pendapat hukum islam tentang keluarga berencana
TRANSCRIPT
Pendapat Hukum Islam tentang Keluarga Berencana
Sudah banyak studi yang dilakukan oleh para ulama’ dan lembaga-lembaga KeIslaman
mengenai KB dalam berbagai perspektif. Para ulama’ berbeda pendapat dalam masalah KB pada
beberapa persoalan, sebagaimana akan dijelaskan dalam tulisan ini. Perbedaan terjadi karena
tidak adanya nash (Al Qur'an dan Hadist) yang secara eksplisit melarang atau memerintahkan
ber-KB.
Untuk mendapat gambaran yang komprehensif tentang bagaimana sesungguhnya
pandangan Islam terhadap KB memang tidak ada jalan lain kecuali harus kembali kepada sumber
ajaran Islam yang paling otoritatif yaitu al-Qur’an dan Hadist. Namun, karena tidak adanya
penjelasan yang eksplisit, maka harus dilakukan kajian yang lebih mendalam atas kedua sumber
tersebut dengan cara mengidentifikasi semua ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits - hadits Nabi yang
terkait dengan permasalahan KB untuk kemudian ditarik pesan-pesan esensial serta ajaran yang
dikandung dari kedua sumber tersebut. Dengan begitu akan terlihat secara utuh pesan ajaran
Islam sesungguhnya terhadap KB.
Keluaraga berencana menurut ulama’’ yang menerimanya, merupakan salah satu bentuk
usaha manusia dalam mewujudkan keluarga yang sejahtera dan bahagia guna menghasilkan
keturunan generasi yang kuat di masa yang akan datang. Keluarga berencana sesungguhnya
merupakan pemenuhan dari seruan QS Al-Nisa ayat 9 yang artinya “Dan hendaklah takut
kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang
lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah
mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”
Ayat ini menjelaskan tentang mengingatkan setiap orang tua untuk tidak meninggalkan
keturunannya dalam keadaan lemah sehingga menjadi beban orang lain. Salah satu cara agar
dapat meninggalkan keturunan yang kuat, orang tua harus memberikan nafkah, perhatian dan
pendidikan yang cukup. Apabila orang tua memiliki anak yang banyak dan tidak sesuai dengan
kemampuan yang dimilikinya, maka dikhawatirkan anakanaknya akan terlantar dan menjadi
orang yang lemah.
Disamping itu, dalam surat Al-kahfi ayat 46 yang artinya “Harta dan anak-anak adalah
perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik
pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” Allah menjelaskan bahwa
harta dan anak merupakan perhiasan di dunia. Suatu perhiasan seharusnya terdiri atas yang baik
dan terbaik. Apabila perhiasan itu anak, maka anak tersebut haruslah anak terbaik dan mampu
membangun dirinya, masyarakatnya, agamanya dan negaranya. Oleh larena itu, anak harus
mendapat pendidikan, kesehatan, bekal materi maupun sepiritual. Untuk mewujudkan keinginan
tersebut seharusnya disesuaikan antara jumlah anak dan kemampuan ekonomi orang tua.
Selain itu beberapa ayat Al Qur'an dan Hadits Nabi yang memberikan indikasi bahwa
pada dasarnya Islam membolehkan orang Islam ber-KB. KB itu bisa berubah dari mubah (boleh)
menjadi sunnah, wajib makruh atau haram, seperti halnya hukum perkawinan bagi orang Islam,
yang hukum asalnya juga mubah. Hukum mubah itu bisa berubah sesuai dengan situasi dan
kondisi individu Muslim yang bersangkutan, selain juga memperhatikan perubahan zaman,
tempat dan keadaan masyarakat.
Dari sumber di atas memberi petunjuk bahwa kita perlu memperhatikan beberapa hal
tentang KB dan pengaruhnya terhadap keturunan, sebagai berikut:
a. Terpeliharanya kesehatan ibu dan anak, terjaminnya keselamatan jiwa ibu karena beban jasmani
dan rohani selama hamil, melahirkan, menyusui dan memelihara anak serta timbulnya hal-hal
yang tidak diinginkan dalam keluarga
b. Terpeliharanya kesehatan jiwa, kesehatan jasmani dan rohani anak serta tersedianya pendidikan
dan perawatan yang baik bagi anak
c. Terjaminnya keselamatan agama orang tua yang dibebani kewajiban mencukupi kebutuhan
hidup keluarganya.
Pendapat hukum Islam tentang sterilisasi Vasektomi dan Tubektomi dalam Keluarga
Berencana
Sterilisasi pada laki-laki disebut vasektomi atau Vas Ligation. Caranya ialah dengan
memotong saluran sperma (vas deverens) kemudian kedua ujungnya diikat, sehingga sel sperma
tidak dapat mengalir keluar penis (urethra). Sterilisasi laki-laki termasuk operasi ringan, tidak
melakukan perawatan di rumah sakit dan tidak mengganggu kehidupan seksual. Nafsu seks dan
potensi lelaki tetap, dan waktu melakukan koitus, terjadi pula ejakulasi, tetapi yang terpancar
hanya semacam lendir yang tidak mengandung sperma.
Sterilisasi pada wanita disebut tubektomi atau Tubal Ligation. Caranya ialah dengan
memotong kedua saluran sel telur (tuba pallopi) dan menutup kedua-duanya sehingga sel telur
tidak dapat keluar dan sel sperma tidak dapat pula masuk bertemu dengan sel telur, sehingga
tidak terjadi kehamilan.
Ulama’ berpendapat bahwa alasan jumlah anak yang dimiliki telah sampai pada jumlah
yang dianjurkan dalam program KB tidak cukup kuat untuk membenarkan pelaksanaan
vasektomi dan tubektomi. Tidak mustahil seseorang merasakan adanya kebutuhan untuk
memperoleh anak kembali karena alasan-alasan tertentu. Ulama’ berpendapat ada keadaan-
keadaan darurat tertentu yang membenarkan seseorang melakukan operasi vasektomi dan
tubektomi.
Hingga saat ini vasektomi dan tubektomi sebagai alat pengendali penduduk masih
menjadi perdebatan di kalangan ulama’ Indonesia karena sifatnya yang membuat sterilisasi pada
pria dan wanita. Dalam kaitannya dengan vasektomi dan tubektomi Majelis Ulama’ Indonesia
(MUI) pada tanggal 13 Juli 1977, setelah membahas mengenai vasektomi dan tubektomi, maka
Majelis ulama’ mengutarakan pendapat-pendapatnya, yaitu; Pertama, pemandulan dilarang oleh
agama. Kedua, vasektomi dan tubektomi adalah salah satu usaha pemandulan. Ketiga, di
Indonesia belum dapat dibuktikan bahwa vasektomi dan tubektomi, dapat disambung lagi.
Kemudian MUI mengeluarkan fatwa pada tahun 1979, bahwa dalam penggunaan vasektomi dan
tubektomi adalah haram. Fatwa ini kemudian diperkuat lagi pada tahun 1983 dalam sebuah
sidang Muktamar Nasional Ulama’ tentang Kependudukan dan Pembangunan. Dari hasil sidang
tersebut menghasilkan keputusan fatwa yang menyatakan bahwa vasektomi dan tubektomi
dilarang dalam Islam karena berakibat kemandulan yang abadi.
Setelah para ahli bidang medis telah berhasil menyambung kembali yang mashur dengan
rekanalisasi, maka kehamilan dapat berfungsi kembali. Dengan ditemukannya upaya ini, maka
keputusan Fatwa MUI 1979 ditinjau kembali melalui Seminar Nasional dan Peningkatan Peran
Ulama’ Dalam Gerakan KB Nasional, yang terselenggara pada tanggal 17 s/d 19 Februari 1990
di Jakarta. Setelah seminar memperhatikan keberhasilan rekanaliasi, maka MUI dalam fatwanya
tahun 1990 menyepakati bahwa penggunaan kontrasepsi vasektomi dan tubektomi dibolehkan
karena akibat kemandulan dapat diatasi melalui rekanalisasi, dalam hal ini berlaku hukum
darurat.
Dalam kaidah yang mengatur hukum Islam (Fiqh) perubahan fatwa semacam itu sangat
mungkin terjadi jika alasan yang menjadi dasar hukum berubah karena adanya perubahan zaman,
waktu, situasi dan kondisi.
Alat kontrasepsi yang dibenarkan menurut hukum Islam adalah yang cara kerjanya
mencegah kehamilan, bersifat sementara (tidak permanen) dan dapat di pasang sendiri oleh yang
bersangkutan atau oleh orang lain yang tidak haram memandang auratnya atau orang lain yang
pada dasarnya tidak boleh memandang auratnya, tetapi dalam keadaan darurat ia dibolehkan.
Selain itu, bahan pembuatannya yang digunakan harus berasal dari bahan yang halal, serta tidak
menimbulkan implikasi yang membahayakan bagi kesehatan.
Terhadap perbedaan pendapat ulama’ (ijtihad) dalam masalah vasektomi dan tubektomi.
umat Islam dapat memilih diantara kedua pendapat tersebut, yaitu yang membolehkan atau
mengharamkan yang menurut mereka lebih kuat dan lebih maslahat. Kedua pendapat yang
berbeda itu tidaklah saling membatalkan karena kaidah fiqh (hukum Islam) menyatakan bahwa
“sebuah ijtihad tidak dapat dibatalkan oleh ijtihad yang lain”.