p. 3berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/buletin-apbn/public...iso 9001:2015 certificate no....

16
Vol. V, Edisi 16, September 2020 Tantangan Program Food Estate dalam Menjaga Ketahanan Pangan p. 7 ISO 9001:2015 Certificate No. IR/QMS/00138 ISSN 2502-8685 Upaya Peningkatan Kapasitas Koperasi dan UKM Melalui Dana PK2UKM p. 11 Upaya Optimalisasi Potensi Pajak Shadow Economy p. 3

Upload: others

Post on 06-Mar-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: p. 3berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/buletin-apbn/public...ISO 9001:2015 Certificate No. IR/QMS/00138 ISSN 2502-8685 Upaya Peningkatan Kapasitas Koperasi dan UKM Melalui Dana PK2UKM

Vol. V, Edisi 16, September 2020

Tantangan Program Food Estate dalam Menjaga Ketahanan

Panganp. 7

ISO 9001:2015Certificate No. IR/QMS/00138 ISSN 2502-8685

Upaya Peningkatan Kapasitas Koperasi dan UKM Melalui Dana

PK2UKMp. 11

Upaya Optimalisasi Potensi Pajak Shadow Economy

p. 3

Page 2: p. 3berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/buletin-apbn/public...ISO 9001:2015 Certificate No. IR/QMS/00138 ISSN 2502-8685 Upaya Peningkatan Kapasitas Koperasi dan UKM Melalui Dana PK2UKM

2 Buletin APBN Vol. V. Ed. 16, September 2020

Terbitan ini dapat diunduh di halaman website www.puskajianggaran.dpr.go.id

KeTahanan pangan merupakan hal penting dan mendasar bagi suatu negara. Salah satu upaya pemerintah dalam upaya menjaga ketersediaan pangan secara berkelanjutan adalah dengan program Food Estate (Lumbung Pangan). namun, pelaksanaan program food estate telah menimbulkan “trauma” dalam masyarakat akibat banyaknya dampak negatif yang terjadi di masa lalu. Dalam pelaksanaan program food estate yang telah disebutkan dalam nota Keuangan RaPBn 2021, pemerintah harus mampu menjawab tantangan yang akan dihadapi.

Dana Peningkatan Kapasitas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (PK2UKM) melalui skema dana transfer ke daerah dapat dijadikan solusi bagi pemerintah daerah dalam mengembangkan UKM di daerahnya. Salah satu tantangan yang harus dihadapi dalam jangka panjang ialah perbaikan kualitas sumber daya manusia. Beberapa permasalahan penggunaan dana PK2UKM yang dihadapi diantaranya, anggaran penyerapan yang masih lamban, rendahnya ketaatan pelaporan pemerintah daerah, belum dilakukannya evaluasi terhadap outcome, dan tantangan kegiatan pelaksanaan pelatihan secara daring.

Kritik/Saran

http://puskajianggaran.dpr.go.id/kontak

Dewan RedaksiRedaktur

Dwi Resti PratiwiRatna Christianingrum

Martha CarolinaAdhi Prasetio SW.

EditorAde Nurul Aida

Marihot Nasution

PeMeRinTah dalam Nota Keuangan APBN TA 2019 mengidentifikasi bahwa tingginya aktivitas shadow economy merupakan salah satu faktor yang menyebabkan tidak tercapainya target pajak. Penelitian yang dilakukan oleh Medina dan Schneider (2018) menemukan bahwa rata-rata nilai shadow economy indonesia yaitu sebesar 22 persen dari PDB, bahkan 30-40 persen dari PDB berdasarkan penelitian lainnya. aktivitas shadow economy biasanya lepas dari pengawasan otoritas pajak, sehingga menghilangkan potensi penerimaan pajak dari pelaku shadow economy.

Penanggung JawabDr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E.,

M.Si.Pemimpin Redaksi

Slamet Widodo

Upaya Optimalisasi Potensi Pajak Shadow Economy p.3

Tantangan Program Food Estate dalam Menjaga Ketahanan Panganp.7

Upaya Peningkatan Kapasitas Koperasi dan UKM Melalui Dana PK2UKM p.11

Page 3: p. 3berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/buletin-apbn/public...ISO 9001:2015 Certificate No. IR/QMS/00138 ISSN 2502-8685 Upaya Peningkatan Kapasitas Koperasi dan UKM Melalui Dana PK2UKM

3Buletin APBN Vol. V. Ed. 16, September 2020

Upaya Optimalisasi Potensi Pajak Shadow Economy

oleh Satrio Arga Effendi*)

Rahayuningsih**)

Dalam Nota Keuangan dan APBN 2019, realisasi penerimaan pajak mencapai Rp1.332,1

triliun atau 84,4 persen dari target APBN dan hanya tumbuh 1,4 persen dibandingkan tahun sebelumnya, dengan shortfall sebesar Rp245,5 triliun. Shortfall tersebut merupakan implikasi dari kinerja pemungutan pajak yang belum optimal serta tingginya aktivitas shadow economy. Dari sudut pandang perpajakan, shadow economy dikatakan hard-to-tax sectors, baik dari usaha legal yang merupakan sektor informal maupun usaha ilegal yang sengaja dilakukan untuk menghindari kewajiban administratif dan perpajakan. Beberapa penelitian menyatakan bahwa besaran shadow economy di negara berkembang seperti Indonesia bisa mencapai 30-40 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Besaran angka tersebut mencerminkan potential tax yang tidak diterima oleh negara sebagai akibat dari adanya aktivitas shadow economy. Dalam tulisan ini penulis akan membahas upaya apa saja yang harus dilakukan pemerintah dalam optimalisasi potensi pajak dari shadow economy.Potensi Penerimaan Pajak dan TantangannyaShadow economy ialah semua

aktivitas ekonomi baik itu bersifat aktivitas legal maupun ilegal yang berkontribusi terhadap perhitungan PDB maupun Produk Nasional Bruto (PNB) tetapi aktivitas tersebut sama sekali tak tercatat dan terhitung. Menurut International Monetary Fund (IMF), terminologi shadow economy sering disamakan dengan underground economy, hidden economy, grey economy, black economy, unobserved economy, informal economy, atau cash economy. Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) menjelaskan dan membaginya ke dalam empat jenis aktivitas, yaitu: 1)underground production: aktivitas produktif yang bersifat legal, tetapi sengaja disembunyikan dari otoritas publik dengan tujuan mengelak dari pajak dan peraturan lainnya; 2) illegal production: aktivitas produktif yang menghasilkan barang dan jasa yang dilarang oleh hukum; 3) informal sector production: aktivitas produktif yang legal yang menghasilkan barang dan jasa dalam skala produksi kecil yang umumnya dilakukan oleh usaha rumah tangga yang tidak berbadan hukum; dan 4) production of households for own final use yaitu produksi rumah tangga untuk digunakan sendiri

AbstrakPemerintah dalam Nota Keuangan APBN TA 2019 mengidentifikasi bahwa

tingginya aktivitas shadow economy merupakan salah satu faktor yang menyebabkan tidak tercapainya target pajak. Penelitian yang dilakukan oleh Medina dan Schneider (2018) menemukan bahwa rata-rata nilai shadow economy indonesia yaitu sebesar 22 persen dari PDB, bahkan 30-40 persen dari PDB berdasarkan penelitian lainnya. aktivitas shadow economy biasanya lepas dari pengawasan otoritas pajak, sehingga menghilangkan potensi penerimaan pajak dari pelaku shadow economy. Dalam upaya menekan angka shadow economy tersebut, pemerintah dihadapkan pada 3 tantangan utama yaitu kesadaran dan kepatuhan wajib pajak yang masih rendah, kesulitan dalam mengumpulkan data dan informasi wajib pajak, serta masih terdapat aktivitas ekonomi ilegal.

*) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]*) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]

pendapatan & pembiayaan

Page 4: p. 3berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/buletin-apbn/public...ISO 9001:2015 Certificate No. IR/QMS/00138 ISSN 2502-8685 Upaya Peningkatan Kapasitas Koperasi dan UKM Melalui Dana PK2UKM

4 Buletin APBN Vol. V. Ed. 16, September 2020

Gambar 1. Perkiraan Shadow Economy Indonesia Tahun 2011-2015

Sumber: Medina dan Schneider (2018)

Kegiatan shadow economy membuat kinerja ekonomi suatu negara yang biasanya memakai ukuran PDB menjadi bias. Di sisi lain, kegiatan ini bisa menciptakan hilangnya potensi penerimaan pajak sehingga merugikan negara. Aktivitas shadow economy biasanya lepas dari pengawasan otoritas pajak negara setempat, sehingga menghilangkan kewajiban membayar pajak dari pelakunya.Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengestimasi nilai shadow economy di Indonesia. Penelitian yang dilakukan oleh Azwar dan Mulyawan (2017) menyebutkan bahwa rata-rata nilai shadow economy Indonesia sejak tahun 2011-2015 sebesar 22,1 persen dari PDB. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Medina dan Schneider (2018) bahwa rata-rata nilai shadow economy Indonesia di periode yang sama yaitu sebesar 22 persen dari PDB.Menurut Samuda (2016), nilai potensi penerimaan pajak dari sektor shadow economy diperoleh dengan mengalikan besaran shadow economy dengan persentase tax ratio. Jika memakai data penelitian di atas sebagai acuan, dengan besaran PDB tahun 2019 yang mencapai Rp15.833 triliun, maka nilai shadow economy tahun 2019 mencapai Rp3.483,26 triliun. Sedangkan tax ratio Indonesia tahun 2019 sebesar 10,7 persen, sehingga nilai potensi penerimaan pajak dari shadow economy tersebut mencapai Rp372,7 triliun, atau 23 persen dari total penerimaan

pajak tahun 2019. Namun, aktivitas shadow economy sebagai hard-to-tax sectors membuat potensi pajak tidak tergali secara optimal. Dalam upaya menekan angka shadow economy tersebut, pemerintah dihadapkan pada 3 tantangan utama, yaitu: pertama, kesadaran dan kepatuhan wajib pajak masih rendah. Kesadaran dan kepatuhan wajib pajak menjadi kunci utama dalam mengoptimalkan penerimaan pajak. Shadow economy muncul sebagai akibat dari kurangnya kesadaran dan kepatuhan wajib pajak. Berdasarkan data Ditjen Pajak (DJP), jumlah wajib pajak yang menyampaikan SPT pada 2019 sebanyak 13,37 juta. Jumlah tersebut hanya 72,9 persen dari total WP wajib SPT sebanyak 18,33 juta. Performa ini berada di bawah target 80 persen.Kedua, sulitnya mengumpulkan data dan informasi wajib pajak. Perkembangan teknologi ibarat pisau bermata dua, di satu sisi teknologi bisa menjadi sarana pengawasan dan pengendalian tindak kejahatan shadow economy, namun di sisi lain teknologi juga bisa dimanfaatkan untuk melakukan aktivitas shadow economy. Di Indonesia, sulitnya mendapatkan data dan informasi transaksi digital menjadi persoalan utama. Padahal, data dan informasi sangat krusial terutama dalam konteks shadow economy. Selain itu, sektor informal di Indonesia juga masih sangat besar. Sekitar 60 persen angkatan kerja Indonesia bekerja di sektor informal dan aktivitas ekonomi yang terjadi pada sektor informal pada umumnya tidak tercatat dan dilaporkan, sehingga sulit bagi pemerintah untuk dapat melacak jejak aktivitas ekonomi di sektor ini.Ketiga, aktivitas ekonomi ilegal. Pendapatan yang dihasilkan oleh kegiatan ekonomi yang melanggar undang-undang atau bertentangan dengan peraturan hukum tidak mungkin tercatat oleh pemerintah. Kegiatan-kegiatan seperti memperjualbelikan barang-barang hasil curian, pembajakan, dan penyelundupan merupakan tindakan kriminal yang melanggar undang-undang tentu memiliki bagiannya sendiri dalam lingkaran shadow economy.

Page 5: p. 3berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/buletin-apbn/public...ISO 9001:2015 Certificate No. IR/QMS/00138 ISSN 2502-8685 Upaya Peningkatan Kapasitas Koperasi dan UKM Melalui Dana PK2UKM

5Buletin APBN Vol. V. Ed. 16, September 2020

perlu melihat sektor usaha yang memiliki pertumbuhan PDB besar tetapi tax ratio-nya kecil. Menurut DJP, ada beberapa sektor usaha dari kegiatan ekonomi yang selama ini luput dari sentuhan otoritas pajak (periode 2011-2019), yaitu: sektor usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan (pertumbuhan PDB sebesar 90 persen, pertumbuhan penerimaan pajak sebesar 20 persen, tax ratio di tahun 2019 sebesar 0,89 persen). Kedua, sektor transportasi dan pergudangan (pertumbuhan PDB sebesar 219 persen, pertumbuhan penerimaan pajak sebesar 195 persen, tax ratio di tahun 2019 sebesar 5,5 persen). Ketiga, sektor informasi dan komunikasi (pertumbuhan PDB sebesar 122 persen, pertumbuhan penerimaan pajak hanya sebesar 93 persen, tax ratio di tahun 2019 sebesar 7,3 persen). Ketiga, mendorong transisi usaha sektor informal ke sektor formal. Pemerintah perlu mendorong transisi pelaku usaha dari informal ke formal. Hal ini dilandasi pemikiran bahwa sektor ekonomi informal khususnya yang merupakan usaha kecil memainkan peran dalam pembangunan ekonomi dan diyakini perannya dapat lebih besar lagi bila statusnya menjadi formal. Dengan berstatus formal akan dapat lebih mudah mengakses kredit, sementara sudah menjadi pengetahuan umum bahwa banyak sektor informal yang menghadapi kendala permodalan. Dari sisi kebijakan pajak, pemerintah dapat menciptakan aturan pajak yang lebih

Upaya Yang Dapat Dilakukan Pemerintah Dalam Mengurangi Angka Shadow EconomyMeskipun sulit untuk menangkap potensi pajak shadow economy indonesia, namun ada beberapa hal yang perlu dilakukan pemerintah dalam menekan angka shadow economy di Indonesia, dalam konteks optimalisasi potensi penerimaan perpajakan diantaranya: pertama, meningkatkan kesadaran dan kepatuhan wajib pajak. Pemerintah selama ini terfokus pada meningkatkan kepatuhan wajib pajak, dan mendorong wajib pajak untuk selalu taat dalam membayar dan melaporkan pajak. Padahal, faktor kesadaran juga tidak kalah pentingnya. Masyarakat perlu memiliki pengetahuan dan sadar betapa pentingnya pajak bagi suatu negara. Sosialisasi dan edukasi harus terus dilakukan untuk meningkatkan pemahaman dan awareness masyarakat tentang pentingnya pajak bagi pembangunan negara. Selain itu, masih ada banyak faktor lain yang dapat mendorong peningkatan kesadaran dan kepatuhan wajib pajak, seperti proses pembayaran yang cepat dan mudah, pelayanan yang baik, tarif pajak yang adil dan proporsional, dan kebijakan lainnya.Kedua, ekstensifikasi dan intensifikasi terarah. Ekstensifikasi dan intensifikasi yang terarah dapat mempermudah pemerintah dalam menggali data dan informasi Wajib Pajak (WP). Pemerintah

Gambar 2. Tantangan dan Solusi Dalam Menekan Angka Shadow Economy

Sumber: diolah dari berbagai sumber oleh penulis, 2020

Page 6: p. 3berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/buletin-apbn/public...ISO 9001:2015 Certificate No. IR/QMS/00138 ISSN 2502-8685 Upaya Peningkatan Kapasitas Koperasi dan UKM Melalui Dana PK2UKM

6 Buletin APBN Vol. V. Ed. 16, September 2020

RekomendasiShadow economy menjadi masalah yang terjadi di setiap negara di dunia. Bagi negara berkembang seperti Indonesia, optimalisasi potensi penerimaan pajak dari shadow economy sangat dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Sehingga pemerintah perlu melakukan beberapa hal, yaitu: (1) meningkatkan kesadaran dan kepatuhan wajib pajak; (2) ekstensifikasi dan intensifikasi terarah; (3) mendorong transisi usaha sektor informal ke formal; (4) peningkatan inklusi keuangan; (5) pertukaran belanja perpajakan dengan data dan informasi WP; (6) pencegahan aktivitas ekonomi ilegal.

bersahabat dengan pelaku usaha. Meningkatnya aktivitas shadow economy harus juga dilihat sebagai reaksi dari individu yang merasa terbebani oleh pajak pemerintah, baik dari sisi tarif, proses pembayaran/pelaporan pajak, maupun pelayanan administrasinya. Keempat, peningkatan inklusi keuangan masyarakat. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) indeks literasi keuangan pada 2019 mencapai 76,19 persen. Artinya, masih ada 23 persen penduduk dewasa di Indonesia yang belum memiliki rekening pada lembaga keuangan formal. Padahal, inklusi keuangan akan mempermudah pemerintah dalam mendapatkan data dan informasi WP. Selain itu, transaksi yang dilakukan secara cashless melalui lembaga-lembaga keuangan dapat mempersempit ruang sembunyi bagi pelaku usaha dalam menjalankan bisnisnya. Sehingga, selain meningkatkan inklusi keuangan masyarakat, pemerintah juga perlu mendorong penggunaan cashless transaction dalam setiap aktivitas ekonomi.

Kelima, pertukaran belanja perpajakan dengan data & informasi WP. Pada masa pandemi ini, Pemerintah mengalokasikan belanja perpajakan sebesar Rp120,61 triliun dalam Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Pemerintah perlu mengoptimalkan pertukaran data informasi WP dengan belanja perpajakan yang diberikan. Dengan begitu, WP mendapatkan insentif pajak, sementara pemerintah mendapatkan data dan informasi WP yang dibutuhkan oleh otoritas pajak. Data & informasi ini turut meningkatkan kapabilitas pemerintah untuk mengelola penerimaan perpajakan.Keenam, pencegahan praktik-praktik ekonomi ilegal. Peningkatan pengawasan di semua sektor kegiatan ekonomi untuk mencegah praktik-praktik ilegal penting dilakukan. Misalnya, untuk mencegah pencurian ikan dengan meningkatkan patroli di seluruh perairan Indonesia, sedangkan untuk mencegah penyelundupan barang ke luar negeri, seperti kayu, bahan bakar minyak (BBM) hingga hewan langka, dibutuhkan pengawasan yang intensif dari masing-masing instansi terkait.

Kementerian Keuangan, 2019. Nota Keuangan 2019Kementerian Keuangan. Laporan Keuangan Pemerintah Pusat berbagai TahunThe Global Economy.com, 2018. Indonesia: Shadow economy. Diakses dari https://www.theglobaleconomy.com/Indonesia/shadow_economy/ diakses pada 5 September 2020Samuda, Sri Juli A. 2016. “Underground Economy In Indonesia”.

Daftar PustakaDDTC, 2020. Soal Shadow Economy, Ditjen Pajak Sudah Lakukan Pemetaan. diakes dari https://news.ddtc.co.id/soal-shadow-economy-ditjen-pajak-sudah-lakukan-pemetaan-18914?page_y=1200 pada 5 September 2020.DDTC, 2020. Tiga Sektor Usaha yang Dinilai Shadow Economy oleh DJP. Diakes dari https://news.ddtc.co.id/tiga-sektor-usaha-yang-dinilai-shadow-economy-oleh-djp-19035 pada 5 September 2020.

Page 7: p. 3berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/buletin-apbn/public...ISO 9001:2015 Certificate No. IR/QMS/00138 ISSN 2502-8685 Upaya Peningkatan Kapasitas Koperasi dan UKM Melalui Dana PK2UKM

7Buletin APBN Vol. V. Ed. 16, September 2020

Ketahanan pangan selalu menjadi isu yang penting, terlebih lagi di tengah terjadinya pandemi

Covid-19 yang melanda dunia. Organisasi Pangan Dunia (FAO) memprediksi akan terjadinya krisis pangan akibat pandemi Covid-19 di seluruh dunia. Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Alue Dohong menyatakan bahwa akibat pandemi Covid-19, negara tetangga seperti India, China dan Vietnam cenderung mengamankan kebutuhan pangan dalam negeri. Oleh karena itu, sebagai tindak lanjut sinyalemen terjadinya kelangkaan pangan kedepannya, pemerintah Indonesia berupaya menjaga keberlangsungan ketahanan pangan dengan menjalankan program food estate (lumbung pangan).

Alokasi anggaran untuk ketahanan pangan selama ini cukup besar. Pada tahun 2018 anggaran ketahanan pangan dialokasikan sebesar Rp89,5 triliun meningkat menjadi Rp104,2 triliun pada RAPBN 2021. Namun, tingginya alokasi anggaran ketahanan pangan tampaknya belum efektif dalam menjaga ketahanan pangan nasional. Menurut Data BPS, terjadi penurunan produksi padi dan luas panen padi di Indonesia pada tahun 2018-2019. Gambar 1 memperlihatkan bahwa luas panen padi pada tahun 2018 sebesar 11,3 juta ha menurun menjadi 10,6 juta ha pada tahun 2019. Hal tersebut tentu berdampak pada jumlah produksi padi dimana pada tahun 2018 produksi padi mencapai 59,2 juta ton turun menjadi 54,6 juta ton pada tahun 2019.Merujuk data BPS 2017-2019, kegiatan impor bahan pangan Indonesia masih cukup tinggi. Kegiatan impor komoditi beras cenderung fluktuatif, pada tahun 2017 sebesar 305 ribu ton menjadi 444 ribu ton di tahun 2019. Namun, terjadi lonjakan yang sangat besar pada tahun 2018 mencapai 2,25 juta ton. Kegiatan impor kedelai cenderung stagnan yaitu sebesar 2,6 juta ton pada 2017, turun menjadi 2,5 juta ton pada tahun 2018 dan naik kembali ke 2,6 juta ton pada tahun 2019. Kegiatan impor biji gandum dan meslin yang dilakukan cukup besar daripada impor beras dan kedelai yaitu sebesar 10,6 juta ton pada tahun 2019.

Tantangan Program Food Estate dalam Menjaga Ketahanan Pangan

oleh Marihot Nasution*)

Ollani Vabiola Bangun**)

AbstrakKetahanan pangan merupakan hal penting dan mendasar bagi suatu negara.

Salah satu upaya pemerintah dalam upaya menjaga ketersediaan pangan secara berkelanjutan adalah dengan program Food Estate (Lumbung Pangan). namun, pelaksanaan program food estate telah menimbulkan trauma dalam masyarakat akibat banyaknya dampak negatif yang terjadi di masa lalu. Dalam pelaksanaan program food estate yang telah disebutkan dalam nota Keuangan RaPBn 2021, pemerintah harus mampu menjawab tantangan yang akan dihadapi.

*) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected] **) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]

belanja pemerintah pusat

Gambar 1. Produksi dan Luas Panen Padi Indonesia Tahun 2018-2019

Sumber: Statistik Indonesia (BPS), 2019

Page 8: p. 3berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/buletin-apbn/public...ISO 9001:2015 Certificate No. IR/QMS/00138 ISSN 2502-8685 Upaya Peningkatan Kapasitas Koperasi dan UKM Melalui Dana PK2UKM

8 Buletin APBN Vol. V. Ed. 16, September 2020

Berdasarkan penilaian yang dikeluarkan oleh The economist Group, Indeks Ketahanan Pangan Global (Global Food Security index) Indonesia pada tahun 2018 berada di posisi 65 dari 113 negara dan naik menjadi posisi 62 pada tahun 2019. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada perbaikan pada indeks ketahanan pangan di Indonesia. Namun masih dibutuhkan perbaikan di berbagai sektor. Apabila dilihat lagi, berdasarkan ranking pada tiap indikator, skor penilaian Indonesia masih rendah. Dimana indikator keterjangkauan (affordability) berada di posisi 58, indikator ketersediaan (availability) Indonesia berada di posisi 43 sementara indikator kualitas dan keamanan (quality and safety) Indonesia masih di posisi 84. Data penurunan produksi padi, penurunan luas panen padi, dan kegiatan impor bahan pangan utama menunjukkan bahwa program food estate memang dibutuhkan dalam menjaga ketahanan pangan Indonesia. Oleh karena itu, tulisan ini ingin melihat apa saja tantangan yang akan dihadapi pemerintah dalam menjalankan program food estate.Rencana Program Food Estate Pada tahun 2021, Pemerintah akan melaksanakan program pengembangan food estate di Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan, dan Papua (Merauke). Food estate merupakan istilah popular dari kegiatan usaha

budidaya tanaman skala luas (>25 ha) yang dilakukan dengan konsep pertanian sebagai sistem industrial yang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), modal, serta organisasi dan manajemen modern. Konsep food estate dikembangkan sebagai cadangan logistik strategis ketahanan pangan baik untuk pertahanan negara maupun sebagai pusat pertanian pangan. Komoditas pangan yang akan diproduksi di food estate yaitu padi, singkong, jagung, serta komoditas-komoditas strategis lainnya yang disesuaikan dengan kondisi lahan. Dalam NK RAPBN 2021, dinyatakan bahwa pengembangan food estate akan diselaraskan dengan program pemberdayaan transmigrasi/petani eksisting dan investasi small farming yang memiliki luas potensial sebesar 165.000 ha di Kalimantan Tengah. Lahan ini terdiri dari 85.500 ha lahan produktif dan 79.500 ha merupakan lahan yang tidak produktif yang sudah ditinggalkan oleh petani. Kebutuhan anggaran untuk melaksanakan program ini adalah sebesar Rp2,55 triliun (Kementerian Pertanian, 2020). Program ini akan mulai dilaksanakan di tahun 2020 dengan fokus pada aktivitas budidaya pertanian pada lahan seluas 30.000 ha dengan komoditas utama adalah padi. Pemilihan kawasan eks pengembangan lahan gambut sebagai lahan program food estate dikarenakan biaya untuk merehabilitasi lahan yang sudah ada lebih murah yaitu ±Rp9 juta/Ha daripada harus membuka lahan baru dengan biaya ±30 juta/Ha dan memiliki risiko kerusakan lingkungan. Program food estate akan dilaksanakan lintas kementerian negara/lembaga. Adapun beberapa kementerian yang berperan pada periode 2021-2023 adalah sebagai berikut: Kementerian Pertanian berperan dalam penyediaan sarana produksi dan pengawalan budidaya; Kementerian PUPR berperan dalam rehabilitasi dan peningkatan jaringan irigasi; Kemendesa PDTT berperan dalam merevitalisasi lahan transmigrasi eksisting; Kementerian LHK melakukan konservasi dan rehabilitasi lahan gambut, penataan jelajah habitat satwa, (Tanah Objek Reforma Agraria) TORA, dan perhutanan sosial;

Gambar 2. Data Impor Bahan Pangan Indonesia, 2017-2019 (dalam juta ton)

Sumber: BPS, 2020

Page 9: p. 3berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/buletin-apbn/public...ISO 9001:2015 Certificate No. IR/QMS/00138 ISSN 2502-8685 Upaya Peningkatan Kapasitas Koperasi dan UKM Melalui Dana PK2UKM

9Buletin APBN Vol. V. Ed. 16, September 2020

Kementerian BUMN berperan dalam mewujudkan corporate farm seluas 20.000 ha; serta Kementerian ATR melakukan penetapan Rencana Desain dan Tata Ruang (RDRT), validasi tanah, dan sertifikat.Tantangan Program Food EstateProgram pengembangan food estate bukan pertama kalinya dilakukan di Indonesia. Program sebelumnya juga pernah dilakukan yaitu pengembangan lahan gambut (PLG) 1 juta hektar di Kalimantan Tengah pada pemerintah Presiden Soeharto serta Merauke integrated Food and energy estate (MIFEE) dan beberapa program food estate di Kalimantan pada pemerintahan Presiden SBY (Kompas, 2020). Namun, program food estate yang dilakukan sebelumnya tampaknya belum sesuai dengan harapan meskipun ada beberapa titik lahan yang masih berproduksi hingga saat ini. Agar tidak mengulangi kesalahan pada program food estate sebelumnya, ada beberapa tantangan yang dihadapi pemerintah dalam pelaksanaan program food estate yaitu: pertama, pemilihan lahan dan trauma permasalahan lingkungan di masa lalu. Pembukaan lahan baru yang dilakukan pada program PLG sejuta hektar yang lalu mengakibatkan banyak permasalahan lingkungan diantaranya: sekitar 400.000 ha hutan tropika basah berubah menjadi lahan terbuka, berubahnya pola tata air dan kualitasnya, berkurangnya daya serap air akibat penebangan pohon yang menyebabkan banjir pada musim penghujan dan mudah terbakar pada musim kemarau, punahnya beberapa spesies tumbuhan langka dan banyak lagi dampak negatif lainnya (Mawardi, 2007). Oleh karena itu, pemilihan food estate pada eks pengembangan lahan gambut (PLG) di Kalimantan Tengah mendapatkan banyak kritikan karena dikhawatirkan akan mengulang kembali permasalahan lingkungan yang dampak negatifnya masih dirasakan hingga kini. Belum lagi sebesar 79.500 ha dari total 165.000 ha yang akan digunakan merupakan lahan tidak produktif yang telah ditinggalkan oleh petani pada program PLG sebelumnya. Lahan tersebut mengandung bahan sulfidik,

sehingga timbul senyawa pirit yang bersifat racun yang harus dicarikan solusinya agar tidak menimbulkan efek negatif kedepannya. Kedua, Sumber Daya Manusia (SDM) dan konflik dengan masyarakat lokal. SDM menjadi hal penting yang harus diperhatikan pemerintah, dimana SDM merupakan salah satu faktor yang menjadi alasan gagalnya proyek food estate sebelumnya. Adanya migrasi pendatang dalam mendukung aktivitas food estate dikhawatirkan menghilangkan eksistensi masyarakat setempat karena perbedaan etos kerja dan tingkat pendidikan. Perbedaan ini yang nantinya dapat memicu konflik diantara masyarakat lokal dan pendatang. Selain itu, pemerintah harus memperhatikan keterampilan para pekerja, apakah pekerja telah menguasai pengolahan pertanian di lahan gambut, serta menyiapkan penyuluh yang kompeten dalam melakukan program ini.Ketiga, anggaran. Pembangunan jaringan irigasi, teknologi, penggunaan varietas unggul, dan rehabilitasi lahan menjadi fokus utama yang membutuhkan anggaran besar. Kedepannya dibutuhkan kerjasama investasi dengan pihak swasta agar anggaran tidak membebani APBN. Namun, investasi harus diperhatikan karena pada program sebelumnya terjadi kesalahan persepsi antara investor, pemerintah dan masyarakat. Dimana belum semua investor memperoleh ijin mengelola lahan serta masyarakat lokal yang mempertanyakan pengambilan lahan oleh investor swasta yang didominan oleh investor swasta asing sehingga menimbulkan konflik dan isu politik (Santosa, 2015).Daftar PustakaBPS, 2020. Statistik Indonesia 2020Mawardi, 2007. Rehabilitasi dan Revitalisasi Eks Proyek Pengembangan Lahan Gambut di Kalimantan Tengah. Jurnal Teknik Lingkungan.Vol.8. No.3. Hal. 287-297.Kemenkeu, 2020. Buku II Nota Keuangan beserta Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun

Page 10: p. 3berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/buletin-apbn/public...ISO 9001:2015 Certificate No. IR/QMS/00138 ISSN 2502-8685 Upaya Peningkatan Kapasitas Koperasi dan UKM Melalui Dana PK2UKM

10 Buletin APBN Vol. V. Ed. 16, September 2020

RekomendasiProgram food estate sangat penting dalam meningkatkan ketahanan pangan yang berdaulat bagi Indonesia. Namun, tampaknya pemerintah belum serius dalam merencanakan dan mengelola program ini. Hal tersebut terlihat dari belum banyak terobosan baru yang akan dilakukan pemerintah selain memperbanyak jaringan irigasi air dan rehabilitasi lahan. Untuk menjawab berbagai tantangan yang akan dihadapi pemerintah, maka tulisan ini merekomendasi beberapa hal yaitu: pertama, pemilihan eks PLG yang pernah bermasalah merupakan tantangan terbesar bagi pemerintah. Diperlukan R&D agar ditemukan solusi dari permasalahannya yang telah ada sebelumnya. Dibutuhkan sosok yang memiliki leadership yang kuat serta peranan akademisi agar menciptakan tata kelola yang baik. Dalam menjaga keberlangsungan lingkungan hidup, dibutuhkan program kegiatan dan teknologi yang ramah lingkungan. Kedua, untuk meminimalkan konflik dengan masyarakat maka pemerintah dapat melakukan mekanisme jumlah tenaga kerja baru yang tidak terlalu besar atau bertahap serta memastikan penyuluh dan pekerja memiliki keahlian yang sesuai. Pemerintah bekerjasama dengan perguruan tinggi setempat dalam mengembangkan teknologi maupun dalam memberdayakan masyarakat lokal dengan bekerja sambil belajar sehingga memenuhi kualifikasi untuk terlibat dalam program. Pemberdayaan penduduk lokal juga dapat dibekali dengan kemampuan wirausaha sehingga dapat menggerakkan perekonomian setempat yang berbasis agribisnis. Ketiga, untuk memperoleh investasi, pemerintah dapat bekerjasama dengan pihak swasta, kementerian terkait dan masyarakat dengan membentuk local partnership dan korporasi petani yang sejalan dengan program reforma agraria. Memastikan penggunaan varietas unggul serta pembangunan jaringan irigasi yang baik dan berkelanjutan. Untuk perkembangan dan kelanjutan program ini, pemerintah harus menyiapkan pola dan sistem logistik pangan dan teknologi rantai pangan (supply chain) sehingga memastikan hasil produksi pangan dapat di distribusikan secara nasional.

Anggaran 2021Kementan, 2020. Kebijakan dan Program Kementerian Pertanian Dalam Menjamin Ketahanan Pangan Di Era New Normal Pandemi Covid-19. Diakses dari http://ppid.ipb.ac.id/strategi-ketahanan-pangan-di-era-new-normal-pandemi-covid-19/ pada 01 September 2020Kompas. 2020.” Menilik Proyek Food estate di Indonesia yang Disebut Jokowi dalam Pidato Kenegaraan”. Diakses

dari https://www.kompas.com/tren/read/2020/08/14/200300265/menilik-proyek-food-estate-di-indonesia-yang-disebut-jokowi-dalam-pidato?page=all pada 01 September 2020Santosa, Edi. 2015. Percepatan Pengembangan Food estate Untuk Meningkatkan Ketahanan dan Kemandirian Pangan Nasional. Diakses dari https://www.researchgate.net/publication/299529630 pada 11 September 2020

Page 11: p. 3berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/buletin-apbn/public...ISO 9001:2015 Certificate No. IR/QMS/00138 ISSN 2502-8685 Upaya Peningkatan Kapasitas Koperasi dan UKM Melalui Dana PK2UKM

11Buletin APBN Vol. V. Ed. 16, September 2020

Peran koperasi dan UMKM dalam perekonomian Indonesia sangat tinggi. UMKM berkontribusi

sebesar 60,34 persen terhadap PDB (2018) sedangkan kontribusi koperasi sebesar 5,1 persen (2018). Dominasi Koperasi dan UMKM terhadap PDB dihadapkan pada masalah daya saing yang masih rendah. Kementerian Koperasi dan UKM mengungkapkan bahwa keterlibatan sektor UMKM Indonesia dalam rantai nilai global masih rendah di bawah negara ASEAN seperti Malaysia, Thailand, dan Filipina (Wignaraja, 2012). Kontribusi UMKM terhadap ekspor nasional juga masih rendah di bawah Thailand, FIlipina, Vietnam, dan Malaysia (Yoshino dan Wignaraja, 2015). Hal tersebut tak lepas dari permasalahan daya saing tenaga kerja yang mendominasi di UMKM. Secara umum, biaya tenaga kerja di Indonesia semakin tidak berdaya saing (Grabowski, 2020). Salah satu tantangan yang harus dihadapi dalam jangka panjang ialah perbaikan kualitas sumber daya manusia. Sejalan dengan Dian, et.al (2017) mengatakan bahwa faktor utama rendahnya daya saing UMKM ialah Sumber Daya Manusia (SDM).Kemudian kredit saat ini pun belum mendominasi para pelaku UMKM. Dari Rp5.300 triliun total kredit yang

dikucurkan oleh bank umum di Indonesia tahun lalu, kurang dari 20 persen atau sekitar Rp1.000 triliun yang ditujukan bagi UMKM (Bank Indonesia, 2018)Kondisi tersebut diperparah dengan adanya pandemi Covid-19 yang memberikan tantangan sekaligus peluang bagi pemerintah untuk menjaga eksistensi koperasi dan UMKM. Covid-19 berdampak signifikan bagi perekonomian di Indonesia, termasuk kelangsungan usaha para pelaku koperasi dan UMKM. Dari hasil pendataan (per Mei 2020) terhadap koperasi dan UMKM terdampak Covid-19 di Kementerian Koperasi dan UKM dengan sampel 2.322 Koperasi dan 185.184 UMKM menunjukkan adanya pengaruh terhadap usahanya seperti permintaan produk/penjualan turun drastis. Hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) bulan Agustus 2020, menyebutkan pendapatan koperasi dan UMKM mengalami penurunan semasa pandemi. Pergerakan ekonomi secara keseluruhan juga melambat dan berdampak pada sektor koperasi dan UMKM. Meskipun begitu, terdapat aktivitas Koperasi dan UMKM yang masih bisa bertahan karena melakukan reorientasi usaha untuk menghasilkan produk yang terkait dengan pandemi Covid-19, seperti masker kain, Alat Pelindung Diri (APD) dan perlengkapan

AbstrakDana Peningkatan Kapasitas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (PK2UKM)

melalui skema dana transfer ke daerah dapat dijadikan solusi bagi pemerintah daerah dalam mengembangkan UKM di daerahnya. Salah satu tantangan yang harus dihadapi dalam jangka panjang ialah perbaikan kualitas sumber daya manusia. Beberapa permasalahan penggunaan dana PK2UKM yang dihadapi diantaranya: anggaran penyerapan yang masih lamban, rendahnya ketaatan pelaporan pemerintah daerah, belum dilakukannya evaluasi terhadap outcome, dan tantangan kegiatan pelaksanaan pelatihan secara daring.

Upaya Peningkatan Kapasitas Koperasi dan UKM Melalui Dana PK2UKM

oleh Tio Riyono*)

Ricka Wardianingsih**)

*) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]*) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]

belanja transfer ke daerah

Page 12: p. 3berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/buletin-apbn/public...ISO 9001:2015 Certificate No. IR/QMS/00138 ISSN 2502-8685 Upaya Peningkatan Kapasitas Koperasi dan UKM Melalui Dana PK2UKM

12 Buletin APBN Vol. V. Ed. 16, September 2020

Gambar 1. Perkembangan Alokasi PK2UKM

*) Perpres No. 72 Tahun 2020Sumber: APBN 2016-2020, LKPP 2016-2019 (diolah)

kesehatan lainnya seperti hand sanitizer dan desinfektan. Sejak tahun 2016, pemerintah sudah mulai mengucurkan dana transfer daerah berupa dana PK2UKM yang difokuskan pada peningkatan kapasitas sumber daya manusia melalui berbagai pelatihan dan pendampingan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Melalui dana tersebut, pemerintah daerah terlibat secara aktif dalam pengembangan SDM koperasi dan UMKM sesuai dengan visi, misi dan tujuan pengembangan SDM koperasi dan UMKM 2020-2024 oleh Kementerian Koperasi dan UKM. Untuk itu, tulisan ini membahas upaya dan tantangan dana PK2UKM dalam mendukung peningkatan kapasitas sebagai pembangunan SDM yang lebih berkualitas.Kebijakan Dana PK2UKMDana PK2UKM merupakan salah satu bentuk DAK Non Fisik yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pelaku usaha Koperasi dan UMKM serta memberikan pendampingan untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing dalam bentuk bimbingan, konsultasi dan advokasi. Dana PK2UKM diberikan kepada pemerintah daerah. Sesuai dengan petunjuk teknis (juknis), dana PK2UKM hanya digunakan untuk: (i) persiapan dan penyelenggaraan pelatihan termasuk akomodasi dan konsumsi; (ii) uang saku harian dan biaya transportasi peserta; (iii) honorarium dan biaya perjalanan widyaiswara, fasilitator, instruktur atau pengajar; (iv) biaya rekrutmen dan seleksi tenaga pendamping; (v) honorarium tenaga pendamping; (vi) honorarium koordinator tenaga pendamping; (vii) biaya transportasi dan/atau operasional pendampingan; (viii) biaya transportasi dan/atau perjalanan dinas dalam rangka koordinasi, sinkronisasi, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi; dan (ix) biaya penunjang yang meliputi bahan praktek, alat tulis kantor, honorarium pengelola keuangan, modul atau bahan ajar, spanduk, dokumentasi, publikasi,

fotokopi dan penggandaan, training kit serta sertifikat.Penyaluran dana PK2UKM dibagi ke dalam dua tahap dan masing-masing sebesar 50 persen. Pemerintah daerah diharuskan menyampaikan laporan realisasi dana PK2UKM tahap I paling lambat 22 November pada tahun anggaran berjalan dan laporan realisasi tahun anggaran sebelumnya paling lambat pada 15 Juli.Sebagai respon dampak pandemi Covid-19, pemerintah menetapkan Peraturan Menteri KUKM No. 3/2020 yang memberikan kesempatan pelaksanaan pelatihan secara daring maupun luring atau secara bersama-sama.Perkembangan Dana PK2UKMPengalokasian dana PK2UKM dimulai sejak tahun 2016 melalui skema dana transfer ke daerah berdasarkan indikator kinerja yang dibedakan menurut provinsi dan kabupaten/kota. Sebelumnya dana PK2UKM dialokasikan sebagai dana dekonsentrasi pada anggaran Kementerian Koperasi dan UKM.Alokasi dana PK2UKM meningkat signifikan pada 2019 sebesar 100 persen menjadi Rp200 miliar (Gambar 1). Pada tahun 2020, dana PK2UKM menurun Rp8 miliar dari alokasi APBN Tahun Anggaran 2020 menjadi Rp192 miliar. Dana tersebut terbagi 45 persennya ditujukan untuk 34 pemerintah provinsi dan 55 persennya untuk 253 pemerintah

Page 13: p. 3berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/buletin-apbn/public...ISO 9001:2015 Certificate No. IR/QMS/00138 ISSN 2502-8685 Upaya Peningkatan Kapasitas Koperasi dan UKM Melalui Dana PK2UKM

13Buletin APBN Vol. V. Ed. 16, September 2020

kabupaten/kota di Indonesia. Jumlah peserta yang ditargetkan meningkat mengingat biaya pelatihan dan pendampingan akan menurun seiring dengan kebijakan pelatihan yang dimungkinkan dilaksanakan secara daring yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri KUKM No. 3/2020. Pada tahun 2020, dana PK2UKM difokuskan untuk pelatihan dan pendampingan koperasi dan UMKM secara daring sehubungan dengan merebaknya Covid-19. Tabel 1 di atas menunjukkan indikator kinerja dana PK2UKM dimana provinsi memiliki memiliki persentase berbeda dengan kabupaten/kota. Hal ini dipengaruhi dengan adanya kriteria penilaian dinas antara provinsi dengan kabupaten/kota terhadap penerima dana PK2UKM. Dari indikator kinerja tersebut juga telah ditetapkan target yang berlaku sama untuk seluruh daerah. Namun sampai saat ini indikator tersebut belum memberikan gambaran pengaruhnya terhadap pengalokasian dana PK2UKM pada periode selanjutnya.Tantangan PK2UKMDengan ini dapat dilihat beberapa permasalahan dan tantangan yang dihadapi dari penggunaan dana PK2UKM, yaitu: pertama, kinerja penyerapan anggaran masih “cukup”. Penyerapan dana PK2UKM lamban di awal tahun meskipun pada akhirnya penyerapan dana bisa mencapai 99

persen di akhir tahun. Penyerapan dana PK2UKM pada tahap I 2019 dinilai “cukup”, hanya terserap sebesar Rp65,7 miliar atau hanya mencapai 32,87 persen dari 50 persen yang dialokasikan pada tahap I (Kementerian Koperasi dan UKM).Kedua, rendahnya kualitas pelaporan pemerintah daerah. Pada 2016, terdapat 26 persen pemerintah daerah belum melaporkan penggunaan dana PK2UKM dan 3 persen sama sekali tidak melaksanakan. Kemudian pada 2019, terdapat 11 pemerintah kabupaten/kota yang belum memberikan laporan akhirnya. Ini menunjukkan bahwa masih terdapat kelemahan dari sisi ketaatan pelaporan pemerintah daerahKetiga, evaluasi terhadap outcome belum berjalan. DJPK (2020) mengakui bahwa sejak pengalokasian dana PK2UKM belum dilakukan evaluasi atas capaian outcome. Saat ini evaluasi hanya pada kinerja penyerapan. Padahal, evaluasi terhadap outcome adalah bagian dari upaya peningkatan kualitas penggunaan dana PK2UKM yang bisa menjawab permasalahan daya saing koperasi dan UMKM. Sehingga dirasa perlu adanya evaluasi atas outcome dana PK2UKM.Kemudian penetapan target indikator kinerja dalam pengalokasian dana PK2UKM tidak dimanifestasikan bervariasi ke daerah. Target yang saat ini ditentukan tidak menjamin

Tabel 1. Indikator Kinerja Dana PK2UKM Pemerintah Provinsi & Pemerintah Kabupaten/Kota

Provinsi KabupatenIndikator Target Indikator Target

Persentase kinerja penyerapan anggaran (50 persen) 92%

Persentase peningkatan volume/omzet usaha koperasi dan UMKM dilatih (50 persen)

5%

Persentase jumlah peserta yang mampu mengelola usahanya secara berkelanjutan (25 persen)

50%Persentase peningkatan jumlah tenaga kerja koperasi dan UMKM dilatih (25 persen)

5%

Persentase jumlah peserta diklat kewirausahaan yang menjadi calon wirausaha/wirausaha pemula (25 persen)

10%

Persentase jumlah koperasi aktif yang menyelenggarakan RAT tepat waktu (25 persen) 60%

Sumber: Kementerian Koperasi dan UKM

Page 14: p. 3berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/buletin-apbn/public...ISO 9001:2015 Certificate No. IR/QMS/00138 ISSN 2502-8685 Upaya Peningkatan Kapasitas Koperasi dan UKM Melalui Dana PK2UKM

14 Buletin APBN Vol. V. Ed. 16, September 2020

RekomendasiPeningkatan daya saing koperasi dan UMKM mutlak didorong melalui peningkatan SDM. Perlu menjadi perhatian bersama bahwa peningkatan SDM bukan merupakan kebijakan yang dapat dirasakan dalam jangka waktu singkat. Pemerintah perlu mendorong Kementerian Koperasi dan UKM untuk menetapkan target tunggal indikator kinerja dalam pengalokasian PK2UKM untuk satu wilayah provinsi dan target yang bervariasi mengikuti kondisi perkembangan koperasi dan UMKM. Hal ini akan meningkatkan peluang sinergitas antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Kemudian, pemerintah pusat, baik Kementerian Keuangan maupun Kementerian Koperasi dan UKM, perlu mendorong peningkatan kualitas penggunaan melalui evaluasi sampai pada outcome. Selain itu, pemerintah memiliki peran signifikan melalui kebijakan yang transparan dan akuntabel yang bertujuan membantu dan meringankan beban sektor UMKM di tengah pandemi Covid-19. Apalagi UMKM berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi domestik. Inilah yang menjadi kontribusi besar pemerintah dalam peningkatan koperasi dan UMKM melalui pemanfaatan dana PK2UKM.

Daftar PustakaBank Indonesia. 2018. Statistik Kredit UMKM.BPS. (2020). Hasil Survei Badan Statistik Pusat 2020.Dian, et.al. (2017). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Daya Saing UMKM. STIE YPPI RembangDJPK. (2020). Disampaikan pada diskusi Pakar Dana Alokasi Khusus Non Fisik bersama Pusat Kajian Anggaran (08 September 2020). Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan RI.Grabowski, R., & Self, S. (2020). Industrialization and deindustrialization

evaluasi PK2UKM ke arah yang lebih baik. Hal ini berpotensi menimbulkan konflik antara pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dalam hal pencapaian target objek peserta PK2UKM. Pemerintah perlu mendorong Kementerian Koperasi dan UKM untuk menetapkan target tunggal untuk satu wilayah provinsi dan target yang bervariasi mengikuti kondisi perkembangan koperasi dan UMKM di masing-masing daerah.Keempat, kegiatan pelaksanaan pelatihan melalui daring. Merujuk pada

Juknis Peraturan Menteri KUKM No. 3/2020 tentang PK2UKM, pelaksanaan pelatihan ini menjadi salah satu tantangan khusus pada tahun 2020, mengingat dampak Covid-19 membuat seluruh pelatihan dilaksanakan melalui daring. Data DJPK menunjukkan bahwa penyaluran dana PK2UKM (per 31 Agustus) sudah mencapai 59 persen. Meskipun begitu, DJPK mengakui bahwa kemungkinan daerah akan terhambat pada penyerapan dikarenakan pelatihan dilakukan secara daring.

in Indonesia. Asia & the Pacific Policy Studies, 7(1), 95-111.Kementerian Koperasi dan UKM.(2020). Menyasar Empat Juta UMKM. Edisi No.3/Mei 2020. Diakses pada 8 September 2020.Kementerian Koperasi dan UKM. (2019). Arah Kebijakan Dan Program Pengembangan UMKM (Menuju UKM 2020-2024). Kementerian Koperasi dan UKM. (2020). Permen KUKM RI Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan DAK Nonfisik Peningkatan Kapasitas Koperasi dan UKM.Laporan Keuangan Pemerintah Pusat 2016-2019.

Page 15: p. 3berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/buletin-apbn/public...ISO 9001:2015 Certificate No. IR/QMS/00138 ISSN 2502-8685 Upaya Peningkatan Kapasitas Koperasi dan UKM Melalui Dana PK2UKM

15Buletin APBN Vol. V. Ed. 16, September 2020

Media Indonesia. (2020). UMKM Turun Akibat Pandemi.Wignaraja, G. (2012) Engaging Small and Medium Enterprises in Production Networks: Firm–level Analysis of Five ASEAN Economies, ADBI Working Paper Series No. 361.

Yoshino, N., & Wignaraja, G. (2015, February). SMEs Internationalization and Finance in Asia. In Frontier and Developing Asia: Supporting Rapid and Inclusive Growth IMF-JICA Conference Tokyo (Vol. 18).

Page 16: p. 3berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/buletin-apbn/public...ISO 9001:2015 Certificate No. IR/QMS/00138 ISSN 2502-8685 Upaya Peningkatan Kapasitas Koperasi dan UKM Melalui Dana PK2UKM

“Siap Memberikan Dukungan Fungsi Anggaran Secara Profesional”

Buletin APBNPusat Kajian AnggaranBadan Keahlian DPR RI

www.puskajianggaran.dpr.go.idTelp. 021-5715635, Fax. 021-5715635

Twitter: @puskajianggaranInstagram: puskajianggaran_dprri