pbl blok 27

13
Makalah PBL Profesionalisme Kedokteran Mengenai Ibu Hamil 5 Bulan dengan Adanya Kelainan Janin Priskillia Alberta Kristiawan 102010225 13 September 2013 Mahasiswa Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731 Email: [email protected] Pendahuluan Sebagai seorang dokter diperlukan profesionalisme dalam mengambil keputusan untun menentukan tindakan yang akan dilakukannya. Dalam kasus ini diketahui seorang ibu hamil 5 bulan yang didapatkan dari hasil pemeriksaan USG adanya kelainan janin yang menjadi kontroversial bai seorang dokter. 1

Upload: priskillia-alberta-k

Post on 21-Jan-2016

99 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: pbl blok 27

Makalah PBL

Profesionalisme Kedokteran Mengenai Ibu Hamil 5 Bulan dengan

Adanya Kelainan Janin

Priskillia Alberta Kristiawan

102010225

13 September 2013

Mahasiswa Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510

Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731

Email: [email protected]

Pendahuluan

Sebagai seorang dokter diperlukan profesionalisme dalam mengambil keputusan untun

menentukan tindakan yang akan dilakukannya. Dalam kasus ini diketahui seorang ibu hamil 5

bulan yang didapatkan dari hasil pemeriksaan USG adanya kelainan janin yang menjadi

kontroversial bai seorang dokter.

Hal ini menyebabkan kontroversial untuk melakukan suatu tindakan terminasi/ abortus

terhadap kehamilan tersebut ataupun mempertahankan janin tersebut, baik dari segi etika seorang

dokter, hukum dan undang-undang mengenai hal tersebut, agama dan juga persetujuan dari

pasien dan keluarganya.

1

Page 2: pbl blok 27

Pengertian Terminasi

Pada kasus di atas diketahui bahwa ada dua pilihan yaitu melakukan terminasi kehamilan

ataupun mempertahankan janin tersebut. Definisi terminasi kehamilan secara umum atau nama

latinnya Abortus provocatus yang dikenal di Indonesia dengan istilah aborsi berasal dari bahasa

latin yang berarti pengguguran kandungan karena kesengajaan. Dalam kamus Latin-Indonesia

sendiri, abortus diartikan sebagai wiladah sebelum waktunya atau keguguran dalam pengertian

medis, terminasi kehamilan adalah suatu tindakan yangdilakukan untuk menghentikan kehamilan

dengan kematian dan pengeluaran janin baik menggunakan alat-alatan atau obat-obatan pada

usia kurang dari 20 minggu dengan berat janin kurang dari 500 gram, yaitu sebelum janin dapat

hidup di luarkandungan secara mandiri.

Dengan demikian keguguran yang berupa keluarnya embrio atau fetus semata-mata bukan

karenaterjadi secara alami (spontan) tapi juga karena disengaja atau terjadi karena adanyacampur

tangan (provokasi) manusia.1

Etika Kedokteran

Dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia terdapat kewajiban umum, kewajiban dokter

terhadap sesame, kewajiban dokter terhadap pasien, kewajiban dokter terhadap diri sendiri. Pada

Pasal 10 KODEKI :Setiap harus dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi

hidup insane. Dalam arti bahwa segala perbuatan atau tindakan dokter bertujuan untuk

memlihara kesehatan pasien, karena itu kehidupan manusia harus dipertahankan dengan segala

daya. Namun kadangkala dokter harus mengorbankan salah satu kehidupan untuk

menyelamatkan kehidupan lain, yang lebih penting. Misalnya terpaksa melakukan abortus

provocatus medisinalis (abortus terapetik), pada beberapa keadaan dimana keselamatan dan

keadaan ibu mendapat prioritas, karena besarnya peranan ibu dalam keluarga. 1

Gambar 1. Konseling Dokter-Pasien

2

Page 3: pbl blok 27

Dalam melakukan tindakan medik diperlukan adanya komunikasi anata dokter-pasien. Bagian

yang diperlukan untuk melakukan pemeriksaan dimulai dari informed consent :1

Informasi merupakan bagian yang terpenting dalam pembicaraan mengenai informed

consent untuk memberikan informasi atau penjelasan yang perlu disampaikan kepada

pasien ataupun keluarganya. Informasi yang disampaikan menyangkut informasi apa

yang perlu disampaikan (what), kapan disampaikan (when), siapa yang harus

disampaikan (who), dan informasi mana yang peru disampaikan (which)

Mengenai apa yang (what) yang harus disampaikan, tentu yang harus berkaitan

dengan penyakit pasien termasuk tindakan apa yang dilakukan, prosedur yang dijalani

pasien baik diagnostikmaupun terapi sehingga pasien dan keluarganya dapat memahami

tujuan, resiko, manfaat dan terapi tindakan yang akan dilakukan.

Mengenai kapan (when) disampaikan tergantung waktu yang tersedia dengan

masud pasien dan keluarganya dapat menentukan keputusannya.

Yang menyampaikan (who) informasi, tergantung dari jenis tindakan yang akan

dilakukan. Dalam Permenkes dijelaskan dalam tindakan bedah dan tindakan invasive

lainnya harus diberikan oleh dokter yang akan melakukan tindakan

Mengenai informasi yang mana (which) yang akan disampaikan dalam permenkes

dijelaskan haruslah selengkap-lengkapnya, kecuali dokter menilai informasi tersebut

dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien atau pasien menolak diberikan informasi

Persetujuan haruslah didapat setelah pasien mendapat informasi yang adekuat.Yang harus

diperhatikan adalah bahwa yang berhak memberikan persetujuan adalah pasien yang

sudah dewasa ( diatas 21 tahun atau sudah menikah ) dan dalam keadaan sehat mental.

Pada kasus ini pasien bias mengambil keputusan atas persetujuan dari suami dan

keluarganya.

Penolakan . Tidak selamanya pasien dan kelurga setuju dengan tindakan medic yang akan

dilakukan dokter . Dalam situasi demikian, kalangan dokter maupun kalangan kesehatan

lainnya harus memahami bahwa pasien atau keluarga mempunyai hak untuk menolak

usul tindakan yang akan dilakukan.Tidak ada hak dokter untuk memaksa pasien

mengikuti anjurannya, walaupun dokter menggangap bahwa penolakan ini bias berakibat

gawat atau kematian pasien. Bila tindakan dokter gagal dalam meyakinkan pasien, untuk

keamanan dikemudian hari maka dokter atau rumah sakit meminta pasien atau

3

Page 4: pbl blok 27

keluarganya untuk menandatangani surat penolakan terhadap anjuran tindakan medic

yang diperlukan.1

Disiplin Kedokteran

Disiplin kedokteran adalah aturan-aturan atau ketentuan penerapan keilmuan dalam

pelaksanaan pelayanan yang harus diikuti oleh dokter. Dalam disiplin kedokteran terdapat

beberapa pelanggaran seperti:

Tidak memberikan penjelasan yang jujur, etis dan memadai (adequate information) kepada

pasien atau keluarganya dalam melakukan praktik kedokteran

Penjelasan:

a. Pasien mempunyai hak atas informasi tentang kesehatannya (the right to information), dan

oleh karenanya, dokter wajib memberikan informasi dengan bahasa yang dipahami oleh pasien

atau penterjemahnya, kecuali bila informasi tersebut dapat membahayakan kesehatan pasien.

b. Informasi yang berkaitan dengan tindakan medik yang akan dilakukan meliputi: diagnosis

medik, tata cara tindakan medik, tujuan tindakan medik, alternatif tindakan medik lain, risiko

tindakan medik, komplikasi yang mungkin terjadi serta prognosis terhadap tindakan yang

dilakukan.

c. Pasien juga berhak memperoleh informasi tentang biaya pelayanan kesehatan yang akan

dijalaninya.

d. Keluarga pasien berhak memperoleh informasi tentang sebab-sebab terjadinya kematian

pasien, kecuali atas kehendak pasien

Melakukan tindakan medik tanpa memperoleh persetujuan dari pasien atau keluarga dekat atau

wali atau pengampunya. Penjelasan:

a. Setelah menerima informasi yang cukup dari dokter dan memahami maknanya (well

informed) sehingga pasien dapat mengambil keputusan bagi dirinya sendiri (the right to self

determination) untuk menyetujui (consent) atau menolak (refuse) tindakan medik yang akan

dilakukan dokter kepadanya.

b. Setiap tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien, mensyaratkan persetujuan

(otorisasi) dari pasien yang bersangkutan. Dalam kondisi dimana pasien tidak dapat memberikan

persetujuan secara pribadi (dibawah umur atau keadaan fisik/mental tidak memungkinkan), maka

4

Page 5: pbl blok 27

persetujuan dapat diberikan oleh keluarga terdekat (suami/istri, bapak/ibu, anak atau saudara

kandung) atau wali atau pengampunya (proxy).

c. Persetujuan tindakan medik (informed consent) dapat dinyatakan secara tertulis atau lisan,

termasuk dengan menggunakan bahasa tubuh. Setiap tindakan medik yang mempunyai risiko

tinggi mensyaratkan persetujuan tertulis.

d. Dalam kondisi dimana pasien tidak memberikan persetujuan dan tidak memiliki pendamping,

maka dengan tujuan untuk penyelamatan atau mencegah kecacatan pasien yang berada dalam

keadaan darurat, tindakan medik dapat dilakukan tanpa persetujuan pasien.

e. Dalam hal tindakan medik yang menyangkut kesehatan reproduksi persetujuan harus dari

pihak suami/istrif.

Dengan sengaja, tidak membuat atau menyimpan rekam medik sebagaimana diatur dalam

peraturan perundang-undangan atau etika profesi. Penjelasan:

a. Dalam melaksanakan praktik kedokteran, tenaga medik wajib membuat rekam medik secara

benar dan lengkap serta menyimpan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b. Dalam hal dokter berpraktik di sarana pelayanan kesehatan, maka penyimpanan rekam medik

merupakan tanggung jawab sarana pelayanan kesehatan yang bersangkutan

Menghentikan kehamilan yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam

peraturan perundang-undangan dan etika profesi. Dengan penjelasannya

a. Penghentian (terminasi) kehamilan hanya dapat dilakukan atas indikasi medik yang

mengharuskan tindakan tersebut.

b. Penentuan tindakan penghentian kehamilan pada pasien tertentu yang mengorbankan nyawa

janinnya dilakukan oleh setidaknya dua dokter.1,6

Hukum Kedokteran

Dalam hukum kedokteran di Indonesia dan Undang-Undang Negara menyatakan bahwa

seorang dokter atau tenaga medis lainnya tidak diperbolehkan melakukan tindakan pengguguran

kandungan. Bahkan sejak awal seseorang yang akan menjalani profesi sebagai seorang dokter

atau tenaga kesehatan secara resmi telah bersumpah dengan sumpah yang didasarkan atas

Deklarasi Jenewa yang telah menyempurnakan Sumpah Hippokrates, dimana ia akan

menyatakan diri untuk menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan.2

5

Page 6: pbl blok 27

Oleh karena itu, setiap dokter ataupun tenaga medis harus mengingat akan kewajiban melindungi

hidup makhluk insani. Jika dokter atau tenaga medis melakukan pelanggaran maka akan

dikenakan sanksi bahwa telah melanggar aturan tersebut.

Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 pasal 15 ayat 1) Tindakan medis dalam

bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun dilarang karena bertentangan dengan

norma hukum,norma agama, norma kesusilaan, dan norma kesopanan. Namun dalam keadaan

darurat sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu dan atau janin yang dikandungnya dapat diambil

medis tertentu. 2) Butir a. Indikasi medis adalah suatu kondisi yang benar-benar mengharuskan

diambil tindakan tertentu, sebab tanpa tindakan medis tertentu itu, ibu hamil dan atau janinya

terancam bahaya maut. Butir b. Tenaga Kesehatan yang dapat melakukan tindakan medis

tertentu adalah tenaga yang memiliki keahlian dan kewenangan utnuk melakukannya yaitu

seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan. Sebelum melakukan tindakan medis

tertentu tenaga kesehatan harus terlebih dahulu meminta pertimbangan tim ahli yang dapat terdiri

dari berbagai bidang seperti medis, agama, hukum dan psikologi. Butir c. Hak utama untuk

memberikan persetujuan ada pada ibu hamil yang bersangkutan kecuali dalam keadaan tidak

sadar stau tidak dapat memberikan persetujuannya, dapat diminta dari suami atau keluarganya.

Butir d. Sarana kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan peralatan

yang memadai untuk tindakan tersebut dan telah ditunjuk oleh pemerintah. 3) Dalam Peraturan

Pemerintah sebagai pelaksanaan dari Pasal ini dijabarkan antara lain mengenai keadaan darurat

dalam menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, tenaga kesehatan yang mempunyai

keahlian dan kewenangan, bentuk persetujuan dan sarana kesehatan yang ditunjuk.3,4

Beberapa pasal yang mengatur abortus provocatus dalam Kitab Undang-undang Hukum

Pidana (KUHP):

PASAL 299 1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya

diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya

dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling

banyak empat pulu ribu rupiah.

6

Page 7: pbl blok 27

2) Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau

menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencaharian atau kebiasaan atau jika dia seorang tabib,

bidan,perawat atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.

3) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan

pencaharian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencaharian.4

PASAL 346 Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau

menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

PASAL 347 1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan

seorang wanita tanpa persetujuan, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

2) Jika perbuatan itu menyebabkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana

penjara paling lama lima belas tahun.

PASAL 348 1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan

seseorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun

enam bulan.

2) Jika perbuatan tersebut mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikarenakan

pidana penjara paling lama tujuh tahun.

PASAL 349 Jika seorang dokter, bidan,perawat atau juru obat membantu melakukan kejahatan

yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan

yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat

ditambah dengn sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana

kejahatan dilakukan.4

Pandangan Agama

Menurut segi agama Kristen akan membahasnya berdasarkn Alkitab. Pertama : Jangan

pernah berpikir bahwa janin dalam kandungan itu belum memiliki nyawa .Dalam Yeremia 1:5

memberitahu kita bahwa Allah mengenal kita sebelum Dia membentuk kita dalam kandungan.

Mazmur 139:13-16 berbicara mengenai peran aktif Allah dalam menciptakan dan membentuk

kita dalam rahim. 5

Kedua : Hukuman bagi para pelaku aborsi sangat keras. Dalam Keluaran 21:22-25 memberikan

hukuman yang sama kepada orang yang mengakibatkan kematian seorang bayi yang masih

dalam kandungan dengan orang yang membunuh. Hal ini dengan jelas mengindikasikan bahwa

7

Page 8: pbl blok 27

Allah memandang bayi dalam kandungan sebagai manusia sama seperti orang dewasa. Bagi

orang Kristiani, aborsi bukan hanya sekedar soal hak perempuan untuk memilih. Aborsi juga

berkenaan dengan hidup matinya manusia yang diciptakan dalam rupa Allah (Kejadian 1:26-27;

9:6).5

Ketiga: Aborsi karena alsan janin cacat tidak dibenarkan Tuhan. Dalam Yohanes 9:1-3 bahwa

janin yang cacat bukan disebabkan akibat kesalahannya ataupun kesalah orang tuanya. Tuhan

pun tahu kondisi janin yang cacat tersebut (Mazmur 94:9)

Keempat: Tuhan tidak pernah memperkenankan anak manusia dikorbankan apapun alasannya.

Apapun kondisi anak tersebut baik dalam keadaan sempurna maupun tidak sempurna tetap

memilki kesempatan untuk hidup (Kel 1:15-17).5

Kesimpulan

Berdasarkan kasus tersebut diketahui bahwa ibu hamil 5 bulan setelah di USG adanya

kelainan janin, kita dapat memberikan dahulu informasi dan mendiskusikan dengan pasien

tindakan apa yang akan diambil. Jika janin tersebut membahayakan jika tetap berada di dalam

rahim ibu tersebut dapat dilakukan terminasi, tetapi jika tidak mengganggu kondisi kesehatan ibu

maka, janin ini dapat dipertahankan menilai dari aspek hukum, undang-undang, dan agama yang

ada. Karena bagaimanapun janin tersebut menurut agama adalah titipan Tuhan. Pasien tersebut

juga bisa membicarakan dahulu kepada suami dan keluarganya. .

Daftar Pustaka

1. Harafiah M, Amir A. Etika kedokteran dan hukum kesehatan. Ed. 3. Jakarta :EGC;1999:

22-25,95.

2. Redaksi Best Publisher. Undang-undang kesehatan dan praktik kedokteran. Yogyakarta:

Penerbit Best Publisher;2009: 12.

8

Page 9: pbl blok 27

3. Undang-undang republik Indonesia nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan dan undang-

undang republik Indonesia nomor 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran. Jakarta:

Visimedia; 2007: 40-41.

4. Solahudin. Hukum pidana, acara pidana, perdata. Jakarta: Visimedia; 2001: 71,83-84.

5. Agama dan aborsi. Diunduh dari www.aborsi.org. Pada tanggal 13 September 2013.

6. Cahyono JBSB. Membangun budaya keselamatan pasien dalam praktik kedokteran.

Yogyakarta: Penerbit Kanisius; 2008: 225-30.

9