pengembangan sistem monitoring psp yang terintegrasi dan ... · tersebut dapat diketahui besaran...

11
Pengembangan Sistem Monitoring PSP yang Terintegrasi dan Partisipatif di Provinsi Pros1d1ngWorkshop S1 ra1egi Morn1onngdan Pelaporan Plot Sampel Permanen I 25 d1 Prov1ns1 Sumatera Barat

Upload: phamkhuong

Post on 22-Aug-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Pengembangan Sistem Monitoring PSP yang

Terintegrasi dan Partisipatif di Provinsi

Pros1d1ngWorkshop S1ra1egi Morn1onngdan Pelaporan Plot Sampel Permanen I 25 d1 Prov1ns1 Sumatera Barat

3.1 Strategi Kebijakan Provinsi Sumatera Barat untuk Mencapai Target Penurunan Emisi Oleh: Dr. Ir. Ribaldi , MS

Provinsi Surnatera Barat terdiri dari 12 Kabupaten dan 7 kota. Kondisi terakhir menunjukkan bahwa 60% wilayah Sumatera Barat rnerupakan kawasan hutan. Kondisi topografi sangat bervariasi , kawsan hutan bertopografi berbukit-bukit.

Provinsi Sumatera Barat rnerupakan salah satu wilayah di Indonesia yang rawan akan bencana alam. Bencana al am yang rawan terjadi yaitu bencana longsor, gunung api, banjir dan tsunami .

Provinsi Surnatera Barat masih mernerlukan kawasan hutan untuk pernbangunan ekonomi seperti pengernbangan wilayah untuk pusat-pusat pertumbuhan ( unruk jalan tol rnemerlukan ijin Kementerian K.ehutanan). Pusat kegiatan srrategis akan sangat berpengaruh di Sumatera Barat untuk mendukung pengembangan wilayah. Beberapa wilayah seperti Pasaman Barat dan Pesisir Selatan saat ini sudah ditanami sawit.

RAD GRK Provi nsi Sumatera Barat didasarkan pada Perpres 61 rhn 2011. Prinsip-prinsip dalam penyusunan RAD GRK., yaitu:

1. Bagian dari straregi kebijakan daerah.

2. Tidak rnenghambat perrumbuhan ekonomi.

3. Terintergasi anrar bidang sehingga rercipta pembangunan berkelanjuran.

4. Kontribusi daerah terhadap RAN GRK.

5. Melibatkan seluruh stakeholders.

Sumatera Barat pada awalnya ridak menduga saat dirugaskan untuk membuat RAD GRK, karena sosialisasinya dilaksanakan pada bulan J anuari pada saat anggaran sudah teralokasikan. Hal in i mengakibatkan penyusunan RAD dilakukan tanpa ada pendanaan khusus. Baru pada bu Ian Agustus 2012 tu run dana DAK dari Bappenas.

Di dalam penyusunan RAD GRK Sumatera Barat diidentifikasi 3 ( riga) sektor penghasil emisi GRK. yaitu sekror lahan dan gambut, energi dan trasnporasi , pengelolaan limbah. Emisi Sumatera Barat hasi l perh itungan rim RAD GRK menunjukkan lahan dan gambut ( 86,08%), energi dan transportasi ( 12,54%) dan pengelolaan limbah ( 1,38%).

Bidang berbasis lahan ya itu sub sektor pertanian, sub sektor kehutanan dan alih guna lahan, dan sub sektor lahan gambut. D engan mengunakan alat bantu perhirungan Abacus SP diperoleh nilai emisi historis 4,25 rC02-eq/( ha/ tahun) , 18.019.442,96 tC02-e9 ( ha/tahun).

Pros1d1ng Workshop S1ra1egi Mo1111onng dan Pelaporan Plot Sampel Pennanen d1 Provins1 Sumaiera Baral 27

Sumber emisi adalah adanya alih guna lahan , hutan seku nder menjadi semak

belukar, hutan rawa sekunder menjadi belukar rawa, hutan sekunder menjadi

perkebunan dan hutan primer menjadi semak belukar.

Nilai emisi BAU pada rahu n 2020 d iperkirakan sebesar 229.425.945,96 tC0

2-eq/tahun . Re ncana aksi mi tigasi atas emi si tersebut diperkirakan sebesar

168.953.423,96 tC02-eq/tahun. Dari nil ai emisi BAU dan rencana aksi mitigasi

tersebut dapat diketahu i besaran penurunan emisi per tahun yang dapat dihas il kan

sebesar 60.472.522,00 tC02-eq/tahun.

Strategi provinsi Sumatera Barat d alam mencapai target penurunan emisi,

dianraranya:

1. Mengubah semak belukar pada kawasan Hu tan Lindung ( HL) menjadi Hu tan

Tanaman ( HT) dan hutan sekunder melalui Rehabilitasi Hu tan dan Lahan

( RHL) dan Hutan Nagari (Hutan Desa).

2. M engubah tanah terbuka dan semak belukar pada zonaAPL melalui kegiatan

KMDN dan penghijauan.

3. Pengendalian kebakaran hutan pada kawasan Hutan Sekunder dan semak

belukar pada zona HP, HL dan HPT.

Permasalahan umum dalam bidang keh utanan d an lahan yai tu kerusakan hutan yang

menyebabkan kemarnpuan d aya absorbsi hu tan terhadap GRK _berkurang.

Sedangkan p ermasalahan khususnya ad alah 1) adanya alih fongsi lahan/peman taatan

kawasan hutan un tuk kegiatan non-kehutanan , 2) luas lahan kriris yang cukup luas

( 50.000 Ha, pada Kabupaten Solok Selatan, Pasaman, Lima Pul uh Kora dan Kep.

mentawai, dan 3) kerusakan hutan dan alih fon gsi kawasan hutan

Kebijakan dalani mencapai target p enurun an emisi tersebut adalah melalui:

1. Pemberantasan illegal logging.

2. Penanggulangan kebakaran dan perambahan hutan.

3. Pengaturan jatah tebang.

4. Pencegahan emi si di kawasan HK, HL, HP, dan non hu tan.

5. Penambah an luas HKm.

6. Penambah an luas hutan desa.

7. Penambahan luas rehabili cas i lahan/ hutan DAS.

8. Penambahan luas HTI, HTR, HR d an HR K emitraan.

9. Pengelolaan Hutan Lestari melalui Teknik Silviku lrnr lnrensif

10. Pengelolaan Hutan Lestari d engan penerapan TPTI dan RIL.

28 Pcngembangan S1stem Monnonng PSP yang Tenntegras1 dan Parus1pauf d1 Provms1

3.2 Potensi Aplikasi INCAS Sebagai Sistim Monitoring Karbon Hutan

Oleh: Dr. H aruni Krisnawati

INCAS (Indonesia CarbonAccounting System) adalah sebuah sis rem perhirnngan karbon yang disusun oleh Kementerian Kehutanan atas inisiasi dari pemerintah Australia, dimulai sejak tahun 2009. INCAS mengadopsi sistem perhirungan karbon Australia NCAS (full carbon accounting model yang dikembangkan di Australia dan sudah rnendapat pengakuan internasional). Saat ini metode terseb ut dikalibrasi, disesuaikan dengan kondisi hutan di Indonesia.

Un tu k skala nasional yang dihasilkan dari INCAS dapat rnenjadi input bagi pelaporan dalam usaha pengurangan emisi dan juga dasar bagi kebijakan. Unruk skala internasional hasil dati INCAS in i dapat menjadi bahan pelaporan kepada U N FCCC.

Karakteristik INCAS yaitu: 1) desain untuk skala nasional, 2) mampu mengu ku r/menghitung emisi seti ap tahun , 3) mencakup 5 karbon pools, 4) menghasilkan pengukuran untuk semua green house g1mes (ke depan), 5) informasi bisa digunakan untuk skala inrernasional, nasional, sub nasional, disrrik, site, dan 6) berusaha konsisten secata spasial dan temporal.

Modul INCAS terdiri atas 4 (empat) bagian, yaitu sebagai berikut:

1. Klasifikasi biomasa, INCAS didesain untuk memonitor emisi melalui perubahan tutupan lahan dan stok karbon. Terdapat 23 klasifikasi lahan berdasarkan Kementerian Kehuranan , inilah yang diadopsi di INCAS.

2. Analis is perubahan lahan, untuk melihat perubahan tutupan lahan tah unan , dimulai tah un 2000 mencaku p sel uruh wi layah Indonesia.

3. Pemetaan kelas gangguan hutan, unruk melihar bagaimana hutan irn mengalami gangguan.

4. Pendugaan stok karbon , pada 5 pool karbon.

Data yang dibutu hkan dalam mendukung INCAS, yaitu:

1. Data remote sensing untuk analisis perubahan lahan secara tahunan

2. Ground d,tta/data lapangan/data pengukuran berupa:

a. Data inventarisasi , yang bisa diperoleh dari Bad an Planologi dan Dirjen Bina Usaha Kehutanan (BUK)

b. Tanah/Peat, yang bisa diperoleh dari Kementerian Pertanian dan Wetland

c. Iklim, yang bisa diperoleh dari BMKG

Pros1d1ng Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampcl Permanen d1 Prov1ns1 Sumatera Barat 29

d. Landuse and management dapat dilihat dari data pemanenan dan kej adian

kebakaran

e. Data dari PSP dibutuhkan dalam kelompok data biomass and growth, sedapat

mungkin data dari lapangan tetap digunakan karena lebih aku rat dibandingkan

data dari sumber sekunder atau dari penel iti lain.

INCAS berusaha membangun sistem dengan mengintegrasikan sistem yang sudah

ada. Saat ini progress kegiatan yang telah d ikerjakan oleh INCAS, diantaranya:

1. Sudah diselesaikan analisis perubahan tutupan lahan di Kalimantan, Sumatera,

Sulawesi dan Papua (2000-2009).

2. Ke depan akan dikerjakan analisis tutu pan lahan untuk Maluku dan Jawa.

3. Pilot system peta dan klasifikasi biomassa di Kalimantan.

4. Membangun kelas biomassa dan peta biomassa untuk Kalimantan.

5. Mengintegrasikan analisis tutupan lahan tahunan dan klasifikasi biomasa untuk

Kalimantan.

6. Mendugagain and loss kelas biomassa tahunan d i Kali man tan.

7. Menduga emis i dan removal tahunan melalui kelas biomassa tahunan di

Kalimantan.

8. Beberapa kali menyelenggarakan workshop mengenai penggunaan model­

modd karbon dengan mengintegrasikan pengelolaan sk~nario untuk/dalam

membangun fit!! carbon accounting untuk perh irungan emisi.

Perh itungan karbon dan model pelaporan INCAS yaitu dengan mengintegrasikan

perubahan tutupan lahan dan data perubahan stok karbon dengan menggunakan

perangkat pendugaan yang fleksibel. Dalam melakukan penghicun gan total emisi

GRK tahunan digunakan skenario-skenario ter tentu . Output yang dihasilkan

INCAS adalah Inventarisas i GRK nasional untuk sektor lahan.

Hasil INCAS dapat digunakan unruk:

1. Komponen utama kerangka MRV untuk REDD+ yang merupakan dasar untuk

perd agangan karbon;

2. Dapat mendukung pemantauan hu tan nasio nal dengan memberikan pengambil

keputusan bagaimana mengelola emisi GRK dan mengelola lahan/hutan ;

3. Mengkuantifikasi dampak keb ijakan pengelolaan lah an pada masa lampau,

sekaranag, dan masa yang akan datang;

4. Memberikan dasar scientific dan teknik bahwa Indonesia mampu menghasilkan

dasar perhitungan dengan data dan kemampuan sendiri di forum internasional;

5. Dapat diangkat sebagai sistem monitoring karbon hucan nas iooal;

30 Pengembangan S1stem Monitonng PSP yang Tenntegras1 dan Parns1pauf d1 Prov1ns1

3.2 Potensi Aplikasi INCAS Sebagai Sistim Monitoring Karbon Hutan

Oleh: Dr. Haruni K.risnawati

INCAS (Indonesia CarbonAcco1mting System) adalah sebuah sistem perhitungan karbon yang disusun oleh Kementerian Kehutanan atas inisiasi dari pemerintah Australia, dimul ai sejak tahun 2009. INCAS mengadopsi sistem perhitungan karbon A ustral ia NCAS (fit!! cttrbon accounting model yang di kernbangkan di Australia dan sudah mendapat pengakuan in ternasional). Saar ini metode tersebut dikalibrasi, disesuaikan dengan kondisi hucan di Indonesia.

Unruk skala nasional yang dihasi lkan dari INCAS dapat menjadi input bagi pelaporan dalam usaha pengurangan emisi dan juga dasar bagi kebijakan. Unrnk skal a intern asional basil dari INCAS ini dapat menjadi bahan pelaporan kepada UNFCCC.

Karakteristik INCAS yaitu: 1) desain untu k skala nasional, 2) mampu mengukur/menghitung emisi set iap cahu n, 3) mencakup 5 karbon pools, 4) menghasil kan pengukuran un tuk semua green house gasses (ke depan) , 5) informasi bisa digunakan untuk skala internasional, nasional, sub nasional, discrik, site, dan 6) berusaha konsisten secara spasial dan tern poral.

Modul INCAS terdiri aras 4 (empat) bagian, yaitu sebagai beriku t:

1. Klasifikasi biomasa, INCAS didesain untu k memonitor emisi melalui perubahan tutupan lahan dan stok karbon. Terdapat 23 klasifikasi lahan berdasarkan Kementerian Kehutanan , inilah yang diadopsi di INCAS.

2. Analisis perubahan lahan, untuk rnelihat perubahan tutupan lahan tahunan, dimu lai tahun 2000 mencakup selurnh wil ayah Indones ia.

3. Pemetaan kelas gangguan hman, untuk melihat bagaimana hman itu mengalami gangguan.

4. Pendugaan stok karbon, pada 5 pool karbon.

Data yang dibutuhkan dalam mendukung INCAS, yaitu:

1. Data remote sensing unru k analisis perubahan lahan secara cahunan

2. Ground data/data lapangan/data pengukuran berupa:

a. Data inventarisasi, yang bisa dipero leh dari Badan Planologi dan Dirjen Bina Usaha Kehu tanan ( BUK)

b. Tanah/ Peat, yang bisa di peroleh dari Kementerian Percanian dan Wetland

c. Iklim, yang bisa diperoleh dari BMKG

Pros1d1ng Workshop Strateg1 Monnonng dan Pelaporan Plot Sampel Permanen d1 Prov1ns1 Sumatera B;imt 29

d. Landuse and management dapat dilihat dari data pemanenan dan kejadian kebakaran

e. Data dari PSP dibutuhkan dalam kelompok data biomass and growth, sedapat mungkin data dari lapangan tetap digunakan karena lebih akurat dibandingkan data dari sumber sekunder atau dari peneliti lain.

INCAS berusaha membangun sisrem dengan mengintegrasikan sistem yang sudah ada. Saat ini progress kegiatan yang telah dikerjakan oleh INCAS, diantaranya:

1. Sudah diselesaikan analisis perubahan tutu pan lahan di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi dan Papua (2000-2009).

2. Ke depan akan dikerjakan analisis tutu pan lahan untuk Maluku dan Jawa.

3. Pilot system peta dan klasifikasi biomassa di Kalimantan.

4. Membangun kelas biomassa dan peta biomassa untuk Kalimantan.

5. Mengintegrasikan analisis tutupan lahan tahunan dan klasifikasi biomasa unruk Kali man tan.

6. Mendugagain and Loss kelas biomassa tahunan di Kalimantan.

7. Menduga emisi dan removal tahunan melalui kelas biomassa tahunan di Kalimantan .

8. Beberapa kali menyelenggarakan works hop mengenai penggunaan model­model karbon dengan mengintegrasikan pengelolaan sk_enario unru k/ dalam membangun fitLL carbon accounting untuk perhitungan emisi.

Perhirungan karbon dan model pelaporan INCAS yaitu dengan menginregrasikan perubahan tutu pan lahan dan data perubahan stok karbon dengan menggunakan perangkat pendugaan yang fle ksibel. Dalam melakukan penghirungan total emisi GRK tahunan digunakan skenario-skenario terte ntu . O utput yang dihasilkan INCAS adal ah lnven tarisasi GRK nasional untuk sektor lahan.

Hasil INCAS dapat digunakan untuk:

1. Komponen utama kerangka MRV untuk REDD+ yang merupakan dasar umuk perdagangan karbon;

2. D apat mendukung pemantauan huran nasional dengan memberikan pengambil keputusan bagaimana mengelola emisi G RK dan mengelola lahan/huran;

3. Mengkuantifikas i dampak kebijakan pengelolaan lahan pada masa lampau , sekaranag, dan masa yang akan datang;

4. Memberikan dasar scientific dan tekn ik bahwa Indonesia mam pu menghasilkan dasar perhitungan dengan data dan kemampuan sendi ri di fo rum internasional;

5. D apat diangkat sebagai sistem monitoring karbon hutan nasional;

30 Pengembangan S1s1em Mornlonng PSP yang Tcnnlcgras1 dan Par11s1pauf d1 Prov1ns1

'

6. Menghasilkan output yang diperlukan untuk pelaporan in ternasional

UNFCCC, REDD+, inventarisasi Gas Rumab Kaea nasional);

7. Memberikan input yang diperlukan untuk membangun skenario REL;

8. Memonitor perubahan tahunan emisi dan penyerapan sektor lahan.

3.3 Peran dan Tanggung jawab para Pihak dalam Pelaksanaan Sistem Monitoring Karbon Hutan di Sumatera Barat Oleh: Ir. Rahmat Hidayat

Pengurangan e rnisi dari deforestasi dan degradasi huran ( REDD) adalah

semua upaya pcngelolaan huran dalam rangka pcncegahan dan atau pengurangan

pcnurunan kuantitas tutu pan hutan dan srok karbon yang dilakukan melalui berbagai

kegiatan untuk mendukung pcmbangunan nasional yang berkelanjutan. Tujuan

dari kegiatan REDD+ adalah untuk menekan terjadinya deforestasi dan degrad as i

hutan dalam rangka mencapai pengelolaan hutan berkelanjutan. Praktek-praktek

pengelolaan hutan oleh masyarakat merupakan potensi yang patut dipertimbangkan

dalam upaya penurunan cm isi b.rbon dalam skema REDD+. Pola-pola pengelolaan

hutan yang tel ah dilakukan masyarakat yang sudah berkembang di Sumatera Barat

seperti HuranAdat, Parak, Rirnbo Larangan, Huran Nag~ri, HKm dan bentuk

lainnya dalam konteks reforestasi, rehabi litas i dan pemanfaatan berkelanjutan dapat

bcrperan sebagai sink (penyerap/penyimpan karbon) yang dapat bcrkontribusi pad a

proses mtt1gas1.

Komitmen penurunan emisi nasiona l yang d isampaikan o leh Prcs iden RI

sebesar 26%-41 % sesuai untuk diterapkan di Sumatera Barat melalui program

hutan kemasyarakatan. Peluang penurunan emisi dapat diraib d cngan pendekatan

tradisional yang menempatkan partisipasi rnasyarakat.

Dalam kerangka REDD, Sumatera Barat adalah pemain baru namun rnampu

"menyalip" para pemain lama. Diawali dengan Surat usu lan Gubernur Sumatera

B arat kepada Ketua Satgas REDD+ tanggal 20 Maret 2012 dengan Nomor Surat

185/Ill/BW-LH/Bappeda 2012 tentang Permintaan Fas ili rasi REDD+, yang

kemud ian ditindaklanjuti dengan balasan dari Kerua Satgas REDD+ (Nomor

B-135/REDDII/05/2012 tanggal 16 Mei 2012) d engan memFasi litasi Sumatera

Barat sebagai mitra Satgas REDD dalam penyusunan SRAP dan ini siatiF strategis

REDD+ untuk segera d iimplementasikan di lapangan. Provinsi Sumatera Barat juga

memperoleh dukungan dari Kementerian Kehutanan melalui upaya perluasan bu tan

nagari dan h utan kemasyarakatan.

Pros1ding Workshop S1ra1eg1 Moni toring dan Pela po ran Plot Sampel Perman en d1 Prov1ns1 Sumatera Bara1 31

Pembangunan PSP menjadi hal penting karena dibutuhkan untuk sistem monitoring karbon hutan. Selain itu, PSP juga dapat dipergunakan untuk mengukur, melaporkan dan memverifi kasi pencapaian penurunan emisi GRK dari kinerja REDD+ secara berkala, sahih , akurat, menyeluruh, konsisten, transparan serta untuk mengetahui pencapaian ki nerja (pe1formance) pelaksanaan kegiatan penurunan emisi GRK melal ui REDD+. Bagian pen ti ng lainnya dari PSP ini adalah untuk pemberian insenrif atas usaba pengurangan emisi.

RAD dan SRAD Sumatera Barat menempatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan huran, sehingga RAD dan SRAD berbeda dengan 10 provi nsi lainnya. D iperlukan konsultasi awal dengan masyarakat, hal ini penting unrnk membangun ke percayaan dengan masyarakat. Setelah terbangunnya kepercayaan masyarakat dilanjutkan dengan membangu n kesepakatan untuk berbagi tanggungjawab.

H al-h a! yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pembangunan PSP adalah dengan melakukan pertemuan dengan komunitas disekitar hutan . D alam pertemuan tersebur, perlu disampaikan informasi mengenai PSP secara detail. Setelah terbenruk kesamaan pemahaman terkait PUP, proses selanjumya adalah membuat kesepakatan untuk melaksanakan pembangunan PSP di wilayah Hutan Nagari dan lahan masyarakat.

Dal am mekanisme internal pelaksanaan PSP di Sumatera Barat dibuat kerjasama dengan Lembaga Pengelola Hu tan Nagari ( LPHN).

Tu gas dari LPHN adalah menentukan penanggung jawab pelaksanaan PUP di bawah koordinasi seksi jasa Lingkungan, Seks i jasa lingkungan membentuk tim untuk memban tu pelaksaan PSP. Tim LPHN bersama T im PSP Kementerian me ngiden tifi kasi lahan untuk P lot sesuai de ngan kebutuhan tipe lahan. T im LPHN mend iskusikan hasil ide ntifi kasi bersama pemilik lahan termasuk semua konsekuensinya sepeui adanya kebutuhan untuk perlakuan khusus terhadap lahan dalam ukuran tertentu. Setelah ada kesepakatan dengan pemilik lahan maka lokasi tersebuc ditetapkan menjadi bagian Petak Ukur Permanen ( PUP /PSP).

Dalam melaksanakan monitoring PSP, d iperlukan peran dan tanggungjawab berbagai pihak untuk mencapai tuj uan bersama yairu penurnnan emisi.

Peran dan tanggungjawab pemerintah, diantaranya:

1. Menyusun dokumen RAN, RAD sebagai dasar untuk implemenrasi penutunan emisi GRK,

2. Menyiapkan anggaran untuk penguatan kapasi tas , kaji an dan review, kelembagaan, insentif,

3. Menyiapkan mekanisme penghargaan dan hukuman ,

4. Melaksanakan moni toring dan evaluasi,

32 Pengembangan S11tem Monitoring PSP yang Tenntegra11 dan Part111pauf d1 Provin11

'

5. Sinkronisasi tata ruang provinsi/kabupaten/kota dan nagari,

6. Membangun sistem monito ring karbon hutan yang partisipatif, sederhaoa, mudah diapl ikasikan dan dimonev,

7. Membangun bank d ata yg mudah diakses o leh public,

8. Pengembangan skema-skema Pengelo laan Hutan B e rsama Masyarakat (PHBM),

9. Pe nguatan instrumen keb ijakan terkait monitoring karbon hutan d engan

membuat pedoman pemantauan, mekanisme complain dan keterbukaan inforrnasi publik,

10. Penguatan/peningkatan kapasitas (dan kompetensi) dalam monitoring karbon

hutan dengan menyusun kurikulum pelatihan , ToT, dan pelatihan,

11. Penguatan kelembagaan monitoring karbon hutan dengan meningkatkan

jejaring kerja, etika kerja, dan panduan/standar kerja pernantauan,

12. Fasi litasi aktivitas monitoring dan penyampaian hasil pemantauan ,

13. Memastikan agar pelaksanaan FPIC dilakukan sebelum kegiatan dimulai,

Peran dan tanggungjawab Perguruan Tinggi, diantaranya:

1. Membangun rnetodologi monitoring yang sederhana dengan mengakomodasi pengerahuan lokal,

2. Meningkatkan kap as itas masyarakat adar/ lokal un_ruk dapat melakukan

pemantauan dan pelaporan secara sederhana,

3. M elakukan review rerhadap metodologi monitoring yang ada,

4. Membantu para pihak dilevel provinsi, kabupaten dan tapak unruk memahami

metodologi monitoring karbon hutan,

5. Mendesain model pelaporan.

Peran dan tanggungjawab masyarakat sipil , diantaranya:

1. Mendorong penerapan FPIC.

2. Membangun model-model Hu tan Nagari ,HKm, Hu tan Adat, Parak sebagai wilayah implementasi PSP,

3. Mendorong tata ruang Mikro D esa/Nagari masuk ke dalarn RTRWKabupaten untuk melind ungi areal PSP,

4. Membangun peningkatan kapasitas lembaga perwalian lokal sebagai lembaga

yang akan melakukan monitoring,

5. Melakukan advokasi dan memantau pelaksanaan moni toring karbon hutan

( akses informasi, tindak lanjut hasil monitoring, mencari dukungan sumberdaya al ternatif),

Pros1d1ng Workshop Strateg1 Monitonng dan Pelaporan Plot Sampel Perman en d1 Prov1ns1 Sumatera Barat 33

6. Membangun mekanisme share learning dengan melibatkan berbagai pihak diberbagai level atas proses PSP berbas is masyarakat,

7. Mendorong pembangunan PSP baru pada kawasan PHBM d iberbagai tipe ekosistem,

8. Menyiapkan skema insencif.

Peran dan tanggungjawab masyarakat di tingkat tapak:

1. Melakukan pemantauan dan pelaporan secara sederhana bersama dengan para

pendukung ( Pemerincah, Peguruan Tinggi dan LSM),

2. Monitoring Plot terhubung langsung dengan kelembagaan hutan nagari ,

khususnya untuk pengamanan,

3. Mengimplementasikan tataruang mikro, RKHN dan aturan lokal.

34 Kes1mpulan dan Rekomendas1