bab i pendahuluan -...

23
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tesis ini akan membahas tentang PASIAD sebagai potensi bagi Turki untuk mengembangkan soft power/ kuasa halusnya di Indonesia. Selain itu, dalam tesis ini akan dibahas peranan PASIAD dalam hubungan Turki-Indonesia. PASIAD (Pasifik Ulkeleri Sosyal ve Iktisadi Dayanisma Denergi) merupakan jaringan sekolah bentukan Turki yang telah ada di Indonesia sejak tahun 1994. Adanya sekolah ini dengan berbagai muatan budaya khas Turkinya ditengarai memberikan pengaruh terhadap hubungan kedua negara. Negara Turki terletak di antara kawasan Timur Tengah dan Eropa ini, memiliki banyak kesamaan dengan Indonesia. Beberapa kesamaan antara kedua negara tersebut adalah sama-sama merupakan negara muslim moderat yang berhasil memadukan antara budaya barat dan budaya timur. Turki dan Indonesia juga sama- sama memilki potensi sumber daya manusia yang tinggi, dimana Indonesia adalah negara dengan penduduk terpadat di Asia Tenggara, dan Turki dengan 78 juta penduduknya merupakan negara dengan penduduk terpadat di Eropa. Sehingga,

Upload: voxuyen

Post on 16-Sep-2018

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tesis ini akan membahas tentang PASIAD sebagai potensi bagi Turki untuk

mengembangkan soft power/ kuasa halusnya di Indonesia. Selain itu, dalam tesis ini

akan dibahas peranan PASIAD dalam hubungan Turki-Indonesia. PASIAD (Pasifik

Ulkeleri Sosyal ve Iktisadi Dayanisma Denergi) merupakan jaringan sekolah

bentukan Turki yang telah ada di Indonesia sejak tahun 1994. Adanya sekolah ini

dengan berbagai muatan budaya khas Turkinya ditengarai memberikan pengaruh

terhadap hubungan kedua negara.

Negara Turki terletak di antara kawasan Timur Tengah dan Eropa ini,

memiliki banyak kesamaan dengan Indonesia. Beberapa kesamaan antara kedua

negara tersebut adalah sama-sama merupakan negara muslim moderat yang berhasil

memadukan antara budaya barat dan budaya timur. Turki dan Indonesia juga sama-

sama memilki potensi sumber daya manusia yang tinggi, dimana Indonesia adalah

negara dengan penduduk terpadat di Asia Tenggara, dan Turki dengan 78 juta

penduduknya merupakan negara dengan penduduk terpadat di Eropa. Sehingga,

2

keduanya memiliki peran penting di kawasan1. Kedua negara juga tergabung dalam

berbagai wadah organisasi internasional seperti D8, G20, OKI dan juga PBB.

Hubungan Turki dan Indonesia telah dimulai pada 29 Desember 1949. Pada

saat itu Turki mulai memberikan pengakuan secara de jure atas kemerdekaan

Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat. Meskipun demikian, karena situasi politik

Indonesia yang kurang kondusif saat itu, hubungan diplomatik kedua negara baru

muncul pada tahun 1957. Hubungan ini ditandai dengan pembukaan kantor kedutaan

Turki pada 10 April di tahun tersebut. Kedutaan tersebut mencakup penanganan

urusan administratif antara Turki dan Indonesia di seluruh nusantara.

Namun, hubungan diplomasi antara Indonesia dan Turki tidak selamanya

berjalan mulus. Terdapat dinamika dalam hubungan kedua negara, ditandai dengan

tidak terdapat kunjungan kenegaraan antara Indonesia dan Turki sejak tahun 1985.

Hal ini dikarenakan fokus masing-masing negara yang berbeda saat itu. Indonesia

lebih memfokuskan pada hubungan dengan Amerika Serikat dan negara-negara Asia

Tenggara. Sedangkan Turki lenih memilih untuk menjalin hubungan dengan Eropa

sehubungan dengan keinginannya untuk bergabung dengan Eropa dan menjalin

hubungan baik dengan negara-negara di lingkup kawasan regionalnya. Setelah tahun

tersebut, kunjungan presiden baru berlanjut pada tahun 1995. Pada tahun tersebut,

Presiden Turki, Süleyman Demirel, mengunjungi Indonesia guna menghadiri tahun

1 Republic of Turkey Ministry of Foreign Affairs, Turkish-Indonesian bilateral

relation (daring), 2009, <http://jakarta.emb.mfa.gov.tr/MFA.aspx> diakses pada 16

April 2014

3

pertama pembukaan sekolah PASIAD pertama di Indonesia serta memfasilitasi

kerjasama ekonomi kedua negara. Kemudian pada tahun 2004, terdapat kunjungan

Perdana Menteri Turki, Reccep Tayyip Erdogan ke Indonesia pasca terjadinya

Tsunami di Aceh, yang kemudian dibalas dengan kunjungan Presiden Susilo

Bambang Yudhoyono ke Istanbul, Turki.

Bantuan Turki pada Tsunami Aceh 2004 tersebut, tersalurkan melalui

organisasi PASIAD. PASIAD merupakan sekolah Turki yang mulai memasuki

Indonesia sejak awal tahun 2004, dimana Turki mulai menggalakan politik luar

negerinya untuk menyebarkan budaya dan ideologi politik demokrasinya. Dalam

sepuluh tahun terakhir fenomena masuknya PASIAD ke Indonesia mulai menjamur.

Saat ini telah ada sepuluh sekolah PASIAD di Indonesia. Mereka tersebar di berbagai

kota, seperti di Aceh, Padang, Bandung, Depok, Jakarta, Semarang, Sragen,

Yogyakarta, dan Banjarmasin2. Walaupun sekolah ini tergolong sekolah yang elite

karena biaya pendidikannya yang di atas standar sekolah umum, namun sekolah yang

menerapkan sistem asrama ini selain mengedepankan prestasi di bidang pendidikan

juga menjamin terjaganya akhlak dengan penerapan nilai sosial dan agama dalam

pengawasan asrama. Jangkauan pendidikan yang diampu oleh lembaga inipun

beragam, mulai dari sekolah dasar (SD) hingga tahap sekolah menengah (SMP dan

SMA). Prestasi sekolah ini cenderung menonjol dibuktikan dengan eksistensinya

2 A. Solihat, „The Gulen Inspired School as a Model Multicultural Based

Education‟. Prosiding Seminar International Multikultural & Globalisasi, Jakarta,

2012, hal. 2

4

dalam lomba olimpiade sains yang bahkan mencapai tingkat internasional. Hal ini

kemudian membuat beberapa kabupaten dan provinsi di Indonesia mengakusisi

sekolah Turki ini. Implikasi dari hal ini adalah datangnya banyak tenaga pengajar ahli

dari Turki ke Indonesia dan banyaknya siswa Indonesia yang mendapatkan beasiswa

ke Turki.

Penulis dalam tesis ini melihat merebaknya PASIAD di berbagai kawasan di

Indonesia sebagai suatu fenomena penyebaran kuasa halus yang menarik. Hal ini

dikarenakan sekolah yang lebih berfokus pada pendidikan dan disebarkan dengan

cara diplomasi publik, praktis menjadi alat penyebar kuasa halus yang efektif.

Meskipun demikian, belum banyak riset yang menghubungkan antara sekolah asing

dengan konsep kuasa halus. Alasannya adalah tidak banyak negara yang

memanfaatkan sektor pendidikan sebagai media penyebaran kuasa halusnya. Di lain

pihak, PASIAD sebagai suatu organisasi swasta, mulai masuk ke Indonesia pada saat

Indonesia dan Turki bukan pada suatu keadaan dimana hubungan politik dan

diplomasi kedua negara sedang dalam kondisi optimal, yang mana akan lebih

menjamin kestabilan berlangsungnya suatu organisasi. Penelitian ini diharapkan

mampu meningkatkan kesadaran akan potensi sektor pendidikan sebagai media kuasa

halus. Sehingga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan hubungan kerjasama

dengan negara lain secara lebih efektif.

5

B. Rumusan Masalah

1. Mengapa PASIAD sebagai sekolah swasta asing dapat berkembang dengan

pesat di Indonesia?

2. Apa peran PASIAD dalam hubungan Turki-Indonesia?

C. Reviu Literatur

Dalam menjawab masalah penelitian, penulis berpegang pada beberapa

sumber yang telah ditulis oleh para ahli di bidangnya. Salah satu sumber yang penting

dalam penulisan penelitian ini adalah referensi tentang entitas PASIAD. Margaret A.

Johnson dalam makalahnya „Glocalization of the Gülen Education Model: An

Analysis of the Gülen Inspired Schools in Indonesia‟, telah melakukan penelitian

terlebih dahulu tentang PASIAD di Indonesia. Pada makalah ini, Johnson

menjelaskan tentang proses implementasi PASIAD dalam masyarakat Indonesia.

Makalah ini menjawab pertanyaan tentang alasan PASIAD yang merupakan sekolah

bentukan Turki bertransformasi seakan ini merupakan sekolah bentukan Indonesia

yang menganut legal, budaya dan lingkungan sosial yang sangat membumi di tanah

Indonesia. Di dalam makalah ini diterangkan bahwa model pendidikan Gülen lebih

mengedepankan ide dan pandangan umum sehingga mudah diterima oleh masyarakat.

Makalah ini juga melihat model pengajaran di sekolah PASIAD dan bagaimana itu

memengaruhi sistem pendidikan di Indonesia.

6

Makalah ini penting bagi penulis karena menyediakan informasi tentang

PASIAD di dalam negeri Turki sendiri dan nilai yang sama antara PASIAD

danmasyarakat Indonesia. Indonesia, dalam kasus ini, menganggap PASIAD seperti

bukan lagi merupakan sekolah asing. Makalah ini memaparkan faktor-faktor apa saja

yang dianggap Johnson berperan dalam glokalisasi tersebut. Hal ini sangat

berhubungan dengan kuasa halus akan tetapi tidak menjadi bahasan Johnson. Apabila

masyarakat sudah merasa familiar bahkan timbul rasa memiliki terhadap sumber

kuasa halus negara lain, maka akan lebih mudah bagi negara tersebut menyampaikan

misi kuasa halusnya. Masyarakat juga akan cenderung menjadi pendukung atau

setidaknya tidak memiliki sikap skeptis yang tinggi terhadap negara pemilik kuasa

halus. Dari kepercayaan masyarakat inilah kuasa halus dapat berfungsi secara efektif.

Hal yang tidak dipaparkan oleh Johnson ini kemudian penulis temukan ada

dalam pembahasan kuasa halus oleh Nye dalam bukunya „The Paradox of American

Power: Why The World‟ Only Superpower Can‟t Go It Alone‟. Nye menggolongkan

kekuatan dalam dua bentuk yang berbeda yaitu hard power dan soft power. Nye

mengungkapkan bahwa aspek koersi yang diwujudkan dalam penguatan militer, tidak

cukup efektif untuk membangun suatu kekuasaan. Nye kemudian memperkenalkan

aspek baru yang menyentuh ranah afeksi demi mewujudkan kekuasaan. Aspek

tersebutlah yang dimaksud dengan kuasa halus. Ide utamanya adalah bukan dengan

menghilangkan lawan, namun dengan manambah kawan. Karena dalam tujuannya

adalah menyentuh ranah afeksi, maka dalam pengimplementasiannya kuasa halus

7

lebih mengeksplorasi aspek-aspek yang dapat digunakan untuk menyebarkan kesan

positif dari suatu negara. Aspek-aspek tersebut dibagi menjadi tiga kategori besar

yaitu: kebudayaan (pada tempat-tempat yang memiliki kebudayaan yang menarik),

nilai politik (jika nilai ini layak sukses di negaranya sendiri dan negara luar), dan

kebijakan luar negeri (apabila kebijakan ini masuk akal dan mempunyai nilai moral).

Dari tiga kategori besar tersebut, budayalah yang memiliki cabang turunan yang

banyak. Budaya sendiri berarti sekumpulan nilai dan perilaku yang memberikan

identitas bagi masyarakat. Dalam manifestasinya budaya dibedakan menjadi budaya

berkelas seperti literatur, seni dan pendidikan, selain itu juga terdapat budaya popular

yang lebih berfokus pada hiburan massa.Turki sendiri menggunakan pendidikan

untuk menyebarkan budayanya dalam rangka mengaktualisasikan kuasa halus yang

dimilikinya. Dalam buku ini dijelaskan bahwa Amerika memberikan beasiswa

sebagai wujud kuasa halusnya. Cara kerja kuasa halus dalam bidang pendidikan ini

adalah apabila seseorang mendapatkan beasiswa dan berkesempatan mengenyam

pendidikan di Amerika, maka orang tersebut diharapkan nantinya akan menjadi agen

Amerika di negaranya. Maksud dari agen Amerika adalah bahwa penerima beasiswa

tersebut setelah kembali ke negaranya akan membawa nilai-nilai Amerika (seperti

demokrasi, dan liberalisasi) dan kemudian tidak menolak kebijakan atau nilai

Amerika yang dikenakan kepada negaranya. Penulis disini mengasumsikan bahwa

PASIAD menggunakan konsep yang sama dengan beasiswa yang ditawarkan oleh

Amerika. Bedanya adalah, jika beasiswa Amerika cenderung mengimpor agen

8

pembawa nilai sedangkan PASIAD melakukan ekspor nilai. Jika dalam aplikasinya

nilai-nilai ke-Amerika-an diberikan kepada penerima beasiswa untuk kemudian

dibawanya pulang ke negaranya, sedangkan PASIAD memilih untuk mengekspor

atau mendatangkan sendiri nilai-nilai budaya Turki ke negara penerimanya, dengan

tujuan yang sama yaitu transfer budaya dan nilai.

Penelitian kedua yang penulis temui berkaitan dengan topik ini adalah

penelitian yang dilakukan Bayram Balci dalam „Fetullah Gülen‟s Missionary Schools

in Central Asia and Their Role in the Spreading of Turkism and Islam‟. Penelitian ini

menjelaskan tentang peran sekolah PASIAD yang ada di Asia Tengah serta perannya

dalam penyebaran budaya Turki dan Islam. Balci memandang bahwa tujuan dari

Fetullah Gülen sebagai tokoh di balik PASIAD adalah upaya untuk melakukan

reIslamisasi kawasan Asia Tengah. Asia Tengah pernah mengalami masa keemasan

Islam. Namun semenjak menjadi bagian dari Uni Soviet, aspek sekularisme

melingkupi seluruh kegiatan masyarakatnya. Kegiatan yang berhubungan dengan

Islam dikawasan tersebut kemudian menjadi lemah dan bahkan terlarang. Balci

beranggapan bahwa sekolah PASIAD berusaha untuk menghidupkan kembali Islam

dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat Asia Tengah. Namun karena ajaran yang

ditebarkan oleh Fetullah Gülen lebih bersikap patriotik dan serta sistem Islam modern

yang diajarkannya, membuat ideologi yang dibawa oleh PASIAD yang ada di

kawasan Asia Tengah terkesan bukan sebagai penyebar Islamisasi namun lebih ke

Turkisasi.

9

Balci dalam karyanya memandang PASIAD dari sisi upaya penyebaran

ideologi Islam Fetullah Gülen. Balci menjelaskan proses perekrutan anggota baru,

sistem yang ada dalam sekolah PASIAD dan standar operasi sekolah ini dengan

sangat rinci. Balci juga menyatakan bahwa pada akhirnya sekolah ini lebih

melakukan penyebaran budaya Turki. Namun Balci tidak mengaitkan bagaimana

peran sekolah yang wajarnya menjadi sarana pendidikan dapat di fungsikan sebagai

penyebaran budaya Turki.

Balci juga menyebutkan bahwa PASIAD mudah diterima di kawasan Asia

Tengah karena aspek kedekatan geografis serta kesamaan leluhur dan etnis antara

negara-negara Asia Tengah dan Turki. Dalam sejarahnya, negara Turki dan negara

bekas bagian Uni Soviet seperti Turkmenistan, Uzbekistan, Karzakhstan, Kyrgyzstan

dll memang berasal dari nenek moyang yang sama yaitu bangsa Turkic. Balci

beranggapan bahwa penyebaran sekolah PASIAD adalah upaya untuk membentuk

kembali pan-Turkic. Pemahaman Balci ini tidak dapat menjelaskan bagaimana

sekolah PASIAD dapat berkembang dengan pesat di negara non Turkic. Indonesia

sebagai contoh memiliki ras yang berbeda dengan bangsa Turki dan tidak ada

kedekatan geografis, namun sekolah PASIAD mengalami perkembangan yang luas di

kawasan Indonesia. Di dalam tesis ini, penulis akan menjelaskan faktor-faktor yang

menyebabkan PASIAD dapat diterima di Indonesia, walaupun Indonesia dan Turki

memiliki etnis yang berbeda dan letak geografis yang saling berjauhan.

10

Masih berkaitan dengan Balci, Bill Park menulis „The Fetullah Gülen

Movement as A Transnational Phenomenon‟. Kaitan antara penelitian yang dilakukan

oleh Park dan Balci adalah tentang wilayah studinya yang juga di negara-negara Asia

Tengah. Balci membahas lebih banyak tentang detail sistem dan lebih fokus pada

Fetullah Gülen sebagai tokoh di balik sekolah PASIAD. Sedangkan Park memandang

sekolah PASIAD beserta jaringannya sebagai bentuk dari suatu organisasi

transnasional. Argumen Park didasarkan atas bentuknya yang merupakan organisasi

non kepemerintahan dan penyebarannya yang telah terinternasionalisasi. Apalagi

didukung dengan adanya dialog antar kepercayaan serta sistem pendidikannya yang

luas, Park percaya bahwa sekolah PASIAD dan jaringannya menjadi aktor

transnasional dalam skala besar. Aktivitas dari organisasi ini bahkan diyakini Park

akan memberikan pengaruh pada skenario „Clash of Civilization‟ dan evolusi citra

Islam di dunia modern.

Tulisan Park ini juga mengambil perspektif Islam dalam sekolah PASIAD.

Namun terdapat perbedaan antara Islam yang disorot Balci dan Park. Balci yang

mengaitkan PASIAD yang terinspirasi pemahaman Gülen sebagai percampuran

antara Islam dan modernisasi. Park memandang dari sisi bahwa ideologi Gülen

adalah percampuran antara Islam dan nasionalisme. Menurut Park, semangat

nasionalisme yang besar yang ada dalam diri Gülen membuat sekolah PASIAD

menaruh perhatian yang lebih besar terhadap Turkisme (menyebarkan pengaruh

Turki) daripada Islamisasi. Bahkan Park menilai tingkat nasionalisme Turki dalam

11

sekolah PASIAD mendekati level chauvinisme. Di berbagai negara pan-Turkic,

bendera Turki turut dikibarkan bersama bendera negara tujuan sekolah PASIAD,

begitupula dengan lagu kebangsaan Turki yang dinyanyikan bersama lagu

kebangsaan negara tujuan. Sebagian besar pengurus sekolah dijabat oleh orang Turki

dan bahasa Turki menjadi bahasa yang umum digunakan dalam proses belajar

mengajar di samping penggunaan bahasa Inggris dan bahasa lokal. Namun jenis

ekstrimisme ini tidak terjadi di Indonesia. Sekolah PASIAD Indonesia mematuhi

peraturan baik upacara maupun kurikulum standar yang biasa diterapkan di sekolah

umum lainnya di Indonesia.

Park menyebutkan bahwa Gülen lebih memilih dan menganjurkan loyalisnya

untuk mengembangkan Islam untuk pendidikan daripada mempolitisasi Islam.

Penulis juga pernah mendengarkan dari Fetullah Gülen sendiri yang mengatakan

bahwa harus ada batasan antara agama dengan politik. Gülen tidak menyukai politik

dan berharap bahwa keluarga dan generasinya tidak ada yang masuk ke dunia politik.

Akan tetapi, menurut Park, apa yang selama ini dilakukan oleh Gülen adalah politik.

Penyebaran budaya Turki ketingkat internasional oleh organisasinya akan

memengaruhi konstalasi politik global. Hal ini menjadi kekuatan politik yang dalam

jangka panjang akan terus bertambah besar dan memungkinkan merubah tatanan

skenario „clash of civilization‟. Pendapat ini didukung dengan fakta bahwa pada akhir

2013 di Turki, terdapat gesekan antara pemerintah dan organisasi loyalis Gülen.

Penyebab dari gesekan ini adalah politikus Turki beranggapan bahwa organisasi

12

loyalis Gülen yang semakin lama semakin besar ini akan dapat menggulingkan

pemerintahan. Penyebab lainnya adalah adanya tuduhan korupsi dalam tubuh

organisasi ini.

Park juga menekankan semangat loyalis Gülen dalam menyebarkan ideologi

Gülen dan dialog antar agama. Park juga menjelaskan bahwa adanya sekolah

PASIAD membantu reIslamisasi negara Asia Tengah dan membantu penyebaran

Islam di daerah yang agama mayoritasnya bukan Islam seperti Filipina maupun

negara-negara barat seperti Autralia, Amerika, Perancis dan Rusia. Park menjelaskan

bahwa sekolah PASIAD sengaja dibuka di daerah-daerah tersebut untuk tujuan

dakwah Islam. Namun hal ini tidak menjelaskan fenomena yang terjadi di Indonesia.

Di Indonesia, mayoritas masyarakatnya telah mengenal Islam dan memeluk Islam

moderat jauh sebelum kedatangan sekolah PASIAD. Pada kasus Indonesia, teori dari

Park yang lebih dapat digunakan adalah fungsi PASIAD sebagai kuasa halus untuk

menyebarkan Turkisme.

Park juga mengatakan bahwa organisasi ini adalah wujud dari kuasa halus yang

dimiliki oleh Turki. Meskipun Park belum bisa menunjukan argumentasi atas ciri apa

saja yang dimiliki olehorganisasi ini sehingga dapat dikatakan sebagai kuasa halus.

Selain itu Park juga mengakui bahwa dirinya tidak dapat menunjukan implikasi apa

saja yang dapat dibawa oleh organisasi yang disebutnya sebagai kuasa halus Turki

dalam memberikan keuntungan bagi Turki. Namun dalam tesis ini, akan dipaparkan

bagaimana sekolah PASIAD dapat dikatakan sebagai kuasa halus Turki. Kemudian

13

juga akan dibahas keuntungan yang di dapat Turki dengan adanya sekolah PASIAD

di Indonesia.

Penelitian keempat adalah „The Gülen-Inspired School in Indonesia as a Model

Multicultural Based Education‟ karangan Ade Solihat. Penelitian ini lebih melihat

kepada entitas PASIAD sebagai sekolah yang mengambil nilai-nilai yang ditanamkan

oleh Fetullah Gülen. Nilai-nilai tersebut kemudian membentuk identitas sekolah-

sekolah tersebut menjadi sekolah yang terbuka pada kebebasan dan bernafaskan

multikulturalisme. Dalam penelitian ini, Sholihat mengemukakan bahwa

multikulturalisme yang dibawa PASIAD ini mudah diterima oleh Indonesia karena

identitas awal masyarakat Indonesia yang memiliki diversitas budaya yang tinggi.

Sedangkan dalam tubuh PASIAD yang berakarkan pada pandangan multikulturalisme

yang dibawa oleh Fetullah Gülen tersebut membuat sekolah ini dapat berkembang

dengan baik di Indonesia. Solihat juga menekankan bahwa multikulturalisme akan

terus berkembang di tengah derasnya arus globalisasi yang membuat perbedaan

semakin mencolok. Dalam kondisi demikian, maka hal yang dapat menyatukan

perbedaan tersebut adalah dengan menguatkan rasa toleransi. Semangat inilah yang

diusung oleh PASIAD, yang diyakini dapat menguatkan persatuan di Indonesia,

meskipun sekolah ini berasal dari Turki. Solihat lebih memfokuskan penelitiannya

pada bagaimana multikulturalisme yang diusung oleh sekolah-sekolah PASIAD

mendapatkan tempat di Indonesia. Penelitian ini lebih terarah pada aspek pendidikan

di PASIAD yang sesuai dengan pendidikan di Indonesia dan aspek sosiologis dari

14

multikulturalisme di Indonesia. Meskipun tulisan tersebut telah memaparkan tentang

nilai yang dibawa oleh PASIAD, namun belum membahas tentang peranan nilai itu

sendiri dalam hubungan antara negara Indonesia dan Turki. Maka pada tesis ini akan

dibahas bukan saja tentang nilai-nilai lain yang dibawa oleh PASIAD namun juga

peranan PASIAD sendiri dalam hubungan Indonesia dan Turki secara keseluruhan.

D. Kerangka Konseptual

Power atau kekuasaan selalu menjadi isu utama yang selalu menjadi tujuan

dari negara. Joseph Nye dalam bukunya „The Paradox of American Power‟ (2002: 4),

mendeskripsikan konsep kekuasaan sebagai kemampuan untuk memengaruhi hasil

yang diinginkan, bahkan bila perlu mengubah perilaku orang lain demi terwujudnya

hasil yang diinginkan tersebut. Untuk mendapatkan kekuasaan ini, ada beberapa

alternatif pilihan yang dapat ditempuh oleh sebuah negara. Pilihan untuk

mendapatkan kekuasaan tersebut antara lain adalah dengan mengembangkan hard

power, soft power maupun smart power. Setelah berakhirnya Perang Dunia kedua

pada tahun 1945, popularitas penggunaan kekuatan militer sebagai basis utama hard

power semakin menurun. Dalam perkembangannya, dunia internasional lebih melihat

penggunaan kuasa halus sebagai alat kepentingan yang lebih prospektif. Hal ini

didukung oleh fakta kecenderungan dunia internasional untuk lebih menjaga

perdamaian dan mengurangi konflik bersenjata. Kuasa halus juga mempunyai efek

15

yang berlangsung lebih lama daripada penggunaan Hard power maupun Smart

power.

Tabel 1: Tiga Jenis Power/Kuasa

Perilaku Arus Primer Kebijakan

Pemerintah

Kuasa Militer Koersi

Deterrence

Perlindungan

Ancaman

Paksaan

Diplomasi Koersif

Perang

Aliansi

Kuasa Ekonomi Imbalan

Koersi

Pembayaran

Sanksi

Bantuan

Suapan

Sanksi

Kuasa Halus Ketertarikan

Seting agenda

Nilai

Budaya

Kebijakan

Institusi

Diplomasi Publik

Diplomasi Bilateral

dan Multilateral

Sumber: J.S. Nye, Soft Power: The Means to Success in World Politics. Halaman 31

Kuasa halus terletak pada kemampuan untuk mengatur agenda politik dalam

tatanan yang dapat membentuk preferensi aktor lain. Dalam pengaturan agenda ini,

hal yang dapat memengaruhi preferensi orang lain adalah hal-hal yang bersifat

intangible seperti kebudayaan yang menarik, ideologi, maupun nilai-nilai yang

luhur3. Dengan adanya hal-hal tersebut, aktor yang menjadi tujuan dari penggunaan

kuasa halus ini akan dengan senang hati dan bahkan tanpa disadari akan dapat

3 J.S. Nye, The Paradox of American Power: Why The World‟ Only

Superpower Can‟t Go It Alone, Oxford University Press, New York, 2002, hal. 9

16

bertindak sesuai dengan apa yang diinginkan dari aktor pemilik kuasa halus. Akan

tetapi yang perlu dicermati disini adalah bahwa kuasa halus tidak hanya semata

terbatas pada peran pengaruh. Apabila hanya tentang pengaruh, maka hard power pun

dapat pula memengaruhi dengan memberikan ancaman maupun sanksi militer, begitu

pula smart power yang dapat memberikan pengaruh melalui pemberian dana bantuan

maupun embargo. Namun, yang lebih ditekankan dalam kuasa halus adalah

kemampuan untuk dapat memancing ketertarikan. Dimana wujud dari ketertarikan

dan kekaguman itu dapat menciptakan kepatuhan. Tabel yang menjelaskan tentang tiga jenis kekuatan menurut Joseph Nye,

turut menjelaskan bahwa dalam kuasa halus, untuk mendapatkan ketertarikan, maka

dapat melalui kebijakan pemerintah yaitu dengan menggunakan diplomasi publik.

Diplomasi publik dapat diartikan sebagai program pemerintah yang bertujuan untuk

menginformasikan ataupun memengaruhi opini publik di negara lain4. Jan Melissen

dalam „The New Public Diplomacy‟ juga mengatakan bahwa diplomasi publik

merupakan instrument dari kuasa halus. Jan juga percaya bahwa diplomasi publik

modern bukan lagi pada ranah pemerintah ke rakyat di negara lain, namun dapat juga

dilakukan oleh pihak yang merepresentasikan negara kepada masyarakat di negara

4 C. Wolf Jr & Brian Rosen, Public Diplomacy: How to Think about and

Improve It? Rand Cooperation, California, 2004, hal. 15

17

lain5. Makna dari diplomasi publik telah mengalami perluasan, sehingga dapat

mengakomodir lebih banyak pihak yang terlibat.

Dalam tabel tersebut, Nye juga menjelaskan bahwa sumber kuasa halus di

suatu negara dapat diperoleh dari tiga hal berikut: budaya (yang dapat memicu

ketertarikan negara lain), nilai-nilai politik (yang berkembang di dalam dan luar

negeri), dan kebijakan politik luar negeri (yang terlegitimasi serta memiliki otoritas

moral).6 Kebudayaan sendiri merupakan salah satu spektrum dari diplomasi publik.

Nilai-nilai suatu negara terbungkus dalam budaya yang menjadi identitasnya. Oleh

karena itu, budaya yang menjadi sarana diplomasi publik mempunyai nilai

keefektifan yang tinggi guna membentuk kuasa halus. Budaya dari suatu negara yang

kemudian memengaruhi masyarakat di negara lainnya sehingga membentuk tindakan

dan pola pikir yang sama di antara masyarakat dapat menjadi jalan akan terciptanya

hubungan jangka panjang antara kedua negara.

Namun, potensi suatu budaya untuk menjadi kuasa halus sendiri hanya akan

terhenti sebagai soft power resources atau sumber kuasa halus apabila tidak

dimanfaatkan secara benar. Hal ini dapat dikarenakan apabila suatu negara memiliki

budaya yang luhur, yang didalamnya terdapat nilai-nilai yang tinggi dan norma yang

dirasakan bersama, namun budaya tersebut tidak dikembangkan ke negara lain

5 J. Melissen, The New Public Diplomacy; Soft Power in International

Relation, New York: Palgrave Macmillan, 2005, hal. 22 6 J.S. Nye, Soft Power: The Means to Success in World Politic,

PublicAffairstm

, New York, 2004, hal. 11

18

sehingga tidak dapat berfungsi sebagai kuasa halus. Proses bagaimana kuasa halus

dapat bekerja dan diterima oleh masyarakat negara lain dijelaskan oleh Alexander

Vuving melalui konsep arus kuasa halus (soft power currencies).

Arus kuasa halus dapat menunjukan sejauh mana suatu kuasa halus dapat

diterima dan direpon oleh masyarakat di negara penerimanya. Lebih jauh lagi,

Vuving membagi arus kuasa halus tersebut dalam tiga golongan besar yaitu beauty/

keindahan, brilliance/ kecermerlangan dan benignity/ keramahan. Dimana keindahan

adalah saat dimana masyarakat merasakan adanya kesamaan ide dan nilai dengan

negara asal kuasa halus. Proses ini kemudian menimbulkan rasa saling memiliki/

shared value yang memunculkan rasa kepercayaan dan persatuan. Kecemerlangan

berarti menonjolkan pencapaian yang telah diperoleh negara penghasil kuasa halus,

sehingga masyarakat di negara lain akan merasa kagum terhadap negara tersebut.

Kecemerlangan dapat memberikan dua efek kepada masyarakat penerimanya yaitu

efek segan dan keinginan untuk meniru negara asal kuasa halus tersebut. Yang

terakhir adalah keramahan yang dapat didefinisikan perilaku yang dianggap baik

terhadap masyarakat negara lain yang akan dibalas dengan perlakuan yang serupa.

Hasil dari keramahan dapat berupa sikap ramah, toleransi terhadap perbedaan, tidak

menentang, memberikan bantuan bahkan dapat berupa pemberian perlindungan.

19

E. Argumen Utama

Merujuk pada kerangka konseptual kasus ini, penulis berargumen bahwa

sekolah PASIAD yang didirikan di Indonesia sebagai suatu bentuk kuasa halus Turki

sehingga dengan mudah dapat berkembang dengan pesat di Indonesia, yang

implikasinya dapat meningkatkan hubungan kerjasama jangka panjang yang terjaga

dengan baik antara Turki dan Indonesia. Jika dilihat dari sasaran diplomasinya,

terlihat bahwa sekolah PASIAD adalah salah satu bentuk diplomasi publik.

Diplomasi publik ini memiliki tujuan membangun pemahaman mengenai ide dan

nilai positif dari negara pelakunya, termasuk di dalamnya institusi dan budaya yang

dimiliki serta tujuan yang hendak dicapai melalui kebijakan pemerintah7. Diplomasi

yang langsung ditujukan pada ranah masyarakat (people to people contact) ini

dilakukan dengan tujuan menggalang simpati masyarakat secara langsung terhadap

Turki. Karena simpati merupakan salah satu hasil dari kuasa halus, maka dengan

diperolehnya simpati masyarakat, berarti kuasa halus suatu negara telah sampai pada

masyarakat yang menjadi targetnya. Sehingga jalur pendidikan yang ditempuh

PASIAD sebagai diplomasi publik adalah instrumen kuasa halus yang efektif.

Diplomasi publik dalam sekolah-sekolah PASIAD lebih menonjolkan

diplomasi budayanya. Diplomasi kebudayaan ini terselip dalam program-program

sekolah yang dimiliki PASIAD. Dalam kurikulum sekolah PASIAD ini terdapat

7 H.N. Tuch, Communicating with the World: The US Public Diplomacy

Overseas, St. Martin‟s Press, New York, 1990, hal.3

20

begitu banyak muatan budaya Turki. Selain pada program sekolah, sering kali

PASIAD melakukan open house ataupun bakti masyarakat dengan memperkenalkan

karya seni, filsafat, kuliner maupun tujuan wisata yang menjadi khas Turki. Terlebih

lagi, kebudayaan Turki dan Indonesia memiliki banyak kemiripan, sehingga lebih

mudah diterima masyarakat Indonesia. Itulah alasan PASIAD dapat diterima dengan

baik dan berkembang dengan pesat di Indonesia.

Selain memperkenalkan budaya tradisionalnya, diajarkan pula nilai-nilai

positif seperti rela berkorban dan toleransi dalam karakteristik pengajaran di sekolah

PASIAD yang dapat membuat masyarakat Indonesia mengagumi kebudayaan Turki

tersebut. Rasa kagum yang dihasilkan dari penyebaran budaya pada masyarakat

Indonesia ini kemudian menjadi sebuah kuasa halus yang kuat bagi Turki. Kuasa

halus ini kemudian menjadi penting, karena dengan adanya kuasa halus masyarakat

Indonesia tidak akan menjadi skeptis bahkan cenderung mendukung kebijakan luar

negeri Turki di Indonesia. Pada pemerintahan yang demokratis, dukungan dari

masyarakat menjadi tolak ukur yang penting bagi pemerintah dalam menentukan

kebijakannya.Teori PASIAD sebagai kuasa halus dapat menjawab pertanyaan

mengenai alasan PASIAD sebagai sekolah swasta asing dapat berkembang dengan

pesat di Indonesia. Pertanyaan pertama ini dapat dijawab dengan menganalisis

kegiatan-kegiatan PASIAD yang berfungsi sebagai arus kuasa halus ke masyarakat

sehingga dapat menghasilkan simpati dan penerimaan.

21

Kuasa halus yang sukses dari Turki ini akan menjadi jembatan bagi Turki untuk

melegitimasi kepentingannya terhadap Indonesia serta membangun kerjasama jangka

panjang antara kedua negara. Kepentingan Turki terhadap Indonesia ini dapat dilihat

dari berbagai aspek, baik aspek politik maupun ekonomi. Tingkat keberhasilan dari

kuasa halus dapat diukur dari sejauh mana kuasa halus menghasilkan keramahan,

kecemerlangan dan keindahan bagi negara pemrakarsanya. Sehingga, walaupun

sasaran langsung dari kuasa halus ini adalah masyarakat, namun efek dari kuasa halus

ini dapat dirasakan dalam ranah Government to Government. Implikasi penggunaan

kuasa halus PASIAD di Indonesia dapat menjawab pertanyaan kedua mengenai peran

PASIAD dalam hubungan Turki-Indonesia.

F. Metode Penelitian

Penelitian ini disusun dengan konsep deskriptif analitis. Penulis akan

memaparkan data-data dan teori yang digunakan dalam penulisan penelitian ini,

kemudian dengan konsep dari teori yang telah dipaparkan, data-data yang dibutuhkan

akan dianalisa. Spesifikasi data yang diperlukan dalam menyusun penelitian ini antara

lain dinamika hubungan Turki dan Indonesia, serta kerjasama budaya yang terdapat

dalam sekolah PASIAD yang memengaruhi hubungan Turki dan Indonesia. Selain itu

juga dibutuhkan informasi tentang data-data sekolah PASIAD di luar negeri serta

dinamika hubungan sekolah PASIAD dengan pemerintah Turki. Kemudian, juga

akan diteliti respon masyarakat Indonesia dengan adanya sekolah PASIAD yang

22

bermuatan budaya Turki sebagai tolak ukur kesuksesan kuasa halus yang dimiliki

Turki.

G. Sistematika Penulisan

Tesis ini akan terbagi dalam lima bab. Dimana bab satu akan memuat

pendahuluan. Pendahuluan ini memaparkan latar belakang masalah, rumusan

masalah, reviu literatur, kerangka konseptual, argumentasi utama, metode penelitian

dan sistematika penulisan. Kemudian pada bab dua akan dijelaskan berkembangnya

sekolah PASIAD di Turki serta latar belakangnya di Indonesia. Isi dari bab ini antara

lain adalah PASIAD Turki yang mencangkup profil dari Fetullah Gülen sebagai

pencetus PASIAD, dan perkembangan PASIAD di Turki. Selain itu pada sub bab dua

juga terdapat penjelasan tentang sekolah PASIAD di dunia dan PASIAD di Indonesia

yang meliputi poin kesuksesan PASIAD di Indonesia dan sistem pendidikannya. Pada

bab tiga penulis menganalisa sekolah PASIAD sebagai bentuk dari kuasa halus Turki

di Indonesia. Bab ini akan diawali dengan uraian tentang mekanisme PASIAD

sebagai kuasa halus. Di dalamnya juga terdapat penjelasan bagaimana PASIAD

sebagai suatu organisasi swasta dapat disebut sebagai kuasa halus, serta program-

program PASIAD bagi warga sekolahnya yang berpotensi menyalurkan nilai dan

budaya Turki, seperti pemanfaatan program sekolah, pemberian beasiswa Turki dan

summer school serta publikasi media. Sedangkan pada sub bab berikutnya dijelaskan

23

analisis kuasa dari PASIAD melalui pendekatan arus kuasa halus. Kegiatan PASIAD

yang ditujukan pada masyarakat dan dapat dijadikan sebagai arus kuasa halus antara

lain: pameran iptek, seni budaya, fesyen, bakti masyarakat, nilai toleransi dam

universalitas dalam PASIAD, penyebaran bahasa dan studi Turki di perguruan tinggi

serta promosi pariwisata.

Pada bab empat pembahasan akan difokuskan pada implikasi dari adanya

sekolah PASIAD bagi hubungan antara Indonesia dan Turki. Bab ini dimulai dengan

penjelasan tentang gambaran umum hubungan Indonesia dan Turki, yang diperinci

dengan garis waktu hubungan Turki dan Indonesia pada masa perang dingin dan

setelah perang dingin. Selanjutnya juga dijelaskan hubungan Turki dan Indonesia di

berbagai bidang seperti pada bidang ekonomi perdagangan, investasi, pariwisata,

pendidikan dan kesehatan. Terakhir, pada bab lima penulis akan memaparkan

simpulan dengan melakukan reviu secara singkat atas jawaban dari rumusan masalah

serta manfaat yang dapat diambil dari topik penelitian yang dikaji bagi ilmu

hubungan internasional dan Indonesia.