“jihad: studi kualitas sanad hadis jihad dalam kitab...
TRANSCRIPT
“JIHAD: STUDI KUALITAS SANAD HADIS JIHAD DALAM KITAB
NAṢĪHAT AL-MUSLIMĪN WA AL-TAŻKIRATU AL-MU’MINĪN FĪ
FAḌĀ’IL AL-JIHĀDI FĪ SABĪLILLĀH WA KARĀMATU AL-MUJĀHIDĪN
FĪ SABĪLILLĀH
Tesis
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Megister Agama (M. Ag.)
Oleh
Baharudin
NIM: 2113034000015
JURUSAN TAFSIR HADIS
PROGRAM MEGISTER (S2)
FAKULTAS USHULUDDIN
UIN SYARIF HIDAYATULAH
JAKARTA
2016
v
ABSTRAK
Judul : “Jihad: Studi Kualitas Sanad Hadis Jihad dalam Kitab
Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu’minīn fī
Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī
Sabīlillāh”.
Penulis : Baharudin
Diajukan Kepada : Program Megister Fakultas Ushuluddin
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2016
Tesis ini, penulis akan fokus mengkaji masalah jihad, bagaimana konsep
jihad yang dipaparkan oleh Syeikh ‘Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī (w. 1203
H) dalam kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu’minīn fī Faḍā’il al-
Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh dan bagaimana
kualitas sanad hadis-hadis tentang keutamaan jihad dalam kitab tersebut.
Metode yang digunakan adalah metode analisis isi (content analysis) untuk
melihat pandangan jihad Syeikh ‘Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī dalam kitab
tersebut, dengan pendekatan deskriptif analitis. Sebagai sumber primer tesis ini
adalah kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu’minīn fī Faḍā’il al-
Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh. Di samping itu
diperlukan kitab-kitab kamus hadis seperti kitab al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ
al-Ḥadis al-Nabawī dan Miftāh Kunuz al-Sunnah karya A.J. Wensinck, kitab-kitab
tentang Rijāl al-Ḥadīs.
Berdasarkan data-data itu disimpulkan bahwa hadis-hadis dalam pasal
keutamaan jihad di jalan Allah dalam kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu
al-Mu’minīn fī Faḍa’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī
Sabīlillāh diriwayatkan oleh al-Bukhārī, Muslim, Abū Dāwud, al-Turmużī, dan
al-Nasā’ī. Dari segi penyandaran, hadis-hadis dalam pasal keutamaan jihad di
jalan Allah dalam kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu’minīn fī
Faḍa’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh ada yang
marfū‘ dan ada juga yang mauqūf. Yang ada marfū‘ ada 14 hadis dan yang
mauqūf ada 1 hadis. Dan dari segi kualitas, hadis-hadis keutamaan jihad dalam
kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu’minīn fī Faḍa’il al-Jihādi fī
Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh dua belas (80%) di antaranya
ṣaḥīḥ dan tiga (20%) ḍa‘īf. Hadis-hadis tersebut ḍa‘īf disebabkan mastur al-hal
(tidak diketahui hal-ihwalnya perawi).
Untuk melengkapi data dalam penelitian kualitas hadis ini, disarankan
untuk melanjutkan penelitian ini dari aspek matannya, dan masih banyak hadis-
hadis dalam kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu’minīn fī Faḍā’il al-
Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh yang belum terkupas
tuntas kualitasnya. Hadis-hadis yang terdapat dalam kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa
al-Tażkiratu al-Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-
Mujāhidīn fī Sabīlillāh yang berkualitas ṣaḥīḥ dapat dijadikan pedoman bagi kita
untuk mengamalkannya di tengah-tengah masyarakat.
vi
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama RI dan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor: 158/1987 dan 0543 b/U/1987, Tanggal
22 Januari 1988.
A. Konsonan Tunggal
Huruf Arab Nama Huruf Latin Keterangan
alif tidak dilambangkan ا
ba‟ b be ب
ta‟ t te ت
sa‟ ṡ es (dengan titik di atas) ث
jim j je ج
ha‟ ḥ ha (dengan titik di bawah) ح
kha‟ kh ka dan ha خ
dal d de د
zal ż zet (dengan titik di atas) ذ
ra‟ r er ر
zai z zet ز
sin s es س
syin sy es dan ye ش
sad ṣ es (dengan titik di bawah) ص
dad ḍ de (dengan titik di bawah) ض
ta‟ ṭ te (dengan titik di bawah) ط
za‟ ẓ zet (dengan titik di bawah) ظ
ain „ koma terbalik di atas„ ع
gain g ge غ
fa f ef ف
qaf q qi ق
kaf k ka ك
lam l el ل
mim m em م
nun n en ن
wawu w we و
ha‟ h ha ه
hamzah ‟ apostrof ء
ya y ye ي
vii
B. Konsonan Rangkap Karena Syaddah Ditulis Rangkap
ditulis muta‘aqqidin متعقدين
ditulis ‘iddah عدة
C. Ta’ Marbutah
1. Bila dimatikan ditulis h
ditulis hibbah هبة
ditulis jizyah جزية
(Ketentuan ini tidak diberlakukan terhadap kata-kata Arab yang sudah
terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti shalat, zakat, dan sebagainya,
kecuali bila dikehendaki lafal aslinya).
Bila diikuti dengan kata sandang “al” serta bacaan kedua itu terpisah,
maka ditulis dengan h.
ditulis karāmah al-auliyā كرامة األولياء
2. Bila ta‟ marbutah hidup atau dengan harakat, fathah, kasrah dan ḍammah,
ditulis t
ditulis zakātul fitri زكاة الفطر
D. Vokal Pendek
kasrah ditulis i
__ fathah ditulis a
ḍammah ditulis u __ۥ___
E. Vokal Panjang
fathah + alif ditulis ā
ditulis jāhiliyah جا هلية
fathah + ya‟ mati ditulis ā
ditulis yas` ā يسعى
kasrah + ya‟ mati ditulis ī
ditulis karīm كريم
ḍammah + wawu mati ditulis ū
viii
F. Vokal Rangkap
fathah + ya‟ mati ditulis ai
ditulis bainakum بينكم
fathah + wawu mati ditulis au
ditulis qaulun قول
G. Vokal Pendek yang Berurutan dalam Satu Kata Dipisahkan dengan
Apostrof
ditulis a’antum أأنتم
ditulis u‘iddat أعد ت
ditulis la’in syakartum لئن شكرمت
H. Kata Sandang Alif + Lam
a. Bila diikuti huruf Qamariyyah
ditulis al-Qur’ān القرأن
ditulis al-qiyās القياس
b. Bila diikuti huruf Syamsiyyah ditulis dengan menggandakan huruf
Syamsiyyah yang mengikutinya serta menghilangkan huruf l (el)-nya
’ditulis as-samā السماء
ditulis asy-syams الشمس
I. Penulisan Kata-kata dalam Rangkaian Kalimat
Ditulis menurut bunyi pengucapannya dan menulis penulisannya
ditulis żawī al-furūd ذوي الفوض
ditulis ahl as-sunnah أهل السنة
ix
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirahim
Segala puji kepada Allah Swt. atas rahmat yang telah dilimpahkan-Nya
kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dan dapat diajukan
untuk memenuhi salah satu syarat penyelesaian jenjang Strata 2 (S2) pada
Program Megister di Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta. Tesis ini tidak lepas dari kekurang-kekurangan, walaupun
penulis telah berusaha mencurahkan semua tenaga dan pikiran untuk dapat
dipersembahkan dengan penuh kualitas.
Selesainya tesis ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak, baik secara
moral maupun material kepada penulis. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada semua pihak
yang telah membantu menyelesaikan tesis ini, khususnya disampaikan kepada:
Tesis ini tidak hadir begitu saja, namun telah banyak pihak ikut
berkonteribusi baik secara moral maupun material dalam penulisan ini, maka
perlu kiranya penulis menyampaikan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada
semua pihak yang telah membantu menyelesaikan tesis ini. Semoga segala
kebaikan yang telah diberikan amal tersendiri dan diterima Allah Swt. Terima
kasih khususnya disampaikan kepada:
1. Prof. Dr. Dede Rosyad, MA Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Prof. Dr. Masri Mansoer, M. Ag Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
x
3. Dr. Atiyatul Ulya, MA Ketua Program Megister Fakultas Ushuluddin UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Maulana, MA Sekretaris Program Megister Fakultas Ushuluddin UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Dr. Isa HA. Salam, MA selaku pembimbingan yang telah bersedia
meluangkan waktu dan dengan sabar memberi bimbingan, pendidikan dan
dorongan. Kepada beliau penulis haturkan Jazakumullah Khairan Katsira.
6. Seluruh Jajaran Pegawai, Staff dan dosen di lingkungan Fakultas
Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan
support.
7. Para pengelola UPT Perpustakaan Utama dan Fakultas Ushuluddin UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan pelayanan sebaik
mungkin dalam rangka tersedianya buku-buku rujukan yang diperlukan;
8. Ayah dan bunda tercinta H. Mufrin dan Hj. Rukmah yang tidak bosan-
bosannya mendo’akan penulis.
9. Saudara Suhaili (kakak), John Afdol (kakak), Ayu Ita (kakak Ipar) dan
Amiruddin (adik) yang selalu menghibur saya dikala jenuh dan galau.
10. Ibunda Nely yang telah menyemangati dan mendoakan ananda.
11. Para penulis atau pengkaji buku-buku yang dijadikan referensi oleh
penulis. Semoga amal ibadahnya dilipat gandakan pahalanya.
12. Sahabat-sahabat Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di
antaranya; Ach. Baiquni, Ahmad Rizal, Amirullah, Noor Albar, Qohar
Awaluddin, Teguh, Ahmad Fudail, Suliyono, Helrahmi, Rizqa Amelia,
Dwita (tata), A. Ramdhan (Adon), Untung Afandi, dan Zainal Muttaqin.
xi
13. Sahabat-sahabat yang aktif di pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
Komisariat Ushuluddin, Moh. Samsul Anwar, Robitul Umam, Kholik.
14. Saudara/i saya di antaranya Aprido, Eprawadi, Andri, Rio Fahlevi,
Ahmad Sholihin, Muhda Muhtadie, Rahmadi Sukron Zazilah, Qodri
Syahnaidi (Qo’i), Lia Rustalia, Ahmad Rizki, Nafi Maulana, Istiqomah,
UmayAbdillah Sairan.
15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, baik dari kalangan
keluarga, teman sejawat, maupun handai taulan lainnya yang telah
memberikan motivasi, masukan, dan bantuan dalam penyelesaian tesis ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dengan keterbatasan-keterbatasan
yang ada pada penulis, maka banyak kekurangan-kekurangan dalam tesis ini.
Untuk itu, penulis menerima dengan dada yang lapang dan hati yang suci segala
masukan, kritik, dan saran yang konstruktif untuk kesempurnaan tesis ini. Untuk
itu, penulis berharap mudah-mudahan penelitian lanjutan yang dapat
menyempurnakannya. Akhirnya, semoga tesis ini bermanfaat bagi para pembaca,
khususnya bagi penulis, dan mudah-mudahan diridai oleh Allah swt. Amin.
Jakarta, 14 Mei 2016
Penulis,
Baharudin
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN .......................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................... iii
HALAMAN PANITIA UJIAN . ......................................................................... iv
ABSTRAK ............................................................................................................. v
PEDOMAN TRANSLITERASI ........................................................................ vi
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ix
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
B. Permasalahan ............................................................................... 11
1. Identifikasi Masalah ............................................................. 11
2. Pembatasan Masalah ............................................................ 12
3. Perumusan Masalah ............................................................. 13
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 14
D. Kegunaan Penelitian .................................................................... 14
E. Tinjauan Pustaka ......................................................................... 15
F. Bangunan/Kerangka Teori .......................................................... 16
G. Metodologi Penelitian ................................................................. 18
1. Sumber Data ......................................................................... 18
2. Jenis Penelitian ..................................................................... 18
xiii
3. Teknik Pengumpulan Data ................................................... 19
H. Sistematika Pembahasan ............................................................. 19
BAB II SYEIKH ‘ABD AL-ṢAMAD AL-JĀWĪ AL-PALIMBĀNĪ DAN
NAṢĪHAT AL-MUSLIMĪN WA AL-TAŻKIRATU AL-
MU’MINĪN FĪ FAḌA’IL AL-JIHĀDI FĪ SABĪLILLĀH WA
KARĀMATU AL-MUJĀHIDĪN FĪ SABĪLILLĀH ..................... 21
A. Kehidupan, Karya dan Pengaruh Syeikh ‘Abd al-Ṣamad al-Jāwī
al-Palimbānī ................................................................................. 21
1. Sketsa Biografi Syeikh ‘Abd al-Ṣamad al-Jāwī Al-Palimbānī
............................................................................................... 21
2. Masa Kecil dan Pendidikan Syeikh ‘Abd al-Ṣamad al-Jāwī
Al-Palimbānī ........................................................................ 26
3. Kondisi Palembang Pada Masa Syeikh ‘Abd al-Ṣamad al-
Jāwī Al-Palimbānī ................................................................ 31
4. Karya-karya Syeikh ‘Abd al-Ṣamad al-Jāwī Al-Palimbānī . 38
5. Pengaruh Syeikh ‘Abd al-Ṣamad al-Jāwī Al-Palimbānī ...... 49
B. Sekilas Tentang Kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-
Mu’minīn fī Faḍa’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-
Mujāhidīn fī Sabīlillāh ................................................................ 58
1. Sosial Historis dan Motivasi Penulisan Kitab Naṣīhat al-
Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu’minīn fī Faḍa’il al-Jihādi fī
Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh ............. 58
xiv
2. Sistematika Penulisan Kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-
Tażkiratu al-Mu’minīn fī Faḍa’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa
Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh ................................... 61
3. Posisi pentingnya kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-
Tażkiratu al-Mu’minīn fī Faḍa’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa
Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh .................................... 60
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG JIHAD ........................................ 64
A. Pengertian Jihad ........................................................................... 64
B. Pengungkapan Jihad Dalam al-Qur’an dan Hadis ....................... 68
C. Melacak Maka Jihad Dalam Sejarah ........................................... 73
1. Perkembangan Makna Jihad Pada Periode Mekah .............. 73
2. Perkembangan Makna Jihad Pada Periode Madinah ........... 77
3. Jihad Pada Zaman Modern: Historisitas Jihad di Indonesia 82
D. Tujuan dan Fungsi Jihad .... …………………………………… 90
BAB IV KUALITAS SANAD HADIS-HADIS KEUTAMAAN JIHAD
DALAM KITAB NAṢĪHAT AL-MUSLIMĪN WA AL-
TAŻKIRATU AL-MU’MINĪN FĪ FAḌA’IL AL-JIHĀDI FĪ
SABĪLILLĀH WA KARĀMATU AL-MUJĀHIDĪN FĪ
SABĪLILLĀH KARYA SYEIKH ‘ABD AL-ṢAMAD AL-JĀWĪ
AL-PALIMBĀNĪ .............................................................................. 95
BAB V PENUTUP ....................................................................................... 173
A. Simpulan ................................................................................... 173
B. Saran .......................................................................................... 174
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 175
xv
LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................... 180
RIWAYAT HIDUP PENULIS ......................................................................... 180
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di antara perintah Allah yang dengan tegas dinyatakan dalam al-Qur'an
dan hadis di samping syahadat, shalat, shaum, zakat dan haji adalah perintah
jihad. Jihad dalam al-Qur‟an dilaksanakan untuk menjalankan misi utama manusia
yaitu menegakkan agama Allah agar tetap tegak, dengan cara sesuai dengan garis
perjuangan yang termaktub dalam al-Qur‟an dan Hadis. Banyak sekali ayat-ayat
dalam al-Qur‟an maupun hadis yang mengandung maksud perjuangan (jihad).
Misalnya firman Allah Swt,
[25فل تطع الكافرين وجاهدهم به جهادا كبريا ]الفرقان/
Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah
terhadap mereka dengan al-Qur‟an dengan jihad yang besar. (QS. Al-
Furqan [25]: 52)1
Para ahli tafsir berbeda pendapat mengenai dengan apa berjihad? Menurut
Ibn „Abbas, konotasi makna jihad dalam ayat itu adalah dengan “al-Qur‟an”,
menurut Ibn Zayd dengan “Islam”, dan ada juga yang berpendapat dengan
“pedang”. Namun al-Qurthubi menolak keras pendapat terakhir “jihad dengan
pedang”, karena ayat ini turun di Makkah, sebelum turun perintah perang.
Sedangkan makna “jihad yang besar, menurut al-Zamakhsyari mencakup segala
bentuk perjuangan (jāmiʻan likulli mujāhadah).2
Dalam ayat lain, Allah Swt. berfirman
1 Tim Penyusun, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara
Penterjemah, 2012), hlm. 509. 2 Moh. Guntur Romli dan A Fawaid Sjadzili, Dari Jihad Menuju Ijtihad, (Jakarta: LSIP,
2004), hlm. 9
2
فور ث إن ربك للذين هاجروا من ب عد ما فتنوا ث جاهدوا وصب روا إن ربك من ب عدها لغ [111رحيم ]النحل/
Dan Sesungguhnya Tuhanmu (pelindung) bagi orang-orang yang
berhijrah sesudah menderita cobaan, Kemudian mereka berjihad dan
sabar; Sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Nahl [16]: 110)3
Sedangkan dalam hadis banyak sekali Nabi menganjurkan untuk berjihad.
Bahkan disebutkan dalam sebuah hadis bahwa jihad merupakan amalan yang yang
paling utama.
ث نا إب راهيم بن سعد عن الزه ث نا عبد العزيز بن عبد الله حد ري عن سعيد بن حد المسيب عن أب هري رة رضي الله عنه قال
ما ا سئل النب صلى الله عليه وسلم أي العمال أفضل قال إميان بالله ورسوله قيل ث رور قال جهاد ف سبيل الله 4قيل ث ما ا قال حج مب
Telah menceritakan kepadaku Sulaiman telah menceritakan kepada kami
Syu‟bah dari al-Walid (dalam jalur lain disebutkan) telah menceritakan
kepadaku Abbad bin Ya‟qub al-Asadi telah mengabarkan kepada kami
Abbad bin al-„Awwam dari al-Syaibani dari al-Walid bin „Aizar dari Abu
„Amru dan al-Syaibani dari Ibnu Mas‟id radliallahu „anhu, bahwa
seseorang laki-laki pernah bertanya kepada Nabi Shallallahu „Alaihi
Wasallam, amalan apa yang paling utama? Nabi menjawab: “Shalat tepat
waktu, berbakti kepada kedua orang tua, dan jihad fi sabilillah.”
Selain itu juga dikatakan dalam hadis Nabi bahwa jihad merupakan puncak
dari pada amal seseorang,
ث نا أبو سلمة عن أب د بن عمرو حد ث نا عبدة بن سليمان عن مم ث نا أبو كريب حد حد هري رة قال
3 Tim Penyusun, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, hlm. 380.
4 Muhammad bin Ismail al-Bukhārī, Ṣaḥiḥ al-Bukhārī, (Lebanon: Dar al-Kutub al-
Ilmiyah, 2009), hlm. 514.
3
ر قال إميان سئل رسول الله صلى الله عليه وسل م أي العمال أفضل أو أي العمال خي قال بالله ورسوله قيل ث أي شيء قال الهاد سنام العمل قيل ث أي شيء يا رسول الله
رور ث حج مب حديث حسن صحيح قد روي من غري وجه عن أب هري رة عن النب قال أبو عيسى هذا
5صلى الله عليه وسلم
Telah menceritakan kepada kami Abu Kuaraib berkata, menceritakan
kepada kami Abdah bin Sulaiman dari Muhammad bin „Amru berkata,
telah menceritakan kepada kami Abu Salamah dari Abu Hurairah ia
berkata, Rasulullah Shallahu „Alaihi Wasallam pernah ditanya, “amal apa
yang paling utama?”, atau ia mengatakan, “amal apa yang paling baik?”
beliau menjawab; “Beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.” Dikatakan,
“lalu apa lagi?” beliau menjawab; “Jihad, ia adalah puncak sebuah amal.”
Dikatakan, “Wahai Rasulullah, lalu apa lagi?” beliau menjawab: “Haji
mabrur.” Abu Isa berkata, “Hadis ini derajatnya hasan shahih. Hadis ini
telah diriwayatkan dari Abu Hurairah, dari Nabi Shalllahu „Alaihi
Wasallam dengan banyak jalur.”
Jihad melawan orang-orang yang menyekutukan Allah (musyrik) dengan
harta, tangan dan lisan. Sebagaimana Sabda Nabi Saw. berikut ini:
د الله عبد بن هارون أخب رنا ث نا قال إب راهيم بن إسعيل بن ومم حاد أن بأنا قال يزيد حد المشركي جاهدوا قال وسلم عليه الله صلى النب عن أنس عن حيد عن سلمة بن
6وألسنتكم وأيديكم بأموالكم
Telah mengabarkan kepada kami Harun bin Abdillah serta Muhammad bin
Isma‟il bin Ibrahim mereka berdua berkata; telah menceritakan kepada
kami Yazid, ia berkata; telah memberitakan kepada kami Hammad bin
Salamah dari Humaid dari Annas dari Nabi Saw. beliau bersabda:
“Perangilah orang-orang musyrik dengan harta, tangan dan lisan kalian.”
Bentuk jihad yang lainnya adalah berbakti kepada orang tua. Islam
mengajarkan kepada pemeluknya untuk menghormati dan berbakti kepada orang
5 Muhammad bin Isa al-Turmūżi, Sunan al-Turmūżi, Jilid IV, (Beirut: Dar Ihya al-Turas
al-„Arabi), hlm. 185. 6 Abu „Abdurrahman Ahmad Syu‟aib bin Ali al-Nasa‟i, Sunan al-Nasa‟i, Jilid X, (Bairut:
Dar al-Ma‟rifat, 1419 H), hlm. 137.
4
tua, tidak hanya ketika masih hidup tetapi juga sampai kedua orang tua wafat.
Seorang anak tetap harus menghormati orang tuanya , meskipun seorang anak
tidak wajib taat terhadap orang tua yang memaksanya berbuat syirik (QS. Luqman
[31]: 14). Salah satu wujud pengabdian manusia adalah berbakti kepada orang tua.
Karena itu, jihad dapat dipahami sebagai bentuk pengabdian kepadanya.
Sebagaimana hadis Nabi Saw. yang diriwayatkan oleh al-Bukhārī berikut ini:
ث نا ث نا آدم حد ث نا شعبة حد عت قال ثابت أب بن حبيب حد اعر العباس أبا س وكان الشهم ل عت قال حديثه ف ي ت هما الله رضي عمرو بن الله عبد س إل رجل جاء ي قول عن
ففيهما قال ن عم قال الداك و أحي ف قال الهاد ف فاستأ نه وسلم عليه الله صلى النب 7فجاهد
Telah menceritakan kepada kami Adam, telah menceritakan kepada kami
Syu‟bah, telah menceritakan kepada kami Habib bin Abi Tsabit, ia
berkata; aku telah mendengar Abu „Abbas al-Sya‟ir, dia adalah orang yang
tidak buruk dalam hadis-hadis yang diriwayatkannya, ia berkata; aku telah
mendengar „Abdullah bin „Amru radiallahu „anhuma, ia berkata; “Telah
datang seorang laki-laki kepada Nabi Shallahu „alaihi wa sallam, lalu ia
meminta izin untuk ikut berjihad. Maka Nabi bertanya: “Apakah kedua
orang tuamu masih hidup?” Laki-laki itu menjawab” „Iya”. Maka Nabi
berkata: “Kepada keduanya kamu berjihad (berbakti).”
Selain itu, jihad yang lain adalah membantu para janda dan orang miskin,
peduli kepada sesama manusia. Bantuan dapat diberikan baik dalam bentuk materi
ataupun perhatian dan perlindungan. Sebagaimana sabda Nabi Saw,
ث نا ث نا ق زعة بن ي ي حد قال هري رة أب عن الغيث أب عن زيد بن ث ور عن مالك حد
اعي وسلم عليه الله صلى النب قال الله سبيل ف كالمجاهد والمسكي الرملة على السائم الليل م القائ أو 8الن هار الص
7 Muhammad bin Ismail al-Bukhārī, Ṣaḥiḥ al-Bukhārī, hlm. 550-551.
8 Muhammad bin Ismail al-Bukhārī, Ṣaḥiḥ al-Bukhārī, hlm. 1005.
5
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Qoza‟ah, telah menceritakan
kepada kami Malik dari Tsaur bin Zaid dari Abi al-Ghaits dari Abi
Hurairah, ia berkata; Nabi Shallahu „alaihi wa sallam bersabda: “Orang
yang membantu para janda dan orang-orang miskin seperti orang yang
berjihad di jalan Allah atau seperti orang yang selalu qiyamul lail dan
berpuasa di siang hari nya.”
Hadis-hadis tersebut di atas menunjukkan adanya variasi-variasi bentuk
jihad yang diakui dalam Islam sesuai dengan sabda-sabda Nabi. Jihad tidak
identik dengan peperangan dan pertempuran yang tegah menggemuruh pada saat
Rasulullah Saw. di Madinah. Rasulullah Saw. tetap memberi ruang lain untuk
memaknai jihad. Masih banyak lagi hadis-hadis lain yang menggambarkan
berbagai macam bentuk (variasi) jihad dalam Islam.
Jihad adalah kata yang sensitif dan kontroversial dalam Islam. Pada
awalnya, kata ini memiliki multimakna. Namun akhirnya, selalu mengarah pada
satu makna; perlawanan fisik dan peperangan. Ketika kata jihad diucapkan, maka
akan terbayang; pedang yang terhunus, agresi militer, pertempuran, dan aksi-aksi
kekerasan lainnya. Jika demikian maknanya, Islam yang mengakui doktrin jihad
akan identik dengan ajaran kekerasan, Islam dan kekerasan.
Bagi orang Islam, jihad adalah ajaran fundamental, dan implementasi
ajaran ini dalam bentuk yang dikenal –perang dan pertempuran- dianggap suci.
Bahkan, mati karena ajaran ini merupakan kematian yang suci dan disebut mati
syahid. Seseorang yang mati syahid akan masuk surga bi ghair hisāb (tanpa
diadili). Tak heran, jika umat Islam berlomba-lomba menjalankan ajaran ini.
Sedangkan bagi non-muslim, jihad adalah ancaman sekaligus teror. Karena jihad
ditujukan bagi mereka yang tidak memeluk agama Islam, melenyapkan kekafiran,
dan mengajak (memaksa) memeluk agama Islam.
6
Dalam sejarah, perkembangan Islam dikembangkan dengan proses dialektis
dengan dua term yaitu Islam normatif dan Islam historis, yang disebut pertama, Islam
mendoktrin pemeluknya agar menyebarkan misi Islam dengan perdamaian tanpa
intimidasi.9 dan disebut kedua, fakta empirik seringkali membawa umat Islam
kepada suatu keadaan yang mengharuskannya menempuh jalan yang bertolak-
belakang dengan doktrin perdamaian, yaitu menyingkirkan rintangan dengan upaya
fisik demi tegaknya misi Islam.10 Pada konsep kedua inilah stigma orang Barat
memahami jihad sebagai salah satu ajaran Islam sangat negatif dan bahkan
menganggap Islam merupakan simbol kekerasan, kekejaman dan terorisme.
Namun istilah jihad sebagai ajaran Islam yang suci telah mengalami
pergeseran makna dan sering disalahpahami atau dipersempit artinya. Adanya
sebagian kelompok dalam Islam yang menyalahgunakan jihad sebagai dalil untuk
melakukan tidakan kekerasan, pembunuhan orang yang tidak berdosa serta
seringkali menjadi korban adalah warga sipil.
Hal itu jika kita melihat dalam Wikipedia dijelaskan bahwa terorisme
biasanya diartikan sebagai bentuk serangan terkoordinasi yang bertujuan
membangkitkan perasaaan teror terhadap sekelompok masyarakat. Berbeda
dengan peperangan (jihād fī sabīlillāh), aksi terorisme tidak tunduk pada tatacara
seperti waktu pelaksanaannya yang selalu tiba-tiba dengan target korban jiwa
yang acak serta seringkali merupakan warga sipil.
9 Rauf Salabi, al-Jihad fi al-Islam Manhaj wa Tatbiq, Juz. I, (Beirut: Mansyurat al-Maktabat
al-Asriyah, 1980), hlm. 4. Lihat juga Abu Husain Ahmad ibn Faris ibn Zakariya, Mu‟jam Maqayīs al-
Lughah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1979), hlm. 90-91. Lihat pula: Amin Abdullah, Studi Agama Normativitas
atau Historisitas, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hlm. 61-76. 10
Said Hawiy, Jund Allah saqafat wa Akhlaqan, (Beirut: Dal al-Kutub al-Ilmiyyah, 1979),
hlm. 11.
7
Diantara definisi tentang terorisme tercantum dalam pasal 14 ayat 1 The
Prevetion of Terrorism (temporary Provisions) act, 1984, sebagai berikut:
“Terrorism means the use of violence for political ends and includes any use of
viiolence for the purpose putting the public or any section of the public in fear.”
Kegiatan terorisme mempunyai tujuan untuk membuat orang lain merasa
ketakutan sehingga dengan demikian dapat menarik perhatian orang, kelompok
atau suatu bangsa. Biasanya perbuatan teror digunakan apabila tidak ada jalan lain
yang dapat ditempuh untuk melaksanakan kehendaknya. Terorisme digunakan
sebagai senjata psikologis untuk menciptakan suasana panik, tidak menentu serta
menciptakan ketidakpercayaan masyarakat terhadap kemampuan pemerintah dan
memaksa masyarakat atau kelompok tertentu untuk mentaati kehendak pelaku
teror. Terorisme tidak ditujukan langsung kepada lawan, akan tetapi perbuatan
teror justru dilakukan dimana saja dan terhadap siapa saja. Dan yang lebih utama,
maksud yang ingin disampaikan oleh pelaku teror adalah agar perbuatan teror
tersebut mendapat perhatian yang khusus atau dapat dikatakan lebih sebagai phy-
war.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa antara terorisme dan jihad
sangat berbeda jauh, baik dari segi tujuan, motif maupun modusnya. Tujuan jihad
adalah kemaslahatan dan hilangnya kezhaliman serta motif untuk menegakkan
nilai-nilai luhur agama dan modus yang tidak melanggar hak orang lain.
Sedangkan terorisme mempunyai tujuan memperjuangkan kepentinagn sempit
pribadi maupun kelompok, dan motifnya ingin membuat sensasi (menarik
perhatian publik dengan aksinya) serta modusnya dengan membuat kerusakan
yang melanggar hak-hak orang lain, termasuk hak hidup.
8
Jihad adalah upaya untuk merealisasikan kehendak Allah yang
diungkapkan melalui agamanya sebagai salah satu rukun Islam yang harus
ditegakkan dengan kata lain bahwa rukun Islam harus dibumikan, padahal
pemahaman itu tidak perlu terjadi, jika seseorang harus mengimplementasikan
jihad dalam makna yang esensial.11
Jika dicermati dalam sejarah kehidupan Nabi saw, maka beliau tidak
pernah memaksa seseorang untuk memeluk agama Islam. Nabi Saw. memerangi
orang yang memeranginya, dan tidak pernah memerangi orang yang selalu
berdamai, dan tidak melanggar janji. Kewajiban Jihad adalah kewajiban sarana
(al-wasā‟il), bukan tujuan (al-maqāshid). Maksud dari perang ialah
memberikan hidayah dan syahada (kesaksian), sedangkan membunuh orang kafir
bukanlah tujuan, jika hidayah bisa diberikan dengan cara memberikan dalil tanpa
jihad (perang), hal ini lebih utama dari pada jihad.12
Jika persepsi di atas (jihad adalah simbol kekerasan), dibiarkan terus
bergulir, akibatnya akan akan terus timbul aksi-aksi kekerasan di tengah
komunitas umat manusia. Dan masih merupakan dampak dari itu, hingga muncul
generalisasi terhadap Islam sebagai agama kekerasan, teroris dan lain sebagainya.
Apalagi beberapa dekade terakhir ini, perjuangan melalui jihad sangat efektif
dipergunakan oleh kelompok-kelompok ekstrim untuk melegalkan bom bunuh diri
sebagai simbol perlawanan. Hal ini jelas bertolak belakang dengan Islam sendiri
sebagai rahmat bagi alam dan jihad yang diperintahkan oleh al-Qur‟an maupun
hadis tidak identik dengan teroris. Demikian ayat-ayat al-Qur‟an maupun hadis
11
Sayyid Husain Nasr, a Young Muslim Guide to the Modern World, Penerjemah Hasti
Tarekat “Dunia Modern”, (Bandung: Mizan 1994), hlm. 20. 12
Yusuf Qardhawi, Fiqih Jihad; Sebuah Karya Monumental Terlengkap Tentang Jihad
Munurut al-Qur‟an dan Sunnah, Penerjemah Irfan Maulana Hakim dkk.,(Bandung: Mizan
Pustaka, 2010), hlm. XIV.
9
yang memerint ahkan untuk berjihad di jalan Allah tidak dapat dijadikan sebagai
motivasi untuk melakukan aksi teror, karena semangat jihad dalam konsep al-
Qur‟an dan hadis sungguh bertentangan dengan tindakan terorisme yang terjadi
selama ini.
Tesis ini, penulis akan fokus mengkaji masalah jihad, bagaimana konsep
jihad yang dipaparkan oleh Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī (w. 1203
H)13
dalam kitabnya Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu‟minīn fī Faḍā‟il
al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh dan bagaimana
kualitas hadis-hadis tentang jihad dalam kitab tersebut.
Kajian ini penting dan menarik dengan alasan: Pertama, jihad adalah
salah satu perintah Allah Swt. yang tegas dinyatakan dalam al-Qur'an dan
hadis di samping Shalat, Shaum, Zakat dan Haji. Jihad merupakan puncak dari
segala amal seseorang. Jihad adalah amalan yang sangat disukai atau disenangi
Allah Swt. Kedua, Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī adalah seorang
ulama Nusantara yang sangat populer Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-
Palimbānī disebut-sebut sebagai sufi paling ensiklopedis sepanjang sejarah
Melayu-Nusantara. Ulama yang memiliki peran penting dalam perkembangan
Islam di wilayah Nusantara. Bahkan, ia dikenal sebagai “penerjemah dan
penafsir” di Nusantara yang paling otoritatif terhadap pemikiran-pemikiran Imam
al-Ghazālī. Perannya begitu besar dalam peradaban Islam Melayu-Nusantara
sepanjang abad ke-18. Ia berhasil mengawinkan tasawuf akhlaqi al-Ghazālī dan
13
Nama lengkapnya adalah „Abd al-Ṣamad bin Abdullah Al-Jawi Al-Palimbani, tetapi
sumber-sumber Arab menamakannya Sayid „Abd al-Shamad bin „Abd al-Rahman al-Jawi.
Umumnya dikenal dengan sebutan Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī dengan karyanya
Hidayat al-Salikin. Lihat Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Hidayatus Salikin fi Suluk
Maslakil Muttaqin, (T.tp.: Maktabah wa Matba‟ah Muhammad al-Nahdi wa Awladuh, t.t.). Bisa
juga dilihat H.M. Iwan Gayo, Buku Pintar Seri Junior, (Jakarta: Grasindo, 2008), hlm. 93; atau
M. Shaleh Putuhena, Historiografi Haji Indonesia, (Yogyakarta: LKiS, 2007), hlm. 124
10
tasawuf falsafi Ibn Arabi dengan sempuma sekali. Selain itu Syeikh „Abd al-
Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī adalah sosok yang memiliki kepedulian terhadap
perkembangan sosio-religius dan politik di Nusantara. Kepedulian itu, antara lain,
terlihat dalam beberapa karyanya yang bukan hanya menyebarkan ajaran neo-
sufisme, melainkan juga mengimbau kaum Muslim untuk melancarkan aksi jihad
melawan penjajahan bangsa Eropa, terutama Belanda yang terus menggiatkan
usaha mereka menundukkan entitas politik Muslim di Nusantara.
Ketiga, kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu‟minīn fī Faḍā‟il
al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh ini sering disebut
sebagai masterpiece Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī tentang jihad,14
dan sangat mungkin merupakan karya pertama tentang jihad yang di kenal di
Indonesia yang memberikan inspirasi bagi lahirnya semangat jihad di Aceh.
Hikayat Perang Sabil, yang menjadi sumber penyebaran semangat jihad kepada
rakyat Aceh melawan kolonialisme di Nusantara.15
Ia juga menyurati raja-raja
Nusantara untuk mengobarkan jihad sabilillah terhadap penjajah. Keempat,
hadis-hadis yang terdapat dalam kitab tidak disebutkan sanadnya secara lengkap
serta kualitasnya. Di sinilah penulis melihat pentingnya penelitian ini untuk
dilakukan.
14
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII
dan XVIII; Akar Pembaruan Islam Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2013), hlm.
315; Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam Nusantara, (Jakarta, Gramedia, 2009), hlm. 88; Lihat
juga Wan Mohd. Shaghir Abdullah, “Syeikh Abdus Shamad al-Falimbani Wafat Sebagai
Syuhada”, http://ww1.utusan.com.my/utusan/info.asp?y=2007&dt=1126&pub=Utusan_Malaysia
&sec=Bicara_Agama&pg=ba_01.htm, Diakses 1 Mei, 2015; Oman Fathurrahman, “Penulis dan
Penerjemah Ulama Palembang: Menghubungkan Dua Dunia”. Dalam
http://www.adicita.com/artikel/detail/id/165/Penulis-dan-Penerjemah-Ulama-Palembang-
Menghubungkan-Dua-Dunia, Diakses 1 Mei 2015.; atau Taufik Irawan, “Syeikh Abdus Shamad
Al-Falimbani Ulama Sufi dan Syuhada”, dalam https://taufikirawan.wordpress.com
/2011/11/03/syeikh-abdul-samad-al-falimbani-ulama-sufi-dan-syuhada/, Diakses 2 Mei 2015. 15
Jajat Burhanudin, Ulama Kekuasaan; Pergumulan Elite Muslim dalam Sejarah
Indonesia, (Jakarta: Mizan,2012) hlm. 148
11
Bertolak dari uraian di atas, penulis akan membuat sebuah penilitian hadis
yang bertemakan “Jihad: Studi Kualitas Sanad Hadis Jihad dalam Kitab
Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī
Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh”.
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut di atas, maka
melakukan identifikasi masalah merupakan kegiatan yang sangat penting.
Diharapkan dengan melakukan kegiatan tersebut, akan semakin jelas masalah-
masalah mana yang akan menjadi fokus perhatian dan penelitian. Berdasarkan
uraian tersebut, berikut ini akan dikemukakan masalah-masalah yang dianggap
penting, yaitu:
Pertama, kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu‟minīn fī
Faḍā‟il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh ini sering
disebut sebagai masterpiece Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī yang
membahas tentang jihad dari berbagai aspeknya.
Kedua, kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu‟minīn fī Faḍā‟il
al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh merupakan karya
pertama tentang jihad yang di kenal di Indonesia yang memberikan inspirasi
bagi lahirnya semangat jihad di Aceh. Hikayat Perang Sabil, yang menjadi
sumber penyebaran semangat jihad kepada rakyat Aceh melawan kolonialisme di
Nusantara.
12
Ketiga, dalam karya Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī ini,
uraiannya diperkuat oleh dalil yang berasal dari al-Qur‟an dan hadis-hadis Nabi
Saw. Namun hadis-hadis yang terdapat di dalamnya tidak disebutkan sanad dan
rawi, maupun kualitas hadisnya. Berdasarkan hal itulah penulis sangat terpanggil
untuk mengkaji dan meneliti hadis-hadis yang terdapat dalam kita Naṣīhat al-
Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu‟minīn fī Faḍā‟il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa
Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh.
2. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut di atas, maka penulis akan
membatasi diri pada satu pokok permasalahan yaitu jihad dan kualitas hadis-hadis
tentang jihad saja. Mengingat hadis-hadis yang terdapat dalam kitab Naṣīhat al-
Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu‟minīn fī Faḍā‟il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa
Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh tidak hanya termuat dalam satu pasal saja,
sedangkan jumlah pasal dalam kitab tersebut ada 7 pasal, yang di antara lain: [1].
Keutamaan Jihad di Jalan Allah; [2]. Keutamaan Ribat (Siap siaga di Jalan Allah);
[3]. Keutamaan Infaq di Jalan Allah dan Persiapan Perang; [4]. Keutamaan
Mempersiapkan Peralatan Perang dan Perintah Belajar Memanah. [5]. Keutamaan
Mati Syahid. Maka batasan penelitian yang akan dilakukan adalah pertama, hadis
yang diteliti adalah hadis yang terdapat dalam pasal keutamaan jihad di jalan
Allah baik yang dikategorikan hadis marfū‟ maupun mauqūf. Karena selain hadis-
hadis yang terdapat di dalam pasal keutamaan jihad di jalan Allah itu tidak
disebutkan sanad dan rawi, maupun kualitas hadisnya. Hadis-hadis keutamaan
jihad seringkali di jadikan dalil oleh sekelompok orang untuk melakukan tindakan
13
kekerasan, aksi teror dan bom bunuh diri dan seringkali yang menjadi korban
adalah warga sipil. Jika demikian maka Islam yang mengakui doktrin jihad akan
identik dengan ajaran kekerasan.
Kedua, jika hadis-hadis dalam pasal tersebut diriwayatkan juga oleh al-
Bukhārī dan Muslim, maka penulis tidak akan dibahas lagi, baik kaitannya dengan
sanad maupun matannya. Pilihan ini berdasarkan kepada asumsi bahwa ṣaḥiḥ
Bukhārī dan ṣaḥiḥ Muslim dinyatakan sebagai kitab hadis khusus yang
menghimpun hadis-hadis ṣaḥiḥ.16
Pendapat ini juga sejalan dengan pendapat
Maḥmūd Ṭaḥḥān. Menurut Maḥmūd Ṭaḥḥān kitab-kitab yang tidak tidak perlu
dibahas lagi adalah kitab ṣaḥiḥ Bukhārī dan ṣaḥiḥ Muslim.17
Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, maka ada lima belas (15) hadis
yang akan diteliti yang terdapat dalam pasal Keutamaan Jihad di Jalan Allah
dalam kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu‟minīn fī Faḍā‟il al-Jihādi
fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh.
3. Perumusan Masalah
Dengan memperhatikan dan mencermati latar belakang masalah di atas,
maka yang menjadi fokus permasalahan penelitian dalam tesis ini adalah hadis-
hadis yang terdapat dalam kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-
Mu‟minīn fī Faḍā‟il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh
karya Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī. Agar permasalahan yang akan
diteliti ini lebih jelas dan terarah, maka permasalahan-permasalahan tersebut akan
16
Muhammad „Ajjaj al-Khatīb, Uṣūl al-ḥadis „Ulumuhu wa Musṭalahuh, (Beirut: Dār al-
Fikr, 1391 H/1971 M), hlm. 309. 17
Maḥmūd Ṭaḥḥān, Uṣūl al-Takhrīj Wadirāsah al-Asānid, (Riyad: Maktabah al-Ma‟arif,
1991 M/1412 H), hlm. 191
14
dirumuskan yaitu : Bagaimanakah kualitas sanad hadis-hadis keutamaan jihad di
jalan Allah dalam kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu‟minīn fī
Faḍā‟il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh karya
Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui konsep jihad konsep jihad menurut Syeikh „Abd al-
Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī dan apa implikasi kitab Naṣīhat al-
Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu‟minīn fī Faḍā‟il al-Jihādi fī Sabīlillāh
wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh terhadap perjuangan rakyat
Indonesia.
2. Untuk mengetahui kualitas sanad hadis-hadis keutamaan jihad di jalan
Allah yang terdapat dalam kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu
al-Mu‟minīn fī Faḍā‟il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-
Mujāhidīn fī Sabīlillāh, yang untuk sementara ini belum diketahui
kualitas sanad hadis-hadisnya.
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan hasil penelitian ini antara lain sebagai berikut:
1. Dari segi teoretis: Hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan konstribusi sebagai acuan pengembangan wawasan
keilmuan yang berkaitan dengan motede pemahaman hadis.
15
2. Sebagai ajang latihan untuk melatih daya nalar dan mengasah
intelektualitas penulis. Juga sebagai bukti dan implimentasi dari
ilmu yang diterima di bangku kuliah, sekaligus untuk memenuhi
persyaratan dalam memperoleh gelar Magister.
E. Tinjauan Pustaka
Dalam menyusun Tesis ini, telah dilakukan tinjauan pustaka oleh penulis
dan ternyata ada beberapa yang menulis tentang tema ini di antaranya:
Azyumardi Azra, dalam bukunya yang bertema “Jarinagn Ulama Timur
Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII”.18
Buku ini banyak
menguraikan biografi dan perjalanan rihlah Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-
Palimbānī dan Ulama Palembang lainnya.
Chatib Quzwain, dalam bukunya “Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenai
Ajaran Tasawuh Syaikh Abdus Samad al-Palimbani”. Buku ini memuat mengenai
pokok-pokok pikiran ajaran tasawuf Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī
dalam hubungannya dengan aliran-aliran tasawuf yang telah berkembang di
Sumatera sampai abad ke-18 Masehi, sebagai usaha untuk menjelaskan Sejarah
Perkembangan Pemikiran Islam pada abad ke-18 Masehi itu, khususnya ajaran al-
Ghazāli dan ajaran Ibnu „Arabi.19
Mal An Abdullah, “Jejak Sejarah Abdus Somad al-Palimbani”. Buku ini
merupakan laporan penelitian mengenai Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-
18
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII
dan XVIII; Akar Pembaruan Islam Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2013), hlm.
315. 19
Chatib Quzwain, Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenai Ajaran Tasawuf Syaikh
„Abdus Samad al-Palimbani Ulama Palembang Abad ke-18 Masehi, (Jakarta: PT Bulan Bintang
1985)
16
Palimbānī. Buku ini memuat tentang naskah Manāqib Abdus Samad yang
berjudul Faydh al-Ihsānī wa Midādā li al-Rabbāni, Sekilas kelahiran dan garis
nasab Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, masa kecil, pendidikannya dan
karir keilmuannya.20
Adapun penelitian yang penulis lakukan lebih terfokus kepada
menginterpretasi hadis-hadis yang berkaitan dengan jihad dalam kitab Naṣīhat al-
Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu‟minīn fī Faḍā‟il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa
Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh karya Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-
Palimbānī.
F. Bangunan/Kerangka Teori
Untuk menyelesaikan permasalahan di atas, penulis akan meneliti hadis-
hadis keutamaan jihad dalam kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-
Mu‟minīn fī Faḍā‟il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh
karya Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī. Di samping itu diperlukan
kitab-kitab syarah dan kitab-kitab hasil takhrīj (penelitian ulama tentang kualitas
hadis) sebagai upaya untuk menganalisis kualitas sanadnya.
Dalam meneliti kualitas sanad hadis-hadis, yang terdapat dalam kitab
Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu‟minīn fī Faḍā‟il al-Jihādi fī Sabīlillāh
wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh karya al-palimbani ini, penulis
menggunakan metode: 1) Takhrij Ḥadis; 2). Kritik Sanad. Digunakan metode
Takhrij Ḥadis, karena metode tersebut dianggap masih relevan dan sesuai dengan
penelitian yang akan dilakukan. Di samping itu metode tersebut juga telah
20
Mal An Abdullah, Jejak Sejarah Abdus Samad al-Palimbani, (Palembang: Syariah
IAIN Raden Fatah Press 2012)
17
disepakati oleh ulama hadis. Adapun metode Takhrij Ḥadis meliputi: pertama,
metode Takhrij menurut lafaz pertama hadis (awal matan) metode ini disebut juga
dengan metode aṭrāf; kedua, metode Takhrij menurut lafaz-lafaz yang terdapat
dalam hadis; ketiga, metode Takhrij Ḥadis menurut perawi terakhir; keempat,
metode Takhrij Ḥadis menurut tema hadis; dan kelima, metode Takhrij Ḥadis
menurut klasifikasi jenis hadis.
Dalam menghukumi kualitas hadis diperlukan standar uji ke-ṣahīḥ-an
sanad selain ke-ṣahīḥ-an matan hadis. Untuk mengetahui standar kualitas sanad
hadis (para perawi yang terkait) diperlukan kitab-kitab tentang Rijāl al-Ḥadīs.
Dari kitab-kitab tersebut banyak informasi tentang keadaan setiap perawi yaitu
diantaranya, nama lengkap, nama panggilan (kunyah), kategori, tempat tinggal,
tahun lahir, tahun wafat, guru, murid dan komentar ulama tentang kredibilitas
moralnya.
Dalam menilai sanad hadis akan menggunakan metode Jarh wa Ta‟dil
yang kemudian dikomparasikan antara ulama mutasyaddidin dengan ulama
mutawasitin dan juga dengan ulama mutasāhilūn. Sementara itu dalam
menentukan hadis ṣaḥiḥ harus memenuhi lima syarat; pertama, muttasil sanad-
nya; kedua, perawi-perawinya adil; ketiga, perawi-perawinya ḍabit; keempat,
yang diriwayatkan tidak syadz; kelima, yang diriwayatkan terhindar dari „illat
qaḍiḥah.
18
G. Metodologi Penelitian
1. Sumber Data
Dalam penelitian tesis ini, penulis menfokuskan pada penelitian
kepustakaan (library risearch). Oleh karena itu, sumber datanya diperbolehkan
dari berbagai kitab yang telah ditelaah, sehingga dengan melakukan hal itu
diharapkan akan memberikan informasi yang lebih akurat dan valid.
Sumber penelitian ini terdiri dari dua sumber, yaitu sumber primer dan
sumber sekunder. Adapun yang menjadi sumber primer adalah kitab Naṣīhat al-
Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu‟minīn fī Faḍā‟il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa
Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh karya Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-
Palimbānī.
Sedangkan yang menjadi sumber sekunder adalah buku, kitab, jurnal dan
karya-karya lain yang berkaitan dengan obyek penelitian sebagai data penunjang
dan lain-lain yang membantu pemahaman terhadap obyek penelitian. misalnya
kitab al-Mu‟jam al-Mufahras li Alfāz al-Ḥadīs al-Nabawī, Miftāh Kunuz al-
Sunnah karya A.J. Wensinck, dan lain-lain.
2. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan Library Research (Penelitian Pustaka). Penelitian
ini juga bersifat diskriptif-comparatif-analitif21
dan berupaya konseptualistik
yakni dengan mempertimbangkan kondisi historis-empiris pada saat suatu hadis
itu disampaikan oleh Nabi Saw.
21
Diskriptif dimaksudkan masalah yang dibahas dijelaskan/dipaparkan apa adanya.
Kemudian bahasan dibandingkan dengan pendapat-pendapat ulama dan pada akhirnya dianalisis
kelebihan dan kekurangan dari pendapat-pendapat itu dan diupayakan lahirnya kesimpulan.
19
3. Teknik Pengumpulan Data
Sesuai dengan jenis penelitiannya, teknik pengumpulan data dilakukan di
ruang-ruang perpustakaan kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pustaka
umum maupun pustaka pribadi, termasuk google books dan situs-situs lain yang
menyediakan tulisan dan buku-buku Pdf. Data-data yang telah ada dikumpulkan
dipilah berdasarkan tema-tema relevan. Tema itu kemudian diklasifikasi
berdasarkan mutu, jenis dan relevansinya dengan topik penelitian ini untuk
diteliti, dianalisis dan dimasukkan dalam topik pembahasan.
Adapun teknik dalam penulisan berpedoman pada buku Pedoman Akademik
Program Migister 2012/2013 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sedangkan
pedoman transliterasi Arab-Latin berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri
Agama RI dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor: 158/1987 dan
0543 b/U/1987, Tanggal 22 Januari 1988.
H. Sistematika Pembahasan
Sisitematika penulisan Tesis ini dibagi menjadi lima bab, masing-masing
sub bab, dengan tujuan untuk mendapatkan sebuah hasil yang utuh dan
sistematis dengan perincian sebagai berikut:
Bab pertama terdiri dari Latar Belakang Masalah, Rumusan MasaIah,
Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Kerangka Penelitian, Metodologi
Penelitian, Tinjauan Pustaka, Sistematika Pembahasan.
Adapun bab kedua Tinjauan Umum Tentang Syeikh „Abd al-Ṣamad al-
Jāwī al-Palimbānī Dan Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu‟minīn fī
Faḍā‟il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh terdiri dari
20
Skesta biografi, masa kecil, kondisi Palembang pada masa Syeikh „Abd al-Ṣamad
al-Jāwī al-Palimbānī, karya dan pengaruhnya. Sekilas Tentang Kitab Naṣīhat al-
Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu‟minīn fī Faḍā‟il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa
Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh. Sosial Historis dan Motivasi Penulisan
Kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu‟minīn fī Faḍā‟il al-Jihādi fī
Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh. Posisi pentingnya kitab
Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu‟minīn fī Faḍā‟il al-Jihādi fī Sabīlillāh
wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh Sistematika Penulisan Kitab Naṣīhat al-
Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu‟minīn fī Faḍā‟il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa
Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh. Kemudian bahasan dilanjutkan pada Bab
ketiga Tinjauan Umum Tentang Jihad terdiri dari Pengertian Jihad,
pengungkapan jihad dalam al-Qur‟an dan hadis, Melacak Makna Jihad Dalam
Sejarah, Tujuan dan Fungsi Jihad, Konsep Jihad Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī
al-Palimbānī.
Adapun bab keempat kualitas sanad hadis-hadis keutamaan jihad dalam
kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu‟minīn fī Faḍā‟il al-Jihādi fī
Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh.
Sementara pada bab Kelima penulis akan menyimpulkan dari seluruh
bahasan dan masalah yang menjadi Tesis ini dan saran-saran disertai daftar
pustaka sebagai sumber referensi.
21
BAB II
SYEIKH ‘ABD AL-ṢAMAD AL-JĀWĪ AL-PALIMBĀNĪ DAN NAṢĪHAT
AL-MUSLIMĪN WA AL-TAŻKIRATU AL-MU’MINĪN FĪ FAḌĀ’IL AL-
JIHĀDI FĪ SABĪLILLĀH WA KARĀMATU AL-MUJĀHIDĪN FĪ
SABĪLILLĀH
A. Kehidupan, Kondisi Palembang pada masa Syeikh ‘Abd al-Ṣamad al-
Jāwī al-Palimbānī, Karya dan Pengaruhnya.
1. Sketsa Biografi Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī
Riwayat Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī memang tidak begitu
banyak dapat diketahui, baik menurut sejarawan Indonesia maupun menurut
sejarawan asing. Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī yang mempunyai
nama lengkap „Abd al-Ṣamad bin Abdullah al-Jāwī al-Palimbānī1 tetapi sumber-
sumber Arab menamakannya Sayid Abd al-Samad bin Abd al-Rahman al-Jawi2.
Umumnya dikenal dengan sebutan Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī
dengan karya Hidayat al-Salikin. Al-Jawi adalah dinisbahkan kepada orang Jawa,
karena pada waktu itu orang Arab belum mengenal dengan suku atau daerah
lainnya di Indonesia selain dari Jawa, setelah itu baru muncul istilah lainnya
seperti as-Sumatrani, al-Makassari, al-Banjari, al-Palimbani, al-Minangkabawi,
al-Banteni, dan lain-lainnya. Ia merupakan ulama yang memiliki peran penting
dalam perkembangan Islam di wilayah Nusantara. Ia kemungkinan besar berasal
1 Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Hikayat Salikin fi Suluk Maslakin
Muttaqin, (T.tp.,: Maktabah wa Matba‟ah Muhammad al-Nahdi wa Awladuh, t.t.). bisa juga dilihat
H. M. Iwan Gayo, Buku Pintar Seri Junior, (Jakarta: Grasindo, 2008), hlm. 93; atau M. Shaleh
Putuhena, Historiografi Haji Indonesia, (Yogyakarta: LkiS, 2007), hlm. 124. 2 Abd ar-Razaq al-Baytar, Hilyah al-Basyar fi Tarikh al-Qarn al-Salis ‘Asyar, Juz I,
(Damaskus: Matba‟at al-Majma‟ al-„Ilmi al-„Arabi, 1963 M/1382 H), hlm. 851-852.
22
dari keturunan campuran Arab dan Palembang. Ayahnya adalah salah seorang
keturunan bangsa Arab yang menyandang predikat Sayyid dan ibunya adalah
orang Palembang. Ayahnya bernama Syeikh Abdul Jalil bin Syeikh Abdul Wahid
bin Syeikh Ahmad al-Mahdani3 (w. 1782) seorang Mufti Kedah
4 1710-1782,
berasal dari Sana‟a, Yaman.5 “Al Mahdani” merupakan guru agama di Palembang
yang ditemui oleh Muhammad Jiwa, putra mahkota Kedah 1704, yang sengaja
menyembunyikan identitas darah birunya dalam pengembaraannya. Setengah
tahun kemudian, al-Mahdani melanjutkan safari dakwahnya ke Jawa, India
sampai Kedah didampingi oleh muridnya Muhammad Jiwa Hapisap (ada dugaan
namanya Hafizh Sab).6
Sebelum menikah di Palembang, Syeikh Abdul Jalil telah menikah di
Kedah dengan wan Zainab Putri Datok Sri Maharaja Dewa. Dari pernikahan
tersebut, ia kemudian dikaruniai dua orang anak yang bernama Wan Abdul Qadir
3 Syeikh Abdul Jalil bin Syeikh Abdul Wahid bin Syeikh Ahmad al-Mahdani adalah salah
seorang ulama yang datang dan mengajar di Palembang. Ia dikenal sebagai ulama sufi. Ketika itu,
pada tahun 1704 salah seorang muridnya Muhammad Jiwa, putra mahkota Kedah, yang sengaja
menyembunyikan identitas darah birunya. Kira-kira setengah tahun setelah Muhammad Jiwa
belajar, Syeikh Abdul Jalil bin Syeikh Abdul Wahid bin Syeikh Ahmad al-Mahdani melanjutkan
safari dakwahnya ke Jawa. Muhammad Jiwa, yang ingin terus belajar padanya, ikut menyertai
perjalanannya. Setengah tahun kemudian Syeikh Abdul Jalil bin Syeikh Abdul Wahaid bin Syeikh
Ahmad al-Mahdani dan Muhammad Jiwa meneruskan perjalanan ke India. Di sini Syeikh Abdul
Jalil bin Syeikh Abdul Wahid bin Syeikh Ahmad al-Mahdani mendapat murid lain bernama
Hapisah (ada dugaan namanya Hafizh Sab) yang juga setia menyertainya. Ia mengajar dibeberapa
tempat selama lima tahun. Setelah itu Muhammad Jiwa mengusulkan kepada Syeikh Abdul Jalil
bin Syeikh Abdul Wahid bin Syeikh Ahmad al-Mahdani agar mereka berkunjung ke Kedah dan
Syeikh Abdul Jalil bin Syeikh Abdul Wahid bin Syeikh Ahmad al-Mahdani setuju. Di Kedah
sendiri pada waktu itu terjadi kekosongan kekuasaan. Sultan Abdullah, ayah Muhammad Jiwa,
tealh wafat (1706 M). Penggantinya Sultan Ahmad Tajuddin, saudara Muhammad Jiwa. Setibanya
di Kedah (1710 M) Muhammad Jiwa dinobatkan sebagai sultan (disebut Sultan Muhammad Zainal
Abidin II, memerintah sampai 1778 M). Ia kemudian mengangkat gurunya Syeikh Abdul Jalil bin
Syeikh Abdul Wahid bin Syeikh Ahmad al-Mahdani sebagai Mufti, dan Hapisap sebagai Qodi.
Lihat Mal An Abdullah, Jejak Sejarah Abdus Samad al-Palimbani, (Palembang: Syariah IAIN
Raden Patah Press, 2012), hlm. 17. 4 Kedah adalah sebuah daerah yang terletak sebelah utara di kawasan semenanjung
Malayu, yang termasuk ke dalam wilayahMalaysia sekarang. 5 Chatib Quzwain, Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus
Samad al-Palimbani, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1985), hlm. 9. 6 Mal An Abdullah, Jejak Sejarah Abdus Samad al-Palimbani, hlm.16. lihat juga Luzmy
Ningsih, Syeikh Abdus Samad al-Palimbani: Pemikiran Dakwah dan Karyanya, (Skripsi:
Universitas Indonesia Fakultas Sastra, Depok 1998).
23
dan Abdulah. Tetapi Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī lebih tua dari
mereka berdua, karena kedua saudaranya tersebut lahir setelah Syeikh Abdul Jalil
pulang dari tiga tahun kepergiannya ke palembang, dimana ia menikah lagi dan
mendapat seorang putra yang bernama Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-
Palimbānī.7
Dari berbagai sumber-sumber yang membahas Syeikh „Abd al-Ṣamad al-
Jāwī al-Palimbānī seperti karya Chatib Quzwain juga kesulitan dalam melacak
Salasih keturunan Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī. Chatib Quzwain
mencatat bahwa Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī lahir di Palembang
pada 116 H/1704 M. Sekitar empat tahun setelah 1112 H/1700 M setelah
penobatan Syeikh Abdul Jalil sebagai Mufti.8 Hal ini berdasrkan catatan Tarikh
Salasilah Negeri Kedah.9
Sejalan dengan bacaan Chatib Quzwain, Azra mencatat pasti tahun
kelahiran Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī pada 1116 H/1704 M. Azra
menyatakan “Dari seluruh sumber yang ada hanya Tarikh Salasilah Negeri Kedah
yang memberikan angka tahun kelahiran serta kematian Syeikh „Abd al-Ṣamad al-
Jāwī al-Palimbānī. Menurut sumber ini Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-
Palimbānī lahir 1116 H/1704 M dan ayahnya seorang Sayyid sedangkan ibunya
seorang wanita Palembang.” Karena itu Azra menyimpulkan tahun 1116/1704
7 Chatib Quzwain, Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus
Samad al-Palimbani, hlm. 9. 8 Chatib Quzwain, Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus
Samad al-Palimbani, hlm. 10. 9 Tarikh Silsilah Negeri Kedah ditulis oleh Muhammad Hasan Datok Kerani Muhammad
Arshad Rahsia Almarhum Sultan Ahmad Tajuddin Mukarram Shah yang Muha Mulia bin Tuan
Syeikh Abu Bakar Kadhi bin Tuan Syeikh Abdul Kadir Mufti bin Tuan Syeikh Abdul Jalil Mufti
bin Tuan Syeikh Abdul Wahid bin Tuan Syeikh Abdul Ahmad al-Mahdani. Lihat Mal An
Abdullah, Syeikh Abdus Samad al-Palimbani; Biografi dan Warisan Keilmuan, (Yogyakarta:
Pustaka Pesantren, 2015), hlm. 14.
24
itulah yang merupakan tahun kelahiran Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-
Palimbānī.10
Berbeda dengan keduanya diatas, Abdullah11
beranggapan telah terjadi
kekeliruan bahwa antara catatan Chatib Quzwain yang mengatakan Syeikh „Abd
al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī lahir pada tahun 1116 H/1704 M. Sekitar empat
tahun setelah 1112 H/1700 M dari penobatan Syeikh Abdul Jalil sebagai Mufti.
Padahal di dalam Tarikh Salasilah Negeri Kedah, Chatib Quzwain harusnya
memperkirakan kelahiran Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī terjadi pada
tahun 1126 H/1714 M empat tahun setelah penobatan Syeikh Abdul Jalil sebagai
Mufti bukan tahun 1116 H/1704 M tahun kelahirannya.12
Mengenai apa yang dikemukakan Azra, Abdullah mengingatkan bahwa
Tarikh Salasilah Negeri Kedah tidak pernah sekalipun menyebutkan tahun
kelahiran Abdus Samad seperti yang dikatakan Azra. Karena itu Abdullah
menduga Azra memetik atau mengutip begitu saja perkataan Chatib Quzwain
yang keliru tadi.13
Berdasarkan hasil telaahnya yang demikian itu tentu saja
Abdullah lebih cenderung pada perkiraan tahun 1126 H/1714 M sebagai tahun
kelahiran Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī.
Terhadap ketidak pastian tersebut, ternyata tidak seperti perkiraan selama
ini, Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī dilahirkan bukanlah pada tahun
10
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII
dan XVIII; Akar Pembaharuan Islam Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2013),
hlm. 315. 11
Nama lengkapnya adalah Wan. Mohd. Shaghir Abdullah. Salah seorang yang memiliki
dedikasi tinggi untuk memelihara dan mempromosikan naskah-naskah Melayu Klasik. Kabarnya,
sejak umur 12 tahun ia sudah bekerja mengumpulkan informasi dan karya-karya tulis para ulama
Melayu dari abad ke-16 ke atas. Abdullah wafat 12 April 2007. Lihat Mal An Abdullah, Syeikh
Abdus Samad al-Palimbani; Biografi dan Warisan Keilmuan, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren,
2015), hlm. 15. 12
Mal An Abdullah, Jejak Sejarah Abdus Samad al-Palimbani, hlm. 19. 13
Mal An Abdullah, Jejak Sejarah Abdus Samad al-Palimbani, hlm. 19.
25
1704/1714/1719 M. Menurut catatan Faydh al-Ihsani, Syeikh „Abd al-Ṣamad al-
Jāwī al-Palimbānī dilahirkan pada tahun 1150 H/1737 M di Palembang. Ayahnya
bernama Abdur Rahman, bukan Abdul Jalil. Syeikh Abdul Jalil bin Abdul
Wahhab bin Ahmad al-Mahdali, Mufti Kedah 1710-1782 M, adalah kakek Syeikh
„Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī; ia menikah dengan Raden Ranti, anak
perempuan dari Pangeran Purbaya yang merupakan putra tertua dari Sultan
Muhammad Mansur (yang memerintah 1706-1714 M). Abdur Rahman, ayah dari
Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, adalah anak Syeikh Abdul Jalil yang
lahir dari pernikahan terseut. Maka jika diurutkan, susunan nama dan nasabnya
yang lengkap ialah „Abd Ṣamad bin Abdur Rahman bin Abdul Jalil bin Abdul
Wahhab bin Ahmad al-Mahdali.14
Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī meninggal setelah tahun 1203
H/1789 M, yaitu tahun dimana ia telah selesai menulis karya yang berjudul Sair
as-Salikin ila ‘Ibadah Rabb al-‘Alamin.15
Hal ini didasarkan atas beberapa hal,
diantaranya adalah setelah karyanya itu tidak ditemukan indikasi adanya karya-
karya yang lain dan juga pada ketika itu ia diperkirakan sudah berusia 84 tahun,
usia yang dianggap sudah cukup tua. Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī
meninggal dalam suatu peperangan antara Kesultanan Kedah dengan Kerajaan
Siam yang terjadi jauh sesudah tahun 1203 H/1789 M.
Namun tidak ada keterangan pasti di mana Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī
al-Palimbānī. Chatib Quzwain menyebut bahwa kubur Syeikh „Abd al-Ṣamad al-
Jāwī al-Palimbānī di Palembang, sedangkan Azyumardi Azra pula menyebut,
14
Mal An Abdullah, Syeikh Abdus Samad al-Palimbani; Biografi dan Warisan Keilmuan,
hlm. 115-116. 15
Al-Palimbani, Syair Salikin, Juz IV, hlm. 267.
26
“ada kesan kuat dia meninggal di Arabiah”, kedua-dua pendapat tersebut
bertentangan dengan Tarikh Salasilah Negeri Kedah.
Letak kuburnya ditemukan di sebuah perkampungan karet di Ban Trap,
kini berada dekat laluan jalan raya menuju Chana, provinsi Songkhla, di selatan
Thailand. Dengan demikian masa hayat Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-
Palimbānī berlangsung dari tahun 1150 H/1737 M sampai dengan tahun 1247
H/1832 atau sampai tahun 1254 H/1839 M.16
2. Masa Kecil dan Pendidikan Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī
Melihat tahun lahir Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, 1150
H/1737 M, Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī menjalani masa kecilnya
pada saat kesultann Palembang berada dibawah pemerintahan Sultan Mahmud
Badaruddi I (1727-1756 M). Ini adalah masa ketika Palembang dicatat telah
berkembang menjadi pusat belajar Islam yang penting di wilayah Melayu-
Nusantara, yang mampu menarik ulama-ulama dari Jazirah Arabiah untuk datang,
bermukim, mengajar dan melakukan aktivitas keilmuan di sini, dan pada
gilirannya melahirkan sejumlah ulama penting dan produktif di zamannya, yang
secara bersama-sama berhasil membentuk sebuah tradisi keilmuan Islam yang
akan kita sebut sebagai “tradisi keilmuan Palembani”.
Mengenai masa kecil Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Faydh
al-Ihsani memberikan gambaran yang cukup bermakna untuk dianalisa. Ia tidak
lama merasakan asuhan ibunya yang harus pergi meninggalkannya selamanya
(meninggal dunia). Dikala itu Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī baru
16
Mal An Abdullah, Syeikh Abdus Samad al-Palimbani; Biografi dan Warisan Keilmuan,
hlm. 117.
27
berumur setengah tahun. Tidak disebutkan siapa nama ibunya tersebut. Tetapi dari
penelusuran ditemukan bahwa ibu Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī
bernama Syarifah, sebuah nama (Masayu) yang juga mengidentifikasikan dirinya
sebagai perempuan asli Palembang dan berasal dari kalangan kraton (bangsawan)
Palembang.17
Sepeninggal ibunya, menurut catatan Faydn al-Ihsan Syeikh „Abd al-
Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī harus pula dibesarkan tidak bersama ayahnya. Dikala
Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī baru berusia kira-kira sembilan tahun
ayahnya pergi mengelana. Tidak ditemukan juga informasi mengenai negeri
tempat ayahnya mengelana. Hanya disebutkan dalam Faydn al-Ihsani ayahnya
berpindah (mengelana) ke “negeri yang sejahtera”.
Namun ketidakhadiran ayah dan ketidaan ibu tidaklah menghalangi Syeikh
„Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī untuk mendapatkan pendidikan dan
kesempatan belajar dengan baik dalam ilmu-ilmu agama (Islam) di negerinya
sendiri. Guru yang selalu dikenangnya dari masa pendidikan di Palembang ialah
Sayyid Hasan bin Umar Idrus.18
Sayyid Hasan memperhatikan, mengawasi dan
berupaya membentuk pola kesehariannya. Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-
Palimbānī banyak menimba ilmu agama, tajwid dan ilmu al-Qur‟an. Didikan sang
guru meninggalkan kesan sedemikian mendalam.
Selain belajar al-Qur‟an dan ilmu-ilmu agama dari jalur keluarganya
Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī berhasil mewarisi tradisi silat beladiri
kraton Palembang. Seni silat Palembang ini kemudian dikembangkan oleh
17
Mal An Abdullah, Syeikh Abdus Samad al-Palimbani; Biografi dan Warisan Keilmuan,
hlm. 21-22. Lihat juga Mal An Abdullah, Jejak Sejarah Abdus Samad al-Palimbani, hlm. 28. 18
Mal An Abdullah, Syeikh Abdus Samad al-Palimbani; Biografi dan Warisan Keilmuan,
hlm. 23-24.
28
cucunya Abdus Samad (Tuan Wok) di wilayah Pahang dan Terengganu, sehingga
mewujud menjadi seni silat Sekebun yang menempatkan Syeikh „Abd al-Ṣamad
al-Jāwī al-Palimbānī sebagai mahaguru mereka yang pertama. Pangeran
Purbaraya (kakek ka atas dari jalur nasabnya di Palembang) memang termasyhur
sebagai “ahli pendidikan ilmu silat dan urusan peperangan”.
Selain itu, Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī pernah belajar
tasawuf. Ia mempelajari kitab At-Tuhfah al-Mursalah, karya Syeikh Abd ar-
Rahman bin Abd al-„Aziz al-Maghribi dan pada ketika sebelum berangkat ke
Mekkah, ia telah mempelajari kitab-kitab tasawuf, seperti kitab tasawuf yang
dikarang oleh Syeikh Abd ar-Rauf al-Jawi as-Singkili dan kitab tasawuf yang
dikarang oleh Syamsuddin as-Sumatrani, keduanya adalah tokoh sufi Aceh.19
Setelah mendapat pendidikan di Palembang, Syeikh „Abd al-Ṣamad al-
Jāwī al-Palimbānī pergi ke Mekkah20
dan meneruskan pelajaran di Haramayn.
Tidak disebutlan kapan Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī berangkat ke
Mekkah. Di Mekkah, ia diperkirakan belajar di Masjidil-Haram.21
Syeikh „Abd al-
Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī memutuskan untuk hidup, menuntut ilmu dan
bermukim di sana. Dia tentu memasuki komunitas Jawi yang ada, dan ini adalah
langkah permulaan menuju karir keilmuannya. Dalam komunitas Jawi masa itu,
19
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, E.i. 4, hlm 78. Hal itu diakui sendiri oleh al-
Palimbani sebagaimana yang diutarakan di dalam kitabnya Syair al-Sālikīn ilā ‘Ibādah Rabb al-
‘Ālamīn, Juz III, (Semarang; Toha Putra, t.th.), hlm. 183. 20
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII
dan XVIII; Akar Pembaharuan Islam Indonesia, hlm. 315. 21
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Snouck Hurgrenje, pada akhir abad ke-19
Masjidil Haram Mekkah adalah salah satunya lembaga pendidikan yang berfungsi sebagai
perguruan tinggi. Di Masjidil Haram pada waktu itu, apabila setelah selesai mengerjakan shalat
lima waktu, para jama‟ah membuat kelompok masing-masing berbentuk lingkaran (halaqah), pada
setiap kelompok itu ada guru besarnya masing-masing yang bertindak sebagai pemberi kuliah
(dosen). Adapun bahasa yang dipergunakan sebagai bahasa pengantar adalah bahasa Arab. C.
Snouck Hurgranje, Mekkah in the Latter Part of teh Nineteen Century, Penterjemah J. H.
Monathan, (London: Gibb Memorial Series, 1931), hlm. 172-173.
29
seorang yang lebih dahulu berada di sana ialah Muhammad Arsyad al-Banjari,
yang kemudian dicatat sebagai salah satu sahabatnya yang terdekat. Di Mekkah,
dia belajar ilmu-ilmu syari‟at pada sejumlah ulama terkemuka.
Di antara guru-guru Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī pada
masa ini, ada enam yang disebutkan dalam Faydh al-Ihsani. Di antaranya
Muhammad Sa‟id bin Muhammad Sunbul (al-Syafi‟i al-Makki) salah seorang
ulama fikih dan Muhaddits terkemuka di zamannya. Karena tempat berdiamnya di
Marwah, ia terkenal sebagai Faqih Marwah, dan termashur keahliannya sebagai
seorang Syafi‟i Kecil. Selain itu juga memiliki reputasi imam dari para Muhaddits
di negeri Mekkah dan Hijaz, yang di datangi oleh para penuntut ilmu dari
berbagai negeri. Ia tampaknya termasuk guru Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-
Palimbānī paling awal di Haramayn.22
Lima diantara guru-guru Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī yang
disebutkan di Faydh al-Ihsani selain Muhammad Sa‟id bin Muhammad Sunbul
(al-Syafi‟i al-Makki), ialah „Abd al-Gni bin Muhammad al-Hilal, Ibrahim bin
Muhammad Zamzami al-Ra‟is (Abu al-Fawz Ibrahim bin Muhammad Ra‟is al-
Zamzami al-Makki), Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi (al-Syafi‟i), Sulaiman bin
Umar bin Manshur „Ujaili (yang terkenal dengan sebutan Jamaluddin), „Athallah
bin Ahmad (al-Azhari al-Mashri al-Makki).23
Selain guru-guru yang namanya dituliskan dalam Faydh al-Ihsani, Tentu
saja masih banyak guru lain yang tidak tercantum. Salah satunya ialah Ahmad bin
„Abd al-Mun‟im al-Maliki al-Damanhuri (1101/1690-1192/1778), ulama besar
22
Mal An Abdullah, Syeikh Abdus Samad al-Palimbani; Biografi dan Warisan Keilmuan,
hlm. 27. 23
Mal An Abdullah, Syeikh Abdus Samad al-Palimbani; Biografi dan Warisan Keilmuan,
hlm. 27-30.
30
yang berdiam di Kairo yang pada tahun 1768-1778 menepati kedudukan sebagai
Syikh al-Azhar. Ia sering kali berpergian ke Haramayn. Dan mengajar di Masjidil
Haram. Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī selalu mengikuti kuliah-
kuliah al-Damanhuri, dan atas catatan yang dibuatnya ia menulis salah satu
karyanya paling awal, Zahrat al-Murid fi Bayan Kalimat al-Tawhid (1178/1765).
Dua nama guru Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī yang lain
muncul dalam kamus biografi al-Nafas al-Yamani, yang disusun oleh salah satu
muridnya di Zabid, „Abd al-Rahman al-Ahdal. Guru tersebut ialah Muhammad
Mirdad dan Muhammad al-Jawhari. Muhammad Mirdad terkenal terutama karena
keahliannya di bidang fikih.
Muhammad al-Jawhari adalah Muhammad bin Ahmad al-Jawhari al-
Mashri, anak laki-laki seorang Muhaddits Mesir terkenal, Ahmad bin al-Hasan bin
„Abd al-Karim bin Yusuf al-Karim al-Khalidi al-Jawhari al-Azhari. Seperti
ayahnya, Muhammad al-Jawhari (91132/1720-1186/1772) dikenal terutama
sebagai ahli hadis. Meski hidup di Mesir, ia sering mengadakan perjalanan ke
Haramayn untuk melaksanakan ibadah haji dan juga mengajar. Muhammda al-
Jawhari merupakan salah satu isnad yang paling dicari, memiliki jaringan yang
sangat luas melalui telaah-telaah hadis yang terus berlanjut dari waktu ke waktu
hingga masa-masa akhir ini.24
Selain belajar di Masjidil Haram Mekkah, ia juga pernah belajar di kota
Madinah. Di Mekkah dan Madinah inilah ia banyak mempelajari berbagai disiplin
ilmu kepada ulama-ulama besar pada masa itu. Meskipun pendidikannya sangat
tuntas mengingat banyak ulama tempat ia belajar, akan tetapi kecenderungannya
24
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII
dan XVIII; Akar Pembaharuan Islam Indonesia, hlm. 311.
31
kepada tasawuf sangat kuat. Hal itu terlihat betapa banyaknya ia belajar tasawuf di
Mekkah dan Madinah, di samping itu ia juga mencari guru lain dan membaca
kitab-kitab tasawuf yang tidak ia pelajari atau tidak diterima ketika di Mekkah dan
madinah.25
3. Kondisi Palembang Pada Masa Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-
Palimbānī
Sebelum kedatangan Islam penduduk Nusantara telah memeluk agama
Hindu-Buddha. Agama Hindu-Buddha merupakan agama yang dibawa oleh
pedagang India. Para pedagang tersebut mampu menyebarkan agama Hindu-
Buddha di kepulauan Nusantara sehingga berdiri kerajaan Buddha terbesar di Asia
Tenggara, yaitu kerajaan Sriwijaya di Sumatera Selatan yang wilayah
kekuasaannya meliputi Jawa, Sumatera dan Melayu.26
Kerajaan Sriwijaya merupakan salah satu kerajaan besar di Nusantara
setelah kerajaan Majapahit dan kerajaan Mataram. Pada masa kejayaannya,
wilayah kekuasaan kerajan Sriwijaya tersebar mulai dari sebagian besar pulau
Jawa dan Sumatera hinggga ke Semenanjung Malaya. Selama beberapa abad
Sriwijaya sebagai pelabuhan, pusat perdagangan, dan pusat kekuasaan, menguasai
pelayaran dan perdagangan di bagian barat Indonesia. Sebagian dari semenanjung
Malaya, Sumatera Utara, Selat Malaka, Selat Sunda kesemuanya masuk
lingkungan kekuasaan Sriwijaya.27
Kerajaan Sriwijaya telah dikenal pula oleh
25
http://allahadatanpatempat.blogspot.com/2009/12/sekilas-perkembangan-tarekat-dan.
html. 26
Alwi Shihab, Sufistik: Islam Pertama dan Pengaruhnya Hingga Kini di Indonesia
(Bandung: Mizan, 2001), hlm. 3. 27
Sartono Kartodirjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900 Dari Emporium
Sampai Imperium, Jilid I, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1993), hlm. 2.
32
kalangan masyarakat dunia. Kerajaan Sriwijaya juga dikenal sebagai kerajaan
maritim yang kokoh, sebagai pusat kegiatan perdagangan internasional, kegiatan
penelitian keagamaan. Pada akhir abad ke-8 Sriwijaya dikenal karena
perkembangan ilmu agama Buddhanya Meskipun kegiatan intelektual dan
spiritual diperkirakan telah berlangsung sebelum abad itu, karena menurut catatan
musafir Cina I Ching, ia telah singgah di Sriwijaya untuk mempelajari bahasa
Sanskerta dan menekuni agama Buddha pada abad ke-7.28
Kerena pada masa
kerajaan Sriwijaya inilah terdapat Universitas Nalanda yang terkenal memiliki
reputasi dunia dalam Budhisme yang selalu ramai dikunjungi cekdikiawan dan
mahasiswa dari Asia.29
Menurut Hasan Muarif Ambary, pada permulaan abad ke-7 M di
Palembang sudah ada masyarakat muslim yang oleh penguasa kerajaan Sriwijaya
telah diterima dengan baik dan dapat menjalankan ibadah menurut agama Islam.30
Hal ini merupakan konsenkuensi dari interaksi antara penduduk Sriwijaya dengan
kaum Muslimin Timur Tengah yang sudah berlangsung sejak masa awal kelahiran
Islam. Meskipun Sriwijaya merupakan pusat keilmuan Buddha terkemuka di
Nusantara, ia merupakan kerajaan yang kosmopolitan. Panduduk muslim tetap di
hargai hak-haknya sebagai warga kerajaan sehingga sebagian dari mereka tidak
hanya berperan dalam bidang perdagangan tetapi juga dalam hubungan
diplomatik dan politik kerajaan. Sejumlah warga Muslim telah dikirim oleh
28
Titik Pudjiastuti, Memandang Palembang Dari Khazanah Naskahnya, hlm. 1. 29
Alwi Shihab, Sufistik: Islam Pertama dan Pengaruhnya Hingga Kini di Indonesia, hlm.
3. 30
Soekma Karya (et.al), Ensiklopedi Mini; Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta:
Logos Wacana Ilmu, 1998), hlm. 182.
33
Pemerintah Sriwijaya sebagai duta kerajaan, baik ke Negeri Cina maupun ke
Arabia.31
Pada abad ke-10 para pedagang Muslim dari Timur Tengah, terutama Arab
dan Persia, sudah datang ke Palembang. Dalam beberapa kesempatan, mereka
dimanfaatkan para penguasa Sriwijaya sebagai utusan dalam misi diplomatik Luar
Negeri. Palembang sudah lama dikenal sebagai jembatan penghubung jaringan
perdagangan pusat-pusat perniagaan. Yang ketika masa Hindia Belanda mendapat
julukan “de grootste handelstad van Sumatra” (kota komersial terbesar di
Sumatra).32
Sejak serangan dari Cola dalam abad ke-11 dan kemudian terdesak oleh
kekuasaan di Jawa Timur pada akhir abad ke-13, Sriwijaya merosot sebagai pusat
perdagangan dan akhirnya dikuasai oleh Bajak Laut. Lokasinya kemudian pindah
ke daerah Jambi.33
Setelah Sriwijaya jatuh, Palembang menjadi daerah taklukan
dari Kerajaan Jawa, seperti kerajaan Hindu Majapahit, Kesultanan Demak,
Pajang, dan Mataram.
Sejarah mengenai Kesultanan Palembang Darussalam pada abad ke-17,
dapat dimulai pada pertengahan abad ke-15. Menurut Chatib yang mengutip dari
kesimpulan Hamka, Islam telah masuk ke negeri Palembang dari Demak tahun
1440 Masehi; ketika ibu Raden Patah di kirim ke sana dari Majapahit, Adipati
Majapahit yang bernama Aryo Damar telah memeluk Islam secara diam-diam.34
31
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII
dan XVIII; Akar Pembaharuan Islam Indonesia, hlm. 24-26. 32
Dedi Irwanto Dkk, Iliran dan Uluran; Dinamika dan Dikotomi Sejarah Kultural
Palembang, (Yogyakarta: Eja Publisher, 2010), hlm. 27. 33
Sartono Kartodirjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900 Dari Emporium
Sampai Imperium, Jilid I, hlm. 3. 34
Chatib Quzwain, Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus
Samad al-Palimbani, hlm. 7.
34
Dalam sejarah tutur Palembang dikisahkan bahwa setelah kerajaan
Sriwijaya lemah dan dikalahkan Majapahit, maka daerah Palembang berada di
bawah kekuasaan Majapahit yang berkuasa di Palembang adalah Ario Damar
yang dikenal pula oleh masyarakat Palembang dengan nama Ario Dillah.35
Di
samping dari Demak, Pelembang sering pula di datangi missi Islam dari Malaka,
sehingga pada tahun 1511 yang ketika itu Malaka jatuh ke tangan Portugis,
Palembang termasuk di antara negeri-negeri yang telah menerima Islam.36
Ario Damar adalah seorang putra dari raja Majapahit terakhir yaitu Prabu
Brawijaya Sri Kertawijaya. Ia dikirim Prabu Brawijaya V untuk menjadi adipati
Palembang, mewakili kerajaan Majapahit bergelar Ario Damar yang berkuasa
antara tahun 1455-1486 M di Palembang. Menurut cerita tutur Jawa, Sultan
Trenggono yang merupakan Raja Demak beristrikan anak perempuan tokoh
legenda Ario Damar dari Palembang sehingga ia mendapatkan gelar Ki Mas
Palembang. Cerita ini memberi petunjuk masih eratnya hubungan Palembang
dengan Demak. Hubungan ini menyebabkan penguasa-penguasa Islam di
Palembang pada paruh pertama abad ke-16 M merasa dirinya keturunan Ario
Damar dan berhubungan keluarga dengan Raja Demak.
Pada tahun 1528 M kerajaan Demak mengirim Pangeran Sido ing Lautan
sebagai wakil Kesultanan Demak, untuk menggantikan Ari Dillah. Pangeran Sido
Ing Lautan adalah seorang keturunan Raden Patah yang ditunjuk untuk menjadi
penguasa Demak di Palembang. Pangeran Sido Ing Lautan berkuasa di Palembang
dari tahun 1547 M sampai 1552 M dan wafat di laut Jawa ketika dalam pelayaran
35
Husni Rahim, Sistem Otoritas 7 Administrasi Islam; Studi Tentang Pejabat Agama
masa Kesultanan dan Kolonial Di Palembang, (Jakarta: PT LogosWacana Ilmu, 1998), hlm. 41. 36
Chatib Quzwain, Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus
Samad al-Palimbani, hlm. 7.
35
pulang ke Palembang sesudah mengantarkan upeti ke Demak.37
Menurut Husni
dalam bukunya menjelaskan bahwa Pangeran Pangeran Sido Ing Lautan
merupakan seorang priyayi yang masuk ke Palembang tatkala kericuhan politik
terjadi di Demak. De Graff menjelaskan bahwa ia bernama Ki Gendeng Sura yang
disebut oleh masyarakat Palembang adalah Ki Gede Ing Sura Tua. Ki Gede Ing
Sura Tua menurut cerita tutur Palembang dianggap sebagai raja pertama. Hal ini
dihubungkan dengan kepergian Ki Gede Ing Suro ke Palembang dalam suasana
pengambilalihan kekuasaan Demak oleh Pajang. Pendirian kerajaan Palembang
itu dimaksudkan untuk menunjukkan kesetiaan terhadap Demak yang dikalahkan
oleh Pajang.38
Ketika Palembang masih berada dibawah pertuanan Demak, hubungan
dengan pusat pemerintahan berjalan baik, seperti tercermin masih berlangsungnya
penyampaian upeti ke pusat pemerintahan di Demak. Hubungan tersebut menjadi
kurang baik setelah pusat kerajaan dialihkan ke Mataram dan Palembang dicurigai
mendekati Kompeni. Pemimpin Palembang pada saat itu, Pangeran Sido Ing
Kenayan mengirim upeti ke Mataram ditolak oleh Sultan Amangkurat I. Keadaan
yang sama juga dialami oleh Ki Mas Endi Pangeran Ario Kesumo Abdurrahman
yang menggantikan kakaknya Pangeran Sido Ing Rajak.39
Awal Palembang merdeka dan berdaulat masa Kesultanan Ki Mas Endi
karena memproklamasikan putusnya hubungan dengan Mataram pasa 1659 M.
Perlakuan dan sikap Sultan Mataram tersebut menyebabkan Ki Mas Endi
37
Husni Rahim, Sistem Otoritas 7 Administrasi Islam; Studi Tentang Pejabat Agama
masa Kesultanan dan Kolonial Di Palembang, hlm. 43. 38
Husni Rahim, Sistem Otoritas 7 Administrasi Islam; Studi Tentang Pejabat Agama
masa Kesultanan dan Kolonial Di Palembang, hlm. 43. 39
Husni Rahim, Sistem Otoritas 7 Administrasi Islam; Studi Tentang Pejabat Agama
masa Kesultanan dan Kolonial Di Palembang, hlm. 45-46.
36
melepaskan ikatan dengan Mataram dan menyatakan Palembang sebagai
kesultanan yang berdiri sendiri. Hal yang menarik dari proses perilahan status
kekuasaan di Palembang baik peralihan dari perlindungan Majapahit ke Demak,
Panjang ke Mataram dan juga pelepasan perlindungan dari Mataram berlangsung
secara damai tanpa adanya upacara dan berjalan secara diam-diam.
Islam di Palembang baru berkembang secara mendalam pada masa
pemerintahan Kyai Mas Endi yang juga dikenal dengan Pangeran Ario Kusuma
Abdurrahim. Chatib menjelaskan bahwa pada masa Sultan Abdurrahman inilah
Islam sudah baru mulai berurat-berakar. Sebelum itu, agama Islam mungkin sudah
berkembang juga di sana – sehingga pada masa Sultan tersebut sudah mulai kuat-
tetapi, belum meluas dan belum merupakan agama resmi kerajaan.40
Setelah Kesultanan Palembang berdiri sendiri dan kompeni telah berkuasa
di Batavia, maka proses peralihan kekuasaan dari satu sultan kepada sultan lain
sering menimbulkan konflik dan pertikaian antar keluarga. Keadaan ini
sebenarnya didorong dan ditumbuhsuburkan oleh pihak Belanda sebagai satu
upaya menanamkan pengaruh dan kekuasaanya.41
Pada abad ke-18 M Islam di Kesultanan Palembang telah menunjukkan
kemajuan-kemajuan yang menonjol. Sultan Najamuddin yang berkuasa pada
tahun 1706-1774 M dan putranya Sultan Bahauddin yang berkuasa pada tahun
1774-1804 M kelihatan memberikan perhatian yang besar untuk pembinaan Islam
di sana. Pada masa Sultan Najmuddin telah berdiri Masjid Agung Palembang
40
Chatib Quzwain, Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus
Samad al-Palimbani, hlm. 7-8. 41
Husni Rahim, Sistem Otoritas 7 Administrasi Islam; Studi Tentang Pejabat Agama
masa Kesultanan dan Kolonial Di Palembang, hlm. 46.
37
yang sangat megah.42
Pada abad ke-18 inilah Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-
Palimbānī dilahirkan dan dibesarkan.
Kesultanan Palembang mengalami kemunduran dimulai ketika Sultan
Bahauddin meninggal dunia kemudian digantikan oleh anaknya Sultan Mahmud
Badaruddin. Sejak tahun 1811 M kesutanan Palembang telah terusik oleh
imperialisme Barat. Sejak itulah kesultanan Palembang secara terus menerus
melakukan perlawanan melawan imperialisme Barat.43
Krisis ekonomi yang
dialami oleh VOC dan kemudian Pemerintah Belanda mempercepat peralihan
kekuasaan ketangan Inggris. Akhirnya pada tanggal 24 April 1812 M Palembang
jatuh ke tangan Inggris di bawah Gillespie.44
Usaha Belanda dalam mengakhiri
kedaulatan politik kaum elite di Palembang menyebabkan Belanda mengirimkan
ekspedisi pertama pada bulan Juni 1819 M ke Palembang, tetapi dipukul mundur.
Pada bulan Juni 1821 M dipersiapkan lagi ekspedisi militer yang lebih
besar yang dipimpin oleh Mayor Jendral H.M. de Kock yang betujuan untuk
menaklukan Kesultan Palembang. Akhirnya ekspedisi ini berhasil merebut
keraton Palembang dan membawa Sultan Badaruddin sebagai tawanan ke Batavia.
Kejadian ini lantas tidak membuat riwayat kesultanan Palembang tamat. Sebagai
pengganti Badaruddin, Belanda mengangkat Pangeran Prabu Anom putra Sultan
42
Chatib Quzwain, Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus
Samad al-Palimbani, hlm. 18. 43
Konflik antara Kesultanan Palembang dengan negara Hindia Belanda dimulai sejak
tahun 1811. Pada tahun itu, Sultan Ahmad Badaruddin, atas anjuran agen Inggris, Reflles,
menyerang loji Belanda di Palembang. Pada kesempatan itu, penjaga benteng disergap dengan
tiba-tiba dan kemudian dibunuh. Dengan cara ini, keraton Palembang berharap dapat bersikap
merdeka menghadapi kekuasaan kolonial Inggris dan Belanda. Harapan itu cepat musnah, ketika
Reflles mengirimkan satuan ke Palembang pada tahun 1812 yang memaksa keraton mengakui
kedaulatan Inggris atas Palembang. Hal ini menyebabkan Mahmud Badaruddin melarikan diri ke
pedalaman. Sesudah itu menyusul kekacauan politik antara Mahmud Badaruddin dan saudaranya
Ahmad Najmuddin saling bergantian menduduki tahta, menurut siapa yang menerima dukungan
pihak Inggris maupun Belanda. Lihat Jeroen Peeters, Kaum Tuo Kaum Mudo: Perubahan Religius
di Palembang 1821-1942, (Jakarta: INIS, 1977), hlm. 8. 44
Sartono Kartodirjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900 Dari Emporium
Sampai Imperium, Jilid I, hlm. 272-273.
38
Ahmad Najmuddin II sebagai raja Palembang dengan Susuhan Husin Dia‟uddin.
Pada bulan November 1824 M, Sultan dan pengikutnya melakukan
pemberontakan yang disebabkan oleh Belanda yang menyodorkan kontrak baru
guna menyerahkan kedaulatan kerajaannya kepada Belanda. Serangan ini gagal
dan menyebabkan kedua raja Palembang ditawan dan dikirim ke Batavia. Sejak
saat itulah sistem kesultanan dihapus oleh Belanda45
. Maka, berakhirlah
Kesultanan Palembang yang telah berkuasa selama berabad-abad itu.
4. Karya-Karya Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī
Memalui pencarian yang tekun, Chatib Quzwain yang mengutip dari
Drewes mengatakan bahwa, karya tulis Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-
Palimbānī berjumlah tujuh buah; dua sudah dicetak, empat buah masih berbentuk
naskah dan sebuah baru dikenal namanya saja. Chatib juga menjelaskan Syeikh
„Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī juga menyebutkan pula sebuah tulisan yang
lain, sehingga semua karya tulisannya berjumlah delapan buah.46
Namun
Abdullah berhasil menemukan lima belas karya tertulis dari Syeikh „Abd al-
Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī. Naskah Faydh al-Ihsani juga menyebutkan jumlah
karya tulis, tiga diantaranya tidak termasuk dalam daftar Abdullah, yaitu Suwathi’
al-Anwar, Irsyad Afdhal al-Jihad, dan Risalah fi al-Awrad wa al-Adzkar. Di pihak
lain Kemas Andi Syaifuddin memilik naskah Wahda al-Wujud. Sementara
sumber-sumber Arab menyebut sebuah tulisan Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-
Palimbānī yang lain, Fadhail al-Ihya’ li al-Ghazali. Ada juga manuskrip berjudul
45
Jeroen Peeters, Kaum Tuo Kaum Mudo: Perubahan Religius di Palembang 1821-1942,
hlm. 8-9. 46
Chatib Quzwain, Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus
Samad al-Palimbani, hlm. 22.
39
Risalah fi Bayan Hukm al-Syar’i dan Nasihah al-Muslimin wa Tazkiyah al-
Mukminin dalam koleksi Perpustakaan Negara Malaysia. Tiga pucuk surat Syeikh
„Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī (dua di antaranya memuat pesan yang sama)
telah pula ditemukan dan di pelajari oleh Drewes (1976). Sementara Hidayat al-
Salikin mencatat adanya risalah al-Urwat al-Wutsqa berbahasa Arab yang isinya
lebih luas dari versi berbahasa jawi yang kita jumpai sekarang. Ada pula manusrip
Kitab al-Bay’I dalam koleksi perpustakaan Universitas Umm al-Qura yang juga
diidentifikasi oleh Wan Mamat (2010) sebagai karya Syeikh „Abd al-Ṣamad al-
Jāwī al-Palimbānī. Sebuah risalah yang beredar luas, Tuhfat al-Raghibin, masih
terus diperdebatkan siapa penulisnya, Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī
ataukah al-Banjari. Maka sedikitnya sudah teridentifikasi dua puluh tuju (27)
karya tertulis yang diwariskan Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī47
,
seperti berikut:
1. Zuhra Al-Murid fi Bayan Kalimah Al-Taudid, sebuah kitab dalam
bahasa Melayu yang ia tulis di Mekkah pada tahun 1178 H/1764 M.
Kitab ini berasal dari satu kuliah yang diberikan oleh salah seorang
ulama Mesir yang kemudian menjadi guru di Al-Azhar, yaitu Ahmad
al-Damanhuri. Isi kitab ini menjelaskan tentang Mantiq dan
ushuluddin.48
Naskah ini berada di Perpustakaan Nasional Jakarta
yang ditulis pada tahun 1181 H/1767 M dan di Universitas
47
Mal An Abdullah, Syeikh Abdus Samad al-Palimbani; Biografi dan Warisan Keilmuan,
hlm. 85-94. 48
Liaw Yock Fang, Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik Jilid 2, (Jakarta: Erlangga,
1993), hlm. 77.
40
Bibliotheek Leiden, terdapat pula sebuah naskah asli yang berasal
dari Aceh.49
2. Risalah fi Bayan Asbab Muharram li al-Nikah, wa Ma Yudzkar
Ma’ah min Dhabth al-Radha’ wa Ghayrih (Risalah pada
menyatakan akan segala sebab yang diharamkan bagi nikah dan
barang yang disebutkan sertanya daripada kenyataan dabth al-radha’
dan lainnya). Karya ini selesai ditulis pada malam Rabu setelah
sembahyang Isya‟ 11 Rabi‟ul awwal 1179 (27 Agustus 1765). Dalam
bentuk manuskrip, risalah ini terdapat dalam koleksi Perpustakaan
Negara Malaysia, Nomor MMS 2824 (A).
3. Risalah Mi’raj. Ditulis di Mekkah, selasai pada Jum‟at 11 Rajab
1181 (2 Desember 1767). Karya ini berisi tentang Isra‟ dan Mi‟raj
yang dilalui Rasulullah Saw. dan pengajaran yang diperoleh melalui
kejadian tersebut.
4. Zad Al-Muttaqin fi Tauhid Rabb Al-‘Alamin, terbilang karya Syeikh
„Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī yang hilang. Kitab ini disebut
dalam Sayr Al-Salikin pada dua tempat, pertama pada akhir fasal 2,
bab II, bagian ketiga. Kedua, dalam bab X, bagian ketiga diakhir
penjelasannya mengenai kitab-kitab tasawuf yang menurutnya hanya
boleh dibaca oleh orang yang sudah mencapai tempat penghabisan
49
Chatib Quzwain, Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus
Samad al-Palimbani, hlm. 22.
41
(al-muntabi).50
Kitab ini tampaknya merupakan ringkasan pendapat
gurunya, Syeikh Al-Samman tentang tauhid.51
5. Dua pucuk surat Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī yang
ditulis dengan bahasa Arab, ditujukan kepada: [1] Sultan Mataram
Hamengkubuwono I (sebelumnya dikenal dengan Pangeran
Mangkubimi), dan [2] Susuhunan Prabu Jaka (atau Pangeran
Sinfasari, putra Amangkurat IV). Dua surat ini memuat kandungan
yang sama dan telah dipelajari oleh Drewes (1976), kemudian oleh
Azra dan Jamaluddin.
6. Surat Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī yang ditujukan
kepada Pangeran Paku Negara (Mangkunegara). Surat ini juga ditulis
Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī dalam bahasa Arab.
Terdapat juga terjemahannya dalam bahasa Belanda.
7. Tuhfa al-Raghibin fi Bayan Haqiqah Iman al-Mu’minin wa ma
Yufsiduh fi Riddah al-Murtadin, sebuah kitab yang berbahasa
Melayu yang ditulis pada tahun 1188 H/1774 M. Kitab ini ditulis
atas permintaan Sultan Palembang. Menurut Chatib yang mengutip
penjelasan Drewes, pada awal tulisan kitab tersebut, Syeikh „Abd al-
Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī mengatakan bahwa ia diminta oleh salah
seorang pembesar pada masa itu. Barangkali memang demikianlah
yang sebenarnya, karena adalah suatu hal yang aneh jika Sultan
Palembang pada masa itu tidak mengenal Syeikh „Abd al-Ṣamad al-
50
Chatib Quzwain, Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus
Samad al-Palimbani, hlm. 30. 51
Alwi Shihab, Sufistik: Islam Pertama dan Pengaruhnya Hingga Kini di Indonesia, hlm.
72.
42
Jāwī al-Palimbānī, atau tidak tergerak untuk meminta fatwanya.52
Tujuan penulisan kitab ini untuk membendung pengaruh tasawuf
yang menyimpang, yaitu para pengikut Hamzah Fansuri yang
difatwakan oleh Al-Raniri untuk dihukum mati.53
Di dalam kitab itu,
dijelaskan mengenai perbuatan “menyanggar”.54
Selain itu juga
mengenai kaum “kaum yang bersufi-sufi diri”, yang antara lain
adalah kaum wujudiyah yang mulhid55
(wahdatul wujud yang sesat)
seperti yang dijelaskan oleh Al-Raniri dalam abad sebelumnya di
Aceh.56
8. Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu’minīn fī Faḍā’il al-
Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, ditulis
dengan menggunakan bahasa Arab. kitab ini merupakan risalah
tentang perang suci yang mengilhami seorang penyair Aceh untuk
menulis seubah syair dan kemudian dibacakan secara luas dalam
perjuangan melawan Belanda pada seperempat terakhir abad ke-
52
Alwi Shihab, Sufistik: Islam Pertama dan Pengaruhnya Hingga Kini di Indonesia, hlm.
24. 53
Alwi Shihab, Sufistik: Islam Pertama dan Pengaruhnya Hingga Kini di Indonesia, hlm.
71. 54
Kata sanggar digunakan untuk sesajen sirik: dalam bahasa Melayu Kuno memang
mempunyai arti demikian, tetapi tidak demikian artinya dalam bahasa Jawa. Sekitar tahun 1774
praktek sirik tercela itu mungin terdapat di daerah pedalaman Palembang. Lihat Chatib Quzwain,
Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus Samad al-Palimbani, hlm.
23. 55
Seperti al-Raniri, Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī membagi doktrin
wujudiyah ke dalam dua jenis: wijudiyah mulhid (kesatuan wujud ateistik) dan wijudiyah
muwahhid (kesatuan wujud uniterisme). Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī memasukkan
para pengikut wujudiyah mulhid ke dalam kelompok yang ia namakan sebagai sufi-gadungan.
Kelompok sufi-gadungan lainnya, menurut Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, adalah
para pengikut huluwiyyah (doktrin inkarnasi Tuhan). Dia menyatakan, kesalahan mereka, karena
mereka berkeyakinan Tuhan mengingkarnasikan diri-Nya ke dalam wujud manusia dan ciptaan
lainnya. Lihat Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad
XVII dan XVIII; Akar Pembaharuan Islam Indonesia, hlm. 277. 56
Chatib Quzwain, Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus
Samad al-Palimbani, hlm. 24.
43
19.57
Kitab ini berisikan keutamaan berjihad di jalan Allah. Di
Perpustakaan Nasional Jakarta terdapat dua buah naskahnya, tetapi
keduanya tidak menyebutkan tanggal dan tempat penulisannya. Di
lihat dari segi isinya, mungkin kitab ini ditulis dalam waktu yang
berdekatan dengan pengiriman dua pucuk suratnya ke Jawa Tengah
sekitar tahun 1186 H/1772 M.58
Selain di Perpustakaan Nasional,
saya juga menemukan kitab ini di Perpustakaan Sunan Amper yang
telah ditulis ulang oleh Ahmad Lutfi.
9. Al-‘Urwah Al-Wutsqah wa Silsilah al-Waliy al-Atqa, sebuah kitab
dari bahasa Arab mengenai wirid-wirid yang harus dibaca pada
waktu-waktu tertentu yang diperoleh dari al-Samman. Manuskrip
karya ini terdapat di Palembang.59
10. Al-‘Urwah Al-Wutsqah yang ditulis dalam bahasa Arab. Versi ini
lebih luas daripada yang berbahasa Jawi. Karya ini menjelaskan
tentang zikir untuk memperoleh kematian yang husn al-khatimah.
11. Al-Rasalah fi Kayyiyat al-Ratib Laylat al-Jumu’ah. Risalah
berbentuk manuskrip tersimpan dalam koleksi Kemas Andi
Syaifuddin pada kumpulan yang sama Al-‘Urwah Al-Wutsqah.
12. Hidayah Al-Salikin fi Suluk Maslak Al-Muttaqin, sebuah kitab
Melayu yang selesai ditulis pada tahun 1192 H/1778 M. Kitab ini
telah dicetak di Mekkah pada tahun 1870 M dan dicetak lagi pada
57
Khamami Zaa dkk, Intelektualisme Pesantren, (Jakarta: Diva Pustaka, 2006), hlm. 142. 58
Chatib Quzwain, Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus
Samad al-Palimbani, hlm. 23. 59
Alwi Shihab, Sufistik: Islam Pertama dan Pengaruhnya Hingga Kini di Indonesia, hlm.
71. Lihat juga Chatib Quzwain, Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Syeikh
Abdus Samad al-Palimbani, hlm. 24-25. Lihat juga Mal An Abdullah, Syeikh Abdus Samad al-
Palimbani; Biografi dan Warisan Keilmuan, hlm. 88-89.
44
tahun 1885 M. Pada tahun 1895 di cetak di Bombay, di Kairo pada
tahun 1922 M. Selanjutnya kitab ini di cetak di cetak di Singapura
(tanpa tahun) dan di Surabaya pada tahun 1933-1934 M.60
Di
Indonesia dan Singapura buku ini telah mengalami cetak ulang
beberapa kali dan tersebar luas.61
Kitab ini menurut Syeikh „Abd al-
Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī merupakan terjamah dari kitab Bidayah
Al-Hidayah karya Al-Ghazali. Meski demikian, karya yang mulai
ditulis pada tahun 1778 M ini bukan buku terjemahan dalam arti
yang sesungguhnya.62
Menurut Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-
Palimbānī, dalam Hidayah Al-Salikin, ia membahas beberapa
masalah dengan menggunakan bahasa Jawi dan menambahkan
beberapa masalah yang baik-baik yang tidak terdapat dalam kitab
Bidayah Al-Hidayah. Susunan bab dan fasal yang terdapat di
dalamnya berbeda dengan yang ada di dalam Bidayah Al-Hidayah.63
Selain itu Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī juga
menambahkan komentar dan keterangannya dari ungkapan dan
pernyataan dalam karya-karya Al-Ghazali lainnya, seperti Ihya’
‘Ulumuddin, Minhaj al-‘Abidin, dan kitab Al-Arba’in fi Ushul Al-
Din.64
Di samping itu, di dalam kitab tersebut Syeikh „Abd al-Ṣamad
60
Chatib Quzwain, Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus
Samad al-Palimbani, hlm. 25. 61
Alwi Shihab, Sufistik: Islam Pertama dan Pengaruhnya Hingga Kini di Indonesia, hlm.
71. 62
Khamami Zada dkk, Intelektualisme Pesantren, hlm. 142. 63
Chatib Quzwain, Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus
Samad al-Palimbani, hlm. 26. 64
Alwi Shihab, Sufistik: Islam Pertama dan Pengaruhnya Hingga Kini di Indonesia, hlm.
72. Lihat juga Khamami Zada dkk, Intelektualisme Pesantren, hlm. 143-144.
45
al-Jāwī al-Palimbānī menjelaskan pula tingkatan-tingkatan
(maqamat) yang harus dilalui oleh para seorang calon sufi.65
13. Risalah fi Bayan Hukm al-Syar’i wa Bayan Hukm man Yukhalifuhu
fi al-I’tiqad aw fi al-Hukm aw fi al-‘Amal. Risalah ini selesai ditulis
di Mekkah pada Ahad 10 Rajab 1201 H (28 April 1787 M). Terdapat
dalam bentuk manuskrip koleksi Perpustakaan Negara Malaysia,
Nomor 2308.
14. Syar Al-Sālikīn ila Rabb Al-Alamīn, kitab yang terdiri dari empat juz,
mulai ditulis pada tahun 1193 H/1779 M dan selesai pada tahun 1203
H/1788 M.66
Bagian pertama selesai di Mekkah tahun 1194 H/1780
M; begian kedua selesai di Ta‟if tanggal 19 Ramadhan 1195 H/1781
M; bagian ketiga selesai di Mekkah tanggal 19 Shafar 1197 H/1783
M dan bagian keempat selesai di Ta‟if tanggal 20 Ramadhan 1203
H/1788 M.67
Dalam sejarahnya, penerjemahan kitab ini bersifat
bebas, disingkat pada beberapa bagian, tetapi ditabah dan dilengkapi
pada bagian-bagian lain. Di antara tambahan itu, terdapat suatu
daftar tentang karya-karya sufi yang kebanyakan berbahasa Arab.68
Dalam kitab ini, menurut Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-
Palimbānī, ia memasukkan masalah-masalah yang diambilnya dari
kitab-kitab seperti Ihya ‘Ulumuddin, Minhaj al-‘Abidin, Al-Arba’in fi
65
Chatib Quzwain, Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus
Samad al-Palimbani, hlm. 26. 66
Alwi Shihab, Sufistik: Islam Pertama dan Pengaruhnya Hingga Kini di Indonesia, hlm.
72. 67
Chatib Quzwain, Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus
Samad al-Palimbani, hlm. 27. 68
Khamami Zada dkk, Intelektualisme Pesantren, hlm. 144.
46
Ushul Al-Din, Bidayah Al-Hidayah,69
An-Nafahul Ilahiyyah,70
beberapa kitab karangan Abdul Qadil Al-„Aidarus,71
beberapa kitab
Mustafa Al-Bakri,72
beberapa kitab karangan Abdullah Al-Haddad,73
As-Sairu wa as-Suluk,74
dan beberapa kitab yang ia sebutkan di
dalam kitab ini sebelumnya.75
Selain menggunakan referensi dari
beberapa karya Al-Gahazali, Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-
Palimbānī juga memuat ungkapan-ungkapan beberapa sufi
terkemuka, seperti Abu Thalib Al-Makki, Al-Qusyairi, dan Ibnu
„Athai‟illah Al-Sakandari, di samping sufi aliran filsafat seperti
Syeikh Fadhullah Al-Burhanfuri, pengarang Al-Tuhfah Al-Mursalah
yang merupakan kesinambungan pemikiran Ibnu Arabi.76
Kitab Syar
al-Salikin karya Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī ini
berusaha memadukan inti ajaran wahdat al-wujud Ibnu „Arabi77
69
Ketiganya merupakan kitab karya al-Ghazālī. 70
Kitab ini merupakan kitab karangan Muhammad as-Samman 71
Dalam menerangkan literatur tasawuf yang dianjurkannya untuk dibaca oleh orang
yang baru belajar tasawuf Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī menyebutkan tiga buah
kitab karangan al-„Aidarus, yaitu: al-Darus Samin, al-Zubrul Basim, dan al-Futūhatul Qudsiyyah.
Lihat Chatib Quzwain, Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus
Samad al-Palimbani, hlm. 28. 72
Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī menyebutkan tujuh kitab tapi yang
disebutkannya untuk dibaca hanya enam, yaitu: al-Wasiyatul Jaliyyah, Hidāyatul Abbad, Risālatus
Subbab, Bulūghul Maram fi Khalwati Abhis-Syam, Nazmul Qiladab, al-Manbalul ‘Azib. Lihat
Chatib Quzwain, Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus Samad al-
Palimbani, hlm. 28. 73
Kitab-kitab Abdullah bin Alawi al-Hadad disebutkan oleh Syeikh „Abd al-Ṣamad al-
Jāwī al-Palimbānī lima buah, yaitu: al-Nasā’ihud Diniyyah, Itbāfus Sa’id, al-Fusūlul Ilmiyyah,
Risālatul Mu’awanah, dan al-Da’watut Tammah. Lihat Chatib Quzwain, Mengenal Allah; Suatu
Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus Samad al-Palimbani, hlm. 28. 74
Kitab ini merupakan karya Syeikh „Abd al-Qadir al-Jailani. 75
Chatib Quzwain, Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus
Samad al-Palimbani, hlm. 27-28. 76
Alwi Shihab, Sufistik: Islam Pertama dan Pengaruhnya Hingga Kini di Indonesia, hlm.
72. 77
Nama lengkapnya adalah Ibnu „Ali Muhyidin al-Hatimi al-Tha‟I al-Andalusi. Ia
dilahirkan di Murcia, Spanyol pada 11 Ramadhan 560 H bertepatan dengan 28 Juli 1165 M. lihat
Noer Iskandar, Tasawuf, Tarekat, dan Para Sufi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), hlm.
153.
47
dengan prinsip-prinsip ajaran Al-Ghazali. Kedua ajaran tokoh sufi
tersebut tidak dipandang sebagai dua aliran tasawuf yang berbeda
dan tidak mungkin disesuaikan, tetapi sebagai ajaran yang dapat
saling melengkapi.78
Kitab ini berada di Universitas Bibliotheek,
Leiden sebanyak tiga naskha. Di Perpustakaan Nasional terdapat tiga
naskah pula. Salah satu dari tiga naskah Jakarta terdiri dari 2796
halaman dalam delapan jilid dengan tulisan yang sangat terang dan
rapi, sehingga seluruhnya dapat dibaca.79
15. Nasihat li al-Muslimin wa Tadzkirat li al-Mu’minin fi Fadhl al-
Mujtahidin fi Sabilillah wa Ahkam al-Jihad fi Sabilillah Rabb al-
‘Alamin. Ridalah ini adalah saduran Nasihat al-Muslimin dalam
bahasa Melayu (Jawi) yang ditulis sendiri oleh Syeikh „Abd al-
Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī. Ditulis di Mekkah, selesai pada hari
senin 7 Rabi‟il Awwal 1226/1811. Naskah terdapat di Perpustakaan
Negara Malaysia Nomor MSS 3770.
16. Ratib „Abd Al-Samad al-Falimbani, sebuah kitab kitab kecil yang
berbahasa Arab yang memuat bacaan-bacaan zikir, doa-doa, dan
pujian-pujian kepada Nabi Muhammad SAW. bacaan zikir tersebut
dilaksanakan setelah sholat Isya‟. Pada bagian permulaannya, kitab
ini menyebutkan ayat-ayat Al-Quran yang harus dibaca di samping
menyerukan beberapa nama Allah dan Rasul-Nya, yang akhirnya
disudahi oleh doa-doa. Isi kitab ini, pada dasarnya sama dengan apa
78
Husni Rahim, Sistem Otoritas 7 Administrasi Islam; Studi Tentang Pejabat Agama
masa Kesultanan dan Kolonial Di Palembang, hlm. 95. 79
Chatib Quzwain, Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus
Samad al-Palimbani, hlm. 29.
48
yang terdapat dalam Ratib Samman. Dua buah kitab ini berada di
Perpustakaan Nasional Jakarta. Kitab ini tidak menyebutkan kapan
tahun penulisannya, tetapi jika dilihat dari isinya, kitab ini bertulis
berdekatan dengan penulisan Hidayat Al-Salikin.80
17. Mulhaq fi Bayan al-Fawa’id al-Nafi’ah fi Jihad fi Sabilillah. Risalah
ini mengenai faedah jihad, memuat empat jihad. Karya ini seperti
sebuah suplemen atas Nasihat al-Muslimin.
18. Ilm Tasawwuf. Risalah ini ditulis dalam bahasa Arab dengan
tambahan gantungan makna dalam bahasa Jawi. Karya ini berada di
Perpustakaan Negara Malasyia, Nomor MSFB (A) 1004.
19. Al-Mulakhkhash al_tuhbat al-Mafdhat min al-Rahmat al-Muhdat
‘Alayhi al-Shalat wa al-Salam min Allah. Buku ini merupakan
sandara dari Tuhfat al-Mursalah ila al-Nabiy Shallahu ‘alaihi wa
Sallam karangan Muhammad bin Fadhl Allah al-Burhanpuri (w.
1619). Naskah ini berada di Perpustakaan Negara Malasyia, Nomor
MSFB 9A) 1004.
20. Anis al-Muttaqin, risalah ini menguraikan tema-tema akhlak yang
utama menurut perspektif tasawuf. Manuskripnya tersimpan dalam
koleksi ini berada di Perpustakaan Nasional Jakarta.
21. Kitab al-Bay’i. Karya ini ditulis dalam bahasa Jawi, masih tersimpan
dalam bentuk manuskrip (166 halaman) dianini berada di
Perpustakaan Universitas Umm al-Quran di Arafah, Nomor 5461.
80
Chatib Quzwain, Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus
Samad al-Palimbani, hlm. 27.
49
22. Wahdat al-Wujud. Karya ini sekarang terdapat dalam koleksi Kemas
Andi Syarifuddin dalam bentuk salinan yang ditulis dengan huruf
latin.
23. Sawathi’ al-Anwar. Judul ini dinilai penting dalam Faydh al-Ihsani.
Karya ini memuat Syarah (penjelasan) dari karya al-Ghazali,
Misykat al-Anwar.
24. Irsyad Afdhal al-Jihad, Judul ini juga disebutkan dalam Faydh al-
Ihsani. Karya ini berkaitan dengan anjuran perang di jalan Allah.
25. Risalah fi al-Awrad wa Adzkar. Risalah ini berisi tentang wirid-wirid
dan zikir-zikir.
26. Puisi Kemenangan Kedah. Puisi ini tertulis dalam bahasa Arab di
atas kain sutera berwarna Jingga, bertarikh 1254/1838, tersimpan di
museum Negeri Kedah dalam bentuk panji perperangan.
27. Fadha’il al-Ihya’ li al-Ghazali. Karya ini selalu disebut dalam
sumber-sumber Arab dan sejauh ini menjadi tulisan Syeikh „Abd al-
Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī yang paling terkenal di Timur Tengah.
5. Pengaruh
Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī sebagai seorang penganut
sufi, sebagaimana sufi Nusantara yang lainnya, ia juga mengikuti/menganut dan
mengembangkan aliran tarekat. Adapun tarekat yang dianut dan dikembangkan
oleh Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī adalah Tarekat Sammanyiah,
yang diterimanya dari Syekh „Abdul Karim Sammān Madani di Madinah, Saudi
Arabia. Melalui Tarekat Sammaniyah tersebut ia menyebar paham, ide, dan
50
pengaruhnya di Nusantara, khususnya di kawasan Palembang, Jambi, dan
sekitarnya, utamanya dalam bentuk tulisan-tulisan (buku-buku/kitab-kitab) dan
surat, di samping juga melalui lisan yang dikirim atau disampaikan lewat
pengikutnya yang pergi menunaikan ibadah haji ke Mekah.
Dalam penelitian yang pernah dilakukan oleh Chatib Quzwain, bahwa di
Provinsi Jambi ditemukannya tiga orang guru tarekat Samaniyah, yang masing-
masingnya mengajarkan dua buah kitab karya Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-
Palimbānī, yaitu Hidāyat as-Sālikīn fī Sulūk Maslak al-Muttaqīn dan Sair as-
Sālikīn ilā ‘Ibādah Rabb al-ʽĀlamīn kepada murid-muridnya. Ketiga orang guru
tersebut berasal dari daerah yang berbeda-beda. Pertama, Guru „Abd al-Qadir
yang berada di Desa Terusan, Kabupaten Batang Hari, adalah asli orang Batang
Hari. Kedua, Haji Muhammad yang berada di Jambi, yang berasal dari
Kalimantan. Ketiga Imam „Abd ar-Rahman yang tinggal di perkampungan
transmigrasi spontan Desa Tangkit, Kabupaten Muaro Jambi (dulu berada dalam
wilayah Kabupaten Batang Hari), yang berasal dari Sulawesi. Masing-masing
mereka mengambil tarekat dari daerah asalnya masing-masing.81
Tidak hanya dari kalangan tasawuf dan tarekat saja yang terpengaruh
dengan paham sufi dan jalan sulūk yang dianut dan dikembangkan oleh Syeikh
„Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, akan tetapi juga dari kalangan lain, termasuk
dari kalangan ilmuwan, pemikir, pengamat, pendidik, peneliti, dan lain
sebagainya, baik dari kalangan orang Indonesia maupun dari luar Indonesia.
Muhammad Uthman el-Muhammadi, salah seorang tokoh pendidik,
pemikir, pengamat, dan dosen dari salah satu perguruan tinggi ternama di
81
Chatib Quzwain, Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus
Samad al-Palimbani, hlm. 137.
51
Malaysia, yang mengadakan penelitian tentang Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-
Palimbānī dengan fokus kajiannya adalah: “The Islamic Concept of Education
According to Ṣaykh „Abdus-Samad of Palembang and Its Significance in Relation
to the Issue of Personality Integration” (1972),82
yang berupaya melihat tujuan
pendidikan dan cara pencapaiannya menurut Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-
Palimbānī, yang disimpulkannya tujuan pendidikan dan pencapaiannya adalah
dengan ma‘rifah, yaitu mengetahui semua benda melalui Tuhan dengan jalan
membersihkan jiwa (nafs) dan menghiasinya dengan sifat-sifat keutamaan
rohaniah atau sifat-sifat yang terpuji (maḥmūdah).
Chatib Quzwain, salah seorang pemikir, ulama, dosen, dan pernah menjadi
Rektor Institut Agama Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin (IAIN STS) Jambi
selama dua periode, pernah menjadi Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan
(Balitbang) RI dan terakhir menjadi Sekretaris Jenderal (Sekjen) Departemen
Agama RI (sekarang Kementerian Agama RI) dengan judul penelitiannya adalah:
“Mengenal Allah: Suatu Studi Mengenai Ajaran Tasawuf Syaikh „Abdus-Samad
Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī”,83
yang ingin melihat tasawuf yang
dianut dan dikembangkan oleh Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī,
apakah tasawuf Sunni atau tasawuf falsafi, yang pada akhirnya didapati bahwa
tasawuf yang dianut dan dikembangkan oleh Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-
Palimbānī adalah gabungan antara tasawuf Sunni dan tasawuf falsafi.
Pirhat Abbas, salah seorang dosen Fakultas Ushuluddin Institut Agama
Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin (IAIN STS) Jambi dengan penelitiannya
82
Judul tulisannya adalah The Islamic Concept of Education According to Syaikh Abduṣ-
Ṣamad of Palembang and Its Significance in Relaation to the Issue of Personality Integration
Akademika (Kuala Lumpur: Juli 1972), hlm. 59-83. 83
Chatib Quzwain, Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus
Samad al-Palimbani, hlm. 137.
52
yang berjudul: “Eksistensi Zikir: Suatu Analisis terhadap Ajaran Tarekat Syeikh
„Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī”,84
yaitu berupaya melihat zikir yang dianut,
diamalkan, dan dikembangkan oleh Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī,
apakah sebagai latihan rohani yang berbentuk ibadah sebagai jalan yang ditempuh
untuk sampai kepada Tuhan atau sebagai salah satu metode membersihkan diri
untuk bisa sampai ke hadirat Tuhan, yang disimpulkan bahwa zikir adalah sebagai
sarana untuk membersihkan diri (hati) dari kotoran-kotoran (maksiat) batin,
sehingga bisa mencapai Tuhan.
Wan Jamaluddin, salah seorang pemikir dan dosen dari Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Raden Intan Lampung dengan judul penelitiannya adalah
Pemikiran Neo-Sufisme Abd aṣ-Ṣamad al-Palimbani yang dikaji melalui kitabnya
Tuhfah ar-Ragibīn fī Bayan Haqīqah al-Īmān wa Mā Yufsiduh fī Riddah al-
Murtaddīn, yang berupaya melihat peran Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-
Palimbānī dalam peta Islamisasi di Nusantara, yang akhirnya disimpulkan bahwa
Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī adalah sebagai seorang sufi-teolog,
yang juga sebagai inspirator-politik yang luas di tanah air sehingga membuka
akses langsung baginya untuk berhubungan dengan elite penguasa di Nusantara,
yaitu dalam bentuk beberapa pucuk surat politik yang tidak saja mengungkapkan
kecenderungan kuatnya untuk menggelorakan semangat jihad, tetapi juga
merefleksikan upayanya dalam memengaruhi situasi dan posisi raja.85
Hasni Noor, salah seorang pemikir, pengamat, dan dosen IAIN (DPK)
Universitas Islam Kalimantan Selatan Banjarmasin Fakultas Agama Islam,
84
Pirhat Abbas, Eksistensi Zikir (Suatu Analisis terhadap Ajaran Tarekat al-Palimbani),
(Tesis: PPs IAIN Imam Bonjol Padang, 2000). 85
Wan Jamaluddin, Pemikiran Neo-Sufisme Abd aṣ-Ṣamad al-Palimbani, (Jakarta:
Pustaka Irfani, 2005).
53
dengan judul penelitiannya: “Ajaran Suluk Syekh Abd aṣ-Ṣamad al-Palimbani
(Telaah Terhadap Kitab Sair as-Sālikīn ilā ‘Ibādah Rabb al-‘Ālamīn)”86
yang
berupaya melihat apa ajaran suluk yang dikembangkan oleh Syeikh „Abd al-
Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, yang disimpulkannya untuk mencapai insan kamil,
manusia harus mampu menaklukkan hawa nafsunya, sehingga jiwa terbebas dan
dapat berada sedekat mungkin dengan Allah, untuk itu manusia harus dapat
menaklukkan tujuh hawa nafsu yang ada di dalam dirinya, yaitu nafs al-ammarah,
nafs al-lawwamah, nafs al-mulhamah, nafs al-muṭma’innah, nafs ar-raḍiyyah,
nafs al-marḍiyyah dan nafs al-kamīlah, di samping menaklukkan hawa nafsu
untuk mencapai ma‘rifah tertinggi itu, sālik harus membersihkan jiwa dari noda-
noda dosa, dengan menempuh maqāmāt, sebagai stasiun-stasiun ruhani, yang
menandai perjalanan sālik menuju Tuhannya.
Afnidanengsih, salah seorang pemikir, pemerhati, dan dosen Fakultas
Adab IAIN Imam Bonjol Padang dengan judul penelitiannya adalah Tasawuf
Akhlaqi Abd aṣ-Ṣamad al-Palimbani, yang ingin melihat apa tasawuf akhlaki
yang dikembangkan oleh Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, yang
disimpulkannya tasawuf akhlaki yang ditampilkan oleh Syeikh „Abd al-Ṣamad al-
Jāwī al-Palimbānī lebih cenderung kepada tasawuf al-Ghazali, dan berupaya
memadukan antara tasawuf Sunni al-Ghazali dengan tasawuf filosofis yang
dikembangkan oleh Ibnu „Arabi dan al-Jilli.87
M. Kursani Ahmad, salah seorang pemikir, pemerhati dan, dosen Fakultas
Ushuluddin IAIN Antasari Banjarmasin dengan judul tulisannya “Abd aṣ-Ṣamad
al-Palimbani Pelopor Tarekat al-Sammaniyah di Indonesia”, yang ingin melihat
86
http://digilib.sunan-ampel.ac.id/files/disk1/12/hubptai-gdl-hasninoor-582-ajarans-).pdf. 87
http://lppbi-fiba.blogspot.com/2009/05/tasauf-akhlaqi-abd-al-samad-al.html.
54
apa dan bagaimana peranan Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī dalam
penyebaran Tarekat Sammaniyah di Indonesia, yang disimpulkannya Syeikh „Abd
al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī adalah salah seorang murid yang pernah belajar
tasawuf dan tarekat secara langsung dengan Syekh Muhammad Abd. al-Karim as-
Samman al-Madani. Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī adalah tokoh dan
aktor sejarah yang memainkan peranan penting dalam perkembangan Islam di
Nusantara dengan mempraktikkan moral-moral ketasawufan melalui ajaran
Tarekat Sammaniyah yang diakui sebagai salah satu tarekat muktabarah di
Indonesia, yang dipercaya termasuk dalam ajaran tasawuf Sunni, yakni aliran
tasawuf yang terutama berada di bawah pengaruh Imam al-Ghazali dan sufi-sufi
moderat lainnya. Melalui Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānīlah Tarekat
Sammaniyah mendapatkan lahan subur bukan hanya di Palembang, tetapi juga di
berbagai daerah di Nusantara. Adapun pendekatan tasawuf yang dikembangkan
Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī lebih spesifik pada pengamalan Rātib
as-Samman di masyarakat, yang berisikan pendekatan ritual-ritual vertikal kepada
Allah, tetapi juga mengandung pengaruh horizontal dalam memerangi kekufuran
dan ketidakadilan yang ditampikan oleh kaum kolonial pada saat itu. Adapun
untuk saat ini, Rātib as-Samman masih tetap dibacakan di berbagai daerah di
Nusantara ini, yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah swt.,
walaupun telah mengalami berbagai modifikasi dalam pembacaannya.88
Dalam riwayat yang dikemukakan oleh al-Bayṭar, dikatakan bahwa pada
tahun 1201 H/1787 M, Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī pernah
mengadakan perjalanan ke Zabid. Di sini ia mengajar murid-murid terutama dari
88
M. Kursani Ahmad, Abd. aṣ-Ṣamad al-Palimbani Pelopor Tarekat As-Sammaniyah di
Indonesia, dalam Ittihad Jurnal Kopertais Wilayah XI Kalimantan, Vol. 8, No.13, April 2010.
55
keluarga Ahdal dan al-Mizjaji.89
Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī ke
Zabid, disamping mengajar juga mengadakan pertemuan dengan para ulama dan
murid-murid setempat.90
Di antara muridnya di Zabid itu adalah Wajh al-Din
„Abd al-Rahman bin Sulayman bin Yahya bin „Umar al-Ahdal (1179-1255 H/
1765-1839 M), seorang muhaddiṡ yang pernah menjadi Mufti di Zabid.
Wajh ad-Din al-Ahdal menempatkan Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-
Palimbānī sebagai guru yang paling penting, di mana ia memasukkan riwayat
hidup Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī ke dalam kamus biografinya
yang berjudul An-Nafs al-Yamānī wa ar-Rūh ar-Rayhanī. Dalam kamus itu,
Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī menempati posisi kategori ketiga (aṭ-
ṭabaqāt al-Ṡāliṡah), adalah kategori para ulama utama yang berkunjung ke Zabid
dan menghabiskan waktu di sana utamanya untuk mengajar. Melalui Wajh ad-
Din al-Ahdal, Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī terhubung dengan
jaringan ulama yang lebih luas lagi.91
Pengaruh Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī sebenarnya sudah
tampak ketika ia menulis kitab Zuhrah al-Murīd fī Bayān Kalimah at-Tawhīd,
yang merupakan kumpulan bahan-bahan kuliah yang diterimanya dari Ahmad bin
Abd al-Mun„im ad-Damanhuri, salah seorang ulama besar Mesir yang pernah
mengajar di Mekah pada tahun 1764 M, untuk memenuhi permintaan kolega-
koleganya seperantauan. Sejak itu, ia mulai terkenal di lingkungan orang-orang
Melayu di Arabia. Nama besarnya mulai merambah dan dikenal pada kawasan
Nusantara. Oleh karena itu, sekitar 10 tahun kemudian ia diminta oleh Sultan
89
„Abd ar-Razaq al-Bayṭar, Hilyah, hlm. 831. 90
Muhd. Ṣagir Abdullah, Syekh Abduṣ-Ṣamad al-Palimbani (Pontianak: al-Faṭanah,
1983), hlm. 39 91
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII
dan XVIII; Akar Pembaharuan Islam Indonesia, hlm. 313.
56
Palembang untuk menulis kitab yang menguraikan tentang hakikat iman dan hal-
hal yang dapat merusakkannya, yaitu kitab Tuhfah ar-Rāgibīn fī Bayān Haqīqah
al-Īmān al-Mu’minīn wa Ma Yufsiduhu fī Riddah al-Murtaddīn.92
Sebelum itu, Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī juga pernah
menulis sebuah kitab yang berjudul Nasīhah al-Muslimīn wa Tażkirah al-
Mu’minīn fī Faḍāil al-Jihad fī Sabīl Allāh wa Karamah al-Mujahidīn fī Sabīl
Allah, yang menurut Sri Mulyati kitab ini mengilhami dan membangkitkan
semangat perjuangan orang-orang Aceh untuk melawan Belanda.93
Menurut versi
Bibit Suprapto, kitab ini memberikan inspirasi kepada para pejuang untuk
melakukan Perang Sabil di Aceh melawan si Kafee Uland (si Kafir Belanda)
seratus tahun kemudian. Perang Sabil itu dipimpin oleh Ulama Aceh Tengku Cik
Di Tiro dan Muhammad Saman, yang bertarekat Sammaniyah seperti Syeikh
„Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī.94
Karya-karya Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī tidak hanya
memberikan pengaruh terhadap pola pikir, pola tindak, dan pola sikap orang-
orang yang sesudahnya, akan tetapi juga memberikan pengaruh terhadap penulis
atau pengarang syair Nusantara. Hal itu terbukti di mana Tengku Cik Di Tiro
salah seorang penyair Aceh yang menulis syairnya dengan judul Hikayat Perang
Sabil mengutip dari kitab Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Nasīhah
92
Drewea, Further, hlm. 274-275. 93
Sri Mulyati, Tasawuf Nusantara; Rangkaian Mutiara Sufi Terkemuka, (Jakarta :
Kencana, 2006), hlm. 107. Lihat juga M. Solihin, Melacak Pemikiran Tasawuf di Nusantara,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 107-108. 94
H. M. Bibit Suprapto, Ensiklopedi Ulama Nusantara: Riwayat Hidup, Karya, dan
Sejarah Perjuangan 157 Ulama Nusantara (Jakarta: Gelegar Media Indonesia, 2009), hlm. 130.
57
al-Muslimīn wa Tażkirah al-Mu’minīn fī Faḍāil al-Jihād fī Sabīl Allāh wa
Karamah al-Mujahidīn fī Sabīl Allāh.95
Pada masa Kerajaan Buton sampai dengan abad ke-19, ajaran tasawuf
tetap dipertahankan dan dikembangkan oleh raja-raja. Untuk mengembangkan
ajaran tasawuf itu diadakan pengajian-pengajian, utamanya di lingkungan istana
kerajaan dengan mendatangkan pakar atau ahli tasawuf yang ada pada waktu itu
sebagai pemandu dan pembaca kitab. Adapun kitab-kitab yang digunakan dalam
pengajian tasawuf itu adalah kitab-kitab tasawuf yang sudah banyak beredar dan
berkembang di Nusantara, seperti kitab Ihya’ „Ulum ad-Dīn, Bidāyah al-Hidāyah,
Minhāj al-„Ābidīn, Kitāb al-‘Arbain dan Kitāb al-Lubāb karya Imam al-Ghazali,
at-Tuhfah al-Mursalah ilā Ruh an-Nabī karya Muhammad bin Fadlullāh al-
Burhānpūrī, Asrār al-‘Ārifīn dan Syarb al-‘Āsyiqīn karya Hamzah Fansuri, Māʽ
al-Ḥayāt li Ahl al-Mamāt dan Jawāhir al-‘Ulūm fī Kasyf al-Ma‘lūm karya
Nūrrudīn ar-Raniri, Zubdah al-Asrār karya Yusuf al-Makassari, dan yang lain-
lainnya, tetapi yang tidak kalah pentingnya juga diajarkan di sana dua buah kitab
karya Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, yaitu Hidāyat as-Sālikīn fī
Sulūk Maslak al-Muttaqīn dan Zad al-Muttaqīn fī Tauhīd Rabb al-‘Ālamīn. Hal ini
juga membuktikan bahwa Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī
mempunyai pengaruh di Buton, setidak-tidaknya melalui dua karyanya tersebut.96
95
Ibid., hlm. 109. 96
Abd. Rahim Yunus, Posisi Tasawuf dalam Sistem Kekuasaan di Kesultanan Buton
pada Abad Ke-19 (Jakarta: INIS, 1995), hlm. 51-63.
58
B. Sekilas Tentang Kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu’minīn
fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh
1. Sosial Historis dan Motivasi Penulisan Kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-
Tażkiratu al-Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-
Mujāhidīn fī Sabīlillāh
Dalam perjalanan kesultanan Palembang sejak pemerintahan Sultan
Mahmud Badaruddin II, mendapat serangan dan pasukan Hindia Belanda Juli
1819 yang antara lain dikenal sebagai Perang Menteng (diambil dari kata
Muntinghe nama komandan pasukan Belanda), 97
serangan besar-besaran oleh
pasukan Belanda yang armadanya dipimpin J. C. Wolterboek pada bulan Oktober
1819 juga dapat dipukul mundur oleh prajurit-prajurit kesultanan Palembang.
Akan teapi, pihak Belanda pada bulan Juni 1821 mencoba lagi melakukan
penyerangan dengan banyak armadanya di bawah pimpinan panglima Jenderal De
Kock. Sultan mahmud Badaruddin II ditangkap kemudian dibuang ke Ternate.
Kesultanan Palembang sejak 7 Oktober 1823 dihapuskan dan langsung di bawah
pemerintah Hindia Belanda dengan Penempatan Residen Jon Cornelis Reijnst
yang tidak diterima Sultan Ahmad Najaruddin Prabu Anom yang karena
memberontak akhirnya ia ditangkap kemudian diasingkan ke Banda, seterusnya
ke Manado.98
Kondisi inilah, membuat Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī tidak
bisa diam di Palembang. Akhirnya Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī
memutuskan untuk meninggalkan Palembang dan kembali ke Mekkah dengan
97
Nur Huda, Islam Nusantara; Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia,
(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), hlm. 313 98
Martawi Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional
Indonesia III, (Jakarta: Balai Pustaka, 2008), hlm. 46-47.
59
beberapa orang muridnya. Selain itu juga alasan Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-
Palimbānī meninggalkan tempat kelahirannya adalah karena permintaan Syeikh
al-Samman agar Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī kembali ke Mekkah.
Atas izin Sultan Palembang Ahmad Najamuddin, Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī
al-Palimbānī kemudian kembali ke Mekkah tanpa didampingi oleh istrinya
Masayu Syarifah.99
Selama di Mekkah inilah ia bergiat dalam pengajaran dan
penulisan kitab-kitab dalam beberapa bidang keislaman, terutamanya tentang
tasawuf, fikih, ushuluddin, dan lain-lain
Meskipun Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī lama menetap di
Mekkah, beliau senantiasa mengikuti perkembangan di Tanah Jawi (dunia
Melayu) dengan menanyakan kepada pendatang-pendatang dari Patani,
semenanjung Tanah Melayu, dan negeri-negeri Nusantara yang di bawah
penjajahan Belanda (pada waktu itu masih disebut Hindia Belanda). Untuk
menunjukkan sikap antinya kepada penjajah, dikarangnya sebuah buku tentang
jihad. Buku yang penting itu berjudul Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-
Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī
Sabīlillāh.
Syair Perang Menteng100
merupakan satu bukti catatan sejarah yang
merekam perlawanan orang Palembang terhadap pasukan Belanda yang dikirim
untuk menaklukkan kota Palembang. Menurut martin, yang dimaksud “haji”
dalam bait syair tersebut adalah para anggota tarekat yang melakukan perlawanan
99
Mal An Abdullah, Syeikh Abdus Samad al-Palimbani; Biografi dan Warisan Keilmuan,
hlm. 47-48. 100
Martin Van Bruinessen, Syair Perang Menteng, (T.tp.: M. O Woelders, t.t) dalam
bukunya Het Sultanaat Palembang 1811-1825, lihat juga Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning
Pesantren dan Tarekat; Tradisi-tradisi Islam di Indonesia, (Bandung: Mizan, 1999), hlm. 331.
60
terhadap Belanda.101
Dan Martin dengan yakin menyatakan bahwa tarekat yang
dimaksud adalah tarekat Samaniyah. Dan tarekat ini, dibawa oleh murid-murid
Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī dari tanah suci Mekkah pada
penghujung abad 18.
Selain Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu’minīn fī Faḍā’il al-
Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, Syeikh „Abd al-
Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī juga telah menulis tiga buah surat yang berisi seruan
kepada rakyat Melayu-Indonesia untuk melaksanakan jihad melawan Belanda.
Surat-surat itu ditujukan kepada elit penguasa Jawa dari Kerajaan Mataram.102
Selain menguraikan nilai-nilai jihad, seperti dilakukan dalam Naṣīhat al-Muslimīn
wa al-Tażkiratu al-Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-
Mujāhidīn fī Sabīlillāh, ketiga surat itu ditulis dengan tujuan menanamkan gelora
jihad kepada para penguasa jawa untuk melancarkan jihad melawan orang-orang
Eropa, terutama Belanda yang terus menggiatkan usaha-usaha mereka
menundukkan entitas-entitas politik Muslim di Nusantara.103
2. Sistematika Penulisan Kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-
Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī
Sabīlillāh.
Kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu’minīn fī Faḍā’il al-
Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh ditulis dalam bahasa
101
Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat; Tradisi-tradisi Islam di
Indonesia, hlm. 331. 102
Jajat Burhanudin, Ulama dan Kekuasaan; Pergulatan Elite Muslim dalam Sejarah
Indonesia, (Jakarta, Mizan, 2012), hlm. 148. 103
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad
XVII dan XVIII; Akar Pembaharuan Islam Indonesia, hlm. 314.
61
Arab. Kitab ini menjelaskan landasan normatif jihad dan kebajikan-kebajikan
yang diberikan kepada orang berjihad. Kitab ini terdiri dari tujuh pasal, diawali
dengan Muqaddimah yang menguraikan kewajiban jihad melawan orang kafir dan
hukumnya berjihad melawan orang kafir. Pasal pertama mengenai keutamaan
jihad menurut al-Qur‟an. Pasal kedua keutamaan jihad perspektif hadis. Pasal
ketiga Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī mengupas tentang keutamaan
Ribath (siap siaga) berada dan menetap di medan perang.
Pasal keempat menjelaskan tentang keutamaan berinfak ketika perang.
Pasal kelima mengurai tentang keutamaan mempersiapkan alat perang. Pasal
keenam menguraikan tentang keutamaan mati syahid, dan pasal ketujuh tentang
hukum jihad. Kemudian Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī mengakhiri
kitab ini dengan bagian penutup (khatimah dan tatimah) dan lampirannya
(mulhaq) yang antara lain berisi zikir, do‟a-do‟a Nabi Saw. ketika berperang dan
ajimat untuk penjagaan diri, guna menolak semua upaya musuh yang ingin
mencelakakan pejuang jihad.
3. Posisi Pentingnya Kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu’minīn
fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh.
Karya Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī yang memuat soal
jihad, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī
Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh sangat mungkin merupakan
karya pertama tentang jihad yang dikenal di Indonesia.104
Karya ini sering disebut
104
Jajat Burhanudin, Ulama dan Kekuasaan; Pergulatan Elite Muslim dalam Sejarah
Indonesia, hlm. 148.
62
sebagai masterpiece Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī tentang jihad.105
Kitab ini telah mengilhami kemunculan semangat jihad di Aceh. Hikayat Perang
Sabil, yang menjadi sumber penyebaran semangat jihad kepada rakyat Aceh.106
Semangat jihad Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī sangat
mempengaruhi para muridnya yang ahli tarekat dan juga siap untuk berjihad
secara fisik.107
Menurut versi Bibit Suprapto, kitab ini memberikan inspirasi kepada para
pejuang untuk melakukan Perang Sabil di Aceh melawan si Kafee Uland (si kafir
Belanda) seratus tahun kemudian. Perang Sabil itu dipimpin oleh ulama Aceh
Tengku Cik Di Tiro dan Muhammad Saman, yang bertarekat Samaniyah seperti
Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī.108
Karya-karya Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī tidak hanya
memberikan pengaruh terhadap pola pikir, pola tindak, dan pola sikap orang-
orang yang sesudahnya, akan tetapi juga memberikan pengaruh terhadap penulis
atau pengarang syair Nusantara. Hal itu terbukti di mana Tengku Cik Di Tiro
salah seorang penyair Aceh yang menulis syairnya dengan judul Hikayat Perang
Sabil mengutip dari kitab Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Nasīhah
105
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad
XVII dan XVIII; Akar Pembaharuan Islam Indonesia, hlm. 314. 106
Jajat Burhanudin, Ulama dan Kekuasaan; Pergulatan Elite Muslim dalam Sejarah
Indonesia, hlm. 148. Atau lihat Sri Mulyati, Tasawuf Nusantara; Rangkaian Mutiara Sufi
Terkemuka, hlm. 107. Lihat juga M. Solihin, Melacak Pemikiran Tasawuf di Nusantara, hlm. 107-
108. 107
Nur Huda, Islam Nusantara; Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia, hlm. 313.
Lihat juga Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat; Tradisi-tradisi Islam di
Indonesia, hlm. 332. 108
H. M. Bibit Suprapto, Ensiklopedi Ulama Nusantara; Riwayat Hidup, Karya, dan
Sejarah Perjuangan 157 Ulama Nusantara, hlm. 130.
63
al-Muslimīn wa Tażkirah al-Mu’minīn fī Faḍāil al-Jihād fī Sabīl Allāh wa
Karamah al-Mujahidīn fī Sabīl Allāh.109
Peranannya sebagai inspirator jihad bukan hanya dirasakan oleh rakyat
Aceh dan Kedah tetapi juga tempat-tempat lain di Sumatera, Semenanjung
Malaka dan Pulau Jawa. Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī dijuluki
sebagai Spesialisasi Perang Sabil oleh Voorenhove karena perhatiannya yang
besar terhadap hal tersebut.110
Meskipun usaha Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī untuk
menyakini para penguasa Jawa untuk berjihad mengalami kegagalan karena
suratnya ditahan pemerintah Belanda di Batavia. Meski demikian, semangat jihad
tetap hidup dan menjadi isu intelektual utama bagi ulama. Seruan Syeikh „Abd al-
Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī untuk berjihad juga menjadi perhatian ulama lain
pada awal abad ke-19, Syeikh Dawud al-Fatani, ayah bagi para ulama Patani di
Thailand Selatan.111
109
H. M. Bibit Suprapto, Ensiklopedi Ulama Nusantara; Riwayat Hidup, Karya, dan
Sejarah Perjuangan 157 Ulama Nusantara, hlm. 109. 110
Zubair, Jihad dan Kemerdekaan; Studi atas Naskah Nasihatul Muslimin wa
Tadzkiratul Mu’minin, (Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan Badan Litbang dan Diklat
Kementerian Agama RI, 2011) 111
Jajat Burhanudin, Ulama dan Kekuasaan; Pergulatan Elite Muslim dalam Sejarah
Indonesia, hlm. 148.
64
BAB III
TUJUAN UMUM TENTANG JIHAD
A. Pengertian Jihad
Kesan “sangar” terhadap Islam dan jihad tetap saja melekat, meskipun
sudah muncul berbagai upaya untuk memberikan pemaknaan baru atas konsep
jihad. Jihad masih dipandang seperti “hantu” gentayangan yang menebarkan
ketakutan kepada masyarakat (Barat). Tidak jelas, mengapa bisa demikian.
Karena secara konseptual sebenarnya sebagaimana dijelaskan para ilmuan dan
ahli tafsir, kata jihad baik dalam al-Qur‟an maupun hadis mempunyai makna yang
beragam, tidak hanya dalam arti fisik tapi juga nonfisik.1
Secara etimologi (bahasa), kata jihad berasal dari bahasa Arab yang
tersusun dari akar kata dari tiga huruf hijaiyah jim (ج) ha (ه) dan dal (د) pada
awalnya mengandung arti kesulitan, kesukaran atau yang mirip dengannya.2 ada
juga yang berpendapat bahwa jihad berasal dari akar kata juhd yang berarti
kemampuan. Ini karena jihad menuntut kemampuan, dan harus dilakukan sebesar
kemampuan. Dari kata yang sama tersusun ucapan jahida bir-rajul yang artinya
seseorang sedang mengalami ujian. Terlihat bahwa kata ini mengandung makna
ujian dan cobaan, hal ini wajar karena jihad memang merupakan ujian dan cobaan
bagi kualitas seseorang.3
1 Rumandi, Renungan Santri: Dari Jihad Hingga Kritik Wacana Agama, (Jakarta:
Erlangga, 2007), hlm. 75. 2 Abu al Husain Ahmad ibn Faris ibn Zakariya, Mu’jam Muqayīs al-Lughah, Juz. 1
(Bairut: Dar al Fikr, 1994), hlm. 487. Lihat Louis Mahfud, al-Munjid fi al- Lughah, (Cet. XVIII,
Bairut: Dar al- Maghrib, 1984), hlm. 106. Lihat juga S. Askar, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta,
Senayan Publishung, 2009), hlm. 76. 3 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudu’i Atas Belbagai Persoalan
Umat, Cet. I, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), hlm. 284.
65
Syaikh Musthafa as-Suyuthi berkata, “al-jihadu merupakan masdhar (kata
benda) dari kata jahada-jihadan wa mujahadatan maknanya bersungguh-sungguh
(mencurahkan kemampuan) dalam memerangi musuh.”4 Menurut al-Raghib al-
Ashfahani, kata al-jihad dan mujahadah berarti mencurah kemampuan dalam
menghadapi musuh.5 Sedangkan menurut Imam An-Naisaburi sebagaimana
dikutib oleh Kahar Masyhur menjelaskan arti kata jihad menurut bahasa, yaitu
mencurahkan segenap tenaga untuk memperoleh maksud tertentu.6
Sutan Mansur menyatakan bahwa jihad adalah bekerja sepenuh hati.7 Hans
Wehr dalam A Dictionary of Modern Written Arabic mengartikan jihad sebagai
„Fight, battle, holy war (against the infidles as a relegious duty)‟,8 yang berarti
perjuangan, pertempuran, perang suci (melawan musuh-musuh sebagai kewajiban
agama). Dalam kamus besar Indonesia, jihad memiliki tiga makna yaitu: 1) Usaha
dengan upaya untuk mencapai kebaikan. 2) Usaha sungguh-sungguh membela
agama Allah (Islam) dengan mengorbankan harta benda, jiwa dan raga. 3) Perang
suci melawan kekafiran untuk mempertahankan agama Islam.9
Menurut Jhon. L. Esposito dalam Ensiklopedi Oxford: Dunia Islam
Modern, Jihad mempunyai dasar berikhtiar keras untuk mencapai tujuan yang
terpuji. Dalam konteks Islam, kata jihad memuat banyak makna, kata ini bisa
berarti perjuangan melawan kecenderungan jahat atau pengarahan daya upaya
4 Syaikh Yusuf al-Uyairi, Muslim Berjihad; Peran Wanita Dalam Medan Perang, (Solo:
Media Islamika, 2007), hlm. 13-14. 5 al-Raghib al-Ashfahani, Mu’jam Mufradat Alfaz al-Qur’an, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.),
hlm. 208. 6 Kahar Masyhur, Bulugul Maram, Jilid II, (Jakarta: Melton Putra, 1992), hlm. 234.
7 Sutan Mansur, Jihad, (Jakarta: Panji Masyarakat, 1982), hlm. 9.
8 Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic, J. Milton Cowan (ed.), New York:
Spoken Language Services Inc., 1976, hlm. 142. 9 Tim Redaksi Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat
Bahasa, 2008), hlm. 362.
66
untuk atau demi kepentingan ummah, misalnya, jihad dalam bentuk dakwan dan
pendidikan.10
Sedangkan secara terminologi (istilah) jihad adalah berusaha sekuat tenaga
untuk menumpas orang-orang tertutup hatinya untuk menerima ajara Allah swt
atau pendurhakan-Nya. Dan jihad juga berarti bersungguh-sungguh mencurahkan
segenap pikiran, kekuatan dan kemampuan untuk mencapai suatu maksud atau
melawan suatu objek yang tercela, seperti musuh yang kelihatan, ataupun yang
tidak kelihatan seperti setan atau hawa nafsu.11
Pendapat yang dikemukakan di atas selaras juga dengan pendapat yang
dikemukakan oleh ulama fiqh klasik yang lebih mengartikan jihad sebagai
peperangan melawan non-Muslim yang secara eksplisit memusuhi Islam. Oleh
sebab itu, Penggunaan term jihad selalu terkait dengan al-qital, al-harb, al-ghazw
dan an-nafr. Ketentuan-ketentuan jihad dalam literatur fiqh merupakan
sistematisasi fiqh yang diambil dari solusi-solusi Rasulullah Saw. yang pernah
terjadi dalam sejarah peperangan dalam Islam.12
Ibn Hajar al-Asqalani komentator hadis-hadis al-Bukhari, mendefenisikan
jihad sebagai badzl al-Juhd fi qital al-kuffar (mengarahkan kesungguhan dalam
memerangi orang-orang kafir). Sedangkan defenisi jihad lain, hanya sebagai
pelengkap yaitu, jihad terhadap diri, syeitan, dan kefasikan (mujahdah al-nafs wa
syaitan wa al-fisq).13
10
Jhon. L. Esposito (ed), Ensiklopedi Oxford: Dunia Islam Modern, (Bandung: Penerbit
Mizan, 2001), hlm. 63 11
Ahsin W. Al-Hafidz, Kamus Ilmu Al-Qur’an (Jakarta: Amzah, 2005), hlm. 138. Lihat
juga Abdullah Azzam, Tarbiyah Jihadiyah, Juz II, Terj, (Solo : Pustaka al-„Alaq, 1993), hlm. 54. 12
Rohimin, Jihad Makna & Hikmah, (Jakarta: Erlangga, 2006), hlm. 7. 13
Moh. Guntur Romli dan A. Fawaid Sjadzili, Dari Jihad Menuju Ijtihad, (Jakarta: LSIP,
2004), hlm. 36. Lihat juga Ahmad bin Ali bin Hajar al-„Asqalani, Fathul Bari, Juz. IV, (Bairut:
Dar al-Fikr, 2000), hlm. 77.
67
Sedangkan Muhammad bin Ismail al-Kahlani, pengarang kitab Subul al-
Salam yang berkomentar (syarh) atas kitab Bulugh al-Maram karya Ibn Hajar,
mendefenisikan jihad sebagai badzl al-juhd fi qital al-kuffar aw al-bughat
(mengarahkan kesungguhan dalam memerangi orang-orang kafir dan
pemberontak).14
Pendapat dua pentolan ulama hadis di atas dapat bisa mewakili
dominasi makna jihad dalam arti perang dan pertempuran dari perspektif kajian
hadis.
Madzhab Syafi‟i mengartikan jihad dengan memerangi orang kafir untuk
kejayaan Islam.15
Sedangkan jihad menurut madzhab Hanafi adalah ajakan kepada
seseorang atau komunitas untuk menganut agama yang hak (Islam), bila mereka
tidak menerima atau merespon ajakan tersebut, maka harus diperangi dengan harta
dan jiwa.16
Adapun jihad menurut mazhab Malikiy ialah memerangi orang kafir
yang tidak terikat perjanjian demi meninggikan kalimatullah atau
menghadirkannya, atau menaklukkan negeri demi memenangkan agama-Nya.
Sedangkan dalam mazhab Hambali, al-jihad adalah memerangi kaum kafir atau
menegakkan kalimat Allah Swt.17
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa makna jihad
adalah tidak hanya perjuangan fisik melawan musuh-musuh yang tampak seperti
melawan orang-orang kafir, melawan orang-orang munafik atau melawan orang-
orang yang telah berbuat zalim, tetapi lebih jauh dari makna itu, seperti
melakukan perlawanan terhadap musuh-musuh yang tidak tampak, misalnya
14
Muhammad ibn Ismail al-Kahlani, Subul al-Salam, Vol.II, (Bandung: Dahlan, t.t.),
hlm. 41. Lihat juga Moh. Guntur Romli dan A. Fawaid Sjadzili, Dari Jihad Menuju Ijtihad, hlm.
36. 15
Muhammad Syarbini, Al-Iqnak, Juz II, (Beirut: Dar al-Fikr, 1425), hlm. 556. 16
Wahbah Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa ‘adillatuhu, Juz VI, (Bairut: Dar al-Fikr, 1989),
hlm. 413. 17
Abdullah Azzam, Perang Jihad di Jaman Modern, (Jakarta: Gema Insani Press, 1994),
hlm. 12.
68
melawan hawa nafsu yang selalu mengajak kepada hal-hal yang merusak martabat
kemanusiadan melawan kebodohan yang dapat menghambat perkembangan
intelektual.
B. Pengungkapan Jihad Dalam al-Qur’an dan Hadis
Di dalam al-Qur‟an kata jihad terulang sebanyak empat puluh kali dengan
berbagai macam bentuknya dari kata al-Juhd hanya dijumpai sekali dalam al-
Qur‟an yaitu pada al-Qur‟an surat al-Taubat ayat 79, sedangkan dari kata al-Jahd
ditemukan lima kali, masing-masing dalam al-Qur‟an surat al-Maidah ayat 53, al-
An‟am ayat 109, al-Nahl ayat 38, al-Nur ayat 53 dan Fathir ayat 42. Kesemuanya
berbicara dalam konteks sumpah yang baik dan sumpah yang benar maupun
sumpah yang bohong. Akan tetapi, ayat-ayat tersebut memberikan petunjuk
tentang kesungguhan pelakunya di dalam bersumpah walaupun belum tentu
benar.18
Muhammad Chirzin dalam bukunya Kontoversi Jihad di Indonesia;
Modernis Versus Fundamentalis mengatakan, ayat-ayat jihad yang mengandung
maksud perjuangan sebanyak 28 ayat, terletak dalam surat-surat sebagai berikut:
al-Furqan [24]: 52, al-Nahl [16]: 110, al-Ankabut [29]: 6, 69, al-Baqarah [2]: 218,
al-Anfal [8]: 72, 74, 75, Ali Imran [3]: 142, al-Mumtahanah [60]; 1, al-Nisa‟ [4]:
95, Muhammad [47]: 31, al-Hajj [22]: 78, al-Hujurat [49]: 15, al-Tamrin [66]: 9,
al-Shaff [61]: 11, al-Maidah [5]: 35, 54, al-Taubah [9]: 16, 19, 20, 24, 41, 44, 73,
18
M. Quraish Shihab dkk, Ensiklopedia al-Qur’an; Kajian Kosa Kata, (Jakarta: Lentera
Hati, 2007), hlm. 395-396.
69
81, 86, 88. Ayat-ayat jihad tersebut sebagai turun pada pada periode Mekkah dan
sebagian turun pada periode Madinah.19
Sedangkan menurut Muhammad Sholokhin, jihad dengan sebagai
perkembangannya disebutkan sebanyak 41 kali dalam al-Qur‟an dengan berbagai
variasi makna yang cukup menggambarkan wajah ajaran dan tata nilai yang
inklusif, humanis dan universal. Jihad bukanlah radikalisme, apalagi terorisme
yang mengatasnamakan Tuhan dan agama. Dari 41 kali penyebutan dalam al-
Qur‟an, secara garis besar Sholikhin mebangunya menjadi dua kelompok.
Pertama, kelompok penyebutan setingkat kata, terdapat dalam 5 ayat, ditambah
dengan 1 ayat yang berawal dan berakiran. Dari keenam ayat tersebut dapat
diperoleh makna jihad antara lain. Sikap bersungguh-sungguh mewujudkan
kehidupan bersama mukmin lainnya (QS. Al-Maidah ayat 53), kesungguhan
bersumpah dengan nama Allah (QS. Al-An‟am ayat 109 dan an-Nahl ayat 38),
penguatan sumpah mentaati Rasulullah (QS. Al-Fatir ayat 42), kesanggupan untuk
beramal secara induvidual (QS. Al-Taubah ayat 79), sumpah untuk berjuang
dengan perang, dalam keadaan tertentu (QS. An-Nur ayat 53). Kelima koponen
tersebut dapat disimpulkan bahwa jihad adalah bersungguh-sungguh
mengimplementasikan keimanan serta ketundukan kepada Allah dan Rasul-Nya.20
Kedua, penyebutan jihad dengan berbagai macam bentuk kata, secara
keseluruhan terdapat 9 makna jihad yang berisi perintah beperang dalam kondisi-
kondisi tertentu. Di antaranya yaitu, keteguhan hati dan bersabar menghadapi
ujian Allah (QS. Ali Imran ayat 142 dan Muhammad ayat 31), membela
Rasulullah secara argumentatif dari kesalahan opini publik (QS. Al-Mumtahanah
19
Muhammad Chirzin, Kontroversi Jihad di Indonesia; Modernis Versus Fundamentalis,
(Yogyakarta: Pilar Media, 2006), hlm. 47. 20
Muhammad Sholikhin, The Power of Sabar, (Solo: Tiga Serangkai, 2009), hlm. 93.
70
ayat 1), memperjuangkan agama secara optimal dengan harta dan jiwa sebagai
bukti keimanan (QS. Al-Nisa‟ ayat 95, al-Taubah ayat 41, 44, 81, 86, 88. Al-
Shaff ayat 11 dan al-Hujurat ayat 15), bersungguh-sungguh mencari ridho Allah
(QS. Al-Taubah ayat 16. Al-Ankabut ayat 6 dan 69), kesungguhan diri untuk
menghukum dengan al-Qur‟an (QS. Al-Furqan ayat 52), menempuh jalan Allah
(QS. Al-Nisa‟ ayat 35, 54. Al-Taubah 19, 24 dan al-Hajj ayat 78), pemantapan
hati dalam tauhid sebagai proses dari hijrah (QS. Al-Baqarah ayat 218. Al-Anfal
ayat 72, 74, 75. Al-Taubah 20 dan An-Nahl ayat 110), berperang melawan orang
kafir, musyrik dan munafik yang secara terang-terangan memerangi orang muslim
(QS. Al-Taubah 73. Al-Tahrim ayat 9) dan terakhir melawan pihak lain yang
melakukan pemaksaan untuk menyengutukan Allah (S. Al-Ankabut ayat 8 dan
Lukman ayat 15).21
Choiruddin Hadhiri dalam Klasifikasi Kandungan al-Qur’an jilid II
Menyatakan bahwa jihad dalam al-Qur‟an dikelompokan menjadi dua. Pertama,
jihad merupakan usaha bersungguh-sungguh dalam mencurahkan segala
kemampuan (QS. Al-Furqan ayat 52). Kedua, jihad adalah perang dijalan Allah,
mendakwahi orang kafir baik lisan maupun perbuatan dan memerangi jika
menolak (QS. Al-Hajj ayat 78).22
Sedangkan dalam hadis banyak sekali hadis-hadis yang menunjukkan
adanya variasi-variasi bentuk jihad yang diakui dalam Islam dengan sabda-sabda
Nabi. Variasi jihad tersebut menunjukkan bahwa jihad tidak hanya memiliki satu
variasi saja, tetapi banyak variasi. Seperti berjihad dengan memerangi kebodohan,
kemiskinan, kezaliman, melakukan umrah dan haji, dan berjihad melakukan
21
Muhammad Sholikhin, The Power of Sabar, (Solo: Tiga Serangkai, 2009), hlm. 94-95. 22
Choiruddin Hadhiri, Klasifikasi Kandungan al-Qur’an jilid II, (Jakarta: Gema Insani
Press, 1993), hlm. 156.
71
perbuatan baik serta memelihara orang tua. Bahkan disebutkan dalam sebuah
hadis bahwa berjihad merupakan amalan yang sangat disukai atau disenangi oleh
Allah swt, Rasulullah bersabda:
زارأخب رنحد ث ناشعبةقالالوليدبنالعي عتث ناأبوالوليدىشامبنعبدالملكقالحد قالساروأشارإلدارعبدالل وقا ث ناصاحبىذهالد سألتالن ب صل ىلأباعمروالش يبان ي قولحد
إلالل وقالالص لةعلىوقتهاقالث أيقالث العملأحب الوالدينقالالل وعليووسل مأي برثنبن 23ولواست زدتولزادنث أيقالالهادفسبيلالل وقالحد
“Telah menceritakan kepada kami bahwa Abu Al Walid Hisyam bin
„Abdul Malik berkata, telah menceritakan kepada kami Syu‟bah berkata,
telah mengambarkan kepadaku Al Walid bin Al „Aizar berkata, Aku
mendengar Abu „Amru Asy Syabaini berkata, ”Pemilik rumah ini
menceritakan kepada kami -seraya menunjuk rumah „Abdullah – ia
berkata, “Aku pernah bertanya kepada Nabi shallallahu „alaihi wasallam,”
Amal apakah yang paling dicintai oleh Allah?” Beliau menjawab:
“Kemudian berbakti kepada kedua orang tua.” „Abdullah bertanya lagi,
“kemudian berbakti kepada orang tua.” „Abdullah bertanya lagi,
“Kemudian apalagi?” beliau menjawab; “jihad fi sabilillah,” „Abdullah
berkata, “Beliau sampaikan semua itu, sekirannya aku minta tambah,
niscaya beliau akan menambahkannya untukku.”
ث نازب انعنسهلبنمعاذعنأبيو ث ناابنليعةحد ث ناحسنحد حد أكث رعنرس قال أجراا أعظم الهاد ف قالأي سألو رجلا أن وسل م عليو صل ىالل و الل و لل وول ىم
وت عا ت بارك لل و أكث رىم قال أجراا الص ائمنيأعظم فأي قال وت عالذكراا لنات بارك ث ذكر لذكرااوسل مي قولأكث عليو ذلكرسولالل وصل ىالل و والص دقةكل والج والز كاة ت باركالص لة رىملل و
لع عنو ت عال الل و رضي بكر أبو ف قال ذكراا حفصذىبوت عال أبا يا عنو ت عال الل و رضي مراكرونبكلخيف قالرسولالل وصل ىالل وعليووسل مأجل 24الذ
Telah menceritakan kepada kami Hasan telah menceritakan kepada kami
Ibnu Lahi‟ah telah menceritakan kepada kami Zabban dari Sahl bin
Mu‟adz dari Bapaknya dari Rasulullah Shaallallah‟alaihiwasallam ada
seorang bertanya kepada beliau, jihad apakah yang paling besar
pahalanya? Beliau menjawab, orang yang paling banyak berdzikir kepada
Allah Tabaraka Wa Ta‟ala. Dia bertanya lagi, „Puasa apakah yang paling
23
Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Beirut, Dar al-Kutub al-
Ilmiyah, 1971), hlm. 514. 24
Imam Ahmad Ibn Hanbal, Musnād al-Imam Ahmad bin Hanbāl, Jilid XXXI, (Beirut:
„Alim al-Kutub, 1419 H/1998 M, hlm. 213
72
banyak pahalanya? Beliau menjawab, „Orang yang paling banyak
berdzikir kepada Allah Tabaraka Wa Ta‟alla.‟ Lalu beliau menyebutkan
Shalat, zakat, haji dan sedekah kepada kami. Kesemuanya Rasulullah
Shallallahu‟alaihiwasallam bersabda: “orang yang paling banyak kepada
berdzikir Allah Tabaraka Wa Ta‟alla”. Abu Bakar Radliyallahu‟anhu
berkata kepada Umar Radliyallahu‟anhu, „Wahai Abu Hafs, orang yang
berdzikir membawa semua kebaikan? Rasulullah Shallallahu „alaihi
wasallam bersabda: “YA”.
ث نامالك ث ناعبدالل وبنمسلمةقالحد أخب رناعمروبنمنصورقالحد يلي عنث وربنزيدالد عنأبالغيثعنأبىري رةقال
قالرسولالل وصل ىالل وعليووسل مالس اعيعلىالرملةوالمسكنيكالمجاىدفسبي لالل وعز 25وجل
Telah mengabarkan kepada kami „Abu Manshur dia berkata; Telah
menceritakan kepada kami „Abdullah bin Maslamah dia berkata; telah
menceritakan kepada kami Malik dari Tsaur bin Zaid Ad Dili dari Abu Al
Ghaits dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah shallallahu „alaihi
wasallam bersabda: “orang yang membantu para janda dan orang-orang
miskin seperti orang berjihad di jalan Allah.”
عنالر ب عنأبجعفرالر ازي ث ناخالدبنيزيدالعتكي قالحد ث نانصربنعلي عنحد بنأن يبنمالكقال أن
قالرسولالل وصل ىالل وعلي ي رج ووسل ممنخرجفطلبالعلمكانفسبيلالل وحت 26قالأبوعيسىىذاحديثحسنغريبورواهب عضهمف لمي رف عو
Telah bercerita kepada kami Nashr bin Ali dia berkata, telah bercerita
kepada kami Khalid bin Yazid Al Ataki dari Abu Ja‟far Ar Razi dari Ar
Rabi‟ bin Anas bin Malik dia berkata; Rasulullah shaallahu „alaihi
wasallam bersabda: “Siapa yang keluar dalam rangka menuntut ilmu maka
dia berada di jalan Allah sampai dia kembali.” Abu Isa berkata; „Hadits ini
hasan gharib, sebagai perawi telah meriwayatkannya namun tidak
merafa‟kannya.‟
Banyak lagi hadis nabi yang mengungkapkan makna jihad, tetapi tidak
ditemukan dalam hadis nabi yang menjelaskan secara eksplisit perintah berjihad
25
Abu „Abdurrahman Ahmad Syu‟aib bin Ali al-Nasa‟i, Sunan al-Nasa’i, Jilid VIII,
(Bairut: Dar al-Ma‟rifat, 1419 H), hlm. 366. 26
Muhammad bin Isa al-Tirmidzi, Jami s-Shoheh Sunan at-Tirmidzi, Jilid IX, (Beirut:
Dar Ihya al-Turas al-„Arabi), hlm. 244.
73
dengan menggunakan senjata melawan orang kafir, atau musuh-musuh Islam.
Maka dapat disimpulkan bahwa jihad adalah berjuang dan berusaha keras untuk
memperbaiki diri sendiri,lingkungan hidup yang rusak, melawan hawa nafsu diri
maupun melawan godaan setan yang nyata dan mengatakan kebenaran walaupun
banyak orang yang menentangnya dengan keras contohnya menyatakan kebenaran
kepada orang yang berbuat maksiat kepada Allah.
C. Melacak Makna Jihad Dalam Sejarah
1. Perkembangan Makna Jihad Pada Periode Mekah
Muhammad diangkat menjadi Rasul pada usia empat puluh tahun, tepatnya
pada usia empat puluh tahun lebih enam bulan dua belas hari, menurut
perhitungan kalender Hijriyah atau tiga puluh Sembilan tahun lebih tiga bulan dua
puluh hari menurut kalender Syamsiah.27
Menurut sebagian besar sejarahwan ayat
yang pertama kali turun adalah surat al-Alaq ayat 1-528
Dengan wahyu pertama itu maka Muhammad telah diangkat menjadi Nabi,
namun ia belum disuruh untuk menyeru kepada umat nya.29
Setelah turun wahyu
yang kedua yaitu surat al-Muddassir ayat 1-7, Nabi Muhammad diangkat menjadi
27
Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Ar-Rahiqul Makhtum, Bahtsun fi al Sirah al-
Nabawiyah ala Shahibiha afdhali al-Shalati Wa al-Salam, Diterjemahkan oleh Kathur Suhardi
kedalam bahasa Indonesia menjadi Sirah Nabawiyah, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2010), hlm. 58. 28
Mengenai ayat yang pertama kali diterima oleh Nabi Muhammad terdapat perbedaan
pendapat diantara para ulama, pendapat pertama sebagaimana yang penulis kutip yaitu surat al-
Alaq ayat 1-5, pendapat ini didasarkan pada hadist dari Aisyah ra. Kedua, yang mengatakan bahwa
ayat yang pertama kali turun adalah Ya ayyuhal muddasir, pendapat ini didasarkan pada hadist
yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah. Ketiga, pendapat yang mengatakan bahwa ayat yang
pertama kali turun adalah al-Fatihah, menurut al-Qattan, mungkin yang dimaksud adalah surat
yang pertama kali turun secara lengkap. Pendapat terakhir yaitu yang mengatakan bahwa ayat
yang pertama kali turun yaitu bismillahirrahmanirrahim, karena ia mendahului setiap surat. Kedua
pendapat terakhir ini didasarkan pada hadist-hadits mursal. Menurut Qattan, pendapat yang
pertamalah yang paling kuat dan mashur. 29
Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Arab. Edisi Revisi (Surabaya: Anika Bahagia, 2010),
hlm. 16.
74
Rasul yang harus berdakwah.30
Dengan turunnya ayat tersebut Nabi Muhammad
selalu bangkit untuk berdakwah kepada Allah, Ia tidak mengeluh dalam
melaksanakan amanat besar ini, memikul beban seluruh manusia, beban akidah,
perjuangan serta jihad di berbagai medan31
Sejarahwan membagi jihad pada masa Nabi Muhammad menjadi dua.
Pertama, periode Makkah, dilakukan kurang lebih selama tiga belas tahun. Kedua,
periode Madinah, berjalan selama sepuluh tahun penuh.32
Awalnya Nabi
Muhammad menyampaikan ajaran Islam secara sembunyi-sembunyi. Ia memulai
berdakwah kepada kerabat-kerabat terdekatnya dan berhasil meng-Islam-kan
mereka, diantaranya yaitu Khadijah, istri Nabi, pembantu Nabi, Zaid bin Haritsah,
sepupu Nabi, Ali bin Abi Thalib yang masih anak-anak dan sahabat karib Nabi,
Abu bakar Ash-Shiddiq, mereka masuk Islam pada hari pertama dimulainya
dakwah.33
ummu Aiman, pengasuh Nabi Muhammad, sejak Siti Aminah masih
hidup, juga termasuk orang yang pertama masuk Islam. Dalam dakwah sembunyi-
sembunyi ini, Abu Bakar juga berhasil mengIslamkan beberapa teman dekatnya,
seperti Usman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Sa‟ad bin
Abi Waqqash dan Thalhah bin Zubair.34
Dan masih banyak lagi sahabat lainnya
yang masuk Islam.
30
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), hlm. 65. 31
Syaikh Shafiyyurahman al-Mubarakfuri, Ar-Rahiqul Makhtum, Bahtsum fi Sirah al-
Nabawiyah ala Shahibiha afdhali al-Shalati Wa al-Salam, hlm. 67. 32
Syaikh Shafiyyurahman al-Mubarakfuri, Ar-Rahiqul Makhtum, Bahtsum fi Sirah al-
Nabawiyah ala Shahibiha afdhali al-Shalati Wa al-Salam, hlm. 69. 33
Syaikh Shafiyyurahman al-Mubarakfuri, Ar-Rahiqul Makhtum, Bahtsum fi Sirah al-
Nabawiyah ala Shahibiha afdhali al-Shalati Wa al-Salam, hlm. 72. 34
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2006), 19.
75
Setelah tiga tahun dakwah secara sembunyi-sembunyi, turunlah perintah
agar Nabi Muhammad berdakwah secara terang-terangan,35
baik dari golongan
bangsawan maupun hamba sahaya. Dengan dilakukannya dakwah secara terang-
terangan ini jumlah pengikut Nabi Muhammad pun meningkat,terutama dari kaum
wanita, budak pekerja dan orang-orang yang tidak punya.36
Akan tetapi kelompok
aristokrat dari suku Qurais menjadi menentang utamanya, seperti Abu Sofyan
yang berasal dari keluarga Umayyah, salah satu keluarga berpengaruh di suku
Qurais.37
Bahkan pamannya, Abu Lahab yang berasal dari Bani Hasyim
mencemooh Nabi Muhammad hingga Allah menurunkan surat al-Lahab yang
isinnya merupakan kutukan bagi Abu Lahab karena telah mencomooh dan
menghalangi dakwah Nabi.
Berbagai tekanan dan ancaman dari kafir Qurais terhadap umat Islam tidak
ada henti-hentinya, baik berupa penyikasaan, penghinaan, pemboikotan dan
segala macam cara dilakukannya untuk menghentikan dakwah Nabi Muhammad
bahkan mereka berencana untuk membunuhnya. Keadaaan ini membuat umat
Islam semakin terjepit, kondisi inilah diantranya yang mendorong Nabi
Muhammad untuk Hijrah ke Madinah (Yastrib).38
Jadi, jihad Nabi Muhammad pada periode Makkah merupakan perintah
untuk menegakkan kebajikan, kebaikan, akhlak yang mulia, menjauhi keburukan
35
“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan
(kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik” (QS. Al-Hijr [15]: 94) 36
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, hlm. 20. 37
Philip K. Hitti, History of The Arabs: From The Earliest Times to The Present,
Diterjemahkan oleh R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi (Jakarta: Serambi, 2010),
hlm. 142. 38
Syaikh Shafiyyurahman al-Mubarakfuri, Ar-Rahiqul Makhtum, Bahtsum fi Sirah al-
Nabawiyah ala Shahibiha afdhali al-Shalati Wa al-Salam, hlm. 181.
76
dan kehinaan.39
Menurut Rohimin keadaan umat Islam di Makkah dalam Al-
Qur‟an dapat digambarkan sebagai berikut:
1) Bersikap apa adanya sebagai penerima amanat yang harus
disampaikan.
2) Memberi maaf dan bersikap tidak peduli.
3) Melakukan bantahan setelah dilakukan cara hikmah dan mau’izah.
4) Mengucapkan kata-kata baik.
5) Menolak dengan cara yang sopan.
6) Menghindar dengan cara yang baik.
7) Tidak bersikap sebagai penguasa.40
Uraian di atas, menunjukan bahwa ayat-ayat jihad yang diturunkan pada
periode Makkah tidak menggambarkan konfrontasi fisik dengan musuh. Subtansi
ajaran jihad yang digambarkan pada ayat-ayat Makkiyah lebih bersifat vertikal,
yaitu perjuangan pengorbanan manusia kepada Allah.41
Hal ini dibuktikan dengan ayat-ayat Makkiyah, seperti : Surat al-Nahl ayat
82, al-Nur ayat 54, Yasin ayat 17, asy-Syura‟ ayat 48, al-Maidah ayat 13 al-Nagl
ayat 125, al-Furqan ayat 63, Fushshilat ayat 34, al-Muzammil ayat 10, al-
Ghasyiyah ayat 22 dan lain-lain. Ayat-ayat yang diturunkan pada periode ini
masih terfokus pada pembinaan mental spiritual umat Islam dalam berbagai
dimensi.42
Diantaranya pembinaan yang semata-mata memberikan dukungan
moral dan spiritual kepada umat Islam untuk konsisten mendakwahkan dan
39
Syaikh Shafiyyurahman al-Mubarakfuri, Ar-Rahiqul Makhtum, Bahtsum fi Sirah al-
Nabawiyah ala Shahibiha afdhali al-Shalati Wa al-Salam, hlm. 198. 40
Disarikan dari ayat-ayat Makiyah antara lain: surat al-Nahl: 82, al-Nur: 54, Yasin: 17,
asy-Syura‟: 48, al-Maidah: 13, al-Nahl: 125, al-furqan: 63, Fushshilat: 34, al-Muzammil: 10, al-
Ghasyiyah: 22. Rohimin, jihad: Makna dan Hikmah, hlm. 35. 41
Rohimin, jihad: Makna dan Hikmah, hlm. 35. 42
Kasjim Salendra, Jihad dan Terorisme Dalam Perspektif Hukum Islam. 149.
77
mensosialisasikan Islam kepada masyarakat Makkah yang mayoritas masih kafir
dan musrik.43
Baik dari kalangan bangsawan maupun hamba sahaya, mengajar
mereka untuk setia dalam suatu perjanjian, menguji kesabaran dan ketabahan serta
berjuang sekuat tenaga dalam mempertahankan keimanan mereka.
Pelakasanaan jihad pada periode Makkah ini lebih ditekankan pada
pengendalian diri agar tidak terpancing oleh tindakan-tindakan yang mengusik
emosi dan harus bersikap sabar menghadapi dalam menghadapi semua cobaan,44
menyampaikan kabar gembira dan peringatan. Berjihad mendakwahkan agama
Islam di Makkah belum mungkin dilakukan dengan fisik melalui perang, hal ini
dikarenakan umat Islam yang jumlahnya masih sedikit, maka dimungkinkan
belum sanggup menghadapi ancaman orang-orang kafir dan musyrik Makkah.
2. Perkembangan Makna Jihad Pada Periode Madinah
Nabi Muhammad tiba di Madinah pada hari Senin, 27 September 62245
Penduduk Madinah sangat tidak sabar menunggu kedatangannya, sebelum sampai
Madinah, Nabi Muhammad singgah di Quba‟ selama tiga hari, Ia mendirikan
masjid yang pertama kali dibangun dalam Islam, yang kemudian dikenal dengan
masjid Quba‟. Di Madinah, Nabi Muhammad tinggal di tanah milik kedua anak
43
“Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka
dengan Al Quran dengan jihad yang besar” (QS. al-Furqan [25]:52) 44
“Dan sesungguhnya Tuhanmu (pelindung) bagi orang-orang yang berhijrah sesudah
menderita cobaan, kemudian mereka berjihad dan sabar; Sesungguhnya Tuhanmu sesduah itu
benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Nahal [16]: 110). Sebagaimana
ayat tersebut, tindakan umat Islam periode Makkah saat mendapat tekanan dari orang kafir yaitu:
pertama, sebelum mereka melakukan jihad terlebih dahulu mereka berhijrah. Kedua, setelah
mereka melakukan hijrah mereka melakukan jihad. Ketiga, setelah melakukan jihad mereka
menahan diri dalam kesabaran. Lihat. Rohimin, jihad: Makna dan Hikmah, hlm. 36. 45
Martin Lings, Muhammad: His Life Based on the Earliest Source, Penerjemah
Qomaruddun SF menjadi Muhammad: Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik (Jakarta:
Serambi, 2007), hlm. 227. Bertepatan dengan hari jum‟at 12 Rabi‟ul Awal 1 Hijriah. Syaikh
Shafiyyurahman al-Mubarakfuri, Ar-Rahiqul Makhtum, Bahtsum fi Sirah al-Nabawiyah ala
Shahibiha afdhali al-Shalati Wa al-Salam, hlm. 205.
78
yatim piyatu yaitu Sahl dan Suhail yang telah dibeli oleh Nabi,46
berdekatan
dengan rumah Abu Ayyub Khalid.
Langkah pertama yang dilakukan Nabi Muhammad saat di Madinah
adalah membangun masjid sekaligus sebagai sentral kota yang tidak hanya
digunakan untuk ibadah yang bersifat vertikal namun juga kegiatan-kegiatan
sosial dan pemerintahan yang bersifat horizontal. Sesuai dengan pernyataan Koes
Adiwidjajanto bahwa Madinah merupakan kota yang didasarkan pada nilai-nilai
tauhid dan nilai-nilai sosial.47
Hijrah umat Islam ke Madinah merupakan titik
balik dari penderitaannya ketika di Makkah, Nabi Muhammad juga berhasil
menjadikan kota Madinah menjadi kota yang jauh lebih bagus sekaligus Ia
menjadikan seorang pemimpin yang sangat dihormati.
Setelah umat Islam memperoleh perlindungan serta jumlahnya bertambah,
orang-orang kafir Makkah semakin marah, berbagai ancaman dan pengiriman
pasukan dilakukan untuk memerangi umat Islam di Madinah, orang kafir Qurais
menyatakan: “janganlah kalian bangga terlebih dahulu karena kalian bisa
meninggalkan kami ke Yasrib, kami akan mendatangi kalian, lalu merenggut dan
membenamkan kalian di depan rumah kalian”.48
Dalam situasi yang rawan ini, kemudian Allah mengizinkan umat muslim
untuk berperang, namun belum bersifat wajib.49
Setelah turunnya wahyu tersebut
46
Ketika mau dibeli Nabi Muhammad, awalnya Sahl dan Suhail justru ingin memberikan
tanahnya tersebut, namun Nabi Muhammad tidak ingin mengambilnya sebagai hadiah, maka
beliau pun membeli tanah tersebut. Lihat. Martin Lings, Muhammad: His Life Based on the
Earliest Source, hlm. 230. 47
Koes Adiwidjadjanto, Sejarah Kota-Kota Islam: Pengantar Perkuliahan, (Surabaya:
Jurusan SPI Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel, 2010), hlm. 6. 48
Syaikh Shafiyyurahman al-Mubarakfuri, Ar-Rahiqul Makhtum, Bahtsum fi Sirah al-
Nabawiyah ala Shahibiha afdhali al-Shalati Wa al-Salam, hlm. 216. 49
“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena Sesungguhnya
mereka telah dianiaya. Dan Sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu.”
(QS. al-Hajj [22]: 39).
79
Umat Islam pun tidak tergesa-gesa untuk melakukan peperangan, mereka terlebih
dahulu melakukan diplomasi50
sehingga orang Islam terbebas dari ancama orang-
orang kafir Makkah.
Wahyu di atas, menandai mulai diizinkan jihad dalam pengertian perang,
namun masih terbatas sasaran kaum kafir dan musyrik Makkah yang telah
memerangi dan menganiaya umat Islam terlebih dahulu dengan cara mengusir
mereka dari Makkah tanpa alasan yang jelas. Menurut Ibn Abbas ayat tersebut
merupakan ayat pertama yang menyatakan izin untuk berjihad dalam arti perang.51
Golongan kafir Quraisy merupakan kabilah yang kaya di Makkah,
sebagaimana diketahui mereka selalu melakukan berkeinginan untuk
menghentikan dakwah Nabi Muhammad, bahkan mereka berencana untuk
menghancurkan kaum muslimin, sedangkan ketika mereka ingin berdagang ke
Syam, jalur perdagangan mereka adalah Madinah, maka hal ini sangat
dikawatirkan bahwa mereka mengintai kaum muslim agar mudah dihancurkan
oleh mereka. Kejadian ini, mengharuskan umat Islam harus waspada terhadap
ancaman orang kafir Makkah, pada bulan Sya‟ban tahun 2 hijriah, Allah telah
mewajibkan jihad berperang kepada umat Islam.52
Ada beberapa ayat yang
berkaitan dengan masalah ini, diantaranya firman Allah:
Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kaum, (tetapi)
janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang melampaui batas. Dan bunuhlah mereka dimana saja kamu
50
Salah satu bentuk diplomasi yang dilakukan Nabi Muhammad adalah ketika orang-
orang kafir Makkah mengambil rute dari Makkah ke Syam yang merupakan kekuasaan Umat
Islam. Lihat Syaikh Shafiyyurahman al-Mubarakfuri, Ar-Rahiqul Makhtum, Bahtsum fi Sirah al-
Nabawiyah ala Shahibiha afdhali al-Shalati Wa al-Salam, hlm. 218. 51
Rohimin, jihad: Makna dan Hikmah, hlm. 43. 52
Rohimin, jihad: Makna dan Hikmah, hlm. 23.
80
jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu
(Makkah); dan fitnah itu lebih besar bahanya dari pembunuhan, dan janganlah
kamu memerangi mereka di Masjidil haram, kecuali mereka memerangi kamu di
tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), Maka bunuhlah mereka.
Demikianlah Balasan bagi orang-orang kafir. Kemudian jika mereka berhenti
(dari memusihi kamu), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak fitnah lagi dan (sehingga)
ketaatan itu semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi
kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang
zalim.53
Maka pada bulam Rajab 2 hijriah, bertepatan dengan januari 624 Masehi,
Nabi Muhammad mengirimkan Abdullah bin Jahsy al-Asadi ke Nahlan bersama
dua belas muahjirin untuk menyelidiki rombongan dagang kuffar Quraisy. Setelah
sampai nakhlah ia memergoki rombongan dagang Quraisy yang memabawa
kismis, kulit dan berbagai macam dagangan. Abdullah bin Jahsy menghadang
mereka setelah berdiskusi dengan kedua belas sahabat Muhajirin tersebut. Dalam
perang kecil ini, Amar bin al-Hadrami, dari golongan Quraisy meninggal karena
terkena panah, Ustman dan al-Hakam ditawan serta seluruh barang dagangan
mereka dibawa ke Madinah sebagai rampasan perang.54
Setelah mereka sampai Madinah, Nabi tidak sependapat dengan mereka
lakukan. Beliau Bersabda: “aku tidak memerintahkan kalian untuk berperang pada
bulan suci”. Nabi Muhammad tidak mau menerima barang dagangan dan dua
53
QS. Al-Baqarah [2]: 190-193. 54
Shafiyyurahman al-Mubarakfuri, Ar-Rahiqul Makhtum, Bahtsum fi Sirah al-Nabawiyah
ala Shahibiha afdhali al-Shalati Wa al-Salam, hlm. 221-222.
81
tawanan tersebut,55
hingga Allah memberi wahyu bahwa orang-orang musyriklah
yang lebih berdosa dari orang-orang Islam yang melakukan perang pada bulan
suci, karena mereka telah kafir kepada Allah, menghalangi umat Islam hidup di
jalan Allah, menghalangi masuk Makkah (Masjid al-Haram) serta mengusir umat
Islam dari Makkah.56
Setelah adanya perang kecil antara rombongan dagang Quraisy dengan
orang Islam yang dipimpin oleh Abdullah bin Jahsy ini, orang-orang kafir
Makkah mulai ketakutan, karena jalur perdagangan mereka ke Syam melalui
wilayah kekuasaan umat Islam, mereka menganggap bahwa umat Islam adalah
ancaman yang berkelanjutan. Akhirnya para pembesar dan pemimpin mereka
bertekat untuk mengancam umat Islam dan menghabisi mereka di tempat
tinggalnya msaing-masing. Tekat inilah kemudian yang mengilhami mereka untuk
berperang Badr,57
yang kemudian populer dengan perang Badr.
Berdasarkan historisitas jihad periode Madianah di atas, pengertian jihad
lebih cenderung pada peperangan, hal ini terbukti dengan banyaknya peperangan
umat Islam dengan orang-orang kafir Makkah yang telah menganiaya dan
mengusirnya dari kampung halaman mereka. Sebagaimana catatan Syaikh
Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri setidaknya terdapat tiga belas peperangan besar
55
Shafiyyurahman al-Mubarakfuri, Ar-Rahiqul Makhtum, Bahtsum fi Sirah al-Nabawiyah
ala Shahibiha afdhali al-Shalati Wa al-Salam, hlm. 222. 56
Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah:
“Berperanglah dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi(manusia) dari jalan Allah,
kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidil haram dan mengusir penduduknya dan
sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah.dan bebuat fitnah lebih besar (dosannya) daripada
membunuh. Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan
kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barang siapa yang murtad di
antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, Maka mereka itulah yang sia-sia
amalnya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal didalamnya.
(QS. al-Baqarah [2]: 217. 57
Shafiyyurahman al-Mubarakfuri, Ar-Rahiqul Makhtum, Bahtsum fi Sirah al-Nabawiyah
ala Shahibiha afdhali al-Shalati Wa al-Salam, hlm. 223.
82
yang terjadi ketika umat Islam berada di Madinah. Daud al-Aththar menambahkan
bahwa ayat-ayat yang diturunkan pada periode Madianah pun banyak
menyebutkan ajaran tentang jihad, memberi izin perang dan menjelaskan hukum-
hukumnya.58
3. Jihad Pada Zaman Modern: Historisitas Jihad di Indonesia
Istilah jihad dalam sejarah umat Islam Indonesia sudah dimulai sejak akhir
abad ke-17, ketika kerajaan Banten dan Mataram jatuh ke tangan Belanda.59
Menurut Maria Vekle, sebenarnya konsep ini sudah sejak lama dikenal oleh umat
Islam Indonesia, namun sebelumya tidak jelas apa makna jihad dan bagaimana
penerapannya, baru setelah mereka berhadapan dengan musuh secara nyata
dengan kafir londo arti jihad menjadi jelas, sebagaimana pernyataan Vekle:
Kejatuhan Mataram, lebih-lebih Banten, telah menyebabkan reaksi besar
dalam dunia muslim Indonesia. Orang mulai berbicara tentang jihad melawan
orang kafir. Laut Jawa dibuat tidak aman oleh sekelompok perompak Melayu
Minangkabau yang menyebut diri Ibn Iskander (keturunan Alexander Agung) dan
seorang Nabi Islam.60
Wacana jihad ini dengan segera mengorbankan semangat juga penduduk
pribumi, umat Islam merasa tidak puas dengan politik Belanda dengan cepat
mereka terpancing untuk terlibat dengan gerakan-gerakan jihad. Belanda harus
bekerja keras untuk membasmi gerakan jihad ini dan berusaha menangkap para
pemimpinnya. Salah satu tokohnya adalah Syeikh Yusuf, seorang ulama asal
58
Rohimin, jihad: Makna dan Hikmah, hlm. 37. 59
Lutfhi Assyaukanie, Pengantar dalam Bernard Hubertus Maria Vlekke, Nusantara:
Sejarah Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 2008), hlm. xx. 60
Lutfhi Assyaukanie, Pengantar dalam Bernard Hubertus Maria Vlekke, Nusantara:
Sejarah Indonesia, hlm. xxi.
83
Makasar yang memiliki banyak pengikut di Banten. Pada akhirnya ia ditangkap
dan kemudian diasingkan ke Afrika Selatan.61
Di Mataram, jihad dimulai sejak
awal ke-18, ketika kontril Belanda terhadap keraton semakin kuat, namun
pelaksanaan jihad baru diawali oleh Pangeran Diponegoro melakukan
pemberontakan pada 1825 yang dikalangan kaum Muslim popular dengan perang
Diponegoro.
Pembrontakan ini dinilai paling berbahaya dan paling massif yang pernah
dihadapi Belanda di Indonesia (Nusantara waktu itu), bahkan Ricklefs
berpendapat bahwa Belanda tidak mampu bertindak secara menentukan, akhirnya
ia mendapat bantuan.62
Diponegoro yang bergelar Sultan Abdulhamid Herucakra
Amirul Mukminin Sayidin Panatagama Kalifatullah Tanah Jawa63
itu melakukan
jihad selama lima tahun secara terang-terangan dan gerilnya dengan menewaskan
serdadu Belanda sebanyak delapan ribu jiwa dan menghabiskan biaya sebanyak
dua puluh juta gulden sedangkan dipihak Diponegoro kehilangan serdadu
sebanyak tujuh ribu jiwa.64
Perang jawa (Diponegoro) dan jihad membuat trauma yang mendalam
kepada belanda sehingga pada 1880-an mereka mengundang Christian Snouck
Horgronje, seorang profesor studi Islam di Universitas Leiden, untuk melakukan
61
Bernard Hubertus Maria Vlekke, Nusantara: Sejarah Indonesia, hlm. xxi. 62
M. C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, (Jakarta: Serambi Ilmu
Semesta, 2008), hlm. 312. 63
Gelar tersebut dinobatkan kepada Diponegoro pada saat kawula dasih dan pemimpin-
pemimpin mendesaknya untuk membentuk negara dan pemerintahan. Akhirnya ia dinobatkan
menjadi sultan, bersamaan dengan penobatan ini, beberapa orang pemimpin lainya diangkat
menjadi pegawa Negara dengan pangkat dan kewajiban tertentu. Penobatan ini dilakukan secara
agama dan adat-pusaka dalam waktu perang. M Nasruddin Anshoriy, Bangsa Inlander: Potret
Kolonialisme di Bumi Nusantara, (Yogyakarta: LkiS, 2008), hlm. 119. Diponegoro juga Muslim
yang taat agama yang membenci kebiasaan kafir londo yang suka mabuk-mabikan. Lihat, Ahmad
Mansur Suryanegara, Api Sejarah I, (Bandung: Salamadani Pustaka Semesta, 2010), hlm. 195. 64
M. Hembling Wijayakusuma, Pembantaian Massal 1740: Tragedi Berdarah Angke,
(Jakarta: Pustaka populer Obor, 2005, hlm. 117.
84
studi menyeluruh tentang Islam di Indonesia.65
Awalnya pemerintah Belanda
mengagap bahwa dengan terbukanya akses haji ke Makkah bagi umat Islam
Indonesia ternyata menimbulkan sikap ambigu di kalangan penguasa Belanda
karena adanya asumsi yang mengatakan bahwa orang yang baru pulang haji akan
menjadi kelompok tandingan atau agent of social change dalam masyarakat.66
Namun Snouck Horgronje memberikan pandangan yang berbeda terhadap
pemerintahan Belanda bahwa tidak sepatutnya mencurigai umat Islam yang
menunaikan ibada haji, karena mereka terdiri dari masyarakat awaw yang berasal
dari kelompok petani sukses. Menurutnya, yang perlu diperhatikan justru
kalangan umat Islam yang terlibat politik dan berkeinginan menunaikan haji,
karena kelompok ini berpotensi besar untuk mengubah masyarakat melalui
pengetahuan dan kekuasaannya.67
Pada 1888, gerakan supi Tarekat Qadariyah Nasabandiyah melakukan
pembrontakan di Banten yang dipimpin oleh Haji Wasjid. Kemarahan petani
Muslim tidak tertahankan setelah mengalami penindasan dan tanam paksa selama
sekitar lima puluh delapan tahun.68
Kemiskinan rakyat pribumi tidak terhindarkan,
bahkan Ahmad Mansur mencatat empat puluh ribu rakyat kecil meninggal akibat
terkena penyakit, seratus lima puluh desa rusak total dan seratus tigapuluh dua
rusak berat.
Menurut Karel A. Streenbrink sebagaimana dikutip oleh Ahmad Mansur,
berdasarkan keterangan dari Haji Wasjid kepada Haji Tb. Ismail perang jihad ini
disebabkan antara lain: pertama, pajak yang ditetapkan oleh Belanda kepada
65
Bernard Hubertus Maria Vlekke, Nusantara: Sejarah Indonesia, hlm. xxii. 66
M. Shaleh Putuhena, Historiografi Haji Indonesia, (Yogyakarta: LkiS, 2007), hlm. vii. 67
M. Shaleh Putuhena, Historiografi Haji Indonesia, vii. 68
Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah I, hlm. 216.
85
masyarakat terlalu tinggi. Kedua, para pegawai pemerintah Belanda menghina
kian dan agama Islam. Ketiga, larangan berdo‟a dengan keras, serta dilarang
mendirikan menara masjid yang tinggi.69
Perang atas nama jihad selalu
mengilhami perlawanan terhadap pemerintah Belanda. Pada tahun 1872-1906
terjadi perang di Batak, bersamaan dengan perang tersebut di Aceh juga
melakukan genjatan senjata pada tahun 18873-1914, selain peperangan tersebut
perlawanan di kota-kota lain juga tidak terhindarkan, perang Padri (1821-1837)
yang dipimpin Imam Bonjol, perang Lampung (1832-1833) dipimpin oleh Imba
Koesoema dan perang Banjarmasin. Berbagai perlawanan rakyat pribumi ini
menambah trauma mendalam bagi pemerintahan Belanda. Akhirnya, atas saran
Snouck Horgronje Belanda mengeluarkan kebijakan ruth less operation (operasi
tanpa belas kasih). Menurut Snouck, tidak ada satupun yang dapat dilakukan
untuk merendam perlawanan para ulama, kecuali ditumpas sampai habis.70
Selain menjadi pemimpin dalam perlawanan terhadap Belanda, fatwa dan
karrya para ulama saat itu juga sangat berperan dalam peperangan, Snouck
Horgronje menyatakan bahwa karya al-Palimbani71
fadhail al-jihad merupakan
sumber ulama jihad dalam perang Aceh yang panjang melawan Belanda.72
Sebagaimana dikutip oleh Azra WR. Roff menyatakan bahwa kary-karya ulama
tersebut menunjang semangat juang Aceh sepanjang perang yang berlarut-larut
antara 1873 sampai awal abad ke-20. Menurutnya, perlawanan Aceh terhadap
69
Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah I, hlm. 216. 70
Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah I, hlm. 217. 71
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara XVII-
XVIII: Akar Pembaharuan Islam Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenata Media, 2004), hlm. 307-
309. 72
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara XVII-
XVIII: Akar Pembaharuan Islam Indonesia, hlm. 359.
86
Belanda dari awal menunjukan karakter jihad yang dipimpin oleh ulama
independen yang paling cocok mengorganisasi dan melaksanakan perang suci.73
Seruan jihad al-Palimbani kepada umat Islam Indonesia tidak hanya
terbatas pada penulisan kitab fadhāil al-jihād. Ia juga menulis surat-surat yang
berisi desakan jihad pada penguasa Jawa, tiga diantaranya berhasil disita
Belanda.74
Salah satunya adalah surat yang dikirimkan kepada Sultan Mataram,
Hamengkubuana I pada 22 Mei 1772. Setelah mengucapkan pujian-pujian yang
cukup panjang kepada Allah, Al-Palimbani menulis:
... suatu contoh dari kebaikan Tuhan bahwa Dia menggerakan hati penulis
(al-Palimbani) untuk mengirim surat dari Makkah.... Tuhan telah
menjanjikan bahwa para Sultan akan masuk (surga) karena keluruhan budi,
kebijakan dan keberanian mereka yang tiada tara melawan musuh dari
agama lain. Diantara mereka ini adalah raja Jawa, yang mempertahankan
agama Islam dan berjaya atas semua raja lain dan menonjol dalam amal
dalam peperangan melawan orang-orang agama lain. Tuhan menyakinkan
kembali orang-orang yang bertindak dijalan ini dengan berfirman: “jangan
mengira bahwa mereka yang mati dalam perang suci itu benar-benar
mati, jelas tidak, mereka sesungguhnya masih hidup”. (al-Qur‟an al-
Baqarah ayat 154 dan Ali Imran ayat 169). Nabi Muhammdad bersabda:
“Aku diperintahkan membunuh setiap orang kecuali mereka yang
mengenal Tuhan dan diriku, Nabi-Nya”. Orang-orang yang terbunuh
73
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara XVII-
XVIII: Akar Pembaharuan Islam Indonesia, hlm. 360. 74
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara XVII-
XVIII: Akar Pembaharuan Islam Indonesia, hlm. 360.
87
dalam perang suci diliputi oleh keharuman kudus yang tak tertuliskan, jadi
ini merupakan peringatan untuk seluruh pengikut Muhammad...75
Penganjur jihad terkemuka lainya dari kalangan ulama abad ke-18 adalah
al-Fatani, bahkan menurut Abdullah sebagaimana yang dikutip oleh Azra al-
Fatani pernah menjadi pemimpi jihad melawan Thai sebelom akhirnya kembali
dan menetap di Haramayn.76
Ajaran al-Fatani tentang jihad sepertinya mempunyai
hubungan dengan gagasan mengenai negara Islam. Menurutnya Negara Islam
harus didasarkan pada Alquran dan hadis, jika tidak maka ia akan dinamakan
negara kafir, ia menyatakan bahwa jihad melawan orang kafir hukumnya adalah
fardu a’in dan jika suatu negara dijajah oleh orang kafir maka umat islam wajib
memerangi sehingga memperoleh kemerdekaan kembali. Sedangkan jihad
merupakan sarana untuk memperluas wilayah Islam yang berati menundukkan
orang kafir hanyalah fardh kifayah.77
Sudah dapat dipastikan,seruan jihad oleh para ulama mempuyai pengaruh
besar dalam perjuangan masyarakat Islam saat itu, selain seruan jihad perang
melawan Belanda, para ulama ini juga mengajarkan ilmu-ilmu yang telah
didapatkan dari Harmain seperti ilmu hadis, tafsir, Fara’idh Fikih dan Tasawuf.
Kebayakan dari para ulama yang pulang dari Harmain adalah ulama tasawuf yang
oleh Belanda disebut sebagi para guru independen. Mereka mengajar para
muridnya disurau-surau yang telah mereka dirikan, begitupula Murid-murid
mereka, setelah mereka pulang ke desa masing-masing mereka mencurahkan
75
Menurut Drewes, awalnya surat ini ditulis dengan bahasa Arab kemudian
diterjemahkan dalam bahasa Jawa dan selanjutnya kedalam bahasa Belanda. Lihat. Azyumardi
Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara XVII-XVIII: Akar Pembaharuan
Islam Indonesia, hlm. 360-361. 76
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan kepulauan Nusantara XVII-
XVII,hlm. 364 77
Azyumardi Azra, jaringan Ulama timur Tengah dan kepulauan Nusantara XVII-XVIII,
hlm.366
88
tenaganya untuk mengajar di surau-surau atau masyrakat pada umumnya dengan
menekatkan pentingnya fikih dan tasawuf. Fenomena ini lah yang akan menjadi
salah satu ciri menonjol keberadaan ulama pada abad-abad selanjutnya.
Sebagai peneliti berpendapat bahwa jihad perang melawan Belanda
diilhami maraknya Wahabisme di Makkah, pendapat ini diyakini oleh Jajat
Burhanuddin. Pernyataannya ini, ia kuatkan dengan fakta kembalinya Haji Miskin
Haji Sumantik dan Haji Piobang yang membawa pemahaman radikal tentang
Islam.78
Bersama Tuanku Nan Renceh, mereka memalumkan jihad melawan
kaum muslim yang tidak mau mengikuti ajaran-ajaran mereka. Akibatnya
terjadilah perang saudara antara masyaryarat Minangkabau. Surau-surau yang
mereka anggap bidah diserang dan dibakar hingga rata tanah termasuk surau
Tuanku Nan Tuo, guru dari Tuanku Nan renceh79
.
Namun pendapat ini tidak sepenuhnya bisa dibenarkan, karena
pemahaman jihad dalam pengertian perang sudah marak dikalangan umat Islam
awal, bahkan pemahaman ini sejak dimulai abad pertama hijriah oleh golongan
Khawarij pada peristiwa perang Siffin, dengan mengartikan surat al- Maidah ayat
44 secara tekstual, menurut penulis kembalinya Haji Miskin, Haji Sumantik dan
Haji Piobang dari Makkah tersebut lebih tepat disebut sebagai awal masuknya
pengaruh Wahabisme di Indonesia, pemaknaan jihad dengan perang oleh para
ulama bedasarkan pada penindasan dan upaya kristenisasi oleh Belanda. Hal ini
dibuktikan dengan masih kuatnya pengaruh-pengaruh budaya lokal pada
masyarakat Indonesia saat itu, bahkan pada tahun-tahun setelahnya masih ditemui
78
Jajat Burhanuddin, Ulama dan Kekuasaan: Pergumulan Elite dalam Sejarah Indonesia
(Bandung: Mizan, 2012), 141. 79
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara XVII-
XVIII: Akar Pembaharuan Islam Indonesia, hlm.371.
89
pratik-pratik Ibadah dan kegiatan yang mereka anggap bidʻah seperti ziarah,
mauludan, ruwahan, genduren, slametan dan sebagainya.
Pada periode ke-20, sistem politik jajahan Belanda mulai berubah.
Pemerintah mendapat kecaman-kecamandari ilmuan Belanda sendiri, salah satu
kritik yang dilontarkan melalui novel Max Havelaar pada 1860, selain itu C. Th.
Van Deventer pada 1899 menulis artikel dalam de Gids, sebuah jurnal Belanda
dengan judul Een eereschuld (suatu hutang kehormatan). Dia menyatakan bahwa
Belanda berutang kepada bangsa Indonesia karena semua kekayaan yang telah
diperas dari mereka. Menurutnya, hutang itu dibayarkan dengan cara memberi
prioritas utama pada kepentingan rakyat Indonesia di dalam kebijakan colonial.80
Akhirnya, pada1901 Ratu Wilhelmina meresmikan kebijakan ini yang dinamakan
dengan Etische Politiek (politik Etis) dengan berdasar pada tiga prinsip kebijakan
baru tersebut yaitu Educatie, Irigatie dan Emigratie (pendidikan, pengairan dan
perpindahan penduduk).81
Politik etis tersebut, membawa arah perubahan bagi masyarakat pribumi,
hal ini terbukti dengan menjamurnya perkumpulan-perkumpulan, lembaga
pendidikan bahkan media massa yang telah diterbitkan sendiri oleh masyarakat
pribumi seperti, SDI (Serikat Dagang Islam), muhammadiyah, Perhimpunan
Sumatra Thawalib, Nahdlatul Wathan, Tasywirul Afkar, Nahdlatul Ulama,
sekolah Adabiyah, sekolah Diniyah di Padang Panjang, sekolah Diniyah Batu
Sangkar dan lain-lain. Bahkan Jajat Burhanuddin mencatat Muhammadiyah telah
mendirikan sekitar 316 sekolah di Jawa dan Madura, 207 diantaranya
dikategorikan sistem sekolah Barat, 88 sekolah agama dan 21 sekolh-sekolah
80
M. C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, hlm. 328. 81
Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah I, hlm. 306.
90
lainya.82
Sedangkan Nahdlatul Ulama memusatkan arah pembaharuannya pada
sistem pendidikan tradisional, menurut Sartono Kartodirjo sekitar 300 pesantern
yang terdapat di Jawa pada abad ke 19 an,83
dapat dipastikan semakin tahun
jumlah pesantren tersebut semakin meningkat. Disamping pengajaran melalui
lembaga-lembaga dan perkumpulan, periode ini juga ditandai dengan munculnya
media cetak dan penerbitan buku-buku Islam.84
Uraian di atas, menunjukan bahwa pada periode ini, jihad pada ulama
lebih terfokus pada pembentukan moralitas melalui pendidikan serta pementukan
karakter untuk mempersiapkan pemimpin-pemimpin di tahun selanjutnya. Jihad
dalam pengertian perang baru muncul lagi pada abad selanjutnya, setelah
Indonesia memplokamirkan diri sebagai negara merdeka, yaitu usaha untuk
mempertahankan kemerdekaan tersebut dari Belanda dan tentara NICA yang
mencoba untuk melakukan penjajahan kembali. Hal ini ditandai dengan
banyaknya perlawanan bangsa Indoensia yang mengatas namakan dengan perang
sabil dan fatwa KH. Hasyim Asy‟ari yang mewajibkan masyarakat secara
induvidu (fard ain) untuk melakukan jihad dalam arti perang.
D. Tujuan dan Fungsi Jihad
Jihad itu bertujuan tidak hanya untuk tujuan politis militeristik semata,
tetapi meliputi tujuan keagamaan lain yang lebih utama. Untuk mengetahui
tujuan-tujuan tersebut lebih lanjut, maka antara lain akan dikemukakan sebagai
berikut85
:
82
Jajat Burhanuddin, Ulama dan Kekuasaan, hlm. 303-304. 83
Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah I, hlm. 305. 84
Jajat Burhanuddin, Ulama dan Kekuasaan, hlm. 305-314. 85
Rohimin, Jihad: Makna dan Hikmah, hlm. 90.
91
1. Untuk Memperluas Penyebaran Agama.
Ajaran jihad sangat erat sekali dengan upaya awal Rasulullah Saw dalam
menyebarkan ajaran yang diterimanya, terutama ajaran yang berkenaan
dengan akidah sejak periode Mekkah. Perjuangan Rasulullah Saw
menyebarkan ajaran monoteis ke tengah-tengah masyarakat polities
Mekkah pada waktu itu, merupakan suatu perjuangan (jihad) besar bagi
beliau. Dan “senjata” yang dipakai untuk berjihad adalah al-Qur‟an untuk
memperkenalkan ajaran monoteis (QS. Al-Furqan [25]: 52). Tujuan jihad
tidak lain adalah untuk menegakkan kalimat Allah Swt dengan
memperluas penyebaran agama yang dibawa Rasulullah Saw. Dalam
proses penyebarannya, maka diri Rasulullah Saw dan para sahabat perlu
dibekali dengan semangat keagamaan yang tinggi, yaitu jidad fi sabilillah.
2. Untuk Menguji Kesabaran.
Keimanan dan keberagaman manusia tidak hanya cukup hanya dengan
jaminan pengakuan dan rutinitas keagamaan saja. Tetapi, untuk
membuktikan keteguhan dan kesungguhan, Allah Swt akan menguji
mereka dengan berbagai cobaan dan pelaksanaan ajaran agama yang lain.
Dalam rangka mendapatkan iman yang kuat dan menjalani kehidupan
beragama, Allah Swt kadang-kadang memberikan ujian, guna melihat
siapa saja yang benar dan siapa saja yang munafik.
Perintah jihad dan perintah agar bersikap sabar merupakan dua mata ajaran
yang sangat penting dalam upaya meningkatkan keimanan dan kehidupan
beragama. Kedua ajaran ini kenyataan tidak bisa dipisahkan. Karena,
dalam melakukan jihad seseorang harus bersikap sabar. Dan untuk
92
menjadi orang yangs sabar seseorang juga harus berjihad dan bekerja keras
menahan semua ujian dan cobaan yang terus berdatangan silih berganti.
3. Untuk Mencegah Ancaman Musuh.
Sebagaimana telh diungkapkan di atas jihad menurut pandang Ulama dan
Cendikian Muslim bahwa jihad berarti mencurahkan kemampuan untuk
menghadapi musuh. Musuh yang dimaksud dalam Islam di antaranya
adalah musuh yang terlihat, yaitu orang-orang kafir (QS. Al-Nisa [4]: 11),
musyrik, munafik dan pengacau; musuh yang tidak terlihat, yaitu syeitan
(QS. Al-Isra‟ [17]:53) dan hawa nafsu.86
Hal ini sesuai dengan pendapat
al-aSfahani.87
4. Untuk Mencegah Kedzaliman.
Kezaliman merupakan suatu tindakan yang tidak dibenarkan dalam Islam.
Salah satu sebab jihad (perang) diizikan Allah Swt bagi orang Islam,
karena mereka dizalimi oleh orang-orang kafir. Sebelum perang diizinkan,
kaum muslimin diusir dari kampung halaman mereka tanpa ada alasan
yang jelas, kecuali hanya mengatakan “Tuhan kami hanyalah Allah Swt”.
Orang-orang yang lemah, baik laki-laki, perempuan, maupun anak-anak
semuanya dizalimi dan merintih memanjatkan do‟a agar dikeluarkan dari
kota Mekkah yang dihuni oleh penduduk yang zalim, mereka meminta
agar diberikan perlindungan dari Allah Swt dan dikirimkan juru penolong
(QS. Al-Hajj [22]: 39-40 dan QS. Al-Nisa [4]:75.88
5. Untuk Menjaga Perjanjian
86
Rohimin, Jihad: Makna dan Hikmah, hlm. 98. 87
Al-Asfahani, Mu’jam Mufradat alfazh al-Qur’an, (Bairut: Dar al-Fikr, t. th.), hlm. 99. 88
Rohimin, Jihad: Makna dan Hikmah, hlm. 100.
93
Islam mengajarkan perdamain, salah satu caranya dengan melakukan –
perjanjian perdamian (QS. Al-Abfak [8]: 91). Perjanjian perdamian harus
dipatuhi oleh semua pihak, sebagai tindakan awal yang harus dilakukan
sebelum membuat pernyataan perang. Sebagaimana diketahui, jihad
ditawarkan tidak hanya untuk mempertahankan diri, perintah jihad
dikaitkan dengan sikap-sikap orang-orang kafir (musuh) yang mengingkari
perjanjian yang telah disepakati.89
Sedangkan pungsi jihad dapat dilihat dari berbagai aspek. Sebagaimana
dikatakan M. Quraish Shihab, jihad merupakan aktivistas yang unik, menyeluruh,
dan tidak dapat disamakan dengan aktivitas lainnya. Tidak ada satu amalan
keagamaan yang tidak disertai dengan jihad. Paling tidak jihad deperlukan untuk
menghambat rayuan nafsu yang selalu mengajak kepada kedurhakaan dan
pengabaian tuntutunan agama.90
Di antara fungsi jihad sebagai berikut91
:
a. Aspek Ibadah
Dilihat dari aspek ibadah, ajaran jihad dapat berperan lebih
fungsional dalam meraih kesempurnaan diri dalam setiap induvidu.
Seorang muslim yang melakukan jihad fi sabilillah dengan
sebenarnya dijanjikan akan memperoleh kebaikan (al-khaira) dan
pribadi yang beruntung (al-Muflihun).92
b. Aspek Dakwah
Dilihat dari aspek dakwah, jihad memang dapat dijadikan sebagai
salah satu pendekatan dakwah. Dalam hubungan ini, maka jihad
89
Rohimin, Jihad: Makna dan Hikmah, hlm. 104-108. 90
M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudu’i Atas Pelbagai Persoalan
Umat, hlm. 503. 91
Rohimin, Jihad: Makna dan Hikmah, hlm. 108-126 92
Rohimin, Jihad: Makna dan Hikmah, hlm. 111.
94
tidak bisa melepaskan fungsinya sebagai kekuatan dakwah yang
turut mendorong dan membangkitkan semangat setiap muslim agar
terus menyampaikan dakwah agamanya kepada semua dan agama
tanpa terkecuali.93
c. Aspek Politik dan Militer
Aspek politik dan militer tidak bisa dipisahkan terutama dalam
kaitannya dengan ajaran fiqh dan politik Islam (siyasah syr’iyyah).
Karena jihad merupakan suatu kekuatan politik dan militer.
Melalui ajaran jihad ini orang Islam dapat bertahan membela diri
mereka, bangsa dan negaranya dari berbagai ancaman musuh. Baik
musuh yang datang dari dalam umat Islam itu sendiri, maupun dari
luar umat Islam.94
d. Aspek Spiritual Keagamaan
Dilihat dari aspek spiritual keagamaan, jihad lebih berpungsi
sebagai upaya penyempurnaan iman seseorang.95
Anjuran agar
seseorang melakukan jihad sebagaimana diungkapkan dalam
sebuah hadis sebelumnya, bahwa jihad pada dasarnya merupakan
puncak dari segala amal dalam memperoleh kesempurnaan.
Jihad sebagai upaya menumbuhkan spiritualitas keagamaan
haruslah dipandang sebagai suatu ibadah penting yang dilakukan
secara terus-menerus. Oleh karena itu, pengakuan dan semangat
melakukannya harus selalu muncul dalam setiap aktivitas
keagamaan.
93
Rohimin, Jihad: Makna dan Hikmah, hlm. 112. 94
Rohimin, Jihad: Makna dan Hikmah, hlm. 115-116. 95
Rohimin, Jihad: Makna dan Hikmah, hlm. 122.
95
BAB IV
KUALITAS SANAD HADIS-HADIS KEUTAMAAN JIHAD DALAM
KITAB NAṢĪHAT AL-MUSLIMĪN WA AL-TAŻKIRATU AL-MU’MINĪN FĪ
FAḌĀ’IL AL-JIHĀDI FĪ SABĪLILLĀH WA KARĀMATU AL-MUJĀHIDĪN
FĪ SABĪLILLĀH KARYA SYEIKH ‘ABD AL-ṢAMAD AL-JĀWĪ AL-
PALIMBĀNĪ.
Hadis-hadis yang terdapat dalam kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-
Tażkiratu al-Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-
Mujāhidīn fī Sabīlillāh tidak hanya termuat dalam satu pasal saja, sedangkan
jumlah pasal dalam kitab tersebut ada 7 pasal, yang di antara lain: [1]. Keutamaan
Jihad di Jalan Allah; [2]. Keutamaan Ribat (Siap siaga di Jalan Allah); [3].
Keutamaan Infaq di Jalan Allah dan Persiapan Perang; [4]. Keutamaan
Mempersiapkan Peralatan Perang dan Perintah Belajar Memanah. [5]. Keutamaan
Mati Syahid.
Dalam pasal keutamaan jihad di jalan Allah dalam kitab Naṣīhat al-
Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa
Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī
mengemukakan lima belas hadis yang berkaitan dengan keutamaan jihad di jalan
Allah. Adapun teks hadisnya sebagai berikut:
لة على ميقاتا ق لت ث أي قال ث بر الوالدين ق لت ث . ١ أي أي العمل أفضل قال الصن رسول اللو صلى اللو عليو وسلم ولو است زدتو قال الهاد ف سبيل اللو فسكت ع
1لزادن
1 Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-
Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 36.
96
ر قال إميان باللو ورسولو قيل ث أي شيء قال . ٢ أي العمال أفضل أو أي العمال خي رور 2الهاد سنام العمل قيل ث أي شيء يا رسول اللو قال ث حج مب
ة .٣ ر من خسني حج 3ساعة ف سبيل اللو خي
ة .٤ ر من خسني حج 4 لسفرة ف سبيل اهلل خي
ف ف سبيل اللو ساعة، أفضل من عبادة ستني سنة . ٧ 5لقيام رجل ف الص
ج المجاىد أن دلن على عمل ي عدل الهاد قال ل أجده قال ىل تستطيع إذا خر . ٦6تدخل مسجدك ف ت قوم ول ت فت ر وتصوم ول ت فطر قال ومن يستطيع ذلك
ل ما ي عدل الهاد قال إنكم ل تستطيعونو ف ردوا عليو مرت ني أو ثلثا كل ذلك ي قول . ٧ائم الذي ل تستطيعونو ف قال ف الثالثة مثل المجاىد ف سب يل اللو مثل القائم الص
7ي فت ر من صلة ول صيام حت ي رجع المجاىد ف سبيل اللو
أي الناس أفضل ف قال رسول اللو صلى اللو عليو وسلم مؤمن ياىد ف سبيل اللو . ٨عاب ي تقي اللو ويدع الناس من بن فسو ومالو قالوا ث من قال مؤمن ف شعب من الش
8شره
2 Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-
Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 37. 3 Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-
Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 37. 4 Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-
Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 38. 5 Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-
Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 39. 6 Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-
Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 39. 7 Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-
Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 39. 8 Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-
Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 40.
97
ائم القائم مثل المج . ٩ اىد ف سبيل اللو واللو أعلم بن ياىد ف سبيلو كمثل الصل اللو للمجاىد ف سبيلو بأن ي ت وفاه أن يدخلو النة أو ي رجعو سالما مع أجر أو وت وك
9غنيمة
ن ب وتصديق برسلي أن أرجعو با ان تدب اللو لمن خرج ف سبيلو ل يرجو إل إميا .١١ة نال من أجر أو غنيمة أو أدخلو النة ولول أن أشق على أمت ما ق عدت خلف سري
تل تل ف سبيل اللو ث أحيا ث أق تل ولوددت أن أق 10ث أحيا ث أق
ل اللو لمن جاىد ف سبيل . ١١ و ل يرجو من ب يتو إل جهاد ف سبيلو وتصديق تكف كلمتو بأن يدخلو النة أو ي رجعو إل مسكنو الذي خرج منو مع ما نال من أجر أو
11غنيمة
ة ل يكلم أحد ف سبيل اللو واللو أعلم بن يكلم ف سبيلو إل جاء ي وم القيام . ١٢12وجرحو ي ث عب اللون لون دم والريح ريح مسك
امن ثل . ١٣ امن على اللو عز وجل رجل خرج غازيا ف سبيل اللو ف هو ثة كلهم ل على اللو حت ي ت وفاه ف يدخلو النة أو ي رده با نال من أجر وغنيمة ورجل راح إ
امن على اللو حت ي ت وفاه ف يدخلو النة أو ي رده با نال من أجر المسجد ف ه و امن على اللو عز وجل 13وغنيمة ورجل دخل ب يتو بسلم ف هو
9 Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-
Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 40. 10
Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-
Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 41. 11
Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-
Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 42. 12
Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-
Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 42. 13
Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-
Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 43.
98
ميان ب والهاد ف سبيلي. ١٤ ان تدب اللو عز وجل لمن يرج ف سبيلو ل يرجو إل الا بقتل أو وفاة أو أرده إل مسكنو الذ أن امن حت أدخلو النة بأيهما كان إم ي و
14خرج منو نال ما نال من أجر أو غنيمة
ن يا وما فيها ولقاب ق وس أحدكم من . ١٧ ر من الد لروحة ف سبيل اللو أو غدوة خي ع قيد ن يا وما فيها ولو أن امرأة من أىل النة النة أو مو ر من الد ي عن سوطو خي
ر ن هما ولملتو رحيا ولنصيفها على رأسها خي اءت ما ب ي اطلعت إل أىل الرض لن يا وما فيها 15من الد
1. Hadis Pertama
لة على ميقاتا ق لت ث أي قال ث بر الوالدين ق لت ث أي أي العمل أفضل قال الصقال الهاد ف سبيل اللو فسكت عن رسول اللو صلى اللو عليو وسلم ولو است زدتو
16لزادن
a. Takhrīj Ḥadīṡ
Berdasarkan penelusuran menggunakan kitab al-Mu’jam al-Mufahras li
Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī dengan lafaz بر .17
. افضم 18
Juga ditemukan beberapa
periwayatan hadis melalui metode Takhrīj al-Mauḍū’ dengan tema “األعال”.19
14
Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-
Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 44. 15
Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-
Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 44. 16
Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-
Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 36. 17
A.J. Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī, (Leiden: E.J.
Brill, 1936 M), Juz I, hlm. 160. 18
A.J. Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī, Juz V, hlm. 165. 19
A.J. Wensinck, Miftāh Kunuz al-Sunnah, (Lahore: Idarah Turjuman al-Sunnah, 1978
H/1398 M), hlm. 53.
99
Berdasarkan penelusuran melalui melalui motede alfāẓ dan mauḍū‟, didapati
riwayat dalam kitab hadis, Ṣahīḥ Bukhārī, Ṣahīḥ Muslim, dan Musnad Ahmad.
ث نا ٤٧٩٦صحيح البخاري (1 د بن سابق حد ث نا مم ث نا السن بن صباح حد : حديبان زار ذكر عن أب عمرو الش عت الوليد بن العي قال مالك بن مغول قال س
ي اللو عنو قال عبد اللو بن مسعود رسألت رسول اللو صلى اللو عليو وسلم ق لت يا رسول اللو أي العمل أفضل قال
لة على ميقاتا ق لت ث أي قال ث بر الوالد ين ق لت ث أي قال الهاد ف الص سبيل اللو فسكت عن رسول اللو صلى اللو عليو وسلم ولو است زدتو لزادن
ز ٧٧٥٥صحيح البخاري (2 ث نا شعبة قال الوليد بن عي ث نا أبو الوليد حد ار : حدار وأومأ بيده يبان ي قول أخب رنا صاحب ىذه الد عت أبا عمرو الش أخب رن قال س
سألت النب صلى اللو عليو وسلم أي العمل أحب إل إل دار عبد اللو قال لة على وقتها قال ث أي قال بر الوالدين قال ث أي قال الهاد ف اللو قال الص
ثن بن ولو است زدتو لزادن سبيل اللو قال حدث ن ٥٤١صحيح مسلم (3 ث نا أبو بكر بن أب شيبة حد ا علي بن مسهر عن : حد
يبان عن عبد اللو زار عن سعد بن إياس أب عمرو الش يبان عن الوليد بن العي الشل قال سألت رسول اللو صلى اللو عليو وسلم أي العمل أفض بن مسعود قال
لة لوقتها قال ق لت ث أي قال بر الوالدين قال ق لت ث أي قال الهاد ف الص سبيل اللو فما ت ركت أستزيده إل إرعاء عليو
ث نا عب يد اللو بن م ٥٤٤صحيح مسلم (4 ث نا : و حد ث نا أب حد عاذ العنبي حدثن صاحب ىذه يبان قال حد ع أبا عمرو الش زار أنو س شعبة عن الوليد بن العي
ار وأشار إل دار عبد اللو قال الدلة سألت رسول اللو صلى (5 اللو عليو وسلم أي العمال أحب إل اللو قال الص
على وقتها ق لت ث أي قال ث بر الوالدين ق لت ث أي قال ث الهاد ف سبيل ثن بن ولو است زد تو لزادن اللو قال حد
100
سناد مث لو وزا ث نا شعبة بذا ال د بن جعفر حد ث نا مم ار حد د بن بش ث نا مم د حد وأشار إل دار عبد اللو وما ساه لنا
ان بن مسلم ٥٨٫٧مسند أمحد (6 ث نا عف ث نا شعبة أخب رن الوليد بن : حد حدار ث نا صاحب ىذه الد يبان قال حد عت أبا عمرو الش زار بن حريث قال س العي
و قال وأشار إل دار عبد اللو ول يسملة سألت رسول اللو صلى الل و عليو وسلم أي العمل أحب إل اللو قال الص
على وقتها قال ق لت ث أي قال ث بر الوالدين قال ق لت ث أي قال ث الهاد ف ثن بن ولو ا ست زدتو لزادن سبيل اللو قال فحد
ث نا ٪٥٩٫مسند أمحد (7 ث نا عبد العزيز بن مسلم حد ث نا عبد الصمد قال حد : حد أبو إسحاق المدان عن أب الحوص عن ابن مسعود قال
لة ق لت يا رسول اللو أي العما ل أحب إل اللو عز وجل قال صل الصلمواقيتها ق لت ث أي قال بر الوالدين ق لت ث أي قال ث الهاد ف سبيل اللو
ولو است زدتو لزادن ث نا وكيع ٦١٤٤مسند أمحد (8 عن إسرائيل عن أب إسحاق عن أب عب يدة : حد
عن عبد اللو قال لة لوقتها قال ق لت ث أي قال بر ق لت يا رسول اللو أي العمل أفضل قال الص
هاد ف سبيل اللو عز وجل ولو است زدتو لزادن الوالدين قال ق لت ث أي قال ال ث نا المسعودي عن الوليد ٨٪٦١مسند أمحد (9 ث نا يزيد وأبو النضر قال حد : حد
يبان عن عبد اللو بن زار عن أب عمرو الش مسعود قال بن العي سألت رسول اللو صلى اللو عليو وسلم ف قلت يا رسول اللو أي العمال أفضل لة لميقاتا قال ق لت ث ماذا يا رسول اللو قال بر الوالدين قال ق لت ث قال الص
اذا يا رسول اللو قال الهاد ف سبيل اللو قال فسكت ولو است زدت رسول اللو م صلى اللو عليو وسلم لزادن
b. Kegiatan Penelitian Sanad
101
د بن سابق ث نا مم ث نا السن بن صباح حد عت الوليد حد ث نا مالك بن مغول قال س حدي اللو عنو يبان قال قال عبد اللو بن مسعود ر زار ذكر عن أب عمرو الش بن العي
لة سألت رسول اللو صلى اللو عليو وسلم ق لت يا ر سول اللو أي العمل أفضل قال الص على ميقاتا ق لت ث أي قال ث بر الوالدين ق لت ث أي قال الهاد ف سبيل اللو
20ست زدتو لزادن فسكت عن رسول اللو صلى اللو عليو وسلم ولو اTelah bercerita kepada kami Al Hasan bin Shobbah telah bercerita kepada
kami Muhammad bin Sabiq telah bercerita kepada kami Malik bin
Mighwal berkata; aku mendengar Al Walid bin Al 'Ayzar menyebutkan
dari Abu 'Amru Asy Syaibaniy berkata 'Abdullah bin Mas'ud radliallahu
'anhu berkata: "Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam, aku katakan: "Wahai Rasulullah, amal apakah yang paling
utama?" Beliau menjawab: "Sholat pada waktunya". Kemudian aku
tanyakan lagi: " Kemudian apa?" Beliau menjawab: "Kemudian berbakti
kepada kedua orang tua". Lalu aku tanyakan lagi: "Kemudian apa lagi?"
Beliau menjawab: "Jihad di jalan Allah". Maka aku berhenti menyakannya
lagi kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Seandainya aku
tambah terus pertanyaan, Beliau pasti akan menambah jawabannya
kepadaku."
Hadis tersebut, diriwayatkan oleh al-Bukhārī, al-Ḥasan bin Ṣabbāḥ,
Muḥammad in Sābiq, Mālik bin Migwal, al-Walīd bin al-„Aizār, Abū „Amru al-
Syaibānī, „Abdullah bin Mas„ūd. Kata-kata yang digunakan para periwayat untuk
taḥammul wa ‘adā’ al-ḥadiṡ (lafaz-lafaz penerimaan dan penyampaian riwayat)
tersebut adalah ḥaddaṡanā, sami‘tu, ‘an dan qāla.
Menurut Dr. Maḥmūd Ṭaḥḥān, ada sebagian hadis yang terdapat dalam
beberapa kitab hadis yang tidak perlu dibahas lagi, baik kaitannya dengan sanad
maupun matannya. Hal ini dikarenakan para ulama hadis telah mengkritik dan
membahasnya dengan teliti, akurat dan cermat. Para ulama hadis tersebut
memiliki keterampiran dan telaah yang luas serta menguasai disiplin ilmu hadis
20
Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Ṣahīḥ al-Bukhari, (Lebanon: Dar al-Kutub al-
Ilmiyah, 2009), hlm. 514.
102
dan perangkat pendukungnya. Di antara kitab-kitab yang tidak perlu dibahas lagi
adalah kitab Ṣaḥiḥ Bukhārī dan Ṣaḥīḥ Muslim.21
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hadis di atas
sebagaimana yang disebut dalam kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-
Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh
karya Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī tersebut adalah benar dan hadis
yang diteliti di atas adalah ṣaḥīḥ.
2. Hadis Kedua
ر قال إميان باللو ورسولو قيل ث أي شيء قال أي العمال أفضل أو أي العمال خي رور الهاد سنام العمل ق 22يل ث أي شيء يا رسول اللو قال ث حج مب
a. Takhrīj Ḥadīṡ
Berdasarkan penelusuran menggunakan kitab al-Mu’jam al-Mufahras li
Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī dengan lafaz افضم .23
. سناو 24
didapati riwayat dalam
kitab hadis, Ṣahīḥ Bukhārī, Ṣahīḥ Muslim, al-Turmūżī, Sunan al-Nasā’ī, Musnad
Ahmad dan Sunan al-Dārimī.
ث نا أمحد بن يونس وموسى ب ٤٧صحيح البخاري (1 ث نا : حد ن إساعيل قال حدث نا ابن شهاب عن سعيد بن المسيب عن أب ىري رة إب راىيم بن سعد قال حد
أن رسول اللو صلى اللو عليو وسلم سئل أي العمل أفضل ف قال إميان باللو رور ورسولو قيل ث ماذا قال الهاد ف سبيل اللو قيل ث ماذا قال حج مب
21
Maḥmūd Ṭaḥḥān, Uṣūl al-Takhrīj wa Dirasah al-Asānid, (Riyad: Maktabah al-Ma„arif:
1991 M/1412 H), hlm. 191. Lihat juga Muhammad „Ajjaj al-Khatīb, Uṣūl al-ḥadis ‘Ulumuhu wa
Musṭalahuh, (Beirut: Dār al-Fikr, 1391 H/1971 M), hlm. 309. 22
Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-
Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 37. 23
A.J. Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī, Juz V, hlm. 164. 24
A.J. Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī, Juz III, hlm. 1.
103
ث نا إب راىيم بن سعد ٥٦٤٤صحيح البخاري (2 ث نا عبد العزيز بن عبد اللو حد : حدي اللو عنو قال عن الزىري عن سعيد بن ال مسيب عن أب ىري رة ر
سئل النب صلى اللو عليو وسلم أي العمال أفضل قال إميان باللو ورسولو قيل رور ث ماذا قال جهاد ف سبيل اللو قيل ث ماذا قال حج مب
ث نا إب راىيم بن سعد ح ٪٥٥صحيح مسلم (3 ث نا منصور بن أب مزاحم حد : و حدد بن جعفر بن زياد أخب رنا إب راىيم ي عن ابن سعد عن ابن شهاب ثن مم حد
ب عن أب ىري رة قال عن سعيد بن المسي سئل رسول اللو صلى اللو عليو وسلم أي العمال أفضل قال إميان باللو قال ث
رور ماذا قال الهاد ف سبيل اللو قال ث ماذا قال حج مب د بن رافع وعبد وف رواية م ثنيو مم د بن جعفر قال إميان باللو ورسولو و حد م
سناد مث لو بن محيد عن عبد الرزاق أخب رنا معمر عن الزىري بذا الث نا ع (4 ث نا أبو كريب حد ث نا أبو سلمة حد د بن عمرو حد بدة بن سليمان عن مم
عن أب ىري رة قال ر سئل رسول اللو صلى اللو عليو وسلم أي العمال أفضل أو أي العمال خي
و قيل ث أي شيء قال الهاد سنام العمل قيل ث أي شيء قال إميان باللو ورسول رور يا رسول اللو قال ث حج مب
قال أبو عيسى ىذا حديث حسن صحيح قد روي من غي وجو عن أب ىري رة ى اللو عليو وسلم عن النب صل
: أخب رنا إسحق بن إب راىيم قال أن بأنا عبد الرزاق قال ٥١٩٫سنن النسائي (5ث نا معمر عن الزىري عن ابن المسيب عن أب ىري رة قال حد
لى اللو عليو وسلم أي العمال أفضل قال إميان باللو سأل رجل رسول اللو ص رور قال ث ماذا قال الهاد ف سبيل اللو قال ث ماذا قال حج مب
ث ٩٤٩٥مسند أمحد (6 ث نا إب راىيم حد ث نا أبو كامل حد نا ابن شهاب عن : حد سعيد بن المسيب عن أب ىري رة قال
104
سئل النب صلى اللو عليو وسلم أي العمال أفضل قال إميان باللو ورسولو قال رور ث ماذا قال ث الهاد ف سبيل اللو قيل ث ماذا قال ث حج مب
ثن إب راىيم بن سعد عن ٨٪٤٤سنن الدارمي (7 : أخب رنا عبد اللو بن صالح حدليو ابن شهاب عن ابن المسيب عن أب ىري رة قال سئل رسول اللو صلى اللو ع
وسلم أي العمال أفضل قال إميان باللو ورسولو قال قيل ث ماذا قال ث الهاد رور ف سبيل اللو قيل ث ماذا قال ث حج مب
b. Kegiatan Penelitian Sanad
ث نا أبو كريب ح ث نا أبو سلمة عن أب حد د بن عمرو حد ث نا عبدة بن سليمان عن مم د ىري رة قال
ر قال إمي ان سئل رسول اللو صلى اللو عليو وسلم أي العمال أفضل أو أي العمال خي ورسولو قيل ث أي شيء قال الهاد سنام العمل قيل ث أي شيء يا رسول اللو قال باللو
رور ث حج مب ب قال أبو عيسى ىذا حديث حسن صحيح قد روي من غي وجو عن أب ىري رة عن الن
25صلى اللو عليو وسلم
Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib berkata, telah menceritakan
kepada kami Abdah bin Sulaiman dari Muhammad bin Amru berkata,
telah menceritakan kepada kami Abu Salamah dari Abu Hurairah ia
berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah ditanya, "Amal
apa yang paling utama, atau ia mengatakan, "Amal apa yang paling baik?"
beliau menjawab: "Beriman kepada Allah dan Rasul-Nya." Dikatakan,
"Lalu apa lagi?" beliau menjawab: "Jihad, ia adalah puncak sebuah amal."
Dikatakan, "Wahai Rasulullah, lalu apa lagi?" beliau menjawab: "Haji
mabrur." Abu Isa berkata, "Hadits ini derajatnya hasan shahih. Hadits ini
telah diriwayatkan dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam dengan banyak jalur."
Hadis tersebut, diriwayatkan oleh al-Turmużī, Abū Kuraib, „Abdah bin
Sulaimān, Muḥammad bin „Amrū, Abū Salamah dan Abū Hurairah. Kata-kata
25
Muhammad bin Isa al-Turmużī, Jami‘ al-Ṣaḥīḥ Sunan al-Turmużī, Jilid IV, (Beirut:
Dar Ihya al-Turas al-„Arabi), hlm. 185.
105
yang digunakan para periwayat untuk taḥammul wa ‘adā’ al-ḥadiṡ (lafaz-lafaz
penerimaan dan penyampaian riwayat) tersebut adalah ḥaddaṡanā, ‘an dan qāla.
a) al-Turmużī
Nama : Muḥammad bin „Īsa bin Saurah bin Mūsa bin al-Ḍaḥḥāk al-
Sulamī.26
Kuniyah : Abū „Īsa
Kategori : Orang yang mengikuti tabi‟ al-tabiīn periode akhir.27
Lahir : 210 H.28
Wafat : 279 H. di Tirmidz.29
Guru : Aḥmad bin Manī‟ bin Abdirrahman, Naṣr bin „Alī al-Jahḍamī,
Muḥammad bin al-‘Alā’ bin Kuraib, dll.30
Murid : Abū Bakr Ahmad bin Ismā‟īl bin „Amir al-Samarqandī,
Aḥmad bin „Alī al-Maqra‟ī, dll.31
Komentar Ulama : Ibn Ḥajar menilai sebagai salah satu pemimpin dalam hadis,32
al-Żahabi menilai sebagai al-ḥāfiẓ.33
26
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXVI,
hlm. 250. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IX, hlm. 387. 27
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXVI,
hlm. 250. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IX, hlm. 387. 28
Abū „Abdullah Muḥammad bin Aḥmad bin „Uṡmān al-Żahabī, Siyar Aʻlam al-
Nubalā’, (Beirut: Mu‟assasah al-Risālah, 1405 H/1985 M), Juz. XIII, hlm.271. 29
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXVI,
hlm. 250. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IX, hlm. 388. 30
Abū „Abdullah Muḥammad bin Aḥmad bin „Uṡmān al-Żahabī, Siyar Aʻlam al-
Nubalā’, Juz. XIII, hlm.271. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb,
Juz. IX, hlm. 387. 31
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXVI,
hlm. 251. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IX, hlm. 387. 32
Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IX, hlm. 387. 33
Abū „Abdullah Muḥammad bin Aḥmad bin „Uṡmān al-Żahabī, Siyar Aʻlam al-
Nubalā’, Juz. XIII, hlm. 270
106
b) Abū Kuraib
Nama : Muḥammad bin al-„Alā‟ bin Kuraib.34
Kuniyah : Abū Kuraib.35
Kategori : Tabi„ut Atba„ kalangan tua.
Tempat Tinggal : Kufah.
Lahir : 161 H.36
Wafat : 247 H.37
Guru : Ibrāhīm bin Ismā„īl, Ibrāhīm bin Yazīd, Ibrāhīm bin Yūsuf,
Isḥāq bin Sulaimān, Isḥāq bin Manṣūr, Ismā„īl bin Ṣabīḥ, al-
Aswad bin Āmir, Bakar bin „Abdurraḥman, Ḥātim bin Isma„īl,
Ḥusain bin „Alī al-Ja„farī, ‘Abdah bin Sulaimān, dll.38
Murid : al-Bukhārī, Muslim, Abū Dāwud, al-Turmużī, al-Nasā‟ī, Ibn
Mājah, dll.39
Komentar Ulama : Abū Ḥātim: ṣadūq, al-Nasā‟ī: la ba’sa bih, Ibn Ḥibbān
disebutkan dalam al-ṡiqāt. Maslamah bin Qasim: kūfī ṡiqah.40
34
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXVI,
hlm. 243. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IX, hlm. 385. 35
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXVI,
hlm. 243. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IX, hlm. 385. 36
Abū „Abdullah Muḥammad bin Aḥmad bin „Uṡmān al-Żahabī, Siyar Aʻlam al-
Nubalā’, Juz. XI, hlm. 394. 37
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXVI,
hlm. 248. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IX, hlm. 386. 38
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXVI,
hlm. 243-245. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IX, hlm.
385. 39
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXVI,
hlm. 245-246. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IX, hlm.
385-386. 40
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXVI,
hlm. 247. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IX, hlm. 386.
107
c) ‘Abdah bin Sulaimān
Nama : „Abdah bin Sulaimān.41
Kuniyah : Abū Muḥammad.42
Kategori : Tabi„ut Tabi„īn kalangan pertengahan.
Tempat Tinggal : Kufah.
Lahir : -
Wafat : 187 H.43
Guru : Ismā„īl bin Abī Khālid, Ḥārisah bin Abī al-Rijāl, Ḥajjāj bin
Dīnār, Sa„īd bin Abī „Arūbah, Safyān al-Ṡaurī, Ṭalḥah bin
Yahya bin Ṭalḥah, „Abdurraḥman bin Ziyād, Abdul „Azīz in
„Umar, Muḥammad bin ‘Amrū bin ‘Alqamah bin Waqāṣ,
dll.44
Murid : Ibrāhīm bin Mūsa, Aḥmad bin Ḥanbal, Isḥāq bin Ibrāhīm bin
Ḥabīb, Isḥāq bin Ismā„īl, al-Ḥasan bin Ismā„īl, Abū Sa„īd
„Abdullah bin Sa„id, „Abdullah bin „Umar bin Abān,
Muḥammad bin al-‘Alā’ bin Kuraib, dll.45
Komentar Ulama : Aḥmad bin Ḥanbal : ṡiqatu ṡiqah, Yahya bin Ma„īn: ṡiqah, al-
„Ajli: al-ṡiqah, Muḥammad bin Sa„ad: ṡiqah.46
41
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XVIII,
hlm. 530. 42
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XVIII,
hlm. 530. 43
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XVIII,
hlm. 533. 44
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XVIII,
hlm. 531-532. 45
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XVIII,
hlm. 532. 46
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XVIII,
hlm. 533.
108
d) Muḥammad bin ‘Amrū
Nama : Muḥammad bin „Amrū bin „Alqamah bin Waqāṣ.47
Kuniyah : Abū „Abdullah.48
Kategori : Tabi„īn kalangan pertengahan.
Tempat Tinggal : Madinah
Lahir : -
Wafat : 145 H.49
Guru : Ibrāhīm bin „Abdullah bin Ḥunain, Ibrāhīm bin „Abdurraḥman
bin „Auf, Khālid bin „Abdullah bin Ḥarmalah, Dīnār Ai
Abdullah, Sālim bin „Abdullah, Sa„ad bin Saíd, Sa„id bin al-
Ḥāriṡ, ‘Abdullah bin ‘Abdurraḥman bin ‘Auf, dll.50
Murid : Asbāṭ bin Muḥammad, Ismā„īl bin Ja„far, al-Ḥasan bin Ṡāliḥ,
Ḥammād bin Salamah, Abū al-Aswad Ḥamīd bin al-Aswad,
Khāid bin al-Ḥāriṡ, Khālid bin „Abdullah, Sa„īd bin Āmir,
Safyān al-Ṡaurī, „Ibād bin „Ibād, ‘Abdah bin Sulaimān, dll.51
Komentar Ulama : Abū Ḥātim: ṣāliḥ al-ḥadīṡ, al-Nasā;ī: laisa bihi ba’s, Abū
Aḥmad bin Adi: ṣāliḥ al-ḥadīṡ, Ibn Ḥibbān disebutkan dalam
47
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXVI,
hlm. 212. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IX, hlm. 375. 48
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXVI,
hlm. 213. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IX, hlm. 375. 49
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXVI,
hlm. 217. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IX, hlm. 376. 50
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXVI,
hlm. 213-214. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IX, hlm.
375. 51
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXVI,
hlm. 214-215. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IX, hlm.
375-376.
109
al-ṡiqāt, Yahya bin Ma„īn: ṡiqah, Ibn Mubārak: laisa bihi
ba’s.52
e) Abū Salamah
Nama : Abdullah bin „Abdurraḥman bin „Auf.53
Kuniyah : Abū Salamah.54
Kategori : Tabi„īn kalangan pertengahan.
Tempat Tinggal : Madinah.
Lahir :
Wafat : 94 H.55
Guru : Usamah bin Zaid, Anas bin Mālik, Bisr bin Sa„īd, Jābir bin
„Abdullah, Ja„far bin „Amrū, Ḥassān bin Ṡābit al-Anṣārī, Rāfi„
bin Khadīj, Rabi„ah bin Ka„ab, Zaid bin Ṣābit, Zaid bin Kḥālid,
„Abdullah bin Sallām, ‘Abdurraḥman bin Ṣakhr, dll.56
Murid : Ismā„īl bin Umayah, al-Aswad bin al-„Alā‟, Ja„far bin Rabī„ah,
al-Ḥāris bin „Andurraḥman, al-Ḥasan bin Yazīd Abu Yūnus,
Sa„ad bin Ibrāhīm bin „Abdurraḥman, Sa„īd bin Khālid, Sa„īd
52
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXVI,
hlm. 217. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IX, hlm. 376. 53
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz.
XXXIII, hlm. 370. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. XII,
hlm. 115. 54
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz.
XXXIII, hlm. 371. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. XII,
hlm. 115. 55
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz.
XXXIII, hlm. 376. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. XII,
hlm. 116. 56
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz.
XXXIII, hlm. 371-372. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz.
XII, hlm. 115.
110
bin Ziyād, Muḥammad bin ‘Amrū bin ‘Alqamah bin
Waqāṣ, dll.57
Komentar Ulama : Muḥammad bin Sa„ad: ṡiqah, Abū Zur„ah: ṡiqah imam, Ibn
Ḥibbān disebutkan dalam al-ṡiqāt, 58
f) Abū Hurairah
Nama : „Abdurraḥman bin Ṣakhr.59
Kuniyah : Abū Hurairah.60
Kategori : Sahabat
Tempat Tinggal : Madinah
Lahir : -
Wafat : 57 H.61
Guru : Nabi Muḥammad Saw., Ubai bin Ka„ab, Usāmah bin Zaid, bin
Ḥāris, „Umar bin al-Khaṭṭāb, Abū Bakar al-Ṣiddīq, „Āisyah,
Ka„ab bin al-Ahbās, dll.62
57
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz.
XXXIII, hlm. 372-374. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz.
XII, hlm. 115-116. 58
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz.
XXXIII, hlm. 374-375. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz.
XII, hlm. 116-117. 59
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz.
XXXIV, hlm. 366. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. XII,
hlm. 262. 60
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz.
XXXIV, hlm. 366. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. XII,
hlm. 262. 61
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz.
XXXIV, hlm. 378. 62
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz.
XXXIV, hlm. 367.
111
Murid :Ibrāhīm bin Ismā„īl, Ibrāhīm bin „Abdullah bin Ḥunain, Anas
bin Mālik, Ṡābit bin Qais, Jāir bin „Abdullah, Ma„bad bin
„Abdullah bin Hisyām, dll.63
Komentar Ulama : Ibn Ḥajar “Sahabat”
Dari paparan data di atas, penulis menyimpulkan bahwa hadis yang diteliti
memenuhi kriteria kesahihan sanad hadis, karena diriwayatkan oleh periwayat
hadis yang ’adil dan ḍābiṭ, muttaṣil (bersambung) sanad terjadi proses guru dan
murid atau sanadnya bersambung dari awal sampai akhir, terhidal dari ‘illat dan
syaż.
3. Hadis Ketiga
ةساعة ف سبيل اللو خ ر من خسني حج 64ي
a. Takhrīj Ḥadīṡ
Berdasarkan penelusuran menggunakan kitab al-Mu’jam al-Mufahras li
Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī, penulis tidak menemukan hadis yang lafaznya sama
dengan lafaz hadis tersebut di atas. Demikian juga dengan menggunakan metode
takhrīj mauḍu’ dengan menggunakan kitab Miftah Kunuz al-Sunnah, penulis juga
tidak menemukan hadis di atas baik secara lafaz maupan yang semakna. Namun
berdasarkan penelusuran menggunakan menggunakan metode takhrīj mauḍu’
dengan menggunakan kitab Kanz al-‘Ummāl, penulis menemukan hadis di atas
63
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz.
XXXIV, hlm. 367.-379. 64
Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-
Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 37.
112
baik diriwayatkan oleh al-Dailamī dari Ibn „Umar.65
Sedangkan penelusuran
dengan munggunakan bantuan CD al-Maktabah al-Syāmilah, penulis menemukan
hadis tersebut dalam Itḥāf al-Khairat al-Maharrat bi Zawāidi al-Masānid al-
‘Asyarah karya imam al-Ḥāfiẓ al-Buṣīrī (w. 840 H) kitab jihad, bab niat jihad.66
b. Kegiatan Penelitian Sanad
: وث نا إب راىيم بن سعيد الو د بن أب قال أبو ي على الموصلي ، ثنا أبو ت وبة، ثنا مم ىريهما -بكر الليل، عن طاوس ومكحول، عن ابن عمر ي اللو عن -قال رسول اللو -ر
ة".-صلى اللو عليو وسلم ر من خسني حج : ساعة ف سبيل اللو خي
Hadis tersebut, diriwayatkan oleh al-Dailamī dari jalur Abū Ya„lā dari
Ibrāhīm bin Sa„īd al-Jauharī, Abū Taubah, Muḥāmmad bin Bukair al-Halālī,
Ṭāwus dan Makhūl, Ibn „Umar. Kata-kata yang digunakan para periwayat untuk
taḥammul wa ‘adā’ al-ḥadiṡ (lafaz-lafaz penerimaan dan penyampaian riwayat)
tersebut adalah ḥaddaṡanā, ‘an dan qāla.
a. Abū Ya‘lā al-Mauṣilī
Nama : Aḥmad bin „Alī bin al-Muṡannī bin Yahya bin „Īsa bin Hilāl.67
Kuniyah : Abū Ya„lā.68
Kategori : Tabi„ut Atba„ kalangan pertengahan.
Tempat Tinggal : Basyrah, Baghdad, Kufah.
65
„Alā‟uddin „Alī bin Ḥisāmuddīn al-Hindī, Kanz al-‘Ummāl fi Sunan al-Aqwāl wa al-
Af‘āl, (Beirut: Mu‟assasah al-Risālah, 1401 H/1981 M), Juz IV, hlm. 318. 66
Al-Ḥāfiẓ al-Buṣīrī, Itḥāf al-Khairat al-Maharrat bi Zawāidi al-Masānid al-‘Asyarah,
(Riyad: Dār al-Watan li al-Nasyar, 1420 H/ 1999 M), Juz. V, hl. 95. 67
Abū „Abdullah Muḥammad bin Aḥmad bin „Uṡmān al-Żahabī, Siyar Aʻlam al-
Nubalā’, Juz. XIV, hlm. 174. 68
Abū „Abdullah Muḥammad bin Aḥmad bin „Uṡmān al-Żahabī, Siyar Aʻlam al-
Nubalā’, Juz. XIV, hlm. 174.
113
Lahir : 210 H.69
Wafat : 307 H.70
Guru : Aḥmad bin Ḥātim al-Ṭawīl, Aḥmad bin Jamīl, Aḥmad bin Īsa,
Aḥmad bin Ibrāhīm al-Mauṣilī, Aḥmad bin Manī„, Aḥmad bin
Muḥammad bin Ayyūb, Ibrāhīm bin al-Ḥajjāj, Ibrāhīm bin
„Abdullah, Ibrāhīm bin Sa„īd, dll.71
Murid : Abū Ḥatim bin Ḥibbān, Abū „Alī al-Ḥāfiẓ, Yūsuf al-Mayānajī,
Ḥamzah bin Muḥammad, Abū Bakar Aḥmad bin Ibrāhīm, Abū
Aḥmad „Abdullah bin „Adī, Muḥammad bin al-Naḍar, Naṣar
bin Aḥmad, Abū „Amrū bin Ḥamdān, dll.72
Komentar Ulama : al-Ḥākim: ṡiqah ma’mūn, Ibn Ḥibbān disebutkan dalam al-
ṡiqāṭ.73
b. Ibrāhīm bin Sa‘īd al-Jauharī
Nama : Ibrāhīm bin Sa„īd.74
Kuniyah : Abū Isḥāq.75
Kategori : Tabi„ut Atbā„ kalangan tua
Tempat Tinggal : Baghdad
69
Abū „Abdullah Muḥammad bin Aḥmad bin „Uṡmān al-Żahabī, Siyar Aʻlam al-
Nubalā’, Juz. XIV, hlm. 174. 70
Abū „Abdullah Muḥammad bin Aḥmad bin „Uṡmān al-Żahabī, Siyar Aʻlam al-
Nubalā’, Juz. XIV, hlm. 180. 71
Abū „Abdullah Muḥammad bin Aḥmad bin „Uṡmān al-Żahabī, Siyar Aʻlam al-
Nubalā’, Juz. XIV, hlm. 174-177. 72
Abū „Abdullah Muḥammad bin Aḥmad bin „Uṡmān al-Żahabī, Siyar Aʻlam al-
Nubalā’, Juz. XIV, hlm. 177-178. 73
Abū „Abdullah Muḥammad bin Aḥmad bin „Uṡmān al-Żahabī, Siyar Aʻlam al-
Nubalā’, Juz. XIV, hlm. 179. 74
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. II, hlm.
95. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. 1, hlm. 123. 75
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. II, hlm.
95. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. 1, hlm. 123.
114
Lahir : -
Wafat : 249 H.76
Guru : Aḥmad bin Isḥāq, Azhar bin Sa„ad, Ismā„īl bin Abī Auyas, al-
Aswad bin Āmir Syażani, Ḥajāj bin Muḥammad, Ḥusain bin
Muḥammad, Abū Usāmah Ḥammād bin Usāmah, Khalaf bin
Tamīm, Abū Taubah al-Rabī„ bin Nāfi„, dll.77
Murid : Muslim, Abū Dāwud, al-Turmużī, al-Nasā‟ī, Ibn Mājah, Abū
„Abdul Malik Aḥmad bin Ibrāḥīm, Aḥmad bin „Alī bin
Muslim, Abū al-Ḥasan Aḥmad bin „Umair bin Yūsuf, Aḥmad
bin Muḥammad bin al-Ṣabāḥ, Abū Bakar Aḥmad bin
Muḥammad bin „Umar, Aḥmad bin „Alī bin al-Muṡannī, dll.78
Komentar Ulama : Abū Ḥātim: ṣadūq, al-Nasā‟ī: ṡiqah, al-Khaṭīb: ṡiqah.79
c. Abū Taubah
Nama : al-Rābi„ bin Nafi„.80
Kuniyah : Abū Taubah.81
Kategori : Tabi„ut Atba„ kalangan tua
Tempat Tinggal : Thabariyah
Lahir : -
76
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. II, hlm.
97. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. 1, hlm. 124. 77
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. II, hlm.
95-96. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. 1, hlm. 123. 78
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. II, hlm.
96-97. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. 1, hlm. 123-124. 79
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. II, hlm.
97. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. 1, hlm. 124. 80
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. IX,
hlm. 103. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. III, hlm. 251. 81
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. IX,
hlm. 103. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. III, hlm. 251.
115
Wafat : 241 H.82
Guru : Abū Isḥāq Ibrāḥīm bin Muḥammad, Ismā„ī bin „Iyās, Busyair
bin Ṭalḥah, al-Ḥusain bin Ṭalḥah, al-Ḥakam bin Ẓahīr, Abū
Usāmah Ḥammād bin Usāmah, al-Rabī„ bin Badar, Sa„īd bin
„Abdurraḥman, Ibrāḥīm bin Sa„ad, dll.83
Murid : Abū Dāwud, Ibrāhīm bin Ya„qūb, Aḥmad bin Ibrāhīm, Aḥmad
bin Isḥāq, Aḥmad bin Khalīd, Aḥmad bin Muḥammad bin
Ḥanbal, Abū Bakar Aḥmad bin Muḥammad, Ismā„īl bin
Mas„ad, al-Ḥasan bin al-Ṣabāh, Ibrāhīm bin Sa„īd, dll.84
Komentar Ulama : Abū Hatīm: ṡiqah ṣadūq, Ya„qūb bin Syaibah: ṡiqah ṣadūq,
Ibn Ḥibbān: disebutkan dalam al-ṡiqāt.85
d. Muḥāmmad bin Bukair al-Halālī
Nama : -
Kuniyah :-
Kategori : -
Tempat Tinggal :-
Lahir : -
Wafat : -
Guru : -
82
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. IX,
hlm. 106. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. III, hlm. 252. 83
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. IX,
hlm. 104-105. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. III, hlm.
251-252. 84
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. IX,
hlm. 105. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. III, hlm. 252. 85
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. IX,
hlm. 106. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. III, hlm. 252.
116
Murid : -
Komentar Ulama : -
Komentar Ulama :
e. Makḥūl
Nama : Makḥūl al-Syāmi.86
Kuniyah : „Abū „Abdullah.87
Kategori : Tabi`ul Atba` kalangan biasa
Tempat Tinggal : Syam
Lahir : -
Wafat : 113 H.88
Guru : Nabi Muḥammad Saw., Anas bin Mālik, Jubair bin Nufair, al-
Ḥāriṡ bin al-Ḥāriṡ, Sa„īd bin al-Musayyab, Sulaimān binYasār,
„Abdurraḥman bin Salāmah, „Irāk bin Mālik, „Amrū bin
Syu„aib, Ubai bin Ka`ab bin Qais, „Abdullah bin „Umar dll.89
86
Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. X, hlm. 289. Lihat juga
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXVIII, hlm. 464. 87
Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. X, hlm. 289. Lihat juga
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXVIII, hlm. 464. 88
Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. X, hlm. 292. Lihat juga
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXVIII, hlm. 473. 89
Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. X, hlm. 290. Lihat juga
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXVIII, hlm. 465-
466.
117
Murid : Ibrāhīm bin Abī Ḥanīfah, Usāmah bin Zaid, Ismā„īl bin Abī
Bakar, Ṡābit bin Ṡaubān, Ḥamīd bin Muslim, Ḥamīd bin Ṭawīl,
„Abdurraḥaman bin „Amrū bin Abī `Amrū, dll.90
Komentar Ulama : Al-„Ajli : Ṡiqah, Ibn Khurāsy : Ṣadūq, Abū Ḥātim : orang yang
paling faqih di syam pada masanya, Ibn Ḥibbān : disebutkan
dalam “al-ṡiqāt”, Ibn Yūnus : Faqih „Alim.91
f. Ibn ‘Umar
Nama : „Abdullah bin „Umar bin al-Khaṭṭab bin Nufail92
Kuniyah : Abū „Abdurraḥman.93
Kategori : Sahabat
Tempat Tinggal : Madinah
Lahir :
Wafat : 73 H.94
Guru : Nabi Muḥammad Saw, Bilāl, Rāfi„ bin Khadīj, Zaid bin Ṡābit,
Zaid bin al-Khaṭṭāb, Sa„ad bin Abī Waqās, Āmir bin Rabī„ah,
„Abdullah bin Mas„ūd, „Uṡmān bin Ṭalḥah, dll.95
Murid : Ādam bin „Alī, Ismā„īl bin „Abdurraḥman, Umayah bin
„Abdullah bin Khālid, Anas bin Sairain, Abū „Amrū Basyar
90
Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. X, hlm. 290. Lihat juga
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXVIII, hlm. 466-
468. 91
Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. X, hlm. 291. 92
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XV,
hlm. 333. 93
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XV,
hlm. 333. 94
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XV,
hlm. 340. 95
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XV,
hlm. 333.
118
bin Ḥarab, Bakar bin „Abdullah, Bilāl bin „Abdullah bin
„Umar, Ṡābit bin Aslam, Ṡābit bin „Ubaid, Makhūl, dll.96
Komentar Ulama : Ibn Ḥajar: Ṣahabat, al-Żahabī: Ṣahabat.
Menurut al-Bānī hadis ini ḍa„īf dari jalur Abū Ya„lā dari Ibrāhīm bin
Sa„īd al-Jauharī, Abū Taubah, Muḥāmmad bin Bukair al-Halālī, Ṭāwus dan
Makhūl, Ibn „Umar. Sanad ini dianggap ḍa„īf, karena Muḥāmmad bin Bukair al-
Halālī tidak dikenal. Menurut Muḥammad „Ajaj al-Khaṭīb riwayat perawi yang
tidak diketahui hal-ihwalnya (mastur al-hal) tidak bisa dinilai secara tegas
diterima atau ditolak riwayatnya, tetapi harus ditangguhkan sampai keadaannya
menjadi jelas, ini sebagaimana pendapat Ibn Ḥajar dan merupakan pendapat yang
baik.97
4. Hadis Keempat
ة ر من خسني حج 98 لسفرة ف سبيل اهلل خي
Berdasarkan penelusuran menggunakan kitab al-Mu’jam al-Mufahras li
Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī, penulis tidak menemukan hadis yang lafaznya sama
dengan lafaz hadis tersebut di atas. Demikian juga dengan menggunakan metode
takhrīj mauḍu’ dengan menggunakan kitab Miftah Kunuz al-Sunnah, penulis juga
tidak menemukan hadis di atas baik secara lafaz maupan yang semakna. Namun
berdasarkan penelusuran menggunakan menggunakan metode takhrīj mauḍu’
96
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XV,
hlm. 334-338. 97
Muḥammad „Ajaj al-Khatīb, Ushul al-Ḥadīṡ-Pokok-pokok Ilmu Ḥadīṡ, Penterjemah,
Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1998), hlm. 242. 98
Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-
Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 38.
119
dengan menggunakan kitab Kanz al-‘Ummāl, penulis menemukan hadis di atas
baik diriwayatkan oleh Abū al-Ḥusain al-Ṣaiqalī dari Abū al-Maḍā‟i.99
Sedangkan penelusuran dengan munggunakan bantuan CD al-Maktabah
al-Syāmilah, penulis menemukan hadis tersebut dalam Jāmi‘ al-Aḥādīṡ karya
Jalaluddin al-Suyūtī dan diriwayatkan oleh Abū al-Ḥusain al-Ṣaiqalī dari Abū al-
Maḍā‟i.100
Menurut Jalaluddin al-Suyūṭī hadis ini hadis mauqūf.101
Sedangkan
menurut al-Bānī hadis ini da’īf.102
5. Hadis Kelima
ف ف سبيل اللو ساعة، أفضل من عبادة ستني 103 سنة لقيام رجل ف الص
Berdasarkan penelusuran menggunakan kitab al-Mu’jam al-Mufahras li
Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī, penulis tidak menemukan hadis yang lafaznya sama
dengan lafaz hadis tersebut di atas. Demikian juga dengan menggunakan metode
takhrīj mauḍu’ dengan menggunakan kitab Miftah Kunuz al-Sunnah, penulis juga
tidak menemukan hadis di atas baik secara lafaz maupan yang semakna. Namun
berdasarkan penelusuran menggunakan menggunakan metode takhrīj mauḍu’
dengan menggunakan kitab Kanz al-‘Ummāl, penulis menemukan hadis di atas
baik diriwayatkan oleh al-„Uqailī dan al-Khaṭīb dari „Imrān bin Ḥuṣain.104
99
„Alā‟uddin „Alī bin Ḥisāmuddīn al-Hindī, Kanz al-‘Ummāl fi Sunan al-Aqwāl wa al-
Af‘āl, (Beirut: Mu‟assasah al-Risālah, 1401 H/1981 M), Juz IV, hlm. 304. 100
Jalaluddin al-Suyūṭī, Jāmi‘ al-Aḥādīṡ, Juz. XVII, hlm. 357. 101
Jalaluddin al-Suyūṭī, Jāmi‘ al-Aḥādīṡ, Juz. XVII, hlm. 357. 102
Naṣiruddin al-Bānī, Ṣaḥīḥ wa ḍa‘īf al-Jāmi‘ al-Ṣaghīr, Juz. XXI, hln. 219. 103
Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-
Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 39. 104
„Alā‟uddin „Alī bin Ḥisāmuddīn al-Hindī, Kanz al-‘Ummāl fi Sunan al-Aqwāl wa al-
Af‘āl, (Beirut: Mu‟assasah al-Risālah, 1401 H/1981 M), Juz IV, hlm. 304.
120
Sedangkan penelusuran dengan munggunakan bantuan CD al-Maktabah
al-Syāmilah, penulis menemukan hadis tersebut dalam Jāmi‘ al-Aḥādīṡ karya
Jalaluddin al-Suyūtī dan diriwayatkan oleh al-„Uqailī dan al-Khaṭīb dari „Imrān
bin Ḥuṣain.105
Namun setelah diteliti, penulis tidak menemukan sanad yang
lengkap sehingga penelitian terhenti. Menurut Jalaluddin al-Suyūṭī hadis ini da’īf
sebagaimana dikutib dari kitab al-Ḍu‘afā’ al-Kabīr.106
6. Hadis Keenam
دلن على عمل ي عدل الهاد قال ل أجده قال ىل تستطيع إذا خرج المجاىد أن 107تدخل مسجدك ف ت قوم ول ت فت ر وتصوم ول ت فطر قال ومن يستطيع ذلك
a. Takhrīj Ḥadīṡ
Berdasarkan penelusuran menggunakan kitab al-Mu’jam al-Mufahras li
Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī dengan lafaz (جهد) انجهاد108
didapati riwayat dalam kitab
hadis, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, Sunan al-Nasā’ī dan Musnad Aḥmad.
ث نا إسحا٤٧٩٩صحيح البخاري (1 ث نا هام : حد ان حد ق بن منصور أخب رنا عفثو أن أبا ىري رة د بن جحادة قال أخب رن أبو حصني أن ذكوان حد ث نا مم حد
ثو قال ي اللو عنو حد راللو عليو وسلم ف قال دلن على عمل ي عدل جاء رجل إل رسول اللو صلى
الهاد قال ل أجده قال ىل تستطيع إذا خرج المجاىد أن تدخل مسجدك ف ت قوم ول ت فت ر وتصوم ول ت فطر قال ومن يستطيع ذلك
أبو ىري رة إن ف رس المجاىد ليست ف طولو ف يكتب لو حسنات قال
105 Jalaluddin al-Suyūṭī, Jāmi‘ al-Aḥādīṡ, Juz. XVII, hlm. 454.
106 Jalaluddin al-Suyūṭī, Jāmi‘ al-Aḥādīṡ, Juz. XVII, hlm. 454.
107 Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-
Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 39. 108
A.J. Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī, Juz I, hlm. 389.
121
ث نا ٥١٩٩سنن النسائي (2 ان قال حد ث نا عف : أخب رنا عب يد اللو بن سعيد قال حدد بن جحادة ق ث نا مم ثو أن أبا هام قال حد ثن أبو حصني أن ذكوان حد ال حد
ثو قال ىري رة حدجاء رجل إل رسول اللو صلى اللو عليو وسلم ف قال دلن على عمل ي عدل
خرج المجاىد تدخل مسجدا ف ت قوم ل الهاد قال ل أجده ىل تستطيع إذا ت فت ر وتصوم ل ت فطر قال من يستطيع ذلك
د بن جحادة أن أبا ٦٪٥٪مسند أمحد (3 ث نا مم ث نا هام حد ان حد ث نا عف : حدثو أن ذكوان ثو قال حصني حد ثو أن أبا ىري رة حد حد
جاء رجل إل النب صلى اللو عليو وسلم ف قال يا رسول اللو علمن عمل ي عدل دخل مسجدا الهاد قال ل أجده قال ىل تستطيع إذا خرج المجاىد أن ت
ف ت قوم ل ت فت ر وتصوم ل ت فطر قال ل أستطيع قال قال أبو ىري رة إن ف رس المجاىد يست ف طولو ف يكتب لو حسنات (4
b. Kegiatan Penelitian Sanad
ث نا إسحاق بن منصور د بن جحادة قال أخب رن حد ث نا مم ث نا هام حد ان حد أخب رنا عفثو قال ي اللو عنو حد ثو أن أبا ىري رة ر أبو حصني أن ذكوان حد
وسلم ف قال دلن على عمل ي عدل الهاد قال جاء رجل إل رسول اللو صلى اللو عليو ل أجده قال ىل تستطيع إذا خرج المجاىد أن تدخل مسجدك ف ت قوم ول ت فت ر وتصوم
ول ت فطر قال ومن يستطيع ذلك 109ة إن ف رس المجاىد ليست ف طولو ف يكتب لو حسنات قال أبو ىري ر
Telah bercerita kepada kami Ishaq bin Manshur telah mengabarkan kepada
kami 'Affan telah bercerita kepada kami Hammam telah bercerita kepada
kami Muhamad bin Juhadah berkata telah bercerita kepadaku Abu Hashin
bahwa Dzakwan bercerita kepadanya bahwa Abu Hurairah radliallahu
'anhu bercerita kepadanya, katanya: "Datang seseorang kepada Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam lalu bertanya: "Tunjukkan kepadaku suatu
amal yang dapat menyamai jihad?" Beliau menjawab: "Aku tidak
109
Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Ṣaḥīḥ al-Bukhari, hlm. 514.
122
menemukannya ". Beliau melanjutkan: "Apakah kamu sanggup jika
seorang mujahid keluar berjihad sedangkan kamu masuk ke dalam
masjidmu lalu kamu tegakkan ibadah tanpa henti dan kamu berpuasa tanpa
berbuka?" Orang itu berkata: "Mana ada orang yang sanggup berbuat
begitu". Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata: "Sesunguhnya kuda
seorang mujahid yang dikekang talinya untuk berperang akan ditulis
sebagai kebaikan".
Hadis tersebut, diriwayatkan oleh al-Bukhārī, Isḥāq bin Manṣūr, Affān,
Hammām, Muḥammad bin Juḥādah, Abū Ḥaṣīn, Żakwān, dan Abū Hurairah.
Kata-kata yang digunakan para periwayat untuk taḥammul wa ‘adā’ al-ḥadiṡ
(lafaz-lafaz penerimaan dan penyampaian riwayat) tersebut adalah ḥaddaṡanā,
akhbaranā, akhbaranī dan ḥaddasa.
Sebagaimana sebelumnya, bila suatu hadis terdapat dalam kitab Ṣaḥīḥ al-
Bukhārī dan Ṣaḥīḥ Muslim atau terdapat pada salah satu dari keduanya, maka
tidak perlu dibahas lagi. Baik kaitannya dengan sanad maupun matan. Hal ini
dikarenakan mayoritas ulama hadis telah menerima riwayat keduanya dengan
baik.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hadis di atas
sebagaimana yang disebut dalam kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-
Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh
karya Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī tersebut adalah ṣaḥīḥ.
7. Hadis Ketujuh
ل ما ي عدل الهاد قال إنكم ل تستطيعونو ف ردوا عليو مرت ني أو ثلثا كل ذلك ي قول ائم الذي ل ي فت ر تستطيعونو ف قال ف الثالثة مثل المجاىد ف سبيل اللو م ثل القائم الص
110من صلة ول صيام حت ي رجع المجاىد ف سبيل اللو
110 Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-
Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 39.
123
a. Takhrīj Ḥadīṡ
Berdasarkan penelusuran menggunakan kitab al-Mu’jam al-Mufahras li
Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī dengan lafaz (عدل) يعدل,111
(فتر) يفتر 112
didapati riwayat
dalam kitab hadis, Ṣaḥīḥ Muslim, Sunan al-Turmużī, dan Musnad Aḥmad..
a) ث نا سعيد بن منصور حد ٥٦٫١صحيح مسلم ث نا خالد بن عبد اللو : حد الواسطي عن سهيل بن أب صالح عن أبيو عن أب ىري رة قال
قيل للنب صلى اللو عليو وسلم ما ي عدل الهاد ف سبيل اللو عز وجل قال ل نو قال فأعادوا عليو مرت ني أو ثلثا كل ذلك ي قول ل تستطيعونو وقال تستطيعو
ائم القائم القانت بآيات اللو ل ف الثالثة مثل المجاىد ف سبيل اللو كمثل الص صلة حت ي رجع المجاىد ف سبيل اللو ت عال ي فت ر من صيام ول
ث نا جرير ر بن حرب حد ثن زىي ث نا أبو عوانة ح و حد ث نا ق ت يبة بن سعيد حد حدث نا أبو معاوي ث نا أبو بكر بن أب شيبة حد ة كلهم عن سهيل بذا ح و حد
سناد نوه الb) ث نا أبو عوانة عن سهيل بن ٥٧٦٦سنن الرتمذي ث نا ق ت يبة بن سعيد حد : حد
أب صالح عن أبيو عن أب ىري رة قال هاد قال إنكم ل تستطيعونو ف ردوا عليو مرت ني أو قيل يا رسول اللو ما ي عدل ال
ثلثا كل ذلك ي قول ل تستطيعونو ف قال ف الثالثة مثل المجاىد ف سبيل اللو ائم الذي ل ي فت ر من صل ة ول صيام حت ي رجع المجاىد ف مثل القائم الص
سبيل اللو فاء وعبد اللو بن حبشي وأب موسى وأب سعيد وأم مالك وف الباب عن الش
وجو عن أب ىري رة الب هزية وأنس وىذا حديث حسن صحيح وقد روي من غي عن النب صلى اللو عليو وسلم
111
A.J. Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī, Juz IV, hlm. 152. 112
A.J. Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī, Juz V, hlm. 56.
124
c) ث نا سهيل عن أبيو عن أب ىري رة ٫٥٥٨مسند أمحد ث نا أبو معاوية قال حد : حد قال
هاد ف سبيل اللو قال ل تطيقونو مرت ني قالوا يا رسول اللو أخبنا بعمل ي عدل ال أو ثلثا قال قالوا أخبنا ف لعلنا نطيقو قال مثل المجاىد ف سبيل اللو كمثل
ائم القائم القانت بآيات اللو ل ي فت ر من صيام ول صلة حت ي رجع الص المجاىد إل أىلو
b. Kegiatan Penelitian Sanad
ث نا أبو عوانة عن سهيل بن أب صالح عن أبيو عن أب ىري ث نا ق ت يبة بن سعيد حد رة حد قال
ي عدل الهاد قال إنكم ل تستطيعونو ف ردوا عليو مرت ني أو ثلثا كل قيل يا رسول اللو ما ا ئم ذلك ي قول ل تستطيعونو ف قال ف الثالثة مثل المجاىد ف سبيل اللو مثل القائم الص
ر من صلة ول صيام حت ي رجع المجاىد ف سبيل اللو الذي ل ي فت فاء وعبد اللو بن حبشي وأب موسى وأب سعيد وأم مالك الب هزية وف الباب عن الش
من غي وجو عن أب ىري رة عن النب صلى وأنس وىذا حديث حسن صحيح وقد روي 113اللو عليو وسلم
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id berkata, telah
menceritakan kepada kami Abu Awanah dari Suhail bin Abu Shalih dari
Bapaknya dari Abu Hurairah ia berkata, "Ditanyakan kepada Rasulullah,
"Wahai Rasulullah, amalan apa yang bisa menyamai jihad?" beliau
menjawab: "Kalian tidak akan mampu." Mereka lalu mengulangi
pertanyaan tersebut hingga dua atau tiga kali. Dan setiap itu pula beliau
menjawab: "Kalian tidak akan mampu." Dan pada kali ketiganya beliau
bersabda: "Permisalan seorang mujahid di jalan Allah seperti seorang yang
berdiri shalat dan puasa, ia tidak pernah berhenti dari shalat dan puasanya
hingga orang yang berjihad di jalan Allah kembali dari medan perang." Ia
berkata, "Dalam bab ini juga ada hadits dari Asy Syifa', Abdullah bin
Hubsyi, Abu Musa, Abu Sa'id, Ummu Malik Al Bahziyah dan Anas. Dan
hadits ini derajatnya hasan shahih. Hadits ini telah diriwayatkan dari Abu
Hurairah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dengan banyak jalur."
113
Muhammad bin Isa al-Turmużī, Jami‘ al-Ṣaḥīḥ Sunan al-Turmużī, Jilid VI, hlm. 160.
125
Hadis tersebut, diriwayatkan oleh al-Turmūżī, Qutaibah bin Sa„īd, Abū
„Awānah, Suhail bin Abī Ṣāliḥ, Abū Ṣāliḥ dan Abū Hurairah. Kata-kata yang
digunakan para periwayat untuk taḥammul wa ‘adā’ al-ḥadiṡ (lafaz-lafaz
penerimaan dan penyampaian riwayat) tersebut adalah ḥaddaṡanā, ‘an dan qāla.
a) al-Turmūżī
Nama : Muḥammad bin „Īsa bin Saurah bin Mūsa bin al-Ḍaḥḥāk al-
Sulamī.114
Kuniyah : Abū „Īsa
Kategori : Orang yang mengikuti tabi‟ al-tabiīn periode akhir.115
Lahir : 210 H.116
Wafat : 279 H. di Tirmidz.117
Guru : Aḥmad bin Manī‟ bin Abdirrahman, Naṣr bin „Alī al-Jahḍamī,
Qutaibah bin Sa‘īd bin Jamīl bin Ṭarīf, dll.118
Murid : Abū Bakr Ahmad bin Ismā‟īl bin „Amir al-Samarqandī,
Aḥmad bin „Alī al-Maqra‟ī, dll.119
114
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz.
XXVI, hlm. 250. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IX,
hlm. 387. 115
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz.
XXVI, hlm. 250. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IX,
hlm. 387. 116
Abū „Abdullah Muḥammad bin Aḥmad bin „Uṡmān al-Żahabī, Siyar Aʻlam al-
Nubalā’, Juz. XIII, hlm.271. 117
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz.
XXVI, hlm. 250. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IX,
hlm. 388. 118
Abū „Abdullah Muḥammad bin Aḥmad bin „Uṡmān al-Żahabī, Siyar Aʻlam al-
Nubalā’, Juz. XIII, hlm.271. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb,
Juz. IX, hlm. 387. 119
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz.
XXVI, hlm. 251. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IX,
hlm. 387.
126
Komentar Ulama : Ibn Ḥajar menilai sebagai salah satu pemimpin dalam hadis,120
al-Żahabi menilai sebagai al-ḥāfiẓ.121
b) Qutaibah bin Sa‘īd
Nama : Qutaibah bin Sa„īd bin Jamīl bin Ṭarīf.122
Kuniyah : Abū Rajā‟.123
Kategori : Tabi„ut Atba„ kalangan tua
Tempat Tinggal :Himsh
Lahir :150 H.124
Wafat : 240 H.125
Guru : Ibrāhīm bin Sa„īd, Isḥāq bin „Īsa, Ismā„īl bin Ja„far, Ayyūb bin
Jābir, Jābir bin Marzūq, Jarīr bin „Abdul Ḥamīd, Ja„far bin
Sulaimān, Ḥātim bin Ismā‟īl, al-Waḍḍāḥ bin ‘Abdullah,
dll.126
Murid : al-Bukhārī, Muslim, Abū Dāwud, al-Turmużī, al-Nasā‟ī,
dll.127
Komentar Ulama : Abū Ḥatīm: ṡiqah, al-Nasā‟ī: ṡiqah, Yahya bin Ma„īn: ṡiqah.128
120
Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IX, hlm. 387. 121
Abū „Abdullah Muḥammad bin Aḥmad bin „Uṡmān al-Żahabī, Siyar Aʻlam al-
Nubalā’, Juz. XIII, hlm.270 122
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXIII,
hlm. 523. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VIII, hlm. 358. 123
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXIII,
hlm. 523. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VIII, hlm. 358. 124
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXIII,
hlm. 537. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VIII, hlm. 360. 125
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXIII,
hlm. 537. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VIII, hlm. 360. 126
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXIII,
hlm. 524-527. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VIII, hlm.
358-359. 127
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXIII,
hlm. 527-528. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VIII, hlm.
359.
127
c) Abū ‘Awānah
Nama : al-Waḍḍāḥ bin „Abdullah.129
Kuniyah : Abū „Awānah.130
Kategori : Tabi„ūt Tabibi„īn kalangan pertengahan.
Tempat Tinggal : Bashrah.
Lahir : -
Wafat : 176 H.131
Guru : Ibrāhīm bin Muḥammad, Ismā„īl bin Sālim, al-Aswad bin Qais,
Jābir bin Yazīd, Abū Basyar Ja„far bin Abī Wahsyiyah, Huṣain
bin „Abdurraḥman, al-Ḥakam bin „Utaibah, Ḥammād bin Abī
Sulaimān, Suhail bin Abī Ṡāliḥ, dll.132
Murid : Ibrāhīm bin al-Ḥajjāj, Aḥmad bin Isḥāq, Ismā„īl Ibn „Alyah,
Ḥāmid bin „Umar, Ḥibbān bin Ḥilāl, Khālid bin Khadasy,
Sa„īd bin Manṣūr, Sahal bin Bakār, Ṣāliḥ bin „Abdullah,
„Abdurraḥman bin al-Mubārak, Qutaibah bin Sa‘īd, dll.133
Komentar Ulama : „Affān bin Muslim: ṡabat, al-„Ajli: ṡiqah, Abū Ḥātim: ṣadūq
ṡiqah, Ya„qūb bin Syaibah: ṡabat ṣāliḥ, Abū Zur„ah: ṡiqah, Ibn
Sa„ad: ṡiqah ṣadūq.134
128
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXIII,
hlm. 529. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VIII, hlm. 360. 129
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXX,
hlm. 441. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. XI, hlm. 116. 130
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXX,
hlm. 441. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. XI, hlm. 116. 131
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXX,
hlm. 448. 132
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXX,
hlm. 442-444. 133
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXX,
hlm. 444-445. 134
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXX,
hlm. 446-447.
128
d) Suhail bin Abī Ṣāliḥ
Nama : Suhail bin Abī Ṡāliḥ.135
Kuniyah : Abū Yazīd.136
Kategori : Tabi„īn (tidak jumpa sahabat)
Tempat Tinggal : Madinah.
Lahir : -
Wafat : 138 H.137
Guru : al-Ḥāriṡ bin Makhlad, Ḥabīb bin Ḥasān, Rabi„ah bin Abī
„Abdirraḥman, Sa„īd bin „Abdirraḥman bin Abī Sa„īd,
Sulaiman al-A„masy, Ṣafwān bin Abī Yazīd, Āmir bin
„Abdillah, „Abdullah bin Dīnār, Abū Ṣāliḥ Żakwān, dll.138
Murid : Abū Isḥāq Ibrāhīm bin Muḥammad, Ismā„īl bin Ja„far, Ismā„īl
bin Zakariya, Jarīr bin Ḥāzim, Jarīr bin „Abdul Ḥamīd,
Ḥammād bin Zaid, Khālid bin „Abdullah, Abū al-Aswad
Ḥamīd bin al-Aswad, Waḍḍaḥ bin ‘Abdullah, dll.139
Komentar Ulama : al-„Ajli: ṡiqah, Abū Ḥātim: ṣadūq ṡiqah, al-Nasā‟ī: laisa bihi
ba’s. Maslamah bin Qasim: ṡiqah. Ibn Ḥibbān disebutkan
dalam al-ṡiqāt.140
135
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XII,
hlm. 223. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IV, hlm. 263. 136
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XII,
hlm. 223. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IV, hlm. 263. 137
Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IV, hlm. 264. 138
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XII,
hlm. 223-224. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IV, hlm.
263. 139
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XII,
hlm. 224-225. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IV, hlm.
263. 140
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XII,
hlm. 227. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IV, hlm. 263-
264.
129
e) Abū Ṣāliḥ
Nama : Żakwān.141
Kuniyah : Abū Ṣāliḥ.142
Kategori : Tabi„īn kalangan pertengahan
Tempat Tinggal : Madinah
Lahir : -
Wafat : 101 H.143
Guru : Jābir bin „Abdullah, Sa„ad bin Abī Waqāṣ, Sa„īd bin Jubair,
„Abdullah bin Ibrāhīm, „Abdullah bin „Abbās, „Abdullah bin
„Umar bin al-Khaṭṭāb, „Aṭā‟ bin Yazīd, Mālik al-Dār, „Aqīl bin
Abī Ṭālib, ‘Abdurraḥman bin Ṣakhr, dll.144
Murid : Ibrāhī bin Abī Maimunah, Isḥāq bin „Abdillah bib Abī Ṭalḥah,
Ismā„īl bin Abī Khālid,Ḥabīb bin Abī Ṡābit, Ḥakīm bin Jubair,
Zaid bin Aslam, Suhail bin Abī Ṣāliḥ, dll.145
Komentar Ulama : Aḥmad bin Ḥanbal : ṡiqatun ṡiqah, Abū Zur„ah: mustaqī al-
Ḥadīṡ, Abū Ḥātim: ṣālih al-Ḥadīṡ, Muḥammad bin Sa„ad:
ṡiqah.146
141
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. VIII,
hlm. 513. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. III, hlm. 219. 142
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. VIII,
hlm. 513. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. III, hlm. 219. 143
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. VIII,
hlm. 517. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. III, hlm. 220. 144
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. VIII,
hlm. 514. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. III, hlm. 219. 145
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. VIII,
hlm. 514-515. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. III, hlm.
219. 146
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. VIII,
hlm. 515-516. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. III, hlm.
219.
130
f) Abū Hurairah
Nama : „Abdurraḥman bin Ṣakhr.147
Kuniyah : Abū Hurairah.148
Kategori : Sahabat
Tempat Tinggal : Madinah
Lahir : -
Wafat : 57 H.149
Guru : Nabi Muḥammad Saw., Ubai bin Ka„ab, Usāmah bin Zaid, bin
Ḥāris, „Umar bin al-Khaṭṭāb, Abū Bakar al-Ṣiddīq, „Āisyah,
Ka„ab bin al-Ahbās, dll.150
Murid :Ibrāhīm bin Ismā„īl, Ibrāhīm bin „Abdullah bin Ḥunain, Anas
bin Mālik, Ṡābit bin Qais, Jāir bin „Abdullah, Ma„bad bin
„Abdullah bin Hisyām, Żakwān Abī Ṣāliḥ,dll.151
Komentar Ulama : Ibn Ḥajar “Sahabat”
Dari paparan data di atas, penulis menyimpulkan bahwa hadis yang
diteliti memenuhi kriteria kesahihan sanad hadis, karena diriwayatkan oleh
periwayat hadis yang ’adil dan ḍābiṭ, muttaṣil (bersambung) sanad terjadi proses
guru dan murid atau sanadnya bersambung dari awal sampai akhir, terhidal dari
‘illat dan syaż.
147
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz.
XXXIV, hlm. 366. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. XII,
hlm. 262. 148
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz.
XXXIV, hlm. 366. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. XII,
hlm. 262. 149
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz.
XXXIV, hlm. 378. 150
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz.
XXXIV, hlm. 367. 151
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz.
XXXIV, hlm. 367.-379.
131
8. Hadis Kedelapan
سو ف أي الناس أفضل ف قال رسول اللو صلى اللو عليو وسلم مؤمن ياىد ف سبيل اللو بن عاب ي تقي اللو ويدع الناس من شره 152ومالو قالوا ث من قال مؤمن ف شعب من الش
a. Takhrīj Ḥadīṡ
Berdasarkan penelusuran menggunakan kitab al-Mu’jam al-Mufahras li
Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī dengan lafaz (جهد) يجاهد.153
Juga ditemukan beberapa
periwayatan hadis melalui metode Takhrīj al-Mauḍū’ dengan tema “انجهاد”.154
Berdasarkan penelusuran melalui melalui motede alfāẓ dan mauḍū‟, didapati
riwayat dalam kitab hadis, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ Muslim, Sunan al-Turmużī,
Sunan al-Nasā’ī, dan Musnad Aḥmad.
ث نا أبو اليمان أخب رنا شعيب عن الزىري قال ٪٤٧٩صحيح البخاري (1 : حدثن عطاء بن يزيد الليثي أن أبا سعي ثو قال حد ي اللو عنو حد د الدري ر
قيل يا رسول اللو أي الناس أفضل ف قال رسول اللو صلى اللو عليو وسلم مؤمن عاب ياىد ف سبيل اللو بن فسو ومالو قالوا ث من قال مؤمن ف شعب من الش
ي تقي اللو ويدع الناس من شره ث نا حيي بن محزة عن ٥٧١٥صحيح مسلم (2 ث نا منصور بن أب مزاحم حد : حد
د بن الوليد الزب يدي عن الزىري عن عطاء بن يز يد الليثي عن أب سعيد مم الدري
أن رجل أتى النب صلى اللو عليو وسلم ف قال أي الناس أفضل ف قال رجل ياىد عاب ي عبد اللو ف سبيل اللو بالو ون فسو قال ث من قال مؤمن ف شعب م ن الش
ربو ويدع الناس من شره
152 Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-
Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 40. 153
A.J. Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī, Juz 1, hlm. 388. 154
A.J. Wensinck, Miftāh Kunuz al-Sunnah, hlm. 132.
132
ث نا عبد بن محيد أخب رنا عبد الرزاق أخب رنا معمر عن ٥٧١٤صحيح مسلم (3 : حد الزىري عن عطاء بن يزيد الليثي عن أب سعيد قال
قال رجل أي الناس أفضل يا رسول اللو قال مؤمن ياىد بن فسو ومالو ف سبيل عاب ي عبد ربو ويدع الناس اللو قال ث من قال ث رجل معتزل ف شعب من الش
من شره ث ن د بن يوسف عن الوزاعي و حد ارمي أخب رنا مم ا عبد اللو بن عبد الرمحن الد
سناد ف قال ورجل ف شعب ول ي قل ث رجل عن ابن شهاب بذا الار حد ٦٪٥٧سنن الرتمذي (4 ث نا أبو عم ث نا الوليد بن مسلم عن الوزاعي : حد
ث نا الزىري عن عطاء بن يزيد الليثي عن أب سعيد الدري قال حدد ف سبيل سئل رسول اللو صلى اللو عليو وسلم أي الناس أفضل قال رجل ياى
عاب ي تقي ربو ويدع الناس من اللو قالوا ث من قال ث مؤمن ف شعب من الش شره
قال أبو عيسى ىذا حديث حسن صحيح ث ن ٥١٧٦سنن النسائي (5 ا بقية عن الزب يدي عن : أخب رنا كثي بن عب يد قال حد
الزىري عن عطاء بن يزيد عن أب سعيد الدري أن رجل أتى رسول اللو صلى اللو عليو وسلم ف قال يا رسول اللو أي الناس
و ومالو ف سبيل اللو قال ث من يا رسول اللو قال ث أفضل قال من جاىد بن فس عاب ي تقي اللو ويدع الناس من شره مؤمن ف شعب من الش
عت الن ع ٥١٩١٥مسند أمحد (6 ث نا أب قال س ث نا وىب بن جرير حد مان : حدث عن الزىري عن عطاء بن يزيد عن أب سعيد الدري قال حيد
ر ف قال مؤمن ماىد قال رسول اللو صلى اللو عليو وسلم وسئل أي الناس خي عاب ي تقي اللو بالو ون فسو ف سبيل اللو ق ال ث من قال مؤمن ف شعب من الش
ويدع الناس من شره
133
ث نا معمر عن الزىري عن عب يد اللو ٫٦٪٥١مسند أمحد (7 ث نا عبد الرزاق حد : حد يد معمر شك عن أب سعيد الدري قال بن عبد اللو أو عطاء بن يز
قال رجل يا رسول اللو أي الناس أفضل قال مؤمن ماىد بن فسو ومالو ف سبيل عاب ي عبد ربو عز وجل اللو قال ث من قال ث رجل معتزل ف شعب من الش
ويدع الناس من شره ثن ٥٥٦٥٥مسند أمحد (8 ث نا أبو اليمان أخب رنا شعيب عن الزىري قال وحد : حد
ثو أبو سعيد الدري أنو عطاء بن يزيد أنو حدل اللو أي الناس أفضل ف قال رسول اللو صلى اللو عليو وسلم مؤمن قيل يا رسو
عاب ياىد ف سبيل اللو بن فسو ومالو ف قالوا ث من قال مؤمن ف شعب من الش شره ي تقي اللو ويدع الناس من
ث نا صالح بن أب الخضر عن ابن ٥٩٥٧٫مسند أمحد (9 ث نا روح قال حد : حدثو أن ب عض أصحاب النب صلى اللو عليو وسلم شهاب أن عطاء بن يزيد حد
ثو أنو حدو صلى اللو عليو وسلم يا رسول اللو أي الناس أفضل ف قال رسول قال لرسول الل
اللو صلى اللو عليو وسلم مؤمن ماىد بن فسو ومالو ف سبيل اللو عز وجل قالوا عاب ي تقي اللو ويدع الناس ث من يا رسول اللو قا ل ث مؤمن ف شعب من الش
من شره
b. Kegiatan Penelitian Sanad
ثن عطاء بن يزيد الليثي أن أ ث نا أبو اليمان أخب رنا شعيب عن الزىري قال حد با حدثو قال سع ي اللو عنو حد يد الدري ر
134
ف قيل يا رسول اللو أي الناس أفضل ف قال رسول اللو صلى اللو عليو وسلم مؤمن ياىد عاب ي تقي اللو ويدع سبيل اللو بن فسو ومالو قالوا ث من قال مؤمن ف شعب من الش
155الناس من شره Telah bercerita kepada kami Abu Al Yaman telah mengabarkan kepada
kami Syu'aib dari Az Zuhriy berkata telah bercerita kepadaku 'Atha' bin
Yazid Al Laitsiy bahwa Abu Sa'id Al Khudriy radliallahu 'anhu bercerita
kepadanya, katanya: "Ditanyakan kepada Rasulullah, siapakh manusia
yang paling utama?" Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Seorang mu'min yang berjihad di jalan Allah dengan jiwa dan
hartanya". Mereka bertanya lagi: "Kemudian siapa lagi?" Beliau
menjawab: "Seorang mu'min yang tinggal diantara bukit dari suatu
pegunungan dengan bertaqwa kepada Allah dan meninggalkan manusia
dari keburukannya."
Hadis tersebut, diriwayatkan oleh al-Bukhārī, Abū al-Yamān, Syu„aib, al-
Zuhrī, „Aṭā‟ bin Yazīd al-Laiṡ, dan Abū Sa„īd al-Khudrī. Kata-kata yang
digunakan para periwayat untuk taḥammul wa ‘adā’ al-ḥadiṡ (lafaz-lafaz
penerimaan dan penyampaian riwayat) tersebut adalah ḥaddaṡanā, akhbaranā,
‘an, ḥaddasanī dan ḥaddasa.
Sebagaimana sebelumnya, bila suatu hadis terdapat dalam kitab Ṣaḥīḥ al-
Bukhārī dan Ṣaḥīḥ Muslim atau terdapat pada salah satu dari keduanya, maka
tidak perlu dibahas lagi. Baik kaitannya dengan sanad maupun matan. Hal ini
dikarenakan mayoritas ulama hadis telah menerima riwayat keduanya dengan
baik.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hadis di atas
sebagaimana yang disebut dalam kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-
Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh
karya Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī tersebut adalah ṣaḥīḥ.
155
Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Ṣaḥīḥ al-Bukhari, hlm. 515.
135
9. Hadis Kesembilan
ائم القائم وت ل مثل المجاىد ف سبيل اللو واللو أعلم بن ياىد ف سبيلو كمثل الص وك 156ة أو ي رجعو سالما مع أجر أو غنيمة اللو للمجاىد ف سبيلو بأن ي ت وفاه أن يدخلو الن
a. Takhrīj Ḥadīṡ
Berdasarkan penelusuran menggunakan kitab al-Mu’jam al-Mufahras li
Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī dengan lafaz (جهد) انجاهد.157
Juga ditemukan beberapa
periwayatan hadis melalui metode Takhrīj al-Mauḍū’ dengan tema “انجنه”.158
Berdasarkan penelusuran melalui melalui motede alfāẓ dan mauḍū‟, didapati
riwayat dalam kitab hadis, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ Muslim, Sunan al-Nasā’ī dan
Musnad Aḥmad.
ث نا أبو اليمان أخب رنا شعيب عن الزىري قال ٤٧٩٫صحيح البخاري (1 : حد أخب رن سعيد بن المسيب أن أبا ىري رة قال
عت رسول اللو صلى ا للو عليو وسلم ي قول مثل المجاىد ف سبيل اللو واللو سل اللو للمجاىد ف سبيلو بأن ائم القائم وت وك أعلم بن ياىد ف سبيلو كمثل الص
رجعو سالما مع أجر أو غنيمة ي ت وفاه أن يدخلو النة أو ي ث نا خالد بن عبد اللو ٥٦٫١صحيح مسلم (2 ث نا سعيد بن منصور حد : حد
الواسطي عن سهيل بن أب صالح عن أبيو عن أب ىري رة قال و عليو وسلم ما ي عدل الهاد ف سبيل اللو عز وجل قال ل قيل للنب صلى الل
تستطيعونو قال فأعادوا عليو مرت ني أو ثلثا كل ذلك ي قول ل تستطيعونو وقال ائم القائم القانت بآيات اللو ل ف الثالثة مثل المجاىد ف سبي ل اللو كمثل الص
ي فت ر من صيام ول صلة حت ي رجع المجاىد ف سبيل اللو ت عال
156 Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-
Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 40. 157
A.J. Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī, Juz 1, h lm. 389. 158
A.J. Wensinck, Miftāh Kunuz al-Sunnah, hlm. 121.
136
ر ب ثن زىي ث نا أبو عوانة ح و حد ث نا ق ت يبة بن سعيد حد ث نا جرير حد ن حرب حدث نا أبو معاوية كلهم عن سهيل بذا ث نا أبو بكر بن أب شيبة حد ح و حد
سناد نوه القال : أخب رن عمرو بن عثمان بن سعيد بن كثي بن دينار ٥١٩٥سنن النسائي (3
عت أبا ث نا أب عن شعيب عن الزىري قال أخب رن سعيد بن المسيب قال س حد ىري رة قال
عت رسول اللو صلى اللو عليو وسلم ي قول مثل المجاىد ف سبيل اللو واللو سل اللو للمجاىد ف سبيلو أ ائم القائم وت وك علم بن ياىد ف سبيل اللو كمثل الص
بأن ي ت وفاه ف يدخلو النة أو ي رجعو سالما با نال من أجر أو غنيمة سناده : وبإ ٫٤٩٥مسند أمحد (4
ائم ف ب يتو الذي ل ي فت ر مثل المجاىد ف سبيل اللو عز وجل مثل القانت الص حت ي رجع با رجع من غنيمة أو ي ت وفاه اللو ف يدخلو النة
b. Kegiatan Penelitian Sanad
ة ث نا أبو اليمان أخب رنا شعيب عن الزىري قال أخب رن سعيد بن المسيب أن أبا ىري ر حد قال
عت رسول اللو صلى اللو عليو وسلم ي قول مثل المجاىد ف سبيل اللو واللو أع لم بن سل اللو للمجاىد ف سبيلو بأن ي ت وفاه أ ائم القائم وت وك ن يدخلو ياىد ف سبيلو كمثل الص
159النة أو ي رجعو سالما مع أجر أو غنيمة Telah bercerita kepada kami Abu Al Yaman telah mengabarkan kepada
kami Syu'aib dari Az Zuhriy berkata telah bercerita kepadaku Sa'id bin Al
Musayyab bahwa Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata; Aku mendengar
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Perumpamaan seorang
mujahid di jalan Allah, dan hanya Allah yang paling tahu siapa yang
berjihad di jalan-Nya, seperti seorang yang melaksanakan shoum (puasa)
dan berdiri (shalat) terus menerus. Dan Allah berjanji kepada mujahid di
jalan-Nya, dimana bila Dia mewafatkannya maka akan dimasukkannya ke
159
Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Ṣaḥīḥ al-Bukhari, hlm. 515.
137
surga atau bila Dia mengembalikannya dalam keadaan selamat dia akan
pulang dengan membawa pahala atau ghonimah (harta rampasan perang) ".
Hadis tersebut, diriwayatkan oleh al-Bukhārī, Abū al-Yamān, Syu„aib, al-
Zuhrī, Sa„īd bin al-Musayyab dan Abū Hurairah. Kata-kata yang digunakan para
periwayat untuk taḥammul wa ‘adā’ al-ḥadiṡ (lafaz-lafaz penerimaan dan
penyampaian riwayat) tersebut adalah ḥaddaṡanā, akhbaranā, ‘an, akhbaranī,
sami‘tu dan qāla.
Sebagaimana sebelumnya, bila suatu hadis terdapat dalam kitab Ṣaḥīḥ al-
Bukhārī dan Ṣaḥīḥ Muslim atau terdapat pada salah satu dari keduanya, maka
tidak perlu dibahas lagi. Baik kaitannya dengan sanad maupun matan. Hal ini
dikarenakan mayoritas ulama hadis telah menerima riwayat keduanya dengan
baik.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hadis di atas
sebagaimana yang disebut dalam kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-
Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh
karya Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī tersebut adalah ṣaḥīḥ.
10. Hadis Kesepuluh
نال ان تدب اللو لمن خرج ف سبيلو ل يرجو إل إميان ب وتصديق برسلي أن أرجعو با ف سرية من أجر أو غنيمة أو أدخلو النة ولول أن أشق على أمت ما ق عدت خل
تل تل ث أحيا ث أق تل ف سبيل اللو ث أحيا ث أق 160ولوددت أن أق
160
Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-
Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 41.
138
a. Takhrīj Ḥadīṡ
Berdasarkan penelusuran menggunakan kitab al-Mu’jam al-Mufahras li
Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī dengan lafaz خرج,161
,(قتم) اقتم 162
.(غنى) غنية 163
didapati
riwayat dalam kitab hadis, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, Sunan al-Nasā’ī, Sunan Ibn Mājah
dan Musnad Aḥmad.
ث نا عبد الواحد قال ٥٧صحيح البخاري (1 ث نا حرمي بن حفص قال حد : حدث نا أبو زرعة بن ث نا عمارة قال حد عت أبا ىري رة حد عمرو بن جرير قال س
عن النب صلى اللو عليو وسلم قال ان تدب اللو لمن خرج ف سبيلو ل يرجو إل و غنيمة أو أدخلو النة إميان ب وتصديق برسلي أن أرجعو با نال من أجر أ
تل ف سبيل اللو ولول أن أشق على أمت ما ق عدت خلف سرية ولوددت أن أق تل تل ث أحيا ث أق ث أحيا ث أق
ث نا الليث عن سعيد عن عطاء بن : أخب رنا ق ت يب ٥١٩٤سنن النسائي (2 ة قال حدع أبا ىري رة ي قول ميناء مول ابن أب ذباب س
عت رسول اللو صلى اللو عليو وسلم ي قول ان تدب اللو عز وجل لمن يرج ف سامن حت أدخلو النة سبيل ميان ب والهاد ف سبيلي أنو و ل يرجو إل ال
ا بقتل أو وفاة أو أرده إل مسكنو الذي خرج منو نال ما نال من بأيهما كان إم أجر أو غنيمة
ث نا الليث عن سعيد عن عطاء بن ٦٫٦٥سنن النسائي (3 : أخب رنا ق ت يبة قال حدع أبا ىري رة ي قول ميناء س
عت رسول اللو صلى اللو عليو وسلم ي قول ان تدب اللو لمن يرج ف سبيل و ل سامن حت أدخلو النة بأيهما كان ميان ب والهاد ف سبيلي أنو يرجو إل ال
161
A.J. Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī, Juz II, hlm. 18. 162
A.J. Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī, (Leiden: E.J.
Brill, 1955 M), Juz V, hlm. 284. 163
A.J. Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī, Juz V, hlm. 10.
139
ا وفاة أو أن ي رده إل مسكنو الذي خرج منو ي نال ما نال من أجر ا بقتل وإم إم غنيمة أو
ث نا جرير عن عمارة بن ٦٫٦٦سنن النسائي (4 د بن قدامة قال حد : أخب رنا ممي اللو عنو قال القعقاع عن أب زرعة عن أب ىري رة ر
ن اللو عز وجل لمن خرج ف سبيلو ل قال رسول اللو صلى اللو عليو وسلم ت ضمامن أن أدخلو النة يرجو إل الهاد ف سبيلي وإميان ب وتصديق برسلي ف هو
ن أجر أو غنيمة أو أرجعو إل مسكنو الذي خرج منو نال ما نال م د بن الفضيل ٤٩٦٥سنن ابن ماجو (5 ث نا مم ث نا أبو بكر بن أب شيبة حد : حد
عن عمارة بن القعقاع عن أب زرعة عن أب ىري رة قال وسلم أعد اللو لمن خرج ف سبيلو ل يرجو إل قال رسول اللو صلى اللو عليو
امن أن أدخلو النة أو جهاد ف سبيلي وإميان ب وتصديق برسلي ف هو علي من أجر أو غنيمة ث قال والذي أرجعو إل مسكنو الذي خرج منو نائل ما نال
ن فسي بيده لول أن أشق على المسلمني ما ق عدت خلف سرية ترج ف سبيل دون سعة ف يتبعون لهم ول ي ول تطيب اللو أبدا ولكن ل أجد سعة فأمح
د بيده لوددت أن أغزو ف سبيل اللو أن فسهم ف يتخلفون ب عدي والذي ن فس ممتل تل ث أغزو فأق تل ث أغزو فأق فأق
ث نا عبد ٨٤١٪مسند أمحد (6 ان حد ث نا عف ث نا : حد الواحد ي عن ابن زياد قال حدع أبا ىري ر ث نا أبو زرعة واسو ىرم بن عمرو بن جرير أنو س ة عمارة بن القعقاع حد
ي قول و لمن خرج ف سبيلو ل يرجو قال رسول اللو صلى اللو عليو وسلم ان تدب الل
امن أن أدخلو النة إل جهاد ف سبيل اللو وإميانا ب وتصديقا برسلي أنو علي ر أو غنيمة أو أرجعو إل مسكنو الذي خرج منو نائل ما نال من أج
ثن سعيد عن ٥١١١٦مسند أمحد (7 ث نا ليث قال حد اج قال حد ث نا حج : حدع أبا ىري رة ي قول عطاء بن ميناء مول ابن أب ذباب أنو س
140
عت رسول اللو صلى اللو عليو وسل م ي قول ان تدب اللو عز وجل لمن يرج ف سامن حت أدخلو النة ميان ب والهاد ف سبيلي أنو علي سبيلو ل يرجو إل ال
ا بوفاة أو أ ا بقتل وإم رده إل مسكنو الذي خرج منو نال ما نال بإميانو ما كان إم من أجر أو غنيمة
b. Kegiatan Penelitian Sanad
ث نا أبو زرعة ث نا عمارة قال حد ث نا عبد الواحد قال حد ث نا حرمي بن حفص قال حد حدعت أبا ىري رة بن عم رو بن جرير قال س
ميان ب عن النب صلى اللو عليو وسلم قال ان تدب اللو لمن خرج ف سبيلو ل يرجو إل إ نيمة أو أدخلو النة ولول أن أشق على وتصديق برسلي أن أرجعو با نال من أجر أو غ
تل ث أ تل ف سبيل اللو ث أحيا ث أق حيا ث أمت ما ق عدت خلف سرية ولوددت أن أق تل 164أق
Telah menceritakan kepada kami Harami bin Hafsh berkata, telah
menceritakan kepada kami Abdul Wahid berkata, telah menceritakan
kepada kami Umarah berkata, telah menceritakan kepada kami Abu Zur'ah
bin 'Amru bin Jarir berkata: Aku mendengar Abu Hurairah dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Allah menjamin orang yang
keluar (berperang) di jalan-Nya, tidak ada yang mendorongnya keluar
kecuali karena iman kepada-Ku dan membenarkan para rasul-Ku untuk
mengembalikannya dengan memperoleh pahala atau ghonimah atau
memasukkannya ke surga. Kalau seandainya tidak memberatkan umatku
tentu aku tidak akan duduk tinggal diam di belakang sariyyah (pasukan
khusus) dan tentu aku ingin sekali bila aku terbunuh di jalan Allah lalu aku
dihidupkan lagi kemudian terbunuh lagi lalu aku dihidupkan kembali
kemudian terbunuh lagi".
Hadis tersebut, diriwayatkan oleh al-Bukhārī, Abū al-Yamān, Syu„aib, al-
Zuhrī, Sa„īd bin al-Musayyab dan Abū Hurairah. Kata-kata yang digunakan para
periwayat untuk taḥammul wa ‘adā’ al-ḥadiṡ (lafaz-lafaz penerimaan dan
penyampaian riwayat) tersebut adalah ḥaddaṡanā, akhbaranā, ‘an, akhbaranī,
sami‘tu dan qāla.
164
Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Ṣaḥīḥ al-Bukhari, hlm. 22.
141
Sebagaimana sebelumnya, bila suatu hadis terdapat dalam kitab Ṣaḥīḥ al-
Bukhārī dan Ṣaḥīḥ Muslim atau terdapat pada salah satu dari keduanya, maka
tidak perlu dibahas lagi. Baik kaitannya dengan sanad maupun matan. Hal ini
dikarenakan mayoritas ulama hadis telah menerima riwayat keduanya dengan
baik.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hadis di atas
sebagaimana yang disebut dalam kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-
Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh
karya Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī tersebut adalah ṣaḥīḥ.
11. Hadis Kesebelas
ل اللو لمن جاىد ف سبيلو ل يرجو من ب يتو إل جهاد ف سبيلو وتصديق كلمت و تكف165و غنيمة بأن يدخلو النة أو ي رجعو إل مسكنو الذي خرج منو مع ما نال من أجر أ
a. Takhrīj Ḥadīṡ
Berdasarkan penelusuran menggunakan kitab al-Mu’jam al-Mufahras li
Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī dengan lafaz (كفم) تكفم,166
,(جهد) جاهد 167
.(غنى) غنية 168
Juga ditemukan beberapa periwayatan hadis melalui metode Takhrīj al-Mauḍū’
dengan tema “انجهاد”.169
Berdasarkan penelusuran melalui melalui motede alfāẓ
dan mauḍū‟, didapati riwayat dalam kitab hadis, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ Muslim,
Sunan al-Nasā’ī, Muwaṭṭā’ dan Sunan al-Dārimī.
165
Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-
Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 42. 166
A.J. Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī, Juz VI, hlm. 44. 167
A.J. Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī, Juz 1, hlm. 388. 168
A.J. Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī, Juz V, hlm. 10. 169
A.J. Wensinck, Miftāh Kunuz al-Sunnah, hlm. 131-132.
142
ث ٫٥٪٤صحيح البخاري (1 ث نا إساعيل قال حد ن مالك عن أب الزناد عن : حدي اللو عنو العرج عن أب ىري رة ر
ل اللو لمن جاىد ف سبيلو ل أن رسول اللو صلى اللو عليو وسلم قال تكفديق كلماتو بأن يدخلو النة أو ي رجعو إل يرجو إل الهاد ف سبيلو وتص
مسكنو الذي خرج منو مع ما نال من أجر أو غنيمة ثن مالك عن أب الزناد عن ٨٫١٥صحيح البخاري (2 ث نا إساعيل حد : حد
ب ىري رة العرج عن أ ل اللو لمن جاىد ف سبيلو ل أن رسول اللو صلى اللو عليو وسلم قال تكفيرجو إل الهاد ف سبيلو وتصديق كلماتو بأن يدخلو النة أو ي رجعو إل
الذي خرج منو مع ما نال من أجر أو غنيمة مسكنو ث نا عبد اللو بن يوسف أخب رنا مالك عن أب الزناد ٨٫١٫صحيح البخاري (3 : حد
عن العرج عن أب ىري رة ل اللو لمن جاىد ف سبيلو ل أن رسول اللو صلى اللو عليو وس لم قال تكف
يرجو من ب يتو إل الهاد ف سبيلو وتصديق كلمتو أن يدخلو النة أو ي رده إل مسكنو با نال من أجر أو غنيمة
ث نا حيي بن حيي أخب رنا المغية بن عبد الرمحن ٧٪٥٦صحيح مسلم (4 : و حد الزامي عن أب الزناد عن العرج عن أب ىري رة
ل اللو لمن جاىد ف سبيلو ل يرجو من عن النب صلى اللو عليو وسلم قال تكفب يتو إل جهاد ف سبيلو وتصديق كلمتو بأن يدخلو النة أو ي رجعو إل مسكنو
الذي خرج منو مع ما نال من أجر أو غنيمة د بن سلمة والارث بن مسكني قراءة عليو : أخب رنا مم ٥١٩٥سنن النسائي (5
ثن مالك عن أب الزناد عن العرج عن أب وأنا أسع عن ابن القاسم قال حد ىري رة
143
ل اللو عز وجل لمن جاىد ف أن رسول اللو صلى اللو عليو وسلم قال تك فل سبيلو ل يرجو إل الهاد ف سبيلو وتصديق كلمتو بأن يدخلو النة أو ي رده إ
مسكنو الذي خرج منو مع ما نال من أجر أو غنيمة ثن عن مالك عن أب الزناد عن العرج عن أب ىري رة ٧١٪وطأ مالك م (6 : و حد
ل اللو لمن جاىد ف سبيلو ل أن رسول اللو صلى اللو عليو وسلم قال تكفف سبيلو وتصديق كلماتو أن يدخلو النة أو ي رده إل يرجو من ب يتو إل الهاد
مسكنو الذي خرج منو مع ما نال من أجر أو غنيمة اد : أخب رنا عب يد اللو بن موسى عن سفيان عن أب الزن ٦٪٤٤سنن الدارمي (7
ل اللو عن العرج عن أب ىري رة قال قال رسول اللو صلى اللو عليو وسلم تكفلمن خرج من ب يتو ل يرجو إل جهاد ف سبيل اللو وتصديق كلماتو أن يدخلو
ي رده إل مسكنو الذي خرج منو مع ما نال من أجر أو غنيمة النة أو
b. Kegiatan Penelitian Sanad
ث نا حيي بن حيي أخب رنا المغية بن عبد الرمحن الزامي عن أب الزناد عن ا ج لعر و حد عن أب ىري رة
ل اللو لمن جاىد ف سبيلو ل يرجو من ب يتو إل عن النب صلى اللو عليو وسلم قال تكفل مسكنو الذي خرج منو جهاد ف سبيلو وتصديق كلمتو بأن يدخلو النة أو ي رجعو إ
170مع ما نال من أجر أو غنيمة
Dan telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya telah mengabarkan
kepada kami Al Mughirah bin Abdurrahman Al Hizami dari Abu Az
Zinnad dari Al A'raj dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam beliau bersabda: "Allah akan menjamin bagi siapa yang berjihad
(berjuang) di jalan-Nya, ia tidak keluar dari rumahnya kecuali untuk
berjuang di jalan-Nya dan menegakkan kalimat-Nya, (maka Saya
menjamin baginya) untuk masuk kedalam surga atau mengembalikannya
pulang ke rumahnya dengan membawa sesuatu yang ia dapat berupa
pahala dan ghanimah."
170
Muslim bin Hajjaj, Ṣaḥīḥ Muslim, (Lebanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2008), hlm.
751.
144
Hadis tersebut, diriwayatkan oleh Muslim, Yahya bin Yahya, al-Mugīrah
bin „Abdurraḥman al-Ḥizāmī, Abū al-Zinād, al-A„raj dan Abū Hurairah. Kata-kata
yang digunakan para periwayat untuk taḥammul wa ‘adā’ al-ḥadiṡ (lafaz-lafaz
penerimaan dan penyampaian riwayat) tersebut adalah ḥaddaṡanā, akhbaranā,
dan ‘an.
Sebagaimana sebelumnya, bila suatu hadis terdapat dalam kitab Ṣaḥīḥ al-
Bukhārī dan Ṣaḥīḥ Muslim atau terdapat pada salah satu dari keduanya, maka
tidak perlu dibahas lagi. Baik kaitannya dengan sanad maupun matan. Hal ini
dikarenakan mayoritas ulama hadis telah menerima riwayat keduanya dengan
baik.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hadis di atas
sebagaimana yang disebut dalam kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-
Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh
karya Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī tersebut adalah ṣaḥīḥ.
12. Hadis Kedua Belas
و رح ل يكلم أحد ف سبيل اللو واللو أعلم بن يكلم ف سبيلو إل جاء ي وم القيامة وج 171ي ث عب اللون لون دم والريح ريح مسك
a. Takhrīj Ḥadīṡ
Berdasarkan penelusuran menggunakan kitab al-Mu’jam al-Mufahras li
Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī dengan lafaz (كهى) يكهى,172
,(ثعهب) يثعب 173
.(روح) انريخ 174
171
Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-
Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 42. 172
A.J. Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī, Juz VI, hlm. 55. 173
A.J. Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī, Juz 1, hlm. 291.
145
Juga ditemukan beberapa periwayatan hadis melalui metode Takhrīj al-Mauḍū’
dengan tema “ دانجها ”.175
Berdasarkan penelusuran melalui melalui motede alfāẓ
dan mauḍū‟, didapati riwayat dalam kitab hadis, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ Muslim,
Sunan al-Nasā’ī, Sunan Ibn Mājah, Musnad Aḥmad dan Muwaṭṭā’.
ث نا عبد اللو بن يوسف أخب رنا مالك عن أب الزناد ٤٧٫٥ح البخاري صحي (1 : حدي اللو عنو عن العرج عن أب ىري رة ر
م أحد ف أن رسول اللو صلى اللو عليو وسلم قال والذي ن فسي بيده ل يكل م سبيل اللو واللو أعلم بن يكلم ف سبيلو إل جاء ي وم القيامة واللون لون الد
والريح ريح المسك ث نا٨٪٥٦صحيح مسلم (2 ر بن حرب قال حد ث نا عمرو الناقد وزىي سفيان : حد
نة عن أب الزناد عن العرج عن أب ىري رة بن عي ي عن النب صلى اللو عليو وسلم قال ل يكلم أحد ف سبيل اللو واللو أعلم بن
قيامة وجرحو ي ث عب اللون لون دم والريح ريح يكلم ف سبيلو إل جاء ي وم ال مسك
ث نا سفيان ٨٪٥٦صحيح مسلم (3 ر بن حرب قال حد ث نا عمرو الناقد وزىي : حدنة عن أب الزناد عن العرج عن أب ىري رة بن عي ي
النب صلى اللو عليو وسلم قال ل يكلم أحد ف سبيل اللو واللو أعلم بن عن يكلم ف سبيلو إل جاء ي وم القيامة وجرحو ي ث عب اللون لون دم والريح ريح
مسك ث نا سفيان عن أب الزناد ٥١٫٨سنن النسائي (4 د بن منصور قال حد : أخب رنا مم
عن العرج عن أب ىري رة
174
A.J. Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī, Juz II, hlm. 316. 175
A.J. Wensinck, Miftāh Kunuz al-Sunnah, hlm. 135.
146
عن النب صلى اللو عليو وسلم قال ل يكلم أحد ف سبيل اللو واللو أعلم بن لم ف سبيلو إل جاء ي وم القيامة وجرحو ي ث عب دما اللون لون دم والريح ريح يك
المسك ث نا بشر بن آدم وأمحد بن ثابت الحدري قال ٧٪٤٩سنن ابن ماجو (5 : حد
ث نا صفوان بن عيس د بن عجلن عن القعقاع بن حكيم عن حد ث نا مم ى حد أب صالح عن أب ىري رة قال
قال رسول اللو صلى اللو عليو وسلم ما من مروح يرح ف سبيل اللو واللو أعلم سبيلو إل جاء ي وم القيامة وجرحو كهيئتو ي وم جرح اللون لون دم بن يرح ف
والريح ريح مسك ث نا سفيان عن أب الزناد وابن عجلن عن العرج عن ٩١١٥مسند أمحد (6 : حد
أب ىري رة قال ال رسول اللو صلى اللو عليو وسلم ل يكلم أحد ف سبيل اللو واللو أعلم بن ق
يكلم ف سبيلو إل جاء ي وم القيامة والرح ي ث عب دما اللون لون دم والريح ريح مسك
رده سفيان مرة عن أب الزناد وأف ث نا شريك عن العمش عن أب صالح ٩٤٧٪مسند أمحد (7 ث نا أسود حد : حد
عن أب ىري رة للو أعلم بن يكلم عن النب صلى اللو عليو وسلم قال من يكلم ف سبيل اللو وا
ف سبيلو يأت الرح لونو لون دم ورحيو ريح المسك : وقال رسول اللو صلى اللو عليو وسلم ما منكم من أحد ٤٤٪٪مسند أمحد (8
لم بن يرح ف سبيلو إل لقي اللو عز وجل كهيئتو يرح ف سبيل اللو واللو أع ي وم جرح لونو لون دم ورحيو ريح مسك
ث نا أبو إسحاق عن العمش عن أب صالح عن أب ىري رة ث نا معاوية قال حد حد عن النب صلى اللو عليو وسلم نو ىذا الديث
147
ان قال أخب رنا سفيان عن ٤٨٪٪مسند أمحد (9 ث نا عبد الصمد بن حس : حد العمش عن ذكوان عن أب ىري رة قال
و عليو وسلم ل يكلم عبد ف سبيل اللو واللو أعلم بن قال رسول اللو صلى الل يء جرحو ي وم القيامة لونو لون دم ورحيو ريح مسك يكلم ف سبيلو ي
ث نا صفوان أخب رنا ابن عج ٥١٥٤٥مسند أمحد (11 لن عن القعقاع : حد عن أب صالح عن أب ىري رة قال
قال رسول اللو صلى اللو عليو وسلم ما من مروح يرح ف سبيل اللو واللو أعلم والرح كهيئتو ي وم جرح اللون لون دم بن يرح ف سبيلو إل جاء ي وم القيامة
والريح ريح مسك ث نا سفيان عن ٥١٦٧١مسند أمحد (11 ث نا عبد اللو بن الوليد حد : حد
العمش عن ذكوان عن أب ىري رة قال ى اللو عليو وسلم ل يكلم عبد ف سبيل اللو واللو أعلم بن قال رسول اللو صل
يء جرحو ي وم القيامة لونو لون دم ورحيو ريح مسك يكلم ف سبيلو يث نا شر ٥١٧٥٦مسند أمحد (12 ث نا ىاشم حد يك عن العمش عن أب : حد
صالح عن أب ىري رة عن النب صلى اللو عليو وسلم قال من يكلم ف سبيل اللو واللو أعلم بن يكلم
يء ي وم القيامة لون جرحو لون الد م ورحيو ريح المسك ف سبيلو يثن عن مالك عن أب الزناد عن العرج عن ٩٥٪موطأ مالك (13 : و حد
أب ىري رة أن رسول اللو صلى اللو عليو وسلم قال والذي ن فسي بيده ل يكلم أحد ف
اللو واللو أعلم بن يكلم ف سبيلو إل جاء ي وم القيامة وجرحو ي ث عب دما سبيل اللون لون دم والريح ريح المسك
148
b. Kegiatan Penelitian Sanad
ر بن حرب قال ث نا عمرو الناقد وزىي نة عن أب الزناد عن حد ث نا سفيان بن عي ي حد العرج عن أب ىري رة
لم ف عن النب صلى اللو عليو وسلم قال ل يكلم أحد ف سبيل اللو واللو أعلم بن يك 176ي وم القيامة وجرحو ي ث عب اللون لون دم والريح ريح مسك سبيلو إل جاء
Telah menceritakan kepada kami 'Amru An Naqid dan Zuhair bin Harb
keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Sufyan bin 'Uyainah
dari Abu Az Zinad dari Al A'raj dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu
'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Tidak ada seorang pun yang terluka
dalam perang fi sabilillah -dan Allah lebih mengetahui bagi siapa yang
terluka di jalan-Nya- kecuali ia akan datang di hari kiamat kelak dengan
luka yang mengucurkan darah berwarna merah dan baunya seperti bau
kesturi."
Hadis tersebut, diriwayatkan oleh Muslim, „Amrū al-Nāqid dan Zuhair bin
Ḥarb, Safyān bin „Uyainah, Abū al-Zinād, al-A„raj, Abū Ḥurairah. Kata-kata yang
digunakan para periwayat untuk taḥammul wa ‘adā’ al-ḥadiṡ (lafaz-lafaz
penerimaan dan penyampaian riwayat) tersebut adalah ḥaddaṡanā dan ‘an.
Sebagaimana sebelumnya, bila suatu hadis terdapat dalam kitab Ṣaḥīḥ al-
Bukhārī dan Ṣaḥīḥ Muslim atau terdapat pada salah satu dari keduanya, maka
tidak perlu dibahas lagi. Baik kaitannya dengan sanad maupun matan. Hal ini
dikarenakan mayoritas ulama hadis telah menerima riwayat keduanya dengan
baik.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hadis di atas
sebagaimana yang disebut dalam kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-
Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh
karya Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī tersebut adalah ṣaḥīḥ.
176
Muslim bin Hajjaj, Ṣaḥīḥ Muslim, hlm. 751.
149
13. Hadis Ketiga Belas
امن على الل امن على اللو عز وجل رجل خرج غازيا ف سبيل اللو ف هو و ثلثة كلهم إل المسجد ف هو حت ي ت وفاه ف يدخلو النة أو ي رده با نال من أجر وغنيمة ورجل راح
امن على اللو حت ي ت وفاه ف يدخلو النة أو ي رده با نال من أجر وغنيمة ورجل دخل امن على اللو عز وجل 177ب يتو بسلم ف هو
a. Takhrīj Ḥadīṡ
Berdasarkan penelusuran menggunakan kitab al-Mu’jam al-Mufahras li
Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī dengan lafaz (ضن) ضاين,178
,(غسو) غازيا 179
.(غنى) غنية 180
didapati riwayat dalam kitab hadis, Sunan Abū Dāwud.
b. Kegiatan Penelitian Sanad
لم ث نا عبد الس ث نا إسعيل بن عبد اللو ي عن ابن ساعة حد ث نا أبو مسهر حد بن عتيق حدثن سليمان بن حبيب عن أب أمامة الباىلي ث نا الوزاعي حد حد
امن على اللو عز وجل رجل عن رسول اللو صلى اللو عليو وسل م قال ثلثة كلهم امن على اللو حت ي ت وفاه ف يدخلو النة أو ي رده ب ا نال خرج غازيا ف سبيل اللو ف هو
امن على اللو حت ي ت وفاه ف يدخلو النة من أجر وغنيمة ورجل راح إل ال مسجد ف هو امن على اللو عز أو ي رده با نال من أجر وغنيمة ورجل دخل ب يتو بسلم ف هو
181وجل Telah menceritakan kepada kami Abdussalam bin 'Atiq, telah
menceritakan kepada kami Abu Mushir, telah menceritakan kepada kami
Isma'il bin Abdullah bin Sama'ah, telah menceritakan kepada kami Al
Auza'i, telah menceritakan kepadaku Sulaiman bin Habib, dari Abu
177
Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-
Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 43. 178
179
180
A.J. Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī, Juz V, hlm. 10. 181
Abu Dāwud Sulaiman bin Asy‟ats al-Sijstani, Sunan Abi Dāwud, Jilid II, (Bairut: Dar
al-Kutub al-Arabi, t.th.), hlm. 315
150
Umamah Al Bahili, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, beliau
berkata: "Tiga golongan, seluruhnya mendapat jaminan dari Allah 'azza
wajalla, yaitu: orang yang keluar untuk berperang di jalan Allah, maka ia
mendapat jaminan dari Allah hingga Allah mematikannya dan
memasukkannya ke dalam Surga, atau memberikan kepadanya apa yang ia
peroleh berupa pahala atau rampasan perang. Dan seorang laki-laki yang
pergi ke masjid, maka ia mendapat jaminan dari Allah hingga Dia
mematikannya dan memasukkannya ke dalam surga atau memberikan
kepadanya apa yang ia peroleh berupa pahala dan ghanimah, serta seorang
laki-laki yang memasuki rumahnya dengan mengucapkan salam maka ia
mendapat jaminan dari Allah 'azza wajalla."
Hadis tersebut, diriwayatkan oleh Abū Dāwud , Abdus Salam bin „Atiq,
Abū Mushir, Isma‟il bin Abdullah, al-Auza‟i, Sulaiman bin Habib dan Abū
Umamah al-Bahali. Kata-kata yang digunakan para periwayat untuk taḥammul wa
‘adā’ al-ḥadiṡ (lafaz-lafaz penerimaan dan penyampaian riwayat) tersebut adalah
ḥaddaṡanā, ḥaddaṡanī dan‘an.
a) Abū Dāwud
Nama : Sulaimān bin al-Asy„aṡ bin Isḥāq bin Basyīr bin Syadād .182
Kuniyah : Abū Dāwud.183
Kategori : Orang yang mengikuti tabi‟ al-tabiīn periode pertengahan.
Lahir : 202 H.184
Wafat : 275 H.185
Guru : Aḥmad bin Ibrahīm al-Maushulī, Tamīm bin al-Muntashir,
Musaddad bin Musrahid, Abdus Salam bin „Atiq, dll.186
182
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, (Beirut:
Mu‟assasah al-Risālah, 1400 H/1980 M), Juz. XI, hlm. 356. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar
al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, (India: Matba„ah Dāirah al-Ma„ārif al-Naṭāmiyah, 1326 H), Juz.
IV, hlm. 169. 183
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, , hlm. 356. 184
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XI,
hlm. 363. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IV, hlm. 171. 185
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XI,
hlm. 367. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IV, hlm. 172.
151
Murid : al-Turmużī, Aḥmad bin Muḥammad bin Yāsīn al-Ḥarawī,
dll.187
Komentar Ulama : Ibn Ḥajar menilai Ṡiqah Ḥāfiẓ yang memiliki kitab „sunan‟
tergolong ulama besar. al-Żahabī mengomentari Abū Dāwud
sebagai al-Ḥāfiẓ yang mengarang „sunan‟.188
b) ‘Abdus Salām bin ‘Atīq
Nama : „Abdus Salām bin „Atīq bin Ḥabīb189
Kuniyah : Abū Hisyām190
Kategori : Tabi‟ul Atba‟ Kalangan Pertengahan
Tempat Tinggal : Syam
Lahir : -
Wafat : 257 H191
Guru : Aḥmad bin Abī al-Ḥawarī, Ādam bin Abī Iyās, Ṣawān bin
Ṣāliḥ, Abū al-Ḥāris al-„Abbas bin „Abdurrahman, Abū Mushir
‘Abd al-A’lā, Abdurrahman bin Ibrahīm, dll.192
Murid : Abū Dāwud, al-Nasā„ī, dll.193
Komentar Ulama : Abū Ḥātim: Ṣadūq, al-Nasā‟ī: Ṣāliḥ, Ibn Ḥajar: Ṣadūq.194
186
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XI,
hlm. 356-359. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IV, hlm.
169-170. 187
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XI,
hlm. 360-361. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IV, hlm.
170-171. 188
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XI,
hlm. 364-367. 189
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XVIII,
hlm. 89. 190
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XVIII,
hlm. 89. 191
Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VI, hlm. 324. 192
Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VI, hlm. 324. 193
Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VI, hlm. 324.
152
c) Abū Mushir
Nama : Abd al-A‟lā bin Mushir bin Abd al-A‟lā bin Muslim.195
Kuniyah : Abū Mushir.196
Kategori : Tabi‟ul Atba‟ Kalangan Tua
Tempat Tinggal : Syam
Lahir : 140 H.197
Wafat : 218 H.198
Guru : Ibrahīm bin Abī Syaibān, Ismā’il bin Abdullah bin Sama’ah,
Ismā‟il bin Mu‟āwiyah, Baqiyah bin al-Walīd, Khālid bin
Yazīd bin Ṣāliḥ, dll.199
Murid : al-Bukhārī, Muslim, Abū Dāwud, al-Turmużī, al-Nasā„ī, Ibn
Mājah, Abdus Salam bin ‘Atīq bin Ḥabīb, Aḥmad bin Abdul
Wāhid, Aḥmad bin „Umar bin al-Jalīd, dll. 200
Komentar Ulama : Abū Ḥātim: Ṡiqah, al-„Ajli: ṡiqah, Yahya bin Ma„īn: Ṡiqah.201
d) Ismā‘īl bin ‘Abdullah
Nama : Ismā„īl bin „Abdullah bin Samā‟ah.202
194
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XVIII,
hlm. 91. 195
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XVI,
hlm. 369. 196
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XVI,
hlm. 369. 197
Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VI, hlm. 100. 198
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XVI,
hlm. 377. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VI, hlm. 100. 199
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XVI,
hlm. 370. 200
Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VI, hlm. 99. 201
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XVI,
hlm. 373. 202
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. III,
hlm. 123.
153
Kuniyah : Abū Abdullah203
Kategori : Tābi‟ut Tabi‟īn kalangan pertengahan
Tempat Tinggal : Syam
Lahir : -
Wafat : -
Guru : Mūsā bin A‟yun al-Jazarī, ‘Abdurraḥman bin ‘Amrū al-
Auzā‘ī.204
Murid : Abū Mushir Abd al-A’lā, Abdurrahman bin Yahya bin
Ismā‟il, Abdul „Aziz bin al-Walīd bin Sulaimān, Hisyām bin
Ismā‟īl al-„Aṭār, dll.205
Komentar Ulama : Ibn Ḥajar “Tsiqah”, al-Żahabi “Tsiqah”.206
e) al-Auza’i
Nama : „Abdurraḥman bin „Amrū bin Abī „Amrū.207
Kuniyah : Abū „Amrū.208
Kategori : Tabī‟ut Tabi‟īn kalangan tua
Tempat Tinggal : Syam
Lahir : 88 H.209
203
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. III,
hlm. 123. 204
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. III,
hlm. 123. 205
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. III,
hlm. 123. 206
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. III,
hlm. 123. 207
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XVII,
hlm. 307. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VI, hlm. 238. 208
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XVII,
hlm. 308. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VI, hlm. 238. 209
Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VI, hlm. 238.
154
Wafat : 158 H.210
Guru : Ibrāhīm bin Ṭarīf, Ibrāhīm bin Yazīd, Ishāq bin „Abdullah bin
Abī Ṭalḥah, Ismā‟īl bin „Ūbaidillah bin Abī al-Muhājir,
Sulaimān bin Ḥabib, Syadād Abī „Amār, dll.211
Murid : Abū Isḥāq Ibrāhīm bin Muhammad al-Fazārī, Ibrāhīm bin
Yazīd bin Qadīd, Ismā’īl bin Abdullah bin Samā’ah, Sa‟īd
bin Abdul „Azīz, Safyān bin Ḥabib al-Biṣrī, Safyān al-Tsaurī,
dll.212
Komentar Ulama : Ibn Ḥajar “Tsiqah Jalīl, Faqīh”, al-Żahabi “Syaikhul Islam, al-
Ḥāfiẓ al-Faqīh al-Zāhid”.213
f) Sulaimān bin Ḥabīb
Nama : Sulaimān bin Ḥabīb al-Muḥāribī.214
Kuniyah : Abū „Ayyūb.215
Kategori : Tābi‟īn pertengahan
Tempat Tinggal : Syam
Lahir : -
Wafat : 126 H.216
210
Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VI, hlm. 238. 211
Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VI, hlm. 238. 212
Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VI, hlm. 238-239. 213
214
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXI,
hlm. 382. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IV, hlm. 177. 215
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XI,
hlm. 382. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IV, hlm. 177. 216
Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IV, hlm. 178.
155
Guru : Anas bin Mālik, Abū Umāmah Ṣādi bin ‘Ajlān, „Āmir bin
Ludain al-Asy‟arī, „Umar bin Abdul „Azīz, Muāwiyah bin Abī
Safyān, Abū Hurairah, dll.217
Murid : Abū Ka‟ab Ayūb bin Mūsa al-Sa‟dī, Abdullah bin Ziyād bin
Sam‟ān, ‘Abdurrahman bin ‘Amru al-Auzā’ī, dll.218
Komentar Ulama : Yahya bin Main “Tsiqah”, Dzar al-qutni “ Laisa bihi ba‟ts”219
g) Abū Umamah al-Bahalī
Nama : Ṣadī bin „Ajlān bin Wahab.220
Kuniyah : Abū Umāmah.221
Kategori : Sahabat
Tempat Tinggal : Syam
Lahir : -
Wafat : 86 H.222
Guru : Nabi Muhammad Saw., „Utsmān bin „Affān, Alī bin Abī
Ṭālib, „Umār bin Khāṭṭāb, Mu‟āż bin Jabal, dll.223
Murid : Ayūb bin Sulaimān al-Syāmī, Sulaimān bin Ḥabib, Zaid bin
Arṭah, Sālim bin Abī al-Ja‟dī, Abdul Wāhid bin Qais, dll.224
217
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XI,
hlm. 383. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IV, hlm. 178. 218
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XI,
hlm. 383. 219
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XI,
hlm. 383-384. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IV, hlm.
178. 220
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XIII,
hlm. 158. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IV, hlm. 420. 221
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XIII,
hlm. 158. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IV, hlm. 420. 222
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XIII,
hlm. 133. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IV, hlm. 420. 223
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XIII,
hlm. 159. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IV, hlm. 420.
156
Komentar Ulama : Ibn Ḥajar “Sahābi Masyhūr”, al-Żahabī “Sahabī”.
Dari paparan data di atas, penulis menyimpulkan bahwa hadis yang
diteliti memenuhi kriteria kesahihan sanad hadis, karena diriwayatkan oleh
periwayat hadis yang ’adil dan ḍābiṭ, muttaṣil (bersambung) sanad terjadi proses
guru dan murid atau sanadnya bersambung dari awal sampai akhir, terhindar dari
‘illat dan syaż.
14. Hadis Keempat Belas
ميان ب والهاد ف سبيلي أنو ان تدب اللو عز وجل لمن يرج ف سبيلو ل يرجو إل الا بقتل أو وفاة أو أرده إل مسكنو الذي امن حت أدخلو النة بأيهما كان إم خرج منو
225ما نال من أجر أو غنيمة نال
a. Takhrīj Ḥadīṡ
Berdasarkan penelusuran menggunakan kitab al-Mu’jam al-Mufahras li
Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī dengan lafaz خرج,226
,قتم 227
.(غنى) غنية 228
didapati
riwayat dalam kitab hadis, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ Muslim, Sunan Abī Dāwud,
Sunan al-Nasā’ī, Sunan Ibn Mājah, Muwaṭṭā’ dan Musnad Aḥmad.
ث نا عبد الواحد قال ٥٧صحيح البخاري (1 ث نا حرمي بن حفص قال حد : حدعت أبا ىري رة ث نا أبو زرعة بن عمرو بن جرير قال س ث نا عمارة قال حد حد
و عليو وسلم قال ان تدب اللو لمن خرج ف سبيلو ل يرجو إل عن النب صلى الل إميان ب وتصديق برسلي أن أرجعو با نال من أجر أو غنيمة أو أدخلو النة
224 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XIII,
hlm. 158. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IV, hlm. 420. 225
Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-
Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 44. 226
A.J. Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī, Juz II, hlm. 18. 227
A.J. Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī, Juz V, hlm. 284. 228
A.J. Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī, Juz V, hlm. 10.
157
تل ف سبيل اللو ولول أن أشق على أمت ما ق عدت خلف سرية ولوددت أن أق تل تل ث أحيا ث أق ث أحيا ث أق
ثن مالك عن أب الزناد عن ٫٥٪٤صحيح البخاري (2 ث نا إساعيل قال حد : حدي اللو عنو العرج عن أب ىر ي رة ر
ل اللو لمن جاىد ف سبيلو ل أن رسول اللو صلى اللو عليو وسلم قال تكفل يرجو إل الهاد ف سبيلو وتصديق كلماتو بأن يدخلو النة أو ي رجعو إ
مسكنو الذي خرج منو مع ما نال من أجر أو غنيمة ثن مالك عن أب الزناد عن ٨٫١٥صحيح البخاري (3 ث نا إساعيل حد : حد
العرج عن أب ىري رة ل اللو لمن جاىد ف سبيلو ل أن رسول اللو صلى اللو عليو وس لم قال تكف
يرجو إل الهاد ف سبيلو وتصديق كلماتو بأن يدخلو النة أو ي رجعو إل مسكنو الذي خرج منو مع ما نال من أجر أو غنيمة
ث نا عبد اللو بن يوسف أخب رنا مالك عن أب الزناد ٨٫١٫صحيح البخاري (4 : حد عن العرج عن أب ىري رة
ل اللو لمن جاىد ف سبيلو ل أن رسول اللو صلى اللو عليو وسلم قال تكف رجو من ب يتو إل الهاد ف سبيلو وتصديق كلمتو أن يدخلو النة أو ي رده إل ي
مسكنو با نال من أجر أو غنيمة ث نا جرير عن ع ٦٪٥٦صحيح مسلم (5 ر بن حرب حد ثن زىي مارة وىو : و حد
ابن القعقاع عن أب زرعة عن أب ىري رة قال ن اللو لمن خرج ف سبيلو ل يرجو قال رسول اللو صلى اللو عليو وسلم تضم
امن أن أدخلو النة إل جهادا ف سبيلي وإميانا ب وتصديقا برسلي ف هو علي أو أرجعو إل مسكنو الذي خرج منو نائل ما نال من أجر أو غنيمة والذي
د بيده ما من كلم يكلم ف سبيل اللو إل جاء ي وم القيامة كهيئتو حني ن فس ممد بيده لول أن يشق على كلم لونو لون دم ورحيو مسك والذي ن فس مم
158
المسلمني ما ق عدت خلف سرية ت غزو ف سبيل اللو أبدا ولكن ل أجد سعة د بيده دون سعة ويشق عليهم أن ي تخلفوا عن والذي ن فس مم لهم ول ي فأمح
تل تل ث أغزو فأق تل ث أغزو فأق لوددت أن أغزو ف سبيل اللو فأق ث ناه أبو بكر ب ث نا ابن فضيل عن عمارة و حد ن أب شيبة وأبو كريب قال حد
سناد بذا الث نا حيي بن حيي أخب رنا المغية بن عبد الرمحن ٧٪٥٦صحيح مسلم (6 : و حد
ج عن أب ىري رة الزامي عن أب الزناد عن العر ل اللو لمن جاىد ف سبيلو ل يرجو من عن النب صلى اللو عليو وسلم قال تكف
ل مسكنو ب يتو إل جهاد ف سبيلو وتصديق كلمتو بأن يدخلو النة أو ي رجعو إ الذي خرج منو مع ما نال من أجر أو غنيمة
ث نا الليث عن سعيد عن عطاء بن ٥١٩٤سنن النسائي (7 : أخب رنا ق ت يبة قال حدع أبا ىري رة ي قول ميناء مول ابن أب ذباب س
ع ت رسول اللو صلى اللو عليو وسلم ي قول ان تدب اللو عز وجل لمن يرج ف سامن حت أدخلو النة ميان ب والهاد ف سبيلي أنو سبيلو ل يرجو إل ال
ا بقتل أو وفاة أو أرده إل مسكنو الذي خرج منو نال ما نال من بأيهما كان إم أجر أو غنيمة
ث نا الليث عن سعيد عن عطاء بن ٦٫٦٥سنن النسائي (8 : أخب رنا ق ت يبة قال حدع أبا ىري رة ي قول ميناء س
عت رسول اللو صلى اللو عليو وسلم ي قول ان تدب اللو لمن يرج ف سبيلو ل سامن حت أدخلو النة بأيهما كان ميان ب والهاد ف سبيلي أنو يرجو إل ال
ا وفاة أو أن ي رده إل مسكنو الذي خرج منو ي نال ما نال من أجر إم ا بقتل وإم أو غنيمة
ث نا جرير عن عمارة بن ٦٫٦٦سنن النسائي (9 د بن قدامة قال حد : أخب رنا ممي اللو عنو قال القعقاع عن أ ب زرعة عن أب ىري رة ر
159
ن اللو عز وجل لمن خرج ف سبيلو ل قال رسول اللو صلى اللو عليو وسلم تضمامن أن أدخلو النة يرجو إل الهاد ف سبيلي وإميان ب وتصديق بر سلي ف هو
أو أرجعو إل مسكنو الذي خرج منو نال ما نال من أجر أو غنيمة د بن الفضيل ٤٩٦٥سنن ابن ماجو (11 ث نا مم ث نا أبو بكر بن أب شيبة حد : حد
عمارة بن القعقاع عن أب زرعة عن أب ىري رة قال عن قال رسول اللو صلى اللو عليو وسلم أعد اللو لمن خرج ف سبيلو ل يرجو إل
امن أن أدخلو النة أو جهاد ف سبيلي وإميان ب وتصديق برسلي ف هو علي أرجعو إل مسكنو الذي خرج منو نائل ما نال من أجر أو غنيمة ث قال والذي
ية ترج ف سبيل ن فسي بيده لول أن أشق على المسلمني ما ق عدت خلف سر دون سعة ف يتبعون ول تطيب لهم ول ي اللو أبدا ولكن ل أجد سعة فأمح
د بيده لوددت أن أغزو ف سبيل اللو أن فسهم ف يتخلفون ب عدي والذي ن فس ممتل تل ث أغزو فأق تل ث أغزو فأق فأق
ث نا ٨٤١٪مسند أمحد (11 ث نا عبد الواحد ي عن ابن زياد قال حد ان حد ث نا عف : حدث نا أبو زرعة واسو ىرم بن عمرو ع أبا ىري رة عمارة بن القعقاع حد بن جرير أنو س
ي قول قال رسول اللو صلى اللو عليو وسلم ان تدب اللو لمن خرج ف سبيلو ل يرجو
امن أن أدخلو النة إل جهاد ف سبيل اللو وإميانا ب وتصديقا برسلي أنو عل ي أو أرجعو إل مسكنو الذي خرج منو نائل ما نال من أجر أو غنيمة
سناد قال ٤٥٪٪مسند أمحد (12 : وبذا الن اللو لمن خرج ف سبيلو ل يرجو قال رسول اللو صلى اللو عليو وسلم تضم
إل إميانا ب وتصديقا برسلي أن أدخلو النة أو أرجعو إل مسكنو الذي خرج منو نائل ما نال من أجر أو غنيمة
ث نا ح ٥١١١٦مسند أمحد (13 ثن سعيد عن : حد ث نا ليث قال حد اج قال حد جع أبا ىري رة ي قول عطاء بن ميناء مول ابن أب ذباب أنو س
160
عت رسول اللو صلى اللو عليو وسلم ي قول ان تدب اللو عز وجل لمن يرج ف سامن حت أدخلو النة ميان ب والهاد ف سبيلي أنو علي سبيلو ل يرجو إل ال
ا بوفاة أو أرده إل مسكنو الذي خرج منو ن ا بقتل وإم ال ما نال بإميانو ما كان إم من أجر أو غنيمة
ثن عن مالك عن أب الزناد عن العرج عن أب ىري رة ٧١٪موطأ مالك (14 : و حدل اللو لمن جاىد ف سبيلو ل أن رسول اللو صلى اللو عليو وسلم قال تكف
ل يرجو من ب يتو إل الهاد ف سبيلو وتصديق كلماتو أن يدخلو النة أو ي رده إ مسكنو الذي خرج منو مع ما نال من أجر أو غنيمة
b. Kegiatan Penelitian Sanad
ع أبا أخب رنا ق ت يب ث نا الليث عن سعيد عن عطاء بن ميناء مول ابن أب ذباب س ة قال حد ىري رة ي قول
عت رسول اللو صلى اللو عليو وسلم ي قول ان تدب اللو عز وجل لمن يرج ف سبيل و سامن حت أدخلو النة بأيهما كا ميان ب والهاد ف سبيلي أنو ا ل يرجو إل ال ن إم
229بقتل أو وفاة أو أرده إل مسكنو الذي خرج منو نال ما نال من أجر أو غنيمة Telah mengabarkan kepada kami Qutaibah, ia berkata; telah menceritakan
kepada kami Al Laits dari Sa'id dari 'Atho` bin Mina` sahaya Ibnu Abi
Dzubab, ia telah mendengar Abu Hurairah berkata; saya mendengar
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Allah 'azza wajalla
menjamin bagi orang yang berangkat di jalan-Nya, tidak ada yang
memberangkatnya kecuali keimanan kepada-Ku, serta berjihad di jalan-Ku
bahwa ia mendapatkan jaminan hingga Aku memasukkannya ke Surga
karena salah satu dari dua tersebut. Baik ia terbunuh atau meninggal, atau
Aku kembalikan dia ke tempat tinggalnya yang ia tinggalkan, dan
mendapatkan pahala atau rampasan perang."
Hadis tersebut, diriwayatkan oleh al-Nasā‟ī, Qutaibah, al-Laiṡ, Sa„īd, „Aṭa‟
bin Mīnā‟, Abū Hurairah. Kata-kata yang digunakan para periwayat untuk
229
Abu „Abdurrahman Ahmad Syu‟aib bin Ali al-Nasā‟ī, Sunan al-Nasā’ī, Jilid VI,
(Bairut: Dar al-Ma‟rifat, 1419 H), hlm. 16
161
taḥammul wa ‘adā’ al-ḥadiṡ (lafaz-lafaz penerimaan dan penyampaian riwayat)
tersebut adalah akhbaranā, ḥaddaṡanā, ‘an dan sami‘a.
a) Al-Nasā’ī
Nama : Aḥmad bin Syu„aib bin „Alī bin Sinān bin Baḥr bin Dīnār, Abū
Abdirraḥman al-Nasā‟ī.230
Kuniyah : Abū „Abdurraḥman.231
Kategori : Orang yang mengikuti tabi‟ al-tabiīn periode akhir.
Tempat Tinggal : Khurasan
Lahir : 215 H. di Nasā`232
Wafat : 303 H. di Palestina, ada yang mengatakan di Makkah.233
Guru : Aḥmad bin Nashr al-Naisabuī al-Maqraī, Abī Syu‟aib Ṣāliḥ bin
Ziyād al-Sausī, Ziyād bin Ayyub bin Ziyād al-Ṭausī al-
Baghdādī, Qutaibah bin Sa‘īd bin Jamīl bin Ṭarīf, dll.234
Murid : Abū al-Ḥasan Aḥmad bin Maḥbūb al-Ramalī, Ja‟far bin
Muḥammad bin al-Ḥarits al-Khazā‟ī, dll.235
Komentar Ulama : Ibn Ḥajar mengomentari al-Nasāī sebagai al-ḥāfiẓ,236
sedang
al-Żahabī: al-imam, al-ḥāfiẓ, ṡabit, syaikh al-Islam.237
230
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. I, hlm.
328. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. I, hlm. 36. 231
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. I, hlm.
328. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. I, hlm 36. 232
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā‟i al-Rijāl, Juz. I,
hlm. 338. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. I, hlm. 38. 233
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā‟i al-Rijāl, Juz. I,
hlm. 340. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. I, hlm. 39. 234
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā‟i al-Rijāl, Juz. I,
hlm. 329. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. I, hlm. 37. 235
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā‟i al-Rijāl, Juz. I,
hlm. 329-333. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. I, hlm. 37. 236
Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. I, hlm. 36.
162
g) Qutaibah bin Sa‘īd
Nama : Qutaibah bin Sa„īd bin Jamīl bin Ṭarīf.238
Kuniyah : Abū Rajā‟.239
Kategori : Tabi„ut Atba„ kalangan tua
Tempat Tinggal :Himsh
Lahir :150 H.240
Wafat : 240 H.241
Guru : Ibrāhīm bin Sa„īd, Isḥāq bin „Īsa, Ismā„īl bin Ja„far, Ayyūb bin
Jābir, Jābir bin Marzūq, Jarīr bin „Abdul Ḥamīd, Ja„far bin
Sulaimān, Ḥātim bin Ismā‟īl, al-Waḍḍāḥ bin „Abdullah, dll.242
Murid : al-Bukhārī, Muslim, Abū Dāwud, al-Turmużī, al-Nasā’ī, dll.243
Komentar Ulama : Abū Ḥatīm: ṡiqah, al-Nasā‟ī: ṡiqah, Yahya bin Ma„īn: ṡiqah.244
b) al-Laiṡ bin Sa‘ad
Nama : al-Laiṡ bin Sa„ad bin „Abdurraḥman.245
237
Abū „Abdullah Muḥammad bin Aḥmad bin „Uṡmān al-Żahabī, Siyar Aʻlam al-
Nubalā’, Juz. XIV, hlm.125. 238
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXIII,
hlm. 523. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VIII, hlm. 358. 239
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXIII,
hlm. 523. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VIII, hlm. 358. 240
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXIII,
hlm. 537. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VIII, hlm. 360. 241
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXIII,
hlm. 537. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VIII, hlm. 360. 242
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXIII,
hlm. 524-527. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VIII, hlm.
358-359. 243
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXIII,
hlm. 527-528. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VIII, hlm.
359. 244
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXIII,
hlm. 529. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VIII, hlm. 360. 245
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz.
XXIV, hlm. 255. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VIII,
hlm. 459.
163
Kuniyah : Abū al-Ḥāriṡ.246
Kategori : Tabi„ut Tabi„īn kalangan tua
Tempat Tinggal : Madinah
Lahir : 94 H.247
Wafat : 175 H.248
Guru : Ibrāhīm bin Abī „Ablah, Isḥāq bin „Abdullah, Ayūb bin Musa,
Ja„far bin Rabī„ah, Ja„far bin „Abdullah bin al-Ḥakim, al-Ḥāriṡ
bin Yazīd, Zuhrah bin Ma„bad bin „Abdullah, Sa‘īd bin Abī
Sa‘īd, dll.249
Murid : „Aḥmad bin „Abdullah bin Yūnus, Ādam bin Abī Iyās, Dāwud
bin Manṣūr, Zaid bin Yahya bin „Ubaid, Sa„id bin al-Ḥakim,
Sa„īd bin Zakaria, „Abdullah bin Wahab bin Muslim,
Qutaibah bin Sa‘īd bin Jamīl bin Ṭarīf, dll.250
Komentar Ulama : Aḥmad bin Ḥanbal: Ṡiqah, Yahya bin Ma„īn: Ṡiqah, Ibn
Madīnī: Ṡabat, al-„Ajlī: Ṡiqah.251
c) Sa‘īd
Nama : Sa„īd bin Abī Sa„īd.252
246
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz.
XXIV, hlm. 255. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VIII,
hlm. 459. 247
Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VIII, hlm. 464. 248
Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VIII, hlm. 464. 249
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz.
XXIV, hlm. 256-259. 250
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz.
XXIV, hlm. 259-261. 251
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz.
XXIV, hlm. 259-261-264. 252
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. X,
hlm. 466. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IV, hlm. 38.
164
Kuniyah :Abū Sa„ad.253
Kategori : Tabi„īn kalangan pertengahan
Tempat Tinggal : Madinah
Lahir : -
Wafat : 123 H.254
Guru : Anas bin Mālik, Jābir bin „Abdullah, Jubair bin Maṭ„am, Sa„ad
bin Abī Waqāṣ, Syarīk bin „Abdullah, Āmir bin „Abdullah,
„Ibād bin Abī Sa„īd, „Abdullah bin Rāfi„, „Abdullah bin „Umar,
„Abdullah bin Abī Qatādah, ‘Aṭā’ bin Mīna’, dll.255
Murid : Abū Isḥāq Ibrāhīm bin al-Faḍl, Usāmah bin Zaid, Ismā„īl bin
Umayah, Ismā„īl bin Rāfi‟, Ayūb bin Mūsa, Ḥumaid bin
Ṣakhar, Dāwud bin Kḥalid, Abū Ḥāzim Salamah bin Dīnār,
Sya„bah bin al-Ḥajjāj, Ṭalḥah bin Abī Sa„īd, „Abdullah bin
Sa„id, al-Laiṡ bin Sa‘ad bin ‘Abdurraḥman, dll.256
Komentar Ulama : Aḥmad bin Ḥanbal: laisa bihi ba’s, Ibn Madīnī: ṡiqah,
Muḥammad bin Sa„ad: ṡiqah, al-„Ajli: ṡiqah, Abū Zur„ah:
ṡiqah, al-Nasā‟ī: ṡiqah, Ibn Kharasy: ṡiqah, Abū Ḥātim:
ṣadūq.257
253
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. X,
hlm. 467. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IV, hlm. 38. 254
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. X,
hlm. 472. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IV, hlm. 39. 255
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. X,
hlm. 467-468. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IV, hlm.
38. 256
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. X,
hlm. 468-469. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IV, hlm.
38. 257
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. X,
hlm. 469-470. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IV, hlm.
38.
165
d) ‘Aṭa’ bin Mīnā’
Nama : „Aṭā‟ bin Mīna‟.258
Kuniyah : Abū Mu„āz.259
Kategori : Tabi„īn kalangan pertengahan.
Tempat Tinggal : Madinah.
Lahir : -
Wafat : -
Guru : Abū Hurairah.260
Murid : Ismā„īl bin Umayah, Ayūb bin Mūsa, al-Ḥāriṡ bin
„Abdurraḥman, „Amrū bin Dīnār, Abū Mu„āz, Sa‘īd, dll.261
Komentar Ulama : Ibn Ḥibbān disebutkan dalam al-ṡiqāt.262
e) Abū Hurairah
Nama : „Abdurraḥman bin Ṣakhr.263
Kuniyah : Abū Hurairah.264
Kategori : Sahabat
Tempat Tinggal : Madinah
258
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XX,
hlm. 199. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VII, hlm. 216. 259
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XX,
hlm. 199. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VII, hlm. 216. 260
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XX,
hlm. 199. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VII, hlm. 216. 261
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XX,
hlm. 120. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VII, hlm. 216. 262
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XX,
hlm. 120. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VII, hlm. 216. 263
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz.
XXXIV, hlm. 366. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. XII,
hlm. 262. 264
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz.
XXXIV, hlm. 366. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. XII,
hlm. 262.
166
Lahir : -
Wafat : 57 H.265
Guru : Nabi Muḥammad Saw., Ubai bin Ka„ab, Usāmah bin Zaid, bin
Ḥāris, „Umar bin al-Khaṭṭāb, Abū Bakar al-Ṣiddīq, „Āisyah,
Ka„ab bin al-Ahbās, dll.266
Murid :Ibrāhīm bin Ismā„īl, Ibrāhīm bin „Abdullah bin Ḥunain, Anas
bin Mālik, Ṡābit bin Qais, Jāir bin „Abdullah, Ma„bad bin
„Abdullah bin Hisyām, dll.267
Komentar Ulama : Ibn Ḥajar “Sahabat”
Dari paparan data di atas, penulis menyimpulkan bahwa hadis yang
diteliti memenuhi kriteria kesahihan sanad hadis, karena diriwayatkan oleh
periwayat hadis yang ’adil dan ḍābiṭ, muttaṣil (bersambung) sanad terjadi proses
guru dan murid atau sanadnya bersambung dari awal sampai akhir, terhindar dari
‘illat dan syaż.
15. Hadis Kelima Belas
ن يا وما فيها ولقاب ق وس أحدكم من النة ر من الد أو لروحة ف سبيل اللو أو غدوة خي ع قيد ي عن سوطو ن يا وما فيها ولو أن امرأة من أىل النة اطلعت إل مو ر من الد خي
ن يا وم ر من الد ن هما ولملتو رحيا ولنصيفها على رأسها خي اءت ما ب ي ا أىل الرض ل268فيها
265
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz.
XXXIV, hlm. 378. 266
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz.
XXXIV, hlm. 367. 267
Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz.
XXXIV, hlm. 367.-379. 268
Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-
Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 44.
167
a. Takhrīj Ḥadīṡ
Berdasarkan penelusuran menggunakan kitab al-Mu’jam al-Mufahras li
Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī dengan lafaz (روح) رودة,269
,(وضع) يىضع 270
.(سىط) 271
didapati riwayat dalam kitab hadis, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ Muslim, Sunan Abī
Dāwud, Sunan al-Nasā’ī, Sunan Ibn Mājah, Muwaṭṭā’ dan Musnad Aḥmad.
ث نا عبد الل ٧٫٥٨صحيح البخاري (1 ث نا عبد العزيز بن أب : حد و بن مسلمة حد حازم عن أبيو عن سهل قال
ن يا ر من الد ع سوط ف النة خي عت النب صلى اللو عليو وسلم ي قول مو سن يا وما فيهاوما فيها ولغدوة ف سبيل الل ر من الد و أو روحة خي
: وقال ٥٪٨١صحيح البخاري (2ن يا وما فيها ولقاب ق وس أحدكم أو ر من الد غدوة ف سبيل اللو أو روحة خي
ن يا وم ر من الد ع قدم من النة خي ا فيها ولو أن امرأة من نساء أىل النة مون هما رحيا ولنصيفها ي عن ن هما ولملت ما ب ي اءت ما ب ي اطلعت إل الرض ل
ن يا وما فيها ر من الد المار خي ث نا ع ٥٦٫٤صحيح مسلم (3 ث نا محاد بن : حد بد اللو بن مسلمة بن ق عنب حد
سلمة عن ثابت عن أنس بن مالك قال ن يا ر من الد قال رسول اللو صلى اللو عليو وسلم لغدوة ف سبيل اللو أو روحة خي
اوما فيه ث نا حيي بن حيي أخب رنا عبد العزيز بن أب حازم عن ٥٦٫٥صحيح مسلم (4 : حد
اعدي أبيو عن سهل بن سعد الس
269
A.J. Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī, Juz II, hlm. 318. 270
A.J. Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī, Juz VII, hlm.
250. 271
A.J. Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī, Juz III, hlm. 24.
168
يل اللو عن رسول اللو صلى اللو عليو وسلم قال والغدوة ي غدوىا العبد ف سب ن يا وما فيها ر من الد خي
ر بن حرب قال ٥٦٫٦صحيح مسلم (5 ث نا أبو بكر بن أب شيبة وزىي : و حداعدي ث نا وكيع عن سفيان عن أب حازم عن سهل بن سعد الس حد
ن يا عن النب صل ر من الد ى اللو عليو وسلم قال غدوة أو روحة ف سبيل اللو خي وما فيها
ث نا مروان بن معاوية عن حيي بن سعيد عن ذكوان أب ث نا ابن أب عمر حد حدة قال قال رسول اللو صلى اللو عليو وسلم لول أن رجال من صالح عن أب ىري ر
ن يا وما ر من الد أمت وساق الديث وقال فيو ولروحة ف سبيل اللو أو غدوة خي فيها
ث نا علي ٥٧٩٧سنن الرتمذي (6 ث نا إساعيل بن جعفر عن : حد بن حجر حد محيد عن أنس
ر من أن رسول اللو صلى اللو عليو وسلم قال لغدوة ف سبيل اللو أو روحة خي ن يا وما فيها ولقاب ق وس أحدكم أو م ن يا وما الد ر من الد ع يده ف النة خي و
ن هما اءت ما ب ي فيها ولو أن امرأة من نساء أىل النة اطلعت إل الرض لر من الد ن هما رحيا ولنصيفها على رأسها خي ن يا وما فيهاولملت ما ب ي
قال أبو عيسى ىذا حديث صحيح ث نا أبو بكر بن أب شيبة وعبد اللو بن سعيد قال ٤٩٦٧سنن ابن ماجو (7 : حد
ث نا أبو خالد المحر عن ابن عجلن عن أب حازم عن أب ىر ي رة قال حدن يا ر من الد قال رسول اللو صلى اللو عليو وسلم غدوة أو روحة ف سبيل اللو خي
وما فيهاث نا ٤٩٦٨سنن ابن ماجو (8 ث نا زكريا بن منظور حد ار حد ث نا ىشام بن عم : حد
اعدي قال أب و حازم عن سهل بن سعد الس
169
ن يا ر من الد قال رسول اللو صلى اللو عليو وسلم غدوة أو روحة ف سبيل اللو خي وما فيها
ث نا نصر بن علي الهضمي ٤٩٦٩سنن ابن ماجو (9 د بن المث ن قال : حد وممث نا محيد عن أنس بن مالك اب الث قفي حد ث نا عبد الوى حد
ر من أن رسول اللو صلى اللو عليو وسلم قال لغدوة أو روحة ف سبيل اللو خي ن يا و ما فيهاالد
: وإن رسول اللو صلى اللو عليو وسلم ب عث إل مؤتة ٤٤١٥مسند أمحد (11فاست عمل زيدا فإن قتل زيد فجعفر فإن قتل جعفر فابن رواحة ف تخلف ابن
ع مع رسول اللو صلى اللو عليو وسلم ف رآه ف قال ما خلفك قال رواحة فجمن يا وما فيها ر من الد أجع معك قال لغدوة أو روحة خي
اك بن ع ٥١٦٨٥مسند أمحد (11 ث نا الضح ث نا عبد اللو بن الارث حد ثمان : حد عن الكم بن ميناء عن أب ىري رة
ر من أن رسول اللو صلى اللو عليو وسلم قال غدوة ف سبيل اللو أو روحة خي ن يا وما فيها الد
د بن إساع ٤٪٥١٦مسند أمحد (12 ث نا مم اك عن الكم بن : حد ث نا الضح يل حد ميناء عن أب ىري رة
ر من أن رسول اللو صلى اللو عليو وسلم قال غدوة ف سبيل اللو أو روحة خي ها ن يا وما علي ن يا وما فيها أو الد الد
ث نا محاد عن ثابت عن ٥٥٫١١مسند أمحد (13 ث نا عبد الرمحن بن مهدي حد : حد أنس قال
ن يا ر من الد قال رسول اللو صلى اللو عليو وسلم لغدوة ف سبيل اللو أو روحة خي وما فيها
د بن طلحة عن محيد عن ٦٪٥٥٫ند أمحد مس (14 ث نا مم ث نا أبو النضر حد : حد أنس
170
ر من أن رسول اللو صلى اللو عليو وسلم قال لغدوة ف سبيل اللو أو روحة خي ن يا وما فيها ولقاب ر الد ه ي عن سوطو من النة خي ع قد ق وس أحدكم أو مو
ن يا وما فيها ولو اطلعت امرأة من نساء أىل النة إل الرض لملت ما من الدن هما ولنصيفه ن هما رحيا ولطاب ما ب ي ن يا وما فيهاب ي ر من الد ا على رأسها خي
ي ي عن سليمان عن إساعيل عن محيد عن أنس معناه ث نا الاش حدث نا محاد بن سلمة عن ثابت الب نان ع ٪٥٤١٫مسند أمحد (15 ث نا حسن حد ن : حد
أنس ن يا ر من الد أن النب صلى اللو عليو وسلم قال لغدوة ف سبيل اللو أو روحة خي
ن يا وما فيها ر من الد وما فيها ولقاب ق وس أحدكم ف النة خي ث ن ٥٤٥٦٥مسند أمحد (16 ث نا حيي بن أيوب عن : حد ا حيي بن إسحاق قال حد
عت أنسا ي قول محيد قال سن يا ر من الد قال رسول اللو صلى اللو عليو وسلم غدوة ف سبيل اللو أو روحة خي
وما فيهاث نا ٥٧١٥٫د مسند أمح (17 ث نا عصام بن خالد وأبو النضر قال حد : قال حد
اعدي قال العطاف بن خالد عن أب حازم عن سهل بن سعد السعت رسول اللو صلى اللو عليو وسلم ي قول غزوة ف سب ن يا س ر من الد يل اللو خي
ع سوط ف النة ن يا وما فيها ومو ر من الد وما فيها وروحة ف سبيل اللو خي ن يا وما فيها ر من الد خي
د بن يوسف عن سفيان ٤٤٫٥سنن الدارمي (18 ث نا مم عن أب حازم عن : حدسهل بن سعد قال قال رسول اللو صلى اللو عليو وسلم لغدوة ف سبيل اللو أو
ن يا وما فيها ر من الد روحة خي
b. Kegiatan Penelitian Sanad
عت أنس بن مالك قال وس
171
ن يا وما فيها عن ر من الد النب صلى اللو عليو وسلم لروحة ف سبيل اللو أو غدوة خي ن يا وما فيها ولو أ ر من الد ع قيد ي عن سوطو خي ن ولقاب ق وس أحدكم من النة أو مو
ن هما ولملتو رحيا ولنص اءت ما ب ي يفها امرأة من أىل النة اطلعت إل أىل الرض لن يا وما فيها ر من الد 272على رأسها خي
Masih melalui jalur periwayatan yang sama seperti hadits sebelumnya.
Berkata, dan aku mendengar Anas bin Malik radliallahu 'anhu dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam: "Pergi keluar berperang di jalan Allah pada
awal (pagi) hari atau pergi keluar berperang pada akhir (siang) hari lebih
baik dari pada dunia dan seisinya. Dan sungguh panjang (sehasta) busur
panah seorang dari kalian di surga atau tempat (sarung) cambuknya lebih
baik dari dunia dan seisinya. Dan seandainya seorang perempuan
(bidadari) penduduk surga muncul di tengah penduduk bumi niscaya ia
akan menerangi apa yang ada diantara keduanya (cakrawala langit dan
bumi) dan arama wanginya akan memenuhi cakrawala itu dan sungguh
kerudung yang ada di kepalanya itu lebih baik dari pada dunia dan
seisinya".
Hadis tersebut, diriwayatkan oleh al-Bukhārī, „Abdullah bin Muḥammd
bin „Abdullah, Mu„āwiyah bin „Amrū, Ibrāhīm bin Muḥammad bin al-Ḥātiṡ,
Ḥumaid bin Abī Ḥumaid, Anas bin Mālik bin al-Naḍir. Kata-kata yang digunakan
para periwayat untuk taḥammul wa ‘adā’ al-ḥadiṡ (lafaz-lafaz penerimaan dan
penyampaian riwayat) tersebut adalah ḥaddaṡanā, sami‘tu, dan ‘an.
Sebagaimana sebelumnya, bila suatu hadis terdapat dalam kitab Ṣaḥīḥ al-
Bukhārī dan Ṣaḥīḥ Muslim atau terdapat pada salah satu dari keduanya, maka
tidak perlu dibahas lagi. Baik kaitannya dengan sanad maupun matan. Hal ini
dikarenakan mayoritas ulama hadis telah menerima riwayat keduanya dengan
baik.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hadis di atas
sebagaimana yang disebut dalam kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-
272
Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Ṣaḥīḥ al-Bukhari, hlm. 516.
172
Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh
karya Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī tersebut adalah ṣaḥīḥ.
173
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan penelitian pada bab-bab sebelumnya, penulis dapat
menyimpulkan bahwa:
1. hadis-hadis dalam pasal keutamaan jihad di jalan Allah dalam kitab
Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu’minīn fī Faḍa’il al-Jihādi
fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh diriwayatkan oleh
al-Bukhārī, Muslim, Abū Dāwud, al-Turmużī, dan al-Nasā’ī.
2. Dari segi penyandaran, hadis-hadis dalam pasal keutamaan jihad di
jalan Allah dalam kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-
Mu’minīn fī Faḍa’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn
fī Sabīlillāh ada yang marfū‘ dan ada juga yang mauqūf. Yang ada
marfū‘ ada 14 hadis dan yang mauqūf ada 1 hadis.
3. Dari segi kualitas, hadis-hadis keutamaan jihad dalam kitab Naṣīhat al-
Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu’minīn fī Faḍa’il al-Jihādi fī Sabīlillāh
wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh dua belas (80%) di antaranya
ṣaḥīḥ dan tiga (20%) ḍa‘īf. Hadis-hadis tersebut ḍa‘īf disebabkan
mastur al-hal (tidak diketahui hal-ihwalnya perawi).
B. Saran
Pemahaman Syeikh ‘Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī tentang hadis
jihad dalam kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu’minīn fī Faḍa’il al-
Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh yang penulis uraikan
174
di atas penting untuk diapresiasi dan dikembangkan. Syeikh ‘Abd al-Ṣamad al-
Jāwī al-Palimbānī memahami sabda Nabi Saw. berupa jihad di jalan Allah
cenderung mengarah pada makna jihad sebagai bentuk perjuangan fisik. Syeikh
‘Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī tidak memasukkan hadis yang mempunyai
signifikansi intelektual. Hal ini tentunya menjadi pertanyaan tersendiri mengingat
sosok Syeikh ‘Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī sebagai tokoh sufi dalam
lingkaran tarekat Sammaniyah yang tentunya banyak berkecimpung dalam dunia
spiritual. Penulis menyarankan perlunya penelitian lebih lanjut terhadap
pemahaman Syeikh ‘Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī terhadap hadis Nabi
Saw. berkaitan dengan jihad. Mengingat Nabi Muhammad Saw. menjadikan jihad
sebagai amal manusia yang paling utama dan paling disukai setelah beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya.
175
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Pirhat. Eksistensi Zikir (Suatu Analisis terhadap Ajaran Tarekat al-
Palimbani). (Tesis: PPs IAIN Imam Bonjol Padang. 2000).
Abdullah, Amin. Studi Agama Normativitas atau Historisitas (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. 1996)
Abdullah, Mal An. Jejak Sejarah Abdus Samad al-Palimbani. (Palembang:
Syariah IAIN Raden Fatah Press 2012)
------------. Syeikh Abdus Samad al-Palimbani; Biografi dan Warisan Keilmuan.
(Yogyakarta: Pustaka Pesantren. 2015)
Abdullah, Muhd. Ṣagir. Syekh Abduṣ-Ṣamad al-Palimbani (Pontianak: al-Faṭanah.
1983)
Abdullah, Wan Mohd. Shaghir. “Syeikh Abdus Shamad al-Falimbani Wafat
Sebagai Syuhada”.
http://ww1.utusan.com.my/utusan/info.asp?y=2007&dt=1126&pub=Utusa
n_Malaysia &sec=Bicara_Agama&pg=ba_01.htm. Diakses 1 Mei. 2015
Adiwidjadjanto, Koes. Sejarah Kota-Kota Islam: Pengantar Perkuliahan.
(Surabaya: Jurusan SPI Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel. 2010)
Ahmad, M. Kursani. Abd. aṣ-Ṣamad al-Palimbani Pelopor Tarekat As-
Sammaniyah di Indonesia. dalam Ittihad Jurnal Kopertais Wilayah XI
Kalimantan. Vol. 8. No.13. April 2010.
Amin, Samsul Munir. Sejarah Peradaban Islam. (Jakarta: Amzah. 2009)
Anshoriy, M Nasruddin. Bangsa Inlander: Potret Kolonialisme di Bumi
Nusantara. (Yogyakarta: LkiS. 2008)
al-Ashfahani, al-Raghib. Mu’jam Mufradat Alfazh al-Qur’an. (Bairut: Dar al-
Fikr).
Askar, S. Kamus Arab-Indonesia. (Jakarta. Senayan Publishung. 2009)
Azra, Azyumardi. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara
Abad XVII dan XVIII; Akar Pembaruan Islam Indonesia. (Jakarta:
Kencana Prenadamedia Group. 2013)
Azzam, Abdullah. Perang Jihad di Jaman Modern. (Jakarta: Gema Insani Press.
1994)
------------. Tarbiyah Jihadiyah. Juz II. Terj. (Solo : Pustaka al-„Alaq. 1993)
Al-Bannaniy. Hasyiyah 'ala Syarh Muhammad ibn Ahmad al-Mahalliy 'ala Matn
Jam' al-Jawami' li aI-Imam Taj al-Din 'Abd al-wahhab ibn al-Subkiy. Juz
II. (T.tp.: Dar Ihya' al-Kutub al'Arabiyah. t.t.).
176
al-Baytar, „Abd ar-Razaq. Hilyah al-Basyar fi Tarikh al-Qarn al-Salis ‘Asyar. Juz
I. (Damaskus: Matba‟at al-Majma‟ al-„Ilmi al-„Arabi. 1963 M/1382 H)
Bernard Hubertus Maria Vlekke. Nusantara: sejarah Indonesia. (Jakarta:
Gramedia. 2008)
Bruinessen, Martin Van. Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat; Tradisi-tradisi
Islam di Indonesia. (Bandung: Mizan. 1999)
------------. Syair Perang Menteng. (T.tp.: M. O Woelders. t.t)
al-Bukhari, Muhammad bin Ismail. Ṣaḥīḥ al-Bukhari. (Beirut. Dar al-Kutub al-
Ilmiyah. 1971)
Burhanudin, Jajat. Ulama dan Kekuasaan; Pergulatan Elite Muslim dalam
Sejarah Indonesia. (Jakarta. Mizan. 2012). hlm. 148.
Chirzin, Muhammad. Kontroversi Jihad di Indonesia; Modernis Versus
Fundamentalis. (Yogyakarta: Pilar Media. 2006)
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi Islam 4 (Jakarta: PT. Ichtiar Baru
van Hoeve. 1994)
Drewes, G.W.J. Further Data Concerning ‘Abd al-Samad al-Palimbani. dalam
Bijdragen van Het Koninklijk Instituut Voor Taal. Land en Volkkenkunde
(BKI) (Leiden: The Hague. 1976)
Esposito, John L. (ed), Ensiklopedi Oxford: Dunia Islam Modern, (Bandung:
Penerbit Mizan, 2001)
Fang, Liaw Yock. Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik Jilid 2. (Jakarta:
Erlangga, 1993)
Fathurrahman, Oman. “Penulis dan Penerjemah Ulama Palembang:
Menghubungkan Dua Dunia”. Dalam
http://www.adicita.com/artikel/detail/id/165/Penulis-dan-Penerjemah-
Ulama-Palembang-Menghubungkan-Dua-Dunia. Diakses 1 Mei 2015
Gayo, H. M. Iwan. Buku Pintar Seri Junior. (Jakarta: Grasindo. 2008)
Hadhiri, Choiruddin. Klasifikasi Kandungan al-Qur’an jilid II. (Jakarta: Gema
Insani Press. 1993)
Hawiy, Said. Jund Allah saqafat wa Akhlaqan (Beirut: Dal al-Kutub al-Ilmiyyah.
1979)
al-Hindī, „Alā‟uddin „Alī bin Ḥisāmuddīn. Kanz al-‘Ummāl fi Sunan al-Aqwāl wa
al-Af‘āl. (Beirut: Mu‟assasah al-Risālah, 1401 H/1981 M)
Hitti, Philip K. History of The Arabs: From The Earliest Times to The Present.
Penerjemah R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi (Jakarta:
Serambi. 2010)
177
http://allahadatanpatempat.blogspot.com/2009/12/sekilas-perkembangan-tarekat-
dan. html.
http://digilib.sunan-ampel.ac.id/files/disk1/12/hubptai-gdl-hasninoor-582-ajarans-
).pdf.
http://lppbi-fiba.blogspot.com/2009/05/tasauf-akhlaqi-abd-al-samad-al.html.
Huda, Nur. Islam Nusantara; Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia.
(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. 2007)
Hurgranje, C. Snouck. Mekkah in the Latter Part of teh Nineteen Century.
Penterjemah J. H. Monathan. (London: Gibb Memorial Series. 1931)
Ibn Ḥajar al-‟Asqalānī, Aḥmad bin „Alī. Tahżīb al-Tahżīb, (India: Matba„ah
Dāirah al-Ma„ārif al-Naṭāmiyah, 1326 H)
Ibn Hajjaj, Muslim. Ṣaḥīḥ Muslim. (Lebanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyah. 2008)
Ibn Hanbal, Imam Ahmad. Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal. (Beirut: „Alim
al-Kutub. 1419 H/1998 M)
Ibn Majah, Abu „Abdullah Muhammad ibn Yazid. Sunan Ibn Majah. (Bairut: Dar
al-Fikr. t.t.). Jilid IV
Ibn Manzur, Muhammad ibn Mukarram. Lisan al-‘Arab. Juz II. (Mesir: Dar
Misriyyah. t.t).
Ibn Qudamah. al-Mughni. (Beirut: Dar al-Fikr. 1997)
Ibn Zakariya, Abu al Husain Ahmad ibn Faris. Mu’jam Muqayīs al-Lughah. Juz. 1
(Bairut: Dar al Fikr. 1994)
Ibn Zakariya, Abu Husain Ahmad ibn Faris. Mu‟jam Maqayīs al-Lughah. (Beirut:
Dar al-Fikr. 1979)
Ibnu Katsīr. Tafsir al-Qur’an al-‘Azim. Jilid IV. (Beirut: Maktabah al-Nur al-
„Ilmiyah. 1992)
Irawan, Taufik. “Syeikh Abdus Shamad Al-Falimbani Ulama Sufi dan Syuhada”.
dalam https://taufikirawan.wordpress.com /2011/11/03/syeikh-abdul-
samad-al-falimbani-ulama-sufi-dan-syuhada/. Diakses 2 Mei 2015.
Irwanto, Dedi Dkk. Iliran dan Uluran; Dinamika dan Dikotomi Sejarah Kultural
Palembang. (Yogyakarta: Eja Publisher. 2010)
Ismail, M. Syuhudi. Hadis Nabi Menurut Para Pembela. Pengingkar dan
Pemalsunya, Cet. I, (Jakarta: Gema Insani Press. 1995)
------------. Kaidah Kesahihan Sanad Hadis; Telaah Kriti dan Tinjuan dengan
Pendekatan Ilmu Sejarah. (Jakarta: Bulan Bintang. 2005)
178
Jamaluddin, Wan. Pemikiran Neo-Sufisme Abd aṣ-Ṣamad al-Palimbani. (Jakarta:
Pustaka Irfani. 2005).
al-Kahlani, Muhammad ibn Ismail. Subul al-Salam. Vol.II. (Bandung: Dahlan.
t.t.)
Kartodirjo, Sartono. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900 Dari
Emporium Sampai Imperium. Jilid I. (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama. 1993)
Karya, Soekma (et.al). Ensiklopedi Mini; Sejarah dan Kebudayaan Islam.
(Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 1998)
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: PT. Sinergi
Pustaka Indonesia, 2012)
al-Khatīb, Muhammad „Ajjaj. Uṣūl al-ḥadis ‘Ulumuhu wa Musṭalahuh. (Beirut:
Dār al-Fikr, 1391 H/1971 M)
Krippendorff, Klauss. Content Analysis: an Introduction to Its Methodology. Vol.
5 (London: Sage Publications. 1982)
Lings, Martin. Muhammad: His Life Based on the Earliest Source Penerjemah
Qomaruddun SF menjadi Muhammad: Kisah Hidup Nabi Berdasarkan
Sumber Klasik (Jakarta: Serambi. 2007)
Mahfud, Louis. al- Munjid fi al- Lughah. (Cet. XVIII. Bairut: Dar al- Maghrib.
1984)
Masyhur, Kahar. Bulugul Maram. Jilid II. (Jakarta: Melton Putra. 1992)
al-Mizzī, Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf. Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl.
(Beirut: Mu‟assasah al-Risālah, 1400 H/1980 M)
al-Mubarakfuri, Syaikh Shafiyyurrahman. Ar-Rahiqul Makhtum. Bahtsun fi al
Sirah al-Nabawiyah ala Shahibiha afdhali al-Shalati Wa al-Salam.
Diterjemahkan oleh Kathur Suhardi kedalam bahasa Indonesia menjadi
Sirah Nabawiyah. (Jakarta: Pustaka al-Kautsar. 2010)
Mufrodi, Ali. Islam di Kawasan Arab. Edisi Revisi (Surabaya: Anika Bahagia.
2010)
el-Muhammady, Muhammad Uthman, “The Islamic Concept of Education
According to Syaikh „Abdus-Samad of Palembang and Its Significance in
Relation to the Issue of Personality Integration”, dalam Akademika, Juli
1972.
Mulyati, Sri. Tasawuf Nusantara; Rangkaian Mutiara Sufi Terkemuka. (Jakarta :
Kencana. 2006)
Muthahari, Murthada. Pengantar Ilmu-Ilmu Islam. (Jakarta: Pustaka Zahra. 2003)
179
al-Nasā‟ī, Abu „Abdurrahman Ahmad Syu‟aib bin Ali. Sunan al-Nasā’ī. Jilid VI.
(Bairut: Dar al-Ma‟rifat. 1419 H)
Nasr, Sayyid Husain. a Young Muslim Guide to the Modern World. Penerjemah
Hasti Tarekat “Dunia Modern”. (Bandung: Mizan 1994)
Ningsih, Luzmy. Syeikh Abdus Samad al-Palimbani: Pemikiran Dakwah dan
Karyanya. (Skripsi: Universitas Indonesia Fakultas Sastra. Depok 1998).
al-Palimbani, Syeikh „Abd Samad al-Jawi. Hidayatus Salikin fi Suluk Maslakil
Muttaqin. (T.tp.: Maktabah wa Matba‟ah Muhammad al-Nahdi wa
Awladuh. t.t.)
------------. Nasihat al-Muslimin wa Tadzkirat al-Mu’minin fi fada il al-Jihad fi
Sabilillah wa Karamat al-Mujahidin fi Sabilillah. Cet.1. (Jakarta: Wuzarat
al-Syuun al-Diniyyah Lil Jumhuriyyah al-Indunisiyah. 2009)
------------. Syair al-Sālikīn ilā ‘Ibādah Rabb al-‘Ālamīn. Juz III. (Semarang; Toha
Putra. t.t.)
Peeters, Jeroen. Kaum Tuo Kaum Mudo: Perubahan Religius di Palembang 1821-
1942. (Jakarta: INIS. 1977)
Poesponegoro, Martawi Djoened dan Nugroho Notosusanto. Sejarah Nasional
Indonesia III. (Jakarta: Balai Pustaka. 2008)
Pudjiastuti, Titik. Memandang Palembang Dari Khazanah Naskahnya.
Putuhena, M. Shaleh. Historiografi Haji Indonesia. (Yogyakarta: LkiS. 2007)
Qardhawi, Yusuf. Fiqih Jihad; Sebuah Karya Monumental Terlengkap Tentang
Jihad Munurut al-Qur’an dan Sunnah. (Bandung: Mizan Pustaka. 2010)
Quzwain, Chatib. Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenai Ajaran Tasawuf Syaikh
‘Abdus Samad al-Palimbani Ulama Palembang Abad ke-18 Masehi.
(Jakarta: PT Bulan Bintang 1985)
Rahim, Husni. Sistem Otoritas 7 Administrasi Islam; Studi Tentang Pejabat
Agama masa Kesultanan dan Kolonial Di Palembang. (Jakarta: PT
LogosWacana Ilmu. 1998)
Ricklefs, M. C. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. (Jakarta: Serambi Ilmu
Semesta. 2008)
Rohimin. Jihad Makna & Hikmah. (Jakarta: Erlangga. 2006)
Romli, Moh. Guntur dan A. Fawaid Sjadzili. Dari Jihad Menuju Ijtihad. (Jakarta:
LSIP. 2004)
Rumandi. Renungan Santri: Dari Jihad Hingga Kritik Wacana Agama. (Jakarta:
Erlangga. 2007)
Salabi, Rauf. al-Jihad fi al-Islam Manhaj wa Tatbiq (Juz I; Beirut: Mansyurat al-
180
Maktabat al-Asriyah. 1980)
ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. Sejarah dan Pengantar I1mu Hadits.
(Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra. 2009)
Shihab, Alwi. Sufistik: Islam Pertama dan Pengaruhnya Hingga Kini di Indonesia
(Bandung: Mizan. 2001)
Shihab, M. Quraish dkk. Ensiklopedia al-Qur’an; Kajian Kosa Kata. (Jakarta:
Lentera Hati. 2007)
Shihab, M. Quraish. Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudu’i Atas Belbagai
Persoalan Umat. Cet. I. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2000).
Sholikhin, Muhammad. The Power of Sabar. (Solo: Tiga Serangkai. 2009)
al-Sibaiy, Mustafa. al-Sunnah wa Makanatuhu fi al-Tasyri al-Islamiy, (T.tp.: Dar al-
Qawniyah. t.t.)
al-Sijstani, Abu Dāwud Sulaiman bin Asy‟ats. Sunan Abi Dāwud. Jilid II. (Bairut:
Dar al-Kutub al-Arabi. t.t.)
Solihin, M. Melacak Pemikiran Tasawuf di Nusantara. (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada. 2005)
Sulaiman, M. Noor PL. Antalogi Ilmu Hadits. (Jakarta: Gaung Persada Press.
2008)
Suprapto, H.M. Bibit. Ensiklopedi Ulama Nusantara: Riwayat Hidup. Karya. dan
Sejarah Perjuangan 157 Ulama Nusantara (Jakarta: Gelegar Media
Indonesia. 2009). hlm. 130.
Suryanegara, Ahmad Mansur. Api Sejarah I. (Bandung: Salamadani Pustaka
Semesta. 2010)
al-Syafi'i. al-Umm. Juz VII (T.tp.: Nur al-Saqafat al-Islāmiy, t.t.)
Syarbini, Muhammad. Al-Iqnak. Juz II. (Beirut: Dar al-Fikr. 1425)
Ṭaḥḥān, Maḥmūd. Uṣūl al-Takhrīj wa Dirasah al-Asānid. (Riyad: Maktabah al-
Ma„arif: 1991 M/1412 H)
Tim Redaksi Kamus Bahasa Indonesia. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta:
Pusat Bahasa. 2008)
Tjandrasasmita, Uka. Arkeologi Islam Nusantara. (Jakarta. Gramedia. 2009)
al-Turmużī, Muhammad bin Isa. Jami‘ al-Ṣaḥīḥ Sunan al-Turmużī. (Beirut: Dar
Ihya al-Turas al-„Arabi. t.t.)
al-Uyairi, Syaikh Yusuf. Muslim Berjihad; Peran Wanita Dalam Medan Perang.
(Solo: Media Islamika. 2007)
181
Wahbah, Taufiq Ali. Jihad dalam Islam. Penerjemah Abu Ridha (Jakarta: Media
Dakwah. 1985)
Walizer, Michael H. dan Paul L. Wienir. Research Methods and Analysis
Searching for Relationsip. terj. Arief Sukadi Sadiman (Jakarta: Erlangga.
1991)
Wehr, Hans. A Dictionary of Modern Written Arabic. J. Milton Cowan (ed.). New
York: Spoken Language Services Inc.. 1976
Wensinck, A.J. Miftāh Kunuz al-Sunnah. (Lahore: Idarah Turjuman al-Sunnah,
1978 H/1398 M)
------------------. al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī., (Leiden:
E.J. Brill, 1936 M)
Wijayakusuma, M. Hembling. Pembantaian Massal 1740: Tragedi Berdarah
Angke. (Jakarta: Pustaka populer Obor. 2005)
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II. (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada. 2006)
Yunus, Abd. Rahim. Posisi Tasawuf dalam Sistem Kekuasaan di Kesultanan
Buton pada Abad Ke-19 (Jakarta: INIS. 1995)
Zada, Khamami dkk. Intelektualisme Pesantren. (Jakarta: Diva Pustaka, 2006)
al-Żahabī, Abū „Abdullah Muḥammad bin Aḥmad bin „Uṡmān. Siyar Aʻlam al-
Nubalā’. (Beirut: Mu‟assasah al-Risālah, 1405 H/1985 M)
al-Zahrani, Muhammad. Ensiklopedia Kitab-kitab Rujukan Hadits; Lengkap
dengan Biografi Ulama Hadits dan Sejarah Pembukuannya. (Jakarta:
Darul Haq. 2012)
Zubair. Jihad dan Kemerdekaan; Studi atas Naskah Nasihatul Muslimin wa
Tadzkiratul Mu’minin. (Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan Badan
Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI. 2011)
Zuhaili, Wahbah. al-Fiqh al-Islami wa ‘adillatuhu. Juz VI. (Bairut: Dar al-Fikr.
1989)
170
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Baharudin, M. Ag dilahirkan di Bukit Subur, Muaro Jambi.
Pada tanggal 13 April 1991. Setelah menamatkan Sekolah
Dasar Negeri di Bukit Subur, Muaro Jambi (1998-2003), ia
meneruskan pendidikannya ke Madrasah Tsanawiyah
Pondok Pesantren As’ad (2003-2006). Setelah tamat
Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren As’ad, ia
melanjutkan ke pendidikannya ke Madrasah Aliyah (MA) masih di Pondok
Pesanteran As’ad (2003-2009). Setelah tamat dari Madrasah Aliyah (MA), ia
melanjutkan pendidikannya ke Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta untuk Stara 1 (S1) Program Studi Tafsir Hadis Fakultas
Ushuluddin (2009-2013). Selanjutnya ia meneruskan pendidikannya di Program
Megister Strata 2 (S2) Program Studi Tafsir Hadis Konsentrasi Hadis di Fakultas
Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta (tamat
2016). Selain itu juga, ia juga menjadi pendidikan non formal di antaranya
Pelatihan Penelusuran Literatur Klasik Tafsir Hadis (2011), Pelatihan Menulis
Kreatif dan Karya Ilmiah Populer (2013), LEMHANAS RI (2013), Training
Metode Pembelajaran al-Qur’an bil Qalam (2014).
Pengalaman organisasi, penulis penah menjabat sebagai Kadib Dikwah
OSIS MTs As’ad (2005-2006), Sekretaris OSIS MA As’ad (2007-2008), Kabid
Dikwah ISAPPA (2007-2008), Pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan
Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta (2010-2011), Redaktur Buletin Lingkar Kajian Studi Tafsir
Hadis (2010-2011), Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta (2012-2013), Ketua
Umum Forum Mahasiswa Ushuluddin Se-Indonesia (2012-2013), Dewan
Pelindung Lembaga Komunikasi Jambi Emas (2013-2018). Pengurus Pusat Ikatan
Pesantren Indoensia (IPI) (2016-2021).
Di samping itu, penulis juga giat pula dalam membuat karya-karya tulis
dalam bentuk makalah, penelitian, bahan pidato, artikel, baik untuk kepentingan
sendiri atau untuk forum ilmiah lainnya. Salah satu karya tulis adalah “Suap atau
171
Riswah Dalam Pandangan Islam”, “Nilai-nilai Kebangsaan Dalam Pancasila”,
“Penafsiran Abū Ḥāmid al-Ghazālī Terhadap QS. Al-Nūr [24]: 35 (Studi Kitap
Misykāt al-Anwār) (Skripsi) dan “Pemahaman Hadis Tentang Jihad Menurut
Syeikh ‘Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī (Studi Kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa
al-Tażkiratu al-Mu’minīn fī Faḍa’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-
Mujāhidīn fī Sabīlillāh) yang sedang anda hadapi ini bersal dari tesis penulis
untuk meraih gelar Megister Agama (M. Ag) di Fakultas Ushuluddin Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.