peta emisi negara g20

Upload: mukhammadkhafid

Post on 07-Jan-2016

33 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

a

TRANSCRIPT

Peta emisi negara G20 Lihat peta Lihat tabel

EMISI CO2 NEGARA G20 PADA 2007 (DARI SEKTOR ENERGI)

NEGARAJUTAAN TON CO2CO2/P.KPERINGKAT DUNIA

Cina62844.81

Amerika Serikat600719.92

Rusia1,67311.83

India14011.24

Jepang1,2629.95

Jerman83510.16

Kanada590187

Inggris5649.38

Korea Selatan51610.69

Italia4617.911

Australia4562212

Meksiko4534.213

Afrika Selatan4529.414

Arab Saudi43415.815

Prancis4056.316

Brasil3982.117

Indonesia3191.320

Turki2773.723

Argentina1664.129

*Uni Eropa4,2578.7

Sumber : EIA

Metrik ton CO2

Peringkat dunia berdasarkan emisi karbon

*Peringkat EIA berdasarkan negara

Data EIA : Emisi dunia sejak 1989, berdasarkan negara

Cina Menetapkan 'tujuan yang mengikat' untuk mengurangi CO2 per unit GDP sebesar 40-45% di bawah tingkat 2005 pada 2020. Ingin negara-negara kaya mengurangi emisi 40% di bawah tingkat 1990 pada 2020. Menyarankan negara-negara kaya membayar 1% dari GDP per tahun untuk membantu negara-negara lain menerapkan pengurangan emisi. Menginginkan Barat menyediakan teknologi karbon rendah.KlikKembali ke atasAmerika Serikat Akan memotong emisi 17% di bawah tingkat 2005 pada 2020 namun menunggu pengesahan Kongres -pemotongan ini sama dengan 4% di bawah tingkat 1990. Menentang upaya seperti Protokol Kyoto yang menerapkan kewajiban yang mengikat secara hukum internasional. Mendesak Cina, Incia, Afrika Selatan, dan Brasil untuk punya komitmen mengurangi pertumbuhan tingkat emisi. RUU Perubahan Iklim saat ini masih di Senat.KlikKembali ke atasRusia Secara tidak resmi berjanji untuk mengurangi emisi sekitar 20-25% pada 2020 dibandingkan dengan tingkat 1990. Ambruknya perekonomian pada masa 1990-an membuat Rusia bisa meningkatkan emisinya sampai sepertiga dari tingkat 2005 dan masih dalam sasaran yang mereka tetapkan.KlikKembali ke atasIndia Sepakat untuk membatasi pertumbuhan GHC namun tidak akan mau punya komitmen untuk target yang mengikat. Berpendapat negara-negara kaya yang bersalah dalam perubahan iklim dan menunjuk pada jurang yang besar dalam emisi per kapita. Ingin pengurangan tajam emisi negara kaya, janji pemberian dana, dan transfer teknologi. Ingin upaya seperti Protokol Kyoto yang mengikat secara hukum bagi negara-negara berkembang.KlikKembali ke atasJepang Akan mengurangi emisi 25% di bawah tingkat 1990 pada 2020 jika negara-negara lain memperlihatkan keinginan yang sama. Hal itu berarti pengurangan 30% dalam waktu 10 tahun dan ditentang oleh sektor industri. Prakarsa Hatoyama' akan meningkatkan bantuan keuangan dan tehnis kepada negara-negara berkembang. Mendukung proposal yang menyarankan setiap negara menetapkan komitmen emisi masing-masing.KlikKembali ke atasJerman Jerman sudah berjanji akan mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 40% sebelum 2020 atau dua kali lipat dari yang dijanjikan oleh Uni Eropa. Rencana delapan poin' ditujukan untuk mengurangi emisi yang lebih besar dari janji Uni Eropa yang mencapai 20% pada 2020. Rencana itu terdiri dari delapan upaya, baik berupa modernisasi pembangkit listrik maupun peningkatan proporsi produksi listrik yang terbarukan sebesar 27%.KlikKembali ke atasKanada Setelah sepuluh tahun tak bergerak dalam pengurangan emisi, pemerintah sudah menetapkan rencana pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 20% dari tingkat 2006 -atau sama dengan pengurangan 3% dibanding tingkat 1990. Sasaran ini dikritik secara meluas karena dianggap tidak cukup.KlikKembali ke atasInggris Tahun 2008, UU Perubahan Iklim disahkan dan menetapkan secara hukum agar pemerintah mengurangi emisi 80% dibanding tingkat 1990 pada 2050, dengan sasaran antara berupa pengurangan 34% pada 2020. Beberapa pihak berpendapat sasaran itu tidak realistis dan tidak akan bisa dicapai sebelum 2100. Berdasarkan The Institution of Mechanical Engineers, jika Inggris berhasil mengurangi permintaan energi sampai 50% sekalipun, maka masih dibutuhkan 16 pembangkit listrik nuklir dan 27.000 turbing angin pada 2030 untuk menjamin agar sasaran tercapai.KlikKembali ke atasKorea Selatan Berjanji akan mengurangi emisi sebesar 4% pada 2020, yang mencerminkan pengurangan 30% dari angka perkiraan semula -dan akan tetap diterapkan walaupun dunia internasional gagal mencapai kesepakatan pengurangan emisi di Kopenhagen. Namun para bos industri memperingatkan bahwa pemerintah bergerak terlalu cepat dalam pengurangan emisi untuk sebuah negara yang masih tergolong negara berkembang. Berkomitmen untuk investasi 2% dari GPD per tahun bagi teknologi hijau.KlikKembali ke atasItalia Dilihat sebagai salah satu anggota EU yang paling buruk dalam pengurangan emisi gas rumah kaca. Antara 2001 dan 2006, emisinya meningkat pesat dibanding dengan GDP. Menurut laporan tahunan Komisi Eropa 2007, emisi Italia mencapai 550 juta ton per karbon dioksida, atau 7% lebih tinggi dibanding 1990.KlikKembali ke atasAustralia Berada dalam tahap akhir perdebatan undang-undang yang akan mengurangi emisi sekitar 5-15% di bawah tingkat 2000 pada 2020. Pemerintah berupaya mencapainya lewat Senat. Namun dihambat oleh partai oposisi.KlikKembali ke atasMeksiko Menetapkan sasaran sukarela untuk pengurangan emisi GHG: pengurangan 50% pada 2050 dibanding level 2002. Negara ini mendukung kuat 'Dana Hijau' yang akan mendapat uang dari semua negara, kecuali negara miskin, untuk mendanai proyek-proyek hijau. Mereka merencanakan sistem penetapan perdagangan pada 2012, dengan kemungkinan dikaitkan pada sistem di AS, untuk mengurangi emisi, khususnya dari produksi semen dan penyulingan minyak.KlikKembali ke atasAfrika Selatan Berbeda dengan sebagian besar negara berkembang, Afrika Selatan memilih untuk menetapkan batas sukarela dalam emisi gas rumah kaca dan meningkatkan sumber-sumber energi terbarukan. Menyadari bahwa emisi perlu dikurangi sebesar 30% pada 2050. Afrika Selatan mengharapkan pengurangan emisi karbon yang mengikat akan dihasilkan di Kopenhagen. Namun pada saat yang sama mengharapkan negara-negara maju melakukan lebih banyak jika menginginkan komitmen dari negara berkembang.KlikKembali ke atasArab Saudi Dikritik secara meluas karena keengganan mengurangi emisi. Bersama OPEC, Arab Saudi mengupayakan kompensasi bagi produsen minyak jika kesepakatan baru membutuhkan pengurangan minyak fosil. Menginginkan kesepakatan dalam penangkapan dan penyimpanan karbon. Tahun 2007 anggota-anggota OPEC berjanji untuk memberi dana US$ 750 juta untuk perubahan iklim.KlikKembali ke atasPrancis Merencanakan pajak karbon yang baru, yang akan diberlakukan tahun depan dan mencakup penggunaan minyak, gas, dan batu bara. Pajak itu akan diberlakukan secara bertahap dan akan diterapkan ke rumah tangga dan usaha -namun tidak pada industri berat dan perusahaan energi yang masuk dalam skema pengurangan emisi EU. Warga Prancis mengatakan penentangan atas pajak baru ini karena khawatir akan membayar rekening yang lebih mahal.KlikKembali ke atasBrasil Secara historis berada dalam posisi bersama Cina dan India, yaitu negara-negara berkembang yang seharusnya lebih dulu melakukan pengurangan emisi secara tajam. Bagaimanapun Presiden Lula baru-baru ini mengumumkan Brasil bersedia mengurangi emisinya sedikitnya 36% dari angka yang mereka perkirakan pada 2020. Dia mengatakan sebagian besar dari pengurangan emisi itu akan berasal dari pengurangan deforestasi atau penebangan hutan sebesar 80% pada 2020 dan pindah ke arang dari batu bara. Brasil menyampaikan pendapat yang kuat dalam perundingan tentang REED (Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi) serta berpendapat memilih dana umum dari pemerintah dan bukan dari perdagangan karbon pribadi.KlikKembali ke atasIndonesia Sudah menetapkan sasaran pengurangan emisi sebesar 26% dari tingkat 2005 pada 2020. Mengatakan emisi karbon harus dipotong melalui pengurangan penebangan hutan, degradasi lahan gambut, dan penggunaan pembangkit listrik akrab lingkungan. Dewan Perubahan Iklim Nasional memperkirakan pengurangan emisi sebesar 40% akan membutuhkan biaya US$ 32 milyar dengan pendanaan sebagian besar berasal dari neagra-negara maju.KlikKembali ke atasTurki Tidak meratifikasi Protokol Kyoto sampai Februari 2009. Sebagai negara yang terlambat masuk ke dalam Protokol Kyoto, pengkritik mengatakan Turki kehilangan keuntungan yang bisa diperoleh dari Protokol Kyoto.KlikKembali ke atasArgentina Sebagai anggota G77, merupakan negara yang penting dalam kelompok negara industri yang enggan menerima pemotongan tajam emisi maupun dalam transer tekonologi. Pemerintah belum mengumumkan langkah-langkah yang akan diambil Argentina untuk menyesuaikan diri atas dampak pemanasan global.KlikKembali ke atasUni Eropa Ingin mengambi 'peran memimpin' di Kopenhagen. Akan memotong emisi sebesar 20% dari tingkat 1990 pada 2020, atau sebesar 30% jika negara penghasil emisi besar mengambil aksi yang tegas. Ingin negara kaya mengurangi emisi 80-95% pada 2050. Ingin negara miskin memperlambat pertumbuhan emisi. Uni Eropa mengatakan akan menyediakan sekitar US$ 7 milyar hingga 22 milyar untuk membantu negara-negara berkembang dalam menyesuaikan diri -yang diperkirakan mencapai sekitar US$ 150 milyar per tahun pada 2020.KlikKembali ke atashttp://www.bbc.com/indonesia/laporan_khusus/2009/12/091207_petaemisi.shtml

17 Bukti dan Fakta Bahwa Emisi Terbesar Global Warming Berkaitan dengan Peternakan!!

17 Bukti dan Fakta Bahwa Emisi Terbesar Global Warming Berkaitan dengan Peternakan!!

1.Hampir 1/5 (20%) dari emisi karbon berasal dari peternakan. Jumlah ini melampaui jumlah emisi gabungan yang berasal dari semua kendaraan di dunia!Laporan Perserikatan Bangsa Bangsa tentang peternakan dan lingkungan yang diterbitkan pada tahun 2006 mengungkapkan bahwa, "Sektor peternakan adalah satu dari dua atau tiga penyumbang terbesar bagi krisis lingkungan yang paling serius dalam setiap skala, mulai dari lokal hingga global."2.Industri ternak ternyata telah menjadi penyebab utama dari pengrusakan lingkungan dan emisi gas rumah kaca. Memelihara ternak untuk konsumsi telah menjadi salah satu penghasil gas karbon dioksida terbesar serta menjadi satu-satunya sumber emisi gas metana dan nitro oksida terbesar.(Laporan FAO 2006: Livestock Long Shadow)18% Produksi ternak bertanggung jawab terhadap emisi GHG global dari seluruh akitivitas manusia.Sektor peternakan telah menyumbang 9% racun karbon dioksida, 65% nitro oksida, dan 37% gas metana yang dihasilkan karena ulah manusia. Gas metana menghasilkan gas rumah kaca 20x lebih besar dan nitro oksida 296x lebih banyak jauh di atas karbon dioksida. Peternakan juga menimbulkan 64% amonia yang dihasilkan karena campur tangan manusia sehingga mengakibatkan hujan asam.3.(Animal Science Journal, DOI: 10.1111/1740- 929.2007. 00457.x.)36,4 kg CO2 Sumbangan gas rumah kaca penyebab pemanasan global oleh 1kg daging, setara dengan mobil eropa yang berjalan sejauh 250 km, atau energi fosil untuk menyalakan lampu 100 watt selama 20 hari.4.2,4 triliun ton per tahun CO2 yang ditambahkan ke udara akibat perubahan tanah yang berhubungan dengan peternakan.5. Peternakan juga telah menjadi penyebab utama dari kerusakan tanah dan air.Saat ini peternakan menggunakan 30% dari permukaan tanah di Bumi, dan bahkan lebih banyak lahan yang digunakan untuk menanam makanan ternak.6.(Pangan dan Uang demi Kesehatan Bangsa, National Geographic Indonesia, edisi khusus: Detak Bumi, h.38)30 juta km2Lahan di Indonesia dapakai penggembalaan ternak.7.(Laporan Bapak Steinfeld, pengarang senior dari Organisasi Pangan dan Pertanian)Dampak Buruk yang Lama dari Peternakan - Isu dan Pilihan Lingkungan (Livestocks Long ShadowEnvironmental Issues and Options),peternakan adalah "penggerak utama dari penebangan hutan.Kira kira 70% dari bekas hutan di Amazon telah dialih-fungsikan menjadi ladang ternak.Selain itu, ladang pakan ternak telah menurunkan mutu tanah. Kira kira 20% dari padang rumput turun mutunya karena pemeliharaan ternak yang berlebihan, pemadatan, dan erosi.8.Peternakan juga bertanggung jawab atas konsumsi dan polusi air yang sangat banyak.(Lester R. Brown, Plan B.30 Mobilizing to Save Civilization, The Earth Policy Institute, 2008.)4,6% Air bersih di dunia yang digunakan untuk ternak.

9. Di Amerika Serikat sendiri, trilyunan galon air irigasi digunakan untuk menanam pakan ternak setiap tahunnya. Sekitar 85% dari sumber air bersih di Amerika Serikat digunakan untuk itu. Ternak juga menimbulkan limbah biologi berlebihan bagi ekosistem.KONSUMSI AIR UNTUK MENGHASILKAN 1kg MAKANAN DALAM PERTANIAN PAKAN TERNAK DI AMERIKA SERIKAT1 kg dagingAir (liter)

Daging sapi1.000.000

Ayam3.500

Kedelai2.000

Beras1.912

Gandum900

Kentang500

10.(Henning Steinfield, dkk., h.294)77 juta ton Protein nabati yang dapat dimakan manusia tetapi diberikan ke ternak. Sebaliknya, ternak hanya memberi 58 juta ton protein untuk manusia.11.Untuk memproduksi 1kg daging, telah menghasilkan emisi karbon dioksida sebanyak 36,4 kilo. Sedangkan untuk memproduksi 1 kalori protein, kita hanya memerlukan 2 kalori bahan bakar fosil untuk menghasilkan kacang kedelai, 3 kalori untuk jagung dan gandum; akan tetapi memerlukan 54 KALORI ENERGI MINYAK TANAH UNTUK PROTEIN DAGING SAPI!Itu berarti kita telah memboroskan bahan bakar fosil 27x lebih banyak hanya untuk membuat sebuah hamburger daripada konsumsi yang diperlukan untuk membuat hamburger dari kacang kedelai!!12.(www.eatveg.com ; 30/8/8)260 tahun Waktu habisnya persediaan minyak fosil dunia bila semua orang bervegetarian. Jika seluruh manusia makan daging, dalam 13 tahun minyak fosil dunia habis.13.(www.eatveg.com ; 30/8/8)125 ton/detik Berat kotoran seluruh ternak di Amerika. Bandingkan dengan 6 ton/detik feses yang dihasilkan oleh seluruh penduduk Amerika.14.Memelihara hewan ternak membutuhkan, energi listrik, lampu, penghangat ruangan, mesin pemotong, mesin pendingin untuk menyimpan daging (digunakan oleh para distributor daging, restoran, pengecer, pasar dll), dan peralatan elektronik semua itu sangat boros energi.15.Transportasi yang digunakan untuk mengangkut hewan ternak, makanan ternak, sampai dengan elemen pendukungnya (seperti obat-obatan) menghasilkan emisi karbon yang signifikan.16.Peternakan menyedot banyak sumber daya alam lainnya, mulai pakan ternak, obat-obatan, hormon untuk mempercepat pertumbuhan. (mengapa tidak kita sendiri yang langsung mengkonsumsi daun/sayur-sayuran/buah-buahan yang hewan ternak makan, mengapa kita menjadi konsumen terakhir?)

17.Limbah berupa kotoran ternak mengandung senyawa NO (Nitrogen Oksida) yang berbahaya 300x lipat dibandingkan CO2. Di Amerika Serikat saja, hewan ternak menghasilkan tidak kurang lebih 39,5 ton kotoran perdetik!! Bayangkan berapa banyak jumlah tersebut diseluruh dunia. Jumlah yang luar biasa besar membuat sebagaian kotoran tidak dapat diproses lebih lanjut menjadi pupuk, atau hal-hal berguna lainnya, akhirnya yang dilakukan oleh pelaku industri peternakan modern membuangnya kesungai atau tempat lainnya yang akhirnya meracuni tanah dan sumber air.

http://septianadwi22.blogspot.com/2012/11/17-bukti-dan-fakta-bahwa-emisi-terbesar_2669.html

OGOR, Indonesia-ilmuwan memantau jumlah karbon terakumulasi di hutan gambut di Indonesia selama ribuan tahun telah meramalkan bahwa jutaan ton karbon dioksida dapat dilepaskan ke atmosfer jika mereka terus dibersihkan, dikeringkan dan dibakar untuk perkebunan kelapa sawit dan pertanian ."Swap gambut Indonesia ini telah berkembang selama ribuan tahun untuk menciptakan sistem penyimpanan yang sempurna untuk mengunci diri karbon dioksida yang berkontribusi terhadap perubahan iklim," kata Sofyan Kurnianto, seorang ilmuwan dengan Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR) dan penulis utama dari Studi baru.Ini bisa memakan waktu ribuan tahun untuk mendapatkan kembali karbon hilang dari konversi"Tapi itu hanya sekarang kita mulai memahami besarnya emisi dilepaskan ketika lahan gambut dibersihkan dan dibakar untuk pertanian atau kelapa sawit."Sementara para ilmuwan telah lama memahami karbon menyimpan potensi lahan gambut tropis hutan-mereka mengunci hingga lima kali lebih banyak karbon dibanding hutan tropis dan account untuk sepertiga dari total karbon dunia cadangan-kurang banyak diketahui tentang jumlah sebenarnya dari karbon yang tersimpan di mereka tanah dan dampak praktek penggunaan lahan yang tidak berkelanjutan.Lebih dari 100.000 hektar hutan gambut dihancurkan setiap tahun untuk perkebunan kelapa sawit dan pertanian. Ketika rawa gambut yang dikeringkan, diubah, dan dibakar, sejumlah besar karbon yang tersimpan dilepaskan ke atmosfer.MENEMPATKAN A NUMBER ON ITSebuah laporan 2010 menunjukkan bahwa 85 persen dari emisi gas rumah kaca Indonesia berasal dari kegiatan penggunaan lahan, dengan 37 persen akibat deforestasi dan 27 persen akibat kebakaran gambut.Studi CIFOR baru adalah yang pertama untuk menggunakan model gambut Holocene untuk menyatukan data yang ada pada tipe vegetasi, tingkat dekomposisi serasah dan kedalaman muka air ditemukan di pedalaman lahan gambut pesisir dan Indonesia untuk memperkirakan jumlah karbon terakumulasi selama 11.000 tahun dan 5.000 periode ruang individu.Model ini kemudian digunakan untuk membuat sejumlah skenario untuk memprediksi dampak masa depan pembukaan hutan dan gambut yang terbakar untuk konversi kelapa sawit.Ditemukan bahwa dari 3.300 ton karbon per hektar yang tersimpan di lahan gambut pesisir di Indonesia, sampai setengah akan dilepaskan ke atmosfer selama 100 tahun berikutnya konversi ke perkebunan-kelapa sawit setara 2.800 tahun senilai akumulasi karbon."Apa yang mengejutkan adalah hanya bagaimana memperlambat proses akumulasi karbon dan pengembangan tanah lahan gambut sebenarnya, tapi ketika kita mengganggu sistem ini melalui kegiatan manusia, karbon dioksida dilepaskan dengan sangat cepat," kata Daniel Murdiyarso, Principal Scientist di CIFOR dan co -author laporan.Dengan kata lain, dalam satu tahun lebih dari 2.300 hektar hutan murni-lahan gambut pesisir setara 3.200 sepak bola bidang-akan diperlukan untuk menyerap jumlah yang sama dari karbon yang hilang lebih dari 100 tahun hanya dari satu hektar hutan yang dikonversi.Ilmuwan berharap untuk mengembangkan model untuk memperkirakan emisi metana dan karbon peduli hilang dalam limpasan drainase, yang dapat meningkatkan perkiraan kerugian karbon hingga 20 persen.AKUNTANSI UNTUK KARBON REDD +Studi ini menyoroti perlunya upaya global untuk mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (seperti dalam inisiatif yang dikenal sebagai REDD +) untuk memperhitungkan emisi karbon akun hilang melalui perubahan praktik penggunaan lahan dan tantangan penghijauan dan memulihkan lahan gambut tropis terdegradasi."Ekosistem lahan gambut tropis sangat asam dan memiliki nutrisi kurang dari lahan gambut boreal, jadi jika keseimbangan pH terganggu, mereka sangat sulit untuk mengembalikan," kata Kurnianto."Ini bisa memakan waktu ribuan tahun untuk mendapatkan kembali karbon hilang dari konversi."Pemerintah Indonesia baru-baru ini menyetujui kesepakatan untuk mengurangi polusi asap dari kebakaran lahan gambut. Muncul setelah jumlah kebakaran mulai di Provinsi Riau, Sumatera, mencapai rekor tinggi pada 2013. Namun, undang-undang baru akan perlu kuat jika Indonesia adalah untuk memenuhi komitmen global untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 26 persen 2020.Sebelumnya penelitian CIFOR menemukan bahwa pada tahun 2012, kebakaran hutan di Provinsi Riau dirilis antara 1,5 miliar dan 2 miliar ton emisi karbon hanya dalam satu minggu hingga 10 persen dari total emisi tahunan Indonesia."Mencegah hilangnya emisi melalui pelestarian lahan gambut dan praktek pengelolaan lahan yang lebih baik jauh lebih baik daripada mengobati," kata Kurnianto."Mudah-mudahan penelitian ini akan memberikan kontribusi untuk tumbuh kesadaran dalam pemerintah dan masyarakat setempat akan pentingnya konservasi lahan gambut untuk sistem iklim globa

http://blog.cifor.org/26254/indonesia-peatland-forest-carbon-emissions-model#.VcxEh_mqqkp

DAMPAK PEMANFAATAN/PEMBAKARAN BATUBARA11 Maret 2015 font size Print EmailBatubara mengandung bahan anorganik (mineral) dan karbon yang kadarnya lebih tinggi dibanding bahan bakar cair (BBM) maupun gas. Oleh karena itu, batubara disebut sebagai bahan bakar yang tidak bersih karena mengeluarkan emisi polutan yang lebih besar dibanding BBM dan gas. Proses pembakaran merupakan salah satu sumber emisi polutan yang tidak dikehendaki karena dapat mengganggu lingkungan, baik karena jumlahnya (kadarnya) maupun beragamnya jenis polutan. Dampak-dampak tersebut di atas dapat bersifat lokal, regional maupun global.Pada pembakaran batubara dihasilkan emisi dan limbah yang dapat mengganggu lingkungan.Beberapa polutan yang terbentuk pada pembakaran batubara diantaranya adalah abu, oksida belerang, oksida nitrogen, karbonmoksida, asap dan gas hidrokarbon, dan karbondioksida.1. AbuPengaruh abu terhadap lingkungan umumnya bersifat lokal sampai regional, diantaranya adalah terhadap pertanian, yakni tertutupnya daun oleh endapan abu sehingga respirasi tanaman terganggu dan akibatnya produksi (pertanian) menurun.Apabila abu batubara terhisap oleh manusia maka pernapasan dapat terganggu. Malahan abu yang mengandung kadar silika tinggi dapat menyebabkan silikosis.Kebanyakan unsur-unsur yang ada dalam kerak bumi dapat dideteksi dalam batubara. Banyak dari unsur-unsur tersebut terdapat dalam kadar yang runut tetapi bersifat toksik terhadap tanaman, binatang dan juga manusia apabila dalam dosis yang tinggi. Unsur-unsur tersebut dikenal sebagai unsur-runutan (trace element) yang umumnya logam berat. Beberapa unsur-runutan yang sering terdapat dalam batubara diantaranya adalah As, B, Cd, Pb, Hg, Mo, Se dll.Unsur-unsur runutan tersebut dapat terbawa gas buang dan menempel ke abu terbang. Sebagian unsur runutan dalam abu terbang akan tertangkap oleh penangkap debu kemudian dibuang ke tempat penimbunan abu (ash disposal). Dalam penimbunan ini perlu diwaspadai adanya pelindihan (leaching) unsur runutan oleh air hujan kemudian masuk ke air tanah sehingga menyebabkan pencemaran. Sebagian unsur runutan terbawa oleh gas buang ke udara bersama abu terbang yang tidak tertangkap.Emisi abu batubara berupa fly ash melalui cerobong ketel uap (boiler) dikenal dengan emisi partikulat. Berdasarkan Kepmen 13/MENLH/3/1995 yang berlaku efektif sejak tahun 2000 baku mutu emisi partikulat untuk boiler pembangkit listrik tenaga uap adalah sebesar 150 mg/Nm3. Baku mutu emisi tersebut umumnya dapat dipenuhi oleh boiler-boiler pembangkit listrik karena dilengkapielectrostatic precipitatoruntuk menangkap fly ash.2. Oksida BelerangSebagian SO2yang diemisikan ke udara dapat teroksidasi menjadi SO3yang apabila berreaksi dengan uap air menjadi kabut asam sulfat (H2SO4) yang selanjutnya menjadi sumber hujan asam.Pengaruh oksida belerang yang diemisikan ke udara dapat bersifat regional maupun lokal. Salah satu pengaruh secara regional adalah terbentuknya hujan asam yang mengganggu pertanian, yakni menurunkan produktivitas karena rusaknya daun dan hilangnya zat hara dalam tanah. Secara lokal oksida belerang dapat mengganggu pernapasan pekerja atau penduduk di sekitar titik emisi dan juga menyebabkan terjadinya korosi terhadap peralatan yang terbuat dari logam, terutama besi.Baku mutu emisi SO2untuk boiler pembangkit listrik berdasarkan Kepmen 13/MENLH/3/1995 yang berlaku efektif sejak tahun 2000 adalah sebesar 750 mg/Nm3. Baku mutu ini jauh lebih ketat dibanding dengan yang berlaku sebelum tahun 2000 yakni sebesar dua kalinya, 1500 mg/Nm3.Dampak dari pemberlakuan baku mutu yang lebih ketat tersebut adalah terhadap batubara yang digunakan yakni harus mempunyai kadar belerang lebih rendah.Emisi oksida belerang dapat dikurangi memilih batubara dengan kadar belerang yang rendah yang emisi SO2pada pembakaran tidak melampaui baku mutu. Blending antara batubara kadar belerang tinggi dan kadar belerang rendah juga dapat menghasilkan batubara dengan kadar belerang lebih rendah. Alternatif lain adalah dengan menggunakan sistem pembakaran yang tepat, misalnya dengan sistemfluidized bed.3. Oksida NitrogenPengaruh oksida nitrogen (NO2) terhadap lingkungan mirip dengan oksida belerang, yakni bersifat lokal sampai regional dan dapat bereaksi dengan uap air menjadi kabut asam nitrat (HNO3) yang menyebabkan hujan asam.Gangguan pernapasan pekerja atau penduduk di sekitar titik emisi, dan terjadinya korosi peralatan juga dapat diakibatkan oleh emisi oksida nitrogen.Baku mutu emisi NO2untuk boiler pembangkit listrik berdasarkan Kepmen 13/MENLH/3/1995 yang berlaku efektif sejak tahun 2000 adalah sebesar 850 mg/Nm3. Baku mutu ini juga jauh lebih ketat dibanding dengan yang berlaku sebelum tahun 2000 yakni sebesar dua kalinya, 2000 mg/Nm3.Dampak dari pemberlakuan baku mutu yang lebih ketat tersebut adalah terhadap sistem pembakaran batubaranya, yakni harus dipilih sistem atau cara pembakaran yang menghasilkan emisi NO2rendah.4. Karbon monoksidaPengaruh karbonmonoksida (CO) umumnya bersifat lokal, yakni terhadap pekerja di sekitar tungku pembakaran. Dampaknya adalah adalah karena kemampuan CO berreaksi dengan hemoglobin darah sehingga terbentukcarboxyhaemoglobin. Akibatnya kemampuan darah untuk membawa oksigen menjadi menurun.Untuk sistem pembakaran modern seperti dalam pembangkit listrik, pembentukan CO biasanya kecil sehingga tidak perlu dikhawatirkan karena jumlah oksigen (udara) yang dipasok biasanya sudah dihitung dan malahan berlebih. Kadar CO dalam gas buang dapat dianalisis dari dengan melakukan pengambilan contoh gas buang sebelum ke luar cerobong kemudian dianalisis alat orsat atau gas khromatografi.5. Asap dan Gas HidrokarbonDisamping merendahkan efisiensi pembakaran, terbentuknya asap dan gas dapat mengganggu lingkungan.Pengaruh asap dan gas hidrokarbon umumnya bersifat lokal sampai regional. Asap yang tebal akan menutup cahaya matahari sehingga proses photosintesis daun tanaman dan pembentukan vitamin D kulit (manusia) terganggu.Disamping itu, partikel-patikel karbon yang terserap manusia dapat mengganggu pernapasan. Sedangkan gas hidrokarbon seperti poli aromatik hidrokarbon (PAH) bersifat karsinogen, menyebabkan kanker.Seperti gas CO, pada sistem pembakaran yang modern pembentukan asap dan gas hidrokarbon umumnya relatif kecil dan tidak perlu dikhawatirkan karena jumlah oksigen (udara) yang dipasok biasanya sudah dihitung dan malahan berlebih. Emisi asap biasanya diukur dengan Ringelman chart, tetapi sederhana asap yang berwarna coklat kehitaman menunjukkan pembakaran yang tidak sempurna.6.A. KarbondioksidaGas CO2sendiri sebetulnya bukan merupakan polutan berbahaya yang langsung mengganggu kesehatan karena gas ini juga terbentuk pada pernapasan manusia. Pengaruh gas CO2terhadap lingkungan adalah sebagai unsur utama pembentuk efek rumah kaca (green house effect). CO2adalah gas yang transparan dan dapat tertembus oleh cahaya matahari, tetapi gas ini juga menyerap sebagian radiasi sinar infra merah. Sebagian energi sinar infra merah tersebut kemudian dilepaskan kembali sehingga terjadi pemanasan bumi. Selanjutnya meningkatnya suhu bumi mengakibatkan pemanasan global dan dapat mencairkan es di kutub sehingga permukaan air laut naik.Dibandingkan dengan polutan-polutan lainnya, pengaruh gas CO2lebih bersifat global atau mendunia, yakni emisi yang dilakukan di suatu tempat dapat mengakibatkan efek ke seluruh dunia seperti kejadian efek rumah kaca.Oleh karena itu, kemudian timbulKyoto Protocolyang mengharuskan negara-negera maju mengurangi emisi gas CO2. Untuk negera-negara berkembang didorong mengurangi emisi CO2 dengan diberi fasilitas Clean Mechanism Development (CDM) yakni mendapat insintif untuk setiap pengurangan emisi CO2.Namun demikian, yang menjadi masalah adalah terdapat tiga negara besar pengguna batubara yang tidak termasuk dalam daftar negara-negara yang harus mengurangi emisi CO2yakni Amerika Serikat, China (RRC) dan India. Amerika tidak mau bergabung denganKyoto Protocolberdalih bahwa protokol itu keliru karena tidak melibatkan negara-negara berkembang. China dan India tidak dibatasi emisi CO2-nya karena termasuk negara sedang berkembang. Padahal China membakar sekitar 1 miliar ton batubara per tahun. Bahkan pada tahun 2009 China diprediksi akan mengeluarkan emisi CO2yang melampaui Amerika Serikat mengingat pertumbuhan ekonomi China yang demikian pesat.http://www.pusdiklat-minerba.esdm.go.id/index.php/seputar-esdm/item/303-dampak-pemanfaatan-pembakaran-batubara

Batubara dan perubahan iklim Batubara Internasional Artikel buletin Keadilan iklim Energi Pertambangan, minyak & gasDown to Earth No.85 - 86, Agustus 2010Oleh Geoff Nettleton, Kailash Kutwaroo, disunting oleh Richard Solly dengan masukan dari Roger Moody dan Mark Muller.Meningkatnya rata-rata suhu atmosfer dan frekuensi kejadian cuaca ekstrem banyak dipahami sebagai ancaman penting terhadap masa depan dari seluruh masyarakat manusia dan zona ekologi sekarang ini.1Meskipun ada rasa skeptis yang meningkatdi sejumlah bagian dunia, terdapat kesepakatan yang meluas di antara para ilmuwan iklim2bahwa gas-gas tertentu yang ada dalam atmosfer bumi, khususnya karbon dioksida, nitrus oksida dan metana, menjerat panas dan berfungsi sebagai 'gas rumah kaca'. Dikhawatirkan bahwa peningkatan konsentrasi atmosferik dari gas-gas tersebut yang diakibatkan oleh kegiatan manusia akan mengakibatkan naiknya suhu paling sedikit dua derajat dan mungkin, sampai enam derajat Celsius dalam abad ini. Dampak pasti kenaikan suhu yang pesat itu sulit diramalkan tetapi diyakini bahwa akan mencakup kenaikan suhu yang semakin tinggi pada garis lintang yang lebih tinggi, khususnya di wilayah kutub; meningkatnya permukaan laut secara signifikan, yang menyebabkan banjir di daerah-daerah yang rendah; mencairnya bongkahan es, tanah beku abadi dan glasier; dan perubahan dalam pola cuaca, termasuk lebih banyak musim kering, gelombang panas, serta badai yang semakin hebat dan mungkin di luar musim.3Beberapa negara kepulauan yang terletak di daerah rendah di Samudra Pasifik dan Hindia merasa khawatir akan kelangsungan eksistensi mereka bahkan sekalipun jika peningkatan permukaan laut tidak terlalu tinggi. Banyak wilayah dataran rendah juga mungkin terimbas secara serius.4Meminimalkan kerusakan-atau tidakPandangan sebagian besar ilmuwan iklim adalah bahwa perubahan iklim sudah terjadi dan bahwa gas rumah kaca yang sudah dilepaskan akan terus berkontribusi lebih lanjut terhadap pemanasan global paling tidak sepanjang dekade mendatang. Mereka mendesak adanya langkah-langkah mitigasi yang tegas untuk memangkas timbulnya gas rumah kaca dan dengan demikian membatasi dampak negatif serius yang diramalkan. Sebagian besar pemerintah juga memberi komitmen mereka dalam perkataan dan dalam kesepakatan internasional sampai pada cara-cara guna meminimalkan tingkat dan memitigasi dampak perubahan iklim. Sejumlah pemerintah memberi komitmen, secara teori, terhadap tindakan-tindakan radikal untuk mengurangi output gas rumah kaca. Inggris, misalnya, belum lama ini mengadopsi target untuk pengurangan emisi karbon dioksida di Inggris sebesar 80% (dibandingkan dengan tingkat 1990) pada tahun 2050.5Pengurangan sebesar itu dipandang perlu untuk mengatasi besarnya krisis.Pengurangan ini tidak dapat dicapai tanpa perubahan signifikan dalam sifat perekonomian dewasa ini. Ini tidak berarti bahwa tenaga kerja harus dikurangi-justru, kelompok-kelompok pengkampanye iklim secara khusus menganjurkan investasi dalam pekerjaan 'hijau' yang baru di negara-negara industri.6Ini juga tak berarti harus mengurangi penggunaan energi secara besar-besaran-yang perlu dilakukan adalah melakukan perubahan dalam sumber energi yang diperlukan. Sejumlah ilmuwan berargumentasi bahwa 95% dari kebutuhan energi dunia dapat disediakan oleh sumber terbarukan pada tahun 2050.7Tetapi terdapat kontradiksi besar antara pernyataan pemerintah dan pengusaha dengan rencana investasi mereka saat ini. Pemerintah-pemerintah di seluruh dunia mendorong industri untuk menghabiskan ratusan miliar dolar guna membangun ratusan pembangkit tenaga listrik baru berbahan bakar batubara dalam tahun-tahun mendatang-khususnya di AS, India dan Cina.Banyak dari ekspansi ini yang tidak mungkin dilakukan tanpa dukungan pemerintah. International Energy Agency (IEA) menyatakan dalam laporannya pada bulan Juni 2010 mengenai subsidi bahan bakar fosil global dan dampak penghapusannya,8bahwa konsumsi bahan bakar fosil global yang disubsidi berjumlah US$557 miliar pada tahun 2008, termasuk $40 miliar untuk konsumsi batubara. Pada bulan Juni 2010 Uni Eropa mempertimbangkan bantuan negara untuk batubara selama 12 tahun lagi, seperti yang tertulis dalam suatu rancangan dokumen Uni Eropa, sekalipun saat itu Grup 20 tengah bersiap-siap untuk mendiskusikan penghapusan bertahap subsidi bahan bakar fosil. IEA mengatakan bahwa, jika dibandingkan dengan keadaan di mana tingkat subsidi tidak berubah, penghapusan subsidi global secara bertahap akan memangkas permintaan energi global sebesar 5,8%, dan emisi karbon dioksida yang terkait dengan energi sebesar 6,9%, pada tahun 2020.9Organisasi Kerja sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) telah mendesak para pemerintah untuk mengakhiri subsidi bahan bakar fosil dan berargumentasi bahwa hal ini dapat mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 10%.10Hal lain yang menunjukkan bagaimana pemerintah negara industri mendorong penggunaan batubara adalah melalui sistem perdagangan karbon yang digunakan di Uni Eropa dan dipromosikan oleh Protokol Kyoto. Pemerintah yang berpartisipasi telah memberikan izin karbon gratis dalam jumlah besar kepada perusahaan-perusahaan yang menggunakan batubara sebagai bahan bakar pembangkit tenaga listrik. Sebagian izin yang paling sulit diterima juga diberikan ke produser baja dan aluminium-yang disebut belakangan ini menggunakan lebih banyak listrik per unit output daripada kegiatan industri lainnya, selain produksi uranium heksaflorid. Izin ini dapat digunakan untuk meneruskan produksi karbon dioksida pada tingkat yang tinggi atau diperjualbelikan untuk memperolah uang tunai. Dengan cara demikian, perusahaan yang menimbulkan banyak polusi dapat terus mencemari dan mendapatkan keuntungan dengan memungkinkan perusahaan lain untuk mencemari.11Terdapat perlawanan hebat yang semakin meningkat terhadap Program Kolaborasi PBB atas Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan di Negara-negara Berkembang (Program UN-REDD)12, dan skema-skema REDD lainnya yang dikaitkan dengan perdagangan karbon dan Mekanisme Pembangunan Bersih13karena adanya kesempatan yang diberikan kepada perusahaan-perusahaan untuk mengelak melakukan pengurangan emisi dalam jumlah yang berarti.14Greenpeace memperkirakan bahwa jika semua pembangkit tenaga listrik berbahan bakar batubara yang direncanakan jadi dibangun, maka emisi karbon dioksida dari batubara akan meningkat 60 persen pada tahun 203015. Hal ini akan memberikan dampak negatif yang besar terhadap perjanjian internasional untuk mengatasi perubahan iklim apa pun. Tetapi industri batubara global masih terus dapat memobilisasi keuangan untuk proyek-proyek di seluruh dunia. Bank Dunia, misalnya, menurut Bank Information Centre, meningkatkan pendanaannya untuk inisiatif berbasis batubara sebesar 200% antara 2007 dan 2009.16Kontribusi batubara terhadap emisi karbonBegitu bahan bakar fosil dibakar untuk menghasilkan energi, maka karbon dalam bahan bakar bereaksi dengan oksigen untuk membentuk gas karbon dioksida, CO2. Sebagian besar gas ini dilepaskan ke atmosfer. Pembakaran batubara (yang terdiri dari karbon 'bebas') menghasilkan lebih banyak karbon dioksida per unit energi yang dihasilkan daripada bahan bakar fosil lainnya. Dibandingkan dengan gas (yang sebagian besar terdiri dari metana dengan senyawa karbon, CH4), batubara melepaskan 66% lebih banyak CO2per unit energi yang dihasilkan.Tambang batubara melepaskan metana ke atmosfer. Metana dua puluh kali lebih kuat daripada karbon dioksida sebagai gas rumah kaca.17Di AS pada tahun 2006, 26% dari pelepasan metana yang terkait energi adalah hasil langsung dari penambangan lapisan batubara yang terkubur.18Di seluruh dunia, sekitar 7% dari emisi metana tahunan berasal dari tambang batubara.19Metana ini dapat digunakan untuk menghasilkan energi dengan lebih efisien daripada batubara itu sendiri.20Secara teoritik, metana dapat ditangkap dari lapisan bawah tanah sebelum dilakukan penambangan terbuka, tetapi kalau pun pernah, hal ini sangat jarang dilakukan. Lebih mudah menangkapnya dalam tambang bawah tanah.Penambangan batubara dan pembakaran batubara untuk pembangkit energi, pembuatan semen dan produksi baja merupakan mesin utama pemanasan global. Menurut Statistical Review of World Energy dari BP21, yang diterbitkan pada tanggal 9 Juni 2010, tahun 2009 merupakan tahun pertama sejak tahun 2002 batubara menjadi bukan bahan bakar yang tumbuh paling pesat di dunia. Ini terutama karena lesunya permintaan dari konsumen industri di negara-negara industri 'kelas berat' anggota OECD. Permintaan di wilayah Asia dan Pasifik serta Timur Tengah tumbuh sebesar 7,4%. Permintaan dari Cina mencakup 95% dari peningkatan itu dan secara keseluruhan merupakan produsen dan konsumen batubara terbesar di dunia. Konsumsi batubara Cina adalah sebesar 46,9% dari konsumsi global dan menghasilkan 45,6% dari pasokan global selama 2009, menurut laporan BP. Batubara yang diekspor oleh negara penghasil batubara lain proporsinya sangat beragam.BP mengatakan bahwa batubara tetap merupakan bahan bakar fosil yang paling melimpah dari segi cadangan global, dan berjumlah 29% dari total konsumsi energi pada tahun 2009 - proporsi tertinggi sejak 1970. IEA meramalkan dalamWorld Energy Outlook for 200922bahwa hingga 2030 permintaan global akan batubara akan tumbuh lebih besar daripada permintaan akan gas alam maupun minyak. World Coal Institute23meramalkan bahwa penggunaan batubara akan meningkat sebesar 60% selama 20 tahun mendatang. Diperkirakan bahwa 45% emisi karbon dioksida pada tahun 2030 akan terkait dengan batubara.24Tantangan kepada industri batubara mengenai perubahan iklim Di banyak negara, termasuk negara penghasil batubara, terdapat peningkatan aktivisme menentang penggunaan batubara dalam tahun-tahun belakangan ini, terutama karena kekhawatiran mengenai iklim. Negara kepulauan Pasifik, Mikronesia, menggunakan undang-undang lingkungan hidup yang ada dan traktat PBB mengenai penilaian dampak untuk mencegah ekspansi pembangkit tenaga listrik berbahan bakar batubara oleh perusahaan Ceko, CEZ. Pembangkit tenaga listrik CEZ di Prunerov, di utara Republik Ceko, menurut Mikronesia merupakan sumber gas rumah kaca terbesar ke-18 di Uni Eropa dan mengeluarkan karbon dioksida sekitar 40 kali lebih banyak daripada yang dikeluarkan oleh seluruh federasi Kepulauan Pasifik.25Batubara bersih?Beberapa badan yang pro-batubara, khususnya di AS, telah berusaha untuk menghambat diberlakukannya langkah-langkah untuk memperlambat pemanasan global.26Industri batubara, semen dan baja dengan gigih melakukan lobi untuk memperlemah usaha internasional untuk memberlakukan pembatasan yang ketat terhadap emisi karbon di KTT Kopenhagen tahun 2009, dan berhasil membujuk pemerintah untuk memilih tindakan yang bertujuan untuk membatasi peningkatan suhu rata-rata sebesar 2 derajat Celsius pada tahun 2100. Pembatasan ini, menurut pandangan sebagian besar ilmuwan iklim, tidak cukup ketat untuk mencegah dampak terburuk perubahan iklim. Sebagai usaha untuk menyajikan citra bersih batubara27maka para pendukungnya, baik dalam industri maupun pemerintahan, berkilah bahwa satu perbaikan teknis yang spesifik akan mengurangi "tapak karbon" mineral itu.Perbaikan ini disebut "Penangkapan dan Penyimpanan Karbon (CCS)"28yang diklaim bisa menangkap karbon dalam emisi karbon dioksida dan dengan aman menyimpannya. Tetapi menurut Michael Economides (Profesor Teknik Kimia dan Biomolekuler di Universitas Houston, Texas), "Penangkapan geologis CO2[merupakan] opsi yang sangat tidak dimungkinkan bagi pengelolaan emisi CO2." Ia mengatakan bahwa tak ada formasi geologis yang memadai yang cocok untuk menyimpan jumlah karbon dioksida yang sangat besar yang akan dilepaskan menurut proyeksi penggunaan energi saat ini.29Juga tak ada jaminan bahwa formasi itu tak akan pecah, sehingga menyebabkan karbon dioksida yang telah disimpan kembali naik ke permukaan dan masuk ke dalam atmosfer. Kenyataannya, beberapa ahli meragukan bahwa teknologi CCS akan bisa dimungkinkan.30Meskipun demikian, para pemerintah, termasuk pemerintah Inggris, telah menyiapkan jalan bagi generasi baru pembangkit tenaga listrik berbahan bakar batubara berdasarkan janji bahwa generasi baru itu akan terwujud. Negara-negara anggota Uni Eropa, antara sekarang dan 2015, akan mengalokasikan sekitar satu miliar euro untuk antara enam dan dua belas proyek CCS 'yang sudah terbukti memenuhi konsep'.31Departemen-departemen Survei Geologis di sejumlah negara termasuk Inggris, Irlandia, Belanda dan AS dengan agresif melakukan penilaian terhadap potensi CCS dari formasi-formasi geologis bawah tanah di darat dan lepas pantai mereka.32Juga kini makin meningkat jumlah proyek-proyek penangkapan skala kecil yang aktif yang tengah dibangun atau direncanakan, baik sebagai bagian dari usaha pemulihan minyak yang ditingkatkan ataupun sebagai usaha langsung untuk membuktikan konsep CCS. Proyek-proyek itu terdapat di Aljazair, Australia, Kanada, Belanda, Norwegia, Inggris dan AS.33Cara lain untuk memperluas kehidupan ekonomi karbon adalah memproses batubara menjadi bahan bakar cair. Ini merupakan proses yang sangat sulit dan kotor yang menghasilkan produk yang dalam proses produksi dan penggunaannya akan memperparah krisis pemanasan global daripada menguranginya.34Tak ada batubara bersihPada bulan Juli 2008, laporan dari Komite Parlemen Inggris untuk Pengauditan Lingkungan menepis harapan bahwa 'batubara kotor' akan dihapuskan dari hidup kita. Dengan menunjukkan bahwa 'batubara bersih' dapat digunakan sebagai 'tameng' untuk mengatasi ketidakpastian teknologi dan ekonomi atas masa depan batubara, Komite itu menyimpulkan bahwa, "kecuali jika ada perkembangan teknologi yang dramatis, batubara harus dilihat sebagai upaya terakhir, bahkan sekalipun dengan adanya janji tentang penangkapan dan penyimpanan karbon."35Komentator politik AS yang terkemuka, Joshua Frank, dengan mengutip hasil karya Michael Economides (lihat di atas) dalam Truthout36, Februari 2010, menyimpulkan: "Kita harus membuang gagasan bahwa batubara dapat bersih. Investasi publik dalam teknologi batubara bersih itu merupakan penipuan dan hanya akan berfungsi sebagai sistem pendukung hidup bagi industri yang harus dihilangkan tuntas secara bertahap dalam dua dekade mendatang. Menyediakan miliaran dolar untuk teori yang buntu tak akan membawa perubahan energi yang sangat diperlukan oleh negara kita dan iklim."Catatan1. 'Facing the greatest environmental threat of the century' (Menghadapi tantangan lingkungan terbesar abad ini),knowledge.allianz.com/en/globalissues/climate_change/global_warming_basics/climate_threat.htmlJuga lihat dokumentasi yang diproduksi oleh Panel Antarpemerintah mengenai Perubahan Iklim diwww.ipcc.ch/index.htm.2. Lihatnews.bbc.co.uk/1/hi/science_and_environment/10370955.stm.3. 'What are the effects of climate change' (Apa dampak perubahan iklim)www.wri.org/publication/hot-climate-cool-commerce/what-are-effects-of-climate-change.Pada saat yang sama muncul aliran pemikiran yang saling bersaing mengenai ilmu perubahan iklim yang mempertanyakan konsensus yang makin tumbuh tersebut. Untuk perbandingan yang menarik mengenai argumen skeptis terhadap pandangan IPCC lihat 'Climate scepticism: The top 10' (Skeptisme iklim: 10 besar)news.bbc.co.uk/1/hi/in_depth/629/629/7074601.stm.Untuk mengetahui perbedaan lebih lanjut, lihatclimatedebatedaily.com/4. UNEP (Program Lingkungan PBB), 'Pandangan Lingkungan Global: penilaian lingkungan bagi pembangunan' (GEO-4) (Bab 7) 'Kerentanan Masyarakat dan Lingkungan: Tantangan dan Peluang' (Dampak bahaya alam terhadap masyarakat termasuk meningkatnya permukaan laut bagi negara-negara kepulauan yang kecil), (hal. 35-36) dan pemaparan daerah pesisir terhadap perubahan lingkungan (hal. 42-43), 2007. Penulis membahas dampak umum dari perubahan iklim termasuk bagaimana ini akan memaksa negara kepulauan kecil untuk mengatasi bahaya alam dan bagaimana kehilangan ekonomi dari perubahan iklim telah meningkat sepuluh kali lipat antara tahun 1950-an dan 1990-an, dan mulai 1992 hingga 2001 hampir 100.000 orang meninggal karena banjir dan 1,2 miliar terkena dampaknya. Daerah seperti Asia Tenggara rentan terhadap gelombang badai. Lihatwww.unep.org/geo/geo4/report/07_Vulnerability_of_People.pdfLihat jugawww.greenpeace.org/international/campaigns/climate-change/impacts5. 'MPs support tough bill on CO2reporting' (Para anggota Parlemen mendukung RUU yang keras mengenai pelaporan CO2)www.ft.com/cms/s/0/b511d18a-a53f-11dd-b4f5-000077b07658.html?nclick_check=16. Lihat, misalnya,www.campaigncc.org/greenjobs7. Lihatwww.businessgreen.com/business-green/news/2264307/report-renewables-revolution.8. www.iea.org/files/energy_subsidies_slides.pdf9. sda.10. Lihatwww.reuters.com/article/idUSTRE6581DI2010060911. Lihatwww.minesandcommunities.org//article.php?a=9953&highlight=carbon,trading,www.minesandcommunities.org//article.php?a=9712danwww.minesandcommunities.org//article.php?a=970712. www.undp.org/mdtf/unredd/overview.shtml13. cdm.unfccc.int/about/index.html14. Lihaten.wikipedia.org/wiki/Reducingemissions_from_deforestation_and_forest_Degradation,www.redd-monitor.org/danen.wikipedia.org/wiki/Clean_Development_Mechanism15. www.greenpeace.org/international/campaigns/climate-change/coal16. 'From Mining to Markets: the making of a mega-disaster'www.minesandcommunities.org/article.php?a=9728, 7 Desember 2009, Nostromo Research17. Smith, K., 2009. Methane first, OK? New Scientist, 27 Juni, 2009, 24-25.18. 'EIA - Emissions of Greenhouse Gases in the U.S. 2006-Overview'www.eia.doe.gov/oiaf/1605/archive/gg07rpt/index.html#economy19. Thielemann, T., Cramer B., Schippers, A., 2003. Coalbed methane in the Ruhr Basin, Germany: a renewable energy resource?Organic Geochemistry, 35, 1537-1549.20. Lihat bagaimana batubara dapat menghasilkan energi tanpa harus ditambang diwww.minesandcommunities.org//article.php?a=9218&highlight=coal,bed,methane21. www.bp.com/productlanding.do?categoryId=6929&contentId=704462222. www.worldenergyoutlook.org/docs/weo2009/WEO2009_es_english.pdf23. www.worldcoal.org/24. ' Tautan Internet -www.foreignpolicy.com/articles/2009/12/09/banking_on_coal'Banking on Coal' 9 Desember 2009 Phil Radford-www.Foreignpolicy.com25. 'Pacific Islanders Bid To Stop Czech Coal Plant' Michael Kahn,Reuters-http://www.reuters.com/article/idUSTRE60B36U20100112, 12 Januari 201026. 'Renewable industry cheers Obama budget while coal and nuclear jeer' Christina Marshall, John Fiala dan Lea Radick,Climate Wirewww.nytimes.com/cwire/2009/05/08/08climatewire-renewable-industry-cheers-obama-budget-while-12208.html27. 'Cashing in on Coal', Platform London, 2008,www.oyalbankofscotland.com/cioc/pdf/cashinginoncoal.pdf28. Lihaten.wikipedia.org/wiki/Carbon_capture_and_storage29. 'The dirty truth behind clean coal',www.minesandcommunities.org/article.php?a=996130. 'Carbon capture and storage, Trouble in store' 5 Maret 2009www.economist.com/displaystory.cfm?STORY_ID=1322666131. www.euractiv.com/en/climate-environment/eu-agrees-billions-fund-renewables-ccs32. Email dari Dr Mark Muller ke London Mining Network, 18 Juni 201033. Ibid.34. Lihatwww.minesandcommunities.org/article.php?a=8976. Rangkuman masalah yang terkait dengan batubara cair dapat dilihat diwww.sierraclub.org/coal/liquidcoal/35. Situs web BBC News, 22 Juli 2008, 'Clean deadline call on coal power',news.bbc.co.uk/1/hi/sci/tech/7518311.stm36. Lihatwww.minesandcommunities.org/article.php?a=9961 English

The Dirty Truth Behind Clean Coal

By Joshua Frank

Truthout

27 February 2010

If you've tuned in to the Winter Olympics this past week, you likely sat through repeated showings of a multimillion-dollar public relations campaign paid for by Big Coal regarding the potential laurels of "clean-coal" technology. The premise of the 30-second spot is simple: Coal can be clean and America needs to wean itself off of foreign crude and create jobs back home by tapping our nation's vast coal reserves.

Indeed, the effort to paint coal as environmentally friendly is not an easy endeavor, especially when the climate movement has picked up speed and lambasted the industry for contributing more than its fair share to the global warming dilemma.

Activists around the world have targeted coal for a number of reasons. First, coal is still plentiful (compared to gas and oil) so stopping its use will largely curtail carbon output down the road. Second, it is the dirtiest of all fossil fuels. Lastly, in the US the fleet of coal-fired power plants is almost old enough to file for Medicare, so these aging plants are sitting ducks for closure efforts.

"NASA climate scientist James Hansen ... has demonstrated two things in recent papers," writes environmental author and activist Bill McKibben about the need to axe coal. "One, that any concentration of carbon dioxide greater than 350 parts per million in the atmosphere is not compatible with the 'planet on which civilization developed and to which life on earth is adapted.' And two, that the world as a whole must stop burning coal by 2030 - and the developed world well before that - if we are to have any hope of ever getting the planet back down below that 350 number."

If this were a prize fight, Big Coal would be the battered boxer in the corner of the ring, shuffling away in an attempt to avoid the repeated jabs anti-coal warriors and scientists have been tossing its way. In 2009, not one new coal plant broke ground in the United States. Over 100 new plants were canceled or abandoned, largely due to the public's awareness that coal isn't the fuel of the future but a scourge of the past.

Clearly there is a reason for the coal industry's recent PR stunts. Big Coal is losing, and its best attempts to persuade the public about coal's green potential are failing miserably.

At the heart of "clean-coal" logic is the idea that carbon dioxide produced from burning coal can be captured and buried underground before it is ever released into the atmosphere where it will contribute to the earth's warming for centuries to come. Despite the fact that this technology, dubbed Carbon Capture and Storage (CCS), doesn't actually exist in any real capacity in the United States, it has not stopped the coal lobby from spreading the filthy myths.

Given the reality of climate change, Big Coal is banking on CCS to help it navigate its tenuous future, so much so that they are already touting the virtues of CCS to the public. Not surprisingly, the industry's pals in Washington, including virtually all the senators (Republican and Democrat alike) from coal-producing states, are going to bat for the beleaguered industry.

Certainly the effort to greenwash one of the most prolific and dirtiest energy sources on the planet does not come without a hefty price tag. The proposed Waxman-Markey climate bill, for example, is set to provide a whopping $60 billion in subsidies for "clean-coal" technologies. President Obama is on board and nary a word of opposition has peeped out of the Beltway. To put this amount of money in perspective, the coal industry itself, measured by its falling Wall Street stock, is only worth about $50 billion. The subsidies are a bailout by a different name.

In theory, in order for CCS to work, large underground geological formations would have to house this carbon dioxide. But according to a recent peer-reviewed article in the Society of Petroleum Engineers' publication, the CCS jig is up and the technology just doesn't seem feasible.

"Earlier published reports on the potential for sequestration fail to address the necessity of storing CO2 in a closed system," writes report author Professor Michael Economides in an editorial for the Casper, Wyoming, Star-Tribune. "Our calculations suggest that the volume of liquid or supercritical CO2 to be disposed cannot exceed more than about 1 percent of pore space. This will require from 5 to 20 times more underground reservoir volume than has been envisioned by many, including federal government laboratories, and it renders geologic sequestration of CO2 a profoundly non-feasible option for the management of CO2 emissions."

To put this in laymen's terms, the areas that would house carbon produced from coal plants will have to be much larger than originally predicted. So much so, in fact, that it makes CCS absolutely improbable. By Professor Economides' projections, a small 500 MW plant's underground CO2 reservoir would need to be the size of a small state like Vermont to even work.

"There is no need to research this subject any longer," adds Economides. "Let's try something else."

Let's take that a step further and add that we ought to bag the idea that coal can be clean altogether. The public investment in clean-coal technology is a fraud and will only serve as a life-support system for an industry that must be phased out completely over the course of the next two decades.

Putting billions of dollars behind a dead-end theory will not bring about the energy changes our country and climate so drastically need

http://www.minesandcommunities.org/article.php?a=9961

Batubara dan Dampaknya Pada Lingkungan

Padatambang permukaan, operasi-operasi pertambangan dilakukan dengan membuang tanah dan batuan di atas lapisan batubara, atau "mengelupas" tanah yang mengganggu di permukaan. Jumlah batubara yang diproduksi di tambang permukaan tidak hanya ditentukan oleh luas lahan yang ditambang, tetapi juga oleh ketebalan endapan batubara.

Satu teknik tambang permukaan adalahmountain top removal and valley fill mining, di mana puncak-puncak gunung digerus menggunakan kombinasi bahan peledak dan peralatan pertambangan dan dibuang ke lembah-lembah di dekatnya. Akibatnya, lanskap akan berubah, dan sungai dapat dipenuhi dengan campuran batu dan tanah. Air yang mengalir dari lembah-lembah mungkin mengandung polutan yang dapat membahayakan satwa di hilir perairan.

Pertambangan bawah tanahmemiliki dampak yang lebih rendah terhadap lingkungansecara keseluruhandibandingkan tambang permukaan. Dampak paling serius dari tambang bawah tanah mungkin adalah gas metana yang harus dibuang keluar dari tambang untuk membuat tambang aman bagi para pekerja. Metana adalah gas rumah kaca yang kuat, yang berarti bahwa berdasarkan beratnya gas ini memiliki potensi memicu pemanasan global jauh lebih tinggi dibandingkan gas rumah kaca lainnya.

Tanah di atas terowongan tambang juga bisa runtuh, dan air asam dapat mengalir dari tambang bawah tanah yang telah ditinggalkan. Penambangan batubara bawah tanah adalah profesi yang berbahaya, penambang batubara dapat terluka atau tewas dalam kecelakaan pertambangan, terutama di negara tanpa peraturan keselamatan dan prosedur yang ketat. Penambang juga bisa menderita penyakit paru-paru akibat debu batubara di tambang.

Emisi dari Pembakaran BatubaraPembakaran batubara menghasilkan emisi yang mempengaruhi lingkungan dan kesehatan manusia. Emisi utama yang dihasilkan dari pembakaran batubara adalah: Sulfur dioksida (SO2), yang berkontribusi terhadap hujan asam dan penyakit pernafasan. Nitrogen oksida (NOx), yang berkontribusi terhadap penyakit pernapasan dan asap. Partikulat, yang berkontribusi terhadap asap, kabut, penyakit pernapasan dan penyakit paru-paru. Karbon dioksida (CO2), yang merupakan gas emisi rumah kaca utama dari pembakaran bahan bakar fosil (batubara, minyak, dan gas alam). Merkuri dan logam berat lainnya, yang telah dikaitkan dengan kerusakan baik neurologis dan perkembangan pada manusia dan hewan. Konsentrasi merkuri di udara biasanya rendah dan memiliki dampak yang kecil. Namun, ketika merkuri memasuki air - baik secara langsung atau melalui deposisi dari udara - proses biologis mengubahnya menjadi metilmerkuri, suatu bahan kimia yang sangat beracun yang terakumulasi pada ikan dan hewan (termasuk manusia) yang makan ikan. Fly ashdan bottom ashmerupakan residu yang terjadi ketika batubara dibakar di pembangkit listrik. Di masa lalu,fly ashlangsung dilepaskan ke udara melalui cerobong asap, tetapi berdasarkan hukum, kini polutan ini harus ditangkap oleh perangkat kontrol polusi, sepertiscrubber.Fly ashumumnya disimpan pada pembangkit listrik batubara atau ditempatkan di tempat pembuangan sampah.Mengurangi Dampak Penggunaan BatubaraUndang-undang mengenai air dan udara bersih memaksa industri untuk mengurangi polutan yang dilepaskan ke udara dan air.

Industri telah menemukan beberapa cara untuk mengurangi nitrogen oksida belerang, (NOx), dan kotoran lainnya dari batubara. Mereka telah menemukan cara yang lebih efektif untuk membersihkan batubara setelah ditambang, dan konsumen batubara telah bergeser ke arah penggunaan batubara rendahbelerang.

Pembangkit listrik menggunakan peralatan desulfurisasi gas buang, juga dikenal sebagaiscrubber, untuk membersihkan sulfur dari asap sebelum meninggalkan cerobong asap mereka. Selain itu, industri dan pemerintah bekerjasama untuk mengembangkan teknologi yang dapat menghilangkan kotoran dari batubara atau yang membuat batubara lebih hemat energi sehingga lebih sedikit yang dibakar.

Peralatan-peralatan ditujukan terutama untuk mengurangi polutan, yaitu SO2 (sepertiscrubber), NOx (seperticatalytic converter), dan materi partikulat (seperti debu elektrostatis danbaghouses) juga mampu mengurangi emisi merkuri dari beberapa jenis batubara. Para ilmuwan juga bekerja mencari cara yang baru untuk mengurangi emisi merkuri dari pembakaran batubara di pembangkit listrik.

Penelitian juga dilakukan untuk mengatasi emisi karbon dioksida dari pembakaran batubara. Misalnya,carbon capturememisahkan CO2 dari sumber emisinya.

Pemakaian ulang dan daur ulang juga dapat mengurangi dampak lingkungan batubara. Tanah yang sebelumnya digunakan untuk pertambangan batubara bisa dipakai untuk keperluan lain seperti bandara, tempat pembuangan sampah, dan lapangan golf. Limbah produk yang ditangkap olehscrubberdapat digunakan untuk menghasilkan produk lain seperti semen dan gipsum sintetis.

http://www.indoenergi.com/2012/07/batubara-dan-dampaknya-pada-lingkungan.html