partisipasi civil society dalam...

66
PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH (STUDI TERHADAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG IZIN LINGKUNGAN) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum Sebagai Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: ABDAN SYAKURO NIM:11140450000002 PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H/2018 M

Upload: others

Post on 31-Dec-2019

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM PEMBENTUKAN

PERATURAN DAERAH

(STUDI TERHADAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN

NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG IZIN LINGKUNGAN)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum

Sebagai Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

ABDAN SYAKURO

NIM:11140450000002

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H/2018 M

Page 2: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

i

PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM PEMBENTUKAN

PERATURAN DAERAH

(STUDI TERHADAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN

NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG IZIN LINGKUNGAN)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum

Sebagai Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

ABDAN SYAKURO

NIM:11140450000002

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H/2018 M

Page 3: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),
Page 4: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),
Page 5: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),
Page 6: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

v

ABSTRAK

ABDAN SYAKURO (11140450000002) PARTISIPASI CIVIL

SOCIETY DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH (STUDI

TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN

NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG IZIN LINGKUNGAN). Jurusan

Hukum Tata Negara, Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Tahun 2018 M/1439 H.

Masalah utama dalam penelitian ini adalah partisipasi civil society dalam

pembentukan Peraturan Daerah di Kabupaten Lamongan. Yang menjadi tujuan

dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengatahui partispasi civil society dalam

pembentukan Peraturan Daerah kabupaten Lamongan Nomor 1 Tahun 2014

tentang Izin Lingkungan serta pola relasi antara Pemerintah Daerah Kabupaten

lamongan dengan unsur civil society. Metode penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif analisis

dengan pendekatan hukum empiris. Adapun teknik pengumpulan data yang

digunakan adalah melalui studi dokumen (studi kepustakaan). Dengan sumber

data berupa sumber data primer yang digunakan berupa wawancara dengan

berbagai pihak serta Peraturan Perundangan-undangan yang terkait dengan

masalah penelitian dan sumber data sekunder yang diperoleh dari dokumen-

dokumen resmi, buku-buku, dan hasil penelitian.

Adapun hasil dari penelitian ini adalah bahwa civil society turut

berpartisipasi dalam pembentukan Peraturan Daerah kabupaten Lamongan

Nomor 1 Tahun 2014 tentang Izin Lingkungan, yang mana dapat dilihat dengan

dihadirkannya Organisasi Masyarakat serta Lembaga Swadaya Masyarakat dalam

rapat dengar pendapat (public hearing) yang dilakukan oleh DPRD Kabupaten

Lamongan melalui Badan Legislasi Daerah. Kemudian diketahui juga bahwa,

relasi yang terjalin antara Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan dengan civil

society merupakan hubungan kemitraan mutualistik.

Kata Kunci : Partisipasi, Civil Society, Peraturan Daerah

Pembimbing : Dr. H. Mujar Ibnu Syarif, S. H., M. Ag.

Daftar Pustaka : 1999 s.d. 2017

Page 7: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT., karena berkat

rahmat, nikmat, dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

baik. Shalawat teriring salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi

Muhammad SAW., Rasul pembimbing, penuntun, dan pemberi syafa’at kepada

umat di hari kiamat.

Skripsi yang berjudul “PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM

PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH (STUDI TERHADAP PERATURAN

DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG IZIN

LINGKUNGAN)” ini disusun sebagai salah satu syarat akademis untuk

menyelesaikan program Strata 1 (S1) di Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam proses penyelesaian skripsi ini, tentu saja, tidak terlepas dari

bantuan dan bimbingan dari perbagai pihak. Karena itu, pada kesempatan ini

penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A., Dekan Fakultas Syari’ah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;

2. Ibu Dr. Hj. Maskufa, M. A., Ketua Program Studi Hukum Tata Negara

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah banyak berkontribusi kepada

penulisan skripsi ini mulai dari pemilihan judul sampai skrisi ini berhasil

diselesaikan;

3. Ibu Sri Hidayati, M. A., Sekretaris Program Studi Hukum Tata Negara

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah banyak memberikan arahan,

bimbingan, serta masukan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini;

4. Bapak Dr. H. Mujar Ibnu syarif, S. H., M. Ag., selaku Dosen Pembimbing,

yang dengan sabar telah memberikan masukan, arahan, dan bimbingan

kepada penulis hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini;

5. Ibu Siti Hanna, M. A., Dosen Penasehat Akademik penulis, yang sejak

awal perkuliahan telah banyak memberikan banyak ilmu, arahan dan

Page 8: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

vii

bimbingan serta membantu penulis dalam berbagai hal selama proses

perkuliahan;

6. Pimpinan Perpustakaan Pusat dan Perpustakaan Fakultas Syari’ah dan

Hukum yang telah memberikan fasilitas kepada penulis untuk mengadakan

studi kepustakaan ;

7. Seluruh Dosen, Staf, dan Karyawan Fakultas Syari’ah dan Hukum yang

telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis selama masa

pendidikan berlangsung;

8. Orang tua penulis, Bapak Kasuwi dan Ibu Ismiati , yang tanpa kenal lelah

mendidik, mendoakan dan memberikan semangat kepada penulis sehingga

penulisan skripsi ini dapat terlaksana dengan baik;

9. Saudara-saudara penulis, Hariruddin, Mufidatul Islamiyah, Riyadlul

Muttaqin dan Mujtahidul Ibad yang terus menemani serta memberikan

semangat selama penulis mengerjakan skrisi ini;

10. Syilvia Febriana Rosyida, yang telah dengan setia dan sabar menemani

penulis sejak awal pendidikan sampai dengan penyelesaian penulisan

skripsi ini;

11. Teman-teman seperjuangan Hukum Tata Negara angkatan 2014, yang

telah belajar dan berjuang bersama penulis dalam proses pendidikan,

terlebih kepada Baena Bina Bukhairi, Abdul Rahman, Khusnus Sa’bani,

Ali Sudrajat, Ismail Faruqi, Haikal Munzami dan Naufal Muhammad Faza

yang telah bersedia menjadi teman sekaligus mentor bagi penulis dalam

segala hal;

12. Sahabat-sahabat Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Komisariat

Fakultas Syari’ah dan Hukum, Cabang Ciputat yang telah bersedia

menerima penulis untuk belajar dan berproses menjadi lebih baik.

Demikian ucapan terima kasih penulis, semoga Allah SWT., Tuhan yang

Maha Kuasa memberikan balasan dan pahala atas segala bantuan-bantuan dan jasa

yang telah diberikan kepada penulis. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat

Page 9: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

viii

bermanfaat bagi penulis khususnya dan semua pembaca umumnya, Amin Ya

Rabbal Alamin.

Jakarta, 27 Sept5ember 2018 M

17 Muharram 1440 H

ABDAN SYAKURO

Page 10: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ....................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING .............................................. ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA SKRIPSI ....................................... iii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ..................................... iv

ABSTRAK ..................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ................................................................................... vi

DAFTAR ISI .................................................................................................. ix

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

A. Latar Belakang .................................................................................... 1

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ............................ 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................... 7

D. Studi Kajian Terdahulu ....................................................................... 8

E. Metode Penelitian ................................................................................ 10

F. Sistematika Penulisan .......................................................................... 13

BAB II PARTISIPASI DAN CIVIL SOCIETY ........................................... 14

A. Pengertian Partisipasi .......................................................................... 14

B. Bentuk Partisipasi ................................................................................ 16

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi .................................. 19

D. Pengertian Civil Society ...................................................................... 22

E. Karakteristik dan Komponen Civil Society ......................................... 25

F. Pembentukan Kebijakan Publik .......................................................... 26

Page 11: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

x

BAB III DESKRIPSI UMUM WILAYAH KABUPATEN

LAMONGAN ................................................................................. 29

A. Kondisi Geografis dan Demografis ..................................................... 29

B. Tingkat Kesejahteraan Masyarakat ..................................................... 30

C. Daya Saing Daerah .............................................................................. 32

D. Eksistensi Civil Society di Kabupaten Lamongan ............................... 33

BAB IV PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM PEMBENTUKAN

PERATURAN DAERAH DI KABUPATEN LAMONGAN ...... 37

A. Pola Relasi Antara Civil Society dan Pemerintah

Daerah Kabupaten Lamongan ............................................................. 37

B. Eksistensi dan Bentuk Partisipasi Civil Society Dalam

Pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 1

Tahun 2014 Tentang Izin Lingkungan ................................................ 41

BAB V PENUTUP ........................................................................................ 49

A. Kesimpulan .......................................................................................... 49

B. Saran .................................................................................................... 50

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 52

Page 12: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Reformasi yang terjadi pada tahun 1998 merupakan puncak dan jawaban

dari krisis multi dimensi yang diakibatkan oleh keotoriteran rezim orde baru.

Iklim segar yang dibawa oleh angin reformasi menciptakan keleluasaan yang luas

dalam upaya-upaya penyaluran aspirasi. Kebebasan menyampaikan pendapat,

berekspresi, berserikat dan berkumpul dijamin penuh oleh undang-undang. Ruang

politik pada era reformasi semakin terbuka lebar seiring dengan diberikannya

kesempatan dan kebebasan pada kelompok-kelompok masyarakat untuk

berekspresi dalam berbagai bentuk organisasi sosial politik non pemerintah

dengan mengusung berbagai asas dan tujuan masing-masing. Reformasi juga

merupakan suatu titik tolak menuju proses demokratisasi dalam segala bidang.

Dalam hal ini Dahl sebagaimana dikutip oleh Munafrizal Manan mengatakan

bahwa demokratisasi merupakan suatu proses perubahan dari pemerintahan yang

otoritarian yang cenderung tertutup terhadap liberalisasi dan partisipasi politik,

menuju poliarki yang memberikan kesempatan secara luas terhadap liberalisasi

dan partisipasi politik.1

Salah satu perwujudan dari reformasi di Indonesia adalah Otonomi

Daerah. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah, otonomi daerah memiliki pengertian sebagai segala hak, wewenang, dan

kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan

kepentingan masyarakat di daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang ada.2 Hakikat dari adanya otonomi daerah ini adalah penyelenggaraan

pemerintahan sepenuhnya berada di tangan pemerintah

1 Munafrizal Manan, Gerakan Rakyat Melawan Elite, (Yogyakarta: Resist Book, 2005),

h. 31.

2 Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 ayat (6).

Page 13: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

2

daerah, artinya pemerintah daerah mempunyai kekuasaan untuk mengatur dan

mengurus urusan rumah tangganya sendiri dengan harapan supaya pembangunan

sesuai dengan kebutuhan masyarakat di daerah. Kebebasan mengatur itu

merupakan bagian dari distribusi kekuasaan yang pelaksanaannya dilakukan

melalui pendelegasian kekuasaan oleh pemerintah pusat pada pemerintah daerah.

Dengan adanya otonomi daerah, pemerintah daerah harus berusaha dan

mampu mengembangkan diri, menggali seluruh potensi yang ada untuk

mensejahterakan warganya dan sekaligus mempertanggungjawabkan atas

pelaksanaan otonomi daerah. Lebih lanjut tujuan pemberian otonomi daerah

adalah untuk meningkatkan peran dan fungsi badan legislatif daerah,

memberdayakan, menumbuhkan prakarsa dan kreatifitas masyarakat.3

Konsekuensi lain dari otonomi daerah adalah pemerintahan daerah harus bisa

mandiri dalam membentuk peraturan untuk mengatur urusan dalam wilayahnya

yang disebut dengan Peraturan Daerah (Perda).

Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan

Peraturan Daerah (Perda), yakni adanya partisipasi dari masyarakat. Partisipasi

masyarakat atau partisipasi publik dalam penyusunan peraturan daerah merupakan

hak masyarakat dan juga merupakan amanat Undang-Undang. Di dalam Pasal 96

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan serta dalam Pasal 237 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dinyatakan secara jelas bahwa

masyarakat mempunyai hak untuk memberikan masukan baik secara lisan

maupun tertulis dalam pembentukan peraturan perundang-undangan termasuk di

dalamnya pembentukan peraturan daerah yang dapat dilakukan pada tahap

perencanaan/penyiapan maupun pada tahap pembahasan.

Salah satu pihak yang dapat berpartisipasi dalam menyampaikan pendapat

dan gagasannya dalam proses legislasi di daerah adalah civil society. Sebagai

salah satu elemen masyarakat, civil society dimaknai sebagai kumpulan institusi

atau organisasi di luar pemerintah dan sektor swasta, atau sebagai ruang tempat

3 J. Kaloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah Suatu Solusi Dalam Menjawab Kebutuhan

Lokal dan Tantangan Global, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 52.

Page 14: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

3

kelompok-kelompok sosial dapat eksis bergerak.4 Civil society juga dapat

diartikan sebagai suatu tatanan sosial masyarakat yang memiliki peradaban

(civilization) di mana di dalamnya terdapat asosiasi warga masyarakat yang

bersifat sukarela dan terbangun sebuah hubungan yang didasarkan pada suatu

ikatan yang bersifat independen terhadap negara. Partisipasi aktif dari civil society

ini akan menentukan keberlanjutan dari sebuah proses pembentukan kebijakan

dan produk hukum ditingkat pusat lebih-lebih ditingkat daerah, apakah nantinya

peraturan yang dibuat tersebut menjadi suatu peraturan yang dapat diabdikan

untuk kepentingan masyarakat atau sebaliknya. Afan Gaffar sebagaimana yang ia

kutip dari Einstadt menyatakan bahwa civil society mempunyai empat komponen

sebagai syarat, yaitu: (1) Otonomi, (2) Akses masyarakat terhadap lembaga

negara, (3) Arena publik yang bersifat otonom, (4) Arena publik yang terbuka

bagi seluruh elemen masyarakat. 5

Berdasarkan komponen tersebut di atas dapat dilihat bahwa civil society

sebagai ruang publik antara negara dan masyarakat mensyaratkan adanya

organisasi sosial politik dan kelompok kepentingan yang mempunyai tingkat

kemandirian yang tinggi. Sehingga kekuasaan negara dibatasi oleh ruang publik

dalam bentuk partisipasi politik masyarakat yang ditujukan untuk pembentukan

kebijakan publik.

Civil society kian mendapat tempat dalam wacana publik di Indonesia,

terutama di era otonomi daerah yang sedang menuju pada konsep good

governance. Good governance menurut Achmadi, adalah pengelolaan pemerintah

yang baik, yang mengikuti kaidah-kaidah tertentu.6 Kata “baik” yang dimaksud

adalah mengutamakan partisipasi masyarakat sipil (civil society) dalam setiap

4 Hatifah SJ. Sumarto, Inovasi, Partisipasi, dan Good Governance: 20 Prakarsa Inovatif

dan Partisipatif di Indonesia, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004), h. 5.

5 Afan Gaffar, Politik Indonesia, Transisi Menuju Demokrasi, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2006), h. 180.

6 Adib Achmadi, et.al., Good Governance dan Penguatan Institusi Daerah, (Jakarta:

Masyarakat Transparasi Indonesia, 2002), h. 1.

Page 15: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

4

proses pengambilan kebijakan maupun pembuatan produk hukum. Peran civil

society sangat dibutuhkan sebagai alternatif saluran partisipasi untuk

mendesakkan (pressure) kepentingan masyarakat. Oleh karena itu, partisipasi dari

masyarakat sipil (civil society) menjadi sangat penting. Partisipasi dari civil

society ini sangat penting karena pada dasarnya kebijakan otonomi daerah

haruslah tetap mengedepankan aspirasi dan kepentingan masyarakat. Jika

partisipasi masyarakat di daerah tinggi, maka proses terciptanya otonomi dan

desentralisasi akan terlaksana dengan lancar dan baik. Sebaliknya, bila aspirasi

dan kepentingan masyarakat tidak dikedepankan, maka akan menimbulkan

permasalahan baru di daerah.7 Selain itu peran civil society dalam

penyelenggaraan kekuasaan khususnya dalam tata kelola pemerintah daerah

menjadi salah satu acuan bagi pemerintah pusat dalam memberikan penilaian

kinerja (governance assesment) pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di

seluruh Indonesia. Instrumen tersebut adalah Indonesia Governance Index (IGI).8

Kabupaten Lamongan merupakan salah satu kabupaten/kota yang ada di

Jawa Timur yang tengah menggalami perkembangan dan pembangunan di

berbagai bidang. Perkembangan yang terjadi di Lamongan dapat terlihat dengan

semakin meningkatnya perekonomian di segala sektor, industri, perdagangan,

pendidikan dan jasa. Pembangunan berbagai sarana dan prasarana fisik sebagai

penunjang aktivitas warga merupakan salah satu tanda kemajuan peradaban

penduduk setempat. Namun, di sisi lain pembangunan yang saat ini sedang terjadi

juga menimbulkan berbagai dampak negatif yang akhirnya dapat mengakibatkan

penurunan kualitas lingkungan yang ditandai dengan munculnya berbagai

permasalahan lingkungan.

Selanjutnya dengan banyaknya kegiatan usaha di wilayah Kabupaten

Lamongan, sebagai upaya pembangunan dapat mengandung resiko terjadinya

7 Mokh. Najih, et.al., Hak Rakyat Mengontrol Negara: Membangun Model Partisipasi

Masyarakatdalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah, (Malang: Intrans Publishing, 2006), h. 178.

8 Ayatullah Hadi, “Pola Hubungan Civil Society dan Pemerintah Lokal (Studi Kasus

Kegiatan NGO dalam Mendorong Keterbukaan Informasi Publik di Kota Mataram Tahun 2011-

2015), (Prorgam Studi Magister Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta:

2017), t.d., h. 3.

Page 16: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

5

pencemaran lingkungan hidup dan kerusakan lingkungan hidup, maka untuk

memberikan kepastian hukum kepada pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan

usahanya serta menjamin pemenuhan dan perlindungan atas lingkungan hidup

yang baik dan sehat secara berkelanjutan9, Pemerintah Kabupaten Lamongan

membentuk sebuah instrumen hukum yang mengatur tentang izin lingkungan

yang dituangkan dalam bentuk Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 1

Tahun 2014 tentang Izin Lingkungan. Munculnya Peraturan Daerah Kabupaten

Lamongan Nomor 1 tahun 2014 tentang Izin Lingkungan, dapat dijadikan sebagai

contoh produk hukum yang menarik untuk diteliti karena meteri yang diatur

banyak bersentuhan dengan kehidupan masyarakat.

Bertolak dari uraian tersebut di atas, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian terhadap peran civil society dalam pembentukan Peraturan Daerah di

Kabupaten Lamongan, khususnya terhadap Peraturan Daerah Kabupaten

Lamongan Nomor 1 Tahun 2014 tentang Izin Lingkungan.

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan fakta sebagaimana diuraikan dalam Latar Belakang di atas,

diketahui berbagai permasalahan yang berkaitan dengan partisipasi dan

partisipasi civil society dalam proses legislasi di daerah yang dapat

diidentifikasi sebagai berikut:

a. Pengetahuan masyarakat tentang legislasi.

b. Implementasi asas pembentukan Peraturan Perundang-undangan dalam

pembentukan Perda di Kabupaten Lamongan.

c. Pola relasi antara civil society dengan Pemerintah Daerah.

d. Partisipasi civil society dalam pembentukan Perda di Kabupaten

Lamongan.

e. Implementasi Perda Izin Lingkungan.

f. Pengaruh Perda terhadap masyarakat.

9 Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 1 Tahun 2014 tentang Izin Lingkungan

Pasal 2 dan Pasal 3.

Page 17: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

6

2. Pembatasaan Masalah

Berangkat dari luasnya permasalahan yang ada, maka untuk

mempermudah pembahasan dalam penulisan penelitian ini serta agar arah

pembahasan tidak terlalu melebar dan keluar dari pokok pembahasan yang

semestinya, maka penulis merasa perlu untuk membuat pembatasan masalah.

Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Penelitian ini membahas mengenai partisipasi civil society yang ada di

wilayah Kabupaten Lamongan.

b. Peraturan Daerah (Perda) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

Perda Kabupaten Lamongan Nomor 1 Tahun 2014 tentang Izin

Lingkungan.

3. Perumusan Masalah

Dari pokok permasalahan diatas dapat diuraikan menjadi 2 (dua) sub

permasalahan yang dirumuskan dalam pertanyaan penelitian (research

question), yaitu:

a. Bagaimana pola relasi antara civil society dengan Pemerintah Daerah

Kabupaten Lamongan?

b. Bagaimana eksistensi dan bentuk partisipasi civil society dalam

pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 1 Tahun

2014 tentang Izin Lingkungan?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, tujuan

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui bagaimana pola relasi antara civil society dengan Pemerintah

Daerah Kabupaten Lamongan.

2. Mengetahui bagaimana eksistensi dan bentuk partisipasi civil society

dalam pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 1

Tahun 2014 tentang Izin Lingkungan.

Page 18: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

7

Adapun penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis:

a. Sebagai media pembelajaran metode penelitian hukum sehingga dapat

menunjang kemampuan individu mahasiswa dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

b. Menambah pengetahuan bagi masyarakat umumnya dan bagi peneliti

khususnya terhadap masalah pembentukan Peraturan daerah di

Kabupaten lamongan.

c. Dapat dijadikan acuan atau referensi untuk penelitian berikutnya.

2. Manfaat Praktis:

a. Dapat diketehui bagaimana Kabupaten Lamongan pola relasi antara

civil society dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan.

b. Dapat diketahui bagaimana dan sejauh apa sebenarnya civil society

berpartisipasi dalam pembentukan Perda Kabupaten Lamongan Nomor

1 Tahun 2014 tentang Izin Lingkungan.

c. Dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi bagi Pemerintah Daerah serta

DPRD Kabupaten Lamongan.

D. Studi Kajian terdahulu

Ada beberapa penelitian yang membahas dan mengkaji tentang partisipasi,

civil society dan Peraturan Daerah (Perda), diantaranya adalah Dody Setyawan

yang menulis “Peran Civil Society Sebagai Pressure Grup Dalam Perumusan

Kebijakan Publik (Studi Pada Malang Corruption Watch [MCW])”. Hasil

penelitian ini menyimpulkan bahwa peran LSM Malang Corruption Watch

(MCW) dalam penyusunan APBD adalah melakukan Usaha-usaha agar proses

penganggaran berpedoman pada peraturan perundang-undangan, norma, dan

prinsip anggaran yang berlaku. Adapun cara yang digunakan LSM Malang

Page 19: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

8

Corruption Watch (MCW) dalam menjalankan perannya adalah melalui advokasi

APBD.10

Artikel Jurnal yang ditulis Ni Made Ari Yuliartini Griadi dan Anak

Gunung sri Utari yang berjudul “Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan

Peraturan Daerah”. Penelitian ini berkesimpulan bahwa hakikat pentingnya

partisipasi masyarakat dalam pembentukan Perda dapat memberikan landasan

yang baik dalam menciptakan suatu good governance serta memastikan adanya

implementasi yang lebih efektif. Pelaksanaan partisipasi masyarakat sendiri dapat

dilakukan dengan memberikan masukan-masukan atau pendapat dalam rapat

dengar pendapat umum, selain itu juga dapat disampaikan secara langsung kepada

anggota DPRD pada saat melakukan kunjungan kerja ataupun pada saat masa

reses.11

Dalam skripisi yang ditulis oleh Subekti yang berjudul “Partsipasi

Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah (Studi Partsipasi Masyarakat

Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Pemalang Nomor 23 Tahun

2008 tentang Penanggulangan Kemiskinan Daerah)” menyimpulkan bahwa

Peraturan Daerah Kabupaten Pemalang Nomor 23 Tahun 2008 tentang

Penanggulangan Kemiskinan Daerah di Kabupaten Pemalang dibuat untuk

mengisi kekosongan hukum mengenai peraturan dalam bidang penanggulangan

kemiskinan daerah di Kabupaten Pemalang yang mana hal itu merupakan amanat

dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Selain itu

diketahui juga bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Pemalang Nomor 23 Tahun

2008 tentang Penanggulangan Kemiskinan Daerah di Kabupaten Pemalang dalam

pembentukannya sudah memberikan ruang partisipasi yang terbuka bagi

10 Dody Setyawan, “Peran Civil Society Sebagai Pressure Grup Dalam Perumusan

Kebijakan Publik (Studi Pada Malang Corruption Watch [MCW])”, Jurnal Reformasi, 1, 1 (Juli-

Desember, 2011), h. 13-22.

11 Ni Made Ari Yuliartini Griadi dan Anak Gunung sri Utari, “Partisipasi Masyarakat

Dalam Pembentukan Peraturan Daerah”, Jurnal Kertha Patrika, 33, 1 (Januari, 2008), h. 1-5.

Page 20: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

9

masyarakat dan melibatkan peran serta masyarakat sebanyak-banyaknya sesuai

dengan ciri hukum yang partisipatif.12

Badru Tamam dalam skripsinya yang diberi judul “Partisipasi Masyarakat

Dalam Pembentukan Peraturan Daerah (Perda) Di Kabupaten Karawang (Studi

Terhadap Peraturan Daerah Nomor 1 tahun 2011 tentang Ketenagakerjaan)” yang

pada kesimpulannya menyatakan bahwa, partisipasi masyarakat di Kabupaten

Karawang dalam Pembentukan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2011 tentang

Ketenagakerjaan dilakukan dengan 3 (tiga) bentuk, yakni: pertama, anggota

DPRD Karawang melakukan rapat dengar pendapat umum. Kedua, melakukan

kunjungan kerja ke daerah-daerah untuk mendengar aspirasi warga. Ketiga,

perwakilan elemen masyarakat memberikan masukan secara tertulis kepada

anggota DPRD Karawang. Sedangkan partisipasi dalam mengimplementasikan

Perda masih belum berjalan dengan baik utamanya dikalangan buruh pabrik atau

serikat kerja.13

Skripsi yang ditulis Hilman Purnama yang berjudul “Partisipasi

Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah (Studi Terhadap Pembentukan

dan Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur Nomor 12 Tahun 2013

tentang Larangan Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol)” menyimpulkan

bahwa dalam pembentukan Peratuarn Daerah Kabupaten Cianjur Nomor 12

Tahun 2013 tentang Larangan Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol

pada prinsipnya telah memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk

berpartisipasi dalam penyusunan maupun pembahasan peraturan daerah baik

secara lisan maupun tertulis.14

12 Subekti, “Partsipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah (Studi

Partsipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Pemalang Nomor 23

Tahun 2008 tentang Penanggulangan Kemiskinan Daerah)”, (Fakultas Hukum Universitas Negeri

Semarang: 2010), t.d.

13 Badru Tamam, “Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah (Perda)

Di Kabupaten Karawang (Studi Terhadap Peraturan Daerah Nomor 1 tahun 2011 tentang

Ketenagakerjaan)”, (Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah

Jakarta: 2017), t.d.

14 Hilman Purnama, “Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah

(Studi Terhadap Pembentukan dan Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur Nomor 12

Page 21: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

10

Dari beberapa tulisan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian

ini berbeda dengan beberapa tulisan tersebut. Karya-karya terdahulu hanya

membahas tentang partispasi masyarakat dalam arti umum, yakni mencakup

individu dan kelompok. Sementara tulisan ini memfokuskan pada peran atau

partisipasi civil society dalam pembentukan Peraturan Daerah di Kabupaten

Lamongan serta lebih spesifik lagi membahas tentang Peraturan Daerah

Kabupaten Lamongan Nomor 1 Tahun 2014 tentang Izin Lingkungan. Selain itu,

penelitian ini juga membahas tentang pola relasi antara civil society dengan

Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Secara umum metode penelitian dibagi menjadi tiga, yakni penelitian

kuantitatif, penelitian kuantitatif dan penelitian campuran. Jenis penelitian yang

digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yakni metode

penelitian yang di tujukan untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang

oleh sejumlah individu atau kelompok orang dianggap bersumber dari

masalah-masalah sosial atau kemanusian.15

Sebagai penelitian yang berfokus pada kajian di bidang hukum, penelitian

ini termasuk dalam kategori penelitian hukum empiris, yaitu metode penelitian

hukum yang bertujuan untuk melihat hukum dalam arti nyata dan melihat

bagaimana bekerjanya hukum di masyarakat.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dimaksudkan untuk memperoleh bahan hukum

dalam penelitian. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah melalui wawancara dan studi dokumen (studi

kepustakaan). Studi dokumen merupakan salah satu teknik pengumpulan data

Tahun 2013 tentang Larangan Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol)”, (Fakultas Syari’ah

dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta: 2014), t.d.

15 John W. Creswell, Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed,

(Jakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h.

Page 22: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

11

yang dilakukan dengan melalui bahan hukum tertulis dengan menggunakan

content analisys.16

Teknik ini digunakan untuk mendapatkan landasan teori

dengan mengkaji dan mempelajari peraturan perundang-undangan, buku-buku,

dokumen, laporan arsip, dan hasil penelitian lainnya baik cetak maupun

elektronik yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti.

3. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah pendekatan

sosiologi-politik, yakni dengan menganalisa norma hukum yang hidup di

tenngah masyarakat dan kemudian mengaitkannya dengan proses politik yang

terjadi dalam pembentukan Peraturan Daerah di Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah.

4. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam dalam penelitian ini terdiri dari 2

(dua) macam. Pertama, sumber data primer, yang didapatkan melalui

wawancara atau interview dan peraturan perundang-undangan. Kedua, sumber

data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, buku-

buku, dan hasil penelitian. Data sekunder terdiri dari 3 (tiga) bahan hukum,

meliputi:17

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer yang digunakan terdiri dari peraturan perundang-

undangan, catatan resmi, dan risalah dalam pembentukan peraturan

perundang-undangan.

b. Bahan Hukum Sekunder

Dalam penelitian ini bahan hukum sekunder yang digunakan meliputi,

buku-buku, makalah-makalah, jurnal ilmiah, dan artikel ilmiah yang

berkaitan dengan penelitian ini.

16 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup,

2011), h. 21.

17 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2015), h. 106.

Page 23: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

12

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

Dalam penelitian ini bahan hukum tersier yang digunakan meliputi, Kamus

Besar Bahasa Indonesia, Kamus Hukum, ensiklopedia, majalah, surat

kabar dan situs internet yang bersangkut paut dengan pokok penelitian.

5. Teknik Analisis

Dalam pengolahan data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis

dengan teknik deskriptif kualitatif, yaitu dengan model interaktif dengan

beberapa tahapan yaitu melakukan reduksi data, sajian data, dan penarikan

kesimpulan. Pendekatan kualitatif mempunyai konsekuensi seorang peneliti

tidak lagi bekerja dengan angka-angka semata melainkan juga dengan

informasi, keterangan-keterangan, dan penjelasan-penjelasan dalam bentuk

kata atau kalimat sebagai perwujudan dari gejala yang diamati. Oleh karena itu,

teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis dengan logika atau

non-statistik.

6. Teknik Penulisan

Teknik penulisan skripisi ini mengacu pada buku “Pedoman Penulisan

Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta Tahun 2017”.

F. Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab yang masing-masing bab terdiri dari

sub bahasan. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah dalam penulisan dan

untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai materi pokok, selain itu juga

untuk memudahkan pembaca dalam mempelajari skripsi ini. adapun sistematika

penulisan skripsi ini sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini diuraikan latar belakang masalah,

identifikasi, pembatasan, dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

studi kajian terdahulu, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Page 24: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

13

BAB II PARTISIPASI DAN CIVIL SOCIETY. Bab ini memuat pengertian

partisipasi, bentuk partisipasi, faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi,

pengertian civil society, karakteristik dan komponen civil society.

BAB III DESKRIPSI UMUM WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN. Bab ini

menjelaskan tentang kondisi geografis dan demokrafis, kesejahteraan masyarakat,

daya saing daerah, dan eksistensi civil society di Kabupaten Lamongan.

BAB IV PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM PEMBENTUKAN

PERATURAN DAERAH DI KABUPATEN LAMONGAN. Dalam bab ini

memuat tentang pemaparan dan pembahsan tentang hasil penelitian yang

dilakukan oleh penulis yang meliputi pola relasi antara civil society dan

pemerintah daerah Kabupaten Lamongan serta eksistesi dan bentuk partisipasi

civil society dalam pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor

1 Tahun 2014 tentang Izin Lingkungan.

BAB V PENUTUP. Bagian ini merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan

sebagai jawaban akhir dari pembahasan permasalahan dan juga saran-saran.

Page 25: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

14

BAB II

PARTISIPASI DAN CIVIL SOCIETY

A. Pengertian Partisipasi

Bila dilihat dari asal katanya, kata partisipasi berasal dari bahasa Inggris

participation yang berarti pengambilan bagian, pengikutsertaan.1 Banyak ahli

yang memberikan pengertian mengenai konsep partisipsi. Diantaranya Yulius

Slamet yang mengartikan partisipasi sebagai peran serta seseorang atau kelompok

masyarakat secara aktif dari proses perumusan kebutuhan, perencanaan, sampai

pada tahap pelaksanaan kegiatan yang baik melalui pikiran atau langsung dalam

bentuk fisik.2

Pengertian tentang partisipasi juga dikemukakan oleh Fasli Djalal dan

Dedi Supriadi, di mana partisipasi berarti bahwa pembuat keputusan menyarankan

masyarakat atau kelompok untuk terlibat dalam bentuk penyampaian saran dan

pendapat, barang, keterampilan, bahan dan jasa. Partisipasi juga diartikan bahwa

masyarakat mengetahui masalah mereka sendiri, mengkaji pilihan mereka,

membuat keputusan, dan memecahkan masalahnya.3

Sementara menurut Saldi Isra, sebagai suatu konsep yang berkembang

dalam sistem politik modern, partisipasi merupakan ruang bagi masyarakat untuk

melakukan negosiasi dalam perumusan kebijakan terutama yang berdampak

langsung terhadap kehidupan masyarakat.4

1 Jhon M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, Cet XXIX, (Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama, 2010), h. 419.

2 Yulius Slamet, Pembangunan Masyarakat Berwawasan Partisipasi, (Surakarta: Sebelas

Maret University Press, 1994), h. 7.

3 Fasli Djalal dan Dedi Supriadi, Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah,

(Yogyakarta: Adicita, 2001), h. 201-202.

4 Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi:Menguatnya Model Legislasi Parlementer

Dalam Sistem Presidensial Indonesia, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2013), h. 282.

Page 26: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

15

Berbeda dengan Saldi Isra, Siti Irene Astuti mendefinisikan partisipasi

dengan keterlibatan mental dan emosi dari seseorang dalam situasi kelompok

yang mendorong mereka untuk menyokong kepada tujuan kelompok tersebut dan

ikut bertanggung jawab terhadap kelompoknya.5

Partisipasi sangat erat kaitannya dengan kesadaran warga, karena semakin

sadar seseorang bahwa dirinya diperintah, maka orang tersebut kemudian akan

menuntut untuk diberikan hak-haknya. Perasaan kesadaran seperti ini biasanya

dimulai dari orang-orang yang berpendidikan, orang yang kehidupannya lebih

baik, dan orang-orang terkemuka.6

Menurut Siti Irene Astuti yang ia nukil dari Cohen dan Uphoff, partisipasi

dibedakan menjadi empat jenis, yaitu partisipasi dalam pengambilan keputusan,

partispasi dalam pelaksanaan, partispasi dalam pengabilan manfaat, dan

partisipasi dalam evaluasi.7

Pertama, partisipasi dalam pengambilan keputusan. Partisipasi ini

bersangkut paut dengan penentuan alternatif masyarakat yang berkaitan dengan

ide atau gagasan yang menyangkut kebutuhan bersama.Wujud pastisipasi dalam

pengambilan keputun ini antara lain seperti ikut menyumbangkan gagasan,

kehadiran dalam rapat, diskusi dan tanggapan atau penolakan terhadap program

yang ditawarkan.

Kedua, partisipasi dalam pelaksanaan. Partisipasi ini meliputi

menggerakkan sumber daya dana, kegiatan administrasi, koordinasi dan

penjabaran program. Partisipasi jenis ini merupakan kelanjutan dari rencana yang

telah digagas sebelumnya.

Ketiga, partisipasi daam pengambilan manfaat. Partisipasi dalam

pengambilan manfaat tidak dapat dilepaskan dari hasil pelaksanaan yang telah

dicapai, baik yang berkaitan dengan kualitas maupun kuantitas. Dari segi kualitas

5 Siti Irene Astuti Dwiningrum, Desantralisasi dan Partisipasi Masyarakat Dalam

Pendidikan, (Pustaka Pelajar, 2011), h. 50.

6 Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,

2013), h. 369.

7 Siti Irene Astuti Dwiningrum, Desantralisasi dan Partisipasi,…..h. 61-63.

Page 27: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

16

dapat dilihat dari output, sedangkan dari segi kuantitas dapat dilihat dari segi

presentase keberhasilan program.

Keempat, partisipasi dalam evaluasi. Partisipasi dalam evaluasi ini

berkaitan dengan pelaksanaan program yang sudah direncanakan sebelumnya.

Partisipasi ini bertujuan untuk mengetahui capaian program yang sudah

direncanakan.

Berdasarkan beberapa pengertian partisipasi di atas, dapat disimpulkan

bahwa partisipasi merupakan suatu bentuk keikutsertaan warga masyarakat, baik

secara individu maupun kelompok untuk ikut secara aktif dalam pengambilan

suatu keputusan atau pembentukan kebijakan.

B. Bentuk Partisipasi

Partsipasi masyarakat menjelma dalam bentuk yang berbeda-beda, apabila

dilihat dari cara keterlibatannya partisipasi dapat dibedakan menjadi 2 (dua),

yaitu:8

1. Partisipasi langsung

Partisipasi yang terjadi apabila individu menampilkan kegiatan tertentu

dalam proses partisipasi. Partisipasi ini dapat terlaksana bila setiap orang

dapat mengajukan pandangan, membahas pokok permasalahan, mengajukan

keberatan terhadap keinginan atau ucapan orang lain.

2. Partisipasi tidak langsung/perwakilan

Partisipasi yang terjadi apabila individu mendelegasikan hak partisipasinya

melalui lembaga perwakilan yang sah.

Bentuk partisipasi menurut Effendi dalam Siti Irene Astuti, partisipasi

terbagi atas:

1. Partisipasi vertikal

Partisipasi vertikal, yaitu partisipasi antara masyarakat sebagai suatu

keseluruhan dengan pemerintah. Partisipasi vertikal ini terjadi dalam kondisi

8 A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewarga[negara]an Civic Education

Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani, (Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, 2014), h. 200.

Page 28: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

17

masyarakat tertentu di mana masyarakat berada sebagai status bawahan,

pengikut, atau klien.

2. Partisipasi horizontal

Partisipasi horizontal, yaitu partisipasi di antara sesama warga atau

anggota masyarakat, di mana masyarakat mempunyai kemampuan

berprakarsa dalam menyelesaikan secara bersama suatu kegiatan

pembangunan.9

Selain terbagi dalam beberapa bentuk, partisipasi juga dapat dibedakan

dalam beberapa tingkatan. Salah satunya sebagaimana dinyatakan oleh Sherry R

Arnstein yang dikutip oleh Sigit, bahwa berdasarkan kekuasaan yang diberikan

kepada masyarakat, partisipasi masyarakat terhadap program pemerintah dibagi

dalam 8 (delapan) jenjang mulai dari yang tertinggi sampai terendah sebagai

berikut:10

1. Citizen control, masyarakat dapat berpartisipasi dalam mengendalikan

seluruh proses pengambilan keputusan. Pada tingkat ini masyarakat

memiliki kekuatan untuk mengatur program atau kelembagaan yang

berkaitan dengan kepentingannya. Masyarakat mempunyai wewenang dan

dapat mengadakan negosiasi dengan pihak-pihak luar yang hendak

melakukan perubahan.

2. Delegated power, pada tingkat ini masyarakat diberikan pelimpahan

kewenangan untuk membuat keputusan pada rencana tertentu. Untuk

menyelesaikan permasalahan, pemerintah harus mengadakan negosiasi

dengan masyarakat tidak dengan tekanan dari atas, dimungkinkan

masyarakat mempunyai tingkat kendali atas keputusan pemerintah.

3. Partnership, masyarakat berhak berunding dengan pengambil keputusan

atau pemerintah, atas kesepakatan bersama kekuasaan dibagi atas

masyarakat dan pemerintah. untuk itu, diambil kesepakatan saling

9 Siti Irene Astuti Dwiningrum, Desantralisasi dan Partisipasi Masyarakat….., h. 58.

10 Sigit Wijaksono, “Penggaruh Lama Tingal Terhadap Tingkat Partisipasi Masyarakat

Dalam Pengelolaan Lingkungan Pemukiman”, Jurnal ComTech, 4, 1(Juni, 2013), h. 27.

Page 29: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

18

membagi tanggung jawab dalam perencanaan, pengendalian keputusan,

penyusunan kebijakan serta pemecahan masalah yang dihadapi.

4. Placation, pemegang kekuasaan (pemerintah) perlu menunjuk sejumlah

orang dari bagian masyarakat yang berpengaruh untuk menjadi bagian dari

anggota suatu badan publik, di mana mereka mempunyai akses tertentu

pada proses pengambilan keputusan.

5. Consultation, masyarakat tidak hanya diberi tahu tetapi juga diundang

untuk berbagi pendapat, meskipun tidak ada jaminan bahwa pendapat yang

dikemukakan akan menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan.

Adapun metode yang digunakan adalah survei tentang arah pikiran

masyarakat atau pertemuan lingkungan masyarakat dan publik hearing

atau dengar pendapat dengan masyarakat.

6. Informing, pemegang kekuasaan hanya memberikan informasi kepada

masyarakat terkait kegiatan, masyarakat tidak diberdayakan untuk

mempengaruhi hasil. Informasi dapat berupa hak, tanggung jawab dan

berbagai pilahan, tetapi tidak ada umpan balik untuk negosiasi dari

masyarakat. Kalaupun ada informasi hal itu sampaikan pada tahapan akhir

perencanaan sehingga masyarakat hanya punya sedikit kesempatan untuk

mempengaruhi rencana yang telah disusun.

7. Therapy, pemegang kekuasaan memberikan alasan proposal dengan

berpura-pura melibatkan masyarakat. Meskipun terlibat dalam kegiatan,

tujuannya lebih pada untuk mengubah pola pikir masyarakat ketimbang

mendapat masukan.11

8. Manipulation, merupakan tingkat partisipasi yang paling rendah, di mana

masyarakat hanya dipakai namanya saja. Kegiatan manipulasi ini

diperuntukkan untuk memperoleh dukungan publik dan menjanjikan

keadaan yang lebih baik meskipun hal itu tidak akan pernah terjadi.12

11 Ibid, h. 28.

12 Ibid, h. 28.

Page 30: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

19

sejalan dengan penjelasan 8 jenjang partisipasi, Sigit membagi tipologi di

atas ke dalam 3 (tiga) kelompok besar, yaitu:

1. Tidak ada partisipasi (non partisipation), yang meliputi:

a. Manipulation;

b. Therapy.

2. Partisipasi dalam bentuk hanya menerima ketentuan (degrees of tokenism),

yang meliputi:

a. Informing;

b. Consultating;

c. Placation.

3. Partisipasi yang mempunyai kekuasaan (degrees of citizen power), yang

meliputi:

a. Partnership;

b. Delegated power;

c. Citizen power.13

Bentuk-bentuk pelaksanaan partisipasi sangat bergantung pada situasi dan

kondisi masyarakat dan lingkungannya. Selain itu, tingkat kualitas sumber daya

manusia, kepedulian lembaga pendidikan atau lembaga swadaya masyarakat serta

sikap pemerintah sangat mempengaruhi bentuk partisipasi yang digunakan oleh

masyarakat dalam menyalurkan aspirasinya.

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi

Secara umum terdapat 2 (dua) faktor yang mempengaruhi partisipasi,

yakni faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri setiap individu

yang dapat mempengaruhi individu tersebut untuk turut berpartisipasi dalam suatu

kegiatan. Secara teoritis tingkah laku individu ditentukan oleh hal-hal yang

13 Ibid, h. 28.

Page 31: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

20

bersifat sosiologis seperti usia, jenis kelamin, pekerjaan, penghasilan, pendidikan,

dan lamanya ia menjadi bagian dari masyarakat.14

Beberapa faktor yang mempengaruhi masyarakat untuk turut ambil bagian

dalam proses partisipasi antara lain:

1. Pengetahuan dan keahlian;

2. Pekerjaan masyarakat;

3. Tingkat pendidikan dan buta huruf;

4. Jenis kelamin;

5. Kepercayaan terhadap budaya tertentu.15

Selain itu, sejumlah faktor lingkungan juga turut andil dalam

mempengaruhi hasil tingkat partisipasi seperti apakah suatu pemilihan

berlangsung pada saat terjadi krisis, sejauh mana relevansi kebijakan pemerintah

dengan kepentinagan individu, sejauh mana individu tunduk pada kelompok yang

berpengaruh dalam pemberiaan suara, dan sejauh mana individu mengalami

tekanan.

Adapun menurut Sunarti, faktor ekternal yang mempengaruhi partisipasi

masyarakat adalah petaruh (stakeholder), yakni semua pihak yang berkepentingan

dan mempunyai pengaruh terhadap sebuah program. Petaruh kunci adalah siapa

yang mempunyai pengaruh sifnifikan atau mempunyai posisi penting guna

kesuksesan program.16

Selain hal-hal tersebut di atas, ada beberapa problematika yang juga

berpengaruh terhadap partisipasi terutama yang menyangkut dengan peraturan

perundang-undangan. Setidaknya ada tiga faktor yang mendasari problematika

partisipasi tersebut, yaitu:

14 Sunarti, “Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Perumahan Secara

Berkelompok”, Jurnal Tata Loka, 5, 1, (Januari 2003), h. 79.

15 Yoni Yulianti, “Analisis Partisipasi Masyarakat Dalam Pelaksanaan Program Nasional

Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan Di Kota Solok”, (Program Pasca sarjana

Universitas Andalas:2012), t. d., h. 10.

16 Sunarti, “Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan”,….. h.9.

Page 32: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

21

1. Faktor Masyarakat

Yaitu masalah-masalah yang timbul dari dalam diri warga masyarakat,

diantaranya dikarenakan oleh:

a. Sikap apatis masyarakat;

b. Kurangnya pemahaman dan pengetahuan masyarakat;

c. Budaya paternalis yang masih kuat mengakar;

d. Tidak ada reward (berupa tindak lanjut) partisipasi masyarakat;

e. Responsibilitas masyarakat yang kurang;

f. Masyarakat tidak mengetahui mekanisme penyaluran aspirasi;

g. Keterbatasan akses masyarakat informasi;

h. Kurangnya daya dukung dari LSM atau media massa.

2. Faktor yuridis

Yakni faktor-faktor yang berkenaan dengan masalah regulasi, yang

diantaranya disebabkan karena:

a. Peraturan yang belum berpihak pada kepentingan masyarakat;

b. Tidak adanya aturan yang dapat memaksa pemerintah untuk melibatkan

masyarakat dalam pembuatan peraturan;

c. Masih belum ada regulasi yang menjamin tersedianya informasi bagi

masyarakat;

d. Ketentuan tentang partisipasi yang tidak tegas dan mengikat;

e. Kurangnya sosialisasi peraturan atau kebijakan.

3. Faktor birokrasi

Faktor ini diantaranya diakibatkan oleh beberapa hal, yakni:

a. Sistem birokrasi yang belum memberikan ruang bagi publik;

b. Birokrasi yang diposisikan sebagai mesin;

c. Pemaknaan partisipasi yang kurang benar oleh birokrat;

d. Birokrasi yang kental dengan image uang;

e. Saluran aspirasi yang kurang baik;

f. Mobilitas massa yang kerap kali haya dijadikan kepentingan politik;

Page 33: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

22

g. Partai politik yang belum mampu berkontribusi untuk kepentingan

masyarakat.17

D. Pengertian Civil Society

Istilah civil society dikenal juga dengan istilah masyarakat sipil, selain itu

sebagian ahli juga menyamakan istilah civil society dengan istilah masyarakat

madani. Civil society sendiri dimaknai sebagai kumpulan institusi atau organisasi

di luar pemerintah dan sektor swasta, atau sebagai ruang tempat kelompok-

kelompok sosial dapat eksis bergerak.18

Dawam Raharjo mendefinisikan civil society sebagai suatu proses

penciptaan peradaban yang mengacu pada nilai-nilai kebijakan bersama.

Menurutnya dalam masyarakat civil society, warga negara bekerja sama

membangun tatanan sosial, jaringan produktif, dan solidaritas kemanusiaan yang

bersifat non negara.19

Sementara menurut Azyumardi Azra, civil society atau masyarakat madani

adalah sekelompok atau tatanan masyarakat yang berdiri secara mandiri di

hadapan penguasa dan negara memiliki ruang publik dalam mengemukakan

pendapat adanya lembaga-lembaga yang mandiri yang dapat menyalurkan aspirasi

dan kepentingan publik.20

Lebih lanjut, Azyumardi menyatakan, masyarakat

madani lebih dari sekedar gerakan prodemokrasi, karena ia juga mengacu pada

pembentukan masyarakat berkuaitas dan ber-tamaddun (civility).

Konsep mengenai civil society juga dapat diartikan sebagai suatu tatanan

sosial masyarakat yang memiliki peradaban (civilization) di mana di dalamnya

terdapat asosiasi warga masyarakat yang bersifat sukarela dan terbangun sebuah

17 Iza Rumesten R. S., “Model Ideal Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan

Peraturan Daerah”, Jurnal Dinamika Hukum, 12, 1, (Januari 2012), h. 145-146.

18 Hatifah SJ. Sumarto, Inovasi, Partisipasi, dan Good Governance: 20 Prakarsa Inovatif

dan Partisipatif di Indonesia, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004), h. 5.

19 A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewarga[negara]an Civic Education…..,

h. 217. 20 Azyumardi Azra, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, (Jakarta:

ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2000), h. 239.

Page 34: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

23

hubungan yang didasarkan pada suatu ikatan yang bersifat independen terhadap

negara.

Dalam sejarahnya civil society atau masyarakat sipil untuk pertama kalinya

lahir dari perjalanan politik masyarakat sipil di Barat. Adalah Cicero (106-43 SM)

orang yang pertama kali menggunakan istilah civil society dalam filsafat

politiknya. Di sini civil society identik dengan negara (the state), yaitu sebuah

komunitas yang mendominasi komunitas lain.21

Berbeda dengan Cicero,

Aristoteles (384-322 SM) tidak menggunakan istilah civil society, melainkan

koinoni politike, yakni sebuah komunitas politik tempat warga dapat terlibat

langsung dalam berbagai percaturan ekonomi-politik dan pengambilan

keputusan.22

Dalam perkembangannya, istilah civil society mengalami pergeseran

makna, sejalan dengan dinamika pemikiran dan faktor-faktor yang melingkupi

konteks di mana civil society itu diterapkan. Setidaknya minimal ada lima model

pemaknaan.23

Pertama, civil society yang identik dengan negara (state). Selain Cicero

dan Aristoteles, Thomas Hobbes dan Jhon Locke juga memahaminya sebagai

tahapan lebbih lanjut dari evolusi civil society, yang pada asasnya juga sama

dengan negara. Menurut Hobbes, sebagai suatu entitas negara civil society

mempunyai tugas meredam konflik dalam masyarakat. Karenanya, civil society

harus mempunyai sifat yang absolut yang mampu mengontrol sepenuhnya pola

interaksi warga negara. Berbeda dengan Hobbes, menurut Jhon Locke, civil

society hadir untuk melindungi kebebasan dah hak setiap warga negara. Sebab itu

civil society tidaklah absolut dan harus dibatasi perannya pada wilayah yang tidak

dapat dikelola masyarakat, serta tetap memberi ruang bagi negara secara wajar.

21 Muhamad AS. Hikam, Demokrasi dan Civil Society, (Jakarta: LP3ES, 1999), h.1.

22 A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewarga[negara]an Civic Education…..,

h. 217.

23 Asrori S. Karni, Civil Society dan Ummah, (Jakart: Logos, 1999), h. 21.

Page 35: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

24

Kedua, civil society dimaknai sebagai sebagai visi etis dalam kehidupan

sosial. Ide ini dicetuskan oleh Adam Fergusen (1767), yang

mengkontekstualisasikan wacana civil society dengan konteks sosial-politik yang

terjadi di Skotlandia pada masa itu. Menurut Fergusen, ketimpangan sosial akan

hilang apabila publik memiliki solidaritas dan sentimen moral yang dapat

menghalangi munculnya kembali despitisme.

Ketiga, Thomas Paine (1792) yang memaknai civil society sebagai

antitesis dari negara. Bersandar pada paradigma ini, peran negara sudah sangat

dibatasi, bahkan negara dianggap sebagai keiscayaan buruk belaka. Civil

societylah yang mengontrol demi keperluannya.24

Keempat, civil society merupakan elemen ideologis kelas dominan.

Wacana ini dikembangkan oleh G. W. F. Hegel (1770-1831 M), Karl Marx (1818-

1883 M), dan Antonio Gramsci (1891-1837 M). Hegel mengembangkan

pemaknaan civil society entitas yang cenderung melumpuhkan dirinya sendiri.

Lebih lanjut, Hegel menjelaskan bahwa dalam struktur sosial civil society terdapat

tiga entitas sosial, yaitu: keluarga, masyarakat sipil, dan negara. Lain lagi menurut

Karl Marx yang memandang civil society sebagai masyarakat borjuis, sehingga

keberadaannya harus dihapuskan karena akan menjadi kendala untuk mewujudkan

masyarakat tanpa kelas. Berbeda dengan Marx, Antonio Gramsci tidak

memandang masyarakat sipil dalam konteks relasi produksi, tetapi lebih pada

ideologis.25

Kelima, wacana civil society sebagai reaksi terhadap mazhab Hegelian

yang dikembangan oleh Alex de Tocqueville (1805-1859 M). Menurutnya civil

society tidak apriori maupun subordinasi dari lembaga negara. Model civil society

inilah yang kemudian menjadi basis kehidupan demokrasi modern, yag

24 Ibid, h. 24.

25 A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewarga[negara]an Civic Education…..,

h. 219-220.

Page 36: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

25

berlandaskan pada prinsip toleransi, desantrilasi, sukarela, swasembada, otonom,

dan konstitusionalisme.26

Sampai saat ini pemahaman para ahli tentang konsep civil society masih

berbeda-beda tergantung pada perspektif mana yang diikuti.

E. Karakteristik dan Komponen Civil Society

Civil society (masyarakat madani) membutuhkan unsur-unsur sosial yang

menjadi prasyarat terbentuknya masyarakat madani. Faktor-faktor tersebut

merupakan satu kesatuan yang saling terikat dan menjadi karakter khas dari civil

society. Para intelektual mendefinisikan karakteristik civil society sebagai

komunitas sosial dan politik yang pada umumnya memiliki peran dan fungsi yang

berbeda dengan lembaga negara.

Adapun beberapa unsur yang menjadi ciri civil society antara lain:

1. Ruang publik yang bebas (free public sphere), ruang publik yang bebas

merupakan sarana bagi warga masyarakat untuk mengemukakan

pendapatnya.

2. Demokrasi, demokrasi merupakan syarat mutlak bagi keberadaan civil

society. Tanpa demokrasi civil society tak mungkin dapat terwujud.

3. Toleransi, bahwa dalam rangka mewujudkan kehidupan yang berkualitas

dan berkeadaban, civil society menghajatkan sikap-sikap toleransi.27

4. Pluralisme, kemajemukan merupakan salah satu syarat lain dari

terbentuknya tatanan civil society.

5. Keadilan sosial, yakni adanya keseimbangan antara dan pembagian yang

proposional antara hak dan kewajiban setiap warga negara yang mencakup

26 Asrori S. Karni, Civil Society dan Ummah….., h. 30-31.

27 Adapun yang menjadi sikap-sikap dari toleransi adalah kesediaan individu-individu

untuk menerima beragam perbedaan pandangan politik dikalangan warga negara.

Page 37: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

26

seluruh aspek kehidupan: ekonomi, politik, pengetahuan, dan

kesempatan.28

Dalam konteks civil society, menurut Meuthia Rochman ada tiga elemen

dasar dalam civil society yaitu:29

(1) masyarakat merupakan sumber perubahan,

hal ini didasarkan pada orientasi bahwa penyelenggaraan negara tidak dominan

ditentukan oleh pemerintah; (2) keterampilan dalam berorganisasi dengan prinsip

demokratis sangat diperlukan; (3) wajibnya penghormatan terhadap etika.

Sementara itu, Afan Gaffar sebagaimana yang ia kutip dari Einstadt

menyatakan bahwa civil society mempunyai empat komponen sebagai syarat:

pertama, otonomi, kedua, akses masyarakat terhadap lembaga negara, ketiga,

arena publik yang bersifat otonom dan keempat, arena publik yang terbuka bagi

seluruh elemen masyarakat. 30

Berdasarkan komponen tersebut di atas dapat

dilihat bahwa civil society sebagai ruang publik antara negara dan masyarakat

mensyaratkan adanya organisasi sosial politik dan kelompok kepentingan yang

mempunyai tingkat kemandirian yang tinggi. Sehingga kekuasaan negara dibatasi

oleh ruang publik dalam bentuk partisipasi politik masyarakat yang ditujukan

untuk pembentukan kebijakan publik.

F. Pembentukan Kebijakan Publik

Perumusan kebijakan publik merupakan merupakan salah satu tahap dalam

rangkaian proses pembentukan dan pelaksanaan kebijakan publik. Kebijakan

didefinisikan sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi dasar suatu

rencana pekerjaan, kepemimpinan dalam pemerintahan atau organisasi

pernyataan, tujuan dan prinsip sebagai pedoman dalam mencapai sasaran.

28 A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewarga[negara]an Civic Education…..,

h. 225-227.

29 Maruto MD dan Anwari WMK, Reformasi Politik dan Kekuatan Masyarakat Kendala

dan Peluang Menuju Demokrasi, (Jakarta: LP3ES, 2002), h. 182.

30 Afan Gaffar, Politik Indonesia, Transisi Menuju Demokrasi, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2006), h. 180.

Page 38: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

27

Kebijakan juga dapat diartikan sebagai arah tindakan yang ditujukan oleh seorang

aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi sejumlah atau persoalan tertentu.

Sedangkan kebijakan publik adalah apapun pilihan pemerintah untuk

melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Dalam definisi tersebut mengandung

makna bahwa kebijakan publik tersebut dibentuk oleh suatu badan pemerintahan

bukan swasta serta kebijakan tersebut menyangkut pilihan yang harus dilakukan

atau tidak dilakukan oleh badan pemerintah.31

Pada umumnya kebijakan bersifat problem solving dan proaktif. Berbeda

dengan hukum dan peraturan, kebijakan lebih bersifat adaptif dan interpretatif,

meskipun kebijakan juga mengatur apa yang boleh dan apa yang tidak boleh.

Kebijakan ini juga bersifat umum tetapi tanpa menghilangkan ciri khas spesifik.

Kebijakan juga memberikan kesempatan untuk dapat diinterpretasikan sesuai

dengan kondisi yang ada. Kebijakan ini merupakan rujukan utama bagi subjek

yang dikenai kebijakan dalam bertindak.32

Pembentukan kebijakan publik merupakan salah satu fungsi penting dalam

pemerintahan. Karenanya, kemampuan dan pemahaman yang memadai dari

pembuat kebijakan terhadap proses pembuat kebijakan menjadi sangat penting

bagi terwujudnya kebijakan publik yang cepat, tepat, dan memadai. Kemampuan

dan pemahaman terhadap prosedur pembentukan kebijakan tersebut terhadap

kewenangan yang dihadapinya. Hal ini terkait dengan kenyataan bahwa kebijakan

publik dibentuk dan dilaksanakan pada semua tingkat pemerintahan, oleh karena

itu, tanggung jawab pembuat kebijakan akan berbeda pada setiap tingkat sesuai

dengan kewenangannya.33

31

A. G. Subarsono, Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori dan Aplikasi, (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2005), h. 2.

32 http://www.kebijakankesehatanco.cc/2009/09/pengertian-kebijakan.html, diakses pada,

Minggu, 30 September 2018.

33 Larry N. Gerston, Public Policy Making in a Democratic Seciety: A Guide to Civic

Engagement, (Armonk: M. E. Sharpe, 2002), h. 14.

Page 39: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

28

Terdapat empat hal pokok yang terkait dengan pembentukan kebijakan

publik yang sekaligus sebagai tahapan dalam pembentukannya, yaitu: 34

1. Perumusan kebijakan;

2. Implementasi kebijakan;

3. Evaluasi kebijakan;

4. Revisi kebijakan, yang merupakan perumusan kembali dari kebijakan.

Ada beberapa teori yang dapat digunakan dalam pembentukan kebijakan

publik, salah satunya di sampaikan oleh Anderson yang membagi dalam tiga teori,

yakni: Pertama, teori rasional-komprehenshif (the rational-comprehensive

theory) yang intinya mangarahkan agar pembentukan sebuah kebijakan publik

dilakukan secara rasional-komprehenshif dengan mempelajari permasalahan dan

alternatif kebijakan secara memadai.

Kedua, teori inkremental (the inkremental theory) adalah teori yang tidak

melakukan perbandngan terhadap masalah dan alternatif serta lebih memberikan

deskripsi mengenai cara yang dapat diambil dalam membuat kebijakan. Teori

inkremental ini merupakan teori yang mencoba menyesuaikan dengan realitas

kehidupan melalui cara mendasarkan pluralisme dan demokrasi maupun

keterbatasan-keterbatasan kemampuan manusia.

Ketiga, teori mixed scanning yakni sebuah teori yang mencoba untuk

menggabungkan antara teori rasinal-komprehensif degan teori inkremental.35

34

Riant Nugroho, Public Policy,(Jakarta: PT. Elex Media Komputindo,2009), h. 494.

35 James E. Anderson, Public Policy Making, Boston: Houghton Mifflin Company,

2003.), h. 121-126.

Page 40: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

29

BAB III

DESKRIPSI UMUM WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN

A. Kondisi Geografis dan Demografis

Lamongan merupakan sebuah Kabupaten yang berada di Propinsi Jawa

Timur. Secara geografis, wilayah Kabupaten Lamongan terletak pada 6o

5’ 54”

Lintang Selatan sampai dengan 7o 23’6” Lintang Selatan dan diantara 112

o 4’ 41”

Bujur Timur sampai 112o 33’ 12” Bujur Timur. Kabupaten Lamongan memiliki

luas wilayah kurang lebih 1.812,80 Km2 yang setara dengan 181.280 Ha atau +

3.78 % dari luas wilayah Propinsi Jawa Timur dengan panjang garis pantai

sepanjang 47 Km.1 Batas administratif Kabupaten Lamongan berbatasan dengan:

a. Sebelah Barat : Kabupaten Tuban dan Bojonegoro;

b. Sebelah Utara : Laut Jawa;

c. Sebelah Timur : Kabupaten Gresik;

d. Sebeleh Selatan : Kabupaten Jombang dan Mojokerto.

Secara administratif Kabupaten Lamongan terbagi atas 27 kecamatan,

meliputi 462 Desa dan 12 Kelurahan yang terbagi dalam 1.486 dusun dan 309.976

Rukun Tetangga (RT).2

Kabupaten Lamongan dibelah oleh sungai Bengawan Solo dan secara garis

besar memiliki tiga karakteristik daratan, yaitu:

1. Bagian Tengah Selatan, merupakan dataran rendah yang relatif subur.

Daerah ini membentang dari Kecamatan Kedungpring, Babat,

1 http://lamongan.go.id/instansi/wp-content/uploads/sites/33/2013/05/Gambaran-

Umum-Kabupaten-Lamongan.pdf, diakses pada, Selasa 1 Mei 2018.

2 Ibid.

Page 41: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

30

Sukodadi, Pucuk, Lamongan, Deket, Tikung, Sigio, Sarirejo, dan

Kembangbahu.

2. Bagian Selatan dan Utara, merupakan pegunungan kapur berbatu dengan

kesuburan sedang. Kawasan ini terdiri dari Kecamatan Mantup, Sambeng,

Ngimbang, Bluluk, Sukorame, Modo, Brondong, Paciran, dan Solokuro.

3. Bagian Tengah Utara, merupakan daerah Bonorowo yang merupakan

daerah rawan banjir. Kawasan ini meliputi, Kecamatan Sekaran, Maduran,

Laren, Karanggeneng, Kalitengah, Turi, Karangbinangun, dan Glagah.3

Menurut data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Lamongan pada tahun

2017 jumlah penduduk Kabupaten Lamongan tercatat sebanyak 1.188.478 jiwa.

Jumlah tersebut mengalami kenaikan sekitar 285 jiwa bila dibandingkan dengan

jumlah penduduk tahun 2016 yang mencapai 1.188.193 jiwa. Bila dibedakan

menurut jenis kelamin, penduduk laki-laki lebih rendah dengan jumlah penduduk

perempuan. Ini terlihat dari besarnya rasio jenis kelamin yaitu 94,46 persen di

tahun 2017, yang berarti rata-rata untuk setiap 100 penduduk perempuan terdapat

94 penduduk laki-laki. Meskipun demikian, dari sisi jumlah baik laki-laki maupun

perempuan menunjukkan kecenderungan meningkat selama periode waktu 2010-

2017.4

B. Tingkat Kesejahteraan Masyarakat

Berdasarkan data dari BPS Kabupaten Lamongan, bahwa pertumbuhan

ekonomi Kabupaten Lamongan Pada tahun 2011 mencapai angka 7,08% dengan

dua sektor mengalami pertumbuhan di atas 10%, yaitu sektor pembangunan dan

kontruksi serta sektor jasa-jasa yang masing-masing pertumbuhannya berada pada

angka 25,10% dan 15,37%. Pada tahun 2012 pertumbuhan ekonomi Kabupaten

Lamongan mengalami kanaikan dibanding tahun 2011 dengan pertumbuhan

3 Ibid.

4 Badan Pusat Statistik Kabupaten Lamongan, Statistik Kesejahteraan Rakyat

Kabupaten Lamongan 2017, (Lamongan: Badan Pusat Statistik Kabupaten Lamongan, 2017), h.

10.

Page 42: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

31

mencapai 7,12 % dengan pertumbuhan tertinggi pada sektor pembangunan dan

kontruksi, kemudian disusul oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran.5

PDRB per kapita juga merupakan salah satu indikator makro ekonomi

untuk mengetahui tingkat kesejahteraan masyarakat. PDRB per kapita ini

diperoleh dengan cara membandingan PDRB dengan jumlah penduduk. PDRB

per kapita Kabupaten Lamongan pada Tahun 2012 sebesar Rp. 12.184.430,- atau

tumbuh 13,11% dari tahun 2011 sebesar Rp. 10.771.552,-.6

Indikator lain dari tingkat kesejahteraan adalah tingkat kesehatan

masyarakat. Semakin sehat kondisi suatu masyarakat, maka akan semakin

mendukung proses dan dinamika pembangunan ekonomi suatu wilayah semakin

baik, khususnya dalam meningkatkan tingkat produktivitas. Keberhasilan atas

upaya-upaya yang dilakukan pemerintah dalam bidang kesehatan dapat diukur

dengan beberapa indikator kesehatan antara lain angka harapan hidup, angka

kematian bayi, angka kesakitan, prevalensi balita kurang gizi, dan indikator lain

yang berkaitan dengan akses terhadap fasilitas pelayanan kesehatan.

Beberapa indikator yang digunakan untuk menggambarkan kondisi tingkat

kesehatan antara lain angka kelangsungan hidup bayi (AKHP) dan usai harapan

hidup.

Pada tahun 2016 dari setiap 1.000 kelahiran bayi di Kabupaten Lamongan

terdapat 969 bayi yang mencapai usia 1 (satu) tahun dengan angka kematian bayi

di tahun yang sama diproyeksikan menjadi 30,13 per 1.000 kelahiran atau atau

turun 3,0 point dari tahun 2015. Sementara dari hasil perhitungan Badan Pusat

statistik, rata-rata angka harapan hidup di Kabupaten Lamongan selama enam

tahun terakhir (2010-2016) menunjukkan trend meningkat yaitu dari 71,18 di

tahun 2010 menjadi 71,73 di tahun 2016.7

5 http://lamongan.go.id/instansi/wp-content....., diakses pada, Selasa 1 Mei 2018.

6 Ibid.

7 Badan Pusat Statistik Kabupaten Lamongan, Indikator Kesejahteraan Rakyat

Kabupaten Lamongan 2016, (Lamongan: Badan Pusat Statistik Kabupaten Lamongan, 2016), h.

14-16.

Page 43: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

32

Dari data tersebut di atas dapat terlihat bahwa setiap tahunnya terdapat

peningkatan perbaikan angka tingkat kesehatan masyarakat, sehingga dapat

diambil kesimpulan bahwa di Kabupaten lamongan tingkat kesehatan

masyarakatnya dapat dikategorikan sudah baik.

C. Daya Saing Daerah

Masyarakat Kabupaten Lamongan harus siap menghadapi era globalisasi

dan persaingan pasar yang hal itu salah satunya ditandai dengan kemajuan

tekhnologi, keterbukaan informasi perdagangan bebas antar negara. Pada era

globalisasi ini masyarakat harus mampu untu memanfaat kan berbagai peluang

dan meraih berbagai kesempatan.

Perbandingan antara nilai PDRB dengan tenaga kerja yang terserap disebut

dengan produktivitas daerah. Nilai PDBR Kabupaten Lamongan tahun 2011

sebesar 12.920.440.000.000,- dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 716.414

orang. Dari sektor pertanian telah memberikan kontribusi sebesar 49,17% atau

sebesar Rp. 3.135.747.710.000,- dengan jumlah tenaga kerja di sektor pertanian

sebanyak 335.091 orang, sehingga produktivitas daerah dari sektor pertanian

sebesar Rp. 8.830.828,46. Artinya satu tenaga kerja di sektor pertanian mendapat

pendapatan sebesar Rp. 8.830.828,46 setiap tahunnya. Untuk itu dibutuhkan

dukungan tekhnologi pertanian yang lebih canggih dalam meningkatkan besaran

PDRB, yang akan berujung pada kesejahteraan petani di Kabupaten Lamongan.8

Kabupaten Lamongan memiliki berbagai potensi yang apabila dikelola

dengan baik dan maksimal akan dapat meningkatkat taraf kehidupan masyarakat

dan bisa menjadi nilai lebih daerah apabila dibandingkan dengan daerah lain. Dari

sektor pertanian misalnya, Kabupaten Lamongan memilki lahan pertanian yang

beragam seperti lahan basah, lahan kering, dan lahan holtikultura. Kondisi

tersebut akan dapat mampu menciptakan swasembada pangan terutama melalui

program-program yang ada, seperti ekstensifikasi, intensifikasi, diversifikasi, dan

rehabilitasi.

8 http://lamongan.go.id/instansi/wp-content....., diakses pada, Selasa 1 Mei 2018.

Page 44: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

33

Di sektor peternakan, pembengembangan dan budidaya ternak di

Kabupaten Lamongan mulai dari skala kecil hingga skala besar, turut

menyumbangkan kontribusi yang besar bagi daya saing daerah. Budidaya ternak

sapi di Kabupaten Lamongan merupakan sentra unggulan pengembangan ternak

jenis sapi PO di kawasan Jawa Timur. Sedangkan peternakan ayam banyak

dikembangkan dengan pola kemitraan dan mandiri.

Kabupaten Lamongan merupakan salah satu wilayah di Jawa Timur yang

mempunyai potensi sumber daya perikanan yang cukup besar, yaitu perikanan

budidaya dan perikanan tangkap. Wilayah Kabupaten Lamongan yang

mempunyai batas fisik langsung dengan garis pantai merupakan lokasi yang

berpotensi dapat diandalkan dalam perekonomian wilayah dalam hal

pengembangan budidaya ikan pendapatan dalam sektor perikanan laut, di mana

saat ini juga didukung oleh keberadaan Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong

yang mempunyai skla pelayanan regional. Selain potensi perairan laut, terdapat

beberapa wilayah di Kabupaten Lamongan yang mempunyai potensi perairan

tambak dengan potensi andalan berupa produk bandeng dan udang.9

D. Eksistensi Civil Society di Kabupaten Lamongan

Keberadaan civil society tidak terlepas dari peran serta gerakan sosial.

Gerakan sosial dapat dipadankan dengan perubahan sosial atau masyarakat sipil

yang didasari atas tiga ranah, yaitu: negara (state), perusahaan atau pasar

(corporation and market), dan masyarakat sipil.10

Selama ini ada sebagian yang memandang bahwa yang menjadi

penjelmaan dari masyarakat sipil tiada lain selain organisasi non-pemerintah.

Namun, sebenarnya organisasi non-pemerintah hanya merupakan salah satu dari

organisasi masyarakat sipil yang berdampingan dengan organisasi massa,

terutama organisasi keagamaan, organisasi komunitas, organisasi profesi, media,

9 Ibid.

10 A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewarga[negara]an Civic Education

Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani, (Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, 2014), h. 231.

Page 45: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

34

lembaga pendidikan, dan lembaga lain yang tidak masuk dalam ranah politik dan

ekonomi.

Civil society sudah menjadi salah satu tradisi yang kuat bagi bangsa

Indonesia. Bahkan jauh sebelum negara bangsa berdiri, masyarakat sipil telah

berkembang pesat yang ditandai dengan kiprah beragam organisasi sosial

keagamaan dan pergerakan nasional dalam perjuangan merebut kemerdekaan.

Selain sebagai organisasi perjuangan penegak HAM dan perlawanan terhadap

kekuasaan kolonial, organisasi berbasis Islam telah menunjukkan kiprahnya

sebagai komponen civil society yang penting dalam sejarah perkembangan

masyarakat sipil di Indonesia.

Tidak jauh berbeda dengan daerah lainnya di Indonesia, hal ini juga

terjadi di Kabupaten Lamongan. Bagaimana masyarakat sipil menjadi bagian

penting bagi berlangsungnya kehidupan masyarakat.

Pendudukan Kabupaten Lamongan yang mayoritas beragama Islam

memberikan corak tersendiri dalam kehidupan sosial budayanya. Organisasi-

organisasi masyarakat berbasis Islam, seperti Nahdlatul Ulama (NU),

Muhammadiyah, Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), serta lembaga

pendidikan tradisional pondok pesantren yang merupakan salah satu komponen

masyarakat sipil telah sejak lama menunjukkan eksistensinya di kalangan

masyarakat. Tak sampai di situ organisasi massa keagamaan telah memberikan

banyak pengaruh tak hanya dalam bidang sosial kemasyarakatan tapi juga dalam

bidang ekonomi dan politik.

Salah satu bukti eksistensi civil society di Kabupaten Lamongan, terutama

yang berbasis keagamaan cukup kuat adalah bahwa di Kabupaten Lamongan

terdapat dua Pimpinan Cabang Nahdlatul Ulama, yaitu PCNU Lamongan dan

PCNU Babat yang keduanya memiliki Badan Otonom Masing-masing, di

antaranya: Gerakan Pemuda Ansor, Ikatan Pemuda Nahdlatul Ulama (IPNU) dan

Ikatan Pemuda Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU), dan Ikatan Pencak Silat Nahdatul

Ulama Pagar Nusa. Berdirinya PCNU Babat sebenarnya banyak menimbulkan

beberapa kontoversi serta menciptakan kebingungan di kalangan Pengurus MWC

Page 46: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

35

yang bingung menentukan akan ikut Pimpinan Cabang Nahdlatul Ulama yang

mana antara PCNU Lamongan dan PCNU Babat.11

Tidak hanya organisasi massa keagamaan, organisasi non-pemerintah

(NGO) atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) juga telah banyak berdiri di

Kabupaten Lamongan. Bahkan setiap tahunnya selalu muncul LSM baru yang

mendaftar ke kantor Bankesbangpol Kabupaten Lamongan. Sampai tahun 2014

terhitung lebih dari 250 LSM di Kabupaten Lamongan. 12

Dari segi kuantitas jumlah LSM yang beroperasi di Kabupaten Lamongan

saat ini sudah cukup banyak. Meningkatnya jumlah LSM itu dikarenakan

mudahnya pengurusan perijinan untuk mendirikan LSM. Sebagaimana Undang-

Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, yang

dibutuhkan untuk mendirikan LSM sangat sederhana yakni cukup dengan

membuat izin ke notaris, memiliki ADRT dan susunan pengurus sudah bisa

mendirikan LSM. Sehingga tidak mengherankan apabila setiap tahunnya jumlah

LSM terus meningkat.

Meskipun demikian, Pemerintah Kabupaten Lamongan, dinilai masih

belum bisa mengkoordinasikan Lembaga Swadaya Masyarakat yang ada di

wilayah Kabupaten Lamongan. Hal ini dilihat dari alokasi dana yang diberikan

untuk LSM. Dari sekitar 250 LSM yang ada baru sekitar 20 LSM yang mendapat

alokasi dana dari APBD Kabupaten Lamongan.13

Lembaga Swadaya Masyarakat di Kabupaten Lamongan pada umumnya

memiliki ruang lingkup kegiatan meliputi pemberdayaan masyarakat, penguatan

hak-hak sipil, advokasi dan pendampingan, monitoring dan pengawasan kebijakan

pemerintah daerah. Dalam bentuk kongkrit mereka menjadi mitra pemerintah

dalam berbagai kegiatan yang melibatkan masyarakat. Berbagai kegiatan

11

http://m.bangsaonline.com/berita/12949/pcnu-babat-sarat-kepentingan-akan-seret-

kasus-ke-muktamar, diakses, pada Sabtu 10 Mei 2018.

12 Sulikan, Kepala Bidang Hubungan Antar Lembaga Bidang Partai Politik dan

Lembaga Swadaya Masyarakat Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Lamongan,

Interview Pribadi, Lamongan, 7 Mei 2018.

13 http://m.suarabanyuurip.com/kabar/baca/lsm-di-lamongan-menjamur, diakses pada,

Senin 5 Mei 2018.

Page 47: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

36

pembinaan, workshop, pelayanan pendidikan dan kesehatan serta proyek-proyek

pemberdayaan masyarakat seperti PNPM. Sementara LSM yang bergerak dalam

bidang advokasi dan pengawasan banyak melakukan kritik dan bersuara lantang

melaporkan berbagai penyimpanga termasuk dugaan korupsi pada berbagai

proyek pemerintah daerah.

Page 48: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

37

BAB IV

PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN

DAERAH DI KABUPATEN LAMONGAN

A. Pola Relasi Antara Civil Society dan Pemerintah Daerah Kabupaten

Lamongan

Interaksi antara pemerintah dengan civil society sejatinya senantiasa

terjadi, termasuk oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan. Meskipun civil

society mempunyai karakteristik yang otonom, keswadayaan, dan

keswasembadaan, namun, saat mengaktualisasikan perannya sebagai pengawas

serta advokasi terhadap kebijakan negara, mediator partispasi, dan memberikan

civic edication, masyarakat sipil senantiasa berinteraksi dengan kepentingan

negara atau pemerintah daerah. Melalui penguasaan sumber daya politik serta

agenda pemerintah sebagai pihak eksternal, maka sebenarnya pemerintah ikut

mengatur keberadaan civil society. Kendatipun kedua entitas tersebut sebenarnya

memiliki orientasi yang sama yakni mengenai pengembangan masyarakat sipil.

Pemerintah Daerah Kebupaten Lamongan dapat dikatakan memiliki

hubungan yang baik dan cair dengan civil society. Di mana kedua entitas tersebut

saling mengerti dan mengahargai keberadaan, tugas, serta wewenang masing-

masing pihak.1 Hubungan baik tersebut di antaranya dipengaruhi oleh beberapa

faktor, yakni: orientasi isu, finansial, organisasional dan kebijakan.2

Faktor-faktor tersebut di atas, sangat menentukan karakterstik hubungan

dan dapat pula difungsikan sebagai variabel aturan yang menghubungkan antara

1 Dyan, Kepala Sub Bagian Pemerintahan Umum dan Kewilayahan Bagian Pemerintahan

Sekratariat Daerah Kabupaten Lamongan, Interview Pribadi, Lamongan 8 Mei 2018.

2 Ayatullah Hadi, “Pola Hubungan Civil Society dan Pemerintah Lokal (Studi Kasus

Kegiatan NGO dalam Mendorong Keterbukaan Informasi Publik di Kota Mataram Tahun 2011-

2015), (Prorgam Studi Magister Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta:

2017), t.d., h. 55.

Page 49: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

38

pemerintah daerah dengan civil society. Berdasarkan landasan teoritik, empat hal

penentu hubungan tersebut berada pada free public spahre, sebab pada free

public spahre ini lah pergulatan antara pemerintah daerah dengan civil society

terjadi.

Dalam public sphere ini warga masyarakat memiliki akses yang luas

kepada kepada lembaga-lembaga, baik lembaga negara seperti: birokrasi, lembaga

perwakilan dan peradilan, maupun lembaga non-negara seperti partai politik dan

kelompok kepentingan. Dalam public sphere ini juga terdapat diskursus yang

intensif tentang segala hal yang terjadi dalam negara sehingga pemerintah dan

lembaga-lembaga negara memiliki tingkat akuntabilitas yang tinggi. Disamping

itu, masyarakat juga dilibatkan dalam pengambilan kebijakan-kebijakan publik

melalui diskusi-diskusi publik yang intensif.3

Hadirnya ruang publik yang bebas sebagai saluran komunikasi warga

dalam sistem demokrasi ini, pada gilirannya, akan memberikan dampak yang

positif ke arah demokrasi.

Selain itu, hubungan antara pemerintah dengan civil society juga sangat

bergantung pada sistem pemerintahan dan pada logika kelembagaan yang dianut

oleh sebuah negara. Di negara yang menganut sistem demokrasi seperti di

Indonesia masyarakat diberikan ruang yang cukup untuk melakukan aktivitas

sosial, politik dan ekonomi tanpa adanya dominasi dari pemerintah atau

sekelompok kecil orang serta memiliki akses yang luas kepada, akan tetapi ruang

yang diberikan pada masyarakat pun tidak sama baik sifat maupun bentuknya.

Di Kabupaten Lamongan pola yang digunakan dalam pelaksanaan

hubungan antara Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan dengan civil society

ialah pola kemitraan mutualistik. Dalam relasi kemitraan mutualistik yang dijalin

antara Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan dengan civil society, kedua belah

pihak mempunyai peran masing-masing. Kedua pihak tersebut secara umum

mempunyai peran yang sama dalam kemitraan ini yaitu menjalankan kemitraan

3 Ayatullah Hadi, “Pola Hubungan Civil Society….., h. 49-50

Page 50: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

39

mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi secara bersama-sama.4

Secara khusus pemerintah memiliki peran sebagai penguat komitmen,

pendamping, dan berkontribusi baik secara fisik maupun non fisik, sementara civil

society berperan membantu pemerintah dalam mewujudkan permasalahan-

permasalahan yang menjadi kepedulian bersama.

Bukti bahwa hubungan yang dijalin adalah hubungan kemitraan

mutualistik adalah Pemerintah Daerah memberikan bantuan finansial kepada

sejumlah civil society yang berada di wilayah Kabupaten Lamongan misalnya

kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Lamongan, Pimpinan Cabang

Nahdlatul Ulama Lamongan, Pimpinan Cabang Nahdlatul Ulama Babat,

Pengurus Daerah Muhammadiyah Lamongan, Lembaga Swadaya Masyarakat

Cakrawal Keadilan, Lembaga Swadaya Masyarakat Locus Pemuda Maritim

Lamongan dan sejumlah organisasi masyarakat lain yang di akui atau telah

terdaftar secara resmi di Bakesbangpol Kabupaten Lamongan.5

Sebagai bentuk timbal balik, sejumlah organisasi masyarakat seringkali

ikut serta bersama pemerintah daerah dalam berbagai kegiatan seperti penyuluhan,

seminar dan kegiatan lain sebagai pengisi acara atau narasumber, yang mana

kegiatan-kegiatan tersebut adalah sebagai upaya bersama antara Pemerintah

Daerah Kabupaten Lamongan dengan civil society untuk meningkatkan kesadaran

warga masyarakat.

Contoh lain wujud hubungan baik pemerintah daerah dengan civil society

adalah dengan dilibatkannya LSM dalam upaya pengelolaan lingkungan hidup

melalui kegiatan yang direncanakan, seperti keikutsertaan dalam pemberian

AMDAL dan UKL-UPK, pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan

4 Dyan, Kepala Sub Bagian Pemerintahan Umum dan Kewilayahan Bagian Pemerintahan

Sekratariat Daerah Kabupaten Lamongan, Interview Pribadi, Lamongan 8 Mei 2018.

5 Sulikan, Kepala Bidang Hubungan Antar Lembaga Bidang Partai Politik dan Lembaga

Swadaya Masyarakat Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Lamongan, Interview

Pribadi, Lamongan, 7 Mei 2018.

Page 51: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

40

mangrove dan limbah domestik oleh LSM Lingkungan serta pemberdayaan

masyarakat dalam upaya menciptakan kampung bersih dan sehat.6

Apabila diperhatikan bahwa relasi kemitraan mutualistik yang dibangun

Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan dan civil society masuk dalam model

fasilitation atau collaboratin di mana pemerintah daerah mengaggap kegiatan

civil society sebagai sesuatu yang bersifat komplementer. Di mana pemerintah

mendukung dan memberikan fasilitas baik berupa finansial maupun

organisasional kepada civil society. Sementara, civil society mewujudkan

dukungan itu dengan menyediakan forum bagi pemerintah dan civil society untuk

membahas hal-hal yang menjadi kepedulian bersama secara intensif. Selain itu,

pemerintah daerah juga beranggapan bahwa dengan adanya kerjasama dengan

civil society merupakan suatu keuntungan. Karena dengan kerjasama itu, semua

potensi dapat dihimpun untuk mencapai tujuan bersama.7

Dalam hubungan antara Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan dan

civil society ini, ke dua pihak tersebut sama-sama menyadari pentingnya aspek

kemitraan, yaitu untuk saling memberikan manfaat dan mendapat manfaat lebih,

sehingga akan dapat mencapai tujuan secara lebih optimal.

Berangkat dari pemahaman akan pentingnya melakukan kemitraan, para

pihak yang terlibat kerjasama memiliki kedudukan yang sama. Dalam relasi

kemitraan yang terjadi adalah hubungan yang saling mendukung untuk

memudahkan masing-masing pihak dalam mewujudkan visi dan misinya, serta

saling menunjang satu sama lain. Selain itu, kemitraan yang dijalin

dilatarbelakangi karena para pihak memiliki pandangan yang sama dalam melihat

realitas sosial di masyarakat, terutama yang berkaitan dengan permasalahan

ekonomi, sosifal, budaya, dan lingkungan.

6 Buku Laporan Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten

Lamongan Tahun 2016, Bab IV, h. 15.

7 Afan Gaffar, Politik Indonesia, Transisi Menuju Demokrasi, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2006), h. 20.

Page 52: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

41

Dengan adanya hubungan baik yang terjalin antara Pemerintah Daerah

Kabupaten Lamongan dan civil society ini diharapkan akan memunculkan civil

society yang mandiri yang akan mampu menerobos batas-batas kelas, serta

memiliki kapasitas politik yang lebih tinggi, sehingga mampu menjadi kekuatan

penyeimbang dari kekuatan pemerintah.8 Pemikiran ini relevan untuk menjelaskan

realitas pola relasi antara negara dan masyarakat di Indonesia. Hal ini karena, di

dalam kerangka kelembagaan yang baru, reformasi telah membuka ruang publik

yang jauh lebih luas dalam rangka mewujudkan kehidupan berdasarkan prinsip-

prinspi yang dicita-citakan oleh para tokoh reformasi.

Sebagai konsekuensi dari perkembangan kerangka kelembagaan tersebut,

civil society yang semula identik dengan organisasi yang independen yang berada

di luar pemerintahan, nyatanya mulai memposisikan diri sebagai bagian dari

pemerintahan dalam artian terkait bahkan masuk dalam struktur negara.

Pergeseran tersebut yang kemudian melahirkan paradigma baru, yakni civil

society diposisikan pada tingkatan yang sejajar dengan negara (pemerintahan).

Sebagai dampaknya, transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi yang selama ini

menjadi materi pokok perjuangan civil society dikonseptualisasikan menjadi tema

sentral dalam pengembangan kelembagaan negara. Sementara itu, bagi

masyarakat kerangka kelembagaan baru dinilai telah membuka peluang untuk

mewujudkan masyarakat yang terbuka dan berkeadilan sosial.9

B. Eksistensi dan Bentuk Partisipasi Civil Society dalam Pembentukan

Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 1 Tahun 2014 tentang

Izin Lingkungan

Hubungan yang baik antara Pemerintah Daerah dengan civil society,

menjadi dasar bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan untuk selalu

melibatkan masyarakat, baik perseorangan maupun kelompok masyarakat atau

8 Emizal Amri, et.al, “Pola Hubungan Negara dan civil society Patterns State and Civil

Society Relations” Jurnal Politik, 12, 02, (2016), h. 1823.

9 Ibid, h. 1824.

Page 53: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

42

civil society dalam setiap pengambilan kebijakan publiknya, termasuk juga dalam

hal pembentukan Peraturan Daerah.10

Hal ini karena partisipasi merupakan aspek yang penting dalam

merealisasikan penyelenggaraan pemerintahan yang baik, profesional dan

akuntabel sesuai dengan prinsip-prinsip good governance. 11

Selain itu, partisipasi

juga merupakan suatu keharusan dalam pembentukan peraturan daerah, yang

mana pembentukan peraturan daerah sendiri merupakan pilar utama bagi

penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Peraturan Daerah di Kabupaten Lamongan sebagai bagian dari Peraturan

Perundang-undangan, dalam proses pembentukannya memberikan kesempatan

bagi warga masyarakat maupun kelompok masyarakat yang berdomisili di

Kabupaten Lamongan untuk memberikan masukan, baik secara lisan maupun

tulisan dalam rangka pembentukan Peraturan Daerah yang akan dibuat oleh

lembaga Legislatif dan eksekutif.

Partisipasi civil society sebagai salah satu elemen masyarakat dalam

pengambilan kebijakan publik, termasuk di dalamnya pembentukan peraturan

daerah di Kabupaten Lamongan pada dasarnya memiliki kesempatan cukup besar

dan strategis. Hal ini karena, partisipasi masyarakat dalam pembentukan Peraturan

Perundang-undangan sendiri telah diatur dalam berbagai macam regulasi

diantaranya: pertama, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Di mana pada Pasal 96

menyatakan bahwa masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau

tulisan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Adapun masukan

10 Shofi, Kepala Sub Bagian Peraturan Perundang-undangan Sekretariat Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lamongan, Interview Pribadi, Lamongan 7 Mei

2018.

11 A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewarga[negara]an Civic Education

Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani, (Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, 2014), h. 199-200.

Page 54: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

43

secara lisan dan/atau tulisan dilakukan melalui: rapat dengar pendapat, kunjungan

kerja, sosialisasi, dan seminar, lokakarya, dan diskusi.

Kedua, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah. Pada Penjelasan Pasal 354 ayat (1) dijelaskan bahwa yang termasuk

aspek partisipasi masyarakat mencakup penyusunan Perda dan kebijakan daerah

yang mengatur dan membebani masyarakat; perencanaan, penganggaran,

pelaksanaan, pemonitoran, pengevaluasian pembangunan daerah dan pengelolaan

aset atau sumber daya daerah serta pelayanan publik. Yang menurut ayat (3) hal

itu dilakukan melalui konsultasi publik, musyawarah, kemitraan, penyampaian

aspirasi, pengawasan, dan keterlibatan lain sesuai dengan peraturan perundang-

undangan.

Ketiga, Pasal 90 Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia

Nomor 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah, yang

menyatakan bahwa masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan

dan/tulisan dalam pembentukan Peraturan Daerah, Perkada atau PB KDH.

Partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan daerah merupakan

suatu kekutan masyarakat untuk mempengaruhi hasil akhir kebijakan pemerintah,

yaitu manipulasi, delegasi kekuasaan, dan kendali masyarakat. Sehubungan

dengan hal tersebut, partisipasi masyarakat dalam pembentukan Peraturan Daerah

terbagi atas tiga tingkat.12

Pertama, yang dikategorikan sebagai tidak adanya

partisipasi, yakni tingkat yang disebut manipulasi dan terapi. Kedua, yang

dikategorikan sebagai partisipasi semu, yakni tingkat yang disebut peradaman,

konsultasi, dan informasi. Pada tingkat ini, masyarakat didengarkan dan

diperkenankan berpendapat, tetapi tidak memiliki kemampuan dan tidak ada

jaminan bahwa pandangan mereka akan dipertimbangkan secara sungguh-

sungguh oleh penentu kebijakan dan ketiga, yang dikategorikan sebagai

kekuasaan masyarakat, yakni tingkat kemitraan, delegasi kekuasaan, dan kendali

12 Sigit Wijaksono, “Penggaruh Lama Tingal Terhadap Tingkat Partisipasi Masyarakat

Dalam Pengelolaan Lingkungan Pemukiman”, Jurnal ComTech, 4, 1(Juni, 2013), h. 28.

Page 55: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

44

masyarakat. Dalam tingkatan ini, masyarakat memiliki pengaruh dalam proses

penentuan kebijakan.

Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 1 Tahun 2014 tentang Izin

Lingkungan ini lahir dari adanya kebutuhan hukum masyarakat di Kabupaten

Lamongan akan perizinan yang mengatur tentang lingkungan mengingat

banyaknya kasus perusakan dan pencemaran lingkungan yang terjadi di

Kabupaten Lamongan sebagai dampak dari berkembangnya pembangunan dan

industri. Sebagai contoh adalah kasus pencemaran yang di duga dilakukan oleh

pabrik gula PT. Kebun Tebu Mas (KTM), polusi udara dan juga bau tidak sedap

yang diakibatkan dari kegiatan pabrik sehingga menyebabkan warga di sekitar

lokasi mengeluh dan merasa terganggu sehingga masyarakt sekitar pabrik sering

melakukan demonstrasi menuntut pabrik berhenti beroperasi. Selain itu

pengolahan limbah pabrik yang tidak sesuai dengan standart dengan membuang

limbah sisa produksi ke sungai/Kali Lamong yang menyebabkan terjadinya

kerusakan ekosistem sungai, terlebih air Kali Lamong kerap dimanfaatkan warga

untuk kebutuhan mencuci dan kegiatan lain.13

Ada juga kasus limbah bubur kertas

yang dibuang di wilayah perbukitan gunung kapur di Sunan Drajat yang kian hari

kian parah sehingga membuat warga menjadi resah dan marah. Yang tak kalah

menyita perhatian adalah kasus pencemaran air laut radius 4 hingga 5 mil dari

daratan laut Paciran yang menyebabkan beberapa jenis ikan tangkapan nelayan

Paciran mati, ditambah lagi kawasan tersebut merupakan kawasan wisata bahari

yang tentu akan mengakibatkan wisatawan enggan untuk datang sehingga

mengakibatkan kerugian yang cukup besar bagi pemerintah daerah sebagai

pengelola dan warga sekitar yang menggantungkan hidup dari keberadaan lokasi

wisata tersebut.14

13

http://kabarone.com/pencemaran-limbah-pt-ktm-semakin-parah-warga-melakukan-

gerakan-aksi-demo/, diakses, pada Senin 12 Mei 2018.

14 http://surabaya.tribunnews.com/polres-lamongan-geber-penyelidikan-dua-kasus-

dugaan-pencemaran-lingkungan, diakses, pada Senin 12 Mei 2018.

Page 56: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

45

Selain karena kebutuhan hukum lingkungan, dibentuknya Peraturan

Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 1 Tahun 2014 tentang Izin Lingkungan juga

merupakan amanat atau pendelegasian dari Peraturan Pemerintah Nomor 27

Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan yang sebelumnya telah ditetapkan oleh

Pemerintah Pusat. Karenanya, DRPD bersama Pemerintah Daerah Kabupaten

Lamongan merespon hal tersebut dengan mengeluarkan Peraturan Daerah.

Dalam hal pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 1

Tahun 2014 tentang Izin Lingkungan, DPRD Kabupaten Lamongan berupaya

untuk melibatkan masyarakat dalam prosesnya, di antaranya dengan mengundang

Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda), Badan Lingkungan

Hidup (BLH), Organisasi Masyarakat, dan Lembaga Swadaya Masyarakat

khususnya yang berkonsentrasi di bidang lingkungan untuk turut terlibat dalam

pembahasan Raperda memalui forum rapat dengar pendapat (public hearing) di

Balegda.15

Pada rapat dengar pendapat oleh Panitia Khusus II Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah Kabupaten Lamongan yang diadakan di Balegda pada tanggal 5

Mei 2014, beberapa perwakilan masyarakat yang diundang turut menyampaikan

pendapatnya. Di antaranya ialah Nur Salim, ketua LSM Jaringan Masyarakat

Lamongan atau Jamal yang menyampaikan ponolakannya terhadap industrialisasi

yang ada di Kabupaten Lamongan, kendatipun demikian ia meminta agar dalam

pembentukan Perda izin lingkungan ini lebih berhati-hati dan tidak terburu-buru

sehingga menimbulkan kesan bahwa Peraturan Daerah tentang izin lingkungan ini

hanya copy-paste dari Peraturan Daerah di daerah-daerah lain, sebab menurutnya

suatu Peraturan Daerah haruslah mempunyai ciri khas tersendiri yang

mencerminkan kondisi di Lamongan.16

15 Shofi, Kepala Sub Bagian Peraturan Perundang-undangan Sekretariat Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lamongan, Interview Pribadi, Lamongan 7 Mei

2018.

16 Risalah Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Lamongan Dalam Rangka Pembahasan 10

(Sepuluh) Raperda Kabupaten Lamongan Tahun 2014.

Page 57: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

46

Masukan juga diberikan oleh Ir. Choirul Anam, M. Pd., dari Universitas

Islam Darul Ulum (UNISDA) Lamongan. Ia menyampaikan bahwa izin

lingkungan sejatinya memiliki dua sudut pandang penting. Pertama, dari segi

hukum bahwa izin lingkungan adalah instrumen untuk memberikan kepastian

hukum bagi siapa saja yang ingin melakukan usaha, sehingga harus benar-benar

jelas bagaimana mana aturan mainya. Kedua, dari segi ekologi izin lingkungan ini

upaya untuk melindungi kehidupan hayati yang baik yang telah diciptakan tuhan

dengan begitu sempurna serta untuk menjamin hak-hak manusia untuk menikmati

lingkungan yang baik dan sehat.17

Sementara itu, Drs. Imam Ghazali, sekretaris Pimpinan Cabang Nahdlatul

Ulama Lamongan menekankan pentingnya lingkungan hidup yang bersih dan

sehat. Menurutnya, memperoleh kehidupan dengan lingkungan yang mendukung

adalah hak setiap warga negara karenanya sangat perlu dilakukan pengawasan

yang ketat terhadap para pelaku usaha, terutama terkait dampak yang ditimbulkan

serta tegas dalam melakukan penindakan bila mana terjadi penyimpangan demi

terjaganya kondisifitas dan terwujudnya kepentingan umum. Tak hanya itu ia juga

meminta agar ada instrumen khusus dalam Perda yang mewajibkan pelaku usaha

melakukan upaya konkrit sebagai bentuk kepedulian terhadap kelestarian

lingkungan hidup.18

Pada forum yang sama juga, wakil ketua Pimpinan Daerah

Muhammadiyah Lamongan K. H. Kusnan Sumber, S. Ag., meminta agar dalam

Peraturan Daerah tentang Izin Lingkungan ini nantinya masyarakat dilibatkan

secara aktif dalam mengawal dan mengawasi penyelenggaraan perizinan dan

pelaksanaannya. Hal ini karena masyarakat merupakan pihak yang akan sangat

dirugikan bila mana dalam perjalanannya terjadi penyelewengan dan kesalahan

yang berakibat pada terjadinya kerusakan lingkungan hidup mereka.19

17

Ibid.

18 Ibid.

19 Ibid.

Page 58: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

47

Tidak adanya Peraturan daerah yang dapat menjadi rujukan dalam

penyusunan serta mekanisme taknis pembentukan produk hukam daerah di

Kabupaten Lamongan, mengakibatkan masyarakat hanya dilibatkan dalam proses

pembahasan melalui rapat dengar pendapat umum di Balegda, dengan cara Badan

Legislasi Daerah meminta masyarakat atau kelompok masyarakat (civil society)

untuk memberi masukan atas Raperda yang disusun oleh pansus dalam rangka

penyempurnaan substansi materi Raperda. Sementara proses serapan lain dalam

pembentukan peraturan daerah seperti sosialisasi, seminar, lokakarya, dan diskusi

tidak dilakukan secara maksimal sehingga aspirasi masyarakat yang terserap juga

kurang maksimal.

Hal ini menunjukkan bahwa dalam pembentukan Peraturan Daerah di

Kabupaten Lamongan pada umumnya serta Peraturan Daerah Kabupaten

Lamongan Nomor 1 Tahun 2014 khususnya telah mencerminkan Peraturan

Daerah yang sesuai dengan asas partisipatif sebagaimana yang telah diamanatkan

oleh Undang-Undang.

Apabila diperhatikan setiap prosesnya, dapat disumpulakan bahwa dari

segi keterlibatannya bentuk partisipasi yang digunakan dalam pembentukan

Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 1 Tahun 2014 tentang Izin

Lingkungan masuk dalam kategori partisipasi langsung, ini karena DPRD

Kabupaten Lamongan menghadirkan langsung masyarakat untuk bertemu,

bertatap muka dalam forum rapat dengar pendapat guna didengarkan aspirasinya.

Adapun dari segi posisi, ini termasuk partisipasi vertikal di mana pemerintah

memiliki posisi yang lebih tinggi dari pada masyarakat biasa karena yang akan

keputusan pada akhirnya adalah pemerintah juga.

Selain itu, partisipasi yang ada juga bukan partisipasi penuh (citizen

control). Hal ini karena, suatu Perda dapat dikatakan partisipatif penuh bila

masyarakat dilibatkan dalam keseluruhan proses pembentukan peraturan daerah

mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, dan

pengundangan. Sementara dalam pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten

Page 59: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

48

Lamongan Nomor 1 Tahun 2014 tentang Izin Lingkungan, masyarakat hanya

dilibatkan dalam proses penyusunan itu pun tidak jaminan bahwa aspirasi yang

disampaikan akan ditanggapi secara sungguh-sungguh sehingga partisipasi yang

digunakan termasuk dalam kategori partisipasi semu atau partisipasi consultation

di mana masyarakat tidak hanya diberi tahu tetapi juga diundang untuk berbagi

pendapat, meskipun tidak ada jaminan bahwa pendapat yang dikemukakan akan

menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan.

Padahal, dengan adanya partisipasi masyarakat dalam pembentukan

peraturan daerah, maka diharapkan peraturan daerah yang dihasilkan dapat

mencerminkan kenyataan sosial yang berlaku secara umum dalam masyarakat.

Pada dasarnya urgensi partisipasi dalam pembentukan peraturan daerah yakni,

pertama, Menjaring pengetahuan-pengetahuan, keahlian, pengalaman masyarakat

sehingga Perda yang dibentuk benar-benar memenuhi syarat peraturan daerah

yang baik. Kedua, menjamin Perda sesuai dengan kenyataan yang ada dalam

masyarakat, menumbuhkan rasa memiliki, rasa tanggung jawab, dan akuntabilitas.

Ketiga, menumbuhkan adanya kepercayaan, penghargaan, dan pengakuan

masyarakat terhadap pemerintahan daerah.20

Partisipasi masyarakat ini merupakan salah satu hal terpenting dalam

pembentukan peraturan daerah, sebab dengan adanya partisipasi masyarakat

secara penuh, maka diharapkan Peraturan Daerah yang dibentuk nantinya adalah

Peraturan Daerah yang bener-benar sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang

berada di bawah bukan Peraturan Daerah yang hanya sesuai dengan perspektif

para elit semata.

20 Josef Mario Montiero, Pemahaman Dasar Hukum Pemerintahan Daerah, (Yogyakarta:

Pustaka Yustisia, 2016), h. 81.

Page 60: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

49

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pola relasi pemerintah dengan civil society sangat bergantung pada logika

kelembagaan yang dianut oleh suatu pemerintahan. Hal itu merupakan

konsekuensi logis dari institutional framework yang di dalamnya terdapat

berbagai macam kesepakatan dan ketentuan yang dapat dijadikan sebagai

acuan bagi pemerintah maupun berbagai organisasi kemasyarakatan

termasuk civil society. Lebih lanjut, hal tersebut akan berpengaruh terhadap

cara organisasi berpersepsi dan bertindak terhadap tindaknya. Berdasarkan

hasil penelitian ini diketahuai bahwa, relasi yang terjalin antara Pemerintah

Daerah Kabupaten Lamongan dengan civil society merupakan hubungan

kemitraan mutualistik. Di mana kedua belah pihak mempunyai peran

masing-masing. Kedua pihak tersebut secara umum mempunyai peran yang

sama dalam kemitraan ini yaitu menjalankan kemitraan mulai dari tahap

perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi secara bersama-sama. Secara khusus

pemerintah memiliki peran sebagai penguat komitmen, pendamping, dan

berkontribusi baik secara fisik maupun non-fisik, sementara civil society

berperan membantu pemerintah dalam mewujudkan permasalahan-

permasalahan yang menjadi kepedulian bersama.

2. Partisipasi civil society jelas terbukti ada dalam proses legislasi di

Kabupaten Lamongan. Hal ini dapat dilihat dengan dihadirkannya

Organisasi Masyarakat serta Lembaga Swadaya Masyarakat dalam rapat

dengar pendapat (public hearing) yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lamongan melalui Badan Legislasi

Daerah. Namun demikian, dalam pembentukan Peraturan Daerah Nomor 1

Page 61: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

50

Tahun 2014 tentang Izin Lingkungan partisipasi yang digunakan bukanlah

partisipasi yang penuh (citizen control), karena dalam pelaksanaannya,

elemen masyarakat hanya dilibatkan dalam satu proses saja diantara

beberapa proses atau tahapan dalam pembentukan suatu Peraturan

Perundang-undangan, yakni hanya dilibatkan dalam proses penyusunan saja.

Sedangkan dalam proses lain seperti perencanaan, pembahasan, pengesahan,

dan pengundangan masyarakat tidak dilibatkan. Ini menunjukkan bahwa

partisipasi yang dilaksanakan oleh DPRD dalam pembentukan peraturan

daerah adalah partispasi yang bersifat semu atau consultation, yakni

masyarakat diberikan informasi tentang pembentukan Perda juga diajak

dalam pembahasannya namun, apa yang menjadi hasil pembicaraan tersebut

belum tentu masuk atau menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan

keputusan.

B. Saran

Kepada Pemerintahan Daerah Kabupaten Lamongan direkomendasikan

beberapa hal, yakni:

1. Lebih mengoptimalkan partisipasi masyarakat, utamanya unsur civil

society proses dalam pembentukan Peraturan Daerah. Hal tersebut, dapat

dilakukan dengan beberapa cara diantaranya:

a. Mengikut sertakan masyakat /partisipan yang dianggap ahli dan

independen, kelompok masyarakat (civil society) sebagai representasi

masyarakat, kelompok profesi, dan LSM dalam kelompok kerja

pembentuk peraturan daerah;

b. Melakukan public hearing melalui seminar, lokakarya atau

mengundang stakeholders dalam rapat penyusunan Peraturan Daerah,

serta menjadikan apa yang menjadi hasil pembahasan bahan untuk

dimasukkan dalam materi Peraturan Daerah;

c. Melakukan uji sahih untuk mendapatkan tanggapan dan masukan;

d. Mengadakan kegiatan musawarah awal terhadap Peraturan Daerah

sebelum secara resmi dibahas oleh anggota DPRD;

Page 62: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

51

e. Mempublikasikan Rancangan Peraturan Daerah untuk mendapatkan

tanggapan dari masyarakat.

2. Membentuk Peraturan Daerah yang dapat dijadikan rujukan dalam

pembentukan produk hukum daerah.

3. Tetap mendukung dan mendampingi setiap kegiatan-kegiatan yang

dilaksanakan oleh civil society yang dapat memberikan dampak positif

terhadap masyarakat.

Kepada civil society di wilayah Kabupaten Lamongan direkomendasikan

hal-hal sebagai berikut:

1. Harus lebih memaksimalkan perannya sebagai agen penguat partisipasi

masyarakat.

2. Menjaga dan meningkatkan kinerja serta perannya dalam mendidik dan

mencerdaskan masyarakat.

Page 63: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

52

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku:

Achmadi, Adib, et.al, Good Governance dan Penguatan Institusi Daerah,

Jakarta: Masyarakat Transparasi Indonesia, 2002.

Ali, Zainuddin, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2015.

Anderson, James E., Public Policy Making, Boston: Houghton Mifflin Company,

2003.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Lamongan, Statistik Kesejahteraan Rakyat

Kabupaten Lamongan 2017, Lamongan: Badan Pusat Statistik Kabupaten

Lamongan, 2017.

--------------, Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Lamongan 2016,

(Lamongan: Badan Pusat Statistik Kabupaten Lamongan, 2016

Azra, Azyumardi, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani,

Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2000.

Budiarjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama, 2013.

Creswell, John W., Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan

Mixed, Jakarta: Pustaka Pelajar, 2010.

Djalal, Fasli dan Dedi Supriadi, Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi

Daerah, Yogyakarta: Adicita, 2001.

Dwiningrum, Siti Irene Astuti, Desantralisasi dan Partisipasi Masyarakat Dalam

Pendidikan, Pustaka Pelajar, 2011.

Echols, Jhon M. dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, Cet XXIX,

Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2010.

Gaffar, Afan, Politik Indonesia, Transisi Menuju Demokrasi, Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2006.

Gerston, Larry N., Public Policy Making in a Democratic Seciety: A Guide to

Civic Engagement, Armonk: M. E. Sharpe, 2002.

Hikam, Muhamad AS, Demokrasi dan Civil Society, Jakarta: LP3ES, 1999.

Page 64: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

53

Isra, Saldi, Pergeseran Fungsi Legislasi:Menguatnya Model Legislasi

Parlementer Dalam Sistem Presidelsial Indonesia, Jakarta: PT.

RajaGrafindo Persada, 2013.

Kaloh, J., Mencari Bentuk Otonomi Daerah Suatu Solusi Dalam Menjawab

Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global, Jakarta: Rineka Cipta, 2007.

Karni, Asrori S., Civil Society dan Ummah, Jakart: Logos, 1999.

Manan, Munafrizal, Gerakan Rakyat Melawan Elite, Yogyakarta: Resist Book,

2005.

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media

Grup, 2011.

MD, Maruto dan Anwari WMK., Reformasi Politik dan Kekuatan Masyarakat

Kendala dan Peluang Menuju Demokrasi, Jakarta: LP3ES, 2002.

Montiero, Josef Mario, Pemahaman Dasar Hukum Pemerintahan Daerah,

Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2016.

Najih, Mokh, dkk., Hak Rakyat Mengontrol Negara: Membangun Model

Partisipasi Masyarakatdalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Malang:

Intrans Publishing, 2006.

Nugroho, Riant, Public Policy,Jakarta: PT. Elex Media Komputindo,2009.

Slamet, Yulius, Pembangunan Masyarakat Berwawasan Partisipasi, Surakarta:

Sebelas Maret University Press, 1994.

Sumarto, Hatifah SJ., Inovasi, Partisipasi, dan Good Governance: 20 Prakarsa

Inovatif dan Partisipatif di Indonesia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,

2004.

Subarsono, A. G., Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori dan Aplikasi,

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.

Ubaedillah, A. dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewarga[negara]an Civic

Education Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani, Jakarta:

ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.

Peraturan Perundang-undangan:

Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 1 Tahun 2014 tentang Izin

Lingkungan.

Page 65: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

54

Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2011

tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan.

Jurnal/Skripsi/Tesis:

Amri, Emizal, et.al, “Pola Hubungan Negara dan civil society, Patterns State and

Civil Society Relations” Jurnal Politik, Vol. 12, No. 02, (2016),

Griadi, Ni Made Ari Yuliartini dan Anak Gunung sri Utari, “Partisipasi

Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah”. Jurnal Kertha

Patrika. Vol. 33 No. 1 Januari 2008, (2008).

Hadi, Ayatullah, “Pola Hubungan Civil Society dan Pemerintah Lokal (Studi

Kasus Kegiatan NGO dalam Mendorong Keterbukaan Informasi Publik di

Kota Mataram Tahun 2011-2015), Tesis S2 Prorgam Studi Magister Ilmu

Pemerintahan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2017.

Huda, Ni’matul, “Kedudukan Peraturan Daerah dalam Hierarki Peraturan

Perundang-Undangan”, Jurnal Hukum, Vol. 13, No. 1, Januari 2006,

(2006). Purnama, Hilman. “Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah

(Studi Terhadap Pembentukan dan Implementasi Peraturan Daerah

Kabupaten Cianjur Nomor 12 Tahun 2013 tentang Larangan Peredaran

dan Penjualan Minuman Beralkohol)”. Skripsi S1 Fakultas Syari’ah dan

Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.

R. S., Iza Rumesten, “Model Ideal Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan

Peraturan Daerah”, Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 12 No. 1, Januari 2012,

(2012).

Setyawan, Dody, “Peran Civil Society Sebagai Pressure Grup Dalam Perumusan

Kebijakan Publik (Studi Pada Malang Corruption Watch [MCW])”. Jurnal

Reformasi. Vol. 1 No. 1 Juli-Desember 2011, (2011).

Subekti, “Partsipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah (Studi

Partsipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten

Pemalang Nomor 23 Tahun 2008 tentang Penanggulangan Kemiskinan

Daerah)”. Skripsi S1 Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang,

2010.

Page 66: PARTISIPASI CIVIL SOCIETY DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44205...Terdapat unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda),

55

Sunarti, “Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Perumahan Secara

Berkelompok”, Jurnal Tata Loka, Vol. 5, No. 1, Januari 2003, (2003). Tamam, Badru, “Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah

(Perda) Di Kabupaten Karawang (Studi Terhadap Peraturan Daerah

Nomor 1 tahun 2011 tentang Ketenagakerjaan)”, Skripsi S1 Fakultas

Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta,

2017.

Wijaksono, Sigit. “Penggaruh Lama Tingal Terhadap Tingkat Partisipasi

Masyarakat Dalam Pengelolaan Lingkungan Pemukiman”. Jurnal

ComTech. Vol. 4. No. 1 Juni 2013. (2013).

Yulianti, Yoni, “Analisis Partisipasi Masyarakat Dalam Pelaksanaan Program

Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan Di Kota

Solok”, Tesis S2 Program Pasca sarjana, Universitas Andalas, 2012.

Internet:

http://kabarone.com/pencemaran-limbah-pt-ktm-semakin-parah-warga-

melakukan-gerakan-aksi-demo/, diakses, pada Senin 12 Mei 2018.

http://lamongan.go.id/instansi/wp-content/uploads/sites/33/2013/05/Gambaran-

Umum-Kabupaten-Lamongan.pdf, diakses pada 1 Mei 2018.

http://m.bangsaonline.com/berita/12949/pcnu-babat-sarat-kepentingan-akan-seret-

kasus-ke-muktamar, diakses pada 10 Mei 2018.

http://m.suarabanyuurip.com/kabar/baca/lsm-di-lamongan-menjamur, diakses

pada 5 Mei 2018.

http://surabaya.tribunnews.com/polres-lamongan-geber-penyelidikan-dua-kasus-

dugaan-pencemaran-lingkungan, diakses, pada Senin 12 Mei 2018.

http://www.kebijakankesehatanco.cc/2009/09/pengertian-kebijakan.html, diakses

pada, Minggu, 30 September 2018.