pbl 1 bhl (blm di edit 08012011)
TRANSCRIPT
KASUS
Mr.X datang ke Rumah Sakit GM untuk mencabut gigi radix premolar satu kanan
bawah. Di rumah sakit tersebut, mr.X ditangani oleh drg.Y. melihat gigi
sebelahnya yang juga tinggal radix dan sangat memungkinkan untuk dilakukan
pencabutan sekaligus 2 gigi tanpa menambah anestesi, maka drg.Y mencabut gigi
sebelahnya tanpa minta ijin terlebih dahulu kepada mr.X. pada saat mengurus
biaya administrasi, mr.X terkejut karena dikenai biaya pencabutan untuk 2 gigi.
Mr.X marah-marah kepada drg. Y dan melaporkan hal tersebut kepada direktur
rumah sakit. Direktur RS memberikan teguran kepada drg.Y karena dianggap
telah melakukan tindakan medis secara tidak lege artis dan tidak melakukan
informed consent dengan baik.
Bab 1 Pendahuluan
Bab 2 Pembahasan
2.1 Step 1 Klarifikasi Istilah
a. Anestesi:
1. Kehilangan sensasi, biasanya akibat kerusakan saraf atau reseptor
atau namnes.
2. Hilangnya kemampuan untuk merasakan nyeri, yang disebabkan
oleh pemberian suatu obat atau oleh intervernsi medik lainnya
(Dorland, 2002).
b. Lege artis:
Tindakan yang sesuai dengan prosedur atau sesuai dengan standar
operasional medis.
c. Informed consent:
1. Persetujuan atau perikatan antara dokter dan pasien sebelum
melakukan tindakan medis, yang dikomunikasikan dengan cara
yang baik lisan maupun tertulis.
2. Berdasarkan Permenkes 585/1989 dikatakan bahwa informed
consent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau
keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang
akan dilakukan terhadap pasien tersebut.
2.2 Step 2 Rumusan Masalah
a. Hal apa saja yang dilanggar oleh dokter gigi Y dari segi hukum
kesehatan, beserta pasal-pasalnya?
b. Prosedur apa saja yang harus dilakukan oleh dokter gigi Y ?
c. Siapa yang bertanggung jawab atas ketidaknyamanan pasien?
d. Bagaimana prosedur pengaduan?
e. Bagaimana penyelesaian kasus?
2.3 Step 3 Curah Pendapat
2.3.1 Pelanggaran
b. Secara hukum
Melanggar Undang-Undang No.29 tahun 200 4 Tentang Praktik
Kedokteran :
Pasal 45
(1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan
oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah
pasien mendapat penjelasan secara lengkap.
(3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya
mencakup :
a. diagnosis dan tata cara tindakan medis;
b. tujuan tindakan medis yang dilakukan;
c. alternatif tindakan lain dan risikonya;
d. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
(4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik
secara tertulis maupun lisan.
Pasal 52
Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai
hak:
a. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3);
c. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
Pasal 66
(1) Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas
tindakan
dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat
mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan
Disiplin
Kedokteran Indonesia.
(2) Pengaduan sekurang-kurangnya harus memuat :
a. identitas pengadu;
b. nama dan alamat tempat praktik dokter atau dokter gigi dan waktu
tindakan dilakukan; dan
c. alasan pengaduan.
(3) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan
tindak
pidana kepada pihak yang berwenang dan/atau menggugat kerugian
perdata
ke pengadilan.
Undang-Undang No. 44 tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
Pasal 29
b. memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan
efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar
pelayanan Rumah Sakit;
g. membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan
di Rumah Sakit sebagai acuan dalam melayani pasien
l. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan
kewajiban pasien;
m. menghormati dan melindungi hak-hak pasien
Pasal 46
Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian
yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di
Rumah Sakit.
Prosedur dan Pengaduan :
Dalam kasus ini pasien berhak mengadukan masalahnya baik kepada
pimpinan rumah sakit, polisi maupun kepada Majelis Kehormatan Disiplin
Kedokteran Indonesia maupun Majelis kehormatan Etika Kedokteran.
Adapun prosedur pengaduan telah diatur dalam Undang-Undang No 29
Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
Pasal 66
(1) Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas
tindakan
dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat
mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin
Kedokteran Indonesia.
(2) Pengaduan sekurang-kurangnya harus memuat :
a. identitas pengadu;
b. nama dan alamat tempat praktik dokter atau dokter gigi dan waktu
tindakan dilakukan; dan
c. alasan pengaduan.
(3) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak
pidana kepada pihak yang berwenang dan/atau menggugat kerugian perdata
ke pengadilan.
Dalam hal ini pimpinan bertanggung jawab terhadap perbuatan yang
dilakukan oleh dokter gigi tersebut yang tercantum dalam pasal 29 Ayat 1
point S yaitu setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban melindungi dan
memberikan bantuan hukum bagi semua petugas Rumah Sakit dalam
melaksanakan tugas.
Jika terjadi sengketa medis, terutama antara dokter dan pasien terutama
dalam kasus ini, dilakukan tindakan mediasi yang tercantum dalam Undang
Undang Kesehatan No 36 Th 2009 yang berbunyi Mediasi dilakukan bila
timbul sengketa antara tenaga kesehatan pemberi pelayanan kesehatan
dengan pasien penerima layanan kesehatan. Mediasi disepakati oleh para
pihak.
Namun apabila jalur mediasi tidak dapat menyelesaikan sebuah perkara
maka masalah tersebut akan dilanjutkan ke MKDI ataupun jika berkait
dengan Kode Etik, maka akan dilanjutkan ke MKEK.
UUPK No 29 Th 2004 Pasal 66
Setiap orang yang mengetahui atu kepentingannya dirugikan atas tindakan
dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat
mengadukansecara tertulis kepada ketua Majelis Kehormatan Displin
Kedokteran Indonesia.
Setelah kasus tersebut diberikan kepada MKDKI atau MKEK maka dokter
akan menerima sanksi berupa sanksi administrasi sesuai dengan
UUPK No 29 Th 2004 Pasal 69
(3) Sanksi disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa :
a. pemberian peringatan tertulis;
b. rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik;
dan/atau
c. kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan
kedokteran atau kedokteran gigi.
2.4 Step 4 Analisa Permasalahan Detail
2.5 Step 5 Sasaran Belajar
2.6 Step 6 Belajar Mandiri
2.7 Step 7 Hasil Belajar
JENIS PELANGGARAN
1. HUKUM
KUH PERDATA
Pasal 1313
Jenis pelanggaran
pengaduan
Medis (pasal)Etika (pasal) Hukum (pasal)
penyelesaian
prosedur
Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau
lebih mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih.
Analisis: Pada skenario, dokter gigi Y tidak memberitahukan kepada
pasien bahwa dokter gigi tersebut akan mencabut dua radix sekaligus
tanpa adanya persetujuan pasien terlebih dahulu. Dokter gigi Y dapat
digugat dengan pasal 1313.
Pasal 1365
Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian
kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu
karena kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut.
Analisis: Pada pasal tersebut, pasien merasa dirugikan secara finansial
akibat dari pembiayaan jasa dokter gigi Y. Pasien W dapat menggugat
dokter gigi Y dan dapat meminta ganti rugi.
Pasal 1366
Setiap orang bertanggungjawab, bukan hanya atas kerugian yang
disebabkan perbuatan-perbuatan, melainkan juga atas kerugian yang
disebabkan kelalaian atau kesembronoannya.
Analisis: Dokter gigi Y dianggap mengakibatkan kerugian bagi pasien
dan lalai tidak menyelenggarakan informed consent dengan baik.
Pasal 1367
“Seseorang tidak hanya bertanggung jawab atas kerugian yang
disebabkan perbuatannya sendiri, melainkan juga atas kerugian yang
disebabkan perbuatan-perbuatan orang-orang yang menjadi
tanggunganya atau disebabkan barang-barang yang berada di bawah
pengawasannya.”
Analisis: Kelalaian yang dilakukan oleh dokter gigi Y mengakibatkan
pihak Rumah Sakit juga bertanggung jawab dalam kasus tersebut.
2. MEDIS
UU PRAKTIK KEDOKTERAN NO.29 Tahun 2004
Pasal 39
Praktik kedokteran diselenggarakan berdasarkan pada
kesepakatan antara dokter atau dokter gigi dengan pasien dalam
upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit,
peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan
kesehatan.
Analisis: Setiap tindakan medis harus dilakukan dengan
persetujuan antara pasien dan dokter. Pada skenario, tindakan
pencabutan yang dilakukan oleh dokter gigi Y harus mendapatkan
persetujuan dari pasien W. Namun, dokter gigi Y melakukan
tindakan medis di luar persetujuan.
Pasal 45 tentang persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi
1. Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang
dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien
harus mendapat persetujuan.
2. Persetujuan sebagaiman dimaksud pada ayat (1) diberikan
setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap.
3. Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-
kurangnya mencakup:
a. Diagnosis dan tata cara tindakan medis;
b. Tujuan tindakan medis yang dilakukan;
c. Alternatif tindakan lain dan resikonya;
d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
4. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat
diberikan baik secara tertulis maupun lisan.
Analisa: Setiap pasien yang datang kepada dokter gigi
untuk memeriksaan diri, secara tidak langsung telah terikat
hukum persetujuan dengan dokter gigi tersebut. Hukum
perikatan tersebut dapat dibedakan menjadi dua bentuk
yaitu resultaat verbintenis dan inspanning verbintenis.
Resultaat verbintenis yaitu perjanjian yang disertai dengan
pernyataan dokter gigi bahwa hasil didapat akan baik.
Namun, pada inspanning verbintenis baik dokter maupun
pasien bersama-sama mengupayakan hasil yang baik.
Pada pasal tersebut, pasien berhak mendapatkan
informasi dari tindakan medis yang akan dilakukan dokter
gigi dengan jelas dan selengkap-lengkapnya. Informasi
tersebut meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis,
tujuan tindakan medis yang dilakukan, alternatif tindakan
lain dan risikonya, risiko dan komplikasi yang mungkin
terjadi, prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
Pasien berhak menerima maupun menolak tindakan
medis yang telah dijelaskan oleh dokter gigi. Namun, pada
pasal ini dokter gigi dapat dianggap bersalah apabila dokter
tidak memberikan penjelasan mengenai tindakan medis
yang akan dilakukan.
Pada skenario, dokter gigi tidak meminta
persetujuan kepada pasien ketika akan mencabut dua radix
gigi sekaligus. Pasien dapat mengadukan hal tersebut
kepada pihak yang berwenang.
Pasal 50 tentang hak dokter atau dokter gigi
b. memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan
standar prosedur operasional;
Analisis: Pada skenario, dokter gigi Y dianggap tidak
memenuhi standar prosedur operasional dengan melakukan
tindakan medis tanpa persetujuan pasien W.
Pasal 51 tentang kewajiban dokter atau dokter gigi
a. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi
dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis
pasien.
Analisis: Semua tindakan yang dilakukan oleh dokter gigi
harus sesuai dengan standar operasional dan persetujuan
pasien.
Pasal 52 tentang hak pasien
a. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan
medis sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat (3)
b. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;
c. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
d. Menolak tindakan medis; dan
e. Mendapatkan isi rekam medis.
Analisis: Pasien W dapat menyampaikan pengaduan atas tindakan dokter Y
yang melakukan tindakan pencabutan gigi tanpa penjelasan dan
persetujuannya.
Pasal 66 tentang pengaduan
(1) Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya
dirugikan atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam
menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara
tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin
Kedokteran Indonesia.
(2) Pengaduan sekurang-kurangnya harus memuat :
a. identitas pengadu;
b. nama dan alamat tempat praktik dokter atau dokter gigi
dan waktu tindakan dilakukan; dan
c. alasan pengaduan.
(3) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
tidak menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan
adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang
dan/atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan.
Analisis: Setiap pasien berhak memberikan pengaduan dengan
prosedur yang telah ditetapkan oleh pasal tersebut.
Sebagai keputusan:
Pasal 69
(1) Keputusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran
Indonesia mengikat dokter, dokter gigi, dan Konsil
Kedokteran Indonesia.
(2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) dapat
berupa dinyatakan tidak bersalah atau pemberian sanksi
disiplin.
(3) Sanksi disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
berupa :
a. pemberian peringatan tertulis;
b. rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat
izin praktik; dan/atau
c. kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi
pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi.
Analisis: Setiap tindakan dokter/ dokter gigi yang terbukti
bersalah akan ditindak dan mendapatkan sanksi.
UU NO.44 TAHUN 2009 TENTANG RUMAH SAKIT
Pasal 3 tentang asas dan tujuan
Pengaturan penyelenggaraan Rumah Sakit bertujuan:
b. memberikan perlindungan terhadap keselamatan
pasien, masyarakat, lingkungan rumah sakit dan
sumber daya manusia di rumah sakit;
Pasal 29 tentang kewajiban dan hak
Ayat (1) Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban :
l. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur
mengenai hak dan kewajiban pasien;
m. menghormati dan melindungi hak-hak pasien;
Pasal 31 tentang kewajiban pasien
(1) Setiap pasien mempunyai kewajiban terhadap Rumah
Sakit atas pelayanan yang diterimanya.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban pasien diatur
dengan Peraturan Menteri.
Pasal 32 tentang hak pasien
Setiap pasien mempunyai hak:
d. memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai
dengan standar profesi dan standar prosedur
operasional;
e. memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga
pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi;
f. mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang
didapatkan;
j. mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara
tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif
tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi,
dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta
perkiraan biaya pengobatan;
q. menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila
Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak
sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun
pidana;
Pasal 32 yang digunakan apabila pasien mengeluhkan ke publik,
r. mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai
dengan standar pelayanan melalui media cetak dan
elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 37 tentang pengelolaan klinik
(1) Setiap tindakan kedokteran yang dilakukan di Rumah
Sakit harus mendapat persetujuan pasien atau
keluarganya.
Pasal 46 tanggungjawab hukum
Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap
semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit.
Analisa kasus berdasarkan UU No. 44 Tahun 2009 tentang rumah
sakit, dari pasal-pasal tersebut sudah menjelaskan bahwa rumah sakit
beserta tenaga kesehatan didalamnya harus memberikan informasi,
sehingga apa yang dilakukan oleh drg.Y tersebut tidak memenuhi kriteria
pasal tersebut, semestinya sebagai pasien juga berhak untuk mengetahui
apa yang dilakukan dokter atau dokter gigi meskipun hal tersebut bisa saja
dilakukan, akan tetapi dokter atau dokter tetap harus sesuai dengan
informed consent atau dengan kata lain harus sesuai dengan Hospital by
Law, rumah sakit juga bertanggungjawab terhadap kelalaian yang
dilakukan oleh tenaga kesehatannya.
UU KESEHATAN No. 36 Tahun 2009
Sebagai tuntutan:
Pasal 23
(1) Tenaga kesehatan berwenang untuk menyelenggarakan
pelayanan kesehatan.
(2) Kewenangan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai
dengan bidang keahlian yang dimiliki.
(3) Dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan, tenaga
kesehatan wajib memiliki izin dari pemerintah.
(4) Selama memberikan pelayanan kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilarang mengutamakan
kepentingan yang bernilai materi.
(5) Ketentuan mengenai perizinan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) diatur dalam Peraturan Menteri.
Analisis: Tindakan dokter gigi Y yang tidak memberikan informasi yang jelas
ketika akan melakukan tindakan pencabutan gigi mengakibatkan kerugian finansial
pasien W. Hal tersebut bertentangan dengan pasal 23 ayat 4.
Pasal 24
(1) Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23
harus memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi,
hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan,
dan standar prosedur operasional.
(2) Ketentuan mengenai kode etik dan standar profesi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh
organisasi profesi.
(3) Ketentuan mengenai hak pengguna pelayanan kesehatan,
standar pelayanan, dan standar prosedur operasional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Menteri.
Analisis: Pada pasal tersebut berarti setiap tindakan yang
dilakukan oleh dokter gigi Y harus sesuai dengan standar
prosedur dan kode etik kedokteran.
Pasal 49
(2) Penyelenggaraan upaya kesehatan harus memperhatikan
fungsi sosial, nilai, dan norma agama, sosial budaya,
moral, dan etika profesi.
Analisis: Dokter gigi Y dianggap melanggar etika profesi
dengan tidan melakukan informed consent dengan baik.
Sebagai dasar pembelaan dokter:
Pasal 27
(1) Tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan
pelindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai
dengan profesinya.
(2) Tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya
berkewajiban mengembangkan dan meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.
(3) Ketentuan mengenai hak dan kewajiban tenaga kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
Analisis: Dokter gigi Y dapat memberi pembelaan dengan pasal tersebut. Pada pasal
tersebut, dokter gigi Y tidak dapat diadukan dengan kerugian finansial pasien karena
dokter Y telah melakukan pelayanan medis dan berhak mendapatkan imbalan dari
tindakan yang terlah dilakukannya.
Sebagai penyelesaiannya:
Pasal 29
Dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian
dalam menjalankan profesinya, kelalaian tersebut harus
diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi.
Analisis: Pada persoalan dalam skenario, hendaknya
penyelesaian awal yang dapat diambil adalah melalui mediasi
antara pihak pasien dan pihak dokter gigi dengan diperantarai
oleh pihak Rumah Sakit.
Sebagai dasar tuntutan:
Pasal 58
(1) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang,
tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang
menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian
dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.
(2) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan
tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan
seseorang dalam keadaan darurat.
(3) Ketentuan mengenai tata cara pengajuan tuntutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Analisis: Apabila mediasi telah ditempuh dan belum mencapai
penyelesaian dan dokter gigi Y terbukti bersalah maka
pasien berhak untuk menuntut ganti rugi.
3. ETIKA
KODE ETIK KEDOKTERAN
Pasal 1
setiap dokter harus menjujung tinggi, menghayati, dan mengamalkan
sumpah dokter (saya akan menjalankan tugas saya dengan sebaik-baiknya
sesuai dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kedokteran gigi;
Pasal 2
Seorang dokter harus senantiasa berupaya melakukan profesianya sesuai
dengan standar yang tertinggi
Pasal 7c
Setiap dokter harus menjaga hak-hak pasien
Analisis: Setiap dokter gigi harus menerapkan etika kedokteran dan
tindakan yang dilakukan oleh dokter gigi Y dianggap bertentangan dengan
etika kedokteran tersebut.
Prosedur pengaduan:
Prosedur penanganan pelanggaran etika kedokteran
Pada tahun 1985 Rapat Kerja antara P3EK, MKEK dan MKEKG telah
menghasilkan pedoman kerja yang menyangkut para dokter antara lain sebagai
berikut :
1. Pada prinsipnya semua masalah yang menyangkut pelanggaran etik
diteruskan lebih dahulu kepada MKEK.
2. Masalah etik murni diselesaikan oleh MKEK.
pengaduan
MKDKI
(Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia)
Etik Disiplin kedokteran Medik (Pidana)
MKEK
bebas Tuntunan lisan, tertulis
bebas
Tindakan administratif
Hukuman Disiplin
1. Teguran tertulis2. Pencabutan STR3. Pencabutan SIP4. Wajib pendidikan
Penegak Hukum
(Penyidik)
Pengadilan
bebas Pidana1. Gaji/pangkat (tunda kenaikan, atau
penurunan)2. Cabut SIP sementara / selama-lamanya.3. Hukuman kepegawaian
3. Masalah yang tidak murni serta masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh
MKEK dirujuk ke P3EK propinsi.
4. Dalam sidang MKEK dan P3EK untuk pengambilan keputusan, Badan
Pembela Anggota IDI dapat mengikuti persidangan jika dikehendaki oleh
yang bersangkutan (tanpa hak untuk mengambil keputusan).
5. Masalah yang menyangkit profesi dokter atau dokter gigi akan ditangani
bersama oleh MKEK dan MKEKG terlebih dahulu sebelum diteruskan ke
P3EK apabila diperlukan.
6. Untuk kepentingan pencatatan, tiap kasus pelanggaran etik kedokteran serta
penyelesaiannya oleh MKEK dilaporkan ke P3EK Propinsi.
7. Kasus-kasus pelanggaran etikolegal, yang tidak dapat diselesaikan oleh
P3EK Propinsi, diteruskan ke P3EK Pusat.
8. Kasus-kasus yang sudah jelas melanggar peraturan perundang-undangan
dapat dilaporkan langsung kepada pihak yang berwenang.
Pedoman penilaian kasus-kasus pelanggaran etik kedokteran.
Etik lebih mengandalkan itikad baik dan keadaan moral para
pelakunya dan untuk mengukur hal ini tidaklah mudah. Karena itu timbul
kesulitan dalam menilai pelanggaran etik, selama pelanggaran itu tidak
merupakan kasus-kasus pelanggaran hukum. Dalam menilai kasus-kasus
pelanggaran etik kedokteran, MKEK berpedoman pada :
a. Pancasila
b. Prinsip-prinsip dasar moral umumnya
c. Ciri dan hakekat pekerjaan profesi
d. Tradisi luhur kedokteran
e. LSDI
f. KODEKI
g. Hukum kesehatan terkait
h. Hak dan kewajiban dokter
i. Hak dan kewajiban penderita
j. Pendapat rata-rata masyarakat kedokteran
k. Pendapat pakar-pakar dan praktisi kedokteran senior.
Selanjutnya, MKEK menggunakan pula beberapa
pertimbangan berikut, yaitu :
a. Tujuan spesifik yang ingin dicapai
b. Manfaat bagi kesembuhan penderita
c. Manfaat bagi kesejahteraan umum
d. Penerimaan penderita terhadap tindakan itu
e. Preseden tentang tindakan semacam itu
f. Standar pelayanan medik yang berlaku
Jika semua pertimbangan menunjukkan bahwa telah
terjadi pelanggaran etik, pelanggaran dikategorikan
dalam kelas ringan, sedang atau berat, yang
berpedoman pada :
1) Akibat terhadap kesehatan penderita
2) Akibat bagi masyarakat umum
3) Akibat bagi kehormatan profesi
4) Peranan penderita yang mungkin ikut
mendorong terjadinya pelanggaran
5) Alasan-alasan lain yang diajukan tersangka
Bentuk-bentuk sanksi
Dalam pasal 6 PP no.30 tahun 1980 tentang
Peraturan Disiplin Pegawai Sipil terdapat uraian
tentang tingkat dan jenis hukuman, sebagai
berikut :
1) Tingkat hukuman disiplin terdiri dari :
a. Hukuman disiplin ringan
b. Hukuman disiplin sedang, dan
c. Hukuman disiplin berat
2) Jenis hukuman disiplin ringan terdiri dari :
a. Teguran lisan
b. Teguran tulisan, dan
c. Pernyataan tidak puas secara tertulis
3) Jenis hukuman disiplin sedang terdiri dari :
a. Penundaan kenaikan gaji berkala untuk
paling lama satu tahun
b. Penurunan gaji sebesar satu kali
kenaikan gaji berkala untuk paling lama
satu tahun, dan
c. Penundaan kenaikan pangkat untuk
paling lama satu tahun
4) Jenis hukuman disiplin berat terdiri dari :
a. Penurunan pangkat pada pangkat yang
setingkat lebih rendah untuk paling
lama satu tahun
b. Pembebasan dari jabatan
c. Pemberhentian dengan hormat tidak
atas permintaan sendiri sebagai Pegawai
Negeri Sipil, dan
d. Pemberhentian tidak dengan hormat
sebagai Pegawai Negeri Sipil
Pada kasus-kasus pelanggaran
etikolegal, di samping pemberian
hukuman sesuai peraturan tersebut di
atas, maka selanjutnya diproses ke
pengadilan.
Kode Etika
Pelanggaran
Pengaduan
MKDKI
MKEK
Penyelidikan Bersalah Tidak Bersalah
e. Medis
Pelanggaran
Pengaduan
Mediasi
MKDKI
Penyelidikan
Bersalah Tidak Bersalah
Sanksi Perdamaian
f. Hukum
Pelanggaran
Pengaduan
Kepolisian
Kejaksaan
Pengadilan
Di adili
Bersalah Tidak Bersalah
Hukuman
Pelanggaran etika yang dilakukan dokter dapat di adukan ke
MKDKI dan MKEK. Kemudian MKDKI akan melakukan
penyidikan. Apabila ditemukan pelanggaran, maka dokter yang
bersalah akan dikenai sanksi berupa pemberian peringatan tertulis,
rekomendasi pencabutan STR/ SIP, dan kewajiban mengikuti
pendidikan atau pelatihan pendidikan kedokteran seperti tercantum
dalam Undang-Undang No.29 tahun 2004.
Untuk pelanggaran medis, dapat diadukan ke MKDKI atau
juga dapat melalui mediasi. Prosedur dan penyelesaian ke MKDKI
sama dengan pelanggaran kode etik. Sedangkan mediasi yaitu suatu
penyelesaian yang dilakukan dengan cara kekeluargaan, dengan
adanya satu orang sebagai penengah dan bersifat netral.
Pelanggaran hukum yang dilakukan dokter dapat diadukan
ke kepolisian. Kemudian kasus tersebut akan diproses ke kejaksaan
dan dibawa ke pengadilan. Apabila saat dilakukan sidang dokter
tersebut terbukti bersalah maka dokter akan dijatuhi hukuman
berupa sanksi perdata atau pidana.
Bab 3 Penutup