partisipasi politik civil society dalam pilkada

183
PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA (STUDI KASUS RUMAH DUNIA DALAM PILKADA BANTEN 2017) SKRIPSI Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Ilmu Pemerintahan Disusun Oleh: SIFA NURFADILAH NIM. 6670142378 PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA 2018

Upload: others

Post on 02-Nov-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

(STUDI KASUS RUMAH DUNIA DALAM PILKADA BANTEN 2017)

SKRIPSI

Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Ilmu

Pemerintahan

Disusun Oleh:

SIFA NURFADILAH

NIM. 6670142378

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

2018

Page 2: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

i

Page 3: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

ii

Page 4: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

iii

Page 5: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

iv

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat allah SWT, yang telah

memberikan Rahmat dan Karunia-Nya. Shalawat serta salam semoga selalu

tercurahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW, keluarganya,

dan para sahabatnya yang telah membawa kita dari zaman kebodohan ke zaman

pencerahan. Alhamdulillah dengan izin Allah SWT penulis dapat menyelesaikan

pembuatan skripsi yang berjudul “Partisipasi Politik Civil Society Dalam Pilkada

(Studi Kasus Rumah Dunia Dalam Pilkada Banten 2017).

Skripsi ini penulis persembahkan sebagai wujud baktiku kepada kedua

orang tua tercinta Bapak Muhayar dan Ibu Munawaroh yang tidak ada hentinya

memberikan kasih sayang, kepercayaan, semangat, nasehat yang diberikan

kepada penulis. Beliau selalu memanjatkan doa kepada Allah SWT untuk menjaga

penulis dari hal-hal negatif, serta memberi materi untuk kecukupan penulis sehari-

hari. Semoga Allah memberi kemudahan dan kesempatan kepada penulis untuk

berbakti kepada orang tua di dunia sebagai bekal di akhirat. Juga penulis

persembahkan pada keluarga besar, kakak-kakak serta adik kesayangan yang

selalu memberikan bantuan doa dan dukungan kepada penulis.

Dengan segala keramahan dan kerendahan hati, penulis mengucapkan

terima kasih dan memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak

Abdul Hamid, Ph.D atau biasa disebut Abah dan M. Dian Hikmawan, S. Hum,

M.A. yang akrab dengan sebutan Bung Dian selaku dosen pembimbing skripsi

Page 6: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

v

yang telah banyak membantu, meluangkan waktu, tenaga dan pikiran, dalam

membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Penyusunan skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan pada Program Studi Ilmu

Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng

Tirtayasa. Penulis menyadari bahwa penyusunan ini tidak akan selesai tanpa

adanya bantuan dari berbagai pihak yang selalu membimbing serta mendukung

penulis secara moril dan materil. Maka dengan segala ketulusan hati, penulis juga

ingin mengucapkan rasa terimakasih kepada pihak-pihak berikut:

1. Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd selaku Rektor Universitas Sultan

Ageng Tirtayasa.

2. Dr. Agus Sjafari, S.Sos, M.Si selaku Desan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

3. Rahmawati, S.Sos, M.Si selaku Wakil dekan I Bidang Akademik Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

4. Iman Mukhroman, S.Sos, M.Si selaku Wakil Dekan II Bidang Keuangan

dan Umum Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan

Ageng Tirtayasa.

5. Kandung Sapto Nugroho, S.Sos, M.Si selaku Wakil Dekan III Bidang

Kemahasiswaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan

Ageng Tirtayasa.

Page 7: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

vi

6. Leo Agustino, Ph.D selaku Ketua Prodi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

7. Ika Arinia Indriyany, S.IP, M.A selaku Sekretaris Prodi Ilmu

Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan

Ageng Tirtayasa.

8. Shanty Kartika Dewi, S.IP, M.Si selaku dosen pembimbing akademik

yang selalu memberikan arahan dan masukan kepada penulis selama

menempuh pendidikan di kampus ini.

9. M. Rizky Godjali, S.IP, M.IP selaku kepala Laboratorium Ilmu

Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan

Ageng Tirtayasa yang telah memberikan banyak pembelajaran dan

pengalaman kepada penulis sebagai bagian dari anggota Laboratorium

Ilmu Pemerintahan.

10. Semua Dosen dan Staf Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang

membekali penulis dengan ilmu pengetahuan selama perkuliahan.

11. Kawan-kawan seperjuangan Ilmu Pemerintahan 2014 dan yang penulis

cintai Forum Keluarga Ilmu Pemerintahan (Forklip) Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

12. Keluarga Pengurus HIMAIP 2015, DPM FISIP 2016, dan Anggota

Laboratorium Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Page 8: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

vii

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang telah memberikan kesempatan

untuk mengembangkan diri dan berorganisasi.

13. Yang saya cintai dan sayangi Rumboy’s Family dan The Next Leader’s

14. Segala pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu yang telah

membantu menyelesaikan pembuatan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat

banyak kekurangan, maka kritik dan sara yang membangun sangat penulis

harapkan demi kesempurnaan penulisan penelitian ini. Penulis berharap semoga

penelitian ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis sendiri dan bagi para

pembaca pada umumnya.

Alhamdulillahirrabbil’alamiin.

Wassalamu’alaikum. Wr. Wb.

Tangerang, 7 Juli 2018

Penulis

Page 9: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

viii

ABSTRAK

Sifa Nurfadilah. NIM. 6670142378. 2018. Skripsi. Partisipasi Politik Civil

Society dalam Pilkada (Studi Kasus Rumah Dunia dalam Pilkada Banten

2017). Program Studi Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Dosen Pembimbing I: Abdul

Hamid, Ph.D, Dosen Pembimbing II: M. Dian Hikmawan, S.Hum, M.A.

Pilkada Provisi Banten 2017 merupakan pilkada pertama kali yang hanya diikuti

dua pasangan calon yaitu Wahidin-Andika dan Rano-Embay. Dalam pilkada tentu

tidak bisa dipisahkan dari peran serta civil society. Salah satu yang berperan dalam

pilkada adalah Rumah Dunia yang merupakan civil society yang bergerak di

bidang literasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui partisipasi politik

Rumah Dunia dalam pilkada, menganalisis mengapa Rumah Dunia berperan

dalam pilkada dan apa saja yang dilakukan. Tipe penelitian deskriptif dengan

pendekatan kualitatif. Adapun jenis data berupa data primer dan data sekunder.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa partisipasi politik Rumah Dunia dalam

pilkada Banten tahun 2017 adalah bagian dari nilai yang selama ini diperjuangkan

oleh Rumah Dunia yaitu menolak praktik korupsi. Diketahui, salah satu dari

pasangan calon adalah bagian dari keluarga dinasti yang terkena kasus korupsi.

Adapun partisipasi atau gerakan politik Rumah Dunia dalam mendukung

pasangan Rano-Embay antara lain: Membantu proses pembuatan buku biografi

Rano yaitu Si Doel dan melakukan roadshow bedah buku Si Doel di seluruh

Kabupaten dan Kota di Banten, membuat tulisan yang dipublikasikan melalui

media Rumah Dunia berbasis online Koranrumahdunia.com, bergabung dan

menjadi bagian dari koalisi Gempa dan FBB, membuat meme atau gambar yang

mempromosikan figur dari Rano-Embay dan tentang korupsi dan dinasti dan

menghadiri deklarasi pasangan calon Rano-Embay.

Kata Kunci: Civil Society, Partisipasi Politik, Pilkada Banten 2017

Page 10: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

ix

ABSTRACT

Sifa Nurfadilah. NIM. 6670142378. 2018. Skripsi. Political Participation of

Civil Society in Gubernatorial Election (A Case Study of Rumah Dunia in

2017 Banten Gubernatorial Election). Study Program of Government

Sciences, Faculty of Social and Political sciences, University of Sultan Ageng

Tirtayasa. Superviser I: Abdul Hamid, Ph.D, Superviser II: M. Dian

Hikmawan, S.Hum, M.A.

Banten election 2017 is the first pilkada that only followed two candidate pairs

namely Wahidin-Andika and Rano-Embay. In the pilkada certainly can not be

separated from the participation of civil society. One of those who play a role in

the election is Rumah Dunia which is a civil society engaged in the field of

literacy. This study aims to determine the political participation of Rumah Dunia

in election, analyze why Rumah Dunia role in election and what is done. Type of

descriptive research with qualitative approach. The type of data in the form of

primary data and secondary data. The results of this study indicate that the

political participation of Rumah Dunia in the Banten regional election 2017 is part

of the value that has been fought by Rumah Dunia is to reject the practice of

corruption. Known, one of the candidate pairs is part of a family of political

dynasties affected by corruption case. The participation or political movements of

Rumah Dunia in support of Rano-Embay couples include: Helping the process of

making Rano's biography book Si Doel and conducting Si Doel's surgical

roadshows all of the districts and cities in Banten, making the writings published

through online Rumah Dunia media Koranrumahdunia.com, join and be part of

the Gempa and FBB coalitions, creates memes or images promoting figures from

Rano-Embay and about corruption and political dynasties, and attend the

declaration of the Rano-Embay candidates.

Keywords: Civil Society, Political Participation, Banten Election 2017

Page 11: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

x

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN..................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI..................................................................... ii

KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... vi

DAFTAR TABEL .................................................................................................. ix

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang Masalah ................................................................................. 1

B. Identifikasi Masalah ..................................................................................... 13

C. Rumusan Masalah ........................................................................................ 13

D. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 13

E. Kegunaan Penelitian ..................................................................................... 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori ............................................................................................ 16

1. Partisipasi Politik ...................................................................................... 16

2. Konsep Civil Society (Masyarakat Sipil) .................................................. 19

3. Gerakan Sosial Laclau & Maouffe ........................................................... 33

4. Demokrasi Lokal di Indonesia .................................................................. 43

B. Studi Terdahulu ........................................................................................... 47

C. Kerangka Berpikir ....................................................................................... 53

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan dan Desain penelitian ............................................................... 55

B. Fokus Penelitian .......................................................................................... 57

Page 12: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

xi

C. Teknik Pengumpulan Data .......................................................................... 57

D. Teknik Analisa Data .................................................................................... 58

E. Instrumen Penelitian .................................................................................... 61

F. Lokasi dan Jadwal Penelitian ...................................................................... 62

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ............................................................................................. 64

Sejarah Rumah Dunia .................................................................................... 64

1. Politik Lokal di Banten ........................................................................... 76

2. Rumah Dunia dan Politik Dinasti di Banten ........................................... 89

B. Pembahasan ................................................................................................ 103

1. Rumah Dunia dan Pilkada Banten 2017 ................................................ 103

a. Partisipasi Politik Rumah Dunia Selama Pilkada Banten 2017 ...... 116

b. Ancaman dan Teror Terhadap Rumah Dunia Selama Pilkada Banten

2017 ................................................................................................ 127

2. Resistensi Rumah Dunia Terhadap Dinasti Politi Ditinjau Dari Gerakan

Sosial Politik Laclau dan Mouffe .......................................................... 130

a. Transisi Subjek Politik Rumah Dunia ............................................ 135

b. Dinasti Politik sebagai Rezim Hegemonik ..................................... 139

c. Antagonisme Politik Rumah Dunia Terhadap Dinasti Politik ........ 141

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................. 150

B. Saran ........................................................................................................... 152

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 154

LAMPIRAN ........................................................................................................ 158

Page 13: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Formula Analisis CSO ............................................................................. 25

Tabel 2. Perbandingan Penelitian Terdahulu ......................................................... 51

Tabel 3. Informan penelitian .................................................................................. 61

Tabel 4. Waktu Pelaksanaan Penelitian ................................................................. 63

Tabel 5. Program Reguler Rumah Dunia ............................................................... 69

Tabel 6. Program Unggulan Rumah Dunia ............................................................ 70

Tabel 7. Struktur Organisasi Rumah Dunia ........................................................... 71

Tabel 8. Persebaran Politik Dinasti Atut di Lembaga Eksekutif dan Legislatif ... 82

Tabel 9. Keganjilan Dana Hibah Tahun 2011 menjelang Pilkada 2012 ................ 88

Tabel 10. Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Banten 2006 ............ 104

Tabel 11. Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Banten 2012 ............ 104

Tabel 12. Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Banten 2017 ............ 106

Tabel 13. Roadshow Bedah Buku Si Doel .......................................................... 117

Tabel 14. Daftar Tulisan Koran Rumah Dunia Tentang Pilkada dan Dinasti ..... 120

Tabel 15. Karakteristik Pemilih Banten .............................................................. 134

Page 14: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tulisan Gol A Gong di Koran Rumah Dunia ...................................... 10

Gambar 2. Skema Kerangka Berpikir .................................................................... 54

Gambar 3. Gol A Gong di Rumah Dunia .............................................................. 67

Gambar 4. Auditorium Surosowan ........................................................................ 75

Gambar 5. Beberapa Tokoh Pendiri Banten .......................................................... 77

Gambar 6. Atut berserta Keluarga ........................................................................ 84

Gambar 7. Salah Satu Dokumentasi Kegiatan di Rumah Dunia ........................... 93

Gambar 8. Toto ST. Radik, Pendiri Rumah Dunia. .............................................. 96

Gambar 9. Tanda Tangan Dana Hibah untuk Rumah Dunia dari Kemenpora RI 99

Gambar 10. Atut Ketika di Rumah Dunia Tahun 2006 ....................................... 101

Gambar 11. Elektabilitas Bakal Calon Gubernur Banten 2017 ........................... 111

Gambar 12. Pilihan Calon Wakil Gubernur Banten ............................................ 112

Gambar 13. Komunitas Buku si Doel di Bawaslu Banten .................................. 118

Gambar 14. Postingan Facebook Salah Satu Relawan Rumah Dunia ................. 126

Page 15: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa transisi politik dari rezim orde baru ke reformasi membawa

angin segar bagi proses demokratisasi di Indonesia. Reformasi politik pada

tahun 1998 benar-benar telah mereformasi sendi-sendi politik bangsa

Indonesia. Di awal reformasi, setelah runtuhnya rezim Soeharto yang selama

32 tahun memimpin Indonesia secara otoriter, para penggerak reformasi

menuntut Indonesia untuk menerapkan sistem politik yang demokratis. Untuk

memenuhi aspirasi rakyat yang digemakan oleh gerakan reformis, perubahan-

perubahan mendasar harus di tegakkan, termasuk perubahan menyeluruh pada

semua pranata sosial, politik dan ekonomi, dan perubahan pada basis

hubungan antara rakyat dan negara. Perubahan-perubahan itu ditandai dengan

diadakan pemilu langsung, adanya kebebasan pers, mengurangi peran militer

dalam politik dan lain sebagainya yang mengarah pada demokratisasi di

Indonesia.

Praktek demokrasi dengan pemberian otoritas politik yang lebih besar

kepada rakyat diyakini hanya akan efektif terjadi jika pusaran mekanisme

pengelolaan pemerintahan didesentralisasikan kepada otoritas yang makin

dekat dengan rakyat. Karenanya pemberian kewenangan kepada satuan

kekuasaan pemerintahan yang lebih kecil dan lebih dekat dengan rakyat

merupakan suatu kebutuhan yang mutlak dan tak dapat dihindari (Syaukani,

Page 16: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

2

2002: 31). Atas dasar pemikiran diatas, wacana desentralisasi tumbuh

berkembang mengiringi berbagai perubahan kearah demokratisasi politik

tersebut.

Namun pada kenyataannya semangat awal desentralisasi dan otonomi

daerah untuk perubahan terkadang tidak berjalan dengan baik dikarenakan

muncul masalah-masalah baru di tingkatan lokal. Tidak sedikit daerah yang

dikuasi oleh kekuasaan dominan dan dikendalikan oleh bos-bos lokal seperti

yang terjadi di Provinsi Banten yang berdirinya berbarengan dengan

semangat reformasi dan merupakan daerah hasil pemekaran dari Provinsi

Jawa Barat.

Banten selama ini dikenal dengan dominasi politik di bawah dinasti

politik tertentu, yaitu dinasti keluarga Tb. Chasan Sochib. Tidak bisa

dipungkiri Tb. Chasan Sochib adalah aktor yang mampu mengendalikan

kekuasaan Banten melebihi aktor politik formal. Relasi antara penguasa,

pengusaha, kyai dan jawara tersentral di Tb. Chasan Sochib. Hal yang

mencuat ke permukaan adalah dia berhasil mengantarkan anaknya, Ratu Atut

Chasiyah menjadi Wakil Gubernur pertama di Banten melalui cara-cara

politik tidak sehat seperti adanya indikasi money politic dan intimidasi.

Selama masih hidup, Tb. Chasan juga mampu mengendalikan seluruh proyek-

proyek infrastruktur fisik, pengadaan barang dan jasa, dan melakukan

intimidasi proyek kepada pesaing-pesaingnya. Bahkan dia bisa mengarahkan

dan menekan pemerintah provinsi untuk mengakomodasi kepentingannya

pada saat penyusunan dan penetapan program pembangunan (proyek)

Page 17: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

3

tahunan. Maka tidak heran jika dia disebut atau dijuluki sebagai Gubernur

Jenderal di Banten (Hidayat, 2007, Masaaki & Hamid, 2008).

Setelah Chasan Sochib wafat, kekuatan kekuasaan keluarganya tidak

menghilang begitu saja tapi terwarisi pada anaknya yaitu Ratu Atut Chasiyah

dan sanak keluarga lain yang mampu menduduki posisi strategis di tampu

kekuasaan di Banten melalui ajang sarana pilkada. Setelah menjadi Wakil

Gubernur, Atut menjadi Gubernur Banten dua periode yaitu periode 2007-

2012 dan 2012-2017, namun pada tahun 2014 Atut dinonaktifkan dari

jabatannya oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono karena menjadi

tersangka terkait kasus suap pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK).

Pada pilkada 2015, Adik ipar Atut, yaitu Airin Rachmi Diany terpilih

menjadi Wali Kota Tangerang Selatan periode 2015- 2020 yang diperiode

sebelumnya juga menjadi sebagai Wali kota Tangerang Selatan. Adik Atut,

Tatu Chasanah memenangkan Pilkada Kabupaten Serang dan terpilih menjadi

Bupati Kabupaten Serang periode 2015-2020. Menantu Atut Chosiyah, Tanto

Warsono Arban terpilih menjadi Wakil Bupati Pandeglang periode 2015-

2020. Dan pada pilkada serentak 2017 kemarin, Andhika Hazrumy yang

merupakan anak dari Atut terpilih menjadi Wakil Gubernur Banten periode

2017-2022 dengan memperoleh 50,95% suara (Detik. 2014.

https://news.detik.com/berita/d-3432971/wahidin-andika-unggul-atas-rano-

embay-ini-peta-perolehan-suaranya sumber diakses 24 desember 2017).

Selain kental dengan budaya politik dinasti, Banten juga menjadi salah

satu provinsi yang rawan akan praktik korupsi. Tidak bisa dipungkiri baik

Page 18: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

4

secara langsung atau pun tidak langsung bahwa politik dinasti menjadi lahan

subur untuk melakukan praktik korupsi. Hal ini dikarenakan berkumpulnya

kekuasaan pada segelintir orang. Dan ini terbukti di tahun 2013 silam, Tb.

Chaeri Wardana (Wawan) seorang pengusaha yang juga adik mantan

Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK

dalam kasus suap pilkada Lebak. Berdasarkan pengembangan penyidikan

KPK juga menetapkan Atut sebagai tersangka dalam kasus suap ini. Tidak

berhenti pada suap pilkada Lebak, KPK terus mengusut dugaan keterlibatan

Wawan dan Atut dalam kasus yang lain. Akhirnya KPK menetapkan Wawan

dan Atut sebagai tersangka pengadaan alat kesehatan Banten. Lebih lanjut

KPK juga menetapkan Wawan sebagai tersangka dalam Tindak Pidana

Pencucian Uang setelah melakukan penelusuran berkoordinasi dengan Pusat

Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Ketua KPK Abraham Samad pernah menyatakan (Pukat UGM, 2014 :

10) bahwa korupsi di Banten adalah kejahatan keluarga, dan korupsi di

Banten tidak hanya pada pengadaan alat kesehatan saja, tetapi juga pada

proyek-proyek infrastruktur dan bantuan sosial. Kuatnya dinasti Atut di

Banten yang menguasai banyak jabatan publik disinyalir memudahkan

terjadinya korupsi. Pengawasan baik internal pemerintahan maupun

pengawasan eksternal seakan tidak berjalan.

Persoalan lain di Banten adalah sikap pragmatisme masyarakat dalam

praktik berpolitik. Budaya masyarakat di Banten masih sangat kental dengan

unsur politik uang. Hasil riset yang dilakukan oleh Abdul Hamid yang

Page 19: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

5

disampaikan pada seminar nasional Ilmu Pemerintahan Untirta (November,

2016) menunjukan bahwa partisipasi masyarakat di Banten dalam

menggunakan hak pilihnya sebagian besar tidak berdasarkan kesadaran

politik melainkan didorong oleh adanya politik uang. Artinya, masyarakat

akan datang ke TPS saat hari pencoblosan apabila mereka mendapatkan

sejumlah uang atau barang tertentu dari pasangan calon.

Menurut hasil survei yang disampaikan oleh Hamid dalam seminar

nasional Ilmu Pemerintahan Untirta (2016) sebanyak 71,3 persen publik

menganggap pemberian uang dalam pilkada adalah sebagai hal yang wajar

dan sebanyak 69,4 persen pemberian sejumlah uang dari pasangan calon

kepala daerah akan berpengaruh terhadap pilihan pasangan calon kepala

daerah, sedangkan 45,6 persen, masyarakat menerima pemberian sejumlah

uang atau barang dan akan memilih calon yang memberi sejumlah uang atau

barang tersebut. Hasil dari riset ini menunjukan bahwa efektivitas politik

uang sangat tinggi di Banten. Selain karena pendidikan politik masyarakat

Banten yang masih rendah, keberadaannya malah dimanfaatkan oleh para elit

lokal dengan menggunakan strategi politik demi mencapai suksesi dalam

pilkada.

Melihat kenyataan seperti itu dimana kekuasaan dikendalikan oleh

satu kelompok dominan dan didukung dengan budaya masyarakat yang

pragmatis tidaklah heran jika Banten menjadi salah satu daerah yang rawan

korupsi. Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Banten termasuk

tiga daerah yang paling langganan korupsi bersama dua daerah lain yaitu Riau

Page 20: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

6

dan Sumatera Utara (Detik, 2016 https://m.detik.com/news/berita/d-

3356096/banten-termasuk-6-daerah-rawan-korupsi-kini-masuk-radar-kpk-

lagi).

Dengan kondisi Banten yang demikian, semangat menuju perubahan

yang lebih baik terus dilakukan. Pilkada berusaha dikendalikan kembali

sebagai ajang pemilihan kepala daerah terbaik yang memiliki integritas dan

kemampuan yang kompeten sebagaimana dengan semangat hadirnya undang-

undang (UU) NO. 32 Tahun 2004 silam tentang Pemerintahan Daerah, yang

mana pemilihan kepala daerah (Gubernur dan Bupati/ Wali Kota) dilakukan

secara langsung atau dengan kata lain melibatkan partisipasi langsung

masyarakat dalam memilih kepala daerah yang terbaik.

Dan dalam perjalanannya Pilkada melakukan pembaharuan dalam

rangka mencapai tujuan pilkada yang lebih berkualitas yaitu dengan

menerapkan pilkada secara serentak atau biasa di sebut dengan pilkada

serentak yang saat ini menjadi arena baru bagi perpolitikan Indonesia. Bukan

hanya pada persoalan berbeda waktu pelaksanaan, sistem pelaksanaan,

prosedur dan mekanisme pemilihannya, tetapi juga tetapi juga soal, yang oleh

Brian C. Smith dan Robert Dahl, adalah untuk menciptakan local

accountability, political equity dan local responsiveness (Suara KPU, edisi II

2015: 4).

Pilkada serentak secara nasional baru akan terlaksana pada tahun

2024, karena itu terdapat 3 tahapan transisional pilkada serentak di daerah

untuk kemudian mencapai pilkada serentak secara nasional. Pilkada serentak

Page 21: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

7

transisional tahap I sudah berlangsung pada tahun 2015 lalu di 269 wilayah,

yakni 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 36 kota. Begitu pula pilkada serentak

transisional tahap II sudah berlangsung pada tahun 2017 di 101 wilayah,

yakni 7 provinsi, 76 kabupaten dan 18 kota. Sedangkan pilkada serentak

transisional tahap III akan berlangsung pada tahun 2018 mendatang di 171

wilayah yang mencakup 17 provinsi, 115 kabupaten dan 39 kota.

Banten sendiri telah melaksanakan Pilkada serentak di tahun 2017

kemarin. Pemilihan kepala daerah Banten hanya diikuti oleh dua pasangan

calon gubernur dan wakil gubernur yaitu Wahidin Halim yang berpasangan

dengan Andhika Hazrumy diusung oleh partai politik Demokrat, Golongan

Karya, Hati Nurani Rakyat, Partai Kesatuan Bangsa, Partai Amanat Nasional,

Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Gerakan Indonesia Raya, dan Rano

Karno berpasangan dengan Embay Mulya Syarief yang diusung oleh partai

Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Persatuan Pembangunan dan

Nasional Demokrat. Andhika Hazrumy sendiri adalah bagian dari keluarga

dinasti yaitu anak dari Ratu Atut.

Sebelumnya, ada empat pasangan calon perseorangan yang

mendaftarkan diri sebagai calon Gubernur dan Wakil Gubernur ke KPUD

Banten melalui jalur independen. Keempat bakal pasangan calon adalah H.

Yayan Sofyan dan Ratu Enong Mandala, KH. Tb. Sangadilah dan Subadri

Martadinata, R. Achmad Dimyati Natakusumah dan Hj. Yemelia, serta Ampi

Nurkamal Tanudjiwa dan Maryani. Namun dari keempat bakal pasangan

calon perseorangan, tidak ada satupun yang lolos dalam tahapan proses

Page 22: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

8

verifikasi administratif yaitu harus mengumpulkan dukungan KTP minimal

berjumlah 601.805 dukungan yang minimal tersebar di lima kabupaten/kota

di Banten (Suara KPU edisi September, 2016). Pada akhirnya, hanya ada dua

pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Banten yang di usung partai

politik yang bertarung dalam pemilihan kepala daerah Banten.

Ketika perhelatan Pilkada Banten 2017 kemarin, muncul beberapa

gerakan sosial dari kelompok civil society yang bergerak pada pencerdesan

politik masyarakat Banten. Tentu ini melihat kenyataan situasi politik di

Banten yang menyedihkan dan didukung ruang publik yang saat ini semakin

terbuka ternyata mampu memberi semacam tenaga pendorong baru bagi

menjamurnya gerakan sosial. Diantaranya adalah komunitas Banten Memilih,

Untuk Banten dan Ayo Banten. Komunitas-komunitas tersebut lahir dari

anak-anak muda Banten yang memiliki keprihatinan bersama dengan perilaku

politik masyarakat Banten yang cenderung pragmatis.

Selain itu juga muncul gerakan-gerakan yang menyoroti praktik

korupsi di Banten salah satunya Forum Banten Bersih (FBB) yang memiliki

gerakan berorientasi pada penolakan dinasti politik dan praktik korupsi.

Kemudian, ada pula Gerakan Menolak Politik Dinasti (Gempa) yang juga

memiliki gerakan sama dengan Forum Banten Bersih, keduanya sama-sama

melakukan resistensi kepada korupsi dan resistensi atas kekuasaan dominan

yang dikendalikan oleh dinasti politik Atut atau disebut sebagai rezim

hegemonik yang mana dinasti politik membentuk cara untuk

mempertahankan dominasinya atas kelompok yang dikuasai dalam hal ini

Page 23: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

9

kekuasaan di wilayah Banten. Ketika ada kekuasaan yang dominan biasanya

ada pertentangan di dalamnya.

Gerakan-gerakan sipil yang terbangun tidak hanya pada saat

momentum Pilkada, banyak juga gerakan yang tidak bersifat momental. Di

Banten sendiri, jumlah Civil Society Organization (CSO) atau Lembaga

Swadaya Masyarakat (LSM) bisa terbilang cukup banyak. Menurut data dari

Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Banten terdapat 1.432 CSO/LSM,

walaupun dari jumlah tersebut hanya 93 yang surat keterangannya masih

terdaftar (Detak Banten, 2015 http://www.detakbanten.com/pandeglang/6688-

wow-1-432-ormas-lsm-banten-hanya-93-ormas-lsm-terdaftar-di-kesbangpol-

banten diakses pada 5 Februari 2018). Banyaknya jumlah CSO di tengah

iklim demokratisasi adalah hal wajar, kehadiran civil society tentu merupakan

faktor penting karena kapsitas mereka dalam mendorong peningkatan

kesadaran partisipasi masyarakat yang lebih inklusif.

Salah satu Civil Society Organization di Banten adalah Rumah Dunia

yang bergerak di bidang literasi. Persoalan dinasti politik dan budaya politik

masyarakat Banten yang pragmatis tentu berkaitan dengan budaya literasi.

Karena literasi bukan lagi pada persoalan membaca dan menulis, saat ini

literasi berkenaan dengan praktik kultural yang berkaitan dengan persoalan

sosial dan politik. Untuk meningkatkan kesadaran berpolitik masyarakat bisa

ditumbuhkan oleh kekuatan literasi. Dengan tradisi literasi yang kuatlah

demokrasi bisa tumbuh dengan kuat.

Page 24: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

10

Pada Pilkada Banten 2017, Rumah Dunia menjadi salah satu bagian

kalangan civil society yang turut terlibat aktif mendukung salah satu pasangan

calon gubernur Banten. Apa yang digelorakannya selama ini tidak lepas dari

penolakan terhadap dinasti Banten Ratu Atut Chasiyah yang dianggap sebagai

akar permasalah korupsi yang menghambat pembangunan di Banten. Hal ini

dibenarkan oleh Presiden Rumah Dunia (2017) mendukung salah satu

pasangan calon yang tidak memiliki ikatan dengan dinasti politik dan

dianggap bersih dari praktik korupsi.

Gambar 1. Salah satu postingan Gol A Gong di Koran Rumah Dunia

(Sumber : Koranrumahdunia.com)

Gol A Gong sebagai pendiri Rumah Dunia tidak jarang mengeluarkan

kritik terhadap dinasti politik. Salah satu postingan di koran rumah dunia

dengan judul “Gol A Gong, Rumah Dunia dan Politik” salah satu kalimat

yang di tulis oleh Gol A Gong adalah “Saya mengingatkan, bahwa selama 15

Page 25: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

11

tahun Banten di era Atut, Ibu Andika, terpuruk oleh prilaku KKN para

pemimpinnya (Koran rumah Dunia. 2016. www.koranrumahdunia.com

diakses pada 17 November 2017). Terdapat juga tulisan-tulisan kritik Gol A

Gong lainnya yang diarahkan pada salah satu pasangan calon Gubernur

Banten.

Rumah Dunia sebagai kelompok civil society. memiliki otonomi baik

terhadap pengaruh dan intervensi negara maupun lembaga-lembaga bisnis

atau masyarakat ekonomi. Secara sederhana otonomi mengandung makna

kemandirian sekaligus kebebasan. Otonomi dalam pengertian politik adalah

tingkat kebebasan tertentu yang dimiliki oleh sebuah organisasi atau

kelompok tertentu yang dilakukan oleh pihak lain.

Rumah Dunia sendiri merupakan pendidikan masyarakat non formal

yang berkutat di bidang sastra, jurnalistik, teater, musik dan menggambar.

Visinya adalah mencerdaskan dan membentuk generasi baru yang kritis di

Banten. Misi untuk menjalankan visi tersebut adalah dengan mengadakan

diskusi terhadap isu sosial, budaya, politik dan sebagainya, mengadakan

bedah buku, menerbitkan buku, menyelenggarakan pelatihan kepenulisan dan

jurnalistik, melakukan pertunjukan seni dan berbagai kegiatan lainnya (Koran

Rumah Dunia. 2014 koranrumahdunia.com diakses pada 17 November 2017).

Dari awal didirikan sampai sekarang, Rumah Dunia konsen pada

gerakan moral dan kebudayaan. Rumah Dunia bukan saja untuk tempat

membaca buku, belajar menulis, teater tetapi mempunyai suatu gerakan yang

melakukan perlawanan pada permasalahan yang terjadi di Banten. Rumah

Page 26: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

12

Dunia kerap hadir paling terdepan jika dihadapkan masalah sosial salah

satunya adalah pada persoalan korupsi. Seperti yang diutarakan oleh presiden

Rumah Dunia Ahmad Wayang (wawancara, 2017), bahwasanya Rumah

Dunia menolak keras praktik-praktik korupsi di Banten. Hal ini dapat dilihat

dengan kerja sama yang dilakukan oleh Rumah Dunia dengan lembaga anti

korupsi negara yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan juga

Indonesia Corruption Watch (ICW) yang merupakan organisasi non-

pemerintah yang bergerak di bidang korupsi.

Dan pada musim perhelatan Pilkada Banten berlangsung, bersama

dengan ICW, Rumah Dunia juga menggelar acara bedah buku karya peneliti

rekan-rekan ICW dengan judul buku “Dinasti Banten”. Dalam diskusi itu

beranggapan pemberantasan korupsi akan lebih mudah terwujud ketika

dibarengi dengan upaya meruntuhkan legitimasi politik dan kekuasaan

kelompok dinasti Atut di pemerintahan (Berita Cilegon, 2016. Diakses pada

www.beritacilegon.co.id/dinasti-banten-akan-dikuliti-di-rumah-dunia-sabtu-

3-september-2016-2 diakses pada 4 Juni 2017). Diskusi-disksusi semacam ini

yang berlangsung di musim Pilkada tentunya membuat keberpihakan politik

Rumah Dunia menjadi sangat kentara.

Tulisan ini bermaksud menjelaskan bagaimana Partisipasi Politik

Rumah Dunia pada perhelatan pemilihan gubernur Banten 2017. Diketahui,

salah satu dari kedua pasangan calon Gubernur dan wakil gubernur Banten

adalah berasal dari keluarga dinasti politik Banten yaitu Andika Hazrumy

yang merupakan anak dari mantan Gubernur Ratu Atut Chasiyah. Rumah

Page 27: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

13

Dunia sebagai gerakan yang menentang keras keberadaan dinasti politik di

Banten, menjadi menarik untuk didalami lebih mendalam mengenai

partisipasi politiknya sebagai civil society yang cukup berpengaruh di Banten

dalam pilgub Banten 2017. Terlebih Rumah Dunia adalah komunitas yang

bergerak di bidang literasi menjadi menarik pula ketika ikut terlibat

mendukung salah satu pasangan calon.

B. Identifikasi Masalah

1. Dunia politik Banten di dominasi oleh dinasti politik

2. Tingkat korupsi yang tinggi di Banten

3. Budaya pragmatis (money politic) yang tinggi di masyarakat Banten

4. Rumah dunia yang selama ini bergerak di bidang literasi kemudian

mendukung salah satu pasangan calon gubernur Banten 2017

C. Rumusan Masalah

Bagaimana Partisipasi Politik Rumah Dunia dalam Pemilihan Gubernur

Banten 2017?

D. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui partisipasi politik Rumah Dunia dalam pemilihan

Gubernur Banten 2017.

Page 28: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

14

E. Kegunaan Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Memberikan sumbangan pemikiran dalam penelitian tentang

keterlibatan civil society dalam pilkada Banten 2017.

b. Pengkajian ini dapat memunculkan argumen-argumen ilmiah baru

dalam melihat peran Rumah Dunia dalam pelaksanaan sebuah

sistem Pilkada.

c. Merangsang terhadap adanya pengembangan penelitian-penelitian

politik lainnya dimasa yang akan datang.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti

1) Untuk mengetahui tentang posisi Rumah Dunia dalam

kontestasi pilkada Banten 2017

2) Untuk memenuhi tugas mata kuliah skripsi pada jenjang

perkuliahan semester 8 Program Studi Ilmu Pemerintahan.

b. Bagi LSM/CSO

1) Pengkajian ini diupayakan dapat digunakan sebagai acuan

LSM/CSO dalam menjalankan perannya dalam sebuah

sistem politik.

2) pengkajian ini dapat dijadikan referensi oleh LSM/CSO

untuk meningkatkan fungsi yang dijalankannya.

Page 29: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

15

c. Bagi Masyarakat

1) Untuk dapat mengetahui posisi LSM dalam keterlibatannya

sebagai civil society pada Pilkada Banten 2017.

Page 30: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teoritis

1. Partisipasi Politik

Partisipasi politik merupakan salah satu aspek penting dari demokrasi.

Karena demokrasi bersifat inklusif dari campur tangan warga negaranya.

Demokrasi memberikan ruang sebesar-besarnya kepada warga negara untuk

terlibat aktif dalam setiap proses pembuatan dan pengambilan keputusan.

Asumsi yang mendasari demokrasi (partisipasi) adalah orang yang paling

tahu tentang apa yang baik bagi dirinya adalah orang itu sendiri. Karena

keputusan politik yang dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintah menyangkut

dan mempengaruhi kehidupan warganegara maka warga masyarakat berhak

ikut serta menentukan isi keputusan yang mempengaruhi hidupnya dalam

keikutsertaan warganegara dalam mempengaruhi proses pembuatan dan

pelaksanaan keputusan politik.

Partisipasi berasal dari bahasa latin yaitu pars yang artinya bagian dan

capere yang artinya mengambil peranan dalam aktivitas atau kegiatan politik

negara. Apabila digabungkan berarti “mengambil bagian”. Dalam bahasa

inggris, partisipate atau participation berarti mengambil bagian atau peranan.

Jadi partisipasi berarti mengambil peranan dalam aktivitas atau kegiatan

politik negara (Suharno, 2004:102-103).

Page 31: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

17

Hunington dan Nelson (1984: 3) berpendapat partisipasi politik adalah

kegiatan warga yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksud untuk

mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi itu dapat

secara perseorangan atau kolektif, terorganisasi atau secara spontan, secara

sinambung atau sporadis, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau

illegal, efektif atau tidak efektif.

Sedangkan menurut Miriam Budiarjo (2013: 367) menyatakan bahwa

partisipasi politik secara umum dapat didefinisikan sebagai kegiatan

seseorang atau sekelompok orang untuk ikut secara aktif dalam kehidupan

politik, yaitu dengan jalan memilih pemimpin Negara dan langsung atau tidak

langsung mempengaruhi kebijakan publik (public policy). Kegiatan ini

mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum,

mengahadiri rapat umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok

kepentingan, mengadakan hubungan (contacting) dengan pejabat pemerintah

atau anggota perlemen, dan sebagainya.

Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa partisipasi

adalah keikutsertaan individu atau kelompok dalam menyampaikan saran

atau pendapat untuk mempengaruhi kebijakan yang dibuat oleh pemerintah

agar terjadi suatu perubahan kearah yang lebih baik. Rumah Dunia sebagai

komunitas menjadi kelompok yang berpartisipasi dalam politik karena

partisipasi politik bukan hanya menyasar pada perseorangan namun bisa

dalam bentuk kelompok.

Page 32: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

18

Kemudian bentuk-bentuk partisipasi politik dapat dilakukan melalui

berbagai macam kegiatan dan melalui berbagai wahana. Namun bentuk-

bentuk partisipasi politik yang terjadi di berbagai negara dapat dibedakan

menjadi kegiatan politik dalam bentuk konvensional dan nonkonvensional,

sebagaimana dikemukakan oleh Gabriel Almond. Bentuk partisipasi politik

individu atau kelompok menurut Gabriel Almond dapat dibedakan menjadi

dua, yaitu bentuk konvensional dan bentuk non konvensional.

1. Bentuk konvensional

a. Dengan pemberian suara (voting)

b. Dengan diskusi kelompok

c. Dengan kegiatan kampanye

d. Dengan membentuk atau bergabung dengan kelompok kepentingan

e. Dengan komunikasi individual dengan pejabat politik atau

administratif

f. Dengan pengajuan petisi

2. Bentuk nonkonvensional antara lain:

a. Kegiatan Pemilihan, mencakup memberikan suara, akan tetapi juga

sumbangan-sumbangan untuk kampanye, bekerja dalam suatu

pemilihan, mencari dukungan bagi seorang calon, atau setiap tindakan

yang bertujuan mempengaruhi hasil proses pemilihan.

b. Lobby, yaitu upaya perorangan atau kelompok menghubungi pimpinan

politik dengan maksud mempengaruhi keputusan mereka tentang

suatu isu.

Page 33: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

19

c. Kegiatan Organisasi, yaitu partisipasi individu ke dalam organisasi,

baik selaku anggota maupun pemimpinnya, guna mempengaruhi

pengambilan keputusan oleh pemerintah.

d. Contacting, yaitu upaya individu atau kelompok dalam membangun

jaringan dengan pejabat-pejabat pemerintah guna mempengaruhi

keputusan mereka, dan

e. Tindakan Kekerasan (violence), yaitu tindakan individu atau

kelompok guna mempengaruhi keputusan pemerintah dengan cara

menciptakan kerugian fisik manusia atau harta benda, termasuk di sini

adalah huru-hara, teror, kudeta, pembutuhan politik (assassination),

revolusi dan pemberontakan.

2. Masyarakat Sipil (Civil Society)

a. Konsep Masyarakat Sipil

Masyarakat sipil adalah masyarakat dengan ciri-cirinya yang

terbuka, egaliter, bebas dari dominasi, dan tekanan negara. Masyarakat sipil

merupakan elemen yang sangat signifikan dalam membangun demokrasi.

Posisi penting masyarakat sipil dalam pembangunan demokrasi adalah

adanya partisipasi masyarakat dalam proses-proses pengambilan keputusan

yang dilakukan oleh negara atau pemerintah.

Masyarakat sipil mensyaratkan adanya keterlibatan warga negara

(civic engagement) melalui asosiasi-asosiasi sosial yang didirikan secara

sukarela. Keterlibatan warga negara memungkinkan tumbuhnya sikap

Page 34: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

20

terbuka, percaya, dan toleran antar-individu dan kelompok yang berbeda.

Sikap-sikap ini sangat penting bagi bangunan politik Indonesia.

Sebagai sebuah wacana, civil society adalah produk sejarah dari

masyarakat Barat modern. Kemunculannya berbarengan dengan proses

modernisasi, terutama terjadi pada saat proses transformasi dari pola

kehidupan yang masih berbentuk feodal menuju masyarakat industrial

kapitalis. Adam Ferguson adalah yang pertama kali mengemukakan

mengenai civil society dalam konteks Eropa Barat pada abad ke-18 yang

berkaitan dengan tumbuhnya sistem ekonomi pasar (Hikam, 1996: 224).

Kemudian J.J. Rosseau dan John Locke, adalah tokoh-tokoh yang

memberikan landasan filosofis bagi sistem politik yang memberi

penghargaan pada kedaulatan individu, emansipatoris dan persaudaraan

manusia.

Selanjutnya konsep civil society tersebut banyak mengalami pola

pemaknaan, sejalan dengan perubahan sosio-historis tempat gagasan itu

dirumuskan. Dalam sejumlah literatur mengenai konsep civil society,

terdapat lima corak pemikiran yang mewarnai sejarah Barat.

Pertama, civil society di pahami sebagai sistem ketatanegaraan.

Dalam hal ini, civil society identik dengan negara. Pemahaman tersebut di

kembangkan oleh Aristoteles (384-322 SM), Marcus Tullius Cicero (106-

43 SM), Thomas Hobbes (1588-1679) dan John Locke (1632-1704).

Hanya saja, Aristoteles tidak menggunakan istilah civil society, melainkan

koinonia politike, yakni sebuah komunitas politik tempat warga dapat

Page 35: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

21

terlibat langsung dalam pengambilan keputusan baik itu dalam bidang

ekonomi maupun politik. Cicero pun berbeda dengan Aristoteles, ia

menamakannya dengan societas civilis, yaitu sebuah komunitas yang

mendominasi sejumlah komunitas lain. Sedangkan Thomas Hobbes dan

John locke memaknainya sebagai tahapan lebih lanjut dari natural society,

sehingga civil society sama dengan negara (Rahmat, 2003).

Kedua, dengan mengambil konteks sosial-politik Skotlandia,

Adam Ferguson (1767 ) memberi tekanan terhadap makna civil society

sebagai visi etis dalam kehidupan bermasyarakat. Ia menggunakan

pemahaman ini untuk mengantisipasi perubahan sosial yang diakibatkan

oleh revolusi industri dan munculnya kapitalisme. Menurut Ferguson,

munculnya ekonomi pasar bisa melunturkan tanggung jawab publik dari

warga karena dorongan pemuasan kepentingan pribadi. Civil society

disini, lebih dipahami sebagai entitas yang sarat dengan visi etis berupa

rasa solider dan kasih sayang antar sesama, dan ini kebalikan dari

masyarakat primitf atau masyarakat barbar.

Ketiga, dalam pemaknaan Thomas Paine (1792), civil society

merupakan antitesis negara atau cenderung dalam posisi yang berhadapan

dengan negara. Keempat, yang menjadi tokoh pemikirnya antara lain

Hegel, Marx dan Gramsci. Dalam hal ini, Hegel mengembangkan civil

society yang subordinat terhadap negara. Hal ini didasari karena civil

society sangat kuat hubungannya dengan fenomena masyarakat borjuis

Eropa yang pertumbuhannya ditandai oleh perjuangan melepaskan diri

Page 36: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

22

dari dominasi negara (Rasyid, 1997: 4). Pandangan civil society yang

pesimis ini juga dikembangkan Karl Marx (1818-1883). Marx

memahaminya sebagai masyarakat borjuis dalam hubungan produksi

kapitalis keberadaannya merupakan kendala bagi pembebasan manusia

dan penindasan. Karena itu, ia harus dilenyapkan untuk mewujudkan

masyarakat tanpa kelas.

Sedangkan Antonio Gramsci, meski penganut Marx tetapi tidak

memahami civil society dari relasi produksi, tetapi lebih pada sisi

ideologis. Bila marx menempatkan civil society pada basis material,

Gramsci menaruhnya pada suprastruktur, berhadapan dengan negara yang

ia sebut sebagai political society. Civil society adalah adalah sebuah arena

tempat para intelektual organik dapat menjadi kuat yang tujuannya adalah

upaya melakukan perlawanan terhadap hegemoni negara.

Akhir dari semua proses itu adalah terserapnya negara dalam civil

society, sehingga terbentuklah apa yang disebut masyarakat teratur

(regulated society) (Syazili & Burhanudin, 2003: 12-13). Dengan

demikian, bila Hegel dan Marx cenderung pesimis dengan kemandirian

civil society maka Gramsci lebih optimis dan dinamis.

Kelima, berdasarkan pengalaman demokrasi di Amerika, Alexis

De‟ Tocqueville mengembangkan teori civil society yang dimaknai

sebagai entitas penyeimbang kekuatan negara. Di Amerika pada awal

pembentukannya, demokrasi dijalankan lewat civil society, berupa

pengelompokan sukarela dalam masyarakat, termasuk gereja dan asosiasi

Page 37: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

23

professional, yang membuat keputusan pada tingkat lokal dan

menghindari intervensi negara (Rahmat, 2003).

Michael W. Foley dan Bob Edwards (1996) menganalisis civil

society menjadi dua versi yaitu civil society dalam pengertian menekankan

kemampuan untuk mengembangkan nilai-nilai keadaban (civility) bagi

kelompok-kelompok maupun dalam kehidupan warga negara atau

masyarakat secara umum. Pengertian ini selanjutnya disebut civil society I

(CS I). Sedangkan yang kedua dalam pengertian sebagai suatu ruang bagi

tindakan yang independen dari negara dan mampu melakukan perlawanan

terhadap rezim yang tiran. Yang kedua ini selanjutnya disebut sebagai civil

society II (CS II).

Dalam wacana civil society di Indonesia, CS I lebih menekankan

aspek horizontal dan kultural, serta berkait erat dengan civility atau

keberadaban, fratemity dan equality. Sedangkan civil society II atau CS II

memfokuskan aspek vertikal dengan mengutamakan otonomi masyarakat

terhadap negara dan erat dengan aspek politik. Istilah civil dekat dengan

“citizen” dan “liberty”.

Jika civil society dalam pengertian kelompok disebut dengan civil

society organization atau CSO dan yang dalam pengertian nilai-nilai dengan

civil society value atau CSV, maka akan didapati formula analisis

sebagaimana yang terlihat dalam matriks tabel 1, sebagai berikut (Rahmat,

2003):

Page 38: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

24

1) Civil society organization I (CSO I), yaitu kelompok-kelompok dalam

masyarakat yang berada diwilayah kultural atau memperjuangkan

nilai-nilai kultural (CSV I) dan dilakukan secara horizontal, meliputi:

ormas, orsos, organisasi keagamaan, LSM, KSM, asosisasi

professional.

2) Civil society organization II (CSO II), yaitu kelompok-kelompok

dalam masyarakat yang memperjuangkan nilai-nilai yang berdimensi

politik (CSV II) atau secara vertikal, meliputi: parpol oposisi, LSM

advokasi, kelompok penekan, gerakan buruh, kelompok kepentingan.

Meskipun, tidak semua atau tidak selamanya CSO II

memperjuangkan CSV II, misalnya kelompok kepentingan.

3) Civil society value I (CSV II), yaitu nilai-nilai dalam masyarakat

secara umum ataupun dalam kelompok-kelompok civil society secara

khsus yang berdimensi kultral, meliputi: toleransi, egalitarianisme,

solidaritas, kemandirian, kepatuhan masyarakat pada norma dan

hukum.

4) Civil society value II (CSV II), yaitu nilai-nilai dalam masyarakat

secara umum maupun dalam kelompok-kelompok civil society secara

khusus yang berdimensi politik, meliputi: kemandirian, kebebasan,

partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan politik, dan

supermasi hukum.

Page 39: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

25

Tabel 1. Formula Analisis CSO

CS CSO CSV

I Ormas, Orsos, Org. Keagamaan,

Lsm Community Development

(Cd), Ksm, Asosiasi Profesional

Toleransi, Egalitarianisme,

Solidarotas, Mandiri, Patuh Pada

Norma Dan Hukum

II Parpol Oposisi, Lsm Advokasi,

Kelompok Penekan, Gerakan

Buruh, Kelompok Kepentingan

Mandiri, Kebebasan, Partisipasi,

Supremasi Hukum

(Sumber: Rahmat, 2003)

b. Tinjauan Tentang Civil Society Organization

Menurut Gramsci (Anaida, 2016: 17-19) civil society adalah

masyarakat yang memiliki privasi, otonom serta terlepas dari proses

produksi, yaitu semua organisasi yang membentuk masyarakat sipil dalam

sebuah jaringan kerja dari praktek praktek dan hubungan sosial yang

kompleks, termasuk buruh dan pemodal. Dalam masyarakat sipil semua

kepentingan dari semua kelompok muncul harus dibedakan antara

masyarakat sipil dengan aparat pembentuk negara karena mereka

mempunyai monopoli dan bersifat koersif yang disebut masyarakat politik.

Masyarakat sipil dalam komunitasnya, terjadi proses hegemoni antar

kelompok didalamnya karena terdapat kompleksitas hubungan sosial.

Sementara disisi lain, masyarakat sipil juga harus mengatasi hegemoni yang

Page 40: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

26

dilakukan oleh masyarakat politik. Masyarakat politik oleh Gramsci bukan

dalam pengertian negara, koersif dan aparat negara.

Menurut Gramsci, “supremasi sebuah kelompok sosial terwujud

dalam dua cara sebagai „dominasi‟ dan sebagai „kepentingan intelektual dan

moral‟ atau „hegemoni‟. Sebuah kelompok sosial itu dominan atas

kelompok-kelompok yang dipimpinnya jika ia memiliki pengaruh yang

mendorong munculnya persetujuan dari kelompok-kelompok tersebut

hingga mereka memberikan dukungan sukarela. Civil society merupakan

lokus hegemoni. Ia juga merupakan arena untuk membangun dan merebut

hegemoni.

Proses pembangunan hegemoni atau hegemonisasi adalah gerakan

dari kepentingan korporat-ekonomis partikular atau kepentingan kelas

tertentu kedalam kepentingan universal umum; atau dari kehendak khusus

ke kehendak umum. Dalam proses ini terjadilah pembentukan aliansi yang

dilandaskan pada kepemimpinan moral dan intelektual. Kelompok yang

memimpin harus membangun kepentingan dan nilai yang cukup umum dan

luas untuk menarik dukungan kelompok-kelompok lain. Jadi, pembangkitan

dan pembentukan consent mengandaikan kesebangunan kepentingan

ekonomis dan formulasi serta cara hidup dan pandangan dunia ke

masyarakat. Dengan begitu, civil society memiliki posisi sentral dalam

pemikiran Gramsci. Dalam civil society-lah terletak momen sosial-kultural

yang harus ada secara mantap sebelum momen politis dilancarkan.

Page 41: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

27

Menurut Larry Diamond (2003), civil society diarahkan kepada

kehidupan sosial yang terorganisasi dengan mengusung sifat-sifat

keterbukaan, sukarela dan lahir secara mandiri, otonom dari negara dan

terkait dalam tatanan nilai bersama. Civil society dapat dimengerti sebagai

keterlibatan warga negara yang bertindak secara kolektif dalam ruang publik

guna mencapai tujuan berpartsama. Civil society merupakan fenomena

penengah yang berada di wilayah privat dan negara, civil society bukan

ranah kegiatan-kegiatan yang bersifat kelompok internal, bukan pula sebuah

medan kegiatan ataupun usaha untuk memperoleh keuntungan dari suatu

kegiatan perusahaan milik perseorangan.

Civil society menurut Diamond (2003) “tidak sama dengan

masyarakat parokial, (sebuah bentuk kehidupan individu, keluarga dan

kegiatan kelompok internal) misalkan saja lembaga keagamaan dan

organisasi pertemanan”. Namun organisasi seperti ini bisa saja menjadi

bagian dari civil society, jika melibatkan diri dalam upaya mengentaskan

kemiskinan, mencegah kejahatan dan berusaha meningkatkan sumber daya

manusia. Selain itu, civil society juga berbeda dengan organisasi politik. Hal

ini terjadi karena dalam prakteknya organisasi politik hanya untuk

memperoleh kekuasaan.

Berdasarkan pemikiran Diamond tersebut, yang mengemukakan

tentang definisi civil society, nampaknya cocok untuk melihat Rumah Dunia

sebagai komunitas atau CSO di Banten. Organisasi tersebut berkiprah

ditingkatan internal dan berupaya melakukan kegiatan-kegiatan yang

Page 42: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

28

ditunjukan dalam rangka perbaikan dan peningkatan mutu kehidupan sosial

di Provinsi Banten. Dari berbagai penjelasan di atas, dapat diambil sebuah

kesimpulan bahwa organisasi kemasyarakatan merupakan salah satu bagian

dari masyarakat sipil. Komunitas sipil adalah sebuah kelompok sosial dari

beberapa individu memiliki ketertarikan yang sama terhadap salah satu

bidang yang mana anggotanya berasal dari warga masyarakat.

Berdasarkan pendapat tersebut, semakin menguatkan bahwa

organisasi kemsyarakatan merupakan bagian dari komunitas sipil. Lebih

lanjut Diamond (2003) juga melakukan analisis terhadap fungsi efektif

masyarakat sipil, yaitu dapat membawa rakyat secara bersama-sama dalam

kebersamaan yang tidak ada habisnya untuk tujuan-tujuan yang sangat

bervariasi. Pada konteks ini masyarakat sipil tidak saja mengarahkan

anggotanya untuk memperbanyak tuntutan kepada negara. Tetapi juga, akan

mengingatkan kemampuan kelompok untuk memperbaiki kesejahteraannya

sendiri, tanpa harus bergantung kepada negara khususnya pada tingkat lokal.

Fungsi lain dari civil society adalah sebagai arena merekrut dan

melatih pimpinan baru. Sebagai pelatihan kepemimpinan politik baru itu

terselenggara melalui “on the job training” belajar sambil bekerja. Seorang

warga masyarakat yang memahami bagaimana metode secara efektif dalam

mengorganisir tetanganya, rekan-rekan kerjanya, mengelola keuangan

organisasi secara bertanggung jawab, atau bagaimana cara menyelesaikan

konflik dan membawa teman-temannya yang tidak sepaham ke dalam suatu

kesepakatan. Maka secara langsung ia telah belajar untuk memperoleh

Page 43: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

29

keterampilan yang sangat diperlukan agar mampu secara efektif juga dalam

menangani urusan urusan Negara (Anida, 2016: 16-21).

Adapun tiga konsep CSO sebagai gerakan masyarakat sipil adalah

(Culla, 2006: 31) :

Pertama, peran CSO sebagai kekuatan pengimbang

(countervailing power) dalam mengontrol, mencegah, dan membendung

dominasi serta manipulasi negara maupun dunia usaha (masyarakat

ekonomi) terhadap masyarakat. Peran kritis, politis, konfliktual, dan

transformatif ini biasanya dimainkan melalui advokasi kebijakan, lobi,

pernyataan politik, petisi, protes, dan aksi unjuk rasa di tingkat nasional,

bahkan internasional.

Kedua, sebagai gerakan pemberdayaan masyarakat. Peran ini

dijalankan melalui aksi pengembangan kapasitas kelembagaan,

produktivitas, dan kemandirian kelompok-kelompok masyarakat,

termasuk menumbuhkan kesadaran masyarakat dalam membangun

keswadayaan, menjaga kemandirian, menggalang partisipasi, dan

memperkuat hak-hak warga negara. Peran ini diakualisasikan lewat jalur

pendidikan, pelatihan, pengorganisasian, pengerahan, dan penjelajahan

metodologi alternative yang sesuai dengan kepentingan masyarakat luas.

Ketiga, peran sebagai lembaga perantara (intermediary institusion)

yang memautkan hubungan antara masyarakat dan pemeritah atau negara

maupun dengan aktor-aktor negara seperti dunia usaha dan lembaga

funding. Peran sebagai mediator juga dipakai untuk memperantai

Page 44: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

30

masyarakat dengan CSO, antar CSO sendiri, serta jejaring kerja sama

antar kelompok masyarakat.

Tiga peran tersebut secara teoritis tampil serentak dalam aksi CSO.

Namun demikian, penerapannya tergantung CSO bersangkutan karena

kasus yang ditangani dan dihadapi mungkin saja akan lebih

memprioritaskan satu peran ketimbang peran lainnya. Artinya, memilih

dan menekankan salah satu peran tidak serta merta menafikan peran

lainnya. Bagaimanapun juga, tidak perlu terlalu dipersoalkan peran apa

yang dipilih dan dimainkan CSO bersangkutan mengingat variasi dalam

aksi-aksi CSO di lapangan.

c. Tipologi Paradigma Civil Society Organization

Mansour Fakih (dalam Culla, 2006: 77-79) mencoba

mengkontruksikan tipologi paradigma CSO berdasarkan paradigma

perubahan sosial yang dikembangkan oleh Anne Hope dan Saily Himmel.

Fakih menderivasikannya dari pandangan aktivis CSO tentang bagaimana

mereka mendefinisikan masalah-masalah rakyat dan implikasi definisi ini

bagi program-program aksi CSO. Posisi politis CSO Indonesia, menurut

Mansour Fakih dapat di golongkan menjadi tipologi tiga lipatan:

1) Tipe Konformis

Tipe ini bisa dilihat pada aktivitas CSO yang bekerja berdasarkan

paradigma bantuan karitatif. Motivasi utama yang melandasi program

program dan aktivitas CSO ini adalah menolong rakyat dan membantu

Page 45: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

31

mereka yang membutuhkan. Mereka berorientasi proyek dan bekerja

sebagai organisasi yang menyesuaikan diri dengan sistem dan struktur

yang ada. Visi mereka di lapangan mengikuti perspektif reformis, yakni

pengembangan masyarakat yang bersifat partisifatif.

2) Tipe Reformis.

Pemikiran CSO yang masuk dalam kategori ini didasarkan pada

“ideologi” modernisasi dan developmentalisme. Perlunya meningkatkan

“partisipasi” rakyat dalam pembangunan adalah tema utama paradigma itu.

Tesis pokok paradigma tersebut adalah bahwa keterbelakangan mayoritas

rakyat disebabkan oleh adanya sesuatu yang salah dengan mentalitas,

perilaku dan kultur rakyat. Mentalitas dan nilai-nilai terbelakag dianggap

sebagai penyebab utama kelemahan “partisipasi” rakyat dalam

pembangunan. Oleh karena rakyat dianggap sebagai bagian dari masalah,

maka tugas CSO adalah menjadi fasilitator, yakni memfasilitasi rakyat

dalam meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap agar menjadi

lebih modern sehingga dapat berpartisipasi dalam pembangunan. Ditingkat

aksi untuk mencapai tujuan itu, hal terpenting adalah berjuang

mempengaruhi pemeritah agar pendekatan dan metodologi yang

ditawarkan akan dipakai dan diimplementasikan pemerintah. Walaupun

dalam banyak hal berbeda kepentingan dengan pemerintah, CSO tipe

reformis serupa dengan tipe konformis. Visi perubahan sosial yang

Page 46: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

32

dikembangkan oleh kedua tipe itu lebih kepada jalur perubahan bersifat

struktural-fungsional.

3) Tipe Transformatif

Salah satu ciri tipe tranformatif adalah mempertanyakan paradigma

mainstream serta ideologi yang tersembunyi di dalamnya. Tipe ini

berusaha menemukan paradigma alternatif yang akan mengubah struktur

dan suprastruktur yang menindas rakyat serta membuka kemungkinan bagi

rakyat untuk mewujudkan potensi kemanusiannya. Paradigma alternatif

yang ditemukan harus mendorong kearah terciptanya suprastuktur dan

sturuktur yang memungkinkan rakyat mengontrol cara produksi, produk

informasi, dan ideologi mereka sendiri. Menurut perspektif ini, salah satu

penyebab masalah rakyat adalah karena berkembangnya diskursus

pembangunan dan struktur yang timpang dalam sistem yang ada. Metode

dan program aksi CSO tipe itu melihat bahwa program-program

pembangunan adalah titik masuk untuk berbagi kegiatan jangka panjang

seperti mengorganisasi dan mengadvokasi masyarakat, melalui kampanye,

publikasi, serta penelitian guna mendukung kaum tani, buruh dan

kelompok-kelompok marjinal lainnya untuk perubahan. Mereka yang

menggunakan pendekatan tranformatif ini juga mendasarkan kegiatan pada

metodologi transformatif, yaitu proses pendidikan untuk memunculkan

kesadaran kritis dan menjadikan rakyat sebagai prinsip perubahan sosial.

Page 47: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

33

Rakyat harus memiliki kontrol atas sejarah dan pengetahuan mereka

sendiri. Corak perubahan sosial paradigm tersebut kritikal dan struktural.

3. Gerakan Sosial

Gerakan Sosial secara teoritis merupakan sebuah gerakan yang lahir

dari dan atas upaya masyarakat pemerintah dalam usahanya menuntut

perubahan dalam institusi, kebijakan atau struktur. Di sini terlihat tuntutan

perubahan itu biasanya karena kebijakan pemerintah tidak sesuai lagi dengan

konteks masyarakat yang ada atau kebijakan itu.

Gerakan sosial lahir sebagai reaksi terhadap sesuatu yang tidak

diinginkan rakyat atau menginginkan perubahan kebijakan karena dinilai tidak

adil. Gerakan sosial dapat dipahami sebagai tantangan terhadapat pembuatan

keputusan-keputusan dalam upaya melakukan perubahan sosial tertentu.

Meskipun gerakan sosial sering digerakkan oleh satu atau berbagai organisasi,

banyak penekanan bahwa gerakan sosial sebaiknya tidak diidentifikasi hanya

pada organisasi-organisasi tersebut. Tindakan individu, kelompok dan kegiatan

para pemimpin yang membentuk opini dan unsur-unsur lain kebudayaan, juga

dapat disebut sebagai elemen gerakan sosial.

Dalam argumentasi Charles Tilly (1978), ia menghubungkan antara

munculnya gerakan-gerakan sosial menuju “proses politik” yang lebih luas,

mengeksklusi kepentingan-kepentingan dengan mencoba untuk mendapatkan

akses untuk membangun pemerintahan yang lebih mapan (established polity).

Sejumlah gerakan yang berorientasi kultural, mungkin bisa melakukan

Page 48: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

34

mobilisasi pada hal-hal tertentu dalam arena politik. Ini misalnya bisa dilihat

dalam gerakan sosial yang mengangkat isu keagamaan, atau etnisistas.

Aktivitasnya secara luas dibangun dalam “wilayah gerakan”, yakni “jaringan

kerja kelompok-kelompok dan individu-individu yang memiliki kesamaan

dalam konfliktual secara kultural dan identitas kolektif”.

a. Tinjauan Gerakan Sosial Laclau dan Mouffe

Menurut Laclau dan Mouffe suatu gerakan sosial haruslah mampu

membangun sebuah revolusi demokratik yang bersifat populis, yang dapat

mengakomodasi tuntutan berbagai macam kelompok-kelompok, seperti:

kaum urban, kaum ekologis, anti-otoriterian, anti-institusional, anti-

kapitalisme, feminis, anti-rasisme, gerakan etnis, gerakan regional, gerakan

kaum minoritas dan juga gerakan kaum minoritas secara seksual (kaum

lesbian dan homoseksual).

Laclau dan Mouffe melihat gerakan sosial dalam konteks hubungan

antagonistik dalam masyarakat. Dalam argumentasi Chantal Mouffe,

setidaknya ada empat posisi teoritik dalam melihat hubungan agen dan

gerakan sosial.

Pertama, dalam setiap masyarakat, setiap agen sosial adalah lokus

bagi multiplisitas dari relasi-relasi sosial – bukan hanya relasi sosial

produksi, tetapi juga relasi-relasi sosial seperti sex, ras, nasionalitas dan

lingkungan (mis. neighborhood). Semua hubungan-hubungan sosial ini yang

determinan dalam mengkonstruksi personalistas atau posisi subyek. Oleh

Page 49: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

35

karena itu setiap agen sosial merupakan lokus dari sejumlah posisi subyek,

dan tidak dapat direduksi hanya kepada satu posisi. Contohnya, seorang

buruh yang ada dalam hubungan produksi, adalah juga laki-laki atau

perempuan, berwarna kulit putih atau kulit hitam, beragama Islam, Katolik

atau Protestan, bersuku sunda atau jawa, dan seterusnya. Subyektivitas

seseorang bukanlah konstruksi yang hanya berdasarkan pada hubungan

produksi. Terlebih daripada itu, setiap posisi sosial, setiap posisi subyek,

masing-masing di dalamnya merupakan lokus dari kemungkinan berbagai

konstruksi, sesuai dengan perbedaan discourse yang dapat mengkonstruksi

posisi tersebut.

Kedua, menolak pandangan ekonomi mengenai evolusi sosial yang

diatur oleh satu logika ekonomi, pandangan yang memahami bahwa

kesatuan dari formasi sosial sebagai suatu hasil dari “necessary effects”

yang diproduksi dalam supertsruktur politik dan ideologi oleh infrastruktur

ekonomi. Pandangan ini mengasumsikan bahwa ekonomi dapat berjalan atas

logikanya sendiri, dan mengikuti logika tersebut. Logika yang secara

absolut independen dari hubungan-hubungan yang akan dilihat determinan.

Lain dari itu, Mouffe mengajukan konsepsi bahwa masyarakat sebagai suatu

perangkat yang kompleks terdiri dari hubungan-hubungan sosial yang

heterogen dan memiliki dinamikanya sendiri. Kesatuan suatu formasi sosial

merupakan produk dari artikulasi-artikulasi politik, yang mana, pada

gilirannya kemudian, merupakan hasil dari praktek-praktek sosial yang

memproduksi sebuah formasi hegemonik.

Page 50: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

36

Ketiga, “formasi hegemonik” adalah seperangkat format-format

sosial yang stabil. Formasi hegemonik merupakan materialisasi dari suatu

artikulasi sosial, di mana hubungan-hubungan sosial yang berbeda bereaksi

secara timbal-balik. Baik masing-masing saling menyediakan kondisi-

kondisi eksistensi secara mutual, atau juga setidaknya menetralisir potensi

dari efek-efek destruktif dari suatu hubungan-hubungan sosial dalam

reproduksi dari hubungan-hubungan lain yang sejenis. Suatu formasi

hegemonik selalu berpusat di antara hubungan-hubungan sosial tertentu.

Dalam kapitalisme, misalnya, adanya hubungan produksi – yang tidak mesti

dijelaskan sebagai akibat dari struktur – di mana sentralitas dari hubungan-

hubungan produksi sudah di berikan kepada kebijakan hegemonik.

Meskipun demikian, hegemoni tidak akan pernah mapan. Terlebih,

perkembangan kapitalisme merupakan subyek dari perjuangan politik yang

terus-menerus, yang secara periodik memodifikasi format-format sosial

tersebut, melalui hubungan-hubungan sosial produksi yang memberikan

garansi bagi sentralitas perjuangan tersebut.

Keempat, semua hubungan-hubungan sosial dapat menjadi lokus

antagonisme, sejauh hubungan-hubungan tersebut dikonstruksi sebagai

hubungan-hubungan subordinasi. Banyak format-format subordinasi yang

berbeda dapat menjadi asal-mula konflik dan juga perjuangan. Hal ini dapat

ditemukan dalam masyarakat sebagai potensi multiplisitas antagonisme, dan

anatagonisme kelas hanyalah satu dari sekian banyak. Tidaklah mungkin

untuk mereduksi semua format subordinasi dan perjuangan tersebut pada

Page 51: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

37

satu ekspresi logika tunggal yang ditempatkan pada ekonomi. Reduksifikasi

ini tidak dapat juga di diabaikan dengan memposisikan sebuah mediasi

kompleks antara antagonisme-antagonisme sosial dengan ekonomi. Ada

banyak bentuk-bentuk kekuasaan dalam masyarakat yang tidak dapat

direduksi atau dideduksi dari satu asal-muasal atau satu sumber saja.

Dalam pandangan ini, agen-agen baru dalam konsepsi gerakan

sosial bukanlah sebagai pengganti dari buruh sebagai agen dalam konsepsi

gerakan sosial lama, melainkan buruh sebagai agen gerakan sosial bukanlah

satu-satunya, melainkan salah satu dari yang lainnya. Empat posisi teoritis

ini yang dijadikan dasar untuk melihat pemikiran Laclau dan Mouffe

mengenai gerakan sosial (Hutagalung, 2006).

b. Hegemoni dan Antagonisme dalam Gerakan Sosial Laclau & Mouffe

Laclau dan Mouffe mendasarkan analisis politik mereka pada teori

hegemoni Gramsci. Namun, mereka menambahkan dimensi-dimensi lain

dari pemikiran Gramsci tersebut. Berbeda dengan Gramsci, Laclau dan

Mouffe tidak lagi memfokuskan kelas buruh sebagai agen dari praktek

hegemoni. Mereka mengajukan tesis mengenai agen sosial baru, yang bisa

mengisi ruang kosong dalam gerakan sosial, ketika gerakan buruh melemah,

dan menjadi kekuatan yang tidak strategis dalam gerakan sosial di

penghujung abad ke duapuluh.

Gramsci melihat bahwa hegemoni merupakan hasil dari kontestasi

kuasa antara pihak yang sedang berkuasa dengan pihak yang dikuasai.

Page 52: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

38

Kuasa hegemoni, dilanjutkan Gramsci, bekerja sempurna ketika satu

kelompok sosial mampu menghadirkan dan menjaga consent dari

keseluruhan komponen masyarakat (Gramsci 1986 dikutip dalam

Hutagalung 2008; Xxv). Kemampuan sebuah kelas/kelompok untuk

melakukan pengorganisiran persetujuan (dari penentang dan pendukung)

inilah yang menjadi roh dari konsepsi Gramsci tentang hegemoni. Proses

penciptaan hegemoni ini berlangsung dalam ranah pertarungan gagasan

dengan melakukan konstruksi tentang ide yang sejatinya bias satu

kepentingan menjadi ide yang diterima oleh semua kepentingan

(Hutagalung 2008 : xxv).

Dalam pandangan Gramsci, hegemoni bukan menjadi

keistimewaan satu pihak (yang berkuasa) semata, namun hegemoni

dimungkinkan muncul dari pihak yang dikuasai. Dengan kata lain,

mekanisme bekerjanya hegemoni berjalan dalam dua aras besar. Hegemoni

bekerja dalam alur top-down (dari atas ke bawah) ketika kelas/kelompok

yang berkuasa melakukan pelanggengan sistem yang sedang dijalankannya.

Serta hegemoni yang bekerja dalam alur bottom-up (dari bawah ke atas)

ketika kelas/kelompok yang tertindas melakukan resistensi terhadap system

yang sedang menekannya (Gramsci dikutip dalam Hutagalung 2008 : xxvii).

Hegemoni dalam alur bottom-up merupakan sebuah counter hegemony

terhadap sistem yang tengah mapan. Konsepsi Gramsci tentang Hegemoni

dilanjutkan oleh Laclau dan Mouffe dengan melakukan modifikasi yang

ditujukan untuk menambal lubang-lubang konseptual Hegemoni ala

Page 53: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

39

Gramsci. Hegemoni dalam pandangan mereka adalah: “a political type of

relation, a form of politics” (Laclau and Mouffe 1985: 139). Hegemoni bisa

tercapai melalui: “the discursive connection of subject positions within the

social realm”. Disini Laclau dan Mouffe menyatakan bahwa pertarungan

kuasa dalam mencapai hegemoni berlangsung di wilayah discourse

(wacana). Kemampuan untuk melakukan dekonstruksi terhadap wacana

dominan menjadi syarat utama memperoleh hegemoni. Dengan kalimat lain,

kemampuan memenangkan pertarungan gagasan menjadi sarat syah bagi

berlangsungnya suatu hegemoni.

Perbedaan yang dilakukan oleh Laclau dan Mouffe terhadap

Gramsci juga menyangkut aktor penggerak gerakan-gerakan sosial dalam

kontestasi memperebutkan hegemoni. Pada point ini Laclau dan Mouffe

mengkritik Gramsci yang terlalu memberikan peran besar kepada kelas

buruh dalam melakukan gerakan counter hegemony pada negara. Menurut

Laclau dan Mouffe, terlalu fokusnya pada kelas buruh mengabaikan

kelompok sosial lain yang juga memiliki potensi mengawal proses counter

hegemony kepada sistem yang telah mapan (Hutagalung 2008 : Xxviii).

Dilepaskannya hak istimewa kelas buruh sebagai pengawal gerakan

sosial dalam kontestasi memperebutkan hegemoni menunjukkan pemisahan

cara pikir Laclau dan Mouffe dengan cara pikir kaum Marxisme klasik. Bagi

Laclau dan Mouffe, Kelas sudah tidak bisa lagi dipakai sebagai satu-satunya

pondasi pembentukan identitas politik gerakan sosial. Karena, identitas

politik memungkinkan dibangun secara bersama dengan kelompok sosial

Page 54: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

40

lainnya yang mendasarkan gerakannya bukan berdasarkan identitas kelas.

Pun juga, penindasan yang berlangsung dalam masyarakat kapitalisme

tingkat lanjut juga telah mengalami perluasan penindasan, tidak hanya

semata-mata penindasan majian (borjuis) terhadap buruhnya (proletar)

(Mouffe 2000 dikutip dalam Hutagalung 2008 : xxiv). Penindasan juga

dirasakan oleh kelompok pecinta lingkungan, perempuan, mahasiswa,

masyarakat adat, etnis minoritas, kelompok keagamaan dan lainnya sebagai

akibat dari proses ekonomi kapitalis yang sangat eksploitatif. Oleh karena

itu, bagi Laclau dan Mouffe, gerakan-gerakan sosial baru diluar dari gerakan

buruh patut diapresiasi sama dan memiliki potensi sebagai agen perubahan

sosial dalam masyarakat kapitalisme tingkat lanjut (Purnomo, 2010: 7-8).

Namun, hal terpenting dari konsepsi hegemoni Gramsci, Laclau,

Mouffe dan lainnya adalah melihat bagaimana hegemoni juga merupakan

bentuk masyarakat sipil membangun kekuatan politiknya dalam

menghadapai rezim yang menindas dan represif.

Hegemoni dalam konteks politik, Laclau dan Mouffe melihat

bahwa hegemoni akan muncul dalam situasi antagonisme yang

memungkinkan terbentuknya political frontier. Political frontier akan

menciptakan pertarungan hegemonik, dalam situasi ini akan terbangun apa

yang disebut chain of equivalence di antara kelompok sosial yang

melakukan resistensi terhadap rejim opresif.

Antagonisme memainkan peran penting dalam teori diskursus

Laclau dan Mouffe. Menurut Laclau dan Mouffe, antagonisme merupakan

Page 55: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

41

“a failure of difference” semenjak adanya keterbatasan-keterbatasan dalam

obyektivitas sosial. Antagonisme sosial merupakan,

“…a result of the exclusion of discursive elements, the

differential character of which is collapsed through their

articulation in a chain of equivalence”.

Antagonisme memainkan peran penting dalam pembentukan

identitas dan hegemoni, kerena penciptaan suatu antagonisme sosial

meliputi penciptaan musuh yang akan menjadi sesuatu yang penting bagi

political frontiers.

Antagonisme sosial membuat setiap makna sosial berkontestasi,

dan tidak akan pernah menjadi stabil (mapan), yang kemudian

memunculkan political frontier: Setiap aktor akan memahami identitas

mereka melalui hubungan antagonistik, karena antagonisme

mengidetifikasikan musuh mereka. Misalnya sebagai contoh, fakta bahwa

petani dieksploitasi dan dipaksa bekerja oleh kaum kapitalis pemilik

pertanian, dan hubungan antagonisme antara petani dan pemilik tanah, akan

membuat si petani mengenali para pemilik tanah sebagai musuh mereka,

dan mengkonstruksi identitas mereka yakni petani yang adalah berlawanan

dengan para pemilik tanah.

Tesis Laclau dan Mouffe adalah bahwa gerakan sosial baru

merupakan ekspresi dari antagonisme yang muncul dalam memberikan

respon terhadap formasi hegemoni yang diinstal secara utuh di negara-

negara Barat pasca Perang Dunia II, sebuah formasi dalam krisis saat ini.

Format hegemoni tersebut diletakkan pada tempatnya semenjak awal abad

Page 56: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

42

ini. Juga adanya gerakan-gerakan sosial sebelum Perang Dunia II, namun

berkembang secara utuh setelah perang sebagai respon terhadap hegemoni

formasi sosial baru.

Dalam formasi sosial baru ini, Laclau dan Mouffe melihat bukan

hanya melalui penjualan tenaga individu-individu ditempatkan pada

dominasi modal, tetapi juga melalui partisipasi mereka dalam banyak

hubungan-hubungan sosial lainnya. Banyak ruang kehidupan sosial yang

saat ini mengalami penetrasi oleh hubungan-hubungan kapitalisme,

sehingga sepertinya hampir mustahil untuk keluar dari hubungan-hubungan

tersebut. Budaya, waktu luang, kematian, seks, dan lainnya, saat ini menjadi

bidang untuk memperolah keuntungan bagi modal. Formasi sosial baru ini

yang melahirkan sejumlah antagonisme-antagonisme sosial baru.

Antagonisme-antagonsime sosial baru inilah yang menjadi lokus

dari lahirnya gerakan-gerakan sosial yang bukan hanya berbasikan pada ke-

agenan buruh, melainkan agen-agen yang didefinisikan sebagai “agen-agen

baru” yang menghadirkan “gerakan sosial baru”. Gerakan yang mengusung

tuntutan baru yang lebih kompleks, dalam masyarakat post-industrial atau

advanced capitalism. Laclau dan Mouffe menawarkan strategi baru gerakan

sosial dalam menghadapi relasi sub-ordinasi dalam masyarakat post-

industrial, yakni melalui perjuangan hegemonik, dengan membangun chain

of equivalence, dan mengkonstruksi universalitas identitas dan tuntutan

(Hutagalung, 2006).

Page 57: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

43

2. Demokrasi Lokal di Indonesia

Demokrasi lokal merupakan bagian dari subsistem politik suatu

negara yang derajat pengaruhnya berada dalam koridor pemerintahan daerah.

Di Indonesia Demokrasi lokal merupakan subsistem dari demokrasi yang

memberikan peluang bagi pemerintahan daerah dalam mengembangkan

kehidupan hubungan pemerintahan daerah dengan rakyat di lingkungannya.

Di era orde baru sebelum bergulirnya reformasi dalam UUD 1945

sebelum diamandemen pada pasal 1 ayat (2) menyatakan bahwa “Kedaulatan

berada di tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR” namun

setelah era reformasi, UUD 1945 diamandemen sehingga pada pasal 1 ayat

(2) ini menjadi “Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut

Undang-Undang Dasar”. Hal ini mengandung makna bahwa kedaulatan tidak

lagi sepenuhnya berada ditangan MPR tetapi kedaulatan berada ditangan

rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.

Sebagai konsekuensi dari perubahan tersebut maka kepala daerah,

baik ditingkat provinsi maupun kabupaten/kota dipilih secara langsung oleh

rakyat melalui pemilihan umum kepala daerah sehingga pemerintahan yang

terbentuk merupakan cerminan dari kehendak rakyat dan kedaulatan rakyat.

Pemilihan umum kepala daerah secara langsung merupakan sarana demokrasi

bagi rakyat untuk menyalurkan aspirasinya dalam menentukan wakil-

wakilnya di daerah, pilkada juga merupakan sarana untuk ikut serta

berpartisipasi dalam kegiatan politik. Seperti halnya negara Indonesia yang

Page 58: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

44

merupakan negara demokrasi yang mengalami perubahan signifikan pasca

runtuhnya orde baru.

Kehidupan berdemokrasi menjadi lebih baik, rakyat dapat dengan

bebas menyalurkan pendapatnya dan ikut berpartisipasi dalam kegiatan

politik yang pada masa orde baru sangat dibatasi. Kelahiran pemilihan umum

kepala daerah secara langsung merupakan salah satu kemajuan dari proses

demokrasi di Indonesia. Melalui pemilihan kepala daerah secara langsung

berarti mengembalikan hak-hak dasar masyarakat di daerah untuk

menentukan kepala daerah maupun wakil kepala daerah yang mereka

kehendaki. Pemilihan umum kepala daerah secara langsung juga merupakan

salah satu bentuk penghormatan terhadap kedaulatan rakyat, karena melalui

pemilihan kepala daerah langsung ini menandakan terbukanya ruang yang

cukup agar rakyat bebas memilih pemimpinnya.

Pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dapat

diartikan sebagai Pemilihan Umum untuk memilih kepala daerah dan wakil

kepala daerah secara langsung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia

berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945. Pengertian tersebut dinyatakan pada Pasal 1 Ayat 4 Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.

Dengan adanya pilkada secara langsung merupakan salah satu

langkah maju dalam mewujudkan demokrasi dilevel lokal. Tip O‟Neill, dalam

suatu kesempatan, menyatakan bahwa „all Politics is local’ yang dapat

dimaknai sebagai demokrasi ditingkat nasional akan tumbuh berkembang,

Page 59: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

45

dengan mapan dan dewasa apabila pada tingkat lokal nilai-nilai demokrasi

berakar dengan baik terlebih dahulu. Maksudnya, demokrasi ditingkat

nasional akan bergerak ke arah yang lebih baik apabila tatanan, instrumen,

dan konfigurasi kearifan serta kesantunan politik lokal lebih dulu terbentuk

(Agustino, 2009: 17). Ini artinya kebangkitan demokrasi politik di Indonesia

(secara ideal dan aktual) diawali dengan pilkada secara langsung, asumsinya;

sebagai upaya membangun pondasi demokrasi di Indonesia (penguatan

demokrasi di ranah lokal).

Salah satu tujuan dari dilakukannya pemilihan umum kepala daerah

secara langsung adalah mewujudkan otonomi daerah yang sejak tahun 1999

memang carut marut, terutama dalam kaitannya dengan pemilihan kepala

daerah. Ini merupakan proses demokrasi yang menunjukan orientasinya yang

jelas, yaitu penempatan posisi dan kepentingan rakyat diatas berbagai

kekuatan elite politik. Elite yang selama ini dinilai terlampau mendominasi

dan bahkan terkesan menhegemoni (Nadir, 2005:1).

Pilkada langsung sesungguhnya merupakan respon kritik konstruktif

atas pelaksanaan mekanisme demokrasi tak langsung yang sering disebut

dengan demokrasi perwakilan. Artinya bahwa rakyat tidak secara langsung

mengartikulasi berbagai kepentingannya kepada agenda kebijakan publik,

melainkan mewakilkannya pada sejumlah kecil orang tertentu. Ide pilkada

langsung dinilai sebagai wujud demokrasi langsung (Nadir, 2005: 15-17).

Seiring berjalannya waktu, pemilihan kepala daerah melakukan

pembaharuan dalam rangka mencapai tujuan pilkada yang berkualitas yaitu

Page 60: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

46

dengan menerapkan pemilihan kepala daerah secara serentak atau biasa di

sebut dengan pilkada serentak yang saat ini menjadi arena baru bagi rakyat

Indonesia. Pilkada serentak adalah pemilih kepala daerah yang dilakukan

secara bersamaan dalam waktu yang sama dibeberapa wilayah. Sejak DPR

menyetujui bahwa pelaksanaan pemilihankepala daerah (Pilkada) secara

serentak dilakukan pada Desember 2015. Pada akhirnya bangsa ini berhasil

keluar dari kemelut politik, debat panjang soal langsung tidaknya

penyelenggaraan Pilkada serentak. Keputusan DPR menyudahi itu dengan

menegaskan bahwa Pilkada tetap dilaksanakan secara langsung dan serentak.

Pada 17 Februari 2015, DPR mengesahkan UU No. 1 Tahun 2015 dan yang

saat ini telah diubah menjadi Undang-undang republic indonesia Nomor 8

tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan

Wakil Bupati, Wali Kota dan Wakil Walikota disahkan.

Bagi mereka yang menekuni demokrasi dan pemilu, ini soal apa

yang oleh Brian C. Smith dan Secara equity, dan local responsiveness yang

menjadi pertaruhan setiap daerah. Ketiganya menjadi tolok ukur untuk

melihat sejauh mana pemerintahan di daerah berjalan. Bahwa untuk

memperkuat demokrasi di aras lokal, Pilkada serentak merupakan

mekanisme untuk melahirkan pemerintahan daerah yang mampu menciptakan

akuntabilitas didaerahnya, kesetaraan hak warga dalam berpolitik serta bagi

penguatan demokrasi nasional.

Page 61: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

47

B. Studi Terdahulu

Berdasarkan Penulusuran penulis terhadap literatur-literatur yang

membahas tentang Partisipasi Politik Rumah Dunia Dalam Pilgub Banten 2017

belum ada, namun berbagai tulisan yang berkaitan tentang Partisipasi Politik

dan penelitian dengan lokus Rumah Dunia telah dilakukan oleh peneliti

sebelumnya yaitu:

Penelitian Pertama, karya Muslimin dengan judul skripsi Gerakan

Sosial Masyarakat Paotere Di Kota Makasar. Penelitian Muslimin bertujuan

untuk menggambarkan Bagaimana bentuk perlawanan masyarakat Paotere

terhadap perencanaan perluasan area pelabuhan Paotere di Kota Makassar.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan tipe deskriptif dan dasar

penelitian studi kasus untuk penganalisaaan yang lebih mendalam terhadap

gejala yang terjadi. Penelitian dilakukan di Kelurahan Gusung Kecamatan

Ujung Tanah Kota Makassar dengan jenis data berupa data primer dan data

sekunder. Instrumen penelitian yang digunakan ialah penelitian lapangan

dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara serta telaah dokumen.

Hasil penelitian Muslimin menunjukkan bahwa; 1) faktor-faktor yang

menyebabkan timbulnya perlawanan masyarakat Paotere terhadap perencanaan

perluasan area Pelabuhan Paotere ialah faktor klaim hak kepemilikan tanah

antara masyarakat dengan pihak PT. Pelindo IV unit Paotere dimana

masyarakat yang terlebih dahulu tinggal di area tersebut meyakini bahwa tanah

yang dihuninya merupakan miliknya sedangkan PT. Pelindo IV unit Paotere

meyakini bahwa tanah tersebut milik pihak Pelindo IV didasari HGB (Hak

Page 62: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

48

Guna Bangunan) yang diberikan kepada masyarakat di area tersebut. 2) Bentuk

perlawanan masyarakat Paotere terhadap perencanaan perluasan area

Pelabuhan adalah bentuk demonstrasi gerakan massa yang bersifat langsung

dan terbuka serta dengan lisan ataupun tulisan dalam memperjuangkan

kepentingan yang disebabkan oleh adanya penyimpangan sistem, perubahan

inskonstitusional, dan tidak efektivitas sistem yang berlaku. Aksi demo yang

dilakukan oleh masyarakat untuk mempertahankan tanah yang selama ini

mereka huni. Timbulnya rasa kekecewaan masyarakat pada kebijakan pihak

Pelindo yang ingin memperluas area Pelabuhan Paotere menyebabkan

terjadinya demo yang bersifat anarkisme yang dilakukan oleh masyarakat.

Adanya ketidakpuasan pada kebijakan itu mendorong banyaknya

tindakantindakan anarkis yang bertujuan untuk menghambat jalannya suatu

kebijakan.

Penelitian kedua, karya Nuranida dengan judul Keterlibatan

Komunitas Pada Pilkada di Kabupaten Soppeng Tahun 2015. Penelitian

Nuranida bertujuan untuk mengetahui peranan komunitas pemuda 72 yang ada

di Kabupaten Soppeng dalam memenangkan pasangan A. Kaswadi Razak-

Supriansa pada pelaksanaan pilkada di Kabupaten Soppeng tahun 2015. Dalam

penelitiannya, Nuranida menggunakan tipe penelitian deskriptif analisis dengan

metode penelitian kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan

menggunakan teknik wawancara mendalam, dengan masyarakat yang dianggap

paham dengan masalah yang diteliti.

Page 63: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

49

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran komunitas dalam

memenangkan pasangan calon A. Kaswadi Razak dan Supriansa pada pilkada

adalah adanya kerjasama antara komunitas yang satu dengan yang lain,

terbentuknya komunitas yang begitu banyak berpotensi terjadinya konflik,

akan tetapi komunitas mampu meredam hal tersebut dengan menjalin

solidaritas sosial antara sesama anggota maupun masyarakat. Untuk lebih

memaksimalkan partisipasi politik dengan adanya kesadaran tanpa ada kontrak

politik didalamya, Komunitas tersebut juga melakukan peran dalam lingkup

eksternal yang mampu menjaga agar tidak terjadi money politic,

mensosialisasikan visi dan misi calon serta berperan sebagai relawan dengan

menyarankan masyarakat memilih untuk memaksimalkan dukungan kepada

calon tanpa ada unsur paksaan didalamnya.

Penelitian ketiga, karya Ricky Ardian dengan judul tesis Komunitas

Politik Dalam Pemilihan Kepala Daerah di Kabupaten Pesisir Barat Tahun

2015. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Peran Komunitas Politik

dalam Pemilihan Kepala Daerah, menganalisis mengapa komunitas politik

berperan dalam pilkada serta menganalisis dampak komunitas politik setelah

pilkada. Tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik

pengumpulan data melalui wawancara dan dokumentasi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peran komunitas politik

dalam pilkada Kabupaten Pesisir Barat tahun 2015 melalui representasi politik,

yaitu (1). Symbolic Representation, keterwakilan kultur yaitu tokoh adat Sai

Batin dan NU berupa sosialisasi, musyawarah antarkader dan dengan

Page 64: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

50

pemerintah daerah. (2). Descriptive Representation, tokoh adat Sai Batin dan

NU memiliki peran besar berupa kerjasama dengan KPUD, mengadakan

pengajian akbar, adanya kemiripan dari komunitas politik dalam langkah

dukungan pada pilkada. (3). Substantive Representation, aktivitas untuk

memperjuangkan kepentingan yang direpresentasikan pada kepentingan

khalayak seperti Sai Batin dan NU mengutamakan komunikasi pada semua

kandidat agar tercipta hubungan baik dengan harapan calon yang didukung bisa

menang. Komunitas politik ini berperan karena memiliki kesadaran politik

aktif, adanya orientasi kepentingan dan adanya tujuan yang berkelanjutan.

Implikasi atau dampak yang diperoleh komunitas politik adalah adanya timbal

balik kepentingan dengan pemerintah Pesisir Barat yaitu mendapatkan bantuan

dana untuk kesejahteraan kepengurusan komunitas.

Pada penelitian terdahulu penulis menemukan beberapa penelitian

yang membahas keterlibatan civil society atau komunitas pada pemilu lokal di

Indonesia, namun penulis belum menemukan dari berbagai hasil karya ilmiah

yang penulis telusuri terkait partisipasi politik Rumah Dunia. Persamaan

penelitian penulis dengan penelitian terdahulu adalah sama-sama meneliti

keterlibatan masyarakat sipil baik berupa CSO/LSM atau pun komunitas di

pilkada dengan lokus yang berbeda. Ada juga beberapa kesamaan teori yang

digunakan seperti teori partisipasi politik dan representasi politik. Partisipasi

politik Rumah Dunia sebagai komunitas yang bergelut di dunia literasi namun

terlibat dalam politik praktis dengan mendukung salah satu pasangan calon

menjadi fokus penelitian penulis.

Page 65: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

51

Tabel 2. Perbandingan Penelitian Terdahulu dengan Penelitian yang Akan

Dilakukan Penulis

No Peneliti Judul

Peneliti

Tujuan Penelitian Keterangan

1 Muslimin

(Universitas

Hasanudin)

Jenis karya

ilmiah:

Skripsi

Gerakan

Sosial

Masyarakat

Paotere di

Kota

Makassar

untuk

menggambarkan

Bagaimana bentuk

perlawanan

masyarakat Paotere

terhadap

perencanaan

perluasan area

pelabuhan Paotere di

Kota Makassar.

Jenis penelitian:

Deskriptif

Analisis Kualitatif

Teori: Gerakan

sosial (Teori

Deprivasi Relatif)

2 Nur Anida

(Universitas

Hasanudin)

Jenis karya

ilmiah:

Skripsi

Keterlibatan

Komunitas

Pada

Pilkada di

Kabupaten

Soppeng

Tahun

2015.

untuk mengetahui

peranan komunitas

pemuda 72 yang ada

di Kabupaten

Soppeng dalam

memenangkan

pasangan A.

Kaswadi Razak-

Supriansa pada

Jenis penelitian:

Deskriptif

Analisis Kualitatif

Teori: Paritisipasi

Politik (Gabriel

Almond dan

Ramlan Surbakti),

teori civil society

Page 66: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

52

pelaksanaan pilkada

di Kabupaten

Soppeng tahun 2015

(Diamond)

3 Ricky Ardian

(Universitas

Lampung)

Komunitas

Politik

Dalam

Pemilihan

Kepala

Daerah di

Kabupaten

Pesisir

Barat Tahun

2015

untuk mengetahui

Peran Komunitas

Politik dalam

Pemilihan Kepala

Daerah,

menganalisis

mengapa komunitas

politik berperan

dalam pilkada serta

menganalisis

dampak komunitas

politik setelah

pilkada.

Jenis penelitian:

Deskriptif

Analisis Kualitatif

Teori: Teori

Representasi

Politik (Hanna

Pitkin), Teori Civil

society

4 Penulis Partisipasi

Politik Civil

Society

Dalam

Pilkada

(Studi

Kasus

Untuk mengetahui

partisipasi politik

Rumah Dunia dalam

Pilkada Banten 2017

Jenis penelitian

deskriptif

Analisis Kualitatif

Teori: Partisipasi

Politik (Gabriel

Page 67: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

53

Rumah

Dunia

dalam

Pilkada

Banten

2017)

Almond), civil

society (Larry

Diamond),

Gerakan Sosial

(Laclau & Mouffe)

C. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir ialah penjelasan sementara terhadap gejala yang

menjadi objek permasalahan kita. Kerangka berpikir disusun berdasarkan

tinjauan pustaka dan hasil penelitian yang relevan. Untuk mengetahui

bagaimana alur berpikir peneliti dalam menjelaskan permasalahan peneliti,

maka dibuatlah kerangka berpikir sebagai berikut:

Rumah Dunia merupakan bagian dari masyarakat sipil, yang dalam

hal ini menurut teori Larry Diamond komunitas merupakan bagian dari

masyarakat sipil. Berdasarkan pemikiran Diamond, yang mengemukakan

tentang definisi civil society, nampaknya cocok untuk melihat Rumah Dunia

sebagai komunitas atau CSO di Banten. Rumah Dunia berkiprah ditingkatan

internal dan berupaya melakukan kegiatan-kegiatan yang ditunjukan dalam

rangka perbaikan dan peningkatan mutu kehidupan sosial di Provinsi Banten.

Selanjutnya adalah melihat keterlibatan politik Rumah Dunia di

Pilkada Banten 2017, sebagaimana diketahui Rumah Dunia adalah komunitas

atau CSO yang bergerak di bidang literasi, dan belum pernah sebelumnya ikut

Page 68: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

54

terlibat dalam politik praktis. Baru di Pilkada 2017, Rumah Dunia terlibat

politik dengan memberikan dukungan pada salah satu pasangan calon.

Penulis akan menganalisanya menggunakan teori Gerakan Sosial dari Laclau

& Mouffe. Dimana, Laclau dan Mouffe melihat gerakan sosial terjadi karena

adanya hegemoni dari rezim penguasa dan antagonisme muncul dalam

memberikan respon terhadap formasi hegemoni.

Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran

Civil Society

(Rumah Dunia)

Gerakan Sosial Politik

Laclau & Mouffe

Hegemoni Antagonisme

Pilkada Banten 2017

Page 69: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

55

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Dan Desain Penelitian

Jenis pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan

menggunakan metode studi kasus. Menurut Creswell (2007: 73) penelitian

studi kasus adalah pendekatan kualitatif yang penelitinya mengeksplorasi

kehidupan nyata, sistem terbatas kontemporer (kasus) atau beragam sistem

terbatas (berbagai kasus), melalui pengumpulan data yang detail dan

mendalam yang melibatkan beragam sumber informasi atau sumber informasi

majemuk (misalnya pengamatan, wawancara, bahan audiovisual, dan

dokumen dan berbagai laporan), dan melaporkan deskripsi kasus dan tema

kasus. Satuan analisis dalam studi kasus bisa berupa kasus majemuk atau

kasus tunggal.

Secara rinci Creswell (2014 : 137) menerangkan beberapa ciri khas

yang terdapat pada jenis penelitian kualitatif studi kasus: 1) Riset studi kasus

dimulai dengan mengidentfiikasi satu kasus yang spesifik; 2) Tujuan – studi

kasus disusun untuk mengilustrasikan kasus yang unik, memiliki kepentingan

yang tidak biasa dan perlu dideskripsikan atau diperinci; 3) Studi kasus

memperlihatkan pemahaman yang mendalam tentang kasus tersebut; 4)

Pemilihan pendekatan untuk analisi data dalam studi kasus akan berbed-beda

bergantung pada kasus yang diangkat; 5) Riset studi kasus melibatkan

deskripsi tentang kasus tersebut baik secara intrinsik maupun instrumental; 6)

Page 70: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

56

Tema atau masalah dapat diorgani-sasikan menjadi kronologi oleh peneliti,

menganalisis keseluruhan kasus untuk mengetahui persamaan dan perbedaan

di antara kasus tersebut, atau menyajikan-nya dalam suatu model teoritis; 7)

studi kasus sering diakhiri dengan kesimpulan yang dibentuk oleh peneliti

tentang makna keseluruhan yang diperoleh dari kasus tersebut.

Menurut Yin (2005: 10-11), metode studi kasus adalah salah satu dari

metode penelitian ilmu-ilmu sosial yang lebih cocok bila pertanyaan

penelitiannya berkenaan dengan ”How atau Why”, bila peneliti hanya

memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan

diselidiki dan bilamana fokus penelitiannya terletak pada fenomena

kontemporer di dalam kehidupan nyata.

Karena pertanyaan penelitian yang penulis ajukan adalah

”Bagaimana” dan peneliti tidak memiliki peluang untuk mengontrol

peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki serta fokus penelitian ini adalah

fenomena kontemporer, maka peneliti memutuskan untuk memakai metode

ini. Tipe studi kasus ini dipakai untuk menjelaskan partisipasi politik Rumah

Dunia. Jika penelitian ini sudah terfokuskan pada suatu masalah, diharapkan

mampu mengungkapkan berbagai informasi lain yang dibutuhkan peneliti

secara mendalam. Hal inilah yang menjadi alasan dasar peneliti memilih

menggunakan metode studi kasus untuk melihat partisipasi politik Rumah

Dunia dalam perhelatan pilkada Banten 2017.

Page 71: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

57

B. Fokus Penelitian

Spradley (Sugiyono, 2012 :208) menyatakan bahwa fokus itu

merupakan domain tunggal atau beberapa domain yang terkait dari situasi

sosial. Penelitian ini akan berfokus pada partisipasi politik Rumah Dunia di

Pilkada Banten 2017. Lebih jauh akan melihat alasan yang melatarbelakangi

mengapa Rumah Dunia sebagai komunitas pegiat literasi mendukung salah

satu pasangan calon Gubernur Banten 2017.

C. Teknik Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan data informasi yang dibutuhkan dalam

penelitian ini digunakan beberapa teknik pengumpulan data yaitu data primer

dan data sekunder. Studi kualitatif dilakukan dengan mengumpulkan berbagai

sumber baik sumber primer yaitu literatur utama dari yang dijadikan sumber,

maupun sumber sekunder yaitu sumber–sumber penyokong seperti review

terhadap sumber utama.

1. Data Primer

Data Primer adalah data yang diperoleh peneliti dilapangan,

melalui observasi di lapangan, melalui observasi, pertimbangan

digunakannya teknik ini adalah bahwa apa yang orang katakan seringkali

berbeda dengan apa yang ia lakukan. Selain itu penelitian juga

melakukan wawancara dengan informan-informan kunci, dalam

melakukan wawancara tersebut, peneliti menggunakan alat perekam.

Page 72: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

58

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan semua data yang diperoleh melalui

studi kepustakaan yaitu pengumpulan data dari buku-buku referensi,

jurnal yang sesuai dengan objek kajian penelitian serta berkaitan dengan

permasalahan dalam hal ini mengenai bagaimana partisipasi politik

Rumah Dunia yang nantinya akan dijadikan sebagai panduan dalam

melakukan penelitian.

D. Teknik Analisa Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis

data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi,

dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan unit-

unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih yang penting dan

yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami

oleh diri sendiri maupun orang lain.

Data yang di peroleh di lapangan dalam penelitian ini dalam bentuk

data kualitatif. Analisis data yang dilakukan bersifat interpretatif yaitu berupa

interpretasi yang bertujuan untuk mencapai pengertian dari apa yang di

temukan di lapangan dengan mengunakan pemikiran logis dan disajikan

dalam bentuk deskriptif analisis yang merupakan ciri-ciri pendekatan

kualitatif. Analisis data dilakukan dengan pengorganisasian data yang

terkumpul berupa hasil wawancara dalam bentuk catatan, rekaman

wawancara, dokumen atau arsip resmi gambar atau foto sebagai dokumentasi,

Page 73: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

59

kemudian diurutkan dan dikelompokkan dalam kategori-kategori tertentu

sehingga dapat dengan mudah diinterprestasikan dan dipahami (Yin,

2005:178).

Langkah selanjutnya adalah menginterprestasikan data dengan

mengunakan metode analisis etik dan emik. Analisis emik artinya data

digambarkan menurut apa adanya sebagaimana digambarkan oleh subjek

penelitian atau informan. Sedangkan analisis etik artinya suatu upaya untuk

menggambarkan data berdasarkan interpretasi peneliti.

Jika mengutip dari Creswell (2014; 264-265), analisis dan penyajian

data dalam studi kualitatif menggunakan pendekatan studi kasus terdiri dari:

1. Organisasi data – yaitu menciptakan dan mengorganisasikan file untuk

data.

2. Pembacaan, memoing – yaitu membaca seluruh teks, membuat catatan

pinggir, membentuk kode awal.

3. Mendeskripsikan data menjadi kode dan tema – yaitu mendeskripsikan

kasus dan konteksnya.

4. Mengklasifikasikan data menjadi kode dan tema – menggunakan

agregasi kategorikal untuk membentuk tema dan pola.

5. Menfsirkan data – menggunakan penafisran langsung dan

mengembangkan generalisasi naturalistik tentang “pelajaran yang

diambil.

Page 74: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

60

6. Menyajikan dan memvisualisasikan – menyajikan gambaran mendalam

tentang kasus (atau beberapa kasus) menggunakan narasi, tabel, dan

gambar.

Dalam riset penelitian studi kasus analisisnya berupa pembuatan

deskripsi detail tentang kasus tersebut dan setting-nya. Disamping itu

terdapat empat bentuk analisi dan penafsiran data dalam riset studi kasus,

yaitu: 1) Dalam penge-lompokan kategorikal, peneliti mencari kumpulan

contoh dari data tersebut, berharap bahwa makna yang relevan akan muncul;

2) Dalam penafsiran langsung, di sisi lain, peneliti studi kasus melihat satu

contoh tunggal dan menarik makna darinya tanpa mencari beragam contoh.

Hal ini merupakan proses memisah-misahkan data dan mengumpulkannya

dalam cara-cara yang lebih bermakna; 3) peneliti menerapkan pola dan

berusaha menerapkan korespondensi antara dua atau lebih kategori; 4)

peneliti mengembangkan generalisasi naturalistik dari analisis data tersebut,

generalisasi yang dipelajari oleh masyarakat dari kasus tersebut baik untuk

diri mereka sendiri ataupun untuk diterapkan pada berbagai kasus yang lain

(Creswell, 2014: 277-278).

Selanjutnya melakukan triangulasi data, triangulasi yakni

digunakannya variasi sumber-sumber data yang verbeda. Variasi sumber

data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen, hasil wawancara,

hasil observasi atau juga dengan mewawancarai lebih dari satu partisipan

penelitian yang dianggap memiliki sudut pandang yang berbeda.

Page 75: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

61

E. Instrumen Penelitian

1. Informan Penelitian

Pemilihan informan adalah responden penelitian yang berfungsi

untuk menjaring sebanyak-banyaknya informasi yang dapat bermanfaat

untuk bahan analisis penelitian dan konsep serta proporsi sebagai temuan

peneliti. Dalam penelitian kualitatif, sampel yang sering digunakan dalam

penelitian yang berasumsi statistik dan mekanistik tidak lagi berlaku

karena dalam penelitian kualitatif, istilah samper tersebut diganti dengan

istilah informan.

Hal ini seperti yang disampaikan oleh Sjoberg & Nett (dalam

Ruslan, 2003: 214) bahwa penelitian kualitatif menggunakan metode

humanistic untuk memahami realitas sosial yang idealis, penekanan lebih

terbuka tentang kehidupan sosial dan dipandang sebagai kreativitas

bersama. Dengan kata lain, subjek penelitian dalam penelitian kualitatif

memiliki peranan yang sangat penting dalam penelitian sehingga posisi

subjek penelitian tidak hanya sekedar sampel untuk pemenuhan data

statistik tapi lebih berperan sebagai informan dimana penelitian kualitatif

dapat berkembang lebih dinamis.

Penelitian kualitatif juga tidak menggunakan istilah populasi, tapi

oleh Spadley dinamakan Social Situation atau situasi sosial yang terdiri

atas tiga elemen, taitu tempat (place), pelaku (actor), dan aktivitas

(activity) yang berinteraksi secara sinergis. Situasi sosial tersebut dapat

dinyatakan sebagai objek penelitian yang ingin diketahuinya.

Page 76: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

62

Tabel 3. Informan Penelitian

No Informan Jabatan

1 Gol A Gong Dewan Penasihat Rumah Dunia

2 OK Dewan Penasihat Dunia

3 NA Dewan Penasihattot Rumah Dunia

4 Ahmad Wayang Presiden Rumah Dunia/ Relawan Rumah

Dunia

5 Hilman Sutedja Pimpinan Redaksi Koran Rumah Dunia/

Relawan Rumah dunia

6 Embay Mulya Syarief Penasehat Rumah Dunia/ Wakil

pasangan Rano Karno pada Pilkada

Banten 2017

7 Ade Irawan Wakil koordinator Indonesia Corruption

Watch (ICW)

8 Sabdo Waluyo Pengurus PDIP Banten

9 Agung Pengurus Nasdem Banten/ Relawan

Rano-Embay

10 Aef Saefulloh Relawan Banten Bersatu

F. Lokasi dan Jadwal Penelitian

Adapun lokasi penelitian ini adalah Rumah Dunia yang berada di

Serang-Banten. Selain itu juga penelitian dilakukan di tempat-tempat

Page 77: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

63

keberadaan informan yang seluruhnya ada di wilayah Banten. Waktu

pelaksanaan penelitian pada bulan September 2017 hingga bulan Juni 2018.

Adapun jadwal penelitian adalah sebagai berikut :

Tabel 4. Waktu Pelaksanaan Penelitian

No Kegiatan

Waktu Pelaksanaan

2017 2018

Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli

1 Observasi Awal

2 Pengajuan Judul

3 Perizinan dan

observasi lapangan

4 Penyusunan Proposal

5 Bimbingan dan

perbaikan

6 Seminar Proposal

7 Perbaikan Proposal

8 Penelitian Lapangan

9 Penulisan Laporan

(Bab IV dan Bab V)

10 Sidang Skripsi

Page 78: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

64

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Sejarah Rumah Dunia

Berdirinya Rumah Dunia bermula dari keprihatinan Heri

Hendrayana Harris atau lebih dikenal dengan sebutan Gol A Gong

terhadap kondisi literasi di Banten. Ketika Gong SMA belum terdapat toko

buku, komunitas atau tempat belajar sastra dan jurnalistik di Banten

sehingga Gong harus belajar ke Jakarta. Hal demikian dirasa aneh karena

jarak Banten dan Jakarta berdekatan tapi kepekaan terhadap literasi masih

sangat minim. Berbeda dengan Bandung dan Yogyakarta yang memiliki

jarak lebih jauh dari Jakarta namun lebih maju di bidang literasi.

Kemudian Gong bernazar jika sukses menjadi penulis akan

membangun gelanggang remaja di Banten. Gong termotivasi untuk

memiliki gelanggang remaja seperti yang dibuat oleh Ali Sadikin di

Jakarta dimana anak muda berbakat bisa ditampung untuk kemudian

dikembangkan bakatnya.

Gol A Gong tidak sebatas memiliki keprihatinan terhadap dunia

literasi tapi juga prihatin atas kondisi masyarakat yang tidak acuh pada

kondisi sosial politik di Banten. Sebelum membangun Rumah Dunia, di

tahun 1983, Gong memulai dengan membentuk sebuah komunitas Cipta

Muda Banten (CMB) yang dia dirikan bersama rekan-rekannya yang

Page 79: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

65

memiliki kepekaan yang sama tehadap kondisi sosial Banten; Roni

Chaeroni, Toni Bule, Edi Setiady, Reni Arifin, Romli Taufik Rohman,

Andi T. Trisnahdi, Maulana Wahid Fauzi dan Mhaex Rangkuti (Gong,

wawancara, 28 Maret 2018).

CMB sendiri merupakan organisasi kepemudaan nirlaba untuk

memberi pelajaran pada pelajar dan mahasiswa di Banten tentang

pentingnya berorganisasi secara mandiri tanpa bergantung pada

pemerintah atau partai politik tertentu. CMB bersekretariat di Gedung

Juang yang mana sekretariat tersebut merupakan hadiah dari Bupati

Serang MA Sampurna untuk Gong atas kemenangannya sebagai atlet catat

nasional pada kompetisi badminton di ajang Fecpic Games di Jepang.

Namun akhirnya, menurut Gong (2018) pada tahun 2000 sekretariat

tersebut diambil alih oleh pemerintah bayangan yang sedang berkuasa, Tb.

Chasan Sochib atau biasa disebut Gubernur Jenderal. Tidak diketahui pasti

alasan pengambil alihan paksa sekretariat tersebut namun yang pasti,

karena sekretariat itu bukan milik pribadi maka pemerintah bisa

mengambil alih sewaktu-waktu. Walau Tb. Chasan bukan pemegang

kekuasaan formal namun kekuasaan yang dimiliki melampui pemerintah

formal saat itu Gubernur Joko Munadar.

Pada akhirnya, pada tahun 2000, Gol A Gong menunaikan

nazarnya bersama sang istri Tias Tatanka membangun gelanggang remaja

di Banten yang diberi nama Rumah Dunia dengan visi „membentuk dan

mencerdaskan generasi baru yang kreatif dan kritis‟ di Banten lewat dunia

Page 80: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

66

baca dan tulis dan taglinenya adalah „Rumahku Rumah Dunia Kubangun

dengan Kata-kata‟. Dalam pembangunan Rumah Dunia, Gong mendapat

dukungan dari Toto, Rys, Andi, Uzi dan Abdul Malik. Toto sendiri

sebelumnya sudah memiliki Sanggar Sastra Serang yang kemudian

dialihkan ke Rumah Dunia (OK, wawancara, 24 Mei 2018).

Pada awal berdiri, Rumah Dunia menempati area seluas 1000 m2

yang merupakan milik pribadi di halaman belakang Gol A Gong. Dan

sekarang luas areal rumah Dunia menjadi 4000 m2. Di lahan tersebut

terdapat beberapa fasilitas penunjang segala aktivitas yang terdiri dari:

panggung utama serbaguna, ruang sekretariat, perpustakaan dewasa dan

anak-anak, mes relawan, laboratorium kursus komputer gratis, mushola

dan mes relawan. Walau telah berdiri dari tahun 2000, secara resmi Rumah

Dunia baru diresmikan pada tanggal 3 Maret 2002 bersamaan dengan

pembentukan struktur organisasi pertama Rumah Dunia. Sampai akhirnya,

sekarang Rumah Dunia berada di bawah naungan yayasan Pena Dunia

berakta notars Fachrul Kesuma Darma, S.H Nomor 006 tanggal 12 Juni

2006. Ketuanya Gol a Gong. Posisi penasihat diisi oleh Prof. Dr. Yoyo

Mulyana, H. Embay Mulya Syarief, Toto ST Radik, dan Akhmad Mukhlis

Yusuf. Bendaharanya Tias Tatanka dan posisi sekretaris diisi oleh Pramitra

Gayatri (Dun, 2011: 178-180).

Page 81: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

67

Gambar 3. Gol A Gong di Rumah Dunia

(Sumber: Mongabay.co.id)

Seiring perkembangannya, Rumah Dunia terus melakukan

perluasan lahan, pada tahun 2008 Rumah Dunia melakukan penggalangan

dana baik di dunia maya maupun di dunia nyata sehingga berhasil

membebaskan tanah seluas 3000 meter. Hal ini untuk menunjang daya

tampung Rumah Dunia yang kerap mengadakan acara dengan skala

nasional. Pada tahun 2010 mendapat penghargaan TBM kreatif dari

Kementerian Pendidikan Nasional RI yang merupakan pusat pendidikan

masyarakat non formal yang bergerak di bidang jurnalistik, sastra, teater,

seni rupa, dan film bagi masyarakat luas terutama kalangan pelajar dan

mahasiswa.

Selain itu, Direktorat Pendidikan Masyarakat Nonformal dan

Informal Kementerian Pendidikan Nasional di Jakarta mempercayakan

program Rintisan Balai Belajar Bersama (RB3) pada Rumah Dunia. RB3

merupakan program yang bertujuan memperluas kapasitas jangkauan

pembelajaran masyarakat yang sudah dilakukan sebuah lembaga dalam hal

Page 82: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

68

ini Rumah Dunia dengan beragam program wajib yaitu pengembangan

karakter budaya dan aksara kewirausahaan dan program pilihan antara lain

pengembangan minat baca, keterampilan, pendampingan dan pelatihan.

Hingga pada tahun 2011, Rumah Dunia tidak lagi menempati areal di

halaman belakang rumah Gol A Gong, tapi di areal seluas 3.000 meter,

persis di depan Rumah Dunia dengan fasilitas taman bermain anak-anak,

gedung teatrer/kesenian dan perpustakaan tertutup (Dun, 2011: 179-180).

a. Visi dan Misi dan Program Rumah Dunia

Visi :

Mencerdaskan dan membentuk generasi baru yang kritis, berani

dan jujur.

Misi :

1) Menyelenggarakan kegiatan literasi seperti bazar buku,

pelatihan menulis, penerbitan buku, peluncuran dan bedah buku.

2) Menyelenggarakan lomba literasi seperti mengarang cerita

pendek, menggambar dan pembacaan puisi.

3) Mendorong pendirian taman bacaan masyarakat.

Taman bacaan masyarakat Rumah Dunia, mempunyai beberapa

program kegiatan yang nantinya dibagi menjadi program kegiatan

regular dan kegiatan unggulan. Adapun program kegiatan tersebut

sebagai berikut:

Page 83: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

69

1) Program Regular

Rumah Dunia mempunyai kegiatan regular, di mana

kegiatannya dilaksanakan hampir setiap hari di Rumah Dunia.

Program regular adalah program yang dilakukan berkala dengan

sasaran anak dan remaja baik peajar ataupun mahasiswa. Berikut

adalah rincian kegiatannya:

Tabel 5. Program Reguler Rumah Dunia

No. Hari Waktu Kegiatan

1. Senin dan Selasa 13.00 - 17.00 WIB Wisata Gambar

2. Rabu 13.00 – 17.00 WIB Wisata Mengarang

3. Kamis 13.00 – 17.00 WIB Wisata Lakon

4. Jumat 13.00 – 17.00 WIB Wisata Dongeng and

English on Friday

5. Sabtu Klub Diskusi Rumah

Dunia

6. Minggu Kelas Bahasa

Inggris dan Bahasa

Jerman Kelas

Menulis Rumah

Dunia oleh Gol A

Gong dan Majelis

Puisi oleh Toto ST

Radik

Page 84: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

70

2) Program Unggulan

Diluar kegiatan regular yang dilaksanakan hampir setiap

hari, Rumah Dunia juga mempunyai kegiatan unggulan. Program

unggulan adalah program incidental yang berskala lokal dan

nasional. Adapun rincian kegiatannya sebagai berikut:

Tabel 6. Program Unggulan Rumah Dunia

No. Bulan Kegiatan

1. Maret Pesta Ulang Tahun Rumah Dunia

2. April Hari Kartini

World Book Day

3. Mei Hari Buku Nasional

4. Juli Pesta Anak

5. Agustus Proklamasi RI

Baca Puisi wong Cilik

Selain itu ada juga kegiatan lainnya seperti:

a) Gong traveling

b) Jambore taman bacaan masyarakat

c) Ode kampung

d) Bazar buku

e) Jumpa pengarang

f) Pelatihan menulis

Page 85: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

71

g) Lomba pembacaan puisi, dan

h) Pertunjukan teater

i) Gempa Literasi

b. Struktur Organisasi Rumah Dunia

Sejak awal didirikan, Rumah Dunia telah beberapa kali berganti

kepengurusan. Presiden pertama adalah Gol A Gong (2000-2005),

dilanjutkan Verman Venayaksa (2005-2010), kemudian Ibnu Adam

Aviciena (2010-2015) dan sekarang Ahmad Wayang (2015-2020).

Kepengurusan Rumah Dunia secara lengkap bisa dilihat di Tabel bawah ini:

Tabel 7. Struktur Organisasi Rumah Dunia

Jabatan Nama

Dewan Penasihat a. Gol A Gong

b. Tias Tatanka

c. Toto ST. Radik

d. Firman Venayaksa

e. Ade Jaya Suryani

f. Ahmad Mukhlis Yusuf

g. M. Arif Kirdiat

h. H. Embay Mulya Syarief

i. Dahnil Anzhar

j. Andi S Trisnahadi

k. Yudhistira Juwono

Page 86: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

72

l. Abdul Hamid

m. Agus Setiawan

n. Maulana Wahid Fauzi

o. Boyke Pribadi

p. Das Albantani

q. Zainal Abidin

Presiden Rumah Dunia Ahmad Wayang

Wakil Presiden Abdul Salam

Menteri Sekretaris Negara Jack Alawi

Menteri Keuangan Aeni Asma

Menteri Alumni Langiang Randhawa

Menteri Seni Sastra Ardian Je

Menteri Perpustakaan/ Pusling Aray Zaenal Abidin

Menteri Kegiatan Baehaqi Muhammad

Menteri Komunikasi & Informasi Hilman Sutedja

Menteri Seni Rupa Siti Nurfazriah

Menteri Dongeng Gita Rizki Hastari

Menteri Logistik Taufik Hidayatullah

Menteri Media Sosial Daru Borsalino

Admin Facebook Charlis Ridho

Admin Twitter Opik

Admin Instagram Yehan Minara

Page 87: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

73

Admin Youtube O‟Haidar

c. Sarana dan Prasana Rumah Dunia

Rumah Dunia dibangun diatas lahan seluas 3000 meter persegi.

Adapun bangunan atau fasilitas Rumah Dunia untuk menunjang kegiatan

diskusi dan belajar antara lain:

1) Rumah relawan

Rumah relawan, disediakan untuk para relawan Rumah Dunia.

Sampai saat ini ada sepuluh orang yang tinggal di rumah relawan.

Mereka adalah orang-orang yang dipilih sendiri oleh Gol A Gong untuk

tinggal di rumah relawan dan siap mendedikasikan dirinya untuk

Rumah Dunia.

2) Perpustakaan

Perpustakaan yang disediakan di TBM Rumah Dunia terdiri dari

tiga macam, yaitu “perpustakaan pink‟ , perpustakaan surowoswan dan

perpustakaan keliling. Untuk perpustakaan pink diberi nama rintisan

balai belajar bersama. Didirikan pada tahun 2010 dan pernah direnovasi

pada tahun 2014. Perpustakaan ini merupakan perpustakaan istana

komik dan perpustakaan untuk orang dewasa. Kemudian, perpustakaan

surosowan yaitu perpustakaan yang ada di auditorium surosowan.

Didirikan dengan tujuan untuk mendekatkan buku kepada anak-anak di

lingkungan sekitar. Koleksi di perpustakaan ini sebagian besar

Page 88: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

74

merupakan koleksi buku anak-anak, namun tidak menutup

kemungkinan kalau perpustakaan ini disediakan untuk kalangan umum.

Sedangkan perpustakaan keliling, merupakan hadiah dari Majalah

Ummi pada 31 Mei 2014 sebagai wujud syukur merayakan ulang tahun

yang ke-25. Mobil baca ini kemudian dijadikan sebagai salah satu

program dan diberi nama Perpustakaan Keliling (Pusling) Rumah

Dunia.

3) Teater terbuka

Teater terbuka letaknya persis di depan gedung “perpustakaan

pink‟ . Teater ini berbentuk lingkaran dengan tempat duduk

disekelilingnya yang berbentuk seperti anak tangga. Biasanya

digunakan untuk pementasan teater.

4) Mushola

Dibangun pada tahun 2004 dengan lebar sekitar 5x6 meter.

Letak mushola berada di dalam Rumah Dunia. Biasanya sering

digunakan oleh masyarakat umum apabila di Rumah Dunia sedang ada

acara.

5) Pendopo

Bangunan yang terletak di halaman Rumah Dunia ini didirikan

pada tahun 2013. Pendopo sering digunakan untuk acara diskusi

terbuka.

Page 89: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

75

6) Auditorium Surosowan

Auditorium surosowan berada di halaman depan Rumah Dunia.

Didirikan pada tahun 2013. Biasanya auditorium ini digunakan ketika

ada acara besar di Rumah Dunia, seperti acara rapat persiapan dan

pembentukan komunitas film banten dan berbagai macam acara

seminar.

Gambar 4. Auditorium Surosowan

(Sumber : Dok Pribadi)

7) Laboratorium Komputer Rumah Dunia

Pada Novermber 2008, laboratorium komputer didirikan. Ada

sekitar lima buah komputer sumbangan dari XL dan Yayasan Nurani

Dunia yang disimpan diruangan tersebut. Namun kini laboratorium

komputer sudah jarang digunakan, hal itu disebabkan karena banyak

komputer yang sudah rusak dan tidak diperbaiki.

Page 90: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

76

8) Lapangan Badminton Terbuka

Lapangan badminton biasanya digunakan oleh masyarakat

umum, terutama dipakai oleh anak-anak di sekitar Rumah Dunia untuk

bermain (Hastari, 2015).

2. Politik Lokal di Banten

Banten adalah salah satu provinsi baru di Indonesia yang terbentuk

berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000. Sebelum menjadi

provinsi, Banten bagian dari Provinsi Jawa Barat dan bisa otonom tidak

lepas dari perjuangan masyarakat Banten. Pada tahun 18 Juli 1999

diadakan Deklarasi rakyat Banten di alun-alun Serang yang kemudian

Badan Pekerja Komite Panitia Provinsi Banten menyusun pedoman dasar

serta rencana kerja dan Rekomendasi Komite Pembentukan Provinsi

Banten (KPPB). KPPB dipimpin oleh Uwes Qorny, dan ada dua organisasi

lain yang ikut terlibat dalam pembentukan provinsi Banten yaitu

Kelompok Kerja (Kopja) Pembentukan Provinsi Banten dipimpin oleh H.

Irsyad Djuwaeli dan Badan Koordinasi (Bakor) pembentukan Provinsi

Banten yang dipimpin H. Tb. Tryana Sjam‟un (Hidayat, 2007: 271).

Melalui tiga organisasi tersebut, para tokoh berserta masyarakat

bergabung memperjuangkan pembentukan Provinsi Banten. Perjalanan

panjang masyarakat dalam mewujudkan cita-citanya tersebut akhirnya

terwujud di Rapat Paripurna DPR RI. Pada tanggal 4 Oktober 2000, DPR

RI mengesahkan RUU Provinsi Banten menjadi Undang-Undang yaitu UU

Page 91: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

77

No. 23/2000 ditetapkan sebagai hari jadi terbentuknya Provinsi Banten.

Dan pada tanggal 18 November 2000 dilakukan peresmian Provinsi

Banten dan pelantikan pejabat Gubernur H. Hakamudin Djamal untuk

menjalankan pemerintahan Provinsi Banten sampai terpilihnya Gubernur

definitif. Secara administratif, saat ini Banten memiliki 8 wilayah

Kabupaten/Kota yang terdiri dari 4 Kabupaten dan 4 Kota yaitu:

Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang, Kabupaten

Tangerang, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kota Serang dan

Kota Cilegon.

Gambar 5. Beberapa Tokoh Pendiri Banten yang tergabung dalam Badan

Koordinasi Pembentukan Provinsi Banten

(Sumber: Mamanfaturochman.worpress.com)

Meski Provinsi Banten baru berdiri di tahun 2000, namun ikhtiar

dan perjuangannya sudah dilakukan sejak dekade 1960-an ketika Indonesia

masih dibawah pimpinan orde lama. Tahun 1963 adalah momentum

Page 92: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

78

pendahuluan ketika para perintis dan pejuang Provinsi Banten

menggulirkan wacana dan keinginan memiliki provinsi sendiri. Tokoh-

tokoh perintis pembentukan Banten yang tercatat dalam sejarah di era

1960-an adalah mereka yang tergabung dalam panitia Pembentukan

Provinsi Banten (PBB) antara lain: H.M Gogo Rafiuddin Sandjadirdja

(Bupati Serang sekaligus mewakili unsur PSII bersama-sama Mochamad

Sanusi dan Tb. Suchari Chatib), Ayip Dzuhri (NU/ Front Nasional), Entol

Mansur (PNI/ Front Nasional), dan Sukra dan Toha (PKI/ Front Nasional)

(Sutisna, 2017: 1-2). Perjuangan mendirikan Provinsi Banten kembali

dilakukan di tahun 1970-an dengan membentuk Presidium Panitia Pusat

Provinsi Banten. Sejarah mencatat nama-nama tokoh antara lain: Tb.

Bachtiar Rifai, Ayip Abdurachman, Achmad Nurjani dan Uwes Qorny.

Perjuangan berlanjut di era kepemimpinan orde baru yang

sentralistik, otoriter dan kurang menyerap aspirasi daerah. Uwes Qorny

selaku tokoh Banten yang sudah berjuang dari mulai orde lama, kembali

mentriger aspirasi dan semangat itu di tahun 1997 dimana masa-masa

gejolak menuntut adanya reformasi. Usaha tersebut terus bergulir sampai

akhirnya terwujud Provinsi Banten.

Secara kultural, Banten dikenal dengan dua kekuatan kelompok

besar terdiri dari Jawara dan Kyai, yang mana dua kelompok ini dengan

sengaja diorganisir oleh rezim orde baru untuk mempertahankan

kekuasaan Soeharto bersamaan dengan Partai Golkar dan kekuatan militer.

Kyai diorganisir ke dalam organisasi Satya karya (Satkar) Ulama dan

Page 93: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

79

Jawara diorganisir ke dalam organisasi Satkar Pendekar, kemudian

berganti nama menjadi Persatuan Pendekar Persilatan Seni Budaya Banten

Indonesia (PPPSBBI) (Hamid, 2008). Kebanyakan orang biasanya,

mengonotasikan Jawara dan Kyai sebagai dua hal yang bertolak belakang.

Namun yang menarik di Banten adalah hubungan Jawara dan Kyai selalu

berlangsung harmonis dari mulai zaman kesultanan, kolonial hingga

zaman kemerdekaan. Syarif Hidayat (2007) menyebut kedua hubungan

tersebut sebagai Dwi Tunggal ke-khasan identitas sosial di kalangan

komunitas Banten.

Terdapat figur yang tidak bisa lepas dibicarakan jika sedang

membahas Jawara dan Kyai di Banten yaitu Tb. Chasan Sochib almarhum,

adalah orang yang memiliki kekuasaan dan pengaruh besar di Banten. Dia

seorang jawara, anggota Golkar, pengusaha dan pernah menjadi Ketua

Pusat Satkar Ulama (Hamid, 2011). Chasan Sochib memiliki kedekatan

dengan penguasa orde baru sehingga dia memiliki akses mudah dalam

menjalankan kegiatan usahanya. Ketika orde baru tumbang dan Banten

menuntut menjadi pemerintahan yang otonom, Chasan Sochib mendukung

dan mengambil peran dominan dalam pembentukan Provinsi Banten.

Djoko Munandar dan Ratu Atut Chosiyah adalah Gubernur dan

Wakil Gubernur pertama yang terpilih melalui pemilihan tertutup oleh

DPRD Banten. Atut merupakan anak dari Tb. Chasan Sochib. Djoko

diusung oleh partai PPP dan Atut diusung oleh partai Golkar, kedua

partainya berkoalisi. kemenangan Djoko-Atut diwarnai dengan praktik

Page 94: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

80

politik uang dan perilaku intimidasi yang dilakukan oleh kelompok jawara.

Menurut Hamid (2011) ada lima strategi yang dilakukan oleh Jawara untuk

memenangkan pemilihan Gubernur Banten tahun 2001; Pertama, mereka

memenangkan pertarungan di internal Golkar, jawara berhasil memajukan

Atut sebagai calon Wakil Gubernur dan menyingkirkan Aly Yahya yang

telah mengambil formulir sebagai calon Gubernur dari Partai Golkar.

Kedua, Jawara berhasil mengacaukan koalisi PPP dengan PDIP.

Caranya, Golkar menggandeng PPP sebagai mitra koalisi utama, dengan

pendekatan langsung Chasan Sochib ke Ketua DPD PPP Banten. Ketiga,

Jawara melakukan intimidasi dengan mengerahkan kekuatan massa atas

nama tenaga pengamanan, bahkan masuk ke dalam ruangan sidang.

Keempat, ada indikasi Jawara melakukan politik uang untuk membeli

suara anggota Dewan dengan harga ratusan juta rupiah. Kelima,

penguasaan opini. Jawara melakukan kontrol terhadap opini yang

berkembang terutama di media massa lokal.

Pada tahun 2005, Gubernur Djoko diberhentikan dari jabatannya

setelah dia dijadikan tersangka oleh Majelis Hakim Pengadilan Serang atas

kasus korupsi dana perumahan anggota DPRD Banten. Djoko kemudian

mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Banten dan kasasi ke

Mahkamah Agung. Hasilnya, MA menyatakan Djoko tak bersalah dan

dibebaskan dari segala hukuman. Ada spekulasi jika ini adalah jebakan

untuk menjatuhkan Djoko agar Atut bisa menggantikan posisi Djoko

menduduki kursi nomor satu di Banten. Setelah dilantik sebagai Pelaksana

Page 95: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

81

tugas (Plt) Gubernur Banten, setahun kemudian Atut maju dalam

kontestasi Pilkada langsung 2006 berpasangan dengan Masduki dan

terpilih. Atut kemudian kembali terpilih menjadi Gubernur Banten di

pilkada langsung 2012 berpasangan dengan Rano Karno. Namun di tahun

2013 Atut ditetapkan sebagai tersangka karena terbukti melakukan

penyuapan terhadap Akil Mochtar untuk memenangi gugatan PHPU

Pilkada Lebak tahun 2013 bersama dengan adiknya Tb. Chaeri Wardana

(Wawan).

Keberhasilan langkah Atut di ranah politik praktis diikuti oleh para

kerabatnya. Baik di jabatan eksekutif, legislatif atau pun jabatan strategis

di partai politik. Meninggalnya Chasan Sochib di tahun 2011 tidak serta

merta membuat kekuasaan keluarga Chasan Sochib di Banten turut

menghilang. Di ranah eksekutif adik ipar Atut, Tb. Haerul Jaman terjun ke

perpolitikan Banten, mendampingi Bunyamin sebagai calon Wakil

Walikota Serang tahun 2008 dan berhasil menang. Tiga tahun kemudian

Jaman diangkat menjadi Walikota Serang menggantikan Bunyamin yang

meninggal dunia dan kembali terpilih di periode kedua setelah memenangi

pilkada Kota Serang tahun 2013.

Adik Atut, Ratu Tatu Chasanah, maju sebagai calon Wakil Bupati

Serang mendampingi Taufik Nuriman pada pilkada 2010 dan terpilih.

Periode berikutnya tahun 2015 Tatu kembali mencalonkan diri sebagai

Bupati Serang didampingi Panji Tirtayasa dan kembali terpilih. Sementara

adik ipar Atut, Airin Rachmi diany, menjadi Walikota Tangerang Selatan

Page 96: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

82

dua periode tahun 2011-2016 dan 2016-2021. Dan Ibu tiri Atut, Heryani,

juga tidak ketinggalan terjun ke politik praktis. Dia terpilih menjadi Wakil

Bupati Pandeglang di tahun 2011 mendampingi Erwan Kurtubi. Kemudian

di Pilkada serentak 2015 posisi Heryani digantikan oleh menantu Atut,

Tanto W. Arban, sebagai Wakil Bupati Pandeglang. Dan terakhir di

Pilkada serentak 2017 kemarin, Andika Hazrumy, anak dari Atut berhasil

menjadi Wakil Gubernur Banten mendampingi Wahidin Halim.

Di ranah legislatif, suami Atut, Hikmat Tomet, mengikuti pemilu

legislatif 2009 dan berhasil menduduki kursi DPR RI dari fraksi Golkar

yang merupakan kendaraan politik keluarga dinasti Atut. Pada tahun yang

sama, Andhika Hazrumy, anak Atut terpilih sebagai anggota DPD RI.

Sementara istriya Andika, Ade Rossi terpilih menjadi anggota DPRD Kota

Serang. Selanjutnya pada pemilu legislatif 2014, Andika melenggang ke

DPR RI seperti mendiang Ayahnya yang meninggal di tahun 2013. Dan

tidak ketinggalan, adik Andika atau anak kedua Atut, Andiara Apriala

Hikmat, juga terpilih sebagai anggota DPD RI. Tahun 2016, Andika

mundur dari DPR untuk bertarung di pilkada serentak Banten 2017.

Tabel 8. Persebaran Politik Dinasti Atut di Lembaga Eksekutif dan Legislatif

Nama Jabatan Relasi Keluarga

Ratu Atut Chosiyah Wakil Gubernur Banten

2002-2005, Gubernur Banten

2005-2014

Anak Jawara dan

Pengusaha Banten Alm.

Tb. Chasan Sochib

Tb. Chaerul Jaman Wakil Walikota Serang 2008-

2011, Walikota Serang 2011-

Adik tiri Atut

Page 97: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

83

(Sumber: Diolah dari berbagai sumber)

Di ranah partai politik, keluarga Atut juga mendominasi jabatan

tinggi di partai Golkar Banten. Ketua DPD I Golkar Banten diduduki oleh

Tatu Chasanah menggantikan mendiang suami Atut Hikmat Tomet di

tahun 2014. Sementara Jaman terpilih menjadi Plt. Ketua DPD II Golkar

Kota Serang di tahun 2015 menggantikan Ratu Lilis Karyawati yang tidak

lain adalah adik tiri Atut. Dan di tahun 2017 Jaman digantikan oleh

2018

Ratu Tatu Chasanah Wakil Bupati Serang 2010-

2015 dan Bupati Serang

2016-2021

Adik kandung Atut

Airin Rachmy Diany Walikota Tangerang Selatan

2011-2016 dan 2016-2021.

Adik Ipar Atut atau suami

Tb. Chaeri Wardana

Heryani Wakil Bupati Pandeglang

2011-2016

Ibu tiri Atut

Tanto W. Arban Anggota DPRD Banten 2014-

2016 dan Wakil Bupati

Pandeglang 2016-2021

Menantu Atut

Andika Hazrumy Anggota DPD RI 2009-2014,

Anggota DPR RI 2014-2016

dan Wakil Gubernur Banten

2017-2022

Anak kandung Atut

Alm. Hikmat Tomet Anggota DPR RI 2009-2013 Suami Atut

Ade Rossi Anggota DPRD Kota Serang

2009-2014 dan Anggota

DPRD Banten 2014-2019

Menantu Atut atau Istri

Andika Hazrumy

Andiara Aprilia

Hikmat

Anggota DPD RI 2014-2019 Anak kedua Atut

Page 98: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

84

adiknya, Ratu Ria Maryana. Kemudian DPD II Kota Tangerang Selatan

diketuai oleh Airin Rachmi Diany. Dan Andika Hazrumy menduduki

posisi Ketua bidang pengurus pusat wilayah Banten setelah sebelumnya di

posisi Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat (DPP) partai

Golkar.

Gambar 6. Atut berserta Keluarga

(Sumber: Poskotanews.com)

Kekuasaan dinasti Atut tidak terbatas di ranah politik, juga masuk

pada jabatan strategis di luar eksekutif dan legislatif salah satunya di

asosiasi bisnis Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Banten. Sejak Kadin

dibentuk pada Desember tahun 2000, langsung dipimpin oleh Tb. Chasan

Sochib hingga tahun 2012, kemudian dilanjutkan oleh Tb. Chaeri

Wardana, adik kandung Atut hingga 2017 namun terhenti di tahun 2013

karena kasus korupsi. Selain di puncuk pimpinan, keluarga Atut juga

Page 99: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

85

banyak yang masuk kedalam struktur kepengurusan Kadin Banten

(Sutisna, 2017: 59).

Jaringan kekuasaan Atut tidak semata-mata terbatas pada politik

(Kepala Daerah, anggota DPR RI, DPD dan DPRD) dan bisnis (Kadin dan

Gapensi) melainkan juga menguasai jaringan organisasi kemasyarakatan.

Masyarakat sipil yang seharusnya menjadi kekuatan untuk mengontrol

pemerintah malah ikut terkooptasi oleh dinasti politik Atut dengan

menempatkan anggota keluarganya di jabatan strategis. Semasa masih

hidup, Chasan Sochib adalah pemimpin organisasi pendekar yaitu

Persatuan Pendekar Persilatan dan Seni Budaya (PPPSBB) dan pemimpin

pusat dua periode Satkar Ulama. Chasan Sochib juga mendirikan

organisasi kerelawanan yang diberi nama Relawan Banten Bersatu.

Di organisasi kepemudaan, Komite Nasional Pemuda Indonesia

(KNPI) diketuai oleh Tanto W. Arban menantu Atut, setelah sebelumnya

KNPI berada dibawah kendali Ratu Lilis Karyawati. Anak Atut, Andika

Hazrumy juga tercatat pernah menjadi ketua Gerakan Pemuda (GP)

Anshor Banten dan saat ini mejabat sebagai ketua Taruna Siaga Bencana

(Tagana) Banten dan Karang Taruna Banten. Menantu Atut atau istri

Andika Hazrumy, Ade Rossi pernah menjadi Ketua KONI Serang dan saat

ini masih menjadi ketua Himpaudi Banten. Dan adik Atut, Ratu Tatu,

memimpin PMI Banten dan ini merupakan periode ketiganya menjadi

pucuk pimpinan di PMI Banten.

Page 100: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

86

Hal ini bisa dinilai bahwa keberhasilan dinasti politik Atut

menduduki jabatan politis tidak lepas dari dukungan politik massa dari

berbagai sektor dan kalangan. Masyarakat sipil dikendalikan keluarga

dinasti Atut sebegitu rupa dalam rangka mempertahankan kekuasaannya di

Banten.

Keluarga dinasti politik Atut tidak sekadar menduduki posisi

jabatan strategis di lintas sektor tapi juga mengendalikan proyek-proyek

pemerintah untuk kemudian dikelola oleh perusahaan milik keluarganya.

Modus yang dilakukan keluarga bervariasi mulai dari lobi-lobi informal

dengan pejabat pemerintah daerah, distribusi amplop (uang suap), sampai

dengan praktik intimidasi fisik (Hidayat, 2007: 293).

Di tahun-tahun awal pemerintah Banten, ketika Ayah Atut Chasan

Sochib masih hidup, perusahaannya memenangkan proyek-proyek

konstruksi untuk membangun markas kepolisian daerah Banten, gedung

DPRD, komplek pemerintahan Banten, dan beberapa jalan raya utama di

Banten. Dia juga menjual tanah kepada pemerintah dengan harga yang luar

biasa besar. Pemerintah Provinsi memperoleh lahan dari Chasan untuk

pembuatan kantor baru polisi dan lain-lain. Harga tanah yang dijual

Chasan senilai Rp. 231.500 per meter persegi, harga ini jauh lebih tinggi

dari harga rata-rata tanah yang berkisar Rp. 200.000 per meter persegi.

Dan Chasan mengendalikan lebih dari 60 persen anggaran pembangunan

dari proyek-proyek bernilai lebih dari 5 miliar. Dia bahkan bahkan

mengakui bahwa perusahaanya yaitu Sinar Ciomas Raya Co Ltd

Page 101: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

87

menangani semua proyek senilai lebih dari 10 miliar rupiah (Masaaki &

Hamid, 2008).

Pasca meninggalnya Chasan Sochib di tahun 2011, proyek-proyek

di Banten masih dikuasai oleh keluarganya dalam hal ini dibawah kendali

Ratu Atut dan adiknya, Tb. Chaeri Wardana (Wawan). Menurut kajian

Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama Masyarakat Transparansi

(Mata) Banten, dalam kurun waktu tiga tahun 2011-2013 keluarga Atut

mendapat 52 proyek dari dua instansi Kementerian Pekerjaan Umum (PU)

dan dinas Bina Margaa serta Tata Ruang Provinsi Banten dengan total

nilai 723,4 miliar. Dalam catatan ICW, ada sebelas perusahaan yang

dimiliki langsung oleh keluarga Atut dan ada 24 jaringan perusahaan lain

yang memiliki kaitan dengan keluarga Atut. Dan ICW menilai ada indikasi

kepemilikan keluarga Atut di beberapa perusahaan lain yang memegang

jasa distribusi elpiji dan Bahan Bakar Minyak (BBM)

(https://antikorupsi.org/id/news/mengungkap-gurita-bisnis-keluarga-atut-

di-tanah-banten diakses pada 8 April 2018).

ICW juga melakukan kajian penyaluran dana hibah Provinsi

Banten yang dianggap ganjil dan cenderung koruptif. Dalam anggaran

tahun 2011 atau menjelang Pilkada Banten 2012, hibah dan bansos yang

dianggarkan melonjak drastis dari tahun 2009 yang hanya 74 miliar

menjadi 391,463 miliar. ICW menilai anggaran tersebut kemungkinan

diselewengkan menjadi modal politik bagi Atut yang kembali

mencalonkan diri di pilkada Banten 2012. Adapun empat temuan ICW

Page 102: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

88

dugaan penyimpangan anggaran dana hibah dan bansos Provinsi Banten

2011 sebagai berikut: Pertama, lembaga penerima hibah fiktif, ada

sepuluh lembaga penerima hibah yang diduga fiktif yang tersebar di

beberapa daerah Banten. Total anggaran yang dialokasikan kepada

sembilan lembaga tersebut sebesar 4,5 miliar.

Kedua, Lembaga penerima hibah yang beralamat sama, setidaknya

dua belas penerima hibah yang memiliki alamat yang sama dengan total

alokasi anggaran mencapai 28,9 miliar. Ketiga, Aliran dana ke lembaga

yang dipimpin keluarga gubernur, mulai dari suami, kakak, anak, menantu,

dan ipar. Total dana hibah yang masuk ke lembaga yang dipimpin oleh

keluarga Gubernur mencapai 29,5 miliar. Keempat, dana hibah tidak utuh,

jumlah dana yang diterima oleh lembaga penerima tidak sesuai dengan

pagu anggaran (http://antikorupsi.org./id/news/dugaan-korupsi-dana-

hibah-dan-bantuan-sosial-provinsi-bantentahun-2011 diakses pada 10

April 2018).

Tabel 9. Keganjilan Dana Hibah Tahun 2011 menjelang Pilkada 2012

No. Masalah Nilai Kerugian

1 Lembaga Fiktif 4.500.000.000

2 Lembaga penerima hibah yang alamatnya

sama

28.950.000.000

3 Aliran dana ke lembaga yang dipimpin

keluarga gubernur

29.500.000.000

4 Lembaga yang hibah tidak utuh 925.000.000

(Sumber: www.antikorupsi.org)

Page 103: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

89

Apa yang terjadi pada kondisi politik lokal di Banten yang

didominasi oleh kelompok penguasa dominan dan pergerakan masyarakat

yang terkendalikan oleh penguasa menjadi jauh dari semangat awal

pendirian provinsi Banten. Yaitu mewujudkan keadilan, kesejahteraan,

mengejar ketertinggalan dan memajukan Banten sebagai daerah yang

selama di bawah pemerintahan Jawa Barat kurang diperhatikan.

3. Rumah Dunia dan Politik Dinasti di Banten

Banten dengan sejarah panjangnya, memiliki masyarakat yang

berdaya kritis terhadap penguasa. Jika ditilik kembali secara historis,

rakyat Banten ikut terlibat dalam perjuangan kemerdekaan dengan

melakukan perlawanan terhadap pemerintah kolonial. Bahkan jauh

sebelum itu, di tahun 1600-an rakyat Banten dengan kesultanannya sudah

melakukan perlawanan terhadap Vereenigde Oostindiche Compaigne

(VOC). Kemudian di tahun 1888, dikenal peristiwa Geger Cilegon, adalah

peristiwa perlawanan bersenjata rakyat Banten terhadap penguasa Hindia

Belanda yang dipimpin oleh Ki Wasyid. Walau penyebab perlawanan

dilakukan karena faktor agama, namun hal ini menjadikan rakyat Banten

bersatu melawan penjajah.

Di era kolonial juga, Banten dikenal dengan keberadaan Kyai dan

Jawara yang progresif. Hubungan Jawara dan Kyai di Banten selalu

berlangsung harmonis bahkan para jawara dinilai sangat menghormati

Kyai sebagai guru spiritualnya. Di tahun 1926, merupakan momen

Page 104: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

90

bersejarah dimana Kyai dan Jawara bersama-sama melakukan

pemberontakan terhadap pemerintah kolonial Belanda. Di era ini juga

menandakan harmonisnya hubungan islam dan komunisme di Banten.

Karena pada saat itu banyak Kyai yang tergabung dalam Partai Komunis

Indonesia (PKI) kemudian disusul oleh kelompok Jawara (Williams,

2003).

Di masa akhir orde baru ketika tuntunan reformasi mengejolak,

masyarakat Banten ikut terlibat menumbangkan rezim Soeharto.

Mahasiswa Banten melakukan aksi di depan gedung DPRD Serang.

Berbarengan dengan momentum reformasi, masyarakat Banten secara luas

menuntut pemisahan Banten dari pemerintahan Jawa Barat dan mengubah

status Banten dari keresidenan menjadi Provinsi tersendiri.

Namun saat ini, ketika reformasi telah digulirkan, masyarakat

Banten seolah dijinakan oleh penguasa Banten. Mulai dari lembaga

pemerintahan, partai politik, ekonomi, organisasi kepemudaan, organisasi

sosial sampai organisasi kemasyarakatan mampu dikendalikan penguasa

melalui penempatan salah seorang keluarganya di dalam jajaran strategis

kepengurusan. Jawara dan Kyai yang semula merupakan kelompok

progresif, sudah tidak terlihat lagi gigi taringnya. Jawara kini menjadi

kelompok penunjang kekuasaan dinasti Atut, pun dengan Kyai.

Tapi bagaimana pun, dengan adanya reformasi berarti pemerintah

tidak bisa melakukan kontrol penuh atas masyarakat. Jika di orde baru

pemerintah bisa sewenang-wenang membredel dan membungkam rakyat

Page 105: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

91

yang kritis. Beda hal dengan reformasi, penguasa hanya bisa melakukan

pembungkaman melalui cara-cara administratif, deal-dealan politik atau

sekadar menekan. Walau tidak menutup kemungkinan masih adanya

intimidasi dan cara-cara kasar, tetap tidak separah ketika orde baru karena

sudah tidak berlaku lagi dwi fungsi ABRI. Reformasi disatu sisi

melahirkan bos-bos lokal dan dinasti politik namun disisi lain juga mampu

melahirkan kekuatan sipil. Sehebat apa pun kekuatan Dinasti Atut

membangun jejaring, tetap tidak mampu mengendalikan seluruh

komponen rakyat menjadi berada di pihaknya.

Dibalik situasi hegemonik politik Dinasti Atut dan jinaknya

beberapa organisasi, masih banyak masyarakat sipil yang sadar dan

melakukan pergerakan untuk mewujudkan Banten yang ke arah lebih baik.

Salah satunya adalah Gol A Gong dengan komunitas Rumah Dunianya.

Gol A Gong menginginkan Rumah Dunia menjadi tempat peradaban di

Banten dan menjadikan Rumah Dunia sebagai tempat masyarakat madani.

Di mana rakyat tidak terkooptasi oleh kepentingan elitis dan mampu

memperjuangkan kepentingan rakyat secara keseluruhan tidak hanya

golongan.

Gol A Gong menilai (2018) sebelum Banten otonom, masyarakat

Banten seperti tidak diberdayakan oleh pemerintah pusat atau pun

pemerintah Jawa Barat. Banten seolah-olah dipelihara kebodohannya

untuk menunjang kekuasaan pemerintah pusat. Pemahaman literasi di

kalangan masyarakat Banten masih sangat rendah pada saat itu. Padahal

Page 106: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

92

sejarahnya banyak orang-orang pintar di Banten seperti Syekh Nawawi

yang tulisannya menjadi rujukan bagi kaum santri, pelajar, mahasiswa dan

akademisi di berbagai negara. Ada juga Multatuli seorang pegawai Hindia

Belanda yang bertugas di Banten dan melalui karya tulisannya mampu

menggemparkan dunia karena membongkar kesewenang-wenangan

pemerintah kolonial terhadap pribumi dan mengungkap praktik-praktik

korupsi yang berlangsung di Lebak.

Dengan kesadarannya, Gol A Gong mulai melakukan resistensi

terhadap pemerintah dengan membuat sebuah tabloid bulanan berbasis

komunitas yaitu Banten Pos (1993) dan Meridian (2000). Namun

keduanya tidak bertahan lama, hanya enam bulan kemudian ditutup oleh

aparat karena dianggap meresahkan masyarakat Serang. Menurut Gong

(2018), petugas kepolisian meminta Banten Pos untuk ditutup sambil

membawa senjata pistol yang diletakan diatas meja kerjanya. Perjuangan

tidak berhenti disitu, setelah Banten Pos ditutup dan kemudian dua tahun

bekerja di Bandung, Gong mendirikan gelanggang remaja yang sekarang

dikenal dengan Rumah Dunia. Gong termotivasi untuk mengubah stigma

negatif yang selama ini di sematkan ke Banten; daerah tertinggal, santet,

jawara dan stigma negatif lain menjadi positif melalui literasi.

Rumah Dunia sebagai wadah alternatif belajar bagi masyarakat

untuk memperoleh informasi dan ilmu pengetahuan secara gratis maka

kegiatan yang selama ini dilakukan Rumah Dunia adalah belajar menulis,

membaca, mengadakan pertunjukan teater, bedah buku, dan hal lainnya.

Page 107: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

93

Semua itu dilakukan untuk mewujudkan peradaban masyarakat Banten

yang lebih baik

Gambar 7. Salah Satu Dokumentasi Kegiatan di Rumah Dunia

(Sumber: tunascendikia.org)

Apa yang dilakukan Rumah Dunia tidak hanya berfokus di gerakan

literasi namun juga konsen pada gerakan anti korupsi. Rumah Dunia tidak

segan dan tidak jarang melakukan kritik terhadap pemerintah. Apa yang

dilakukan oleh Rumah Dunia tidak terbatas bersifat horizontal tapi juga

vertikal. Salah satu hal yang ditentang Rumah Dunia adalah politik dinasti

Atut yang dianggap sebagai dinasti korup dan merupakan akar dari

permasalahan di Banten. Rumah Dunia bekerja sama dengan KPK untuk

sama-sama melawan korupsi dan mengawal pemerintahan Banten agar

bersih dari praktik-praktik korupsi. Karena Rumah Dunia adalah gerakan

literasi tentu jalan yang ditempuh dalam melakukan perlawanannya

melalui media literasi.

Page 108: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

94

Berdasarkan pemikiran Diamond (2003), organisasi

kemasyarakatan yang melibatkan diri dalam upaya mengentaskan

kemiskinan, mencegah kejahatan dan berusaha meningkatkan sumber daya

manusia bisa disebut sebagai civil society atau civil society organization

(CSO). Rumah Dunia sebagai komunitas dapat diartkan sebagai CSO yang

berkiprah ditingkatan internal dan berupaya melakukan kegiatan-kegiatan

yang ditunjukan dalam rangka perbaikan dan peningkatan mutu kehidupan

sosial di Provinsi Banten.

Di negara yang demokratis keberadaan civil society tentu sangat

dibutuhkan sebagai mitra pemerintah dalam hal peberdayaan atau

mengontrol jalannya pemerintahan. Posisi penting civil society dalam

pembangunan demokrasi adalah adanya partisipasi masyarakat dalam

proses-proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pemerintah.

Atau juga sebagai kekuatan penyeimbang negara agar kekuasaan

penguasa tidak dominan. Selaras dengan apa yang dimaknai oleh Alexis

De‟ Tocqueville, civil society adalah entitas penyeimbang kekuatan

negara. Keberadaan civil society sebagaimana negara hukum menjadi

sangat penting dalam mewujudkan demokrasi. Dengan demikian, civil

society dapat menjadi tumpunan penyeimbang kekuatan negara yang bisa

sewaktu-waktu melakukan penyimpangan dan kesewenang-wenangan.

Banten yang dikenal sebagai tanah Jawara dan identik dengan

tindakan kasar yang hanya berandalkan otot, pada awal-awal provinsi

Banten baru terbentuk, keberadaan Jawara sangat mendominasi di Banten.

Page 109: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

95

Jawara menjadi seperti pengaman swasta di tingkat lokal dan tidak jarang

berlaku sewenang-wenang. Melihat hal demikian, Gong sebagai orang

yang sadar tidak mau sekadar menjadi pentonton tapi harus melakukan

suatu perubahan salah satu langkahnya melalui Rumah Dunia.

Rumah Dunia hadir di Banten sebagai perlawanan atas hegemoni

Jawara. Seperti kredo dari salah satu pendiri Rumah Dunia Toto ST Radik:

“Simpan Golokmu, Asah Penamu!”

“Simpan golokmu asah penamu, kita ingin menghancurkan

kekuatan senjata itu dengan kekuatan yang lain dalam hal ini

pena yang kita pilih, dan kredo itu saja dilawan oleh banyak

orang, dianggap itu menghancurkan kebudayaan Banten,

karena konon kebudayaan Banten itu kan tidak lepas dari

golok, jawara dan sebagainya, stigma itu kan sampai hari ini

masih apalagi dulu, dulu itu ada istilah sadigo salah dikit

golok……” (Wawancara dengan OK, dewan penasihat

Rumah Dunia, 24 Mei 2018)

Golok adalah alat senjata yang biasa dibawa dan digunakan oleh

Jawara bersamaan dengan baju khasnya berwarna hitam. Sesuai kredo

tersebut Rumah Dunia ingin menjadikan anak-anak, pelajar, mahasiswa

dan masyarakat luas membaca, menulis agar kelak terbentuk generasi baru

yang cerdas dan kritis serta berani dan tidak hanya mengandalkan pada

golok dan kekerasan. Begitu pun dengan kredonya Gong, “Waktunya

Otak, Bukan Otot” berarti otak sudah saatnya dikedepankan, tidak sekadar

mengandalkan otot dan kekerasan harus dihilangkan.

Page 110: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

96

Gambar 8. Kredo Simpan Golokmu, Asah Penamu.

(Sumber: Pictaram.com)

Seiring dengan memudarnya peran Jawara di Banten dan wafatnya

pemimpin Jawara Chasan Sochib, timbulah Dinasti Politik yang dimainkan

oleh anak serta kerabatnya Chasan. Tidak lagi sekadar memakai

kekerasan, namun bermain di sarana penunjang demokrasi yaitu Pemilu.

Jika dulu pemilihan Kepala Daerah diadakan secara tertutup, Jawara bisa

dengan mudah mengintimidasi anggota DPRD Banten yang masih

terhitung jumlahnya. Namun ketika sudah diberlakukannya pemilihan

kepala daerah langsung dalam hal ini dipilih langsung oleh rakyat maka

kekuatan Jawara tidak lagi menjadi efektif. Maka yang dilakukan dinasti

politik adalah membangun dan mengendalikan seluruh jaringan

keorganisasian yang ada di Banten untuk menunjang kekuasaan

keluarganya. Ditambah dengan kondisi sosial masyarakat Banten yang

cenderung pragmatis menjadi jalan terbuka untuk Dinasti Atut berkuasa

secara leluasa.

Page 111: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

97

Maka inilah gerakan yang dibangun oleh Rumah Dunia, melalui

literasi untuk mensadarkan masyarakat Banten bahwa pemerintahan

Banten sedang tidak baik-baik saja dibawah kendali sekelompok dominan.

Dinasti Atut dinilai sebagai akar permasalahan di Banten karena praktik

berpolitik yang Korupsi Kolusi dan Nepotime (KKN). Dalam wawancara

(2018), OK mengatakan tidak percaya jika ada dinasti yang baik karena

bagaimana pun kekuasaan menggoda orang baik menjadi buruk, dengan

konsep kekuasaan yang turun menurun sama saja seperti melanggengkan

kerajaan.

Apa yang dikritisi oleh Rumah Dunia terhadap Dinasti Atut mulai

dari penepatan keluarganya di berbagai lembaga keorganisasian yang

dianggap nepotisme hingga keganjilan penyaluran dana hibah yang

cenderung koruptif. Hal itu yang kemudian menjadi salah satu alasan

Rumah Dunia menolak bantuan berupa dana hibah dari Provinsi Banten.

Tidak jarang Rumah Dunia ditawarkan dana hibah oleh pemerintah Atut

ketika masih berkuasa, total dana hibah yang ditawarkan bahkan mencapai

miliaran rupiah. Misalnya di sekitar tahun 2011/ 2012 Rumah Dunia

didatangi Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Provinsi Banten, Hudaya

Latuconsina. Kedatangan Kadisdik dalam rangka menawarkan dana hibah

dari APBD dengan nominal mencapai 2 miliar. Hasil dari musyawarah Gol

A Gong dengan keluarga Rumah Dunia, menolak penawaran baik dana

hibah tersebut karena khawatir akan integritas pergerakan Rumah Dunia

Page 112: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

98

kedepannya (koranrumahdunia.com/2016/08/02/dana-hibah-di-banten/

diakses pada 3 Maret 2018) .

Namun bukan berarti, Rumah Dunia tidak pernah menerima

bantuan dana hibah dari pihak manapun. Bagi Rumah Dunia selama

anggaran itu bisa dipertanggungjawabkan, transfaran, bermanfaat untuk

keberlangsungan hidup Rumah Dunia dan bagi orang banyak juga tidak

mempengaruhi arah perjuangan Rumah Dunia yang selama ini digalakan

maka tidak menjadi masalah untuk menerima bantuan tersebut. Gong

berserta dewan penasihat yang lain tidak pernah mengajarkan relawan

untuk mengajukan proposal ke pemerintah melainkan mengajarkan

relawan untuk berkegiatan melalui prinsip “money follow the function”.

“Rumah Dunia begini, Rumah Dunia, saya tidak pernah

mengajari relawan bikin proposal mengajari mereka bikin

program, makanya Rumah Dunia tuh selalu berkegiatan, nah

dari kegiatan-kegiatan itu (pemerintah) pusat biasanya kaya

Gedung di depan itu dari Kemenpora jadi sering menitipkan

kegiatan, itu pun kami tidak mengawalinya dengan proposal,

ditunjuk kebanyakan, ditunjuk lalu saya bilang bagaimana nih

syaratnya, harus bikin proposal, gamau saya, menolak, gamau

saya proposalnya apa, ini semuanya udah berbentuk proposal

nih (sambal menunjuk komplek Rumah Dunia) tinggal di survei

aja lalu biasanya tawar menawarnya bikin program, nah selesai

kasih program, duit masuk gitu, kalo baru cuma ditawarin nanti

ya proposal dinilai saya gamau, yakin ga nih kalo dikasih, saya

gamau” (wawancara dengan Gol A Gong, pendiri Rumah Dunia

pada tanggal 28 Maret 2018)

Di tahun 2011 Rumah Dunia mendapatkan dana hibah sebesar Rp.

2.042.000.000 dari anggaran APBN melalui Kementerian Pemuda dan

Olahraga RI. Anggaran tersebut dipergunakan untuk membangun

Auditorium Surosowan yang digunakan ketika ada acara besar di Rumah

Page 113: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

99

Dunia. Beberapa kali juga Rumah Dunia mendapatkan bantuan dana dari

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sebagaimana yang dikatakan

salah satu penasihat Rumah Dunia, NA (2018) “di kemendikbud itu aman

tidak ada misalnya setelah dapat bantuan “eh minta duit sekian persen” ga

ada, jadi kami nyaman pertanggung jawaban pun nyaman, (dapet) bantuan

beberapa kali karena Rumah Dunia menjadi salah satu acuan TBM di

Indonesia”. Pernyataan tersebut dimaksudkan penyaluran anggaran dana

hibah yang diberikan pemerintah pusat tidak seperti dana hibah Provinsi

Banten yang acap kali meminta potongan beberapa persen.

Gambar 9. Penandatanganan Bantuan Dana Hibah untuk Rumah Dunia

dari Kemenpora RI

(Sumber: Koranrumahdunia.com)

Ketika banyak orang berpihak pada Dinasti Atut karena imbalan

yang didapat, namun Rumah Dunia tetap konsisten dengan gerakannya

melawan dinasti politik. Hal ini tentu tidak mudah bagi Rumah Dunia yang

hanya sebuah komunitas untuk melawan kekuasaan dinasti yang begitu

Page 114: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

100

besar dan tersistematis. Tidak jarang Rumah Dunia mendapat ancaman dan

teror yang beragam rupa untuk membungkan kekritisan Rumah Dunia

bahkan menghancurkan. Hal-hal berbau mistis seperti santet juga pernah

dilakukan terhadap Rumah Dunia oleh mereka yang tidak senang dengan

keberadaannya. Dan ancaman ini tidak hanya dilakukan oleh sekelompok

jawara atau preman bayaran tapi juga dilakukan oleh aparat kepolisian

yang notabene pelindung rakyat.

“….misalnya ada orang abis istirahat olahraga di depan

(Rumah Dunia), saya kadang kala keluar hari Minggu tuh

ngobrol saya ngenalin diri, nah ada satu dialog yang menarik

“Saya Gol A Gong Pak” (Kata Gong) “oh saya udah tau, dulu

saya mau naro narkoba di sini biar tempat ini ditutup” (Kata

Polisi), dia pensiunan dari polres jadi ketika ada intruksi itu

mereka survei terus katanya ga layak ini (Rumah Dunia) ditaro

narkoba karena gada gerakan-gerakan makar…” (wawancara

dengan Gol A Gong, pendiri Rumah Dunia pada tanggal 28

Maret 2018).

Ancaman, teror dan percobaan jebakan untuk menjatuhkan Rumah

Dunia tidak membuat padam perjuangan melawan Dinasti Atut. Hal itu

merupakan konsekuensi dan Gong sebagai pendiri Rumah Dunia sudah

memikirkan hal tersebut. Menurut Gong (2017), apa yang dilawannya

selama ini bukan menyerang keluarga Atut secara personal melainkan

mengkritik kinerja yang dilakukan Atut selama jadi Gubernur dirasa tidak

beres. Bahkan pernah di tahun 2006 ketika Atut masih menjabat sebagai

Gubernur berkunjung ke Rumah Dunia dalam rangka berdialog dengan

para seniman dan budayawan. Dan tidak ada penolakan dari Rumah Dunia

selama tujuan dan niatnya baik.

Page 115: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

101

Gambar 10. Atut Ketika di Rumah Dunia Tahun 2006

(Sumber: Koranrumahdunia.com)

Dalam komitmennya melawan korupsi di Banten, Rumah Dunia

berkerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bersama

KPK, Rumah Dunia menjadikan literasi sebagai alat perjuangan melawan

korupsi dan sebagai upaya pencegahan terjadinya praktik-praktik korupsi.

Melalui literasi Anti Koupsi, melakukan propaganda terhadap masyarakat

luas dalam melakukan kampanye, pencegahan korupsi dan penyadaran

lebih masif ke masyarakat luas akan bahaya laten korupsi. Dan Dinasti

Atut menjadi sasaran dari perlawanan Rumah Dunia dalam melawan

korupsi karena Atut beserta adiknya terbukti melakukan tindakan korupsi

hingga di tahan oleh KPK. Bahkan sebelum ditahan KPK, Rumah Dunia

sudah gencar melakukan perlawanan atas kebijakan-kebijakan yang

dilakukan oleh Atut semasa menjadi Gubernur.

Page 116: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

102

Salah satu hal yang dilakukan Rumah Dunia dalam melakukan

perlawanan terhadap dinasti korup di Banten misalnya Gol A Gong

membuat puisi yang menyinggung kondisi politik Banten dan

membacakannya di beberapa daerah di Banten bersama relawan Rumah

Dunia. Perlawanan yang terpenting bagi Rumah Dunia adalah tidak

melakukan anarki dan mengkritik Dinasti Atut sesuai dengan fakta yang

ada.

“…di sini anak-anak kan cuma teater, menggambar, persoalan

konten kan kalo misalkan Atutnya ga korupsi ga mungkin

dikritik, itu aja sih sebetulnya siapun rezim yang korup kita coba

ingatkan lewat tulisan ga pernah anarki, ga pernah demo turun

ga apa lah, bukan kompetensi kita, kita mah nulis aja nulis sajak,

pertunjukan teater, menulis statusnya bukan status status alay.”

(Wawancara denga Gol A Gong, Pendiri Rumah Dunia pada

tanggal 28 Maret 2018).

Keberadaan Rumah Dunia tidak bisa lepas dari persoalan

kondisi politik lokal di Banten. Kondisi Banten yang pada saat itu

terbelakang, didominasi kekuatan jawara dan rendahnya literasi,

membuat Rumah Dunia hadir dalam rangka melakukan perbaikan

keadaan sosial masyarakat Banten menjadi sadar dan kritis. Ketika

kekuatan jawara melemah kemudian diganti dengan dominasi salah

satu keluarga tertentu yaitu dinasti Atut yang dianggap korup,

Rumah Dunia melanjutkan perjuangan dengan semangat anti korupsi

dan melawan dominasi penguasa.

Page 117: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

103

B. Pembahasan

1. Rumah Dunia dan Pilkada Banten 2017

Perhelatan Pilkada Banten 2017 kemarin menjadi menarik jika

dibandingkan dengan pilkada yang telah dilaksanakan sebelumnya. Pada

2017 kemarin, pilkada Banten hanya diikuti oleh dua pasangan calon,

berbeda dengan pilkada sebelumnya selalu diikuti lebih dari dua pasangan

calon. Hal inilah yang kemudian membuat polarisasi masyarakat Banten

atas prefensi pilihan politiknya menjadi lebih kentara.

Selama berlangsungnya pemilihan Gubernur di Banten, keluarga

Atut tidak pernah absen dalam perhelatan dan selalu keluar menjadi

pasangan calon yang menang. Di Pilkada langsung 2006, terdapat empat

pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang ikut bertarung. Yaitu

pasangan Ratu Atut Chosiyah-H.M Masduki didukung oleh tujuh partai

politik; Gokar, PDIP, PBB dan PBR, PDS. Kemudian pasangan Tryana

Sjam‟um-Benyamin Davnie diusung oleh partai PAN dan PPP, Irsjad

Djuwaeli dan Mas Achmad Daniri didukung oleh Partai Demokrat dan

PKB. Dan pasangan terakhir Zulkifliemansyah dan Marissa Haque

diusung partai politik PKS dan PSI.

Sementara di Pilkada Banten 2012, diikuti tiga pasangan calon

Gubernur dan Wakil Gubernur yaitu sang petahana Atut Chosiyah bersama

Rano Karno diusung oleh sebelas partai politik; Golkar, PDIP, Gerindra,

Hanura, PKPB, PPD, PKB, PAN, PPP, PPNUI, dan PDS. Pasangan kedua

Wahidin Halim dan Irna Narulitas yang hanya diusung satu partai politik

Page 118: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

104

Partai Demokrat. Kemudian pasangan calon Jazuli Zuwaini dan Makmun

Muzakki diusung empat partai politik, PKS, PPP, PBR, PKNU.

Tabel 10. Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Banten 2006

(Sumber: KPU Banten)

Tabel 11. Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Banten 2012

(Sumber: KPU Banten)

Tahun Nama Pasangan Calon Partai Pendukung

Trjana Sam‟un-

Benyamin Davnie

PAN

PPP

Ratu Atut Chosiyah-H.M

Masduki

Golkar

PDIP

PBR

Pilkada Banten PBB

2006 PDS

PKPB

Partai Patriot

Irsjad Djuwaeli-Mas

Achmad Daniri

Partai Demokrat

PKB

Zulkifliemansyah-

Marissa Haque

PKS

PSI

Tahun Pilkada Pasangan Calon Partai Pendukung

Ratu Atut Chosiyah –

Rano Karno

Golkar

PDIP

Gerindra

Hanura

PKPB

PPD

PKB

Pilkada Banten PAN

2012 PBB

PPNUI

PDS

Wahidin Halim – Irna

Narulita Partai Demokrat

Jazuli Juwaini –

Makmum Muzakki

PKS

PPP

PBR

PKNU

Page 119: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

105

Di Pilkada Banten 2017, Atut tidak kembali bertarung dalam

pilkada karena kasus korupsi yang menjerat namun posisinya digantikan

oleh anaknya, Andika Hazrumy. Andika menjadi pendamping Wahidin

Halim sebagai calon Wakil Gubernur Banten 2017. Posisi Andika tidak

sebagai calon Gubernur tentu atas pertimbangan keluarganya yang matang.

Wahidin menjadi figur kuat yang dapat memuluskan jalan Andika dalam

perpolitikan perdananya di lembaga eksekutif. Terlebih lawan bertarung

dalam Pilkada Banten adalah calon petahana Rano Karno. Maka kemudian

sosok Wahidin yang berpengalaman dalam Pilkada sebelumnya dan

memiliki basis massa yang kuat di Tangerang menjadikan Andika sudi

disandingkan dengan Wahidin walau hanya diposisikan sebagai Wakil

Gubernur.

Pasangan Wahidin-Andika didukung oleh tujuh dari sepuluh partai

politik di Banten; partai Golkar, Gerindra, Demokrat, PKS, PKB, PAN dan

Hanura. Kemudian lawannya, Rano Karno berpasangan dengan Embay

Mulya Syarief didukung tiga partai politik yaitu PDIP, PPP dan Nasdem.

Selama pilkada berlangsung di Banten, keluarga Atut selalu mendapatkan

dukungan partai politik terbanyak jika dibandingkan dengan lawannya.

Terlepas dari kasus korupsi yang menjerat Atut, Andika sebagai anaknya

tetap mendapat banyak dukungan partai politik.

Page 120: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

106

Tabel 12. Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Banten 2017

(Sumber: KPU Banten)

Pasangan Wahidin-Andika juga mendapat dukungan dari berbagai

organisasi strategis di Banten seperti Karang Taruna dan KNPI karena

keduanya dipimpin langsung oleh keluarga Atut. Dan organisasi

masyarakat seperti Relawan Banten Bersatu yang didirikan oleh Kakeknya

Andika, Chasan Sochib.

Namun disisi lain, perhelatan Pilkada serentak 2017 bisa dikatakan

sebagai ajang bersatunya masyarakat yang menolak keluarga dinasti Atut

utnuk kembali menjadi kepala daerah. Banyak gerakan-gerakan melawan

dinasti bermunculan seperti Gerakan Menolak Politik Dinasti (Gempa) dan

Forum Banten Bersih (FBB). Dari kedua gerakan tersebut, Rumah Dunia

menjadi bagian di dalamnya.

Pasangan Calon Partai Pengusung

Wahidin Halim dan

Andika Hazrumy

Golkar

Gerindra

Partai Demokrat

PKS

PKB

Hanura

PAN

Rano Karno dan Embay

Mulya Syarief

PDIP

PPP

Nasdem

Page 121: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

107

Di pilkada Banten 2017, pergerakan Rumah Dunia melawan dinasti

dan korupsi semakin digalakkan. Rumah Dunia menilai ini menjadi ajang

untuk meruntuhkan dinasti Atut di pilkada agar tidak kembali berkuasa.

Gerakan-gerakan yang dilakukan Rumah Dunia dalam perhelatan politik

baru terlihat massif di pilkada 2017 kemarin. Berbeda dengan pilkada

sebelumnya di tahun 2006 dan 2012, pergerakan Rumah Dunia menolak

dinasti terlihat lebih tenang. Ini bisa jadi karena di tahun sebelumnya

terdapat lebih dari dua pasangan calon sehingga pilihan dari pengurus dan

relawan Rumah Dunia tidak satu suara sehingga sulit untuk melakukan

suatu gerakan bersama.

Misal di pilkada Banten 2012, pilihan antara kedua mantan

presiden Rumah Dunia Gol A Gong dan NA memiliki pilihan politik

berbeda. Gong mendukung PKS dan calon yang diusungnya Jazuli

Zuwaini - Makmum Muzakki sedangkan NA memilih pasangan Wahidin

Halim - Ira Narulita. Walau pilihan politik berbeda, yang pasti yang

didukung oleh keluarga Rumah Dunia bukan pasangan calon berasal dari

keluarga dinasti Atut. Walau Gong di Pilkada Banten sebelumnya

mendukung partai PKS, namun ketika Pilkada Banten 2017 PKS

mendukung keluarga dinasti maka kemudian Gong tidak serta merta

mengikuti dukungan politik PKS. Pun sama halnya dengan NA, walau di

pilkada sebelumnya dia mendukung Wahidin, dan sekarang Wahidin

berdampingan dengan keluarga dinasti maka tidak juga NA kembali

mendukung Wahidin di pilkada Banten saat ini.

Page 122: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

108

Beda halnya dengan Pilkada Banten 2017 kemarin, Gol A Gong,

OK, NA, Muhammad Arif Kirdiat dan semua yang terlibat di Rumah

Dunia memiliki satu pemahaman yang sama mendukung pasangan calon

Rano dan Embay. Presiden Rumah Dunia Ahmad Wayang juga

mengamini jika Rumah Dunia ketika Pilkada Banten kemarin memberikan

dukungan kepada Rano-Embay.

“Rano Embay kita anggap bersih sejauh ini dari praktek korupsi

kan, salah satu visi misinya memberantas korupsi di daerah,

mungkin itu yang bikin pas dan klop antara Mas Gong dan

relawan Rumah Dunia ini mendukung beliau” (wawancara

dengan Ahmad Wayang, Presiden Rumah Dunia pada tanggal

18 Oktober 2018)

Bagi Wayang, yang terpenting dari pasangan calon adalah memiliki

semangat tujuan sama yaitu memberantas korupsi di Banten. Dan Rano-

Embay dianggap bersih dari praktik korupsi. Terlepas dari perlawanan

terhadap dinasti, Rumah Dunia menganggap ketokohan Rano-Embay

layak didukung karena keduanya memiliki integritas dan kapabilitas dalam

memimpin Banten.

Rano Karno secara personal dekat dengan Rumah Dunia setelah dia

diangkat menjadi Plt. Gubernur Banten. Sebelumnya, ketika Rano masih

menjadi Wakil Gubernur tidak berani untuk mendekati Rumah Dunia.

Alasan yang masuk akal tentu karena Rumah Dunia konsen melakukan

resistensi terhadap dinasti politik Atut. Dan ini tidak hanya dilakukan oleh

Rano tapi hampir semua pejabat di Banten tidak berani berada pada posisi

Page 123: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

109

dekat dengan Rumah Dunia selama masih di bawah naungan Atut. Kalau

pun ada, dilakukan secara diam-diam.

Setelah Atut di penjara, Rano memiliki keleluasaan dalam

memimpin Banten dan mencoba merangkul pada kelompok-kelompok

yang sebelumnya bersebrangan dengan pemerintahannya. Merangkul di

sini bukan pada artian membagi-bagikan proyek melainkan bekerja sama

dalam membangun Banten. Karena selama pemerintahan Rano, Rumah

Dunia tidak pernah mendapatkan bantuan berupa dana hibah. Rano pernah

memberikan bantuan dana 5 juta rupiah ke Rumah Dunia secara personal

bukan atas nama pemerintah namun atas kepekaannya terhadap literasi.

Juga Rano pernah membantu membayar tunggakan cicilan tanah di depan

lokasi Rumah Dunia sebanyak 25 juta, uang tersebut tidak hanya dari

kantong pribadi Rano melainkan hasil iuran dengan Anies Baswedan yang

saat itu masih menjadi Kemendikbud ketika berkunjung ke Rumah Dunia

(wawancara dengan Gong, 28 Maret 2018).

Kedekatan Rumah Dunia dengan Rano bukan semata-mata karena

Embay yang merupakan penasihat Rumah Dunia menjadi Wakil dari

Rano, jauh sebelum nama Embay muncul untuk mendampingi Rano, para

pengurus dan relawan Rumah Dunia sudah memiliki kedekatan dengan

Rano dan memberi dukungan untuk kembali mencalonkan diri sebagai

Gubernur dan mendorong Rano untuk tidak berpasangan dengan keluarga

dari dinasti Atut. Salah satu hal yang dilakukan oleh salah satu pengurus

Rumah Dunia yaitu Gol A Gong adalah dengan memberikan surat terbuka

Page 124: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

110

kepada ketua umum PDIP Megawati Soekarno Putri agar Rano tidak

disandingkan kembali dengan keluarga Dinasti Atut. Surat tersebut di

posting melalui Facebook pribadi Gong pada 11 Juli 2016 dan kemudian

diposting di website Koran Rumah Dunia pada 1 Agustus 2016. Berikut

adalah kutipan dari surat terbuka Gong:

“…….Bu Megawati, ini adalah upaya terakhir dari saya

sebagai warga Banten dalam melawan hegemoni

infrastruktur politik dinasti di Banten. Sudah rahasia umum,

mereka melakukan konspirasi untuk menyandingkan Rano

dengan Andika atau Jaman, bagian dari dinasti Atut. Jika

upaya saya ini gagal, setidaknya saya sudah berikhtiar. Saya

hanya bisa berdoa saja nanti, supaya Banten tidak terpuruk

lagi…....” (Koranrumahdunia.com, 2016)

Surat yang diberikan Gong kepada Megawati menjadi viral di

sosial media. Isi surat tersebut menunjukan sekali pun wakil dari Rano

bukan Embay, dukungan tersebut akan terus ada terkecuali jika Rano

disandingkan dengan keluarga Atut. Rano seakan menjadi “jagoan” dan

harapan dari para penggerak anti dinasti karena posisinya sebagai

incumbent menjadi peluang untuk mengalahkan dinasti Atut dalam

kontestasi pilkada. Dari segi popularitas dan elektabilitas menurut

beberapa lembaga survei Rano unggul jika dibandingkan dengan bakal

calon lainnya. Survei dari indobarometer misalnya yang dilakukan pada 7-

12 April 2016, Rano memiliki elektabilitas 34,5 persen disusul dengan

Wahidin Halim 18,9 persen, Andhika Hazrumy 4,4 persen, Achmad

Dimyati Natakusumah 3,5 persen, Mulyadi Jayabaya 1,4 persen dan

disusul bakal calon lain. Kemudian dari segi popularitas, Rano mencapai

Page 125: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

111

99,9 persen, kemdian Dessy Ratnasari 81,8 persen, Wahidin Halim 57,0

persen, Andhika Hazrumy 47,8 persen, dan Mulyadi Jayabaya 29,3 persen.

Gambar 11. Elektabilitas Bakal Calon Gubernur Banten 2017

Sumber: Indo Barometer tahun 2016

Dari survei tersebut Posisi Rano unggul jauh diatas bakal calon lain

bahkan jauh diatas Andika Hazrumy. Obsesi keluarga Atut untuk kembali

menduduki kursi Gubernur harus kandas karena elektabilitas dan

popularitas Andika yang belum memadai sehingga harus bersedia

diposisikan sebagai calon Wakil Gubernur. Rano sebagai incumbent yang

memiliki popularitas dan elektabilitas tinggi menjadikan posisinya

memiliki banyak tawaran dari partai politik atau pun perseorangan untuk

menjadi calon Wakil Gubernur, tidak terkecuali dari keluarga dinasti Atut

yaitu Andika Hazrumy dan Tb. Chaerul Jaman. Namun demikian, Rano

tidak bersedia jika disandingkan dengan anggota keluarga dinasti Atut.

Keengganan Rano disandingkan dengan dinasti tentu karena adanya

kedekatan Rano dengan para seniman, sastrawan dan budayawan Banten

yang selama ini menolak akan keberadaan dinasti. Pada akhirnya di detik-

Page 126: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

112

detik penutupan pendaftaran Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Banten

barulah diumumkannya Embay sebagai calon Wakil Gubernur Rano

Karno.

Berpasangannya Rano dengan Embay tidak serta merta

direncanakan dari jauh-jauh hari bahkan nama Embay tidak pernah muncul

ke permukaan atau pun di lembaga survei sebagai bakal calon Gubernur

atau pun Wakil Gubernur Banten. Ini bisa dilihat di gambar hasil survei

Indo Barometer, tidak terdapat nama Embay sebagai bakal Calon Wakil

Gubernur. Posisi teratas ditempati oleh keluarga Atut, Airin Rachmi Diany

1,5 persen, Tantowi Yahya 1,2 persen, Ahmed Zaki Iskandar 0,6 persen,

Andhika Hazrumy 0,4 persen dan disusul nama-nama lain.

Gambar 12. Pilihan Calon Wakil Gubernur Banten

Sumber: Indo Barometer tahun 2016

Munculnya Embay secara tiba-tiba menjadi pendamping Rano

tidak luput dari adanya dorongan para pemuda penggerak perubahan anti

dinasti yang di dalamnya termasuk para pengurus Rumah Dunia. Menurut

Gong (2018), Rano pernah bertanya padanya perihal calon yang akan

Page 127: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

113

mendampingi Rano di Pilkada “Sis lu maunya sama siapa, ada gak calon

kalo gue gak boleh sama dinasti” tanya Rano pada Gong. Pada akhirnya

nama Embay lah yang kemudian disepakati oleh Rano dan disetujui oleh

partai PDIP. Embay sendiri merupakan tokoh di partai PPP sehingga PDIP

dan PPP kemudian berkoalisi dan Nasdem ikut bergabung.

“…Saya melihat kemaren itu calon-calon mentok semua. Kan

ngga ada yang lolos. Jabatan untuk wakil gubernur yang saya

tempati sebelumnya untuk mendampingi Rano tidak ada yang

lolos. Semua di tolak. Ketika itu Saya diminta oleh partai

untuk maju mendampingi Rano. Tapi Saya bilang Saya ngga

punya duit. Karena politik itu identik dengan duit-kan. Saya

bilang Saya ngga punya logistik. Apalagi umur Saya udah

tua. Saya juga engga tau kalo ternyata mereka yang

memasangkan saya dengan Rano, saya juga baru tau

kemaren-kemaren mereka bilang ke saya” (Wawancara

dengan Embay Mulya Syarief, Calon Wakil Gubernur Banten

2017 pada tanggal 23 Maret 2018).

Pada saat deklarasi Rano-Embay 3 September 2016 yang

berlangsung di Stadion Maulana Yusuf Serang, menurut relawan Rumah

Dunia, Hilman Sutedja (2018) para relawan Rumah Dunia turut

menghadiri deklarasi tersebut. Hilman sendiri ikut memantau persiapan

deklarasi di malam hari sebelum deklarasi berlangsung. Deklarasi Rano-

Embay selain dihadiri oleh sejumlah elite politik dihadiri pula mantan

ketua KPK Taufiqurohman Ruki.

Embay sendiri merupakan tokoh penting di Banten yang selama ini

tidak terjun pada dunia politik praktis. Walau pun Embay salah satu tokoh

pendiri Banten namun dia lebih memilih terjun ke dunia usaha dan sosial.

Embay menjadi pengayom bagi para organisasi kepemudaan dan gerakan

Page 128: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

114

anti dinasti. Selama ini Embay jengah dengan keberadaan dinasti politik

Atut. Sebagai penasihat dan donatur Rumah Dunia, Embay menjadi

pelengkap Rano dan semakin menguatkan Rumah Dunia dalam bergerak

melawan pasangan calon Wahidin-Andika. Rumah Dunia bukanlah bagian

dari tim sukses dari Rano-Embay melainkan gerakan yang dilakukan

adalah semata-mata bentuk konsisten perlawanannya dalam meruntuhkan

hegemoni dinasti Atut. Selama Pilkada, Rumah Dunia tidak pernah

mengajak secara eksplisit kepada masyarakat untuk memilih pasangan

Rano-Embay, namun apa yang dilakukan Rumah Dunia selama pilkada

disebut Gong sebagai soft campaign. Misal diadakannya Bedah Buku dan

membuat tulisan atau opini di website dan facebook Koran Rumah Dunia

atau pun akun facebook pribadi, semua itu dilakukan tetap pada gerakan

yang dibangun Rumah Dunia yaitu melalui literasi.

Menjelang pilkada Banten, sebelum pembukaan pendaftaran calon

Gubernur dan Wakil Gubernur, Rumah Dunia bekerjasama dengan ICW

mengadakan bedah buku Dinasti Banten: Keruntuhan dan Kebangkitan

yang ditulis oleh aktivis ICW Ade Irawan dan kawan-kawan pada 3

September 2017. Bedah buku tersebut dilaksanakan di Rumah Dunia dan

Embay menjadi salah satu pembicara. Kehadiran Embay atas dasar

perwakilan dari Tokoh Banten yang dikenal sebagai Jawara Putih dan

bersebrangan dengan kelompoknya Jawara Chasan Sochib dan Dinasti

Atut. Nama Embay pada saat itu belum mencuat di perhelatan Pilkada.

Page 129: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

115

Buku Dinasti Banten sebetulnya dirilis dari tahun 2016 tepatnya di

bulan September. Menjelang Pilkada, buku tersebut kemudian dibedah di

Rumah Dunia sebagai suatu pengingat pada masyarakat Banten akan

perilaku koruptif yang dilakukan oleh Dinasti Atut. Rumah Dunia dan

ICW memang kerap bekerjasama karena ada satu kesamaan visi di

dalamnya yaitu memberantas korupsi.

Dukungan yang diberikan para pelaku Rumah Dunia ke Rano-

Embay juga tidak serta merta karena mereka bukan bagian dari dinasti

melainkan Rano dan Embay dianggap sebagai orang yang peduli terhadap

literasi. Ketika Rano menjabat sebagai Gubernur menggantikan Atut, Rano

mendapat penghargaan tertinggi Anugrah Aksara Utama dari Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan karena berhasil menurunkan buta aksara di

Banten hingga 90 persen. Rano juga memfasilitasi para seniman,

budayawan dan pustakawan dengan membentuk Dewan Kesenian Banten

dan Dewan Perpustakaan Banten. Dan Rano mencanangkan program satu

desa satu taman bacaan masyarakat (TBM). Embay sendiri peduli terhadap

gerakan literasi karena selama ini menjadi donatur dan dewan penasihat di

Rumah Dunia. Hal ini berbeda dengan Atut yang selama menjabat sebagai

Gubernur dinilai tidak ada kebijakan yang pro-literasi.

Dalam pembentukan kepengurusan Dewan Kesenian Banten

dilakukan di Rumah Dunia, Gol A Gong berperan sebagai ketua tim

panitia seleksi yang kemudian didelegasikan ke Firman Venayaksa karena

berbenturan dengan perjalanan Gong ke Taiwan. Di era Rano, Gol A Gong

Page 130: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

116

juga dipercaya menjadi Ketua Dewan Perpustakaan Banten. Namun

kemudian Setelah Wahidin-Andika terpilih, ada desakan kepada Gol A

Gong untuk mengundurkan diri dari Ketua Dewan Perpustakaan Banten

dan Gong melakukannya untuk menyelamatkan dewan perpustakaan

Banten secara kelembagaan (Gong, wawancara, 28 Maret 2018).

Ada hal sulit dipisahkan antara dukungan yang diberikan oleh

pengurus Rumah Dunia dan relawan secara personal dan dukungan secara

kelembagaan. Bagaimana pun dukungan yang diberikan para pengurus dan

relawan terkhusus Gol A Gong sebagai tokoh sentral di Rumah Dunia sulit

dipisahkan dari citra kelembagaan Rumah Dunia.

a. Partisipasi Politik Rumah Dunia selama Pilkada Banten 2017

Selama masa Pilkada berlangsung, Gol A Gong beserta

relawan Rumah Dunia melakukan roadshow bedah buku Si Doel.

Buku si Doel diluncurkan bertepatan dengan akan berlangsungnya

perhelatan Pilkada sehingga bisa dikatakan ini menjadi salah satu

strategi untuk menghimpun massa dan suara. Saat launching buku Si

Doel yang berlangsung di Jakarta Convention Center, Gong menjadi

salah satu pembicara di acara tersebut. Gong terlibat dalam

pembuatan buku Si Doel sebagai editor buku. Roadshow buku Si

Doel sendiri diadakan oleh Komunitas Buku Si Doel dan relawan

Rumah Dunia menjadi bagian di dalam komunitas tersebut.

Roadshow buku Si Doel dilaksanakan di seluruh Kabupaten/Kota

Page 131: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

117

yang ada di Banten. Di beberapa tempat Gol A Gong menjadi

pemateri atau pembedah buku tersebut.

Tabel 13. Roadshow Bedah Buku Si Doel

Tanggal Tempat Pembedah/Pemandu

23 Desember 2016 Pontang, Kab. Serang Gol A Gong

29 Desember 2016 Sindang Jaya, Kab.

Tangerang

Gol A Gong, Ganda

Purnama dan dihadiri

Rano Karno

9 Januari 2017 Rangkas Bitung, Kab.

Lebak

Gol A Gong, Hikmat

Sadeli, dan Budi Harsoni

15 Januari 2017 Carrefour, Kota Serang Gol A Gong, DC Aryadi,

dan M. Ali Soero

22 Januari 2017 Hotel S‟Rizky, Kab.

Pandeglang

Fatih Zam, Uday

Suhada, Deden Hertandi,

dan Fikri Rosyad

22 Januari 2017 Jati Uwung, Kota

Tangerang

H. el Fachrudin dan

Andri Gunawan

22 Januari 2017 Krakatau Jungle Park, Kota

Cilegon

Gol A Gong, Bagus

Bageni, dan Eric Kavling

28 Januari 2018 Summarecon Mall Serpong,

Kota Tangerang Selatan

Sophia Latjuba, Rano

Karno, Dee Lestari, dan

Stefany Agustaf

(Sumber: Dikelola dari berbagai sumber)

Dari delapan Kota/Kabupaten tempat Roadshow buku Si

Doel, Gol A Gong menjadi pembedah atau pemandu diskusi buku di

lima Kabupaten/Kota. Keterlibatan Gong di bedah buku Si Doel,

membuatnya harus berurusan dengan Badan Pengawasan Pemilu

Page 132: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

118

(Bawaslu) Banten atas laporan penyalahgunaan anggaran APBD

oleh tim advokasi Wahidin-Andika karena saat itu Gong menjabat

sebagai Kepala Perpustakaan Daerah Banten. Namun kemudian

Gong berserta para relawan buku Si Doel yang didalamnya juga

adalah relawan Rumah Dunia, membantah tudingan tersebut kepada

Bawaslu sehingga roadshow bedah buku terus berjalan dan

terlaksana di seluruh kabupaten/Kota di Banten (Gong, Wawancara,

2018)..

Gambar 13. Komunitas Buku si Doel (Gong dan Relawan Rumah

Dunia) di Bawaslu Banten

(Sumber: Koranrumahdunia.com)

Tidak hanya Rano, strategi lewat literasi juga dilakukan oleh

Embay dengan membuat buku biografi berjudul Jawara Wong Cilik.

Peluncuran buku tersebut dilakukan pada masa kampanye 5 Januari

2016. Menurut Embay (2018) buku tersebut dibuat lebih awal dari

rencana sebelumnya yang akan dibuat ketika dia sudah menginjak usia

70 tahun. Lebih cepatnya pembuatan buku itu tentu karena bertepatan

Page 133: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

119

dengan momentum pilkada. Walau dalam proses pembuatan buku

Rumah Dunia tidak terlibat, namun beberapa relawan Rumah Dunia

turut menghadiri peluncuran buku tersebut. Sebelumnya, di bulan

Desember 2016 Embay juga ikut menghadiri bedah buku Keyakinan

dan Kekuatan Seni Bela Diri Silat Banten karya Gabriel Facal yang

berlokasi di Rumah Dunia.

Selain bedah buku, Rumah Dunia melakukan dukungan untuk

kemenangan Rano Embay melalui tulisan-tulisan yang dipublikasikan

melalui media Rumah Dunia berbasis online Koranrumahdunia.com.

Tidak sedikit pemberitaan dan opini di Koran Rumah Dunia yang

menyinggung persoalan dinasti politik dan korupsi di Banten. Sebelum

pilkada, Koran Rumah Dunia memang kerap mempublikasikan kritik

terhadap pemerintahan dinasti namun ketika hendak dan

berlangsungnya pilkada, tulisan-tulisan tentang dinasti menjadi lebih

sering.

Selain tulisan tentang dinasti, selama momentum Pilkada,

Koran Rumah Dunia memposting tulisan-tulisan bersifat positif

pasangan calon Rano-Embay. Sedangkan untuk pasangan calon

Wahidin-Andika, tulisan yang muncul lebih bersifat negatif. Hasil dari

tinjauan penulis terhadap media Koran Rumah Dunia, selama Pilkada

ada 65 tulisan yang menyangkut persoalan dinasti, korupsi, dan Pilkada

Banten 2017.

Page 134: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

120

Tabel 14. Daftar Tulisan Koran Rumah Dunia Tentang Pilkada dan Dinasti

No. Judul Tulisan (Berita/Opini) Tanggal Posting

1 Surat Terbuka Gol A Gong Kepada Megawati Diposting di FB Gong

11 Juli 2016 diposting

di Koran RD 1

Agustus 2016

2 Jika Ketua Partai Jatuh Cinta Ke Rumah Dunia 3 Agustus 2016

3 Deklarasi tiga Gempa dan Menolak Politik

Dinasti

3 Agustus 2016

4 Calon Terbaik Saya Sudah Gugur

5 Agustus 2016

5 Asa Dalam Gempa 5 Agustus 2016

6 Kenangan (Indah) Bersama Wahidin 8 Agustus 2016

7 Bedah Buku “Dinasti Banten” 8 Agustus 2016

8 Memerdekakan Banten dari Dinasti Politik 19 Agustus 2016

9 Pengacara Atut sumbang Dana Untuk Rumah

Dunia

23 Agustus 2016

10 Perlawanan Literasi Indonesia Terhadap

Korupsi

23 Agustus 2016

11 Suatu Hari di Hati Saya 28 Agustus 2016

12 Pro Perubahan dan Anti Perubahan di Banten 2 September 2016

13 Banyak Jalan Bercabang di Banten 3 September 2016

14 Nasihat H. Embay untuk Banten 4 September 2016

15 Pola Korupsi di Banten Mudah Terbaca 4 September 2016

16 Buku “Dinasti Banten” Bukan Opini, Tapi 5 September 2016

Page 135: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

121

Fakta

17 Dinasti Banten Memang Koruptif 5 September 2016

18 Dalam Politik yang Hina Dimuliakan 7 September 2016

19 Akun Kardus dalam Pusaran Politik Dinasti 7 September 2016

20 Bibit, Bebet, Bobot AA tidak masuk 7 September 2016

21 Cinta Rano Karno Kepada Dewi Indriati

Bersemi di Rumah Sakit

13 September 2016

22 Buzzer Alias Akun Kardus Kedua Cagub.

Tentang dunia maya akun

14 September 2016

23 Memaksa Jadi Pemimpin. 16 september 2016

24 Operator Bioskop yang Ingin Bertemu Rano

Karno.

18 September 2016

25 Siapa pun pasangan Rano Karno, Asal Bukan

dengan Dinasti Sudah Bagus, Tapi Dengan

Agus Setiawan Tentu Lebih Baik

19 September 2016

26 Kenangan Indah Ajat si Supir Angkot Bertemu

Rano Karno

19 September 2016

27 Rano Karno Ingin Orang Banten Menziarahi

Makamnya

20 September 2016

28 Rano Karno dan Embay Mulya Syarief 22 September 2016

29 Apa Kata Masyarakat Banten Tentang Embay

Mulya Syarief

22 September 2016

30 Rano-Embay Pantau Persiapan Deklarasi 22 September 2016

31 Menuju Banten Baru dengan Rano Karno dan

Embay Mulya Syarief

23 September 2016

32 Gol A Gong, Rumah Dunia dan Politik 24 September 2016,

Dipost di FB Gong 23

September 2016

Page 136: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

122

33 Selamat Datang di Bandara Soekarno-Hatta,

Tangerang-Banten

24 September 2016

34 Barongsai dan Minoritas Tionghoa di

Deklarasi Rano-Embay

24 September 2016

35 Anak, Menantu, Ibu Jadi Pemimpin 30 September 2016

36 Politik Dinasti Tidak Melanggar Undang-

Undang

1 Oktober 2016

37 Bukan Gubernur Biasa 3 Oktober 2016

38 Ibu Andika Hazrumy Ternyata Bijaksana 4 Oktober 2016

39 Banten Nasibmu Kini 4 Oktober 2016.

Dipost 3 Oktober

2016

40 Bank Banten Diluncurkan Saat HUT Ke-16

Banten

4 Oktober 2016

41 Rano Karno: Orng Banten Menziarahi Makam

saya

4 Oktober 2016

42 Kado 16 Tahun Banten Dari Dinasti Adalah

Jawara Hitam dan Korupsi

4 Oktober 2016

43 Dua Tahun Ke depan Banten Akan Nol Buta

Aksara

4 Oktober 2016

44 Kado Terindah Rano Kepada Banten 5 Oktober 2016

45 Mari Kita Sambut Banten Baru 28 Oktober 2016

46 RBM (Relawan Banten Membaca) Tampilkan

Kampanye Damai Kreatif

29 Oktober 2016

47 Pembangunan di Banten Harus Merata 6 November 2016

48 Bermimpi Membangun Islamic Center di

Banten Bersama Ridwan Kamil

7 November 2016

49 Masyarakat Banten yang Islami Menyukai 16 November 2016

Page 137: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

123

Politik Uang Saat Pilkada

50 Dugaan Saya, Banten Akan Dikuasi Dinasti

Hingga 80 Tahun Kedepan

25 November 2016

51 Orang Banten Itu Toleran, Tangguh dan Siap

Bersaing

19 Desember 2016

52 Mencari Pemimpin (di luar Dinasti) Banten di

Masa Depan

20 Desember 2016

53 Proses Rano Karno Menjadi Banten, Pernah

Diusir Karena Bukan Orang Banten

21 Desember 2016

54 So Doel Sama Seperti Kita 24 Desember 2016

55 Dua Kunci yang Membuat Rano Karno Sukses 30 Desember 2016

56 Ketika Meja Tak Lagi Kosong 5 Januari 2017

57 Menelisik Jejak Surealisme Si Doel 15 Januari 2017

58 Komunitas Buku si Doel Sambangi Kantor

Bawaslu Banten

17 Januari 2017

59 Rano Karno: Tidak Ada Yang Sia-Sia Dari

Membaca

24 Januari 2017

60 Timses Wahidin-Andika Melarang Bedah

Buku “Rano Karno: Si Doel”

24 Januari 2017

61 Sofia Latjuba Nilai Si Doel Jujur 29 Januari 2017

62 Andika Hazrumy, Ibarat “Buah Jatuh Tidak

Jauh dari Pohonnya”

31 Januari 2017

63 Andika Hzrumy Mengatakan yang Benar untuk

Menutupi kebohongannya

1 Februari 2017

64 Embay, Rela di Fitnah Demi Kemajuan Banten 8 Februari 2017

65 Membeli Suara Rakyat Banten 22 Februari 2017

(Sumber: Koranrumahdunia.com)

Page 138: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

124

Pengkategorian tulisan Koran Rumah Dunia yang membahas

tentang dinasti dan pilkada diambil mulai dari sebuah postingan surat

terbuka dari Gong untuk Megawati. Karena dari situ mulai terlihat

secara terbuka dukungan yang diberikan Gong secara pribadi dan

tidak bisa dipisahkan secara kelembagaan Rumah Dunia kepada

Rano. Jenis dari setap tulisannya beragam, ada yang bersifat berita

dan ada yang opini. Opini tidak hanya ditulis oleh pengurus atau

relawan Rumah Dunia, ada juga dari orang luar yang juga

membahas dinasti. Secara keseluruhan, tulisan yang diposting itu

menunjukan keberpihakan dan sebagai upaya penggiringan opini

publik dalam melihat dinasti sebagai persoalan di Banten. Rumah

Dunia menyebutnya sebagai upaya pencerdasan. Jika dirincikan,

konten dari setiap postingan Koran Rumah Dunia selama mendekati

masa Pilkada hingga ketika pilkada berlangsung secara umum

menyoal tiga hal;

Pertama, membahas soal dinasti dan korupsi, karena ketika

bicara dinasti maka kemudian diiringi dengan bahasan korupsi atau

KKN. Pembahasan tidak sebatas pada Andika sebagai Calon Wakil

Gubernur, juga membahas Atut, Wawan dan bagian keluarga dinasti

lain yang bermain di politik anggaran atau menduduki jabatan

pemerintahan.

Kedua, membahas ketidakkonsistenan Wahidin sebagai

seseorang yang pernah vokal menolak dinasti namun kemudian

Page 139: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

125

berkoalisi di pilkada 2017 kemarin. Dan Ketiga, pemberitaan

kesuksesan Rano selama menjadi Gubernur Banten yang singkat.

Juga membahas kehidupan pribadi Rano yang baik begitu juga

dengan Embay, semua dituliskan pada hal-hal yang positif.

Walau Koran Rumah Dunia bukanlah media besar di Banten,

tapi setidaknya setiap tulisannya bisa dibaca oleh banyak orang.

Tulisan-tulisan Koran Rumah Dunia yang mengusik soal dinasti

mengakibatkan website Koranrumahdunia.com dibajak tiga sampai

lima kali selama pilkada oleh orang-orang yang merasa terusik

(Hilman, 2018). Tidak hanya website Koran Rumah Dunia, selama

pilkada akun media sosial pribadi Gong juga dibajak berkali-kali

karena seringnya membuat status menyinggung dinasti.

Tidak bisa dipungkiri saat ini media online ataupun media

sosial mejadi tempat strategis dalam berkampanye atau pun

melakukan propaganda. Pesan yang ingin disampaikan ke publik

menjadi lebih cepat tersebar. Pemanfaatan media online oleh Rumah

Dunia atas pemberitaan atau pun tulisan tentang dinasti dan korupsi

menjadi ancaman bagi lawan Rano-Embay. Maka hal yang paling

mudah dilakukan adalah dengan membajaknya. Tidak hanya media

online, media sosial juga dimanfaatkan oleh para pengurus dan

relawan Rumah Dunia. Dengan akun media sosial pribadi, para

relawan menyebarkan kampanye negatif dan ajakan mendukung

Rano-Embay.

Page 140: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

126

“Ya paling kita buat meme ya, meme juga sesuai

dengan ee kita mengkritik ya, ayo pilih Rano dengan

quote quote kita, yuk lah, jadi kita lebih menulis

profil H. Embay tuh siapa, Rano itu siapa, lebih kita

ulas terus dipost biasa aja di facebook di instagram

pribadi, jadi bikin quote apa sekreatif mungkin tapi

ga memaksakan juga, saya, dua orang atau tiga

orang di sini yang membuat meme yang lainnya

meng-share gitu, engga pun gapapa kaya gitu, yang

penting satu kepala gitu (Wawancara dengan Hilman

Suteja, Relawan Rumah Dunia)

Saat ini meme memang seolah menjadi peranan penting di

media sosial di saat musim pilkada berlangsung, membuat meme

yang menarik berarti akan lebih bisa menarik netizen. Maka tidak

heran jika relawan Rumah Dunia menjadikan meme sebagai salah

satu strategi dalam mendukung Rano-Embay. Meme bahkan

dijadikan media saling serang antar pendukung pasangan calon

untuk menaikan citra positif calon yang didukung atau untuk

menjatuhkan lawan.

Gambar 14. Postingan Facebook Salah Satu Relawan Rumah Dunia

(Sumber: Facebook)

Page 141: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

127

Gerakan yang dilakukan Rumah Dunia selama pilkada

Banten 2017 semua dilakukan melalui gerakan literasi dan

pemanfaatan media Koran Rumah Dunia tidak terkecuali media

sosial. Gerakan ini bukan atas dasar bagian dari tim sukses Rano-

Embay melainkan kerelawanan dan semangat perjuangan melawan

dinasti politik.

Jika melihat teori dari bentuk partisipasi politik yang

ditawarkan oleh Gabriel Almond maka apa yang dilakukan oleh

Rumah Dunia bisa masuk kategori partsipasi politik konvensional

dan juga nonkonvensional. Termasuk partisipasi politik

konvensional karena Rumah Dunia mengadakan diskusi kelompok,

bergabung dengan kelompok kepentingan seperti Gempa dan FBB,

dan melakukan komunikasi dengan pejabat politik dalam hal ini

membangun komunikasi dengan Rano dan Embay. Di sisi lain

Rumah Dunia juga masu pada kategori partisipasi politik

nonkonvensional yang mana memberikan suara, mencari dukungan

bagi seorang calon, dan melakukan tindakan yang bertujuan

mempengaruhi hasil proses pemilihan.

b. Ancaman dan Teror Terhadap Rumah Dunia Selama Pilkada

Banten 2017

Sikap pengurus dan relawan Rumah Dunia di pilkada

menimbulkan banyak kecaman dan ancaman dari banyak pihak.

Page 142: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

128

Kecaman atau tanggapan sinis itu bahkan muncul dari sesama pegiat

literasi yang tidak sepakat dengan pencampuran urusan literasi, seni

dan kebudayaan dengan urusan politik. Rumah Dunia menganggap

ini hal biasa yang harus diterima. Karena pada dasarnya gerakan

moral harus terus disebarkan tak terkecuali pada urusan politik

karena mencakup kekuasaan yang akan berdampak luas pada

masyarakat. Pemerintahan yang sewenang-wenang dan berperilaku

koruptif maka harus dilawan.

Ancaman dan teror terus berdatangan ke Rumah Dunia

selama pilkada berlangsung. Ancaman itu menyerang pada

perseorangan yang terlibat di Rumah Dunia atau pun secara

kelembagaan. Gong selaku pendiri Rumah Dunia kerap kali

mendapat ancaman dari pesan gelap dan yang paling sering

dilakukan oleh kelompok lawan Rano-Embay adalah menutup akses

Gong dalam bersosial media dengan membajak akun facebooknya

sehingga harus berkali-kali Gong membuat akun baru facebook. Tak

terkecuali website Koran Rumah Dunia yang menjadi sasaran

penyerangan. Walau pun website tersebut kembali pulih dan dapat

dioperasikan namun merubah pada segi tampilan sehingga tidak

lebih rapih dari sebelumnya.

Kecaman dan serangan juga di media sosial juga diterima

oleh para relawan Rumah Dunia. Serangan di media sosial biasanya

dilakukan oleh buzzer atau akun-akun kardus. Akun facebook Gol A

Page 143: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

129

Gong sudah diretas lima kali selama pilkada berlangsung. Paling

ekstrimnya adalah ancaman yang didapat yaitu berupa ancaman fisik

sampai pada ancaman pembunuhan.

Salah satu relawan, Hilman Sutedja mendapatkan ancaman

yang disampaikan seseorang bukan kepadanya langsung melainkan

melalui keluarga. Ancaman itu membuat keluarganya merasa

khawatir dan ketakutan sehingga meaksa Hilman untuk

menghentikan langkahnya dalam perlawanan terhadap dinasti.

“…..pas kejadian itu setelah di hack dan mau pemilihan

saya bener-bener di teror, pikiran, di facebook saya di

caci maki di sosmed lah, mau jalan itu harus mikir-mikir

dulu, Mas Gong nanya „mau kemana?‟ mikir-mikir dulu

nih di depan ada siapa nih, ada yang lewat ga, ada yang

apa ga, saya kan pemred di Korah Rumah Dunia jadi kan

dan saya ee menulis di situ soal Andika ya gara-gara itu

saya setelah menulis itu saya di teror secara pikiran

secara ini puncaknya ada yang nelepon ke kaka saya

bukan ke saya, pinter itu mereka, maininnya keluarga

dari situ keluarga saya shock, dibilangin „jangan sampe

bikin status-status yang menyinggung kekuasaan‟,

terakhir ibu saya ngomong kaya gitu kemaren, kalo

pulang ke rumah ngomong-ngomongin soal itu pasti itu

lagi yang diomong „jangan ngomong-ngomong soal

pemerintahan‟ makanya saya sekarang tetep ngomong

dimana-mana tapi mencoba soft….” (Wawancara dengan

Hilman Sutedja, Relawan Rumah Dunia)

Orang-orang yang terlibat di Rumah Dunia menjadi lebih

berhati-hati jika hendak berpergian. Ancaman dan dan teror

sebetulnya tidak hanya terjadi selama masa pilkada, dari awal mula

pendirian Rumah Dunia pun sudah mulai mendapat kecaman dan

ancaman dari penguasa yang merasa terganggu akan keberadaanya.

Page 144: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

130

Ancaman mulai dari jawara hingga aparat pemerintah semua sudah

pernah dialami dan menjadi catatan perjalanan panjang perjuangan

Rumah Dunia.

Selama ini yang melindungi Rumah Dunia dari teror dan

ancaman salah satunya adalah Embay Mulya Syarief. Embay tidak

sebatas sebagai penasihat, posisinya bahkan dianggap menjadi orang

tua dari rumah Dunia.

“Oh iya sebetulnya sebelum pilkada juga Rumah Dunia

suka dapet intimidasi SMS/WA gelap gitu ya tapi tidak

pernah terjadi maksudnya lebih ke ini aja ancaman dan

biasanya kalo ada yang ganggu Rumah Dunia ya ke

beliau itu H. Embay, kami kan bukan siapa-siapa kalau

dikejar sama jawara kita mah lari H. Embay biasanya

yang lindungin kita, ya kalo misalkan pak haji Embay

yang nolongin, lawannya jelas kan ya” (Wawancara

dengan NA, Penasihat Rumah Dunia).

Ancaman dan teror yang diterima sudah menjadi konsekuensi

perjuangan Rumah Dunia dalam perlawanannya atau tindakan

resistensi terhadap kekuasaan dinasti Banten yang bersifat

hegemonik. Menurut NA (2018) itu adalah bagian dari resiko yang

harus diterima dan gerakan moral Rumah Dunia tetap harus

diperjuangkan.

2. Resistensi Rumah Dunia Terhadap Dinasti Politik ditinjau dari

Gerakan Sosial Politik Laclau dan Mouffe

Rumah Dunia sebagai civil society di Banten, gerakan sosial yang

dibangun selama ini adalah pencerdasan masyarakat Banten melalui media

Page 145: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

131

literasi. Namun tidak sebatas pada gerakan sosial, Rumah Dunia juga

masuk ke wilayah politik yang mana Rumah Dunia melakukan resistensi

terhadap rezim hegemonik dinasti politik.

Apa yang dilakukan Rumah Dunia bisa disebut sebagai gerakan

sosial karena gerakan sosial sendiri dapat diartikan sebagai aktivitas sosial

berupa jenis tindakan kolektif yang merupakan sekelompok informal bisa

berbentuk individu atau organisasi yang secara spesifik berfokus pada

suatu isu-isu sosial atau politik dengan menolak, melaksanakan, atau

mengkampanyekan sebuah perubahan sosial.

Konsep gerakan sosial sebenarnya memiliki banyak pendekatan

paradigmatik. Ada pandangan yang melihat bahwa gerakan sosial ada

dalam sebuah proses di mana sejumlah aktor-aktor yang berbeda, baik

secara individual, kelompok-kelompok informal dan/atau organisasi-

organisasi, melakukan suatu aksi bersama atau komunikasi,

mendefinisikan secara bersama bahwa mereka adalah satu bagian dari

sebuah posisi tertentu dalam sebuah konflik sosial. Dinamika ini terefleksi

dalam definisi yang melihat gerakan sosial sebagai bagian dari jaringan

kerja atau interaksi informal di antara pluralitas individu-individu,

kelompok-kelompok dan/atau organisasi-organisasi yang terlibat dalam

sebuah konflik politik atau kultural dengan berbasiskan pengelompokan

berdasarkan identitas kolektif.

Dalam hal ini ada pandangan dari Tilly (Hutagalung, 2006),

menghubungkan antara munculnya gerakan-gerakan sosial yang mengarah

Page 146: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

132

pada “proses politik” yang lebih luas, yang mencoba menyatukan berbagai

kepentingan dengan berupaya mendapatkan akses untuk membangun

pemerintahan yang lebih mapan (established polity). Gerakan sosial

Rumah Dunia selaras dengan apa yang secara umum Tilly pandang bahwa

gerakan sosial adalah sesuatu yang terorganisir, berkelanjutan, menolak

self-conscious dan terdapat kesamaan identitas di antara mereka-mereka

yang terlibat di dalamnya.

Selain itu juga ada pandangan dari Melucci yang menilai gerakan

sosial mungkin akan tetap aktif berproduksi di wilayah kebudayaan.

Sejumlah gerakan yang berorientasi kultural, mungkin bisa melakukan

mobilisasi pada hal-hal tertentu dalam arena politik. Ini misalnya bisa

dilihat dalam gerakan sosial yang dilakukan oleh Rumah Dunia.

Aktivitasnya secara luas dibangun dalam wilayah gerakan, yakni jaringan

kerja individu-individu yang memiliki kesamaan dalam konfliktual secara

kultural dan identitas kolektif. Wilayah gerakan yang di bangun Rumah

Dunia adalah wilayah kebudayaan yang dalam hal ini masuk pada arena

politik di Pilkada Banten 2017.

Laclau dan Mouffe melihat gerakan sosial dalam konteks hubungan

antagonistik dalam masyarakat dan memandang bahwa gerakan yang

dibangun saat ini adalah gerakan sosial baru yang mana gerakan tidak

hanya berfokus pada persoalan produksi melainkan dipahami sebagai

bentuk perlawanan-perlawanan terhadap bentuk-bentuk penindasan baru

yang muncul dalam perkembangan masyarakat saat ini. Salah satu hal

Page 147: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

133

yang dinilai menjadi sebuah masalah adalah ketika kekuasaan didominasi

oleh sekelompok orang atau satu keluarga tertentu. Dinasti politik di suatu

daerah menjadi masalah baru karena lahir diatas semangat demokratisasi

melalui pemilihan kepala daerah langsung dan desentralisasi. Munculnya

sebuah penindasan baru ini menjadi pemicu munculnya sebuah gerakan-

gerakan baru seperti gerakan menolak politik dinasti.

Gerakan anti politik dinasti hanyalah salah satu dari sekian banyak

multiplisitas antagonisme. Karena tidak bisa dipungkiri banyak bentuk-

bentuk kekuasaan dalam masyarakat yang tidak dapat direduksi atau

dideduksi dari satu asal-muasal atau satu sumber saja. Kompleksitas

masalah saat ini menjadikan gerakan yang masuk pada wilayah

pertarungan diskursif. Ada gerakan yang berfokus pada lingkungan,

kesetaraan gender, anti korupsi dan masih banyak lainnya tidak terkecuali

anti dinasti.

Rumah Dunia sebagai civil society yang bertipe reformis yaitu

bergerak dalam meningkatkan partisipasi rakyat. keterbelakangan

mayoritas rakyat disebabkan oleh adanya sesuatu yang salah dengan

mentalitas, perilaku dan kultur rakyat. Mentalitas dan nilai-nilai

terbelakang dianggap sebagai penyebab utama kelemahan partisipasi

rakyat dalam pembangunan. Oleh karena rakyat dianggap sebagai bagian

dari masalah, maka tugas Rumah Dunia adalah menjadi fasilitator, yakni

memfasilitasi rakyat dalam meningkatkan daya kritis, pengetahuan,

keterampilan dan sikap agar menjadi lebih terbuka sehingga dapat

Page 148: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

134

berpartisipasi dalam pembangunan dan sadar akan kondisi sosial politik

yang ada.

Tidak bisa dipungkiri jika karakteristik masyarakat Banten saat ini

cenderung bersifat pragmatis, sebagaimana hasil survei dari Lembaga

Independen Survei Masyarakat (Lisma) menyebutkan 48 persen pemilih

Banten berkarakter pragmatis sedangkan yang idealis hanya 28 persen dan

sisanya apatis, emosional dan ikut panutan (Radar Banten, 2016 diakses

https://radarbanten.co.id/48-persen-karakter-pemilih-di-banten-

pragmatis/).

Tabel 15. Karakteristik Pemilih Banten

Karakteristik Pemilih Persentase

Pragmatis 48 persen

Idealis 28 persen

Apatis 12 persen

Emosional 7 persen

Ikut Panutan 5 persen

(Sumber: Radar Banten)

Hal itu menunjukan jika masyarakat Banten belum masuk pada

posisi masyarakat yang cerdas dalam memilih. Pragmatis dalam artian

masyarakat memilih jika didasarkan suatu keuntungan pribadi yang

didapat baik berupa barang atau pun uang. Dan keadaan demikian yang

menjadikan Rumah Dunia kemudian bergerak di bidang literasi dengan

Page 149: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

135

harapan dapat memberikan efek sadar kepada masyarakat Banten atas

situasi politik yang ada di Banten.

Di sisi lain, adanya masalah yang timbul di masyarakat bukan

hanya bersumber dari diri masyarakat sendiri melainkan juga pemerintah

sebagai pemegang kebijakan dan pemilik otoritas kekuasaan. Rumah

Dunia tidak hanya berusaha mengubah pola pikir masyarakat tapi juga

ingin mengubah alur politik yang selama ini terjadi di Banten yaitu turun-

menurunnya kursi kekuasaan tinggi di Banten oleh sekelompok keluarga

tertentu.

a. Transisi Subjek Politik Rumah Dunia

Pada dasarnya gerakan sosial merupakan gerakan yang memiliki

tujuan untuk melakukan gugatan terhadap suatu ketimpangan sosial atau

problem sosial tertentu, seperti halnya gerakan perlawanan yang selama ini

dilakukan oleh para penggerak anti dinasti dan korupsi. Dalam tingkat

tertentu, gerakan sosial bisa dianggap berhasil jika dapat melakukan

perubahan tatanan sosial di masyarakat. Atau juga gerakan solidaritas

terhadap suatu peristiwa yang mendorong tindakan kolektif secara sosial.

Gerakan sosial muncul dalam ujud aksi kolektif dari individu-individu

maupun organisasi.

Selama ini Rumah Dunia tidak pernah terlibat langsung dalam

pilkada, namun di tahun 2017 Rumah Dunia memasuki wilayah politik.

Lantas keterlibatan Rumah Dunia dalam politik ini tidak semena-mena

diartikan menjadi sebuah agenda politik. Di sisi lain, agenda politik lebih

Page 150: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

136

merupakan suatu gerakan yang memiliki tujuan pencapaian kekuasaan

politik atau menggenggam kuasa politik. Agenda politik biasanya bersifat

momental dan jangka pendek, isu-isu yang diberitakan dan disebarkan

bertujuan sebagai pembentuk agenda politik melalui penonjolan opini

dalam berita-berita propaganda atau kampanye dengan jangkauan tertentu

guna keuntungan atau kepentingan golongan atau kelompok tertentu,

ujungnya adalah bagaimana kekuasaan bisa diperoleh dan digunakan

(seized power). Sedangkan gerakan sosial itu berkelanjutan dan biasanya

bersifat simultan. Dalam pergerakan yang dibangun Rumah Dunia, tidak

memiliki keuntungan secara pribadi bagi para pelaku Rumah Dunia.

Seperti apa yang telah disajikan dalam data, misalnya Rumah Dunia tidak

pernah mendapatkan keuntungan berupa bantuan dana hibah baik ketika

Atut yang menjabat sebagai gubernur ataupun ketika Rano yang sedang

menjabat. Hanya saja Rano dan Embay selama ini dianggap oleh Rumah

Dunia sebagai tokoh yang pro-literasi.

Yang perlu diketahui adalah bagi Laclau dan Mouffe setiap agen

sosial merupakan lokus dari sejumlah posisi subjek dan tidak dapat

direduksi hanya kepada satu posisi dikarenakan semua hubungan-

hubungan sosial ini yang determinan dalam mengkonstruksi personalitas

atau posisi subyek. Para pelaku Rumah Dunia tidak hanya bisa diposisikan

sebagai seorang seniman, pegiat literasi atau budayawan, diluar itu mereka

adalah warga Banten yang juga terkena imbas langsung pada sebuah

kebijakan politik atau suatu kondisi politik yang timpang. Subjektivitas

Page 151: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

137

seseorang bukanlah konstruksi yang hanya berdasarkan pada satu posisi

subjek. Terlebih daripada itu, setiap posisi sosial, setiap posisi subjek,

masing-masing di dalamnya merupakan lokus dari kemungkinan berbagai

konstruksi, sesuai dengan perbedaan diskursus yang dapat

mengkonstruksi posisi tersebut.

Sama halnya dengan Laclau dan Mouffe, Jacques Rancière

menamai transisi subjek politik sebagai “migrasi” atau. Rancière menilai

perubahan radikal adalah ketika berada dalam situasi atau posisi migrasi,

kelas yang berada dalam wilayah perbatasan yakni mereka yang memiliki

ideal yang melampaui batasan-batasan materialnya. Migrasi menurut

Rancière adalah gerak setiap subjek untuk melampaui batasan-batasan

seperti sosial maupun ekonomi dan kebudayaan yang menempatkannya

pada posisi yang statis tertentu. Dari pandangan ini kita mendapatkan

keterangan, bahwa percobaan untuk mengubah keadaan, tidak dapat

dilakukan melalui penolakan karena situasi. Tembok dan hirarki sosial

dilampaui dengan harus dengan sebuah perlintasan kebudayaan (Rancière,

2009).

Rancière melakukan pergeseran terhadap kelas yang dibangun oleh

Plato bahwa kelas pekerja hanya patut bekerja pada tempatnya, sementara

urusan estetika dikerjakan oleh para bijak di singgasananya. Apa yang

dilakukan oleh seniman atau budayawan adalah tidak melulu mengerjakan

apa yang dianggap sebagai tugasnya sebatas di wilayah seni misalnya tapi

bisa melakukan lebih dari itu tidak terkecuali pada urusan politik. Ketika

Page 152: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

138

para pelaku politik hanya mengakomodasi kepentingan individu dan

golongan maka bagian lain seperti budayawan dan pegiat literasi menjadi

tergerak dan ini disebut sebagai part of no part.

Dengan demikian, dalam proses kegiatan estetis tersebut Rumah

Dunia menerobos „tatanan higienis‟ yang diciptakan oleh sistem demi

menempatkan dia dalam posisinya. Kita menemukan arus dalam

pandangan Rancière mengenai „yang politis‟ sebagai „yang estetis‟ yakni,

arus yang ditelusuri melalui jalur subjeknya (seniman atau pegiat literasi

yang masuk politik) dan kedua, melalui kritikan lewat keseniannya itu

sendiri baik itu tulisan, puisi dan lainnya. Dalam sudut pandang ini bisa

disebut sebagai revolusioner. Di titik ini Rumah Dunia adalah melakukan

migrasi beranjak dari situasi dan posisi kelas yang disediakan oleh tatanan

kepadanya.

Hal ini kemudian apa yang dinamakan Rancière sebagai revolusi

Estetika yaitu setiap guncangan pada seni yang telah didefinisikan sebagai

sebuah kerangka tindakan yang sistematis, guncangan terhadap seluruh

hirarkhi konsepsi dan sensibilitas. Guncangan tersebut bukan diciptakan

dari luar sebagai suatu perlawanan, namun justru dari dalam melalui karya

seni dalam sistem sosial yang sedang berlaku (Rancière, 2009).

“In this sense, the aesthetic revolution is an extension to

infinity of the realm language, of poetry. It is the affirmation

that poems are everywhere, that painting are everywhere. So,

it is also the development of a whole series of forms of

perception which allow us to see the beautiful everywhere.”

Page 153: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

139

Dengan demikian berarti transisi subjek Rumah Dunia ke wilayah

politik melihat bahwa literasi dan seni tidak sebatas pada baca dan tulis

melainkan harus masuk pada semua sektor tak terkecuali politik.

Walaupun tidak terelakan ada juga yang menganggap jika seni tidak boleh

dicampuradukan ke dalam urusan politik atau istilah ideologisnya adalah

seni untuk seni (art for art) namun Rumah Dunia menganggap politik dan

seni adalah satu kesatuan. Ini menurut salah satu pengurus Rumah Dunia,

Hilman Sutedja:

“…….kalo kita kan kaya Rendra kalo sastra itu kan ya

harus ke semuanya dan politik itu bagian kecil dari ruang

sastra itu sendiri jadi kita nih di sini belajar puisi, cerpen,

novel kalo misalkan kita menghindar dari kenyataan ya

kami pikir tidak ada artinya, kata Rendra itu kan bahwa

Sastra itu ya melawan ketidakadilan, kaya Pram gitu kan

kaya gitu tetapi komunitas lain mungkin memiliki

pemahaman yang lain ya seni itu baik mereka menganggap

bahwa politik sesuatu yang tabu gitu yang kotor yang

jangan dicampuradukan dengan seni ya itu terserah

mereka.” (Wawancara dengan Hilman Sutedja, relawan

Rumah Dunia)

Rumah Dunia menjadikan literasi dan seni sebagai medium

perlawanan karena literasi dan seni bisa menjadi medium efektif untuk

melakukan pendobrakan terhadap kondisi sosial yang disestematisasikan

oleh kekuasaan sehingga menjadi daya ekspresi dan jeritan atas kenyataan

yang sesungguhnya.

b. Dinasti Politik Atut sebagai Rezim Hegemonik

Di Banten, kekuasaan dinasti politik Atut berdiri kokoh

menduduki jabatan tertinggi di tingkatan provinsi dan mengekspansi

Page 154: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

140

kekuasaan ke jabatan eksekutif di beberapa daerah Kabupaten/Kota di

Banten. Dominasi kekuasaan bahkan merambah pada tingkat

organisasi kemasyarakatan, organisasi kepemudaan dan ke lembaga

sektor ekonomi. Langgengnya kekuasaan Atut salah satunya melalui

hegemoni dengan memberikan kesadaran palsu (false consciousness)

kepada masyarakat sehingga atas kesadaran palsu tersebut masyarakat

Banten menerima akan keberadaan Dinasti Atut. Dan ini bisa disebut

kontradiktif antara apa yang telah diperbuat selama ini oleh Dinasti

Politik Atut dengan respon mayoritas masyarakat Banten terhadap

dinasti.

Pasca tertangkapnya Atut dan adiknya Wawan pada tahun

2013 oleh KPK, kekuasaan keluarga Atut tidak serta merta hancur.

Beberapa kerabatnya bahkan kembali memenangi kontestasi pemilu.

Di pemilu legislatif 2014, anaknya Atut Andika Hazrumy berhasil

menduduki kursi DPR RI, istrinya Andika atau menantu Atut, Ade

Rossi berhasil duduk di kursi DPRD Banten dan anak kedua Atut

Andiara Aprilia menduduki kursi DPD RI. Kemudian di pemilu

kepala daerah tahun 2016, kerabat Atut yang ikut berkontestasi

semuanya menang. Di Kabupaten Serang adik Atut Ratu Tatu

menjabat Bupati Serang kedua kalinya, kemudian di Tangerang

Selatan ada Airin yang juga dua periode dan di Pandeglang menantu

Atut, Tanto terpilih menjadi Wakil Bupati Pandeglang.

Page 155: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

141

Keterpilihan kembali keluarga Dinasti Atut di pemilu

menunjukan betapa masyarakat menghiraukan akan perilaku koruptif

yang dilakukan oleh Atut dan Wawan. Masyarakat diarahkan kepada

kesadaran palsu yakni segala hal yang menghalangi “massa”

menemukan kebenaran dari situasi hidup mereka, setiap hal yang

memblokir pengetahuan mereka mengenai fakta bahwa masyarakat

ditindas dan sedang tidak diberlakukan dengan baik oleh penguasa

(Hutagalung, 2008: xx). Kekuasaan yang sedang berjalan seolah

dalam keadaan baik-baik saja dan minimnya perlawanan dari

masyarakat.

c. Antagonisme Politik Rumah Dunia Terhadap Dinasti Politik

Dalam setiap hubungan di masyarakat bisa menjadi lokus dari

antagonisme sejauh hubungan itu dikontruksikan ke dalam format

subordinasi dan sejauh kekuasaan itu melakukan dominasi. Jika

merujuk pada analisa Laclau dan Mouffe, melihat gerakan sosial

dalam konteks hubungan antagonistik dalam masyarakat. Kerangka

Marxisme ortodoks mau menjelaskan antagonisme sebagai bagian dari

struktur pertentangan kelas yang mengikuti logika pertentangan

hukum-hukum material-ekonomis. Kerangka ini, bagi Laclau dan

Mouffe, tidak lagi cukup diri. antagonisme bagi Laclau dan Mouffe,

membuka front-front perlawanan baru yang juga menciptakan

Page 156: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

142

kelompok-kelompok baru di luar kategori kelas yang ekonomistik

seperti Rumah Dunia.

Gerakan yang dibangun Rumah Dunia pada dasarnya adalah

melawan praktik korupsi dan dominasi kekuasaan jawara hingga

dinasti politik. Dan pada finalnya gerakan politik itu secara masif dan

serempak dilakukan di pilkada Banten 2017. Walau Rumah Dunia

bukan tim sukses dari pasangan Rano-Embay namun semangat

perjuangan melawan dinasti membuat gerakan yang dibangun adalah

harus memenangkan pasangan Rano-Embay agar Andika yang

merupakan bagian dari dinasti tidak kembali berkuasa.

Walau pada dasarnya gerakan sosial yang selama ini dibangun

adalah berkenaan dengan penyadaran massa atas dinasti politik namun

tidak pernah dalam setiap perhelatan pemilu serempak memberikan

dukungan kepada salah satu pasangan calon. Gerakan politik yang

dilakukan Rumah Dunia dalam Pilkada Banten 2017 menjadi titik

kesamaan perjuangan atau yang disebut Laclau & Mouffe sebagai

chain of equivalence diantara pengurus dan relawan Rumah Dunia.

Mereka memiliki satu misi dan satu kesamaan sehingga membentuk

kehendak kolektif yang kemudian dikenal dengan artikulasi kolektif

dengan mendukung pasangan Rano-Embay.

Serempaknya dukungan tersebut setidaknya bisa dilihat dari

beberapa hal: pertama, Keluarga Atut kembali ikut serta dalam

pertarungan pilkada Banten dalam hal ini Andika yang berpasangan

Page 157: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

143

dengan Wahidin, sehingga perlawanan Rumah Dunia selama ini

terhadap korupsi khususnya dinasti tidak boleh berhenti ketika pilkada

berlangsung sehingga pilihannya adalah mendukung pasangan calon

yang bukan berasal dari keluarga dinasti Atut.

Kedua, Embay Mulya Syarief yang merupakan lawan politik

Andika, adalah salah satu Dewan Penasihat di Rumah Dunia. Embay

menjadi pelindung ketika Rumah Dunia sedang dalam keadaan

ancaman dan teror. Ini tentu menjadi alasan keluarga Rumah Dunia

mendukung pasangan Rano-Embay.

Ketiga, Rano Karno selain politisi adalah aktor, seniman dan

budayawan. Ini semacam ada kesamaan sebagai sesama budayawan

dan seniman dan menjadi ada harapan untuk dapat memajukan seni,

literasi dan kebudayaan di Banten.

Keempat, hanya ada dua pasangan calon di pilkada Banten

2017, maka ketika yang dilawan adalah pasangan dari dinasti Atut

otomatis yang didukung kemudian tentu satu pasangan calon yang

menjadi lawan dari dinasti.

Empat hal tersebut setidaknya yang menjadikan keluarga

Rumah Dunia menjadi masif dan serempak mendukung salah satu

pasangan calon Rano-Embay di pilkada Banten 2017. Jika saja ketika

Pilkada Banten 2017 kemarin terdapat pasangan calon lebih dari dua

maka kemungkinan dukungan politik dari orang-orang yang terlibat di

Page 158: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

144

Rumah Dunia tidak begitu masif seperti halnya di pilkada Banten

tahun 2006 dan 2012.

Dalam melakukan perjuangan melawan dinasti politik, yang

dilakukan Rumah Dunia sebagai antagonisme politik dari dinasti

politik adalah dengan melakukan counter hegemony terhadap

penguasa. Hal yang perlu digaris bawahi adalah hegemoni tidak hanya

dilakukan oleh penguasa (top down) melainkan juga dilakukan oleh

masyarakat ketika melakukan resistensi terhadap penguasa (bottom

up). Karena pada dasarnya hegemoni Laclau dan Mouffe memijakkan

paradigma teoritiknya pada analisa wacana (discourse analysis)

berbeda dengan Gramsci yang mendasarkan paradigma teoritiknya

pada analisa kelas. Jadi hegemoni dilakukan diantara rezim penguasa

dinasti politik dan civil society dalam hal ini Rumah Dunia melalui

pertarungan diskursus.

Menurut Laclau jika perjuangan hegemonik ingin berhasil,

yang harus diperhatikan adalah tidak menempatkan logika yang

diartikulasikan oleh semua bentuk eksternal ke dalam ruang

partikular. Itu harus menjadi sebuah artikulasi yang bekerja di luar

logika internal dari partikularitas itu sendiri. Sebaliknya munculnya

partikularitas bukanlah hasil dari sebuah otonomi atau gerakan yang

dilakukan sendirian, tetapi harus dipahami sebagai sebuah

kemungkinan internal yang dibuka oleh logika yang diartikulasikan.

Dengan kata lain universalisme dan partikularisme bukanlah gagasan

Page 159: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

145

yang berlawanan, tapi harus dipahami sebagai dua gerak yang berbeda

(menguniversalkan dan mempartikularkan) yang menentukan sebuah

totalitas artikulasi dan hegemoni. Jadi jangan memahami totalitas

sebagai sebuah kerangka yang ada dalam praktek hegemoni: tetapi

kerangka itu sendiri yang harus diciptakan melalui praktek hegemoni

(Hutagalung, 2006).

Hegemoni yang dilakukan Rumah Dunia dengan menyadarkan

dan menyederhanakan melalui bahasa, agar masyarakat luas sadar dan

tidak terjebak dalam kesadaran palsu. Dan diskursus yang dibangun

oleh Rumah Dunia adalah anti dinasti dan korupsi dengan

memberikan penyadaran melalui literasi dengan bedah buku, diskusi,

dan puisi.

Pada pilkada Banten 2017, terjadi pertarungan diskursus terkait

pro dan kontra terhadap dinasti. Rumah Dunia berdiri sebagai

kelompok yang menolak keberadaan dinasti Atut sehingga isu yang

ada dalam pilkada adalah isu dinasti dan korupsi disatu sisi dan di sisi

lain, kelompok dinasti memainkan isu kebangkitan Partai Komunis

Indonesia (PKI) terhadap pasangan Rano-Embay. Dalam kampanye

yang dilakukan di Lapangan Sun Burst Bumi Serpong Damai

misalnya, pada Minggu 15 Januari 2017, seperti yang dikutip oleh

Detikcom (2017), Wahidin berujar “Kita akan melawan PKI, kita

semangat jihad melawan kebatilan. Di sini ada PKI, gak? kita akan

lawan PKI!” walau tidak menyebutkan nama secara langsung tetapi

Page 160: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

146

selama pilkada berlangsung isu tersebut dimunculkan duntuk

menyerang pasangan Rano-Embay. Begitu pun dengan persoalan

dinasti korupsi yang terus-menerus disebarkan untuk menyerang

pasangan Wahidin-Andika.

Jika merujuk Laclau dan Mouffe antagonisme politik yang

dilakukan Rumah Dunia merupakan bentuk perang posisi (war of

positions) di antara gagasan-gagasan yang setara di masyarakat.

Perang posisi itu tidak lagi terjadi di level kelas ekonomi, melainkan

mengambil tempat di level diskursif (persoalan bahasa dan

pembahasaan) dan level kebudayaan (persoalan cara berada dan

ekspresi-ekspresinya).

Dalam pertarungan hegemonik melawan penguasa, tidak bisa

dilakukan sendirian oleh Rumah Dunia melainkan harus membangun

kerja sama dengan kelompok sosial lain. Diantara kelompok sosial itu

terbangun juga chain of equivalence diantara kelompok sosial yang

melakukan resistensi terhadap rejim opresif dinasti politik.

Banyaknya LSM atau komunitas di Banten yang berjumlah

ribuan tidak serta mudah menemukan kesetaraan/kesamaan diantara

kelompok sosial yang ada di Banten. Karena menurut aktivis

Indonesia Corruption Watch (ICW), Ade Irawan (wawancara, 13

Maret 2018) hanya ada belasan kelompok sosial di Banten yang

berintegritas sedangkan lainnya bisa disebut sebagai “LSM kartel”.

Salah satu LSM/ Komunitas di Banten yang berintegritas adalah

Page 161: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

147

Rumah Dunia. Maka kemudian ICW bersama KPK di tahun 2016

menjelang pilkada Banten 2017 mengumpulkan seluruh

LSM/komunitas berintegritas di Banten membuat sebuah forum yang

disebut Forum Banten Bersih (FBB). Dari situ terdapat chain of

equivalences diantara komunitas sosial dengan agenda bersama yaitu

kampanye anti korupsi dan menolak dinasti (ICW, 2017).

“FBB itu sebenernya dibuat oleh ICW dan KPK sejak

tahun berapa ya kami diminta KPK untuk dampingi di

Banten salah satunya masyarakat sipil supaya menjadi

penyeimbang pemerintah daerah, ICW waktu itu mulai

riset karena LSM komunitas di Banten kan banyak

bahkan temuan kami bisa sampai seribu tapi sebagian

besar lebih dari 90% LSM LSM tukang peres akhirnya

hampir seribu tadi yang punya integritas belum bisa

kualitas itu 12 atau berapa gitu ya kemudian kami

kumpulkan bersama teman-teman KPK dibentuk FBB.

Ada Truth Tangerang, Serikat Guru, koalisi Guru

Banten, Nalar Pandeglang, Madrasah Anti korupsi,

Rumah Dunia, Fesbuk Banten News, Basa Jawa

Serang, Pilar Dunia, apalagi ya saya lupa tapi ada

teman-teman dari wartawan” (Wawancara dengan Ade

Irawan, aktivis ICW pada 13 Maret 2018).

Dengan adanya chain of equivalences diantara FBB semakin

banyak kebutuhan bagi kesetaraan yang lebih umum yang

merepresentasikan rantai secara keseluruhan. Makna dari representasi

adalah adanya partikularitas. Jadi satu kelompok dari FBB harus

diasumsikan sebagai representasi dari rantai secara keseluruhan. Inilah

gerak hegemonik yang sempurna: pokok dari sebuah partikularitas

mengasumsikan sebagai sebuah fungsi dari representasi universal

yaitu anti korupsi dan dinasti (Hutagalung, 2008).

Page 162: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

148

Oleh karena itu ketika bicara konsep hegemoni dalam

artikulasi berbagai identitas berarti memainkan suatu strategi diskursif

tertentu, strategi diskursif menjelaskan berbagai artikulasi dari

berbagai elemen untuk mendefinisikan suatu posisi politik baru.

Makna lain dari strategi diskursif adalah pluralitas yang diakomodasi

karna diskursus tidak hadir dalam suatu ketunggalam elemen. Dengan

demikian suatu praktek hegemonik bicara soal pluralitas yang

distrukturkan dalam diskursus. maka aktus hegemonik menurut Laclau

dan Mouffe adalah jalinan relasi antara berbgai posisi subjek yang

beragam dalam masyarakat (plural) yang memainkan diskursus

tertentu untk membangun suatu tatanan politik.

Dalam forum Banten Bersih, tidak semua Relawan Rumah

Dunia dilibatkan di dalamnya. Menurut salah satu relawan Rumah

Dunia, Hilman Sutedja (2018) hanya ada dua relawan Rumah Dunia

yang terlibat dalam Forum Banten Bersih.

“Relawan dua atau tiga orang, gabung di Banten

Bersih beberapa kali ikut kegiatannya karena harus

perwakilan ga bisa semuanya, ada beberapa temen

ikut di situ Zaenal kalo ga salah, Zaenal, Daru iya

Zaenal Daru itu” (wawancara dengan Hilman Sutedja,

Relawan Rumah Dunia)

Pilkada Banten 2017 pada dasarnya menjadi momentum

bersatunya kelompok sosial di Banten melawan dinasti politik Atut

dalam hal ini menentang Andika sebagai anak dari Atut agar tidak

terpilih sebagai Wakil Gubernur Banten 2017. Walau pun pada

akhirnya pasangan Rano-Embay kalah namun ini menjadi momen

Page 163: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

149

perjuangan berkelanjutan melawan dinasti politik terkhusus korupsi.

Dan di sini terlihat bagaimana selama pilkada berlangsung

pertarungan diskursus anti dinasti kalah oleh diskursus kebangkitan

PKI.

Gerakan sosial politik Rumah Dunia tidak kemudian berhenti

setelah pilkada Banten selesai, perlawanan melawan dinasti politik

Atut terus berlanjut dalam hal pengawalan dan pengawasan selama

pemerintahan Wahidin-Andika berlangsung. Adapun gerakan-gerakan

literasi terus dilakukan demi pencerdasan masyarakat seperti yang

dikatakan oleh salah satu pendiri Rumah Dunia:

“menyatakan opini kita ke masyarakat luas bahwa kita

tidak sepakat dengan korupsi maka kita melawan itu

tidak cukup, kegiatan di sini tetap dilakukan, tanpa

harus forntal membawa semua yang di sini untuk

melawan itu, kerja literasi untuk mencerahkan tetap

dilakukan, karena setelah kita, ada yang melanjutkan

itu, kalo cuma kita doang, kita selesai maka selesai

juga, jadi dengan tetap membuka wawasan dan

sebagainya melalui gerakan ya gerakan literasi” (OK,

Pendiri Rumah Dunia, wawancara 24 Mei 2018).

Page 164: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

150

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari penelitian yang peneliti buat dapat disimpulkan bahwa partisipasi

politik Rumah Dunia dalam Pilkada Banten 2017 adalah bagian dari nilai yang

selama ini diperjuangkan oleh Rumah Dunia yaitu menolak praktik korupsi. Bagi

Rumah Dunia dinasti politik dianggap menjadi penyebab masalah di Banten

karena praktik berpolitik yang Korupsi Kolusi dan Nepotime (KKN) dan

terkonfirmasi dengan tertangkapnya Atut dan Wawan sebagai tersangka korupsi.

Pilkada Banten 2017 menjadi gerakan pertama yang dilakukan serempak oleh

para pelaku Rumah Dunia dalam mendukung salah satu pasangan calon yaitu

Rano-Embay untuk melawan pasangan calon Wahidin-Andika yang masih dalam

lingkaran politik dinasti Atut.

Adapun partisipasi atau gerakan politik Rumah Dunia dalam mendukung

pasangan Rano-Embay antara lain:

1. Membantu proses pembuatan buku biografi Rano yaitu Si Doel dan

melakukan roadshow bedah buku Si Doel yang seluruh Kabupaten

dan Kota di Banten.

2. Membuat tulisan-tulisan yang dipublikasikan melalui media Rumah

Dunia berbasis online Koranrumahdunia.com. Selama musim pilkada

ada 65 tulisan yang menyinggung pada persoalan Pilkada Banten 2017

seperti dinasti, korupsi, dan membahas setiap figur calon.

Page 165: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

151

3. Bergabung dan menjadi bagian dari koalisi Gerakan Menolak Politik

Dinasti (Gempa) yang dibuat pada musim pilkada Banten 2017. Dan

bergabung dengan Forum Banten Bersih (FBB).

4. Ikut terlibat dalam memasangkan Embay sebagai wakil Rano

5. Membuat meme atau gambar yang mempromosikan figur dari Rano-

Embay dan tentang korupsi dan dinasti.

6. Menghadiri deklarasi pasangan calon Rano-Embay

Jika merujuk pada bentuk Partisipasi Politik Gabriel almond, yang

dilakukan Rumah Dunia bisa masuk di kategori konvensional dan nonkonvensioal

karena aktivitas gerakan politik Rumah Dunia masuk diantara kedua kategori

tersebut seperti terlibat dalam pemilihan umum bukan hanya memberikan suara

tapi juga mempengaruhi massa, mengadakan diskusi, membangun komunikasi

dengan tokoh politik, dan bergabung dengan kelompok kepentingan lain seperti

FBB dan Gempa.

Implikasi gerakan Rumah Dunia menjadi sebuah amunisi kebangkitan civil

society Banten yang selama ini terjebak pada kesadaran palsu (false

consciousness) yang dipelihara rezim hegemonik dinasti politik. Gerakan literasi

yang terus dibangun dan disebarkan kepada masyarakat tidak lain dalam upaya

penyederhanaan bahasa dan memberikan pemahaman secara sederhana kepada

masyarakat luas agar terciptanya kesadaran kritis hingga menumbuhkan sebuah

gerakan-gerakan baru.

Bagi Laclau dan Mouffe setiap agen sosial merupakan lokus dari sejumlah

posisi subjek dan tidak dapat direduksi hanya kepada satu posisi. Ini kemudian

Page 166: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

152

Rumah Dunia tidak hanya sebatas sebagai seorang seniman, pegiat literasi atau

budayawan, diluar itu mereka adalah warga Banten yang juga terkena imbas

langsung pada sebuah kebijakan politik atau suatu kondisi politik yang timpang

sehingga Rumah Dunia bertransisi menjadi subjek politik yang tidak berarti

meninggalkan gerakan sosialnya bahkan ini adalah lanjutan dari gerakan yang

selama ini diperjuangkan.

Secara praktis apa yang dilakukan Rumah Dunia di pilkada Banten 2017

adalah sebuah bentuk gerakan baru sebagai antagonisme politik di Banten yang

mana gerakan anti dinasti tidak pernah massif sebelumnya. Pilkada Banten 2017

tidak hanya menjadi momentum bersatunya orang-orang yang terlibat di Rumah

Dunia melainkan juga menjadi ajang persatuan civil society di Banten sehingga

apa yang disebut oleh Laclau dan Mouffe terbentuknya suatu rantai kesamaan

(chain of equivalances). Dan kemudian yang menjadi tantangan kedepannya

adalah bagaimana kebangkitan civil society di Banten ini bisa mempertahankan

gerakan moral yang dibangun dan terus berlanjut juga tidak terjebak pada agenda

politik atau politik praktis.

B. Saran

Dalam sistem pemerintahan yang demokratis, masyarakat dituntut untuk

lebih cerdas dalam memilih pemimpin yang dapat bertanggung jawab karena

keberhasilan seorang pemimpin merupakan hasil dari pilihan rakyat yang

menentukan pilihannya dengan tepat. Dengan demikian partisipasi politik aktif

dari masyarakat menjadi peranan penting dalam menunjang demokrasi yang lebih

baik.

Page 167: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

153

Partisipasi politik Rumah Dunia dalam Pilkada Banten 2017, menunjukan

sikap dari kebebasan berekspresi dari masyarakat sipil dalam menentukan pilihan

politik. Rumah Dunia seharusnya bisa berperan lebih dalam memberikan

pencerdasan publik kepada masyarakat yang diiiringi dengan pendidikan politik

hal ini mengingat sikap pragmatisme masyarakat Banten yang harus diubah.

Kemudian konsistensi Rumah Dunia dalam melawan korupsi harus tetap

dijaga dan bisa lebih banyak merangkul civil society lainnya dalam rangka

mengawal proses demokratisasi. Dan koalisi-koalisi yang telah terbangun dalam

rangka menolak korupsi dan dinasti seperti FBB dan Gempa tidak bergerak

sebatas ketika pilkada berlangsung tapi suara-suara perlawanan harus terus terjaga

agar terjadinya proses demokratisi ke arah yang lebih mapan.

Page 168: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

154

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Agustino. Leo (2009). Pilkada dan Dinamika Politik Lokal. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Budiarjo, Miriam. (2013). Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: CV Prima Grafika

Culla, Adi S. (2006). Rekontruksi Civil society : Wacana dan Aksi Ornop di

Indonesia. Jakarta : Pustaka LP3ES Indonesia.

Creswell, John W. (2010). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif,

dan Mixed.Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Hidayat, S. (2007). „Shadow State..? Bisnis dan Politik di Provinsi Banten’ dalam

HSNordholt & G Van Klinklen (eds.), Politik Lokal di Indonesia. Jakarta:

Yayasan Obor Indonesia.

Hikam, Muhammad AS. (1996). Demokrasi dan Civil society, Jakarta:

LP3ES.

Hutagalung, D. (2008). Hegemoni dan Demokrasi Radikal-Plural: Membaca

Laclau dan Mouffe, dalam Laclau, E dan Mouffe, C, Hegemoni dan

Strategi Sosialis. (terjemahan). Yogyakarta : Resist Book.

Hunington & Nelson. (1982). Partisipasi Politik : Tak Ada Pilihan Mudah.

Terjemah. Jakarta: PT. Sangkala Pulsar.

ICW. (2017). Annual Report 2016 Indonesian Corruption Watch :

Menyemangati Semangat Anti Korupsi. Jakarta.

Laclau, E dan Mouffe, C. (2008). Hegemoni dan Strategi Sosialis.

(terjemahan). Yogyakarta : Resist Book.

Page 169: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

155

Pukat UGM. (2014). Trend Corruption Report Periode Agustus 2013 – Januari

2014 : Awas Korupsi di Tahun Politik. Yogyakarta : Pukat FH UGM

Rancière, Jacques. (2009). Aesthetics and Discontents. Cambridge: Polity Press.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung:

CV.Alfabeta.

Suharno (2004). Diktat Kuliah Sosiologi Politik. diktat

Syadzily, Chasan dan Burhanuddin. 2003. Civil Society dan Demokrasi: Survey

tentang Partisipasi Sosial-Politik Warga Jakarta, Jakarta: INCIS.

Syaukani. (2002). Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar

Yin, Robert K. (1997). Studi Kasus (Desain dan Metode). Jakarta: Raja Grafindo

Persada

Williams, Michael. (2003). Arit dan Bulan Sabit : Pemberontakan Komunis 1926

di Banten. Terj. Yogyakarta: Syarikat.

Artikel / Jurnal

Foley, Michael W. & Edwards, Bob. (1996). The Paradoks of Civil Society.

Journal of Democracy. Vol 7, No.3

Hamid, Abdul. (2011). “Memetakan Aktor Politik Lokal Banten Pasca Orde

Baru: Studi Kasus Kiai Dan Jawara Di Banten”. Jurnal Administrasi

Negara, Volume 11, Nomor 2, Juli 2011.

___________. (2016). Pilkada dan Konfigurasi Politik Nasional. Seminar

Nasional Ilmu Pemerintahan Untirta. Serang-Banten.

Page 170: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

156

Hutagalung, D. (2006). Laclau-Mouffe Tentang Gerakan Sosial. dalam Majalah

Basis No.01-02, Tahun LV, Januari-Februari 2006

Masaaki, O & Hamid, A (2008). Jawara in Power: 1999-2007. Southeast Asia

Program Publications at Cornell University. Ney Work City.

Purnomo, Joko. (2010). MDGs as an Instrument og Hegemony : a New Type of

Hegemonic Transformative for Vanishing Plurality of Resistence

Movements in Indonesia. Jurnal Interaktif 1 (2).

Rasyid, Ryaas. (1997). Perkembangan Pemikiran tentang Masyarakat

Kewargaan, Tinjauan Teoritik, Jurnal Ilmu Politik.

Suara KPU. (2016). KPU Siap Gelar Pilgub Banten. Jurnal Publikasi KPUD

Banten. No. 30 edisi September

Skripsi / Tesis

Anida, Nur. (2016). Keterlibatan Komunitas Pada Pilkada di Kabupaten Soppeng

Tahun 2015. skripsi. FISIP-Unhas.

Ardian, Ricky. (2017). Komunitas Politik dalam Pemilihan Kepala Daerah di

Kabupaten Pesisir Barat Tahun 2015. Tesis. FISIP-Unila.

Muslimin. (2016). Gerakan Sosial Masyarakat Paotere di Kota Makassar.

Skripsi. FISIP- Unhas.

Rahmat, Abdi. (2003). Peran LSM Dalam Penguatan Civil Society Di Indonesia

Studi Kasus Walhi. Tesis. Universitas Indonesia

Page 171: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

157

Internet

Banten, radar. (2016). 48 Persen Karakter Pemilih di Banten Pragmatis. Online.

(https://radarbanten.co.id/48-persen-karakter-pemilih-di-banten-

pragmatis/) diakses pada 2 Juni 2018 Pkl 21.05 WIB

Cilegon, Berita. (2016). Dinasti Banten Akan dikuliti di Rumah Dunia Sabtu 3

September 2016. Online. (http://www.beritacilegon.co.id/kota-

cilegon/dinasti-banten-akan-dikuliti-di-rumah-dunia-sabtu-3-september-

2016-2) dikses pada 4 Juni 2017 Pkl 20.15 WIB

Detak Banten. (2015). Ormas LSM Banten Hanya 93 Ormas LSM Terdaftar di

Kesbangpol Banten (http://www.detakbanten.com/pandeglang/6688-

wow-1-432-ormas- lsm-banten-hanya-93-ormas-lsm-terdaftar-di-

kesbangpol-banten) diakses pada 5 Februari 2018 pkl 11.38 WIB

Detik. (2014). Wahidin Andika Unggul Atas Rano Embay Ini Peta Perolehan

Suaranya (https://news.detik.com/berita/d-3432971/wahidin-andika-

unggul-atas-rano-embay-ini-peta-perolehan-suaranya) sumber diakses 24

desember 2017 Pkl 22.11 WIB

_____. (2017). Ketika Isu PKI Mengalahkan Dinasti dan Korupsi. Online.

(https://m.detik.com/news/berita/d-3585980/ketika-isu-PKI-mengalah-

kan-dinasti-dan-korupsi) diakses pada 2 Juni 2018 Pkl 21.30 WIB

Gong, A Gol. (2016). Gol A Gong Rumah Dunia dan Politik. online.

(http://koranrumahdunia.com/2016/09/24/gol-a-gong-rumah-dunia-dan-

politik/) diakses pada 29 maret 2017 Pukul 20.35 WIB.

Page 172: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

SIFA NURFADILAH6670142378

PENDIDIKANTK .NURULHUDA

SDN PASIR GADUNG 2 MTS DAARUL AHSAN SMA DAARUL AHSAN

S1- ILMU PEMERINTAHANUNTIRTA

KEMAMPUANLEGAL WRIT ING MS.WORD MS.EXCEL MS.POWER POINT PUBLIC SPEAKING

DATA DIRITANGERANG,  26-08-1996ISLAMPEREMPUAN

PENGALAMAN

[email protected],  BANTEN

SIFA NURFADILAH I L M U P E M E R I N T A H A N @SIFANURFADILAH8

PENDIDIKAN NON-FORMAL

SEKOLAH KEBANGSAAN DISPORA KAB.TANGERANG

JUARA HARAPAN 2-ESSAY INOVASI KEBI JAKANPUBLIK UNPAD

2017

KONFERENSI NASIONAL-POLEMIK P ILKADA SERENTAK UNHAS MAKASAR

2017

DPR-RI MAGANG STAF AHLI ANGGOTA DPR-RI DR.IR. HETIFAH SJAIFUDIAN, MPP

2017

Page 173: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

LAMPIRAN

Interview Guide

SISTEMATIKA BAB

JENIS

DATA

SUMBER

DATA

INTERVIEW GUIDE

Bab IV Hasil Dan Analisa

Penelitian

1. Gambaran Umum

Pilkada Banten 2017

Pelaksanaan

Pilkada di Banten

Politik Lokal di

Banten

Rumah Dunia

Data

sekunder

Sekunder

Primer

Internet dan

Buku/ jurnal

Internet dan

buku/ jurnal

Interview

Bagaimana peta koalisi partai

politik yang dibangun dalam

perhelatan pilkada Banten 2017?

Siapa saja pasangan calon yang

diusung oleh partai politik?

Apa visi misi dari setiap pasangn

calon?

Bagaimana hasil rekapitulasi

suara di pilkada Banten 2017?

Bagaimana peta politik Banten

pada pilkada sebelum 2017

Siapa aktor-aktor kuat di Banten?

Apa itu dinasti politik Atut?

Bagaimana kekuasaan dinasti

politik Atut dalam perpolitikan di

Banten?

Apa itu Rumah Dunia?

Bagaimana sejarah pendirian

Rumah Dunia?

Bergerak dibidang apakah

Page 174: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

2. Rumah Dunia Dalam

mendukung Pasangan

Rano-Embay Pilkada

Banten 2017

Data

Primer

dan

Sekunder

Interview,

Buku dan

Internet

Rumah Dunia?

Siapa tokoh penting atau pendiri

Rumah Dunia?

Apa saja capaian yang telah

dilakukan Rumah Dunia?

Apa alasan Rumah Dunia

mendukung Rano Karno-Embay?

Bagaimana hubungan Rumah

Dunia dengan dinasti Atut?

Apa saja yang dilakukan Rumah

Dunia selama proses Pilkada

berlangsung?

Adakah feedback yang

didapatkan rumah dunia dengan

mendukung Rano-Embay?

Bagaimana hubungan dengan

Rano-Embay?

Bagaimana hubungan dengan tim

sukses Rano-Embay?

Bagaimana hubungan dengan

partai politik pengusung Rano-

Embay?

Bagaimana relasi dengan civil

society lain yang ada di Banten?

Apakah Rumah Dunia bersinergi

dengan civil society Banten yang

Page 175: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

3.Partisipasi Politik

Rumah Dunia dalam

Pilkada Banten 2017

Data

Primer

Interview

lain dalam mendukung Rano-

Embay?

Apakah di Pilkada Banten

sebelumnya Rumah Dunia

pernah mendukung salah satu

calon?

Diluar musim Pilkada, apakah

Rumah Dunia tetap melakukan

aktivitas penolakan terhadap

dinasti?

Jika iya apa yang dilakukan?

Dukungan yang dilakukan

apakah bersifat kesukarelaan

atau perintah dari pimpinan

Rumah Dunia?

Apa saja yang telah dilakukan

Rumah Dunia dalam

mempengaruhi masyarakat?

Media apa yang dilakukan

Rumah Dunia untuk

mempengaruhi pilihan

masyarakat?

apakah pengurus atau relawan

Rumah Dunia semua mendukung

Rano-Embay?

Page 176: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

Dokumentasi Gambar

Gambar 1.

(Sumber: Koranrumahdunia.com)

Gambar 2.

(Sumber: Mamanfaturochman.worpress.com)

Page 177: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

Gambar 3.

(Sumber: Koranrumahdunia.com)

(Sumber: Koranrumahdunia.com)

Gambar 4.

(Sumber: Koranrumahdunia.com)

Page 178: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

Gambar 5.

(Sumber: Facebook)

Gambar 6.

(Sumber: Pelitabanten.com)

Page 179: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

Gambar 7.

(Sumber: Liputanbanten.com)

Gambar 8.

(Sumber: Twitter.com)

Page 180: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

Gambar 9.

(Sumber: Koranrumahdunia.com)

Gambar 10

(Sumber: Dok. Pribadi)

Page 181: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

Gambar 11.

(Sumber: Dok. Pribadi)

Gambar 12.

(Sumber: Dok. Pribadi)

Page 182: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

Gambar 13.

(Sumber: Dok. Pribadi)

Gambar 14.

(Sumber: Dok. Pribadi)

Page 183: PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA

Gambar 15.

(Sumber: Dok. Pribadi)