pemahaman etika dan penilaian moral dalam akuntansi.docx
TRANSCRIPT
MAKALAH SEMINAR AKUNTANSI
“PEMAHAMAN ETIKA DAN PENILAIAN MORAL”
DISUSUN OLEH :
Sri Mardhani A31112286
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2015
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Etika sebagai pemikiran kritis dan mendasar mengenai pandangan dan ajaran moral agar
manusia memiliki arah sekaligus aturan tentang bagaimana menjalani kehidupan sejalan dengan
tujuan hidup bermasyarakat. Etika, moral dan nilai adalah tiga hal dengan segala bentuk
implikasi perilaku dan aturan yang ada di sekitar kita, keberadaan ketiganya pun memunculkan
hal-hal yang patut dikaji secara teori yang telah dimunculkan sebagai wujud pengembangan nilai
sebagai hasil maupun tolak ukur dari etika dan moral.
Beberapa alasan, baik normatif maupun objektif, yang dapat digunakan untuk
menjelaskan relevansi dan makin pentingnya etika, moral, dan nilai dalam kehidupan sehari-hari.
Atas dasar inilah perlu adanya kajian tentang etika, moral, dan nilai berdasarkan pada teori-teori
yang sudah ada.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. ETIKA
2.1.1. Bagian Utama Etika
Meta-Etika (Studi Konsep Etika)
Meta-Etika sebagai suatu jalan menuju konsepsi atas benar atau tidaknya suatu
tindakan atau peristiwa. Dalam meta-etika, tindakan atau peristiwa yang dibahas dipelajari
berdasarkan hal itu sendiri dan dampak yang dibuatnya.
Etika Normatif (Studi Penentuan Nilai Etika)
Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya
dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dantindakan apa yang
bernilai dalam hidup ini. Jadi Etika Normatif merupakan norma-norma yang dapat
menuntun agar manusia bertindak secara baik dan menghindarkan hal-hal yang buruk,
sesuai dengan kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku di masyarakat.
Etika Terapan (Studi Penggunaan Nilai-Nilai Etika)
Etika terapan memberi pemahaman tentang spektrum bidang terapan etika
sekaligus menunjukkan bahwa etika merupakan pengetahuan praktis. Berbagai bidang
terapan di antaranya adalah bidang kesehatan, tanggung-jawab sosial perusahaan atau yang
biasa dikenal dengan istilah Inggris Corporate Social Responsibility (CSR), pengolahan
tanah, dan masih banyak lainnya.
2.1.2. TEORI ETIKA
Teori Teleleologi
Teori teleleologi disebut juga teori konsekuensialis, menyatakan bahwa nilai moral
suatu tindakan ditentukan semata-mata oleh konsekuensi tindakan tersebut. Benar atau
3
salahnya tindakan ditentukan oleh hasil atau akibat dari tindakan tersebut. Teori Teleleologi yang
sangat menonjol adalah utilitarianisme.
Teori Deontologi
Teori deontologi menekankan pada pelaksanaan kewajiban. Suatu perbuatan akan baik
jika didasari atas pelaksanaan kewajiban, jadi selama melakukan kewajiban berarti
sudah melakukan kebaikan. Deontologi tidak terpaku pada hukuman terhadap pelaku
kesalahan.
Kepedulian
Etika Kepedulian meliputi jenis-jenis kewajiban yang disebut etika
komunitarian. Etika Komunitarian melihat komunitas dan hubungan komunal konkret memiliki
nilai fundamental yang harus dilestarikan dan dibina.
2.2. MORAL
2.2.1. KAJIAN TEORI TENTANG MORAL
Perkembangan moral berkaitan dengan aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan tentang
apa yang seharusnya dilakukan oleh orang dalam berinteraksi dengan orang lain. Para pakar
perkembangan anak mempelajari tentang bagaimana anak-anak berpikir, berperilaku dan
menyadari tentang aturan-aturan tersebut.
Menurut Teori Psikoanalisa
Perkembangan moral adalah proses internalisasi norma-norma masyarakat dan
kematangan organic-biologik. Seseorang telah mengembangkan aspek moral bila telah
menginternalisasikan aturan-aturan atau kaidah-kaidah kehidupan di dalam masyarakat, dan
dapat mengaktualisasikan dalam perilaku yang terus menerus, atau dengan kata lain telah
menetap.
4
Menurut Teori Psikologi Belajar
perkembangan moral dipandang sebagai hasil rangkaian stimulus-respons yang dipelajari
oleh anak, antara lain berupa hukuman (punishment) dan pujian (reward) yang sering dialami
oleh anak.
Menurut Piaget dan Kohlberg
Menurut Piaget dan Kohlberg perkembangan moral berkorelasi dengan perkembangan
kecerdasan individu, sehingga seharusnya bila perkembangan kecerdasan telah mencapai
kematangan, maka perkembangan moral juga harus mencapai tingkat kematangan.
Teori Piaget
Perkembangan moral berlangsung dalam 2 (dua) tahap, yaitu:
Tahap Realisme Moral à Moralitas oleh pembatasan (<12thn):
- Usia 0 – 5 tahun: pada tahap ini perilaku anak ditentukan oleh ketaatan otomatis
terhadap peraturan tanpa penalaran/penilaian. Anak menilai tindakan berdasar
konsekuensinya.
- Usia 7/8 – 12 tahun: pada tahap ini anak menilai perilaku atas dasar tujuan. Konsep
tentang benar/salah mulai dimodifikasi.
Tahap Operasional Formal à Moralitas dengan analisis (> 12th):
- Anak mampu mempertimbangkan segala cara untuk memecahkan masalah.
- Anak bernalar atas dasar hipotesis dan dalil à melihat masalah dari berbagai sudut
pandang
Teori Lawrence Kohlberg
Menurut Kholberg, ketika dilahirkan, anak belum dan tidak membawa aspek moral.
Kohlberg juga berpendapat, bahwa aspek moral merupakan sesuatu yang berkembang dan
dikembangkan.
Kohlberg mengemukakan teori perkembangan moral berdasar teori Piaget, yaitu dengan
pendekatan organismik. Selain itu, Kohlberg juga menyelidiki struktur proses berpikir yang
mendasari perilaku moral (moral behavior).
Tahap-tahap perkembangan moral menurut Kohlberg terdiri dari 3 tingkat, yang masing-masing
tingkat terdapat 2 tahap, yaitu:
5
Tingkat Pra Konvensional (Moralitas Pra-Konvensional) à perilaku anak tunduk pada
kendali eksternal:
- Tahap 1: Orientasi pada kepatuhan dan hukuman à anak melakukan sesuatu agar
memperoleh hadiah (reward) dan tidak mendapat hukuman (punishment)
- Tahap 2: Relativistik Hedonism à anak tidak lagi secara mutlak tergantung aturan yang
ada. Mereka mulai menyadari bahwa setiap kejadian bersifat relative, dan anak lebih
berorientasi pada prinsip kesenangan. Menurut Mussen, dkk. Orientasi moral anak masih
bersifat individualistis, egosentris dan konkrit.
Tingkat Konvensional (Moralitas Konvensional) à fokusnya terletak pada kebutuhan social
(konformitas).
- Tahap 3: Orientasi mengenai anak yang baik à anak memperlihatkan perbuatan yang
dapat dinilai oleh orang lain.
- Tahap 4: Mempertahankan norma2 sosial dan otoritas à menyadari kewajiban untuk
melaksanakan norma-norma yang ada dan mempertahankan pentingnya keberadaan
norma, artinya untuk dapat hidup secara harmonis, kelompok sosial harus menerima
peraturan yang telah disepakati bersama dan melaksanakannya.
Tingkat Post-Konvensional (Moralitas Post-konvensional) à individu mendasarkan
penilaian moral pada prinsip yang benar secara inheren.
- Tahap 5: Orientasi pada perjanjian antara individu dengan lingkungan sosialnya à pada
tahap ini ada hubungan timbal balik antara individu dengan lingk sosialnya, artinya bila
seseorang melaksanakan kewajiban yang sesuai dengan tuntutan norma sosial, maka ia
berharap akan mendapatkan perlindungan dari masyarakat.
- Tahap 6: Prinsip Universal à pada tahap ini ada norma etik dan norma pribadi yang
bersifat subjektif. Artinya: dalam hubungan antara seseorang dengan masyarakat ada
unsur-unsur subjektif yang menilai apakah suatu perbuatan/perilaku itu baik/tidak baik;
bermoral/tidak bermoral. Disini dibutuhkan unsur etik/norma etik yang sifatnya
universal sebagai sumber untuk menentukan suatu perilaku yang berhubungan dengan
moralitas.
6
2.3 ETIKA DALAM AKUNTANSI
2.3.1 ETIKA DALAM AKUNTANSI MANAJEMEN
Akuntansi manajemen adalah disiplin ilmu yang berkenaan dengan penggunaan
informasi akuntansi oleh para manajemen dan pihak-pihak internal lainnya untuk keperluan
penghitungan biaya produk, perencanaan, pengendalian dan evaluasi, serta pengambilan
keputusan. Definisi akuntansi manajemen menurut Chartered Institute of Management
Accountant, yaitu Penyatuan bagian manajemen yang mencakup, penyajian dan penafsiran
informasi yang digunakan untuk perumusan strategi, aktivitas perencanaan dan pengendalian,
pembuatan keputusan, optimalisasi penggunaan sumber daya, pengungkapan kepada pemilik dan
pihak luar, pengungkapan kepada pekerja.
Akuntan manajemen mempunyai peran penting dalam menunjang tercapainya tujuan
perusahaan, dimana tujuan tersebut harus dicapai melalui cara yang legal dan etis, maka para
akuntan manajemen dituntut untuk bertindak jujur, terpercaya, dan etis.
Bagi organisasi yang terdesentralisasi, keluaran atau hasil dari sebuah divisi dipakai
sebagai masukan bagi divisi lain. Transaksi antar divisi ini menyebabkan timbulnya suatu
mekanisme transfer pricing. Transfer pricing didefinisikan sebagai suatu harga jual khusus yang
dipakai dalam pertukaran antar divisi untuk pendapatan divisi penjual dan biaya divisi pembeli.
Transfer pricing sering disebut juga intracompany pricing yang merupakan harga yang
diperhitungkan untuk keperluan pengendalian manajemen atas transfer barang dan jasa antar
anggota perusahaan. Bila dicermati secara lebih lanjut, transfer pricing dapat menyimpang secara
signifikan dari harga yang disepakati. Oleh karena itu transfer pricing juga sering dikaitkan
dengan suatu rekayasa harga secara sistematis yang bertujuan untuk mengurangi laba yang
nantinya akan mengurangi jumlah pajak atau bea dari suatu negara.
Perlu dibuat beberapa kebijakan dalam usaha untuk membingkai etika transfer pricing.
Kebijakan transfer pricing perlu dibuat secara tersembunyi untuk menghidari pemeriksaan dari
otoritas pajak dan aspek lain selain pajak. Hal yang dibahas dalam transfer pricing hanya dari
segi komersial dan kurang memperhatikan perdagangan dan harga. Pandangan Neo klasik
perusahaan telah terkonsentrasi untuk menentukan harga dalam transaksi transfer pricing.
Kesalahpahaman akuntansi yang umum dalam transfer pricingadalah masalah biaya internal.
7
Transfer pricing menimbulkan banyak sekali masalah dalam produksi barang atau jasa pada
perusahaan. Bahanbakuyang digunakan dapat berupa bahanbakudengan kualitas yang rendah.
Hal ini berpengaruh terhadapp kualitas barang yang dihasilkan. Penghindaran pajak untuk
maksimalisasi labanya. Cara yang digunakan oleh setiap manajer divisi penjual atau pembeli
dalam menggunakan alat yang bernama transfer pricinguntuk menunjukan kinerja yang bagus
kepada perusahaan. Cara yang digunakan manajer dapat dengan cara yang baik atau
menghalalkan berbagai cara.
Tanggung jawab yang dimiliki oleh seorang akuntan manajemen lebih luas dibandingkan
tanggung jawab seorang akuntan keuangan, yaitu:
Perencanaan, menyusun dan berpartisipasi dalam mengembangkan sistem perencanaan,
menyusun sasaran-sasaran yang diharapkan, dan memilih cara-cara yang tepat untuk memonitor
arah kemajuan dalam pencapaian sasaran.
Pengevaluasian, mempertimbangkan implikasi-implikasi historical dan kejadian-kejadian yang
diharapkan, serta membantu memilih cara terbaik untuk bertindak.
Pengendalian, menjamin integritas informasi finansial yang berhubungan dengan aktivitas
organisasi dan sumber-sumbernya, memonitor dan mengukur prestasi, dan mengadakan tindakan
koreksi yang diperlukan untuk mengembalikan kegiatan pada cara-cara yang diharapkan.
Menjamin pertanggungjawaban sumber, mengimplementasikan suatu sistem pelaporan yang
disesuaikan dengan pusat-pusat pertanggungjawaban dalam suatu organisasi sehingga sistem
pelaporan tersebut dapat memberikan kontribusi kepada efektifitas penggunaan sumber daya dan
pengukuran prestasi manajemen.
Pelaporan eksternal, ikut berpartisipasi dalam proses mengembangkan prinsip-prinsip akuntansi
yang mendasari pelaporan eksternal.
2.3.2 ETIKA PROFESIONAL AKUNTAN MANAJEMEN
Kebiasaaan beretika adalah sangat penting dalam menjalankan perekonomian kita telah
memicu berbagai perubahan peraturan dan permintaan perundang-undangan baru. Dalam
perekonomian yang baru, digital, dan berbasis kepercayaan, kepentingan sangat dijunjung tinggi.
Kejujuran perusahaan, yang diwujudkan dalam merek dan reputasi, meningkatkan kepercayaan
8
pelanggan, karyawan dan investor. Pengalaman menunjukkan bahwa aset semacam ini harus
dibangun lama dan penuh pengorbanan, namun cepat dapat hilang dalam sekejap, dan jika
hilang, maka kehilangan segalanya. Akhirnya, untuk kebaikan semua orang termasuk perusahaan
pencetak laba adalah sangat penting untuk menjalankan bisnis dalam kerangka etika yang
membangun dan menjaga kepercayaan.
Ikatan Akuntan Manajemen (Institute of Management Accountant – IMA) di Amerika
Serikat telah mengembangkan kode etik yang disebut Standar Kode Etik untuk Praktisi Akuntan
Manajemen dan Manajemen Keuangan (Standards of Ethical Conduct for Practitioners of
Management Accounting and Financial Management).
Ada empat standar etika untuk akuntan manajemen yaitu:
Kompetensi
Artinya, akuntan harus memelihara pengetahuan dan keahlian yang sepantasnya, mengikuti
hukum, peraturan dan standar teknis, dan membuat laporan yang jelas dan lengkap berdasarkan
informasi yang dapat dipercaya dan relevan.
Praktisi manajemen akuntansi dan manajemen keuangan memiliki tanggung jawab untuk:
Menjaga tingkat kompetensi profesional sesuai dengan pembangunan berkelanjutan,
pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.
Melakukan tugas sesuai dengan hukum, peraturan dan standar teknis yang berlaku.
Mampu menyiapkan laporan yang lengkap, jelas, dengan informasi yang relevan serta dapat
diandalkan.
Kerahasiaan (Confidentiality)
Mengharuskan seorang akuntan manajemen untuk tidak mengungkapkan informasi rahasia
kecuali ada otorisasi dan hukum yang mengharuskan untuk melakukan hal tersebut.
Praktisi manajemen akuntansi dan manajemen keuangan memiliki tanggung jawab untuk:
Mampu menahan diri dari mengungkapkan informasi rahasia yang diperoleh dalam pekerjaan,
kecuali ada izin dari atasan atau atas dasar kewajiban hukum.
Menginformasikan kepada bawahan mengenai kerahasiaan informasi yang diperoleh, agar dapat
9
menghindari bocornya rahasia perusahaan. Hal ini dilakukan juga untuk menjaga pemeliharaan
kerahasiaan.
Menghindari diri dari mengungkapkan informasi yang diperoleh untuk kepentingan pribadi
maupun kelompok secara ilegal melalui pihak ketiga.
Integritas (Integrity)
Mengharuskan untuk menghindari “conflicts of interest”, menghindari kegiatan yang dapat
menimbulkan prasangka terhadap kemampuan mereka dalam menjunjung etika.
Praktisi manajemen akuntansi dan manajemen keuangan memiliki tanggung jawab untuk:
Menghindari adanya konflik akrual dan menyarankan semua pihak agar terhindar dari potensi
konflik.
Menahan diri dari agar tidak terlibat dalam kegiatan apapun yang akan mengurangi kemampuan
mereka dalam menjalankan tigas secara etis.
Menolak berbagai hadiah, bantuan, atau bentuk sogokan lain yang dapat mempengaruhi tindakan
mereka.
Menahan diri dari aktivitas negati yang dapat menghalangi dalam pencapaian tujuan organisasi.
Mampu mengenali dan mengatasi keterbatasan profesional atau kendala lain yang dapat
menghalagi penilaian tanggung jawab kinerja dari suatu kegiatan.
Mengkomunikasikan informasi yang tidak menguntungkan serta yang menguntungkan dalam
penilaian profesional.
Menahan diri agar tidak terlibat dalam aktivitas apapun yang akan mendiskreditkan profesi.
Objektivitas (Objectifity)
Mengharuskan para akuntan untuk mengkomunikasikan informasi secara wajar dan objektif,
mengungkapan secara penuh (fully disclose) semua informasi relevan yang diharapkan dapat
mempengaruhi pemahaman user terhadap pelaporan, komentar dan rekomendasi yang
ditampilkan.
Praktisi manajemen akuntansi dan manajemen keuangan memiliki tanggung jawab untuk:
Mengkomunikasikan atau menyebarkan informasi yang cukup dan objektif.
10
Mengungkapkan semua informasi relevan yang diharapkan dapat memberikan pemahaman akan
laporan atau rekomendasi yang disampaikan.
Creative Accounting
Istilah creative menggambarkan suatu kemampuan berfikir dan menciptakan ide yang
berbeda daripada yang biasa dilakukan, juga dapat dikatakan mampu berfikir diluar kotak (out-
of-the box). Jaman sekarang diprofesi apapun kita berada senantiasa dituntut untuk
selalucreative. Namun pada saat kita mendengar istilah ‘creative accounting’, seperti sesuatu hal
yang kurang ‘etis’. Beberapa pihak menafsirkan negative, dan berpandangan skeptis serta tidak
menyetujui, namun beberapa melihat dengan pandangan netral tanpa memihak.
Menurut Susiawan (2003) creative accounting adalah aktifitas badan usaha untuk
memanfaatkan teknik dan kebijakan akuntansi guna mendapatkan hasil yang diinginkan, seperti
penyajian nilai laba atau asset yang lebih tinggi atau lebih rendah tergantung motivasi mereka
melakukannya. Menurut Myddelton (2009), akuntan yang dianggap kreatif adalah akuntan yang
dapat menginterpretasikan grey area standar akuntansi untuk mendapatkan manfaat atau
keuntungan dari interpretasi tersebut.
Akuntansi dengan standar yang berlaku, adalah alat yang digunakan manajemen (dengan
bantuan akuntan) untuk menyajikan laporan keuangan. Praktek akuntansi tentunya tidak terlepas
dari kebijakan manajemen dalam memilih metode yang sesuai dan diperbolehkan. Kebijakan dan
metode yang dipilih dipengaruhi oleh kemampuan interpretasi standar akuntansi, dan
kepentingan manajemen sendiri. Standar akuntansi mengharuskan adanya pengungkapan
(dislosure) atas praktek dan kebijakan akuntansi yang dipilih, dan diterapkan. Dalam proses
penyajian laporan keuangan, potensial sekali terjadinya ‘asimetri informasi’ atau aliran informasi
yang tidak seimbang antara penyaji (manajemen) dan penerima informasi (investor dan kreditor).
Dalam hal ini yang memiliki informasi lebih banyak (manajemen) “diduga” potensial
memanfaatkannya informasi yang dimiliki untuk mengambil keuntungan maksimal.
Pelaku “creative accounting” sering juga dipandang sebagai opportunis. Dalam teori
keagenan (agency theory) dijelaskan, adanya kontrak antara pemegang saham (principal) dengan
manajer sebagai pengelola perusahaan (agent), dimana manajer bertanggung jawab
memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham, namun disisi lain manajer juga mempunyai
11
kepentingan pribadi mengoptimalkan kesejahteraan mereka sendiri melalui tercapainya bonus
yang dijanjikan pemegang saham. Beberapa studi empiris tentang prilaku yang memotivasi
individu atau badan usaha melakukan ‘creative accounting’ adalah: Motivasi bonus, motivasi
hutang, motivasi pajak, motivasi penjualan saham, motivasi pergantian direksi serta motivasi
politis.
Berdasarkan hal tersebut maka muncullah pertanyaan: Apakah “creative accounting” atau
“earning management” legal dan etis? Menurut Velasques (2002) salah satu karakteristik utama
standar moral untuk menentukan etis atau tidaknya suatu perbuatan adalah perbuatan tersebut
tidak merugikan orang lain. Cara pandang seseorang dan pengalaman hidup seseoranglah yang
akan berpengaruh terhadap etis tidaknya suatu perbuatan. Sehingga acuan terbaik dari “creative
accounting” atau “earning management” adalah Standar moral dan etika. Namun bagaimana
menilai prilaku manajemen dalam pelaporan keuangan? Pengungkapan atau discolusre yang
memadai adalah sebuah media yang diharuskan standar akuntansi, agar manajemen dapat
menjelaskan kebijakan dan praktek akuntansi yang dipilih.
Dua jenis pengungkapan yang dapat diberikan dalam laporan keuangan yaitu:
Mandatory disclosure (pengungkapan wajib)
Voluntary discolure (pengungkapan sukarela)
Tentunya jika manajemen dapat menggunakan media disclosure ini dalam menjelaskan
kebijakan dan praktek akuntansi yang dilakukan sehingga para pengguna paham dan dapat
menilai motivasi dibelakangnya, dan tidak merasa dirugikan, sehingga kebijakan tersebut dapat
dikatakan legal dan etis.
Whistle Blowing
Whistle blowing merupakan tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang
karyawan untuk membocorkan kecurangan baik yang dilakukan oleh perusahaan atau atasannya
kepada pihak lain. Pihak yang dilaporkan ini bisa saja atasan yang lebih tinggi ataupun
masyarakat luas. Rahasia perusahaan adalah sesuatu yang konfidensial dan memang harus
dirahasiakan, dan pada umumnya tidak menyangkut efek yang merugikan bagi pihak lain, entah
itu masyarakat atau perusahaan lain. Whistle blowing menyangkut kecurangan tertentu yang
12
merugikan perusahaan sendiri maupun pihak lain, apabila dibongkar atau disebarluaskanakan
merugikan perusahaan, paling minimal merusak nama baik perusahaan tersebut.
Whistle blowing dibagi menjadi dua yaitu :
1. Whistle Blowing internal, yaitu kecurangan dilaporkan kepada pimpinan perusahaan
tertinggi, pemimpin yang diberi tahu harus bersikap netral dan bijak, loyalitas moral
bukan tertuju pada orang, lembaga, otoritas, kedudukan, melainkan pada nilai moral:
keadilan, ketulusan, kejujuran, dan dengan demikian bukan karyawan yang harus selalu
loyal dan setia pada pemimpin melainkan sejauh mana pimpinan atau perusahaan
bertindak sesuai moral.
2. Whistle Blowing eksternal, yaitu membocorkan kecurangan perusahaan kepada pihak
luar seperti masyarakat karena kecurangan itu merugikan masyarakat, motivasi utamanya
adalah mencegah kerugian bagi banyak orang, yang perlu diperhatikan adalah langkah
yang tepat sebelum membocorkan kecurangan terebut ke masyarakat, untuk membangun
iklim bisnis yang baik dan etis memang dibutuhkan perangkat legal yang adil dan baik.
2.3.3 ETIKA DALAM AKUNTANSI KEUANGAN
Akuntansi keuangan merupakan bidang akuntansi yang mengkhususkan fungsi dan
aktivitasnya pada kegiatan pengolahan data akuntansi dari suatu perusahaan dan penyusunan
laporan keuangan untuk memenuhi kebutuhan berbagai pihak, yaitu pihak internal dan eksternal.
Oleh karena tujuan akuntansi keuangan adalah menyediakan informasi kepada pihak yang
berkepentingan, maka laporan keuangan harus bersifat umum sehingga dapat diterima oleh
semua pihak yang berkepentingan. Laporan keuangan yang dimaksud harus mampu
menunjukkan keadaan keuangan dan hasil usaha perusahaan.
Laporan keuangan tersebut harus mampu memberikan suatu rangkaian historis informasi
dari sumber-sumber ekonomi, dan kewajiban-kewajiban perusahaan, serta kegiatan-kegiatan
yang mengabaikan perubahan terhadap sumber-sumber ekonomi dan kewajiban-kewajiban
tersebut, yang dinyatakan secara kuantitatif dengan satuan mata uang.
Seorang akuntan keuangan bertanggung jawab untuk:
13
a. Menyusun laporan keuangan dari perusahaan secara integral, sehingga dapat digunakan oleh
pihak internal maupun pihak eksternal perusahaan dalam pengambilan keputusan.
b. Membuat laporan keuangan yang sesuai dengan karakterisitk kualitatif laporan keuangan
yaitu dapat dipahami, relevan, materialitas, keandalan (penyajian yang jujur, substansi
mengungguli bentuk, netralitas, pertimbangan sehat, kelengkapan), dapat diperbandingkan,
kendala informasi yang relevan dan handal (tepat waktu, keseimbangan antara biaya dan
manfaat, keseimbangan di antara karakterisitk kualitatif), serta penyajian yang wajar.
2.3.4 PERILAKU PROFESI AKUNTAN
Etika dalam akuntansi seringkali disebut sebagai suatu hal yang klasik. Hal tersebut
dikarenakan pengguna informasi akuntansi menggunakan informasi yang penting serta membuat
berbagai keputusan. Profesi dalam akuntansi keuangan memegang rasa tanggung jawab yang
tinggi kepada publik. Tindakan akuntansi yang tidak benar, tidak hanya akan merusak bisnis,
tetapi juga merusak auditor perusahaan yang tidak mengungkapkan salah saji. Kode etik yang
kuat dan tingkat kepatuhan terhadap etika dapat menyebabkan kepercayaan investor sehingga
mengarah kepada hal yang kepastian dan merupakan hal yang keamanan bagi para investor.
Para akuntan dan auditor dapat menghindari dilema etika dengan memiliki pemahaman
yang baik tentang pengetahuan etika. Hal tersebut memungkinkan mereka dapat membuat
pilihan yang tepat. Mungkin hal itu tidak berdampak baik bagi perusahaan tetapi dapat
menguntungkan masyarakat yang bergantung pada akuntan atau auditor. Aturan kode etik yang
ada menjadi panutan bagi akuntan dan auditor untuk mempertahankan standar etika dan
memenuhi kewajiban mereka terhadap masyarakat profesi dan organisasi yang mereka layani.
Beberapa bagian kode yang disoroti adalah integritas dan harus jujur dengan transaksi mereka,
objektivitas dan kebebasan dari konflik kepentingan, kebebasan auditor dalam penampilan dan
kenyataan, penerimaan kewajiban dan pengungkapan kerahasiaan informasi non luar,
kompetensi serta memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk melakukan pekerjaannya.
14
2.3.5 KODE ETIK IAI
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi
seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia
usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan
tanggung-jawab profesionalnya.
Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar
profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada
kepentingan publik. Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat empat kebutuhan dasar yang harus
dipenuhi:
• Kredibilitas, masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem informasi.
• Profesionalisme, diperlukan individu yang dengan jelas dapat diidentifikasikan oleh pemakai
jasa Akuntan sebagai profesional di bidang akuntansi.
• Kualitas Jasa, terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh dari akuntan diberikan
dengan standar kinerja tertinggi.
• Kepercayaan, Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa yakin bahwa terdapat kerangka etika
profesional yang melandasi pemberian jasa oleh akuntan.
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian:
1. Prinsip Etika,
2. Aturan Etika, dan
3. Interpretasi Aturan Etika.
Prinsip Etika memberikan kerangka dasar bagi aturan etika, yang mengatur pelaksanaan
pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip etika disahkan oleh Kongres dan berlaku bagi
seluruh anggota, sedangkan aturan etika disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya
mengikat anggota Himpunan yang bersangkutan. Interpretasi Aturan Etika merupakan
interpretasi yang dikeluarkan oleh badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan
tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam
penerapan aturan etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.
Pernyataan Etika Profesi yang berlaku saat ini dapat dipakai sebagai interpretasi dan atau aturan
etika sampai dikeluarkannya aturan dan interpretasi baru untuk menggantikannya.
15
Kepatuhan
Kepatuhan terhadap Kode Etik, seperti juga dengan semua standar dalam masyarakat
terbuka, tergantung terutama sekali pada pemahaman dan tindakan sukarela anggota. Di samping
itu, kepatuhan anggota juga ditentukan oleh adanya pemaksaan oleh sesama anggota dan oleh
opini publik, dan pada akhirnya oleh adanya mekanisme pemrosesan pelanggaran Kode Etik oleh
organisasi, apabila diperlukan, terhadap anggota yang tidak menaatinya.
Jika perlu, anggota juga harus memperhatikan standar etik yang ditetapkan oleh badan
pemerintahan yang mengatur bisnis klien atau menggunakan laporannya untuk mengevaluasi
kepatuhan klien terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Prinsip Etika Profesi
Keanggotaan dalam Ikatan Akuntan Indonesia bersifat sukarela, Dengan menjadi
anggota, seorang akuntan mempunyai kewajiban untuk menjaga disiplin diri di atas dan melebihi
yang disyaratkan oleh hukum clan peraturan. Prinsip Etika Profesi dalam Kode Etik Ikatan
Akuntan Indonesia menyatakan pengakuan profesi akan tanggungjawabnya kepada publik,
pemakai jasa akuntan, dan rekan. Prinsip ini memandu anggota dalam memenuhi tanggung
jawab profesionalnya dan merupakan landasan dasar perilaku etika dan perilaku profesionalnya.
Prinsip ini meminta komitmen untuk berperilaku terhormat, bahkan dengan pengorbanan
keuntungan pribadi. Prinsip-prinsip berikut adalah:
Prinsip Pertama – Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai professional, setiap anggota harus
senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan professional dalam semua kegiatan yang harus
dilakukannya.
Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan
dengan peranan tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa
profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggung jawab untuk bekerja sarna dengan
sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat,
dan menjalankan tanggung-jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua
anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
16
Prinsip Kedua – Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan
kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas
profesionalisme.
Prinsip Ketiga – Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus
memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
Prinsip Keempat – Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitas dan bebas dari benturan kepentingan dalam
pemenuhan kewajiban profesionalnya.
Prinsip Kelima – Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehati-hatian, kompetensi
dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan
ketrampilan professional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau
pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa professional yang kompeten berdasarkan
perkembangan praktik, legislasi, dan teknik yang paling mutakhir.
Prinsip Keenam – Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama
melakukan jasa professional dan tidak boleh memakai atau menggungkapkan informasi tersebut
tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban professional atau hukum untuk
mengungkapkan.
Prinsip Ketujuh – Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan
menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku
yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung
17
jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan
masyarakat umum.
Prinsip Kedelapan – Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa professional yang relevan. Sesuai dengan
keahliannya dan dengan hati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan
penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan
objektivitas. Standar teknis dan standar profesional yang hams ditaati anggota adalah standar
yang dikeluarkan oleh lkatan Akuntan Indonesia, International Federation of Accountants, badan
pengatur, dan peraturan perundang-undangan yang relevan.
Kode Perilaku Profesional
Profesional adalah orang yang memiliki keahlian tertentu dan menggunakan keahlian
yang dimilikinya dan mampu mengemban tugas yang diamanatkan oleh masyarakat.
Dalam istilah umum, tugas yang diharapkan dari seorang professional adalah mempertahankan:
1. Memiliki kompetensi dalam bidang keahlian
2. Objektifitas dalam melakukan pelayanan
3. Integritas dalam menangani klien
4. Konfidensial sehubungan dengan permasalahan klien
5. Disiplin atas anggota yang tidak menjalankan tugas sesuai dengan standar yang diharapkan.
6. Mampu mengemban tugas yang diamanatkan oleh masyarakat.
7. Memiliki moral yang baik.
8. Memiliki kejujuran.
CONTOH KASUS
Sembilan KAP yang Diduga Melakukan Koalisi dengan Kliennya
Jakarta, 19 April 2001 .Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta pihak kepolisian
mengusut sembilan Kantor Akuntan Publik, yang berdasarkan laporan Badan Pengawas
Keuangan dan Pembangunan (BPKP), diduga telah melakukan kolusi dengan pihak bank yang
pernah diauditnya antara tahun 1995-1997. Koordinator ICW Teten Masduki kepada wartawan
18
di Jakarta, Kamis, mengungkapkan, berdasarkan temuan BPKP, sembilan dari sepuluh KAP
yang melakukan audit terhadap sekitar 36 bank bermasalah ternyata tidak melakukan
pemeriksaan sesuai dengan standar audit. Hasil audit tersebut ternyata tidak sesuai dengan
kenyataannya sehingga akibatnya mayoritas bank-bank yang diaudit tersebut termasuk di antara
bank-bank yang dibekukan kegiatan usahanya oleh pemerintah sekitar tahun 1999. Kesembilan
KAP tersebut adalah AI & R, HT & M, H & R, JM & R, PU & R, RY, S & S, SD & R, dan RBT
& R. “Dengan kata lain, kesembilan KAP itu telah menyalahi etika profesi. Kemungkinan ada
kolusi antara kantor akuntan publik dengan bank yang diperiksa untuk memoles laporannya
sehingga memberikan laporan palsu, ini jelas suatu kejahatan,” ujarnya. Karena itu, ICW dalam
waktu dekat akan memberikan laporan kepada pihak kepolisian untuk melakukan pengusutan
mengenai adanya tindak kriminal yang dilakukan kantor akuntan publik dengan pihak
perbankan.
ICW menduga, hasil laporan KAP itu bukan sekadar “human error” atau kesalahan dalam
penulisan laporan keuangan yang tidak disengaja, tetapi kemungkinan ada berbagai
penyimpangan dan pelanggaran yang dicoba ditutupi dengan melakukan rekayasa akuntansi.
Teten juga menyayangkan Dirjen Lembaga Keuangan tidak melakukan tindakan administratif
meskipun pihak BPKP telah menyampaikan laporannya, karena itu kemudian ICW mengambil
inisiatif untuk mengekspos laporan BPKP ini karena kesalahan sembilan KAP itu tidak ringan.
“Kami mencurigai, kesembilan KAP itu telah melanggar standar audit sehingga menghasilkan
laporan yang menyesatkan masyarakat, misalnya mereka memberi laporan bank tersebut sehat
ternyata dalam waktu singkat bangkrut. Ini merugikan masyarakat. Kita mengharapkan ada
tindakan administratif dari Departemen Keuangan misalnya mencabut izin kantor akuntan publik
itu,” tegasnya. Menurut Tetan, ICW juga sudah melaporkan tindakan dari kesembilan KAP
tersebut kepada Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan sekaligus meminta
supaya dilakukan tindakan etis terhadap anggotanya yang melanggar kode etik profesi akuntan.
ANALISIS KASUS
Dalam kasus diatas, akuntan yang bersangkutan banyak melanggar kode etik profesi akuntan.
• Kode etik pertama yang dilanggar yaitu prinsip pertama tentang tanggung jawab profesi.
19
Prinsip tanggung jawab profesi ini mengandung makna bahwa akuntan sebagai pemberi jasa
professional memiliki tanggung jawab kepada semua pemakai jasa mereka termasuk masyarakat
dan juga pemegang saham.Dalam kasus ini, dengan menerbitkan laporan palsu, maka akuntan
telah menyalahi kepercayaan yang diberikan masyarakat kepada mereka selaku orang yang
dianggap dapat dipercaya dalam penyajian laporan keuangan.
• Kode etik kedua yang dilanggar yaitu prinsip kepentingan publik.
Prinsip kepentingan publik adalah setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam
kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan
komitmen atas profesionalisme.Dalam kasus ini, para akuntan dianggap telah menghianati
kepercayaan publik dengan penyajian laporan keuangan yang direkayasa.
• Kode etik yang ketiga yang dilanggar yaitu prinsip integritas.
Prinsip integritas yaitu untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota
harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya, dengan integritas setinggi mungkin.Dalam
kasus ini, sembilan KAP tersebut tidak bersikap jujur dan berterus terang kepada masyarakat
umum dengan melakukan koalisi dengan kliennya.
• Kode etik keempat yang dilanggar yaitu prinsip objektifitas.
Prinsip objektifitas yaitu setiap anggota harus menjaga obyektifitasnya dan bebas dari benturan
kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.Dalam kasus ini, sembilan KAP
dianggap tidak objektif dalam menjalankan tugas. Mereka telah bertindak berat sebelah yaitu,
mengutamakan kepentingan klien dan mereka tidak dapat memberikan penilaian yang adil, tidak
memihak, serta bebas dari benturan kepingan pihak lain.
20
BAB III
PENUTUP
1. Etika terbagi menjadi tiga bagian utama, yaitu sebagai berikut:
- Meta-etika (studi konsep etika), sebagai suatu jalan menuju konsepsi atas benar atau
tidaknya suatu tindakan atau peristiwa.
- Etika normatif (studi penentuan nilai etika), etika yang menetapkan berbagai
sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki oleh manusia atau apa yang
seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini.
- Etika terapan (studi penggunaan nilai-nilai etika), memberi pemahaman tentang
spektrum bidang terapan etika sekaligus menunjukkan bahwa etika merupakan
pengetahuan praktis.
2. Kajian moral berkaitan dengan peraturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan anggota
kelompok atau anggota suatu budaya serta peraturan perilaku yang menentukan pola
perilaku yang diharapkan dari seluruh anggota kelompok.
21