kertas posisi masyarakat sipil terkait dengan g20, 2014

13
KERTAS POSISI MASYARAKAT SIPIL INDONESIA G20 dan Menjawab Masalah Ketimpangan, Pengangguran dan Pendanaan: Rangkuman dari Berbagai Usulan Masyarakat Sipil Indonesia Disusun oleh: Khoirun Ni’mah (INFID), dan Yustinus Prastowo (Perkumpulan Prakarsa)

Upload: infid

Post on 08-Feb-2016

41 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Kertas Posisi Masyarakat Sipil terkait dengan G20, 2014

TRANSCRIPT

Page 1: Kertas Posisi Masyarakat Sipil Terkait Dengan G20, 2014

KERTAS POSISI MASYARAKAT SIPIL INDONESIA

G20 dan Menjawab Masalah Ketimpangan, Pengangguran dan Pendanaan: Rangkuman dari Berbagai Usulan Masyarakat Sipil Indonesia

Disusun oleh:

Khoirun Ni’mah (INFID), dan Yustinus Prastowo (Perkumpulan Prakarsa)

Page 2: Kertas Posisi Masyarakat Sipil Terkait Dengan G20, 2014

Abstraksi

Australia sebagai ketua G20 sejak awal menekankan pentingnya G20 untuk fokus yaitu mencegah terjadinya krisis keuangan dan ekonomi. Oleh karena itu, Australia menetapkan pertumbuhan yang kuat sebagai prioritas didasarkan pada peningkatan peran swasta dan juga membangun ekonomi yang lebih kokoh. Ha ini ditegaskan dengan komunike Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral yang berlangsung pada bulan Februari 2014 yang menetapkan target pertumbuhan 2% dalam kurun lima tahun ke depan. Meskipun sejak awal G20 telah menetapkan kerangka strong, sustainable and balance growth sebagai acuan dalam berbagai perundingan, namun masyarakat sipil memiliki pandangan berbeda. Terdapat tiga tantangan dalam sistem keuangan dan ekonomi global saat ini yang diharapkan dapat dibahas di G20. Tiga tantangan tersebut yaitu ketimpangan yang kian lebar, tingginya angka pengangguran, dan juga minimnya dukungan pendanaan. Oleh karena itu, bagi masyarakat sipil G20 diharapkan menjawab tiga tantangan tersebut melalui kebijakan yang tepat.

2

Page 3: Kertas Posisi Masyarakat Sipil Terkait Dengan G20, 2014

I. Pengantar

Tahun 2014 merupakan tahun ke-6 pertemuan G20 digelar setelah G20 menjadi pertemuan tingkat tinggi yang dihadiri para kepala negara dari 20 anggota. Pertemuan tingkat tinggi pertama berlangsung di Washington DC tahun 2008 yang diprakarsai oleh Presiden George W. Bush dengan agenda memperkuat konsolidasi global untuk mengatasi krisis keuangan yang terjadi di Amerika Serikat (AS). Pertemuan tersebut berhasil menggalang dana dengan adanya kesepakatan pemberian stimulus fiskal untuk bersama-sama mengatasi krisis di AS. Pertemuan tersebut sekaligus menjadikan G20 sebagai the primier forum for international economic cooperation atau sebagai forum utama yang membahas kerjasama ekonomi internasional, menggantikan G8 yang sebelumnya menjadi penentu kebijakan ekonomi global.

Namun seiring berjalannya waktu, harapan untuk menjadikan G20 sebagai forum utama kian redup. G20 tidak mengambil banyak peran ketika krisis keuangan mulai melanda Uni Eropa di tahun 2009. Pertemuan G20 di Meksiko tahun 2012 tidak menghasilkan kesepakatan mengenai penyelesaian krisis di Uni Eropa karena Uni Eropa memutuskan untuk menyelesaikan sendiri krisis yang sedang mereka alami. Berikutnya adalah tidak terjadinya koordinasi kebijakan antar anggota G20 seperti yang diharapkan ketika AS secara unilateral mengeluarkan kebijakan pengurangan stimulus, yang mengakibatkan negara-negara emerging termasuk Indonesia menghadapi pelarian modal dan menjadikan nilai rupiah terhadap dollar turun tajam. Ketika beberapa negara seperti Turki dan India menyerukan pentingnya koordinasi terkait dengan kebijakan tersebut sebelum berlangsungnya pertemuan G20 di St Petersburg, Rusia, namun dalam pertemuan puncak, koordinasi kebijkaan tidak dibahas. Belum lagi sikap AS yang tidak mendukung reformasi International Monetary Fund (IMF) yang telah menjadi komitmen G20.

Di tengah-tengah kegamangan akan efektivitas dan juga soliditas G20, pemerintah Australia telah menetapkan pertumbuhan yang kuat sebagai prioritas pembahasan di G20. Merujuk pada komunike pertemuan para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral di Sydney yang berlangsung pada tanggal 22-23 Februari 2014, ditargetkan perekonomian akan tumbuh 2% dalam lima tahun. Pertumbuhan diharapkan akan ditopang oleh peningkatan investasi swasta khususnya infrastruktur agar dapat menyerap tenaga kerja dan mendorong perdagangan. Pertumbuhan juga diharapkan tangguh terhadap goncangan sehingga perlu diperkuat aspek pembiayaan khususnya yang bersumber dari pajak. Diharapkan prioritas tersebut menjawab masalah keuangan dan ekonomi global dan juga menjawab efektivitas G20 sebagai forum kerjasama ekonomi global.

Pertanyaannya, apakah capaian tersebut sesuai yang diharapkan masyarakat sipil?apa usulan masyarakat sipil terhadap Delegasi pemerintah Indonesia yang hadir dalam pertemuan-pertemuan G20?

3

Page 4: Kertas Posisi Masyarakat Sipil Terkait Dengan G20, 2014

II. Tantangan Pembangunan indonesia

Masyarakat sipil Indonesia mencatat tiga tantangan pembangunan yang dihadapi baik oleh Indonesia maupun negara lain, meliputi tingginya angka ketimpangan, tingginya angka pengangguran, dan juga rendahnya mobilisasi sumber daya domestik. Tiga tantangan inilah yang diharapkan dapat dibahas dipertemuan G20.

1. Pertumbuhan versus ketimpangan

Salah satu sasaran utama Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 – 2019 yang sedang disusun Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) adalah pertumbuhan ekonomi rata-rata 6% sampai 8% per tahun. Diharapkan dengan angka pertumbuhan tersebut, produk domestik bruto (PDB) Indonesia mencapai USD 7.000 pada tahun 2019. Pertumbuhan ekonomi juga menjadi tujuan utama G20 melalui kerangka strong, sustainable and balance growth. Bahkan tahun ini di bawah kepemimpinan Australia, G20 menetapkan target pertumbuhan 2% dalam kurun lima tahun ke depan dan fokus pada pertumbuhan yang kuat.

Pada saat yang sama, Indonesia tengah menghadapi problem ketimpangan yang kian meningkat. Rasio gini koefisien mencapai 0,42 ditahun 2013, sebuah angka tertinggi sepanjang sejarah Indonesia. Kajian INFID juga menunjukkan, terjadi percepatan ketimpangan selama dekade terakhir. Hampir semua wilayah seperti desa dengan kota, Jawa dengan luar Jawa, nasional maupun propinsi mengalami percepatan ketimpangan.

Tabel 1. Gini Koefisien di Indonesia berdasarkan desa dan kota

Sumber: Arief Anshory Yusuf, diolah dari Susenas (2013)

4

Page 5: Kertas Posisi Masyarakat Sipil Terkait Dengan G20, 2014

Tabel 2. Gini koefisien berdasarkan Jawa dan Luar Jawa

Sumber: Arief Anshory Yusuf, diolah dari Susenas (2013)

Berbagai kebijakan di tingkat nasional yang mendorong melebarnya ketimpangan telah diidentifikasi masyarakat sipil seperti kebijakan perkebunan terutama perkebunan kelapa sawit yang memberikan dukungan yang minim bagi petani skala kecil dibandingkan petani skala besar atau bahkan korporasi telah mendorong ketimpangan semakin lebar. Demikian halnya dengan kebijakan perbankan yang menerapkan penjaminan bagi pemberian kredit, sementara pemerintah tidak memberikan dukungan yang cukup bagi pelaku usaha kecil mengakibatkan sektor mikro kesulitan mendapatkan akses kredit.

Menurut catatan OXFAM (2014), dalam tiga dekade terakhir ketimpangan global juga kian lebar. Jumlah kekayaan 1% penduduk dunia paling kaya sebesar USD 110 triliun atau 65 kali total kekayaan setengah dari jumlah penduduk dunia. Sementara setengah dari jumlah penduduk dunia memiliki kekayaan sama dengan 85 orang paling kaya di dunia.

Ketimpangan bukan hanya menjadi masalah Indonesia. Forum Ekonomi Dunia tahun ini juga menjadikan ketimpangan pendapatan sebagai tantangan global. ...Income disparity is also among the most worrying of issues. It raises concerns about the Great Recession and the Squeezing, while globalization has brought about a polarization of incomes in emering and developing economies. This is true despite the obvious progress in countries such as Brazil and lower levels of poverty in several developing countries in Asia...(WEF, 2014). Forum Ekonomi Dunia bahkan menempatkan ketimpangan sebagai salah satu tantangan dari 12 tantangan yang dihadapi komunitas ekonomi global.

Kondisi tersebut kian menghawatirkan manakalah G20 dan juga pejabat pemerintah sangat percaya pertumbuhan akan mendorong pemerataan, seperti yang dikemukakan oleh Kuznets.

5

Page 6: Kertas Posisi Masyarakat Sipil Terkait Dengan G20, 2014

Padahal kenyataannya, ketimpangan semakin meningkat dan tidak mengalami penurunan. Oleh karena itu, data-data yang adalah telah membuktikan mengenai apa yang diyakini Kuznets dengan ketimpangan akan berkurang seiring dengan pertumbuhan yang tinggi tidaklah terjadi.

2. Investasi dan Penyediaan Lapangan Kerja

G20 menetapkan investasi swasta terutama untuk pembangunan infrastruktur sebagai salah satu penggerak pertumbuhan. Investasi swasta diharapkan dapat mendorong penciptaan lapangan kerja melalui kerjasama pemerintah dengan swasta (Public Private Partnership). Indonesia yang saat ini menjadi Ketua Kelompok Kerja untuk Investasi dan Infrastruktur di G20, telah menjadi pengagas utama mengenai pentingnya infrastruktur menjadi agenda G20. Indonesia berharap dengan masuknya agenda infrastruktur dapat menjawab problem pembangunan infrastruktur di dalam negeri.

Sementara itu, data di bawah ini menunjukkan investasi belum maksimal dalam menyerap angkatan kerja. Hal ini bisa dilihat dari tabel di bawah ini di mana perkembangan investasi terhadap PDB Indonesia yang berkisar 30% dalam tiga tahun terakhir belum menjamin meningkatnya lapangan kerja. Penyerapan lapangan kerja hanya sebesar 1,14 juta orang ditahun 2012, terus menurun dari tahun sebelumnya dan berbanding terbalik dengan investasi yang kian meningkat.

Tabel 3: Perbandingan perkembangan investasi dengan penyerapan tenaga kerja

Sumber: Erani Yustika, diolah dari BI 2014

Harian Neraca (2 Mei 2014) mencatat “data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) terbaru, total realisasi realisasi investasi (Penanaman Modal Asing/PMA dan Penanaman Modal Dalam Negeri/PMDN) hingga kuartal I-2014 mencapai Rp 106,6 triliun. Di antaranya khusus PMDN tercatat Rp 34,6 triliun yang ternyata menyerap tenaga kerja 67.697 orang. Ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama 2013 yang mencapai Rp 27,5 triliun mampu menyerap tenaga kerja 148.521 orang. Pada kuartal I-2012 realisasi investasi Rp 19,7 triliun juga mampu menyerap 107.674 tenaga kerja.”

6

Page 7: Kertas Posisi Masyarakat Sipil Terkait Dengan G20, 2014

Khusus untuk investasi asing langsung (foreign direct investment), selain kontribusinya terhadap penyediaan lapangan kerja yang tidak sesuai harapan, investasi asing malah memberi keuntungan yang tinggi bagi investor. Data yang diambil dari Eurodad, sebuah lembaga masyarakat sipil di Eropa yang membidani isu pembiayaan untuk pembangunan, mencatat investasi asing langsung di negara-negara berkembang yang keluar dalam bentuk selisih keuntungan lebih besar dibanding investasi yang masuk.

Tabel 4. Sumber pendanaan baik yang masuk maupun keluar dari negara berkembang (USD miliar, 2011

Sumber: Tim Strawson, 2014

Gambaran di atas menunjukkan kenaikan investasi ternyata tidak berbanding lurus dengan penyerapan lapangan kerja dan malah memberi keuntungan yang besar bagi investor. Sementara pada saat ini, Indonesia tengah menghadapi bonus demografi yang membutuhkan peyediaan lapangan kerja yang tinggi, dan ini hanya bisa terjadi jika investasi mendorong pada pengembangan sektor produktif.

3. Mobilisasi Sumber Daya Domestik

Pembiayaan pembangunan merupakan salah satu tantangan yang perlu mendapat perhatian baik G20 maupun pemerintah. Krisis yang melanda Uni Eropa mendorong pengetatan fiskal, meskipun langkah sebaliknya dilakukan AS dan Jepang dengan melakukan pelonggaran moneter. Namun bagi emerging countries termasuk Indonesia, pembiayaan pembangunan terutama untuk program-program sosial dan belanja infrastruktur merupakan salah satu persoalan yang perlu dipecahkan.

7

Page 8: Kertas Posisi Masyarakat Sipil Terkait Dengan G20, 2014

PERKEMBANGAN PENERIMAAN NEGARA

Sumber: Kemenkeu berbagai tahun (diolah)

Salah satu usulan G20 dalam meningkatkan kapasitas fiskal anggota G20 adalah melalui kerjasama mendukung realisasi agenda aksi Base Erosian and Profit Shifting (BEPS) yang dirintis. Ini merupakan agenda aksi berupa kerjasama multilateral yang lebih luas untuk menangkal upaya-upaya penghindaran pajak melalui pengalihan keuntungan yang masif. Pencegahan hanya bisa dilakukan melalui kerjasama perpajakan yang konkret, mengikat, dan terukur.

Indonesia sebagai salah satu negara berkembang dan tujuan investasi utama juga mengalami persoalan dengan penerimaan pajak. Jika diukur dengan tax ratio atau perbandingan penerimaan pajak terhadap PDB, tax ratio Indonesia adalah 13,3%. Angka ini jauh di bawah rata-rata tax ratio lower middle-income countries yang mencapai 17.7%. Artinya, secara teoretik defisit penerimaan pajak Indonesia adalah 4.4% dari PDB atau sekitar Rp 375 trilyun.

Rendahnya tax ratio Indonesia dipengaruhi beberapa hal, antara lain (i) masih rendahnya kapasitas otoritas pajak memungut pajak, (ii) tingginya pengaruh sektor informal economy yang belum terintegrasi dalam sistem perpajakan nasional, (iii) tingginya tax avoidance (penghindaran pajak).

8

Page 9: Kertas Posisi Masyarakat Sipil Terkait Dengan G20, 2014

PERBANDINGAN TAX RATIO INDONESIA DENGAN NEGARA – NEGARA LAIN

Keterangan: *Hasil kalkulasi Perkumpulan Prakarsa dengan Pendekatan Tax Ratio dalamarti luasSumber: IMF 2011 (diolah)

Struktur penerimaan pajak Indonesia juga masih memprihatinkan. Sebagaimana tampak dalam tabel, penerimaan pajak masih didominasi oleh penerimaan PPh dan PPN. PPh Badan masih mendominasi dan jauh di atas penerimaan PPh Pasal 21 dan PPh Orang Pribadi. Ini menunjukkan belum terpenuhinya keadilan pajak yang didasarkan pada prinsip kemampuan membayar (ability to pay). Indonesia masih bergantung pada pajak tidak langsung (PPN) dan belum optimalnya kontribusi wajib pajak badan dan orang pribadi dalam membayar pajak. Struktur penerimaan pajak yang adil seharusnya terdiri dari penerimaan PPh Orang Pribadi yang paling besar, lalu PPN, dan PPh Badan.

Tabel 7. Perbandingan Penerimaan PPh dan PPN terhadap Penerimaan Pajak Dalam trilyun Rp.

Uraian 2006 % 2007 % 2008 % 2009 % 2010 % 2011 % 2012 %

Penerimaan Pajak

409 490 658 619 743 839 1016

PPh 165 40 194 40 250 38 267 43 306 41 360 43 445 44

PPh Pasal 21 31 19 39 20 51 20 52 19 55 18 62 17 89 20

PPh Pasal 25/29 OP

2 1 2 1 4 1 3 1 4 1 4 1 5.6 1.0

PPh Badan 65 39 80 41 106 42 120 45 131 43 166 46 191 43

PPN 123 30 154 31 209 32 193 31 262 35 309 37 336 33

Sumber: Kemenkeu (diolah)

9

Page 10: Kertas Posisi Masyarakat Sipil Terkait Dengan G20, 2014

Hal ini menunjukkan tax gap (selisih antara potensi pajak dan pajak yang dapat dipungut) yang cukup besar, salah satunya akibat tingginya penghindaran pajak, termasuk yang memanfaatkan skema penghindaran pajak internasional (cross-border tax avoidance).

GrafikStruktur Penerimaan Pajak2006 – 2012

0.00

200.00

400.00

600.00

800.00

1,000.00

1,200.00

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Penerimaan PajakPPhPPh 21PPh 25/ 29 OPPPh BadanPPN

Indikasi ini dapat dilihat pada tax ratio sektoral di bawah, yang menunjukkan tax ratio sektor perkebunan/kehutanan adalah yang terendah, lalu konstruksi dan pertambangan. Tidak dimungkiri, tiga sektor ini merupakan sektor yang kompleks dan umumnya melibatkan struktur bisnis lintas-batas (multinasional).

Table 9. Tax Ratio Sektoral 2008-2012

Klasifikasi Lapangan Usaha Tahun

2008 2009 2010 2011 2012

Pertanian, Perkebunan, Kehutanan 1.8 1.7 1.4 1.3 1.2

Pertambangan dan Penggalian 12.6 5.7 8.1 8.1 6.3

Industri Pengolahan 9.7 10.8 11.2 12.5 12.6

Listrik, Gas dan Air Bersih 15.5 14.0 19.1 20.0 13.5

Konstruksi 4.3 3.6 3.5 3.8 3.2

Perdagangan, Hotel dan Restoran 9.7 9.5 9.6 10.4 10.3

Pengangkutan dan Komunikasi 10.6 8.4 7.9 7.5 7.1

10

Page 11: Kertas Posisi Masyarakat Sipil Terkait Dengan G20, 2014

Keuangan, Real Estate & Jasa Perusahaan 19.4 19.7 19.8 18.3 18.0

Jasa-jasa 5.4 5.3 4.5 4.5 4.2

Sumber: Ditjen Pajak dan BKF Kemenkeu (diolah)

Dengan demikian mobilisasi sumber pendanaan domestik yang bertumpu pada penerimaan pajak membutuhkan dukungan yang besar dan konkret dari berbagai pihak. Selain peningkatan kapasitas otoritas pemungut pajak, kerjasama internasional yang lebih konkret dan efektif dibutuhkan untuk menangkal praktik penghindaran pajak lintas-batas melalui skema transfer pricing, hybrid mismatch arrangement, dan digital economy. Forum G20 adalah forum yang tepat dan strategis untuk mendorong realisasi kerjasama perpajakan internasional yang lebih baik.

III. Usulan Masyarakat Sipil

Tiga tantangan tersebut diharapkan menjadi prioritas G20. Sebab bagi masyarakat sipil, pertumbuhan yang kuat tidak akan berarti apa-apa jika menyisahkan masalah ketimpangan, pengangguran, dan juga keterbatasan pendanaan. Pertumbuhan yang kuat membutuhkan syarat yaitu menjawab tiga tantangan tersebut. Oleh karena itu, menurut masyarakat sipil tiga tantangan tersebut harus dijawab denga kebijakan sebagai berikut:

1. Mendorong pembangunan yang inklusif melalui:

a. Memberi prioritas kebijakan ekonomi bagi pelaku usaha kecil terutama perempuan dan anak muda yang bergerak di sektor informal (UMKM) dan juga petani skala kecil agar berdaya secara ekonomi. Berbagai kebijakan bisa didorong oleh G20 yaitu pemberian dukungan pendanaan jangka panjang untuk UMKM, meningkatkan produktivitas pertanian, pemberian fasilitas pelatihan, dan juga pengaturan pasar yang memungkinkan UMKM mampu ambil bagian dalam aktivitas perekonomian secara sehat.

b. Mendorong peningkatan peran sektor keuangan pada penguatan ekonomi riil. Hal ini bisa dilakukan dengan memberi kemudahan perbankan dalam pemberian kredit ke UMKM melalui pemberian jaminan pemerintah kepada UMKM, memberikan insentif kepada perbankan yang memberikan kredit ke UMKM, dan juga memberlakukan pajak untuk sektor keuangan terutama keuangan berjangka pendek. Kebijakan di tingkat nasional maupun global diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang mendukung bagi pelaku UMKM.

c. Meningkatkan investasi pada pembangunan sosial dengan meningkatkan belanja untuk pendidikan dan kesehatan. Pemerintah diharapkan meningkatkan anggaran untuk pendidikan tinggi, memperbanyak pelatihan ketenagakerjaan, dan merealisasikan

11

Page 12: Kertas Posisi Masyarakat Sipil Terkait Dengan G20, 2014

komitmen G20 untuk pemberian gizi yang cukup bagi anak usia 0 sampai 1000 hari pertama.

d. Peningkatan partisipasi perempuan dalam kesehatan, pendidikan, upaya pengentasan kemiskinan, pengelolaan kredit mikro, serta dalam rantai ekonomi keluarga yang akan mendorong rumah tangga lebih sejahtera

2. Investasi yang menyerap angkatan kerja

a. Memastikan investasi memberi nilai tambah bagi penguatan industri di dalam negeri dan penciptaan lapangan kerja yang layak. Terdapat dua sektor yang seharusnya mendapat perhatian yaitu sektor pertanian dan sektor padat karya seperti industri olahan yang menjadi basis penyerapan tenaga kerja. Oleh karena itu, investasi diharapkan dapat memperkuat dua sektor tersebut agar tercipta lapangan kerja seperti yang diharapkan.

b. Investasi tidak hanya didasarkan pada value for money tapi juga mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Terdapat kecenderungan untuk mendorong investasi bagi pembangunan infrastruktur skala besar. Meskipun pembangunan skala besar dalam hal tertentu diperlukan, namun investasi diharapkan mempertimbangkan tiga aspek yaitu ekonomi terutama UMKM, sosial khususnya respond masyarakat yang tidak menghendaki pembangunan infrastruktur karena adanya potensi alih fugsi lahan, dan juga keberlanjutan lingkungan.

c. Memberi prioritas pembangunan infrastruktur dasar seperti fasilitas pendidikan, kesehatan, dan sanitasi.

3. Mendorong peningkatan kerjasama perpajakan

a. Pertukaran informasi (exchange of information) tanpa syarat. Kinerja institusi perpajakan sangat bergantung pada ketersediaan data dan informasi. Dengan demikian peran informasi sangat penting dalam pemungutan pajak. Pertukaran informasi tanpa syarat harus diafirmasi semua negara demi terciptanya keadilan pajak. Keberadaan negara suaka pajak (tax haven/secrecy jurisdiction) harus segera diakhiri karena merugikan negara-negara berkembang dan juga negara maju.

b. Pembentukan forum perpajakan multinasional dan regional. Forum pajak multinasional dan regional sangat penting untuk menjalankan fungsi koordinasi dan pengawasan. Berbagai hambatan seperti kompetisi tak sehat dengan menurunkan tarif pajak (race to the bottom), pemberian fasilitas dan insentif pajak yang tidak sehat, sistem administrasi pajak yang buruk dan tertutup, dan sengketa perpajakan antarnegara dapat diselesaikan dalam forum ini. Forum ini juga dapat mendorong harmonisasi sistem perpajakan untuk

12

Page 13: Kertas Posisi Masyarakat Sipil Terkait Dengan G20, 2014

meningkatkan transparansi, akuntabilitas publik, kompetisi yang sehat, dan kepastian hukum.

c. Revisi terhadap Panduan Transfer Pricing dan Tax Treaty Model. Sebagai bagian dari Rencana Aksi BEPS, perbaikan panduan transfer pricing dan tax treaty model adalah prasyarat mutlak bagi reformasi sistem perpajakan internasional. Sebagaimana diakui OECD, metode transfer pricing yang ada memiliki beberapa kelemahan mendasar yang perlu diperbaiki agar menjamin keadilan bagi negara-negara berkembang. Model Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B/tax treaty) juga perlu diselaraskan dengan dinamika ekonomi dan bisnis dan mempertimbangkan keadilan global, melalui perlindungan lebih luas dan jelas kepentingan negara berkembang untuk memperoleh hak pemajakan.

---000---

13