patofisiologi meningitis tb terbaru
DESCRIPTION
kedokteranTRANSCRIPT
PATOFISIOLOGI MENINGITIS TB
Pembimbing
dr. Mas Wishnuwardhana M, Sp.A
Disusun oleh :
Angela Enjelia
1061050106
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
PERIODE 15 Desember 2014 – 28 Februari 2015
FAKULTAS KEDOKTERAN
TINJAUAN PUSTAKA
MENINGITIS TB
A. Definisi
Meningitis tuberkulosis adalah peradangan selaput otak atau meningen yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Meningitis tuberkulosis
merupakan hasil dari penyebaran hematogen dan limfogen bakteri
Mycobacterium tuberculosis dari infeksi primer pada paru.1
Meningitis sendiri dibagi menjadi dua menurut pemeriksaan Cerebrospinal
Fluid (CSF) atau disebut juga Liquor Cerebrospinalis (LCS), yaitu: meningitis
purulenta dengan penyebab bakteri selain bakteri Mycobacterium tuberculosis,
dan meningitis serosa dengan penyebab bakteri tuberkulosis ataupun virus. Tanda
dan gejala klinis meningitis hampir selalu sama pada setiap tipenya, sehingga
diperlukan pengetahuan dan tindakan lebih untuk menentukan tipe meningitis.
Hal ini berkaitan dengan penanganan selanjutnya yang disesuaikan dengan
etiologinya. Untuk meningitis tuberkulosis dibutuhkan terapi yang lebih spesifik
dikarenakan penyebabnya bukan bakteri yang begitu saja dapat diatasi dengan
antibiotik spektrum luas. World Health Organization (WHO) pada tahun 2009
menyatakan meningitis tuberkulosis terjadi pada 3,2% kasus komplikasi infeksi
primer tuberkulosis, 83% disebabkan oleh komplikasi infeksi primer pada paru1
B. Etiologi
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru,
tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. TB Anak adalah penyakit TB
yang terjadi pada anak usia 0-14 tahun..2
Cara Penularan:
• Sumber penularan adalah pasien TB paru BTA positif, baik dewasa maupun
anak.
• Anak yang terkena TB tidak selalu menularkan pada orang di sekitarnya, kecuali
anak tersebut BTA positif atau menderita adult type TB.
• Faktor risiko penularan TB pada anak tergantung dari tingkat penularan, lama
pajanan, daya tahan pada anak. Pasien TB dengan BTA positif memberikan
kemungkinan risiko penularan lebih besar daripada pasien TB dengan BTA
negatif.
• Pasien TB dengan BTA negatif masih memiliki kemungkinan menularkan
penyakit TB. Tingkat penularan pasien TB BTA positif adalah 65%, pasien TB
BTA negatif dengan hasil kultur positif adalah 26% sedangkan pasien TB
dengan hasil kultur negatif dan foto Toraks positif adalah 17%.2
Besaran masalah TB Anak
• Tuberkulosis anak merupakan faktor penting di negara-negara berkembang karena jumlah anak berusia kurang dari 15 tahun adalah 40−50% dari jumlah seluruh populasi (Gambar ).
Jumlah populasi berdasarkan usia (IJTLD 2004; 8:627−9).
• Sekurang-kurangnya 500.000 anak menderita TB setiap tahun
• 200 anak di dunia meninggal setiap hari akibat TB, 70.000 anak meninggal
setiap tahun akibat TB
• Beban kasus TB anak di dunia tidak diketahui karena kurangnya alat diagnostik
yang “child-friendly” dan tidak adekuatnya sistem pencatatan dan pelaporan
kasus TB anak.
• Diperkirakan banyak anak menderita TB tidak mendapatkan penatalaksanaan
yang tepat dan benar sesuai dengan ketentuan strategi DOTS. Kondisi ini akan
memberikan peningkatan dampak negatif pada morbiditas dan mortalitas
anak
Data TB anak di Indonesia menunjukkan proporsi kasus TB Anak di antara
semua kasus TB pada tahun 2010 adalah 9,4%, kemudian menjadi 8,5% pada tahun
2011 dan 8,2% pada tahun 2012. Apabila dilihat data per provinsi, menunjukkan
variasi proporsi dari 1,8% sampai 15,9%. Hal ini menunjukan kualitas diagnosis TB
anak masih sangat bervariasi pada level provinsi. Kasus TB Anak dikelompokkan
dalam kelompok umur 0-4 tahun dan 5-14 tahun, dengan jumlah kasus pada
kelompok umur 5-14 tahun yang lebih tinggi dari kelompok umur 0-4 tahun. Kasus
BTA positif pada TB anak tahun 2010 adalah 5,4% dari semua kasus TB anak,
sedangkan tahun 2011 naik menjadi 6,3% dan tahun 2012 menjadi 6%.1
C. Patogenesis
Paru merupakan port d’entree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Kuman TB
dalam percik renik (droplet nuclei) yang ukurannya sangat kecil (<5 μm), akan
terhirup dan dapat mencapai alveolus.. Pada sebagian kasus, kuman TB dapat
dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme imunologis nonspesifik, sehingga tidak
terjadi respons imunologis spesifik. Akan tetapi, pada sebagian kasus lainnya, tidak
seluruhnya dapat dihancurkan. Pada individu yang tidak dapat menghancurkan
seluruh kuman, makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB yang sebagian besar
dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil kuman TB yang tidak dapat dihancurkan
akan terus berkembang biak di dalam makrofag, dan akhirnya menyebabkan lisis
makrofag. Selanjutnya, kuman TB membentuk lesi di tempat tersebut, yang
dinamakan fokus primer Ghon.2
Dari fokus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju
kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi
fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe
(limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer
terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar
limfe parahilus (perihiler), sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang
akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Gabungan antara fokus primer, limfangitis,
dan limfadenitis dinamakan kompleks primer (primary complex).2
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya
kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi. Hal ini berbeda
dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang
diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi
TB bervariasi selama 2−12 minggu, biasanya berlangsung selama 4−8 minggu.
Selama masa inkubasi tersebut, kuman berkembang biak hingga mencapai jumlah
103–104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas selular.2
Pada saat terbentuknya kompleks primer, TB primer dinyatakan telah terjadi.
Setelah terjadi kompleks primer, imunitas selular tubuh terhadap TB terbentuk, yang
dapat diketahui dengan adanya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu uji
tuberkulin positif. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Pada sebagian
besar individu dengan sistem imun yang berfungsi baik, pada saat sistem imun selular
berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Akan tetapi, sejumlah kecil kuman TB
dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas selular telah terbentuk, kuman TB
baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan oleh imunitas selular
spesifik (cellular mediated immunity, CMI).2
Setelah imunitas selular terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya akan
mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah
terjadi nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan
mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sempurna
fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama
bertahun-tahun dalam kelenjar ini, tetapi tidak menimbulkan gejala sakit TB.2
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi akibat fokus di paru atau di
kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan
pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian
tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga
di jaringan paru (kavitas). 2
Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal pada awal
infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut, sehingga bronkus
dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal
menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru melalui mekanisme ventil (ball-valve
mechanism). Obstruksi total dapat menyebabkan atelektasis. Kelenjar yang
mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi
dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula.
Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga
menyebabkan gabungan pneumonitis dan atelektasis, yang sering disebut sebagai lesi
segmental kolaps-konsolidasi. 2
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas selular, dapat terjadi
penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar
ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer, atau berlanjut menyebar
secara limfohematogen. Dapat juga terjadi penyebaran hematogen langsung, yaitu
kuman masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya
penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit
sistemik.2
Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk
penyebaran hematogenik tersamar (occult hematogenic spread). Melalui cara ini,
kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak
menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di
seluruh tubuh, bersarang di organ yang mempunyai vaskularisasi baik, paling sering
di apeks paru, limpa, dan kelenjar limfe superfisialis. Selain itu, dapat juga bersarang
di organ lain seperti otak, hati, tulang, ginjal, dan lain-lain. Pada umumnya, kuman di
sarang tersebut tetap hidup, tetapi tidak aktif (tenang), demikian pula dengan proses
patologiknya. Sarang di apeks paru disebut dengan fokus Simon, yang di kemudian
hari dapat mengalami reaktivasi dan terjadi TB apeks paru saat dewasa.2
Bentuk penyebaran hematogen yang lain adalah penyebaran hematogenik
generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah
besar kuman TB masuk dan beredar di dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini
dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang
disebut TB diseminata. Tuberkulosis diseminata ini timbul dalam waktu 2−6 bulan
setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi
kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis
diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem imun pejamu (host) dalam
mengatasi infeksi TB, misalnya pada anak bawah lima tahun (balita) terutama di
bawah dua tahun. 2
Bentuk penyebaran yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic spread.
Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu fokus perkijuan di dinding vaskuler pecah
dan menyebar ke seluruh tubuh, sehingga sejumlah besar kuman TB akan masuk dan
beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini tidak dapat
dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread
*Catatan:2
1. Penyebaran hematogen umumnya terjadi secara sporadik (occult hematogenic
spread).
Kuman TB kemudian membuat fokus koloni di berbagai organ dengan vaskularisasi
yang baik. Fokus ini berpotensi mengalami reaktivasi di kemudian hari.
2. Kompleks primer terdiri dari fokus primer (1), limfangitis (2), dan limfadenitis
regional (3).
3. TB primer adalah kompleks primer dan komplikasinya.
4. TB pasca primer terjadi dengan mekanisme reaktivasi fokus lama TB (endogen)
atau
reinfeksi (infeksi sekunder) oleh kuman TB dari luar (eksogen), ini disebut TB tipe
dewasa (adult type TB)
D. Manifestasi Klinis4
Gejala sistemik/umum TB anak adalah sebagai berikut:
1. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan tidak naik
dengan adekuat atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya
perbaikan gizi yang baik.
2. Demam lama (≥2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas
(bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain).
Demam umumnya tidak tinggi. Keringat malam saja bukan merupakan
gejala spesifik TB pada anak apabila tidak disertai dengan gejala-gejala
sistemik/umum lain.
3. Batuk lama ≥3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda
atau intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk
telah dapat disingkirkan.
4. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal
tumbuh (failure to thrive).
5. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.
6. Diare persisten/menetap (>2 minggu) yang tidak sembuh dengan
pengobatan baku diare.
Gejala klinis spesifik terkait organ5
Gejala klinis pada organ yang terkena TB, tergantung jenis organ yang
terkena, misalnya kelenjar limfe, susunan saraf pusat (SSP), tulang, dan
kulit, adalah sebagai berikut:
1. Tuberkulosis kelenjar (terbanyak di daerah leher atau regio colli):
Pembesaran KGB multipel (>1 KGB), diameter ≥1 cm, konsistensi
kenyal, tidak nyeri, dan kadang saling melekat atau konfluens.
2. Tuberkulosis otak dan selaput otak:
• Meningitis TB: Gejala-gejala meningitis dengan seringkali disertai
gejala akibat keterlibatan saraf-saraf otak yang terkena.
• Tuberkuloma otak: Gejala-gejala adanya lesi desak ruang.
3. Tuberkulosis sistem skeletal:
• Tulang belakang (spondilitis): Penonjolan tulang belakang (gibbus).
• Tulang panggul (koksitis): Pincang, gangguan berjalan, atau tanda
peradangan di daerah panggul.
• Tulang lutut (gonitis): Pincang dan/atau bengkak pada lutut tanpa
sebab yang jelas.
• Tulang kaki dan tangan (spina ventosa/daktilitis).
4. Skrofuloderma:
Ditandai adanya ulkus disertai dengan jembatan kulit antar tepi ulkus
(skin bridge).
5. Tuberkulosis mata:
• Konjungtivitis fliktenularis (conjunctivitis phlyctenularis).
• Tuberkel koroid (hanya terlihat dengan funduskopi).
6. Tuberkulosis organ-organ lainnya, misalnya peritonitis TB, TB ginjal
dicurigai bila ditemukan gejala gangguan pada organ-organ tersebut
tanpa sebab yang jelas dan disertai kecurigaan adanya infeksi TB.3,4
E. Pemeriksaan6
1. Pemeriksaan Kaku Kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi dan
rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan
pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak dapat
disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan rotasi
kepala.
2. Pemeriksaan Tanda Kernig
Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada sendi
panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin tanpa rasa
nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135°
(kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha biasanya diikuti
rasa nyeri.
3. Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher)
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya dibawah
kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala dengan
cepat kearah dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila pada
pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada leher.
4. Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral Tungkai)
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi panggul
(seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+) bila pada
pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral.
5. Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein
cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan tekanan
intrakranial.
a. Pada Meningitis Serosa terdapat tekanan yang bervariasi, cairan jernih, sel
darah putih meningkat, glukosa dan protein normal, kultur (-).
b. Pada Meningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan keruh, jumlah
sel darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur (+) beberapa
jenis bakteri.
6. Pemeriksaan darah5
Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap
Darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur.
a. Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Disamping itu,
pada Meningitis Tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED.
b. Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit.
7. Pemeriksaan Radiologis
a. Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila mungkin
dilakukan CT Scan.
b. Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid, sinus
paranasal, gigi geligi) dan foto dada.
8. Sistem Skoring TB anak2
F. Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan TB anak:2
• OAT diberikan dalam bentuk kombinasi minimal 3 macam obat untuk mencegah
terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh kuman intraseluler dan ekstraseluler
• Waktu pengobatan TB pada anak 6-12 bulan. pemberian obat jangka panjang selain
untuk membunuh kuman juga untuk mengurangi kemungkinan terjadinya
kekambuhan
• Pengobatan TB pada anak dibagi dalam 2 tahap:
o Tahap intensif, selama 2 bulan pertama. Pada tahap intensif, diberikan minimal 3
macam obat, tergantung hasil pemeriksaan bakteriologis dan berat ringannya
penyakit.
o Tahap Lanjutan, selama 4-10 bulan selanjutnya, tergantung hasil pemeriksaan
bakteriologis dan berat ringannya penyakit. Selama tahap intensif dan lanjutan, OAT
pada anak diberikan setiap hari untuk mengurangi ketidakteraturan minum obat yang
lebih sering terjadi jika obat tidak diminum setiap hari.7
• Pada TB anak dengan gejala klinis yang berat, baik pulmonal maupun
ekstrapulmonal seperti TB milier, meningitis TB, TB tulang, dan lainlain dirujuk ke
fasilitas pelayanan kesehatan rujukan.
• Pada kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi pleura TB, perikarditis TB, TB
endobronkial, meningitis TB, dan peritonitis TB, diberikan kortikosteroid
(prednison) dengan dosis 1-2 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 dosis. Dosis
maksimal prednisone adalah 60mg/hari. Lama pemberian kortikosteroid adalah 2-4
minggu dengan dosis penuh dilanjutkan tappering off dalam jangka waktu yang sama.
Tujuan pemberian steroid ini untuk mengurangi proses inflamasi dan mencegah
terjadi perlekatan jaringan.
• Paduan OAT untuk anak yang digunakan oleh Program Nasional
Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia adalah:2,5
o Kategori Anak dengan 3 macam obat: 2HRZ/4HR
o Kategori Anak dengan 4 macam obat: 2HRZE(S)/4-10HR
• Paduan OAT Kategori Anak diberikan dalam bentuk paket berupa obat
Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari
kombinasi 2 atau 3 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan
dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk
satu pasien.
• OAT untuk anak juga harus disediakan dalam bentuk OAT kombipak
untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek
samping OAT KDT.
F. Prognosis8.7
Tidak diobati meningitis bakteri ini hampir selalu berakibat fatal. Dengan
pengobatan risiko kematian berkurang. Risiko kematian dengan perawatan adalah 20
sampai 30%, pada anak-anak lebih tua itu adalah sekitar 2% dengan perawatan.
Risiko kematian lebih tinggi untuk orang dewasa bahkan dengan perawatan di 19-
37%. Banyak orang dewasa mungkin terus mengembangkan Cacat seperti tuli (14%)
dan kehilangan memori (10%).
Daftar Pustaka
1. Aditama TY. Tuberkulosis diagnosis, terapi dan masalahnya. Edisi ke-4. Jakarta:
Yayasan penerbit Ikatan Dokter Indonesia, 2002; 131.
2. Anonim. Buku Petunjuk Teknis Management TB anak 2013. Hasil rekomendasi
seminar RS. Bina Husada di Jakarta, Kementrian RI 2013
3. Anonim. Baku rujukan antropometri, klasifikasi status gizi dan batas ambangnya.
Hasil rekomendasi semiloka antropometri di Indonesia. Ciloto - Jawa Barat 3 s/d 7
Februari 1991.
4. Anonim. Profil kesehatan Republik Indonesia tahun 1998. Jakarta: Departemen
Kesehatan Dan Kesejahteraan Sosial RI, 1999
5. Azhali, MS., Garna, Herry., Chaerulfatah, Alex., Setiabudi, Djatnika. Infeksi
Penyakit Tropik. Dalam : Garna, Herry., Nataprawira, Heda
6. Melinda. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Bandung: Bagian
Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD. p. 221-229. Gerdunas TBC. 2005.
7.Penemuan Penderita TBC Pada Anak.
http://update.tbcindonesia.or.id/module/article.php?articleid=11&print=1&pathid=.
April 13 th, 2008. Hill, Mark. 2008.
8.Mycobacterium tuberculosis.
http://embryology.med.unsw.edu.au/Defect/images/Mycobacterium-tuberculosis.jpg.
April 7 th, 2008.