pentingnya kecerdasan emosi bagi kepemimpinan yang efektif

20
Jurnal Inspirasi BPSDM Provinsi Jawa Barat Volume 10 | Nomor 1 | April 2019 Jurnal Inspirasi | Volume 10 | Nomor 1 | April 2019 | 78 Pentingnya Kecerdasan Emosi bagi Kepemimpinan yang Efektif di Era Milenial Revolusi 4.0. The Importance of Emotional Intelligence for Millennium Leadership in the Era of Revolution 4.0. Suryana 1 Widyaiswara Ahli Madya BPSDM Provinsi Jawa Barat (Naskah Diterima Tanggal 14 Maret 2019—Direvisi Akhir Tanggal 10 Maret 2019—Disetujui Tanggal 28 Maret 2019) Abstract The study presented in this paper analyzes changes that make organizations ready to discuss complex ones, this research will develop policies that will be carried out by balancing the interests of the organization without the need to find resources. The research method used is a qualitative method, research shows that leaders are indispensable in the era of globalization. Characteristics of leaders who can realize the vision into a challenge have a long-term perspective, can develop subordinates, innovative, creative, have transition intelligence and related characteristics is something that determines the success of leaders to be able to compete in the era of globalization. Keywords : Leadership, Emotional Intelligence, Revolution 4.0. Abstrak Studi yang disajikan dalam makalah ini menganalisis perubahan yang menjadikan organisasi siap untuk menghadapi permasalahan yang kompleks, penelitian ini bertujuan untuk menyusun kebijakan yang akan dilakukan dengan menyeimbangkan kepentingan organisasi tanpa meninggalkan sumberdaya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif, hasil penelitian menunjukan pemimpin yang efektif sangat diperlukan di era globalisasi. Karakteristik pemimpin yang dapat merealisasikan visi menjadi kenyataan, memilik perspektif jangka panjang, dapat mengembangkan bawahan, inovatif, kreatif, memiliki kecerdasan emosi dan karakteristik lainnya merupakan sesuatu yang menentukan suksesnya pemimpin untuk bisa bersaing di era globalisasi. Kata kunci : Kepemimpinan, Kecerdasan Emosional, Revolusi industri 4.0. 1. Pendahuluan Sumber daya manusia merupakan topik yang menarik untuk dikaji dan diteliti, karena Telah terjadi pergeseran kepemimpinan di bandingkan era tahun 1980-an dan 1990-an yang akan berdampak pada pergeseran di bidang ekonomi global, kompetisi, dan kebutuhan akan sumber daya manusia. Oleh karena itu, pemimpin harus multitalenta dalam mengendalikan kegiatannya agar tujuan organisasi dapat dicapai dengan baik. 1 Email: [email protected]

Upload: others

Post on 04-Oct-2021

32 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pentingnya Kecerdasan Emosi bagi Kepemimpinan yang Efektif

Jurnal Inspirasi BPSDM Provinsi Jawa Barat Volume 10 | Nomor 1 | April 2019

Jurnal Inspirasi | Volume 10 | Nomor 1 | April 2019 | 78

Pentingnya Kecerdasan Emosi bagi Kepemimpinan yang Efektif di

Era Milenial Revolusi 4.0. The Importance of Emotional Intelligence for Millennium Leadership in

the Era of Revolution 4.0.

Suryana 1

Widyaiswara Ahli Madya BPSDM Provinsi Jawa Barat

(Naskah Diterima Tanggal 14 Maret 2019—Direvisi Akhir Tanggal 10 Maret 2019—Disetujui Tanggal 28 Maret 2019)

Abstract

The study presented in this paper analyzes changes that make organizations ready to discuss complex ones, this research will develop policies that will be carried out by balancing the interests of the organization without the need to find resources. The research method used is a qualitative method, research shows that leaders are indispensable in the era of globalization. Characteristics of leaders who can realize the vision into a challenge have a long-term perspective, can develop subordinates, innovative, creative, have transition intelligence and related characteristics is something that determines the success of leaders to be able to compete in the era of globalization. Keywords : Leadership, Emotional Intelligence, Revolution 4.0.

Abstrak

Studi yang disajikan dalam makalah ini menganalisis perubahan yang menjadikan organisasi siap untuk menghadapi permasalahan yang kompleks, penelitian ini bertujuan untuk menyusun kebijakan yang akan dilakukan dengan menyeimbangkan kepentingan organisasi tanpa meninggalkan sumberdaya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif, hasil penelitian menunjukan pemimpin yang efektif sangat diperlukan di era globalisasi. Karakteristik pemimpin yang dapat merealisasikan visi menjadi kenyataan, memilik perspektif jangka panjang, dapat mengembangkan bawahan, inovatif, kreatif, memiliki kecerdasan emosi dan karakteristik lainnya merupakan sesuatu yang menentukan suksesnya pemimpin untuk bisa bersaing di era globalisasi. Kata kunci : Kepemimpinan, Kecerdasan Emosional, Revolusi industri 4.0.

1. Pendahuluan

Sumber daya manusia merupakan topik yang menarik untuk dikaji dan diteliti, karena Telah terjadi pergeseran kepemimpinan di bandingkan era tahun 1980-an dan 1990-an yang akan berdampak pada pergeseran di bidang ekonomi global, kompetisi, dan kebutuhan akan sumber daya manusia. Oleh karena itu, pemimpin harus multitalenta dalam mengendalikan kegiatannya agar tujuan organisasi dapat dicapai dengan baik.

1 Email: [email protected]

Page 2: Pentingnya Kecerdasan Emosi bagi Kepemimpinan yang Efektif

Jurnal Inspirasi BPSDM Provinsi Jawa Barat Volume 10 | Nomor 1 | April 2019

Jurnal Inspirasi | Volume 10 | Nomor 1 | April 2019 | 79

Era globalisasi tentu saja membawa banyak perubahan, baik yang bersifat positif maupun negatif. Sisi positifnya adalah pada saat sekarang ini informasi/pengetahuan mudah diperoleh meskipun juga mengalami masa yang cepat, sedangkan sisi yang lain adalah bahwa permasalahan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari semakin kompleks dan sekaligus tidak pasti.

Perubahan yang demikian drastis seringkali menjadikan organisasi menghadapi permasalahan yang semakin kompleks dan tidak hanya menyangkut masalah finansial, namun seringkali juga sumber daya manusia. Perubahan yang demikian tidak hanya menuntut seorang manajer yang mempunyai kepandaian intelektual yang tinggi, namun mampu menghitung seberapa banyak alokasi dana, berapa perkiraan keuntungan yang harus diperolehnya, dan perhitungan perkembangan perusahaan secara angka saja. Justru pada saat dinamika perusahaan naik turun, diperlukan seseorang yang mampu menyeimbangkan kepentingan organisasi dengan tanpa meninggalkan sumber daya, khususnya sumber daya manusia yang terlibat di dalamnya, atau dengan kata lain dibutuhkan suatu kepemimpinan yang tepat. Menurut Tanaka (1998) kepemimpinan memang menempati posisi sentral dalam manajemen. Tugas seorang pemimpin memang berkaitan dengan kegiatan manajemen dan kepemimpinan.

Melakukan kegiatan manajemen berarti mengerjakan segalanya secara benar, dan melakukan kegiatan kepemimpinan berarti mengerjakan hal-hal yang benar. Seorang pemimpin dituntut untuk dapat memenuhi kedua persyaratan di atas secara menyeluruh. Seringkali para pemimpin menemui dilema dalam pengambilan keputusan karena hal benar yang dibenarkan secara manajemen dalam kesempatan yang lain, artinya dimensi waktu bisa menegatifkan pengambilan keputusan sebelumnya (Gunawan Samsu, 2009). Untuk lebih mengantisipasi hal tersebut, maka dibutuhkan seorang pemimpin yang visioner dan efektif.

Pemimpin visioner berarti seorang pemimpin yang dalam bertindak, berpikir memandang jauh ke depan. Ia menetapkan tujuan perusahaan dalam visi dan misi, ia menetapkan kebijakan dengan melihat baik buruknya alternatif dan resiko atau akibat yang akan terjadi, sudah dipertimbangkan baik-baik. Setiap persoalan dipandang secara bijak diambil hikmahnya, jika baik diambil, jika buruk kemudian diperbaiki agar tetap mengarah dan fokus ke masa depan Agustian Ary Ginajar (2008) seorang visioner adalah mereka yang memiliki tujuan jangka panjang. Mereka bekerja bukan untuk sesuatu yang bersifat fisik dan sementara, namun untuk kepentingan orang banyak.

Menurut Gunawan Samsu (2008). ”Seorang visioner punya kearifan untuk bersinergi dengan visioner lainnya, dengan semangat saling memperkuat seperti layaknya ikatan sapu lidi. Seorang visoner juga harus punya kesabaran untuk merangkai tiap batang sapu lidi untuk menjadi ikatan yang kuat. Hal ini berarti bahwa seorang visioner haruslah seorang yang peduli dan empati dengan orang lain khususnya anak buah atau anggota-anggotanya”. Sedangkan pemimpin efektif adalah seorang pemimpin yang mampu memimpin dengan segala ucapan, perbuatan dan sikap atau perilaku hidup yang mendorong dan mengantarkan bawahan pada tujuan yang hendak dicapai. Riyadiningsih dan Ratna (2007) menyatakan bahwa kepemimpinan yang efektif akan sangat berpengaruh terhadap kinerja bawahan dalam suatu organisasi. Hal ini mengindikasikan bahwa bawahan akan memiliki kinerja tinggi jika kepemimpinannya efektif. Kinerja bawahan tinggi dengan sendirinya akan berimbas pada kinerja organisasi yang tinggi pula.

Di era globalisasi ini kecerdasan emosi memainkan peranan yang penting dalam semua bidang kehidupan dan semua bidang pekerjaan. Sejak munculnya buku Emotional Intelligence: Why It Can Matter More Than IQ (Goleman, 1995), kecerdasan emosi makin popular dir ujuk sebag ai faktor penting dalam menjelaskan keberhasilan di tempat kerja. Goleman berargumen dalam bukunya itu bahwa kecerdasan emosi mampu

Page 3: Pentingnya Kecerdasan Emosi bagi Kepemimpinan yang Efektif

Jurnal Inspirasi BPSDM Provinsi Jawa Barat Volume 10 | Nomor 1 | April 2019

Jurnal Inspirasi | Volume 10 | Nomor 1 | April 2019 | 80

menjelaskan 80% dari kesuksesan kerja, hanya 20% sisanya dijelaskan oleh faktor lain seperti kecerdasan intelektual. Majalah Time edisi 2 Oktober 1995 menulis di cover-nya, “It's not your IQ. It's even not a number. But emotional intelligence may be the best predictor of success in life, redefining what it means to be smart (lihat juga Mayer, Salovey, Caruso, & Cherkasskiy, 2011).”

Banyak bukti penelitian mengungkap bahwa keberhasilan seseorang dalam kehidupan tidak lagi mendasarkan pada aspek kognitif yaitu berupa inteligensi (IQ), tetapi aspek afektif yaitu kecerdasan emosi (EQ) yaitu kemampuan menahan diri, mengendalikan emosi, memahami emosi orang lain, motivasi tinggi, bersikap kreatif, memiliki empati, bersikap toleransi dan sebagainya yang merupakan karakteristik yang jauh lebih penting dari sekedar inteligensi.

2. Metodologi

Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif, tujuan penggunaan metode ini untuk memahami dan meneliti fenomena secara holistik tentang karakteristik kepemimpinan yang efektif dan kecerdasan emosional.

Disamping itu, dilaksanakan pula metode penelitian kepustakaan yaitu dengan mempelajari dan mengkaji berbagai peraturan perundang-undangan, data dan dokumen yang berkaitan karakteristik kepemimpinan yang efektif dan kecerdasan emosional, untuk memperoleh dan menggali informasi yang lebih dalam dan akurat, sehingga dapat melengkapi penelitian ini.

3. Tinjauan Pustaka

A. Karakteristik Kepemimpinan yang Efektif

Ada beberapa karakteristik dari kepemimpinan yang efektif yang dikemukan oleh berbagai tokoh antara lain: 1. Gordon (1991) kepemimpinan yang efektif meliputi: (1) pemimpin harus mengenal dan

mengetahui kebutuhan bawahan, (2) pemimpin harus meningkatkan pemberian hadiah kepada bawahannya yang berprestasi, (3) pemimpin harus dapat memfasilitasi jalan untuk mendapatkan hadiah dengan memberi pengarahan dan bimbingan, (4) pemimpin seharusnya membantu bawahan mengklarifikasi harapannya dengan memberi contoh usaha yang mengarah pada kinerja yang tinggi, (5) pemimpin harus mengurangi hambatan-hambatan yang membuat frustrasi bawahan dalam memperoleh hadiah dan hasil, dan (6) pemimpin harus meningkatkan kesempatan untuk kepuasan pribadi yang merupakan hasil dari kinerja yang efektif.

2. Bennis yang dikutip Bliss (1999) mengemukakan bahwa pemimpin adalah orang yang memiliki karakteristik: (1) inovatif, (2) fokus pada orang, (3) membangun kepercayaan, (4) memiliki perspektif jangka panjang, (5) menanyakan apa dan mengapa, (6) memiliki pandangan yang luas dan melebar, (7) memiliki orisinalitas, dan (8) suka tantangan.

3. Hogan dkk (1994) dan Robinson (2000) mengemukakan 5 karakteristik khusus dari kepemimpinan yang efektif, yaitu: (1)kecerdasan mental (mental agility), pemimpin memiliki minat yang besar, rasa ingin tahu dalam segala hal, memiliki rasa ingin tahu tentang orang lain dan motivasi yang mendasarinya, terbuka pada pengalaman baru, suka membaca dan suka akan tantangan. (2) stabilitas emosi, pemimpin yang memiliki nilai yang tinggi pada stabilitas emosi cenderung memiliki sifat: percaya diri, penerimaan diri (self acepting), keseimbangan (balanced), tahan terhadap stress, toleran terhadap ketidakpastian, dapat bekerja dibawah tekanan, fleksibel dan efektif dalam menangani konflik dan umpan balik negatif, (3) (surgency), yaitu pemimpin selalu bersifat terbuka, asertif, dan memiliki energi yang tinggi, berani mengambil keputusan, (4) (conscientiousness), yaitu pemimpin memiliki sifat hati-hati dan sabar, motivasi yang tinggi

Page 4: Pentingnya Kecerdasan Emosi bagi Kepemimpinan yang Efektif

Jurnal Inspirasi BPSDM Provinsi Jawa Barat Volume 10 | Nomor 1 | April 2019

Jurnal Inspirasi | Volume 10 | Nomor 1 | April 2019 | 81

untuk berprestasi, tanggungjawab, integritas yang tinggi, memiliki etos kerja, memiliki kemampuan mengorganisasi, dan (5) (agreeableness) yaitu pemimpin dapat kooperatif, dapat berdiplomasi, bersahabat, pembicara yang efektif, dan dapat dipercaya.

4. Bliss (1999) semua pemimpin memiliki karakteristik sifat-sifat yang umum yaitu: (1) mengarah pada visi dan tujuan, (2) memiliki kemampuan untuk mengkomunikasikan kemauannya kepada orang lain, (3) memiliki integritas meliputi: pengetahuan diri (self knowledge) yaitu tahu akan kelemahan dan kelebihan dirinya sendiri, terus terang (candor), dan kematangan (maturity) yang merupakan hasil belajar yang telah dijalani.

5. Steers (1985) menyoroti rintangan-rintangan dalam keefektifan kepemimpinan, yaitu: (1) ketrampilan dan sifat dari pemimpin dapat menjadi kendala dalam menjadi pemimpin yang efektif. Misal, penelitian tentang kepemimpinan menunjukkan bahwa pemimpin yang efektif memiliki karakteristik pribadi tertentu. Kekurangan dari ketrampilan tersebut dapat menghalangi perilaku pemimpin yang efektif, (2) ketidakmampuan pemimpin dalam membuat berbagai gaya kepemimpinan dalam situasi yang tepat, (3) pada tingkat tertentu, pemimpin harus mengontrol sistim pemberian hadiah seperti menaikkan gaji, promosi dan lain-lain, (4) karakteristik dari situasi kerja juga dapat menyebabkan ketidakefektifan kepemimpinan.

6. Klemm (1999) menyoroti ciri-ciri pemimpin kreatif yang berkorelasi positif dengan kepemimpinan yang efektif. Menurut Klemm ada 5 ciri-ciri pemimpin yang kreatif meliputi: (1) memiliki tingkat kecerdasan yang cukup tinggi, (2) dapat menerima informasi dengan baik (well informed), (3) memiliki pemikiran yang asli (original thinkers), 4) menjawab pertanyaan dengan benar (ask the right questions), dan 5) disiapkan untuk menjadi kreatif (prepared to be creative).

7. Dunning (2000) mengemukakan 4 kompetensi yang menentukan keberhasilan pemimpin yang baru di era milenium, yaitu: (1) harus memahami dan mempraktekkan pentingnya suatu penghargaan terhadap kemampuan, sehingga pemimpin dituntut memiliki kemampuan, (2) senantiasa mengingatkan bahwa pentingnya mengembangkan bawahannya, (3) senantiasa memberikan kepercayaan kepada bawahannya, dan (4)menjalin keakraban dengan rekan sekerja.

8. Kane (1998) menyoroti aspek-aspek yang paling relevan untuk dimiliki pemimpin pada era melinium yaitu: (1) kompetensi dasar (core competencies) seperti: inteligensi, integritas (integrity) dan perhatian (caring), (2) ketrampilan/pengetahuan (skills/knowledge), membangun tim (team building), mengorganisir bawahan (people management), keterlibatan pada aktivitas di masyarakat (community involvement), dapat mengelola konflik secara produktif (productive use of conflict) dan kecerdasan emosi (emotional intelligence), (3) sikap terhadap keberhasian kepemimpinan (attitudes for successful leadership), yaitu: memiliki komitmen (comitment), perbaikan yang terus menerus (continuous improvement) (Yoenanto, Herry (2002).

B. Kecerdasan Emosi

Istilah kecerdasan emosi pertama kali berasal dari konsep kecerdasan sosial yang dikemukakan oleh Thorndike pada tahun 1920 dengan membagi dalam tiga bidang kecerdasan yaitu: (1) kecerdasan abstrak, seperti: kemampuan memahami dan memanipulasi simbol verbal dan matematika, (2) kecerdasan kongkrit, yaitu kemampuan memahami dan memanipulasi objek, dan (3) kecerdasan sosial, yaitu kemampuan berhubungan dengan orang lain (Goleman, 1995). Kecerdasan sosial menurut Thorndike yang dikutip Goleman (1995) adalah kemampuan untuk memahami dan mengatur orang untuk bertindak bijaksana dalam menjalin hubungan, meliputi: kecerdasan interpersonal dan kecerdasan intrapersonal.

Page 5: Pentingnya Kecerdasan Emosi bagi Kepemimpinan yang Efektif

Jurnal Inspirasi BPSDM Provinsi Jawa Barat Volume 10 | Nomor 1 | April 2019

Jurnal Inspirasi | Volume 10 | Nomor 1 | April 2019 | 82

Kecerdasan intrapersonal adalah kemampuan untuk mengelola diri sendiri, sedangkan kecerdasan interpersonal adalah kemampuan memahami orang lain.

Kemudian, konsep kecerdasan emosi berkembang menjadi istilah emosi yang dikemukakan oleh Mayer dan Salovey pada tahun 1993 (Davies,1998; Kierstead, 1999; Caruso, 2000; Simmons, 2001 dan Goleman, 2000) dengan memberikan definisi emosi yang merupakan kompilasi dari 4 macam ketrampilan, yaitu: 1) mengidentifikasi emosi (identifying emotions), yaitu kemampuan mengenali dan merasakan perasaannya, 2) menggunakan emosi untuk memfasilitasi pikiran (using emotion to facilitate thought), yaitu kemampuan mengekspresikan emosi dan kemudian memberi alasan dengan emosinya, 3) memahami emosi (understanding emotions), yaitu kemampuan emosi secara kompleks dan rangkaian emosi serta bagaimana emosi berpindah dari satu tahap ke tahap lainnya, dan 4) mengelola emosi (managing emotions), yaitu kemampuan untuk mengelola emosi diri sendiri dan dalam berhubungan dengan orang lain.

Dewasa ini, pengertian kecerdasan emosi berkembang tidak hanya sekedar 4 ketrampilan, tetapi lebih luas. Menurut Goleman yang dikutip Bliss (1999), kecerdasan emosi didefinisikan suatu kesadaran diri, rasa percaya diri, penguasaan diri, komitmen dan integritas dari seseorang, dan kemampuan seseorang dalam mengkomunikasikan, mempengaruhi, melakukan inisiatif perubahan dan menerimanya. Atau dengan kata lain Goleman (2000) memberi pengertian kecerdasan emosi merujuk kepada kemampuan untuk mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi secara baik pada diri sendiri dan dalam hubungannya dengan orang lain.

Dalam buku yang terbaru bekerja dengan kecerdasan emosi dalam konteks dunia kerja, Goleman yang dikutip oleh Blisss, (1999); Simon (2001) membagi 2 wilayah dari kerangka kecerdasan emosi, yaitu: (1) kompetensi pribadi (personal competency), yaitu bagaimana mengatur diri sendiri yang terdiri dari: a) kesadaran diri (self awareness), yaitu kemampuan untuk mengenal perasaan dirinya sendiri, b) kemampuan mengatur diri sendiri (self regulation/ self management) yaitu kemampuan mengatur perasaannya dan c) motivasi (motivating) yaitu kecenderungan yang memfasilitasi dirinya sendiri untuk mencapai tujuan walaupun mengalami kegagalan dan kesulitan. (2) kompetensi sosial ( social competence), yaitu kemampuan mengatur hubungan dengan orang lain, yang terdiri dari (a) empati, yaitu kesadaran untuk memberikan perasaan/perhatian, kebutuhan dan kepedulian kepada orang lain, dan (b) memelihara hubungan sosial, yaitu mengatur emosi dengan orang lain, ketrampilan sosial seperti: kepemimpinan, kerja tim, kerjasama dan negosiasi.

C. Revolusi Industri 4.0

Seiring dengan dunia yang memasuki revolusi industri 4.0, maka pemanfaatan robot dan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) dalam proses produksi manufaktur akan semakin lazim. Perubahan ke arah automasi tersebut bisa mendatangkan berbagai dampak kepada para pekerja industri. Seperti dilansir Kompas.com, Selasa (24/4/2018), Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) menyatakan bahwa akan ada jenis pekerjaan yang hilang seiring berkembangnya revolusi industri 4.0. Direktur Jenderal (Dirjen) Pembinaan, Pelatihan, dan Produktivitas Kemenaker Bambang Satrio Lelono menyampaikan, sebanyak 57 persen pekerjaan yang ada saat ini akan tergerus oleh robot. Namun, masih menurut artikel tersebut, di balik hilangnya beberapa pekerjaan akan muncul juga beberapa pekerjaan baru. Bahkan, jumlahnya diprediksi sebanyak 65.000 pekerjaan. Bambang mengatakan, yang harus dilakukan sekarang adalah menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut. Untuk itu, generasi milenial yang lahir pada medio 1980--1999 harus mulai mengasah soft skill mereka. Hal itu, karena masa depan manufaktur Indonesia berada di tangan mereka. Selain

Page 6: Pentingnya Kecerdasan Emosi bagi Kepemimpinan yang Efektif

Jurnal Inspirasi BPSDM Provinsi Jawa Barat Volume 10 | Nomor 1 | April 2019

Jurnal Inspirasi | Volume 10 | Nomor 1 | April 2019 | 83

pendidikan di dalam lingkungan keluarga, tempat lain untuk mengasah soft skill yang dibutuhkan di dunia kerja adalah lembaga pendidikan.

Beberapa lembaga pendidikan pun, terutama perguruan tinggi, sudah menyadari pentingnya pendidikan soft skill untuk para mahasiswanya. Perguruan tinggi saat ini tak hanya membekali anak didiknya dengan ilmu pengetahuan dan hard skill, tetapi juga mulai melakukan pengembangan soft skill. Salah satu lembaga pendidikan yang menerapkan pengembangan soft, begitu juga dengan lembaga pendidikan dan latihan aparatur tentunya sudah harus merubah arah kebijakan diklatnya dengan perkembangan jaman Revolusi industri 4.0 secara umum diketahui sebagai perubahan cara kerja yang menitikberatkan pada pengelolaan data, sistem kerja industri melalui kemajuan teknologi, komunikasi dan peningkatan efisiensi kerja yang berkaitan dengan interaksi manusia.

Lembaga Diklat tidak hanya menghasilkan kuantitas lulusan tetapi kualitas lulusannya. Kesuksesan sebuah negara dalam menghadapi revolusi industri 4.0 erat kaitannya dengan inovasi yang diciptakan oleh sumber daya yang berkualitas, sehingga lembaga Diklat Aparatur wajib dapat menjawab tantangan untuk menghadapi kemajuan teknologi dan persaingan di era globalisasi. Dalam menciptakan sumber daya yang inovatif dan adaptif terhadap teknologi dan pelayanan kepada masyarakat, diperlukan penyesuaian sarana dan prasarana pembelajaran dalam hal teknologi informasi, internet, analisis big data dan komputerisasi. Lembaga diklat yang menyediakan infrastruktur pembelajaran tersebut diharapkan mampu menghasilkan lulusan yang terampil dalam aspek literasi data, literasi teknologi dan literasi manusia.

Terobosan inovasi akan berujung pada peningkatan produktivitas kerja dan melahirkan kualitas pelayanan. Tantangan berikutnya adalah rekonstruksi kurikulum pendidikan yang responsif terhadap revolusi industri juga diperlukan, seperti desain ulang kurikulum dengan pendekatan human digital dan keahlian berbasis digital. Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi M. Nasir mengatakan, “Sistem perkuliahan berbasis teknologi informasi nantinya diharapkan menjadi solusi bagi anak bangsa di pelosok daerah untuk menjangkau pendidikan tinggi yang berkualitas.” Persiapan dalam menghasilkan lulusan yang mampu beradaptasi dengan Revolusi Industri 4.0 adalah salah satu cara yang dapat dilakukan Lembaga Diklat untuk meningkatkan kualitas pelyanan kepada masyarakat. Berbagai tantangan sudah hadir di depan mata, sudah siap kah Perguruan Tinggi dan Lembaga Diklat menyiapkan generasi penerus bangsa di era Revolusi Industri 4.0 dan persaingan global?

4. Pembahasan

A. Pemimpin Efektif dan Transformasional Ukuran yang paling banyak digunakan untuk mengukur efektivitas pemimpin adalah

seberapa jauh unit organisasi pemimpin tersebut berhasil menunaikan tugas pencapaian sasarannya (Yukl, 2006). Contoh ukuran kinerja yang obyektif mengenai pencapaian kinerja atau sasaran adalah keuntungan, margin keuntungan, peningkatan penjualan, pangsa pasar, penjualan dibanding target penjualan, pengembalian atas investasi, produktivitas, biaya per unit keluaran, biaya yang berkaitan dengan anggaran pengeluaran dan seterusnya. Sedangkan ukuran subyektifnya adalah tingkat efektivitas yang dihasilkan oleh pemimpin tertinggi, para pekerja atau bawahan sikap para pengikut terhadap pemimpin merupakan indikator umum lainnya dari pemimpin yang efektif (Yukl, 2006). Seberapa baik pemimpin tersebut memenuhi kebutuhan dan harapan pengikutnya? Apakah para pengikut menyukai, menghormati dan mengagumi pemimpinnya? Apakah pengikut benar-benar mau mengerjakan keinginan pemimpinnya? Indikator berikutnya adalah berdasar kontribusi pemimpin pada kualitas proses kelompok yang dirasakan oleh para pengikut. Apakah pemimpin mampu meningkatkan kohesivitas anggota kelompok, kerjasama anggota,

Page 7: Pentingnya Kecerdasan Emosi bagi Kepemimpinan yang Efektif

Jurnal Inspirasi BPSDM Provinsi Jawa Barat Volume 10 | Nomor 1 | April 2019

Jurnal Inspirasi | Volume 10 | Nomor 1 | April 2019 | 84

motivasi anggota, penyelesaian masalah, pengambilan keputusan dan mendamaikan konflik antaranggota? Apakah pemimpin berkontribusi terhadap efisiensi pembagian peran, pengorganisasian aktivitas, pengakumulasian sumber-sumber dan kesiapan kelompok untuk menghadapi perubahan atau krisis? Apakah pemimpin dapat memperbaiki kualitas kehidupan kerja, membangun rasa percaya diri pengikutnya, meningkatkan ketrampilan mereka dan berkontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan psikologis para pengikutnya.

Dalam kebanyakan konteks organisasi, kepemimpinan transformasional dianggap sebagai gaya kepemimpinan yang lebih efektif dibandingkan dengan transaksional dan secara konsisten ditemukan meningkatkan kinerja organisasi yang lebih besar (Lowe dan Kroeck, 1996). Kepemimpinan transformasional secara tradisional didefinisikan sebagai perwujudan komponen-komponen karisma, stimulasi intelektual, dan pertimbangan individual (Avolio et al., 1999). Dimensi karisma terkait dengan pemimpin yang menanamkan kebanggaan, iman, dan rasa hormat pada bawahan dan yang menetapkan visi dan misi untuk sebuah tim melalui keterampilan komunikasi yang baik. Stimulasi Intelektual ciri seorang pemimpin yang meningkatkan kecerdasan, rasionalitas, kehati-hatian dalam pemecahan masalah, dan yang mendorong bawahan untuk melakukan inovatif dalam menyelesaikan suatu masalah. Seorang pemimpin yang memberikan perhatian pribadi kepada bawahan, memperlakukan setiap karyawan sebagai seorang individu, dan mengambil minat dalam jangka panjang pengembangan kepribadian setiap karyawan merupakan komponen kepemimpinan transformasional Kepemimpinan Transformasional (Sivanathan, Niroshaan dan G.Chinthia F, 2002) adalah kemampuan pemimpin untuk memotivasi pengikutnya untuk mencapai melebihi apa yang mulanya dianggap mungkin. Bass (1985) mengusulkan empat faktor karakteristik kepemimpinan transformasional yang sering disebut sebagai ”Four I’s : 1 . Pengaruh ideal/Idealized Influence yakni pengikut mengidealkan dan meniru perilaku pemimpin terpercaya mereka; 2 Inspirasional motivasi/Inspirational Motivation yaitu pengikut termotivasi oleh

pencapaian tujuan yang sama; 3. Stimulasi intelektual/Intellectual Stimulation yakni pengikut didorong untuk

melepaskan diri dari cara berpikir lama dan didorong untuk mempertanyakan nilai-nilai, keyakinan dan harapan mereka; dan

4. Pertimbangan individual/Individualized Consideartion yaitu kebutuhan pengikut yang ditujukan baik secara individu dan tujuan keadilan (Bass dan Avolio, 1997). Kepemimpinan transformasional secara konsisten menunjukkan efek menguntungkan

pada berbagai hasil individu dan organisasi (Bass, 1998). Sebagai contoh, Barling et al. (1996) menemukan bahwa komitmen organisasi bawahan berkorelasi positif dengan perilaku kepemimpinan transformasional supervisor mereka.

Kelloway dan Barling (1993) juga telah menunjukkan prediksi kuat kesetiaan seseorang kepada organisasinya, sejauh mana dipraktikkan kepemimpinan transformasi. Selain itu, hubungan yang positif juga telah ditemukan antara kepemimpinan transformasional dan motivasi bawahan (Masi dan Cooke, 2000). Beberapa penelitian yang lain menunjukkan bukti-bahwa kepemimpinan transformasional secara positif berhubungan dengan kinerja bisnis intinya (Barling et al.,1996; Howell dan Avolio, 1993).

Menurut Bass (1998) kepemimpinan transformasi adalah berhubungan secara positif dengan efektivitas pemimpin.

Karena hasil organisasi positif berhubungan dengan kepemimpinan transformasi, para peneliti mengeksplorasi faktor-faktor yang memprediksi perilaku kepemimpinan transformasional (Rost, 1991). Faktor yang banyak dinyatakan adalah kecerdasan emosional

Page 8: Pentingnya Kecerdasan Emosi bagi Kepemimpinan yang Efektif

Jurnal Inspirasi BPSDM Provinsi Jawa Barat Volume 10 | Nomor 1 | April 2019

Jurnal Inspirasi | Volume 10 | Nomor 1 | April 2019 | 85

(Sosik dan Megerian, 1999; Barling et al.,2000) Avolio mengemukakan bahwa para pemimpin yang efektif adalah orang-orang yang mempunyai gaya kepemimpinan transformasional daripada gaya kepemimpinan transaksional (1995). Kepemimpinan Transformasional lebih berdasarkan emosi dibandingkan dengan kepemimpinan transaksional dan melibatkan tingkat emosional tinggi (Yammarino dan Dubinsky, 1994).

B. Kompetensi Kecerdasan Emosional (Emotional Quotient) Kompetensi didefinisikan sebagai kapabilitas atau kemampuan (Boyatzis,2008) dan

kompetensi Kecerdasan Emosional (EQ) merujuk pada kemampuan seseorang untuk menyadari perasaan sendiri, sadar akan perasaan orang lain, membedakan diantara keduanya, dan menggunakan informasi untuk membimbing seseorang berpikir dan berperilaku. Definisi ini terdiri dari tiga kategori kemampuan: evaluasi dan ekspresi emosi, regulasi emosi dan menggunakan emosi dalam pengambilan keputusan. Goleman (Polychroniou, PV, 2009) memberikan definisi yang sama: "kemampuan untuk mengatur perasaan kita sendiri dan orang lain, untuk memotivasi diri kita sendiri, dan untuk mengelola emosi dengan baik dalam diri kita sendiri dan dalam berhubungan orang lain "Bar-On (Stein, SJ. Et al, 2009) menyatakan bahwa orang dengan tingkat emosional lebih tinggi memiliki kemampuan untuk menangani situasi yang menekan tanpa kehilangan kontrol dan dapat mempertahankan ketenangannya ketika berhubungan dengan orang lain bahkan ketika intens mengalami emosi. Sosik dan Megerian (Stein, SJ. Et al, 2009) menyatakan bahwa orang yang cerdas secara emosional merasa lebih aman dalam kemampuan mereka untuk mengontrol dan pengaruh peristiwa kehidupan dan, sebagai hasilnya, individu memberikan fokus pada orang lain serta merangsang intelektual dan memotivasi pengikutnya.

Stein dan Book (2000) berpendapat bahwa para pemimpin dengan kecerdasan emosional yang lebih besar akan menjadi pemimpin yang efektif. Barling dari suatu studi menemukan bahwa para manajer di pabrik yang kecerdasan emosionalnya ditingkatkan (diperhatikan dan dijaga) menunjukkan pengaruh yang lebih besar pada faktor pengaruh ideal, inspirasional motivasi dan pertimbangan individual (Barling, et al., 2000). Menurut Goleman (2000) kecerdasan emosi berperan dua kali lipat bahkan lebih dalam menentukan kesuksesan seseorang di tempat kerja. Bahkan jika dikombinasikan dengan kecerdasan spiritual (ESQ) mampu menjadi benteng dalam pelaksanaan tanggungjawab atas pekerjaaannya (Hidayat, Riskin, 2008)

Kepedulian dan sikap berempati terhadap bawahan atau pengikutnya merupakan salah satu indikator adanya kecerdasan emosional pada orang tersebut. Semenjak ditemukannya konsep EQ (Kecerdasan Emosi) oleh Daniel Goleman, peduli dan empati menjadi sesuatu yang teramat penting. Masyarakat barat yang cenderung individualis seakan tersadarkan akan pentingnya nilai-nilai yang selama ini dianggap kurang penting terhadap kesuksesan seseorang. Peduli berarti mampu untuk memahami kebutuhan orang lain, merasakan persaannya serta menempatkan diri dalam posisi orang lain. Seseorang yang memiliki kepedulian tinggi adalah orang yang peka, yang bukan saja perhatian pada dirinya sendiri (self-centered), melainkan juga tertuju kepada orang lain (extra centered sensitivity) sehingga mudah merasa iba pada orang lain. Kepedulian membuat orang melihat keluar dari dirinya dan menyelami perasaan dan kebutuhan orang lain, lalu menanggapi dan melakukan perbuatan yang diperlukan untuk orang-orang disekelilingnya (ESQ Nebula, 2009).

Ada dua jenis cara pandang, pertama melalui cermin dan kedua melalui kaca jendela. Seseorang yang self centered memandang hanya melalui kaca cermin sehingga yang ia lihat hanya dirinya sendiri. Sedangkan seorang extracetered memandang melalui kaca jendela, yang dilihat bukanlah dirinya sendiri. melainkan orang lain dan kebutuhannya. Orang

Page 9: Pentingnya Kecerdasan Emosi bagi Kepemimpinan yang Efektif

Jurnal Inspirasi BPSDM Provinsi Jawa Barat Volume 10 | Nomor 1 | April 2019

Jurnal Inspirasi | Volume 10 | Nomor 1 | April 2019 | 86

yang perhatiannya tertuju kepada orang lain akan bersikap: 1) Lebih sadar akan kepentingan dan kebutuhan orang lain; 2) Perhatiannya terhadap kepentingan diri sendiri berkurang; 3) Bertambah kesadarannya bahwa setiap orang memiliki keunikan sendiri-sendiri; 4) Bertambah keinginan untuk memberikan bantuan dan pertolongan bagi orang lain; 5 ) Berkurangnya rasa kesedihan, karena melihat bahwa orang lain banyak yang kurang beruntung.

Empati yang secara umum dikenal sebagai kebijakan universal, sangat berkaitan dengan kebajikan lainnya seperti cinta, toleransi, kebaikan, kepedulian, penerimaan dan lain-lain. Daniel Goleman menganggap empati sebagai komponen besar dalam kecerdasan emosi sebab empati memungkinkan seseorang memahami dan memprediksi emosi dan kebutuhan orang lain. Pengetahuan tersebut dapat membantu kita untuk mempengaruhi orang lain. Empati dapat menjadi kunci menaikkan intensitas dan kedalaman hubungan dengan orang lain (Connecting with). Menurut Daniel Goleman (ESQ Nebula, 2009), meningkatkan empati dapat melalui beberapa cara yaitu : 1 ) Understanding Other, yaitu cepat menangkap isi perasaan dan pikiran orang lain; 2) Service Orientation, yaitu memberikan pelayanan yang dibutuhkan orang lain, bukan mengambil apalagi memanipulasi; 3) Developing Others yaitu memberikan masukan-masukan positip atau membangun orang lain; 4) Leveraging Others yaitu mengambil manfaat dari perbedaan, bukan menciptakan konflik dari perbedaan, da n 5 ) Political Awareness yaitu memahami aturan main yang tertulis atau yang tidak tertulis dalam hubungannya dengan orang lain.

Sikap peduli dan empati dapat meningkatkan emosi positif, dimana emosi positif akan mendorong orang untuk bereaksi positif juga. Dengan demikian jika pemimpin menginginkan ada respon yang baik dan motivasi untuk bekerja menjadi lebih baik adalah dengan menumbuhkan sikap peduli dan empati.

Selain kepedulian dan empati, ada beberapa dimensi keterampilan yang lain yang ada dalam kecerdasan emosional. Dimensi ketrampilan tersebut meliputi Intrapersonal sebagai indikator Kesadaran-diri dan ekspresi diri, Interpersonal digunakan untuk mengukur Kesadaran sosial dan hubungan interpersonal, Manajemen Stress digunakan untuk Manajemen dan Pengendalian Emosi, Adaptation digunakan sebagai indikator kemampuan untuk Mengelola Perubahan, dan General Mood digunakan sebagai indikator Motivasi diri. Pengukuran dimensi ketrampilan dan indicator kecerdasan emosional dapat dilakukan dengan menggunakan Emosional Quotient Inventory (EQ-i). Menurut Bar-On (Stein, SJ. Et al, 2009) model EQ-i melibatkan daftar kemampuan dan ketrampilan pribadi, emosional, dan sosial. Skor yang lebih tinggi pada hasil EQ-i ini mengimplikasikan ketrampilan Emotional Intelligence yang kuat dan lebih positif memprediksikan sebagai efektif dalam memenuhi tuntutan dan tantangan. Sebaliknya, skor EQ-i yang lebih rendah menunjukkan keterampilan EI yang buruk dan mengurangi kemampuan untuk menjadi efektif dalam memenuhi tuntutan dan tantangan .

Keandalan dari EQ-i telah diselidiki oleh sejumlah peneliti seperti Matthews, Newsome, Petrides dan Furnham (Stein, SJ. Et al, 2009) dengan konsensus temuan mengungkapkan bahwa instrument ini dapat diandalkan, konsisten, dan stabil. Bar-On melaporkan bahwa Reliabilitas konsistensi internal EQ-i secara keseluruhan adalah 0,76 dan Keandalan tes-tes ulang 0,85 setelah satu bulan dan 0,75 setelah empat bulan (Stein, SJ. Et al, 2009).

Slaski dan Cartwright (Stein, SJ. Et al, 2009) menemukan bahwa hasil metode pengukuran EQ-i secara signifikan berkorelasi dengan semangat (0,55), stres (0,41), kesehatan umum (0,50), dan peringkat kinerja Supervisor (0.22) dalam penelitian mereka terhadap manajer retail. Studi lain pada manajer Inggris, Slaski dan Cartwright menemukan bahwa pelatihan dalam kecerdasan emosional menghasilkan peningkatan skor EQ-i dan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan.

Page 10: Pentingnya Kecerdasan Emosi bagi Kepemimpinan yang Efektif

Jurnal Inspirasi BPSDM Provinsi Jawa Barat Volume 10 | Nomor 1 | April 2019

Jurnal Inspirasi | Volume 10 | Nomor 1 | April 2019 | 87

Tabel I. Karakteristik Ketrampilan dan Arah Pengukuran Kecerdasan emotional (Emotional Intelligence)

Sumber : Stein, SJ. et al, 2009 (dalam Nurtantiono, Andri (2012))

C. Alat Ukur Kecerdasan Emosi Hingga saat ini banyak alat ukur yang mengungkap kecerdasan emosi. Pada kajian ini

penulis hanya menguraikan alat ukur yang pernah dikembangkan oleh beberapa peneliti, yaitu:

(1) MSCEIT (Mayer, Salovey, Caruso emotional intelligence test) yang dikembangkan oleh Dr. Jack Mayer, Dr. Peter Salovey dan Dr. David Caruso yang terdiri dari 4 ketrampilan yaitu: mengidentifikasi emosi, menggunakan emosi, memahami emosi

Karakteristik Ketrampilan Arah Pengukuran

Intrapersonal 1. Anggapan Diri (Self Regard)

2. Kesadaran Emosi Diri

(Emotional Self Awareness 3. Ketegasan (Assertiveness)

4. Kemandirian (independence)

5. Aktualisasi diri (Self Actualization)

Kesadaran-diri dan ekspresi diri: 1. Kemampuan Memahami, mengerti dan menerima diri sendiri 2. Kemampuan mengetahui dan memahami emosi seseorang 3. Kemampuan mengekspresikan emosi seseorang dan diri sendiri 4. Menjadi mandiri dan bebas dari ketergantungan emosional pada orang lain 5. Berusaha untuk mencapai tujuan pribadi dan mengaktualisasikan potensi seseorang

Interpersonal

1. Empati (Empaty)

2. Tanggung jawab sosial

Kesadaran sosial dan hubungan interpersonal: 1. Kemampuan mengetahui dan memahami bagaimana orang lain merasa

(Social Responsibility) 3. Hubungan interpersonal yang saling

memuaskan (Interpersonal Relationship)

2. Kemampuan mengidentifikasi dengan salah satu kelompok sosial dan bekerjasama dengan orang lain 3. Kemampuan membangun hubungan dan berhubungan baik dengan yang lain

Stress Management 1. Toleransi Stres (Stress

Tolerance) 2. Pengendalian Rangsangan (Impulse

Control)

Manajemen dan Pengendalian Emosi 1.Kemampuan mengelola emosi 2.Kemampuanmengendalikan emosi

Adaptability 1. Uji Realitas (Reality Testing)

2. Fleksibilitas (Flexibility)

3. Pemecahan Masalah (Problem Solving)

Mengelola Perubahan: 1.Kemampuan seseorang untuk merasakan dan berpikir obyektif dengan kenyataan eksternal 2.Kemampuan beradaptasi dan menyesuaikan perasaan seseorang dan berpikir untuk situasi baru 3.Kemampuan memecahkan masalah secara efektif memecahkan masalah alamiah personal dan interpersonal

General Mood 1. Optimis (Optimism)

2. Kebahagiaan (Happiness)

Motivasi Diri: 1.Menjadi positif dan melihat sisi terang kehidupan 2.Merasa puas dengan diri sendiri dan kehidupan pada umumnya

Page 11: Pentingnya Kecerdasan Emosi bagi Kepemimpinan yang Efektif

Jurnal Inspirasi BPSDM Provinsi Jawa Barat Volume 10 | Nomor 1 | April 2019

Jurnal Inspirasi | Volume 10 | Nomor 1 | April 2019 | 88

dan mengelola emosi. Tes ini lebih mengarah kepada mengukur kemampuan kecerdasan emosi (ability measure).

(2) Baron EQ-I (Baron Emotional Quotient-Intelligence). Tes ini diciptakan oleh Baron. Aspek-aspek yang diukur antara lain: a) ketrampilan intrapersonal seperti: kesadaran diri, asertif, aktualisasi diri dan kemandirian, b) ketrampilan interpersonal seperti: empati, hubungan interpersonal, dan tanggungjawab sosial, c)mengelola stress seperti: pemecahan masalah, tes realitas dan fleksibilitas, dan d) kemampuan beradaptasi (adaptability) seperti: toleransi terhadap stress, mengontrol impuls.Tes ini mengarah pada bentuk self report.

(3) EQ Map (Emotional Quotient Map). Tes ini dikembangkan oleh Robert K. Cooper dan Ayman Sawaf (2001) yang melakukan penelitian pada manajer eksekutif dan profesional dari ratusan organisasi perusahaan. Aspek-aspek yang diukur antara lain: a) ketrampilan kecerdasan emosi seperti: kesadaran diri emosi, kesadaran emosi terhadap orang lain dan ekspresi emosi, b) kecakapan emosi seperti: intensionalitas, kreativitas, ketangguhan, hubungan antar pribadi dan ketidakpuasan konstruktif, c) nilai-nilai dan keyakinan seperti: belas kasihan, sudut pandang, intuisi, radius kepercayaan, daya pribadi dan integritas.

(4) ECI (Emotional Competence Inventory). Tes ini mengukur aspek-aspek antara lain: a) kesadaran diri (self awareness) seperti: kesadaran emosi diri, ketepatan mengases diri (accurate self assesment) dan kepercayaan diri (self confidence) b) kesadaran sosial (social awareness) seperti empati, kesadaran organisasi dan berorentasi pada pelayanan, c) manajemen diri (self management), seperti: penguasaan diri (self control), sifat dapat dipercaya (trustworthiness), kehati-hatian (consentiousness), kemampuan beradaptasi (adaptability), orientasi berprestasi (achievement orientation), inisiatif (initiative), d) ketrampilan sosial seperti: mengembangkan prang lain (developing others), kepemimpinan, mempengaruhi, komunikasi, manajemen konflik (conflict management), katalis perubahan (change catalist), kerjasama tim (teamwork) dan menjalin hubungan dengan orang lain.

D. Pentingnya Kecerdasan Emosi bagi Pemimpin yang Efektif

Kepemimpinan (leadership) diartikan sebagai kemampuan untuk memegaruhi suatu kelompok guna mencapai visi atau serangkaian tujuan yang sudah ditetapkan. Kepemimpinan adalah kebutuhan dasar umat manusia, tetapi tidak sembarang pemimpin dapat melakukannya. Tidak mudah mencari sosok pemimpin ideal. Selama ribuan tahun, tak terhitung banyaknya penobatan, kudeta, pelantikan, pemilu dan perubahan rezim. Raja, perdana menteri, pangeran, presiden, sekretaris jendral dan diktator datang silih berganti. Sejarah membuktikan seorang penguasa biasanya akan mendapat respek dan dukungan rakyat jika ia memberi kadar kedamaian yang masuk akal dan kondisi hidup yang terjamin. Jika rakyat hilang percaya, orang lain mungkin akan segera mengantikan.

Kondisi hidup yang buruk, kediktatoran dan keinginan akan perubahan biasanya menjadi pemicu pergantian. Penulis mencoba mengurai ciri-ciri pemimpin yang ideal untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam memilih pemimpin efektif.

Karismatik, bila kita menengok sejarah para pemimpin yang kuat seperti Napoleon, Mao Tze Tung, Churchil, Margaret Thatcher, Ronald Reagen, Bung Karno, Gandhi, semuanya merupakan orang-orang yang sering kali disebut sebagai pemimpin karismatik. Apa yang dimaksud dengan kepemimpinan karismatik, ilmuwan dan sosiolog Max Weber punya definisi sendiri. Lebih dari seabad lalu ia mengatakan karismatik sebagai sifat dari seseorang yang membedakan mereka dari orang kebanyakan dan biasanya dipandang sebagai kemampuan atau kualitas supernatural. Artinya tidak dimiliki oleh orang biasa, karena merupakan kekuatan yang bersumber dari Ilahi. Telaah literatur menunjukan adanya empat

Page 12: Pentingnya Kecerdasan Emosi bagi Kepemimpinan yang Efektif

Jurnal Inspirasi BPSDM Provinsi Jawa Barat Volume 10 | Nomor 1 | April 2019

Jurnal Inspirasi | Volume 10 | Nomor 1 | April 2019 | 89

karakteristik sehubungan dengan pemimpin karismatik. Yaitu memiliki visi, bersedia mengambil risiko pribadi untuk mencapai visi tersebut, sensitif terhadap kebutuhan bawahan dan memiliki prilaku yang luar biasa. Indonesia pernah memiliki Bung karno yang masuk dalam kategori pemimpin karismatik. Memiliki visi memerdekakan Indonesia walau dengan risiko harus keluar masuk bui. Dia juga berani mengambil sikap demi mencapai visi. Penulis berpendapat kepemimpinan karismatik merupakan salah satu dari jenis kategori ideal. Tetapi untuk mencari sosok pemimpin yang benar-benar ideal, karismatik saja belumlah cukup. Perlu kecerdasan emosional yang membuat kepemimpinan seseorang menjadi lebih efektif.

Kecerdasan emosi dewasa ini sangat dibutuhkan dalam semua bidang kerja. Yate (1997) yang dikutip Caruso (2000) membuat penelitian yang sangat menarik dengan mengungkap peranan kecerdasan emosi dalam karir dan tempat kerja dengan mengacu seberapa besar kecerdasan emosi sebagai syarat yang dibutuhkan untuk keberhasilan kerja. Berikut daftar pekerjaan yang membutuhkan tingkat kecerdasan emosi yang tinggi (dari tertinggi hingga ke terendah): (1) dokter jiwa, (2) pekerja sosial, (3) spesialis merawat orang manula, (4) dokter medis keluarga, (5) ahli terapi fisik, (6) guru/kepala sekolah, (7) manajer sumber daya manusia, (8) perawat, (9) humas, (10) manajer pelatihan, (11) polisi, (12) dokter gigi, (13) wartawan, (15) pemasar, (16) editor, (17) agen asuransi, (18) ahli kacamata, (19) sekretaris, (20) agen perjalanan, (21) asisten medis, (22) pelayan, (23) insinyur piranti lunak, (24) ahli geofisik, (25) akunta, (26) insinyur listrik, (27) analis sistem, (28) teller, dan (29) ahli botani.

Dari berbagai penelitian juga dibuktikan bahwa kecerdasan emosi sangat dibutuhkan bagi pemimpin yang efektif. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Patricia Pitcher’s yang dikutip oleh Bliss (1999) menyimpulkan bahwa pemimpin yang memiliki kecerdasan emosi tinggi lebih berhasil dibandingkan dengan pemimpin yang tanpa kecerdasan emosi. Bennis yang dikutip Simmons (2001) juga mendukung peneliti sebelumnya dengan mengatakan bahwa kecerdasan emosi lebih berpengaruh dibandingkan dengan inteligensi (IQ) dalam menentukan pemimpin yang efektif. Penelitian yang dilakukan Cooper (1997) menyebutkan bahwa orang dengan tingkat kecerdasan emosi yang tinggi lebih berhasil dalam karir pekerjaan, dapat membangun hubungan personal yang lebih baik, memimpin lebih efektif, dapat menikmati kesehatan lebih baik dan dapat memotivasi dirinya sendiri dan orang lain. Lebih lanjut Cooper menjelaskan bahwa orang yang memiliki kecerdasan emosi tinggi dapat meningkatkan kekuatan intuisi, senantiasa mempercayai dan dipercayai oleh orang lain, memiliki integritas, dapat memecahkan solusi dalam keadaan yang darurat dan dapat melakukan kepemimpinan yang efektif.

Seorang pemimpin yang efektif menggunakan pengaruh hubungan personil dalam mempengaruhi orang lain. Hubungan personil dibangun menggunakan ketrampilan kecerdasan emosi. Kecerdasan emosi tidak hanya membedakan pemimpin yang menonjol dengan yang tidak, tetapi juga berkaitan dengan kinerja yang baik (Goleman, 1998). Penelitian lain yang sejenis dilakukan Fieldman yang dikutip Simmon (2001), menyimpulkan bahwa pemimpin yang memiliki kecerdasan emosi yang baik secara langsung dapat mempengaruhi kinerja bawahannya dan produktivitas dalam segala hal. Cooper dan Sawaf (1998 dan 2001) yang menyoroti perbedaan kecerdasan emosi dari pemimpin dapat membuat faktor keberhasilan karir dan organisasi dalam hal: 1) pengambilan keputusan, (2) kepemimpinan, (3) komunikasi secara jujur dan terbuka, (4) hubungan yang saling mempercayai dan kerjasama tim, dan (5) kepuasan pelanggan.

Penelitian lain yang berkaitan dengan kecerdasan emosi juga dilakukan oleh beberapa ahli. Seperti yang dilakukan oleh Simmon (2001) dengan mengaitkan antara jenis kelamin (gender) dengan kecerdasan emosi didapatkan kesimpulkan bahwa orang wanita rata-rata lebih baik kecerdasan emosi dalam hal kesadaran dirinya, empati dan ketrampilan sosialnya,

Page 13: Pentingnya Kecerdasan Emosi bagi Kepemimpinan yang Efektif

Jurnal Inspirasi BPSDM Provinsi Jawa Barat Volume 10 | Nomor 1 | April 2019

Jurnal Inspirasi | Volume 10 | Nomor 1 | April 2019 | 90

sementara orang pria rata rata lebih baik kecerdasan emosi dalam bidang kepercayaan diri, optimistik, dapat menyesuaikan diri dengan cepat dan daya tahan terhadap stres.

Sementara itu Baron menyelidiki pengaruh kecerdasan emosi dengan tingkat usia, diperoleh hasil ada pengaruh yang konsisten antara usia dengan kecerdasan emosi, yaitu nilai total kecerdasan emosi meningkat dengan pertambahan usia dan puncaknya pada akhir tahun ke-40 dan awal tahun ke-50. Penelitian ini menunjukkan bahwa kematangan emosi berasal dari usia dan pengalaman, dimana orang yang lebih tua dapat mengatasi tuntutan lingkungan dari orang yang lebih muda. Atau secara umum orang yang lebih tua memiliki beberapa kelebihan dibandingkan orang yang lebih muda yaitu: (1) mandiri dalam cara berfikir dan bertindak, (2) sadar akan perasaan orang lain, (3) memiliki tanggung jawab sosial, (4) dapat beradaptasi, (5) dapat mengatasi masalah, dan (6) dapat mengatur tingkat stres.

Tetapi mengapa Emotional Intelligence begitu penting bagi kemimpinan yang efektif? Ini jawabnya, salah satu komponen inti Emotional Intelligence adalah empati. Sejarawan Fred Greenstein mengadakan penelitian dan menunjukan Emotional Intelligence merupakan salah satu unsur terpenting untuk meramalkan kebesaran seorang pemimpin. Jelas argumen dari sejarawan ini bisa dikatakan benar, karena jika seorang pemimpin tidak memilki sifat empati dan mendengar apa yang dikatakan oleh bawahan ataupun masyarakat yang dipimpinnya, maka akan menjadikan dia pemimpin yang cendrung diktator.

Di Amerika Serikat, cendrung memilih pemimpin (presiden) yang memiliki Emotional Intelligence tinggi dibanding pemimpin yang cerdas dalam berpolitik. Hal ini terlihat ketika George W Bush memenangkan Pemilu 2004, mengalahkan lawannya Jhon Kerry. Seorang komentator politik menjelaskan sikap mayoritas suara rakyat USA, “Rakyat menangkap bahwa Kerry memiliki Emotional Intelligence lebih rendah dari pada Bush. Walaupun Kerry memiliki kecerdasan politik yang lebih tinggi, tetapi Bush memiliki kecerdasan bangsa yang jauh lebih baik. Tercermin dari sikap Bush saat melakukan kampanye yang lebih memberi kesan secara emosional, berbicara dengan jelas, sederhana, penuh semangat dan Dia menang.“ Musuh utama dari kepemimpinan yang efektif adalah kekuasaan yang dapat merubah visi utama dari seorang pemimpin.

Kekuasaan selama ini dianggap sebagai kata yang paling kotor. Mereka yang mencoba dan belum mendapatkan kekuasaan akan terus mengejar. Mereka yang pandai mendapatkan akan merahasiakan cara untuk memenangkannya. Kita mungkin sudah mendengar ungkapan power corroupts, absolute power corroupts absolutely (kekuasaan itu korup dan kekuasaan penuh akan sepenuhnya korup). Para pemimpin akan menggunakan kekuasaan sebagai sarana untuk mewujudkan tujuan kelompok, dan kekuasaan adalah sarana untuk memudahkan usaha mereka.

Kekuasaan terfokus bukan hanya pengaruh kepada pengikut atau bawahan, tapi melebarkan pengaruh ke samping atau dengan kata lain ingin menguasai secara menyeluruh. Padahal pemimpin memiliki keterbatasan sebagai pribadi-pribadi yang tidak sempurna.

Pemimpin ideal harus memenuhi aspek-aspek kepribadian yang unggul. Berikut ini adalah ciri dari kepribadian seorang pemimpin yang ideal:

Pertama, Memiliki integritas, berprilaku jujur dan lurus sehingga dapat menantang musuh-musuhnya dihadapan umum. Tidak munafik, sehingga masyarakat akan tergerak untuk menjadi pendukungnya (karismatik).

Kedua, Peduli terhadap masyarakat, memberi dukungan moril, materil, penghiburan bagi orang-orang yang tertekan, mendengarkan dan empati (emotional Intellgence).

Ketiga, Mau bekerja, menyelesaikan semua tugas-tugas sebagai seorang pemimpin, tanggap ketika rakyatnya membutuhkan pertolongan, mau melayani masyarakat bukan hanya dilayani turun kebawah).

Page 14: Pentingnya Kecerdasan Emosi bagi Kepemimpinan yang Efektif

Jurnal Inspirasi BPSDM Provinsi Jawa Barat Volume 10 | Nomor 1 | April 2019

Jurnal Inspirasi | Volume 10 | Nomor 1 | April 2019 | 91

Penulis melihat ciri-ciri dari sosok pemimpin yang ideal di atas, masih jauh dari kenyataan. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila banyak masyarakat hilang harapan untuk mendapatkan pemimpin ideal. Tapi bukan berarti sosok pemimpin yang ideal itu tidak ada. Melihat kondisi sekarang, penulis berharap masyarakat bisa berpikir luas, lebih cerdas, lebih objektif, tidak terpengaruh bujuk manis atau politik uang dalam menentukan pilihan kepada calon–calon pemimpin di daerahnya.

Pemimpin memiliki manajemen diri dan manajemen waktu yang baik dan efektif . Tanggung jawab kepemimpinan bukanlah sesuatu hal yang dapat dijalankan dengan mudah. Tetapi, semakin besar tanggung jawab kepemimpinan itu, semakin besar pula penghargaan yang diberikan jika dapat memenuhi peranan tersebut.

Jika suatu bangsa dapat memilih para pemimpinnya dengan baik, maka bangsa tersebut akan berkembang dan menjadi negara yang besar. Tetapi, jika salah memilih pemimpin, bangsa tersebut akan menuju kehancuran. Keberhasilan dan jatuhnya suatu negara berada di tangan para pemimpinnya. Ini sama halnya seperti dalam dunia bisnis. Tidak peduli betapa hebatnya kemampuan para pekerja di suatu perusahaan, jika kepemimpinannya kurang, maka perusahaan tersebut akan segera mengalami kebangkrutan. Tetapi, jika sang pemilik atau para direksi menyediakan suatu kepemimpinan yang handal, maka perusahaan tersebut akan berkembang dan berhasil. Orang biasa cenderung untuk meniru para pemimpinnya. Mereka mulai meniru para pemimpinnya bukan hanya dalam hal penggunaan kata-kata dan kelakuan, tetapi mereka juga meniru cara berpikir para pemimpin mereka. Coba kita lihat komunitas milist (mailing list). Jika pemimpin milist ini handal, maka seluruh komunitas milist ini akan meningkat hari demi hari. Sebaliknya, jika komunitas milist ini kurang dalam hal kepemimpian maka komunitas milist ini akan mengalami banyak penurunan. Ada empat kualitas yang dapat membantu kita untuk mengembangkan kepemimpinan kita:

1. Seorang pemimpin yang handal, kita harus dengan cepat memahami kebutuhan orang-orang dan memenuhinya. Sebagai contoh, seorang pedagang harus dengan cepat memahami kebutuhan para produsen, konsumen dan situasi terkini dalam pendistribusian order agar dapat meraih sukses dalam bisnisnya. Ketika kita melakukan suatu bisnis di pasar dunia, perluasan kapasitas produksi tidak akan menjamin kesuksesan dalam bisnis kita. Ketika melakukan produksi, kita harus memahami dan menganalisa status produksi dari barang-barang di seluruh dunia dan berdasarkan itu kita harus mencocokkannya dengan pabrik kita. Hanya analisa yang teliti dan pemahaman yang sepenuhnya yang dapat membawa kesuksesan. Sama seperti hal di atas, mereka yang kurang memiliki kemampuan dalam memahami dan menganalisa kebutuhan orang lain tidak dapat menjadi seorang pemimpin. Seorang pemimpin harus terus menerus tanggap dan harus bisa menganalisa. Apa yang dibutuhkan pasar? Apa yang sedang mereka pikirkan? Dalam hal apa mereka membutuhkan pembaharuan? Pertanyaan-pertanyaan ini harus selalu ada di dalam pikiran para pemimpin.

2. Seorang pemimpin yang handal, kita harus memiliki kemampuan untuk membuat orang lain sukses. Di antara berbagai macam tipe pemimpin, ada tipe pemimpin otoriter. Para pemimpin otoriter tidak mempedulikan ide-ide atau pendapat dari orang yang berada di bawahnya. Para pemimpin tipe ini menyuruh orang-orang agar mematuhi perintah-perintahnya. Mereka ini akan memanfaatkan bawahan mereka, lalu mengabaikannya. Tipe lainnya yaitu tipe pemimpin mekanis. Mereka ini sangat terikat dengan aturan-aturan yang mereka ikuti. Tipe pemimpin seperti ini telah kehilangan rasa kemanusiaannya dan menjadi mesin virtual. Pemimpin seperti ini tidak dapat membantu orang lain agar menjadi sukses. Ada beberapa pemimpin yang dengan senang hati membantu orang lain agar menjadi sukses.

Page 15: Pentingnya Kecerdasan Emosi bagi Kepemimpinan yang Efektif

Jurnal Inspirasi BPSDM Provinsi Jawa Barat Volume 10 | Nomor 1 | April 2019

Jurnal Inspirasi | Volume 10 | Nomor 1 | April 2019 | 92

3. Seorang pemimpin yang handal, kita harus selalu memiliki semangat untuk mempelopori dan harus selalu bergerak maju. Kebanyakan orang hanya diam di tempat, mereka hanya berusaha agar keadaan tetap seperti itu. Ini dikarenakan mereka lebih memilih untuk amannya saja daripada hidup dalam ketidakpastian. Apabila seorang pemimpin hanya mencari rasa aman saja sewaktu ia memimpin suatu kelompok, maka ia telah kehilangan tujuannya sebagai seorang pemimpin. Seorang pemimpin yang handal harus mempunyai sifat petualang dan agresif. Ide-ide baru harus dipikirkan dan diterapkan meskipun ide-ide tersebut mungkin mengakibatkan ketidakpastian dan membawa bahaya. Pertumbungan dan perkembangan selalu diikuti oleh sejumlah bahaya. Seorang pemimpin harus terus mengembangkan dan memperluas dirinya agar dapat menjadi pemimpin yang lain daripada yang lain. Saya telah mendapatkan banyak kesempatan untuk bertemu dengan para pemimpin yang terkenal di dunia dan berbicara dengan mereka. Saya telah menemukan bahwa mereka semua mempunyai satu persamaan yaitu: mereka semua terlihat sedikit fanatik di dalam beberapa hal tertentu. Mereka kadang-kadang mengatakan hal-hal yang sulit dimengerti dengan sudut pandang biasa. Mereka semakin menjauh dari realita dan menemukan hal-hal yang baru untuk dikerjakan. Oleh karena itu, orang-orang yang benar-benar berpegang pada realita akan mengalami kesulitan untuk memahami mereka. Untuk menjadi seorang pemimpin yang handal, pikiran kita harus lebih maju daripada orang lain, dan kita harus menjadi pemimpin yang selalu bekerja keras.Oleh karena itu, kita harus memiliki gol yang jauh ke depan dan berusaha keras untuk meraihnya dengan segala usaha. Maka kita dapat menjadi pemimpin-pemimpin yang handal.

4. Seorang pemimpin yang handal, kita harus menginvestasikan semua usaha kita untuk pengembangan diri. Kita harus membayangkan seberapa banyak kita telah mengembangkan dan meningkatkan diri sejak tahun lalu sambil bertanya, "Apa yang bisa saya lakukan untuk menjadi seorang pemimpin yang lebih baik lagi? Bagaimana caranya agar saya dapat menjalankan tugas saya sebagai pemimpin dengan lebih efektif?". Selain itu, kita harus melakukan yang terbaik untuk pengembangan diri kita. Saya menghabiskan banyak energi untuk melakukan pengembangan dan peningkatan diri. Saya selalu berpikir tentang bagaimana meningkatkan diri saya sendiri dalam kehidupan sehari-hari. Lihatlah para CEO atau para eksekutif perusahaan. Tentu saja mereka sangat sibuk dengan pekerjaan mereka. Tetapi jika kita melihat mereka lebih dekat, kita akan terkejut karena kita akan menemukan bahwa mereka banyak menghabiskan waktu mereka untuk mengembangkan dan meningkatkan diri. Ketika kita tidak bisa merefleksikan pada diri kita sendiri untuk menemukan kelemahan-kelemahan yang perlu dikuatkan, maka kita akan menemukan bahwa kita tidak akan mampu memimpin.

Apabila kita mengikuti panduan ini, maka kita pasti akan menjadi pemimpin-pemimpin yang handal dan kita akan mampu memimpin orang-orang yang berada di bawah kita secara efektif dan bijaksana agar mereka dapat mencapai kesuksesan. E. Revolusi Industri 4.0

Saat ini Indonesia belum masuk dalam kategori negara industri. Indonesia baru masuk sebagai kategori negara berkembang. Tetapi ada baiknya kita juga mengetahui perkembangan pasar tenaga kerja di negara industri pada lima tahun yang akan datang. Rasanya belum ketinggalan untuk meliput apa yang dihasilkan oleh Forum International yang diadakan tahuan bertemakan “Mastering the Fourth Industrial Revolution” yang terjadi di Davos dari tanggal 20 sampai 23 Januari 2016. Prediksi Perubahan dalam lima tahun mendatang ini perlu adanya skill atau ketrampilan tenaga kerja yang diperlukan untuk

Page 16: Pentingnya Kecerdasan Emosi bagi Kepemimpinan yang Efektif

Jurnal Inspirasi BPSDM Provinsi Jawa Barat Volume 10 | Nomor 1 | April 2019

Jurnal Inspirasi | Volume 10 | Nomor 1 | April 2019 | 93

menyelaraskan perubahan baru ini. Dalam waktu lima tahun yang akan datang dimulai dengan saat ini, hanya sepertiga dari skill yang dianggap penting dalam ketenaga-kerjaan akan berubah secara drastis.

Para pakar meramalkan bahwa di tahun 2020, dunia akan memasuki era Industri 4.0. Di era tersebut, akan banyak bermunculan robot canggih, superkomputer, kendaraan otonom, 3D printing, serta pengoptimasian fungsi otak manusia dengan editing genetik dan perkembangan neuroteknologi.

Mungkin terlihat canggih dan membuat takjub, akan tetapi bukan berarti tidak ada kerugian yang ditimbulkan oleh revolusi industri tersebut. Mengutip dari hasil Forum Internasional tahunan yang bertemakan “Mastering the Fourth Industrial Revolution” pada 2016 lalu, Revolusi Industri 4.0 ini akan menyebabkan disrupsi atau gangguan bukan hanya di bidang bisnis saja, namun juga pada pasar tenaga kerja. Hal ini berarti akan ada banyak jenis pekerjaan yang hilang dan tergantikan oleh fungsi robot atau artificial intelligence. Para tenaga kerja manusia pun tidak menutup kemungkinan akan menghadapi jenis pekerjaan baru yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya, sehingga revolusi ini mau tak mau menuntut kita untuk terus mengembangkan skill yang sekiranya dapat bermanfaat serta mumpuni di masa depan. Lantas, apa saja skill yang dibutuhkan untuk menghadapi Revolusi Industri 4.0? Berikut jawabannya! 1. Complex problem solving Complex problem solving disini merupakan kemampuan penyeleasaian masalah kompleks dengan dimulai dari melakukan identifikasi, menentukan elemen utama masalah, melihat berbagai kemungkinan sebagai solusi, melakukan aksi/tindakan untuk menyelesaikan masalah, serta mencari pelajaran untuk dipelajari dalam rangka penyelesaian masalah. 2. Critical thinking Critical thinking atau kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan untuk berpikir masuk akal, kognitif dan membentuk strategi yang akan meningkatkan kemungkinan hasil yang diharapkan. Berpikir kritis juga bisa disebut berpikir dengan tujuan yang jelas, beralasan, dan berorientasi pada sasaran. 3. Creativity Creativity atau kreatifitas adalah kemampuan dan kemamuan untuk terus berinovasi, menemukan sesuatu yang unik serta bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungan. Creativity disini dapat juga diartikan mengembangkan sesuatu hal yang sudah ada sehingga dapat menjadi lebih baik. 4. People management People management adalah kemampuan untuk mengatur, memimpin dan memanfaatkan sumber daya manusia secara tepat sasaran dan efektif. 5. Coordinating with other Kemampuan untuk kerjasama tim ataupun bekerja dengan orang lain yang berasal dari luar tim. 6. Emotion intelligence Emotion intelligence atau kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk mengatur, menilai, menerima, serta mengontrol emosi dirinya dan orang lain di sekitarnya. 7. Judgment and decision making Judgement and decision making adalah kemampuan untuk menarik kesimpulan atas situasi yang dihadapi serta kemampuan untuk mengambil keputusan dalam kondisi apapun, termasuk saat sedang berada di bawah tekanan. 8. Service orientation

Page 17: Pentingnya Kecerdasan Emosi bagi Kepemimpinan yang Efektif

Jurnal Inspirasi BPSDM Provinsi Jawa Barat Volume 10 | Nomor 1 | April 2019

Jurnal Inspirasi | Volume 10 | Nomor 1 | April 2019 | 94

Service orientation adalah keinginan untuk membantu dan melayani orang lain sebaik mungkin untuk memenuhi kebutuhan mereka. Dengan memiliki service orientation, kita akan selalu berusaha memberikan yang terbaik pada pelanggan tanpa mengharapkan penghargaan semata. 9. Negotiation Kemampuan berbicara, bernegosiasi, dan meyakinkan orang dalam aspek pekerjaan. Tidak semua orang secara alamiah memiliki kemampuan untuk mengadakan kesepakatan yang berbuah hasil yang diharapkan, namun hal ini dapat dikuasai dengan banyak latihan dan pembiasaan diri. 10. Cognitive flexibility Cognitive flexibility atau fleksibilitas kognitif adalah kemampuan untuk menyusun secara spontan suatu pengetahuan, dalam banyak cara, dalam memberi respon penyesuaikan diri untuk secara radikal merubah tuntutan situasional. Sumber: Future of Jobs Reports, World Economic Forum. 5. Kesimpulan

Pemimpin yang efektif sangat diperlukan di era globalisasi. Karakteristik pemimpin yang dapat merealisasikan visi menjadi kenyataan, memilik perspektif jangka panjang, dapat mengembangkan bawahan, inovatif, kreatif, memiliki kecerdasan emosi dan karakteristik lainnya merupakan sesuatu yang menentukan suksesnya pemimpin untuk bisa bersaing di era globalisasi.

Kecerdasan emosi merupakan aspek sangat dibutuhkan dalam semua bidang kerja dan dalam kehidupan bermasyarakat. Dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa orang yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi lebih cenderung sukses dalam dunia kerja dan dalam hidup di masyarakat. Dengan demikian orang yang memiliki kompetensi pribadi (kesadaran diri dan kemampuan mengelola diri sendiri) dan kompetensi sosial (motivasi, empati dan ketrampilan sosial) yang merupakan aspek dari kecerdasan emosi cenderung lebih berhasil dalam segala bidang pekerjaan dan kehidupan.

Seorang pemimpin yang mampu memberikan perhatian pribadi pada bawahan, memperlakukan setiap karyawan sebagai individu yang unik, dan melakukan pengembangan kepribadian terhadap setiap karyawan merupakan komponen kepemimpinan transformasional. Perilaku yang ditunjukkan dalam kepemimpinan transformasional adalah cerdas secara emosional.

Seorang pemimpin yang mampu memberikan perhatian pribadi pada bawahan, memperlakukan setiap karyawan sebagai individu yang unik, dan melakukan pengembangan kepribadian terhadap setiap karyawan merupakan komponen kepemimpinan transformasional. Perilaku yang ditunjukkan dalam kepemimpinan transformasional adalah cerdas secara emosional, Intelligence adalah Intrapersonal, sebagai indikator Kesadaran-diri dan ekspresi diri, Interpersonal digunakan untuk mengukur Kesadaran sosial dan hubungan interpersonal , Manajemen Stress digunakan untuk Manajemen dan Pengendalian Emosi, Adaptation digunakan sebagai indikator kemampuan untuk Mengelola Perubahan, dan General Mood digunakan sebagai indikator Motivasi diri.

Page 18: Pentingnya Kecerdasan Emosi bagi Kepemimpinan yang Efektif

Jurnal Inspirasi BPSDM Provinsi Jawa Barat Volume 10 | Nomor 1 | April 2019

Jurnal Inspirasi | Volume 10 | Nomor 1 | April 2019 | 95

Daftar Pustaka:

Agustian, Ary Ginanjar, 2008, Visioner, ESQ Magazine, No. 9/Thn IV/Agustus

2008, PT.Arga Tilanta Barling,J ,Weber,T and kelloway,EK, 1996,”Effect of transformational leadership training

and attitudinal and fiscal outcomes, S field experiment”, Journal of Apllied Psychology, Vol. 81, pp 823-832

Bass,B.M., 1985, Leadership and performance Beyond Expectation, Free Press, New York,NY

Bass, BM, 1998, Transformational Leadership Indutrial. Military, and Educational Impact, Lawrence Erlhaum Associates, Mahwah, NJ

Bass,B.M. and Avolio, BJ, 1997, Full Range Leadership Development, Manual for the

Multifactor Leadership Questionaire, Mind Garden, Palo Alto, CA. 1. Bliss, S.E. 1999. The Affect of Emotional Intelligence on a Modern Organizational Leader’s

Ability to Make Effective Decision, (Online), (htpp://eqi.org/mgtpaper.htm, diakses 23 Febrari 2019)

2. Bliss, S.E. 1999. The Affect of Emotional Intelligence on a Modern Organizational Leader’s Ability to Make Effective Decision, (Online), (htpp://eqi.org/mgtpaper.htm, diakses 23 Januari 2019)

Boyatzis,RE, 2008; “Competencies in the twenty-first century”, Journal of Management

Development, Vol. 25, No.7, pp 607-623. Cooper, R.K., & Sawaf, A. 1998. Emotional Intelligence in the Leadership Organizations, (Online),

(htpp://www.feel.org/articles/cooper_sawaf.html, diakses 25 Januari 2019) Cooper, R.K & Sawaf, A. 2001. Kecerdasan Emosional dalam Kepemimpinan dan Organisasi. Alih

Bahasa: Alex Tri Kantjono Widodo. Jakarta: Penerbit PT.Gramedia Pustaka Utama

Davies, M. 1998. Emotional Intelligence-Old Wine in New Bottles ?,(Online), (htpp://www.humanassets.co.uk/EQ0999.htm, diakses 23 Januari 2019)

Duning, D. 2000. Leadership in the Millenium, (Online), (htpp://www.unm.edu/hrinfo/leadershipmillenium.html, diakses 24 Januari 2019)

ESQ Nebula, 2009, Peduli dan Empati, ESQ Nomor 11, Product Leader Pahami Suara Hati Konsumen, PT Arga Tilanta, Jakarta

Goleman, D. 1995. Emotion and Emotional Intelligence, (Online), (htpp://trochim.human.cornell.edu/gallery/young/emotion.html, diakses 24 Januari 2019)

…………., 2000, Kecerdasan Emosional : mengapa Emotional Intelligence lebih penting dari pada IQ, Penerbit Gramedia Pustaka Utama

………., 2002, Esensi Manajemen dan Kepemimpinan Spiritual, ESQ Nebula, Product Leader, Pahami Suara Hati Konsumen, PT. Arga Tilanta, Jakarta

Gordon, J.R. 1991. Organizational Behaviour: A Diagnostic Approch (3rd edition). Boston: Allyn

Bacon.

Gunawan Samsu ,2008, , Visi Seorang Visioner, ESQ Magazine, No. 9/Thn IV/Agustus 2008, PT.Arga Tilanta.

Hidayat, Riskin, 2008, Sinergi Parktek ESQ dan Budaya Organsiasi dalam mencapai kinerja perusahaan yg tinggi dan berkelanjutan keunggulan Kompetitif, Jurnal Bisnis & manajemen Vol. 8, No.1, 2008, 71-82

Page 19: Pentingnya Kecerdasan Emosi bagi Kepemimpinan yang Efektif

Jurnal Inspirasi BPSDM Provinsi Jawa Barat Volume 10 | Nomor 1 | April 2019

Jurnal Inspirasi | Volume 10 | Nomor 1 | April 2019 | 96

Hogan, R., Curphy, G.J, & Hogan, J. 1994. What We Know About Leadership Effectiveness and Personality, Journal of American Psychological Association June 1994 vol.49. no.6, p.493-504, (Online), (htpp://prodevweb.prodev.usna.edu/LEL/n1311/Leadership%20and%20Personality.txt, diakses 29 Februari 2019)

Howell,JM and Avolio,BJ, 1993, “Transformational leadership, transactional leadership, locus of control and support for innovation : key predictors of consolidated business unit

performance”, Journal of Apllied Psychology, Vol. 78, pp 891-902 Kane, P.R. 1998. Leadership Poised at the Millenium, Independent School Magazine,(Online),

(htpp://www.klingenstein.org/additional Resources/articles/Leadership poised at the millenium.htm, diakses 29 Februari 2019)

Kierstead, J. 1999. Human Resources Management TREDS and Issues: Emotional Intelligence In the Workplace, (Online), (htpp://www.psc-cfp.gc.ca/reserch/personnel/ei_e.htm, diakses 23 Februari 2019)

Klemm, W.R. 1999. Leadership: Creativity and Innovation, (Online), (htpp://www.au.af.mil/au/cpd/cpdgate/au24-401.htm, diakses 28 September 2001)

Lowe,KB and Kroeck,KG, 1996, ”Effectiveness.correlateds of transformational andtransaktional leadership : a meta analytic review”, Leadership Quarterly, Vol.7, pp.385-426.

Nurtantiono, Andri (2012) : Kecerdasan Emosional, Kompetensi Kepemimpinan Transformasional, Jurnal Graduasi Vol. 27 Edisi Maret

Polychroniou, PV, 2009, Relationship between emotional intelligence and transformational leadership of supervisors : The impact on team effectiveness, Team Performance

Management, Vol. 15 No. 7/8 2009, pp 343-356, Emerald Group Publishing Limited.

Riyadiningsih,H dan Ratna Pujiastuti, 2007, Analisis Tipe kepemimpinan dalam

meningkatkan Kinerja Organisasi, Jurnal Bisnis & Manajemen Vol.7, No.2, hal 147-156

Robbinson, C. 2000. Leading Effectively: Leadership Can be Taught, But Commitment Needed, (Online), (htpp://seattle.bcentral,com/seattle/stories/2000/08/smallb5.html, diakses 30 Februari 2019)

Simmons, K. 2001. Emotional Intelligence: What Smart Manager Know Success in the Workplace takes to strengthen this essential professional skill, (Online), (htpp://www.gwsae.org/ExecutiveUpdate/2001/April/emotional.htm, diakses 24 Februari 2019)

Steers, R.M., Ungson, G.R. & Mowday. 1985. Managing Effective Organizations: An Introduction. Boston: Kent Publishing Company.

Rost, JC, 1991,”Leadership for the Twenty-first Century”, Greenwood, NewYork, NY Sivanathan, Niroshaan dan G.Chinthia F, 2002, Emotiuonal Intelligence, moral reasoning,

and transformational leadership, Ledership & Organization Development Journal, 23/4 pp 198-204

Sosik,JJ and Megerian,LF, 1999, ”Understanding leader emotional intelligence and performance : the role of self other agreement on transformational leadership perceptions”, Group and Organizational Management, Vol 24, pp 367-390.

Stein, SJ. Et al, 2009, Emotional intelligence of leaders : a profile of top executives, Leadership & Organization Development Journal, Vol. 30 No. 1, 2009, pp 87-101, Emerald Group Publishing Limited.

Stein, SJ and Book,HE, 2000,The EQ Edge : Emotional Intelligence and Your Succes, Stoddart Publishing, Toronto

Page 20: Pentingnya Kecerdasan Emosi bagi Kepemimpinan yang Efektif

Jurnal Inspirasi BPSDM Provinsi Jawa Barat Volume 10 | Nomor 1 | April 2019

Jurnal Inspirasi | Volume 10 | Nomor 1 | April 2019 | 97

Steers, R.M., Ungson, G.R. & Mowday. 1985. Managing Effective Organizations: An Introduction. Boston: Kent Publishing Company

Tanaka, 1998, “Plato on Leadership” Journal of Business Ethics, Vol 17,:pp 785-798. Yammarino,FJ and Dubinsky,AJ, 1994, ”Transformational leadership theory: using levels of

analysis to determine boundary conditions”, Personnel Psychology, Vol.47, pp. 787-811.

Yukl,Gary, 2006, Kepemimpinan Dalam Organisasi, PT. Indeks, Jakarta Yoenanto, Herry (2002) : Pentingnya Kecerdasan Emosi Bagi Kepemimpinan Yang Efektiuf Jurnal

Asosiasi Psikologi Industri & Organisasi (APO) https://hmtp.unpas.ac.id/10-kemampuan-untuk-menghadapi-revolusi-industri-4-0/

Diakses 5 Maret 2019 https://www.kompasiana.com/www.inatanaya.com/576e40a8769773d60b9450d6/10-

skill-untuk-hadapi-era-revolusi-industri-keempat?page=all Diakses 9 Maret 20`19

https://teknologi.id/insight/keterampilan-yang-perlu-kamu-miliki-untuk-menghadapi-revolusi-industri-4-0/ Diakses 9 Maret 2019

https://edukasi.kompas.com/read/2018/10/31/10222981/ingat-ini-skill-yang-harus-dimiliki-di-era-industri-40 diakses 9 Maret 2019

https://www.researchgate.net/publication/263810269_Emotional_intelligence_and_transformational_leadership. Diakses 10 maret 2019