bahasa sebagai sarana berfikir

Upload: malau-asyrin

Post on 14-Jul-2015

505 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

BERBAGAI SARANA METODE DAN PROSES BEPIKIR ILMIAHPosted: September 27, 2009 in MAKALAH Tag:BEPIKIR, ILMIAH, METODE, proses, SARANA

BAB I PENDAHULUAN 1. A. Latar Belakang Akal adalah potensi rohaniah yang memiliki berbagai kesanggupan seperti kemampuan berfikir, menyadari, menghayati, mengerti dan memahami. Jadi pemikiran kesadaran, penghayatan, pengertian dan pemahaman semuanya merupakan istilah yang berarti bahwa kegiatan akal itu berpusat atau bersumber dari kesanggupan jiwa yang disebut dengan intelegensi (sifat kecerdasan jiwa), intelegensi sendiri mempunyai kemampuan menghasilkan pemikiranpemikiran atau penemuan dan menciptakan pemikiran dengan cepat. Juga mempunyai kesanggupan memecahkan problem, intelgensi itu adalah kemampuan dan kesanggupan yang dibawah manusia sejak lahir kemudian mengalami proses dan pengembangan karena adanya faktor-faktor yang mempengaruhinya. Berpikir di maksudkan untuk mengetahui sesuatu yang belum diketahui dengan kata lain bahwa kebenaranlah yang menjadi tujuan utamanya, dari proses berpikirnya yang mengatakan pengorganisasian dan pembudian pengalaman-pengalamannya secara empiris dan eksperimen di maksudkan dapat mencapai pengetahuan, tetapi apakah pengetahuan yang diperoleh adalah benar dan apa yang dimaksud kebenaran dalam ilmu pengetahuan? Kebenaran adalah adanya korespondensi, koherensi dan konsistensi antara subjek dan objek secara pragmatis, jadi ada dua kebenaran yang ingin di capai yaitu mutlak dan relative. Dikatakan relative karena kebenaran ini merupakan hasil pemikiran manusia dalam teori pengetahuan dan pengetahuan itu sendiri bukanlah sesuatu yang sudah selesai terpikirkan, tetapi sesuatu hal yang tidak pernah mutlak sebab ia masih selalu membuka diri untuk pemikiran kembali atau peninjauan ulang. Sedangkan kebenaran mutlak adalah kebenaran yang berasal dari Allah (agama, wahyu) wahyu mengakui kebenaran relative selama tidak bertentangan dengan kemutlakannya. 1. B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang akan penulis bahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. Apa pengertian berpikir ilmiah ? Sarana-sarana apa yang dipakai untuk berpikir ilmiah ? Bagaimana proses berfikir ilmiah ? Bagaimana sikap ilmiah dapat dibentuk ?

5. Apa langkah-langkah atau metode berpikir ilmiah ? BAB II PEMBAHASAN 1. A. Pengertian Berpikir Ilmiah Berpikir adalah hasil kerja pikiran. Pikiran manusia dan proses-proses berpikirnya selalu nampak sama misterius dan menakjubkannya seperti alam semsesta. Namun meskipun demikian, pendekatan ilmiah telah semakin memberi andil yang besar bagi pengetahuan. Selama abad terakhir ini telah banyak kejelasan baru yang didapatkan, mengenai hakekat proses berpikir itu dan sementara pengetahuan baru semakin bertambah, pandangan lama yang sederhana telah digantikan dengan pertanyaan-pertanyaan yang kompleks. Namun demikian manusia semakin bertanya apa itu berpikir? Apakah semua misteri akan hilang kalau kita sudah memahami dan berfungsinya struktur anatomi kompleks yang kita sebut sistem saraf ini atau apakah berpikir itu memiliki misterinya sendiri? Plato berpendapat bahwa Pikir itu adalah organ yang hanya berkaitan denga ide-ide murni, artinya tidak ada hubungannya dengan pengindraan karena pengindraan adalah fungsi badan rendah[1]. Sementara Edward De Bono berakata bahwa Pikiran itu adalah seuatu sistem pembuat pola, sistem informasi dari pikiran pekerja untuk menciptakan dan mengenal pola-pola tersebut, prilaku ini tergantung pada susunan fungsional dari sel-sel urat saraf dalam otak.[2] Sedangkan ilmiah artinya berdasarkan ilmu pengetahuan, ilmiah adalah bentuk kata sifat dari ilmu, ilmu berasal dari bahasa arab yang artinya tahu, jadi ilmu secara etimologis berarti ilmu pengetahuan sedangkan secara terminologi ilmu adalah semacam pengetahuan yang mempunyai ciri khas dan pensyaratan tertentu, berbeda dengan pengetahuan biasa.[3] Mungkin untuk sementara kita bisa memakai definisi berpikir itu adalah gejala-gejala nafsiah yang terjadinya karena ada kesadaran didalam diri manusia yang memiliki kemampuan rohaniah untuk membentuk pengetahuan-pengetahuan, data-data ataupun berpikir biasa. Berpikir adalah serangkaian aktivitas akal budi (rasio) manusia untuk dapat membedakan hal-hal yang memang sama (obyektif) serta mencari nisbat antara kedua hal tersebut untuk mencapai suatu kebenaran (berpikir ilmiah)[4]. Jadi berpikir ilmiah merupakan tahapan ketiga setelah kita berpikir biasa dan berpikir logis. Namun perlu dipahami bahwa pengetahuan ilmiah bukanlah sejenis barang yang sudah siap yang muncul dari dunia fantasi akan tetapi pengetahuan ilmiah merupakan hasil proses belajar dan proses berpikir secara radikal terhadap sekumpulan pengetahuan-pengetahuan tertentu yang

relevan dan sejenis yang universal dan kumulatif karena begitu rumitnya suatu ilmu dan karena persoalannya yang kompleks menuntut untuk dipecahkan guna memperolah kebenaran. Maka cara yang paling efektif dan efesien adalah melalui metode-metode ilmiah, sebelum kita melangkah kepada metode ilmiah maka terlebih dahulu kita memperhatikan apa yang menjadi persyaratan yang diperlukan bagi seseorang yang ingin bepikir ilmiah seperti halnya sarana ilmiah yang meliputi bahasa, matematika, statistika dan logika. 1. B. Sarana-sarana Berpikir Ilmiah Adapun sarana berpikir ilmiah adalah sebagai berikut: 1. 1. Bahasa Bahasa memegang peranan penting dan suatu hal yang lazim dalam hidup dan kehidupan manusia, kelaziman tersebut membuat manusia jarang memperhatikan bahasa dan mengganggapnya sebagai suatu hal yang biasa seperti bernafas dan berjalan.[5] Bahasa sebagai sarana komunikasi antar manusia tanpa bahasa maka tak ada komunikasi, tanpa komunikasi apakah manusia layak disebut dengan mahluk social? Sebagai sarana komunikasi maka segala yang berkaitan dengan komunikasi tidak terlepas dari bahasa seperti berpikir sistemastis dalam menggapai ilmu dan pengetahuan dengan kata lain tanpa mempunyai kemampuan berbahasa, seseorang tidak dapat melakukan kegiatan berpikir secara sitematis dan teratur. 1. a. Pengertian Bahasa dan Fungsinya Banyak Ahli Bahasa yang telah memberi uraian tentang pengertian bahasa, sudah barang tentu setiap ahli berbeda-beda cara menyampaikannnya. Bloch and Trager menyatakan bahwa bahasa adalah suatu sistem simbol-simbol bunyi arbitrer yang dipergunakan oleh suatu kelompok social sebagai alat untuk berkomunikasi, sementara Joseph Broam mengatakan bahwa bahasa adalah suatu sistem yang berstruktur dari simbol-simbol bunyi arbitirer yang dipergunakan oleh para anggota suatu kelompok social sebagai alat bergaul satu sama lain[6]. Di dalam kamus besar bahasa Indonesia, Pengertian Bahasa ada tiga yaitu: a) Sistem lambang bunyi berartikulasi (yang dihasilkan alat-alat ucap) yang dipakai sebagai alat komunikasi untuk melahirkan perasaan dan pikiran b) Perkataan-perkataan yang dipakai oleh suatu bangsa c) Percakapan (perkataan yang baik, sopan santun, tingkah laku yang baik).[7]

Jadi bahasa dapat kita cirikan sebagai serangkaian bunyi yang mempunyai makna tertentu dalam suatu kelompok social tertentu.

Para pakar juga berselisih paham dalam hal fungsi bahasa. Aliran filsafat bahasa dan psikolingustik melihat fungsi bahasa sebagai sarana untuk menyampaikan pikiran, perasaan dan emosi sedangkan aliran sosiolingustik berpendapat bahwa fungsi bahasa adalah sarana untuk perubahan masyarakat. Walupun tampak perbedaan, pendapat ini saling melengkapi, yang secara umum dapat dinyatakan bahwa fungsi bahasa adalah: 1. 2. 3. 4. 5. Koordinator kegiatan masyarakat Penetapan pikiran dan pengungkapan Penyampaian pikiran dan perasaan Penyenangan jiwa Pengurangan kegoncangan jiwa[8]

1. b. Bahasa sebagai sarana berpikir ilmiah Untuk dapat berpikir ilmiah, seseorang selayaknya menguasai kriteria maupun langkah-langkah dalam kegiatan ilmiah, dengan menguasai hal tersebut tujuan yang akan dicapai akan terwujud. Bahasa sebagai alat komunikasi verbal yang digunakan dalam proses berpikir ilmiah dimana bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran kepada orang lain, baik pikiran yang berlandaskan logika induktif maupun deduktif, dengan kata lain kegiatan berpikir ilmiah ini sangat berkaitan erat dengan bahasa, menggunakan bahasa yang baik dalam berpikir belum tentu mendapatkan kesimpulan yang benar apalagi dengan bahasa yang tidak baik dan benar. Ketika bahasa disifatkan dengan ilmiah, fungisnya untuk komunikasi disifatkan dengan ilmiah juga, yakni komunikasi ilmiah, komunikasi ilmiah ini merupakan proses penyampaian informasi berupa pengetahuan.[9] 1. 2. Statistika Disadari atau tidak, statistika telah banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, pertanyaanpertanyaan seperti; Tiap bulan habis Rp. 50.000,- untuk keperluan rumah tangga, ada 60% penduduk yang memerlukan perumahan permanen, 10% anak-anak SD mengalami putus sekolah tiap tahun dan sebagainya. Dunia penelitian atau riset, dimanapun dilakukan bukan saja telah mendapat manfaat yang baik dari statistika tetapi sering harus menggunakannya, untuk mengetahui apakah cara yang baru ditemukan lebih baik dari pada cara yang lama, melalui riset yang dilakukan di laboratorium atau penelitian yang dilakukan di lapangan.[10] Dalam kamus ilmiah populer, kata statistika berarti table, grafik, daftar informasi, angka-angka. Sedangkan statistika berarti ilmu pengumpulan, analisis-analisis dan klasifikasi data, angka sebagai dasar untuk induksi.[11] Banyak persoalan Apakah itu hasil penelitian riset atapun pengamatan, baik yang dilakukan khusus ataupun berbentuk laporan dinyatakan atau dicatat dalam bentuk bilangan atau angka-

angka kumpulan angka-angka itu sering disusun diatur disajikan dalam bentuk table atau daftar sering pula disertai dengan gambar-gambar yang biasa disebut diagram atau grafik supaya lebih dapat menjelaskan lagi tentang persoalan yang sedang dipelajari. Jadi ringkasnya bisa kita katakan bahwa statistika adalah pengetahuan yang berhubungan dengan data, pengelolaan dan penarikan kesimpulannya berdasarkan kumpulan data dan analisa yang dilakukan. Statistika merupakan sarana berpikir yang diperlukan untuk memproses pengetahuan secara ilmiah, sebagai bagian dari perangkat metode ilmiah, statistika membantu kita untuk melakukan generalisasi dan menyimpulkan karasteristik suatu kejadian secara lebih pasti dan bukan terjadi secara kebetulan.[12] 1. 3. Matematika Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan, lambang-lambang matematika bersifat artifisial yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan padanya, tanpa itu maka matematika hanya merupakan kumpulan rumus-rumus yang mati.[13] Bahasa verbal mempunyai beberapa kekurangan untuk mengatasi kekurangan yang terdapat pada bahasa verbal, kita berpaling pada matematika. Dalam hal ini kita katakan bahwa matematika adalah bahasa yang berusaha untuk menghilangkan sifat mejemuk dan emosional dari bahasa verbal, matematika mengembangkan bahasa numeric yang memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif sementara dalam bahasa verbal kita hanya bisa membandingkan objek yang berlainan. Umpamanya gajah dan semut maka kita hanya bisa mengatakan bahwa gajah itu lebih besar dari semut.[14] berbeda halnya dengan matematika kita bisa menelusuri lebih jauh seberapa besar gajah dengan mengadakan pengukuran. Matematika merupakan pengetahuan dan sarana berpikir deduktif. Bahasa yang digunakan adalah bahasa artificial yakni bahasa buatan, keistimewaan bahasa ini adalah terbebas asfek emotif dan efektif serta jelas kelihatan bentuk hubungannya. Matematika lebih mementingkan bentuk logisnya. Pertanyaan-pertanyaan mempunyai sifat yang jelas. Pola berpikir deduktif banyak digunakan baik dalam bidang ilmiah maupun bidang lain yang merupakan proses pengambilan kesimpulan yang di dasarkan pada premis-premis yang kebenarnnya telah ditentukan, misalnya jika diketahui A termasuk dalam lingkaran B sedangkan B tidak ada hubungan dengan C maka A tidak ada hubungan dengan C.[15] 1. 4. Logika Logika adalah sarana berpikir sistematis, valit dan dapat dipertanggung jawabkan, karena itu berpikir logis adalah berpikir sesuai dengan aturan-aturan berpikir, seperti setengah tidak boleh lebih besar dari pada satu.[16]

Kata Logika dapat diartikan sebagai penalaran karena penalaran merupakan suatu proses berpikir yang membuahkan pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu mempunyai dasar kebenaran maka proses berpikir itu harus dilakukan dengan suatu cara tertentu. Cara penarikan kesimpulan ini disebut logika, dimana logika secara luas dan dapat didefinisikan sebagai pengkajian untuk berpikir secara benar.[17] Terdapat dua cara penarikan kesimpulan yakni; Logika Induktif dan Logika Deduktif logika induktif erat hubungannya dengan penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum. Sedangkan logika deduktif yang membantu kita dalam menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat individual (khusus). Logika jika dilihat dari segi kualitasnya maka logika dapat dibagi menjadi dua yaitu logika naturalis (al-Mantiq al-Fitri) yaitu kecakapan berlogika berdasarkan akal bawaan manusia, bagaimana pun rendahnya intelegensi seseorang ia dapat membedakan bahwa sesuatu itu berbeda denga sesuatu yang lain. Kemudian logika ilmiah (al-Mantiq as-Suri) yang bertugas membantu logika naturalis, mantiq ini memperluas, mempertajam serta memajukan jalan pemikiran agar akal dapat bekerja lebih teliti dan efisien.[18] Logika membantu manusia berpikir lurus, efisien tepat dan teratur mendapatkan kebenaran dan menghindari kekeliruan. 1. C. Langkah-Langkah dan Sikap Serta Metode Berpikir Ilmiah Adapun langkah-langkah untuk berpikir ilmiah adalah: 1. 1. Objektif: 1. Metode inter subjektif (untuk semua orang yang berminat) 2. Bebas dari sifat prasangka 3. Pembuktian 4. Kebenaran di dukung oleh bukti-bukti yang nyata 5. Bebas dari penilaian yang bersifat subjektif 6. 2. Rasional: 1. Diarahkan oleh peraturan-peraturan penalaran yang telah dianut dan diterima 2. Susunan yang sistematis dari fakta-fakta 3. Kritik pribadi, menganalisa diri sendiri 4. Skeptis terhadap ide-ide yang ada maupun yang baru dan selalu meneliti kembali fakta-fakta yang telah diterima 5. 3. Sistematis 1. Berlangsung dalam cara yang teratur 2. Kesimpulannya disusun secara rapi dan teratur 1. c. Tidak bertentangan tetapi konsistensi internal beragam teori harus saling menunjang 2. d. Generalisasi

Yaitu, Proses berpikir melalui penyelidikan atas fenomena-fenomena yang khusus dalam jumlah yang cukup, kesimpulan umum mengenai semua hal yang terlibat, generalisasi akan mempunyai makna yang penting kalau kesimpulan yang diturunkan dari sejumlah fenomena itu, tetapi juga harus berlaku pada fenomena lain yang sejenis yang belum diselidiki.[19] Sebelum melangkah kepada berpikir ilmiah ini, terlebih dahulu kita harus bersikap ilmiah dan mengikuti metode ilmiah. Karena sikap ilmiah ini merupakan suatu sikap yang diarahkan untuk mencapai pengetahuan ilmiah, sikap adalah manifestasi operasionalisasi jiwa. Berpikir tingkat kejiwaan manusia yang biasa disebut kognisi, terjadinya berpikir karena adanya kesadaran dalam dirinya yang memeliki kekuatan rohaniah oleh karena berpikir itu selalu mengarah dan diarahkan kepada suatu objek pemikiran, maka sikap ini merupakan penampakan dari seseorang yang memiliki jiwa ilmiah. Jiwa ilmiah dapat diketahui dari sikap ilmiah. D. Sikap Ilmiah Sikap ilmiah antara lain nampak pada sikap: 1. 1. Objektif Sikap objektif dapat diartikan sebagai sikap menyisihkan prasangka-prasangka pribadi atau kecenderungan yang tidak berlangsung. dengan kata lain dapat melihat secara riil apa adanya mengenai kenyataan objek.[20] Karena dalam suatu penyelidikan yang dipentingkan adalah objeknya, maka pengaruh subjek dalam membuat diskrifpsi, analisa dan hipotesa seharusnya dilepaskan jauh-jauh walaupun kita tidak mungkin menemukan objektivitas yang absolute sebab ilmu itu sendiri merupkan produk budaya manusia sebagai subjek yang sedikit banyaknya akan ikut mewarnainya. Tetapi sikap objektif ini sekurang-kurangnya minimal dapat memperkecil pengaruh peranannya sendiri dan mempersempit prasangka pribadinya. sikap objektif bisa dikatakan sikap tanpa pamrih sebab sekecil apapun pamrih yang tersertakan dalam suatu peninjauan, tentu akan tepat memutar balikan keadaan yang sebenarnya. 1. 2. Skeptis Yang dimaksud disini adalah sikap selalu ragu terhadap pertanyaan-pertanyaan yang belum cukup kuat dasar dan buktinya, fakta-fakta maupun persaksian-persaksian autoritas dengan diikuti sikap untuk dapat menyusun pemikiran-pemikiran baru atau sikap ini dapat diartikan sebagai sikap tidak cepat puas dengan jawaban tunggal, kemudian ditelitinya lagi guna membandingkan fenomena-fenomena yang serupa tentang hukum alam, hipotesa, teori dengan dan atau pendapat-pendapat yang lebih actual lagi.[21] 1. 3. Kesabaran Intelektual Sikap ini diartikan dengan sikap sanggup menahan diri dan kuat untuk tidak menyerah kepada tekanan-tekanan maupun intimidasi, agar kita menyatakan suatu penelitian ilmiah, karena

memang belum tuntas dan belum cukup lengkap hasil penelitian kita tentang sesuatu objek kajian ilmiah, adalah sikap utama ahli ilmu. Sikap ini dapat juga diartikan sebagai sikap berani memperjuangkan kebenaran dan bahkan mempertanyakannya disertai rasa percaya diri yang wajar (tanpa paksaan atau pesan dari sponsor) baik terhadap kebenaran yang berupa fakta, maupun kebenaran hasil penelitiannya sendiri atau kebenaran hasil karya orang lain. 1. 4. Kesederhanaan Sebagai sikap ilmiah adalah sikap kesederhaan dalam cara berpikir, cara mengemukakan pendapat dan cara pembuktian, sikap sederhana adalah sikap di tengah-tengah antara kesombongan intelektual dan stagnasi atau antara superrioritas dan minder atau terlalu optimis dan pesimis, termasuk juga sikap terbuka bagi semua kritikan, berjiwa besar dan lapang dada, rendah hati dan tidak fanatic buta, tetapi penuh toleransi terhadap hal-hal yang diketahuinya maupun yang belum diketahui. 1. 5. Menjangkau masa depan Orang yang bersikap ilmiah itu mempunyai wawasan yang luas dan pandangan jauh kedepan serta berorientasi kepada tugasnya. Perkembangan teknologi dan pesatnya kebudayaan pada umumnya menarik perhatian para ilmuan dan karenanya ia berpandangan jauh kemasa depan, sikap ini mendorong dirinya untuk selalu bersikap penasaran dalam mencari kebenaran dan tidak puas dengan apa yang ada faktanya juga tidak lekas putus asa tapi dia senantiasa membuat hipotesa-hipotesa, analisa-analisa atau ramalan-rmalan ilmiah, tentang kemungkinankemungkinan dan bukan tentang kemutlakan-kemutlakan.[22] Seluruh proses yang terlibat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan ilmiah yang merupakan pengetahuan yang di peroleh melalui berpikir ilmiah dapat disebut sebagai metode ilmiah 1. E. Metode ilmiah Secara umum dapat dikatakan bahwa metode ilmiah adalah suatu istilah kolektif yang menunjukkan kepada bermacam-macam proses dan langkah yang dilalui oleh bermacam-macam ilmu dalam perkembangannya, secara lebih khusus metode ilmu pengetahuan yang biasanya terdiri dari enam langkah[23] yaitu: 1. 1. Menyadari problemnya Berpikir biasanya bermula jika ada suatu penghalang atau kesulitan atau jika ingin mengetahui tentang sesuatu hal, adalah sangat penting untuk melukiskan problema secara jelas dan benar, tanpa definisi yang jelas tentang suatu problema, kita tak akan tahu fakta mana yang harus dikumpulkan. 1. 2. Mengumpulkan data/Informasi

Data yang relevan atau yang tersedia, dikumpulkan bagi suatu problem yang sederhana, bahanbahannya mungkin mudah diperoleh dan mungkin telah ada, tetapi untuk permasalahan yang lebih sukar, mungkin memerlukan penyelidikan dan pengumpulan data dalam waktu yang lama, yang sangat penting disini adalah penyelidikan yang seksama 1. 3. Menyusun fakta-fakta Data yang ada ditetapkan dengan cara dianalisa dikategorikan, di klasifikasikan kemudian diperbandingkan dan selanjutnya diatur menurut urutannya 1. 4. Hipotesa Bermacam-macam pemecahan dapat dilakukan (membentuk formulasi) dalam proses analisa dan klasifikasi, pemikiran-pemikiran, sangkaan-sangkaan atau dugaan-dugaan sementara yang bersikap ilmiah itu dapat timbul pada waktu penyelidik memeriksa suatu problem atau objek yang menjadi tugasnya, mungkin sekali ia akan memilih hipotesa yang dianggap sangat mungkin atas dasar bukti-bukti yang telah ia kumpulkan tak ada batas tentang hipotesa yang dapat ia lakukan berapa jumlah dan banyaknya, tetapi walaupun tidak ada peraturan yang ketat dalam membentuk hipotesa yang masuk akal, rasional dan logis 1. 5. Menarik kesimpulan Dari hipotesa-hipotesa yang terbentuk itu dapatlah ditarik kesimpulan, disini logika formal, bahasa, matematika dan statistika merupakan sarana ilmiah yang banyak membantu dalam (inferensi kesimpulan) itu dan akan memberi dorongan kepada langkah selanjutnya secara tepat dan benar. 1. 6. Verifikasi Tahap terakhir dari metode ilmiah adalah menguji kebenaran kesimpulan yang kita tetapkan melalui pengamatan, eksperiment atau mencek konsistensi hipotesa dengan fakta-fakta dan persaksian Apabila ternyata kesimpulan kita salah, maka kita harus memilih hipotesa-hipotesa lain dan melakukan langkah-langkah metodologis seperti pada hipotesa pertama, sehingga kebenaran sebagai tujuan ilmu itu tercapai. Dari keenam langkah tersebut diatas dapat diambil dibidang dimana pemikiran reflektif dilakukan, jika metode ilmiah dipahami menurut istilah-istilah umum ini, ia dapat dipakai untuk bidang apa saja yang mengenai pengamalan manusia, baik pada saat mencipta (penemuanpenemuan ilmiah) maupun dalam pemecahan problem ilmiah. BAB III KESIMPULAN

Dari uraian pembahasan makalah diatas, penulis dapat menyimpulkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Berpikir ilmiah adalah serangkaian aktivitas akal budi (rasio) menusia, untuk dapat membedakan hal-hal yang memang berbeda dan menyamakan hal-hal yang memang sama (objektif), serta mencari nisbat antara kedua hal tersebut untuk mencapai suatu kebenaran. 2. Sarana-sarana yang dipakai untuk berpikir ilmiah adalah bahasa, matematika, statistika dan logika 3. Proses berfikir ilmiah adalah merupakan sekumpulan Langkah-langkah berpikir yang bersifat objektif, rasional, sistematis dan generalisasi 4. Sikap ilmiah dapat dibentuk dari sikap objektif, skeptis, kesabaran intelektual, kesederhanaan dan menjangkau masa depan 5. Sedangkan langkah-langkah atau Metode berpikir ilmiah terdiri dari menyadari problem, mengumpulkan data atau informasi, menyusun fakta-fakta, hipotesa serta verifikasi. DAFTAR PUSTAKA Bahtiar, Amsal, Prof. Dr, Filsafat Ilmu, (Cet. I; PT. Grafindo Persada; Jakarta; 2004) De Bono, Edwar, Literal Thingking, Alih Bahasa Sutoyo Judul: Berpikir Literal, (Cet. III, PT. Gelora Aksara Pratama; Jakarta: 1991) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Gie, The Liang, Pengantar Filsafat Ilmu, (Cet. V; Liberty: Yogyakarta: 2000) Kafie, Jamaluddin, Berpikir Apa dan Bagaimana, (Indah; Surabaya: 1989) Muhaimin, Abdul Mujid, Pemikiran Pendidikan Islam, (Trigenda Karya; Bandung: 1993) Mundiri, Drs, Logika, (Rajawali Pre

BAHASA SEBAGAI SARANA BERFIKIR BAHASA SEBAGAI SARANA BERPIKIR Oleh : Nur Afifuddin

A. Pendahuluan Bahasa adalah suatu sistem lambang berupa bunyi, digunakan oleh masyarakat untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri. Sebagai sebuah sistem, maka bahasa terbentuk oleh suatu aturan, kaidah, atau pola-pola tertentu, baik dalam bidang tata bunyi, tata bentuk kata, maupun tata kalimat. Bila aturan, kaidah, atau pola ini dilanggar, maka komunikasi dapat terganggu. Lambang yang dugunakan dalam sistem bahasa adalah berupa bunyi, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Karena lambang yang digunakan berupa bunyi, maka yang dianggap primer dalam suatu bahasa adalah bahasa yang diucapkan atau yang sering disebut bahasa lisan. Karena itu pula, bahasa tulisan yang walaupun dalam dunia modern sangat penting hanyalah bersifat sekunder. Bahasaa tulisan sesungguhnya tidak lain adalah rekaman visual, dalam bentuk huruf-huruf atau tanda-tanda baca dari bahasa lisan. Dalam dunia modern, penguasaan terhadap bahasa lisan dan bahasa tulisan sama pentingnya. Jadi, kedua macam bahasa itu harus pula dipelajari dengan sungguh-sungguh. Dalam sebuah komunikasi, baik melalui lisan maupun melalui tulisan selalu tidak akan sempurna atau tidak sama kualitasnya. Tiap penulis memiliki kemampuan yang berbeda-beda, karena itu efektivitas tiap tulisan juga berbeda. Ada penulis yang selalu merasakan kesulitan menemukan kata-kata yang tepat untuk dapat mengungkapkan pikirannya, bahkan untuk pikiran yang paling sederhana sekalipun. Tetapi ada juga penulis yang memiliki kemampuan dalam kemampuan berkomunikasi dan mengungkapkan pikirannya dlam tulisan yang sangat luar biasa. Mereka dengan lancar dan lincah menyampaikan pikirannya dengan kata-kata dan rangkaian kalimat yang mengagumkan. Biarpun demikian akan selalu terdapat kekurangan-kekurangan dalam tulisannya, entah menyangkut bahasa entah menyangkut penyajiannya. Karena itu, tulisan-tulisan sebagai sarana berkomunikasi dan sarana mengungkapkan pikiran selalu akan memperlihatkan kekurangan, setidaknya ditinjau dari sudut bahasa yang digunakan. Singkatnya, bahasa lisan maupun tulisan dapat digunakan sebagai sarana berpikir atau mengungkapkan pikiran dari pembicara atau penulis. Dari uaraian latar belakang di atas, maka timbul permasalahan sebagai berikut : 1. Apakah pengertian bahasa itu ? 2. Unsur-unsur apa saja yang terdapat dalam bahasa ? 3. Apakah yang menjadi ciri-ciri atau sifat-sifat bahasa ? 4. Apakah kelebihan dan kelemahan bahasa ? 5. Bagaimanakah karakteristik bahasa ilmiah ?

B. Pengertian Bahasa Kata bahasa dalam bahasa Indonesia memiliki lebih dari satu makna atau pengertian, sehingga seringkali membingungkan (Abdul Chaer, 2003 : 30). Untuk lebih jelasnya marilah kita perhatikan pemakaian kata

bahasa dalam kalimat kalimat berikut. 1. Dika belajar bahasa Inggris, Nita belajar bahasa Jepang 2. Manusia mempunyai bahasa, binatang tidak. 3. Hati hati bergaul dengan anak yang tidak punya bahasa itu. 4. Dalam kasus itu, ternyata Lurah dan Camat tidak mempunyai bahasa yang sama. 5. Katakanlah dengan bahasa bunga ! 6. Pertikaian itu tidak bisa diselesaikan dengan bahasa militer. 7. Kalau dia berpidato, bahasanya penuh dengan kata daripada dan akhiran ken. 8. Kabarnya, Nabi Sulaiman mengerti bahasa semut. Kata bahasa pada kalimat 1, jelas menunjuk pada bahasa tertentu. Sedangkan pada kalimat 2, kata bahasa menunjuk bahasa pada umumnya. Pada kalimat yang ke 3, kata bahasa berarti sopan santun. Pada kalimat yang ke 4, kata bahasa berarti kebijakan dalam berindak . Pada kalimat ke 5, kata bahasa berarti maksud maksud dengan bunga sebagai lambang , kalimat ke 6 kata bahasa berarti dengan cara , kalimat ke 7 kata bahasa berarti ujarannya, dan kata bahasa pada kalimat yang ke 8, merupakan suatu hipotetis. Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa hanya pada kalimat 1, 2, dan 7 saja yang bahasa itu digunakan secara harfiah, sedangkan kalimat lain digunakan sebagai kias. Pengertian bahasa dalam arti sempit, yaitu hubungan antara suara dengan kata-kata. Bahasa dalam arti luas, adalah alat perhubungan yang tidak terbatas kata-kata saja akan tetapi juga gerak-gerik, mimik, dan panto mimik (Hasan Alwi, 1993 : 27). Dengan demikian bahasa dalam arti kata luas dapat berupa kata-kata atau kalimat baik yang diucapkan maupun yang ditulis, gerak gerik dan panto mimik, diam, dan sopan santun atau perbuatan. Dalam pendidikan formal sekolah menengah, kalau ditanyakan apakah bahasa itu, biasanya akan dijawab, bahasa adalah alat komunikasi . Jawaban ini tidak salah, tetapi juga tidak benar, sebab jawaban itu hanya manyatakan bahasa sebagai alat . Jadi, fungsi dari bahasa itu yang dijelaskan, bukan sosok bahasa itu sendiri. Memang benar, fungsi bahasa adalah alat komunikasi bagi manusia, tetapi pertanyaan yang diajukan di atas bukan Apakah fungsi bahasa ? , melainkan Apakah bahasa itu ? . Maka, jawabannya haruslah berkenaan dengan sosok bahasa itu, bukan tentang fungsinya. Menurut Kridalaksana dalam Abdul Chaer (2003 : 42), bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Arbitrer artinya suatu kata tidak akan ada artinya apabila tidak ada persetujuan dari para pemakainya. Misalnya kata rumah bisa dipahami oleh bangsa Indonesia karena kita setuju bahwa bangunan tempat kita tinggal adalah rumah. Tetapi, bagi orang yang bahasanya adalah bahasa Inggris, arti yang sama disebut house karena mereka sepakat untuk menyebutnya demikian. Masalah lain yang berkenaan dengan pengertian bahasa adalah bila suatu tuturan disebut bahasa, yang berbeda dengan bahasa lainnya. Suatu tuturan disebut bahasa yang berbeda berdasarkan dua buah patokan, yaitu patokan linguistik dan patokan politis (Abdul Chaer, 2003 : 32). Secara linguistik dua buah tuturan dianggap sebagai dua bahasa yang berbeda, kalau anggota-anggota dari dua masyarakat tuturan itu tidak saling mengerti. Misalnya penduduk asli lereng gunung Muria Kudus Jawa Tengah bertemu dengan penduduk asli lereng gunung Galunggung Jawa Barat yang berbeda kosa kata bahasanya. Ini berbeda apabila penduduk Kudus bertemu dengan penduduk Jepara, mereka mudah berkomunikasi karena perbedaan yang terdapat diantara mereka hanya bersifat dialektis saja. Bagaimana dengan bahasa Indonesia daan bahasa Malaysia yang keduanya berasal dari bahasa yang

sama, yaitu bahasa Melayu ?. Orang Malaysia dan Indonesia bisa saling mengerti bila mereka bertutur. Secara linguistik, bahasa Indonesia dan bahasa Malaysia adalah sebenarnya hanya dua buah dialek dari bahasa yang sama, yaitu bahasa Melayu. Tetapi secara politis bahasa Indonesia dan bahasa Malaysia adalah dua bahasa yang berbeda. Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional bangsa Indonesia, sedangkan bahasa Malaysia adalah bahasa nasional bangsa Malaysia. C. Unsur Bahasa Bahasa pada hakekatnya mempunyai dua fungsi utama yaitu sebagai sarana komunikasi antar manusiaa dan sebagai sarana budaya yang mempersatukan kelompok manusia yang menggunakan bahasa tersebut. Fungsi yang pertama dapat kita sebut sebagai fungsi komunikasi dan fungsi yang kedua sebagai fungsi kohesif atau integrative.Pengembangan fungsi bahasa harus memperhatikan kedua fungsi ini agar terjadi keseimbangan yang saling menunjang dalam pertumbuhannya. Seperti manusia yang menggunakannya bahasa harus terus tumbuh dan berkembang seiring dengan pergantian zman. Selaku alat komunikasi, pada pokoknya bahasa mencakup tiga unsur yaitu seperti yang tersebut dibawah ini (Hasan Alwi, 1993 : 57) : 1. bahasa selaku alat komunikasi untuk menyampaikan pesan yang berkonotasi perasaan (emotif) 2. bahasa selaku alat komunikasi untuk menyampaikan pesan yang berkonotasi sikap (afektif) 3. bahasa selaku alat komunikasi untuk menyampaikan pesan yang berkonotasi pikiran (penalaran) Atau secara umum dapat dikatakan bahwa fungsi komunikasi bahasa dapat diperinci lebih lanjut menjadi fungsi emotif. Afektif dan penalaran. Perkembangan bahasa pada dasarnya adalah perkembangan dari ketiga fungsi tersebut agar dapat mencerminkan perasaan, sikap dan pikiran suatu kelompok masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut.Kalau kita ambil sebagai contoh dua unsur kebudayaan dari suatu bangsa umpamanya seni dan ilmu, maka secara teoritis dapat dikatakan, bahwa kemajuan dibidang seni terkait dalam perkembangan bahasa dalam fungsi emotif dan afektif, sedangkan dibidang keilmuan terkait dengan perkembangan bahasa dalam fungsi penalaran. Tentu saja pembagian ini tidaklah bersifat kategoris yang mutlak, melaainkan lebih bersifat pengkotakan yang bersifat gradasi yaitu seni juga dipengaruhi fungsi penalaran bahasa, dan sebaliknya ilmu akan menjadi steril tanpa diperkaya perkembangan fungsi emotif dan afektif dari bahasa. Argumentasi tersebut di atas menggirng kita pada suatu kesimpulan, bahwa perkembangan bahasa Indonesia menjadi bahasa yang modern haruslah memperhatikan ketiga unsur tadi secara seimbang. Untuk itu perlu dipikirkan politik bahasa yang mengkaji permasalahan ini secara integral dan menyeluruh. Dewasa ini terlihat adanya ketimpangan untuk lebih menekankan pengembangan bahasa dalam fungsi penalaran, yang sungguh harus kita bantu untuk menunjang kemajuan kemajuan pendidikan keilmuan, namun upaya itu hendaknya juga tidak melupakan perkembangan bahasa dari segi emotif dan afektif. D. Ciri Ciri Bahasa Difinisi bahasa menurut Kridalaksana kalau diuraikan lebih lanjut akan didapatkan beberapa ciri atau sifat yang hakiki dari suatu bahasa. Sifat atau ciri itu aantara lain adalah bahasa itu adalah sebuah sistem, berwujud lambang, berupa bunyi, bersifat arbitrer, bermakna, bersifat konvensional, unik, universal, produktif, bervariasi, dan dinamis

Di bawah ini ciri atau sifat bahasa itu akan dibicarakan satu persatu secara singkat (Abdul Chaer, 2003 : 33-58). 1. Bahasa Sebagai Sistem Sebagai sebuah sistem, bahasa itu sekaligus bersifat sistematis dan sistemis. Dengan sistematis artinya bahasa itu tersusun menurut suatu pola, tidak tersusun secara acak, secara sembarangan. Sedangkan sistemis artinya bahasa itu bukan merupakan sistem tunggal, tetapi terdiri juga sub - sub sistem atau sistem bawahan, antara laian sub sistem fonologi, sub sistem morfologi, sub sistem sintaksis dan sub sistem semantik. Tiap unsur dalam sub sistem juga tersusun menurut aturan atau pola tertentu yang secara keseluruhan membentuk satu sistem. Jika tidak ersusun menurrut aturan atau pola tertentu maka sub sistem itupun tidak dapat berfungsi. 2. Bahasa Sebagai Lambang Dalam kehidupannya manusia memang selalu menggunakan lambang atau simbol. Oleh karena itulah Eams Cassirer, seorang sarjana dan filosof mengatakan bahwa manusia adalah makhluk bersimbol (animal symbolicum). Hampir tidak ada kegiatan yang tidak terlepas dari simbol. Termasuk alat komunikasi verbal yang disebut bahasa. Satuan-satuan bahasa, misalnya kata adalah simbol atau lambang. Kalau ide atau konsep untuk menyatakan adanya kematian dilambangkan dengan bendera kuning (dalam bentuk benda), dan ide atau konsep untuk melambangkan keadilan sosial dilambangkan dengan gambar padi dan kapas (dalam bentuk gambar), maka lambang-lambang bahasa dilambangkan dengan bentuk bunyi, yang berupa satuan-satuan bahasa seperti kata atau gabungan kata. Sama halnya dengan cara mengenal lambang yang berupa gambar atau warna, untuk mengenal lambang bahasa yang berupa bunyi itu kita harus mempelajarinya. Kebetulan saja dalam bahasa Indonesia untuk konsep binatang berkaki empat yang biasa dikendarai dilambangkan berupa bunyi [kuda], sebab dalam bahasa lain, lain pula lambangnya. Dalam bahasa Jawa lambangnya adalah berupa bunyi [jaran], dalam bahasa Inggris berupa bunyi yang ditulis horse. Dari penjelasan tersebut, yang harus dipahami adalah, bahwa bahasa adalah suatu sistem lambang dalam wujud bunyi-bahasa. 3. Bahasa Adalah Bunyi Kata bunyi, yang sering sukar dibedakan dengan kata suara, sudah biasa kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Secara teknis menurut Kridalaksana (1983:23) dalam Abdul Chaer (2003:42), bunyi adalah kesan pada pusat saraf sebagai akibat dari getaran gendang telinga yang bereaksi karena perubahanperubahan dalam tekanan udara. Bunyi ini bisa bersumber dari gesekan atau benturan benda-benda, alat suara pada binatang dan manusia. Bunyi pada bahasa atau yang termasuk lambang bahasa adalah bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Tetapi tidak semua bunyi yang dihasilkan alat ucap manusia termasuk bunyi bahasa. Bunyi teriak, bersin, batuk-batuk, atau bunyi orokan bukan termasuk bunyi bahasa. Meskipun dihasilkan oleh alat ucap manusia tetapi tidak disengaja sehingga tidak mempunyai makna apapun. Kalau bahasa itu berupa bunyi, bagaimana dengan bahasa tulisan ? Dalam ilmu tata bahasa, yang primer adalah yang diucapkan atau yang dilisankan yang keluar dari alat ucap manusia. Sedangkan bahasa tulisan hanyalah bersifat sekunder. Bahasa tulisan sebenarnyalah hanyalah rekaman dari bahasa lisan. Jadi, bahasa yang seharusnya dilisankan, dalam bahasa tulisan diganti dengan huruf dan tanda-tanda lain menurut system aksara.

Hakikat bahasa adalah bunyi atau bahasa lisan. Dapat kita saksikan sampai kini banyak sekali bahasa di dunia ini termasuk di Indonesia, yang hanya punya bahasa lisan, tidak punya bahasa tulisan karena bahasa tersebut tidak atau belum mengenal sistem aksara. 4. Bahasa Itu Bermakna Dari bagian terdahulu disebutkan bahwa bahasa adalah sistem lambang yang berwujud bunyi atau bunyi ujar. Maka, yang dilambangkan itu adalah suatu pengertian, suatu konsep, suatu ide, atau pikiran yang ingin disampaikan dalam wujud bunyi itu. Dapat dikatakan bahwa bahasa itu mempunyai makna. Jadi, sekali lagi bentuk-bentuk bunyi yang tidak bermakna dalam bahasa apapun, bukanlah bahasa, karena fungsi bahasa adalah menyampaikan pesan, konsep, ide, atau pikiran 5. Bahasa Itu Arbitrer Kata arbitrer dapat diartikan sewenag-wenang, berubah-ubah, tidak tetap, mana suka. Yang dimaksud dengan istilah arbiter itu adalah tidak adanya hubungan wajib antara lambang bahasa (yang berwujud bunyi itu) dengan konsep atau pengertian yang dimaksud oleh lambang tersebut. Andaikata ada hubungan wajib antara lambang dengan yang dilambangkannya, maka di dunia ini tidak akan ada macam-macam bahasa. Tentu hanya ada satu bahasa, yang meskipun mungkin berbeda tetapi perbedaannya tidak terlalu banyak. Kalau ditanya mengapa bunyi benda yang sama terdengar berbeda oleh dua penutur bahasa yang berlainan, agak sukarlah menjawabnya. Mungkin juga akibat kearbitreran bahasa itu, atau juga karena sistem bunyi bahasa itu tidak sama. 6. Bahasa Itu Konvensional Meskipun hubungan antara lambang bunyi dengaan yang dilambangkannya bersifat arbitrer, tetapi penggunaan lambang tersebut untuk suatu konsep tertentu bersifat konvensional. Artinya, semua anggota masyarakat bahasa itu mematuhi konvensi bahwa lambang tertentu digunakan untuk mewakili konsep yang diwakilinya. Masyarakat harus mematuhinya. Kalau tidak mematuhinya dan menggunakan lambang lain, berarti dia telah keluar dari konvensi tersebut.

7. Bahasa Itu Produktif Bahasa dikatakan produktif maksudnya, meskipun unsur-unsur bahasa itu terbatas, tetapi dengan unsure yang jumlahnya terbatas itu dapat dibuat satuan bahasa yang jumlahnya tidak terbatas, meski secara relativ sesuai dengan sistem yang berlaku pada bahasa tersebut. 8. Bahasa Itu Unik Unik artinya mempunyai ciri khas yang spesifik yang tidak dimiliki oleh yang lain. Kalau bahasa dikatakan unik artinya setiap bahasa mempunyai ciri khas sendiri yang tidak dimiliki oleh bahasa lainnya. Ciri khas bisa meliputi sistem bunyi, sistem pembentukan kata, atau sistem lainnya. Keunikan yang menjadi salah satu ciri bahasa ini terjadi pada masing-masing bahasa, seperti bahasa Batak, bahasa Jawa, bahasa Inggris, bahasa Cina. Kalau keunikan terjadi pada sekelompok bahasa yang berada dalam satu rumpun atau satu kelompok bahasa, lebih baik jangan disebut keunikan melainkan ciri dari rumpun atau kelompok bahasa tersebut. 9. Bahasa Itu Uniiversal Selain bersifat unik, bahasa juga bersifat universal. Artinya ada ciri-ciri yang sama yang dimiliki oleh

setiap bahasa yang ada di dunia ini. Ciri-ciri yang universal ini tentunya merupakan unsure bahasa yang paling umum, yang bisa dikaitkan dengan ciri-ciri atau sifat-sifat bahasa lain. Karena bahasa merupakan ujaran, maka ciri universal bahasa yang paling umum adalah bahwa bahasa itu mempunyai bunyi bahasa yang terdiri dari vokal dan konsonan. Tetapi berapa banyak vocal dan konsonan yang dimiliki suatu bahasa bukanlah merupakan keuniversalan bahasa. Bukti lain keuniversalan bahasa adalah setiap bahasa satuan-satuan bahasa yang bermakna, entah satuan yang namanya kata, frase, kalimat dan wacana. 10. Bahasa Itu Dinamis Bahasa adalah satu-satunya miliki manusia yang tidak pernah lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia sepanjang keberadaan manusia tersebut. Sebagai makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat.. Tidak ada kegiatan manusia yang tidak disertai oleh bahasa. Malah dalam bermimpi pun manusia menggunakan bahasa. Karena ketertarikan dan keterkaitan bahasa itu dengan manusia, sedangkan di dalam kehidupannya di dalam masyarakat kegiatan manusia itu tidak tetap dan selalu berubah, maka bahasa itu menjadi ikut berubah, menjadi tidak tetap, menjadi tidak statis. Karena itulah bahasa disebut dinamis. 11. Bahasa Itu Bervariasi. Dalam variasi bahasa kita mengenal tiga istilah yaitu idiolek, dialek dan ragam. Idiolek artinya variasi atau ragam bahasa yang bersifat perseorangan. Setiap orang mempunyai ciri khas bahasanya masingmasing. Dialek adalah variasi bahasa yang digunakan oleh anggota kelompok masyarakat pada suau tempat atau suatu waktu. Misalnya ada bahasa Jawa dialek Banyumas, dialek Tegal, dialek Surabaya, dan sebagainya. Ragam atau variasi bahasa digunakan dalam situasi, keadaan atau untuk keperluan tertentu. Situasi formal digunakan ragam baku atau standar, situasi tidak formal digunakan ragam bahasa yang tidak formal atau tidak baku..Berdasarkan sarana yang digunaan dapat dibedakan adanya ragam lisan dan ragam tulisan. Juga ada ragam bahasa bertelepon, ragam bahasa bertelegram, dan sebagainya. Untuk keperluan pemakainya dapat dibedakan adanya ragam bahasa ilmiah, ragam bahasa jurnalistik, ragam bahasa sastra, ragam bahasa militer dan ragam bahasa hukum. E. Kelebihan Dan Kelemahan Bahasa Kelebihan bahasa dalam kehidupan manusia adalah dapat digunakan sebagai alat komunikasi. Dapat dibayangkan apabila didunia ini tanpa bahasa, pastilah antara manusia yang satu dengan yang lain, antara kelompok masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain tidak dapat terjadi komunikasi. Sebagai sarana komunikasi ilmiah maka bahasa mempunyai kekurangan. Kekurangan ini pada hakekatnya terletak pada peranan bahasa itu sendiri yang bersifat multifungsi sebagai sarana komunikasi emotif, afektif dan simbolik (Jujun S Suriasumantri, 2007 : 184). Kita tidak bisa menggunakan bahasa hanya sebagai sarana komunikasi simbolik saja tanpa melibatkan sebagai sarana emotif dan afektif. Begitu seterusnya kita tidak bisa hanya menggunakan salah satu fungsi saja. Kekurangan yang kedua terletak pada arti yang tidak jelas dan eksak dari arti yang dikandung suatu kata yang membangun bahasa. Disamping itu bahasa mempunyai beberapa kata yang mempunyai arti yang sama. Misalnya pengertian tentang usaha kerja sama yang terkoordinasi dalam mencapai suatu tujuan tertentu disebut sebagai administrasi, manajemen, pengelolaan dan tata laksana. Hal seperti ini

kadang-kadang membjngungkan bagi yang menggunakan kata-kata tersebut.Kelemahan yang lain dari bahasa adalah konotasi yang bersifat emosional, bukan bersifat rasional. F. Karakteristik Bahasa Ilmiah Bahasa ilmiah merupakan bahasa yang digunakan dalam ragam bahasa resmi. Bahasa ilmiah digunakan dalam penulisan wacana ilmiah. Menurut Hasan Alwi, dkk. (1993 : 142), ciri-ciri atau karakteristik bahasa ilmiah yang digunakan dalam wacana ilmiah adalah : 1. Menggunakan kata atau istilah yang non figurative 2. Manggunakan kalimat-kalimat efektif 3. Menghindari bentuk persona atau pengakuan dengan tujuan untuk menjaga objektivitas 4. Menguatamakan keterpaduan dan keruntutan isi. Suatu wacana ilmiah dikatakan baik apabila memiliki tiga kriteria seperti tersebut di bawah ini : 1. Adanya kohesi atau kesatuan Kohesi sebuah wacana dapat dicapai apabila semua kalimat yang membangun paragraf dalam wacana itu secara bersama-sama menyatakan sebuah maksud tunggal atau tema tunggal. Dengan kata lain, sebuah wacana dikatakan memiliki kesatuan jika semua kalimat yang membangun paragraph dalam wacana tersebut mendukung sebuah pikiran utama. Dengan demikian, setiap paragraf hanya mengandung sebuah pikiran utama atau satu pokok pikiran. Pikiran utama atau pokok pikiran yang didukung sebuah paragraf biasanya ditempatkan dalam sebuah kalimat topik atau kalimat pokok. 2. Adanya koherensi atau kepaduan Koherensi wacana dapat dilihat dari kepaduan hubungan antara kalimat-kalimat yang membentuk suatu paragraf. Hubungan antara ide-ide yang terdapat dalam paragraph baik ide pokok dan ide-ide penjelas hendaknya mudah ditangkap oleh pembaca. Hal ini dapat dicapai dengan cara mengungkapkan gagasan secara teratur dan tidak menyimpang dari gagasan utama. Kepaduan sebuah paragraf dalam sebuah wacana dapat dilakukan dengan cara mengulang bagian kalimat yang dianggap penting, menggunakan kata ganti dan kata atau frasa transisi. 3. Kelengkapan Sebuah wacana dikatakan lengkap apabila terdiri paragraph pembuka, paragraph penghubung dan paragraph penutup G. Pikiran dan Bahasa Bahasa Indonesia dalam dunia pendidikan kita itu melulu pelajaran dan pengetahuan bahasa, bukan ajang berpikir tempat siswa berlatih dan berkenalan dengan kemungkinan dan kebolehan berpikir kritis, kreatif, inovatif, apalagi mengenal diri dan kehidupan. Kita selalu mengatakan bahasa sebagai alat menyampaikan pikiran dan pikiran yang jernih akan membuahkan bahasa yang jelas, tepat, sesuai, dan indah. Dalam kehidupan sehari-hari sering kita menggunakan bahasa Indonesia tidak benar atau tidak pada tempatnya. Tentu saja itu tidak terjadi pada semua orang Sekilas kejadian itu dapat diterima sebagai hasil pendidikan yang semrawut, dapat juga mewakili jiwa yang ingin bebas. Tampak ketidakpedulian, terasa pelecehan, dan keduanya memastikan bahwa bahasa Indonesia tidak dianggap penting juga tak berharga bagi pemiliknya. Tetapi, bila kita percaya pada bahasa sebagai buah pikiran, alat logika untuk meramu idiom demi penyampaian pikiran dan perasaan, cara berbahasa harus dikaitkan dengan

kemampuan berpikir. Kecermatan dan kesantunan berbahasa dengan begitu, adalah cerminan nalar dan budaya seseorang. Hal itu mengantar kita pada sekolah yang mendidik siswa mampu membaca dan menulis dalam pelajaran bahasa Indonesia. Apakah yang terjadi di sekolah? Apakah dengan semua upaya, dana, waktu, dan tenaga yang dicurahkan, kita hanya akan menuai kegagalan? Bagaimanakah caranya mengelola mata pelajaran bahasa Indonesia sehingga menarik dan dapat berbekas pada siswa? Adakah jalan sehingga dengan belajar bahasa siswa menemukan minat dan dengan begitu dapat mengembangkan potensinya apalagi menemukan jati dirinya? Pertama, harus dipercaya, belajar bahasa yakni membaca, menulis, dan berbicara adalah bagian dari proses berpikir. Dengan bahasa, siswa dimampukan berpikir kalau boleh hingga ke tataran yang rumit karena tersedianya sebuah struktur untuk mengekspresikan dan mengenali hubungan antarkonsep dan dengan itu ia dapat berkomunikasi dengan sesamanya. Dalam pelajaran bahasa, siswa belajar tentang bagaimana berkomunikasi sambil mengenali cara berpikir yang sesuai budaya bahasa yang dipelajarinya. Karena itu, semua upaya di kelas dikerahkan untuk memampukan komunikasi dan menumbuhkan keterampilan berpikir kritis. Contoh keseharian tulisan membuktikan bahwa siswa tak biasa dan bisa berpikir. Bercakap dan berkomunikasi juga sulit bagi banyak orang. Hal yang sama tampak pula pada bacaan mereka. Kedua, karena bahasa adalah pikiran dan perasaan yang lahir dari sebuah budaya dan dunia, maka siswa hanya akan terlibat dalam pelajaran bahasa kalau ia diperlakukan sebagai subyek, diizinkan masuk secara aktif dalam dunia yang sedang dibacanya, dan membuat bacaannya menjadi bagian dari dirinya. Inilah yang disebut Paulo Freire sebagai membaca dan menulis yang tumbuh dari gerakan dinamis "membaca dunia", yaitu berbincang tentang pengalaman, berbicara bebas dan spontan, dan tidak memisahkan membaca dan menulis huruf dan kata dari membaca dan menulis kehidupan. Ketiga, dengan kerendahan hati guru perlu menyadari pentingnya peningkatan pengetahuan tentang siswa, mengenai bahasa yang diajarkan dan harus diyakini, apalagi perihal kehidupan sebagai sumber dan alasan pentingnya berbahasa dan menjadi manusia. Guru perlu sabar dan toleran menghadapi dan menerima siswa dan senantiasa tak sabaran untuk memberikan yang terbaik. Dengan menyadari kompleksitas perkembangan siswa, para penentu keberhasilan diharapkan mengasihi siswanya secara afirmatif, sekaligus dapat menerima dan mendorongnya berbuat lebih banyak, yang membuatnya makin bertanggung jawab atas tugasnya. Kualitas itu menguatkan guru untuk memotivasi siswa menginterpretasi bacaannya, merebut makna dan menulis ulang apa yang dibacanya, dan berubah karenanya. H. Simpulan Dalam pengungkapan ide atau pikiran, bahasa mempunyai peran yang sangat penting walaupun kadang kadang keliru dalam mengartikannya sebagai akibat seluk beluk bahasa yang tidak dimengerti. Didalam bahasa ada kata kata denotasi atau harfiah dan ada kata kata konotasi, dan denganmenggunakan logat bahasa tertentu dapat menimbulkan perbedaan pengertian. Bahasa didefinisikan sebagai suatu sistem komunikasi yang terdiri dari seperangkat bunyi dan lambang tertulis yang digunakan oleh orang orang dalam suatu negara atau wilayah tertentu. Sedangkan Purwadarminta mengartikan bahasa sebagai sistem lambang, tanda berupa segala macam bunyi yang dipakai orang untuk melahirkan pikiran dan perasaan, perkataan - perkataan yang dipakai oleh suatu

bangsa, percakapan, perkataan yang baik, sopan santun, tingkah laku yang baik. Fungsi bahasa dalam arti kehidupan manusia adalah sebagai alat yang dapat melahirkan berbagai macam perasaan dan sebagai alat komunikasi. Faktor faktor yang mempengaruhi kelancaran dan kelainan dalam komunikasi yaitu faktor pengetahuan, faktor pengalaman, faktor kecerdasan dan faktor kepribadian. DAFTAR PUSTAKA Abdul Chaer. 2003. Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta Andre Martinet. 1987. Ilmu Bahasa : Pengantar. Yogyakarta : Kanisius Endang Lestari dan MA Maliki. 2006. Komunikasi yang Efektif. Jakarta : Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia Gorys Keraf. 1995.Eksposisi: Komposisi Lanjutan II. Jakarta ; PT Grasindo Hasan Alwi, dkk. 1993. Bahasa Indonesia : Tata Bahasa Baku. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Jujun S Suriasumantri,. 1989. Ilmu dalam Perspektif : Sebuah Kumpulan Kaarangan Tentang Hakikat Ilmu. Jakarta : PT Gramedia

BAB I FUNGSI BAHASA1. Pengertian Bahasa Menurut Gorys Keraf (1997 : 1), Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Mungkin ada yang keberatan dengan mengatakan bahwa bahasa bukan satu-satunya alat untuk mengadakan komunikasi. Mereka menunjukkan bahwa dua orang atau pihak yang mengadakan komunikasi dengan mempergunakan cara-cara tertentu yang telah disepakati bersama. Lukisan-lukisan, asap api, bunyi gendang atau tong-tong dan sebagainya. Tetapi mereka itu harus mengakui pula bahwa bila dibandingkan dengan bahasa, semua alat komunikasi tadi mengandung banyak segi yang lemah. Bahasa memberikan kemungkinan yang jauh lebih luas dan kompleks daripada yang dapat diperoleh dengan mempergunakan media tadi. Bahasa haruslah merupakan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bukannya sembarang bunyi. Dan bunyi itu sendiri haruslah merupakan simbol atau perlambang.

2. Aspek Bahasa Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol vokal (bunyi ujaran) yang bersifat arbitrer, yang dapat diperkuat dengan gerak-gerik badaniah yang nyata. Ia merupakan simbol karena rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia harus diberikan makna tertentu pula. Simbol adalah tanda yang diberikan makna tertentu, yaitu mengacu kepada sesuatu yang dapat diserap oleh panca indra. Berarti bahasa mencakup dua bidang, yaitu vokal yang dihasilkan oleh alat ucap manusia, dan arti atau makna yaitu hubungan antara rangkaian bunyi vokal dengan barang atau hal yang diwakilinya,itu. Bunyi itu juga merupakan getaran yang merangsang alat pendengar kita (=yang diserap oleh panca indra kita, sedangkan arti adalah isi yang terkandung di dalam arus bunyi yang menyebabkan reaksi atau tanggapan dari orang lain). Arti yang terkandung dalam suatu rangkaian bunyi bersifat arbitrer atau manasuka. Arbitrer atau manasuka berarti tidak terdapat suatu keharusan bahwa suatu rangkaian bunyi tertentu harus mengandung arti yang tertentu pula. Apakah seekor hewan dengan ciri-ciri

tertentu dinamakan anjing, dog, hund, chien atau canis itu tergantung dari kesepakatan anggota masyarakat bahasa itu masing-masing.

3. Benarkah Bahasa Mempengaruhi Perilaku Manusia? Menurut Sabriani (1963), mempertanyakan bahwa apakah bahasa mempengaruhi perilaku manusia atau tidak? Sebenarnya ada variabel lain yang berada diantara variabel bahasa dan perilaku. Variabel tersebut adalah variabel realita. Jika hal ini benar, maka terbukalah peluang bahwa belum tentu bahasa yang mempengaruhi perilaku manusia, bisa jadi realita atau keduanya. Kehadiran realita dan hubungannya dengan variabel lain, yakni bahasa dan perilaku, perlu dibuktikan kebenarannya. Selain itu, perlu juga dicermati bahwa istilah perilaku menyiratkan penutur. Istilah perilaku merujuk ke perilaku penutur bahasa, yang dalam artian komunikasi mencakup pendengar, pembaca, pembicara, dan penulis.

3. 1. Bahasa dan Realita Fodor (1974) mengatakan bahwa bahasa adalah sistem simbol dan tanda. Yang dimaksud dengan sistem simbol adalah hubungan simbol dengan makna yang bersifat konvensional. Sedangkan yang dimaksud dengan sistem tanda adalah bahwa hubungan tanda dan makna bukan konvensional tetapi ditentukan oleh sifat atau ciri tertentu yang dimiliki benda atau situasi yang dimaksud. Dalam bahasa Indonesia kata cecak memiliki hubungan kausal dengan referennya atau binatangnya. Artinya, binatang itu disebut cecak karena suaranya kedengaran seperti cakcak-cak. Oleh karena itu kata cecak disebut tanda bukan simbol. Lebih lanjut Fodor mengatakan bahwa problema bahasa adalah problema makna. Sebenarnya, tidak semua ahli bahasa membedakan antara simbol dan tanda. Richards (1985) menyebut kata table sebagai tanda meskipun tidak ada hubungan kausal antara objek (benda) yang dilambangkan kata itu dengan kata table. Dari uraian di atas dapat ditangkap bahwa salah satu cara mengungkapkan makna adalah dengan bahasa, dan masih banyak cara yang lain yang dapat dipergunakan. Namun sejauh ini, apa makna dari makna, atau apa yang dimaksud dengan makna belum jelas. Bolinger (1981) menyatakan bahwa bahasa memiliki sistem fonem, yang terbentuk dari distinctive features bunyi, sistem morfem dan sintaksis. Untuk mengungkapkan makna bahasa harus berhubungan

dengan dunia luar. Yang dimaksud dengan dunia luar adalah dunia di luar bahasa termasuk dunia dalam diri penutur bahasa. Dunia dalam pengertian seperti inilah disebut realita. Penjelasan Bolinger (1981) tersebut menunjukkan bahwa makna adalah hubungan antara realita dan bahasa. Sementara realita mencakup segala sesuatu yang berada di luar bahasa. Realita itu mungkin terwujud dalam bentuk abstraksi bahasa, karena tidak ada bahasa tanpa makna. Sementara makna adalah hasil hubungan bahasa dan realita.

asa dan Perilaku Seperti yang telah diuraikan di atas, dalam bahasa selalu tersirat realita. Sementara perilaku selalu merujuk pada pelaku komunikasi. Komunikasi bisa terjadi jika proses decoding dan encoding berjalan dengan baik. Kedua proses ini dapat berjalan dengan baik jika baik encoder maupun decoder sama-sama memiliki pengetahuan dunia dan pengetahuan bahasa yang sama. (Omaggio, 1986). Dengan memakai pengertian yang diberikan oleh Bolinger(1981) tentang realita, pengetahuan dunia dapat diartikan identik dengan pengetahuan realita. Bagaimana manusia memperoleh bahasa dapat dijelaskan dengan teori-teori pemerolehan bahasa. Sedangkan pemerolehan pengetahuan dunia (realita) atau proses penghubungan bahasa dan realita pada prinsipnya sama, yakni manusia memperoleh representasi mental realita melalui pengalaman yang langsung atau melalui pemberitahuan orang lain. Misalnya seseorang menyaksikan sebuah kecelakaan terjadi, orang tersebut akan memiliki representasi mental tentang kecelakaan tersebut dari orang yang langsung menyaksikannya juga akan membentuk representasi mental tentang kecelakaan tadi. Hanya saja terjadi perbedaan representasi mental pada kedua orang itu.

4. Fungsi Bahasa Menurut Felicia (2001 : 1), dalam berkomunikasi sehari-hari, salah satu alat yang paling sering digunakan adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis. Begitu dekatnya kita kepada bahasa, terutama bahasa Indonesia, sehingga tidak dirasa perlu untuk mendalami dan mempelajari bahasa Indonesia secara lebih jauh. Akibatnya, sebagai pemakai bahasa, orang Indonesia tidak terampil menggunakan bahasa. Suatu kelemahan yang tidak disadari.

Komunikasi lisan atau nonstandar yang sangat praktis menyebabkan kita tidak teliti berbahasa. Akibatnya, kita mengalami kesulitan pada saat akan menggunakan bahasa tulis atau bahasa yang lebih standar dan teratur. Pada saat dituntut untuk berbahasa bagi kepentingan yang lebih terarah dengan maksud tertentu, kita cenderung kaku. Kita akan berbahasa secara terbatabata atau mencampurkan bahasa standar dengan bahasa nonstandar atau bahkan, mencampurkan bahasa atau istilah asing ke dalam uraian kita. Padahal, bahasa bersifat sangat luwes, sangat manipulatif. Kita selalu dapat memanipulasi bahasa untuk kepentingan dan tujuan tertentu. Lihat saja, bagaimana pandainya orang-orang berpolitik melalui bahasa. Kita selalu dapat memanipulasi bahasa untuk kepentingan dan tujuan tertentu. Agar dapat memanipulasi bahasa, kita harus mengetahui fungsi-fungsi bahasa. Pada dasarnya, bahasa memiliki fungsi-fungsi tertentu yang digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang, yakni sebagai alat untuk mengekspresikan diri, sebagai alat untuk berkomunikasi, sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam lingkungan atau situasi tertentu, dan sebagai alat untuk melakukan kontrol sosial (Keraf, 1997: 3). Derasnya arus globalisasi di dalam kehidupan kita akan berdampak pula pada perkembangan dan pertumbuhan bahasa sebagai sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi. Di dalam era globalisasi itu, bangsa Indonesia mau tidak mau harus ikut berperan di dalam dunia persaingan bebas, baik di bidang politik, ekonomi, maupun komunikasi. Konsep-konsep dan istilah baru di dalam pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) secara tidak langsung memperkaya khasanah bahasa Indonesia. Dengan demikian, semua produk budaya akan tumbuh dan berkembang pula sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu, termasuk bahasa Indonesia, yang dalam itu, sekaligus berperan sebagai prasarana berpikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan iptek itu (Sunaryo, 1993, 1995). Menurut Sunaryo (2000 : 6), tanpa adanya bahasa (termasuk bahasa Indonesia) iptek tidak dapat tumbuh dan berkembang. Selain itu bahasa Indonesia di dalam struktur budaya, ternyata memiliki kedudukan, fungsi, dan peran ganda, yaitu sebagai akar dan produk budaya yang sekaligus berfungsi sebagai sarana berfikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanpa peran bahasa serupa itu, ilmu pengetahuan dan teknologi tidak akan dapat berkembang. Implikasinya di dalam pengembangan

daya nalar, menjadikan bahasa sebagai prasarana berfikir modern. Oleh karena itu, jika cermat dalam menggunakan bahasa, kita akan cermat pula dalam berfikir karena bahasa merupakan cermin dari daya nalar (pikiran). Hasil pendayagunaan daya nalar itu sangat bergantung pada ragam bahasa yang digunakan. Pembiasaan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar akan menghasilkan buah pemikiran yang baik dan benar pula. Kenyataan bahwa bahasa Indonesia sebagai wujud identitas bahasa Indonesia menjadi sarana komunikasi di dalam masyarakat modern. Bahasa Indonesia bersikap luwes sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai sarana komunikasi masyarakat modern.

4.1 Bahasa sebagai Alat Ekspresi Diri Pada awalnya, seorang anak menggunakan bahasa untuk mengekspresikan kehendaknya atau perasaannya pada sasaran yang tetap, yakni ayah-ibunya. Dalam perkembangannya, seorang anak tidak lagi menggunakan bahasa hanya untuk mengekspresikan kehendaknya, melainkan juga untuk berkomunikasi dengan lingkungan di sekitarnya. Setelah kita dewasa, kita menggunakan bahasa, baik untuk mengekspresikan diri maupun untuk berkomunikasi. Seorang penulis mengekspresikan dirinya melalui tulisannya. Sebenarnya, sebuah karya ilmiah pun adalah sarana pengungkapan diri seorang ilmuwan untuk menunjukkan kemampuannya dalam sebuah bidang ilmu tertentu. Jadi, kita dapat menulis untuk mengekspresikan diri kita atau untuk mencapai tujuan tertentu. Sebagai contoh lainnya, tulisan kita dalam sebuah buku, merupakan hasil ekspresi diri kita. Pada saat kita menulis, kita tidak memikirkan siapa pembaca kita. Kita hanya menuangkan isi hati dan perasaan kita tanpa memikirkan apakah tulisan itu dipahami orang lain atau tidak. Akan tetapi, pada saat kita menulis surat kepada orang lain, kita mulai berpikir kepada siapakah surat itu akan ditujukan. Kita memilih cara berbahasa yang berbeda kepada orang yang kita hormati dibandingkan dengan cara berbahasa kita kepada teman kita. Pada saat menggunakan bahasa sebagai alat untuk mengekspresikan diri, si pemakai bahasa tidak perlu mempertimbangkan atau memperhatikan siapa yang menjadi pendengarnya, pembacanya, atau khalayak sasarannya. Ia menggunakan bahasa hanya untuk kepentingannya

pribadi. Fungsi ini berbeda dari fungsi berikutnya, yakni bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi. Sebagai alat untuk menyatakan ekspresi diri, bahasa menyatakan secara terbuka segala sesuatu yang tersirat di dalam dada kita, sekurang-kurangnya untuk memaklumkan keberadaan kita. Unsur-unsur yang mendorong ekspresi diri antara lain : agar menarik perhatian orang lain terhadap kita, keinginan untuk membebaskan diri kita dari semua tekanan emosi

Pada taraf permulaan, bahasa pada anak-anak sebagian berkembang sebagai alat untuk menyatakan dirinya sendiri (Gorys Keraf, 1997 :4).

4.2 Bahasa sebagai Alat Komunikasi Komunikasi merupakan akibat yang lebih jauh dari ekspresi diri. Komunikasi tidak akan sempurna bila ekspresi diri kita tidak diterima atau dipahami oleh orang lain. Dengan komunikasi pula kita mempelajari dan mewarisi semua yang pernah dicapai oleh nenek moyang kita, serta apa yang dicapai oleh orang-orang yang sezaman dengan kita. Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan maksud kita, melahirkan perasaan kita dan memungkinkan kita menciptakan kerja sama dengan sesama warga. Ia mengatur berbagai macam aktivitas kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan masa depan kita (Gorys Keraf, 1997 : 4). Pada saat kita menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi, kita sudah memiliki tujuan tertentu. Kita ingin dipahami oleh orang lain. Kita ingin menyampaikan gagasan yang dapat diterima oleh orang lain. Kita ingin membuat orang lain yakin terhadap pandangan kita. Kita ingin mempengaruhi orang lain. Lebih jauh lagi, kita ingin orang lain membeli hasil pemikiran kita. Jadi, dalam hal ini pembaca atau pendengar atau khalayak sasaran menjadi perhatian utama kita. Kita menggunakan bahasa dengan memperhatikan kepentingan dan kebutuhan khalayak sasaran kita. Pada saat kita menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, antara lain kita juga mempertimbangkan apakah bahasa yang kita gunakan laku untuk dijual. Oleh karena itu, seringkali kita mendengar istilah bahasa yang komunikatif. Misalnya, kata makro hanya dipahami oleh orang-orang dan tingkat pendidikan tertentu, namun kata besar atau luas lebih

mudah dimengerti oleh masyarakat umum. Kata griya, misalnya, lebih sulit dipahami dibandingkan kata rumah atau wisma. Dengan kata lain, kata besar, luas, rumah, wisma, dianggap lebih komunikatif karena bersifat lebih umum. Sebaliknya, kata-kata griya atau makro akan memberi nuansa lain pada bahasa kita, misalnya, nuansa keilmuan, nuansa intelektualitas, atau nuansa tradisional. Bahasa sebagai alat ekspresi diri dan sebagai alat komunikasi sekaligus pula merupakan alat untuk menunjukkan identitas diri. Melalui bahasa, kita dapat menunjukkan sudut pandang kita, pemahaman kita atas suatu hal, asal usul bangsa dan negara kita, pendidikan kita, bahkan sifat kita. Bahasa menjadi cermin diri kita, baik sebagai bangsa maupun sebagai diri sendiri.

4.3 Bahasa sebagai Alat Integrasi dan Adaptasi Sosial Bahasa disamping sebagai salah satu unsur kebudayaan, memungkinkan pula manusia memanfaatkan pengalaman-pengalaman mereka, mempelajari dan mengambil bagian dalam pengalaman-pengalaman itu, serta belajar berkenalan dengan orang-orang lain. Anggota-anggota masyarakat hanya dapat dipersatukan secara efisien melalui bahasa. Bahasa sebagai alat komunikasi, lebih jauh memungkinkan tiap orang untuk merasa dirinya terikat dengan kelompok sosial yang dimasukinya, serta dapat melakukan semua kegiatan kemasyarakatan dengan menghindari sejauh mungkin bentrokan-bentrokan untuk memperoleh efisiensi yang setinggitingginya. Ia memungkinkan integrasi (pembauran) yang sempurna bagi tiap individu dengan masyarakatnya (Gorys Keraf, 1997 : 5). Cara berbahasa tertentu selain berfungsi sebagai alat komunikasi, berfungsi pula sebagai alat integrasi dan adaptasi sosial. Pada saat kita beradaptasi kepada lingkungan sosial tertentu, kita akan memilih bahasa yang akan kita gunakan bergantung pada situasi dan kondisi yang kita hadapi. Kita akan menggunakan bahasa yang berbeda pada orang yang berbeda. Kita akan menggunakan bahasa yang nonstandar di lingkungan teman-teman dan menggunakan bahasa standar pada orang tua atau orang yang kita hormati. Pada saat kita mempelajari bahasa asing, kita juga berusaha mempelajari bagaimana cara menggunakan bahasa tersebut. Misalnya, pada situasi apakah kita akan menggunakan kata tertentu, kata manakah yang sopan dan tidak sopan. Bilamanakah kita dalam berbahasa Indonesia boleh menegur orang dengan kata Kamu atau Saudara atau Bapak atau Anda? Bagi

orang asing, pilihan kata itu penting agar ia diterima di dalam lingkungan pergaulan orang Indonesia. Jangan sampai ia menggunakan kata kamu untuk menyapa seorang pejabat. Demikian pula jika kita mempelajari bahasa asing. Jangan sampai kita salah menggunakan tata cara berbahasa dalam budaya bahasa tersebut. Dengan menguasai bahasa suatu bangsa, kita dengan mudah berbaur dan menyesuaikan diri dengan bangsa tersebut.

4.4 Bahasa sebagai Alat Kontrol Sosial Sebagai alat kontrol sosial, bahasa sangat efektif. Kontrol sosial ini dapat diterapkan pada diri kita sendiri atau kepada masyarakat. Berbagai penerangan, informasi, maupun pendidikan disampaikan melalui bahasa. Buku-buku pelajaran dan buku-buku instruksi adalah salah satu contoh penggunaan bahasa sebagai alat kontrol sosial. Ceramah agama atau dakwah merupakan contoh penggunaan bahasa sebagai alat kontrol sosial. Lebih jauh lagi, orasi ilmiah atau politik merupakan alat kontrol sosial. Kita juga sering mengikuti diskusi atau acara bincang-bincang (talk show) di televisi dan radio. Iklan layanan masyarakat atau layanan sosial merupakan salah satu wujud penerapan bahasa sebagai alat kontrol sosial. Semua itu merupakan kegiatan berbahasa yang memberikan kepada kita cara untuk memperoleh pandangan baru, sikap baru, perilaku dan tindakan yang baik. Di samping itu, kita belajar untuk menyimak dan mendengarkan pandangan orang lain mengenai suatu hal. Contoh fungsi bahasa sebagai alat kontrol sosial yang sangat mudah kita terapkan adalah sebagai alat peredam rasa marah. Menulis merupakan salah satu cara yang sangat efektif untuk meredakan rasa marah kita. Tuangkanlah rasa dongkol dan marah kita ke dalam bentuk tulisan. Biasanya, pada akhirnya, rasa marah kita berangsur-angsur menghilang dan kita dapat melihat persoalan secara lebih jelas dan tenang.

5. Bahasa Indonesia Yang Baik dan Benar Bahasa bukan sekedar alat komunikasi, bahasa itu bersistem. Oleh karena itu, berbahasa bukan sekedar berkomunikasi, berbahasa perlu menaati kaidah atau aturan bahasa yang berlaku.

Ungkapan Gunakanlah Bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Kita tentu sudah sering mendengar dan membaca ungkapan tersebut. Permasalahannya adalah pengertian apa yang terbentuk dalam benak kita ketika mendengar ungkapan tersebut? Apakah sebenarnya ungkapan itu? Apakah yang dijadikan alat ukur (kriteria) bahasa yang baik? Apa pula alat ukur bahasa yang benar?

5.1 Bahasa yang Baik Penggunaan bahasa dengan baik menekankan aspek komunikatif bahasa. Hal itu berarti bahwa kita harus memperhatikan sasaran bahasa kita. Kita harus memperhatikan kepada siapa kita akan menyampaikan bahasa kita. Oleh sebab itu, unsur umur, pendidikan, agama, status sosial, lingkungan sosial, dan sudut pandang khalayak sasaran kita tidak boleh kita abaikan. Cara kita berbahasa kepada anak kecil dengan cara kita berbahasa kepada orang dewasa tentu berbeda. Penggunaan bahasa untuk lingkungan yang berpendidikan tinggi dan berpendidikan rendah tentu tidak dapat disamakan. Kita tidak dapat menyampaikan pengertian mengenai jembatan, misalnya, dengan bahasa yang sama kepada seorang anak SD dan kepada orang dewasa. Selain umur yang berbeda, daya serap seorang anak dengan orang dewasa tentu jauh berbeda. Lebih lanjut lagi, karena berkaitan dengan aspek komunikasi, maka unsur-unsur komunikasi menjadi penting, yakni pengirim pesan, isi pesan, media penyampaian pesan, dan penerima pesan. Mengirim pesan adalah orang yang akan menyampaikan suatu gagasan kepada penerima pesan, yaitu pendengar atau pembacanya, bergantung pada media yang digunakannya. Jika pengirim pesan menggunakan telepon, media yang digunakan adalah media lisan. Jika ia menggunakan surat, media yang digunakan adalah media tulis. Isi pesan adalah gagasan yang ingin disampaikannya kepada penerima pesan. Marilah kita gunakan contoh sebuah majalah atau buku. Pengirim pesan dapat berupa penulis artikel atau penulis cerita, baik komik, dongeng, atau narasi. Isi pesan adalah permasalahan atau cerita yang ingin disampaikan atau dijelaskan. Media pesan merupakan majalah, komik, atau buku cerita. Semua bentuk tertulis itu disampaikan kepada pembaca yang dituju. Cara artikel atau cerita itu disampaikan tentu disesuaikan dengan pembaca yang dituju. Berarti, dalam pembuatan tulisan itu akan diperhatikan jenis permasalahan, jenis cerita, dan kepada siapa tulisan atau cerita itu ditujukan.

5.2 Bahasa yang Benar Bahasa yang benar berkaitan dengan aspek kaidah, yakni peraturan bahasa. Berkaitan dengan peraturan bahasa, ada empat hal yang harus diperhatikan, yaitu masalah tata bahasa, pilihan kata, tanda baca, dan ejaan. Pengetahuan atas tata bahasa dan pilihan kata, harus dimiliki dalam penggunaan bahasa lisan dan tulis. Pengetahuan atas tanda baca dan ejaan harus dimiliki dalam penggunaan bahasa tulis. Tanpa pengetahuan tata bahasa yang memadai, kita akan mengalami kesulitan dalam bermain dengan bahasa. Kriteria yang digunakan untuk melihat penggunaan bahasa yang benar adalah kaidah bahasa. Kaidah ini meliputi aspek (1) tata bunyi (fonologi), (2)tata bahasa (kata dan kalimat), (3) kosa kata (termasuk istilah), (4), ejaan, dan (5) makna. Pada aspek tata bunyi, misalnya kita telah menerima bunyi f, v dan z. Oleh karena itu, kata-kata yang benar adalah fajar, motif, aktif, variabel, vitamin, devaluasi, zakat, izin, bukan pajar, motip, aktip, pariabel, pitamin, depaluasi, jakat, ijin. Masalah lafal juga termasuk aspek tata bumi. Pelafalan yang benar adalah kompleks, transmigrasi, ekspor, bukan komplek, tranmigrasi, ekspot. Pada aspek tata bahasa, mengenai bentuk kata misalnya, bentuk yang benar adalah ubah, mencari, terdesak, mengebut, tegakkan, dan pertanggungjawaban, bukan obah, robah, rubah, nyari, kedesak, ngebut, tegakan dan pertanggung jawaban. Dari segi kalimat pernyataan di bawah ini tidak benar karena tidak mengandung subjek. Kalimat mandiri harus mempunyai subjek, predikat atau dan objek. (1) Pada tabel di atas memperlihatkan bahwa jumlah wanita lebih banyak daripada jumlah pria. Jika kata pada yang mengawali pernyataan itu ditiadakan, unsur tabel di atas menjadi subjek. Dengan demikian, kalimat itu benar. Pada aspek kosa kata, kata-kata seperti bilang, kasih, entar dan udah lebih baik diganti dengan berkata/mengatakan, memberi, sebentar, dan sudah dalam penggunaan bahasa yang benar. Dalam hubungannya dengan peristilahan, istilah dampak (impact), bandar udara, keluaran (output), dan pajak tanah (land tax) dipilih sebagai istilah yang benar daripada istilah pengaruh, pelabuhan udara, hasil, dan pajak bumi. Dari segi ejaan, penulisan yang benar adalah analisis, sistem, objek, jadwal, kualitas, dan hierarki. Dari segi maknanya, penggunaan bahasa yang benar bertalian dengan ketepatan menggunakan kata yang sesuai dengan tuntutan makna. Misalnya dalam bahasa ilmu tidak tepat jika digunakan kata

yang sifatnya konotatif (kiasan). Jadi penggunaan bahasa yang benar adalah penggunaan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa. Kriteria penggunaan bahasa yang baik adalah ketepatan memilih ragam bahasa yang sesuai dengan kebutuhan komunikasi. Pemilihan ini bertalian dengan topik yang dibicarakan, tujuan pembicaraan, orang yang diajak berbicara (kalau lisan) atau pembaca (jika tulis), dan tempat pembicaraan. Selain itu, bahasa yang baik itu bernalar, dalam arti bahwa bahasa yang kita gunakan logis dan sesuai dengan tata nilai masyarakat kita. Penggunaan bahasa yang benar tergambar dalam penggunaan kalimat-kalimat yang gramatikal, yaitu kalimat-kalimat yang memenuhi kaidah tata bunyi (fonologi), tata bahasa, kosa kata, istilah, dan ejaan. Penggunaan bahasa yang baik terlihat dari penggunaan kalimat-kalimat yang efektif, yaitu kalimat-kalimat yang dapat menyampaikan pesan/informasi secara tepat (Dendy Sugondo, 1999 : 21).. Berbahasa dengan baik dan benar tidak hanya menekankan kebenaran dalam hal tata bahasa, melainkan juga memperhatikan aspek komunikatif. Bahasa yang komunikatif tidak selalu hanus merupakan bahasa standar. Sebaliknya, penggunaan bahasa standar tidak selalu berarti bahwa bahasa itu baik dan benar. Sebaiknya, kita menggunakan ragam bahasa yang serasi dengan sasarannya dan disamping itu mengikuti kaidah bahasa yang benar (Alwi dkk., 1998: 21)

Fungsi Bahasa sebagai alat komunikasiTugas bahasa indonesia 2. Fungsi bahasa sebagai alat komunikasi bahasa merupakan akibat yang lebih jauh dari ekspresi diri. Komunikasi tidak akan sempurna bila ekspresi diri kita tidak diterima atau dipahami.

Penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi, memiliki tujuan tertentu yaitu agar kita dipahami oleh orang lain. Jadi dalam hal ini respons pendengar atau lawan komunikan yang menjadi perhatian utama kita.y y

Bahasa sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan alat untuk merumuskan maksud kita. Dengan komunikasi, kita dapat menyampaikan semua yang kita rasakan, pikirkan, dan ketahui kepada orang lain. Dengan komunikasi, kita dapat mempelajari dan mewarisi semua yang pernah dicapai oleh nenek moyang kita dan apa yang telah dicapai oleh orang-orang sejaman kita. Bahasa adalah alat untuk berkomunikasi melalui lisan (bahsa primer) dan tulisan (bahasa sekunder). Berkomunikasi melalui lisan (dihasilkan oleh alat ucap manusia), yaitu dalam bentuk symbol bunyi, dimana setiap simbol bunyi memiliki cirri khas tersendiri. Suatu simbol bisa terdengar sama di telinga kita tapi memiliki makna yang sangat jauh berbeda. Misalnya kata sarang dalam bahasa Korea artinya cinta, sedangkan dalam bahasa Indonesia artinya kandang atau tempat. Tulisan adalah susunan dari simbol (huruf) yang dirangkai menjadi kata bermakna dan dituliskan. Bahasa lisan lebih ekspresif di mana mimik, intonasi, dan gerakan tubuh dapat bercampur menjadi satu untuk mendukung komunikasi yang dilakukan. Lidah setajam pisau / silet oleh karena itu sebaiknya dalam berkata-kata sebaiknya tidak sembarangan dan menghargai serta menghormati lawan bicara / target komunikasi. Bahasa sebagai sarana komunikasi mempunyaii fungsi utama bahasa adalah bahwa komunikasi ialah penyampaian pesan atau makna oleh seseorang kepada orang lain. Keterikatan dan keterkaitan bahasa dengan manusia menyebabkan bahasa tidak tetap dan selalu berubah seiring perubahan kegaiatan manusia dalam kehidupannya di masyarakat. Perubahan bahasa dapat terjadi bukan hanya berupa pengembangan dan perluasan, melainkan berupa kemunduran sejalan dengan perubahan yang dialami masyarakat. Terutama pada penggunaan Fungsi komunikasi pada bahasa asing Sebagai contoh masyarakat Indonesia lebih sering menempel ungkapan No Smoking daripada Dilarang Merokok, Stop untuk berhenti, Exit untuk keluar, Open House untuk penerimaan tamu di rumah pada saat lebaran. Jadi bahasa sebagai alat komunikasi tidak hanya dengan satu bahasa melainkan banyak bahasa.

y

y

y

y

Contohnya : Misalnya berupa : Alat-alat itu digunakan untuk berkomunikasi misalnya gerak badaniah, alat bunyibunyian, kentongan, lukisan, gambar, dsb). Contohnya : bunyi tong-tong memberi tanda bahaya adanya asap menunjukkan bahaya kebakaran alarm untuk tanda segera berkumpul bedug untuk tanda segera melakukan sholat telepon genggam untuk memanggil orang pada jarak jauh

simbol tanda stop untuk pengguna jalan, simbol laki-laki dan perempuan bagi pengguna toilet. y

gambar peta yang menunjukkan jalan suasana gemuruh kentongan dipukul tanda ketika ada bahaya adanya asap tampak dari kejauhan pertanda kebakaran bunyi alarm (suasana tanda bahaya gempa bumi/bencana alam) dsb. contoh dalam kehidupan sehari hari

misalkan seorang satpam perumahan berjaga-jaga/ronda pada malam hari, pada saat sudah mendekati jam 12.00 malam satpam tersebut membunyikan kentongan yang bertanda bahwa waktu sudah tepat pukul 12.00 malam. Dan timbul timbal balik antara satpam sama orang-orang disekitar perumahan.setiap orang jadi lebih mengerti tanda waktu pergantian tersebut