paper ketut buda artana - personal.its.ac.idpersonal.its.ac.id/files/pub/2914-ketutbuda-seminar uht...

13
1 APLIKASI MULTIPLE CRITERIA DECISIO MAKIG (MCDM) UTUK PEMILIHA LOKASI FLOATIG STORAGE AD REGASIFICATIO UIT (FSRU) DA SISTEM PEAMBATAYA (STUDI KASUS SUPLAI LG DARI LADAG TAGGUH KE BALI) Ketut Buda Artana Staf pengajar Teknik Sistem Perkapalan FTK-ITS Abstrak Paper ini menyajikan studi kasu pemilihan lokasi Floating Storage and Regasification Unit (FSRU) untuk proses distribusi LNG dari Ladang Tangguh ke Bali. FSRU merupakan alternatif pengganti LNG receiving terminal di darat. Pemilihan lokasi ini melibatkan kriteria kualitatif dan kuantitatif dan metode Multiple Criteria Decision Making (MCDM) digunakan untuk melakukan pemilihan berdasarkan kuisioner beberapa stakeholders. Untuk kriteria kualitatif dicari relative weight dengan metode Analitik Hierarki Proses (AHP), dari nilai relative weight kemudian dihitung normalize relative weight, basic probability assigment dan total probability assigment sampai mendapatkan nilai preference degree dari kriteria kualitatif. Selanjutnya menggabungkannya dengan nilai preference degree dari kriteria kuantitatif dan merangkingnya dengan metode entrophy. Alternatif lokasi yang terpilih adalah alternatif dengan nilai entrophy tertinggi. Setelah mendapatkan lokasi maka dapat dianalisa sistem penambatan FSRU yang cocok pada lokasi tersebut. Kata Kunci : pemilihan lokasi fsru, metode mcdm, analitik hierarki proses, kriteria kualitatif, kriteria kuantitatif I PEDAHULUA I.1 Latar Belakang Salah satu tantangan dalam pengelolaan migas di Indonesia ke depan adalah pemenuhan terhadap meningkatnya kebutuhan domestik. Salah satu indikator peningkatan kebutuhan migas dalam negeri adalah peningkatan kebutuhan daya listrik di seluruh Indonesia. Sebagai daerah pemakai energi listrik terbesar di Indonesia, Bali dan Jawa memiliki pertumbuhan kebutuhan listrik rata-rata per tahun sebesar 8.8% dimana hingga tahun 2010 diperkirakan kebutuhan listrik untuk kedua daerah ini mencapai 160.000 GWh. Pada tahun ini, jumlah produksi listrik dengan menggunakan bahan bakar minyak adalah mencapai 36%, sementara itu produksi listrik dengan batu bara sebagai sumber energinya adalah 31% dan gas alam berada pada posisi terakhir sebesar 21%. Disamping itu pula, biaya energi per KWh dengan bahan bakar gas alam adalah Rp.210, yang masih relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan bahan bakar minyak yaitu Rp.611. Sementara itu, sekalipun energi per KWh batu bara hanya Rp.132, akan tetapi gas alam lebih ramah terhadap lingkungan. Dengan gambaran ini, dapat dibayangkan bahwa kebutuhan migas untuk pasar domestik khususnya LNG (Liquefied Natural Gas) sebagai sumber energi bagi pembangkit listrik dan industri lainnya akan secara signifikan meningkat pada tahun-tahun mendatang. Bali sebagai salah satu daerah dengan tingkat kebutuhan listrik yang besar di Indonesia memiliki tiga pembangkit listrik utama milik PLN. Ketiga pembangkit tersebut adalah PLTG Gilimanuk di ujung barat pulau Bali dengan kapasitas 130 MW, PLTG dan PLTD Pesanggaran di Jimbaran Denpasar dengan kapasitas 162 MW serta PLTG pemaron di Singaraja dengan kapasitas 80MW. Disamping ketiga pembangkit listrik tersebut, Bali juga menerima suplai listrik lewat sistem interkoneksi Jawa-Bali dengan kapasitas 200 MW. Hingga saat ini ketiga pembangkit listrik di Bali tersebut masih menggunakan Solar (HSD) yang relatif lebih mahal jika dibandingkan dengan gas untuk per satuan unit energi. Jika dikonversi menjadi gas, maka ketiga pembangkit tersebut kurang lebih akan membutuhkan sekitar 74.4 MMSCFD atau setara dengan 0.5 MTPA (± 10Cargo Standard LNG Carrier per Tahun). Hingga saat ini, teknologi transportasi gas alam sudah berkembang dengan sedemikian pesatnya. Penggunaan LNG Carrier sebagai sarana transportasi gas alam cair hingga saat ini masih diakui sebagai salah satu alternatif moda transportasi yang paling efisien khususnya untuk rute menengah dan jauh. Pengembangan teknologi LNG Carrier itu sendiri saat ini lebih terfokus pada peningkatan kualitas tangki penampung serta sistem propulsi (penggerak) kapal. Namun demikian, pemakaian LNG carrier membutuhkan dukungan infrastruktur yang sedemikian besar dalam proses transportasinya. Infrastruktur tersebut adalah liquefaction plant,

Upload: vocong

Post on 07-May-2018

231 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

1

APLIKASI MULTIPLE CRITERIA DECISIO� MAKI�G (MCDM) U�TUK

PEMILIHA� LOKASI FLOATI�G STORAGE A�D REGASIFICATIO� U�IT (FSRU)

DA� SISTEM PE�AMBATA��YA (STUDI KASUS SUPLAI L�G DARI LADA�G

TA�GGUH KE BALI)

Ketut Buda Artana

Staf pengajar Teknik Sistem Perkapalan FTK-ITS

Abstrak

Paper ini menyajikan studi kasu pemilihan lokasi Floating Storage and Regasification Unit (FSRU)

untuk proses distribusi LNG dari Ladang Tangguh ke Bali. FSRU merupakan alternatif pengganti LNG receiving terminal di darat. Pemilihan lokasi ini melibatkan kriteria kualitatif dan kuantitatif dan metode Multiple Criteria

Decision Making (MCDM) digunakan untuk melakukan pemilihan berdasarkan kuisioner beberapa stakeholders. Untuk kriteria kualitatif dicari relative weight dengan metode Analitik Hierarki Proses (AHP), dari nilai relative weight kemudian dihitung normalize relative weight, basic probability assigment dan total probability assigment

sampai mendapatkan nilai preference degree dari kriteria kualitatif. Selanjutnya menggabungkannya dengan nilai preference degree dari kriteria kuantitatif dan merangkingnya dengan metode entrophy. Alternatif lokasi yang terpilih adalah alternatif dengan nilai entrophy tertinggi. Setelah mendapatkan lokasi maka dapat dianalisa sistem penambatan FSRU yang cocok pada lokasi tersebut. Kata Kunci : pemilihan lokasi fsru, metode mcdm, analitik hierarki proses, kriteria kualitatif, kriteria kuantitatif

I PE�DAHULUA�

I.1 Latar Belakang Salah satu tantangan dalam pengelolaan migas

di Indonesia ke depan adalah pemenuhan terhadap meningkatnya kebutuhan domestik. Salah satu indikator peningkatan kebutuhan migas dalam negeri adalah peningkatan kebutuhan daya listrik di seluruh Indonesia. Sebagai daerah pemakai energi listrik terbesar di Indonesia, Bali dan Jawa memiliki pertumbuhan kebutuhan listrik rata-rata per tahun sebesar 8.8% dimana hingga tahun 2010 diperkirakan kebutuhan listrik untuk kedua daerah ini mencapai 160.000 GWh. Pada tahun ini, jumlah produksi listrik dengan menggunakan bahan bakar minyak adalah mencapai 36%, sementara itu produksi listrik dengan batu bara sebagai sumber energinya adalah 31% dan gas alam berada pada posisi terakhir sebesar 21%. Disamping itu pula, biaya energi per KWh dengan bahan bakar gas alam adalah Rp.210, yang masih relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan bahan bakar minyak yaitu Rp.611. Sementara itu, sekalipun energi per KWh batu bara hanya Rp.132, akan tetapi gas alam lebih ramah terhadap lingkungan. Dengan gambaran ini, dapat dibayangkan bahwa kebutuhan migas untuk pasar domestik khususnya LNG (Liquefied Natural Gas) sebagai sumber energi bagi pembangkit listrik dan industri lainnya akan secara signifikan meningkat pada tahun-tahun mendatang.

Bali sebagai salah satu daerah dengan tingkat kebutuhan listrik yang besar di Indonesia memiliki

tiga pembangkit listrik utama milik PLN. Ketiga pembangkit tersebut adalah PLTG Gilimanuk di ujung barat pulau Bali dengan kapasitas 130 MW, PLTG dan PLTD Pesanggaran di Jimbaran Denpasar dengan kapasitas 162 MW serta PLTG pemaron di Singaraja dengan kapasitas 80MW. Disamping ketiga pembangkit listrik tersebut, Bali juga menerima suplai listrik lewat sistem interkoneksi Jawa-Bali dengan kapasitas 200 MW. Hingga saat ini ketiga pembangkit listrik di Bali tersebut masih menggunakan Solar (HSD) yang relatif lebih mahal jika dibandingkan dengan gas untuk per satuan unit energi. Jika dikonversi menjadi gas, maka ketiga pembangkit tersebut kurang lebih akan membutuhkan sekitar 74.4

MMSCFD atau setara dengan 0.5 MTPA (± 10Cargo Standard LNG Carrier per Tahun).

Hingga saat ini, teknologi transportasi gas alam sudah berkembang dengan sedemikian pesatnya. Penggunaan LNG Carrier sebagai sarana transportasi gas alam cair hingga saat ini masih diakui sebagai salah satu alternatif moda transportasi yang paling efisien khususnya untuk rute menengah dan jauh. Pengembangan teknologi LNG Carrier itu sendiri saat ini lebih terfokus pada peningkatan kualitas tangki penampung serta sistem propulsi (penggerak) kapal.

Namun demikian, pemakaian LNG carrier membutuhkan dukungan infrastruktur yang sedemikian besar dalam proses transportasinya. Infrastruktur tersebut adalah liquefaction plant,

2

loading terminal with storage tanks, receiving terminal with storage tanks, serta re-gasification plant sebelum diterima oleh end user. Di Bali tidak dimungkinkan untuk membangun receiving terminal karena terbatasnya wilayah yang ada dan pertimbangan dampak lingkungan yang ditimbulkan.

Dengan demikian, perlu dicari kemungkinan untuk memutus beberapa mata rantai LNG tersebut. Salah satu alternatifnya adalah dengan menggunakan Floating Storage Regasification Unit (FSRU). FSRU merupakan terminal semi permanen untuk menerima LNG yang terletak jauh dari pantai, sehingga memungkinkan untuk melakukan pemindahan LNG dari kapal LNG carrier dan dilengkapi dengan unit regasifikasi .Pemakaian FSRU tentunya akan menghilangkan kebutuhan akan fasilitas regasifikasi, menjadikan sistem suplai yang lebih fleksibel, mengurangi dampak lingkungan karena tidak lagi dibutuhkannya LNG terminal di darat, dan keunggulan mobilitas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan conventional LNG supply-chain.

FSRU akan diletakkan diperairan terdekat pada salah satu pembangkit listrik. Untuk mengetahui dimana lokasi yang memungkinkan untuk penenpatan FSRU maka harus mempertimbangkan kondisi lingkungan dan pemasangan pipa-pipa yang efisien untuk menyalurkannya ke pembangkit-pembangkit yang lain. Dalam peletakan FSRU juga membutuhkan sistem penambatan untuk menjaga posisi kapal dan keamanan ketika dilakukan pemindahan muatan dari LNG Carrier maupun dari FSRU itu sendiri ke pembangkit listrik.

Tentunya untuk melakukan pemilihan lokasi dan sistem penambatan FSRU banyak sekali hal-hal yang perlu dipertimbangkan. Sebagai contoh adalah dalam melakukan pemilihan, banyak kriteria yang harus diperhatikan dalam memilih lokasi yang paling tepat untuk FSRU tersebut. Selain itu dalam melakukan pemilihan tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh satu pengambil keputusan saja, namun ada beberapa yang ikut serta memberikan keputusan untuk memilih lokasi tersebut. Oleh karena itu dengan adanya multi aktor dalam pemilihan tersebut, tentunya pertimbangan-pertimbangan yang diberikan oleh aktor tersebut tidak sama antara aktor yang satu dengan yang lain.

I.2 Perumusan masalah

Permasalahan pokok pada studi ini antara lain : 1. Bagaimana cara mengaplikasikan MCDM

untuk menentukan lokasi FRSU yang terbaik.

2. Bagaimana menentukan lokasi FSRU diperairan terdekat pada salah satu pembangkit listrik di Bali.

3. Bagaimana cara menentukan sistem penambatan pada kapal FSRU.

I.3 Batas Masalah

Untuk menegaskan dan lebih memfokuskan permasalahan yang akan dianalisa dalam studi ini, maka akan dibatasi permasalahan-permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut :

1. Jenis kapal yang digunakan adalah FSRU dimana kapal ini sama dengan kapal LNG hanya dengan penambahan regasification unit sehingga untuk data kapal pembanding dapat digunakan data kapal LNG yang sudah ada.

2. Pemilihan lokasi FSRU ditentukan pada PLTG Gilimanuk, PLTG Pesanggaran di Jimbaran Denpasar dan PLTG Pemaron di Singaraja dengan penambahan maksimum dua alternatif lokasi .

3. Pemilihan berthing system hanya dengan dolphin atau jetty.

I.4 TUJUA� PE�ULISA�

Dari latar belakang permasalahan yang telah dijelaskan di atas, maka dapat ditentukan bahwa tujuan dari studi ini adalah

1. Mengaplikasikan MCDM untuk menentukan lokasi FRSU yang terbaik dan sistem penambatanya.

2. Menentukan lokasi FSRU diperairan terdekat pada salah satu pembangkit listrik di Bali.

3. Menentukan sistem penambatan pada kapal FSRU.

I.5 Manfaat Penulisan

Dari studi ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang membutuhkan. Adapun manfaat yang dapat diperoleh antara lain :

1. Mengetahui lokasi FRSU yang sesuai dengan karakteristik pulau Bali.

2. Mengetahui sistem penambatan pada kapal FSRU.

II TI�JAUA� PUSTAKA

II.1 Liquefied �atural Gas ( L�G)

LNG adalah gas alam Methane-CH4 yang didinginkan sampai suhu minus 160 derajat Celsius pada tekanan atmosfir yang membuatnya menjadi zat cair dan volumenya 1/600 dari kondisi aslinya semula sebagai gas. Dengan kondisi cair ini memungkinkan pengangkutan LNG dilakukan dalam jumlah besar dengan kapal tanker LNG. Sebelum gas alam dicairkan, terlebih dahulu partikel – partikel asing dibersihkan dan diproses antara lain melalui desulfurization, dehydration dan pembersihan karbon dioksida. Semua proses ini membuat gas menjadi tidak berwarna, transparan, tidak berbau, tidak beracun serta terhindar dari sulfur oksida dan abu.

3

II.2 L�G Suppply chain

Untuk Pendistribusian LNG biasanya untuk rute menengah dan jauh menggunakan kapal LNG karena kemungkinan tidak bisa dibangunnya saluran pipa pada wilayah yang dilewati atau wilayah tersebut berupa perairan dengan kedalam air yang terlalu dalam. Pemakaaian LNG carrier membutuhkan dukungan infrastruktur yang sedemikian besar dalam proses transportasinya. Infrastruktur tersebut adalah liquefaction plant, loading terminal with storage tanks, receiving

terminal with storage tanks, serta re-gasification

plant sebelum diterima oleh end user.

Gambar 2.1 LNG Supply Chain

II.3 Floating Storage and Regasification Unit

( FSRU)

Dengan keterbatasan tersebut diatas, FSRU memberi alternative untuk memperpendek rantai suplai konvensional yakni dengan menghilangkan fasilitas penerima dan fasilitas regasifikasi. Dengan konsep FSRU, kedua fasilitas tersebut dapat digantikan fungsinya oleh sebuah kapal yang berfungsi untuk menyimpan LNg serta dilengkapi dengan fasilitas regasifikasi diatasnya. FSRU ditemukan sekitar tahun 2003 dengan demikian masih merupakan teknologi baru yang telah teruji pada fasilitas penerima LNG di Inggris dan Amerika. Kapal yang digunakan untuk FSRU dapat berupa kapal yang dibangun baru ataupun konversi dari tanker LNG.

Desgin Philosophy - Teknologi yang telah terbukti - Keamananya terjamin

- Keandalanya tinggi - Simpel - Mudah perawatannya - Lambung dan tangki LNG didesain untuk 40

tahun Keuntungan

- Tidak ada dampak lingkungan didarat - Tingkat keamanan tinggi - Dibangun di galangan - Biayanya lebih murah - Tidak ada biaya untuk membeli/menyewa

lahan

- Memungkinkan untuk dipindahkan - Jalur perpipaan dapat diletakkan pada lokasi

terbaik dengan mempertimbangkan infrastruktur yang sudah ada.

II.4 Kebutuhan L�G di Bali

Hingga saat ini Bali sebagai salah satu daerah di Indonesia dengan tingkat pertumbuhan ekonomi terbesar belum meniiliki fasilitas suplai gas alam. Dengan demikian, Bali yang merupakan daerah tujuan wisata yang paling diminati di Bali dan di dunia memiliki tingkat ketergantungan akan sumber energi yang sangat kritis.

Bali memiliki tiga pemhangkit listrik utama milik PLN. Ketiga pembangkit tersebut adalah PLTG Gilimanuk di ujung barat pulau Bali dengan kapasitas 130 MW, PLTG dan PLTD Pesanggaran di Jimbaran Denpasarr dengan kapagitas 162 MW serta PLTG pemaron di Singaraja dengan kapasitas 80 MW. Disamping ketiga pembangkit listrik tersebut, Bali juga menerima suplai listrik lewat sistem interkoneksi Jawa – Bali sebesar 200 MW.

Hingga saat ini ketiga pembangkit di Bali tersebut masih menggunakan solar (HSD) yang relatif lebih mahal dibandingkan dengan gas untuk per satuan unit energi. Jika dikonversi menjadi gas, maka ketiga pembangkit tersebut akan membutuhkan 100 MMSCFD atau setara 37 juta MMBTU/tahun

(± 13 cargo standar LNG carrier per tahun).

II.5 Multiple Criteria Decision making

(MCDM)

Dalam MCDM Atribut kuantitatif secara umum dapat dibedakan atas 2 jenis atribut yakni atribut cost dan atribut benefit. Atribut benefit adalah semua atribut yang memberi efek menguntungkan dalam proses pemilihan. Sebagai contoh dalam pemilihan pompa, maka atribut keandalan, kapasitas merupakan atribut benefit. Sebaliknya, atribut cost adalah aemua atribut yang memberi efek merugikan/menimbulkan biaya dalam proses pemilihan. Untuk kasus pompa sentrifugal yang sama maka harga pompa

dan kebutuhan daya listrik merupakan atribut cost.

Untuk semua atribut benefit maka, preference

degree dapat ditentukan dengan:

( )1

2

minmax

min

−−

−=

jj

jij

ijVV

VVPd (1)

Untuk semua atribut cost maka, preference degree

dapat ditentukan dengan:

( )1

2

minmax

max

−−

−=

jj

ijj

ijVV

VVPd

(2)

Dimana i = 1,2,….,n adalah jumlah alternatif dan j adalah jumlah atribut kuantitatif.

4

Proses yang paling rumit dalam evaluasi MADM adalah proses konversi dari atribut kualitatif menjadi preference degree. Prose konversi ini dapat dipermudah dengan menggunakan evaluation grade seperti yang terlihat pada Tabel dibawah. Satu hal yang harus selalu diingat dalam pemakaian evaluation grade ini adalah ini harus digunakan secara konsisten diseluruh proses pemilihan. Pada penelitian ini evaluation grade yang akan dipergunakan adalah seperti pada

Tabel berikut.

Tabel 2.1. Evaluation Grade

Bottom Grade Poor, (-1)

B-M Intermediate Grade

Indifferent, (-0.4)

Middle Grade Average, (0)

M-T Intermediate Grade

Good, (0.4)

Top Grade Excellent, (1.0)

Proses analisa perhitungan dalam MADM adalah sebagai berikut : 1. Dengan pendekatan yang paling sederhana,

yaitu dengan weighting method maka diberi suatu bobot (weight) dan hal ini disebut relative weight. Relelative weight pada

penelitian ini dihitung menggunakan metode

AHP. 2. Ditentukan dengan mengalikan relative weight

dengan weight yang tertinggi dari tiap kelompok atribut untuk setiap alternatif pilihan. Persamaannya adalah :

max

9,0

ζ

ζλ i×= (3)

3. Menentukan general evaluation analysis Dasar analisa evaluasi model dapat dibangun seperti gambar 4. Pada gambar 4 terdapat multiple level dari basic factor yang dilibatkan. Model ini merupakan kerangka kerja dalam proses multi-level multi-person evaluation

model and algorithms. 4. Menentukan nilai confidence degree kepada

semua basic factor Grade dibuat H = [Poor Indifferent Average

Good Excelent] Dimana nilai setiap grade p{H(n)} adalah : H = [-1 -0,4 0 0,4 1]

5. Menghitung basic probability assignment Basic probability assignment didapat dengan mengalikan normalize weight yang bersesuaian dengan confidence degree yang diberikan.

6. Menghitung total probability assignment Untuk lebih jelasnya sebagai contoh : Cara penghitungannya memakai rumus sebagai berikut :

Gambar 2. Hirarki model analisa evaluasi dengan

multiple levels of factors

∑∑ ∑ ∑= = += =

++ −=+

i

+

ij

+

jh

+

hl

lh

k

ji

II mmKkk

1 1

,

1,

,

)()1( (1[ γγγ

),

1,

,

)(

ji

k

lh

I mmk ++ γγ

1]−

Dimana : γ = 1, ... , kL - 1

ts

k

ts

II

ts

I mmKmkkk

,

1,

,

)()1(

,

)1( { +++ = γγγγ

∑∑1

1

,

1,

,

)(

,

1,

,

)( )(−

= =

++ ++s

j

+

ti

ts

k

ij

I

ij

k

ts

I mmmmkk γγγγ

∑+=

++ +++

ti

ts

k

is

I

is

k

ts

I mmmmkk

1

,

1,

,

)(

,

1,

,

)( )( γγγγ

})(1

1 1

,

1,

,

)(

,

1,

,

)(∑∑−

= +=

++ ++s

j

+

ti

tj

k

ij

I

ij

k

tj

I mmmmkk γγγγ

Dimana : 1 ≤ s ≤ t ≤ N (4) 7. Menghitung preference degree

Penentuan preference degree dapat dilakukan terhadap atribut kualitatif dengan mengalikan masing-masing nilai di atas dengan skala yang telah ditetapkan sebelumnya, yaitu :

Lif

Attribute level

Evaluation grade level

Composite factor level

(level 1)

Composite factor level

(level l)

Evaluation grade level

Composite factor level

(level l+1)

Composite factor level

(level L)

Evaluation grade level

Basic factor level 1ke (a)

11f

if1 11cf

1H

nH +H

1lf

lgf

1lcf

1H

nH +H

1+lf

h,lf 1+

1+1+ lc,lf

nlgm

1lgm

+lgm

nlg,m

1lg,m

+lg,m

1Lf

1Lcf

1H

nH

+H

jke (a) kL

ke (a)

ky ( ra )

[p{ ky ( ra )}]

5

P{H) = [p( 1H ) p( 2H ) p( 3H ) p( 4H )

p( 5H )T] = [-1 -0,4 0 0,4 1] (5)

8. Perhitungan untuk atribut kuantitatif Untuk semua atribut kuantitatif yang menguntungkan atau memberi efek yang baik, seperti keandalan dan kapasitas, maka preference degree-nya ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :

k = 1, ... , 1k ; r = 1, ... ,R, for all benefit

attributes Untuk semua atribut kuantitatif yang merugikan seperti harga (‘price’), maka preference degree-nya ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :

1)(2

)(minmax

max

−−

−==

kk

rkkrkrk

yy

yyypp (7)

k = 1, ... , 1k ; r = 1, ... ,R, for all cost attributes

9. Membuat tabel evaluation matrix seluruh atribut baik kuantitatif maupun kualitatif

10. Merangking alternatif dengan metode entropy

)ln()ln(

11 YiYi

mEntrophy m

i=∑−= (8)

Dimana m = jumlah alternatif. Yi = nilai preference degree

II.6 Penyusunan Prioritas (AHP) Setiap elemen dalam hierarki harus diketahui

bobot relatifnya satu sama lain. Tujuannya adalah untuk mengetahui tingkat kepentingan/preferensi pihak-pihak yang berkepentingan dalam permasalahan terhadap kriteria dan struktur hierarki/sistem secara keseluruhan.

Langkah pertama yang diperlukan adalah dengan menyusun perbandingan berpasangan seluruh elemen untuk tiap sub sistem hierarki. Perbandingan tersebut kemudian ditransformasikan ke dalam bentuk matriks untuk digunakan dalam analisis numerik. Bentuk kerangka hierarki tersebut dapat dilihat pada tabel 2.matrik berikut ini

Tabel 2.2 Matrik Berpasangan Dari Tiap Kriteria

Adapun pedomann untuk memberikan penilaian dalam perbandingan berpasangan dapat dilihat pada tabel berikut ini (Tabel 2.3) :

Tabel 2.3 Pedoman Pemberian Nilai Pada Perbandingan Berpasangan

II.6.1 Sintesis Untuk memperoleh perangkat prioritas

menyeluruh bagi suatu persoalan putusan, kita harus menyatukan atau mensintesis pertimbangan yang dibuat dalam melakukan perbandingan berpasangan, yaitu kita harus melakukan suatu pembobotan dan penjumlahan untuk menghasilkan satu bilangan tunggal yang menunjukkan prioritas setiap elemen.

Dimana sintesis didapat setelah kita memasukan bobot antar kriteria atau scoring kedalam suatu matriks. Dimana tujuan atau faktor dituliskan pada sudut atas, dan kriteria-kriteria atau alternatif didaftarkan di kolom sebelah kiri dan dibaris atas. Lalu bilangan-bilangan atau score diletakkan dalam kedudukan-kedudukan diagonal seperti tabel 2.4dibawah ini :

Tabel 2.4 Matriks Sederhana dari Satu Tingkat

Elemen

Elemen yang ada disebelah di kolom sebelah kiri, selalu dibandingkan dengan elemen-elemen yang ada di baris puncak, dan nilainya diberikan kepada elemen dalam kolom, sewaktu dibandingkan dengan elemen dalam baris. Berikutnya untuk mensintesis berbagai pertimbangan tadi, pertama-tama kita jumlahkan nilai-nilai dalam tiap kolom tabel 2.5 berikut

6

Tabel 2.5 Mensistesis Pertimbangan

Setelah itu kita membagi setiap entri dalam tiap

kolom dengan jumlah pada kolom tersebut untuk memperoleh matriks yang dinormalisasi, yang memungkinkan pembandingan antar elemen yang bermakna seperti pada tabel 2.6 berikut.

Tabel 2.6 Mensistesis Pertimbangan (membagi tiap

entry dengan jumlah masing-masing kolom)

Terakhir kita merata-ratakan sepanjang baris

dengan menjumlahkan semua nilai dalam setiap baris dari matriks yang normalisasi tersebut dan membaginya dengan banyaknya entry tiap baris.

II.6.2 Konsistensi

Dalam persoalan pengambilan keputusan, mungkin penting untuk mengetahui betapa baiknya konsistensi kita, karena kita mungkin tak mau keputusan itu didasarkan atas pertimbangan yang mempunyai konsistensi begitu rendah sehingga nampak seperti pertimbangan acak. Di lain pihak, konsistensi sempurna sukar dicapai (Saaty, 1993).

Hubungan preferensi yang dikenakan pada dua elemen tidak mempunyai masalah konsistensi relasi. Jika elemen A adalah tiga kali lebih penting dari elemen B maka elemen B adalah 1/3 kali pentingnya dari elemen A. Tetapi, konsistensi seperti itu tidak selalu berlaku bila terdapat banyak elemen yang harus dibandingkan.

Karena keterbatasan kemampuan numerik, sekumpulan elemen tidaklah selalu konsisten secara logis. Misalkan A adalah 3 kali lebih penting dari pada B, C adalah 5 kali lebih penting dari pada B, dan D adalah 2 kali lebih penting daripada C, maka kita tidak akan dengan mudah untuk menemukan bahwa secara numeris D adalah 10/3 kali lebih penting daripada A.

Hal ini berkaitan dengan sifat penerapan AHP itu sendiri, yaitu bahwa penilaian dalam AHP dilakukan berdasarkan pengalaman dan pemahaman yang bersifat kualitatif dan subyektif sehingga secara numeris terdapat kemungkinan suatu rangkaian penilaian untuk menyimpang dari konsistensi logis, hal tersebut perlu untuk dilakukan normalisasi seperti pada tabel 27 berikut.

Tabel 2.7 Matriks yang Dinormalisasi, Jumlah baris dan Prioritas menyeluruh

Untuk memperoleh konsistensi, kalikan kolom

pertama dari matriks yang tak konsisten itu, dengan prioritas relatif dari kritreia 1, kolom kedia dengan prioritas relatif dari kriteria 2 dan seterusnya. Kemudian kolom jumlah baris dari perkalian tadi, dibagi tiap entrinya dengan entri yang sesuai dengan vektor prioritas. (Saaty, 1993) Besarnya penyimpangan yang terjadi dapat diukur atau dinyatakan dalam indeks konsistensi dihitung dengan menggunakan rumus :

1

max

−=

n

nCI

λ (9)

Indeks Random adalah indeks konsistensi

matriks resiprok yang dibangkitkan secara random dengan skala 1 sampai 7, beserta kebalikannya. Thomas L. Saaty telah menentukan nilai indeks random untuk beberapa orde matriks seperti tabel 2.8 dibawah ini :

Tabel 2.8 Nilai indeks random untuk beberapa

orde matriks

Dan perbandingan antara CI dan RI didefinisikan sebagai Rasio Konsistensi :

RI

CICR = (10)

AHP mengukur konsistensi menyeluruh

dari berbagai pertimbangan kita melalui suatu rasio konsistensi. Nilai rasio konsistensi harus 10 persen atau kurang. Jika ini lebih dari 10 persen, pertimbangan itu mungkin agak acak dan perlu diperbaiki (Saaty, 1993).

III Metodologi Metodologi penulisan pada studi ini

mencakup semua kegiatan yang dilaksanakan untuk memecahkan masalah atau melakukan proses analisa terhadap permasalahanstdui ini.

n 3 4 5 6 7 8 9 10

RI 0.58 0.9 1.12 1.24 1.32 0.141 1.45 1.49

7

Gambar3 Metodologi

IV. Analisa Data dan Pembahasan

IV.1 Analisa Sensitivitas Kebutuhan Gas

Alam di Bali

Bali mempunyai 3 pembangkit listrik milik PLN yang siap menerima suplai gas, ketiga pembangkit tersebut adalah PLTG Gilimanuk (130MW), PLTG Pemaron (80 MW) dan PLTG Pesanggaran, Benoa (162MW). Sehingga kebutuhan untuk ketiga pembangkit tersebut adalah 372 MW. Apabila dikonversi menjadi gas, jumlah gas yang dibutuhkan per harinya adalah 74.4 mmcfd dan setara dengan 0.5 MTPA. Maka dapat dihitung : � Kemampuan suplai gas untuk setiap

pengapalan. Direncanakan gas akan disuplai dari Tangguh Papua menggunakan LNG carrier

berkapasitas 145000 m3

. Kapasitas FSRU untuk penampung dan meregasifikasi LNG menjadi gas sebelum disalurkan melalui pipa ke pembangkit listrik milik PLN adalah

125.000 m3

125000 m3

= 2.630.000 mmbtu

125000 m3

= 2.579 mmcf Dengan konsumsi gas 74.4 mmcfd maka dalam sekali pengapalan dapat menyuplai

kebutuhan gas di Bali selama 34,66 hari = 35 hari.

� Jumlah pengapalan dalam 1 tahun. Setelah didapatkan kemampuan suplai gas untuk setiap pengapalan, maka untuk memenuhi kebutuhan gas alam di Bali dalam jangka waktu 1 tahun dibutuhkan pengapalan sebanyak kurang lebih 10 kali pengapalan.

IV.2 Penentuan alternative dan kriteria

lokasi FSRU

IV.2.1 Penentuan alternatif lokasi FSRU

Alternatif lokasi FSRU ditentukan berdasarkan kedekatannya dengan pembangkit listrik yang akan disuplai gas alam, selain itu juga mempertimbangkan kondisi perairan dan kondisi lingkungan yang cocok untuk keberadaan kapal FSRU. Dengan pertimbangan tersebut maka Pelabuhan Gilimanuk, Pemaron dan Pesanggaran dapat dijadikan alternatif lokasi. Namun demikian mengingat keterbatasan kondisi geografis dan teknis maka diberikan satu tambahan alternatif pelabuhan penerima yakni pelabuhan Celukan Bawang di Kabupaten Buleleng.

Gambaran persyaratan untuk marine access pembangunan LNG receiving terminal. untuk melayani kapal LNG 125.000 m3 adalah sebagai

berikut :

� Panjang kapal keseluruhan (Length Over All)

280 m.

� Lebar (Breadth) 42 m � Sarat (Draught) 11,7 m � Alur keluar masuk (Access Channel) Lebar

250-300 m, Dalam 13,5-14 m � Mooring Area depends on waves effect.

� Diameter putar (Turning Circle Diameter) 500-600 m

� Operational Limit at Current Speed 1,0 knot � Kolam tambat pada dermaga (Mooring Basin

at Berth) 400 x 60 x 13,5m (Low Waves

Effect) � Haluan Kapal mengarah ke Laut Terbuka � Operational Limits at Significant Waves

Height 1,5-2,0 m max. � Kecepatan angin maksimum 20-25 knots � Lain-lain : Jumlah kapal tunda 3 atau 4,

kapal kepil 1 atau 2.

� +avigational Aids (Radio, Lights, Radar).

Dengan melihat persayaratan diatas maka Pelabuhan Benoa gugur sebagai alternatif lokasi FSRU karena alur pelayaran, khususnya channel menuju pelabuhan benoa atau daerah disekitar PLTG Pesanggaran relatif sempit (hanya 150 M) sehingga akan sangat menyulitkan olah gerak shuttle vessel yang akan mensuplai LNG yang memiliki panjang sekitar 284 M dan kedalaman alur hanya 10 sedangkan sarat muatan penuh shuttle vessel adalah 11,9M.

8

IV.2.2 Penentuan kriteria-kriteria pemilihan

lokasi FSRU

Seperti yang telah dijelaskan pada dasar teori bahwa kriteria yang digunakan pada studi ini mengaju pada beberapa pemilihan lokasi FSRU di tempat lain yang sudah pernah dilakukan. Dimana ada 3 hal yang dipertimbangkan yaitu:

1. Technical.

Merupakan pertimbangan teknis dalam pemilihan lokasi terminal penerimaan LNG lepas pantai. Kriteria yang termasuk dalam pertimbangan teknis adalah jarak dari terminal ke pembangkit, kedalaman air, pasang surut, arus, gelombang, angin.

2. Community health and safety.

Merupakan pertimbangan pengaruh dari keberadaan FSRU pada keselamatan dan kesehatan manusia yang berada disekitarnya. Dari Community health and

safety issues diturunkan menjadi basic

factor yaitu pemukiman, industri, sea

traffic dan explosive location.

3. Environmental.

Merupakan pertimbangan pengaruh keberadaan FSRU pada lingkungan disekitarnya. Dari Environmental issues

diturunkan menjadi beberapa basic factor yaitu noise, air emission, dan waste water.

Setelah didapatkan kriteria-kriteria selanjutnya kriteria dibagi menjadi kriteria kualitatif dan kriteria kuantitatif.

Gambar 4 Pembagian kriteria

IV.2.3 Penentuan Responden untuk Pengisian

Kuisioner

Responden yang dipilih untuk mengisi kuisioner adalah PLN sebagai pihak yang berkepentingan, masyarakat sebagai pihak yang terkena dampak akibat peletakan FSRU dan pihak dari pemerintah daerah ( ketua pelabuhan) yang mengetahui keadaan pada alternatif pelabuhan penerima.

IV.3 Pengolahan Data

Dari survey yang dilakukan dan kuisioner yang disebarkan maka didapatkan data kualitatif dan kuantitatif seperti tabel dibawah ini.

Tabel .4.1 Data atribut kuantitatif

Tabel .4.2 Confidence degree dari Masyarakat

Tabel .4.3 Confidence degree dari PLN

Tabel .4.4 Confidence degree dari Pemda

IV.3.1 Perhitungan Relative Weight dengan

AHP

Dalam proses perhitungan MADM langkah pertama yang dilakukan adalah menghitung bobot (relative weight) untuk setiap sub kriteria kualitatif. Pada studi ini perhitungan relative weight dilakukan dengan metode Analytic Hierarchy

Process (AHP). Kemudian dari data-data yang didapatkan melalui kuisioner, nilai-nilai numerik antar elemen dari setiap perbandingan berpasangan akan diproses dalam sebuah matriks perbandingan.

Quantitative Attribute

Code Attribute name units code Altr

1 Altr

2 Altr

3

y1 Jarak ke pembangkit km C 2 2 30

y2 Kedalaman air m B 19 8 20

y3 Pasang surut m C 1.5 1 1

y4 Arus knot C 3 1 1.5

y5 Gelombang m C 2 1 1

Y6 Angin knot C 3 1 1.5

Pertimbangan pemilihan lokasi

Pasang surut

Kedalaman air

Jarak ke pembangkit

Quantitative Qualitative

Gelombang

Angin

Arus

Community health and safety

Environment

Seatraffic

Industri

Pemukiman

Explosive location

Noise

Air emission

Waste water

9

IV.3.1.1Bobot keseluruhan subkriteria

community health & safety dan

environment

Dari seluruh perhitungan maka didapatkan perbedaan bobot (relative weight) pada sub kriteria community health and safety dari masing – masing kelompok Masyarakat, PLN dan Pemda. Bobot keseluruhan dari sub criteria community health and

safety dapat dilihat pada gambar 4.5 berikut ini :

Gambar 4.5. Relative weight sub kriteria community

health & safety dari seluruh decision maker.

Sedangkan relative weight keseluruhan dari sub criteria environment dapat dilihat pada gambar 4.6 berikut ini:

0.000 0.200 0.400 0.600 0.800 1.000

Waste water

Noise

Air emission

Pemda

PLN

Masyarakat

Gambar 4.6. Relative weight sub kriteria environment dari seluruh decision maker.

IV.3.2 Perhitungan manual MADM

IV.3.2.1 Perhitungan kriteria kualitatif

Setelah didapatkan bobot ( relative weight) dari setiap decision maker maka langkah berikutnya adalah menghitung normalize relative weight dengan menggunakan persamaan berikut :

max

9.0

ζ

ζλ

ix= (4.1)

Dimana λ = +ormalize relative weight.

iζ =Nilai relative weight yang dihitung.

maxζ =Nilai relative weight

maksimum.

Dari perhitungan maka didapatkan nilai +ormalize

relative weight pada tabel 4.5 , 4.6 dan 4.7 berikut ini: Tabel 4.5 +ormalize relative weight dari

Masyarakat

Tabel .4.6 +ormalize relative weight dari PLN Tabel .4.7 +ormalize relative weight dari Pemda

Untuk atribut kualitatif selain data masukan

dari relative weight, juga dibutuhkan data hasil simulasi responden berupa confidence degree untuk tiap-tiap alternative yang dibagi ke dalam lima grade, yaitu poor (P), indifferent (I), average (A), good (G), dan excelent (E). Data dari confidence degree tersebut ditampilkan pada tabel 4.2, 4.3 dan 4.4 diatas. Langkah berikutnya adalah menghitung basic

probability assigment dengan cara mengalikan confidence degree dengan bobot(relative weight) yang telah dihitung sebelumnya. Dimana Gilimanuk sebagai alternatif pertama, Pemaron sebagai alternatif kedua dan Celukan bawang sebagai alternatif ketiga. Selanjutnya menghitung total probabilty assigment.

PLN

Code Attribute Factor Code Relative weight

Normalize relative weight

y7 Community health and

Safety

Pemukiman e1,7 0.64 0.90

Sea traffic e2,7 0.15 0.21

Industri e3,7 0.15 0.21

Explosive location

e4,7 0.05 0.07

y8 Environment

Waste water e1,8 0.79 0.90

Air emision e2,8 0.07 0.08

Noise e3,8 0.14 0.16

Masyarakat

Code Attribute Factor Code Relative weight

Normalize relative weight

y7 Community health and

Safety

Pemukiman e1,7 0.63 0.90

Sea traffic e2,7 0.21 0.30

Industri e3,7 0.10 0.14

Explosive location

e4,7 0.06 0.08

y8 Environment

Waste water e1,8 0.79 0.90

Air emision e2,8 0.14 0.16

Noise e3,8 0.07 0.08

Pemda

Code Attribute Factor Code Relative weight

Normalize relative weight

y8 Community health and

Safety

Pemukiman e1,7 0.67 0.90

Sea traffic e2,7 0.08 0.11

Industri e3,7 0.20 0.27

Explosive location

e4,7 0.04 0.05

y9 Environment

Waste water e1,8 0.79 0.90

Air emision e2,8 0.14 0.16

Noise e3,8 0.07 0.08

10

hasil yang didapat dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel .4.8 total probability assignment dari Masyarakat

Summary of total probability assignment

Altr1 Altr2 Altr3

Attribute y7

P 0.09 0.65 0.01

I 0.01 0.01 0.00

A 0.05 0.00 0.00

G 0.77 0.27 0.93

E 0.00 0.00 0.00

H 0.09 0.07 0.06

Attribute y8

P 0.86 0.85 0.00

I 0.00 0.00 0.93

A 0.04 0.05 0.00

G 0.01 0.00 0.00

E 0.00 0.00 0.00

H 0.10 0.09 0.07

Tabel .4.9 total probability assignment dari PLN

Summary of total probability assignment

Altr1 Altr2 Altr3

Attribute y7

P 0.00 0.09 0.00

I 0.00 0.01 0.00

A 0.09 0.00 0.00

G 0.10 0.74 0.05

E 0.73 0.09 0.91

H 0.08 0.08 0.04

Attribute y8

P 0.00 0.00 0.00

I 0.00 0.00 0.00

A 0.00 0.93 0.00

G 0.93 0.00 0.00

E 0.00 0.00 0.93

H 0.09 0.07 0.07

Tabel .4.10 total probability assignment dari Pemda

Summary of total probability assignment

Altr1 Altr2 Altr3

Attribute y7

P 0.00 0.00 0.00

I 0.00 0.00 0.00

A 0.00 0.00 0.00

G 0.00 0.00 0.00

E 0.97 0.97 0.97

H 0.03 0.03 0.03

Attribute y8

P 0.00 0.00 0.00

I 0.00 0.00 0.00

A 0.00 0.00 0.00

G 0.93 0.93 0.00

E 0.00 0.00 0.93

H 0.08 0.07 0.07

Dari hasil perhitungan total probability

assignment yang didapat maka dapat dihitung preference degree dari masing-masing atribut kualitatif tersebut dengan cara mengalikan masing-masing nilai di atas dengan skala yang telah ditetapkan sebelumnya, sehingga didapat hasil seperti di bawah ini :

Tabel .4.11 preference degree dari masyarakat

Preference degree of Qualitative attribute

Altr1 Altr2 Altr3

Attribute Y7 0.13 -0.55 0.29

Attribute Y8 -0.85 -0.85 -0.37

Tabel .4.12 preference degree dari PLN

Preference degree of Qualitative attribute

Altr1 Altr2 Altr3

Attribute Y7 0.77 0.29 0.93

Attribute Y8 0.37 0.00 0.93

Tabel .4.13 preference degree dari Pemda

Preference degree of Qualitative attribute

Altr1 Altr2 Altr3

Attribute Y7 0.97 0.97 0.97

Attribute Y8 0.37 0.37 0.93

IV.3.2.2 Perhitungan kriteria kuantitatif

Dalam MCDM Atribut kuantitatif secara umum dapat dibedakan atas 2 jenis atribut yakni atribut cost dan atribut benefit. Atribut benefit adalah semuan atribut yang memberi efek menguntungkan dalam proses pemilihan. Sebaliknya, atribut cost adalah semua atribut yang memberikan efek merugikan /menimbulkan biaya dalam proses pemilihan.

Untuk semua atribut benefit maka, preference

degree dapat ditentukan dengan:

( )1

2minmax

min

−−

−=

kk

krkrk

VV

VVP

Untuk semua atribut cost maka, preference

degree dapat ditentukan dengan:

( )1

2minmax

max

−−

−=

kk

rkkrk

VV

VVP

Dimana Prk = Preference degree.

Yrk= Nilai atribut pada alternatif yang dihitung.

Ykmin

= Nilai atribut min dari alternatif yang ada

Yk max

= Nilai atribut max dari alternatif yang ada

11

Untuk hasil perhitungan preference degree dapat dilihat pada tabel 4.14 berikut ini :

Tabel .4.14 preference degree kriteria kualitatif

Preference degree untuk atribut kuantitatif

Code Attribute name Altr 1 Altr 2 Altr 3

y1 Jarak ke pembangkit 1 1 -1

y2 Kedalaman air 0.83 -1 1

y3 Pasang surut -1 1 1

y4 Arus -1 1 0.5

y5 Gelombang -1 1 1

y6 Angin -1 1 0.5

IV.3.2.3 Perankingan alternatif

Setelah medapatkan semua nilai preference

degree dari kriteria kualitatif dan kriteria kuantitatif , Perangkingan semua alternatif dapat dilakukan dengan menggunakan metode entropy melalui persamaan (2.5) . nantinya alternatif yang mempunyai nilai tertinggi adalah alternatif yang terpilih sebagai lokasi FSRU.

Hasil perangkingan alternatif dari decision maker dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 4.30 Ranking dari masyarakat

Ranking (masyarakat)

Alternatif Alt1 Alt2 Alt3

Entropy 0.25 -0.43 0.63

Tabel 4.31 Ranking dari PLN

Ranking (PLN)

Alternatif Alt1 Alt2 Alt3

Entropy 0.654 0.327 0.756

Tabel 4.32 Ranking dari Pemda

Ranking

Alternatif Alt1 Alt2 Alt3

Entropy 0.503 0.364 0.717

Untuk mengetahui ranking dari seluruh decision maker maka dihitung nilai entrophy rata- rata dengan cara menjumlahkan nilai entrophy pada tiap-tiap alternatif kemudian membaginya dengan jumlah kelompok decision maker. Hasil total rangking dapat dilihat pada tabel 4.30. Tabel 4.33 Ranking Total

Ranking Total

Alternatif Alt1 Alt2 Alt3

Entropy 0.469 0.087 0.701

Alternatif 1 = Gilimanuk Alternatif 2 = Pemaron Alternatif 3 = Celukan bawang

Dari hasil perhitungan yang telah diperoleh di atas dapat diambil suatu keputusan bahwa alternatif 3 yang akan dipilih karena nilai entropy alternatif 3 tersebut paling tinggi dari pada yang lainnya dengan total nilai 0.701 Hal ini berarti Celukan Bawang adalah lokasi yang paling tepat untuk penambatan FSRU di Bali. Disamping itu ada beberapa hal yang mendukung pelabuhan Celukan Bawang sebagai alternatif lokasi FSRU yang terbaik, beberapa hal tersebut adalah :

1. Tata Ruang dan Wilayah Celukan Bawang memang diperuntukkan untuk kawasan industri, sehingga resistensi masyarakat tentunya akan kecil dan besar kemungkinan dukungan pemkab Buleleng akan Positif mengingat salah satu tujuan pembangunan di Buleleng adalah perbaikan iklim investasi di

daerahnya.

2.Kondisi daerah disekitar pelabuhan/perairan Celukan Bawang yang umumnya merupakan area perkebunan kelapa dengan tingkat kepadatan penduduk yang rendah akan lebih memungkinkan peletakan FSRU di sekitar

pantai Celukan Bawang.

3.Kondisi perairan yang tenang, arus yang kecil serta perubahan pasang surut yang rendah di sepanjang musim memungkinkan secara teknis FSRU untuk diletakkan di sini.

4.Kondisi kolam pelabuhan dan alur masuk menuju kolam pelabuhan/perairan disekitarnya dengan kedalaman rata-rata sekitar 15 M memberi kemudahan akses shuttle vessel yang memiliki kedalaman sebesar 11.9 M.

IV.3.3 Verifikasi Perhitungan Menggunakan

Software

Untuk memvalidasi hasil perhitungan manual yang telah dilakukan maka dibandingkan dengan hasil perhitungan software MADM. Setelah memasukkan nilai tiap- tiap kriteria pada masing-masing alternatif maka dapat dihitung nilai preference degree dan rangking pada tiap-tiap alternatif. Pada pemlihan lokasi FSRU oleh PLN didapatkan nilai rangking tertinggi pada alternatif ketiga yaitu pelabuhan Celukan Bawang dengan nilai sebesar 0.756. Sedangkan rangking kedua oleh pelabuhan Gilimanuk dengan nilai sebesar 0.654 dan rangking terakhir oleh pelabuhan Pemaron dengan nilai sebesar 0.327.

Hasil perhitungan manual apabila dibandingkan dengan hitungan menggunakan software terdapat perbedaan angka sekitar 0.002. Perbedaaan ini didapatkan karena perbedaan pembulatan nilai desimal perhitungan antara dua metode diatas.

12

Gambar 4.6 preference degree dan rangking dari PLN

Gambar 4.7 preference degree dan rangking dari Pemda

Gambar 4.8 preference degree dan rangking dari Masyarakat

IV.4 Analisa Sistem Penambatan FSRU

Setelah mendapatkan lokasi yang terbaik untuk kapal FSRU maka langkah selanjutnya adalah menentukan sistem penambatannya pada pelabuhan Celukan Bawang. Alternatif sistem penambatan untuk kapal FSRU adalah dengan menggunakan dolphin dan jetty. Kedua sistem penambatan ini strukturnya sama, perbedaan hanya terletak pada akses dari darat menuju loading platform. Dimana jetty mempunyai car access sedangkan pada dolphin hanya mempunyai

walkway access. Penambatan menggunakan jetty ditunjukan pada gambar 4.9 sedngkan penambatan menggunakan dolphin ditunjukkan pada gambar 4.10.

Gambar 4.9 Penambatan dengan jetty

Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan sistem penambatan FSRU, antara lain:

� Jarak loading platform / FSRU dari daratan.

� Pertimbangan diperlukan tidaknya car acces dari darat menuju FSRU.

� Pertimbangan ekonomis. Untuk penambatan FSRU di Celukan

Bawang dipilih sistem dolphin karena: � Jarak FSRU dari daratan direncanakan

500 m sehingga untuk menuju FSRU jaraknya relatif dekat dan FSRU tidak diperlukan car access.

� Biaya awal pembuatan dolphin lebih murah dan perawatannya lebih mudah jika dibandingkan dengan jetty karena srukturnya yang lebih sederhana.

Gambar 4.10 Penambatan dengan Dolphin pada Oil

terminal di Rotterdam

13

V KESIMPULA�

Setelah melaksanakan seluruh proses studi ini, dan dari hasil pengolahan data yang diperoleh, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. FSRU merupakan alternatif pengganti receiving terminal di darat, yang dapat mengurangi dampak lingkungan karena tidak membutuhkan lahan didarat dan memiliki keunggulan mobilitas yang tinggi.

2. Secara teknis FSRU dapat digunakan di Bali ( lokasi terpilih).

3. MCDM dapat diaplikasikan sebagai salah satu metode pengambilan keputusan pemilihan lokasi FSRU sepeti yang telah dibuktikan dalam studi ini.

4. Dari tiga lokasi yang memungkinkan, Celukan Bawang merupakan lokasi terbaik untuk penambatan FSRU, hal ini ditunjukkan dengan nilai entropy tertinggi dibandingkan dengan alternatif lainnya.

5. Dolphin merupakan sistem penambatan yang cocok dan efektif pada lokasi yang terpilih.

DAFTAR PUSTAKA

Jian. BY., “Multiple Criteria Decision Making in Design Selection and Synthesis”, Journal of Engineering Design, vol 6., No. 3, 1965.

Sen. P., “A General Multi-Level Evaluation Process

for Hybrid MADM”, IEEE Transaction vol 24, No. 10, October 1994.

Sen. P., Jian, BY., “A MultipleCriteria Decision Support Environment for Engineering Design”, International Conference on Engineering Design ICED, The Hague, 1993.

Rosiman (2005), Aplikasi Multiple Attribute

Decision Making (MADM) dalam

Pemrograman Komputer untuk Pemilihan

Peralatan Sistem Bahan Bakar di Kapal, Tugas Akhir Jurusan Teknik Sistem Perkapalan FTK – ITS : Surabaya.

Saaty. Thomas L, (1993), Pengambilan Keputusan

Bagi Para Pemimpin, PT Pustaka Binaman Pressindo : Jakarta.

[www.cbi.com/about/articles/LNGjournaljulAug06.pdf] dikunjungi pada tanggal 15 September 2007.

[www.migas-indonesia.com/files/article/%5BEnergi%5DProspek_Pengembangan_LNG_Lepas_Pantai] dikunjungi pada tanggal 24 September 2007.

[www.ifc.org/ifcext/enviro.nsf/AttachmentsByTitle/gui_EHSGuidelines2007_LNG/$FILE/Final+-+LNG] dikunjungi pada tanggal 25 September 2007.