paper gimul
DESCRIPTION
Rett Syndrome, FULL, VERSION, buat, angela, supaya, yang, mencari, sindrom, rett, lainnya, tidak, zonk, hanya, mendapatkan, cover, doang, toh, isinya, juga, hanya, berdasarkan, dcm, iv, dan, ppdgj, semoga, bisa, diperlengkap, oleh, teman, teman, yang, lain, ya, terima, kasih, ilmu, jiwa, sakit, sakit jiwa, gila, ampunTRANSCRIPT
Penatalaksanaan Hiposalivasi dan Xerostomia:
Kriteria untuk Strategi Pengobatan
Management of Hyposalivation and Xerostomia:
Criteria for Treatment Strategies
Joel B. Epstein, DMD, MSD, FRCD(C), FDS RCS(Edin); and Siri Beier Jensen, DDS, PhD
Liyana Hanum, Dara Aidilla
ABSTRAK
Penatalaksanaan dari saliva pada pasien dengan hiposalivasi cukup kompleks. Di masa depan,
pengembangan produk perawatan mulut di dan strategi-strategi pengobatan perlu memperhatikan
biologi daripada saliva dan cara terbaik memberikan rasa nyaman secara terus menerus terhadap
pasien dengan xerostomia (sensasi mulut kering) dan hiposalivasi (berkurangnya aliran daripada
saliva). Perbaikan terhadap cara merawat pasien mengharuskan seorang dokter sadar akan cara
pendekatan Peningkatan mutu daripada perawatan pasien membutuhkan kesadaran dari para
klinisi mengenai cara-cara pendekatan terhadap perawatan, produk-produk dan metode-metode
dengan kualitas terjamin, dan mereka mencari tahu lebih lanjut mengenai pengembangan
daripada produk-produk yang mendukung fungsi dari saliva dan meningkatkan kenyamanan
serta kesehatan pemakainya. Dalam laporan singkat ini epidemiologi hiposalivasi, biologi dan
fungsi saliva disajikan dalam rangka untuk memandu pengambilan keputusan klinis untuk
mengatasi kebutuhan pasien dengan mulut kering.
Saliva mendukung kesehatan rongga mulut dan fungsi mulut dalam komunikasi, makan,
membersihkan rongga mulut, dan menelan. Membasahi, memelihara, dan melumasi jaringan
lunak mulut, mendukung mineralisasi gigi, mengurangi infeksi dan mempercepat penyembuhan
dan pemeliharaan mukosa mulut. Berdasarkan alasan inilah, xerostomia dan hiposalivasi (dimana
keduanya merupakan kondisi-kondisi umum) yang berpotensi dalam mempengaruhi kualitas
hidup serta kesehatan secara sistemik.
Fungsi kompleks daripada saliva dapat dipertahankan pada pasien-pasien dengan
hiposalivasi jika terdapat suatu stimulasi yang memadai terhadap fungsi yang tersisa. Namun,
ketika stimulasi saliva tidaklah cukup, tujuan terapi (termasuk penggunaan produk topical kerja
lama) adalah untuk : peningkatan produksi saliva, membasahi permukaan jaringan, lubrikasi,
hidrasi jaringan, mineralisasi gigi, dampak terhadap flora oral, dan pembersihan saliva dari
rongga mulut.
BIOLOGI SALIVA
Saliva adalah cairan biologis kompleks dengan fungsi multipel (Tabel 1 dan Tabel 2).
Prinsip penatalaksanaan terhadap xerostomia adalah untuk memberikan suatu perawatan
simtomatis secara terus menerus selama 24 jam dan pada kasus yang disertai hipofungsi kelenjar
saliva, untuk mengatasi hilangnya fungsi biologis penting dari saliva.
TABEL 1
FUNGSI BIOLOGIS SALIVA
Membasahi permukaan,pengenceran, pembersihan, memfasilitasi rasa, pembentukan bolus
Lubrikasi (musin): bicara, menelan,fungsi prostesis
Perlindungan mukosa: faktor pertumbuhan, (musin), hidrasi
Memfasilitasi pemeliharaan mukosa, regenerasi, dan perbaikan
Efek antimikroba: bawaan, didapat (aderensi/perlengketan, pembersihan, faktor-faktor antimicrobial
{polipeptida, defensing, enzim-enzim, dsb}, antibodi)
Pemeliharaan jaringan keras gigi : ph, remineralisasi, pengenceran, pembersihan
Lainnya: memulai pencernaan, peran sosial; tekstur / viskositas;
Fungsi Sensori/subjektif daripada saliva: Pembasahan, kenyamanan, rasa haus, sensitivitas mukosa,
memfasilitasi rasa, fungsi menelan, bicara
Saliva adalah suatu variasi diurnal, dengan adanya reduksi saliva pada malam hari,
keluhan mulut kering dapat diperparah ketika berbicara secara terus menerus dan pada saat
malam hari, menyebabkan pola tidur terganggu. Kelenjar saliva berada dalam keadaan istirahat
selama 24 jam, dengan laju aliran yang relatif rendah secara terus menerus disebabkan oleh
aktivitas otonom (regulasi saraf simpatis dan parasimpatis), sedangkan kondisi terstimulasi
hanya terdapat selama beberapa jam, berkaitan dengan stimulasi pengunyahan dan/atau
pengecapan yang menyebabkan peningkatan regulasi stimulasi parasimpatis. Dengan demikian,
keadaan istirahat memiliki dampak tertinggi pada xerostomia secara keseluruhan, kesehatan oral
secara keseluruhan dan kondisi oral. Pada waktu istirahat saliva terdiri dari sekresi mucin dari
kelenjar submandibula, sublingual,dan kelenjar saliva minor, dengan komponen serosa yang
terbatas.
Kelenjar saliva minor memberikan kontribusi sebanyak 70% dari jumlah total dari mucin
pada saliva sementara kontribusinya terhadap cairan yang disekresi hanya sebesar 10%. Musin
penting sebagai penghalang mukosa, lubrikasi, dan membentuk velikel saliva pada gigi. Saliva
yang terstimulasi sebagian besar terdiri dari sekresi serosa, terutama dari parotid yang meningkat
saat mengunyah dan memakan makanan, berkontribusi terhadap 50% dari keseluruhan total
saliva total, kelenjar parotid berkontribusi sebanyak 20% selama istirahat.
TABEL 2
DAMPAK DISFUNGSI SALIVA
GEJALA;
Mulut kering (xerostomia), Disfagia, Disfonia, Odynophagia, Sensasi rasa berubah/berkurang
Sensitivitas mukosa / sensasi terbakar, Kesulitan dalam memakai gigi tiruan
DAMPAK LOKAL:
Demineralisasi / karies gigi, Erosi gigi, Hipersensitivitas gigi, Bau mulut, Atrofi dan mukosa mulut merah
Traumatik ulser, Bibir pecah-pecah, Angular Cheilitis, Pergeseran mikroba: candida infeksi,
gingivitis, periodontitis, patogen lainnya.
DAMPAK SISTEMIK:
Faringitis / laringitis, Refluks asam / esophagitis, Akomodasi makanan / asupan gizi, Infeksi
DAMPAK SOCIAL, FUNGSI DAN PERAN:
Bicara, sensasi rasa, diet, nyeri, gangguan kualitas hidup.
Selain volume saliva, tekstur dan viskositas juga penting, dan sering tidak
dipertimbangkan dalam pengaturan klinis. Misalnya, ketika terapi radiasi kepala dan leher,
penurunan sekresi serosa dapat menyebabkan peningkatan mucin (saliva kental), yang sulit untuk
dirawat, dapat menyebabkan mual, dan kadang-kadang terkait dengan keluhan yang lebih besar
dari keluhan xerostomia. Selain itu, musin yang berlebihan mungkin sulit bagi pasien untuk
dirawat dan akan meningkat di malam hari, sehingga mempengaruhi tidur. Disfungsi kelenjar
saliva kadang-kadang dirawat menggunakan obat mukolitik. Namun, produk yang tersedia saat
ini terbatas dan pengembangan lebih lanjut diperlukan.
LAPORAN KASUS PASIEN
Pasien datang dengan xerostomia, hyposalivasi dan kelebihan mucin paska terapi radiasi
dengan intensitesa termodulasi untuk kanker pada bagian kiri sinus maksilaris. Meskipun
mukositis telah sembuh, tetapi pasien masih mengalami xerostomia yang parah dan hyposalivasi
dengan sekresi yang kental. Sialometri menunjukkan laju aliran saliva total istirahat sebanyak
0ml/menit sewaktu istirahat dan laju aliran saliva terstimulasi sebanyak 0,20 ml/menit. Pada
daerah tertentu di bagian mulut dan tenggorokan saliva yang kental menjadi krusta dari musin
saliva yang mengering, menyebabkan rasa mual dan tidak nyaman yang menganggu waktu tidur
pasien.
Disfungsi kelenjar saliva menyebabkan kerusakan gigi yang parah akibat dari hilangnya
mineral, kavitasi, dan infeksi jamur kronis pada rongga mulut. Kualitas hidup terganggu karena
mulut yang kering dan sensitiv, kehilangan sensasi rasa; tidak dapat bicara; mengunyah;
menelan; dan terganggunya tidur. Pasien bisa merasa lebih nyaman jika menghisap tablet yang
mengandung fluoride yang dibuat untuk pasien yang mempunyai mulut kering. Permen karet
tidak bisa dijadikan salah satu pilihan karena bisa mengakibatkan kehilangan gigi, bisa juga
menyebabkan rasa mual; pasien lebih nyaman menggunakan air dari botol semprot pada setiap
10 menit. Obat-obatan mucolitik terbukti tidak efektif.
Seperti pasien ini, banyak orang yang mengalami xerostomia dan penurnan fungsi
kelenjar saliva (Tabel.3). Diduga sebanyak 20% dari suatu populasi mengalami xerostomia, yang
merupakan sensasi subjektif dari mulut kering. Ini berbeda dari hypofungsi kelenjar saliva, yang
secara objektif menurunnya volume sekresi saliva dan hyposalivasi, yang di definisikan sebagai
penurunan patologi dalam sekresi saliva (≤0,1ml/menit) pada saat istirahat dan ≤0,7ml/mm
apabila di stimulasi, tambahan lagi pengurangan saliva dari satu tingkat tertentu bukan berarti
dibawah ambang yang menyebabkan hasil kesehatan negatif. Hal ini penting untuk dicatat
bahwa, hipofungsi kelenjar saliva dan xerostomia saling berhubungan tapi tidak selalu berkaitan.
Misalnya, dari waktu ke waktu, pasien dengan hiposalivasi mungkin menjadi terbiasa dengan
produksi air saliva berkurang dan laporan perhatian kurang dengan xerostomia. Namun,
komplikasi oral hiposalivasi dapat terus terjadi. Pasien dapat melaporkan xerostomia dengan
kuantitasproduksi saliva yang normal, yang dapat mewakili berubahnya komposisi saliva
misalnya, lubrikasi protein, atau perubahan sensorik mukosa seperti dalam beberapa kasus
sindrom mulut terbakar. Oleh karena itu, dalam evaluasi saliva dan beberapa fungsi, baik
evaluasi saliva subjektif dan objektif mungkin diperlukan.
TABEL 3
POPULASI BERESIKO UNTUK HIPOSALIVASI
Pengaruh medikamentosa,
Diabetes meilitus,
Penyakit Autoimun : Syndrome sjorgen, Penyakit jaringan ikat (Lupus eritematus), Penyakit graft
versus host (transpantasi sel induk alogenik hematopoetik),
Populasi terapi kanker : Kanker kepala dan leher: radiasi, kemoterapi, terapi target, Transpantasi sel
hematopoetik, total iradiasi tubuh, Yodium radioaktif untuk kanker tiroid, Tumor solid(kemoterapi,
terapi target)
Pasien hemodialisis,
Lansia (akibat pengaruh medikamentosa),
Pasien-pasien dengan penyakit terminal,
Penyakit kelenjar ludah lainnya
Produk dan penatalaksanaan yang ideal diberikan terus-menerus selama 24 jam sehari.
Karena lubrikasi dan sifat pelindung saliva yang penting, pasien biasanya mendapat manfaat
besar dari stimulasi terhadap simpanan sekretori yang tersisa. Oleh karena itu, peningkatan laju
alir saliva oleh rasa, tekstur, dan efek lainnya sangat penting. Namun, jika kelenjar saliva tidak
dapat distimulasikan secara adekuat,sangatlah diperlukan pengganti daripada fungsi-fungsi
produksi saliva.
Lubrikasi dan pembasahan pada rongga mulut dapat dilakukan dengan menghirup atau
menyemprotkan air, obat kumur atau gel. Fungsi ini tergantung dari kandungan produk dan
durasi retensi di dalam mulut. Dengan demikian, produk dan penatalaksanaan yang ideal
bervariasi secara individual, bergantung pada penyebab hipofungsi kelenjar saliva (apakah
karena penghambatan terhadap sekresi kelenjar saliva atau kerusakan jaringan kelenjar) dan
kesukaan individual terhadap cara penggunaan, tekstur dan rasa.
Juga, karena variasi diurnal dan pola hidup pasien, kebutuhan untuk bantuan dapat
berbeda-beda pada siang dan malam hari, dan perbedaan produk atau formulasi dapat membantu
pada waktu yg berbeda. Misalnya obat kumur, tablet hisap, atau mengunyah permen karet dapat
membantu ketika terjaga, tetapi produk jangka lama seperti gel lebih bermanfaat di malam hari.
Ini juga mungkin berbeda bergantung kepada tingkat keparahan hipofungsi kelenjar saliva, yaitu
stimulasi sekresi dimungkinkan pada hipofungsi kelenjar saliva yang ringan sampai sedang, tapi
tidak untuk hiposalivasi parah. Selain itu, tekstur dan viskositas produk paliatif kadang tidak
dapat ditoleransi oleh orang yang pada dasarnya tidak ada memproduksi saliva, dibandingkan
dengan yang memproduksi sedikit. Selain itu, pasien dgn hiposalivasi sensasi rasanya berkurang
atau berubah. Oleh karena itu, banyak pasien yang tergantung pada penggunaan produk mulut
kering selama 24 jam, kadang kala tanpa batasan waktu, diharapkan bahwa variasi dalam varian
rasa produk mulut kering tersedia untuk memenuhi preferensi individu pasien dan kebutuhan
untuk variasi setiap hari.
Perawatan pasien dengan hiposalivasi dapat dikelola dengan baik oleh tindakan preventif
(jadwal rutin) pembasahan permukaan, hidrasi sel, dengan penggunaan produk nyaman
(misalnya semprot mulut, produk gel, tablet hisap, dan permen karet) ketika keadaan mulut
kering meningkat, seperti sebelum melakukan kegiatan sosial dan pidato. Tingkat mineralisasi
struktur gigi dan efek antimikroba memiliki fungsi penting pada saliva dan penting dalam setiap
strategi untuk pengelolaan hiposalivasi.
Penelitian perawatan terkontrol dibutuhkan dalam berbagai populasi dengan etiologi
hiposalivasi yang berbeda dan berbagai tingkat mulut kering, misalnya dengan atau tanpa saliva.
Evaluasi pasien harus menggunakan alat-alat standar untuk menilai disfungsi saliva, seperti
Vanderbilt Head and Neck Symptom Survey (untuk mulut kering, disfagian dan disfonia) atau
penilaian sederhana yang disarankan oleh fox et al. Pembasahan mukosa dan menentukan ada
atau tidaknya kolam air ludah (salivary pool) adalah penilaian klinis cepat yang mudah
dilakukan dan pengukuran sekresi saliva saat istirahat dan selama stimulasi dapat menunjukkan
produksi saliva. Hal ini penting dalam menilai suatu risiko komplikasi oral dari disfungsi
kelenjar saliva karena mampu memberikan informasi kepada pasien tentang keparahan
hiposalivasi dan tingkat potensi dari efek stimulasi.
Selanjutnya, kondisi-kondisi yang sering dijumpai akibat hiposalivasi haruslah dinilai
secara klinis. Hal ini termasuk; kerusakan gigi (demineralisasi, karies) gingivitis dan tingkatan
plak: eritema mukosa, plak putih dan fisur disudut mulut yang mungkin berhubungan dengan
infeksi candida. Pertimbangan harus mencakup: perawatan bibir, menjaga kebasahan mulut pada
daerah oral dan orofaringeal, kenyamanan, lubrikasi, hidrasi, dampak terhadap fungsi oral dan
faring, dan periodontal serta pencegahan penyakit gigi, termasuk mineralisasi gigi. Produk-
produk untuk mengelola komplikasi oral lainnya yang disebabkan oleh hiposaliva harus
diarahkan terhadap kebutuhan populasi pasien tertentu, misalnya menghindari rasa yang kuat
(seperti mentol) dan deterjen dalam pasta gigi. Dengan demikian, akan diinginkan untuk
memiliki pasta gigi berfluoride khusus dengan dosis tinggi yang dipersiapkan utk mulut kering
yaitu pasien dengan mukosa mulut yang rentan, perawatan anti jamur topical bebas gula, dan
obat kumur antiseptik non alkohol. Perhatian juga harus diberikan kepada pH produk dan
menghindari pH asam.
PENATALAKSANAAN
Bila memungkinkan, stimulasi sebaiknya dilakukan ketika fungsi residual masih tersisa.
Ketika fungsi residual masih diju,pai, stimulasi saliva dapat ditingkatkan melalui rasa (bau),
permen/tablet dilarutkan dalam mulut, pengunyahan dan obat-obatanan sistemik.
Resep obat-obatan sistemik dengan efek stimulasi pada kelenjar saliva termasuk
pilocarpine, cevimeline, dan bethanechol. Pilocarpine adalah agonis kolinergik
parasimpatomimetik dengan aksi muscarinic non selektif, tetapi juga memiliki aktivitas beta-
adrenergik ringan. Cevimeline adalah agonis kolinergik, dan bethanechol adalah ester karbamat
dari B-methylcholin yang tahan terhadap degradasi oleh cholinesterase; keduanya memiliki
afinitas tinggi untuk reseptor muscranic M3, terutama dalam sel kelenjar saliva. Dengan
demikian, cevimeline dan bethanechol mungkin memiliki efek samping yang sedikit. Namun,
stimulasi farmokologis terhadap kelenjar saliva dapat menyebabkan efek samping sistemik yang
membatasi penggunaan obat-obatan tersebut pada beberapa pasien.
Termasuk dalam hal ini, efek obat yang jarang ditelaah adalah penggunaan obat topikal
kelenjar saliva, yang mana dapat menjadi suatu pilihan obat dengan tingkat kenyamanan yang
lebih tinggi bagi beberapa pasien. Perawatan lain yang telah diteliti sebelumnya termasuk
akupuntur, electrostimulasi (dibuat sebuah sirkuit listrik tertanam dalam belat gigi akrilik),
penggabungan saliva pengganti ke dalam perangkat intraoral, dan terapi cahaya rendah (laser).
Namun, pada banyak orang, peningkatan produksi saliva tidaklah memungkinkan/tidak cukup
dan produk lokal yang digunakan untuk strategi pembasahan mulut dan pencegahan atau
pengobatan untuk penyakit gigi dan mulut harus dilakukan.
Subsituen saliva yang tersedia secara komersil telah dikembangkan dengan konstituen
yang didesain untuk menyamai bentuk fisik dari glikoprotein saliva (viskositas dan kelembapan),
komponen antibakteri saliva, dan substansi inorganik dari demineralisasi enamel. Substituen
saliva ini kebanyakan dibuat berdasarkan atas karboksimetlselulosa atau mucin (pada wilayah
eropa); dan bahan dasar lain masih diteliti, seperti hidroksimetilpropilselulosa,
poligliserilmetakrilat, polietilenoksida, karet xanthan, ekstrak linseed, aloe vera, emulsi dan
banyak jenis minyak-minyak lainnya. Kekurangannya adalah subsitituen saliva ini umumnya
berefek sementara terhadap dalam memberikan rasa nyaman dan kurang akan material yang
bersifat biologis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Nederfors T, Isaksson R, Mornstad H, Dahlof C. Prevalence of perceived symptoms of dry
mouth in an adult Swedish population-relation to age, sex and pharmacotherapy. Community
Dent OralEpidemiol. 1997;25(3):211-216.
2. Sreebny LM. The odd couple: dry mouth and salivary flow. In: Sreebny LM, Vissink A, eds.
Dry Mouth - The Malevolent Symptom: A Clinical Guide. Ames, Iowa: Wiley-Blackwell,
2010:33-51.
3. Cooperstein E, Gilbert J, Epstein JB, et al. Vanderbilt Head and Neck Symptom Survey
version 2.0: report of the development and initial testing of a subscale for assessment of oral
health. Head Neck. 2012;34(6):797-804.
4. Kolnick L, Deng J, Epstein JB, et al. Associations of oral health items of the Vanderbilt Head
and Neck Symptom Survey with a dental health assessment. Oral Oncol. 2014;50(2):135-140.
5. Fox PC, Busch KA, Baum BJ. Subjective reports of xerostomia and objective measures of
salivary gland performance. J Am Dent Assoc. 1987;115(4):581-584.
6. Fischer DJ, Epstein JB, Yao Y, Wilkie DJ. Oral health conditions affect functional and social
activities of terminally ill cancer patients. Support Care Cancer. 2013;22(3):803-810.
7. Vissink A, De Jong HP, Busscher HJ, et al. Wetting properties of human saliva and saliva
substitutes. J Dent Res. 1986;65(9):1121-1124.