afta dan apec

49
A F T A DAN IMPLEMENTASINYA PENDAHULUAN ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara- negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya. AFTA dibentuk pada waktu Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992. Awalnya AFTA ditargetkan ASEAN FreeTrade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia akan dicapai dalam waktu 15 tahun (1993-2008), kemudian dipercepat menjadi tahun 2003, dan terakhir dipercepat lagi menjadi tahun 2002. Skema Common Effective Preferential Tariffs For ASEAN Free Trade Area ( CEPT- AFTA) merupakan suatu skema untuk 1 mewujudkan AFTA melalui : penurunan tarif hingga menjadi 0-5%, penghapusan pembatasan kwantitatif dan hambatan-hambatan non tarif lainnya. Perkembangan terakhir yang terkait dengan AFTA adalah adanya kesepakatan untuk menghapuskan semua bea masuk impor barang bagi Brunai Darussalam pada tahun 2010, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapura dan Thailand, dan bagi Cambodia, Laos, Myanmar dan Vietnam pada tahun 2015. ASEAN FREE TRADE ARES (AFTA)

Upload: ismail-saleh

Post on 09-Feb-2016

618 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Afta Dan Apec

A F T ADAN IMPLEMENTASINYA

PENDAHULUAN

 

 

ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara

ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan

daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis

produksi dunia serta  serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya.

AFTA dibentuk pada waktu Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun

1992. Awalnya AFTA ditargetkan ASEAN FreeTrade Area (AFTA) merupakan wujud dari

kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas

perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN

dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia akan dicapai dalam waktu 15

tahun (1993-2008), kemudian dipercepat menjadi tahun 2003, dan terakhir dipercepat lagi

menjadi tahun 2002.

Skema Common Effective Preferential Tariffs For ASEAN Free Trade Area ( CEPT-AFTA)

merupakan suatu skema untuk 1 mewujudkan AFTA melalui : penurunan tarif hingga

menjadi 0-5%, penghapusan pembatasan kwantitatif dan hambatan-hambatan non tarif

lainnya.

Perkembangan terakhir yang terkait dengan AFTA adalah adanya kesepakatan untuk

menghapuskan semua bea masuk impor barang bagi Brunai Darussalam pada tahun 2010,

Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapura dan Thailand, dan bagi Cambodia, Laos,

Myanmar dan Vietnam pada tahun 2015.

 

ASEAN FREE TRADE ARES (AFTA)

 

1.     Apa yang dimaksud dengan AFTA

Page 2: Afta Dan Apec

ASEAN Free Trade Area (AFTA) adalah kawasan perdagangan bebas ASEAN dimana

tidak ada hambatan tarif (bea masuk 0-5%) maupun hambatan non tarif bagi negara-

negara anggota ASEAN, melalui skema CEPT-AFTA.

2.     Apa tujuan pembentukan AFTA ?

Tujuan AFTA adalah meningkatkan daya saing ekonomi negara-negara ASEAN dengan

menjadikan ASEAN sebagai basis produksi pasar dunia, untuk menarik investasi dan

meningkatkan perdagangan antar anggota ASEAN.

3.     Kapan AFTA diberlakukan secara penuh ?

AFTA diberlakukan secara penuh untuk negara ASEAN-6 sejak 1 Januari 2002 dengan

fleksibilitas (terhadap produk-produk tertentu tarifnya masih diperkenankan lebih dari

0-5%). Target tersebut diterapkan untuk negara ASEAN-6 sedangkan untuk negara baru

sbb : Vietnam (2006); Laos dan Myanmar (2008); dan Cambodia (2010).

4.     Apa yang dimaksud dengan skema CEPT ?

Common Effective Preferential Tarif Scheme (CEPT) adalah program tahapan penurunan

tarif dan penghapusan hambatan non-tarif yang disepakati bersama oleh negara-negara

ASEAN.

5.     Produk-produk apa saja yang tercakup dalam skema CEPT-

AFTA ?

Semua produk manufaktur, termasuk barang modal dan produk pertanian olahan, serta

produk-produk yang tidak termasuk dalam definisi produk pertanian. (Produk-produk

pertanian sensitive dan highly sensitive dikecualikan dari skema CEPT).

6.     Kapan pembatasan Kwantitatif dan Hambatan Non-Tarif

dihapuskan ?

Pembatasan kwantitatif dihapuskan segera setelah suatu produk menikmati konsesi

CEPT, sedangkan hambatan non-tarif dihapuskan dalam jangka waktu 5 tahun setelah

suatu produk menikmati konsensi CEPT.

7.     Apakah ada klasifikasi produk dalam skema CEPT ?

ADA.Produk CEPT diklasifikasikan kedalam 4 daftar, yaitu :

    Inclusion List (IL), yaitu daftar yang berisi produk-produk yang

memenuhi kriteria sbb :

1)        jadwal penurunan tarif

2)        Tidak ada pembatasan kwantitatif

3)        Hambatan non-tarifnya harus dihapuskan dalam waktu 5 tahun.

Page 3: Afta Dan Apec

     General Exception List (GEL), yaitu daftar produk yang dikecualikan

dari skema CEPT oleh suatu negara   karena dianggap penting untuk

alasan perlindungan keamanan nasional, moral masyarakat,

kehidupandan kesehatan dari manusia, binatang atau tumbuhan, nilai

barang-barang seni, bersejarah atau arkeologis. Ketentuan mengenai

General Exceptions dalam perjanjian  CEPT konsisten dengan Artikel X

dari General Agreement on Tariffs and Trade (GATT). Contoh : senjata

dan amunisi, narkotik, dsb.

     Temporary Exclusions List (TEL). Yaitu dartar yang berisi produk-

produk yang dikecucalikan sementara untuk  dimasukkan dalam

skema CEPT. Produk-produk TEL barang manufaktur harus

dimasukkan  kedalam IL paling lambat 1 Januari 2002. Produk-produk

dalam TEL tidak dapat menikmati konsensi tarif CEPT dari negara

anggaota ASEAN lainnya. Produk dalam TEL tidak ada hubungannya

sama sekali dengan produk-prodiuk yang tercakup dalam ketentuan 

General Exceptions.

     Sensitive List, yaitu daftar yang berisi produk-produk pertanian bukan

olahan (Unprocessed Agricultural Products = UAP ).

1)     Produk-produk pertanian bukan olahan adalah bahan baku

pertanian dan produk-produk bukan olahan yang tercakup dalam

pos tarif 1-24 dari Harmonized  System Code (HS), dan bahan baku

pertanian yang sejenis serta produk-produk bukan olahan yang

tercakup dalam pos-pos tarif HS;

2)     Produk-produk yang telah mengalami perubahan bentuk sedikit

dibanding bentuk asalnya.

Produk dalam SL harus dimasukkan kedalam CEPT dengan jangka

waktu untuk masing-masing negara sbb: Brunai Darussalam,

Indonesia, Malaysia, Filipina dan Thailand tahun 2003; Vietnam

tahun 2013; Laos dan Myanmar tahun 2015; Camodia tahun 2017.

Contoh : beras, gula, produk daging, gandum, bawang putih,

cengkeh

Page 4: Afta Dan Apec

8.      Apa dimungkinkan suatu negara menunda pemasukan produk

Temporary Exclusion List (TEL) kedalam Inclusion List (IL) ?

Hal ini dimungkinkan apabila suatu negara belum siap untuk

menurunkan tarif produk manufaktur, namun penundaan tersebut

bersifat sementara.

Keterangan mengenai hal ini diatur dengan Protocol Regarding The Implementation Of CEPT Scheme Temporary Exclusion List.

9.     Dapatkan suatu produk didalam Inclusion List dipindahkan ke

Temporary Exclusion List atau Sensitive List ?

Tidak dapat. Namun demikian, pasal 6 mengenai “Emergency Measures”

dari perjanjian CEPT, mengatur bahwa negara-negara anggota dapat

menunda sementara  preferensi yang diberikan tanpa diskriminasi,

apabila suatu sektor menderita kerugian atau menghadapi ancaman

kerugian.

10. Kapan produk-produk dalam daftar sensitif dimasukan kedalam

daftar CEPT-AFTA ?

Sejumlah  kecil produk-produk pertanian bukan olahan, telah

ditempatkan dalam SL. Produk-produk itu akan dimasukkan secara

bertahap kedalam skema CEPT selambat-lambatnya tahun 2010. Produk-

produk ini tarif akhirnya berkisar antara 0-5%, selain pembatasan

kwantitatif (quantitative restrictions) dan hambatan non-tarif harus

dihilangkan selambat-lambatnya tahun 2010.

11. Apa syarat suatu produk bisa memperoleh konsensi CEPT ?

a)           Produk yang bersangkutan harus sudah masuk dalam Inclusion List

(IL) dari negara eksportir maupun importir.

b)           Produk tersebut harus mempunyai program penurunan tarif yang

disetujui oleh Dewan AFTA (AFTA Council);

c)           Produk tersebut harus memenuhi persyaratan kandungan lokal

40%.

1.     Apa yang dimaksud dengan suatu produk mempunyai

kandungan lokal ASEAN 40%?

Page 5: Afta Dan Apec

Suatu produk dianggap berasal dari negara anggota ASEAN apabila

paling sedikit 40% dari kandungan bahan didalamnya berasal dari

negara anggota ASEAN.

2.     Bagaimanakah rumus perhitungan kandungan lokal ASEAN 40% ?

Valune of

Imported      

+   Valune of

Parts or

produce                

Produce

Non-ASEAN

Materials       

Undetermined x100% is less

FOB price or equal than

60%

3.     Apa yang dimaksud dengan ketentuan  asal barang (Rules of

Origin) ?

Rules of Origin didefinisikan sebagai sejumlah kriteria yang digunakan

untuk menentukan negara atau wilayah pabean asal dari suatu barang

atau jasa dalam perdagangan internasional.

4.     Siapa yang menerbitkkan. Surat Keterangan Asal (SKA) di

Indonesia ?

SKA diterbitkan oleh kantor Dinas Perindag kota/kabupaten.

5.     Jenis SKA yang mana yang harus diterbitkan untuk setiap

pengiriman barang dengan fasilitas CEPT-AFTA ?

Surat Keterangan Asal (Certificate of Origin = CO) Form D, untuk

setiapkalipengiriman barang.

6.     Bagaimana cara perusahaan memperoleh SKA Form D untuk

mengekspor produk CEPT?

Eksportir harus mengajukan permohonan kepada Instansi berwenang

(Kantor Dinas Perindag Kota/ Kabupaten), untuk setiap kali

melaksanakan ekspor, Instansi berwenang akan melakukan vertifikasi

terhadap pemenuhan persyaratan ketentuan asal barang.

Page 6: Afta Dan Apec

7.     Apa yang tercakup dalam perjanjian CEPT-AFTA selain

penurunan tarif ?

Penghapusan hambatan pembatasan kwantitatif (quantitative restriction)

dan hambatan non-tarif (non-tariffs barriers) serta pengecualian

terhadap pembatasan nilai tukar terhgadap produk-produk CEPT.

8.     Bagaimana aturan kelembagaan CEPT-AFTA ?

Menteri-Menteri Ekonomi ASEAN, dalam rangka implementasi Perjanjian

CEPT-AFTA telah membentuk Dewan Menteri dari negara-negara anggota

ASEAN dan Sekretaris Jenderal ASEAN.

Dewan AFTA bertugas mengawasi, mengkoordinasikan dan mengadakan

perjanjian terhadap inplementasi Perjanjian CEPT-AFTA.

9.     Adakah aturan pengamanan (Safeguard Measures) dalam CEPT-

AFTA ?

Ada, hal ini diatur dalam pasal 6 dari Perjanjian CEPT yaitu apabila

implementasi skema CEPT mengakibatkan impor dari suatu produk

tertentu menigkat sampai pada suatu tingkat yang merugikan terhadap

sektor-sektor atau industri-industri yang memproduksi barang sejenis,

maka negara anggota pengimpor dapat menunda pemberian konsensi

untuk sementara, sebagai suatu tindakan darurat. Penundaan tersebut

harus konsisten dengan pasal XIX dari General Agreement on Tariffs and

Trade (GATT).

Negara anggota yang mengambil tindakan darurat tersebut diatas, harus

menotifikasi segera kepada Dewan AFTA melalui ASEAN Secretariat, dan

tindakan tersebut perlu dikonsultasikan dengan negara-negara anggota

lain yang terkait.

10. Apakah CEPT-AFTA konsisten dengan prinsip-prinsip GATT ?

CEPT-AFTA konsisten dengan GATT, dan merupakan skema yang bersifat

berorientasi keluar (outward-looking). Skema CEPT merupakan cara

untuk membentuk tarif preferensi yang secara efektif sama di kawasan

ASEAN dan tidak menimbulkan hambatan tarif terhadap ekonomi diluar

ASEAN.

Page 7: Afta Dan Apec

11. Informasi apa yang tercakup dalam Daftar produk CEPT ?

Informasi yang terdapat dalam Daftar Produk CEPT meliputi ;

a)           Uraian produk berdasarkan Harmonized System

b)           Daftar produk-produk dalam IL, TEL, GE dan Produk-produk yang

digolongkan dalam produk pertanian bukan olahan,

c)           Jadwal penurunan tarif

12. Berapa jumlah produk Indonesia yang tercakup dalam IL, TEL,

GE, SL ?

Dalam paket CEPT tahun 2002, terdapat 7,206 produk dalam IL, tidak

ada produk dalam TEL, 68 praduk dalam GE, dan 11 produk dalam SL (4

pos tarif produk beras dan 7 pos tarif produk gula).

13. Bagaimana perlakuan masing-masing negara anggota terhadap

produk-produk pertanian?

Produk-produk yang dianggap sensitive dapat dikeluarkan dari CEPT-

AFTA.

14. Apa yang dimaksud dengan produk pertanian sensitif ?

Produk-produk pertanian sensitif adalah produk-produk yang tercakup

dalam daftar Protocol on The Special Arrangement For Sensitive and

Highly Sensitive Product. Pemasukan produk sensitif kedalam CEPT

waktunya lebih lama, yaitu : untuk Brunai, Indonesia, Malaysia, Filipina

dan Thailand paling lambat tahun 2015; dan Cambodian tahun 2017.

15. Dapatkan produk-produk pertanian dalam TEL dan SL menikmati

konsesi tarif CEPT-AFTA ?

Produk-produk dalam TEL tidak dapat menikmati preferensi tarif, karena

hanya dalam IL saja yang berhak menikmati. Produk-produk dalam SL

dapat menikmati konsesi, tetapi harus memenuhi ketentuan CEPT

mengenai pertukaran konsesi.

16. Apa yang dimaksud dengan konsesi tarif CEPT-AFTA ?

Konsesi yang diberikan, berupa tingkat tarif bea masuk yang lebih

rendah dari tarif bea masuk umum (MFN), yang akan diperoleh oleh

Page 8: Afta Dan Apec

eksportir apabila mengekspor suatu produk dari suatu negara ASEAN ke

negara ASEAN lainnya.

17. Peraturan apa yang mengatur skema CEPT-AFTA ?

Peraturan-peraturan dasarnya meliputi : 1) Revised Agreement on the

Common Effective Preferential Tariff (CEPT) Scheme for the ASEAN Free

Trade Area (AFTA); 2) Daftar produk CEPT dan jadwal penurunan tarif; 3)

Surat keputusan Menteri Keuangan tentang penepatan Tarif Bea Masuk

atas Impor Barang Dalam Rangka Skema CEPT.

18. Apakah konsesi tarif CEPT mencakup semua pajak-pajak impor ?

Tidak.pajak-pajak tambahan seperti bea masuk tambahan (surcharges) ,

pajak pertambahan nilai (value added taxes) dan bea masuk barang

mewah (luxury taxes) tidak mendapatkan konsesi CEPT-AFTA. Semua ini

adalah pajak-pajak dalam negeri yang tidak bersifat dikriminasi.

19. Apakah ASEAN PTA masih berlaku setelah adanya CEPT-AFTA ?

Tidak berlaku lagi. Dalam pelaksanaan ekspor, eksportir hanya

menggunankan aturan CEPT-AFTA.

20. Bagaimana caranya memasukkan produk pertanian bukan

olahan ke dalam CEPT?.

Produk pertanian bukan olahan (UAP) di bagi menjadi tiga, yaitu yang

segera di turunkan (Imediatte Inclusion), di keluarkan sementara

(Temporary Exclusion) dan Sensitif (Sensitive).

21. Apakah komitmen negara-negara ASEAN dalam CEPT-AFTA

bersifat mengikat secara hukum?

Ya, komitmen tesebut bersifat mengikat secara hukum. Perjanjian CEPT

telah di ratifikasi oleh negara-negara anggota ASEAN. Selain itu ,

penurunan tarif di berlakukan secara resmi .  Negara-negara hukum

secara hukum terikat untuk memenuhi komitmen mereka sesuai dengan

Perjanjian CEPT.

22. Apabila eksporter terlibat dalam sengketa dagang , apa yang

dapat dilakukan?.

Page 9: Afta Dan Apec

Ekportir dapat mengajukan kasusnya kepada National AFTA Unit di

negaranya (untuk Indonesia adalah Ditjen KIPI-Deprindag ) atau di

negara pengimpor atau di ASEAN Secretariat. ASEAN telah mengadopsi

mekanisme penyelesaian sengketa yang mencakup seluruh perjanjian

ekonomi.

23. Apakah AFTA 2002 mencakup pula adanya kebebasan keluar

masuk sektor jasa (misalnya arus perpindahan tenaga) di

negara-negara ASEAN?

Tidak , CEPT-AFTA hanya mencakup pembebasan arus perdagangan

barang. Sedangkan liberalisasi sektor jasa di atur sendiri dengan

kesepakatan yang di sebut 

ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS), dimana liberalisasinya

ditargetkan tercapai pada tahun 2020.

24. Bagaimanakah perkembangan terakhir AFTA ?.

Dalam KTT Informal ASEAN III para kepala negara menyetujui usulan dari

Singapura untuk menghapuskan semua bea masuk  pada tahun 2010

untuk negara-negara ASEAN-6 dan tahun 2015 untuk negara-negara baru

ASEAN. Selanjutnya dalam KTT ASEAN-Cina tahun 2001, telah di sepakati

pembentukan ASEAN-Cina Free Trade Area dalam waktu 10 tahun.

25. Siapa focal point mengenai AFTA di Indonesia ?

Direktorat Jenderal Kerjasama Industri dan Perdagangan International

Departemen Perindustrian dan Perdagangan

Jln.M.I.Ridwan Rais no.5, Jakarta Pusat

Tlp. 62-21-3440408

Fax.62-21-3858185.

Page 10: Afta Dan Apec

Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN (Bahasa Inggris: ASEAN Free Trade Area, AFTA) adalah sebuah persetujuan oleh ASEAN mengenai sektor produksi lokal di seluruh negara ASEAN.

Ketika persetujuan AFTA ditandatangani resmi, ASEAN memiliki enam anggota, iaitu, Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand. Vietnam bergabung pada 1995, Laos dan Myanmar pada 1997 dan Kamboja pada 1999. AFTA sekarang terdiri dari sepuluh negara ASEAN. Keempat pendatang baru tersebut dibutuhkan untuk menandatangani persetujuan AFTA untuk bergabung ke dalam ASEAN, namun diberi kelonggaran waktu untuk memenuhi kewajiban penurunan tarif AFTA.

[sunting] Tujuan Meningkatkan daya saing ASEAN sebagai basis produksi dalam pasar dunia melalui penghapusan

bea dan halangan non-bea dalam ASEAN Menarik investasi asing langsung ke ASEAN

Mekanisme utama untuk mencapai tujuan di atas adalah skema "Common Effective Preferential Tariff" (CEPT).

Anggota ASEAN memiliki pilihan untuk mengadakan pengecualian produk dalam CEPT dalam tiga kasus:

Page 11: Afta Dan Apec

Pengecualian sementara Produk pertanian sensitif

Pengecualian umum (Sekretariat ASEAN, 2004)

APEC adalah singkatan dari Asia-Pacific Economic Cooperation atau Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik. APEC didirikan pada tahun 1989. APEC bertujuan mengukuhkan pertumbuhan ekonomi dan mempererat komunitas negara-negara di Asia Pasifik.

Daftar isi[sembunyikan]

1 Anggota APEC 2 Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) APEC

o 2.1 Tabel KTT APEC

3 Pranala luar

[sunting] Anggota APEC

APEC saat ini memiliki 21 anggota, kebanyakan adalah negara yang memiliki garis pantai ke Samudra Pasifik.

Nama Anggota Tahun Diterima

Page 12: Afta Dan Apec

Australia 1989

Brunei Darussalam 1989

Kanada 1989

Indonesia 1989

Jepang 1989

Korea Selatan 1989

Malaysia 1989

Selandia Baru 1989

Filipina 1989

Singapura 1989

Thailand 1989

Amerika Serikat 1989

Republik Cina 1991

Hong Kong 1991

RRC 1991

Meksiko 1993

Papua New Guinea 1993

Chili 1994

Peru 1998

Russia 1998

Vietnam 1998

Page 13: Afta Dan Apec

[sunting] Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) APEC

KTT APEC di Bangkok, Thailand

KTT APEC diadakan setiap tahun di negara-negara anggota. Pertemuan pertama organisasi APEC diadakan di Canberra, Australia pada tahun 1989.

APEC menghasilkan "Deklarasi Bogor" pada KTT 1994 di Bogor yang bertujuan untuk menurunkan bea cuka hingga nol dan lima persen di lingkungan Asia Pasifik untuk negara maju paling lambat tahun 2010 dan untuk negara berkembang selambat-lambatnya tahun 2020.

Pada tahun 1997, KTT APEC diadakan di Vancouver, Kanada. Kontroversi timbul ketika kepolisian setempat menggunakan bubuk merica untuk meredakan aksi para pengunjuk rasa yang memprotes kehadiran Soeharto yang menjabat sebagai presiden Indonesia pada saat itu.

Pada tahun 2003, kepala organisasi Jemaah Islamiyah Riduan Isamuddin alias Hambali berencana melancarkan serangan pada KTT APEC di Bangkok, Thailand. Hambali ditangkap di kota Ayutthaya oleh kepolisian setempat sebelum ia dapat melaksanakan serangan itu.

Pada tahun 2004, Chili menjadi negara Amerika Selatan pertama yang menjadi tuan rumah KTT APEC.

[sunting] Tabel KTT APEC

Nomor Tanggal Negara Kota Pranala Seragam foto

1 6–7 November 1989 Australia Canberra tidak ada

2 29–31 Juli 1990 Singapura Singapura tidak ada

Page 14: Afta Dan Apec

312–14 November 1991 Korea Selatan Seoul tidak ada

410–11 September 1992 Thailand Bangkok tidak ada

519–20 November 1993

Amerika Serikat

Seattle jaket penerbang

6 15 November 1994 Indonesia Bogor baju batik

7 19 November 1995 Jepang Osaka business suits

8 25 November 1996 FilipinaManila / Subic

barong tagalog

924–25 November 1997

Kanada Vancouver jaket kulit

1017–18 November 1998

MalaysiaKuala Lumpur

baju batik

1112–13 September 1999

Selandia Baru Auckland jaket berlayar

1215–16 November 2000

Brunei Brunei [1] Baju kain Tenunan

Page 15: Afta Dan Apec

1320–21 Oktober 2001 China Shanghai sutra-embroided jackets

1426–27 Oktober 2002

Meksiko Los Cabosguayabera shirts (l); huipíles (p)

1520–21 Oktober 2003 Thailand Bangkok

brocade shirts (l); brocade shawls (p)

1620–21 November 2004 Chili Santiago [2] chamanto

1718–19 November 2005 Korea Selatan Busan [3] hanbok

1818–19 November 2006 Vietnam Hanoi [4] áo dài

198–9 September 2007

Australia Sydney [5]

20 November 2008 Peru Lima [6]

21 November 2009 Singapura Singapura

22 November 2010 Jepang

Page 16: Afta Dan Apec

Era perdagangan bebas untuk kawasan Asean atau Asian Free Trading Area (AFTA) yang sudah berlangsung sejak 2003 akan memberikan pelung usaha, namun perlu diwaspadai karena hal itu pasti akan berdampak positif dan negatif bagi prkembangan mental bangsa, terutama di Kaltim.

Hal itu dikatakan, Gubernur Kaltim H Suwarna AF dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan Kepala Kanwil Depag Kaltim, Drs H Abdul Mu’in pada pembukaan Seminar Sehari Optimalisasi Peran Pemuda Remaja Masjid di Era AFTA 2003 di Aula Depag Kaltim, Sabtu (8/3). Suwarna mengatakan, pelaksanaan AFTA yang dimulai 2003, tidak perlu ditakuti karena teradapat peluang usaha yang harus kita rebut sehingga tidak kalah bersaing dengan pengusaha luar. Dampak positif yang akan dirasakan masyarakat adalah masuknya sejumlah produk asing terutama dari negara-negara anggota Asean ke Indonesia, temasuk Kaltim dan dijual bebas dengan harga bersaing. Dalam kondisi tersebut maka Bangsa Indonesia tertantang untuk ikut berperan aktif dalam era Afta dan tidak hanya menjadi pengguna atau konsumen saja. Agar mampu berperan aktif, maka diperlukan pembinaan bagi generasi bangsa terutama pada pemuda dan

Page 17: Afta Dan Apec

remaja masjid di Kaltim dengan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masing-masing. “Apabila kita tidak mampu merebut peluang itu, maka kita hanya akan jadi penonton dan peluang tersebut direbut orang lain,†katanya. Kendati demikian, kata Suwarna bukan tidak �mungkin ada pemuda dan remaja Indonesia yang terjebak dengan pemberlakuan AFTA, karena terpengaruh pergaulan bebas dan terlibat dalam peredaran nakotika dan obat-obatan terlarang (Narkoba). Keadaan itu tidak bisa dihendari, sehingga perlu kesiapan untuk menghadapinya, dengan mental kuat dan keterampilan yang memadai, terutama pendidikan agama. “Saya menyambut baik seminar yang dilaksanakan oleh BKPRMI Kaltim dan berharap dari kegiatan ini akan ada solusi terbaik bagi kita semua untuk menghadapi AFTA 2003,†katanya. Sementara itu, �Koordinator BKPRMI Wilayah Kalimantan, Syaid Kadir mengatakan, pemberlakuan AFTA 2003 memiliki peran penting bagi peningkatan ekonomi rakyat dan imbasnya juga akan berdampak negatif bagi generasi bangsa. Dampak negatif yang mungkin timbul itulah yang harus diantisipasi sedini mungkin yakni dengan memberikan pembinaan pada generasi muda dan remaja agar benar-benar siap menghadapi dampak pemberlakuan AFTA. “Saya berharap seminar ini bisa memberikan berbagai upaya bagi kita, pemuda dan remaja Kaltim untuk menghadapi berbagai dampak yang akan timbul pasca AFTA 2003,†demikian Syaid Kadir. (hms4)�

Pengertian GlobalisasiBerasal dari kata “Globe = Dunia”. Jadi Globalisasi artinya mendunia, maksudnya dunia yang begitu luas dan jauh tidak menjadi penghalang untuk saling berhubungan.

Perubahan perilaku manusia:a. Gaya hidupb. Makananc. Pakaiand. Komunikasie. Transportasif. Nilai-nilai dan tradisi

Page 18: Afta Dan Apec

Kerja Sama Antarnegara di Bidang Ekonomi: a. ASEAN (Association of South East Asian Nations)Organisasi ASEAN didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand. ASEAN merupakan organisasi kerja sama regional yang beranggotakan negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Organisasi ini lahir melalui Deklarasi Bangkok, yang ditanda- tangani para menteri luar negeri dari Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Singapura. Anggota ASEAN kemudian bertambah menjadi tujuh negara dengan masuknya secara resmi Brunei Darussalam dan Vietnam. Saat ini, anggota ASEAN berjumlah sepuluh Negara dengan masuknya Kamboja, Laos, dan Myanmar sebagai anggota baru.

Tujuan-tujuan ASEAN berikut ini.1) Mempercepat pertumbuhan ekonomi, sosial, dan kebudayaan di wilayah Asia Tenggara.2) Memajukan perdamaian dan stabilitas keamanan di Asia Tenggara.3) Meningkatkan kerja sama secara aktif dan saling bantu dalam bidang ekonomi, sosial, teknologi, kebudayaan, ilmu pengetahuan, teknik, dan administrasi.4) Saling membantu dalam fasilitas-fasilitas latihan dan penelitian dalam bidang penelitian, profesi, teknik dan administrasi.5) Bekerja sama dalam memanfaatkan bidang-bidang pertanian dan industry6) Meningkatkan studi mengenai Asia Tenggara.7) Memelihara kerja sama yang erat dan menguntungkan dengan organisasi internasional dan regional serta mengusahakan jalan untuk lebih mempererat kerja sama antara negara-negara anggota.

b. MEE (Masyarakat Ekonomi Eropa) atau EEC (European Economic Community)MEE (Masyarakat Ekonomi Eropa) didirikan pada tahun 1957 di Roma-Italia.Tujuan MEE :1) Memperoleh perkembangan yang harmonis dalam kegiatan ekonomi antar negara-negara anggota.2) Meningkatkan taraf hidup masyarakat khususnya negara-negaraanggota3) Mempererat kerja sama ekonomi pada anggota-anggota MEE.

c. Colombo Plan (Rencana Colombo)Tujuan rencana Colombo:1) Memberikan bantuan dalam lapangan pertanian, perbaikan lalu lintas,perkembangan,perindustrian, dll.2) Meningkatkan kehidupan negara-negara yang baru merdeka dan sedang berkembang.3) Memberikan bantuan ekonomi dan kerja sama di bidang teknologi.4) Menyelenggarakan pembinaan teknik dalam bidang administrasi, pangan, pertanian, kehutanan, kesehatan, pendidikan, teknologi, komputer, dan minyak bumi.

Negara-negara yang tergabung dalam Colombo Plan yaitu:· Pakistan· India· Sri Lanka

Page 19: Afta Dan Apec

· Australia· Selandia Baru· Kanada· Inggris

d. APEC (Asia Pacific Economic Cooperation)APEC merupakan organisasi kerja sama regional di kawasan Asia Pasifik yang beranggotakan 18 negara di dunia. Didirikan pada tahun 1989.

Tujuan pokok APEC :1. melakukan liberalisasi perdagangan dan investasi2. meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam dan kualitas sumber daya manusia3. meningkatkan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Pasifik.

Anggota APEC :· Australia· Indonesia· Papua Nugini· Brunei Darussalam· Jepang· Filipina· Kanada· Korea Selatan· Singapura· Cili· Malaysia· Taiwan· Cina· Meksiko· Thailand· Peru· Rusia· Vietnam· Selandia Baru· Amerika Serikat

e. AFTA (Asean Free Trade Area)AFTA menciptakan kawasan perdagangan bebas di mana tidak ada hambatan tariff.AFTA dibentuk di Singapura tahun 1992.

Tujuan dibentuknya AFTA:

Page 20: Afta Dan Apec

1. meningkatkan daya saing ekonomi negara-negara ASEAN2. menjadikan ASEAN sebagai basis produksi pasar dunia.3. menarik penanam modal4. meningkatkan perdagangan antar negara anggota ASEAN.

Bentuk Kerja Sama Ekonomi Internasional1. Menurut bidang kerja samaa) Bidang keuangan Contoh: IMF dan Bank Dunia.b) Bidang perdagangan Contoh : WTO, APEC, dan GATT.c) Bidang perburuhan Contoh : ILOd) Bidang pasar bersama

2) Menurut ruang lingkup kerja samaa) Kerja sama bilateralKerja sama ekonomi bilateral merupakan kerja sama antara dua negara. Sifat kerja sama ini adalah saling membantu pada bidang produksi, perdagangan, dan lain-lain yang saling menguntungkan.Contoh : Indonesia - Cina.

b) Kerja sama multilateralKerja sama ekonomi multilateral merupakan kerja sama ekonomi tiga negara atau lebih. Sifat kerja sama ini adalah politik ekonomi internasional untuk membebaskan perekonomian internasional dari pembatasan bilateral. Contoh: perdagangan yang melibatkan Indonesia, Cina, dan Jepang.

c) Kerja sama regionalKerja sama regional merupakan kerja sama ekonomi antarnegara yang satu dengan yang lain dalam satu kawasan tertentu. Sifat kerja sama ini adalah saling membantu. Contoh: kerja sama negara-negara yang tergabung dalam ASEAN.

d) Kerja sama antar regionalKerja sama ekonomi antarregional merupakan kerja sama ekonomi antar kelompok negara-negara dalam satu kawasan dengan kawasan/kelompok yang lain. Manfaat kerja sama ini adalah dapat menata perekonomian dengan baik. Contoh: kerjasama ASEAN dengan Uni Eropa.

e) Kerja sama internasionalKerja sama ekonomi internasional merupakan kerja sama ekonomi negara-negara di dunia.Contoh: UNDP, GATT, ILO.

Kerja Sama Internasional1) PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) atau UNO (United Nations Organization)PBB adalah organisasi internasional yang dianggap sebagai induk organisasi internasional lainnya. PBB didirikan pada tanggal 24 Oktober 1945, ditandai dengan penandatanganan Piagam PBB di San Fransisco, selanjutnya setiap tanggal 24 Oktober diperingati sebagai hari lahirnya PBB oleh negara

Page 21: Afta Dan Apec

anggotanya.

Lembaga anggota PBB :Ø UNESCO (United Nations Educational Scientific and Cultural Organization).= bidang pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.Ø FAO (Food and Agricultural Organization). = mengusahakan bahan makanan dan hasil-hasil pertanian.Ø ILO (International Labour Organization). = bidang perburuhan.

2) UNDP (United Nations Development Program) = memberikan sumbangan untuk membiayai program pembangunan, seperti survei pembuatan dan pembangunan jalan di Indonesia.Negara-negara donatur untuk pembangunan itu adalah Amerika, Denmark, Kanada, Inggris, Belanda, dan Prancis

3) WTO (World Trade Organization) = bidang perdagangan internasional untuk mempertahankan tata niaga internasional dan pengaturan perdagangan.

4) UNICEF (United Nations International Children's Emergency Fund) = bentuk kegiatan kemanusiaan dan kesejahteraan anak,

5) IMF (International Monetary Fund) = bidang keuangan internasional,

6) IBRD (International Bank for Reconstruction and Development) = Bank Dunia yang memberikan bantuan jangka panjang atau jangka pendek kepada negara-negara yang sedang berkembang.

7) OPEC (Organization Petrolium Exporting Countries) = organisasi negara-negara pengekspor minyak.

8) IDA (International Development Association) = memberikan pinjaman / kredit kepada negara-negara berkembang dengan syarat ringan.

9) WCO/CCC (World Costumer Organization atau Customs Cooperation Council) = memperbaiki dan mengharmonisasikan cara kerja bea dan cukai sedunia, sehingga dapat memperlancar arus lalu lintas perdagangan dan penumpang serta investasi internasional.

Peran Indonesia dalam Kerja Sama Internasional :a. Memenuhi kebutuhan barang-barang atau jasa bagi bangsa itu sendiri di dalam negeri.b. Meningkatkan kestabilan dalam bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, dan pertahanan keamanan.c. Melindungi pertumbuhan dan pengembangan industri di dalam negerid. Meningkatkan dan memperluas lapangan kerja.e. Meningkatkan pendapatan negara.f. Memelihara ketertiban dan perdamaian dunia.g. Meningkatkan dan mempererat tali persahabatan antarbangsa di dunia.

Page 22: Afta Dan Apec

Ada 3 Dampak Globalisasi yaitu :1. Dampak Globalisasi di Bidang SosialDampak positif globalisasi di bidang sosial adalah para generasi muda mampu mendapatkan sarana-sarana yang memungkinkan mereka memperoleh informasi dan berhubungan dengan lebih efisien dengan jangkauan yang lebih luas. Adapun dampak negatifnya adalah bahwa generasi muda yang tidak siap akan adanya informasi dengan sumber daya yang rendah hanya akan meniru hal-hal yang tidak baik seperti adanya bentuk-bentuk kekerasan, tawuran, melukis di tembok-tembok, dan lain-lain.Dengan adanya fasilitas yang canggih membuat seseorang enggan untuk berhubungan dengan orang lain sehingga rasa kebersamaan banyak berkurang. Manfaat globalisasi di antaranya adalah informasi yang dapat diperoleh secara mudah, cepat, dan lengkap dari seluruh dunia sehingga pengetahuan dan wawasan manusia menjadi lebih luas. Akan tetapi dengan adanya arus globalisasi kadang-kadang tidak disertai penyaringan. Semua informasi diterima apa adanya. Hal itu berakibat pada perubahan pola hidup, pola pikir, dan perilaku yang tidak sesuai dengan norma-norma kebudayaan bangsa Indonesia.

2. Dampak Globalisasi di Bidang EkonomiDampak positif globalisasi di bidang ekonomi adalah mampu memacu produktivitas dan inovasi para pelaku ekonomi agar produk yang dihasilkan mampu bersaing dengan produk-produk yang lain. Pada era globalisasi ini menuntut manusia yang kreatif dan produktif. Sedangkan dampak negatifnya adalah mampu menimbulkan sifat konsumerisme di kalangan generasi muda. Sehingga tidak mampu memenuhi tuntutan zaman karena sudah terbiasa menerima teknologi dan hanya mampu membeli tanpa membuatnya.

3. Dampak Globalisasi di Bidang BudayaSegi budaya merupakan segi yang paling rentan terkena dampak negatifnya. Bentuk informasi dan sarana yang dapat diterima dengan bebas mampu memengaruhi pola bertindak dan berpikir generasi muda. Sebagai contoh, menurunnya budaya membaca di kalangan pelajar, mereka lebih suka melihat televisi yang memperlihatkan tontonan yang mengandung unsur kekerasan yang kemudian mereka tiru.

I. Pendahuluan.

Kata globalisasi dalam dekade terakhir ini tidak saja menjadi konsep ilmu pengetahuan sosial dan ekonomi, tetapi juga telah menjadi jargon politik, ideologi pemerintahan (rezim), dan hiasan bibir masyarakat awam di seluruh dunia. Teknologi informasi dan media elektronik dinilai sebagai simbol pelopor yang mengintegrasikan seluruh sistem dunia, baik dalam aspek sosial, budaya, ekonomi dan keuangan.

Globalisasi bukanlah sesuatu yang baru, semangat pencerahan eropa di abad pertengahan yang mendorong pencarian dunia baru bisa dikategorikan sebagai arus globalisasi. Revolusi industri

Page 23: Afta Dan Apec

dan transportasi di abad XVIII juga merupakan pendorong tren globalisasi, yang membedakannya dengan arus globalisasi yang terjadi dua-tiga dekade belakangan ini adalah kecepatan dan jangkauannya. Selanjutnya, interaksi dan transaksi antara individu dan negara-negara yang berbeda akan menghasilkan konsekuensi politik, sosial, dan budaya pada tingkat dan intensitas yang berbeda pula. Masuknya Indonesia dalam proses globalisasi pada saat ini ditandai oleh serangkaian kebijakan yang diarahkan untuk membuka ekonomi domestik dalam rangka memperluas serta memperdalam integrasi dengan pasar internasional.

Sangat menarik apa yang dikemukakan oleh Joseph E. Stiglitz, peraih hadiah Nobel Ekonomi tahun 2001 yang menyatakan bahwa ”Globalisasi sendiri sebenarnya tidak begitu baik atau buruk, Ia memiliki kekuatan untuk melakukan kebaikan yang besar, dan bagi negara-negara di Asia Timur yang telah menerima globalisasi dengan persyaratan mereka sendiri, dengan kecepatan mereka sendiri, globalisasi memberikan manfaat yang besar, walaupun ada kemunduran akibat krisis 1997”.[2]

Prof. A.F.K. Organski menyatakan bahwa negara-negara yang sekarang ini disebut negara modern menempuh pembangunanannya melalui tiga tahap pembangunan, yaitu unifikasi (unification), industrialisasi (industriali-zation), dan negara kesejahteraan (social welfare).[3] Pada tingkat pertama, yang menjadi masalah berat adalah bagaimana mencapai integtarsi politik untuk menciptakan persatuan dan kesatuan nasional. Tingkat kedua, perjuangan untuk pembangunan ekonomi dan modernisasi politik. Akhirnya dalam tingkat ketiga, tugas negara yang terutama adalah melindungi rakyat dari sisi negatif industrialisasi, membetulkan kesalahan pada tahap sebelumnya, dengan menekankan kesejahteraan masyarakat. Tingkat-tingkat tersebut dilalui secara berurutan (consecutive) dan memakan waktu relatif lama. Persatuan nasional adalah prasyarat untuk memasuki tahap industrialisasi, industrialisasi merupakan jalan untuk mencapai negara kesejahteraan.[4]

Pada dasarnya setiap kegiatan atau aktivitas manusia perlu diatur oleh suatu instrumen yang disebut sebagai hukum. Hukum disini direduksi pengertiannya menjadi perundang-undangan yang dibuat dan dilaksanakan oleh negara.[5] Cita-cita hukum nasional merupakan satu hal yang ingin dicapai dalam pengertian penerapan, perwujudan, dan pelaksanaan nilai-nilai tertentu di dalam tata kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang berasaskan Pancasila dan berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945. khusus dalam bidang kehidupan dan kegiatan ekonomi pada umumnya dan dalam rangka menyongsong masyarakat global, cita hukum nasional sangat membutuhkan kajian dan pengembangan yang lebih serius agar mampu turut serta dalam tata kehidupan ekonomi global dengan aman, dalam pengertian tidak merugikan dan dirugikan oleh pihak-pihak lain.[6]

Lembaga hukum adalah salah satu di antara lembaga/pranata-pranata sosial, seperti juga halnya keluarga, agama, ekonomi, perang atau lainnya.[7] Hukum bagaimanapun sangat dibutuhkan untuk mengatur kehidupan bermasyarakat di dalam segala aspeknya, baik dalam kehidupan sosial, politik, budaya, pendidikan, dan yang tak kalah penting adalah fungsinya atau peranannya dalam mengatur kegiatan ekonomi. Dalam kegiatan ekonomi inilah justru hukum sangat diperlukan karena sumber-sumber ekonomi yang terbatas disatu pihak dan tidak terbatasnya permintaan atau kebutuhan akan sumber ekonomi dilain pihak, sehingga konflik antara sesama warga dalam memperebutkan sumber-sumber ekonomi tersebut akan sering terjadi.[8]

Page 24: Afta Dan Apec

Berdasarkan pengalaman sejarah, peranan hukum tersebut haruslah terukur sehingga tidak mematikan inisiatif dan daya kreasi manusia yang menjadi daya dorong utama dalam pembangunan ekonomi.

Tuntutan agar hukum mampu berinteraksi serta mengakomodir kebutuhan dan perkembangan ekonomi dengan prinsip efisiensinya merupakan fenomena yang harus segera ditindaklanjuti apabila tidak ingin terjadi kepincangan antara laju gerak ekonomi yang dinamis dengan mandeknya perangkat hukum.[9] Di samping itu ahli hukum juga diminta peranannya dalam konsep pembangunan, yaitu untuk menempatkan hukum sebagai lembaga (agent) modernisasi dan bahwa hukum dibuat untuk membangun masyarakat (social engineering).[10]

Perubahan tatanan dunia saat ini ditandai oleh perkembangan teknologi yang memungkinkan komunikasi dan informasi antara masyarakat internasional menjadi sangat mudah, dan hukum internasional saat ini bercirikan hukum yang harmonis atau setidak-tidaknya hukum transnasional. Harmonisasi hukum di sini diartikan bahwa hukum internasional dipengaruhi hukum nasional dan hukum nasional juga dipengaruhi hukum internasional. Dalam proses harmonisasi hukum, dimana hukum internasional mempengaruhi hukum nasional, berarti negara nasional harus membuat aturan-aturan nasional yang mendorong realisasi kesepakatan guna mencapai tujuan bersama.[11] Sebagai contoh dalam bidang perdagangan internasional, ketentuan-ketentuan perdagangan internasional dalam rangka World Trade Organization (WTO) telah mendorong negara-negara membuat aturan-aturan nasional sebagai tindak lanjut penerapan ketentuan tersebut dalam suasana nasional.

Sebagai akibat globalisasi dan peningkatan pergaulan dan perdagangan internasional, cukup banyak peraturan-peraturan hukum asing atau yang bersifat internasional akan juga dituangkan ke dalam perundang-undangan nasional, misalnya di dalam hal surat-surat berharga, pasar modal, kejahatan komputer, dan sebagainya. Terutama kaidah-kaidah hukum yang bersifat transnasional lebih cepat akan dapat diterima sebagai hukum nasional, karena kaedah-kaedah hukum transnasional itu merupakan aturan permainan dalam komunikasi dan perekonomian internasional dan global.[12] Akibatnya semakin memasuki abad XXI, semakin hukum nasional Indonesia akan memperlihatkan sifat yang lebih transnasional, sehingga perbedaan-perbedaan dengan sistem hukum lain akan semakin berkurang.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis tertarik untuk melakukan suatu kajian mengenai pengaruh globalisasi ekonomi dan hukum ekonomi internasional dalam pembangunan hukum ekonomi di Indonesia.

II. Pengaruh Globalisasi Ekonomi dan Hukum Ekonomi Internasional dalam Pembangunan Hukum Ekonomi di Indonesia.

Pembangunan hukum adalah suatu pekerjaan yang sama tuanya dengan pekerjaan pembangunan negara dan bangsa.[13] Hadirnya undang-undang sebagai hukum tertulis melalui perundang-undangan dan dalam proses peradilan sebagai yurisprudensi (judge

Page 25: Afta Dan Apec

made law) juga telah lama dikenal dalam dunia hukum, demikian pula halnya dengan bagian dari hukum Indonesia yang saat ini semakin penting dan berpengaruh, yaitu hukum ekonomi Indonesia yang daya berlakunya di samping dalam lingkup nasional juga internasional. Relevansi hukum ekonomi semakin menonjol sejak lintas niaga masuk dalam dunia tanpa batas atau globalisasi ekonomi. Bagi Indonesia, tepatnya setelah meratifikasi persetujuan internasional di bidang perdagangan dalam suatu organisasi internasional yang dikenal dengan World Trade Organization (WTO), karena dengan demikian Indonesia harus mematuhi segala ketentuan yang berlaku bagi semua negara anggota WTO dengan segala konsekuensinya.

Realita ini menempatkan Indonesia untuk benar-benar dan bersungguh-sungguh “mengikuti dan mengembangkan” hukum ekonomi internasional, terutama dalam pelaksanaannya atau penegakkan hukumnya, dimana semua penegak hukum dan pelaku hukum dalam lintas bisnis nasional dan internasional. Hal ini berarti kekeliruan dalam pengelolaannya akan berakibat dirugikannya Indonesia dalam perdagangan internasional atau perdagangan bebas, bahkan dampaknya tidak hanya menyangkut para pihak dalam perjanjian bisnis internasional, melainkan juga rakyat Indonesia secara keseluruhan.

Menjawab dan mengantisipasi dampak perdagangan internasional abad XXI, tidak ada jalan lain kecuali harus menempatkan “Manajemen Penegakkan Hukum Bisnis Internasional” sebagai misi strategis dalam mewujudkan ketahanan ekonomi nasional di tengah globalisasi ekonomi yang sudah dan sedang berlangsung akhir-akhir ini.[14] Semakin baik dalam suatu negara hukum itu berfungsi, maka semakin tinggi tingkat kepastian hukum nyata. Sebaliknya, bila suatu negara tidak memiliki sistem hukum yang berfungsi secara otonom, maka semakin kecil pula tingkat kepastian hukumnya.[15]

Perkembangan dalam teknologi dan pola kegiatan ekonomi membuat masyarakat di dunia semakin saling bersentuhan, saling membutuhkan, dan saling menentukan nasib satu sama lain, tetapi juga saling bersaing. Hal ini secara dramatis terutama terlihat dalam kegiatan perdagangan dunia, baik di bidang barang-barang (trade in goods), maupun di bidang jasa (trade in services). Saling keterkaitan ini memerlukan adanya kesepakatan mengenai aturan main yang berlaku. Aturan main yang diterapkan untuk perdagangan internasional adalah aturan main yang berkembang dalam sistem GATT/WTO.[16]

Manakala ekonomi menjadi terintegrasi, harmonisasi hukum mengikutinya. Terbentuknya WTO (World Trade Organization) telah didahului oleh terbentuknya blok-blok ekonomi regional seperti Masyarakat Eropah, NAFTA, AFTA dan APEC. Tidak ada kontradiksi antara regionalisasi dan globalisasi perdagangan. Sebaliknya integrasi ekonomi global mengharuskan terciptanya blok-blok perdagangan baru. Berdagang dengan WTO dan kerjasama ekonomi regional berarti mengembangkan institusi yang demokratis, memperbaharui mekanisme pasar, dan memfungsikan sistim hukum.

Perkembangan yang mandiri dari perusahaan multinasional kerap kali diramalkan sebagai perkembangan suatu badan yang benar-benar tanpa kebangsaan, dan benar-benar mandiri. Peradaban dunia yang kemudian menjadi hukum internasional turut mempengaruhi pembangunan hukum nasional dan sistem perekonomian negara berkembang. Globalisasi ekonomi sekarang ini adalah manifestasi yang baru dari pembangunan kapitalisme sebagai

Page 26: Afta Dan Apec

sistem ekonomi internasional. Sebagai suatu ideologi, globalism menawarkan seperangkat ide, konsep, keyakinan, norma dan tata nilai mengenai tatanan masyarakat dunia yang dicita-citakan serta bagaimana cara untuk mewujudkannya.[17]

Bagaimanapun karakteristik dan hambatannya, globalisasi ekonomi menimbulkan akibat yang besar sekali pada bidang hukum, globalisasi ekonomi juga menyebabkan terjadinya globalisasi hukum. Globalisasi hukum tersebut tidak hanya didasarkan kesepakatan internasional antar bangsa, tetapi juga pemahaman tradisi hukum dan budaya antara barat dan timur.

Globalisasi di bidang kontrak-kontrak bisnis internasional sudah lama terjadi, karena negara-negara maju membawa transaksi baru ke negara berkembang, maka mitra kerja mereka dari negara-negara berkembang akan menerima model-model kontrak bisnis internasional tersebut, dapat disebabkan karena sebelumnya tidak mengenal model tersebut, dapat juga karena posisi tawar (bargainig position) yang lemah. Oleh karena itu tidak mengherankan, perjanjian patungan (joint venture), perjanjian waralaba (franchise), perjanjian lisensi (license), perjanjian keagenan (agence), memiliki format dan substansi yang hampir sama diberbagai negara. Konsultan hukum suatu negara dengan mudah mengerjakan perjanjian-perjanjian semacam itu di negara-negara lain, persamaan ketentuan-ketentuan hukum di berbagai negara bisa juga terjadi karena suatu negara mengikuti model negara maju berkaitan dengan institusi-institusi hukum untuk mendapatkan akumulasi modal. Undang-undang Perseroan Terbatas diberbagai negara, baik dari negara-negara Civil Law maupun Common Law berisikan substansi yang serupa. Begitu juga dengan peraturan pasar modal, dimana saja tidak berbeda, satu sama lain. Hal ini terjadi karena dana yang mengalir ke pasar-pasar tersebut tidak lagi terikat benar dengan waktu dan batas-batas negara. Tuntutan keterbukaan (transparency) yang semakin besar, berkembangnya kejahatan internasional dalam pencucian uang (money laundering) dan insider trading mendorong kerjasama internasional.

Dibalik usaha keras menciptakan globalisasi hukum, tidak ada jaminan bahwa hukum tersebut akan memberikan hasil yang sama di semua tempat. Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan politik, ekonomi dan budaya. Hukum itu tidak sama dengan kuda, orang tidak akan menamakan keledai atau zebra adalah kuda, walau bentuknya hampir sama, kuda adalah kuda. Hukum tidak demikian, apa yang disebut hukum itu tergantung kepada persepsi masyarakatnya.[18]

Friedman, menyatakan bahwa tegaknya peraturan-peraturan hukum tergantung kepada budaya hukum masyarakatnya. Budaya hukum masyarakat tergantung kepada budaya hukum anggota-anggotanya yang dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, lingkungan budaya, posisi atau kedudukan, bahkan kepentingan-kepentingan.[19] Dalam menghadapi hal yang demikian itu perlu “check and balance” dalam bernegara. “check and balance” hanya bisa dicapai dengan parlemen yang kuat, pengadilan yang mandiri, dan partisipasi masyarakat melalui lembaga-lembaganya. Dalam hal tersebut, khususnya dalam masalah pengawasan dan Law Enforcement, dua hal yang merupakan komponen yang tak terpisahkan dari sistim rule of law. Tidak akan ada law enforcement kalau tidak ada sistim pengawasan dan tidak akan ada rule of law kalau tidak ada law enforcement yang memadai.

E.C.W. Wade dan Godfrey Philips menyatakan tiga konsep mengenai “Rule of Law” yaitu The Rule Of Law mendahulukan hukum dan ketertiban dalam masyarakat yang dalam pandangan

Page 27: Afta Dan Apec

tradisi barat lahir dari alam demokrasi; The Rule of Law menunjukkan suatu doktrin hukum bahwa pemerintahan harus dilaksanakan sesuai dengan hukum; The Rule of Law menunjukkan suatu kerangka pikir politik yang harus diperinci oleh peraturan-peraturan hukum baik substantif maupun hukum acara.[20] Berbagai unsur dari pengertian Rule of Law tersebut haruslah dilaksanakan secara keseluruhan, bukan sepotong-sepotong, dan dalam waktu bersamaan. Pengecualian dan penangguhan salah satu unsurnya akan merusak keseluruhan sistim.

Pada tataran ide normatif dalam GBHN, hukum secara tegas diletakkan sebagai pendorong pembangunan, khususnya terhadap pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan amanat ini, maka hukum tentu sangat memerlukan dukungan yang terdiri dari personalia yang profesional dan beretika, organisasi yang kapabel dan berdaya guna, serta peradilan yang bebas dan berhasil guna. Semuanya ini adalah sebagian prasyarat konsepsional yang paling di butuhkan dalam konteks kekinian Indonesia.[21] Sayangnya, ketika memasuki tataran implementasi-sosiologis, selain tampak dengan jelas berbagai hal yang menggembirakan, terlihat pula adanya “peminggiran” peran hukum dalam upaya mencapai kemajuan bangsa yang telah dicanangkan. Dalam berbagai arena pergulatan hidup masyarakat, terkadang dengan mudah dilihat atau dirasakan kemandulan peran dan fungsi hukum.

Sebagai penutup tulisan ini, rasanya masih sangat relevan apa yang dikemukakan oleh Prof. Mochtar Kusumaatmadja yang menyatakan bahwa dalam usaha membangun hukum nasional yang berlaku untuk seluruh bangsa dan sanggup mengantisipasi kemajuan dan pergaulan dengan dunia internasional, kita harus memegang teguh pada batas-batas dan pembedaan antara hukum perdata, dan hukum publik dan antara hukum perdata dan hukum pidana yang sudah umum diterima oleh masyarakat dunia.[22]

III. Penutup.Rasanya tidaklah adil apabila melihat globalisasi dan liberalisasi ekonomi secara apriori, namun sebaliknya menerimanya dengan mentah-mentah begitu saja tanpa bersikap kritis juga bukan sikap yang bijaksana. Dengan berbagai akibat positif dan negatifnya, globalisasi ekonomi bukanlah sesuatu yang tidak dapat dikendalikan, diubah atau bahkan dihentikan. Salah satu langkahnya adalah dengan tetap memberikan kewenangan kepada negara untuk melakukan fungsinya sebagai pengendali pasar melalui berbagai regulasi ekonomi, menyerahkan sepenuhnya aktivitas ekonomi nasional pada mekanisme pasar yang diyakini sebagai “self regulating” justeru akan menimbulkan ketidakadilan bagi banyak pihak di dalam negeri dan sebaliknya membuka peluang transnational untuk mengeksploitasi sumber-sumber daya ekonomi bangsa Indonesia. Pelaksanaan roda pemerintahan dengan demokratis dan menggunakan hukum sebagai salah satu instrumen untuk merencanakan dan melaksanakan program pembangunan yang komprehensif, semoga akan membawa negara ini menuju masyarakat dengan tingkat kesejahteraan yang di cita-citakan.

Page 28: Afta Dan Apec

Pendahuluan

Hampir dua dasawarsa Indonesia bergabung dalam APEC, “super-regionalisme” (Petri 1999: 2) terbesar di Asia-Pasifik. APEC yang diprakarsai oleh Australia pada tahun 1989, merupakan respon atas saling ketergantungan ekonomi di antara negara-negara yang berada di kawasan itu. Anggota APEC saat ini terdiri dari 21 negara yang sangat beragam kemampuan dan potensi ekonominya, mulai dari yang ‘terlemah’ seperti Vietnam sampai yang ‘terkuat’ seperti Jepang dan AS. Keberagaman itu diharapkan menciptakan rasa kebersamaan (sense of community) dalam wadah kerjasama saling mengisi dan terpadu sehingga menciptakan kondisi kondusif bagi peningkatan kemakmuran semua anggotanya sekaligus mempersiapkan mereka menghadapi perdagangan bebas. Bermula dari

Page 29: Afta Dan Apec

sekedar forum dialog ekonomi, APEC berkembang lebih besar dan kuat dengan dukungan presiden Bill Clinton pada pertemuan di Seattle tahun 1993 yang menjadikan APEC sebagai pertemuan resmi tahunan.

Selama menjadi anggota APEC, Indonesia secara aktif memanfaatkan organisasi ini sebagai sarana memperkuat perekonomiannya. Bahkan Indonesia pernah menjadi tempat pertemuan KTT APEC pada tahun 1994 yang diselenggarakan di Bogor. KTT Bogor telah melahirkan “Deklarasi Bogor” yang menandai salah satu tahapan penting bagi agenda APEC yaitu dengan ditetapkannya target waktu pembukaan basar bebas dan terbuka, yaitu tahun 2010 bagi negara maju dan 2020 bagi negara berkembang. Setidaknya sampai sebelum krisis ekonomi tahun 1997, beberapa kegiatan APEC menjadi agenda utama pemerintah untuk menggairahkan ekonomi nasional sekaligus sebagai wahana mempersiapkan negara kita menyongsong era perdagangan bebas. Krisis keuangan yang melanda Asia mempengaruhi kerjasama di antara negara-negara yang terkena dampak krisis itu. Namun misi APEC tidak bisa berbalik (irreversible). APEC diharapkan memegang janjinya untuk meningkatkan petumbuhan ekonomi dan memperbaiki standar kehidupan para anggotanya. Inilah yang menjadi tulang punggung utama (backbone) kerjasama APEC. (Ali 2000: 7)

Kondisi perekonomian Indonesia yang memprihatinkan setelah krisis mengundang pertanyaan: bagaimanakah posisi Indonesia dalam APEC pada tahun 2020? Apakah APEC dapat menjadi mitra pengembangan ekonomi bagi kesejahteraan rakyat Indonesia, atau sebaliknya, APEC hanya menjadi pemangsa perekonomian nasional? Makalah ini akan membahas tentang berbagai permasalahan yang sedang dan akan dihadapi Indonesia sebagai negara dalam menghadapi liberalisasi perdagangan pada tahun 2020.

Harapan Indonesia dalam APEC

Komitmen multilateralisme Indonesia didasarkan pada asumsi bahwa perekonomian nasional menjadi lebih mampu bersaing secara internasional. Dengan masuknya Indonesia dalam APEC, Indonesia mau tidak mau harus siap berintegrasi dalam rejim liberalisasi ekonomi yang semakin menjadi model yang dianut oleh banyak negara sebagai model sukses pertumbuhan ekonomi. Berdasar hal tersebut terdapat beberapa asumsi dasar yang mendasari ambisi Indonesia bergabung dalam APEC.

Pertama, regionalisasi ekonomi diharapkan memberi Indonesia ruang gerak yang lebih luas untuk meninggalkan pola ekonomi statis menuju ekonomi dinamis yang berlandaskan liberalisasi. Bahkan pada tingkat tertentu ada harapan Indonesia untuk melakukan “reaching-out” ekonomi karena kegagalan relatif kerjasama ekonomi intra-ASEAN. Sebelum terjadinya krisis ekonomi Asia pada tahun 1997, kondisi perekonomian Indonesia sering digambarkan dengan ungkapan optimisme seperti

Page 30: Afta Dan Apec

“booming”, “emerging”, “promising”, “conducive”, dan sejenisnya. Sekalipun tampilan ekonomi Indonesia tidaklah sebaik Singapura, banyak orang menaruh harapan akan semakin meningkatnya perekonomian di masa datang. Hal ini terbukti dengan menigkatknya arus investasi, baik dari sesama anggota APEC maupun non-APEC. Dengan optimisme seperti itu Indonesia yakin akan keuntungan yang akan diperolehnya dari APEC. Seperti diinginkan oleh negara-negara berkembang lainnya, APEC diharapkan tidak sekedar menjadi free trade tetapi juga dapat melaksanakan fair trade.

Pada dasarnya Indonesia jauh-jauh hari sudah mempersiapkan diri menghadapi globalisasi. Mulai tahun 1980-an pemerintah telah mengambil berbagai langkah deregulasi dan debirokratisasi dan terus melakukan perbaikan. Persiapan ini didasarkan pada kondisi nyata bangsa Indonesia sendiri yang memiliki potensi untuk bersaing di pasar bebas, yaitu jumlah sumber daya manusia (SDM) yang besar sekaligus pasar yang besar, ketercukukapn sumber daya alam (SDA) serta upah tenaga kerja yang lebih murah. Persiapan menuju pasar bebas yang telah dilakukan itu antara lain, dalam bidang deregulasi investasi, pemerintah telah memperkenankan kepemilikan modal oleh asing. Kelonggaran ini telah memberikan kemudahan pihak asing untuk lebih banyak berinvestasi di Indonesia.

Walaupun terdapat kekurangan di beberapa hal, kebijakan ini membantu Indonesia untuk mempersiapkan diri lebih baik menghadapi pasar bebas sekaligus untuk meraih keuntungan maksimal. (Wuryandari 1997: 71) Ketersediaaan yang cukup SDM dan SDA dapat merupakan berkah juga beban sekaligus. SDA yang banyak namun tidak berkualitas tidak banyak bermanfaat bagi kemajuan bangsa. Sementara itu SDM yang berkualitas cenderung memilih bekerja di luar negeri karena sarana yang tidak memenuhi di dalam negeri. SDM yang melimpah tanpa didukung ketrampilan SDA hanya akan cenderung dinikmati oleh korporasi asing, dan rakyat lokal hanya sebagai penonton. Belajar dari beberapa kasus, berkah SDM yang melimpah justru melahirkan pemiskinan penduduk lokal dan melahirkan dislokasi sosial akut, seperti yang terjadi di kasus Exon-Mobil Aceh dan Freeport Papua.

Kedua, berkaitan dengan faktor pertama, adalah keinginan Indonesia untuk meraih image internasional yang positif terhadap kemajuan ekonominya. Globalisasi ekonomi memberi peluang Negara untuk memperlihatkan performance ekonominya. Dengan kata lain, kekuatan ekonomi suatu negara diukur dari seberapa banyak negara tersebut memberikan sumbangan terhadap perkembangan ekonomi kawasannya. (Muna 1997: 94) Negara-negara tetangga Indonesia seperti Singapura, Korea Selatan, Hong Kong dan Taiwan mendapat julukan sebagai NIEs (Newly Industrializing Economies). Sementara Malaysia dan Thailand tumbuh hampir menyamai NIEs. Secara umum oleh Bank Dunia

Page 31: Afta Dan Apec

pertumbuhan ekonomi kawasan Asia Pasifik digambarkan sebagai “Keajaiban Asia Timur”. Dipicu oleh kesuksesan itulah pemerintah RI ingin mensejajarkan diri dalam predikat tersebut.

Dalam konteks ini pula Indonesia tidak ingin terjebak dalam keadaan yang diistilahkan sebagai “export pessimism” yang beranggapan bahwa ekspor dari negara berkembang tidak akan mampu menembus pasar negara maju. (Hughes 1992: 12) Pesimisme ekspor itu melanda banyak negara berkembang, dan ketidakpercayaan diri ini menyebabkan arus ekspor negara berkembang tidak banyak ditemui di negara maju. Tentu saja pesimisme ekspor bukanlah satu-satunya penyebab, karena banyak lagi faktor lain yang turut berperan. Namun setidaknya bergabungnya Indonesia dalam APEC adalah upaya menepis anggapan tersebut, apalagi ada kesempatan untuk itu.

Ketiga, Indonesia memiliki kepentingan politis-strategis untuk menjadi sekutu dekat AS. Bagi Indonesia, secara strategis keterlibatan AS dalam APEC merupakan simbol kedekatannya dengan AS. Bagi AS, keterlibatannya dalam APEC merupakan simbol yang memperkuat kesahihan kehadirannya di kawasan Asia-Pasifik. Terdapat kebutuhan timbal balik pada hubungan AS dengan anggota APEC lainnya. Komitmen Indonesia pada APEC nampak lebih kuat setelah Pertemuan Bogor 1994 yang kehadiran Presiden Clinton sangat diharapkan saat itu. APEC bukan saja menjadi ajang liberalisasi ekonomi tetapi juga menjadi tempat berkonsultasi masalah-masalah regional. (Petri 1999: 5)

Kondisi nyata Indonesia

Seberapa siapkah Indonesia menghadapi pasar bebas? Apa sajakah yang telah dilakukan Indonesia dalam menyambutnya? Walaupun ditargetkan Indonesia memasuki pasar bebas itu pada 2020, saat ini saja sudah dirasakan banyaknya “penderitaan” kita. Pasar bebas dalam beberapa hal telah menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian nasional, seperti makin lebarnya jurang si kaya dengan si miskin dan melemahnya kontrol pemerintah dalam perekonomian. Perekonomian nasional lebih banyak dikuasai pihak asing dengan dijualnya aset-aset penting negara yang menguasai hidup orang banyak.

Sejak bergabung dengan APEC, Indonesia berusaha melakukan beberapa persiapan, seperti (a) kemitraan usaha dan modal ventura yang merupakan kerjasama terpadu pengusaha besar dengan pengusaha kecil di tingkat nasional; (b) kemitraan melalui jalur kota kembar (sister city) dengan pihak luar negeri yang dimaksudkan untuk mengambil manfaat saling menguntungkan dari hubungan-hubungan sosial, budaya, perdagangan, pariwisata, dan alih teknologi; (c) meningkatkan daya saing industri tekstil dan perkayuan. (Irewati 1997: 52)

Page 32: Afta Dan Apec

Melakukan kemitraan antara pengusaha besar dengan kecil maupun antara negara maju dengan negara berkembang, bukanlah pekerjaan mudah. Di satu pihak, ada keinginan untuk bersama-sama menggairahkan perekonomian masing-masing pihak, namun di pihak lain ada beberapa hal yang tidak bisa begitu saja diberikan secara mudah/gratis kepada pihak lain. Di pihak yang kuat ada keengganan untuk mentransfer kelebihan kepada pihak yang lemah. Hal ini konsisten dengan sifat dasar ideologi liberalisme. Sebagai contoh, sebagai negara yang secara teknologi masih jauh tertinggal, Indonesia mengalami hambatan dalam bidang transfer teknologi dari negara maju, sehingga tujuan kemitraan dalam sister city tidak bisa terwujud secara nyata. Bidang pertekstilan yang menjadi salah satu andalan ekspor Indonesia, juga mengalami berbagai kendala. Tekstil dan pakaian jadi Indonesia tidak mampu bersaing dengan tekstil dari Cina yang mutunya tinggi dan semakin merambah dunia. (Samhadi, Kompas 20/5/2006: 34)

Dibandingkan dengan China dan India, sektor industri Indonesia masih tertinggal jauh dalam banyak hal. Data dari United Nations Conference on Trade and Development, China merupakan pemasok dunia terbesar ketiga untuk barang dan kesembilan terbesar untuk jasa komersial. Sementara India sudah mampu bersaing di teknonolgi informasi (IT) di tingkat internasional. Pendapatan India dari industri IT mencapai 36 miliar dollar AS pada tahun 2006. Sementara China, India dan sebagian negara APEC naik kelas dalam perindustrian, Indonesia bukan hanya tinggal kelas tetapi justru turun kelas. Nilai ekspor Indonesia di produk teknologi tinggi berada di tingkat terbawah (dengan pendapatan 4.850 juta dollar AS) dibandingkan dengan negara-negara APEC lainnya: China (107.543 juta dollar), Singapura (71.421 juta dollar AS) , Korea (57.161 juta dollar AS), Malaysia (47.042 juta dollar AS), Thailand (18.203 juta dollar AS). (Samhadi, Kompas 20/5/2006) Menurut Emil Salim, hal yang ironis bahwa China dan India yang dak memiliki sumber daya alam topis seperti Indonesia bisa menjadi “raja” ekonomi di Asia. (Salim, Tempo Interaktif, 17/12/2004: np)

Dari waktu ke waktu industri nasional mengalami kemunduran, bahkan dalam beberapa sektor mengalami kemandegan (stagnant) atau deindustrialisasi. (Astono, Kompas 20/5/2006: 35) Bagaimana mungkin Indonesia yang secara potensial memiliki hampir semua komponen produksi untuk mampu mengembangkan industrinya secara maksimal justru mengalami deindustrialisasi? Kondisi ini diperparah sejak krisis moneter 1997. Jangankan bersaing di sektor industri berteknologi tinggi, di industri manufaktur saja (pupuk, keramik, gas, tekstil, kayu dan sektor lain yang hanya mengandalkan sumber daya alam), kita tidak mampu menggarapnya. Indonesia yang dulu menjadi eksporter minyak, akibat kecerobohan manajemen sekarang menjadi importer minyak. Dengan kondisi demikian industri nasional semakin terpukul akibat kerawanan BBM. (Kompas 1/6/2006: 17)

Page 33: Afta Dan Apec

Demikian pula di industri pertanian, Indonesia sebagai negara agraris justru menjadi importer kebutuhan dasar pangan seperti beras, kedelai, susu, garam, buah-buahan dan berbagai produk pertanian lain. (Hidayati, Kompas 20/5/2006: 38) Pemerintah lebih suka mengajak rakyat menjadi boros dengan seringnya membeli kebutuhan dasar (yang sebenarnya bisa kita penuhi sendiri) dari luar negeri untuk menutup kebutuhan dalam negeri. Pemerintah lebih memanjakan para pedagang daripada petani yang dirugikan oleh masuknya barang impor. (Maryoto, Kompas 20/5/2006: 39) Padahal jika pemerintah bijaksana dan taktis, Indonesia mampu mengembangkan teknologi pangan dan pertanian sendiri yang manfaat jangka panjangnya lebih positif tanpa harus menggantungkan diri pada pasokan luar negeri.

Jika ketergantungan ini terus berlangsung maka tidak mengherankan jika bangsa kita akan jadi konsumen saja di pasar bebas dengan membajirnya barang dan jasa asing di dalam negeri. Kita tidak akan mampu menjadi tuan rumah di negeri kita sendiri. Jangankan mampu bersaing di produk teknologi tinggi, untuk memenuhi kebutuhan dasar pun kita tidak mampu. Suatu hal yang ironis bahwa bergabungnya Indonesia dalam APEC sebagai mitra dan sarana mencapai kemakmuran justru menjadi pemangsa bagi kita sendiri. Jika hal ini berlangsung terus sampai 2020, maka Indonesia hanya mampu berhenti sebagai pasar raksasa dengan daya beli lemah karena tidak memiliki daya saing kuat di belantara pasar terbuka.

Ketika menjadi tuan rumah KTT APEC tahun 1994 di Bogor Indonesia mencanangkan tekadnya untuk mewujudkan liberalisasi itu pada tahun 2020, tanpa memperkirakan sejauh manakah kesiapan nasional kita. Indonesia berharap banyak pada liberalisasi ekonomi untuk meningkatkan taraf kesejahteraan nasional. Indonesia terseret dan menyerah pada para pendukung neo-liberal yang mengagung-agungkan pasar bebas, seolah-olah tidak ada alternatif lain, seperti yang pernah disuarakan oleh Margareth Thatcher dan Ronald Reagan (Gomez, ny: 2; Friedman 2005: np) yang kemudian disetujui oleh Mantan Presiden Suharto yang menyatakan bahwa siap atau tidak siap Indonesia hatus memasuki pasar bebas.

Kondisi ekonomi Indonesia yang centang perentang diperburuk oleh beberapa faktor, baik faktor kesalahan manusia maupun faktor yang bersifat natural. Indonesia belum sepenuhnya mampu bangkit dari krisis. Indonesia tidak saja diterpa krisis keuangan dan ekonomi namun juga krisis yang sering disebut-sebut sebagai “krisis multidimensi”, yang telah melemahkan sendi-sendi bernegara. Berbagai persoalan besar di tingkat nasional belum menemukan jalan keluarnya seperti konflik berbasis etnis, terorisme, otonomi daerah yang belum mantap, krisis BBM dan krisis energi, krisis kepemimpinan, belum dipatuhinya peraturan hukum, hutang luar negeri yang semakin membengkak, serta persoalan sejenisnya. Berbagai kesulitan ini ditambah pula dengan bebrapa bencana alam yang

Page 34: Afta Dan Apec

secara beruntun menimpa Indonesia, mulai tsunami, tanah longsor, gempa bumi, dan sebagainya. Semua persoalan itu menyerap dana dan enegi pemerintah dan rakyat sehingga Indonesia nampak semakin tidak berdaya menghadapi pasar bebas.

Sementara itu investor asing pun makin undur langkah melihat kondisi Indonesia yang demikian parah. Selain faktor yang telah disebutkan di atas, ketertinggalan Indonesia di bidang investasi dibandingkan dengan negara-negara tetangga lainnya disebabkan oleh beberapa faktor penghambat klasik, antara lain tingkat korupsi yang tinggi, infrastruktur yang tidak memadai, birokrasi pemerintah yang berbelit-belit, peraturan perpajakan yang rumit, kualitas SDM yang rendah serta instabilitas kebijakan. (Astono, Kompas 20/5/2006: 35) Hadi Soesastro berargumen bahwa kebijakan Indonesia menghadapi globalisai (termasuk bergabung dalam APEC dan AFTA) lebih didasarkan pada “pertimbangan obyektif apa yang bisa dicapai negara-negara Asia Timur lainnya…dan [keinginan mereka] untuk berlomba meliberalisasi perekonomiannya agar lebih menarik investasi global”. Soesastro menambahkan, pemerintah tidak bijaksana dalam kebijakan ekonominya karena tidak mendorong tumbuhnya persaingan sehat di dalam negeri dengan memberi keistimewaan pada golongan tertentu. (Samhadi, Kompas 20/5/2006: 34) Padahal persaingan sehat di dalam negeri merupakan modal persaingan di pasar bebas.

Selain faktor-faktor internal Indonesia, hambatan menuju pasar bebas juga datang dari faktor eksternal. Dalam pasar bebas tentu masing-masing negara ingin melindungi industrinya agar tidak “dimangsa” oleh negara asing. Dengan berbagai aturan tarif dan non-tarif negara maju berupaya menghalangi masuknya produk dari negara berkembang. Hambatan-hambatan non-tarif seperti anti-dumping, ecolabelling, serta hambatan-hambatan yang dikaitkan dengan isu-isu non-perdagangan seperti kondisi HAM, merupakan senjata ampuh untuk menangkal masuknya produk negara berkembang.

Untuk menguasai pasar dunia, negara-negara di Eropa saja melindungi produksi pertaniannya sedemikian rupa. Amerika Serikat juga melakkan hal yang sama. AS telah mengalokasikan subsidi sampai 80 % untuk sektor pertaniannya. (Pikiran Rakyat 15/5/2006: np) Untuk menaklukkan pasar dunia, negara maju melakukan tiga langkah, yaitu mengambil pasar di negara lain, mengambil energi di negara yang kaya sumber daya alam, dan bagaimana menaruh posisi yang tepat untuk menyebarkan pengaruh politik, artinya menyebatkan hegemoni agar memperoleh akses politik besar di negara yang diincar. Akses politik besar berdampak pada akses untuk menguasai pasar negara berkembang.

Harapan Tinggal Harapan?

Page 35: Afta Dan Apec

Tiga langkah yang disebutkan di atas sudah dilakukan oleh negara maju di Indonesia. Dengan demikian, harapan akan terjadinya kemitraan melalui APEC semakin tidak menentu.

Sejak dilanda krisis keuangan yang diikuti dengan krisis multidimensi, harapan Indonesia pada APEC mulai menurun. Kegairahan yang ditunjukkan pada awal tahun 1990-an ketika APEC baru dibentuk, tidak nampak lagi. Setidaknya terdapat dua hal yang menyebabkan surutnya antusiasme Indonesia pada APEC:

Pertama, selama krisis ekonomi Asia, APEC tidak banyak berperan dalam membantu memperbaiki atau memulihkan kondisi terpuruk Indonesia. Bahkan Singapura yang merupakan anggota APEC, negara tetangga terdekat Indonesia sekaligus terkaya, justru memanfaatkan kesulitan ekonomi Indonesia dengan tidak berusaha mencegah pelarian dana dari Indonesia ke Singapura. Singapura seolah-olah memegang prinsip ‘beggar your neighbour’ terhadap Indonesia. Jatuhnya Indonesia ke dalam krisis 1997 membuat Indonesia secara de facto memiliki daya beli rendah dan punya akses lebh kecil untuk berkiprah di pasar bebas. (wawancara Hardianto dengan B. Herry Priyono, Kompas 3/6/2006: 8)

Kedua, APEC yang diharapkan mampu menjadi tulang punggung perekonomian anggotanya ternyata tidak berdaya merespon kesulitan ekonomi yang mereka hadapi. Maka wajar dipertanyakan apakah sumbangan APEC di saat-saat anggotanya dilanda krisis. Keberlangsungan APEC juga patut diragukan. Kegairahan Indonesia dalam APEC menurun drastis sejak krisis itu. Dalam situasi seperti ini APEC lebih banyak dilihat sebagai ajang hegemoni AS dan Jepang. Dua negara ini membutuhkan pasar yang dapat menyerap produk-produk domestik mereka, namun AS, terutama, enggan membantu “pasarnya” yang terpuruk.

Ketiga, terdapat pergeseran isu APEC dari isu perdagangan bebas menjadi isu politis. Hal ini ditunjukkan oleh lemahnya komitmen AS pada pertemuan puncak APEC Oktober 2001. Presiden George W. Bush lebih banyak membahasa perang melawan terorisme dengan Presiden China, Jiang Zemin dan Presiden Rusia, Vladimir Putin, presiden Indonesia Megawati dan PM Malaysia Ahmad Badawi. Melihat perkembangan ini diperkirakan bahwa APEC akan sulit memfokuskan dirinya pada tujuannya semula yaitu mengurangi hambatan-hambatan perdagangan dan investasi. (Lincoln 2001: 1) Kegairahan perdagangan di kalangan anggotanya menjadi menurun sehingga APEC tidak lagi bisa disandarkan sebagai pemantik gairah menuju persaingan di pasar bebas.

Melihat kondisi ekonomi Indonesia yang semakin terpuruk setelah krisis moneter, Indonesia perlu menilik kembali keputusan-keputusan yang pernah diambilnya. Misalnya, dukungan mantap Indonesia dalam berbagai

Page 36: Afta Dan Apec

KTT APEC secara over-optimistis Indonesia melangkah menuju liberalisasi ekonomi. Padahal kondisi ekonomi nasional Indonesia sebenarnya secara ideologis tidak sesuai dengan ideologi ekonomi liberal yang merupakan nafas APEC. (Muna 1997: 96) Bagi Indonesia, globalisasi dengan pasar bebasnya melahirkan ketidaksetaraan (inequality) yang makin parah, pelemahan (disempowerement) dan pemiskinan (impoverishment). Swasono menjelaskan bahwa kesalahan yang dibuat Indonesia adalah, pemerintah telah membiarkan “kedaulatan pasar” menggusur “kedaulatan rakyat”. Yang dituju oleh pasal 33 UUD 1945 bukanlah “pembangunan Indonesia” yang bukan semata-mata megejar pertumbuhan ekonomi, tetapi “pembangunan di Indonesia” yang menjunjung tinggi asas kekeluargaan/kekerabatan yang tidak nepotistik.

Pertanyaan yang perlu dikemukakan adalah, jika Indonesia kalah bersaing di pasar bebas, apa yang akan terjadi? Edward Said mempertanyakan sampai kapan liberalisme itu akan berlangsung? Menurutnya, kegagalan negara untuk mengatasi kekalahannya bersaing dalam sistem pasar bebas akan melahirkan krisis baru:

“For if the global system starts to break down, if more and more people suffer the consequences of a dearth of social services, if more and more powerlessness characterises the political system, then crises will begin to emerge.” (Said 2000: np)

Kesimpulan

Melihat kondisi perekonomian kita dewasa ini kita tidak akan mampu bersiang dalam pasar bebas melalui kerjasama regional manapun. Dengan semakin dekatnya batas waktu yang ditetapkan bagi Indonesia memasuki liberalisasi perdagangan APEC pada tahun 2020, Indonesia siap atau tidak siap harus menghadapi kenyataan untuk menerima pasar bebas. Berdasar kondisi nyata saat ini, bagi Indonesia APEC lebih cenderung dilihat sebagai pemangsa daripada mitra. Dengan segala keterbatasan yang ada, apakah free-trade bisa juga menjadi fair trade bagi Indonesia?

Bergabungnya Indonesia ke dalam APEC lebih didasarkan pada pragmatisme daripada pertimbangan-pertimbangan ideologis. Indonesia cenderung hanya mengikuti perkembangan yang terjadi di sekitarnya daripada mempertimbangkan kekuatan diri. Ekonomi pasar bebas bukan merupakan resep manjur perekonomian Indonesia yang masih belum berkembang seperti Indonesia. Namun dengan diputuskannya Indonesia untuk bergabung dalam APEC, keputusan ini tidak bisa ditarik kembali. Sehingga resiko apa pun yang akan terjadi harus mampu diatasi.

Page 37: Afta Dan Apec

Harapan-harapan Indonesia dalam APEC banyak yang kandas. APEC ternyata tidak memberikan kemitraan produktif seperti yang diharapkan dari sebuah lembaga regional, tidak pula memberikan tanggapan positif terhadap krisis ekonomi anggotanya. Dalam kondisi demikian, Indonesia nampak makin gamang dan mendua menghadapi globalisasi.

Agar tidak menjadi mangsa dalam persaingan bebas, pemerintah tetap harus melindungi produk dalam negerinya. Keharusan ini karena secara nyata kompetensi daya saing produk Indonesia masih sangat lemah. Ada baiknya Indonesia bercermin kepada China dan India yang memiliki keseriusan, keuletan, konsistensi, disiplin, inovatif, atau Inggris dan Amerika yang pada saat mereka sedang menjadi negara berkembang menolak perdagangan bebas.

Indonesia sebaiknya memiliki rencana pembangunan jangka panjang yang berpihak ke rakyat, melakukan re-positioning dan re-visioning agar Indonesia tidak hanya mampu sebagai obyek globalisasi dan sekedar konsumen pasar bebas seperti saat ini. Diperlukan konsep yang jelas mengenai perekonomian nasional tanpa harus selalu menjadi korban arus globalisasi dan meninggalkan kewajiban global kita sebagai warga negara dunia.

Negara-negara anggota APEC adalah: AS, Australia, Brunei Darusssalam, Canada, Chili, China, Filipina, Hong Kong, Indonesia, Jepang, Korea, Malaysia, Mexico, New Zealand, Papua New Guinea, Peru, Rusia, Singapura, Taiwan, Thailand, Vietnam.

Fokus ini semakin nampak terutama setelah krisis ekonomi 1997 dan meningkat setelah tragedi WTC sehingga sifat APEC menjadi lebih terpolitisasi dan semakin tidak efektif fungsinya sebagai regionalisasi ekonomi untuk menghadapi pasar terbuka.

Contoh kemitraan di bidang ini yang telah berkembang adalah propinsi Jawa Timur dengan negara bagian Australia Barat, propinsi Jawa tengah dengan Negara bagian Queensland, Australia; kota Medan dengan Penang (Malaysia), kota Yogya dengan Osaka (Jepang).

Selama terjadinya krisis ekonomi1997. ASEM lebih banyak membantu negara-negara yang terkena krisis. Misalnya negara-negara Eropa secara sukarela menyediakan dana untuk menstabilkan keuangan Negara-negara korban krisis moneter.

Dipicu oleh berbagai kekecewaan, Indonesia menggalang kerjasama yang lebih intensif dengan membentuk forum kerjasama ekonomi regional yang lain, yaitu ASEAN Plus Three (APT) yang beranggotakan negara-negara ASEAN plus China, Jepang dan Korea Selatan tanpa mengikutsertakan AS. APT menjadi solusi alternatif yang diharapkan dapat memberi peluang bagi Indonesia untuk lebih banyak ber maneuver, karena (a) APT merupakan forum yang lebih

Page 38: Afta Dan Apec

realistis bagi Indonesia untuk mencapai target pasar bebasnya; (b) APT tidak didominasi oleh negara besar tertentu, sehingga Indonesia berharap dapat memainkan peran regional pasca krisis. Namun masih dipertanyakan pula bagaimanakah nasib Indonesia di regionalisme yang lebih kecil ini.

Secara jelas Prof. Sri-Edi Swasono menyatakan bahwa dengan masuknya Indonesia ke pasar bebas yanpa persiapan yang matang, sesungguhnya Indonesia telah menyalahi ideologinya sendiri. Telah terjadi pelanggaran fundamental terhadap pasal 33 UUD 1945 dengan membela para kapitalis dan meninggalkan rakyat. Ekonomi nasional Indonesia yang berdasar pada pasal 33 bersifat persetaraan (participatory) dan membebaskan (emancipatory). Ayat-ayat dalam pasal 33 banyak bertentangan dengan ideologi sistem liberal yang eksploitatif dan menciptakan “the winner-take-all society”, yang menindas rakyat. Baca, Sri-Edi Swasono, “Sistem Ekonomi Indonesia”, dalam Artikel, tahun 1, no. 2, April 2002. Baca pula wawancara B.J.S. Hardianto dengan Dimyati Hartono, “Upaya Mengembalikan Semangat Kebangsaan”, Kompas, 11 Maret 2006.