yulita blok 12^demam tifoid.docx

31
Demam Tifoid Yulita Hera (102011132) Fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jln. Terusan Arjuna No. 6 Jakarta Barat 11510 Tlp. 021- 56942061 Fax . 021-5631731 E_mail : [email protected] Skenario 3 Seorang laki-laki berusia 35 tahun datang ke RS dengan keluhan demam sejak 7 hari yang lalu, pasien mengaku demam disertai nyeri pada kepala, nyeri ulu hati, mual dan muntah 3x/hari. Demam sepanjang hari dan lebih panas pada malam hari. Belum BAB sejak 4 hari yang lalu. PF: Compos mentis, T: 38,6 0 C, RR:20x/mnt, N:80x/mnt, TD:110/80 mmHg, abdomen nyeri tekan (+) pada regio epigastrium. Pendahuluan Demam tifoid adalah infeksi akut pada salura pencernaan yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam paratifoid adalah penyakit sejenis yang disebabkan oleh salmonella paratyphi A,B, dan C. Gejala dan tanda kedua penyakit tersebut hampir sama, tetapi manifestasi klinis paratiroid lebih ringan. Kedua penyakit di atas disebut tifoid. Terminologi lain yang sering digunakan adalah typhoid 1

Upload: anonymous-hegoeqw

Post on 09-Jul-2016

233 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Yulita blok 12^Demam Tifoid.docx

Demam Tifoid

Yulita Hera (102011132)

Fakultas kedokteran

Universitas Kristen Krida Wacana

Jln. Terusan Arjuna No. 6 Jakarta Barat 11510

Tlp. 021- 56942061 Fax . 021-5631731

E_mail : [email protected]

Skenario 3

Seorang laki-laki berusia 35 tahun datang ke RS dengan keluhan demam sejak 7 hari

yang lalu, pasien mengaku demam disertai nyeri pada kepala, nyeri ulu hati, mual dan muntah

3x/hari. Demam sepanjang hari dan lebih panas pada malam hari. Belum BAB sejak 4 hari yang

lalu. PF: Compos mentis, T: 38,60C, RR:20x/mnt, N:80x/mnt, TD:110/80 mmHg, abdomen nyeri

tekan (+) pada regio epigastrium.

Pendahuluan

Demam tifoid adalah infeksi akut pada salura pencernaan yang disebabkan oleh

Salmonella typhi. Demam paratifoid adalah penyakit sejenis yang disebabkan oleh salmonella

paratyphi A,B, dan C. Gejala dan tanda kedua penyakit tersebut hampir sama, tetapi manifestasi

klinis paratiroid lebih ringan. Kedua penyakit di atas disebut tifoid. Terminologi lain yang sering

digunakan adalah typhoid fever, paratyphoid fever, typhus, dan paratyphus atau demam enterik.

Sejarah tifoid dimulai saat ilmuwan Perancis bernama Pierre Louis memperkenalkan istilah

typhoid pada tahun 1829. Typhoid atau typhus berasal dari bahasa Yunani typhos yang berarti

penderita demam dengan gangguan kesadaran. Kemudian Gaffky menyatakan bahwa penularan

penyakit ini melalui air dan bukan udara. Gaffky juga berhasil membiakkan Salmonela typhi

dalam media kultur pada tahun 1884. Selanjutnya, pada tahun 1948 Woodward dkk melaporkan

untuk pertama kalinya bahwa obat yang efektif untuk demam tifoid adalah kloramfenikol.1

1

Page 2: Yulita blok 12^Demam Tifoid.docx

Anamnesa

Anamnesa adalah cara pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara, baik langsung

kepada pasien (autonamnesis) maupun kepada keluarga atau orang lain yang berhubungan

dengan pasien ( aloanamnesis) misalnya wali atau pengantar. Hal pertama yang perlu ditanyakan

kepada pasien adalah mengenai identitas pasien (tanyakan nama lengkap dan cocokkan dengan

tabel nama, tanyakan tanggal lahir atau umur, jenis kelamin, nama orang tua atau suami atau istri

atau penanggung jawab, pendidikan, pekerjaan, alamat, suku bangsa dan agama) dan pastikan

bahwa setiap rekam medis, catatan, hasil tes, dan sebagainya memang milik pasien tersebut.

Tahap berikutnya adalah anamnesis keluhan utama. Anamnesis keluhan utama biasanya

memberikan informasi terpenting untuk mencapai diagnosis banding, dan memberikan wawasan

vital mengenai gambaran keluhan yang menurut pasien paling penting.2

Riwayat penyakit sekarang juga sangat penting untuk ditanyakan kepada pasien. Riwayat

penyakit sekarang merupakan cerita yang kronologis yang berkaitan dengan keadaan kesehatan

pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang berobat. Anamnesis selanjutnya

mengenai riwayat penyakit dahulu, obat dan alergi. Anamnesis bagian ini memberikan kita

informasi mengenai semua masalah medis yang pernah timbul sebelumnya dan terapi yang

pernah diberikan terhadap pasien, obat apa yang sedang atau sudah dikonsumsi pasien, apakah

pasien alergi terhadap sesuatu, dan apakah pasien merokok ataupun mengkonsumsi alkohol.

Setelah itu, seorang dokter juga penting untuk menanyakan riwayat pribadi pasien yang

mencakup data-data sosial, ekonomi, pendidikan, dan kebiasaan.

Selain riwayat pribadi, riwayat keluarga dan sosial serta riwayat bepergian juga sangat

penting untuk ditanyakan kepada pasien. Anamnesis ini membuat kita mendapat informasi

mengenai penyakit apa saja yang pernah diderita oleh kerabat pasien, latar belakang pasien serta

pengaruh penyakit yang mereka derita terhadap hidup dan keluarga mereka.2

Pemeriksaan

1. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik : Pasien Compos mentis, RR : 20x per menit, tekanan darah

110/80 mmHg, suhu 38,60C, denyut nadi 80x per menit, abdomen : nyeri tekan pada

region epigastrium.

2

Page 3: Yulita blok 12^Demam Tifoid.docx

2. Pemeriksaan Penunjang3

Pada permeriksaan penunjang ditemukan :

a) Pemeriksaan laboratorium :

- Hemoglobin (Hb) : 14g/dl

- Hematokrit (Ht) : 38%

- Leukosit : 6.000/μl

- Trombosit : 200.000/μl

b) Widal’s test

- S.typhi O : 1/320

- S.typhi AO : 1/80

- S.typhi H : 1/320

- S.typhi AH : -

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk klien yang memiliki gejala-gejala

demam tifoid. dengan memeriksa Hb, Ht, leukosit, trombosit, uji widal, tubex, typhidot, IgM

dipstick, dan kultur darah. 4

Pemeriksaan Darah Tepi

Pada penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah leukosit normal, bisa

menurun atau meningkat, mungkin didapatkan trombositopenia dan hitung jenis biasanya normal

atau sedikit bergeser ke kiri, mungkin didapatkan aneosinofilia dan limfopenia, terutama pada

fase lanjut. Penelitian oleh beberapa ilmuwan mendapatkan bahwa hitung jumlah dan jenis

leukosit serta laju endap darah tidak mempunyai nilai sensitivitas, spesifisitas dan nilai ramal

yang cukup tinggi untuk dipakai dalam membedakan antara penderita demam tifoid atau bukan,

akan tetapi adanya leukopenia dan limfositosis relatif menjadi dugaan kuat diagnosis demam

tifoid.

(a) Uji Serologis

Uji serologis digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid dengan

mendeteksi antibodi spesifik terhadap komponen antigen S. typhi maupun mendeteksi antigen itu

sendiri. Volume darah yang diperlukan untuk uji serologis ini adalah 1-3 mL yang

diinokulasikan ke dalam tabung tanpa antikoagulan. Beberapa uji serologis yang dapat

3

Page 4: Yulita blok 12^Demam Tifoid.docx

digunakan pada demam tifoid ini meliputi : 1. uji Widal; 2. tes TUBEX®; 3. uji typhidot; 4. IgM

dipstick, dan 5. kultur darah. 3,4

Metode pemeriksaan serologis imunologis ini dikatakan mempunyai nilai penting dalam

proses diagnostik demam tifoid. Akan tetapi masih didapatkan adanya variasi yang luas dalam

sensitivitas dan spesifisitas pada deteksi antigen spesifik S. typhi oleh karena tergantung pada

jenis antigen, jenis spesimen yang diperiksa, teknik yang dipakai untuk melacak antigen tersebut,

jenis antibodi yang digunakan dalam uji (poliklonal atau monoklonal) dan waktu pengambilan

spesimen (stadium dini atau lanjut dalam perjalanan penyakit). 3,4

1) Uji widal5

Uji widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S.typhi. Pada uji widal terjadi

suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman S.typhi dengan antibodi yang disebut dengan

aglutinin. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi Salmonella yang sudah

dimatikan dan diolah dilaboratorium. Maksud uji widal adalah untuk menentukan adanya

aglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid, yaitu:

- aglutinin O karena rangsangan antigen O (dari tubuh bakteri)

- glutinin H karena rangsangan antigen H (flagela bakteri)

- aglutinin Vi karena rangsangan antigen Vi (simpai bakteri)

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan dalam diagnosis demam

tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini. Pada fase akut,

mula-mula timbul aglutinin O dengan diikuti aglutinin H. Pada orang yang telah sembuh

aglutinin O akan dijumpai pada 4-6 bulan, sedangkan aglutinin H akan menetap hingga 9-12

bulan. Oleh karena itu, uji widal tidak untuk menentukan kesembuhan penyakit. Beberapa

penelitian pada kasus demam tifoid anak dengan hasil biakan positif, ternyata hanya didapatkan

sensitivitas uji Widal sebesar 64-74% dan spesifisitas sebesar 76-83%. Beberapa faktor yang

mempengaruhi uji widal:

1. pengobatan dini dengan antibiotik

2. gangguan pembentukan antibobdi dan pemberian kortikosteroid

3. waktu pengambilan darah

4. daerah endemik atau non-endemik

5. riwayat vaksinasi

6. reaksi anamnestik

4

Page 5: Yulita blok 12^Demam Tifoid.docx

7. faktor teknik pemeriksaan antar laboratorium.

a. Uji Tubex

Uji ini mendeteksi antibodi anti- S.typhi O9 pada serum pasien, dengan cara menghambat

ikatan antara IgM anti O9 yang terkonjugasi pada partiktel latex yang berwarna dengan

lipopolisakarida S.typhi yang terkonjugasi pada partikel latex. Pemeriksaan ini dilakukan dengan

menggunakan 3 macam komponen:

1. tabung berbentuk V, yang juga berfungsi untuk meningkatkan sensitivitas

2. reagen A, yang mengandung partikel magnetik yang diselubungi dengan antigen S.typhi

O9.

3. reagen B, yang mengandung partikel lateks berwarna biru yang diselubungi dengan

antibodi monoklonal spesifik untuk antigen O9.

Berbagai penelitian menunujukkan uji ini memliki sensitivitas dan spesivisitas yang baik (75-

80% dan75-90%).

b. Uji typhidot

Uji ini dapat mendeteksi antibodi IgM dan IgG yang terdapat pada protein membran luar

Salmonella typhi. Hasil positif didapatkan setelah 2-3 hari infeksi dan dapat menginfeksi secara

spesifik antibodi IgM dan IgG terhadap antigen S.typhi. Didapatkan sensitivitas uji ini sebesar

98%, spesitivitas sebesar 76,6% dan efisiensi uji sebesar 84% pada penelitian yang dilakukan. 4

c. Uji IgM dipstick

Uji ini khusus untuk mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap S.typhi pada spesimen

serum. Uji ini menggunakan strip yang mengandung antigen LPS S.typhoid dan anti IgM, reagen

deteksi yang mengandung antibodi anti IgM. Pada penelitian sensitivitas dan spesitivitas

didapatkan 65-77% dan 95-100%.4

d. Kultur darah

Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi hasil negatif tidak

menyingkirkan demam tifoid, karena mungkin disebabkan beberapa hal sebagai berikut:

- telah mendapat terapi antibiotik sehingga menghambat media biakan

- volume darah yang kurang

5

Page 6: Yulita blok 12^Demam Tifoid.docx

- pernah melakukan vaksinasi 4

Diagnosis

Working Diagnosis (WD)

Demam Tifoid5

- Penegakan diagnosis sedini mungkin sangat bermanfaat agar bisa diberikan terapi

yang tepat dan meminimalkan komplikasi. Pengetahuan gambaran klinis penyakit ini

sangat penting untuk membantu mendeteksi secara dini. Walaupun pada kasus

tertentu dibutuhkan pemeriksaan tambahan untuk membantu menegakkan diagnosis.

- Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-gejala klinis yang

timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimtomatik hingga

gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian.

- Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis berupa demam, gangguan

gastrointestinal dan mungkin disertai perubahan atau gangguan kesadaran, dengan

kriteria ini maka seorang klinisasi dapat membuat diagnosis demam tifoid. Diagnosis

pasti ditegakkan melalui isolasi S.typhi dari darah. Pada dua minggu pertama sakit,

kemungkinan mengisolasi S.typhi dari dalam darah pasien lebih besar dari pada

minggu berikutnya.

- Uji serologi Widal, suatu metode serologik yang memeriksa antibodi aglutinasi

terhadap antigen somatik (O), flagella (H) banyak dipakai untuk membuat diagnosis

demam tifoid. Banyak senter mengatur pendapat apabila titer O aglutinin sekali

periksa ≥ 1/200 atau pada titer sepasang terjadi kenaikan 4 kali maka diagnosis

demam tifoid dapat ditegakkan. Aglutinin H banyak dikaitkan dengan dengan pasca

imunisasi atau infeksi pada masa lampau, sedangkan Vi aglutinin dipakai pada

deteksi pembawa kuman S.typhi (karier). 2

Demam tifoid merupakan penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi

kuman Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi.1,3 Keluhan dan gejala demam tifoid

tidak khas, dan bervariasi dari gejala seperti fluringan sampai tampilan sakit berat dan

fatal yang mengenai banyak sistem organ. Secara klinis gambaran penyakit demam tifoid

berupa demam berkepanjangan, gangguan fungsi usus, dan keluhan susunan saraf pusat.

6

Page 7: Yulita blok 12^Demam Tifoid.docx

- Panas lebih dari 7 hari, biasanya mulai dengan suhu yang makin hari makin

meninggi, sehingga pada minggu ke 2 panas tinggi terus menerus terutama pada

malam atau sore hari.

- Gejala gastrointestinal dapat berupa obstipasi, diare,konstipasi mual, muntah, dan

kembung, hepatomegali, splenomegali dan lidah kotor disertai tremor.

- Gejala saraf sentral berupa delirium, apatis, somnolen, sopor, bahkan sampai koma.

Differential Diagnosis (DD)

Malaria6

a) Demam

- Pada infeksi malaria, demam secara periodik berhubungan dengan waktu pecahnya

sejumlah skizon matang dan keluarnya merozoit yang masuk dalam aliran darah

(sporulasi). Pada malaria vivaks dan ovale (tersiana) skizon setiap brood (kelompok)

menjadi matang setiap 48 jam sehingga periode demamnya bersifat tersian, pada

malaria kuartana yang disebabkan oleh plasmodium malariae, hal ini terjadi dalam 72

jam sehingga demamnya bersifat kuartana.

- Serangan demam malaria biasanya dimulai dengan gejala prodromal yaitu lesu, sakit

kepala, tidak nafsu makan, kadang-kadang disertai dengan mual dan muntah.

- Serangan demam yang khas terdiri atas beberapa stadium :

1. Stadium menggigil : dimulai dengan perasaan dingin sekali, sehingga

menggigil. Nadinya cepat, tetapi lemah, bibir dan jari-jari tangannya menjadi

biru, kulitnya kering dan pucat. Kadang-kadang disertai dengan muntah.

2. Stadium puncak demam : dimulai pada saat perasaan dingin sekali perlahan

berganti menjadi panas sekali. Muka menjadi merah kulit kering dan terasa

panas seperti terbakar, skit kepala makin hebat, biasanya ada mual dan

muntah, nadi penuh dan berdenyut makin keras. Perasaan haus sekali pada

saat suhu naik sampai 41°C (106°F) atau lebih. Stadium ini berlangsung

selama 2-6 jam.

3. Stadium berkeringat : dimulai dengan penderita berkeringat banyak sehingga

tempat tidurnya basah. Suhu turun dengan cepat, kadang-kadang sampai di

bawah ambang normal. Penderita biasanya dapat tidur nyenyak dan waktu

7

Page 8: Yulita blok 12^Demam Tifoid.docx

bangun, merasa lemah tetapi sehat. Stadium ini berlangsung 2 sampai 4 jam.

Serangan demam yang khas ini seting dimulai pada siang hari dan berlangsung 8-12 jam.

Kemudian, terjadi stadium apireksia. Lamanya serangan demam ini untuk setiap spesies malaria

tidak sama.

Gejala infeksi yang ditimbulkan kembali setelah serangan pertama disebut relaps yang

bersifat:

i. Rekrudesensi (atau relaps jangka pendek), yang timbul karena parasit dalam darah (daur

eritrosit) menjadi banyak. Demam timbul lagi dalam waktu 8 minggu setelah serangan

pertama hilang.

ii. Rekurens (atau relaps jangka panjang) yang timbul karena parasit daur eksoeritrosit (yang

dormant, hipnozoit) dari hati masuk dalam darah dan menjadi banyak, sehingga demam

timbul lagi dalam waktu 24 minggu atau lebih setelah serangan pertama hilang.

Demam Dengue Berdarah (BDD)

Demam berdarah (DB) adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue,

yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, misalnya

Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Terdapat empat jenis virus dengue berbeda, namun berelasi

dekat, yang dapat menyebabkan demam berdarah.[2] Virus dengue merupakan virus dari genus

Flavivirus, famili Flaviviridae. Penyakit demam berdarah ditemukan di daerah tropis dan

subtropis di berbagai belahan dunia, terutama di musim hujan yang lembab. Organisasi

Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan setiap tahunnya terdapat 50-100 juta kasus infeksi

virus dengue di seluruh dunia.

Penyebab utama penyakit demam berdarah adalah virus dengue, yang merupakan virus

dari famili Flaviviridae.Terdapat 4 jenis virus dengue yang diketahui dapat menyebabkan

penyakit demam berdarah. Keempat virus tersebut adalah DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. 

Gejala demam berdarah baru muncul saat seseorang yang pernah terinfeksi oleh salah satu dari

empat jenis virus dengue mengalami infeksi oleh jenis virus dengue yang berbeda. Sistem imun

yang sudah terbentuk di dalam tubuh setelah infeksi pertama justru akan mengakibatkan

kemunculan gejala penyakit yang lebih parah saat terinfeksi untuk ke dua kalinya.Seseorang

8

Page 9: Yulita blok 12^Demam Tifoid.docx

dapat terinfeksi oleh sedikitnya dua jenis virus dengue selama masa hidup, namun jenis virus

yang sama hanya dapat menginfeksi satu kali akibat adanya sistem imun tubuh yang terbentuk.

Virus dengue dapat masuk ke tubuh manusia melalui gigitan vektor pembawanya, yaitu nyamuk

dari genus Aedes seperti Aedes aegypti betina dan Aedes albopictus. Aedes aegypti adalah vektor

yang paling banyak ditemukan menyebabkan penyakit ini. Nyamuk dapat membawa virus

dengue setelah menghisap darah orang yang telah terinfeksi virus tersebut. Sesudah masa

inkubasi virus di dalam nyamuk selama 8-10 hari, nyamuk yang terinfeksi dapat

mentransmisikan virus dengue tersebut ke manusia sehat yang digigitnya. Nyamuk betina juga

dapat menyebarkan virus dengue yang dibawanya ke keturunannya melalui telur

(transovarial). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa monyet juga dapat terjangkit oleh virus

dengue, serta dapat pula berperan sebagai sumber infeksi bagi monyet lainnya bila digigit oleh

vektor nyamuk.

Tingkat risiko terjangkit penyakit demam berdarah meningkat pada seseorang yang

memiliki antibodi terhadap virus dengue akibat infeksi pertama. Selain itu, risiko demam

berdarah juga lebih tinggi pada wanita, seseorang yang berusia kurang dari 12 tahun, atau

seseorang yang berasal dari ras Kaukasia.

Infeksi virus dengue dapat bermanifestasi pada beberapa luaran, meliputi demam biasa,

demam berdarah (klasik), demam berdarah dengue (hemoragik), dan sindrom syok dengue.

Demam berdarah menunjukkan gejala yang umumnya berbeda-beda tergantung usia

pasien. Gejala yang umum terjadi pada bayi dan anak-anak adalah demam dan munculnya

ruam. Sedangkan pada pasien usia remaja dan dewasa, gejala yang tampak adalah demam tinggi,

sakit kepala parah, nyeri di belakang mata, nyeri pada sendi dan tulang, mual dan muntah, serta

munculnya ruam pada kulit. Penurunan jumlah sel darah putih (leukopenia) dan penurunan

keping darah atau trombosit (trombositopenia) juga seringkali dapat diobservasi pada pasien

demam berdarah. Pada beberapa epidemi, pasien juga menunjukkan pendarahan yang meliputi

mimisan, gusi berdarah, pendarahan saluran cerna, kencing berdarah (haematuria), dan

pendarahan berat saat menstruasi (menorrhagia).

Penyakit demam berdarah didiagnosis dengan melihat gejala yang muncul, seperti

demam tinggi dan munculnya ruam. Namun, karena gejala penyakit demam berdarah kadangkala

sulit dibedakan dengan penyakit malaria, leptospirosis, maupun demam tifoid maka biasanya

9

Page 10: Yulita blok 12^Demam Tifoid.docx

pekerja medis atau dokter akan terlebih dahulu mengecek sejarah kesehatan dan perjalanan

pasien untuk mencari informasi kemungkinan pasien tergigit nyamuk. Selain itu untuk

mendapatkan ketepatan diagnosis yang lebih tinggi umumnya dilakukan berbagai uji

laboratorium.7

Gejala-gejala Klinis:Demam dengue berdarah:8

a) Pada bayi dan anak-anak: demam dan munculnya ruam.

b) Remaja dan dewasa:

- Demam tinggi

- Sakit kepala parah

- Nyeri di belakang mata

- Nyeri pada sendi dan tulang

- Mual dan muntah

- Ruam pada kulit

- Penurunan jumlah sel darah putih (leukopenia) dan penurunan keping darah atau

trombosit (trombositopenia)

- Pendarahan yang meliputi mimisan, gusi berdarah, pendarahan saluran cerna

- Kencing berdarah (haematuria)

- Pendarahan berat saat menstruasi (menorrhagia)

Malaria: 5,6

- Demam

- Menggeletar

- Arthralgia (sakit sendi)

- Muntah

- Anemia disebabkan hemolysis dan hemoglobinuria

- Kejang (convulsion)

- Perasaan mencucuk pada kulit

- Pengulangan berkala rasa sejuk diikuti dengan kekejangan dan demam dan berpeluh

selama empat hingga enam jam, berlaku setiap dua hari bagi jangkitan P. vivax dan P.

ovale, sementara setiap tiga hari bagi P. malariae.

10

Page 11: Yulita blok 12^Demam Tifoid.docx

Etiologi

Penyebab penyakit ini adalah Salmonella typhi, Salmonella para typhii A, dan Salmonella

parathypii B. Kuman-kuman ini merupakan batang gram negatif, bergerak dengan rambut getar,

tidak berspora, mempunyai 3 macam antigen yaitu antigen O, antigen H, dan antigen VI. Dalam

serum penderita terdapat zat ( agglutinin ) terhadap ketiga macam antigen tersebut. Kuman

tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15 – 41’ C ( optimum 37’ C ) dan

pH pertumbuhan 6 – 8. Kuman ini dapat menyerang seluruh tubuh, terutama bagian saluran

pencernaan.9

Epidemiologi

Surveilans Departemen Kesehatan RI, frekuensi kejadian demam tifoid di Indonesia pada

tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 kejadian meningkat kepada 15,4 per 10.000

penduduk. Berdasarkan survey berbagai rumah sakit di Indonesia dari tahun 1981 sehingga 1986

terjadi peningkatan jumlah penderita sekitar 35,8%, iaitu dari 19.596 menjadi 26.606 kasus.

Insidens demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait dengan sanitasi

lingkungan; di daerah rural (Jawa Barat) 157 kasus per 100.000 penduduk, sedangkan di daerah

urban ditemukan 760 – 810 per 100.000 penduduk. Perbedaan ini berkubungkait dengna

penyediaan air bersih yang belum memadai serta sanitasi lingkungan dengan pembuangan

sampah yang kurang memnuhi syarat kesehatan lingkungan.

Case fatality rate (CFR) demam tifoid di tahun 1996 sebesar 1,08% dari keseluruh

kematian di Indonesia. Amun demikian, berdasarkan survey Kesehatan Rumah Tangga

Departemen Kesehatan RI (SKRT Depekes RI) tahun 1995 demam tifoid tidak termasuk dalam

10 penyakit dengan mortalitas tertinggi.9

Gejala Klinik10

Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-gejala klinis yang timbul

sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimtomatik hingga gambaran penyakit

11

Page 12: Yulita blok 12^Demam Tifoid.docx

yang khas disertai komplikasi hingga kematian. Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini

ditemukan keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam,

nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak

enak di perut, batuk, dan epistaksis.

Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat. Sifat demam adalah

meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari. Dalam minggu kedua

gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia reiatif (bradikardia relatif adalah

peningkatan suhu 1 derajat celcius tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali per menit), lidah

yang berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta tremor), hepatomegali,

splenomegali, meteroismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau

psikosis. Roseolae jarang ditemukan pada orang Indonesia.

Patofisiologi 9

Masuknya kuman Salmonella typhi (S.typhi) dan Salmonella paratyphi (S.paratyphi) ke

dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman

dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembang

biak. Bila respons imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman akan

menembus sel-sel epitel (terutama sel-sel M) dan selanjutnya ke lamina propria. Di lamina

propria, kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag.

Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plak

Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui

duktus toraksikus, kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah

(mengakibatkan bakteremia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ

retikuloendoliteal tubuh terutama hati dan limpa.

Gambar 1. Patofisiologi Demam Tifoid.7

12

Page 13: Yulita blok 12^Demam Tifoid.docx

Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit kemudian berkembang biak di

luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan

bakteremia yang kedua kalinya disertai dengan tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.

Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama

dengan cairan empedu dieksresikan secara intermiten ke dalam lumen usus. Sebagian kuman

dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus usus.

Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka

saat fagositosis kuman Salmonella, terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang

selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia,

sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskular, gangguan mental, dan koagulasi.

Di dalam plak Peyeri, makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia (S.typhi intra

makrofag menginduksi reaksi hipersentivitas tipe lambat, hiperplasia jaringan dan nekrosis

organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plaque Peyeri

yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear di

dinding usus. Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot,

serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi.

Diduga endotoksin dari Salmonella typhi menstimulasi makrofag di dalam hati, limfa,

folikel limfoma usus halus dan kelenjar limfe mesenterika untuk memproduksi sitokin dan zat-

zat lain. Produk dari makrofag inilah yang dapat menimbulkan nekrosis sel, sistem vaskular yang

tidak stabil, demam, depresi sumsum tulang belakang, kelainan pada darah dan juga dapat

menstimulasi sistem imunologik. Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler

dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskuler,

pernapasan dan gangguan organ lainnya.

Terapi

Non-medika mentosa

1. Istirahat dan perawatan, dengan tujuan mencegah komplikasi dan mempercepat

pertumbuhan

Tirah baring dan perawatan professional bertujuan untuk mencegah komplikasi. Tirah

baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti makan, minum, mandi, buang air

13

Page 14: Yulita blok 12^Demam Tifoid.docx

kecil, dan buang air besar akan membantu dan mempercepat masa penyembuhan. Dalam

perawatn kebersihan tempat tidur, pakaian dan perlengkapan yang dipakai harus dijaga.

Posisi pasien harus diawasi untuk mencegah decubitus dan pneumonia ortostatik serta

hygiene perorangan harus tetap diperhatikan.1

2. Diet dan terapi penunjang (simtomatik dan suportif), dengan tujuan mengembalikan rasa

nyaman kesehatan pasien secara optimal

Makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan semakin

turun dan proses penyembuhanakan menjadi lama

Dimasa lampau pasien akan diberikan diet bubur saring, kemudian ditingkatkan

kepada bubur kasar, dan akhirnya nasi. Perubahan diet tersebut disesuaikan dengan

tingkat kesembuhan pasien. Pemberian bubur saring tersebut ditujukan untuk

menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna atau perforasi usus. Beberapa

penelitian menunjukkan bahwa pemberian padat dini iaitu nasi dengan lauk pauk rendah

selulosa (menghindari sayuran dan makanan berserat buat sementara waktu) dapat

diberikan secara aman pada pasien demam tifoid.1

Medika Mentosa

Pemberian antimikroba, untuk menghentikan dan mencegah penyebaran kuman. Obat –

obat antimikroba yang sering digunakan untuk mengubati demam tifoid adalah seperti berikut:9

1. Kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg/hari dapat diberikan

secara per oral atau intravena. Diberikan sampai dengan 7 hari bebas panas.

Penyuntikan intramuskular tidak dianjurkan oleh karena hidrolisis ester ini tidak

dapat diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri.

2. Tiamfenikol. Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam tifoid hampir sama

dengan kloramfenikol, akan tetapi komplikasi hematologi seperti kemungkinan

terjadinya anemia aplastik lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol.

Dosis tiamfenikol adalah 4 x 500 mg, demam rata-rata menurun pada hari ke-5

sampai hari ke-6.

3. Kotrimoksazol. Efektivitas obat ini dilaporkan hampir sama dengan

kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa adalah 2 x 2 tablet (1 tablet

14

Page 15: Yulita blok 12^Demam Tifoid.docx

mengandung sulfametoksazol 400 mg dan 80 mg trimetropim) diberikan selama 2

minggu.

4. Ampisilin dan amoksilin. Kemampuan obat ini untuk menurunkan demam lebih

rendah dibandingkan dengan kloramfenikol, dosis yang dianjurkan berkisar antara

50-150 mg/kg BB dan digunakan selama 2 minggu.

5. Sefalosporin generasi ketiga. Hingga saat ini, golongan sefalosporin generasi

ketiga yang terbukti efektif untuk demam tifoid adalah seftriakson, dosis yang

dianjurkan adalah antara 3-4 gram dalam dektrosa 100 cc diberikan selama ½ jam

perinfus, sekali sehari, diberikan 3-5 hari.

6. Golongan Fruolokuinolon. Golongan ini beberapa jenis bahan sediaan dan aturan

pemberiannya:

- Norfloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari

- Siprofloksasin dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari

- Ofloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari

- Pefloksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari

- Fleroksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari.

Pada kasus berat, dapat diberi seftriakson dengan dosis 50 mg/kg BB/kali dan

diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kg BB/hari, sekali sehari, intravena, selama 5-7 hari. Pada

kasus yang diduga mengalami MDR (Multi Drug Resistance), maka pilihan antibiotika adalah

meropenem, azithromisin dan fluoroquinolon.

Golongan Flurokuinolon (Norfloksasin, siprofloksasin) secara relatifnya obat –

obatan ini tidak mahal, dapat ditoleransi dengan baik, dan lebih efektif dibandingkan obat –

obatan pertama sebelumnya (klorampenicol, ampicilin, amoksisilin dan trimethoprim-

sulfamethoxazole). Fluroquinolon memiliki kemampuan untuk menembus jaringan yang baik,

sehingga mampu membunuh S. typhi yang berada dalam stadium statis dalam

monosit/makrophag dan dapat mencapai level obat yang lebih tinggi dalam gallblader dibanding

dengan obat yang lain. Obat golongan ini mampu memberikan respon terapeutik yang cepat,

seperti menurunkan keluhan panas dan gejala lain dalam 3 sampai 5 hari. Penggunaan obat

golongan fluriquinolon juga dapat menurunkan kemungkinan kejadian karier pasca pengobatan.

15

Page 16: Yulita blok 12^Demam Tifoid.docx

Trimetroprim-sulfamethoxazole, (TMP-SMZ) dapat digunakan secara oral atau intravena pada

dewasa pada dosis 160 mg TMP ditambah 800 mg SMZ dua kali tiap hari pada dewasa.

Sefalosforin Generasi Ketiga, yaitu ceftriaxon dengan dosis 3-4 gram dalam dekstrosa

100 cc diberikan selama ½ jam perinfus sekali sehari, diberikan selama 3-5 hari. Kombinasi 2

antibiotik atau lebih diindikasikan pada keadaan tertentu seperti toksik tifoid, peritonitis atau

perforasi, serta syok septik.

Kloramfenikol tidak dianjurkan kepada wanita hamil pada trimester ke-3 karena

dikhuatirkan akan terjadi partus premature, kematian fetus intrauterine, dan grey syndrome pada

neonates. Tiamfenikol tidak dianjurkan pada trimester pertama kehamilan kerana kemungkinan

efek teratogenik terhadap fetus pada manusia belum dapat disingkirkan. Demikian juga obat

golongan fluorokuinolon maupun kotrimoksazol tidak dianjurkan untuk mengobati demam

tifoid. Obat yang dianjurkan adalah ampisilin, amosisilin, dan seftriakson.

Pencegahan melalui vaksinasi diindikasikan apabila hendak mengunjungi daerah

endemic, orang yang terpapar dengan penderita karier tifoid, dan petugas

laboratorium/mikrobiologi kesehatan.9

Tabel 2. Jenis-jenis Vaksin yang Dapat Diberikan Pada Pasien Mengikut Kesesuaiannya9

VaksinCara

PemberianDosis

Jangka Waktu

Antara Dosis

Jangka Waktu

Buat Vaksinasi

Umur

Minimal

Pemberian

Booster

Ty21a (Vivotif Berna,

Swiss Serum dan

Vaccine Institute)

1 kapsul

setiap bulan4 2 hari 2 minggu 6 tahun 5 tahun

ViCPS (Typhim Vi,

Pasteur Merieux)Injeksi 1

Tidak

diketahui2 minggu 2 tahun 2 tahun

Prognosis

16

Page 17: Yulita blok 12^Demam Tifoid.docx

Prognosis demam tifoid tergantung pada ketepatan terapi, usia penderita, keadaan

kesehatan sebelumnya, serotip Salmonella penyebab dan ada tidaknya komplikasi. Di negara

maju, dengan terapi antibiotik yang adekuat, angka mortalitasnya kurang dari 1%. Di negara

berkembang, angka mortalitasnya lebih dari 10%, biasanya karena keterlambatan diagnosis,

perawatan dan pengobatan. Munculnya komplikasi, seperti perforasi gastrointestinal atau

perdarahan hebat, meningitis, endokarditis, dan pneumonia, mengakibatkan morbiditas dan

mortalitas yang tinggi. Relaps sesudah respon klinis awal terjadi pada 4-8% penderita yang tidak

diobati dengan antibiotik.

Pada penderita yang telah mendapat terapi anti mikroba yang tepat, manifestasi klinis

relaps menjadi nyata sekitar 2 minggu sesudah penghentian antibiotik dan menyerupai penyakit

akut namun biasanya lebih ringan dan lebih pendek. Individu yang masih mengekskresi S. thypi

3 bulan setelah infeksi umumnya menjadi karier kronis. Resiko menjadi karier pada anak-anak

rendah dan meningkat sesuai usia. Karier kronis terjadi pada 1-5% dari seluruh pasien demam

tifoid. Insiden penyakit saluran empedu (traktus biliaris) lebih tinggi pada karier kronis

dibandingkan dengan populasi umum.

Buruk:

Hampir kesemua organ utama tubuh dapat diserang dan berbagai komplikasi serius dapat terjadi.

Antara komplikasi tersebut adalah:9

a) Internal:

- Pendarahan usus

- Perforasi usus

- Ileus paralitik

- Pankreatitis

b) Extra-internal:

- Komplikasi kardiovaskular: gagal sirkulasi perifer, miokarditis, tromboflebitis

- Komplikasi darah: anemia hemolitik, thrombositopenia, KID, thrombosis

- Komplikasi hepatibilier: hepatits, kolesistitis

- Komplikasi ginjal: glomerulonephritis, pielonefritis, perinefritis

- Komplikasi tulang: osteomyelitis, periostitis, spondylitis, arthritis

17

Page 18: Yulita blok 12^Demam Tifoid.docx

- Komplikasi neuropsikiatrik

Pada anak-anak dengan demam paratifoid , komplikasi lebih jarang terjadi. Komplikasi

sering terjadi pada keadaan toksemia berat dan kelemahan umum terutama bila perawatan pasien

kurang sempurna.9

Pencegahan

Secara umum, untuk memperkecil kemungkinan S.typhi, maka setiap individu harus

memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang mereka konsumsi. Salmonella typhi di

dalam air akan mati apabila dipanasi setinggi 57°C beberapa menit atau dengan proses

iodinasi/klorinasi. Untuk makanan, pemanasan sampai 57°C beberapa menit dan secara merata

dapat mematikan kuman Salmonella typhi.

Saat ini dikenal juga tiga macam vaksin untuk penyakit demam tifoid, yang berisi kuman

yang dimatikan, kuman hidup dan komponen Vi dari Salmonella typhi. Vaksin berisi kuman

Salmonella typhi, S.paratyphi A, Salmonella paratyphi B yang dimatikan (TAB vaccine)

digunakan dengan cara pemberian suntikan subkutan. Vaksin yang berisi kuman Salmonella

typhi hidup yang dilemahkan (Ty-21a) diberikan per oral tiga kali dengan interval pemberian

selang sehari, memberi daya perlindungan 6 tahun. Vaksin Ty-21a diberikan pada anak berumur

18

Page 19: Yulita blok 12^Demam Tifoid.docx

di atas 2 tahun. Vaksin yang berisi komponen Vi dari Salmonella typhi, diberikan secara

suntikan intramuskular memberikan perlindungan 60-70% selama 3 tahun. 11

Kesimpulan

Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh kuman

salmonella typhi yang dapat menular melalui fecal-oral yaitu dari makanan dan minuman yang

terkontaminasi. Seseorang pasien yang diduga menderita penyakit ini umumnya ditandai dengan

gambaran klinis demam yang menigkat perlahan-lahan, memburuk terutama pada sore-malam

hari, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan

tidak enak di perut, batuk, dan epistaksis. 11

Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia relatif

(bradikardia relatif adalah peningkatan suhu 1oC tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali per

menit), lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta tremor), hepatomegali,

splenomegali, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis.

Pemeriksaan fisik dan penunjang yang diperoleh dapat memperkuat diagnosis yang sedang

dikerjakan sehingga menjadikan demam typhoid sebagai diagnosis pasti terhadap kasus yang

diberikan.11

Berdasarkan semua pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pasien mengidap

penyakit demam tifoid. Hal ini dibuktikan dengan anamnesis pasien yang menjelaskan

keluhannya dimana keluhan tersebut sesuai dengan gejala yang terdapat pada penghidap demam

tifoid. Pasien mengalami demam yang berterusan pada setiap hari sejak 7 hari yang lalu terutama

di malam hari. Pasien tidak di diagnosa sebagai penghidap demam dengue karena, gejala demam

pada demam dengue adalah bertahap.

Daftar Pustaka

1. Widoyono. Penyakit tropis: epidemiologi, penularan, pencegahan dan pemberantasannya.

Jakarta : Erlangga; 2008.h.34.

2. Schwartz. Pedoman klinis pediatri. Jakarta: EGC, 2004.h. 133-5.

3. Swartz MH. Diagnosis fisik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2005. h. 7

19

Page 20: Yulita blok 12^Demam Tifoid.docx

4. Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson et al. Salmonellosis. Harrison’s

principle of internal medicine. USA: Mc Graw Hill;2008.p.956-9.

5. Wahab AS. Ilmu kesehatan anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokterab EGC; 2004. h.423-6

6. Singh B, Kim Sung L, Matusop A et al. Lancet. A large focus of naturally acquired

Plasmodium knowlesi infections in human beings. 2004 March. 363 (9414): 1017–24.

7. Dondorp AM, Day NP. Trans. R. Soc. Trop. Med. Hyg. The treatment of severe malaria.

2007 July. 101 (7): 633–4.

8. WHO. Demam berdarah dengue, diagnosis, pengobatan, pencegahan dan pengendalian.

2nd ed. Jakarta: ECG. 2008

9. Sudoyo AW, et al.. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III. Ed 5. Jakarta: Internal

Publishing; 2009. H 2797-805.

10. Corwin EJ. Buku patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009. h. 283- 7.

11. Soedarmo SPS, Garna K, Hadinegoro SRS, Satari HI. Buku ajar infeksi dan pediatri

tropis. Ed 2. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008. h.338-45

20

Page 21: Yulita blok 12^Demam Tifoid.docx

21