pendidikan non formal sebagai upaya peningkatan ekonomi anak

120
Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak Jalanan Oleh Yayasan Pesantren Islam Boarding School of Cipete (YPI BSC) Al-Futuwwah, Cipete Utara, Jakarta Selatan Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos. I) Oleh Mursalih NIM 101054022778 Dibawah Bimbingan Dra. Rini Laili Prihatini, M. Si . NIP 150 275 288 JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2008

Upload: voanh

Post on 21-Jan-2017

227 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

Jalanan Oleh Yayasan Pesantren Islam Boarding School of Cipete (YPI

BSC) Al-Futuwwah, Cipete Utara, Jakarta Selatan

Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos. I)

Oleh

Mursalih

NIM 101054022778

Dibawah Bimbingan

Dra. Rini Laili Prihatini, M. Si.

NIP 150 275 288

JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2008

Page 2: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

Pendidikan Non Formal Sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

Jalanan Oleh Yayasan Pesantren Islam (YPI) BSC Al-Futuwwah,

Cipete, Jakarta Selatan

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos. I)

Oleh

MURSALIH

NIM 101054022778

JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2008

Page 3: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul Pendidikan Non Formal Sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

Jalanan Oleh Yayasan Pesantren Islam Boarding School of Cipete ( YPI BSC ) Al-

Futuwwah, Cipete Utara, Jakarta Selatan telah diujikan dalam sidang munaqasyah

Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 01 Desember

2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial

Islam (S.Sos.I) pada Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam.

Jakarta, 01 Desember 2008

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Drs. H. Mahmud Jalal, MA Wati Nilamsari, M. Si

NIP 150 202 342 NIP 150 293 223

Anggota,

Penguji I Penguji II

Dr. Ilyas Ismail, MA Dra. Mahmudah Fitriyah ZA, M. Pd

NIP 150 286 373 NIP 150 282 125

Pembimbing,

Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si

NIP 150 275 288

Page 4: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................. iv

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ........................................ 7

C. Tujuan Penelitian.................................................................... 8

D. Manfaat Penelitian.................................................................. 8

E. Sistematika Penulisan ............................................................. 9

BAB II KERANGKA TEORI

A. Pemberdayaan Masyarakat ..................................................... 11

1. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat .............................. 11

2. Proses Pemberdayaan ....................................................... 13

3. Strategi Pemberdayaan ..................................................... 14

4. Tujuan-tujuan Pemberdayaan ........................................... 17

B. Pendidikan Non Formal.......................................................... 19

1. Azas Pendidikan Non Formal ........................................... 19

2. Tugas – tugas Pendidikan Non Formal ............................. 21

3. Sifat – sifat Pendidikan Non Formal ................................. 21

4. Syarat – syarat Pendidikan Non Formal ............................ 22

C. Lembaga Swadaya Masyarakat............................................... 23

1. Pengertian Lembaga Swadaya Masyarakat........................ 23

Page 5: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

2. Sejarah Lahirnya Lembaga Swadaya Masyarakat.............. 26

3. Karakteristik dan Ciri-ciri Lembaga Swadaya Masyarakat 28

4. Klasifikasi Lembaga Swadaya Masyarakat ....................... 29

D. Ekonomi................................................................................. 32

1. Pengertian Ekonomi ......................................................... 32

2. Masalah Pokok Dalam Perekonomian............................... 33

3. Penanggulangan Kemiskinan ............................................ 34

4. Mengembangkan Perekonomian Berbasis Kemasyarakatan

36

E. Anak Jalanan .......................................................................... 38

1. Pengertian Anak Jalanan................................................... 38

2. Kategori Anak Jalanan...................................................... 39

3. Faktor dan Sebab-sebab Lahirnya Anak Jalanan ............... 41

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian .................................................................... 43

B. Model dan Desain Penelitian................................................... 44

C. Penetapan Subyek Penelitian .................................................. 44

D. Tehnik Pengambilan Data ....................................................... 45

E. Sumber Data........................................................................... 46

F. Fokus Penelitian ..................................................................... 46

G. Analisa Data ........................................................................... 47

BAB IV TEMUAN LAPANGAN

A. Temuan Lapangan atau Gambaran Umum YPI BCS Al-Futuwwah

............................................................................................... 49

1. Latar Belakang berdirinya YPI BCS Al-Futuwwah........... 49

Page 6: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

2. Letak Geografis ................................................................ 56

3. Visi dan Misi YPI BCS Al-Futuwwah .............................. 57

4. Program Pendidikan Non Formal...................................... 58

5. Struktur Organisasi YPI BCS Al-Futuwwah ..................... 62

B. Analisa Data Lapangan ........................................................... 65

1. Pelaksanaan Program Pendidikan Non Formal oleh YPI BCS Al-

Futuwwah ......................................................................... 65

2. Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Program Pendidikan

Non Formal....................................................................... 80

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ............................................................................ 85

B. Saran ...................................................................................... 87

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 7: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

BAB I

A. Latar Belakang Masalah

Perubahan-perubahan sosial yang serba cepat sebagai dampak kensekuensi

modernisasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) mempunyai

dampak pada kehidupan masyarakat. Perubahan sosial tersebut telah

mempengaruhi masyarakat. Tidak semua anggota masyarakat mampu beradaptasi

dengan perubahan-perubahan tersebut yang pada gilirannya menimbulkan

masalah-masalah sosial.

Diantara masalah–masalah sosial yang terjadi sebagai dampak dari

perubahan sosial yaitu kehadiran anak jalanan yang pada umumnya tidak terdidik

dan tanpa keahlian tertentu. Pusat-pusat keramaian tidak luput dari anak jalanan,

mereka menjamur memenuhi jalan atau tempat-tempat strategis yang banyak

dikunjungi masyarakat seperti mal, swalayan, perempatan jalan, tempat ibadah dan

lain-lain.

Fenomena anak jalanan, khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta

hampir sama dengan fenomena pelacuran, pengangguran dan pengemis yang

tumbuh subur bak jamur dimusim hujan terutama setelah Negara kita dilanda krisis

ekonomi sejak penghujung 1998. Terkait dengan masalah kemiskinan, terlepas

kemiskinan kultural maupun kemiskinan struktural, yaitu masalah keterbelakangan

dalam pendidikan terutama di Negara-negara berkembang seperti Indonesia.

Anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya

untuk mencari nafkah dan atau berkeliaran di jalanan atau tempat-tempat umum

Page 8: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

lainnya.1 Anak jalanan cenderung lepas dari pembinaan keluarga, sekolah dan

pemerintah sebagai lembaga yang bertanggung jawab penuh terhadap pertumbuhan

dan perkembangan mereka. Tanpa disadari munculnya anak jalanan menimbulkan

berbagai masalah seperti:

1. Mengganggu ketertiban dan keamanan orang lain.

2. Dapat membahayakan keselamatan diri anak itu sendiri.

3. Memberi peluang untuk terjadinya tindak kekerasan.

4. Memberikan kesan yang kurang menguntungkan pada keberhasilan

usaha pembangunan khususnya pembangunan dibidang pada

kesejahteraan sosial.2

Di jalanan mereka berinteraksi dengan nilai dan norma yang jauh berbeda

dengan apa yang ada di lingkungan keluarga dan sekolah. Keberadaan yang tidak

menentu tersebut pada akhirnya sangat potensial untuk melakukan tindakan

kriminal, mengganggu lalu lintas, membuat bising penumpang, mengganggu

pemandangan dan keindahan taman. Mereka berkerja apa saja asal menghasilkan

uang, seperti pengamen jalanan, tukang koran, semir sepatu, ojek payung sampai

pada pemulung.

Dengan penghasilan jauh dari standar umum minimal, keberadaan mereka

telah menimbulkan persoalan lain dalam bentuk tidak adanya tempat tinggal

karena biaya kost rumah yang tidak mungkin mereka dapat untuk membayarnya,

ini dikarenakan mereka tidak mempunyai skill atau keterampilan serta

1 J. Soetomo, Petunjuk Teknis: (Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan untuk Pembinaan Kesejahteraan Anak Jalanandi 12 Provinsi, (Jakarta: Dep Sos RI, 1999), h. iii

2 Makmur Sanusi, Anak Jalanan, Permasalahan dan Rencana Penanganannya, Dalam Majalah

Penyuluhan Sosial, (Jakarta: Edisi Khusus Hari Anak Jalanan, 23 Juli 1997), h. 24

Page 9: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

produktivitas kerja yang tinggi yang dapat diharapkan untuk dapat memenuhi

kebutuhan hidup yang layak.

Oleh karenanya harus ada keinginan yang kuat untuk mengembangkan sisi

positifnya yaitu mereka mempunyai semangat kerja yang tinggi untuk berkerja

tetapi produktivitas mereka rendah, maka dengan berbagai pembinaan mental,

spiritual dan skill atau keterampilan yang pada akhirnya mereka dapat hidup layak

walaupun dengan tingkat pendidikan yang rendah tetapi mereka mempunyai

motivasi dan produktivitas yang tinggi.

Sesuai dengan firman Allah yang dijelaskan dalam Al-qur’an bahwa nasib

seseorang pada hakikatnya adalah tergantung pada orang itu sendiri (sesuai dengan

do’a dan usahanya).

� ���� ��� � � ������� ��� ��������

����� !"� ������� ���

�#%&'()*"+��

Artinya: Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum

sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (Q.

S. Ar – Ra’du: 11).3

Dalam rangka memenuhi kabutuhan hidup dan merbah nasib atau keadaan

maka setiap manusia diwajibkan untuk berusaha atau bekerja. Allah SWT telah

memerintahkan kepada setiap hamba-Nya untuk selalu berusaha dan berdo’a,

karena perubahan nasib seseorang tergantung dengan apa yang mereka usahakan.

Motivasi kerja yang tinggi pada kahirnya akan menimbulkan produktivitas kerja

yang tinggi adalah merupakan hal yang fitrah dalam diri manusia yang telah

diputuskan oleh kebutuhan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Islam

mempertajam, mempersiapkan dan mendorong kemauan manusia ini agar tercapai

kebutuhan yang ingin dicapai oleh manusia.

3 Al – Qur’an dan Terjemah (Ayat pojok bergaris), Departemen Agama RI, Th. 1998 h. 199

Page 10: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

,-./0" !�.1�☺3�� 40 5�67�8 9��

��:�;10<⌧> ?�@.��B0C0"

�D��EF�G�☺HI�0" ! J�"KL0 :M�B0"

�N;O�� �P�1Q�� �1HR��HI�

S�TQU%VWI�0" �:��X� Y�Z�R�8

��☺�� G�:[E:\ �D�.1�☺G.� Artinya: Dan katakanlah: “ Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya

serta oran-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dankamu akan

dikembalikan kepada Allah yang mengetahui akan yang ghaib dan yang

nyata, lalu diberitakanya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan. (Q. S. At – Taubah: 105).4

Dari ayat di atas dapat dijadikan sebagai salah satu dasar dalam motivasi

kerja kepada seluruh umat manusia, agar manusia dapat menghasilkan sesuatu

sesuai dengan apa yang diinginkannya karena hanya dengan produktivitas yang

tinggi semua keinginan dapat diraih dan menghindari dari sifat bermalas-malasan

dan berpangku tangan kepada uluran orang lain.

Dalam rangka merealisasikan keinginan di atas perlu adanya lembaga yang

menangani dan mempunyai perhatian terhadap masalah tersebut. Dalam hal ini

adanya lembaga-lembaga yang dapat menanganinya adalah lembaga swadaya

masyarakat atau lebih dikenal dengan nama LSM. Pada umumnya LSM

mempunyai konsep dalam hal pemberdayaan anak jalanan. Konsep tersebut secara

tidak langsung adalah merupakan konsep pengembangan masyarakat yang pada

prinsipnya adalah merupakan suatu gerakan yang dirancang untuk meningkatkan

taraf hidup keseluruhan komunitas melalui partisipasi aktif dan jika

memungkinkan berdasarkan inisiatif masyarakat. Hal ini meliputi berbagai

kegiatan pembangunan ditingkat distrik, baik dilakukan oleh pemerintah maupun

lembaga-lembaga non pemerintah, pengembangan masyarakat harus dilakukan

4 Ibid, h. 162

Page 11: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

melalui gerakan-gerakan yang kooperatif dan harus berhubungan dengan

pemerintah lokal terdekat.5

Dalam upaya pemberdayaan masyarakat dalam hal ini anak jalanan yang

diarahkan pada produktivitas kerja Didik J Rachbini mengemukakan bahwa

“dalam pandangan mengenai sumber daya manusia, konteks yang diberdayakan

bukan soal kuantitatifnya, melainkan kualitatifnya. Setiap usaha untuk membangun

sumber daya manusia juga akan selalu dikaitkan dengan pengembangan

kualitatifnya”.6 Senada dengan hal tersebut, Horison dan Myers mengemukakan

bahwa, pemberdayaan adalah suatu proses peningkatan pengetahuan manusia,

keahlian dan keterampilan dan semua orang yang berada dalam lingkungan

masyarakat.7

Berbicara masalah pemberdayaan anak jalanan, Yayasan Pesantren Islam

Boarding School of Cipete (YPI BSC) Al-Futuwwah) adalah salah satu dari sekian

banyak LSM atau lembaga sosial yang mempunyai konsep atau orientasi program

dalam hal pemberdayaan anak jalanan yang dikemas dalam pendidikan non formal,

khususnya untuk meningkatkan produkivitas kerja yang mengarah pada

peningkatan taraf ekonomi mereka. Hal tersebut dapat meringankan beban hidup

mereka dan dapat hidup mandiri. Hal ini sejalan dengan GBHN 1988 yang

menjelaskan bahwa pembangunan di daerah perlu didorong peningkatan partisipasi

msyarakat, termasuk peranan LSM.8

5 Isbandi Rukminto Adi, Pembangunan Masyarakat dan Intervensi Komunitas Pengantar Pada

Pemikiran dan Pendidikan Praktis. (Jakarta: Fakultas Ekonomi UI, 2001), Cet ke I, h. 135 6 Didik J. Rachbini, Pengembangan Ekonomi dan Sumber Daya Manusia, (Jakarta: PT. Grafindo,

2001), Cet ke I h. 131. 7 Soekidjo Noto Atmojo, Pengembangan Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998) cet

ke 2 h.1 8 Drs. Sudjatmo, Semangat Kerjasama dan Keterbukaan Itu Perlu, (LP3S: Prisma no. 4, 1998), h.

57

Page 12: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

Ada beberapa hal yang menjadi alasan pengambilan YPI BSC Al–

Futuwwah sebagai objek penelitian adalah. Pertama, untuk menjawab

permasalahan–permasalahan di atas diantaranya yaitu rendahnya produktivitas

kerja anak jalanan. Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik dengan pola

pemberdayaan anak jalanan yang diprioritaskan untuk meningkatkan taraf ekonomi

anak jalanan yang dikemas dalam program pendidikan non formal yang dilakukan

oleh YPI BSC Al-Futuwwah. Adapun program-programnya seperti pembelajaran

komputer, pemberantasan buta huruf, menyablon, berwira usaha dan keterampilan–

keterampilan lainnya. Jika dipandang bahwa anak didik mereka sudah siap untuk

bekerja maka YPI BSC Al-Futuwwah siap untuk menyalurkan ke berbagai bidang

pekerjaan, ini dikarenakan sudah terjalinnya hubungan kerja sama antara YPI BSC

Al-Futuwwah dengan beberapa perusahaa dan juga memberikan modal usaha bagi

anak didik yang ingin berwirausaha.

Kedua, selain itu YPI BSC Al–Futuwwah adalah lembaga yang menerima

bantuan tetapi menolak adanya intervensi dari pihak donatur dalam pengambilan

kebijakan mengenai pelaksanaan program pemberdayaan anak jalanan.

Ketiga, YPI BSC Al-Futuwwah dalam upaya peningkatan kadar keimanan

anak jalanan, YPI BSC Al-Futuwwah mempunyai beberapa program religi,

diantaranya majlis dzikir yang dilaksanakan setiap malam minggu, pengajian

malam kamis yaitu pengajian al-qur’an dan tajwid serta qiyamul lail dan

muhasabah.9

Berdasarkan pada ajaran agama Islam yang mengajarkan bahwa manusia

harus berusaha dengan tangan sendiri dan tidak selalu bergantung pada pemberian

9 Wawancara pribadi dengan M. Sanwani Naim (Pimpinan Yayasan Pesantren Islam BSC Al –

Futuwwah), Jakarta Januari 2006

Page 13: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

orang lain, maka lembaga ini cukup berhasil dalam membina anak jalanan menjadi

tenaga terampil yang terdidik dengan menciptakan unit–unit usaha mandiri sebagai

profesi, karena anak–anak tidak mungkin terus - menerus hidup di jalanan.

Berangkat dari permasalahan di atas, penulis tertarik untuk meneliti

lembaga tersebut dengan berbagai program pendidikan non formal yang ada di

lembaga tersebut, maka dalam penelitian ini mengambil judul “Pendidikan Non

Formal Sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak Jalanan Oleh Yayasan

Pesantren Islam Boarding School of Cipete (YPI BSC) Al-Futuwwah, Cipete,

Jakarta Selatan”.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Pembatasan program YPI BSC Al-Futuwwah sangatlah luas, maka peneliti

membatasi masalah ini pada peraan yang dilakukan oleh YPI BSC Al – Futuwwah

dalam menjalankan program pendidikan non formal dalam meningkatkan ekonomi

anak jalanan. Adapun perumusan masalah penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah pelaksanaan program pendidikan non formal dalam upaya

peningkatan taraf ekonomi anak jalanan yang dilaksanakan oleh YPI BSC Al-

Futuwwah?

2. Faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat keberhasilan dan kegagalan dalam

pelaksanaan program yang dilakukan oleh YPI BSC Al–Futuwwah?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pembatasan dan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari

penelitian ini adalah sebagai berikut:

Page 14: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

1. Untuk mengetahui dan menganalisis pelaksanaan program pendidikan non

formal bagi anak jalanan sebagai upaya peningkatan taraf ekonomi anak

jalanan yang dilaksanakan oleh YPI BSC Al -Futuwwah.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis tingkat keberhasilan dan kegagalan

dalam pelaksanaan program yang dilaksanakan oleh YPI BSC Al-Futuwwah.

D. Manfaat Penelitian

1. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan diharapkan penelitian ini dapat

menjadi tambahan referensi dan peningkatan wawasan akademis dalam bidang

pengembangan masyarakat Islam serta kersejahteraan sosial khususnya yang

terkait dengan pemberdayaan anak jalanan.

2. Penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan masukan bagi LSM-LSM

atau Yayasan, khususnya YPI BSC Al-Futuwwah dalam merancang dan

memperbaiki program pemberdayaan anak jalanan yang sedang berjalan untuk

kedepan yang lebih baik.

3. Selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat diketahui masyarakat umum,

baik masyarakat yang ada disekitar YPI BSC Al-Futuwwah ataupun berbagai

kalangan yang tertarik dan peduli terhadap anak jalanan guna memberikan

kontribusi baik moriil maupun materil guna terlaksananya program tersebut.

E. Sistematika Penulisan

BAB I : Pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, pembatasan dan rumusan

masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II : Kerangka teori yang menjelaskan tentang pemberdayaan masyarakat,

pendidikan non formal, lembaga swadaya masyarakat dan anak jalanan.

Penjelasan tentang pemberdayaan meliputi pengertian pemberdayaan

Page 15: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

masyarakat, proses pemberdayaan, strategi pemberdayaan dan tujuan-tujuan

pemberdayaan. Penjelasan tentang pendidikan non formal meliputi azas

pendidikan non formal, tugas-tugas pendidikan non formal, sifat-sifat

pendidikan non formal dan syarat-syarat pendidikan non formal. Sementara

penjelasan tentang lembaga swadaya masyarakat meliputi pengertian lembaga

swadaya masyarakat, sejarah lahirnya LSM, karakteristik dan cirri-ciri LSM

dan klasifikasi lembaga swadaya masyarakat. Penjelasan tentang ekonomi

meliputi pengertian ekonomi, masalah pokok dalam perekonomian,

penanggulangan kemiskinan dan mengembangkan perekonomian berbasis

kemasyarakatan Dan tentang anak jalanan meliputi pengertian anak jalanan,

kategori anak jalanan dan faktor dan sebab-sebab lahirnya anak jalanan.

BAB III : Metodologi penelitian yang meliputi lokasi penelitian, model dan desain

penelitian, penetapan subyek penelitian, teknik pengambilan data, sumber

data, definisi operasional, fokus penelitian dan analisa data.

BAB IV : Temuan lapangan dan analisa data. Temuan lapangan meliputi gambaran

umum YPI BCS Al-Futuwwah, latar belakang berdirinya, visi dan misi, letak

geografis dan struktur organisasi YPI BCS Al-Futuwwah. Analisa data

lapangan meliputi pelaksanaan program pendidikan non hormal oleh YPI BCS

Al-Futuwwah dan faktor-faktor pendukung dan penghambat program

pendidikan non formal.

BAB V : Penutup yang meliputi : Kesimpulan dan Saran

Page 16: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pemberdayaan Masyarakat

1. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat

Sebelum penulis memaparkan pengertian tentang pemberdayaan, penulis

terlebih dahulu menjelaskan tentang penggunaan kata pengembangan dan

pemberdayaan. Kata pengembangan adalah terjemahan dari istilah asing yaitu

development, sedangkan kata pemberdayaan yaitu empowerment. Secara teknis

istilah pemberdayaan dapat disamakan atau setidaknya diserupakan, bahkan dua

istilah ini dalam batas-batas tertentu bersifat interchangeable atau dapat

dipertukarkan.10

Pemberdayaan (empowerment) berasal dari bahasa Inggris dengan kata

dasar power yang berarti kemampuan berbuat, mencapai, melakukan atau

memungkinkan. Awalan “em” berasal dari bahasa Latin dan Yunani yang berarti

didalamnya, oleh karena itu pemberdayaan dapat berarti kekuatan dalam diri

manusia, suatu sumber kreativitas yang ada didalam setiap manusia yang secara

luas tidak ditentukan oleh orang lain.

Secara terminology pemberdayaan adalah mengembangkan diri dari

keadaan tidak atau kurang berdaya menjadi berdaya, guna mencapai kehidupan

yang lebih baik. Pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana individu,

kelompok atau komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dengan

10 Nanih Machendrawaty dan Agus Ahmad Syafe’I, Pengembangan Masyarakat Islam Dari

Ideologi Strategi Sampai Tradisi, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2001), h. 41

Page 17: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

keinginan mereka. Pemberdayaan juga dapat diartikan suatu proses yang relativ

terus berjalan untuk terus meningkat kepada perubahan.11

Pemberdayaan bisa diartikan sebagai perubahan kepada arah yang lebih

baik, dari yang tidak berdaya menjadi berdaya. Pemberdayaan terkait dengan

upaya meningkatkan hidup ketingkat yang lebih baik. Pemberdayaan adalah

meningkatkan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang

dimiliki tentunya dalam menentukan tingkatan kearah yang lebih baik lagi.12

Istilah pemberdayaan yang dipakai oleh T. Hani Handoko adalah

“Pengembangan” yaitu usaha jangka panjang untuk memperbaiki pemecahan

masalah dan melakukan pembaharuan.13

Dalam Ensiklopedi Indonesia, daya adalah kemampuan melakukan sesuatu

atau kemampuan untuk bertindak.14

Dalam pengertian lain, pemberdayaan atau pengembangan atau tepatnya

pengembangan sumber daya manusia adalah upaya horizon pilihan bagi

masyarakat. Ini berarti masyarakat diberdayakan untuk melihat dan memilih

sesuatu yang bermanfa’at bagi dirinya. Dengan memakai logika ini, dapat

dikatakan bahwa masyarakat yang berdaya adalah yang dapat memilih dan

mempunyai kesempatan untuk mengadakan pilihan-pilihan.15

11 Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas

(Jakarta, Fakultas UI, 2000), Cet ke 1, h 12

Gunawan Sumadiningrat, Pengembangan Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat, Jakarta, Bina

Rena Pariwara, 1997), Cet ke 1, edisi II, h. 165 13

T. Hani Handoko, Manajemen, edisi II, (Yogyakarta, 1997), Cet ke XI, h. 337 14

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai

Pustaka, 1997), Cet ke 1, h. 667 15

Ibid, h. 42

Page 18: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

Dengan paparan diatas, jelaslah bahwa proses pemberdayaan pada akhirnya

akan menyediakan sebuah ruang kepada masyarakat untuk mengadakan pilihan-

pilihan. Sebab manusia atau masyarakat yang dapat memajukan pilihan-pilihan dan

memilih dengan jelas adalah masyarakat yang mempunyai kualitas.

Amrullah Ahmad mengatakan bahwa “pengembangan masyarakat Islam

adalah system tindakan nyata yang menawarkan alternatif model pemecahan

masalah ummah dalam bidang ekonomi, sosial dan lingkungan dalam perspektif

Islam”.16

2. Proses Pemberdayaan

Pemberdayaan tidak terjalin secara tiba-tiba, tetapi diawali dengan proses.

Pemberdayaan seseorang atau masyarakat dapat dilakukan melalui 3 tahap:

1) Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi seseorang

atau masyarakat berkembang.17

Hal ini dapat dilakukan melalui membangun kepercayaan melalui sharing,

membantu orang memahami bidang yang ia tekuni.18

2) Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat. Dalam rangka ini

diperlukan langkah-langkah lebih positif dan nyata, penyediaan berbagai

masukan (input), serta pembukaan akses kepada berbagai peluang yang

akan membuat diri semakin berdaya memanfa’atkan peluang.19

16 Amrullah Ahmad, Strategi Dakwah di Tengah Era Reformasi Menuju Indonesia Baru dalam

Memasuki Abad 21, (Bandung, 1999), h. 9 17

Gunawan Sumadiningrat, Op Cit, h. 165 18

Ken Blanchad, Pemberdayaan: Bukan Perubahan Sekejap, Edisi II, (Yogyakarta : Amara

Book’s, 2002), Cet ke 1, h. 124 19

Gunawan Sumadiningrat, Op Cit, h. 165

Page 19: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

Hal ini dilakukan dengan cara memberikan pelatihan yang diperlukan.20

3) Memberdayakan mengandung pula arti melindungi. Pemberdayaan secara

pasti dapat diwujudkan, tetapi perjalanan tersebut tidaklah berlaku bagi

mereka yang lemah semangat. Dalam proses pemberdayaan harus dicegah

yang lemah menjadi bertambah lemah.21 Contohnya dengan memberikan

dorongan dan semangat untuk berubah.22

3. Strategi Pemberdayaan

Pada hakikatnya strategi pemberdayaan masyarakat bukan merupakan hal

baru. Usaha pengembangan masyarakat terutama dilandasi oleh ajaran keagaman,

nilai-nilai kebangsaan dan kebudayaan tradisional seperti semangat gotong royong.

Pengembanganan masyarakat dimasa lalu berkaitan dengan konteks

memperjuangkan kemerdekaan, sedangkan pada masa sekarang kegiatan

pemberdayaan masyarakat berorientasi pada partisipasi pembangunan dalam

konteks transformasi sosial.

Elliot mengemukakan bahwa 3 strategi pendekatan yang dipakai dalam

proses pemberdayaan masyarakat.

1) The Walfare Approach, yaitu bentuk memberikan bantuan kepada

kelompok-kelompok tertentu, misalnya mereka yang terkena musibah

bencana alam dan pendekatan ini tidak dimaksudkan untuk

memberdayakan rakyat dalam menghadapi proses politik dan kemiskinan

rakyat.

20 Ken Blanchad, Op Cit, h. 124 21

Gunawan Sumadiningrat, Op Cit, h. 165 22

Ken Blanchad, Op Cit, h. 124

Page 20: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

2) The Development Approach, terutama memusatkan pada pembangunan

peningkatan kemandirian, kemampuan dan keswadayaan masyarakat.

3) The Empowerment Approach, yan melihat kemiskinan sebagai akibat

proses politik dan berusha memberdayakan atau melatih rakyat mengatasi

ketidakberdayaannya.23

Ketiga pendekatan ini kemudian diadopsi oleh kebanyakan LSM di

Indonesia dalam proses pemberdayaan masyarakat. Dalam hal ini Kartasasmita

mengemukakan bahwa upaya pemberdayaan masyarakat harus dilakukan melalui

tiga tahap:

1) Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat

untuk berkembang, kondisi ini didasarkan pada asumsi bahwa setiap

individu dan masyarakat memiliki potensi untuk mengorganisasikan dirinya

sendiri dan potensi kemandirian tiap individu perlu diberdayakan.

2) Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh rakyat dengan

menetapkan langkah-langkah nyata, menampung berbagai masukan dan

menyediakan prasarana dan fasilitas yang dapat diakses oleh lapisan

masyarakat yang paling bawah.

3) Memberdayakan rakyat dalam arti melindungi dan membela kepentingan

masyarakat lemah. Dalam proses pemberdayaan harus dicegah jangan

sampai lemah bertambah lemah atau makin terpinggirkan dalam

menghadapi yang kuat. Oleh karena itu, perlindungan dan pemihakan

kepada yang lemah amat mendasar sifatnya dalam konsep pemberdayaan

rakyat, melindungi dan membela harus dilihat sebagai upaya untuk

23 Ibid, h. 150

Page 21: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang dan eksploitasi atas

yang lemah.24

Dalam hal itu Ismawan Prijono mengemukakan lima strategi

pengembangan dalam rangka pemberdayaan rakyat sebagai berikut:

1) Program pengembangan sumber daya manusia

2) Program pengembangan kelembagaan kelompok

3) Program pengembangan modal swasta

4) Program pengembangan usaha produktif

5) Program pengembangan informasi tepat guna.25

4. Tujuan-tujuan Pemberdayaan

Pemberdayaan merupakan uapaya meningkatkan harkat lapisan

masyarakat dan pribadi manusia, upaya ini meliputi:

Pertama, mendorong, memotivasi, meningkatkan kesadaran akan

potensinya dan menciptakan iklim atau suasana untuk berkembang.

Kedua, memperkuat daya, potensi yang dimiliki dengan langkah-langkah

positif memperkembangkannya.

Ketiga, penyediaan berbagai masukan dan pembukaan akses peluang-

peluang. Upaya yang dilakukan adalah peningkatan taraf pendidikan,

24 Ibid, h. 151

25 Prijono Onny S dan Pranarka A. M. W., pemberdayaan: Konsep, Kebijakan dan Implementasi,

CSIS, (Jakarta: 19960, h. 106

Page 22: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

derajat kesehatan, akses kepada modal, teknologi tetap guna, informasi

lapangan kerja dan pasar dengan fasilitas-fasilitasnya.26

Pemberdayaan bukanlah penguatan individu (orang-perorangan), tetapi

juga pranata (system dan strukturnya), pembaharuan kelembagaan, penanaman

nilai, peranan masyarakat didalamnya, khususnya dalam pengambilan keputusan

dan perencanaan, sekaligus merupakan pembudayaan demokrasi, demikian pula

advokasi atau pembelaan yang lemah terhadap yang kuat dan persaingan yang

tidak sehat. Pemberdayaan tidak boleh membuat masyarakat menjadi tergantung

pada pemberian, apa yang dinikmati harus dihasilkan oleh usaha sendiri, dengan

demikian manusia menjadi semakin mandiri dan tumbuh harga diri.

Adapun tujuan pemberdayaan masyarakat pada dasarnya sebagai berikut:

1) Membantu mengembangkan manusia yang otentik dan integral dari

masyarakat lemah, rentan, miskin, marjinal dan kaum kecil, seperti petani,

buruh tani, masyarkat miskin perkotaan, masyarakat ada yang terbelakang,

kaum muda pencari kerja, kaum cacat dan kelompok wanita yang

didiskriminasikan.

2) Memberdayakan kelompok-kelompok masyarakat secara rasional ekonomis

sehingga mereka dapat lebih mandiri dan dapat memenuhi kebutuhan hidup

mereka, namun sanggup berperan serta dalam pengembangan masyarakat.27

B. Pendidikan Non formal

26 I. Nyoman Sumaryadi, Perencanaan Pembangunan Daerah Otonom dan Pemberdayaan

masyarakat, (Jakarta: Citra Utama, 2005), h. 114

27 Ibid, h. 115

Page 23: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

Jenis kegiatan yang dapat dilaksanakan dalam Pendidikan Luar Sekolah

sebagai suatu sub system pendidikan disamping pendidikan informal juga

pendidikan non formal yang akhir-akhir ini berkembang pesat.

Yang dimaksud pendidikan non formal adalah pendidikan yang teratur

dengan sadar dilakukan tetapi tidak terlalu mengikuti peraturan-peraturan yang

tetap dan ketat.28

Dalam pendidikan non formal ini dibicarakan beberapa hal yaitu:

1. Asas pendidikan non formal

Seperti pendidikan formal, pendidikan non formal mempunyai asas-asas

yang menjadi pedoman bagi siapa saja yang terlibat dalam kegiatan

pendidikan ini.

1) Asas Inovasi

Asas ini merupakan asas penting dalam penyelenggaraan pendidikan

non formal, sebab setiap penyelenggaraan pendidikan non formal harus

merupakan kegiatan bagi si terdidik dan merupakan hal yang diperlukan

atau dibutuhkan.

Dalam inovasi ini, maka dapat dikemukakan norma nilai, metode,

teknik-teknik kerja, cara-cara berorganisasi, cara-cara berpikir dan lain-

lain yang merupakan kebutuhan bagi anak didik.

2) Asas Penentuan dan Perumusan Tujuan Pendidikan Non Formal

28 Soelaiman Joesoef, Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), Cet.

Ke 1, h. 79

Page 24: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

Berbicara tentang perumusan tujuan, berarti mempersoalkan tuntutan

minimal apa yang harus dipenuhi agar si terdidik dapat melaksanakan

hak dan kewajiban sebagai manusia sehingga memiliki kehidupan yang

layak.

Penentuan dan perumusan tujuan, tidak bisa dilepaskan dari: jenis dan

tingkatan pengetahuan, sikap serta jenis dan tingkat keterampilan yang

harus dikuasai oleh seorang anggota masyarakat.

3) Asas Perencanaan dan Pengembangan Program Pendidikan non formal

a. Perencanaan harus bersifat komprehensif. Hal ini berarti bahwa

program atau kegiatan yang dikerjakan dapat memenuhi kebutuhan

individu atau masyarakat karena tujuan-tujuan tersebut telah

mencerminkan dan mencakup semua jenis kebutuhan individu,

masyarakat dan nasional.

b. Perencanaan harus bersifat integral, yang berarti perencanaan yang

memuat jenis program pendidikan formal dan non formal yang

terkoordinasi dan termotivasi, sehingga sehingga jenis program

pendidikan masing-masing tidak bertentangan satu sama lain.

c. Perencanaan harus memperhitungkan aspek-aspek kuantitatif dan

kualitatif. Pada umumnya sementara orang beranggapan bahwa dalam

penyelenggaraan pendidikan non formal cenderung untuk

memperoleh anak didik yang sebanyak-bayaknya. Anggapan diatas

tentunya lebih baik dan lebih dapat diterima bila didalam lapangan

pendidikan non formal pun harus mampu meningkatkan kualitas

perlajar serta kualitas kerja seseorang.

2. Tugas-tugas pendidikan non formal

Page 25: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

Tugas pendidikan non formal adalah membantu kualitas dan martabat

sebagai individu dan warga Negara yang dengan kemampuan dan

kepercayaan pada diri sendiri harus dapat mengendalikan perubahan dan

kemajuan.

Tugas ini tentunya sejalan dengan tugas yang telah digariskan dalam

GBHN dan Pendidikan Nasional kita sehingga masing-masing tugas

pendidikan akan saling menunjang satu sama lain.

3. Sifat-sifat pendidikan non formal

Sifat-sifat yang dimaksud adalah:

1) Pendidikan non formal lebih fleksibel

2) Pendidikan non formal lebih efektif dan efisien untuk bidang-bidang

pelajaran tertentu.

3) Pendidikan non formal bersifat quick yielding artinya dalam waktu

yang singkat dapat digunakan untuk melatih tenaga kerja yang

dibutuhkan, terutama untuk memperoleh tenaga yang memiliki

kecakapan.

4) Pendidikan non formal sangat instrumental artinya pendidikan yang

bersangkutan bersifat luwes, mudah dan murah serta dapat

menghasilkan dalam waktu yang relatif singkat.

4. Syarat-syarat pendidikan non formal

Bila diingat sifat-sifat pendidikan non formal diatas, tampaknya sangat

mudah pendidikan non formal tersebut dilaksanakan dan dapat mencapai

hasil seperti yang diharapkan. Akan tetapi tidak demikian prakteknya,

Page 26: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

karena dalam pelaksanaan pendidikan non formal harus memenuhi syarat-

syarat dalam pelaksanaan sebagai berikut:

1) Pendidikan non formal harus jelas tujuannya

2) Ditinjau dari segi masyarakat, program pendidikan non formal harus

menarik baik hal yang akan dicapai maupun cara-cara

melaksanakannya.

3) Adanya integrasi pendidikan non formal dengan program-program

pembangunan masyarakat.29

C. Lembaga Swadaya Masyarakat

1. Pengertian Lembaga Swadaya Masyarakat

Definisi NGO (Non Government Organization) didapat dari pemikiran

praktisi pembangunan dan konsep para akademisi. Sedangkan istilah NGO muncul

dipelopori oleh PBB pada pertengahan tahun 1970-an.

Di Indonesia NGO dikenal dengan istilah LSM atau Lembaga Swadaya

Masyarakat yang merupakan pengganti dari ORNOP atau Organisasi Non

Pemerintah atau terjemahan dari NGO. Penggantian istilah dari ORNOP ke LSM

dilakukan pada suatu lokakarya diselenggarakan oleh Bina Desa, April 1978.30

Istilah ORNOP yang kemudian diganti menjadi LSM sebagai terjemahan

NGO itu mulai dapat kritikan dari beberapa aktivis LSM. Menurut mereka istilah

LSM sudah merupakan bentuk penjinakan terhadap NGO dan oleh karenanya

mereka lebih menghendaki menyebut kembali nama lembaganya sebagai

organisasi non pemerintah atau ORNOP. Sedangkan pemerintah tetap menyebut

29 Ibid, h. 85

30 Zaim Saidi, Secangkir Kopi Max Havelar , LSM dan Kebangnkitan Masyarakat, (Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 1995), cet ke 1, h. 9

Page 27: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

LSM sebagai terjemahan dari NGO karena didalamnya terkandung nilai swadaya

atau adanya prinsip “Self Determination” yang pada intinya mendorong LSM

untuk menentukan sendiri apa yang harus mereka lakukan dalam kaitannya dalam

mengatasi persoalan yang dihadapi, sehingga LSM mempunyai kesadaran penuh

dalam membentuk masa depan mereka. Dibandingkan dengan istilah ORNOP yang

diterjemahkan oleh pemerintah sebagai organisasi yang anti pemerintah.

Definisi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) menurut Intruksi Mentri

Dalam Negeri No. 8 tahun 1990 tentang Pembinaan Lembaga Swadaya

Masyarakat adalah sebagai berikut:

Lembaga Masyarakat dalam intruksi ini adalah organisasi / lembaga yang

dibentuk oleh anggota masyarakat warga Negara Republik Indonesia

secara suka rela atas kehendak sendiri dan berniat serta bergerak dibidang

kegiatan tertentu yang ditetapkan oleh lembaga sebagai wujud partisipasi

masyarakat dalam upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan

masyarakat yang menitik beratkan pada pengabdian secara swadaya.31

Dari pengertian diatas dapat diuraikan bahwa Lembaga Swadaya

Masyarakat ini bersifat secara swadaya, jadi tidak dibayar dan bekerja sesuai

dengan keinginannya sendiri tanpa adanya paksaan dari orang lain. Karena

bergerak dibiang sosial, anggota masyarakat tersebut benar-benar menginginkan

untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang membutuhkan.

Selain pengertian Lembaga Swadaya Masyarakat yang terdapat dalam

Intruksi Mentri Dalam Negeri sebagaimana yang tertera diatas, almarhum Surino

Mangun Pranoto seorang tokoh Taman Siswa yang semasa hidupnya beliau banyak

berkecimpung dalam organisasi kemasyarakatan menyatakan bahwa:

31 Intruksi Mentri Dalam Negeri no. 8 tahun 1990, Tentang Pembinaan Lembaga Swadaya

Masyarakat.

Page 28: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

Lembaga Swadaya Masyarakat bukan hanya sebuah organisasi, melainkan

lebih bercermin pada gerakan kemanusiaan yang membina swadaya

masyarakat dengan pola dasar membangun sumber daya manusianya.32

Kalau Surino Mangun Pranoto berpendapat bahwa Lembaga Swadaya

Masyarakat bukan hanya sebuah organisasi sosial, melainkan lebh bercermin pada

gerakan kemanusiaan, lain halnya dengan pendapat Soetjipto Wirosarjono tentang

defines Lembaga Swadaya Masyarakat. Beliau menyatakan sebagai berikut:

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai organisasi kemasyarakatan

yang bergerak atas motivasi dan swadaya yang bangkit dari solidaritas

sosial.33

Menurut Arief Budiman seperti yang dikutip David Korten mendefinisikan

LSM secara umum yaitu:

Organisasi non pemerintah dapat didefinisikan dalam pengertian segala

macam organisasi yang bukan milik pemerintah dan bertujuan bukan

mencari keuntungan.34

Dari pengertian-pengetian Lembaga Swadaya Masyarakat diatas, maka

dapat ditarik kesimpulan bahwa LSM merupakan:

1) Lembaga yang bergerak menangani masalah-masalah sosial yang

berkembang di masyarakat dan mendapat perhatian khusus.

2) Lembaga ini bersifat sosial, tidak mencari keuntungan, jadi tanpa ada

pemungutan biaya, oleh karena itu diharapkan keterlibatan masyarakat

untuk berperan secara aktif turut serta ambil bagian dalam rangka

memajukan kehidupannya.

2. Sejarah Lahirnya LSM Indonesia

32 Abdullah Syarwani, LSM, Partisipasi Rakyat dan Usaha Menumbuhkan Keswadayaan, (Jakarta:

LP3S, 1992), Cet ke 1, h. 69 33

Soejipto Wirosarjono, Apa Yang Dapat Dilakukan LSM dibidang Kependudukan, (Jakarta, LP3S,

1990), Cet ke 1, h. 139 34

David Korten, Menuju abad 21, (Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 2001), Cet ke 1, h. vvii

Page 29: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

Di Indonesia pergerakan NGO atau LSM dapat dilihat dari kemunculan

Boedi Oetomo yang merupakan organisasi pertama, yang lahir dari tangan-tangan

terpelajaran khususnya kaum terpelajar muda dari rantau, memberikan sumbangan

yang penting dalam merumuskan cita-cita kemauan bangsa.35

Perkembangan LSM yang begitu pesat terlihat dalam kurun waktu 1970-an

terdapat perhatian yang meningkat dalam usaha pengembangan masyarakat

(Community Development) olah NGO, sebagai bagian dari kritik terhadap

ketidakmeratan pembangunan dan mencari strategi alternatif atau kebutuhan pokok

yang dapat menguntungkan secara lebih langsung mayoritas kaum miskin.36

LSM atau NGO Indonesia juga mengalami perkembangan yang pesat sejak

era 1970-an, hal ini dapat dijelaskan seiring dengan dijalankannya pembangunan

berencana oleh pemerintah orde baru dengan maksud ikut serta melaksanakan

pembangunan diluar sektor Negara.

Pada era tersebut LSM lebih memilih untuk bekerja menggunakan teori

pertumbuhan ekonomi sesuai dengan kebijakan pemerintah orde baru yang pada

saat itu menjadikan ekonomi sebagai “panglima” dan tidak satupun LSM ditahun

1970-an tersebut yang benar-benar menolak konsep dasar dan gagasan

pembangunan yang diterapkan orde baru, karena anggapan atau persepsi dasar

LSM yang lebih berorientasi menjaga keberlangsungan organisasinya dengan

berlindung terhadap penguasa orde baru dari pada benar-benar sebagai organisasi

sukarela yang berpihak pada masyarakat.

35 Zamroni, Pendidikan Untuk Demokrasi Masyarakat, (Yogyakarta, Tiara acana Yogya, 1995), Cet

ke 1, h. 37 36

Jhon Clark, NGO dan Pengembangan Masyarakat, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1995),

Cet ke 1, h. 37

Page 30: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

Perkembangan LSM yang begitu pesat terlihat pada tahun 1985 yakni

jumlah LSM masih sekitar 3.225 organisasi. Tahun 1990 jumlah LSM meningkat

menjadi 8.720 organisasi yang tercatat sebagai LSM, itu baru yang tercatat dan

terdaftar, sementara LSM yag tidak mau mendaftarkan dirinya juga tidak sedikit.37

Tumbuh menjamurnya puluhan ribu LSM di era reformasi merupakan

fenomena yang menarik untuk dicermati. Pertumbuhan LSM itu disatu sisi

dianggap simbol kebangkitan masyarakat didalam memperjuangkan hak-haknya.

Masyarakat mulai kritis dan mampu menampilkan wacana tandingan terhadap

kebijakan yang disodorkan pemerintah.38

Dari segi kuantitas, LSM berkembang begitu pesat dan sangat

mengesankan, namun dari segi kualitas perlu dipertanyakan peranan mereka

sebagai salah satu bentuk organisasi masyarakat sipil. Hal ini senada dengan

pendapat Mansour Fakih sebagai berikut:

Jika dalam masa tahun 1970-an kebanyakan kegiatan LSM lebih

difokuskan sebagaimana bekerja dengan rakyat ditingkat akar rumput

dengan melakukan kerja pengembangan masyarakat (Community

Development), maka dalam tahun 1980-an bentuk perjuangannya menjadi

lebih beragam, dari perjuangan lokal hingga jenis advokasi baik tingkat

nasional maupun tingkat internasional. Sejumlah aktivis LSM bahkan mulai

mengkhususkan diri melakukan kerja advokasi politik untuk perubahan

kebijakan yang dalam banyak manifestasinya dilakukan dengan membuat

pelbagai statement politik, lobi, petisi, protes dan demonstrasi.39

3. Karakteristik dan Ciri-ciri LSM

LSM memiliki beberapa karakteristik yang penting seperti yang

dikemukakan oleh Williams:

37 Info Bisnis, Bisnis Miliaran LSM, Edisi 96, September 2001

38 Hamid Abidin, kritik dan Otokritik LSM (Membongkar Kejujuran dan Keterbukaan LSM

Indonesia, (Jakarta: Piramedia, 2004), Cet ke 1, h. 3 39

Mansour Fakih, Masyarakat Sipil Untuk Transformasi Sosial (Pergolakan Ideologi LSM

Indonesia), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), Cet ke III, h. 5

Page 31: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

1) Organisasi dibentuk bukan atas inisiatif pemerintah (terkecuali LSM Merah

seperti yang akan dijelaskan nanti) dan berorientasi non profit

2) Bebas dari pemerintah dan organisasi lainnya dalam menyusun prioritas

kegiatannya.

3) Membatasi kegiatannya terutama pada kesejahteraan sosial, kesehatan,

pendidikan dan pembangunan masyarakat.40

Meskipun kemudian Elbridge membagi LSM di Indonesia pada dua

kategori: Pertama yang dilabeli “Development”. Tipe ini mengacu pada

organisasi-organisasi yang dianggap konsentrasi pada program pengembangan

masyarakat. Sedang yang kedua disebut sebagai “Mobilication”, adalah kegiatan

LSM yang terpusat pada pendidikan dan mobilisasi rakyat miskin sekitar human

rights.41

Hal lain yang menjadi ciri LSM adalah bahwa mereka bergerak erat

kaitannya dengan masalah pembangunan. Apakah reaksi terhadap pembangunan

ataupun dalam rangka menyempurnakan pendekatan pembangunan, sebagai kritik

bahkan dalam mencari alternatif dari pemberdayaan pembangunan dan

keterkaitannya dengan pemerintah sangat penting. Hal ini untuk menghindari

penggunaan istilah tersebut kepada organisasi lain seperti lembaga riset,

kepramukaan, PKK, organisasi keagamaan, organisasi dagang, organisasi olah raga

maupun partai politik, meskipun mereka ini juga memiliki karakter non

pemerintah.42

4. Klasifikasi LSM

40 Glen William, Community Participation and the Roe of Voluntary Agencies in Indonesia, (LP3S:

Prisma No. 4, 1998), h. 59 41

Mansour Faqih, Studi Lapangan LSM di Indonesia, (Bandung: Indecode De Unie,1993),h.1 42

Mansour Faqih, Op Cit, h. 1

Page 32: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

Mengenai klasifikasi LSM menurut Jhon Clark, seperti tercermin dari

perkembangan sejarah mereka secara umum dapat dibedakan kedalam enam aliran

pemikiran yaitu:

1) Agen Penyantun dan Kesejahteraan, misalnya seperti Catholik Relief

Service ataupun berbagai masyarakat misionaris lainnya.

2) Organisasi Pengembangan teknologi, NGO yang melaksanakan program

mereka untuk mempelopori pendekatan baru atau perbaiki pendekatan-

pendekatan yang sudah ada dan cenderung untuk tetap mengkhususkan diri

pada bidang yang mereka pilih.

3) Kontraktor Pelayanan Umum, NGO yang sebagian besar didanai

pemerintah dan agen pemberi bantuan resmi, NGO ini dikontrak untuk

melaksanakan komponen dari program resmi karena dirasakan bahwa

ukuran dan fleksibelitas mereka akan membantu melaksanakan tugas secara

lebih efektif daripada departemen pemerintah.

4) Agen Pengembangan Masyarakat, NGO ini menaruh perhatian pada

kemandirian, pembangunan sosial dan demokrasi lapisan bawah.

5) Organisasi Pengembangan Masyarakat bawah, NGO yang anggotanya

adalah masyarakat miskin dan tertindas dan yang berupaya membentuk

suatu proses pembangunan masyarakat.

6) Kelompok Jaringan Advokasi. Organisasi yang tergabung dengan aliran ini

biasanya tidak memiliki proyek tetapi keberadaan mereka terutama untuk

melakukan pendidikan dan lobi.43

43 Jhon Clark, Op Cit, h. 43

Page 33: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

Sedangkan menurut David Korten, identitas LSM tersebut dapat dilihat

melalui pengelompokan LSM yakni sebagai berikut:

1) Organisasi Sukarela (Voluntary Organzation atau VO) yang melakukan

misi sosial, terdorong oleh suatu komitmen kepada nilai-nilai yang sama.

2) Organisasi Rakyat (People’s Service atau PO) yang mewakili kepentingan

anggotanya, mempunyai pimpinan yang bertanggung jawab kepada

anggota dan cukup mandiri.

3) Kontraktor Pelayanan Umum (Public Service Contractor atau PSC) yang

berfungsi sebagai usaha tanpa laba berorientasi pasar untuk melayani

kepantingan umum.

4) Lembaga Swadaya Masyarakat Pemerintah (Government Non Government

atau NGO) dibentuk oleh pemerintah dan berfungsi sebagai alat kebijakan

pemerintah.44

Pendapat lain yang dikemukakan oleh DR. Kartorus Sinaga dalam Info

Bisnis, bahwa di Indonesia ada tiga bentuk LSM, yaitu:

1) LSM Plat Merah. LSM yang dibentuk pemerintah untuk menyerap dana dari

funding lalu dikantongi mereka sendiri, untuk mendukung atau melegitimasi

kegiatan dari pemerintah itu sendiri, tanpa mengembangkan suatu kritik

terhadap pemerintah, LSM ini idealismenya sangat rendah tidak

mengekspresikan kegiatan yang sesungguhnya, tapi manajemen mereka yang

sangat rapi.

2) LSM Plat Kuning. LSM ini terlihat menjai kontraktor dari sosial development,

misalnya menjadi subkontraktornya Bank Dunia, ADB, UNDP dan lain

44 David Korten, Op Cit, h. 5

Page 34: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

sebagainya. Biasanya mereka pintar berpikir dan mengembangankan proposal

bagus, tetapi tidak berakar di masyarakat. Ketika diimplementasikan

kegiatannya, mereka bingung mau kemana. Dipihak lain mereka harus

berkolaborasi dengan pemerintah untuk mendapatkan dana atau memenangkan

tender.

3) LSM Plat Hitam. LSM ini kita katakan murni swasta seperti YLBHI, PHBI,

LP3S, Cides. Mereka mempunyai idealisme dalam pengalaman di LSM. Hanya

saja jumlah orang seperti ini sangat kecil dan dalam prakteknya mereka dijauhi

bahkan dicaci maki oleh pemerintah karena berseberangan terus dengan politik

pemerintah.45

D. Ekonomi

1. Pengertian Ilmu Ekonomi

Ilmu ekonomi adalah suatu bidang ilmu pengetahuan yang sangat luas

liputannya. Dalam usaha memberikan gambaran ringkas mengenai bidang

studi ilmu ekonomi, define ilmu tersebut selalu dihubungkan kepada keadaan

ketidakseimbangan di antara (i) kemampuan faktor-faktor produksi untuk

menghasilkan barang dan jasa, dan (ii) keinginan masyarakat mendapatkan

barang dan jasa. Oleh sebab itu setiap individu, perusahaan atau masyarakat

harus selalu membuat pilihan-pilihan.

Berbagai ahli ekonomi selalu mendefinisikan ilmu ekonomi

berdasarkan kepada kenyataan tersebut. Sebagai contoh. Professor P. A.

Samuelson, salah seorang ahli ekonomi terkemuka di dunia – yang menerima

45 Info Bisnis, Op Cit, h. 21

Page 35: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

Nobel untuk ilmu ekonomi pada tahun 1970 – memberikan definisi ilmu

ekonomi sebagai berikut:

Ilmu ekonomi adalah suatu studi mengenai individu-individu dan

masyarakat membuat pilihan, dengan atau tanpa uang, dengan

menggunakan sumber-sumber daya yang terbatas – tetapi dapat digunakan dalam berbagi cara- untuk menghasilkan berbagai jenis barang dan jasa dan

mendistribusikannya untuk kebutuhan konsumsi, sekarang dan di masa datang, kepada berbagai individu dan golongan masyarakat.46

2. Masalah Pokok Dalam Perekomian: Masalah Kekurangan

Mengapa individu-individu, perusahaan-perusahaan dan masyarakat

secara keseluruhannya perlu memikirkan cara yang terbaik untuk memenuhi

kebutuhan ekonomi? Ahli-ahli ekonomi menjawab pertanyaan seperti itu

dengan menerangkan tentang maslah scarity, yaitu masalah kelangkaan atau

kekurangan. Kelangkaan atau kekurangan tersebut berlaku sebagai akibat dari

ketidakseimbangan diantara kebutuhan masyarakat dengan faktor-faktor

produksi yang tersedia dalam masyarakat.

Kebutuhan masyarakat yang dimaksud adalah keinginan masyarakat

untuk memperoleh dan mengkonsumsi barang dan jasa. Keinginan ini dapat

dibedakan kepada dua bentuk, yaitu keinginan yang disertai oleh kemampuan

untuk membeli barang dan jasa yang diingini dan keinginan yang tidak

disertai oleh kemampuan membeli.47

Masalah kekurangan Didalam masyarakat faktor-faktor produksi yang

tersedia adalah relative terbatas. Kemampuannya untuk memproduksikan

barang dan jasa adalah jauh lebih rendah daripada jumlah keinginan di

masyarakat tersebut.48

46 Sadono Soekirno, Pengantar Teori Mikro Ekonomi, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2001),

Cet ke 16 h. 9 47 Ibid, h. 5 48

Ibid, h. 7

Page 36: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

3. Penanggulangan Masalah Ekonomi

Upaya penanggulangan penanggulangan masalah ekonomi telah lama

menjadi perhatian dalam proses pembangunan. Beberapa kebijakan yang

secara tidak langsung dalam upaya memerangi kemiskinan antara lain adalah,

(1) merangsang pertumbuhan ekonomi daerah, terutam pedesaan dengan dana

bantuan INPRES dan BANPRES, (2) penyebaran sarana sosial, seperti

pendidikan, kesehatan, air bersih, keluarga berencana, perbaikan lingkungan

dan lain-lain, (3) memperluas jangkuan sarana keuangan dengan mendirikan

beberapa institusi kredit, seperti KUPEDES, KURK, BKK, KCK, (4)

peningkatan sarana produksi pertanian, khususnya insfrastruktur (irigasi), (5)

pengembangan beberapa program pengembangan wilayah.49

Dibalik itu masih ada beberapa persoalan yang masih perlu mendapat

perhatian. Pengangguran, anak jalanan, dan rendahnya kualitas hidup belum

mengalami perubahan yang berarti.

Tanpa mengurangi arti penting upaya penanggulangan kemiskinan

telah dans sedang dilakukan adalah penting untuk memikirkan alternatif

pendekatan tang mungkin dapat membantu keberhasilan penerapan kabijakan

yang telah ada selama ini.

Upaya yang perlu dipikirkan pertama-tama adalah berusaha

merumuskan kebijakan yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi

mereka dan memanfaatkan sumber daya yang tersedia disekitar mereka. Salah

satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memperkuat kemampuan

masyarakat dan individu (self-consciousness) dengan meningkatkan

49 Tadjuddin Noer Effendi, Sumber Daya Manusia Peluang Kerja dan Kemiskinan, (Yagyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya), Cet. ke II, h. 265

Page 37: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

kemampuan ekonomi juga diikuti upaya meningkatkan kesadaran politik,

sosial dan hokum lewat menimbulkan kesadaran tentang hak-hak mereka.50

Selain itu perlu ada kebijakan realokasi dana yang dapat merangsang

pertumbuhan ekonomi regional, merangsang peningkatan pendapatan dan

perluas peluang kerja (aktivitas kerja). Untuk mencapai sasaran itu perlu ada

upaya mendekatkan penduduk miskin pada akses pasar dan pelayanan sarana

keuangan. Hal ini dapat dilakukan dengan pendekatan yang lebih menekankan

pada peningkatan akses dan kemudahan pada pasar. Artinya, kendala-kendala

yang dapat menghalangi perluasan pasar, seperti sistem monopoli perlu

dihapuskan. Promosi pembangunan dipusatkan pada pengembangan ekonomi

rakyat.

4. Mengembangkan Perekonomian Berbasis Kerakyatan

Salah satu persoalan serius yang dihadapi bangsa ini adalah tingkat

kesenjangan ekonomi yang terlampau lebar, serta tingkat kemiskinan yang

semakin tinggi. Krisis ekonomi yang berkepanjangan saat ini telah dengan

sukses mengantar bangsa Indonesia sebagai salah satu bangsa miskin di dunia.

Untuk itu, upaya-upaya pengembangan dan pemberdayaan ekonomi rakyat

menjadi hal yang mendesak dan tidak bisa ditunda-tunda lagi.

Menurut Goenawan Sumodiningrat (Membangun Perekonomian

Rakyat, 1998), kalau dilihat dari segi penyebabnya, kesenjangan dan

kemiskinan dapat dibedakan menjadi kesenjangan dan kemiskinan natural,

50 Ibid, h.266

Page 38: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

kesenjangan dan kemiskinan kultural serta kesenjangan dan kemiskinan

struktural.

Dengan demikian, upaya pengembangan dan pemberdayaan

perekonomian rakyat, perlu diarahkan untuk mendorong terjadinya perubahan

stuktural. Hal itu bisa dilakukan dengan cara memperkuat kedudukan dan

peran ekonomi rakyat dalam konstelasi perekonomian nasional.

Perubahan structural ini bisa meliputi proses perubahan dari pola

ekonomi tradisional ke arah ekonomi modern, dari ekonomi lemah ke

ekonomi tangguh, dari ekonomi subtansial ke ekonomi pasar, dari

ketergantungan kepada kemandirian, dari konglongmerat ke rakyat.51

Bekaitan dengan langkah-langkah di atas maka pilihan kebijakan

hendaklah dilaksanakan dalam beberapa langkah strategis berikut:

1) Pemberian peluang atau akses yang lebih besar kepada asset produksi. Di

antara asset produksi yang paling mendasar adalah akses kepada

sumber dana.

2) Memperkuat posisi transaksi dan kemitraan usaha ekonomi rakyat.

3) Meningkatkan pelayanan pendidikan dan kesehatan dan dalam upaya

menciptakan sumber daya manusia yang kuat dan tangguh.

4) Kebijakan ketenagakerjaan yang mendorong munculnya tenaga kerja yang

terampil, menguasai keterampilan dan keahlian hidup, serta tenaga

kerja mandiri dengan bekal keahlian wirausaha.

51 Nanih Machendrawaty dan Agus Ahmad Syafe’i, Pengembangan Masyarakat Islam dari Ideologi, Strategi sapai Tradisi, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2001), Cet ke 1, h. 70.

Page 39: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

5) Pemerataan pembangunan antar daerah. Untuk itu pemerintah haus secara

pro aktif memberikan sejumlah kemudahan, seperti bantuan kredit

lunak untuk pengusaha kecil, mengadakan penyuluhan dan pelatihan.52

E. Anak Jalanan

1. Pengertian Anak Jalanan

Batasan mengenai pengertian anak jalanan bermacam-macam, tergantung

siapa yang memberi batasan dan untuk apa.

Menurut Direktorat Bina Sosial DKI yang termasuk anak jalanan adalah:

anak yang berkeliaran di jalan raya sambil bekerja, mengemis atau menganggur.

Usianya berkisar dari bayi (dibawa orang tuanya mengemis) sampai batas usia

remaja. Tidak semuanya merupakan anak jalanan yang terlantar, meskipun

sebagian besar adalah anak yang mempunyai tempat tinggal tetap dan orang tua

yang tidak ada di Jakarta.53

Sedangkan menurut A. Soedijar Z. A. anak jalanan adalah anak usia 7

tahun samapi 15 tahun, yang bekerja di jalan raya dan tempat-tempat umum

lainnya yang dapat mengganggu ketentraman dan keselamatan orang lain serta

membahayakan dirinya sendiri.54

Demikian pula batas yang digunakan oleh Departemen Sosial dan United

Nations Development Programme (UNDP) merumuskan definisi anak jalanan

52 Ibid, h. 71

53 Dirjen Bina Sosial, Diskusi Badan Koordinasi Kesejahteraan Sosial, (Jakarta: Dep Sos, 1989)

54 A. Soedijar. Z. A. Profil Anak Jalanan di DKI, (Jakarta: media Informatika, 1989), h. 33

Page 40: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

sebagai anak-anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk berkeliaran

dan mencari nafkah di jalanan dan tempat-tempat umum lainnya.55

Dari kutipan diatas, penulis menyimpulkan bahwa anak jalanan adalah

anak yang berusia 7 samapi 15 tahun yang bekerja di jalanan dan hidup terlantar

karena tidak memiliki tempat tinggal tetap dan orang tuanya tidak berada atau

bertempat tinggal di Jakarta sehingga mengganggu ketertiban umum dan

keselamatan orang lain dan dirinya sendiri.

2. Kategori dan Ciri-ciri Anak Jalanan

Mengenai kategori anak jalanan, Departemen Sosial RI

mengklasifikasikan berdasarkan frekuensi hubungan sosial dengan orang tua atau

keluarga, yaitu:

1) Anak yang hidup atau tinggal di jalanan, sudah putus sekolah dan tidak

ada hubungan dengan keluarganya (Children of the Street).

2) Anak yang bekerja di jalanan, sudah putus sekolah dan berhubungan

tidak teratur dengan keluarganya, yakni pulang kerumahnya secara

periodic (children on the Street).

3) Anak yang rentan menjadi anak jalanan, masih sekolah maupun sudah

putus sekolah dan masih berhungan teratur atau tinggal dengan orang

tuanya (Vurnerable to be Street Children).56

Sedangkan kriteria anak yang rentan di jalanan, berdasarkan Pedoman

Penyelenggaraan Pembinaan Anak Jalanan melalui Rumah Singgah (Departemen

Sosial 1998) adalah sebagai berikut:

55 Tata Sudrajat, Hasil Lokakarya Nasional Anak Jalanan, (Jakarta: YKAI, 1995)

56 Hasil Penelitian Dep Sos dan UNDP, (Jakarta: YKAI, 1996)

Page 41: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

1) Setiap hari bertemu dengan orang tuanya

2) Berada di jalanan sekitar empat jam sampai enam jam untu bekerja

3) Tinggal atau tidur bersama orang tua atau wali

4) Masih sekolah

5) Pekerjaan anak adalah menjual koran, majalah, alat tulis, kantong plastik,

menyemir sepatu, mengamen dan lain sebagainya adalah untuk

memenuhi kebutuhan hidup sendiri dan kebutuhan orang tua.57

Adapun cirri-ciri fisik dan psikis anak jalanan pada umumnya yang

mudah dikenali sebagai berikut:

1) Ciri-ciri fisik:

a. Warna kulit kusam

b. Rambut kemerah-merahan

c. Kebanyakan berbadan kurus

d. Pakaian tidak terurus

2) Ciri-ciri Psikis:

a. Mobilitas tinggi

b. Acuh tak acuh

c. Penuh curiga

d. Sangat sensitif

e. Berwatak keras

f. Kreatif

g. Semangat hidup tinggi

h. Berani menanggung resiko

57 Arnetty Utsman, Kebijakan Pemerintah Dalam Penanganan Anak Jalanan, Semi Lokakarya

penanganan anak Jalanan, (Jakarta: 20 April 2000)

Page 42: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

i. Mandiri58

3. Faktor atau Sebab-sebab Lahirnya Anak Jalanan

Menurut Alva Handayani, sebab munculnya anak jalanan berkaitan dengan

tiga hal penyebab yaitu:

1) Tingkat Mikro (Immediate Cause) adalah faktor yang berhubungan secara

langsung antara anak dan keluarga. Pada anak jalanan murni (Children of

the Street), faktor ekonomi bukan merupakan hal yang utama. Anak

biasanya sengaja lari dari keluarganya, keinginan berpetualang atau karena

diajak teman. Mereka datang dari keluarga yang memiliki masalah

psikologis seperti tidak diterima keluarga atau orang tua, konflik dan

perpecahan rumah tangga, salah asuh atau kekerasan di keluarga, kesulitan

berhubungan dengan kelurga atau tetangga atau juga terpisah dari orang

tua.

2) Tingkat Meso (underlying Cause) adalah faktor yang ada di masyarakat.

Pada tingkat masyarakat, sebab yang dapat diidentifikasi adalah bahwa

pada masyarkat miskin anak-anak adalah asset untuk meningkatkan

ekonomi kelurga. Oleh karena itu anak-anak diajarkan bekerja dan jika

diperlukan anak terpaksa meninggalkan bangku sekolah.

3) Tingkat Makro (Basic Cause) adalah faktor yang berhubungan dengan

struktur makro. Pada tingkat struktur masyarakat, sebab yang dapat

diidentifikasi secara ekonomi adalah adanya peluang pekerjaan sektor

informal yang tidak terlalu membutuhkan modal dan keahlian yang besar.

58 Depsos RI, Modul Pelatihan Pelatih Pemberdayaan Anak Jalanan Melalui Rumah Singgah,

(Kerjasama Depsos RI dengan YKAI dalam PKS Anak Jalanan, 1999), h. 16

Page 43: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

Untuk memperoleh uang yang lebih banyak mereka harus lebih lama

berada di jalanan dan karenanya harus meninggalkan bangku sekolah.59

59 Alva handayani, Melonjak Jumlah Anak Jalanan, (Jakarta: Pikiran Rakyat 10 Januari, 1999), h. 4

Page 44: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di Yayasan Pesantren Islam Boarding

School of Cipete (YPI BSC) Al-futuwwah di kelurahan Cipete Utara, Kecamatan

Kebayoran Baru Jakarta Selatan. YPI BSC AL-Futuwwah adalah salah satu

lembaga yang fokus pada pemberdayaan anak jalanan, adapun alasan pemilihan

lokasi itu didasari oleh pertimbangan sebagai berikut:

1. Lokasi penelitian mudah dijangkau

2. YPI BSC Al-Futuwwah, adalah lembaga independen yang mempunyai

hubungan kerjasama dengan beberapa perusahaan dan instansi. Yayasan ini

dapat dengan mudah penyaluran tenaga kerja untuk anak jalanan yang

dengan sebelumnya diberi pendidikan non formal.

3. Orientasi program menitikberatkan pada pengembangan dan pemberdayaan

potensi anak jalanan yang ada disekitar yayasan.

4. Dalam rangka melaksanakan program, selain melakukan pemberdayaan

anak jalanan dalam bentuk pendidikan non formal, juga fokus dalam

pembinaan keagamaan (dakwah Islam).

B. Model dan Desain Penelitian

Model penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan kualitatif.

Adapun desain penelitian yang penulis gunakan adalah desain deskriptif analisis.

Page 45: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

Pendekatan kualitatif bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis mengenai

faktor-faktor yang terkait dalam pelaksanaan program di lapangan dan hubungan

atau keterkaitan antar faktor tersebut. Baik yang mendukung atau menjadi

penghalang terhadap pelaksanaan program.

Dalam studi ini, peneliti berusaha untuk melihat dan menilai bagaimana

tingkat efektifitas atau keberhasilan, bagaimana prosesnya sejak awal pelaksanaan

sampai terlaksananya program. Penelitian ini juga ingin melihat faktor-faktor apa

saja yang mendukung dan menghambat pelaksanaan program serta keterkaitan

faktor-faktor tersebut. Dengan demikian akan terlihat bagaimana sebenarnya

program tersebut dilaksanakan dan bagaimana tanggapan anak jalanan terhadap

program tersebut serta bagaimana tingkat keberhasilan dan kegagalannya.

C. Penetapan Subyek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah pengurus yayasan yang melaksanakan

program pendidikan non formal. Adapun pengambilan sampel penelitian kualitatif

ini adalah dengan teknik pengambilan sampel teoritis. Maksud sampel teoritis

adalah pengambilan data dikendalikan oleh konsep-konsep (pemahaman teoritis)

yang muncul dan berkembang sejalan dengan pengambilan data itu sendiri.

Penelitian kualitatif cenderung terbuka dalam desain dan metodenya, dalam arti

desain dan metode pengambilan data dapat dirubah dan disesuaikan dengan

konteks dan setting saat penelitian berlangsung.60

D. Teknik Pengambilan Data

60 E. Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi, (Jakarta: LP3S, UI,

1998), cet ke 1, h. 54

Page 46: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

Teknik pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Wawancara Mendalam (Dept Interview)

Wawancara mendalam adalah suatu proses interaksi dan komunikasi antara

interviewer (pewawancara) dengan responden (orang yang diwawancarai)

dengan cara tanya jawab secara lisan dan bertatap muka langsung untuk

mendapatkan suatu keterangan dan data.61

2. Observasi

Observasi adalah usaha untuk memperoleh dan mengumpulkan data dengan

melakukan pengamatan terhadap suatu kegiatan secara akurat, serta

mencatat fenomena yang muncul dan mempertimbangkan hubungan antar

aspek dalam fenomena tersebut.62 Observasi dilakukan pada setiap kali

peneliti datang ke lokasi, yaitu sebelum dan sesudah wawancara dilakukan.

Peneliti berada di lokasi 2 kali setiap satu minggu, atau sesuai dengan

kesepakatan antara peneliti dengan pengurus yayasan.

3. Dokumentasi

Yaitu semua dokumen yang berhubungan dengan penelitian yang

bersangkutan perlu dicatat sebagai sumber informasi.63

Dalam hal ini

peneliti mengumpulkan, membaca dan mempelajari berbagai macam

bentuk data tertulis, termasuk gambar-gambar tentang pelaksanaan program

yang terdapat disekretariat YPI BSC Al-Futuwwah, serta data-data lain di

perpustakaan atau instansi terkait lainnya yang dapat dijadikan bahan

analisa untuk hasil dalam penelitian.

61 Wandi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, (Jakarta: Logos, 1997), h. 72

62 E. Kristi Poerwandari, Op Cit, cet ke 1, h. 62

63 W. Gulo, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT. Grasindo, 2005), Cet ke 4, h. 110

Page 47: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

E. Sumber Data

Dalam penelitian ini, yang dijadikan sumber data adalah sebagai berikut:

1. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari partisipan atau

sasaran penelitian, adalah pelaksana program terdiri dari pengurus yayasan

dan siswa binaan.

2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari catatan-catatan lapangan

atau dokumen yang berkaitan dengan penelitian dari lembaga yang terkait.

F. Fokus Penelitian

1. Pendidikan Non Formal

a. Pendidikan non formal lebih fleksibel

b. Pendidikan non formal lebih efektif dan lebih efisien untuk bidang-

bidang serta sasaran tertentu.

c. Pendidikan non formal dalam waktu yang singkat dapat digunakan

untuk melatih tenaga kerja yang dibutuhkan.

d. Pendidikan non formal mudah, murah serta dapat menghasilkan yang

relative singkat.

2. Pemberdayaan Anak Jalanan

a. Tumbuhnya kesadaran

b. Kembalinya dalam lingkungan keluarga

1) Sikap dan perilaku anak dalam mengurus kebersihan dirinya sendiri

2) Mengikuti pelatihan secara rutin

3) Mengikuti pelatihan dan keterampilan sampai selesai.

c. Terbukanya peluang berusaha

Page 48: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

G. Analisa Data

Berbeda dengan kuantitatif, metode kualitatif secara khusus berorientasi

pada eksplorasi, penemuan dan logika induktif. Dikatakan induktif karena peneliti

tidak memaksa diri untuk hanya membatasi penelitian pada upaya menerima atau

menolak dugaan-dugaannya, melainkan mencoba memahami situasi sesuai dengan

bagaimana situasi tersebut menmpilkan diri. Analisis induktif dimulai dengan

observasi khusus yang akan memunculkan tema-tema, kategori-kategori dan pola

hubungan diantara kategori-kategori tersebut.

Pendekatan induktif dapat melalui metode pengambilan data dengan

wawancara terbuka. Wawancara terbuka memungkinkan munculnya data yang

barangkali tidak dibayangkan sebelumnya, memungkinkan respomden

memberikan jawaban bebas yang bermakna baginya, tanpa harus membuatnya

terperangkap pada pilihan kondisi dan jawaban standar yang mungkin tidak sesuai

dengan konteks kehidupannya.64

BAB IV

TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISA DATA

64 Op cit, h. 31

Page 49: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

A. Temuan Lapangan / Gambaran Umum YPI BSC Al – Futuwwah

1. Latar Belakang Berdirinya YPI BSC Al-Futuwwah

Yayasan Pesantren Islam Boarding School of Cipete (YPI BSC) Al-

Futuwwah Jakarta Selatan didirikan oleh sekumpulan pemuda yang tergabung

dalam tim sepakbola yang berdomisili di lingkungan sekitar Cipete. Yayasan ini

berdiri pada tanggal 2 Juli 2000 dan bersekretariat di rumah salah satu

pengurusnya.

Awal berdirinya YPI BSC Al-Futuwwah, bermula dari timbulnya

kesadaran dalam diri para pemuda yang saat itu tergabung dalam tim sepakbola

yang mereka beri nama BSC (Batavia Sepakbola Club). Pada saat itu mereka

berpikir, kurang bermakna rasanya hidup mereka jika hanya nongkrong di suatu

tempat sambil merokok dan genjrang-genjreng main gitar, di samping rutinitasnya

bermain sepakbola.65

Kesadaran akan pentingnya memaknai hidup dengan hal-hal yang lebih

baik dan positif, dengan menggali semua potensi yang ada di dalam diri untuk

tujuan meningkatkan kualitas diri sebagai seorang pemuda penerus tongkat estafet

kepemimpinan. Terlebih di dalam Islam, mereka sebagai penerus dakwah

Rasulullah SAW dan sebagai khalifah di muka bumi, tentu harus sudah memiliki

kesiapan untuk ke arah itu dari sejak dini.

Atas dasar pemikiran dan kesadaran itulah, maka mereka mulai berbenah

diri. Pertemuan mereka yang tadinya hanya sekedar nongkrong dan bermain

sepakbola, setiap bulan sekali mereka sisipi dengan kegiatan pengajian dari rumah

ke rumah. Tema yang diangkat dalam pengajian adalah tema yang dekat dengan

65 Wawancara Pribadi dengan M. Sanwani Na’im, (Pimpinan YPI BSC Al-Futuwwah) Cipete,

Jakarta, 20 Mei 2008

Page 50: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

kehidupan mereka sebagai pemuda dilihat dari kacamata Islam, tentunya dengan

gaya penyampaian dan pembahasan ala mereka, yaitu diskusi santai, tapi esensinya

tetap ada.

Diluar dugaan, ternyata animo pemuda terhadap kegiatan semacam ini

cukup besar. Jama’ah yang tadinya hanya mereka yang tergabung dalam Batavia

Sepakbola Club saja, mulai bertambah dengan turut bergabungnya pemuda dan

pemudi dari lingkungan sekitar Cipete.

Kegiatan pengajian semacam ini, di lingkungan sekitar tempat tinggal

mereka bisa dibilang masih jarang, bahkan belum ada. Kalaupun ada, pengajian itu

umumnya dihadiri dan diperuntukkan bagi para orang tua atau majlis ta’lim ibu-

ibu. Metode yang digunakan umumnya adalah monolog atau ceramah, di mana

para jama’ah seperti didoktrin dan harus mengiyakan setiap apa yang disampaikan

oleh da’i.

Hal semacam ini tentunya tidak masuk untuk kalangan pemuda. Pikiran

mereka saat itu belum memikirkan masalah surga-neraka. Hanya yang ada di

benak mereka saat itu adalah hura-hura dan hal-hal kesenangan saja, sehingga

mereka beranggapan kalau belum saatnya untuk mereka datang ke acara pengajian-

pengajian semacam itu.

Di YPI BSC Al-Futuwwah, pengajian yang dibentuk memang

diperuntukkan bagi mereka. Ini merupakan sarana bagi mereka untuk

mengekspresikan dan menggali potensi yang ada di dalam diri. Di sini mereka bisa

bebas berbicara dan menyampaikan apa yang ada di pikiran dan hati mereka. Tidak

melulu tentang surga dan neraka, wacana yang bertemakan sosiologi, psikologi,

juga antropologi pun tidak luput dari perhatian mereka, tentunya dengan tetap

memasukkan nilai-nilai keislaman dalam setiap penilaian dan pembahasannya.

Page 51: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

Pengajian yang lebih mirip dengan forum diskusi seperti ini, ternyata cukup

diminati oleh para pemuda yang notabene mereka masih berada pada usia remaja.

Dengan mempertimbangkan animo jama’ah yang cukup besar, maka frekuensi

pengajian pun ditambah dari sebulan sekali menjadi dua minggu sekali, bahkan

kini setiap minggu ada kegiatan semacam ini.66

Fakta di lapangan membuktikan bahwa frekuensi pertemuan yang

diperbanyak, ternyata tidak mengurangi jumlah jama’ah yang datang. Paling tidak

setiap pertemuannya ada sekitar 30 - 40 orang jama’ah yang hadir.67

Usaha yang mereka lakukan tidak sia-sia. Pengajian yang diadakan setiap

minggunya ternyata membuahkan hasil. Paling tidak, mulai adanya perubahan ke

arah yang positif yang mereka lakukan setelah sering kali mengikuti kegiatan ini.

Kebiasaan-kebiasaan masa lalu yang kurang dan bahkan tidak bermanfaat mulai

mereka kurangi dan tinggalkan. Bahkan kini, mereka tanpa ragu dan takut lagi

untuk menyampaikan kebenaran dan mengingatkan yang lupa sekalipun kepada

orang yang lebih tua.

Kondisi ini terus berjalan stabil sampai pada terjadinya suatu peristiwa

yang cukup membuat mereka geram dan seperti “kebakaran jenggot”. Adalah

peristiwa kristenisasi massal yang dilakukan oleh para misionaris gereja terhadap

warga sekitar terutama pada anak-anak di bawah umur. Modus para misionaris itu

adalah pemberian sembako dan beasiswa bagi anak-anak usia sekolah yang mau

mengikuti ajaran mereka.68

66 Wawancara Pribadi dengan Fatulloh S.Pd, Sie. Bidang Pendidikan dan Dakwah YPI BSC Al-

Futuwwah, Cipete, Jakarta, 22 Mei 2008.

67

Wawancara Pribadi dengan M. Sanwani Na’im, Pimpinan YPI BSC Al-Futuwwah, Cipete,

Jakarta, 20 Mei 2008 68

Wawancara Pribadi dengan Umar Kamal, Sekretaris YPI BSC Al-Futuwwah, Cipete Jakarta, 18

Mei 2008.

Page 52: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

Kondisi masyarakat di sekitar YPI BSC Al-Futuwwah ini adalah mereka

yang termasuk dalam golongan menengah ke bawah. Secara sosial, mereka yang

tinggal di lingkungan sekitar yayasan adalah mereka yang biasa dipandang sebelah

mata oleh orang kebanyakan. Lingkungannya pun bukan lingkungan yang agamis.

Misalnya banyak perjudian, mabuk-mabukkan, tindakan asusila dan perkataan

kotor adalah hal yang biasa setiap hari yang kerap dijumpai bahkan peristiwa

“MBA” (Married By Accident) sudah menjadi hal yang biasa.

Sedangkan dari sisi ekonomi, kehidupan mereka bisa dikatakan sangat jauh

dari pola kehidupan yang layak atau ideal. Tinggal di rumah petakan berukuran 3 x

4 m2 yang berdindingkan bilik dan triplek serta lantai tanpa ubin. Mata pencaharian

mereka umumnya sebagai pemulung, pembantu rumah tangga, supir, buruh dan

bahkan anak mereka sudah diharuskan mencari nafkah dijalanan.

Setidaknya dapat dibayangkan seperti apa kondisinya, sehingga wajar

ketika para misionaris gereja datang dengan membawa sembako dan beasiswa bagi

anak-anak, langsung mereka sambut dengan hangat. Mereka dengan suka rela

menuruti saja apa yang dikatakan oleh para misionaris tersebut, asalkan mereka

mendapatkan imbalan.

Pikiran yang ada di benak mereka pada saat itu adalah bagaimana caranya

mereka bisa mencukupi kebutuhan pokok yang mereka butuhkan setiap harinya.

Maka ketika ada orang yang hendak membagi-bagikan apa yang mereka butuhkan

dengan cuma-cuma, mereka menganggap itu adalah hal yang luar biasa. Padahal

dibalik itu semua, ada misi terselubung yang diemban oleh para misionaris, yaitu

kristenisasi massa. Tapi umumnya mereka tidak memahami maksud dan tujuan itu.

Page 53: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

Ini dapat dimaklumi karena kondisi sosial masyarakat pada saat itu, disamping

miskin harta juga miskin ilmu pengetahuan dan wawasan keagamaan.69

Peristiwa kristenisasi ini ternyata mengharuskan para remaja yang saat itu

sudah mulai aktif dengan kegiatan pengajiannya untuk “melek mata”. Mereka

dipaksa untuk menyadari bahwa kristenisasi dengan modus pemberian sembako

dan beasiswa telah hampir membuat adik-adik mereka menggadaikan imannya.

Selain itu, mereka juga harus menyadari bahwa selain mereka, ada adik-adik

mereka yang seharusnya dibina, diarahkan dan ditanamkan nilai-nilai keagamaan

sedini mungkin, sehingga mereka tidak akan goyah bila ada ancaman datang yang

mengusik akidah mereka, kelak di kemudian hari.

Dari sinilah maka para remaja tersebut mulai melirik dunia anak-anak

sebagai lahan dakwah mereka, dengan asumsi bila adik-adik mereka sedari kecil

sudah dibekali dengan pendidikan agama yang memadai dan keterampilan atau

pembekalan hidup, maka di kemudian hari, diharapkan akan tumbuh sebagai

remaja yang berjiwa dan berpola pikir Islami dan dapat hidupmandiri tanpa teru

mengharapkan bantuan dari orang lain.

Adapun langkah konkret yang dilakukan untuk mewujudkan maksud

mereka itu adalah dengan melakukan Pengkaderan Santri Shubuh. Kegiatan

pembinaan bagi adik-adik usia sekolah dasar yang dilakukan setiap hari dari pukul

04.30 WIB – 05.30 WIB ini, awalnya mendapat respon yang bermacam-macam

dari warga sekitar. Bukan hal yang mudah untuk bisa merealisasikan kegiatan ini,

mengingat pada jam-jam tersebut belum banyak anak-anak usia sekolah dasar yang

sudah bangun.

69 , Wawancara Pribadi dengan Fatulloh S.Pd, Sie. Bidang Pendidikan dan Dakwah YPI BSC Al-

Futuwwah, Cipete, Jakarta, 22 Mei 2008

Page 54: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

Sekalipun mereka sudah bangun dan mau mengikuti kegiatan tersebut,

adalah menjadi kendala bagi orang tuanya untuk mengantarkan mereka sampai ke

tempat kegiatan, di mana tempat kegiatan tersebut berjarak sekitar 200 m dari

pemukiman penduduk. Untuk bisa sampai ke tempat tersebut, mereka harus

melewati lapangan yang pada jam-jam (waktu) itu masih sangat gelap. Kondisi

seperti ini dapat dijadikan alasan oleh para orang tua untuk melegitimasi

kemalasannya mengantarkan anak-anak mereka. Di samping itu, ini juga menjadi

tantangan bagi para remaja untuk memutar otak, berpikir bagaimana caranya agar

kegiatan ini bisa terlaksana.

Teknik para misionaris untuk mendekati masyarakat dengan memberikan

sembako dan beasiswa, hasilnya bisa dibilang hampir mendekati kata sukses. Maka

tidak ada salahnya bila para remaja menggunakan teknik yang sama untuk

mendekati mereka, yaitu dengan pemberian beasiswa bagi santri yang rajin dan

tanpa absen datang ke kegiatan Pengkaderan Santri Shubuh dalam setiap bulannya.

Hasilnya cukup efektif. Setiap bulannya selalu ada peningkatan. Iming-

iming beasiswa ternyata mampu memotivasi para orang tua untuk mengantarkan

anak-anaknya, walaupun di shubuh hari. Alasan mereka pada saat itu adalah bukan

karena anak mereka butuh akan pengetahuan agama, tetapi karena mereka butuh

beasiswanya.70

Allah lah yang telah menyadarkan manusia semua dari kesalahan berpikir.

Dari yang semula hanya datang untuk mengantarkan anaknya mengaji guna

mendapatkan beasiswa, lambat laun mereka mulai berpikir, kalau ternyata mereka

pun membutuhkan ilmu agama seperti yang dilakukan oleh anak-anak mereka.

70 Wawancara Pribadi dengan M. Sanwani Na’im, Pimpinan YPI BSC Al-Futuwwah Cipete,

Jakarta, 20 Mei 2008

Page 55: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

Rutinitas mengantarkan anaknya pada setiap shubuh, menimbulkan

kesadaran dalam diri orang tua. Kesadaran para orang tua tersebut direspon baik

oleh para pengurus YPI BSC Al-Futuwwah. Kini, selain memberikan binaan untuk

anak-anak usia sekolah dasar, mereka pun mempunyai lahan dakwah baru, yaitu

pada segmen orang tua.

Sejak saat itu berarti yayasan telah mampu memasuki berbagai segmen

dakwah dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari anak-anak, remaja sampai orang

tua, yang kesemuanya bergerak di bidang pendidikan dan penggalian potensi diri.

Seiring berjalannya waktu dan peningkatan kesadaran pribadi masyarakat

akan pentingnya beribadah, para pengurus yayasan beserta warga sekitar

berinisiatif untuk mendirikan satu tempat ibadah sebagai fasilitas bagi mereka

untuk beribadah fardhu dan mengadakan berbagai kegiatan.

Akhirnya, atas kerja keras dan bantuan dari berbagai pihak serta atas izin

Allah SWT, pada pertengahan tahun 2003 berdirilah sebuah musholla yang sangat

minim luasnya dengan kondisi geografis yang sebenarnya kurang layak untuk

dijadikan sebuah tempat ibadah (karena kondisi awalnya musholla itu adalah

tempat pembuangan sampah warga sekitar yang berada di pinggir kali dan

bersebelahan dengan WC umum). Namun sejak berdirinya musholla, keadaannya

berubah. Sejak saat itu pula lah, sekretariat yayasan yang tadinya ada di rumah

salah satu pengurus, kini berpindah tempat ke musholla.

2. Letak Geografis YPI BSC Al-Futuwwah

Yayasan Pesantren Islam BSC Al-Futuwwah ini berlokasi di daerah

kelurahan Cipete Utara, Kecamatan Kebayoran Baru yang berjarak sekitar 3 - 4 km

dari kantor Walikota Jakarta Selatan. Untuk menuju YPI BSC Al-Futuwwah

Page 56: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

tersebut dapat menggunakan kendaraan seperti mobil umum ataupun yang lainnya,

tetapi untuk masuk kelokasi masih harus berjalan kaki sekitar ± 100 meter.

Yayasan Pesantren Islam BSC Al-Futuwwah ini dibangun diatas tanah

wakaf yang berukuran ± 120-150 m3 dan sekarang menampung 125 orang anak

asuh, dan letak yayasan ini berada diantara pemukiman penduduk.

3. Visi, Misi dan Tujuan YPI BSC Al – Futuwwah

Karena yayasan ini memang konsen dalam mengupayakan perbaikan

akhlak dan perilaku kehidupan sehari-hari sebagaimana yang seharusnya menurut

Islam, maka visi, misi dan tujuan yang dibuat dan ditetapkannya pun tidak jauh

dari hal tersebut.

Adapun visi dari YPI BSC Al-Futuwwah adalah :

Membentuk Generasi Ummat Yang Berwawasan dan Berakhlak Islami Sesuai

nilai-nilai Al-Qur`an dan Hadist (QS. 13:11).71

Sedangkan misi dari YPI BSC Al-Futuwwah adalah :

1) Mempersiapkan remaja muslim dalam bingkai pengetahuan, wawasan dan

keterampilan yang kompetitif dalam menyikapi tantangan zaman yang kian

besar.

2) Membekali generasi muda Islam dengan ketangguhan mental dan spiritual.

3) Mengangkat kehidupan sosial-ekonomi masyarakat sekitar yayasan pada

tingkat kemakmuran dan kesejahteraan yang merata.

4) Menanamkan nilai-nilai ukhuwah islamiyah pada konteks yang aplikatif dan

implementatif sesuai al-Qur’an dan Hadits.

71 AD/ART YPI BSC Al-Futuwwah

Page 57: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

5) Membiasakan dakwah pada tataran yang sederhana, dapat dilakukan oleh siapa

saja, di mana saja, dan berorientasi pada kebutuhan hakiki.72

Dari visi-misi yang disebutkan di atas, maka dapat dirumuskan bahwasanya

tujuan yang hendak dicapai oleh yayasan ini adalah :

a. Memasyarakatkan persepsi dan amaliah keislaman dalam kehidupan sehari-

hari.

b. Meningkatkan SDM umat Islam dalam segala bidang, sehingga mampu

memberi kontribusi terbaik bagi umat dan bangsa ini.

c. Membangun sistem pendidikan dan pembinaan umat yang relevan dengan

perjuangan Rasulullah SAW.

d. Dapat menjadi sarana atau wadah yang mampu memberi solusi atas segala

persoalan umat, menyejukkan dan memiliki semangat perubahan yang lebih

baik.73

4. Program-program Pendidikan Non Formal

a. Pelatihan Life Skill

Adalah pelatihan untuk ketangkasan, keterampilan dan kecerdasan emosional

menjadi seorang pmimpin agar dikemudian hari para santri yatim-piatu YPI

BSC Al-futuwwah mampu menyikapi dinamika zaman yang sudah nampak

tidak terkontrol akan maraknya krisis moral, akan tetapi pelatihan ini juga

mampu membangun kreativitas santri yang berguna untuk masyarakat sekitar

dengan contoh :Kaligrafi, perbengkelan, komputer dan membuat sandal bakyak

yang terbuat dari kayu dan kulit ban bekas

Adapun Waktu kegiatan ini dilakukan pada :

72 Ibid.,

73 AD/ART YPI BSC Al-Futuwwah

Page 58: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

Hari : Setiap hari Rabu dan kamis

Waktu : 13.30 – 17.00 WIB

Sifat : Rutin

Sasaran : anak jalanan usia 15 Tahun keatas

Tutor / Guru : Farbanul Karim, Taufiqurrahman dan Irma

Materi Komputer : - Microsof Office

- Correl Draw

- Photo shop

Materi Perbengkelan : - Service Motor

- Steam Motor

b. Kursus-kursus meliputi kursus bahasa Inggris, bahasa jepang, dan bahasa arab.

Dan juga pelatihan-pelatihan perbengkelan, training cleaning service,

administasi Yang dilaksanakan pada :

Hari : Senin – Sabtu

Waktu : 14.30 WIB – 16.30 WIB

Sifat : Rutin

Sasaran : Anak jalanan usia sekolah dasar

Guru : Wati, Ken Litahayu,Ummy Rifqiyah

c. Taman Pendidikan Al – Qur’an

Adalah kegiatan belajar baca – tulis al Qur’an bagi anak usia SD – SMP. Selain

belajar baca- tulis al-Qur’an, santri juga diberikan materi tambahan tentang

tauhid, aqidah, akhlak dan praktek sholat.

Page 59: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

Adapun waktu kegiatan ini dilakukan pada :

Hari : Senin – Jum’at

Waktu : 18.30 WIB - 19.30 WIB

Sifat : Rutin

Sasaran : Anak jalanan usia SD – SMP

Guru :Ust.Fahmi SQ, Iis Istianah S.H.I Fatulloh S.Pd,

d. AMT (Achievement Motivation Training)

Adalah kegiatan pemberian motivasi dan pengembangan diri, khususnya bagi

masyarakat sekitar yayasan yang bertujuan membentuk pribadi-pribadi yang

siap menjadi pemimpin maupun seorang muslim yang berpotensi sesuai

tuntunan al-Qur’an dan Hadits.

Adapun Waktu kegiatan ini dilakukan pada :

Hari : Rabu

Waktu : 20.00 – 22.00 WIB

Sifat : Rutin

Sasaran : Masyarakat umum74

Guru : M.Sanwani Na’im S.Sos

e. Majelis Ta’lim dan Tafsir Remaja

Adalah salah satu bentuk ta’lim bagi para remaja yang pada setiap

pertemuannya selalu mengangkat satu tema yang sedang aktual. Dibahas

dengan menggunakan bahasa sehari-hari, sehingga diharapkan dapat di-

74 Wawancara Pribadi dengan Taufk Rahman, Sei. Bidang Litbang YPI BSC Al-Futuwwah, dengan

Jakarta, 22 Desember 2007

Page 60: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

mengerti oleh para jama’ahnya dengan sandaran pengkajian pada ayat-ayat al-

Qur’an.

Adapun Waktu kegiatan ini dilakukan pada :

Hari : Kamis

Waktu : 19.30 WIB – 22.00 WIB

Sifat : Rutin

Sasaran : Remaja dan Orang Tua

Guru : KH. Fatih Naim

f. PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat)

Adalah sebuah kegiatan belajar-mengajar seperti yang umum dilakukan di

sekolah. Pelajaran yang diberikanpun sama, seperti ilmu pengetahuan alam,

ilmu pengetahuan sosial, matematika, bahasa Iandonesia, bahasa Inggris,

pendidikan agama dan kewarganegaraan. Bedanya adalah, kalau sekolah

diperuntukkan bagi masyarakat umum usia sekolah yang mampu bersekolah,

PKBM ini di peruntukkan bagi masyarakat umum usia sekolah yang tidak

bersekolah atau putus sekolah.

PKBM adalah semacam kegiatan belajar kejar paket A dan B, yang

pengajarnya adalah para pengurus yayasan. Tujuan dari kegiatan ini adalah

untuk memberantas kebodohan dan keterbelakangan ilmu pengetahuan. 75

Adapun Waktu kegiatan ini dilakukan pada :

Hari : Jum’at dan Minggu

Waktu : 19.00 WIB – 22.00 WIB

Sifat : Rutin

75 Wawancara Pribadi dengan Farhanul Karim, Sie Bid Pengkaderan & Organisasi YPI BSC Al-

Futuwwah, Cipete, Jakarta, 22 Desember 2007

Page 61: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

Sasaran : Masyarakat umum usia sekolah yang tidak bersekolah atau

putus sekolah

Guru : M. Sanwani Naim S.Sos dan Umar Kamal

g. Penyaluran kerja bagi santri berprestasi

Dorongan yang kuat dalam beraktifitas rutin memberikan inspirasi mencari

formula dan metode terbaik dalam penerapannya. Sejalan dengan semakin

berkembangnya program ini membuat kreatifitas terbangun memenuhi

tuntutan, pembenahan dan penyempurnaan masih terus dilakukan, pada

gilirannya nanti akan muncul SDM anak jalanan yang kompetitif dan

berkualitas lebih baik untuk berperan membangun bangsa ini. 76

5. Struktur Organisasi YPI BSC Al - Futuwwah

Yayasan Pesantren Islam Boarding School of Cipete Al-Futuwwah dalam

menjalankan roda keorganisasiannya, dapat dilihat dalam struktur organisasi dan

dalam susunan kepengurusan periode tahun 2003-2008 dijabat oleh :

Ketua Umum : Muhammad Sanwani Na’im, S.Sos

Ketua I : Dra. Halimatussa’diyah

Ketua II : Hj. Maryam

Sekretaris : Umar Kamal

Bendahara : Fatmawati Mahfudz

1. Sie. Bidang Pendidikan dan Dakwah

a. Pengajian-pengajian : Fathulloh

b. TPA dan TPQ : Nurlaila

76 Wawancara Pribadi dengan Fatulloh S.P, Sie. Bidang Pendidikan dan Dakwah YPI BSC Al-

Futuwwah, Cipete, Jakarta, 1 Maret 2008

Page 62: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

c. Sekolah Kejar Paket : Rizal Pahlevi

d. Pelatihan dan Kursus : Ken Lituhayu

2. Sie. Bidang Pengkaderan dan Organisasi : - Farhanul Karim

- Adi Damin

- Endang Pahlawi

3. Sie. Bidang Litbang

a. Evaluasi dan Penelitian : Taufik Rahman

b. Studi Banding : Sidratul Muntaha

c. Program : Mas’ud

STRUKTUR ORGANISASI YPI BSC AL-FUTUWWAH

CIPETE SELATAN, JAKARTA SELATAN

KETUA I

KETUA UMUM

PENGAWAS

BENDAHARA SEKRETARIS

KETUA II

PEMBINA

Page 63: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

B. Analisa Data Lapangan

1. Pelaksanaan Program Pendidikan Non Formal oleh YPI BSC Al –

Futuwwah

Pendidikan non formal yang dilakukan YPI BSC Al-Fituwwah adalah

merupakan satu program yang harus dijalankan mengingat masyarakat yang ada

disekitar yayasan adalah termasuk masyarakat yang tergolong menengah kebawah

terutama dalam hal pendidikan dan ekonomi. Dapat dilihat banyak sekali anak-

anak mereka yang putus sekolah baik ditingkat SD atau SMP sehingga mereka

menjadi anak jalanan yang semata-mata hanya untuk meringankan beban ekonomi

keluarga dan dalam hal ekonomi mata pencaharian masyrakat sekitar yayasan pada

umumnya adalah pembantu rumah tangga, kuli bangunan dan ojek motor.

L I T B A N G

BIDANG - BIDANG

PENGKADERAN

DAN ORGANISASI PENDIDIKAN DAN

DAKWAH

Page 64: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

Proses merancang dan menerapkan pendidikan non formal sebagai bentuk

kepedulian YPI BSC Al-Futuwwah dalam upaya meningatkan ekonomi anak

jalanan adalah suatu pilihan yang harus dilakukan, mengingat sebagai lembaga

sosial yang mempunyai tujuan utama adalah pemberdayaan masyarakat baik

pemberdayaan dalam hal ekonomi, sosial, budaya dan agama. Dala hal ini terutama

membuka rumah singgah dan panti asuhan bagi anak jalanan dan yatim-piatu.77

Konsep yang ditawarkan kepada anak-anak jalanan dan masyarakat

disekitar yayasan sebagai berikut:

1) Membuka pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya kehadiran seorang

manusia dilahirkan kemuka bumi sebagai khalifah (pemimpin) seperti

dalam firman Allah SWT yang artinya “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman

kepada malaikat ; “Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah

dimuka bumi….”.(Al-Baqarah 2 : 30).78dan tiap-tiap diri dibekali dengan

potensi yang luar biasa untuk mengembangkan pribadi-pribadi yang

berhasil serta sukses.

2) “The Power Of Change” kekuatan suatu perubahan sesuai dengan Al-Qur’an pada surat Ar-Ra’d ayat 11 “Sesungguhnya Allah tidak akan

merubah nasib suatu kaum sebelum mereka yang mengubah keadaan (nasib) mereka sendiri.”79

Dan yang tidak kalah penting adalah Pendekatan hati nurani merupakan

pendekatan yang lebih menarik, tidak melukai perasaan dan mengutamakan sisi

kelebihan positif dan memperkecil ruang kesalahan yang negatif dalam setiap

pribadi anak. Memberikan pemahaman kepada mereka bahwa setiap manusia yang

hidup didunia ini haruslah berusaha, karena hanya dengan usahalah nasib

seseorang akan berubah ke arah yang lebih baik, artinya peningkatan tarap

77 M. Sanwani Na’im, Pimpinan YPI BSC AL-FUTUWWAH, Wawancara Pribadi, Jakarta 6 Maret

2008

78 AlQur’an dan Terjemahannya, (Madinah : Mujamma’khadim Haramain asy Syarifah al Malik

Fadh I. thiba’at al Mush-af asy Syarif, 1411), h. 23

79 Ibid h. 133

Page 65: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

ekonomi harus senantiasa dilakukan yang semata-mata untuk memenuhi kebutuhan

hidup.

Adapun bentuk pendidikan non formal yang dilaksanakan oleh YPI BSC AL-

Futuwwah adalah meliputi ;

1) Pemberian beasiswa anak jalanan yang berprestasi, melalui perhatian secara

khusus dengan memperhatikan tingkat prestasi yang dimiliki anak jalanan

membuat mereka lebih merasa berarti dan mempunyai sikap optimis dalam

memandang masa depan mereka yang lebih cemerlang.

2) Menyentuh kecerdasan emosional orang tua dengan memberi perhatian

kepada anak mereka, sehingga memunculkan simpati yang mendalam

terhadap apa yang sedang dilakukan oleh yayasan.

3) Memberikan bekal kepada mereka yang dibentuk dalam program

pendidikan non formal yang dilaksanakan setiap hari. Dari beberarapa

kegiatannya adalah seperti pelatihan komputer, perbengkelan, clearing

service, pendidikan guru TPA/TK. Ini bertujuan agar mereka tidak lagi

mempunyai pemahaman bahwa hanya dengan berada dijalanan mereka

dapat makan, tetapi merubah pandangan mereka agar mereka mau bekerja

ditempat-tempat dan pekerjaan yang lebih layak dan pada akhirnya mereka

dapat hidup mandiri dan memenuhi kebutuhan hidup mereka.

4) Memberikan pelatihan-pelatihan keterampilan, seperti komputer,

perbengkelan, mengajar, pendidikan bahasa Inggris dan Arab. Ini semua

bertujuan agar setelah mereka selesai mengikuti pendidikan non formal

Page 66: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

mereka sudah siap untuk bersaing dalam mencari pekerjaan, selain itu

mereka akan medapatkan sertifikat untuk menunjukan legalitas mereka 80

Memberi motivasi tinggi kepada anak jalanan bahwa setiap dari mereka

berhak meraih cita-cita terbaik, mencapai prestasi dan hidup layak Pembekalan

pengetahuan dan ketrampilan sejak usia dini melalui program beasiswa prestasi,

aktivitas dimulai sejak mendirikan sholat subuh dan pembentukan karakter pribadi

anak jalanan yang kreatif dan inovatif adalah wujud kongkret pengembangan

sumber daya mereka. Pembiasaan yang berlangsung secara kontinue setiap hari

hari, minggu, bulan dan tahun demi tahun berhasil mencerahkan pandangan hidup

mereka, sehingga muncul keinginan besar menjadi orang yang dapat hidup

mandiri, memiliki komitmen dan mempunyai obsesi menjadi manusia terbaik

dalam berbagai bidang kehidupan.

Program yang diterapkan dalam upaya peningkatan ekonomi anak jalanan

di YPI BSC AL-FUTUWWAH tidak hanya diperuntukkan untuk anak didik saja

tetapi juga ada pembekalan atau pendidikan untuk para tenaga pengajar yang

nantinya akan menjadi pemandu atau pendamping bagi anak jalanan. Program-

programnya meliputi

1. Pemberdayaan tenaga pengurus dan pengajar menanamkan motivasi dan

kesungguhan dalam memberi kontribusi terbaik kepada anak jalanan, baik

berupa dukungan moril maupun materil secara prinsip ikhlas penuh rasa

ketulusan dan kasih sayang. Disamping itu juga YPI BSC Al-Futuwwah

memberikan beasiswa kepada guru pengajar dan pengurus yayasan ke

80 Wawancara Pribadi dengan M. Sanwani Na’im, Pimpinan YPI BSC AL-FUTUWWAH, Cipete,

Jakarta 6 Mei 2008

Page 67: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

beberapa perguruan tinggi dan lembaga pelatihan ketrampilan diantaranya

:

a) Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta

b) Bina sarana informatika (BSI) pondok labu

c) Lembaga dakwah Masjid Agung Al-Azhar

d) Lia, Fatmawati, Jakarta Selatan

e) PGTK At Taqwa, Bangka Jakarta Selatan

f) PGTK Darunnajah, Jakarta Selatan

g) PGTK Al-Hikmah, Jakarta Selatan.

h) Life Skill MHMMD Simpul Madani, ICMI Jakarta

i) ESQ Training, Jakarta

j) Dinamis Training, Jakarta

k) FKMT (forum komunikasi majlis ta’lim) Tingkat Propinsi DKI Jakarta

dan Walikotamadya Jakarta Selatan.

l) Lembaga pengembangan kemahasiswaan (LPK) Al-Azhar, Jakarta

m) Dan beberapa lembaga pendidikan dan pelatihan lainnya.

2. Membiasakan dan membudayakan pola pikir, sikap dan aktualisasi

akhlakul karimah dalam keseharian, menjadikan tauladan yang dapat

dicontoh oleh orang lain disekitar lingkungan yayasan .Budaya dan sikap

masyarakat yang awalnya individualistis, apatis dan liar dengan bebagai

macam kegiatan perjudian, mabuk-mabukan narkoba, sabung ayam, seks

bebas dan moralitas akhlak yang rendah, menjadi ciri khusus dilingkungan

masyarakat sekitar yayasan, jumlah penghuni mencapai ratusan kepala

keluarga dan keterbatasan tempat ibadah, dan sarana dakwah melengkapi

keterpurukan kondisi wilayah sekitar, ditambah lagi komunitas masyarakat

Page 68: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

bawah dengan sanitas lingkungan yang buruk seperti tidak tersentuh

peradaban kota modern (Ibukota Jakarta).

Konsep yang pertama kali dimulai yayasan dalam membumikan nilai-nilai

keislaman adalah melalui jalinan pendekatan ukhuwah islamiyah,

menebarkan budaya salam dan saling empati, peduli kepada kepentingan

dan kebutuhan yatim-piatu. Membuka mushollah sederhana untuk

berjamaah serta mensyiarkan dakwah yang terus menerus tanpa kenal lelah

dan bertahan dari segala tantangan dan tekanan dari sebagian kelompok

masyarakat.

3. Menjembatani kepentingan antara anak jalanan yang mempunyai kemauan

belajar tinggi dengan donatur yang hendak beramal sehingga terciptanya

keserasian harapan yang akan diraih dan kenyataan yang diperoleh dalam

bentuk bantuan beasiswa serta perlengkapan belajar lainnya.

Program beasiswa kepada anak jalanan memiliki pengaruh signifikan

dalam mengubah paradigma masyarakat lingkungan sekitar yayasan.

Tingkat kepedulian terhadap potensi SDM generasi muda Islam menerobos

masuk kepada cara pandang positif untuk meraih masa depan yang lebih

baik dan sukses. Anak-anak putus sekolah dan pengangguran menjadi

berkurang, keinginan melanjutkan ke jenjang pendidikan dan keterampilan

tinggi menjadi kebutuhan, serta kebiasaan mengemis dibeberapa tempat

dan prapatan lampu merah dihilangkan secara menyeluru. Maka muncul

kompetisi meraih prestasi yang terbaik disekolah dan dilingkungan sekitar

yayasan.

Motivasi santri memberikan pengaruh dalam melayani donatur untuk

beramal dan berbagi kepada yatim-piatu. Setiap bulan 20 anak

Page 69: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

mendapatkan bantuan beasiswa rutin, perlengkapan belajar santri dipenuhi

setiap 6 bulan sekali, termasuk keperluan kursus ketrampilan dan

pengembangan wawasan. Adapun data 20 anak yang mendapatkan

beasiswa sebagaimana terlampir.

4. Membekalan keterampilan dan pengetahuan, termasuk didalamnya

kedisiplinan yang tinggi menjadi target sasaran dalam pencapaian prestasi

santri yatim-piatu, mengingat persiapan regenerasi kepemimpinan kedepan

yang lebih kompetitif, cerdas intelektual, cerdas emosional dan cedas

spiritual.

Proses awal yang dilakukan menemui berbagai kendala, kesungguhan dan

usaha yang terus-menerus menjadi modal utama menerapkan program pembekalan

kepada anak didik, perlahan namun pasti, jumlah jamaah di mulai dari sekitar 17

orang, akhirnya mencapai 80 orang santri dalam shubuh berjamaah setiap hari.

Semangat spritualitas santri yatim-piatu semakin berkembang bersaman dengan

program shubuh berjamaah karena mempengaruhi kalangan orang tua, remaja,

anggota masyarakat dan tokoh masyarakat sekitar yayasan.

Kondisi dan keadaan yang ada pada diri manusia dapat diubah lebih baik

apabila ada kemauan yang besar dari tiap-tiap orang yang menginginkannya.

Begitu pula nasib yang menimpa anak jalanan adalah suatu proses yang

memunculkan makna dan hikmah tersendiri, bahwa kemandirian, kedewasaan serta

kesuksesan mesti diraih melalui kenyataan sebagai anak jalanan, perubahan besar

sudah harus dimulai dengan ikhtiar yang terus menerus, mengingat manusia

diwajibkan untuk berproses dalam usaha dan orientasi hasil mutlak kepunyaan

Allah SWT.

Page 70: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

Dari hasil observasi penulis menilai bahwa telah terjadi proses

pemberdayaan di daerah cipete yang dilakukan oleh YPI BSC Al – Futuwwah

Jakarta.

Sesuai dengan toeri yang dikemukakan oleh T. Hani Handoko adalah “Pengembangan” yaitu usaha jangka panjang untuk memperbaiki

pemecahan masalah dan melakukan pembaharuan.81

Dalam pengertian lain, pemberdayaan atau pengembangan atau tepatnya

pengembangan sumber daya manusia adalah upaya horizon pilihan bagi

masyarakat. Ini berarti masyarakat diberdayakan untuk melihat dan memilih

sesuatu yang bermanfa’at bagi dirinya. Dengan memakai logika ini, dapat

dikatakan bahwa masyarkat yang berdaya adalah yang dapat memilih dan

mempunyai kesempatan untuk mengadakan pilihan-pilihan.

Dengan paparan diatas, jelaslah bahwa proses pemberdayaan pada akhirnya

akan menyediakan sebuah ruang kepada masyarakat untuk mengadakan pilihan-

pilihan. Sebab manusia atau masyarakat yang dapat memajukan pilihan-pilihan dan

memilih dengan jelas adalah masyarakat yang mempunyai kualitas.

Penulis menilai pemberdayaan yang dilakukan oleh YPI BSC Al-

Futuwwah dibuktikan dengan timbulnya kesadaran dari para pemuda untuk

memilih serta melakukan kegiatan yang lebih bermanfa’at seperti mengadakan

pengajian dan diskusi dari pada hanya sekedar nongkrong sambil merokok dan

genjrang-genjreng main gitar.

Kegiatan pengajian dan diskusi yang dilakukan oleh YPI BSC Al-

Futuwwah merupakan sistem tindakan nyata yang menawarkan alternatif model

81 T. Hani Handoko, Manajemen, edisi II, (Yogyakarta, 1997), Cet ke XI, h. 337

Page 71: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

pemecahan masalah umat atau masyarakat, khususnya dalam bidang sosial dan

ekonomi

Kondisi masyarakat disekitar YPI BSC Al-Futuwwah yang kurang mampu

memang rawan terhadap kristenisasi. Hal ini merupakan tantangan bagi para

pemuda YPI BSC Al-Futuwwah untuk memberdayakan masyarakat kurang

mampu khususnya dibidang ekonomi.

Elliot mengemukakan bahwa 3 strategi pendekatan yang dipakai dalam proses pemberdayaan masyarakat.

1) The Walfare Approach, yaitu membentu memberikan bantuan kepada

kelompok-kelompok tertentu, misalnya mereka yang terkena musibah

bencana alam dan pendekatan ini tidak dimaksudkan untuk memberdayakan rakyat dalam menghadapi proses politik dan kemiskinan

rakyat. 2) The Development Approach, terutama memusatkan pada pembangunan

peningkatan kemandirian, kemampuan dan keswadayaan masyarakat. 3) The Empowerment Approach, yan melihat kemiskinan sebagai akibat

proses politik dan berusha memberdayakan atau melatih rakyat mengatasi ketidakberdayaannya.82

Penulis menilai dalam mengatasi kristenisasi yang terjadi di daerah cipete.

YPI BSC Al – Futuwwah telah melakukan salah satu dari tiga strategi pendekatan

pemberdayaan masyarakat yang dikemukakan oleh Elliot. Dalam hal ini YPI BSC

Al – Futuwwah memakai strategi The Walfare Approach yaitu dengan cara

pemberian beasiswa bagi santri yang rajin dan tanpa absen datang mangikuti

kegiatan yang dilakukan setiap hari oleh yayasan.

Beberapa hal yang menjadi landasan dalam pelaksanaan pemberdayaan

anak jalanan yang dikemas dalam pendidikan non formal yang dilakukan oleh YPI

BSC Al – Futuwwah yaitu:

1) Tujuan – tujuan Pemberdayaan

82 Ken Blanchad, Pemberdayaan: Bukan Perubahan Sekejap, Edisi II, (Yogyakarta: Amara Book’s,

2002), Cet ke 1, h. 150

Page 72: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

Pemberdayaan merupakan upaya meningkatkan harkat lapisan

masyarakat dan pribadi manusia, ini berarti masyarakat diberdayakan untuk

melihat dan memilih sesuatu yang bermanfa’at bagi dirinya dan pada akhirnya

proses pemberdayaan akan menyediakan sebuah ruang kepada masyarakat

untuk mengadakan pilihan-pilihan. Upaya ini meliputi:

Pertama, mendorong, memotivasi, meningkatkan kesadaran akan

potensinya dan menciptakan iklim atau suasana untuk berkembang.

Kedua, memperkuat daya, potensi yang dimiliki dengan langkah-langkah

positif memperkembangkannya.

Ketiga, penyediaan berbagai masukan dan pembukaan akses peluang-

peluang. Upaya yang dilakukan adalah peningkatan taraf pendidikan,

derajat kesehatan, akses kepada modal, teknologi tetap guna, informasi lapangan kerja dan pasar dengan fasilitas-fasilitasnya.83

Proses awal dalam rangka melaksankan kegiatan pendidikan non formal

yang sudah dilakukan YPI BSC Al -Futuwwah pada awalnya mereka yang

tadinya suka mengamen dan mengemis dijalan kita ajak ke yayasan lalu

diberikan pengarahan-pengarahan, dan kita berikan motivasi-motivasi hidup

yang pada akhirnya mereka merasa nyaman berada di yayasan dalam kegiatan

kehidupan sehari-hari lalu. Setelah itu mereka baru memahami akan

pentingnya masa depan yang lebih baik dibandingkan hidup dijalanan yang liar

yang pada akhirnya timbul kesadaran pada diri mereka dan merasa kehidupan

mereka harus ditata lebih baik lagi, akhirnya mereka punya suatu konsep

bahwa hidup ini harus produktif, harus kreatif dan mereka mulai berbenah diri

dengan meningkatkan kemampuan-kemampuan keterampilan dan pendidikan

yang untuk menunjang masa depan mereka.

83 I. Nyoman Sumaryadi, Perencanaan Pembangunan Daerah Otonom dan Pemberdayaan

masyarakat, (Jakarta: Citra Utama, 2005), h. 114

Page 73: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

Dalam pelaksanaan pendidikan non formal kita memberikan pelatihan-

pelatihan keterampilan dan kursus-kursus, seperti kursus komputer,

perbengkelan juga elektronik dan bagi anak jalanan yang masih usia sekolah

kita berikan bea siswa supaya mereka juga dapat mengikuti pendidikan yang

lebih baik dan meninggalkan kebiasaan mereka menjadi anak jalanan, yang

pada akhirnya lambat laun mereka mengikuti program pendidikan wajib belajar

baik yang diadakan disekolah-sekolah formal maupun program kejar paket

yang kita laksanakan diyayasan.

2) Bekerja Sama Dengan Pihak Luar

Dalam upaya pemberian pendidikan yang maksimal untuk anak jalanan,

maka setiap lembaga harus mejalin kerjasama dengan lemaga atau instansi lain.

Ini dimaksudkan apabila dalam pelaksanaan program menemui hambatan-

hambatan atau kendala, maka dapat terselesaikan karena mendapat bantuan

dari pihak pihak lain. Seperti halnya masalah pendanaan yang merupakan

persyaratan mutlak yang harus ada, karena tanpa dana semua yang sudah

direncanakan akan sulit untuk direalisasikannya

Pendidikan non formal bersifat quick yielding artinya dalam waktu yang

singkat dapat digunakan untuk melatih tenaga kerja yang dibutuhkan, terutama

untuk memperoleh tenaga yang memiliki kecakapan.84

Dalam upaya penyaluran kerja bagi anak jalanan yang sudah mengikuti

program yang dilakukan yayasan, maka YPI BSC Al-Futuwwah bekerja sama

dengan beberapa perusahaan, instansi dan juga perumahan-perumahan, dimana

merupakan tempat penyaluran verja bagi anak didik. Diantaranya adalah RS.

84. Soelaiman Yoesoef, Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah, (Jakarta: Bumi Aksara 1992), cet

ke 1, h. 85

Page 74: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

Brawijaya (Women & Children Hospital) di daerah Cipete Utara, perusahaan di

daerah Mampang Prapatan, apartemen-apartemen dan sekolah-sekolah yang

membutuhkan tenaga kerja dari YPI BSC Al-Futuwwah, mulai dari Celeaning

Service, Office Boy, Perawat sampai tenaga administrasi dan bahkan ada yang

menjadi sekretaris diinstansi atau perusahaan swasta. Selain itu dalam hal

pendidikan, YPI BSC Al-Futuwwah kerjasama dengan suku dinas pendidikan

nasional.terutama dalam pengadaan buku kurikulum dalam kelompok belajar

kejar paket.

3) Masa Pendidikan Non Formal

Dalam pelaksanaanya masa pendidikan non formal yang dilakukan YPI

BSC AL-Futuwwah maksimal selama 3 tahun, terutama untuk anak jalanan

yang sudah nenasuki usia diatas 15 tahun, ini dimaksudkan agar setelah selesai

mengikuti program pendidikan non formal mereka diharapkan bisa langsung

mencari bekerja dalam usia yang relatif muda

Pendidikan non formal sangat instrumental artinya pendidikan yang

bersangkutan bersifat luwes, mudah dan murah serta dapat menghasilkan

dalam waktu yang relatif singkat.85

Dalam mengikuti pendidikan non formal yang dilaksanakan oleh YPI

BSC Al – Futuwwah ada batas waktu tertentu maksimal 3 tahun. Dan bagi

mereka yang sekolah formal seperti SMP setelah lulus kita sekolahkan sampai

SMA dan bagi yang telah lulus SMA langsung kita salurkan kerja ke tempat-

tempat tertentu yang memang kita sudah mengadakan kerja sama dan sesuai

dengan kemampuan anak jalanan dan itu sudah sebanyak 12 anak. Dan bagi

85 Ibid, 85

Page 75: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

mereka yang putus sekolah kita haruskan masuk program wajib belajar kejar

paket A dan B.

4) Dana Operasional

Untuk dana operasional tidak diambil dari kas karena dana kas yang

ada kecil tapi yayasan ambil dari subsidi silang atau dari beberapa donator

yang masuk, lalu semua dana itu kita salurkan yang memang diperuntukkan

untuk memperkaya dan meningkatkan keterampilan anak jalanan yang

mengikuti program yayasan, selain itu juga pendanaan didapat dari Diknas

khususnya untuk kegiatan belajar kejar paket A dan B dan juga termasuk untuk

honor guru dan mereka semua (anak jalanan) digratiskan termauk buku-buku

dan subsidi yang semua itu untuk membantu kelancaran proses pendidikan

mereka.

Adapun anggaran yang dikeluarkan tiap bulan untuk pelaksanaan

program pendidikan non formal adalah 5 juta, digunakan untuk honor

volunteer/guru, konsumsi (makan), dsamping itu juga ada beberapa program

bea siswa dan pemberian perlengapan sekolah.

5) Hasil Dari Program Pendidikan Non Formal

Bagi mereka yang mengikuti program kejar paket A dan B akan

mendapat ijazah kesetaraan dan bagi mereka yang ikut program pembinaan

disini mereka mendapat sertifikat dan garansi dari kita untuk melamar

pekerjaan diperusahaan, bahwa anak didik ini adalah hasil binaan dari YPI

BSC AL-Futuwwah, dengan jaminan mereka mempunyai semangat, skill dan

etos kerja tinggi, jujur dan dan dapat menjaga nama baik yayasan dan

Page 76: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

perusahaan dan mereka dapat diterima dibeberapa tempat yang memang sudah

bekerja sama dengan yayasan.

Pada akhirnya anak jalanan yang dibina di YPI BSC AL-Futuwwah,

mereka dapat perkejaan yang lebih baik dibanding sebelum mengikuti program

pendidikan non formal mereka hanya mengamen, ojek payung dan mengemis

tetapi setelah mengikuti pendidikan non formal mereka disalurkan ketempat-

tempat kerja yang memang sesuai dengan keahlian atau skill mereka,

diantaranya ada yang menjadi celeaning service, office boy dan perawat di RS.

Brawijaya dan ada juga sebagai pelayan dibeberapa rumah makan dan

beberapa dari mereka ada yang menjadi guru TK/TPA.

Hasil atau out yang bagi yayasan adalah sebenarnya YPI BSC AL-

Futuwwah adalah bengkel atau dapur untuk pemberdayaan umat, jadi yayasan

tidak mengambil untung secara materi atau selisih dari penghasilan mereka,

tidak satu sen pun diambil. Yang yayasan lakukan adalah pembinaan secara

terus menerus dan lillahi ta’ala tanpa mengambil keuntungan tertentu tapi

pahala-pahala itulah yang diharapkan, dengan menolong mereka Insya Allh

Allah akan membalasnya dengan cara yang lain dan kenyataannya yayasan ini

diperluas arealnya, mudah untuk dikembangkan dan masyarakat juga lebih

percaya kepada kita, secara moril masyarakat melihat yayasan lebih konkrit

karena mereka melihat ada hasilnya, Alhamdulillah masyarakat sekitar juga

tidak segan untuk membantu kita di yayasan dan setiap waktu mereka siap kita

hubungi untuk dapat diminta bantuannya.

Secara mentalitas atau budaya mereka dapat menghasilkan uang dengan

mudah maka habisnya pun akan cepat setiap hari. Dan setelah mereka ikut

Page 77: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

program yayasan, tahu bagaimana sulitnya mencari uang dengan cara yang

benar dan mereka harus punya aktivitas dan harus membantu orang lain,

akhirnyamereka sudah mulai bisa kreatif, bisa meberikan pelayanan-pelayanan

kepada masyarakat yang nantinya mereka mendapat upah, ternyata dari cara itu

mereka lebih dapat memaknai bahwa bekerja itu lebih mengasyikan dan juga

ibadah. Dan merubah paradigma mereka yang tadinya hanya memikirkan

bagaimana dengan instan mendapatkan uang akhirnya mereka dapat berpikir

bagaimana caranya menata hidup yang lebih baik dengan cara bekerja yang

yang lebih layak dibanding harus mengamen atau mengemis dipinggir jalan.

2. Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Pendidikan Non Formal YPI

BSC Al-Futuwwah

a. Faktor Pendukung

ada beberapa hal yang menjadi faktor pedukung dan penghambat

selama pelaksanaan program pendidikan non formal dalam rangka upaya

peningkatan ekonomi anak jalanan yang dilakukan oleh YPI BSC Al-

Futuwwah yaitu:

Implementasi yang diterapkan dalam upaya peningkatan ekonomi anak jalanan

di YPI BSC AL-FUTUWWAH meliputi;

1) Pemberdayaan tenaga pengurus dan pengajar menanamkan motivasi

dan kesungguhan dalam memberi kontribusi terbaik kepada santri

yatim-piatu, baik berupa dukungan moril maupun materil secara prinsip

ikhlas penuh rasa ketulusan dan kasih sayang. Disamping itu juga YPI

BSC Al-Futuwwah memberikan beasiswa kepada guru pengajar dan

pengurus yayasan ke beberapa perguruan tinggi dan lembaga pelatihan

ketrampilan diantaranya :

Page 78: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

a. Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta

b. Bina sarana informatika (BSI) pondok labu

c. Lembaga dakwah Masjid Agung Al-Azhar

d. Lia, Fatmawati, Jakarta Selatan

e. PGTK At Taqwa, Bangka Jakarta Selatan

f. PGTK Darunnajah, Jakarta Selatan

g. PGTK Al-Hikmah, Jakarta Selatan.

h. Life Skill MHMMD Simpul Madani, ICMI Jakarta

i. ESQ Training, Jakarta

j. Dinamis Training, Jakarta

k. FKMT (forum komunikasi majlis ta’lim) Tingkat Propinsi DKI

Jakarta dan Walikotamadya Jakarta Selatan.

l. Lembaga pengembangan kemahasiswaan (LPK) Al-Azhar, Jakarta

2) Secara umum respon masyarakat disekitar yayasan menerima baik

adanya program ini, hanya segelintir orang saja yang kurang

mendukung mungkin ini dikarenakan faktor kecemburuan sosial atau iri

hati, tapi hal tersebut dapat diatasi oleh YPI BSC dan mereka

menyadari bahwa disetiap perjuangan itu pasti kita menemukan dampak

dari orang yang tidak suka dan juga ada sebagian orang merasa tidak

siap menerima perubahan-perubahan itu diantaranya bagi anak yang

biasanya gampang diatur atau dilecehkan oleh mereka dan setelah kita

bina dengan baik akhirnya anak jalanan itu susah lagi diajak untuk

berbuat salah seperti judi, mabuk, ini dikarenakan anak jalanan tersebut

kami arahkan untuk berbuat sesuatu yang lebih baik. Secara garis besar

Page 79: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

atau secara umum program-program ini diterima oleh masyarakat

sekitar yayasan.

3) Selain itu faktor pendukung lainnya adalah YPI BSC Al-Futuwwah

bekerja sama dengan Dik-Nas khususnya untuk pemberian bantuan

dalam bentuk buku-buku kurikulum untuk pelaksanaan program kejar

paket A dan B dan ada juga materi-meteri yang dibuat sendiri oleh

yayasan untuk memberikan pembekelan atau konsep diri, ini

dikarenakan mereka yang sebelumnya merupakan anak-anak tertinggal

maka kita memberikan motivasi-motivasi hidup, pelatihan-pelatihan,

life skill agar mereka siap menghadapi kahidupan dimasa mendatang.

4) Ada juga faktor pendukung berupa Fasilitas-fasilitas yang sudah ada di

yayasan yaitu: 5 unit komputer, peralatan kebersihan (Cleaning

service), out bond, alat-alat peraga untuk mengajar, dan juga bengkel

yang sudah kita sediakan untuk mereka praktik otomotif.

b. Faktor Penghambat

1) Kalau rintangan itu datangnya dari orang tua atau saudara dari anjal itu

sendiri yang merasa sudah nyaman berada dilingkungan yang gampang

mencari uang dijalanan, karena penghasilan mereka lumayan besar,

dengan cara mengemis, mengamen atau meminta-minta mereka bias

mendapatkan 30.000/hari. Masalah inilah yang menjadi rintangan

terberat, tetapi kita trus mencoba menjadikan hidup mereka lebih tertata

dan pada akhirnya menimbulkan perasaan yang menyenangkan dari

pihak orang tua dan keluarganya karena sebelumnya belum terbuka

bagaimana pentingnya seorang anak harus sekolah, produtif. Dan juga

Page 80: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

pada awalnya rintangannya adalah harus membuka wawasan orang tua

mereka juga karena kita harus bersabar memberikan pemahaman

kepada orang tuanya bagaimana pentingnya belajar dan pentingnya

anak-anak mereka diberikan keterampilan-keterampilan dan lambat

laun kendala atau rintangan itu akhirnya bisa kita lewati dan anak

mereka pun kita berikan pelajaran-pelajaran akhlaq yang menunjukan

bahwa kita tidak hanya merubah mereka dalam hal mencari kerja

(ekonomi) tapi juga mengenai akhlaq dan ilmu pengetahuan agama

terus kita tanamkan dalam diri mereka.

2) Selain itu adalah masalah budaya karena mentalitas budaya mereka

yang sudah terbiasa menganggur atau berada dijalanan, sehingga

mereka memang harus kita berikan pencerahan terlebih dahulu, itu yang

menjadi salah satu kendala atau penghambat dalam pelaksanaan

program. Dibutuhkan waktu beberapa bulan untuk mengembalikan

kepercayaan diri mereka, dan memberikan motivasi kepada mereka

untuk relajar hidup yang lebih baik ini dikarenakan mereka terbiasa

hidup liar, hidup dijalanan dan ketika mereka kita ajarkan untuk hidup

teratut maka membutuhkan waktu yang cukup lama.

3) Selain itu juga yang menjadi penghambat pelaksanaan program hádala

masalah dana, tetapi selama mereka mempunyai kemauan dan

keseriusan maka yayasan akan mempresentasikan ke donator-donatur

untuk membantu program pendidikan non formal ini bahwa kita punya

anak didik yang mempunyai semangat untuk mengikuti program dan

ada keinginan dari mereka untuk hidup yang lebih.

Page 81: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pelaksanaan dan menganalisa

tingkat kerberhasilan dan kegagalan pendidikan non formal yang telah dilakukan oleh

Yayasan pesantren BSC Al-Futuwah dalam upaya meningktkan ekonomi anak jalanan

di daerah Cipete Utara.

Sementara untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan

program tersebut dapat dilihat dari beberapa hal sebagai berikut:

1. Yayasan BSC Al-Futuwwah sudah menerapkan sistem pendidikan non formal

yang cukup profesional, sebab YPI BSC Al-Futuwwah menggunakan prinsip-

prinsip pengorganisasian, melaksanakan fungsi-fungsi manajemen dalam

merencanakan dan menjalankan strategi yang ditetapkan serta berusaha

meningkatkan sumber daya anak jalanan melalui berbagai pelatihan, pendidikan,

pembinaan dan pengembangan anak didik, dengan berbagai macam program

seperti :

a. Pelatihan Life Skill

b. Kursus bahasa dan komputer

c. Kajian intensif rutin mingguan dan bulanan

d. Penyaluran kerja bagi anak yang sudah lulus atau selesai mengikuti pendidikan

non formal.

Pelaksanaan program penddikan non formal yang dilakukan YPI BSC Al-

Futuwwah pada kehidupan sehari-hari anak jalanan, akhirnya memberikan dampak

yang cukup besar, yaitu Pertama mereka dapat meninggalkan kebiasaan mereka

Page 82: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

yang sebelumnya selalu berada dijalanan untuk mencari uang yang pada akhirnya

hanya digunakan untuk hal-hal yang tidak berguna bagi mereka, seperti berjudi,

mabuk dan lain-lain. Kedua setelah mereka mengikuti pendidikan non formal,

mereka dapat meningkatkan kemampuan mereka baik dalam keilmuwan dan

beribadah.

2. Keberhasilan yang lain adalah dapat dilihat bagaimana proses yang dilakukan oleh

BSC Al-Futuwwah dalam menjalin kerjasama dengan berbagai pihak, baik untuk

mendukung pelaksanaan pendidikan ataupun dalam hal penyaluran kerja bagi anak

didik yang telah lulus. Ada beberapa perusahaan atau lembaga yang siap

menampung bagi anak jalanan yang telah mengikuti pendidikan non formal BSC

Al-futuwwah, diantaranya Hospital Women and Children (RS. Brawijaya),

Restoran di daerah Kemang dan TPQ/TK An-Nur Cipete Utara.

Disisi lain ada beberapa hal yang menjadi faktor kegagalan dari pelaksanaan

pendidikan non formal yaitu antara lain:

1. Kurangnya jumlah fasilitas untuk mendukung kegiatan pendampingan bagi anak

jalanan.

2. Kurangnya dana operasional yang mengakibatkan memperlambat pelaksanaan

pendidikan non formal, dalam hal ini masih sedikit donatur yang memberikan

bantuan dana operasional lembaga.

B. Saran-Saran

Page 83: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

Untuk lebih meningkatkan efektifitas program pendidikan non formal di Yayasan

Pesatren Islam BSC Al-Futuwwah, Cipete Utara, peneliti mempunyai beberapa saran

sebagai berikut:

1. Lembaga

a. Perlu ditingkatkannya program yang suda hada sepeti Training of Trainer

(TOT) bagi para tutor atau guru. Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan

tenaga pengajar yang lebih kompeten dibidangnya masing-masing dan

digarapkan nantinya melahirkan lulusan dari dari pendidikan non formal yang

diadakan oleh BSC al-Futuwwah dapat bersaing di dunia luar dalam hal ini

dalam mencari pekerjaan.

b. Fasilitas yang ada perlu ditambah jumlahnya mengingat semakin lama siswa

binaan yang mengikuti program pendidikan non formal semakin bertambah.

c. Kegiatan ini harus lebih disosialisasikan bahwa progran pendidikan non

formal ini tidak hanya diperubtukkan untuk anak jalanan di sekitar yayasan

saja tetapi juga untuk masyarakat umum yang kurang mampu (dhuafa) yang

berada diluar yayasan.

2. Perguruan Tinggi/Fakultas/Jurusan

Memperbanyak literatur serta buku referensi tentang ke PMI-an khususnya

tentang pemberdayaan anak jalanan dan pendidikan non formal. Selama ini buku

referensi masih sangat terbatas, akhirnya mahasiswa sulit untuk memperoleh

informasi.

Mengadakan praktikum jurusan / pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan

setiap semester yang ditujukan untuk mahasiswa PMI. Sebagai contoh menjalin

kerjasama dengan LSM yang fokus pada hal pada hal pemberdayaan masyarakat

pemulung, anak jalanan, pengusaha kecil dan lain-lain. Hal ini bertujuan agar

Page 84: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

mahasiswa langsung dapar mempraktikan teori yang mereka dapat dibangku

perkuliahan.

Page 85: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Syarwani, LSM, Partisipasi Rakyat dan Usaha Menumbuhkan Keswadayaan,

(Jakarta: LP3S, 1992), Cet ke I.

Al – Qur’an dan Terjemah (Ayat pojok bergaris), Departemen Agama RI).

Amrullah Ahmad, Strategi Dakwah di Tengah Era Reformai Menuju Idonesia Baru

Dalam Memasuki Abad 21, (Bandung, 1999).

Arnetty Utsman, Kebijakan Pemerintah Dalam Penanganan Anak Jalanan, Semi

Lokakarya Penanganan Anak Jalanan, (Jakarta: 20 April 2000).

David Korten, Menuju Abad 21, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001), Cet ke I.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai

Pustaka, 1997), Cet ke I.

Departemen Sosial RI, Modul Pelatih Pemberdayaan Anak Jalanan Melalui Rumah

Singgah, (Kerjasama dengan YKAI dalam PKS Anak Jalanan, 1999).

Didik J. Rachbini, Pengembangan Ekonomi dan Sumber Daya Manusia, (Jakarta: PT.

Grafindo, 2001), Cet ke I.

Dirjen Bina Sosial, Diskusi Badan Koordinasi Kesejahteraan Sosial, (Jakarta: Dep – Sos, 1989).

Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi, (Jakarta: LP3S,

UI, 1998), Cet ke 1.

Glen William, Community Participation and the Roe of Voluntary Agencies In Indonesia, (Jakarta: LP3S Prisma No. 4, 1998).

Gunawan Sumadiningrat, Pengembangan Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat,

(Jakarta, Bina Rena Pariwara, 1997), Cet ke 1.

Hamid Abidin, Kritik dan Otokritik LSM (Membongkar Kejujuran dan Keterbukaan LSM

Indonesia, (Jakarta: Piramedia, 2004), Cet ke I.

Hasil Penelitian Departemen Sosial dan UND, (Jakarta: YKAI, 1996).

Nyoman Sumaryadi, Perecanaan Pembangunan Daerah Otonom dan Pemberdayaan

Masyarakat, (Jakarta: Citra Utama, 2005).

Info Bisnis, Bisnis Milliaran LSM, Edisi 96, September 2001.

Intruksi Mentri Dalam Negeri No. 8, Tentang Pembinaan Lembaga Swadaya Masyarakat, 1990.

Page 86: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan Pengembangan Masyarakat dan Intervensi

Komunitas (Jakarta, Fakultas UI, 2000), Cet ke I.

J. Soetomo, Petunjuk Teknis: (Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan untuk Pembinaan

Kesejahteraan Anak Jalanandi 12 Provinsi, (Jakarta: Dep Sos RI, 1999).

Jhon Clark, NGO dan Pengembangan Masyarakat, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya,

1995), Cet ke I.

Ken Blanchad, Pemberdayaan: Bukan Perubahan Sekejap, edisi II, (Yogyakarta: Amara Book’s, 2002), Cet ke I.

Makmur Sanusi, Anak Jalanan, Permasalahan dan Rencana Penanganannya, Dalam

Majalah Penyuluhan Sosial, (Jakarta: Edisi Khusus Hari Anak Jalanan, 23 Juli

1997).

Mansour Fakih, Masyarakat Sipil Untuk Transformasi Sosial (Pergolakan Ideologi LSM

Indonesia), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), Cet ke III.

Nanih Machendrawaty dan Agus Ahmad Syafe’i, Pengembangan Masyarakat Islam Dari

Ideologi Strategi Sampai Tradisi, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2001).

Prijono Onny S dan Pranaka A. M. W, Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan dan

Implemetasi, CSIS, (Jakarta: 1996).

Sadono Soekirno, Pengantar Teori Mikro Ekonomi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), Cet ke XVI.

Soedijar Z. A., Profil Anak Jalanan di DKI, (Jakarta: Media Informatika, 1989).

Soejipto Wirosarjono, Apa Yang Dapat Dilakukan LSM Dibidang Kependudukan,

(Jakarta: LP3S, 1990), Cet ke I.

Soekidjo Noto Atmojo, Pengembangan Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Rineka Cipta,

1998), Cet ke II.

Soelaiman Joesoef, Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah, (Jakarta: Bumi Aksara,

1992), Cet ke I.

T. Hani Handoko, Manajemen, edisi II (Yogyakarta, 1997), Cet ke XI.

Tadjuddin Noer Effendi, Sumber Daya Manusia, Peluang Kerja dan Kemiskinan

(Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 1995).

Tata Sudrajat, Hasil Lokakarya Nasional Anak Jalanan, (Jakarta: YKAI, 1995).

Wandi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, (Jakarta: Logos, 1997).

Page 87: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

Zaim Saidi, Secangkir Kopi Max Havelar, LSM dan Kebangkitan Masyarakat, (Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 1995), Cet ke I.

Zamroni, Pendidikan Untuk Demokrasi Masyarakat, (Yogyakarta, Tiara Wacana Yogya,

1995), Cet ke I.

Page 88: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

Lampiran

Hasil Wawancara Berkenaan Proses Prekrutan Anak Jalan untuk Mengikuti Program

Pedidikan Non Formal

Nama : M. Sanwani Na’im. S. Sos.

Jabatan : Pimpinan Yayasan

Tempat / Waktu : Yayasan Pesantren Islam BSC Al-Futuwwah / 05 July 2008

1. Bagaimana tahapan-tahapan pelaksanaan Pendidikan Non Formal yang

dilakukan oleh YPI BSC Al-Futuwwah khususnya dalam rangka peningkatan

ekonomi anak jalanan?

Kegiatan-kegiatan untuk non formal yang sudah dilakukan YPI BSC Al-Futuwwah

diantaranya mereka kita tarik yang tadinya suka mengamen dijalan, suka

mengemis dijalan kita tarik kedalam lalu kita adakan pengarahan-pengarahan,

ngobrol-ngobrol terus kita berikan suatu motivasi-motivasi yang pada akhirnya

mereka merasa nyaman berada dalam kegiatan kehidupan sehari-hari lalu setelah

itu mereka baru memahami akan pentingnya masa depan mereka yang lebih baik

dibandingkan mereka hidup dijalanan yang liar seperti itu. Akhirnya dengan cara

seperti itu mereka merasa kehidupan mereka harus ditata dan dengan cara ditata,

akhirnya mereka punya suatu konsep bahwa hidup ini harus produktif, harus

kreatif dan mereka merasa mulai berbenah diri dengan meningkatkan kemampuan-

kemampuan yang untuk menunjang masa depan mereka.

Lalu Diantara pelaksanaanya kita memberikan pelatihan-pelatihan, les-les dan

kursus-kursus, bagi mereka yang putus sekolah kita sarankan untuk diberikan

kursus-kursus keterampilan seperti komputer, perbengkelan juga elektronik dan

bagi yang masih usia sekolah tetapi menganggur menjadi anak jalanan kita support

pemberian bea siswa supaya mereka juga melakukan pendidikan yang lebih baik

dan pada akhirnya mereka menyadari dan langsung mau mendaftar sekolah dan

meninggalkan kebiasaan mereka menjadi anak jalanan pada akhirnya lambat laun

mengikuti program pendidikan wajib belajar baik yang diadakan di sekolah-

sekolah formal maupun program kejar paket yang kita laksanakan disini.

Page 89: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

2. Dalam pelaksanaan pendidikan non formal di Yayasan Pesantren Islam BSC

Al-Futuwwah adakah pengklasifikasian terhadap anak jalanan? Jika ada

berdasarkan apa?

Yang kita klasifikasikan adalah jenjang pendidikan mereka yang terakhir, bagi

mereka yang jenjang pendidikannya lulus SD maka kita kelompokkan dengan

lulusan SD untuk ikut program kejar paket, begitupun dengan yang akhir

pendidikannya sampai jenjang SMP dan seterusnya. Dan bagi mereka yang putus

sekolah karena tidak punya biaya kita berikan beasiswa tapi mereka direkrut untuk

rajin dalam kegiatan-kegiatan kita, mereka boleh menerima beasiswa tetapi mereka

juga konsekuensinya harus benar-benar ikut program secara kesinambungan bukan

hanya sekolahnya saja tapi juga aktivitas sehari-hari, pembinaan sehari-hari bahkan

ibadah sehari-hari diawasi dan diarahkan semaksimal mungkin.

3. Berapa lama masa pendidikan non formal yang dilakukan oleh yayasan

pesantren BSC Al-Futuwwah?

Untuk anak jalanan, kita terus menerus tidak pernah ada kata berhenti, kalau masa

pendidikan mereka ada batas waktu tertentu maksimal 3 tahun. Bagi mereka yang

lulus SMP kita sekolahkan sampai SMA dan bagi yang telah lulus SMA langsung

kita salurkan ke tempat-tempat tertentu yang memang kita sudah mengadakan

kerja sama dan sesuai dengan kemampuan anak jalanan dan itu sudah sebanyak 12

anak. Dan bagi mereka yang putus sekolah kita haruskan masuk program wajib

belajar kejar paket A dan B.

4. Dalam rangka peningkatan taraf ekonomi anak jalanan, apakah YPI BSC Al-

Futuwwah bekerjasama dengan pihak lain? jika ya, dengan pihak mana? Sudah

berapa lama? Dalam bidang apa?

Ada beberapa perusahaan, instansi dan juga perumahan yang sudah terikat

kerjasama dengan kita dimana merupakan tempat penyaluran bagi anak didik kita

diantaranya didaerah bilangan Cipete seperti RS. Brawijaya (Women & Children

Hospital), perusahaan di daerah Mampang Prapatan, apartemen-apartemen dan

sekolah-sekolah yang membutuhkan tenaga kerja dari binaan BSC Al-Futuwwah

mulai dari Celeaning Service, Office Boy, Perawat sampai tenaga administrasi dan

bahkan ada yang menjadi sekretaris diinstansi atau perusahaan swasta. Selain itu

Page 90: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

dalam hal pendidikan, kita juga kerjasama kita dengan kelompok belajar kejar

paket A dan B dan juga suku dinas pendidikan nasional

5. Bagaimana tingkat keberhasilan program pendidikan non formal sampai

sekarang?

Alhamdulillah tetap berjalan walaupun tingkat keberhasilannya maih terus kita

rintis dan kita merasa semua ini harus tetap diperjuangkan dan tidak kenal kata

berhenti, karena semakin hari ada lagi adik-adik mereka atau yang junior yang

harus kita bina terus menerus

6. Adakah persyaratan bagi anak jalanan untuk mengikuti pendidikan non

formal di BSC Al-Futuwwah? Jika ada apa saja?

Persyaratan yang utama bagi anak jalanan adalah kemauan, karena ujung tombak

dari kesuksesan dari seseorang adalah kemauan, kalau anak itu sudah mempunyai

kemauan berarti sudah 50% keberhasilan sudah diraih dan anak itu akan lebih

mudah dibekali atau dididik dan dapat menerima bentuk binaan kita, tetapi kalau

anak itu pandai tetapi tidak mempunyai kemauan maka kepandaiannya akan sia-

sia.

7. Dari manakah YPI BSC al-Futuwwah mendapatkan dana operasional?

Untuk dana operasional kita tidak ambil dari kas karena dana kas yang ada kecil

tapi kita ambil dari subsidi silang atau dari beberapa donator yang masuk lalu

semua dana itu kita salurkan yang memang diperuntukkan untuk memperkaya dan

meningkatkan keterampilan mereka, selain itu juga pendanaan didapat dari Diknas

khususnya untuk kegiatan belajar kejar paket A dan B dan juga termasuk untuk

honor guru dan mereka semua (anak jalanan) digratiskan termauk buku-buku dan

subsidi yang semua itu untuk membantu kelancaran proses pendidikan mereka

disamping itu juga untuk keterampilan-keterampilan, kursus-kursus juga kita

carikan donator untuk mereka.

8. Menurut anda, apa yang menjadi kendala dalam menjalani program

Pendidikan Non Formal bagi anak jalanan? Bagaimana menanggulanginya?

Kendala utamanya adalah masalah budaya karena mentalitas budaya itu mereka

yang sudah terbiasa menganggur atau berada dijalanan, sehingga mereka memang

Page 91: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

harus kita “poles” terlebih dahulu, itu yang menjadi kendala utamanya. Jadi kita

membutuhkan waktu beberapa bulan untuk mengembalikan kepercayaan diri,

semangat mereka itu yang paling sulit ini dikarenakan mereka terbiasa hidup liar,

terbiasa hidup dijalanan dan ketika mereka kita ajarkan untuk hidup teratut maka

membutuhkan waktu yang cukup lama. Selain itu juga masalah dana, tetapi selama

mereka mempunyai kemauan dan keseriusan maka kitapun akan

mempresentasikan ke donator-donatur untuk membantu program Pormal Non

Formal bahwa kita punya anak didik yang mempunyai semangat hidup lebih baik.

9. Menurut anda, apa yang menjadi ancaman atau rintangan dalam menjalani

Pendidikan Non Formal bagi anak jalanan? bagaimana mengatasinya?

Kalau rintangan itu datangnya dari orang tua atau saudara dari anak jalanan itu

sendiri yang merasa sudah nyaman berada dilingkungan yang gampang mencari

uang dijalanan, karena penghasilan mereka lumayan besar, dengan cara mengemis,

mengamen atau meminta-minta mereka biasa mendapatkan 20ribu/hari. Masalah

inilah yang menjadi rintangan terberat, tetapi kita trus mencoba menjadikan hidup

mereka lebih tertata dan pada akhirnya menimbulkan perasaan yang

menyenangkan dari pihak orang tua dan keluarganya karena sebelumnya belum

terbuka bagaimana pentingnya seorang anak harus sekolah. Dan juga pada awalnya

rintangannya adalah harus membuka wawasan orang tua mereka juga karena kita

harus bersabar memberikan pemahaman kepada orang tuanya bagaimana

pentingnya belajar dan pentingnya anak-anak mereka diberikan keterampilan-

keterampilan dan lambat laun kendala atau rintangan itu akhirnya bisa kita lewati

dan anak mereka pun kita berikan pelajaran-pelajaran akhlaq yang menunjukan

bahwa kita tidak hanya merubah mereka dalam hal mencari kerja (ekonomi) tapi

juga mengenai akhlaq dan ilmu pengetahuan agama terus kita tanamkan dalam diri

mereka.

10. Bagaimana respon masyarakat sekitar terhadap program PNF yang

dilaksanakan oleh Yayasan BSC?

Sebenarnya secara umum respon masyarakat disekitar yayasan menerima baik

adanya program ini, cuma segelintir orang saja yang mungkin dikarenakan faktor

kecemburuan sosial atau iri hati, tapi intiya biasalah disetiap perjuangan itu pasti

kita menemukan dampak dari orang yang tidak suka dan juga ada sebagian orang

Page 92: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

yang mungkin terlewati atau merasa kalah didalam memberikan masukan-masukan

kepada anak-anak yang sebelumnya berada dijalanan. Secara garis besar atau

secara umum kebaikan-kebaikan atau program-program diterima oleh masyarakat

dan hanya segelintir orang saja yang tidak siap menerima perubahan-perubahan itu

diantaranya bagi anak yang biasanya gampang diatur atau dilecehkan dan setelah

kita bina dengan baik akhirnya mereka susah diajak lagi untuk berbuat salah

seperti judi, mabuk, ini dikarenakan mereka kita arahkan untuk berbuat sesuatu

yang baik.

Page 93: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

Lampiran

Hasil Wawancara Berkenaan dengan Pelaksanaan Program Pedidikan Non Formal

Nama : Fatulloh S. Pd.

Jabatan : Ketua Div. Pendidikan dan Dakwah

Tempat / Waktu : Yayasan Pesantren Islam BSC Al-Futuwwah / 08 July 2008

1. Dalam pelaksanaan Pendidikan Non Formal apakah YPI BSC Al-Futuwwah

membuat kurikulum tersendiri atau mengacu pada kurikulum yang sudah

ada?

Ada beberapa kurikulum yang sudah disediakan oleh Dik-Nas khususnya untuk

program kejar paket A dan B dan ada juga materi-meteri yang kita buat sendiri

untuk memberikan pembekalan atau konsep diri karena mereka yang sebelumnya

merupakan anak-anak tertinggal maka kita memberikan motivasi-motivasi hidup,

pelatihan-pelatihan, life skill agar mereka siap menghadapi kehidupan dimasa

mendatang.

2. Apa saja sarana dan fasilitas yang digunakan oleh BSC untuk menunjang

pelaksanaan Pendidikan Non Formal?

Fasilitas-fasilitas yang sudah ada adalah 5 unit computer, peralatan kebersihan

(Cleaning service), out bond, alat-alat peraga untuk mengajar, dan juga bengkel

yang sudah kita sediakan untuk mereka praktik otomotif

Bagi Yayasan adalah YPI BSC Al-Futuwwah itu sebenarnya bengkel atau dapur

untuk pemberdayaan umat, jadi kita tidak mengambil untung secara materi atau

mungkin selisih dari penghasilan mereka, tidak satu sen pun kita ambil. Yang kita

lakukan adalah pembinaan secara terus menerus dan Lillahi ta’ala saja tanpa

mengambil keuntungan tertentu tapi pahala-pahala itulah yang kita harapkan,

dengan menolong mereka mungkin Allah akan mebalasnya dengan cara yang lain

dan kenyataannya tempat kita ini diperluas, mudah untuk dikembangkan dan

masyarakat juga lebih percaya kepada kita, secara moril masyarakat melihat kita

lebih konkrit karena mereka melihat ada hasilnya, Alhamdulillah mereka juga tidak

Page 94: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

segan untuk membantu kita diyayasan dan setiap waktu mereka siap kita hubungi

untuk dapat diminta bantuannya.

3. Sebelum mereka mengikuti program Pendidikan Non Formal penghasilan

mereka 20rb/hari dan berapa penghasilan mereka setelah mengikuti

Pendidikan Non Formal? apakah meningkat atau bahkan berkurang?

Sebenarnya secara ekonomi merekat tidak mendapatkan keuntungan sekaligus atau

secara instan, tetapi mereka dapat menata kehidupan mereka yang lebih baik dan

mereka dapat menabung walaupun secara kasat mata penghasilan mereka

berkurang, tetapi secara konkritnya mereka mendapatkan sesuatu yang lebih baik,

dengan mereka dapat mengatur keuangan, akhirnya mereka dapat hidup lebih

hemat dan dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga mereka dibanding ketika

mereka hidup dijalan yang secara instan mereka dapat penghasilan tetapi hanya

dihabiskan untuk hari itu juga, terkadang untuk berjudi, mabuk dan lain-lain

4. Menurut anda apa yang menjadi indikator atau tolok ukur meningkatnya

taraf ekonomi anak jalanan?

Secara mentalitas atau budaya mereka dapat menghasilkan uang dengan mudah

maka habisnya pun akan cepat setiap hari. Dan setelah mereka ikut program kita,

tahu bagaimana sulitnya mancari uang dengan cara yang benar dan mereka harus

punya aktivitas dan harus membantu orang lain mereka sudah mulai biasa kreatif,

biasa memberikan pelayanan-pelayanan kepada masyarakat yang nanti mereka

dapat upah, ternyata dari cara itu mereka lebih dapat memaknai bahwa bekerja itu

lebih mengasyikan dan juga lebih ibadah. Dan juga merubah paradigma mereka

yang tadinya hanya memikirkan bagaimana dengan instan mendapatkan uang

akhirnya mereka dapat berpikir bagaimana caranya menata hidup yang lebih baik.

5. Bagaimana pengawasan yang dilakukan oleh YPI BSC Al-Futuwwah

terhadap anak didik atau anak jalanan?

Bagi yang masih ikut program di yayasan kita awasi dengan melalui shubuh

berjamaah dan juga kegiatan tiap hari, selain mereka diberikan keterampilan-

keterampilan, pembekalan hidup dan motivasi mereka juga diajari ilmu

pengetahuan agama seperti pengajian al-qur’an, diskusi masalah fiqh dan forum

malam ahad. Dan bagi mereka yang sudah bekerja kita mempunyai beberapa

Page 95: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

informasi yang kita jadikan satu, diantaranya kita adakan forum diskusi yang dapat

kita tampung aspirasi atau ide mereka, bahkan mereka dapat membantu atau

meringankan pengeluaran-pengeluaran diyayasan ini dengan cara urunan mereka

dapat membayar rekening listrik, membeli fasilitas belajar mengajar dan lain-lain

6. Berapa anggaran yang dialokasikan untuk program Pendidikan Non Formal

ini?

Anggaran yang dikeluarkan tiap bulan untuk pelaksanaan program adalah 5 juta

rupiah, digunakan untuk honor volunteer atau guru, konsumsi (makan), disamping

itu juga ada beberapa program beasiswa dan pemberian perlengkapan sekolah.

7. Setelah mengikuti Pendidikan Non Formal di YPI BSC Al-Futuwwah apakah

anak didik mendapatkan ijazah atau sertifikat sebagi tanda kelulusan?

Kalau sertfikat atau ijazah resmi tidak ada, tapi bagi mereka yang mengikuti

program kejar paket A dan B mereka mendapatkan ijazah kesetaraan dan bagi

mereka yang ikut program pembinaan disini mereka mendapat sertifikat dan

garansi dari kita untuk melamar pekerjaan diperusahaan, bahwa anak ini adalah

hasil binaan kita dengan jaminan mereka mempunyai semangat dan etos kerja

tinggi, jujur dan dan dapat menjaga nama baik yayasan dan perusahaan dan mereka

dapat diterima ditempat pekerjaan yang memang sudah bekerja sama dengan

yayasan kita.

8. Menurut anda, apakah Pendidikan Non Formal yang diselenggarakan oleh

Yayasan Pesantren Islam BSC Al-Futuwwah sudah sesuai dengan kebutuhan

anak jalanan?

Secara garis besar Insya Allah sudah karena banyak perubahan-perubahan besar

disamping mereka sudah dapat pekerjaan yang lebih layak, mereka juga sudah

dapat memperbaiki prilaku, pola berpikir, pergaulan dan juga secara ekonomi

mereka lebih berarti utuk keluarganya artinya mereka sudah dapat meringankan

beban orang tua dan juga membantu biaya sekolah adik-adik mereka.

9. Berapa jumlah anak jalanan yang dibina?

Jumlah anak didik sebanyak 40 anak, 70% anak laki-laki dan 30% anak

perempuan. Dan yang sudah bekerja berjumlah 12 anak dibeberapa perusahaan.

Page 96: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

10. Kapan mulai perekrutan anak jalanan untuk diikuti program PNF?

Perekrutan dimulai semenjak tahun 2000, tapi efektif program Pendidikan Non

Formal ini berjalan baru dimulai pada tahun 2002.

11. Apa saja hasil atau out put yang sudah didapat baik oleh yayasan ataupun

anak jalanan dari Pendidikan Non Formal yang telah dijalani khususnya

dalam bidang ekonomi?

Bagi anak jalanan, mereka dapat perkejaan yang lebih baik dibanding sebelum

mengikuti program Pendidikan Non Formal mereka hanya mengamen, ojek

payung dan mengemis tetapi setelah mengikuti Pendidikan Non Formal mereka

disalurkan ketempat-tempat kerja yang memang sesuai dengan keahlian atau basic

mereka, diantaranya ada yang mjdi celeaning service, office boy, perawat di RS.

Brawijaya dan ada juga sebagai pelayan dibeberapa rumah makan atau catering

dan beberapa dari mereka ada yang menjadi guru TK/TPA.

Page 97: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

Lampiran

Hasil Wawancara Berkenaan dengan Pelaksanaan Program Pedidikan Non Formal

Nama : Farhanul Karim

Jabatan : Ketua Div. Pengkaderan

Tempat / Waktu : Yayasan Pesantren Islam BSC Al-Futuwwah / 08 July 2008

h. Pelatihan Life Skill

Adalah pelatihan untuk ketangkasan, keterampilan dan kecerdasan emosional

menjadi seorang pmimpin agar dikemudian hari para santri yatim-piatu YPI

BSC Al-futuwwah mampu menyikapi dinamika zaman yang sudah nampak

tidak terkontrol akan maraknya krisis moral, akan tetapi pelatihan ini juga

mampu membangun kreativitas santri yang berguna untuk masyarkat sekitar

dengan contoh :

Kaligrafi yang membuat kesejukan bagi yang melihatnya.

Membuat sandal bakyak yang terbuat dari kayu dan kulit ban bekas

Adapun Waktu kegiatan ini dilakukan pada :

Hari : Rabu (minggu ke-1)

Waktu : 13.30 WIB – 15.00 WIB

Sifat : Rutin

Sasaran : Para santri yatim-piatu

i. Kursus-kursus meliputi kursus bahasa Inggris, bahasa jepang, bahasa arab dan

komputer. Dan juga pelatihan-pelatihan perbengkelan, training cleaning

service, administasi Yang dilaksanakan pada :

Hari : Senin – Sabtu

Waktu : 14.30 WIB – 16.30 WIB

Page 98: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

Sifat : Rutin

Sasaran : Anak usia sekolah dasar

j. Taman Pendidikan Al – Qur’an

Adalah kegiatan belajar baca – tulis al Qur’an bagi anak usia SD – SMP. Selain

belajar baca- tulis al-Qur’an, santri juga diberikan materi tambahan tentang

tauhid, aqidah, akhlak dan praktek sholat.

Adapun waktu kegiatan ini dilakukan pada :

Hari : Senin – Jum’at

Waktu : 15.30 WIB - 17.00 WIB

Sifat : Rutin

Sasaran : Anak usia SD – SMP

k. AMT (Achievement Motivation Training)

Adalah kegiatan pemberian motivasi dan pengembangan diri, khususnya bagi

masyarakat sekitar yayasan yang bertujuan membentuk pribadi-pribadi yang

siap menjadi pemimpin maupun seorang muslim yang berpotensi sesuai

tuntunan al-Qur’an dan Hadits.

Adapun Waktu kegiatan ini dilakukan pada :

Hari : Rabu

Waktu : 13.00 WIB – 15.00 WIB

Sifat : Rutin

Sasaran : Masyarakat umum86

l. Majelis Ta’lim dan Tafsir Remaja

86 Wawancara Pribadi dengan Taufk Rahman, Sei. Bidang Litbang YPI BSC Al-Futuwwah, dengan

Jakarta, 22 Desember 2007

Page 99: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

Adalah salah satu bentuk ta’lim bagi para remaja yang pada setiap

pertemuannya selalu mengangkat satu tema yang sedang aktual. Dibahas

dengan menggunakan bahasa sehari-hari, sehingga diharapkan dapat di-

mengerti oleh para jama’ahnya dengan sandaran pengkajian pada ayat-ayat al-

Qur’an.

Adapun Waktu kegiatan ini dilakukan pada :

Hari : Rabu – Kamis

Waktu : 19.30 WIB – 22.00 WIB

Sifat : Rutin

Sasaran : Remaja

m. PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat)

Adalah sebuah kegiatan belajar-mengajar seperti yang umum dilakukan di

sekolah. Pelajaran yang diberikanpun sama, seperti ilmu pengetahuan alam,

ilmu pengetahuan sosial, matematika, bahasa Iandonesia, bahasa Inggris,

pendidikan agama dan kewarganegaraan. Bedanya adalah, kalau sekolah

diperuntukkan bagi masyarakat umum usia sekolah yang mampu bersekolah,

PKBM ini di peruntukkan bagi masyarakat umum usia sekolah yang tidak

bersekolah atau putus sekolah.

PKBM adalah semacam kegiatan belajar kejar paket A dan B, yang

pengajarnya adalah para pengurus yayasan. Tujuan dari kegiatan ini adalah

untuk memberantas kebodohan dan keterbelakangan ilmu pengetahuan. 87

Adapun Waktu kegiatan ini dilakukan pada :

Hari : Jum’at dan Minggu

87 Wawancara Pribadi dengan Farhanul Karim, Sie Bid Pengkaderan & Organisasi YPI BSC Al-

Futuwwah, Cipete, Jakarta, 22 Desember 2007

Page 100: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

Waktu : 19.00 WIB – 22.00 WIB

Sifat : Rutin

Sasaran : Masyarakat umum usia sekolah yang tidak bersekolah atau

putus sekolah

n. Penyaluran kerja bagi santri berprestasi

Dorongan yang kuat dalam beraktifitas rutin memberikan inspirasi mencari

formula dan metode terbaik dalam penerapannya. Sejalan dengan semakin

berkembangnya program ini membuat kreatifitas terbangun memenuhi

tuntutan, pembenahan dan penyempurnaan masih terus dilakukan, pada

gilirannya nanti akan muncul SDM anak jalanan yang kompetitif dan

berkualitas lebih baik untuk berperan membangun bangsa ini. 88

88 Wawancara Pribadi dengan Fatulloh S.P, Sie. Bidang Pendidikan dan Dakwah YPI BSC Al-

Futuwwah, Cipete, Jakarta, 1 Maret 2008

Page 101: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

DAFTAR ANAK JALANAN

1. Nama : Alfin 6

Nama : Ayu Wulandari

TTL : Semarang, 12 September 1988 TTL : Semarang, 16 Oktober 1991

Pendidikan : SDN 14/ Kelas II Pendidikan : SDN 14 Pagi/ Kelas V

Pekerjaan : Cleaning Service Pekerjaan : Pelayan Restoran

Gaji / Honor ; Rp. 850.000,- Gaji / Honor : Rp. 800.000,-

2. Nama : Ahmad Aziz 7

Nama : Arif Setiawan

TTL : Kediri, 11 Agustus 1991 TTL : Jakarta, 22 Juni 1989

Pendidikan : - - - Pendidikan : SMPN 250/ Kelas I

Pekerjaan : Cleaning Service Pekerjaan : Cleaning Service

Gaji / Honor ; Rp. 850.000,- Gaji / Honor : Rp. 850.000,-

3. Nama : Ari Bowo

8 Nama : Mulyono

TTL : Indramayu, 27 Mei 1990 TTL : Tegal, 1 Desember 1989

Pendidikan : SDN 14 Pagi/ Kelas III Pendidikan : SDN 14 Pagi/ Kelas II

Page 102: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

Pekerjaan : Gardener Pekerjaan : Cleaning Service

Gaji / Honor : Rp. 850.000,- Gaji / Honor : Rp. 850.000,-

4 Nama : Ahmad 9 Nama :

Arianto

TTL : Surabaya, 11 Januari 1989 TTL : Pekalongan, 4 April 1990

Pendidik : SDN 14 Pagi/ Kelas III Pendidikan : SDN 05/ Kelas IV

Pekerjaan : Sablon Pekerjaan : Gardener

Gaji / Honor : Rp. 750.000,- Gaji / honor : Rp. 850.000,-

5 Nama : Aziz Muslim 10 Nama :

Aisyah

TTL : Sumedang, 10 Agustus 1990 TTL : Jakarta, 2 Juni 1990

Pendidikan : SDN 14 Pagi/ Kelas IV Pendidikan : SDN 14/ Kelas I

Pekerjaan : Guru TPA An-Nur Pekerjaan : Guru TPA An-Nur

Gaji / Honor ; Rp. 750.000,- Gaji / Honor : Rp. 750.000,-

11 Nama : Astuti

17 Nama : Dana Saputra

TTL : Surabaya, 10 April 1989 TTL : Solo, 24 Maret 1994

Page 103: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

Pendidikan : MTS Tholibin/ Kelas I Pendidikan : SMPN 250/ Kelas I

Pekerjaan : Guru TPA An-Nur Ukuran Baju : M

Gaji / Honor : Rp. 750.000,-

12 Nama : Abdul 18 Nama : Eva

TTL : Nama TTL : Jakarta, 19 Februari 1998

Pendidikan : MTSN 3/ Kelas 1 Pendidikan : SDN 13 Pagi/ Kelas III

Pekerjaan : Cleaning Service Ukuran Baju : M

Gaji / Honor : Rp. 850.000,-

13 Nama : Arini Fasya

19 Nama : Dedi Setiawan

TTL : Jakarta, 3 Maret 1999 TTL : Wonogiri, 11 Oktober 1998

Pendidikan : SDN 14 Pagi/ Kelas I Pendidikan : SDN 14 Pagi/ Kelas III

Ukuran Baju : 8 Ukuran Baju : L

14 Nama : Amanda

20 Nama : Dian Wibisono

TTL : Jakarta, 12 Mei 2003 TTL : Jakarta, 9 Nopember 1999

Pendidikan : - - - Pendidikan : SDN 07 Pagi/ Kelas III

Page 104: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

Ukuran Baju : 5 Ukuran Baju : 8

15 Nama : Bagas Setiawan

21 Nama : Dwi Damayanti

TTL : Jakarta, 6 Juni 1997 TTL : Jakarta, 1 Nopember 1996

Pendidikan : SDN 05 Pagi/ Kelas VI Pendidikan : SDN 14 Pagi/ Kelas V

Ukuran Baju : 10 Ukuran Baju : 11

16 Nama : Budi Waluyo

22 Nama : Fauzi Shiddiq

TTL : Jakarta, 11 Nopember 1994 TTL : Jakarta, 13 Agustus 1998

Pendidikan : SMPN 250/ Kelas I Pendidikan : MI AHDI/ Kelas IV

Ukuran Baju : 13 Ukuran Baju : 10

23 Nama : Fachrul Riadi 29 Nama : Hermawan Aris Susanto

TTL : Tangerang, 18 Februari 1997 TTL : Boyolali, 24 Januari 1995

Pendidikan : SDN 14 Pagi/ Kelas VI Pendidikan : SDN 14 Pagi/ Kelas VI

Ukuran Baju : 11 Ukuran Baju : 12

24 Nama : Fachrul Rozi 30 Nama : Hartati

Page 105: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

TTL : Bandung, 9 September 1996 TTL : Jakarta, 14 Juni 1995

Pendidikan : SDN 14 Pagi/ Kelas IV Pendidikan : SDN 14 Pagi/ Kelas VI

Ukuran Baju : 11 Ukuran Baju : 12

25 Nama : Fachri Satria Aji 31 Nama : Hasanah

TTL : Purwokerto, 16 Juni 1997 TTL : Jakarta, 21 Januari 1994

Pendidikan : SDN 14 Pagi/ Kelas IV Pendidikan : SMP 250/ Kelas II

Ukuran Baju : 10 Ukuran Baju : 13

26 Nama : Fajar Afriansyah

32 Nama : Hasbulloh

TTL : Jakarta, 23 April 1999 TTL : Jakarta, 7 Juli 1994

Pendidikan : SDN 07 Pagi/ Kelas II Pendidikan : SDN 07 Pagi/ Kelas VI

Ukuran Baju : 7 Ukuran Baju : 14

27 Nama : Fitriyati

33 Nama : Hanafi Nurmahdi

TTL : Jakarta, 5 Maret 1995 TTL : Jakarta, 14 Mei 1998

Pendidikan : SDN 07 Pagi/ Kelas VI Pendidikan : SDN 14 Pagi/ Kelas III

Ukuran Baju : 12 Ukuran Baju : 9

Page 106: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

28 Nama : Gilang Pratama

34 Nama : Indra Saputra

TTL : Bandung, 21 Juni 1996 TTL : Jakarta, 5 September 1996

Pendidikan : SDN 13 Pagi/ Kelas V Pendidikan : SDN 14 Pagi/ Kelas V

Ukuran Baju : 11 Ukuran Baju : 11

35 Nama : Istiqomah

TTL : Jakarta, 18 Juli 1997

Pendidikan : MI AL-IHSAN/ Kelas IV

Ukuran Baju : 10

36. Nama : Ilham Kholid

TTL : Jakarta, 13 Nopember 1997

Pendidikan : MI AL-IHSAN/ Kelas IV

Ukuran Baju : 13

Page 107: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

37. Nama : Khoirul Anwar

TTL : Jakarta, 11 April 1998

Pendidikan : SDN 05 Pagi/ Kelas IV

Ukuran Baju : 9

38. Nama : Kholillah

TTL : Jakarta, 20 September 1995

Pendidikan : SDN 14 Pagi/ Kelas VI

Ukuran Baju : 11

39. Nama : Khoirudin

TTL : Jakarta, 28 Februari 1997

Pendidikan : SDN 14 Pagi/ Kelas IV

Ukuran Baju : 10

40. Nama : Khoirullah

TTL : Jakarta, 5 maret 1994

Pendidikan : SMP 250/ Kelas I

Page 108: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

Ukuran Baju : 13

47 Nama : Mudasir 53 Nama : M. Reza Arfianto

TTL : Jakarta, 9 September 1994 TTL : Tegal, 25 Agustus 1997

Pendidikan : SMP 12/ Kelas I Pendidikan : SDN 14 pagi/ Kelas V

Ukuran Baju : 13 Ukuran Baju : 10

48 Nama : Nia Puji Saputri 54 Nama : Meka Perclana Putra

TTL : Jakarta, 25 Juni 1994 TTL : Boyolali, 27 juli 1994

Pendidikan : SDN 13 Pagi/ Kelas VI Pendidikan : SMPN 250/ Kelas II

Ukuran Baju : 13 Ukuran Baju : 14

49 Nama : Ulfa

55 Nama : Merlin Apferawan

TTL : Jakarta, 15 juni 1998 TTL : Panongan, 20 April 1995

Pendidikan : SDN 14/ Kelas IV Pendidikan : SDN 13 Pagi/ Kelas V

Ukuran Baju : 8 Ukuran Baju : 11

Page 109: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

50 Nama : Novia Ariestarini

56 Nama : Mimi Utami

TTL : Jakarta, 7 Nopember 1994 TTL : Jakarta, 21 April 1994

Pendidikan : SMP 250/ Kelas III Pendidikan : SMP 12/ Kelas III

Ukuran Baju : 13 Ukuran Baju : 13

51 Nama : Nurhalimah

57 Nama : Mohammad Ariffudin

TTL : Jakarta, 27 Agustus 1996 TTL : Jakarta, 2 September 1994

Pendidikan : SDN 13 Pagi/ Kelas VI Pendidikan : SDN 05 pagi/ Kelas VI

Ukuran Baju : 11 Ukuran Baju : 13

52 Nama : Nurul Hasanah

58 Nama : Joko Julianto

TTL : Jakarta, 11 Nopember 1994 TTL : Jakarta, 3 Juli 1999

Pendidikan : SMP 250/ KELAS II Pendidikan : SDN 13 pagi/ Kelas II

Ukuran Baju : 13 Ukuran Baju : 8

Page 110: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

59 Nama : Lilis 65 Nama : Ramsah

TTL : Majalengka, 11 Februari 2000 TTL : Jakarta, 23 Oktober 1994

Pendidikan : SDN 13 PAGI KELAS II Pendidikan : SMP 250/ Kelas II

Ukuran Baju : 7 Ukuran Baju : 13

60. Nama : Lutui Remana Jusuf 66 Nama : Rosita

TTL : Malang, 10 Maret 1995 TTL : Garut, 3 Januari 1997

Pendidikan : SDN 05 pagi/ Kelas VI Pendidikan : SDN 05 Pagi/ Kelas IV

Ukuran Baju : 13 Ukuran Baju : 10

61 Nama : Maladih

67 Nama : Ridzki Amelia

TTL : Jakarta, 2 Februari 1998 TTL : Jakarta, 18 September 1995

Pendidikan : SDN 14 Pagi/ Kelas III Pendidikan : SDN 14 Pagi/ kelas VI

Ukuran Baju : 10 Ukuran Baju : 12

62 Nama : Mayadi Raka Siwi

68 Nama : Reza Purwanto

TTL : Garut, 7 mei 1997 TTL : Pekalongan, 24 Agustus 1989

Pendidikan : SDN 14 Pagi/ Kelas IV Pendidikan : Kejar Paket B BSC Al-Futuwwah

Page 111: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

Ukuran Baju : 10 Ukuran Baju : 14

63 Nama : Putri Amelia

69 Nama : Rani Putri

TTL : Klaten, 14 September 2001 TTL : Blitar, 3 Agustus 2001

Pendidikan : SDN 13/ Kelas I Pendidikan : SDN 14/ Kelas 1

Ukuran Baju : 5 Ukuran Baju : 6

64 Nama : Ramadhani

70 Nama : Rismawati

TTL : Jakarta, 17 Maret 2002 TTL : Jakarta, 26 April 1999

Pendidikan : - - - Pendidikan : SDN 05 Pagi/ Kelas II

Ukuran Baju : 5 Ukuran Baju : 8

71 Nama : Romelih 77 Nama : Sri Lestari

TTL : Jakarta, 15 Februari 1990 TTL : Jakarta, 29 Mei 1995

Pendidikan : Kejar Paket B BSC Al-Futuwwah Pendidikan : Kejar Paket A BSC AL-FUTUWWAH

Ukuran Baju : 15 Ukuran Baju : 13

Page 112: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

72 Nama : Royanah

78 Nama : Silvina

TTL : Jakarta, 17 Desember 1999 TTL : Jakarta, 21 Januari, 2002

Pendidikan : SDN 07/ Kelas III Pendidikan : - - -

Ukuran Baju : 8 Ukuran Baju : 5

73 Nama : Fauzan Abadi

79 Nama : Sri Pujian Ningsih

TTL : Jakarta, 13 Maret 1998 TTL : Purworejo, 11 Maret 1996

Pendidikan : SDN 05/ Kelas IV Pendidikan : SDN 07 pagi/ Kelas V

Ukuran Baju : 8 Ukuran Baju : 13

74 Nama : Sigit Santoso

80 Nama : Syapna Ariandini

TTL : Jakarta, 25 Juli 1992 TTL : Jakarta, 31 Agustus 1997

Pendidikan : Kejar Paket B BSC Al-Futuwwah Pendidikan : SDN 05 pagi/ Kelas IV

Ukuran Baju : 14 Ukuran Baju : 10

75 Nama : Supriatin

81 Nama : Ujang Abdul Rohman

TTL : Jakarta, 19 September 2001 TTL : Bogor, 18 April 1994

Pendidikan : - - - Pendidikan : SMPN 250/ Kelas II

Page 113: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

Ukuran Baju : 5 Ukuran Baju : 13

76 Nama : Sofyan Hadi

82 Nama : Uswah Matizi

TTL : Brebes, 13 September 2001 TTL : Jakarta, 31 Agustus 1994

Pendidikan : - - - Pendidikan : SLB A PTN

Ukuran Baju : 5 Ukuran Baju : 13

83 Nama : Sahrul

89 Nama : Ramdhoni

TTL : Jakarta, 13 Maret 1999 TTL : Jakarta, 5 Agustus 2001

Pendidikan : SDN 13 pagi/ Kelas II Pendidikan : MI AL-IHSAN/ Kelas I

Ukuran Baju : 8 Ukuran Baju : 6

84 Nama : Siti Anissa Khodijah

90 Nama : Taufik Hidayat

Page 114: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

TTL : Tegal, 27 Agustus 1998 TTL : Bogor, 24 September 1996

Pendidikan : SDN 05 pagi/ Kelas III Pendidikan : MI AHDI/ Kelas VI

Ukuran Baju : 9 Ukuran Baju : 11

85 Nama : Siti Mafpruhatunnisah

91 Nama : Yeni Afriyani

TTL : Jakarta, 19 April 1998 TTL : Jakarta, 22 April 1997

Pendidikan : SDN 07 pagi/ Kelas III Pendidikan : SDN 07 pagi/ Kelas IV

Ukuran Baju : 9 Ukuran Baju : 10

86 Nama : Rizlyatul Qibtiah

92 Nama : Yuni Shara

TTL : Jakarta, 9 Agustus 1999 TTL : Jakarta, 24 juli 1997

Pendidikan : MI AL-IHSAN/ Kelas II Pendidikan : SDN 14 Pagi/ Kelas IV

Ukuran Baju : 8 Ukuran Baju : 10

87 Nama : Siti Rahmah 93 Nama : Yuyun Yuniah

TTL : Jakarta, 12 Maret 1995 TTL : Jakarta, 12 September 1994

Pendidikan : MI AL-IHSAN/ Kelas VI Pendidikan : SMP 250/ Kelas II

Ukuran Baju : 11 Ukuran Baju : 12

Page 115: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

88 Nama : Uswatun Hasanah 94 Nama : Ajeng Rahayu

TTL : Jakarta, 12 Februari 1997 TTL : Blora, 24 Februari 1995

Pendidikan : MI AL-IHSAN/ Kelas V Pendidikan : SDN 07 pagi/ Kelas VI

Ukuran Baju : 10 Ukuran Baju : 11

95 Nama : Zikro Amalia 101 Nama : Fadillah Akbar

TTL : Jakarta, 16 Oktober 1997 TTL : Jakarta, 13 Januari 1997

Pendidikan : MI AL-IHSAN/ Kelas IV Pendidikan : SDN 13 pagi/ Kelas IV

Ukuran Baju : 10 Ukuran Baju : 10

96 Nama : Pirmansyah

102 Nama : Fitria Wulansari

TTL : Brebes, 19 Agustus 1994 TTL : Klaten, 20 Oktober 1994

Pendidikan : Kejar Paket A BSC AL-

FUTUWWAH

Pendidikan : SMPN 250/ kelas I

Ukuran Baju : 12 Ukuran Baju : 12

Page 116: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

97 Nama : Putri Miranti Nurrachmalia

103 Nama : Ruwi Hasanah

TTL : Tegal, 22 September 1997 TTL : Jakarta, 4 Februari 1994

Pendidikan : SDN 05 Pagi/ Kelas IV Pendidikan : MTS Darul Ma’arif / Kelas I

Ukuran Baju : 10 Ukuran Baju : 14

98 Nama : Mun’im

104 Nama : Alya

TTL : Jakarta, 15 Oktober 1998 TTL : Jakarta, 15 Juni 1998

Pendidikan : SDI AL-IHSAN/ Kelas III Pendidikan : MI Al-IHSAN/ Kelas V

Ukuran Baju : 9 Ukuran Baju : 9

99 Nama : Calvin

105 Nama : Ahmad Fatih

TTL : Jakarta, 2 Juli 2000 TTL : Jakarta, 13 Januari 2001

Pendidikan : SDN 14/ Kelas I Pendidikan : SDN 07/ Kelas V

Ukuran Baju : 7 Ukuran Baju : 10

100 Nama : Rina Suji Maulana Sari

106 Nama : Ramadhan

TTL : Jakarta, 12 April 1997 TTL : Jakarta, 13 Juli 1999

Pendidikan : SDN 07 Pagi/ Kelas IV Pendidikan : SDN 05/ Kelas II

Page 117: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak

Ukuran Baju : 10 Ukuran Baju : 8

107 Nama : Syaiful

TTL : Jakarta, 20 mei 2000

Pendidikan : SDN 07/ Kelas 06

Ukuran Baju :

108 Nama : Buchori

TTL : Jakarta, 10 Januari 1997

Pendidikan : SDN 05/ Kelas V

Ukuran Baju : 10

109 Nama : Aisyah

TTL : Jakarta, 12 April 1998

Pendidikan : SDN 13/ Kelas V

Ukuran Baju : 11

Page 118: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak
Page 119: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak
Page 120: Pendidikan Non Formal sebagai Upaya Peningkatan Ekonomi Anak