makalah pedo irdi revisi 4

31
Tingkat Keberhasilan Biodentine sebagai Bahan Medikamen pada Pulpotomi MAKALAH Oleh: Irdian Devi Saputri NIM 101611101045 Dosen Pembimbing drg. Niken Probosari, M. Kes

Upload: irdian-devi-saputri

Post on 13-Apr-2016

644 views

Category:

Documents


120 download

DESCRIPTION

pedodonsia

TRANSCRIPT

Tingkat Keberhasilan Biodentine sebagai

Bahan Medikamen pada Pulpotomi

MAKALAH

Oleh:

Irdian Devi Saputri

NIM 101611101045

Dosen Pembimbing

drg. Niken Probosari, M. Kes

BAGIAN PEDODONSIA

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS JEMBER

2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas segala rahmat dan karunia Allah SWT, sehingga penulis dapat

menyelesaikan makalah yang berjudul Biodentine sebagai Medikamen pada Pulpotomi.

Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis

menyampaikan terimakasih kepada:

1. drg. Niken Probosari, M. Kes., selaku dosen pembimbing;

2. Semua pihak yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung yang membantu dalam

penyelesaian makalah ini.

Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam penulisan makalah ini, untuk itu

kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan selanjutnya.

Jember, Desember 2015

Penulis

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perawatan vitalitas pulpa pada gigi sulung yang terkena karies atau trauma penting

untuk menjaga integritas lengkung geligi. Prosedur yang digunakan dalam perawatan pulpa

dipilih berdasarkan pada sejauh mana pulpa mengalami kerusakan. Pulpotomi adalah salah

satu prosedur perawatan pulpa yang banyak dilakukan (Khusum et, al , 2015)

Pulpotomi dapat didefiniskan sebagai operasi pengangkatan atau amputasi dari pulpa

dibagian koronal dari gigi vital. Tahap ini biasanya diikuti dengan meletakkan medikamen

untuk memperbaiki, mumifikasi atau menstimulsi perbaikan dari pulpa yang tersisa di saluran

akar (Kumar, 2011).

Dari waktu ke waktu, berbagai obat-obatan telah digunakan sebagai bahan

medikamen pulpotomi. Berbagai bahan telah dirumuskan, diuji dan standar untuk

memperoleh manfaat maksimal untuk kinerja klinis yang baik, salah satu materi baru yang di

gunakan adalah bahan bioaktif kalsium- berbasis silikat (biodentine), yang memiliki sifat

mekanik dengan biokompatibilitas yang sangat baik. Sifat mekanik ditingkatkan dengan

mengendalikan kemurnian kalsium silikat dengan menghilangkan kotoran logam seperti

aluminat pada kalsium silikat (Khusum et. al , 2015)

Biodentine menarik perhatian di bidang kedokteran gigi karena aplikasi yang mudah,

biokompatibilitas tinggi, kekuatan tekan tinggi, kemampuan yang sangat baik pada tepi, serta

serbaguna dalam prosedur endodontik baik perbaikan dan restoratif tanpa menimbulkan

pewarnaan pada gigi yang di rawat. Biodentine juga memiliki sifat antimikroba sangat baik

karena pH yang sangat tinggi (pH = 12). Banyak penelitian yang mendukung bioaktivitas

serta kinerja yang sukses dalam banyak aplikasi klinis. Karena sifat-sifatnya baik serta

kemampuannya untuk mengatasi kekurangan bahan lainnya, biodentine mungkin menjadi

alternatif yang menarik dan menjanjikan sebagai bahan medikamen pulpotomi (Sulaiman et.

al, 2015)

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana tingkat keberhasilan Biodentine sebagai bahan medikamen pulpotomi?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui tingkat keberhasilan Biodentine sebagai bahan medikamen pulpotomi.

1.4 Manfaat

1. Sebagai acuan penggunaan Biodentine dalam prosedur pulpotomi.

2. Meningkatkan pengetahuan tentang bahan terbaru sebagai alternatif bahan medikamen

pulpotomi.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pulpotomi

Pulpotomi adalah pengangkatan pulpa gigi bagian korona dan dilanjutkan dengan

penempatan medikamen yang akan mempertahankan vitalitas jaringan pulpa dalam saluran

akar . Tujuan Pulpotomi untuk melindungi bagian akar pulpa, menghindari rasa sakit dan

akhirnya untuk mempertahankan gigi . Pupotomi juga berguna untuk mempertahankan gigi

tanpa menimbulkan gejala-gejala khusunya pada anak (Kumar, 2011).

Keuntungan dari pulpotomi antara lain adalah dapat diselesaikan dalam waktu

singkat satu atau dua kali kunjungan, pengambilan pulpa hanya di bagian korona hal ini

menguntungkan karena pengambilan pulpa di bagian radikular sukar, penuh ramikasi dan

sempit, dapat dilakukan apabila pasien iritasi terhadap bahan medikamen saluran akar , dapat

dilakukan apabila instrumen perawatan saluran akar tidak ada,dan jika perawatan ini gagal

dapat dilakukan pulpektomi (Tarigan, 2006 ).

2.2 Klasifikasi pulpotomi

Pulpotomi dapat dibagi 3 bagian yaitu : (1) pulpotomi vital, (2) pulpotomi devital/

mumifikasi (devitalized pulp amputation), dan (3) pulpotomi non vital/ amputasi mortal.

1. Pulpotomi vital atau amputasi vital

Pulpotomi vital adalah tindakan pengambilan jaringan pulpa bagian koronal yang

mengalami inflamasi dengan melakukan anestesi, kemudian memberikan medikamen

di atas pulpa yang diamputasi agar pulpa bagian radikular tetap vital. Pulpotomi vital

umunya dilakukan pada gigi sulung dan gigi permanen muda. Pulpotomi gigi sulung

umunya menggunakan formokresol atau glutaraldehid (Andlaw dan Rock, 1993;

Kennedy, 1992).

2. Pulpotomi devital atau mumifikasi

Pulpotomi devital adalah pengembalian jaringan pulpa yang terdapat dalam kamar

pulpa yang sebelumnya di devitalisasi, kemudian dengan pemberian pasta anti septik,

jaringan dalam saluran akar ditinggalkan dalam keadaan aseptik. Untuk bahan devital

gigi sulung dipakai pasta para formaldehid (Tarigan, 2006).

3. Pulpotomi non vital (mortal)

Pulpotomi non vital adalah pengambilan pulpa bagian mahkota dari gigi yang non

vital dan memberikan medikamen/ pasta antiseptik untuk mengawetkan dan tetap

dalam keadaan aseptik. Tujuan dari pulpotomi non vital adalah untuk

mempertahankan gigi sulung non vital untuk space maintainer (Andlaw dan Rock,

1993; Kennedy, 1992).

2.3 Indikasi Pulpotomi

2.3.1 Indikasi Pulpotomi vital

1. Pulpa vital, bebas dari pernanahan atau tanda nekrosis lain.

2. Pulpa terbuka karena faktor mekanis selama preprasi kavits yang kurang hati-hati atau

tidak disengaja.

3. Pulpa terbuka karena trauma dan sudah lebih dari 2 jam tetapi belum melebihi 24 jam,

tanpa terlihat adanya infeksi di bagian periapikal.

4. Gigi masih dapat dipertahankan dan minimal didukung lebih dari 2/3 panjang akar.

5. Tidak ada kehilangan tulang pada bagian interradikal.

6. Pada gigi posterior yang ekrtirpasi pulpa sulit dilakukan.

7. Apeks akar belum tertutup sempurna (Tarigan, 2006).

2.3.2 Indikasi Pulpotomi vital

1. Gigi sulung dengan pulpa vital yang terbuka karen karies atau trauma.

2. Pasien yang tidak dapat dilakukan anestesi.

3. Pasien yang perdarahan yang abnormal misalnya hemofili.

4. Kesulitan dalam menyingkirkan semua jaringan pulpa pada perawatan pulpektomi

terutama pada gigi posterior.

5. Pada waktu perawatan pulpotomi vital 1 kali kunjungan sukar dilakukan karena

kurangnya waktu dan pasien tidak kooperatif.

2.3.3 Indikasi Pulpotomi non vital

1. Gigi sulung non vital akibat karies atau trauma.

2. Gigi sulung yang telah mengalami resorpsi lebih dari 1/3 akar tetapi masih diperlukan

sebagai space maintainer.

3. Gigi sulung yang telah mengalami dento alveolar kronis.

4. Gigi sulung patologik karena abses akut, sebelumnya abses harus dirawat dahulu.

2.4 Kontra indikasi Pulpotomi

1. Sakit jika diperkusi atau dipalpasi.

2. Ada radiolusen pda daerah periapikal atau intraradikular.

3. Mobilitas patologi.

4. Ada nanah pada pulpa yang terbuka (Tarigan, 2006).

2.5 Medikamen Pulpotomi

Pulpotomi merupakan perawatan pulpa pada gigi sulung yang menggunakan berbagai

macam medikamen. Medikamen-medikamen tersebut adalah :

1. Formokresol

Larutan yang terdiri dari 19% formaldehida, 35% kresol, 15% gliserin dan air

(Buckleys formokresol) (Kumar, 2011).

Gambar 1. Formokresol

Cara pengaplikasian formokresol terdiri dari pengambilan pulpa mahkota sampai

orifis saluran akar, pengontrolan perdarahan dengan tekanan, kemudian

pengaplikasian gulusan kapas yang telah diberi formokresol untuk paling tidak 5

menit. Aplikasi pasta seng oksida dan eugenl pada pul yang telah diamputasi. Aplikasi

basis dan dilanjutkan dengan tumpatan tetap. Variasi lain prosedur pulpotomi dengan

formokresol adalah :

1. Anestesi lokal.

2. Ambil atap kamar pulpa.

3. Kuret dan ambil jaringan pulpa mahkota sampai orifis.

4. Irigasi dan bersihkan kamar pulpa.

5. Letakkan gulungan kapas yang telah dibasahi dengan formokresol di atas

ruang pulpa sebagai 3-4 hari.

6. Aplikasikan campuran semen berbentuk krim yang terdiri formokresol,

eugenol dan seng oksida pada ruang pulpa.

7. Aplikasi basis.

8. Tumpat gigi tersebut (Grossman, 1995).

Gambar 2. Tahapan Pulpotomi

Beberapa investigasi telah dilakukan untuk mengukur resiko dari penggunaan

formokresol. Lewis (1998) menyarankan bahwa formokresol memiliki efek toksik,

mutagenik dan berpotensi mempunyai resiko karsinogenik pada manusia.

Formokresol juga berdifusi pada daerah periapikal dan menyebabkan hiperplasia pada

gigi permanen. Markovic et al (2005) membandingkan 3 medikamen pulpotomi yaitu

formokresol, ferric sulfat dan kalsium hidroksida dan menyarankan bahwa ferric

sulfate dapat direkomendasikan sebagai medikamen pulpotomi dengan angka

keberhasilan 89.2%. Sonmez et al (2008) membandingkan formocresol, ferric sulfat,

kalsium hidroksida dan MTA. Mereka menyarankan bahwa formokresol dan ferric

sulfat lebih unggul daripada medikamen yang lain.

2. Kalsium Hidroksida

Kalsium Hidroksida diperkenalkan oleh Hermann pada tahun 1930 dalam bentuk

powder, suatu pasta dicampur dengan air atau komersial dikemas sebagai Pulpdent,

Dycal atau Life (Grossman, 1995).

Gambar 3. Kalsium Hidroksida

Keuntungan utama dari Kalsium Hidroksida adalah efek antibakterial,

biokompatibilitas dengan jaringan pulpa dan kemampuan untuk menstimulasi

pembentukan jaringan keras. Pembentukan jaringan keras (dentin bridge) telah

dilaporkan berkontak dengan semen hidroksida. Kekurangan utama dari penggunaan

kalsium hidroksida sebagai medikamen pulpotomi pada gigi sulung adalah sering

ditemukan resorpsi internal. Investigasi menjelaskan kegagalan penggunaan kalsium

hidroksida adalah resorpsi dentin internal yang disebabkan inflamasi kronik pada

pulpa pada saat perawatan atau diinduksi oleh luka pada perawatan yang tidak tepat

seperti meninggalkan bekuan darah diantara permukaan luka dan kalsium hidroksida

(Al-Dlaigan, 2015).

3. Glutaraldehida

Glutaraldehida diperkenalkan oleh Kopel pada tahun 1979. Glutaraldehida

direkomendasikan sebagai alternatif untuk menggantikan formokresol sebagai

medikamen pulpotomi (Kumar, 2011). Beberapa literatur menunjukkan bahwa

glutaraldehida mempunyai keuntungan sebagai medikamen pulpa pada gigi sulung

yaitu kurang menyebabkan kerusakan apikal dan mengurangi nekrosis daripada

formokresol (Al-Dlaigan, 2015). Namun, salah satu kekurangan glutaraldehida yaitu

didistribusikan secara sistemik dari letak pulpotomi lebih besar dibanding

formokresol (Al-Dlaigan, 2015).

4. Pulpotomi electrosurgical (ES).

Pulpotomi electrosurgical merupakan prosedur devitalisasi non kimia. Elektrokauter

mengkarbonasi dan memanaskan pulpa dan kontaminasi bakteri. ES mengimprovisasi

sedikit pulpotomi formokresol tapi tidak menggunkan bahan kimia. Setelah amputasi

pulpa mahkota selesai, ruang pulpa diisi dengan pasta seng oksida dan eugenol

(Kumar, 2011).

Gambar 4. Pulpotomi Elektrosurgical

5. Pulpotomi Laser

Penyinaran laser dalam perawatan pulpotoni idealnya membuat zona superfisial dari

koagulasi nekrosis yang tetap kompatibel dengan jaringan dibawahnya (Kumar,

2011). Wikerson et al. (1996) mempelajari efek dari laser argon pada pulpotomi gigi

sulung. Mereka melaporkan bahwa setelah 60 hari, pulpa tampak mempertahankan

vitalitas dan mengalami penyembuhan. Mereka juga menyimpulkan bahwa perawatan

pulpotomi menggunakan laser argon tidak tampak merugikan jaringan pulpa.

Penelitian lain oleh Jeng-fen Liu et al. 1999 mempelajari efek laser Nd:YAG untuk

pulpotomi gigi sulung menunjukkan keberhasilan 100% dengan tidak ada gejala dan

hanya satu gigi dengan resorpsi internal. Penelitian lain menunjukkan bahwa

penyinaran dengan laser pada perawatan pulpotomi menghasilkan gejala klinis,

radiografis dan histologis yang baik, meskipun teknik ini membutuhkan biaya yang

tinggi (Kumar, 2011).

Gambar 5. Pulpotomi Laser

6. Ferric Sulfate

Perawatan menggunakan ferric sulfate dimana terdapat retensi maksimal dari jaringan

yang vital dan melindungi pulpa radikular tanpa induksi dentin reparatif (Kumar,

2011). Fei et al. 1990 membandingkan ferric sulfate dengan formocresol dan hasilnya

menunjukkan bahwa ferric sulfate lebih baik dari formokresol secar klini dan

evaluasi radiografi (Al-Dlaigan, 2015).

7. Bone Morphogenetic Protein.

Nakashima, 1990 melaporkan secara histologi bonemorphogenetic protein dalam

perawatan pulpotomi. Hasilnya menunjukkan bahwa terbentuk dentin reparatif pada

kavitas dari pulpa yang telah diamputasi. Sebagai tambahan, 8 minggu setelah

perawatan odontoblas membentuk tubular dentin di samping osteodentin (Al-Dlaigan,

2015).

8. Mineral Trioxide Aggregate (MTA)

Mineral Trioxide Agregate (MTA) berkembang dan diperkenalkan pada tahun 1993 di

Universitas Loma Linda, California, USA sebagai bahan pengisi saluran akar dan

telah disetujui oleh Administrasi makanan dan obat USA untuk perawatan gigi

manusia pada tahun 1998. MTA adalah bahan yang biokompatibel dan dapat menutup

rapat dengan amalgam dan seng oksida eugenol. MTA mempunyai kemampuan untuk

melepas sitokin dari bone sel (Kabaktchieva and Gateva, 2009). MTA terdiri dari

campuran trikalsium silikat, dikalsium silikat, trikalsium aluminat, kalsium sulfat

dehidrat, gipsum dan bismut oksida. Nama dagang MTA adalah ProRoot MTA, White

ProRoot MTA, MTA-Angelus, MTA Bio. Terdapat 2 bentuk MTA di pasaran yaitu

puti dan abu-abu (Kabaktchieva and Gateva, 2009). Penelitian Kabaktchieva and

Gateva, 2009 mengenai evaluasi tentang MTA menunjukkan bahwa:

a. Angka keberhasilan tinggi (klinis dan radiografi) sebagai agen pulpcapping pada

perawatan pulpotomi pada gigi sulung.

b. MTA dapat menggantikan formokresol sebagai agen pulpcapping pada gigi sulung.

c. MTA tidak menimbulkan resorpsi akar internal.

d. MTA tidak menunjukkan bahan mutagenik atau sitotoksin.

e. MTA biokompatibel dan cocok untuk penyembuhan perforasi dengan menginduksi

sangat sedikit inflamasi.

f. Penelitian in vitro dari odontoblas manusia menunjukkkan bahwa MTA menstimulasi

sintesis sitokin dan interleukin.

g. MTA menstimulasi pembentukan jaringan keras dengan melepaskan kalsium dalam

bentuk kalsium hidroksida.

h. MTA menstimulasi pembentukan dentin bridge dan memelihara vitalitas jaringan

pulpa.

Gambar 6. Aplikasi Klinis MTA

9. Sodium Hipoklorit

Sodium hipoklorit mempunyai efek antimicrobial dan sebagai bahan pembersih,

kemampuan melarutkan jaringan dan aksi homeostatis. Ruby et al. Membandingkan

secara klinis dan radiografis antara sodium hipoklorit 3% dan Buckleys formokresol.

Penelitian ini menjukkan angka keberhasilan 100% secara klinis dan 80% secara

radiografis (Al-Dlaigan, 2015).

10. Portland Cement

Pulpotomi menggunakan portland cement dilakukan oleh Conti et al. tahun 2009,

pemeriksaan klinis dan radiografis menunjukkan bahwa perawatan berhasil untuk

menjaga gigi yang asimptomatis dan mampu memelihara vitalitas gigi. Steffen dan

Van Waes, 2009 mengulas tentang MTA dan portland cement secara klinis, biologi

dan mekanis menunjukkan kemungkinan mengganti MTA dengan portland cement

untuk perawatan endodontik. Penelitian menunjukkan bahwa MTA dan portlnd

cement mempunyai karakter yang sama secara klinis, biologis dan mekanis (Al-

Dlaigan, 2015).

11. Nanohidroksiapatit

Nanohidroksiapatit digunakan sebagai agen pulpotomi dan pulpcapping oleh

Shayegan. Hasil histologis menunjukkan bahwa hidroksiapatit biokompatibel dan

tidak menimbulkan reaksi inflamasi yang sedang atau berat pada jaringan pulpa pada

perawatan pulpotomi dan pulcapping (Al-Dlaigan, 2015).

12. Semen Kalsium Fosfat

Jose et al. 2013 membandingkan semen kalsium fosfat dan formokresol. Hasil

penelitian menunjukkan semen kalsium fosfat kurang menyebabkan inflamasi pulpa

dan lebih baik dalam pembentukan dentin bridge baik dalam jumlah atau kualitas.

Semen kalsium fosfat juga mampu menginduksi pembentukan dentin tanpa area yang

nekrosis (Al-Dlaigan, 2015).

13. Allium Sativum Oil

Muhammad et al. 2014 membandingkan efek klinis dan radiografis dan A. Sativum oil

dan formokresol pada perawatan vital pulpotomi. Hasil menunjukkan bahwa A.

Sativum Oil mempunyai potensi penyembuhan yang baik, meninggalkan sisa jaringan

pulpa yang masih berfungsi dan sehat (Al-Dlaigan, 2015).

14. Biodentin

Biodentine ditempatkan dalam sebuah kapsul yang mengandung rasio yang baik

antara bubuk dan cairan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.

Bubuk Cairan

Tricalcium silicate (3CaO.SiO2)

merupakan komponen utama dari

bubuk yang mengatur reaksi pengerasan

Calcium chloride (CaCl2.2H2O) sebagai

akselerator

Dicalcium silicate (2CaO.SiO2)

sebagai bahan inti utama kedua

Air pereduksi (Superplasticiser)

untuk mendapatkan resistensi jangka

pendek yang tinggi dengan mengurangi

jumlah air yang dibutuhkan oleh campuran

(air / semen),

Calcium carbonate (CaCO3)

sebagai filler.

Air

Zirconium dioxide (ZrO2 ) untuk

memberikan radio-opacity

untuk semen.

Iron oxide

Tabel 1 Komposisi Biodentine (Singh et. al, 2014)

Sifat dari Biodentin adalah sebagai berkut:

a. Kekuatan Tekan ( Compressive Strength)

Kekuatan Tekan Biodentin akan meningkat dari awal mulai di aplikasikan sampai

mencapai 300 MPa setelah satu bulan. Nilai ini menjadi cukup stabil dan merupakan

kisaran kekuatan tekan dentin alami (297 MPa) (Garault et. al, 2006).

b. Flexural Strength

Flexural Strength tinggi adalah prasyarat pasti untuk setiap bahan restoratif untuk

efisiensi jangka panjang dalam rongga mulut. 3 poin lentur Flexural Strength yang

diperoleh dari Biodentine setelah 2 jam adalah 34 MPa (Garault et. al, 2006).

c. Kekuatan Ikat

Biodentine direkomendasikan untuk digunakan sebagai pengganti dentin dan

bahan perbaikan perforasi. Ikatan Biodentine dengan dentin lebih kuat daripada ikatan

dentin dengan bahan lain seperti MTA (Guneser et. al, 2013).

d. Waktu Setting

Waktu kerja Biodentine adalah 6 menit dengan final setting sekitar 10-12 menit.

Hal ini merupakan keunggulan dibandingkan dengan MTA yang memerlukan final setting

sekitar 2 jam (Singh et. al, 2014).

e. Densitas dan porositas

Ketahanan mekanik bahan juga tergantung pada rendahnya tingkat porositas.

Tingkat porositas pada Biodentine yang rendah akan meningkatkan kekuatan mekanik

dan menciptakan sifat mekanik yang unggul dari Biodentine (Singh et. al, 2014).

f. Radiopacity

Biodentine mengandung oksida zirkonium, memungkinkan identifikasi radiografi

(Singh et. al, 2014).

g. Adhesi

Adhesi Biodentine terhadap gigi dapat secara perlekatan mikromekanik,

pertukaran ion antara biodentine dan jaringan gigi, atau gabungan dari kedua proses

tersebut (Singh et. al, 2014).

h. Biokompatibilitas

Biodentine tidak beracun dan tidak memiliki efek buruk pada diferensiasi sel dan

fungsi sel tertentu. Biodentine meningkatkan sekresi TGF-B1 (faktor pertumbuhan) dari

sel pulpa yang menyebabkan angiogenesis, , diferensiasi sel dan mineralisasi (Laurent et.

al, 2012).

i. Bioaktivitas

Mendorong jaringan keras regenerasi, dan menghilangkan tanda-tanda keradangan

pada gigi (Sulaiman et. al, 2015).

j. Aktivitas antibakteri

Biodentine menunjukkan jumlah yang signifikan dari aktivitas antibakteri. Ion

kalsium hidroksida dilepaskan dari semen selama waktu setting sehingga meningkatkan

pH menjadi 12,5 yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan dapat

mensterilkan dentin (Singh et. al, 2014).

2.6 Prosedur Pulpotomi

1. Prosedur pulpotomi meliputi pengambilan seluruh pulpa bagain korona gigi dengan

pulpa terbuka karena karies yang sebagaian meradang, diikuti dengan peletakkan

medikamen-medikamen tepat di atas pulpa yang terpotong. Setelah penempatan

medikamen, selanjutnya dapat dilakukan penumpatan permanen. Pada gigi sulung,

prosedur pulpotomi dapat dilakukan dalam satu kali kunjungan jika dibantu dengan

penggunaan anastesi lokal. Dalam hal ini tekniknya merupakan amputasi pulpa vital

(Kumar, 2011). Prinsip dasar perawatan endodontik gigi sulung dengan pulpa non

vital adalah untuk mencegah sepsis dengan cara membuang jaringan pulpa non vital,

menghilangkan proses infeksi dari pulpa dan jaringan periapikal, memfiksasi bakteri

yang tersisa di saluran akar.

2. Perawatan pulpotomi dinyatakan berhasil apabila kontrol setelah 6 bulan tidak ada

keluhan, tidak ada gejala klinis, tes vitalitas untuk pulpotomi vital (+) dan pada

gambaran radiografik lebih baik dibandingkan dengan foto awal. Tanda pertama

kegagalan perawatan adalah terjadinya resorpsi internal pada akar yang berdekatan

dengan tempat pemberian medikamen. Pada keadaan lanjut diikuti dengan resorpsi

eksternal (Budiyanti, 2006).

3. Pada molar sulung, radiolusensi berkembang di daerah apeks bifurkasi atau trifurkasi,

sedangkan pada gigi anterior di daerah apeks atau di sebelah lateral akar. Apabila

infeki pulpa sampai melibatkan benih gigi pengganti, atau gigi mengalami resopsi

internal atau eksternal yang luas, maka sebaiknya dicabut.

BAB 3. PEMBAHASAN

Pulpotomi banyak digunakan sebagai metode terapi pulpa. Metode pulpotomi adalah

prosedur klinis yang paling sering diterima di bagian kedokteran gigi anak-anak ketika

jaringan pulpa koronal meradang dan pulp capping bukanlah pilihan yang cocok (Sulaiman

et. al, 2015).

Pada pulpotomi gigi sulung pada umumnya digunakan formokresol. Formokresol

terdiri dari formaldehida yang dapat bersifat mutagenik dan karsinogenik. Meskipun

mempunyai potensi toksisitas, formokresol masih digunakan sebagai medikamen pulpotomi

karena sejauh ini belum ada bukti bahwa distribusi sistemik formokresol yang dapat bersifat

patologis. Kemudian, salah satu bahan medikamen pulpotomi yang ideal adalah bakterisidal.

Namun sifat bakterisidal pada formokresol sampai saat ini masih dianggap kurang (Zhang et.

al, 2013).

Penelitian saat ini menunjukkan bahwa formokresol hanya sebagai agen devitalizing.

Diperlukan bahan regeneratif yang mempertahankan vitalitas pulpa, salah satunya adalah

Biodentine. Penggunaan Biodentine dalam prosedur pulpotomi sangat mudah dan

memerlukan waktu yang singkat, sementara formokresol penggunaannya masih

membutuhkan sebuah bahan restorative untuk menutup ruang pulpa, biodentine bertindak

secara bersamaan karena keduanya bisa digunakan sebahai dressing dan bahan pengisi

(Sulaiman et. al, 2015).

Baru-baru ini pada Kongres ke-12 dari Eropa Academy of Pediatric Gigi (EAPD) di

Polandia, Rubanenko et.al, (2014) menyampaikan hasil awal perbandingan biodentine

dengan formokresol sebagai medikamen pulpotomi menunjukkan tingkat keberhasilan 100%

untuk biodentine sedangkan formokresol adalah 94% .

Selain penggunaan Formokresol, bahan yang banyak digunakan sebagai medikamen

Pulpotomi adalah kalsium hidroksida. Menurur Ravi, et. al (2012), Bahan ini digunakan

karena memiliki efek antimikroba dan potensi untuk merangsang perbaikan mineralisasi

pulpa dan jaringan periapikal. Namun, penggunaan kalsium hidroksida tidak dianjurkan

untuk gigi sulung karena penerapannya sering mengakibatkan pengembangan peradangan

pulpa kronis dan resorpsi akar internal. Ketika kalsium hidroksida ditempatkan di gigi

permanen, maka akan menghasilkan kalsifikasi dentin dan pembentukan jembatan dentin,

namun kemungkinan akan menyebabkan resorpsi internal pada gigi sulung. Hal ini bertolak

belakang dengan hasil yang di dapatkan pada penggunaan Biodentine. Pada tahun 2012,

Shayegan et. al menyelidiki respon sel inflamasi dan pembentukan jaringan keras setelah

biodentine di aplikasikan pada pulpotomi gigi sulung.. Setelah 90 hari, mereka menemukan

bahwa jaringan pulpa normal tanpa tanda-tanda peradangan dan 9 dari 10 gigi menunjukkan

terjadi kalsifikasi pada gigi yang dilakukan perawatan pulpotomi menggunakan biodentine.

Mereka menyimpulkan bahwa biodentine memiliki sifat bioaktif, mendorong jaringan keras

regenerasi, dan menghilangkan tanda-tanda keradangan pada gigi.

Berdasarkani hal tersebut dapat disimpulkan bahwa efek terapeutik biodentine setelah

terapi pulpotomi adalah menguntungkan. Biodentine memiliki potensi besar untuk

mempertahankan vitalitas pulpa pada pasien dengan perawatan pulpotomi. Oleh karena itu,

materi yang unik ini mungkin menjadi alternatif menarik untuk regenerasi kompleks dentin-

pulpa.

Dalam beberapa tahun terakhir Mineral Trioksida Agregat telah sukses digunakan

sebagai medikamen pulpotomi . Namun ternyata menurut Singh et. al (2014), Biodentine

memiliki beberapa keuntungan dibandingkan Mineral Trioksida Agregat, antara lain adalah:

a. Biodentine memiliki kemudahan dalam manipulasi, konsistensi yang lebih baik,

sehingga lebih mudah dalam aplikasi. Waktu Setting yang singkat hanya dalam 10-12

menit, memungkinkan perawatan selesai dalam satu kunjungan. Hal ini merupakan

keunggulan dibandingkan dengan MTA yang memerlukan final setting sekitar 2 jam

b. Sifat mekanik pada Biodentine lebih baik daripada MTA, sifat tersebut didapatkan

dengan mengendalikan kemurnian kalsium silikat dengan menghilangkan kotoran

logam seperti aluminat pada kalsium silikat

c. Ikatan Biodentine dengan dentin lebih kuat daripada ikatan dentin dengan MTA.

Selain itu,hasil penelitian dari Cuadros et. al (2014) juga didapatkan bahwa

Biodentine tampaknya menjadi alternatif yang menjanjikan untuk digunakan dalam

pulpotomi dengan 100% klinis dan dengan gambaran radiografi yang baik setelah 6 bulan

follow up.

Menurut Zhang et. al (2010), Bahan Medikamen Pulpotomi yang ideal adalah yang

bersifat bakterisidal, merangsang penyembuhan pulpa dan akar, merangsang regenerasi

dentin dan pulpa, serta tidak mengganggu proses fisiologis resorbsi akar. Sementara itu,

Biodentine dipasarkan dan direkomendasikan sebagai " dentin pengganti", yang memiliki

sifat-sifat ideal sebagai bahan medikamen Pulpotomi. Biodentine telah terbukti memiliki sifat

fisik dan biologis yang jauh lebih baik, pengaturan waktu yang cepat, lebih tahan terhadap

tekanan, resistensi terhadap kebocoran lebih besar dan pembentukan jembatan dentin lebih

cepat . Berikut ini adalah aplikasi Biodentine sebagai medikamen Pulpotomi:

-

1 2 3 4

Gambar 3.1 Prosedur aplikasi Biodentine sebagai bahan medikamen Pulpotomi

Keterangan Gambar:

1. Membersihkan karies dan pulpa dari ruang pulpa.

2. Kontrol Perdarahan dari orifice Saluran Akar

3. Mencampur bahan Biodentine, kemudian material diletakkan pada dasar pulpa

dengan spatula atau pistol amalgam, material dapat dipadatkan menggunakan

pluggers kering atau cotton pellet.

4. Aplikasi Biodentine sampai menutup pulpa dan semua jaringan gigi yang terkena

karies tertutup, hal ini dikarenakan Biodentine dapat dipakai juga sebagai bahan

restoratif. Waktu kerja Biodentine adalah 6 menit dengan final setting sekitar 10-12

menit.

BAB 4. KESIMPULAN

4.1 KesimpulanDari hasil pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Biodentine mempunyai

tingkat keberhasilan lebih tinggi dari berbagai bahan yang sering dipakai sebagai medikamen

dalam pulpotomi, seperti Formokresol, Ca(OH)2, dan MTA. Biodentine memiliki potensi

besar untuk mempertahankan vitalitas pulpa pada pasien dengan perawatan pulpotomi.

4.2 Saran1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai tingkat keberhasilan Biodentine

pada prosedur pulp caping, apeksifikasi, maupun restorasi plastis dalam perawatan

gigi sulung.

2. Penggunaan Biodentine sebagai bahan medikamen pulpotomi harus dilakukan

secara tepat untuk mendapatkan hasil perawatan yang optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Dlaigan YH. 2015. Pulpotomy Medicaments used in Denciduous Dentition: An Update. J

Contemp Dent Pract. Vol 16 (6): 486-503.

Cuadros C, Garcia J, Sandra S, Lorente A, Montse M. 2014. Clinical and radiographic

evaluation of biodentine and MTA in pulpotomies of primary molars. 12th Congress

of EAPD, Sopot.

Garrault S, Behr T, Nonat A. 2006. Formation of the C-S-H Layer during early hydration of

tricalcium silicate grains with different sizes. Journal of Physic Chemistry. Vol 110:

270-275.

Guneser M, Akbulut M, Eldeniz A. 2013. Effect of various endodontic irrigants on the push-

out bond strength of biodentine and conventional root perforation repair materials.

Journal of Endododontics Vol 39: 380-384.

Grossman LI, Oliet S, Del Rio CE. 1995. Ilmu Endodontik dalam Praktek. Jakarta: EGC.

Kabaktchieva R, Gateva N. 2009. Vital Pulpotomy in Primary Teeth with Mineral Trioxide

Agregate (MTA). Journal of IMAB-Annual Proceeding (Scientific Paper). p. 102-108.

Kumar B. 2011. Pulpotomy in Primary Teeth- A Review. JIADS. Vol 2.

Khusum B, Rakesh K, Richa K. 2015. Clinical and Radiographical Evaluation of Mineral

Trioxide Aggregate, Biodentine and Propolis as Pulpotomy Medicaments in Primary

Teeth. Journal of Restorative and Endodontic Dentistry.

Laurent P, Camps J, About I. 2012. Biodentine(TM) induces TGF-β1 release from human

pulp cells and early dental pulp mineralization. Endodontics Journal Vol 45: 439-448.

Lewis B. 1998. Formadehyde in Dentistry: A Rivie for the Millenium. Journal Clin Pediatri

Dent. Vol 22: 167-178.

Markovic D, Zivojinovic V, Vucetic M. 2005. Evaluation of Three Pulpotomy Medicaments

in Primary Teeth.Eur J Paediatr Dent. Vol 6 (3): 133-138.

Ravi GR, Subramanyam. 2012. Calcium hydroxide-induced resorption of deciduous teeth: A

possible explanation. Drs Sudha and Nageswara Rao Siddhartha Institute of Dental

Sciences. Vol 3(3):90-94 

Rubanenko M, Moskovitz M, Petel R, Fuks A. 2014. Effectiveness of Biodentine versus

Formocresol as dressing agents in pulpotomized primary molars: preliminary results.

12th Congress of EAPD, Sopot.

Shayegan A, Jurysta C, Atash R, Petein M, Abbeele A. 2012. Biodentine used as a pulp-

capping agent in primary pig teeth. Pediatric Dent Vol 34: 202-208.

Sonmez D, Saris, Cetinbas T. 2008. A Comparison of 4 Pulpotomy Techniques in Primary

Molar, A long Term Follow Up. J Endod. Vol 34(8): 950-955.

Sulaiman M, Najla M, Omar A. 2015. Clinical Applications of Biodentine in Pediatric

Dentistry: A Review of Literature. Journal of Oral Hyg Health. Vol 3(3)

Tarigan R. 2006. Perawatan Pulpa Gigi (Endodonti). Jakarta: EGC. h.101-102.

Zhang W, Yelick Pc. 2010. Vital pulp therapy-current progress of dental pulp regeneration

and revascularization. International journal of dentistry.