score) bagi setiap orang untuk
50
variabel yang bersangkutan. Dalam hal ini yang dianalisis faktor hanya item
yang baik saja (tidak dibuang).
Umar (2010) menyebutkan bahwa criteria item yang baik pada CFA
adalah:
1. Melihat signifikan tidaknya item tersebut mengukur faktornya dengan melihat
nilai t bagi koefisien muatan faktor item. Perbandingannya adalah t >1.96
maka item tersebut signifikan dan sebaliknya. Apabila item tersebut signifikan
maka item tidak akan dibuang, dan sebaliknya.
2. Melihat koefisien muatan faktor dari item. Jika item tersebut sudah discoring
dengan favorable (pada skala Likert1-4), maka nilai koefisien muatan faktor
pada item harus bermuatan positif, dan sebaliknya. Apabila item tersebut
favorable, namun koefisien muatan faktor item bernilai negatif maka item
tersebut akan dibuang.
3. Terakhir, apabila kesalahan pengukuran item terlalu banyak berkorelasi, maka
item tersebut akan dibuang. Karena, yang demikian selain mengukur apa yang
hendak diukur, ia juga mengukur hal lain.
3.4.1 Uji Validitas Konstruk Kecemasan Menghadapi Pensiun
Dalam hal ini peneliti menguji apakah 15 item yang ada bersifat unidimnesional,
artinya benar hanya mengukur. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan
model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 172.33, df = 90, P-
Value = 0.00000, RMSEA = 0.081. Oleh sebab itu, penulis melakukan modifikasi
terhadap model sebanyak 4 kali modifikasi, dimana kesalahan pengukuran pada
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya. Maka diperoleh model
fit seperti gambar 3.1 di bawah ini:
51
Gambar 3.1 Analisis Faktor Konfirmatorik dari Dimensi Kecemasan Menghadapi
Pensiun
Setelah dilakukan modifikasi terhadap model maka menghasilkan nilai Chi-
Square = 95.63, df = 86, P-Value = 0.22391, RMSEA = 0.028. Nilai Chi-Square
menghasilkan P-Value > 0,05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu
faktor (unidimensional) dapat diterima, maka seluruh item mengukur satu faktor
saja yaitu kecemasan menghadapi pensiun. Selanjutnya, penulis melihat apakah
item tersebut signifikan mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus
menentukan apakah item tersebut perlu di drop atau tidak. Maka dilakukan
pengujian hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor item. Pengujiannya
52
dilakukan dengan melihat nilai t dari setiap koefisien muatan faktor, seperti pada
tabel berikut :
Tabel 3.5
Muatan Faktor Item Kecemasan Menghadapi Pensiun
No Koefisien Standar error Nilai t Signifikan 1 0.82 0.12 6.73 V 2 0.75 0.12 6.07 V 3 0.66 0.13 5.22 V 4 0.78 0.12 6.33 V 5 0.69 0.12 5.56 V 6 0.69 0.13 5.49 V 7 0.57 0.13 4.46 V 8 0.47 0.13 3.60 V 9 0.59 0.13 4.61 V 10 0.51 0.13 3.99 V 11 0.45 0.13 3.46 V 12 0.53 0.13 4.12 V 13 0.49 0.13 3.83 V 14 0.73 0.12 5.90 V 15 0.63 0.13 4.96 V
Keterangan: V = Signifikan (t > 1.96); X = Tidak Signifikan
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa t-value pada muatan faktor item dinyatakan
signifikan karena memiliki nilai t >1,96. Dengan demikian dinyatakan seluruh
muatan item kecemasan menghadapi pensiun dinyatakan valid.
3.4.2 Uji Validitas Konstruk Kecerdasan Emosi
1. Dimensi Kesadaran Diri
Dalam hal ini peneliti menguji apakah 8 item yang ada bersifat unidimnesional,
artinya benar hanya mengukur kesadaran diri. Dari hasil analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square =
134.71, df = 20, P-Value = 0.00000, RMSEA = 0.202. Oleh sebab itu, penulis
melakukan modifikasi terhadap model sebanyak 7 kali modifikasi, dimana
kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama
lainnya. Maka diperoleh model fit seperti gambar 3.2 di bawah ini:
53
Gambar 3.2 Analisis Faktor Konfirmatorik dari Dimensi Kesadaran Diri
Setelah dilakukan modifikasi terhadap model maka menghasilkan nilai
nilai Chi-Square = 19.63, df = 13, P-Value = 0.10473, RMSEA = 0.060. Nilai
Chi-Square menghasilkan P-Value > 0,05 (tidak signifikan), yang artinya model
dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, maka seluruh item mengukur
satu faktor saja yaitu kesadaran diri. Selanjutnya, penulis melihat apakah item
tersebut signifikan mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan
apakah item tersebut perlu di drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis
nihil tentang koefisien muatan faktor item. Pengujiannya dilakukan dengan
melihat nilai t dari setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel berikut:
Tabel 3.6
Muatan Faktor Item Kesadaran Diri
54
No Koefisien Standar error Nilai t Signifikan
1 0.62 0.08 7.92 V 3 0.57 0.08 7.10 V 6 0.58 0.08 7.23 V 11 0.43 0.08 5.14 V 15 -0.15 0.09 -1.71 X 18 0.71 0.08 9.50 V 21 0.74 0.07 10.00 V 27 0.95 0.07 14.38 V
Keterangan: V = Signifikan (t > 1.96); X = Tidak Signifikan
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa t-value bagi koefisien muatan faktor
item nomor 15 tidak signifikan karena memiliki nilai t < 1.96, sedangkan muatan
faktor item lainnya signifikan karena t > 1,96. Dengan demikian item nomor 15
tidak dipergunakan.
2. Dimensi Pengelolaan Emosi
Dalam hal ini peneliti menguji apakah 5 item yang ada bersifat unidimnesional,
artinya benar hanya mengukur pengelolaan emosi. Dari hasil analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square =
161.80, df = 5, P-Value = 0.00000, RMSEA = 0.472. Oleh sebab itu, penulis
melakukan modifikasi terhadap model sebanyak 1 kali modifikasi, dimana
kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama
lainnya. Maka diperoleh model fit seperti gambar 3.3 di bawah ini:
Gambar 3.3 Analisis Faktor Konfirmatorik dari Dimensi Pengelolaan Emosi
55
Setelah dilakukan modifikasi terhadap model maka menghasilkan nilai
Chi-Square = 5.82, df = 4, P-Value = 0.21295, RMSEA = 0.057. Nilai Chi-Square
menghasilkan P-Value > 0,05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu
faktor (unidimensional) dapat diterima, maka seluruh item mengukur satu faktor
saja yaitu pengelolaan emosi. Selanjutnya, penulis melihat apakah item tersebut
signifikan mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah
item tersebut perlu di drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nihil
tentang koefisien muatan faktor item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai t dari setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel berikut:
Tabel 3.7
Muatan Faktor Item Pengelolaan Emosi
No Koefisien Standar error Nilai t Signifikan 2 0.95 0.07 13.84 V 8 0.26 0.09 3.01 V 16 0.90 0.07 12.85 V 24 0.52 0.08 6.41 V 28 0.46 0.08 5.65 V
Keterangan: V = Signifikan (t > 1.96); X = Tidak Signifikan
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa t-value pada muatan faktor item
dinyatakan signifikan karena memiliki nilai t > 1,96. Dengan demikian dinyatakan
seluruh muatan item pengelolaan emosi dinyatakan valid.
3. Dimensi Motivasi Diri
Dalam hal ini peneliti menguji apakah 7 item yang ada bersifat unidimnesional,
artinya benar hanya mengukur motivasi diri. Dari hasil analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 89.71,
df = 14, P-Value = 0.00000, RMSEA = 0.196. Oleh sebab itu, penulis melakukan
modifikasi terhadap model sebanyak 4 kali modifikasi, dimana kesalahan
pengukuran pada seperti gambar 3.4 di bawah ini:
56
Gambar 3.4 Analisis Faktor Konfirmatorik dari Dimensi Motivasi Diri
Setelah dilakukan modifikasi terhadap model maka menghasilkan nilai
Chi-Square = 11.56, df = 10, P-Value = 0.31531, RMSEA = 0.033. Nilai Chi-
Squaremenghasilkan P-Value > 0,05 (tidak signifikan), yang artinya model
dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, maka seluruh item mengukur
satu faktor saja yaitu motivasi diri. Selanjutnya, penulis melihat apakah item
tersebut signifikan mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan
apakah item tersebut perlu di drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis
nihil tentang koefisien muatan faktor item. Pengujiannya dilakukan dengan
melihat nilai t dari setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel berikut:
Tabel 3.8
Muatan Faktor Item Motivasi Diri No Koefisien Standar error Nilai t Signifikan 4 0.67 0.08 5.56 V 12 0.68 0.08 8.75 V 17 0.78 0.07 10.52 V 19 0.86 0.07 12.28 V 22 0.40 0.09 4.68 V 26 0.44 0.08 5.21 V
Keterangan: V = Signifikan (t > 1.96); X = Tidak Signifikan
57
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa t-value pada muatan faktor item
dinyatakan signifikan karena memiliki nilai t > 1,96. Dengan demikian dinyatakan
seluruh muatan item motivasi diri dinyatakan valid.
4. Dimensi Empati
Dalam hal ini peneliti menguji apakah 5 item yang ada bersifat unidimnesional,
artinya benar hanya mengukur empati. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan
dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 23.27, df = 5, P-
Value = 0.00030, RMSEA = 0.161. Oleh sebab itu, penulis melakukan modifikasi
terhadap model sebanyak 1 kali modifikasi, dimana kesalahan pengukuran pada
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya. Maka diperoleh model
fit seperti gambar 3.5 di bawah ini:
Gambar 3.5 Analisis Faktor Konfirmatorik dari Dimensi Empati
Setelah dilakukan modifikasi terhadap model maka menghasilkan nilai
Chi-Square = 8.15, df = 4, P-Value = 0.08636, RMSEA = 0.086. Nilai Chi-
Squaremenghasilkan P-Value > 0,05 (tidak signifikan), yang artinya model
dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, maka seluruh item mengukur
58
satu faktor saja yaitu empati. Selanjutnya, penulis melihat apakah item tersebut
signifikan mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah
item tersebut perlu di drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nihil
tentang koefisien muatan faktor item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai t dari setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel berikut:
Tabel 3.9
Muatan Faktor Item Empati No Koefisien Standar error Nilai t Signifikan 5 0.91 0.07 13.87 V 7 0.68 0.07 9.24 V 13 1.03 0.06 17.38 V 25 0.06 0.08 0.78 X 29 0.65 0.07 8.78 V
Keterangan: V = Signifikan (t > 1.96); X = Tidak Signifikan
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa t-value bagi koefisien muatan faktor
item nomor 25 tidak signifikan karena memiliki nilai t < 1.96, sedangkan muatan
faktor item lainnya signifikan karena t >1,96. Dengan demikian item nomor 25
tidak dipergunakan.
5. Dimensi Hubungan Interpersonal
Dalam hal ini peneliti menguji apakah 5 item yang ada bersifat unidimnesional,
artinya benar hanya mengukur hubungan interpersonal. Dari hasil analisis CFA
yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square =
97.10, df = 5, P-Value = 0.00000, RMSEA = 0.361. Oleh sebab itu, penulis
melakukan modifikasi terhadap model sebanyak 3 kali modifikasi, dimana
kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama
lainnya. Maka diperoleh model fit seperti gambar 3.6 di bawah ini:
59
Gambar 3.6 Analisis Faktor Konfirmatorik dari Dimensi Hubungan Interpersonal
Setelah dilakukan modifikasi terhadap model maka menghasilkan nilai
Chi-Square = 0.50, df = 2, P-Value = 0.77687, RMSEA = 0.000. Nilai Chi-
Squaremenghasilkan P-Value > 0,05 (tidak signifikan), yang artinya model
dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, maka seluruh item mengukur
satu faktor saja yaitu hubungan interpersonal. Selanjutnya, penulis melihat apakah
item tersebut signifikan mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus
menentukan apakah item tersebut perlu di drop atau tidak. Maka dilakukan
pengujian hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor item. Pengujiannya
dilakukan dengan melihat nilai t dari setiap koefisien muatan faktor, seperti pada
tabel berikut:
Tabel 3.10
Muatan Faktor Item Hubungan Interpersonal No Koefisien Standar error Nilai t Signifikan 9 0.55 0.08 7.03 V 10 0.68 0.08 9.06 V 20 1.03 0.06 16.02 V 23 0.74 0.07 9.91 V 30 0.19 0.08 2.36 V
Keterangan: V = Signifikan (t > 1.96); X = Tidak Signifikan
60
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa t-value pada muatan faktor item
dinyatakan signifikan karena memiliki nilai t > 1,96. Dengan demikian dinyatakan
seluruh muatan item hubungan interpersonal diri dinyatakan valid.
3.4.3 Uji Validitas Konstruk Optimisme
Dalam hal ini peneliti menguji apakah 24 item yang ada bersifat unidimnesional,
artinya benar hanya mengukur optimisme. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan
dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 1330.63, df =
252, P-Value = 0.00000, RMSEA = 0.174. Oleh sebab itu, penulis melakukan
modifikasi terhadap model sebanyak 89 kali modifikasi, dimana kesalahan
pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya.
Gambar 3.7 Analisis Faktor Konfirmatorik dari Dimensi Optimisme
61
Setelah dilakukan modifikasi terhadap model maka menghasilkan nilai
nilai Chi-Square = 189.60, df = 163, P-Value = 0.07544, RMSEA = 0.034. Nilai
Chi-Square menghasilkan P-Value > 0,05 (tidak signifikan), yang artinya model
dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, maka seluruh item mengukur
satu faktor saja yaitu optimisme. Selanjutnya, penulis melihat apakah item
tersebut signifikan mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan
apakah item tersebut perlu di drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis
nihil tentang koefisien muatan faktor item. Pengujiannya dilakukan dengan
melihat nilai t dari setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel berikut:
Tabel 3.11
Muatan Faktor Item Optimisme
No Koefisien Standar error Nilai t Signifikan 1 0. 62 0.08 7.54 V 2 0.60 0.08 7.14 V 3 0.58 0.08 6.90 V 4 0.56 0.08 6.61 V 5 0.51 0.09 5.95 V 6 0.56 0.08 6.56 V 7 0.61 0.08 7.38 V 8 0.48 0.09 5.56 V 9 0.53 0.09 6.17 V 10 0.63 0.08 7.58 V 11 0.57 0.08 6.71 V 12 0.65 0.08 7.86 V 13 0.54 0.09 6.32 V 14 0.73 0.08 9.18 V 15 0.68 0.08 8.44 V 16 0.46 0.09 5.22 V 17 0.59 0.08 6.99 V 18 0.58 0.08 6.89 V 19 0.57 0.08 6.70 V 20 0.71 0.08 8.86 V 21 0.41 0.09 4.64 V 22 0.71 0.08 8.81 V 23 0.44 0.09 5.07 V 24 0.74 0.08 9.39 V
Keterangan: V = Signifikan (t > 1.96); X = Tidak Signifikan
62
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa t-value pada muatan faktor item
dinyatakan signifikan karena memiliki nilai t >1,96. Dengan demikian dinyatakan
seluruh muatan item tuntutan waktu organisasi dinyatakan valid.
Langkah terakhir yaitu item-item kualitas pelayanan dan loyalitas
pelanggan yang tidak didrop dihitung skor faktornya. Skor faktor dihitung untuk
menghindari estimasi bias dari kesalahan pengukuran. Jadi, penghitungan skor
faktor pada tiap variabel tidak menjumlahkan item-item seperti pada umumnya,
tetapi dihitung dengan menggunakan principal component, skor ini disebut true
score. Item-item yang dianalisis oleh principal components adalah item yang
bermuatan positif dan signifikan. Adapun true score yang dihasilkan oleh
principal components satuannya berbentuk Zscore. Untuk mempermudah
melihatnya, penulis menggunakan rumus di bawah ini:
Setelah dipaparkan skor faktor yang telah diubah menjadi Tscore, nilai baku
inilah yang akan dianalisis dalam uji hipotesis korelasi dan regresi. Perlu dicatat
bahwa hal yang sama juga berlaku untuk semua variabel pada penelitian ini.
3.5 Teknik Analisis Data
Pada penelitian ini, Untuk menjawab hipotesis yang telah diajukan pada bab
sebelumnya, penulis menggunakan teknik analisis regresi berganda. Adapun
persamaan umum analisa regresi berganda ini adalah:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8 + b9X9 +
Keterangan:
Y = Dependent variable (DV) yang dalam hal ini Kecemasan Menghadapi
Pensiun
a = Intercept / konstan
b = Koefisien regresi
X1 = Kesadaran Diri
Tscore = (10 x skor faktor) + 50
63
X2 = Pengelolaan Emosi
X3 = Motivasi Diri
X4 = Empati
X5 = Hubungan Interpersonal
X6 = Optimisme
X7 = Usia
X8 = Golongan
X9 = Penghasilan
e = Standard Error
Dalam penelitian ini, penghitungan statistik dilakukan dengan
menggunakan sistem komputerisasi program SPSS versi 20.00. Yang pertama
dilakukan adalah menjelaskan gambaran umum dari responden. Yang kedua,
melakukan kategorisasi skor pada masing-masing variabel dalam penelitian.
Dimana, penentuan kategorisasi skor untuk melihat seberapa besar pada masing-
masing variabel penelitian.
Kemudian melakukan pengujian hipotesis penelitian dengan melihat
koefisien regresi pada keseluruhan variabel penelitian terhadap kecemasan
menghadapi pensiun. Jika hasil koefisien regresi pada masing-masing variabel
penelitian lebih besar dari nilai signifikan (p > 0,05), maka tidak signifikan. Akan
tetapi, jika hasil perhitungannya lebih kecil nilai signifikan (P < 0,05), maka
signifikan. Setelah diperoleh hasil dari pengujian hipotesis, peneliti ingin melihat
seberapa besar kontribusi pada masing-masing variabel penelitian terhadap
kecemasan menghadapi pensiun.
Melalui regresi berganda ini dapat diperoleh nilai R, yaitu koefisien
korelasi berganda antara kecemasan menghadapi pensiun dengan kecerdasan
emosi dan optimisme. Besarnya kecemasan menghadapi pensiun yang disebabkan
64
oleh faktor-faktor yang telah disebutkan tadi ditunjukkan oleh koefisien
determinasi berganda atau R2. R
2merupakan proporsi varians dari kecemasan
menghadapi pensiun yang dijelaskan oleh kecerdasan emosi dan optimisme.
Untuk mendapatkan nilai R2, digunakan rumusan sebagai berikut (Kerlinger,
2000):
Uji R
2 diuji untuk membuktikan apakah penambahan varians dari
independent variable satu persatu signifikan atau tidak penambahannya. Untuk
membuktikan apakah regresi X pada Y signifikan atau tidak, maka dapat diuji
dengan menggunakan uji F, untuk membuktikan hal tersebut dengan
menggunakan rumus F (Kerlinger, 2000:949), yaitu sebagai berikut:
Keterangan:
R2 = Proporsi varians
k = Jumlah independent variable
N = Jumlah sampel
Pembagian disini adalah R2itu sendiri dengan df nya (yaitu k), ialah
jumlah independent variable yang ada di dalam persamaan, sedangkan
penyebutannya (1 – R2) dibagi dengan N – k – 1 dimana N adalah jumlah sampel.
Dari hasil uji F yang dilakukan nantinya, dapat dilihat apakah variabel-variabel
independen yang diujikan memiliki pengaruh terhadap dependent variable.
Kemudian untuk menguji apakah pengaruh yang diberikan variabel-
variabel independent signifikan terhadap dependent variable, maka penulis
65
melakukan uji t (Kerlinger, 2000). Uji t akan dilakukan sesuai dengan variabel
yang dianalisis. Uji t yang dilakukan menggunakan rumus sebagai berikut:
Dimana b adalah koefisien regresi dan Sb adalah standar deviasi sampling
dari koefisien b. Selama uji t, penulis akan menulis R2, signifikan tidaknya
dilakukan dengan menggunakan rumus yang telah dijelaskan sebelumnya. Seluruh
perhitungan penelitian ini dilakukan dengan menggunakan software SPSS 20.0.
3.6 Prosedur penelitian
Penelitian ini berjalan dengan melalui empat tahapan prosedur penelitian, yaitu
tahap persiapan, pengambilan data, serta pengolahan data.
1. Tahap Persiapan Penelitian
Dimulai dengan perumusan masalah, menentukan variabel yang akan diteliti,
melakukan kajian teori untuk mendapatkan gambaran, dan penjelasan yang
tepat mengenai variabel penelitian. Kemudian menentukan, menyusun, dan
menyiapkan alat ukur yang akan digunakan, yaitu skala kecerdasan emosi,
optimism, demografi dan kecemasan menghadapi pensiun.
2. Tahap Pengambilan data
Peneliti melakukan pengambilan data penelitian dengan memberikan
instrument yang telah dipersiapkan kepada subjek penelitian. Pengumpulan
data dilakukan pada Bapak/Ibu di Instansi Direktorat Jenderal HKI yang
berperan ganda.
3. Pengolahan data
Setelah data terkumpul, peneliti melakukan pengolahan data dari hasil
instrument penelitian yang telah diisi oleh responden. Melakukan penilaian dari
hasil jawaban responden pada skala kecerdasan emosi, optimism, demografi
66
dan kecemasan menghadapi pensiun. Melakukan analisa data dengan
menggunakan program SPSS versi 20.0 for windows untuk menguji hipotesis
dan regresi antar variabel penelitian.
67
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Dalam bab hasil penelitian ini akan dibahas mengenai gambaran subjek penelitian,
deskripsi statistik, kategorisasi variabel penelitian dan pengujian hipotesis
penelitian.
4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah pegawai Direktorat Jendral Hak Kekayaan
Intelektual di Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Gambaran umum subjek penelitian ini diuraikan secara rinci di bawah ini yaitu
berdasarkan usia, golongan dan penghasilan. Untuk sampel pada subjek penelitian
dapat dilihat dalam tabel 4.1 di bawah ini.
Tabel 4.1 Tabel Sampel Subjek Penelitian Usia Banyaknya Persentase 50 – 54 Tahun 129 91% > 55 Tahun 13 9%
Jumlah 142 100%
Golongan Banyaknya Persentase 3A – 3D 26 20% 4A – 4D 56 39% 5A – 5D 57 41%
Jumlah 142 100%
Penghasilan Banyaknya Persentase 3 – 8 Juta 26 18% 9 – 14 Juta 61 43% > 15 juta 55 39% Jumlah 142 100%
Sumber: Data Diolah
Dari hasil data responden yang diterima, data responden menurut usia, disini
terlihat bahwa responden dengan usia 50 – 54 tahun sebanyak 129 responden dari
142 responden atau sebesar 92% dan responden yang memilikiusia di atas 55
68
tahun sebanyak 13 responden dari 142 responden atau sebesar 9% Sedangkan
berdasarkan golongan terlihat responden yang memiliki golongan 3A – 3D
sebanyak 26 responden dari 142 responden atau sebesar 20%, responden yang
memiliki golongan 4A – 4D sebanyak 56 responden dari 142 responnden atau
sebesar 39%, responden yang memiliki golongan 5A – 5D sebanyak 57 responden
dari 142 responnden atau sebesar 41%, Sedangkan berdasarkan penghasilan
terlihat responden yang memiliki penghasilan 3 – 8 Juta sebanyak 26 responden
dari 142 responnden atau sebesar 18%, responden yang memiliki penghasilan 9 –
14 Juta sebanyak 61 responden dari 142 responnden atau sebesar 43%, responden
yang memiliki penghasilan > 15 Juta sebanyak 55 responden dari 142 responnden
atau sebesar 39%.
4.2 Analisis Deskriptif
Skor yang digunakan dalam analisis statistik pada penelitian ini adalah skor murni
(t-score) yang merupakan hasil proses konversi dari raw score. Proses ini
dilakukan untuk memudahkan dalam melakukan perbandingan antar skor hasil
penelitian variabel-variabel yang diteliti, dengan demikian semua raw score pada
setiap variabel harus diletakkan pada skala yang sama. Hal ini dilakukan dengan
mentransformasikan raw score menjadi Z-score, agar nilai Z score menjadi positif
perlu dilakukan perhitungan t-score = 50 + 10*Z.
Untuk menjelaskan gambaran umum deskripsi statistik dari variabel-
variabel yang diteliti, indeks yang dijadikan acuan dalam perhitungan ini adalah
skor mean, standar deviasi, minimum dan maksimum dari setiap variabel
penelitian. Skor tersebut disajikan dalam tabel berikut ini:
69
Tabel 4.2
Deskripsi Statistik Variabel Penelitian
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Kecemasan
Kesadaran Diri
Pengelolaan Emosi
Motivasi Diri
Empati
Hubungan Interpersonal
Optimisme
Demografis
Valid N (Listwise)
142
142
142
142
142
142
142
142
142
28
31
32
29
30
31
27
33
67
70
63
66
60
65
66
61
50,00
50,00
50,00
50,00
50,00
50,00
50,00
50,00
9,470
8,829
9,657
9,174
9,022
9,195
9,619
8,945
Sumber: Data Diolah
Dari table di atas dapat dilihat bahwa skor kecemasan terendah adalah 28
dan skor tertinggi adalah 67 dengan standar deviasi 9,470. skor kesadaran diri
terendah adalah 31 dan skor tertinggi adalah 70 dengan standar deviasi 8,829.
Skor pengelolaan emosi terendah adalah 32 dan skor tertinggi adalah 63 dengan
standar deviasi 9,657. Skor motivasi diri terendah adalah 29 dan skor tertinggi
adalah 66 dengan standar deviasi 9,174. Skor empati terendah adalah 30 dan skor
tertinggi adalah 60 dengan standar deviasi 9,022. Skor hubungan interprsonal
terendah adalah 31 dan skor tertinggi adalah 65 dengan standar deviasi 9,195.
Skor optimisme terendah adalah 27 dan skor tertinggi adalah 66 dengan standar
deviasi 9,619. Skor demografis terendah adalah 33 dan skor tertinggi adalah 61
dengan standar deviasi 8,945. Data skor kecemasan, kesadaran diri, pengelolaan
emosi, motivasi diri, empati, hubungan interpersonal, optimism dan demografis
diperoleh melalui kuesioner yang didistribusikan oleh peneliti kepada responden.
70
4.3 Kategorisasi Variabel Penelitian
Kategorisasi variabel bertujuan untuk menempatkan individu ke dalam kelompok-
kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasarkan
atribut yang diukur. Kontinum jenjang ini contohnya adalah dari rendah ke tinggi
yang akan peneliti gunakan dalam kategorisasi variabel penelitian. Sebelum
mengkategorisasikan skor masing-masing variabel berdasarkan tingkat rendah dan
tinggi, penulis terlebih dahulu menetapkan norma seperti tertera pada tabel 4.3
berikut:
Tabel 4.3
Norma Skor Kategorisasi
Norma Kategorosasi
X < Mean Rendah
X > Mean Tinggi
Sumber: Data Diolah
Berdasarkan norma kategorisasi tersebut, diperoleh persentase kategori
untuk variabel kecemasan menghadapi pensiun, kecerdasan emosi (kesadaran
diri, pengelolaan emosi, motivasi diri, empati, hubungan interpersonal),
optimisme dan demografi. Seperti pada tabel 4.4 di bawah ini
Tabel 4.4 Kategorisasi Skor Kecemasan, Kesadaran diri, Pengelolaan emosi, Motivasi diri,
Empati, Hubungan Interpersonal, Optimisme, dan Demografis.
No Variabel Rendah Tinggi Total N % N % N %
1 Kecemasan 60 42,3 82 57,7 142 100 2 Kesadaran diri 81 57,0 61 43,0 142 100 3 Pengelolaan emosi 93 65,5 49 34,5 142 100 4 Motivasi diri 67 47,2 75 52,8 142 100 5 Empati 49 34,5 93 65,5 142 100 6 Hubungan interpersonal 73 51,4 69 48,9 142 100 7 Optimisme 59 41,5 83 58,5 142 100 8 Demografis 76 53,5 66 46,5 142 100
Penjelasan berdasarkan tabel kategorisasi pada tabel 4.4 adalah sebagai berikut :
71
a. Sebanyak 60 orang (42,3%) responden memiliki kecemasan menghadapi
pensiun yang rendah, sementara 82 orang lainnya (57,7%) memiliki
kecemasan menghadapi pensiun yang tinggi. Dengan kata lain, responden
mayoritas memiliki kecemasan menghadapi pensiun yang tinggi yaitu 57,7%.
b. Berdasarkan data hasil kategorisasi kesadaran diri bahwa responden yang
memiliki skor rendah pada variabel kesadaran diri sebanyak 81 orang atau
57,0% dan responden yang memiliki skor tinggi sebanyak 61 orang atau
43,0%. Dengan kata lain, responden mayoritas memiliki kesadaran diri yang
rendah yaitu 57,0%.
c. Berdasarkan data hasil kategorisasi pengelolaan emosi bahwa responden yang
memiliki skor rendah pada variabel pengelolaan emosi sebanyak 93 orang
atau 65,5% dan responden yang memiliki skor tinggi sebanyak 49 orang atau
34,5%. Responden yang memiliki pengelolaan emosi yang tinggi yaitu
34,5%.
d. Berdasarkan data hasil kategorisasi motivasi diri bahwa responden yang
memiliki skor rendah pada variabel motivasi diri ada 67 orang atau 47,2%
dan responden yang memiliki skor tinggi sebanyak 75 orang atau 52,8 %.
Responden yang memiliki motivasi diri pada kategori tinggi lebih banyak
dibandingkan pada kategori rendah.
e. Berdasarkan data hasil kategorisasi empati bahwa responden yang memiliki
skor rendah pada variabel empati sebanyak 49 orang atau 34,5 % dan
responden yang memiliki skor tinggi sebanyak 93 orang atau 65,5%.
Responden yang memiliki empati pada kategori tinggi lebih banyak
dibandingkan pada kategori rendah.
72
f. Berdasarkan data hasil kategorisasi hubungan interpersonal bahwa responden
yang memiliki skor rendah pada variabel hubungan interpersonal sebanyak
73 orang atau 51,4% dan responden yang memiliki skor tinggi sebanyak 69
orang atau 48,9%.
g. Berdasarkan data hasil kategorisasi optimsime bahwa responden yang
memiliki skor rendah 59 orang atau 41,5% dan responden yang memiliki skor
tinggi sebanyak 83 orang atau 58,5 %. Responden yang memiliki optimism
yang mempengaruhi kecemasan lebih banyak jumlahnya.
h. Berdasarkan data hasil kategorisasi demografi bahwa responden yang
memiliki skor rendah 76 orang atau 53,5% dan responden yang memiliki skor
tinggi 66 orang atau 46,5%.
4.4 Uji Hipotesis
4.4.1 Analisis Regresi Variabel Penelitian
Pada tahapan ini penulis menguji hipotesis dengan teknik analisis regresi
berganda dengan menggunakan software SPSS 20. Dalam regresi ada tiga hal
yang dilihat yaitu melihat besaran R square untuk mengetahui berapa persen (%)
varians Variabel Dependent yang dijelaskan oleh Independent Variabel, kedua
apakah secara keseluruhan Independent Variabel berpengaruh secara signifikan
terhadap Variabel Dependent, kemudian terakhir melihat signfikan atau tidaknya
koefisien regresi dari masing-masing Independent Variabel.
Langkah pertama penulis melihat besaran R square untuk mengetahui
berapa persen (%) varians Variabel Dependent yang dijelaskan oleh Independent
Variabel. Besaran R square dapat dilihat pada tabel berikut:
73
Tabel 4.5
HasilUji R Square
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .761a .579 .550 6.34501
a. Predictors: (Constant), PENGHASILAN, USIA, MD, PE, EM, KD,
GOLONGAN, HI, OP
b. Dependent Variable: KC Sumber: Data Diolah
Dari hasil analisis tabel di atas dapat terlihat bahwa perolehan R square sebesar
0,579 atau 57,9% artinya proporsi varian dari kecemasan yang dijelaskan oleh
penghasilan, usia, motivasi diri, pengelolaan emosi, empati, kecerdasan diri,
golongan, hubungan interpersonal dan optimisme adalah sebesar 57,9%,
sedangkan (100 – 57,9 = 42,1%) sisanya dipengaruhi oleh variabel lain diluar
penelitian ini.
Langkah kedua yaitu menganalisis dampak dari penghasilan, usia,
motivasi diri, pengelolaan emosi, empati, kecerdasan diri, golongan, hubungan
interpersonal dan optimisme terhadap kecemasan menghadapi pensiun. Adapun
hasil uji F dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.6
Hasil Uji Anova
ANOVAa
Model Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
1
Regression 7313.117 9 812.569 20.183 .000b
Residual 5314.215 132 40.259
Total 12627.331 141
a. Dependent Variable: KC
b. Predictors: (Constant), PENGHASILAN, USIA, MD, PE, EM, KD,
GOLONGAN, HI, OP Sumber: Data Diolah
74
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai signifikansinya
adalah 0,000 (sig < 0,05), hal ini berarti bahwa hipotesis nihil yang menyatakan
tidak terdapat pengaruh yang signifikan seluruh penghasilan, usia, motivasi diri,
pengelolaan emosi, empati, kecerdasan diri, golongan, hubungan interpersonal
dan optimisme terhadap kecemasan ditolak. Maka dapat disimpulkan ada
pengaruh yang signifikan dimensi-dimensi kesadaran diri, pengelolaan emosi,
motivasi diri, empati, hubungan interpersonal, optimism, usia, golongan dan
penghasilan.
Langkah terakhir adalah melihat koefisien regresi masing-masing IV.
Adapun penyajiannya ditampilkan pada tabel berikut:
4.4.2 Hasil Uji Koefisien Regresi Berganda
Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh antara
variabel independen terhadap variabel dependen, adapun hasil uji regresi linier
berganda adalah sebagai berikut:
Tabel 4.7 Hasil Uji Koefisien Regresi Berganda
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) 14.833 4.692 3.161 .002 KD -.436 .089 -.404 -4.923 .000 PE -.130 .079 -.130 -1.639 .104 MD -.066 .088 -.064 -.753 .453 EM .221 .084 .210 2.631 .010 HI .280 .089 .272 3.142 .002 OP .691 .106 .697 6.522 .000 USIA .012 1.872 .000 .006 .995 GOLONGAN 5.528 .990 .441 5.585 .000 PENGHASILAN
-2.274 1.016 -.175 -2.238 .027
a. Dependent Variable: KC Sumber: Data Diolah
75
Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan persamaan regresi sebagai berikut:
Kecemasan = 14,833 - 0,436 *KD - 0,130 *PE - 0,066 *MD + 0,221 *EM +
0,280 *HI + 0,691 *OP + 0,012 *USIA + 5,528 *GOL - 2,274 *PH. Untuk
melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi yang dihasilkan pada tabel di
atas cukup dengan melihat nilai signifikan pada kolom yang paling kanan (kolom
sig.), jika sig < 0,05, maka koefisien regresi yang dihasilkan signifikan
pengaruhnya terhadap kecemasan dan sebaliknya.
Berdasarkan hasil di atas, koefisien regresi yang signifikanya berpengaruh
negatif yaitu kesadaran diri, empati, hubungan interpersonal, optimisme, golongan
dan penghasilan, sedangkan yang lainnya tidak signifikan. Hal ini berarti bahwa
dari sembilan hipotesis minor hanya terdapat enam hipotesis minor yang
signifikan. Penjelasan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh pada masing-
masing variabel independent adalah sebagai berikut:
1. Dimensi Kesadaran Diri
Diperoleh koefiensi regresi sebesar -0,436 dengan signifikansi sebesar 0,000
(Sig < 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa variabel kesadaran diri berpengaruh
signifikan dan negatif terhadap kecemasan menghadapi pensiun. Artinya
semakin tinggi kesadaran diri maka semakin rendah kecemasan menghadapi
pensiun.
2. Dimensi Pengelolaan Emosi
Diperoleh koefiensi regresi sebesar -0,130 dengan signifikansi sebesar 0,104
(Sig > 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa pengelolaan emosi tidak
berpengaruh signifikan dan negatif terhadap kecemasan menghadapi pensiun.
3. Dimensi Motivasi Diri
76
Diperoleh koefiensi regresi sebesar -0,066 dengan signifikansi sebesar 0,453
(Sig > 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa motivasi diri tidak berpengaruh
signifikan dan negatif terhadap kecemasan menghadapi pensiun.
4. Dimensi Empati
Diperoleh koefiensi regresi sebesar 0,221 dengan signifikansi 0,010 (Sig <
0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa variabel empati berpengaruh signifikan
dan positif terhadap kecemasan menghadapi pensiun.
5. Variabel Hubungan Interpersonal
Diperoleh koefiensi regresi sebesar 0,280 dengan signifikansi 0,002 (Sig <
0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa variabel hubungan interpersonal
berpengaruh signifikan dan positif terhadap kecemasan menghadapi pensiun.
6. Dimensi Optimisme
Diperoleh koefiensi regresi sebesar 0,691 dengan signifikansi 0,000 (Sig <
0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa variabel optimisme berpengaruh
signifikan dan positif terhadap kecemasan menghadapi pensiun.
7. Dimensi Usia
Diperoleh koefiensi regresi sebesar 0,012 dengan signifikansi 0,995 (Sig >
0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa variabel usia tidak berpengaruh signifikan
dan positif terhadap kecemasan menghadapi pensiun.
8. Dimensi Golongan
Diperoleh koefiensi regresi sebesar 5,528 dengan signifikansi 0,000 (Sig <
0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa variabel golongan berpengaruh signifikan
dan positif terhadap kecemasan menghadapi pensiun.
9. Dimensi Penghasilan
77
Diperoleh koefiensi regresi sebesar -2,274 dengan signifikansi 0,027 (Sig <
0,05). Hasil ini menunjukkan variabel penghasilan berpengaruh signifikan dan
negatif terhadap kecemasan menghadapi pensiun.
4.4.3 Pengujian Proporsi Dimensi Varian Variabel Independent
Selanjutnya adalah mengetahui besarnya proporsi varians dimensi dari masing-
masing Independent Variable terhadap kecemasan menghadapi pensiun.
Besarnyaproporsi varian masing-masing independent variable terhadap
kecemasan menghadapi pensiun dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.8 Hasil Uji Proporsi Dimensi Varian Model Summary
j
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate
Change Statistics R
Square Change
F Change
df1 df2 Sig. F Change
1 .267a .071 .064 9.15317 .071 10.719 1 140 .001
2 .381b .145 .133 8.81400 .074 11.982 1 139 .001
3 .481c .232 .215 8.38393 .087 15.626 1 138 .000
4 .583d .340 .321 7.79741 .108 22.542 1 137 .000
5 .592e .350 .326 7.76847 .010 2.022 1 136 .157
6 .682f .466 .442 7.06876 .116 29.257 1 135 .000
7 .683g .466 .439 7.09045 .001 .175 1 134 .676
8 .750h .563 .537 6.43989 .097 29.441 1 133 .000
9 .761i .579 .550 6.34501 .016 5.007 1 132 .027
a. Predictors: (Constant), KD b. Predictors: (Constant), KD, PE c. Predictors: (Constant), KD, PE, MD d. Predictors: (Constant), KD, PE, MD, EM e. Predictors: (Constant), KD, PE, MD, EM, HI f. Predictors: (Constant), KD, PE, MD, EM, HI, OP g. Predictors: (Constant), KD, PE, MD, EM, HI, OP, USIA h. Predictors: (Constant), KD, PE, MD, EM, HI, OP, USIA, GOLONGAN i. Predictors: (Constant), KD, PE, MD, EM, HI, OP, USIA, GOLONGAN, PENGHASILAN j. Dependent Variable: KC
Sumber: Data Diolah
Pada table di atas, kolom pertama adalah variabel bebas yang dianalisis secara
satu persatu, kolom kedua merupakan penambahan varians variabel terikat dari
tiap variabel bebas yang dianalisis satu per satu tersebut, kolom ketiga merupakan
78
nilai murni varians variabel terikat dari setiap variabel bebas yang dimasukkan
secara satu persatu, kolom keempat adalah nilai F hitung bagi variabel bebas yang
bersangkutan kolom df adalah derajat bebas bagi vaiabel bebas yang bersangkutan
pula, yang terdiri dari numerator dan denumerator, kolom F table adalah kolom
mengenai nilai variabel bebas pada table F dengan df yang telah ditentukan
sebelumnya, nilai kolom inilah yang akan dibandingkan dengan kolom nilai
Fhitung. Apabila nilai F hitung lebih besar dari F table, maka kolom selanjutnya
yaitu kolom signifikansi yang akan dituliskan signifikan atau tidak signifikan.
Dari tabel 4.8 di atas dapat dijelaskan informasi sebagai berikut :
1. Kesadaran diri signifikan karena memberi sumbangan sebesar 7,1% terhadap
varians kecemasan menghadapi pensiun, dengan F = 10,719 dan df = 1,140.
2. Pengelolaan emosi signifikan karena memberi sumbangan sebesar 7,4%
terhadap varians kecemasan menghadapi pensiun, dengan F = 11,982 dan df =
1,139.
3. Motivasi diri signifikan karena memberi sumbangan sebesar 8,7% terhadap
varians kecemasan menghadapi pensiun, dengan F = 15,626 dan df = 1,138.
4. Empati signifikan karena memberi sumbangan sebesar 10,8% terhadap varians
kecemasan menghadapi pensiun, dengan F = 22,542 dan df = 1,137.
5. Hubungan interpersonal tidak signifikan karena hanya memberi sumbangan
sebesar 1% terhadap varians kecemasan menghadapi pensiun, dengan F =
2,022 dan df = 1,136.
6. Optimisme signifikan karena memberi sumbangan sebesar 11,6% terhadap
varians kecemasan menghadapi pensiun, dengan F = 29,257 dan df = 1,135.
7. Usia tidak signifikan karena hanya memberi sumbangan sebesar 0,1% terhadap
varians kecemasan menghadapi pensiun, dengan F = 0,175 dan df = 1,134.
79
8. Golongan signifikan karena memberi sumbangan sebesar 9,7% terhadap
varians kecemasan menghadapi pensiun, dengan F = 29,441 dan df = 1,133.
9. Penghasilan signifikan karena memberi sumbangan sebesar 1,6% terhadap
varians kecemasan menghadapi pensiun, dengan F = 5,007 dan df = 1,132.
Berdasarkan perhitungan besarnya proporsi varians dimensi dari masing-masing
independent variable terhadap kecemasan menghadapi pensiun disimpulkan
bahwa ada tujuh independent variable, yaitu kecerdasan emosi, pengelolaan
emosi, motivasi diri, empati, optimisme, golongan dan penghasilan yang memiliki
sumbangan yang signifikan terhadap kecemasan menghadapi pensiun
80
BAB V
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
Pada bab ini peneliti menjabarkan kesimpulan dan diskusi yang membahas hasil
penelitian serta saran praktis dan teoritis penelitian selanjutnya.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji hipotesis penelitian, maka kesimpulan yang dapat diambil
dari penelitian ini adalah “Ada pengaruh yang signifikan dari kecerdasan
emosi(kesadaran diri, pengelolaan emosi, motivasi diri, empati, hubungan
interpersonal), optimisme dan demografi (usia, golongan, penghasilan) terhadap
kecemasan menghadapi pensiun. Hal ini ditunjukan dari hasil uji F yang menguji
keseluruhan independent variabel (IV) terhadap dependent variabel (DV) dengan
perolehan R square sebesar 0,579.
Hasil uji hipotesis minor yang menguji signifikan masing-masing
koefisien regresi terhadap dependent variable, diperoleh enam variabel yang
signifikan pengaruhnya terhadap kecemasan menghadapi masa pensiun, yaitu
kesadaran diri, empati, hubungan interpersonal, optimisme dan demografi
(golongan dan penghasilan).
5.2 Diskusi
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan pada bab IV, menunjukkan
bahwa ada pengaruh yang signifikan dari dimensi – dimensi kecerdasan emosi,
optimisme dan demografi terhadap kecemasan menghadapi pensiun. Hal ini dapat
dilihat dari hasil hitung regresi terdiri dari empat variabel yang memiliki pengaruh
signifikan dan positif terhadap kecemasan yaitu dimensi empati, hubungan
81
interpersonal, optimisme dan golongan. Serta dua variabel yang berpengaruh dan
bernilai negatif terhadap kecemasan menghadapi pensiun yaitu kesadaran diri dan
penghasilan. Hal ini membuktikan bahwa semakin tingginya empati, hubungan
interpersonal, optimisme dan golongan maka akan semakin tinggi kecemasan
yang dialami, serta semakin tingginya kesadaran diri dan penghasilan maka akan
semakin rendah kecemasan yang dialami.
Variabel kecerdasan emosi yang berpengaruh terhadap kecemasan
menghadapi pensiun adalah kesadaran diri, empati, motivasi diri dan hubungan
interpersonal. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Oktaviana
dan Kumolohadi (2008) menyatakan bahwa semakin tinggi kecerdasan emosi
yang dimiliki oleh seseorang maka kecemasan yang dihadapi semakin menurun.
Seseorang yang memiliki kecerdasan yang baik, akan mampu mengelola emosi
yang ada dalam dirinya sehingga menjadi kekuatan yang lebih positif.
Keterampilan dalam mengatur emosi akan membuat seseorang menjadi terampil
dalam melepaskan diri dari perasaan negative yang ada, sehingga kecemasan yang
muncul pada saat menghadapi pensiun dapat diminimalkan. Sehingga kecerdasan
emosi yang dimiliki akan membatu seseorang keluar dari tekanan atau situasi
yang tidak menyenangkan.
Variabel optimisme berpengaruh terhadap kecemasan menghadapi
pensiun. Hasil sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Ghufron dan Risnawati
(2011) menyatakan bahwa individu yang memiliki sikap optimis jarang menderita
depresi. Optimisme memiliki banyak manfaat bagi kesehatan mental, termasuk
melindungi terhadap depresi dan kecemasan juga meningkatkan kemungkinan
pemecahan masalah yang efektif. Optimisme bermanfaat membuat suasana hati
yang lebih positif, yang membantu untuk menangkal depresi dan kecemasan.
82
Optimisme juga mendorong ketekunan yang lebih besar dalam menghadapi
hambatan, yang pada gilirannya kemungkinan akan menghasilkan kesuksesan
yang lebih besar. Individu dikatakan optimis jika ia memiliki ciri-ciri
kehidupannya didominasi oleh pikirannya yang positif, berani mengambil resiko,
setiap mengambil keputusan penuh dengan keyakinan dan kepercayaan diri yang
mantap. Apabila individu yang memasuki masa pensiun tidak memiliki optimisme
maka akan muncul rasa putus asa, terkucilkan ketegangan, tekanan batin, rasa
kecewa dan ketakutan yang menggangu fungsi-fungsi organik dan psikis,
sehingga mengakibatkan macam macam penyakit.
Variabel demografi yang berpengaruh terhadap kecemasan menghadapi
pensiun adalah golongan dan penghasilan, sedangkan usia tidak berpengaruh
terhadap kecemasan menghadapi pensiun, hasil sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Ratnasari (2009) mengungkapkan bahwa seseorang yang akan
menghadapi masa pensiun mengalami perubahan dari kesibukan yang teratur,
penghasilan yang mencukupi menjadi keadaan menganggur, penghasilan
berkurang sedikit banyak akan menimbulkan goncangan mental. Goncangan ini
Pakan terasa terutama bagi mereka yang mempunyai tanggungan keluarga seperti
anak-anak yang masih kecil dan membutuhkan banyak biaya, maka ketika akan
pensiun merasakan beban hidup yang semakin berat, selanjutnya pada penelitian
yang dilakukan Raynata (dalam Matrutty & Gracia, 2013) menyatakan bahwa
tidak hanya usia namun ada faktor lain seperti, lama bekerja, dan pendapatan tidak
menunjukan kecenderungan kesadaran yang dimiliki untuk melakukan investasi
demi kepentingan masa pensiun. Faktor demografi ini kemudian dikaitkan dengan
life cycle atau siklus hidup dari pegawai untuk melihat perbedaan mendasar dalam
pengambilan keputusan keuangan untuk masa pensiun nantinya.
83
5.3 Saran
Setelah melalui seluruh proses penelitian dan penyusunan laporan hasil penelitian,
penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penelitian ini. Dengan
demikian, penulis membagi saran menjadi dua, yaitu saran teoritis dan praktis.
Saran tersebut dapat dijadikan pertimbangan bagi penelitian lain yang akan
meneliti dependent variable yang sama.
5.3.1 Saran Teoritis
1. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan sampel karyawan dari
Perusahaan Swasta.
2. Pada penelitian ini penulis meneliti variabel kecerdasan emosi, optimisme dan
demografi, untuk penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan faktor-faktor
atau variabel selain dalam penelitian ini yang diduga mPemiliki pengaruh
terhadap kecemasan menghadapi pensiun, seperti: stress kerja, komitmen
jabatan, tuntutan keluarga dan lain sebagainya.
5.3.2 Saran Praktis
1. Kecerdasan emosi yang tinggi akan mempengaruhi kecemasan menghadapi
pensiun yang rendah, maka sebaiknya instansi harus meningkatkan tingkat
kecerdasan bagi pegawai dengan memberikan pengetahuan dalam menghadapi
pensiun, Optimisme yang tinggi akan menurunkan kecemasan, hal ini
membuktikan bahwa pegawai mengalami pesimis terhadap pensiun, maka
sebaiknya instansi harus memberikan solusi dengan memberikan rasa percaya
diri bagi pegawai dalam menghadapi pensiun.
2. Kepada pihak Direktorat Jendral Hak Kekayaan Indonesia diharapkan agar
peduli dan peka terhadap pegawai yang akan menghadapi pensiun. Seperti
memberikan dukungan atau semangat kepada pegawai yang akan menghadapi
84
pensiun dan tidak hanya peduli dengan kondisi pegawai dilingkungan kerja
akan tetapi juga peka terhadap kehidupan pegawai agar pegawai dapat merasa
aman dan nyaman ketika menghadapi pensiun serta memberikan pendidikan
konseling atau pelatihan untuk mempersiapkan pegawai dalam menghadapi
pensiun
85
DAFTAR PUSTAKA Abraham. R. (2004). Emotional competence as antecedent to performance: a
contingency framework. genetic, social and general psychology monographs,, 130 (2), 117 – 143.
Atkinson, R.L, Atkinson, R.C, dan Hilgad, E.R, Pengantar psikologi. Jilid 2.
1983. Jakarta: Erlangga Chaplin, J.P, Kamus lengkap psikologi. 2005. Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada Departemen Pendidikan Nasional, Kamus besar bahasa indonesia pusat bahasa,
edisi 4. 2008. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Eliana, R. (2003). Konsep diri pensiunan [Online]. Tersedia:
www.library.usu.ac.id [1 April 2008] Universitas Sumatra Utara Erna, N. D. (2013). Kecerdasan emosi dan kecemasan menghadapi pensiun pada
PNS. eJournal Psikologi, 1 (3), 324-331. Fandy Y. A (2013). Pengaruh optimisme menghadapi masa pensiun post power
syndrome pada anggota badan pembina pensiunan pegawai (bp3) pelindo semarang. Journal Developmental and Clinical Psychology, 2 (2), 23-28.
Fauziah, F dan Julianti W, Psikologi abnormal klinis dewasa. 2005. Jakarta: UI –
Press. Ghufron, M. N dan Risnawati. R, Teori-teori psikologi. 2011. Jogyakarta: Ar-
Ruzz Media Goleman, D. Emotional intellegence. 1999. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Goleman, D. Kecerdasan emosi untuk mencapai puncak prestasi. 2005. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama. Handayani, Y (2011). Post power syndrome pada pegawai menghadapi pensiun.
[Online]. Tersedia: www.library.gunadarma.ac.id Universitas Gundarma Hawari, D, Manajemen stress, cemas, dan depresi. 2001. Jakarta : FK-UI Hurlock, E. B. (1994). Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang
rentang kehidupan. Edisi 5. Terjemahan: Istiwidayanti. Jakarta: Erlangga Huber dan Runyon. (1985). Psikologi of adjustment. Homewood: The dorsey
Press. Imama, H. (2011). Hubungan antara kecerdasan emosi dan dukungan sosial
dengan kecemasan menghadapi masa pensiun. Skripsi. Jakarta : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Kerlinger, F. N. (1964). Asas-asas penelitian behavioral. Edisi 3. Terjemahan
Drs. Landung R. Simatupang. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
86
Krishna, A., Sari, M., Rofaida, R.. (2010). Analisis tingkat literasi keuangan di kalangan mahasiswa dan faktor-faktor yang mempengaruhinya (survey pada mahasiswa universitas pendidikan indonesia). Proceddings of the 4
th
International Conference UPI & UPSI Bandung, Indonesia, 8-10 November, 552-560.
Limono, S. (2010) Terapi kognitif dan relaksasi untuk meningkatkan optimisme
pada pensiunan. Calyptra: Jurnal ilmiah psikologi, 2(1), 18-25. Universitas Surabaya.
Lesmana, D (2014). Kecerdasan spiritual dengan kecemaasan menghadapi
pensiun. Jurnal IImiah Psikologi Terapan, 2(1), 168-132. Universitas Muhammadiyah Malang
Lusardi, A. dan Olivia S. M. January (2009). Financial literacy and retiremnt
preparedness: evidence and implication for financial education. Business Economics, hlm 34-35
Miranda., M & Gracia (2013). Pengaruh kesadaran pensiun dan faktor demografi
terhadap precautionary motive dengan perilaku pengendalian diri (self control) dalam pengelolaan keuangan sebagai variabel intervening. (Unpublished Undergradute Skripsi). Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.(http://repository.uksw.edu/handle/123456789/4130
Mu’arifah, A (2005). Hubungan kecemasan dan agresivitas. Humanitas:
Indonesian Psychological Journal. 2 (2) ; 102 – 111. Novia, M.P (2014). Optimisme pada lansia ditinjau dari status pekerjaan. Jurnal
IImiah Mahasiswa Universitas Surabaya,. 3(02) ; 1-10 Oktaviana, R. K (2008). Hubungan antara kecerdasan emosi dengan kecemasan
menghadapi pensiun pada pegawai bri. Artikel. Universitas Islam Indonesia. Papalia D.E., Olds, S.W, & Feldman, R.D. (2009). Human development (Perkembangan Manusia edisi 10 buku 2). Jakarta: Salemba Humanika Purwanti, P. (2009). Post power syndrome pada purnawirawan kepolisian negara
republik indonesia ditinjau dari konsep diri. Skripsi. Universitas Katolik Soegijapranata. Semarang
Ratnasari, W.T. (2009). Perbedaan tingkat kecemasan menghadapi pensiun antara
pegawai negeri sipil yang tidak mempunyai pekerjaan sampingan dan mempunyai pekerjaan sampingan di badan kepegawaian daerah kota ponorogo. (Unpublished Undergradute Skripsi). UIN Maulana Malik Ibrahim. Malang
Rini, J. F. (2001). Artikel lanjut usia. Jakarta: Team e-psikologi.com. Risbi, N. A (2012). Hubungan kecerdasan emosi dengan kesiapan menghadapi
pensiun pada pegawa negeri sipil universitas andalas padang. (tidak diterbitkan)
Salovey, P. dan Mayer, J. D. (1990). Emotional intelligence. Baywood Publishing.
87
Santrock, J. W, Life span development. perkembangan masa hidup. Edisi ke lima. 2002. Jakarta : Erlangga.
Sarwono, S, Berkenalan dengan aliran-aliran dan tokoh psikologi. 2002. Jakarta :
Bulan Bintang Sarafino, E.P., (2002). Health psychology biospsychological interaction. 2
nd ed.
New John Wiley and Sons Inc. Scheier, M.F & Carver, C.S (1985). Optimism, coping and health : assessment
and implications of generalized outcome expectancies. Health psychology, 4 ; 219-247
Seligman, Martin, E.P. (1995). Learned optimism. Boston-NewYork: Houghton
Mifflin Company Sue, D., & Sue, S. (2014). Essential of understanding abnormal behavior (2nd
Ed.) USA : Houghton Mifflin Company. Sugiyono. Statistika untuk penelitian. 2012. Bandung : ALFABETA Sunil, K. (2009). Role of emotional intellegency in managing stress and anxiety at
workplace. prosscesding of asbbs annual conference : las vegas. February 2009, 16 (1) ; 1-12
Sutrisno, E. (2013). Kematangan emosi, percaya diri dan kecemasan pegawai
menghadapi pensiun. Persona, Jurnal Psikologi Indonesia,. Januari 2013, 2 (1);1-11. Surabaya
Undang-Undang Republik Indonesia 11 Tahun 1969. [DIKNAS] Wijayanto, J. (2009). Phk dan pensiun dini, siapa takut. Edisi Ke Satu. Jakarta :
Penebar Plus Yuliarti, V. dan Mulyana, P.O (2014). Hubungan antara kecemasan menghadapi pensiun dengan semangat kerja pada pegawai pt.pos indonesia kantor pusat surabaya. Character: Jurnal psikologi pendidikan. 3(02) ; 238-243. UNESA
Lampiran A: Surat Keterangan Penelitian
Lampiran B:
Item
Assalamualaikum Wr.Wb
Saya adalah Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, pada saat ini tengah menempuh semester akhir yang sedang melakukan
penelitian untuk skripsi sebagai salah satu syarat kelulusan jenjang pendidikan
sarjana. Oleh karena itu, saya mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu untuk menjadi
responden dalam penelitian ini. Kerja sama yang saya harapkan adalah kesediaan
Bapak/Ibu untuk mengisi beberapa pertanyaan. Dalam kuesioner ini tidak ada
jawaban yang dianggap salah atau benar sejauh sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya. Identitas Bapak/Ibu sebagai responden akan DIJAMIN
DIRAHASIAKANNYA.
Atas kesediaan Bapak/Ibu meluangkan waktu mengisi skala ini saya ucapkan
banyak terima kasih.
Wassalamualikum Wr.Wb
IDENTITAS :
Nama (Inisial) :
Usia : L/P
Jabatan :
Golongan :
Jumlah Penghasilan :
PETUNJUK PENGISIAN :
Dihalaman berikut ini akan ada beberapa pernyataan yang harus anda jawab,
untuk itu saya mengharapkan kesediaan anda untuk mengisi pernyataan ini. Sebelum
menjawab pernyataan ini, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
1. Bacalah masing-masing pernyataan dengan teliti dan jawablah sejujur-jujurnya.
2. Pilihlah salah satu jawaban yang paling sesuai dengan keadaan anda dengan
memberi tanda ceklist (√) pada :
SS : Jika jawaban tersebut Sangat setuju
S : Jika jawaban tersebut Setuju
TS : Jika jawaban tersebut Tidak setuju
STS : Jika jawaban tersebut Sangat tidak setuju
Contoh :
No Pernyataan SS S TS STS
1 Saya merasa gelisah ketika menghadapi
masa pensiun
√
3. Bila anda merasa jawaban yang telah anda silang tidak sesuai dengan diri anda,
dapat memberikan tanda sama dengan (=) dan menggantinya dengan jawaban baru
yang sesuai dengan memberi tanda ceklist (√)
4. Perhatikan pada waktu pengisian jawaban, jangan sampai ada pernyataan yang
terlewatkan
Semua jawaban anda dapat diterima dan tidak ada jawaban yang salah serta jawaban
anda dirahasiakan.
Skala I : Kecemasan Menghadapi Pensiun
No Pernyataan SS S TS STS
1 Bila membayangkan besok pensiun, saya merasa
resah
2 Saya sering marah, setelah mengetahui masa
pensiun yang akan segera datang
3 Mendekati masa pensiun perut saya tetap terasa
normal tanpa gangguan
4 Saya takut bila tunjangan yang diberikan setelah
pensiun tidak dapat memenuhi kebutuhan keluarga
5 Adanya pensiun tidak akan menghalangi saya untuk
menjalani aktivitas sehari-hari
6 Saya tetap dapat berkonsentrasi bekerja meskipun
pensiun sudah di depan mata
7 Ketika dipanggil oleh pimpinan, ujung jari tangan
dan kaki saya terasa gemetar
8 Meski memikirkan jumlah uang pensiun yang saya
terima, nafsu makan saya tetap normal
9 Jantung saya berdebar lebih cepat saat mendengar
teman kerja saya terlebih dulu pensiun
10 Pensiun merupakan hal yang normal di lingkungan
kerja saya sehingga tidak perlu di cemaskan
11 Setiap kali teringat pensiun yang semakin dekat,
kepala saya menjadi pusing
12 Badan saya mendadak lemas ketika membayangkan
bahwa saya tidak mampu memenuhi kebutuhan
keluarga setelah pensiun
13 Saya meraasa tidak sedih meski saat pensiun nanti
akan berpisah dengan rekan kerja
14 Setelah mendengar cerita dari orang-orang tentang
pensiun, tidur saya tetap nyenyak
15 Masa pensiun yang tidak lama lagi membuat saya
canggung dengan teman kantor yang lebih muda
Skala II : Kecerdasan Emosi
No Pernyataan SS S TS STS
1 Pensiun yang semakin dekat membuat saya bingung
2 Saya dapat mengendalikan amarah, saat berhadapan
dengan orang lain yang berbeda pendapat
3 Pekerjaan saya memungkinkan saya mendapat
pelatihan untuk meningkatkan karier
4 Ketekunan dalam bekerja merupakan hal yang
menjadi prioritas saya.
5 Teman yang tekun dalam bekerja, tidak
mempengaruhi saya untuk bekerja lebih giat
6 Saya yakin dengan kemampuan yang saya miliki
7 Rekan kerja di kantor senang bekerja sama dengan
saya
8 Saya akan menghindari tugas yang menurut saya
sulit untuk dikerjakan
9 Saya merupakan orang yang selalu menjaga
hubungan baik dengan teman.
10 Secara relatif dibandingkan dengan rekan seprofesi
yang setingkat, saya lebih dikenal dekat oleh atasan
11 Saya dapat menyelesaikan pekerjaan yang diberikan
oleh atasan saya
12 Saya belum yakin dengan kinerja yang saya
jalankan
13 Saya dapat melakukan lebih banyak pekerjaan
dalam waktu tertentu dibandingkan lainnya
14 Saya berusaha semaksimal mungkin untuk
bertanggung jawab dalam menyelesaikan pekerjaan
15 Saya mudah tersinggung dengan perkataan orang
lain
16 Saya tidak mempertimbangkan perasaan orang lain
dalam mengambil suatu tindakan
17 Jika mendapat hambatan dalam bekerja, saya akan
coba mencari penyelesaiannya
18 Kegagalan yang saya alami dalam menyelesaikan
masalah membuat saya putus asa
19 Saya sulit mencari solusi dalam mengatasi masalah
yang dihadapinya
20 Seberapa baik kepemimpinan dalam diri saya,
sekaligus memobilisasi dan memotivasi karyawan
lain untuk bekerja lebih baik
21 Saya tidak mampu berpikir positif, ketika suasana
hati sedang tidak baik
22 Saya berusaha memotivasi agar tidak malas dalam
bekerja
23 Saya merupakan orang yang selalu mengecewakan
teman
24 Kritikan yang diberikan oleh pimpinan, dapat saya
terima dengan senang hati
25 Saya merasa telah mengerjakan sesuatu yang
bermanfaat dan merasa rekan-rekan sekerja lebih
bersahabat
26 Gaji dan upah yang dibayarkan / diterima oleh
instansi kepada saya tidak sebanding dengan
prestasi kerja saya
27 Saya mendapatkan kesempatan dalam
mengembangkan keahlian dan kemampuan yang
anda miliki sebelum memasuki pensiun
28 Kepala instansi selalu melakukan pengawasan
terus-menerus (terus diawasi, seolah-olah tidak
percaya dengan saya)
29 Saya selalu menyendiri dan menjauhi teman saya
karena masa pensiun datang
30 Seberapa baik kemampuan saya dalam bekerjasama
dengan karyawan lainnya.
Skala III : Optimisme
No Pernyataan SS S TS STS
1 Saya percaya bahwa keadaan saya akan lebih baik
setelah saya pensiun
2 Saya ingin bunuh diri karena tuntutan kebutuhan
keluarga terlalu tinggi
3 Saya merasa pantas mendapatkan pensiun sebagai
masa istirahat setelah selama ini mengabdi pada
institusi saya bekerja
4 Saya merasa sudah tua dan tidak mampu bersaing
lagi dengan orang yang lebih muda
5 Saya dapat menggunakan waktu saya ketika
pensiun untuk melakukan berbagai kegiatan yang
bermanfaat
6 Setelah pensiun saya hanya ingin duduk berdiam
diri saja tidak ingin melakukan aktivitas apapun
7 Meskipun telah pensiun saya akan terus
menghasilkan karya yang bermanfaat bagi orang
lain
8 Saya bisa menahan amarah ketika ada hal yang
tidak sesuai pendapat saya.
9 Karena sudah memasuki usia senja tidak masalah
bagi saya jika saya termasuk orang yang tidak
paham kemajuan teknologi
10 Saya akan melewati masa pensiun dan usia senja
dengan bahagia
11 Saya tidak tahu apa yang bisa saya lakukan sebagai
seorang pensiunan
12 Meski telah memasuki usia senja saya masih
sanggup untuk melakukan segala aktivitas sehari
hari tanpa bantuan orang lain
13 Pensiun merupakan saat yang tepat untuk
mengembangkan hobi yang saya miliki
14 Saya malu mengakui status saya sebagai seorang
pensiunan
15 Saya ingin lebih sukses dari pada ketika saya masih
bekerja
16 Saya merasa setelah pensiun saya selalu ditimpa
banyak kesusahan dan masalah
17 Walaupun telah memasuki usia senja saya masih
memiliki impian yang ingin saya wujudkan
18 Emosi saya mudah sekali berubah karena pengaruh
dari luar diri saya
19 Saya selalu mencari informasi kebenaran mengenai
suatu masalah dari berbagai sumber yang bisa di
percaya
20 Saya merasa tidak memiliki manfaat lagi di
masyarakat
21 Saya memiliki cita cita yang ingin saya wujudkan
walaupun saya telah memasuki usia senja
22 Saya merasa tidak mampu bersaing lagi dengan
orang lain karena usia saya semakin bertambah tua
23 Pensiun merupakan masa yang pasti saya lalui dan
saya menerima keadaan tersebut dengan lapang
dada
24 Pensiun menghilangkan semua impian saya
Syntak dan Output CFA
Syntak Kecemasan Masa Pensiun DA NI=15 NO=142 MA=KM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14 ITEM15 KM SY FI=KC.cor MO NX=15 NK=1 PH=ST LX=FR TD=SY, FI LK KC FR LX 1 - LX 15 FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 TD 5 5 TD 6 6 TD 7 7 TD 8 8 TD 9 9 TD 10 10 TD 11 11 TD 12 12 TD 13 13 TD 14 14 TD 15 15 PD OU TV MI SS
Output Kecemasan Menghadapi Pensiun
Uji Validitas Konstruk Kecerdasan Emosi :
Syntak Kesadaran Diri DA NI=8 NO=142 MA=KM LA ITEM1 ITEM3 ITEM6 ITEM11 ITEM15 ITEM18 ITEM21 ITEM27 KM SY FI=KD.cor MO NX=8 NK=1 PH=ST LX=FR TD=SY, FI LK KD FR LX 1 - LX 8 FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 TD 5 5 TD 6 6 TD 7 7 TD 8 8 PD OU TV MI SS
Output kesadaran diri
Syntak Pengelolaan Emosi DA NI=5 NO=142 MA=KM LA ITEM2 ITEM8 ITEM16 ITEM24 ITEM28 KM SY FI=PE.cor MO NX=5 NK=1 PH=ST LX=FR TD=SY, FI LK PE FR LX 1 - LX 5 FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 TD 5 5 PD OU TV MI SS
Output pengelolaan emosi
Syntak Motivasi Diri DA NI=7 NO=142 MA=KM LA ITEM4 ITEM12 ITEM14 ITEM17 ITEM19 ITEM22 ITEM26 KM SY FI=MD.cor MO NX=7 NK=1 PH=ST LX=FR TD=SY, FI LK MD FR LX 1 - LX 7 FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 TD 5 5 TD 6 6 TD 7 7 PD OU TV MI SS
Output motivasi diri
Syntak Empati DA NI=5 NO=142 MA=KM LA ITEM5 ITEM7 ITEM13 ITEM25 ITEM29 KM SY FI=EM.cor MO NX=5 NK=1 PH=ST LX=FR TD=SY, FI LK EM FR LX 1 - LX 5 FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 TD 5 5 PD OU TV MI SS
Output empati
Syntak Hubungan Interpersonal DA NI=5 NO=142 MA=KM LA ITEM9 ITEM10 ITEM20 ITEM23 ITEM30 KM SY FI=HI.cor MO NX=5 NK=1 PH=ST LX=FR TD=SY, FI LK HI FR LX 1 - LX 5 FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 TD 5 5 PD OU TV MI SS
Output hubungan interpersonal
Syntak Optimisme DA NI=24 NO=142 MA=KM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18 ITEM19 ITEM20 ITEM21 ITEM22 ITEM23 ITEM24
KM SY FI=OP.cor MO NX=24 NK=1 PH=ST LX=FR TD=SY, FI LK OP FR LX 1 - LX 30 FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 TD 5 5 TD 6 6 TD 7 7 TD 8 8 TD 9 9 TD 10 10 TD 11 11 TD 12 12 TD 13 13 TD 14 14 TD 15 15 TD 16 16 TD 17 17 TD 18 18 TD 19 19 TD 20 20 TD 21 21 TD 22 22 TD 23 23 TD 24 24 PD OU TV MI SS
Output optimisme
Output Regresi
Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N Kecemasan 50.0000 9.470 142 Kesadaran Diri 50.0000 8.829 142 Pengelolaan Emosi 50.0000 9.659 142 Motivasi Diri 50.0000 9.174 142 Empati 50.0000 9.022 142 Hubungan Intepersonal
50.0000 9.195 142
Optimisme 50.0000 9.619 142 Demografis 50.0000 8.945 142
Kategorisasi Variabel Penelitian : Kecemasan, Kesadaran diri, Pengelolaan emosi,
Motivasi diri, Empati, Hubungan Interpersonal, Optimisme, dan Demografis.
No Variabel Rendah Tinggi Total N % N % N %
1 Kecemasan 60 42,3 82 57,7 142 100 2 Kesadaran diri 81 57,0 61 43,0 142 100 3 Pengelolaan emosi 93 65,5 49 34,5 142 100 4 Motivasi diri 67 47,2 75 52,8 142 100 5 Empati 49 34,5 93 65,5 142 100 6 Hubungan interpersonal 73 51,4 69 48,9 142 100 7 Optimisme 59 41,5 83 58,5 142 100 8 Demografis 76 53,5 66 46,5 142 100
Model Summary
b
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .761a .579 .550 6.34501
a. Predictors: (Constant), PENGHASILAN, USIA, MD, PE, EM, KD, GOLONGAN, HI, OP b. Dependent Variable: KC
ANOVA
a
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1
Regression 7313.117 9 812.569 20.183 .000b
Residual 5314.215 132 40.259 Total 12627.331 141
a. Dependent Variable: KC b. Predictors: (Constant), PENGHASILAN, USIA, MD, PE, EM, KD, GOLONGAN, HI, OP
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig. Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1
(Constant) 14.833 4.692 3.161 .002 KD -.436 .089 -.404 -4.923 .000 .473 2.116
PE -.130 .079 -.130 -1.639 .104 .505 1.979
MD -.066 .088 -.064 -.753 .453 .447 2.237
EM .221 .084 .210 2.631 .010 .502 1.993
HI .280 .089 .272 3.142 .002 .424 2.358
OP .691 .106 .697 6.522 .000 .279 3.583
USIA .012 1.872 .000 .006 .995 .973 1.028
GOLONGAN 5.528 .990 .441 5.585 .000 .511 1.958
PENGHASILAN -2.274 1.016 -.175 -2.238 .027 .519 1.926
a. Dependent Variable: KC
Uji Proporsi Dimensi Varian Variabel Independent
Model Summary
j
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
Change Statistics
R Square Change
F Change
df1 df2 Sig. F Change
1 .267a .071 .064 9.15317 .071 10.719 1 140 .001
2 .381b .145 .133 8.81400 .074 11.982 1 139 .001
3 .481c .232 .215 8.38393 .087 15.626 1 138 .000
4 .583d .340 .321 7.79741 .108 22.542 1 137 .000
5 .592e .350 .326 7.76847 .010 2.022 1 136 .157
6 .682f .466 .442 7.06876 .116 29.257 1 135 .000
7 .683g .466 .439 7.09045 .001 .175 1 134 .676
8 .750h .563 .537 6.43989 .097 29.441 1 133 .000
9 .761i .579 .550 6.34501 .016 5.007 1 132 .027
a. Predictors: (Constant), KD b. Predictors: (Constant), KD, PE c. Predictors: (Constant), KD, PE, MD d. Predictors: (Constant), KD, PE, MD, EM e. Predictors: (Constant), KD, PE, MD, EM, HI f. Predictors: (Constant), KD, PE, MD, EM, HI, OP g. Predictors: (Constant), KD, PE, MD, EM, HI, OP, USIA h. Predictors: (Constant), KD, PE, MD, EM, HI, OP, USIA, GOLONGAN i. Predictors: (Constant), KD, PE, MD, EM, HI, OP, USIA, GOLONGAN, PENGHASILAN j. Dependent Variable: KC