civil society dan partisipasi politik

82
CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK (Peran KontraS terhadap Aksi Kamisan dalam Menuntut Penyelesaian Kasus HAM pada Masa Orde Baru) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Oleh: ANDRE ALBAR MUHARROM 1112112000053 PROGRAM STUDI ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H/2019

Upload: others

Post on 01-Dec-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

(Peran KontraS terhadap Aksi Kamisan dalam Menuntut Penyelesaian

Kasus HAM pada Masa Orde Baru)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

ANDRE ALBAR MUHARROM

1112112000053

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H/2019

Page 2: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

i

CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK (Peran KontraS terhadap Aksi Kamisan dalam Menuntut Penyelesaian

Kasus HAM pada Masa Orde Baru)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

ANDRE ALBAR MUHARROM

1112112000053

Pembimbing

Dr. Agus Nugraha, M.A

NIP: 19680801 200003 1 001

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H /2019 M

Page 3: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

ii

LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Skripsi yang berjudul:

CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

(Peran KontraS terhadap Aksi Kamisan dalam Menuntut Penyelesaian

Kasus HAM pada Masa Orde Baru)

1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu

persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesua dengan ketentuan yang beerlaku di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya kemudian

menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 30 April 2019

Andre Albar Muharrom

Page 4: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

iii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI

Dengan ini pembimbing skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:

Nama : Andre Albar Muharrom

NIM : 1112112000053

Program Studi : Ilmu Politik

Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:

CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK (Peran KontraS terhadap

Aksi Kamisan dalam Menuntut Penyelesaian Kasus HAM pada Masa Orde

Baru) dan telah diujikan pada tanggal 04 Juli 2019.

Jakarta, 04 Juli 2019

Mengetahui, Menyetujui,

Ketua Program Studi Pembimbing

Dr. Iding Rosyidin, M.Si Dr. Agus Nugraha, M.A

NIP: 19701013 200501 1 003 NIP: 19680801 200003 1 001

Page 5: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

iv

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

SKRIPSI

CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

(Peran KontraS terhadap Aksi Kamisan dalam Menuntut Penyelesaian

Kasus HAM pada Masa Orde Baru)

Oleh

Andre Albar Muharrom

1112112000053

Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 04 Juli 2019.

Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana

Sosial (S.Sos) pada Program Studi Ilmu Politik.

Ketua, Sekretaris,

Dr. Iding Rosyidin, M.Si Suryani, M.Si

NIP: 19701013 200501 1 003 NIP: 19770424 200710 2 003

Penguji I Penguji II

Dr. Haniah Hanafie, M.Si Gefarina Djohan M.A

NIP: 19610524 200003 2 002 NIP: 19631024 199903 2 001

Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada 04 Juli 2019.

Ketua Program Studi Ilmu Politik,

FISIP UIN Jakarta

Dr. Iding Rosyidin, M.Si

NIP: 19701013 200501 1 003

Page 6: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

v

ABSTRAK

Andre Albar Muharrom

1112112000053

CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK (Peran KontraS terhadap

Aksi Kamisan dalam Menuntut Penyelesaian Kasus HAM pada Masa Orde

Baru)

Skripsi ini menganalisa peran Komisi untuk Orang Hilang dan Korban

Tindak Kekerasan (KontraS) terhadap Aksi Kamisan dalam menuntut

penyelesaian kasus Hak Asasi Manusia (HAM) berat di masa orde baru.

Konsistensi pelakasanaan Aksi Kamisan menjadi menarik untuk diteliti dengan

melihat peran civil society di dalamnya. Adapun tujuan penelitian ini adalah

mengetahui peran KontraS dalam Aksi Kamisan dalam rangka penuntutan

pelanggaran HAM di masa lalu.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode studi kasus.

Dengan pendekatan kualitatif, penulis berusaha menggambarkan dan menganalisa

peran KontraS terhadap penuntutan penyelesaian kasus HAM di masa lalu oleh

Aksi Kamisan.

Kerangka teoretis yang digunakan adalah partisipasi politik menurut

Samuel P. Huntington dan Joan Nelson untuk menjelaskan bentuk partisipasi

politik Aksi Kamisan. Selain itu penulis menggunakan teori peran civil society

untuk menganalisa peran yang dilakukan KontraS terhadap Aksi Kamisan.

Dari hasil analisa dengan menggunakan teori tersebut ditemukan bahwa

Aksi Kamisan sudah dapat tumbuh secara organik sehingga peran kelompok civil

society sudah mulai berkurang, akan tetapi masih ada beberapa peran teknis yang

dilakukan KontraS untuk mengawal Aksi Kamisan yakni berkaitan dengan

pendampingan hukum dan keperluan administratif. Berdasarkan hasil analisis,

KontraS memiliki peran yang dapat dimainkan civil society dalam sebuah negara,

yakni sebagai katalisasi perubahan sistem, memonitor pelaksanaan sistem dan

cara penyelenggaraan negara, dapat memfasilitasi rekonsiliasi warga negara

dengan lembaga peradilan, dan mengimplementasikan program pelayanan terkait

HAM kepada warga negara. Untuk itu, KontraS dikategorikan sebagai organisasi

non-pemerintah tipe Politik Tingkat Tinggi: Mobilisasi Akar-Rumput karena

memiliki kecendrungan aktif dalam kegiatan politik salah satunya melalui Aksi

Kamisan.

Kata Kunci: KontraS, Aksi Kamisan, Civil Society, Partisipasi Politik

Page 7: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

vi

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan

karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Shalawat serta salam dicurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW, Rasul

yang telah membawa umatnya dari zaman kegelapan menuju ke zaman yang

terang benderang sampai saat ini.

Skripsi yang berjudul “Civil Society dan Partisipasi Politik (Studi Kasus

Peran KontraS terhadap Penuntutan Penyelesaian Kasus HAM di Masa Lalu oleh

Aksi Kamisan)” disusun dalam rangka memenuhi persyaratan untuk mencapai

gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Ilmu Politik, Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Peneliti menyadari betul dalam penyusunan skripsi ini masih belum

sempurna dan banyak kekurangan. Tanpa adanya bantuan dan dorongan dari

berbagai pihak, peneliti tidak dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Untuk

itu, peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., M.A., selaku Rektor UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta seluruh staff dan jajarannya.

2. Ali Munhanif, M.A., Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik (FISIP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta seluruh staf dan

jajarannya.

3. Dr. Iding Rosyidin, M.Si, selaku Kepala Program Studi Ilmu Politik FISIP

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan selaku dosen pembimbing dalam

Page 8: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

vii

penelitian ini. Terima kasih atas bimbingan, kritikan, dan dorongannya

selama penelitian ini.

4. Suryani, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Politik FISIP UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Dr. Agus Nugraha , M.A, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

membantu penulis dalam penyusunan skripsi.

6. Dr. Haniah Hanafie, M.Si dan Gefarina Djohan, MA selaku penguji skripsi

yang telah menyediakan waktu dan tenaga serta pikiran untuk memberi

koreksi, tanggapan, dan saran kepada penulis.

7. Seluruh dosen pengajar di Program Studi Ilmu Politik yang telah

memberikan ilmu yang bermanfaat bagi peneliti selama kuliah.

8. Seluruh narasumber yang telah bersedia menyediakan waktunya untuk

memberikan informasi atau data-data yang penulis perlukan selama

berlangsungnya wawancara.

9. Orang tua tersayang, Mamih dan Babeh serta kakak tercinta Ria Bulandari

Sagita yang selalu memberikan doa, dukungan, serta kasih sayangnya

kepada peneliti untuk dapat menyelesaikan penelitian ini.

10. Sahabat penulis tercinta Ilmu Politik 2012, Renaldy Akbar, Miftahusurrur,

Syahruli Fadhil, Ade Prasetyo, M. Naufal, Andra Remon, Akbar Faqih,

Kholisi Wassaki, Nur Fadly, Silmi Fatahilah, Dwi Prayogo, Syarah

Annisa, dan lain-lain yang telah menemani penulis selama masa studi.

11. Masayu Fitria yang telah menjadi penyemangat dan teman untuk berbagi

keluh kesah.

Page 9: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

viii

12. KNDG Famiglia, Fachriel Asyari, Diaz Panglima, Banda Syahmanara,

Kevin Mahardhika, Fahmi Jamil, Fuad Alkatiri, Dharma Prio Oetomo,

Ritchie Irwinsyah.

13. SREP ON, Rahmat hidayat, Jayadi, Alfrian, Rizki Rifansa, Cotsky, Abdul

Rozak, Hadi, Bana, Sigit, serta teman-teman Peradaban Kolektif dan

Sekber Jeletreng.

14. SXO Tv, Takjemujemu, Blinddedog, Gnoberio, Tandu Arta, Zerris jhos,

Herdityo, Mancil Tarmat, Tncl, Robby Yudha, dan lain-lain.

15. Syahroni, Andris Sambung, Abrar, Cendy, Fahrul, Menos, Fabio, Pasto,

Faisal Faras. Terima kasih untuk segala canda-tawa, suka-duka selama

berada di Ciputat.

16. Reza Zamzami, Rahmat Fernandes, Arbian, Alfian Bajong, Rendy Kiwil,

Bimo, Faruq, Villarian, M. Asnawi Irzal, Padlansyah, Syafrizal Marbun,

Shidki Maulana, Andhika Yusmana, Robith Billah, Fitra Aditya, dan lain-

lain yang telah menjaga semangat dan mendorong penulis untuk

menyelesaikan penelitian ini.

Jakarta,17 Mei 2019

Andre Albar Muharrom

Page 10: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

ix

DAFTAR ISI

CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK ............................................. i

LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ..................................... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ................................. iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI SKRIPSI ................................. iv

ABSTRAK ............................................................................................................ v

KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi

DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xi

DAFTAR TABEL .............................................................................................. xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah ..................................................................................... 1

B. Pertanyaan Penelitian ................................................................................... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................................... 6

D. Tinjauan Pustaka .......................................................................................... 7

E. Metodologi Penelitian ................................................................................ 10

1. Jenis Penelitian .................................................................................... 10

2. Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 10

3. Teknik Analisis Data ........................................................................... 11

F. Sistematika Penulisan ................................................................................ 13

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP

A. Civil Society ............................................................................................... 15

1. Ciri-ciri Civil Society ........................................................................... 17

2. Konsep LSM Sebagai Masyarakat Sipil .............................................. 20

B. Partisipasi Politik ....................................................................................... 23

1. Model dan Bentuk Partisipasi Politik .................................................. 25

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Politik Masyarakat .... 27

C. Peran Civil Society dalam Partisipasi Politik............................................. 29

Page 11: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

x

BAB III GAMBARAN UMUM KONTRAS DAN AKSI KAMISAN

A. Profil Kontras ............................................................................................. 31

1. Visi dan Misi KontraS ......................................................................... 38

2. Struktur Organisasi .............................................................................. 39

B. Sejarah Aksi Kamisan ................................................................................ 40

BAB IV PERAN KONTRAS TERHADAP AKSI KAMISAN DALAM

MENUNTUT PENYELESAIAN PELANGGARAN HAM DI

MASA LALU

A. Partisipasi Politik Aksi Kamisan ................................................................ 46

1. Aksi Demonstrasi ................................................................................ 47

2. Kampanye Media Sosial ...................................................................... 55

3. Aksi Penyelanggaran Seni ................................................................... 56

B. Peran KontraS dalam Aksi Kamisan .......................................................... 57

1. Pendampingan Hukum untuk Aksi Kamisan....................................... 57

2. Keperluan Administrasi Aksi Kamisan ............................................... 59

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................ 64

B. Saran .......................................................................................................... 65

Daftar Pustaka ................................................................................................... 66

Page 12: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar III.1 Logo KontraS ................................................................................ 32

Gambar III.2 Aksi Kamisan di Depan Istana Merdeka Jakarta .......................... 41

Gambar IV.1 Aksi Kamisan ke 583 pada 25 April 2019 .................................... 49

Gambar IV.2 Surat Terbuka JSKK di Aksi Kamisan ......................................... 50

Gambar IV.3 Penyelenggaraan Seni di Aksi Kamisan ....................................... 55

Page 13: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

xii

DAFTAR TABEL

Tabel III.1 Struktur Organisasi KontraS .......................................................... 39

Tabel III.2 Tuntutan Aksi Kamisan ................................................................. 43

Page 14: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah

Sejak jatuhnya rezim Orde Baru pada Mei 1998, terjadi gelombang

demokratisasi di Indonesia. Salah satu elemen demokratisasi tersebut adalah

kebebasan berpendapat dan berserikat di depan umum yang sebelumnya dibatasi

oleh pemerintah. Sejak saat itu masyarakat mulai bebas untuk berserikat dan

berkumpul menyampaikan tuntutan dari berbagai isu dan kepentingan kepada

pemerintah. Salah satunya adalah aksi protes yang menuntut penyelesaian kasus-

kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di masa Orde Baru.

Aksi protes tersebut kemudian dikenal dengan sebutan Aksi Kamisan

karena berlangsung setiap hari kamis di depan Istana Merdeka. Aksi tersebut

menuntut penyelesaian kasus HAM di masa lalu seperti penembakan misterius,

pembunuhan Marsinah, penculikan aktivis 1998, sampai dengan pembunuhan

Munir. Setidaknya ada tiga keluarga korban pelanggaran HAM berat yang

menjadi pelaku Aksi Kamisan, mereka juga tergabung dalam presidium Jaringan

Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK). Pertama, Maria Katarina Sumarsih,

orang tua dari Bernardus Realino Norma Irawan, salah satu mahasiswa yang

tewas dalam Peristiwa Semanggi. Kedua, Suciwati Munir, istri pegiat HAM,

Munir Said Thalib. Ketiga, Bedjo Untung, perwakilan dari keluarga korban

Page 15: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

2

pembunuhan, pembantaian dan pengurungan tanpa prosedur hukum terhadap

orang-orang yang diduga anggota PKI pada tahun 1965-1966.1

Aksi Kamisan dilakukan secara mingguan untuk mempererat solidaritas

antar sesama korban dan keluarga korban pelanggaran HAM berat yang

pengusutanya belum dilaksanakan secara tuntas. Ciri khas yang membedakan

Aksi Kamisan dengan bentuk aksi protes lainnya terletak pada intensitas aksi yang

tinggi, aktor yang sama dari waktu ke waktu, keteraturan waktu terkait

keberlangsungan aksi protes, konsistensi isu dan tuntutan yang diperjuangkan di

dalamnya dan cara atau metode penyampaian tuntutan.2

Aksi Kamisan pada awalnya diadakan di Jakarta pertama kali tanggal 18

Januari 2007, oleh Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK). Mereka

menuntut negara untuk bertanggung jawab atas kasus pelanggaran HAM. JSKK

sendiri merupakan sebuah paguyuban korban dan keluarga korban pelanggaran

HAM untuk mengadakan berbagi bersama JRK (Jaringan Relawan Kemanusiaan)

dan KontraS untuk mencari alternatif kegiatan dalam perjuangannya. Pada

pertemuan hari Selasa 9 Januari 2007, disepakati untuk mengadakan suatu

kegiatan guna bertahan dalam perjuangan mengungkap fakta kebenaran, mencari

keadilan dan melawan lupa. Sebuah kegiatan berupa “Aksi Diam” sekali dalam

1Leonardo Julius Putra, “Aksi Kamisan: Sebuah Tinjauan Praktis dan Teoritis Atas

Transformasi Gerakan Simbolik”, Jurnal Polinter Prodi Ilmu Politik FISIP UTA’45 Jakarta, Vol.

2 No. 1, Maret-Agustus 2016, h. 13-14 2Leonardo Julius Putra, Aksi Kamisan, h. 13.

Page 16: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

3

seminggu menjadi pilihan bersama. Bahkan disepakati pula mengenai hari,

tempat, waktu, pakaian, warna dan mascot sebagai simbol gerakan.3

Sejak diadakan pada 18 Januari 2007, jumlah Aksi Kamisan sudah

mencapai usia 12 tahun pada 2019. Aksi ini sudah dilakukan sebanyak 570 kali

dengan dua era pemerintahan yang berbeda, yakni pada kepemimpinan Susilo

Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo. Selain di Jakarta aksi ini mulai

dilakukan di kota-kota lain seperti di Medan, Bogor, Surabaya, Jogja, Malang,

Bali, dan kota-kota lainnya. Aksi ini didukung oleh banyak pihak, salah satunya

adalah anak muda yang ikut berpartisipasi dalam menyerukan Aksi Kamisan.

Banyak mahasiswa yang membuat penelitian, film, lagu, esai dan pameran foto

tentang Aksi Kamisan.4

Pada awalnya Aksi Kamisan hanya untuk kepentingan orang tua korban

HAM masa lalu. Namun seiring berjalannya waktu dan semakin banyak harapan

dari keluarga korban pelanggaran HAM berat kepada negara yang tidak juga

menemui titik terang, menjadikan Aksi Kamisan tidak lagi diidentikan dengan

kepentingan mereka. Namun menuntut persoalan HAM secara umum.

Penyediaan instrumen hukum untuk penyelesaian kasus pelanggaran HAM

di Indonesia sebenarnya tidak mengalami kemajuan signifikan sejak 2000 setelah

pemerintahan Presiden BJ Habibie membentuk UU Nomor 39 Tahun 1999

tentang HAM dan UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Setelah

3Riki Noviana, “Peringatan 20 Tahun Reformasi: Aksi Kamisan” diakses dari

https://www.era.id/read/gpU80l-peringatan-20-tahun-reformasi-aksi-kamisan pada 18 November

2018 4Christoforus Ristianto, “8 Fakta Tentang 12 Tahun Aksi Kamisan, Hanya Sekali Diajak

Masuk ke Istana”, diakses dari https://nasional.kompas.com/read/2019/01/17/12072721/8-fakta-

tentang-12-tahun-aksi-kamisan-hanya-sekali-diajak-masuk-ke-istana?page=1 pada 28 Maret 2019

Page 17: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

4

dua produk hukum itu, tidak ada satu pun presiden Indonesia yang

menindaklanjuti kebijakan tersebut dalam rangka menuntaskan pelanggaran HAM

masa lalu. Pada kepemimpinan Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri,

dan Susilo Bambang Yudhoyono memang terbit sejumlah produk legislasi untuk

menyelesaikan pelanggaran HAM. Namun, tidak ada produk legislasi yang

mampu mengatur secara rinci tentang pelanggaran HAM berat masa lalu.5

Setelah 12 tahun melakukan aksi di depan Istana Negara, untuk pertama

kalinya peserta aksi diundang bertemu presiden. Pada Kamis, 31 Mei 2018,

sekitar 20 anggota keluarga diundang untuk bertemu Joko Widodo (Jokowi)

dalam pertemuan tertutup. Dalam pertemuan tersebut, para peserta aksi

menyampaikan berkas permintaan agar Jokowi bisa menyelesaikan berbagai kasus

pelanggaran HAM berat, khususnya pelanggaran di masa lalu.6 Kendati demikian,

massa aksi meragukan niat Jokowi untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM

pasalnya belum ada langkah konkret yang dilakukan Jokowi untuk menuntaskan

kasus tersebut.7

Aksi Kamisan selama ini berlangsung juga karena dukungan dan peranan

civil society termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) didalamnya. Civil

society menjadi penting untuk membatasi kuasa negara melalui berbagai asosiasi,

organisasi, dan pengelompokan bebas di dalam rakyat serta keberdaan ruang-

5Nunik Nurhayati, “Quo Vadis Perlindungan Hak Asasi Manusia Dalam Penyelesaian

Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu Melalui Jalur Non Yudisial”, Jurisprudence, Vol. 6 No. 2

September 2016, h. 150. 6Bayu Hermawan, “Peserta Aksi Kamisan Bertemu Jokowi di Istana Negara” diakses dari

https://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/18/05/31/p9l8r0354-peserta-aksi-kamisan-

bertemu-jokowi-di-istana-negara pada 18 Novermber 2018 7“Massa Aksi Kamisan Ragukan Niat Jokowi Tuntaskan Kasus HAM” diakses dari

https://www.idntimes.com/news/indonesia/margith-juita-damanik/massa-aksi-kamisan-ragukan-

niat-jokowi-tuntaskan-kasus-ham/full pada 18 November 2018

Page 18: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

5

ruang publik yang bebas (the free public sphere). Melalui kelompok-kelompok

inilah rakyat dapat memperkuat posisinya dan secara aktif mendorong wacana dan

praksis yang berkaitan dengan kepentingan publik.8

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)

adalah NGO (Non-Governmental Organization) merupakan salah satu dari

organisasi yang merperesentasikan civil society. KontraS juga merupakan salah

satu pionir gerakan sosial dalam penuntutan pelanggaran HAM, karena

berdasarkan sejarahnya KontraS lahir di Jakarta 20 Maret 1998 ditengah-tengah

gerakan reformasi pemerintahan pasca Soeharto yang banyak terjadi pelanggaran

kasus HAM. Dalam menjalankan aksinya, KontraS memfokuskan diri pada isu-

isu pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia. Sebagai organisasi non-

pemerintahan, peran yang dilakukan oleh KontraS adalah mendorong masyarakat

untuk ikut serta menuntut pemerintah dalam menyelesaikan kasus-kasus orang

hilang dan korban tindak kekerasan atau kasus-kasus HAM yang terjadi di

Indonesia.

Banyaknya kasus pelanggaran HAM yang belum dan masih merebak di

Indonesia adalah sebuah tantangan bagi pemerintah. Tak hanya bagi pemerintah,

hal tersebut juga merupakan tantangan bagi civil society. KontraS, sebagai

organisasi non pemerintahan yang bergerak di bidang advokasi HAM, tentu harus

bekerja keras bersama dengan NGO lainnya untuk mendorong pemerintah

menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM.

8Sufyanto, Masyarakat Tammadun: Kritik Hermeneutis Masyarakat Madani Nurcholis

Madjid, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar dan LP2IF, 2001), h. 113-115.

Page 19: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

6

Penelitian ini akan melihat bagaimana peran-peran yang dilakukan Civil

Society Organization atau Non Governmental Organization dalam upaya

penyelesaian kasus pelanggaran HAM. Karena sesungguhnya civil society

merupakan bagian dari pilar demokrasi dan LSM termasuk didalamnya. Secara

khusus peneliti ingin melihat bagaimana asal muasal peran ini dilakukan, apa saja,

bagaimana dan apa saja peran yang dilakukan KontraS dalam Aksi Kamisan

untuk menuntut penyelesaian kasus pelanggaran HAM di masa orde baru.

B. Pertanyaan Penelitian

Fokus penelitian ini adalah menggambarkan peran KontraS dalam Aksi

Kamisan yang menuntut pelanggaran HAM di masa lalu. Adapun pertanyaan

penelitiannya adalah:

1. Bagaimana peran KontraS dalam Aksi Kamisan yang dilakukan dalam

rangka penuntutan pelanggaran HAM di masa orde baru?

2. Bagaimana peran pemerintah dalam merespon Aksi Kamisan?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dan kegunaan akademis yang ingin dicapai dalam penelitian ini

adalah:

1. Mendeskripsikan peran KontraS dalam Aksi Kamisan dalam rangka

penuntutan pelanggaran HAM di masa lalu.

Ada dua manfaat yang bisa diambil dari penelitian ini, yaitu:

1. Manfaat Teoritis

Page 20: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

7

Penelitian ini memiliki peran dalam memperkaya studi tentang civil

socity. Kemudian, penelitian ini menunjukan bagaimana peran KontraS

dalam Aksi Kamisan.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini bermanfaat bagi mahasiswa dan peneliti yang memiliki

perhatian dalam penyelesian kasus HAM berat di Indonesia.

D. Tinjauan Pustaka

Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan tinjauan pustaka

dalam rangka mengisi dan melengkapi penelitian-penelitian sebelumnya sehingga

penelitian ini semakin menarik untuk dibahas lebih lanjut. Penulis mengkaji

sekaligus menguraikan atau mengkaji penelitian-penelitian yang berhubungan

dengan judul penelitian ini.

Terdapat beberapa referensi penulis yang sesuai dan relevan dengan

penelitian ini. Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Leonardo Julius P,

mahasiswa magister Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada (UGM)

tahun 2014 dalam tesisnya berjudul: Memahami Transformasi Gerakan Simbolik

(Study Kasus Aksi Kamisan). Dalam penelitian ini menyatakan bahwa aksi

Kamisan merupakan contoh dari aksi yang menyampaikan gagasan dan tuntutan

tanpa harus dengan cara-cara yang lumrah dikenal seperti berteriak lantang

dengan pengeras suara atau merusak fasilitas publik demi menarik simpatik

Page 21: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

8

masyarakat luas, tapi aksi Kamisan tetap memiliki implikasi positif terhadap

simpati sebagai dukungan atas pencapaian tujuan gerakan.9

Perbedaan dari penelitian yang dilakukan oleh Leonardo Julius P dengan

penelitian yang sedang penulis kaji terletak pada fokus masalah yang dikaji

dimana dalam penelitian Leonardo Julius P lebih melihat bagaimana gerakan

sosial dalam Aksi Kamisan sedangkan penelitian ini fokus pada peranan

kelompok civil society dalam Aksi Kamisan itu sendiri.

Kedua, penelitian oleh Novriko Dwi Sanjaya, mahasiswa Jurusan Ilmu

Pemerintahan, Universitas Lampung tahun 2017 dalam skripsinya berjudul:

Peranan Civil Society dalam Mengatasi Kekerasan Terhadap Perempuan (Studi

Pada Lembaga Advokasi Perempuan Damar Provinsi Lampung). Penelitian ini

berkesimpulan bahwa Lembaga Advokasi Damar telah menjalankan peranannya

sebagai kelompok civil society yang dalam hal ini ikut mengatasi tindak kekerasan

terhadap perempuan.10

Persamaan yang dilakukan oleh Novriko Dwi Sanjaya ini adalah sama-

sama meneliti tentang peranan kelompok civil society dalam hal ini LSM terhadap

masyarakat. Namun perbedaanya terletak pada subjek dan objek penelitian yang

dilakukan.

Ketiga, penelitian yang ditulis oleh Devi Anggreini, mahasiswa Jurusan

Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta tahun

2018 dengan judul: Upaya Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan

9Leonardo Julius P, Tesis, Memahami Transformasi Gerakan Simbolik: Study Kasus Aksi

Kamisan, (Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, 2014). 10

Novriko Dwi Sanjaya, Skripsi, Peranan Civil Society dalam Mengatasi Kekerasan

Terhadap Perempuan (Studi Pada Lembaga Advokasi Perempuan Damar Provinsi Lampung),

(Bandar Lampung: Universitas Lampung, 2017).

Page 22: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

9

(KontraS) dalam Mengembangkan Hak Asasi Manusia di Asia Tenggara. Dalam

penelitian ini berkesimpulan bahwa KontraS sebagai LSM yang menangani hak

asasi manusia di Indonesia berupaya membantu negara dalam mendorong proses

pemajuan hak asasi manusia, melalui pola strategi Transnational Advocacy

Network yang diterapkan oleh KontraS.11

Meskipun memiliki subjek penelitian yang sama dengan penelitian yang

dilakukan oleh Devi Anggreini yakni KontraS, namun objek penelitian yang

diteliti penulis berbeda dimana penelitian ini meneliti peranan KontraS sebagai

kelompok civil society dalam penuntutan kasus HAM masa orde baru melalui aksi

Kamisan.

Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Fahmi Nur Ichsan, mahasiswa

Jurusan Ilmu Pemerintahan, Universitas Diponegoro tahun 2014 yang bejudul:

Analisis Peran Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan

(KontraS) sebagai Civil Society dalam Pengungkapan Kasus Munir. Penelitian ini

berkesimpulan bahwa KontraS sebagai civil society memainkan peran sebagai

watch dog terkait kasus pembunuhan terhadap aktivis HAM, Munir dengan

menggunakan strategi advokasi yang meliputi penyelidikan kasus, pendampingan

hukum, demonstrasi, serta strategi pembentukan opini di media.12

Meskipun antara penelitian Fahmi Nur Ichasan dan penelitian yang dikaji

penulis sama-sama meniliti peranan KontraS sebagai civil society dalam

11

Devi Anggreini, Skripsi, Upaya Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan

(KontraS) dalam Mengembangkan Hak Asasi Manusia di Asia Tenggara, (Yogyakarta:

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2018). 12

Fahmi Nur Ichsan, Analisis Peran Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak

Kekerasan (KontraS) sebagai Civil Society dalam Pengungkapan Kasus Munir, Journal of Politic

and Government Studies, Vol. 3 No.1 (2014).

Page 23: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

10

penuntutan kasus HAM berat dimasa lalu, namun dalam penelitian yang dikaji

penulis lebih melihat peranan KontraS dalam penuntutan kasus HAM berat

dimasa lalu dalam aksi Kamisan sedangkan penelitian Fahmi Nur Ichsan lebih

menekankan pada kasus Munir.

Dari keempat penelitian yang pernah ditulis diatas belum pernah ada yang

secara khusus mengkaji tentang peranan KontraS sebagai civil society dalam aksi

Kamisan dalam rangka penuntutan penuntasan kasus HAM berat dimasa orde

baru. Untuk itu, kemudian penelitian ini menjadi menarik dilakukan untuk

memperkaya khazanah ilmu politik khususnya dalam konteks civil society.

E. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif,

yakni penelitian yang bertujuan untuk mengidentifikasi sifat atau karakteristik

dari sekelompok manusia, benda, atau peristiwa. Penelitian kualitatif berdasarkan

sebuah prosedur pemecahan masalah yang diteliti dengan menggambarkan

keadaan subjek dan objek penelitian berdasarkan fakta yang ada. Penelitian

kualitatif akan menghasilkan data berupa kata-kata atau tulisan yang merupakan

penjabaran mengenai situasi dan kondisi yang terjadi pada objek penelitian.13

2. Teknik Pengumpulan Data

Adapun pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

13

Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial, (Bandung: Refika Aditama, 2010), h. 27.

Page 24: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

11

a. Dokumentasi

Dokumentasi adalah teknik yang digunakan dalam mencari dan

mengumpulkan data-data melalui dokumen dan sumber-sumber tertulis yang

berkaitan dengan objek yang diteliti. Dalam penelitian ini, dokumentasi yang

digunakan buku-buku, jurnal, surat kabar dan sumber internet jika diperlukan

untuk mencari jawaban permasalahan yang diteliti.

b. Wawancara

Wawancara ini dilakukan untuk pengumpulan data yang dilakukan dengan

cara tanya-jawab dengan narasumber dengan mengajukan pertanyaan tidak

berstruktur kepada pihak-pihak yang terkait dengan penelitian ini. Dalam

penelitian ini, wawancara dilakukan oleh Jali (Ketua Koordinator Media dan

Informasi Aksi Kamisan) dan Dimas Arya (Ketua Divisi Impunitas KontraS)

3. Teknik Analisis Data

Pada bagian analisis data, penulis menggunakan metode analisa penelitian

secara deskriptif, yakni sebuah metode yang menjabarkan hal-hal yang menjadi

objek penelitian atau menggambarkan suatu keadaan secara tepat sehingga

diharapkan mampu menjawab berbagai permasalahan tersebut.

Pengumpulan data yang dilakukan bersifat deskriptif. Setelah data-data

terkumpul kemudian diamati secara mendalam dan selanjutnya disusun untuk

diuraikan atau dijabarkan secara sistematis, sehingga data tersebut menjadi data

yang teratur dan tersusun sesuai dengan tujuan penelitian. Proses dalam analisis

data terbagi menjadi tiga, di antaranya:

Page 25: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

12

a. Data Reduction (Reduksi Data)

Reduksi data adalah suatu bentuk analisis yang mengarahkan,

menggolongkan, menajamkan, membuang waktu yang tidak perlu, serta

mengorganisir data dengan sedemikian rupa hingga kesimpulan-kesimpulan

akhirnya dapat ditarik dan diverifikasi.14

Oleh karena itu, jika dalam penelitian

peneliti menemukan sesuatu yang aneh, asing atau tidak dikenal, dan sebelum

memiliki pola, hal tersebutlah yang harus dijadikan perhatian oleh peneliti dalam

mereduksi data.

b. Data Display (Penyajian Data)

Penyajian data adalah sekumpulan informasi yang memberi kemungkinan

adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Aapun penyajian yang

baik merupakan suatu cara yang utama dalam analisis kualitatif. Bentuk penyajian

yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah teks yang bersifat naratif.

Melalui penyajian-penyajian ini, peneliti akan dapat memahami apa yang sedang

terjadi dana pa yang harus dilakukan berdasarkan atas dasar pemahaman yang kita

dapat dari penyajian-penyajian tersebut.15

c. Conclucion Drawing/ Verivication (Penarikan Kesimpulan)

Tahap ketiga dalam analisi data kualitatif, menurut Miles dan Huberman

adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Sementara itu Sugiyono menjelaskan

bahwa kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan

berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti kuat yang mendukung pada tahap

14

Andi Prastowo, Metode Penelitian Kualitatif: Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi,

(Jakarta: Djambatan, 2011), h. 243. 15

Andi Prastowo, Metode Penelitian Kualitatif: Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi, h.

244.

Page 26: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

13

pengumpulan data berikutnya. Akan tetapi, apabila kesimpulan yang

dikemukakan pada tahap awal telah didukung oleh bukti-bukti yang valid dan

konsisten saat kita kembali kelapangan, kesimpulan yang telah kita kemukakan

adalah kesimpulan yang kredibel dan terpercaya.16

F. Sistematika Penulisan

Dalam penelitian skripsi ini penulis menyusun pembahasan menjadi

beberapa bagian dalam sistematika penulisan sebagai berikut:

Bab I: Pendahuluan, pada bab ini penulis akan berusaha untuk

memaparkan permasalahan yang melatarbelakangi pembahasan dan perumusan

masalah serta manfaat dan tujuan terkait dalam penelitian mengenai Aksi

Kamisan untuk menuntut penyelesaian kasus HAM berat di masa lalu dan peran

KontraS sebagai kelompok civil society mendukung akasi tersebut.

Bab II: Kerangka Teoritis, pada bab ini penulis akan memaparkan

mengenai teori dam konsep sebagai konsepsi untuk menjawab pertanyaan

penelitian.

Bab III: Dalam bab ini peneliti akan memaparkan tentang profil KontraS.

Bab ini akan membahas mengenai sejarah, latar belakang berdirinya LSM

tersebut, tujuan terbentuknya, visi dan misi, struktur kepengurusan hingga

penghargaan yang diterima KontraS. Selain itu Bab ini juga membahas tentang

Aksi Kamisan.

16

Andi Prastowo, Metode Penelitian Kualitatif: Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi,

(Jakarta: Djambatan, 2011), h. 250.

Page 27: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

14

Bab IV: Bab ini adalah bagian terpenting dari penelitian ini karena

membahas tentang permasalahan yang peneliti angkat. Peneliti akan menjelaskan

bagaimana peran KonstraS dalam Aksi Kamisan, dan juga melihat faktor-faktor

pendukung dan penghambat yang ditemui KontraS dalam upayanya untuk

membantu Aksi Kamisan dalam penananganan kasus pelanggaran HAM berat di

masa lalu.

Bab V: Pada bab ini penulis berupaya menyimpulkan pembahsaan

mengenai skripsi ini sekaligus menjadi penutup pada pokok permasalahan. Dan di

bab penutup ini terdapat saran dan kritik bagi pembaca.

Page 28: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

15

BAB II

KERANGKA TEORI DAN KONSEP

Pada bab ini penulis membahas kerangka teori dan konsep untuk dijadikan

pisau analisis dalam melihat peran Komisi untuk Orang Hilang dan Korban

Tindak Kekerasan (KontraS) terhadap penuntutan penyelesaian kasus Hak Asasi

Manusia (HAM) di masa lalu melalui Aksi Kamisan. Konsepsi yang dipakai

untuk menggambarkan peran KontraS tersebut dijelaskan melalui konsep civil

society. Selain itu, penulis menggunakan teori partisipasi politik untuk

menggambarkan partisipasi yang dilakukan KontraS melalui Aksi Kamisan

A. Civil Society

Konsep civil society telah menjadi wacana dikalangan akademik dan

gerakan sosial. Civil society sering disebut sebagai masyarakat madani,

masyarakat warga, masyarakat kewargaan, masyarakat sipil, beradab atau

masyarakat berbudaya. Istilah civil society sendiri berasal dari bahasa latin, yakni

civitas dei atau kota illahi. Asal kata civil adalah civilization atau beradab. Civil

society dapat diartikan sebagai masyarakat beradab.17

Meskipun civil society sering diartikan sebagai masyarakat madani, namun

terdapat perbedaan diantara keduanya. Bagi beberapa cendikiawan Indonesia

seperti Nurcholish Madjid, M Dawan Rahardjo, Maswadi Rauf, dan Bachtiar

Effendy menganggap bahwa istilah masyarakat madani merupakan terjemahan

yang tepat dalam bahasa Indonesia untuk civil society. Namun menurut Syed

17

Suryo Sakti Hadiwijoyo, Negara, Demokrasi, dan Civil Society, (Yogyakarta: Graha

Ilmu: 2012), h. 73.

Page 29: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

16

Naquib Al-Attas, istilah masyarakat madani dan civil society memiki perbedaan

latar belakang konseptual. Masyarakat madani memiliki perjalanan sejarahnya

sendiri merujuk pada segala aktivitas masyarakat berdasarkan norma dan nilai

keislaman. Sedangkan civil society merupakan produk pemikiran Barat modern

merujuk pada sebuah lingkungan masyarakat yang terbebas dari negara dan terikat

dengan demokrasi.18

Terjemahan lain dari civil society yakni masyarakat sipil. Istilah ini

seringkali dipopulerkan oleh Mansour Fakih dalam berbagai tulisannya tentang

civil society. Konsekuensi dari istilah ini, masyarakat sipil diposisikan diametral

dengan masyarakat militer. Pengertian sipil terkesan sebagai tandingan dari

militer yang dalam masyarakat Indonesia hadir dalam bentuk dwi-fingsi ABRI,

atau menekankan pentingnya supermasi sipil. Itu artinya secara konseptual

masyarakat sipil senantiasa berlawanan dengan negara.19

Selain itu AS Hikam menerjemahkan civil society dengan masyarakat

warga atau masyarakat kewargaan. Dalam hal ini, civil society merupakan

kehidupan sosial yang bersifat sukarela, swadaya, swasembada, dan terbebas dari

tekanan negara. Makna dari konsepsi tersebut mengandung konotasi adanya

masyarakat yang beradab yang lebih menganut aturan-aturan berkaitan dengan

sistem hukum daripada aturan yang bersifat otoriter. Pandangan ini menganggap

18

Ardi Suryadi Culla, Rekonstruksi Civil Society: Wacana dan Aksi Ornop di Indonesia,

(Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2006), h. 39-40. 19

Ardi Suryadi Culla, Rekonstruksi Civil Society, h. 41-42.

Page 30: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

17

bahwa civil society sebagai suatu gerakan rakyat untuk membebaskan diri dari

hegemoni negara.20

Menurut Chandhoke, civil society didefinisikan sebagai suatu tempat di

mana masyarakat masuk ke dalam hubungan dengan negara. Civil society

merupakan tempat berpijak bagi munculnya wacana rasional untuk

mempertanyakan tanggung jawab negara. Terkait dengan hal tersebut, terdapat

empat persayaratan yang harus dipenuhi oleh civil society, yakni Pertama, nilai

dari civil society yang berupa partisipasi politik dan akuntabilitas negara. Kedua,

institusi dari civil society yang berupa forum representatif dari masyarakat dan

asosiasi sosial. Ketiga, perlindungan civil society yang berhubungan dengan hak-

hak individual secara umum. Keempat, anggota civil society adalah semua

individu yang dilindungi oleh hukum. Berdasarkan pandangan Chandhoke

terdapat empat aspek utama yaitu: adanya pertanggung jawaban negara,

keterbukaan dan transparansi, pengakuan terhadap hak asasi manusia, dan

inklusivitas.21

1. Ciri-ciri Civil Society

Menurut Diamond, masyarakat sipil harus bersedia secara aktif dan

kolektif dalam ruang publik untuk mengekspresikan kepentingan-kepentingan,

hasrat, pilihan, dan ide-ide mereka untuk saling bertukar informasi untuk

mencapai tujuan kolektif, mengajukan tuntutan kepada negara, dan menuntut

akuntabilitas negara. Masyarakat sipil yang kritis dan mandiri harus berkembang

20

Suryo Sakti Hadiwijoyo, Negara, Demokrasi, dan Civil Society, (Yogyakarta: Graha

Ilmu: 2012), h. 76. 21

Suryo Sakti Hadiwijoyo, Negara, Demokrasi, dan Civil Society, h. 77.

Page 31: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

18

dan mendapat jaminan rasa aman sehingga mereka membutuhkan perlindungan

dari tatanan hukum.22

Ada lima ciri-ciri masyarakat sipil yang diklasifikasikan oleh Diamond.

Kelima ciri tersebut, yaitu:23

1. Masyarakat sipil memusatkan perhatiannya pada tujuan-tujuan yang

bersifat publik bukan privat.

2. Masyarakat sipil memang dalam beberapa hal memiliki hubungan

dengan negara tapi mereka tidak berusaha untuk merebut kekuasaan

atas negara atau mendapat posisi jabatan pemerintahan. Artinya dia

tidak berusaha mengendalikan politik secara menyeluruh.

3. Masyarakat sipil menjunjung pluralism dan keberagaman. Tidak ada

organisasi yang sectarian dan memonopoli ruang publik untuk

kepentingan-kepentingan sectarian tertentu karena hal tersebut

bertentangan dengan semangat pluralistik.

4. Masyarakat sipil tidak berusaha menampilkan seluruh kepentingan

pribadi atau komunitas. Namun, kelompok yang berbeda akan

menampilkan atau mengekspresikan kepentingan yang berbeda pula.

Tumbuh kembang masyarakat politik pun sebenarnya dipengaruhi oleh

konteks sosial politik di daerah masing-masing. Masyarakat sipil berkembang dan

menjadi penyeimbang negara ketika terdapat proses-proses yang sehat, terbuka,

22

Ibid, h. 80-81. 23

Suryo Sakti Hadiwijoyo, Negara, Demokrasi, dan Civil Society, (Yogyakarta: Graha

Ilmu: 2012), h. 81.

Page 32: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

19

dan partisipatif. Menurut Eisentadt, terdapat empat komponen yang berkaitan

dengan kemungkinan tumbuh kembang masyarakat sipil:24

1. Masyarakat sipil harus bersifat otonom. Itu artinya masyarakat sipil

harus lepas dari kontrol dan pengaruh negara baik dalam bidang

ekonomi, politik, dan sosial.

2. Masyarakat sipil memiliki akses terhadap lembaga negara. Dalam

konteks hubungan antara negara dan masyarakat, masyarakat sipil

harus memiliki akses terhdap agensi dari negara. Artinya, individu

dapat melakukan partisipasi politik dengan beragam bentuk seperti

menghubungi pejabat, menulis pikiran di media massa, atau terlibat

langsung dalam organisasi sosial dan politik.

3. Arena publik yang otonom, dimana setiap organisasi sosial dapat

mengatur dirinya sendiri.

4. Arena publik yang terbuka dimana aktivitas yang dijalankan bersifat

terbuka bagi semua lapisan masyarakat, tidak dijalankan dengan

rahasia, ekslusif dan berisfat kooperatif.

Dalam menjelaskan terkait masyarakat sipil, perlu juga diketahui siapa

saja yang termasuk dalam bagian masyarakat sipil. Seringkali organisasi yang

menjadi kalangan masyarakat sipil adalah NGO (Non Government Organization)

atau LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat). Akan tetapi sebenarnya civil society

cakupannya lebih luas dari itu. Menurut Eisendtat kalangan civil society

merupakan sejumlah kelompok sosial, misalnya keluarga, kalangan bisnis,

24

Suryo Sakti Hadiwijoyo, Negara, Demokrasi, dan Civil Society, h. 82.

Page 33: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

20

asosiasi masyarakat, dan gerakan-gerakan sosial yanga ada dalam negara. Akan

tetapi sifatnya independen dari negara.25

Bagi Diamond, masyarakat sipil

mencakup beragam organisasi, formal dan informal meliputi kepentingan

ekonomi, kultural, informasi dan pendidikan, kepentingan, pembangunan,

berorientasi isu, dan kewarganegaraan.26

2. Konsep LSM Sebagai Masyarakat Sipil

Sebagai sebuah konsep masyarakat sipil sulit dipahami untuk tidak

dikaitkan dengan institusi atau organisasi-organisasi yang menjadi representasi

masyarakat sipil dalam kehidupan masyarakat. Salah satu pengejawantahan

masyarakat sipil adalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Banyak kalangan

mengalihbahasakan sebagai Non-Government Organization (NGO) atau

Organiasasi Non-Pemerintah (Ornop). Seusai dengan karakteristiknya, lembaga

ini membawa misi yang mulia sesuai dengan impian kolektif, gagasan, dan

praksis hidup gerakan masyarakat sipil.

Istilah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) muncul atas kritik

penggunaan kata NGO atau Ornop yang diartikan atau dituduh sebagai kelompok

masyarakat yang tidak mau bekerja dengan pemerintah. Oleh karena itu, LSM

dipakai untuk pengganti Ornop. Dalam pengertian umum, Ornop mencakup

semua organisasi masyarakat yang berada di luar struktur dan jalur formal

pemerintahan dan tidak dibentuk oleh atau merupakan dari birokrasi pemerintah.

Namun penggunaan istilah Ornop terkesan menghadapkan pemerintah dalam

25

Afan Gafar, Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 1999), h. 180. 26

Suryo Sakti Hadiwijoyo, Negara, Demokrasi, dan Civil Society, (Yogyakarta: Graha

Ilmu: 2012), h. 82.

Page 34: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

21

posisi dikotomis dan berlawanan dan juga terkesana sebagai oposan pemerintah.

Namun penggantian istilah Ornop menjadi LSM seringkali dianggap bermasalah

karena mengaburkan batas antara organisasi non-pemerintah yang murni dibentuk

oleh masyarakat dengan organisasi non-pemerintah yang sebenarnya dibentuk

oleh pemerintah. Selain itu, istilah LSM mensyaratkan adanya pelembagaan

organisasi terlebih dahulu dalam bentuk legal-formal.27

Akan tetapi dalam penelitian ini peneliti tetap menggunakan istilah LSM

untuk menunjuk KontraS merujuk pada aturan pemerintah yakni Instruksi Menteri

Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1990 yang menyebutkan bahwa Ornop kemudian

dipakai istilah LSM, yakni organisasi atau lembaga yang anggotanya adalah

masyarakat warga negara Republik Indonesia yang secara sukarela atau

berdasarkan kehendak sendiri berniat serta bergerak di bidang kegiatan tertentu

yang ditetapkan oleh organisasi sebagai wujud partisipasi masyarakat. Selain itu,

istilah LSM sudah menjadi istilah yang jamak diketahui untuk menunjuk lembaga

seperti KontraS.

Sebagaimana disinggung dalam bahasan diatas, LSM secara institusional

merupakan salah satu pengejewantahan dari masyarakat sipil. Hal inilah yang

membedakan LSM dengan entitas negara dan pasar. Konsep LSM sebagai

masyarakat sipil sebenarnya dapat ditelusuri dari pemikiran Alexis de Tocqueville

yang sempat mengamati demokrasi di Amerika Serikat. Ia menyebut bahwa ada

beberpaa macam kelompok, yaitu organisasi keagamaan yang berpusat di gereja,

organisasi masyarakat lokal, organisasi ketetanggaan, perkumpulan, dan lainnya.

27

Ardi Suryadi Culla, Rekonstruksi Civil Society: Wacana dan Aksi Ornop di Indonesia,

(Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2006), h. 63-68

Page 35: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

22

Organisasi yang berisfat sukarela menurutnya penting sebagai sumber demokrasi

karena melalui aktivitas-aktivitasnya mereka dapat mengkontrol pemerintah.

Organisasi sukarela ini berufungsi sebagai lembaga perantara yang

menghubungkan warga negara dengan pemerintah.28

Berdasarkan tipologinya, organisasi non-pemerintah dalam konteks

Indonesia menurut Philip Eldrige dapat dibedakan menjadi tiga model pendekatan

yang berkaitan dengan hubungan antara organisasi non-pemerintah dengan

pemerintah, yakni:29

Pertama, pendekatan berlabel “Kerja Sama Tingkat Tinggi: Pembangunan

Akar Rumput (High Level Partnership: Grassroots Development). Organisasi

dalam kategori ini menekankan kerjasama dalam program-program pembangunan

pemerintah. Organisasi tipe ini biasanya sangat menyadari pentingnya menjalin

jaringan dan memelihara akar ramput, akan tetapi tidak menunjukan ketertarikan

untuk mengubah atau merambah lebih jauh terhadap proses politik yang dilakukan

pemerintah atau kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Pada

umumnya organisasi tipe ini berkaitan langsung dengan proyek pembangunan

yang bersifat teknis ketimbang advokasi.

Kedua, pendekatan yang disebut “Politik Tingkat Tinggi: Mobilisasi Akar-

Rumput” (High Level Politics: Grassroots Mobilization). Organisasi dalam

kategori ini memiliki kecendrungan aktif dalam kegiatan politik. Tipe ini biasanya

mengembangkan gagasan berdasarkan kerangka berpikir teori sosial-radikal yang

28

Ardi Suryadi Culla, Rekonstruksi Civil Society: Wacana dan Aksi Ornop di Indonesia,

(Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2006), 70-71. 29

Ardi Suryadi Culla, Rekonstruksi Civil Society, 74-75.

Page 36: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

23

digabung dengan aksi kritis lebih luas terhadap praktik kekuasaan pemerintah

(negara).

Ketiga, pendekatan “Penguatan Akar Rumput” (Empowernment ata the

Grassroots). Orgnisasi tipe ini lebih memusatkan aktivitas pada usaha

peningkatan kesadaran masyarakat dan pemberdayaan masyarakat, terutama di

tingkat akar rumput. Organisasi ini memang tidak terlalu berminat menjalin

hubungan dengan pemerintah, akan tetapi juga tidak tertarik untuk melakukan

aksi-aksi perubahan politik. Orientasi dari organisasi ini lebih tertuju pada

peningkatan kesadaran masyarakat akan hak-hak ketimbang menjalani aksi yang

bermaksud mengubah kebijakan atau menyentuh proses politis tertentu.

B. Partisipasi Politik

Dalam analisis politik modern, partisipasi politik merupakan suatu

masalah penting yang banyak dipelajari terutama dalam kaitannya dengan negara-

negara berkembang. Pada awalnya, studi mengenai partisipasi politik fokus

pembahasannya berada pada partai politik sebagai pelaku utama. Akan tetapi

dalam perkembangannya, muncul kelompok masyarakat yang juga ingin

memengaruhi proses pengambilan keputusan mengenai kebijakan umum.30

Keterlibatan masyarakat dalam mempengaruhi keputusan pemerintah karena

mereka merasa kebijakan tersebut berpengaruh terhadap kehidupannya.

Secara konseptual partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau

kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu

30

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,

2008) h. 367.

Page 37: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

24

dengan jalan memilih pimpinan negara dan secara langsung atau tidak langsung

mempengaruhi kebijakan pemerintahan (public policy). Kegiatan ini mencakup

tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, meghadiri rapat

umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan

hubungan (contacting) dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen dan

sebagainya.31

Partisipasi politik meurut Keith Fauls sebagaimana dikutip oleh Damsar

adalah keterlibatan secara aktif (the active engagement) dari individu atau

kelompok ke dalam proses pemerintahan. Keterlibatan ini mencakup keterlibatan

dalam proses pengambilan keputusan. Keterlibatan ini juga berlaku bagi oposisi

pemerintah. Partisipasi politik juga diartikan sebagai kegiatan sukarela

masyarakat untuk mengambil bagian dalam proses pemilihan pemimpin atau

pembentukan kebijakan umum baik secara langsung atau tidak langsung.32

Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson menjelaskan partisipasi politik

sebagai perilaku atau sikap individu dan kelompok terhadap politik. Partisipasi

politik tidak hanya mencakup kegiatan yang dilakukan untuk mempengaruhi

pengambilan keputusan pemerintah, melainkan juga tindakan mempengaruhi

masyarakat. Partisipasi politik dapat dilakukan secara otonom dan juga partisipasi

politik yang dimaksudkan untuk memobilisasi masyarakat.33

31

Miriam Budiardjo. Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,

2008), h. 367. 32

Damsar, Pengantar Sosiologi Politik, (Jakarta: Prenada Meida Garoup, 2010), h. 180. 33

Samuel P. Huntington dan Joan Nelson. Partisipasi Politik di Negara Berkembang,

(Jakarta: Rineka Cipta, 1990) h. 9-10.

Page 38: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

25

Menurut Ramlam Surbakti, terdapat beberapa kriteria partisipasi politik,

yaitu:34

Pertama, berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang dapat diamati bukan

sikap atau orientasi. Artinya partisipasi politik hanya berhubungan dengan hal

yang bersifat objektif dan bukan subjektif. Kedua, kegiatan politik warga negara

biasa atau perseorangan sebagai warga negara yang dilaksanakan secara langsung

ataupun tidak langsung. Ketiga, kegiatan yang bertujuan untuk mempengaruhi

pengambilan keputusan pemerintah. Keempat, kegiatan untuk mempengaruhi

pemerintah tanpa peduli tingkat keberhasilan atau kegagalan dari efek yang

timbul. Kelima, kegiatan yang dilakukan mengikuti prosedur dan tanpa kekerasan

maupun daengan cara diluar prosedur tanpa kekerasan.

1. Model dan Bentuk Partisipasi Politik

Model partisipasi politik adalah tata cara orang melakukan partisipasi

politik. Model ini terbagi kedalam dua bagian besar, yakni conventional dan

unconventional. Partisipasi politik model conventional adalah mode klasik

seperti Pemilu dan kegiatan kampanye. Sedangkan model unconventional

adalah mode partisipasi politik yang tumbuh seiring munculnya gerakan sosial

baru yang berkaitan dengan gerakan pro lingkungan, gerakan perempuan,

protes mahasiswa, gerakan untuk hak asasi manusia, dan lainnya.35

Menurut Samuel P. Huntington dan Joan Nelson membagi bentuk-

bentuk partisipasi politik:36

34

Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: PT Grasindo,1999), h. 141. 35

Suryo Sakti Hadiwijoyo, Negara, Demokrasi, dan Civil Society, (Yogyakarta: Graha

Ilmu: 2012), h. 66. 36

Samuel P. Huntington dan Joan Nelson. Partisipasi Politik di Negara Berkembang,

(Jakarta: Rineka Cipta, 1990), h. 11-12.

Page 39: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

26

1. Kegiatan Pemilihan, yaitu kegiatan pemberian suara dalam pemilihan

umum, mencari dana partai, menjadi tim sukses, mencari dukungan bagi

calon legislatif atau eksekutif, atau tindakan lain yang berusaha

mempengaruhi hasil pemilu.

2. Lobby, yaitu upaya perorangan atau kelompok yang berusaha untuk

menghubungi pimpinan politik atau pejabat publik dengan maksud

untuk mempengaruhi keputusan politik mereka tentang suatu isu.

3. Kegiatan Organisasi, yaitu partisipasi individu ke dalam organisasi, baik

selaku anggota maupun pemimpinnya, guna mempengaruhi

pengambilan keputusan oleh pemerintah.

4. Contacting, yaitu upaya individu atau kelompok dalam membangun

jaringan dengan pejabat-pejabat pemerintah guna mempengaruhi

keputusan mereka.

5. Tindakan Kekerasan (violence), yaitu tindakan individu atau kelompok

guna mempengaruhi keputusan pemerintah dengan cara menciptakan

kerugian fisik manusia atau harta benda, termasuk di sini adalah huru-

hara, teror, kudeta, pembutuhan politik (assassination), revolusi dan

pemberontakan

Ramlan Surbakti dalam buku “Memahami Ilmu Politik”, membagi

bentuk partisipasi politik menjadi dua, yaitu partisipasi aktif dan partisipasi

pasif. Partisipasi aktif adalah kegiatan yang berorientasi pada proses input dan

output politik. Yang termasuk dalam partisipasi aktif adalah mengajukan usulan

mengenai suatu kebijakan umum, mengajukan alternatif kebijakan umum yang

Page 40: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

27

berlainan mengenai kebijakan yang dibuat pemerintah, memberikan kritik dan

perbaikan untuk meluruskan kebijakan, membayar pajak dan memilih

pemimpin pemerintahan. Sedangkan partisipasi pasif adalah kegiatan yang

orientasinya berupa proses output. yang termasuk ke dalam kegiatan partisipasi

pasif adalah seperti kegiatan yang menaati pemerintah, menerima dan

melaksanakan saja setiap keputusan pemerintah.37

Alasan orang berpartisipasi dalam kegiatan politik juga dapat merujuk

pada tipologi tindakan sosial Max Webber. Seseorang melakukan aktifitas

politik dikarenakan empat alasan, yakni Pertama, alasan rasional nilai yang di

dasarkan atas penerimaan secara rasional akan nilai-nilai suatu kelompok.

Kedua, alasan emosional afektif, yaitu alasan yang didasarkan atas suatu

kebencian atau sukacita terhadap suatu ide, organisasi, partai atau individu.

Alasan partisipasi politik seperti ini cenderung bersifat non-rasional. Ketiga,

alasan tradisional, yaitu alasan yang di dasarkan atas penerimaan norma tingkah

laku individu atau tradisi tertentu dari suatu kelompok sosial. Keempat, alasan

rasional instrumental, yaitu alasan yang didasarkan atas kalkulasi untung-rugi

secara ekonomi.38

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Politik Masyarakat

Partisipasi politik, sebagai suatu aktivitas, tentu banyak dipengaruhi

oleh berbagai faktor. Banyak pendapat yang menyoroti faktor-faktor yang

mempengaruhi partisipasi politik. Surbakti menyebutkan dua variabel penting

yang mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat partisipasi politik seseorang.

37

Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: PT Grasindo,1999), h. 142-143. 38

Damsar, Pengantar Sosiologi Politik, (Jakarta: Prenada Meida Garoup, 2010), h. 193-

197.

Page 41: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

28

Pertama, aspek kesadaran politik seseorang yang meliputi kesadaran terhadap

hak dan kewahiban sebagai warga negara. Misalnya hak-hak politik, hak

ekonomi, hak mendapat perlindungan hukum, hak mendapatkan jaminan sosial,

dan kewajiban-kewajiban seperti kewajiban dalam sistem politik, kewajiban

kehidupan sosial, dan kewajiban lainnya. Kedua, menyangkut bagaimanakah

penilaian dan apresiasinya terhadap pemerintah, baik terhadap kebijakan-

kebijakan pemerintah dan pelaksanaan pemerintahannya.39

Weimar sebagaimana dikutip oleh Sudijono Sastroatmojo dalam

bukunya “Perilaku Politik”, menyebutkan paling tidak ada lima faktor yang

mempengaruhi partisipasi politik yaitu:40

1. Modernisasi. Modernisasi di segala bidang berimplikasi pada

komersialisasi pertanian, industrialisasi, meningkatnya arus urbanisasi,

peningkatan tingkat pendidikan, meluasnya peran media massa dan

media komunikasi. Kemajuan itu berakibat pada meningkatnya

partisipasi warga negara, terutama di perkotaan, untuk turut serta dalam

kekuasaan politik. Mereka ini misainya kaum buruh, para, pedagang

dan pers profesional.

2. Terjadinya perubahan-perubahan struktur kelas esensial. Dalam hal ini

adalah munculnya kelas menengah dan pekerja baru yang semakin

meluas dalam era industrialisasi. Kemunculan mereka tentu saja

dibarengi tuntutan-tuntutan baru pada gilirannya akan mempengaruhi

kebijakan-kebijakan pemerintah.

39

Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: PT Grasindo,1999), h. 144. 40

Sudijono Sastroatmojo, Perilaku Politik, (Semarang: IKIP Semarang Press, 1995) h.

89-90.

Page 42: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

29

3. Pengaruh kaum intelektual dan meningkatnya komunikasi massa. Ide-

ide nasionalisme, liberalisme, dan egaliterisme membangkitkan

tuntutan-tuntutan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.

Komunikasi yang meluas mempermudah.

4. Adanya konflik di antara pemimpin-pemimpin politik. Pemimpin

politik yang sating memperebutkan kekuasaan, seringkali untuk

mencapai kemenangan dilakukan dengan cars mencari dukungan massa.

Dalam konteks ini seringkali terjadi partisipasi yang dimobilisasikan.

5. Adanya keterlibatan pemerintah yang semakin meluas dalam urusan

sosial, ekonomi dan kebudayaan. Meluasnya ruang lingkup aktivitas

pemerintah ini seringkali merangsang tumbuhnya tuntutan yang

terorganisasi untuk ikut serta dalam mempengaruhi perbuatan

keputusan politik. Hal tersebut merupakan konsekuensi dari perbuatan

pemerintah dalam segala bidang kehidupan.

C. Peran Civil Society dalam Partisipasi Politik

Dalam melihat hubungan masyarakat dengan negara, civil society

dianggap memiliki tiga fungsi di antaranya: Pertama, civil society mempunyai

aktivitas memajukan kegiatan yang ditujukan melengkapi peran negara sebagai

pelayan publik. Kedua, civil society melakukan serangkaian aktivitas yang belum

atau tidak dilakukan negara untuk merepresentasikan kepentingan masyarakat

Page 43: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

30

luas. Ketiga, civil society sebagai kekuatan tandingan negara (counter balancing

the state atau counter velling forces).41

Andra L Corrothers dan Estie W Suryatna mengidentifikasi peran yang

dapat dimainkan oleh organisasi non-pemerintah dalam sebuah negara,

diantaranya: Pertama, katalisasi perubahan sistem. Hal ini dilakukan dengan

mengangkat sejumlah permasalahan yang ada dalam masyarakat, melakukan

advokasi dengan tujuan untuk merubah kebijaksanaan negara, mengembangkan

kemauan politik rakyat, dan mengadakan eksperimen yang mendorong inisiatif

masyarakat. Kedua, memonitor pelaksanaan sistem dan cara penyelenggaraan

negara, bahkan bila perlu melakukan protes. Hal ini dilakukan karena adanya

penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran hukum. Ketiga, memfasilitasi

rekonsiliasi warga negara dengan lembaga peradilan. Hal ini dilakukan karena

tidak jarang masyarakat menjadi korban kekerasan akan tetapi mereka tidak

berdaya untuk mengadvokasi dirinya ke lembaga peradilan. Kalangan organisasi

non-pemerintah inilah yang aktif untuk melakukan pembelaan dan pendampingan

bagi korban ketidakadilan. Keempat, implementasi program pelayanan. Organisasi

non-pemerintah menmpatkan diri sebagai sebuah lembaga yang mewujudkan

program-program yang berkaitan dengan masyarakat.42

41

Suryo Sakti Hadiwijoyo, Negara, Demokrasi, dan Civil Society, (Yogyakarta: Graha

Ilmu: 2012), h. 83. 42

Ardi Suryadi Culla, Rekonstruksi Civil Society: Wacana dan Aksi Ornop di Indonesia,

(Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2006), h. 81.

Page 44: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

31

BAB III

GAMBARAN UMUM KONTRAS DAN AKSI KAMISAN

Pada bab ini penulis membahas Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban

Tindak Kekerasan (KontraS) sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang

fokus pada persoalan penyelesaian kasus hak asasi manusia (HAM) di Indonesia.

Salah satu peran Kontras, yakni terlibat dalam aksi pengusutan kasus HAM berat

di masa lalu yang dikenal dengan Aksi Kamisan. Karena itu, pada bab ini penulis

juga membahas tentang Aksi Kamisan itu sendiri untuk menggambarkan secara

detil aksi tersebut.

A. Profil Kontras

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan atau disingkat

KontraS didirikan pada 20 Maret 1998 yang dibentuk oleh sejumlah organisasi

civil society seperti Lembaga Pembela Hak-Hak Asasi Manusia (LPHAM),

Lembaga Studi & Advokasi Masyarakat (ELSAM), Aliansi Jurnalis Independen

(AJI), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Pergerakan

Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan tokoh masyarakat lainnya. Pada awalnya

KontraS bernama Komisi Independen Pemantau Hak Asasi Manusia (KIP-HAM)

pada tahun 1996 yang memantau persoalan HAM di Indonesia. KIP-HAM banyak

menerima pengaduan melalui surat kabar dan kontak telefon dari masyarakat.

Namun pada saat reformasi bergulir, masyarakat korban HAM mulai berani untuk

menyampaikan langsung ke sekretariat KIP-HAM.43

43

“Profil Kontras”, diakses dari https://kontras.org/profil-kontras/ pada 27 Maret 2019.

Page 45: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

32

Gambar II.1:

Logo KontraS44

Seiring dengan dilakukanya pertemuan dengan masyarakat korban, maka

tercetuslah ide untuk membentuk sebuah lembaga yang khusus menangani kasus-

kasus orang hilang karena praktik kekerasan rezim Orde Baru yang menelan

banyak korban. Selanjutnya, disepakatilah pembentukan sebuah komisi yang

menangani kasus orang hilang dan korban tindak kekerasan dengan nama

KontraS. Akan tetapi, dalam perjalanannya KontraS tidak hanya menangani

masalah penculikan dan orang hilang tapi juga diminta untuk menangani berbagai

kasus tindak kekerasan yang terjadi di Aceh, Papua, Timor-Timur, Maluku,

Sambas, Sampit, dan Poso. Dalam perjalanan menangani kasus kekerasan

tersebut, KontraS berkembang menjadi organisasi independen yang banyak

berpartisipasi dalam membongkar praktik kekerasan dan pelanggaran hak asasi

manusia di Indonesia.45

Munir Said Thalib memimpin badan pekerja KontraS yang terdiri dari

sepuluh anggota aktivis dan sukarelawan mahasiswa. Mereka bekerja untuk

44

Diakses dari www.kontras.org pada 27 Maret 2019 45

“Profil Kontras”, diakses dari https://kontras.org/profil-kontras/ pada 27 Maret 2019.

Page 46: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

33

memberikan laporan jika terjadi orang hilang, membuat jaringan untuk

menemukan mereka yang hilang, dan mendukung kegiatan advokasi lainnya.

Jaringan kerja KontraS menyebar ke seluruh Indonesia, bersifat independen, tanpa

paksaan dan harapan penghasilan dan mampu melibatkan banyak pihak, terutama

mahasiswa dan aktivis LSM.46

Pada saat reformasi bergulir, tepatnya pada 15 Mei 1998, KontraS

menerbitkan siaran pers terkait korban-korban tindak kekerasan yang terjadi untuk

meminta penyelenggara negara segera mengakhiri kasus terror baik secara fisik,

psikologis, dan politik kepada mahasiswa dan kelompok pro demokrasi serta

kepada masyarakat sipil pada umumnya. KontraS juga menghimbau agara seluruh

lapisan masyarakat tidak melakukan tindakan kekerasan, pembakaran, dan

penjarahan karena bertentangan dengan nilai hak asasi manusia. Selain itu,

KontraS dengan tegas menyatakan bahwa penculikan aktivis merupakan

pelanggaran hak asasi manusia, yakni ha katas hidup, ha katas kebebasan dari rasa

takut, dan hak yang tidak boleh diperlakukan dengan cara merendahkan martabat

manusia. 47

KontraS pada saat itu terus mengawal penyelesaian kasus penculikan dan

orang hilang. Pada Agustus 1999, KontraS melakukan gugatan kepada Panglima

46

“Berdirinya Kontras”, diakses dari https://omahmunir.org/pameran/kontras/ pada 27

Maret 2019. 47

“Berdirinya Kontras”, diakses dari https://omahmunir.org/pameran/kontras/ pada 27

Maret 2019.

Page 47: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

34

TNI karena tidak adanya kejelasan terkait penyelesaian kasus penculikan aktivis,

diantaranya yaitu:48

1. Dedy Umar Hamdun, hilang pada 29 Mei 1997. Ia terakhir terlihat di

Tebet, Jakarta Selatan.

2. Herman Hendrawan, hilang pada 12 Maret 1998. Ia terakhir terlihat di

gedung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).

3. Hendra Hambali, hilang pada 14 Mei 1998. Ia terakhir terlihat di

Glodok Plaza, Jakarta Pusat.

4. Ismail, hilang pada 29 Mei 1997. Ia terakhir terlihat di Tebet, Jakarta

Selatan.

5. M. Yusuf, hilang pada 7 Mei 1997. Ia terakhir terlihat di Tebet, Jakarta

Selatan.

6. Nova Al Katiri, hilang pada 7 Mei 1997. Ia terakhir terlihat di Jakarta.

7. Petrus Bima Anugrah, hilang pada 1 April 1998. Ia terakhir terlihat di

Grogol, Jakarta Barat.

8. Sony, hilang pada 26 April 1997. Ia terakhir terlihat di Kelapa Gading,

Jakarta Utara.

9. Suyat, hilang pada 13 Februari 1998. Ia terakhir terlihat di Solo, Jawa

Tengah.

10. Ucok Munandar Siahaan, hilang pada 14 Mei 1998. Ia terakhir terlihat

di Ciputat, Tangerang Selatan.

48

“Menolak Lupa: 13 Aktivis 1998 Masih Hilang”, diakses dari

https://www.rappler.com/indonesia/104187-menolak-lupa-13-aktivis-1998-hilang pada 27 Maret

2019.

Page 48: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

35

11. Yani Afri, ia hilang pada 26 April 1997. Ia terakhir terlihat di Kelapa

Gading, Jakarta Utara.

12. Yadin Muhidin, ia hilang pada 14 Mei 1998. Ia terakhir terlihat di

Sunter Agung, Jakarta Utara.

13. Wiji Thukul, hilang pada akhir 1998. Ia terakhir terlihat di Utan Kayu,

Matraman, Jakarta Timur.

Dari penculikan dan penghilangan aktivis tersebut, orang tua korban

melancarkan gugatannya kepada pemerintah. Namun Dewan Kehormatan Perwira

(DKP) hanya menjatuhkan hukuman administrasi kepada Prabowo sebagai

perwira dengan pangkat tertinggi, disusul mantan Danjen Kopassus Mayor

Jenderal Muchdi Purwoprandjono dan Komandan Grup IV Kopassus Kolonel

Chairawan.49

Para keluarga korban orang hilang yang berhimpun dalam Ikatan

Keluarga Orang Hilang (IKOHI) bersama KontraS terus meminta pertanggung

jawaban negara untuk mengungkap keberadaan orang hilang yang belum kembali.

Dalam merumuskan kembali peran dan posisinya, KontraS menteapkan

visi dan misinya untuk turut memperjuangkan demokrasi dan hak asasi manusia

bersaman gerakan civil society lainnya. KontraS juga mendorong berkembangnya

sebuah sistem kehidupan berbangsa dan bernegara yang bersifat sipil dan jauh

dari pendekatan kekerasan. Kekerasan disini bukan hanya lahir dari prinsip-

prinsip militerisme tapi juga menyangkut kondisi struktural, kultural, dan

49

“Dipisahkan Reformasi”, diakses dari https://tirto.id/amien-rais-dan-prabowo-

dipisahkan-reformasi-bersatu-lawan-jokowi-c6mf pada 28 Maret 2019.

Page 49: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

36

hubungannya antar komunitas sosial yang mengedepankan kekerasan sebagai

simbol-simbolnya.50

Secara keanggotaan, KontraS tidak hanya berada di Jakarta melainkan

juga di berbagai daerah di Indonesia seperti, KontraS Aceh, KontraS Papua,

KontraS Sumatera Utara. Keempat KontraS ini menyetujui untuk membangun

sebuah Dewan Federasi KontraS sebagai kepala yang mengoordinasikan seluruh

kegiatan anggota KontraS. Pada pembagian anggota Dewan Federasi KontraS ini

adalah KontraS, KontraS Papua, KontraS Timor Timur, KontraS Sulawesi serta

KontraS Sumatera Utara. Untuk keanggotaan KontraS pada tingkat nasional,

KontraS juga menjadi sebuah anggota NGO’s dari The Human Rights Working

Group (HRWG), dan The International NGO Forum on Indonesia Development.

Dan masih banyak lagi.51

KontraS sejauh ini bertindak sebagai “social movement” yang ikut

berpartisipasi aktif untuk melakukan advokasi serta pendampingan terhadap

korban tindak pelanggaran hak asasi manusia. Disamping itu, KontraS juga aktif

melakukan promosi hak asasi manusia melalui berbagai media komunikasi seperti

koran, dan media sosial lainnya. Atas dasar ini, KontraS dalam melakukan

aktivtasnya tergolong kedalam Non Govermental Organization (NGO). KontraS

sebagai NGO memusatkan kerja dan perhatian programnya pada kegiatan

pendidikan dan mobilisasi masyarakat terhadap isu yang berkaitan dengan

ekologi, hak asasi manusia (HAM), status perempuan, hak- hak warga sipil, hak

kepemilikan, serta anak-anak terlantar dan gelandangan. Program dan kegiatan

50

“Profil Kontras”, diakses dari https://kontras.org/profil-kontras/ pada 27 Maret 2019.

51

“Profil Kontras”, diakses dari https://kontras.org/profil-kontras/ pada 27 Maret 2019

Page 50: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

37

KontraS pada pendidikan terlihat dari aktifnya KontraS dalam melakukan kuliah

umum, seminar, diskusi publik, dan melakukan berbagai pameran tindakan

pelanggaran, yang semua aktivitas ini dilakukan dengan tujuan agar masyarakat

bisa lebih meningkatkan kesadaran mereka terhadap hak asasi manusia dan ikut

membantu meminimalisir tindakan pelanggaran hak asasi manusia di masa depan.

Pengetahuan tersebut setidaknya dapat dijadikan dasar perbaikan kelangsungan

berkehidupan oleh masyarakat

KontraS telah menjadi organisasi lokal yang diakui keberadaannya oleh

masyarakat, serta NGO lainnya di Indonesia disebabkan oleh keaktifan

KONTRAS dalam merespon isu-isu yang sedang berlangsung serta melakukan

pengembangan jaringan dengan melakukan kerjasama dengan NGO baik lokal

maupun internasional seperti Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia

(YLBHI), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Imparsial, LBH Jakarta,

Human right Working Group (HRWG), ASIAN Forum for Human Rights and

Developments, Solidarity of Asian People Advocacy (SAPA Forum), The Asian

Federation Against Involuntary Disappearances (AFAD), Asian NGOs Network

on NHRI’s (ANNI), Anti-Death Penalty Asia Network (ADPAN), serta Amnesty

International di Indonesia, yang berfungsi sebagai advokasi internasional

KontraS.52

Keberhasilan Kontras dalam mengembangkan jaringan ke luar negeri tidak

bisa lepas dari upaya KontraS dalam melakukan usaha penegakan dan

52

“Profil Kontras”, diakses dari https://kontras.org/profil-kontras/ pada 27 Maret 2019

Page 51: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

38

mempromosikan nilai-nilai hak asai manusia. KontraS dalam hal ini juga

seringkali membentuk jaringan kerjasama dengan aktor lain.

1. Visi dan Misi KontraS

Sebagaimana diuraikan dalam website resmi KontraS, terdapat visi dan

misi serta nilai-nilai dasar yang menjadi sebuah landasan organisasi dalam

menjalankan tugas. Hal ini dibutuhkan agar selaras dengan cita-cita awal

terbentuknya organisasi tersebut.

Visi dari KontraS, yakni “Terwujudnya demokrasi yang berbasis pada

keutuhan kedaulatan rakyat melalui landasan dan prinsip rakyat yang bebas dari

ketakutan, penindasan, kekerasan, dan berbagai bentuk pelanggaran hak asasi

manusia atas alasan apapun, termasuk yang berbasis gender”. Selain itu, misi yang

dimiliki KontraS adalah sebagai berikut:

a. Memajukan kesadaran rakyat akan pentingnya penghargaan hak asasi

manusia, khususnya kepekaan terhadap berbagai bentuk kekerasan dan

pelanggaran berat hak asasi manusia sebagai akibat dari penyalah gunaan

kekuasaan negara.

b. Memperjuangkan keadilan dan pertanggungjawaban negara atas berbagai

bentuk kekerasan dan pelanggaran berat hak asasi manusia melalui

berbagai upaya advokasi menuntut pertanggungjawaban negara.

c. Mendorong secara konsisten perubahan pada system hukum dan politik,

yang berdimensi penguatan dan perlindungan rakyat dari bentuk-bentuk

kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia.

Page 52: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

39

Selain visi dan misi, KontraS memiliki nilai-nilai dasar organisasi yang

memberikan pijakan dalam bergerak yakni non-partisan dan non-profit,

demokrasi, anti kekerasan dan diskriminasi, keadilan dan kesetaraan gender, dan

keadilan sosial. Visi dan misi serta nilai dasar yang dimiliki KontraS adalah

pondasi bagi jalannya organisasi.

2. Struktur Organisasi

Dalam sebuah organisasi, tentu terdapat struktur organisasi agar bisa

berjalan dengan baik. Struktur ini dibuat agar setiap anggota KontraS

menjalankan tugas pokok dan fungsi organisasi. Struktur organisasi KontraS

periode 2017-2020 adalah sebagai berikut:

1. Ketua : Galuh Wandita

2. Sekretaris : Daniel Hutagalung

3. Bendahara : Ori Rahman

4. Anggota : Usman Hamid dan Ibu Ati Nurbaeti

5. Badan Pekerja KontraS terdiri dari:

a. Koordinator : Yati Andriyani, S.H.I.

b. Deputi Koordinator : Feri Kusuma, S.H.

c. Deputi Koordinator : Putri Kanesia, S.H.

Selain itu, struktur organisasi KontraS memiliki beberapa staf yang dibagi

kedalam beberapa divisi, diantaranya adalah sebagai berikut:

Page 53: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

40

Tabel II.1:

Struktur Organisasi KontraS

Divisi Staf

Divisi Pembelaan Hak Asasi Manusia Kepala Divisi:

Raden Arif Nur Fikri, S.H.

Anggota:

Andi Muhammad Rezaldi, S.H.

Falis Agatriatma, S.H.

Divisi Pemantauan Impunitas Dimas Bagus Arya Saputra, S.H

Biro Kampanye dan Jaringan Kepala Biro:

Indah Nurmasari, S.S

Anggota:

Nisrina Nadhifah Rahman

Biro Penelitian, Pemantauan, dan

Dokumentasi

Rivanlee Anandar,

S.Kesos.Muhammad Wildan S.Pd.

Desk Advokasi International Fatia Maulidiyanti, S.IP.

Sekretariat Heryati, S.Sos

Rohman

Heri Mardiansyah

Sugiarto

Riantoby Mado Pati Romanus

Nurdiansyah

Biro Keuangan Kepala Biro:

Yuliana Erasmus, S.E.

Anggota:

Agustina Dwisandra Sari

Defri Yusnaharini

Yuliani Anni

B. Sejarah Aksi Kamisan

Aksi Kamisan pertama kali diadakan di Jakarta pada 18 Januari 2007. Aksi

Kamisan diinisiasi oleh Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK),

yakni paguyuban korban dan keluarga korban pelanggaran HAM di masa lalu.

Dalam pertemuan yang dilaksakanan pada Selasa 9 Januari 2007, JSKK bersama

Jaringan Relawan Kemanusiaan (JRK) dan KontraS mencari alternatif gerakan

untuk mengusut kasus pelanggaran HAM di masa lalu. Dalam rapat tersebut,

disepakati sebuah kegiatan berupa “Aksi Diam” sekali dalam seminggu menjadi

Page 54: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

41

pilihan bersama. Bahkan disepakati pula mengenai hari, tempat, waktu, pakaian,

warna dan mascot sebagai simbol gerakan.53

Aksi tersebut dilakukan pada hari Kamis oleh karena itu disebut sebagai

Aksi Kamisan. Aksi dilakukan di depan Istana Presiden sebagai simbol pusat

kekuasaan. Waktu aksi tersebut disepakati pada sore hari mengingat waktu pulang

kantor jalan-jalan akan ramai. Selain itu, Aksi Kamisan menggunakan payung

hitam sebagai simbol perlindungan dan keteguhan iman. Payung merupakan

pelindung fisik atas hujan dan terik matahari, dan warna hitam melambangkan

keteguhan iman dalam mendambakan kekuatan dan perlindungan illahi.54

Gambar II.2:

Aksi Kamisan di Depan Istana Merdeka, Jakarta55

53

Riki Noviana, “Peringatan 20 Tahun Reformasi: Aksi Kamisan” diakses dari

https://www.era.id/read/gpU80l-peringatan-20-tahun-reformasi-aksi-kamisan pada 18 November

2018 54

Riki Noviana, “Peringatan 20 Tahun Reformasi: Aksi Kamisan” 55

Diakses dari https://asset.kompas.com/data/photo/2017/01/19/1837134IMG-20170119-

WA0029780x390.jpg pada 28 Maret 2019.

Page 55: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

42

Sejak diadakan pada 18 Januari 2007, jumlah Aksi Kamisan sudah

mencapai usia 12 tahun pada 2019. Aksi ini sudah dilakukan sebanyak 570 kali

dengan dua era pemerintahan yang berbeda, yakni pada kepemimpinan Susilo

Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo. Selain di Jakarta aksi ini mulai

dilakukan di kota-kota lain seperti di Medan, Bogor, Surabaya, Jogja, Malang,

Bali, dan kota-kota lainnya. Aksi ini didukung oleh banyak pihak, salah satunya

adalah anak muda yang ikut berpartisipasi dalam menyerukan Aksi Kamisan.

Banyak mahasiswa yang membuat penelitian, film, lagu, esai dan pameran foto

tentang Aksi Kamisan.56

Aksi ini menuntut penyelesaian persoalan pelanggaran HAM seperti

penembakan misterius, pembunuhan Marsinah, penculikan aktivis 1998, sampai

dengan pembunuhan Munir. Setidaknya ada tiga keluarga korban pelanggaran

HAM berat yang menjadi pelaku Aksi Kamisan, mereka juga tergabung dalam

presidium JSKK. Pertama, Maria Katarina Sumarsih, orang tua dari Bernardus

Realino Norma Irawan, salah satu mahasiswa yang tewas dalam Peristiwa

Semanggi. Kedua, Suciwati Munir, istri pegiat HAM, Munir Said Thalib. Ketiga,

Bedjo Untung, perwakilan dari keluarga korban pembunuhan, pembantaian dan

pengurungan tanpa prosedur hukum terhadap orang-orang yang diduga anggota

PKI pada tahun 1965-1966.57

Untuk memudahkan pemahaman terkait relasi

56

Christoforus Ristianto, “8 Fakta Tentang 12 Tahun Aksi Kamisan, Hanya Sekali Diajak

Masuk ke Istana”, diakses dari https://nasional.kompas.com/read/2019/01/17/12072721/8-fakta-

tentang-12-tahun-aksi-kamisan-hanya-sekali-diajak-masuk-ke-istana?page=1 pada 28 Maret 2019

57Leonardo Julius Putra, “Aksi Kamisan: Sebuah Tinjauan Praktis dan Teoritis Atas

Transformasi Gerakan Simbolik”, h. 13-14

Page 56: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

43

antara Aksi Kamisan dengan tuntang yang dibawanya dapat dilihat dalam tabel

II.1.

Pada awalnya Aksi Kamisan hanya untuk kepentingan orang tua korban

HAM masa lalu. Namun seiring berjalannya waktu dan semakin banyak harapan

dari keluarga korban pelanggaran HAM berat kepada negara yang tidak juga

menemui titik terang, menjadikan Aksi Kamisan tidak lagi diidentikan dengan

kepentingan mereka. Namun menuntut persoalan HAM secara umum.

Tabel II.2:

Tuntutan Aksi Kamisan58

Pelaku Periode Terjadinya

Pelanggaran HAM

Tuntutan

Maria Katarina

Sumarsih

Mei 1998

(Tragedi Semanggi 1

dan 2)

Menangkap otak

kerusuhan yang

mengakibatkan

kematian pada putranya.

Maria menilai, pelaku

yang ditangkap dan telah

disidangkan bukanlah

otak kerusuhan yang

sesungguhnya, mereka

hanyalah prajurit bintara

lapangan.

Suciwati Munir 7 September 2004 8 tahun bergabung

dalam aksi Kamisan,

tuntutannya hanya

satu: tangkap aktor

intelektual di balik

pembunuhan suaminya,

Munir. Ia menilai

Pollycarpus Budihari

58

Nunik Nurhayati, “Quo Vadis Perlindungan Hak Asasi Manusia Dalam Penyelesaian

Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu Melalui Jalur Non Yudisial”, Jurisprudence, Vol. 6 No. 2

September 2016, h. 150.

Page 57: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

44

Priyanto, pilot

Garuda, hanyalah pelaku

lapangan. Disinyalir

kematian suaminya

melibatkan seorang

mantan 6 petinggi

militer.

Bedjo Untung 1965-1966 Usut tuntas pelaku

pembantaian anggota

PKI, dan pengembalian

hak-hak dasar sebagai

warga negara kepada

keluarga eks anggota

PKI

Penyediaan instrumen hukum untuk penyelesaian kasus pelanggaran HAM

di Indonesia sebenarnya tidak mengalami kemajuan signifikan sejak 2000 setelah

pemerintahan Presiden BJ Habibie membentuk UU Nomor 39 Tahun 1999

tentang HAM dan UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Setelah

dua produk hukum itu, tidak ada satu pun presiden Indonesia yang

menindaklanjuti kebijakan tersebut dalam rangka menuntaskan pelanggaran HAM

masa lalu. Pada kepemimpinan Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri,

dan Susilo Bambang Yudhoyono memang terbit sejumlah produk legislasi untuk

menyelesaikan pelanggaran HAM. Namun, tidak ada produk legislasi yang

mampu mengatur secara rinci tentang pelanggaran HAM berat masa lalu.59

Setelah 11 tahun melakukan aksi di depan Istana Negara, untuk pertama

kalinya peserta aksi diundang bertemu presiden. Pada Kamis, 31 Mei 2018,

sekitar 20 anggota keluarga diundang untuk bertemu Joko Widodo (Jokowi)

dalam pertemuan tertutup. Dalam pertemuan tersebut, para peserta aksi

59

Nunik Nurhayati, “Quo Vadis Perlindungan Hak Asasi Manusia Dalam Penyelesaian

Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu Melalui Jalur Non Yudisial”, Jurisprudence, Vol. 6 No. 2

September 2016, h. 150.

Page 58: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

45

menyampaikan berkas permintaan agar Jokowi bisa menyelesaikan berbagai kasus

pelanggaran HAM berat, khususnya pelanggaran di masa lalu.60

Kendati

demikian, massa aksi meragukan niat Jokowi untuk menuntaskan kasus

pelanggaran HAM pasalnya belum ada langkah konkret yang dilakukan Jokowi

untuk menuntaskan kasus tersebut. Para pegiat aksi tersebut menganggap bahwa

Aksi Kamisan akan tetap berjalan dengan atau tanpa Jokowi.61

Berdasarkan pemaparan diatas dapat dilihat profil KontraS sebagai salah

satu LSM di Indonesia yang fokus gerakannya ada pada pengustuan tindak

kekerasan dan hak asasi manusia. Meskipun pada awalnya KontraS dibentuk

untuk mengusut orang hilang yang terjadi pada rezim Orde Baru, namun seiringin

perjalannya KontraS juga mengusut penyelesaian HAM di Indonesia. KontraS

juga aktif dalam membentuk dan mendampingi Aksi Kamisan.

60

Bayu Hermawan, “Peserta Aksi Kamisan Bertemu Jokowi di Istana Negara” diakses

dari https://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/18/05/31/p9l8r0354-peserta-aksi-kamisan-

bertemu-jokowi-di-istana-negara pada 18 Novermber 2018 61

“Massa Aksi Kamisan Ragukan Niat Jokowi Tuntaskan Kasus HAM” diakses dari

https://www.idntimes.com/news/indonesia/margith-juita-damanik/massa-aksi-kamisan-ragukan-

niat-jokowi-tuntaskan-kasus-ham/full pada 18 November 2018

Page 59: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

46

BAB IV

PERAN KONTRAS TERHADAP AKSI KAMISAN DALAM MENUNTUT

PENYELESAIAN PELANGGARAN HAM DI MASA LALU

Pada bab ini penulis memaparkan tentang hasil temuan beserta analisisnya.

Dalam hal ini di jelaskan Aksi Kamisan sebagai partisipasi politik. Penulis juga

menyertakan peran Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan

(KontraS) sebagai civil society dalam Aksi Kamisan yang menuntut penyelesaian

pelanggaran HAM di masa lalu. Penelitian ini menggunakan teori partisipasi

politik dalam melihat Aksi Kamisan dan civil society dalam melihat peranan

KontraS.

A. Partisipasi Politik Aksi Kamisan

Aksi Kamisan merupakan partisipasi politik yang menuntut penyelesaian

kasus HAM di masa lalu kepada pemerintah seperti penembakan misterius,

pembunuhan Marsinah, penculikan aktivis 1998, sampai dengan pembunuhan

Munir. Sejak diadakan pada 18 Januari 2007, jumlah Aksi Kamisan sudah

mencapai usia 12 tahun pada 2019. Aksi ini sudah dilakukan sebanyak 570 kali

dengan dua era pemerintahan yang berbeda, yakni pada kepemimpinan Susilo

Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo.

Penyediaan instrumen hukum untuk penyelesaian kasus pelanggaran HAM

di Indonesia sebenarnya tidak mengalami kemajuan signifikan sejak 2000 setelah

pemerintahan Presiden BJ Habibie membentuk UU Nomor 39 Tahun 1999

tentang HAM dan UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Setelah

dua produk hukum itu, tidak ada satu pun presiden Indonesia yang

Page 60: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

47

menindaklanjuti kebijakan tersebut dalam rangka menuntaskan pelanggaran HAM

masa lalu. Pada kepemimpinan Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri,

dan Susilo Bambang Yudhoyono memang terbit sejumlah produk legislasi untuk

menyelesaikan pelanggaran HAM. Namun, tidak ada produk legislasi yang

mampu mengatur secara rinci tentang pelanggaran HAM berat masa lalu.62

Setelah 12 tahun melakukan aksi di depan Istana Negara, untuk pertama

kalinya peserta aksi diundang bertemu presiden. Pada Kamis, 31 Mei 2018,

sekitar 20 anggota keluarga diundang untuk bertemu Joko Widodo (Jokowi)

dalam pertemuan tertutup. Dalam pertemuan tersebut, para peserta aksi

menyampaikan berkas permintaan agar Jokowi bisa menyelesaikan berbagai kasus

pelanggaran HAM berat, khususnya pelanggaran di masa lalu.63

Kendati

demikian, massa aksi meragukan niat Jokowi untuk menuntaskan kasus

pelanggaran HAM pasalnya belum ada langkah konkret yang dilakukan Jokowi

untuk menuntaskan kasus tersebut.64

1. Aksi Demonstrasi

Salah satu bentuk partisipasi politik aksi kamisan adalah dengan

melakukan aksi demonstrasi di depan Istana Negara. Ciri khas yang membedakan

Aksi Kamisan dengan bentuk aksi protes lainnya terletak pada intensitas aksi yang

tinggi, aktor yang sama dari waktu ke waktu, keteraturan waktu terkait

62

Nunik Nurhayati, “Quo Vadis Perlindungan Hak Asasi Manusia Dalam Penyelesaian

Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu Melalui Jalur Non Yudisial”, Jurisprudence, Vol. 6 No. 2

September 2016, h. 150. 63

Bayu Hermawan, “Peserta Aksi Kamisan Bertemu Jokowi di Istana Negara” diakses

dari https://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/18/05/31/p9l8r0354-peserta-aksi-kamisan-

bertemu-jokowi-di-istana-negara pada 18 Novermber 2018 64

“Massa Aksi Kamisan Ragukan Niat Jokowi Tuntaskan Kasus HAM” diakses dari

https://www.idntimes.com/news/indonesia/margith-juita-damanik/massa-aksi-kamisan-ragukan-

niat-jokowi-tuntaskan-kasus-ham/full pada 18 November 2018

Page 61: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

48

keberlangsungan aksi protes, konsistensi isu dan tuntutan yang diperjuangkan di

dalamnya dan cara atau metode penyampaian tuntutan.65

Namun sebenarnya ide

Aksi Kamisan sendiri bukanlah ide yang baru akan tetapi diadopsi dari aksi yang

dilakukan ibu-ibu di Argentina terkait pelanggaran HAM disana. Hal ini

sebagaimana disampaikan sebagai berikut,

“Kamisan sendiri bukan ide yang orginal. Dia coba mengambil ide aksi

serupa dari Argentina tahun 1970. Dulu Argentina pernah ada aksi

namanya The Mothers of Plaza de Mayo. Mereka berdiri di depan

pemerintahan Argentina untuk menuntut pemerintah menyelesaikan

pelanggaran secara paksa pada rakyat Argentina”.66

Sebelum dilakukan Aksi Kamisan, penuntutan kasus HAM di masa lalu

secara khusus dan pelanggaran HAM secara umum dilakukan secara sporadik atau

terpisah-pisah. Pada akhirnya dicetuskan ide Aksi Kamisan agar penuntutan kasus

HAM di Indonesia dapat berlangsung secara berkelanjutan dan menarik simpatik

masyarakat untuk turut mendukung aksi tersebut. Selain itu Aksi Kamisan juga

dapat menjadi pelajaran bagi masyarakt untuk belajar mengenai pelanggaran

HAM di Indonesia sebagaiman dijelaskan sebagai berikut,

“Jadi sebelum adanya Aksi Kamisan, aksi dilakukan secara sporadik atau

terpisah-pisah. Sebelumnya ada aksi touring kemanusiaan. Jadi para

korban dan beberpa civil society mengendarai kendaraan ke beberapa

daerah atas nama kemanusiaan. Setelah tersistemasi, komunitas korban

ingin ada aksi yang istiqomah dan berkelanjutan sehingga tercetuslah ide

Aksi Kamisan agar masyarakat lain juga dapat belajar tentang pelanggaran

HAM di masa lalu”.67

65

Leonardo Julius Putra, “Aksi Kamisan: Sebuah Tinjauan Praktis dan Teoritis Atas

Transformasi Gerakan Simbolik”, Jurnal Polinter Prodi Ilmu Politik FISIP UTA’45 Jakarta, Vol.

2 No. 1, Maret-Agustus 2016, h. 13. 66

Wawancara Pribadi dengan Dimas Arya, Ketua Divisi Impunitas pada 1 April 2019 di

Kantor KontraS. 67

Wawancara Pribadi dengan Dimas Arya, Ketua Divisi Impunitas pada 1 April 2019 di

Kantor KontraS.

Page 62: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

49

Gambar IV.1:

Aksi Kamisan ke 583 pada 25 April 201968

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Pada Kamis, 25 April 2019 adalah Aksi Kamisan yang ke-583.

Berdasarkan data yang diperoleh, aksi yang dilakukan tersebut dilakukan untuk

meningatkan kembali janji Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada pilpres 2014

terhadap penyelesaian kasus HAM di masa lalu. Dari surat terbuka yang

disampaikan oleh Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK), janji

Presiden Jokowi yang tertuang dalam Visi, Misi dan Program Aksi Jokowi-JK

2014 mencakup dua butir janji terkait penyelesaian kasus HAM di masa lalu,

yakni:

a. Butir ff berbunyi: “Kami berkomitmen menyelesaikan secara

berkeadilan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu yang

sampai dengan saat ini masih menjadi beban sosial politik bagi bangsa

68

Gambar diperoleh langsung dari lokasi Aksi Kamisan pada 25 April 2019 di Jakarta

Page 63: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

50

Indonesia seperti: Kerusuhan Mei, Trisakti-Semanggi 1 dan 2,

Penghilangan Paksa, Talang Sari-Lampung, Tanjung Priuk, Tragedi

1955”.

b. Butir gg berbunyi: “Kami berkomitmen menghapus semua bentuk

impunitas di dalam sistem hukum nasional, termasuk di dalamnya

merevisi UU Peradilan Militer yang pada masa lalu merupakan salah satu

sumber pelanggaran HAM”.

Akan tetapi JSKK menganggap bahwa Presiden Jokowi belum

mengimplementasikan janji kampanye pada pilpres 2014 tersebut terkait

penyelesaian kasus HAM di masa lalu. Mereka menganggap yang terjadi

diantaranya: Pertama, adanya upaya penyelesaian secara non-yudisial yang

diusung oleh lembaga-lembaga terkait. Upaya ini jelas tidak sejalan dengan

Konstitusi, dimana aturan turunannya yaitu UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM

telah mengatur mekanisme penyelesainya. Upaya itu juga tidak bermoral bila

merupakan “tipu daya” untuk menciptakan impunitas. Kedua, belasan alasan yang

dikemukakan Kejaksaan Agung untuk menghindar dari tugas dan kewajiban

menindaklanjuti berkas penyelidikan Komnas HAM, dan ini telah diterbitkan di

media massa. Tiga alasan diantaranya digunakan atau dilontrkan oleh Presiden

Jokowi pada saat debat capres 18 Januari 2019, yaitu masalah kompleksitas

hukum, masalah pembuktian, dan waktu terlalu jauh (Lihat Gambar IV.2).

Aksi Kamisan yang diorganisir oleh JSKK secara konsisten menuntut

penyelesaian kasus HAM di masa lalu kepada pemerintah melalui Kejaksaan

Agung. Berdasarkan klasifikasi bentuk partisipasi politik yang dikembangkan

Page 64: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

51

oleh Ramlan Surbakti, Aksi Kamisan ini merupakan bentuk partisipasi aktif

karena berorientasi pada input dan output. Berbeda dengan partisipasi pasif

orientasinya berupa proses output seperti kegiatan yang menaati pemerintah,

menerima dan melaksanakan saja setiap keputusan pemerintah.69

Aksi Kamisan

memberikan input kedalam sistem agar tuntutan mereka di tindaklanjuti oleh

pemerintah.

Gambar IV.2:

Surat Terbuka JSKK dalam Aksi Kamisan70

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Akan tetapi proses pengadilan hasilnya tidak memuaskan sebagaimana

yang diharapkan dari Aksi Kamisan. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Jali,

Ketua Koordinator Bidang Media dan Informasi Aksi Kamisan, sebagai berikut,

69

Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: PT Grasindo,1999) h. 142-143. 70

Data diambil dari Aksi Kamisan pada 25 April 2019 di Jakarta

Page 65: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

52

“Untuk kasus sebenernya sudah ada yang di pengadilan. Ada dua waktu

itu, satu yang Tanjung Priuk dan yang satu soal Papua…tapi dari sisi

setelah kita review kita melihat pengadilan dilakukan tidak transparan,

tidak akuntabel sehingga hasilnya juga tidak menyasar ke nama-nama

besar. Bahkan aktor-aktornya Wapres waktu itu, Tri Sutrisno, terus juga

Beny Moerdani dan sebagainya. Tapi yagitulah kita tahu pengadilan di

Indonesia itu kayak apa”.71

Pengadilan yang dimaksud bukan dilakukan pada masa pemerintahan

Jokowi tapi output yang didapat dari Aksi Kamisan selama berlangsung sejak 18

Janauari 2007. Pada pemerintahan Jokowi sendiri, output yang dihasilkan baru

sekedar memanggil pihak anggota keluarga korban HAM di masa lalu ke Istana

Negara pada 31 Mei 2018. Namun hasilnya belum maksimal sebagaimana

dijelaskan Jali sebagai berikut,

“Hari Kamis kita dipanggil, tapi besoknya Kejaksaan Agung statement ini

tidak bisa diselesaikan. Kalo nggak salah bunyinya tidak semudah

membalikan telapak tangan atau apa gitu. Jadi berkasnya sebenarnya udah

masuk, tapi dikembalikan lagi tanpa dikasih tahu secara detil berkas apa

yang harus di lengkapi. Jadi kita ikutin permainan mereka aja jadinya”.72

Berdasarkan penjelasan diatas, bentuk partisipasi politik Aksi Kamisan

sebagaimana di jelaskan oleh Samuel P. Huntington dan Joan Nelson salah

satunya adalah contacting, yaitu upaya individu atau kelompok dalam

membangun jaringan dengan pejabat-pejabat pemerintah guna mempengaruhi

keputusan mereka.73

Akan tetapi hasilnya belum memuaskan sebagaimana yang

diharapkan oleh Aksi Kamisan. Massa aksi pada akhirnya meragukan niat Jokowi

untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM pasalnya belum ada langkah konkret

71

Wawancara Pribadi dengan Jali, Ketua Koordinator Bidang Media dan Informasi Aksi

Kamisan pada 25 April 2019 di Jakarta. 72

Wawancara Pribadi dengan Jali, Ketua Koordinator Bidang Media dan Informasi Aksi

Kamisan pada 25 April 2019 di Jakarta. 73

Samuel P. Huntington dan Joan Nelson. Partisipasi Politik di Negara Berkembang,

(Jakarta: Rineka Cipta, 1990), h. 11-12.

Page 66: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

53

yang dilakukan Jokowi untuk menuntaskan kasus tersebut. Menurut mereka, Aksi

Kamisan akan tetap berjalan meski tanpa dukungan Presiden Jokowi.74

Berkaitan dengan dalih bahwa jika ada pengadilan HAM maka akan

menganggu stabilitas politik, Jali menyatakan bahwa hal tersebut sebenarnya

hanyalah alibi semata sebagaimana dijelaskan sebagai berikut,

“Satu alibi, yakni ketidakpopuleran Jokowi karena itu akan turun

elektabilitas Jokowi. Seharusnya dia udah nggak lagi mempermasalahkan

itu sekarang karena dia nggak mungkin nyalon lagi di pemilu ketiga. Jadi

sekarang seharusnya Jokowi udah nggak memperdulikan itu. Sekarang

seharusnya di udah nggak boleh nge-rem dia harus nge-gas. Satu alibi lagi

jikalau Jokowi berani buat pengadilan HAM besar itu akan menicptakan

civil war kecil-kecilan. Ya kita gabisa menafikan, para jendral ini punya

massa gitu. Tapi ya menurut kita Jokowi mau ambil dimana, apakah mau

berada disisi masyarakat gitu apa dia mau tetap ikut dengan orang-orang

yang kontraproduktif terhadap apa yang sebenrnya diinginin negara

gitu”.75

Berdasarkan penjelasan tersebut, Presiden Jokowi seharusnya sudah tidak

lagi mempertimbangkan konsekuensi politik karena dirinya sudah tidak bisa lagi

menjabat sebagai presiden di pemilu berikutnya. Oleh sebab itu, Jali menganggap

bahwa keadaan inilah yang seharusnya menjadi momentum Presiden Jokowi

untuk menyelesaikan permasalahan HAM di masa lalu.

Aksi Kamisan sendiri merupakan aksi yang dilakukan secara konsisten

hingga mencapai aksi yang ke 583 pada 25 April 2019. Untuk itu menarik

diketahui faktor-faktor yang melatarbelakangi seseorang untuk tetap berpartisipasi

dalam Aksi Kamisan. Berdasarkan hasil wawancara, kekuatan dari Aksi Kamisan

hingga berjalan secara konsisten ada di pihak keluarga korban. Mereka punya hati

74

“Massa Aksi Kamisan Ragukan Niat Jokowi Tuntaskan Kasus HAM” diakses dari

https://www.idntimes.com/news/indonesia/margith-juita-damanik/massa-aksi-kamisan-ragukan-

niat-jokowi-tuntaskan-kasus-ham/full pada 26 April 2019. 75

Wawancara Pribadi dengan Jali, Ketua Koordinator Bidang Media dan Informasi Aksi

Kamisan pada 25 April 2019 di Jakarta.

Page 67: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

54

dan pemikiran yang kuat agar keadilan hadir untuk keluarga mereka dan anak-

anak mereka yang menjadi korban HAM di masa lalu. Adapun bagi masyarakat

umum pada akhirnya belajar dan mempunyai kesadaran soal pentingnya HAM

dan penegakan hukum karena pelanggaran HAM bisa terjadi bagi siapapun. Hal

itulah yang membuat masyarakat ikut terlibat dalam Aksi Kamisan. Mereka

secara aktif menyuarakan kepentingan HAM.76

Penjelasan tersebut sesuai dengan salah satu tipologi tindakan sosial Max

Webber yang mana salah satu alasan seseorang melakukan aktifitas politik karena

alasan rasional nilai yang didasarkan atas penerimaan secara rasional akan nilai-

nilai suatu kelompok.77

Alasan rasional nilai yang dimaksud dalam Aksi Kamisan

berkaitan dengan nilai-nilai pentingnya pemeliharan hak asasi manusia bagi setiap

warga negara Indonesia. Nilai-nilai inilah yang dipercayai oleh kelompok Aksi

Kamisan dan mendorong seseorang untuk ikut berpartisipasi didalamnya. Bahkan

Aksi Kamisan sendiri sudah berlangsung di beberapa kota, seperti Jakarta, Bekasi,

Serang, Bandung, Karawang, Solo, Semarang, Yogyakarta, Malang, Samarinda,

Medan, Makasar dan lain-lain.

Dalam hal pengorganisasian aksi, Aksi Kamisan sendiri tidak memiliki

struktur yang jelas. Akan tetapi setiap orang yang memang terlibat memiliki

peranan masing-masing. Misalnya ada yang berperan untuk mengurus surat

menyurat berkaitan dengan perizinan aksi di kepolisan. Ada yang berperan

76

Wawancara Pribadi dengan Jali, Ketua Koordinator Bidang Media dan Informasi Aksi

Kamisan pada 25 April 2019 di Jakarta. 77

Damsar, Pengantar Sosiologi Politik, (Jakarta: Prenada Meida Garoup, 2010), h. 193-

197.

Page 68: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

55

mengurus alat kampanye. Ada juga yang berperan untuk mengurus media sosial

Aksi Kamisan.

2. Kampanye Media Sosial

Aksi Kamisan selain berlangsung dalam lingkung fisik atau offline, juga

berlangsung di ranah online melalui media sosial. Dalam konteks kampanye di

media sosial, Aksi Kamisan mengaitkan dengan budaya populer agar dapat

menarik perhatian masyarakat. Banyak aktor yang terlibat dalam mendukung Aksi

Kamisan melalui penulisan buku, lagu, film, dan karya lain sehingga akhirnya

mereka memberikan pengaruh kepada publik. Misalnya Pandji Pragiwaksono

sebagai stand-up comedian yang mana dalam materinya menyisipkan bahasan

mengenai Aksi Kamisan sehingga publik mulai menyadari persoalan HAM salah

satunya berkaitan dengan Aksi Kamisan. Peranan inilah yang cukup

meningkatkan animo masyarakat untuk berpartisipasi dalam Aksi Kamisan baik

ikut dalam aksi di lapangan maupun di media sosial. Jali menerangkan bahwa

kehadiran media sosial justru meningkatkan partisipasi politik masyarakat dalam

Aksi Kamisan, sebagaimana diterangkannya sebagai berikut,

“Dengan kehadiran media sosial justru membantu. Dulu ngedenger para

korban itu hadir paling jumlahnya hanya belasan karena literally cuman

para anggota keluarga korban dan aktivis LSM aja. Dan dikomparasi

dengan apa yang di hari ini sangat jauh karena memang banyak orang tahu

aksi ini dari media sosial akhirnya mereka mencoba experience nya dan ya

sekali dua kali atau bahkan ada yang sampai terus menerus juga. Jadi

justru membantu sih”.78

Berdasarkan penjelasan tersebut, peningkatan partisipasi politik terhadap

Aksi Kamisan juga ditopang oleh keberdaan media sosial. Banyak masyarakat

78

Wawancara Pribadi dengan Jali, Ketua Koordinator Bidang Media dan Informasi Aksi

Kamisan pada 25 April 2019 di Jakarta.

Page 69: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

56

umum yang pada awalnya mengetahui Aksi Kamisan melalui media sosial sampai

pada akhirnya mereka ikut berpatisipasi langsung untuk hadir dalam Aksi

Kamisan. Hal ini menunjukan bahwa animo masyarakat yang tinggi terhadap Aksi

Kamisan tidak bisa dilepaskan dari peranan media sosial.

3. Aksi Penyelanggaran Seni

Selain kampanye di media sosial, Aksi Kamisan juga sering

menyelenggarakan acara-acara seni seperti pertunjukan musik yang dilakukan di

tengah aksi. Keberadaan acara ini cukup menggaet publik karena melibatkan para

musisi sehingga banyak orang tertarik untuk datang di Aksi Kamisan. Meskipun

acara model seperti ini hanya dilakukan pada hari-hari besar tertentu seperti hari

HAM internasional, namun acara tersebut cukup menggaet simpatik publik.

Gambar IV.3:

Penyelenggaraan Seni di Aksi Kamisan79

(Sumber: www.pshk.or.id)

79

https://pshk.or.id/highlight-id/aksi-kamisan-minggu-ke-500/ Diakses pada 26 April

2019.

Page 70: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

57

Aksi kamisan yang menyelenggarakan pentas seni ditengah aksi

merupakan bentuk ekspresi opini para pegiat aksi melalui medium kesenian.

Pentas seni tidak hanya dari seni musik tapi juga seni lukis dan aksi teatrikal.

Pentas seni seringkali dilakukan oleh para musisi independen seperti band Efek

Rumah Kaca yang seringkali meramaikan aksi kamisan. Keberadaannya mampu

menggaet masyarakat lain untut turut serta terlibat dalam aksi kamisan.

B. Peran KontraS dalam Aksi Kamisan

LSM secara institusional merupakan salah satu pengejewantahan dari civil

society. Hal inilah yang membedakan LSM dengan entitas negara dan pasar.80

KontraS sebagai salah satu LSM yang fokus perhatiannya ada pada isu HAM

merupakan salah satu kelompok civil society yang turut serta memperjuangkan

nilai-nilai hak asasi manusia. Menurut Chandhoke, civil society merupakan tempat

berpijak bagi munculnya wacana rasional untuk mempertanyakan tanggung jawab

negara. Dari pengertian tersebut, KontraS dapat dikatakan sebagai kelompok civil

society karena seringkali memberikan wacana tentang HAM di Indonesia dan juga

mempertanyakan tanggung jawab negara terhadap penyelesaian kasus HAM.

1. Pendampingan Hukum untuk Aksi Kamisan

Salah satu peran KontraS dalam menuntut penyelesaian kasus HAM di

Indonesia adalah dengan terlibat melalui Aksi Kamisan. Sebagaimana dijelaskan

diatas bahwa Aksi Kamisan merupakan aksi yang menuntut pemerintah untuk

menyelesaiakan kasus HAM di masa lalu. KontraS sendiri juga fokus dalam isu

80

Ardi Suryadi Culla, Rekonstruksi Civil Society: Wacana dan Aksi Ornop di Indonesia,

(Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2006), h. 63-68

Page 71: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

58

orang hilang dan kasus HAM lainnya yang mana hal tersebut memiliki keterkaitan

dengan tuntutan yang dibawa oleh Aksi Kamisan. Berdasarkan hasil wawancara

yang dilakukan oleh Dimas Arya, Ketua Divisi Impunitas KontraS menyebutkan

bahwa Aksi Kamisan dibentuk oleh sejumlah kelompok civil society salah satunya

adalah KontraS akan tetapi perlahan peran civil society mulai berkurang karena

dinilai Aksi Kamisan sudah dapat berdiri sendiri. Hal ini sebagaimana

disampaiknya sebagai berikut,

“Jadi sebenarnya secara kelembagaan, KontraS itu perlahan sudah tidak

lagi mengorganisir Aksi Kamisan. Memang awalnya, pertama kali

terbentuk Aksi Kamisan diinisiasi oleh sejumlah kelompok civil society

salah satunya KontraS. Tapi lambat laun, sekitar tahun 2014, Aksi

Kamisan dinilai sudah mampu untuk bisa mengorganisir dirinya sendiri.

Jadi keterlibatan civil society sudah tidak seinsentif atau segencar

dahulu”.81

Meskipun Aksi Kamisan dinilai sudah dapat tumbuh secara organik

sehingga peran kelompok civil society sudah mulai berkurang, akan tetapi masih

ada beberapa peran yang dilakukan KontraS untuk mengawal Aksi Kamisan.

Peran tersebut dapat dilihat dari penjelasan berikut ini,

“Sebenarnya masih ada beberapa parameter KontraS untuk terlibat dalam

Aksi Kamisan. Dalam situasi saat ini, KontraS memberikan pendampingan

hukum karena sebuah aksi harus menyelesaikan syarat-syarat administrasi

agar aksi tersebut terlaksana. KontraS dalam hal ini mengambil peran agar

syarat-syarat hukum itu dipenuhi. Jadi KontraS mengurus surat izin ke

kepolisian. Selain itu, apabila ada gesekan-gesekan di lapangan, contohnya

ada gesekan dengan Paspampres atau polisi, KontraS juga ikut melakukan

pendampingan hukum jika terjadi sesuatu.”82

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa KontraS berperan

dalam pendampingan jalur hukum Aksi Kamisan. Meskipun sudah dapat

81

Wawancara Pribadi dengan Dimas Arya, Ketua Divisi Impunitas pada 1 April 2019 di

Kantor KontraS. 82

Wawancara Pribadi dengan Dimas Arya, Ketua Divisi Impunitas pada 1 April 2019 di

Kantor KontraS.

Page 72: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

59

mengorganisir diri sendiri, Aksi Kamisan tentu membutuhkan peran kelompok

civil society lain agar bisa bertahan. KontraS mengambil peran pada jalur hukum

yakni terkait perizinan aksi ataupun pendampingan hukum jika terjadi gesekan di

lapangan.

2. Keperluan Administrasi Aksi Kamisan

Pendampingan KontraS dalam Aksi Kamisan juga terkonfirmasi oleh Jali

selaku Ketua Koordinator Bidang Media dan Informasi Aksi Kamisan. Ia menilai

bahwa Aksi Kamisan masih perlu pendampingan dari kelompok civil society yang

sudah terinstitusi dengan baik karena masih banyak urusan administratif yang

harus mengatasnamakan lembaga bukan gerakan seperti Aksi Kamisan. Hal ini

sebagaimana disampaikan sebagai berikut,

“Ya kita masih membutuhkan peran LSM lain untuk mengurus beberapa

hal. Contohnya untuk izin aksi ini biasanya KontraS yang mengurus.

Selain itu misalnya ini alat perga kampanye juga dititip ke kantor KontraS.

Dulu juga pernah kantor KontraS buat menginap para korban”.83

Disamping itu, selain urusan teknis Aksi Kamisan, KontraS juga berperan

untuk melakukan advokasi kasus bagi para korban pelanggaran HAM di masa

lalu. Akan tetapi sebenarnya KontraS sendiri sudah melakukan advokasi jalur

hukum ke pengadilan sejak 1998 sebelum adanya Aksi Kamisan. Hal ini

sebagaimana dijelaskan sebagai berikut,

“Jadi sebenarnya Aksi Kamisan itu bisa dikatakan jalan lain dalam

penyelesaian kasus HAM. Sebenernya KontraS dari 1998 sudah

melakukan advokasi. Ketika dibilang bahwa kita advokasi untuk tujuan

Aksi Kamisan itu sebenarnya kurang tepat juga karena kita melihatnya

83

Wawancara Pribadi dengan Jali, Ketua Koordinator Bidang Media dan Informasi Aksi

Kamisan pada 25 April 2019 di Jakarta.

Page 73: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

60

Aksi Kamisan itu hanya jalan lain untuk advokasi bukan sebagai mitra

untuk bersama-sama menyelesaikan proses kasusnya”.84

Dalam hal partisipasi politik, KontraS dapat dikatakan mengejawantahkan

peran partisipasi politiknya melalui Aksi Kamisan. Hal ini karena isu yang dibawa

oleh KontraS berkaitan dengan Aksi Kamisan. Jadi Aksi Kamisan seringkali

menjadi corong bagi KontraS untuk berperan secara politik. Hal ini sebagaimana

dijelaskan sebagai berikut,

“Partisipasi politik KontraS sebagai civil society memberikan narasi-narasi

tentang politik hak asasi manusia, karena memang Aksi Kamisan ini

bertujuan untuk memberikan tekanan untuk mengusut pelanggaran HAM

di masa lalu. Jadi partisipasi politik KontraS terejawantahkan dalam Aksi

Kamisan. Aksi Kamisan dijadikan sebagai kampanye tentang HAM dan

pendidikan publik untuk mengetahui isu-isu HAM”.85

Andra L Corrothers dan Estie W Suryatna mengidentifikasi peran yang dapat

dimainkan oleh organisasi non-pemerintah sebagai civil society dalam sebuah

negara, diantaranya: Pertama, katalisasi perubahan sistem. Hal ini dilakukan

dengan mengangkat sejumlah permasalahan yang ada dalam masyarakat,

melakukan advokasi dengan tujuan untuk merubah kebijaksanaan negara,

mengembangkan kemauan politik rakyat, dan mengadakan eksperimen yang

mendorong inisiatif masyarakat.

Berdasarkan hasil temuan data, KontraS merupakan LSM yang secara

aktif mengangkat sejumlah permasalahan HAM di Indonesia dan melakukan

pendampingan kasus terhadap korban. Aksi Kamisan merupakan salah satu

inisiasi KontraS bersama dengan kelompok civil society lain untuk menjadi

84

Wawancara Pribadi dengan Dimas Arya, Ketua Divisi Impunitas pada 1 April 2019 di

Kantor KontraS. 85

Wawancara Pribadi dengan Dimas Arya, Ketua Divisi Impunitas pada 1 April 2019 di

Kantor KontraS.

Page 74: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

61

sebuah gerakan alternatif yang dapat mendorong kemauan rakyat untuk dapat

terlibat dalam penyelesaian kasus HAM di masa lalu. Pada akhirnya, Aksi

Kamisan sendiri telah menjadi simbol aksi yang menuntut penyelesaian kasus

HAM di Indonesia baik yang terjadi di masa lalu maupun kontemporer.

Kedua, memonitor pelaksanaan sistem dan cara penyelenggaraan negara,

bahkan bila perlu melakukan protes. Hal ini dilakukan karena adanya

penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran hukum. Sebagaimana dijelaskan

bahwa KontraS seringkali melakukan monitor pelaksanaan sidang terkait cara

penyelenggaraan negara dalam menyelesaikan kasus HAM. Salah satu protes

yang dilakukan melalui Aksi Kamisan.

Ketiga, memfasilitasi rekonsiliasi warga negara dengan lembaga peradilan.

Hal ini dilakukan karena tidak jarang masyarakat menjadi korban kekerasan akan

tetapi mereka tidak berdaya untuk mengadvokasi dirinya ke lembaga peradilan.

Kalangan organisasi non-pemerintah inilah yang aktif untuk melakukan

pembelaan dan pendampingan bagi korban ketidakadilan. KontraS seringkali

memfasilitasi warga negara yang tidak memiliki akses ke pengadilan sebagaimana

dijelaskan sebagai berikut,

“KontraS pastinya seringkali melakukan pendampingan hukum bagi

korban pelanggaran HAM. Dulu pada saat berdirinya KontraS memang

fokus pada pencarian orang hilang, tapi sekarang ini segala bentuk

pelanggaran HAM yang terjadi di masyarakat pasti kita turun untuk

melakukan pendampingan hukum. Tentu juga melibatkan peran civil

society lain seperti LBH Jakarta msialnya”.86

86

Wawancara Pribadi dengan Dimas Arya, Ketua Divisi Impunitas pada 1 April 2019 di

Kantor KontraS.

Page 75: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

62

Dalam hal Aksi Kamisan, KontraS melakukan advokasi pada pihak korban

sejak sebelum adanya Aksi Kamisan. KontraS menanggap bahwa Aksi Kamisan

hanyalah cara lain dalam penuntutan penyelesaian kasus HAM di masa lalu

karena sejak tahun 1998, KontraS sudah melakukan advokasi bagi korban

pelanggaran HAM di masa lalu.

Keempat, implementasi program pelayanan. Organisasi non-pemerintah

menempatkan diri sebagai sebuah lembaga yang mewujudkan program-program

yang berkaitan dengan masyarakat.87

KontraS sebagai kelompok civil society

memberikan beberapa program yang berkaitan dengan masyarakat. Dalam hal

Aksi Kamisan, KontraS memberikan pelayanan teknis bagi para korban dan

massa aksi.

Berdasarkan tipologinya, organisasi non-pemerintah dalam konteks

Indonesia menurut Philip Eldrige dapat dibedakan menjadi tiga model pendekatan

yang berkaitan dengan hubungan antara organisasi non-pemerintah dengan

pemerintah, yakni Pertama, pendekatan berlabel “Kerja Sama Tingkat Tinggi:

Pembangunan Akar Rumput (High Level Partnership: Grassroots Development),

Kedua, pendekatan yang disebut “Politik Tingkat Tinggi: Mobilisasi Akar-

Rumput” (High Level Politics: Grassroots Mobilization), dan Ketiga, pendekatan

“Penguatan Akar Rumput” (Empowernment ata the Grassroots). 88

Berdasarkan hasil temuan, hubungan KontraS dengan pemerintah

termasuk ke dalam tipe “Politik Tingkat Tinggi: Mobilisasi Akar-Rumput”

(High Level Politics: Grassroots Mobilization). Organisasi dalam kategori ini

87

Ardi Suryadi Culla, Rekonstruksi Civil Society: Wacana dan Aksi Ornop di Indonesia,

(Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2006), h. 81. 88

Ardi Suryadi Culla, Rekonstruksi Civil Society, 74-75.

Page 76: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

63

memiliki kecendrungan aktif dalam kegiatan politik. Tipe ini biasanya

mengembangkan gagasan berdasarkan kerangka berpikir teori sosial-radikal yang

digabung dengan aksi kritis lebih luas terhadap praktik kekuasaan pemerintah

(negara). Hal ini dapat diperkuat degan penjelasan berikut,

“Ada tiga sebenarnya tugas KontraS. Pertama soal advokasi hukum bagi

pelanggaran kasus HAM. Kedua, KontraS melakukan riset terkait isu-isu

HAM. Ketiga, KontraS melakukan publikasi tentang isu-isu HAM kepada

publik.” 89

Berdasarkan penjelasan tersebut, KontraS dikategorikan sebagai organisasi

non-pemerintah tipe Politik Tingkat Tinggi: Mobilisasi Akar-Rumput karena

memiliki kecendrungan aktif dalam kegiatan politik, salah satunya melalui Aksi

Kamisan. Selain itu, KontraS seringkali melakukan riset yang artinya

mengembangkan gagasan berpikir untuk dijadikan bahan materi aksi guna

menuntut pemerintah dalam penyelesaian kasus HAM.

89

Wawancara Pribadi dengan Dimas Arya, Ketua Divisi Impunitas pada 1 April 2019 di

Kantor KontraS.

Page 77: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

64

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban

Tindak Kekerasan (KontraS) merupakan kelompok civil society yang berperan

dalam Aksi Kamisan. Penelitian ini menganalisis peran KontraS dalam

penuntutan penyelesaian kasus HAM di masa orde baru melalui Aksi Kamisan.

Berikut adalah kesimpulan ini,

1. Aksi Kamisan merupakan model partisipasi politik unconventional karena

tidak seperti partisipasi politik yang conventional, yakni Pemilu dan

kampanye politik, Aksi Kamisan menuntut adanya penyelesaian kasus

HAM di masa lalu kepada pemerintah.

2. Aksi Kamisan dinilai sudah dapat tumbuh secara organik sehingga peran

kelompok civil society sudah mulai berkurang, akan tetapi masih ada

beberapa peran teknis yang dilakukan KontraS untuk mengawal Aksi

Kamisan yakni berkaitan dengan syarat-syarat administratif aksi seperti

surat izin aksi dan pendampingan hukum jika terjadi gesekan di lapangan.

3. KontraS memiliki peran yang dapat dimainkan oleh organisasi non-

pemerintah sebagai civil society dalam sebuah negara, yakni sebagai

katalisasi perubahan sistem, memonitor pelaksanaan sistem dan cara

penyelenggaraan negara, dapat memfasilitasi rekonsiliasi warga negara

dengan lembaga peradilan, dan mengimplementasikan program pelayanan

terkait HAM kepada warga negara.

Page 78: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

65

4. KontraS dikategorikan sebagai organisasi non-pemerintah tipe Politik

Tingkat Tinggi: Mobilisasi Akar-Rumput karena memiliki kecendrungan

aktif dalam kegiatan politik salah satunya melalui Aksi Kamisan.

B. Saran

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih terdapat kekurangan

sehingga dibutuhkan penelitian selanjutnya terkait peran civil society secara

umum dan peran civil society terhadap penyelesaian kasus HAM secara khusus.

Selain itu, dibutuhkan penelitian yang spesifik membahas Aksi Kamisan karena

masih minim penelitian yang membahas aksi tersebut.

Dalam hal praksis, masyarakat sebagai civil society harus meningkatkan

kesadarannya terhadap pentingnya partisipasi politik terutama ikut dalam

penuntutaan penyelesaian kasus HAM di masa lalu karena pelanggaran HAM

dapat menyerang siapapun. Kemudian, pemerintah harus menyelesaikan tuntutan

Aksi Kamisan terhadap kasus HAM di masa lalu.

Page 79: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

66

Daftar Pustaka

Buku

Budiardjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama, 2008.

Culla, Ardi Suryadi, Rekonstruksi Civil Society: Wacana dan Aksi Ornop di

Indonesia, Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2006.

Damsar, Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta: Prenada Meida Garoup, 2010.

Gafar, Afan, Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi, Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 1999.

Hadiwijoyo, Suryo Sakti, Negara, Demokrasi, dan Civil Society, Yogyakarta:

Graha Ilmu: 2012.

Huntington, Samuel P. dan Joan Nelson. Partisipasi Politik di Negara

Berkembang, Jakarta: Rineka Cipta, 1990.

Prastowo, Andi, Metode Penelitian Kualitatif: Formulasi, Implementasi, dan

Evaluasi, Jakarta: Djambatan, 2011.

Sastroatmojo, Sudijono, Perilaku Politik, Semarang: IKIP Semarang Press, 1995.

Silalahi, Ulber, Metode Penelitian Sosial, Bandung: Refika Aditama, 2010.

Sufyanto, Masyarakat Tammadun: Kritik Hermeneutis Masyarakat Madani

Nurcholis Madjid, Yogyakarta: Pustaka Pelajar dan LP2IF, 2001.

Surbakti, Ramlan, Memahami Ilmu Politik, Jakarta: PT Grasindo,1999.

Jurnal

Ichsan, Fahmi Nur, Analisis Peran Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban

Tindak Kekerasan (KontraS) sebagai Civil Society dalam Pengungkapan

Kasus Munir, Journal of Politic and Government Studies, Vol. 3 No.1

2014.

Putra, Leonardo Julius, “Aksi Kamisan: Sebuah Tinjauan Praktis dan Teoritis

Atas Transformasi Gerakan Simbolik”, Jurnal Polinter Prodi Ilmu Politik

FISIP UTA’45 Jakarta, Vol. 2 No. 1, Maret-Agustus 2016

Page 80: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

67

Nurhayati, Nunik, “Quo Vadis Perlindungan Hak Asasi Manusia Dalam

Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu Melalui Jalur Non

Yudisial”, Jurisprudence, Vol. 6 No. 2 September 2016

Artikel, Berita, Website

Noviana, Riki, “Peringatan 20 Tahun Reformasi: Aksi Kamisan”

https://www.era.id/read/gpU80l-peringatan-20-tahun-reformasi-aksi-

kamisan pada 18 November 2018

Ristianto, Christoforus, “8 Fakta Tentang 12 Tahun Aksi Kamisan, Hanya Sekali

Diajak Masuk ke Istana”,

https://nasional.kompas.com/read/2019/01/17/12072721/8-fakta-tentang-

12-tahun-aksi-kamisan-hanya-sekali-diajak-masuk-ke-istana?page=1 pada

28 Maret 2019

Hermawan, Bayu, “Peserta Aksi Kamisan Bertemu Jokowi di Istana Negara”,

https://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/18/05/31/p9l8r0354-

peserta-aksi-kamisan-bertemu-jokowi-di-istana-negara pada 18

Novermber 2018

“Massa Aksi Kamisan Ragukan Niat Jokowi Tuntaskan Kasus HAM” diakses dari

https://www.idntimes.com/news/indonesia/margith-juita-damanik/massa-

aksi-kamisan-ragukan-niat-jokowi-tuntaskan-kasus-ham/full pada 18

November 2018

“Profil Kontras”, https://kontras.org/profil-kontras/ pada 27 Maret 2019.

“Berdirinya Kontras”, https://omahmunir.org/pameran/kontras/ pada 27 Maret

2019.

“Menolak Lupa: 13 Aktivis 1998 Masih Hilang”, diakses dari

https://www.rappler.com/indonesia/104187-menolak-lupa-13-aktivis-

1998-hilang pada 27 Maret 2019.

“Dipisahkan Reformasi”, diakses dari https://tirto.id/amien-rais-dan-prabowo-

dipisahkan-reformasi-bersatu-lawan-jokowi-c6mf pada 28 Maret 2019.

Skripsi

Anggreini, Devi, 2018. Skripsi, “Upaya Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak

Kekerasan (KontraS) dalam Mengembangkan Hak Asasi Manusia di Asia

Tenggara”, Program Sarjana. Program Studi Hubungan Internasional.

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta.

Page 81: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

68

Sanjaya, Novriko Dwi, 2017. “Peranan Civil Society dalam Mengatasi Kekerasan

Terhadap Perempuan (Studi Pada Lembaga Advokasi Perempuan Damar

Provinsi Lampung)”, Program Sarjana. Program Studi Ilmu Pemerintahan.

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Lampung.

Wawancara

Wawancara dengan Dimas Arya, Ketua Divisi Impunitas pada 1 April 2019 di

Kantor KontraS.

Wawancara dengan Jali, Ketua Koordinator Bidang Media dan Informasi Aksi

Kamisan pada 25 April 2019 di Jakarta.

Page 82: CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK

69

Lampiran Dokumentasi Wawancara

(Dokumentasi foto bersama Dimas Arya, Ketua Divisi Impunitas KontraS)

(Dokumentasi foto bersama Jali, Ketua Koordinator Bidang Media dan Informasi

Aksi Kamisan