panduan diskusi ilmiah - pnmhii-xxv.ui.ac.id · internasional seperti g20 dan apec menjadi sorotan...

25
PNMHII XXV PANDUAN DISKUSI ILMIAH

Upload: vannhi

Post on 16-Sep-2018

240 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: PANDUAN DISKUSI ILMIAH - pnmhii-xxv.ui.ac.id · internasional seperti G20 dan APEC menjadi sorotan utama beserta potensi Indonesia dalam ... Makalah terdiri dari 10-15 halaman

PNMHII

XXV PANDUAN DISKUSI ILMIAH

Page 2: PANDUAN DISKUSI ILMIAH - pnmhii-xxv.ui.ac.id · internasional seperti G20 dan APEC menjadi sorotan utama beserta potensi Indonesia dalam ... Makalah terdiri dari 10-15 halaman

PANDUAN DISKUSI ILMIAH

Pertemuan Nasional Mahasiswa Hubungan Internasional se-Indonesia XXV

I. DESKRIPSI KEGIATAN

Diskusi Ilmiah merupakan salah satu rangkaian acara dalam PNMHII yang memberikan

kesempatan bagi setiap perwakilan universitas untuk mengidentifikasi suatu

permasalahan dan melihatnya secara sistematis menggunakan kerangka teori dan skema

berpikir metodologis tertentu yang dituangkan dalam bentuk makalah. Pada mata acara

Diskusi Ilmiah tahun ini, setiap peserta Diskusi Ilmiah akan mendapatkan kesempatan

untuk berbagi gagasan dalam tulisannya beserta peserta-peserta lain dalam suatu diskusi

intensif yang ada dalam “Group Discussion” (GD) yang akan difasilitasi oleh dosen

pemandu dalam masing-masing bidang tersebut. Mata acara Diskusi Ilmiah akan diawali

dengan diadakannya seminar atas masing-masing pilar nasionalisme dalam kebijakan luar

negeri Indonesia, yakni: National Integrity, national prosperity, dan national identity pada

tiap-tiap hari yang telah ditentukan sebelum memulai proses diskusi. Setiap peserta akan

mempresentasikan dan mendiskusikan makalahnya dalam GD tersebut dengan difasilitasi

oleh dosen pemandu. Setelah dari GD, peserta terbaik tiap-tiap GD akan

mempresentasikan tulisannya di dalam sidang pleno bersama yang akan disaksikan

seluruh peserta PNMHII.

II. TUJUAN KEGIATAN

a. Memfasilitasi adanya proses transfer pengetahuan dan knowledge sharing yang terjadi

di antara peserta.

b. Mendorong pengembangan stimulasi konseptual atas problematika interpretasi

nasionalisme dalam kebijakan luar negeri Indonesia.

c. Mendorong perkembangan akademis Ilmu Hubungan Internasional di Indonesia

melalui penyusunan buku “Bunga Rampai” tulisan yang dilakukan.

III. TEMA KEGIATAN

Diskusi ilmiah ini akan mengangkat tiga tema besar, yaitu:

National Integrity (Integritas Nasional)

Pada bagian pilar politik-keamanan (National Integrity), topik yang di angkat adalah

permasalahan Papua, permasalahan keamanan maritim, dan industri pertahanan nasional.

Dalam konteks situasi terkini, ketiga bahasan tersebut merupakan bahasan utama dalam

Page 3: PANDUAN DISKUSI ILMIAH - pnmhii-xxv.ui.ac.id · internasional seperti G20 dan APEC menjadi sorotan utama beserta potensi Indonesia dalam ... Makalah terdiri dari 10-15 halaman

kajian keamanan nasional yang mendasarkan diri pada refleksi terhadap keadaan

domestik yang menjadi key mark dalam pengambilan kebijakan politik-keamanan

Indonesia.

Tinjauan geopolitik dan implikasi politik bagi pengambilan sikap di Papua menjadi salah

satu isu kunci yang bukan hanya akan menjadi prekursor bagi penanganan kasus-kasus

serupa di Indonesia, melainkan juga bagi potensi masuknya kontestasi kekuatan asing di

Indonesia.

Di sisi lain, permasalahan keamanan maritim juga menjadi perdebatan panjang atas

tinjauan signifikansinya bagi formulasi sistem pertahanan Indonesia yang secara alamiah

merupakan negara kepulauan yang didukung dan dibatasi oleh berbagai sifat negara

kelautan. Identifikasi terhadap permasalahan tersebut akan menjadi suatu rumusan

signifikan bagi perkembangan pertahanan dan keamanan Indonesia berdasarkan potensi

alamiahnya tersebut. Semangat nasionalisme diharapkan memberi masukan bagi

terwujudnya sistem hankam yang nasionalis – yang mengakomodasi kepentingan dan

kebutuhan yang rasional bagi negara.

Selain kedua permasalahan di atas, bahasan mengenai industri pertahanan nasional turut

mewarnai perdebatan pertahanan dan keamanan dalam negeri melihat potensi

signifikansinya yang demikian besar. Memasukkan bahasan atas industri pertahanan

nasional akan memberikan masukan atas pengelolaan sistem hankam yang berlandaskan

nasionalisme sebagai bagian dari strategi defense economy.

National Prosperity (Kesejahteraan Nasional)

Dalam bahasan atas pilar ekonomi, keterlibatan Indonesia dalam forum ekonomi

internasional seperti G20 dan APEC menjadi sorotan utama beserta potensi Indonesia

dalam pengembangan ekonomi kreatif sebagai upaya bagi katalisasi proses pertumbuhan

ekonomi nasional.

G20 telah tumbuh sebagai kekuatan baru ekonomi negara-negara berkembang dan

diproyeksikan menjadi forum konsolidasi negara-negara berkembang dalam membangun

pasar dan segmentasi ekonominya. Keterlibatan Indonesia dalam G20 merupakan suatu

domain tersendiri sebagai bahasan atas bagaimana signifikansi G20 bagi Indonesia dan

evaluasi keterlibatan Indonesia dalam G20, mengingat keterlibatan tersebut tidak lepas

dari anasir politik yang berkisar dalam lingkungan internasional.

APEC menjadi sorotan tersendiri dalam bahasan pilar ekonomi sebagai institusi ekonomi

(trans)regional yang memegang peranan signifikan di Asia Pasifik. Perkembangan rezim

Page 4: PANDUAN DISKUSI ILMIAH - pnmhii-xxv.ui.ac.id · internasional seperti G20 dan APEC menjadi sorotan utama beserta potensi Indonesia dalam ... Makalah terdiri dari 10-15 halaman

perdagangan internasional, telah menempatkan forum-forum regional sebagai fron

terdepan bagi perhelatan persaingan antar negara, dan lebih jauh antar region dalam aliran

ekonomi global. Dengan terpilihnya Indonesia sebagai penyelenggara konferensi APEC

melalui konsepsi atas “regional resilience”, hal ini mengindikasikan adanya gestur

penataan arsitektur ekonomi regional yang hendak dicapai berdasarkan rumusan tersebut.

Evaluasi atas peran Indonesia dan APEC diharapkan memberikan kontribusi garis besar

gambaran tatanan arsitektur ekonomi politik internasional Indonesia.

Selain dalam forum internasional, usaha pengembangan pertumbuhan ekonomi juga

berusaha dicapai pada front domestik dengan mengoptimalkan potensi ekonomi kreatif

sebagai faktor pendorong perekonomian. Dengan adanya penyerapan kerja sebesar 90%

pada sektor non-formal bagi perekonomian Indonesia, ekonomi kreatif menjadi suatu

nafas baru bagi usaha pemberian “added value” bagi produksi komoditas-komoditas

nasional yang dapat meningkatkan daya saing komparatif di tingkat global. Identifikasi

dan evaluasi terhadap sektor ekonomi kreatif diharapkan memberikan cara pandang baru

melihat nasionalisme ekonomi Indonesia.

National Identity (Identitas Nasional)

Pada bahasan atas pilar sosial-budaya, permasalahan multikulturalisme beserta dengan

peran diaspora dan industri kebudayaan (cultural industry) menjadi sorotan utama.

Pendekatan-pendekatan sentral yang digunakan dalam melihat bahasan-bahasan ini

adalah melalui peninjauan kembali makna dan semangat multikulturalisme serta analisis

atas identitas.

Multikulturalisme telah menjadi ciri fundamental bagi bangsa Indonesia yang tegak di

atas keyakinan atas bhinneka tunggal ika. Keberagaman yang merupakan suatu potensi

dalam konteks ini seringkali menjadi tantangan bagi kehidupan berbangsa akibat adanya

konflik berdasarkan atas pertentangan identitas. Melihat hal ini, mengelola

multikulturalitas menjadi sebuah urgensi tersendiri untuk dapat mencapai ketahanan

sosial.

Bahasan lain dalam pilar sosial-budaya adalah mengenai peran diaspora Indonesia dalam

menjadi “citizen diplomat” yang turut berperan serta dalam upaya konsolidasi sosial.

Bahasan ini menjadi penting untuk dapat mengevaluasi diskursus yang sedang

berkembang dan turut serta memberikan pandangan atas signifikansinya bagi

perkembangan nasionalisme.

Page 5: PANDUAN DISKUSI ILMIAH - pnmhii-xxv.ui.ac.id · internasional seperti G20 dan APEC menjadi sorotan utama beserta potensi Indonesia dalam ... Makalah terdiri dari 10-15 halaman

Bahasan terakhir adalah mengenai cultural industry yang tidak saja menjadi sebuah

keunggulan komparatif suatu produk budaya sebuah negara dalam konteks ekonomi,

melainkan juga menjadi refleksi atas pengelolaan kebudayaan sebuah negara. Dengan

berbagai potensi industri kebudayaan, bahasan atas hal ini akan memberikan pandangan

atas bagaimana konsepsi kebudayaan nasional dan pengelolaan produk-produk

kebudayaan nasional dilakukan.

IV. PANDUAN PEMBUATAN MAKALAH

Peserta akan ditentukan oleh panitia dalam kategori topik tertentu dari ketiga pilar

yang tersedia

Makalah terdiri dari 10-15 halaman (tidak termasuk cover dan daftar pustaka), ditulis

dalam font Times New Roman ukuran 12 dengan spasi 1,5 margin normal dalam

kertas ukuran A4.

Makalah diharapkan mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

1. Pendahuluan

Terdiri atas:

- Latar Belakang Masalah

Latar belakang masalah memaparkan garis besar signifikansi masalah dalam

konteks tertentu dan menjelaskan bahasan atas mengapa suatu isu menjadi

penting untuk dikaji

- Rumusan Masalah

Rumusan masalah dapat difungsikan untuk menjawab suatu fenomena yang

memerlukan penjelasan atau dapat difungsikan untuk menjadi puzzle dari

masalah yang ada dengan memaparkan sifat anomalinya atas trend umum.

- Tujuan Penelitian

2. Landasan Teori

Memuat pemaparan teori yang terkait dengan masalah yang diangkat. Adapun

tema National Integrity diharapkan menggunakan pendekatan dari teori-teori Ilmu

Hubungan Internasional dalam cluster Pengkajian Strategis. Tema national

prosperity menggunakan pendekatan daricluster teori Ekonomi Politik

Internaisonal. Sementara tema national identity memakai konsep-konsep dalam

cluster Masyarakat Transnasional. Tidak tertutup kemungkinan bagi peserta untuk

menggunakan teori dalam bidang lain, tetapi tetap dalamframe besar teori dan

Page 6: PANDUAN DISKUSI ILMIAH - pnmhii-xxv.ui.ac.id · internasional seperti G20 dan APEC menjadi sorotan utama beserta potensi Indonesia dalam ... Makalah terdiri dari 10-15 halaman

konsep Ilmu Hubungan Internasional. Landasan teori mencakup pemaparan

deskriptif atas teori yang digunakan dengan disertai justifikasi atas teori yang

digunakan melalui literature review singkat terlebih dahulu.

3. Operasionalisasi Teori

Memuat bagan, skema, atau model yang menjelaskan keterkaitan antar teori dan

memberikan gambaran atas bagaimana teori tersebut akan digunakan dalam

menganalisis masalah dalam lingkup pendekatan positivisme. Bagi peserta yang

mengkehendaki menggunakan pendekatan-pendekatan post-positivisme dan

critical theory, operasionalisasi teori dapat dielaborasi sesuai dengan pendekatan

yang dilakukan.

4. Analisis

Memuat analisis masalah yang struktur pembahasannya dibentuk melalui skema

berpikir berdasarkan rancangan operasionalisasi teori

5. Kesimpulan

Memuat garis besar argumen dan temuan data yang dipaparkan dalam makalah

6. Daftar Pustaka

Makalah menggunakan pendekatan yang relevan dengan pilar yang telah ditentukan.

Misalnya ketika membahas topik “Embracing Papua” yang berada pada pilar national

security, peserta diharapkan menggunakan pendekatan-pendekatan keamanan seperti

tinjauan atas kemungkinan implikasi politik dan signifikansi geopolitik Papua, bukan

secara sosiologi-antropologis.

Makalah diharapkan memiliki implikasi praktis dengan mengkaitkannya terhadap

kemungkinan kebijakan luar negeri yang dapat ditempuh berkenaan dengan topik

yang bersangkutan (memiliki foreign policy interlinkages)

Citation dan kutipan dalam makalah menggunakan Chicago style

Pengumpulan makalah dalam bentuk soft copy ke [email protected] paling

lambat pada tanggal 19 November 2013dengan format judul email dan nama file

sebagai berikut: Universitas_Nama Delegasi_Diskusi Ilmiah.

Contoh: UMY_Aditya Prasatyo_Diskusi Ilmiah

Pada hari dilaksanakannya Group Discussion, peserta wajib membawa hard copy

makalah sebanyak lima rangkap.

Page 7: PANDUAN DISKUSI ILMIAH - pnmhii-xxv.ui.ac.id · internasional seperti G20 dan APEC menjadi sorotan utama beserta potensi Indonesia dalam ... Makalah terdiri dari 10-15 halaman

Makalah merupakan karya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Tidak

diperkenankan untuk melakukan plagiarisme dan daur ulang makalah lama. Peserta

yang melanggar aturan ini akan didiskualifikasi dari diskusi.

V. PERATURAN KEGIATAN

1. Topik makalah akan ditentukan oleh panitia

2. Peserta diwajibkan datang tepat waktu selama acara berlangsung

3. Peserta akan dikelompokkan ke dalam Group Discussion (GD) yang ditentukan oleh

panitia

4. Peserta wajib mematuhi segala arahan yang diberikan oleh dosen fasilitator diskusi

5. Peserta akan menyampaikan paparan presentasi selama 5 menit dengan 10 menit

waktu tanya jawab

6. Peserta diwajibkan mengikuti alokasi waktu presentasi dan tanya jawab yang telah

diberikan. Ketidaktepatan penyampaian materi akan berakibat pada pengurangan nilai

7. Makalah terbaik akan mendapatkan penghargaan “Best Papers” pada tiap-tiap GD

8. Poin penilaian makalah akan terdiri dari:

a. Orisinalitas ide dan argumen (30%)

b. Relevansi tulisan terhadap pendekatan yang digunakan (20%)

c. Alur logika tulisan (20%)

d. Penyampaian materi (15%)

e. Ketepatan waktu penyampaian (15%)

9. Best Papers tiap GD berhak mempresentasikan makalahnya dalam sidang pleno

bersama

VI. CONTOH MAKALAH

Berikut merupakan contoh makalah yang mengikuti paparan di atas. Makalah yang akan

dikumpulkan peserta diharapkan untuk dapat mengikuti format yang telah ditentukan di

atas agar mendapatkan format yang seragam antar peserta. Contoh makalah di bawah ini

diharapkan dapat memberikan gambaran atas format yang telah disebutkan.

Page 8: PANDUAN DISKUSI ILMIAH - pnmhii-xxv.ui.ac.id · internasional seperti G20 dan APEC menjadi sorotan utama beserta potensi Indonesia dalam ... Makalah terdiri dari 10-15 halaman
Page 9: PANDUAN DISKUSI ILMIAH - pnmhii-xxv.ui.ac.id · internasional seperti G20 dan APEC menjadi sorotan utama beserta potensi Indonesia dalam ... Makalah terdiri dari 10-15 halaman

Meninjau Peran Mekanisme Penyelesaian Sengketa WTO pada Kasus Rezim Impor

Pisang European Community (Banana Case)

Divisi Substansi PNMHII XXV

Page 10: PANDUAN DISKUSI ILMIAH - pnmhii-xxv.ui.ac.id · internasional seperti G20 dan APEC menjadi sorotan utama beserta potensi Indonesia dalam ... Makalah terdiri dari 10-15 halaman

Bab I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Transformasi GATT menjadi WTO membawa konsekuensi positif bagi

perkembangan mekanisme penyelesaian sengketa perdagangan antar anggota yang terjadi

melalui embrio instrumen hukum GATT pada Pasal XXII dan XXIII. Perkembangan

mekanisme penyelesaian sengketa di WTO pada tahun 1995 menghembuskan atmosfir

yang konstruktif bagi tumbuhnya rezim perdagangan internasional yang lebih partisipatif

dengan merefleksikan pendekatan hukum yang berusaha memberikan kejelasan ketentuan

terhadap prosedur penyelesaian sengketa.

Pembentukan Dispute Settlement Body dan organ-organ lainnya dalam WTO

memungkinkan bagi adanya partisipasi aktif banyak negara dalam perdagangan

internasional yang lebih kompleks karena kehadiran instrumen-instrumen tersebut secara

ideal mampu menjadi insentif bagi terakomodasinya perlindungan kepentingan ekonomi

berbagai negara.

Meski demikian, dalam perkembangannya mekanisme penyelesaian sengketa di WTO

tidak lepas dari kritik atas adanya berbagai kekurangan yang masih memungkinkan bagi

indikasi terciptanya hubungan ekonomi yang dominatif.1 Meninjau signifikansi

mekanisme penyelesaian sengketa WTO pada berbagai level merupakan langkah awal

bagi evaluasi lebih lanjut efektivitas mekanisme tersebut sebagai wujud dari itikad untuk

menciptakan rezim perdagangan internasional yang akomodatif terhadap berbagai

kepentingan ekonomi.

Tinjauan signifikansi mekanisme penyelesaian sengketa WTO direpresentasikan

secara komprehensif pada kasus import dan distribusi pisang oleh European Community

(Banana Case). Kasus ini memungkinkan bagi dilakukannya upaya untuk mengamati

lebih lanjut proses hukum yang terjadi dan pengaruhnya di berbagai tingkatan yang

berbeda karena adanya diversitas keterlibatan banyak pihak pada kasus tersebut.

Kasus rezim impor dan distribusi pisang (Banana Case) menunjukkan perbedaan

tingkat efektivitas mekanisme penyelesaian sengketa WTO pada negara maju dan negara

1Chad Bown dan Bernard Hoekman, “WTO Dispute Settlement and the Missing Developing Country Cases:

Engaging the Private Sector” dalam Journal of International Economic Law, (2005), hlm. 1-4; Hunter Nottage,

“Developing Countries in the WTO Dispute Settlement System” dalam Global Economic Governance

Programme, (2009).

Page 11: PANDUAN DISKUSI ILMIAH - pnmhii-xxv.ui.ac.id · internasional seperti G20 dan APEC menjadi sorotan utama beserta potensi Indonesia dalam ... Makalah terdiri dari 10-15 halaman

berkembang terutama karena jaminan hak untuk membalas (retaliasi) yang diberikan oleh

WTO pada Amerika Serikat dan Ecuador dalam kasus ini memiliki dampak yang berbeda

pada segmen ekonomi European Community. Jaminan upaya retaliasi WTO kepada

Amerika Serikat karena didukung oleh kekuatan ekonomi Amerika Serikat yang memadai

dalam hal ini memberikan ancaman yang kredibel, sementara jaminan upaya serupa pada

Ekuador tidak memungkinkan implementasinya karena akan memperburuk lebih jauh

segmen ekonomi Ekuador. Keterbatasan efektivitas mekanisme penyelesaian sengketa

WTO dalam hal ini kemudian dipertanyakan kembali signifikansinya karena anggapan

atas kekurangannya dalam mengakomodasi kepentingan ekonomi yang lebih luas dari

negara berkembang.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan tinjauan terhadap permasalahan di atas, tulisan ini bertujuan untuk

mengamati tingkat efektivitas mekanisme penyelesaian sengketa WTO terhadap berbagai

tingkat perekonomian negara yang berbeda dengan berusaha menjawab pertanyaan:

bagaimana peran mekanisme penyelesaian sengketa WTO memberikan signifikansi bagi

negara maju dan negara berkembang dalam kasus sengketa rezim import dan distribusi

pisang European Community (Banana Case)?

1.3 Kerangka Teori

Untuk dapat menjawab rumusan masalah di atas, tulisan ini akan menggunakan teori

neoliberal institusionalisme dalam melihat peran WTO sebagai institusi multilateral pada

rezim perdagangan internasional modern yang berusaha memberikan pendekatan rule of law

pada mekanisme penyelesaian sengketanya sementara tetap memungkinkan bagi adanya

fleksibilitas dalam bentuk negosiasi. Penggunaan kerangka tersebut terutama didasarkan pada

pertimbangan untuk meninjau WTO sebagai institusi perdagangan internasional dan

pengamatan lebih jauh pada jaminan proses hukum dalam institusi tersebut. Pertimbangan

lain juga didasari pada pandangan bahwa neoliberal institusionalisme merupakan salah satu

teori yang banyak menjelaskan relevansi dan signifikansi peran institusi internasional.

Teori neoliberal institusionalisme melihat adanya signifikansi institusi internasional

dalam mewujudkan kerjasama. Pandangan ini tidak hanya melihat institusi sebagai organisasi

formal yang memiliki perwujudan secara fisik, melainkan juga sebagai apa yang

dikemukakan oleh Young sebagai “recognized patterns of practice around which

Page 12: PANDUAN DISKUSI ILMIAH - pnmhii-xxv.ui.ac.id · internasional seperti G20 dan APEC menjadi sorotan utama beserta potensi Indonesia dalam ... Makalah terdiri dari 10-15 halaman

expectations converge”.2 Pola-pola praktek tersebut dianggap signifikan karena mampu

memberikan pengaruh pada perilaku negara untuk mendorong terjadinya kerjasama. Praktek-

praktek tersebut menyediakan jalan bagi adanya akomodasi kepentingan sebagai syarat-syarat

kondisional terhadap prospek terjalinnya kerjasama.

Kerjasama menurut kerangka neoliberal institusionalisme membutuhkan tindakan

aktor-aktor terlibat yang dibawa menuju konformitas terhadap satu sama lain melalui proses

negosiasi. Kerjasama dapat terjadi ketika aktor-aktor menyesuaikan perilakunya dengan

preferensi aktor lain. Pengertian kerjasama memiliki pengertian yang berbeda dengan

harmoni pada pemahaman teori neoliberal institusionalisme. Pengertian harmoni

didefinisikan sebagai kondisi di mana kebijakan suatu negara secara langsung memenuhi

keinginan negara lain tanpa perlu melakukan penyesuaian apapun. Sementara dalam

kerjasama memerlukan penyesuaian atau pengubahan pola-pola perilaku dan bersifat politis.

Neoliberal institusionalisme di sisi lain melihat bahwa kerjasama tidak selalu meniadakan

konflik. Kerjasama dapat mengandung unsur konflik namun di saat yang bersamaan

merefleksikan sebagian upaya-upaya untuk mengatasi atau mencegah konflik.3

Untuk mendorong terjadinya kerjasama, institusi berperan dalam mempengaruhi

konteks aktor terhadap pilihan alternatif yang ada. Kondisi tersebut mungkin untuk dilakukan

karena institusi memiliki prinsip, norma, peraturan, dan prosedur, yang kemudian disebut

sebagai rezim, yang menjadi pedoman bagi aktor dalam bertindak.4 Konstruksi dari rezim

memfasilitasi terjalinnya kerjasama sehingga tiap-tiap aktor yang terikat dalam rezim tersebut

diharapkan berperilaku tertentu sesuai dengan kesepakatan bersama. Ada beberapa alasan

yang mendasari kepatuhan negara pada institusi, yaitu adanya dorongan untuk memperoleh

legal liability, mengurangi transaction cost, dan mengatasi problems of uncertainty.5

Legal liability6

Negara sangat menjunjung tinggi otonominya, sehingga hampir tidak

mungkin untuk mendirikan institusi internasional yang menjalankan otoritas

lebih tinggi daripada negara. Yang terjadi adalah institusi dibangun bukan

untuk mengimplementasikan peraturan yang sentralistik, tetapi lebih kepada

membangun ‘mutual expectations’ yang stabil terkait pola perilaku pihak

2Robert O. Keohane, After Hegemony: Cooperation and Discord in the World Political Economy, (New Jersey:

Princeton University Press, 1984), hlm. 8. 3Ibid., hlm. 51-54.

4Ibid., hlm. 84.

5Ibid., hlm. 88.

6Ibid., hlm. 88-89.

Page 13: PANDUAN DISKUSI ILMIAH - pnmhii-xxv.ui.ac.id · internasional seperti G20 dan APEC menjadi sorotan utama beserta potensi Indonesia dalam ... Makalah terdiri dari 10-15 halaman

lain, dan mengembangkan hubungan kerja yang memungkinkan pihak-pihak

terkait beradaptasi pada situasi baru yang akan datang.

Transaction cost7

Rezim internasional dapat mengurangi biaya yang dikeluarkan jika harus

bernegosiasi atau menjalin hubungan bilateral satu per satu. Dengan

mengadopsi rezim tertentu, biaya yang dikeluarkan suatu negara menjadi

relatif lebih ringan dalam menjalin kerjasama dengan aktor lain. Rezim

tersebut menjadi efektif karena memiliki seperangkat aturan dan prinsip

yang ajeg, sehingga tidak perlu melakukan negosiasi baru setiap kali muncul

perkara baru.

Problems of uncertainty8

Dalam institusi, beberapa negosiasi yang bersifat mutualisme dapat jadi

tidak terlaksana karena berada dalam kondisi yang tidak pasti. Sumber

ketidakpastian tersebut yang paling khusus adalah asymmetrical

information, moral hazard, dan irresponsibility. Informasi yang asimetris

merupakan kondisi ketika suatu aktor mungkin memiliki informasi atau

pengetahuan yang lebih dari aktor lain mengenai suatu situasi. Masalah ini

timbul apabila terdapat aktor yang berperilaku tidak jujur. Kondisi tersebut

memungkinkan manipulasi hubungan atau membuat kesepakatan yang

menipu.

Institusi internasional membantu negara-negara dalam menghadapi masalah-

masalah di atas. Prinsip dan aturan yang terkandung dalam suatu institusi mengurangi

harapan perilaku, meminimalkan ketidakpastian, serta membuat informasi menjadi

lebih terbuka. Dengan demikian, institusi internasional menjadi berguna bagi negara

dalam mencapai tujuannya yang sulit tercapai tanpa melalui peran institusi.

7Ibid., hlm. 90-92.

8Ibid., hlm. 93-96.

Page 14: PANDUAN DISKUSI ILMIAH - pnmhii-xxv.ui.ac.id · internasional seperti G20 dan APEC menjadi sorotan utama beserta potensi Indonesia dalam ... Makalah terdiri dari 10-15 halaman

1.4 Operasionalisasi Teori

Peran Institusi

(Mekanisme Penyelesaian

Sengketa WTO)

Mengurangitr

ansaction

cost

Mengatasi

problems of

uncertainty

Memberikan

legal liability

Menumbuhkan mutual expectations

Page 15: PANDUAN DISKUSI ILMIAH - pnmhii-xxv.ui.ac.id · internasional seperti G20 dan APEC menjadi sorotan utama beserta potensi Indonesia dalam ... Makalah terdiri dari 10-15 halaman

Bab II

Pembahasan

2.1Perkembangan Sengketa Rezim Impor dan Distribusi Pisang European Community

Sengketa rezim impor dan distribusi pisang merupakan salah satu peristiwa penting

dalam sejarah rezim perdagangan internasional multilateral. Tinjauan terhadap sengketa ini

menjadi penting terutama karena tingginya tingkat intensitas konflik yang terjadi dan luasnya

implikasi yang ditimbulkan. Tingginya tingkat intensitas konflik antara lain ditandai oleh

keterlibatan banyak pihak dan durasinya yang berkepanjangan. Sementara konsekuensinya

bagi rezim perdagangan internasional, kasus ini membawa preseden bagi dilakukannya cross-

retaliation (tindakan balasan di bidang perdagangan pada sektor yang berbeda) sebagai

bagian dari mekanisme penyelesaian sengketa WTO. Sengketa rezim impor pisang

melibatkan European Community sebagai tergugat dengan Amerika Serikat, Ekuador,

Guatemala, Honduras, dan Meksiko sebagai negara penggugat.9 Selama proses

berlangsungnya upaya penyelesaian sengketa, beberapa negara juga turut mengambil bagian

sebagai pihak ketiga dalam kasus tersebut. Pihak ketiga yang terlibat dalam kasus sengketa

rezim impor dan distribusi pisang European Community antara lain adalah Belize, Kamerun,

Kanada, Kolombia, Kosta Rika, Dominika, Ghana, Grenada, India, Jamaika, Jepang,

Mauritius, Nikaragua, Panama, Filipina, Saint Lucia, Saint Vincent dan Grenada, Senegal,

Suriname, Venezuela, Bolivia, Pantai Gading, Brazil, serta Madagaskar.10

Sengketa ini memiliki signifikansi tersendiri bagi negara-negara terlibat karena pisang

merupakan komoditas ekspor utama negara-negara Amerika Latin yang di sisi lain European

Community merupakan pasar impor kedua terbesar di dunia.11

Amerika Latin di tahun 2006

menyediakan 66% dari kebutuhan global terhadap pisang dan memiliki tingkat

ketergantungan ekspor yang tinggi pada komoditas tersebut dengan tingkat rata-rata distribusi

ekspor pada kisaran 6-10%.12

9WTO, “Dispute Settlement: Regime for the Importation, Sale, and Distribution of Bananas”, diakses dari

http://www.wto.int/english/tratop_e/dispu_e/cases_e/ds27_e.htm 10Ibid. 11European Comission on Agriculture and Rural Development, “Banana other than plantains”, diakses dari

http://ec.europa.eu/agriculture/bananas/index_en.htm 12Katharina Kunze, Solving EC-Bananas: The WTO Dispute Settlement Mechanism and Developing Countries,

(Hamburg: Bucerius Law School, 2009), hlm. 6.

Page 16: PANDUAN DISKUSI ILMIAH - pnmhii-xxv.ui.ac.id · internasional seperti G20 dan APEC menjadi sorotan utama beserta potensi Indonesia dalam ... Makalah terdiri dari 10-15 halaman

Sengketa tersebut secara garis besar disebabkan oleh adanya upaya diskriminasi akses

pasar oleh European Community yang menunjukkan keberpihakan terhadap pasokan pisang

dari bekas negara-negara koloni Eropa di Afrika, Karibia, dan Pasifik (atau dikenal sebagai

traditional ACP). Perkembangan sengketa rezim impor pisang dimulai dari pembentukan

Common Market Organisation for Bananas (CMOB) pada tahun 1993 berdasarkan Protokol

Lome Agreement 1989.13

Pembentukan CMOB yang merupakan perluasan dampak terhadap

integrasi pasar Eropa memberikan kemudahan akses masuk pasar (preferential entry) bagi

negara-negara bekas koloni Eropa di Afrika, Karibia, dan Pasifik. Di bawah kerangka ini,

kebijakan European Community memberikan akses bebas pajak bagi pasokan pisang negara-

negara traditional ACP. Di lain sisi, EC memberikan ketentuan pajak masuk sebesar 750

ECU (mata uang sebelum Euro) per metrik ton di luar kuota pada negara-negara Afrika,

Karibia, dan Pasifik yang tidak termasuk bekas koloni Eropa (non-traditional ACP) serta

biaya masuk 11 ECU per metrik ton dalam kuota dan 850 ECU per metrik ton di luar kuota

pada negara pihak ketiga di luar traditional ACP dan non-traditional ACP.14

Dalam kerangka

ini, sistem pasar Eropa juga menetapkan pengamanan porsi 30% pasar untuk traditional

ACP, 66.5% untuk non-traditional ACP, dan 3.5% untuk pihak lain.15

Di tahun yang sama dengan pembentukan CMOB, Kosta Rika, Guatemala,

Nikaragua, dan Venezuela mengajukan keberatan atas pembentukan rezim tersebut dengan

merujuk tindakan European Community sebagai pelanggaran atas Pasal I mengenai “most

favoured nations” dan menuntut adanya persamaan biaya masuk untuk setiap anggota GATT

pengekspor pisang. Setahun berselang setelah laporan pertama dari negara-negara tersebut,

pada tahun 1994 laporan kedua disampaikan kembali bersamaan dengan tuntutan yang sama

ditambah dengan keberatan atas dikeluarkannya kebijakan European Community untuk

melakukan licensing.

Kedua tuntutan di atas diterima oleh GATT dan dilakukan pengaturan terhadap

keberatan yang diajukan berupa dikeluarkannya EC Banana Case II Judgement. Pada

kenyataannya, pengaturan tersebut gagal untuk diadopsi karena European Community dan

negara-negara ACP melakukan blocking terhadap putusan tersebut.

13

Simi T. B dan Atul Kaushik, “The Banana War at the GATT/ WTO” dalam Trade Law Brief, No. 1, (2008),

hlm. 1. 14Joel Trachtman, “Bananas, Direct Effect, and Compliance” dalam Economic Journal of International Law,

Vol. 10, No. 4, (1999), hlm. 661. 15

Loc. Cit.

Page 17: PANDUAN DISKUSI ILMIAH - pnmhii-xxv.ui.ac.id · internasional seperti G20 dan APEC menjadi sorotan utama beserta potensi Indonesia dalam ... Makalah terdiri dari 10-15 halaman

Sebagai respon atas keberadaan dua tuntutan terdahulu, European Community

melakukan upaya untuk meredakan ketegangan terhadap negara-negara Amerika Latin

dengan membentuk Framework Agreement on Bananas (FAB). FAB antara lain berisi

peningkatan kuota dari 2 juta ton menjadi 2.2 juta ton, pengurangan pajak dari 100 ECU

menjadi 75 ECU, dan memberikan kewenangan untuk mengeluarkan lisensi kepada

pemasok.16

FAB diterima dan berlaku terhadap Kolombia, Kosta Rika, Nikaragua, dan

Venezuela sementara tidak berlaku terhadap Ekuador, Honduras, dan Republik Dominika

sebagai pihak non-anggota GATT. Di sisi lain, dua perusahaan transnasional terbesar

Amerika Serikat yang bergerak dalam bidang pemasokan buah-buahan, yaitu Dole dan

Chiquita mendorong pemerintah Amerika Serikat untuk mengajukan keberatan serupa.

Sebagai pihak yang dirugikan atas FAB, Ekuador bergabung menjadi anggota GATT

pada tahun 1995 dan mengajukan tuntutan terhadap rezim impor pisang European

Community bersama dengan Guatemala, Honduras, Meksiko, dan Amerika Serikat. Pada

tahun 1997, pengaturan terhadap sengketa pisang dengan nama kasus EC Banana III

memutuskan bahwa European Community terbukti melakukan pelanggaran terhadap

Agreement on Agriculture Pasal 19; General Agreement on Trade in Service Pasal II, IV,

XVI, dan XVII; GATT 1994 Pasal I, II, II, X, XI, dan XII; Import Licensing Pasal 1 dan 3;

serta Trade-Related Investment Measures Pasal 2 dan 5.17

Pada tahun 1999, European Community melakukan perubahan pada CMOB meski

Ekuador tetap mengajukan keberatan. Dispute Settlement Body kemudian melakukan

penafsiran kembali dan tetap mengajukan pengaturan bahwa perubahan CMOB masih

merefleksikan pelanggaran terhadap kesepakatan WTO dengan masih terdapatnya pengaturan

pada alokasi lisensi dan porsi pasar tertentu bagi negara-negara ACP. Di tahun yang sama,

Dispute Settlement Body memberikan jaminan bagi Amerika Serikat untuk melakukan

tindakan balasan (retaliasi) dengan estimasi nilai 191.4 juta dolar per tahun.18

Pada tahun

berikutnya, Ekuador diberikan otoritas serupa untuk melakukan retaliasi dengan estimasi nilai

201.6 juta dolar per tahun.19

Amerika Serikat menjalankan otoritas tersebut dengan

melakukan retaliasi langsung (tariff retaliation) sementara Ekuador meminta pengubahan

pengaturan untuk mengganti tariff retaliation (retaliasi berdasarkan sektor dagang yang sama

atau berdasarkan perjanjian yang sama) menjadi cross retaliation (retaliasi berdasarkan

16

Kunze, Op. Cit., hlm. 10. 17WTO, Op. Cit. 18Kunze, Loc. Cit. 19Loc. Cit.

Page 18: PANDUAN DISKUSI ILMIAH - pnmhii-xxv.ui.ac.id · internasional seperti G20 dan APEC menjadi sorotan utama beserta potensi Indonesia dalam ... Makalah terdiri dari 10-15 halaman

sektor dagang berbeda pada kerangka perjanjian yang berbeda) karena kerentanan segmen

ekonominya jika melakukan retaliasi di sektor yang sama terhadap European Community

pada perdagangan pisang. WTO memberikan kewenangan tersebut dengan mengijinkan

Ekuador untuk dapat melakukan retaliasi terhadap rezim pisang European Community pada

sektor hak kekayaan intelektual berdasarkan kerangka Trade Related Intellectual Property

Rights.

Pada tahun 1999, European Community berdasarkan kondisi di atas mulai melakukan

negosiasi terhadap Amerika Serikat dan Ekuador terkait wacana perubahan rezim impor.

Proses perubahan secara bertahap yang disepakati akan mulai diimplementasikan pada 2001

telah menempuh separuh jalan ketika pada tahun 2006 European Union bersama dengan

Amerika Serikat dan Ekuador kembali gagal mencapai kesepakatan terkait besaran tingkat

biaya masuk yang disetujui bersama. Kebuntuan upaya negosiasi antar pihak mendorong

European Union untuk melakukan tindakan secara sepihak dengan menetapkan adanya kuota

impor bebas pajak untuk impor pisang dari negara-negara ACP pada kuantitas 775,000 ton

dengan tingkat harga 176 Euro per metrik ton.20

Pada perkembangan berikutnya, upaya negosiasi pada tahun 2008 membawa pada

kerangka baru dalam melihat sengketa rezim impor pisang European Union seiring dengan

kadaluarsanya Doha Round. Proses negosisasi berikutnya pada tahun 2008 menandai

dimulainya pandangan untuk memberikan dasar hukum yang baru pada kesepakatan-

kesepakatan di masa yang akan datang berdasarkan Geneva Agreement sebagai bagian dari

Doha Round. Negosiasi juga ditandai dengan adanya konsesi dari EU untuk menurunkan

biaya masuk bagi negara-negara Amerika Latin pada kisaran 114 Euro di tahun 2019

sementara melakukan pembekuan tariff pada kisaran 136 Euro antara tahun 2011-2013.21

Pada November 2012, kasus ini dinyatakan selesai melalui adanya solusi yang disepakati

bersama berdasarkan Pasal 3.6 Dispute Settlement Understanding .22

2.2 Analisis Peran Mekanisme Penyelesaian Sengketa WTO

20

Europolitics (2 Februari 2006), “EU/ACP: EU Sets Duty Free Import Quotas for ACP Bananas for the Rest of

the Year”, diakses dari http://www.europolitics.info/eu-acp-eu-sets-duty-free-import-quota-for-acp-bananas-for-

the-rest-of-the-year-artr172875-10.html

21 BBC News (15 Desember 2009), “EU cuts import tariffs in a bid to end 'banana wars'”, diakses dari http://news.bbc.co.uk/2/hi/business/8391752.stm

22WTO, Loc. Cit.

Page 19: PANDUAN DISKUSI ILMIAH - pnmhii-xxv.ui.ac.id · internasional seperti G20 dan APEC menjadi sorotan utama beserta potensi Indonesia dalam ... Makalah terdiri dari 10-15 halaman

Pembentukan mekanisme penyelesaian sengketa WTO pada tahun 1995 yang mulai

mengimplementasikan pendekatan rule of law membawa pengaruh signifikan dalam

menjelaskan perkembangan GATT/ WTO sebagai institusi perdagangan multilateral.

Signifikansi ini terutama berkaitan dengan ditempuhnya pendekatan yang lebih mengikat

antara putusan WTO dengan implementasinya melalui dijaminnya jurisdiksi keputusan

Dispute Settlement Body dan pemberian jaminan untuk melakukan retaliasi sebagai sanksi

terhadap tindakan yang mengarah pada non-compliance. Pada mekanisme sebelumnya

dimana WTO bersama dengan Dispute Settlement Body dan Dispute Settlement

Understanding-nya belum terbentuk, proses penyelesaian sengketa masih mendasarkan diri

pada pendekatan yang hanya mengandalkan bargaining power dan negosisasi sehingga

permasalahan mengenai kurangnya penegakan aturan menjadi celah bagi dilakukannya upaya

untuk menghindari putusan sebagaimana diperlihatkan oleh European Community dalam

melakukan blocking terhadap putusan dalam EC Banana Case II pada tahun 1994 dengan

mendorong ketidakhadiran berbagai negara pada panel GATT.

Dalam menjelaskan signifikansi mekanisme tersebut, variabel-variabel berupa

reduction of transaction cost, problems uncertainty, dan legal liability, menjadi instrumen

yang mendukung untuk melihat peran mekanisme penyelesaian sengketa WTO terhadap

prospek kerjasama. Mekanisme penyelesaian sengketa di WTO yang terutama ditunjang oleh

peran Dispute Settlement Body dan Dispute Settlement Understanding membawa implikasi

positif bagi teratasinya masalah tingginya biaya transaksi, ketidakpastian intensi dari negara

lain, dan liabilitas hukum.

Pembentukan Dispute Settlement Body (DSB) dan Dispute Settlement Understanding

(DSU) telah memitigasi inefektivitas mekanisme penyelesaian sengketa WTO dengan

mengurangi kemungkinan biaya transaksi dan memberikan keterbukaan informasi. Dalam

mekanisme penyelesaian sengketa WTO, selain pihak tergugat dan penggugat, pihak-pihak

lain juga dapat berpartisipasi dalam proses penyelesaian sengketa dengan menjadi pihak

ketiga untuk mengamati atau menarik dampak penyelesaian sengketa pada kebutuhannya

masing-masing. Keterlibatan 25 negara lain dalam kasus penyelesaian sengketa rezim impor

pisang European Community mengimplikasikan nilai efektivitas transaksi yang

dimungkinkan dalam mekanisme penyelesaian sengketa WTO. Perubahan keputusan

terhadap proses penyelesaian sengketa rezim impor pisang dari waktu ke waktu tidak hanya

memberikan dampak bagi negara-negara yang bersengketa yaitu antara European Community

terhadap Ekuador, Honduras, Guatemala, Meksiko, dan Amerika Serikat saja namun lebih

Page 20: PANDUAN DISKUSI ILMIAH - pnmhii-xxv.ui.ac.id · internasional seperti G20 dan APEC menjadi sorotan utama beserta potensi Indonesia dalam ... Makalah terdiri dari 10-15 halaman

luas dampak putusan ini antara lain mempengaruhi negara-negara ACP dan Amerika Latin

lain yang tidak secara langsung bersengketa. Imbas yang demikian, di satu sisi merupakan

wujud dari pengurangan biaya transaksi yang mungkin dilakukan dengan adanya integrasi

keputusan pada banyak pihak. Dalam hal ini, European Community dan negara-negara

penggugat tidak perlu melakukan penyesuaian kebijakan antara satu pihak dengan pihak lain

karena luasnya keterlibatan berbagai negara dalam kasus ini.

Efektivitas biaya transaksi lainnya adalah dengan adanya integrasi gugatan dalam satu

forum konsultasi dan panel yang mungkin dilakukan berdasarkan Pasal 9 pada Dispute

Settlement Understanding.23

Dengan adanya integrasi gugatan dan penyatuan sikap terhadap

kasus ini pada pihak Ekuador, Honduras, Guatemala, Meksiko, dan Amerika Serikat,

memungkinkan dilakukannya proses konsultasi dan panel secara bersamaan sehingga

mengurangi potensi meningkatnya biaya transaksi oleh proses yang saling terpisah dan

tindakan untuk melakukan penyesuaian kembali.

Permasalahan ketidakpastian (problems of uncertainty) yang berakar dari informasi

yang tidak simetris dan ketidaktanggungjawaban pihak-pihak tertentu berusaha diatasi

dengan melakukan keterbukaan informasi pada proses konsultasi sebelum melakukan panel

oleh Dispute Settlement Body. Masalah informasi yang asimetris pada mekanisme

penyelesaian sengketa WTO ditangani dengan menerapakan peraturan bagi pihak penggugat

untuk dapat membuktikan pelanggaran yang terjadi. Di sisi lain, keuntungan kepemilikan

informasi oleh pihak penggugat untuk mencari sebanyak-banyaknya data dalam

membuktikan tuduhan bersalah pihak lain diseimbangkan dengan kedudukan pihak tergugat

yang dituntut oleh kondisi untuk memegang informasi-informasi kunci dalam

mempertahankan justifikasinya. Proses tukar-menukar informasi terjadi dijembatani dengan

baik berdasarkan ketentuan ini pada forum konsultasi.

Masalah liabilitas hukum yang menyangkut peran hukum untuk mendapat

penghargaan oleh negara dalam sistem yang anarki hadir sebagai salah satu dimensi

terpenting dalam kasus ini. Liabilitas hukum merupakan instrumen pengatur yang berfungsi

dalam menumbuhkan mutual expectation. Pada mekanisme penyelesaian sengketa di WTO,

liabilitas hukum menumbuhkan mutual expectation dengan bersifat fleksibel meskipun

mengandung derajat jurisdiksi yang kuat dalam penegakannya. Hal ini dapat teridentifikasi

dengan mengamati rancangan instrumen penyelesaian sengketa yang menekankan pada

23

Robert Read, “Trade Dispute Settlement Mechanism: The WTO Dispute Settlement Understanding in the

Wake of the GATT” dalam Lancaster University Management School WorkingPaper Series 012, (2005).

Page 21: PANDUAN DISKUSI ILMIAH - pnmhii-xxv.ui.ac.id · internasional seperti G20 dan APEC menjadi sorotan utama beserta potensi Indonesia dalam ... Makalah terdiri dari 10-15 halaman

efektivitas forum, panel, banding, dan putusan yang mengikat sementara mengijinkan proses

negosiasi untuk berlangsung berdasarkan desain Dispute Settlement Body-nya yang bersifat

politis dan penerapan kebijakan retaliasi sebagai sanksi atas ketidakpatuhan terhadap putusan.

Dispute Settlement Body (DSB) yang merupakan perwakilan dari seluruh anggota

WTO memiliki kewenangan untuk membentuk panel, mengadopsi putusan panel dan

banding, serta melakukan pengawasan terhadap putusan.24

Melihat pada komposisi dan

kewenangan Dispute Settlement Body (DSB), badan ini bersifat politis namun di satu sisi

menegakkan jurisdiksi putusan dengan berdasarkan pada prinsip “negative consensus”

sebagai dasar dalam pengambilan keputusannya berdasarkan ketentuan Dispute Settlement

Understanding25

. Negative consensus merupakan cara pengambilan keputusan yang

membatalkan hasil putusan dengan adanya keberatan salah satu pihak di luar pihak-pihak

yang terlibat dalam sengketa. Konsensus negatif memungkinkan bagi adanya langkah

jurisdiksi yang lebih tegas dengan menjadi putusan yang memiliki kekuatan hukum ketika

diadopsi dan meminimalisasi tindakan blocking oleh negara-negara melalui ketidakhadiran.

Semenjak diberlakukannya prinsip konsensus negatif, tingkat adopsi terhadap putusan panel

menjadi berada pada efektivitas tertinggi dengan nilai 100%.26

Artinya, semenjak

diberlakukannya konsensus negatif, semua hasil putusan panel berhasil diadopsi dan tidak

terjadi blocking. Komposisi DSB yang merupakan perwakilan diplomatik berupa perwakilan

semua anggota WTO mengimplikasikan adanya kemungkinan untuk dilakukannya proses

bargaining dan negosiasi dengan berusaha mempengaruhi anggota-anggota WTO untuk

menerima justifikasi suatu kebijakan.

Fleksibilitas inilah yang ditengarai menjadikan mekanisme penyelesaian sengketa

WTO menjadi lebih efektif karena mengakomodasi penegakan jurisdiksi sementara

memberikan ruang untuk melakukan penyesuaian. Mutual expectation terbentuk ketika

negara-negara yang bersengketa mendapatkan jaminan keajegan prinsip hukum yang berlaku

sementara di sisi lain mempengaruhi perubahan ekspektasi negara dengan adanya ruang bagi

dialog dalam menyesuaikan diri terhadap putusan atau rencana pengambilan putusan yang

akan diadopsi. Bergabungnya Ekuador pada WTO di tahun 1995 karena keputusan

Framework Agreement on Bananas yang tidak menguntungkannya sebagai non-anggota

24WTO, “WTO bodies involved in dispute settlement process”, diakses dari

http://www.wto.org/english/tratop_e/dispu_e/disp_settlement_cbt_e/c3s1p1_e.htm 25Ibid. 26John Magnus, “Compliance with WTO Dispute Settlement Decisions: Is There A Crisis?” dalam Rufus Yerxa

dan Bruce Wilson (eds.), Key Issues in WTO Dispute Settlement: The First Ten Years, (Cambridge: Cambridge

University Press, 2005), hlm. 242.

Page 22: PANDUAN DISKUSI ILMIAH - pnmhii-xxv.ui.ac.id · internasional seperti G20 dan APEC menjadi sorotan utama beserta potensi Indonesia dalam ... Makalah terdiri dari 10-15 halaman

GATT di tahun 1994 mengimplikasikan adanya mutual expectation yang diharapkan oleh

Ekuador untuk mendapat perlindungan hukum yang sama dengan negara-negara Amerika

Latin lain yang telah tergabung sebagai anggota GATT seperti Kolombia, Kosta Rika,

Nikaragua, dan Venezuela yang memperoleh keuntungan atas dibentuknya Framework

Agreement on Bananas (FAB).

Di sisi lain, mutual expectation yang juga hadir pada sengketa kasus ini adalah pola

keajegan diplomasi Ekuador dalam menentang rezim impor pisang European Community.

Hal ini juga berlaku pada European Community yang secara bertahap melakukan

penyesuaian tariff impor pada CMOB menjadi FAB kemudian memberikan konsesi-konsesi

lain dengan menurunkan tarif impor per metrik tonnya atau meningkatkan jumlah kuota.

Tabel. 1. Penyesuaian Kuota dan Tariff Rezim Impor Pisang EU tahun 1999-2002

Penyesuaian-penyesuaian yang dilakukan oleh Ekuador dan European Union pada

akhirnya mencapai kesepakatan dengan ditariknya kasus rezim impor pisang European

Community oleh Ekuador pada November 2012 silam karena adanya konsesi European

Union yang cukup memuaskan Ekuador dengan berencana untuk menurunkan tariff impor

sampai pada angka 114 Euro di tahun 2017 secara bertahap. Di sisi lain, terdorongnya

European Union untuk memberikan konsesi tersebut ditengarai karena adanya penghargaan

European Union terhadap keputusan Ekuador untuk tidak memakai hak retaliasi silangnya

(cross retaliation) pada produk-produk European Union yang berkaitan dengan kekayaan

intelektual. Hal ini membuktikan bagaimana liabilitas hukum yang fleksibel pada mekanisme

penyelesaian sengketa WTO tidak hanya memberikan jaminan jurisdiksi hukum, melainkan

juga menumbuhkan mutual expectation.

Pada kasus Amerika Serikat dengan European Union, mutual expectation yang terjadi

berupa kepercayaan Amerika Serikat terhadap kekuatan hukum dan dampak penegakan

Page 23: PANDUAN DISKUSI ILMIAH - pnmhii-xxv.ui.ac.id · internasional seperti G20 dan APEC menjadi sorotan utama beserta potensi Indonesia dalam ... Makalah terdiri dari 10-15 halaman

hukum yang positif dengan adanya jaminan untuk melakukan upaya pembalasan terhadap

aksi serupa (retaliasi) dengan melakukan penyesuaian terhadap kebijakan dalam negeri

Amerika Serikat. Kapasitas ekonomi Amerika Serikat yang mendukung untuk melakukan hal

tersebut sebagai negara pengimpor pisang kedua terbesar di dunia27

, memungkinkan upaya

retaliasi oleh Amerika Serikat menjadi efektif. Dengan dilakukannya preferential entry dan

penyesuaian kuota, harga pisang dalam pasar Amerika Serikat dapat menjadi lebih murah dan

oleh karenanya mampu mempengaruhi market share impor pisang secara berarti terhadap

European Union.

Grafik 1.. Proporsi Importer Pisang di Dunia Tahun 2007 (dalam satuan ribu ton)

Liabilitas hukum mekanisme penyelesaian sengketa WTO pada perspektif Amerika

Serikat terutama memberi signifikansi dalam menciptakan constraint terhadap pihak lawan.

Dengan demikian, upaya defection tidak terjadi lebih jauh karena upaya yang sama akan

berimbas pada pihak tersebut (mutual expectation) dengan dijaminnya retaliasi yang

didukung oleh kredibilitas kemampuan ekonomi Amerika Serikat untuk memberikan dampak

kerugian berarti bagi perekonomian European Union.

27European Parliamentary Directorate General for External Policies, The EU Banana Regime: Evolution and

Implications for Its Recent Changes, (INTA, 2010), hlm. 34.

Page 24: PANDUAN DISKUSI ILMIAH - pnmhii-xxv.ui.ac.id · internasional seperti G20 dan APEC menjadi sorotan utama beserta potensi Indonesia dalam ... Makalah terdiri dari 10-15 halaman

Bab III

Kesimpulan

Keberadaan mekanisme penyelesaian sengketa WTO sebagai transformasi terhadap

mekanisme penyelesaian sengketa GATT terdahulu telah menandai tingkat kematangan

WTO yang memadai sebagai rezim perdagangan multilateral. Transformasi ini telah

membawa pengaruh positif terhadap keseluruhan peran WTO sebagai institusi internasional

dalam memberikan legal liability, mengatasi problem of uncertainty, dan mengurangi

transaction cost.

Peran mekanisme penyelesaian sengketa WTO, terutama karena legal liability-nya

telah memberikan konteks signifikansi yang berbeda bagi negara maju dan negara

berkembang. Dalam kasus sengketa rezim impor pisang European Community (Banana

Case), signifikansi mekanisme penyelesaian sengketa WTO yang menjamin adanya hak

untuk melakukan retaliasi telah memberikan jaminan bagi Amerika Serikat sebagai negara

maju untuk menggunakan instrumen tersebut secara langsung yang dapat memberikan

constraint pada pihak lawan. Constraint ini ditujukan untuk menghentikan segala tindakan

yang dapat merugikan sebagai bagian dari mutual expectation untuk saling tidak merugikan

lebih jauh.

Di sisi lain, konteks signifikansi mekanisme penyelesaian sengketa WTO yang

memberi jaminan upaya retaliasi pada Ekuador sebagai negara berkembang dimaksimalisasi

penggunaannya pada cara yang tidak langsung untuk mendukung proses diplomasi Ekuador

terhadap European Union justru dengan cara untuk tidak melakukan retaliasi. Cara yang

demikian mendapatkan respon yang positif dari European Union dengan dikonsesikannya

penurunan tariff impor pada kondisi yang memuaskan dua belah pihak sebagai bagian dari

mutual expectation.

Mekanisme penyelesaian sengketa WTO memiliki peran penting dalam mendukung

signifikansi terciptanya mutual expectation sebagai bagian dari legal liability. Pemanfaatan

mutual expectation yang berbeda antara negara maju dan berkembang mengimplikasikan

perbedaan konteksnya meski sama-sama signifikan.

Page 25: PANDUAN DISKUSI ILMIAH - pnmhii-xxv.ui.ac.id · internasional seperti G20 dan APEC menjadi sorotan utama beserta potensi Indonesia dalam ... Makalah terdiri dari 10-15 halaman

Daftar Pustaka

Bown, Chad dan Bernard Hoekman. “WTO Dispute Settlement and the Missing Developing

Country Cases: Engaging the Private Sector” dalam Journal of International Economic Law,

(2005).

European Parliamentary Directorate General for External Policies. 2010.The EU Banana

Regime: Evolution and Implications for Its Recent Changes. INTA.

Kaushik, Atul dan Simi T. B. “The Banana War at the GATT/ WTO” dalam Trade Law Brief,

No. 1, (2008).

Keohane, Robert. 1984. After Hegemony: Cooperation and Discord in the World Political

Economy. New Jersey: Princeton University Press.

Kunze, Katharina. 2009. Solving EC-Bananas: The WTO Dispute Settlement Mechanism

and Developing Countries. Hamburg: Bucerius Law School.

Magnus, John. “Compliance with WTO Dispute Settlement Decisions: Is There A Crisis?”

dalam Rufus Yerxa dan Bruce Wilson (eds.). 2005. Key Issues in WTO Dispute Settlement:

The First Ten Years. Cambridge: Cambridge University Press.

Nottage, Hunter. “Developing Countries in the WTO Dispute Settlement System” dalam

Global Economic Governance Programme, (2009).

Read, Robert. “Trade Dispute Settlement Mechanism: The WTO Dispute Settlement

Understanding in the Wake of the GATT” dalam Lancaster University Management School

Working Paper Series 012, (2005).

Trachtman, Joel. “Bananas, Direct Effect, and Compliance” dalam Economic Journal of

International Law, Vol. 10, No. 4, (1999).

BBC News (15 Desember 2009), “EU cuts import tariffs in a bid to end 'banana wars'”,

diakses dari http://news.bbc.co.uk/2/hi/business/8391752.stm

European Comission on Agriculture and Rural Development, “Banana other than plantains”,

diakses dari http://ec.europa.eu/agriculture/bananas/index_en.htm

Europolitics (2 Februari 2006), “EU/ACP: EU Sets Duty Free Import Quotas for ACP

Bananas for the Rest of the Year”, diakses dari http://www.europolitics.info/eu-acp-eu-sets-

duty-free-import-quota-for-acp-bananas-for-the-rest-of-the-year-artr172875-10.html

WTO, “Dispute Settlement: Regime for the Importation, Sale, and Distribution of Bananas”,

diakses dari http://www.wto.int/english/tratop_e/dispu_e/cases_e/ds27_e.htm