pola penyelesaian hadits-hadits mukhtalif · web viewtelaah atas hadits-hadits “minum sambil...

24
POLA PENYELESAIAN HADITS-HADITS MUKHTALIF Telaah Atas Hadits-Hadits “Minum Sambil Berdiri” Oleh : M. Nawawi * Abstraksi. Dalam kitab-kitab hadis terdapat riwayat yang menuturkan bahwa Nabi saw melarang meminum dengan posisi berdiri,. Tetapi pada saat yang sama terdapat riwayat sebaliknya bahwa Nabi saw melakukan minum dalam posisi berdiri. Hadits yang demikian ini dinyatakan sebagai hadits mukhtalif. Dalam kehidupan sehari-hari juga terdapat norma bahwa minum sambil berdiri itu merupakan perbuatan yang tidak baik, tetapi seiring dengan perkembangan, maka nilai tersebut berangsur mulai terkikis. Untuk menjawab bagaimana sesungguhnya petunjuk yang benar tentang etika minum, maka menyelesaikan ikhtilaf hadits tentang tata-kerama minum ini menjadi sangat bermakna. Para ulama sepakat bahwa dalam menghadapi hadits mukhtalif perlu ditempuh cara penyelesaian Al-Jam’u (kompromi mencari titik temu). Namun jika tidak tercapai maka diambil cara nasih mansuh atau tarjih. Dalam konteks hadits ini maka penyelesaian dengan pendekatan al-Jam’u terasa lebih adil dan realistic. Kata Kunci : Tata Krama minum, Hadits Mukhtalif Pendahuluan Imam Muslim dalam kitab Shahihnya menuturkan paling tidak tiga hadits yang melarang minum sambil berdiri. Demikian pula sebaliknya, terdapat riwayat yang menuturkan bahwa Nabi SAW melakukan minum sambil berdiri. 1 * M. Nawawi adalah dosen mata kuliah Ilmu Hadits di Fak. Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya 1

Upload: others

Post on 27-Jan-2020

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: POLA PENYELESAIAN HADITS-HADITS MUKHTALIF · Web viewTelaah Atas Hadits-Hadits “Minum Sambil Berdiri” Oleh : M. Nawawi Abstraksi. Dalam kitab-kitab hadis terdapat riwayat yang

POLA PENYELESAIAN HADITS-HADITS MUKHTALIF Telaah Atas Hadits-Hadits “Minum Sambil Berdiri”

Oleh : M. Nawawi*

Abstraksi. Dalam kitab-kitab hadis terdapat riwayat yang menuturkan bahwa Nabi saw melarang meminum dengan posisi berdiri,. Tetapi pada saat yang sama terdapat riwayat sebaliknya bahwa Nabi saw melakukan minum dalam posisi berdiri. Hadits yang demikian ini dinyatakan sebagai hadits mukhtalif. Dalam kehidupan sehari-hari juga terdapat norma bahwa minum sambil berdiri itu merupakan perbuatan yang tidak baik, tetapi seiring dengan perkembangan, maka nilai tersebut berangsur mulai terkikis. Untuk menjawab bagaimana sesungguhnya petunjuk yang benar tentang etika minum, maka menyelesaikan ikhtilaf hadits tentang tata-kerama minum ini menjadi sangat bermakna. Para ulama sepakat bahwa dalam menghadapi hadits mukhtalif perlu ditempuh cara penyelesaian Al-Jam’u (kompromi mencari titik temu). Namun jika tidak tercapai maka diambil cara nasih mansuh atau tarjih. Dalam konteks hadits ini maka penyelesaian dengan pendekatan al-Jam’u terasa lebih adil dan realistic.

Kata Kunci : Tata Krama minum, Hadits Mukhtalif

Pendahuluan

Imam Muslim dalam kitab Shahihnya menuturkan paling tidak tiga

hadits yang melarang minum sambil berdiri. Demikian pula sebaliknya,

terdapat riwayat yang menuturkan bahwa Nabi SAW melakukan minum

sambil berdiri. 1

Secara tekstual, kedua riwayat tersebut dapat dikatakan sebagai

“mukhtalif”, sebab hadits yang pertama sifatnya melarang, sedang hadits

kedua memberi petunjuk yang bersifat ibahah (kebolehan). Al-Nawawi

dalam syarah Muslim mengemukakan bahwa sebagian ulama menganggap

makna hadits di atas sebagai “musykil”. Karena itu mengundang berbagai

pendapat. Bahkan terdapat ulama yang menganggap derajat hadits tersebut

berstatus dho’if.2

* M. Nawawi adalah dosen mata kuliah Ilmu Hadits di Fak. Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya

1

Page 2: POLA PENYELESAIAN HADITS-HADITS MUKHTALIF · Web viewTelaah Atas Hadits-Hadits “Minum Sambil Berdiri” Oleh : M. Nawawi Abstraksi. Dalam kitab-kitab hadis terdapat riwayat yang

Dalam masyarakat kita terdapat suatu norma bahwa minum sambil

berdiri adalah suatu perbuatan tercela. Namun hal itu berangsur-angsur

terkikis oleh arus modernisasi. Bahkan di kalangan birokrat terdapat pola

baru cara minum sambil berdiri, hususnya pada acara ramah tamah

kenegaraan dan lain sebagainya, maka dalam konteks kedua tradisi yang

berkembang dan saling berbenturan di atas, penyelesaian ikhtilaf hadits

tersebut amat berarti. Sebab dengan selesainya ikhtilaf hadits bersangkutan,

akan segera dapat ditentukan mana tradisi cara minum yang sesuai dengan

sunnah Rasul; apakah salah satu, atau keduanya. Dengan demikian

pengembangan tradisi yang benar akan dapat dibangun sesuai dengan

semangat nilai sunnah Nabi saw.

Makalah ini ditulis dalam rangka menggali penyelesaian iktilaf hadits

tersebut yang berkembang di kalangan para ulama’ untuk selanjutnya

dianalisis mana diantara pendapat-pendapat tersebut yang paling kuat, sesuai

kaidah pemahaman hadits yang berlaku.

Cara Menyelesaikan Hadits Mukhtalif

Hadits mukhtalif adalah dua buah hadits (atau lebih) yang saling

bertentangan pada makna lahiriahnya, kemudian keduanya dikompromikan

atau ditarjih salah satunya.3

Dari pengertian di atas dapat difahami bahwa tidak semua hadits yang

secara tekstual bertentangan, tertutup untuk dikompromikan. Untuk itu

Syarafuddin Ali al-Rajihi mendefinisikan hadits mukhtalif sebagai berikut :

“Hadits mukhtalif adalah dua buah hadits maqbul yang saling bertentangan pada makna lahiriahnya, namun maksud yang dituju oleh kedua hadits tersebut masih mungkin untuk dikompromikan dengan tanpa dicari-cari (wajar)”4

2

Page 3: POLA PENYELESAIAN HADITS-HADITS MUKHTALIF · Web viewTelaah Atas Hadits-Hadits “Minum Sambil Berdiri” Oleh : M. Nawawi Abstraksi. Dalam kitab-kitab hadis terdapat riwayat yang

Imam al-Syafi’I berkata : “ … Demikianlah, tidak pernah kami

temukan dua hadits yang kontradiksi, kecuali ada saja jalan keluarya. Atau

ditemukan petunjuk yang yang memberikan isyarah mana hadits yang lebih

otentik, baik atas dasar kesesuaiannya dengan kitab Allah, hadits Nabi, atau

berdasarkan dalalah (petunjuk) lainnya.”5

Dengan demikian, maka tidak akan ditemukan hadits-hadits yang

bertentangan secara lahiriyah, kecuali ditemukan jalan keluar untuk

menghilangkan sifat kontradiksinya, baik melalui jalan kompromi (al-jam’u),

tarjih, atau nasih mansuh.

Cara yang ditempuh para ulama dalam menyelesaikan ikhtilaf hadits

adalah sebagai berikut :

1. Apabila mungkin, supaya diupayakan untuk dikompromikan keduanya,6

baik melalui pendekatan kaidah ushul fiqh, pendekatan konteks,

pendekatan korelatif, pendekatan ta’wil, atau pendekatan dari sudut

pandang al-tanawwu’ al-ibadah.7

2. Apabila mustahil dikompromikan, maka perlu diteliti sejarah keduanya,

dan bila ditemukan sejarah yang menunjukkan mana yang lebih awal dan

lebih akhir wurudnya, maka diselesaikan melalui pendekatan nasih

mansuh.

3. Apabila tidak dapat ditemukan sejarah wurudnya, maka pertama-tama

supaya diamalkan secara sendiri-sendiri sesuai dengan situasi dan kondisi

masing-masing. Namun bila tidak dapat diperlakukan seperti itu, terpaksa

dilakukan tarjih.8 Dalam hal ini Muhammad Utsman al-Hasyit membagi

tarjih ke dalam empat kategori; yaitu tarjih dari sudut sanad, dari sudut

matan, dari sudut makna yang dimaksud (madlul), dari sudut yang

datangnya dari luar.9

3

Page 4: POLA PENYELESAIAN HADITS-HADITS MUKHTALIF · Web viewTelaah Atas Hadits-Hadits “Minum Sambil Berdiri” Oleh : M. Nawawi Abstraksi. Dalam kitab-kitab hadis terdapat riwayat yang

Sungguhpun demikian, pendekatan pertama, yaitu al-jam’u

(kompromi), merupakan cara terbaik, yang diakui sejumlah ulama’,

sebagaimana dituturkan al-Kandahlawi.10

Untuk itu, sebagai pengetahuan mengenai pemahaman terhadap hadits

(sunnah) Nabi secara lebih baik perlu menyimak pendapat as-Syafi’i. Ia

berpendapat bahwa sunnah Nabi tidak akan bertentangan dengan al-Qur’an,

baik sunnah itu bersifat sebagai tafsir, atau sebagai ketentuan tambahan.

Sebab al-Qur’an sendiri memerintahkan untuk mengikutinya. Oleh karna itu

apabila terdapat hadits yang sama-sama shahih, tidak mungkin terjadi

pertentangan. Sabda Nabi Muhammad saw dalam Haditsnya kadang

ditujukan sebagai ketentuan yang bersifat umum, tetapi yang umum itu

kadang dimaksudkan sebagai ketentuan khusus. Demikian pula (dalam

sabdanya itu) kadang dimaksudkan oleh Nabi sebagai jawaban atas

pertanyaan yang diajukan kepadanya dalam konteks tertentu, tetapi kadang ia

menjawab persoalan yang sama dengan jawaban yang berbeda dalam konteks

yang lain. Atas dasar paradigma itulah, maka as-Syafi’i berkeyakinan bahwa

tidak ada dua hadits yang bertentangan, kecuali akan ditemukan jalan keluar

untuk mempertemukannya.11

Hadits-Hadits Yang Terkesan Berlawanan

Redaksi hadits bersangkutan diambil dari kitab Shahih Muslim. Hal

ini dilakukan atas pertimbangan bahwa kitab shahih Muslim merupakan salah

saatu kitab shahih yang menduduki peringkat kedua setalah shahih al-

Bukhari. Mengapa tidak mengambil dari kitab Shahih al-Bukhari ?. karena

dalam kitab yang terakhir ini hadits yang dimuat hanya mengenai riwayat

yang menuturkan bahwa Nabi SAW meminum air Zam-zam dengan berdiri.

Sedangkan mengenai larangan Nabi tidak dimuatnya. Jadi disamping alasan

4

Page 5: POLA PENYELESAIAN HADITS-HADITS MUKHTALIF · Web viewTelaah Atas Hadits-Hadits “Minum Sambil Berdiri” Oleh : M. Nawawi Abstraksi. Dalam kitab-kitab hadis terdapat riwayat yang

di atas, kitab shahih Muslim dalam hal ini menyebutkan kedua hadits yang

berlawanan.

Redaksi hadits yang dimaksud, baik yang bersifat larangan maupun

kebolehan (ibahah), masing-masing diriwayatkan tidak kurang dari empat

jalur sanad. Secara rinci hadits dimaksud adalah sebagai berikut :12

1. Hadits yang bersifat larangan. Hadits ini ada yang disusun dengan

menggunakan lafadz “ زجر “ dan ada yang menggunakan “ نهى “.

Hadits yang menggunakan “ زجر “ diriwayatkan Imam Muslim dari dua

jalur sanada, yaitu :

a. Dari Haddab bin Khalid, dari Hammam, dari Qatadah, dari Anas;

b. Dari Haddab bin Khalid, dari Hammam, dari Qatadah, dari Abi Isa

al-Aswari, dari Abu Sa’id al Hudazri.

Sedangkan hadits yang menggunakan kata “ نهى “ juga diriwayatkan

Imam Muslim dari dua jalur sanad, yaitu :

a. Dari Muhammad bin al-Mutsanna, dari Abd. Al-A’la, dari Sa’id, dari

Qatadah, dari Anas.

b. Dari Zuher bin Harb, Muhammad bin al-Mutsanna dan Ibnu Bassyar.

Mereka bertiga menerima dari Yahya bin Sa’id, dari Syu’bah, dari

Qatadah, dari Abu Isa al-Aswari, dari Abu Sa’id al-Khudzri.

2. Haditsyang bersifat memberi ijin kebolehan (ibahah) adalah disusun

dengan redaksi sebagai berikut :

��ة أبو ح��دثنا الجح��دري كامل أبو حدثنا عن عوان م عن عاص��عبي اس ابن عن الش ول سقيت قال عب ه رس�� لى الل ه ص�� الل

م عليه قائم وهو فشرب زمزم من وسل

5

Page 6: POLA PENYELESAIAN HADITS-HADITS MUKHTALIF · Web viewTelaah Atas Hadits-Hadits “Minum Sambil Berdiri” Oleh : M. Nawawi Abstraksi. Dalam kitab-kitab hadis terdapat riwayat yang

ه عبد بن محمد حدثنا فيان حدثنا نمير بن الل عن س�� م عاص��عبي عن اس ابن عن الش بي أن عب ه صلى الن م عليه الل وسل

قائم وهو منها دلو من زمزم من شرب

األح��ول عاصم أخبرنا هشيم حدثنا يونس بن سريج حدثنا ومعيل ال��دورقي يعق��وب ح��دثني و ح بن وإس�� الم ق��ال س��

يم ح��دثنا يعق��وب قال و أخبرنا إسمعيل م ح��دثنا هش�� عاص��عبي عن ومغيرة األحول اس ابن عن الش ول أن عب ه رس�� الل

ه صلى م عليه الل قائم وهو زمزم من شرب وسل

Semua hadits di atas diriwayatkan Imam Muslim dari Ibnu Abbas

melalui empat jalur sanad berikut :

a. Dari Abu Kamil al-Jahdari, dari Abu Uwanah, dari ‘Ashim, dari al-

Sya’biy, dari Ibnu Abbas;

b. Dari Muhammad bin Abdullah bin Numair, dari Sufyan, dari ‘Ashim,

dari al-Sya’bi, dari Ibnu Abbas;

c. Dari Syurej bin Yunus, Ya’qub al-Duraqi dan Isma’in bin Salim.

Semuanya menerima dari Hasyim, dari Ashim al-Ahwal dan

Mughirah, dari al-Sya’bi, dari Ibnu Abbas.

d. Dari Ubaidillah bin Mu’ad, dari ayahnya sendiri, dari Syu’bah, dari

“Ashim, dari al-Sya’bi, dari Ibnu Abbas.13

Menurut penelitian yang dilakukan Imam Nawawi, penulis kitab

Syarah Muslim, semua hadits tersebut di atas, bersetatus shahih. Bahkan

mengecam pendapat yang mengatakan bahwa sebagian hadits tersebut

sebagai dha’if.14 Pendapat al-Nawawi ini kemudian dikutip oleh banyak

penulis syarah hadits, seperti Ibnu Hajar al-Atsqalaniy, Abu Thayyib

Muhammad Syamsul Haq Abady (penulis ‘Awnul Ma’bud), Muhammad

Zakaria al Kandahlawi (penulis Awjazul Masalik), Al-Syaukani dan lain-lain.

Pendapat Para Ulama Dalam Menyelesaikan Ikhtilaf

6

Page 7: POLA PENYELESAIAN HADITS-HADITS MUKHTALIF · Web viewTelaah Atas Hadits-Hadits “Minum Sambil Berdiri” Oleh : M. Nawawi Abstraksi. Dalam kitab-kitab hadis terdapat riwayat yang

Inti yang dimaksud hadits pertama melarang (mengecam) orang yang

minum dalam keadaan berdiri. Sedangkan inti maksud hadits kedua

menjelaskan bahwa Nabi SAW meminum air zam-zam dengan berdiri.

Dari sini dapat difahami bahwa antara hadits pertama dengan hadits

kedua terdapat ikhtilaf. Hadits pertama bersifat melarang, sedang yang kedua

membolehkan, sebab Nabi sendiri melakukannya. Berarti ada pertentangan

ucapan dan perbuatan. Dalam hadits riwayat Muslim melalui jalur Abu

Hurairah, dituturkan bahwa Nabi bersabda :15

��د ح��دثني ار عب الف��زاري يعني م��روان ح��دثنا العالء بن الجبي غطف��ان أبو أخبرني حمزة بن عمر حدثنا ه الم��ر مع أن س��

1

Catatan Akhir

? Abul Husain Muslim bin Hajjaj al-Qusyairi al-naisaburi, Shahih Muslim, juz II (bandung : dakhlan, tth) hal. 208-209

2 Shahih Muslim bi Syarhi al-Nawawi, juz XIII (Mesir al-Mishriyah, 1924) hal 195

3 Dr. Muhammad Thahir al-Jawabiy, Juhud al-Muhadditsin fi Naqdi Matn al-Hadits al-Nabawi, (Mu’assasah al-Karim, tth) hal 368

4 Dr. Edi Safri, al-Imam al-Syafi’I; Metode Penyelesaian Hadits-Hadits Mukhtalif (Desertasi) tidak dipublikasikan, IAIN Jakarta, 19990, hal. 129, dikutip dari Syarafuddin Ali al-Rajihi, Mushtalah al-Hadits wa Atsaruhu ‘Ala al-Darsi al-Lughowi ‘Inda al-‘Arab (Bairut : Dar al-Nadhah, tth) hal. 217.

5 Untuk lebih rinci bisa dibaca Muhammad bin Idris al-Syafi’i, al-Risalah, tahqiq Muhammad Sayyid al-Kailaniy (Mesir : Musthafa al-Babi al-Halabiy, 1969) hal. 98 - 101.

6 Dr. Muhammad Thahir al-Jawabiy, Juhud al-Muhadditsin … hal. 3727 Dr. Edi Safri, al-Imam al-Syafi’i… hal. 152, 160, 171, 180, 2058 Dr. Muhammad Thahir al-Jawabiy, Juhud al-Muhadditsin … hal. 372Baca Muhammad Utsman al-Kasyit, Mafatihu Ulum al-Hadits wa Thuruqu Tahrijih

(Kairo : Maktabah al-Qur’an, tth) hal. 126-127

9Muhammad Utsman al-Kasyit, Ibid, hal. 12810 Muhammad Zakariya al-Kandahlawi (selanjutnya disebut al-Kandahlawi),

Awjazu al-Masalik ila Muwatha’ Malik, juz XIV (Bairut : Dar al-Fikr, tth) hal 27011 al-Syafi’i, al-Risalah, … hal. 98-10112 Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi al-Naisaburi, Shahih Muslim … hal. 20813 Ibid, hal. 208-20914Shahih Muslim bi Syarh al-Nawawi , … hal. 19515 Ibid, hal. 209

7

Page 8: POLA PENYELESAIAN HADITS-HADITS MUKHTALIF · Web viewTelaah Atas Hadits-Hadits “Minum Sambil Berdiri” Oleh : M. Nawawi Abstraksi. Dalam kitab-kitab hadis terdapat riwayat yang

ول قال يقوال هريرة أبا ه رس�� لى الل ه ص�� ��ه الل م علي ل ال وس��فليستقئ نسي فمن قائما منكم أحد يشربن

Namun Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Nu’aim, dari Mis’ar, dari

Abd. Malik bin Maisarah, dari al-Nazzal, berkata :16

أبو حدثنا رة بن الملك عبد عن مسعر حدثنا نعيم عن ميس��ال ز ي علي أتى ق��ال الن ه رض�� ��ه الل ��اب على عن ��ة ب حب الر

��ره ناسا إن فقال قائما فشرب رب أن أح��دهم يك وه��و يش��ي ق��ائم بي رأيت وإن لى الن ه ص�� ��ه الل م علي ل كما فع��ل وس��

فعلت رأيتموني

Maka semakin jelas, bahwa secara tekstual, terdapat pertenatangan

(ikhtilaf) antara ucapan dan perbuatan nabi SAW. Timbullah pertanyaan;

Mungkinkah terdapat pertentangan dalam sunnah Nabi yang disepakati

sebagai pedoman hidup muslimin?. Untuk itu perlu ditemukan penyelesaian.

Sebab tidak mungkin ada dua hadits yang bertentangan kecuali terdapat jalan

keluar untuk dipertemukan. Demikian kata al-Syafi’i.

Menghadapai persoalan tersebut, sikap para ulama’ tidak mengambil

jalan yang sama. Di antara mereka ada yang menempuh tarjih, ada yang

menempuh nasih-mansuh, dan ada yang menempuh jalan al-jam’u.17

Abu Bakar al-Atsram mengambil pendekatan tarjih, di mana hadits

yang membolehkan dinyatakan sebagai lebih rajih dibanding hadits yang

melarangnya, walau sebenarnya kedua hadits itu sama-sama shahih. Alasan

yang dijadikan dasar adalah sebagai berikut :

16 al-Hafidz Ahmad bin Aly bin Hajar al-Asqalaniy, Fath al-Bariy, juz XI (Bairut : Dar al-Fikr, tth) hal. 212-213

17 Lihat pada Ibnu Hajar, Fath al-Bariy … hal. 215-216, dan al-Kandahlawi, Awjaz al-Masalik, … hal. 280-281

8

Page 9: POLA PENYELESAIAN HADITS-HADITS MUKHTALIF · Web viewTelaah Atas Hadits-Hadits “Minum Sambil Berdiri” Oleh : M. Nawawi Abstraksi. Dalam kitab-kitab hadis terdapat riwayat yang

Pertama, hadits yang secara gamblang dinyatakan sendiri oleh Nabi,

yang sifatnya melarang, adalah diriwayatkan oleh Abu Hurairah. Redaksi

hadits tersebut adalah :

��د ح��دثني ار عب الف��زاري يعني م��روان ح��دثنا العالء بن الجبي غطف��ان أبو أخبرني حمزة بن عمر حدثنا ه الم��ر مع أن س��

ول قال يقوال هريرة أبا ه رس�� لى الل ه ص�� ��ه الل م علي ل ال وس��فليستقئ نسي فمن قائما منكم أحد يشربن

Namun pada saat yang sama terdapat riwayat yang menuturkan bahwa Abu

Hurairah berkata: 18

قائما بالشرب بأس ال قال أنه هريرة أبي عن ويروىKedua, ulama’ telah sepakat, bahwa orang yang meminum berdiri

karena lupa, tidak wajib memuntahkan air yang telah diminum, padahal bila

memperhatikan hadits riwayat Abu Hurairah di atas, orang tersebut wajib

memuntahkannya.19

Memperhatikan keterangan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

menurut pendapat Abu Bakar al-Atsram, meminum sambil berdiri itu

hukumnya boleh (ibahah) secara mutlaq, tidak makruh dan tidak khilaf al-

awla.

Agak mirip dengan pendapat Abu Bakar al-Atsram adalah pendapat

Ibnu Syahin yang menggunakan pendekatan nasih-mansuh. Ia berpendapat

bahwa hadits Anas (bin Malik tentang larangan minum dengan berdiri)

adalah mansuh oleh hadits yang membolehkannya.20 Alasan yang digunakan

sebagai dasar adalah sebagai berikut :

18 Muhammad bin Aly bin Muhammad al-Syawkany, Nail al-Awthar Syarh Muntaqa al-Akhbar, juz VIII (Mesir : Mustafa al-Babiy al-Halabiy, tth) hal. 219. Lihat pula pada Ibnu Hajar al-Asqalaniy, Fath al-Bariy … hal. 215

19 Al-Kandahlawi, Awjaz al-Masalik … hal. 270 dan al-Syawkaniy, Nail al-Awthar, … hal. 219

9

Page 10: POLA PENYELESAIAN HADITS-HADITS MUKHTALIF · Web viewTelaah Atas Hadits-Hadits “Minum Sambil Berdiri” Oleh : M. Nawawi Abstraksi. Dalam kitab-kitab hadis terdapat riwayat yang

Pertama, bahwa hadits yang memberi ijin dan memperbolehkan

minum dengan berdiri (berupa hadits fi’liyah) adalah terjadi lebih akhir; yaitu

pada saat Nabi sedang melaksanakan haji wada’.21

Kedua, bahwa Khulafa’ al-Rasyidin dikabarkan melakukan perbuatan

minum sambil berdiri. Demikian pula diriwayatkan bahwa sayyidah ‘Aisyah

berpendapat: “Tidak apa-apa seorang yang minum dengan berdiri”. Imam

Malik meriwayatkan dari Abu Ja’far al-Qariy bahwa ia telah mengetahui

(menyaksikan) abdullah bin Umar bin al-Khatthab minum sambil berdiri.22

Dengan begitu berarti para sahabat banyak yang melakukannya. Atas dasar

pertimbangan dan logika inilah para ulama’ seperti Ibnu Syahin berpendapat

bahwa hadits Nabi yang melarang minum sambil berdiri telah mansuh. Oleh

karena itu mereka berkesimpulan bahwa minum sambil berdiri hukumnya

boleh secara mutlak.

Berlawanan dengan pendapat Ibnu Syahin - walau pendekatan yang

digunakan sama, yaitu nasih mansuh - adalah pendapat Ibnu Hazmin. Ia

berpendirian bahwa hadits yang mansuh justru yang beresifat membolehkan

(ibahah) dengan dasar bahwa kebolehan adalah hukum asal, kemudian

datanglah hadits yang melarangnya untuk menetapkan hukum syari’at. Di

samping itu dasar yang dipakai oleh pendapat yang mengatakan bahwa hadits

larangan itu mansuh, adalah tidak bisa dibenarkan, sebab hal itu hanya

berdasar dugaan. Dan yang demikian itu tidak bisa dibenarkan.23 Oleh karena

itu Ibnu Hazm berpendapat bahwa hukum minum sambil berdiri, hukumnya

haram.24

20 Al-Syawkaniy, Nail al-Awthar … hal. 220, Ibnu Hajar al-Asqalaniy, Fath al-Bariy … hal. 219, al-Kandahlawiy, Awjaz al-Masalik … hal. 270

21 Abi al-Thayib Muhammad Syamsu al-Haq al-Adzim al-Abadiy, Awnu al-Ma’bud Syarh Sunan Abi Dawud, juz X (Maktabah Salafiyah, tth) hal. 183

22 Lihat Muwattha’ Malik Bab Minuman, lihat pula al-Kandahlawi, Awjaz al-Masalik … hal. 282, Ibnu Hajar al-Asqalaniy, Fath al-Bariy, … hal. 216

23 Ibu Hajar al-Asqalaniy, Fath al-Bariy, … Ibid24. Muhammad bin Isma’il al-Kahlaniy al-Shan’aniy, Subul al-Salam, juz II,

(Bandung : Dakhlan, tth) hal. 156

10

Page 11: POLA PENYELESAIAN HADITS-HADITS MUKHTALIF · Web viewTelaah Atas Hadits-Hadits “Minum Sambil Berdiri” Oleh : M. Nawawi Abstraksi. Dalam kitab-kitab hadis terdapat riwayat yang

Pendekatan ketiga, adalah menggunakan cara (metode) al-jam’u;

suatu pendekatan yang ingin mencarikan titik temu antara dua hadits yang

bertentangan, sehingga kedua hadits bersangkutan sama diperlakukan secara

adil, tanpa mengabaikan salah satunya. Sungguhpun demikian, dalam hal ini

para ulama tidak berada pada pemahaman yang sama. Jumhur ulama’

berpendapat bahwa hukum meminum dengan berdiri itu boleh, hanya saja

kurang disukai (makruh tanzih atau khilaf al-awla).25 Pendapat ini sama

dengan pendirian Imam Nawawi sebagaimana dijelaskan dalam kitab syarah

Muslim. Ia menjelaskan bahwa kedua hadits (yang terkesan bertentangan) itu

sama-sama shahih, namun tidak mengandung pertentangan. Larangan yang

ada pada hadits Anas bin Malik dan Abu Sa’id Al-Khudzri itu sifatnya tidak

mutlaq. Hal ini disimpulkan dari peristiwa minumnya Nabi. Tidak mungkin

Rasulullah melakukan sesuatu yang telah dilarangnya sendiri. Oleh karena itu

perbuatan Nabi SAW (hadits fi’liyah berupa minum sambil berdiri) harus

difahami sebagai penjelasan terhadap hadits Anas bin Malik dan Abu Sa’id

al-Khudzri. Karena berfungsi sebagai penjelas, maka perbuatan Nabi itu

sifatnya tidak bisa dihukumi sebagai perbuatan yang makruh atau khilaf al-

awla.26 Sama dengan pendapat di atas adalah al-Khatthabiy, Ibnu Batthal dan

al-Thabariy. Mereka berpendapat bahwa larangan meminum dengan berdiri

itu sifatnya hanya sebagai irsyad dan ta’dib, bukan sebagai keharaman.27

Agak berbeda dengan pemahaman al-jam’u di atas, adalah pendapat

Abu al-Faraj al-Tsaqafiy. Metode al-jam’u yang dipergunakan ialah dengan

melakukan ta’wil. Makna yang dimaksud oleh kata adalah بالقيام“ “

راألم في قام “ Seorang dikatakan .(berjalan) “ المشي “ apabila ia

telah menempuh dan bergumul dengan perkara tersebut.28 Jadi yang

dimaksud oleh larangan tersebut adalah minum dengan berjalan. Oleh 25 Ibid, hal. 156-15726 Shahih Muslim bi Shah al-Nawawi, … hal. 19527 Al-Syawkaniy, Nail al-Awthar, … hal. 22028 Ibnu Hajar al-Asqalaniy, Fath al-Bariy, … hal. 216

11

Page 12: POLA PENYELESAIAN HADITS-HADITS MUKHTALIF · Web viewTelaah Atas Hadits-Hadits “Minum Sambil Berdiri” Oleh : M. Nawawi Abstraksi. Dalam kitab-kitab hadis terdapat riwayat yang

karena itu apabila hanya minum sambil berdiri dengan tenang, maka hal itu

tidak termasuk dalam perbuatan yang dilarang oleh hadits Nabi SAW

tersebut. Ibnu Qutaibah memberi penegasan bahwa yang dimaksud oleh

larangan tersebut, supaya orang-orang yang sedang minum itu melakukannya

dengan tenang dan tidak tergesa-gesa. Tujuannya supaya air yang masuk

dapat berjalan dengan baik dan tidak nyangkut di dada.29 Menyimak apa yang

diterangkan Ibnu Qutaibah ini, tampaknya yang dituju oleh hadits Nabi yang

melarang minum sambil berdiri tersebut adalah kenyamanan dan kesehatan

orang yang sedang minum. Mereguk minuman dengan duduk akan

mendatangkan kenyamanan dan kesehatan. Sebaliknya, meminum dengan

berdiri dihawatirkan akan mendatangkan kemadzaratan dan penyakit.

Salah satu pemahaman al-jam’u yang lain adalah pemahaman

konteks. Hadits yang bersifat melarang berlaku dalam keadaan normal, di

mana dimungkinkan untuk melakukan minum dengan duduk. Sedangkan

hadits yang bersifat memberikan kebolehan (ibahah) berlaku apabila keadaan

tidak memungkinkan seorang untuk minum dengan duduk. Pemahaman ini

disimpulkan dari keadaan sewaktu Nabi melakukan minum dengan berdiri,

yaitu ketika sedang melakukan haji. Peristiwa ini melahirkan pemahaman,

bahwa Nabi tidak sempat duduk untuk minum air zam-zam, karena situasi

dimana para jama’ah haji sedang berdesakan.30

Dari penjelasan tersebut di atas, penulis cenderung dengan pendekatan

al-jam’u, sebab pendekatan ini terasa lebih adil. Disamping itu tidak

ditemukan alasan yang kuat untuk menolak pendekatan ini. Sedang

pemahamannya bisa memilih dari berbagai pemahaman yang telah

dikemukakan di atas. Bagi penulis pemahaman itu bisa mengikuti

29 Abdulah bin Muslim bin Quthaibah, Ta’wil Mukhtalif al-Hadits, Tahqiq Muhammad Abd. Rahim (Bairut : Dar al-Fikr, 1995) hal. 301

30Abi al-Thayyib Muhammad Syamsu al-Haq Abadiy, Uwn al-Ma’bud, … hal. 183

12

Page 13: POLA PENYELESAIAN HADITS-HADITS MUKHTALIF · Web viewTelaah Atas Hadits-Hadits “Minum Sambil Berdiri” Oleh : M. Nawawi Abstraksi. Dalam kitab-kitab hadis terdapat riwayat yang

perkembangan sesuai dengan konteks dan semangat moral yang ada dalam

petunjuk kandungan hadits.

Dalam konteks ikhtilaf tersebut di atas, penulis cenderung kepada

pemahaman jumhur ulama, al-Khatthabiy, Ibnu Batthal dan al-Thabariy.

Hanya saja ada sedikit catatan tambahan. Sebagaimana disebut di atas bahwa

jumhur ulama’ berpendapat : “minum sambil berdiri itu tidak apa-apa

(ibahah) tetapi kurang disukai (makruh tanzih atau khilaf al-awla). Hadits

yang sifatnya melarang fungsinya hanya sebagai ta’dib dan irsyad.

Dalam hal ini penulis memberikan tambahan dengan menggunakan

pendekatan konteks. Bahwa minum sambil berdiri yang dikategorikan khilaf

al-awla atau makruh tanzih (kurang disukai) itu sifatnya tidak mutlaq, tetapi

hanya berlaku di tempat-tempat dimana akan menjadi penyebab menurunnya

(jatuhnya) muru’ah dan derajat seseorang, seperti minum di pinggir jalan dan

sebagainya. Oleh karena itu apabila minum sambil berdiri itu dilakukan di

dalam rumah sendiri, atau dilakukan karena hajat (kebutuhan yang tidak

mengurangi muru’ah), maka hal itu diperbolehkan secara mutlaq. Dasar

pertimbangan ini adalah pemahaman atas hadits-hadits berikut :

1. Hadits riwayat Muslim dari Ibnu Abbas

م عن شعبة حدثنا أبي حدثنا معاذ بن الله عبيد حدثني عاص&&مع عبي س& مع الش&& قيت ق&ال عباس ابن س& ول س& الله رس&رب زمزم من وسلم عليه الله صلى قى قائما فش&& واستس&&البيت عند وهو

2. Hadits Riwayat Imam Ahmad dari Ummu Sulaim/Umi Anas bn Malik

اج ح&&دثنا ق&&ال ج&&ريج ابن ح&&دثنا وروح ج&&ريج ابن عن حج بن أنس بنت ابن زي&&د بن الب&&راء أن الك&&ريم عب&&د أخبرني بن أنس أم عن يح&&دث مال&&ك بن أنس أن أخب&&ره مال&&كلى النبي دخ&&ل ق&&الت مال&&ك لم علي&&ه الله ص&& علينا وس&&

ة وقرب&&ة رب م&&اء فيها معلق&& لى النبي فش&& علي&&ه الله ص&&

13

Page 14: POLA PENYELESAIAN HADITS-HADITS MUKHTALIF · Web viewTelaah Atas Hadits-Hadits “Minum Sambil Berdiri” Oleh : M. Nawawi Abstraksi. Dalam kitab-kitab hadis terdapat riwayat yang

لم امت القرب&&ة في من قائما وس&& أم فق&& ليم في إلى س&&فقطعته القربة

Dari kedua hadits di atas, dapat disimpulkan bahwa peristiwa minum

Nabi dengan berdiri itu dilakukan ketika beliau sedang di dalam rumah,

sehingga tidak akan sampai menurunkan muru’ah (kepribadian). Atau

dilakukan karena keadaan dimana tidak dimungkinkan duduk. Dari hadits

Ummu Sulaim di atas jelas tergambar bahwa tempat air minumnya

tergantung di dinding, maka tidak mungkin dilakukan minum dengan duduk.

Demikian pula peristiwa minumnya Nabi SAW, pada saat sedang

menjalankan ibadah haji. Hal ini sangat dimungkinkan karena tempat sekitar

sumur zam-zam itu sangat berdesakan, sehingga tidak memungkinkan minum

dengan duduk.31

31 Secara lebih jelas bisa dilihat pada Awnul Ma’bud, … hal. 183

14

Page 15: POLA PENYELESAIAN HADITS-HADITS MUKHTALIF · Web viewTelaah Atas Hadits-Hadits “Minum Sambil Berdiri” Oleh : M. Nawawi Abstraksi. Dalam kitab-kitab hadis terdapat riwayat yang

Penutup

Memperhatikan berbagai penjelasan tersebut di atas, dapat difahami

bahwa penyelesaian ikhtilaf hadits tentang minum sambil berdiri yang

ditempuh para ulama’ sangat beragam. Namun dari sekian cara tersebut, yang

paling adil adalah cara al-jam’u. sebab dengan cara ini semua hadits shahih

yang berkaitan dengan permasalahan dapat terakomodir dan berfungsi

sebagaimana mestinya.

Kesimpulan penyelesaian melalui al-jam’u menempatkan hadits Anas

(bin Malik) dan Abu Sa’id al-Hudzri, yakni hadits yang bersifat larangan,

sebagai hadits yang bersifat umum; apakah sifat larangan mutlaq atau relatif,

dalam arti menunjuk kepada hukum tahrim, makruh atau khilaf al-awla.

Untuk itu perlu penjelasan lain. Nah dalam konteks inilah hadits Ibnu Abbas,

yang bersifat ibahah, datang menjadi penjelas terhadap hadits Anas dan Abu

Sa’id. Maka larangan minum dengan berdiri yang terkandung dalam hadits

Anas dan Abu Sa’id sifatnya tidak mutlak. Oleh karena itu hukumnya

menjadi makruh atau khilaf al-awla. Namun sampai pada tahap ini masih

menimbulkan pertanyaan;apakah hukum makruh atau khilaf al-awla tersebut

berlaku secara mutlaq, atau mempunyai konteks tertentu. Untuk menjawab

pertanyaan tadi, hadits Ibnu Abbas dan Ummu Sulaim memberikan

pemahaman, bahwa hukum makruh atau hilaf al-awla hanya berlaku dalam

keadaan yang dapat mengurangi atau menurunkan muru’ah dan kepribadian

seseorang. Atau dalam keadaan dimana sangat mungkin dilakukan minum

sambil duduk.

Maka atas pemahaman di atas, minum sambil berdiri boleh dilakukan

secara mutlaq, dalam keadaan dimana tidak akan menjadi penyebab yang

menurunkan muru’ah. Demikian pula bila dilakukan dalam keadaan

15

Page 16: POLA PENYELESAIAN HADITS-HADITS MUKHTALIF · Web viewTelaah Atas Hadits-Hadits “Minum Sambil Berdiri” Oleh : M. Nawawi Abstraksi. Dalam kitab-kitab hadis terdapat riwayat yang

sedemikian rupa, sehingga tidak mungkin dilakukan dengan duduk. Dalam

konteks ini, maka minum sambil berdiri dalam resepsi kenegaraan sudah

menjadi tradisi, adalah diperbolehkan

16