pendidikan sepanjang hayat

24
1 PENDIDIKAN SEPANJANG HAYAT 1. Pendidikan Manusia Seutuhnya a. Dasar Hukum Konsepsi pendidikan seumur hidup (life long education) mulai dimasyrakatkan melalui kebijaksanaan negara (Ketetapan MPR No. IV/MPR/1973 dan ketetapan MPR No. IV/MPR/1978, tentang GBHN) yang menetapkan prinsip- prinsip pembangunan nasional (pembangunan bangsa dan watak bangsa). Berdasarkan ketentuan tersebut, maka kebijaksanaan negara menetapkan prinsip-prinsip: 1) Pembangunan bangsa dan watak bagsa dimulai dengan membangun subjek manusia Indonesia seutuhnya, sebagai perwujudan manusia Pancasila. Tipe kepribadian ideal ini menjadi cita-cita pembangunan bangsa dan watak bangsa yang menjadi tanggung jawab seluruh lembaga negara, bahkan tanggung jawab semua warga negara untuk mewujudkannya. 2) Pembangunan manusia Indonesia seutuhnya secara khusus merupakan tanggung jawab lembaga dan usaha pendidikan nasional untuk mewujudkan melalui lembaga-lembaga pendidikan. Karena itu konsepsi manusia Indonesia seutuhnya ini merupakan konsepsi dasar tujuan pendidikan nasional Indonesia. Kebijaksanaan pembangunan nasional khususnya dalam bidang pendidikan dapat dimengerti bahwa secara konstitusional ketetapan ini wajib dilaksanakan oleh lembaga pendidikan. Artinya, menjadi landasan kebijaksanaan untuk merencanakan pembinaan pendidikan nasional. Itu semua bila secara teoritis dan konsepsional kita memahami latar belakang dan tujuan konsepsi pendidikan seumur hidup ini. Asas pendidikan seumur hidup bertitik tolak atas keyakinan bahwa proses pendidikan dapat berlangsung selama manusia hidup, baik di dalam maupun di luar sekolah. Prinsip-prinsip dasar yang terkandung dalam diktum ini cukup mendasar dan luas, yakni meliputi asas-asas:

Upload: non-formal-education

Post on 12-Jul-2015

188 views

Category:

Engineering


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pendidikan Sepanjang Hayat

1

PENDIDIKAN SEPANJANG HAYAT

1. Pendidikan Manusia Seutuhnya

a. Dasar Hukum

Konsepsi pendidikan seumur hidup (life long education) mulai

dimasyrakatkan melalui kebijaksanaan negara (Ketetapan MPR No. IV/MPR/1973

dan ketetapan MPR No. IV/MPR/1978, tentang GBHN) yang menetapkan prinsip-

prinsip pembangunan nasional (pembangunan bangsa dan watak bangsa).

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka kebijaksanaan negara menetapkan

prinsip-prinsip:

1) Pembangunan bangsa dan watak bagsa dimulai dengan membangun subjek

manusia Indonesia seutuhnya, sebagai perwujudan manusia Pancasila. Tipe

kepribadian ideal ini menjadi cita-cita pembangunan bangsa dan watak bangsa

yang menjadi tanggung jawab seluruh lembaga negara, bahkan tanggung

jawab semua warga negara untuk mewujudkannya.

2) Pembangunan manusia Indonesia seutuhnya secara khusus merupakan

tanggung jawab lembaga dan usaha pendidikan nasional untuk mewujudkan

melalui lembaga-lembaga pendidikan. Karena itu konsepsi manusia Indonesia

seutuhnya ini merupakan konsepsi dasar tujuan pendidikan nasional Indonesia.

Kebijaksanaan pembangunan nasional khususnya dalam bidang pendidikan

dapat dimengerti bahwa secara konstitusional ketetapan ini wajib dilaksanakan

oleh lembaga pendidikan. Artinya, menjadi landasan kebijaksanaan untuk

merencanakan pembinaan pendidikan nasional. Itu semua bila secara teoritis dan

konsepsional kita memahami latar belakang dan tujuan konsepsi pendidikan

seumur hidup ini.

Asas pendidikan seumur hidup bertitik tolak atas keyakinan bahwa proses

pendidikan dapat berlangsung selama manusia hidup, baik di dalam maupun di

luar sekolah.

Prinsip-prinsip dasar yang terkandung dalam diktum ini cukup mendasar dan

luas, yakni meliputi asas-asas:

Page 2: Pendidikan Sepanjang Hayat

2

1) Asas pendidikan seumur hidup berlangsung seumur hidup sehingga peranan

subjek manusia untuk mendidik dan mengembangkan diri sendiri secara wajar

merupakan kewajiban kodrati manusia.

2) Lembaga pelaksana dan wahana pendidikan meliputi:

a. Dalam lingkungan rumah tangga (keluarga), sebagai unit masyarakat

pertama dan utama;

b. Dalam lingkungan sekolah, sebagai lembaga pendidikan formal; dan

c. Dalam lingkungan masyarakat sebagai lembaga dan lingkungan

pendidikan nonformal, sebagai wujud kehidupan yang wajar.

3) Lembaga penanggung jawab pendidikan mencakup kewajiban dan kerjasama

ketiga lembaga dalam kehidupa, yaitu:

a. Lembaga keluarga (orang tua);

b. Lembaga sekolah: lembaga pendidikan formal; dan

c. Lembaga masyarakat sebagai keseluruhan tata kehidupan dalam negara

baik perseorangan maupun kolektif.

Ketiga lembaga penanggung jawab pendidikan ini disebut oleh Dr. Ki Hajar

Dewantara sebagai tripusat pendidikan. Konsepsi pendidikan manusia Indonesia

seutuhnya dan seumur hidup ini merupakan orientasi baru yang mendasar. Ini

berarti kebijaksanaan Pendidikan Nasional kita tidak lagi berorientasi kepada

sistem dan teori pendidikan Eropa kontinental yang diajarkan oleh Prof. Dr. M. J.

Langeveld. Langeveld mengajarkan adanya batas umur dan batas waktu

pendidikan, misalnya adanya batas-bawah antara 5-6 tahun dan batas atas antara

18-25 tahun yang dianggap sebagai tingkat kedewasaan (kematangan) pribadi.

Dengan kebijakan tanpa batas umur dan batas waktu untuk belajar (sekolah),

maka kita mendorong supaya tiap pribadi sebagai subjek yang bertanggung jawab

atas pendidikan diri sendiri menyadari, bahwa:

1) Proses dan waktu pendidikan berlangsung seumur hidup sejak dalam

kandungan hingga manusia meninggal. Asas ini berarti pula memberikan

tanggung jawab pedagogis-psikologis kepada orangtua, lebih-lebih ibu yang

mengandung untuk membina kandungannya secara psiko-fisis yang ideal.

2) Bahwa untuk belajar, tiada batas waktu. Artinya tidak ada istilah “terlambat”

atau “terlalu dini” untuk belajar. Ini berarti pula tidak ada konsep bahwa

“terlalu tua” untuk belajar.

Page 3: Pendidikan Sepanjang Hayat

3

3) Bahwa belajar atau mendidik diri sendiri adalah proses alamiah sebagai

bagian integral atau merupakan totalitas kehidupan. Jadi, manusia belajar atau

mendidik ini, bukanlah sebagai persiapan bagi kehidupan yang akan datang

dalam masyarakat, melainkan pendidikan adalah kehidupan itu sendiri.

Prinsip pendidikan demikian, memberikan makna bahwa pendidikan adalah

tanggung jawab manusia sebagai subjek atas diri sendiri lebih-lebih yang

sudah dewasa supaya meningkat terus-menerus, yakni mandiri secara sosial,

ekonomis, psikologis dan etis. Sifat dan derajat ilmiah yang dimaksud dengan

kedewasaan atau kematangan kepribadian.

b. Realisasi Pendidikan Manusia Seutuhnya

Di samping dasar (landasan) yuridis-konstitusional (kenegaraan: GBHN),

penddidikan manusia seutuhnya ini sesuai pula dengan konsepsi atau teori

kejiwaan manusia menurut teori kepribadian dan psikologi Gestalt.

Teori ilmu jiwa mengajarkan bahwa kepribadian manusia merupakan satu

kebulatan antara potensi-potensi lahir batin bahkan juga jasmani dan

penampilannya, antara lain sebagai dikatakan oleh Garret:

“Dalam kenyataan, pengertian atau definisi kepribadian menurut para ahli

ilmu jiwa bukan hanya mencakup sifat (ciri, karakteristik) bagaimana

seseorang bertingkah laku dalam kehidupan dan situasi sehari-hari, melainkan

lebih ditekankan bersamaan dengan itu juga faktor-faktor jasmaniah,

penampilan, inteligensi, bakat, dan sifat karakteristik. Semuanya ini

menyumbang/mencerminkan, walaupun dalam derajat yang berbeda-beda

terhadap keseluruhan/totalitas kualitas seorang, yaitu bagi kesan orang lain

tentang dirinya.”

Kepribadian manusia ialah suatu perwujudan keseluruhan segi manusiawinya

yang unik, lahir-batin dan dalam antar hubungannnya dengan kehidupan sosial

dan individualnya. Kepribadian, di samping satu perwujudan setiap manusia

(yang dalam proses berkembang terus menerus), juga suatu kualitas dan integritas

yang diinginkan; yakni sebagai suatu derajat atau martabat manusia. Pengertian

demikian, tersirat dalam ungkapan “ia tidak mempunyai kepribadian”. Padahal

istilah dan konsepsi kepribadian, hanyalah suatu konsep kejiwaan yang belum

diberikan persyaratan dan predikat apa pun. Dengan perkataan lain, istilah

Page 4: Pendidikan Sepanjang Hayat

4

kepribadian dapat mengandung makna baik, ideal ataupun buruk, jahat, dan

sebagainya.

Membahas pendidikan manusia seutuhnya, sebenarnya adalah menganalisis

secara konsepsional apa dan bagaimana perwujudan manusia seutuhnya itu.

Konsepsi tradisional, seutuhnya (kebulatan) ialah kebulatan atau integritas antara

aspek jasmaniah dengan rohaniah; antara akal dengan keterampilan. Atau lebih

luas sedikit yakni konsepsi kebulatan (keseimbangan) antara 3 h’s: head (akal),

heart (hati-nurani) dan hand (keterampilan). Ada pula teori ilmu jiwa daya

(=faculty psychology dari Hebart) yang mengatakan bahwa daya jiwa seperti

ingatan, pikiran, perasaan, tanggapan dan sebagainya, saling berasosiasi.

Manusia seutuhnya sebagai satu konsepsi modern perlu kita analisis menurut

pandangan berdasarkan sistem nilai dan psikologi sosio-budaya Indonesia. Untuk

inilah pemikiran secara konsepsional perlu dirintis. Berdasarkan pikiran demikian

dapat diuraikan konsepsi manusia seutuhnya itu secara mendasar, yakni:

Keutuhan potensi subjek manusia sebagai subjek yang berkembang.

Keutuhan wawasan (orientasi) manusia sebagai subjek yang sadar nilai (yang

menghayati dan yakin akan cita-cita dan tujuan pendidikan).

Analisisnya adalah:

1) Konsepsi keutuhan potensi subjek manusia lahir-batin ialah satu kebulatan

yang utuh antara potensi-potensi hereditas (bawaan) dengan faktor-faktor

lingkungan (pendidikan, tata nilai dan antarhubungan). Potensi-potensi subjek

manusia secara universal mencakup tujuh potensi:

a. Potensi jasmaniah: fisik, badan yang sehat (normal);

b. Potensi pikir (akal, rasio, inteligensi, intelek);

c. Potensi rasa (perasaan, emosi) baik perasaan etis moral maupun perasaan

estetis;

d. Potensi karsa (kehendak, kemauan, keinginan, hasrat atau kecenderungan-

kecenderungan, nafsu; termasuk prakarsa);

e. Potensi cipta (daya cipta, kreativitas, fantasi, khayal dan imajinasi);

f. Potensi karya (kemampuan menghasilkan, kerja, amal sebagai tindak lanjut

dari a-e); dan

Page 5: Pendidikan Sepanjang Hayat

5

g. Potensi budi-nurani (kesadaran budi, hati-nurani, kata-hati, consciencia,

geweten, Gewessen, yang bersifat super rasional).

Ketujuh potensi ini merupakan potensi dan watak bawaan yang

potensial, artinya dalam proses berkembang dan tidak. Perkembangan atau

aktualitasnya itu akan menentukan kualitas pribadi seseorang. Inilah yang

dimaksud dengan istilah self-realization, atau self-actualization, yang menurut

istilah Indonesia dapat kita artikan realisasi kedirian, atau mandiri.

2) Konsepsi keutuhan wawancara (orientasi) manusia sebagai subjek yang sadar

nilai.

Tiap pribadi, terutama manusia yang dewasa dan berpendidikan wajar

mempunyai wawasan atas nlai-nilai dalam keidupan. Manusia sebagai subjek

nilai ialah pribadi yang menjunjung nilai. Artinya menghayati, meyakini dan

mengamalkan sistem nilai tertentu, baik secara sosial maupun secara pribadi

(individual). Bahkan sesungguhnya prestasi dan kualitas pribadi, amat

ditentukan oleh penghayatan dan pengamalan nilai-nilai yang berlaku dalam

lingkungan hidupnya.

Manusia bersikap, berpikir, bertindak dan bertingkah laku dipengaruhi oleh

wawasan dan orientasinya terhadap kehidupan dna nilai-nilai yang ada di

dalamnya. Wawasan yang dimaksud, mencakup:

a. Wawasan dunia dan akhirat: manusia yakin bahwa kehidupan di dunia akan

berakhir dengan kematian, dan pasti manusia mengalami kehidupan di akhirat.

Karena itu sikap dan tingkah lakunya diorientasikan bagi kehidupan yang baik

di akhirat;

b. Wawasan individual dan sosial, secara berkeseimbangan. Kecenderungan aku

(ego) yang berhadapan dengan realitas sosial (masyarakat, negara) mendorong

manusia untuk dapat hidup harmonis;

c. Wawasan jasmaniah dan rohaniah: kesadaran bahwa pribadi kita mempunyai

kebutuhan jasmaniah seperti kesehatan, makanan yang bergizi, olah raga,

rekreasi, istirahat, pakaian, dan sebagainya. Juga kesadaran adanya kebutuhan

rohaniah seperti menhayati nilai-nilai budaya: ilmu pengetahuan, kesenian,

sastra, filsafat, dan nilai keagamaan. Juga memberikan wawasan materiil dan

spiritual dalam kehidupan yang seimbang; dan

Page 6: Pendidikan Sepanjang Hayat

6

d. Wawasan masa lampau dan masa depan: kesadaran dimensi kesejahteraan,

masa lampau bangsa yang jaya dan penjajahan yang menimbulkan

penderitaan, kebodohan dan kemiskinan; semua keadaan ini memberikan

kesadaran cinta bagsa dan kemerdekaan, motivasi berjuang demi cita-cita

nasional, kesetiaan kepada bangsa, dan sebagainya.

Keempat wawasan ini akan memberikan aspirasi dan motivasi bagi

sikap dan tindakan seseorang menurut kadar kesadaran wawasannya masing-

masing. Seseorang berbuat atau tidak terhadap sesuatu hal, didasarkan atas

pertimbangan-pertimbangan yang bersumber pada ruang lingkup wawasan

tersebut. Misalnya, iri hati atau benci pada seseorang/golongan, biasanya

dengan mawas diri demi kehidupan rohani yang sehat (tulus, suci) dan demi

kehidupan di akhirat lebih baik, secara sadar kecenderungan itu kita buang.

Begitu juga penonjolan aku (ego) kita yang dapat melanggar kepentingan

bersama (masyarakat, negara), kita lakukan demi martabat kita di hadapan

kehidupan bersama itu dan demi kebenaran dan keadilan.

2. Dasar, Tujuan, dan Implikasinya

a. Dasar-dasar

Prinsip pendidikan manusia seutuhnya dan berlangsung seumur hidup

didasarkan atas berbagai landasan yang meliputi:

a) Dasar-dasar filosofis:

Secara filosofis (filsafat manusia) hakikat kodrat martabat manusia merupakan

kesatuan integrasi segi-segi/potensi-potensi (esensial):

(1) Manusia sebagai makhluk pribadi (individual being);

(2) Manusia sebagai makhluk sosial (social being); dan

(3) Manusia sebagai makhluk susila (moral being).

Ketiga esensial ini merupakan potensi-potensi dan kesadaran yang integral

(bulat dan utuh) yang dimiliki setiap manusia. Ketiganya menentukan

martabat dan kepribadian manusia. Artinya bagaimana individu itu

merealisasikan potensi-potensi tersebut secara optimal dan berkeseimbangan,

itulah wujud kepribadiannya. Mereka yang menonjol individu kualitasnya

(egonya) ialah pribadi yang individualistis atau egoistis; mereka yang

menonjolkan segi sosialnya ialah pribadi yang sosial (altruis atau pengabdi);

Page 7: Pendidikan Sepanjang Hayat

7

dan mereka yang menonjolkan segi moralitasnya dianggap sebagai pribadi

moralis. Sedangkan pribadi yang berkeseimbangan ialah yang dengan sadar

mengembangakan potensi-potensi itu secara wajar dan seimbang. Jika tidak

menonjolkan atau lebih mengutamakan salah satunya.

b) Dasar-dasar psikofisisnya

Yang dimaksud dasar-dasar psikofisis ialah dasar-dasar kejiwaan dan

kejasmanian manusia. Realitas psikofisis manusia menunjukan bahwa pribadi

manusia merupakan kesatuan antara:

(1) Potensi-potensi dan kesadaran rohaniah baik segi pikir, rasa, karsa, cipta,

maupun budi-nurani;

(2) Potensi-potensi dan kesadaran jasmaniah yakni jasmani yang sehat dengan

panca indra yang normal yang secara fisiologis bekerja sama dengan

sistem saraf dan kejiwaan; dan

(3) Potensi-potensi psikofisis ini juga berada di dalam suatu lingkungan

hidupnya baik alamiah (fisik) maupun sosial-budaya (manusia dan nilai-

nilai).

Ketiga kesadaran ini menampilkan watak dan kepribadian seseorang sebagai

suatu keutuhan.

c) Dasar-dasar sosiobudaya

Meskipun manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang merupakan bagian

dari umat manusia dan alam semesta, namun manusia Indonesia terbina oleh

tata-nilai sosio-budayanya sendiri. Inilah segi-segi sosiobudaya bangsa dan

sosio-psikologis manusia yang wajar diperhatikan oleh pendidikan. Tiap

warga negara dan tiap generasi bangsa Indonesia merupakan bagian dari tata

nilai dimaksud; mereka juga merupakan pewaris dan penerus tata nilai

tersebut. Kesadaran demikian akan berkembang jika manusia Indonesia

menyadari dan menghayati bahwa dirinya merupakan bagian yang bulat dari

rakyat/bangsa Indonesia dan kebudayaannya (sosiobudayanya).

Dimensi sosiobudaya bangsa itu mencakup:

(1) Tata nilai warisan budaya bangsa yang menjadi filsafat hidup rakyatnya

seperti nilai ketuhanan, kekeluargaan, musyawarah, mufakat, gotong

royong dan tenggang rasa (tepa selira);

Page 8: Pendidikan Sepanjang Hayat

8

(2) Nilai-nilai filsafat negaranya, yakni Pancasila;

(3) Nilai-nilai budaya dan tradisi bangsanya seperti bahasa nasional, adat

istiadat, unsur-unsur kesenian dan cita-cita yang berkembang; dan

(4) Tata kelembagaan dalam hidup kemasyarakatan dan kenegaraan baik yan

nonformal (paguyuban-paguyuban); maupun yang formal seperti

kelembagaan negara menurut Undang-Undang Dasar. Termasuk juga tata-

sosial ekonomi rakyat.

Pendidikan berkewajiban menanamkan kesadaran penghayatan untuk mampu

mengamalkan dan melestarikan tata nilai. Karena kelestarian tata nilai di atas

tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia Indonesia. Ini berarti generasi

muda wajib menyadari bahwa hidupnya ada di dalam dan untuk tata nilai

tersebut. Bahkan pendidikan merupakan usaha dan lembaga untuk mewariskan

dan melestarikan keseluruhan tata nilai sosio-budaya bangsanya, di samping

menguasai nilai-nilai ilmu pengetahuan dan teknologi.

b. Tujuan

Tujuan pendidikan manusia seutuhnya dan seumur hidup ialah:

a. Untuk mengembangkan potensi kepribadian manusia sesuai dengan kodrat dan

hakikatnya, yakni seluruh aspek pembawaannya seoptimal mungkin.

b. Berlangsung selama manusia hidup seirama dengan pertumbuhan kepribadian

manusia yang bersifat dinamis.

Penjelasan:

(1) Potensi jasmani (fisiologis dan panca indra) menurut ilmu kesehatan

memerlukan gizi dan berbagai vitamin termasuk udara yang bersih dan

lingkungan yang sehat sebagai prakondisi hidupnya. Jika kebutuhan

jasmaniah ini sebagian tidak tercukupi, maka tubuh orang yang

bersangkutan akan lemah; bahkan dapat sakit. Karena itulah ilmu

kesehatan dan ilmu ekonomi berusaha meningkatkan kesejahteraan

(jasmani) manusia.

(2) Potensi rohaniah (psikologis dan budi nurani) juga membutuhkan

“makanan”. Makanan rohaniah ini terutama kesadaran cinta kasih,

kesadaran kebutuhan/keagamaan, dan nilai-nilai budaya (ilmu

pengetahuan, sastra dan filsafat). Supaya kepribadian kita sehat dan

sejahtera (mental hygiene), di samping itu juga rohani kita harus tenang,

Page 9: Pendidikan Sepanjang Hayat

9

sabar, optimis, mempercayai orang lain, bahkan mencintai sesama

manusia, tidak iri hati, tidak menyimpan rasa benci atau dendam, dan

sebagainya. Hidup rohani ini pangkal kebahagiaan manusia.

Dengan keseimbangan tyang wajar hidup jasmani dan rohani kita itu, berarti kita

mengembangkan keduanya secara utuh sesuai dengan kodrati kebutuhannya, akan

dapa terwujud manusia seutuhnya. Sebaliknya ada kecenderungan kadang-kadang

tanpa disadari kita lebih mengutamakan hidup jasmani dan keduniawian. Hal ini

terbukti dengan kebiasaan hidup yang melupakan kebutuhan nilai-nilai rohaniah

tersebut di atas.

Menurut ilmu kesehatan (kedokteran) modern banyak penyakit disebabkan oleh

faktor-faktor nonfisis; yakni adanya segi-segi psikosomatik. Artinya sumber-sumber

atau sebab penyakit berasal dari segi-segi kejiwaan (psikologis, sosio ataupun

ekonomi). Misalnya, remaja yang putus cinta dan sebagainya. Tegasnya, tujuan

pendidikan manusia seutuhnya ialah mengembangkan potensi-potensi kodrati

manusia secara proporsional sesuai dengan martabat kepribadiannya.

c. Implikasi

Sebagai satu kebijakan yang mendasar dalam memandang hakikat pendidikan

manusia dapat kita jelaskan segi implikasi ini sebagai berikut:

a. Pengertian implikasi

Ialah akibat langsung atau konsekuensi dari suatu keputusan. Jadi, sesuatu

yang merupakan tindak lanjut dari suatu kebijakan atau keputusan.

b. Segi-segi implikasi dari konsepsi pendidikan manusia seutuhnya dan seumur

hidup

(1) Manusia seutuhnya sebagai subjek didik atau sasaran didik;

(2) Proses berlangsungnya pendidikan; yakni waktunya seumur hidup

manusia.

Karena itu lebih menekankan, tanggung jawab pendidikan:

- Oleh subjek didik sendiri (tidak terikat kepada pendidikan formal);

- Untuk mengembangkan diri sendiri sesuai dengan potensi-potensi dan

minatnya;

- Berlangsung selama ia mampu mengembangkan dirinya.

c. Materi didikannya

Page 10: Pendidikan Sepanjang Hayat

10

Dengan mengingat potensi-potensi manusia seutuhnya itu maka dapatlah

dikembangkan wujud manusia seutuhnya dengan membina dan

mengembangkan sikap hidup:

(1) Potensi jasmani dan panca indra:

Dengan mengembangkan sikap hidup: sehat, memelihara gizi makanan,

olahraga yang teratur, istirahat yang cukup, lingkungan hidup bersih;

(2) Potensi pikir (rasional):

Dengan mengembangkan kecerdasan, suka membaca, belajar ilmu

pengetahuan yang sesuai dengan minat, mengembangkan daya pikir yang

kritis dan objektif.

(3) Potensi perasaan

- Perasaan yang peka dan halus dalam segi moral dan kemanusiaan

(etika) dengan menghayati tata nilai Ketuhanan/keagamaan,

kemanusiaan, sosial budaya, filsafat;

- Perasaan estetika dengan mengembangkan minat kesenian dengan

berbagai seginya, sastra dan budaya.

(4) Potensi karsa atau kemauan yang keras dengan mengembangkan sikap

rajin belajar/bekerja, ulet, tabah menghadapi segala tantangan, berjiwa

perintis (kepeloporan), suka berprakarsa, termasuk hemat dan hidup

sederhana.

(5) Potensi cipta dengan mengembangkan daya kreasi dan imajinasi baik dari

segi konsepsi-konsepsi pengetahuan maupun seni-budaya (sastra, puisi,

lukisan, desain, model).

(6) Potensi karya; konsepsi dan imajinasi tidak cukup diciptakan sebagai

konsepsi; semuanya diharapkan dilaksanakan secara operasional. Inilah

tindakan, amal, atau karya yang nyata. Misalnya gagasan yang baik tidak

cukup dilontarkan; kita berkewajiban merintis penerapannya.

(7) Potensi budi-nurani: kesadaran keutuhan dan keagamaan, yakni keadaan

moral yang meningkatkan harkat dan martabat manusia menjadi manusia

yang berbudi luhur, atau insan kamil; ataupun manusia yang takwa

menurut konsepsi agama masing-masing.

3. Eksistensi Pendidikan Sepanjang Hayat

Page 11: Pendidikan Sepanjang Hayat

11

Pendidikan sepanjang hayat (life long education) dalam prakteknya, sudah

dilaksanakan oleh manusia sejak manusia ada di dunia ini. Namun secara

konsepsional life long education merupakan suatu konsep baru dalam pendidikan.

Secara konsepsional dan kesadaran akan segala konsekuensinya baru dirasakan dan

disadari pada dekade akhir enam puluhan.

Menurut konsep life long education, pendidikan tidak terbatas oleh ruang dan

waktu. Pendidikan akan selalu berlangsung dalam totalitas kehidupan, di dalam

keluarga, suku bangsa, melalui agama, mesjid, gereja, sekolah formal, organisasi-

organisasi kerja, organisasi pemuda dan organisasi masyarakat pada umumnya,

membaca buku, mendengarkan radio, memperhatikan televisi, dan sebagainya.

Pada abad ke-19, sekolah merupakan suatu lembaga formal yang diperuntukan

bagi anak-anak, yang harus taat pada disiplin dan ketentuan-ketentuan yang sangat

ketat dan kaku. Sekolah merupakan suatu keharusan dan dianggap sebagai penyebab

utama kemajuan masyarakat dan industri yang sangat cepat. Sekolah merupakan

tempat untuk menempa anak-anak yang dipersiapkan untuk hidup. Menurut Hummel

pada waktu itu kehidupan seseorang dibagi menjadi tiga periode yang terpisah satu

sama lain, yaitu: (1) sekolah dan belajar, (2) kehidupan yang aktif, dan (3) usia lanjut.

Di sekolah nasib seseorang itu ditentukan, dan yang dituangkan dalam angka-angka

yang ditulis pada secarik kertas. Keadaan inilah di beberapa negara di dunia ini, yang

merupakan dorongan besar dalam menuju pembaruan suatu sistem pendidikan. Dan

muncullah suatu konsep pendidikan sepanjang hayat (life long education).

a. Latar Belakang Historis

Pertumbuhan masyarakat industri di Eropa, khususnya di Inggris telah

menciptakan kebutuhan pendidikan yang baru, terutama di kalangan orang

dewasa. Pada tahun 1919, komite pendidikan orang dewasa, Kementerian

Pendidikan Kerajaan Inggris, dalam suatu laporannya menggambarkan pendidikan

orang dewasa merupakan sebagai suatu kebutuhan nasional yang tetap, dan

merupakan suatu aspek yang tak dapat dipisahkan dengan peradaban manusia.

Laporan tersebut menyimpulkan, bahwa kesempatan untuk pendidikan orang

dewasa (adult education) harus bersifat universal dan sepanjang hayat. Laporan

inilah yang merupakan pertanda lahirnya istilah pendidikan sepanjang hayat (life

long education).

Dewasa ini konsep pendidikan sepanjang hayat diterima di mana-mana.

Merupakan suatu prinsip dasar yang dijadikan titik tolak dalam pemikiran tentang

Page 12: Pendidikan Sepanjang Hayat

12

pendidikan, dan selalu berdiri di belakang setiap usaha reformasi (pembaruan)

pendidikan.

Konsep pendidikan sepanjang hayat, merupakan hasil kerjasama internasional.

Konsep tersebut merupakan hasil pemilihan bersama, dan tukar pendapat serta

pengalaman-pengalaman, antara pengajar, peneliti, dan administrator dari

berbagai negara, yang disponsori oleh UNESCO dan CCC ( Council for Cultural

Cooperation) yang didirikan oleh dewan Eropa.

Dalam bulan Desember 1965 Komite Internasional UNESCO

mempertimbangkan sebuah laporan yang dikemukakan oleh Paul Lengrand

mengenai konsep berkelanjutan dalam pendidikan, dan menganjurkan agar

UNESCO membenarkan asas-asas “pendidikan sepanjang hayat”. Yaitu suatu

prinsip dimana seluruh proses pendidikan dianggap sebagai suatu yang secara

terus menerus di dalam seluruh kehidupan seseorang dari semenjak kanak-kanak

sampai kepada akhir hayatnya, oleh karena itu diperlukan suatu pengelolaan

secara terpadu.

Dalam tahun1965 salah satu dewan CCC mendiskusikan pendidikan sepanjang

hayat dan menganjurkan bahwa masalah tersebut mesti dijadikan topik

pembicaraan dalam setiap diskusi. Pada tahun 1967 CCC memutuskan bahwa

pendidikan sepanjang hayat mesti dipertimbangetiap diskusi. Pada tahun 1967

CCC memutuskan bahwa pendidikan sepanjang hayat mesti dipertimbangkan

sebagai suatu “guide line” dalam seluruh pelaksanaan pendidikan.

Dalam tahun 1968 suatu konferensi yang diselenggarakan UNESCO

membatasi 12 tujuan yang menjadi sasaran pendidikan secara internasional

(laporannya diterbitkan tahun1970, sebagai persembahan kepada tahun pendidikan

internasional), di antaranya adalah: “pendidikan sepanjang hayat”.

Pada tahun 1971 CCC menutup tahap pengkonsepan pendidikan sepanjang

hayat, dan pada tahun 1972 asas-asas pendidikan sepanjang hayat dikukuhkan

dalam bentuk laporan komisi internasional dalam bidang pengembangan

pendidikan, yang ketahui oleh Hdgar Faure, dan diberi judul “Learning to be: the

world of education today and tomorrow”. Komisi ini menekankan ide yang

fundamental yaitu life long education dan learning society, pendidikan sepanjang

hayat dan masyarakat belajar.

b. Makna dari Konsep

Page 13: Pendidikan Sepanjang Hayat

13

Pendidikan sepanjang hayat melihat jauh ke depan, berusaha untuk mencetak

manusia baru, membawa sistem nilai, merupakan suatu proyek masyarakat yang

sangat besar. Pendidikan sepanjang hayat merupakan suatu sistem pendidikan

yang cocok bagi orang-orang yang hidup dalam dunia transformasi, dan di dalam

masyarakat yang saling mempengaruhi, yaitu masyarakat modern. Manusia

tersebut harus mampu menyesuaikan dirinya secara terus menerus dengan situasi-

situasi baru.

Pendidikan sepanjang hayat merupakan jawaban terhadap kritik-kritik yang

dilontarkan terhadap sekolah. Sistem sekolah tradisional mengalami kesukaran

dalam menyesuaikan diri dengan perubahan zaman yang sangat cepat dalam abad

terakhir ini, dan tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan atau tuntutan-

tuntutan manusia yang makin meningkat. Kebutuhan manusia yang makin

meningkat, aneka ragam pekerjaan serta turun naiknya kesempatan kerja yang

sangat cepat, memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap masalah-masalah

pendidikan.

Pendidikan di sekolah yang hanya terbatas kepada tingkat pendidikan dari

kanak-kanak sampai dewasa tidak akan memenuhi persyaratan-persyaratan yang

dibutuhkan dunia yang berkembang. Dunia yang selalu berubah ini membutuhkan

suatu sistem pendidikan yang fleksibel. Pendidika mesti tetap bergerak dan

mengenal inovasi secara terus menerus.

Menurut konsep “pendidikan sepanjang hayat”, kegiatan-kegiatan pendidikan

dianggap sebagai suatu keseluruhan, seluruh sektor pendidikan merupakan suatu

sistem yang terpadu. Konsep ini mesti disesuaikan dengan kenyataan serta

kebutuhan masyarakat yang bersangkutan. Maka dalam hal ini suatu bangsa yang

telah maju (industri) akan memiliki kebutuhan yang berbeda dengan masyarakat

di negara berkembang. Apabila sebagian besar masyarakat suatu bangsa masih

banyak buta huruf, maka pemberantasan buta huruf di kalangan orang dewasa

memegang peranan penting dalam sistem pendidikan sepanjang hayat. Namun di

negara industri yang telah maju pesat, masalah bagaimana cara mengisi waktu

senggang akan memegang peranan penting dalam sistem ini.

4. Konsekuensi Pendidikan

a. Cara Belajar

Page 14: Pendidikan Sepanjang Hayat

14

Di dalam situasi dunia dimana transformasi berjalan dengan cepatnya, begitu

pula perkembangan ilmu dan teknologi, maka pendidikan tidak lagi terbatas hanya

semata-mata kepada transformasi pengetahuan saja.

Dalam belajar membutuhkan suatu standar pendidikan yang lebih fleksibel,

lebih dinamis, dan lebih terbuka terhadap dunia dan lingkungan sekitarnya. Harus

lebih menekankan pembentukan individu daripada hanya belajar semata-mata.

Guru harus mampu membangkitkan motivasi, kemauan yang kuat serta

keingintahuan dalam diri siswa. Para siswa mesti belajar kerja, belajar

menemukan dan mencipta, mengenal teori-teori serta fakta-fakta. Murid tidak

pasif, melainkan harus berpartisipasi dalam proses belajar. Para siswa mesti

dipersiapkan untuk belajar sendiri, dan berlatih sendiri.

Dalam belajar mesti dikembangkan tiga prinsip yang mencakup “self

management”, “self evaluation”, dan “self judgement”. Para siswa harus mampu

membimbing dirinya sendiri. Harus mampu menilai kemampuan, kemajuan, serta

kegagalannya sendiri. Maka dengan ini, diharapkan apabila nanti telah dewasa ia

akan mampu membuat pilihan serta keputusan sendiri secara rasional.

Dalam sistem seperti disebutkan di atas, guru bukan hanya pengajar,

melainkan harus menjadi pendorong. Kelas-kelas yang tradisional yang hanya

mengandalkan “ceramah” harus mulai ditinggalkan. Kelas harus diganti dengan

kelompok-kelompok belajar. Di mana para siswa dapat bekerja bersama-sama dan

bekerja bersama guru. Siswa tidak lagi dibebani tugas menghafal, melainkan ia

harus mampu menggunakan seluruh media informasi, dari mulai perpustakaan,

radio, televisi, sampai kepada pemanfaatan komputer. Mereka mesti belajar

bersama-sama dengan teman dan gurunya, baik di sekolah maupun di luar

sekolah.

b. Model Pendidikan

Dalam hal ini Charles Hummel mengemukakan ada empat model (bentuk)

pendidikan menurut konsep pendidikan sepanjang hayat, yaitu:

(a) Pre-school education

Bentuk ini menduduki tempat yang penting di dalam sistem

pendidikan sepanjang hayat. Pre-school education merupakan metode yang

menentukan dalam sistem pendidikan sepanjang hayat dan merupakan tempat

yang paling efektif dalam pembentukan kepribadian anak yang demokratis.

Page 15: Pendidikan Sepanjang Hayat

15

Yang dikembangkan dalam periode ini ialah, pertama kebebasan

psikologis (psychological independence) dan kedua sosialisasi anak

(socialization of the child), yang dibiasakan dengan permainan, pergaulan

dengan teman sebayanya (peers) serta kegiatan-kegiatan kelompok.

(b) Basic School

Setelah periode pre-school education, dilanjutkan kepada basic school

yang disebut juga “basic course of studies”. Fase ini lalu dibandingkan

dengan struktur pendidikan di negara industri bersesuaian dengan fase

kewajiban belajar (compulsary education), yaitu antara usia 6-16 tahun, yang

meliputi primary school dan tingkat pertama secondary school.

Kalau di Indonesia setaraf dengan pendidikan di sekolah dasar dan

sekolah menengah tingkat pertama (SMTP). Di Indonesia tidak menggunakan

istilah basic school karena ini akan dikacaukan dengan sekolah dasar,

melainkan menggunakan pendidikan dasar (basic education).

Pada fase ini diberikan pengetahuan yang esensial sebagai dasar dan

bekal bagi pendidikan selanjutnya. Pengetahuan dasar itu mencakup

penguasaan bahasa tertentu (nasional dan asing), matematika, dasar-dasar

metode dan teknik berpikir ilmiah, pendidikan sosial dan kewarganegaraan,

serta pendidikan artistik.

Basic education (pendidikan dasar) merupakan syarat minimum dari

pengetahuan, sikap, nilai, dan pengalaman-pengalaman yang harus dimiliki

setiap individu. Pendidikan umum harus mampu mendorong individu untuk

mengembangkan potensialitasnya, kreativitasnya pikiran kritisnya, yang akan

bermanfaat bagi dirinya maupun bagi bangsanya.

Pendidikan dasar harus mendorong para pemuda agar:

(1) Berpartisipasi secara efektif dalam kegiatan kehidupan ekonomi

negaranya;

(2) Menyumbangkan pikirannya demi kesatuan bangsa, dalam kegiatan

politik, budaya dan sosial, sebagai suatu pengabdian terhadap

masyarakatnya; dan

(3) Untuk mengembangkan kepribadiannya.

Pendidikan dasar merupakan suatu paket minimal dari pendidikan

(minimum package of education), yang menurut Coombs, disebut “minimum

Page 16: Pendidikan Sepanjang Hayat

16

essential learning needs” atau kebutuhan belajar yang esensial dan minimum,

yang meliputi enam unsur, yaitu:

(1) Sikap positif terhadap kerjasama dan tolong menolong dalam keluarga dan

sesama manusia, terhadap pekerjaan masyarakat dan pembangunan

nasional, dan juga terhadap belajar yang tidak pernah selesai, serta

pengembangan nilai-nilai etis.

(2) Menguasai huruf dan angka secara fungsional, yang dapat dipergunakan

untuk:

a. Membaca dan mengerti surat kabar, siaran penyuluhan pertanian, dan

petunjuk;

b. Menulis surat yang dapat dibaca oleh pembacanya; dan

c. Dapat menghitung, mengukur tanah, gedung, menghitung ongkos dan

laba pertanian, dan sebagainya.

(3) Memiliki pandangan yang ilmiah serta mengerti proses alam sekelilingnya.

(4) Pengetahuan fungsional dan keterampilan berkeluarga, termasuk di

dalamnya: melingdungi kesehatan keluarga, keluarga berencana,

memelihara bayi dan anak, dan sebagainya.

(5) Pengetahuan fungsional serta keterampilan untuk mencari nafkah.

(6) Pengetahuan fungsional serta keterampilan agar mampu berpartisipasi

dalam masyarakat, termasuk pengetahuan tentang sejarah nasional,

ideologi, struktur pemerintahan serta fungsinya, pajak, hak-hak dan

kewajiban sebagai warga negara, dan sebagainya.

Namun Coombs sendiri mengakui bahwa kebutuhan belajar yang

minimum dan esensial tersebut tidak sama untuk setiap tempat. Hal ini karena

adanya perbedaan dalam faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan

sosial, ekonomi, dan politik, serta perbedaan tujuan akhir dari masyarakat

yang bersangkutan.

(c) Vocational education (pendidikan jabatan)

Pada tingkat terakhir basic school disediakan dua pilihan di mana

individu dapat memilih pelajaran yang akan membawanya ke tingkat

pendidikan yang lebih tinggi, atau kepada vocational training.

Page 17: Pendidikan Sepanjang Hayat

17

Pada vocational education ini (pendidikan yang mempersiapkan

pekerjaan atau jabatan tertentu), mesti dihindarkan suatu kekhususan yang

mendetail karena tidak mungkin sekolah mampu meramalkan kebutuhan

individu di masa yang akan datang dalam hubungannya dengan pekerjaan.

Program pendidikan harus memberikan pengetahuan kecerdasan praktis dan

mengembangkan sikap serta pengetahuan yang akan menolong individu

mengin praktis dan mengembangkan sikap serta pengetahuan yang akan

menolong individu mengingatkan kembali pengajaran yang telah lalu.

(d) Adult education (pendidikan orang dewasa)

Pendidikan orang dewasa merupakan kunci dari sistem pendidikan

sepanjang hayat, sehingga menduduki tempat yang paling penting (utama)

dalam sistem pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan orang dewasa mesti

dikembangkan secara maksimum dan berisikan program yang me“refreshing”

(penyegaran kembali yang diperoleh pada masa lampau) dan remedial

training. Dengan demikian akan dapat menolong mereka dalam menyesuaikan

diri dengan situasi-situasi pekerjaan yang baru, melibatkan diri dalam

kegiatan-kegiatan kultural, dan memanfaatkan waktu senggang seefisien

mungkin.

Selanjutnya yang perlu diketahui bahwa pendidikan sepanjang hayat

tidak berhenti setelah selesai sektor sekolah (pendidikan formal), karena kalau

demikian arti sesungguhnya dari pendidikan sepanjang hayat akan hilang.

Ciri khas pendidikan sepanjang hayat adalah tidak mengenal putus dan

istirahat, tetapi terus menerus dan terpadu, terutama antara tingkat sekolah dan

tingkat setelah sekolah, begitu juga antara sekolah dan pendidikan orang

dewasa. Sesuatu hal yang sangat penting lagi ialah, bahwa sekolah harus

membuka jalan ke arah dunia dewasa dan mempersiapkan anak-anak muda

untuk kehidupan di masa dewasanya, dalam hal ini pendidikan merupakan

bagian yang “intrinsik” dari dirinya.

5. Pembaruan Sistem Persekolahan

a. Sasaran

Dalam menentukan sasaran ada dua pendekatan, yaitu yang dikemukakan oleh

R.H. Dave, dan yang lainnya ialah pendekatan Bertrand Schvart sebagai ketua dari

CCC (Central for Cultural Cooperation).

Page 18: Pendidikan Sepanjang Hayat

18

Pendekatan yang dilakukan oleh Dave memusatkan kepada hal bagaimana

memulai suatu proses life long education dalam kehidupan seseorang, dalam

suatu rumusan yang ia sebut “enhancement of educability”. Maksudnya

bagaimana menjadikan seseorang supaya jadi manusia yang terdidik di seluruh

kehidupannya dan menerima pendidikan sebagai suatu dimensi yang merupakan

maha penting dalam hidupnya.

Sementara B. Schwartz tertarik akan dimensi “pendemokrasian pendidikan”

(democratization of education) yang dapat diperoleh melalui pendidikan

sepanjang hayat.

Ada empat sasaran dari sekolah sehubungan dengan asas pendidikan

sepanjang hayat, yaitu:

a) Sasaran pertama yang dikemukakan oleh Dave ialah kesadaran akan

kebutuhan pendidikan sepanjang hayat. Bagi Schwartz sasarannya ialah sikap

yang aktif terhadap pendidikan yang diarahkan dalam aktivitas kehidupan

sehari-hari.

b) Sasaran kedua yang dikemukakan oleh Dave, ialah peningkatan faktor

“educability”. Di pihak lain B. Schwartz menekankan pentingnya siswa

mengindividualkan tingkat pengetahuan dan pemahaman yang diperoleh.

c) Sasaran ketiga yang dikemukakan oleh Dave, dalam rumusan “exposure to

broad areas of learning”. Bagi Schwartz dan kelompoknya, menentang kaum

encylopedisme dari sekolah tradisional dan mencoba menggantinya dengan

mempelajari secara mendetail berbagai lapangan yang sangat terbatas, namun

dipelajari secara multidisipliner.

d) Sasaran yang keempat, keduanya (baik Dave maupun Schwartz)

menghubungkan pengalaman sekolah dengan pengalaman luar sekolah, atau

dengan kata lain mengintegrasikan situasi pendidikan yang berbeda.

Pengalaman-pengalaman yang terdapat dalam kedua sektor tersebut cenderung

saling menguatkan satu sama lainnya.

b. Isi Program

Silabus mesti fleksibel dan memuat dasar yang luas untuk belajar berikutnya.

Di sekolah dasar anak mesti mampu memperoleh bekal pengetahuan yang umum.

Mata pelajaran yang mesti ditanamkan ialah mata pelajaran yang instrumental dan

bahasa. Pengajaran mesti mulai dari pengetahuan yang khusus menuju ke arah

Page 19: Pendidikan Sepanjang Hayat

19

aspek-aspek disiplin yang struktural. Dengan kata lain murid mesti diberikan

landasan yang kuat, dan alat-alat yang diperlukan dalam studi berikutnya. Penting

sekali untuk menghubungkan pengalaman-pengalaman belajar dengan kehidupan

yang sesungguhnya dan lingkungan alam sekitar murid.

Masalah penting lainnya ialah berusaha menghubungkan belajar dengan kerja

praktis, yang merupakan suatu alat yang prinsipil untuk memperkaya

pengajarannya dan perkembangan kreativitasnya.

c. Metode dan Alat

Yang pertama perlu dikembangkan ialah kerja bebas (independent work).

Siswa mesti berdiri secara otonom dan percaya akan kemampuannya dalam

belajar sendiri. Seperti Dave mengemukakan “everyloaner should become his own

teacher.”

Selanjutnya mesti dikembangkan untuk belajar yang disebut “reciprocal

learning” (cara belajar saling memberi, tukar menukar pengalaman, atau

pengetahuan) sehingga murid dapat saling membantu dan saling mendorong satu

sama lain. Dalam kerja kelompok dibutuhkan bimbingan guru, sedangkan dengan

cara ini bimbingan guru mesti dikurangi secara bertahap seiring dengan

perkembangan dan kematangan murid itu sendiri.

Penggunaan hasil teknologi dalam pendidikan merupakan suatu keharusan,

supaya pendidikan berjalan secara efektif dan efisien. Penggunaan teknologi

tersebut tidak secara pasif melainkan juga secara aktif. Misalnya penting

mengetahui bagaimana menjalankan dan menguasai televisi, radio, cctv dan

sebagainya.

d. Proses Evaluasi

Tujuan evaluasi tidak lagi ditujukan sebagai proses pemilihan yang bisa

mengakibatkan pengulangan kelas dan kegagalan (bagi masyarakat hal ini adalah

mahal, sedangkan bagi individu akan menimbulkan frustasi), melainkan untuk

membimbing dan menolong anak didik ke arah kemajuan.

Evaluasi mesti mempunyai fungsi formatif. Dalam hal ini evaluasi mesti

fleksibel dan mesti dihubungkan dengan self evaluation, sehingga murid itu

sendiri akan berpartisipasi dalam membimbing dan mengarahkan dirinya sendiri.

Page 20: Pendidikan Sepanjang Hayat

20

Evaluasi yang baik didasarkan atas sistem kredit, dan dilakukan secara terus

menerus.

e. Struktur

Sekolah berdasarkan konsep pendidikan sepanjang hayat, tidak boleh

merupakan suatu lembaga yang terisolasi, yang terpisah dari lingkungan dan

masyarakatnya. Sekolah harus terpadu secara vertikal maupun secara horizontal.

Secara vertikal, sekolah harus merupakan suatu kesatuan dengan tingkat-tingkat

yang lainnya, baik di bawahnya maupun di atasnya. Misalnya SMP harus terpadu

dengan sekolah dasar maupun dengan SMA yang berada di atasnya. Sekolah harus

memberikan pendidikan dasar (basic education) terutama pada tingkat sekolah

dasar (tingkat permulaan), yang akan diperkaya pada tingkat pendidikan yang

lebih tinggi ataupun pada berbagai macam lembaga pendidikan setelah sekolah.

Integrasi secara horizontal dapat dilakukan dengan mendorong mobilitas di

antara tingkat-tingkat pendidikan, antara situasi-situasi dalam pendidikan, waktu

kerja dan waktu senggang, dan dengan mengintegrasikan pendidikan dengan

kehidupan pekerjaan.

6. Pendidikan Recurrent (Recurrent Education)

Recurrent education merupakan sistem yang terutama akan menyangkut

orang-orang dewasa dan mendapat tempat yang layak dalam konsep pendidikan

sepanjang hayat. Ide ini diperkirakan lahir di Swedia, di mana Komisi Pendidikan

Swedia yang didirikan tahun 1968 mengeluarkan suatu analisis tentang recurrent

education dengan titel (dalam bahasa Swedia): Higher education, its function and

structures (1969). Kemudian pada tahun yang sama (1969) Menteri Pendidikan

Swedia Olof Palme mengemukakan asas-asas recurrent education dalam Konferensi

Menteri-Menteri Pendidikan Eropa di Versailles.

Para ahli mengemukakan pandangan-pandangan yang berbeda tentang

recurrent education ini, namun pada prinsipnya dapat dikemukakan sebagai berikut:

Recurrent education adalah untuk memperkenalkan suatu sistem “sandwich”, dengan

sistem tersebut setiap individu akan memiliki kesempatan untuk melanjutkan kembali

belajar atau pendidikannya dengan sistem ini yang akan mengubah waktu kerja atau

waktu senggang dengan waktu/periode pendidikan seumur hidup (OCED dan Stoikov,

olahan, Hummel, 1977).

Page 21: Pendidikan Sepanjang Hayat

21

Dengan sistem tradisional seorang siswa yang belajarnya terhambat karena

berbagai alasan, akan mendapat kesukaran-kesukaran untuk melanjutkan belajarnya,

seperti seseorang yang loncat dari kereta api yang sedang laju, maka akan sulit untuk

menaikinya kembali. Dengan recurrent education hal tersebut dapat diatasi dengan

mudah.

Ada beberapa alasan yang mendorong penerimaan terhadap recurrent

education, diantaranya:

1) Prinsip keadilan-persamaan (equity). Dengan memberikan kesempatan yang kedua

atau ketiga kalinya untuk belajar, tidak disangkal lagi sistem ini dapat

memberikan sumbangan yang efektif bagi keadilan dan persamaan dalam

pendidikan.

2) Sistem ini juga dapat menciptakan ikatan yang lebih erat antara pendidikan

dengan dunia kerja. Mendorong generasi muda untuk memasuki dunia aktif

secepatnya (dunia aktif-periode kerja) dan memungkinkan pendidikan untuk dapat

menyesuaikan dengan berbagai lapangan kerja.

a. Contoh Recurrent Education

Di Yugoslavia, di beberapa fakultas negeri diperkenalkan sistem diploma.

Program empat tahun dibagi menjadi empat bagian yang masing-masing

mengarahkan kepada pencapaian diploma.

Di Indonesia juga sejak tahun 1979 sudah diperkenalkan dan dilaksanakan

sistem diploma di perguruan tinggi. Perguruan tinggi di samping

menyelenggarakan program gelar, yaitu program S1, S2, dan program S3, juga

menyelenggarakan program D1 (Diploma satu), D2, dan D3, dengan

menggunakan sistem kredit. Seseorang yang sudah menyelesaikan program D1

(Diploma satu), yang lamanya satu tahun, ia dapat bekerja dahulu, kemudian bisa

masuk lagi ke D2, dan seterusnya ke D3. Bahkan mereka yang mendapatkan

program D3 (Diploma tiga), dengan alih kredit setelah mendapatkan penilaian dari

pimpina universitas dapat melanjutkan ke program S1 (sarjana satu-program

gelar).

Di RRC, mereka yang telah tamat sekolah menengah atas harus bekerja

terlebih dahulu sekurang-kurangnya selama dua tahun. Setelah itu, ia dapat

melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi.

Page 22: Pendidikan Sepanjang Hayat

22

Di negara-negara Eropa Timur ada program “Part Time study”. Program ini

merupakan bagian penting dalam pendidikan tinggi dan menengah, yang terutama

diperuntukkan bagi para pekerja. Dalam program ada yang menyelenggarakan

sekolah malam (high course); belajar dengan surat menyurat; belajar luaran (out

side study). Dalam studi luaran murid-murid atau para mahasiswa tidak

mempunyai hubungan dengan sekolah-sekolah atau universitas, kecuali pada

waktu memilih atau mengambil program dan melaksanakan ujian.

b. Kritik terhadap Recurrent Education

Mark Blaug dan Vladimir Stoikov memberikan kritik dan evaluasi terhadap

recurrent education, terutama keefektifan dari segi ekonomi dan sistem. Mereka

memperingatkan agar hati-hati untuk melaksanakan recurrent education.

Dipandang dari sudut ekonomi, penangguhan atau perpanjangan (lebih dari

lima tahun) suatu studi bukan merupakan suatu prosedur yang sehat. Mark Blaug

juga meragukan tentang kemungkinan berkurangnya ketidaksamaan dan

ketidakadilan dengan diselenggarakannya recurrent education itu. Karena

pengalaman menunjukan bahwa orang-orang yang telah mencapai suatu tingkat

yang tinggi akan jauh berbeda di tingkat rendah. Maka dengan sistem ini

ketidaksamaan dan ketidakadilan dalam pendidikan menurut Blaug akan semakin

jelas.

Bahaya lain dari recurrent education ini, sama halnya seperti pendidikan

sepanjang hayat secara keseluruhan. Dalam hal ini akan meningkatkan

sekelompok orang kepada suatu tingkat teratas secara terus menerus yang

akhirnya akan mengarah kepada tingkat sosial dan tingkat pendidikan yang lebih

tinggi. Akibat yang lebih jauh ialah bahwa suatu kesenjangan sosial maupun

pendidikan akan tetap makin melebar. Padahal sasaran utama pendidikan

sepanjang hayat tersebut justru untuk mengurangi bahkan kalau mungkin

menghilangkan kesenjangan tersebut.

Vladimir Stoikov menyimpulkan studinya tentang recurrent education sebagai

berikut: “Jika tidak dimulai dengan perencanaan dan persiapan yang matang,

recurrent education itu hanya akan menjadikan seluruh sistem pendidikan

manjadi lebih susah diatur daripada sebelumnya.”

7. Peranan Media Komunikasi Massa

Page 23: Pendidikan Sepanjang Hayat

23

Pendidikan sepanjang hayat berusaha menghilangkan rintangan-rintangan

sektor pendidikan yang beraneka ragam dan mencoba mengintegrasikan sistem yang

beraneka ragam tersebut, untuk mencapai suatu sasaran yang sama, tujuan yang akan

dicapai oleh masyarakat/bangsa yang bersangkutan dalam usaha pembangunannya. Di

samping itu pula pendidikan sepanjang hayat berusaha membebaskan seseorang atau

warga masyarakat dari tekanan struktur pendidikan yang ketat. Untuk mencapai

sasaran tersebut kiranya pendidikan sangat perlu untuk mencari dan menggunakan

teknik-teknik serta alat-alat baru, yang memungkinkan dapat menjangkau sasarannya

secara cepat dan tepat.

Untuk menjawab tantangan di atas, kiranya media komunikasi massa, akan

mampu diandalkan untuk memenuhinya. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan

apabila media komunikasi massa dipergunakan secara meluas dalam menunjang

kegiatan-kegiatan pendidikan yang berasaskan pendidikan sepanjang hayat.

Di bawah ini beberapa contoh, di mana media komunikasi massa memegang

peranan yang sangat penting dalam pelaksanaan pendidikan sepanjang hayat.

1) Di Inggris sejak tahun 1970 diperkenalkan Universitas Terbuka (Open

University). Dari namanya saja kita dapat menduga bahwa lembaga tersebut

terbuka bagi siapa saja, dengan suatu syarat sudah mencapai usia minimal 21

tahun. Program universitas terbuka ini hanya sampai tingkat sarjana muda

(bachelor), dan memperoleh ijazah.

2) Di negara Pantai Gading (Afrika), televisi sering dipergunakan di sekolah-

sekolah, di mana seluruh sistem pendidikan di transformasikan lewat televisi,

sehingga sekolah harus dilengkapi dengan pesawat televisi.

3) Radio dan televisi memegang peranan yang sangat penting dalam pelaksanaan

pendidikan luar sekolah, khususnya pendidikan orang dewasa. Radio akan

memberi pelayanan terhadap penduduk di pedesaan dalam meningkatkan

pengetahuan, keterampilan dasar (kebutuhan dasar yang minimum menurut

Coombs), dan memberi dorongan untuk ikut serta secara aktif dalam usaha

pembangunan bangsanya.

Diseluruh dunia dewasa ini kira-kira 400 program siaran pedesaan yang ditujukan

kepada para petani dan produser-produser primer lainnya. Di beberapa negara

terdapat juga kelompok-kelompok pendengar radio, yang diorganisasi terdiri dari

Page 24: Pendidikan Sepanjang Hayat

24

kira-kira 30 orang anggota (di Indonesia sudah dirintis sejak tahun 1968). Sistem ini

banyak diterapkan di banyak negara-negara Afrika.

Di Indonesia dewasa ini, bukan hanya radio, televisi pun sudah mulai menjangkau

pedesaan, terutama setelah listrik masuk desa. Bukan hanya radio yang sudah menjadi

milik rakyat, televisi pun kiranya sudah menjadi milik rakyat, dalam arti rakyat sudah

dapat menikmati siaran televisi. Sehingga untuk menjalankan asas pendidikan

sepanjang hayat tidak akan menghadapi kesulitan yang serius kalau dilihat dari sudut

media komunikasi. Terutama dalam mendorong warga masyarakat untuk belajar

secara terus-menerus.