pakaian perempuan di zaman modern (studi...
TRANSCRIPT
PAKAIAN PEREMPUAN DI ZAMAN MODERN
(Studi Pemahaman Hadis Tentang Wanita Berpakaian Tapi Telanjang)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S. Ag)
Oleh:
Meida Kartika
NIM. 1113034000148
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
PAKAIAN PEREMPUAN DI ZAMAN MODERN(Studi Pemahaman Hadis Tentang Wanita Berpakaian Tapi Telanjang)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sadana Agama (S. Ag)
Oleh:
Meida KartikaNrM. 1113034000148
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR'AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UIN SYARIF IIIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul "Pakaian Perempuan di Zaman Modern (Studi Pemahaman Hadis
Tentang Wanita Berpakaian Tapi Telanjang)" telah diujikan dalam sidang
munaqasyah Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada 03
Oktober 2017. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Agama (S.Ag) pada program studi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir.
Ciputat, 03 Oktober 2017
Sidang Munaqasyah,
Ketua Merangkap Anggota Sekertaris Merangkap Anggota
Dr. Lilik Ummi Kaltsum. MANrP. 19711003 199903 2 001
Penguji I
UtJ*,Dr. Atiyatul Ulya. M.AgNIP. 19700t12 t99603 2 001
,q;Dra. Banuir Bina Ninerum. M.Pd
NIP. 19680618 199903 2 001
Anggota,
Penguji II
1120s 200501
Pembimbing
198703 1 001
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan Ini saya menyatakan bahwa:
Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
;
sesuai ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
1.
2.
3.
iputat.,!-3 S.eBtember 20 1 7
i
ABSTRAK
Meida Kartika
Pakaian Perempuan di Zaman Modern (Studi Pemahman Hadis Wanita
Berpakaian tapi Telanjang)
Kecanggihan dunia modern dengan teknologi informasinya, ternyata tidak diikuti
dengan kemajuan bidang akhlak. Salah satunya adalah cara berbusana seorang
muslimah. Di Era informasi ini telah banyak media cetak maupun elektronik yang
menyeret wanita untuk melepaskan identitas yang sebenarnya memiliki akar yang
luhur, mereka mudah membuka auratnya demi popularitas dan keuntungan materi.
Sebagian banyak wanita larut dalam modernitas yang dianggap tren terbaru atau
ter-update sehingga diikuti meski bertentangan dengan firman Tuhannya dan
sunnah Rasul.
Berbagai model pakaian wanita mulai menjamur di pasaran dari mulai pakaian
anak-anak hingga dewasa. Kata “gaul” menjadi menjadi hal yang diprioritaskan
bagi sebagian orang tanpa memerhatikan akibat yang akan terjadi. Khususnya gaul
dalam berbusana untuk muslimah. Tulisan ini mencoba mengungkap hadis yang
berkaitan dengan tema tersebut.
Metodologi penelitian ini termasuk ke dalam kategori kualitatif, dengan melakukan
pencarian sumber (referensi) atau studi kepustakaan (liblary research) sebagai
metode pengumpulan data, data diambil dari dua sumber yaitu sumber primer dan
sumber sekunder. Adapun sumber primer yang diambil penulis adalah kitab Sahih
Muslim, sedangkan sumber sekunder menggunakan buku-buku yang berkaitan
dengan permasalahan yang dikaji dalam skripsi ini. Sedangkan jenis metode
pembahasannya yaitu deskriptif-analitis dengan memfokuskan terhadap Hadis
Shahih Muslim tentang “Wanita berpakaian namun hakikatnya telanjang dan
berlenggak-lenggok.”
Hadis tentang wanita yang berpakaian tapi telanjang dalam Shahih Muslim adalah
dikategorikan sebagai hadis shahih, tidak ada perdebatan ulama dalam memaknai
hadis tersebut, semuanya setuju bahwa yang di maksud dengan kasuyatun’ariyatun
adalah wanita-wanita yang memakai pakaian tipis sehingga nampak bagian dalam
tubuhnya dan wanita yang berpakaian ketat, membuka sebagian aurat yang wajib
dia tutup. Ancaman bagi wanita yang melakukan hal seperti inipun telah jelas
bahwa mereka tidak akan masuk surga dan mencium baunya.
ii
KATA PENGANTAR
Bismillhirrahmānirrahīm
Assalāmualaikum Warahmatullāhi Wabarakātuh
Segala puji bagi Allah Swt, Tuhan semesta alam yang telah memberikan
kenikmatan jasmani dan rohani, serta rahmat dan hidayah-Nya, dan kemudahan
serta kesabaran dalam menghadapi berbagai kesulitan sehingga saya bisa
menyelesaikan skripsi ini berkat pertolongan-Nya. Sholawat dan salam saya
haturkan kepada pahlawan revolusi Islam se-dunia yakni Nabi Muhammad Saw,
beliaulah Nabi akhir zaman yang telah memberikan cahaya dan tuntunan petunjuk
jalan yang lurus kepada umat Islam untuk mendapatkan kebahagiaan di Dunia dan
di Akhirat, serta doa untuk keluarganya, sahabatnya, dan para pengikutnya hingga
akhir zaman.
Skripsi ini merupakan salah satu tugas akhir yang harus saya selesaikan
untuk menamatkan kuliah dan mendapatkan gelar sarjana Strata-1 pada Jurusan
Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir/ Tafsir Hadis Fakultas Ushulludin UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Penulisan skripsi ini tidak akan bisa tuntas tanpa bantuan, bimbingan,
arahan, dukungan dan kontribusi dari banyak pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini saya ucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Terlebih dahulu saya sembahkan bakti do’a dan rasa terima kasih kepada
Almarhum dan Almarhumah Bapak dan Ibu saya, yang telah bersabar dalam
mengasuh dan mendidik, memberikan kasih sayang dan selalu ikhlas mendo’akan
iii
yang terbaik untuk anaknya, dan selalu memotivasi saya untuk menjadi manusia
yang lebih baik dan bermanfaat bagi orang lain. Semoga Allah Swt mengampuni
dan memaafkan segala khilaf dan kesalahan serta memberikan tempat terbaik di
sisi-Nya dan menempatkan derajat keduanya pada derajat yang tinggi. Āmīn.
Selanjutnya saya menyampaikan terima kasih yang setinggi-tingginya
kepada:
1. Bapak Drs. Harun Rasyid, M.Ag., selaku dosen pembimbing penulis yang
telah memberikan arahan, saran dan dukungan kepada penulis, sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan. Mohon maaf yang sebesar-besarnya jika
selama proses bimbingan penulis banyak merepotkan. Semoga bapak
senantiasa sehat dan diberikan kelancaran dalam segala urusannya. Āmīn.
2. Bapak Prof. Dr Dede Rosyada, M.A Selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, M.A selaku Dekan Fakultas Ushuluddin
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Dr. Lilik Ummi Kultsum selaku ketua Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan
Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Ibu Dra. Banun Binaningrum, M.Pd, selaku
sekertaris Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir. Serta seluruh dosen dan staf
akademik Fakultas Ushuluddin, khususnya Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan
Tafsir yang telah membagikan waktu, tenaga dan ilmu pengetahuan juga
pengalaman berharga kepada penulis. Semoga amal kebaikan Bapak/Ibu
Dosen dibalas dengan pahala dan rahmat dari Allah Swt. Āmīn
5. Keluarga yang senantiasa mendukung penulis. Kepada Emak (Nenek), Ibu
Sri Widiastuti yaitu bibi sekaligus sosok ibu bagi saya, kakak-kakak tercinta
iv
(Irianto, Cicih, Atikah dan Kamal) yang selalu mendoakan dan memberikan
dukungan moril maupun materil sehingga saya bisa seperti sekarang ini.
Juga kepada semua keponakan dan sepupu (Desi, Ajang, Cindy, Elon, Ciko,
Alya, Yanti, Alfi, Windy, Cika, Bibah, Yasmin, Sari) yang selalu
menyemangati dalam proses penyelesaian skripsi ini. Semoga kasih sayang
tulus kalian dibalas oleh Allah Swt. Āmīn
6. Teman-teman seperjuangan, kepada seluruh teman Jurusan Tafsir-Hadis
2013, khususnya teman-teman TH-D: Nafi Aisyah, Nurul Fajriah, Aula
Dzakiyyah, Salwa Nurbaya, Hilma Rahmatia, Ilda Nuris, Fahmi, Parij, serta
teman-teman lain yang tidak bisa saya sebutkan semuanya, semoga kita
semua tetap dalam ikatan silaturahmi dan jalinan persahabatan yang indah.
Terimakasih atas bantuan dan kerjasamanya selama ini.
7. Kepada sahabat fillahku, yang selalu menjadi sahabat terbaik dari masa-
masa di Pondok sampai saat ini: (Rizky Septiani, Riany Kusuma, Viqry
Putri, Kania Eka, Hanna Intan, Yani Nurbayani, Eka rahmatillah) yang
tanpa henti memberikan semangat, serta selalu memberikan warna terindah
dalam kehidupanku, tak berlebihan jika saya katakan kalian adalah sahabat
pilihan Allah. Terima Kasih, semoga Allah Swt membalas kebaikan kalian
semua. Āmīn
8. Teman-teman KKN OTENTIC 2016 (Yanti, Innes, Raisa, Tasya, Fika,
Shahwin, Abdillah, Yazid, Fatur, Latif) terima kasih atas kebersamaan dan
warna baru dalam perjalanan kuliah serta pengabdian di masyarakat,
semoga selama kita KKN dapat menjadi jembatan ukhuwah antara kita di
masa yang akan datang.
v
9. Serta masih banyak lagi pihak-pihak yang sangat berpengaruh dalam proses
penyelesaian skripsi yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Semoga Allah Swt senantiasa membalas semua kebaikan yang telah diberikan.
Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan
umunya bagi para pembaca agar selalu berpegang pada ajaran-ajaran Rasulullah
Saw. Āmīn.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Karawang, Agustus 2017
Meida Kartika
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. vi
PEDOMAN TRANSLITERASI .................................................................. vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..................................................... 1
B. Permasalahan ...................................................................... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................ 7
D. Tinjauan Pustaka ................................................................. 8
E. Metodologi Penelitian ......................................................... 10
F. Sistematika Penulisan ......................................................... 12
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PAKAIAN PEREMPUAN
A. Definisi Pakaian dan Fungsinya .......................................... 14
1. Definisi Pakaian ........................................................... 14
2. Fungsi Pakaian ............................................................. 15
B. Pakaian di Dalam Al-Qur’an ............................................... 18
C. Sejarah Pakaian Dalam Islam .............................................. 20
D. Pakaian Dalam Pandangan Islam ......................................... 22
E. Revolusi penggunaan Jilbab di Indonesia ............................ 27
F. Pakaian Muslimah di Zaman Modern .................................. 33
BAB IV OTENTISITAS DAN PEMAHAMAN HADIS TENTANG
WANITA BERPAKAIAN TAPI TELANJANG
A. Otentisitas Hadis Wanita Berpakaian Tapi Telanjang ......... 36
a. Teks Hadis dan Terjemah.........................................36
b. Takhrij Hadis ........................................................... 36
c. Analisa Sanad Hadis ................................................ 39
d. Kesimpulan (Natijah) ............................................... 46
B. Pemahaman Hadis Wanita Berpakain Tapi Telanjang ........ 46
a. Asbabul wurud ......................................................... 46
b. Afirmasi Pemahaman Tekstual hadis Wanita Berpakian
Tapi Telanjang ......................................................... 46
vii
c. Relevansi Hadis Wanita Berpakain Tapi Telanjang
Dengan Busana Muslimah Kekinian ...................... 53
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................... 58
B. Saran-Saran .......................................................................... 60
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 62
viii
PEDOMAN TRANSELITASI
Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam skripsi ini berpedoman pada
buku Pedoman Penulisan Skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013/2014.
1. Konsonan
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
tidak dilambangkan ا
B Be ب
T Te ت
Ts te dan es ث
J Je ج
H h dengan garis di bawah ح
Kh ka dan ha خ
D De د
Dz de dan zet ذ
R Er ر
Z Zet ز
S Es س
Sy es dan ye ش
S es dengan garis di bawah ص
ḏ de dengan garis di bawah ض
ṯ te dengan garis di bawah ط
ẕ zet dengan garis di bawah ظ
ix
koma terbalik di atas hadap kanan ‘ ع
Gh ge dan ha غ
F Ef ف
Q Ki ق
K Ka ك
L El ل
M Em م
N En ن
W We و
H Ha ه
Apostrof ` ء
Y ye ي
2. Vokal Tunggal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal
tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal
alih aksaranya adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
A Fathah
I Kasrah
U ḏammah و
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:
x
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
Ai a dan i ي
Au a dan u و
3. Vokal panjang
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
a a dengan topi di atas ا
i i dengan topi di atas ي
u u dengan topi di atas و
4. Kata Sandang
Kata sandang yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf,
yaitu alif dan lam, dialih aksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf
syamsiyyah maupun qamariyyah. Contoh: al-syamsiyyah bukan asy-
syamsiyyah, al-rijāl bukan ar-rijāl.
5. Tasydīd
Huruf yang ber-tasydīd ditulis dengan dua huruf serupa secara berturut-
turut, seperti السنة = al-sunnah.
6. Ta marbūṯah
Jika ta marbūṯah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf
tersebut dialih-aksarakan menjadi huruf /h/, seperti أبو هريرة = Abū Hurairah.
7. Huruf Kapital
xi
Huruf kapital digunakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD). Jika nama didahulukan oleh kata sandang, maka yang
ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal
atau kata sandangnya, seperti البخاري = al-Bukhāri.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembahasan tentang perempuan dalam al-Qur’an dan Hadis merupakan salah satu
dari sekian persoalan kompleks dan seakan-akan tidak ada habisnya untuk dikaji, mulai
dari persoalan jasmani, rohani, hak dan kewajiban1 hingga eksistensi diranah publik.
Hal ini menandakan bahwa Islam sangat memperhatikan kondisi perempuan agar selalu
terjaga dan terlindungi kemuliannya. Salah satu upaya untuk merealisasikan harapan
tersebut yakni dengan adanya anjuran-anjuran untuk menutup aurat bagi perempuan
muslimah yang telah aqil balig.
Sebelum Islam datang kedunia, kaum perempuan hampir tidak mempunyai posisi
dalam kehidupan bermasyarakat. Keberadaan kaum perempuan pada saat itu hanya
sebagai simbol penderitaan kaum laki-laki. Demikian juga perempuan dalam konteks
kristen, dianggap sebagai “penggoda” yang harus bertanggung jawab terhadap martabat
Adam. Pada zaman Yunani Kuno, perempuan dianggap sebagai sumber bencana dan
malapetaka sehingga kaum perempuan dianggap layak hanya menjadi “makhluk kedua”
yang statusnya berada di bawah makhluk laki-laki.2 Dalam kebudayaan romawi
perempuan diperhatikan, namun perhatian yang diberikan kepada wanita hanya karena
1 Hak-hak perempuan secara umum terbagi berdasarkan perannya, meliputi sebagai seorang istri,
ibu, anak, saudara, nenek atas haknya terhadap hukum, sosial, ekonomi, dll. Lih Ismail ‘Abdul Fatah
‘Abdul Kafi dan Fauzi Muhammad al-Sa’id ‘Atwah, Haquq al-Mar’ah fi al-Islam (t.t.: Thabaqa
Liqawanin al-Mulkiyyah al-Fikriyyah, t.th.), h. 14. 2 Syaikh Imad Zaki al-Barudi, Tafsir Wanita, Penerjemah Samson Rahman (Jakarta: Pustaka al-
Kaustar, 2003), h. Viii.
2
perempuan itu dibutuhkan untuk bersenag-senang dan untuk memancing kewibawaan
dikalangan masyarakat.3
Setelah Islam ditetapkan sebagai Agama bagi umat manusia dan Nabi Muhammad
diangkat sebagai Nabi dan Rasul pembawa risalah untuk umat manusia. Pandangan
kepada wanita sedikit demi sedikit mulai merubah menjadi pandangan yang hormat.
Islam juga mengangap wanita adalah pasangan laki-laki dalam mengarungi hidup ini.4
Islam adalah agama fitrah. Karena itu, dalam segala urusan manusia yang bersifat
duniawi, islam lebih banyak mengikuti ketentuan yang sesuai dengan fitrah manusia
yang sempurna. Termasuk di dalamnya adalah masalah pakaian. Islam tidak pernah
menentukan ataupun memaksakan bentuk pakaian yang khusus bagi manusia, islam
tidak mempersoalkan model model pakaian yang dipakai oleh suatu bangsa atau
kelompok masyarakat tertentu, bahkan Islam mengakui setiap bentuk pakaian dan arah
hidup manusia. Allah SWT berfirman:
آيا ق يا بني آدم قد أنزلنا عليكم لباسا ي واري سوءاتكم وريشا ولباس الت ل ي ل وون 5الله لعل هم يذ ك
Artinya: Hai anak Adam sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian
untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan, dan pakaian takwa itulah
yang paling baik. Demikianlah sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-
mudahan mereka selalu ingat.” (Q.S Al-A’raf : 26) Manusia memerlukan pakaian yang paling sedikit untuk menutup aurat sehingga
tidak telanjang. Ayat di atas menyatakan bahwa menutup aurat dan pakaian perhiasan
sebagai pakaian tambahan dan pelengkap sehingga terlihat baik, indah, bagus, elok, dan
cantik. Allah juga mengatakan bahwa sebaik-baiknya pakaian adalah takwa.6
3 Abas Mahmoud al-‘Aqad, Wanita Dalam Al-Qur’an. Penerjemah Chadijjah Nasution (Jakarta:
Bulan Bintang, 1976), h. 82. 4 Syaikh Imam Dzaki al-Barudi, Tafsir Wanita, pnerjemah Samson Rahman (Jakarta: Pustaka al-
Kaustar, 2003), h. Viii. 5 Q.S al-A’râf: 26 6 Ach. Subianto, Catatan Kehidupan (Jakarta: PT Wisoedha Enterprises, 1999), h. 40.
3
Islam mengatur mengenai etika berpakaian adalah dengan menutup aurat. Seorang
wanita muslimah akan mendapati syariat Islam sebagai pelindung yang sempurna, yang
menjamin (iffah) kesucian dirinya, menempatkan dalam posisi yang terhormat sekaligus
menyandang derajat tinggi. Adapun aturan yang diwajibkan atas mereka dalam
berpakaian dan berhias tidak lain sebagai tindakan preventif.7
Menutup aurat merupakan salah satu perintah Allah yang wajib hukumnya bagi
kaum wanita. Suatu bentuk memuliakan diri sendiri agar terhindar dari fitnah dan dosa.
Rasulullah SAW bersabda:
أهلها ال اط لعت في الجن ة أيت أكث اء واط لعت في الن ار ف أهلها الفق أيت أكث نساءف
Artinya: Aku melihat ke dalam syurga,. Aku melihat kebanyakan penghuninya
adalah kaum fakir. Lalu aku melihat ke dalam neraka. Aku melihat kebanyakan
penghuninya adalah para wanita.” (HR. Bukhari, 3241 dan Muslim, 7114)8 Menutup aurat dalam realitanya dipahami dan diimplementasikan dengan beragam.
Meski begitu, tidak bermaksud untuk memudarkan atau bahkan menghilangkan tujuan
atau esensi menutup aurat itu sendiri.9 Pentingnya meutup aurat bagi perempuan Muslim
ditegaskan oleh Nabi SAW dalam sabdanya:
لت على رسول الل ه صل ى الل ه عليه وسل م وعلي د ه أن أسماء بنت أبي بك رقا ض ا يا فأعها رسول الل ه ا ب لغت المحيض عن أة إ أن صل ى الل ه عليه وسل م وقال يا أسماء إن الم ل لم ت
ها إل هذا وهذا وأشار إلى وجهه وكف يه ن ي Artinya: Aisyah meriwayatkan, bahwa saudaranya yaitu Asma’ binti Abubakar
pernah masuk di rumah Nabi dengan berpakaian tipis (transparan) sehingga tampak
kulitnya. Kemudian beliau berpaling dan mengatakan: “Hai Asma’! Sesungguhnya
seorang perempuan apabila sudah datang waktu haidh, tidak patut diperlihatkan
7 Muhammad Ibn Isma’il al-Muqaddam, dkk, Jilbab itu Cahayamu, (PT. Mirqot Ilmu Ihsani:
Jakarta, 2008), hal. 2. 8 Shahih al-Bukhari kitab Bad’i al-Khalk bab ma ja’a fi sifahat al-Jannah wa annaha Makhluqah
No. 3241 dan Shahih Muslim Kitab al-Riqaq bab Aktsar ahli al-Jannah al-Fuqara No. 7114. 9 QS. Al-Ahzab [33]: 59
Artinya: … yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal karena itu mereka tidak
diganggu…
4
tubuhnya, melainkan ini dan sambil ia menunjuk muka dan dua tapak tangannya”. (H.R
Abu Dawud)10
Aurat menurut Muhammad ibn Abu Bakar al-Razi adalah aurat manusia dan semua
hal yang menyebabkan malu.11 Sedangkan menurut Ibnu Madzur dalam Lisan al-‘Arab,
kata aurat diartikan sebagai setiap aib atau cacat cela pada sesuatu, dan sesuatu itu tidak
memiliki penahan (penjaga).12 Anjuran bahkan diwajibkannya bagi perempuan
muslimah yang telah aqil balig untuk memiliki auratnya tentu akan memiliki
konsekuensi jika ditinggalkan. Dalam hadinnya Nabi SAW, bersabda tentang keadaan
penduduk neraka yang salah satunya dihuni oleh perempuan yang tidak sempurna dalam
menutup auratnya:
ة، قال قال رسول ي أبي ه أبيه، ع سهيل، ع ، ع ي نا ج ، حد ح ب ني زهي الل ه صلى حد بون اهلل عليه وسلم يض الب ق نا عهم سياط كأ أهل الن ار لم أرهما ق وم فان بها الن اس صن
الجن ل كأسنمة البخت المائلة ل يد ائال رءوسه ميال ة ول يجدن ونساء كاسيا عاريا ة كذا وكذا سي ريحها وإن ريحها ليوجد
Artinya: Zuhair bin Harb telah memberitahukan kepadaku, Jarir telah
memberitahukan kepada kami, dari Suhail, dari ayahnya, dari Abu Hurairah R.A
berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Ada dua golongan dari penduduk Neraka yang
aku belum pernah melihat mereka sebelumnya. (pertama) Sekelompok kaum yang
memiliki cambuk-cambuk seperti ekor-ekor sapi, yang mereka gunakan untuk memukuli
orang-orang, (kedua) Para wanita yang berpakaian tapi (hakikatnya) telanjang,
berlenggak lenggok dan sombong, kepala mereka seperti punuk-punuk unta yang
miring, mereka tidak masuk syurga dan tidak akan mencium wanginya, padahal
wanginya syurga tercium dari jarak ini dan itu.” (HR Muslim. No: 3971)13
10 Abu Daud, Sunan Abu Daud, kitab Pakaian, Bab Perhiasan yang boleh ditampakan oleh wanita,
No. Hadis 3580. CD Ensiklopedi Hadis Kitab Sembilan Imam (t.t: Lidw Pustaka i-Software, t.th.).
Diakhir Hadis tersebut Abu Daud memberikan keterangan bahwa Hadis ini adalah Hadis Mursal,
karena salah satu rawi yang bernama Khalid bin Duraik belum pernah bertemu langsung dengan
Aisyah RA. 11 Muhammad ibn Abi Bakar al-Razi, Mukhtar al-Shihah, editor Mahmud Khatrabik (Beirut: Dar
al-Fikr, 1973), h. 461. 12 Ibnu Mandzur, Lisan al-‘Arab, juz IV (Beirut: Dar al-Shadir, 1992), h. 616. 13 Sahīh Muslim, Kitab Libas wa al-Zinah, Bab Nisā’un Kāsyiyatun ‘Āriyātun al-Māilat al-
Mumīlat. No 3971.
5
Saat ini sudah banyak wanita muslimah yang mengenakan jilbab. Namun hanya
sedikit yang memahami tujuan dari mengenakan jilbab. Sehingga ada yang mengenakan
jilbab, namun berpakaian ketat. Meskipun seluruh tubuhnya sudah ditutupi, namun
seakan-akan tidak berpakaian hal ini sesuai dengan hadis yang telah penulis cantumkan
diatas.
Dewasa ini perkembangan dunia fashion semakin hari semakin berkembang pesat
dengan beragam jenis dan model, tak terkcuali jilbab, banyak dijumpai model jilbab
sekarang ini yang panjangnya sampai lutut, sampai dada, bahkan hanya sampai leher
dengan berbagai macam warna, motif, dan model pemakian yang bervariasi. Berawal
dari jilbab modis ini munculah fenomena jilboobs yang sekarang ini sedang ramai
dibicarakan di media sosial, seperti facebook dan twitter. Secara etimologi, jilboobs
terdiri dari dua kata, yaitu jilbab yang merupakan busana kaum muslimah, dan boobs
yang bermakna dada wanita. Istilah ini disematkan untuk menyindir perempuan
muslimah yang berjilbab, tetapi mengenakan pakaian yang sangat ketat sehingga setiap
lekuk tubuhnya terlihat sangat jelas, terutama di bagian dada yang sengaja ditonjolkan
(Hidayat, 2014). Jilboobs adalah model berjilbab yang tidak sesuai dengan kaidah
berpakaian menurut syari’at Islam. Setidaknya ada satu prinsip yang dilanggar yaitu
ketat, sehingga menampakan lekuk tubuh yang seharusnya tersembunyi.
Busana pada zaman modern ini dianggap sebagai urusan pribadi, tetapi sebagai
seorang muslim seharusnya tidak masa bodoh dengan hal ini, karena pada hakikatnya,
busana yang digunakan kebanyakan anak muda di zaman sekarang dapat menimbulkan
rangsangan seks atau kebrutalan yang bersumber dari mode-mode busana setengah
telanjang atau penonjolan aurat yang dapat mengarah pada kejahatan. Masyarakat yang
berperadaban modern pada umumnya sangat menyukai mode-mode busana yang
6
memamerkan atau tidak menutupi aurat seorang wanita. Rok mini atau celana ketat
merupakan gejala yang tak terpisahkan dari peradaban masa kini. Sesungguhnya
kecenderungan pada mode-mode busana tidak senonoh ini menunjukan kelemahan
moral masyarakat. Pada hakikatnya mode busan mini dan ketat dapat merusak
kesehatan dan pertumbuhan mental masyarakat itu sendiri dan tidak memiliki nilai
tambah sediktpun. Mode yang semacam ini mempengaruhi cara berpikir dan bertindak
mereka yang pada akhirnya akan mengubah rasa harga diri pada diri mereka.14
Berawal dari permasalahan di atas, penulis mencoba menulis dan meneliti tentang
Pakaian Perempuan di Zaman Modern (studi Pemahaman Hadis Tentang wanita
Berpakaian Tapi Telanjang). Penulis merasa hal tersebut perlu dikaji lebih dalam lagi
supaya dalam penerapan atau penggunan pakaian tidak melanggar ketentuan-ketentuan
hukum Islam.
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Dalam pengidentifikasian masalah, penulis berusaha menjawab semua masalah
yang tertera dalam latar belakang masalah, dimana mencakup beberapa hal seperti:
1) Batasan aurat perempuan
2) Problematika pakaian muslimah masa kini
3) Berjilbab namun berpakain ketat dan transparan
4) Pengaruh zaman terhadap pakaian seorang Muslimah
14 Maulana Muhammad, Kekeliruan Ijtihad Para Cendikiawan Muslim (Suraba ya: Pustaka,
1999), h. 319-320.
7
2. Pembatasan Masalah
Untuk mengarahkan penelitian ini agar sesuai dengan masalah yang dicari dan
supaya tidak terjadi kekeliruan dalam memahami hadis yang akan penulis bahas, maka
penulis membatasi masalah ini hanya dalam kajian study memahami hadis wanita
Berpakaian tapi (hakikatnya) Telanjang dengan memfokuskan satu hadis saja yaitu
hadis riwayat Muslim No. 3971 Kitab Pakaian dan Perhiasan, Bab Wanita Berpakaian
Tetapi Telanjang.
3. Rumusan Masalah
Dari batasan masalah di atas, agar dapat memberi pemahaman yang lebih luas dan
sistematis pada pembahasan berikutnya, maka penulis hanya mengambil dua rumusan
masalah yang menjadi inti pembahasan yaitu:
1. Bagaimana otentisitas hadis Wanita Berpakaian tapi Telanjang?
2. Bagaimana kandungan makna hadis tentang Wanita berpakian tetapi telanjang?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Sesuai dengan Rumusan Masalah yang telah penulis angkat, maka tujuan penulisan
skripsi ini adalah:
1. Untuk mengetahui otentisitas hadis Nabi tentang Wanita Berpakaian Tapi
Telanjang
2. Untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam mengenai hadis tentang
Wanita Berpakaian Tapi Telanjang serta mengetahui pemahaman yang baru
sesuai dengan masa sekarang.
3. Tujuan formalitas, yakni untuk memenuhi tugas akademik dan kewajiban bagi
setiap mahasiswa dalam rangka menyelesaikan program studi Tasir – Hadis /
8
Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir tingkat sarjana strata satu (S1) di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan skripsi ini adalah:
1. Secara teoritis penulisan skripsi ini diharapkan dapat menambah cakrawala ilmu
pengetahuan agama terhadap diri penulis pada khusunya dan umat muslim pada
umumnya.
2. Secara praktis penulisan skripsi ini dapat diharapkan dapat memberi informasi
mengenai berpakaian yang benar di zaman modern sebagai seorang muslim
berdasarkan hadis.
3. Menambah khazanah keilmuan dalam bidang Ilmu Hadis.
C. Tinjauan Pustaka
Skripsi Fakultas Ushuluddin jurusan Tafsir Hadis: Perempuan Adalah Aurat
(Kajian Otentisitas dan Pemahaman Hadis) oleh: Umi Faridhoh (1112034000144)
tahun 2016. Di dalam menulis skripsi ini menggunakan metode penelitian kepustakaan
(liblary research). Penulis hanya mengambil satu hadis yaitu hadis imam Turmizi
dengan menjelaskan makna hadis dan meneliti kesinambungan sanad hadis tersebut,
kemudian menjelaskan perdebatan para ulama mengenai batasan-batasan aurat
perempuan.
Skripsi Fakultas Ushuliuddin jurusan Tafsir Hadis Universitas Islam Negri Syarif
Hidayatullah Jakarta karya Fatimah Zahro yang berjudul Hadis Perempuan Sebagai
Sumber Fitnah tahun 2014. Dalam skripsi ini ingin membuktikan bahwa perempuan
bukan sebagai sumber fitnah yang selalu membuat kaum Adam tergoda, dengan
melakukan pemaknaan ulang terhadap hadis menggunakan metode ma’ani al-hadis, dan
berkesimpulan bahwa makna hadis ini kata fitnah diartikan cobaan dan ujian yang
9
dihadapkan bagi kaum laki-laki. Dikatakan sebagai sumber fitnah yaitu akibat dari
perbuatan perempuan itu sendiri, bukan semua perempuan yang dimaksud sebagai
sumber fitnah.
Skripsi Fakultas Ushuluddin Jurusan Perbandingan Agama Universitas Islam
Negri Sunan Kalijaga Yogyakarta karya Arif Saefullah (05520023) yang berjudul Etika
Berpakaian perspektif al-Kitab dan Al-Qur’an. Di dalam menulis skripsi ini penulis
menggunakan metode penelitian kepustakaan (Liblary Resarch). Penulis menjelaskan
segala bentuk etika berpakaian yang berdasarkan kepada al-Qur’an dan al-Kitab dan
penulis juga menyajikan persamaan dan perbedaan dari etika dalam berpakaian yang
disajikan dalam al-Qur’an dan al-Kitab.
Skripsi fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir Hadis Universitas Islam Negri Syarif
Hidayatullah Jakarta karya Mabrur yang berjudul Jilbab Dalam Al-Qur’an tahun 2014
dan skripsi karya Sobrun yang berjudul Aurat Perempuan Dalam Perspektif Muhammad
Syahrur, telaah surat al-Ahzab: 53, 59 dan surat an-Nur: 31 namun berbeda metode,
dalam karyanya mabrur menganalisa penafsiran ulama kotemporer antara Muhammad
Syahrur da Wahbah Al-Zuhaili sedangkan dalam karya Sobrun hanya menjelaskan
mengenai penafsiran Muhammad Syahrur, dan penulis mengambil kesimpulan dari
kedua skripsi ini bahwa wanita harus memakai pakain yang tertutup ketika akan
berpergian kelur rumah, seperti jilbab, Khimar dan Hijab yaitu menutup seluruh
badannya sampai ke dada.
Buku Adab Berpakaian dan Berhias karya Syaikh Abdul Wahab Abdussalam
Thawilah, buku ini membahas tentang masalah pakaian dan perhiasan serta hukum-
hukumnya dalam pandangan Islam. Penulis menyuguhkan pandangan empat ulama
madzhab dengan menyebutkan masing-masing pendapat dan dalil-dalilnya, lalu
10
menghadirkan hikmah, nasihat, serta arahan penting untuk masyarakat muslim
khususnya kaum wanita, karena di dalamnya banyak disinggung masalah busana dan
perhiasan.15
Murtadha Muthahari dalam bukunya Hijab: Gaya Hidup Wanita Islam, buku ini
menjelaskan tentang hijab bagi seorang perempuan, dalam pemaparan buku ini
perempuan wajib mengenakan hijab dan menutup seluruh tubuhnya, kecuali wajah dan
telapak tangannya. Akan tetapi, tentang boleh atau tidaknya kaum laki-laki memandang
perempuan, dalam buku ini dijelaskan bahwa Imam Ridha mengatakan “laki-laki boleh
memandang wajah atau tangan perempuan bila pandamgannya itu tidak bernafsu atau
tidak adakekhawatiran akan terjadinya perbuatan yang nyeleweng”.16
Setelah mengkaji karya-karya penelitian diatas belum terdapat skripsi yang
membahas atau mengkaji tentang Pakaian Perempuan Di Zaman Modern (studi
pemahaman hadis tentang Wanita yang berpakaian tapi telanjang), sehingga
pembahasan ini masih layak untuk dikaji dan diharapkan pula bagi peneliti-peneliti
selanjutnya untuk terus melanjutkan penelitian ini, supaya khazanah ilmu pengetahuan
yang ada semakin berkembang dan maju.
D. Metodologi Penelitian
1. Sumber Data
Penulis menggunakan jenis penelitian Kualitatif yang bersifat kepustakaan (Liblary
Research) dengan meggunakan sumber primer kitab Sahīh Muslim. Adapun untuk
makna hadis penulis menggunakan kitab Al-Minhaj Syarh Sahīh Muslim bin Hajjaj
karya an-Nawawi, Syarh Riyadusholihīn, dan Faidh Al-Qadīr Syarh Jāmī’ al-Shagīr.
15 Syaikh Abdul Wahab Abdussalam thawilah, Adab Berpakaian dan Berhias (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2014), hal. Viii. 16 Murtadha Muthahari, Hijab: Gaya Hidup Wanita Islam, (Bandung: Mizan, 1995), hal. 114.
11
Sumber pendukung yang lain yang penulis gunakan sumber-sumber rujukan lain,
sebagai penunjang dalam pembahasan topik tersebut diantranya yaitu buku yang
berjudul Jilbab Pakaian Wanita Muslimah karya M. Quraisy Shihab, Jilbab Menurut Al-
Qur’an dan as-Sunnah karya Husein Shahab. Adab Berpakaian dan Berhias karya
Syaikh Abdul Wahab Abdussalam Thawilah, Jilbab Itu Cahayamu karya DR.
Muhammad ibn Isma’il al-Muqaddam, dan sumber pendukung yang lain-lain.
2. Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data ini adalah mengumpulkan hadis-hadis tentang Wanita
Berpakaian tapi telanjang dalam kitab-kitab hadis, cara pengumpulannya yaitu dengan
Takhrij Hadis yaitu mencari akar kata, yang dimaksud akar kata adalah kata yang
terdapat dalam matan hadis. Metode pencarian ini menggunakan kitab al-Mu’jam al-
Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadīts al-Nabawī.17 dan Miftāh al-kunūz
3. Analisis Data
Setelah data terkumpul penulis akan menganalisis data tersebut sehingga penelitian
ini da[at terlaksana secara rasional, sistematis, dan terarah. Penelitian ini menggunakan
metode analisis sanad dan matan berdasarkan rujukan dari M. Syuhudi Ismail dalam
bukunya yang berjudul Metodologi Penelitian Hadis Nabi saw dan bukunya yang
berjudul Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual (Tela’ah Ma’ānil Hadis) untuk
memahami matan Hadis tersebut.
Adapun teknik operasional penelitian ini meliputi sebagai berikut:
17 al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadīts al-Nabawī adalah kitab yang disusun oleh sebuah tim
yang beranggotakan pakar orientalis. Salah satu dari tim penyusunnya bernama A.J Wensick
(w.1939), seorang guru besar Bahasa Arab di Universitas Leiden. Al-Mu’jam al-Mufahras memuat
indeks kata yang terdapat dalam 9(sembilan) sumber koleksi hadis, yaitu al-Kutub al-Sittah’,
Musnad Ahmad dan Musnad al-Dārimī.
12
1. Melakukan penelitian sanad (kritik sanad) dari data yang telah diperoleh, untuk
kemudian menentukan kedudukan hadis.
2. Melakukan penelitian Matn, yaitu mengkaji makna teks hadis tersebut, dan
secara kontekstual mengumpulkan informasi tentang makna yang dimaksud
dari teks hadis tersebut yang menunjuk kepada metode memahami hadis dan
mempertimbangkan latar belakangnya serta tujuannya. Sumber-sumber yang
digunakan adalah otoritatif seperti al-Qur’an, Hadis, Syarh Hadis, dan karya-
karya yang terkait dengan perbincangan seputar tema ini.
4. Teknik Penulisan
Penulisan skripsi iniberpedoman pada buku Pedoman Akademik Program Strata
1 2013-2014 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta .
E. Sistematika Penulisan
Dengan melihat tujuan dan mempertahankan karya ilmiah yang sistematis serta
memuaskan pembaca untuk memahaminya, kajian ini ditulis dengan sistematika
penulisan sebagai berikut:
BAB I Merupakan pendahuluan studi ini, didalamnya menjelaskan tentang latar
belakang masalah dan rumusan masalah juga pembatasan masalah yang akan diangkat
dalam penelitian ini. Pada bagian ini dijelaskan tentang bagaimana islam peduli
terhadap perempuan, yaitu dengan cara memberi tahu perempuan tentang bagaimana
berpakaian yang baik sesuai al-Qur'an dan Hadis Nabi SAW. juga mengangkat berbagai
problematika tentang busana perempuan di zaman modernitas ini. Pada bagian ini juga
menjelaskan tentang metodologi penelitian, kajian pustaka, tujuan dan manfaat
penulisan dan sistematika penulisan.
13
BAB II Membahas tentang pengertian pakaian, sejarah pakaian secara umum,
sejarah pakaian ditinjau dari agama dan fungsi utama pakaian itu sendiri , revolusi jilbab
di Indonesia dan pakaian Muslimah di Zaman Modern. Bahasan pada bab ini
dimaksudkan agar dapat membedakan pakaian seorang muslimah dari masa ke masa.
BAB III Penelitian akan lebih difokuskan memaparkan kajian hadis tentang
perempuan yang berpakaian tapi (hakikatnya) telanjang. Pertama penulis meneliti ke
otentsitasan hadis tersebut lalu kemudian penelitian matan serta di kontekstualisasikan
dengan zaman sekarang.
BAB IV Bab penutup yang berisikan tentang kesimpulan dari hasil penelitian
sebagai jawaban atas pokok pokok masalah yang telah diuraikan sebelumnya. Serta
berisi saran-saran dan himbauan yang sifatnya membangun dan berguna untuk
penelitian selanjutnya.
14
BAB II
DISKURSUS SEPUTAR PAKAIAN PEREMPUAN
A. Definisi pakaian dan Fungsinya
1. Definisi Pakaian
Pakaian berasal dari kata "pakai" yang ditambah dengan akhiran "an" dalam
kamus bahasa Indonesia ada dua makna dalam kata pakai, yaitu (a). Mengenakan,
seperti: "Anak SD pakai seragam merah putih" dalam hal ini pakai berarti
mengenakan. (b). Dibubuhi atau diberi, contoh: "Es teh pakai gula". Dalam hal ini
pakai berarti di beri.1
Pakaian dalam bahasa Arab albisah yang merupkan bentuk jamak dari kata
libas. Yaitu sesuatu yang digunakan manusia untuk menutupi dan melindungi
seluruh atau sebagian tubuhnya dari panas dan dingin. Seperti kemeja, sarung dan
sorban. Pakaian juga didefinisikan sebagai setiap sesuatu yang menutupi tubuh.
Sedangkan makna dari pakaian adalah barang apa yang dipakai atau
dikenakan seperti baju, celana, rok dan lain sebagainya. Seperti pakaian dinas
berarti baju yang dikenakan untuk dinas, pakaian hamil berarti baju yang dikenakan
orang hamil, pakaian adat berarti pakaian khas resmi suatu daerah. Kata pakaian
bersinonim dengan kata busana. Namun kata pakaian mempunyai konotasi yang
lebih umum dari pada busana. Busana seringkali dipakai untuk baju yang tampak
dari luar saja.
Pakaian mempunyai arti yang tertentu. Sebab itu pakaian harus berukuran
sedemikian rupa, sehingga dalam sikap dan gerak-gerik tidak menimbulkan godaan
1 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi
Keempat. Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama, 2008. Hal 1000.
15
bagi orang lain, dengan pakaian yang sesuai norma susila, orang tidak hanya harus
menjaga moral masyarakat (orang lain) melainkan juga untuk menjaga diri. Dengan
pakaian begitu manusia meluhurkan sesama dan diri sendiri, manusia
menyempurnakan bangsa manusia.2
Sesungguhnya Allah SWT telah menurunkan pakaian yang baik dan pakaian
itu memiliki banyak fungsi. Dapat ditemukan fungsi pakaian dalam al-Qur’an
sebagaimana dijelaskan dalam Q.S, al-A’raf [7]: 26.
ر ذلك من يا بني آدم قد أنزلنا عليكم لباسا ي واري سوءاتكم وريشا ولباس الت قوى ذلك خي آيات الله لعلهم يذكرون
Artinya: Hai anak Adam sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu
pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan, dan pakaian
takwa itulah yang paling baik. Demikianlah sebagian tanda-tanda kekuasaan
Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.” (Q.S al-A’raf [7]: 26)
Dalam al-Qur’an surat al-A’raf [7]: 26 diuraikan bahwa bagi umat manusia
telah disediakan pakaian penutup aurat (untuk memenuhi unsur etis kehidupan
manusia) dan pakaian hias (untuk memenuhi unsur estesis dalam kehidupannya).
Sementara standar berpakaian itu sendiri ialah takwa yakni pemenuhan terhadap
ketentuan-ketentuan agama.
2. Fungsi Pakaian
Pakaian adalah kebutuhan pokok manusia yang tidak dapat terlepas dari
kehidupan manusia sehari-hari. Manusia membutuhkan pakaian, karena pakaian
menawarkan berbagai kebaikan dan manfaat bagi pemakainya. Pakaian yang
digunakan oleh seseorang haruslah sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada, agar
2 Drijarkara, Filsafat Manusia, (Yogyakarta: Kanisius, 1969), hal. 44.
16
tidak menyebabkan masalah bagi dirinya maupun lingkungan di sekitarnya.
Diantara fungsi pakaian adalah sebagai berikut:3
a) Menutupi Aurat Manusia
Pakaian yang baik adalah pakaian yang menutupi aurat seseorang. Aurat
sebisa mungkin ditutupi agar tidak menimbulkan berbagai hal yang tidak
diinginkan terutama dari lawan jenis. Aurat berhubungan dengan rasa malu pada
manusia, sehingga orang yang tidak menutup auratnya dengan baik bisa dianggap
sebagai orang yang tidak tahu malu oleh orang-orang yang ada disekitarnya.
b) Pelindung Tubuh Manusia
Penggunaan pakaian yang baik akan mampu melindungi tubuh dari berbagai
hal yang dapat memberikan pengaruh negatif pada manusia. Contohnya
perlindungan tubuh dari terik matahari, hujan, hawa dingin, hawa panas, debu,
kotoran, dan lain sebagainya.
Tubuh yang tidak tertutupi pakaian dengan baik dapat dengan mudah terkena
penyakit dan juga lebih mudah kotor. Tentu saja pakaian yang digunakan harus
disesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungan yang ada sehingga tubuh
terlindungi secara maksimal.
c) Simbol Status Manusia
Dalam tingkatan status masyarakat, pakaian bisa memperlihatkan tingkat
status seseorang. Misalnya saja dalam dunia militer pakaian jendral dibuat berbeda
dengan pakaian prajurit biasa sehingga mudah untuk dikenali. Selain dalam dunia
militer, dalam lingkungan kerajaan, lingkungan pemerintahan, lingkungan adat,
3 Abdul Azis Amr, al-Libas wa al-Zinah fi Syari’ati al-Islam, Beirut: Muassasah al-Risalah 1430
H. Hal. 27-30.
17
bahkan lingkungan masyarakat umum pun juga bisa memiliki pakaian-pakaian
tertentu sebagai pembeda status tingkatan kasus manusia yang satu dengan yang
lainnya.
d) Petunjuk Identitas Manusia
Manusia bisa menunjukan eksistensi dirinya sendiri kepada orang lain
melalui pakaian yang dikenakan. Bisa melalui tulisan pada pakaian, aksesoris
pakaian, model pakaian, warna dan lain sebagainya. Orang yang memiliki gengsi
yang tinggi tentu saja akan berupaya mengenakan pakaian yang sedang trend atau
populer dikalangannya walaupun harganya mahal.
e) Perhiasan Manusia
Seseorang bisa tampil menarik jika mengenakan pakaian yang tepat,
ditambah lagi dengan aksesoris pakaian dan juga ditunjang dengan perbaikan
penampilan diri dapat meningkatkan daya tarik seseorang di mata orang-orang yang
ada di sekitarnya.
f) Membantu Kegiatan/ Pekerjaan Manusia
Pekerjaan tertentu akan menjadi lebih mudah dilakukan apabila seseorang
memakai pakaian khusus. Contohnya pakaian penyelam yang cocok untuk
digunakan pada kegiatan diving di laut, pakaian loreng tentara yang cocok untuk
memanipulasi pandangan musuh, pakaian anti api dari para pembalap, pakaian
badut untuk orang yang hendak menghibur anak-anak, dan lain sebagainya.
g) Menghilangkan Perbedaan Antar Manusia
Penggunaan baju seragam yang sama pada banyak orang bisa mengurangi
perbedaan di antara orang-orang tersebut, seperti seragam sekolah dan lain
sebagainya. Salah satu contoh yang paling nyata adalah penggunaan pakaian ihram
18
(muhrim) pada orang-orang yang melaksanakan ibadah umrah atau ibadah haji di
Kota Mekah. Setiap orang akan menggunakan pakaian yang sama (laki-laki)
sehingga setiap orang akan merasa sederajat, tidak ada perbedaan. Yang menjadi
pembeda adalah ketakwaannya saja di hadapan Allah SWT.
B. PAKAIAN DI DALAM AL-QUR’AN
Allah SWT memberi pengertiam tentang pakaian melalui ayat-ayatNya. Dan
Allah ta’ala juga telah mendeklarasikan penurunan pakaian untuk manusia dengan
berbagai istilah. Diantaranya adalah Lībâs, Tsiyâb, dan Sarâbîl. Adapun pengertian
masing-masing dari Lībâs, Tsiyâb, dan Sarâbîl adalah sebagai berikut:
1. Lībâs
kata Lībâs digunakan oleh al-Qur’an untuk pakaian lahir maupun batin. Lībâs
merupkan kosakata Bahasa Arab yang bernakna leksikal pakaian. Dalam Lisân al-
Arab disebutkan ada beberapa macam makna untuk Lībâs yaitu, memakai (albasa,
labisa), mencampur (khalaṯa, labasa), penutup (gisyâ’), menenangkan (al-sakan)
dan lain sebagainya.4 Dari beberapa makna dasar ini bisa diketahui bahwasannya
Lībâs mempunyai makna yang beragam tergantung dimana kata itu diletakan. Maka
maknanya akan mengikuti konteksnya (siyâq al-Kalam).
Secara leksikan, akar kata lam, ba’, sin mempunyai dua makna dasar yaitu,
labasa labsan yang berarti mencanpur, labisa lubsan yang berarti memakai penutup
dengan sesuatu.5 Untuk mengatakan pakaian orang arab menggunakan kata Lībâs.
2. Tsiyâb
4 Ibn Mazŭr, Lisân al-Arab, (Beirut: Dar el-Fikr, 1997), 3986-3987. 5 Jumhŭriyyah Mashr Mujamma’ Lughah al-Arabiyah, al-Mu’jam al-Wasîth, (Kairo: Dar al-
Syuruq, 2004) hal. 812-813
19
Kata Tsiyâb di dalam al-Qur’an digunakan untuk menunjukan pakaian lahir.
Tsiyâb merupakan betuk plular dari kata tsaub yang berati sesuatu yang dipakai.
Akar kata tsa-wawu-ba’. Tsaba yasûbu tsaub mempunyai makna dasar kembali,
yakni kembalinya sesuatu pada keadaan semula6 atau pada keadaan yang
seharusnya sesuai dengan ide pertamanya. Seperti pakaian, menurut al-Râgib al-
Isfahâni yang dikutip Quraisy Shihab ide dasarnya adalah bahan-bahan pakaian
untuk dipakai. Bahan-bahan pakain yang terbuat dari benang dipintal menjadi kain
yang dipakai untuk menutup tubuh. Karena kesesuaian dengan ide dasar inilah
kemudian pakaian di sebut tsaub.7
Ibn Manzur menyebutkan beberapa makna Tsaub diantaranya: kembali (Raja’a),
datang dan berkumpul (jâ’a wa ijtama’a), memberi hadiah/pahala (astâba), penuh
(imtala’a), mengganti (‘awwada), pakaian (Tsiyâb, tsaub) dan lain sebagainya.8
Perbedaan makna ini akan teridentifikasi sesuai kata yang mengiringinya.
3. Sarâbîl
Sarâbîl merupakan bentuk plural dari kata sirbâl yang berasal dari kata kerja
sarbala, kata sirbâl mempunyai arti gamis, baju besi, dan adapula yang mengatakan
segala sesuatu yang dipakai disebut sirbâl. Hal ini menyebabkan kata sirbâl juga
dipakai sebagai kinâyah dari kata khalifah.9 Dalam percakapan sehari-hari kata
sirbâl jarang digunakan oleh orang arab.
6 Mujamma’ Lughah, al-Mu’jam al-Wasit, hal 102. 7 Quraisy Shihab, Wawasan al-Qur’an, (Bandung: Mizan 2001), hal. 156. 8 Tosihiko Izutsu, Konsep-Konsep Etika Religius dalam Al-Qur’an, (Yogyakarta: Tiara Wacana,
2003), hal. 29. 9 Berdasarkan pernyataan Utsman bin Affan RA. الاخلع سرباال سربلنيه اهلل تعلى (Aku tidak akan melepaskan
apa yang dipakaikan Allah kepadaku). Yang dimakud dengan ucapan ini adalah Utsman tidak akan
melepaskan jabatan Khilafah yang telah diamanatkan. Lih, Lisan al-Arab, hal. 1983.
20
C. Sejarah Pakaian dalam Islam
Sebelum Islam datang orang Arab sebagai satu bangsa yang mempunyai
kultur tersendiri maka mereka juga mempunyai pakaiannya sendiri yang sesuai
dengan kehidupan di padang pasir, bersesuaian dengan cuaca dan udara yang panas
terik serta ada kaitannya dengan apa yang telah mereka warisi dari nenek moyang
mereka. Dan pada saat itu sebelum kedatangan Islam mereka telah memakai jubah,
surban, selendang dan sebagainya.
Pada Masa Nabi SAW, pakaian wanita adalah pakaian yang umum dikenakan
dan digunakan pada masa tersebut; artinya kaum perempuan menutupi badan
mereka dan membungkus kepalanya dengan kerudung. Akan tetapi, sebagian
telinga, leher dan bagian dadanya kelihatan, kemudian turun ayat yang
memerintahkan Rasulullah Saw untuk menutupi yang sebagian itu sehingga
keindahan mereka tidak nampak dan terlihat.
Sejarah mengatakan, hijab bermakna pakaian wanita, sebelum kedatangan
Islam dan agama-agama lainnya terdapat dalam berbagai ragam bentuk dan Islam
membatasi ruang lingkupnya.10
Hijab secara leksikal bermakna tirai, pembatas dan sesuatu yang menjadi
penghalang antara dua hal. Akan tetapi, sebagaimana yang disebutkan para
mufassir dan saintis, redaksi hijab bermakna pakaian wanita, adalah sebuah
terminologi yang kebanyakan dijumpai pada masa belakangan. Artinya bahwa hijab
merupakan sebuah terminologi baru. Apa yang digunakan oleh orang-orang
10 Shofian Ahmad, Aurat Kod Pakaian Islam, (Utusan Publications and Distributors: Kuala
Lumpur), 2004, hal. 13.
21
terdahulu khususnya di kalangan fuqaha, adalah terminologi “satr” yang bermakna
pakaian.11
Keharusan dan kewajiban menutup aurat bagi kaum perempuan dihadapan
kaum pria asing (non-mahram) merupakan salah satu masalah penting dalam Islam.
Dalam al-Qur’an disebutkan bahwa hijab dimaksudkan untuk kesempurnaan,
kemajuan perempuan dan juga untuk menciptakan suasana yang sehat dalam
lingkungan keluarga dan masyarakat, karena itu hijab wajib bagi kaum perempuan.
Menurut catatan sejarah, hijab yang bermakna pakaian wanita, sebelum Islam di
dunia dan pada agama-agama lainnya digunakan dalam ragam bentuk. Hal ini
bukan merupakan hukum ta’sisi; artinya Islam tidak menciptakan hijab ini,
melainkan menerimanya. Sebagaimana hal tersebut dapat disimpulkan pada masa
Rasulullah Saw, Islam memperluas batasannya dan mengokohkannya. Di Iran,
masa sebelum kedatangan Islam, juga di kalangan kaum Yahudi, di India, terdapat
penerapan hijab-hijab secara ketat. Pada masa Iran kuno, bahkan ayah-ayah dan
saudara-saudara (sendiri) adalah non-mahram bagi wanita yang bersuami.12
Karena itu, menurut catatan sejarah disebutkan bahwa para wanita pada masa
Rasulullah Saw menggunakan hijab, akan tetapi bukan hijab sempurna. Para wanita
Arab biasanya memakai busana-busana sehingga bagian depan baju (kerah),
lingkaran leher, dan dada terlihat.
Kerudung yang dikenakan adalah untuk menutup kepala, bagian-bagian
bawahnya diturunkan sehingga menjulur ke bagian belakang punggung, wajar
kalau kedua telinga, bagian depan dada, dan leher terlihat oleh orang-orang.13 Jadi
11 Shofian Ahmad, Aurat Kod Pakaian Islam, 2004, hal. 14. 12 Will Durant, Târikh-e Tamaddun (History of Civilization), jil. 12, hal. 30. 13 Murtadha Muthahari, Majmu-e Atsar, jil. 19, hal. 484-485.
22
hijab kaum perempuan pada masa Rasulullah Saw bentuknya seluruh badan mereka
tertutup, demikian juga kerudung yang mereka gunakan untuk menutup kepala,
akan tetapi sebagian dari bagian dada, lehernya, dan tempat-tempat yang
menawarkan keindahan dan mempesona syahwat kaum pria terbuka.
D. Pakaian dalam Pandangan Islam
Dalam ajaran Islam, pakaian bukan semata-mata masalah budaya dan mode.
Islam menetapkan batasan-batasan tertentu untuk laki-laki maupun perempuan.
Khusus untuk muslimah, memiliki pakaian khusus yang menunjukan jati dirinya
sebagai seorang muslimah. Bila pakaian adat umumnya bersifat lokal, maka
pakaian muslimah bersifat universal. Dalam arti dapat dipakai oleh muslimah
dimanapun ia berada. Ada hal penting yang harus diperhatikan bagi perempuan,
beberapa kriteria yang dapat dijadikan standar mode busana perempuan.14 Terkait
dengan cara berpakaian menurut Islam. Adapun syarat seorang wanita yang akan
keluar rumahnya dan berinteraksi dengan pria bukan mahram, maka perempuan itu
harus memperhatikan sopan santun dan tatacara busana yang dikenakan haruslah
memenuhi beberapa syarat15
Maksudnya meskipun pakain sudah menutup aurat dan longgar, fitnah akibat
terbukanya aurat masih bisa timbul, jika beberapa persyaratan tidak terpenuhi,
diantaranya:
a. Menutup Aurat
Menurut Syari’at Islam pakaian wanita itu harus menutupi seluruh tubuh, dari
ujung kepala sampai ujung kaki atau untuk lebih sempurna hendaklah memakai
14 Farid L. Ibrahim, Perempuan dan Jilbab, (Jakarta: Mitra Aksara Panaitan), 2011, hal. 26. 15 Syaikh Muhammad Nasiruddin al-Bani, Jilbab Wanita Muslimah, terj. Hawin Murtaho, (Solo:
Abu Sayyid Sayyaf, At-Tibyan, 2000), hal. 1
23
kaos kaki. Dan yang hanya diperbolehkan nampak adalah wajah dan kedua telapak
tangan.16
b. Tidak Berfungsi Sebagai Perhiasan.
Firman Allah SWT dalam Surat an-Nur ayat 31: ... وليضربن بخمرهن على جيوبهن ... “Dan janganlah kaum wanita itu menampakan perhiasan mereka...”
Secara umum kandungan ayat ini mencakup pakaian biasa jika dihiasi sesuatu
yang menyebabkan kaum laki-laki melirikan pandangan kepadanya. Hal ini
dikuatkan oleh firman Allah dalam surat al-Ahzab ayat 33:
... وال ت ب رجن ت ب رج الجاهلية األولى ...
“dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyyah
yang dahulu.”17 c. Tidak Berpakaian tipis
Bahan pakaian wanita muslimah tidak boleh sedemikian tipis sehingga tidak
menyembunyikan warna kulit yang ditutupinya.
1) Pernah Rasulullah dihadiahi sepotong bahan pakaian tipis. Ia kemudian
menghadiahkannya pada Usamah bin Zaid yang pada gilirannya,
menghadiahkannya kepada istrinya. Mengetahui itu Rasulullah Saw
bersabda: “Mintalah ia agar memakai ghalalah (suatu bahan pakaian
16 Khalid bin Abdurrahman Asy-Syayi’, Bahaya Mode, (Jakarta: Gema Insani, 1993), hal. 37. 17 Muhammad Syafi’ie al-Bantani, Bidadari Dunia- Potret Ideal Wanita Muslim, (Jakarta: Qultum
Media, 2005), hal 29.
24
tebal yang dipakai di bawah jilbab) karena aku khawatir bahwa jilbab
itu akan menunjukan ukuran tulang-tulangnya (atau, bentuk tibuhnya).”
2) Pernah, Asma mengunjungi Aisyah, kakaknya. Ketika Rasulullah Saw
melihat bahwa pakaian Asma tidak cukup tebal, Rasulpun memalingkan
mukanya.
ها يا أن أسماء بنت أبي بكر دخلت على رسول الله صلى الله عليه وسلم وعل ي ها رسول الله رقاق المرأة ذا ب لغت اء ن صلى الله عليه وسلم وقال يا أسم فأعرض عن
ها ال هذا وهذا وأشار لى وجهه وكفيه المحيض لم تصلح أن ي رى من Artinya: Aisyah meriwayatkan, bahwa saudaranya yaitu Asma’ binti
Abubakar pernah masuk di rumah Nabi dengan berpakaian tipis
(transparan) sehingga tampak kulitnya. Kemudian beliau berpaling dan
mengatakan: “Hai Asma’! Sesungguhnya seorang perempuan apabila
sudah datang waktu haidh, tidak patut diperlihatkan tubuhnya, melainkan
ini dan sambil ia menunjuk muka dan dua tapak tangannya”. (H.R Abu
Dawud)18
3) Pada kesempatan lain, ketika Rasulullah melihat seorang mempelai
wanita memakai pakaian yang tipis, Rasulullah bersabda: “Bukanlah
wanita yang beriman pada surat an-Nūr yang menggunakan pakaian
seperti ini.”
4) Juga, beberapa wanita yang menggunakan pakaian tipis dari Bani
Taimin pernah mengunjungi Aisyah. Melihat mereka Rasulullah
bersabda: “jika kamu orang-orang mukmin maka (ketahuilah bahwa)
ini bukanlah pakaian orang-orang mukmin.”
18 Abu Daud, Sunan Abu Daud, kitab Pakaian, Bab “Perhiasan yang boleh ditampakan oleh
wanita”, No. Hadis 3580.
25
5) Pernah suatu hari, Hafshah binti Abdurahman masuk ke rumah Aisyah
dengan menggunakan kerudung tipis. Serta merta Aisyah mencabik
kerudung tipisnya dan menggantinya dengan kerudung yang tebal.19
d. Berpakaian Longgar
Rasulullah Saw bersabda:
، عن سهيل، عن أبيه، عن أبي هري رة، قال قال رسول نا جرير ر بن حر ، حد ني زهي لله احدفان من أهل النار لم أرهما ق وم معهم سياط كأذناصلى اهلل عليه وسلم لب قر يضربون بها اصن
الجنة الناس ونساء كاسيات عاريات مميالت مائالت رءوسهن كأسنمة البخت المائلة ال يدخلن وال يجدن ريحها ون ريحها ليوجد من مسيرة كذا وكذا
“Ada dua golongan dari penduduk Neraka yang aku belum pernah melihat
mereka sebelumnya. (pertama) Sekelompok kaum yang memiliki cambuk-cambuk
seperti ekor-ekor sapi, yang mereka gunakan untuk memukuli orang-orang, (kedua)
Para wanita yang berpakaian tapi (hakikatnya) telanjang, berlenggak lenggok dan
sombong, kepala mereka seperti punuk-punuk unta yang miring, mereka tidak
masuk syurga dan tidak akan mencium wanginya, padahal wanginya syurga
tercium dari jarak ini dan itu.” (HR Muslim. No: 3971).
Maka ucapan Rasulullah, telanjang adalah bahwa mereka memakai pakaian
tetapi tidak menutupi yang semestimya tertutup, baik itu karena pendeknya atau
tipisnya atau karena ketatnya, diantaranya adalah yang terbuka bagian dadanya,
karena yang demikian itu meyelisihi perintah Allah, dimana Allah berfirman:
... وليضربن بخمرهن على جيوبهن ...“Dan hendaknya mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya” (Q.S. An-
Nūr: 31)
e. Tidak diharuskan Memakai Parfum
19 Husein Shahab, Jilbab Menurut al-Qur’an dan as-Sunnah, (Bandung: Mizan,1998), hal. 62-63.
26
Wanita muslimah tidak diperkenankan memberikan wewangian pada pakaian
yang dikenakannya. Karena, hal ini dapat menarik perhatian orang. Dalam sebuah
hadis Rasulullah Saw menjelaskan,
“perempuan yang memakai wewangian.lalu, ia melewati para lelaki agar
menghirup wanginya, maka ia telah berzinah (zina mata), begitupula setiap mata
yang memandangnya.” (HR. Tirmidzi dan Abu Dawud).
Itulah sebabnya, seorang muslimah dilarang mengenakan wewangian di luar
rumah. Sebaliknya, dianjurkan bagi wanita muslimah untuk menggunakan
wewangian di dalam rumah, apalagi bagi mereka yang sudah bersuami. Namun,
Islam agama yang bijaksana. Bagi wanita muslimah yang memang memiliki
masalah bau badan, dibolehkan mengenakan wewangian sekedar untuk
menghilangkan (menetralkan) bau badan tersebut agar tidak mengganggu orang
lain di sekitarnya.20
f. Tidak Menyerupai Pakaian Laki-Laki
Laki-laki dan perempuan diciptakan sesuai dengan kekhasannya masing-
masing. Laki-laki dengan sifat-sifat maskulinnya dan perempuan dengan sifat
feminimnya. Maka sewajarnya wanita muslimah berprilaku sebagaimana mestinya
prilaku seorang wanita, baik dalam bertutur kata, berpakaian maupun bergaul.
Dalam hal ini berpakaian, tentu berbeda antara pakaian wanita dan pakaian laki-
laki karena batasan auratnya juga berbeda. Karena itu, wanita dilarang berpakaian
menyerupai pakaian laki-laki, seperti memakai celana pendek. Dalam konteks
20 Muhammad Syafi’ie al-Bantanie, Shalat Jarik Jodoh, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo,
2010), hal. 102-103.
27
kekinian kita bisa menyaksikan fenomena wanita-wanita yang berpenampilan
tomboy (menyerupai laki-laki). Hal ini dilarang dalam Islam.
Rasulullah Saw melaknat wanita yang berpenampilan dan berprilaku
menyerupai laki-laki. Sebuah Hadis menjelaskan.
سة الرجل أن رسول الله صلى اهلل عليه وسلم لعن الرجل ي لبس لبسة المرأة والمرأة ت لبس لب “Rasulullah melaknat laki-laki yang berpakaian menyerupai pakaian wanita
dan wanita yang menyerupai pakaian laki-laki.” (HR. Ahmad no. 8309).
Hadis lain menerangkan,
ت من النساء ها لعن رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم المتشبهين من الرجال بالنساء، والمتشب بالرجال
“Rasulullah SAW melaknat melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan
wanita yang menyerupai laki-laki.” ((HR. Al-Bukhari no. 5885, 9834).21
g. Tidak Menyerupai Pakaian Orang-Orang Non-Muslim ataupun Kafir
Allah SWT berfirman:
ت ولهم منكم يا أي ها الذين آمنوا ال ت تخذوا الي هود والنصارى أولياء ب عضهم أولياء ب عض ومن ي هم ن الله ال ي هدي القوم الظالمين فإنه من
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan orang-orang
Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin (panutan/teladan). Sebagian mereka adalah
pemimpin bagi sebagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu yang menjadikan
mereka sebagai pemimpin, maka sesunggunya orang itu termasuk golongan
mereka. Sesunggunya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang
dzalim.” (Q.S. Al-Maidah : 51)
Syariat Islam telah menetapkan bahwa kaum Muslimin (laki-laki maupun
perempuan) tidak boleh menyerupai kepada orang-orang kafir, baik dalam ibadah,
ikut merayakan hari raya, dan berpakaian khas mereka.22
21 Muhammad Syafi’ie el-Bantani, Shalat Jarik Jodoh, (Jakarta: PT. ALex Media Komputindo),
2010, hal.103-104. 22 Burhan Sodiq, Engkau Lebih Cantik dengan Jilbab, (Sukaharjo: Samdera), 2006, hal. 118.
28
h. Bukan Pakaian Glamor
Pakaian kemasyhuran adalah setiap pakaian yang mempunyai maksud lain, agar
memperoleh kepopuleran di tengah masyarakat, baik pakaian mahal yang
dikenakan untuk tujuan kebanggaan dan kemewahan, atau pakaian murahan untuk
memperlihatkan kezuhudan dan riya’.23
E. Revolusi Penggunaan Jilbab di Indonesia
Kewajiban mengenakan jilbab bagi wanita muslimah sudah diketahui sejak
lama. Sebab telah banyak ulama-ulama Nusantara yang menuntut ilmu di Tanah
Suci. Ilmu yang ditimba di tanah suci, disebarkan kembali ke tanah air oleh para
ulama tersebut. Kesadaran untuk menutup aurat sendiri, sudah dilakukan setidaknya
ketika perempuan sedang sholat . G.F Pijper mencatat, istilah ‘Mukena’, setidaknya
telah dikenal sejak tahun 1870-an di masyarakat sunda. Meskipun begitu,
pemakaian jilbab dalam kehidupan sehari-hari tidak serta merta terjadi di
masyarakat.24
sejak abad ke 19, pemakaian jilbab telah diperjuangkan di masyarakat. Hal itu
terlihat dari sejarah gerakan Paderi di Minangkabau. Gerakan revolusioner ini, turut
memperjuangkan pemakaian jilbab di masyarakat.25
Kala itu, mayoritas masyarakat Minangkabau tidak begitu menghiraukan
syariat Islam, sehingga banyak sekali terjadi kemaksiatan. Menyaksikan itu, para
ulama paderi tidak tinggal diam. Mereka memutuskan untuk menerapkan syariat
23 Muhammad Syafi’ie el-Bantani, Shalat Jarik Jodoh, hal. 103-104. 24 Ali Tantowi, The Quest of Indonesian Muslim Identity Debates on Veiling from the 1920s to
1940s, Journal of Indonesian Islam, v. 04, no. 01 (Jakarta: The Circle of Islamic and Cultural
Studies) 2010, hal. 69. 25 Ali Tantowi, The Quest of Indonesian Muslim Identity Debates on Veiling from the 1920s to
1940s, hal. 63
29
Islam di Minangkabau, termasuk aturan pemakaian jilbab. Bukan hanya jilbab,
aturan ini bahkan mewajibkan wanita untuk memakai cadar.26 Akibat dakwah Islam
yang begitu intens di Minangkabau, Islamisasi di Minangkabau telah meresap
sehingga syariat Islam meresap ke dalam tradisi dan adat masyarakat Minang. Hal
ini dapat kita lihat dari bentuk pakaian adat Minangkabau yang cenderung tertutup.
Ilustrasi perempuan pada masa Paderi. Sumber: Dobbin, Christiine. 1983. Islamic Revivalism in Changing
Peasant Economy; Central Sumatera 1784-1847. Curzon Press: London and Malmo
Di Aceh, seperti juga di Minangkabau, di mana dakwah Islam begitu kuat,
pengaruh Islam juga meresap hingga ke aturan berpakaian dalam adat masyarakat
Aceh. Adat Aceh menetapkan, “orang harus berpakaian sedemikian rupa
sehingga seluruh badan sampa kaki harus ditutupi. Dari itu, sekurang-kurangnja
mereka telah berbadju, bercelana, dan berkain sarung. Ketjantikan dan masuk
angin sudah terdjaga dengan sendirinya. Kepalanja harus ditutup dengan
selendang atau dengan kain tersendiri.” 27
26 Muhamad Radjab, Perang Paderi di Sumatera Barat (1803-1838), (Jakarta: Balai Pustaka)
1964, hal. 23. 27 Moehammad Hoesin, Adat Atjeh, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Daerah Istimewa
Atjeh:Aceh, 1970, hal. 152-153.
30
Potret Istri Panglima Polim Sigli tahun 1903. Foto ini diperkirakan berasal dari Mayor K. van
der Maaten. Sumber: KITLV Digital Media Library (http://media-kitlv.nl/all-
media/indeling/detail/form/advanced/start/4?q_searchfield=polim)
Menjelang abad ke 20, teknologi cetak yang telah lazim di tanah air turut
membantu penyadaran kewajiban perempuan untuk berjilbab di masyarakat.
Sayyid Uthman, seorang ulama dari Batavia menulis persoalan jilbab ini dalam
bukunya ‘Lima Su’al Didalam Perihal Memakai Kerudung’ yang terbit pada
Oktober 1899.28 Tidak hanya perkembangan teknologi cetak, gerakan reformasi
Islam dari timur tengah, khususnya dari Mesir turut mempengaruhi dakwah di
Indonesia. Salah satunya yang terdapat di Sumatera Barat.
Gerakan yang dipelopori oleh ‘Kaoem Moeda’ ini menggemakan kembali
kewajiban jilbab di masyarakat Minangkabau. Syaikh Abdul Karim Amrullah yang
biasa dikenal dengan nama Haji Rasul ini, amat vokal menyuarakan kewajiban
wanita muslim menutup aurat. Menurutnya, aurat wanita itu seluruh tubuh.29 Ayah
Buya Hamka ini mengkritik keras kebaya pendek khas Minangkabau. Kritik beliau
28 Ali Tantowi, The Quest of Indonesian Muslim Identity Debates on Veiling from the 1920s to
1940s, hal. 71. 29 Hamka, Muhammadiyah di Minangkabau,(Jakarta: Nurul Islam), 1974, hal. 49.
31
dapat kita lihat dalam bukunya, Cermin Terus. Kritik keras terhadap pakaian wanita
ini kemudian menjadi polemik di masyarakat.30
Di pulau Jawa, banyaknya wanita muslim yang tidak menutupi kepala,
mendorong gerakan reformis muslim menyiarkan kewajiban jilbab. Pendiri
Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan aktif menyiarkan dan menyatakan bahwa
jilbab adalah kewajiban bagi wanita Muslim sejak 1910-an. Ia melakukan dakwah
jilbab ini secara bertahap.
Awalnya ia meminta untuk memakai kerudung meskipun rambut terlihat
sebagian. Kemudian ia menyarankan mereka untuk memakai Kudung Sarung dari
Bombay. Pemakaian kudung ini dicemooh oleh sebagian orang. Mereka
mencemoohnya dengan mengatakan,“Lunga nang lor plengkung31 bisa jadi
kaji” (pergi ke utara plengkung, kamu akan jadi haji). Namun KH. Ahmad Dahlan
tak bergeming. Ia berpesan kepada murid-muridnya, “Demit ora dulit, setan ora
Doyan, sing ora betah bosok ilate,” (Hantu tidak menjilat, setan tidak suka yang
tidak tahan busuk lidahnya). Upaya menggemakan kewajiban jilbab ini terus
berjalan. Tak hanya itu, ia mendorong wanita untuk belajar dan bekerja, semisal
menjadi dokter, ia tetap menekankan wanita untuk menutup aurat dan melakukan
pemisahan antara laki-laki dan perempuan.32 Organisasi Muhammadiyah
sendiri pernah mengungkapkan aurat wanita adalah seluruh badan, kecuali muka
dan ujung tangan sampai pergelangan tangan.
30 Ali Tantowi, The Quest of Indonesian Muslim Identity Debates on Veiling from the 1920s to
1940s, hal. 71 31 Lokasi rumah KH. Ahmad Dahlan berada di selatan dari perempatan Jalan Kauman. Di setiap
sudut jalan terdapat gerbang yang dihiasi plengkung. 32 Ali Tantowi, The Quest of Indonesian Muslim Identity Debates on Veiling from the 1920s to
1940s, hal. 71.
32
Upaya memperjuangkan jilbab tak sedikit mendapat pertentangan. Perang
kata-kata melalui media massa mewarnai era 1930-40an. Majalah Aliran
Baroe yang berafiliasi dengan Partai Arab Indonesia (PAI), tidak mendukung
kewajiban jilbab. Majalah ini berseteru dengan beberapa pihak. Sikap PAI yang
tidak mengurusi soal jilbab ini mendapat kritikan dari Siti Zoebaidah melalui
majalah Al Fatch. Lewat majalah milik Aisyiyah –organisasi perempuan yang
menginduk pada Muhammadiyah- ini,33 Siti Zoebaidah menegaskan bahwa wajib
bagi kaum muslimat memakai jilbab.34 Kaum Aisyiyah memang dikenal selalu
memakai jilbab. Hal ini diungkap dalam Majalah Berita Tahunan Muhammadiyah
Hindia Timur 1927 bahwa, “Rambut kaum Aisyiyah selalu ditutup dan tidak akan
ditunjukkan, sebab termasuk aurat.”
Jika pada masa sebelum kemerdekaan perjuangan jilbab diwarnai polemik
di media massa, namun di orde baru perjuangan jilbab semakin berat. Perjuangan
umat Islam khususnya muslimah mendapat tentangan keras dari pemerintah,
khususnya pejabat dinas pendidikan dan pihak militer.
Awal tahun 1980-an memang merupakan periode konflik antara Islam dan
Pemerintah. Kedua pihak saling berlawanan atau konflik antara Islam dan
pemerintah. Kedua pihak kerap bersitegang. Politik Pemerintah Orde Baru yang
represif terhadap umat Islam turut memperkeruh persoalan ini.35
Pada kasus jilbab ini, Depdikbud rupaya tidak bisa menutupi sikap
curiganya terhadap siswi berjilbab. Sebagaimana pada kasus Tri Wulandari di
33 Ali Tantowi, The Quest of Indonesian Muslim Identity Debates on Veiling from the 1920s to
1940s, hal. 79. 34 Majalah Aliran Baroe No. 17 Desember 1939 hal.11 dan 15. 35 Alwi Alatas dan Fifrida Desliyanti,Revolusi Jilbab Kasus Pelarangan Jilbab di SMA Negeri se-
Jabodetabek, 1982-1991, (Jakarta:Al-I’TISHOM), 2001, hal. 31
33
Jember. Pihak Kodim 0824 Jember sempat memanggilnya karena dicurigai sebagai
anggota Jamaah Imron. Jilbab pada saat itu dianggap sebagai perwujudan
gerakanpolitik yang mengancam pihak pemerintah. Perjuangan pemakaian jilbab
selama bertahun-tahun, yang diwarnai sikap represif aparat, pendidik dan pejabat
akhirnya membuahkan hasil. Keringat, derita, stigma dan air mata demi menjaga
kemuliaan wanita itu mampu mejadi pembuka jalan bagi diterimanya jilbab di
Indonesia.
Perjuangan syariat jilbab memang bukan perkara mudah. Semenjak
masuknya Islam ke nusantara, terjadi proses bertahap dalam menjadikan jilbab
sebagai bagian dari masyarakat di nusantara. Proses bertahap ini berbeda-beda di
setiap wilayahnya. Di daerah dikenal Islam berpengaruh amat kuat seperti Aceh dan
Minangkabau, Islam telah meresap jauh ke adat masyarakat hingga ke soal
berpakaian sehingga membuat masyarakatnya lebih mudah untuk berpakaian lebih
tertutup.
Kebijakan-kebijakan kolonial yang kerap mencoba memisahkn Islam dari
masyarakat memperberat perjuangan ini. Jilbab dalam kehidupan sehari-hari pun
sempat menjadi sesuatu yang asing dari hati umat Islam. Namun Jilbab tak pernah
benar-benar lepas dari hati wanita di nusantara. Ibadah sholat lima waktu yang
mewajibkan menutup aurat wanita, membuat jilbab tetap hadir meski tidak setiap
saat. Terus bertambahnya arus umat dan ulama yang pergi ke tanah suci,
menggelorakan dakwah di tanah air. Perjuangan ulama yang memanfaatkan media
massa turut menghidupkan dakwah jilbab di Indonesia. Peran-peran ormas Islam
semacam NU, Muhammadiyah, Al irsyad, dan Persis yang dengan gigih
menanamkan kesadaran berjilbab di masyarakat, perlahan tapi pasti, mampu
34
mengubah rupa wanita Indonesia dalam teduhnya kemuliaan jilbab. Tekad baja para
muslimah muda dalam memperjuangkan jilbab di masa orde baru akhirnya
mendobrak halangan berjilbab.36
F. Pakaian Muslimah di Zaman Modern
Perkembangan zaman semakin pesat, semuanya serba-serbi modern. Di mulai
dari tekhnologi, transportasi hingga ke fashion yang mengalami perkembangan
cukup pesat. Perkembangan inipun selalu diikuti oleh setiap orang, karena secara
tidak sadar siapapun, karena secara tidak sadar siapapun akan menerapkan
perkembangan ini, fasion muslim pun tidak kalah, semakin hari semakin banyak
model busana muslim yang dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat muslim. Selain
model yang semakin berkembang, perkembangan mode dalam pengunaannya pun
semakin lama semakin tidak sesuai dengan penggunaan hijab atau busana muslim
yang di syari’atkan oleh Islam.
Di antara fenomena yang sekarang menjamur dan berbahaya adalah model
pakaian ketat dan terlihatnya bentuk lekuk tubuh seorang wanita. Padahal Allah dan
Rasul_Nya menyuruh kaum perempuan untuk menggunakan hijab yang menutupi
seluruh anggota tubuh agar tidak nampak sedikitpun auratnya.
Ironisnya banyak diantara wanita yang lalai akan hal tersebut. Bahkan
sebagian mereka mengenakan jilbab yang bermodel dan berbagai gaya dengan
istilah jilbab gaul untuk menarik padangan laki-laki.
Dalil yang menunjukan hendaknya wanita tidak memakai pakaian ketat
adalah hadis Utsamah bin Zaid dimana pernah berkata:
36 Andy Ryansyah, dalam Artikel Jejak Islam Untuk Bangsa. Perjuangan Panjang Jilbab Di
Indonesia, di publikasi pada 09 Maret 2015.
35
كسوتها قبطية كثيفة كانت مما أهدى له دحية الكلبي ف وسلمصلى اهلل عليه كساني رسول اهللاهلل! : مالك ال تلبس القبطية؟ فقلت: يا رسول رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلمامرأتي، فقال
تصف حجم عظامها كسوتها امرأتي، فقال: مرها أن تجعل تحتها غاللة فإني أخاف أن
Rasulullah SAW pernah memakaikanku baju Quthbiyyah yang tebal. Baju
tersebut lalu dihadiahkan oleh Dihyah Al-Kalbi kepada beliau. Lalu aku
memakaikan baju itu kepada isteriku. Suatu kala Rasulullah SAW menanyakanku:
“kenapa baju quthbiyyah tidak kau pakai?” kujawab: “baju tersebut aku
pakainkan kepada isteriku wahai Rasulullah”, lalu beliau berkata “suruh ia
memakai baju rangkap di dalamnya aku khawatir Quthbiyyah itu menggambarkan
bentuk tulangnya”. 37
Ini adalah sejelas jelasnya dalil yang menunjukan tidak bolehnya
mengenakan pakaian yang membentuk lekuk tubuh sehingga tampaklah aurat
wanita. Bahkan nampak pula warna kulitnya. 38
Syaikh al-Albani pernah mengatakan, “Tujuan pakaian muslimah adalah agar
tidak menggoda. Tujuan ini dapat tercapai hanya dengan wanita berbusana longgar.
Adapun berbusana berbusana ketat walau itu menutupi warna kulit, namun masih
menampakan bentuk lekuk tubuh seluruhnya atau sebagiannya. Sehingga hal ini
pun menggoda pandangan para pria. Dan sangat jelas hal ini menimbulkan
kerusakan tanpa diragukan lagi. Sehinnga pakaian muslimah haruslah longgar
(tidak ketat).”39
37 HR.Ahmad dengan sanad layyin, namun ada penguat dalam riwayat Abu Daud sehingga derajat
hadis ini Hasan, juga Imam Muslim berhujjah dengan hadis ini dan Bukhori memakai sebagai
syawahid. 38 Syaikh Amru bin Abdi Al-Mun’in Salim, Jilbab Mar’ah Al-Muslimah, hal. 23. 39 Amru bin abdi al-Mun’in salim, Jilbab Al-Mar’ah Al-Muslimah, hal. 131.
36
BAB III
OTENTISITAS DAN PEMAHAMAN HADIS WANITA BERPAKAIAN
TAPI TELANJANG
A. Otentisitas Hadis “Wanita Berpakaian Tetapi Telanjang”.
a. Teks Hadis dan Terjemah
ث نا جرير، عن سهيل، عن أبيه، عن أبي هري رة، قال قال رسول ر بن حرب، حد ثني زهي لله احدفان من أهل النار لم أرهما ق وم معهم سياط كأذناب الب قر يضربون صلى اهلل عليه وسلم بها صن
الجنة الناس ونساء كاسيات عاريات مميالت مائالت رءوسهن كأسنمة البخت المائلة ال يدخلن وال يجدن ريحها وإن ريحها ليوجد من مسيرة كذا وكذا
Artinya: Zuhair bin Harb telah memberitahukan kepadaku, Jarir telah
memberitahukan kepada kami, dari Suhail, dari ayahnya, dari Abu Hurairah R.A
berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Ada dua golongan dari penduduk Neraka
yang aku belum pernah melihat mereka sebelumnya. (pertama) Sekelompok kaum
yang memiliki cambuk-cambuk seperti ekor-ekor sapi, yang mereka gunakan untuk
memukuli orang-orang, (kedua) Para wanita yang berpakaian tapi (hakikatnya)
telanjang, berlenggak lenggok dan sombong, kepala mereka seperti punuk-punuk
unta yang miring, mereka tidak masuk syurga dan tidak akan mencium wanginya,
padahal wanginya syurga tercium dari jarak ini dan itu.” (HR Muslim. No: 3971)1
b. Takhrij Hadis
Takhrij hadis adalah penulusuran atau pencarian hadis pada berbagai kitab
sebagai sumber asli dari kitab hadis yang bersangkutan, yamg mana di dalam
sumber itu dikemukakan secara lengkap matn dan sanad hadis yangbersangkutan.
Kegiatan takhrij hadis bagi seorang peneliti hadis sangatlah penting, tanpa
melakukannya maka akan sulit diketahui asal-usul riwayat hadis yang akan diteliti.
Dengan demikian ada tiga hal yang menyebabkan pentingnya kegiatan takhrij hadis
dalam melaksanakan penelitian hadis,2 yaitu:
1 Sahīh Muslim, Kitab Libas wa al-Zinah, Bab Nisā’un Kāsyiyatun ‘Āriyātun al-Māilat al-
Mumīlat. No 3971. 2 M. Syuhudi Ismail, Metode Penelitian Hadis (Jakarta: Bulan Bintang , 2007) cet ke-2, hal. 42.
37
1. Untuk mengetahui asal-usul hadis yang akan diteliti
2. Untuk megetahui seluruh riwayat bagi hadis yang akan diteliti
3. Untuk mengetahui ada atau tidak adanya Syahid dan Mutabi’ pada sanad
yang akan diteliti.
Ada empat metode dalam melakukan kegiatan takhrij, yaitu: Pertama: melalui
nama sahabat yang meriwayatkan hadis tersebut, Kedua, melalui awal matan hadis,
Ketiga, melalui kata-kata fi’il atau terambil dari fi’il yang jarang digunakan, dan
Keempat, melalui tema.3
Shahih Muslim no. 5704.
ر بن حرب ثنى زهي ث نا جرير عن سهيل عن أبيه عن أبى هري رة قال ق حد صلى ال رسول الله حدفان من أهل النار لم أرهما ق وم معهم سياط كأذناب الب قر يضربون بها اهلل عليه وسلم صن
ال يدخلن الجنة عاريات مميالت مائالت رءوسهن كأسنمة البخت المائلة الناس ونساء كاسيات وال يجدن ريحها وإن ريحها ليوجد من مسيرة كذا وكذا.
Artinya: Zuhair bin Harb telah memberitahukan kepadaku, Jarir telah
memberitahukan kepada kami, dari Suhail, dari ayahnya, dari Abu Hurairah R.A
berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Ada dua golongan dari penduduk Neraka
yang aku belum pernah melihat mereka sebelumnya. (pertama) Sekelompok kaum
yang memiliki cambuk-cambuk seperti ekor-ekor sapi, yang mereka gunakan untuk
memukuli orang-orang, (kedua) Para wanita yang berpakaian tapi (hakikatnya)
telanjang, berlenggak lenggok dan sombong, kepala mereka seperti punuk-punuk
unta yang miring, mereka tidak masuk syurga dan tidak akan mencium wanginya,
Padahal wanginya syurga tercium dari jarak ini dan itu.
Hadis Riwayat Sunan al-Baihaqy Al-Kubra no. 3077.
ث نا جرير عن سهيل عن أبيه عن أبى هري رة قال قال رسو ر بن حرب حد ثنى زهي ل الله صلى حدفان من أهل النار اهلل عليه وسلم الناس ر يضربون بهالم أرهما ق وم معهم سياط كأذناب الب ق صن
جنة وال ونساء كاسيات عاريات مميالت مائالت رءوسهن كأسنمة البخت المائلة ال يدخلن ال يجدن ريحها وإن ريحها لتوجد من مسيرة كذا وكذا
3 Bustamin, dan M. Isa H.A. Salam, Metodologi Kritik Hadis (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,
2004), cet ke-1, hal. 28.
38
Artinya: Zuhair bin Harb telah memberitahukan kepadaku, Jarir telah
memberitahukan kepada kami, dari Suhail, dari ayahnya, dari Abu Hurairah R.A
berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Ada dua golongan dari penduduk Neraka
yang aku belum pernah melihat mereka sebelumnya. (pertama) Sekelompok kaum
yang memiliki cambuk-cambuk seperti ekor-ekor sapi, yang mereka gunakan untuk
memukuli orang-orang, (kedua) Para wanita yang berpakaian tapi (hakikatnya)
telanjang, berlenggak lenggok dan sombong, kepala mereka seperti punuk-punuk
unta yang miring, mereka tidak masuk syurga dan tidak akan mencium wanginya,
Padahal wanginya syurga tercium dari jarak ini dan itu
Syarah Sunan Al-Baghdawi
د ، ث نا عبد الغافر بن محم د ، حد د بن أ أخب رنا إسماعيل بن عبد القاهر بن محم خب رنا محمث اج ، حد ث نا مسلم بن الحج د بن سفيان ، حد ي ن عيسى الجلودي ، أخب رنا إب راهيم بن محم
ث نا جرير ، عن سهيل ، عن أبيه ، عن أبي هري رة ، ق ر بن حرب ، حد قال رسول الله ال زهي فان من أهل النار لم أرهما ق وم معهم سياط كأذناب الب ر يضربون ق صلى الله عليه وسلم صن
لمائلة ، ال أسنمة البخت ابها الناس ، ونساء كاسيات عاريات مميالت مائالت رءوسهن ك يدخلن الجنة ، وال يجدن ريحها ، وإن ريحها لتوجد من مسيرة كذا وكذا
Artinya: Telah mengabarkan kepada kami Isma’il Ibn Qahir Ibn Muhammad,
telah memberitahukan kepada kami Abd al-Gafir ibn Muhammad, telah
mengabarkan kepada kami Muhammad ibn ‘Isa al-Juludi, telah mengabarkan
kepada kami Ibrahim ibn Muhammad Sufyan, telah memberitahukan kepada kami
muslim ibn Hajjaj, Zuhair bin Harb, telah memberitahukan kepadaku, Jarir telah
memberitahukan kepada kami, dari Suhail, dari ayahnya, dari Abu Hurairah R.A
berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Ada dua golongan dari penduduk Neraka
yang aku belum pernah melihat mereka sebelumnya. (pertama) Sekelompok kaum
yang memiliki cambuk-cambuk seperti ekor-ekor sapi, yang mereka gunakan untuk
memukuli orang-orang, (kedua) Para wanita yang berpakaian tapi (hakikatnya)
telanjang, berlenggak lenggok dan sombong, kepala mereka seperti punuk-punuk
unta yang miring, mereka tidak masuk syurga dan tidak akan mencium wanginya,
Padahal wanginya syurga tercium dari jarak ini dan itu Hadis Riwayat Ibnu Hibban 7621
ث نا إسحاق بن إب راهيم، قال أخب رنا جر ، قال حد د األزدي عبد ير بن أخب رنا عبد الله بن محمفان من الحميد، عن سهيل بن أبي صالح، عن أبيه، عن أبي هري رة، عن رسول الله قال " صن
ات عاريات أمتي لم أرهما ق وم معهم سياط مثل أذناب الب قر يضربون بها الناس، ونساء كاسي حها، مائالت مميالت، رؤوسهن مثل أسنمة البخت المائلة، ال يدخلون الجنة، وال يجدون ري
من لوإن ريحها لتوجد من مسيرة كذا وكذا "، المائلة من التبختر، والمميالت من ا س
39
Hadis Riwayat Ahmad bin Hanbal no 8464.
ث نا شريك، عن سهيل بن أب حدثنا عبد اهلل حدثني أبي ث نا أسود بن عامر، حد ي صالح، عن حدفان من أهل ال أراهما ب عد، نساء كاسيات نار ال أبيه، عن أبي هري رة، قال قال رسول الله " صن
ال يجدن عاريات، مائالت مميالت، على رءوسهن أمثال أسنمة البخت المائلة، ال ي رين الجنة و ون بها الناس "ريحها، ورجال معهم أسواط كأذناب الب قر، يضرب
Hadis Riwayat Musnad Ahmad no. 8665. ث نا شريك عن سهيل بن أبي صالح عن أبيه عن أبي هري ر ث نا أسود بن عامر حد ة قال قال حد
فان من رسول الله صلى الله عليه وسلم عد نساء كاسيات عاريات ال أراهما ب أهل النار صن يحها ورجال مائالت مميالت على رءوسهن مثل أسنمة البخت المائلة ال ي رين الجنة وال يجدن ر
بون بها الناس معهم أسواط كأذناب الب قر يضر c. Analisa Sanad Hadis
Adapun rangkaian nama-nama para para periwayat hadis pada jalur periwayatan
Imam Muslim adalah:
رسول اهلل ص م
ابو هرىرة
ابى صالح
سهىل بن ابى صالح
جرىر بن عبد الحمىد
زهىر بن حرب
40
مسلم
Berikut adalah paparan Biografi dan Kualitas dari para Perowi:
1. Abu Hurairah ad-Dausi al-Yamani (w. 58 H)
Nama lengkapnya adalah Abdurrahman bin Sakhrh, Abdullah bin ‘Adz,
Abdurrahman bin Ghonam. Wafat pada tahun 58 H, pada usianya yang ke-78 tahun.
Ia meriwayatkan hadis dari Rasulllah saw, Ubay bin Ka’ab, Usamah bin Zaid bin
Haritsah. Sedangkan yang meriwayatkan hadis darinya antara lain adalah Ibrahim
bin Isma’il, Ibrahim bin Abdullah bin Hunain, Nafi’ bin Jubair bin Muth’am atau
disebut juga Nafi’ Ibn Abi Anas (Abu Suhail).
Menurut al-Waqidi, ia adalah seorang yang jujur. Bukhari berkata, banyak
perawi yang meriwayatkan hadis dari Abu Hurairah, kira-kira delapan ratus orang
aau lebih dari kalangan ahli ilmu, sahabat-sahabat Nabi, tabi’in dan lain-lain.4
2. Abi Sholeh As-Saman (w.101 H)
Nama lengkapnya Abi Sholeh as-Saman az-Ziyad al-Madani. Beliau tinggal di
Madinah, wafat pada tahun 101 H.
Ia meriwayatkan hadis dari 72 orang. Antara lain: Abi bin Ka’ab al-Ansori,
Anas bin Malik al-Ansori, Ibrahim bin Abdillah, Ishak Maula Zaidah, al-Haris bin
Muhallad bin Abi Wida’ah, jabir bin Samroh, Jabir bin Abdurrahman al-Ansori,
Abu Zar al-Ghifari, Khorijah bin Zaid al-Ansori, Ramlah binti Abi Sopyan, Zazan
al-Kindi, Abu Hurairah, Abdullah bin Mas;ud, Umar bin Ash, dan uwaimar bin
malik al-Ansori.
4 Hafidz Jamaluddin Abi Al-Hajjaj Yusuf al-Mazzi, Tahdzib al-Kamal fi asma’ al-Rijal, juz 22,
(kairo: Darul Fiqr), hal. 131.
41
Murid-muridnya berjumlah 192 orang, antara lain: anaknya Suhail dan Sholeh,
Abdullah, Atha’ bin Abi Ribah, Abdullah bin Dinar, al-Hakam ibnu Atiyah, Asyim
bin Bahdalah, Abdu ibn Aslam, Abu Hazim Salman bin Dinar, Asim bin Bahdalah,
Abdul Azis bin Rafi’, Umar bin Dinar, dan Yahya bin Said al-Ansori.
Kometar ulama tentang Abu Sholeh as-Saman, Menurut Abdullah bin Ahmad,
dan Ahmad bin Hanbal Ia adalah seorang Tsiqah, tsiqah. Yahya bin Mu’in, dan
Abdillah al-Ajali menjelaskan ia adalah seorang tsiqah. Az-Zahabo berkata ia
diantara imam yang Tsiqah.5
3. Suhail bin Abi Sholeh (w. 138 H)
Nama lengkapnya Zakhwan as-Saman Abu Yazid al-Madani Maula Juwariyah
binti al-Ahmas al-Ghathfani, lahir tahun 101 tinggal di Madinah. Ia meriwayatkan
hadis dari 52 guru antara lain: al-Haris bin Muhallid al-Anshori az-Zirqi, Habib bin
Hasan al-Kaufi, dan ayahnya Abi Sholeh Zakhwan as-Saman, Robiah bin Abi
‘Abdurrahman, Sa’id bin ‘Abdurrahman bin Abi Sa’id al-Khudri, Said bin
Abdurrahman bin Mukmil al-A’ma, Said bin Musayyab, Abi Habbab Said bin
Yasar, dan Sulaiman al-A’Mas.
Orang yang meriwayatkan hadis darinya adalah Isma’il bin Zakariya, Zuhair
bin Muawiyyah, Kholid bin Abdullah, dan lai-lain sebanyak 201 orang.
Komentar ulama tentang Syhail, beliau adalah orang yang tsabat, la’ba’sa bihi
maqbul al-akhbar, tsiqah. Nasa’i berkata, Suhail Laisa bihi ba’sa.
4. Jarir bin Abdul Hamid (w. 188 H)
5 Hafidz Jamaluddin Abi Al-Hajjaj Yusuf al-Mazzi, Tahdzib al-Kamal fi asma’ al-Rijal, juz 33,
hal. 419.
42
Nama lengkapnya adalah Jarir bin Abdul Hamid bin Qurtub al-Dhaby, Abu
Abdillah ar-Razy al-Qhadi. dilahirkan di kota Ashbihan tahun 107 H (menurut
Hanbal bin Ishaq), 110 H (menurut Hanbal bin Ishaq dari Muhammad bin Hamid)
dandibesarkan di kota Kuffah, serta wafat tahun 188 H.6
Ia meriwayatkan hadis 166 guru antara lain: Abdullah Malik bin ‘Amir, Abi
Ishaq As-Syaibani, Yahya bin Sa’id al-Ansori, Sulaiman at-Taimi, al-A’mas, ‘Asim
al-Ahwal, Suhail bin Abi Sholeh, Abdul Azis bin Rafi’, Imaroh bin Qoqa’, Isma’il
bin Abi Khalid, Abi Hayyan at-Tamimi, ‘Atha bin al-Saib dan lai-lain.7
Adapun murid-murid yang meriwayatkan hadis darinya 223 orang antara lain
yaitu: Ishaq bin Rahwiyah, Abnā Abī Syaibah, Qutaibah, Abu Haisyamah, Yahyā
bin Yahyā, Abū Khaistumah, Zuhair bin Harb dan jlain-lain.8
Komentar para ulama tentang jarir bin Abul Hamid, Menurut imam an-Nasai’,
al-‘Ajali, Abu Al-Qasim al-Alkai, ibnu Abi Hatim, Ibnu Hibban, Abu Ahmad al-
Hakim, al-Kholili , ia seorang Tsiqah, ibnu Kharas berkata Jarir adalah seorang
yang benar. Khalili berkata beliau adalah seorang yang Tsiqah, begitu juga dengan
Abu al-Lalikāi yang sepakat dengan ke-Tsiqahan-nya.9
5. Zuhair Bin Harb (w 234 H)
Nama lengkapnya adalah Zuhair bin Harb bin Syaddād al-Harasyiy, Abu
Kaitsamah al-Nasai. beliau lahir pada tahun 160 H dan meninggal pada tahun 234
H dalam usianya 74 tahun malam kamis pada bulan Sya’ban pada masa khalifah
Ja’far al-Mutawakkil. Beliau hidup dan tinggal di Bagdad.
6 Ibn Hajar al-‘Asqalani, Tahdzib at-Tahdzib, juz II, (Inida: Da’irah al-Ma’arif an-Nidzomiyah),
13325 H, hal. 7 al-‘Asqalani, Tahdzib at-Tahdzib, juz II, hal. 41. 8 al-‘Asqalani, Tahdzib at-Tahdzib, juz II, hal. 41. 9 al-‘Asqalani, Tahdzib at-Tahdzib, juz II, hal. 41.
43
Ia meriwayatkan hadis dari 239 orang guru antara lain: Ahmad bin Ishak al-
Hadromi, Abi al-Jawab al-Ahwas bin Jawab,’Isa ibnu at-Thabba, Jarir bin Abdil
Hamid, Husen bin Muhammad al-Maruzi, dan lain-laina.
Murid-murid yang meriwayatkan hadis darinya 120 orang antara lain: Bukhari,
Muslim, Abu Daud, Ibnu Majjah, Ibrahim bin Ishak, al-Harbi, Abu Ya’la Ahmad
bin Ali bin al-Masna al-Mausuli
Komentar para ulama tentang Zuhair bin Harb, menurut Imam Nasa’i ia seorag
yang tsiqah makmun, Husein bin Fahmi mengatakan bahwa ia adalah orang yang
tsiqah sabtun, abu bakar al-Khatib mengatakan bahwa ia adalah seorang yang
tsiqah, tsabit, hafidz dalam bidang hadis. Demikian pula Ibnu Hibban berkomentar
bahwa ia seorang yang Tsiqah, muttaqin, dhabit.10
6. Imam Muslim (w 261 H )
Nama lengkapnya adalah Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim Abu al-Husain al-
Qusyairi al-Naisaburi. Wafat 261 H. Lahir di Naisabur pada tahun 204 H.
Diantara nama-nama guru Imam Muslim adalah al-Qa’nabi, Ahmad bin Yunus,
Isma’il bin Abi Uwais, Dawud bin ‘Amr al-Dhabyi, al-Haistman binKharijah,
Syaiban bin Farukh, dan masih banyak lagi.
Dari riwayat Imam Muslim diketahui orang-orang yang pernah jadi muridnya,
yaitu Ahmad bin Salamah, at-Turmudzi, Ibrahim bin Abi Thalib, Abu ‘Amr al-
Khaffaf, dan masih banyak lagi.
Komentar ulama mengenai Imam Muslim diantaranya menurut salah satu
muridnya, Ibn Abī Hatim menilai gurunya ini orang yang tsiqah, mempunyai
pegetahuan dan pemahaman yang sangat baik tentang hadis. Muhammad bin
10al-‘Asqalani, Tahdzib at-Tahdzib, juz III, hal. 169-171.
44
Basyar salah seorang guru Imam Muslim menyebutkan “al-Huffadl” (orang yang
mempunyai hapalan luar biasa) ada empat, Abu Zuhrah, Muhammad bin Isma’il,
al-Darimi dan Imam Muslim.11
Analisa Sanad
Bertitik tolak pada uraian di atas, dapat diketahui bahwa hadis Nabi tentang
Wanita Berpakaian Tetapi Telanjang, pada jalur Imam Muslim selengkapnya:
ر ب ثني زهي ث نا جرير، عن سهيل، عن أبيه، عن أبي هري رة، قال قال رسول احد لله ن حرب، حدفان من أهل النار لم أرهما ق وم معهم سياط كأذناب الب قر يضربون صلى اهلل عليه وسلم بها صن
نة اء كاسيات عاريات مميالت مائالت رءوسهن كأسنمة البخت المائلة ال يدخلن الج الناس ونس وال يجدن ريحها وإن ريحها ليوجد من مسيرة كذا وكذا
Adalah Shahih, yaitu sesuai dengan kriteria hadis Shahih sebagai berikut:
1) Bersambung sanad (Ittishal sanaduh), hal ini ditandai dengan adanya
indikator bahwa antara para periwayat yang satu dengan yang lainnya
masing-masing telah memenuhi syarat-syarat periwayatan hadis (tahammul
wa al-ada), diantaranya selain mereka liqa’ (pernah bertemu antara guru
dan murid) juga mu’asharah (pernah hidup pada suatu masa antara guru dan
murid) sehingga hadis yang diriwayatkan benar-benar bersambung dan
bersandar (muttashil dan marfu’) sampai kepada Rasulullah SAW.
2) Keseluruhan periwayat dalam sanad tersebut menunjukan bahwa mereka
adalah para periwayat yang adil dan dhabith (tsiqah).
3) Sanad hadis tersebut di dalamnya tidak ditemukan adanya kejanggalan
(Syudzudz) dan tidak ada cacat (‘illat).
11 al-‘Asqalani, Tahdzib at-Tahdzib, juz X, hal. 113.
45
4) Pada matan hadis juga tidak ditemukan adanya kejanggalan (syudzudz) dan
tidak ada cacat (‘illat)
Untuk membuktikan validitas pernyataan di atas dapat dilihat pada tabel
tentang rangkaian nama-nama para periwayat pada jalur Imam Muslim, tahun
kelahiran dan wafat serta komentar ulama tentang kualitas masing-masing
periwayat sebagai berikut:
No Nama
Periwayat
Shigat
Tahammul
wa al-
Ada’
Tanggal
Lahir dan
Wafat
Komentar Ulama
Ta’dil Tarjih
1 Abu
Hurairah L: 19 H قال
W: 59 H
Ibnu Hajar al-Asqalani:
seorang yang kuat
hafalannya
Abu Hatim bin Hibbab:
Tsiqah
‘Ajjaj al-Khatib:
Hafidz, muttaqin
Dhabit,'adal’h, tsiqah
-
2 Abu
Sholeh W: 101 H Abdullah bin Ahmad عن
dan Ahmad bin Hanbal:
tsiqah tsiqah
-
3 Suhail bin
Abi Sholeh W: 138 H Imam an-Nasa’i: Laisa عن
bihi ba’sa.
-
4 Jarir حدثنا L: 110 H
W: 188 H
Ibnu ‘Ammar: Hujjatun
Al-Ajaly: Tsiqah
Al-Nasa’i: Tsiqah
-
5 Zuhair bin
Harb L: 160 H حدثني
W: 234 H
Muawiyah bin Shalih:
Tsiqah
Abu Hatim: Shaduq
An-Nasa’i: Tsiqah
Ma’mun
-
6 Imam
Muslim L: 204 H روى
W: 261 H
Muhammad bin
Basyar: al-Huffadl,
Tsiqah
Ibnu Abi Hatim: Tsiqah
-
46
d. Kesimpulan (Natijah)
Dengan demikian hadis tentang “Wanita Berpakaian Tetapi Telanjang” pada
jalur Imam Muslim tidak perlu diragukan lagi keshahihannya dan hadisnya dapat
dijadikan Hujjah.
B. PEMAHAMAN HADIS TENTANG WANITA BERPAKAIAN TAPI
TELANJANG
a. Asbab al-Wurud
Hadis tentang “larangan atau peringatan kepada wanita yang berpakaian tetapi
telanjang” oleh Muslim yang bersumber dari Abu Hurairah, Asbab Al-Wurudnya
tidak penulis temukan informasinya baik dalam kitab Al-Bayan wa al-Ta’rif fi
Asbab Al-Wurud karya Abu Hamzah Al-Dimasyqiy maupun yang lainnya.
b. Afirmasi Pemahaman Tekstual Hadis “Wanita Berpakaian Tapi
Telanjang”
Jika ditelaah lebih jauh hadis ini membutuhkan pemahaman yang lebih
mendalam terhadap makna teks dan makna konteks yang dimaksud hadis tersebut,
berikut beberapa penggalan lafadz yang akan dibahas: pertama; كاسيات عاريات,
kedua; مميالت, ketiga; مائالت, keempat; رءوسهن كأسنمة البخت المائلة, dan kelima;
.ال يدخلن الجنة وال يجدن ريحها
Pertama yang akan dibahas adalah lafadz كاسيات عاريات Imam an-Nawawi
dalam Syarh Muslim ketika menjelaskan makna kata di atas mengatakan bahwa ada
beberapa makna:
47
Makna pertama: wanita yang mendapat nikmat Allah, namun enggan
bersyukur kepada-Nya.
Makna kedua: wanita yang mengenakan pakaian, namun kosong dari amalan
kebaikan dan tidak mau mengutamakan akhiratnya serta enggan melakukan
ketaatan kepada Allah.
Makna Ketiga: wanita yang menyingkap sebagian anggota tubuhnya, sengaja
menampakkan keindahan tubuhnya. Inilah yang dimaksud dengan wanita yang
berpakaian tetapi telanjang.
Makna Keempat: wanita yang memakai pakaian tipis sehingga nampak
bagian dalam tubuhnya, wanita tersebut berpakaian, namun sebenarnya telanjang.12
Pengertian yang disampaikan al-Nawawi di atas, ada yang bermakna konkrit
dan ada yang bermakna maknawi (abstrak). Begitu pula dijelaskan oleh ulama
lainnya sebagai berikut:
Ibn Abd’ al-Barr Rahimahullah mengatakan: “Makna Kāsiyatun ‘Āriyatun
adalah wanita yang memakai pakaian yang tipis yang menggambarkan bentuk
tubuhnya, pakaian tersebut tidak menutupi (anggta tubuh yang wajib ditutupi
dengan sempurna). Mereka memang berpakaian, namun pada hakikatnya mereka
telanjang.13
Al-Munawi dalam Faidul Qadir mengatakan mengenai makna Kāsiyatun
‘Āriyatun, “senyatanya memang wanita tersebut berpakaian, namun sebenarnya dia
telanjang. Karena wanita tersebut mengenakan pakaian yang tipis sehingga dapat
12 Imam an-Nawawi, Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Hajjaj (Jakarta: Dar al-Sunnah, 2014) jil
IX, Hal. 226. 13 Syaikh Muhammad Nasiruddin al-Bani, Jilbab Wanita Muslimah, terj Hawin Murtadlo, Abu
Sayyid Sayyaf, al-Tibyan (Yogyakarta: Media Hidayah: 2000), hal. 126.
48
menampakan kulitnya. Makna lainnya adalah dia menampakkan perhiasannya,
namun tidak mau mengenakan pakaian takwa. Makna lainnya adalah dia
mendapatkan nikmat, namun enggan untuk bersyukur pada Allah. Makna lainnya
lagi adalah dia berpakaian, namun kosong dari amalan kebaikan. Makna lainnya
lagi adalah dia menutup sebagian badannya, namun dia membuka sebagian anggota
tubuhnya (yang wajib ditutupi) untuk menampakkan keindahan dirinya.”14
Hal yang sama juga dikatakan oleh Ibnu al-Jauziy. Beliau mengatakan bahwa
makna Kāsiyatun ‘Āriyatun ada tiga makna.
Pertama: wanita yang memakai pakaian tipis, sehingga nampak bagian dalam
tubuhnya. Wanita seperti ini memang memakai jilbab, namun sebenarnya dia
telanjang.
Kedua: wanita yang membuka sebagian anggota tubuhnya (yang wajib
ditutup). Wanita ini sebenarnya telanjang.
Ketiga: wanita yang mendapatkan nikmat Allah, namun kosong dari syukur
kepada-Nya.15
Dari semua pendapat para ulama yang telah penulis kemukakan di atas, tidak
ada makna yang bertentangan, sehingga penulis mencoba menyimpulkan,
Kāsiyatun ‘Āriyatun dimaknakan: wanita yang memakai pakaian tipis sehingga
nampak bagian dalam tubuhnya dan wanita yang berpakaian ketat, membuka
sebagian aurat yang wajib dia tutup.
14 Imam Abdurrouf Al-Munawi, Faidhul Qodir Syarah Al-Jami’ Al-Shogir, (Beirut: Darul
Ma’rifah), jil VI, Hal. 275. 15 Kasyful Musykil min Haditsi Ash Shohihain, 1/1031
49
Adapun lafadz Sabda Nabi SAW مميالت (Ia berjalan berlenggak-lenggok).
sebagaimana yang ditafsirkan sebagian ulama bahwa itu adalah model sisiran
kesamping yang membuat rambutnya ada di satu sisi. Ini termasuk condong, karena
dia mencondongkan sisirannya. Apalagi sisiran yang condong ini termasuk
kebiasaan orang-orang kafir, dengan sebab itulah sebagian para waita menjadi
fitnah.
Dan lafadz مائالت yaitu yang menyimpang dari yang hak dan menyimpang
dari kewajiban mereka, seperti rasa malu dan sopan. Kita dapati di pasar, sebagian
wanita berjalan dengan tegapnya seperti laki-laki, bahkan sampai ada yang
mengalahkan laki-laki. Para wanita itu berjalan seperti tentara, tanpa peduli dengan
orang lain. Begitu juga saat mereka tertawa dengan teman-temannya, dia
meninggikan suaramya sehingga menimbulkan fitnah. Terkadang saat belanja,
tangannya sengaja menyentuh pelayan toko yang laki-laki dan terkadang sengaja ia
julurkan tangannya agar dipasangkan jam tangan oleh laki-laki, dan lainnya yang
termasuk kerusakan dan fitnah. Hal seperti ini tidak diragukan lagi, mereka adalah
orang-orang yang menyimpang dari kebenaran.
Selanjutnya makna lafadz رءوسهن كأسنمة البخت المائلة (rambut mereka
(disasak) seperti punuk unta yang condong) البخت yaitu semacam unta,
mempunyai punuk yang tinggi yang miring ke kanan dan kiri. Para wanita itu
meninggikan rambut sampai miring ke kanan dan ke kiri seperti punuk unta yang
miring. Sebagian para ulama berkata, “Bahkan wanita itu menaruh Imâmah
50
(sorban) di atas kepalanya seperti imâmahnya laki-laki, sehingga kerudungnya
terangkat dan meninggi seperti punuk unta. Dia memperindah kepalanya dengan
keindahan yang menimbulkan fitnah.
Pada penggalan hadis selanjutnya ال يدخلن الجنة وال يجدن ريحها “mereka
tidak akan masuk syurga dan tidak akan mencium aromanya”. Yaitu mereka tidak
masuk syurga dan tidak bisa mendekatinya. Padahal aroma syurga itu tercium
sejauh perjalanan tujuh puluh tahun atau lebih. Tetapi wanita tersebut tidak akan
mendekati syurga. Karena dia keluar dari jalan yang lurus, dia berpakaian tapi
telanjang, ia berjalan berlenggak-lenggok dan kepalanya dimiringkan seperti punuk
unta yang miring, yang bisa membuat fitnah. Maka hadis ini menunjukkan
haramnya hal-hal semisal dengan yang telah disebutkan di atas, karena semua itu,
diancam dengan ancaman terhalang dari masuk syurga, itu juga menunjukkan
bahwa itu semua termasuk dosa besar.16
Sudah jelas bahwa wanita yang memakai pakaian tetapi sebenarnya telanjang,
dikatakan oleh Nabi SAW, “wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak
akan mencium baunya, walaupun baunya tercium dari jarak ini dan itu.” Lebih
lanjut al-Nawawi rahimahullah menjelaskan maksud sabda Nabi SAW: “wanita
tersebut tidak akan masuk surga”, jika wanita tersebut menghalalkan perbuatan ini
yang sebenarnya haram dan diapun sudah mengetahui keharaman hal ini, namun
masih menganggap halal untuk membuka anggota tubuhnya yang wajib ditutup
(atau menghalalkan memakai pakaian yang tipis), maka wanita seperti ini kafir,
kekal dalam neraka dan tidak akan masuk surga selamanya.
16 Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, Syarh Riyâdh al-Shâlihīn (Jakarta: Pustaka Hanif,
2014), jil VI, hal. 372-375.
51
Dapat dimaknakan juga bahwa wanita seperti ini tidak akan masuk surga
untuk pertama kalinya, jika memang dia ahlu tauhid, dia nantinya juga akan masuk
surga. Wallahu a’lam.17
Dan apabila diterapkan berbagai tolak ukur penelitian matan, Shalāh al-Dīn
al-Adzabī mengemukakan bahwa maka kandungan matan-matan hadis dapat
dinyatakan sebagai maqbul (dapat diterima) apabila memenuhi unsur-unsur sebagai
berikut:18
1. Tidak Bertentangan Dengan al-Qur’an
Kandungan hadis yang diteliti tidak bertentangan dengan ayat al-Qur’an.
Ada beberapa ayat yang mendukung diantaranya:
ق يا بني آدم قد أنزلنا عليكم لباسا ي واري سوءاتكم وريش ر ذلك من آيات ا ولباس الت ذلك خي ورون 19الله لعلهم يذك
Artinya: Hai anak Adam sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian
untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan, dan pakaian takwa itulah
yang paling baik. Demikianlah sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-
mudahan mereka selalu ingat.” (Q.S Al-A’raf : 26)
ها وقل للمؤمنات ي غضضن من أبصارهن ويحفظن ف روجهن وال ي بدين زينت هن إال ما ظهر م ن عولتهن أو يضربن بخمرهن على جيوبهن وال ي بدين زينت هن إال لب عولتهن أو آبائهن أو آباء ب ول
أو نسائهن أو ما ملكت ن أب نائهن أو أب ناء ب عولتهن أو إخوانهن أو بني إخوانهن أو بني أخواته ات النساء ر أيمان هن أو التابعين غير أولي اإلربة من الرجال أو الطفل الذين لم يظهروا على عو
وتوبوا إلى الله جميعا أي ها المؤمنون لعلكم وال يضربن بأرجلهن لي علم ما يخفين من زينتهن ت فلحون
Artinya:Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka
menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan
perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka
menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya
17 Imam al-Nawawi, al minhaj syarh Sahīh Muslim bin Hajjaj (Jakarta:Dar al-Sunnah, 2014), jil IX,
hal, 240. 18 Umi Sumbulah, Kritik Hadis Pendekatan Historis Metodologis (Malang: UIN Malang, 2008),
hal, 101-102. 19 Q.S al-A’râf: 26
52
kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau
putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara
laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera
saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang
mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan
(terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan
janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka
sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang
yang beriman supaya kamu beruntung. (Q.S An-Nūr: 31).20
2. Tidak Bertentangan Dengan Hadis Shahih Yang Lainnya.
Seperti yang penulis temukan dalam hadis-hadis di bawah ini:
ث ناحدثنا عبد اهلل حدثني أبي ث نا شريك، عن سهيل بن حد أبي صالح، عن أسود بن عامر، حدفان من أهل النار ال أراهما ب عد، نساء كاسيات أبيه، عن أبي هري رة، قال قال رسول الله " صن
الجنة وال يجدن لى رءوسهن أمثال أسنمة البخت المائلة، ال ي رين عاريات، مائالت مميالت، ع 21ريحها، ورجال معهم أسواط كأذناب الب قر، يضربون بها الناس "
، قال د األزدي ث نا إسحاق بن إب راهيم، قال أخب رنا عبد الله بن محم أخب رنا جرير بن عبد حدفان من الحميد، عن سهيل بن أبي صالح، عن أبيه، عن أبي هري رة، عن رسول الله قال " صن
ساء كاسيات عاريات مثل أذناب الب قر يضربون بها الناس، ون أمتي لم أرهما ق وم معهم سياط حها، مائالت مميالت، رؤوسهن مثل أسنمة البخت المائلة، ال يدخلون الجنة، وال يجدون ري
من كذا وكذا "، المائلة من التبختر، والمميالت من وإن ريحها لتوجد من مسيرة 22الس
3. Tidak bertentangan dengan akal sehat, indera dan juga sejarah.
Hadis yang diteliti juga tidak bertentangan dengan akal sehat, karena dalam
keterangan hadis wanita berpakaian tetapi telanjang juga ancaman bagi wanita yang
melakukannya telah jelas bahwa sebagai seorang Muslimah yang menjadikan al-
Qur’an dan Hadis sebagai pedoman diwajibkan untuk menutup aurat. Karena di
20 Q.S an-Nur: 31 21 H.R Ahmad bin Hanbal no Hadis 8464. 22 H.R. Ibnu Hibban no Hadis 7621.
53
dalam al-Qur’an pun telah jelas Allah memerintahkan untuk menutup aurat dan
wajib hukumnya bagi seluruh muslimah yang ada di muka bumi ini.
Hadis tentang wanita berpakaian tapi telanjang ini merupakan tanda mukjizat
kenabian. Kedua golongan yang terkandung dalam hadis tersebut sudah terbukti
dan nyata adanya di Zaman ini,. Kerusakan seperti ini tidak muncul di Zaman Nabi
SAW karena sucinya zaman beliau.23
4. Susunan Pernyataannya Menunjukan Ciri-ciri Kenabian.
Hadis yang diteliti ini kata-kata yanag terdapat pada matan tidak berbelit-belit dan
merupakan susunan dari kata-kata yang mempunyai faedah. Pada matan hadis
tentang wanita berpakaian tapi telanjang juga telah disertakan balasan bagi orang
yang melakukannya.
b. Relevansi Hadis Wanita Berpakaian Tapi Telanjang dengan Fenomena
Busana Muslimah Kekinian.
Berdasarkan penafsiran hadis yang dibahaskan sebelum ini, maka didapati hadis
yang menjadi objek penelitian relevan dibuktikan dengan sebuah kasus yang
menimpa sebagian kaum muslimah belakangan ini. Adanya pembuktiannya telah
penulis singgung sebelumnya bahwa hadis ini merupakan tanda mukjizat kenabian.
Kedua golongan yang terkandung dalam hadis tersebut sudah terbukti dan nyata
adanya di Zaman ini, penulis mengaitkan hadis ini dengan fenomena berbusana
yang sedang hangat dibicarakan di media massa yaitu fenomena jilboobs.
Seiring dengan berkembangnya dunia fasion tanah air, khususnya fasion busana
muslimah, model pemakaian jilbabpun berubah menjadi jilbab modis, berawal dari
23 al-Nawawi, al minhaj syarh Sahīh Muslim bin Hajjaj, jil IX, hal. 240.
54
jilbab modis ini munculah fenomena jilboobs. Jilboobs diadopsi dari gabungan kata
jilbab dan boobs (payudara), jilboobs adalah sebutan untuk menyindir wanita yang
mengenakan jilbab namun memakai pakaian yang membuat bentuk tubuh tercetak
jelas.24 Jilboobs biasanya dicirikan oleh penggunaan jilbab yang pendek, baju
atasan atau celana yang ketat, legging dan pakaian yang transparan. Jilboobs adalah
model berjilbab yang tidak sesuai dengan kaidah berpakaian menurut syari’at
islam. Setidaknya ada satu prinsip yang dilanggar, yaitu ketat, sehingga
menampakan lekuk tubuh yang seharusnya tersembunyi.
Padahal Allah Swt memeritahkan para wanita untuk menjulurkan pakaian
mereka, ini sesuai dengan firman Allah dalam surat al-Ahzab [33]: 59 dan surat an-
Nur ayat 31
25... جالبيبهن ن يا أي ها النبي قل ألزواجك وب ناتك ونساء المؤمنين يدنين عليهن م
“Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan
istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh
tubuh mereka”...(Q.S al-Ahzab: 59)
Ibnu kastir menjelaskan:
الجلباب هو الرداء فوق الخمار. قاله ابن مسعود, و عبيدة, وقتادة, و الحسن البصر, وسعيد
Jilbab adalah pakaian atas rida’26 yang menutupi khimar. Demikian keterangan
ibnu mas’ud,Ubaidillah, Qatadah, Hasan Al-Bashri, Said bin Jubair dan yang
lainnya. Jilbab itu semisal izar (pakaian bawah). Al-Jauhari berkata bahwa jilbab
adalah “mulhafah” (kain penutup)27
24 https://id.m.wikipedia.org/wiki/jilboobs 25 Q.S Al-Ahzab: 59. 26 Rida dan Izar adalah pakaian seperti ketika berihram. Rida’ untuk bagian atas dan Ihram untuk
bagian bawahnya. 27 Ibn Kastir, Tafsir al-Qur’an al-Azdim, jil 11, (Kairo: Muasassah Qurtubah), hal.242.
55
Selanjutnya ialah persaksian Ummu Salamah:
لما نزلت هذه اآلية } يدنين عليهن من جالبيبهن { ، خرج نساء األنصار كأن على رؤوسهن الغربان من السكينة، وعليهن أكسية سود يلبسنها
Ketika turun ayat ini ”Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh
tubuh mereka” para wanita anshar keluar dari rumahnya, seolah di kepala mereka
ada burung gagak karena gerak-gerik mereka yang tenang. Mereka memakai
pakaiana hitam. (HR. Abdurrazaq)
Ayat lain yang memerintahkan menjulurkan jilbab adalah fiman Allah dan
surat an-Nūr ayat 31:
ها ظ وقل للمؤمنات ي غضضن من أبصارهن ويحفظن ف روجهن وال ي بدين زينت هن إال ما هر من وليضربن بخمرهن على جيوبهن وال ي بدين زينت هن إال لب عولتهن أو آبائهن
Artinya:Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka
menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan
perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka
menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya
kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka...(Q.S an-Nūr: 31)
Dalam ayat ini, Allah perintahkan dua hal bagi wanita muslimah,
1) Menjulurkan kain kerudung (hijab) mereka hingga menutupi dada
2) Tidak menampakkan Perhiasan atau bagian tubuhnya.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa perhiasan yang boleh dinampakkan adalah
telapak tangan, dan wajah. Dari dalil di atas di ketahui bahwa wanita di haruskan
menutup auratnya, kecuali yang di perbolehkan yaitu muka dan telapak tangan.
Banyak wanita muslimah yang berpakaian ketat mereka mengatakan bahwa
telah menutup aurat, padahal itu adalah membalut aurat, sepeti yang di lakukan para
pengguna jilbobs. Pakaian ketat tidak berbeda dengan menampakkan aurat.
56
Fenomena jilboobs di anggap sebagai kebangkitan mode wanita muslim, padahal
itu sangat bertentangan dengan agama islam.
Sebagaimana hadis yang penulis angkat dalam penelitian ini:
ث نا جرير، عن سهيل، عن أبيه، عن أبي هري رة، قال قال رسول ر بن حرب، حد ثني زهي لله احدفان من أهل النار لم أرهما ق وم معهم سياط كأذناب ال صلى اهلل عليه وسلم قر يضربون بها ب صن
الجنة الناس ونساء كاسيات عاريات مميالت مائالت رءوسهن كأسنمة البخت المائلة ال يدخلن وال يجدن ريحها وإن ريحها ليوجد من مسيرة كذا وكذا
Artinya: Zuhair bin Harb telah memberitahukan kepadaku, Jarir telah
memberitahukan kepada kami, dari Suhail, dari ayahnya, dari Abu Hurairah R.A
berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Ada dua golongan dari penduduk Neraka
yang aku belum pernah melihat mereka sebelumnya. (pertama) Sekelompok kaum
yang memiliki cambuk-cambuk seperti ekor-ekor sapi, yang mereka gunakan untuk
memukuli orang-orang, (kedua) Para wanita yang berpakaian tapi (hakikatnya)
telanjang, berlenggak lenggok dan sombong, kepala mereka seperti punuk-punuk
unta yang miring, mereka tidak masuk syurga dan tidak akan mencium wanginya,
padahal wanginya syurga tercium dari jarak ini dan itu.” (HR Muslim. No: 3971)28
Wanita berpakaian tapi telanjang, pada hadis tersebut di atas, yang dimaksud
dengan kalimat tersebut adalah perempuan yang menggunakan pakian tetapi tidak
menutupi tubuhnya, sehingga seperti wanita telanjang. Misalnya seperti bahannya
tipis ataupun ketat, sehingga memperlihatkan tubuh bagian atas, terutama dada dan
bagian lekuk tubuh lainnya. Pakaian yang dikenakan hanya membalut aurat bukan
menutup aurat. Jika dipandang dari segi agama, maka perempuan yang
menggunakan jilboobs termasuk kedalam golongan berpakaian tetapi telanjang.
28 Sahīh Muslim, Kitab Libas wa al-Zinah, Bab Nisā’un Kāsyiyatun ‘Āriyātun al-Māilat al-
Mumīlat. No 3971.
57
Berdasarkan keterangan di atas, sudah jelas bahwa jilboobs adalah pakian yang
terlarang bagi wanita muslimah untuk dikenakan dihadapan lelaki yang bukan
mahram bahkan akan timbul fitnah bagi wanita itu dan orang di sekitarnya.
Berikut adalah contoh fotret penggunaan jilboobs:
58
BAB IV
Pada akhirnya saya mengakhiri penelitian ini dengan menampilkan
kesimpulan dan saran pada bab akhir, kesimpulan di bab ini merupakan jawaban
dari rumusan masalah yang diteliti. Sedangkan saran paa bab ini memuat berbagai
rekomendasi yang ditemukan dalam penelitian ini yang bisa ditindak lanjuti.
A. Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian dan pemahaman ulang terhadap hadis “Wanita
Berpakaian Tapi Telanjang” akhirnya saya mendapatkan jawaban yang kemudian
disimpulkan sebagai berikut:
1. Ditinjau dari segi kualitas, hadis “wanita berpakaian tapi telanjang” dapat
disimpulkan bahwa kesluruhan sanad hadis tersebut memenuhi persyaratan
kriteria hadis shahih, karena semua periwayat adalah seorang yang tsiqah
dan kuat hafalannya. Kemudian ditinjau dari isi hadis, hadis yang penulis
angkat berupa ungkapan Nabi Saw, artinya termasuk kategori hadis qauli.
Hadis tersebut bersandar kepada Rasulullah Saw, dan dikategorikan sebagai
madis marfu’. Lebih spesifiknya yaitu marfu’ qauli. Sehingga hadis tersebut
dapat dijadikan hujjah.
2. Hadis tersebut merupakan tanda mukjizat kenabian, yang di sabdakan oleh
Nabi Muhammad tentang kedua golongan yang terkandung dalam hadis
tersebut sudah terbukti dan nyata adanya di zaman ini. Bahwa yang
dimaksud dengan lafadz Kāsiyatun ‘Āriyatun atau wanita yang berpakaian
tapi telanjang ialah dia yang berpakaian tapi masih memperlihatkan
auratnya. Wanita yang memakai pakaian tipis sehingga nampak bagian
dalam tubuhnya dan juga wanita yang berpakaian ketat sehingga terlihat
59
jelas bentuk lekuk tubuhnya. Dengan artian bahwa pakaian tersebut tidak
menutupi anggota tubuh yang wajib ditutupi dengan sempurna. Wanita yang
seperti ini ialah wanita yang mendapat nikmat Allah namun enggan
bersyukur kepada-Nya.
B. Saran-saran.
Setelah saya melakukan penelitian dan menulis beberapa kesimpulan di atas,
tentunya manusia tidak ada yang sempurna begitu juga dengan saya. Oleh karena
itu, masih membutuhkan kritik konstruktif dari berbagai pihak yang memiliki
konsen di bidang kajiaan tafsir dan hadis Nabi Saw. Selebihnya penulis kemudian
memberikan saran-saran kepada pembaca skripsi ini serta para pengkaji yang
berminat dalam kajian hadis.
1. Dalam memahami hadis Nabi Saw hendaknya kita perlu melihat konteks
yang dikaji pada hadis tersebut, karena hadis Nabi Saw tidak bisa dipahami
hanya dengan tekstual saja, ada beberapa hadis yang memerlukan
pemahaman konteks, supaya tidak salah memahami terhadap isi kandungan
hadis.
2. Seorang Muslimah hendaknya menjaga kehormatan dan kesucian dirinya,
ketika beraktivitas di luar rumah, hendaknya ia memperhatikan pakaian
yang akan ia kenakan, yaitu berpakaian sopan dan sesuai syaria’at Islam.
Bukan pakaian yang tipis dan bukan pula pakaian yang ketat. Sehingga
menimbulkan kesan wanita tersebut berpakaian namun seolah-olah ia
telanjang. Karena wanita yang berpakaian seperti itu Neraka ganjarannya.
Semoga kita semua tidak termasuk kedalamnya. AMIN.
60
3. Penulis skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, bagi yang hendak
melakukan kegiatan kritik dan pemahaman dengan tema yang sama penulis
berharap agar bisa lebih mengembangkan kembali bahasan skripsi.
Akhirya, kepada Allah Swt penulis berharap agar skripsi ini menjadi setitik
sumber pengetahuan yang bermanfaat bagi pembaca, masyarakat dan khususnya
bagi penulis sendiri.
Wallahu a’lam.
62
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Ahmad, Shofian, dan Lotfiah Zainol Abidin. Aurat Kod Pakaian Islam. Kuala
Lumpur: Utusan Publications and Distributors, 2004.
al-‘Aqad, Abas Mahmoud. Wanita dalam Al-Qur’an. Penerjemah, Chadijjah
Nasution. Jakarta: Bulan Bintang, 1976.
al-Bani, Syaikh Nasiruddin. Jilbab Wanita Muslimah. Penerjemah Abu Syafiyyah.
Yogyakarta: Media Hidayah, 2002.
el-Battani, Muhammad Syafi’ie. Shalat Jarik Jodoh. Jakarta: PT. Alex Media
Komputindo, 2010.
al-Barudi, Syaikh Imad Zaki, Tafsir Wanita. Penerjemah Samson Rahman. Jakarta:
Pustaka al-Kautsar, 2003.
Bustamin, dan Salam, M. Isa. H.A. Metodologi Kritik Hadis. Jakarta: PT. Raja
Grapindo Persada, 2004.
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Semarang: Yayasan
Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an al-Wāh, 1993.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa,
Edisi ke-VI, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Fathi, Ibrahim ibn Wanita Berjilbab VS Wanita Pesolek, Jakarta: AMZAH, 2007.
al-Ghazali, Zainab. Problematika Muda-Mudi. Jakarta: Gema Insani, 2000.
al-Ghifari, Abu. Jilbab Seksi, Bandung: Media Qalbu, 2005.
63
Ibrahim, L Farid. Perempuan dan Jilbab. Jakarta: Mitra Aksara Panaitan, 2011.
al-Jamal, Ibrahim Muhammad. Fiqih Muslimah Ibadah Mu’amalat. Jakarta: Pustaka
Amani, 1999.
Al-Mansyur, Abu Abdillah. Wanita dalam Al-Qur’an, Jakarta: Gema Insani Press,
1986.
Manzur, Ibnu. Lisan al-‘Arab. Juz IV. Beirut: Dar Al-Shadir, 1992.
Maududi, Abu A’la. Al-Hijab. Penerjemah, Ahmad Noer Z. Bandung: Gema Risalah
Press, 1995.
al-Mundziri, Imam. Ringkasan Shohih Muslim. Penerjemah , Achmad Zaidun,
Jakarta: Pustaka Amani, 2003.
Al-Naisabūrī, Muslim al-Hajjaj. Sahīh Muslim, Beirut Dār ihyā al-Turāts al-‘Arabi,
t.t
an-Nawawi, Imam. Al-Minhaj Syarh Sahih Muslim bin Hajjaj. Jil X. Jakarta: Dar al-
Sunnah, 2000.
Rasul, Abdul, dan Hasan al-Ghaffar. Wanita Islam dan Gaya Hidup Modern.
Penerjemah, Bahruddin Fannani. Bandung: Pustaka Hidayah, 1989.
al-Rifa’i, Muhammad Nasib. Tafsir Ibn Katsir. Penerjemah, Syihabuddin. Jakarta:
Gema Insani Press, 1999.
Shihab, Quraisy. Jilbab: Pakaian Wanita Muslimah. Jakarta: Lentera Hati, 2004
Shihab, Husein. Jilbab Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah. Bandung: Mizan, 1998.
Sodik, Burhan. Engkau Lebih Cantik Dengan Jilbab. Sukaharjo: Samudera, 2006.
64
Suhudi, M Isma’il. Metode Penelitian Hadis. Jakarta: Bulan Bintang, 2007.
Sumbulah, Umi. Kritik Hadis Pendekatan Historis Metodologis Malang: UIN Malang, 2008
Syuqqah, Abu, dan Abdul Halim Mahmud. Kebebasan Perempuan. Jilid 4.
Penerjemah. Chairul Hakim, Jakarta: Gema Insani Press. 1997.
Syuqqah, Abu, dan Abdul Halim Mahmud. Busana dan Perhiasan Wanita Menurut
Al-Qur’an dan Hadis. Penerjemah, Mudzakir Abdusalam, Bandung:
Mizan, 1998.
al-Qāhirī, Zain al-Dīn Muhammad al-Mad’ū bi ‘Abd al-Raūf. Faid al-Qadīr Syarh
al-Jāmī’ al-Shagīr. Mesir: al-Maktabah al-Tajāriah al-Kubra, 1356 H.
Qardhawi, Syekh Muhammad Yusuf. Halal dan Haram dalam Islam. Penerjemah,
Mu’amal Hamidy. Semarang: Bima Ilmu, 1993.
Wahab, Abdul Abdussalam Thawilah. Adab Berpakaian dan Berhias. Penerjemah,
Abu Uwais & Andi Syahril. Jakarta: Pustaka al-Kautsar. 2014
Ya’cub, Hamzah. Etika Islam. Jakarta: Publicita, 1978.
Yanggo, Huzaemah Tahido. Fikih Perempuan Kontemporer. Jakarta: Ghalia
Indonesia, 2010.
Internet:
https://id.m.wikipedia.org/wiki/jilboobs