pemurnian dan analisis sifat fisik minyak atsiri
DESCRIPTION
Teknologi Minyak Atsiri, Rempah, dan FitofarmakaTRANSCRIPT
Laporan Praktikum Hari/Tanggal : Selasa, 11 Maret 2013
Teknologi Minyak Atsiri, Rempah Golongan/Kelompok : P2/3
Dan Fitofarmaka Dosen : Dr. Dwi Setyaningsih, MSi
Asisten :
1. Arnis Sinta W (F34090063)
2. Anik Setianingsih (F34090082)
PEMURNIAN DAN ANALISIS SIFAT FISIK MUTU MINYAK ATSIRI
Rhama Rakhmatullah (F34100057)
Tri Wahyuni Puspa D. (F34100062)
Hafizd Adityo Utomo (F34100063)
Fleni Ayu Kenia H. (F34100065)
Kiki Amelia Lubis (F34100071)
DEPARTEMEN TEKONOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah salah satu Negara pengekspor rempah-rempah terbesar di dunia hingga saat ini.
Minyak atsiri merupakan salah satu produk bahan rempah-rempah yang berasal dari bagian tanaman akar, kulit
batang, daun, buah, biji atau bunga. Beberapa jenis tanaman penghasil minyak atsiri, seperti jahe, cengkeh, akar
wangi, kunyit, dan lain-lain.
Minyak atsiri, dikenal sebagai minyak eteris (aetheric oil) atau minyak esensial (essential oil), adalah
kelompok besar minyak nabati yang berwujud kental namun mudah menguap dengan komposisi yang berbeda-
beda sesuai pada sumber penghasilnya. Minyak atsiri mudah menguap dikarenakan titik uapnya rendah. Minyak
atsiri bukan merupakan zat kimia tunggal murni, melainkan campuran zat-zat yang memiliki sifat fisika dan
kimia yang berbeda-beda. Proses ekstraksi dan pemurnian minyak atsiri adalah ekstraksi dengan teknik distilasi
uap, pemisahan dengan teknik distilasi molekuler, pemurnian dengan teknik ekstraksi flurida superkritik, dan
fraksionasi komponen atsiri dengan teknik distilasi fraksionasi vakum.
Minyak atsiri merupakan salah satu komoditi yang penting dalam perekonomian di Indonesia, banyak
minyak atsiri yang didapatkan dari berbagai jenis tanaman antara lain cengkeh, sereh, gandapura, kayu putih,
sedap malam dan lain sebagainya. Untuk memperoleh minyak atsiri yang murni diperlukan metode-metode
khusus yang dapat menganalisa kemurnian dan juga mendapatkan kemurnian sesuai dengan standar mutu yang
sudah ada.
Kualitas dari minyak atsiri ditentukan dari karakteristik fisiko kimianya. Karakteristik alami seperti
kandungan yang terdapat di dalam minyak atsiri itu sendiri dan juga adanya bahan asing yang terdapat pada
minyak dapat mempengaruhi mutu dari minyak tersebut. Warna minyak, bobot jenis, indeks bias, putaran optik
dan bilangan asam merupakan parameter-parameter yang dapat kita lihat sebagai acuan standar mutu. Apabila
terdapat perbedaan dari beberapa parameter tersebut pada sampel dengan standar mutu yang ada merupakan
penyebab terjadinya penurunan mutu pada suatu minyak atsiri. Maka dari itu diperlukan analisa mutu untuk
menyetarakan minyak atsiri sampel dengan standar mutu sebagai acuannya.
B. Tujuan
Adapun tujuan praktikum pemurnian minyak atsiri adalah mengetahui kualitas minyak atsiri melalui
pemurnian dan mengetahui cara bagaimana meningkatkan kualitas minyak atsiri, sedangkan praktikum analisis
sifat fisik mutu sifat minyak atsiri bertujuan untuk mempelajari dan mengetahui standar mutu setiap minyak
atsiri dengan metode-metode yang ada dan mengetahui prinsip kerja setiap metode.
II. METODOLOGI
A. Alat dan Bahan
1. Pemurnian Minyak Atsiri
a. Adsorbsi
Metode Pemucatan
Bahan yang digunakan yaitu minyak atsiri, bentonit, arang aktif dan kertas saring sedangkan
alat yang digunakan adalah hotstirer, gelas piala, thermometer dan corong.
Metode Penarikan Air
Bahan yang digunakan yaitu minyak atsiri, Natrium Sulfat Anhidrat, kertas saring dan alat
yang digunakan adalah hotstirer, gelas piala, thermometer dan corong.
b. Pengkhelatan / Flokulasi
Alat dan bahan yang digunakan adalah minyak atsiri, Asam Tartarat/EDTA/Asam Sitrat, kertas
saring sedangkan alatnya adalah hotstirer, gelas piala, thermometer, corong.
c. Deterpenasi
Alat yang digunakan adalah Erlenmeyer, gelas ukur, labu pemisah, vacuum rotary evaporator
sedangkan bahannya antara lain minyak atsiri, methanol/etanol 96% heksan.
2. Analisis Sifat Fisik Mutu Minyak Atsiri
a. Warna Minyak
Alat dan bahan yang digunakan adalah minyak atsiri, kertas putih dan tabung reaksi.
b. Bobot Jenis
Alat dan bahan yang digunakan adalah minyak atsiri, aquadest dan alatnya adalah piknometer dan
timbangan.
c. Indeks Bias
Alat dan bahan yang digunakan adalah minyak atsiri, aquadest; refraktometer dan pipet.
d. Putaran Optik
Alat dan bahan yang digunakan adalah minyak atsiri, aquadest dan piknometer.
e. Kelarutan dalam Alkohol
Alat dan bahan antara lain minyak atsiri, alkohol 90%; pipet dan tabung reaksi.
f. Sisa Penguapan
Alat dan bahan yang digunakan adalah minyak atsiri; cawan porselen dan penangas air.
B. Metodologi
1. Pemurnian Minyak Atsiri
a. Adsorbsi
Metode Pemucatan
Metode Penarikan Air
b. Pengkhelatan / Flokulasi
Minyak dimasukkan ke gelas piala
Kemudian dipanaskan hingga suhu 50˚C
Bentonit/arang aktif dimasukkan kedalam gelas piala sebanyak 2% dari volum minyak
Selanjutnya diaduk selama 20 menit
Disaring menggunakan kertas saring
Na2SO4 sebanyak 1% dimasukkan ke dalam 10 mL minyak
Na2SO4 diaduk dengan minyak sampai rata
kemudian didiamkan sampai Na2SO4 mengendap dan minyak nampak jernih
Campuran dipisahkan dengan menggunakan kertas saring
Asam tartarat/EDTA/asam sitrat ditambahkan sebanyak 2% ke dalam 10mL minyak atsiri
Pengkhelat dan minyak diaduk sampai merata, dan didiamkan sampai minyak minyak nampak jernih
Campuran dipisahkan dengan menggunakan kertas saring
c. Deterpenasi
2. Analisis Sifat Fisik Mutu Minyak Atsiri
a. Warna Minyak
b. Bobot Jenis
Bahan dan alat yang sudah bersih disiapkan
Minyak atsiri dan pelarut dicampurkan ke dalam erlenmeyer dengan perbandingan 1:4
Selama pengadukan, pelarut diencerkan sampai 95%
Selanjutnya campuran dimasukkan ke dalam labu pemisah selama 24 jam
Setelah terbentuk 2 lapisan, fraksi terpen-o dan pelarut dipisahkan melalui evaporasi suhu 65-68˚C
Minyak yang dihasilkan ditambahkan natrium sulfat anhidrat
Contoh minyak atsiri dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak ±10mL
Tabung reaksi disandarkan pada kertas putih lalu diamati warnanya dengan
jarak pengamatan ±30cm
Piknometer bersih yang kosong dan kering ditimbang
Piknometer diisi dengan air dan dimasukkan ke dalam penangas air yang telah ditetapkan suhunya 25˚C selama 15 menit
Piknometer dipindahkan dan dikeringkan bagian luarnya, lalu ditimbang
Piknometer dikosongkan dan dibasuh dengan alkohol lalu dikeringkanPengujian diulangi dengan menggunakan minyak atsiri yang akan diukur
c. Indeks Bias
d. Putaran Optik
Prisma pada refraktometer dibersihkan dengan alkohol
Diatas prisma diteteskan minyak menggunakan pipet tetes
Prisma dirapatkan dan diatur slidenya sehingga diperoleh garis batas yang jelas antara gelap dan terang
Saklar diatur sampai garis batas berimpit
Indeks bias dibaca
Sumber cahaya dinyalakan sampai diperoleh kilauan penuh pada alat polarimeter
Tabung kosong ditempatkan di bawah alat pemeriksa , analyzer diputar sampai diperoleh intensitas penerangan yang sama terangnya pada kedua bidang
Tabung polari diisi dengan minyak sampai penuh
Tabung ditempatkan di bawah alat pemeriksa diantara analyzer dan polaryzer
Analyzer diputar sampai diperoleh lapang pandang yang sama terangnya tidak tampak ada batas gelap terang
Putaran optik dibaca
e. Kelarutan dalam Alkohol
f. Sisa Penguapan
Satu mililiter minyak dimasukkan ke dalam tabung reaksi
Kemudian ditambahkan 1 ml alkohol dan dikocok sampai jernih
Setiap penambahan 1 ml, sampai jernih
Minyak ditimbang sebanyak 4 ± 0.05 gram dalam erlenmeyer 100ml
Dilarutkan dalam 5 ml etanol netral
Ditambahkan sebanyak 5 tetes indikator PP
Kemudian dititrasi dengan larutan baku KOH 0,1N
Titrasi dihentikan jika telah terjadi perubahan warna menjadi merah muda
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
[Terlampir]
B. Pembahasan
Pemurnian merupakan suatu proses untuk meningkatkan kualitas suatu bahan agar mempunyai nilai
jual yang lebih tinggi. Proses pemurnian bisa dilakukan dengan menggunakan beberapa metode, yaitu secara
fisika dan kimia. Hal ini terkait dengan sifat minyak atsiri yang terdiri dari berbagai komponen kimia dan secara
alami terbentuk pada tanaman sesuai dengan tipe komponen yang berbeda dari setiap tanaman. Proses
pemurnian secara fisik bisa dilakukan dengan mendistilasi ulang minyak atsiri yang dihasilkan (redestillation)
dan distilasi fraksinasi dengan pengurangan tekanan. Untuk proses secara kimia dapat dilakukan dengan 1)
adsorpsi menggunakan adsorben tertentu seperti bentonit, arang aktif, zeolit, 2) menghilangkan senyawa terpen
(deterpenasi) untuk meningkatkan efek flavoring, sifat kelarutan dalam alkohol encer, kestabilan dan daya
simpan dari minyak, dan 3) larutan senyawa pembentuk kompleks seperti asam sitrat, asam tartarat (Sait dan
Satyaputra, 1995).
Dalam proses secara fisika, yaitu metode redestilasi adalah menyuling ulang minyak atsiri dengan
menambahkan air pada perbandingan minyak dan air sekitar 1:5 dalam labu destilasi, kemudian campuran
didestilasi. Minyak yang dihasilkan akan terlihat lebih jernih. Hasil penyulingan ulang terhadap minyak nilam
dengan metode redestilasi, ternyata dapat meningkatkan nilai transmisi (kejernihan) dari 4 % menjadi 83,4 %,
dan menurunkan kadar Fe dari 509,2 ppm menjadi 19,60 ppm (Purnawati, 2000). Untuk distilasi fraksinasi akan
jauh lebih baik karena komponen kimia dipisahkan berdasarkan perbedaan titik didihnya (Sulaswaty dan
Wuryaningsih, 2001). Komponen kimia yang terpisah sesuai dengan golongannya.
Minyak cengkeh digunakan sebagai sampel dalam praktikum pemurnian minyak atsiri karena minyak
daun cengkeh hasil penyulingan rakyat seringkali kotor dan berwarna hitam kecoklatan. Kondisi tersebut
disebabkan karena adanya ion ion logam yang kemudian bereaksi dengan senyawa dalam minyak, terutama
eugenol. Menurut Marwati et al .(2005), logam-logam yang terdapat dalam minyak daun cengkeh antara lain Fe,
Mg, Mn, Zn, dan Pb. Logam logam tersebut berasal dari daun dan alat penyuling. Akumulasi logam dalam daun
terjadi karena penyerapan logam dari tanah melalui akar dan penyerapan logam dari udara melalui stomata
daun.
Berdasarkan sifat fisikokimia minyak yang dihasilkan, maka minyak daun cengkeh hitam kecoklatan
dapat dimurnikan dengan beberapa cara dalam proses kimia, yaitu adsorbsi yang terdiri dari pemucatan dan
penarikan air, pengkelatan, dan deterpenasi. Keempat cara tersebut dilakukan dalam praktikum ini.
Adsorbsi adalah proses difusi suatu komponen pada suatu permukaan atau antar partikel. Dalam
adsorpsi terjadi proses pengikatan oleh permukaan adsorben padatan atau cairan terhadap adsorbat atom-atom,
ion-ion atau molekul-molekul lainnya (Anon, 2000). Untuk proses tersebut, bisa digunakan adsorben, baik yang
bersifat polar (silika, alumina dan tanah diatom) ataupun non polar (arang aktif).
Pada proses adsorbsi ini terdapat dua metode untuk memurnikan minyak atsiri yaitu pemucatan dan
penarikan air. Proses pemucatan pada minyak atsiri bertujuan untuk menghasilkan warna yang lebih baik (lebih
cerah) dengan cara menggunakan adsorben untuk menyerap warna. Daya penyerapan adsorben terhadap warna
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti bobot jenis adsorben, ukuran partikel, dan pH adsorben. Adsorben
yang digunakan pada praktikum ini adalah arang aktif, bentonit, dan zeolit dengan kadar yang berbeda-beda dari
masing-masing adsorben. Pada saat proses pemucatan dilakukan pengadukan minyak dengan adsorben (bentonit
atau arang aktif) selama 20 menit dengan tujuan agar kontak antara minyak dengan adsorben menjadi lebih
efektif, sehingga dapat menghasilkan efek adsorbsi yang optimal.
Menurut Rohayati (1997), Pada keadaan awal bentonit dan arang aktif memiliki kemampuan adsorbs
yang rendah. Kapasitas adsorbsi dari bentonit dapat dinaikkan dengan prose aktivasi untuk memberikan sifat
yang diinginkan sehubungan dengan penggunaannya. Pengaktifan bentonit dan arang aktif bertujuan untuk
menghilangkan senyawa-senyawa selain bentonit dan arang aktif yang tidak mempunyai sifat penyerap dan juga
untuk memperluas permukaan melalui pembentukan struktur porous dan berguna untuk mempertinggi daya
adsorbsinya. Berdasarkan teori ada dua cara perlakuan untuk meningkatkan daya serap bentonit, yaitu dengan
pemanasan dan aktivasi dengan pengasaman. Namun pada praktikum ini tidak dilakukan dua perlakuan tersebut
disebabkan keterbatasan waktu praktikum.
Pada praktikum ini, penambahan adsorben dilakukan dengan kadar yang berbeda yaitu 2% dan 4% dari
10 gram bobot minyak cengkeh yang digunakan sebagai sampel pemurnian minyak atsiri. Hasil yang didapat
pada praktikum ini dilakukan dengan melakukan pengamatan terhadap perbedaan warna dari minyak cengkeh
yang diberi penambahan salah satu adsorben dengan kadar yang berbeda pula.
Pada penambahan adsorben arang aktif, konsentrasi arang aktif sebanyak 2% menghasilkan warna
yang lebih jernih bila dibandingkan dengan konsentrasi arang aktif sebanyak 4%. Hal tersebut tidak sesuai
dengan hasil yang seharusnya. Dengan penambahan adsorben, dalam hal ini adalah arang aktif, semakin banyak
arang aktif yang digunakan dalam pemurnian minyak cengkeh, semakin jernih minyak cengkeh yang
dihasilkan.Hal ini disebabkan arang aktif dapat menyerap zat-zat pengotor minyak atisiri tersebut. Namun pada
penambahan arang aktif, terdapat kesalahan hasil uji. Kesalahan tersebut disebabkan perbedaan konsentrasi
kemurnian awal dari minyak cengkeh yang digunakan sehingga berpengaruh terhadap hasil yang didapatkan
pula.
Adsorben yang digunakan selain arang aktif adalah bentonit. Pada proses pemurnian minyak daun
cengkeh dengan bentonit 1 sampai 10 % diketahui bahwa dengan peningkatan konsentrasi bentonit terjadi
peningkatan kejernihan, kecerahan dan warna minyak. Peningkatan kejernihan terjadi karena bentonit sifatnya
mudah menyerap air dan logam, sehingga dengan berkurangnya air dan logam yang terikat dalam minyak
menyebabkan minyak menjadi jernih. Pemurnian secara pengkelatan dengan asam sitrat 0,6 % juga
menunjukkan hasil yang sama, yaitu peningkatan kejernihan dan kualitas minyak (Marwati et al., 2005).
Hasil praktikum yang didapatkan telah sesuai dengan literatur tersebut. Penambahan bentonit 2%
menyebabkan warna minyak cengkeh lebih keruh dibandingkan dengan penambahan bentonit 4% dari sampel
minyak cengkeh 10 ml. Adsorben selanjutnya yang digunakan adalah zeolit yang sifatnya hampir sama dengan
bentonit. Hasil praktikum yang didapatkan pun sama dengan penambahan adsorben bentonit yaitu penambahan
zeolit 2% menyebabkan warna minyak cengkeh lebih keruh dibandingkan dengan penambahan zeolit 4%.
Metode adsorbsi selanjutnya adalah metode penarikan air. Penarikan minyak atsiri dengan metode
penarikan air merupakan metode yang paling sederhana, ekonomis dan murah dalam pengerjaannya (Guenther,
1990). Penambahan natrium sulfat anhidrat ini dimaksudkan untuk menarik air yang masih terdapat dalam
minyak atsiri dimana air akan ditarik oleh natrium sulfat anhidrat hingga dihasilkan minyak atsiri dengan
kemurnian yang tinggi.
Penarikan air ini bertujuan untuk mengambil sejumlah air yang terkandung di dalam minyak atsiri agar
mutunya meningkat. Adanya kandungan air dalam minyak atsiri akan memperbesar resiko terjadinya proses
hidrolisis pada minyak yang dapat menurunkan mutu minyak. Air yang terdapat pada minyak dapat diserap
dengan Na2SO4 anhidrad. Na2SO4 dalam takaran yang pas dari bobot minyak mampu mengikat air yang
tercampur dalam minyak. Kemudian, Na2SO4 yang telah mengikat air tersebut dapat disaring menggunakan
kertas saring.
Dalam praktikum, terdapat enam perlakuan pada metode penarikan air yaitu penambahan Na2SO4
sebanyak 1%, 1,5%, 2%, 2,5%, 3%, dan 3,5 % dari sampel minyak cengkeh sebanyak 10 gram. Pengamatan
dilakukan dengan membandingkan warna dari tiga perlakuan pertama, membandingkan warna dari tiga
perlakuan lainnya, dan kemudian membandingkan perbedaan warna dari keseluruhan perlakuan.
Pengamatan pertama dilakukan dengan membandingkan perlakuan minyak cengkeh yang diberi
tambahan Na2SO4 sebanyak 1%, 1,5%, dan 2%. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa penambahan Na2SO4
1% menyebabkan minyak cengkeh lebih keruh dari penambahan Na2SO4 1,5%, penambahan Na 2SO4 1,5%
menyebabkan minyak cengkeh terlihat lebih keruh dari penambahan Na2SO4 2%. Hasil yang diperoleh telah
sesuai dengan yang seharusnya.
Pengamatan kedua dilakukan dengan membandingkan perlakuan minyak cengkeh yang diberi
tambahan Na2SO4 sebanyak 2,5%, 3%, dan 3,5%. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa penambahan
Na2SO4 2,5% menyebabkan minyak cengkeh lebih jernih dari 3%, penambahan Na2SO4 3% menyebabkan
minyak cengkeh terlihat lebih jernih dari penambahan Na2SO4 3,5%. Hasil yang diperoleh telah sesuai dengan
yang seharusnya.
Namun, pada pengamatan ketiga yaitu dengan membandingkan secara keseluruhan keenam perlakuan
yang dilakukan pada praktikum ini yaitu minyak cengkeh terlihat paling jernih pada penambahan Na 2SO4
sebanyak 2% dari sampel minyak cengkeh yang digunakan sebanyak 10 gram. Hal ini disebabkan ketidaktelitian
praktikan dalam mengambil bahan tambahan Na2SO4 sehingga kadar Na2SO4 yang diambil tidak sesuai dengan
yang seharusnya. Selain itu, terdapat dua sampel minyak cengkeh yang berbeda konsentrasi yang digunakan
praktikan sehingga dapat pula menyebabkan kesalahan hasil praktikum.
Pengkelatan adalah pengikatan logam dengan cara menambahkan senyawa pengkelat dan membentuk
kompleks logam senyawa pengkelat. Proses pengkelatan dilakukan dengan cara yang sama hanya dengan
mengganti adsorben dengan senyawa pengkelat. Senyawa pengkelat yang cukup dikenal dalam proses
pemurnian minyak atsiri, antara lain asam sitrat, asam malat, asam tartarat dan EDTA (Karmelita, 1991).
Pada pemurnian minyak daun cengkeh, hal-hal yang berpengaruh dalam kejernihan minyak cengkeh
adalah jenis pengkelat, konsentrasi pengkelat serta interaksi keduanya, serta lama pengadukan. Proses
pengikatan logam merupakan proses keseimbangan pembentukan kompleks logam dengan senyawa pengkelat.
Berarti proses pengkelatan dipengaruhi oleh konsentrasi senyawa yang ada. Secara umum kesembangan
reaksinya dapat ditulis sebagai berikut :
L-+S-→ LS
L = logam
S = senyawa pengkelat
LS = kompleks logam-senyawa pengkelat
Senyawa pengkelat yang digunakan dalam praktikum ini adalah asam tartarat dan asam sitrat dengan
perbedaan konsentrasi penambahan masing-masing senyawa pengkelat dari sampel minyak cengkeh yang
dijadikan sampel. Menurut Marwati et al .(2005), asam tartarat merupakan asam dihidroksi dikarbosiklik
dengan dua pusat reaksi yang terbukti efektis mengkelat logam Fe, Mg, Mn, Zn, Pb dan Cu sedangkan asam
sitrat dengan tiga asam karboksil dalam strukturnya dapat membentuk kompleks dengan logam. Telah terbukti
sebagai senyawa pengkelat yang efisien untuk logam Fe, Ca, Mg, Zn, Mn, Cu, Pb dan Cd.
Pada praktikum ini, dilakukan tiga perlakuan dengan dua senyawa pengkelat yang berbeda yaitu
dengan perbedaan konsentrasi asam tartarat dan asam sitrat yang digunakan. Hasil yang diperoleh dari dua
senyawa pengkelat yang digunakan pun sama. Penambahan konsentrasi 1% dari bobot sampel minyak cengkeh,
baik asam tartarat maupun asam sitrat, menunjukkan hasil yang sama yaitu merupakan campuran yang paling
jernih bila dibandingkan dengan penambahan asam tartarat dan asam sitrat sebanyak 2% dan 3%. Hasil ini tidak
sesuai dengan yang seharusnya. Semakin banyak konsentrasi senyawa pengkelat yang ditambahkan pada
minyak cengkeh maka warna minyak cengkeh akan semakin jernih karena senyawa pengkelat menyerap logam-
logam dalam minyak cengkeh dan membentuk kompleks logam senyawa pengkelat.
Deterpenasi merupakan salah satu pemurnian minyak atsiri yaitu dengan memisahkan komponen
minyak atsiri berupa terpen, karena banyaknya terpen yang terkandung dalam suatu minya atsiri akan
menurunkan kualitas minyak atsiri berupa bau yang kurang mantap. Metode umum pemisahan atau
pengurangan terpen yang digunakan menurut Wakayabashi (1961) dalam Djuanita (1995), yaitu destilasi
bertingkat dalam kondisi vakum, ekstraksi secara selektif dengan menggunakan pelarut (cair-cair), dan
kromatografi menggunakan gel silica. Namun, yang paling banyak digunakan adalah metode ekstraksi cair-cair
atau menggunakan pelarut. Biasanya pelarut yang digunakan adalah pelarut polar dan non polar, dimana fraksi
terpen akan terlarut dalam pelarut non polar dan fraksi terpen-o akan terlarut dalam pelarut polar. Metode
penghilangan senyawa terpen atau terpenless biasa dilakukan terhadap minyak atsiri yang akan digunakan dalam
pemuatan parfum, karena minyak yang dihasilkan akan memberikan aroma yang lebih baik (Hernani et al.,
2002; Sait dan Satyaputra, 1995). Ada dua cara penghilangan terpen, yaitu dengan adsorpsi menggunakan
kolom alumina menggunakan eluen tertentu dan ekstraksi menggunakan alkohol encer.
Deterpenasi merupakan teknik pemisahan dengan menggunakan pelarut. Pelarut yang digunakan
berupa pelarut organik seperti alkohol, hexan, eter, dan sebagainya. Deterpenasi adalah pemisahan minyak atsiri
dengan terpen. Proses ini bertujuan untuk menghasilkan senyawa atau flavor yang lebih kuat. Proses ini sangat
berguna dalam menghasilkan minyak atsri bermutu tinggi. Proses pemisahan menggunakan prinsip perbedaan
massa jenis minyak dengan terpen. Pada praktikum ini, deterpenasi dilakukan dengan menggunakan pelarut
ethanol 96 %. Ethanol merupakan pelarut polar. Minyak Cengkeh dicampur dengan pelarut ethanol dengan
perbandingan 1:4 dan dimasukkan ke dalam erlenmeryer. serta ditambahkan air sebagai pelarut non-polar.
Setelah dilakukan pencampuran dilakukan pemisahan sehingga terbagi menjadi 2 fasa, yaitu fasa polar dan non-
polar selama 24 jam. Fase ini terdiri atas minyak atsiri yang terlarut dalam senyawa nonpolar, sedangkan terpen
terlarut dalam hidrokarbon-O (senyawa polar). Fase polar merupakan terpen yang terbentuk dan tidak diproses
lanjut. Fasa yang diambil adalah fase non-polar yang selanjutnya dilakukan evaporasi dengan menggunakan
rotary evaporator untuk memisahkan minyak dengan air. Terbentuknya 2 fasa ini sesuai dengan teori yang
dikemukakan oleh Ketaren (1986) karena minyak atsiri pada minyak pala terdiri dari campuran senyawa non-
polar (hidrokarbon) dan polar (hidrokarbon-O), maka pelarut yang digunakan terdiri dari kombinasi pelarut-
pelarut polar dan non-polar sehingga fraksi hidrokarbon akan terdistribusi di lapisan pelarut non-polar,
sedangkan fraksi hidrokarbon-O terdistribusi pada pelarut polar. Pada praktikum, dibuat larutan minyak cengkeh
dengan pelarut ethanol dan air sebanyak 330 gr, setelah dilakukan pemisahan fase dan evaporasi minyak yang
dihasilkan sebesar 62.4 gr.
Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu minyak atsiri secara umum antara lain yaitu jenis dan kualitas
bahan baku, penanganan pasca panen, proses produksi minyak atsiri, perlakuan minyak atsiri setelah proses
ekstraksi dan pengemasan serta penyimpanan minyak atsiri yang dihasilkan. Jenis dan kualitas bahan baku yang
dimaksud adalah jenis dan kualitas bahan baku yang akan diambil minyaknya. Sumber minyak atsiri yang
berasal dari bagian tanaman ataupun hewan biasanya dipengaruhi oleh teknik budidaya, umur panen, proses
pengeringan dan lamanya penyimpanan setelah pengeringan. Kebanyakan tingkat pengetahuan produsen bahan
baku minyak atsiri masih kurang terutama dalam hal pemilihan lokasi penanaman yang ideal bagi pertumbuhan
tanaman minyak atsiri. Pemilihan lokasi seharusnya disesuaikan dengan persyaratan tumbuh yang dikehendaki
oleh tanaman minyak atsiri yang akan dibudidayakan. Faktor pengolahan lahan, pemberian pupuk, pemilihan
varietas, teknik budi daya, serta teknik pemanenan harus benar-benar diperhatikan. Kemudian penanganan pasca
panen masing-masing bahan tanaman penghasil minyak atsiri tidaklah sama. Misalnya, bunga kenanga tidak
baik mendapat perlakuan penundaan penyulingan sampai lebih dari satu malam setelah bunga dipanen, tetapi
hasil panen akar wangi dianjurkan tidak langsung diproses tetapi dibiarkan lebih dahulu dalam keadaan kering
selama beberapa waktu bahkan sampai lebih dari satu bulan, namun pada daun nilam sebaiknya dikering-
anginkan selama 2 - 3 hari sebelum dilakukan penyulingan.Proses produksi merupakan bagian yang sangat
penting dalam mendapatkan minyak atsiri dengan mutu yang baik. Kesalahan pada proses produksi atau
pengolahan pun akan menimbulkan dampak negatif terhadap mutu dan rendemen minyak yang dihasilkan.
Kondisi peralatan yang digunakan serta pengawasan proses oleh operator merupakan salah satu faktor penting
yang dapat mempengaruhi mutu minyak atsiri (Kastaman, 2003).
Metode ekstraksi minyak atsiri harus sesuai dengan kerakteristik bahan yang diekstrak karena dapat
merusak minyak atsiri yang dihasilkan ataupun hasil ekstraksi tidak optimal. Misalnya, untuk jenis minyak atsiri
yang tidak tahan panas, proses ekstraksi dilakukan tanpa menggunakan pemanasaan seperti penyulingan, namun
menggunakan teknik enfluerensi. Kondisi peralatan yang baik juga menentukan mutu. Jika kondisi peralatan
yang digunakan tidak dalam kondisi baik dalam hal penggunaan dan sanitasinya, hal tersebut dapat merusak
minyak atsiri yang dihasilkan dan mengurangi rendemen yang diperoleh. Pengemasan dan penyimpanan minyak
atsiri juga berpengaruh dalam menentukan mutu minyak atsiri. Cara pengemasan dan penyimpanan yang baik
akan membuat minyak atsir lebih awet, seperti tempat penyimpanan yang tidak terkena sinar matahari dan
lembab. Air dapat menghidrolisis minyak menjadi asam lemak bebas yang mengakibatkan minyak rusak.
Mutu minyak atsiri dapat diuji berdasarkan sifat fisik dan kimianya. Pengujian sifat fisik dan kimia
pada minyak atsiri digunakan untuk mengetahui apakah mutu minyak tersebut sudah memenuhi standar atau
tidak sesuai standar. Standar mutu untuk setiap jenis minyak akan berbeda karena setiap jenis minyak memiliki
sifat khas tersendiri tergantung sumber bahan dan persenyawaan kimia yang menyusunnya. Sifat-sifat khas dan
mutu minyak atsiri dapat berubah mulai selama proses ekstraksi, pemurnian, penyimpanan dan pemasaran. Pada
praktikum dilakukan analisis sifat fisik dari minyak cengkeh, meliputi warna, bobot jenis, indeks bias, putaran
optik, kelarutan dalam alkohol, dan sisa penguapan.
Prinsip pengujian warna pada minyak atsiri didasarkan pada pengamatan visual dengan meggunakan
indra penglihatan langsung terhadap contoh minyak yang pada praktikum kali ini menggunakan minyak
cengkeh (SNI, 2006). Warna minyak atsiri yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh jenis bahan yang diekstrak
dan metode penyulingan. Proses penyulingan yang dilakukan pada tekanan dan suhu yang tinggi dapat
menyebabkan klorofil lebih banyak yang keluar dan memberi warna pada minyak, selain itu pula terjadi proses
polimerisasi yang menyebabkan warna winyak lebih gelap.
Minyak cengkeh hasil penyulingan yang dilakukan oleh rakyat seringkali memiiki mutu yang sangat
rendah karena kotor dan berwarna hitam kecoklatan. Hal tersebut terjadi karena adanya ion-ion logam seperti
Fe, Mg, Mn, Zn dan Pb, yang kemudian berekasi dengan senyawa dalam minyak, terutama eugenol (Marwati et
al, 2005). Logam-logam tersebut berasal dari alat dan dapat pula berasal dari daun karena akumulasi logam
dalam daun akibat penyerapan logam dari tanah melalui akar dan penyerapan logam dari udara melalui stomata
daun (Pahlesson, 1992).
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, warna minyak daun cengkeh adalah cokelat tua.
Berdasarkan standar SNI 06-2387-2006 tentang minyak daun cengkeh, standar warna minyak cengkeh adalah
kuning sampai cokelat tua khas cengkeh. Minyak yang masih berwarna gelap merupakan minyak kasar yang
belum mengalami pemurnian, sedangkan minyak yang berwarna kuning merupakan minyak yang sudah
mengalami pemurnian. Jadi dapat disimpulkan bahwa minyak daun cengkeh yang diuji memenuhi standar SNI
yaitu berwarna cokelat tua, tetapi belum mengalami proses pemurnian.
Prisip pengujian bobot jenis adalah perbandingan antara bobot minyak terhadap bobot air suling pada
suhu yang sama dengan menggunakan piknometer. Bobot jenis minysk atsiri dipengaruhi oleh jenis bahan yang
disuling dan proses penyulingan atau interaksi antar keduanya. Jika proses penyulingan dilakukan pada waktu
yang lama dan suhu tinggi, maka jumlah fraksi-farksi berat akan ikut terekstraksi yang menyebabkan semakin
besar bobot jenisnya. Bobot jenis minyak umumnya berkisar antara 0.696-1.119 pada suhu ruang. Penentuan
bobot jenis minyak merupakan salah satu cara untuk menggambarkan kemurnian minyak dan merupakan salah
satu indikator untuk menentukan adanya pemalsuan minyak atsiri. Penambahan bahan pencampur lain yang
mempunyai bobot molekul besar dapat menaikkan bobot jenisnya (Ketaren, 1985).
Berdasarkan praktikum yang dilakukan, bobot jenis minyak cengkeh yang didapat adalah 0,978 pada
suhu ruang atau 25oC. Standar mutu bobot jenis menurut SNI 06-2387-2006 adalah 1,03-1,06 pada suhu 25oC.
Data hasil praktikum menunjukkan bahwa minyak daun cengkeh yang diuji tidak memenuhi standar mutu SNI
karena bernilai lebih rendah dari rentan standar yang telah ada. Hal ini dapat terjadi karena proses punyulingan
tidak terjadi secara sempurna sehingga tidak semua kandugan dapat terekstrak atau adanya bahan tambahan lain
yang membuat bobot jenisnya lebih rendah.
Prinsip pengujian indeks bias adalah dengan mengukur sudut bias minyak yang dipertahankan pada
kondisi suhu yang konstan. Indeks bias minyak atsiri merupakan perbandingan sinus sudut jatuh dan sinus sudut
bias jika seberkas cahaya dengan panjang gelombang tertentu jatuh dari udara ke minyak dengan sudut tertentu.
Alat untuk mengukur indeks bias adalah refraktometer (Guenther, 1987). Pembiasan terjadi karena adanya
interaksi antara gaya elektrostatik dan gaya elektromagnet dari atom-atom dimolekul cairan (Ketaren, 1985).
Indeks bias minyak atsiri digunakan untuk menentukan tingkat kemurnian minyak. Minyak yang dicampur
dengan bahan lain atau komponen komponen ain yang bersifat larut dalam minyak akan merubah nilai indeks
bias miyak.
Berdasarkan praktikum yang dilakukan, indeks bias minyak cengkeh adalah 1,483 pada suhu 29,9oC.
Standar mutu indeks bias minyak atsiri berdasarkan SNI 06-2387-2006 adalah 1,528-1,535 pada suhu 20oC.
Hasil praktikum menunjukkan bahwa indeks bias minyak cengkeh yang diuji tidak memenuhi standar SNI yang
berlaku karena nilai yang didapat lebih rendah dari rentan standar yang ada. Hal ini dapat disebabkan karena
adanya zat pengotor yang larut dalam miyak yang belum dihilangkan sehingga indeks bias rendah. Adanya
perbedaan suhu antara standar standar dan hasil uji tidak begitu berpengaruh pada hasil asalkan pada pengujian
suhu konstan.
Prinsip metode putaran optik adaah pengukuran sudut bidang dimana sinar terpolarisasi diputar oleh
lapisan yang tebalnya 10 cm pada suhu tertentu. Setiap jenis minyak atsiri memiliki kemampuan memutar
bidang polarisasi cahaya ke arah kanan (dextro rotary) dengan tanda (+) atau kearah kiri (levo rotary) dengan
tanda (-). Besarnya perputaran bidang terpolarisasi ini ditentukan oleh jenis minyak, suhu, panjang kolom yang
berisi minyak dan panjang gelombang yang dipakai. Minyak atsiri yang akan dianalisa perpuran optiknya harus
bebas dari endapan dan suspensi (Ketaren, 1985).
Berdasarkan praktikum yang dilakukan, putaran optik minyak cengkeh yang diamati tidak dapat
terbaca karena warna minyak yang terlalu gelap dan pekat mengakibatkan cahaya tidak terlihat dan hanya
berwarna hitam. Sedangkan nilai blangko didapatkan sebesar 104,8o. Menurut Marwati et al (2005) putaran
optik untuk minyak kasar tidak ada, untuk minyak yang telah dimurnikan dengan bentonit 7% adalah 0 o54’
sedangkan yang telah dimurnikan dengan asam sitrat 0,6% adalah -1o48’. Tidak terbacanya nilai putaran optik
minyak cengkeh yang diamati dapat disebabkan karena masih adanya suspensi dan endapan dalam minyak,
selain itu pula warna minyak masih sangat gelap yang dapat disebabkan karena adanya ion logam dalam minyak
dan minyak belum mengalami pemucatan.
Prinsip uji kelarutan dalam alkohol adalah kelarutan minyak dalam alkohol yang dapat dilihat dari
seberapa jauh minyak tersebut larut dalam alkohol hingga jernih dengan perbandingan tertentu. Kelarutan
minyak atsiri dalam alkohol konsentrasi tertentu dipengaruhi oleh jenis dan komponen kimia minyak tersebut.
Minyak yang mengandung senyawa oxygenated terpen lebih mudah larut dalam alkohol dibandingkan minyak
yang hanya mengandung senyawa terpen. Polimarisasi persenyawaan terpen akan membentuk resin yang sukar
larut dalam alkohol, proses polimerisasi disebabkan karena adanya cahaya, sinar, dan air dalam minyak
(Ketaren, 1985). Uji kelarutan alkohol digunakan untuk mengetahui derajat keaslian dari minyak atsiri yang
diuji, karena pencampuran minyak atsiri dengan bahan lain dapat mempengaruhi kelarutannya.
Berdasarkan uji yang dilakukan, kelarutan minyak cengkeh dalam alkohol 96% adalah 1:1. Menurut
standar SNI (2006), kelarutan minyak dalam alkohol 70% adalah 1:2. Sedangkan pada konsentrasi alkohol
95%, kelarutan minyak adalah 1:1 (EOA, 1975). Dapat disimpulkan bahwa minyak atsiri daun cengkeh yang
diuji memenuhi satandar kelarutan dalam alkohol, walaupun konsentrasinya sedikit berbeda.
Prinsip dari uji sisa penguapan adalah jumlah atau banyaknya sisa dari minyak tersebut setelah
mengalami penguapan yang dinyatakan dalam persen bobot per bobot (% b/b). Sisa penguapan minyak atsiri
merupakan senyawa-senyawa yang terdapat dalam minyak atsiri yang tidak dapat menguap karena titik uap
yang lebih tinggi. Zat-zat ini berasal dari bahan baku minyak yang digunakan akibat kurang baiknya mutu bahan
tersebut. Kemungkinan lain dari tingginya residu penguapan ini adalah terjadinya polimerisasi bahan selama
proses penyulingan berlangsung karena suhu yang cukup tinggi. Senyawa yang sudah mengalami polimerisasi
akan sulit, bahkan tidak dapat mcnguap. Jumlah minyak yang menguap bersama-sama air ditentukan oleh 3
faktor, yaitu besarnya tekanan uap, berat molekul masing-masing komponen dan kecepatan minyak keluar dari
bahan.
Berdasarkan hasil uji yang dilakukan, minyak atsiri daun cengkeh memiiki sisa penguapan sebesar
88,6% atau 4,43 gram dari 5 gram contoh yang diuji. Tidak ada standar yang menentukan berapa sisa penguapan
yang harus dipenuhi oleh minyak hingga layak untuk dijual.
IV. PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemurnian merupakan suatu proses untuk meningkatkan kualitas suatu bahan agar mempunyai nilai
jual yang lebih tinggi. Berdasarkan sifat fisikokimianya, maka minyak atsiri dapat dimurnikan dengan beberapa
cara dalam proses kimia, yaitu adsorbsi yang terdiri dari pemucatan dan penarikan air, pengkelatan, dan
deterpenasi.
Pada praktikum adsorbsi, untuk metode pemucatan diproleh hasil bahwa penambahan bentonit dengan
konsentrasi 2% memiliki warna yang lebih gelap daripada penambahan bentonit dengan konsentrasi 4%
sedangkan untuk metode penarikan air diperoleh hasil bahwa penambahan Na2SO4 dengan konsentrasi 2%
menghasilkan warna lebih cerah dibandingkan dengan penambahan Na2SO4 dengan konsentrasi 1%, 1,5%,
2,5%, 3%, dan 3,5 %. Untuk hasil metode pemucatan telah sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa
dengan peningkatan konsentrasi bentonit terjadi peningkatan kejernihan, kecerahan dan warna minyak atsiri.
Untuk hasil metode penarikan air tidak sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa dengan peningkatan
konsentrasi Na2SO4 terjadi peningkatan kejernihan, kecerahan dan warna minyak atsiri. Hal ini dapat disebabkan
oleh ketidaktelitian praktikan dalam mengambil bahan tambahan Na2SO4 sehingga kadar Na2SO4 yang diambil
tidak sesuai dengan yang seharusnya. Selain itu, terdapat dua sampel minyak cengkeh yang berbeda konsentrasi
yang digunakan praktikan sehingga dapat pula menyebabkan kesalahan hasil praktikum.
Pada praktikum dengan metode pengkelatan, untuk metode dengan penambahan asat tartarat diperoleh
hasil bahwa penambahan asam tartarat 1% menghasilkan warna minyak paling jernih dibandingkan dengan
konsentrasi 2% maupun 3% sedangkan untuk penambahan asam sitrat diperoleh hasil bahwa penambahan asam
sitrar 1% menghasilkan warna minyak paling jernih dibandingkan dengan konsentrasi 2% maupun 3%. Hasil ini
tidak sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa semakin banyak konsentrasi senyawa pengkelat yang
ditambahkan pada minyak, maka warna minyak akan semakin jernih karena senyawa pengkelat menyerap
logam-logam dalam minyak dan membentuk kompleks logam senyawa pengkelat.
Pada praktikum deterpenasi, dibuat larutan minyak cengkeh dengan pelarut ethanol dan air sebanyak
330 gr. Setelah dilakukan pemisahan fase dan evaporasi, diperoleh bahwa minyak yang dihasilkan sebesar 62.4
gr.
Mutu minyak atsiri dapat diuji berdasarkan sifat fisik dan kimianya. Pada praktikum dilakukan analisis
sifat fisik dari minyak cengkeh, meliputi warna, bobot jenis, indeks bias, putaran optik, kelarutan dalam alkohol,
dan sisa penguapan.
Pada praktikum analisis warna diperoleh hasil bahwa warna minyak daun cengkeh adalah cokelat tua.
Hal ini telah sesuai dengan standar SNI yang menyebutkan bahwa warna minyak cengkeh yang belum
mengalami pemurnian adalah coklat tua. Pada praktikum analisis bobot jenis diperoleh hasil bahwa bobot jenis
minyak cengkeh adalah 0,978 pada suhu ruang atau 25oC. Hal ini tidak sesuai dengan standar SNI yang
menyebutkan bahwa bobot jenis minyak atsiri pada suhu 25oC adalah 1,03-1,06. Hal ini dapat terjadi karena
proses punyulingan tidak terjadi secara sempurna sehingga tidak semua kandugan dapat terekstrak atau adanya
bahan tambahan lain yang membuat bobot jenisnya lebih rendah. Pada praktikum analisis indeks bias diperoleh
hasil bahwa indeks bias minyak cengkeh adalah 1,483 pada suhu 29,9oC. Hal ini tidak sesuai dengan standar
SNI yang menyebutkan bahwa indeks bias minyak cengkeh adalah 1,528-1,535 pada suhu 20 oC. Hal ini dapat
disebabkan karena adanya zat pengotor yang larut dalam miyak yang belum dihilangkan sehingga indeks bias
rendah. Adanya perbedaan suhu antara standar standar dan hasil uji tidak begitu berpengaruh pada hasil asalkan
pada pengujian suhu konstan. Pada praktikum analisis putaran optik, minyak cengkeh yang diamati tidak dapat
terbaca karena warna minyak yang terlalu gelap dan pekat mengakibatkan cahaya tidak terlihat dan hanya
berwarna hitam. Hal ini disebabkan oleh masih adanya suspensi dan endapan dalam minyak, selain itu pula
warna minyak masih sangat gelap yang dapat disebabkan karena adanya ion logam dalam minyak dan minyak
belum mengalami pemucatan. Pada praktikum analisis kelarutan dalam alkohol diproleh hasil bahwa kelarutan
minyak cengkeh dalam alkohol 96% adalah 1:1. Menurut standar SNI (2006), kelarutan minyak dalam alkohol
70% adalah 1:2. Sedangkan pada konsentrasi alkohol 95%, kelarutan minyak adalah 1:1 (EOA, 1975). Dapat
disimpulkan bahwa minyak atsiri daun cengkeh yang diuji memenuhi satandar kelarutan dalam alkohol,
walaupun konsentrasinya sedikit berbeda. Pada praktikum analisis sisa penguapan, minyak cengkeh memiiki
sisa penguapan sebesar 88,6% atau 4,43 gram dari 5 gram contoh yang diuji. Tidak ada standar yang
menentukan berapa sisa penguapan yang harus dipenuhi oleh minyak hingga layak untuk dijual.
B. Saran
Pembagian giliran penggunaan alat-alat praktikum sebaiknya diatur dengan sebaik mungkin sehingga
tidak terjadi iddle dalam kelompok praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Anon. 2000. Adsorption. Microsoft Corporation [terhubung berkala] http://encarta.msn.com/find/consice.asp?
ti=01AFA000 [24 Maret 2013].
Djuanita, Nilla. 1995. Mempelajari Proses Deterpenasi Minyak Lemon dan Aplikasiny pada Deterjen Cair
[skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.
[EOA] Essential Oil Association of USA. 1975. EGA Specifications and standards. New York: EOA.
Guenther, E. 1990. Minyak Atsiri Jilid I. Terjemahan S. Ketaren. Jakarta : UI Press.
Hernani, Munazah dan Ma’mun. 2002. Peningkatan Kadar Patchouli Alkohol dalam Minyak Nilam
(Pogestemon cublin Benth.) melalui Proses Deterpenisasi. Prosiding Simposium Nasional II
Tumbuhan Obat dan Aromatik. Bogor : LIPI.
Karmelita, L. 1991. Mempelajari cara pemucatan minyak daun cengkeh (Syzigium aromaticum L.)
dengan asam aspartat. Bogor: IPB Press.
Kastaman, R. 2003. Kajian Teknis Budidaya dan Manajeman Produksi Pengolahan Minyak Nilam di Beberapa
Sentra Nilam Jawa Barat, Laporan Kegiatan Pengabdian Masyarakat Universitas Padjajdaran.
Bandung.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta : Balai Pustaka.
Marwati, T., M.S. Rusli, E. Noor dan E. Mulyono. 2005. Peningkatan mutu minyak daun cengkeh melalui
proses pemurnian. Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian. 2 (2):93-100.
Patterson, H.B.W. 1992. American Oil Chemists Society. Bleaching and Purifying Fats and Oils Theory and
Practice. Champaign, Illinois : AOCS Press.
Purnawati, R. 2000. Pemucatan minyak nilam dengan cara redestilasi dan cara kimia. Skripsi. Fateta. IPB.
Bogor.
Rohayati, N. 1997. Penggunaan bentonit, arang aktif dan asam sitrat untuk meningkatkan mutu minyak akar
wangi. Skripsi Fateta, IPB. 50 hal.
Sait, S dan I. Satyaputra. 1995. Pengaruh proses deterpenasi terhadap mutu obat minyak biji pala. Warta IHP.
12 (1-2) : 41-43.
Standar Nasional Indonesia. 2006. SNI 06-2387-2006 Miyak Daun Cengkeh. Jakarta: Badan Standarisasi
Nasional.
Sulaswaty, A dan Wuryaningsih. 2001. Teknologi ekstraksi dan pemurnian minyak atsiri sebagai bahan baku
flavor & fragrance. Prosiding Simposium Rempah Indonesia. Kerjasama MaRI dan Puslitbangbun,
Jakarta : 99-106.
LAMPIRAN
A. Pemurnian Minyak Atsiri
1. Adsorbsi
a. Pemucatan
Hasil Pengamatan Keterangan
Arang Aktif
4% 2%
Penambahan arang
aktif 2% dari sampel
minyak cengkeh lebih
jernih dibandingkan
dengan penambahan
arang aktif 4% dari
sampel minyak
cengkeh.
Bentonit
4% 2%
Penambahan bentonit
2% dari sampel
minyak cengkeh lebih
keruh dibandingkan
dengan penambahan
bentonit 4% dari
sampel minyak
cengkeh.
Zeolit
-
Penambahan zeolit
2% dari sampel
minyak cengkeh lebih
keruh dibandingkan
dengan penambahan
zeolit 4% dari sampel
minyak cengkeh.
b. Penarikan Air (Na2SO4)
1% 1,5% 2% 2,5% 3% 3,5%
Keterangan : 1. Penambahan Na2SO4 1% menyebabkan minyak cengkeh lebih keruh dari 1,5%, penambahan
Na2SO4 1,5% menyebabkan minyak cengkeh terlihat lebih keruh dari penambahan Na 2SO4
2%.
c. Penambahan Na2SO4 2,5% menyebabkan minyak cengkeh lebih jernih dari 3%,
penambahan Na2SO4 3% menyebabkan minyak cengkeh terlihat lebih jernih dari
penambahan Na2SO4 3,5%.
d. Minyak cengkeh terlihat paling jernih pada penambahan Na2SO4 sebanyak 2% pada
minyak cengekeh.
2. Pengkelatan
Hasil Pengamatan Keterangan
Asam Tartarat
1% 2% 3%
Penambahan 1% asam tartarat
dari sampel minyak cengkeh
merupakan hasil yang paling
jernih dibandingkan dengan
penambahan asam tartarat
sebanyak 2% dari sampel
minyak cengkeh maupun 3%.
Asam Sitrat Penambahan 1% asam sitrat
dari sampel minyak cengkeh
merupakan hasil yang paling
jernih dibandingkan dengan
penambahan asam sitrat
sebanyak 2% dari sampel
minyak cengkeh maupun 3%.
1% 2% 3%
3. Deterpenasi
Bobot awal larutan = 55 gram x 6 kelompok = 330 gram
Bobot akhir setelah evaporasi = 62,4 gram
B. Analisis Sifat Fisik Mutu Minyak Atsiri
No. Kriteria Mutu Hasil
1 Bobot jenis 0.978
2 Uji warna Cokelat tua
3 Indeks bias 1,483
4 Kelarutan alkohol 1:1
5 Sisa penguapan 88.6%
6 Putaran optik -