lapsus oma ica

32
LAPORAN KASUS 1 OTITIS MEDIA AKUT STADIUM SUPURASI SINISTRA SERUMEN OBTURAN DEKSTRA OLEH: ICA JUSTITIA H1A007027

Upload: ica-justitia

Post on 14-Aug-2015

162 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Lapsus OMA Ica

LAPORAN KASUS 1

OTITIS MEDIA AKUT STADIUM SUPURASI SINISTRA

SERUMEN OBTURAN DEKSTRA

OLEH:

ICA JUSTITIA

H1A007027

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT THT-KL

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

RUMAH SAKIT UMUM PROPINSI NTB

2013

Page 2: Lapsus OMA Ica

BAB 1

PENDAHULUAN

Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba

Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas otitis media

supuratif dan otitis media non supuratif. Otitis media supuratif akut atau otitis media akut

(OMA) merupakan bentuk akut dari otitis media supuratif, yang dapat berkembang menjadi

OMSK bila tidak diterapi dengan baik. Sumbatan tuba Eustachius merupakan faktor

penyebab dasar terjadinya OMA. Fungsi tuba sebagai barier masuknya mikroba ke telinga

tengah menjadi terganggu dan bakteri yang biasanya tidak patogen dapat berkolonisasi dalam

telinga tengah akibat adanya sumbatan tuba. Salah satu faktor pencetus terjadinya gangguan

fungsi tuba adalah infeksi saluran napas atas.1,2 Makin sering seseorang, terutama anak-anak,

mengalami infeksi saluran napas atas, makin besar kemungkinannya mengalami OMA.

Bakteri penyebab OMA yang utama adalah bakteri piogenik seperti Streptococcus

haemolitikus, Staphyllococcus aureus, dan Pneumococcus. Kadang dapat juga disebabkan

oleh Haemophilus influenzae, Escherichia colli, Streptococcus anhaemoliticus, Proteus

vulgaris, dan Pseudomonas aurugenosa.1

Perubahan telinga tengah sebagai akibat infeksi dibagi atas lima stadium, berdasarkan

gambaran membran timpani yang tampak dari luar, yaitu: (1) stadium oklusi tuba Eustachius,

yang ditandai adanya retraksi membran timpani akibat tekanan negatif dalam telinga tengah;

(2) stadium hiperemis, yang ditandai adanya edema, hiperemia, dan pelebaran pembuluh

darah pada membran timpani; (3) stadium supurasi, yaitu terbentuknya eksudat yang purulen

di dalam telinga tengah, menyebabkan bulging membran timpani, dan nyeri di telinga

bertambah berat; (4) stadium perforasi, yang terlihat dengan adanya ruptur membran timpani

dan nanah mengalir ke telinga luar; dan (5) stadium resolusi, yaitu bila keadaan telinga

tengah kembali normal dan perforasi membran timpani tertutup. Bila pada stadium resolusi

penyembuhan tidak berjalan dengan baik, maka perforasi bisa menetap dengan sekret yang

mengalir terus atau menghilang, berkembang menjadi OMSK.1

Otitis media akut banyak ditemukan pada anak-anak dan merupakan salah satu

penyakit infeksi yang paling sering menyerang anak dan bayi. Diperkirakan dua pertiga anak

usia kurang dari tiga tahun telah mengalami sedikitnya satu episode OMA, dan sepertiga

diantaranya berulang. Angka kejadian OMA bervariasi di setiap negara.3 Di Amerika Serikat,

70% anak terserang OMA sebelum usia 2 tahun. Insiden penyakit ini akan meningkat pada

masyarakat dengan sosial-ekonomi rendah.4 Di Italia, insidensi OMA sebesar 16,8% pada

2

Page 3: Lapsus OMA Ica

anak usia nol hingga enam tahun.3 Di Indonesia sendiri belum ada data akurat yang

ditemukan untuk menunjukkan angka kejadian OMA. Suheryanto menyatakan OMA

merupakan penyakit yang sering dijumpai dalam praktik sehari-hari, di poliklinik THT

RSUD dr.Soetomo Surabaya pada tahun 1995 OMA menduduki peringkat dua dari sepuluh

besar penyakit terbanyak, sedangkan di poliklinik THT RSUD dr.Saiful Anwar Malang pada

tahun 1997 OMA menduduki peringkat kelima.5

Pada laporan kasus ini penulis akan menjabarkan mengenai kasus OMA sinistra

stadium supurasi disertai serumen obturans dekstra yang ditemukan di Poliklinik THT RSU

NTB pada tanggal 9 Maret 2013.

3

Page 4: Lapsus OMA Ica

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga

Telinga merupakan organ pendengaran sekaligus juga organ keseimbangan. Telinga

terdiri atas 3 bagian yaitu:6

a. Telinga luar

b. Telinga tengah

c. Telinga dalam

Gambar 1. Anatomi telinga.6

2.1.1 Anatomi Telinga Luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga atau pinna dan liang telinga sampai membran

timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk

huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar dan rangka tulang pada dua

pertiga bagian dalam. Panjang liang telinga kira-kira 2,5 – 3 cm.7

Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen

(modifikasi kelenjar keringat) dan rambut halus. Kelenjar terdapat pada seluruh kulit liang

telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.7 Serumen

menjaga membran timpani tetap lunak dan tahan-air serta melindungi telinga tengah dan

dalam dari benda asing berukuran kecil dan serangga.6

4

Page 5: Lapsus OMA Ica

2.1.2 Anatomi Telinga Tengah

Telinga tengah adalah suatu ruang yang terisi udara yang terletak di bagian petrosum

tulang pendengaran. Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas-batas sebagai berikut:7

Batas luar: membran timpani

Batas depan: tuba Eustachius

Batas bawah: vena jugularis (bulbus jugularis)

Batas belakang: aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis

Batas atas: tegmen timpani (meningen/ otak)

Batas dalam: Berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semisirkularis horizontal,

kanalis fasialis, tingkap lonjong, tingkap bundar dan promontorium.

Gambar 2. Telinga tengah.7

Organ telinga tengah terdiri dari:

A. Membran timpani.

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan

terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida (membran

Sharpnell) sedangkan bagian bawah disebut pars tensa (membran propria). Pars flaksida

hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam

dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran pernapasan. Pars tensa memiliki

satu lapisan lagi di tengah yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin

yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler di bagian dalam.7

Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut sebagai

umbo. Dari umbo bermula suatu refleks cahaya (cone of light) ke arah bawah, yaitu pada arah

jam 5 untuk membran timpani kanan, sementara membran timpani kiri pada arah jam 7.

5

Page 6: Lapsus OMA Ica

Refleks cahaya adalah cahaya dari luar yang dipantulkan oleh membran timpani. Di membran

timpani terdapat dua serabut yaitu sirkuler dan radier sehingga menyebabkan timbulnya

refleks cahaya.7

Membran timpani dibagi menjadi empat kuadran dengan menarik garis searah dengan

prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga

didapatkan bagian/kuadran, yaitu atas-depan, atas-belakang, bawah depan, dan bawah

belakang.7

Vaskularisasi membran timpani telah dipelajari dengan berbagai cara. Cabang-cabang

dari arteri karotis eksterna dalam meatus auditori eksternal, memberikan suplai darah pada

pars flaksida, bagian manubrial dari pars tensa dan persimpangan antara cincin

fibrokartilaginosa dari membran timpani dan sulkus timpanikum pada tulang temporal.8

Pembuluh darah yang mensuplai daerah pars flaksida dan bagian manubrial cincin

fibrokartilaginosa terdapat dibawah lapisan epitel skuamosa, dekat dengan sel mast dan

bundel saraf. Pembuluh darah yang berasal dari rongga timpani yang juga berasal dari arteri

karotis eksterna mensuplai daerah perifer dari pars tensa dengan cabang-cabang kecil,

terlokalisasi tepat dibawah epitel membran timpani. Jika dibandingkan dengan bagian

manubrial, pars tensa memiliki vaskularisasi yang lebih sedikit. Sehingga bagian sentral dan

sebagian besar dari pars tensa mendapatkan nutrisi secara difusi intra sel. Keadaan kurangnya

pembuluh darah ini juga menyebabkan imunitas pada pars tensa ini lebih sedikit dari bagian

lainnya. Sehingga kecenderungan terjadinya perforasi akibat infeksi sering berada pada

bagian ini.8

Gambar 3. Membran timpani.7

6

Page 7: Lapsus OMA Ica

B. Rongga timpani.

Epitel yang melapisi rongga timpani dan setiap bangunan di dalamnya merupakan

epitel selapis gepeng atau kuboid rendah, tetapi di bagian anterior pada celah tuba auditiva

(tuba Eustachius) epitelnya selapis silindris bersilia. Lamina propria tipis dan menyatu

dengan periosteum.9

C. Tulang pendengaran.

Tulang pendengaran terdiri dari tulang maleus, inkus dan stapes. Ketiga tulang ini

merupakan tulang kompak tanpa rongga sumsum tulang. Tulang maleus melekat pada

membran timpani. Tulang maleus dan inkus tergantung pada ligamen tipis di atap ruang

timpani. Lempeng dasar stapes melekat pada tingkap celah oval (fenestra ovalis) pada

dinding dalam.9

D. Otot

Terdapat 2 otot kecil yang berhubungan dengan ketiga tulang pendengaran. Otot-otot

ini berfungsi protektif dengan cara meredam getaran-getaran berfrekuensi tinggi. Otot

tersebut adalah:9

Muskulus tensor timpani. Otot tensor timpani terletak dalam saluran di atas tuba

auditiva, tendonnya berjalan mula-mula ke arah posterior kemudian mengait

sekeliling sebuah tonjol tulang kecil untuk melintasi rongga timpani dari dinding

medial ke lateral untuk berinsersi ke dalam gagang maleus.

Muskulus stapedius. Tendon otot stapedius berjalan dari tonjolan tulang berbentuk

piramid dalam dinding posterior dan berjalan anterior untuk berinsersi ke dalam

leher stapes.

E. Dua buah tingkap.

Tingkap oval pada dinding medial ditutupi oleh lempeng dasar stapes, memisahkan

rongga timpani dari perilimfe dalam skala vestibuli koklea. Oleh karenanya getaran-getaran

membrana timpani diteruskan oleh rangkaian tulang-tulang pendengaran ke perilimf telinga

dalam. Untuk menjaga keseimbangan tekanan di rongga-rongga perilimf terdapat suatu katup

pengaman yang terletak dalam dinding medial rongga timpani di bawah dan belakang tingkap

oval dan diliputi oleh suatu membran elastis yang dikenal sebagai tingkap bulat (fenestra

rotundum). Membran ini memisahkan rongga timpani dari perilimf dalam skala timpani

koklea.9

7

Page 8: Lapsus OMA Ica

F. Tuba auditiva (tuba Eustachius).

Tuba auditiva menghubungkan rongga timpani dengan nasofaring, lumennya gepeng,

dengan dinding medial dan lateral bagian tulang rawan biasanya saling berhadapan menutup

lumen. Epitelnya bervariasi dari epitel bertingkat, hingga selapis silindris bersilia dengan sel

goblet dekat faring. Dengan menelan dinding tuba saling terpisah sehingga lumen terbuka

dan udara dapat masuk ke rongga telinga tengah. Dengan demikian tekanan udara pada kedua

sisi membran timpani menjadi seimbang.9

2.2 Serumen Obturan

2.2.1 Definisi dan Klasifikasi Serumen

Serumen adalah sekret kelenjar sebasea (lipid-producing) dan apokrin (ceruminous)

serta epitel kulit yang terlepas dan debu yang terdapat pada bagian kartilaginosa liang telinga.

Konsistensi serumen biasanya lunak, tetapi kadang kering. Dipengaruhi oleh faktor

keturunan, iklim, usia, dan keadaan lingkungan.10,11

2.2.2 Fisiologi Serumen

Serumen berfungsi proteksi, yaitu sebagai sarana pengangkut debris epitel dan

kontaminan untuk dikeluarkan dari membran timpani. Serumen juga menyebarkan aroma

yang tidak disenangi serangga sehingga enggan masuk ke liang telinga. Serumen sedikit

asam, mengandung imunoglobulin dan lisozim sehingga dapat mencegah infeksi kuman.

Fungsi lainnya serumen sebagai pelumas dan mencegah kekeringan dan pembentukan fisura

pada epidermis liang telinga.10,11,12 Serumen dapat keluar sendiri dari liang telinga akibat

migrasi epitel kulit dari arah membran timpani keluar serta dibantu gerakan rahang sewaktu

mengunyah.11

2.2.3 Patologi dan Gejala Klinis

Kumpulan serumen yang berlebihan bukanlah suatu penyakit. Sebagian orang

menghasilkan serumen amat banyak. Pada sebagian orang serumen dapat mengeras dan

membentuk sumbat yang padat, pada sebagian orang lain konsistensi serumen seperti

mentega yang juga dapat menyumbat liang telinga. Pada orang tua, serumen cendrung

menjadi lebih kering dikarenakan atrofi kelenjar apokrin yang diikuti berkurangnya

komponen keringat dari serumen.10

Keluhan mungkin berupa perasaan tersumbat atau tertekan di telinga, dan gangguan

telinga berupa tuli konduktif. Bila sumbat serumen yang padat menjadi lembab, misalnya

8

Page 9: Lapsus OMA Ica

setelah mandi, dapat mengembang dan memperberat gangguan pendengaran dan rasa tertekan

di telinga.11

2.2.4 Penatalaksanaan

Serumen dibersihkan sesuai dengan konsistensinya. Serumen yang lembik dibersihkan

dengan kapas yang dililitkan pada pelilit kapas. Serumen yang keras dikeluarkan dengan

pengait atau kuret. Jika serumen tidak juga dapat dikeluarkan, maka serumen harus

dilunakkan terlebih dahulu dengan tetes telinga, antara lain karbolgliserin 10% selama 3 hari,

minyak mineral, hidrogen peroksida, antibiotik tetes telinga, dan Cerumenex (cairan

seruminolitik). Setelah penggunaan obat tersebut selama beberapa hari, pasien dievaluasi

ulang dan serumen dapat dibersihkan irigasi atau penyedotan.10,11,12

Serumen yang terdorong terlalu jauh ke dalam liang telinga, dikeluarkan dengan

irigasi air hangat yang suhunya sesuai suhu tubuh. Sebelum irigasi, pastikan tidak ada

(riwayat) perforasi membran timpani.11

2.3 Otitis Media Akut

2.3.1 Definisi

Zainul A. Djafaar, dkk (2007) dalam Buku Ajar THT-KL mendefinisikan otitis media

sebagai peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga, tuba Eustachius, antrum mastoid,

dan sel-sel mastoid. Sedangkan otitis media akut atau otitis media supuratif akut adalah

bentuk supuratif dan akut dari otitis media.1

2.3.2 Epidemiologi

Otitis media akut banyak ditemukan pada anak-anak dan merupakan salah satu

penyakit infeksi yang paling sering menyerang anak dan bayi. Diperkirakan dua pertiga anak

usia kurang dari tiga tahun telah mengalami sedikitnya satu episode OMA, dan sepertiga

diantaranya berulang. Angka kejadian OMA bervariasi di setiap negara. Faktor-faktor yang

mempengaruhi angka kejadian otitis media yaitu usia, jenis kelamin, ras, latar belakang

genetik, status sosioekonomi, derajat paparan terhadap rokok, ada tidaknya alergi pada sistem

respirasi, musim, dan status vaksinasi pneumokokus.3

Di Amerika Serikat, 70% anak terserang OMA sebelum usia 2 tahun. Insiden penyakit

ini akan meningkat pada masyarakat dengan sosial-ekonomi rendah.4 Di Italia, insidensi

OMA sebesar 16,8% pada anak usia nol hingga enam tahun.3 Di Indonesia sendiri belum ada

data akurat yang ditemukan untuk menunjukkan angka kejadian OMA. Suheryanto

9

Page 10: Lapsus OMA Ica

Gangguan tubaEtiologi:Perubahan tekanan udara tiba-tibaAlergiInfeksiSumbatan: sekret, tampon, tumor

Tekanan negative telinga tengah Efusi

Sembuh/normal

Fungsi tuba tetap tergangguInfeksi (-)

OME (otitis media efusi)Fungsi tuba tetap

tergangguInfeksi (+)

menyatakan OMA merupakan penyakit yang sering dijumpai dalam praktik sehari-hari, di

poliklinik THT RSUD dr.Soetomo Surabaya pada tahun 1995 OMA menduduki peringkat

dua dari sepuluh besar penyakit terbanyak, sedangkan di poliklinik THT RSUD dr.Saiful

Anwar Malang pada tahun 1997 OMA menduduki peringkat kelima.5

2.3.3 Patogenesis

Sumbatan tuba Eustachius merupakan faktor dasar penyebab OMA. Karena sumbatan

ini, fungsi tuba dalam pencegahan invasi kuman ke telinga tengah terganggu sehingga kuman

masuk ke telinga tengah dan terjadi infeksi.1

Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang

tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius. Saat

bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut

sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran, dan datangnya sel-

sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri dengan

mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga

tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir

yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang telinga.

Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena

gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ

pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang

dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun cairan yang lebih banyak dapat

menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain

itu telinga juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut

akhirnya dapat merobek gendang telinga karena tekanannya. OMA dapat berkembang

menjadi otitis media supuratif kronis apabila gejala berlangsung lebih dari 2 bulan, hal ini

berkaitan dengan beberapa faktor antara lain higiene, terapi yang terlambat, pengobatan yang

tidak adekuat, dan daya tahan tubuh yang kurang baik.1

10

Page 11: Lapsus OMA Ica

Bagan 1. Patogenesis terjadinya otitis media.1

2.3.4 Faktor Risiko dan Etiologi

Faktor pencetus terjadinya otitis media akut yaitu:1

a. Terganggunya faktor pertahanan tubuh, yaitu terganggunya silia pada mukosa

tuba Eustachius.

b. Sumbatan tuba Eustachius.

c. Infeksi saluran napas atas, semakin sering terkena ISPA (infeksi saluran napas

akut) maka makin besar kemungkinan anak mengalami OMA.

d. Pada anak anatomi tuba Eustachius juga terlibat mempermudah terjadinya

OMA.

Bakteri piogenik merupakan penyebab utama OMA (otitis media akut), seperti

Streptococcus haemolyticus, Stafilococcus aureus, pneumakokus. Kadang-kadang

Haemophylus influenza, Escherichia coli, Proteus vulgaris, dan Pseudomonas aurugenosa

ditemukan juga.1

2.3.5 Gejala Klinis

Gejalan klinis OMA tergantung pada stadium penyakit dan usia pasien. Pada bayi

didapatkan suhu tinggi mencapai 39,5˚C (pada stadium supurasi), gelisah, sukar tidur, diare,

kejang, dan kadang-kadang anak memegang telinga. Bila terjadi ruptur membran timpani

11

Page 12: Lapsus OMA Ica

maka sekret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun dan anak tertidur tenang. Pada anak

yang sudah dapat berbicara akan mengeluhkan nyeri di dalam telinga dan demam, biasanya

terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada anak yang lebih besar atau dewasa mengeluh

nyeri di dalam telinga, rasa penuh di telinga, atau rasa kurang dengar.1

Berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah, OMA dibagi menjadi 5 stadium:1

a. Stadium oklusi tuba Eustachius

‒ Terjadi retraksi membran timpani karena adanya tekanan negatif di telinga tengah

akibat absorpsi udara.

‒ kadang membran timpani tampak normal atau berwarna keruh pucat.

‒ efusi tidak dapat dideteksi.

‒ stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media serosa karena virus atau alergi.

b. Stadium hiperemis (presupurasi)

‒ Tampak pelebaran pembuluh darah di membran timpani membran timpani

tampak hiperemis dan edem

‒ Terbentuk sekret yang mungkin bersifat eksudat serosa sukar terlihat.

c. Stadium supurasi

‒ Edema hebat pada mukosa telinga tengah, sel epitel superfisialis hancur, terbentuk

eksudat purulen di kavum timpani membran timpani menonjol (bulging) ke arah

telinga luar.

‒ Pasien terlihat sangat sakit, peningkatan nadi dan suhu, pertambahan nyeri telinga

‒ Jika tekanan di kavum tidak berkurang karena tekanan nanah iskemik,

tromboflebitis pada vena-vena kecil, nekrosis mukosa dan submukosa daerah ini

tampak kekuningan dan lebih lembek akan terjadi rupture.

d. Stadium perforasi

‒ Ruptur membran timpani sekret mengalir ke liang telinga luar Anak menjadi

tenang dan dapat tidur nyenyak.

e. Stadium resolusi

‒ Bila membran timpani tetap utuh akan kembali normal secara perlahan-lahan.

‒ Dapat terjadi tanpa pengobatan bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman

rendah.

‒ Bila perforasi menetap dan sekret keluar terus-menerus atau hilang timbul

OMSK.

12

Page 13: Lapsus OMA Ica

‒ Bila skret menetap dalam kavum timpani dan tidak terjadi perforasi timbul

gejala sisi berupa OM serosa.

2.3.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya:1

Stadium

oklusi

o Tujuan: membuka tuba tekanan negatif telinga tengah hilang

o Diberi obat tetes hidung : HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik

(<12 tahun), atau HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik (>12 tahun,

dan dewasa)

o Obati sumber infeksi

Stadium

presupurasi

o Antibiotik (minimal selama 7 hari) : golongan penicilin (lini pertama)

(awalnya diberikan secara IM sehingga didapat konsentrasi yang

adekuat dalam darah tidak terjadi mastoiditis terselubung,

gangguan pendengaran sebagai gejala sisa, maupun kekambuhan).

o Jika alergi pensilin, beri eritromisin.

Dosis ampisilin anak: 50-100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis

Atau amoksisilin (anak) 40 mg/kgBB/hari daibagi dalam 3 dosis

Atau eritromisin (anak) 40 mg/kgBB/hari

o Obat tetes hidung

o Analgetika

Stadium

supurasi

o Antibiotika

o Miringotomi (bila membran timpani masih utuh): dapat menghindari

ruptur, gejala klinis lebih cepat hilang

o Miringotomi ialah tindakan incisi pada pars tensa membran timpani

agar terjadi drenase sekret dari telinga tengah ke telinga luar

o Miringotomi memiliki banyak komplikasi (ex. Perdarahan, trauma

pada n. Facialis) tidak perlu dilakukan bila terapi antibiotik yang

adekuat dapat diberikan

Stadium

perforasi

o Obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang

adekuat

13

Page 14: Lapsus OMA Ica

menutup kembali

Jika tidak

terjadi

resolusi

o Lanjutkan antibiotik hingga 3 minggu jika sekret masih tetap

banyak mungkin terjadi mastoiditis

o Jika sekret terus keluar >3 minggu otitis media supuratif subakut.

o Jika perforasi menetap dan sekret terus keluar >1,5-2 bulan otitis

media supuratif kronik (OMSK)

14

Page 15: Lapsus OMA Ica

BAB 3

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama pasien : An. YN

Umur : 6 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Dasan agung, Kota Mataram

Pekerjaan : -

No. RM : 077546

Tanggal Pemeriksaan : 9 Maret 2013

3.2 Anamnesis

3.2.1 Keluhan utama

Sakit di telinga kiri.

3.2.2 Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang ke poliklinik THT RSU Provinsi NTB dengan keluhan sakit pada

telinga kiri sejak 2 hari yang lalu. Menurut orang tuanya, pasien tampak sering memegang

telinganya dan rewel. Keluar cairan dari telinga dan penurunan pendengaran disangkal orang

tua pasien. Pasien juga mengalami demam sejak 4 hari yang lalu, disertai pilek dan batuk

berdahak dengan dahak kental berwarna kekuningan. Saat pemeriksaan, keluhan batuk dan

pilek disangkal oleh pasien. Hidung tersumbat (-).

Pasien tidak mengeluhkan kelainan pada telinga kanan.

3.2.3 Riwayat penyakit dahulu

Pasien belum pernah menderita keluhan yang sama seperti ini sebelumnya. Tidak ada

riwayat keluar cairan dari dalam telinga kiri maupun kanan.

3.2.4 Riwayat penyakit keluarga/sosial

Tidak ada keluarga dengan keluhan serupa. Riwayat batuk dan pilek di keluarga juga

disangkal.

3.2.5 Riwayat pengobatan: (-)

15

Page 16: Lapsus OMA Ica

Serumen

3.2.6 Riwayat alergi:

Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan, obat-obatan, tidak pernah meler dan

bersin-bersin saat terkena debu atau dingin.

3.3 Pemeriksaan Fisik

3.3.1 Status Generalis

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital :

Tekanan darah: (-)

Nadi: 90 x/menit

Respirasi: 22 x/menit

Suhu : 37⁰C

BB: 18 kg

3.3.2 Status Lokalis

Pemeriksaan telinga

No. Pemeriksaan

Telinga

Telinga kanan Telinga kiri

1. Tragus Nyeri tekan (-), edema (-) Nyeri tekan (-), edema (-)

2. Daun telinga Bentuk dan ukuran dalam batas

normal, hematoma (-), nyeri

tarik aurikula (-)

Bentuk dan ukuran dalam batas

normal, hematoma (-), nyeri

tarik aurikula (-)

3. Liang telinga Serumen (+), hiperemis (-),

furunkel (-), edema (-), otorhea

(-)

Serumen (-), hiperemis (-),

furunkel (-), edema (-), otorhea

(-)

16

Page 17: Lapsus OMA Ica

Hiperemis

Bulging

4. Membran timpani Sulit dievaluasi Retraksi (-), bulging (+),

hiperemi (+), edema (-),

perforasi (-), cone of light (-)

Pemeriksaan hidung

Pemeriksaan Hidung Hidung kanan Hidung kiri

Hidung luar Bentuk (normal), hiperemi (-),

nyeri tekan (-), deformitas (-)

Bentuk (normal), hiperemi (-),

nyeri tekan (-), deformitas (-)

Rinoskopi anterior

Vestibulum nasi Normal, ulkus (-) Normal, ulkus (-)

Cavum nasi Bentuk (normal), mukosa pucat

(+), hiperemia (-)

Bentuk (normal), mukosa pucat

(+), hiperemia (-)

Meatus nasi media Mukosa normal, sekret (+), massa

berwara putih mengkilat (-).

Mukosa normal, sekret (+),

massa berwarna putih mengkilat

(-).

Konka nasi inferior Edema (-), mukosa hiperemi (-) Edema (-), mukosa hiperemi (-)

Septum nasi Deviasi (-), perdarahan (-), ulkus

(-)

Deviasi (-), perdarahan (-), ulkus

(-)

17

Page 18: Lapsus OMA Ica

Pemeriksaan Tenggorokan

Bibir Mukosa bibir basah, berwarna merah muda (N)

Mulut Mukosa mulut basah berwarna merah muda

Geligi Normal

Lidah Tidak ada ulkus, pseudomembrane (-)

Uvula Bentuk normal, hiperemi (-), edema (-), pseudomembran (-)

Palatum mole Ulkus (-), hiperemi (-)

Faring Mukosa hiperemi (-), reflex muntah (+), membrane (-),

sekret (-)

Tonsila palatine Kanan Kiri

T1 T1

Fossa Tonsillaris

dan Arkus Faringeus

hiperemi (-) hiperemi (-)

3.4 Diagnosis

‒ Otitis media akut stadium supurasi sinistra e.c rinitis akut

‒ Serumen obturan dekstra.

3.5 Diagnosis Banding : (-)

3.6 Pemeriksaan Penunjang : (-)

3.7 Rencana Terapi

3.7.1 Medikamentosa

Antibiotik sistemik :

Amoxicillin 40 mg/kgBB/hari (20-50 mg/kgBB/hari) dibagi dalam 3 dosis.

18

Page 19: Lapsus OMA Ica

BB pasien 18 kg, maka dosis pemberiannya: 720 mg/hari (360-900 mg/hari),

240 mg (120-300 mg) per pemberian.

Jadi diberikan Amoxicilin syrup 3 x 2 cth (selama 7 hari).

Analgetik-antipiretik :

Parasetamol 10-15 mg/kgBB/pemberian.

BB pasien 18 kg, maka dosisnya 180-270 mg/pemberian. Boleh diulang hingga

4 - 6 kali perhari.

Jadi diberikan Parasetamol syrup 3 x 1½ cth.

Dekongestan:

Pseudoefedrin syrup 3 x 1 cth

Untuk telinga kanan:

Pembersihan serumen telinga kanan dengan kapas yang dililitkan di pelilit kapas

dan irigasi tidak berhasil.

Maka diberikan dulu pelunak serumen: Forumen tetes telinga 4 x 4 gtt AD

(selama 3 hari).

3.7.2 KIE pasien

Pasien dianjurkan untuk tetap menjaga kebersihan telinga dan tidak mengorek-

ngorek liang telinga.

Antibiotik harus diminum sampai habis walaupun gejala sudah hilang, agar

penyembuhan berlangsung baik dan tidak terjadi komplikasi.

Menjaga higiene agar tidak terjadi ISPA.

Datang kembali untuk kontrol setelah 3 hari untuk evaluasi dan membersihkan

serumen serta memantau perkembangan stadium OMA.

3.8 Prognosis

Dubia ad bonam.

19

Page 20: Lapsus OMA Ica

BAB 4

PEMBAHASAN

Diagnosis otitis media akut stadium supurasi didapatkan melalui hasil anamnesis dan

pemeriksaan fisik telinga yang dilakukan. Pada anamnesis, tergambar jelas mengenai etiologi

dan perjalanan penyakit pasien. Anamnesis adanya riwayat batuk-pilek dengan sekret kuning

sebelum keluhan telinga muncul menunjukkan penyebab terjadinya infeksi pada telinga

tengah. Infeksi saluran napas atas dapat menyebabkan gangguan tuba auditiva yang

selanjutnya menyebabkan tekanan negatif pada telinga tengah, bermanifestasi sebagai rasa

penuh pada telinga yang dirasakan pasien. Sumbatan tuba yang terus berlanjut menyebabkan

hipersekresi sel goblet pada mukosa telinga tengah. Sekret merupakan media pertumbuhan

bakteri yang baik, sehingga kemudian timbul proses infeksi pada telinga tengah. Hipersekresi

dan infeksi telinga tengah bermanifestasi sebagai rasa nyeri pada telinga. Pada anak hal ini

menyebabkan anak menjadi rewel. Pada anamnesis pasien menunjukkan gejala yang sesuai

dengan OMA stadium supurasi.

Pemeriksaan fisik telinga mengkonfirmasi hasil anamnesis. Tidak tampak sekret pada

liang telinga, membran timpani intak, tampak hiperemis dan menonjol. Hal ini disebabkan

karena banyak sekret di dalam telinga tengah.

Pada pemeriksaan telinga kanan didapatkan penumpukan serumen. Namun pasien tidak

mengeluhkan kelainan, seperti rasa penuh atau rasa tertekan di telinga kanan. Hal ini

dimungkinkan oleh karena efek masking nyeri pada telinga kiri.

Penanganan pasien OMA ditujukan pada eradikasi infeksi dan simtomatis untuk

mengurangi gejala yang dirasakan pasien. Eradikasi infeksi pada OMA harus adekuat

sehingga infeksi tidak menetap, tidak terjadi perforasi membran timpani, dan selanjutnya

berubah menjadi OMSK. Terapi lini pertama diberikan pada pasien ini berupa antibiotik

spektrum luas Amoxicillin syrup selama 7 hari, dan parasetamol syrup sebagai analgetik-

antipiretik. Sebaiknya dilakukan juga miringotomi agar gejala klinis lebih cepat hilang dan

mencegah terjadinya ruptur membran timpani.

Penanganan serumen obturan dilakukan dengan membersihkan telinga, baik dengan

kapas yang dililitkan pada pelilit kapas atau dengan pengait atau dengan irigasi. Jika dengan

cara ini serumen tidak berhasil dikeluarkan, maka serumen harus dilunakkan terlebih dahulu.

Pada pasien telah dilakukan usaha pembersihan dengan irigasi dan kapas yang dililitkan pada

pelilit kapas, namun serumen tidak berhasil dibersihkan. Maka pasien diberikan obat tetes

telinga untuk melunakkan serumen.

20

Page 21: Lapsus OMA Ica

Pasien diminta kembali lagi untuk kontrol setelah 3 hari untuk melihat

perkembangannya, untuk membersihkan serumen, mengevaluasi perkembangan stadium

OMA, apakah terjadi perbaikan atau perburukan yaitu perforasi membran timpani. Kontrol

juga diperlukan untuk menilai terapi telah adekuat atau belum, agar dapat mencegah

perburukan penyakit. Antibiotik oral diberikan pada pasien ini untuk menjamin adekuasi

terapi.

21

Page 22: Lapsus OMA Ica

DAFTAR PUSTAKA

1. Zainul A. Djaafar, Helmi, dan Ratna D.R. Kelainan Telinga Tengah. Dalam: Efiaty

A.Soepardi, dkk (editor). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok

Kepala dan Leher, edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. 2007. hlm 65-69

2. Michael, M. Paparella, George, L.A., dan Samuel C.L. Penyakit Telinga Tengah dan

Mastoid. Dalam: George, L.A., dkk (editor). Boies Buku Ajar Penyakit THT, edisi 6.

Jakarta: EGC. 1994. hlm 96-97

3. Paola Marchisio, et al. Burden of Acute Otitis Media in Primary Care Pediatrics in

Italy: A Secondary Data Analysis from the Pedianet Database. BioMed Central

Pediatrics. 2012. Diakses dari http://www.biomedcentral.com/1471-2431/12/185

4. John D. Donaldson. Acute Otitis Media. Medscape Reference. 2013. Diakses dari

http://emedicine.medscape.com/article/859316-overview#a0156

5. Anonim. Otitis Media Akut. Universitas Sumatera Utara. Diakses dari

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31376/5/Chapter%20I.pdf

6. Van De Graaff. Human Anatomy, 6th edition. New York: The McGraw-Hill

Companies. 2001. pg 516-519

7. Indro Soetirto, Hendarto H., dan Jennt B. Gangguan Pendengaran (Tuli). Dalam:

Efiaty A.Soepardi, dkk (editor). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung

Tenggorok Kepala dan Leher, edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. hlm 10 – 13

8. Hellstorm. Tympanic membrane vessel revisited: a study in an animal model.

Department of Clinical Science, Otorhinolaryngology, University Hospital of Umeå,

Sweden. 2012. Diakses dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12806306

9. Seeley, Stephens, Tate. Anatomy and Physiology, 6th Ed. New York: The

McGraw−Hill Companies. 2004. chapter 15

10. Lawrence R. Boeis, Jr. Penyakit Telinga Luar. Dalam: George, L.A., dkk (editor).

Boies Buku Ajar Penyakit THT, edisi 6. Jakarta: EGC. 1994. hlm 76-77

11. Sosialisman, Alfian F.H., dan Helmi. Kelainan Telinga Luar. Dalam: Efiaty

A.Soepardi, dkk (editor). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok

Kepala dan Leher, edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. 2007. hlm 57-58

22

Page 23: Lapsus OMA Ica

12. Timothy T.K. Jung dan Tae H. Jinn. Disease of External Ear. Dalam: James B Snow

Jr. dan John J. Ballenger. Ballenger’s Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery,

16th ed. Spain: BC Deker Inc. 2003. pg 233-234

23