civil society dan partisipasi politik
TRANSCRIPT
CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK
(Peran KontraS terhadap Aksi Kamisan dalam Menuntut Penyelesaian
Kasus HAM pada Masa Orde Baru)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
ANDRE ALBAR MUHARROM
1112112000053
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/2019
i
CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK (Peran KontraS terhadap Aksi Kamisan dalam Menuntut Penyelesaian
Kasus HAM pada Masa Orde Baru)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
ANDRE ALBAR MUHARROM
1112112000053
Pembimbing
Dr. Agus Nugraha, M.A
NIP: 19680801 200003 1 001
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H /2019 M
ii
LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi yang berjudul:
CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK
(Peran KontraS terhadap Aksi Kamisan dalam Menuntut Penyelesaian
Kasus HAM pada Masa Orde Baru)
1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesua dengan ketentuan yang beerlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya kemudian
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 30 April 2019
Andre Albar Muharrom
iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan ini pembimbing skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:
Nama : Andre Albar Muharrom
NIM : 1112112000053
Program Studi : Ilmu Politik
Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:
CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK (Peran KontraS terhadap
Aksi Kamisan dalam Menuntut Penyelesaian Kasus HAM pada Masa Orde
Baru) dan telah diujikan pada tanggal 04 Juli 2019.
Jakarta, 04 Juli 2019
Mengetahui, Menyetujui,
Ketua Program Studi Pembimbing
Dr. Iding Rosyidin, M.Si Dr. Agus Nugraha, M.A
NIP: 19701013 200501 1 003 NIP: 19680801 200003 1 001
iv
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
SKRIPSI
CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK
(Peran KontraS terhadap Aksi Kamisan dalam Menuntut Penyelesaian
Kasus HAM pada Masa Orde Baru)
Oleh
Andre Albar Muharrom
1112112000053
Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 04 Juli 2019.
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Sosial (S.Sos) pada Program Studi Ilmu Politik.
Ketua, Sekretaris,
Dr. Iding Rosyidin, M.Si Suryani, M.Si
NIP: 19701013 200501 1 003 NIP: 19770424 200710 2 003
Penguji I Penguji II
Dr. Haniah Hanafie, M.Si Gefarina Djohan M.A
NIP: 19610524 200003 2 002 NIP: 19631024 199903 2 001
Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada 04 Juli 2019.
Ketua Program Studi Ilmu Politik,
FISIP UIN Jakarta
Dr. Iding Rosyidin, M.Si
NIP: 19701013 200501 1 003
v
ABSTRAK
Andre Albar Muharrom
1112112000053
CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK (Peran KontraS terhadap
Aksi Kamisan dalam Menuntut Penyelesaian Kasus HAM pada Masa Orde
Baru)
Skripsi ini menganalisa peran Komisi untuk Orang Hilang dan Korban
Tindak Kekerasan (KontraS) terhadap Aksi Kamisan dalam menuntut
penyelesaian kasus Hak Asasi Manusia (HAM) berat di masa orde baru.
Konsistensi pelakasanaan Aksi Kamisan menjadi menarik untuk diteliti dengan
melihat peran civil society di dalamnya. Adapun tujuan penelitian ini adalah
mengetahui peran KontraS dalam Aksi Kamisan dalam rangka penuntutan
pelanggaran HAM di masa lalu.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode studi kasus.
Dengan pendekatan kualitatif, penulis berusaha menggambarkan dan menganalisa
peran KontraS terhadap penuntutan penyelesaian kasus HAM di masa lalu oleh
Aksi Kamisan.
Kerangka teoretis yang digunakan adalah partisipasi politik menurut
Samuel P. Huntington dan Joan Nelson untuk menjelaskan bentuk partisipasi
politik Aksi Kamisan. Selain itu penulis menggunakan teori peran civil society
untuk menganalisa peran yang dilakukan KontraS terhadap Aksi Kamisan.
Dari hasil analisa dengan menggunakan teori tersebut ditemukan bahwa
Aksi Kamisan sudah dapat tumbuh secara organik sehingga peran kelompok civil
society sudah mulai berkurang, akan tetapi masih ada beberapa peran teknis yang
dilakukan KontraS untuk mengawal Aksi Kamisan yakni berkaitan dengan
pendampingan hukum dan keperluan administratif. Berdasarkan hasil analisis,
KontraS memiliki peran yang dapat dimainkan civil society dalam sebuah negara,
yakni sebagai katalisasi perubahan sistem, memonitor pelaksanaan sistem dan
cara penyelenggaraan negara, dapat memfasilitasi rekonsiliasi warga negara
dengan lembaga peradilan, dan mengimplementasikan program pelayanan terkait
HAM kepada warga negara. Untuk itu, KontraS dikategorikan sebagai organisasi
non-pemerintah tipe Politik Tingkat Tinggi: Mobilisasi Akar-Rumput karena
memiliki kecendrungan aktif dalam kegiatan politik salah satunya melalui Aksi
Kamisan.
Kata Kunci: KontraS, Aksi Kamisan, Civil Society, Partisipasi Politik
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
Shalawat serta salam dicurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW, Rasul
yang telah membawa umatnya dari zaman kegelapan menuju ke zaman yang
terang benderang sampai saat ini.
Skripsi yang berjudul “Civil Society dan Partisipasi Politik (Studi Kasus
Peran KontraS terhadap Penuntutan Penyelesaian Kasus HAM di Masa Lalu oleh
Aksi Kamisan)” disusun dalam rangka memenuhi persyaratan untuk mencapai
gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Ilmu Politik, Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Peneliti menyadari betul dalam penyusunan skripsi ini masih belum
sempurna dan banyak kekurangan. Tanpa adanya bantuan dan dorongan dari
berbagai pihak, peneliti tidak dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Untuk
itu, peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., M.A., selaku Rektor UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta seluruh staff dan jajarannya.
2. Ali Munhanif, M.A., Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik (FISIP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta seluruh staf dan
jajarannya.
3. Dr. Iding Rosyidin, M.Si, selaku Kepala Program Studi Ilmu Politik FISIP
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan selaku dosen pembimbing dalam
vii
penelitian ini. Terima kasih atas bimbingan, kritikan, dan dorongannya
selama penelitian ini.
4. Suryani, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Politik FISIP UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Dr. Agus Nugraha , M.A, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
membantu penulis dalam penyusunan skripsi.
6. Dr. Haniah Hanafie, M.Si dan Gefarina Djohan, MA selaku penguji skripsi
yang telah menyediakan waktu dan tenaga serta pikiran untuk memberi
koreksi, tanggapan, dan saran kepada penulis.
7. Seluruh dosen pengajar di Program Studi Ilmu Politik yang telah
memberikan ilmu yang bermanfaat bagi peneliti selama kuliah.
8. Seluruh narasumber yang telah bersedia menyediakan waktunya untuk
memberikan informasi atau data-data yang penulis perlukan selama
berlangsungnya wawancara.
9. Orang tua tersayang, Mamih dan Babeh serta kakak tercinta Ria Bulandari
Sagita yang selalu memberikan doa, dukungan, serta kasih sayangnya
kepada peneliti untuk dapat menyelesaikan penelitian ini.
10. Sahabat penulis tercinta Ilmu Politik 2012, Renaldy Akbar, Miftahusurrur,
Syahruli Fadhil, Ade Prasetyo, M. Naufal, Andra Remon, Akbar Faqih,
Kholisi Wassaki, Nur Fadly, Silmi Fatahilah, Dwi Prayogo, Syarah
Annisa, dan lain-lain yang telah menemani penulis selama masa studi.
11. Masayu Fitria yang telah menjadi penyemangat dan teman untuk berbagi
keluh kesah.
viii
12. KNDG Famiglia, Fachriel Asyari, Diaz Panglima, Banda Syahmanara,
Kevin Mahardhika, Fahmi Jamil, Fuad Alkatiri, Dharma Prio Oetomo,
Ritchie Irwinsyah.
13. SREP ON, Rahmat hidayat, Jayadi, Alfrian, Rizki Rifansa, Cotsky, Abdul
Rozak, Hadi, Bana, Sigit, serta teman-teman Peradaban Kolektif dan
Sekber Jeletreng.
14. SXO Tv, Takjemujemu, Blinddedog, Gnoberio, Tandu Arta, Zerris jhos,
Herdityo, Mancil Tarmat, Tncl, Robby Yudha, dan lain-lain.
15. Syahroni, Andris Sambung, Abrar, Cendy, Fahrul, Menos, Fabio, Pasto,
Faisal Faras. Terima kasih untuk segala canda-tawa, suka-duka selama
berada di Ciputat.
16. Reza Zamzami, Rahmat Fernandes, Arbian, Alfian Bajong, Rendy Kiwil,
Bimo, Faruq, Villarian, M. Asnawi Irzal, Padlansyah, Syafrizal Marbun,
Shidki Maulana, Andhika Yusmana, Robith Billah, Fitra Aditya, dan lain-
lain yang telah menjaga semangat dan mendorong penulis untuk
menyelesaikan penelitian ini.
Jakarta,17 Mei 2019
Andre Albar Muharrom
ix
DAFTAR ISI
CIVIL SOCIETY DAN PARTISIPASI POLITIK ............................................. i
LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ..................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ................................. iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI SKRIPSI ................................. iv
ABSTRAK ............................................................................................................ v
KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah ..................................................................................... 1
B. Pertanyaan Penelitian ................................................................................... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................................... 6
D. Tinjauan Pustaka .......................................................................................... 7
E. Metodologi Penelitian ................................................................................ 10
1. Jenis Penelitian .................................................................................... 10
2. Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 10
3. Teknik Analisis Data ........................................................................... 11
F. Sistematika Penulisan ................................................................................ 13
BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP
A. Civil Society ............................................................................................... 15
1. Ciri-ciri Civil Society ........................................................................... 17
2. Konsep LSM Sebagai Masyarakat Sipil .............................................. 20
B. Partisipasi Politik ....................................................................................... 23
1. Model dan Bentuk Partisipasi Politik .................................................. 25
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Politik Masyarakat .... 27
C. Peran Civil Society dalam Partisipasi Politik............................................. 29
x
BAB III GAMBARAN UMUM KONTRAS DAN AKSI KAMISAN
A. Profil Kontras ............................................................................................. 31
1. Visi dan Misi KontraS ......................................................................... 38
2. Struktur Organisasi .............................................................................. 39
B. Sejarah Aksi Kamisan ................................................................................ 40
BAB IV PERAN KONTRAS TERHADAP AKSI KAMISAN DALAM
MENUNTUT PENYELESAIAN PELANGGARAN HAM DI
MASA LALU
A. Partisipasi Politik Aksi Kamisan ................................................................ 46
1. Aksi Demonstrasi ................................................................................ 47
2. Kampanye Media Sosial ...................................................................... 55
3. Aksi Penyelanggaran Seni ................................................................... 56
B. Peran KontraS dalam Aksi Kamisan .......................................................... 57
1. Pendampingan Hukum untuk Aksi Kamisan....................................... 57
2. Keperluan Administrasi Aksi Kamisan ............................................... 59
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................ 64
B. Saran .......................................................................................................... 65
Daftar Pustaka ................................................................................................... 66
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar III.1 Logo KontraS ................................................................................ 32
Gambar III.2 Aksi Kamisan di Depan Istana Merdeka Jakarta .......................... 41
Gambar IV.1 Aksi Kamisan ke 583 pada 25 April 2019 .................................... 49
Gambar IV.2 Surat Terbuka JSKK di Aksi Kamisan ......................................... 50
Gambar IV.3 Penyelenggaraan Seni di Aksi Kamisan ....................................... 55
xii
DAFTAR TABEL
Tabel III.1 Struktur Organisasi KontraS .......................................................... 39
Tabel III.2 Tuntutan Aksi Kamisan ................................................................. 43
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Sejak jatuhnya rezim Orde Baru pada Mei 1998, terjadi gelombang
demokratisasi di Indonesia. Salah satu elemen demokratisasi tersebut adalah
kebebasan berpendapat dan berserikat di depan umum yang sebelumnya dibatasi
oleh pemerintah. Sejak saat itu masyarakat mulai bebas untuk berserikat dan
berkumpul menyampaikan tuntutan dari berbagai isu dan kepentingan kepada
pemerintah. Salah satunya adalah aksi protes yang menuntut penyelesaian kasus-
kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di masa Orde Baru.
Aksi protes tersebut kemudian dikenal dengan sebutan Aksi Kamisan
karena berlangsung setiap hari kamis di depan Istana Merdeka. Aksi tersebut
menuntut penyelesaian kasus HAM di masa lalu seperti penembakan misterius,
pembunuhan Marsinah, penculikan aktivis 1998, sampai dengan pembunuhan
Munir. Setidaknya ada tiga keluarga korban pelanggaran HAM berat yang
menjadi pelaku Aksi Kamisan, mereka juga tergabung dalam presidium Jaringan
Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK). Pertama, Maria Katarina Sumarsih,
orang tua dari Bernardus Realino Norma Irawan, salah satu mahasiswa yang
tewas dalam Peristiwa Semanggi. Kedua, Suciwati Munir, istri pegiat HAM,
Munir Said Thalib. Ketiga, Bedjo Untung, perwakilan dari keluarga korban
2
pembunuhan, pembantaian dan pengurungan tanpa prosedur hukum terhadap
orang-orang yang diduga anggota PKI pada tahun 1965-1966.1
Aksi Kamisan dilakukan secara mingguan untuk mempererat solidaritas
antar sesama korban dan keluarga korban pelanggaran HAM berat yang
pengusutanya belum dilaksanakan secara tuntas. Ciri khas yang membedakan
Aksi Kamisan dengan bentuk aksi protes lainnya terletak pada intensitas aksi yang
tinggi, aktor yang sama dari waktu ke waktu, keteraturan waktu terkait
keberlangsungan aksi protes, konsistensi isu dan tuntutan yang diperjuangkan di
dalamnya dan cara atau metode penyampaian tuntutan.2
Aksi Kamisan pada awalnya diadakan di Jakarta pertama kali tanggal 18
Januari 2007, oleh Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK). Mereka
menuntut negara untuk bertanggung jawab atas kasus pelanggaran HAM. JSKK
sendiri merupakan sebuah paguyuban korban dan keluarga korban pelanggaran
HAM untuk mengadakan berbagi bersama JRK (Jaringan Relawan Kemanusiaan)
dan KontraS untuk mencari alternatif kegiatan dalam perjuangannya. Pada
pertemuan hari Selasa 9 Januari 2007, disepakati untuk mengadakan suatu
kegiatan guna bertahan dalam perjuangan mengungkap fakta kebenaran, mencari
keadilan dan melawan lupa. Sebuah kegiatan berupa “Aksi Diam” sekali dalam
1Leonardo Julius Putra, “Aksi Kamisan: Sebuah Tinjauan Praktis dan Teoritis Atas
Transformasi Gerakan Simbolik”, Jurnal Polinter Prodi Ilmu Politik FISIP UTA’45 Jakarta, Vol.
2 No. 1, Maret-Agustus 2016, h. 13-14 2Leonardo Julius Putra, Aksi Kamisan, h. 13.
3
seminggu menjadi pilihan bersama. Bahkan disepakati pula mengenai hari,
tempat, waktu, pakaian, warna dan mascot sebagai simbol gerakan.3
Sejak diadakan pada 18 Januari 2007, jumlah Aksi Kamisan sudah
mencapai usia 12 tahun pada 2019. Aksi ini sudah dilakukan sebanyak 570 kali
dengan dua era pemerintahan yang berbeda, yakni pada kepemimpinan Susilo
Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo. Selain di Jakarta aksi ini mulai
dilakukan di kota-kota lain seperti di Medan, Bogor, Surabaya, Jogja, Malang,
Bali, dan kota-kota lainnya. Aksi ini didukung oleh banyak pihak, salah satunya
adalah anak muda yang ikut berpartisipasi dalam menyerukan Aksi Kamisan.
Banyak mahasiswa yang membuat penelitian, film, lagu, esai dan pameran foto
tentang Aksi Kamisan.4
Pada awalnya Aksi Kamisan hanya untuk kepentingan orang tua korban
HAM masa lalu. Namun seiring berjalannya waktu dan semakin banyak harapan
dari keluarga korban pelanggaran HAM berat kepada negara yang tidak juga
menemui titik terang, menjadikan Aksi Kamisan tidak lagi diidentikan dengan
kepentingan mereka. Namun menuntut persoalan HAM secara umum.
Penyediaan instrumen hukum untuk penyelesaian kasus pelanggaran HAM
di Indonesia sebenarnya tidak mengalami kemajuan signifikan sejak 2000 setelah
pemerintahan Presiden BJ Habibie membentuk UU Nomor 39 Tahun 1999
tentang HAM dan UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Setelah
3Riki Noviana, “Peringatan 20 Tahun Reformasi: Aksi Kamisan” diakses dari
https://www.era.id/read/gpU80l-peringatan-20-tahun-reformasi-aksi-kamisan pada 18 November
2018 4Christoforus Ristianto, “8 Fakta Tentang 12 Tahun Aksi Kamisan, Hanya Sekali Diajak
Masuk ke Istana”, diakses dari https://nasional.kompas.com/read/2019/01/17/12072721/8-fakta-
tentang-12-tahun-aksi-kamisan-hanya-sekali-diajak-masuk-ke-istana?page=1 pada 28 Maret 2019
4
dua produk hukum itu, tidak ada satu pun presiden Indonesia yang
menindaklanjuti kebijakan tersebut dalam rangka menuntaskan pelanggaran HAM
masa lalu. Pada kepemimpinan Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri,
dan Susilo Bambang Yudhoyono memang terbit sejumlah produk legislasi untuk
menyelesaikan pelanggaran HAM. Namun, tidak ada produk legislasi yang
mampu mengatur secara rinci tentang pelanggaran HAM berat masa lalu.5
Setelah 12 tahun melakukan aksi di depan Istana Negara, untuk pertama
kalinya peserta aksi diundang bertemu presiden. Pada Kamis, 31 Mei 2018,
sekitar 20 anggota keluarga diundang untuk bertemu Joko Widodo (Jokowi)
dalam pertemuan tertutup. Dalam pertemuan tersebut, para peserta aksi
menyampaikan berkas permintaan agar Jokowi bisa menyelesaikan berbagai kasus
pelanggaran HAM berat, khususnya pelanggaran di masa lalu.6 Kendati demikian,
massa aksi meragukan niat Jokowi untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM
pasalnya belum ada langkah konkret yang dilakukan Jokowi untuk menuntaskan
kasus tersebut.7
Aksi Kamisan selama ini berlangsung juga karena dukungan dan peranan
civil society termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) didalamnya. Civil
society menjadi penting untuk membatasi kuasa negara melalui berbagai asosiasi,
organisasi, dan pengelompokan bebas di dalam rakyat serta keberdaan ruang-
5Nunik Nurhayati, “Quo Vadis Perlindungan Hak Asasi Manusia Dalam Penyelesaian
Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu Melalui Jalur Non Yudisial”, Jurisprudence, Vol. 6 No. 2
September 2016, h. 150. 6Bayu Hermawan, “Peserta Aksi Kamisan Bertemu Jokowi di Istana Negara” diakses dari
https://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/18/05/31/p9l8r0354-peserta-aksi-kamisan-
bertemu-jokowi-di-istana-negara pada 18 Novermber 2018 7“Massa Aksi Kamisan Ragukan Niat Jokowi Tuntaskan Kasus HAM” diakses dari
https://www.idntimes.com/news/indonesia/margith-juita-damanik/massa-aksi-kamisan-ragukan-
niat-jokowi-tuntaskan-kasus-ham/full pada 18 November 2018
5
ruang publik yang bebas (the free public sphere). Melalui kelompok-kelompok
inilah rakyat dapat memperkuat posisinya dan secara aktif mendorong wacana dan
praksis yang berkaitan dengan kepentingan publik.8
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)
adalah NGO (Non-Governmental Organization) merupakan salah satu dari
organisasi yang merperesentasikan civil society. KontraS juga merupakan salah
satu pionir gerakan sosial dalam penuntutan pelanggaran HAM, karena
berdasarkan sejarahnya KontraS lahir di Jakarta 20 Maret 1998 ditengah-tengah
gerakan reformasi pemerintahan pasca Soeharto yang banyak terjadi pelanggaran
kasus HAM. Dalam menjalankan aksinya, KontraS memfokuskan diri pada isu-
isu pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia. Sebagai organisasi non-
pemerintahan, peran yang dilakukan oleh KontraS adalah mendorong masyarakat
untuk ikut serta menuntut pemerintah dalam menyelesaikan kasus-kasus orang
hilang dan korban tindak kekerasan atau kasus-kasus HAM yang terjadi di
Indonesia.
Banyaknya kasus pelanggaran HAM yang belum dan masih merebak di
Indonesia adalah sebuah tantangan bagi pemerintah. Tak hanya bagi pemerintah,
hal tersebut juga merupakan tantangan bagi civil society. KontraS, sebagai
organisasi non pemerintahan yang bergerak di bidang advokasi HAM, tentu harus
bekerja keras bersama dengan NGO lainnya untuk mendorong pemerintah
menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM.
8Sufyanto, Masyarakat Tammadun: Kritik Hermeneutis Masyarakat Madani Nurcholis
Madjid, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar dan LP2IF, 2001), h. 113-115.
6
Penelitian ini akan melihat bagaimana peran-peran yang dilakukan Civil
Society Organization atau Non Governmental Organization dalam upaya
penyelesaian kasus pelanggaran HAM. Karena sesungguhnya civil society
merupakan bagian dari pilar demokrasi dan LSM termasuk didalamnya. Secara
khusus peneliti ingin melihat bagaimana asal muasal peran ini dilakukan, apa saja,
bagaimana dan apa saja peran yang dilakukan KontraS dalam Aksi Kamisan
untuk menuntut penyelesaian kasus pelanggaran HAM di masa orde baru.
B. Pertanyaan Penelitian
Fokus penelitian ini adalah menggambarkan peran KontraS dalam Aksi
Kamisan yang menuntut pelanggaran HAM di masa lalu. Adapun pertanyaan
penelitiannya adalah:
1. Bagaimana peran KontraS dalam Aksi Kamisan yang dilakukan dalam
rangka penuntutan pelanggaran HAM di masa orde baru?
2. Bagaimana peran pemerintah dalam merespon Aksi Kamisan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dan kegunaan akademis yang ingin dicapai dalam penelitian ini
adalah:
1. Mendeskripsikan peran KontraS dalam Aksi Kamisan dalam rangka
penuntutan pelanggaran HAM di masa lalu.
Ada dua manfaat yang bisa diambil dari penelitian ini, yaitu:
1. Manfaat Teoritis
7
Penelitian ini memiliki peran dalam memperkaya studi tentang civil
socity. Kemudian, penelitian ini menunjukan bagaimana peran KontraS
dalam Aksi Kamisan.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini bermanfaat bagi mahasiswa dan peneliti yang memiliki
perhatian dalam penyelesian kasus HAM berat di Indonesia.
D. Tinjauan Pustaka
Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan tinjauan pustaka
dalam rangka mengisi dan melengkapi penelitian-penelitian sebelumnya sehingga
penelitian ini semakin menarik untuk dibahas lebih lanjut. Penulis mengkaji
sekaligus menguraikan atau mengkaji penelitian-penelitian yang berhubungan
dengan judul penelitian ini.
Terdapat beberapa referensi penulis yang sesuai dan relevan dengan
penelitian ini. Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Leonardo Julius P,
mahasiswa magister Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada (UGM)
tahun 2014 dalam tesisnya berjudul: Memahami Transformasi Gerakan Simbolik
(Study Kasus Aksi Kamisan). Dalam penelitian ini menyatakan bahwa aksi
Kamisan merupakan contoh dari aksi yang menyampaikan gagasan dan tuntutan
tanpa harus dengan cara-cara yang lumrah dikenal seperti berteriak lantang
dengan pengeras suara atau merusak fasilitas publik demi menarik simpatik
8
masyarakat luas, tapi aksi Kamisan tetap memiliki implikasi positif terhadap
simpati sebagai dukungan atas pencapaian tujuan gerakan.9
Perbedaan dari penelitian yang dilakukan oleh Leonardo Julius P dengan
penelitian yang sedang penulis kaji terletak pada fokus masalah yang dikaji
dimana dalam penelitian Leonardo Julius P lebih melihat bagaimana gerakan
sosial dalam Aksi Kamisan sedangkan penelitian ini fokus pada peranan
kelompok civil society dalam Aksi Kamisan itu sendiri.
Kedua, penelitian oleh Novriko Dwi Sanjaya, mahasiswa Jurusan Ilmu
Pemerintahan, Universitas Lampung tahun 2017 dalam skripsinya berjudul:
Peranan Civil Society dalam Mengatasi Kekerasan Terhadap Perempuan (Studi
Pada Lembaga Advokasi Perempuan Damar Provinsi Lampung). Penelitian ini
berkesimpulan bahwa Lembaga Advokasi Damar telah menjalankan peranannya
sebagai kelompok civil society yang dalam hal ini ikut mengatasi tindak kekerasan
terhadap perempuan.10
Persamaan yang dilakukan oleh Novriko Dwi Sanjaya ini adalah sama-
sama meneliti tentang peranan kelompok civil society dalam hal ini LSM terhadap
masyarakat. Namun perbedaanya terletak pada subjek dan objek penelitian yang
dilakukan.
Ketiga, penelitian yang ditulis oleh Devi Anggreini, mahasiswa Jurusan
Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta tahun
2018 dengan judul: Upaya Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan
9Leonardo Julius P, Tesis, Memahami Transformasi Gerakan Simbolik: Study Kasus Aksi
Kamisan, (Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, 2014). 10
Novriko Dwi Sanjaya, Skripsi, Peranan Civil Society dalam Mengatasi Kekerasan
Terhadap Perempuan (Studi Pada Lembaga Advokasi Perempuan Damar Provinsi Lampung),
(Bandar Lampung: Universitas Lampung, 2017).
9
(KontraS) dalam Mengembangkan Hak Asasi Manusia di Asia Tenggara. Dalam
penelitian ini berkesimpulan bahwa KontraS sebagai LSM yang menangani hak
asasi manusia di Indonesia berupaya membantu negara dalam mendorong proses
pemajuan hak asasi manusia, melalui pola strategi Transnational Advocacy
Network yang diterapkan oleh KontraS.11
Meskipun memiliki subjek penelitian yang sama dengan penelitian yang
dilakukan oleh Devi Anggreini yakni KontraS, namun objek penelitian yang
diteliti penulis berbeda dimana penelitian ini meneliti peranan KontraS sebagai
kelompok civil society dalam penuntutan kasus HAM masa orde baru melalui aksi
Kamisan.
Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Fahmi Nur Ichsan, mahasiswa
Jurusan Ilmu Pemerintahan, Universitas Diponegoro tahun 2014 yang bejudul:
Analisis Peran Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan
(KontraS) sebagai Civil Society dalam Pengungkapan Kasus Munir. Penelitian ini
berkesimpulan bahwa KontraS sebagai civil society memainkan peran sebagai
watch dog terkait kasus pembunuhan terhadap aktivis HAM, Munir dengan
menggunakan strategi advokasi yang meliputi penyelidikan kasus, pendampingan
hukum, demonstrasi, serta strategi pembentukan opini di media.12
Meskipun antara penelitian Fahmi Nur Ichasan dan penelitian yang dikaji
penulis sama-sama meniliti peranan KontraS sebagai civil society dalam
11
Devi Anggreini, Skripsi, Upaya Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan
(KontraS) dalam Mengembangkan Hak Asasi Manusia di Asia Tenggara, (Yogyakarta:
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2018). 12
Fahmi Nur Ichsan, Analisis Peran Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak
Kekerasan (KontraS) sebagai Civil Society dalam Pengungkapan Kasus Munir, Journal of Politic
and Government Studies, Vol. 3 No.1 (2014).
10
penuntutan kasus HAM berat dimasa lalu, namun dalam penelitian yang dikaji
penulis lebih melihat peranan KontraS dalam penuntutan kasus HAM berat
dimasa lalu dalam aksi Kamisan sedangkan penelitian Fahmi Nur Ichsan lebih
menekankan pada kasus Munir.
Dari keempat penelitian yang pernah ditulis diatas belum pernah ada yang
secara khusus mengkaji tentang peranan KontraS sebagai civil society dalam aksi
Kamisan dalam rangka penuntutan penuntasan kasus HAM berat dimasa orde
baru. Untuk itu, kemudian penelitian ini menjadi menarik dilakukan untuk
memperkaya khazanah ilmu politik khususnya dalam konteks civil society.
E. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif,
yakni penelitian yang bertujuan untuk mengidentifikasi sifat atau karakteristik
dari sekelompok manusia, benda, atau peristiwa. Penelitian kualitatif berdasarkan
sebuah prosedur pemecahan masalah yang diteliti dengan menggambarkan
keadaan subjek dan objek penelitian berdasarkan fakta yang ada. Penelitian
kualitatif akan menghasilkan data berupa kata-kata atau tulisan yang merupakan
penjabaran mengenai situasi dan kondisi yang terjadi pada objek penelitian.13
2. Teknik Pengumpulan Data
Adapun pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
13
Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial, (Bandung: Refika Aditama, 2010), h. 27.
11
a. Dokumentasi
Dokumentasi adalah teknik yang digunakan dalam mencari dan
mengumpulkan data-data melalui dokumen dan sumber-sumber tertulis yang
berkaitan dengan objek yang diteliti. Dalam penelitian ini, dokumentasi yang
digunakan buku-buku, jurnal, surat kabar dan sumber internet jika diperlukan
untuk mencari jawaban permasalahan yang diteliti.
b. Wawancara
Wawancara ini dilakukan untuk pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara tanya-jawab dengan narasumber dengan mengajukan pertanyaan tidak
berstruktur kepada pihak-pihak yang terkait dengan penelitian ini. Dalam
penelitian ini, wawancara dilakukan oleh Jali (Ketua Koordinator Media dan
Informasi Aksi Kamisan) dan Dimas Arya (Ketua Divisi Impunitas KontraS)
3. Teknik Analisis Data
Pada bagian analisis data, penulis menggunakan metode analisa penelitian
secara deskriptif, yakni sebuah metode yang menjabarkan hal-hal yang menjadi
objek penelitian atau menggambarkan suatu keadaan secara tepat sehingga
diharapkan mampu menjawab berbagai permasalahan tersebut.
Pengumpulan data yang dilakukan bersifat deskriptif. Setelah data-data
terkumpul kemudian diamati secara mendalam dan selanjutnya disusun untuk
diuraikan atau dijabarkan secara sistematis, sehingga data tersebut menjadi data
yang teratur dan tersusun sesuai dengan tujuan penelitian. Proses dalam analisis
data terbagi menjadi tiga, di antaranya:
12
a. Data Reduction (Reduksi Data)
Reduksi data adalah suatu bentuk analisis yang mengarahkan,
menggolongkan, menajamkan, membuang waktu yang tidak perlu, serta
mengorganisir data dengan sedemikian rupa hingga kesimpulan-kesimpulan
akhirnya dapat ditarik dan diverifikasi.14
Oleh karena itu, jika dalam penelitian
peneliti menemukan sesuatu yang aneh, asing atau tidak dikenal, dan sebelum
memiliki pola, hal tersebutlah yang harus dijadikan perhatian oleh peneliti dalam
mereduksi data.
b. Data Display (Penyajian Data)
Penyajian data adalah sekumpulan informasi yang memberi kemungkinan
adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Aapun penyajian yang
baik merupakan suatu cara yang utama dalam analisis kualitatif. Bentuk penyajian
yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah teks yang bersifat naratif.
Melalui penyajian-penyajian ini, peneliti akan dapat memahami apa yang sedang
terjadi dana pa yang harus dilakukan berdasarkan atas dasar pemahaman yang kita
dapat dari penyajian-penyajian tersebut.15
c. Conclucion Drawing/ Verivication (Penarikan Kesimpulan)
Tahap ketiga dalam analisi data kualitatif, menurut Miles dan Huberman
adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Sementara itu Sugiyono menjelaskan
bahwa kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan
berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti kuat yang mendukung pada tahap
14
Andi Prastowo, Metode Penelitian Kualitatif: Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi,
(Jakarta: Djambatan, 2011), h. 243. 15
Andi Prastowo, Metode Penelitian Kualitatif: Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi, h.
244.
13
pengumpulan data berikutnya. Akan tetapi, apabila kesimpulan yang
dikemukakan pada tahap awal telah didukung oleh bukti-bukti yang valid dan
konsisten saat kita kembali kelapangan, kesimpulan yang telah kita kemukakan
adalah kesimpulan yang kredibel dan terpercaya.16
F. Sistematika Penulisan
Dalam penelitian skripsi ini penulis menyusun pembahasan menjadi
beberapa bagian dalam sistematika penulisan sebagai berikut:
Bab I: Pendahuluan, pada bab ini penulis akan berusaha untuk
memaparkan permasalahan yang melatarbelakangi pembahasan dan perumusan
masalah serta manfaat dan tujuan terkait dalam penelitian mengenai Aksi
Kamisan untuk menuntut penyelesaian kasus HAM berat di masa lalu dan peran
KontraS sebagai kelompok civil society mendukung akasi tersebut.
Bab II: Kerangka Teoritis, pada bab ini penulis akan memaparkan
mengenai teori dam konsep sebagai konsepsi untuk menjawab pertanyaan
penelitian.
Bab III: Dalam bab ini peneliti akan memaparkan tentang profil KontraS.
Bab ini akan membahas mengenai sejarah, latar belakang berdirinya LSM
tersebut, tujuan terbentuknya, visi dan misi, struktur kepengurusan hingga
penghargaan yang diterima KontraS. Selain itu Bab ini juga membahas tentang
Aksi Kamisan.
16
Andi Prastowo, Metode Penelitian Kualitatif: Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi,
(Jakarta: Djambatan, 2011), h. 250.
14
Bab IV: Bab ini adalah bagian terpenting dari penelitian ini karena
membahas tentang permasalahan yang peneliti angkat. Peneliti akan menjelaskan
bagaimana peran KonstraS dalam Aksi Kamisan, dan juga melihat faktor-faktor
pendukung dan penghambat yang ditemui KontraS dalam upayanya untuk
membantu Aksi Kamisan dalam penananganan kasus pelanggaran HAM berat di
masa lalu.
Bab V: Pada bab ini penulis berupaya menyimpulkan pembahsaan
mengenai skripsi ini sekaligus menjadi penutup pada pokok permasalahan. Dan di
bab penutup ini terdapat saran dan kritik bagi pembaca.
15
BAB II
KERANGKA TEORI DAN KONSEP
Pada bab ini penulis membahas kerangka teori dan konsep untuk dijadikan
pisau analisis dalam melihat peran Komisi untuk Orang Hilang dan Korban
Tindak Kekerasan (KontraS) terhadap penuntutan penyelesaian kasus Hak Asasi
Manusia (HAM) di masa lalu melalui Aksi Kamisan. Konsepsi yang dipakai
untuk menggambarkan peran KontraS tersebut dijelaskan melalui konsep civil
society. Selain itu, penulis menggunakan teori partisipasi politik untuk
menggambarkan partisipasi yang dilakukan KontraS melalui Aksi Kamisan
A. Civil Society
Konsep civil society telah menjadi wacana dikalangan akademik dan
gerakan sosial. Civil society sering disebut sebagai masyarakat madani,
masyarakat warga, masyarakat kewargaan, masyarakat sipil, beradab atau
masyarakat berbudaya. Istilah civil society sendiri berasal dari bahasa latin, yakni
civitas dei atau kota illahi. Asal kata civil adalah civilization atau beradab. Civil
society dapat diartikan sebagai masyarakat beradab.17
Meskipun civil society sering diartikan sebagai masyarakat madani, namun
terdapat perbedaan diantara keduanya. Bagi beberapa cendikiawan Indonesia
seperti Nurcholish Madjid, M Dawan Rahardjo, Maswadi Rauf, dan Bachtiar
Effendy menganggap bahwa istilah masyarakat madani merupakan terjemahan
yang tepat dalam bahasa Indonesia untuk civil society. Namun menurut Syed
17
Suryo Sakti Hadiwijoyo, Negara, Demokrasi, dan Civil Society, (Yogyakarta: Graha
Ilmu: 2012), h. 73.
16
Naquib Al-Attas, istilah masyarakat madani dan civil society memiki perbedaan
latar belakang konseptual. Masyarakat madani memiliki perjalanan sejarahnya
sendiri merujuk pada segala aktivitas masyarakat berdasarkan norma dan nilai
keislaman. Sedangkan civil society merupakan produk pemikiran Barat modern
merujuk pada sebuah lingkungan masyarakat yang terbebas dari negara dan terikat
dengan demokrasi.18
Terjemahan lain dari civil society yakni masyarakat sipil. Istilah ini
seringkali dipopulerkan oleh Mansour Fakih dalam berbagai tulisannya tentang
civil society. Konsekuensi dari istilah ini, masyarakat sipil diposisikan diametral
dengan masyarakat militer. Pengertian sipil terkesan sebagai tandingan dari
militer yang dalam masyarakat Indonesia hadir dalam bentuk dwi-fingsi ABRI,
atau menekankan pentingnya supermasi sipil. Itu artinya secara konseptual
masyarakat sipil senantiasa berlawanan dengan negara.19
Selain itu AS Hikam menerjemahkan civil society dengan masyarakat
warga atau masyarakat kewargaan. Dalam hal ini, civil society merupakan
kehidupan sosial yang bersifat sukarela, swadaya, swasembada, dan terbebas dari
tekanan negara. Makna dari konsepsi tersebut mengandung konotasi adanya
masyarakat yang beradab yang lebih menganut aturan-aturan berkaitan dengan
sistem hukum daripada aturan yang bersifat otoriter. Pandangan ini menganggap
18
Ardi Suryadi Culla, Rekonstruksi Civil Society: Wacana dan Aksi Ornop di Indonesia,
(Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2006), h. 39-40. 19
Ardi Suryadi Culla, Rekonstruksi Civil Society, h. 41-42.
17
bahwa civil society sebagai suatu gerakan rakyat untuk membebaskan diri dari
hegemoni negara.20
Menurut Chandhoke, civil society didefinisikan sebagai suatu tempat di
mana masyarakat masuk ke dalam hubungan dengan negara. Civil society
merupakan tempat berpijak bagi munculnya wacana rasional untuk
mempertanyakan tanggung jawab negara. Terkait dengan hal tersebut, terdapat
empat persayaratan yang harus dipenuhi oleh civil society, yakni Pertama, nilai
dari civil society yang berupa partisipasi politik dan akuntabilitas negara. Kedua,
institusi dari civil society yang berupa forum representatif dari masyarakat dan
asosiasi sosial. Ketiga, perlindungan civil society yang berhubungan dengan hak-
hak individual secara umum. Keempat, anggota civil society adalah semua
individu yang dilindungi oleh hukum. Berdasarkan pandangan Chandhoke
terdapat empat aspek utama yaitu: adanya pertanggung jawaban negara,
keterbukaan dan transparansi, pengakuan terhadap hak asasi manusia, dan
inklusivitas.21
1. Ciri-ciri Civil Society
Menurut Diamond, masyarakat sipil harus bersedia secara aktif dan
kolektif dalam ruang publik untuk mengekspresikan kepentingan-kepentingan,
hasrat, pilihan, dan ide-ide mereka untuk saling bertukar informasi untuk
mencapai tujuan kolektif, mengajukan tuntutan kepada negara, dan menuntut
akuntabilitas negara. Masyarakat sipil yang kritis dan mandiri harus berkembang
20
Suryo Sakti Hadiwijoyo, Negara, Demokrasi, dan Civil Society, (Yogyakarta: Graha
Ilmu: 2012), h. 76. 21
Suryo Sakti Hadiwijoyo, Negara, Demokrasi, dan Civil Society, h. 77.
18
dan mendapat jaminan rasa aman sehingga mereka membutuhkan perlindungan
dari tatanan hukum.22
Ada lima ciri-ciri masyarakat sipil yang diklasifikasikan oleh Diamond.
Kelima ciri tersebut, yaitu:23
1. Masyarakat sipil memusatkan perhatiannya pada tujuan-tujuan yang
bersifat publik bukan privat.
2. Masyarakat sipil memang dalam beberapa hal memiliki hubungan
dengan negara tapi mereka tidak berusaha untuk merebut kekuasaan
atas negara atau mendapat posisi jabatan pemerintahan. Artinya dia
tidak berusaha mengendalikan politik secara menyeluruh.
3. Masyarakat sipil menjunjung pluralism dan keberagaman. Tidak ada
organisasi yang sectarian dan memonopoli ruang publik untuk
kepentingan-kepentingan sectarian tertentu karena hal tersebut
bertentangan dengan semangat pluralistik.
4. Masyarakat sipil tidak berusaha menampilkan seluruh kepentingan
pribadi atau komunitas. Namun, kelompok yang berbeda akan
menampilkan atau mengekspresikan kepentingan yang berbeda pula.
Tumbuh kembang masyarakat politik pun sebenarnya dipengaruhi oleh
konteks sosial politik di daerah masing-masing. Masyarakat sipil berkembang dan
menjadi penyeimbang negara ketika terdapat proses-proses yang sehat, terbuka,
22
Ibid, h. 80-81. 23
Suryo Sakti Hadiwijoyo, Negara, Demokrasi, dan Civil Society, (Yogyakarta: Graha
Ilmu: 2012), h. 81.
19
dan partisipatif. Menurut Eisentadt, terdapat empat komponen yang berkaitan
dengan kemungkinan tumbuh kembang masyarakat sipil:24
1. Masyarakat sipil harus bersifat otonom. Itu artinya masyarakat sipil
harus lepas dari kontrol dan pengaruh negara baik dalam bidang
ekonomi, politik, dan sosial.
2. Masyarakat sipil memiliki akses terhadap lembaga negara. Dalam
konteks hubungan antara negara dan masyarakat, masyarakat sipil
harus memiliki akses terhdap agensi dari negara. Artinya, individu
dapat melakukan partisipasi politik dengan beragam bentuk seperti
menghubungi pejabat, menulis pikiran di media massa, atau terlibat
langsung dalam organisasi sosial dan politik.
3. Arena publik yang otonom, dimana setiap organisasi sosial dapat
mengatur dirinya sendiri.
4. Arena publik yang terbuka dimana aktivitas yang dijalankan bersifat
terbuka bagi semua lapisan masyarakat, tidak dijalankan dengan
rahasia, ekslusif dan berisfat kooperatif.
Dalam menjelaskan terkait masyarakat sipil, perlu juga diketahui siapa
saja yang termasuk dalam bagian masyarakat sipil. Seringkali organisasi yang
menjadi kalangan masyarakat sipil adalah NGO (Non Government Organization)
atau LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat). Akan tetapi sebenarnya civil society
cakupannya lebih luas dari itu. Menurut Eisendtat kalangan civil society
merupakan sejumlah kelompok sosial, misalnya keluarga, kalangan bisnis,
24
Suryo Sakti Hadiwijoyo, Negara, Demokrasi, dan Civil Society, h. 82.
20
asosiasi masyarakat, dan gerakan-gerakan sosial yanga ada dalam negara. Akan
tetapi sifatnya independen dari negara.25
Bagi Diamond, masyarakat sipil
mencakup beragam organisasi, formal dan informal meliputi kepentingan
ekonomi, kultural, informasi dan pendidikan, kepentingan, pembangunan,
berorientasi isu, dan kewarganegaraan.26
2. Konsep LSM Sebagai Masyarakat Sipil
Sebagai sebuah konsep masyarakat sipil sulit dipahami untuk tidak
dikaitkan dengan institusi atau organisasi-organisasi yang menjadi representasi
masyarakat sipil dalam kehidupan masyarakat. Salah satu pengejawantahan
masyarakat sipil adalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Banyak kalangan
mengalihbahasakan sebagai Non-Government Organization (NGO) atau
Organiasasi Non-Pemerintah (Ornop). Seusai dengan karakteristiknya, lembaga
ini membawa misi yang mulia sesuai dengan impian kolektif, gagasan, dan
praksis hidup gerakan masyarakat sipil.
Istilah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) muncul atas kritik
penggunaan kata NGO atau Ornop yang diartikan atau dituduh sebagai kelompok
masyarakat yang tidak mau bekerja dengan pemerintah. Oleh karena itu, LSM
dipakai untuk pengganti Ornop. Dalam pengertian umum, Ornop mencakup
semua organisasi masyarakat yang berada di luar struktur dan jalur formal
pemerintahan dan tidak dibentuk oleh atau merupakan dari birokrasi pemerintah.
Namun penggunaan istilah Ornop terkesan menghadapkan pemerintah dalam
25
Afan Gafar, Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1999), h. 180. 26
Suryo Sakti Hadiwijoyo, Negara, Demokrasi, dan Civil Society, (Yogyakarta: Graha
Ilmu: 2012), h. 82.
21
posisi dikotomis dan berlawanan dan juga terkesana sebagai oposan pemerintah.
Namun penggantian istilah Ornop menjadi LSM seringkali dianggap bermasalah
karena mengaburkan batas antara organisasi non-pemerintah yang murni dibentuk
oleh masyarakat dengan organisasi non-pemerintah yang sebenarnya dibentuk
oleh pemerintah. Selain itu, istilah LSM mensyaratkan adanya pelembagaan
organisasi terlebih dahulu dalam bentuk legal-formal.27
Akan tetapi dalam penelitian ini peneliti tetap menggunakan istilah LSM
untuk menunjuk KontraS merujuk pada aturan pemerintah yakni Instruksi Menteri
Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1990 yang menyebutkan bahwa Ornop kemudian
dipakai istilah LSM, yakni organisasi atau lembaga yang anggotanya adalah
masyarakat warga negara Republik Indonesia yang secara sukarela atau
berdasarkan kehendak sendiri berniat serta bergerak di bidang kegiatan tertentu
yang ditetapkan oleh organisasi sebagai wujud partisipasi masyarakat. Selain itu,
istilah LSM sudah menjadi istilah yang jamak diketahui untuk menunjuk lembaga
seperti KontraS.
Sebagaimana disinggung dalam bahasan diatas, LSM secara institusional
merupakan salah satu pengejewantahan dari masyarakat sipil. Hal inilah yang
membedakan LSM dengan entitas negara dan pasar. Konsep LSM sebagai
masyarakat sipil sebenarnya dapat ditelusuri dari pemikiran Alexis de Tocqueville
yang sempat mengamati demokrasi di Amerika Serikat. Ia menyebut bahwa ada
beberpaa macam kelompok, yaitu organisasi keagamaan yang berpusat di gereja,
organisasi masyarakat lokal, organisasi ketetanggaan, perkumpulan, dan lainnya.
27
Ardi Suryadi Culla, Rekonstruksi Civil Society: Wacana dan Aksi Ornop di Indonesia,
(Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2006), h. 63-68
22
Organisasi yang berisfat sukarela menurutnya penting sebagai sumber demokrasi
karena melalui aktivitas-aktivitasnya mereka dapat mengkontrol pemerintah.
Organisasi sukarela ini berufungsi sebagai lembaga perantara yang
menghubungkan warga negara dengan pemerintah.28
Berdasarkan tipologinya, organisasi non-pemerintah dalam konteks
Indonesia menurut Philip Eldrige dapat dibedakan menjadi tiga model pendekatan
yang berkaitan dengan hubungan antara organisasi non-pemerintah dengan
pemerintah, yakni:29
Pertama, pendekatan berlabel “Kerja Sama Tingkat Tinggi: Pembangunan
Akar Rumput (High Level Partnership: Grassroots Development). Organisasi
dalam kategori ini menekankan kerjasama dalam program-program pembangunan
pemerintah. Organisasi tipe ini biasanya sangat menyadari pentingnya menjalin
jaringan dan memelihara akar ramput, akan tetapi tidak menunjukan ketertarikan
untuk mengubah atau merambah lebih jauh terhadap proses politik yang dilakukan
pemerintah atau kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Pada
umumnya organisasi tipe ini berkaitan langsung dengan proyek pembangunan
yang bersifat teknis ketimbang advokasi.
Kedua, pendekatan yang disebut “Politik Tingkat Tinggi: Mobilisasi Akar-
Rumput” (High Level Politics: Grassroots Mobilization). Organisasi dalam
kategori ini memiliki kecendrungan aktif dalam kegiatan politik. Tipe ini biasanya
mengembangkan gagasan berdasarkan kerangka berpikir teori sosial-radikal yang
28
Ardi Suryadi Culla, Rekonstruksi Civil Society: Wacana dan Aksi Ornop di Indonesia,
(Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2006), 70-71. 29
Ardi Suryadi Culla, Rekonstruksi Civil Society, 74-75.
23
digabung dengan aksi kritis lebih luas terhadap praktik kekuasaan pemerintah
(negara).
Ketiga, pendekatan “Penguatan Akar Rumput” (Empowernment ata the
Grassroots). Orgnisasi tipe ini lebih memusatkan aktivitas pada usaha
peningkatan kesadaran masyarakat dan pemberdayaan masyarakat, terutama di
tingkat akar rumput. Organisasi ini memang tidak terlalu berminat menjalin
hubungan dengan pemerintah, akan tetapi juga tidak tertarik untuk melakukan
aksi-aksi perubahan politik. Orientasi dari organisasi ini lebih tertuju pada
peningkatan kesadaran masyarakat akan hak-hak ketimbang menjalani aksi yang
bermaksud mengubah kebijakan atau menyentuh proses politis tertentu.
B. Partisipasi Politik
Dalam analisis politik modern, partisipasi politik merupakan suatu
masalah penting yang banyak dipelajari terutama dalam kaitannya dengan negara-
negara berkembang. Pada awalnya, studi mengenai partisipasi politik fokus
pembahasannya berada pada partai politik sebagai pelaku utama. Akan tetapi
dalam perkembangannya, muncul kelompok masyarakat yang juga ingin
memengaruhi proses pengambilan keputusan mengenai kebijakan umum.30
Keterlibatan masyarakat dalam mempengaruhi keputusan pemerintah karena
mereka merasa kebijakan tersebut berpengaruh terhadap kehidupannya.
Secara konseptual partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau
kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu
30
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
2008) h. 367.
24
dengan jalan memilih pimpinan negara dan secara langsung atau tidak langsung
mempengaruhi kebijakan pemerintahan (public policy). Kegiatan ini mencakup
tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, meghadiri rapat
umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan
hubungan (contacting) dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen dan
sebagainya.31
Partisipasi politik meurut Keith Fauls sebagaimana dikutip oleh Damsar
adalah keterlibatan secara aktif (the active engagement) dari individu atau
kelompok ke dalam proses pemerintahan. Keterlibatan ini mencakup keterlibatan
dalam proses pengambilan keputusan. Keterlibatan ini juga berlaku bagi oposisi
pemerintah. Partisipasi politik juga diartikan sebagai kegiatan sukarela
masyarakat untuk mengambil bagian dalam proses pemilihan pemimpin atau
pembentukan kebijakan umum baik secara langsung atau tidak langsung.32
Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson menjelaskan partisipasi politik
sebagai perilaku atau sikap individu dan kelompok terhadap politik. Partisipasi
politik tidak hanya mencakup kegiatan yang dilakukan untuk mempengaruhi
pengambilan keputusan pemerintah, melainkan juga tindakan mempengaruhi
masyarakat. Partisipasi politik dapat dilakukan secara otonom dan juga partisipasi
politik yang dimaksudkan untuk memobilisasi masyarakat.33
31
Miriam Budiardjo. Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
2008), h. 367. 32
Damsar, Pengantar Sosiologi Politik, (Jakarta: Prenada Meida Garoup, 2010), h. 180. 33
Samuel P. Huntington dan Joan Nelson. Partisipasi Politik di Negara Berkembang,
(Jakarta: Rineka Cipta, 1990) h. 9-10.
25
Menurut Ramlam Surbakti, terdapat beberapa kriteria partisipasi politik,
yaitu:34
Pertama, berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang dapat diamati bukan
sikap atau orientasi. Artinya partisipasi politik hanya berhubungan dengan hal
yang bersifat objektif dan bukan subjektif. Kedua, kegiatan politik warga negara
biasa atau perseorangan sebagai warga negara yang dilaksanakan secara langsung
ataupun tidak langsung. Ketiga, kegiatan yang bertujuan untuk mempengaruhi
pengambilan keputusan pemerintah. Keempat, kegiatan untuk mempengaruhi
pemerintah tanpa peduli tingkat keberhasilan atau kegagalan dari efek yang
timbul. Kelima, kegiatan yang dilakukan mengikuti prosedur dan tanpa kekerasan
maupun daengan cara diluar prosedur tanpa kekerasan.
1. Model dan Bentuk Partisipasi Politik
Model partisipasi politik adalah tata cara orang melakukan partisipasi
politik. Model ini terbagi kedalam dua bagian besar, yakni conventional dan
unconventional. Partisipasi politik model conventional adalah mode klasik
seperti Pemilu dan kegiatan kampanye. Sedangkan model unconventional
adalah mode partisipasi politik yang tumbuh seiring munculnya gerakan sosial
baru yang berkaitan dengan gerakan pro lingkungan, gerakan perempuan,
protes mahasiswa, gerakan untuk hak asasi manusia, dan lainnya.35
Menurut Samuel P. Huntington dan Joan Nelson membagi bentuk-
bentuk partisipasi politik:36
34
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: PT Grasindo,1999), h. 141. 35
Suryo Sakti Hadiwijoyo, Negara, Demokrasi, dan Civil Society, (Yogyakarta: Graha
Ilmu: 2012), h. 66. 36
Samuel P. Huntington dan Joan Nelson. Partisipasi Politik di Negara Berkembang,
(Jakarta: Rineka Cipta, 1990), h. 11-12.
26
1. Kegiatan Pemilihan, yaitu kegiatan pemberian suara dalam pemilihan
umum, mencari dana partai, menjadi tim sukses, mencari dukungan bagi
calon legislatif atau eksekutif, atau tindakan lain yang berusaha
mempengaruhi hasil pemilu.
2. Lobby, yaitu upaya perorangan atau kelompok yang berusaha untuk
menghubungi pimpinan politik atau pejabat publik dengan maksud
untuk mempengaruhi keputusan politik mereka tentang suatu isu.
3. Kegiatan Organisasi, yaitu partisipasi individu ke dalam organisasi, baik
selaku anggota maupun pemimpinnya, guna mempengaruhi
pengambilan keputusan oleh pemerintah.
4. Contacting, yaitu upaya individu atau kelompok dalam membangun
jaringan dengan pejabat-pejabat pemerintah guna mempengaruhi
keputusan mereka.
5. Tindakan Kekerasan (violence), yaitu tindakan individu atau kelompok
guna mempengaruhi keputusan pemerintah dengan cara menciptakan
kerugian fisik manusia atau harta benda, termasuk di sini adalah huru-
hara, teror, kudeta, pembutuhan politik (assassination), revolusi dan
pemberontakan
Ramlan Surbakti dalam buku “Memahami Ilmu Politik”, membagi
bentuk partisipasi politik menjadi dua, yaitu partisipasi aktif dan partisipasi
pasif. Partisipasi aktif adalah kegiatan yang berorientasi pada proses input dan
output politik. Yang termasuk dalam partisipasi aktif adalah mengajukan usulan
mengenai suatu kebijakan umum, mengajukan alternatif kebijakan umum yang
27
berlainan mengenai kebijakan yang dibuat pemerintah, memberikan kritik dan
perbaikan untuk meluruskan kebijakan, membayar pajak dan memilih
pemimpin pemerintahan. Sedangkan partisipasi pasif adalah kegiatan yang
orientasinya berupa proses output. yang termasuk ke dalam kegiatan partisipasi
pasif adalah seperti kegiatan yang menaati pemerintah, menerima dan
melaksanakan saja setiap keputusan pemerintah.37
Alasan orang berpartisipasi dalam kegiatan politik juga dapat merujuk
pada tipologi tindakan sosial Max Webber. Seseorang melakukan aktifitas
politik dikarenakan empat alasan, yakni Pertama, alasan rasional nilai yang di
dasarkan atas penerimaan secara rasional akan nilai-nilai suatu kelompok.
Kedua, alasan emosional afektif, yaitu alasan yang didasarkan atas suatu
kebencian atau sukacita terhadap suatu ide, organisasi, partai atau individu.
Alasan partisipasi politik seperti ini cenderung bersifat non-rasional. Ketiga,
alasan tradisional, yaitu alasan yang di dasarkan atas penerimaan norma tingkah
laku individu atau tradisi tertentu dari suatu kelompok sosial. Keempat, alasan
rasional instrumental, yaitu alasan yang didasarkan atas kalkulasi untung-rugi
secara ekonomi.38
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Politik Masyarakat
Partisipasi politik, sebagai suatu aktivitas, tentu banyak dipengaruhi
oleh berbagai faktor. Banyak pendapat yang menyoroti faktor-faktor yang
mempengaruhi partisipasi politik. Surbakti menyebutkan dua variabel penting
yang mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat partisipasi politik seseorang.
37
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: PT Grasindo,1999), h. 142-143. 38
Damsar, Pengantar Sosiologi Politik, (Jakarta: Prenada Meida Garoup, 2010), h. 193-
197.
28
Pertama, aspek kesadaran politik seseorang yang meliputi kesadaran terhadap
hak dan kewahiban sebagai warga negara. Misalnya hak-hak politik, hak
ekonomi, hak mendapat perlindungan hukum, hak mendapatkan jaminan sosial,
dan kewajiban-kewajiban seperti kewajiban dalam sistem politik, kewajiban
kehidupan sosial, dan kewajiban lainnya. Kedua, menyangkut bagaimanakah
penilaian dan apresiasinya terhadap pemerintah, baik terhadap kebijakan-
kebijakan pemerintah dan pelaksanaan pemerintahannya.39
Weimar sebagaimana dikutip oleh Sudijono Sastroatmojo dalam
bukunya “Perilaku Politik”, menyebutkan paling tidak ada lima faktor yang
mempengaruhi partisipasi politik yaitu:40
1. Modernisasi. Modernisasi di segala bidang berimplikasi pada
komersialisasi pertanian, industrialisasi, meningkatnya arus urbanisasi,
peningkatan tingkat pendidikan, meluasnya peran media massa dan
media komunikasi. Kemajuan itu berakibat pada meningkatnya
partisipasi warga negara, terutama di perkotaan, untuk turut serta dalam
kekuasaan politik. Mereka ini misainya kaum buruh, para, pedagang
dan pers profesional.
2. Terjadinya perubahan-perubahan struktur kelas esensial. Dalam hal ini
adalah munculnya kelas menengah dan pekerja baru yang semakin
meluas dalam era industrialisasi. Kemunculan mereka tentu saja
dibarengi tuntutan-tuntutan baru pada gilirannya akan mempengaruhi
kebijakan-kebijakan pemerintah.
39
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: PT Grasindo,1999), h. 144. 40
Sudijono Sastroatmojo, Perilaku Politik, (Semarang: IKIP Semarang Press, 1995) h.
89-90.
29
3. Pengaruh kaum intelektual dan meningkatnya komunikasi massa. Ide-
ide nasionalisme, liberalisme, dan egaliterisme membangkitkan
tuntutan-tuntutan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.
Komunikasi yang meluas mempermudah.
4. Adanya konflik di antara pemimpin-pemimpin politik. Pemimpin
politik yang sating memperebutkan kekuasaan, seringkali untuk
mencapai kemenangan dilakukan dengan cars mencari dukungan massa.
Dalam konteks ini seringkali terjadi partisipasi yang dimobilisasikan.
5. Adanya keterlibatan pemerintah yang semakin meluas dalam urusan
sosial, ekonomi dan kebudayaan. Meluasnya ruang lingkup aktivitas
pemerintah ini seringkali merangsang tumbuhnya tuntutan yang
terorganisasi untuk ikut serta dalam mempengaruhi perbuatan
keputusan politik. Hal tersebut merupakan konsekuensi dari perbuatan
pemerintah dalam segala bidang kehidupan.
C. Peran Civil Society dalam Partisipasi Politik
Dalam melihat hubungan masyarakat dengan negara, civil society
dianggap memiliki tiga fungsi di antaranya: Pertama, civil society mempunyai
aktivitas memajukan kegiatan yang ditujukan melengkapi peran negara sebagai
pelayan publik. Kedua, civil society melakukan serangkaian aktivitas yang belum
atau tidak dilakukan negara untuk merepresentasikan kepentingan masyarakat
30
luas. Ketiga, civil society sebagai kekuatan tandingan negara (counter balancing
the state atau counter velling forces).41
Andra L Corrothers dan Estie W Suryatna mengidentifikasi peran yang
dapat dimainkan oleh organisasi non-pemerintah dalam sebuah negara,
diantaranya: Pertama, katalisasi perubahan sistem. Hal ini dilakukan dengan
mengangkat sejumlah permasalahan yang ada dalam masyarakat, melakukan
advokasi dengan tujuan untuk merubah kebijaksanaan negara, mengembangkan
kemauan politik rakyat, dan mengadakan eksperimen yang mendorong inisiatif
masyarakat. Kedua, memonitor pelaksanaan sistem dan cara penyelenggaraan
negara, bahkan bila perlu melakukan protes. Hal ini dilakukan karena adanya
penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran hukum. Ketiga, memfasilitasi
rekonsiliasi warga negara dengan lembaga peradilan. Hal ini dilakukan karena
tidak jarang masyarakat menjadi korban kekerasan akan tetapi mereka tidak
berdaya untuk mengadvokasi dirinya ke lembaga peradilan. Kalangan organisasi
non-pemerintah inilah yang aktif untuk melakukan pembelaan dan pendampingan
bagi korban ketidakadilan. Keempat, implementasi program pelayanan. Organisasi
non-pemerintah menmpatkan diri sebagai sebuah lembaga yang mewujudkan
program-program yang berkaitan dengan masyarakat.42
41
Suryo Sakti Hadiwijoyo, Negara, Demokrasi, dan Civil Society, (Yogyakarta: Graha
Ilmu: 2012), h. 83. 42
Ardi Suryadi Culla, Rekonstruksi Civil Society: Wacana dan Aksi Ornop di Indonesia,
(Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2006), h. 81.
31
BAB III
GAMBARAN UMUM KONTRAS DAN AKSI KAMISAN
Pada bab ini penulis membahas Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban
Tindak Kekerasan (KontraS) sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang
fokus pada persoalan penyelesaian kasus hak asasi manusia (HAM) di Indonesia.
Salah satu peran Kontras, yakni terlibat dalam aksi pengusutan kasus HAM berat
di masa lalu yang dikenal dengan Aksi Kamisan. Karena itu, pada bab ini penulis
juga membahas tentang Aksi Kamisan itu sendiri untuk menggambarkan secara
detil aksi tersebut.
A. Profil Kontras
Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan atau disingkat
KontraS didirikan pada 20 Maret 1998 yang dibentuk oleh sejumlah organisasi
civil society seperti Lembaga Pembela Hak-Hak Asasi Manusia (LPHAM),
Lembaga Studi & Advokasi Masyarakat (ELSAM), Aliansi Jurnalis Independen
(AJI), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan tokoh masyarakat lainnya. Pada awalnya
KontraS bernama Komisi Independen Pemantau Hak Asasi Manusia (KIP-HAM)
pada tahun 1996 yang memantau persoalan HAM di Indonesia. KIP-HAM banyak
menerima pengaduan melalui surat kabar dan kontak telefon dari masyarakat.
Namun pada saat reformasi bergulir, masyarakat korban HAM mulai berani untuk
menyampaikan langsung ke sekretariat KIP-HAM.43
43
“Profil Kontras”, diakses dari https://kontras.org/profil-kontras/ pada 27 Maret 2019.
32
Gambar II.1:
Logo KontraS44
Seiring dengan dilakukanya pertemuan dengan masyarakat korban, maka
tercetuslah ide untuk membentuk sebuah lembaga yang khusus menangani kasus-
kasus orang hilang karena praktik kekerasan rezim Orde Baru yang menelan
banyak korban. Selanjutnya, disepakatilah pembentukan sebuah komisi yang
menangani kasus orang hilang dan korban tindak kekerasan dengan nama
KontraS. Akan tetapi, dalam perjalanannya KontraS tidak hanya menangani
masalah penculikan dan orang hilang tapi juga diminta untuk menangani berbagai
kasus tindak kekerasan yang terjadi di Aceh, Papua, Timor-Timur, Maluku,
Sambas, Sampit, dan Poso. Dalam perjalanan menangani kasus kekerasan
tersebut, KontraS berkembang menjadi organisasi independen yang banyak
berpartisipasi dalam membongkar praktik kekerasan dan pelanggaran hak asasi
manusia di Indonesia.45
Munir Said Thalib memimpin badan pekerja KontraS yang terdiri dari
sepuluh anggota aktivis dan sukarelawan mahasiswa. Mereka bekerja untuk
44
Diakses dari www.kontras.org pada 27 Maret 2019 45
“Profil Kontras”, diakses dari https://kontras.org/profil-kontras/ pada 27 Maret 2019.
33
memberikan laporan jika terjadi orang hilang, membuat jaringan untuk
menemukan mereka yang hilang, dan mendukung kegiatan advokasi lainnya.
Jaringan kerja KontraS menyebar ke seluruh Indonesia, bersifat independen, tanpa
paksaan dan harapan penghasilan dan mampu melibatkan banyak pihak, terutama
mahasiswa dan aktivis LSM.46
Pada saat reformasi bergulir, tepatnya pada 15 Mei 1998, KontraS
menerbitkan siaran pers terkait korban-korban tindak kekerasan yang terjadi untuk
meminta penyelenggara negara segera mengakhiri kasus terror baik secara fisik,
psikologis, dan politik kepada mahasiswa dan kelompok pro demokrasi serta
kepada masyarakat sipil pada umumnya. KontraS juga menghimbau agara seluruh
lapisan masyarakat tidak melakukan tindakan kekerasan, pembakaran, dan
penjarahan karena bertentangan dengan nilai hak asasi manusia. Selain itu,
KontraS dengan tegas menyatakan bahwa penculikan aktivis merupakan
pelanggaran hak asasi manusia, yakni ha katas hidup, ha katas kebebasan dari rasa
takut, dan hak yang tidak boleh diperlakukan dengan cara merendahkan martabat
manusia. 47
KontraS pada saat itu terus mengawal penyelesaian kasus penculikan dan
orang hilang. Pada Agustus 1999, KontraS melakukan gugatan kepada Panglima
46
“Berdirinya Kontras”, diakses dari https://omahmunir.org/pameran/kontras/ pada 27
Maret 2019. 47
“Berdirinya Kontras”, diakses dari https://omahmunir.org/pameran/kontras/ pada 27
Maret 2019.
34
TNI karena tidak adanya kejelasan terkait penyelesaian kasus penculikan aktivis,
diantaranya yaitu:48
1. Dedy Umar Hamdun, hilang pada 29 Mei 1997. Ia terakhir terlihat di
Tebet, Jakarta Selatan.
2. Herman Hendrawan, hilang pada 12 Maret 1998. Ia terakhir terlihat di
gedung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).
3. Hendra Hambali, hilang pada 14 Mei 1998. Ia terakhir terlihat di
Glodok Plaza, Jakarta Pusat.
4. Ismail, hilang pada 29 Mei 1997. Ia terakhir terlihat di Tebet, Jakarta
Selatan.
5. M. Yusuf, hilang pada 7 Mei 1997. Ia terakhir terlihat di Tebet, Jakarta
Selatan.
6. Nova Al Katiri, hilang pada 7 Mei 1997. Ia terakhir terlihat di Jakarta.
7. Petrus Bima Anugrah, hilang pada 1 April 1998. Ia terakhir terlihat di
Grogol, Jakarta Barat.
8. Sony, hilang pada 26 April 1997. Ia terakhir terlihat di Kelapa Gading,
Jakarta Utara.
9. Suyat, hilang pada 13 Februari 1998. Ia terakhir terlihat di Solo, Jawa
Tengah.
10. Ucok Munandar Siahaan, hilang pada 14 Mei 1998. Ia terakhir terlihat
di Ciputat, Tangerang Selatan.
48
“Menolak Lupa: 13 Aktivis 1998 Masih Hilang”, diakses dari
https://www.rappler.com/indonesia/104187-menolak-lupa-13-aktivis-1998-hilang pada 27 Maret
2019.
35
11. Yani Afri, ia hilang pada 26 April 1997. Ia terakhir terlihat di Kelapa
Gading, Jakarta Utara.
12. Yadin Muhidin, ia hilang pada 14 Mei 1998. Ia terakhir terlihat di
Sunter Agung, Jakarta Utara.
13. Wiji Thukul, hilang pada akhir 1998. Ia terakhir terlihat di Utan Kayu,
Matraman, Jakarta Timur.
Dari penculikan dan penghilangan aktivis tersebut, orang tua korban
melancarkan gugatannya kepada pemerintah. Namun Dewan Kehormatan Perwira
(DKP) hanya menjatuhkan hukuman administrasi kepada Prabowo sebagai
perwira dengan pangkat tertinggi, disusul mantan Danjen Kopassus Mayor
Jenderal Muchdi Purwoprandjono dan Komandan Grup IV Kopassus Kolonel
Chairawan.49
Para keluarga korban orang hilang yang berhimpun dalam Ikatan
Keluarga Orang Hilang (IKOHI) bersama KontraS terus meminta pertanggung
jawaban negara untuk mengungkap keberadaan orang hilang yang belum kembali.
Dalam merumuskan kembali peran dan posisinya, KontraS menteapkan
visi dan misinya untuk turut memperjuangkan demokrasi dan hak asasi manusia
bersaman gerakan civil society lainnya. KontraS juga mendorong berkembangnya
sebuah sistem kehidupan berbangsa dan bernegara yang bersifat sipil dan jauh
dari pendekatan kekerasan. Kekerasan disini bukan hanya lahir dari prinsip-
prinsip militerisme tapi juga menyangkut kondisi struktural, kultural, dan
49
“Dipisahkan Reformasi”, diakses dari https://tirto.id/amien-rais-dan-prabowo-
dipisahkan-reformasi-bersatu-lawan-jokowi-c6mf pada 28 Maret 2019.
36
hubungannya antar komunitas sosial yang mengedepankan kekerasan sebagai
simbol-simbolnya.50
Secara keanggotaan, KontraS tidak hanya berada di Jakarta melainkan
juga di berbagai daerah di Indonesia seperti, KontraS Aceh, KontraS Papua,
KontraS Sumatera Utara. Keempat KontraS ini menyetujui untuk membangun
sebuah Dewan Federasi KontraS sebagai kepala yang mengoordinasikan seluruh
kegiatan anggota KontraS. Pada pembagian anggota Dewan Federasi KontraS ini
adalah KontraS, KontraS Papua, KontraS Timor Timur, KontraS Sulawesi serta
KontraS Sumatera Utara. Untuk keanggotaan KontraS pada tingkat nasional,
KontraS juga menjadi sebuah anggota NGO’s dari The Human Rights Working
Group (HRWG), dan The International NGO Forum on Indonesia Development.
Dan masih banyak lagi.51
KontraS sejauh ini bertindak sebagai “social movement” yang ikut
berpartisipasi aktif untuk melakukan advokasi serta pendampingan terhadap
korban tindak pelanggaran hak asasi manusia. Disamping itu, KontraS juga aktif
melakukan promosi hak asasi manusia melalui berbagai media komunikasi seperti
koran, dan media sosial lainnya. Atas dasar ini, KontraS dalam melakukan
aktivtasnya tergolong kedalam Non Govermental Organization (NGO). KontraS
sebagai NGO memusatkan kerja dan perhatian programnya pada kegiatan
pendidikan dan mobilisasi masyarakat terhadap isu yang berkaitan dengan
ekologi, hak asasi manusia (HAM), status perempuan, hak- hak warga sipil, hak
kepemilikan, serta anak-anak terlantar dan gelandangan. Program dan kegiatan
50
“Profil Kontras”, diakses dari https://kontras.org/profil-kontras/ pada 27 Maret 2019.
51
“Profil Kontras”, diakses dari https://kontras.org/profil-kontras/ pada 27 Maret 2019
37
KontraS pada pendidikan terlihat dari aktifnya KontraS dalam melakukan kuliah
umum, seminar, diskusi publik, dan melakukan berbagai pameran tindakan
pelanggaran, yang semua aktivitas ini dilakukan dengan tujuan agar masyarakat
bisa lebih meningkatkan kesadaran mereka terhadap hak asasi manusia dan ikut
membantu meminimalisir tindakan pelanggaran hak asasi manusia di masa depan.
Pengetahuan tersebut setidaknya dapat dijadikan dasar perbaikan kelangsungan
berkehidupan oleh masyarakat
KontraS telah menjadi organisasi lokal yang diakui keberadaannya oleh
masyarakat, serta NGO lainnya di Indonesia disebabkan oleh keaktifan
KONTRAS dalam merespon isu-isu yang sedang berlangsung serta melakukan
pengembangan jaringan dengan melakukan kerjasama dengan NGO baik lokal
maupun internasional seperti Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia
(YLBHI), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Imparsial, LBH Jakarta,
Human right Working Group (HRWG), ASIAN Forum for Human Rights and
Developments, Solidarity of Asian People Advocacy (SAPA Forum), The Asian
Federation Against Involuntary Disappearances (AFAD), Asian NGOs Network
on NHRI’s (ANNI), Anti-Death Penalty Asia Network (ADPAN), serta Amnesty
International di Indonesia, yang berfungsi sebagai advokasi internasional
KontraS.52
Keberhasilan Kontras dalam mengembangkan jaringan ke luar negeri tidak
bisa lepas dari upaya KontraS dalam melakukan usaha penegakan dan
52
“Profil Kontras”, diakses dari https://kontras.org/profil-kontras/ pada 27 Maret 2019
38
mempromosikan nilai-nilai hak asai manusia. KontraS dalam hal ini juga
seringkali membentuk jaringan kerjasama dengan aktor lain.
1. Visi dan Misi KontraS
Sebagaimana diuraikan dalam website resmi KontraS, terdapat visi dan
misi serta nilai-nilai dasar yang menjadi sebuah landasan organisasi dalam
menjalankan tugas. Hal ini dibutuhkan agar selaras dengan cita-cita awal
terbentuknya organisasi tersebut.
Visi dari KontraS, yakni “Terwujudnya demokrasi yang berbasis pada
keutuhan kedaulatan rakyat melalui landasan dan prinsip rakyat yang bebas dari
ketakutan, penindasan, kekerasan, dan berbagai bentuk pelanggaran hak asasi
manusia atas alasan apapun, termasuk yang berbasis gender”. Selain itu, misi yang
dimiliki KontraS adalah sebagai berikut:
a. Memajukan kesadaran rakyat akan pentingnya penghargaan hak asasi
manusia, khususnya kepekaan terhadap berbagai bentuk kekerasan dan
pelanggaran berat hak asasi manusia sebagai akibat dari penyalah gunaan
kekuasaan negara.
b. Memperjuangkan keadilan dan pertanggungjawaban negara atas berbagai
bentuk kekerasan dan pelanggaran berat hak asasi manusia melalui
berbagai upaya advokasi menuntut pertanggungjawaban negara.
c. Mendorong secara konsisten perubahan pada system hukum dan politik,
yang berdimensi penguatan dan perlindungan rakyat dari bentuk-bentuk
kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia.
39
Selain visi dan misi, KontraS memiliki nilai-nilai dasar organisasi yang
memberikan pijakan dalam bergerak yakni non-partisan dan non-profit,
demokrasi, anti kekerasan dan diskriminasi, keadilan dan kesetaraan gender, dan
keadilan sosial. Visi dan misi serta nilai dasar yang dimiliki KontraS adalah
pondasi bagi jalannya organisasi.
2. Struktur Organisasi
Dalam sebuah organisasi, tentu terdapat struktur organisasi agar bisa
berjalan dengan baik. Struktur ini dibuat agar setiap anggota KontraS
menjalankan tugas pokok dan fungsi organisasi. Struktur organisasi KontraS
periode 2017-2020 adalah sebagai berikut:
1. Ketua : Galuh Wandita
2. Sekretaris : Daniel Hutagalung
3. Bendahara : Ori Rahman
4. Anggota : Usman Hamid dan Ibu Ati Nurbaeti
5. Badan Pekerja KontraS terdiri dari:
a. Koordinator : Yati Andriyani, S.H.I.
b. Deputi Koordinator : Feri Kusuma, S.H.
c. Deputi Koordinator : Putri Kanesia, S.H.
Selain itu, struktur organisasi KontraS memiliki beberapa staf yang dibagi
kedalam beberapa divisi, diantaranya adalah sebagai berikut:
40
Tabel II.1:
Struktur Organisasi KontraS
Divisi Staf
Divisi Pembelaan Hak Asasi Manusia Kepala Divisi:
Raden Arif Nur Fikri, S.H.
Anggota:
Andi Muhammad Rezaldi, S.H.
Falis Agatriatma, S.H.
Divisi Pemantauan Impunitas Dimas Bagus Arya Saputra, S.H
Biro Kampanye dan Jaringan Kepala Biro:
Indah Nurmasari, S.S
Anggota:
Nisrina Nadhifah Rahman
Biro Penelitian, Pemantauan, dan
Dokumentasi
Rivanlee Anandar,
S.Kesos.Muhammad Wildan S.Pd.
Desk Advokasi International Fatia Maulidiyanti, S.IP.
Sekretariat Heryati, S.Sos
Rohman
Heri Mardiansyah
Sugiarto
Riantoby Mado Pati Romanus
Nurdiansyah
Biro Keuangan Kepala Biro:
Yuliana Erasmus, S.E.
Anggota:
Agustina Dwisandra Sari
Defri Yusnaharini
Yuliani Anni
B. Sejarah Aksi Kamisan
Aksi Kamisan pertama kali diadakan di Jakarta pada 18 Januari 2007. Aksi
Kamisan diinisiasi oleh Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK),
yakni paguyuban korban dan keluarga korban pelanggaran HAM di masa lalu.
Dalam pertemuan yang dilaksakanan pada Selasa 9 Januari 2007, JSKK bersama
Jaringan Relawan Kemanusiaan (JRK) dan KontraS mencari alternatif gerakan
untuk mengusut kasus pelanggaran HAM di masa lalu. Dalam rapat tersebut,
disepakati sebuah kegiatan berupa “Aksi Diam” sekali dalam seminggu menjadi
41
pilihan bersama. Bahkan disepakati pula mengenai hari, tempat, waktu, pakaian,
warna dan mascot sebagai simbol gerakan.53
Aksi tersebut dilakukan pada hari Kamis oleh karena itu disebut sebagai
Aksi Kamisan. Aksi dilakukan di depan Istana Presiden sebagai simbol pusat
kekuasaan. Waktu aksi tersebut disepakati pada sore hari mengingat waktu pulang
kantor jalan-jalan akan ramai. Selain itu, Aksi Kamisan menggunakan payung
hitam sebagai simbol perlindungan dan keteguhan iman. Payung merupakan
pelindung fisik atas hujan dan terik matahari, dan warna hitam melambangkan
keteguhan iman dalam mendambakan kekuatan dan perlindungan illahi.54
Gambar II.2:
Aksi Kamisan di Depan Istana Merdeka, Jakarta55
53
Riki Noviana, “Peringatan 20 Tahun Reformasi: Aksi Kamisan” diakses dari
https://www.era.id/read/gpU80l-peringatan-20-tahun-reformasi-aksi-kamisan pada 18 November
2018 54
Riki Noviana, “Peringatan 20 Tahun Reformasi: Aksi Kamisan” 55
Diakses dari https://asset.kompas.com/data/photo/2017/01/19/1837134IMG-20170119-
WA0029780x390.jpg pada 28 Maret 2019.
42
Sejak diadakan pada 18 Januari 2007, jumlah Aksi Kamisan sudah
mencapai usia 12 tahun pada 2019. Aksi ini sudah dilakukan sebanyak 570 kali
dengan dua era pemerintahan yang berbeda, yakni pada kepemimpinan Susilo
Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo. Selain di Jakarta aksi ini mulai
dilakukan di kota-kota lain seperti di Medan, Bogor, Surabaya, Jogja, Malang,
Bali, dan kota-kota lainnya. Aksi ini didukung oleh banyak pihak, salah satunya
adalah anak muda yang ikut berpartisipasi dalam menyerukan Aksi Kamisan.
Banyak mahasiswa yang membuat penelitian, film, lagu, esai dan pameran foto
tentang Aksi Kamisan.56
Aksi ini menuntut penyelesaian persoalan pelanggaran HAM seperti
penembakan misterius, pembunuhan Marsinah, penculikan aktivis 1998, sampai
dengan pembunuhan Munir. Setidaknya ada tiga keluarga korban pelanggaran
HAM berat yang menjadi pelaku Aksi Kamisan, mereka juga tergabung dalam
presidium JSKK. Pertama, Maria Katarina Sumarsih, orang tua dari Bernardus
Realino Norma Irawan, salah satu mahasiswa yang tewas dalam Peristiwa
Semanggi. Kedua, Suciwati Munir, istri pegiat HAM, Munir Said Thalib. Ketiga,
Bedjo Untung, perwakilan dari keluarga korban pembunuhan, pembantaian dan
pengurungan tanpa prosedur hukum terhadap orang-orang yang diduga anggota
PKI pada tahun 1965-1966.57
Untuk memudahkan pemahaman terkait relasi
56
Christoforus Ristianto, “8 Fakta Tentang 12 Tahun Aksi Kamisan, Hanya Sekali Diajak
Masuk ke Istana”, diakses dari https://nasional.kompas.com/read/2019/01/17/12072721/8-fakta-
tentang-12-tahun-aksi-kamisan-hanya-sekali-diajak-masuk-ke-istana?page=1 pada 28 Maret 2019
57Leonardo Julius Putra, “Aksi Kamisan: Sebuah Tinjauan Praktis dan Teoritis Atas
Transformasi Gerakan Simbolik”, h. 13-14
43
antara Aksi Kamisan dengan tuntang yang dibawanya dapat dilihat dalam tabel
II.1.
Pada awalnya Aksi Kamisan hanya untuk kepentingan orang tua korban
HAM masa lalu. Namun seiring berjalannya waktu dan semakin banyak harapan
dari keluarga korban pelanggaran HAM berat kepada negara yang tidak juga
menemui titik terang, menjadikan Aksi Kamisan tidak lagi diidentikan dengan
kepentingan mereka. Namun menuntut persoalan HAM secara umum.
Tabel II.2:
Tuntutan Aksi Kamisan58
Pelaku Periode Terjadinya
Pelanggaran HAM
Tuntutan
Maria Katarina
Sumarsih
Mei 1998
(Tragedi Semanggi 1
dan 2)
Menangkap otak
kerusuhan yang
mengakibatkan
kematian pada putranya.
Maria menilai, pelaku
yang ditangkap dan telah
disidangkan bukanlah
otak kerusuhan yang
sesungguhnya, mereka
hanyalah prajurit bintara
lapangan.
Suciwati Munir 7 September 2004 8 tahun bergabung
dalam aksi Kamisan,
tuntutannya hanya
satu: tangkap aktor
intelektual di balik
pembunuhan suaminya,
Munir. Ia menilai
Pollycarpus Budihari
58
Nunik Nurhayati, “Quo Vadis Perlindungan Hak Asasi Manusia Dalam Penyelesaian
Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu Melalui Jalur Non Yudisial”, Jurisprudence, Vol. 6 No. 2
September 2016, h. 150.
44
Priyanto, pilot
Garuda, hanyalah pelaku
lapangan. Disinyalir
kematian suaminya
melibatkan seorang
mantan 6 petinggi
militer.
Bedjo Untung 1965-1966 Usut tuntas pelaku
pembantaian anggota
PKI, dan pengembalian
hak-hak dasar sebagai
warga negara kepada
keluarga eks anggota
PKI
Penyediaan instrumen hukum untuk penyelesaian kasus pelanggaran HAM
di Indonesia sebenarnya tidak mengalami kemajuan signifikan sejak 2000 setelah
pemerintahan Presiden BJ Habibie membentuk UU Nomor 39 Tahun 1999
tentang HAM dan UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Setelah
dua produk hukum itu, tidak ada satu pun presiden Indonesia yang
menindaklanjuti kebijakan tersebut dalam rangka menuntaskan pelanggaran HAM
masa lalu. Pada kepemimpinan Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri,
dan Susilo Bambang Yudhoyono memang terbit sejumlah produk legislasi untuk
menyelesaikan pelanggaran HAM. Namun, tidak ada produk legislasi yang
mampu mengatur secara rinci tentang pelanggaran HAM berat masa lalu.59
Setelah 11 tahun melakukan aksi di depan Istana Negara, untuk pertama
kalinya peserta aksi diundang bertemu presiden. Pada Kamis, 31 Mei 2018,
sekitar 20 anggota keluarga diundang untuk bertemu Joko Widodo (Jokowi)
dalam pertemuan tertutup. Dalam pertemuan tersebut, para peserta aksi
59
Nunik Nurhayati, “Quo Vadis Perlindungan Hak Asasi Manusia Dalam Penyelesaian
Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu Melalui Jalur Non Yudisial”, Jurisprudence, Vol. 6 No. 2
September 2016, h. 150.
45
menyampaikan berkas permintaan agar Jokowi bisa menyelesaikan berbagai kasus
pelanggaran HAM berat, khususnya pelanggaran di masa lalu.60
Kendati
demikian, massa aksi meragukan niat Jokowi untuk menuntaskan kasus
pelanggaran HAM pasalnya belum ada langkah konkret yang dilakukan Jokowi
untuk menuntaskan kasus tersebut. Para pegiat aksi tersebut menganggap bahwa
Aksi Kamisan akan tetap berjalan dengan atau tanpa Jokowi.61
Berdasarkan pemaparan diatas dapat dilihat profil KontraS sebagai salah
satu LSM di Indonesia yang fokus gerakannya ada pada pengustuan tindak
kekerasan dan hak asasi manusia. Meskipun pada awalnya KontraS dibentuk
untuk mengusut orang hilang yang terjadi pada rezim Orde Baru, namun seiringin
perjalannya KontraS juga mengusut penyelesaian HAM di Indonesia. KontraS
juga aktif dalam membentuk dan mendampingi Aksi Kamisan.
60
Bayu Hermawan, “Peserta Aksi Kamisan Bertemu Jokowi di Istana Negara” diakses
dari https://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/18/05/31/p9l8r0354-peserta-aksi-kamisan-
bertemu-jokowi-di-istana-negara pada 18 Novermber 2018 61
“Massa Aksi Kamisan Ragukan Niat Jokowi Tuntaskan Kasus HAM” diakses dari
https://www.idntimes.com/news/indonesia/margith-juita-damanik/massa-aksi-kamisan-ragukan-
niat-jokowi-tuntaskan-kasus-ham/full pada 18 November 2018
46
BAB IV
PERAN KONTRAS TERHADAP AKSI KAMISAN DALAM MENUNTUT
PENYELESAIAN PELANGGARAN HAM DI MASA LALU
Pada bab ini penulis memaparkan tentang hasil temuan beserta analisisnya.
Dalam hal ini di jelaskan Aksi Kamisan sebagai partisipasi politik. Penulis juga
menyertakan peran Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan
(KontraS) sebagai civil society dalam Aksi Kamisan yang menuntut penyelesaian
pelanggaran HAM di masa lalu. Penelitian ini menggunakan teori partisipasi
politik dalam melihat Aksi Kamisan dan civil society dalam melihat peranan
KontraS.
A. Partisipasi Politik Aksi Kamisan
Aksi Kamisan merupakan partisipasi politik yang menuntut penyelesaian
kasus HAM di masa lalu kepada pemerintah seperti penembakan misterius,
pembunuhan Marsinah, penculikan aktivis 1998, sampai dengan pembunuhan
Munir. Sejak diadakan pada 18 Januari 2007, jumlah Aksi Kamisan sudah
mencapai usia 12 tahun pada 2019. Aksi ini sudah dilakukan sebanyak 570 kali
dengan dua era pemerintahan yang berbeda, yakni pada kepemimpinan Susilo
Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo.
Penyediaan instrumen hukum untuk penyelesaian kasus pelanggaran HAM
di Indonesia sebenarnya tidak mengalami kemajuan signifikan sejak 2000 setelah
pemerintahan Presiden BJ Habibie membentuk UU Nomor 39 Tahun 1999
tentang HAM dan UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Setelah
dua produk hukum itu, tidak ada satu pun presiden Indonesia yang
47
menindaklanjuti kebijakan tersebut dalam rangka menuntaskan pelanggaran HAM
masa lalu. Pada kepemimpinan Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri,
dan Susilo Bambang Yudhoyono memang terbit sejumlah produk legislasi untuk
menyelesaikan pelanggaran HAM. Namun, tidak ada produk legislasi yang
mampu mengatur secara rinci tentang pelanggaran HAM berat masa lalu.62
Setelah 12 tahun melakukan aksi di depan Istana Negara, untuk pertama
kalinya peserta aksi diundang bertemu presiden. Pada Kamis, 31 Mei 2018,
sekitar 20 anggota keluarga diundang untuk bertemu Joko Widodo (Jokowi)
dalam pertemuan tertutup. Dalam pertemuan tersebut, para peserta aksi
menyampaikan berkas permintaan agar Jokowi bisa menyelesaikan berbagai kasus
pelanggaran HAM berat, khususnya pelanggaran di masa lalu.63
Kendati
demikian, massa aksi meragukan niat Jokowi untuk menuntaskan kasus
pelanggaran HAM pasalnya belum ada langkah konkret yang dilakukan Jokowi
untuk menuntaskan kasus tersebut.64
1. Aksi Demonstrasi
Salah satu bentuk partisipasi politik aksi kamisan adalah dengan
melakukan aksi demonstrasi di depan Istana Negara. Ciri khas yang membedakan
Aksi Kamisan dengan bentuk aksi protes lainnya terletak pada intensitas aksi yang
tinggi, aktor yang sama dari waktu ke waktu, keteraturan waktu terkait
62
Nunik Nurhayati, “Quo Vadis Perlindungan Hak Asasi Manusia Dalam Penyelesaian
Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu Melalui Jalur Non Yudisial”, Jurisprudence, Vol. 6 No. 2
September 2016, h. 150. 63
Bayu Hermawan, “Peserta Aksi Kamisan Bertemu Jokowi di Istana Negara” diakses
dari https://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/18/05/31/p9l8r0354-peserta-aksi-kamisan-
bertemu-jokowi-di-istana-negara pada 18 Novermber 2018 64
“Massa Aksi Kamisan Ragukan Niat Jokowi Tuntaskan Kasus HAM” diakses dari
https://www.idntimes.com/news/indonesia/margith-juita-damanik/massa-aksi-kamisan-ragukan-
niat-jokowi-tuntaskan-kasus-ham/full pada 18 November 2018
48
keberlangsungan aksi protes, konsistensi isu dan tuntutan yang diperjuangkan di
dalamnya dan cara atau metode penyampaian tuntutan.65
Namun sebenarnya ide
Aksi Kamisan sendiri bukanlah ide yang baru akan tetapi diadopsi dari aksi yang
dilakukan ibu-ibu di Argentina terkait pelanggaran HAM disana. Hal ini
sebagaimana disampaikan sebagai berikut,
“Kamisan sendiri bukan ide yang orginal. Dia coba mengambil ide aksi
serupa dari Argentina tahun 1970. Dulu Argentina pernah ada aksi
namanya The Mothers of Plaza de Mayo. Mereka berdiri di depan
pemerintahan Argentina untuk menuntut pemerintah menyelesaikan
pelanggaran secara paksa pada rakyat Argentina”.66
Sebelum dilakukan Aksi Kamisan, penuntutan kasus HAM di masa lalu
secara khusus dan pelanggaran HAM secara umum dilakukan secara sporadik atau
terpisah-pisah. Pada akhirnya dicetuskan ide Aksi Kamisan agar penuntutan kasus
HAM di Indonesia dapat berlangsung secara berkelanjutan dan menarik simpatik
masyarakat untuk turut mendukung aksi tersebut. Selain itu Aksi Kamisan juga
dapat menjadi pelajaran bagi masyarakt untuk belajar mengenai pelanggaran
HAM di Indonesia sebagaiman dijelaskan sebagai berikut,
“Jadi sebelum adanya Aksi Kamisan, aksi dilakukan secara sporadik atau
terpisah-pisah. Sebelumnya ada aksi touring kemanusiaan. Jadi para
korban dan beberpa civil society mengendarai kendaraan ke beberapa
daerah atas nama kemanusiaan. Setelah tersistemasi, komunitas korban
ingin ada aksi yang istiqomah dan berkelanjutan sehingga tercetuslah ide
Aksi Kamisan agar masyarakat lain juga dapat belajar tentang pelanggaran
HAM di masa lalu”.67
65
Leonardo Julius Putra, “Aksi Kamisan: Sebuah Tinjauan Praktis dan Teoritis Atas
Transformasi Gerakan Simbolik”, Jurnal Polinter Prodi Ilmu Politik FISIP UTA’45 Jakarta, Vol.
2 No. 1, Maret-Agustus 2016, h. 13. 66
Wawancara Pribadi dengan Dimas Arya, Ketua Divisi Impunitas pada 1 April 2019 di
Kantor KontraS. 67
Wawancara Pribadi dengan Dimas Arya, Ketua Divisi Impunitas pada 1 April 2019 di
Kantor KontraS.
49
Gambar IV.1:
Aksi Kamisan ke 583 pada 25 April 201968
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Pada Kamis, 25 April 2019 adalah Aksi Kamisan yang ke-583.
Berdasarkan data yang diperoleh, aksi yang dilakukan tersebut dilakukan untuk
meningatkan kembali janji Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada pilpres 2014
terhadap penyelesaian kasus HAM di masa lalu. Dari surat terbuka yang
disampaikan oleh Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK), janji
Presiden Jokowi yang tertuang dalam Visi, Misi dan Program Aksi Jokowi-JK
2014 mencakup dua butir janji terkait penyelesaian kasus HAM di masa lalu,
yakni:
a. Butir ff berbunyi: “Kami berkomitmen menyelesaikan secara
berkeadilan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu yang
sampai dengan saat ini masih menjadi beban sosial politik bagi bangsa
68
Gambar diperoleh langsung dari lokasi Aksi Kamisan pada 25 April 2019 di Jakarta
50
Indonesia seperti: Kerusuhan Mei, Trisakti-Semanggi 1 dan 2,
Penghilangan Paksa, Talang Sari-Lampung, Tanjung Priuk, Tragedi
1955”.
b. Butir gg berbunyi: “Kami berkomitmen menghapus semua bentuk
impunitas di dalam sistem hukum nasional, termasuk di dalamnya
merevisi UU Peradilan Militer yang pada masa lalu merupakan salah satu
sumber pelanggaran HAM”.
Akan tetapi JSKK menganggap bahwa Presiden Jokowi belum
mengimplementasikan janji kampanye pada pilpres 2014 tersebut terkait
penyelesaian kasus HAM di masa lalu. Mereka menganggap yang terjadi
diantaranya: Pertama, adanya upaya penyelesaian secara non-yudisial yang
diusung oleh lembaga-lembaga terkait. Upaya ini jelas tidak sejalan dengan
Konstitusi, dimana aturan turunannya yaitu UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM
telah mengatur mekanisme penyelesainya. Upaya itu juga tidak bermoral bila
merupakan “tipu daya” untuk menciptakan impunitas. Kedua, belasan alasan yang
dikemukakan Kejaksaan Agung untuk menghindar dari tugas dan kewajiban
menindaklanjuti berkas penyelidikan Komnas HAM, dan ini telah diterbitkan di
media massa. Tiga alasan diantaranya digunakan atau dilontrkan oleh Presiden
Jokowi pada saat debat capres 18 Januari 2019, yaitu masalah kompleksitas
hukum, masalah pembuktian, dan waktu terlalu jauh (Lihat Gambar IV.2).
Aksi Kamisan yang diorganisir oleh JSKK secara konsisten menuntut
penyelesaian kasus HAM di masa lalu kepada pemerintah melalui Kejaksaan
Agung. Berdasarkan klasifikasi bentuk partisipasi politik yang dikembangkan
51
oleh Ramlan Surbakti, Aksi Kamisan ini merupakan bentuk partisipasi aktif
karena berorientasi pada input dan output. Berbeda dengan partisipasi pasif
orientasinya berupa proses output seperti kegiatan yang menaati pemerintah,
menerima dan melaksanakan saja setiap keputusan pemerintah.69
Aksi Kamisan
memberikan input kedalam sistem agar tuntutan mereka di tindaklanjuti oleh
pemerintah.
Gambar IV.2:
Surat Terbuka JSKK dalam Aksi Kamisan70
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Akan tetapi proses pengadilan hasilnya tidak memuaskan sebagaimana
yang diharapkan dari Aksi Kamisan. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Jali,
Ketua Koordinator Bidang Media dan Informasi Aksi Kamisan, sebagai berikut,
69
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: PT Grasindo,1999) h. 142-143. 70
Data diambil dari Aksi Kamisan pada 25 April 2019 di Jakarta
52
“Untuk kasus sebenernya sudah ada yang di pengadilan. Ada dua waktu
itu, satu yang Tanjung Priuk dan yang satu soal Papua…tapi dari sisi
setelah kita review kita melihat pengadilan dilakukan tidak transparan,
tidak akuntabel sehingga hasilnya juga tidak menyasar ke nama-nama
besar. Bahkan aktor-aktornya Wapres waktu itu, Tri Sutrisno, terus juga
Beny Moerdani dan sebagainya. Tapi yagitulah kita tahu pengadilan di
Indonesia itu kayak apa”.71
Pengadilan yang dimaksud bukan dilakukan pada masa pemerintahan
Jokowi tapi output yang didapat dari Aksi Kamisan selama berlangsung sejak 18
Janauari 2007. Pada pemerintahan Jokowi sendiri, output yang dihasilkan baru
sekedar memanggil pihak anggota keluarga korban HAM di masa lalu ke Istana
Negara pada 31 Mei 2018. Namun hasilnya belum maksimal sebagaimana
dijelaskan Jali sebagai berikut,
“Hari Kamis kita dipanggil, tapi besoknya Kejaksaan Agung statement ini
tidak bisa diselesaikan. Kalo nggak salah bunyinya tidak semudah
membalikan telapak tangan atau apa gitu. Jadi berkasnya sebenarnya udah
masuk, tapi dikembalikan lagi tanpa dikasih tahu secara detil berkas apa
yang harus di lengkapi. Jadi kita ikutin permainan mereka aja jadinya”.72
Berdasarkan penjelasan diatas, bentuk partisipasi politik Aksi Kamisan
sebagaimana di jelaskan oleh Samuel P. Huntington dan Joan Nelson salah
satunya adalah contacting, yaitu upaya individu atau kelompok dalam
membangun jaringan dengan pejabat-pejabat pemerintah guna mempengaruhi
keputusan mereka.73
Akan tetapi hasilnya belum memuaskan sebagaimana yang
diharapkan oleh Aksi Kamisan. Massa aksi pada akhirnya meragukan niat Jokowi
untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM pasalnya belum ada langkah konkret
71
Wawancara Pribadi dengan Jali, Ketua Koordinator Bidang Media dan Informasi Aksi
Kamisan pada 25 April 2019 di Jakarta. 72
Wawancara Pribadi dengan Jali, Ketua Koordinator Bidang Media dan Informasi Aksi
Kamisan pada 25 April 2019 di Jakarta. 73
Samuel P. Huntington dan Joan Nelson. Partisipasi Politik di Negara Berkembang,
(Jakarta: Rineka Cipta, 1990), h. 11-12.
53
yang dilakukan Jokowi untuk menuntaskan kasus tersebut. Menurut mereka, Aksi
Kamisan akan tetap berjalan meski tanpa dukungan Presiden Jokowi.74
Berkaitan dengan dalih bahwa jika ada pengadilan HAM maka akan
menganggu stabilitas politik, Jali menyatakan bahwa hal tersebut sebenarnya
hanyalah alibi semata sebagaimana dijelaskan sebagai berikut,
“Satu alibi, yakni ketidakpopuleran Jokowi karena itu akan turun
elektabilitas Jokowi. Seharusnya dia udah nggak lagi mempermasalahkan
itu sekarang karena dia nggak mungkin nyalon lagi di pemilu ketiga. Jadi
sekarang seharusnya Jokowi udah nggak memperdulikan itu. Sekarang
seharusnya di udah nggak boleh nge-rem dia harus nge-gas. Satu alibi lagi
jikalau Jokowi berani buat pengadilan HAM besar itu akan menicptakan
civil war kecil-kecilan. Ya kita gabisa menafikan, para jendral ini punya
massa gitu. Tapi ya menurut kita Jokowi mau ambil dimana, apakah mau
berada disisi masyarakat gitu apa dia mau tetap ikut dengan orang-orang
yang kontraproduktif terhadap apa yang sebenrnya diinginin negara
gitu”.75
Berdasarkan penjelasan tersebut, Presiden Jokowi seharusnya sudah tidak
lagi mempertimbangkan konsekuensi politik karena dirinya sudah tidak bisa lagi
menjabat sebagai presiden di pemilu berikutnya. Oleh sebab itu, Jali menganggap
bahwa keadaan inilah yang seharusnya menjadi momentum Presiden Jokowi
untuk menyelesaikan permasalahan HAM di masa lalu.
Aksi Kamisan sendiri merupakan aksi yang dilakukan secara konsisten
hingga mencapai aksi yang ke 583 pada 25 April 2019. Untuk itu menarik
diketahui faktor-faktor yang melatarbelakangi seseorang untuk tetap berpartisipasi
dalam Aksi Kamisan. Berdasarkan hasil wawancara, kekuatan dari Aksi Kamisan
hingga berjalan secara konsisten ada di pihak keluarga korban. Mereka punya hati
74
“Massa Aksi Kamisan Ragukan Niat Jokowi Tuntaskan Kasus HAM” diakses dari
https://www.idntimes.com/news/indonesia/margith-juita-damanik/massa-aksi-kamisan-ragukan-
niat-jokowi-tuntaskan-kasus-ham/full pada 26 April 2019. 75
Wawancara Pribadi dengan Jali, Ketua Koordinator Bidang Media dan Informasi Aksi
Kamisan pada 25 April 2019 di Jakarta.
54
dan pemikiran yang kuat agar keadilan hadir untuk keluarga mereka dan anak-
anak mereka yang menjadi korban HAM di masa lalu. Adapun bagi masyarakat
umum pada akhirnya belajar dan mempunyai kesadaran soal pentingnya HAM
dan penegakan hukum karena pelanggaran HAM bisa terjadi bagi siapapun. Hal
itulah yang membuat masyarakat ikut terlibat dalam Aksi Kamisan. Mereka
secara aktif menyuarakan kepentingan HAM.76
Penjelasan tersebut sesuai dengan salah satu tipologi tindakan sosial Max
Webber yang mana salah satu alasan seseorang melakukan aktifitas politik karena
alasan rasional nilai yang didasarkan atas penerimaan secara rasional akan nilai-
nilai suatu kelompok.77
Alasan rasional nilai yang dimaksud dalam Aksi Kamisan
berkaitan dengan nilai-nilai pentingnya pemeliharan hak asasi manusia bagi setiap
warga negara Indonesia. Nilai-nilai inilah yang dipercayai oleh kelompok Aksi
Kamisan dan mendorong seseorang untuk ikut berpartisipasi didalamnya. Bahkan
Aksi Kamisan sendiri sudah berlangsung di beberapa kota, seperti Jakarta, Bekasi,
Serang, Bandung, Karawang, Solo, Semarang, Yogyakarta, Malang, Samarinda,
Medan, Makasar dan lain-lain.
Dalam hal pengorganisasian aksi, Aksi Kamisan sendiri tidak memiliki
struktur yang jelas. Akan tetapi setiap orang yang memang terlibat memiliki
peranan masing-masing. Misalnya ada yang berperan untuk mengurus surat
menyurat berkaitan dengan perizinan aksi di kepolisan. Ada yang berperan
76
Wawancara Pribadi dengan Jali, Ketua Koordinator Bidang Media dan Informasi Aksi
Kamisan pada 25 April 2019 di Jakarta. 77
Damsar, Pengantar Sosiologi Politik, (Jakarta: Prenada Meida Garoup, 2010), h. 193-
197.
55
mengurus alat kampanye. Ada juga yang berperan untuk mengurus media sosial
Aksi Kamisan.
2. Kampanye Media Sosial
Aksi Kamisan selain berlangsung dalam lingkung fisik atau offline, juga
berlangsung di ranah online melalui media sosial. Dalam konteks kampanye di
media sosial, Aksi Kamisan mengaitkan dengan budaya populer agar dapat
menarik perhatian masyarakat. Banyak aktor yang terlibat dalam mendukung Aksi
Kamisan melalui penulisan buku, lagu, film, dan karya lain sehingga akhirnya
mereka memberikan pengaruh kepada publik. Misalnya Pandji Pragiwaksono
sebagai stand-up comedian yang mana dalam materinya menyisipkan bahasan
mengenai Aksi Kamisan sehingga publik mulai menyadari persoalan HAM salah
satunya berkaitan dengan Aksi Kamisan. Peranan inilah yang cukup
meningkatkan animo masyarakat untuk berpartisipasi dalam Aksi Kamisan baik
ikut dalam aksi di lapangan maupun di media sosial. Jali menerangkan bahwa
kehadiran media sosial justru meningkatkan partisipasi politik masyarakat dalam
Aksi Kamisan, sebagaimana diterangkannya sebagai berikut,
“Dengan kehadiran media sosial justru membantu. Dulu ngedenger para
korban itu hadir paling jumlahnya hanya belasan karena literally cuman
para anggota keluarga korban dan aktivis LSM aja. Dan dikomparasi
dengan apa yang di hari ini sangat jauh karena memang banyak orang tahu
aksi ini dari media sosial akhirnya mereka mencoba experience nya dan ya
sekali dua kali atau bahkan ada yang sampai terus menerus juga. Jadi
justru membantu sih”.78
Berdasarkan penjelasan tersebut, peningkatan partisipasi politik terhadap
Aksi Kamisan juga ditopang oleh keberdaan media sosial. Banyak masyarakat
78
Wawancara Pribadi dengan Jali, Ketua Koordinator Bidang Media dan Informasi Aksi
Kamisan pada 25 April 2019 di Jakarta.
56
umum yang pada awalnya mengetahui Aksi Kamisan melalui media sosial sampai
pada akhirnya mereka ikut berpatisipasi langsung untuk hadir dalam Aksi
Kamisan. Hal ini menunjukan bahwa animo masyarakat yang tinggi terhadap Aksi
Kamisan tidak bisa dilepaskan dari peranan media sosial.
3. Aksi Penyelanggaran Seni
Selain kampanye di media sosial, Aksi Kamisan juga sering
menyelenggarakan acara-acara seni seperti pertunjukan musik yang dilakukan di
tengah aksi. Keberadaan acara ini cukup menggaet publik karena melibatkan para
musisi sehingga banyak orang tertarik untuk datang di Aksi Kamisan. Meskipun
acara model seperti ini hanya dilakukan pada hari-hari besar tertentu seperti hari
HAM internasional, namun acara tersebut cukup menggaet simpatik publik.
Gambar IV.3:
Penyelenggaraan Seni di Aksi Kamisan79
(Sumber: www.pshk.or.id)
79
https://pshk.or.id/highlight-id/aksi-kamisan-minggu-ke-500/ Diakses pada 26 April
2019.
57
Aksi kamisan yang menyelenggarakan pentas seni ditengah aksi
merupakan bentuk ekspresi opini para pegiat aksi melalui medium kesenian.
Pentas seni tidak hanya dari seni musik tapi juga seni lukis dan aksi teatrikal.
Pentas seni seringkali dilakukan oleh para musisi independen seperti band Efek
Rumah Kaca yang seringkali meramaikan aksi kamisan. Keberadaannya mampu
menggaet masyarakat lain untut turut serta terlibat dalam aksi kamisan.
B. Peran KontraS dalam Aksi Kamisan
LSM secara institusional merupakan salah satu pengejewantahan dari civil
society. Hal inilah yang membedakan LSM dengan entitas negara dan pasar.80
KontraS sebagai salah satu LSM yang fokus perhatiannya ada pada isu HAM
merupakan salah satu kelompok civil society yang turut serta memperjuangkan
nilai-nilai hak asasi manusia. Menurut Chandhoke, civil society merupakan tempat
berpijak bagi munculnya wacana rasional untuk mempertanyakan tanggung jawab
negara. Dari pengertian tersebut, KontraS dapat dikatakan sebagai kelompok civil
society karena seringkali memberikan wacana tentang HAM di Indonesia dan juga
mempertanyakan tanggung jawab negara terhadap penyelesaian kasus HAM.
1. Pendampingan Hukum untuk Aksi Kamisan
Salah satu peran KontraS dalam menuntut penyelesaian kasus HAM di
Indonesia adalah dengan terlibat melalui Aksi Kamisan. Sebagaimana dijelaskan
diatas bahwa Aksi Kamisan merupakan aksi yang menuntut pemerintah untuk
menyelesaiakan kasus HAM di masa lalu. KontraS sendiri juga fokus dalam isu
80
Ardi Suryadi Culla, Rekonstruksi Civil Society: Wacana dan Aksi Ornop di Indonesia,
(Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2006), h. 63-68
58
orang hilang dan kasus HAM lainnya yang mana hal tersebut memiliki keterkaitan
dengan tuntutan yang dibawa oleh Aksi Kamisan. Berdasarkan hasil wawancara
yang dilakukan oleh Dimas Arya, Ketua Divisi Impunitas KontraS menyebutkan
bahwa Aksi Kamisan dibentuk oleh sejumlah kelompok civil society salah satunya
adalah KontraS akan tetapi perlahan peran civil society mulai berkurang karena
dinilai Aksi Kamisan sudah dapat berdiri sendiri. Hal ini sebagaimana
disampaiknya sebagai berikut,
“Jadi sebenarnya secara kelembagaan, KontraS itu perlahan sudah tidak
lagi mengorganisir Aksi Kamisan. Memang awalnya, pertama kali
terbentuk Aksi Kamisan diinisiasi oleh sejumlah kelompok civil society
salah satunya KontraS. Tapi lambat laun, sekitar tahun 2014, Aksi
Kamisan dinilai sudah mampu untuk bisa mengorganisir dirinya sendiri.
Jadi keterlibatan civil society sudah tidak seinsentif atau segencar
dahulu”.81
Meskipun Aksi Kamisan dinilai sudah dapat tumbuh secara organik
sehingga peran kelompok civil society sudah mulai berkurang, akan tetapi masih
ada beberapa peran yang dilakukan KontraS untuk mengawal Aksi Kamisan.
Peran tersebut dapat dilihat dari penjelasan berikut ini,
“Sebenarnya masih ada beberapa parameter KontraS untuk terlibat dalam
Aksi Kamisan. Dalam situasi saat ini, KontraS memberikan pendampingan
hukum karena sebuah aksi harus menyelesaikan syarat-syarat administrasi
agar aksi tersebut terlaksana. KontraS dalam hal ini mengambil peran agar
syarat-syarat hukum itu dipenuhi. Jadi KontraS mengurus surat izin ke
kepolisian. Selain itu, apabila ada gesekan-gesekan di lapangan, contohnya
ada gesekan dengan Paspampres atau polisi, KontraS juga ikut melakukan
pendampingan hukum jika terjadi sesuatu.”82
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa KontraS berperan
dalam pendampingan jalur hukum Aksi Kamisan. Meskipun sudah dapat
81
Wawancara Pribadi dengan Dimas Arya, Ketua Divisi Impunitas pada 1 April 2019 di
Kantor KontraS. 82
Wawancara Pribadi dengan Dimas Arya, Ketua Divisi Impunitas pada 1 April 2019 di
Kantor KontraS.
59
mengorganisir diri sendiri, Aksi Kamisan tentu membutuhkan peran kelompok
civil society lain agar bisa bertahan. KontraS mengambil peran pada jalur hukum
yakni terkait perizinan aksi ataupun pendampingan hukum jika terjadi gesekan di
lapangan.
2. Keperluan Administrasi Aksi Kamisan
Pendampingan KontraS dalam Aksi Kamisan juga terkonfirmasi oleh Jali
selaku Ketua Koordinator Bidang Media dan Informasi Aksi Kamisan. Ia menilai
bahwa Aksi Kamisan masih perlu pendampingan dari kelompok civil society yang
sudah terinstitusi dengan baik karena masih banyak urusan administratif yang
harus mengatasnamakan lembaga bukan gerakan seperti Aksi Kamisan. Hal ini
sebagaimana disampaikan sebagai berikut,
“Ya kita masih membutuhkan peran LSM lain untuk mengurus beberapa
hal. Contohnya untuk izin aksi ini biasanya KontraS yang mengurus.
Selain itu misalnya ini alat perga kampanye juga dititip ke kantor KontraS.
Dulu juga pernah kantor KontraS buat menginap para korban”.83
Disamping itu, selain urusan teknis Aksi Kamisan, KontraS juga berperan
untuk melakukan advokasi kasus bagi para korban pelanggaran HAM di masa
lalu. Akan tetapi sebenarnya KontraS sendiri sudah melakukan advokasi jalur
hukum ke pengadilan sejak 1998 sebelum adanya Aksi Kamisan. Hal ini
sebagaimana dijelaskan sebagai berikut,
“Jadi sebenarnya Aksi Kamisan itu bisa dikatakan jalan lain dalam
penyelesaian kasus HAM. Sebenernya KontraS dari 1998 sudah
melakukan advokasi. Ketika dibilang bahwa kita advokasi untuk tujuan
Aksi Kamisan itu sebenarnya kurang tepat juga karena kita melihatnya
83
Wawancara Pribadi dengan Jali, Ketua Koordinator Bidang Media dan Informasi Aksi
Kamisan pada 25 April 2019 di Jakarta.
60
Aksi Kamisan itu hanya jalan lain untuk advokasi bukan sebagai mitra
untuk bersama-sama menyelesaikan proses kasusnya”.84
Dalam hal partisipasi politik, KontraS dapat dikatakan mengejawantahkan
peran partisipasi politiknya melalui Aksi Kamisan. Hal ini karena isu yang dibawa
oleh KontraS berkaitan dengan Aksi Kamisan. Jadi Aksi Kamisan seringkali
menjadi corong bagi KontraS untuk berperan secara politik. Hal ini sebagaimana
dijelaskan sebagai berikut,
“Partisipasi politik KontraS sebagai civil society memberikan narasi-narasi
tentang politik hak asasi manusia, karena memang Aksi Kamisan ini
bertujuan untuk memberikan tekanan untuk mengusut pelanggaran HAM
di masa lalu. Jadi partisipasi politik KontraS terejawantahkan dalam Aksi
Kamisan. Aksi Kamisan dijadikan sebagai kampanye tentang HAM dan
pendidikan publik untuk mengetahui isu-isu HAM”.85
Andra L Corrothers dan Estie W Suryatna mengidentifikasi peran yang dapat
dimainkan oleh organisasi non-pemerintah sebagai civil society dalam sebuah
negara, diantaranya: Pertama, katalisasi perubahan sistem. Hal ini dilakukan
dengan mengangkat sejumlah permasalahan yang ada dalam masyarakat,
melakukan advokasi dengan tujuan untuk merubah kebijaksanaan negara,
mengembangkan kemauan politik rakyat, dan mengadakan eksperimen yang
mendorong inisiatif masyarakat.
Berdasarkan hasil temuan data, KontraS merupakan LSM yang secara
aktif mengangkat sejumlah permasalahan HAM di Indonesia dan melakukan
pendampingan kasus terhadap korban. Aksi Kamisan merupakan salah satu
inisiasi KontraS bersama dengan kelompok civil society lain untuk menjadi
84
Wawancara Pribadi dengan Dimas Arya, Ketua Divisi Impunitas pada 1 April 2019 di
Kantor KontraS. 85
Wawancara Pribadi dengan Dimas Arya, Ketua Divisi Impunitas pada 1 April 2019 di
Kantor KontraS.
61
sebuah gerakan alternatif yang dapat mendorong kemauan rakyat untuk dapat
terlibat dalam penyelesaian kasus HAM di masa lalu. Pada akhirnya, Aksi
Kamisan sendiri telah menjadi simbol aksi yang menuntut penyelesaian kasus
HAM di Indonesia baik yang terjadi di masa lalu maupun kontemporer.
Kedua, memonitor pelaksanaan sistem dan cara penyelenggaraan negara,
bahkan bila perlu melakukan protes. Hal ini dilakukan karena adanya
penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran hukum. Sebagaimana dijelaskan
bahwa KontraS seringkali melakukan monitor pelaksanaan sidang terkait cara
penyelenggaraan negara dalam menyelesaikan kasus HAM. Salah satu protes
yang dilakukan melalui Aksi Kamisan.
Ketiga, memfasilitasi rekonsiliasi warga negara dengan lembaga peradilan.
Hal ini dilakukan karena tidak jarang masyarakat menjadi korban kekerasan akan
tetapi mereka tidak berdaya untuk mengadvokasi dirinya ke lembaga peradilan.
Kalangan organisasi non-pemerintah inilah yang aktif untuk melakukan
pembelaan dan pendampingan bagi korban ketidakadilan. KontraS seringkali
memfasilitasi warga negara yang tidak memiliki akses ke pengadilan sebagaimana
dijelaskan sebagai berikut,
“KontraS pastinya seringkali melakukan pendampingan hukum bagi
korban pelanggaran HAM. Dulu pada saat berdirinya KontraS memang
fokus pada pencarian orang hilang, tapi sekarang ini segala bentuk
pelanggaran HAM yang terjadi di masyarakat pasti kita turun untuk
melakukan pendampingan hukum. Tentu juga melibatkan peran civil
society lain seperti LBH Jakarta msialnya”.86
86
Wawancara Pribadi dengan Dimas Arya, Ketua Divisi Impunitas pada 1 April 2019 di
Kantor KontraS.
62
Dalam hal Aksi Kamisan, KontraS melakukan advokasi pada pihak korban
sejak sebelum adanya Aksi Kamisan. KontraS menanggap bahwa Aksi Kamisan
hanyalah cara lain dalam penuntutan penyelesaian kasus HAM di masa lalu
karena sejak tahun 1998, KontraS sudah melakukan advokasi bagi korban
pelanggaran HAM di masa lalu.
Keempat, implementasi program pelayanan. Organisasi non-pemerintah
menempatkan diri sebagai sebuah lembaga yang mewujudkan program-program
yang berkaitan dengan masyarakat.87
KontraS sebagai kelompok civil society
memberikan beberapa program yang berkaitan dengan masyarakat. Dalam hal
Aksi Kamisan, KontraS memberikan pelayanan teknis bagi para korban dan
massa aksi.
Berdasarkan tipologinya, organisasi non-pemerintah dalam konteks
Indonesia menurut Philip Eldrige dapat dibedakan menjadi tiga model pendekatan
yang berkaitan dengan hubungan antara organisasi non-pemerintah dengan
pemerintah, yakni Pertama, pendekatan berlabel “Kerja Sama Tingkat Tinggi:
Pembangunan Akar Rumput (High Level Partnership: Grassroots Development),
Kedua, pendekatan yang disebut “Politik Tingkat Tinggi: Mobilisasi Akar-
Rumput” (High Level Politics: Grassroots Mobilization), dan Ketiga, pendekatan
“Penguatan Akar Rumput” (Empowernment ata the Grassroots). 88
Berdasarkan hasil temuan, hubungan KontraS dengan pemerintah
termasuk ke dalam tipe “Politik Tingkat Tinggi: Mobilisasi Akar-Rumput”
(High Level Politics: Grassroots Mobilization). Organisasi dalam kategori ini
87
Ardi Suryadi Culla, Rekonstruksi Civil Society: Wacana dan Aksi Ornop di Indonesia,
(Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2006), h. 81. 88
Ardi Suryadi Culla, Rekonstruksi Civil Society, 74-75.
63
memiliki kecendrungan aktif dalam kegiatan politik. Tipe ini biasanya
mengembangkan gagasan berdasarkan kerangka berpikir teori sosial-radikal yang
digabung dengan aksi kritis lebih luas terhadap praktik kekuasaan pemerintah
(negara). Hal ini dapat diperkuat degan penjelasan berikut,
“Ada tiga sebenarnya tugas KontraS. Pertama soal advokasi hukum bagi
pelanggaran kasus HAM. Kedua, KontraS melakukan riset terkait isu-isu
HAM. Ketiga, KontraS melakukan publikasi tentang isu-isu HAM kepada
publik.” 89
Berdasarkan penjelasan tersebut, KontraS dikategorikan sebagai organisasi
non-pemerintah tipe Politik Tingkat Tinggi: Mobilisasi Akar-Rumput karena
memiliki kecendrungan aktif dalam kegiatan politik, salah satunya melalui Aksi
Kamisan. Selain itu, KontraS seringkali melakukan riset yang artinya
mengembangkan gagasan berpikir untuk dijadikan bahan materi aksi guna
menuntut pemerintah dalam penyelesaian kasus HAM.
89
Wawancara Pribadi dengan Dimas Arya, Ketua Divisi Impunitas pada 1 April 2019 di
Kantor KontraS.
64
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban
Tindak Kekerasan (KontraS) merupakan kelompok civil society yang berperan
dalam Aksi Kamisan. Penelitian ini menganalisis peran KontraS dalam
penuntutan penyelesaian kasus HAM di masa orde baru melalui Aksi Kamisan.
Berikut adalah kesimpulan ini,
1. Aksi Kamisan merupakan model partisipasi politik unconventional karena
tidak seperti partisipasi politik yang conventional, yakni Pemilu dan
kampanye politik, Aksi Kamisan menuntut adanya penyelesaian kasus
HAM di masa lalu kepada pemerintah.
2. Aksi Kamisan dinilai sudah dapat tumbuh secara organik sehingga peran
kelompok civil society sudah mulai berkurang, akan tetapi masih ada
beberapa peran teknis yang dilakukan KontraS untuk mengawal Aksi
Kamisan yakni berkaitan dengan syarat-syarat administratif aksi seperti
surat izin aksi dan pendampingan hukum jika terjadi gesekan di lapangan.
3. KontraS memiliki peran yang dapat dimainkan oleh organisasi non-
pemerintah sebagai civil society dalam sebuah negara, yakni sebagai
katalisasi perubahan sistem, memonitor pelaksanaan sistem dan cara
penyelenggaraan negara, dapat memfasilitasi rekonsiliasi warga negara
dengan lembaga peradilan, dan mengimplementasikan program pelayanan
terkait HAM kepada warga negara.
65
4. KontraS dikategorikan sebagai organisasi non-pemerintah tipe Politik
Tingkat Tinggi: Mobilisasi Akar-Rumput karena memiliki kecendrungan
aktif dalam kegiatan politik salah satunya melalui Aksi Kamisan.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih terdapat kekurangan
sehingga dibutuhkan penelitian selanjutnya terkait peran civil society secara
umum dan peran civil society terhadap penyelesaian kasus HAM secara khusus.
Selain itu, dibutuhkan penelitian yang spesifik membahas Aksi Kamisan karena
masih minim penelitian yang membahas aksi tersebut.
Dalam hal praksis, masyarakat sebagai civil society harus meningkatkan
kesadarannya terhadap pentingnya partisipasi politik terutama ikut dalam
penuntutaan penyelesaian kasus HAM di masa lalu karena pelanggaran HAM
dapat menyerang siapapun. Kemudian, pemerintah harus menyelesaikan tuntutan
Aksi Kamisan terhadap kasus HAM di masa lalu.
66
Daftar Pustaka
Buku
Budiardjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 2008.
Culla, Ardi Suryadi, Rekonstruksi Civil Society: Wacana dan Aksi Ornop di
Indonesia, Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2006.
Damsar, Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta: Prenada Meida Garoup, 2010.
Gafar, Afan, Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1999.
Hadiwijoyo, Suryo Sakti, Negara, Demokrasi, dan Civil Society, Yogyakarta:
Graha Ilmu: 2012.
Huntington, Samuel P. dan Joan Nelson. Partisipasi Politik di Negara
Berkembang, Jakarta: Rineka Cipta, 1990.
Prastowo, Andi, Metode Penelitian Kualitatif: Formulasi, Implementasi, dan
Evaluasi, Jakarta: Djambatan, 2011.
Sastroatmojo, Sudijono, Perilaku Politik, Semarang: IKIP Semarang Press, 1995.
Silalahi, Ulber, Metode Penelitian Sosial, Bandung: Refika Aditama, 2010.
Sufyanto, Masyarakat Tammadun: Kritik Hermeneutis Masyarakat Madani
Nurcholis Madjid, Yogyakarta: Pustaka Pelajar dan LP2IF, 2001.
Surbakti, Ramlan, Memahami Ilmu Politik, Jakarta: PT Grasindo,1999.
Jurnal
Ichsan, Fahmi Nur, Analisis Peran Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban
Tindak Kekerasan (KontraS) sebagai Civil Society dalam Pengungkapan
Kasus Munir, Journal of Politic and Government Studies, Vol. 3 No.1
2014.
Putra, Leonardo Julius, “Aksi Kamisan: Sebuah Tinjauan Praktis dan Teoritis
Atas Transformasi Gerakan Simbolik”, Jurnal Polinter Prodi Ilmu Politik
FISIP UTA’45 Jakarta, Vol. 2 No. 1, Maret-Agustus 2016
67
Nurhayati, Nunik, “Quo Vadis Perlindungan Hak Asasi Manusia Dalam
Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu Melalui Jalur Non
Yudisial”, Jurisprudence, Vol. 6 No. 2 September 2016
Artikel, Berita, Website
Noviana, Riki, “Peringatan 20 Tahun Reformasi: Aksi Kamisan”
https://www.era.id/read/gpU80l-peringatan-20-tahun-reformasi-aksi-
kamisan pada 18 November 2018
Ristianto, Christoforus, “8 Fakta Tentang 12 Tahun Aksi Kamisan, Hanya Sekali
Diajak Masuk ke Istana”,
https://nasional.kompas.com/read/2019/01/17/12072721/8-fakta-tentang-
12-tahun-aksi-kamisan-hanya-sekali-diajak-masuk-ke-istana?page=1 pada
28 Maret 2019
Hermawan, Bayu, “Peserta Aksi Kamisan Bertemu Jokowi di Istana Negara”,
https://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/18/05/31/p9l8r0354-
peserta-aksi-kamisan-bertemu-jokowi-di-istana-negara pada 18
Novermber 2018
“Massa Aksi Kamisan Ragukan Niat Jokowi Tuntaskan Kasus HAM” diakses dari
https://www.idntimes.com/news/indonesia/margith-juita-damanik/massa-
aksi-kamisan-ragukan-niat-jokowi-tuntaskan-kasus-ham/full pada 18
November 2018
“Profil Kontras”, https://kontras.org/profil-kontras/ pada 27 Maret 2019.
“Berdirinya Kontras”, https://omahmunir.org/pameran/kontras/ pada 27 Maret
2019.
“Menolak Lupa: 13 Aktivis 1998 Masih Hilang”, diakses dari
https://www.rappler.com/indonesia/104187-menolak-lupa-13-aktivis-
1998-hilang pada 27 Maret 2019.
“Dipisahkan Reformasi”, diakses dari https://tirto.id/amien-rais-dan-prabowo-
dipisahkan-reformasi-bersatu-lawan-jokowi-c6mf pada 28 Maret 2019.
Skripsi
Anggreini, Devi, 2018. Skripsi, “Upaya Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak
Kekerasan (KontraS) dalam Mengembangkan Hak Asasi Manusia di Asia
Tenggara”, Program Sarjana. Program Studi Hubungan Internasional.
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta.
68
Sanjaya, Novriko Dwi, 2017. “Peranan Civil Society dalam Mengatasi Kekerasan
Terhadap Perempuan (Studi Pada Lembaga Advokasi Perempuan Damar
Provinsi Lampung)”, Program Sarjana. Program Studi Ilmu Pemerintahan.
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Lampung.
Wawancara
Wawancara dengan Dimas Arya, Ketua Divisi Impunitas pada 1 April 2019 di
Kantor KontraS.
Wawancara dengan Jali, Ketua Koordinator Bidang Media dan Informasi Aksi
Kamisan pada 25 April 2019 di Jakarta.
69
Lampiran Dokumentasi Wawancara
(Dokumentasi foto bersama Dimas Arya, Ketua Divisi Impunitas KontraS)
(Dokumentasi foto bersama Jali, Ketua Koordinator Bidang Media dan Informasi
Aksi Kamisan