penerapan prinsip distribusi hasil usaha pada produk ...etheses.iainponorogo.ac.id/4890/1/ardliana...
TRANSCRIPT
PENERAPAN PRINSIP DISTRIBUSI HASIL USAHA PADA PRODUK
DEPOSITO PADA BANK SYARIAH MANDIRI KANTOR CABANG
PONOROGO
SKRIPSI
Oleh :
ARDLIANA MUKARROMAH
NIM: 210214320
Pembimbing
DEWI IRIANI, M.H.
NIP. 198110302009012008
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
2018
ix
ABSTRAK
Mukarromah, Ardliana. 2018. “Penerapan Prinsip Distribusi Hasil Usaha Pada
Produk Deposito Pada Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo”.
Skripsi. Jurusan Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah), Fakultas Syariah,
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo. Pembimbing Dewi Iriani,
M.H.
Kata Kunci: Fatwa DSN MUI, fiqh muamalah, Prinsip Distribusi Hasil Usaha.
Untuk mengantisipasi kebutuhan pasar keuangan yang berprinsip syariah,
maka keberadaan perbankan syariah menjadi jitu bagi transaksi yang oleh
sebagian besar masyarakat dianggap aman dari riba. Hal yang mendasar yang
membedakan antara lembaga keuangan konvensional dan syariah terletak pada
pengembalian dan pembagian keuntungan yang diberikan oleh nasabah kepada
lembaga keuntungan atau yang diberikan oleh lembaga keuangan kepada nasabah.
Bagi keuntungan atau bagi hasil merupakan ciri utama bagi lembaga keuangan
syariah. Dan dalam pembagian hasil usaha sebuah lembaga keuangan syariah
boleh menerapakan prinsip revenue sharing atau profit sharing. Salah satu produk
pada Bank Syariah kantor Cabang Ponorog adalah deposito. Deposito
membutuhkan kerangka distribusi bagi hasil untuk membagi keuntungan. Akan
tetapi dalam praktinya tidak ada kejelasan mengenai prinsip apa yang akan
diterapkan pada produk deposito. Dan dalam pemilihan prinsip distribusi hasil
usaha tersebut harus ada kesepakatan pada awal akad antara pihak bank dan pihak
nasabah tetapi dalam praktinya tidak ada kesepakatan antara kedua belah pihak.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Prinsip apakah yang
diterapkan dalam pendistribusian hasil usaha pada produk deposito di Bank
Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo dan Bagaimana tinjauan fiqh
muamalah dan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 15/DSN-MUI/IX/2000
tentang prinsip distribusi hasil usaha terhadap keberpihakan terhadap nasabah di
Bank Syariah Kantor Cabang Ponorogo.
Adapun jenis penelitian yang dilakukan penulis merupakan penelitian
lapangan yang menggunakan metode kualitatif. Sedangkan teknik pengumpulan
data yang dilakukan adalah menggunakan observasi, wawancara, dan
dokumentasi. Analisis yang digunakan menggunakan metode deduktif yaitu cara
berfikir untuk menarik kesimpulan dari suatu kaidah atau pendapat yang umum
menuju suatu pendapat yang bersifat khusus.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa prinsip distribusi hasil usaha
dalam produk deposito yang diterapkan oleh Bank Syariah Mandiri Kantor
Cabang Ponorogo adalah revenue sharing artinya pendapatan yang didistribusikan
kepada nasabah adalah pendapatan kotor. Penerapan distribusi hasil usaha sudah
sesuai dengan fiqh, penerapan prinsip tersebut lebih menguntungan nasabah dan
tidak merugikan salah satu pihak. Penerapan distribusi hasil usaha belum
sepenuhnya sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional no. 15/DSN-
MUI/IX/2000, dikarenakan tidak adanya kesepakatan dalam akad mengenai
prinsip yang akan diterapkan pada produk deposito.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bank syariah adalah bank yang beroperasi dengan tidak
mengandalkan bunga. Bank syariah juga dapat diartiakan sebagai lembaga
keuangan/perbankan yang operasionalnya dan produknya dikembangkan
berdasarkan al-Qur’an dan hadis nabi SAW. Sedangkan dalam Undang-
Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah disebutkan dalam
pasal 1 bahwa “Perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut
tentang bank syariah dan unit usaha syariah, mencakup kelembagaan,
kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya.1
Bank syariah di Indonesia lahir sejak 1992. Bank syariah pertama di
Indonesia adalah Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1992 hingga 1999,
perkembangan Bank Muamalat Indonesia, masih tergolong stagnan.
Secara yuridis di tatanan undang-undang dimulai pada tahun 1992 dengan
diundangkannya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
yang memuat ketentuan-ketentuan yang secara ekplisit memperbolehkan
bank berdasarkan prinsip bagi hasil. Hal tersebut dipertegas melalui
peraturan pemerintah Nomor 72 Tahun 1992 tentang Bank berdasarkan
prinsip bagi hasil. Kemudian dipertegas lagi melalui Undang-undang
1 Herry Sutanto Dan Khaerul Umam, Manajemen Pemasaran Bank Syariah (Bandung: Cv
Pustaka Setian, 2013), 106.
2
Nomor 10 Tahun 1998 yang merupakan amandemen dari Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992. Undang-undang ini secara tegas membedakan bank
berdasarkan pada pengelolaannya terdiri dari bank konvensional dan bank
syariah, baik itu bank umum maupun bank perkreditan rakyat. Dalam
periode 1992 sampai dengan 1998, terdapat hanya satu bank umum syariah
dan 78 bank perkreditan rakyat syariah yang telah beroperasi.2
Pada 1999, berdirilah Bank Syariah Mandiri yang merupakan
konversi dari Bank Susila Bakti. Bank Susila Bakti merupakan bank
konvensional yang dibeli oleh Bank Dagang Negara, kemudian dikonversi
menjadi Bank Syariah Mandiri, bank kedua di Indonesia. Pendirian Bank
Syariah Mandiri menjadi pertaruhan bagi banker syariah. Bila Bank
Syariah Mandiri berhasil, maka bank syariah di Indonesia dapat
berkembang. Sebaliknya bila Bank Syariah Mandiri gagal, maka besar
kemungkinan bank syariah di Indonesia akan gagal. Hal ini disebabkan
karena Bank Syariah Mandiri merupakan bank syariah yang didirikan oleh
Bank BUMN milik pemerintah. Ternyata Bank Syariah Mandiri dengan
cepat mengalami perkembangan. Pendirian Bank Syariah Mandiri diikuti
oleh pendirian beberapa bank syariah atau unit usaha syariah lainnya.3
Dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998
yang memberikan landasan hukum yang lebih kuat bagi keberadaan sistem
perbankan syariah, serta kemudian disusul dikeluarkannya Undang-undang
Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana yang telah
2 Khotibul Umam dan Setiawan Budi Utomo, Perbankan Syariah: Dasar-Dasar Dan
Dinamika Perkembangannya di Indonesia (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2016), 27. 3 Ismail, Perbankan Syariah (Jakarta: Kencana, 2011) 31.
3
diubah dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 yang memberikan
kewenangan kepada Bank Indonesia untuk dapat pula menjalankan
tugasnya berdasarkan prinsip syariah. Di tahun 2008, pemerintah
Indonesia telah mengundangkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah.4
Dalam proses penghimpunan dana, prinsip-prinsip syariah yang perlu
mendapat perhatian lembaga perbankan ialah bagaimana menjamin
perolehan dana yang halal, serta bagaimana menjalankan transaksi dengan
pihak nasabah secara syar’i. berdasarkan ketentuan (pasal 36 huruf a)
Peraturan Bank Indonesia No: 6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip-prinsip syariah,
ditegaskan bahwa penghimpunan dana dari masyarakat dapat diwujudkan
dalam bentuk simpanan dan investasi, antara lain giro berdasarkan prinsip
wadiah, tabungan berdasarkan prinsip wadiah dan atau mud}a>rabah,
serta deposito berdasarkan prinsip mud}a>rabah.5
Dalam Pasal 1 angka 22 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
deposito adalah investasi dana berdasarkan akad mud}a>rabah atau akad
lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya
hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan akad antara
nasabah penyimpan dan bank syariah dan atau unit usaha syariah.6
Deposito merupakan produk dari bank yang memang ditujukan untuk
kepentingan invetasi dalam bentuk surat-surat berharga, sehingga dalam
4 Umam Dan Budi Utomo, Perbankan Syariah, 30.
5 Burhanudin, Hukum Perbankan Syariah Di Indonesia (Yogyakarta: Press, 2008), 287.
6 Ahmad Dahlan, Bank Syariah Teoritis, Praktik, Kritik (Yogyakarta: Teras, 2012), 150.
4
perbankan syariah akan memakai prinsip mud}a>rabah. Berdasarkan
kewenangan yang diberikan oleh pihak pemilik dana, terdapat dua bentuk
mud}a>rabah, yakni:
1. Deposito mud}a>rabah mutlaqah, pemilik dana tidak memberikan
batasan atau persyaratan tertentu kepada bank syariah dalam
mengelola investasinya, baik yang berkaitan dengan tempat, cara
maupun objek investasinya. Dengan kata lain, bank syariah
mempunyai hak dan kebebasan sepenuhnya dalam menginvestasikan
dana ke berbagai sektor bisnis yang diperkirakan akan memperoleh
keuntungan.
2. Deposito mud}a>rabah muqayyadah, pemilik dana memberikan
batasan atau persyaratan tertentu kepada bank syariah dalam
mengelola investasinya, baik yang berkaitan dengan tempat, cara,
maupun objek investasinya. Dengan kata lain, Bank syariah tidak
mempunyai hak dan kebebasan sepenuhnya dalam menginvestasikan
dana ke berbagai sektor bisnis yang diperkirakan akan memperoleh
keuntungan.7
Dalam deposito mud}a>rabah, simpanan berupa investasi tidak
terikat oleh pihak ketiga yang berhubungan dengan bank syariah.
Penarikan deposito hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu
7 Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan (Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada, 2004), 281.
5
berdasarkan perjanjian antara nasabah pemilik dana (sahibul mal) dengan
bank (mud}a>rib) sebagai pengelola dana.8
Berbeda dengan bank konvesional yang memberikan imbalan berupa
bunga bagi nasabah deposan, maka dalam perbankan syariah imbalan yang
diberikan kepada nasabah deposan adalah bagi hasil sebesar nisbah yang
telah disepakati di awal akad. Dasar perhitungan bagi hasil menggunakan
dua metode yaitu bagi hasil dengan menggunakan net revenue sharing dan
bagi hasil dengan menggunakan profit sharing. Revenue sharing adalah
perhitungan bagi hasil yang didasarkan atas penjualan dan atau pendapatan
kotor atas usaha sebelum dikurangi dengan biaya.
Bagi hasil dalam revenue sharing dihitung dalam mengalihkan nisbah
yang telah disetujui dengan pendapatan bruto. Sedangkan profit sharing
adalah bagi hasil yang dihitung dari laba usaha.9 Profit sharing merupakan
sistem perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil net dari total
pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh pendapatan tersebut. Jadi, secara sederhana bisa difahami
bahwa revenue sharing merupakan pembagian keuntungan yang belum
dikurangi biaya operasional sedangkan profit sharing merupakan
pembagian yang sudah dibagi dengan biaya operasional.
Dalam fatwa DSN no. 15/DSN-MUI/IX/2000 juga diterangkan
tentang ketentuan umum prinsip distribusi hasil usaha yaitu :
8 Burhanuddin, Hukum Perbankan, 289.
9 Ismail, Perbankan, 99.
6
1. Pada dasarnya, LKS boleh menggunakan prinsip bagi hasil (net
revenue sharing) maupun bagi untung (profit sharing) dalam
pembagian hasil usaha dengan mitranya (nasabah)-nya.
2. Dilihat dari kemaslahatan (aslah), saat ini pembagian hasil usaha
sebaiknya digunakan prinsip bagi hasil (net revenue sharing).
3. Penetapan prinsip pembagian hasil usaha yang dipilih harus disepakati
dalam akad.10
Bank syariah wajib mengikuti semua fatwa Dewan Syariah Nasional,
yakni satu-satunya dewan yang mempunyai kewenangan mengeluarkan
fatwa atas jenis-jenis kegiatan, produk dan jasa keuangan syariah, serta
mengawasi penerapan fatwa dimaksud oleh lembaga-lembaga keuangan
syariah di Indonesia.11
Dalam praktiknya kegiatan ekonomi belum serta merta menerapkan
prinsip syariah. Masih banyak dijumpai keadaan yang dianggap
bertentangan dengan prinsip syariah. Untuk mengetahui tingkat
pelaksanaan prinsip syariah, diperlukan sebuah penelitian terhadap
lembaga keuangan syariah khususnya pada penerapan prinsip distribusi
hasil usaha pada produk deposito. Penelitian ini difokuskan pada lembaga
keuangan syariah yakni Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo.
Pada Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo salah satu
produk penghimpunan dana dari masyarakat adalah deposito. Jenis
10
Fatwa DSN-MUI Nomor 15/DSN-MUI/IX/2000 Tentang prinsip distribusi hasil usaha
dalam lembaga keuangan syariah, 2. 11
Fahrul Ulum, Perbankan Syariah di Indonesia (Surabaya:CV.Putra Media
Nusantara,2011), 136.
7
deposito yang ada di Bank Syariah Mandiri kantor Cabang Ponorogo
hanya deposito mud}a>rabah mutlaqah dengan jangka waktu 1 bulan,
3bulan , 6 bulan, 12 bulasn.
Nisbah dalam produk deposito pada Bank Syariah Mandiri Kantor
Cabang Ponorogo:
Jangka waktu Nasabah Bank
1 bulan 46% 54%
3 bulan 47% 53%
6 bulan 48% 52%
12 bulan 49% 51%
Berdasarkan hasil wawancara awal yang penulis lakukan dengan salah
satu karyawan Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo mengenai
pembagian hasil usaha menggunakan sistem bagi hasil. Pembagian bagi
hasil yang diterima nasabah sesuai dengan keuntungan bank dan nisbah
yang telah disepakati pada awal akad. Dalam pendistribusian hasil usaha
harus diterapkan menggunakan prinsip profit sharing atau revenue sharing
tetapi pada Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo terdapat
ketidakjelasan mengenai prinsip distribusi hasil usaha pada produk
deposito yang akan diterapkan. Dan dalam pemilihan prinsip distribusi
hasil usaha tersebut harus ada kesepakatan pada awal akad antara pihak
bank dan pihak nasabah tetapi dalam praktinya tidak ada kesepakatan
8
antara kedua belah pihak.12
Dalam hal ini bagaimana pembagian bagi hasil
yang berikan nasabah, apakah pembagian berdasarkan pendapatan kotor
atau pendapatan bersih. Hal ini belum jelas.
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah disampaikan maka
dianggap penting untuk melaksanakan penelitian, sehingga dapat diketahui
penerapan prinsip distribusi hasil usaha pada perbankan syariah. Sehingga
penelitian ini mengambil judul “Penerapan Prinsip Distribusi Hasil Usaha
Pada Produk Deposito Pada Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang
Ponorogo ”
B. Rumusan Masalah
1. Prinsip apakah yang diterapkan dalam pendistribusian hasil usaha
pada produk deposito di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang
Ponorogo?
2. Bagaimana tinjauan fiqh muamalah dan Fatwa Dewan Syariah
Nasional Nomor 15/DSN-MUI/IX/2000 tentang prinsip distribusi hasil
usaha terhadap keberpihakan terhadap nasabah di Bank Syariah Kantor
Cabang Ponorogo?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui prinsip distribusi hasil usaha yang diterapkan pada
produk deposito di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo.
2. Untuk mengetahui tinjauan fiqh muamalah dan Fatwa Dewan Syariah
Nasional Nomor 15/DSN-MUI/IX/2000 tentang prinsip distribusi hasil
12
Agil, Hasil Wawancara, Selasa 07 Agustus 2018
9
usaha terhadap keberpihakan terhadap nasabah di Bank Syariah
Mandiri Ponorogo.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Sebagai upaya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya di
bidang hukum bisnis Islam yang berkaitan dengan penerapan prinsip
distribusi hasil usaha pada produk deposito. Sehingga bisa menjadi
acuan dan rujukan bagi pada dosen dan mahasiswa di IAIN ponorogo.
2. Manfaat praktis
Diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi bank dalam
menerapkan prinsip distribusi hasil usaha pada produk deposito.
E. Telaah Pustaka
Penelitian yang dilakukan oleh Pandu Panuntun mahasiswa
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2014 dengan
judul Penerapan Bagi Hasil Pada Tabungan Haji BRI Syariah Jakarta.
Penelitian ini membahas tentang 1) bagaimana penerapan bagi hasil pada
tabungan haji mud}a>rabah di BRI Syariah. 2) bagaimana perkembangan
produk tabungan haji mud}a>rabah pada BRI Syariah dari tahun ke tahun.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa 1) penerapan sistem bagi
hasil yang telah diterapkan oleh BRI Syariah Pusat Jakarta pada tabungan
haji mud}a>rabah adalah mengacu pada prinsip revenue sharing, artinya
bank BRI Syariah memperoleh pendapatan dari debitur (orang yang
melakukan pembiayaan) dan BRI Syariah langsung mendistribusikan
10
kepada sahibul mal melalui bagi hasil yang disepakati bersama terus
dipotong biaya-biaya operasional. 2) Perkembangan tabungan haji di BRI
Syariah berkembang sangat pesat dikarenakan bisa dilihat dan semakin
banyaknya masyarakat Indonesia khususnya yang ingin menunaikan
ibadah haji dari tahun ke tahun semakin meningkat pesat dan itu juga tidak
lepas dari peranan bank BRI Syariah dalam mengembangkan produk
tabungan hajinya agar semua kalangan ataupun golongan dapat
menunaikan ibadah haji.13
Penelitian yang dilakukan oleh Nur Azizah mahasiswa Universitas
Sebelas Maret Surakarta tahun 2009 dengan judul Evaluasi Penerapan
Prinsip Syariah Pada Praktik Pembiayaan mud}a>rabah atau Renevue
Sharing (studi kasus di KJKS BMT Nuur Ummah Surakarta). Penelitian
ini membahas tentang 1) Bagaimana praktik pembiayaan mud}a>rabah
atau revenue sharing di KJKS BMT Nuur Ummah Surakarta. 2) Apakah
praktik pembiayaan mud}a>rabah atau revenue sharing di KJKS BMT
Nuur Ummah Surakarta telah diterapkan sesuai Prinsip Syariah.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rukun, syarat dan ketentuan
pembiayaan mud}a>rabah, penentuan besar nisbah bagi hasil, alur
penyelenggaraan pembiayaan mud}a>rabah yang diterapkan di BMT
Nuur Ummah Surakarta dilaksanakan sesuai dengan Prinsip Syariah.
Pembiayaan mud}a>rabah bermasalah yang terjadi di BMT Nuur Ummah
Surakarta sebagian besar dikarenakan kesalahan yang dilakukan oleh
13
Pandu Panuntun, “Penerapan Bagi Hasil Pada Tabungan Haji BRI Syariah Jakarta”,
Skripsi (Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014), 66.
11
pihak mud}a>rib. Perlakuan BMT Nuur Ummah Surakarta dalam
menyelesaikan permasalahan yang terjadi pada praktik pembiayaan
mud}a>rabah belum sesuai dengan prinsip syariah.14
Penelitian yang dilakukan oleh Wika Ramdhani Hafid Universitas
Islam Negeri Alauddin Makassar tahun 2018 dengan judul Analisis Prinsip
Profit Sharing Dan Renevue Sharing Program Tabungan mud}a>rabah
Dan Deposito mud}a>rabah (Studi Pada PT Bank Muamalat Indonesia
Kantor Cabang Utama Makassar). Penelitian ini membahas tentang 1)
Bagaimana penerapan sistem bagi hasil yang diterapkan PT Bank
Muamalat KC Makassar pada program tabungan mud}a>rabah. 2)
bagaimana penerapan sistem bagi hasil yang diterapkan PT Bank
Muamalat KC Makassar pada program deposito mud}a>rabah.3)
bagaimana penerapan sistem bagi hasil yang diterapakan PT Bank
Muamalat KC Makassar perspektif islam ditinjau dari Shariah Enterprice
Theory.
Hasil penelitin ini 1) menunjukkan bahwa Produk dan jasa
penghimpun dana seperti Tabungan dan Deposito pada PT Bank
Muamalat Indonesia adalah suatu simpanan dan investasi yang
berdasarkan akad mud}a>rabah muthlaqah yang tidak bertentangan
dengan prinsip syariah dan penarikannya hanya dapat dilakukan menurut
syarat dan ketentuan tertentu yang disepakati tetapi tidak dapat ditarik
dengan cek atau bilyet giro. 2) Dalam sistem tabungan dan deposito
14
Nur Azizah, “Evaluasi Penerapan Prinsip Syariah Pada Praktik Pembiayaan Mudharabah
Atau Renevue Sharing (Studi Kasus Di KJKS BMT Nuur Ummah Surakarta)”, Skripsi (Surakarta:
Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2009), 66.
12
mud}a>rabah tingkat keuntungan yang diperoleh nasabah akan
mengalami peningkatan dan penurunan tergantung kepada nisbah bagi
hasil yang diperoleh. Bagi hasil di Bank Muamalat Indonesia dihitung
pada akhir bulan. 3) Pendistribusian bagi hasil dengan prinsip profit
sharing pada Bank Muamalat Indonesia lebih sesuai dengan teori maslahat
karena masing-masing pihak menanggung keuntungan dan kerugian
sehingga tidak ada salah satu pihak yang merasa dirugikan dan akan
mencapai kesejahteraan dan kedua bela pihak akan merasakan
mudharatnya.15
Adapun posisi penelitian ini memiliki beberapa persamaan tentang
dan perbedaan. Persamaannya yaitu sama-sama membahas tentang prinsip
distribusi bagi hasil. Sedangkan perbedaannya yaitu objek yang digunakan
dalam penelitian dan indikator penelitiannya. Dalam penelitian ini
indikator yang digunakan adalah Fatwa Dewan Syariah Nasional.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian lapangan (field research). Penelitian lapangan merupakan
suatu penelitian yang dilakukan dalam kancah kehidupan sebenarnya.
Peneliti lapangan pada hakekatnya merupakan metode untuk
15
Wika Ramadhani Hafid, “Analisis Prinsip Profit Sharing Dan Renevue Sharing Program
Tabungan Mudharabah Dan Deposito Mudharabah (Studi Pada PT Bank Muamalat Indonesia
Kantor Cabang Utama Makassar)”, Skripsi (Makassar: Universitas Islam Negeri Alauddin
Makassar, 2018), 95.
13
menemukan secara khusus dan realistik apa yang terjadi pada suatu
saat di tengah masyarakat.16
Dalam hal ini peneliti menggunakan metode penelitian dengan
pendekatan kualitatif. Dalam penelitian ini peneliti memaparkan
informasi yang diperoleh dari Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang
Ponorogo secara langsung yang berhubungan dengan prinsip distribusi
hasil usaha pada produk deposito. Kemudian mengevaluasi dengan
berbagai teori yang berkaitan dengan pokok masalah dalam penelitian
ini.
2. Kehadiran Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti sebagai pengamat penuh, peneliti
hanya berperan dalam menggali data penelitian. Peneliti langsung
terjun kelapangan dan langsung melakukan wawancara dengan
pegawai dan nasabah Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang
Ponorogo.
3. Lokasi Penelitian
Lokasi yang dijadikan objek Penelitian ini berada di Bank Syariah
Mandiri Kantor Cabang Ponorogo Jl. Soekarno Hatta No. 216, Kel.
Banyudono, Kec. Ponorogo, Kab. Ponorogo, Jawa Timur. Penulis
memilih lokasi ini dikarenakan masih perlu dilakukan kajian terhadap
penerapan prinsip distribusi hasil usaha pada produk deposito pada
Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo.
16
Aji Damanuri, Metodologi Penelitian Muamalah (Ponorogo: STAIN Ponorogo Press,
2010), 6.
14
4. Sumber Data
a. Sumber data primer adalah data yang diperoleh dari sumber asli.
Adapun yang menjadi data primer di Bank Syariah Mandiri
Kantor Cabang Ponorogo adalah costumer service dan SFE
(Syariah Funding Executive).
b. Sumber data sekunder adalah data yang telah tersedia atau telah
diteliti kemudian peneliti selanjutnya mengekstrak data untuk
mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Untuk membantu
menelaah data-data yang dihimpun dari sumber data primer
antara lain buku-buku dan jurnal yang membahas mengenai
prinsip distribusi hasil usaha dan fatwa Dewan Syariah
Nasional.
5. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan
peneliti adalah:
1) Wawancara yang dilakukan dengan bapak Yunias Agil selaku
costumer service dan dengan ibu Eka Winingsih selaku SFE
(Syariah Funding Executive).
2) Dokumentasi merupakan perolehan data dari dokumen dan lain-
lain, maupun data yang diperoleh dari sumber manusia melalui
observasi dan wawancara, serta mencari data mengenai hal-hal
yang berupa catatan buku, dokumen, foto, dan bahan-bahan
lainnya yang dapat mendukung penelitian ini
15
3) Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan
melalui suatu pengamatan, dengan disertai pencatatan-pencatatan
terhadap keadaan atau perilaku obyek sasaran.
6. Analisis Data
a. Editing, pemeriksaan kembali terhadap semua data yang
terkumpul, terutama dari segi kelengkapan, kejelasan makna,
keselarasan satu dengan yang lainnya, relevansi, dan beragam
masing-masing dalam kelompok data.
b. Organizing, yaitu menyusun dan mensistematisasikan data-data
yang diperoleh dalam kerangka paparan yang sudah direncanakan
sebelumnya, kerangka tersebut dibuat berdasarkan dan relevan
dengan sistematika pertanyaan-pertanyaan dalam perumusan
masalah.
c. Analiting, yaitu proses penyusunan data agar dapat ditafsirkan.
Data yang dianalisa tersebut kemudian diolah menggunakan teori
dan dalil-dalil yang sesuai, sehingga bisa ditarik kesimpulan.17
Dalam penyusunan skripsi ini, cara yang digunakan penulis untuk
menganalisa data adalah menggunakan metode deduktif. Metode
deduktif yaitu cara berfikir untuk menarik kesimpulan dari suatu
kaidah atau pendapat yang umum menuju suatu pendapat yang
bersifat khusus.18
Dalam hal ini penulis berusaha untuk
17
Damanuri, Metodologi, 153.
18 Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2013),
47.
16
mengumpulkan data sebagaimana tersebut di atas lalu menganalisanya
dari fiqh muamalah dan Fatwa Dewan Syariah, kemudian dijadikan
pedoman dalam menganalisis penerapan prinsip distribusi hasil usaha
pada produk deposito di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang
Ponorogo.
7. Pengecekan Keabsahan Data
Dalam penelitian ini akan menggunakan teknik triagulasi.
Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai
pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan
berbagai waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi sumber,
triangulasi teknik pengumpulan data, dan waktu.
Pada penelitian ini peneliti menggunakan triangulasi sumber.
Dimana peneliti melakukan pengecekan data tentang keabsahannya,
membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen dengan
memanfaatkan berbagai sumber data informasi sebagai bahan
pertimbangan. Dalam hal ini peneliti membandingkan data hasil
pengamatan dengan data hasil wawancara, dan juga membandingkan
hasil wawancara dengan wawancara lainnya yang kemudian diakhiri
dengan menarik kesimpulan sebagai hasil temuan lapangan.19
G. Sistematika Pembahasan
19
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif Dan R&D
(Bandung: Alfabeta, 2008), Cet. 6, 271.
17
Dalam rangka mempermudah pemahaman maka dalam pembahasan
ini akan disusun secara sistematis sesuai dengan tata urutan dan
permasalahan yang ada antara lain:
BAB I Pendahuluan
Bab ini merupakan pendahuluan untuk mengantarkan
dalam menyusun penelitian secara keseluruhan. Pada bab
ini terdiri dari sub bab yaitu latar belakang masalah
untuk mengetahui kenapa penelitian ini menarik untuk
diteliti. Kemudian rumusan masalah menjelaskan fokus
penelitian yang dilakukan dalam penelitian. Selanjutnya
tujuan penelitian dan kegunaan penelitian untuk
mengetahui tujuan yang diharapkan oleh peneliti, dan
manfaat yang akan diperoleh jika penelitian itu
dilakukan. Untuk selanjutnya kajian pustaka, tujuannya
untuk mengetahui isi dari penelitian yang telah ada
terdahulu. landasan teori, metode penelitian kemudian
sistematika pembahasan.
BAB II Kajian Teori
Pada bab ini dipaparkan mengenai teori-teori yang
digunakan dalam penelitian ini yang terkait. Adapun
teori yang digunakan mengenai prinsip distribusi hasil
usaha dan fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor
18
15/DSN-MUI/IX/2000 tentang prinsip distribusi hasil
usaha
BAB III Paparan data
Pada bab ini dipaparkan mengenai data yang diperoleh
dalam penelitian, yaitu data mengenai gambaran umum
dari Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo dan
penerapan prinsip distribusi hasil usaha pada produk
deposito pada Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang
Ponorogo.
BAB IV Pembahasan/analisis
Bab ini berisi tentang pemaparan analisa antara kajian
teori dan hasil penelitian yang dilakukan di lapangan,
yaitu tentang penerapan prinsip distribusi hasil usaha
pada produk deposito dan hasil analisa fiqh muamalah
dan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 15/DSN-
MUI/IX/2000 tentang penerapan prinsip distribusi hasil
usaha pada produk deposito di Bank Syariah Mandiri
Kantor Cabang Ponorogo
BAB V Penutup
Merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan
saran. Dalam bab ini akan disimpulkan hasil pembahasan
untuk menjelaskan sekaligus menjawab persoalan yang
telah diuraikan atau menjawab hipotesa.
19
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Prinsip Distribusi Hasil Usaha
Distribusi bagi hasil adalah perhitungan pembagian usaha antara
penyandang dana (shahibul mal) dan pengelola dana (mud}a>rib) sesuai
dengan nisbah yang disepakati pada awal akad. Distribusi bagi hasil dapat
juga berupa analisis besarnya hasil usaha yang digunakan sebagi dasar
perhitungan bagi hasil.1 Bank syariah dapat menerapkan prinsip distribusi
hasil usaha berdasarkan pada pendapatan (revenue) atau berdasarkan pada
keuntungan (profit) sebagai berikut:
1. Profit Sharing
Profit sharing (bagi untung bersih), yaitu perhitungan bagi hasil
didasarkan kepada hasil bersih dari keseluruhan pendapatan setelah
dikeluarkan segala biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh
pendapatan tersebut.2
Dalam hal ini semua pihak yang terlibat dalam akad akan
mendapat bagi hasil sesuai dengan keuntungan yang diperoleh bahkan
tidak mendapatkan keuntungan apabila pengelola dana mengalami
kerugian, disini unsur keadilan dalam berusaha betul-betul diterapkan,
1 Gita Danu Pranata, Buku Ajar Manajemen Perbankan Syariah (Jakarta:Salemba 4,2013),
127. 2 Syukri Iska, Sistem Perbankan Syariah di Inodnesia Dalam Perspektif Fikih Ekonomi
(Yogyakarta: Fajar Media Press, 2014), 113.
20
bila keuntungan besar maka pemilik dana juga mendapatkan bagian
besar dan sebaliknya.3
Pada mekanisme bank syariah, pendapatan bagi hasil ini berlaku
untuk produk-produk penyertaan, baik penyertaan menyeluruh maupun
sebagian-sebagian, atau bentuk produk bisnis koorporasi (kerjasama).
Pihak-pihak yang terlibat dalam kepentingan bisnis yang disebutkan
tadi, harus melakukan transparasi dan kemitraan secara baik dan ideal.
Sebab semua pengeluaran dan pemasukan rutin yang berkaitan dengan
bisnis penyertaan, bukan untuk kepentingan pribadi yang menjalakan
proyek.4
Keuntungan merupakan selisih antara penjualan/pendapatan usaha
dan biaya-biaya usaha. Ketidakpastian pada penggunaan skema profit
sharing dapat dibedakan menjadi tiga hal berikut:
a. Penjualan/pendapatan usaha
Dalam hal ini terdapat ketidakpastian berupa naik turunnya
penjualan/pendapatan usaha, baik dalam hal volume maupun
harganya. Hal ini dapat diprediksi dari data penjualan/pendapatan
usaha periode sebelumnya dan analisi atas kondisi peekonomian
dan industri saat ini.
b. Harga pokok penjualan/biaya produksi
3 Muhammad Sholahuddin, Lembaga Keuangan dan Ekonomi Islam (Yogyakarta: Ombak,
2014), 105. 4 Muhammad, Manajemen Bank Syariah (Yogyakarta: Unit Penerbit Dan Percetakan Sekolah
Tinggi Ilmu YKPN. 2011),108.
21
Ketidakpastian berupa naik turunnya biaya bahan baku, biaya
tenaga kerja dan biaya overhead, baik yang terjadi karena naik
turunya harga maupun tingkat efesiensi dan produktivitasnya dapat
diprediksi melalui analisis atas pergerakan harga dari beberapa
komponen utama biaya produksi dan pengukuran tingkat efesiensi
dan produkivitas wirausaha.
c. Biaya penjualan, biaya umum dan administrasi
Ketidakpastian berupa naik turunnya biaya pejualan, biaya
umum dan administrasi juga dapat disebabkan oleh faktor harga
atau tingkat efesiensinya.5
Keuntungan yang dibagihasilkan harus dibagi secara proposional
antara shahibul mal dengan mud}a>rib. Dengan demikian, semua
pengeluaran rutin yang berkaitan dengan bisnis mud}a>rabah, bukan
untuk kepentingan pribadi mud}a>rib, dapat dimasukkan ke dalam
biaya operasional. Keuntungan bersih harus dibagi antara shahibul mal
dan mud}a>rib sesuai dengan proporsi yang disepakati sebelumnya dan
secara eksplisit disebutkan dalam perjanjian awal. Tidak ada pembagian
laba sampai semua kerugian ditutup dan ekuiti shahibul mal telah
dibayar kembali. Jika ada pembagian keuntungan sebelum habis masa
perjanjian akan dianggap sebagai pembagian keuntungan dimuka.6
Apabila bank menggunakan sistem bagi hasil profit sharing,
dimana bagi hasil diperhitungkan dari pendapatan bersih setelah
5 M. Nur Rianto Al Arif, Lembaga Keuangan Syariah (Bandung: Cv Pustaka Setia, 2012),
74. 6 Ibid.
22
dikeluarkan biaya bank, kemungkinan yang akan terjadi ialah bagi hasil
yang diterima shahibul mal (penabung) akan semakin kecil. Hal ini
tentunya akan mempunyai dampak yang cukup signifikan, apabila
ternyata secara umum kadar bunga di pasaran lebih tinggi. Ini akan
mempengaruhi keinginan masyarakat untuk menginvestasikan uangnya
kepada bank syariah dan berpengaruh menurunnya jumlah dana pihak
ketiga secara keseluruhan. Akibatnya, untuk menghindari risiko
tersebut, pihak bank harus mengalokasikan sebagian peruntukan bagi
hasil yang diterima bank (mengurangi nisbahnya) untuk dibagikan
kepada nasabah sehingga tetap bisa bersaing dengan sistem bunga di
pasaran.7
2. Revenue Sharing
Revenue sharing (bagi pendapatan), yaitu perhitungan bagi hail
yang didasarkan kepada keseluruhan pendapatan yang diterima sebelum
dikurangi biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk memperoleh
pendapatan tersebut.8
Berdasarkan asumsi bahwa para nasabah belum terbiasa menerima
berbagi hasil dan berbagi risiko, maka sebagian bank syariah di
Indonesia saat ini menempuh pola pendistribusian Revenue sharing, di
samping untuk menerapkan profit sharing bank harus secara terperinci
memaparkan biaya-biaya operasional yang dibebankan kepada para
pemilik dana. Proses distribusi pendapatan seperti itu, dilakukan
7 Iska, Sistem Perbankan Syariah, 114.
8 Ibid., 113.
23
sebelum memperhitungkan biaya operasional yang ditanggung oleh
bank. Biasanya pendapatan yang didistribusikan hanyalah pendapatan
atas investasi dana, dan tidak termasuk pendapatan fee atau komisi atas
jasa-jasa yang diberikan oleh bank, karena pendapatan tersebut
pertama-tama harus dialokasikan untuk mendukung biaya operasional.9
Revenue sharing mengandung kelemahan, karena apabila tingkat
pendapatan bank sedemian rendah maka bagian bank, setelah
pendapatan didistribusiakan oleh bank, tidak mampu membiayai
kebutuhan operasionalnya (yang lebih besar daripada pendapatan fee)
sehingga merupakan kerugian bank dan membebani pada pemegang
saham sebagai penanggung kerugian. Sementara para penyandang dana
atau investor lain tidak akan pernah menanggung kerugian akibat biaya
operasional tersebut. Dengan kata lain, secara tidak langsung bank
menjamin nilai nominal invetasi nasabah, karena pendapatan paling
rendah yang akan dialami oleh bank adalah nol dan tidak mungkin
terjadi pendapatan negatif. Selain belum sepenuhnya belum sesuai
dengan prinsip syariah, pola Revenue sharing tidak berbeda statusnya
dengan wadiah. Oleh karena itu tidak dapat dikategorikan sebagai kuasi
ekuitas.10
Mekanisme revenue sharing masih diterapkan pada bank syariah
di Indonesia disebabkan oleh upaya untuk mengikat nasabah penabung
atau penyimpan. Sebab nasabah ini akan keluar jika mereka tidak
9 Muhammad, manajemen, 279.
10 Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah (Jakarta: Alfabet, 2003), 63.
24
memperoleh apa-apa dalam menyimpan atau menabung dananya.
Pendekatan ini diterapkan semata-mata ditujukan untuk meraih pasar.11
Pada transaksi berbasis revenue sharing, pendapatan pemegang
modal hanya akan bergantung pada tingkat ketidakpastian usaha
sementara tingkat pendapatan bagi mud}a>rib akan tergantung pada
tingkat ketidakpastian dari kondisi usaha serta biaya-biaya yang timbul
dalam proses realitasi kegiatan usaha tersebut. Dengan kata lain
perjanjian dengan berbasis renevue sharing memiliki
ketidakpastian/risiko yang lebih rendah dibandingkan kontrak profit
sharing jika dilihat dari kacamata pemilik dana.
Pemilik dana yang bersifat risk-averse akan memilih bentuk
kontrak revenue sharing dibandingkan profit sharing mengingat
revenue sharing dapat mereduksi risiko financial walaupun masih
memiliki tingkat return yang sama, karena X selalu ≥ 0, sedangkan nilai
(X-C) bisa ≥ 0 atau ≤ 0. Artinya, dengan revenue sharing pemilik dana
tidak pernah rugi (minimal bagi hasil=0 tetapi modalnya utuh),
sedangkan dengan profit sharing pemilik dana dapat mengalami
kerugian sampai sebatas modalnya.12
Bank syariah menerapkan kontrak revenue sharing dalam
memberikan surplus keuangan kepada nasabahnya. Secara praktis,
selama suatu bank syariah masih berpotensi, para nasabah masih
memiliki imbalan yang positif. Satu-satunya potensi kerugian bagi
11
Muhammad, Manajemen, 280. 12
Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah (Jakarta: PT Rajagrafindo, 2011), 216.
25
nasabah adalah pada saat terjadinya proses likuiditas (pada saat suatu
bank syariah memiliki kinerja keuangan yang buruk dan dapat
menimbulkan dampak sistemik) ketika nasabah berada dalam posisi
first come first served. Pada saat diberlakukannya suatu jaminan
pengembalian dana pihak ketiga oleh pemerintah, nasabah perbankan
syariah secara efektif akan berada pada posisi tidak pernah rugi. Oleh
karena itu, secara umum sisa pasiva struktur keuangan perbankan
syariah mendekati struktur yang dimiliki oleh perbankan konvensional.
Konsep alokasi surplus seperti ini secara jelas menunjukkan bahwa
bank syariah di Indonesia pada saat ini tengah mengadopsi konsep
hybrid untuk menarik minat/melindungi risk-averse deposito. Jadi,
secara keuangan nasabah yang menyimpan dananya di bank syariah
belum siap untuk menerapkan konsep bagi hasil secara murni. Para
nasabah pada dasarnya masih membutuhkan suatu tingkat keamanan
tertentu terhadap pokok dana yang dimiliki.13
3. Landasan Syariah Prinsip Distribusi Hasil Usaha
a. Dalam al-Qur’an Q.S al-Baqarah ayat 282, Allah SWT
memerintahkan jika kita melakukan transaksi utang piutang untuk
jangka waktu yang ditentukan maka kita diminta untuk
menuliskannya.
وه ب ت اك ف ى م س م ل ج أ ل إ ن ي د ب م ت ن ي ا د ت ا ذ إ وا ن م آ ن ي لذ ا ا ه ي أ ا يل د ع ل ا ب ب ت ا م ك ك ن ي ب ب ت ك ي أ ول ب ت ا ب ك أ ي ا ول م ب ك ت ك ي ن
13
Ibid.,217.
26
لو ل ا و لم ربو ع لو ل ا تق ي ل و لق ا و ي ل ع ي لذ ا ل ل م ي ول ب ت ك ي ل فا ئ ي ش و ن م س خ ب ي و ول أ ا ه ي ف س لق ا و ي ل ع ي لذ ا ن ا ن ك إ ف
ي ل ف و ى يل ن أ ع ي ط ت س ي ل و أ ا ف ي ع ل ض د ع ل ا ب يو ول ل ل مم ك ل ا رج ن م ن ي د ي ه ش وا د ه ش ت س ل وا رج ف ي ل رج ا ون ك ي ل ن إ ف
ر ذك ت ف ها ا د ح إ ل ض ت ن أ ء ا د ه ش ل ا ن م ون رض ت من ن ا ت رأ م وارى لخ ا ها ا د ح ه إ ش ل ا ب أ ي وا ول ع د ا م ا ذ إ ء ا وا د م أ س ت ول
و ل ج أ ل إ يرا ب و ك أ يرا غ ص وه ب ت ك ت ن لو أ ل ا د ن ع ط س ق أ م ك ل ذوا ب ا رت ت ل أ ن د وأ ة د ا ه ش ل ل م و ق رة وأ ض ا ح رة ا ت ون ك ت ن أ ل إ
م ك ن ي ب ا ه رون ي د ا ت وى ب ت ك ت ل أ اح ن ج م ك ي ل ع س ي ل وا ف د ه ش وأم ت ع ي ا ب ت ا ذ د إ ي ه ش ول ب ت ا ر ك ا ض ي نو ول إ ف وا ل ع ف ت ن إ و
م ك ب وق س لو ف ل ا وا ق ت لو وا ل ا م ك لم ع ء وي ي ش ل ك ب لو ل وام ي ل ع
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak
secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu
menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka
hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu
mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia
bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi
sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang
lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak
mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan
dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari
orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki,
maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-
saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang
seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan
(memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah
kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai
batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi
Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada
tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah muamalahmu itu),
kecuali jika muamalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan
di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak
menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan
janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu
27
lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu
kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah
mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.14
b. Dalam al-Qur’an Q.S al-Maidah ayat 1, Allah SWT memerintahkan
kepada orang yang beriman untuk memenuhi akad-akadnya.
ود ق ع ل ا ب وا وف أ وا ن م آ ن ي لذ ا ا ه ي أ ا م ي ا ع لن ا ة م بي م ك ل ت ل ح أرم ح م ت ن وأ د ي ص ل ا ي ل م ر ي غ م ك ي ل ع ى ل ت ي ا م ل لو إ ل ا ن إ
د ري ي ا م م ك ي
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.
Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan
kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan
berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya
Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-
Nya.15
c. Kaidah fiqh:
لعلىالتحري لي لد لصلفىالشياءالإباحةحتىيدل
Pada dasarnya, segala bentuk muamalat boleh dilakukan kecuali
ada dalil yang mengharamkannya
حكمالل ماوجدتالمصلحةف ثم
Dimana terdapat kemaslahatan, di sana terdapat hukum Allah.16
4. Perbedaan Profit Sharing dan Revenue Sharing
Perbedaan antara profit sharing dan revenue sharing sebagai berikut:
Profit Sharing Revenue Sharing
Pendapatan yang akan
didistribusikan adalah pendapatan
Pendapatan yang akan
didistribusikan adalah pendapatan
14
Depag RI. al- Quran dan Terjemahan (Bandung : Sygma, 2012), 48. 15
Depag RI. al- Quran dan Terjemahan (Bandung : Sygma, 2012), 106 16
Danupranata, Buku Ajar Manajemen, 129.
28
bersih setelah pengurangan total
cost terhadap total revenue.
kotor dari penyaluran dana, tanpa
harus dikalkulasikan terlebih
dahulu dengan biaya-biaya
pengeluaran operasional usaha.
Biaya-biaya operasional akan
dibebankan ke dalam modal
usaha, artinya biaya-biaya akan
ditanggung oleh shahibul mal.
Biaya-biaya akan ditanggung bank
syariah sebagai mud}a>rib, yaitu
pengelola modal.
Pendistribusian pendapan yang
akan dibagikan adalah seluruh
pendapatan, baik pendapatan dari
hasil investasi dana atau
pendapatan dari fee atas jasa-jasa
yang diberikan bank setelah
dikurangi seluruh biaya-biaya
operasional.
Pendistribusian pendapan yang
akan dibagikan adalah seluruh
pendapatan, baik pendapatan dari
penyaluran dana shahibul mal,
sedangkan pendapatan fee atas
jasa-jasa bank syariah merupakan
pendapatan murni bank sendiri.
Dari pendapatan fee inilah bank
syariah dapat menutupi biaya-
biaya operasional yang ditanggung
bank syariah.17
B. Dewan Syariah Nasional
17
Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah: dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani
Press, 2001), 175.
29
1. Kedudukan dan Kewenangan Fatwa DAN MUI dalam Perbankan
Syariah
Kewenangan ulama dalam menetapkan dan mengawasi
pelaksanaan hukum perbankkan syariah berada di bawah koordinasi
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).
Karena perkembangan lembaga keuangan syariah yang cukup pesat,
maka diperlukan adanya suatu lembaga khusus yang menangani
masalah-masalah terkait dengan sistem ekonomi syariah agar tidak
menyimpang dari ketentuan Al-Qur’an dan Sunnah. MUI sebagai
lembaga yang memiliki kewenangan dalam bidang keagamaan yang
berhubungan dengan kepentingan umat membentuk satu dewan syariah
berskala nasional yaitu Dewan Syariah Nasional (DSN) yang berdiri
pada tanggal 10 Februari 1999 sesuai dengan Surat Keputusan (SK)
MUI No. Kep-754/MUI/II/1999.18
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
mempunyai peranan yang penting dalam upaya pengembangan produk
hukum perbankkan syariah. Karena dalam pengembangan ekonomi
dan perbankkan syariah mengacu pada sistem hukum yang dibangun
berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits yang keberadaannya berfungsi
sebagai pedoman utama bagi mayoritas umat islam.
Fatwa DSN-MUI yang berhubungan dengan pengembangan
lembaga ekonomi dan perbankan syariah dikeluarkan atas
18
Burhanuddin Susanto, Hukum Perbankkan Syariah di Indonesia (Yogyakarta: UII Press,
2008), 70.
30
pertimbangan Badan Pelaksana Harian (PPH) yang membidangi ilmu
syariah dan ekonomi perbankan. Dengan adanya pertimbangan dari
para ahli tersebut, maka fatwa yang dikeluarkan DSN-MUI memiliki
kewenangan dan kekuatan ilmiah bagi kegiatan usaha ekonomi
syariah. karena itu agar fatwa memiliki kekuatan mengikat,
sebelumnya perlu diadopsi dan disahkan secara formal ke dalam
bentuk peraturan perundang-undangan. Namun agar peraturan
perundang-undangan yang mengadopsi prinsip-prinsip syariah dapat
dijalankan dengan baik, maka DSN-MUI membentuk Dewan
Pengawas Syariah (DPS) disetiap lembaga keuangan syariah.
Tujuannya adalah menjalankan fungsi pengawasan terhadap aspek
syariah yang ada dalam perbankan.19
Terdapat hal yang menarik mengenai fatwa-fatwa yang diterbitkan
MUI dalam hubungannya dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku di Indonesia. Fatwa-fatwa MUI ini dibagi dalam tiga kategori,
yaitu ekonomi syariah, kehalalan produk, dan kemasyarakatan. Dari
tiga kategori ini, fatwa kategori ekonomi syariah memiliki kedudukan
yang lebih kuat dibandingkan dengan dua kategori lainnya. Kedudukan
lebih kuat maksudnya adalah fatwa-fatwa kategori ekonomi syariah
diakui dan dikuatkan keberadaannya dalam peraturan perundang-
undangan yang berlaku di Indonesia. Apabila pihak-pihak yang terkait
dengan peraturan ini tidak melaksanakan fatwa tersebut akan
19
Dewan Syariah Nasional MUI, Himpunan Fatwa Keuangan Syariah (Jakarta: Erlangga,
2014), 9.
31
mendapatkan sanksi administrasi dari pemerintah. Fatwa-fatwa DSN
tidak hanya mengenai kegiatan, produk dan jasa yang akan
dioperasionalkan oleh suatu bank syariah, tetapi juga mengenai
ketentuan ekonomi syariah (keuangan syariah) yang menjadi landasan
bagi ketentuan/peraturan yang dikeluarkan oleh instansi yang
berwenang, seperti Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia (BI). 20
Dewan Syariah Nasional (DSN) adalah lembaga yang dibentuk
oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mempunyai fungsi
melaksanakan tugas-tugas MUI dalam menangani masalah-masalah
yang berhubungan dengan aktifitas lembaga keuangan syariah. Salah
satu tugas pokok DSN adalah mengkaji, menggali dan merumuskan
nilai dan prinsip-prinsip hukum islam (Syari’ah) dalam bentuk fatwa
untuk dijadikan pedoman dalam kegiatan transaksi di lembaga
keuangan syari’ah. Melalui Dewan Pengawas Syari’ah yang
melakukan pengawasan terhadap penerapan prinsip syari’ah dalam
sistem dan manajemen lembaga keuangan syaria’ah (LKS). DSN-MUI
merupakan lembaga indevenden dalam mengeluarkan fatwa sebagai
rujukan yang berhubungan dengan masalah ekonomi, keuangan dan
perbankan.21
Sejak dibentuknya DSN, sampai dengan tahun 2009 telah terbit 73
fatwa DSN yang terdiri dari 22 fatwa khusus mengatur perbankan
20
Atho Mudzhar dan Choirul Fuad Yusuf, dkk, Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Dalam Perspektif Hukum dan Perundang-Undangan (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan
Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2012), 260. 21
Imam Abdul Hadi, “Kedudukan dan Wewenang Lembaga Fatwa (DSN-MUI) Pada Bank
Syariah,” Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam, No. 2 Vol 1 (2011), 3.
32
syari’ah, 5 fatwa khusus mengatur asuransi syari’ah, 11 fatwa khusus
mengatur pasar modal syari’ah, dan 35 fatwa mengatur kegiatan
ekonomi syariah secara umum.
Untuk memperkuat kewenangan sebagai bank sentral yang
mengurusi sistem keuangan syariah dalam negara republik Indonesia,
Bank Indonesia menjalin kerja sama dengan DSN-MUI yang memiliki
otoritas di bidang hukum syariah. Bentuk kerja sama antara Bank
Indonesia dengan DSN-MUI diwujudkan melalui nota kesepahaman
(Memorandum of understanding/MOU) untuk menjalankan fungsi
pembinaan dan pengawasan terhadap perbakkan syariah. Dengan
adanya kerja sama tersebut berarti keberadaan DSN-MUI menjadi
sangat penting dalam pengembangan sistem ekonomi dan perbankan
syariah.22
Fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI bukanlah hukum positif,
sama seperti fatwa-fatwa yang dikeluarkan MUI dalam bidang-bidang
lainnya. Agar fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI dapat
berlaku dan mengikat sebagaimana hukum positif yang berlaku di
Indonesia, maka pada UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syari’ah disebutkan bahwa fatwa-fatwa yang dikeluarkan DSN-MUI
dapat ditinjak lanjuti sebagai Peraturan Bank Indonesia. Dapat
dipahami dari kutipan UU No. 21 Tahun 2008 sebagai berikut
disebutkan pada pasal 26:
22
Dewan Syariah Nasional MUI, Himpunan Fatwa Keuangan Syariah (Jakarta: Erlangga,
2014), 9.
33
1. Kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 20,
dan Pasal 21 dan/atau produk dan jasa syariah, wajib tunduk
kepada prinsip syariah.
2. Prinsip syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difatwakan
oleh Majelis Ulama Indonesia.
3. Fatwa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam
Peraturan Bank Indonesia.
4. Dalam rangka penyusunan Peraturan Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), Bank Indonesia membentuk komite
perbankan syariah.
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pebentukan,
keanggotaan, dan tugas komite perbankan syariah sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.
Dengan demikian ada kekuatan hukum yang mengikat antara fatwa
yang dikeluarkan oleh DSN-MUI dengan hukum Positif berupa PBI
yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Hubungan ini menunjukkan
betapa peran dari lembaga fatwa di Indonesia sangat signifikan dan
strategis dalam membangun dan memajukan Lembaga Keuangan
Syariah dengan tetap memperhatikan hukum-hukum syariah yang
harus dipatuhi oleh LKS.23
Kedudukan fatwa DSN MUI merupakan perangkat aturan
kehidupan masyarakat yang bersifat mengikat bagi bank Indonesia
23
Hadi, Kedudukan, 5.
34
sebagai regulator, yaitu adanya kewajiban agar materi muatan yang
terkandung dalam fatwa MUI dapat diserap dan ditransformasikan
dalam merumuskan prinsip-prinsip syariah dalam bidang perbankkan
syariah menjadi materi muatan Peraturan Perundang-Undangan yang
memiliki kekuatan hukum dan mengikat. Dan hanya fatwa DSN MUI
yang dapat dijadikan pedoman dalam pembuatan peraturan Bank
Indonesia. Fatwa DSN MUI juga merupakan syarat yang paling
mendasar dalam pembuatan dan pengembangan produk baru yang
dikeluarkan oleh lembaga perbankkan syariah serta operasional
kegiatan perbankkan syariah. Apabila peraturan tersebut tidak dipatuhi
pelaku ekonomi syariah akan dikenakan sanksi administrasi.24
Berkaitan dengan ketentuan Undang-Undang No.21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah berkenaan dengan berlakunya prinsip
syariah, maka Peraturan Bank Indonesia No. 11/15/PBI/2009 telah
memberikan pengertian mengenai apa yang dimaksud dengan prinsip
syariah. Menurut PBI tersebut prinsip syariah adalah prinsip hukum
islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan
oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.25
DSN sebagai anggota dari Majelis Ulama Indonesia yang terdiri
dari para ulama, praktisi, dan para pakar yang terkait dalam bidang
muamalah syariah. Adapun tugas DSN adalah sebagai berikut:
24
Ahyar Ari Gayo dan Ade Irawan Taufik,”Kedudukan Fatwa Dewan Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesia Dalam Mendorong Perkembangan Bisnis Perbankkan Syariah
(Perspektif Hukum Perbankkan Syariah),”Jurnal RechtsVinding, Vol 1 No 2 (Agustus 2012), 268. 25
Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Syariah Produk-Produk dan AspekHukumnya (Jakarta:
PT Jakarta Agung Offset, 2010), 138.
35
1) Menumbuh kembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam
kegiatan perekonomian pada umumnya dan keuangan pada
khususnya.
2) Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan.
3) Mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah.
4) Mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan.
Untuk memudahkan peran DSN dalam menjalankan tugasnya,
DSN-MUI memiliki wewenang yang berlaku bagi seluruh Lembaga
Keuangan Syariah (LKS) yaitu:
a. Mengeluarkan fatwa yang mengikat Dewan Pengawas Syariah di
masing-masing lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar
tindakan hukum pihak terkait.
b. Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi
ketentuan/peraturan yang dikeluarkan oleh instansi yang
berwenang, seperti (Kementerian Keuangan) dan Bank Indonesia.
c. Memberikan rekomendasi dan/atau mencabut rekomendasi nama-
nama yang akan duduk sebagai Dewan Pengawas Syariah pada
suatu lembaga keuangan syariah.
d. Mengundang para ahli untuk menjelaskan suatu masalah yang
diperlukan dalam pembahasan ekonomi syariah, termasuk otoritas
moneter/lembaga keuangan dalam maupun luar negeri.
36
e. Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk
menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan
oleh Dewan Syariah Nasional.
f. Mengusulkan kepada instansi yang berwenang untuk mengambil
tindakan apabila peringatan tidak diindahkan.26
2. Fatwa DSN-MUI Nomor 15/DSN-MUI/IX/2000 Tentang Prinsip
Distribusi Hasil Usaha Dalam Lembaga Keuangan Syariah
Fatwa menurut bahasa berarti jawaban mengenai suatu kejadian
(peristiwa). Sedangkan fatwa menurut syara’ adalah menerangkan
hukum syara’ dalam suatu persoalan sebagai jawaban dari suatu
pertanyaan, baik se penanya itu jelas identitasnya maupun tidak, baik
perseorangan maupun kolektif.27
Sedangkan dalam kamus bahasa
Indonesia mengartikan fatwa sebagai jawaban (keputusan, pendapat)
yang diberikan oleh mufi tentang suatu masalah. Fatwa juga bermakna
nasihat orang alim, pelajar baik, petuah.28
Dalam fatwa DSN-MUI tentang prinsip distribusi hasil usaha
dalam lembaga keuangan syariah ada beberapa ketentuan yang harus
dijadikan pedoman dalam praktiknya. Substansi fatwa tersebut adalah
sebagai berikut:
26
Dewan Syariah Nasional MUI, Himpunan Fatwa Keuangan Syariah (Jakarta: Erlangga,
2014), 5. 27
Yusuf qardhawi, Al-Fatwa Bainal Indhibat Wat-Tasayyub “Fatwa Antara Ketelitian Dan
Kecerobohan”, Cet. 1 (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), 5. 28
Ma’ruf Amin dkk, Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Dalam Perspektif Hukum dan
Perundang-undangan (Jakarta: puslitbang kehidupan keagamaan, 2011), 20
37
1. Pada dasarnya, LKS boleh menggunakan prinsip bagi hasil (net
revenue sharing) maupun bagi untung (profit sharing) dalam
pembagian hasil usaha dengan mitra (nasabah)-nya.
2. Dilihat dari segi kemaslahatan (as-ashlah), saat ini pembagian hasil
usaha sebaiknya digunakan prinsip bagi hasil (net revenue sharing).
3. Penerapan prinsip pembagian usaha yang dipilih harus disepakati di
dalam akad.29
29
Fatwa DSN-MUI Nomor 15/DSN-MUI/IX/2000 Tentang Prinsip Distribusi Hasil Usaha
Dalam Lembaga Keuangan Syariah, 2.
38
BAB III
PENERAPAN PRINSIP DISTRIBUSI HASIL USAHA PADA PRODUK
DEPOSITO PADA BANK SYARIAH MANDIRI CABANG PONOROGO
A. Deskripsi Data Penelitian
1. Sejarah
Bank Syariah Mandiri telah hadir secara resmi di Kota Ponorogo
dari tahun 2010, tepatnya pada tanggal 20 Desember 2010. Manajemen
Bank Syariah Mandiri mengajukan kepada Bank Indonesia (BI) untuk
membuat kantor cabang pembantu yang akan ditempatkan di Kota
Ponorogo untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat baik yang
telah menjadi nasabah tetap Bank Syariah Mandiri ataupun masyarakat
non nasabah pada umumnya yang berdomisili di daerah sekitar
Ponorogo, dan sekaligus memperluas jaringan yang menjadi kebutuhan
manajemen Bank Syariah Mandiri pusat guna memberikan pelayanan
secara syar’i dalam dunia lembaga keuangan perbankan kepada
masyarakat luas.1
Sejak awal berdirinya Bank Syariah Mandiri (BSM) telah
menanamkan nilai-nilai perusahaan yang menjunjung tinggi
kemanusiaan dan integritas kepada segenap insan Bank Syariah
Mandiri Dalam perjalanannya saat ini, Bank Syariah Mandiri Kantor
Cabang Ponorogo mengalami perkembangan dan pertumbuhan yang
sangat pesat dari tahun ke tahun. Rata-rata pertumbuhannya mencapai
1 Yunias Agil, Hasil Wawancara, , Selasa 18 oktober 2018.
39
tiga kali lipat setiap tahunnya dibandingkan tahun sebelumnya hingga
saat ini pada tahun 2017 aset Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang
Ponorogo telah berkisar antara 50 sampaii dengan 80 milyar rupiah.
Kehadiran Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo tentu tidak
Lepas dari Bank Syariah Mandiri pusat yang telah berdiri sejak tahun
1999.
Sesungguhnya dengan berdirinya Bank Syariah Mandiri sampai
saat ini merupakan hikmah sekaligus berkah pasca krisis ekonomi dan
moneter 1997-1998. Sebagaimana diketahui, krisis ekonomi dan
moneter sejak juli 1997, yang disusul dengan krisis multi-dimensi
termasuk dipanggung politik nasional, telah menimbulkan beragam
dampak negatif yang sangat hebat terhadap seluruh sendi kehidupan
masyarakat, tidak terkecuali dunia usaha. Dalam kondisi tersebut,
industri perbankan nasional yang didominasi oleh bank-bank
konvensional mengalami krisis luar biasa. Pemerintah akhirnya
mengambil tindakan dengan merestrukturisasi dan mengkapitalisasi
sebagai bank-bank di Indonesia. 2
Bank Syariah Mandiri (BSM) merupakan bank milik pemerintah
pertama yang melandaskan operasinya pada prinsip syariaih. Secara
struktural, Bank Syariah Mandiri berasal dari Bank Susila Bakti
(BSB), yang kemudian dikonversikan menjadi bank syariah secara
penuh. Dalam rangka menjalankan proses konversi menjadi Bank
2 http://www.syariahmandiri.co.id/category/info-perusahaan/profil-perusahaan/sejarah/,
diakses pada tanggal Selasa 18 oktober 2018.
40
Syariah Mandiri menjalin kerjasama Tazkia Institute, terutama dalam
bidang pelatihan dan pendampingan konversi.3
Sebagai salah satu bank yang dimiliki oleh Bank Mandiri yang
memiliki asset ratusan triliun dan networking yang sangat luas, Bank
Syariah Mandiri memiliki beberapa keunggulan komparatif dibanding
pendahulunya. Demikian juga perkembangan politik terakhir di Aceh
menjadi blessing in disguise bagi Bank Syariah Mandiri. Hal ini
karena Bank Syariah Mandiri akan menyerahkan seluruh Kantor
Cabang Bank Mandiri di Aceh kepada Bank Syariah Mandiri untuk
dikelola secara syariah. Langkah besar ini jelas akan
menggelembungkan asset Bank Syariah Mandiri dari posisi pada akhir
tahun 1999 sejumlah Rp. 400.000.000.000,00 (empat ratus milyar
rupiah) menjadi diatas 2 hingga 3 triliun. Perkembangan ini diikuti
pula dengan peningkatan jumlah Kantor Cabang Bank Syariah
Mandiri, yaitu dari 8 menjadi lebih dari 20 Kantor Cabang. 4
2. Visi dan Misi
Layaknya sebuah lembaga, Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang
Ponorogo tentunya memiliki visi dan misi sebagai acuan dalam
pelaksanaannya, adapun visi dan misi adalah sebagai berikut:
a. Visi
3 Syafi’I Antonio, Bank Syariah, 26
4 Ibid., 27.
41
Bank Syariah Terdepan: Menjadi bank syariah yang selalu unggul
di antara pelaku industri perbankan syariah pada segmen consumer,
micro, SME, commercial, dan corporate
Bank Syariah Modern: Menjadi bank syariah dengan sistem
layanan dan teknologi mutakhir yang melampaui harapan nasabah.
b. Misi
1) Memujudkan pertumbuhan dan keuntungan di atas rata-rata
industri yang berkesinambungan.
2) Meningkatkan kualitas produk dan layanan berbasis teknologi
yang melampaui harapan nasabah.
3) Mengutamakan penghimpunan dana murah dan penyaluran
pembiayaan pada segmen ritel.
4) Mengembangkan bisnis atas dasar nilai-nilai syariah universal.
5) Mengembangkan manajemen talenta dan lingkungan kerja yang
sehat.
6) Meningkatkan kepedulian terhadap masyarakat dan lingkungan.5
3. Susunan Organisasi Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang
Ponorogo
Untuk mengatur dan menjalankan segala kegiatan yang memiliki
kapasitas sedang apalagi besar, struktur organisasi sudah menjadi hal
yang wajib, karena sangat menentukan organisasi itu sendiri. Begitu
pula dengan Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo yang
5 Brosur Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo
42
telah memiliki struktur organisasi yang telah memiliki sistem
manajemennya yaitu :6
Branch Manager : M. Ghani Wicaksono
1. CBRM (Consumer Banking : Arditya Rizki
Relationship Manager)
a. SF (Sales Fourse) : Putri Vita
(Koordinator)
Deny
Diyan Wahyudi
Miko
Tutik
b. CFE (KPR) : Sandra Dewi
2. MBM (Micro Banking Manager) : Arif Mufida
a. Micro Analyst : Ahmad Susanto
b. APM (Administrasi Pelaksanaan : Kurniawati Jayantini
Mikro)
c. PMM (Pelaksanaan Marketing : M David Mughni Labib
Mikro)
d. Mitra Mikro : Galan Herlambang
3. BOSM (Branch Operasional & : Fauzal Sodiq
Service Manager)
a. CS : Yunias Agil
6 Yunias Agil, Hasil Wawancara, , Selasa 18 oktober 2018.
43
b. Teller : Yuli Jumiarti
: Tyas Wahyu
c. SFE (Syariah Funding Executive) : Widodo
: Eka Winingsih
d. BO (Back Officer) : M. Wahyudi
e. Security : Anwar Bagus
: Wachidin Ghoni
:Badawi
f. OB : Ginanjar
g. Driver : Ahmad Kumaini
4. Produk Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo
a. Produk Pembiayaan
1) Pembiayaan Pensiunan
Pembiayaan konsumer (termasuk pembiayaan multi guna)
kepada para pensiunan. Angsurannya dipotong dari gaji
pensiunannya.
2) Pembiayaan Mikro
Pembiayaan antara 11 juta-20 juta.
3) Pembiayaan Cicil Emas.
b. Produk Penghimpunan
1) Tabungan BSM
44
Tabungan dalam mata uang rupiah yang penarikannya dan
setorannya dapat dilakukan setiap saat selama jam kas dibuka di
konter BSM atau melalui ATM.
2) Tabungan Mabrur
Tabungan mata uang rupiah untuk membantu pelaksanaan
ibadah haji dan umrah.
3) Tabungan Investa Cendekia
Tabungan berjangka untuk keperluan uang pendidikan dengan
jumlah setoran bulanan tetap dan dilengkapi dengan Mandiri
Kantor Cabang Ponorogo perlindungan asuransi.
4) Tabungan Berencana
Tabungan berjangka yang memberikan nisbah bagi hasil
berjenjang serta kepastian pencapaian target dana yang telah
ditetapkan.
5) Tabungan Simpatik
Tabungan berdasarkan prinsip wadiah yang penarikannya dapat
dilakukan setiap saat berdasarkan syarat-syarat yang disepakati.
6) TabunganKu
Tabungan untuk perorangan dengan persyaratan mudah dan
ringan yang diterbitkan secara bersama oleh bank-bank di
Indonesia guna menumbuhkan budaya menabung dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
7) Deposito
45
Investasi berjangka wktu tertentu dalam mata uang rupiah yang
dikelola berdasarkan prinsip mud}a>rabah Mutlaqah.
8) Giro
Sarana penyimpanan data dalam mata uang rupiah untuk
kemudahan transaksi dengan pengelolaan berdasarkan prinsip
wadiah yad dhamanah.
9) Card
Kartu yang dapat dipergunakan untuk transaksi perbankan
melalui ATM dan mesin debit (EDC/Electronic Data Capture).
10) Mobile Banking GPRS
Layanan transaksi perbankan (non tunai) melalui mobile phone
(handphone) berbasis GPRS.
11) Net Banking
Layanan transaksi perbankan (non tunai) melalui internet.7
B. Penerapan Prinsip Distribusi Hasil Usaha Pada Produk Deposito Di
Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo
Pada dasarnya bank adalah entitas yang melakukan penghimpunan
dana dari masyarakat dalam bentuk pembiayaan atau dengan kata lain
bank sebagai intermediasi. Perbankan syariah dalam melakukan kegiatan
usahanya berasaskan pada prinsip syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip
kehati-hatian.
7 Brosur Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo
46
Salah satu jenis produk penghimpunan dana dari masyarakat yang
ada di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo sesuai dengan
keterangan yang dipaparkan Mbak Eka Winingsih, penjelasanya sebagai
berikut:
“Di Bank Syariah Mandiri Ponorogo salah satu produk
penghimpunan dari masyarakat adalah deposito. Jenis deposito yang
ada di Bank Syariah Mandiri Ponorogo hanya mud}a>rabah
Mutlaqah artinya pihak bank memiliki kebebasan untuk mengelola
dana dari masyarakat, nasabah tidak memberikan persyaratan dalam
mengelola dana tersebut.”8
Selain menjelaskan tentang jenis deposito yang ada di Bank Syariah
Mandiri Kantor Cabang Ponorogo Mbak Eka Winingsih juga menjelaskan
manfaat yang didapatkan nasabah dalam melakukan deposito
penjelasannya seperti berikut:
“Manfaat yang akan di dapat nasabah yang mengambil deposito di
bank Mandiri Syariah yaitu karena bank Mandiri Syariah adalah
bank syariah maka dana dikelola secara syariah, lebih
menguntungkan nasabah karena menerapkan sistem bagi hasil, tidak
menggunakan sistem bunga dan terdapat fasilitas Automatic Roll
Over artinya apabila pada saat jatuh tempo dana tidak diambil maka
akan diperpanjang secara otomatis”.9
Penulis mengali data di bank bahwa Deposito mud}a>rabah Mutlaqah
ini bisa dibuka untuk perorangan ataupun perusahaan. Persyaratan yang
harus dipenuhi oleh nasabah yang akan membuka deposito antara lain
adalah:
a. Perorangan : KTP/SIM/Paspor nasabah.
8 Eka Winingsih, Hasil Wawancara, Rabu 3 Oktober 2018.
9 Eka Winingsih, Hasil Wawancara, Rabu 3 Oktober 2018.
47
b. Perusahaan :KTP Pengurus, Akta pendidikan, SIUP dan NPWP.10
Adapun prosedur pelaksanaan yang ditetapkan di Bank Syariah
Mandiri Kantor Cabang Ponorogo dalam melayani nasabah untuk
pembukaan deposito perorangan, di antaranya adalah:
1. Nasabah datang ke bank untuk mengajukan pembukaan rekening
deposito dengan akad mud}a>rabah muthlaqah.
2. Nasabah mengisi formulir permohonan pembukaan rekening,
menyerahkan fotocopy identitas diri (KTP/SIM/paspor nasabah) dan
menandatangi sebagai bukti kerjasama antara nasabah dan bank.
3. Kemudian nasabah memberikan setoran awal minimal Rp 2.000.000
dan USD 1.000 untuk dolar.
4. Nasabah mendapatkan fasilitas buku rekening deposito dari bank.
Sedangkan untuk pembukaan deposito perusahaan adalah:
1. Nasabah datang ke bank untuk mengajukan pembukaan rekening
deposito dengan akad mud}a>rabah muthlaqah.
2. Nasabah mengisi formulir permohonan pembukaan rekening,
menyerahkan fotocopy KTP Pengurus, Akte Pendirian, SIUP dan
NPWP dan menandatangi sebagai bukti kerjasama antara nasabah dan
bank.
3. Kemudian nasabah memberikan setoran awal minimal Rp 2.000.000
dan USD 1.000 untuk dolar.
4. Nasabah mendapatkan fasilitas buku rekening deposito dari bank.
10
Brosur Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo
48
Deskripsi tentang deposito mud}a>rabah Mutlaqah di Bank
Syariah Mandiri Ponorogo sebagai berikut: 11
Deskripsi Deposito mud}a>rabah
Mutlaqah
Kategori nasabah 1. Perorangan
2. Perusahaan
Setoran awal minimum Rp 2.000.000
USD 1.000
Jangka waktu 1 bulan
3 bulan
6 bulan
12 bulan
Dari tabel di atas terdapat pilihan jangka waktu deposito
mud}a>rabah Mutlaqah dimana ketika nasabah mengambil deposito
dengan jangka waktu 1 bulan nasabah akan mendapatkan nisbah sebesar
46% sedangkan bank sebagai pengelola dana akan mendapatkan nisbah
sebesar 54%. Untuk jangka waktu 3 bulan nasabah akan mendapatkan
nisbah 47% sedangkan bank mendapatkan nisbah sebesar 53%. Untuk
jangka waktu 6 bulan nasabah akan mendapatkan nisbah sebesar 48%
sedangkan bank akan mendapatkan nisbah sebesar 52%. Dan untuk jangka
11
Brosur Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo
49
waktu 12 bulan nasabah akan mendapatkan nisbah sebesar 49% dan bank
akan mendapatkan nisbah sebesar 51%.12
Dasar penentuan nisbah di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang
Ponorogo yang diungkapkan oleh mbak Eka Winingsih adalah sebagai
berikut:
“Dasar penentuan nisbah di Bank Syariah Mandiri Ponorogo
tergantung dari jangka waktu, semakin lama jangka waktu deposito
maka semakin besar nisbah bagi hasil yang diterima oleh nasabah
karena kita menggunakan akad bagi hasil. Bagi nasabah yang
dananya besar minimal 500jt bisa mengubah besar nisbah yang
ditentukan oleh pihak bank. ”13
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan dasar penentuan nisbah Di
Bank Syariah Mandiri Syariah Kantor Cabang Ponorogo adalah jangka
waktu deposito mud}a>rabah Mutlaqah, dan terdapat special nisbah
untuk deposan yang dananya besar (min Rp 500.000.000)artinya pihak
nasabah bisa mengajukan perubahan nisbah.
Hal yang mendasar yang membedakan antara lembaga keuangan
konvensional dan syariah terletak pada pengembalian dan pembagian
keuntungan yang diberikan oleh nasabah kepada lembaga keuntungan atau
yang diberikan oleh lembaga keuangan kepada nasabah. Oleh karena itu,
munculah istilah bunga dan bagi hasil. Bagi keuntungan atau bagi hasil
merupakan ciri utama bagi lembaga keuangan syariah.
Keuntungan adalah jumlah yang di dapat sebagai kelebihan dari
modal. Syarat keuntungan yang harus terpenuhi adalah kadar keuntungan
12
Observasi Peneliti, Selasa 18 oktober 2018. 13
Eka Winingsih, Hasil Wawancara, Rabu 3 Oktober 2018.
50
harus diketahui, berapa jumlah yang dihasilkan keuntungan harus dibagi
secara proposional kepada kedua pihak, dan proporsi keduanya sudah
dijelaskan pada awal kontrak. Pembagian bagi hasil di Bank Syariah
Mandiri Kantor Cabang Ponorogo ditentukan oleh keuntungan bank.
Sebagimana yang dijelaskan oleh mbak Eka Winingsih seperti berikut:
”Kalau di bank konvensional kan menggunakan sistem bunga artinya
jumlah yang diberikan bank kepada nasabah setiap bulannya sama
besar, tidak dipengaruhi oleh keuntungan bank. Berbeda dengan
disini yang merupakan bank syariah menggunakan sistem bagi hasil.
Pembagian bagi hasil setiap bulannya tidak sama, tergantung pada
keuntungan bank. Jika keuntungan bank pada bulan ini naik maka
otomatis bagi hasil yang diberikan kepada nasabah juga akan naik,
sebaliknya jika pada bulan selanjutnya mengalami penurunan
keuntungan maka bagi hasil yang diberikan kepada nasabah juga
akan menurun. Dan untuk faktor yang mempengaruhi bagi hasil itu
adalah yang pertama jumlah dana yang didepositokan, jika dana
yang didepositokan besar maka perolehan bagi hasilnya juga besar.
Yang kedua keuntungan bank. Bagi hasil yang diberikan kepada
nasabah dipengaruhi naik turunnya keuntungan bank. Dan untuk
menyalurkan bagi hasilnya ada dua pilihan langsung dimasukkan ke
rekening deposito atau rekening lain untuk bagi hasil tergantung
kemauan nasabahnya.”14
Dari penjelasan di atas keuntungan yang diterima oleh nasabah
dalam produk ini sangat menguntungkan karena nasabah mendapat bagi
hasil yang optimal, ketenangan hati karena dana yang di investasikan
dikelolah secara syariah dan dapat memberikan ketenangan batin untuk
nasabahnya.
Pembagian hasil usaha di antara para pihak dalam suatu bentuk
usaha kerjasama boleh berdasarkan pada prinsip profit sharing dan
revenue Sharing. Namun di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang
14
Eka Winingsih, Hasil Wawancara, Rabu 3 Oktober 2018
51
Ponorogo tidak ditentukan menggunakan prinsip profit sharing atau
revenue Sharing yang jelas pembagian bagi hasil berdasarkan keuntungan
bank. Seperti yang disampaikan mbak Eka winingsih sebagai berikut:
“Disini tidak ditentukan menggunakan prinsip profit sharing atau
revenue Sharing untuk pembagian bagi hasilnya, yang jelas
pembagian bagi hasil besarnya tidak ditentukan diawal kontrak .
Pembagian bagi hasil yang diberikan nasabah setiap bulannya tidak
sama, bagi hasil berdasarkan keuntungan bank yang sudah dipotong
pajak sebesar 20%.
Mengenai hal ini juga dijelaskan oleh Mas Yunias Agil sebagai berikut:
Soal prinsip distribusi hasil usaha yang terapkan disini, pihak bank
tidak menentukan menggunakan profit sharing atau revenue sharing.
pada awal akad juga tidak ada kesepakatan dengan nasabah prinsip
apa yang digunakan, yang disepakati pada awal kontrak hanya
mengenai besar nisbahnya. Yang pasti pembagian hasil usaha sesuai
dengan keuntungan yang diperoleh bank, setelah dipotong dengan
pajak sebesar 20% tanpa dikurangai dengan biaya-biaya operasional
ataupun biaya administrasi. Pajak yang terdapat pada deposito
tersebut kebijakan dari negara bukan dari pihak bank. Alasan kami
dalam pembagian keuntungan yang tidak dikurangi dengan biaya
operasional dikarenakan kami ingin keuntungan yang diterima
nasabah besar tidak kalah dengan bank konvensional. Pihak bank
akan menanggung semua kerugian tetapi, ingsyaAlla BSM selalu
untung dan aman karena ditanggung juga sama LPS.15
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Ana Layli sebagai nasabah
di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo bahwa saat melakukan
permohonan pembukaan rekening tidak mengetahui menggunakan prinsip
profit sharing atau revenue Sharing. seperti yang disampaikan bahwa:
“Saya kurang tau, pada awal kontrak juga tidak dijelaskan
menggunakan prinsip apa, saya tidak memperhatikan itu yang
penting aman. Yang dijelaskan tentang berapa persen bagian yang
saya dapatkan. Dan setiap bulannya saya mendapatkan bagi hasil
yang besarnya tidak sama.”16
15
Yunias Agil, Hasil Wawancara, Kamis 15 November 2018. 16
Ana Layli, hasil wawancara, Jum’at 12 Oktober 2018.
52
Contoh perhitungan bagi hasil untuk deposito di Bank Syariah
Kantor Cabang Mandiri Ponorogo sebagai berikut:
Deposito Ibu Fitri Rp 2.000.000 berjangka waktu 1 bulan. Perbadingan
bagi hasil (nisbah) antara bank dan nasabah adalah 48% : 52 %. Bila total
saldo deposito (1 bulan) semua deposan adalah Rp 200.000.000.000 dan
pendapatan bank yang dibagihasilkan untuk deposan adalah Rp
3.000.000 maka bagi hasil yang didapatkan Ibu Fitri adalah:
Rp 2.000.000
x Rp 3.000.000 x 52% = Rp.15.600 - 20% = Rp 12.480 Rp 200.000.000.000
Deposito Ibu Fitri sebesar USD1.000 berjangka waktu 1 bulan.
Perbandingan bagi hasil (nisbah) antara bank dan nasabah adalah 14% :
86%. Bila dianggap total saldo deposito semua deposan adalah
USD200.000 dan pendapatan bank yang dihasilkan untuk deposan adalah
USD30.000 maka bagi hasil yang didapat oleh Ibu Fitri adalah:17
USD1.000
x USD30.000 x 14% = USD21 - 20% = USD 16.8 USD200.000
17
Brosur Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo
53
BAB IV
ANALISIS FIQH MUAMALAH DAN FATWA DEWAN SYARIAH
NASIONAL NOMOR 15/DSN-MUI/IX/2000 TENTANG DISTRIBUSI
HASIL USAHA DALAM LEMBAGA KEUANGA SYARIAH DI BANK
SYARIAH MANDIRI KANTOR CABANG PONOROGO
A. Penerapan Prinsip Distribusi Hasil Usaha Pada Produk Deposito
Pada Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo
Dari pemaparan peneliti tentang data penelitian dalam bab
sebelumnya salah satu produk penghimpunan dana dari masyarakat yang
ditawarkan di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo adalah
deposito. Dimana ketentuan dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor
03/DSN-MUI/IV/2000 tentang deposito ada dua jenis yaitu:
1. Deposito yang tidak dibenarkan secara syariah, yaitu yang didasarkan
perhitungan bunga.
2. Deposito yang dibenarkan, yaitu deposito yang berdasarkan prinsip
mud}a>rabah.1
Adapun deposito yang ada di Bank Bank Syariah Mandiri Kantor
Cabang Ponorogo adalah deposito mud}a>rabah mutlaqah. Deposito
mud}a>rabah mutlaqah merupakan jenis deposito yang dalam
pengelolaan dananya pihak bank mempunyai kebebasan, pihak nasabah
1 Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 03/DSN-MUI/IV/2000 tentang deposito, 3.
54
tidak memberikan persyaratan atau ketentuan apapun dalam pengelolaan
dana.
Hal mendasar yang membedakan antara lembaga keuangan
konvensional dan syariah adalah terletak pada pengembalian dan
pembagian keuntungan yang diberikan kepada nasabah.2
Bagi hasil
merupakan karakteristik umum dan landasan dasar bagi operasional bank
syariah secara keseluruhan. Bagi hasil tergantung pada keuntungan
usaha yang dijalankan. Jumlah pembagian keuntungan meningkat sesuai
peningkatan jumlah pendapatan.3 Sesuai dengan firman Allah QS. An-
Nisa ayat 29 sebagai berikut:
نكم بالباطل إل أن تكون ت ارة عن يا أي ها الذين آمنوا ل تأكلوا أموالكم ب ي
إن الله كان بكم رحيما ول ت قت لوا أن فسكم ت راض منكم Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu
membunuh dirimu. sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu. 4
Pada Bank Mandiri Syariah Kantor Cabang Ponorogo dalam produk
deposito mud}a>rabah mutlaqah menggunakan sistem bagi hasil.
Pembagian bagi hasil sesuai dengan keuntungan yang diperoleh oleh bank.
Jika keuntungan bank besar, maka bagian yang diterima oleh nasabah akan
naik. Selain itu, pembagian bagi hasil yang diterima nasabah juga
2 Muhammad, manajemen, 75.
3 Neneng Nurhasanah, Mudharabah: dalam Teori dan Praktik (Bandung: PT Refika
Aditama, 2015), 139. 4 Depag RI. Al- Quran dan Terjemahan (Bandung : sygma, 2012), 83.
55
berdasarkan jumlah dana yang didepositokan. Jika jumlah dana yang
didepositokan besar maka keuntungan yang didapatkan nasabah juga akan
besar
Keuntungan usaha secara mud}a>rabah dibagi menurut
kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan rugi ditanggung
oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si
pengelola. Seandainya kerugian tersebut akibat keteledoran/kelalaian
pengelola, maka si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian
tersebut. Implementasi mud}a>rabah dalam sistem perbankan menurut
Firdaus dikategorikan sebagai berikut: pendapatan atau keuntungan
tersebut dibagi berdasarkan nisbah yang telah disepakati di awal akad,
pemilik modal tidak boleh ikut serta dalam pengelolaan usaha, tetapi
dibolehkan membuat usulan atau pengawasan.
mud}a>rib mempunyai kekuasaan penuh untuk mengelola modal
dan tidak ada batasan. Uang yang didepositokan akan dikelola dan di
investasikan oleh pihak bank. Dalam hal ini pihak Bank Syariah Mandiri
Kantor Cabang Ponorogo sebagai shahibul mal dan nasabah sebagai
mud}a>rib. Akad yang digunakan dalam investasi ini adalah akad
mud}a>rabah. Dari investasi ini maka pihak Bank Syariah Mandiri Kantor
Cabang Ponorogo akan mendapatkan bagi hasil atas kerja sama yang telah
dilakukan dengan mud}a>rib. Bagi hasil yang diperoleh oleh bank akan
dibagi kepada nasabah yang menabung ke bank.
56
Nisbah atau keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk prosentase
antara kedua belah pihak, bukan dalam nilai nominal tertentu. Jadi nisbah
keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan, bukan berdasarkan porsi
setoran modal. Nisbah keuntungan tidak boleh dinyatakan dalam bentuk
nominal Rp tertentu, misalnya shahibul mal mendapatkan Rp 50 ribu,
mud}a>rib mendapat Rp 50 ribu.5
Dalam Fatwa DSN No. 03/DSN-MUI/IV/2000 tentang deposito
juga dijelaskan pada ayat empat (4) dan enam (6) bahwa Pembagian
keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam
akad pembukaan rekening. Serta pada ayat enam berbunyi Bank tidak
diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan
yang bersangkutan.
Dari hasil penelitian nisbah dalam produk deposito mud}a>rabah
mutlaqah di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo telah
disepakati di awal akad dan ditungakan dalam akad pembukaan rekening.
Nisbah tersebut berdasarkan jangka waktu deposito mud}a>rabah
mutlaqah, semakin lama jangka waktu deposito mud}a>rabah mutlaqah
maka nisbah yang diterima oleh nasabah akan besar. Perbandingan nisbah
yang didapatkan antara nasabah dan bank yaitu 1 bulan 46% : 54%, 3
bulan 47% : 53%, 6 bulan 48% : 52%, 12 bulan 49% : 51%.
Pembagian hasil usaha antara para pihak (mitra) dalam suatu bentuk
usaha kerjasama boleh didasarkan pada prinsip revenue sharing dan profit
5 Karim, Bank Islam, 207.
57
sharing. Revenue sharing adalah perhitungan laba berdasarkan pada
pendapatan yang diperoleh dari pengelola dana, yaitu pendapatan usaha
sebelum dikurangi dengan biaya usaha untuk memperoleh pendapatan
tersebut.6 Hal ini merupakan selisih atau angka lebih dari aktiva produktif
dengan hasil penerimaan bank. Perbankan syariah memperkenalkan sistem
pada masyarakat dengan istilah revenue sharing yaitu sistem bagi hasil
yang dihitung dari total pendapatan pengelolaan dana tanpa dikurangi
dengan biaya pengelolaan dana. Sistem revenue sharing berlaku pada
pendapatan bank yang akan dibagikan dihitung berdasarkan pendapatan
kotor (gross sales) yang digunakan dalam menghitung bagi hasil untuk
produk pendanaan bank.
Sedangkan Profit Sharing adalah perhitungan bagi hasil berdasarkan
pada laba dari pengelola dana, yaitu pendapatan usaha dikurangi dengan
biaya usaha untuk memperoleh pendapatan tersebut.7 Jadi profit sharing
merupakan perhitungan bagi hasil yang didasarkan kepada hasil bersih dari
total pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan
untuk memperoleh pendapatan tersebut. Pada perbankan syariah istilah
yang sering dipakai adalah profit and lost sharing, dimana hal ini dapat
diartikan sebagai pembagian antara untung dan rugi dari pendapatan yang
diterima atas hasil usaha yang telah dilakukan. Profit sharing merupakan
suatu sistem pengolahan dana dalam perekonomian Islam yakni
pembagian hasil usaha antara pemilik modal (shahibul mal) dan pengelola
6 Nurhasanah, Mudharabah, 140.
7 Ibid.
58
(mud}a>rib), secara umum prinsip bagi hasil dalam perbankan syariah
dapat di lakukan dalam empat akad utama, yaitu al-musyarokah, al-
mud}a>rabah, al-muzara’ah dan al-musyaqoh.8
Dari hasil penelitian di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang
Ponorogo pembagian bagi hasil dalam produk deposito mudhrabah
mutlaqah berdasarkan keuntungan yang didapatkan bank. Keuntungan
tersebut sudah dipotong pajak sebesar 20% tanpa dikurangi dengan biaya
operasional ataupun biaya administrasi. Pajak pada produk deposito
tersebut merupakan kebijakan dari negara bukan kebijakan dari pihak
bank.
Kemudian dalam kaitanya dengan prinsip distribusi hasil usaha yang
diterapkan oleh Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo
menggunakan prinsip revenue sharing artinya pendapatan yang
didistribusikan kepada nasabah adalah pendapatan kotor sebelum
dikurangi dengan biaya-biaya operasional.
B. Analisis Fiqh Muamalah Dan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor
15/DSN-MUI/IX/2000 Tentang Prinsip Distribusi Hasil Usaha
Terhadap Keberpihakan Terhadap Nasabah Di Bank Syariah Kantor
Cabang Ponorogo
Prinsip bagi hasil (revenue sharing) atau bagi untung (profit sharing)
adalah termasuk dalam muamalah. Dalam kaidah fiqh, semua muamalah
itu diperbolehkan kecuali bila ada dalil yang mengharamkan tentang
8 Syafi’i Antonio, Bank Syariah, 90.
59
prinsip bagi hasil (revenue sharing) dan bagi untung (profit sharing) maka
kedua prinsip tersebut boleh digunakan dalam Lembaga Keuangan
Syariah. Penetapan prinsip pembagian hasil usaha yang dipilih harus
disepakati dalam akad.
Diperbolehkannya kedua sistem tersebut dengan melihat bahwa baik
prinsip bagi hasil (revenue sharing) atau bagi untung (profit sharing)
belum ditemukan dalil nash yang mengharamkan atau melarang prinsip
tersebut.9
Menurut pendapat imam syafi’i mud}a>rib tidak boleh menggunakan
harta mud}a>rib sebagai biaya, baik dalam keadaan menetap maupun
bepergian. karena mud}a>rib telah mendapatkan bagian keuntungan, ia
tidak berhak mendapatkan sesuatu dari harta itu dan mendapatkan bagian
yang lebih besar daripada bagian dari shahibul mal.10
Berdasarkan dalil-dalil dan setelah menelaahnya maka Dewan
Syariah Nasional menetapkan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor
15/DSN-MUI/IX/2000 Tentang Distribusi Hasil Usaha Dalam Lembaga
Keuanga Syariah antara lain:
Ketentuan dalam Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 15/DSN-
MUI/IX/2000 Tentang Prinsip Distribusi Hasil Usaha Dalam Lembaga
Keuangan Syari'ah sebagai berikut:
9 Maidi saputra, “profit sharing and revenue sharing,” dalam
https://maidisaputra92.wordpress.com/2012/06/14/profit-sharing-and-revenue-sharing/, (diakses
pada tanggal 18 Oktober 2018 04.30). 10
Danupranata, Buku Ajar Manajemen, 129.
60
1. Pada dasarnya, LKS boleh menggunakan prinsip Bagi Hasil (Net
Revenue Sharing) maupun Bagi Untung (Profit Sharing) dalam
pembagian hasil usaha dengan mitra (nasabah)-nya.
2. Dilihat dari segi kemaslahatan (al-ashlah), saat ini, pembagian hasil
usaha sebaiknya digunakan prinsip Bagi Hasil (Net Revenue Sharing).
3. Penetapan prinsip pembagian hasil usaha yang dipilih harus disepakati
dalam akad.
Bila salah seorang menetapkan sendiri penetapan tentang pola
bagi hasil usaha yang akan digunakan namun pihak lain juga harus
menyetujui penetapan itu.
Dilihat dari segi kemaslahatannya (al-ashlah), pembagian hasil usaha
sebaiknya digunakan prinsip bagi hasil (revenue sharing). Karena pada
prinsip sistem profit sharing yang di dalam penerapannya banyak kendala,
diantaranya adalah sulitnya pengakuan atau estimasi biaya yang
dikeluarkan dalam usaha, serta rumitnya pola pembagiannya pada prinsip
perbankan modern, maka pembagian hasil usaha sebaiknya digunakan
prinsip bagi hasil (revenue sharing) yang akan memberi kemudahan bagi
kedua belah pihak dalam pembagian perolehan hasil usaha.
Dalam praktiknya, di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo
pada produk deposito pendistribusian bagi hasilnya lebih menerapkan
prinsip revenue sharing dengan alasan agar bagi hasil yang diterima oleh
nasabah besar dan mampu bersaing dengan bank konvensional. Akan
tetapi pada awal akad tidak ada kesepakatan antara Bank Syariah Mandiri
61
Kantor Cabang Ponorogo dan nasabah mengenai prinsip distribusi hasil
usaha yang diterapkan pada produk deposito.
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa penerapan distribusi
hasil usaha yang dipraktikkan di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang
Ponorogo sudah sesuai dengan fiqh. Penggunaan prinsip revenue sharing
dalam segmen antara pihak bank sebagai mud}a>rib dengan deposan
sebagai shahibul mal menjadi sangat relevan, karena cara seperti ini lebih
menguntungan nasabah. Bagi hasil untuk deposan menjadi lebih besar,
karena pendapatan diperhitungkan sebelum dikeluarkan biaya. Sedangkan
penerapan distribusi hasil usaha yang dipraktikkan di Bank Syariah
Mandiri Kantor Cabang Ponorogo belum sepenuhnya mengakomodasi
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 15/DSN-MUI/IX/2000 Tentang
Prinsip Distribusi Hasil Usaha Dalam Lembaga Keuangan Syari'ah. Hal
ini dikarenakan dalam Dalam fatwa Dewan Syariah Nasional ketentuan
umum prinsip distribusi hasil usaha dalam ayat 3 dikatakan penetapan
prinsip pembagian hasil usaha yang dipilih harus disepakati dalam akad.
Namun dalam praktiknya di Bank Syariah Mandiri Ponorogo tidak ada
kesepakan antara bank dan nasabah dalam akad mengenai prinsip
distribusi hasil usaha yang akan diterapkan.
62
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan memperhatikan pembahasan yang ada dalam skripsi ini dan
berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan, maka dapat di
ambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Dalam praktiknya, pendistribusian bagi hasil pada jasa dan produk
penghimpun dana seperti deposito yang diterapkan oleh Bank Syariah
Mandiri Kantor Cabang Ponorogo adalah menggunakan prinsip revenue
sharing artinya pendapatan yang didistribusikan kepada nasabah adalah
pendapatan kotor.
2. Penerapan prinsip distribusi hasil usaha pada produk deposito pada
Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo sesuai dengan fiqh,
penerapan prinsip distribusi hasil usaha tersebut lebih menguntungkan
pihak nasabah dan tidak merugikan salah satu pihak. Sedangkan
penerapan prinsip distribusi hasil usaha pada produk deposito pada
Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo belum sepenuhnya
sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional no. 15/DSN-
MUI/IX/2000, dikarenakan tidak adanya kesepakatan antara bank dan
nasabah dalam akad mengenai prinsip yang akan diterapkan pada
produk deposito.
63
B. Saran
1. Menyiapkan sumber daya manusia yang professional dan yang
menguasai basic syariah sehingga dapat memajukan Bank Syariah
Mandiri Kantor Cabang Ponorogo dan perlunya jaringan perbankan
syariah sehingga dapat dijangkau oleh banyak kalangan masyarakat
luas.
2. Hendaknya Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Ponorogo dalam
melaksanakan operasional bank harus benar-benar teliti. Melaksanakan
apa yang ada dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional. Sehingga
praktiknya tidak menjerumus pada pengambilan riba dapat dihindarkan.
Hal ini dimaksudkan agas umat Islam dapat melaksanakan secara
ketentuan syariat islam.
DAFTAR PUSTAKA
Amin dkk, Ma’ruf. Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Dalam
Perspektif Hukum dan Perundang-undangan. Jakarta: puslitbang
kehidupan keagamaan, 2011.
Arifin, Zainul. Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah. Jakarta: Alfabet,
2003.
Ascarya. Akad & Produk Bank Syariah. Jakarta: PT Rajagrafindo, 2011.
Azizah, Nur. Evaluasi Penerapan Prinsip Syariah Pada Praktik
PembiayaaMudharabah Atau Renevue Sharing (Studi Kasus Di
KJKS BMT Nuur Ummah Surakarta. Skripsi: Universitas Sebelas
Maret Surakarta, 2009.
Bungin, Burhan. .Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta:
Rajagrafindo Persada, 2013.
Burhanuddin. Hukum Perbankan Syariah Di Indonesia. Yogyakarta: Uii
Press, 2008.
Dahlan, Ahmad. Bank Syariah Teoritis, Praktik, Kritik. Yogyakarta: Teras,
2012.
Damanuri, Aji. Metodoogi Penelitian Mu’amalah. Ponorogo: Stain
Ponorogo Press, 2010.
Depag RI. Al- Quran dan Terjemahan. Bandung : sygma, 2012.
Dewan Syariah Nasional MUI. Himpunan Fatwa Keuangan Syariah.
Jakarta: Erlangga, 2014.
Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 03/DSN-MUI/IV/2000 tentang
deposito.
Fatwa DSN-MUI Nomor 15/DSN-MUI/IX/2000 Tentang Prinsip
Distribusi Hasil Usaha Dalam Lembaga Keuangan Syariah.
Gayo, Ahyar Ari dan Ade Irawan Taufik. ”Kedudukan Fatwa Dewan
Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Dalam Mendorong
Perkembangan Bisnis Perbankkan Syariah (Perspektif Hukum
Perbankkan Syariah),”Jurnal RechtsVinding, Vol 1 No 2, Agustus
2012.
Hadi, Imam Abdul. “Kedudukan dan Wewenang Lembaga Fatwa (DSN-
MUI) Pada Bank Syariah,” Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam, No. 2
Vol 1, 2011.
Hafid, Wika Ramadhani. Analisis Prinsip Profit Sharing Dan Renevue
Sharing Program Tabungan Mudharabah Dan Deposito Mudharabah
(Studi Pada PT Bank Muamalat Indonesia Kantor Cabang Utama
Makassar. Skripsi: Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar,
2018.
Iska, Syukri. Sistem Perbankan Syariah Di Indonesia. Yogyakarta: Fajar
Media Press, 2014.
Ismail. Perbankan Syariah. Jakarta: Kencana, 2011.
Karim, Adiwarman .Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada, 2004.
Mudzhar, Atho dan Choirul Fuad Yusuf, dkk. Fatwa Majelis Ulama
Indonesia (MUI) Dalam Perspektif Hukum dan Perundang-
Undangan. Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan
Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2012.
Muhammad. Manajemen Bank Syariah. Yogyakarta: Unit Penerbit Dan
Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu YKPN. 2011.
Nurhasanah, Neneng. Mudharabah: dalam Teori dan Praktik. Bandung:
PT Refika Aditama, 2015.
Panuntun, Pandu. Penerapan Bagi Hasil Pada Tabungan Haji BRI Syariah
Jakarta Skripsi:Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
2014.
Pranata, Gita Danu. Buku Ajar Manajemen Perbankan Syariah.
Jakarta:Salemba, 2013.
Qardhawi, Yusuf. Al-Fatwa Bainal Indhibat Wat-Tasayyub “Fatwa Antara
Ketelitian Dan Kecerobohan”. Jakarta: Gema Insani Press, 1997.
Rianto Al Arif, M. Nur. Lembaga Keuangan Syariah. Bandung: Cv
Pustaka Setia, 2012.
Sholahuddin, Muhammad. Lembaga Keuangan dan Ekonomi Islam.
Yogyakarta: Ombak, 2014.
Sjahdeini, Sutan Remy. Perbankan Islam Dan Kedudukannya Dalam Tata
Hukum Perbankan Indonesia. Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti,
2007.
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif,
Kuantitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2008.
Susanto,Burhanuddin. Hukum Perbankkan Syariah di Indonesia.
Yogyakarta: UII Press, 2008.
Sutanto, Herry dan Umam, Khaerul. Manajemen Pemasaran Bank
Syaraiah. Bandung: Cv Pustaka Setian, 2013.
Syafii Antonio, Muhammad Bank Syariah: dari Teori ke Praktik. Jakarta:
Gema Insani Press, 2001.
Ulum, Fahrul. Perbankan Syariah di Indonesia. Surabaya:CV.Putra Media
Nusantara,2011.
Umam, Khotibul dan Budi Utomo, Setiawan. Perbankan Syariah: Dasar-
Dasar Dan Dinamika Perkembangannya Di Indonesia. Jakarta: Pt
Rajagrafindo Persada, 2016.
www.syariahmandiri.co.id