pengaruh smewg apec terhadap umkm

62
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Interaksi yang terjadi antar beberapa negara sudah lama menjadi pokok bahasan dalam kajian hubungan internasional. Interaksi tersebut bukan hanya berbentuk perang antar negara namun juga interaksi damai, interaksi kerja sama, interaksi ekonomi, budaya dan lain sebagainya. Seiring dengan perkembangan ilmu dalam studi Hubungan Internasional, kajian yang menjadi pokok bahasan dalam studi Hubungan Internasional kontemporer pun memiliki perkembangan dan perluasan objek yang dikaji. Aktor non- negara muncul sebagai aktor yang juga ingin berpartisipasi dalam tatanan sistem internasional, aktor non-negara pun menjadi aktor yang juga memilki pengaruh kuat dalam pengambilan kebijakan oleh sebuah Negara. 1 Perubahan aktor ditandai dengan perubahan jumlah baik bertambah maupun berkurang serta dengan perubahan sifat dari aktor hubungan internasional. Perubahan jumlah yang sangat signifikan terjadi pada penambahan jumlah aktor non-negara seperti Multi-National Corporation (MNCs), International Govermental Organizations (IGOs), International non-Govermental Organizations (INGOs) serta beberapa kelompok dan individu yang melintasi batas negara. 1 Henderson, Conway W.1998. International Relations, Conflict and Cooperation at the Turn of 21 Century. McGraw-Hill International Editions 3 rd Edition.

Upload: miftahur-rahman

Post on 12-Jan-2016

38 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

pertumbuhan UMKM banyak dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan pemerintah yang pro UMKM.kebijakan pemerintah tersebut merupakan hasil ratifikasi dari kesepakatan yang dihasilkan dalam forum SMEWG

TRANSCRIPT

Page 1: pengaruh SMEWG APEC terhadap UMKM

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Interaksi yang terjadi antar beberapa negara sudah lama menjadi pokok bahasan dalam

kajian hubungan internasional. Interaksi tersebut bukan hanya berbentuk perang antar negara

namun juga interaksi damai, interaksi kerja sama, interaksi ekonomi, budaya dan lain

sebagainya. Seiring dengan perkembangan ilmu dalam studi Hubungan Internasional, kajian

yang menjadi pokok bahasan dalam studi Hubungan Internasional kontemporer pun memiliki

perkembangan dan perluasan objek yang dikaji. Aktor non-negara muncul sebagai aktor yang

juga ingin berpartisipasi dalam tatanan sistem internasional, aktor non-negara pun menjadi aktor

yang juga memilki pengaruh kuat dalam pengambilan kebijakan oleh sebuah Negara.1 Perubahan

aktor ditandai dengan perubahan jumlah baik bertambah maupun berkurang serta dengan

perubahan sifat dari aktor hubungan internasional. Perubahan jumlah yang sangat signifikan

terjadi pada penambahan jumlah aktor non-negara seperti Multi-National Corporation (MNCs),

International Govermental Organizations (IGOs), International non-Govermental Organizations

(INGOs) serta beberapa kelompok dan individu yang melintasi batas negara. Kemunculan sebuah

aktor baru pada pola interaksi dalam hubungan internasioal merupakan sebuah konsekuensi yang

tidak dapat dihindarkan dari pesatnya perkembangan teknologi informasi di seluruh belahan

dunia.2

Arus globalisasi yang kita kenal saat ini ditandai dengan kemajuan dan integrasi dalam

berbagai bidang; informasi, komunikasi, transportasi, dan terknologi, yang kemudian menjadikan

pola hubungan internasional semakin luas. Selain itu istilah globalisasi sangat erat kaitannya

dengan perubahan sifat ketergantungan antar-bangsa maupun antar-masyarakat dalam

berinteraksi di dunia internasional.3 Interaksi dan ketergantungan yang dilakukan oleh berbagai 1 Henderson, Conway W.1998. International Relations, Conflict and Cooperation at the Turn of 21 Century. McGraw-Hill International Editions 3rd Edition.2 David Chandler.(2009). The Global Ideology: Rethinking the Politics of the 'Global Turn' in IR. Journal of International Relations. SAGE Press.Hlm. 5353 David Chandler.(2009). The Global Ideology: Rethinking the Politics of the 'Global Turn' in IR. Journal of International Relations. SAGE Press.Hlm. 535-536

Page 2: pengaruh SMEWG APEC terhadap UMKM

2

aktor dalam kancah internasional bisa berbentuk sebuah investasi, perdagangan, jasa dan barang

serta bentuk interaksi lainnya yang semakin menjadikan batas dari sebuah negara semakin bias.

Beberapa aktor yang bergerak dalam pola interaksi ekonomi pun tidak lagi sebatas aktor

negara. Seorang kepala perusahaan, investor, Chief Executive Officer (CEO) perusahaan dan

pedagang serta pelaku ekomoni lainnya bisa menjadi sebuah aktor (non-negara) yang memiliki

pengaruh besar terhadap timbulnya pola interaksi ekonomi dunia. Pola interaksi ekonomi antar-

aktor (Negara dan Non-Negara) dalam ruang lingkup internasional telah menciptakan sebuah

kondisi ekonomi global, kondisi inilah yang kemudian dikenal sebagai “Globalisasi Ekonomi”.

Globalisasi dalam bidang perekonomian diartikan sebagai suatu proses interkasi/kegiatan

ekonomi dan perdagangan, seluruh negara yang ada menciptakan sebuah kondisi perekonomian

global dan menciptakan sebuah pasar yang terintegrasi.4 Kemajuan dari globalisasi ekonomi

sangat erat kaitannya dengan tiga faktor pendorong; 1) kemunculan kaum kapitalis global atau

sering disebut sebagai Multi National Corporaton (MNC) yang menjadi semakin kuat serta

mampu beroperasi di berbagai belahan dunia, 2) kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, 3)

adanya dukungan dari Negara-Negara Sedang Berkembang atas aksi ekspansi kaum kapitalis

global.5

Menurut Baghwati, globalisasi ekonomi juga diartikan sebagai sebuah bentuk penyatuan

dari berbagai sistem ekonomi kedalam lingkup internasional yang mencakup perdagangan,

masuknya modal asing dari berbagai investor, perusahaan multinasional dan juga korporasi.6

Fenomena dari praktek perdagangan internasional yang dilakukan oleh negara dan perusahaan

internasioal hingga saat ini sebenarnya sudah menjadi aktifitas rutin para saudagar dan pelancong

jauh sebelum terbentuknya nation-state karena para saudagar dan para pelancong sudah

mempraktekan perdangan ke beberapa benua yang mereka kunjungi.7 Melihat dari praktek

perdagangan internasional yang dilakukan oleh para saudagar dari beberapa benua maka

keterbukaan dan kebebasan dalam perdagangan haruslah diiringi dengan aturan dan kesepakatan

antar-negara, sehingga arus perdagangan dari dalam ke luar negeri dan juga sebaliknya dapat

terbentuk secara struktural dan sistematis sehingga lebih terkontrol. Oleh karena itu sebuah

kesepakatan ataupun perjanjian dalam kerja sama ekonomi menciptakan sebuah organisasi 4 Budi Winarno.(2008). GLOBALISASI; Peluang atau Ancaman bagi Indonesia. Penerbit Erlangga. Hlm-xv5 Dr. Darsono Prawironegoro.(2006). Ekonomi Politik Globalisasi (Kajian Ekonomi Politik, Filsafat, dan Antropologi) Diadit Media. Hlm. 1216 Jagdish Baghwati.(2013) Membela Globalisasi, Melawan Okol dengan Akal”.IMR Press.7 Budi Winarno. (2008). GLOBALISASI; Peluang atau Ancaman bagi Indonesia. Penerbit Erlangga. Hlm. 1

Page 3: pengaruh SMEWG APEC terhadap UMKM

3

internasional yang diharapkan bisa menjadi payung utama dalam mengayomi negara-negara

yang ikut di dalamnya, sejalan dengan terbentuknya sebuah organisasi internasional maka secara

tidak langsung akan mendukung terciptanya sebuah interaksi hubungan internasional antar-

negara.

D.W. Bowet mengatakan bahwa Organisasi Internasional adalah sebuah organisasi

permanen yang berdiri atas dasar sebuah traktat, yang selalu bersifat multilateral serta memiliki

kriteria yang disesuaikan dengan tujuan tertentu. J.G. Starke menyebutkan bahwa Organisasi

Internasional memiliki kesamaan posisi dalam konteks fungsional dari negara modern yang

memiliki hak, kewajiban, dan kekuasaan dan telah diatur oleh hukum konstitusi internasional.

Pengertian lain oleh Teuku May Rudy, mendefinisikan Organisasi Internasional sebagai sebuah

bentuk kerja sama yang telah melintasi batas-batas Negara dengan mendasarkan pada struktur

organisasi yang bertujuan untuk melaksanakan fungsinya demi tercapainya beberapa tujuan

bersama yang telah disepakati baik antar-pemerintah maupun antar-sesama kelompok non-

pemerintah.8

Secara garis besar, sebuah Organisasi Internasional bisa diklarifikasikan berdasarkan

keanggotaan, aktivias, cakupan teritorial, tujuan, sifat fungsi serta strukturnya. Melihat dari

keanggotaan, sebuah organisasi internasional bisa dibedakan menjadi organisasi internasional

yang beranggotakan wakil pemerintahan atau Intergovermental Organizations (IGO), dan yang

beranggotakan bukan dari wakil pemerintah yang disebut sebagai International Non-

Govermental Organizations (INGO).9 Menurut bentuk dan pola kerja sama, pembagian

organisasi internasional bisa dibagi menjadi dua: pertama, kerja sama aliansi institusional yang

dikenal sebagai institutiuonalized alliance seperti SEATO, NATO: kedua, kerja sama fungsional

seperti ASEAN, EU, PBB, LBB, APEC dan setiap bentuk kerja sama memiliki fungsi yang

berbeda-beda.10

Salah satu hal yang membuat sebuah negara bergabung dalam kerja sama internasional

adalah fungsi ekonomi. Dalam sebuah kerja sama ekonomi internasional yang beranggotakan

beberapa negara (negara maju dan negara berkembang) tentunya setiap negara anggota berharap

mendapatkan output positif dan hubungan timbal balik dari kerja sama tersebut. Indonesia 8 http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/371/jbptunikompp-gdl-dewitriwah-18515-1-babi(p-).pdf Diakses pada 12 April 2015. Pkl 12.30 WIB.9 Clive Archer. (2001). International Organizations,3rd Edition. Routledge. Taylor& Francis e-Library. New York. Hal. 33 10 Ibdid. Hlm. 56

Page 4: pengaruh SMEWG APEC terhadap UMKM

4

sebagai negara berkembang, tentunya membutuhkan bantuan negara maju agar dapat

meningkatkan kondisi perekonomian serta tingkat kesejahteraan dalam negeri melalui bantuan

teknologi, alat-alat modern, dan juga modal yang bisa didapatkan dari skema kerja sama

ekonomi internasional.11 IMF (International Monetary Fund), AFTA (Asean Free Trade Area),

APEC (Asia Pasific Economic Cooperation), ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area) adalah

contoh dari beberapa kerjasama ekonomi internasional yang diikuti oleh Indonesia.

Dari sekian banyak organisasi ekonomi yang ada, salah satu oraganisasi yang dibentuk

untuk pengembangan ekonomi adalah Asia-Pacific Economic Coorperation (APEC). APEC

merupakan sebuah organisasi internasional yang bergerak dalam bidang kerja sama

perekonomian. APEC adalah forum kerja sama antar 21 Ekonomi di lingkar Samudera Pasifik

yang berdiri tahun 1989. Saat ini terdapat 21 Ekonomi yang menjadi anggota APEC, yaitu

Australia, Brunei Darussalam, Canada, Chile, China, Hong Kong-China, Indonesia, Japan, South

Korea, Malaysia, Mexico, New Zealand, the Philippines, Peru, PNG, Russia, Singapore, Chinese

Taipei, Thailand, the United States, dan Viet Nam. Kerja sama di APEC merupakan kerja sama

non-politis, ditandai dengan keanggotaan Hong Kong-China dan Chinese Taipei. Anggota APEC

disebut “Ekonomi” mengingat setiap anggota saling berinteraksi sebagai entitas ekonomi, dan

bukan sebagai negara.12

Indonesia bergabung dengan APEC sejak pertama berdiri pada tahun 1989. Saat itu

Indonesia merasa bahwa kerjasama intra di kawasan Asia Tenggara masih kurang memenuhi

kepentingan dalam negeri. Dengan bergabungnya Indonesia dalam skema kerjasama APEC

diharapkan bisa meningkatkan kondisi perekonomian, meningkatkan jumlah dan kualitas ekspor-

impor baik sektor industri pengolahan, pertanian, perkebunan, perhutanan, perikanan, dan

berbagai sektor barang dan jasa yang dimiliki Indonesia.13 Tingkat komoditas ekspor dari sebuah

negara yang berkesianmbungan dan semakin tumbuh dari tahun-ketahun menandakan bahwa

negara tersebut mampu menstabilkan kondisi perekonomian dalam negeri serta mampu

memaksimalkan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dimiliki. Disisi lain dengan

11 http://www.artikelsiana.com/2015/03/Manfaat-Bentuk-Kerja-Ekonomi-Internasional.html#_ Diakses pada 4 Mei 2015. Pkl 17.35WIB12 http://apec.org/About-Us/About-APEC.aspx. Diakses pada 26 April 2015. Pkl 10.20 WIB13 Yuri O. Thamrin. Peran Indonesia di APEC Disesuaikan Dengan Kondisi Internasional. Tabloid Diplomasi 2012 http://www.tabloiddiplomasi.org/current-issue/180-diplomasi-november-2012/1560-peran-indonesia-di-apec-disesuaikan-dengan-kondisi-internasional.html Diakses pada 26 April 2015. Pukul 05.04 WIB

Page 5: pengaruh SMEWG APEC terhadap UMKM

5

meningkatknya permintaan expor baik barang dan jasa maka secara langsung akan meningkatkan

nilai mata uang dari negara yang bersangkutan.14

Pada saat perang dingin berakhir, kondisi perekonomian dunia mulai mengarah kepada

sebuah ideologi pasar bebas. Sebuah sistem pasar yang lebih mengandalkan pada persaingan

bebas antar-negara di dunia.15 Sebagai negara yang memiliki populasi dan luas wilayah yang

lebih besar dari negara-negara di Asia Tenggara, Indonesia selalu berupaya untuk ikut andil

dalam sebuah kerjasama internasional. Sejak awal berdirinya APEC, Indonesia telah

memberikan sumbangan terbesarnya bagi sebuah organisasi APEC. Sebuah kebijakan yang

menjadi tumpuan bagi sebuah organisasi antar kawasan dan tentunya berpengaruh besar terhadap

semua negara anggota APEC (Ekonomi).16

Salah satu kebijakan yang dihasilkan dalam pertemuan tahunan KTT APEC adalah

mengenai keputusan Bogor Declaration yang juga dikenal sebagai kesepakatan Bogor Goals,

sebuah kesepakatan yang merupakan hasil dari pertemuan KTT APEC tahun 1994 di Bogor. Saat

itu Indonesia menjadi tuan rumah pertama kalinya bagi pertemuan yang di selenggarakan APEC

sejak dibentuk pada 1989. Pertemuan ini menghasilkan 11 (sebelas) poin utama pada Bogor

Declaration yang tentu semuanya bertujuan untuk memajukan kondisi perekonomian Ekonomi

APEC. Salah satu poin dalam deklarasi tersebut menyatakan bahwa;

8. Cooperative programs in this area cover expanded human resource

development (such as education and training and especially improving

management and technical skills), the development of APEC study centers,

cooperation in science and technology (including technology transfer), measures

aimed at promoting small and medium scale enterprises and steps to improve

economic infrastructure, such as energy, transportation, information,

telecommunications and tourism, with the aim of contributing to sustainable

development”17

14 Analisaforex.com – Faktor Yang Memperngaruhi Nilai Tukar Mata Uang. http://www.analisaforex.com/26/02/2014/faktor-yang-mempengaruhi-nilai-tukar-mata-uang/5305.html. Diakses pada 26 April. Pukul 04.55 WIB.15 Yuri O. Thamrin. Peran Indonesia di APEC Disesuaikan Dengan Kondisi Internasional. Tabloid Diplomasi 201216 http://hatta-rajasa.info/read/801/apec-dan-ekonomi-indonesia Diakses pada 26 April 2015. Pukul 05.10 WIB17 www.apec.org Diakses pada 26 April. Pukul 04.50 WIB.

Page 6: pengaruh SMEWG APEC terhadap UMKM

6

Dari salah satu poin Bogor Declaration tersebut, APEC memulai untuk terus berusaha

menentukan sebuah skema ekonomi politik internasional yang diharapkan mampu meningkatkan

kondisi UMKM di semua Ekonomi APEC. Upaya KTT-APEC tersebut kemudian diwujudkan

dalam sebuah komitmen yang dari seluruh Ekonomi APEC yang terangkum dalam Bogor

Declaration yakni;

a) terciptanya sebuah liberalisasi perdagangan;

b) investasi yang terbuka pada tahun 2010 bagi ekonomi maju di kawasan Asia dan

Pasifik, dan target pencapaian 2020 bagi ekonomi berkembang,18

c) serta lebih memfokuskan kepada fasilitas bisnis, kerja sama ekonomi dan teknis.19

Komitmen Indonesia dalam Bogor Declaration yang diajukan pada kesepakatan APEC

tersebut tentu tak lepas dari kepentingan nasional untuk memajukan kondisi perekonomian

dalam negeri. Salah satu sektor yang menjadi perhatian pemerintah Indonesia adalah sektor

UMKM. Sektor UMKM menjadi perhatian utama pemerintah Indoneisa karena pemerintah

melihat belum adanya sebuah landasan yang kuat bagi sistem perekonomian Indonesia, selain itu

kemampuan UMKM dalam menyerap tenaga kerja yang yang cukup besar menjadikannya

mampu bersaing dengan perusahaan besar yang ada di Indonesia yang notabene memerlukan

modal besar untuk mengembangkan perusahaan tersebut.20 Kemampuan UMKM yang mampu

bertahan dalam menghadapi terpaan krisis ekonomi membuatnya hadir sebagai jawaban bagi

pemerintah Indonesia sebagai sektor yang patut untuk terus diberdayakan baik dari segi

pertumbuhan dan perkembangan pelaku UMKM itu sendiri.21

Menurut data yang dihimpun oleh BPS (Badan Pusat Statistik) pada tahun 2009 UMKM

Indonesia mengalamai pertumbuhan yang sangat signifikan, pada satu periodisasi tahun 2008-

2009 UMKM telah mengalami pertumbuhan sebanyak 2,64% yang artinya jika dihitung dalam

jumlah angka maka UMKM tumbuh pada tahun 2008 dari 51.409.612 unit menjadi 52.764.603

unit pada tahun 2009. Tidak semua unit UMKM mengalami perkembangan dalam jumlah yang

18 Master-APEC at glance.doc. 3 Nov 2013. Hlm. 119 APEC’s Bogor Goals Progress Report; APEC Policy Support Unit. August 2012.20 Sudaryanto dan Anifatul Hanim. (2002). Evaluasi kesiapan UKM Menyongsong Pasar Bebas Asean (AFTA) : Analisis Perspektif dan Tinjauan Teoritis. Jurnal Ekonomi Akuntansi dan Manajemen, Vol 1 No 2, Desember 200221 Sudaryanto dan Anifatul Hanim. (2002). Evaluasi kesiapan UKM Menyongsong Pasar Bebas Asean (AFTA) : Analisis Perspektif dan Tinjauan Teoritis. Jurnal Ekonomi Akuntansi dan Manajemen, Vol 1 No 2, Desember 2002

Page 7: pengaruh SMEWG APEC terhadap UMKM

7

banyak, karena ada beberapa unit UMKM yang juga hanya mengalami sedikit perkembangan.

Grafik berikut ini mengambarkan seberapa besar unit usaha mengalami perkembangan;

Diagram 1. Proporsi sektor ekomomi UMKM berdasarkan jumlah unit usaha tahun 2009

Sumber: BPS UMKM Tahun 2008-2009

Dari grafik yang dihimpun oleh BPS tersebut menunjukkan bahwa unit usaha yang

memiliki proporsi tersebar adalah bidang usaha Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan,

sedangkan unit usaha yang memiliki proporsi terkecil adalah pada bidang usaha Listrik, Gas dan

Air Bersih. Dengan adanya perkembangan jumlah unit usaha di Indonesia, tentunya secara

langsung UMKM tersebut akan berkontribusi terhadap PDB, serta penyerapan tenaga kerja. Hal

ini tentu sangat membantu program pemerintah dalam upaya mengurangi jumlah pengangguran

serta membuktikan bahwa meskipun disebut sebagai “usaha kecil” tetapi UMKM memiliki

kontribusi besar terhadap kondisi perekoniman dalam negeri.

Untuk mengukur besarnya kontribusi UMKM terhadap PDB diperlukan sebuah patokan

dalam menentukan jumlah nilai pertumbuhan UMKM, dalam menentukan hal tersebut BPS

menggunakan harga berlaku dan harga konstan. Untuk mengetahui signifikansi UMKM dalam

kontribusinya kepada PDB di setiap tahunnya dibutuhkan penghitungan berdasarkan harga

konstan. BPS memilih tahun 2000 sebagai tahun konstan karena pada tahun tersebut BPS menilai

Page 8: pengaruh SMEWG APEC terhadap UMKM

8

kondisi perekoniman Indonesia dalam kondisi yang stabil.22 Bila berdasarkan harga konstan

tahun 2000, UMKM menyumbang sebanyak Rp. 682,46 triliun atau setara dengan 58,17%

terhadap PDB nasional pada tahun 2009 dan meningkat sebanyak 4,20% dari tahun 2008. Grafik

berikut akan menjelaskan besarnya kontribusi UMKM terhadap PDB berdasar harga konstan

2000;

Diagram 2. Proporsi kontribusi UMKM dan Usaha Besar terhadap PDB Nasional

Menurut Harga Konstan 2000 (%).

Sumber: BPS UMKM Tahun 2008-2009

Kontribusi selanjutnya yang diberikan UMKM adalah terkait penyerapan tenaga kerja,

pada tahun 2009 sebanyak 96.211.332 orang mampu diserap UMKM sebagai tenaga kerja aktif

dari total keseluruhan dari status sosial, tingkat pendidikan serta jenis kelamin. Penyerapan

terbesar dipegang oleh UMKM sektor Pertanian, Peternakan, Perhutanan dan Perikanan yang

mampu menyerap sebanyak 42.041.978 pekerja dari total penyerapan secara keseluruhan pada

tahun 2009. Penyerapan tenaga kerja ini meningkat sebanyak 0,77% dari tahun 2008.

Penyerapan selanjutnya dimiliki oleh sektor 2) Perdagangan, Hotel dan Restoran, 3) Jasa

swasta, 4) Pengangkutan dan Komunikasi, 5) Bangunan, 6) Keuangan, 7) Persewaan, dan Jasa

Perusahaan, 8) Pertambangan dan Penggalian, 9) Listrik, Gas, dan Air Bersih. Tabel berikut ini

22 PDB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun, sedangkan PDB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai dasar.  PDB atas dasar harga berlaku dapat digunakan untuk melihat pergeseran dan struktur ekonomi, sedang harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun. Diakses dari http://www.bps.go.id/Subjek/view/id/11 pada 22 April 2015, Pkl 03.30 WIB.

Page 9: pengaruh SMEWG APEC terhadap UMKM

9

akan lebih mempermudah dalam menjelasan seberapa besar kontribusi UMKM terhadap

perkembangan jumlah penyerapan tenaga kerja.

Tabel 1. Penyerapan Tenaga Kerja UMKM Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2000-2009.

Sumber: BPS UMKM Tahun 2008-2009.

1.2 Identifikasi Masalah

Berbagai bentuk kerjasama ekonomi yang terjalin baik dalam satu kawasan regional

maupun lintas regional, bilateral dan juga multilateral dan APEC hadir sebagai sebuah kerjasama

multilateral yang bersifat lintas regional. Salah satu yang menjadi alasan dalam pemilihan

organisasi APEC pada penelitian ini adalah karena presentase dari negara-negara yang tergabung

dalam keanggotaan APEC. Dalam kerjasama Ekonomi APEC ada sebanyak 21 negara anggota

yang tergabung dalam kerjasama ini, dan negara-negara tersebut telah mewakili 41% populasi

dunia, dan tak kalah pentingnya adalah karena negara-negara tersebut memiliki banyak

berkontribusi dalam meningkatkan perekonomian dunia. Sebanyak 49% dari perdagangan

internasional dihasilkan dari kerjasama APEC dan sebanyak 56% untuk Produk Domestik Bruto

dunia. Dari data presentase kenaggotaan APEC tersebut, maka akan sangat mudah bagi negara-

negara yang tergabung dalam kerjasama internasional ini untuk meningkatkan kondisi

perekonomian dalam Negeri.23

23 Diakses dari http://www.apec.org/About-Us/About-APEC.aspx pada 26 Arpil. 01.05 WIB.

Page 10: pengaruh SMEWG APEC terhadap UMKM

10

Setiap negara berupaya meningkatkan kondisi perekonomian dengan melakukan berbagai

cara, salah satu cara yang ditempuh adalah dengan memajukan dan memfokuskan sebuah

kebijakan pada sektor UMKM. Anggota Ekonomi APEC memiliki persamaan persepsi dalam

menciptakan sebuah kebijakan yang mendukung pertumbuhan para pelaku UMKM serta

melancarkan segala arus barang dan jasa serta investasi yang berhubungan langsung dengan para

pelaku UMKM. Keyakinan dari para Ekonomi APEC berawal dari sebuah pertemuan para

menteri UMKM dari setiap perwakilan Ekonomi yang diselenggarakan pada tahun 1994.

Pertemuan ini menghasilkan sebuah badan sementara yang bertujuan untuk menciptakan sebuah

kerangka kebijakan APEC khusus untuk membantu meningkatkan kualitas serta memberikan

fasilitas pendanaan melalui arus investasi langsung bagi para pelaku UMKM agar mampu

bersaing di pasar terbuka (pasar internasional). Pada bulan Februari 1995, badan ini kemudian

disebut dengan Ad Hoc Policy Level Group on SME’s (PLGSME).24 Lima tahun pasca

pembentukan badan Ad Hoc tersebut, pada tahun 2000 para Ekonomi APEC menyepakati untuk

merubah nama dan mengukuhkan keberadaan badan tersebut menjadi Small and Medium

Enterprises (SMEWG) atau APEC's Small and Medium Enterprises Working Group (SMEWG).

Pembentukan Forum APEC’s SMEWG telah membuktikan keseriusan organisasi APEC

dalam mengembangkan sektor UMKM, sektor yang telah lama menjadi penggerak bagi roda

perekonomian dalam skema kerjasama regional APEC. Pertemuan SMEWG memiliki pertemuan

rutin yang digelar setiap tahun sejak 1994. Dalam upayanya menumbuhan peran UMKM,

SMEWG memiliki beberapa prosedur dan sebuah kerangka tersendiri. Kerangka ini dicetuskan

pada tahun 1997 yang dikenal dengan Framework for SME Activities, kerangka ini menjadi

sebuah titik tumpu bagi terciptanya sebuah Plan of Action for SME Development (SPAN

1998/2002) yang juga menjadi cikal bakal sebuah Strategic Plan dalam Forum SMEWG.25

Dalam proses tahap pembangunan ekonomi di Indonesia, sektor UMKM selalu

digambarkan sebagai sektor yang mempunyai peranan penting walaupun sebagian besar jumlah

penduduknya berpendidikan rendah dan hidup dalam kegiatan usaha kecil baik disektor

tradisional maupun modern namun ia mampu berkembang dan bertahan dari gesekan krisis

24 Small and Medium Enterprises dalam http://www.apec.org/Groups/SOM-Steering-Committee-on-Economic-and-Technical-Cooperation/Working-Groups/Small-and-Medium-Enterprises.aspx. Diakses pada 7 Mei 2015. Pkl 04.14WIB.25 SMEWG Strategic Plan 2013-2016. 35th SMEWG Meeting, St. Petersburg, Russia. 1-2 August 2012. Hal. 1

Page 11: pengaruh SMEWG APEC terhadap UMKM

11

ekonomi yang melanda dunia pada tahun 2008.26 Peranan pelaku UMKM tersebut menjadi

bagian yang diutamakan dalam setiap perencanaan tahapan pembangunan yang dikelola oleh

beberapa departemen; Departemen Perindustrian dan Perdagangan serta Departemen Koperasi

dan UMKM. Namun demikian usaha pengembangan yang telah dilaksanakan masih belum

memuaskan hasilnya, karena pada kenyataannya kemajuan UMKM sangat kecil dibandingkan

dengan kemajuan yang sudah dicapai Usaha Besar.27 Pelaksanaan kebijaksanaan UMKM oleh

pemerintah selama Orde Baru, sedikit saja yang dilaksanakan, lebih banyak hanya merupakan

semboyan saja, sehingga hasilnya sangat tidak memuaskan. Pemerintah lebih berpihak pada

pengusaha besar hampir disemua sektor, antara lain : perdagangan, perbankan, kehutanan,

pertanian dan industri.28

Dari data yang dihimpun oleh Kementerian Koperasi UMKM menyebutkan bahwa, pada

tahun 2011 UMKM berperan penuh terhadap pembentukan total nilai ekspor non-migas

mencapai Rp.187,4 triliun atau 16,44% dari total nilai ekspor non-migas. Kontribusi lain datang

dari Usaha Mikro (UMi) tercatat sebanyak Rp.17,2 triliun atau 1,51% dan Usaha Kecil (UK)

mencapai angka Rp.39,3 triliun atau 3,45%. Sedangkan Usaha Makro (UM) tercatat sebesar

Rp.130,9 triliun atau 11,48%.29

Hingga saat ini, APEC mencacat bahwa sektor UMKM mampu mencapai angka 97%

dari semua jumlah wirausaha dan mampu menyerap setengah dari total jumlah pekerja yang

terdaftar di setiap Ekonomi APEC dan dari segi penyumbangan angka tingkat Product

Domestic Bruto (PDB), UMKM telah tumbuh dari 20% menjadi 50% bagi sebagian besar

anggota Ekonomi APEC. Itu artinya pelaku UMKM mampu menunjukkan kemampuannya

dalam bersaing di pasar global serta mampu meningkatkan PDB dalam negeri Ekonomi anggota

APEC.30 Melihat angka yang mampu dicapai oleh para pelaku UMKM tersebut maka APEC

semakin yakin dan terus berupaya menciptakan sebuah kebijkan dan inovasi baru yang lebih

26 Ina Primiana (Guru Besar FE Unpad). Masihkah UKM Kebal Krisis Global? :dalam Analisis, Headline http://www.infobanknews.com/2011/10/masihkah-ukm-kebal-krisis-global/. Diakses pada 7 Mei 2015. Pkl.12.05 WIB27 Faisal H. Basri.(2002). Perekonomian Indoneisa; Tantangan dan Harapan Bagi Kebangkitan Bangsa. Penerbit Erlangga. Jakarta. Hlm. 210-201128 Ibid. Hlm. 20729 Laporan dari Statistik UMKM dari Kementrian Koperasi dan UMKM tahun 2010-2011. Hlm. 1230 Small and Medium Enterprises dalam http://www.apec.org/Groups/SOM-Steering-Committee-on-Economic-and-Technical-Cooperation/Working-Groups/Small-and-Medium-Enterprises.aspx. Diakses pada 7 Mei 2015. Pkl 04.17WIB.

Page 12: pengaruh SMEWG APEC terhadap UMKM

12

pro-UMKM demi kemajuan dan ketahanan APEC dalam menghadapi perusahaan-perusahaan

besar di kancah pasar internasional.

1.3 Pembatasan Masalah

Topik bahasan dampak keanggotaan Indonesia dalam forum SMEWG APEC terhadap

pelaku UMKM Indonesia akan ditelaah dalam beberapa koridor batasan masalah agar lebih

memfokuskan pembahasan dan memudahkan dalam mengarahkan sistematika pembahasan.

Batasan-batasan yang akan diangkat dalam penelitian ini antara lain;

1. Berbagai forum yang digelar APEC pada setiap pertemuan memiliki pokok bahasan

masing-masing yang bertujuan untuk lebih memfokuskan pembahasan dan mengarahkan

setiap anggota Ekonomi APEC yang bergabung di dalamnya. Forum Small Medium

Enterprises Working Group APEC (SMEWG-APEC) menjadi batasan yang tepat untuk

mengkaji dampak kebijakan ekonomi yang dihasilkan terhadap pelaku UMKM setiap

Ekonomi APEC yang tergabung dalam forum tersebut termasuk Indonesia. Forum

SMEWG-APEC memiliki misi tersendiri dalam meningkatkan kualitas dan produktifitas

UMKM, forum ini dibentuk dengan tujuan menciptakan sebuah kebijakan khusus untuk

menangani UMKM, berbagai kebijakan yang bisa meningkatkan pertumbuhan baik dari

sisi kuantitas juga kuantitas serta memberikan akses kemudahan bagi UMKM untuk lebih

siap dalam menghadapi pasar internasional.31

2. Hingga saat ini APEC memiliki 21 anggota Ekonomi dari negara-negara di kawasan Asia

Pasifik. Pada tahun 2008, Indonesia menduduki peringkat pertama dalam total jumlah

UMKM di setiap anggota Ekonomi APEC yakni sebanyak 51,257,537 unit UMKM,

sedangkan Rusia menduduki peringkat kedua dalam jumlah UMKM atau sebanyak 92%

dari jumlah yang dimiliki Indonesia (99,99%). Meskipun Kanada, Korea dan Amerika

Serikat pun memiliki jumlah UMKM yang cukup besar namun lain halnya dengan

Indonesia yang mampu menyerap hingga 97% dari proporsi total jumlah pekerja.32

Kondisi inilah yang menjadi perhatian khusus dalam pemilihan Pelaku UMKM dan

31 APEC Policy Support Unit. SME Market Access and Internalization; Medium-term KPIs for the SMEWG Strategic Plan. June 2010. Hlm 1.

Page 13: pengaruh SMEWG APEC terhadap UMKM

13

Indonesia sebagai Ekonomi anggota APEC yang tergabung dalam forum SMEWG-APEC

untuk bisa dijadikan fokus penelitian.

3. 21 anggota Ekonomi yang ada di APEC merupakan kumpulan dari berbagai negara dan

bangsa yang ada di kawasan Asia-Pasifik. Data yang disebutkan oleh World Bank tahun

2011, dari anggota ASEAN yang masuk dalam APEC Indonesia menduduki peringkat

pertama dalam perihal minimum capital to start a business, yakni 53,1% dari total

pendapatan perkapita.33 Artinya, tingginya tingkat minimum capital ini selalu dikaitkan

dengan dua hal, pertama kemudahan akses keuangan atau pendanaan bagi para

pengusaha UMKM pada saat mengawali usaha, dan kedua terkait serta sistem proteksi

pemerintah terhadap para investor (shareholders). Dengan keikutsertaan Indonesia dalam

forum SMEWG- APEC diharapkan dapat mendukung pemerintah Indonesia untuk turut

serta memberikan kemudahan bagi para pelaku UMKM serta mendapatkan kemudahan

mendapatkan modal demi keberlangsungan produksi yang mereka miliki.

4. SMEWG-APEC memiliki agenda 4 (empat) tahunan yang dikenal dengan APEC SMEWG

Strategic Plan. Agenda tersebut di mulai semenjak tahun 1998 dan baru diresmikan sejak

terbentuknya SMEWG Strategic-Plan 2009-2012, agenda ini memiliki dampak yang

signifikan terhadap kondisi UMKM di setiap anggota Ekonomi APEC hingga berlanjut

kepada agenda yang terakhir disepakati adalah tahun 2013-2016. Pemilihan tahun 2009-

2014 bertujuan untuk memfokuskan kajian penelitian dan memudahkan dalam mengukur

pertumbuhan UMKM serta pengaruh dari keanggotaan Indonesia dalam forum SMEWG-

APEC. Selain itu pemilihan tahun tersebut juga bisa memfokuskan penilitian dalam

mengukur sejauh mana SMEWG Strategic Plan diaplikasikan oleh anggota Ekonomie

APEC.

1.4 Perumusan Masalah

32 APEC Policy Support Unit. SME Market Access and Internalization; Medium-term KPIs for the SMEWG Strategic Plan. June 2010. Hlm. 4-5.33 The World Bank. Doing Business 2011: Making a Difference for Entrepreneurs

Page 14: pengaruh SMEWG APEC terhadap UMKM

14

1. Bagaimana dampak keanggotaan Indonesia dalam Small Medium Enterprise Working

Group APEC (SMEWG APEC) terhadap pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah

(UMKM) Indonesia?

2. Apa yang menjadi faktor pendukung dan penghambat keanggotaan Indonesia pada

Small Medium Enterprises Working Group APEC (SMEWG APEC) dalam

mengimplementasikan kebijakan terkait pertumbuhan UMKM Indonesia?

1.5 Tujuan dan kegunaan penelitian

Tujuan Penelitian;

1. Untuk mengetahui besarnya dampak dari keanggotaan Indonesia dalam Forum Small

Medium Enterprise Working Group APEC (SMEWG APEC) terhadap pelaku Usaha

Kecil Menengah (UMKM) Indonesia periode 2009-2014

2. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat keanggotaan Indonesia pada Small

Medium Enterprises Working Group APEC (SMEWG APEC) dalam

mengimplementasikan kebijakan terkait pertumbuhan UMKM Indonesia.

3. Untuk menerapkan beberapa teori dan konsep dalam ilmu Hubungan Internasional yang

terkait dengan permasalahan yang diangkat dalam topik penulisan skripsi ini.

Page 15: pengaruh SMEWG APEC terhadap UMKM

15

Kegunaan penelitian:

1. Agar dapat memahami lebih dalam dampak yang ditimbulkan dari keanggotaan Indonesia

dalam Forum SMEWG-APEC terhadap pelaku UMKM serta mengetahui beberapa faktor

pendukung dan penghambat yang dihadapi Indonesia demi meningkatkan kondisi pelaku

UMKM.

2. Agar bisa menjadi referensi dan acuan bagi penelitian selanjutnya mengenai topik

bahasan yang lebih mendalam.

3. Agar bisa menjadi pelajaran dan pengalaman bagi penulis dalam menyelesaikan tugas

penulisan skripsi jurusan Hubungan Internasional.

1.6 Kerangka Pemikiran

Penelitian ini menggunakan beberapa teroi dan konsep yang diharapkan bisa menjadi

acuan dalam menganalisa dan memperdalam permasalahan yang diangkat. Maupun teori dan

konsep yang akan digunakan di dalam menjawab Research Questions yang telah ditetapkan di

dalam penelitian ini antara lain:

Neoliberal Institutionalism

Para pemikir dari kaum Neoliberal Institusional merupakan sebuah pembaharuan

pemikiran dari perspektif liberalisme dalam kajian Hubungan Internasional. Perkembangan dan

pembaharuan pemikiran Neoliberal terletak pada ketidaksamaan kaum liberal dan neoliberal

dalam memandang perilaku manusia. Bila pendahulunya lebih mengannggap bahwa manusia

selalu bersifat baik maka kaum neoliberal lebih “rasional” dalam memandang sifat dan perilaku

manusia, sehingga neoliberal menyatakan bahwa manusia tidak sutuhnya bersifat baik dan

memiliki keinginan baik. Dalam buku Samuel Barkin lebih menggunakan pendekatan

“rationalist” untuk menjelaskan keinginan, sifat dan karakter manusia.34 Dalam kajian hubungan

internasional, sifat dan karakteristik manusia ini diartikuliasikan menjadi sifat dari sebuah

negara. Sehingga para pemikir neoliberal pun mengganggap bahwa untuk mencapai perdamaian

dunia maka setiap negara haruslah menjalin sebuah kerjasama.35 Namun dalam sebuah kerjasama

34 J. Sauel Barkin.(2006). International Organization: Theories and Institutions. Palgrave Machmilan. New York. Hlm. 39-40.35 http://web.inter.nl.net/users/Paul.Treanor/neoliberalism.html Diakses pada 12 Mei 2015, Pkl. 22.47 WIB

Page 16: pengaruh SMEWG APEC terhadap UMKM

16

internasional yang diikuti, negara tetaplah bersifat rasional dan egois, hal ini dibuktikan dengan

sikap negara yang lebih mementingkan kepentingan nasional serta lebih condong kepada sebuah

kerjasama yang dapat menguntungkan negara tersebut. Artinya, negara sebagai aktor yang

bertindak secara rasional akan lebih cenderung kepada sikap negara yang selalu menghitung

dengan sangat teliti serta memperkirakan keuntungan dan kerugian dari sebuah kerjasama demi

tercapainya kepentingan nasional masing-masing negara bahkan, terkadang aktor negara akan

melakukan cara-cara yang terkesan egois untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal

(absolute gain).

Trade Liberalizations

Konsep Free Trade, Investment, dan technology sangatlah dibutuhkan keberadaannya

untuk bisa menguatkan sebuah negara ataupun perusahaan dalam proses distribusi antar-negara.

Perdagangan bebas yang juga mengadopsi pemikiran dari Trade Liberalitation sudah diterapkan

di setiap bentuk kerjasama perekonomian yang ada. Sistem ini sangat menjunjung tinggi

pemberlakuan sistem non-tariff barriees, sebuah sistem perdagangan internasional yang tidak

memberlakukan tarif pada kegiatan ekspor-impornya. Negara anggota yang masuk kedalam

sebuah lembaga kerjasam ekonomi dunia akan mendapatkan keringanan dalam biaya

pendistribusian barang. Sehingga harga barang tidak terlampau tinggi karena adanya penekanan

terhadap segi pemberlakuan pajak bea cukai yang terlalu tinggi. Konsep dari perdagangan bebas

merupakan sebuah manifestasi dari konsep General Agreement of Tariffs and Trade (GATT)

yang dibentuk pada tahun 194736.

Sebuah kerjasama ekonomi yang ada dalam kawasan maupun lintas kawasan memiliki

tujuan masing-masing. Namun secara umum kerjasama tersebut diharapkan bisa memberi

manfaat bagi negara anggota yakni dengan menciptakan kesempatan kerja, harga barang dan jasa

menjadi semakin murah, dan meningkatkan kemampuan industri lokal untuk berpartisipasi dan

bersaing dalam pasar internasional. Keberadaan pasar global adalah sebagai wadah persaingan

negara oleh karena itu ciri utama dari pasar global adalah terdapat integrasi. Aktor-aktor yang

bermain di dalamnya pun tidak hanya sebatas antar negara, terjadi beberapa hubungan yang

saling memperngaruhi satu sama lain. Pertama hubungan tradisional antar negara, kedua 36 Yanai, Akiko, Characteristic of APEC trade liberalization; A compare analysis with the WTO (tanpa tahun), Hlm. 11.

Page 17: pengaruh SMEWG APEC terhadap UMKM

17

hubungan negara dengan pasar global dan ketiga adalah hubungan antara individu dengan

negara.37 Intergrasi ini memaksa setiap negara untuk bisa lebih produktif dalam menghadapi

globalilsai agar tidak tergerus dengan negara lain yang menjadi pesaingnya.

Iklim perdagangan bebas yang ada menjadikan persaingan dari setiap perusahaan

semakin pesat. Persaingan pun terjadi dalam bidang penanaman investasi asing dan teknologi

yang di rahkan demi meningkatkat produksi dan melancarkan pemasaran hasil produksi. Dalm

hal ini dibutuhkan keberadaan pemerintah sebagai institusi yang menopang persaingan industri

lokal untuk selalu meningkatkan daya saing, memberikan motivasi bagi sektor usaha dan bisnis

demi terciptanya pertumbuhan industri nasional.

National Interest

Sebuah kebijakan yang dirumuskan oleh setiap pemimpin negara tentulah tak lepas dari

sebuah kepentingan nasional yang menjadi pedoman utama. Kepentingan nasional sebuah negara

bisa menjadi acuan utama dalam menentukan sikap negara yang di aplikasikan ke dalam

kebijakan luar negeri. Kepentingan nasional pun juga menjadi pegangan bagi pemangku

kebijakan pada proses pengambilan kebijakan dalam konteks politik internasional, perjanjian

atau kerjasama internasional lainnya. Sehingga dengan adanya kepentingan nasional, negara

akan mudah menentukan arah kebijakan juga menempatkan posisi negara demi tercapainya

sebuah kepentingan nasional. Konsep kepetingan nasional menjadi sangat penting untuk

digunakan sebagai landasan utama penelitian dalam mengkaji sikap aktor negara. Morgenthau

menjelaskan bahwa, kepentingan nasional adalah hasil dari beberapa kebijakan pokok yang

direalisasikan dalam sebuah politik luar negeri baik itu bersifat kerjasama dan juga bisa bersifat

kekerasan.38

Kebijakan luar negeri pemerintah yang bersifat kerjasama ditunjukkan dengan

bergabungnya sebuah negara ke dalam beberapa kerangka organisasi ekonomi internasional, baik

kerjasama bilateral maupun multilateral. Dengan berlandaskan sebuah kepentingan nasional,

negara akan mengikuti kerjasama-kerjasama yang dirasa dapat memenuhi kepentingan

nasionalnya. Proses selanjutnya adalah pengaplikasian hasil dari perjanjian internasional menjadi 37 Rudy, T. May.2003. Hubungan Internasional Kontemporer dan Masalah-masalah Global. Bandung: PT. Refika Aditama. Hlm. 3938 Mohtar Maso’ed.1990. Ilmu Hubungan Internasional: disiplin dan metodologi. Jakarta: PT Pustaka LP3ES. Hlm. 142

Page 18: pengaruh SMEWG APEC terhadap UMKM

18

sebuah kebijakan-kebijakan domestik dalam negeri. Untuk mengaplikasikan sebuah perjanjian

internasional ke dalam hukum nasional, terlebih dahulu negara akan menyatakan kesepakatan

dan mengikatkan diri pada suatu penjanjian. Kedua proses tersebut harus melalui tahap

penandatanganan (signature) kemudian pengesahan (ratification).39 Untuk bisa menjelaskan

penyebab munculnya ratifikasi dan bagaimana proses ratifikasi tersebut bisa diterapkan dalam

kebijakan nasional maka terlebih dahulu kita pahami sebuah payung hukum yang dijadikan

pedoman negara-negara dalam melakukan kerjasama internasional.

Konsep Ratifikasi

Perjanjian internasional terbentuk atas dasar kemauan dari beberapa negara yang

kemudian dituangkan ke dalam sebuah persetujuan perjanjian internasional baik dalam kerangka

perjanjian bilateral maupun multilateral yang skema organisasi internasional. Perjanjian

internasional ini diterapkan berdasarkan konvensi internasional, dan Viena Convention 1969

tentang Perjanjian Internasional adalah konvensi dasar dari perjanjian internasional. Dalam

Konvensi Wina tersebut perjanjian internasional didefinisikan sebagai:

“Treaty means an international agreement governed by international law and concluded in

written form:

(i) between one or more States and one or more international organizations; or

(ii) between international organizations, wether that agreement is embodied in a single

instrument or in two or more related instruments and whatever its particular

designation”

“Treaty means an international agreement concluded between States in written form and

governed by international law, whether embodied in a single instrument or in two or

more related instruments and whatever its particular designation.”40

Definisi tersebut kemudian dikembangkan oleh Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri yakni:

39 Boer Mauna.2005. Hukum Internasional; Pengertian Peranan Dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global. Bandung: P.T. Alumni. Hlm. 116-11840 Konvensi Wina 1969 pasal 2 ayat 1 .

Page 19: pengaruh SMEWG APEC terhadap UMKM

19

Perjanjian internasional adalah perjanjian dalam bentuk dan sebutan apapun, yang

diatur oleh hukum internasional dan dibuat secara tertulis oleh Pemerintah Republik

Indonesia dengan satu atau lebih negara, organisasi internasional dan subjek hukum

internasional lainnya, serta menimbulkan hak dan kewajiban pada Pemerintah Republik

Indonesia yang bersifat hukum publik”.41

Bila melihat pada semua definisi yang dijelaskan, pada dasarnya definisi tersebut hanya

menyebutkan negara sebagai aktor/subjek tunggal sebagai pelaku dan tidak menyebutkan aktor

lain sebagai subjek hukum dan perjanjian internasional dan prosedur perjanjian internasional

adalah yang sifatnya tertulis bukan hanya sekedar hasil dari kesepakatan atau wacana

perbincangan antar wakil negara (subjek hukum internasional). Meskipun demikian, perjanjian

internasional pada hakekatnya merupakan sumber utama atas terciptanya sebuah Hukum

Internasional, karena dalam perjanjian internasional terdapat beberapa instrumen yuridik yang

berisi kepentingan dan persetujuan dari masing-masing negara yang bertujuan untuk mencapai

kepentingan bersama.42

Poses pembuatan sebuah kesepakatan atau perjanjian bersama haruslah mengikuti

beberapa tahap dan prosedur tertentu, dan setiap organisasi internasional memiliki standar

prosedur yang berbeda yang harus diikuti oleh anggota negara yang tergabung di dalamnya.

Menurut Boer Mauna, sebuah perjanjian harus melalui proses yang kompleks serta

membutuhkan rentan waktu yang tidak cepat, prosedur tersebut meliputi; 43

a) Pembuatan sebuah kesepakatan internasional diawali dengan menentukan negara

yang memiliki hak dan wewenang dalam membuat sebuah kesepakatan (treaty-

making power);

b) Menunjuk wakil-wakil dari negara anggota untuk turut serta merundingkan

kesepakatan. Tidak setiap individu dapat mewakili perundingan tersebut karena

para wakil negara telah diberi kekuasaan penuh (full powers) yang ditandai

dengan adanya bukti surat resmi/surat kuasa dari pemimpin negara (presiden)

yang bersangkutan.41 Boer Mauna.2005. Hukum Internasional; Pengertian Peranan Dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global. Bandung: P.T. Alumni.84-85.42 Ibid. 43 Ibid. Hlm. 83

Page 20: pengaruh SMEWG APEC terhadap UMKM

20

Sedangkan proses pembuatan perjanjian internasional melalui beberapa tahap, yakni:

1. Perundingan (negotiation);

2. Penandatanganan (signature);

3. Pengesahan (ratification);

Tidak semua perjanjian internasional melalui tiga tahap tersebut, karena ada juga

perjanjian internasional yang hanya melalui dua tahap, perundingan serta penandatanganan saja

dan bisanya hal tersebut terjadi pada perjanjian bilateral. Perjanjian bilateral baru disahkan saat

setelah pertukaran piagam pengesahan atau setelah adanya pemberitahuan kepada kedua belah

pihak yang mengadakan perjanjian bahwa prosedur-prosedur yang dibutuhkan untuk

mengesahkan perjanjian bilateral sepenuhnya sudah disepakati. Untuk perjanjian multilateral,

perjanjian baru berlaku pada saat negara telah menyimpan piagam ratifikasi yang telah ditanda-

tangani dan menyerahkannnya pada pemerintah negara penyimpan atau kepada Sekertaris

Organisasi Internasional yang mengadakan perjanjian/konferensi tersebut.44

Prosedur-prosedur yang sudah dipenuhi oleh setiap negara akan diadopsikan ke dalam

undang-undang terkait perjanjian yang disahkan. Dalam prakteknya, setiap negara tidak secara

langsung memberlakukan hukum perjanjian internasional pada tingkatan hukum nasional oleh

pengadilan-pengadilan ataupun badan yang berhak mengeluarkan kebijakan terkait perjanjian

hukum internasional yang telah disepakati. Untuk memahami proses tersebut J.G. Starke

memberikan teori “Specific Adoption” dan teori delegasi “the delegation theory”.

Kaum positivis beranggapan bahwa dalam proses penerapan asas-asas mendasar dari

hukum internasional tidak dapat diterapkan langsung atau ex proprio vigore diberlakukan di

dalam lingkungan nasional oleh pengadilan-pengadilan nasional atau oleh siapapun, oleh karena

itu untuk dapat memberlakukan kaidah, asas yang menjadi rumusan hukum internasional harus

melalui proses adopsi khusus (specific adoption) oleh badan yang yang sah dan memiliki

legitimasi. Hal tersebut merupakan cerminan bahwa kaum positivis menganut paham dualisme

yang membedakan kedudukan hukum internasional dan hukum nasional, baik secara sistem

maupun struktural.

44 Boer Mauna.2005. Hukum Internasional; Pengertian Peranan Dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global. Bandung: P.T. Alumni. 84

Page 21: pengaruh SMEWG APEC terhadap UMKM

21

Teori lain yang dijelaskan oleh J.G. Starke terkait hubungan hukum internasional yang

diaplikasikan ke dalam hukum nasional adalah the delegation theory. Teori ini muncul dengan

asumsi:

“…ada suatu pendelegasian kepada setiap konstitusi negara oleh kaidah-kaidah

konstitusional dari hukum internasional yaitu hak-hak untuk menentukan kapan

ketentuan-ketentuan suatu traktat atau konvensi berlaku dan bagaimana cara

ketentuan tersebut dimasukkan ke dalam hukum nasional.”45

Dari penjelasan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa tidak semua hasil konvesi yang

dilakukan oleh negara harus sepenuhnya diterapkan dalam hukum nasional secara langsung.

Karena meskipun suatu perjanjian mempuanyai kekuatan hukum dan bersifat mengikat oleh

pihak yang menandatangani, namun dalam prakteknya setiap negara memiliki hak untuk

mengatur kembali proses dan prosedur-prosedur yang sesuai dengan kepentingan nasional negara

dan disesuaikan dengan hasil kesepakatan internasional yang telah sah ditandatangani.46

Sebagai anggota organisasi internasional serta negara yang berdaulat, Indonesia turut

serta dalam berperan aktif menjalin hubungan luar negeri serta membuat perjanjian-perjanjian,

baik bilateral, multilateral ataupun kerjasama regional seperti ASEAN dan APEC. Untuk

mengatur perjanjian luar negeri tersebut pemerintah Indonesia mendasarkan kepada UU 1945

Pasal 11 serta Surat Presiden No. 2826/HK/1960 sebagai landasan hukum dalam membuat dan

mengesahkan perjanjian internasional.47 Para pemangku kebijakan melihat bahwa dasar hukum

tersebut tidak lagi relevan dan bisa menimbulkan simpang siur dalam menafsirkannya. Sehingga

pada tahun 2000 beberapa pihak mengadakan revisi UU dan perjanjian internasional dan

mengesahkannya menjadi UU No. 24 Tahun 2000.48

Pasal 10 Undang-undang No.24 Tahun 2000 memberikan klasifikasi perjanjian yang bisa

disahkan oleh pemerintah dalam perjanjian internasional, pengkalisifikasian perjanjian

berdasarkan pada materi perjanjian dan tidak lagi berdasarkan pada nama perjanjian

45 J.G Starke.1989. Pengantar Hukum Internasional 1, Edisi ke-10. Terjemahan oleh Bambang Iriana Djajaatmadja. Sinar Grafika; Jakarta. Hlm. 102.46 Boer Mauna. 2005. Hukum Internasional; Pengertian Peranan Dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global. Bandung: P.T. Alumni. 16647 Ibid. Hlm. 17848 Boer Mauna.2005. Hukum Internasional; Pengertian Peranan Dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global. Bandung: P.T. Alumni. Hlm. 181

Page 22: pengaruh SMEWG APEC terhadap UMKM

22

(nomenclature) bertujuan untuk memastikan kejelasan hukum dan membedakan keseragaman

bentuk pengesahan perjanjian internasional sehinga akan mempermudah bagi presiden dalam

menunjuk wakil negara serta menunjuk pemangku kebijakan dalam memutuskan sebuah

perjanjian internasional. Klasifikasi tersebut adalah:

a. Masalah politik , perdamaian , dan keamanan negara;

b. Perubahan wilayah dan penetapan batas wilayah Negara Republik Indonesia ;

c. Kedaulatan atau hak berdaulat Negara;

d. Hak asasi manusia dan lin gkungan hidup;

e. Pembentukan kaidah hukum baru ;

f. Pinjaman dan atau hibah luar negeri.

Beberapa hal yang tidak tercantum dalam klasifikasi tersebut kemudian telah diatur

dalam pasal 11 ayat 1 yang menyebutkan bahwa: perjanian-perjanjian yang memerlukan

pengesahan Presiden sebelum mulai diberlakukannya penjanjian tersebut biasanya merupakan

perjanjian yang bersifat prosedural, tidak memerlukan waktu yang lama, serta tidak

mempengaruhi peraturan-peraturan tetap yang telah disahkan dalam undang-undang nasional.

Perjanjian tersebut adalah perjanjian yang berkaitan dengan; perjanjian induk yang menyangkut

kerjasama di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, ekonomi, teknik, perdagangan,

kebudayaan, pelayaran, niaga, penghindaran pajak berganda, dan kerjasama perlindungan

penanaman modal, serta perjanjian –perjanjian yang bersifat teknis.49

Bila dikaitkan dengan kesepakatan-kesepakatan yang digelar dalam organisasi

internasional APEC, maka jenis-jenis perjanjian, prosedur pembuatan sebuah kesepakatan yang

ada memiliki kesamaan dengan sifat perjanjian yang dilakukan anggota Ekonomi APEC dalam

setiap pertemuan APEC, baik dalam pertemuan SOM, Working Group, maupun KTT APEC.

Oleh karena itu teori dan konsep di atas diharapkan mampu menjadi pisau analisa untuk

mengetahui besarnya pengaruh yang ditimbulkan dari keanggotaan Indonesia dalam forum SME-

WG APEC terhadap pertumbuhan UMKM di Indonesia.

49 Jenis-jenis perjanjian tersebut adalah jenis perjanjian yang dijelaskan dalam Undang-undang No.24 Tahun 2000, Pasal 11 ayat 1.

Page 23: pengaruh SMEWG APEC terhadap UMKM

23

1.7 Metodologi Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendukung pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini, metode pelelitian yang

akan digunakan akan berdasar pada metode penelitian deskriptif analitik. Penelitian ini akan

menjelaskan sebuah fenomena-fenomena hubungan internasional yang memiliki keterkaitan

dengan bahasan penelitian. Metode deskriptif analitis digunakan untuk menguraikan sebuah

fenomena kemudian menganalisa dan mendeskripsikannya ke dalam sebuah tulisan.50 Beberapa

pokok bahasan yang ada dalam penelitian ini dikaji menggunakan teori dan/atau konsep yang

telah disebutkan dalam kerangka pemikiran dan perlu mendeskripsikan dan mengeksplorasi

sebuah fenomena hubungan internasional sebagai upaya dalam mengembangkan dan

menerepkan teori-teori hubungan internasional. Dari proses tersebut, kemudikan diharapkan

mampu menghasilkan sebuah penelitan deskriptif analisis yang menjelaskan keterkaitan antara

beberapa variabel dengan teori-teori terkait.

Penelitian yang diambil bersifat penelitian kualitatif, penelitian ini memiliki karakteristik

tersendiri pada saat menjalani proses pengumpulan, penyusunan, serta pendeskripsian beberapa

data dan fenomena yang di temukan kemudian menganalisanya. Dalam upaya mengumpulan

data premier dan sekunder, teknik pengumpulan data dalam skripsi ini menggunakan teknik studi

pustaka, literature review yakni bersumber dari;

Buku-buku, jurnal-junal, majalah, koran lokal dan juga internasional, serta diktat kuliah.

Data-data tertulis yang berbentuk elektronik berupa e-book dan website dan informasi

elektronik lainnya yang dapat membantu dalam mengumpulkan data sekunder yang

sesuai dengan topik pembahasan dalam menyelesaikan penelitian ini.

50 Elly Lestari Pembayun.2013. One Stop; Qualitative Research Methodology In Communication; Konsep, Panduan, dan Aplikasi. Lentera Ilmu. Jakarta. Hlm. 10.

Page 24: pengaruh SMEWG APEC terhadap UMKM

24

BAB II

SME-WG SERTA KAITANNYA DENGAN UPAYA PENGEMBANGAN UMKM

2.1 Profil APEC dan SME-WG

APEC adalah sebuah kerjasama ekonomi internasional yang fokus kepada permasalahan

dan topik terbaru khususnya di kawasan Asia-Pasifik. Saat awal berdiri, kerjasama ini hanya

beranggotakan 12 anggota. Kerjasama yang dibentuk di Canberra tahun 1989 ini kini memiliki

21 anggota Negara yang disebut sebagai Member Economies. Anggota economies tersebut yakni;

United States; Australia; Brunei Darussalam; Canada; Chile; China; Hong Kong, China;

Indonesia; Japan; Malaysia; Mexico; New Zealand; Papua New Guinea; Peru; The Philippines;

Russia; Singapore; Republic of Korea; Chinese Taipei; Thailand; and Viet Nam. APEC

bertujuan untuk memfasilitasi negara-negara untuk dapat mengembangkan kondisi

perekonomian, kerjasama, perdagangan serta mempermudah arus investasi ke seluruh Economies

di kawasan Asia-Pasifik.51

Gambar 1. Anggota Ekonomi APEC beserta tahun berdiri dan GDP

51 http://www.state.gov/p/eap/regional/apec/ Diakses pada 19 Mei 2015. Pkl 23.50 WIB

Page 25: pengaruh SMEWG APEC terhadap UMKM

25

Tabel tersebut menunjukkan bahwa APEC merupakan organisasi internasional yang

besar karena Negara anggota APEC juga sebagian besar adalah Negara anggota ASEAN dan

mayoritas Negara yang tidak bergabung dengan European Union (EU). Selain itu, bila dilihat

dari signifikansi dan besarnya anggota Ekonomi, APEC juga menjadi organisasi yang

memainkan peran penting dalam pembentukan kerjasama pasar bebas khsusunya untuk skala

regional Asia dan Pasifik.52 Sesuai dengan tujuan awalnya, forum APEC terus berupaya

mewujudkan sebuah agenda penting yakni “free and open trade and investment” di dalam

kawasan regional.

APEC yang dikenal saat ini merupakan hasil dari berbagai proses yang lama. Gagasan

awal pembentukan organisasi kerjasama APEC telah dikemukakan oleh Perdana Menteri

Australia, Bob Hawke saat melakukan presentasi di hadapan 12 negara pendiri APEC pada 13

Januari 1989.53 Namun sebenarnya, ide pembentukan komunitas Asia-Pasifik telah dicanangkan

lebih dari 40 tahun lalu. Sir John Crawfod dan Dr. Saburo Okita adalah dua orang teknokrat

yang menyumbangkan gagasan dalam pembentukan organisasi regional di Benua Asia dan

Pasifik. Saat itu, di tahun 1980, Sir John Crawfod dan Dr. Saburo Okita telah meyakinkan ide

dan gagasannya kepada masing-masing perdana menteri mereka, Masayoshi Ohira dari pihak

Jepang dan John Malcolm Fraser dari pihak Australia. Keduanya diminta untuk mengadakan

konferensi yang bertujuan untuk menyampaikan gagasan atas pembentukan organisasi regional

kemudian mendiskusikannya. Konferensi tersebut dikenal sebagai “The Pacific Community

Seminar”, konferensi yang digelar di Canberra ini juga ikuti oleh perwakilan Amerika Serikat,

Richard Holdbrook.54 Konferensi tersebut tidaklah berjalan mulus seperti yang diharapkan

namun Negara-negara yang ikut setuju akan ide pembentukkan organsasi regional. Dua tahun

kemudian, konferensi digelar kembali di Thailand atas permintaan Australia serta dukungan

finansial dari Jepang terbentuklah sebuah organisasi Pacific Economic Cooperation Council

(PECC).

PECC inilah yang kemudian menjadi cikal bakal pembentukan APEC karena PECC terus

menjaga ide awal hingga tahun 1989 pertemuan para menteri kembali digelar. Pertemuan yang

52 Akiko Yanai.2004. Characteristic of APEC trade liberalization; A comporative analysis with the WTO dalam Trade Liberalization and APEC. Routledge. London. Hlm. 53 Diakses dari http://www.apec.org/About-Us/About-APEC/History.aspx pada 27 Mei 2015. Pkl 19.36 WIB54 Diakses dari http://www.apec.org/Press/Features/2014/APECafter25.aspx . Pada 27 Mei 2015. Pkl. 19.24 WIB

Page 26: pengaruh SMEWG APEC terhadap UMKM

26

digelar dalam rentan waktu 1989 hingga 1992 merupakan pertemuan informal yang sifatnya

dialog pada level Senior Official dan Ministerial. Dan pada tahun berikutnya, 1993, APEC

memulai pertamemuan resmi perdananya yang pertama kali digagas oleh mantan presiden

Amerika Serikat Bill Clinton. Hal tersebut menandakan keseriusan para pemimpin Ekonomi

APEC untuk lebih mewujudkan misi APEC. Misi APEC yang tercantum dalam “APEC Mission

Statement” adalah;

“Our primary goal is to support sustainable economic growth and prosperity in the Asia-Pacific region.

We are united in our drive to build a dynamic and harmonious Asia-Pacific community by championing free and open trade and investment, promoting and accelerating regional economic integration, encouraging economic and technical cooperation, enhancing human security, and facilitating a favorable and sustainable business environment.” 55

Visi Misi yang tersebut di atas mengandung beberapa poin utama dan kunci utama dan

upaya pencapaian visi tersebut telah terangkum dalam kesepakatan Bogor Goals yakni;

“tercapainya perdagangan dan arus investasi asing yang bebas di kawasan Asia Pasifik pada

tahun 2010 untuk negara maju dan pada tahun 2020 untuk negara berkembang”.56 Dan untuk

memfokuskan pembahasan poin-poin tersebut APEC membagi beberapa badan dan forum di

setiap pertemuan tahunan yang diselenggarakan baik setahun sekali, maupun 4 kali pertemuan

dalam satu tahun. Pertemuan tersebut dihadiri oleh beberapa representatif Ekonomi APEC yang

terdiri dari para pelaku usaha, pemangku kebijakan, diplomat, menteri, dan berakhir pada

pengesahan hasil diskusi ataupun dialog oleh Presiden. Pembagian pertemuan dalam forum yang

ada di APEC adalah sebagai berikut;

1. Tingkat Kebijakan (policy level) 57

Dalam tingkat pertemuan oleh pemangku kebijakan terdapat 4 (empat) pembagian

pertemuan;

55 Diakses dari http://www.apec.org/About-Us/About-APEC/Mission-Statement.aspx Pada Senin, 19 Mei 2015. Pkl 23.55WIB56 Rangkuman dari APEC Secretariat, Singapore. 3 November 2003. Hlm. 3.57 Diakses dari http://www.apec.org/About-Us/How-APEC-Operates/Policy-Level.aspx pada Ahad, 7 Juni 2015. 08.54 WIB

Page 27: pengaruh SMEWG APEC terhadap UMKM

27

APEC Economic Leader’s Meeting

Pertemuan ini adalah pertemuan tertinggi di APEC dan dihadiri oleh para pemimpin

Ekonomi APEC (Kepala Negara/Kepala Pemerintahan), para pemimpin Ekonomi

APEC memutuskan sebuah kesepakatan yang akan menjadi agenda kebijakan bagi

organisasi APEC. Sebagai contoh adalah 2009 Leaders' Declaration di Singapore

yang mengusung tema “Sustaining Growth, Connecting the Region”, dan pada tahun

2010 di Yokohama dengan tema “The Yokohama Vision; Bogor and Beyond, Change

and Action”. Dengan adanya tema yang di deklarasikan setiap tahunnya maka akan

mempermudah Ekonomi APEC dalam menyusun sebuah agenda dan rencana

pembahasan di setiap pertemuan.

APEC Ministerial Meeting

Dalam pertemuan ini, para Menteri Luar Negeri dan Menteri Ekonomi ataupun

Menteri Perdagangan menyelenggaran pertemuan untuk membahas agenda dan topik

pembahasan di tahun tersebut, hasil dari pertemuan menteri ini kemudian menjadi

rekomendasi kebijakan dan di serahkan kepada para pemimpin Ekonomi APEC untuk

bisa dipertimbangkan. Oleh karena itu pertemuan ini digelar sebelum peretemuan para

pemimpin Ekonomi APEC.

Sectoral Ministerial Meeting

Pertemuan ini merupakan pertemuan yang lebih spesifik karena terdiri dari para

menteri yang memangku kebijakan di setiap sektornya. Beberapa sektor yang ada

dalam pertemuan ini adalah; pendidikan, lingkungan dan pembangunan, energi,

keuangan, Sumber Daya Manusia, IPTEK, Usaha Kecil dan Menengah, Teknologi dan

Informasi, pariwisata, perdagangan, perhubungan, serta peran wanita/pemberdayaan

wanita. Hasil dari pertemuan ini juga diserahkan kepada para pemimpin Ekonomi

APEC untuk kemudian dipertimbangkan.

APEC Business Advisory Council (ABAC)

Page 28: pengaruh SMEWG APEC terhadap UMKM

28

ABAC dibentuk dari kesepakatan para pemimpin Ekonomi APEC untuk

menghadirkan ahli bisnis dari institusi swasta yang diharapkan bisa memberikan

rekomendai kebijakan terhadap permasalahan ekonomi yang sedang dihadapi. ABAC

mengadakan 4 kali pertemuan dalam satu tahun, anggota ABAC terdiri dari 3 (tiga)

orang Senior Bisnis dari perwakilan Ekonomi APEC. Pemimpin pertemuan ABAC

diambil dari Senior Bisnis dari Ekonomi yang menjadi tuan rumah pertemuan KTT

APEC. Meskipun ABAC merupakan badan swasta yang dapat memberikan

rekomendasi kebijakan kepada para pemimpin Ekonomi APEC namun agenda dan

topik pembahasan yang dibahas dalam pertemuan ABAC ditentukan oleh para

Pemimpin Ekonomi.58

2. Tingkat Pelaksanaan (working level)

Pertemuan tingkat pelaksana dalam APEC di arahkan oleh APEC Senior Official dari 21

Ekonomi APEC membahas mengenai beberapa aktivitas yang akan dilaksanakan APEC.

Proses berjalannya pertemuan di awali dengan arahan para Menteri kepada Pejabat Senior,

selanjutnya Pejabat Senior (senior officials) akan mengarahkan pertemuan pada tingkatan

Committee yang di selenggarakan sebanyak 3-4 kali dalam satu tahun pertemuan. Ada 4

(empat) komite tertinggi pada APEC working level, yakni; 59

Committee on Trade and Investment (CTI), (1993)

Komite yang terbentuk sejak tahun 1993 ini memiliki kewajiban mengurangi beberapa

hambatan yang dihadapi oleh APEC dalam meliberalisasikan perdagangan serta arus

investasi. Yang menjadi acuan oleh CTI adalah Osaka Action Agenda (OAA) 1995,

Agenda Osaka menyebutkan 15 bidang ekonomi yang menjadi pokok bahasan yakni;60

tariff, non-tariff, services, investment, standards and conformance, custom procedures,

intellectual property right, competition policy, government procurement, deregulation,

rules of origin, dispute mediation, mobility of business people, and implementation of

58 Diakses dari; http://www.apec.org/Groups/Other-Groups/APEC-Business-Advisory-Council.aspx pada Ahad, 7 Juni 2015. 08.54 WIB59 Diakses dari; http://www.apec.org/About-Us/How-APEC-Operates/Working-Level.aspx pada Ahad, 7 Juni 2015. 08.56 WIB60 Rangkuman dari APEC Secretariat, Singapore. 3 November 2003. Hlm. 6.

Page 29: pengaruh SMEWG APEC terhadap UMKM

29

WTO Obligation. 15 Agenda tersebut kemudian diturunkan kepada pertemuan Sub-

Committes dan Experts Groups.

Senior Officials' Meeting Committee on Economic and Technical Cooperation (SOM

Committee on ECOTECH), (1988)

Tujuan utama dari komite ini adalah mengkoordinasi dan menyelerasksan beberapa

agenda APEC terkait permasalahan kerjasama ekonomi secara teknis. Hal ini

bertujuan untuk mempertahankan kondisi pertumbuhan ekonomi, meratakan tingkat

pembangunan, dan terus berupaya meningkatkan kemakmuran masyarakat di setiap

anggota Ekonomi APEC.

Economic Committee (EC), (1994)

Perbedaan mendasar Economic Committee dengan komite SOM on ECOTECH adalah

pada tingkat pelaksanaannya. Economic Committee hanya melakukan sebuah

penelitian menyeluruh tentang isu ekonomi yang nantinya akan menjadi agenda pokok

pembahasan APEC. Forum ini sekaligus menjadi tempat bertukarnya informasi dan

pandangan terkait permasalahan yang dihadapi di setiap anggota APEC.

Budget and Management Committee (BMC)

SOM memiliki agenda perekonomian yang menyangkut pengelolaan budget, isu

administratif serta isu lain terakit manajerial keuangan yang dihadapi oleh beberapa

Komite dan Working Groups APEC. Hasil pertemuan dalam komite BMC kemudian

dijadikan rekomendasi kebijakan untuk dibahas dalam pertemuan SOM agar lebih

efektif dan efisien.

Working Groups (WG)

Hasil dari pertemuan dalam Working Group APEC EC akan kembali dibahas dalam

beberapa sektor pertemuan lebih spesifik dan kemudian diarahkan oleh para Menteri-

Menteri APEC, Menteri-Menteri Sekotral APEC dan para pemimpin serta pejabat

senior APEC. Jenis-jenis Working Group yang berada di bawah arahan Sectoral

Ministerial Meeting mencakup beberapa bahasan; Agricultural Technical Cooperation,

Anti-Corruption and Transparency, Counter Terrorism, Emergency Preparedness,

Page 30: pengaruh SMEWG APEC terhadap UMKM

30

Energy, Expert Group on illegal Logging and Associated Trade, Healt Working

Group, Human Resource Development, Ocean Fisheries, Small Medium Enterprises,

Telecommunications and Information, Tourism, Transportation.

SOM Special Task Groups/Ad-hoc Groups

Pejabat Senior APEC mengatur kelompok spesial yang dikhususkan untuk

mengidentifikasi masalah dan isu serta membua rekomendasi terkait sektor-sektor

penting untuk konsiderasi yang akan dibuat oleh APEC. Kelompok-kelompok Ad-hoc

juga telah dibuat untuk membantu memberikan informasi yang relevan atau untuk

memenuhi tugas-tugas penting yang tidak dapat dilakukan oleh kelompok-kelompok

APEC lainnya.

Bagan berikut akan menjelaskan secara singkat struktur APEC beserta pembagian

pertemuan yang ada dalam APEC;

Gambar 2. Struktur APEC

Sumber; http://www.customs.go.kr/images/eng/news/news0503_01.gif

Page 31: pengaruh SMEWG APEC terhadap UMKM

31

2.2 Peran Indonesia dalam APEC

Pada era Soeharto, kondisi perekonomian Indonesia yang lebih cenderung menganut pada

sistem perekonomian liberal. Pada masa awal rezim Orde Baru (1966-1998), pemerintah

Indonesia lebih cenderung kepada penyelesaian masalah penyelamatan perekonomian yakni

masalah manajemen pengendalian laju inflasi, pembenaran sistem administrasi untuk

menyelamatkan uang negara dan memperbaiki sektor perbankan serta cenderung kepada

peningkatan kebutuhan pokok masyarakat. Selain itu, kebijakan ekonomi yang digagas oleh

presiden Soeharto lebih cenderung kepada upaya menarik modal dan investor dari negara-negara

barat untuk mengembangkan kondisi perekonomian Indonesia.61

Kebijakan yang mereformasi perekonomian dibuktikan dengan pertumbuhan ekonomi

makro yang signifikan tersebut disertai dengan meningkatnya arus investasi asing sebesar 11,9%

rata-rata pertahun pada periode 1973-1980an dan terus berlanjut menjadi 7,1% pada periode

1980-1991.62 Arus investasi tersebut dimaksudkan untuk mampu menopang industri manufaktur

dalam negeri sehingga pada masa Orde Baru, Indonesia hadir sebagai negara pengekspor sepatu,

tekstil, serta hasil industri manufaktur lainnya yang mampu meningkatkan GDP menjadi 20%

dari output nasional sejak tahun 1965 yang hanya mampu mencapai angka 8,4%.63

Paham ekonomi liberal pada masa Orde Baru menjadikan Indonesia turut serta dalam

beberapa kerjasama regional dan internasional baik yang bersifat politik maupun ekonomi,

bilateral juga multilateral. Upaya ini ditunjukkan dengan kembalinya Indonesia bergabung

dengan organisasi PBB pada 23 September 1966 yang fokus pada permasalahan perdamaian dan

keamanan dunia.64 Keseriusan Indonesia dalam menunjukan kemampuannya di kancah

internasional dibuktikkan dengan menjadi salah satu negara pendiri ASEAN pada 8 Agustus

1967.65 Selain pembentukkan ASEAN, Indonesia juga ikut andil dalam memprakarsai

terbentuknya kerjasama ekonomi regional seperti APEC pada 1989.

61 Diakses dari www.bbc.uk/indonesia/indepth/story/2008/01/ pada 11 Juni 2015, Pkl. 21.14 WIB62 World bank pada 11 Juni 2015, Pkl. 22.42 WIB63 Yanuar Nugroho.“Sekilas Profil Ekonomi Indonesia Setelah 28 Tahun Pembangunan”, dalam Majalah Wacana No. 3/ Juli-Agustus 1996. Hlm. 1.64 Diakses dari www.bbc.uk/indonesia/indepth/story/2008/01/ pada 11 Juni 2015 Pkl. 21.14 WIB65 Doiakses dari www.asean.org/asean/about-asean/history pada 12 Juni 2015, Pkl. 01.51 WIB

Page 32: pengaruh SMEWG APEC terhadap UMKM

32

Bergabungnya Indonesia dengan kerjasama APEC merupakan salah satu cerminan

kebijakan pemerintah Indonesia yang bertujuan merealisasikan Keputusan Presiden menyangkut

kebijakan Repelita IV (1984-1989) dan Repelita V (1989-1994).66 Hal ini sejalan dengan

kepentingan nasional indonesia pada saat itu yang mengutamakan pembangunan infrasutruktur

dan sektor industri untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi atau dikenal sebagai kebijakan

“Trilogi Pembangunan” yakni; stabilitas nasional, pertumbuhan ekonomi dan pemerataan hasil-

hasil pembangunan.67

Selain kebijakan REPELITA yang bersinggungan dengan kepentingan nasional, faktor

lain yang menyebabkan Indonesia ikut andil dalam pembentukkan forum organisasi APEC

adalah kondisi konstelasi global pasca perang dingin yang tak lagi berkiblat pada Uni Soviet.

Saat berakhirnya perang dingin, seluruh negara yang bergabung dalam gerakan Non-Blok (Non-

Aligned Movement) terus berupaya menjaga stabilitas politik dan ekonomi dalam negeri

khususnya dan dunia umumnya. Poin utama yang selalu disuarakan oleh negara-negara yang

tergabung dalam gerakan non-blok adalah mengenai;68

a) Mewujudkan perdamaian dunia;

Melakukan berbagai cara untuk mewujudkan perdamaian dunia untuk mencegah

timbulnya perang dunia selanjutnya

Membantu menyelesaikan masalah sengketa yang terjadi antar bangsa maupun

negara serta memperjuangkan kemerdekaan negara yang masih terjajah

Menentang adanya persekutuan militer dan pengadaan pengkalan militer asing di

dalam suatu negara

Menghilangkan kolonialisme, rasisme dan apartheid.

b) Mengembangkan sektor perekonomian;

66 -Repelita IV (1984-1989) memfokuskan kepada peningkatan sektor pertanian, penciptaan swasembada pangan dengan cara memperbaharui mesin-mesin untuk meningkatkan produksi pertanian serta penciptaan lapangan kerja. -Repelita V (1989-1994) memfokuskan kepada bidang transportasi dan sektor pendidikan dan kebijakan yang dihasilkan selalu bertumpu pada “Trilogi Pembangunan”.Dokumen lengkap REPELITA IV dan V di unduh dari www.bappenas.go.id67 Yanuar Nugroho.“Sekilas Profil Ekonomi Indonesia Setelah 28 Tahun Pembangunan”, dalam Majalah Wacana No. 3/ Juli-Agustus 1996.Hlm. 2.68 Diakses dari; www.nam.gov.za/backgroud/history.htm Pada 14 Juni 2015, 13 Juni 2015, Pkl 20.38 WIB

Page 33: pengaruh SMEWG APEC terhadap UMKM

33

Upaya ini dilakukan dengan mengupayakan kemerdekaan setiap negara dalam

bidang perekonomian

Menjalin kerjasama antar negara maju dengan negara-negara berkembang yang

bertujuan memeratakan kondisi perekonomian agar tercipta sebuah perekonomian

dunia yang stabil.

Beberapa tujuan utama tersebut menjadikan negara-negara di beberapa kawasan

mendirikan sebuah organisasi regional, karena dengan bergabungnya negara dalam kerjasama

regional yang anggotanya terdiri dari negara maju dan negara berkembang, diharapkan bisa

menguatkan stabilitas negara baik dalam bidang politik serta ekonomi, layaknya APEC. APEC

menjadi organisasi regional yang diharapkan mampu membantu merealisasikan kebijakan dalam

maupun luar negeri Indonesia saat itu. Selain itu dengan berdirinya APEC merupakan sebuah

jawaban bagi beberapa negara yang diharapkan mampu mewujudkan keputusan-keputusan

dalam Uruguay Round. Dalam kesepakatan Uruguay Round Agreement, para menteri berhasil

menghasilkan kesepakatan GATT di akhir perang Dunia ke dua, walaupun dalam prakteknya

Urugay Round sering kali berakhir dengan jalan buntu.69

Indonesia yang saat itu sangat berambisi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat

merasa membutuhkan sebuah kerjasama antar negara untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

APEC merupakan sebuah bentuk kerjasama yang dirasa dapat memenuhi kepentingan

pemerintah dan memenuhi kebutuhan hidup masyarakatnya. Karena dengan sebuah bentuk

kerjasama antar negara dalam kawasan regional yang lebih luas Indonesia bisa terus melakukan

kegiatan ekspor dan impornya ke berbagai Ekonomi anggota APEC. Dengan tanpa mengurangi

esensi dari sebuah kedaulatan negara, Indonesia membuka diri kepada negara-negara maju untuk

terus melakukan hubungan kerjasama ekonomi agar bisa meningkatkan kualitas dan produktifitas

sumber daya dalam negeri. Dan dengan adanya pembaharuan teknologi dan komunikasi dalam

negeri melalui skema kerjasama dengan negara maju tersebut, Indonesia berharap mendapatkan

efek positif dari aktifitas ekonomi yang tiada batas.70

69 Diakses dari; www.wto.org/english/thewto_e/minist_e/min98_e/slide_e/ur.htm , Pada 13 Juni 2015, Pkl 20.38 WIB70 Huala Adolf. 2011. Hukum Ekonomi Internasional, Suatu Pengantar. Keni Media; Bandung. Hlm. 1

Page 34: pengaruh SMEWG APEC terhadap UMKM

34

2.2.1 Peran Aktif Indonesia dalam APEC

Indonesia merupakan negara yang memiliki letak strategis, secara geografis Indonesia

berada di antara samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Jalur laut merupakan jalur paling

berpengaruh dalam sejarah perdagangan yang hingga saat ini masih menjadi jalur pilihan negara-

negara dalam melakukan praktek transportasi (ekspor-impor) perdagangan antar negara. Oleh

sebab itu, negara yang berada di dalam jalur perdagangan, dan notabene terletak di pinggir pantai

akan menjadi negara pusat peradaban, pusat integrasi, serta pusat aktifitas perekonomian dunia. 71

Kesadaran pemerintah Indonesia tersebut kemudian diimplementasikan dengan keikutsertaan

Indonesia dalam beberapa kerjasama regional, bilateral, maupun multilateral di wilayah Asia

Pasifik.

Konsep kerjasama antar negara menjadi motif utama negara untuk mendapatkan

keuntungan yang melengkapi satu negara dengan yang lainnya atau David Ricardo menyebutnya

sebagai “comparative advantage”. Pembangunan ekonomi satu negara akan membutuhkan

negara lain untuk bisa memasarkan produknya, memenuhi kebutuhan dalam negeri yang tidak

terpenuhi karena ketidakmampuan pemerintah dan ketidaaan sumber daya. Dalam skema

kerjasama internasional pada umumnya dilakukan oleh negara maju dan negara berkembang

sekalipun, setiap negara mendapatkan keuntungan yang sebanding satu sama lain.72

Sebagai contoh, negara Indonesia pada saat itu memiliki REPELITA IV (1984-1989)

yang memfokuskan pada pertumbuhan sektor produksi pangan yang bertujuan mewujudkan

kemadirian dalam pemenuhan kebutuhan pangan. Upaya ini dibarengi dengan adanya

penyediaan dan pembaharuan mesin-mesin agraria untuk meningkatkan hasil produksi pertanian.

Keuntungan Indonesia diperoleh dari banyaknya hasil ekspor produksi pangan ke negara-negara

yang tidak mampu memproduksinya. Di sisi lain, Indonesia juga mendapatkan keuntungan dari

adanya sistem kerjasama antar negara sehingga Indonesia bisa mengimpor mesin-mesin

pertanian yang belum bisa diproduksi dalam negeri, kondisi inilah yang disebut David Ricardo

sebagai “comparative advantage”.

71 http://www.gurusejarah.com/2014/10/terbentuknya-jaringan-nusantara-melalui.html Diakses pada 14 Juni 2015, Pkl 17.35 WIB72 Brad McDonald. “International Trade: Commerce among Nation”. Dalam International Monetary Fund [Database Online] (IMF, 2009-[dikutip pada 15 Juni 2015]); diakses dari http://www.imf.org/external/pubs/ft/fandd/basics/trade.htm

Page 35: pengaruh SMEWG APEC terhadap UMKM

35

Selama keanggotaan dalam kerjasama regional APEC Indonesia telah menyumbangkan

kebijakan penting yang dijadikan pijakan utama di setiap pertemuan dalam APEC yakni Bogor

Goals. Kesepakatan yang dihasilkan pada pertemuan APEC tahun 1994 ini merupakan sebuah

sumbangan inspirasi terbesar dari Indonesia terhadap kerangka kebijakan APEC yang disepakati

bersama dan pada tahapan selanjutnya menjadi panduan umum bagi negara anggota untuk

diterapkan dalam kebijakan dalam negeri. Salah satu norma yang menjadi komitmen utama para

anggota Ekonomi APEC yang terangkum dalam Bogor Goals adalah mewujudkan arus

perdagangan bebas sesama anggota APEC yang tidak lagi dibebani oleh tarif ekspor/impor serta

meminimalisasikan hambatan-hambatan non tarif lainnya. Di samping itu, komitmen tersebut

juga diharapkan mampu meliberalisasi perdagangan yang akan terus mengupayakan berbagai

cara untuk pengurangan, bahkan penghapusan tarif serta peningkatan arus investasi asing.73

Kontribusi Indonesia dalam kerjasama regional APEC terus berlanjut dengan pembentukkan

kerjasama APEC dalam hal menuntaskan masalah antikorupsi di tahun 2002, dan pada tahun

2005 Indonesia kembali menyumbangkan gagasannya dengan pembentukkan kerjasama

emergency preparedness (kesiaptanggapan bencana) sebagai respon dari bencana Tasunami

Aceh yang melanda Indonesia dan beberapa anggota Ekonomi APEC lainnya.

Keaktifan Indonesia untuk terus meningkatkan efektifitas dan fungsi kerjasama regional

APEC telah banyak memberikan dampak positif bagi kondisi dalam negeri dan seluruh Ekonomi

APEC. Menurut data yang dihimpun oleh Asian Development Bank (ADB) menyebutkan bahwa

beberapa anggota Ekonomi APEC yang tergolong dalam negara berkembang mampu

meningkatkan kondisi perekonomian dalam negeri karena adanya manfaat dari perdagangan

antar-anggota Ekonomi APEC, serta banyaknya permintaan pasar dalam negeri terhadap

pembelian barang dan jasa.74 Data lain menyebutkan bahwa kerjasama regional APEC mampu

mengurangi hambatan tarif di seluruh Ekonomi APEC dari angka 17% di tahun 1989 menurun

menjadi 5,8% pada tahun 2012.75

73“Assessment of Achievements of the Bogor Goals”. Dalam APEC [Database Online] (APEC,-[dikutip pada 15 Juni 2015]); diakses dari http://www.apec.org/About-Us/About-APEC/Achievements%20and%20Benefits/Bogor-Goals.aspx74 Xinhua. “Bogor Goals inspire APEC members to go beyond 2020”. Dalam Global Times [Database Online] (Global Times, 2013-[dikutip pada 15 Juni 2015]); diakses dari www.globaltimes.cn/content/815848.shtml75 APEC’s Bogor Goals Progress Report; APEC Policy Support Unit. August 2012.

Page 36: pengaruh SMEWG APEC terhadap UMKM

36

Manfaat yang sangat dirasakan Indonesia dari keanggotaan APEC adalah pertumbuhan

total perdagangan Indonesia dengan Ekonomi APEC pada tahun 2011 mencapai angka 289,3

milyar dolar Amerika, angka tersebut sama dengan peningkatan sebanyak 10 kali lipat

dibandingkan dengan pada saat Indonesia baru bergabung dengan APEC 1989 yakni sebanyak

29,9 milyar dolar. Selain manfaat perdagangan yang terus meningkat, Indonesia juga

mendapatkan berbagai macam pelatihan, baik teknis maupun skill SDM, yang diharapkan terus

bisa menigkatkan kualitas dan produktifitas dalam negeri agar kesejahteraan masyarakat

Indonesia bisa diraih semaksimal mungkin dan merata secara keseluruhan.76 Oleh karena itu,

sejak awal pembentukkan APEC, Indonesia selalu beranggapan bahwa anggota Ekonomi yang

tergabung dalam APEC merupakan mitra kerjasama dagang yang memiliki potensi untuk

pengembangan beberapa sektor perekonomian dalam negeri.

Salah satu sektor yang menjadi penopang pertumbuhan ekonomi dalam negeri adalah

sektor UMKM. Sektor perekonomian rakyat yang tak lagi diragukan kemampuannya dalam

menyesuaikan kondisi dan mampu untuk terus berinovasi sehingga dapat bertahan pada saat

kondisi krisis, hal inilah yang menjadikan UMKM sebagai salah satu pilar perokomian

nasional.77 Dalam kondisi pasar dunia, sektor usaha besar (ataupun kecil) lebih adaptif dan

kompetitif karena adanya proses dinamika pasar global, terlebih lagi dengan dukungan

lingkungan pemerintahan yang demokratis. Rezim demokratis lebih menguntungkan para

pengusaha besar karena lebih memilki banyak jalan dan keleluasaan untuk mengembangkan

serta mengaktualisasikan potensi positif yang dimiliki setiap pengusaha agar bisa ditingkatkan

secara optimal.78

Pada masa pemerintahan Orde Baru para teknokrat mengutamakan peningkatan pada

sektor perekonomian makro. Sikap ini disebabkan karena pada saat itu para teknokrat percaya

bahwa bahwa dengan mengutamakan pembangunan industri-besar (industri hulu) kesenjangan

dan kesejahteraan rakyat akan tumbuh seiring dengan adanya peningkatan perekonomian

76 Yuri O. Thamrin. “Peran Indonesia di APEC Disesuaikan Dengan Kondisi Internasional”. Dalam Tabloid Diplomasi [Database Online] (Tabloid Diplomasi, 2012-[dikutip pada 15 Juni 2015]); diakses dari http://www.tabloiddiplomasi.org/current-issue/180-diplomasi-november-2012/1560-peran-indonesia-di-apec-disesuaikan-dengan-kondisi-internasional.html 77 “UMKM sebagai pilar perekonomian nasional”. Dalam Kabar Bisnis [Database Online] (Kabar Bisnis-Aneka Bisnis, 2009-[dikutip pada 16 Juni 2015]); diakses dari http://www.kabarbisnis.com/read/286263 78 Faisal H. Basri.(2002). Perekonomian Indoneisa; Tantangan dan Harapan Bagi Kebangkitan Bangsa. Penerbit Erlangga. Jakarta. Hlm. 207

Page 37: pengaruh SMEWG APEC terhadap UMKM

37

nasional.79 Ketimpangan pemerintah dalam mendukung program pengembangan indutri hulu dan

hilir ini menjadikan UMKM mengalami keterlambatan untuk bisa dikembangkan dan

dipromosikan. Kondisi ketimpangan yang banyak menimbulkan aksi protes dari beberapa

kalangan ini juga diakui oleh Presiden Soeharto dalam pidato tanpa teksnya mengatakan;80

“Usaha besar di Indonesia telah tumbuh dengan baik, sebaliknya, usaha kecil dan menengah masih tertinggal. Ketinggalannya jauh, sehingga sekarang orang menilai, ini kesenjangannya terlalu jauh, sehingga seolah-olah pembangunan ini hanya menghasilkan kesenjangan, kecemburuan saja. Padahal ini merupakan fase yang harus kita hadapi

Kinilah fasenya untuk meningkatkan usaha menengah-kecil sedemikian rupa sehingga lambat laun menjadi dekat dengan yang besar”

Pidato Presiden tersebut kemudian menjadi acuan para pemangku kebijakan untuk terus

mengembangkan perekonomian demi menuntaskan kesenjangan dan mengusahakan pemerataan

kesejahteraan rakyat dengan lebih mengutamakan industri hilir. Perwujudan kesejahteraan yang

merata bukanlah hanya tanggung jawab birokrasi pemerintah, pemangku kebijakan serta badan

lain yang berkaitan namun juga merupakan tanggung jawab para pelaku usaha. Sehingga dalam

upaya menumbuh-kembangkan kondisi usaha kecil dan menengah, pemerintah mewajibkan para

usaha besar untuk memberikan dana sumbangan sebanyak 2 persen dari keuntungan yang

didapatkan baik secara rutin maupun hanya insindental. Hal tersebut dipandang sebagai bentuk

timbal balik dan hutang yang harus dibayar oleh para pengusaha besar untuk pemerintah yang

telah menjadikan sektor industri hulu berkembang dengan stabil pada masa itu.81

Tanggapan serius tersebut kemudian dituangkan dalam peraturan pemerintah terkait

penyelesaian atas kondisi ketimpangan pertumbuhan ekonomi yang telah disahkan dalam

beberapa Undang-Undang, Undang-Undang tersebut diantaranya;82

1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian;79 Faisal H. Basri.(2002). Perekonomian Indoneisa; Tantangan dan Harapan Bagi Kebangkitan Bangsa. Penerbit Erlangga. Jakarta. Hlm. 20680 Ibid. Hlm. 208-20981 Ibid. Hlm. 20982 Faisal H. Basri.(2002). Perekonomian Indoneisa; Tantangan dan Harapan Bagi Kebangkitan Bangsa. Penerbit Erlangga. Jakarta. Hlm. 335

Page 38: pengaruh SMEWG APEC terhadap UMKM

38

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal;

3. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil;

4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan berjangka Komoditi;

5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi;

6. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan

Persaingan Tidak Sehat;

7. Perangkat hukum dan ketentuan yang terdapat pada Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata 1356 mengenai persaingan usaha;

8. Kitab Undang-Undang Pidana Pasal 382;

Dengan diberlakukannya peraturan tersebut, Indonesia semakin percaya untuk membuka

diri dalam persaingan pasar bebas. Karena dengan adanya payung hukum yang kuat diharapkan

bisa mengatur berbagai kemungkinan persaingan usaha akibat dari timbulnya kemitraan dalam

skala global, selain itu pemerintah Indonesia akan lebih mudah memaksimalkan peranannya

dalam mengontrol arus investasi asing untuk mengembangkan sektor industri, baik hulu maupun

hilir. Kesiapan sektor industri hulu dan hilir ini pula yang meyakinkan Indonesia untuk bisa

menyumbangkan kontribusinya dan terus berperan aktif dalam kerjasama regional APEC.

Page 39: pengaruh SMEWG APEC terhadap UMKM

39

2.2.2 Keanggotaan Indonesia dalam SMEWG

Kontribusi Indonesia dalam menciptakan Bogor Goals telah menginspirasi para

pemimpin Ekonomi APEC. Setahun setelah pertemuan KTT APEC di Bogor terbentuklah

sebuah Badan khusus yang menangani permasalahan UMKM yang ada di negara anggota

Ekonomi APEC.

Keaktifan indonesia dalam SMEWG

Apa pentingnya SMEWG bagi indonesia

https://books.google.co.id/books?

id=wABE2A3U03gC&pg=PA120&lpg=PA120&dq=committee+on+trade+and+investment+AP

EC&source=bl&ots=BIJDTKUzui&sig=fw2yf9KG-f-MNiib-

TGnqAWNZZ4&hl=en&sa=X&ved=0CEcQ6AEwC2oVChMIkMeAhKuRxgIVI-

emCh08eAD5#v=onepage&q=committee%20on%20trade%20and%20investment

%20APEC&f=false

http://economy.okezone.com/read/2015/06/15/320/1165625/tahan-krisis-ekonomi-umkm-

layak-melantai-di-bursa

http://economy.okezone.com/

2.3 UMKM dan keikutsertaan Indonesia dalam APEC

a. Kondisi UMKM anggota APEC secara general

b. Pentingnya UMKM dalam APEC

Page 40: pengaruh SMEWG APEC terhadap UMKM

40

2.3.1 Bagaimana kondisi UMKM pasca Indonesia bergabung dengan APEC

2.3.2 Pengaruh Forum SMEWG Dalam UMKM (General dan khususnya Indonesia)

Page 41: pengaruh SMEWG APEC terhadap UMKM

41

Page 42: pengaruh SMEWG APEC terhadap UMKM

42

BAB III

Page 43: pengaruh SMEWG APEC terhadap UMKM

43

BAB IV

4.1 Hambatan Indonesia dalam pengimplementasikan kebijakan terkait pengembangan UMKM