pengaruh pemahaman pancasila sebagai …/pengaruh...pengaruh pemahaman pancasila sebagai pandangan...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
PENGARUH PEMAHAMAN PANCASILA SEBAGAI PANDANGAN HIDUP
BANGSA TERHADAP KESADARAN MORAL PADA REMAJA
DI DESA KARANGLO KECAMATAN POLANHARJO
KABUPATEN KLATEN
TAHUN 2011
Oleh :
EKA SETYANINGSIH
X 6406019
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PENGARUH PEMAHAMAN PANCASILA SEBAGAI PANDANGAN HIDUP
BANGSA TERHADAP KESADARAN MORAL PADA REMAJA
DI DESA KARANGLO KECAMATAN POLANHARJO
KABUPATEN KLATEN
TAHUN 2011
Oleh :
EKA SETYANINGSIH
X 6406019
SKRIPSI
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan
gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan Jurusan Pendidikan
Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Pembimbing I
Winarno, S. Pd, M. Si
NIP. 19710813 199720 1 001
Pembimbing II
Drs. Suyatno, M. Pd
NIP. 19470312 198003 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima
untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Hari :
Tanggal :
Tim Penguji Skripsi
Nama terang Tanda tangan
Ketua : Dr. Triyanto, SH, M. Hum (………………..)
Sekretaris : Moh. Muchtarom, S. Ag, M. SI (………………..)
Anggota I : Winarno, S. Pd, M. Si (………………..)
Anggota II : Drs. Suyatno, M. Pd (………………..)
Disahkan oleh :
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Dekan.
Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd.
NIP. 19600727 198702 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
Eka Setyaningsih. PENGARUH PEMAHAMAN PANCASILA SEBAGAI PANDANGAN HIDUP BANGSA TERHADAP KESADARAN MORAL PADA REMAJA DI DESA KARANGLO KECAMATAN POLANHARJO KABUPATEN KLATEN TAHUN 2011. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Agustus 2011.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa terhadap kesadaran moral remaja di desa Karanglo Kabupaten Klaten Tahun 2011. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Populasi adalah seluruh remaja di desa Karanglo kecamatan Polanharjo, sejumlah 315 remaja. Sampel diambil dengan proportional random sampling sejumlah 63 remaja. Teknik pengumpulan data variabel pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa menggunakan tes dan kesadaran moral menggunakan angket. Teknik analisis data dengan analisis regresi sederhana. Uji persyaratan analisis dalam penelitian ini menggunakan uji normalitas dan uji linieritas.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa berpengaruh terhadap kesadaran moral remaja di desa Karanglo Kecamatan Polanharjo Kabupaten Klaten. Terbukti dengan hasil rhitung = 0,319. Hasil perhitungan kemudian dikonsultasikan dengan rtabel (N = 63) untuk taraf signifikansi = 5% diperoleh 0,245. Karena rhitung = 0,319 > rtabel = 0,245 maka Ho ditolak dan Ha diterima jadi dapat ditarik kesimpulan pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa berpengaruh positif terhadap kesadaran moral. Sedangkan harga thitung=2,632 dan pada taraf signifikansi 5% dengan N=63 diperoleh ttabel=2,00, karena thitung > ttabel yaitu 2,632 > 2,00 maka koefisien korelasi antara variabel X dengan Y signifikan atau berarti. Besarnya pengaruh pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa terhadap kesadaran moral adalah 10,2% dan sisanya 89,8% dipengaruhi faktor lain. Untuk memprediksi tinggi rendahnya kesadaran moral jika pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa diubah-ubah maka dapat menggunakan persamaan regresi y = 67.4533 + 0.3050 X
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRACT
Eka Setyaningsih. THE EFFECT OF KNOWLEDGE ON PANCASILA AS THE NATIONAL IDEOLOGY ON THE MORAL AWARENESS IN THE TEENAGERS OF KARANGLO VILLAGE OF POLANHARJO SUBDISTRICT OF KLATEN REGENCY OF 2011. Thesis. Surakarta. Teacher Training and Education Faculty of Sebelas Maret University. June. 2011.
The objective of research is to find out whether or not there is an effect of Knowledge on Pancasila as the National Ideology on the Teenagers’ moral awareness in the of Karanglo Village of Polanharjo Subdistrict of Klaten Regency of 2011.
This research employed a descriptive quantitative method. The population was all teenagers in Karanglo Village of Polanharjo Subdistrict consisting of 315 teenagers. The sample was taken using proportional random sampling, consisting of 63 teenagers. Technique of collecting data used for the knowledge on Pancasila as the National Ideology was test and for moral awareness was questionnaire. Technique of analyzing data used was a simple regression analysis. The analysis prerequisite test in this research employer normality and linearity tests.
Considering the result of research, it can be concluded that: Knowledge on Pancasila as national ideology affects the teenagers’ moral awareness Karanglo Village of Polanharjo Subdistrict of Klaten Regency. It can be seen from the result of rstatistic = 0.319. The result of calculation was then consulted with the rtable (N = 63) at significance level = 5%, yielded 0.245. Because rstatistic = 0.319 > rtable (0.245), Ho is not supported and Ha is supported, so that it can be concluded that the knowledge on Pancasila as the National Ideology affects positively the moral awareness. Meanwhile the tstatistic = 2.632 and at significance level 5% with N = 63, it is obtained ttable = 2.00, because tstatistic > t table of 2.632 > 2.00, therefore the correlation coefficient between variable X and Y is significant. The size of effect of Knowledge on Pancasila as the national ideology on moral awareness is 10.2% and the rest of 89.8% is affected by other factor. To predict the level of moral awareness if the national ideology is changed, the regression equation y = 67.4533 + 0.3050 X is used.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
MOTTO
Aristoteles mengajarkan, manusia tidak menjadi bermoral dan bijak dengan
sendirinya. Kalaupun akhirnya mereka bermoral dan bijak, itu berkat usaha
sepanjang hidup yang dilakukan mereka sendiri dan masyarakat.
(-Jon Moline)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Karya ini dipersembahkan kepada :
� Bapak dan Ibu tercinta yang telah memberikan
segalanya, semoga Allah SWT memberikan
kebaikan dan kemuliaan di dunia dan akhirat
� Adik Agung tersayang yang selalu membantu
kakak
� Arief Hidayat tersayang yang selalu memberikan
semangat dan motivasi
� Sahabat-sahabat: Nana, Intan, Aseh, Arum, Maya,
Elisa, Rini
� Teman-teman PPKn angkatan 2006
� Almamater
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan berkah-Nya skripsi ini akhirnya dapat diselesaikan, untuk memenuhi
sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian
penulisan skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan-
kesulitan yang timbul dapat teratasi. Untuk itu atas segala bentuk bantuannya,
disampaikan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatulah, M.Pd, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan ijin
penelitian guna menyusun skripsi ini
2. Prof. Dr. rer. nat. Sajidan, M.Si, Pembantu Dekan 1 Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan ijin
penelitian guna menyusun skripsi ini
3. Drs. Amir Fuady, M.Hum, Pembantu Dekan III Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan ijin
penelitian guna menyusun skripsi ini.
4. Drs. Saiful Bachri, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FKIP UNS Surakarta, yang telah memberikan ijin penyusunan skripsi
5. Dr. Sri Haryati, M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan FKIP UNS yang telah memberikan ijin untuk menyusun
skripsi
6. Winarno, S.Pd, M.Si, Pembimbing I yang dengan sabar telah memberikan
pengarahan, bimbingan dan motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan
7. Drs. Suyatno, M.Pd, Pembimbing II yang dengan sabar telah memberikan
bimbingan, pengarahan dan dorongan selama penulis menyelesaikan skripsi ini
8. Moh. Hendri Nuryadi, S.Pd, Pembimbing Akademik yang telah memberikan
bimbingan serta pengarahan
9. Yudi Kusnandar, S.E, Kepala Desa Karanglo yang telah memberikan ijin Try
Out/ Reseacrh di Desa Karanglo Kec. Polanharjo Kab. Klaten
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
10. Segenap Bapak/ Ibu dosen Program Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan, sehingga penulis mampu
menyelesaikan penulisan skripsi ini
11. Berbagai pihak yang telah membantu penulis demi lancarnya penulisan skripsi
ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penyusunan skripsi ini telah berusaha semaksimal mungkin, namun penulis
menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan karena keterbatasan penulis.
Dengan segala rendah hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk menyempurnakan skripsi ini.
Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan dan juga dunia pragmatika.
Surakarta, Juli 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
JUDUL ........................................................................................... i
PENGAJUAN ........................................................................................... ii
PERSETUJUAN ........................................................................................... iii
PENGESAHAN ........................................................................................... iv
ABSTRAK ........................................................................................... v
ABSTRACT ........................................................................................... vi
MOTTO ........................................................................................... vii
PERSEMBAHAN ........................................................................................... viii
KATA PENGANTAR .................................................................................... ix
DAFTAR ISI ........................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xv
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................... .. 1
B. Identifikasi Masalah ......................................................................... 7
C. Pembatasan Masalah ........................................................................ 7
D. Perumusan Masalah.......................................................................... 7
E. Tujuan Penelitian.............................................................................. 8
F. Manfaat Penelitian............................................................................ 8
BAB II. LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka ............................................................................... 9
1. Tinjauan tentang Pemahaman Pancasila Sebagai Pandangan
Hidup Bangsa ............................................................................. 9
a. Pengertian Pemahaman ......................................................... 9
b. Pengertian Pancasila .............................................................. 9
c. Pengertian Pandangan Hidup Bangsa ................................... 16
d. Definisi Konseptual Pemahaman Pancasila Sebagai
Pandangan Hidup Bangsa ..................................................... 18
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
e. Definisi Operasional Pemahaman Pancasila Sebagai
Pandangan Hidup Bangsa .................................................... 19
2. Tinjauan tentang Kesadaran Moral .......................................... 19
a. Pengertian Kesadaran ......................................................... 19
b. Pengertian Moral ................................................................. 22
c. Pengertian Kesadaran Moral ............................................... 32
d. Teori Kesadaran Moral ........................................................ 35
e. Definisi Konseptual Kesadaran Moral ................................. 40
f. Definisi Operasional Kesadaran Moral ............................... 40
3. Pengaruh Pemahaman Pancasila Sebagai Pandangan Hidup
Bangsa Terhadap Kesadaran Moral ......................................... 40
B. Kerangka Berfikir ............................................................................ 42
C. Hipotesis .......................................................................................... 43
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................... 44
B. Metode Penelitian ............................................................................. 45
C. Populasi dan Sampel ........................................................................ 46
D. Teknik Pengumpulan Data ............................................................... 49
E. Teknik Analisis Data ........................................................................ 61
BAB IV. HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data ........................................................................... 66
B. Pengujian Persyaratan Analisis ................................................. 69
C. Pengujian Hipotesis ................................................................... 70
D. Pembahasan Hasil Analisis Data ............................................... 73
BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................... 77
B. Implikasi .................................................................................... 77
C. Saran ......................................................................................... 78
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 79
LAMPIRAN .............................................................................................. 83
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Jadwal Kegiatan Penelitian ......................................................... 44
Tabel 2 Jumlah Sampel Setiap Kelas ....................................................... 49
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Pemahaman Pancasila Sebagai Pandangan
Hidup Bangsa (X) ....................................................................... 67
Tabel 4 Distribusi Frekuensi Kesadaran Moral (Y) ................................. 68
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Skema Kerangka Berfikir ......................................................... 42
Gambar 2 Histogram Pemahaman Pancasila Sebagai Pandangan Hidup
Bangsa (X) ................................................................................ 67
Gambar 3 Histogram Kesadaran Moral (Y) .............................................. 69
Gambar 4 Persamaan Garis Regresi Pemahaman Pancasila Sebagai
Pandangan Hidup Bangsa Terhadap Kesadaran Moral ............ 72
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Daftar Sampel.......................................................................... 83
Lampiran 2 Daftar Remaja Try Out ............................................................. 84
Lampiran 3 Kisi-Kisi Ujicoba Tes Pemahaman Pancasila Sebagai
Pandangan Hidup Bangsa ....................................................... 85
Lampiran 4 Lembar Ujicoba Tes Pemahaman Pancasila Sebagai
Pandangan Hidup Bangsa ........................................................ 86
Lampiran 5 Uji Validitas, Reliabilitas, Daya Beda dan Indeks
Kesukaran Pemahaman Pancasila Sebagai Pandangan
Hidup Bangsa ........................................................................... 93
Lampiran 6 Kisi-Kisi Penelitian Tes Pemahaman Pancasila Sebagai
Pandangan Hidup Bangsa ........................................................ 95
Lampiran 7 Lembar Penelitan Tes Pemahaman Pancasila Sebagai
Pandangan Hidup Bangsa ........................................................ 96
Lampiran 8 Contoh Perhitungan Uji Validitas Tes ................................... 103
Lampiran 9 Contoh Penghitungan Uji Reliabilitas Tes ............................. 105
Lampiran 10 Contoh Penghitungan Indeks Kesukaran ................................. 106
Lampiran 11 Contoh Penghitungan Daya Beda ............................................ 107
Lampiran 12 Kisi-Kisi Ujicoba Angket Kesadaran Moral ............................ 108
Lampiran 13 Lembar Ujicoba Angket Kesadaran Moral .............................. 109
Lampiran 14 Uji Validitas dan Reliabilitas Angket Kesadaran Moral .......... 114
Lampiran 15 Kisi-Kisi Penelitian Angket Kesadaran Moral ......................... 116
Lampiran 16 Lembar Penelitian Angket Kesadaran Moral ........................... 117
Lampiran 17 Contoh Penghitungan Uji Validitas Angket ............................. 121
Lampiran 18 Contoh Penghitungan Reliabilitas Angket ............................... 123
Lampiran 19 Rekapitulasi Data ..................................................................... 125
Lampiran 20 Uji Normalitas Pemahaman Pancasila Sebagai Pandangan
Hidup Bangsa ........................................................................... 126
Lampiran 21 Uji Normalitas Kesadaran Moral ............................................. 128
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
Lampiran 22 Uji Linieritas Variabel X Terhadap Y ...................................... 131
Lampiran 23 Uji Korelasi Variabel X terhadap Y ......................................... 136
Lampiran 24 Penghitungan Uji Keberartian Koefisien Korelasi ................... 137
Lampiran 25 Penghitungan Koefisien Determinasi ....................................... 138
Lampiran 26 Penghitungan Persamaan Garis Regresi Variabel X terhadap
Variabel Y ................................................................................ 139
Lampiran 27 Tabel Nilai-Nilai r Product Moment ........................................ 140
Lampiran 28 Tabel Distribusi t ...................................................................... 141
Lampiran 29 Tabel Nilai Kritik Uji Liliefors ................................................ 142
Lampiran 30 Tabel Distribusi F ..................................................................... 143
Lampiran 31 Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi Kepada Dekan
FKIP UNS ................................................................................ 145
Lampiran 32 Surat Keputusan Dekan FKIP UNS Tentang Penyusunan
Skripsi ...................................................................................... 146
Lampiran 33 Surat Permohonan Ijin Try Out/ Research Kepada Rektor
UNS .......................................................................................... 147
Lampiran 34 Surat Permohonan Ijin Try Out/ Research Kepada Kepala
Desa Karanglo .......................................................................... 148
Lampiran 35 Permohonan Surat Pengantar Ijin Penelitian Kepada Bupati
Kabupaten Klaten ..................................................................... 149
Lampiran 36 Surat Rekomendasi Research/ Survey dari Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Klaten ........... 150
Lampiran 37 Surat Keterangan Telah Melakukan Try Out/ Research dari
Desa Karanglo Kec. Polanharjo Kab. Klaten ........................... 151
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap bangsa di mana pun pasti selalu mempunyai pedoman sikap hidup
yang dijadikan acuan di dalam hidup bermasyarakat. Demikian juga dengan
bangsa Indonesia. Bagi bangsa Indonesia, sikap hidup yang diyakini
kebenarannya tersebut bernama Pancasila. Nilai-nilai yang terkandung di dalam
sila-sila Pancasila tersebut berasal dari budaya masyarakat bangsa Indonesia
sendiri. Oleh karena itu, Pancasila sebagai inti dari nilai-nilai budaya Indonesia
maka Pancasila dapat disebut sebagai cita-cita moral bangsa Indonesia. Cita-cita
moral inilah yang kemudian memberikan pedoman, pegangan atau kekuatan
rohaniah kepada bangsa Indonesia di dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Pancasila di samping merupakan cita-cita moral bagi bangsa Indonesia,
juga sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia. Pancasila sebagaimana termuat
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah hasil kesepakatan bersama
bangsa Indonesia yang pada waktu itu diwakili oleh PPKI. Oleh karena Pancasila
merupakan kesepakatan bersama seluruh masyarakat Indonesia maka Pancasila
sudah seharusnya dihormati dan dijunjung tinggi.
Negara kebangsaan Indonesia terbentuk atas perjuangan rakyat Indonesia
dan upaya besar founding fathers, tanpa kenal lelah keluar masuk penjara
memantapkan rasa kebangsaan Indonesia dan berjuang demi terwujudnya Negara
yang merdeka. Tanggal 17 Agustus 1945 atas berkat rahmat Allah Yang Maha
Esa, rakyat Indonesia menyatakan kemerdekaan. Sejarah telah mengungkapkan
bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, yang memberi kekuatan
hidup kepada bangsa Indonesia serta membimbingnya dalam mengejar kehidupan
lahir batin yang makin baik, di dalam masyarakat Indonesia yang adil dan
makmur. Bahwasanya Pancasila yang telah diterima dan ditetapkan sebagai dasar
negara seperti tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
merupakan kepribadian dan pandangan hidup bangsa, yang telah diuji kebenaran,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
kemampuan dan kesaktiannya, sehingga tak ada satu kekuatan manapun juga yang
mampu memisahkan Pancasila dari kehidupan bangsa Indonesia.
Menyadari bahwa untuk kelestarian kemampuan dan kesaktian Pancasila
itu, perlu diusahakan secara nyata dan terus menerus penghayatan dan
pengamalan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya oleh setiap warga
negara Indonesia, setiap penyelenggara negara serta setiap lembaga kenegaraan
dan lembaga kemasyarakatan, baik di pusat maupun di daerah.
Menurut Oppenheim-Lauterpacht (2010) mengatakan syarat terbentuknya
negara adalah unsur pembentuk negara atau konstitutif yaitu wilayah, rakyat,
pemerintah yang berdaulat. Sedangkan unsur deklaratif yaitu pengakuan oleh
negara lain. (http://princegryffindor.blogspot.com/2010/10/syarat-syarat-
terbentuknya-negara.html). Sedangkan menurut pendapat Soehino (2001: 7)
mengatakan bahwa : ”syarat terbentuknya negara antara lain: adanya daerah, ada
rakyatnya dan adanya pemerintah yang berdaulat”.
Melalui momentum proklamasi kemerdekaan syarat tersebut sudah dapat
terpenuhi. Dapat dikatakan, Indonesia menjadi negara yang merdeka dan
selanjutnya untuk mewujudkan pemerintah yang formal, Indonesia memerlukan
suatu konstitusi. Sementara itu Sri Soemantri sebagaimana dikutip Azra (2003:
90) berpendapat bahwa “konstitusi adalah suatu naskah yang memuat suatu
bangunan negara dan sendi-sendi sistem pemerintahan negara”. Berdasarkan
pengertian tersebut dapat disimpulkan, bahwa konstitusi memuat aturan-aturan
pokok mengenai sendi-sendi yang diperlukan untuk berdirinya sebuah negara.
Pada tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno berpidato di depan BPUPKI
menyampaikan gagasannya tentang dasar negara Indonesia Merdeka yang
dinamakan Pancasila. Dan tepat pada tanggal 18 Agustus 1945 UUD 1945
ditetapkan sebagai konstitusi tertulis Indonesia. UUD 1945 memuat mengenai
prinsip dasar Negara Indonesia, salah satunya mengenai Pancasila sebagai dasar
negara yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alinea 4. Pancasila
merupakan sublimasi nilai-nilai budaya yang menyatukan masyarakat Indonesia
yang beragam suku, ras, bahasa, agama, pulau, menjadi bangsa yang satu. Nilai-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
nilai yang terkandung di dalam Pancasila merupakan jiwa kepribadian, dan
pandangan hidup masyarakat di wilayah nusantara sejak dahulu.
Menurut pendapat Darmodiharjo dkk (1988: 16) bahwa : “Pancasila
sebagai pandangan hidup bangsa adalah Pancasila digunakan sebagai penunjuk
arah semua kegiatan atau aktivitas hidup dan kehidupan didalam segala bidang”.
Jadi semua tingkah laku dan tindak atau perbuatan setiap manusia Indonesia harus
dijiwai dan merupakan pancaran dari semua sila Pancasila.
Sejarah telah membuktikan bahwa nilai materiil Pancasila merupakan
sumber kekuatan bagi perjuangan bangsa Indonesia. Nilai-nilai Pancasila
merupakan pengikat sekaligus pendorong dalam usaha menegakkan dan
memperjuangkan kemerdekaan. Uraian tersebut memberikan bukti bahwa nilai-
nilai materiil Pancasila sesuai dengan kepribadian dan keinginan Bangsa
Indonesia.
Bagi Bangsa Indonesia dalam upaya untuk meningkatkan perilaku moral
secara optimal, salah satu langkah untuk membentuk sumber daya manusia yang
berkualitas adalah melalui pendidikan. Menurut Kevin Carmady and Zane Berge
(2005: 3) “Education can be defined as an activity undertaken or initatied to effect
changes in knowledge, skill, and attitude of individuals, groups, and
communities”. Artinya pendidikan itu dapat didefinisikan sebagai kegiatan yang
dilakukan untuk memperoleh perubahan dalam pengetahuan, keterampilan, dan
sikap dari individu , kelompok, dan komunitas. Dengan demikian, melalui
pendidikan manusia dapat menambah pengetahuan dan keterampilannya yang
dapat berguna untuk membantu pelaksanaan pembangunan.
Oleh karena itu, pemerintah berupaya membangun sektor pendidikan
secara terencana, terarah dan bertahap serta terpadu dengan keseluruhan
pembangunan kehidupan bangsa baik ekonomi ilmu pengetahuan dan teknologi,
sosial maupun budaya. Menurut Robert A. Wilkins (1989) “ Education is very
influential on the development of a country in all aspect, bith on economic, social,
political, cultural, defense security, technology anda others aspect”. Artinya
bahwa pendidikan sangat berpengaruh terhadap perkembangan suatu negara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
dalam segala aspek, baik ekonomi, sosial, politik, budaya, pertahanan keamanan,
tekhnologi dan aspek lainnya.
Pesatnya pembangunan dan masuknya era globalisasi membawa dampak
yang harus dihadapi Bangsa Indonesia, baik dampak positif maupun yang bersifat
negatif. Salah satu dampak negatif globalisasi adalah memberikan konsekuensi
masuknya dan meleburnya budaya asing pada budaya Indonesia, padahal budaya
tersebut belum tentu sesuai dengan jati diri Bangsa Indonesia. Dan dampak positif
globalisasi adalah adanya globalisasi dalam budaya menyebabkan pergeseran nilai
dan sikap seseorang yang irasional menjadi rasional. (http://m.cybermq_Affandi
Kusuma.com/2010/05/dampak-globalisasi.html).
Dengan masuknya era globalisasi semacam ini, remaja menjadi objek yang
paling rawan sebagai tempat perkembangan globalisasi dan pengaruh globalisasi
terhadap remaja yang begitu kuat membuat banyak remaja kehilangan kepribadian
diri sehingga kesadaran moral dalam diri remaja menjadi hilang.
Tidak dapat dipungkiri bahwa remaja membutuhkan pembinaan moral,
sikap dan perilaku agar nantinya tidak terseret arus yang menyesatkan perbuatan
remaja. Dengan menanamkan nilai-nilai Pancasila dalam diri remaja diharapkan
remaja nantinya dapat bersikap dan berperilaku yang bermoral, tidak hanya
mengetahui norma-norma yang ada dalam masyarakat, tetapi juga pelaksanaannya
dalam kehidupan sehari-hari dan bertindak sadar akan moral. Dengan penanaman
nilai-nilai Pancasila tersebut dapat membekali remaja dengan moral baik, dapat
dikatakan seorang individu yang tingkah lakunya menaati kaidah-kaidah yang
berlaku disebut baik secara moral dan jika tidak disebut jelek secara moral.
Kenyataan yang terjadi di lapangan masih ditemukan adanya remaja yang
melanggar nilai-nilai moral seperti perilaku-perilaku penyimpangan yakni
banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh para remaja di Desa Karanglo seperti
bermain kartu di posko dusun (berjudi), minum-minuman keras, mencuri, tawuran
antar dusun dan berkelahi. Kemudian data dari Polsek Polanharjo yang
menunjukkan tingkat kenakalan remaja yang kebanyakan disebabkan karena
tindak pencurian. Yaitu pada tahun 2008 sampai 2009 terdapat kurang lebih 14
kasus yang dilakukan oleh para remaja terutama disebabkan karena tindak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
pencurian. Dikarenakan dalam hal ini kesadaran moral remaja masih rendah.
Sesungguhnya dengan pemahaman Pancasila yang diberikan kepada remaja harus
cukup sehingga mampu membekali remaja dalam melakukan perbuatan moral tapi
kenyataannya kesadaran moral remaja di Desa Karanglo masih rendah yang dapat
dilihat dari penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh remaja di Desa
Karanglo tersebut. Seharusnya dengan penanaman nilai-nilai Pancasila yang
diberikan kepada remaja, remaja memiliki kesadaran tentang moral sehingga
dapat membuat remaja sadar akan perbuatan moralnya. Kesadaran akan moral dari
para remaja sangat diperlukan demi terciptanya kehidupan yang aman, damai dan
tenteram.
Sesuai dengan pendapat Winarno (2006: 9)bahwa “kesadaran moral adalah
kesadaran dalam diri manusia bahwa tindakannya itu didasarkan atas rasa wajib,
suka rela tanpa paksaan dan keluar dari pribadinya”.
Pendapat lain diungkapkan oleh Wizanies (2007) bahwa kesadaran moral
adalah “perasaan wajib atau keharusan untuk melakukan tindakan yang
bermoral”.(http/wizanies.blogspot.com/2007/08/akhlak-etika-moral.html).
Menurut Taufik Abdullah dan A. C. Van Der Leeden (1986: 156) bahwa
”bertindak secara moral berarti menaati suatu norma”. Seperti diketahui bahwa
nilai, norma, dan moral merupakan satu kesatuan yang utuh dalam kaitannya
dengan upaya perwujudan nilai kemanusiaan, nilai merupakan landasan dari
norma, selanjutnya norma menjadi dasar penuntun dari moralitas manusia yaitu
sikap dan perbuatan yang baik.
Nilai, norma dan moral merupakan satu kesatuan yang utuh dalam
kaitannya dengan upaya perwujudan nilai kemanusiaan, serta dalam hubungan
antar umat manusia. Nilai merupakan landasan dari norma, selanjutnya norma
menjadi dasar penuntun dari moral atau sikap dan perbuatan yang baik.
(Muhson,2002,http://journal.um.ac.id/index.php/ppkn/article/view/1716).
Terjadinya perilaku menyimpang remaja serta lunturnya rasa hormat
generasi muda terhadap generasi tua, merupakan indikasi menurunnya
pemahaman dan pengalaman nilai-nilai budaya yang terumuskan menjadi
Pancasila. Menyimak kondisi demikian, tidaklah bijaksana menumpukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
kesalahan pada pemerintah ataupun pihak-pihak terkait. Lebih bijaksana jika
terlebih dahulu mengkaji kondisi remaja dan problematika di dalamnya.
Remaja sebetulnya dapat dikatakan tidak memiliki tempat yang jelas,
mereka tidak termasuk dalam golongan anak-anak dan belum dapat diterima ke
dalam golongan orang dewasa. Remaja berada di antara anak dan orang dewasa.
Piaget sebagaimana dikutip oleh Ali dan Mohammad (2004: 9) menjelaskan
bahwa “Remaja adalah suatu usia dimana individu menjadi terintegrasi kedalam
masyarakat dewasa, suatu usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada
dibawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama, atau paling tidak
sejajar”. Masa remaja ini merupakan masa pencarian jati diri, pada masa itu para
remaja dituntut untuk memiliki rasa percaya diri.
Penanaman kesadaran moral pada hakekatnya merupakan penanaman
nilai-nilai Pancasila, karenanya perlu diberikan pada remaja sebagai warga negara.
Menurut Willis (1981: 83) “Pembinaan mental ideologi Pancasila dimaksudkan
agar anak -anak nakal atau menyimpang itu memahami sila-sila dari idiologi
negara kita yakni Pancasila. Dan mengusahakan agar dapat melatih kebiasaan
hidup berpancasila di lingkungan mereka”.
Menurut Shigeo Nishimura (1995) “Pancasila, in its realization, may not
contradict the norms of religion, law, ethics and morals. Pancasila is a
crystallization and essence of Indonesian identity: culture, religion, ethics and
morals, democracy and social”. (http://jsse.org.com/The-Development-of-
Pancasila-Moral-Education-in-Indonesia.html). Artinya Pancasila dalam
realisasinya, tidak mungkin bertentangan dengan norma-norma agama, hukum,
etika dan moral. Pancasila merupakan suatu kristalisasi dan esensi dari identitas
Indonesia: budaya, agama, etika dan moral, demokrasi dan sosial.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah dan identifikasi masalah di
atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang pengaruh
pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa terhadap kesadaran moral
pada remaja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan maka peneliti
dapat mengidentifikasikan permasalahan yang terkait sebagai berikut:
1. Kesadaran moral remaja rendah dengan ditemukan adanya remaja yang
melanggar nilai-nilai moral seperti perilaku-perilaku penyimpangan yakni
banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh para remaja di Desa Karanglo
seperti bermain kartu di posko dusun (berjudi), minum-minuman keras,
mencuri, tawuran antar dusun dan berkelahi.
2. Masih kurangnya pemahaman mengenai nilai-nilai Pancasila yang dimiliki
remaja.
3. Rendahnya pemahaman nilai-nilai Pancasila diasumsikan berkaitan dengan
rendahnya kesadaran moral remaja.
4. Kurangnya pengetahuan pada remaja tentang pengamalan nilai-nilai luhur
yang terkandung dalam Pancasila.
5. Derasnya arus globalisasi memungkinkan pengaruh negatif terhadap moral
dan perilaku remaja.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan memperhatikan permasalahan yang
ada, selanjutnya akan dilakukan pembatasan masalah agar lebih terfokus sehingga
apa yang diteliti lebih jelas dan kesalahpahaman dapat dihindari.maka peneliti
membatasi masalah yaitu: Rendahnya pemahaman nilai-nilai Pancasila yang
diasumsikan berkaitan dengan rendahnya kesadaran moral remaja.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi dan pembatasan masalah maka
dapat dirumuskan permasalahan penelitian ini sebagai berikut: “Adakah pengaruh
positif dan signifikan dari pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa
terhadap kesadaran moral pada remaja di Desa Karanglo Kecamatan Polanharjo
Kabupaten Klaten Tahun 2011 ?”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang berfungsi sebagai acuan pokok mengkaji masalah yang akan
diteliti sehingga dapat dikerjakan secara terpusat dan terarah, baik dalam mencari
data sampai pada langkah pemecahan masalahnya. Tujuan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh dari pemahaman Pancasila
sebagai pandangan hidup bangsa terhadap kesadaran moral pada remaja di desa
Karanglo kecamatan Polanharjo kabupaten Klaten Tahun 2011.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat baik secara
teoritir maupun secara praktis :
1. Manfaat Teoritis
a. Sebagai suatu karya ilmiah, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi bagi perkembangan konsep keilmuan mengenai pengaruh
pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa terhadap kesadaran
moral pada remaja.
b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pedoman untuk kegiatan
penelitian yang sejenis pada waktu mendatang.
2. Manfaat Praktis
a. Menyebarluaskan informasi mengenai pentingnya pengaruh pemahaman
Pancasila sebagai pandangan hidup terhadap kesadaran moral pada remaja
secara optimal.
b. Sebagai calon pendidik mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan,
pengalaman selama mengadakan penelitian ini dapat ditrasformasikan pada
peserta didik pada khususnya, serta bagi masyarakat luas pada umumnya.
c. Sebagai acuan bagi calon pendidik untuk memperhatikan kemampuan belajar
anak didiknya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Pemahaman Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa
a. Pengertian Pemahaman
Pemahaman berasal dari kata ”paham” yang artinya mengerti benar dalam
suatu hal. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia DEPDIKBUD (1991: 714)
“Pemahaman adalah proses, perbuatan, cara memahami atau memahamkan”.
Definisi lain dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto (2002: 134)
mengatakan bahwa,” Pemahaman adalah mempertahankan, memperluas,
menyimpulkan, menggeneralisasi, memberi contoh, menuliskan kembali,
memperkirakan”. Dengan pemahaman diharapkan seseorang dapat membuktikan
bahwa ia memahami hubungan yang sederhana diantara fakta dan konsep dari
suatu bahan yang telah dipelajarinya.
Kemudian pengertian pemahaman menurut Benyamin S Bloom yang
dikutip oleh Sumadi Suryabrata (1998: 47) mengemukakan bahwa, ”Pemahaman
adalah kemampuan untuk menangkap arti dari suatu bahan yang telah terlihat
antara lain dalam kemampuan seseorang menafsirkan, informasi, meramalkan
akibat suatu peristiwa dan kemampuan lain sejenisnya”.
Berdasarkan uraian para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
pemahaman adalah kemampuan untuk menangkap arti dari sesuatu pendapat yang
telah dipelajari yang terlibat antara lain dalam kemampuan seseorang, menafsirkan
informasi, meramalkan akibat satu peristiwa dan kemampuan sejenis.
b. Pengertian Pancasila
1) Pancasila Dari Segi Etimologi
Pengertian Pancasila secara etimologi menurut Effendi (1993: 2)
mengatakan bahwa:
Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta dari India (bahasa kasta Brahmana) yang berasal dari kata Panca berarti lima dan Sila atau Syila berarti batu sendi yang lima jumlahnya. Atau Panca berarti lima dan Sila atau Syiila (dengan i panjang) berarti aturan tingkah laku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
yang baik, seperti dalam bahasa Indonesia susila atau tingkah laku manusia yang baik.
Menurut Yamin dalam Kaelan (2001: 21) bahwa,“Kata Pancasila yang
dimaksud adalah istilah Panca Syila dengan vokal i pendek yang berarti dasar
yang memiliki lima unsur dan Panca Syiila dengan vokal i panjang yang
berarti lima aturan tingkah laku yang penting”. Sedangkan Zainal Abidin
dalam Kaelan (2001: 21) mengatakan bahwa:
Pancasila terdapat dalam kepustakaan Budha di India dan dalam ajaran Budha tersebut terdapat ajaran moral untuk mencapai nirwana dengan melalui samadhi dan setiap golongan mempunyai kewajiban moral yang berbeda. Ajaran moral tersebut adalah Dasasyiila, Saptasyiila, Pancasyiila. Pancasyiila menurut Budha merupakan lima aturan (five moral principle) yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh para penganut biasa atau awam. Pancasyiila yang berisi lima larangan atau pantangan itu adalah larangan membunuh, mencuri, berzina, berdusta dan larangan minum-minuman keras.
Menurut Notonegoro (1987: 1) bahwa, “Pancasila sebagai perkataan
adalah suatu sebutan, suatu istilah untuk memberi nama kepada dasar filsafat
atau dasar kerokhanian negara kita”. Kemudian menurut Darji (1984: 23)
mengemukakan bahwa, “Pancasila berarti lima dasar atau lima asas, adalah
nama daripada dasar Negara Republik Indonesia”.
Pancasila dikenal sejak jaman Majapahit yang terdapat dalam buku
Negarakertagama karangan Prapanca dan buku Sutasoma karangan Tantular.
Dan dalam buku Sutasoma istilah Pancasila disamping mempunyai arti
berbatu sendi yang lima (dari bahasa Sansekerta), juga mempunyai arti
“Pelaksanaan Kesusilaan yang lima” (Pancasila Krama), yaitu tidak boleh
melakukan kekerasan, tidak boleh mencuri, tidak boleh berjiwa dengki, tidak
boleh berbohong, tidak boleh mabuk minuman keras.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa dilihat dari
segi etimologi istilah Pancasila mempunyai dua arti. Pancasila yang berasal
dari Panca Syila dengan vokal i pendek berarti berbatu sendi yang jumlahnya
lima dan Pancasila tersebut merupakan dasar yang memiliki lima unsur.
Sedangkan Panca Syiila dengan vokal i panjang dengan huruf dewanagari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
yang berarti lima aturan tingkah laku manusia yaitu tidak boleh melakukan
kekerasan, tidak boleh mencuri, tidak boleh berjiwa dengki, tidak boleh
berbohong dan tidak boleh mabuk. Jadi Pancasila mengandung lima nilai etik
sebagai aturan tingkah laku manusia baik dalam kehidupan bermasyarakat
yang telah ada dan dikenal dalam budaya kehidupan bangsa nusantara sejak
dahulu.
2) Pancasila Dari Segi Historis
Menurut Kaelan (2001: 23-25), ”Pancasila secara historis dalam
sidang BPUPKI pertama membahas tentang dasar negara yang akan
diterapkan. Secara historis proses perumusan Pancasila adalah:
a) Mr. Muhammad Yamin
Pada sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945, M. Yamin berpidato
mengusulkan lima asas dasar negara sebagai berikut :
(1) Peri Kebangsaan
(2) Peri Kemanusiaan
(3) Peri Ketuhanan
(4) Peri Kerakyatan
(5) Kesejahteraan Rakyat
Setelah berpidato beliau juga menyampaikan usul secara tertulis
mengenai rancangan UUD RI yang di dalamnya tercantum rumusan lima
asas dasar negara sebagai berikut :
(1) Ketuhanan Yang Maha Esa
(2) Kebangsaan persatuan Indonesia
(3) Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab
(4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
(5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
b) Mr. Soepomo
Pada sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945 Soepomo mengusulkan
lima dasar negara sebagai berikut :
(1) Persatuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
(2) Kekeluargaan
(3) Keseimbangan lahir dan bathin
(4) Musyawarah
(5) Keadilan rakyat
c) Ir. Soekarno
Pada sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno
mengusulkan dasar negara yang disebut dengan nama Pancasila secara
lisan/tanpa teks sebagai berikut :
(1) Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia
(2) Internasionalisme atau Perikemanusiaan
(3) Mufakat atau Demokrasi
(4) Kesejahteraan Sosial
(5) Ketuhanan yang berkebudayaan.
Selanjutnya beliau mengusulkan kelima sila dapat diperas menjadi
Tri Sila yaitu Sosio Nasional (Nasionalisme dan Internasionalisme), Sosio
Demokrasi (Demokrasi dengan Kesejahteraan Rakyat), Ketuhanan yang
Maha Esa. Adapun Tri Sila masih diperas lagi menjadi Eka Sila yang
intinya adalah “gotong royong”.
d) Piagam Jakarta
Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan sidang oleh 9 anggota
BPUPKI (Panitia Sembilan) yang menghasilkan “Piagam Jakarta” dan
didalamnya termuat Pancasila dengan rumusan sebagai berikut:
(1) Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan sya’riat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya.
(2) Kemanusiaan yang adil dan beradab.
(3) Persatuan Indonesia.
(4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan.
(5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa dilihat dari
segi historis Pancasila diawali dalam sidang BPUPKI pada tanggal 29 Mei
1945 yang membahas tentang rumusan dasar Negara Indonesia. Dan
terpilihlah pada sidang tersebut tiga orang pembicara yaitu Mohammad
Yamin, Soepomo dan Soekarno. Kemudian pada akhirnya Pancasila
merupakan nama dari lima dasar Negara indonesia yang diusulkan berkenaan
dengan permasalahan disekitar dasar Negara Indonesia merdeka. Dan untuk
pertama kalinya pemikiran tentang Pancasila baik dalam pengertian nama
maupun dalam pengertian isinya secara ekplisit dan terurai dicetuskan dan
tercatat di dalam sejarah
3) Pancasila Dari Segi Terminologi
Pancasila secara terminologi menurut Daman (1995 : 4), bahwa
“Pancasila sekarang ini yaitu nama Dasar Negara Republik Indonesia”.
Menurut Effendy (1993 : 4), bahwa “Pancasila adalah lima dasar Negara
yang terdapat dalam pembukaan UUD 1945”. Berdasar pengertian di atas
dapat disimpulkan bahwa dilihat dari segi terminologi , istilah Pancasila
dimaksudkan sebagai nama lima dasar Negara Republik Indonesia
sebagaimana dicantumkan dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945.
a) Kedudukan dan Fungsi Pancasila
Pembahasan fungsi Pancasila sebenarnya berkaitan erat dengan
persoalan apa peranan Pancasila dalam dan bagi kehidupan bangsa
Indonesia, sehingga didalamnya terkait pula mengenai kedudukan
Pancasila.
Kaelan (2001: 194) menyatakan bahwa : “Pancasila adalah sebagai
pandangan hidup bangsa dan sebagai ideologi negara Indonesia.” Adapun
penjelasannya sebagai berikut:
(1) Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa
Menurut Darmodiharjo dalam Kaelan (2001: 195) bahwa,
“manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan YME dalam perjuangan
dalam mencapai kehidupan yang lebih sempurna senantiasa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
memerlukan nilai-nilai luhur yang dijunjung sebagai pandangan
hidup”.
Pandangan hidup terdiri atas kesatuan rangkaian nilai-nilai
luhur adalah suatu wawasan yang menyeluruh terhadap kehidupan itu
sendiri. Pandangan hidup berfungsi sebagai kerangka acuan baik
untuk menata kehidupan diri pribadi maupun dalam interaksi antara
manusia dalam masyarakat serta alam sekitarnya.
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa terkandung konsep
dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan terkandung dasar
pikiran yang terdalam dan gagasan mengenai wujud kehidupan yang
baik, oleh karena Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa
merupakan suatu kristalisasi dari nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat indonesia, maka pandangan hidup tersebut dijunjung
tinggi oleh warganya karena Pancasila berakar pada budaya dan
pandangan hidup masyarakat. Dengan demikian pandangan hidup
Pancasila bagi bangsa Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika tersebut
harus merupakan asas pemersatu bangsa sehingga tidak boleh
mematikan keanekaragamannya.
Sebagai inti sari dari nilai budaya masyarakat Indonesia, maka
Pancasila merupakan cita-cita moral bangsa yang memberikan
pedoman dan kekuatan rohaniah bagi bangsa untuk berperilaku luhur
dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Dari uraian mengenai Pancasila sebagai pandangan hidup
bangsa tersebut dapat disimpulkan bahwa Pancasila memiliki
kedudukan sebagai cita-cita dan pandangan hidup Bangsa dan Negara
Republik Indonesia dan Pancasila memiliki fungsi sebagai dasar
Republik Indonesia.
(2) Pancasila sebagai Ideologi Negara (Dasar Negara RI)
Pancasila sebagai dasar negara RI, sering juga pengertian ini
disebut dengan istilah ideologi Negara. Menurut Daman (1995: 9),
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
“Pancasila dipergunakan sebagai dasar Negara mengatur
pemerintahan Negara atau digunakan sebagai dasar untuk mengatur
penyelenggaraan Negara”.
Menurut Notonegoro yang dikutip oleh Daman (1995: 10),
“Pancasila sebagai dasar Negara mempunyai kedudukan istimewa
dalam hidup kenegaraan dan hukum bangsa Indonesia yaitu
merupakan pokok kaidah Negara yang fundamental”. Sebagai pokok
kaidah Negara yang fundamental, Pancasila menjadi sumber dari
UUD 1945 dan harus dijadikan landasan dalam menetapkan
peraturan-peraturan kebijakan politik harus dijiwai dan berdasar pada
Pancasila.
Menurut Kaelan (2001 : 198), “Ideologi Negara sering disebut
dasar filsafat Negara”. Pancasila merupakan suatu nilai serta norma
untuk mengatur pemerintahan negara, konsekwensinya seluruh
pelaksanaan penyelenggaraan negara terutama segala peraturan
perundang-undangan termasuk proses reformasi dijabarkan dari nilai-
nilai Pancasila, maka Pancasila merupakan sumber dari segala sumber
hukum. Pancasila merupakan kaidah hukum negara yang secara
konstitusional mengatur negara RI beserta seluruh unsur-unsurnya
(rakyat, wilayah, pemerintahan). Pancasila merupakan suatu azas
kerohanian yang meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum
sehingga merupakan sumber nilai, norma serta kaidah baik moral
maupun hukum negara. Dalam kedudukannya sebagai dasar negara
Pancasila mempunyai kekuatan mengikat secara hukum.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
kedudukan Pancasila sebagai ideologi Negara (dasar Negara)
merupakan fungsi pokok. Penjabaran fungsi pokok Pancasila sebagai
dasar Negara tersebut dituangkan dalam UUD 1945 yang merupakan
tafsir resmi dan Pancasila sebagai dasar Negara.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
c. Pengertian Pandangan Hidup Bangsa
Menurut Djamal (1984 : 11), bahwa “Pandangan hidup adalah sebagai
landasan berpijak seseorang untuk menempuh kehidupan”. Menurut Kansil &
Kansil (2005 : 65) bahwa,”Pandangan hidup suatu bangsa adalah intisari
(kristalisasi) dari nilai-nilai yang dimiliki bangsa itu dan diyakini kebenarannya,
yang berdasar pengalaman sejarah yang telah menimbulkan tekad pada bangsa itu
untuk mewujudkan dalam kehidupan sehari-hari”.
Menurut Darmodiharjo dkk (1988 : 16), “Pancasila sebagai pandangan
hidup bangsa adalah pancasila digunakan sebagai penunjuk arah semua kegiatan
atau aktivitas hidup dan kehidupan di dalam segala bidang”.
Menurut Daman (1995 : 16), secara materiil Pancasila sebagai pandangan
hidup berisi:
Konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan oleh Bangsa Indonesia. Didalamnya berisi atau mengandung konsep dasar mengenai kehidupan yang dianggap baik, sesuai dengan nilai yang dimiliki. Nilai-nilai yang dimaksud telah dimurnikan dan dipadatkan dalam lima dasar atau lima sila.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Pancasila sebagai
pandangan hidup bangsa adalah semua tingkah laku dan tindak atau perbuatan
setiap manusia harus dijiwai dan merupakan pancaran dari semua sila Pancasila.
Pandangan hidup yang terdiri atas kesatuan rangkaian nilai-nilai luhur yang
merupakan tolok ukur kebaikan yang berkenaan dengan hal-hal yang bersifat
mendasar dan abadi dalam hidup manusia,seperti cita-cita yang hendak dicapai
dalam hidup manusia. Pandangan hidup yang merupakan kesatuan nilai-nilai
luhur tersebut adalah suatu wawasan yang menyeluruh terhadap kehidupan itu
sendiri. Pandangan hidup berfungsi sebagai kerangka acuan baik untuk menata
kehidupan diri pribadi maupun dalam interaksi antar manusia dalam masyarakat
serta alam sekitar.
1) Landasan Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa
Daman (1995 : 88) mengemukakan tentang landasan Pancasila sebagai
pandangan hidup bangsa bahwa:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Landasan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia dapat diketemukan dalam Pembukaan UUD 1945 dalam tertib hukum Indonesia merupakan staatsfundamental norm yang mempunyai kedudukan tersendiri dan lebih tinggi dari pasal-pasal UUD 1945 itu sendiri. Pembukaan UUD 1945 merupakan penuangan dari jiwa proklamasi yang tidak lain adalah jiwa Pancasila yang merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia.
Makna pembukaan UUD 1945 yang merupakan landasan Pancasila
sebagai pandangan hidup terdapat pada alinea kesatu, alina kedua dan alinea
ketiga.
a) Alinea pertama
"Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan
oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak
sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.
b) Alinea kedua
"Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah
kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat
Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”.
c) Alinea ketiga
"Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan
didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang
bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”.
UUD 1945 ini adalah untuk dasar-dasar pembentukan pemerintahan
Negara Indonesia dalam melaksanakan tujuan Negara. Apabila diperhatikan
ketiga alinea tersebut diatas, maka tampaklah bahwa maknanya merupakan
pancaran dari Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia. Dengan
dicantumkan didalam Pembukaan UUD 1945, maka Pancasila memperoleh
kedudukan yang kuat sebagai norma dasar dari hukum obyektif yang
memadukan semua asas-asas dalam kehidupan bangsa Indonesia, yang
mempunyai kekuatan mengikat dan menimbulkan kewajiban untuk
mewujudkannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
2) Cakupan Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa
Pancasila sebagai weltanchauung selalu merupakan suatu kesatuan,
tidak dapat dipisah-pisahkan antara sila satu dengan sila yang lain. Pancasila
yang harus dihayati adalah Pancasila sebagaimana tercantum didalam
pembukaan UUD 1945. Menurut Darmodiharjo dkk (1988: 16), cakupan
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa adalah sebagai berikut:
a) Jiwa keagamaan Jiwa keagamaan yang terpancar dalam segala tingkah laku dan tindak
atau perbuatan serta sikap hidup seluruh bangsa Indonesia (sebagai manifestasi atau perwujudan sila Ketuhanan Yang Maha Esa).
b) Jiwa yang berperikemanusiaan Jiwa yang berperikemanusiaan yang terpancar dalam segala tingkah laku dan tindak atau perbuatan serta sikap luhur seluruh bangsa Indonesia (sebagai manifestasi atau perwujudan sila kemanusiaan yang adil dan beradab).
c) Jiwa kebangsaan Jiwa kebangsaan yang terpancar dalam segala tingkah laku dan tindak atau perbuatan serta sikap hidup seluruh bangsa Indonesia (sebagai manifestasi atau perwujudan sila persatuan Indonesia).
d) Jiwa kerakyatan Jiwa kerakyatan yang terpancar dalam segala tingkah laku dan tindak atau perbuatan serta sikap hidup seluruh bangsa Indonesia (sebagai manifestasi atau perwujudan sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan).
e) Jiwa yang menjunjung tinggi keadilan sosial Jiwa yang menjunjung tinggi keadilan sosial yang terpancar dalam segala tingkah laku dan tindak atau perbuatan serta sikap hidup seluruh bangsa indonesia (sebagai manifestasi atau perwujudan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia).
d. Definisi Konseptual Pemahaman Pancasila Sebagai Pandangan Hidup
Bangsa
Pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa adalah
kemampuan seseorang untuk menangkap arti dari Pancasila yang dipahami
sebagai lima nilai etik yang mengatur tingkah laku manusia dan mencakup sila-
sila Pancasila sebagai pandangan hidup yang meliputi pemahaman mengenai
makna sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai pandangan hidup, pemahaman
makna sila Kemanusiaan yang adil dan beradab sebagai pandangan hidup,
pemahaman makna sila Persatuan Indonesia sebagai pandangan hidup,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
pemahaman makna sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan sebagai pandangan hidup, pemahaman makna
sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagai pandangan hidup.
e. Definisi Operasional Pemahaman Pancasila Sebagai Pandangan Hidup
Bangsa
Adapun definisi operasional dari pemahaman Pancasila sebagai pandangan
hidup bangsa adalah:
a) Jiwa keagamaan
b) Jiwa yang berperikemanusiaan
c) Jiwa kebangsaan
d) Jiwa kerakyatan
e) Jiwa yang menjunjung tinggi keadilan sosial
2. Tinjauan Tentang Kesadaran Moral
a. Pengertian Kesadaran
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia (1997: 267) “Sadar berarti insaf,
merasa, tahu dan mengerti”. Dalam kamus Inggris-Indonesia (1997: 48) “aware
yang berarti tahu, insaf”. Untuk menunjukkan kesadaran, dalam bahasa Latin dan
bahasa- bahasa yang diturunkan dari padanya, dipakai kata conscientia. Kata itu
berasal dari kata kerja scire (mengetahui) dan awalan con- (bersama dengan,
turut). Dengan demikian conscientia sebenarnya berarti “turut mengetahui” (K.
Bertens. 2007: 53). Kata conscientia yang sama dalam bahasa Latin( dan bahasa-
bahasa yang disempurnakan dengannya) digunakan untuk menunjukkan “hati
nurani”. Hati nurani merupakan semacam “sanksi” tentang perbuatan- perbuatan
moral kita. Kenyataan itu di ungkapkan dengan baik melalui kata latin
conscientia.
Dengan “hati nurani” kita maksudkan penghayatan tentang baik atau buruk
berhubungan dengan tingkah laku konkkret kita. Hati nurani ini memerintahkan
atau melarang kita untuk melakukan sesuatu kini dan di sini. Ia tidak berbicara
tentang yang umum, melainkan tentang situasi yang sangat konkret . tidak
mengikuti hati nurani ini berarti menghancurkan intergritas pribadi kita dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
mengkhianati martabat terdalam kita. Hati nurani berkaitan erat dengan kenyataan
bahwa manusia mempunyai kesadaran.
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa hati nurani
mempunyai kedudukan kuat dalam hidup moral kita. Hati nurani adalah norma
terakhir untuk perbuatan- perbuatan kita, putusan hati nurani adalah norma moral
yang subjektif bagi tingkah laku kita. Bahwa tidak pernah kita boleh bertindak
bertentangan denagn hati nurani karena hati nurani harus selalu diikuti, tetapi
manusia wajib juga mengembangkan hati nurani dan seluruh kepribadian etisnya
sampai menjadi matang dan seimbang. ”Untuk dapat menilai bahwa sesuatu
perbuatan itu baik atau buruk, tentu ia harus tahu nama perbuatan baik dan mana
perbuatan buruk. Hal tau bahwa suatu perbuatan itu baik atau buruk disebut
kesadaran etis atau kesadaran moral. Kesadaran etis itu potensial pada manusia”
(Salam Burhanuddin, 2004: 82).
Menurut P. Freire ada 4 fase kesadaran sebagai suatu proses penyadaran
yang mengarah pada konsep pembebasan dinamis dan kemanusiaan yang
seutuhnya (http://upk fi itb.ac.id) yaitu:
1) Kesadaran Magis atau Semi Intransitif
Orang-orang pada tingkat kesadaran semi intransitif tidak dapat
menangkap masalah-masalah diluar pengertian kebutuhan biologis. Perhatian
mereka hampir seluruhnya terpusat pada cara bertahan hidup mereka tidak
memiliki sense of life dalam pengertian yang lebih historis. Hanya dalam
pengertian ini kesadaran semi intransitive bisa mengetahui bagaimana
manusia terpisah dari eksistensinya. Keterpisahan ini menghalangi mereka
mengetahui fakta-fakta yang ada.
Kesadaran magis dapat menangkap fakta-fakta dan kemudian
menyerahkannya kepada penguasa yang akan mengendalikan kesadaran
mereka dan harus dipatuhi. Mereka cenderung mengharapkan penjelasan dari
yang berkuasa dan menganggap semua itu memang demikian adanya,
sehingga mereka cenderung menyadarkan penjelasan kekuatan diluar mereka
(penguasa, nasib, keberuntungan, waktu dan Tuhan).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
2) Kesadaran Naif atau Transitif
Perubahan dari kesadaran magis ke naif adalah perubahan dari
penyesuaian diri dengan fakta yang tak terelakkan ke kondisi yang
pembaharuan penyelenggaraan individu suatu sistem yang keras. Kesadaran
transitif di tandai dengan penyederhanaan masalah, penjelasan yang fantastis
dan argumentasi yang rapuh. Mereka menyederhanakan masalah dengan
menempatkan pada individu bukan pada sistem itu sendiri. Ada
kecenderungan kuat untuk berkelompok, berpolemik dari pada berdialog.
Mereka berkumpul untuk mencari kesenangan bersama dan lari dari masalah
yang mereka hadapi.
3) Kesadaran Kritis
Kesadaran transitif yang kritis ditandai dengan penafsiran yang
mendalam atas berbagai masalah, digantikannya penjelasan magis dengan
penjelasan atas berbagai masalah, digantikannya penjelasan magis dengan
penjelasan kausalitas. Dengan mencoba penemuan-penemuan yang dihasilkan
seseorang, dengan usaha untuk menghindari distorsi ketika memahami
masalah dan menghindari konsep-konsep yang telah diterima. Sebelumnya
ketika menganalisa masalah, dengan mengedepankan dialog daripada
polemic, dengan menerima pandangan baru tetapi bukan sekedar karena sifat
kebaruannya dan dengan keinginan untuk tidak menolak pandangan kuno
hanya karena kekunoannya yakni dengan menerima apa yang benar menurut
pandangan kuno dan baru.
Tindakan yang dilakukan menuju kedua arah yaitu aktualisasi dari dan
mengubah sistem. Mereka lebih mengandalkan sumber-sumber komunitas
daripada ketergantungan pada pihak luar. Upaya-upaya sadar dimaksudkan
untuk menemukan informasi baru dengan membaca, berdiskusi dan
melakukan perjalanan menjadi sangat penting. Keberanian mengambil resiko
mewarnai sikap kaum tertindas kritis. Mereka lebih suka bertibdak dengan
cara yang tertentu yang sebelumnya terlihat aneh. Proses aktualisasi tersebut
sebagian berupa penolakan terhadap penindas, eliminasi niali dan kebiasaan
yang dipaksakan penindas terhadap kaum tertindas. Mereka tidak menyulut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
konflik tapi bersiap diri menghadapi konflik yang bakal timbul. Membenci
penindas kurang begitu penting dibandingkan memahami teman-temannya.
Mereka cenderung membela kawan daripada anti penindas.
4) Kesadaran Fanatik
Yang ditekankan dalam kesadaran fanatic adalah manifikasi, bukan
transformasi kehidupan yang menindas menjadi kehidupan yang
membebaskan, tetapi pertukaran keadaan menindas menuju keadaan
menindas lainnya. Melalui manifikasi, kaum tertindas menjadi alat,
dimanipulasi oleh sekelompok kecil pemimpin karismatik. Bagi orang yang
berkesadaran fanatic, masalah yang paling krusial adalah penindasan sebagai
inkarnasi setan atau musuh yang harus dihancurkan. Mereka tidak dipandang
sebagai korban dari sistem, tetapi sebagai penyebab penindasan yang kejam.
Disini nilai etnis kaum tertindas lebih didahulukan dibandingkan dengan
evaluasi secara rasional atas kecocokan nilai-nilai yang berbeda.
Orang yang berkesadaran fanatik, kaum tertindas dipandang sebagai
anak-anak yang harus dibimbing bukan orang dewasa yang mampu
berpartisipasi secara aktif. Berdasarkan uraian di atas maka dapat
disimpulkan bahwa kesadaran adalah keadaan seseorang di mana ia tahu atau
mengerti dengan jelas apa yang ada dalam pikirannya.
b. Pengertian Moral
Moral berasal dari kata “mos” (tunggal) atau “mores” (jamak) dari bahasa
Latin yang berarti tata cara adat istiadat, kebiasaan. Dalam bahasa Yunani dikenal
dengan kata “ethos” yang selanjutnya menurunkan istilah etika. Dalam bahasa
Arab, moral dikenal dengan istilah “akhlak” yang selanjutnya dikenal dengan budi
pekerti. Dalam bahasa Indonesia kata moral berarti akhlak atau kesusilaan yang
mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi
pembimbing tingkah laku batin dalam hidup.
Menurut Kaelan (2002: 180), bahwa “Moral adalah suatu ajaran-ajaran
ataupun wejangan-wejangan, patokan-patokan, kumpulan peraturan baik lisan
maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar
menjadi manusia yang baik”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Definisi lain menurut Poerwodarminta dalam Hamid Darmadi (2009: 50)
mengatakan ”Moral merupakan ajaran tentang baik buruknya perbuatan atau
kelakuan”.
Dapat dilihat bahwa moral memegang peranan penting dalam kehidupan
manusia yang berhubungan dengan baik dan buruk terhadap tingkah laku
manusia. Tingkah laku ini mendasarkan diri pada norma-norma yang berlaku
dalam masyarakat. Seseorang dikatakan bermoral, bilamana orang tersebut
bertingkah laku sesuai dengan norma-norma yang terdapat dalam masyarakat,
baik apakah itu norma agama, norma hukum, norma kesopanan dan norma
kesusilaan.
Dengan demikian moral adalah keseluruhan norma yang mengatur tingkah
laku manusia di masyarakat untuk melaksanakan perbuatan- perbuatan yang baik
dan benar. Perlu diingat baik dan benar menurut seseorang, tidak pasti baik dan
benar menurut orang lain. Karena itulah diperlukan adanya prinsip-prinsip
kesusilaan atau moral yang dapat berlaku umum, yang telah diakui kebenarannya
dan kebaikan oleh semua orang. Jadi jelas, moral dipakai untuk memberikan
penilaian atau predikat tingkah laku seseorang.
Dari rumusan di atas mengenai moral, maka dapat disimpulkan bahwa
moral adalah suatu ajaran-ajaran, kumpulan peraturan tentang bagaimana manusia
harus bertingkah laku yang baik dalam hidup baik secara lisan maupun tertulis.
Menurut Kohlberg (1995: 81) bahwa,”Perkembangan moral didasarkan terutama
pada penalaran moral dan berkembang secara bertahap”. Kohlberg percaya
terdapat tiga tingkat perkembangan moral, yang setiap tingkatnya ditandai oleh
dua tahap. Konsep kunci untuk memahami perkembangan moral, khususnya teori
Kohlberg, ialah internalisasi (internalization), yakni perubahan perkembangan
dari perilaku yang dikendalikan secara eksternal menjadi perilaku yang
dikendalikan secara internal.
Menurut Kohlberg dalam K. Bertens (2007: 80-84) mengemukakan ada
tiga tahap-tahap moral, yaitu :” (1) Tahap pada tingkat prakonvensional; (2)
Tahap pada tingkat konvensional; dan (3) Tahap pada tingkat pascakonvensional.”
Untuk lebih jelasnya, masing-masing akan diuraikan sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
1) Pada tingkat Prakonvensional
Penalaran prakonvensional (preconventional reasoning) adalah tingkat
yang paling rendah dalam teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkat
ini, anak tidak memperlihatkan internalisasi nilai-nilai moral penalaran moral
dikendalikan oleh imbalan (hadiah) dan hukuman eksternal.
Tahap 1: Orientasi hukuman dan ketaatan (punishment and obedience
orientation) ialah tahap pertama dalam teori perkembangan moral Kohlberg.
Pada tahap ini, penalaran moral didasarkan atas hukuman. Anak-anak taat
karena orang dewasa menuntut mereka untuk taat. Akibat fisik tindakan,
terlepas arti atau nilai manusiawinya, menentukan sifat baik dan buruk dari
tindakan itu.
Tahap 2 : Individualisme dan tujuan (individualism and purpose) ialah
tahap kedua dalam teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tahap ini,
penalaran moral didasarkan atas imbalan (hadiah) dan kepentingan sendiri.
Perbuatan yang benar adalah perbuatan yang secara instrumental memuaskan
kebutuhan individu sendiri dan kadang-kadang kebutuhan orang lain.
Hubungan antar manusia dipandang seperti hubungan ditempat umum.
Terdapat unsur-unsur kewajaran, timbale balik, dan persamaan pembagian,
akan tetapi semuanya itu selalu ditafsirkan secara fisik pragmatis, timbal balik.
2) Pada tingkat Konvensional
Penalaran konvensional (conventional reasoning) ialah tingkat kedua
atau tingkat menengah dalam teori perkembangan moral Kohlberg. Pada
tingkat ini, internalisasi individual ialah menengah. Seseorang menaati standar-
standar (internal) tertentu, tetapi mereka tidak menaati standar-standar orang
lain (eksternal), seperti orang tua atau aturan-aturan masyarakat.
Tahap 3 : Norma-norma interpersonal (interpersonal norms) ialah tahap
ketiga dalam teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tahap ini, seseorang
menghargai kebenaran, keperdulian, dan kesetiaan kepada orang lain sebagai
landasan pertimbangan-pertimbangan moral. Anak-anak sering mengadopsi
standar-standar moral orangtuanya pada tahap ini, sambil mengharapkan
dihargai oleh orangtuanya sebagai seorang “perempuan yang baik” atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
seorang “laki-laki yang baik”. Ini disebut juga dengan orientasi anak manis.
Perilaku yang baik adalah prilaku yang menyenangkan atau membantu orang
lain, dan yang disetujui oleh mereka.
Tahap 4 : Moralitas sistem sosial (social system morality) ialah tahap
keempat dalam teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tahap ini,
pertimbangan-pertimbangan didasarkan atas pemahaman aturan sosial, hukum-
hukum, keadilan, dan kewajiban. Perbuatan yang benar adalah menjalankan
tugas, memperlihatkan rasa hormat terhadap otoritas, dan pemeliharaan tata
aturan social tertentu demi tata aturan itu sendiri. Orang mendapatkan rasa
hormat dengan berperilaku menurut kewajibannya.
3) Pada tingkat Pascakonvensional
Tahap 5 : Hak-hak masyarakat versus hak-hak individual (community
rights versus individual rights) ialah tahap kelima dalam teori perkembangan
moral Kohlberg. Pada tahap ini, seseorang memahami bahwa nilai-nilai dan
aturan-aturan adalah bersifat relatif dan bahwa standar dapat berbeda dari satu
orang ke orang lain. Seseorang menyadari bahwa hukum penting bagi
masyarakat, tetapi juga mengetahui bahwa hukum dapat diubah. Seseorang
percaya bahwa beberapa nilai, seperti kebebasan, lebih penting daripada
hukum.
Tahap 6 : Prinsip-prinsip etis universal (universal ethical principles)
ialah tahap keenam dan tertinggi dalam teori perkembangan moral Kohlberg.
Pada tahap ini, seseorang telah mengembangkan suatu standar moral yang
didasarkan pada hak-hak manusia yang universal. Bila menghadapi konflik
antara hukum dan suara hati, seseorang akan mengikuti suara hati, walaupun
keputusan itu mungkin melibatkan resiko pribadi. Orientasi pada keputusan
suara hati dan pada prinsip-prinsip etis yang dipilih sendiri, yang mengacu
pada pemahaman logis menyeluruh, universalitas, dan konsistensi.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dari ketiga tingkatan
tersebut terdapat enam tahap perkembangan moral dengan berbagai motif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
a) Nilai Moral
Hamid Darmadi (2007: 27) berpendapat nilai adalah sesuatu yang
berharga baik menurut standard logika (benar-salah), estetika (baik-buruk),
etika (adli/layak-tidak adil), agama (dosa dan haram-halal) seta menjadia acuan
dan atas sistem keyakinan diri maupun kehidupan.
Menurut Fransena dalam Hamid Darmadi (2007: 67) menyatakan bahwa:
nilai atau ”value” (bahas inggris) termasuk dalam bidang kajian filsafat. Istilah nilai dalam bidang filsafat dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya ”keberhargaan” (worth) atau kebaikan ”goodness”, dan kata kerja yang artinya suatu kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian.
Menurut Hamid Darmadi (2009: 67) di dalam Dictionary of sosiology
and Related Sciences dikemukakan bahwa ”Nilai adalah kemampuan yang
dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia”. Jadi nilai
itu pada hakekatnya sifat tau kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan
objek itu sendiri. ”Sesuatu mengandung nilai artinya dada sifat atau kualitas
yang melekat pada sesuatu itu”. (Kaelan, 2004: 87).
Dalam Kamus Purawadarminta (Bambang Daroeso, 1986: 19)
dikatakan nilai adalah:
(1) Harga dalam arti taksiran, misalnya nilai intan (2) Harga sesuatu, mosalnya uang (3) Angka kepamdaian (4) Kadar, mutu (5) Sifat-sifat atau hal-hal yang penting atau berguna bagu manusia,
misalnya nilai-nilai agama.
Dari beberapa definisi yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan
bahwa, nilai adalah suatu kualitas yang melekat pada suatu hal, sehingga
haknya mempunyai harga dan manfaat.
Nilai merupakan ukuran atau pedoman perbuatan manusia. Karena itu
maka nilai diungkapkan dala bentuk norma dan norma ini mengatur tingkah
laku. Nilai sama sifatnya dengan ide, maka nilai itu abstrak, bahwa nilai itu
tidak bisa ditangkap oleh pancaindera, yang dapat dilihat adalah obyek yang
mempunyai nilai atau tingkah laku yang mengandung nilai. Nilai mengandung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
harapan atau sesuatu yang diinginkan oleh manusia. Karena itu nilai tersebut
bersifat normatif, merupakan keharusan (dass sollen) untuk diwujudkan dalam
tingkah laku kehidupan manusia.
Setelah mengetahui pengertian nilai selanjutnya mengenai pengertian
moral. Menurut Hamid Darmadi (2009: 50) bahwa, ”Moral adalah ajaran
tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan”. Moral juga merupakan suatu
perbuatan atau tingkah laku manusia yang timbul karena adanya interaksi
antara individu-individu dalam pergaulan.
Sebagai dua istilah yang memiliki kaitan satu dengan lainnya, nilai dan
moral sebenarnya tidak dapat berdiri sendiri. Bahkan dalam konteks tertentu
nilai dan moral sering disatukan menjadi nilai moral. Menurut Sjarkawi (2006:
29) bahwa ”Nilai moral adalah segala nilai yang berhubungan dengan konsep
baik dan buruk”.
Definisi lain menurut Banu Supatono (2007: 16) ”Nilai moral adalah
penilaian tentang tindakan manusia sebagai manusia tentang yang baik dan
buruk dimana nilai moral tersebut telah diyakini oleh anggota dalam
masyarakat”. Maka dapat disimpulkan nilai moral adalah suatu nilai yang
dijunjung tinggi dalam masyarakat dan memberikan penilaian terhadap tingkah
laku manusia. Adapun nilai-nilai moral terdapat beberapa unsur-unsur pokok
antara lain:
(1) Kebebasan
Kebebasan merupakan unsur penting, hal ini sangat esensial
dikarenakan selalu ada pilihan (alternative) bagi manusia untuk bersikap dan
berperilaku berdasarkan nilai-nilai yang diyakininya. ”Nilai moral dapat diuji
seseorang berada dalam posisi yang bebas untuk memilih, sehingga sikap
moral yang diambilnya benar-benar mencerminkan moralitas yang dimilikinya.
Kebebasan adalah mahkota kita sebagai manusia”. (Magis Suseno, 1987: 26)
(2) Tanggung Jawab
Dalam ”tanggung jawab” terkandung pengertian ”penyebab”. Orang
bertanggung jawab atas sesuatu yang disebabkan olehnya. Orang yang tidak
menjadi penyebab dari suatu akibat tidak bertanggung jawab juga. Tetapi untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
bertanggung jawab , tidak cukuplah orang menjadi penyebab, perlu juga orang
menjadi penyebab bebas. ”Kebebasan adalah syarat mutlak untuk tanggung
jawab”. ( K. Bertens, 2007: 125).
(3) Suara hati
Menurut Magnis Suseno (1987: 53) mendefinisikan suara hati sebagai
berikut;.
Suara hati merupakan masukan data (berupa nilai-nilai) yang dijadikan bahan pertimbangan moral, dan bukan merupakan akibat dari keterpaksaan. Suara hati adalah kesadaran moral kita dalam situasai konkret. Dalam pusat kepribadian kita yang disebut hati, kita sadar apa yang sebenarnya dituntut dari kita. Meskipun banyak pihak yang mengatakan kepada kita apa yang wajib kita lakukan, tetapi dalam hati kita sadar bahwa akhirnya hanya kitalah yang mengetahuinya.
Jadi secara moral kita akhirnya harus memutuskan sendiri apa yang
akan kita lakukan. Kita tidak dapat melemparkan tanggung jawab itu pada
orang lain. Kita tidak boleh begitu saja mengikuti pendapat para panutan, dan
tidak boleh secara buta menaati tuntutan sebuah ideologi. Secara mandiri kita
harus mencari kejelasan tentang kewajiban kita
Menurut K. Bertens (2007: 143-147), walaupun nilai moral biasanya
menumpang pada nilai-nilai lain, namun ia tampak sebagai nilai baru, bahkan
sebagai nilai yang paling tinggi. Ia mengemukakan ada empat ciri-ciri moral,
yaitu : ” (1) berkaitan dengan tanggung jawab kita; (2) berkaitan dengan hati
nurani; (3) mewajibkan; dan (4) bersifat formal”.
Untuk lebih jelasnya, masing-masing akan diuraikan sebagai berikut :
(a) Berkaitan dengan Tanggung Jawab Kita
Nilai moral ialah nilai yang berkaitan dengan pribadi manusia yang
bertanggung jawab. Nilai-nilai moral mengakibatkan bahwa seseorang
bersalah atau tidak bersalah, karena ia bertanggung jawab.
(b) Berkaitan dengan Hati Nurani
Salah satu ciri khas nilai moral adalah bahwa hanya nilai ini
menimbulkan ”suara” dari hati nurani yang menuduh kita bila meremehkan
atau menentang nilai-nilai moral dan memuji kita bila mewujudkan nilai-
nilai moral.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
(c) Mewajibkan
Bahwa nilai moral mewajibkan kita secara absolut dan dengan tidak
bisa ditawar-tawar. Nilai-nilai moral harus diakui dan harus direalisasikan.
Tidak bisa diterima, bila seseorang acuh tak acuh terhadap nilai-nilai ini.
(d) Bersifat Formal
Kita merealisasikan nilai-nilai moral dengan mengikutsertakan nilai-
nilai lain dalam suatu ”tingkah laku moral”. Tidak ada nilai-nilai moral yang
”murni”, terlepas dari nilai-nilai lain. Hal itulah yang kita maksudkan
dengan mengatakan bahwa nilai moral bersifat formal.
Jadi dapat disimpulkan bahwa yang menjadi ciri khas dalam menandai
nilai moral adalah selalu tindakan manusia yang dilakukan secara sengaja,
secara mau dan tahu dan tindakan itu secara langsung berkenaan dengan nilai
pribadi (person) manusia dan masyarakat manusia.
Menurut Lickona dalam bukunya Educating for character (dalam Paul
Suparno, dkk yang dikutip oleh Asri Budiningsih (2008:6) menentukan
pentingnya memperhatikan tiga unsur dalam menanamkan nilai moral, yaitu:
(1) Pengertian atau pemahaman moral (moral knowing)
Asri Budiningsih (2008: 6) “Pengertian atau pemahaman moral adalah
kesadaran rasionalitas moral atau alasan mengapa seseorang harus melakukan
hal itu, suatu pengambilan keputusan berdasarkan nilai-nilai moral”.
Selanjutnya pengetahuan atau pemahaman moral ini merujuk kepada aspek
kognitif tentang moraliti (akhlak) yang melibatkan pemahaman tentang apa
yang betul dan baik. Selanjutnya ditambahkan pula oleh Asri Budiningsih
(2008: 27) bahwa:
Penalaran moral sebagai unsur pengetahuan moral (moral knowing), bahwa penalaran moral pada intinya bersifat rasional. Suatu keputusan moral bukanlah soal perasaan atau nilai, melainkan selalu mengandung tafsiran kognitif yang aktif dengan memperhatikan tuntutan, hak, kewajiban, dan keterlibatan individu, atau kelompok terhadap hal-hal yang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
(2) Perasaan moral (moral feeling)
Perasaan moral, lebih pada kesadaran akan hal-hal yang baik dan tidak
baik. Perasaan mencintai kebaikan dan sikap empati terhadap orang lain
merupakan ekspresi dari perasaan moral. Perasaan moral ini sangat
mempengaruhi seseorang untuk berbuat baik. Oleh sebab itu perasaan moral
perlu diajarkan dan dikembangkan dengan memupuk perkembangan hati
nurani dan sikap empati.
(3) Tindakan moral (moral action)
Tindakan moral yaitu kemampuan untuk melakukan keputusan
perasaan moral ke dalam perilaku-perilaku nyata. Tindakan-tindakan moral
ini perlu difasilitasi agar nuncul dan berkembang dalam pergaulan sehari-hari.
Lingkungan sosial yang kondusif untuk memunculkan tindakan-tindakan
moral ini sangat diperlukan dalm pembelajaran moral.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa penanaman nilai
moral diperlukan untuk membentuk manusia yang berkarakter yaitu individu
yang mengetahui tentang kebaikan (knowing the good), menginginkan dan
mencintai kebaikan ( desiring and loving the good) dan melakukan kebaikan
(acting the good).
Sebagai sikap, jelas budi pekerti atau moral berisikan suatu pandangan
dari dalam orang itu, sedangkan sebagai perilaku budi pekerti atau moral harus
berwujud tindakan yang mencerminkan sikap dasar orang itu. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa sikap menjadi dasar bertindak, dan tindakan
menjadi ungkapan sikap tersebut.
Menurut Paul Suparno, dkk (2002: 29) bahwa sikap dan perilaku
mengandung lima jangkauan, antara lain:
(a) Sikap dalam hubungannya dengan Tuhan
Sebagai makhluk, kita wajib menghormati Sang Pencipta dalam hidup
yang riil. Hal itu dapat diwujudkan dalam sikap berbuat baik kepada semua
manusia, semua makhluk ciptaan, termasuk pada diri sendiri. Pendidikan
religiositas ini perlu real bukan hanya ditekankan pada pengertian kognitif tapi
harus sampai pada tindakan nyata.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
(b) Sikap dalam hubungannya dengan diri sendiri
Sikap terhadap diri sendiri dapat ditinjau dari sikap sebagai berikut:
a. Sikap jujur dan terbuka
b. Sikap pengembangan sebagai pribadi manusia, seperti: disiplin,
bijaksana, cermat, mandiri, dan percaya diri
(c) Sikap dalam hubungannya dengan keluarga
Sikap terhadap keluarga dapat ditinjau dari sikap sebagai berikut:
a. Sikap tenggang rasa dan berlaku adil, suka mengabdi, ramah,
sopan, dan tepat janji.
b. Penghormatan dalam hidup berkeluarga
(d) Sikap dalam hubungannya dengan masyarakat atau sesama manusia.
Sikap terhadap masyarakat atau sesama manusia dapat ditinjau dari sikap
sebagai berikut:
a. Sikap demokratis
b. Nilai adat dan aturan sopan santun
(e) Sikap dalam hubungannya dengan alam sekitar.
Dalam sekolah siswa dibimbing untuk menjaga lingkungan hidup,
menggunakan barang secara bertanggung jawab, dan kritis terhadap persoalan
lingkungan yang dihadapi masyarakat, seperti kesadaran dan kebiasaan untuk
menjaga kebersihan lingkungan, melakukan penghijauan, membuang sampah
pada tempatnya, tidak menambah polusi udara.
Nilai-nilai moral tersebut perlu diwujudkan atau diimplementasikan ke
dalam norma supaya nilai tersebut dapat berfungsi praksis bagi manusia.
Dalam realita, nilai-nilai itu dijabarkan dalam bentuk kaidah atau norma atau
ukuran sehingga merupakan suatu perintah, keharusan atau larangan.
b) Norma Moral
Menurut Sjarkawi (2006: 32) bahwa “Kaidah atau norma merupakan
petunjuk tingkah laku yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan
berdasarkan nilai-nilai yang telah diyakini kebenarannya”. Menurut Winarno
(2006: 6) ”Norma adalah acuan bagi manusia sebagai perwujudan dari nilai
tentang bagaimana seyogyanya manusia berperilaku dalam kehidupan”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Ukuran atau pedoman itu dinamakan norma. Norma dapat berupa norma
agama, kesusilaan, kesopanan dan hukum. Bahwa semua perilaku moral selalu
sesuai dengan kaidah-kaidah yang sudah ada. Menurut Taufik Abdullah dan A.
C. Van Der Leeden (1986: 156) bahwa:
Bertindak secara moral berarti menaati suatu norma yang menetapkan perilaku apa yang harus diambil pada suatu saat tertentu, bahkan sebelum kita dituntut untuk bertindak. Ruang lingkup moralitas adalah kewajiban. Dan kewajiban adalah peri laku yang telah ditetapkan dalam kaidah tertentu. Itu berarti bahwa hati nurani moral bebas dari keragu-raguan.
Setelah mengetahui pengertian norma selanjutnya membahas pengertian
norma moral. Menurut Kaelan (2004: 85) bahwa “Norma moral yaitu yang
berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari sudut baik
maupun buruk”.
Definisi lain diungkapkan oleh Asri Budiningsih (2008: 24) ”Norma-
norma moral adalah tolok ukur yang dipakai masyarakat untuk mengukur
kebaikan seseorang”.
Jadi dapat disimpulkan bahwa norma moral adalah tingkah laku
manusia dalam masyarakat itu, harus disesuaikan dengan norma-norma yang
berlaku dalam masyarakat.
c. Pengertian Kesadaran Moral
Tindakan yang bernilai moral adalah tindakan manusia yang dilakukan
secara sadar, sengaja, mau dan tahu dan tindakan itu langsung berkenaan dengan
nilai pribadi dan masyarakat. Remaja dikatakan bermoral jika mereka memiliki
kesadaran moral yaitu dapat menilai hal-hal yang baik dan buruk, hal-hal yang
boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan, serta hal-hal yang etis dan tidak etis.
Kohlberg dalam Asri Budiningsih (2004: 84) mengatakan bahwa,”suatu
perilaku moral dianggap memiliki nilai moral jika perilaku tersebut dilakukan
secara sadar atas kemauan sediri dan bersumber dari pemikiran atau penalaran
moral yang bersifat otonom’. Kesadaran moral itu sifatnya individual, ukuran
kesadaran seseorang tidak sama. Dari pramoral ke bermoral dengan sendirinya
sudah melalui suatu jalur proses perjalanan hidup, salah satu jalur itu ialah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
pengalaman sendiri dan yang kedua adalah pendidikan. Itu berarti menjadi
bermoral itu dapat dicapai dengan belajar atau mempelajarinya.
Perbuatan manusia dinilai secara moral bilamana perbuatan itu didasarkan
pada kesadaran moral. Perasaan wajib atau keharusan untuk melakukan tindakan
yang bermoral itu ada dan terjadi dalam tiap hati sanubari manusia, siapapun,
kapan pun dan dimana pun juga. Pelaksanaan perbuatan wajib itu tidak perlu
dilaksanakan secara pribadi dapat juga minta pertolongan orang lain atau
memakai alat komunikasi yang diperlukan, khususunya bilamana perbuatannya
akan mencelakakan dirinya sendiri.
Perbuatan manusia dapat dinilai secara moral apabila perbuatan itu
didasarkan atas kesadaran moral yaitu tanpa paksaan dan keluar dari hati nurani
atau konsiensi pribadi. Menurut Winarno (2002: 20), bahwa konsiensi (hati
nurani) berfungsi sebagai berikut:
1) Index (petunjuk) Konsiensi akan menyadarkan dan memberitahu kepada diri manusia, mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang buruk secara moral sebelum perbuatan itu dilaksanakan.
2) Viudex (hakim atau penilai) Konsiensi akan memberikan penilaian terhadap perbuatan moral yang telah dilakukan. Konsiensi ini akan menilai perbuatan itu baik atau buruk.
3) Vindex (penghukum atau pemberi sanksi) Konsiensi sekaligus akan menghukum atau memberi sanksi terhadap perbuatan yang buruk oleh sendiri dikarenakan muncul dari diri manusia yang bersangkutan.
Konsekuensi psikologis dari adanya kesadaran moral itu, ialah bahwa
kesadaran moral itu menggugah timbulnya rasa wajib yaitu:
1) Wajib berbuat baik, wajib tolong menolong, wajib cinta pada tanah air
dan sebagainya.
2) Bahwa kesadaran moral itu, menggugah rasa kemanusiaan, rasa
persaudaraan, rasa ingin berkorban demi kepentingan orang lain dan
rasa mau berbuat kebijakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
3) Bahwa kesadaran moral itu, membangkitkan rasa intropeksi, kesadaran
memeriksa diri sendiri, rasa menganggap diri serba kekurangan dan
penuh dengan dosa.
Kesadaran seperti itulah yang perlu dimiliki oleh setiap warga negara,
terutama pihak pemuda-pemudanya (Burhanuddin Salam, 2000: 60-61). Sehingga
dapat disimpulkan, bahwa pribadi yang terdidik secara moral adalah pribadi yang
memiliki perasaan yang “sehat”, baik terhadap dirinya sendiri maupun dalam
hubungannya dengan orang lain. Anjar Minhr (http//www.jsse.org.com)
mengatakan bahwa “If people are unaware of their own and other human right
they will be unable to claim these right or to fight for them”. Artinya bahwa jika
seseorang menyadari dirinya sendiri dan hak asasi manusia orang lain maka
mereka tidak akan dapat berjuang untuk diri mereka sendiri.
a) Fenomena kesadaran moral
Menurut Winarno (2006: 10) bahwa “fenomena kesadaran moral
adalah apa saja yang terdapat muncul atau kelihatan dalam kesadaran
moral”. Maka fenomenologi kesadaran moral memperhatikan dengan
seksama unsur-unsur mana yang terdapat apabila kita menyadari sebagai
masalah moral.
Fenomenologi itu tidak menarik kesimpulan, tidak mau
membuktikan sesuatu, tidak berusaha untuk menemukan suatu hukum
umum akan tetapi menggambarkan apa yang dilihat terdapat dalam
fenomena yaitu dalam kesadaran moral.
b) Unsur-unsur pokok dalam kesadaran moral
Menurut Winarno (2006: 10) kesadaran moral mengandung unsur-
unsur pokok diantaranya:
(1) Adanya rasa wajib yang tidak dapat ditawar (2) Kewajiban itu berlaku objektif, bukan subjektif berasal dari diri
sendiri (3) Kewajiban itu logis, atau masuk akal (rasional) (4) Kesadaran bahwa kewajiban itu berlaku bagi dirinya (5) Disadari bahwa kewajiban itu disetujui pula oleh orang lain (6) Kesadaran bahwa pelaksanaan kewajiban itu bergantung pada diri (7) Putusan atas kewajiban merupakan tanggung jawabnya (8) Penilaian baik-buruk tergantung pada ketaatan pada kewajiban
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Sebelum melakukan perbuatan, manusia menentukan sendiri apa
yang akan dikerjakan. Manusia menentukan sikap mana yang harus
dilaksanakan dan mana yang tidak boleh dilaksanakan.
Menurut Bambang Daroeso (1987: 25) manusia dalam melakukan
perbuatan didorong oleh 3 unsur, yaitu:
(1) Kehendak yaitu pendorong pada jiwa manusia yang memberi alasan pada manusia untuk melakukan perbuatan.
(2) Perwujudan dari kehendak yang berbentuk cara melakukan perbuatan dalam segala situasi dan kondisi.
(3) Perbuatan tersebut dilakukan dengan sadar dan kesadaran inilah yang memberikan corak dan warna perbuatan tersebut.
Jadi hal tersebut dapat dilihat bahwa perbuatan manusia dinilai
secara moral apabila perbuatan itu didasarkan pada kesadaran moral.
Dalam kesadaran moral, tingkah laku atau perbuatan itu dilaksanakan
secara sukarela tanpa paksaan dan keluar dari dirinya sendiri. Dalam
dirinya ada perasaan wajib atau keharusan untuk melakukan perbuatan
bermoral itu.
c) Struktur kesadaran moral
Unsur-unsur kesadaran moral dapat memperlihatkan suatu struktur.
Menurut Winarno (2006: 10) struktur kesadaran moral terdiri dari:
(1) Kewajiban bersifat mutlak (2) Kewajiban itu bersifat umum dan objektif (3) Kewajiban itu masuk akal dan pantas disetujui (4) Putusan melaksanakan kewajiban bergantung pada diri (5) Putusan itu menentukan nilai pribadi
d) Aspek kesadaran moral
Menurut Winarno (2006: 10) aspek kesadaran moral terdiri dari:
(1) Kewajiban moral bersifat mutlak
(2) Kewajiban moral bersifat rasional
(3) Kewajiban moral menuntut tanggung jawab subjektif
d. Teori Kesadaran Moral
Dalam moralitas manusia, sejak manusia terbentuk persoalan perilaku yang
sesuai dengan moralitas telah menjadi bahasan. Berkaitan dengan hal itu,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
kemudian muncul teori- teori yang menjelaskan bagaimana suatu perilaku itu
dapat diukur secara etis. Teori- teori tersebut antara lain adalah:
1) Hedonisme
Hedonisme dalam filsafat Yunani ditemukan pada Aristippos dari
Kyrene (sekitar 433-355 SM). Menurut K. Bertens (2007: 235), “Dalam
hedonisme terkandung kebenaran yang mendalam yaitu manusia menurut
kodratnya mencari kesenangan dan berupaya menghindari ketidaksenangan”.
Selanjutnya ditambahkan pula oleh K. Bertens (2007: 239) bahwa:
Hedonisme mendapat kritik bahwa dalam argumentasi hedonisme terdapat loncatan yang tidak dipertanggung jawabkan. Dari anggapan kodrat manusia itu untuk mencari kesenangan. Secara logis hedonisme harus membatasi diri pada suaru etika deskriptif saja (pada kenyataannya kebanyakan manusia membiarkan dituntun oleh kesenangan), dan tidak boleh merumuskan suatu etika normatif (yang baik secara moral adalah mencari kesenangan).
Para hedonis mempunyai konsepsi yang salah tentang kesenangan.
Mereka berpikir bahwa sesuatu adalah baik, karena disenangi. Akan tetapi,
kesenangan tidak merupakan suatu perasaan yang subyektif belaka tanpa acuan
obyektif apapun. Jika dipikirkan secara konsekuen hedonisme mengandung
suatu egoisme, karena hanya memperhatikan kepentingan dirinya saja. Yang
dimaksud egoisme disini adalah egoisme etis atau egoisme yang mengatakan
bahwa saya tidak mempunyai kewajiban moral membuat sesuatu yang lain
daripada yang terbaik bagi diri saya sendiri. Jadi hedonisme atau pandangan
yang menyamakan baik secara moral dengan kesenangan tidak saja merupakan
suatu pandangan pada permulaan sejarah fisafat tetapi dikemudian hari bisa
menjadi berbagai variasi. Dan pengajaran atau konsep moral dari Hedonisme
adalah menyamakan kebaikan dengan kesenangan. Jadi semua kesenangan dan
kenikmatan secara fisik selalu membawa kebaikan.
Jadi dalam hedonisme terkandung kebenaran yg mendalam yaitu
manusia menurut kodratnya mencari kesenangan & berupaya menghindari
ketidaksenangan. Dalam hal ini seseorang hanya menginginkan kesenangan
semata dan berusaha untuk menghindari hal-hal yang tidak di senanginya. Dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
seseorang yang menganut teori ini maka orang tersebut dapat dikatakan
egoisme yaitu hanya mementingkan diri sendiri.
2) Eudemonisme
Pandangan ini berasal dari filsuf Yunani besar yaitu Aristoteles (384-
322 SM). Menurut Aristoteles dalam K. Bertens (2007: 243) mengatakan
bahwa:
Seseorang mencapai tujuan terakhir dengan menjalankan fungsinya dengan baik”. Manusia mencapai kebahagiaan dengan menjalankan secara paling baik kegiatan-kegiatan rasionalnya. Hal ini berarti bahwa kegiatan- kegiatan rasional itu harus dijalankan dengan disertai keutamaan. Keutamaan ada 2 yaitu keutamaan intelektual dan keutamaan moral. Keutamaan intelektual menyemprnakan langsung rasio itu sendiri. Dengan keutamaan moral rasio menjalankan pilihan-pilihan yang perlu diadakan dalam hidup sehari-hari
Jadi Eudemonisme merupakan setiap tindakan manusia mempunyai
tujuan, apapun yang dilakukan manusia selalu dilandasi oleh tujuan yang
menggerakkan tujuan tersebut. Jadi implikasinya adalah dalam teori
eudemonisme tindakan tersebut dikatakan baik apabila bertujuan untuk
kebaikan atau mempunyai tujuan yang baik. Dalam hal ini seseorang
melakukan perbuatan sesuai dengan tujuannya dan tujuan itu baik atau tidak.
3) Utilitarisme
a) Utilitarisme Klasik
Salah satu kekuatan utilitarisme adalah bahwa mereka
menggunakan sebuah prinsip jelas dan rasional. Teori ini lebih
memperhatikan hasil perbuatan. Menurut K. Bertens (2007: 251),
“Utilitarisme tidak memuat egoisme etis karena prinsip kegunaan
berbunyi: kebahagiaan terbesar untuk jumlah terbesar”.
Utilitarisme tidak hanya mengambil sebagai titik acuan pelaku
individual saja, melainkan umat manusia sebagai keseluruhan. Prinsip
kegunaan bahwa suatu perbuatan adalah baik jika menghasilkan
kebahagiaan terbesar untuk jumlah orang tetbesar, tidak selamanya benar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Jadi menurut teori ini, suatu perbuatan adalah baik jika membawa
manfaat, tapi menfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang
melainkan masyarakat sebagai keseluruhan.
b) Utilitarisme Aturan
Filsuf Richard B. Brandt dalam K. Bertens (2007: 253),
mengusulkan agar bukan aturan moral satu demi satu, melainkan sistem
aturan moral sebagai keseluruhan diuji dengan prinsip kegunaan.
Perbuatan adalah baik secara moral bila sesuai dengan aturan yang
berfungsi dalam sistem aturan moral yang paling berguna bagi suatu
masyarakat.
Dalam teori utilitarisme adalah menilai baik buruknya tindakan
didasarkan pada tujuan dan akibat dari tindakan itu bagi orang banyak.
Jadi pada prinsipnya teori utilitarisme adalah jelas dan rasional karena
tindakan itu dikatakan baik jika bermanfaat atau berguna bagi orang lain.
Maka seseorang yang menganut teori ini, mereka akan berbuat baik karena
dengan mereka melakukan kebaikan karena akan bermanfaat bagi orang
banyak.
4) Deontologi
a) Deontologi menurut Immanuel Kant
Yang menciptakan sistem moral ini adalah filsuf dari Jerman yaitu
Immanuel Kant (1724- 1804). Menurut K. Bertens (2007: 254), “istilah
deontologi berasal dari bahasa Yunani deon yang berarti apa yang harus
dilakukan; kewajiban”.
Kewajiban jadi tekanan bagi setiap orang untuk bertindak secara
baik. Dalam teori deontologi memberikan penilaian yang baik terhadap
suatu tindakan berdasarkan tindakan itu sendiri. Melakukan perbuatan baik
adalah suatu keharusan, orang sering menyebutnya sebagai suatu
kewajiban. Atas dasar tersebut, teori deontologi sangat menekankan
motivasi, kemauan yang baik dan watak yang kuat dari pelakunya.
Menurut K. Bertens (2007: 257), Immanuel Kant mengemukakan
bahwa:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Prinsip autonomy dan heteronomy dalam menentukan moralitas. Autonomy merupakan wujud otonomi kehendak. Seseorang melakukan perilaku moral berdasar atas kehendak yang telah menjadi ketetapan bagi dirinya untuk melakukan perilaku moral dan tidak ditentukan oleh kepentingan atau kecenderungan lain. Sedangkan heteronomy atau disebut juga prinsip heteronomi kehendak menyatakan bahwa seseorang berperilaku moral karena dipengaruhi oleh berbagai hal di luar kehendak manusia seperti kecenderungan atau emosi. Menurut Kant, kehendak itu otonom dengan memberikan hukum moral kepada dirinya sendiri. Perilaku moral yang ideal menurut Immanuel Kant adalah perilaku
moral yang lahir dan muncul dari desakan kehendak diri manusia sebagai
makhluk yang berakal dan berbudi, sehingga setiap perilaku moral yang
dilakukannya benar-benar lahir dari dirinya sendiri bukan dari luar dirinya.
Menurutnya bahwa yang baik adalah kehendak baik itu sendiri. suatu
kehendak menjadi baik sebab bertindak karena kewajiban. Bertindak
sesuai dengan kewajiban disebut legalitas.
(http;//baturbajang.blogspot.com/2010/06/teori- perkembangan moral-
immanuel-kant.html)
Dari teori ini dapat kita tangkap bahwa seseorang berperilaku
moral, lahir dan muncul dari desakan kehendak diri manusia sebagai
makhluk yang berakal dan berbudi untuk mencapai suatu kebahagiaan dan
perilaku bermoral dipengaruhi oleh faktor intern yang berasal dari diri
sendiri dorongan akal keinginan dan faktor ekstern yang berasal dari
masyarakat.
Jadi dapat disimpulkan bahwa teori ini, seseorang melakukan
perbuatan berdasarkan atas kewajiban moral. Moralitas dari suatu
keputusan etis yang sepenuhnya terpisah dari konsekuensinya.
b) Pandangan W.D. Ross
Menurut W.D. Ross dalam K. Bertens (2007: 259), dalam teori
deontologi kewajiban itu selalu merupakan kewajiban prima face artinya
suatu kewajiban untuk sementara dan hanya berlaku sampai timbul
kewajiban lebih penting lagi yang mengalahkan kewajiban pertama. Jadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
setiap manusia mempunyai instuisi tentang kewajiban. Kewajiban yang
lain harus kalah terhadap kewajiban yang dinilai lebih penting.
Dalam era globalisasi filsafat moral keberadaannya sangat penting,
sebab filsafat moral dapat mengimpirasi dan mendorong manusia untuk
berpikir dan menerapkan kebaikan atau berperilaku bermoral dalam
kehidupannya. Untuk menciptakan generasi muda bermoral yang berani
mengambil keputusan dengan pertimbangan moral.
e. Definisi Konseptual Kesadaran Moral
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kesadaran
moral adalah keadaan dalam diri manusia yang mengerti bahwa perbuatannya
didasarkan atas perasaan wajib, tanpa paksaan dari dalam dirinya yang
mencerminkan sikap atau perilaku yang baik terhadap Tuhan YME, diri sendiri,
keluarga, masyarakat atau sesama manusia, serta alam atau lingkungan yang
keluar dari pribadi atau hati nuraninya.
f. Definisi Operasional Kesadaran Moral
Adapun definisi operasional dari kesadaran moral adalah:
1) Sikap dalam hubungannya dengan Tuhan
2) Sikap dalam hubungannya dengan diri sendiri
3) Sikap dalam hubungannya dengan keluarga
4) Sikap dalam hubungannya dengan masyarakat atau sesama manusia
5) Sikap dalam hubungannya dengan alam atau lingkungan
3. Pengaruh Pemahaman Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa
terhadap Kesadaran Moral Remaja
Penanaman nilai-nilai Pancasila terhadap remaja dilakukan untuk
mendidik dan mencetak remaja menjadi manusia seutuhnya yakni manusia yang
beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat
jasmani dan rohani, berilmu, cakap, kreatif, berkepribadian yang mantap dan
mandiri serta menjadi warga yang demokratis dan bertanggung jawab sehingga
mampu menghadapi segala tantangan yang ada.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Penanaman nilai-nilai Pancasila ini dianggap sebagai salah satu cara yang
paling efektif untuk mendidik para remaja. Gagalnya penanaman nilai-nilai
Pancasila saat ini ditandai oleh banyaknya masalah-masalah sosial seperti
kejahatan-kejahatan moral, pelanggaran kesusilaan, kenakalan remaja, tawuran
antar pelajar, kejahatan narkoba dan sebagainya. Fenomena ini telah
memunculkan krisis moral. Kualitas moral dan akhlak para remaja amat
memprihatinkan. Maka dalam hal ini penanaman sila-sila dalam Pancasila
menjadi perwujudan nilai moral sebagai antisipasi terjadinya krisis moral.
Untuk merespon fenomena tersebut pada diri remaja membutuhkan
pemahaman tentang Pancasila yang cukup. Sehingga dengan pemahaman
Pancasila yang dimilikinya tumbuh kesadaran dalam diri remaja yaitu kesadaran
untuk berbuat baik atau dengan kata lain kesadaran moral setelah mengetahui sila-
sila dalam Pancasila sehingga dalam bertindak sesuai dengan norma-norma yang
berlaku dan tidak menimbulkan kejahatan-kejahatan seperti disebutkan di atas.
Menurut Darmodiharjo dkk (1988 : 16), “Pancasila sebagai pandangan
hidup bangsa adalah pancasila digunakan sebagai penunjuk arah semua kegiatan
atau aktivitas hidup dan kehidupan didalam segala bidang”.
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia (1999: 267) “sadar berarti insaf,
merasa, tahu dan mengerti”. Menurut Kaelan (2002: 180), bahwa “moral adalah
suatu ajaran-ajaran ataupun wejangan-wejangan, patokan-patokan, kumpulan
peraturan baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan
bertindak agar menjadi manusia yang baik”. Dengan demikian kesadaran moral
adalah insaf atau mengerti dalam diri manusia bahwa kelakuannya didasarkan atas
rasa wajib, sukarela, tanpa paksaan dan keluar dari pribadinya.
Pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa adalah
kemampuan seseorang untuk menangkap arti dari Pancasila yang dipahami
sebagai lima nilai etik yang mengatur tingkah laku manusia dan dalam Pancasila
tersebut mencakup sila-sila Pancasila sebagai pandangan hidup yang meliputi
pemahaman makna sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai pandangan hidup,
pemahaman makna sila Kemanusiaan yang adil dan beradab sebagai pandangan
hidup, pemahaman makna sila Persatuan Indonesia sebagai pandangan hidup,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
pemahaman makna sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/ perwakilan sebagai pandangan hidup, pemahaman
makna sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagai pandangan
hidup.
Remaja yang memiliki pemahaman nilai-nilai Pancasila yang tinggi dan
dapat memahami Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa kemudian bisa
menangkap makna dan arti dari Pancasila tersebut, maka dalam kehidupannya
akan tumbuh kesadaran moral pada diri remaja tersebut dan dapat berinteraksi
dengan baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Dengan remaja
mengetahui makna dan arti dari Pancasila dan dapat menjalankannya dalam
kehidupan sehari-hari maka moral dan tingkah laku remaja akan menjadi baik.
B. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan kajian teoritis di atas, maka dapat dirumuskan kerangka
pemikiran adalah:
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia berarti semua
tingkah laku atau perbuatan setiap manusia Indonesia harus dijiwai dan
merupakan pancaran dari semua sila pancasila. Cermin pemahaman Pancasila
sebagai pandangan hidup setiap warga Negara Indonesia dapat dilihat dari jiwa
keagamaan, jiwa kerakyatan dan jiwa yang menjunjung tinggi keadilan sosial
yang terpancar dalam segala tingkah laku serta sikap hidup seluruh bangsa
Indonesia. Adanya pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa akan
membawa persepsi remaja pada hal-hal yang positif sehingga pemahaman
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dapat mempengaruhi perilaku remaja.
Dapat dikatakan bahwa pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa
dapat menumbuhkan kesadaran moral pada diri remaja. Berdasarkan uraian
kerangka pemikiran sebagaimana dijelaskan di atas dapat penulis sajikan bagan
kerangka pikir penelitian ini sebagai berikut:
Pemahaman Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa
Kesadaran Moral
X Y
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Gambar 1. Interaksi Pengaruh antara Pemahaman Pancasila Sebagai Pandangan
Hidup Bangsa terhadap Kesadaran Moral.
C. Hipotesis
Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 62) “Hipotesis berasal dari kata hypo
yang artinya bawah dan thesa artinya kebenaran, sehingga hipotesis berarti suatu
pendapat atau dugaan sementara yang tarafnya masih rendah”.
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis dalam penelitian
ini adalah “ada pengaruh positif dan signifikan antara pemahaman Pancasila
sebagai pandangan hidup bangsa terhadap kesadaran moral pada remaja di desa
Karanglo kecamatan Polanharjo kabupaten Klaten tahun 2011”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian merupakan sumber diperolehnya data yang dibutuhkan
dari masalah yang akan diteliti. Penelitian yang penulis lakukan ini bertempat di
Kalurahan Karanglo, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten. Pemilihan lokasi
tersebut dikarenakan peneliti menemukan masalah yaitu masih adanya
pelanggaran nilai-nilai moral seperti perilaku-perilaku penyimpangan yang
menunjukkan kesadaran moral masih rendah, kemudian lokasinya tidak jauh dari
tempat tinggal peneliti sehingga dapat menghemat biaya dan dimungkinkan sekali
memberikan data yang diperlukan dalam penelitian sehingga mempercepat proses
pengumpulan data.
2. Waktu Penelitian
Waktu yang digunakan dalam penelitian ini dimulai dari pengajuan judul
sampai dengan penyusunan laporan hasil penelitian dilakukan mulai dari bulan
Oktober 2010 sampai Juli 2011. Waktu ini meliputi kegiatan persiapan sampai
penyusunan laporan penelitian, dengan jadwal sebagai berikut:
Tabel 1 : Jadwal Kegiatan Penelitian
No
Kegiatan
2010 2011
Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags
1 Pengajuan Judul
2 Penyusunan
Proposal
3 Perijinan
Penelitian
4 Pengumpulan Data
5 Analisis Data
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
6 Penyusunan
Laporan
B. Metode Penelitian
Dalam suatu penelitian tentu memerlukan metode atau cara agar penelitian
dapat berhasil. Suatu penelitian akan menghasilkan suatu kesimpulan yang tepat
apabila menggunakan metode yang tepat dan benar. Berkaitan dengan hal
tersebut, maka seorang peneliti harus mampu menentukan metode penelitian yang
sesuai dengan masalah yang diteliti.
Menurut Cholid Narbuko dan Abu Achmadi (2003: 1), “Metodologi
adalah cara melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama
untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan penelitian adalah suatu kegiatan untuk
mencari, mencatat, merumuskan, dan menganalisis sampai menyusun laporan”.
Sedangkan menurut Winarno Surakhmad (1994: 131) “Metode merupakan cara
utama yang dipergunakan untuk mencapai suatu tujuan, misalnya untuk menguji
serangkaian hipotesa, dengan mempergunakan teknik serta alat-alat tertentu”.
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa metode penelitian
merupakan cara yang digunakan oleh peneliti dalam suatu studi melalui
penyelidikan terhadap suatu masalah sehingga mendapat pemecahan masalah
yang tepat. Selanjutnya menurut Winarno Surakhmad (1994: 131), menyatakan
jenis-jenis metode penelitian adalah:
1. Penelitian Historik
Penyelidikan yang menggunakan metode historik adalah penyelidikan yang
mengaplikasikan metode pemecahan yang ilmiah dari perspektif historik.
2. Metode Penyelidikan Deskriptif
Penyelidikan deskriptif tertuju pada pemecahan masalah yang ada pada masa
sekarang. Pada umumnya metode deskriptif ialah menuturkan dan
menafsirkan data yang ada, misalnya tentang situasi yang dialami, satu
hubungan, kegiatan, pandangan, sikap yang menampak atau tentang suatu
proses yang sedang berlangsung dan sebagainya. Pelaksanaan metode
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
deskriptif tidak hanya sampai pada pengumpulan dan penyusunan data, tetapi
meliputi analisa dan arti data itu. Alat untuk mengukur suatu dimensi tersebut
adalah dengan menggunakan angket, tes dan interview.
3. Metode Penyelidikan Eksperimental
Metode penelitian eksperimental merupakan penelitian yang ditujukan pada
segi-segi tertentu dari suatu peristiwa. Pada umumnya peristiwa yang terjadi
adalah peristiwa yang terjadi secara berpasangan.
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif kuantitatif. Menurut Moh. Nasir (1993: 63) bahwa :
Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti sekelompok kasus manusia, suatu obyek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran atau suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian
dengan metode deskriptif kuantitatif merupakan penelitian yang berusaha
mendiskripsikan serta mengumpulkan informasi-informasi suatu gejala dan
peristiwa yang sedang berlangsung pada masa sekarang.
Alasan penulis menggunakan metode ini adalah karena penulis ingin
berusaha untuk memecahkan masalah yang ada pada saat sekarang berdasarkan
analisa dari data atau fakta. Dari metode deskriptif kuantitatif tersebut peneliti
bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh dari pemahaman pancasila
sebagai pandangan hidup bangsa terhadap kesadaran moral dalam diri remaja.
C. Populasi dan Sampel
Dalam suatu penelitian ilmiah tidak akan terlepas dari penetapan populasi
dan sampel, karena populasi dan sampel merupakan subyek penelitian dan
keduanya merupakan sumber data penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
1. Populasi Penelitian
Pengertian populasi menurut Suharsimi Arikunto (2006: 130) menyatakan
bahwa “Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian”. Sedangkan menurut
Sugiyono (2010: 117)”Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas:
obyek/ subyek yang mempunyai kualitas dan karakter tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan”.
Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa populasi adalah
keseluruhan subyek atau obyek penelitian yang datanya akan dianalisa. Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh remaja di Desa Karanglo, Kecamatan
Polanharjo, Kabupaten Klaten dengan jumlah 315 remaja yang terbagi dalam 6
dukuh, yang terdiri dari dukuh Karangwetan: 46, Nglangun: 54, Plumbon: 42,
Suruh: 49, Pusur: 50, Karanglo: 74.
2. Sampel Penelitian
Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 109), ”Sampel adalah sebagian atau
wakil dari populasi yang akan diteliti”. Sedangkan menurut Yatim Riyanto (2001:
64) “Sampel adalah bagian populasi”.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sampel adalah
sebagian atau wakil dari populasi yang menjadi subjek penelitian. Penentuan
besarnya sampel yang akan diambil dalam penelitian ini, akan menggunakan
acuan pendapatnya Suharsimi Arikunto (2002: 112) sebagai berikut:
Untuk sekedar ancer-ancer, apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semuanya, sehingga penelitinya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah subjek besarnya telah lebih dari 100 maka diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih, tergantung setidak-tidaknya dari: a. Kemampuan peneliti dilihat dari segi waktu, tenaga, dan data. b. Sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subjek, karena hal ini
menyangkut banyak sedikitnya data. c. Besar kecilnya resiko yang ditanggung peneliti. Untuk penelitian yang
resikonya besar, tentu saja jika sample lebih besar hasilnya akan lebih baik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Sesuai dengan ketentuan tersebut maka penelitian ini mengambil sampel
20% dari populasi sebesar 315 remaja sehingga jumlah keseluruhan sampel dalam
penelitian ini berjumlah 63.
3. Teknik Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel harus dilakukan sedemikian rupa sehingga diperoleh
sampel yang benar-benar dapat berfungsi sebagai contoh atau dapat
menggambarkan keadaan yang sebenarnya atau dengan kata lain, sampel harus
representatif.
Riduwan (2003: 11) mengatakan bahwa teknik pengambilan sampel atau
teknik sampling adalah “Suatu cara mengambil sampel yang representatif dari
populasi”. Sedangkan menurut Cholid Narbuko dan Abu Achmadi (2004: 110)
ada dua macam teknik sampling yaitu:
a. Teknik Random Sampling 1) Cara undian 2) Cara ordinal 3) Cara randomisasi dari table bilangan random
b. Teknik Non Random Sampling 1) Proposional sampling 2) Stratified sampling 3) Purposive sampling 4) Quota sampling 5) Double sampling 6) Area sampling 7) Cluster sampling
Dalam penelitian ini teknik sampling yang digunakan adalah teknik
proporsional random sampling, dimana besar kecilnya sub populasi atau bagian
individu–individu yang diambil tiap sub populasi diambil secara proporsional dan
random atau acak. Dengan teknik pengambilan sampel secara proporsional
random sampling maka setiap anggota populasi akan mempunyai kesempatan dan
peluang yang sama untuk terpilih menjadi anggota sampel secara seimbang dari 6
desa yang ada yaitu desa Karangwetan, Nglangun, Plumbon, Suruh, Pusur dan
Karanglo.
Adapun alasan penulis menggunakan teknik tersebut karena dalam teknik
proporsional random sampling bersifat secara objektif. Pelaksanaan pengambilan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
sampel dilakukan dengan cara pengambilan dari tiap-tiap sub populasi dengan
memperhitungkan sub-sub populasi yaitu tiap-tiap dusun. Pengambilan sampel
secara random sebesar 20% dari jumlah remaja tersebut menggunakan
perhitungan sebagai berikut:
Jumlah remaja setiap dukuh x jumlah sampel Jumlah populasi Tabel 2. Jumlah sampel dari tiap kelas
NO. DUKUH SAMPEL
1. KARANGWETAN 46 ×63 = 9,2 dibulatkan menjadi 9
315 2. NGLANGUN 54 ×63 = 10,8 dibulatkan menjadi 11
315 3. PLUMBON 42 ×63 = 8,4 dibulatkan menjadi 8
315 4. SURUH 49 ×63 = 9,8 dibulatkan menjadi 10
315 5. PUSUR 50 ×63 = 10
315
6. KARANGLO 74 ×63 = 14,8 dibulatkan menjadi 15
315
TOTAL 63
Dari perhitungan dalam pengambilan sampel di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa sampel yang dipakai dalam penelitian ini berjumlah 63.
Sampel dalam penelitian ini dapat dilihat pada lampiran 1.
D. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memecahkan masalah dalam penelitian diperlukan data yang
relevan dengan permasalahanya, sedangkan data tesebut perlu digunakan teknik
pengumpulan data sehingga diperoleh data yang benar-benar valid dan dapat
dipercaya. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
teknik tes untuk memperoleh data pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup
bangsa dan teknik angket untuk memperoleh data kesadaran moral.
1. Metode Tes
a. Pengertian Tes
Menurut Suharmini Arikunto (2002: 53) “Tes adalah alat ukur atau
prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam
suasana, dengan cara-cara yang sudah ditentukan”.
b. Bentuk Tes
Menurut Suharmini Arikunto (2002: 162) bentuk-bentuk tes ada dua yaitu
“tes subjektif dan tes objektif”. Adapun penjelasan dari bentuk tes subjektif dan
tes objektif adalah sebagai berikut:
1) Tes subjektif pada umumnya berbentuk essay atau uraian tes subjektif
untuk mengukur kemajuan belajar yang memerlukan jawaban yang
bersifat pembahasan atau uraian kata-kata.
2) Tes objektif adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat dilakukan
objektif. Tes objektif terdiri dari tes benar salah (true-false), tes pilihan
ganda (multiple choice test), tes menjodohkan (matching test) dan tes lisan
(completion test).
Berdasarkan bentuk-bentuk tes maka yang dapat digunakan penulis
untuk mengukur pemahaman pancasila sebagai pandangan hidup bangsa
dalam penelitian adalah tes objektif dalam bentuk multiple choice atau pilihan
ganda yang memuat beberapa pertanyaan dengan empat alternatif jawaban.
2. Metode Angket
a. Pengertian Angket
Menurut Riduwan (2003: 52-53) “Angket (questionnaire) adalah daftar
pertanyaan yang diberikan kepada orang lain, bersedia memberikan respons
(responden) sesuai dengan permintaan pengguna”. Sedangkan menurut Suharsimi
Arikunto (2006: 151) “Kuisioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang
pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui”.
b. Macam-macam angket
Suharsimi Arikunto (2006: 152) tentang macam kuisioner (angket), dapat
dipandang dari berbagai segi:
1) Dipandang dari cara menjawab, maka ada: a) Kuisioner terbuka, yang memberi kesempatan kepada responden
untuk menjawab dengan kalimatnya sendiri. b) Kuisioner tertutup, yang sudah disediakan jawabannya sehingga
responden tinggal memilih. 2) Dipandang dari jawaban yang diberikan ada:
a) Kuisioner langsung, yaitu responden menjawab tentang dirinya. b) Kuisioner tidak langsung yaitu jika responden menjawab tentang
orang lain. 3) Dipandang dari bentuknya maka ada:
a) Kuisioner pilihan ganda, yang dimaksud adalah sama dengan kuisioner tertutup.
b) Kuisioner isian, yang dimaksud adalah kuisoner terbuka. c) Check list, sebuah daftar, dimana responden tinggal membubuhkan
tanda check (�) pada kolom yang sesuai. d) Rating scale (skala bertingkat), yaitu sebuah pernyataan diikuti oleh
kolom-kolom yang menunjukkan tingkatan-tingkatan, misalnya mulai dari sangat setuju sampai ke sangat tidak setuju.
Berdasarkan penjelasan di atas peneliti menggunakan angket tertutup
dalam bentuk rating scale, karena responden tinggal memilih jawaban yang sudah
disediakan peneliti yaitu dari pernyataan selalu, sering, jarang, sampai tidak
pernah. Pemberian jawaban dilakukan dengan cara memberikan tanda check ( √ )
dalam kolom yang sudah disediakan.
Skala pengukuran yang digunakan untuk mengukur angket kesadaran
moral mulai dari sangat setuju (SS), setuju (S), Tidak setuju (TS) dan sangat tidak
setuju (STS). Peneliti menghilangkan kategori jawaban “ragu-ragu” dengan alasan
agar tidak menimbulkan kecenderungan memilih jawaban di tengah saja terutama
bagi mereka yang ragu-ragu atas kecenderungan ke arah setuju atau ke arah tidak
setuju. Cara pemberian skor tiap item pernyataan adalah sebagai berikut:
a Pernyataan Positif
1) Untuk jawaban sangat setuju skor 4.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
2) Untuk jawaban setuju skor 3.
3) Untuk jawaban tidak setuju skor 2.
4) Untuk jawaban sangat tidak setuju skor 1.
b Pernyataan Negatif
1) Untuk jawaban sangat setuju skor 1.
2) Untuk jawaban setuju skor 2.
3) Untuk jawaban tidak setuju skor 3.
4) Untuk jawaban sangat tidak setuju skor 4.
.
3. Instrumen Penelitian
Sugiyono (2010: 133) menyatakan bahwa ”instrumen penelitian digunakan
untuk mengukur nilai variabel yang diteliti”. Instrumen dalam penelitian ini yaitu
dengan menggunakan tes dan angket.
a Variabel Penelitian
Variabel penelitian menurut Suharsimi Arikunto (2006: 119) “Ada
variabel yang mempengaruhi dan variabel akibat. Variabel yang mempengaruhi
disebut variabel penyebab, variabel bebas atau independen variabel (X),
sedangkan variabel akibat disebut variabel tidak bebas, variabel tergantung,
variabel terikat atau dependent variabel (Y).
Penelitian ini terdapat dua variabel yang terdiri atas satu variabel bebas
dan satu variabel terikat. Penjabaran dari variabel yang ada dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1) Variabel bebas (independent variable)
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau disebut variabel
penyebab. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu Pemahaman Pancasila
Sebagai Pandangan Hidup Bangsa (X).
2) Variabel terikat (dependent variable)
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau disebut variabel
tergantung. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Kesadaran Moral
(Y).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
b Penyusunan Instrumen
Instrumen penelitian berupa tes untuk variabel X (Pemahaman Pancasila
Sebagai Pandangan Hidup) dan angket untuk variabel Y (Kesadaran moral) yang
digunakan untuk mendapatkan data. Data merupakan hal yang sangat penting
guna membuktikan kebenaran hipotesis yang dirumuskan. Maka data yang
dikehendaki dalam setiap penelitian adalah data yang benar-benar dapat dipercaya
dan objektif. Untuk itu instrumen yang digunakan haruslah merupakan instrumen
yang baik. Instrumen yang baik harus memenuhi dua persayaratan yaitu valid dan
reliabel (Suharsimi Arikunto, 2002: 144). Untuk itu sebelum data digunakan
sebagai data penelitian, maka terlebih dahulu harus diujicobakan pada remaja di
luar sampel. Adapun daftar remaja yang digunakan dalam ujicoba dapat dilihat
pada lampiran 2.
1) Validitasi tes
Validitasi tes digunakan validitas isi (content validity) yaitu dengan cara
menyusun tes berdasarkan kisi-kisi tes pemahaman Pancasila sebagai
pandangan hidup bangsa. Kisi-kisi ujicoba tes pemahaman Pancasila
sebagai pandangan hidup bangsa dapat dilihat pada lampiran 3 sedangkan
lembar ujicobanya dapat dilihat pada lampiran 4.
2) Uji coba tes
Sebelum data dianalisis, instrumen dievaluasi terlebih dahulu untuk
mengetahui bahwa tes yang akan digunakan dalam penelitian ini valid dan
reliabel atau tidak. Adapun persyaratan pengujian tes adalah sebagai
berikut:
a) Uji validitas tes
Pengujian validitas menggunakan uji validitas item dengan
teknik analisis butir-butir soal. Langkah-langkahnya sebagai berikut:
Dalam pengujian validitas yang digunakan adalah formula
korelasi point biserial. Penggunaan rumus ini karena variabelnya
dikotomi, yaitu hanya memiliki dua macam angka saja, seperti tes ini
yang menjawab benar diberi angka 1 dan yang menjawab salah diberi
angka 0.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Rumus Korelasi Point Biserial adalah:
rpbis = q
p
S
MM
t
tp −
dimana :
rpbis :koefisien korelasi point biserial
Mp :mean skor dari subjek yang menjawab betul bagi item
yang dicari korelasinya dengan tes
M t :mean skor total
St :standar deviasi skor total
P :proporsi remaja yang menjawab benar ( p = banyaknya
remaja yang menjawab benar/jumlah seluruh remaja )
q :proporsi remaja yang menjawab salah ( q = 1-p )
( Suharsimi Arikunto, 2006 : 283-284 )
Kriteria nilai rpbis adalah sebagai berikut :
Item tersebut valid jika harga tabelpbi r ≥r
Item tersebut tidak valid jika harga tabelpbi r ≤r
Artinya dari hasil perhitungan validitas item tersebut
kemudian dikonsultasikan dengan harga r. Jika r Point Biserial
lebih besar dari harga r tabel, maka korelasi tersebut signifikan,
berarti item soal tersebut adalah valid. Apabila harga r Point
Biserial lebih kecil dari r tabel, berarti korelasi tersebut tidak
signifikan maka item soal tersebut dikatakan tidak valid.
Dari perhitungan yang telah dilakukan kemudian
dikonsultasikan dengan rtabel dengan taraf sgnifikansi 5 % dan N =
30 diperoleh r tabel sebesar 0,361 maka jika r hitung < 0.361 maka
item tersebut dinyatakan invalid sedangkan jika r hitung > 0.361
maka item tersebut valid.
Berdasarkan hasil uji coba item tes pemahaman pancasila
sebagai pandangan hidup bangsa (lampiran 5), diketahui bahwa
dari 30 item tes tersebut ada 27 item yang valid, sedangkan 3 item
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
lainnya dinyatakan tidak valid. Item yang tidak valid adalah nomor
10, 21, 29. selanjutnya item yang tidak valid dibuang dan item yang
valid digunakan sebagai instrumen tes penelitian yakni kisi-kisi tes
penelitian pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa
dapat (lampiran 6), dan lembar penelitian tes (lampiran 7). Adapun
contoh penghitungan uji validitas salah satu item dapat dilihat pada
lampiran 8.
b) Uji reliabilitas tes
Untuk menguji reliabilitas tes digunakan rumus:
(1) Rumus Product Moment
r xy = ∑ ∑ ∑ ∑
∑ ∑ ∑−−
−
})(}{)({
))((2222 YYNXXN
YXXYN
(Saifuddin Azwar, 2002: 48)
(2) Dilanjutkan dengan Formula Sperman-Brown
r11 =
+
×
212
1
212
1
1
2
r
r
(Suharsimi Arikunto, 2006:108)
Keterangan :
r11 = Reliabilitas instrumen
r1/21/2 = rxy yang disebutkan sebagai indeks korelasi antara dua
belahan instrumen
Kesimpulan:
Dan hasil perbandingan antara r11 dan rtab kemudian diambil
kesimpulan sebagai berikut:
Soal tes dikatakan reliabel apabila r hitung > r tabel, sebaliknya jika r
hitung < r tabel maka soal tes tidak reliabel.
Untuk menentukan kriteria reliabel tes perlu dilakukan
konsultasi dengan kriteria koefisien reliabilitas angket seperti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto (2006: 75). Sebagai
berikut:
(1) 0,800 – 1,000 = reliabilitas sangat tinggi
(2) 0,600 – 0,799 = reliabilitas tinggi
(3) 0,400 – 0,599 = reliabilitas cukup
(4) 0,200 – 0,199 = reliabilitas sangat rendah
Dari item yang valid dan telah dilakukan uji reliabilitas maka diperoleh
r11 = 0,750 yang berarti memiliki koefisien reliabilitas yang tinggi
(Lampiran 9).
c) Uji analisis item soal
Sedangkan untuk menganalisa butir soal diantaranya yaitu
dengan menggunakan analisa taraf kesukaran dan daya beda tes.
Apabila langkah- langkah tersebut terpenuhi berarti persyaratan tes
sebagai alat ukur telah dipenuhi. Rumus dalam menganalisa butir soal
yaitu sebagai berikut:
(1) Taraf Kesukaran
Taraf kesukaran soal diuji dengan rumus P menurut
Saifudin Azwar (2002: 134) :
N
nP i=
Dimana:
in :Banyaknya remaja yang menjawab item dengan benar
N : Banyaknya remaja yang menjawab item
Kriteria harga P adalah:
0,0 ≤ P < 0,3 = sukar
0,3 ≤ P < 0,7 = sedang
0,7 ≤ P < 1,0 = mudah
Dari 30 soal yang diujicobakan dapat diketahui soal dengan
kriteria mudah ada 29 soal dan soal dengan kriteria sedang ada 1
soal. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 10.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
(2) Daya Beda
Rumus yang digunakan untuk menghitung daya pembeda
soal menurut Saifudin Azwar (2002:138) sebagai berikut :
R
iR
T
iT
N
n
N
nd −=
Keterangan:
iTn : banyaknya penjawab item dengan benar dari kelompok
tinggi
TN : banyaknya penjawab item dari kelompok tinggi
iRn : bnyaknya penjawab item dengan benar dari kelompok
rendah
RN : banyaknya penjawab item dari kelompok rendah
Kriteria:
D=0,00 – 0,2: Jelek
D=0,2 – 0,4 : Sedang
D=0,4 – 0,7 : Baik
D=0,7– 1,0 : Baik Sekali
D=negatif : Semuanya tidak baik
Dari 30 soal yang diujicobakan, berdasarkan hasil
perhitungan daya beda terdapat 26 soal dengan kriteria cukup dan 4
soal dengan kriteria jelek. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat
pada lampiran 11.
3) Uji coba (Try out) angket ini meliputi analisis validitas dan reliabilitas
Angket yang telah disusun perlu dilakukan uji coba terlebih dahulu,
hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kemungkinan adanya istilah-istilah
yang tidak dimengerti oleh remaja dan juga untuk mengetahui validitas dan
reliabilitas butir angket tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 67) macam-macam validitas
sebagai berikut: “(a) validitas isi; (b) validitas kontruksi; (c) validitas ”ada
sekarang”; (d) validitas prediksi”.
Berikut merupakan penjelasan macam- macam validitas:
a) Validitas isi (content validity) suatu tes dapat dikatakan memenuhi
validitas isi apabila tes tersebut menyangkut tujuan khusus tertentu
yang sejajar dengan materi pelajaran yang diartikan. Oleh karena itu
yang dianjurkan tertera dalam kurikulum maka, validitas isi ini juga
sering disebut validitas kurikuler.
b) Validitas kontruksi (contruct validity) suatu tes dikatakan memiliki
validitas kontruksi apabila dalam butir-butir soal untuk membangun
tes tersebut mengukur setiap aspek berfikir seperti yang tersebut
dalam TIK atau konsep.
c) Validitas ”ada sekarang” (concurrent validity) validitas ini lebih
umum dikenal dengan validitas empiris. Jadi sebuah tes dikatakan
memiliki validitas empiris apabila hasilnya sesuai dengan
pengalaman.
d) Validitas prediksi (predictive validity) memprediksi artinya meramal
mengenai hal yang artinya akan datang, jadi sekarang belum terjadi,
sebuah tes dikatakan memiliki validitas prediksi atau validitas ramalan
apabila mempunyai kemampuan untuk meramalkan apa yang akan
terjadi pada masa yang akan datang.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis validitas konstruksi
karena menggunakan angket yang terdiri dari beberapa indikator untuk
mengukur suatu kesadaran moral remaja di desa Karanglo, kecamatan
Polanharjo, kabupaten Klaten.
Dari indikator tersebut kemudian disusun butir angket berdasarkan
kisi-kisi uji coba angket kesadaran moral (lampiran 12), sedangkan lembar uji
coba angket sendiri terdiri dari 30 item pernyataan (lampiran 13).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
(1) Uji Validitas Angket
Menurut Suharsimi Arikunto (2006:168) “validitas adalah suatu
ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu
instrumen”. Setelah instrumen diuji cobakan kemudian dihitung tingkat
validitasnya, dengan tujuan untuk mengetahui apakah butir-butir yang
diuji cobakan dapat mengukur keadaan responden yang sebenarnya atau
tidak.
Jadi suatu instrumen yang valid atau sahih adalah instrumen yang
mempunyai nilai hitung yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai
tabel yang telah ditentukan, sedangkan instrumen yang tidak valid adalah
instrumen yang nilai hitungnya lebih rendah daripada nilai pada tabel yang
telah ditentukan.
Untuk mengetahui valid tidaknya butir angket maka diuji dengan
rumus product moment yang dikemukakan oleh Pearson dalam Suharsimi
Arikunto (2006: 170):
})(.}{)(.{
))((.2222 YYNXXN
YXXYNrxy
∑−∑∑−∑
∑∑−∑=
Keterangan :
rxy : Koefisien korelasi antara variabel X dan Y
∑X : Skor masing-masing item
∑Y : Skor total
∑XY : Jumlah penelitian X dan Y
∑X2 : Jumlah kuadrat dari X
∑Y2 : Jumlah kuadrat dari Y
N : Jumlah subjek
Selanjutnya untuk mengukur taraf validitas tiap item dalam angket
tersebut maka hasil perhitungannya dikonsultasikan dengan tabel r product
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
moment dalam taraf signifikansi 5% dan N = 30 diperoleh r tabel sebesar
0.361.
Bila rhitung > rtabel berarti valid
Bila rhitung < rtabel berarti tidak valid
Hasil uji coba item angket kesadaran moral dapat dilihat pada
lampiran 14, dan diketahui bahwa dari 30 pernyataan tersebut ada 26 item
yang valid sedangkan 4 item lainnya dinyatakan tidak valid. Item yang
tidak valid adalah nomor 1, 3, 9, 17. Selanjutnya dalam penelitian ini,
item yang tidak valid dibuang. Untuk kisi-kisi penelitian angket dapat
dilihat pada lampiran 15, sedangkan lembar penelitian angket pada
lampiran 16. Adapun contoh penghitungan uji validitas angket salah satu
item terdapat pada lampiran 17.
(2) Uji Reliabilitas Angket
Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 154) “Reliabilitas adalah
ketepatan suatu tes apabila diteskan subyek yang sama”. Dengan kata lain
reliabilitas adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan sejauh mana
suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran diulang dua
kali atau lebih.
Adapun mencari reliabilitas menurut Suharsimi Arikunto (2002:
156) adalah (a) rumus Spearman Brown, (b) rumus Flanagan, (c) rumus
Rulon, (d) rumus K-R.20, (e) rumus K-R21, (f) rumus Hoyt, (g) dan
rumus Alpha.
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur reliabilitas angket. Teknik
korelasi yang digunakan adalah Korelasi Product Moment, dilanjutkan
dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach yang dikemukakan oleh
Suharsimi Arikunto (2006: 196) dengan rumus :
r11 =
−
−∑σσ
2
2
11
t
b
k
k
Keterangan: r11 = reliabilitas instrumen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
k = banyaknya butir soal
∑σ 2
b = jumlah varians butir
σ 2
t = varians total
Untuk mengetahui reliabel tidaknya alat ukur tersebut, maka hasil
r11 dikonsultasikan dengan rtabel. Jika r11 > rtabel, hasil uji coba adalah
reliabel. Sebaliknya jika r11 < rtabel berarti hasil uji coba tidak reliabel.
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh reliabilitas sebesar 0,882.
hasil tersebut kemudian dikonsultasikan dengan r tabel pada tingkat
signifikansi 5 % dengan N = 30 diperoleh r tabel sebesar 0,361. Karena r
hitung > r tabel atau 0,882 > 0,361 maka item pernyataan angket tersebut
reliabel. (lampiran 18).
Hasil analisis reliabilitas kemudian dikonsultasikan dengan
koefisien reliabilitas. Adapun mengenai besarnya koefisien korelasi dapat
digunakan ketentuan sebagai berikut:
0.800 – 1.000 = reliabilitas sangat tinggi
0.600 – 0.800 = reliabilitas tinggi
0.400 – 0.600 = reliabilitas cukup
0.200 – 0.400 = reliabilitas rendah
0.000 – 0.200 = reliabilitas sangat rendah
(Suharsimi Arikunto,2006:276)
Apabila dilihat dengan ketentuan koefisien korelasi maka angket
tersebut koefisien korelasinya sangat tinggi dikarenakan berada pada
interprestasi 0.800 – 1.000.
E. Teknik Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan membuktikan kebenaran hipotesis
penelitian. Adapun teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
statistik korelasi. Sebelum analisis korelasi diimplementasikan maka perlu
mengadakan pengujian persyaratan analisis dengan menggunakan uji normalitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
dan uji linieritas. Adapun langkah-langkah pengujian persyaratannya adalah
sebagai berikut:
1. Uji Prasyarat Analisis
a Uji Normalitas
Uji normalitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah sampel diambil dari
distribusi normal atau tidak. Uji normalitas ini menggunakan uji Lilliefors dengan
cara menggunakan penafsir rata-rata (X) dan simpangan baku. Adapun langkah-
langkah dalam uji Lilliefors adalah sebagai berikut:
1) ( )
S
XXizi
−=
zi = Angka baku
X = Rata-rata
N
X i∑
S = Simpangan baku
( )( )( )1
22
−−
= ∑ ∑NN
XiXN i
2) Tiap angka baku dan menggunakan daftar distribusi normal baku, hitung
peluang: )()( zizPziF ≤=
3) N
ziyangzzBanyaknyazziS ni ≤= ,....,
)( 2
4) Hitung selisih ( ) ( )ziSziF − tentukan harga mutlaknya
5) Cari nilai yang terbesar dari selisih ( ) ( )ziSziF − jadikan Lhitung atau Lhit
6) Kesimpulannya:
a) Jika Lhit ≥ Ltabel atau Lkritis tolak hipotesis statistik, jadi tidak normal
b) Jika Lhit < Ltabel, terima hipotesis statistik, jadi normal.
(Hassan Suryono, 2005:79)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
b Uji Linieritas
Pengujian ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel bebas dengan
varibel terikat terdapat pengaruh yang linier atau tidak. Pengujian linieritas
menggunakan rumus dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Nilai X1 yang sama disusun beserta pasangannya
2) Menghitung :
a) JK (E) =
−
N
ΣYiYi
22
b) JKTC = Jkres – Jk (E)
3) Menghitung :
a) dk = N – k atau dFres – dFTC
k = banyaknya kelompok X b) dkTC = k – 2
4) Menghitung :
a) RJK = )(
)(
TCdF
TCJK
b) FKJ(TC) = )(
)(
TCdF
TCJK
5) Fhitung = )(
)(
ERJK
TCRJK
6) Ttabel (1 – α) (K – 2, N – K)
a) Jika Fhitung > Ftabel tolak Ho berarti tidak linier
b) Jika Fhitung < Ftabel tolak Ho berarti linier
(Hassan Suryono, 2005 : 86)
2. Uji Hipotesis
Teknik analisis data yang digunakan untuk uji hipotesis adalah korelasi
Product Moment untuk mengetahui ada hubungan yang positif atau tidak antara
variabel X terhadap Y dan uji t untuk mengetahui keberartian koefisien
korelasinya. Adapun rumus yang digunakan dalam uji hipotesis ini adalah
sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
a. Menghitung Koefisien Korelasi Sederhana Antara Variabel X terhadap
Variabel Y
})(.}{)(.{
))((.2222 YYNXXN
YXXYNrxy
∑−∑∑−∑
∑∑−∑=
Keterangan :
rxy = Koefisien korelasi antara variabel X dan Y
∑X = Skor masing-masing item
∑Y = Skor total
∑XY = Jumlah penelitian X dan Y
∑X2 = Jumlah kuadrat dari X
∑Y2 = Jumlah kuadrat dari Y
N = Jumlah subjek
Apabila rhitung>rtabel maka terdapat hubungan antara variabel X terhadap
variabel Y (H0 ditolak dan Ha diterima), sebaliknya jika rhitung≤rtabel maka tidak
terdapat hubungan antara variabel X terhadap variabel Y (H0 diterima dan Ha
ditolak).
(Suharsimi Arikunto, 2006:274)
b. Menguji apakah korelasi itu signifikan atau tidak.
21
2
r
nrt
−
−=
Keterangan;
t = uji keberartian
r = koefisien korelasi
n = jumlah sampel
Menentukan pengambilan keputusan atau uji t :
Jika t hit < t tab maka Ho diterima dan Ha ditolak, jadi koefisien korelasi
tidak signifikan.
t hit > t tab maka Ho ditolak dan Ha diterima, jadi koefisien korelasi
signifikan/berarti.
(Sugiyono, 2010:257)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
c. Menghitung Koefisien Determinasi ( )2R .
Iqbal Hasan (2003:247) ”koefisien determinasi adalah penyebab
perubahan pada variabel Y yang datang dari variabel X, sebesar kuadrat
koefisien korelasinya”. Koefisien penentu ini menjelaskan besarnya pengaruh
nilai suatu variabel (variabel X) terhadap naik/ turunnya nilai variabel lainnya
(variabel Y). Koefisien penentu dirumuskan:
%10022 ×== rRKP
(Iqbal Hasan, 2003: 247)
d. Menghitung Harga Dari Persamaan Regresi Linier
Model regresi yang dicari adalah:
Y = a + bX
Dimana;
a( )( ) ( )( )
( ) ( )22
2
∑∑∑∑∑∑
−
−=
XXN
XYXXY
b∑ ∑
∑ ∑ ∑−
−=
22 )(
))(()(
XXN
YXXYN
Keterangan;
N = Jumlah sampel
∑X = Skor masing-masing item
∑Y = Skor total
∑XY = Jumlah penelitian X dan Y
∑X2 = Jumlah kuadrat dari X
(Husaini Usman dan Purnomo Setyadi Akbar, 2003: 216)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu pemahaman Pancasila
sebagai pandangan hidup bangsa (X) dan kesadaran moral (Y). Sebelum
mengumpulkan data mengenai variabel tersebut, terlebih dahulu dilakukan ujicoba
atau tryout terhadap 30 remaja di luar sampel yang dilaksanakan pada tanggal 3
April 2011. Ujicoba atau Tryout digunakan untuk menguji validitas dan
reliabilitas instrumen. Setelah dilakukan ujicoba atau tryout terdapat tiga item tes
pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan empat item angket
kesadaran moral yang tidak memenuhi syarat validitas maupun reabilitas. Peneliti
kemudian membuang item-item tersebut karena masing-masing indikator sudah
terwakili dengan item-item yang lain.
Setelah data dari kedua variabel dikumpulkan, ditentukan tabulasinya
serta dilakukan analisis, maka peneliti dapat memberikan gambaran atau deskripsi
data mengenai pemahaman pancasila sebagai pandangan hidup bangsa (X) dan
kesadaran moral (Y) sebagai berikut:
1. Deskripsi Data Pemahaman Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa
Data pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa diperoleh
melalui tes. Berdasarkan rekapitulasi data diketahui jumlah responden (N) = 63,
nilai tertinggi = 93, nilai terendah = 67, mean= 80,13 dan standar deviasi (SD) =
8,46. Untuk lebih jelas dapat dilihat dalam lampiran 19. Untuk mendapatkan kelas
interval, terlebih dahulu dicari interval (R) diperoleh dari perhitungan R= data
max – data min yaitu 93-67 hasilnya adalah 26. Untuk menghitung banyaknya
kelas dapat diperoleh dengan rumus K= 1+3,3 x log N (63) hasilnya 6,907 dapat
dibulatkan menjadi 7. Keputusan interval kelas diperoleh dengan rumus I=R/K
hasilnya adalah 3,7. Secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut ini :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Tabel 3: Distribusi Frekuensi Data Pemahaman Pancasila Sebagai Pandangan
Hidup Bangsa
Dari hasil distribusi frekuensi tersebut di atas, dapat diketahui bahwa nilai
yang terbanyak muncul adalah pada interval 67.00-70.70 dengan frekuensi 14 dan
nilai terendah terdapat pada interval 86.00-89.70 dengan frekuensi 5.
Selengkapnya mengenai hasil dari pengumpulan data tentang pemahaman
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dapat disajikan dalam bentuk grafik
histogram sebagai berikut:
14
7
10
8
9
5
10
68.85 72.65 76.45 80.25 84.05 87.85 91.65
Gambar 2. Histogram Pemahaman Pancasila Sebagai Pandangan Hidup
Bangsa
Interval Nilai Tengah Fmutlak Fkomulatif
67.00 70.70 68.85 14 14
70.80 74.50 72.65 7 21
74.60 78.30 76.45 10 31
78.40 82.10 80.25 8 39
82.20 85.90 84.05 9 48
86.00 89.70 87.85 5 53
89.80 93.50 91.65 10 63
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
2. Deskripsi Data Tentang Kesadaran Moral
Data kesadaran moral diperoleh melalui angket. Berdasarkan data hasil
penelitian dapat diketahui jumlah responden (N)=63, nilai tertinggi= 104, nilai
terendah = 76, mean= 91.89 dan didapat standar deviasi (SD) = 8.07. Untuk lebih
jelas dapat dilihat dalam lampiran 19. Untuk mendapatkan kelas interval, terlebih
dahulu dicari interval (R) diperoleh dari perhitungan R= data max – data min
yaitu 104-76 hasilnya adalah 28. Untuk menghitung banyaknya kelas dapat
diperoleh dengan rumus K= 1+3,3 x log N (33) hasilnya 6,907 dapat dibulatkan
menjadi 7. Keputusan interval kelas diperoleh dengan rumus I=R/K hasilnya
adalah 4.0. Secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4: Distribusi Frekuensi Data Kesadaran Moral
Interval Nilai Tengah Fmutlak Fkomulatif
76.0 80.0 78.0 8 8
80.1 84.1 82.1 3 11
84.2 88.2 86.2 8 19
88.3 92.3 90.3 13 32
92.4 96.4 94.4 7 39
96.5 100.5 98.5 16 55
100.6 104.6 102.6 8 63
Dari hasil distribusi frekuensi tersebut di atas, dapat diketahui bahwa
nilai yang terbanyak muncul adalah pada interval 96.50-100.50 dengan frekuensi
16 dan nilai terendah terdapat pada interval 80.10-84.10 dengan frekuensi 3.
Selengkapnya mengenai hasil dari pengumpulan data tentang kesadaran moral
dapat disajikan dalam bentuk grafik histogram sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
8
3
8
13
7
16
8
78.0 82.1 86.2 90.3 94.4 98.5 102.6
Gambar 3. Histogram Kesadaran Moral
B. Pengujian Prasyarat Analisis
Pengujian persyaratan analisis meliputi dua hal yaitu pengujian
normalitas data dan pengujian linieritas data. Rincian pelaksanaan kedua
pengujian tersebut adalah seperti dibawah ini.
1. Pengujian Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel diambil dari
distribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini
adalah menggunakan uji Lilliefors. Apabila Lhit < Ltabel maka sampel diambil dari
distribusi normal, sedangkan apabila Lhit > Ltabel maka sampel diambil dari
distribusi tidak normal.
a. Uji Normalitas Pemahaman Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa
Dari uji normalitas data tentang pemahaman Pancasila sebagai pandangan
hidup bangsa yang telah dilakukan diperoleh Lhitung =0.1071 dan pada taraf
signifikasi 5%, Ltabel=0.1116 . Karena harga Lhitung lebih kecil dari Ltabel atau
0.1072 < 0.1116 maka dapat disimpulkan bahwa nilai pemahaman Pancasila
sebagai pandangan hidup bangsa adalah normal. Perhitungannya secara rinci
dapat dilihat pada lampiran 20. .
b. Uji Normalitas Kesadaran Moral
Dari uji normalitas data tentang kesadaran moral yang telah dilakukan
diperoleh Lhitung=0.0760 dan pada taraf signifikasi 5%, Ltabel=0.1116. Karena
Lhitung lebih kecil dari Ltabel atau 0.0760 < 0.1116 maka dapat disimpulkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
bahwa nilai kesadaran moral adalah normal. Perhitungannya secara rinci
dapat dilihat pada lampiran 21.
2. Pengujian Linieritas
Uji linieritas diperlukan untuk mengetahui adanya hubungan linier
antara variabel X terhadap variabel Y. Uji linieritas yang digunakan dalam
penelitian ini menggunakan uji regresi linier. Jika Fhitung < Ftabel maka terima Ho
berarti linier, namun apabila Fhitung > Ftabel maka tolak Ho berarti tidak linier.
Berdasarkan hasil perhitungan uji linieritas variabel pemahaman
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa terhadap kesadaran moral
menunjukkan bahwa Fhitung = 1.10 pada taraf signifikasi 5% dengan dk pembilang
55 dan dk penyebut 8 diperoleh Ftabel 1.73. Karena Fhitung lebih kecil dari Ftabel atau
1.10 < 2.53 maka dinyatakan pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup
bangsa linier terhadap kesadaran moral (perhitungan selengkapnya dapat dilihat
pada lampiran 22)
C. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis pada dasarnya merupakan langkah untuk mengkaji
apakah persyaratan yang akan dikemukakan dalam perumusan hipotesis bisa
diterima kebenarannya atau ditolak kebenarannya. Hipotesis diterima apabila data
yang didapat mendukung persyaratan dalam hipotesis yang diajukan. Dan
sebaliknya ditolak apabila fakta-fakta empiris yang ada tidak dapat mendukung
persyaratan dalam hipotesis yang diajukan.
Setelah melakukan uji persyaratan analisis langkah selanjutnya menguji
apakah hipotesis yang telah diajukan diterima atau ditolak.
1. Analisis Data
a. Koefisien Korelasi antara Prediktor (X) dan Kriterium (Y)
Hipotesis:
Ho: Pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa tidak berpengaruh
terhadap kesadaran moral.
Ha: Pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa berpengaruh
terhadap kesadaran moral. Ketentuan:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Jika rhitung > rtabel maka Ho ditolak dan Ha diterima
Jika rhitung < rtabel maka Ho diterima dan Ha ditolak
Kesimpulan:
Berdasarkan pengolahan data diperoleh rhitung = 0.319. Hasil
perhitungan kemudian dikonsultasikan dengan rtabel (N = 63) untuk taraf
signifikansi = 5% diperoleh 0.245. Karena rhitung = 0.319 > rtabel = 0.245 maka
Ho ditolak dan Ha diterima jadi dapat ditarik kesimpulan Pemahaman
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa berpengaruh terhadap kesadaran
moral (lampiran 23).
Selanjutnya dilakukan uji keberartian korelasi dengan menggunakan
rumus t untuk mengetahui signifikansi koefisien korelasi antara pemahaman
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa terhadap kesadaran moral remaja
diperoleh t hitung = 2.632. Dari hasil tersebut kemudian dikonsultasikan
dengan t tabel dengan taraf signifikansi sebesar 2.00. Jadi dari perhitungan
yang dilakukan maka t hitung > t tabel atau 2.632 > 2.00 sehingga koefisien
korelasi antara variabel X dan variabel Y berarti atau signifikan.
(penghitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 24)
b. Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi ini menjelaskan besarnya pengaruh nilai suatu
variabel (variabel X) terhadap naik turunnya nilai variabel lain (variabel Y).
Besarnya koefisien determinasi adalah kuadrat koefisien korelasinya dan
selanjutnya dikalikan 100%. Berdasarkan pengolahan data diperoleh nilai
koefisien determinasi (R Square) sebesar 0.102. R square ini merupakan
indeks determinasi, yakni prosentase yang menyumbangkan pengaruh
pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa terhadap kesadaran
moral. R square 0.102 menunjukkan pengertian bahwa sumbangan pengaruh
pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa terhadap kesadaran
moral sebesar 10.2% sedangkan sisanya 89,8% dipengaruhi faktor lain
(lampirn 25).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
c. Persamaan Garis Regresi
Persamaan garis regresi digunakan untuk memprediksi seberapa tinggi
variabel kesadaran moral bila nilai variabel pemahaman Pancasila sebagai
pandangan hidup bangsa diubah-ubah. Berdasarkan pengolahan data
diperoleh nilai a = 67.4533 dan b = 0.3050. Maka persamaan garis regresi
pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan kesadaran moral
tersebut dapat disusun menjadi y = 67.4533 + 0.3050 X (Lampiran 26).
Adapun hal tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
y = 0.305x + 67.453
70
80
90
100
110
65 70 75 80 85 90 95
Pemahaman Pancasila (X)
Kes
adar
an M
ora
l (Y)
Gambar 4. Persamaan Garis Regresi Pemahaman Pancasila Sebagai
Pandangan Hidup Bangsa dan Kesadaran Moral
2. Penafsiran Hipotesis
Hipotesis:
Ho : r = 0 Variabel independen tidak berpengaruh positif dan signifikan
terhadap variabel dependen
Ha : ≠r 0 Variabel independen berpengaruh positif dan signifikan terhadap
variabel dependen
Kriteria Pengujian:
Ho diterima dan Ha ditolak bila nilai rhitung < rtabel
Ho ditolak dan Ha diterima bila nilai rhitung > rtabel
Kesimpulan:
Berdasarkan pengolahan data diperoleh rhitung = 0.319. Hasil perhitungan
kemudian dikonsultasikan dengan rtabel (N = 63) untuk taraf signifikansi = 5%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
diperoleh 0.319. Karena rhitung = 0.319 > rtabel = 0.245 maka Ho ditolak dan Ha
diterima jadi dapat ditarik kesimpulan Pemahaman Pancasila sebagai pandangan
hidup bangsa berpengaruh terhadap kesadaran moral. Untuk uji keberartian
koefisiensi korelasi dengan uji t diperoleh thitung > ttabel atau thitung = 2.632 > ttabel =
2.00 yang berarti koefisien korelasi antara pemahaman Pancasila sebagai
pandangan hidup bangsa (X) dan kesadaran moral remaja (Y) adalah berarti atau
signifikan. Besarnya pengaruh Pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup
bangsa terhadap kesadaran moral adalah 10.2% dan sisanya 89.8% dipengaruhi
faktor lain.
3. Kesimpulan Hipotesis
Hipotesis yang menyatakan ada pengaruh yang positif dan signifikan
antara pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa terhadap kesadaran
moral, dinyatakan diterima.
D. Pembahasan Hasil Analisis Data
Setelah melakukan pengujian hipotesis maka langkah selanjutnya
melakukan pembahasan hasil analisis data. Pembahasan analisis data adalah
sebagai berikut:
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari data lapangan, disimpulkan
pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa berpengaruh terhadap
kesadaran moral. Terbukti dengan hasil rhitung = 0.319. Hasil perhitungan
kemudian dikonsultasikan dengan rtabel (N = 63) untuk taraf signifikansi = 5%
diperoleh 0.245. Karena rhitung = 0.319 > rtabel = 0.245 maka Ho ditolak dan Ha
diterima jadi dapat ditarik kesimpulan pemahaman Pancasila sebagai pandangan
hidup bangsa berpengaruh terhadap kesadaran moral. Besarnya pengaruh
pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa terhadap kesadaran moral
adalah 10.2% dan sisanya 89.8% dipengaruhi faktor lain seperti pendidikan
spiritual dan agama yaitu pendidikan tentang ajaran-ajaran agama, lingkungan
keluarga melalui orang tua, lingkungan luar seperti masyarakat dan teman sebaya,
media massa baik elektronik maupun non elektronik, sekolah khusus misalnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
pondok pesantren, dan norma-norma sosial misalnya norma hukum yang jelas.
(http://widini.wordpress.com/2010/02/16/masa-remaja)
Faktor luar yang mempengaruhi kesadaran moral remaja selain dengan
pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa adalah pendidikan
spiritual atau agama yaitu dengan mengikuti pengajian dan mendengarkan
ceramah dari para ustad, lingkungan keluarga melalui orang tua yaitu dengan
orang tua memberi perhatian dan memberi teladan bagi anak-anaknya dengan
melakukan perbuatan yang baik dan selalu mengawasi kegiatan anak-anaknya
dalam kehidupan sehari-hari, lingkungan luar yaitu masyarakat dan teman sebaya
yang memberi motivasi atau mengajak ke dalam perbuatan yang baik dengan
melakukan kegiatan-kegiatan sosial dalam masyarakat, media massa dengan
melihat televisi atau mendengarkan radio atau dengan membaca koran maka
remaja akan dapat mengetahui dampak-dampak apabila melakukan perbuatan
yang bersifat amoral maka dengan mereka mengetahui hal tersebut hal ini dapat
menggugah remaja untuk melakukan perbuatan yang baik dan tidak menyimpang,
dan sekolah khusus misalnya pondok pesantren. Pondok pesantren merupakan
sekolah khusus yang mana dapat mengajarkan anak didiknya agar dapat
melakukan perbuatan yang baik karena dalam pondok pesantren akan diajarkan
tentang agama yg lebih spesifik sehingga remaja akan dapat melakukan perbuatan
yang lebih baik.
Pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa merupakan
tingkah laku dan tindak atau perbuatan setiap manusia yang harus dijiwai dan
merupakan pancaran dari semua sila Pancasila. Pancasila itu digunakan sebagai
penunjuk arah semua kegiatan atau aktivitas kehidupan. Apabila remaja
memahami pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa maka
kesadaran moral pada remaja tersebut tinggi dan akan melakukan perbuatan yang
baik. Sebaliknya apabila remaja tidak memahami Pancasila sebagai pandangan
hidup bangsa maka kesadaran moral remaja rendah sehingga akan melakukan
perbuatan-perbuatan yang menyimpang. Jadi perilaku menyimpang remaja
merupakan indikasi menurunnya pemahaman dan pengamalan nilai-nilai budaya
yang terumuskan menjadi Pancasila. Sehingga dengan remaja memahami
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa akan membawa persepsi remaja pada
hal-hal yang positif dan dapat mempengaruhi perilaku remaja. Jadi penanaman
nilai-nilai Pancasila perlu diberikan pada remaja agar dapat meningkatkan
kesadaran moral remaja..
Kesadaran moral sangat penting dilakukan agar suara hati bisa
membedakan mana yang benar dan mana yang salah, sehingga remaja dapat
menangkis pengaruh buruk dari lingkungan pergaulan. Kesadaran akan moral dari
para remaja sangat diperlukan demi terciptanya kehidupan yang aman, damai dan
tenteram terutama dalam lingkungan masyarakat sehingga remaja memerlukan
pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan diharapkan
pemahaman yang mereka miliki tersebut akan lebih meningkatkan kesadaran
moral remaja. Dikarenakan hal tersebut ternyata memang saling berhubungan
dimana sebuah pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dapat
mempengaruhi kesadaran moral remaja. Jadi semakin tinggi pengaruh
pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa maka semakin tinggi
pula kesadaran moral remaja demikian pula sebaliknya jika semakin rendah
pengaruh pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa maka semakin
rendah pula kesadaran moral remaja.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya kesadaran
moral remaja berkaitan dengan pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup
bangsa yang dimiliki oleh remaja. Artinya pemahaman Pancasila sebagai
pandangan hidup bangsa diperlukan untuk dapat meningkatkan kesadaran moral
remaja. Hal ini sejalan dengan pendapat menurut Willis (1981: 83) “Pembinaan
mental ideologi Pancasila dimaksudkan agar anak -anak nakal atau menyimpang
itu memahami sila-sila dari ideologi negara kita yakni Pancasila. Dan
mengusahakan agar dapat melatih kebiasaan hidup berpancasila di lingkungan
mereka”.
Dari pendapat di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pemahaman Pancasila
sebagai pandangan hidup bangsa berpengaruh terhadap moral remaja dan agar
mereka mengusahakan untuk melakukan tindakan yang sesuai dengan sila- sila
dalam Pancasila. Dengan demikian, semakin remaja memiliki pemahaman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
khususnya pemahaman tentang Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa maka
semakin tinggi tingkat kesadaran moral remaja.
Berdasarkan penjelasan di atas dan hasil penelitian yang diperoleh dari
data lapangan maka dapat disimpulkan benar bahwa pemahaman Pancasila
sebagai pandangan hidup bangsa berpengaruh terhadap kesadaran moral remaja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
Pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa berpengaruh
positif dan signifikan terhadap kesadaran moral remaja di desa Karanglo
kecamatan Polanharjo kabupaten Klaten tahun 2011. Terbukti dengan hasil rhitung
= 0,319. Hasil perhitungan kemudian dikonsultasikan dengan rtabel (N = 63) untuk
taraf signifikansi = 5% diperoleh 0,245. Karena rhitung = 0,319> rtabel = 0,245 maka
Ho ditolak dan Ha diterima jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa pemahaman
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa berpengaruh positif terhadap
kesadaran moral. Selanjutnya dengan uji keberartian diperoleh t hitung = 2.632
dan t table dengan taraf signifikansi 5 % sebesar 2.00, karena t hitung > t table
maka koefisien korelasinya berarti atau signifikan. Besarnya pengaruh
pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa terhadap kesadaran moral
adalah 10,2% dan sisanya 89,8% dipengaruhi faktor lain. Untuk memprediksi
tinggi rendahnya kesadaran moral jika pemahaman Pancasila sebagai pandangan
hidup bangsa diubah-ubah maka dapat mengunakan persamaan y = 67.4502 +
0.3050 X. Dengan demikian hipotesis yang penulis ajukan kebenarannya dapat
diterima.
B. Implikasi
1. Implikasi Teoritis
Adanya pengaruh pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa
terhadap kesadaran moral maka pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup
bangsa memiliki peran yang sangat penting dalam membangun kesadaran moral.
Semakin baik pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa pada remaja
maka akan memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan kesadaran moral
remaja begitu juga sebaliknya jika pemahaman Pancasila sebagai pandangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
hidup bangsa pada remaja buruk maka akan berdampak negatif terhadap
perkembangan kesadaran moral remaja. Kesadaran moral remaja dapat terbangun
dengan baik jika mereka memiliki pemahaman Pancasila yang baik dibandingkan
mereka yang memiliki pemahaman Pancasila yang buruk.
2. Implikasi Praktis
Hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa pemahaman Pancasila sebagai
pandangan hidup bangsa berpengaruh terhadap kesadaraan moral remaja. Dengan
hasil tersebut maka remaja diharapkan mampu membekali diri terhadap
pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa agar kesadaran moral
dapat terbangun.
C. Saran
1. Bagi Remaja
Hendaknya remaja lebih responsif dalam penghayatan serta pengamalan
nilai-nilai Pancasila dengan baik agar tidak terjebak dalam tindakan ataupun
perbuatan amoral yang dapat mempengaruhi perkembangan kesadaran moral
mereka.
2. Bagi Masyarakat
Hendaknya masyarakat membimbing, memberikan teladan dan lebih
meningkatkan pengawasan dan perhatian kepada remaja khususnya dalam hal
pembentukan lingkungan masyarakat yang kondusif sehingga kesadaran moral
mereka dapat terbangun secara maksimal.