pedo

8
Pemeriksaan klinis Perhatikan rambut pasien, kepala, wajah, leher, dan tangan, hal ini seharusnya menjadi observasi awal setelah pasien duduk di dental chair. Dokter gigi dapat mendeteksi kenaikan suhu dengan memegang tangan pasien. Tangan dingin, lembab atau menggigit kuku tangan merupakan indikasi awal kecemasan abnormal pada anak. Warna kebiruan pada dasar kuku mungkin menunjukkan penyakit jantung kongenital yang membutuhkan tindakan khusus selama perawatan gigi. (McDonald dkk, 2004) Inspeksi dan palpasi kepala dan leher pasien juga perlu dilakukan. Perhatikan pula karakteristik rambut atau kulit. Variasi ukuran, bentuk, kesimetrisan kepala dan leher seharusnya dicatat. Terjadinya abnormalitas pada struktur ini mungkin mengindikasikan adanya sindrom atau kondisi yang berhubungan dengan abnormalitas rongga mulut. (McDonald dkk, 2004) Pemeriksaan intraoral Pemeriksaan gigi untuk membuktikan adanya karies dan anomali herediter atau didapat. Gigi seharusnya dihitung dan diidentifikasi untuk memastikan adanya supernumerary teeth atau kehilangan gigi. Identifikasi karies penting untuk pasien semua usia, namun pada pasien anak-anak karies perkembangannya lebih cepat jika tidak terkontrol. Eliminasi aktivitas karies dan mengembalikan gigi dibutuhkan untuk mencegah nyeri dan penyebaran infeksi dan juga agar stabilitas perkembangan oklusi tidak terganggu. (McDonald dkk, 2004) 1 | OD(pedodonsia)

Upload: ari-kurniasari

Post on 30-Sep-2015

17 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

pemeriksaan

TRANSCRIPT

Pemeriksaan klinisPerhatikan rambut pasien, kepala, wajah, leher, dan tangan, hal ini seharusnya menjadi observasi awal setelah pasien duduk di dental chair. Dokter gigi dapat mendeteksi kenaikan suhu dengan memegang tangan pasien. Tangan dingin, lembab atau menggigit kuku tangan merupakan indikasi awal kecemasan abnormal pada anak. Warna kebiruan pada dasar kuku mungkin menunjukkan penyakit jantung kongenital yang membutuhkan tindakan khusus selama perawatan gigi. (McDonald dkk, 2004)Inspeksi dan palpasi kepala dan leher pasien juga perlu dilakukan. Perhatikan pula karakteristik rambut atau kulit. Variasi ukuran, bentuk, kesimetrisan kepala dan leher seharusnya dicatat. Terjadinya abnormalitas pada struktur ini mungkin mengindikasikan adanya sindrom atau kondisi yang berhubungan dengan abnormalitas rongga mulut. (McDonald dkk, 2004)Pemeriksaan intraoralPemeriksaan gigi untuk membuktikan adanya karies dan anomali herediter atau didapat. Gigi seharusnya dihitung dan diidentifikasi untuk memastikan adanya supernumerary teeth atau kehilangan gigi. Identifikasi karies penting untuk pasien semua usia, namun pada pasien anak-anak karies perkembangannya lebih cepat jika tidak terkontrol. Eliminasi aktivitas karies dan mengembalikan gigi dibutuhkan untuk mencegah nyeri dan penyebaran infeksi dan juga agar stabilitas perkembangan oklusi tidak terganggu. (McDonald dkk, 2004)Pada pasien dengan karies gigi berat, tes aktivitas karies dan analisis diet berperan untuk proses diagnosis dengan mengetahui faktor etiologi spesifik. Prosedur ini akan membantu pasien atau orangtua pasien mengerti proses karies dan memotivasi mereka untuk mengubah kebiasaan agar penyakit tersebut terkontrol dengan baik. Informasi disediakan untuk pasien atau orangtua meliputi instruksi dalam mengontrol plak dan rekomendasi untuk penggunaan flouride. (McDonald dkk, 2004)

Kelainan darahIdentifikasi pasien dengan risiko kelainan perdarahan dimulai dengan anamnesa riwayat medisnya. Riwayat pasien terdahulu mengenai perdarahan yang mengikuti prosedur bedah, seperti ektraksi gigi, dapat membantu identifikasi risiko tersebut. Mencari tahu apakah pasien sedang mengonsumsi obat, seperti obat yang berdampak pada hemostatis, berupa coumarin anticoagulant, heparin, aspirin, NSAID. Kebanyakan pasien dengan kelainan perdarahan yang keparahannya ringan hingga sedang tidak menunjukkan gejala. Gejala muncul jika penyakit sudah berat. Ketika hasil anamnesa tentang riwayat pasien menunjukkan peningkatan perdarahan, maka dibutuhkan pemeriksaan laboratorium. (Greenberg dan Glick, 2003)1) Kelainan koagulasia) Koagulopati kongenital Hemofilia ADefisiensi faktor VIII, faktor hemofilik. Hemofilia B Defisiensi faktor IX (chrismas factor).2) Abnormalitas koagulasi yang didapatPasien dengan terapi antikoagulan jangka lama dengan warfarin atau heparin akan meningkatkan risiko perdarahan karena trauma atau prosedur bedah. Peran antikoagulan dalam perawatan atau pencegahan penyakit tromboembolik seharusnya dipertimbangkan sebelum terapi. Warfarin adalah agonis vitamin K, menghambat -carboxylation residu asam glutamik pada faktor pembekuan zimogen II, VII, IX, dan X. Tidak adanya modifikasi ini menghambat calcium-dependent berikatan kepada anionic phospholipid, yang dibutuhkan untuk perakitan kompleks enzim koagulasi pada permukaan sel. Heparin adalah proteoglikan yang berfungsi sebagai cofactor dari antikoagulan antitrombin, mempercepat penghambatan serine protease dari kaskade koagulasi, khususnya faktor IIa dan Xa. (Israels, 2006)3) Kelainan plateleta. Thrombositopenia Tingkat platelet darah normalnya 150-400 x 109/L, walaupun untuk beberapa orang kebanyakan lebih rendah. Tingkat ini karena keseimbangan antara sintesis platelet di sumsum tulang dan eliminasi oleh limpa. Gangguan keseimbangan ini oleh penurunan produksi atau peningkatan eliminasi menyebabkan trombositemia. Peningkatan perdarahan terkadang karena jumlah platelet kurang dari 50 x 109/L. Untuk bedah mulut, perlu dilakukan peningkatan jumlah platelet untuk mendukung hemostatis. (Israels, 2006)b. Bernard Soulier syndromKelainan autosomal resesif yang disebabkan oleh defek genetik pada GPIb, GPIb, GPV, atau GPIX. Ditandai oleh platelet raksasa dan trombositopenia. Gejalanya meliputi perdarahan mukosa, mudah memar dan perdarahan bedah. Manajemen episode perdarahan atau preparasi untuk bedah biasanya dibutuhkan transfusi platelet. (Israels, 2006)c. Glanzmant thrombastheniaAdalah kelainan autosomal resesif disebabkan oleh defek kualitatif dan kuantitatif pada 1 dari protein dalam IIb3 integrin, struktur yang mengikuti aktivasi platelet yang kritis terhadap interaksi platelet-platelet dan pembentukan bekuan. Tanda diagnostiknya adalah jumlah platelet dan morfologi yang normal, tetapi tidak adanya agregasi platelet. Hal tersebut yang menyebabkan terlambatnya fase penyembuhan. (Israels, 2006)Dental management Trombin topikal merupakan agen yang efektif untuk diaplikasikan secara langsung pada luka perdarahan yang akan mengubah fibrinogen menjadi fibrin dan mempercepat hemostatis pada luka. Pasien dengan terapi heparin sering terjadi pada pasien yang melakukan hemodialisis karena end-stage renal disease. Pasien dapat melakukan perawatan pada hari antara dialisis. Yaitu satu hari setelah hemodialisis. (Gupta dkk, 2007)Fisiologi Erupsi GigiTekanan dari erupsi gigi permanen dipercaya berperan dalam mengimbangi resorpsi, tetapi keberadaan gigi permanen pengganti bukan prasyarat untuk proses ini terjadi. Gigi sulung tanpa gigi permanen pengganti juga dapat teresorpsi walaupun waktu eksfoliasinya lebih lama. Proses erupsi gigi permanen diatur oleh beberapa faktor seperti fungsi kelenjar endokrin (hipofisis, timus, kelenjar tiroid), atau nutrisi (defisiensi Ca dan Mg, defisiensi vitamin A, C dan D), faktor ini mempunyai efek tidak langsung pada resorpsi akar gigi sulung. Hipotiroidisme, pituitary dwarfism, dan malnutrisi kronik dapat memperlambat tanggalnya gigi sulung karena mengganggu proses erupsi gigi permanen. (Hajishengallis, 2007)Resorpsi akar oleh pergerakan gigi permanen normalnya secara horizontal misal dari lingual ke labial. Contohnya, insisiv permanen rahang bawah tidak bergerak dengan cukup ke labial selama erupsi. Hal ini menyebabkan ketidaklengkapan atau terlambatnya resorpsi akar insisiv sulung dan menyebabkan erupsi insisiv permanen erupsi ke lingual dari insisiv sulung yang masih di lengkung rahang. (Hajishengallis, 2007)Selain itu, dental folikel dan stellate reticulum berperan dalam resorpsi akar gigi sulung. Tekanan erupsi gigi permanen menyebabkan diferensiasi dan aktivasi odontoklas. Dengan tidakadanya dental folikel akan mencegah erupsi gigi. Dalam proses erupsi, sel dari stellate reticulum perkembangan gigi mensekresikan parathyroid hormone (PTH)-related protein (PTHrP). PTHrp adalah sebuah molekul pengatur perkembangan yang dibutuhkan untuk erupsi gigi. PTHrP yang disekresi akan berikatan dalam fungsi parakrin ke reseptor PTHrP yang diekspresikan oleh sel di dental folikel. Interleukin-1 juga disekresi oleh stellate epithelium dan berikatan dengan reseptor IL-1 yang ditemukan di dental folikel. Stimulasi sel dental folikel dalam mensekresikan monosit merekrut faktor seperti colony-stimulating factor-1, monocyte chemotactic protein-1 atau vascular endothelial growth factor. Dibawah faktor ini, monosit direkrut dari daerah kaya vaskularisasi ke dental folikel dalam regio korona. Dalam lingkungan yang mendukung pada dental folikel, monosit-monosit ini menyatu dan berdiferensiasi menjadi sel peresorpsi jaringan keras, yaitu osteoklas atau odontoklas. (Hajishengallis, 2007)Ketika akar gigi sulung teresorpsi aktif, jaringan pulpa yang masih tersisa dalam keadaan normal dan tidak terlihat berpartisipasi dalam proses resorbsi. Odontoklas tidak ditemukan dalam pulpa hingga resorpsi akar mendekati lengkap. Selama fase ini, sel inflamasi kronik, yaitu limfosit T dan B mengalami infiltrasi ke pulpa korona dan odontoblas mulai degenerasi. (Hajishengallis, 2007)Penyebab gigi persistensi Tidak adanya benih gigi permanen. Normalnya, akar gigi sulung akan diresorpsi bersamaan dengam erupsinya gigi permanen pengganti. Tetapi proses resorpsi akar gigi sulung juga terjadi ketika gigi permanen tidak ada. Tingkat resorpsi akar bervariasi tergantung pada individunya dan berkurang dengan usia. Berdasar pada penelitian, resorpsi akar molar sulung tidak mengalami kemajuan hingga 16 tahun setelah usia eksfoliasi alami. Jadi, jika gigi persisten yang berhubungan dengan tidak adanya benih gigi permanen pengganti, resorpsi akar gigi sulung menjadi berkurang. Perkembangan anomali pada gigi permanen pengganti. Impaksi gigi permanen pengganti. Hal ini dapat disebabkan karena adanya keadaan patologis seperti kista, tumor, dan odontoma dibawah gigi sulung. Translasi atau transmigrasi gigi permanen pengganti. (Aktan, 2011)

Rencana Perawatan Perawatan untuk gigi sulung yang persisten karena ketidakadaan benih gigi permanen pengganti, yang mengalami karies, penyakit periodontal atau periapikal, dan estetik yang kurang, dapat dilakukan ekstraksi dan prosthetic replacemen berupa restorasi atau dental implant. Ektraksi yang dilakukan pada gigi sulung dengan akar utuh diperlukan anestesi, sedangkan yang disertai resorpsi akar tanpa anestesi. (Robinson dan Chan, 2009)

Daftar pustakaAktan, Ali Murat, Isa Kara, Ismail Sener, Cihan Bereket, Salih Celik, Mustafa Kirtay dkk. 2011. An evaluation of factors assosiated with persistent primary teeth. European Journal of Orthosontics :1-5.Greenberg, Martin S., Michael Glick. 2003. Burkets Oral Medicine : Diagnosis and Treatment 10th Edition. Ontario : BC Decker Inc.Gupta, Anurag, Joel B. Epstein, Robert J. Cabay. 2007. Bleeding disorder of importance in dental care and related patient management. J Can Dent Assoc 73(1): 77-83.Hajishengallis, Evlambia Harokopakis. 2007. Psysiologic root resorption in primary teeth : molecular and histological events. Journal of Oral Science 49(1):1-12.Israels, Sara, Nora Schwetz, Ron Boyar, Archie McNicol. 2006. Bleeding disorders : characterization, dental consideration and management. J Can Dent Assoc 72(9):827.McDonald, Ralph E, David R. Avery, Jeffrey A. Dean. 2004. Dentistry for The Child and Adolescent 8th Edition. Philadelphia : Elsevier.Robinson, S., M. F. W-Y Chan. 2009. New teeth from old : treatment options for retained primary teeth. British Dental Journal 207:315-320.

1 | OD(pedodonsia)