innani musyarofah-fu.pdf
TRANSCRIPT
HUBUNGAN KRISTEN DAN ISLAM DI INDONESIA
DALAM PANDANGAN H.M. RASYIDI
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Mencapai
Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I.)
Oleh:
Innani Musyarofah
(1111032100041)
PRODI PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016M/1437 H
i
ABSTRAK
Perkembangan jumlah penganut Kristen di Indonesia secara cepat pada
pertengahan tahun 1960-an, telah mengakibatkan kegelisahan tersendiri dikalangan
Islam. Oleh orang Islam perkembangan ini dianggap sebagai permainan kotor dari
orang-orang Kristen. Adapun metode yang digunakan dengan cara meningkatkan
sekolah Kristen, membangun sekolah teologi di kota muslim, mendorong laki-laki
Kristen untuk menikahi wanita muslim, membangun rumah sakit, membangun gereja
dekat masjid. Fakta yang telah digambarkan peristiwa di atas menimbulkan berbagai
respon dari kalangan Islam, bahkan memicu konflik terbuka dan tindakan kekerasan.
Hubungan antara umat beragama telah menjadi perhatian luas baik dalam masyarakat
pada umumnya maupun dalam ranah ilmiah. Kesadaran atas kesatuan manusia dan
kesadaran atas ke-Esaan Tuhan dalam penciptaan keanekaragaman ini sebagai modal
utama penganut agama di Indonesia untuk memperlakukan secara manusiawi antara
satu kelompok penganut agama dengan penganut agama yang lain.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kepustakaan murni
(library reserach) semua karya yang terkait dengan penelitian ini, penulis jadikan
bahan rujukan untuk membaca pemikiran tokoh. Untuk menunjang dalam penelitian
tersebut, metode analisis yang penulis gunakan adalah deskripsi, interpretative dan
kesinambungan historis. Dengan demikian diharapkan penelitian ini dapat
memberikan gambaran yang jelas mengenai hubungan Kristen dan Islam di Indonesia
dalam Pandangan H.M. Rasyidi.
Sehingga hasil yang didapat bahwa H.M. Rasyidi memandang Hubungan
Kristen dan Islam di Indonesia adalah masih sangat mengecewakan dengan pokok
persoalan antar umat Kristen dan Islam, bahwa umat Kristen yang selalu berusaha
mengkristenkan umat Islam. Dengan hal ini H.M. Rasyidi berusaha mengembalikan
hak-hak umat Islam di Indonesia dengan diadakan dialog antar umat beragama, agar
umat Kristen tidak selalu mengkristenkan umat Islam.
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini
dalam rangka memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Agama
dalam Ilmu Perbandingan Agama pada Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Sebagai suatu kewajiban akademis yang terakhir, mudah-mudahan karya
ilmiah ini bisa disebut sebagai perwujudan formal dari akumulasi pengetahuan, teori
dan wawasan yang penulis dapatkan selama ini. Demikian, penulis berharap skripsi
ini bukan merupakan awal dari kewajiban ilmiah di masa-masa yang akan datang.
Atas selesainya karya ilmiah tidak lepas dari bantuan materil dan moril dari berbagai
pihak.
Selain dari pada penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan
dan kerjasama dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
banyak terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Dede Rosada, MA. Selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta
2. Prof. Dr. Masri Mansoer, MA, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin.
v
3. Prof. Dr. Kautsar Azhari Noer, selaku dosen pembimbing tunggal dalam
penulisan skripsi ini.
4. Pak Ridho dan Ibu Halimah, selaku Katua dan Sekretaris Prodi Perbandingan
Agama.
5. Dr. Media, MA, selaku dosen mata kuliah metode penelitian studi-studi
Perbandingan Agama yang telah mengajarkan pada penulis tentang ketelitian
dan ketekuunan.
6. Dr. Sri Mulyati, MA, sebagai dosen Pembimbing Akademik (PA) yang telah
memberikan arahan dan nasehahatnya terhadap penulisan skripsi ini
7. Dr. Ismatu Ropi, yang sudah meluangkan waktunya untuk memberi arahan
kepada penulis.
8. Akbari dan Syafi’a, kedua orang tua yang selalu memberikan motivasi dan
doa selama perjalanan penulis dalam menuntut ilmu di manapun penulis
berada. serta saudara-saudaraku tercinta Adit dan Herlin. Dan tak lupa
Nenekku yang selalu mendoakan kelancaran skripsi ini.
9. Abdul Kholik, selaku Suami yang turut membantu kalancaran dan selalu
mendukung saya untuk selalu semangat.
10. Sahabat-sahabat Perbandingan Agama (PA) 2011 tanpa terkcuali, yang sudah
banyak membantu dan selalu memberikan semangat lewat canda tawa.
11. Kakak-kakaku, Slamet Riadi, Moh. Jakfar, Hairi dan Uswatun Hasanah yang
selalu memberikan semangat lewat canda tawanya. Dan tidak lupa Abdus
v
Syakur yang selalu memberi arahan dan bimbingan buat saya selama
penulisan skripsi.
12. Semua pihak yang tidak bias disebut satu persatu yang turut membantu dalam
perjuangan penulis dengan sengaja maupun kebetulan, terimakasih yang tak
terhingga penulisa sampaikan. Semoga kita dirahmati Allah Swt. Amin.
Semoga Allah Yang Maha Pemurah dan maha Penyayang selalu
melimpahkan rahmat-Nya dan Ridho-Nya.
Akhir kata, semoga tulisan ini bermanfaat dan dapat memberikan wawasan
pengetahuan bagi siapapun yang berkempatan membacanya.
Wassalamu’alaikum wr.wb
Jakarta, 04 Januari 2016
Penulis
Innani Musyarofah
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
PENGESAHAN PEMBIMBING
SURAT PERNYATAAN
ABSTRAK .........................................................................................................i
KATA PENGANTAR .......................................................................................ii
PEDOMAN TRANSLITERASI..... .................................................................v
DAFTAR ISI .....................................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...............................................................1
B. Batasan Dan Perumusan Masalah ...............................................5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .....................................................5
D. Metode Penelitian ........................................................................6
E. Tinjauan Pustaka .........................................................................7
F. Sistematika Penulisan ..................................................................8
BAB II TENTANG H.M. RASYIDI
A. Latar Belakang Keluarga dan Pendidikan ...................................10
B. Karya-Karya ................................................................................. 24
C. Sikap Teologis Terhadap Agama-Agama Lain ............................ 28
BAB III AGAMA KRISTEN
A. Sejarah Kristen .............................................................................33
B. Ajaran-ajaran Kristen ...................................................................36
C. Kristen di Indonesia ......................................................................41
BAB IV HUBUNGAN KRISTEN DAN ISLAM DI INDONESIA
A. Akar Perselisihan Kristen dan Islam di Indonesia ........................50
B. Kristenisasi .....................................................................................53
C. Perkawinan .....................................................................................59
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................63
B. Saran-Saran ...................................................................................64
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................65
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Agama dalam kehidupan ummat manusia merupakan unsur vital dan hampir
semua bisa dipastikan dapat ditemukan dalam dunia sejarah kehidupan manusia.
Islam sebagai agama Samawi yang dibawa terakhir oleh Nabi Muḥ ammad Saw,
dengan wahyu yang dibukukan menjadi al-Qur‟ān. Berdasarkan turunnya dan
munculnya tiga agama semitik, Islam adalah rentetan yang terakhir daripada agama-
agama samawi yang dibawa oleh utusan utusan Tuhan. Agama Islam adalah agama
terakhir dari agama-agama yang telah diturunkan sebelumnya seperti kepada Nabi
Ibrahim, Ishak, dan Ya‟kub atau Israil serta keturunannya, yang mana mereka berasal
dari bangsa Yahudi.1
Di samping agama Islam juga terdapat agama lainnya, yaitu agama Kristen,
agama yang dianut oleh pengikut-pengikut Al-Masih (Isa yang diusap dengan minyak
kasturi) yang dalam bahasa Yunani di sebut Yesus Kristus. Berbeda dengan agama
Islam yang sangat menjunjung tinggi monoteisme dalam konsep ketuhanannya, justru
agama Kristen meyakini Tritunggal sebagai dasar dari konsep ketuhanannya. Status
dan konsep teologi inilah yang menjadi pokok-pokok pemikiran dan perdebatan
antara Islam dan Kristen.
1 H.M. Rasyidi, Keutamaan Hukum Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), hal. 20.
2
Kesadaran atas kesatuan manusia dan kesadaran atas ke-Esaan Tuhan dalam
penciptaan keanekaragaman ini sebagai modal utama penganut agama di Indonesia
untuk memperlakukan secara manusiawi antara satu kelompok penganut agama
dengan penganut agama yang lain.2 Hubungan antara umat beragama telah menjadi
perhatian luas baik dalam masyarakat pada umumnya maupun dalam ranah ilmiah.
Yang dilandasi dengan toleransi, saling mengerti, saling menghormati, saling
menghargai dalam kesetaraan dalam pengalaman. Ajaran agama juga diharapkan
dapat menciptakan kerukunan antar umat Islam dan Kristen.3 Kenyataan tersebut
pada abad ke-20 ini menampakkan diri dalam kegiatan-kegiatan dialog antara para
penganut agama-agama besar, yang mana perbincangan agama Islam dan Kristen
termasuk di dalamnya.
Dalam perbincangan dan perdebatan tersebut tak jarang ditemukan tuduhan-
tuduhan yang saling menjatuhkan antara satu dan yang lain, termasuk agama Islam
dan Kristen itu sendiri. Salah satunya adalah sikap umat Kristen terhadap umat Islam
yang menyatakan segala yang ada dalam Islam itu tidak benar, Islam harus diganti
dengan Kristen.4 Sebaliknya, Islam juga menganggap bahwa Islamlah satu-satunya
agama yang benar sehingga agama yang lain dikatakan salah, termasuk agama
Kristen. Oleh karena itulah mereka masing-masing mempunyai misi untuk mengajak
2 Asep Syaefullah, Merukunkan Umat Beragama “Studi Pemikiran Tarmizi Taher Tentang
Kerukunan Umat Beragama”, (Jakarta: Grafindo, 2007), hal. 194. 3Elis Rostiani, “Hubungam Toleransi Beragama dengan Interaksi Sosial Umat Islam dan
Kristen (Study Kasus di Graha Indah Pamulang Kec.Pamulang)” (Skripsi Fakultas Ushuluddin, UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014), hal. 34. 4H.M. Rasyidi. Koreksi Terhadap Dr. Harun Nasution tentang “Islam Ditinjau dari Berbagai
Aspeknya” (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), hal. 6-11.
3
sebanyak mungkin orang agar menjadi penganut bagian dari agama yang mereka
yakini sebagai agama yang paling benar.
Perkembangan jumlah penganut Kristen di Indonesia secara cepat pada
pertengahan tahun 1960-an, telah mengakibatkan kegelisahan tersendiri dikalangan
Islam. Oleh orang Islam perkembangan ini dianggap sebagai permainan kotor dari
orang-orang Kristen. Adapun metode yang digunakan dengan cara meningkatkan
sekolah Kristen, membangun sekolah teologi di kota muslim, mendorong laki-laki
Kristen untuk menikahi wanita muslim, membangun rumah sakit, membangun gereja
dekat masjid.5
Fakta yang telah digambarkan peristiwa di atas menimbulkan berbagai respon
dari kalangan Islam, bahkan memicu konflik terbuka dan tindakan kekerasan. Pada
awal tahun 1967 timbul kesulitan-kesulitan sehubungan dibangunnya sebuah gereja
kecil metodis di Meulaboh (Aceh Barat), pada tanggal 1 oktober 1967 pemuda-
pemuda Islam di Makasar merusak perabot berbagai gereja. Di Ujung Pandang juga
sebuah gereja dirusak oleh umat Islam, karena seorang pemuka Agama Kristen di
kota itu mengeluarkan ucapan-ucapan yang menghina Nabi Muḥ ammad Saw.
Dengan latar belakang inilah dilangsungkan pertemuan antar agama dengan tujuan
mencari jalan keluar, agar kerukunan agama dapat dibina. Akan tetapi golongan
Kristen menolak rencana persetujuan tersebut dengan alasan bahwa Yesus Kristus
5 Amos Sukamto, “Ketegangan Antar Kelompok Agama pada Masa Orde Lama Sampai
Orde: Dari Konflik Perumusan Ideologi Negara Sampai Konflik Fisik” (Jurnal Teologi Indonesia,
2013), hal. 25-47.
4
telah memerintahkan agar menyebarluaskan agama Kristen ke segenap penjuru
dunia.6
Dalam persoalan dialog antaragama di Indonesia, salah satu yang menjadi
pusat perhatian adalah perumusan konferensi yang menyangkut hubungan
antaragama dalam 1976. Salah satu dibuktikan dengan laporan dalam dialog dakwah
Islam dan misi Kristen Konferensi disebut konferensi Chambesy 1976.7 Salah satu
perwakilan Indonesia yang terlibat aktif dalam dialog antar agama seperti telah di
singgung adalah H.M. Rasyidi. Orang banyak mengenal H.M. Rasyidi sebagai tokoh
yang fundamentalis, mengingat berbagai komentar tentang hubungan Islam dan
Kristen terdengar cukup tegas. Hubungan antaragama dihadapkan dengan dua
persoalan utama. Pertama adalah persoalan teologis yang berkenaan dengan
keimanan, di mana manusia harus menempatkan diri secara tegas. Kedua adalah
persoalan sosial di mana harus saling menjaga kerukunan beragama dalam ruang
lingkup agama yang berbeda-beda.8
Oleh karena itu, pandangan H.M. Rasyidi pun harus dilihat dari dua aspek di
atas. Secara teologis H.M. Rasyidi memang cukup tegas dalam menggambarkan
hubungan agama Kristen dan Islam Di Indonesia. Dia memandang bahwa secara
teologi penganut agama Kristen telah salah dalam memahami, juga sering
6Rosihan Anwar, “Prof. Dr. H.M.Rasjidi Pengungkap Gamlang Hubungan Antar Agama di
Indonesia” dalam 70 Tahun Prof.H.M. Rasjidi, (Jakarta: Harian Umum Pelita, 1985) hal. 156. 7Ahmad Von Denffer dan Emilio Castro (ed.). Christian Mission and Islamic Da‟wah, (The
Islamic Foundation, Leicester, 1982). Edisi Indonesia: Dakwah Islam dan Missi Kristen: Sebuah
Dakwah Internasional. Terj oleh Ahmad Noer Z. (Penerbit Risalah: Bandung, 1984), hal. 104. 8Ihroni, “Prof. Dr. H.M.Rasjidi Pengungkap Gamblang Hubungan Antaragama Di Indonesia”
dalam 70 Tahun Prof.H.M. Rasyidi, hal. 168-171.
5
menyuarakan bahwa hubungan antara Islam dan Kristen harus tetap terjalin secara
Harmonis. Sedangkan secara sosisal harus saling menghargai dan menjaga satu sama
lain antar agama. Inilah yang menjadi alasan bagi penulis untuk mengangkat tema
“HUBUNGAN KRISTEN DAN ISLAM DI INDONESIA DALAM
PANDANGAN H.M. RASYIDI”.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Seperti yang telah disinggung dalam latar belakang masalah di atas bahwa
salah satu tokoh Indonesia yang mempunyai peran aktif dalam mengomentari
hubungan Kristen dan Islam adalah H.M. Rasyidi. Oleh karena itu penulis membatasi
penelitian ini pada pandangan H.M. Rasyidi tentang hubungan Kristen dan Islam di
Indonesia.
Agar tidak terjadi pembahasan yang terlalu melebar penulis merumuskan
masalah dengan pertanyaan:
1. Bagaimana hubungan Kristen dan Islam di Indonesia dalam pandangan H.M.
Rasyidi?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Skripsi dengan judul “Hubungan Kristen dan Islam di Indonesia dalam
Pandangan H.M. Rasyidi” ini disusun melalui penelitian pustaka untuk mencapai
beberapa tujuan di bawah ini:
6
1. penelitian bertujuan untuk memahami hubungan Kristen dan Islam di
Indonesia dalam pandangan H.M. Rasyidi .
2. Untuk mendapatkan gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I) pada Program
Studi Perbandingan Agama, Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penelitian ini akan bermanfaat pada terciptanya persepsi baru dan berusaha
memberikan penjelasan menyangkut pandangan H.M. Rasyidi tentang hubungan
Kristen dan Islam di Indonesia, yang diharapkan dapat menjadi khazanah baru baik
dalam bidang akademis maupun pada kajian agama di Indonesia pada umumnya.
D. Metode Penelitian
Sehubungan dengan judul yang dipilih oleh penulis, maka dalam penelitian
ini, penulis akan memulai dengan mengumpulkan data dengan cara riset kepustakaan
(Library Research) dan memaparkan dengan metode Deskriptif, yaitu mencari dan
mengumpulkan literatur yang relevan dengan jalan mengumpulkan data-data yang
ada, menyusun dan menginterpretasikan data-data tersebut. Data yang terkumpul
diambil dari beberapa karya H.M. Rasyidi sebagai referensi pokok dalam skripsi ini.
Untuk referensi selebihnya dijadikan sebagai penguat sekaligus pembanding.
Metode penulis yang digunakan pada skripsi ini bersifat kualitatif dengan
teknik pembahasan deskriptif-analitis terhadap pandangan H.M. Rasyidi mengenai
Hubungan Islam dan Kristen di Indonesia. Teknik pengumpulan data dan
7
pembahasan masalah, teknik penulisan dalam skripsi ini disesuaikan dengan standar
pedoman karya ilmiah (Skripsi, Tesis, Desertasi) yang diterbitkan Center for Quality
Development and Assurance (CeQDA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Untuk
pedoman transiliterasinya disesuaikan dengan pedoman Akademik Stara 1
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2014-2015.
Untuk penelitian skripsi ini digunakan sebagai sumber primer adalah H.M.
Rasyidi. Di antara karyanya tersebut adalah Sikap Umat Indonesia terhadap Ekspansi
Kristen, Mengapa Aku Memeluk Agama Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), Kasus
RUU Perkawinan dalam Hubungan Islam dan Kristen, Islam dan Sosialisme, Sidang
Raya Dewan Gereja Sedunia di Jakarata 1975 (Artinya Bagi Dunia Islam), Islam
dan Indonesia di Zaman Modern, Beble; Qur‟an dan Sains Modern dan Maududi
Kepada Paus Paulus VI.
Adapun yang digunakan sebagai sumber sekunder adalah di antara Prof. Dr.
H.M. Rasydi Pengungkap Gamlang Hubungan Antar Agama di Indonesia “dalam 70
Tahun Prof. Dr. H.M. Rasyidi”, Oleh Pengarang Anwar Rosihan, Jakarta: Harian
Umum Pelita, 1985. H.M. Rasyidi BA: Pembentukan Kementerian Agama Dalam
Revolusi oleh pengarang Azhumardi Azra, buku ini menjelaskan bagaimana H.M.
Rasyidi mengakomodasi dan konflik.
8
E. Tinjauan Pustaka
Sejauh tinjauan penulis, ada beberapa buku dan tulisan tentang H.M. Rasyidi.
Khusus skripsi, tesis atau disertasi di kalangan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
diluar lingkungan UIN jakarta, di antaranya
1. Revitalisme Etika: Analisis terhadap Nurcholish Madjid dan H.M. Rasyidi
tentang Sekularisasi.9 Sebuah buku yang berasal dari disertasi ditulis oleh
Syefriyeni. Buku tersebut menjelaskan pergulatan pemikiran antara H.M.
Rasyidi dan Nurcholish Madjid tentang sekularisasi.
2. Pandangan H.M. Rasyidi Tentang Kebatinan: Studi atas Buku “Islam dan
Kebatinan” Karya H.M. Rasyidi.10
Sebuah buku yang berasal dari Skripsi
menjelaskan faham kebatinan atau mistik jawa dengan mencatat timbulnya
sejarah mistik di Jawa bahkan kebatinan merupakan warisan leluhur keratin.
Sejauh ini penulis belum mendapatkan hasil penelitian (skripsi, tesis, dan
disertasi) yang spesifik membahas tentang Hubungan Kristen dan Islam di Indonesia
dalam pandangan H.M. Rasyidi. Oleh karena itu, diharapkan karya ilmiah ini dapat
menjadi terobosan pertama dalam kajian.
9 Sebuah disertasi yang ditulis oleh Syefriyeni yang kemudian diterbitkan menjadi sebuah
buku dengan judul yang sama yaitu Relativisme Etika: Studi Perdebatan Sekularisasi antara
Nurcholish Madjid dan H.M. Rasyidi (Ciputat: Pustaka Anak Negeri, 2013). 10
Muklis Koirudin, “Pandangan H.M. Rasyidi tentang Kebatinan: Studi atas Buku „Islam dan
Kebatinan‟ Karya H.M. Rasyidi,” (Skripsi Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan KalijagaYogyakarta,
2009).
9
F. Sistematika Penulisan
Dalam tulisan ini penulis akan menulis skripsi ini menjadi lima Bab. Yang
rinciannya adalah sebagai berikut:
Bab I adalah pendahuluan. Dalam bab ini penulis akan memaparkan latar
belakang masalah kenapa memilih tema tersebut sebagai tema penelitian, batasan dan
rumusan masalah, metode penelitian, tujuan dan mamfaat penelitian, tinjauan
pustaka dan sistematika penulisan.
Bab II akan memberikan pemaparan yang jelas mengenai biografi H.M.
Rasyidi. Dalam hal ini penulis akan menggambarkan latar belakang keluarga dan
pendidikan, dan terakhir karya-karyanya dan sikap teologis terhadap agama-agama.
Bab III adalah teori-teori menyangkut agama Kristen yang akan menjadi dasar
dalam pembahasan selanjutnya. Dalam hal ini akan dijelaskan agama Kristen menurut
H.M. Rasyidi tentang sejarah Kristen, ajaran-ajaran Kristen dan Kristen di Indonesia.
Bab 1V adalah inti dari penelitian ini. Dalam hal ini penulis akan memaparkan
dan menganalisis hubungan Kristen dan Islam di Indonesia dalam pandangan H.M.
Rasyidi, mengenai akar perselisihan Islam dan Kristen di Indonesia, Kristenisasi, dan
perkawinan.
Bab V, adalah penutup. Bab ini berisi kesimpulan dan saran-saran.
Kesimpulan ini merupakan jawaban dari rumusan masalah yang telah di rumuskan.
Sementara saran-saran adalah berisi beberapa rekomendasi lanjutan tentang penelitian
yang sudah di lakukan serta memberikan beberapa kemungkinan lain untuk penelitian
10
selanjutnya yang berkaitan dengan hubungan Kristen dan Islam di Indonesia dalam
pandangan H.M. Rasyidi.
11
BAB II
BIOGRAFI H.M. RASYIDI
A. Latar Belakang Keluarga dan Pendidikan
H.M. Rasyidi, yang dikenal sebagai Menteri Agama pertama di Indonesia,
lahir di Kotagede, Yogyakarta, pada 20 Mei 1915 M. Bertepatan dengan 4 Rajab
1333 H. Nama H.M. Rasyidi adalah nama yang diberikan oleh gurunya, Ahmad
Syurkati11
, tokoh reformis Persatuan Islam (Persis), ketika dia menjadi muridnya di
Pesantern al-Irsyad, kota Lawang, Jawa Timur. Nama kecilnya adalah Saridi, dengan
tipikal Jawa, yaitu nama lahir yang diberikan oleh orang tuanya. Saridi adalah anak
kedua dari lima bersaudara. Saudaranya dari yang paling tua adalah Drs. Sapardi, dr.
Sadjiman dan Sakidjan. Adik perempuannya bernama Sadjinah. Bapaknya bernama
Atmosudigdo. Saridi dilahirkan di tengah keluarga pedagang yang sukses sehingga
memungkinkan Saridi dan saudara-saudaranya melanjutkan pendidikan sampai
tinggi. Keluarganya adalah pedagang kain, batik, perhiasan dan berlian yang pada
11
Aḥ mad ibn Muḥ ammad al-Syurkati al-Anṣ arī (1875-1943) di Indonesia dikenal dengan
“Ahmad Syurkati”berasal dari Sudan. Dia adalah ulama yang pernah membangun sekolah di Makkah
dan menjadi pengajar tetap di Masjid al-Ḥarām. Pada 1911 dia hijrah ke Indonesia. Ketika tinggal di
Indonesia, Syurkati tercatat sebagai salah satu tokoh pembaharu Islam di Nusantara bersama dengan
Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah) dan H. Zamzam (pendiri Persatuan Islam [Persis]). Tiga
tokoh ini sampai dijuluki “Trio Pembaharu Islam di Indonesia.” Syurkati adalah tokoh utama dalam
berdirinya al-Irsyād al-Islāmiyyah yang kemudian melebarkan sayapnya ke berbagai wilayah di
Indonesia. Sejak awal kelahirannya, gerakan al-Irsyād lebih cenderung pada pembaharuan pendidikan,
yakni menggunakan sistem pendidikan yang menekankan kepada pemahaman bahasa Arab dan
pemurnian agama dengan kembali kepada al-Qur‟ān dan Ḥadīts sebagai basis pembaharuannya.
Khalimi, Ormas-Ormas Islam: Sejarah Akar Teologi dan Politik (GP Press, 2010), hal. 67-86.
Kenyataan di atas tentu tidak bisa dipisahkan dengan perjalanan intelektual H.M. Rasyidi.
Bentuk revivalisme yang diajarkan di al-Irsyād, disadari atau tidak tentu sangat berpengaruh pada jiwa
Islam yang dimiliki H.M. Rasyidi.
11
12
waktu itu pelanggannya adalah orang-orang Cina, Belanda, Arab bahkan sampai ke
Belgia.12
Secara religius, Saridi dilahirkan dalam suasana Islam Jawa yang sangat
kental. Menurut pengakuannya, dia dilahirkan di tengah keluarga Islam abangan13
bahkan dalam lingkungan Islam Jawa yang cenderung sinkretis.14
Walaupun
demikian, ayahnya mendidik Saridi secara Islam. Ayahnya mendatangkan guru
agama ke rumah untuk mengajarkan Saridi membaca al-Qur‟ān.
Ketika memasuki usia sekolah, ayahnya mendaftarkan Saridi ke sekolah
Ongko Loro.15
Kemudian atas kehendak ayahnya pula belakangan Saridi pindah ke
Sekolah Rakyat (SR) Muhammadiyah Kotagede. Di sekolah itu Saridi merasa lebih
baik karena tidak hanya mendapat pelajaran umum, tetapi juga pelajaran agama.
Setamat dari SR Muhammadiyah, Saridi melanjutkan pendidikannya ke Kweecschool
Muhammadiyah, sekolah pendidikan guru model Belanda yang juga ada di Kotagede.
Di sekolah tersebut Saridi mendapat pelajaran agama yang lebih intensif. Di samping
itu, dia juga mendapat pelajaran-pelajaran umum seperti matematika, ilmu
pengetahuan alam, sejarah dan sebagainya. Meskipun di situ mendapat pelajaran
12
Endang Basri Ananda (ed.), 70 Tahun Prof. Dr. H.M. Rasyidi (Jakarta: Harian Umum
Pelita,1985), hal. 3-4. 13
Abangan adalah sebutan bagi orang Islam Jawa yang mengaku Islam, tapi tidak melaksanakan
Syari„at. H.M. Rasyidi, Mengapa Aku Tetap Memeluk Agama Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1980),
hal. 9. 14
Azyumardi Azra, “H.M. Rasjidi, BA: Pembentukan Kementerian Agama dalam Revolusi”
dalam Azyumardi Azra dan Saiful Umam (ed.), Menteri-Menteri Agama RI: Biografi Sosial Politik
(Jakarta: INIS, Balitbang dan PPIM, 1998), hal. 11. 15
Ongko Loro adalah sekolah Belanda setingkat SD yang menggunakan bahasa daerah (Jawa)
sebagai bahasa pengantar. Pada umumnya sekolah setingkat SD selesai dan tamat sampai kelas enam,
sementara di sekolah Ongko Loro selesai hanya sampai kelas lima.
13
agama, Saridi merasa tidak puas. Bagi Saridi pelajaran agama di sekolah tersebut
tidak lebih seperti ngaji di langgar yang disampaikan tanpa harus mendalami makna
dari kitab-kitab yang dibacanya. Dalam suasana itu, Saridi menjadi bosan belajar
agama yang begitu-begitu saja.16
Ketidakpuasan Saridi terhadap pelajaran di sekolah membuat Saridi tertarik
untuk membaca majalah dan surat kabar yang beredar pada waktu itu seperti
Kedjawen dan Swara Oemoem yang sudah menjadi langganan ayahnya. Ketika
membaca Swara Oemoem, secara kebetulan Saridi mendapat informasi bahwa
Syurkati yang awalnya di Jakarta pindah ke Kota Lawang, Jawa Timur dan
mendirikan pesantren di sana. Mengetahui informasi tersebut, Saridi mengirim surat
kepada Syurkati yang menyatakan bahwa dia ingin menjadi muridnya.17
Setelah beberapa waktu kemudian, Saridi mendapat balasan dari Syurkati
yang berisi tanggapan bahwa Saridi diizinkan melanjutkan ke al-Irsyad, pesantren
yang baru didirikan oleh Syurkati tersebut. Pada sekitar tahun 1929 dia berangkat ke
Jawa Timur dan untuk pertama kali meninggalkan orang tuanya. Al-Irsyad dikenal
sebagai sekolah kalangan elit yang biayanya sangat mahal. Maka tidak heran kalau
yang belajar di sana adalah anak-anak orang kaya. Al-Irsyad menggunakan bahasa
Arab sebagai bahasa pengantar. Di samping itu, ada pelajaran bahasa Belanda seperti
di HIS dengan mendatangkan guru dari luar. Saridi merasa puas belajar di al-Irsyad
karena menemukan apa yang selama ini dicari. Belajar di al-Irsyad suasananya jauh
16
Soebagijo (ed.), 70 Tahun Prof. Dr. H.M. Rasyidi (Jakarta: Harian Umum Pelita,1985), hal. 4-
5. 17
Ibid, hal. 30
14
berbeda dari pengalaman belajar Islam sebelumnya. Di al-Irsyad semua kitab yang
dibaca dikaji betul dan dipahami, bukan sekedar dihafal. Syurkati sendiri sangat
memerhatikan perkembangan setiap muridnya, termasuk Saridi. Di hadapan Syurkati
Saridi dikenal sebagai anak yang rajin dan cerdas. Pada usia 15 tahun saja, Saridi
sudah mampu menghafal beberapa kitab seperti Matn al-Sullām al-Munawwaraq,
kitab terjemahan dari logika Aristoteles, dan Alfiyyah karya Ibn Malik, kitab naḥ wu
yang berisi tata bahasa dan gramatika bahasa Arab. Dengan kecerdasannya itu, Saridi
pun dijadikan asisten oleh Syurkati dalam pelajaran naḥ wu dan bahasa Arab. Maka
tidak mengherankan apabila Syurkati sangat dekat dengan Saridi sehingga Saridi pun
mendapat pelajaran tambahan. Bagi Syurkati nama “Saridi” sangat susah disebutkan,
sehingga dia sering terbalik memanggil dengan sebutan “Rasyidi.” Itulah awal mula
nama Rasyidi diberikan oleh Syurkati. Namun nama tersebut baru dikukuhkan ketika
Saridi naik haji beberapa tahun kemudian, sehingga namanya menjadi H. Muhammad
Rasyidi seperti yang kita kenal sekarang. Setelah dua tahun belajar di al-Irsyad Saridi
mendapat ijazah diploma. Sementara itu, Syurkati diberitakan akan pindah ke Jakarta
lagi, dan al-Irsyad akan ditutup. Sejak itulah Saridi pulang ke kampung halamannya.
Ketika masih di al-Irsyad, Saridi punya teman bernama Taher Ibrahim.18
Mereka pernah merencanakan keinginan untuk melanjutkan pendidikan ke Kairo.
Meskipun al-Irsyad sudah ditutup dan mereka pulang ke kampung halaman masing-
18
Taher Ibrahim adalah putera dari Syaikh Ibrahim Musa, seorang ulama terkenal dari
Bukittinggi. Sebagai seorang yang punya pesantren besar ia juga punya banyak teman di Mesir. Inilah
yang kemudian mengurus berbagai persyaratan Taher Ibrahim dan H.M. Rasyidi untuk berangkat ke
Mesir. Endang Basri Ananda (ed.), 70 Tahun Prof. Dr. H.M. Rasyidi, hal. 10-12.
15
masing, Saridi dan Taher Ibrahin tetap menjalin komunikasi melalui surat sehingga
mereka sampai kepada kesepakatan untuk melaksanakan keinginan mereka
melanjutkan ke Kairo. Kemudian setelah mendapat izin dari orang tuanya Saridi
bersama Taher Ibrahim berangkat ke Mesir dengan menggunakan kapal laut.
Saridi tiba di Mesir pada bulan Mei 1931. Sama dengan pelajar lainnya yang
berasal dari Indonesia, Saridi langsung masuk ke al-Qism al-„Ām sebagai kelas
persiapan untuk masuk perguruan tinggi. Kemudian setelah mendapat ijazah„Aliyyah
Saridi ingin melanjutkan ke tingkat „Alīmiyyah. Namun karena saran teman-
temannya, Saridi melanjutkan ke Dār al-„Ulūm. Waktu itu yang mengantar ke Dār al-
„Ulūm adalah Ṭ anṭ awī Jawharī penulis tafsir al-Jawāhir, teman dekat Syurkati.
Selain belajar di Dār al-„Ulūm, Saridi juga mengambil kelas privat yang gurunya
adalah Sayyid Quṭ b.19
Setelah itu, Saridi pamit keluar dari Dār al-„Ulūm dengan alasan ingin
mendalami bahasa Inggris dan Prancis. Sebelum keluar, kepala sekolahnya di Dār al-
„Ulūm berpesan bahwa setelah belajar bahasa Inggris dan Prancis agar dia kembali
ke Dār al-„Ulūm untuk mengikuti ujian lanjutan. Setelah delapan bulan belajar bahasa
Inggris dan Prancis Saridi kembali lagi ke Dār al-„Ulūm dan melanjutkan
pendidikannya di sana. Setelah delapan bulan kemudian Saridi mampu mengantongi
ijazah yang disebut Baccalaureat setingkat Sekolah Menengah Umum Agama. Di
samping itu Saridi mendapat sertifikat equivalen dalam bahasa Inggris dan Prancis
19
M. Imdadun Rahmat, Arus Baru Islam Radikal (Jakarta: Erlangga, 2005), hal. 43-51.
16
serta mengahafal al-Qur‟ān 30 juz. Dengan Baccalaureat Saridi berhak untuk masuk
perguruan tinggi.
Awalnya Saridi melanjutkan pendidikannya tetap di Dār al-„Ulūm, tapi
ternyata dia merasa tidak cocok. Setelah berpikir panjang, akhirnya Saridi
memutuskan untuk pindah ke Fakultas Sastra mengambil Jurusan Falsafat dan Agama
di Universitas Kairo (Cairo University). Pada 1937 ketika duduk di tingkat III, Saridi
mengambil cuti untuk melaksanakan Ibadah haji. Saat itulah nama H. Muhammad
Rasyidi resmi digunakan.
H.M. Rasyidi merasa sangat puas belajar di jurusan Falsafat dan Agama.
Ketika itu jurusan Falsafat dan Agama baru dibuka dan belum banyak peminatnya.
Teman sekelasnya hanya tujuh orang termasuk dia. Nampaknya dia adalah
mahasiswa pertama dari Indonesia yang mengambil jurusan ini. Dosennya
kebanyakan orang asing. Sebagian besar dari Universitas Sorbonne, Paris. Salah satu
dosennya adalah Muṣ ṭ afā „Abd al-Rāziq, yang pernah menjadi murid Muḥ ammad
„Abduh secara langsung, yang kemudian menjabat rektor di Universitas al-Azhar.
Setelah menyelesikan studinya di Jurusan Falsafat dan Agama, H.M. Rasydi
mendapat ijazah yang disebut Lincence dan menyandang gelar BA.
Pada 1938 H.M Rasjidi pulang ke Indonesia. Belum satu bulan di
kampungnya, dia melangsungkan pernikahan dengan seorang perempuan yang sudah
bertunangan sejak dia berumur 19 tahun. Setelah menikah, H.M. Rasyidi diminta
untuk melanjutkan jejak mertuanya, mengingat mertuanya adalah pengusaha dan
pedagang yang sukses. Tetapi H.M. Rasyidi menolaknya karena tidak tertarik
17
menjadi pengusaha. Sebagai sarjana muda tamatan Kairo, dia lebih tertarik
mengabdikan diri terhadap pendidikan dan pergerakan politik Islam.
Langkah awal yang dilakukan adalah bergabung dengan PII (Partai Islam
Indonesia) yang ketika itu baru berdiri. Pada 11 April 1940 dilaksanakan kongres
pertamanya yang diadakan di Yogyakarta dan H.M. Rasyidi terpilih sebagai Komite
Nasional partai Islam tersebut.20
Yang tak kalah penting, H.M. Rasyidi adalah
anggota Muhammadiyah yang kemudian pada masa penjajahan Jepang menjadi salah
satu pemimpin Masyumi.21
Dia juga aktif di Islam Studi Club yang diketuai oleh Dr.
Kasmat, sebuah lembaga kajian dan diskusi yang fokus pada ilmu pengetahuan sosial
dan agama. H.M. Rasyidi juga bergabung dalam Aliance Francaise (Perhimpunan
Prancis) yang mana anggotanya mayoritas para sarjana dan kalangan elit Belanda.22
Di samping aktif dalam organisasi dan politik, dia juga mengabdikan diri pada
pendidikan. Untuk mengisi waktu luangnya dia mengajar di Madrasah Ma„had Islami
yang dipimpin oleh K.H. Amir yang juga terletak di Kotagede. Ketika itu di
Yogyakarta sejumlah tokoh Muslim seperti Wiryosanjoyo berinisiatif untuk
membangun Perguruan Tinggi Islam yang dinamakan Pesantren Luhur. Lembaga
tersebut sebagai usaha untuk melakukan modernisasi pesantren yang ada di Jawa. Di
lembaga itulah H.M. Rasyidi diberi tanggungjawab untuk mengajar agama Islam dan
20
Dalam kongres tersebut antara lain ditetapkan ketua yang baru yaitu Dr. Sukiman, sementara
anggota Pengurus Besar lainnya dalah Wibowo Purbohadijojo, Ki Bagus Hadikusuma, Wali Alfatah,
H.M. Farid Ma‟ruf, H. Abdul Hamid BKN, Dr. Kartono, H. Abdul Gaffar Ismail, H. Anwar, H.M.
Rasyidi BA, Abdul Kahar Muzakkir, dan Mr. KasmaBahuwinangun serta K.H. Mas Mansur sebagai
Penasehat. Endang Basri Ananda (ed.), 70 Prof. Dr. H.M. Rasyidi, hal. 22. 21
Azyumardi Azra, “H.M. Rasyidi, BA: Pembentukan Kementrian Agama dalam Revolusi,”
hal. 16. 22
Endang Basri Ananda (ed.), 70 Prof. Dr. H.M. Rasyidi, hal. 21-2.
18
bahasa Arab. Sayangnya, belum genap satu tahun, pada tahun 1941, pesantren
tersebut harus bubar karena kondisi sosial politik yang tidak memungkinkan di mana
invasi Jepang mulai berpengaruh di Indonesia.
Dalam kondisi sosial politik yang tidak menentu, secara tiba-tiba H.M.
Rasyidi mendapat surat dari Dr. Suwandi yang memintanya untuk menjadi kepala
Perpustakaan Islam di Jakarta yang tempatnya di daerah Tanah Abang. Di tempat itu
H.M. Rasyidi punya banyak waktu untuk membaca buku-buku Islam, baik karangan
orang Indonesia sendiri, maupun buku dari luar seperti buku-buku berbahasa Arab
dan buku-buku berbahasa Inggris, Belanda dan Prancis karangan para orientalis
ternama pada waktu itu.23
Pada 1944, Muhammad Hatta mendirikan Sekolah Tinggi
Islam di mana H.M. Rasyidi dipercaya sebagai Sekretaris Senat Guru Besar yang
tugasnya mengatur dafar mahasiswa dan jadwal perkuliahan.
Selama tinggal di Jakarta nampaknya H.M. Rasyidi sangat mengikuti
perkembangan politik baik politik dalam maupun luar negeri menjelang kemerdekaan
Indonesia, lebih-lebih ketika dia menjadi penyiar radio Jepang menggantikan Abdul
Kahar Muzakkir yang tugasnya menyiarkan berita politik internasional di bagian
Bahasa Arab. Pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia, H.M. Rasyidi mengemban
tugas untuk menyiarkan berita tersebut kepada internasional. Dia mengerti betul
23
Menurut catatan Azyumardi Azra perpustakaan tersebut bukan sekedar perpustakaan.
Perpustakaan tersebut merupakan tempat berkumpul para tokoh dan pemimpin Islam dari berbagai
wilayah di Indonesia, yang sebagiannya datang ke Jakarta untuk mengikuti latihan militer yang
diselenggarakan oleh Jepang. Azyumardi Azra, “H.M. Rasyidi, BA: Pembentukan Kementrian Agama
dalam Revolusi,” hal. 16.
19
kondisi sosial politik luar dan dalam negeri dan gagap gempita bangsa Indonesia
menyambut kemerdekaan.
Pada 14 November 1945 Sjahrir diangkat menjadi Perdana Menteri
menggantikan kabinet presidensial beralih kepada kabinet parlementer di mana H.M.
Rasyidi ditunjuk sebagai Menteri Negara. Kebinet ini tidak berlangsung lama hingga
terbentuklah Kabinet Sjahrir II di mana pemerintah resmi mengadakan Kementrian
Agama dan H.M Rasyidi ditunjuk untuk menempati posisi tersebut. Inilah karir
pemerintahan H.M. Rasyidi yang menjadikannya sebagai Menteri Agama pertama di
Indonesia. Sayangnya Kabinet Sjahrir II ini juga tidak bertahan lama, belum genap
satu tahun, dibentuklah Kabinet Syahrir III. Dalam kabinet ini yang diangkat sebagai
Menteri Agama adalah K.H. Fathurrahman dari NU (Nahḍ ah al-„Ulamā‟), sementara
H.M. Rasyidi menjabat sebagai Sekretaris Jenderal. Sejak itulah H.M. Rasyidi pindah
dan menetap kembali di Jogyakarta seiring pindahnya pusat pemerintahan ke
Yogyakarta.24
Pada 17 Maret 1947 pemerintah RI mengirim delegasi Timur Tengah yang
misi utamanya untuk menerima pengakuan kemerdekaan Indonesia khususnya ke
negara-negara Arab. Ketua delegasi tersebut adalah Agus Salim sementara H.M.
Rasjidi dipercaya sebagai sekretaris yang merangkap bendahara. H.M. Rasjidi
dipercaya sebagai perwakilan Indonesia untuk Mesir dan Saudi Arabia yang
berkedudukan di Kairo. Berkat diplomasi yang dilakukannya, Saudi Arabia yang
sebelumnya tidak mau mengakui kemerdekaan Indonesia, akhirnya mau
24
Endang Basri Ananda (ed.), 70 Prof. Dr. H.M. Rasjidi, hal. 30-5.
20
menerimanya. Setelah Konferensi Meja Bundar (KMB) yang diadakan di Den Haag,
kantor perwakilan yang ada di Kairo tersebut resmi menjadi Duta Besar Indonesia
yang mana H.M. Rasyidi menempati posisi tersebut. Pada 1953 H.M. Rasyidi
dipindahkan ke Teheran sebagai Duta Besar RI untuk Iran dan Afganistan, namun
sebelas bulan kemudian H.M. Rasyidi diminta pulang ke Indonesia dan ditunjuk
sebagai Dirjen Penerangan Departemen Luar Negeri.25
Karir politik dan diplomatik yang sangat menyibukkan itu ternyata tidak
memadamkan semangatnya untuk tetap berpetualang dalam intelektual. Selama H.M.
Rasyidi mengemban tugas diplomasi di Kairo, ditengah kesibukannya menghadiri
pertemuan-pertemuan PBB yang ketika itu berpusat di Paris, Prancis, dia
menyempatkan diri datang ke Universitas Sorbonne dan mendaftarkan diri untuk
menyusun disertasi di universitas ternama tersebut. Di Sorbonne dia punya seorang
teman yaitu Louis Massignon26
yang dikenalnya sejak belajar di Kairo, seorang dosen
sufisme di universitas tersebut. Dialah yang menjadi relasi bagi H.M. Rasyidi untuk
melanjutkan pendidikannya di Sorbonne. Dengan dukungan Massignon, melalui
beasiswa dari Rockeffeler Foundation, H.M. Rasjidi melanjutkan studinya ke
Sorbonne. Hasilnya pada 23 Maret 1956 dia berhasil menulis dan memertahankan
tesisnya yang berjudul “l‟evolution de l‟Islam en Indonesie ou counsideration critique
du livre Tjentini” (Perkembangan Islam di Indonesia atas dasar Kajian Kritis terhadap
25
Endang Basri Ananda (ed.), 70 Prof. Dr. H.M. Rasyidi, hal. 36-51. 26
Louis Massignon (1883-1962) adalah seorang orientalis Prancis. Pada 1906 dia tinggal di
Kairo sebagai ahli arkeologi yang meneliti berbagai peninggalan Islam di Mesir. Dia dikenal sebagai
tokoh yang sangat tertarik pada kajian sufisme Islam, terutama setelah membaca manuskrip dan bait-
bait karya al-Ḥallāj. „Abd al-Raḥ mān Badawī, Ensiklopedi Tokoh Orientalis ter. Amroeni Drajat
(Yogyakarta: LKiS, 2003), hal. 370-5.
21
Kitab [Serat] Centini). H.M. Rasyidi lulus dengan nilai cum laude. Itulah yang
mengantarkan H.M. Rasyidi menjadi orang pertama yang mendapat gelar Doktor dari
Paris.27
Kemudian tesis tersebut diterbitkan dengan judul Documents pour servir a
l‟Islam a Java (Dokumen Kajian untuk Sejarah Islam di Jawa).28
Dengan prestasinya
tersebut H.M. Rasyidi mendapat ucapan selamat dari berbagai pihak mengingat
posisinya sebagai diplomat yang sekaligus menjadi putra Indonesia pertama yang
mendapat gelar Doktor dari universitas ternama di Prancis.29
Setelah menyelesaikan doktoralnya di Paris, H.M. Rasyidi kembali ditugaskan
untuk menempati posisi diplomatik sebagai Duta Besar RI di Pakistan. Ketika tinggal
di Pakistan, dia mendengar kabar bahwa kondisi politik di Indonesia kian memanas.
Dalam kondisi tersebut dia mendapat tawaran dari Istitute Islamic Studies McGill,
Montreal, Kanada. Tentu ini menjadi angin baru untuk perkembangan intelektualnya.
Sejak tahun 1958 dia dipercaya sebagai associate professor dalam bidang hukum
Islam dan sejarah di McGill.
Ada cerita yang cukup menarik ketika dia di Montreal. Di McGill setiap
pekan menghadirkan Guru Besar dari berbagai penjuru untuk mengisi seminar yang
diikuti oleh para mahasiswa dan para dosen. Pada suatu kesempatan yang mengisi
seminar itu adalah Prof. Joseph Schacht.30
Dalam pidatonya Schacht menyatakan
27
Endang Basri Ananda (ed.), 70 Prof. Dr. H.M. Rasyidi, hal. 52-7. 28
Azyumardi Azra, “H.M. Rasyidi, BA: Pembentukan Kementrian Agama dalam Revolusi,”
hal. 18. 29
Endang Basri Ananda (ed.), 70 Prof. Dr. H.M. Rasyidi, hal. 54-7 30
Joseph Schacht (1902-1969) adalah seorang orientalis kelahiran Rottbur, Jerman. Beberapa
universitas yang mana dia sempat mengajar adalah: Universitas Frayburg, Jerman; Universitas Mesir,
Kairo, Universitas Leiden, Belanda dan terakhir di Universitas Columbia, New York. Dia dikenal
22
bahwa Nabi Muḥ ammad dalam menyelesaikan suatu persoalan, hanya bertindak
sebagai orang bijak (ḥ ukamā‟), bukan sebagai hakim yang memutuskan (qāḍ ī),
karena pada kenyataannya meskipun Nabi Muḥ ammad punya kekuatan politik dan
militer, dia tidak punya kekuasaan legislatif. Mendengar pernyataan tersebut H.M.
Rasyidi membantah, padahal Schacht adalah guru besar yang sangat disegani dalam
tingkat internasional. Untuk itu, dalam kesempatan lain, McGill diliburkan di mana
H.M Rasyidi diminta untuk menjelaskan argumennya. Sidang tersebut dihadiri oleh
para dosen dan mahasiswa. H.M. Rasyidi menjelaskan bahwa pendapat Schacht
tersebut diakibatkan oleh kesalahannya memahami kata ḥ ukamā‟dan qāḍ īdalam
bahasa Arab, yang sebenarnya kata tersebut adalah sinonim. Nampaknya para dosen
tetap tidak setuju dengan pendapat H.M. Rasyidi tersebut. Dalam suasana yang
tegang tersebut tiba-tiba Prof. Izutsu angkat bicara dan mengatakan bahwa argumen
H.M. Rasyidi itu benar. Baru setelah itu para dosen dan mahasiswa yang hadir
mengakui menerima argumen H.M. Rasyidi.
Ketika tinggal di Montreal, H.M. Rasyidi mendengar kabar bahwa Harun
Nasution pulang dari Belgia ke Kairo untuk melanjutkan pendidikannya. Mendengar
berita tersebut H.M. Rasyidi merekomindasikan Harun Nasution untuk melanjutkan
ke McGill. Selama di McGill Harun Nasution tinggal serumah dengan H.M, Rasyidi.
sebagai pakar dalam hukum Islam dan sangat gigih dalam melakukan penelitian hukum Islam. Karya-
karyanya ditulis dalam berbagai bahasa dan terbit di berbagai negara seperti bahasa Arab, Inggris,
Jerman, Prancis dan Belanda. Bukunya yang paling terkenal adalah The Origins of Muḥ ammad
Jurisprudence (Oxford, 1950) yang merujuk pada al-Risālah Syāfi„ī. Karya-karyanya sebagian besar
dalam bidang fiqh, namun dia juga menulis karya-karya lain seperti bidang filologi, sejarah, falsafat
dan teologi Islam. Abdurrahman Badawi Ensiklopedi Tokoh Orientalis, hal. 270-4.
23
Baru setelah istrinya menyusul ke Kanada Harun Nasution pindah dan tinggal
bersama istrinya.31
Setelah lima tahun tinggal di Montreal, kontrak H.M. Rasyidi sebagai
pengajar di McGill habis, sehingga dia harus pulang ke Indonesia. Ketika itulah dia
mendapat tawaran dari Islamic Center sebuah lembaga keislaman yang terletak di
Washington D.C., Amerika Serikat. H.M. Rasyidi segera menerima tawaran tersebut
dan menempati wakil direktur yang mengemban tugas diplomasi, kepala
perpustakaan dan mengisi berbagai ceramah tentang Islam yang biasanya dihadiri
oleh para pembesar dan para dosen di Amerika.
Profesi yang dipegangnya di Washington D.C. tersebut nampaknya tidak
berlangsung lama. Karena alasan tertentu, pada 1964 H.M. Rasyidi pulang ke
Indonesia dan tidak kembali lagi ke lembaga tersebut.32
Setelah tinggal di Indonesia
H.M Rasyidi sempat menganggur, namun tidak lama kemudian pada 1966 dia
diminta untuk menjadi tenaga pengajar oleh Prof. Dr. Subekti di Fakultas Hukum
Universitas Indonesia (FH-UI) dalam bidang hukum Islam dan sejarah. Sebagai
doktor yang memang sudah lama bercita-cita untuk mengabdikan diri dalam bidang
akademis, H.M. Rasyidi langsung menerima tawaran tersebut. Pada 1968 H.M.
Rasyid dikukuhkan sebagai Guru Besar Hukum di FH-UI. Sejak itulah
pengabdiannya dalam bidang akademis semakin kelihatan. Selain mengajar di UI,
31
Endang Basri Ananda (ed.), 70 Prof. Dr. H.M. Rasyidi, hal. 59-65. 32
Ananda Basri Endang (ed.), 70 Prof. Dr. H.M. Rasyidi, hal. 65-8.
24
H.M. Rasyidi juga mengajar Ilmu Falsafat di Pascasarjana IAIN Jakarta membantu
Harun Nasution.33
Melihat perjalanan hidup H.M Rasyidi ada beberapa hal yang dapat
disimpulkan. Dalam bidang Intelektual dia sudah menjelajahi dunia Barat dan Timur.
Sejak dia belajar di sekolah Muhammadiyah, Pesantren al-Irsyad pimpinan Syurkati,
Dār al-„Ulūmdan Fakultas Sastra jurusan Falsafat Agama di Universitas Kairo,
sampai mendapat gelar doktor di Universitas Sorbonne, Prancis, cukup mewarnai
petualangan Intelektualnya. Kenyataan tersebut tentu menjadi bahan tinjauan bagi
pemikiran H.M. Rasyidi dalam berbagai gagasan yang dilakukan selanjutnya. Hal
yang tak kalah penting ketika dia menjadi associate professor di Universitas McGill
dan wakil direktur di Islamic Centre di Washington D.C., merupakan pengalaman
yang turut membentuk pemikirannya. Menurut pengakuannya di situlah dia punya
kontak langsung dalam bidang intelektual dengan non-Muslim dan para orientalis
sehingga dia mengerti betul bagaimana karakter mereka. Sebagai intelektual yang
sudah menjelajahi dunia, dia mengabdikan diri sebagai Guru Besar di Universitas
Indonesia. Saat itulah citranya sebagai pembela keimanan Islam semakin terlihat.
Maka tidak heran apabila ada pendapat-pendapat yang dianggap tidak sesuai dengan
dasar ajaran Islam, dia tidak segan-segan untuk membantah dan mengritiknya.
H.M. Rasyidi wafat di kediamannya di Jakarta pada 30 Januari 2001, pada
usianya kurang lebih delapan puluh delapan tahun.34
33
Penulis tidak mendapat informasi yang pasti sejak kapan H.M.. Rasjidi membantu Harun
Nasution mengajar di IAIN Jakarta. Dari informasi yang didapat, di IAIN H.M. Rasyidi tidak hanya
mengajar falsafat, tetapi juga Islam dan Kebatinan.
25
B. Karya-Karya
Sebagai cendekiawan Muslim, karya H.M. Rasyidi terbilang cukup banyak.
Hingga saat ini ada sekitar dua puluh judul buku yang masih bisa kita baca, baik itu
karya asli, maupun terjemahan. Dari berbagai karyanya, H.M. Rasyidi lebih
cenderung menggunakan pendekatan nomatif ketimbang falsafi. Namun demikian,
tidak berarti bahwa dia bukan pemikir Islam, karena dalam beberapa kesempatan dia
menggunakan pendekatan yang sangat mendasar dalam membahas beberapa
persoalan. Mengulas seluruh karyanya satu-persatu, tentu membutuhkan banyak
halaman. Untuk itu, sebagian karyanya penulis klasifikasikan sesuai genrenya.
Karya-karyanya sebagian besar diterbitkan oleh penerbit Bulan Bintang Jakarta.
Berikut karya-karya H.M. Rasyidi beserta pokok kandungannya.
Pertama, Falsafat Agama (1965). Perlu disampaikan bahwa buku ini sebagian
besar adalah terjemahan dari buku Philosophy of Religion karya David Troeblood.
Namun dalam versi H.M. Rasyidi, buku tersebut sudah mengalami banyak
perubahan. H.M. Rasyidi sudah melakukan Islamisasi dan ayatisasi terhadap
kandungan buku tersebut. Sesuai dengan pengakuannya, karena buku tersebut ditulis
oleh orang Kristen, maka di dalamnya ada beberapa tambahan dan beberapa yang
dibuang, disesuaikan dengan Islam dan tentu dalam perspektifnya. Oleh karena itu,
buku tersebut bisa dijadikan rujukan untuk mengidentifikasi pemikiran H.M. Rasyidi.
34
Herry Muhamad dkk.,Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh pada Abad 20 (Jakarta: Gema
Insani Press, 2006), hal. 81.
26
Kedua, Islam dan Kebatinan (1967). Dalam buku tersebut H.M. Rasyidi
melakukan perbandingan antara ajaran Kebatinan Jawa dengan ajaran Islam.
Penelitian ini merupakan kajian terhadap Serat Darmogandul, Gatoloco dan Hidayat
Jati yang diidentifikasi sebagai karya puncak ajaran kebatinan di Jawa. Setelah
menyimpulkan isi dari ketiga literatur tersebut, H.M. Rasyidi membandingkan
dengan ajaran Islam. Judul lain yang senada dengan buku tersebut adalah Di Sekitar
Kebatinan. H.M. Rasyidi menyimpulkan bahwa ajaran kebatinan tidak bersumber
dari Islam, bahkan bertentangan dengan Islam.
Ketiga, Islam dan Indonesia di Zaman Modern (1968). Buku ini berasal dari
naskah pidato ketika H.M. Rasyidi menerima pengukuhan sebagai Guru Besar untuk
Hukum Islam dan Lembaga-lembaga Islam di Fakultas Hukum Universitas Indonesia
pada 20 April 1968. Dalam buku tersebut H.M. Rasyidi memaparkan berbagai
macam hasil penelitian Islam di Indonesia yang pernah dilakukan terutama oleh
Snouck Hurgronje. H.M. Rasyidi memberikan komentar dan koreksi terhadap
pandangan-pandangan Snouck Hurgronje. Namun demikian, penelitian semacam itu
harus tetap dikembangkan mengingat Islam dan Indonesia terus bersinggungan
dengan perkembangan modern.
Keempat, Mengapa Aku Tetap Memeluk Agama Islam (1968). Dalam buku
tersebut digambarkan bagaimana hubungan Islam dan Kristen dan Indonesia sejak
zaman kolonial hingga Indonesia merdeka. Kemudian H.M. Rasyidi membandingkan
ajaran Islam dan Kristen. Lebih lanjut dia mengatakan bahwa kemajuan yang terjadi
bukan semata-mata karena agama, melainkan tergantung kondisi-kondisi lain seperti
27
faktor sosial dan politik. Selain buku tersebut, dia menulis karya lainnya berjudul
Sikap Umat Islam terhadap Ekspansi Kristen, Dari Rasyidi dan Maududi kepada
Paulus VII, Sidang Raya Dewan Gereja Sedunia di Jakarta 1975: Artinya bagi Dunia
Islam dan Kasus RUU dalam Hubungan Islam dan Kristen. Secara keseluruhan buku
tersebut bernada sama, yakni H.M. Rasyidi menunjukkan keberatannya terhadap
Kristenisasi di Indonesia.
Kelima, Keutamaan Hukum Islam (1971). Dalam buku tersebut H.M. Rasyidi
menggambarkan bahwa manusia butuh hukum untuk menciptakan sebuah tatanan
masyarakat, baik itu hukum Islam, maupun hukum pada umumnya. H.M. Rasyidi
menggambarkan posisi hukum dalam sejarah hingga pelaksanaannya. Buku lain yang
juga berbicara tentang hukum adalah Hukum Islam dan Pelaksanaannya dalam
Sejarah. Bedanya, buku ini lebih spesifik kepada hukum Islam. Kedua buku tersebut
berkesimpulan bahwa hukum Islam tetap perlu dikembangkan sesuai dengan
perkembangan zaman.
Keenam, Koreksi terhadap Drs. Nurcholish Madjid tentang Sekularisme
(1972). Buku ini menanggapi gagasan pembaharuan Nurcholish Madjid yang
berpendapat bahwa umat Islam di Indonesia bisa maju dan berkembang dengan
sekularisasi, desakralisasi dan penggunaan rasio secara maksimal. Namun H.M.
Rasyidi merasa sangat keberatan terhadap gagasan pembaharuan yang diusung oleh
Nurcholish Madjid, sehingga H.M. Rasyidi merasa tergelitik dan terpanggil untuk
memberikan koreksi dan mengritiknya.
28
Ketujuh, Empat Kuliah Agama Islam di Perguruan Tinggi (1974). Buku ini
ditulis sebagai bahan dalam kuliah-kuliah agama Islam yang disampaikan di
Universitas Indonesia. Dalam buku tersebut ada empat pokok pembahasan. Pertama,
bahwa manusia butuh agama. Kedua, perbandingan agama alamiah seperti Hindu,
Budha dan Kong Hu Cu. Ketiga, menjelaskan bahwa Islam adalah agama samawi
yang terakhir. Keempat, pedoman hidup beragama dalam masyarakat.
Kedelapan, Koreksi terhadap Dr. Harun Nasution tentang “Islam Ditinjau
dari Berbagai Aspeknya” (1977).Buku ini adalah buku yang menjadi titik pangkal
polemik yang terjadi antara Harun Nasution dan H.M. Rasyidi. Penulis tidak perlu
menjelaskan panjang lebar tentang buku tersebut, karena nanti ada bagian tersendiri
yang membahas lebih luas tentang polemik tersebut.
Kesembilan, Strategi Kebudayaan dan Pembaharuan Pendidikan Nasional
(1980). Buku ini adalah tanggapan terhadap artikel yang ditulis oleh A.M.W.
Pranarka bejudul “Secara Kultural Nasionalisme adalah Dasar Sejarah Indonesia”—
dimuat di Suara Karya pada 14 April 1979—yang menyatakan bahwa sebenarnya
nasionalisme Indonesia berdasar pada sejarah Indonesia itu sendiri. A.M.W.
Pranarka menyampaikan pendapatnya dengan mengacu pada falsafat Hegel terutama
dalam hal hubungan agama dan negara. Namun setelah membaca pandangan tersebut,
H.M. Rasyidi merasa terpanggil untuk memeberikan koreksi. H.M. Rasyidi memulai
kritiknya dengan meberikan penjelasan tentang filsafat Hegel, kemudian
menunjukkan kelemahan-kelemahannya. H.M. Rasjidi berpendapat bahwa
nasionalisme seperti yang dikemukakan oleh A.M.W. Pranarka justru akan
29
menimbulkan perpecahan. Untuk itu di bagian akhir buku tersebut H.M. Rasjidi
menawarkan strategi kebudayaan dan pembaharuan nasional dengan cara menguatkan
iman dan persatuan umat
Kesepuluh, Apakah itu Syī„ah? (1984). Buku ini memberikan gambaran
tentang sejarah muncul dan perkembangan Syī„ah. Kemudian dijelaskan pula
bagaimana perspektif Syī„ah dalam persoalan teologi, politik dan hukum. Terakhir,
disimpulkan bahwa berbagai argumen yang dikemukakan Syī„ah itu tidak benar. Itu
terjadi hanya karena fanatik yang berlebihan terhadap „Alī ibn Abū Ṭ ālib.
Selain karya-karya di atas, ada beberapa karya lain yang merupakan buku
terjemahan. Karya-karya tersebut adalah: Humanisme dalam Islam terjemahan dari l‟
Humanisme de l‟Islam karya Marcel Boisard; Bible, Quran dan Sains Modern
terjemahan dari La Bible le‟ Coran et la Science karya Maurice Bucaille; Janji-Janji
Islam terjemahan dari Promesses de l‟Islam karya Roger Garaudy dan Persoalan-
persoalan Filsafat terjemahan dari The Living Issue of Philosophy karya Titus Cs.
C. Sikap Teologis Terhadap Agama- Agama
Teologi agama-agama diperuntukkan bagi mereka yang tidak mau duduk
manis dan mengatakan bahwa yang baik bagi orang lain tidak ada mafaatnya bagi
mereka. Memang manusiawi kalau mau belajar lebih mendalam lagi tentang sesama
yang beragama lain. Kristen yakin bahwa diluar gereja tidak ada keselamatan,
sedang berhadapan muka dengan agama lain dan berusaha memahami hak mereka
30
seperti mereka sendiri artinya semua dengan tradisi mereka.35
Terdapat tiga sikap
teologi sebagai berikut:
1. Eksklusifisme
Eksklusifisme beranggapan bahwa satu-satunya posisi yang benar adalah
posisinya sendiri, sementara posisi yang lain diamennggap keliru. Ia dapat
menekankan nilai penting, keyakinan-keyakinan fundamental yang
membentuk inti keselamatan dan tanpanya orang akan merugi, ia dapat
menekankan sentralisasi suatu intuisi keagamaan yang kepadanya orang dapat
masuk kedalam wilayah keselamatan, pada kelompok etnisnya sendiri sebagai
titik pihak keagamaan yang benar.
2. Inklusivisme
Suatu pandangan bahwa tradisi keagamaan lain juga memuat kebenaran
religius namun di hari akhir akan dimasukan kedalam posisi yang ia miliki.
3. Pluralisme
Pendapat bahwa tradisi keagamaan mengejewatahkan diri dalam beragam
konsepsi mengenai yang sejati dan memberespon terhadapnya, dari sana
muncul jalan kultural yang berbede-beda bagi manusia. ada tiga pengertian
dengan istilah pluralisme agama. Pertama, pluralisme agama yang merujuk
pada kenyataan bahwa umat beragama itu majemuk. Jadi, pluralisme agama
menunjuk pada pengertian actual plurality seperti pluralisme masyarakat
Indonesia yang terdiri dari banyak agama. Kedua, pluralisme agama
35
Paul F. Knitter, Pengantar Teologi Agama-agama (Yogyakarta: KANISIUS, 2008), hal. 6-7.
31
mengandung konotasi politik, sehingga maknanya sinonim dengan
sekularisme dalam salah satu pengertiannya. Ketiga, pluralisme agama
merujuk kepada suatu teori agama yang pada prinsipnya menyatakan bahwa
semua agama pada akhirnya menuju satu kebenaran yang sama.36
Dalam pengakuan Rasyidi terdapat Islam abangan, Islam orang yang
tidak mengetahui seluk-beluk agama Islam, Islam yang dipeluk oleh nenek
moyangnya. Tapi dari segi pemikirannya Rasyidi sangat konsisten.37
Rasyidi
mengemukakan bahwa, sikap umat Islam terhadap missi Kristen telah banyak
dipengaruhi oleh penyalahgunaan diakonia (pengabdian kepada masyarakat)
itu dan menganjurkan dengan keras agar gereja-gereja dan organisasi kristen
untuk sementara memberhentikan aktivitas masyarakat (diakonia) di dunia
Islam. Tindakan yang radikal ini adalah untuk membersihkan suasana
hubungan Islam dan Kristen dan untuk mengarahkannya kepada pengakuan
timbal balik dan kerjasama yang layak bagi kedua agama besar ini. Jadi
bantuan materi yang diberikan untuk gereja-gereja atau organisasi-organisasi
ini sekarang dibagi melalui pemerintah dengan tujuan untuk mengindahkan
kehormatan dan kepribadian berbangsa.38
Rasyidi juga menyatakan bahwa kesalahan terbesar yang dilakukan oleh
bangsa Indonesia pada zaman penjajahan dan sekitar proklamasi Kemerdekaan pada
36
Irfan Riyadi, Membangun Inklusivisme Faham Keagamaan (Ponorogo: Stain Press
Ponorogo, 2009), 4-5. 37
H.M.Rasyidi, Mengapa Aku Tetap Memeluk Agama Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1980),
hal.10. 38
H.M.Rasyidi, Koferensi Meja Bundar: Dahwah Islam dan Missi Kristen Geneva, 26-30 Juni
1976, hal. 12.
32
tahun 1945, adalah anggapan bahwa semua agama itu sama. Mendiang Presiden
Sukarno pernah mengadakan kuliah umum di UI sekitar tahun 1955, dan
menggambarkan bahwa manusia itu tidak tahu di mana letaknya kebenaran. Di antara
hal-hal yang dipandang milik orang kulit putih adalah agama Nasrani, dan agama
Nasrani yang dianut oleh orang yang berkulit putih maka agama itu dipandang agama
yang tinggi. Para ahli ilmu perbandingan agama sampai saat ini selalu
menggambarkan adanya pembagian agama menjadi dua: agama yang rendah dan
agama yang tinggi. Tidak ada kriteria tertentu untuk membedakan agama mana yang
tinggi, tetapi selalu dibawa kesimpulan, bahwa agama Nasrani adalah agama teringgi
dalam pandangan mereka.39
Dalam pidato Rasyidi, ia mengatakan bahwa pernah didatangi oleh dua orang
Kristen yang mengajak untuk meninggalkan agama Islam dan memeluk agama
Kristen, dengan menerangkan kitab Injil yang dibawanya dan mengatakan bahwa
Kitab itu adalah satu-satunya kitab yang mengandung kebenaran dan telah tahan uji
untuk menghadapi penyelidikan-penyelidikan ilmiah. Akan tetapi setelah Rasyidi
mengajukan pertanyaan kepada kedua orang Kristen tersebut tentang sejarah dan
asal-usul kitab Injil ternyata pengetahuan mereka masih sangat kurang.40
Sikap Rasyidi di atas sudah jelas, bahwa Rasyidi sangat konsisten terhadap
kepercayaan yang ia miliki, maka sikap eksklusifisme Rasyidi terhadap agama Islam
tidak bisa diragukan lagi.
39
H.M. Rasyidi, Sidang Raya Dewan Gereja Sedunia Artinya Bagi Dunia Islam, (Jakarta:
Media Dakwah, 1975), hal. 13. 40
M Natsir, Islam dan Kristen di Indonesia, (Jakarta: Media Dakwah), hal. 230.
33
BAB III
AGAMA KRISTEN
A. Sejarah Kristen
Agama Masehi berpusat kepada pribadi pendirinya, yaitu Al-Masih (Kristus),
sehingga pemikiran-pemikiran diarahkan kepadanya. Rasyidi kemukakan disini ialah
mengenai Nabi Isa, anak Siti Maryam. Ia adalah seorang Yahudi dari Nasirah
(Nasareth). Oleh karena itu agama yang dibawa oleh Nabi Isa dinamakan agama
Nasrani (Kristen). Ketika nabi Isa sudah berumur kurang lebih 30 tahun, Ia berjumpa
dengan Yahya kemudian membaptiskannya. Ia mengatakan bahwa Isa jauh lebih
utama daripadanya. Kehidupan Nabi Isa dari lahirnya sampai berumur 30 tahun tidak
banyak diketahui orang, sebab keempat Injil hanya memberitakan kejadian-kejadian
selama kira-kira tiga tahun, yaitu ketika nabi Isa melakukan tugasnya sebagai Nabi
sampai peristiwa penyaliban.41
Menurut Rasyidi sejarah Kristen bisa dikatakan sebagai pertumbuhan dari
kecenderungan atau sekte yang berbeda, terdapat juga perpecahan didalam
pembentukan ulang, yang berlangsung menghadapi latar belakang hiruk-piruk
polemik, pengaduan dan kecurangan. Selama abad-abad perkembangan agama
41
H.M. Rasyidi, Empat Kuliah Agama Islam pada Perguruan Tinggi, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1974), hal,81- 83.
33
34
Kristen, wacana teologi yang membangkitkan perdebatan sengit bahkan cenderung
melampaui batas adalah doktrin yang berhubungan dengan Trinitas.42
Rasyidi mengutip dalam buku Marcello Craveri dengan judul bukunya The
life of Yesus bahwa, sejarah lahirnya Nabi Isa tidak diketahui dengan pasti. Maka
sampai abad ke-4 hari lahir Nabi Isa diperingati pada tanggal 28 Maret, 18 April atau
29 Mei menurut kepercayaan masing-masing. Kemudian diperbaharui menjadi 6
Januari, dengan dihitung 30 tahun kebelakang dari tanggal penyaliban. Akan tetapi di
Eropa Barat orang menyesuaikan hari lahir Nabi Isa dengan suasana keagamaan di
sana. Sehingga hari lahir Nabi Isa jatuh pada tanggal 25 Desember. Lalu Nabi Isa
melakukan tugasnya di sekitar Danau Tobaria dan desa-seda sekelilingnya. Sikap
Nabi Isa terhadap kaum agama yang mempunyai kekuasaan dan kekayaan, ditambah
dengan kesukaannya bergaul dengan orang-orang miskin dan menderita, telah
membangkitkan amarah dengki di hati orang-orang Pharisi dan Saddusi. Oleh karena
itu ketika Nabi Isa datang ke Jesusalem pada hari Paskah43
, orang-orang Pharisi dan
Saddusi mengambil kesempatan untuk mengusir Nabi Isa, maka dilaporkanlah
kunjungannya itu ke Jerusalem dan akhirnya menurut riwayat Injil Nabi Isa
ditangkap, diadili dan disalib. Hukuman penyaliban Nabi Isa sampai mati menjadi
pokok teologi agama Kristen, dan al-Qur‟an membantah dalam surat An-Nisa.
42
Richard Fletcher, Relasi Damai Islam dan Kristen, ( Ciputat: IKAPI, 2009), hal. 4. 43
Hari Paskah juga disebut Passover artinya hari bangsa Yahudi menyeberangi laut,
menyelamatkan diri dengan nabi Musa dari perbudakan Fir‟aun.
35
Dan oleh karena mereka menyalahi janji mereka dan tidak percaya kepada
ayat-ayat Allah dan membunuh para Nabi tanpa alasan yang benar, begitu pula
karena mereka berkata: “hati kami tertutup”, sesungguhnya Tuhan menutup hati
mereka karena kekufuran mereka, sehingga mereka tidak percaya kacuali hanya
sedikit, demikian pula karena mereka berkata: “Kami telah mambunuh Al-Mash Isa,
anak Maryam, utusan Tuhan”, padahal mereka itu tidak membunuhnya dan tidak
menyalibnya, tetapi orang yang disalib itu serupa dengan Al-Masih. Sesungguhnya
orang-orang yang berselisih pendapat tentang nabi Isa ini, merka itu juga dalam
kesangsian tentang hal tersebut: mereka tidak mempunyai pengetahuan selain
mengikuti dugaan. Mereka tidak membunuh Nabi secara yakin. Akan tetapi Allah
telah mengangkatnya kepadaNya, dan Allah itu Maha Mulia dan Maha Biajaksana.
(QS. An-Nisa 155-158)
Injil mempercayai Nabi Isa mati disalib dan hidup lagi di langit, sedangkan
menurut Rasyidi Ia tidak disalib dan telah wafat. Para pengikutnya dipimpin oleh dua
belas sahabat Nabi Isa yang dalam al-Qur‟an dinamakan Hawari. Sahabat-sahabat
Nabi Isa tersebut telah mempropagandakan agama Kristen ke seluruh Kerajaan
Romawi, khususnya ibukotanya (Roma). Petrus meninggal di Roma akibat dibunuh,
dan kuburannya dijadikan Katedral St. Peter yang merupakan pusat vatikan. Namun
orang yang besar jasanya kepada agama Kristen adalah Paulus. Ia seorang Yahudi
dari Tarsus (daerah Turki) yang sebelumnya bernama Saul. Disamping jasanya
menyiarkan agama Kristen, Ia juga aktif dalam memarahi umat Kristen, dalam
36
perjalanan antara Damaskus dan Jerusalem Ia merasa Nabi Isa yang memerahinya,
mulai saat itu Ia menjadi pemimpin Kristen yang besar yang mempropagandakan
agama Kristen kepada orang-orang yahudi di perantauan dan suratnya kepada mereka
itu merupakan bagian-bagian penting dalam Injil (Perjanjian Baru).44
Menurut Rasyidi setelah Nabi Isa wafat, umat Kristen sangat berpegangan
kepada kenang-kenangan tentang Nabi Isa, dan oleh karena itu di dalam sejarah
mereka dinamakan Masehi, artinya penganut setia kepada Al-Masih (Kristus), yang
diusap dengan minyak kasturi, mereka itu dianggap sebagai orang yang tidak setia
kepada Kerajaan Romawi, dicari-cari, jika terdapat disiksa dan dibunuh.45
Jadi penganut kepercayaan Kristen, Yesus benar mati disalib dan
penderitaannya itu tidak lain adalah karena demi menebus dosa-dosa manusia.
kepercaan demikian mengandung tendensi bahwa siapa yang masuk Kristen, maka
dosa-dosanya telah diampuni.46
B. Ajaran-ajaran Kristen
Ajaran agama untuk memberikan petunjuk dan bimbingan dalam kehidupan
beragama. Terjadi di tanah air Indonesia pada waktu Rasyidi masih hidup, sungguh
44
H.M. Rasyidi, Empat Kuliah Agama Islam pada Perguruan Tinggi (Jakarta: Bulan
Bintang, 1974), hal, 88 45
Ibid, hal. 81. 46
Jirhanuddin, Perbandingan Agama “Pengantar Studi Memahami Agama-agama”
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal. 107-108.
37
merupakan suatu hal yang tidak wajar. Anak-anak pemuda Islam disuruh percaya
kepada Trinitas dengan diberi pelajaran, buku-buku dan alat-alat sport. Ajaran
Kristen yang di bicarakan oleh Rasyidi ialah tentang Trinitas. Dimana jika seorang
Kristen awam tidak percaya kepada kebangkitan Yesus dari kubur, ia akan berfikir
bahwa para sahabat tergolong oleh jiwa Yesus, mendirikan gereja berdasar atas Injil.
Ia mengakui bahwa Yesus adalah orang Yahudi dan mewarisi tradisi Yahudi. Ia juga
mengakui para sahabat mengambil pelajaran-pelajaran dari Injil Yesus serta
menyiarkan ajaran-ajarannya.47
Ajaran tentang Trinitas adalah ajaran yang sangat penting dalam kehidupan
gereja, tetapi sekaligus menjadi ajaran yang sulit dijelaskan bagi warga gereja. Ajaran
ini sulit diterima oleh pihak lain terutama dalam konteks Indonesia yang
berfalsafahkan Pancasila dengan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa dengan
mayoritas penduduknya Islam. Oleh karena itu umat Islam menganggap bahwa ajaran
tersebut Triteisme yaitu menyembah tiga Tuhan. Kepercayaan terhadap Tritunggal
sering menjadi batu sandungan yang serius dalam hubungannya dengan masyarakat
Indonesia pada umumnya dan masyarakat Islam pada khususnya. Allah Bapa adalah
Pencipta langit dan bumi serta yang terdapat di dalamnya. Allah adalah Mahakasih
terhadap segala ciptaan terutama kepada manusia. Allah senantiasa menampakkan
diri-Nya kepada manusia dan selalu bersabda kepada manusia sebagaimana
47
H.M. Rasyidi, Mengapa Aku Tetap Memeluk Agama Islam (Jakarta: Bulan Bintang,1980),
hal. 30.
38
digambarkan dalam perjanjian lama, bahwa Allah bersabda melalui bangsa-bangsa
dan para Nabi. Oleh karena itu Allah mendengar do‟a manusia, melihat matahati
manusia dan menangkap getaran jiwanya. Allah juga mengetahui pikiran dan harapan
manusia.48
Menurut Rasyidi umat Kristen meyakini bahwa Allah yang mereka sembah
adalah Allah yang Maha Esa. Ajaran ketuhanan dalam agama Kristen adalah sebagai
yang tercantum dalam kredo Imam Rasuli, yaitu Tritunggal yang terdiri dari Allah
Bapa, Allah Putra dan Roh Kudus. Ketiga-tiganya adalah pribadi Allah dan ketiga
pribadi tersebut adalah Allah.49
Menurut imam Kristen Allah yang Esa itu hadir dan
berkarya dengan tiga cara berada: Allah sebagai Bapak, Yesus Kristus, dan Roh
Kudus. Hal ini berarti bahwa ummat Kristen tidak menyembah tiga Allah
(Triteisme) melainkan Allah Tritunggal (Triunitas) : Allah Bapa, Putra, Roh Kudus.
Ajaran-ajaran tentang Allah Tritunggal ini disebut sebagai Trinitas.50
Rahasia yang
tidak dapat dijelaskan tentang tiga oknum dalam satu Tuhan: Bapak, Anak dan Roh
Kudus. Terdapat disurat kiriman yang pertama dari Yahya, 5 : 7 , karena yang
menjadi saksi di syurga, yaitu bapak, Kalam dan Ruhul Kudus, maka ketiga-tiganya
manjadi satu. Akan tetapi ayat ini palsu merupakan kesenajaan, ayat ini harus tidak
dimuat, akan tetapi paus Roma mempertahankan haknya untuk memuatya. Setelah
48
Mukti Ali, Agama-Agama di Dunia (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988), hal.
362-363. 49
Mukti Ali, Agama-Agama di Dunia (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988), hal.
362. 50
H.M. Nur Kholis Setiawan, Meniti Kalam Kerukunan: Beberapa Istilah Kunci dalam
Islam Dan Kristen, Jilid 1 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), hal. 303-305
39
Rasyidi membaca uraian pendeta yang jujur dan berani, yaitu A. Powell Davies dan
Charles francis Potter maka sudah jelas, bahwa dasar kepercayaan Ketuhanan Yesus
itu tidak kuat. Maka orang Kristen berkata ini adalah rahasia, apalagi bukti-bukti
yang diuraikan oleh kedua pendeta tersebut sudah menjelaskan dengan jelas bahwa
Ketuhanan Isa dan Trinitas adalah hal yang tidak pernak diajarkan oleh Nabi Isa
sendiri. Tentu saja orang-orang kristen awam tidak sampai pengetahuannya untuk
menyelidiki sendiri hal ini. Para pendeta, para uskup mengetahui akantetapi mereka
menyimpan rahasia ini, karena jika terbuka kepada umum, agama kristen akan hancur
karena landasannya.51
Menurut Rasyidi kelemahan dasar Kristen, mengenai Trinitas sudah lama
dirasakan dalam umat Kristen sendiri. Oleh karena itu persoalan itu makin lama
makin mengganggu kestabilan negara. Dalam sejarah Trinitas pada tahun 325 Kaisar
Konstantinopel mengadakan konsili di Nicaea. Ada dua aliran yang bertentangan
pertama, aliran Arius, uskup Alexandria mengatakan bahwa Tuhan anak itu
diciptakan oleh Tuhan Bapak. Kedua, aliran Athanasius mengatakan bahwa Tuhan
Bapak dan Tuhan Anak itu sama, dari zat yang sama.52
Konsili ini dimenangkan oleh
aliran Athanasius dengan suara mayoritas. Namun seorang pendeta dari Iskandariyah
(Mesir) berpendapat bahwa Tuhan anak (Yesus) tidak sama dengan Tuhan Bapak
(Allah), akan tetapi diciptakan oleh Dia. Seandainya pendapat Arius tersebut
51
H.M. Rasyidi, Mengapa Aku Tetap Memeluk Agama Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1980),
hal. 29-37-41. 52
H.M. Rasyidi, Empat Kuliah Agama Islam pada Perguruan Tinggi (Jakarta: Bulan
Bintang,1974), hal. 90.
40
dikatakan sebelum abad ke-IV, tentu banyak yang menerima, begitulah kata Failasuf
Betrand Russel, tetapi konsili Nicea menolaknya.53
Keagamaan dan teologi membentuk kepercayaan dan keyakinan bersama
yang mempengaruhi suasana batin dari kebanyakan orang.54
Ketika agama Kristen
tesiar di daerah-daerah, timbullah gambaran bahwa Tuhan Yesus itu Tuhan-Juru-
Selamat. Idea tersebut disesuaikan dengan kepercayaan yang telah ada, khususnya
mengenai Mitra. Mengenai hari lahir Mitra adalah tanggal 25 Desember. Hari itulah
yang oleh orang-orang Kristen baru dijadikan hari lahir Yesus. Sabbath, hari Sabtu
yang disebutkan oleh Taurat sebagai hari istirahat sesudah bekerja enam hari
menciptakan alam, telah diabadikan oleh orang-orang Kristen baru dan digantikannya
dengan hari ahad.55
Rasyidi mengutip perkataan Prof. Alfred Guillume bahwa, agama Islam dan
agama Kristen, sebagai agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad dan Nabi Isa
terdapat hal-hal yang sama tentang Allah, tentang hidup sesudah mati. Akan tetapi
setelah Nabi Isa meninggal, telah terjadi penyelewengan-penyelewengan sehingga
timbul kepercayaan Trinitas. Nabi Muhammad telah menyampaikan wahyu-wahyu
yang diterimanya, yang di antaranya berisi tentang penyelewengan tersebut.
53
H.M. Rasyidi, Mengapa Aku Tetap Memeluk Agama Islam (Jakarta: Bulan Bintang,1980),
hal. 37. 54
Yosef lalu, Pr. Makna Hidup Dalan Terang Iman Katolik: Yesus Kristus Pemberi Makna
Hidup (Yogyakarta:Kanisius, 2010), hal. 47. 55
H.M. Rasyidi, Mengapa Aku Tetap memeluk agama Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1980),
hal. 31.
41
Rasyidi juga mengatakan Kristen awam tidak percaya kepada kebangkitan
Yesus dari kubur, ia akan berfikir bahwa para sahabat terdorong oleh jiwa Yesus,
mendirikan gereja berdasar atas Injil. Ia mengakui bahwa Yesus adalah orang Yahudi
yang mewarisi tradisi Yahudi. Ia mengakui bahwa para sahabat mengambil pelajaran-
pelajaran dari Injil serta menyiarkan ajaran-ajarannya. Ia juga mengakui bahwa para
sahabat karena penglihatan dan pendengaran mereka tentang Yesus dan pengalaman
mereka kemudian, telah menghormati Yesus dengan mengatakan sebutan, yaitu
sebutan penyelamatan , Tuhan manusia dan Anak Allah.56
C. Agama Kristen di Indonesia
Kristen yang digambarkan Rasyidi ialah Kristen yang dibicarakan pada masa
hidupnya. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang heterogen dimana terdapat
bermacam-macam pemeluk agama dan pemeluk keyakinan dan semuanya memiliki
hak yang sama dalam menjalankan agamanya masing-masing. Setelah mendapat
pengaruh dari dari agama Hindu, Buddha dan Islam, bangsa Indonesia mendapat
pengaruh dari agama Kristen.57
Agama Kristen masuk ke Indonesia pada abad ke-16
bersamaan dengan kedatangan orang Portugis dan Spanyol, sedangkan Islam tersebar
ke Nusantara mulai akhir abad ke-7 secara damai oleh para pedagang dan mencapai
puncaknya pada abad ke-15. Pada tahun 1516 Magelhaens, orang Spanyol tiba di
kepulauan Maluku dan Solor, sedangkan bangsa Portugis berulang-ulang kali ke
56
Ibid, hal. 31. 57
Tugiyono,dkk, Pengetahuan Sosial Sejarah (Jakarta: Kurikulum, 2004), hal. 44.
42
kepulauan Solor dan Timur untuk membeli kayu gaharu, yang diikuti dengan usaha
mengajak penduduk.58
Para imam Katolik juga datang untuk menyebarkan Injil. Salah satu pedagang
di Indonesia itu adalah Fransiskus Xaverius. Pesan perutusan Kristus: “pergilah,
jadikanlah semua bangsa rid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa, Putera dan
Roh Kudus” (Matius 28:9).59
Pada tahun 1519 ia mendarat di Ternate sampai duduk
setempat, dan memulai melaksanakan ambisi Kolonialisme serta untuk menyebarkan
agama Kristen. Namun mereka menemui perlawanan keras dari penduduk setempat.
Fransiscus Xaverius dianggap sebagai pelopor penyebaran agama Katolik di
Indonesia. Ia bukan memperkenalkan agama Katolik tersebut kepada orang-orang
Maluku sampai 1547, melainkan juga mendirikan sekolah untuk meningkatkan
pendidikan masyarakat setempat. Berkat usahanya, bukan hanya agama Katolik yang
diperkenalkan pada masyarakat melainkan juga kebudayaan Spanyol dan Portugis.60
Dari Maluku Portugis meluaskan jaringan perdagangan dan penyebaran agama
Kristen ke daerah-daerah sekitarnya, bahkan hingga ke Jawa.61
Pada tahun 1549
terjadilah peperangan sengit di antara pendatang-pendatang Katolik dan penduduk
yang beragama Islam yang dipimpin oleh Sultan Babullah. Pada tahun 1605 di
58
H.M. Rasyidi, Surat Kepada Paus Yohanes Paulus II: Agar Penyahgunaan Diakonia
Dihentikan (Jakarta: Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, 1989), hal. 8. 59
R.Z. Leirissa, “Agama Kristen Dibawa Misionaris Bukan Sejarah”, Taloid Reformata Edisi
65 Agustus Minggu II, 16-31 Agustus 2007, hal. 4. 60
H.M. Rasyidi, Surat Kepada Paus Yohanes Paulus II: Agar Penyalahgunaan Diakonia
Dihentikan (Jakarta: Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, 1989), hal. 8. 61
Ian S. Aritonang, Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, ), hal. 14.
43
wilayah itu ada dalam tangan Kolonialisme Belanda. Pada tahun 1848 seorang
pejabat resmi agama Katolik datang, karena di Nusantara tidak ada pejabat resmi
Katolik, tapi di Batavia (Jakarta) pada tahun 1855. Di Surabaya pada tahun 1856 dan
Semarang pada tahun 1858 telah ada gereja-gereja Katolik. Sejak waktu itu telah
banyak didirikan sekolah-sekolah agama Katolik di Jawa.62
Kristen Protestan lahir karena Reformasi Gereja pada abad ke-16, agama ini
masuk ke Indonesia dibawa oleh para zending (orang-orang Belanda), daerah
Indonesia yang menganut agama Kristen Protestas yaitu Sumatera Utara, terutana
kelompok etnis atau suku bangsa Batak. Pada abad ke-19, penyebaran agama Kristen
Protestan terhadap masyarakat Indonesia dilakukan dengan cara mendekati kepala
adat atau kepala suku, penyebaran ini dilakukan kepada masyarakat yang masih
memiliki kepercayaan lama.63
Dari situ terlihat tujuan utama kedatangan Portugis ke Asia, terutama ke
Nusantara adalah berdagang, terutama menemukan kawasan sumber penghasilan
utama rempah-rempah, agar memperoleh keuntungan lebih besar. Karena dagangan
rempah-rempah merupakan barang dagangan yang sangat berharga di Eropa. Namun
disamping itu, Portugis dan Spanyol mendapat restu untuk memelihara Gereja dan
mendukung usaha penyebaran Injil dan iman Kristen kepada penduduk yang mereka
jumpai. Itulah sebabnya di dalam ekspedisi Portugis dan Spanyol selalu ikut sejumlah
62
H.M. Rasyidi, Surat Kepada Paus Yohanes Paulus II: Agar Penyahgunaan Diakonia
Dihentikan (Jakarta: Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, 1989), hal. 33. 63
Nana Supiatna, Ilmu Pengetahuan Sosial : Geografi, Sejarah, Sosiologi, Ekonomi (Jakarta:
Grafindo, 2006), hal. 100.
44
iman atau rohanian katolik, baik yang bertugas untuk melayani dan merawa
kerohanian para pedagang, maupun yang menyebarkan Injil kepada penduduk
pribumi. Dengan kata lain para rohanian itu umumnya merangkap sebagai
misionaris.64
Sehingga kemajuan yang lebih besar telah diperoleh oleh kaum
missionaris. Boleh dikatakan bahwa tak ada misi Kristen ke negara Islam yang dapat
sukses lebih besar daripada missi Belanda di Indonesia. Di Sulawesi, Timor,
Halmahera dan kepulauan-kepualauan lain banyak gereja-gereja bemunculan.65
Pada tahun 1517 Agama Kristen terdiri dari dua aliran besar, yaitu Kristen
Katolik dan Kristen Protestan dengan gerakan seorang pendeta Jerman yang bernama
Martin Luther.66
Agama ini masuk ke Indonesia bersamaan dengan masuk dan
berkembangnya penjajahan yang dilakukan oleh bangsa Portugis, Spanyol, dan
Belanda di Indonesia. Bangsa Portugis dan Spanyol dianggap sebangai bangsa yang
melopori masuk dan perkembangannya agama Katolik ke Indonesia. Bersamaan
dengan kedua pelayaran tersebut, ikut pula para pastor serta misionaris lainnya untuk
menyebarkan agama Katolik pada penduduk yang disinggahi para pelayar.67
Indonesia terjajah oleh berbagai bangsa Eropa dan akhirnya Belanda
mengambil alih seluruh kekuasaan dari perusahaan dagang VOC pada tahun 1799.
64
Ibid, hal. 19-21. 65
H.M. Rasyidi, Sidang raya Dewan Gereja Sedunia di Jakarta 1975: Merupakan Tantangan
Terhadap Dunia Islam (Jakarta: Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia,1974), hal. 45. 66 H.M. Rasyidi, Sidang raya Dewan Gereja Sedunia di Jakarta 1975: Merupakan Tantangan
Terhadap Dunia Islam (Jakarta: Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia,1974), hal. 98. 67
Nana Supiatna, Ilmu Pengetahuan Sosial : Geografi, Sejarah, Sosiologi, Ekonomi (Jakarta:
Grafindo, 2006), hal. 99.
45
Berakhirnya perang dunia kedua, bangsa Indonesia memproklamasikan
kemerdekaanya. Pada waktu itu Indonesia berpenduduk 170 juta orang dan kurang
lebih 90% beragama Islam. Sesudah merebut kemerdekaan, bangsa Indonesia
berkesempatan memperbaiki hidupnya, lahiriyah dan rohaniyah. Bahwa bangsa
Indonesia telah mencapai kemajuan di bidang pertanian, pendidikan, industri,
kesehatan, teknologi, dan aspek-aspek lain dari kehidupan modern, walaupun masih
banyak diantara mereka yang masih menderita dan miskin.68
Orang-orang kristen tersebarnya di Indonesia pada zaman VOC69
menunjukkan dengan jelas hal ini berbarengan dengan penempatan pusat kekuasaan
di kalangan politik dan ekonomi. Jakarta sebagai pusat pemerintahan dan Ambon
sebagai pusat produksi utama adalah kota-kota yang paling penting. Kristen di
Indonesia seakan-akan telah muncul sebagai suatu agama baru di samping agama-
agama lain. Masyarakat Kristen yang mendiami wilayah yang dikuasai VOC
dimasukkan dalam gereja protestan. Agama Ktisten di Indonesia tidak mengalami
perkembangan dengan abad ke-19. Hal ini disebabkan pada umumnya perhatian VOC
hanya ditujukan kepada usaha-usaha perdagangan, walaupun ada juga pegawai
kompeni yang berusaha memperluas agama Kristen. Para misionaris Katolik juga
tidak menunjukkan kagiatan besar, sehingga Katolik juga tidak mengalami
68
H.M. Rasyidi, Surat Kepada Paus Yohanes Paulus II: Agar PenyalahgunaanDiakonia
Dihentikan (Jakarta: Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, 1989), hal. 20. 69
VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie) ialah salah satu organisasi yang didirikan
oleh Bangsa Belanda. Yang merupakan kongsi dagang tersebar di wilayah nusantara yang dibentuk
atas keinginan untuk memperkokoh kedudukan Belanda di Nusantara dan menyatukan perdagangan
rempah dari wilayah timur. http://www.smansax1-edu.com/2014/10/ringkasan-mengenai-voc-
vereenigde-oost.html yang diunggah pada hari Jum‟at tanggal 06-November-2015.
46
perkembangan.70
Akan tetapi pendeta-pendeta bekerja untuk memelihara kerohanian
pegawai-pegawai VOC, dengan tujuan untuk membujuk orang-orang pribumi untuk
agar masuk Kristen. Fasilitas yang diberikan kepada orang pribumi, sehingga pada
abad ke-17, orang-orang Belanda mengatakan bahwa sudah ada 100.000 orang
pribumi di jawa yang masuk Kristen dan 40.000 di ambon.71
70
Tugiyono,dkk, Pengetahuan Sosial Sejarah (Jakarta: Kurikulum, 2004), hal. 43. 71 H.M. Rasyidi, Sidang raya Dewan Gereja Sedunia di Jakarta 1975: Merupakan Tantangan
Terhadap Dunia Islam (Jakarta: Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia,1974), hal. 32.
47
BAB IV
HUBUNGAN KRISTEN DAN ISLAM DI INDONESIA
Hubungan antar agama telah menjadi perhatian yang cukup serius termasuk
bagi masyarakat Indonesia. Dialog antara penganut agama-agama yang hidup kiranya
apabila banyak tokoh Indonesia yang terlibat sepenuhnya dalam perencanaan dialog
tersebut, baik di kawasan lokal maupun pertemuan-pertemuan Internasional.
Beberapa tokoh yang terlibat dalam pertemuan-pertemuan tersebut misalnya Seperti
Prof. Dr. H.A. Mukti Ali, Prof. Dr. P.D. Latuihamallo, Prof Dr. Harun Nasution, Dr.
T.B. Simatupang, Prof. Dr. H.M Rasyidi.72
Bagi bangsa Indonesia, kerukunan umat
beragama itu bahkan menjadi kerinduan. Pada setiap kesempatan, hal itu senantiasa
dikemukakan, baik oleh kalangan organisasi-organisasi maupun pemerintah.73
Dalam musyawarah antar agama yang berlangsung 30 November 1967,
Rasyidi mengemikakan kekecewaannya tentang kristenisasi, terutama pada pihak
Islam awal yang penting dari proses dialog. Pada Juni 1976 DGD/WCC, bekerja
sama dengan dua lembaga studi di Inggris yang mengadakan pertemuan dialog di
Chambesy Swiss, yang dihadiri oleh dua utusan Indonesia, yaitu H.M. Rasyidi dari
kalangan Islam dan Ihroni dari kalangan Kristen. Rasyidi membawakan makalah
72
Rosihan Anwar, 70 Tahun Prof. H.M. Rasyidi (Jakarta: Harian Umum Pelita, 1985), hal.
155. 73
H.M. Rasyidi, Surat kepada Paus Yohanes Paulus II: Agar Penyalahgunaan Diakonia
Diberhentikan (Jakarta: Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, 1989), hal. 4.
47
48
yang sangat tajam untuk menyoroti praktek penyiaran agama oleh kalangan Kristen di
Indonesia. Ia mengeluhkan pada zaman Orde lama yang dikeluhkan oleh kalangan
Islam. Dengan mendirikan gedung gereja di daerah Islam, menarik orang Islam
menjadi Kristen dengan cara membagi-bagi makanan dan uang, atau menjadi orang
tua asuh bagi anak-anak mereka. Dari kenyataan itu Rasyidi menyatakan
keluhannya.74
Di Lebanon, pada tanggal 16-26 Maret 1970, Prof. Mukti Ali dan Prof.
Latuihamallo bersama para pemuka lainnya telah menggariskan bersama kebijakan
yang diusulkan untuk pertemuan-pertemuan dan hubungan-hubungan pada waktu
yang dihadapi, baik secara internasional maupun secara nasional. Dalam forum
internasional di Jenewa 1976, Prof Rasyidi melandaskan pemahaman dari misi-misi
Kristen, ia mengakui pentingnya penghargaan terhadap pluralitas keagamaan dalam
dunia modern.75
Menurutnya para pemeluk agama-agama mengemban tugas bersama
untuk menyadari bahwa masyarakat Indonesia adalah warga yang berlandaskan
Pancasila. Sehingga kerukunan antar agama harus tetap terjalin. Hal ini bukan saja
dalam pergaulan kita sehari-hari di tanah air kita, melainkan dalam penampilan putra
putri Indonesia dalam pertemuan antara agama-agama yang di selengarakan.
Perumusan konferensi yang menyangkut hubungan antar agama pada tahun 1976.
Konferensi itu oleh Dr. David kerr sebagai peristiwa pertama dalam sejarah hubungan
74
Laporan H.M. Rasyidi, Tentang: Konperensi Meja Bundar Da‟wah Islamiyah dan Missi
Keisten di Geneva Pada Tanggal. 26-30 Juni 1976, hal. 9. 75
Azhumardin Azra, “H.M. Rasyidi BA: Pembentukan Kementerian Agama dalam Revolusi”
(tp, tt ), hal. 26. Kemenag.go.id/ file/ dokumen. Rasyidi3. pdf
49
Kristen dan Islam, yang membicarakan pokok yang fundamental bagi masing-masing
agama, yaitu komitmen untuk kemashuran Injil bagi penganut Kristen dan dakwah
bagi penganut Islam. Termasuk H.M. Rasyidi yang hadir mewakili dari Indonesia.76
Dalam hubungan ini ada manfaatnya untuk merujuk pada pernyataan yang
dibuat oleh konperensi Internasional tentang misi Kristen dan dakwah Islam yang
diadakan di Chambesy pada bulan Juni 1976, dimana pemimpin-peminpin agama
Katolik, Protestan dan Islam berkonsultasi bersama dalam suatu tukar pikiran secara
terbuka.77
Rasyidi mengatakan umat Islam Indonesia ingin hidup damai dan rukun,
menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa yang menciptakan kita semua.
Satu-satunya jalan adalah hidup dalam toleransi. Biarkanlah kamu
memperbaiki nasib kami, mengatur kehidupan keluargaan kami, dan kami
tidak akan menggu saudara-saudara kita yang beragama Kristen. Kita semua
sedang membangun; marilah kita bangun lebih dahulu jiwa toleransi di dada
kita masing-masing. Inilah perkataan Rasyidi yang ditujukan kepada Dewan
Gereja Indonesia dan Majlis Wali Gereja Indonesia dan juga ditujukan kepada
Pemerintah Vatikan serta Dewan Gereja Sedunia.78
76
Ihroni (ed.), 70 Prof. Dr. H.M. Rasyidi, hal. 171. 77
H.M. Rasyidi, Surat Kepada Paus Yohanes Paulus II: Agar Penyalahgunaan Diakonia
Dihentikan (Jakarta: Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia,1989), hal.9. 78
H.M. Rasyidi, Di Sekitas R.U.U. Perkawinan (Jakarta: Dewan Da‟wah Islamiyah
Indonesia,1976), hal.27.
50
A. Akar Konflik Kristen dan Islam di Indonesia
Semenjak persiapan kemerdekaan Indonesia pada akhir zama Jepang,
kemudian disusul dengan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal
17 Agustus 1945, selalu terdapat perbedaan faham antara ummat Islam dan ummat
Kristen dalam cara hidup bersama suatu bangsa.79
Sepanjang sejarah agama dapat
memberi sumbangsih positif bagi masyarakat dengan memupuk persaudaraan dan
semangat kerjasama antar anggota masyarakat. Agama juga memicu konflik antar
masyarakat beragama. Keanekaragaman di Indonesia membuat masyarakat Indonesia
memiliki pemahaman yang berbeda-beda sesuai dengan yang diajarkan oleh
agamanya masing-masing. Pebedaan ini timbul karena adanya doktrin-doktrin dari
agama-agama, suku, ras, perbedaan budaya, dan kelompok minoritas serta
mayoritas.80
Konflik keagamaan di Indonesia hanyalah suatu bagian dari suasana
kekerasan dan kebrutalan yang berlaku umum di masyarakat di Indonesia saat ini.
Ada dua karakter yang memiliki kecenderungan umum pada kekerasan, yaitu:
Pertama, perpecahan, kesalahpahaman, atau pertentangan kecil dengan mudah
memicu reaksi kekerasan, perkelahian fisik. Kedua, perkelahian ini dengan mudah
terjadi pada komunitas yang berkarakter. Seperti peristiwa yang tejadi di Ambon
79
Laporan H.M. Rasyidi, Tentang: Konperensi Meja Bundar Da‟wah Islamiyah dan Missi
Keisten di Geneva Pada Tanggal. 26-30 Juni 1976, hal. 2. 80
Stev Koresy Rumagit, Kekerasan dan Diskriminasi Antar Umat Beragama Di Indonesia,
Jurnal LexAdministratum, Vol.1/No.2, Januari-Maret 2013, hal, 59. Diakses dari
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/administratum/article/viewFile/3016/2561 , pada tanggal 9
November 2015 pukul 12.53.
51
yang selalu berkembang menjadi sebuah perang antar warga dan kampung. Meskipun
konflik-konflik ini adalah konflik antar masyarakat yang dibatasi oleh agama mereka
masing-masing, mereka tidak banyak memanfaatkan ajaran atau ciri khusus lainnya
dari Kristen dan Islam sebagai dalil untuk berkonflik. Oleh karena itu, setelah konflik
berdarah ini terjadi antar masyarakat, agama dengan mudah menjadi unsur
pemersatu.81
Pada peristiwa Orde Baru ketegangan antar umat Islam dan Kristen merebak
seiring tudingan umat Islam bahwa umat Kristen lebih diuntungkan oleh
pemerintahan dan adanya semangat Kristenisasi yang ditandai dengan bertambahnya
umat kristen secara signifikan. Ketegangan ini merebak setelah sejumlah tokoh Islam
menuduh gereja dan lembaga misi telah melakukan penginjilan dengan cara yang
tidak sehat, yang merenggangkan hubungan di antara mereka.82
Kemajuan bangsa
Indonesia ini terganggu oleh adanya ketidak harmonisan antara umat Islam dan
Kristen, yang disebabkan karena penyalahgunaan diakonia (pelayanan masyarakat)
di Indonesia, dan sikap tidak toleran orang-orang Kristen terhadap umat Islam.83
Dalam tataran teologis, antara Islam dan Kristen ada tembok pemisah yang
dibatasi oleh paradigma yang berbeda. Lalu muncullah sejumlah kesalahpahaman,
maka meruncingkan perbedaan dan meletuslah kerusuhan- kerusuhan. Konflik kedua
81
Fanz Magnis-Suseno, Memahami Hubungan Antar Agama (Yogyakarta: Elsaq Press,
2007), hal. 12. 82
Ian S. Aritonang, Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2006), hal. 382. 83
H.M. Rasyidi, Surat Kepada Paus Yohanes Paulus II: Agar Penyalahgunaan Dioakonia Dihentikan,
(Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, 1989), hal. 9.
52
agama tersebut disamping dipicu oleh faktor ekonomi, politik, sosial, juga
disebabkan oleh sikap eksklusif diantara pemeluk kedua agama. Padahal agama
Kristen dan Islam dapat dikatakan agama-agama monoteis, sebab semuanya
menyembah Tuhan yang sama dari kedua agama tersebut. Dalam sejarah agama-
agama, kelompok agama yang satu bisa saja meyerang beberapa teolog agama
tertentu, bahkan dalam satu agama sekalipun. Masing-masing agama ingin
menunjukkan kemurnian agamanya, sementara yang lain dipandang sesat.84
Menurut Rasyidi, umat Islam Indonesia yang suka damai masih ingat akan
usaha yang digagalkan oleh umat Kristen, yaitu usaha mencari kompromi dalam
hidup nasional bersama. Dalam musyawarah antar agama yang diadakan pada tanggal
30 November 1967, Presiden Suharto mengusulkan agar umat suatu agama jangan
berusaha menambah umatnya dengan merugikan umat suatu agama lain. Pihak
Kristen dan Katolik menolak mentah-mentah usulan tersebut, karena mereka merasa
kaya dengan bantuan-bantuan yang mereka terima dari luar negeri dan sampai
sekarang tindakan mereka bahkan bertambah.85
Konflik Kristen dan Islam sangat ironis sebab sebelumnya di era Orde Baru
ketika Tarmizi Taher menjadi menteri agama, orang berlomba-lomba untuk
menyatakan dirinya sebagai pembela kerukunan. Hidup dengan menghargai
keagamaan bukan berarti meremehkan iman Kristen. Menyadari berbagai agama
84
Zaenul Arifin, Menuju Dialog Islam Dan Kristen: Pejumpaan Gereja Ortodoks Syria
Dengan Islam, Jurnal IAIN Walisongo Semarang ( Mei, 2012), hal. 115. 85
H.M. Rasyidi, Sidang Raya Dewan Gereja di Jakarta 1975: Merupaka Tantangan Bagi
Dunia Islam (Jakarta: Dewan Da‟wah Islamiyah Indonesia, 1974), hal. 62
53
berarti mengakui, menghormati, bahkan menghargai nilai-nilai yang terdapat pada
mereka yang beragama lain.86
Indonesia yang jumlah penduduknya 125 juta manusia selama 20 tahun
menjadi bangsa yang merdeka telah mengalami petaka yang hebat. Untuk
menghindari kemungkinan terulang malapetaka, rakyat Indonesia khususnya yang
memeluk agama Islam, harus selalu waspada dan siap sedia.87
B. Kristenisasi
Bangsa Indonesia yang berjumlah 125 juta manusia, diantaranya 110 juta
beragama Islam, merupakan kelompok umat Islam terbesar di seluruh dunia. Pokok
persoalan antara umat Islam dan Kristen, bahwa Krsiten selalu berusaha
mengkristenkan umat Islam. Pemerintah mempunyai program untuk kerukunan
agama, akan tetapi program tersebut tidak didasari analisa ilmiah. Umat Islam
dipaksa untuk hidup rukun dengan pengikut agama Kristen, tatapi sebab
ketidakrukunan itu yaitu Kristenisasi.88
Rasyidi juga dikenal cukup getol melawan ide-ide yang dianggap dapat
membahayakan keimanan kaum muslim. Memang soal memelihara keimanan umat
86
Weinata Sairin, Visi Gereja Memasuki Milenium Baru: Bunga Rampai Pemikiran (Jakarta:
Gunung Mulia, 2002), hal. 67. 87
H.M. Rasyidi, Islam Menentang Komunis (Jakarta: Hudaya dan Ramadhan, 1970), hal. 19. 88
H.M. Rasyidi, Kasus RUU Perkawinan Dalam Hubungan Islam dan Kristen (Jakarta:
Bulan Bintang,1974), hal.7.
54
Islam dan kegiatan Kristenisasi merupakan salah satu tema dari wacana yang
dibangun rasyidi. Sebenarnya yang diperhatikan oleh sosok ini adalah maraknya
Kristenisasi yang sebegitu jauh telah keluar dari norma-norma dan tata aturan yang
telah diterapkan oleh pemerintah.89
Cara memindahkan dari dari agama lain terutama
agama Islam, untuk menganut agama Kristen yang terjadi di Indonesia selama ini
adalah 95% atau lebih dengan cara membujuk, memberikan apa yang dibutuhkan
oleh rakyat Indonesia yang umumnya beragama Islam. Seperti kebutuhan pendidikan,
pemeliharaan kesehatan yang semua itu bersandarkan kepada Ekonomi.90
Kristenisasi merupakan sebuah gerakan keagamaan yang bernuansa politik
yang muncul setelah berakhirnya perang salib dengan tujuan meyebarkan agamanya
kepada semua komunitas manusia yang di dunia ketiga secara umum dan kepada
kaum Muslim secara khusus, dengan harapan dapat menegaskan kekuasaan mereka
terhadap bangsa-bangsa yang ada.91
Setelah perang kedua, misi Kristen tidak
mengenal batas mereka mau mengkristenkan umat Islam dengan bujukan materil,
sekolah, rumah sakit, pakaian, makanan dan lain-lain. Mereka mendekati orang-orang
yang sedang berkuasa dan menyediakan diri untuk menindas ummat Islam, sehingga
sekarang ini dapat dinamakan abad perang salib baru. Pengabdian-pengabdian
Kristen dalam masyarakat Islam telah dilakukan untuk tujuan mengganti agama
89
Muh, Syamsuddin, Prof. Dr. H.M. Rasyidi Pemikiran dan Perjuangannya (Yogyakarta:
Aziziah, 2004), hal. 146. 90
Laporan H.M. Rasyidi tentang Konperensi Meja Bundar, Da‟wah Islam dan Missi Kristen
di Geneva pada tanggal. 26-30, Juni Yang Diselenggarakan oleh Dewan Gereja Se-Dunia, atas Kerja
Sama dengan Islamic Foundation, Leicester U.K, hal. 3. 91
Alwi Shihab, Membendung Arus: Respon Gerakan Muhammadiyah Terhadap Pnetrasi
Misi kristen di Indonesia (Bandung: Mizan, 1998), hal.
55
dengan kesempatan mengambil kebodohan umat Islam, hajat umat Islam kepada
pendididkan, kesehatan, pengabdian dan kemasyaraktan.92
Pemuda-pemuda dan penduduk-penduduk desa masuk Kristen karena mereka
tegius untuk bersekolah mencari ilmu, kursus bahasa Inggris, ingin membaca buku-
buku di perpustakaan, kagum akan kekayaan, kemegahan gedung dan keuntungan
kebendaan, tetapi bukan karena Trinitas yang mereka inginkan. Pada saat itu sekolah-
sekolah pemerintah RI dalam keadaan yang lebih rendah jika dibandingkan dengan
sekolah-sekolah Kristen. Apalagi sekolah-sekolah swasta yang jauh lebih sederhana
dari sekolah-sekolah pemerintah. 93
Rasyidi menyatakan bahwa, para missionaris yang terjadi di Indonesia ini
sering menggunakan prinsip “toleransi beragama” uuntuk mencapai tujuan-tujuan
mereka. Mereka menekankan bahwa kaum muslimin sebagai mayoritas penduduk
Indonesia, harus toleran kepada umat Kristiani yang merupakan kelompok minoritas.
Mereka juga menggunakan isyu hak asasi manusia untuk mengabsahkan kegiatan-
kegiatan penyiaran agama mereka. Mereka bahkan mengidentikan kristenisasi
dengan modernitas dan sebaliknya mengindetikkan agama lain, khususnya Islam
dengan tradisionalisme dan keterbelakangan94
92
Laporan H.M. Rasyidi, tentang Konperensi Meja Bundar Dakwah Islam dan Missi Kisten
di Geneva, Pada tanggal, 26-30 Juni, 1976, hal. 8. 93
H.M. Rasyidi, Mengapa Aku Tetap Memeluk Agama Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1980),
hal. 54. 94
Zumardi Azra, H.M. Rasyidi, BA: Pembentukan Kementerian Agama dalam Revolusi,
(tp,tt), hal. 25. Kemenag.go.id/file/dokumen/Rasyidi3.pdf
56
Agama Kristen Katolik tampaknya benar-benar memanfaatkan kesempatan
dengan melakukan Kristenisasi secara terbuka pasca-G. 30 S/PKI. Mereka tidak
segan-segan melakukan ajakan Kristenisasi dari rumah ke rumah kepada umat Islam
dengan membagikan sejumlah materi yang menjadi kebutuhan masyarakat Islam,
dengan alasan bantuan sosial dan kepedulian mereka terhadap nasib sebagian umat
Islam yang memerlukan bantuan.95
Terjadinya Kristenisasi tersebut nampaknya
mempunyai konsekuensi pada umat Islam di Indonesia. Faktanya, pada masa
penjajahan Belanda dapat kita temukan di mana umat Islam jawa, yang kebanyakan
dari golongan pemuda berumur antara 20-30 tahun telah masuk agama Kristen
Katolik. Mereka telah dihinggapi rasa superioritas kompleks yang mana mereka
dianggap lebih rapih dan lebih terpelajar dari pada orang jawa yang memeluk Islam.
Di antara mereka mendapat jaminan uang dan beras, dan kebutuhan lain dari
missionaris Kristen dengan catatan mereka harus menjadi umat Kristen.96
Rasyidi mengatakan dalam pidato sambutan pada musyawarah antar agama
tanggal 30 November 1967. Bahwa di tanah air terjadi Kritenisasi hendak
mengkristenkan bangsa Indonesia, akantetapi Pemerintah Kolonial Belanda tidak
mengizinkan. Terjadilah serangan kepada pihak belanda dengan menuduh Pemerintah
Belanda melindungi Umat Islam Indonesia.97
Pada permulaan abad ke-19 Kritenisasi
oleh Netherland missionary Society yang mendapat sukses di Sulawesi Utara yaitu
95
Thohir Luth, M. Natsir: Dakwah dan Pemikirannya, (Jakarta: Gema Insani, 1999), hal. 119. 96
H.M. Rasyidi, Mengapa Aku Tetap Memeluk Agama Islam? (Jakarta: Bulan Bintang, 1974),
hal. 15-16. 97
Ian S. Aritonang, Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2006), hal. 231.
57
Minahasa. Akantetapi Pemerintah Belanda melarang kegiatan Kristenisasi diantara
ummat Islam, karena Kristenisasi menimbulkan kegelisahan yang sangat
bertentangan dengan politik Belanda untuk memelihahara kedamaian di Indonesia.
Walaupun demikian pada tahun 1811 seorang Jerman bernama Yohannes Emde
kawin dengan seorang wanita Indonesia. Selama 32 tahun kemudian ia dapat
mengkristenkan 35 orang di desa Weling. Mantan pegawai pemerintah Belanda
bernama Coenraad Laurens Coolen juga mempunyai kebutuhan dan kawin dengan
seorang wanita Indonesia. Ia mnyebarkan Injil, tetapi tidak mau mengirim orang-
orang yang sudah diisi dengan Kristen itu untuk dibaptiskan, karena ia berpegang
pada prinsibnya bahwa ia tidak mau melihat mereka kehilangan identitas mereka.
Kemudian Jellesma seorang pndeta yang mendirikan gereja di Mojowarno, yang
samapai sekarang manjadi pusat Kristen di Jawa Timur.98
Rasyidi juga mengutip tulisan sarjana W.C. Smith. Bahwa sikap membagi manusia
menjadi dua kelompok, kelompok orang Kristen yang selamat dan kelompok orang
yang bukan Kristen yang celaka, pada waktu ini berkembang dikalangan saudara-
saudara kita bangsa Indonesia yang beragama Kristen. Mereka giat dalam
mengkristenkan bangsa Indonesia. Rasyidi juga pernah didatangi oleh dua
Propagandist agama Kristen yang mengajaknya untuk meninggalkan agama Islam
dan harus memeluk agama Kristen, dengan menerangkan isi kitab Injil yang
dibawanya dan mengatakan bahwa Kitab itu adalah kitab satu-satunya kitab yang
98
H.M. Rasyidi, Sidang Raya Dewan Gereja Sedunia di jakarta: Artinya bagi Dunia Islam,
(Jakarta: Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia), hal. 42.
58
mengandung kebenaran dan telah tahan uji menghadapi penyelidikan-penyelidikan
ilmiah. Namun Rasyidi balik menanyakan kepada propagandist tersebut tentang
sejarah dan asal-usul kitab Injil ternyata pengetahuannya masih sangat kurang .99
Kritenisasi bertujuan untuk membongkar keyakinan yang dianut oleh kaum
Muslim dan berusaha mengalihkan mereka dari sikap tegas dalam memegang
keyakinan Islam sebagai pola hidup dan pola keyakinan. Jalan yang ditempuh untuk
maksud tertentu berupa Kristenisasi dan penjajahan. Tetapi kemudian mendapatkan
penentangan yang luar biasa dari pihak Muslim. Samuel Zwemer mengatakan,
“Tujuan utama di Negara-negara Muslim yang ditugaskan kepada kalian oleh
Negara-negara Kristen bukanlah bermaksud untuk memasukkan kaum Muslim ke
dalam agama Kristen”. Karena hal demikian merupakan kehormatan dan hidayah
buat mereka. Tetapi tugas kalian adalah mengeluarkan mereka dari Islam sehingga
mereka menjadi mahkluk yang tidak memiliki hubungan dengan Tuhan dan tidak
memiliki afiliasi terhadap nilai-nilai etika yang menjadi landasan utama kehidupan
berbagai bangsa.100
Bagaimana mengkristenkan dari berbagai kalangan di daerah-
daerah, tanpa memerhatikan agama yang sudah dahulu dianutnya. Karena sebagian
besar orang-orang Indonesia adalah Muslim, sangat dipahami bahwa orang-orang
Islam dapat dikatakan yang paling menderita dari usaha-usaha Kristenisasi yang
dilakukan oleh orang Kristen. Hal ini dsebabkan oleh metode pendekatan-pendekatan
99
H.m. Rasyidi, Mengapa Aku Tetap Memeluk Agama Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1980),
hal. 58. 100
M. Natsir, Islam dan Kristen di Indonesia (Bandung: Bulan Sabit,1969), hal. 229-230.
59
pada orang-orang desa pada umunya. Bahwa cara-cara jebakan seperti yang
disebutkan di atas keliahatannya diterapkan untuk mengkristenkan untuk
mendapatkan pemeluk-pemeluk baru.101
C. Perkawinan
Kasus Undang-Undang Perkawinan No. 1/1974. Salah satu kasus yang sangat
mencolok memperlihatkan pergumulan Islam dan Kristen. Sebenarnya maksud
penyusunan Undang-Undang ini sangat baik, yakni menciptakan satu sistem hukum
di bidang perkawinan, menyempurnakan sekaligus menggantikan berbagai undang-
undang dan peraturan yang sudah ada sejak zaman penjajahan, yang terasa sudah
usang antara lain karena berciri rasial dan tidak berlaku bagi seluruh warga Negara.
Tetapi, soal ini menghangatkan karena, sementara pemerintah masih mempersiapkan
RUU perkawinan, berlangsung sejumlah perkawinan campuran antara pemeluk
agama yang berbeda (d.h.i. Kristen dan Islam), termasuk dikalangan pejabat tinggi,
sehinnga UUP ini dilihat kalangan Islam sebagai pembenaran atas perkawinan
campuran itu dan sebagai bagian dari upaca Kristenisasi. Karena itu banyak dari
mereka mengajukan protes keras.102
Rasyidi mengaitkan dugaan ini dengan kasus pernikahan putri Sunan Solo,
BRA Kus Supiah yang berumur 22 tahun, dengan seorang Kristen bernama Sylvanus
101
H.M. Rasyidi, Surat Kepada Paus Yohanes Paulus II: Agar Penyalahgunaan Dioakonia
Dihentikan, (Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, 1989), hal. 17. 102
H.M. Rasyidi, Kasus R.U.U. Perkawinan Dalam Hubungan Islam dan Kristen (Jakarta:
Bulan Bintang), hal. 8.
60
yang berumur 46 tahuun, yang waktu itu menjabat sebagai gubernur Kalimantan
Tengah, di bulan juni 1973. Upacara pernikahan di Istana tersebut Pkubuwono XII.
Semua itu terjadi dan ummat Islam hanya dapat mengeluarkan air mata. BRA Kus
Piah telah menjadi korban suatu siasat yang sedang berjalan. Peristiwa ini menurut
H.M.Rasyidi menjadi pemicu penolakan umat Islam Indonesia terhadap diajukannya
RUU Perkawinan.103
Setelah RUU Perkawinan diperlakukan, sering muncul menyangkut
perkawinan campuran antara dua insan yang berbeda agama, terutama Islam dan
Kristen. Juga dikatakan bahwa perbedaan agama tidak menjadi penghalang bagi
perkawinan. Dalam pasal 10, ayat (2) dalam RUU Perkawinan tersebut sebagai
berikut: “Perbedaan karena kebangsaan, suku bangsa, negara asal, tempat asal,
agama, kepercayaan dan keturunan, tidak merupakan penghalang perkawinan”.
Dalam pasal 2 di atas memang terkandung hal-hal yang tidak baik, bahwa
perbedaan kebangsaan, suku bangsa, negara asal, tempat asal dan keturunan menjadi
penghalang perkawinan. Tetapi diselipkan kata “agama” yang terdiri dari lima huruf
itu telah jelas memberikan gambaran yang sangat jelas daripada maksud RUU
Perkawinan ini. Membaca RUU, kalangan Islam tertentu segera munuding bahwa
RUU Perkawinan ini adalah bagian dari usaha Kristenisasi di Indonesia. Ada pula
yang beranggapan bahwa RUU ini dibuat tanpa lebih dulu dikonsultasikan dengan
103
H.M. Rasyidi, Di Sekitar RUU Perkawinan, (Jakarta: Dewan Da‟wah Islamiyah Indonesia,
1973), hal. 9-10
61
masyarakat Muslim maupun dengan Departemen Agama.104
Maka umat Islam
menolak RUU Perkawinan, bahwa kehidupan berkeluarga adalah suatu lembaga
wajib dilakukan dan sangat berharga.105
Fraksi Partai Persatuan Pembangunan yang diketuai oleh K.H. Masykur
memberi tugas kepada empat anggota untuk memberi pandangan terhadap penjelasan
pemerintah. Setelah itu Menteri Agama mendapat tugas untuk memberi jawaban
pemerintah terhadap pandangan-pandangan fraksi di Parlemen. Setelah menteri
Agama membaca jawaban Pemerintah, terjadilah demonstrasi mahasiswa dan pelajar
di Parlemen menetang RUU Perkawinan. Dengan kajadian ini untuk menjadi
peringatan, bahwa jangan semena-mena mengambil keputusan atau berdasarkan
banyaknya suara di Parlemen. Akan tetapi hendaknya segala sesuatu didasarkan atas
maslahat bangsa Indonesia.106
Sikap umat Kristen terhadap umat Islam sudah jelas.
Ketika Pemerintah RI memajukan RUU Perkawinan kepada DPR pada tahun 1973,
Fraksi Katolik mendengarkan memorandum no. 15/FK/69 tertanggal 1 Februari 1969
yang isinya antara lain sebagai berikut: “ Ketika ditegaskan di sini bahwa Fraksi
Katolik seperti halnya Faraksi-fraksi lain menghendaki adanya UU Perkawinan
Nasional yang bersumber pada Pancasila dan UUD 45”.
104
H.M. Rasyidi, Di Sekitar R.U.U. Perkawinan (Jakarta: Dewan Da‟wah Islamiyah
Indonesia, 1973), hal. 9. 105
Laporan H.M. Rasyidi tentang Konperensi Meja Bundar Ba;wah Islam dan Missi Kristen
di Geneva pada tanggal 26-30 Juni 1976. Di selenggarakan oleh Dewan Gereja Sedunia Geneva Atas
Kerja Sama dengan Islamic Foundation, Leicester U.K. 106
H.M. Rasyidi, Di Sekitar R.U.U. Perkawinan (Jakarta: Dewan Da‟wah Islamiyah
Indonesia, 1973), hal, 17.
62
RUU Perkawinan ini menentukan bahwa hukum nasional tunduk pada hukum
agama seperti tersebut. Oleh karena itu sebelum memasuki materi perumusan
masalah tentang suatu Undang-undang Perkawinan pada khususnya, dan semua
Undang-undang yang menyangkut pelaksanaan Pancasila yang berhubungan dengan
kepentingan agama pada umumnya, haruslah terlebih dahulu dipecahkan secara tegas
dan jelas, mana yang akan dipilih. 107
107
H.M. Rasyidi, Sekali Lagi Ummat Islam Indonesia menghadapi Persimpangan Jalan
(jakarta: Sinar Hudaya, 1973 ), hal.19.
63
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Islam adalah nama agama yang diwahyukan oleh Tuhan untuk manusia. Islam
dibawa oleh nabi Muhammad Saw, dengan wahyu yang dibukukan menjadi al-
Qur‟ān. Ia lahir pada tahun 571 M di Mekkah, bapaknya bernama Abdullah dan
ibunya bernama Aminah.
Menurut Rasyidi agama Kristen agama yang dianut oleh pengikut-pengikut
Al-Masih (Isa yang diusap dengan minyak kasturi) yang dalam bahasa Yunani di
sebut Yesus Kristus. Berbeda dengan agama Islam yang sangat menjunjung tinggi
monoteisme dalam konsep ketuhanannya, justru agama Kristen meyakini Tritunggal
sebagai dasar dari konsep ketuhanannya.
Indonesia menghadapi masalah yang luar biasa di bidang sosial dan ekonomi.
Islam menunjukkan sikap bersahabat terhadap Kristen, tetapi kemudian
memusuhinya. Islam menolak kepercayaan, bahwa Isa adalah anak Tuhan, telah mati
disalib dan doktrin Trinitas. Untuk menolak agama Kristen adalah inti sari dari Islam
itu sendiri.
Rasyidi mengatakan, bahwa hubungan Islam dan Kristen di Indonesia sangat
mengecewakan, karena penyiaran Kristen dan RUU perkawinan. Kerukunan
63
64
beragama bukanlah ide Indonesia melainkan ide dari pihak Misi dan zending. Namun
keadaan ini tidak dapat dibiarkan terus menerus, sebab dalam kehidupan berbangsa
kita wajib mengakui keharusan adanya toleransi dan saling mengahargai. Yang
dimaksud toleransi di sini tidak mengikuti agama lain selain agama yang dianutnya.
B. Saran-Saran
Peran H.M. Rasyidi dalam peta pemikiran Islam dan kontribusi membangun
tradisi ilmiah serta etos intelektualisme Islam di Indonesia. Sebagai suatu kajian yang
perlu diteruskan, Hubungan kristen dan Islam di Indonesia dalam Pandangan H.M.
Rasyidi diharapkan bisa direalisasikan di setiap alam pikiran dan kegiatan.
Penulis menyadari bahwa masih banyak yang harus diekplorasi dalam
pandangan H.M. Rasyidi selain mengenai Hubungan Kristen dan Islam di Indonesia.
Untuk itu kiranya diperlukan penelitian lebih lanjut dengan metode dan pendekatan
yang lebih baik terhadap sumber data atau subjek penelitian, agar hasil yang
diperoleh lebih baik.
65
DAFTAR PUSTAKA
Ananda, Endang Basri, 70 Tahun Prof. Dr. H.M. Rasjidi. Jakarta: Harian Umum
Pelita, 1985.
Husaini, Adian, Hegemoni Kristen-Barat dalam Perguruan Tinggi. Jakarta: Gema
Insani Press, 2006.
Syamsuddin, Muhammad, Prof. Dr. H.M. Rasyidi Pemikiran dan Perjuangannya,
Yogyakarta: Aziziah, 2004
Rasjidi, H.M. Apa itu Syiah? Jakarta: Pelita, 1984.
__________, Surat Kepada Paus Yohanes Paulus II, Jakarta: Dewan dakwah
Islamiyah Indonesia, 1989
__________, Sekali Lagi Ummat Islam Indonesia Menghadapi persimpangan Jalan,
Jakarta: Sinar Hudaya,
__________, Mengapa Aku Tetap Memeluk Agama Islam?, Jakarta: Bulan Bintang,
1980
__________, Empat Kuliah Agama Islam pada Perguruan Tinggi. Jakarta: Bulan
Bintang, 1983.
__________, Falsafat Agama, Jakarta: Pemandangan, 1965.
__________, Kasus RUU Perkawinan Dalam Hubungan Islam dan Kristen, Jakarta:
Bulan Bintang, 1974.
__________, Hukum Islam dan Pelaksanaannya dalam Sejarah. Jakarta: Bulan
Bintang 1976.
__________, Islam dan Kebatinan. Jakarta: Bulan Bintang, 1992.
__________, Islam dan Indonesia di Zaman Modern. Jakarta: UI-Press, 1968.
__________, Islam dan Socilalisme. Jakarta: Yayasan Study Club Indonesia, 1966.
66
__________, Islam Menentang Komunisme. Jakarta: Yayasan Study Club Indonesia,
1966.
__________, Koreksi Terhadap Dr. Harun Nasution Tentang “Islam Ditinjau dari
Berbagai Aspeknya”. Jakarta: Bulan Bintang, 1977.
__________, Koreksi Terhadap Drs. Nurcholis Madjid Tentang Sekularisasi. Jakarta:
Bulan Bintang, 1972.
_________, Di Sekitar R.U.U. Perkawinan, Jakarta: Dewan Dakwah Islamiyah
Indonesia, 1973
__________, Sidang Raya Dewan Gereja Sedunia di Jakarta 1975 Artinya bagi
Dunia Islam, Jakarta: Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, 1974
Laporan Prof. Dr. H.M. Rasyidi Tenatang, Konferensi Meja Bundar: Dakwah Islam
dan Missi Kristen di Geneva Tanggal 26-30 Juni 1976
Soal Peradilan Agama Prof. Dr. H.M. Rasyidi Menjawab Franz Magnis Suseno SJ,
Jakarta: Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, 1989
Bucaille, Maurice, Bible, Quran dan Sains Modern, terj: H.M. Rasyidi, Jakarta:
Bulan Bintang, 1987
Boisard, Marcel, Humanisme dalam Islam, terj oleh H.M.Rasyidi, Jakarta: Bulan
Bintang,
Trueblood, David, Persoalan-persoalan Filsafat, terj oleh H.M. Rasyidi, Jakarta:
Bu;an Bintang, 1965
Garaudy, Roger Janji-Janji Islam, ter oleh H.M. Rasyidi. Jakarta: Bulan Bintang,
1984
Koirudin Muklis, “Pandangan H.M. Rasjidi tentang Kebatinan: Studi atas Buku
„Islam dan Kebatinan‟ Karya H.M. Rasjidi,” Skripsi. Jakarta: Fakultas
Ushuluddin, UIN Sunan KalijagaYogyakarta, 2009
Syefriyeni, Relativisme Etika: Studi Perdebatan Sekularisasi antara Nurcholish
Madjid dan H.M. Rasjidi Ciputat: Pustaka Anak Negeri, 2013
Husaini Usman, Metodologi Penelitian Sosial Jakarta: PT Bumi Aksara 2008
67
Elis Rostiani, “Hubungam Toleransi Beragama dengan Interaksi Sosial Umat Islam
dan Kristen (Study Kasus di Graha Indah Pamulang Kec.Pamulang)” Skripsi
Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014
Aritonang, Jan S, Sejarah Perjumpaan Kristen Dan Islam Di Indonesia Jakarta: PT
BPK Gunung Mulia, 2004
Azra Azhumardin “H.M. Rasyidi BA: Pembentukan Kementerian Agama dalam
Revolusi” (tp, tt ),. Kemenag.go.id/ file/ dokumen. Rasyidi3.
Sukamto Amos, “Ketegangan Antar Kelompok Agama pada Masa Orde Lama
Sampai Orde: Dari Konflik Perumusan Ideologi Negara Sampai Konflik Fisik”
Jurnal Teologi Indonesia, 2013
Anwar Rosihan, “Prof. Dr. H.M.Rasjidi Pengungkap Gamlang Hubungan Antar
Agama di Indonesia” dalam 70 Tahun Prof. H.M. Rasjidi, Jakarta: Harian
Umum Pelita, 1985
Ahmad Von Denffer dan Emilio Castro (ed.). Dakwah Islam dan Missi Kristen:
Sebuah Dakwah Internasional. Terj oleh Ahmad Noer Z. Bandung: Penerbit
Risalah, 1984