panji anugerah skill pemeriksaan tht
DESCRIPTION
pemeriksaan thtTRANSCRIPT
Rinoskopi anterior, Transluminasi sinus frontalis
maksila dan Interpretasi radiologi sinus
oleh
Panji Anugerah
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALADARUSSALAM BANDA ACEH
TAHUN 2015
1. Pemeriksaan Rinoskopi anterior
Ada 3 keadaan yang penting kita perhatikan saat melakukan inspeksi hidung & sinus paranasalis,
yaitu :
• Kerangka dorsum nasi (batang hidung).
• Adanya luka, warna, udem & ulkus nasolabial.
• Bibir atas.
Ada 4 bentuk kerangka dorsum nasi (batang hidung) yang dapat kita temukan pada inspeksi
hidung & sinus paranasalis, yaitu :
• Lorgnet pada abses septum nasi.
• Saddle nose pada lues.
• Miring pada fraktur.
• Lebar pada polip nasi.
• Kulit pada ujung hidung yang terlihat mengkilap, menandakan adanya udem di tempat
tersebut.
Adanya maserasi pada bibir atas dapat kita temukan saat melakukan inspeksi hidung &
sinus paranalis. Maserasi disebabkan oleh sekresi yang berasal dari sinusitis dan adenoiditis.
Ada 4 struktur yang penting kita perhatikan saat melakukan palpasi hidung & sinus paranasalis,
yaitu :
• Dorsum nasi (batang hidung).
• Ala nasi.
• Regio frontalis sinus frontalis.
• Fossa kanina.
• Krepitasi dan deformitas dorsum nasi (batang hidung) dapat kita temukan pada palpasi
hidung. Deformitas dorsum nasi merupakan tanda terjadinya fraktur os nasalis.
Ala nasi penderita terasa sangat sakit pada saat kita melakukan palpasi. Tanda ini dapat kita
temukan pada furunkel vestibulum nasi.
Ada 2 cara kita melakukan palpasi pada regio frontalis sinus frontalis, yaitu :
Menekan lantai sinus frontalis ke arah mediosuperior dengan tenaga optimal dan simetris
(besar tekanan sama antara sinus frontalis kiri dan kanan). Palpasi kita bernilai bila kedua sinus
frontalis tersebut memiliki reaksi yang berbeda. Sinus frontalis yang lebih sakit berarti sinus
tersebut patologis.
Menekan dinding anterior sinus frontalis ke arah medial dengan tenaga optimal dan
simetris. Hindari menekan foramen supraorbitalis. Foramen supraorbitalis mengandung nervus
supraorbitalis sehingga juga menimbulkan reaksi sakit pada penekanan. Penilaiannya sama
dengan cara pertama diatas.
Palpasi fossa kanina kita peruntukkan buat interpretasi keadaan sinus maksilaris. Syarat
dan penilaiannya sama seperti palpasi regio frontalis sinus frontalis. Hindari menekan foramen
infraorbitalis karena terdapat nervus infraorbitalis.
Perkusi pada regio frontalis sinus frontalis dan fossa kanina kita lakukan apabila palpasi
pada keduanya menimbulkan reaksi hebat. Syarat-syarat perkusi sama dengan syarat-syarat
palpasi.
2. Rinoskopia Anterior
Ada 5 alat yang biasa kita gunakan pada rinoskopia anterior, yaitu :
• Cermin rinoskopi posterior.
• Pipa penghisap.
• Aplikator.
• Pinset (angulair) dan bayonet (lucae).
• Spekulum hidung Hartmann.
• Spekulum hidung Hartmann bentuknya unik. Cara kita memakainya juga unik meliputi
cara memegang, memasukkan dan mengeluarkan.
Cara kita memegang spekulum hidung Hartmann sebaiknya menggunakan tangan kiri
dalam posisi horisontal. Tangkainya yang kita pegang berada di lateral sedangkan mulutnya di
medial. Mulut spekulum inilah yang kita masukkan ke dalam kavum nasi (lubang hidung)
pasien.
Cara kita memasukkan spekulum hidung Hartmann yaitu mulutnya yang tertutup kita
masukkan ke dalam kavum nasi (lubang hidung) pasien. Setelah itu kita membukanya pelan-
pelan di dalam kavum nasi (lubang hidung) pasien.
Cara kita mengeluarkan spekulum hidung Hartmann yaitu masih dalam kavum nasi
(lubang hidung), kita menutup mulut spekulum kira-kira 90%. Jangan menutup mulut spekulum
100% karena bulu hidung pasien dapat terjepit dan tercabut keluar.
Ada 5 tahapan pemeriksaan hidung pada rinoskopia anterior yang akan kita lakukan, yaitu :
• Pemeriksaan vestibulum nasi.
• Pemeriksaan kavum nasi bagian bawah.
• Fenomena palatum mole.
• Pemeriksaan kavum nasi bagian atas.
• Pemeriksaan septum nasi.
• Pemeriksaan Vestibulum Nasi pada Rinoskopia Anterior
Sebelum menggunakan spekulum hidung pada pemeriksaan vestibulum nasi, kita
melakukan pemeriksaan pendahuluan lebih dahulu. Ada 3 hal yang penting kita perhatikan pada
pemeriksaan pendahuluan ini, yaitu :
• Posisi septum nasi.
• Pinggir lubang hidung. Ada-tidaknya krusta dan adanya warna merah.
• Bibir atas. Adanya maserasi terutama pada anak-anak.
• Cara memeriksa posisi septum nasi adalah mendorong ujung hidung pasien dengan
menggunakan ibu jari.
Spekulum hidung kita gunakan pada pemeriksaan vestibulum nasi berguna untuk melihat
keadaan sisi medial, lateral, superior dan inferior vestibulum nasi. Sisi medial vestibulum nasi
dapat kita periksa dengan cara mendorong spekulum ke arah medial. Untuk melihat sisi lateral
vestibulum nasi, kita mendorong spekulum ke arah lateral. Sisi superior vestibulum nasi dapat
terlihat lebih baik setelah kita mendorong spekulum ke arah superior. Kita mendorong spekulum
ke arah inferior untuk melihat lebih jelas sisi inferior vestibulum nasi. Saat melakukan
pemeriksaan vestibulum nasi menggunakan spekulum hidung, kita perhatikan ada tidaknya
sekret, krusta, bisul-bisul, atau raghaden. Pemeriksaan Kavum Nasi Bagian Bawah pada
Rinoskopia Anterior
Cara kita memeriksa kavum nasi (lubang hidung) bagian bawah yaitu dengan
mengarahkan cahaya lampu kepala ke dalam kavum nasi (lubang hidung) yang searah dengan
konka nasi media.
Ada 4 hal yang perlu kita perhatikan pada pemeriksaan kavum nasi (lubang hidung) bagian
bawah, yaitu :
• Warna mukosa dan konka nasi inferior.
• Besar lumen lubang hidung.
• Lantai lubang hidung.
• Deviasi septi yang berbentuk krista dan spina.
• Fenomena Palatum Mole Pada Rinoskopia Anterior
Cara kita memeriksa ada tidaknya fenomena palatum mole yaitu dengan mengarahkan
cahaya lampu kepala ke dalam dinding belakang nasofaring secara tegak lurus. Normalnya kita
akan melihat cahaya lampu yang terang benderang. Kemudian pasien kita minta untuk
mengucapkan “iii”. Selain perubahan dinding belakang nasofaring menjadi lebih gelap akibat
gerakan palatum mole, bayangan gelap dapat juga disebabkan cahaya lampu kepala tidak tegak
lurus masuk ke dalam dinding belakang nasofaring.
Setelah pasien mengucapkan “iii”, palatum mole akan kembali bergerak ke bawah
sehingga benda gelap akan menghilang dan dinding belakang nasofaring akan terang kembali.
Fenomena palatum mole positif bilamana palatum mole bergerak saat pasien mengucapkan “iii”
dimana akan tampak adanya benda gelap yang bergerak ke atas dan dinding belakang nasofaring
berubah menjadi lebih gelap. Sebaliknya, fenomena palatum mole negatif apabila palatum mole
tidak bergerak sehingga tidak tampak adanya benda gelap yang bergerak ke atas dan dinding
belakang nasofaring tetap terang benderang.
Fenomena palatum mole negatif dapat kita temukan pada 4 kelainan, yaitu :
• Paralisis palatum mole pada post difteri.
• Spasme palatum mole pada abses peritonsil.
• hipertrofi adenoid
• Tumor nasofaring : karsinoma nasofaring, abses retrofaring, dan adenoid.
• Pemeriksaan Kavum Nasi Bagian Atas pada Rinoskopia Anterior
•
Cara kita memeriksa kavum nasi (lubang hidung) bagian atas yaitu dengan mengarahkan
cahaya lampu kepala ke dalam kavum nasi (lubang hidung) bagian atas pasien.
Ada 4 hal yang penting kita perhatikan pada pemeriksaan kavum nasi (lubang hidung) bagian
atas, yaitu :
• Kaput konka nasi media.
• Meatus nasi medius : pus dan polip.
• Septum nasi bagian atas : mukosa dan deviasi septi.
• Fissura olfaktorius.
• Deviasi septi pada septum nasi bagian atas bisa kita temukan sampai menekan konka nasi
media pasien.
Transluminasi sinus frontalis & maksila (Diaphanoscopia)
Syarat melakukan pemeriksaan transiluminasi (diaphanoscopia) adalah adanya ruangan
yang gelap. Alat yang kita gunakan berupa lampu listrik bertegangan 6 volt dan bertangkai
panjang (Heyman).
Pemeriksaan transiluminasi (diaphanoscopia) kita gunakan untuk mengamati sinus
frontalis dan sinus maksilaris. Cara pemeriksaan kedua sinus tersebut tentu saja berbeda.
Cara melakukan pemeriksaan transiluminasi (diaphanoscopia) pada sinus frontalis yaitu
kita menyinari dan menekan lantai sinus frontalis ke mediosuperior. Cahaya yang memancar ke
depan kita tutup dengan tangan kiri. Hasilnya sinus frontalis normal bilamana dinding depan
sinus frontalis tampak terang.
Ada 2 cara melakukan pemeriksaan transiluminasi (diaphanoscopia) pada sinus maksilaris, yaitu
Cara I. Mulut pasien kita minta dibuka lebar-lebar. Lampu kita tekan pada margo inferior
orbita ke arah inferior. Cahaya yang memancar ke depan kita tutup dengan tangan kiri. Hasilnya
sinus maksilaris normal bilamana palatum durum homolateral berwarna terang.
Cara II. Mulut pasien kita minta dibuka. Kita masukkan lampu yang telah diselubungi
dengan tabung gelas ke dalam mulut pasien. Mulut pasien kemudian kita tutup. Cahaya yang
memancar dari mulut dan bibir atas pasien, kita tutup dengan tangan kiri. Hasilnya dinding depan
dibawah orbita tampak bayangan terang berbentuk bulan sabit.
Penilaian pemeriksaan transiluminasi (diaphanoscopia) berdasarkan adanya perbedaan
sinus kiri dan sinus kanan. Jika kedua sinus tampak terang, menandakan keduanya normal.
Namun khusus pasien wanita, hal itu bisa menandakan adanya cairan karena tipisnya tulang
mereka. Jika kedua sinus tampak gelap, menandakan keduanya normal. Khusus pasien pria,
kedua sinus yang gelap bisa akibat pengaruh tebalnya tulang
Interpretasi radiologi sinus
Interpretasi merupakan suatu proses membaca hasil pemaparan sinar X berdasarkan
pengamatan tanpa melihat informasi lain dan berperan untuk membantu diagnosa, sehingga
dapat membantu suatu diagnosa klinis (Goaz & White, 1994). Karakteristik radiografi yang
dapat berpengaruh untuk suatu interpretasi adalah densitas, kontras, detail dan ukuran objek
harus sesuai dengan sebenarnya. Termasuk dalam hal ini intensitas, kabut dan hamburan radiasi,
latitude dan film speed.
Untuk melakukan evakuasi radiografi dengan kualitas yang baik meliputi hal-hal sebagai
berikut:
Gambaran harus meliputi area dari objek yang difoto, dengan detail yang baik
dimungkinkan distorsi seminimal mungkin serta dengan densitas dan kontras yang optimal
sangat dipengaruhi oleh besarnya arus (mA), tegangan (k Vp) dan intensitas sinar. Pengolahan
film juga mempengaruhi kualitas foto. Suatu radiografi telah memenuhi syarat-syarat tersbut
diatas, maka radiografi tersebut layak untuk di interpretasi. Teknik radiografi periapikal ”bite
wing” dan oklusal dapat memperlihatkan keadaan gigi dan tulang sekitarnya. Pada radiograf
”bite wing” hanya memperlihatkan mahkota dan puncak tulang alveolar (Goaz & White, 1994).
Indikasi periapikal radiografi adalah pasien kooperatif dengan palatum dangkal sedangkan
hiperaktif adalah kontra indikasi pemotretan intra oral.
Langkah-langkah menginterpretasi radiografi periapikal, ”bite wing” dan oklusal dan
panoramik adalah sebagai berikut: (Goaz & White, 1994), (O’Brien, RC 1977)
Teknik Interpretasi Periapikal:
1. Foto letakkan kearah datangnya pencahayaan (”viewer” atau arah cahaya matahari),
dengan posisi dot (cembung) menghadap ke arah dokter yang akan menginterpretasi
(”interpreter”) sehingga gambaran sisi kanan pasien berada disebelah kiri ”interpreter”.
2. Menginterpretasi maksila, diawali dengan melihat gigi paling posterior sisi kanan maksila
atau sebelah kiri ”interpreter” berurutan, dilanjutkan ke mandibula diawali dari sisi kiri
pasien kearah kiri ”interpreter”.
3. Mengevaluasi keadaan mahkota, akar, membran periodontal, lamina dura, puncak tulang
alveolar, furkasi dan periapikal dengan memperhatikan gambaran anatomi normal
masing-masing. Gambaran patologis/kelainan ditulis dalam lembar interpretasi dengan
detail sampai batas-batas dan lokasi yang tampak.
4. Hasil interpretasi tersebut dapat dibuat suspek radiologinya.
.