pbl demam tifoid.docx

26
LI I. MM Demam I.1 definisi Demam adalah kenaikan suhu tubuh dari normalnya yang ditengahi oleh kenaikan titik-ambang regulasi panas hipotalamus. Pusat regulasi/pengatur panas hipotalamus mengendalikan suhu tubuh dengan menyeimbangkan sinyal dari reseptor neuronal perifer dingin dan panas. Selain itu demam juga merupakan gejala adanya gangguan metabolisme, infeksi atau kerusakan jaringan yang luas.( Ann M. Arvin, dkk, 1999) Normal suhu tubuh berkisar 36.5-37.2 º C. Suhu subnormal di bawah 36ºC, dengan adanya demam pada umumnya diartikan suhu tubuh di atas 37.2ºC. Terdapat perbedaan antara pengukuran suhu di aksila dan oral maupun rektal. Dalam keadaan biasa perbedaan ini berkisar sekitar 0.5ºC; suhu rektal lebih tinggi daripada suhu oral. Suhu tubuh mengikuti irama sirkadian: suhu pada dini hari rendah, dan suhu tertinggi terjadi pada pukul 16.00- 18.00 (Nelwan, 2009) I.2 etiologi Demam biasanya terjadi akibat tubuh terpapar infeksi mikroorganisme (virus, bakteri, parasit). Demam juga bisa disebabkan oleh faktor non infeksi seperti kompleks imun, nekrosis jaringan, neoplasma, inflamasi (peradangan) lainnya. Ketika virus atau bakteri masuk ke dalam tubuh, berbagai jenis sel darah putih atau leukosit melepaskan “zat penyebab demam (pirogen endogen)” yang selanjutnya memicu produksi prostaglandin E2 di hipotalamus anterior, yang kemudian meningkatkan nilai-ambang temperatur dan terjadilah demam. (Sherwood, 2004) Demam merupakan salah satu manifestasi respons radang yang dihasilkan oleh mekanisme 1

Upload: ahmad-ade-fauzi

Post on 28-Sep-2015

82 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

LI I. MM DemamI.1 definisi

Demam adalah kenaikan suhu tubuh dari normalnya yang ditengahi oleh kenaikan titik-ambang regulasi panas hipotalamus. Pusat regulasi/pengatur panas hipotalamus mengendalikan suhu tubuh dengan menyeimbangkan sinyal dari reseptor neuronal perifer dingin dan panas. Selain itu demam juga merupakan gejala adanya gangguan metabolisme, infeksi atau kerusakan jaringan yang luas.( Ann M. Arvin, dkk, 1999) Normal suhu tubuh berkisar 36.5-37.2 C. Suhu subnormal di bawah 36C, dengan adanya demam pada umumnya diartikan suhu tubuh di atas 37.2C. Terdapat perbedaan antara pengukuran suhu di aksila dan oral maupun rektal. Dalam keadaan biasa perbedaan ini berkisar sekitar 0.5C; suhu rektal lebih tinggi daripada suhu oral. Suhu tubuh mengikuti irama sirkadian: suhu pada dini hari rendah, dan suhu tertinggi terjadi pada pukul 16.00-18.00 (Nelwan, 2009)

I.2 etiologi

Demam biasanya terjadi akibat tubuh terpapar infeksi mikroorganisme (virus, bakteri, parasit). Demam juga bisa disebabkan oleh faktor non infeksi seperti kompleks imun, nekrosis jaringan, neoplasma, inflamasi (peradangan) lainnya. Ketika virus atau bakteri masuk ke dalam tubuh, berbagai jenis sel darah putih atau leukosit melepaskan zat penyebab demam (pirogen endogen) yang selanjutnya memicu produksi prostaglandin E2 di hipotalamus anterior, yang kemudian meningkatkan nilai-ambang temperatur dan terjadilah demam. (Sherwood, 2004) Demam merupakan salah satu manifestasi respons radang yang dihasilkan oleh mekanisme pertahanan hospes yang ditengahi sitokin. Produksi panas pada demam meningkatkan pemakaian oksigen, produksi karbondioksida, dan curah jantung. (Nelwan, 2009)

I.3 klasifikasi

Beberapa tipe demam yang mungkin kita jumpai, antara lain: a. Demam Septik Pada tipe demam septik, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ke tingkat yang normal dinamakan juga demam hetik. b. Demam Remiten Pada tipe demam remiten, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan normal. Perbedaan suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat pada demam septik. c. Demam Intermiten Pada tipe demam intermiten, suhu badan turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi setiap dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari bebas demam diantara dua serangan demam disebut kuartana. d. Demam Kontinyu Pada demam kontinyu variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat demam terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia. e. Demam Siklik Pada demam siklik terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.

I.4 mekanismeDemam diawali sebagai respon tubuh terhadap pirogen yang masuk ke tubuh. Pirogen dapat di bagi menjadi dua macam, yaitu pirogenn eksogen dan pirogen endogen. Pirogen eksogen ini termasuk agen yang menginfeksi atau komponennya, misal bakteri endotoxin seperti lipopolisakarida). Pirogen ini menyebabkan dilepaskannya endogen oleh sel leukosit, yaitu sirkulasi limfosit dan makrofag (contohnya : sel Kupffer) untuk menghasilkan anti-inflamasi dan pro-inflamasi sitokin yang masuk ke dalam sirkulasi. Interleukin (IL)-1 dan IL-6 adalah kunci dari pro-inflamasi sitokin yang berperan penting terhadap kenaikan suhu tubuh. Anti inflamasi sitokin seperti IL-10 dan TNF berperan sebagai antipiretik (atau sirogen) dan membatasi naik turunnya demam. Sirkulasi sitokin akan masuk ke hipotalamus dan area preoptik dengan mekanisme transpor aktif. IL-1 dan IL-6 juga akan mengaktifkan COX-1 dan COX-2 (cyclo-oxygenase) untuk mengubah asam arachidonat menjadi prostaglandin dan produk lainnya. Prostaglandin E2 (PGE2) merupakan kunci mediator dalam demam. Ketika prostaglandin ini disekresikan ke area preoptik pada hipotalamus bagian anterior, prostaglandin akan menstimulasi aktivitas dari neuron yang sensitif terhadap dingin dan menekan aktivitas dari neuron yang sensitif terhadap panas. Hal ini menyebabkan stimulasi pada tubuh untuk menghasilkan panas, meregulasi syaraf agar set point naik. Akibatnya, tubuh akan menaikkan suhu tubuh agar sesuai dengan kenaikan ilai set point. Demam ini berfungsi untuk meningkatkan pergerakan sel darah putih dan proliferasi limfosit sebagai pertahanan tubuh terhadap agen infeksi. Temperatur tubuh yang tinggi juga menghambat pertumbuhan beberapa patogen. Demam juga dapat diaktifkan oleh trauma yang mengakibatkan cedera sel seperti terbakar yang parah, cedera fisik terhadap CNS dan stroke.

Mekanisme:

Demam disebabkan oleh kelainan dalam di dalam otak sendiri atau oleh bahan-bahan toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu. Mengatur kembali pusat pengaturan suhu hipotalamus pada penyakit demam efek pirogen : Hasil pemecahan protein dan beberapa zat tertentu lainnya terutama toksin liposakarida dilepas dari membrane sel bakteri set point meningkat pada thermostat hipotalamus PIROGEN, pirogen dilepas dari bateri toksik DEMAM selama keadaan sakit. Karena set point meningkat maka mekanisme untu meningkatkan suhu tubuh terlibat, termasuk penyimpanan panasdan peningkatan pembentukan panas. Mekanisme kerja pirogen dalam menyebabkan Demam Peranan interleukin-1 Bakteri hasil pemecahan dalam jaringan / dalam darah di fagosit oleh leukosit darah, makrofag, limfosit mencerna hasil pemecahan bakteri melepaskan zat INTERLEUKIN-1. Interleukin-1 mencapai hipotalamus mengaktifkan proses yang menimbulkan DEMAM menginduksi pembentukan salah satu PROSTAGLANDIN terutama prostaglandin E2 bekerja di hypothalamus membangkitkan reaksi demam. Seandainya pembentukan prostaglandin itu dihambat dengan obat, maka demam sama sekali tidak akan terjadi. Maka dari itu penjelasan bagaimana aspirin menurunkan demam, karena proses pembentukan prostaglandin diganggu (Guyton,c Arthur. Hall,e joh. 2009. Kelainan pengaturan suhu tubuh. Buku ajar fisiologi kedokteran edisi 11. Hal 945. Jakarta : EGC Patogenesis demam Pirogen sebagian besar disebabkan oleh peningkatan pembentukan panas. Endotoksin bekerja pada monosit,makrofag,sel-sel kuffer menghasilkan sitokin, secara independen untuk menimbulkan demam. Sitokin ini merupakan polipeptida, kadang sitokin ini bias menembus otak. SITOKIN mengaktifkan daerah PRAOPTIK HIPOTALAMUS melepas prostaglandin peningkatan titik patokan suhu DEMAM. (Ganong,w,f. 2008. Demam. Buku Ajar Fisiologi kedokteran edisi 22. Hal 266. Jakarta : EGC) 1. Heat stroke : suhu tubuh meningkat melebihi suhu kritis dalam rentang 105-1080F Gejalanya : pusing, tidak enak perut,muntah,hilang kesadaran. Hiprpireksia merusak jaringan tubuh . (Guyton,c Arthur. Hall,e joh. 2009. Kelainan pengaturan suhu tubuh. Buku ajar fisiologi kedokteran edisi 11. Hal 945. Jakarta : EGC)

LI II. MM Salmonella thypiII.1 definisiBakteri Salmonellosis adalah bakteri yang menular dengan kecepatan luar biasa, dan bisa memperburuk dalam waktu yang sangat cepat. Infeksi Salmonella, disebabkan oleh bakteri Salmonellosis, bisa menyebabkan dehidrasi ekstrim dan juga kematian. Salmonellosis disebarkan kepada orang-orang dengan memakan bakteri Salmonella yangmengkontaminasi dan mencemari makanan. Salmonella ada diseluruh dunia dan dapat mencemari hampir segala tipe makanan. Namun sumber dari penyakit baru-baru ini melibatkan makanan-makanan seperti telur-telur mentah, daging mentah, sayur-sayur segar, sereal, dan air yang tercemar. Salmonella bersifat host-adapted pada hewan dan infeksi pada manusia biasanya mengenai usus. Infeksi muncul dala m bentuk diare akut yang sembuh sendiri. Pada beberapa kesempatan organisme ini dapat menyebabkan penyakit yang invasif, meliputi bakteremia dan septikemia yang mengancam.Organisme ini ditemukan pada hewan dosmetik. Transmisinya melalui fekal-oral, biasanya dari mengingesti makanan yang terkontaminasi.

II.2 taksonomiKingdom : Bakteria Phylum : Proteobakteria Classis : Gamma proteobakteria Ordo : Enterobakteriales Familia : Enterobakteriakceae Genus : Salmonella Species : Salmonella thyposa Klasifikasi salmonella sangat rumit karena organisme tersebut merupakan rangkaian kesatuan dan bukan tertentu. Anggota genus Salmonella awalnya diklasifikasikan berdasarkan epidemiologi, jangkauan pejamu, reaksi biokimia, dan struktur antigen O, H, dan Vi. Terdapat lebih dari 2500 serotip Salmonella, termasuk lebih dari 1400 dalam kelompok hibridasi DNA grup I yang dapat menginfeksi manusia. Hampir semua Salmonella yang menyebabkan penyakit pada manusia dapat diidentifikasikan di laboraturium klinis melalui pemeriksaan biokimia dan serologik.Serotip tersebut adalah sebagai berikut: Salmonella paratyphi A (serogrup A) Salmonella paratyphi B (serogrup B) Salmonella cholerasuis (serogrup C1) Salmonella typhi (serogrup D) Penentuan serotipe didasarkan atas reaktivitas antigen O dan antigen H bifasik. Berdasarkan penelitian hibridisasi DNA, klasifikasi taksonomik resmi meliputi genus Salmonella dengan subspecies dan genus Arizona dengan subspesies.

II.3 morfologiBerbentuk batang, tidak berspora, bersifat negatif pada pewarnaan Gram. Ukuran Salmonella bervariasi 13,5 m x 0,50,8 m. Besar koloni rata-rata 24 mm. optimal 37,5oC) dan pH pertumbuhan 68. Mudah tumbuh pada medium sederhana, misalnya garam empedu. Tidak dapat tumbuh dalam larutan KCN. Membentuk asam dan kadang-kadang gas dari glukosa dan manosa. Menghasikan H2S. Antigen O: bagian terluar dari lipopolisakarida dinding sel dan terdiri dari unit polisakarida yang berulang. Beberapa polisakarida O-spesifik mengandung gula yang unik. Antigan O resisten terhadap panas dan alkohol dan biasanya terdeteksi oleh aglutinasi bakteri. Antibodi terhadap antigen O terutama adalah IgM. Antigen Vi atau K: terletak di luar antigen O, merupakan polisakarida dan yang lainnya merupakan protein. Antigen K dapat mengganggu aglutinasi dengan antiserum O, dan dapat berhubungan dengan virulensi. Dapat diidentifikasi dengan uji pembengkakan kapsul dengan antiserum spesifik. Antigen H: terdapat di flagel dan didenaturasi atau dirusak oleh panas dan alkohol. Antigen dipertahankan dengan memberikan formalin pada beberapa bakteri yang motil. Antigen H beraglutinasi dengan anti-H dan IgG. Penentu dalam antigen H adalah fungsi sekuens asam amino pada protein flagel (flagelin). Antigen H pada permukaan bakteri dapat mengganggu aglutinasi dengan antibodi antigen O. Organisme dapat kehilangan antigen H dan menjadi tidak motil. Kehilangan antigen O dapat menimbulkan perubahan bentuk koloni yang halus menjadi kasar Antigen Vi atau Sebagian besar isolat motil dengan flagel peritrik. Tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 1541 K dapat hilang sebagian atau seluruhnya dalam proses transduksi

II.4 siklus hidupPenyebaran dan Siklus hidup: Infeksi terjadi dari memakan makanan yang tercontaminasi dengan feses yang terdapat bakteri Sal. typhimurium dari organisme pembawa (hosts). Setelah masuk dalam saluran pencernaan maka Sal. typhimurium menyerang dinding usus yang menyebabkan kerusakan dan peradangan. Infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah karena dapat menembus dinding usus tadi ke organ-organ lain seperti hati, paru-paru, limpa, tulang-tulang sendi, plasenta dan dapat menembusnya sehingga menyerang fetus pada wanita atau hewan betina yang hamil, dan ke membran yang menyelubungi otak. Subtansi racun diproduksi oleh bakteri ini dan dapat dilepaskan dan mempengaruhi keseimbangan tubuh. Di dalam hewan atau manusia yang terinfeksi Sal. typhimurium, pada fesesnya terdapat kumpulan Sal. typhimurium yang bisa bertahan sampai berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Bakteri ini tahan terhadap range yang lebar dari temperature sehingga dapat bertahan hidup berbulan-bulan dalam tanah atau air.

Makanan yang mengandung Salmonella belum tentu menyebabkan infeksi Salmonella, tergantung dari jenis bakteri, jumlah dan tingkat virulensi (sifat racun dari suatu mikroorganisma, dalah hal ini bakteri Salmonella). Misalnya saja Salmonella enteriditis baru menyebabkan gejala bila sudah berkembang biak menjadi 100 000. Dalam jumlah ini keracunan yang terjadi bisa saja menyebabkan kematian penderita. Salmonella typhimurium dengan jumlah 11.000 sudah dapat menimbulkan gejala. Jenis Salmonella lain ada yang menyebabkan gejala hanya dengan jumlah 100 sampai 1000, bahkan dengan jumlah 50 sudah dapat menyebabkan gejala. Perkembangan Salmonella pada tubuh manusia dapat dihambat oleh asam lambung yang ada pada tubuh kita. Disamping itu dapat dihambat pula oleh bakteri lain. Gejala dapat terjadi dengan cepat pada anak-anak, bagaimanapun pada manusia dewasa gejala datang dengan perlahan. Pada umumnya gejala tampak setelah 1-3 minggu setelah bakteri ini tertelan. Gejala terinfeksi diawali dengan sakit perut dan diare yang disertai juga dengan panas badan yang tinggi, perasaan mual, muntah, pusing-pusing dan dehidrasi. Gejala yang timbul dapat berupa: tidak menunjukkan gejala (long-term carrier), adanya perlawanan tubuh dan mudah terserang penyakit denga gejala: inkubasi (7-14 hari setelah tertelan) tidak menunjukkan gejala, lalu terjadi diare.

II.5 cara penularanPola demam Disebabkan oleh Kontinyu Demam tifoid, malaria falciparum malignan Remitten Sebagian besar penyakit virus dan bakteri Intermiten Malaria, limfoma, endokarditis Hektik atau septik Penyakit Kawasaki, infeksi pyogenik Quotidian Malaria karena P.vivax Double quotidian Kala azar, arthritis gonococcal, juvenile rheumathoid arthritis, beberapa drug fever (contoh karbamazepin) Relapsing atau periodik Malaria tertiana atau kuartana, brucellosis Demam rekuren Familial Mediterranean fever

LI III. MM TifoidIII.1 definisiDemam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam. Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari dan ditandai oleh panas berkepanjangan, ditopang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur endotelial atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke sel fagosit manonuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe dan Payers patch.( Sumarmo et al , 2010) Demam tifoid masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting di Indonesia. Penyakit ini merupakan penyakit menular yang dapat menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah. Di Indonesia, demam tifoid bersifat endemik. Penderita dewasa muda sering mengalami komplikasi berat berupa perdarahan dan perforasi usus yang tidak jarang berakhir dengan kematian.

III.2 etiologiDemam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi yang merupakan basil Gram-negatif, mempunyai flagel, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, fakulatif anaerob, Kebanyakkan strain meragikan glukosa, manosa dan manitol untuk menghasilkan asam dan gas, tetapi tidak meragikan laktosa dan sukrosa. Organisme Salmonella typhi tumbuh secara aerob dan mampu tumbuh secara anaerob fakultatif. Kebanyakan spesies resistent terhadap agen fisik namun dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 54,4 C (130 F) selama 1 jam atau 60 C (140 F) selama 15 menit. Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang rendah selama beberapa hari dan dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam sampah, bahan makanan kering dan bahan tinja. (Karnasih et al, 1994) Kuman ini mempunyai 3 macam antigen, yaitu: 1. Antigen O (somatik), terletak pada lapisan luar, yang mempunyai komponen protein, lipopolisakarida dan lipid. Sering disebut endotoksin. 2. Antigen H (flagela), terdapat pada flagela, fimbriae danpili dari kuman, berstruktur kimia protein. 3. Antigen Vi (antigen permukaan), pada selaput dinding kuman untuk melindungi fagositosis dan berstruktur kimia protein. Salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid faktor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap multipel antibiotik.

III.3 patogenesis (mekanisme dalam tubuh)Patogenesis:Makanan dan minuman yang terkontaminasi merupakan mekanisme transmisi Salmonella, termasuk S. typhi. Khususnya S. typhi,carrier manusia adalah sumber infeksi. S. typhi bisa berada dalam air, es, debu, sampah kering, yang bila organisme ini masuk ke dalam vehicle yang cocok (daging, kerang, dan sebagainya) akan berkembang biak mencapai dosis infektif Salmonella thypi masuk ke tubuh manusia melalui makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plak peyeri di ileum terminalis yang hipertropi. Bila terjadi komplikasi pendarahan dan perforasi intestinal, kuman menembus lamina propia. Masuk aliran limfe mencapai kelenjar limfe mesenterial dan masuk ke aliran darah melalui duktus torasikus. Salmonella thypi lain dapat mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus. Salmonella thypi bersarang di plak peyeri, limpa, hati dan bagian-bagian lain sistem retikuloendotelial. Endotoksin salmonella thypi berperan dalam proses inflamasi lokal pada jaringan tempay kumantersebut berkembang biak. Salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen danleukosit pada jaringan yang meradang sehingga terjadi demam.

Patofisiologis:Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi masuk kedalam tubuh manusia melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa IgA usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel terutama sel M dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plaque Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi yang mengakibatkan bakterimia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik, seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala dan sakit perut.

III.4 manifestasi klinisGejala klinis demam tifoid sangat bervariasi, dari gejala klinis ringan tidak memerlukan perawatan khusus sampai gejala klinis berat dan memerlukan perawatan khusus. Variasi gejala ini disebabkan faktor galur Salmonela, status nutrisi dan imunologik pejamu serta lama sakit dirumahnya. ( Sumarmo et al, 2010 Pada minggu pertama setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada awalnya sama dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi yang berkepanjangan yaitu setinggi 39 C hingga 40 C, sakit kepala, pusing, pegal-pegal, anoreksia, mual, muntah, batuk, dengan nadi antara 80-100 kali permenit, denyut lemah, pernapasan semakin cepat dengan gambaran bronkitis kataral, perut kembung dan merasa tak enak, sedangkan diare dan sembelit silih berganti. Pada akhir minggu pertama, diare lebih sering terjadi. Khas lidah pada penderita adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta bergetar atau tremor. Epistaksis dapat dialami oleh penderita sedangkan tenggorokan terasa kering dan meradang. Ruam kulit (rash) umumnya terjadi pada hari ketujuh dan terbatas pada abdomen di salah satu sisi dan tidak merata, bercak-bercak ros (roseola) berlangsung 3-5 hari, kemudian hilang dengan sempurna. Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, yang biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore atau malam.

Pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan tinggi (demam). Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit pada pagi hari berlangsung. Terjadi perlambatan relatif nadi penderita.Yang semestinya nadi meningkat bersama dengan peningkatan suhu, saat ini relatif nadi lebih lambat dibandingkan peningkatan suhu tubuh. Umumnya terjadi gangguan pendengaran, lidah tampak kering, nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun, diare yang meningkat dan berwarna gelap, pembesaran hati dan limpa, perut kembung dan sering berbunyi, gangguan kesadaran, mengantuk terus menerus, dan mulai kacau jika berkomunikasi. Pada minggu ketiga suhu tubuh berangsur-angsur turun, dan normal kembali di akhir minggu. Hal itu terjadi jika tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan membaik, gejala-gejala akan berkurang dan temperatur mulai turun. Meskipun demikian justru pada saat ini komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya kerak dari ulkus. Sebaliknya jika keadaan makin memburuk, dimana septikemia memberat dengan terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium atau stupor, otot-otot bergerak terus, inkontinensia alvi dan inkontinensia urin. Tekanan abdomen sangat meningkat diikuti dengan nyeri perut. Penderita kemudian mengalami kolaps. Jika denyut nadi sangat meningkat disertai oleh peritonitis lokal maupun umum, maka hal ini menunjukkan telah terjadinya perforasi usus sedangkan keringat dingin, gelisah, sukar bernapas, dan kolaps dari nadi yang teraba denyutnya memberi gambaran adanya perdarahan. Degenerasi miokardial toksik merupakan penyebab umum dari terjadinya kematian penderita demam tifoid pada minggu ketiga. Minggu keempat merupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat dijumpai adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis. Pada mereka yang mendapatkan infeksi ringan dengan demikian juga hanya menghasilkan kekebalan yang lemah, kekambuhan dapat terjadi dan berlangsung dalam waktu yang pendek. Kekambuhan dapat lebih ringan dari serangan primer tetapi dapat menimbulkan gejala lebih berat daripada infeksi primer tersebut. Sepuluh persen dari demam tifoid yang tidak diobati akan mengakibatkan timbulnya relaps.

III.5 komplikasiBeberapa komplikasi yang dapat terjadi pada demam tifoid yaitu: 1. Komplikasi intestinal Komplikasi didahului dengan penurunan suhu, tekanan darah dan peningkatan frekuensi nadi. Umumnya jarang terjadi, akan tetapi sering fatal, yaitu: - Perdarahan usus Dilaporkan dapat terjadi pada 1-10% kasus demam tifoid anak. Bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Bila perdarahan banyak terjadi melena. - Perforasi usus Dilaporkan dapat terjadi pada 0,5-3%. Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelah itu dan terjadi pada bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara di rongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara di antara hati dan diafragma pada foto rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak. - Peritonitis Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut yaitu nyeri perut yang hebat, defance muskulare, dan nyeri pada penekanan. 2.Komplikasi di luar usus (ekstraintestinal) Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakteremia) yaitu meningitis, kolesistitis, ensefelopati dan lain-lain. Terjadi karena infeksi sekunder, yaitu bronkopneumonia. - Komplikasi kardiovaskuler : gagal sirkulasi perifer, miokarditis, tromboflebitis. - Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, KID, 17rthritis17. - Komplikasi paru : pneumonia, empiema, pleuritis - Komplikasi hepatobilier : hepatitis, kolesistitis - Komplikasi ginjal : glumerolunofritis, pielonefritis, perinefritis - Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, 17rthritis - Komplikasi neuropsikiatrik/tifoid toksik

III.6 prognosisPrognosis pasien demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan kesehatan sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi. Di negara maju, dengan terapi antibiotik yang adekuat, angka mortalitas < 1%. Di negara berkembang, angka mortalitasnya >10%, biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan, dan pengobatan. Munculnya komplikasi seperti perforasi gastrointestinal atau pendararahan hebat, meningitis, endokarditis, dan pneumonia, mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. (Djoko, 2009) Angka kematian pada anak-anak 2,6% dan pada orang dewasa 7,4%, rata-rata 5,7%. Prognosis demam tifoid umumnya baik asal penderita cepat berobat. Mortalitas pada penderita yang dirawat adalah 6%. Prognosis menjadi kurang baik atau buruk bila terdapat gejala klinis yang berat seperti:

Panas tinggi (hiperpireksia) atau febris continual. Kesadaran menurun sekali. Terdapat komplikasi yang berat misalnya dehidrasi dan asidosis, peritonitis, bronkopnemonia dan lain-lain. Keadaan gizi penderita buruk (malnutrisi protein)

III.7 pemeriksaan (fisik & penunjang)Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Laboratorium meliputi pemeriksaan hematologi, urinalis, kimia klinik,imunoreologi, mikrobiologi, dan biologi molekular. Pemeriksaan ini ditujukan untuk membantu menegakkan diagnosis (adakalanya bahkan menjadi penentu diagnosis), menetapkan prognosis, memantau perjalanan penyakit dan hasil pengobatan serta timbulnya penyulit. . Hematologi Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan usus atau perforasi. Pemeriksaan darah dilakukan pada biakan kuman (paling tinggi pada minggu I sakit), diagnosis pasti Demam Tifoid. (Minggu I : 80-90%, minggu II : 20-25%, minggu III : 10-15%) Hitung leukosit sering rendah (leukopenia), tetapi dapat pula normal atau tinggi. Hitung jenis leukosit: sering neutropenia dengan limfositosis relatif. LED meningkat (Djoko, 2009) Urinalis Tes Diazo Positif : Urine + Reagens Diazo + beberapa tetes ammonia 30% (dalam tabung reaksi)dikocokbuih berwarna merah atau merah muda (Djoko, 2009) Protein: bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam).Leukosit dan eritrosit normal; bila meningkat kemungkinan terjadi penyulit. Biakan kuman (paling tinggi pada minggu II/III diagnosis pasti atau sakit carrier ( Sumarmo et al, 2010) Tinja (feses) Ditemukian banyak eritrosit dalam tinja (Pra-Soup Stool), kadang-kadang darah (bloody stool). Biakan kuman (diagnosis pasti atau carrier posttyphi) pada minggu II atau III sakit. (Sumarmo et al, 2010) Kimia Klinik Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan gambaran peradangan sampai hepatitis akut. Serologi Pemeriksaan Widal Uji widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S.thypi. Pada uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara kumanS.thypi dengan antibodi yang disebut aglutinin . Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Maksud uji Widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid yaitu : 1. Aglutinin O (dari tubuh kuman) 2. Aglutinin H (flagela kuman) 3. Aglutinin Vi (simpai kuman)

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini. Widal dinyatakan positif bila : 1. Titer O Widal I 1/320 atau 2. Titer O Widal II naik 4 kali lipat atau lebih dibanding titer O Widal I atau Titer O Widal I (-) tetapi titer O II (+) berapapun angkanya. Diagnosis Demam Tifoid / Paratifoid dinyatakan bila a/titer O = 1/160 , bahkan mungkin sekali nilai batas tersebut harus lebih tinggi mengingat penyakit demam tifoid ini endemis di Indonesia. Titer O meningkat setelah akhir minggu. Melihat hal-hal di atas maka permintaan tes widal ini pada penderita yang baru menderita demam beberapa hari kurang tepat. Bila hasil reaktif (positif) maka kemungkinan besar bukan disebabkan oleh penyakit saat itu tetapi dari kontak sebelumnya. Pemeriksaan Elisa Salmonella typhi/ paratyphi lgG dan lgM Merupakan uji imunologik yang lebih baru, yang dianggap lebih sensitif dan spesifik dibandingkan uji Widal untuk mendeteksi Demam Tifoid/ Paratifoid. Sebagai tes cepat (Rapid Test) hasilnya juga dapat segera di ketahui. Diagnosis Demam Tifoid/ Paratyphoid dinyatakan 1/ bila lgM positif menandakan infeksi akut; 2/jika lgG positif menandakan pernah kontak/ pernah terinfeksi/ reinfeksi/ daerah endemik. ( John, 2008). Mikrobiologi Uji kultur merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan demamtiroid/paratifoid. Interpretasi hasil : jika hasil positif maka diagnosis pasti untuk demam tifoid/ paratifoid. Sebalikanya jika hasil negatif, belum tentu bukan demam tifoid/ paratifoid, karena hasil biakan negatif palsu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu antara lain jumlah darah terlalu sedikit kurang dari 2 mL), darah tidak segera dimasukan ke dalam medial Gall (darah dibiarkan membeku dalam spuitsehingga kuman terperangkap di dalam bekuan), saat pengambilan darah masih dalam minggu- 1 sakit, sudah mendapatkan terapi antibiotika, dan sudah mendapat vaksinasi. Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena perlu waktu untuk pertumbuhan kuman (biasanya positif antara 2-7 hari, bila belum ada pertumbuhan koloni ditunggu sampai 7 hari). Pilihan bahan spesimen yang digunakan pada awal sakit adalah darah, kemudian untuk stadium lanjut/carrier digunakan urin dan tinja. (Sumarmo et al, 2010) Biologi molekular. PCR (Polymerase Chain Reaction) Metode ini mulai banyak dipergunakan. Pada cara ini di lakukan perbanyakan DNA kuman yang kemudian diidentifikasi dengan DNA probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat mendeteksi kuman yang terdapat dalam jumlah sedikit (sensitifitas tinggi) serta kekhasan (spesifitas) yang tinggi pula. Spesimen yang digunakan dapat berupa darah, urin, cairan tubuh lainnya serta jaringan biopsi. Kriteria diagnosis yang biasa digunakan adalah : 1. Biakan darah positif memastikan demam tifoid, tetapi biakan darah negative tidak menyingkirkan demam tifoid. 2. Biakan tinja positif menyokong diagnosis klinis demam tifoid. 3. Peningkatan titer uji widal 4 kali lipat selama 23 minggu memastikan diagnosis demam tifoid. 4. Reaksi widal tunggal dengan titer antibodi Antigen O 1: 320 atau titer antigen H 1: 640 menyokong diagnosis demam tifoid pada pasien dengan gambaran klinis yang khas . 5. Pada beberapa pasien, uji widal tetap negatif pada pemeriksaan ulang walaupun biakan darah positif. (Sumarmo, 2010).

III.8 penatalaksanaanFarmako: Terapi anti mikroba pada infeksi Salmonella invasive adalah dengan ampisilin, trimetoprin-sulmetoksazol, sefalosporin generasi ketiga, atau kloramfenikol. Antibiotik yang digunakan adalah a. Ciprofloxacin merupakan obat yang digunakan karena adanya strain bakteri yang resisten terhadap chloramphenicol, ampicillin, dant rimethroprim. Namun telah ditemukan sekitar 80% dari S. typhidansekitar 70% S. paratyphi yang berukuran kelemahannya terhadap fluoroquinolon. b. Pasien yang tidak stabil dalam klinik diberikan ceftriaxone secara intravena apabila infeksi terjadi seperti di Asia. Apabila infeksi yang terjadi hampir sama dengan yang terjadi di Afrika, Amerrika Selatan, Atau Amerika Serikat, ciprofloxacin masih bisa digunakan. (Kurangdari 4% infeksi yang terjadi di Inggris dari Afrika resisten fluroquinolon). Antibiotik seharusnya diganti apabila tersedia antibiotik lain yang sensitif. c. Azithromycin dan beberapa fluroquinolon jenis baru sepertiga tifloxacin cocok sebagai alternative pengganti ciprofloxacin padapasien yang stabil. d. Kloramfenikol adalah Kristal putih yang sukar larut dalam air dan rasanya sangat pahit. Untuk pengobatan demem tifoid diberikan dosis 4x500 mg sehari sampai 2 minggu bebas demem. Bila terjadi relaps, biasanya dapat diatasi dengan memberikan terapi ulang. Untuk anak-anak diberikan dosis 50-100 mg/kgBB sehari dibagi dalam beberapa dosis selama 10 hari. Penyuntikan intramuscular tidak dianjurkan oleh karena itu ester ini tidak dapat diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri. e. Tiamfenikol, Dosis dan efektivitas pada demam tifoid hampir sama dengan kloramfenikol akan tetapi komplikasi hematologi seperti kemungkinan terjadinya anemia aplastik lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol. Dosisnya 4x500 mg f. Kotrimoksazol, Kotrimoksazol ini adalah kombinasi dari trimetroprim dan sulfametoksazol. Efektivitas abat ini hampir sama dengan kloramfenikol. Dosis untuk orang dwasa 2x2 tablet diberikan selama 2 minggu. Dosis antibiotic o Kloramfenikol 100 mg/kg beratbadan/hari/4 kali selama 14 hari. o Amoksilin 100 mg/ kg beratbadan/hari/4 kali o Kontrimoksazol 480 mg, 2x2 tablet selama 14 hari o Sefalosporingenersi II dan III (ciprofloxacin 2 x 500 mg selama 6 hari; ofloxacin 600 mg/ hariselama 7 hari; ceftriaxone 4 gram/hariselama 3 hari Non farmako: 1. Perawatan Pasien dengan demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, abservasi dan pengobatan. Pasien harus tirah baring absolute sampai minimal 7 hari bebas demam. Mobilisasi pasien harus dilakukan secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Pasien dengan kesadaran yang menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneuomonia hipostatik dan dekubitus. 2. Diet Pasien dengan demam tifoid diberi bubur saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Karena ada pendapat bahwa usus perlu diistirahatkan. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini dapat diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid.

III.9 pencegahanPencegahan 1. Vaksin per oral 2. Hindari makanan yang kurang matang 3. Pemilihan makanan yang masih hangat 4. Jika makanan, yang di makan memiliki kulit, lebih baik di kupas terlebih dahulu Vaksinasi dengan menggunakan vaksin T.A.B (mengandung basil tifoid dan paratifoid Adan B yang dimatikan ) yang diberikan subkutan 2 atau 3 kali pemberian dengan interval10 hari merupakan tindakan yang praktis untuk mencegah penularan demam tifoidJumlah kasus penyakit itu di Indonesia cukup tinggi, yaitu sekitar 358-810 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Suntikan imunisasi tifoid boleh dilakukan setiap dua tahun manakala vaksin oral diambil setiap lima tahun. Bagaimanapun, vaksinasi tidak memberikan jaminan perlindungan 100 peratus.Minum air yang telah dimasak sahaja. Masak air sekurang-kurangnya lima menit penuh (apabila air sudah masak, biarkan ia selama lima minit lagi). Jika terpaksa makan di kedai, pastikan makananyang dipesan khas dan berada dalam keadaan `berasap kerana baru diangkat dari dapur.Tudung semua makanan dan minuman agar tidak dihinggapi lalat. Letakkan makanan ditempat tinggi.Gunakan penyepit, senduk, sudu atau garpu bersih untuk mengambil makanan.Buah-buahan hendaklah dikupas dan dibilas sebelum dimakan.Cuci tangan dengan sabun dan air bersih sebelum menyedia atau memakan makanan, membuang sampah sarap, memegang bahan mentah atau selepas membuang air besar. Anda akan mendapati insiden tifoid berkurangan dengan amalan ini yang sepatutnyamenjadi tabiat seharian dan bukan hanya musim wabak.Pilih gerai dan pengendali makanan yang bersih.Dalam keadaan sekarang, adalah baik sekiranya orang ramai mengelak daripada membelimakanan atau minuman daripada penjaja jalanan terutamanya yang menjual minumansejuk.Hapuskan tempat pembiakan lalat-lalat bagi mengelakkan pembiakan.Gunakan tandas yang sempurna.Segeralah berjumpa doktor jika mengalami tanda-tanda dijangkiti tifoid.

LI IV. Antibiotik

IV.1 definisiAntibiotik adalah obat-obatan yang digunakan untuk mengobati, dan dalam sebagian kasus bisa mencegah infeksi oleh bakteri.Antibiotik dapat diberikan dalam tiga cara: Antibiotik oral- tablet, pil, kapsul atau sirup. Antibiotik topikal- salep, lotion, semprotan atau tetes, yang sering digunakan untuk mengobati infeksi kulit. Antibiotik suntikan- dapat diberikan dalam bentuk suntikan langsung atau melalui infus ke dalam aliran darah atau otot, biasanya antibiotik suntikan hanya diberikan pada orang dengan penyakit yang serius.Sangat penting untuk terus mengonsumsi antibiotik sampai penyakit Anda tuntas atau dengan kata lain mengikuti petunjuk dokter, meskipun Anda merasa sudah jauh lebih baik. Jika Anda berhenti mengonsumsi antibiotik padahal bakteri penyebab penyakit Anda masih ada, maka bakteri itu akan bangkit kembali dan menjadi lebih kebal atau resisten terhadap antibiotik.

IV.2 klasifikasi (farmakokinetik, farmakodinamika, efek samping)

1. Kloramfenikol 1.1. Asal dan Kimia

Kloramfenikol merupakan kristal putih yang sukar larut dalam air dan rasanya pahit Rumus umum molekul OH H H H H Kloramfenikol : R = - Tiamfenikol : R = - 1.2. Farmakodinamik Efek anti mikroba Kloramfenikol bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman. Obat ini terikat pada ribosom sub unit 50s dan menghambat enzim peptidil transferase sehingga ikatan peptida tidak terbentuk pada proses sintesis protein kuman. Kloramfenikol bersifat bakteriostatik. Pada konsentrasi tinggi kloramfenikol kadang-kadang bersifat bakterisid terhadap kuman-kuman tertentu. Spektrum anti bakteri : - D.pneumoniae, - S. Pyogenes, - S.viridans, - Neisseria, - Haemophillus, - Bacillus spp, - Listeria, - Bartonella, - Brucella, - P. Multocida, - C.diphteria, - Chlamidya, - Mycoplasma, - Rickettsia, - Treponema,

(dan kebanyakan kuman anaerob) Resistensi Mekanisme resistensi terhadap kloramfenikol terjadi melalui inaktivasi obat oleh asetil transferase yang diperantarai oleh faktor-R (dikendalikan oleh plasmid). Resistensi terhadap P.aeruginosa. Proteus dan Klebsiella terjadi karena perubahan permeabilitas membran yang mengurangi masuknya obat ke dalam sel bakteri. Beberapa strain D. Pneumoniae, H. Influenzae, dan N. Meningitidis bersifat resisten; S. Aureus umumnya sensitif, sedang enterobactericeae banyak yang telah resisten. Obat ini juga efektif terhadap kebanyakan strain E.Coli, K. Pneumoniae, dan P. Mirabilis, kebanyakan strain Serratia, Providencia dan Proteus rettgerii resisten, kebanyakan strain P. Aeruginosa dan S. Typhi 1. Pemberian oral kloramfenikol diserap dengan cepat ( dalam darah 2 jam ) bentuk ester kloramfenikol palmitat atau stearat ( untuk anak-tidak pahit ) mengalami hidrolisis dalam usus dan membebaskan kloramfenikol 2. Parenteral (IV) kloramfenikol suksinat dihidrolisis dalam jaringan dan membebaskan kloramfenikol. Masa paruh eliminasinya pada orang dewasa kurang lebih 3 jam, pada bayi berumur kurang dari 2 minggu sekitar 24 jam. Kira-kira 50% kloramfenikol dalam darah terikat dengan albumin. Obat ini didistribusikan secara baik ke berbagai jaringan tubuh, termasuk jaringan otak, cairan serebrospinal dan mata. ( kloramfenikol ) konjugasi ( pasien gangguan faal haI-waktu paruh memanjang ) Dosis dikurangi bila terdapat gangguan fungsi hepar. sebagian di reduksi jadi arilamin ( tidak aktif ) 24 jam, 80-90% kloramfenikol ( secara oral ) diekskresikan ginjal. kloramfenikol 5-10% aktif diekskresi melalui filtrat glomerulus sedangkan metaboltnya dengan sekresi tubulus. Sisanya terdapat dalam bentuk glukoronat atau hidrolisat lain yang tidak aktif. ( gagal ginjal ) masa paruh kloramfenikol aktif tidak banyak tidak perlu pengurangan dosis. Interaksi Kloramfenikol menghambat botransformasi tolbutamid fenitoin, dikumarol dan obat lain yang dimetabolisme oleh enzim mikrosom hepar. Dan toksisitas tinggi bila diberikan bersama kloramfenikol. Interaksi obat dengan fenobarbital dan rifampisin memperpendek waktu paruh kloramfenikol ( kadar obat menjadi subterapeutik ) Demam Tifoid 1. Pengobatan demam tifoid Kloramfenikol diberikan dosis 4 kali 500 mg sehari sampai 2 minggu bebas demam Bila relaps diatasi dengan memberikan terapi ulang. Untuk anak-anak diberikan dosis 50-100mg/kg BB/sehari dibagi dalam beberapa dosis selama 10 hari. 2. Pengobatan tifoid tiamfenikol dengan dosis 50 mg/kg BBsehari pada minggu pertama lalu diteruskan 1-2 minggu lagi dengan dosis separuhnya. a. Kloramfenikol Terbagi dalam bentuk sediaan : Kapsul 250 mg dan 500 mg Dengan cara pakai untuk dewasa 50 mg/kg BBsehari per oral 3-4 dosis atau 1-2 kapsul 4 kali sehari Infeksi berat dosis dapat ditingkatkan 2 x pada awal terapi sampai didapatkan perbaikan klinis. Salep mata 1 % Obat tetes mata 0,5 % Salep kulit 2 % Obat tetes telinga 1-5 % b. Kloramfenikol palmitat atau stearat Biasanya berupa botol berisi 60 ml suspensi (tiap 5 l mengandung Kloramfenikol palmitat atau stearat setara dengan 125 mg kloramfenikol). Dosis : - Bayi prematur : 25mg/kgBB sehari per oral ( 2 dosis ) - Bayi aterm (