upaya meningkatkan kesadaran sekolah formal pada...
TRANSCRIPT
-
i
UPAYA MENINGKATKAN KESADARAN SEKOLAH
FORMAL PADA REMAJA DI DESA MANTINGAN
KECAMATAN JAKEN KABUPATEN PATI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
Oleh:
ENDANG ASMIATUN
NIM. 111 13 160
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2017
-
ii
-
iii
UPAYA MENINGKATKAN KESADARAN SEKOLAH
FORMAL PADA REMAJA DI DESA MANTINGAN
KECAMATAN JAKEN KABUPATEN PATI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
Oleh:
ENDANG ASMIATUN
NIM. 111 13 160
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2017
-
iv
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Lamp. : 4 eksemplar
Hal : Naskah Skripsi
Saudari Endang Asmiatun
Kepada
Yth. Dekan FTIK IAIN Salatiga
Di Tempat
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Setelah meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini
kami kirimkan naskah skripsi saudari :
Nama : Endang Asmiatun
NIM : 111 13 160
Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Judul :UPAYA MENINGKATKAN KESADARAN SEKOLAH
FORMAL PADA REMAJA DI DESA MANTINGAN
KECAMATAN JAKEN KABUPATEN PATI
Dengan ini kami mohon kepada Bapak Dekan FTIK IAIN Salatiga agar
skripsi saudari tersebut di atas segera dimunaqosahkan. Demikian agar menjadi
perhatian.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Salatiga, 9 Agustus 2017
Pembimbing
Imam Mas Arum, M.Pd
NIP. 19790507 2011 1 008
-
v
KEMENTERIAN AGAMA RI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
Jl. Lingkar Salatiga Km. 2 Telepon: (0298) 6031364 Salatiga 50716
Website: tarbiyah.iainsalatiga.ac.id Email: [email protected]
SKRIPSI
UPAYA MENINGKATKAN KESADARAN SEKOLAH FORMAL PADA
REMAJA DI DESA MANTINGAN KECAMATAN JAKEN KABUPATEN
PATI
DISUSUN OLEH
Endang Asmiatun
NIM: 111 13 160
Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan
Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada tanggal 29 Agustus 2017 dan telah diterima
sebagai bagian dari syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.
Pd.).
Susunan Panitia Penguji
Ketua Penguji : Mufiq, S.Ag, M.Phil ________________________
Sekretaris Penguji : Imam Mas Arum, M.Pd ________________________
Penguji I : Siti Rukhayati, M.Ag ________________________
Penguji II : Drs. Ahmad Sultoni, M.Pd ________________________
Salatiga, 29 Agustus 2017
Dekan
FTIK IAIN Salatiga
Suwardi, M. Pd.
NIP. 19670121 199903 1 002
-
vi
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Endang Asmiatun
NIM : 111 13 160
Fakultas : Tarbiyah Dan Ilmu Keguruan
Jurusan : Pendidikan Agama Islam (PAI)
Judul :UPAYA MENINGKATKAN KESADARAN SEKOLAH
FORMAL PADA REMAJA DI DESA MANTINGAN
KECAMATAN JAKEN KABUPATEN PATI
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil
karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau
temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan
kode etik ilmiah.
Salatiga, 9 Agustus 2017
Yang menyatakan,
Endang Asmiatun
NIM: 111 13 160
-
vii
MOTTO
Percayalah. Allah itu maha tau, sebelum kau meminta pun
akan Dia berikan. Ini hanya soal kita bisa bersabar dan
beryukur ataukah tidak
-
viii
PERSEMBAHAN
Dengan penuh rasa syukur kehadirat Allah Swt. Saya persembahkan skripsi
ini kepada:
1. Kedua orangtua saya tercinta, Bapak Yasmu dan Ibu Sunarmi yang selalu
memberikan semangat dan tidak berhenti berdoa untuk saya agar menjadi
orang yang bermanfaat. Selain itu, bapak yang selalu mengantarkan saya untuk
melakukan penelitian.
2. Kepada segenap staff pemerintahan di Desa Mantingan Kecamatan Jaken
Kabupaten Pati yang telah bersedia membantu dan memberi informasi serta
dukungannya.
3. Kepada semua narasumber yang telah bersedia memberikan informasinya.
4. Kepada mas yang telah membantu dan memberi motivasi serta kepada adik
yang telah bersedia membantu dalam dokumentasi penelitian.
5. Teman-teman PPL Tahun 2016 di SMK Negeri 3 Salatiga serta teman-teman
KKN 2017 di Dusun Kadirojo, Desa Papringan, Kec. Kaliwungu, Kab.
Semarang yang telah banyak membantu dan bersedia bertukar pikiran serta
motivasinya.
6. Teman-teman serta ibu kos di Zaina Bordir yang selalu memberi motivasi dan
bantuan, serta bersedia bertukar pikiran.
7. Sahabat-sahabat seperjuangan saya mahasiswa PAI Angkatan 2013 yang tidak
bisa saya sebut satu persatu, semoga kita mencapai kesuksesan bersama. Amin.
-
ix
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Dengan menyebut nama Allah Swt. yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, segala puji dan syukur kehadirat Allah Swt. yang telah memberikan
hidayah dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan lancar. Shalawat serta salam senantiasa tercurah terhadap Nabi
Muhammad Saw., yang telah membawa kita dari zamaman jahiliyan hingga
zaman terang benderang.. Skripsi ini disusun sebagai syarat mencapai Gelar
Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Agama Islam di Fakultas Tarbiyah
dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yag telah
membantu dan memberikan dorogan baik moril maupun materiil, sehingga skripsi
ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, melalui ruang penulis mengucapkan
penghargaan dan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga
2. Bapak Suwardi, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
sekaligus juga sebagai dosen pembimbing akademik.
4. Imam Mas Arum, M.Pd., selaku dosen pembimbing skripsi.
5. Kepada seluruh dosen tarbiyah khususnya pada Jurusan Pendidikan Agama
Islam di FTIK IAIN Salatiga.
-
x
Akhirnya penulis berharap, semoga jasa dan bantuan yang telah diberikan
menjadi amal baik dan mendapat balasan dari Allah Swt. Dalam penyusunan
skripsi ini, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Hal ini
dikarenakan keterbatasan dari segala aspek yang dimiliki oleh penulis sendiri.
Untuk itu, kritik dan saran terbuka luas dan selalu penulis harapkan dari pembaca
yang budiman guna kesempurnaannya. Mudah-mudahan skripsi yang sederhana
ini mampu memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca.
Salatiga, 9 Agustus 2017
Endang Asmiatun
NIM. 11113160
-
xi
ABSTRAK
Asmiatun, Endang. 2017. Upaya Meningkatkan Kesadaran Sekolah Formal pada
Remaja di Desa Mantingan Kecamatan Jaken Kabupaten Pati. Skripsi.
Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.
Institut Agama Islam Negeri Salatiga. 2017. Pembimbing: Imam Mas
Arum, M. Pd.
Kata Kunci: Upaya dan Sekolah formal
Penelitian ini merupakan upaya untuk meningkatkan kesadaran sekolah
formal bagi remaja di Desa Mantingan. Rumusan masalah yang ingin dicari
jawabannya adalah (1) Apa alasan yang membuat remaja di Desa Mantingan
Kecamatan Jaken Kabupaten Pati tidak minat untuk sekolah formal? (2)
Bagaimana usaha orang tua untuk meningkatkan minat sekolah formal pada
remaja di Desa Mantingan Kecamatan Jaken Kabupaten Pati? (3) apa saja upaya
yang dilakukan pihak pemerintah (perangkat desa) untuk meningkatkan minat
remaja di Desa Mantingan Kecamatan Jaken Kabupaten Pati?
Penelitian ini adalah jenis penelitian yang terjun langsung kelapangan (field
research), karena sumber data diperoleh langsung dari sumbernya. Sehingga,
metode wawancara dipilih untuk menggumpulkan data dalam skripsi ini.
Sedangkan analisis data yang penulis gunakan adalah analisis deduktif dan
analisis kualitatif.
Adapun hasil penelitian ini antara lain: (1) Alasan yang melatar belakangi
kurangnya minat pendidikan formal di Desa Mantingan Kecamatan Jaken
Kabupaten pati, diantaranya: a. Faktor dari dalam diri anak itu sendiri yaitu, rasa
malas, tidak suka dengan teman-temannya, tidak suka belajar, hingga tidak suka
dengan sekolahannya. b. Faktor dari lingkungan sekitar yaitu, pengaruh teman
sebaya yang kebanyakan suka nongkrong, bekerja, dan menikah. c. Faktor
ekonomi, karena kurang mampunya orang tua untuk menyekolahkan anaknya ke
jenjang berikutnya, sehingga anak lebih memilih untuk menuruti saran dari orang
tua. (2) Upaya yang dilakukan orang tua untuk meningkatkan minat sekolah
formal bagi remaja di Desa Mantingan Kecamatan Jaken Kabupaten pati adalah:
Hampir tidak ada usaha yang berarti dari pihak orang tua. Hanya sedikit orang tua
yang sadar akan pendidikan yang lebih mengarahkan anaknya untuk sekolah.
Akan tetapi dengan keadaan ekonomi yang cenderung masih di bawah rata-rata
lebih memilih untuk tidak menyekolahkan anaknya dan mengarahkan anaknya
untuk bekerja atau menikah. (3) Upaya yang dilakukan pemerintah di Desa
Mantingan Kecamatan Jaken Kabupaten pati adalah: Mengadakan program kejar
paket B dan C bagi warga yang minat untuk mengikuti.
-
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN BERLOGO .............................................................................. .. i
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... . ii
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .............................. . v
HALAMAN MOTTO ................................................................................... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... vii
KATA PENGANTAR ................................................................................... viii
ABSTRAK ..................................................................................................... . x
DAFTAR ISI .................................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 6
C. Tujuan Penelitian ......................................................................... 6
D. Kegunaan Penelitian .................................................................... 7
E. Penegasan Istilah .......................................................................... 7
F. Metode Penelitian ........................................................................ 9
G. Sistematika Penulisan ................................................................ 12
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pendidikan ................................................................................. 15
B. Kesadaran Sekolah Formal ........................................................ 16
-
xiii
C. Remaja ....................................................................................... 21
D. Penelitian yang Relevan ............................................................. 23
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Gambaran Umum Desa Mantingan Kecamatan Jaken Kabupaten
Pati ............................................................................................ 26
B. Alasan Anak Remaja tidak Minat untuk Sekolah Formal ......... 34
C. Usaha Orang Tua untuk Meningkatkan Minat Sekolah Formal
pada Remaja di Desa Mantingan Kecamatanjaken Kabupaten
Pati .................................................................................................39
D. Upaya yang Dilakukan Pihak Pemerintah (Perangkat Desa)
untuk Meningkatkan Minat Remaja di Desa Mantingan
Kecamatan Jaken Kabupaten Pati ..................................................44
BAB IV PEMBAHASAN
A. Analisis Terhadap Alasan tidak Minat untuk Sekolah Formal .... 49
B. Faktor penyebab kurangnya minat sekolah formal ...................... 58
C. Upaya Yang Dilakukan Orang Tua Untuk Meningkatkan
Minat Sekolah Formal Bagi Remaja ............................................ 59
D. Upaya Yang Dilakukan Pemerintah ............................................ 64
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................ 68
B. Saran .......................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
-
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA
FOTO WAWANCARA
NOTA PEMBIMBING SKRIPSI
LEMBAR KONSULTASI
LEMBAR PERMOHONAN IZIN
SURAT KETERANGAN
SKK
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ilmu merupakan hal yang sangat penting bagi manusia, karena dengan
ilmu itulah yang dapat membedakan manusia dengan makhluk Allah yang
lainnya. Dengan ilmu pula Allah memberikan keunggulan kepada Nabi Adam
as. Atas para malaikat. Dan Allah menyuruh mereka sujud kepada Adam.
Keutamaan ilmu hanya karena ia menjadi wasilah (pengantar) menuju
ketakwaan yang menyebabkan seseorang berhak mendapat kemuliaan di sisi
Allah swt. dan kebahagiaan yang abadi (Asrori, 1996: 8). Sebagaimana firman
Allah dalam QS. At-Taubah: 122
Artinya:
“Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan
perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi
untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi
peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat
menjaga dirinya”. (add ins, arabic translate)
-
2
Pendidikan berasal dari kata “didik”, lalu kata ini mendapat awalan
me- sehingga menjadi “mendidik”, artinya memelihara dan memberi latihan
diperlukan adanya ajaran, tuntunan, dan pimpinan mengenai akhlak dan
kecerdasan pikiran. Dalam pengertian yang agak luas, pendidikan dapat
diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga
orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang
sesuai dengan kebutuhan (Syah, 1995: 13).
Menurut Hadrai Nawawi dalam buku Pendidikan Keluarga dalam
perspektif Islam, yang bertanggung jawab atas maju mundurnya pendidikan,
tergantung pada keluarga, sekolah, dan masyarakat (Ahid, 2010: 59). Ketiga
lingkungan pendidikan tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak
dapat dipisahkan, ketiganya harus saling bekerjasama untuk mendukung
terlaksananya pendidikan dengan baik. Hal ini karena keluarga merupakan
lembaga pendidikan pertama dan utama yang dikenal oleh anak. Bimbingan,
perhatian, dan kasih sayang yang terjalin antara kedua orang tua dengan anak-
anaknya, merupakan basis yang ampuh bagi pertumbuhan dan perkembangan
psikis serta nilai-nilai sosial dan reigius pada diri anak didik (Ahid, 2010: 61).
Selain keluarga sekolah juga termasuk lembaga pendidikan. Sekolah
merupakan lembaga pendidikan, tempat peserta didik melaksanakan interaksi
proses belajar mengajar secara formal batasan ini memberikan suatu
fenomena, bahwa sekolah merupakan suatu lembaga pelaksanaan internalisasi
-
3
nilai-nilai dari suatu kebudayaan, kepada peserta didik secara terarah dan
memiliki tujuan (Ahid, 2010: 66).
Usia remaja merupakan usia sekolah dan masa transisi perkembangan
antara masa anak dan masa dewasa, di mulai dari pubertas, yang ditandai
dengan perubahan pesat dalam berbagai aspek perkembangan, baik fisik
maupun psikis (Sukmadinata, 2004: 155).
Kegiatan belajar tersebut sangat diperlukan mengingat semakin
banyaknya dan semakin tingginya tuntutan kehidupan masyarakat. Semakin
tinggi taraf perkembangan masyarakat, semakin tinggi dan banyak tuntutan
yang harus dipenuhi, semakin panjang masa belajar yang harus di tempuh
sebelum anak bisa bekerja dan hidup dengan wajar di masyarakat
(Sukmadinata, 2004: 177).
Di sekolah formal terdapat pembinaan akhlak yang nantinya dapat
dijadikan bekal dalam kehidupan yang sebenarnya di masyarakat. Mengingat
semakin maraknya kemerosotan akhlak yang terjadi pada remaja. Apalagi
dengan dunia modern penuh dengan teknologi-teknologi baru yang semakin
mudah diakses oleh para remaja. Bila tanpa bekal pembinaan akhlak yang
kuat akan memudahkan mereka terjerumus dalam pergaulan bebas yang akan
merusak moral anak bangsa.
-
4
Namun kesadaran akan pentingnya pendidikan formal bagi remaja di
Desa Mantingan Kecamatan Jaken Kabupaten Pati kurang begitu besar,
cenderung kurang menyadari tentang pentingnya pendidikan. Kebanyakan
para remaja di sana setelah menyelesaikan pendidikan dasar atau menengah
pertama di lanjutkan mondok di pondok pesantren dan tidak dibarengi dengan
pendidikan formal, bekerja atau bahkan menikah.
Pendidikan kurang dianggap penting bagi masyarakat sekitar, hal ini
karena mereka beranggapan bahwa seberapapun tingginya pendidikan
seseorang nanti berujung hanya menjadi petani, menggarap sawah dan
mengurusi keluarga masing-masing. Tanpa pendidikan yang tinggi dan biaya
yang begitu besar tetap bisa melakukan semua pekerjaan itu. Bagi warga
awam yang latar belakang pendidikannya rendah lebih suka bila anak-anak
mereka bekerja dan mendapatkan uang banyak dari pada sekolah di sekolah
formal dan mengeluarkan banyak biaya.
Hal ini menyebabkan para remaja lebih memilih untuk bekerja di
perantauan yang penting bisa mendapatkan uang tanpa memandang betapa
pentingnya pendidikan. Tanpa pendidikan akhlak yang kuat mengakibatkan
begitu banyak kenakalan remaja akibat pergaulan yang tidak terkendali
dengan dunia luar. Apalagi ditambah dengan banyaknya remaja dengan usia
yang belum matang dan cenderung ikut-ikutan bekerja di daerah ibu kota
dengan pergaulan bebasnya dan berimbas pada perilaku remaja ketika kembali
-
5
kedaerah asal. Yang tadinya masih dengan tingkah laku polos sesuai dengan
usianya, setelah kembali dari perantauan berubah menjadi anak yang tidak
berakhlak.
Dengan melihat fenomena ini seharusnya dari pemerintah khususnya
perangkat desa berusaha menyadarkan para orang tua agar tidak mendoktrin
anak-anak mereka untuk putus sekolah dan memeilih bekerja karena bisa
menyebabkan hal-hal buruk bagi mereka terutama akhlak mereka. Begitupun
dengan orang tua agar tidak selalu menyuruh anak-anak mereka untuk
mencari uang guna membantu keuangan keluarga. Karena dalam usia remaja
anak-anak masih membutuhkan bimbingan dari orang tua untuk memilih
kearah mana mereka akan menentukan hidupnya. Dari latar belakang di atas
penulis tertarik untuk meneliti penelitian dengan judul UPAYA
MENINGKATKAN KESADARAN SEKOLAH FORMAL PADA REMAJA
DI DESA MANTINGAN KECAMATAN JAKEN KABUPATEN PATI
-
6
B. Rumusan Masalah
Dari berbagai uraian di atas penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa alasan yang membuat remaja di Desa Mantingan, Kecamatan Jaken,
Kabupaten Pati tidak minat untuk sekolah formal?
2. Bagaimana usaha orang tua untuk meningkatkan minat sekolah formal
pada remaja di Desa Mantingan Kecamatan Jaken Kabupaten Pati?
3. Apa saja upaya yang di lakukan pihak pemerintah (perangkat desa) untuk
meningkatkan minat remaja di Desa Mantingan Kecamatan Jaken
Kabupaten Pati?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengungkap alasan para remaja di Desa Mantingan Kecamatan
Jaken Kabupaten Pati tidak melanjutkan sekolah lanjutan.
2. Untuk mengetahui usaha apa saja yang dilakukan orang tua dalam
meningkatkan minat sekolah formal Desa Mantingan Kecamatan Jaken
Kabupaten Pati.
3. Untuk mengetahui upaya apa saja yang dilakukan pihak pemerintah
(perangkat desa) untuk meningkatkan minat remaja di Desa Mantingan
Kecamatan Jaken Kabupaten Pati
-
7
D. Kegunaan Penelitian
Manfaat atau kegunaan dari penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu sebagai
berikut:
1. Secara Teoritis
Penelitian ini bermanfaat untuk memperkaya wacana realitas pendidikan
di pedesaan dan menambah bahan pustaka bagi Institut Agama Islam
Negeri Salatiga (IAIN Salatiga).
2. Secara Praktis
a. Sebagai sumbangan pemikiran untuk pemerintah guna meningkatkan
kesadaran kepada masyarakat tentang pentingnya pendidikan.
b. Sebagai upaya memotivasi anak yang tidak sekolah kembali
mempunyai kesadaran untuk sekolah.
E. Penegasan Istilah
Untuk mendapatkan kejelasan dari judul di atas, penulis perlu memberikan
penegasan dan batasan terhadap istilah-istilah yang ada, istilah-istilah tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Upaya
Upaya menurut bahasa artinya usaha (Umayah, 2014: )
-
8
2. Kesadaran
Kesadaran adalah keadaan tau, mengerti dan merasa (Poerwadaminta,
1985: 846)
3. Pendidikan formal
Dalam Undang-Undang Pendidikan Indonesia Nomor 20 Tahun 2000
tenang Pendidikan Nasional pendidikan formal adalah jalur pendidikan
yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Selain itu juga pendidikan
formal diartikan sebagai proses belajar yang terjadi secara hierarkis,
terstruktur, berjenjang, termasuk stdudi akademik secara umum, beragam
program lembaga pendidikan dengan waktu penuh atau full time,
pelatihan teknis dan profesional (Marzuki, 2010: 132).
4. Remaja
Remaja merupakan usia sekolah dan masa transisi perkembangan antara
masa anak dan masa dewasa, di mulai dari pubertas, yang ditandai dengan
perubahan pesat dalam berbagai aspek perkembangan, baik fisik maupun
psikis (Sukmadinata, 2004: 155).
-
9
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan penulis adalah pendekatan yuridis
sosiologis, pendekatan ini melihat implementasi riel di masyarakat. Jenis
penelitian yang digunakan adalah penelitian field research yaitu suatu
penelitian yang terjun langsung kelapangan guna mengadakan penelitian
pada objek yang dibahas (Susanti, 2013: 9).
2. Kehadiran Peneliti
Peneliti bertindak sebagai instrumen sekaligus pengumpul data. Disini
peneliti bertindak sebagai pengamat partisipan, karena peneliti dapat
berkomunikasi secara leluasa terhadap informan. Dalam hal ini peneliti
diketahui statusnya oleh informan.
3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah di Desa Mantingan Kecamatan Jaken
Kabupaten Pati. Yang mana di desa ini banyak remaja yang memilih tidak
melanjutkan sekolah kejenjang berikutnya dan lebih memilih bekerja,
menikah, atau bahkan menganggur .
-
10
5. Sumber Data
a. Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya baik
melalui wawancara, observasi maupun laporan dalam bentuk
dokumen tidak resmi yang kemudian di olah oleh peneliti.
b. Data Sekunder Data yang di dapat dari catatan, buku, majalah, artikel,
buku-buku sebagai teori, dan lain sebagainya. (Sujarweni, 2004: 73)
6. Prosedur Pengumpulan Data
a. Observasi
Observasi merupakan suatu kegiatan mendapatkan informasi yang
diperlukan untuk menyajikan gambaran riil suatu peristiwa atau
kejadian untuk menjawab pertanyaan penelitian, untuk membantu
mengerti perilaku mnausia, dan untuk evaluasi yaitu melakukan
pengukuran terhadap aspek tertentu melakukan umpan balik terhadap
pengukuran tersebut (Sujarweni, 2014: 32). Peneliti menggunakan
observasi langsung ke Desa Mantingan Kecamatan Jaken Kabupaten
Pati. Disini peneliti mengamati perilaku remaja yang tidak bersekolah.
b. Wawancara
Wawancara adalah proses memperoleh penjelasan untuk
mengumpulkan informasi dengan menggunakan cara tanya jawab,
bisa sambil bertatap muka ataupun tanpa tatap muka yaitu melalui
media telekomunikasi antara pewawancara dengan orang yang
-
11
diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (Sujarweni,
2014: 31).
c. Dokumentasi
Mencari data mengenai beberapa hal, baik yang berupa catatan dan
data dari berbagai pihak yang terkait. Metode ini digunakan sebagai
salah satu pelengkap dalam memeperoleh data.
7. Analisis Data
Setelah seluruh data terkumpul maka barulah penulis menentukan bentuk
analisa terhadap data-data tersebut, antara lain dengan metode:
a. Deduktif
Yaitu analisa yang bertitik tolak dari suatu kaidah yang umum menuju
suatu kesimpulan yang bersifat khusus (Susanti, 2013: 11). Artinya
ketentuan-ketentuan yang ada dalam nas dan teori dijadikan sebagai
pedoman untuk menganalisis tentang pentingnya pendidikan bagi
remaja di Desa Mantingan Kecamatan Jaken Kabupaten Pati.
b. Kualitatif
Merupakan metode penelitian yang digunakan untuk meneliti kondisi
objek yang alamiah, yaitu peneliti adalah sebagai instrumen kunci.
Penulis menggunakan metode kualitatif karena penulis ingin
mendeskripsikan keadaan riel yang terjadi di lapangan.
8. Pengecekan Keabsahan Data
-
12
Dalam menguji keabsahan data peneliti menggunakan teknik triangulasi,
yaitu teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan berbagai
teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada (Saebani, 2008:
189).
9. Tahap-Tahap Penelitian
Disini peneliti melakukan pengamatan terlebih dahulu terhadap masalah-
masalah yang ada di sekitar masyarakat, dari berbagai masalah yang
timbul kemudian penulis menarik kesimpulan menjadi sebuah judul
penelitian. Kemudian penulis mengumpulkan data-data yang diperoleh di
lapangan kemudian dianalisis dan digabungkan dengan data-data yang
lain untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding (Susanti,
2013: 9) dan kemudian disajikan dalam bentuk laporan penelitian.
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pemahaman isi penelitian ini, maka sistematika
pembahasannya dibagi menjadi lima bab, yang berisi hal-hal pokok yang
dapat dijadikan pijakan dalam memahami pembaasan ini. Adapun
perinciannya adalah sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan yang berisi uaraian tentang Latar Belakang
Masalah, Fokus Penelitian, Tujuan Penelitian, Kegunaan
Penelitian dan Sistematika Penulisan
-
13
BAB II : Kajian pustaka yang berisi uraian tentang Tinjauan Umum
pentingnya penddikan, pendidikan menurt Islam, pendidikan
menurut undang-undang, pengertian sekolah formal dan
remaja. Disamping itu juga, mengurai penelitianyang relevan,
yang telah dilakukan sebelumnya
BAB III : Paparan Data dan Temuan Peneliti berisi tentang deskripsi
wilayah pada masyarakat Desa Mantingan Kecamatan Jaken
Kabupaten Pati, Alasan yang membuat para remaja di Desa
Mantingan Kecamatan Jaken Kabupaten Pati tidak minat
sekolah formal, usaha pihak pemerintah dalam meningkatkan
minat sekolah formal di Desa Mantingan Kecamatan Jaken
Kabupaten Pati dan usaha orang tua dalam meningkatkan
minat sekolah formal di Desa Mantingan Kecamatan Jaken
Kabupaten Pati.
BAB IV : Pembahasan berisi tentang analsis tentang hal-hal mengenai
alasan remaja di Desa Mantingan Kecamatan Jaken
Kabupaten Pati tidak minat sekolah formal dan usaha apa saja
yang dilakukan pihak pemerintah dan orang tua dalam
meningkatkan minat sekolah formal bagi remaja di Desa
Mantingan Kecamatan Jaken Kabupaten Pati.
BAB V : Penutup berisi tentang kesimpulan dari seluruh hasil
penelitian, saran-saran ataupun rekomendasi dalam rangka
-
14
meningkatkan pengetahuan tentang pentingnya pendidikan
bagi remaja khususnya bagi remaja di Desa Mantingan
Kecamatan Jaken Kabupaten Pati.
-
15
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pendidikan
Istilah pendidikan berasal dari bahasa Yunani, Paedagogy, yang
mengandung makna seorag anak yang pergi dan pulang sekolah diantar
seorang pelayan. Sedangkan pelayan yang mengantar dan menjemput
dinamakan paedagogos (Suwarno, 2006: 19).
Pendidikan Pendidikan berasal dari kata “didik”, lalu kata ini
mendapat awalan me- sehingga menjadi “mendidik”, artinya memelihara dan
memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntunan, dan pimpinan mengenai
akhlak dan kecerdasan pikiran. Dalam pengertian yang agak luas, pendidikan
dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu
sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah
laku yang sesuai dengan kebutuhan (Syah Muhibbin, 1995: 13).
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003,
dijelaskan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
-
16
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan
negara.
Dari berbagai penelitian yang berkaitan dengan sekolah formal yang
dilakukan oleh beberapa peneliti di atas, sudah banyak tulisan terkait dengan
sekolah formal. Penulis hanya ingin fokus mengupas sekolah formal di Desa
Mantingan yang peminatnya cenderung tidak banyak.
B. Kesadaran Sekolah Formal
Secara harfiah, kesadaran memiliki arti yang sama dengan mawas diri
(awareness). Kesadaran juga diartikan sebagai sebuah kondisi dimana seorang
individu memiliki kendali penuh terhadap stimulus internal maupun eksternal
(Afifah, 2014: 13).
Menurut Poedjawjatna dalam bukunya Amos Neolaka, kesadaran
adalah pengetahuan, sadar, atau tahu. Mengetahui atau sadar tentang keadaan
tergugahnya jiwa terhadap sesuatu. Poedjawjatna menekankan tentang adanya
faktor kesenjangan dalam memilihtindakan baikdan buruk. Faktor
kesenjangan menyebabkan seseorang yang sadar menjadi tidak sadar, tahu
menjadi tidak tahu, terbangun namun seperti tertidur, tidak tergugahhatinya
terhadap sesuatu, baik dan buruk sepertinya sama, masa bodoh tidak waras,
-
17
tidak mneyadari tingkah lakunya atau tidak sadar atas tindakannya (Afifah,
2014: 14).
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa kesadaran adalah
keadaan seseorang mengetahui baik buruknya suatu yang akan berdampak
pada dirinya. Jadi, kesadaran disini berkaitan tentang baik buruknya bagi
seseorang bila tidak berpendidikan atau sekolah.
Sekolah merupakan sebuah organisasi, yakni unit sosial yang sengaja
dibentuk oleh beberapa orang yang satu sama lain berkoordinasi dalam
melaksanakan pekerjaannya untuk mencapai tujuan bersama. Sekolah
merupakan sebuah unit sosial, karena di dalamnya terdiri dari beberapa orang
yang menyatu bukan faktor kebetulan tetapi dengan sebuah kesengajaan,
yakni mereka sengaja untuk menyatu walaupun melakukan tugas yang
berbeda satu sama lain dalam rangka mencapai sebuah tujuan bersama, yakni
mendidik anak-anak dan mengantarkan mereka menuju fase kedewasaan, agar
mereka mandiri baik secara psikologis, biologis maupun sosial (Rosyada,
2007: 213-214).
Pendidikan formal dilaksanakan dalam semesta pendidikan nasional.
Menurut TAP MPR No. II/MPR/1988, Pendidikan nasional berdasarkan
Pancasila, bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu
manusia yang beriman dan bertqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi
pekerti luhur, berkepribadia, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggug
-
18
jawab, mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani
(sudarsono, 1995: 129).
Dalam pengertian lain dijelaskan bahwa sekolah merupakan lembaga
pendidikan, tempat peserta didik melaksanakan interaksi proses belajar
mengajar secara formal (Ahid, 2010: 65). Pada saat ini sekolah sebagai salah
satu lembaga pendidikan formal yang sudah banyak keberadaanya dari mulai
perkotaan sampai di pedesaan.
Eksistensi sekolah merupakan sarana yang paling vital dalam proses
pemunculan kepribadian manusia sutuhnya (Ahid, 2010: 67). Dalam hal ini
sekolah sebagai sarana pendidikan, baik secara formal, nonformal, maupun
informal. Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang memegang
peranan penting dalam pendidikan karena pengaruhnya besar sekali pada jiwa
seorang anak. Maka disamping keluarga sebagai pusat pendidikan, sekolah
pun mempunyai fungsi sebagai pusat pendidikan untuk membentuk pribadi
seorang anak. Sekolah merupakan ajang pendidikan yang kedua setelah
lingkungan keluarga bagi anak remaja (sudarsono, 1995: 129).
Pendidikan formal diartikan sebagai proses belajar yang terjadi secara
hierarkis, terstruktur, berjenjang, termasuk stdudi akademik secara umum,
beragam program lembaga pendidikan dengan waktu penuh atau full time,
pelatihan teknis dan profesional (Marzuki, 2010: 132).
Sedangkan pendidikan nonformal dapat diartikan sebagai proses
belajar secara terorganissikan di luar sistem persekolahan atau pendidikan
-
19
formal, baik dilaksanakan terpisah maupun merupakan bagian penting dari
suatu kegiatan yang lebih besar yang dimaksudkan untuk melayani sasaran
didik tertentu dan belajarnya tertentu pula (Marzuki, 2010: 132).
Dan pendidikan informal adalah proses belajar sepanjang hayat yang
terjadi pada setiap individu dalam memperoleh nilai-nilai, sikap,
keterampilan, dan pengetahuan melalui pengalaman sehari-hari atau pengaruh
pendidikan dan sumber-sumber lainnya di sekitar lingkungannya. Hampir
semua bagian prosesnya relatif tidak terorganisasikan dan tidak sistematik.
Meskipun demikian, tidak berarti hal ini menjadi tidak penting dalam proses
pembentukan kepribadian (Marzuki, 2010: 132).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan pula mengenai pendidikan formal.
Pendidikan formal yaitu jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang
terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
Sedangkan pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan
formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Serta
pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
Serta di pasal 6 ayat 1 setiap warga negara yang berusia tujuh sampai
dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar dan di ayat 2
dijelaskan lagi setiap warga negara bertanggung jawab terhadap
keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan.
-
20
Pendidikan di Indonesia kini telah memasuki era perubahan yang
ketiga, setelah sebelumnya pendidikan itu milik masyarakat yang menyatu
dalam lembaga-lembaga keagamaan, surau, masjid, dan pesantren-pesantren
sebagai pengembangan fungsi dari masjid menjadi lembaga pendidikan.
Kemudian pendidikan menjadi program pemerintah, dan dikelola secara
sentralistik baik perencanaan, pendanaan maupun berbagai kebijakan
kurikulum dan pembinaan sumber daya manusia serta berbagai sumber daya
pendidikan lainnya (Rosyada, 2007: 214).
Kini dengan diundangkannya UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003,
rakyat memperoleh kembali hak partisipatifnya dalam mengembangkan
kualiatas pendidikan, sebagaimana dikemukakan pada pasa 4 ayat 1 yang
berbunyi “Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan
serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai
keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. Gagasan dasar tersebut
diperjelas dengan ayat ke-6 pasal yang sama, yang berbunyi “Pendidikan
diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat
melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalan mutu layanan
pendidikan (Rosyada, 2007: 215).
C. Remaja
Remaja merupakan usia sekolah dan masa transisi perkembangan
antara masa anak dan masa dewasa, di mulai dari pubertas, yang ditandai
-
21
dengan perubahan pesat dalam berbagai aspek perkembangan, baik fisik
maupun psikis (Sukmadinata, 2004: 155). Remaja adalah tahap umur yang
datang setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai oleh pertumbuhan fisik
cepat. Pertumbuhan cepat yang terjadi pada tubuh remaja luar dan dalam itu,
membawa akibat yang tidak sedikit terhadap sikap, perilaku, kesehatan, serta
kepribadian remaja (Daradjat, 1995: 8)
Masa remaja awal sering disebut masa puber atau pubertas. Pubertas
dari bahasa Latin yang artinya menjadi dewasa. Dapat diartikan pula bahwa
pubertas dari kata pubescere yang artinya mendapat pubes atau rambut
kemaluan yaitu suatu tanda kelamin sekunder yang menampakkan
perkembangan seksual (Rumini Sundari, 2004: 63).
Menurut Hall, masa remaja merupakan masa “sturm and drang” topan
dan badai, masa penuh emosi dann adakalanya emosinya meledak-ledak, yang
muncul karena adanya pertentangan nilai-nilai. Emosi yang menggebu-gebu
ini ada kalanya menyulitkan, baik bagi remaja maupun orang tua atau orang
dewasa di sekitarnya. Namun emosi yang menggebu-gebu ini juga bermanfaat
bagi remaja dalam upayanya menemukan identitas diri. Reaksi orang-orang
disekitarnya akan menjadi pengalaman belajar bagi si remaja untuk
menentukan tindakan apa yang kelak akan dilakukannya (Herlina, 2013).
Remaja yang bergaul dengan teman-temannya yang tidak sekolah atau
putus sekolah akan terpengaruh dengan mereka. Sehingga mereka
memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, karena
-
22
teman-temannya juga tidak melanjutkan sekolah. mereka memilih untuk
mencari uang dengan alasan membantu orang tua (Yunita, 2011). Walaupun
sebenarnya orang tua yang sadar akan pentingnya pendidikan mempunyai
keinginan menyekolahkan anaknya ke tingkat yang lebih tinggi dengan
harapan akan mempunyai masa depan yang lebih baik.
Remaja adalah mereka yang telah meninggalkan masa kanak-kanak
yang penuh dengan ketergantungan dan menuju masa pembentukan tanggung
jawab (Basri, 2004: 4). Remaja memerlukan pengertian yang mendalam
tentang kebutuhan, bakat, kapasitas diri, sikap perkembangan dan tuntutan
masa remaja yang sedang dilaluinya, dan ia juga ingin mengetahui bagamana
cara bergaul dengan lawan jenis (Daradjat, 1995: 36).
Kurangnya kesadaran remaja akan pendidikan bisa disebabkan
kurangnya minat belajar, hal ini bisa disebabkan oleh kurang menariknya cara
belajar yang mereka harus hadapi setiap hari di sekolah dan remaja belum
menyadari pentingnya belajar untuk masa depan mereka, sehingga mereka
kurang termotivasi untuk berlomba-lomba mencapai prestasi (Hutanjalay:
2013).
D. Penelitian yang Relevan
Pendidikan diperoleh melalui sekolah, seko lah banyak yang berdiri di
Indonesia, baik itu sekolah formal, nonformal, maupun informal. Penelitian
-
23
yang membahas tentang sekolah formal telah banyak dilakukan oleh para
peneliti.
1. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Moh. Arif
Miftkhudin dengan judul Pengaruh Tingkat Pendidikan Formal Orang
Tua Terhadap Prestasi Belajar Anak Di SMP N 1 Kecamatan
Warungasem Kabupaten Batang Tahun Pelajaran 2010/2011 yang
meneliti tentang tingkat pendidikan formal orang tua siswa SMP N 1
Warungasem tergolong lebih tinggi dibanding tingkat pendidikan formal
orang tua di SMP Negeri lainnya yang terdapat di kecamatan
Warungasem.
Hasil penelitian, menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara tingkat
pendidikan formal orang tua dengan prestasi belajar anak di SMP N 1
Warungasem yang ditunjukkam oleh hasil korelasi product moment
dimana r hitung > r tabel baik pada taraf signifikan 5% maupun 1% yakni
0,329 0,424, sehingga Ha diterima. Ini berarati tingkat pendidikan
formal yang tua ikut menentukan prestasi belajar anak. Jika tingkat
pendiidkan orang tuanya tinggi maka prestasi belajar anak juga baik.
Namun tidak menutup kemungkinan bahwa siswa yang tingkat pendidikan
orang tuanya rendah pun akan berprestasi pula tergantung dari motivasi
siswa itu sendiri dan peran serta orang tua dalam mendidik dan
membimbing belajar anaknya.
-
24
2. Penelitian lain juga dilakukan Oleh Friska Nurul Indah Sari dengan judul
Pendidikan Formal Anak Pada Masyarakat Nelayan. Studi Kasus:
Kelurahan Bungus Selatan, Kecamatan Bungus Teluk Kabung, Padang.
Yang meneliti tentang kondisi masyarakat nelayan di kelurahan Bungus
Selatan memiliki kecenderungan tingginya angka putus sekolah. Masalah
ketersediaan biaya untuk melanjutkan sekolah berkaitan erat dengan
kondisi sosial dan ekonomi orang tua. Dengan hasil penelitian
menunjukkan bahwa pendidikan anak pada masyarakat nelayan Bungus
Selatan dapat dikatakan belum baik. Hal tersebut dapat dilihat dari
kecenderungan tingginya angka putus sekolah pada keluarga nelayan.
Terjadinya fenomena anak putus sekolah pada masyarakat nelayan
Bungus Selatan merupakan bukti pemahaman akan pentingnya pendidikan
belum sepenuhnya dipahami dan dijalankan oleh masyarakat, yang
ditandai oleh berbagai gejala yang melatar belakangi anak-anak nelayan
mengalami putus sekolah. Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal
tersebut dapat terjadi yaitu faktor keluarga, faktor lingkungan, dan faktor
ekonomi.
3. Persamaan dan Perbedaan
Sekripsi dengan judul Pengaruh Tingkat Pendidikan Formal Orang Tua
Terhadap Prestasi Belajar Anak Di SMP N 1 Kecamatan Warungasem
Kabupaten Batang Tahun Pelajaran 2010/2011 mempunyai perbedaan
dengan kajian yang dilakukan oleh peneliti, walaupun sama-sama
-
25
membahas tentang pendidikan formal anan tetapi, sekripsi ini cenderung
membahas tentang pengaruh tingkat pendidikan formal orang tua terhadap
prestasi belajar anak. Sedangkan peneliti lebih dalam mengkaji tentang
upaya meningkatkan pendidikan forrmal dikarenakan minat sekolah
formal lebih rendah, yang lebih dominan dikarenakan ekonomi keluarga
yang rendah dan kurangnya minat anak didik untuk bersekolah.
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti mempunyai persamaan dengan
sekripsi yang berjudul Pendidikan Formal Anak Pada Masyarakat
Nelayan. Studi Kasus: Kelurahan Bungus Selatan, Kecamatan Bungus
Teluk Kabung, Padang. Yaitu sama-sama meneliti tentang tingkat
pendidikan formal yang rendah pada anak, dikarenakan tingkat ekonomi
yang rendah sehingga menyebabkan kurangnya minat untuk sekolah
formal. Selain itu lingkungan sekitar juga mempunyai pengaruh besar
terhadap minat sekolah.
-
26
BAB III
PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Gambaran Umum Desa Mantingan Kecamatan Jaken Kabupaten Pati
Desa Mantingan merupakan Desa yang mayoritas penduduknya
bermata pencaharian sebagai petani. Ada sebanyak 801 orang berprofesi
sebagai petani, ada juga yang bermata pencaharian sebagai pedagang
sebanyak 52 orang, PNS (Pegawai Negeri Sipil) sebanyak 14 orang dan buruh
sebanyak 71 orang. Karena keadaan masyarakat yang mayoritasnya bermata
pencaharian sebagai petani dari jumlah penduduk 2738, rumah tangga
miskinnya ada 757 orang (375 KK).
Mengenai agama mereka sudah jauh lebih maju karena banyak anak
muda yang mondok di pondok pesantren dan membawa perubahan yang
cukup signifikan, dan seluruh masyarakat beragama Islam. Banyak acara-
acara keagamaan yang sering di lakukan, seperti kegiatan yasinan keliling
yang dilakukan setiap satu minggu sekali, pengajian muslimatan satu bulan
sekali, pengajian dalam rangka peringatan hari-hari besar Islam, mengaji
bersama di masjid setiap satu bulan sekali dan masih banyak kegiatan
keagamaan lain yang dilakukan oleh masyarakat Desa Mantingan.
-
27
Dalam hal keagamaan seluruh masyarakat kompak melakukan
berbagai kegiatan keagamaan yang bermanfaat, mulai dari kegiatan ibu-ibu
kegiatan bapak-bapak dan para pemuda. Walau kegiatannya berbeda-beda,
tetapi mereka kompak di dalam anggota kelompok masing-masing tanpa
mencampuri urusan antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.
Mengenai rasa sosial masyarakat di Desa Mantingan sama seperti
halnya masyarakat pada desa umumnya, rasa kebersamaan di desa ini masih
terjaga dengan baik. Permasalahan yang muncul dalam masyarakat yang
menyangkut kepentingan umum diselesaikan dengan jalan musyawarah,
sedangkan masalah pribadi atau yang muncul dalam rumah tangga
diselesaikan secara pribadi oleh yang bersangkutan dan tidak ada campur
tangan pihak lain.
Pada saat peristiwa-peristiwa tertentu misalnya hajatan, kematian atau
peristiwa lain yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat umum,
masyarakat di Desa Mantingan ini senantiasa bergotong royong. Kegiatan lain
seperti kerja bakti dan ronda malam (siskamling) masih terus berjalan di desa
ini.
Sejarah singkat berdirinya Desa Mantingan menurut keterangan dari
orang-orang terdahulu yang pada saat ini masih hidup, bahwa desa ini pada
zaman dahulu adalah hutan belantara yang oleh para Danyang (leluhur) hutan
ini di buka. Dengan cara ditebangi pohon-pohonnya untuk dibuka sebuah
pemukiman. Menurut para sesepuh Desa Mantingan ada beberapa Danyang
-
28
yang membuka desa ini dan terbagi dalam beberapa wilayah bagian, danyang-
danyang itu diantaranya yaitu Nyi Simpen yang membuka desa bagian utara,
Carangsaka yang membuka desa bagian tengah, Mbah Pancur dan Nyi gading
itu bagian barat dan selatan.
Orang-orang zaman dulu bahkan hingga sekarang sering menyebut
Desa Mantingan yang bagian timur dengan nama Gambiran karena berasal
dari kata ampiran (tempat istirahat untuk minta minum kepada warga). Yaitu
ampiran bagi para anak buah Nyi Simpen untuk sekedar beristirahat atau
minta minum kepada warga yang tinggalnya di daerah sebelah utara. Tapi
seiring dengan berjalannya waktu karena orang-orang yang masih susah
berkata benar, untuk memudahkan dalam mengucap dari kata ampiran
berubah menjadi Gambiran. Dan hingga saat ini Desa Mantingan yang
sebelah timur sering disebut Gambiran.
Untuk menghormati para Danyang itu, setiap tahunnya diadakan
Sedekah Bumi yang terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian timur dan
bagian barat. Bagian timur untuk menghormati Nyi Simpen dan Carangsaka,
yang lebih mudah dalam perayaan penghormatannya, karena diadakan hiburan
dengan jenis apapun itu tidak akan terjadi apa-apa, meskipun tidak diadakan
hiburan juga tidak mempunyai pengaruh yang besar terhadap warganya. Dan
biasanya hiburan itu berupa Ketoprak (seni wayang orang dengan kisah-kisah
tradisional), tapi berbeda untuk yang bagian sebelah barat yang merupakan
bagiannya Mbah Pancur dan Nyi Gading ini hiburannya haruslah Tayub
-
29
(sinden tapi dalam menyanyikan lagu itu berdiri dan ada yang Mbeso yaitu
laki-laki yang joget di depan dan di belakangnya Joged). Itupun dengan
jumlah Joged (sinden yang menyanyi dengan berdiri) haruslah lebih dari dua,
bila kurang dari dua atau tidak ada sama sekali, akan ada hal-hal aneh yang
terjadi. Seperti orang-orangnya tiba-tiba akan berjatuhan seperti dipukuli oleh
seseorang dan menurut warga disini yang melakukan itu adalah anak buah
Mbah Pancur dan Nyi Gading yang tidak terima dengan suguhan hiburan dari
warga.
Menurut keterangan orang-orang terdahulu Mbah Pancur dan Nyi
Gading itu adalah sepasang suami istri yang pernikahannya di arak dengan
kuda keliling desa. Dan di Desa Mantingan bagian timur yang dulunya dibuka
oleh Nyi Simpen masih ada kejadian-kejadian aneh dan sampai saat ini terjadi
yaitu bila ada Jaran Dawuk (kuda berwarna putih) yang lewat tempat di nama
Nyi Simpen berada, pasti akan gila dan memilih untuk kembali, tidak mau
meneruskan perjalanannya lagi.
Menurut para warga yang mengaku pernah melihat Nyi Gading, Nyi
Gading itu berperawakan badannya kecil, tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu
pendek, membawa tongkat yang pada ujung tongkatnya itu berbentuk
melingkar.
Karena terbagi dalam empat Danyang disatukan dengan nama
Mantingan. Kata ini berasal dari kisah orang-orang terdahulu yang kesusahan
-
30
dalam mencari makanan atau dalam bahasa Jawa Montang Mantig Luru
Pangan dan disingkat menjadi Mantingan.
1. Keadaan Wilayah
Keadaan batas wilayah Desa Mantingan adalah:
a. Sebelah Utara : Desa Sidorejo
b. Sebelah Selatan : Desa Treteg
c. Sebelah Barat : Desa Arumanis
d. Sebelah Timur : Desa Sidoluhur
2. Keadaan Administratif
Desa Mantingan Kecamatan Jaken Kabupaten Pati memiliki penduduk
yang berjumlah 2738 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) adalah
980 KK.
Tabel 3.1. Julmlah penduduk berdasarkan jenis kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah
1 Laki-laki 1323
2 Perempuan 1415
Jumlah 2738
Untuk memperlancar kegiatan administrasi pemerintahan di Desa
Mantingan terdapat perangkat dari mulai Kepala Desa hingga Ketua RT
(Rukun Tetangga). Di Desa Mntingan terdapat 15 RT (Rukun Tetangga).
-
31
Struktur organisasi Desa Mantingan Keccamatan Jaken Kabupaten
Pati
3. Keadaan Sosial Keagamaan
Dalam kehidupan sehari-hari penduduk Desa Mantingan tidak
menggambarkan adanya konflik yang berarti di masyarakat. Mereka hidup
rukun saling berdampingan dalam masyarakat. Hal ini terlihat dari sikap
gotong royong masyarakat ketika ada kegiata di desa, misalnya kerja
bakti, hajatan dan kematian.
Masyarakat Desa Mantingan 100% beragama Islam. Walaupun semua
masyarakat di Desa Mantingan ini beragama Islam, akan tetapi mereka
tetap menjalankan tradisi adat yang berlaku di masyarakat. Disamping
-
32
menjalankan tradisi adat yang ada, kegiatan keagamaan juga tetap berjalan
dengan lancar.
4. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi manusia
karena dengan pendidikan manusia bisa menjadi berkualitas. Akan tetapi
tidak semua orang bisa memperoleh pendidikan yang tinggi, karena untuk
memperoleh pendidikan dibutuhkan biaya yang banyak. Sedangkan
keadaan ekonomi masyarakat Desa Mantingan yang berbeda-beda dan
cenderung pada taraf kemiskinan berakibat timbulnya perbedaan tingkat
pendidikan masyarakat. Hanya sebagian masyarakat mampulah yang bisa
memperoleh pendidikan tinggi. Bahkan untuk pendidikan setingkat SMP
(Sekolah Menengah Pertama) saja terkadang ada yang masih keberatan.
Padahal dari pemerintah sendiri banyak program sekolah geratis untuk
sekolah tingkat lanjutan pertama. Akan tetapi dari pihak orang tua yang
lebih keberatan untuk menyekolahkan anaknya dan takut akan kebutuhan
sehari-hari anak sekolah, seperti halnya uang saku, kebutuhan buku,
seragam, sepatu, transportasi, dan alat tulis lainnya.
Karena keadaan yang seperti itu banyak anak yang putus sekolah pada
tingakat lanjutan pertama dan memilih untuk bekerja membantu orang tua
dan bahkan yang lebih memprihatinkan, anak-anak itu keluar dari sekolah
dan menikah. Hal ini tidak lain karena kehidupan ekonomi masyarakat
yang kurang memadai dan cenderung pada taraf kemiskinan dan banyak
-
33
yang lebih memilih untuk tetap di desa walaupun keadaan ekonomi yang
kurang, dari pada merantau untuk mendapatkan kehidupan yang lebih
layak. Karena prinsip orang desa yang masih di pegang teguh yaitu
“makan tidak makan asalkan kumpul dengan keluarga.”
Untuk hal pendidikan, apalagi pendidikan formal lebih dikesampingkan
dan memilih untuk bagaimana cara mencari uang yang banyak tanpa
mencari ilmu lewat pendidikan di sekolah-sekolah formal ataupun
nonformal sekalipun. Pola pemikiran warga terutama orang tua yang
masih cenderung tradisional dan susah untuk di ajak maju yang membuat
banyak anak yang khususnya pada usia remaja menjadi korban.
Karena banyak anak usia remaja yang seharusnya masih dalam
pengawasan dalam hal akhlaknya tetapi justru lebih banyak mengenyam
pendidikan di luar rumah yang lebih banyak mengarah pada kenakalan
remaja di tempat bekerja sebagai kuli bangunan yang sangat tidak bagus
untuk kehidupan mereka di masa yang akan datang dan tanpa pengawasan
dari orang tua, karena mereka banyak yang dewasa sebelum usianya
akibat dari pergaulan sehari-hari dengan para kuli tanpa sebelumnya
dibekali dengan pendidikan yang matang terlebih dahulu.
-
34
Tabel 3.3
NO Tamatan Jumlah
1 SD 655
2 SMP 265
3 SMA 102
4 Putus Sekolah 801
5 Tidak sekolah 915
Jumlah 2738
B. Alasan Anak Remaja Tidak Minat Untuk Sekolah Formal
Remaja merupakan anggota masyarakat yang harus dibina dengan baik
agar nantinnya tumbuh dan berkembang dengan kualitas yang baik. Namun
karena keadaan ekonomi masyarakat yang tergolong miskin, membuat para
remaja yang masih usia sekolah dan rata-rata usia Sekolah Menengah Atas
(SMA), bahkan masih di usia Sekolan Menengah Pertama (SMP) memilih
untuk tidak melanjutkan sekolah.
-
35
Banyak sekali alasan yang menjadikan remaja usia sekolah tidak
bersekolah di sekolah formal, diantaranya yaitu memilih untuk menikah,
memilih untuk bekerja karena keadaan keluarga yang kurang mampu,
memilih untuk mondok di pondok pesantren saja tanpa dibarengi dengan
sekolah formal. Rata-rata mereka putus sekolah pada usia 15 tahun atau tamat
dari Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Dalam masa-masa remaja ini perlu adanya benteng yang sangat kuat
untuk menjaga mereka terhindar dari hal-hal yang menyebabkan kenakalan
remaja. Karena kemerosotan akhlak lebih nyata terlihat pada masa-masa
remaja. Hal ini bisa dilihat di berbagai media masa ataupun lingkungan sekitar
yang banyak terjadi kenakalan remaja, misalnya saja tawuran, kekerasan, dan
kenakalan-kenakalan yang lain yang lebih berbahaya hingga mengamcam
jiwa.
Dalam subbab ini peneliti hanya akan mendeskrisipsikan beberapa
anak yang putus sekolah, tidak melanjutkan maupun hanya memilih untuk
melanjutkan pendidikan di jalur nonformal saja. Data ini diperoleh dari hasil
wawancara dan pengamatan peneliti pada bulan Desember 2016.
1. Emi Purwati
Emi Purwati adalah anak terakhir dari tiga bersaudara, pasangan Bapak
Suharno dan Ibu Parsih. Yang sekarang berusia 16 tahun. Dia putus
sekolah pada saat kelas 2 MTs (Madrasah Tsanawiyah) hanya karena hal-
hal yang sepele.
-
36
Berikut adalah pemaparan Emi Purwati mengenai alasannya tidak
meneruskan sekolah:
“Faktor yang menyebabkan saya putus sekolah di usia dini hanya karena
rasa tidak suka dengan sekolahannya. Pada mulanya saya mendaftar di
SMP (Sekolah Menengah Pertama) tapi ada salah satu dari orang tua
teman saya yang tanpa sepengetahuan saya memindahkan saya di MTs
(Madrasah Tsanawiyah) selain alasan tersebut, alasan pribadi juga
berperan banyak, diantaranya yaitu keinginan untuk mempunyai banyak
waktu bermain, teman-teman di sekolah yang nakal, tidak suka dengan
pelajaran di sekolah, malas untuk berfikir dan lain sebagainya.”
Dengan keadaan yang seperti itu Emi Purwati lebih memilih untuk tidak
melanjutkan sekolah dan berdiam diri di rumah dengan melakukan
rutinitas di rumah sehari-hari.
2. Sunardi
Sunardi ini adalah anak dari pasangan Salipan dan Sunarti. Dia anak
terakhir dari dua bersaudara. Sunardi ini memilih untuk menempuh
pendidikan di jalur non formal yaitu mondok di pondok pesantren tanpa di
barengi dengan bersekolah di sekolah formal. Sunardi ini setelah tamat
dari SD (Sekolah Dasar) langsung melanjutkan pendidikannya di pondok
pesantren.
Berikut adalah pemaparan Sunardi:
“Hal ini saya lakukan dengan alasan ingin seperti tetangga saya yang
mondok disana juga, karena tetangga saya itu mondok di pondok
pesantren dalam kurun waktu yang cukup lama yaitu kurang lebih tujuh
tahun. Dengan alasan itulah saya bertekad untuk ikut mondok dengan
tetangga saya itu dan ingin seperti dia. Walaupun banyak sekolah lanjutan
tingkat pertama yang menawarkan berbagai iming-iming yang
menggiurkan. Mulai dari seragam, sepatu, tas dan buku geratis, uang
gedung geratis dan lain sebagainya. Akan tetapi semua itu tidak
-
37
menyurutkan keinginan saya untuk tetap mondok di pondok pesantren.
Karena saya sudah memiliki tekad yang kuat sejak awal”
Dengan alasan yang begitu kuat tapi terkadanng surut dengan sendirinya
karena kegelisanhan hati, berikut tambahan dari Sunardi:
“Walau dengan berat hati dan terkadang diselimuti rasa takut dan gelisah,
bagaimana bila disana saya tidak kerasan, bagaimana bila keadaan disana
tidak semenyenangkan dirumah, bagaimana saya harus hidup bila jauh
dari orang tua, dan bermacam-macam kegelisahan itu, tapi semua itu
segera hilang setelah teringat tekad yang kuat dalam diri saya”
Akhirnya Sunardi memenuhi tekadnya untuk mondok tanpa keraguan
apapun.
3. Muhammad Arif
Muhammad Arif ini adalah anak dari pasangan Bapak Suraji dan Ibu
Suginah. Dia anak pertama dari dua bersaudara. Muhammad Arif ini
memilih untuk bekerja di perantauan setelah menamatkan pendidikannya
sampai di jenjang SMP (Sekolah Menengah Pertama). Dia tidak
melanjutkan pendidikannya kejenjang berikutnya dengan alasan ekonomi
keluarga yang rendah.
Berikut pemaparan Muhammad Arif:
“Setinggi apapun sekolah seorang anak dari keluarga kurang mampu pasti
akan berujung ikut membantu mencari nafkah untuk harapan masa depan
keluarga yang lebih baik. Dari pada menambah kesusahan keluarga untuk
biaya sekolah, lebih baik fokus untuk bekerja tanpa sekolah pun tidak
mengapa. Karena keluarga adalah harapan satu-satunya untuk kehidupan
mendatang”
-
38
Walaupun masih banyak sekolah di desa sekitar yang biaya pendidikannya
rendah tapi dia tidak mau bersekolah dan memilih untuk bekerja guna
membantu mencari nafkah untuk keluarga.
4. Sunik
Sunik ini adalah anak dari pasangan Bapak Sugio dan Ibu Sumijah. Dia
anak pertama dari dua bersaudara. Sunik ini memilih untuk menikah
setelah menamatkan pendidikannya sampai di jenjang SMP (Sekolah
Menengah Pertama).
Hal ini karena kebiasaan orang desa yang suka menikahkan anaknya
walau masih usia sekolah. Dan Sunik ini menurut saja dengan keinginan
orang tuanya itu karena sudah ada calonnya. Hal itu di dukung dengan
persesepsi bahwa perempuan walau sekolah setinggi apapun pasti pada
akhirnya hanya di dapur saja. Selain itu dengan keadaan ekonomi yang
pas-pasan takut tidak kuat untuk membiayai sekolah pada tingkat
selanjutnya.
Berikut pemaparan dari Sunik:
“Dengan niat untuk berbakti kepada orang tua saya menurut saja disuruh
orang tuanya untuk menikah, karena walau saya menolak pun tidak ada
gunanya. Karena walau saya menolak, orang tuanya tidak akan
menyekolahkan lagi karena tidak ada biaya dan terlebih lagi masih ada
tanggungan adiknya yang masih kecil. Lebih baik saya menurut saja dan
bisa meringankan beban orang tua karena sudah tidak menanggung biaya
hidup saya lagi”
Pada akhirnya setelah lulus dari Sekolah menengah pertama (SMP) selang
beberapa bulan dinikahkan dengan pemuda dari desa setempat.
-
39
C. Usaha Orang Tua untuk Meningkatkan Minat Sekolah Formal pada
Remaja di Desa Mantingan Kecamatan Jaken Kabupaten Pati
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama.
Keluarga juga tempat ternyaman untuk mecurahkan segala keluh kesah, kasih
sayang dan tempat untuk berlindung. Orang tua adalah orang yang menjadi
panutan anaknya dan orang tua adalah pendidik utama dan pertama bagi
anaknya (Tafsir, 2002: 8). Begitupun dengan pendidikan, orang tua yang
menjadi anggota keluarga inilah yang menjadi motivator dan pendorong
semangat bagi anak-anak untuk bersekolah. Karena pada lapisan remajalah
kemerosotan akhlak itu lebih nyata terlihat. Kemerosotah akhlak di kalangan
para remaja itu dikenal sebagai kenakalan remaja (Tafsir, 2002: 1).
Maka dari itu orang tua berperan sangat penting untuk nasib
pendidikan anaknya, akan sampai manakah anaknya bersekolah. Hanya
sampai di pendidikan dasar, berhenti ditengah ataukah lanjut hingga
pendidikan di perguruan tinggi. Disini penulis mengungkap beberapa
pendapat orang tua tentang pendidikan anaknya.
1. Emi Purwati
Sebagai orang tua bapak Suharno, telah melakukan berbagai macam cara
agar Emi Purwati mau bersekolah lagi, mulai dari dibelikan motor, diberi
uang saku yang lebih, di belikan HP, dituruti semua keinginannya. Tapi
-
40
tetap saja rasa malas itu menguasainya, hingga dia memilih untuk tidak
melanjutkan sekolahnya lagi.
Tidak kehabisan akal bapak Suharno, mencari cara agar anaknya harus
berilmu dan mempunyai pengalaman walau tidak sekolah di sekolah
formal seperti teman-temannya yang lain.
Berikut pemaparan bapak Suharno:
“Saya pondokkanlah dia di salah satu pondok pesantren, dimana banyak
kenalan dari saya berada disana, karena dekat dengan rumah neneknya,
tetapi dia memilih untuk kabur dengan alasan tidak betah, kemudian saya
pondokkan lagi di pondok pesantren yang lain kembali memilih untuk
boyong (pulang) dengan alasan banyak teman yang nakal, kemudian saya
ikutkan dengan kakaknya, dengan alasan ada yang lebih mengawasi biar
tidak nakal, tapi hal itu tetap sia-sia. Karena dia memilih untuk kabur lagi,
dan dengan alasan yang masih sama yaitu karena merasa tidak betah.”
Walau seperti itu bapak Suharno tetap tidak patah semangat agar anaknya
tidak hanya berdiam diri di rumah tanpa pengalaman apapun. Bapak
Suharno kembali menuturkan:
“Memang anak saya yang susah untuk maju dan sudah di kuasai rasa
malas, secara terpaksa dan rasa tidak tega Emi saya carikan pekerjaan”.
Agar Emi Purwati ini tidak berdiam diri dirumah, nganggur begitu saja
akan tetapi, sama seperti alasan yang sebelumnya, dia tidak kerasan dan
memilih untuk pulang kerumah, walau baru mendapat satu hari bekerja,
dan keesokan harinya dia sudah tidak mau berangkat kerja lagi dengan
alasan dia masih kecil. Dan akhirnya Emi Purwati dibiarkan dirumah
tanpa melakukan pekerjaan apapun yang berarti.
Walau berbagai macam usaha dilakukan orang tuanya agar Emi Purwati
mau sekolah lagi, akan tetapi dari diri Emi Purwati sendiri yang sudah
-
41
malas itu membuat segala usaha orang tuanya sia-sia. Di rumahpun dia
mengeluhkan keadaanya yang tidak punya teman, karena teman-teman
sebayanya banyak yang sekolah.
Karena bingung mau usaha apa lagi, akhirnya Emi Purwati dibiarkan
melakukan hal sesuka hatinya dengan pengawasan sewajarnya tanpa
pengekangan yang terlalu berlebihan.
2. Sunardi
Dari pihak kedua orang tua dari Sunardi ini mendukung-mendukung saja
apa yang menjadi keputusan dari Sunardi. Karena bapak Salipan dan ibu
Sunarti juga takut bila anaknya terjerumus kedalam pergaulan bebas
seperti teman-temannya yang sudah terlanjur terjerumus dan sulit untuk di
perbaiki lagi akhlaknya.
Berikut pemaparan ibu Sunarti:
“Anak saya lebih baik saya pondokkan saja dari pada sekolah di sekolah
umum yang pada akhirnya perkembangan akhlaknya sulit untuk
dikendalikan seperti teman-teman sebayanya itu.”
Ibu Sunarti kembali menuturkan:
“Apalagi ada tetangga saya yang menjadi alumni pondok tersebut, yang
menurut saya akhlaknya menjadi lebih baik dan membanggakan orang tua,
maka dari itu mungkin saja anak saya bia seperti itu walau tanpa sekolah
formal tapi akhlaknya lebih terjaga, karena bukan hanya pendidikan yang
penting tapi akhlak tidak kalah pentingnya juga. Tidak apa-apa bila anak
saya tidak menguasai kehidupan dunia yang penting kehidupan akhiratnya
selamat, selain ilmu agama disana juga diajarkan ilmu umum walau tidak
selengkap yang sekolah-sekolah umum, dan ilmu kemasyarakatan yang
lebih banyak di latih. Dan itu semua yang nantinya bermanfaat bagi
kehidupanmu selanjutnya.”
-
42
Dengan alasan yang seperti itu akhirnya Sunardi membulatkan tekadnya
untuk pergi mondok saja dari pada memilih untuk menempuh pendidikan
di bangku sekolah umum seperti teman-teman sebayanya yang masih
ingin bersenang-senang tanpa ada aturan yang mengikatnya seperti halnya
peraturan di pondok pesantren.
3. Muhammad Arif
Sama halnya dengan orang tua Sunardi, orang tua dari Muhammad Arif
ini juga menyetujui saja keinginan anaknya yang memilih bekerja dari
pada melanjutkan sekolah kejenjang berikutnya. Dengan alasan keadaan
ekonomi mereka yang juga pas-pasan. Dan masih menanggung adiknya
yang masih kecil, yang membutuhkan banyak biaya guna masuk
sekolahnya kelak.
Bukan hanya mendukung keputusan anaknya itu, kedua orang tua
Muhammad Arif justru menyuruh Muhammad Arif untuk segera bekerja
untuk membantu ekonomi keluarga, dengan pekerjaan bapaknya hanya
disawah dan bekerja serabutan seadanya. Begitupun dengan ibunya yang
hanya ibu rumah tangga biasa dan membantu bekerja di sawah,
berpenghasilanpun bila musim banyak tenaga yang dibutuhkan dan bila
ada tetangga yang membutuhkan bantuannya. Misalnya saja pada musim
tanam padi dan panen.
-
43
Berikut penuturan kedua orang tua Muhammad Arif:
“Lebih baik dia bekerja saja dari pada melanjutkan sekolah ketingkat
selanjutnya, dari pada sekolah dan harus mengeluarkan biaya lagi tanpa
ada pemasukan uang. Di tambah dengan keadaan keluarga yang pas-pasan
dan masih menanggung satu adik yang masih kecil, yang membutuhkan
biaya untuk sekolahnya kelak. Dengan begitu mungkin akan ada
kehidupan yang lebih layak di masa depan.”
Dengan penghasilan yang pas-passan seperti itu yang mendorong kedua
orang tua dari Muhammad Arif untuk menyuruh anaknya memilih bekerja
dari pada meneruskan sekolah kejenjang berikutnya. Dengan anaknya
yang segera bekerja dan mendapatkan penghasilan, diharapkan dapat
membantu ekonomi keluarga dari keterpurukan.
4. Sunik
Kedua orang tua Sunik ini lebih mendukung Sunik untuk segera menikah.
Walau sebenarnya Sunik ingin mengenyam pendidikan terlebih dahulu
setelah menamatkan sekolah lanjutan tingkat pertama, walau hanya
mondok di pondok pesantren bukan di sekolah umum yang elit. Walau dia
masih ingin seperti teman-temannya yang masih bisa menikmati masa
muda dengan pendidikan.
Akan tetapi kedua orang tuanya yang masih berpandangan khas orang
desa, segera mencarikan anaknya itu calon suami, takut nantinya akan
kehabisan laki-laki yang mau menikahi anaknya. Di tambah lagi dengan
pemikiran bahwa setinggi apapun perempuan sekolah, pada akhirnya akan
berada di dapur, mengurus suami dan juga anak-anaknya kelak.
Berikut penuturan orang tua Sunik:
-
44
“Tidak usah berlama-lama menunggu dia menamatkan sekolah hingga
kejenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) kalau pada akhirnya dia
menikah juga. Lebih baik segera dinikahkan saja agar segera mandiri dan
tidak bergantung pada orang tua secara terus-menerus.”
Dengan alasan orang tua yang begitu kuat dan terkesan memaksa walau
dengan paksaan yang halus, diterima juga keputusan orang tuanya itu
dengan tulus dan atas dasar anak yang berbakti kepada kedua orang tua.
Akhirnya Sunik memilih untuk menikah menuruti keinginan orang tuanya.
D. Upaya yang Dilakukan Pihak Pemerintah (Perangkat Desa) untuk
Meningkatkan Minat Remaja di Desa Mantingan Kecamatan Jaken
Kabupaten Pati
Selain dari pihak keluarga, pihak pemerintah pun dapat berperan
sebagai motivator bagi para remaja yang tidak bersekolah untuk melanjutkan
sekolah lagi. Pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk memfasilitasi
berbagai program perbaikan dan peningkatan kualitas pendidikan di sekolah-
sekolah yang ada di daerahnya itu (Rosyada, 2007: 249).
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pihak pemerintah Desa
Mantingan untuk mensejahterakan rakyatnya. Selain dalam hal ekonomi,
sarana prasarana desa, termasuk dalam hal pendidikan. Dalam hal upaya
peningkatan minat remaja yang sudah terlanjur putus sekolah atau berhenti
sekolah untuk bisa bersekolah yang setara dengan sekolah formal bisa
mengikuti program kejar paket C, yang mana progran kejar paket C ini setara
dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Karena mayoritas para remaja di
-
45
Desa Mantingan putus sekolah itu pada jenjang sekolah lanjutan tingkat
pertama dan tidak melanjutkan pada sekolah lanjutan tingkat atas.
Program kejar paket C merupakan salah satu program kesetaraan yang
dilakukan pemerintah di tengah krisisnya pendidikan di indonesia. Pendidikan
kesetaraan adalah pendidikan nonformal dengan standar kompetensi lulusan
yang sama dengan sekolah formal, tetapi konten, konteks, metodologi dan
pendekatan untuk mencapai standar kompetensi tersebut lebih memberikan
konsep-konsep terapan, tematik, induktif yang terkait dengan permasalahan
lingkungan dan melatih kehidupan berorientasi kerja atau berusaha mandiri
(Nasdianto, 2008).
Pendidikan kesetaraan meliputi program Paket A detara dengan SD,
Paket B detara dengan SMP, dan Paket C detara dengan SMA. Program ini
ditujukan bagi peserta didik yang berasal dari masyarakat yang kurang
beruntung, tidak sekolah, putus sekolah dan putus lanjut, serta usia produktif
yang ingin meningkatkan pengetahuan dan kecakapan hidup. Program ini juga
melayani warga masyarakat lain yang memerlukan layanan khusus dalam
memenuhi kebutuhan belajarnya sebagai dampak dari perubahan peningkatan
taraf hidup ilmu pengetahuan dan teknologi (Nasdianto, 2008).
Dengan adanya program kejar Paket ini diharapkan dapat
berkontribusi lebih banyak terutama dalam mendukung suksesnya program
wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun (Wajar Diknas 9 tahun) yang
dicanangkan pemerintah sejak tahun 1994, yakni melalui penyelenggaraan
-
46
program kejar Paket A dan Paket B, serta perluasan akses pendidikan
menengah melalui penyelenggaraan progran Paket C (Fathurohman, 2012).
Pemaparan dari bapak Sugeng selaku stafur administrasi dan umum:
“Memang pendidikan di Desa Mantingan ini bisa dipandang memprihatinkan,
karena akhlak-akhlak remaja disini semakin berkembangnya zaman semakin
memburuk saja. Apalagi dengan perkembangan teknologi yang begitu tinggi
dan adanya arus globalisasi yang susah untuk di bendung pengaruhnya.
Banyak remaja memilih tidak meneruskan sekolahnya dan memilih
nongkrong-nongkrong dengan teman-teman sebayanya, banyak bergadang
bermain bilyard dengan teman-temannya, dan keesokan harinya bangun
kesiangan. Karena bangunnya yang kesiangan itu sekolahnya jadi terlambat.
Kejadian seperti itu berulang terus, hingga pada akhirnya membuat mereka
malas untuk sekolah dan memutuskan untuk keluar dari sekolah tanpa
sepengetahuan orang tua dan yang lebih parahnya dari pihak orang tua
membiarkan saja dan bersikap tidak peduli, itu yang membuat para remaja
menjadi terbiasa bahkan mentradisi untuk bolos sekolah yang berujung
dengan keluar dari sekolah.”
Selain itu pihak pemerintah juga sudah membuat program kejar Paket
B secara gratis, namun hanya orang-orang tertentu yang mendapat
kesempatan. Itupun hanya satu kali dan tidak ada lagi di tahun-tahun
berikutnya.
Dan yang mengikuti program kejar paket itu rata-rata dari kalangan
orang tua, bahkan dari kalangan pemuda hampir sama sekali tidak ada yang
mengikuti walau itu geratis. Karena dengan alasan malu berkumpul dengan
para ibu-ibu.
Walaupun program paket B di laksanakan secara geratis, akan tetapi
program Paket C kurang banyak peminatnya dikarenakan bila mengikuti
program Paket C harus dikenakan biaya dan tempatnya di beda desa walaupun
-
47
masih satu kecamatan. Para warga lebih mementingkan bekerja di sawah dari
pada harus mengikuti program paket C yang nantinya akan menyita waktu
bekerjanya.
Terlebih bila ikut program Paket C ada kelebihannya yaitu:
1. Terdapat nilai-nilai yang setara antara SMA dan Paket C dan tidak ada
perbedaan yang signifikan adantara keduanya,
2. Disisi lain pendidikan di kejar Paket C lebih unggul dibanding sekolah
SMA terutama dalam hal kelola waktu belajarnya. Bila di SMA
menggunakan pola full day learning di paket C justru menggunakan pola
long life learning,
3. Usia tidak menjadi kendala belajar di paket C begitu pula waktu belajar
desesuaikan dengan keinginan (http://pkbmedukasi.worspress.com).
Walaupun ada banyak kelebihan dari mengikuti program kejar Paket C
ini, namun banyak warga yang tidak mau mengikutinya karena dianggap tidak
diperlukan lagi dalam kehidupan mereka yang mayoritas sudah berkeluarga
dan yang masih muda lebih memilih untuk bekerja atau sekedar nongkrong-
nongkrong dengan teman-temannya.
Apalagi dengan kehidupan yang serba modern ini tanpa sekolahpun
bisa menggunakan alat-alat modern dan bekerja mendapat uang banyak dan
mensejahterakan keluarga.
-
48
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Analisis Terhadap Alasan Tidak Minat Untuk Sekolah Formal
Sebagaimana yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya mengenai
berbagai alasan yang membuat para remaja memilih untuk tidak melanjutkan
pada jenjang pendidikan yang selanjutnya. Yang seharusnya usia 12 sampai
17 tahun adalah masa-masa memperoleh pendidikan, bukannya masa yang
sibukkan dengan pekerjaan, mengurus rumah tangga, ataupun bermalas-
malasan di rumah tanpa memperoleh pengalaman apapun yang nantinya dapat
bermanfaat pada kehidupan mendatang.
Adapun berbagai keadaan yang membuat anak menjadi malas atau
tidak mampu untuk sekolah diantaranya:
1. Anak semangat sekolah, orang tua mendukung, tapi gurunya yang tidak
berkompeten.
Guru adalah seorang arsitektur yang dapat membentuk jiwa dan watak
anak didik, guru bertugas mempersiapkan manusia susila cakap yang
dapat diharapkan membangun dirinya dan membangun bangsa dan negara
(Asdiqoh, 2012: 18). Diantara macam-macam kompetensi seorang guru
adalah sebagai berikut:
-
49
a. Kompetensi personal yang telah mencakup kompetensi kepribadian
dan kompetensi sosial yang merupakan modal dasar bagi guru dalam
menjalankan tugas dan keguruannya secara profesional (Asdiqoh,
2012: 27).
b. Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran
secara luas dan mendalam mencakup penguasaan materi kurikulum
mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuannya secara filosofis
(Asdiqoh, 2012: 29).
c. Komptensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran
peserta didik (Asdiqoh, 2012: 32).
d. Kompetensi kepribadian yaitu tentang bagaimanakah guru dapat
menarik anak didik serta dapat memunculkan rasa optimis ataukah
sebaliknya kepribadian yang acuh dan tidak bisa memancarkan rasa
optimis dalam belajar (Asdiqoh, 2012: 34).
e. Kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari
masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan
peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali
peserta didik dan masyarakat sekitar (Asdiqoh, 2012: 35).
f. Kompetensi spiritual, ranah kompetensi spiritual dari guru akan
berorientasi pada pembentukan karakter siswa yang ideal. Guru tidak
sekedar ditakuti atau sebagai sosok yang didikuti, tapi guru juga
sebagai sosok yang mempunyai wibawa dan kharisma, yang bisa
-
50
secara langsung menjadi inspirasi pada anak didik (Asdiqoh, 2012:
37).
Disaat kompetensi-kompetensi diatas tidak dimiliki oleh seorang guru
maka akan membuat semangat anak untuk sekolah menjadi menurun.
Walaupun orang tua mendukung anaknya bersekolah, mulai dari biaya,
motivasi, segala kebutuhan sekolah telah terpenuhi. Akan tetapi guru
yang tidak berkompeten begitu besar mempengaruhi anak. Apabila guru
tidak serius dalam mengajar di sekolah, guru malas-malasan sedangkan
anak sudah mempunyai semangat yang begitu tinggi akan dengan
sendirinya semangat itu menurun. Karena kemauan anak yang begitu
tinggi kemudian dia kecewa dengan kinerja gurunya disekolah.
Bahkan bagi siswa yang tergolong pada usia remaja dan masih sangat
membutuhkan bimbingan dari seorang guru di sekolah, guru seakan lupa
akan tugasnya mendidik muridnya, bukan hanya mengajar dan
menyampaikan materi saja. Tetapi guru juga membentuk karakter siswa.
Disaat bimbingan itu tidak ia dapatkan dari orang tuanya di rumah,
terkadang guru lalai akan hal itu dan membiarkan pola pikir siswa
berkembang dengan sendirinya tanpa bimbingan dan pengawasan yang
baik.
Saat di sekolah siswa lepas dari pengawasan orang tua dan orang tua
mempercayakan pengawasan terhadap anaknya kepada guru disekolah,
namun masih banyak guru yang hanya menggugurkan kewajiban
-
51
bekerjanya yaitu sebagai pengajar di sekolah, tanpa dibarengi dengan
adanya tanggung jawab mendidik anak agar menjadi manusia yang
tangguh dalam menghadapi kehidupan di era modern yang banyak
mempengaruhi pola pikir siswa.
Dalam persektif Islam, setiap umat Islam wajib menyampaikan ajaran
agama Islam kepada siapa saja. Hal ini mengandung arti bahwa Islam
adalah agama dakwah yang wajib disampaikan oleh pemeluknya kepada
semua manusia, dengan cara mengajak, menyampaikan, memerintah dan
lain sebagainya (Yasin, 2008: 86). Sebagaimana dijelaskan dalam firman
Allah dalam QS. Ali Imran: 104 sebagai berikut;
Artinya:
104. dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang
munkar; merekalah orang-orang yang beruntung (Yasin, 2008: 86).
Untuk itu guru yang pekerjaannya mengajar atau memberikan pelajaran
disekolah atau di dalam kelas (Asdiqoh, 2012: 38) seharusnya mengetahui
dan melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Guru harus “committed” dengan siswa dan pembelajaran mereka.
-
52
b. Guru memahami “the subject” yang mereka ajarkan dan bagaimana
mengajarkan materi itu kepada siswa.
c. Guru tanggap dalam memimpin dan memonitor kegiatan pembelajaran
siswa.
d. Guru berpikir sistematik tentang “their practice and learn” dari
pengalaman.
e. Guru adalah anggota masyarakat belajar (Asdiqoh, 2012: 40).
Dengan beberapa hal diatas dan semua kompetensi guru terpenuhi
diharapkan anak didik akan lebih semangat dalam belajar. Guru dan anak
didik adalah “Dwi Tunggal”. Oleh karena itu dalam benak guru hanya ada
satu kiat bagaimana mendidik anak agar menjadi manusia dewasa susila
yang cakap (Asdiqoh, 2012: 47). Karena guru adalah mitra anak didik
dalam kebaikan. Guru yang baik akan menghasilkan anak didik yang baik
pula. (Asdiqoh, 2012: 48). Bila dukungan dari orang tua sudah mengalir,
anak pun sudah semangat untuk sekolah dan kinerja guru untuk mendidik
sudah baik akan mengahasilkan keluaran anak didik yang baik.
Bila seorang pendidik benar-benar melakukan tugas dan tanggung
jawabnya akan memiliki kedudukan tersendiri dibanding orang biasa
yang tidak bertugas sebagai pendidik, yakni ia sebagai pewaris para Nabi
dan Rasul, dan atau ia berkedudukan setingkat di bawah Nabi dan Rasul
(Yasin, 2008: 92). Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah dalam QS.
al-Mujadalah ayat 11:
-
53
...
Artinya:
“Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman diatara kamu,
dan orang-orang (beriman) yang memiliki ilmu dengan beberapa derajat
(Yasin, 2008: 92).”
2. Guru mendukung, orang tua mendukung, tetapi anak tidak semangat
sekolah.
Segala sesuatu tergantung dari niatnya. Di dalam menuntut ilmu sebaiknya
seorang pelajar berniat mencari ridha Allah swt. mengharap kebahagiaan
akhirat, menghilangkan kebodohan dari dirinya sendiri dan dari segenap
orang-orang bodoh, menghidupkan agama dan melestarikan Islam (Asrori,
1996: 15). Dalam hadis dijelaskan:
ال الد و َ ي ل ع ى للا ل ص للا ل ى س ر ي ع و و ة ا ع ر ى ر ب ص ى ٍل ي ت ص و ي ع ن ه ل ن : ك ا ي ً س
ي ي و ة و ة ر خ ال ال و ع ا ي ه ت ي الٌ ي س ح ب ر ص ر ى ر ب ص ى اٍل ي ت ص و ي ع ال ال ك ن ه و ا ع
ة ر ت ي الٌ ء ى س ا ب ي ً الد ال و ع ا ي ه ر ي ص ي ن ث خ
Artinya:
Nabi SAW. bersabda: “Banyak sekali amal-amal perbuatan dunia menjadi
amal perbuatan akhirat disebabkan niat yang baik. Dan juga bnyak sekali
amal perbuatan akhirat menjadi amal perbuatan dunia disebabkan niat yang
buruk.” (Asrori, 1996: 14)
-
54
Apabila anak sudah tidak mempunyai niat untuk sekolah, seberapapun
tinggi dukungan dari orang tua maupun dari guru, akan percuma saja,
karena dari diri anak itu sendiri sudah tidak mempunyai niatan untuk
sekolah, atau dengan kata lain dia hanya bermalas-malasan saja.
Dalam menuntut ilmu hendaknya bersabar dan bertahan kepada seorang
guru dan kitab tertentu, sehingga ia tidak meninggalkannya sebelum
sempurna. Dan tidak beralih dari sesuatu bidang ilmu tertentu ke bidang
yang lain sebelun benar-benar memahaminya dengan yakin (Asrori, 1996:
27).
Seharusnya sebagai seorang siswa itu haruslah bersungguh-sungguh dalam
belajar. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur‟an surat Al-Ankabut ayat
69 berikut ini:
Artinya:
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-
benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan
Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik
(Asrori, 1996: 47).
Karena masa muda ini adalah masa keemasan mereka. Dimana rasa
penasaran tentang segala sesuatu itu muncul dan ingin mengetahui jawaban
akan rasa penasarannya itu. Maka pada kesempatan inilah harus
-
55
dipergunakan sebaik mungkin dengan hal-hal yang baik. Bukan malah ikut
terjerumus kedalam hal-hal buruk yang banyak terjadi dilingkungan
masyarakat sekitar.
Sebagai seorang siswa, anak juga harus menyadari pentingnya
berpendidikan bukannya asik bermain dengan teman sebaya. Betapa
pentingnya menuntut ilmu dalam dalil yang lain dijelaskan bahwa
kewajiban menuntut ilmu itu dilakukan dalam keadaan apapun walau
dalam keadaan perang (Yasin, 2008: 246). Sebagaimana firman Allah
dalam QS. At-Taubah: 122
Artinya:
“Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan
perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak
pergi untuk memperdalam pengetahuan