yulita blok 12^demam tifoid.docx
TRANSCRIPT
Demam Tifoid
Yulita Hera (102011132)
Fakultas kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
Jln. Terusan Arjuna No. 6 Jakarta Barat 11510
Tlp. 021- 56942061 Fax . 021-5631731
E_mail : [email protected]
Skenario 3
Seorang laki-laki berusia 35 tahun datang ke RS dengan keluhan demam sejak 7 hari
yang lalu, pasien mengaku demam disertai nyeri pada kepala, nyeri ulu hati, mual dan muntah
3x/hari. Demam sepanjang hari dan lebih panas pada malam hari. Belum BAB sejak 4 hari yang
lalu. PF: Compos mentis, T: 38,60C, RR:20x/mnt, N:80x/mnt, TD:110/80 mmHg, abdomen nyeri
tekan (+) pada regio epigastrium.
Pendahuluan
Demam tifoid adalah infeksi akut pada salura pencernaan yang disebabkan oleh
Salmonella typhi. Demam paratifoid adalah penyakit sejenis yang disebabkan oleh salmonella
paratyphi A,B, dan C. Gejala dan tanda kedua penyakit tersebut hampir sama, tetapi manifestasi
klinis paratiroid lebih ringan. Kedua penyakit di atas disebut tifoid. Terminologi lain yang sering
digunakan adalah typhoid fever, paratyphoid fever, typhus, dan paratyphus atau demam enterik.
Sejarah tifoid dimulai saat ilmuwan Perancis bernama Pierre Louis memperkenalkan istilah
typhoid pada tahun 1829. Typhoid atau typhus berasal dari bahasa Yunani typhos yang berarti
penderita demam dengan gangguan kesadaran. Kemudian Gaffky menyatakan bahwa penularan
penyakit ini melalui air dan bukan udara. Gaffky juga berhasil membiakkan Salmonela typhi
dalam media kultur pada tahun 1884. Selanjutnya, pada tahun 1948 Woodward dkk melaporkan
untuk pertama kalinya bahwa obat yang efektif untuk demam tifoid adalah kloramfenikol.1
1
Anamnesa
Anamnesa adalah cara pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara, baik langsung
kepada pasien (autonamnesis) maupun kepada keluarga atau orang lain yang berhubungan
dengan pasien ( aloanamnesis) misalnya wali atau pengantar. Hal pertama yang perlu ditanyakan
kepada pasien adalah mengenai identitas pasien (tanyakan nama lengkap dan cocokkan dengan
tabel nama, tanyakan tanggal lahir atau umur, jenis kelamin, nama orang tua atau suami atau istri
atau penanggung jawab, pendidikan, pekerjaan, alamat, suku bangsa dan agama) dan pastikan
bahwa setiap rekam medis, catatan, hasil tes, dan sebagainya memang milik pasien tersebut.
Tahap berikutnya adalah anamnesis keluhan utama. Anamnesis keluhan utama biasanya
memberikan informasi terpenting untuk mencapai diagnosis banding, dan memberikan wawasan
vital mengenai gambaran keluhan yang menurut pasien paling penting.2
Riwayat penyakit sekarang juga sangat penting untuk ditanyakan kepada pasien. Riwayat
penyakit sekarang merupakan cerita yang kronologis yang berkaitan dengan keadaan kesehatan
pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang berobat. Anamnesis selanjutnya
mengenai riwayat penyakit dahulu, obat dan alergi. Anamnesis bagian ini memberikan kita
informasi mengenai semua masalah medis yang pernah timbul sebelumnya dan terapi yang
pernah diberikan terhadap pasien, obat apa yang sedang atau sudah dikonsumsi pasien, apakah
pasien alergi terhadap sesuatu, dan apakah pasien merokok ataupun mengkonsumsi alkohol.
Setelah itu, seorang dokter juga penting untuk menanyakan riwayat pribadi pasien yang
mencakup data-data sosial, ekonomi, pendidikan, dan kebiasaan.
Selain riwayat pribadi, riwayat keluarga dan sosial serta riwayat bepergian juga sangat
penting untuk ditanyakan kepada pasien. Anamnesis ini membuat kita mendapat informasi
mengenai penyakit apa saja yang pernah diderita oleh kerabat pasien, latar belakang pasien serta
pengaruh penyakit yang mereka derita terhadap hidup dan keluarga mereka.2
Pemeriksaan
1. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik : Pasien Compos mentis, RR : 20x per menit, tekanan darah
110/80 mmHg, suhu 38,60C, denyut nadi 80x per menit, abdomen : nyeri tekan pada
region epigastrium.
2
2. Pemeriksaan Penunjang3
Pada permeriksaan penunjang ditemukan :
a) Pemeriksaan laboratorium :
- Hemoglobin (Hb) : 14g/dl
- Hematokrit (Ht) : 38%
- Leukosit : 6.000/μl
- Trombosit : 200.000/μl
b) Widal’s test
- S.typhi O : 1/320
- S.typhi AO : 1/80
- S.typhi H : 1/320
- S.typhi AH : -
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk klien yang memiliki gejala-gejala
demam tifoid. dengan memeriksa Hb, Ht, leukosit, trombosit, uji widal, tubex, typhidot, IgM
dipstick, dan kultur darah. 4
Pemeriksaan Darah Tepi
Pada penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah leukosit normal, bisa
menurun atau meningkat, mungkin didapatkan trombositopenia dan hitung jenis biasanya normal
atau sedikit bergeser ke kiri, mungkin didapatkan aneosinofilia dan limfopenia, terutama pada
fase lanjut. Penelitian oleh beberapa ilmuwan mendapatkan bahwa hitung jumlah dan jenis
leukosit serta laju endap darah tidak mempunyai nilai sensitivitas, spesifisitas dan nilai ramal
yang cukup tinggi untuk dipakai dalam membedakan antara penderita demam tifoid atau bukan,
akan tetapi adanya leukopenia dan limfositosis relatif menjadi dugaan kuat diagnosis demam
tifoid.
(a) Uji Serologis
Uji serologis digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid dengan
mendeteksi antibodi spesifik terhadap komponen antigen S. typhi maupun mendeteksi antigen itu
sendiri. Volume darah yang diperlukan untuk uji serologis ini adalah 1-3 mL yang
diinokulasikan ke dalam tabung tanpa antikoagulan. Beberapa uji serologis yang dapat
3
digunakan pada demam tifoid ini meliputi : 1. uji Widal; 2. tes TUBEX®; 3. uji typhidot; 4. IgM
dipstick, dan 5. kultur darah. 3,4
Metode pemeriksaan serologis imunologis ini dikatakan mempunyai nilai penting dalam
proses diagnostik demam tifoid. Akan tetapi masih didapatkan adanya variasi yang luas dalam
sensitivitas dan spesifisitas pada deteksi antigen spesifik S. typhi oleh karena tergantung pada
jenis antigen, jenis spesimen yang diperiksa, teknik yang dipakai untuk melacak antigen tersebut,
jenis antibodi yang digunakan dalam uji (poliklonal atau monoklonal) dan waktu pengambilan
spesimen (stadium dini atau lanjut dalam perjalanan penyakit). 3,4
1) Uji widal5
Uji widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S.typhi. Pada uji widal terjadi
suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman S.typhi dengan antibodi yang disebut dengan
aglutinin. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi Salmonella yang sudah
dimatikan dan diolah dilaboratorium. Maksud uji widal adalah untuk menentukan adanya
aglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid, yaitu:
- aglutinin O karena rangsangan antigen O (dari tubuh bakteri)
- glutinin H karena rangsangan antigen H (flagela bakteri)
- aglutinin Vi karena rangsangan antigen Vi (simpai bakteri)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan dalam diagnosis demam
tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini. Pada fase akut,
mula-mula timbul aglutinin O dengan diikuti aglutinin H. Pada orang yang telah sembuh
aglutinin O akan dijumpai pada 4-6 bulan, sedangkan aglutinin H akan menetap hingga 9-12
bulan. Oleh karena itu, uji widal tidak untuk menentukan kesembuhan penyakit. Beberapa
penelitian pada kasus demam tifoid anak dengan hasil biakan positif, ternyata hanya didapatkan
sensitivitas uji Widal sebesar 64-74% dan spesifisitas sebesar 76-83%. Beberapa faktor yang
mempengaruhi uji widal:
1. pengobatan dini dengan antibiotik
2. gangguan pembentukan antibobdi dan pemberian kortikosteroid
3. waktu pengambilan darah
4. daerah endemik atau non-endemik
5. riwayat vaksinasi
6. reaksi anamnestik
4
7. faktor teknik pemeriksaan antar laboratorium.
a. Uji Tubex
Uji ini mendeteksi antibodi anti- S.typhi O9 pada serum pasien, dengan cara menghambat
ikatan antara IgM anti O9 yang terkonjugasi pada partiktel latex yang berwarna dengan
lipopolisakarida S.typhi yang terkonjugasi pada partikel latex. Pemeriksaan ini dilakukan dengan
menggunakan 3 macam komponen:
1. tabung berbentuk V, yang juga berfungsi untuk meningkatkan sensitivitas
2. reagen A, yang mengandung partikel magnetik yang diselubungi dengan antigen S.typhi
O9.
3. reagen B, yang mengandung partikel lateks berwarna biru yang diselubungi dengan
antibodi monoklonal spesifik untuk antigen O9.
Berbagai penelitian menunujukkan uji ini memliki sensitivitas dan spesivisitas yang baik (75-
80% dan75-90%).
b. Uji typhidot
Uji ini dapat mendeteksi antibodi IgM dan IgG yang terdapat pada protein membran luar
Salmonella typhi. Hasil positif didapatkan setelah 2-3 hari infeksi dan dapat menginfeksi secara
spesifik antibodi IgM dan IgG terhadap antigen S.typhi. Didapatkan sensitivitas uji ini sebesar
98%, spesitivitas sebesar 76,6% dan efisiensi uji sebesar 84% pada penelitian yang dilakukan. 4
c. Uji IgM dipstick
Uji ini khusus untuk mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap S.typhi pada spesimen
serum. Uji ini menggunakan strip yang mengandung antigen LPS S.typhoid dan anti IgM, reagen
deteksi yang mengandung antibodi anti IgM. Pada penelitian sensitivitas dan spesitivitas
didapatkan 65-77% dan 95-100%.4
d. Kultur darah
Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi hasil negatif tidak
menyingkirkan demam tifoid, karena mungkin disebabkan beberapa hal sebagai berikut:
- telah mendapat terapi antibiotik sehingga menghambat media biakan
- volume darah yang kurang
5
- pernah melakukan vaksinasi 4
Diagnosis
Working Diagnosis (WD)
Demam Tifoid5
- Penegakan diagnosis sedini mungkin sangat bermanfaat agar bisa diberikan terapi
yang tepat dan meminimalkan komplikasi. Pengetahuan gambaran klinis penyakit ini
sangat penting untuk membantu mendeteksi secara dini. Walaupun pada kasus
tertentu dibutuhkan pemeriksaan tambahan untuk membantu menegakkan diagnosis.
- Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-gejala klinis yang
timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimtomatik hingga
gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian.
- Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis berupa demam, gangguan
gastrointestinal dan mungkin disertai perubahan atau gangguan kesadaran, dengan
kriteria ini maka seorang klinisasi dapat membuat diagnosis demam tifoid. Diagnosis
pasti ditegakkan melalui isolasi S.typhi dari darah. Pada dua minggu pertama sakit,
kemungkinan mengisolasi S.typhi dari dalam darah pasien lebih besar dari pada
minggu berikutnya.
- Uji serologi Widal, suatu metode serologik yang memeriksa antibodi aglutinasi
terhadap antigen somatik (O), flagella (H) banyak dipakai untuk membuat diagnosis
demam tifoid. Banyak senter mengatur pendapat apabila titer O aglutinin sekali
periksa ≥ 1/200 atau pada titer sepasang terjadi kenaikan 4 kali maka diagnosis
demam tifoid dapat ditegakkan. Aglutinin H banyak dikaitkan dengan dengan pasca
imunisasi atau infeksi pada masa lampau, sedangkan Vi aglutinin dipakai pada
deteksi pembawa kuman S.typhi (karier). 2
Demam tifoid merupakan penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi
kuman Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi.1,3 Keluhan dan gejala demam tifoid
tidak khas, dan bervariasi dari gejala seperti fluringan sampai tampilan sakit berat dan
fatal yang mengenai banyak sistem organ. Secara klinis gambaran penyakit demam tifoid
berupa demam berkepanjangan, gangguan fungsi usus, dan keluhan susunan saraf pusat.
6
- Panas lebih dari 7 hari, biasanya mulai dengan suhu yang makin hari makin
meninggi, sehingga pada minggu ke 2 panas tinggi terus menerus terutama pada
malam atau sore hari.
- Gejala gastrointestinal dapat berupa obstipasi, diare,konstipasi mual, muntah, dan
kembung, hepatomegali, splenomegali dan lidah kotor disertai tremor.
- Gejala saraf sentral berupa delirium, apatis, somnolen, sopor, bahkan sampai koma.
Differential Diagnosis (DD)
Malaria6
a) Demam
- Pada infeksi malaria, demam secara periodik berhubungan dengan waktu pecahnya
sejumlah skizon matang dan keluarnya merozoit yang masuk dalam aliran darah
(sporulasi). Pada malaria vivaks dan ovale (tersiana) skizon setiap brood (kelompok)
menjadi matang setiap 48 jam sehingga periode demamnya bersifat tersian, pada
malaria kuartana yang disebabkan oleh plasmodium malariae, hal ini terjadi dalam 72
jam sehingga demamnya bersifat kuartana.
- Serangan demam malaria biasanya dimulai dengan gejala prodromal yaitu lesu, sakit
kepala, tidak nafsu makan, kadang-kadang disertai dengan mual dan muntah.
- Serangan demam yang khas terdiri atas beberapa stadium :
1. Stadium menggigil : dimulai dengan perasaan dingin sekali, sehingga
menggigil. Nadinya cepat, tetapi lemah, bibir dan jari-jari tangannya menjadi
biru, kulitnya kering dan pucat. Kadang-kadang disertai dengan muntah.
2. Stadium puncak demam : dimulai pada saat perasaan dingin sekali perlahan
berganti menjadi panas sekali. Muka menjadi merah kulit kering dan terasa
panas seperti terbakar, skit kepala makin hebat, biasanya ada mual dan
muntah, nadi penuh dan berdenyut makin keras. Perasaan haus sekali pada
saat suhu naik sampai 41°C (106°F) atau lebih. Stadium ini berlangsung
selama 2-6 jam.
3. Stadium berkeringat : dimulai dengan penderita berkeringat banyak sehingga
tempat tidurnya basah. Suhu turun dengan cepat, kadang-kadang sampai di
bawah ambang normal. Penderita biasanya dapat tidur nyenyak dan waktu
7
bangun, merasa lemah tetapi sehat. Stadium ini berlangsung 2 sampai 4 jam.
Serangan demam yang khas ini seting dimulai pada siang hari dan berlangsung 8-12 jam.
Kemudian, terjadi stadium apireksia. Lamanya serangan demam ini untuk setiap spesies malaria
tidak sama.
Gejala infeksi yang ditimbulkan kembali setelah serangan pertama disebut relaps yang
bersifat:
i. Rekrudesensi (atau relaps jangka pendek), yang timbul karena parasit dalam darah (daur
eritrosit) menjadi banyak. Demam timbul lagi dalam waktu 8 minggu setelah serangan
pertama hilang.
ii. Rekurens (atau relaps jangka panjang) yang timbul karena parasit daur eksoeritrosit (yang
dormant, hipnozoit) dari hati masuk dalam darah dan menjadi banyak, sehingga demam
timbul lagi dalam waktu 24 minggu atau lebih setelah serangan pertama hilang.
Demam Dengue Berdarah (BDD)
Demam berdarah (DB) adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue,
yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, misalnya
Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Terdapat empat jenis virus dengue berbeda, namun berelasi
dekat, yang dapat menyebabkan demam berdarah.[2] Virus dengue merupakan virus dari genus
Flavivirus, famili Flaviviridae. Penyakit demam berdarah ditemukan di daerah tropis dan
subtropis di berbagai belahan dunia, terutama di musim hujan yang lembab. Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan setiap tahunnya terdapat 50-100 juta kasus infeksi
virus dengue di seluruh dunia.
Penyebab utama penyakit demam berdarah adalah virus dengue, yang merupakan virus
dari famili Flaviviridae.Terdapat 4 jenis virus dengue yang diketahui dapat menyebabkan
penyakit demam berdarah. Keempat virus tersebut adalah DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4.
Gejala demam berdarah baru muncul saat seseorang yang pernah terinfeksi oleh salah satu dari
empat jenis virus dengue mengalami infeksi oleh jenis virus dengue yang berbeda. Sistem imun
yang sudah terbentuk di dalam tubuh setelah infeksi pertama justru akan mengakibatkan
kemunculan gejala penyakit yang lebih parah saat terinfeksi untuk ke dua kalinya.Seseorang
8
dapat terinfeksi oleh sedikitnya dua jenis virus dengue selama masa hidup, namun jenis virus
yang sama hanya dapat menginfeksi satu kali akibat adanya sistem imun tubuh yang terbentuk.
Virus dengue dapat masuk ke tubuh manusia melalui gigitan vektor pembawanya, yaitu nyamuk
dari genus Aedes seperti Aedes aegypti betina dan Aedes albopictus. Aedes aegypti adalah vektor
yang paling banyak ditemukan menyebabkan penyakit ini. Nyamuk dapat membawa virus
dengue setelah menghisap darah orang yang telah terinfeksi virus tersebut. Sesudah masa
inkubasi virus di dalam nyamuk selama 8-10 hari, nyamuk yang terinfeksi dapat
mentransmisikan virus dengue tersebut ke manusia sehat yang digigitnya. Nyamuk betina juga
dapat menyebarkan virus dengue yang dibawanya ke keturunannya melalui telur
(transovarial). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa monyet juga dapat terjangkit oleh virus
dengue, serta dapat pula berperan sebagai sumber infeksi bagi monyet lainnya bila digigit oleh
vektor nyamuk.
Tingkat risiko terjangkit penyakit demam berdarah meningkat pada seseorang yang
memiliki antibodi terhadap virus dengue akibat infeksi pertama. Selain itu, risiko demam
berdarah juga lebih tinggi pada wanita, seseorang yang berusia kurang dari 12 tahun, atau
seseorang yang berasal dari ras Kaukasia.
Infeksi virus dengue dapat bermanifestasi pada beberapa luaran, meliputi demam biasa,
demam berdarah (klasik), demam berdarah dengue (hemoragik), dan sindrom syok dengue.
Demam berdarah menunjukkan gejala yang umumnya berbeda-beda tergantung usia
pasien. Gejala yang umum terjadi pada bayi dan anak-anak adalah demam dan munculnya
ruam. Sedangkan pada pasien usia remaja dan dewasa, gejala yang tampak adalah demam tinggi,
sakit kepala parah, nyeri di belakang mata, nyeri pada sendi dan tulang, mual dan muntah, serta
munculnya ruam pada kulit. Penurunan jumlah sel darah putih (leukopenia) dan penurunan
keping darah atau trombosit (trombositopenia) juga seringkali dapat diobservasi pada pasien
demam berdarah. Pada beberapa epidemi, pasien juga menunjukkan pendarahan yang meliputi
mimisan, gusi berdarah, pendarahan saluran cerna, kencing berdarah (haematuria), dan
pendarahan berat saat menstruasi (menorrhagia).
Penyakit demam berdarah didiagnosis dengan melihat gejala yang muncul, seperti
demam tinggi dan munculnya ruam. Namun, karena gejala penyakit demam berdarah kadangkala
sulit dibedakan dengan penyakit malaria, leptospirosis, maupun demam tifoid maka biasanya
9
pekerja medis atau dokter akan terlebih dahulu mengecek sejarah kesehatan dan perjalanan
pasien untuk mencari informasi kemungkinan pasien tergigit nyamuk. Selain itu untuk
mendapatkan ketepatan diagnosis yang lebih tinggi umumnya dilakukan berbagai uji
laboratorium.7
Gejala-gejala Klinis:Demam dengue berdarah:8
a) Pada bayi dan anak-anak: demam dan munculnya ruam.
b) Remaja dan dewasa:
- Demam tinggi
- Sakit kepala parah
- Nyeri di belakang mata
- Nyeri pada sendi dan tulang
- Mual dan muntah
- Ruam pada kulit
- Penurunan jumlah sel darah putih (leukopenia) dan penurunan keping darah atau
trombosit (trombositopenia)
- Pendarahan yang meliputi mimisan, gusi berdarah, pendarahan saluran cerna
- Kencing berdarah (haematuria)
- Pendarahan berat saat menstruasi (menorrhagia)
Malaria: 5,6
- Demam
- Menggeletar
- Arthralgia (sakit sendi)
- Muntah
- Anemia disebabkan hemolysis dan hemoglobinuria
- Kejang (convulsion)
- Perasaan mencucuk pada kulit
- Pengulangan berkala rasa sejuk diikuti dengan kekejangan dan demam dan berpeluh
selama empat hingga enam jam, berlaku setiap dua hari bagi jangkitan P. vivax dan P.
ovale, sementara setiap tiga hari bagi P. malariae.
10
Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah Salmonella typhi, Salmonella para typhii A, dan Salmonella
parathypii B. Kuman-kuman ini merupakan batang gram negatif, bergerak dengan rambut getar,
tidak berspora, mempunyai 3 macam antigen yaitu antigen O, antigen H, dan antigen VI. Dalam
serum penderita terdapat zat ( agglutinin ) terhadap ketiga macam antigen tersebut. Kuman
tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15 – 41’ C ( optimum 37’ C ) dan
pH pertumbuhan 6 – 8. Kuman ini dapat menyerang seluruh tubuh, terutama bagian saluran
pencernaan.9
Epidemiologi
Surveilans Departemen Kesehatan RI, frekuensi kejadian demam tifoid di Indonesia pada
tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 kejadian meningkat kepada 15,4 per 10.000
penduduk. Berdasarkan survey berbagai rumah sakit di Indonesia dari tahun 1981 sehingga 1986
terjadi peningkatan jumlah penderita sekitar 35,8%, iaitu dari 19.596 menjadi 26.606 kasus.
Insidens demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait dengan sanitasi
lingkungan; di daerah rural (Jawa Barat) 157 kasus per 100.000 penduduk, sedangkan di daerah
urban ditemukan 760 – 810 per 100.000 penduduk. Perbedaan ini berkubungkait dengna
penyediaan air bersih yang belum memadai serta sanitasi lingkungan dengan pembuangan
sampah yang kurang memnuhi syarat kesehatan lingkungan.
Case fatality rate (CFR) demam tifoid di tahun 1996 sebesar 1,08% dari keseluruh
kematian di Indonesia. Amun demikian, berdasarkan survey Kesehatan Rumah Tangga
Departemen Kesehatan RI (SKRT Depekes RI) tahun 1995 demam tifoid tidak termasuk dalam
10 penyakit dengan mortalitas tertinggi.9
Gejala Klinik10
Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-gejala klinis yang timbul
sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimtomatik hingga gambaran penyakit
11
yang khas disertai komplikasi hingga kematian. Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini
ditemukan keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam,
nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak
enak di perut, batuk, dan epistaksis.
Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat. Sifat demam adalah
meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari. Dalam minggu kedua
gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia reiatif (bradikardia relatif adalah
peningkatan suhu 1 derajat celcius tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali per menit), lidah
yang berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta tremor), hepatomegali,
splenomegali, meteroismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau
psikosis. Roseolae jarang ditemukan pada orang Indonesia.
Patofisiologi 9
Masuknya kuman Salmonella typhi (S.typhi) dan Salmonella paratyphi (S.paratyphi) ke
dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman
dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembang
biak. Bila respons imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman akan
menembus sel-sel epitel (terutama sel-sel M) dan selanjutnya ke lamina propria. Di lamina
propria, kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag.
Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plak
Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui
duktus toraksikus, kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah
(mengakibatkan bakteremia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ
retikuloendoliteal tubuh terutama hati dan limpa.
Gambar 1. Patofisiologi Demam Tifoid.7
12
Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit kemudian berkembang biak di
luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan
bakteremia yang kedua kalinya disertai dengan tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.
Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama
dengan cairan empedu dieksresikan secara intermiten ke dalam lumen usus. Sebagian kuman
dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus usus.
Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka
saat fagositosis kuman Salmonella, terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang
selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia,
sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskular, gangguan mental, dan koagulasi.
Di dalam plak Peyeri, makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia (S.typhi intra
makrofag menginduksi reaksi hipersentivitas tipe lambat, hiperplasia jaringan dan nekrosis
organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plaque Peyeri
yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear di
dinding usus. Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot,
serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi.
Diduga endotoksin dari Salmonella typhi menstimulasi makrofag di dalam hati, limfa,
folikel limfoma usus halus dan kelenjar limfe mesenterika untuk memproduksi sitokin dan zat-
zat lain. Produk dari makrofag inilah yang dapat menimbulkan nekrosis sel, sistem vaskular yang
tidak stabil, demam, depresi sumsum tulang belakang, kelainan pada darah dan juga dapat
menstimulasi sistem imunologik. Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler
dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskuler,
pernapasan dan gangguan organ lainnya.
Terapi
Non-medika mentosa
1. Istirahat dan perawatan, dengan tujuan mencegah komplikasi dan mempercepat
pertumbuhan
Tirah baring dan perawatan professional bertujuan untuk mencegah komplikasi. Tirah
baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti makan, minum, mandi, buang air
13
kecil, dan buang air besar akan membantu dan mempercepat masa penyembuhan. Dalam
perawatn kebersihan tempat tidur, pakaian dan perlengkapan yang dipakai harus dijaga.
Posisi pasien harus diawasi untuk mencegah decubitus dan pneumonia ortostatik serta
hygiene perorangan harus tetap diperhatikan.1
2. Diet dan terapi penunjang (simtomatik dan suportif), dengan tujuan mengembalikan rasa
nyaman kesehatan pasien secara optimal
Makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan semakin
turun dan proses penyembuhanakan menjadi lama
Dimasa lampau pasien akan diberikan diet bubur saring, kemudian ditingkatkan
kepada bubur kasar, dan akhirnya nasi. Perubahan diet tersebut disesuaikan dengan
tingkat kesembuhan pasien. Pemberian bubur saring tersebut ditujukan untuk
menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna atau perforasi usus. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa pemberian padat dini iaitu nasi dengan lauk pauk rendah
selulosa (menghindari sayuran dan makanan berserat buat sementara waktu) dapat
diberikan secara aman pada pasien demam tifoid.1
Medika Mentosa
Pemberian antimikroba, untuk menghentikan dan mencegah penyebaran kuman. Obat –
obat antimikroba yang sering digunakan untuk mengubati demam tifoid adalah seperti berikut:9
1. Kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg/hari dapat diberikan
secara per oral atau intravena. Diberikan sampai dengan 7 hari bebas panas.
Penyuntikan intramuskular tidak dianjurkan oleh karena hidrolisis ester ini tidak
dapat diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri.
2. Tiamfenikol. Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam tifoid hampir sama
dengan kloramfenikol, akan tetapi komplikasi hematologi seperti kemungkinan
terjadinya anemia aplastik lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol.
Dosis tiamfenikol adalah 4 x 500 mg, demam rata-rata menurun pada hari ke-5
sampai hari ke-6.
3. Kotrimoksazol. Efektivitas obat ini dilaporkan hampir sama dengan
kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa adalah 2 x 2 tablet (1 tablet
14
mengandung sulfametoksazol 400 mg dan 80 mg trimetropim) diberikan selama 2
minggu.
4. Ampisilin dan amoksilin. Kemampuan obat ini untuk menurunkan demam lebih
rendah dibandingkan dengan kloramfenikol, dosis yang dianjurkan berkisar antara
50-150 mg/kg BB dan digunakan selama 2 minggu.
5. Sefalosporin generasi ketiga. Hingga saat ini, golongan sefalosporin generasi
ketiga yang terbukti efektif untuk demam tifoid adalah seftriakson, dosis yang
dianjurkan adalah antara 3-4 gram dalam dektrosa 100 cc diberikan selama ½ jam
perinfus, sekali sehari, diberikan 3-5 hari.
6. Golongan Fruolokuinolon. Golongan ini beberapa jenis bahan sediaan dan aturan
pemberiannya:
- Norfloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
- Siprofloksasin dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
- Ofloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
- Pefloksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari
- Fleroksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari.
Pada kasus berat, dapat diberi seftriakson dengan dosis 50 mg/kg BB/kali dan
diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kg BB/hari, sekali sehari, intravena, selama 5-7 hari. Pada
kasus yang diduga mengalami MDR (Multi Drug Resistance), maka pilihan antibiotika adalah
meropenem, azithromisin dan fluoroquinolon.
Golongan Flurokuinolon (Norfloksasin, siprofloksasin) secara relatifnya obat –
obatan ini tidak mahal, dapat ditoleransi dengan baik, dan lebih efektif dibandingkan obat –
obatan pertama sebelumnya (klorampenicol, ampicilin, amoksisilin dan trimethoprim-
sulfamethoxazole). Fluroquinolon memiliki kemampuan untuk menembus jaringan yang baik,
sehingga mampu membunuh S. typhi yang berada dalam stadium statis dalam
monosit/makrophag dan dapat mencapai level obat yang lebih tinggi dalam gallblader dibanding
dengan obat yang lain. Obat golongan ini mampu memberikan respon terapeutik yang cepat,
seperti menurunkan keluhan panas dan gejala lain dalam 3 sampai 5 hari. Penggunaan obat
golongan fluriquinolon juga dapat menurunkan kemungkinan kejadian karier pasca pengobatan.
15
Trimetroprim-sulfamethoxazole, (TMP-SMZ) dapat digunakan secara oral atau intravena pada
dewasa pada dosis 160 mg TMP ditambah 800 mg SMZ dua kali tiap hari pada dewasa.
Sefalosforin Generasi Ketiga, yaitu ceftriaxon dengan dosis 3-4 gram dalam dekstrosa
100 cc diberikan selama ½ jam perinfus sekali sehari, diberikan selama 3-5 hari. Kombinasi 2
antibiotik atau lebih diindikasikan pada keadaan tertentu seperti toksik tifoid, peritonitis atau
perforasi, serta syok septik.
Kloramfenikol tidak dianjurkan kepada wanita hamil pada trimester ke-3 karena
dikhuatirkan akan terjadi partus premature, kematian fetus intrauterine, dan grey syndrome pada
neonates. Tiamfenikol tidak dianjurkan pada trimester pertama kehamilan kerana kemungkinan
efek teratogenik terhadap fetus pada manusia belum dapat disingkirkan. Demikian juga obat
golongan fluorokuinolon maupun kotrimoksazol tidak dianjurkan untuk mengobati demam
tifoid. Obat yang dianjurkan adalah ampisilin, amosisilin, dan seftriakson.
Pencegahan melalui vaksinasi diindikasikan apabila hendak mengunjungi daerah
endemic, orang yang terpapar dengan penderita karier tifoid, dan petugas
laboratorium/mikrobiologi kesehatan.9
Tabel 2. Jenis-jenis Vaksin yang Dapat Diberikan Pada Pasien Mengikut Kesesuaiannya9
VaksinCara
PemberianDosis
Jangka Waktu
Antara Dosis
Jangka Waktu
Buat Vaksinasi
Umur
Minimal
Pemberian
Booster
Ty21a (Vivotif Berna,
Swiss Serum dan
Vaccine Institute)
1 kapsul
setiap bulan4 2 hari 2 minggu 6 tahun 5 tahun
ViCPS (Typhim Vi,
Pasteur Merieux)Injeksi 1
Tidak
diketahui2 minggu 2 tahun 2 tahun
Prognosis
16
Prognosis demam tifoid tergantung pada ketepatan terapi, usia penderita, keadaan
kesehatan sebelumnya, serotip Salmonella penyebab dan ada tidaknya komplikasi. Di negara
maju, dengan terapi antibiotik yang adekuat, angka mortalitasnya kurang dari 1%. Di negara
berkembang, angka mortalitasnya lebih dari 10%, biasanya karena keterlambatan diagnosis,
perawatan dan pengobatan. Munculnya komplikasi, seperti perforasi gastrointestinal atau
perdarahan hebat, meningitis, endokarditis, dan pneumonia, mengakibatkan morbiditas dan
mortalitas yang tinggi. Relaps sesudah respon klinis awal terjadi pada 4-8% penderita yang tidak
diobati dengan antibiotik.
Pada penderita yang telah mendapat terapi anti mikroba yang tepat, manifestasi klinis
relaps menjadi nyata sekitar 2 minggu sesudah penghentian antibiotik dan menyerupai penyakit
akut namun biasanya lebih ringan dan lebih pendek. Individu yang masih mengekskresi S. thypi
3 bulan setelah infeksi umumnya menjadi karier kronis. Resiko menjadi karier pada anak-anak
rendah dan meningkat sesuai usia. Karier kronis terjadi pada 1-5% dari seluruh pasien demam
tifoid. Insiden penyakit saluran empedu (traktus biliaris) lebih tinggi pada karier kronis
dibandingkan dengan populasi umum.
Buruk:
Hampir kesemua organ utama tubuh dapat diserang dan berbagai komplikasi serius dapat terjadi.
Antara komplikasi tersebut adalah:9
a) Internal:
- Pendarahan usus
- Perforasi usus
- Ileus paralitik
- Pankreatitis
b) Extra-internal:
- Komplikasi kardiovaskular: gagal sirkulasi perifer, miokarditis, tromboflebitis
- Komplikasi darah: anemia hemolitik, thrombositopenia, KID, thrombosis
- Komplikasi hepatibilier: hepatits, kolesistitis
- Komplikasi ginjal: glomerulonephritis, pielonefritis, perinefritis
- Komplikasi tulang: osteomyelitis, periostitis, spondylitis, arthritis
17
- Komplikasi neuropsikiatrik
Pada anak-anak dengan demam paratifoid , komplikasi lebih jarang terjadi. Komplikasi
sering terjadi pada keadaan toksemia berat dan kelemahan umum terutama bila perawatan pasien
kurang sempurna.9
Pencegahan
Secara umum, untuk memperkecil kemungkinan S.typhi, maka setiap individu harus
memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang mereka konsumsi. Salmonella typhi di
dalam air akan mati apabila dipanasi setinggi 57°C beberapa menit atau dengan proses
iodinasi/klorinasi. Untuk makanan, pemanasan sampai 57°C beberapa menit dan secara merata
dapat mematikan kuman Salmonella typhi.
Saat ini dikenal juga tiga macam vaksin untuk penyakit demam tifoid, yang berisi kuman
yang dimatikan, kuman hidup dan komponen Vi dari Salmonella typhi. Vaksin berisi kuman
Salmonella typhi, S.paratyphi A, Salmonella paratyphi B yang dimatikan (TAB vaccine)
digunakan dengan cara pemberian suntikan subkutan. Vaksin yang berisi kuman Salmonella
typhi hidup yang dilemahkan (Ty-21a) diberikan per oral tiga kali dengan interval pemberian
selang sehari, memberi daya perlindungan 6 tahun. Vaksin Ty-21a diberikan pada anak berumur
18
di atas 2 tahun. Vaksin yang berisi komponen Vi dari Salmonella typhi, diberikan secara
suntikan intramuskular memberikan perlindungan 60-70% selama 3 tahun. 11
Kesimpulan
Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh kuman
salmonella typhi yang dapat menular melalui fecal-oral yaitu dari makanan dan minuman yang
terkontaminasi. Seseorang pasien yang diduga menderita penyakit ini umumnya ditandai dengan
gambaran klinis demam yang menigkat perlahan-lahan, memburuk terutama pada sore-malam
hari, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan
tidak enak di perut, batuk, dan epistaksis. 11
Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia relatif
(bradikardia relatif adalah peningkatan suhu 1oC tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali per
menit), lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta tremor), hepatomegali,
splenomegali, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis.
Pemeriksaan fisik dan penunjang yang diperoleh dapat memperkuat diagnosis yang sedang
dikerjakan sehingga menjadikan demam typhoid sebagai diagnosis pasti terhadap kasus yang
diberikan.11
Berdasarkan semua pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pasien mengidap
penyakit demam tifoid. Hal ini dibuktikan dengan anamnesis pasien yang menjelaskan
keluhannya dimana keluhan tersebut sesuai dengan gejala yang terdapat pada penghidap demam
tifoid. Pasien mengalami demam yang berterusan pada setiap hari sejak 7 hari yang lalu terutama
di malam hari. Pasien tidak di diagnosa sebagai penghidap demam dengue karena, gejala demam
pada demam dengue adalah bertahap.
Daftar Pustaka
1. Widoyono. Penyakit tropis: epidemiologi, penularan, pencegahan dan pemberantasannya.
Jakarta : Erlangga; 2008.h.34.
2. Schwartz. Pedoman klinis pediatri. Jakarta: EGC, 2004.h. 133-5.
3. Swartz MH. Diagnosis fisik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2005. h. 7
19
4. Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson et al. Salmonellosis. Harrison’s
principle of internal medicine. USA: Mc Graw Hill;2008.p.956-9.
5. Wahab AS. Ilmu kesehatan anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokterab EGC; 2004. h.423-6
6. Singh B, Kim Sung L, Matusop A et al. Lancet. A large focus of naturally acquired
Plasmodium knowlesi infections in human beings. 2004 March. 363 (9414): 1017–24.
7. Dondorp AM, Day NP. Trans. R. Soc. Trop. Med. Hyg. The treatment of severe malaria.
2007 July. 101 (7): 633–4.
8. WHO. Demam berdarah dengue, diagnosis, pengobatan, pencegahan dan pengendalian.
2nd ed. Jakarta: ECG. 2008
9. Sudoyo AW, et al.. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III. Ed 5. Jakarta: Internal
Publishing; 2009. H 2797-805.
10. Corwin EJ. Buku patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009. h. 283- 7.
11. Soedarmo SPS, Garna K, Hadinegoro SRS, Satari HI. Buku ajar infeksi dan pediatri
tropis. Ed 2. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008. h.338-45
20
21