pemaknaan ritual dalam tradisi “oma panggel...

18
59 BAB IV PEMAKNAAN RITUAL DALAM TRADISI “OMA PANGGEL PULANGBAGI PENGUATAN IDENTITAS SOSIAL MASYARAKAT DIASPORA NEGERI OMA Pada bab ini, penulis akan menyampaikan analisa berdasarkan temuan-temuan penulis selama melakukan penelitian didialogkan dengan teori yang ada. Dengan cara mendeskripsikan dan menganalisa makna ritual yang terdapat dalam sebuah tradisi “Oma Panggel Pulang” sebagai suatu penguatan identitas bagi masyarakat diaspora di negeri Oma. 4.1 Makna Ritual Dalam Tradisi “Oma Panggel PulangKehidupan masyarakat negeri Oma dari berbagai aktivitas yang terbagi dalam dua lingkup yaitu aktivitas sebagai masyarakat Indonesia dan masyarakat Adat. Namun yang paling istimewa di Maluku Tengah ialah menjadi bagian dari masyarakat adat. Sebab pada saat ini kehidupan masyarakat Maluku Tengah masih diatur oleh sejumlah aturan-aturan yang disebut sebagai adat. Seperti yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat bahwa Adat merupakan wujud ideal dalam kebudayaan yang berfungsi sebagai tata kelakuan yang mengatur, mengendalikan dan memberi arah kepada sikap dan perbuatan manusia dalam masyarakat. 1 Demikian juga yang terjadi dalam kehidupan masyarakat negeri Oma. Bagi masyarakat Oma dalam budaya, menghargai dan melakukan adat berarti menghormati para leluhur. Sebab hampir sebagian masyarakat di Pulau Maluku yakin bahwa adat diturunkan oleh leluhur yang telah mendirikan persekutuan desa, dikarenakan adat berfungsi menjamin terselenggaranya relasi baik antara masyarakat dengan masyarakat maupun masyarakat dengan para leluhur. Seperti yang sangat menonjol dan dianggap sakral dalam adat-istiadat masyarakat negeri Oma adalah Tradisi “Oma panggel pulang” yang direalisasikan dalam bentuk pesta adat Soa Pari. 1 Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan ,..., 5.

Upload: lamtuyen

Post on 13-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

59

BAB IV

PEMAKNAAN RITUAL DALAM TRADISI “OMA PANGGEL PULANG” BAGI

PENGUATAN IDENTITAS SOSIAL MASYARAKAT DIASPORA NEGERI OMA

Pada bab ini, penulis akan menyampaikan analisa berdasarkan temuan-temuan penulis

selama melakukan penelitian didialogkan dengan teori yang ada. Dengan cara

mendeskripsikan dan menganalisa makna ritual yang terdapat dalam sebuah tradisi “Oma

Panggel Pulang” sebagai suatu penguatan identitas bagi masyarakat diaspora di negeri Oma.

4.1 Makna Ritual Dalam Tradisi “Oma Panggel Pulang”

Kehidupan masyarakat negeri Oma dari berbagai aktivitas yang terbagi dalam dua

lingkup yaitu aktivitas sebagai masyarakat Indonesia dan masyarakat Adat. Namun yang

paling istimewa di Maluku Tengah ialah menjadi bagian dari masyarakat adat. Sebab pada

saat ini kehidupan masyarakat Maluku Tengah masih diatur oleh sejumlah aturan-aturan yang

disebut sebagai adat. Seperti yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat bahwa Adat

merupakan wujud ideal dalam kebudayaan yang berfungsi sebagai tata kelakuan yang

mengatur, mengendalikan dan memberi arah kepada sikap dan perbuatan manusia dalam

masyarakat.1 Demikian juga yang terjadi dalam kehidupan masyarakat negeri Oma. Bagi

masyarakat Oma dalam budaya, menghargai dan melakukan adat berarti menghormati para

leluhur. Sebab hampir sebagian masyarakat di Pulau Maluku yakin bahwa adat diturunkan

oleh leluhur yang telah mendirikan persekutuan desa, dikarenakan adat berfungsi menjamin

terselenggaranya relasi baik antara masyarakat dengan masyarakat maupun masyarakat

dengan para leluhur. Seperti yang sangat menonjol dan dianggap sakral dalam adat-istiadat

masyarakat negeri Oma adalah Tradisi “Oma panggel pulang” yang direalisasikan dalam

bentuk pesta adat Soa Pari.

1 Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan ,..., 5.

60

Tradisi ini merupakan bagian dari pesta adat masyarakat negeri Oma. Yang harus

dilakukan bagi salah satu mata-rumah yang berada di negeri Oma. Tidak ada alasan untuk

tidak melakukan tradisi pesta adat. Bagi masyarakat negeri Oma keberadaan tradisi sangat

dijunjung tinggi dan dihormati. Dalam sebuah tradisi adanya keterlibatan dari ritual itu

sendiri. Seperti yang dikatakan oleh beberapa para ahli yang melihat penekanan pada bentuk

ritual sebagai suatu penguatan ikatan tradisi sosial dan individu dengan struktur sosial dari

kelompok. Hal ini yang masih dikuatkan dan diabdikan melalui simbol-simbol ritual yang

ada dalam pelaksanaan ritual. Dilihat dari pelaksanaan pesta adat Soa Pari ini menunjukan

bahwa ritual sendiri yang menjadi suatu bentuk keterikatan yang kuat dalam tradisi sosial

secara individu dan kelompok. Dalam artian peranan ritual bagi masyarakat Oma sangat kuat

dan menonjol. Sebagaimana hal-hal yang dilakukan dalam acara pesta adat itu memiliki

dampak yang positif maupun dampak negatif bagi masyarakat Oma jika tidak melakukan

ritual dengan sebaik-baiknya. Sebab dengan adanya simbol, masyarakat Oma dapat

memegang kuat tradisi yang sudah ada sejak dulu.

Pertanyaannya adalah mengapa ritual begitu penting dalam sebuah tradisi pesta adat

mata-rumah Soa Pari? karena bagi masyarakat Oma, ritual itu digambarkan sebagai suatu

tindakan yang dirutinkan, kebiasaan yang harus dilakukan secara turun-temurun oleh

masyarakat setempat. Menurut salah seorang narasumber bahwa: “tradisi ini sudah dilakukan

tiga kali dengan tujuan yang sama agar nilai-nilai leluhur yang ada di negeri Oma tidak

hilang dan pudar, namun tetap dipegang oleh masyarakat negeri Oma. Dan hal ini sudah

menjadi warisan turun-temurun dalam sejarah mata-rumah Soa Pari.”2

Dalam sebuah tradisi pesta adat mata-rumah Soa Pari terdapat ritual yang sangat khas

bagi masyarakat Oma, yakni: ritual makan bersama dan ritual tari-tarian. Menurut adat

kebiasaan pada acara tradisi pesta adat mata-rumah Soa Pari, harus dilengkapi dengan dua hal

2 Hasil wawancara dengan Bpk J.K pada tanggal 12 Desember 2015.

61

penting ritual makan dan ritual tari-tarian yang sudah menjadi pokok utama dalam sebuah

tradisi ini. Kedua ritual ini begitu penting dan merupakan inti dalam sebuah pesta adat mata-

rumah Soa Pari. Sebab menurut salah satu penelitian, bahwa ritual adalah bagian dari tingkah

laku yang dapat diamati, misalnya seperti pemujaan, nyanyian, doa-doa, tarian dan lain-lain.3

Untuk dapat mengutarakan penghormatan dan menyatukan perasaan emosi bersama dalam

acara pesta adat ini. Pesta adat mata-rumah Soa Pari biasanya dilaksanakan di bulan

Desember, namun tidak menentu hari, tanggal bahkan tahun. Hal ini di karenakan, “pesta

adat ini sangat membutuhkan dana yang cukup besar. Oleh karena itu, sangat jarang

dilakukan tradisi ini.4 Sama halnya dengan yang dikatakan oleh salah satu kapitan mata-

rumah Soa Pari, bahwa tradisi ini bukan hanya dilakukan bagi masyarakat Oma yang berada

di negeri Oma, namun yang berada di luar daerah atau dengan kata lain yang disebut

masyarakat diaspora. Mereka semua akan berkumpul dan mengikuti acara pesta adat mata-

rumah Soa Pari.”5

Proses perayaan pesta adat mata-rumah Soa Pari merupakan peristiwa-peristiwa resmi

yang bersifat tradisi atau bersifat formal. Dalam tradisi pesta adat mata-rumah Soa Pari

terdapat 2 tahap yakni: tahap persiapan dan tahap pelaksanaan. Dimana pada tahap persiapan

terdapat alat-alat, bahan dan pelaku dalam pesta adat tersebut. Sedangkan tahap

pelaksanaannya yang menjelaskan prosesi pelaksanaan tradisi pesta adat mata-rumah Soa

Pari.

1. Tahap Persiapan

Dalam menyambut pelaksanaan pesta adat mata-rumah Soa Pari, semua

keluarga/mata-rumah Soa Pari menyambutnya dengan perasaan bahagia dan senang, karena

3 I Made Sendra, dkk., Fungsi dan Makna Upacara Ngusaba Gede Lanang Kapat ,.., 8.

4 Hasil wawancara dengan Bpk C.P pada tanggal 12 Desember 2015.

5 Hasil wawancara dengan Bpk N.R pada tanggal 22 Desember 2015.

62

dapat mengikuti acara pesta adat dan ini merupakan suatu moment kumpul bersama yang di

nanti-nantikan oleh mereka setelah sekian lama baru dilakukan kembali. Pada Tahun 2015 ini

persiapan untuk pelaksanaan pesta adat dari pengamatan yang didapatkan secara langsung di

masyarakat sudah sangat maksimal dan baik. Menurut hasil wawancara dengan tua-tua adat

mata-rumah Soa Pari, “satu malam sebelum dilakukan acara pesta adat, persiapan dilakukan

di rumah tua Soa Pari untuk menyongsong hari esok. Berdasarkan tugas dan tanggung jawab

masing-masing, mereka membicarakan dan mempersiapkan alat bahkan bahan-bahan sebagai

simbol ritual dalam melaksanakan ritual tersebut.”6

Oleh karena itu, simbol ritual yang digunakan oleh tua-tua adat, yakni: Sopi dimaknai

sebagai minuman kehangatan yang mengikat persekutuan dan menciptakan suasana

kebersamaan. Tampah Sirih dimaknai sebagai suatu lambang dari pusat persekutuan melalui

makan bersama. Di dalam Tampah Sirih terdapat daun sirih, kapur sirih, tembakau dan

pinang. Dengan makan bersama dalam sebuah pertemuan, maka mereka akan memiliki

hubungan kekeluargaan yang erat. Demikian halnya dengan Rokok. Hal ini sesuai dengan apa

yang dikemukan oleh Firth7, dimana simbol tentunya memiliki instrumen nilai dalam sebuah

ritual. Dengan demikian simbol ritual merupakan unit terkecil yang dapat mempertahankan

sifat-sifat dan tingkah laku dalam ritual.8

Ritual yang dilakukan oleh tua-tua adat mata-rumah Soa Pari juga merupakan simbol

penghormatan, kepercayaan serta permohonan terhadap arwah leluhur mereka. Hal ini sama

dengan memberikan sesaji bagi para leluhur. Karena itu, dengan cara memberikan sesaji

merupakan cara tua-tua adat mata-rumah Soa Pari menghormati leluhur. Adapun simbol

kepercayaan yang memiliki makna bahwa mereka percaya kepada leluhur mereka dan

mereka menganggap bahwa leluhur sangat dekat dan selalu mendengarkan permintaan

6 Hasil wawancara dengan Bpk B.S pada tanggal 22 Desember 2015.

7 Firth, Symbols: Public and Private ,.., 76.

8 Turner, “Symbols in African Ritual”,.., 361.

63

mereka. Seperti yang dikatakan oleh Dhavamony bahwa peranan leluhur terkadang sangat

berpengaruh terhadap mereka yang masih hidup, misalnya untuk melakukan suatu kegiatan

terkadang mereka harus mengadakan ritual sesuai dengan ketentuan adat yang berlaku untuk

meminta ijin dari leluhur mereka agar tidak mendapatkan murka dan malapetaka yang

dipercaya berasal dari leluhur, jika ritual tidak dilakukan.9 Demikian halnya dengan

masyarakat Oma, sebelum melakukan adat apapun yang mereka harus lakukan sesuai dengan

aturan-aturan atau dengan kata lain harus seijin para Leluhur mereka. Karena tidak dapat

dipungkiri bahwa fenomena kepercayaan hampir di seluruh belahan dunia masih memegang

dan menghormati para leluhur. Seperti yang dikatakan oleh beberapa orang tua dalam mata-

rumah Soa Pari bahwa pertemuan ini dipandang sangat sakral dan tidak dapat diganggu oleh

masyarakat sekitar. Dikatakan sakral, karena sudah menggunakan ritual pesta adat dengan

membawa semua yang telah disediakan ke dalam rumah tua Soa Pari. Oleh sebab itu, yang

menjadi pelaku dalam pelaksanaan pesta adat adalah masyarakat Oma setempat dan

masyarakat diaspora yang termasuk bagian dari Keluarga/Mata-rumah Soa Pari.

2. Tahap Pelaksanaan

Pada prosesi pelaksanaan pesta adat selain ritual pemujaan yang dilakukan oleh tua-tua

adat sebelum acara puncak, maka terdapat juga ritual lainnya yakni ritual makan bersama dan

ritual tari-tarian yang menjadi inti dari pesta adat mata-rumah Soa Pari.

a) Ritual Makan Bersama

Ritual makan ini sudah menjadi ciri khas bagi masyarakat Maluku, karena sangat identik

dengan budaya yang ada di Maluku. Pemahaman masyarakat Oma mengenai makan bersama

ini, dalam acara ini dilakukan untuk mengikat kebersamaan antar individu, kelompok dan

9 Dhavamony, Fenomenologi Agama ,..., 89.

64

budaya sekitanya. Seperti halnya bagi masyarakat Indian mengenai Potlach10

yang

merupakan sebuah tradisi makan bersama dan dilakukan dalam peristiwa even-even tertentu.

Potlach mempunyai arti dan makna khusus yang berarti “memberi”. Dalam acara Potlach ini

merupakan sebuah upacara ritual yang didalamnya menampilkan tari-tarian, menceritakan

legenda dari para leluhur dalam keluarga dan bernyanyi. Demikian sama halnya dengan pesta

adat yang dilakukan di negeri Oma, bahwa “memberi” dapat dikonseptualkan dengan

membagi kasih atau menghormati orang-orang yang ada di sekitar mereka dengan cara

makan bersama. Konsep “memberi” dalam buku the Gift11

, yang merupakan tujuan utama

bagi mata-rumah Soa Pari yang melaksanakan acara pesta adat. Mauss juga menggambarkan

bahwa semua ini merupakan kewajiban moral untuk dalam hal memberi, menerima dan

mengembalikan hadiah itu merupakan dasar solidaritas bagi masyarakat yang sekaligus

mengintegrasikan masyarakat setempat. Hal ini yang menunjukan bahwa adanya terdapat

hubungan timbal balik dalam sebuah keluarga mengenai “memberi” terkhususnya dari pihak

paman memberi makan kepada anak-anak.

Jadi ritual makan bersama dalam pesta adat Soa Pari memiliki persamaan dengan kedua

konsep yang sudah dipaparkan diatas, bagaimana dalam pelaksanaan pesta adat ini, pihak

orang tua yang bertugas untuk memberi makan bagi pihak anak-anak, karena ini sudah

menjadi kewajiban moral dari pihak orang tua bagi anak-anaknya. Bukan saja konsep

memberi, namun menerima dan mengembalikan sesuatu yang sudah menjadi warisan turun

temurun bagi masyarakat mata-rumah Soa Pari. Ini juga termasuk dalam tujuan Potlach dan

memiliki kesamaan dengan tujuan pesta adat mata-rumah Soa Pari, yang dimana dalam

pelaksanaan ritual makan bersama mempunyai kesempatan untuk saling berbagi dalam

bentuk makan dan ritual ini untuk menjaga keseimbangan dan keterikatan antar sesama

keluarga.

10

Clutesi, Potlatch ,..., 9. 11

Mauss, The Gift ,...,7.

65

Konsep makanan dalam tradisi pesta adat mata-rumah Soa Pari sama dengan konsep suku

Indian, makanan yang disajikan untuk para tamu (anak-anak) haruslah melimpah sehingga

para tamu merasa sangat puas dan tidak bisa menghabiskan makanan tersebut. Hal ini yang

menjadi ciri khas dari ritual makan bersama. Bagaimana makanan yang disajikan dalam ritual

ini sangat tradisional, atau makanan-makanan yang merupakan warisan dari para leluhur yang

telah diturunkan tiap generasi ke generasi di negeri Oma. Misalnya pali-pali, kue cucur dan

babengka, nasi putih, nasi kuning dan ayam satu ekor. Makanan-makanan ini sangat identik

dengan angka 7 (tujuh) bagi mata-rumah Soa pari dalam pesta adat. Karena haruslah

mengikuti warisan dari leluhur mata-rumah Soa Pari. Namun, menurut salah satu Ibu Rumah

Tangga dalam mata-rumah Soa Pari, “karena dengan adanya perkembangan zaman juga maka

dalam proses penyediaan makanan, dapat ditambahkan dengan beberapa jenis makanan

lainnya, seperti ikan tumis, ikan kuning, ikan bakar, mie hun, sayur acar, sayur kacang

panjang, dan lain-lainnya.”12

Hal ini sepahaman dengan yang dikatakan oleh Douglas,13

bahwa makanan juga sebagai

sistem komunikasi (simbolis) dalam sebuah acara sosial. Demikian juga sama halnya dengan

Cooley14

yang mengatakan bahwa pada umumnya masyarakat Maluku merupakan

persekutuan yang terdiri dari orang-orang hidup dan juga orang mati. Dikatakan demikian

karena melalui makan bersama dalam pesta adat ini, bukan orang-orang yang masih hidup

saja melainkan arwah dari para leluhur juga dipersatukan dalam acara makan bersama. Secara

makan bersama merupakan salah satu unsur adat yang sangat sakral bagi masyarakat Oma.

Masyarakat Oma dimana saja memahami ritual makan bersama sebagai hal yang sangat

penting. Meskipun mereka berada di perantauan, namun hak dan kewajiban dari mereka yang

berada di tanah rantau haruslah dilaksanakan. Karena makna dari makan bersama bagi

12

Hasil wawancara dengan Ibu R.R/P pada tanggal 22 Desember 2015. 13

Douglas, In The Active Voice ,..., 75. 14

Cooley, Mimbar Dan Tahta ,..., 110.

66

mereka yang disebut masyarakat diaspora ini merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi

pribadi mereka selaku anak negeri Oma, bahwa tradisi pesta adat ini tidak dimiliki oleh

negeri lain. Pesta adat Soa Pari ini dilakukan untuk mengikat orang-orang yang terlibat dalam

ritual makan maupun ritual lainnya yang ada dalam acara pesta tersebut. Pemahaman ini

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Marry Douglas yang mengatakan bahwa

bagaimana makanan menjadi sebuah media relasi sosial dalam unsur merayakan peristiwa-

peristiwa sosial yang terjadi dalam memaknai budaya.15

Bagaimana makna budaya yang

sangat kuat diinvestasikan dalam bentuk makanan untuk dapat menunjukan integrasi sosial

antara pemberi (paman soa pari) dan penerima (anak-anak mara pali). Integrasi sosial yang

terjadi antara kedua persekutuan ini yang akan mengikat dan menyatukan emosi dan perasaan

bersama mereka yang dituangkan dalam makanan.

b) Fungsi Tari-tarian dalam ritual.

Tari-tarian merupakan salah satu ritual yang dilakukan dalam acara pesta adat untuk

menyambut tamu yang menghadiri acara tersebut. Tari-tarian juga dikatakan sebagai inti

dalam sebuah ritual yang dapat menyampaikan isi atau makna maupun pesan-pesan yang

dikandungnya.16

Tari-tarian ini diiringi oleh ketukan gong dan tifa yang berirama agar proses

ritual dapat berjalan dengan lancar. Seperti yang sudah dipaparkan dalam bab II bahwa tari-

tarian berhubungan erat dengan kepercayaan sakral atau suci. Pemujaan dan penyembahan

terhadap roh leluhur dilakukan dalam bentuk tarian yang telah diwarisi tiap generasi ke

generasi yang sudah ada sejak masyarakat primitif.17

Melalui tari-tarian masyarakat Oma

setempat dan masyarakat diaspora dapat melihat hal itu sebagai suatu makna yang dapat

mengikat mereka dengan adat dan memperkuat komunitas norma-norma sosial serta dapat

15

Douglas, In The Active Voice ,..., 75. 16

Hadi, Sosiologi Tari ,.., 12. 17

Hadi, Sosiologi Tari ,.., 16-20.

67

melestarikan nilai-nilai budaya yang terkandung didalamnya agar tidak pudar dan tetap

dijunjung tinggi bagi budaya negeri Oma secara turun-temurun.

Pemahaman ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Durkheim18

mengenai fungsi tarian

dalam konteks ritual atau upacara-upacara yang dilakukan. Dimana di setiap gerakan-gerakan

yang diciptakan dalam sebuah tarian dalam proses penyambutan yang dilakukan oleh pihak

paman terhadap pihak anak-anak, itulah yang menunjukan ekspresi dari emosi kolektif

bersama yang diresapi dalam diri setiap individu yang menyaksikannya. Dengan demikian

ekspresi yang mereka tunjukan dapat memperlihatkan dan meluapkan emosi yang mereka

rasakan, baik perasaan senang atau kekaguman mereka terhadap tarian adat tersebut. Karena

melalui keterlibatan individu dalam sebuah pemujaan maupun penyembahan dari tari-tarian,

maka setiap individu yang bergabung dalam kehidupan kolektif dan dapat diikat dalam

sebuah kebersamaan. Sebagaimana hal ini terjadi dalam proses pesta adat mata-rumah Soa

Pari dan merupakan suatu kepercayaan tersendiri bagi mata-rumah Soa Pari bahkan seluruh

masyarakat Oma. Bahwa hal ini sudah menjadi kewajiban yang harus tetap dilestarikan turun

temurun tiap generasi ke generasi sampai kapanpun.

Dengan demikian tujuan pesta adat mata-rumah Soa Pari adalah untuk dapat mengajarkan

anak-anak maupun orang tua mengenai saling memberi, menghormati, menyayangi satu sama

lain, dan tidak melupakan nilai-nilai keyakinan terhadap leluhur dalam budaya agar tetap

dijunjung dan dipegang erat oleh seluruh keluarga/mata-rumah Soa Pari. Seperti yang

dikatakan Roy Rappaport19

bahwa ritual tidak dapat terpisahkan atau terlepaskan dari

pengaruh lingkungan sekitar, sebab ritual sudah menjadi bagian juga dalam unsur-unsur

kebudayaan.

18

Durkheim, The Elementary Forms ,.., 319,531-539. 19

Rappaport, Pigs For the Ancestors: Ritual ,.., 1.

68

Hal ini hampir sama dengan yang dikatakan oleh Van Gennep,20

bahwa dalam ritual-

ritual yang dilakukan oleh masyarakat Oma setempat dan masyarakat diaspora akan terdiri

dari 3 fase dalam menjalankan proses ritual, yaitu: Pertama, fase pemisahan, dimana

masyarakat setempat dan masyarakat diaspora dipisahkan atau dibedakan dalam sebelum

acara pesta adat. Kedua, fase transisi atau liminalitas, dimana dalam acara pesta adat ini.

kedua masyarakat setempat dan masyarakat diaspora saling beradaptasi dan terdapat

perubahan dengan sesuai peranan yang baru dalam acara tersebut melalui ritual makan

bersama. Ketiga, fase penggabungan, dimana dalam acara pesta adat ini, masyarakat setempat

dan masyarakat diaspora melakukan suatu hal yang mengintergrasikan atau menggabungkan

atau menyatukan peranan baru mereka dalam sebuah lingkungan pesta adat. Seseorang yang

secara individual dimasukan atau tergabung dalam sebuah kelompok kolektif yang memiliki

makna dan tujuan bersama dalam proses pesta adat ini.

Lebih lanjut yang menjadi inti dalam pesta adat mata-rumah Soa Pari adalah

bagaimana seseorang mengalami transisi (liminalitas) dalam acara pesta adat ini. Karena jika

seseorang mengalaminya maka dirinya dapat meresapi ritual yang ada. Seperti yang

dikatakan oleh Parson,21

bahwa pesta adat akan menjadi suatu pengulangan sentimen yang

tetap, dimana pengulangan pada perbuatan bukan hanya dilihat mengenai kebersamaan yang

ditunjukan oleh manusia melainkan justru memperkuat sikap-sikap yang ada dalam sebuah

komunitas. Pesta adat dapat dilakukan berulang-ulang, namun pemaknaan akan ritual yang di

dapatkan atau ditunjukan bagi masing-maing individu itulah yang harus diperkuat.

Dengan demikian Dhavamony menunjukan fungsi ritual itu yang baik ada pada

tingkatan individu maupun kelompok masyarakat.22

Kedua para ahli ini mengutarakan

teorinya dalam konteks mereka, namun konteksnya tidak berbeda jauh dengan yang terjadi

20

Gennep, The Rites of Passage ,..., 11. 21

Parson, The Structure of Social Action ,.., 435. 22

Dhavamony, Fenomenologi Agama ,..., 147.

69

bagi masyarakat setempat dan masyarakat diaspora dalam proses pesta adat mata-rumah Soa

Pari. Mereka sama-sama dapat menyalurkan dan mengekspresikan emosi, menuntut dan

memberi dukungan, membawa perubahan, serta fungsi yang sangat penting dalam

penyembahan dan penghormatan terhadap leluhur.

4.2 Identitas Masyarakat Diaspora

Setiap manusia pasti memiliki jati diri atau identitas diri, untuk dapat mengenal

dirinya sendiri dan dapat mengetahui pengalaman kehidupannya. Demikian halnya dengan

masyarakat Oma yang memiliki identitas sosio-kultural yang sangat melekat dalam diri

masing-masing masyarakat Oma dimana saja mereka berada. Sebab negeri Oma bisa

dikategorikan dalam sebuah komunitas (community) yang merupakan satuan hidup

masyarakat yang khas dengan memiliki identitas dan solidaritas yang telah terbentuk dan

berkembang sejak dahulu. Namun, dalam hal ini penulis akan membatasi analisanya untuk

dapat menjawab perumusan masalah yang hanya berfokuskan kepada identitas masyarakat

diaspora. Secara harafiah identitas diartikan sebagai ciri, tanda, atau jati diri seseorang yang

melekat pada diri seseorang yang dapat membedakan diri mereka dengan orang lain.23

Dan

seseorang akan berusaha untuk mengkonstruksikan cerita identitas diri mereka dengan saling

bertalian dimana seseorang membentuk lintasan suatu perkembangan dan pengalaman-

pengalaman yang ada.24

Kedua pemahaman ini sejalan dengan konteks dari masyarakat diaspora yang berada

di negeri Oma. Mengapa hal ini dikatakan sejalan? karena dinamika identitas yang ada di

belahan dunia ini semua hampir memiliki kesamaan, hanya saja yang membedakannya adalah

kontekstual. Secara kontekstual juga dapat membawa kesamaan dan perbedaan dalam sebuah

pembentukan identitas diri. Sebab pembentukan identitas tidak hanya mengacu pada

23

Riskianingrum, Studi Dinamika Identitas ,.., 1. 24

Giddens, Modernity and Self-Identity ,.., 75.

70

masalah-masalah politik maupun ekonomi saja, melainkan juga mengacu kepada dielektika

yang berlangsung dalam budaya masyarakat itu sendiri. Bagaimana masyarakat diaspora

dapat membentuk diri mereka sendiri dengan cara merantau ke daerah lain, dan disitulah

keunggulan mereka untuk dapat mengkonstruksikan makna hidup dan mencoba

merekonstruksikan diri mereka dengan orang lain melalui pengalaman-pengalaman mereka.

Seperti dalam penelitian yang dilakukan oleh Yance Rumahuru, bahwa identitas yang

direkontruksikan oleh individu maupun kelompok tertentu sudah pasti memiliki dampak

positif dan negatif.25

Hanya saja dalam penerapan akan mengenal jati diri dibutuhkan bukan

saja membentuk identitas itu sendiri melainkan menguatkan identitas tersebut agar dapat

memberikan makna yang relevan bagi masing-masing individu. Seperti Pesta Adat Mata-

Rumah Soa Pari, yang merupakan suatu warisan leluhur yang sudah diwarisi sejak dahulu

kala bagi anak cucu masyarakat Oma, sebagai suatu titik awal untuk dapat membentuk dan

menguatkan identitas mereka sehingga identitas itu tetap diawetkan, dilestarikan dan

dipertahankan. Menurut salah satu narasumber, pesta adat ini memiliki hal positif dan negatif,

seperti halnya yang dikatakan oleh Yance Rumahuru. “Hal positif yang di dapatkan adalah

untuk dapat mengingat kembali anak cucu atau keturunan kita,bahwa kita sebagai masyarakat

diaspora Oma memiliki adat-istiadat yang tidak bisa kita lupakan dan kita sepelehkan tentang

tradisi ini. Demikian halnya dengan hal negatif bagi generasi muda terkhususnya anak-anak

yang lebih mementingkan perkembangan zaman yang semakin hari semakin merosot dengan

teknologi yang ada dan merasa diri lebih pintar ketimbang harus belajar mengetahui dan

mengikuti acara-acara adat yang ada dalam budaya asal mereka.”26

Pesta adat mata-rumah Soa Pari ini sangat penting bagi masyarakat setempat dan

masyarakat Oma diaspora. Pemahaman masyarakat diaspora sukses di tanah rantau tidak

akan berarti apa-apa jika mereka kehilangan identitas leluhurnya sebagai masyarakat adat

25

Rumahuru, Ritual Ma’atenu ,..., 36-47. 26

Hasil wawancara dengan Masyarakat Diaspora (Ibu C.K) pada tanggal 22 Desember 2015.

71

negeri Oma. Sebab kehilangan identitas sama halnya dengan kehilangan jati diri mereka

sebagai masyarakat Oma, dimana secara sosial dan budaya pesta adat Soa Pari begitu penting

bagi identitas masyarakat diaspora. Jadi apa saja akan dilakukan oleh mereka untuk dapat

mengikuti acara tersebut. Bilamana hal itu terjadi maka mereka sebagai masyarakat diaspora

yang tidak mengikuti acara pesta adat akan merasa kehilangan hak dan kewajiban mereka

sebagai bagian dari keluarga/mata-rumah Soa Pari, yang berupa ikatan kekerabatan dalam

keluarga, adat istiadat dan status sosial yang sudah ada sejak turun-temurun. Bagi mereka

juga yang tinggal di perantauan, setiap acara apapun yang dibuat di tempat perantauan. Tidak

dapat menggantikan atau menguatkan identitas mereka sebagai masyarakat Oma diaspora,

selain acara Oma Panggel Pulang ini. Karena mereka merasa hal ini kelihatan biasa jika

berada di perantauan, berbeda dengan tempat asal mereka sendiri.

Berdasarkan penjelasan maka dapat disimpulkan bahwa identitas sudah melembaga

dalam diri setiap individu dan kelompok yang disebut dengan identitas sosial. Jenkins

mengatakan identitas sosial merupakan ciri-ciri atau keadaan khusus sekelompok masyarakat.

Dimana identitas individu dan identitas sosial menunjukan cara-cara individu dan kolektivitas

mereka, dan menekankan kedua relasi agar semakin jelas. Sebab bagi Jenkins sendiri seluruh

identitas manusia atau identitas individu selalu ditentukan oleh definisi identitas sosial itu.27

Hal ini menjadi suatu ikatan yang kuat antar individu dengan kelompok yang ada, dimana

keduanya akan saling menguatkan dan mempererat hubungan kelompok sosial dalam acara

pesta adat Soa Pari melalui ritual-ritual yang ada. Seperti yang dikatakan oleh salah satu

narasumber, yakni: “sebelumnya mereka pernah mengikuti acara tersebut, namun pada saat

itu mereka masih terlalu kecil jadi tidak dapat memaknai pesta adat tersebut. Setelah mereka

sudah dewasa mereka merasa bahwa identitas sebagai masyarakat Oma ini kembali penuh

lagi, seperti halnya sebuah baterei yang di cas hingga penuh lagi, setelah sekian lama mereka

27

Jenkins, Social Identity ,..., 18.

72

tidak pulang ke kampung halaman sendiri. Maka dengan acara pesta adat ini mereka sendiri

menyadari bahwa kemanapun mereka berada dan pergi, mereka tetap membawa identitas

mereka sebagai masyarakat Oma.28

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Casey dan Dustman29

, bahwa

identitas ini terkait dengan proses migran beralih ke daerah atau negara lain yang

menyertakan identitas mereka dari negara asal. Sama halnya yang dikatakan oleh

narasumber, “pesta adat Soa Pari ini tidak dimiliki oleh negeri-negeri lain di Maluku maupun

luar Maluku. Oleh karena itu saya jauh-jauh pulang dengan keluarga besar agar dapat

mengikuti acara pesta adat ini, karena belum tentu kami sekeluarga dapat mengikutinya lagi

di tahun-tahun berikutnya.”30

Hal ini berarti bahwa, makna yang dilihat oleh masyarakat diaspora begitu spesifik,

karena mereka sudah memikirkan hal-hal yang dapat beresiko bagi diri mereka jika tidak

mengikuti pesta adat tersebut. Bagi masyarakat diaspora sendiri, tradisi pesta adat mata-

rumah Soa-Pari ini juga dapat memberikan satu point khusus bagi mereka yakni kebanggaan

tersendiri terhadap negeri atau tempat asal mereka bahwa di negeri-negeri lain di Maluku

atau di luar Maluku tidak memiliki acara seperti ini. Oleh sebab itu, masyarakat diaspora

percaya bahwa identitas sosio-kultural yang ada di negeri Oma ini sangat unik dan inilah

yang menguatkan mereka selaku masyarakat diaspora yang pulang ke tempat asal mereka.

Seperti yang dikatakan oleh Christou, tempat asal bagi masyarakat diaspora merupakan salah

satu komponen penting bagi identitas diri mereka sebagai subjek. Dengan adanya tempat asal,

masyarakat dapat menemukan budaya, sebab makna tempat dan ruang dikonseptualisasikan

sebagai ruang kebebasan manusia untuk dapat melekat dengan identitas satu dengan yang

28

Hasil wawancara dengan Masyarakat Diaspora (Ibu J.K, Bpk V.K & Bpk A.K) pada tanggal 22

Desember 2015. 29

Casey and Christian, “Immigrants, Identity ,.., 25-27. 30

Hasil wawancara dengan Masyarakat Diaspora (Ibu C.K) pada tanggal 22 Desember 2015.

73

lainnya.31

Jadi tempat asal merupakan objek terpenting bagi masyarakat diaspora, untuk dapat

mengenal jati diri dan budaya mereka. Karena itu identitas tempat sangat kuat dalam

pandangan hidup masyarakat diaspora.

Selain tempat asal, hal ini juga berlaku bagi makan bersama bagi masyarakat

diaspora. Konsep “makan” ini mengajarkan banyak hal mengenai makna “memberi” atau

“membagi kasih” yang merupakan inti khas dari identitas masyarakat Oma yang harus tetap

dipertahankan dan dihormati oleh semua mata-rumah yang ada di negeri Oma secara turun-

temurun, terkhususnya bagi mata-rumah Soa Pari yang melaksanakan pesta adat tersebut.

Sebab masyarakat Oma memaknainya sebagai suatu hal yang berguna mempererat dan

memperkuat tali persaudaraan serta tetap menciptakan saling menghargai dan menghormati

antara pihak orang tua dan pihak anak-anak dalam sebuah keluarga/mata-rumah. Pemahaman

ini sejalan dengan Eriksen, yang melihat identitas sosial sebagai sesuatu yang mengandung

makna yang sama dengan identitas etnis. Dimana masalah perasaan bersama dari satu

kelompok etnik dan tumbuhnya perasaan ini merupakan suatu produk dari sejarah dan asal

usul yang diwarisi dalam hal aspek biologis maupun non-biologis. Seperti kepercayaan,

budaya, agama, bahasa dan adat-istiadat yang diwarisi.32

Sama halnya dengan konteks

masyarakat diaspora yang berada dalam lingkup masyarakat Oma setempat. Namun dibalik

kesamaan, kedua hal ini juga memiliki perbedaan. Bagi Eriksen sendiri identitas etnis

dibangun sesuai dengan situasi yang ada. Sifatnya situasional dan bisa berubah.33

Sedangkan

di negeri Oma, identitas etnis sudah menjadi warisan bagi masyarakat setempat dan tidak

dapat berubah begitu saja.

Di dalam kehidupan masyarakat diaspora makanan merupakan jembatan untuk

menghubungkan antara masa lalu dengan masa sekarang, tempat perantauan dengan tempat

asal. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa makanan itu terlibat dalam sebuah nostalgia.

31

Christou, Narratives of Place ,..., 32-33. 32

Eriksen, What is Anthropolgy? ,..., 3-4. 33

Eriksen, Ethnicity & Nationalism ,.., 117.

74

Makanan dijadikan sebagai suatu produk sosio-budaya bukan untuk memenuhi kebutuhan

biologis saja. Namun, sebagai pengikat memori kolektif masa lalu dan masa sekarang dalam

acara pesta adat Soa Pari. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Retno, fungsi

makanan dijadikan sebagai penanda untuk komunitas diaspora, arena nostalgia dan koneksi

dengan keluarga. Makanan juga menjadi salah satu penghubung untuk dapat memahami

budaya dan dapat mengungkapkan cerita sejarah dalam masyarakat.34

Dalam pelaksanaan

acara pesta adat mata-rumah Soa Pari. Makanan dijadikan sebagai suatu simbol pengikat

dalam mata-rumah Soa Pari untuk dapat terus mengingat cerita sejarah dan menghargai para

leluhur dari mata-rumah tersebut. Seperti yang sudah dijelaskan di bagian ritual makan

bersama. Oleh sebab itu, pemahaman akan makanan dijadikan sebagai suatu identitas khas

bagi masyarakat diaspora. Sama halnya dengan yang dikatakan oleh Berger dan Luckman,

bahwa identitas itu dibentuk oleh proses-proses sosial sehingga memperoleh wujudnya,

kemudian dipelihara dan dibentuk ulang oleh hubungan-hubungan sosialnya.35

Hal ini yang

berfungsi mempertahankan identitas sosial yang sudah ditanamkan dan ditentukan oleh

struktur sosio-budaya masyarakat Oma sejak dulu.

Lebih lanjut, tradisi pesta adat mata-rumah Soa Pari ini sudah menjadi tradisi lisan

dan warisan lokal yang menjadi bagian dari identitas atau ciri khas dari suatu komunitas

masyarakat Oma yang dikomunikasikan secara lisan berupa ideologi, nilai-nilai yang

mengikat mereka dan diwujudkan dalam tindakan sehari-hari. Secara dinamis bahkan

direkonstruksikan sedemikian rupa dalam struktur masyarakat yang ada. Hal ini dilakukan

karena masyarakat Oma percaya adanya nilai-nilai budaya yang terkandung dan ditinggalkan

dari para leluhur bagi mereka. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Koentjaraningrat36

, bahwa

adat istiadat mengandung nilai-nilai budaya yang merupakan konsep mengenai apa yang

34

Retno Wulandari. Food: Memory and Identity in Jhumpa Lahiri’s when Mr. Pirzada Came to Dine

and Hell-Heaven. Prosiding Seminar Nasional Kritik Sastra Modern. pp.163-169. ISSN 978-610-9735-06-4,

Jurnal. Faculty of Humanities Diponegoro University. 2013. 35

Berger & Luckman, Tafsir Sosial atas Kenyataan ,..., 248. 36

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi (Jakarta: Aksara Baru, 1979), 204.

75

hidup dalam alam pikiran sebagaian besar mengenai apa yang mereka anggap bernilai,

berharga dan penting dalam hidup. Sehingga nilai-nilai budaya ini dapat berfungsi sebagai

pedoman hidup yang memberikan arah dan memiliki ruang lingkup yang sangat luas, serta

dapat berorientasi dalam kehidupan masyarakat. Dengan demikian penulis memahami bahwa

melalui pemaknaan akan tradisi pesta adat mata-rumah Soa-Pari, maka masyarakat diaspora

dapat menemukan nilai-nilai penting bagi penguatan identas mereka, melalui nilai

kebersamaan dan nilai kekeluargaan.

a. Nilai Kebersamaan

Nilai ini terbentuk dalam masyarakat Oma, dari tatanan masyarakat dan solidaritas sosial

antar masyarakatnya ketika diselenggarakannya pesta adat mata-rumah Soa Pari. Pesta adat

ini berfungsi untuk memperkuat, mempererat, menjaga dan memelihara nilai-nilai budaya

yang mereka miliki. Salah satunya yakni nilai kebersamaan dan kekeluargaan dalam mata-

rumah Soa Pari yang terdiri dari beberapa keluarga yang tergolong dalam satu keturunan

yang berasal dari leluhur yang sama dan memiliki ikatan sosio-budaya yang kuat. Dimana

perasaan dan emosi yang sangat kuat digabungkan dan disatukan. Itulah yang mendorong

masyarakat Oma setempat dan masyarakat Oma diaspora berkumpul bersama dan

menyatukan kedua persepsi mereka dalam memaknai pesta adat mata-rumah Soa Pari. Nilai

kebersamaan ini telah diresapi dan berakar dalam jiwa tiap-tiap individu dalam kelompok

masyarakat Oma, karena sejak kecil mereka telah diresapi dengan nilai-nilai budaya yang

telah berakar dalam tatanan masyarakat setempat.

b. Nilai Kekeluargaan

Nilai ini selalu menjadi inti dalam penyelenggaraan pesta adat. Dimana dalam nilai ini

melibatkan semua masyarakat Oma dalam membantu terlaksananya acara ini. Walaupun

yang menjadi pelaku inti dalam acara ini hanyalah keluarga atau mata-rumah Soa-Pari.

Karena nilai ini sudah ditanamkan sejak dahulu kala dan sudah menjadi warisan dari para

76

leluhur kepada tiap generasi ke generasi. Jadi mau tidak mau harus tetap dijaga dan

menciptakan keharmonisan antar tiap mata-rumah dengan cara saling membantu dan

mendukung tiap mata-rumah yang melaksanakan acara tersebut. Dalam pelaksanaan pesta

adat, nilai kekeluargaan sangatlah penting dan harus tetap dijunjung tinggi. Sebab ada tugas

dan tanggung jawab untuk saling mengasihi dan menyayangi dengan cara memberi makan

atau membagi kasih dari pihak orang tua maupun pihak anak-anak dan haruslah tetap

dijalankan. Karena itu merupakan sebuah tradisi lisan dari para leluhur bagi sebuah mata-

rumah Soa Pari. Dengan hal ini, mereka sadar bahwa sesuatu yang mereka lakukan dan

berikan dengan sungguh-sungguh akan menghasilkan sesuatu yang diharapkan.